Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN KADAR INTERFERON GAMMA DENGAN
KEPOSITIPAN BTA PADA PENDERITA TB PARU DI
MEDAN
TESIS
NIKI BAKTI PRIWAHYUNINGTYAS
NIM: 157107003
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN KADAR INTERFERON GAMMA DENGAN
KEPOSITIPAN BTA PADA PENDERITA TB PARU DI MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Dokter Spesialis dalam Program Dokter Spesialis Departemen
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
NIKI BAKTI PRIWAHYUNINGTYAS
NIM: 157107003
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
AGUSTUS 2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang
lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.
Nama : dr. Niki Bakti Priwahyuningtyas
NIM : 157107003
Tanda Tangan :
Tanggal : 18 Agustus 2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Niki Bakti Priwahyuningtyas
NIM : 157107003
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen
Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi.
Judul Tesis : Hubungan Kadar Interferon Gamma dengan Kepositipan
BTA Pada Penderita TB Paru di Medan.
.
Pembimbing I
dr. Bintang Y.M. Sinaga, M.Ked (Paru), Sp.P(K)
NIP. 19720228.199903.2002
Pembimbing II Pembimbing III Koordinator Penelitian
Departemen Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi
dr.Pandiaman Pandia, MKed(Paru)SpP(K) dr.Putri CE,MSEpid, PhD Dr.dr.Bintang YM Sinaga,Mked(Paru),SpP(K)
NIP. 1961 0519 1989 021001 NIP.197209011999032001 NIP.19720228.199903.2002
Ketua Program Studi Ketua Departemen Ketua Tim Koordinator
Departemen Pulmonologi Pulmonologi dan Program Pendidikan
dan Kedokteran Respirasi Kedokteran Respirasi Dokter Spesialis
Dr.dr.Amira P TariganMKed(Paru)SpP(K) dr.Zainuddin Amir,M.Ked(Paru)SpP(K) dr.Muhammad Rusda,MKed(OG)SpOG(K)
NIP. 19690711.199903.2002 NIP.19540620198011100 NIP.196805202002121002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Niki Bakti Priwahyuningtyas
NPM : 157107003
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen
Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi.
Judul Tesis : Hubungan Kadar Interferon Gamma dengan Kepositipan
BTA pada Penderita TB Paru di Medan.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh Gelar
Spesialis pada Program Studi Departemen Pulmonologi dan Kedoteran
Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr.dr. Bintang Y.M.Sinaga, M.Ked(Paru), Sp.P(K) (..........)
Pembimbing II : dr. P.Pandia,M.Ked(Paru),Sp.P(K) (..........)
Pembimbing III : dr. Putri CE,MSEpid, PhD (..........)
Penguji : Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K) (..........)
Penguji : dr. Zainuddin Amir, M.ked(Paru), Sp.P(K) (..........)
Penguji : dr. Widirahardjo, Sp.P(K) (..........)
Ditetapkan di : Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara
Tanggal : 18 Agustus 2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
Telah diuji dan ditetapkan di : Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara
Tanggal : 18 Agustus 2019
PANITIA DEWAN PENGUJI TESIS:
Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P (K)
Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K)
dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P (K), DTM&H
dr. Zainuddin Amir, M.Ked (Paru), Sp.P (K)
dr. Widirahardjo, Sp.P(K)
dr. Pandiaman Pandia, M.Ked (Paru), Sp.P(K)
Dr. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked (Paru), Sp.P(K)
Dr. dr. Bintang YM Sinaga, M.Ked (Paru), Sp.P(K)
Dr. dr. Fajrinur Syarani, M.Ked (Paru), Sp.P(K)
dr. Parluhutan Siagian, M.Ked (Paru), Sp.P(K)
Dr. dr. Noni N. Soeroso, M.Ked (Paru),Sp.P(K)
dr. Setia Putra Tarigan, Sp.P(K)
dr. Putri C Eyanoer, MSEpid,PhD
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
TESIS
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN
PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Hubungan Kadar Interferon Gamma dengan
Kepositipan BTA pada Penderita TB Paru di
Medan.
Nama : Niki Bakti Priwahyuningtyas
Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis. Departemen
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Lokasi Penelitian : RSUP Haji Adam Malik Medan.
Pembimbing I : Dr.dr. Bintang Y.M.Sinaga, M.Ked
(Paru),Sp.P(K).
Pembimbing II : dr.Pandiaman Pandia, M.Ked(Paru).Sp.P(K).
Pembimbing III : dr. Putri Chairani Eyanoer, MSEpid,PhD.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
sebab berkat rahmat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tulisan
akhir ini yang berjudul “Hubungan Kadar Interferon Gamma dengan Kepositipan
BTA dapa Penderita TB Paru di Medan“.
Tulisan ini merupakan persyaratan dalam penyelesaian pendidikan
keahlian di Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru
RSUP H Adam Malik Medan. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari
berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat asisten
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU, paramedis dan
non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Dr. dr. Aldy Syafruddin Rambe, M.Ked(Neu), SpS(K) selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Program Studi
Magister Kedokteran Klinik.
dr. Zainuddin Amir, M.Ked(Paru), Sp.P(K), sebagai Ketua Departemen
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU, yang tiada henti-hentinya
memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, arahan, petunjuk serta nasehat yang
baik selama masa pendidikan.
Dr. dr. Amira P. Tarigan, M.Ked(Paru), Sp.P(K) sebagai Ketua Program
Studi Departemen Pulmonolgi dan Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru
RSUP H Adam Malik Medan, dan sebagai pembimbing tesis yang telah banyak
memberikan bimbingan, bantuan, dorongan dan masukan dalam rangka
penyusunan tulisan ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
Dr. dr. Bintang Y.M. Sinaga, M.Ked(Paru), Sp.P(K) sebagai Sekretaris
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU dan koordinator
penelitian ilmiah di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK
USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, serta sebagai Pembimbing
Pertama saya yang telah banyak memberikan bimbingan ilmu pengetahuan,
arahan, serta nasihat yang baik selama masa pendidikan.
dr. Widirahardjo, Sp.P(K), sebagai Ketua SMF Paru RSUP H Adam Malik
Medan, yang telah memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, arahan, serta
nasihat yang baik selama masa pendidikan.
dr. P. Pandia, Sp.P(K), sebagai pembimbing akademik dan pembimbing
tesis, yang telah banyak memberikan penulis bantuan, masukan, arahan dalam
penyusunan tulisan ini sehinga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.
dr. Putri C Eyanoer,MS.Epid,PhD, sebagai pembimbing statistik yang
telah begitu banyak membantu dan membuka wawasan penulis dalam bidang
statistik dan dengan penuh kesabaran memberi bimbingan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini.
dr.Amiruddin, Sp.P sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI) cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan,
dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan
penyempurnaan tulisan ini.
dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), Sp.OG(K) sebagai Ketua TKP PPDS
FK USU yang senantiasa tiada jemunya membantu, mendorong dan memotivasi
serta membimbing dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan
ilmiah serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
Penghargaan dan rasa terimakasih penulis sampaikan kepada yang
terhormat Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K), Prof. dr. H. Tamsil Syafiuddin,
Sp.P(K), dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM&H,Sp.P(K), dr. Pantas Hasibuan,
MKed(Paru), Sp.P(K), dr. Setia Putra, M.Ked(Paru), Sp.P(K), Dr.dr. Fajrinur
Syarani, MKed(Paru), Sp.P(K), dr. Parluhutan Siagian, MKed(Paru), Sp.P(K),
FISR, dr. Nuryunita Nainggolan, Sp.P(K).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
Penghargaan dan rasa terimakasih juga tidak lupa penulis sampaikan
kepada yang terhormat dr. Noni Novisari Soeroso,M.Ked(Paru), dr. Ucok Martin
Sp.P, dr. Netty Y Damanik Sp.P, dr. Syamsul Bihar, M.Ked(Paru), Sp.P, dr. Ade
Rahmaini, MKed(Paru) Sp.P, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan
dan pengalaman yang sangat bermanfaat bagi penulis, bantuan, masukan dan
pengarahan selama menjalani pendidikan.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang
terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP H Adam
Malik Medan, Poli Paru RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan
kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam mengambil data penelitian dan
menyelesaikan penelitian ini.
Dengan rasa Hormat dan cintaku kupersembahkan teruntuk suamiku
tercinta dr.Jamaluddin, M.Ked (PD), Sp.PD serta anak-nakku tercinta kakak Shafa
Nayla Arkana serta dek Marwa Najma Amaniya yang tak henti-hentinya kalian
selalu mendukung perjuangan bunda.
Dengan rasa hormat dan terima kasih yang tiada terbalas penulis
sampaikan kepada Ayahanda Ir. H.Sugeng Santosodan ayah mertua dr.Marahakim
L.Tobing,Sp.B dan Ibunda tercinta Hj.wiwik widiyati serta mama mertua Hj.
Roslaini Sianturi yang telah membesarkan, mendidik dan memberi dukungan baik
materiil maupun spritual, dorongan semangat dan pengorbanan yang tidak jemu-
jemunya dengan sepenuh hati, pikiran, dan tenaga serta doa kepada penulis selama
menjalani masa pendidikan hingga dapat menyelesaikan penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program
Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi & Kedokteran Respirasi, pegawai
rekam medis, pegawai ruang rawat jalan RSUP H Adam Malik atas bantuan dan
kerja sama yang baik selama menjalani masa pendidikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang turut
membantu dalam terselenggaranya penelitian ini dr. Benny Barus, dr. Danil,
dr.Mely, dr. Dewi, dr. Veni, dr. Molina, dr. Egipson, sehingga proses pengerjaan
penelitian ini menjadi lebih mudah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan
kesalahan yang pernah diperbuat selama ini.
Semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi keilmuan dan dapat
bermanfaat bagi orang-orang yang membutuhkan. Dan juga semoga ilmu,
keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat
bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang
Maha Esa.
Medan, 18 agustus 2019
Penulis
dr. Niki Bakti Priwahyuningtyas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Nama : Niki Bakti Priwahyuningtyas
NPM : 157107003
Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi.
Fakultas : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyutujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengaruh latihan tubuh bagian atas dan bawah selama 1 bulan terhadap indeks
BODE pada penderita PPOK stabil.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusifini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Dibuat di : FK-USU, Medan.
Pada tanggal : 18 Agustus 2019
Yang menyatakan
(Niki Bakti Priwahyuningtyas)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
ABSTRAK
Hubungan Kadar Interferon Gamma dengan Kepositipan BTA pada
Penderita TB Paru di Medan
Latar Belakang : Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis(M.tubercullosis) yang dapat
menyerang berbagai organ terutama paru. Pemeriksaan bakteriologik untuk
menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis. Pada saat ini para ahli menduga adanya gangguan system
imun pada penderita tuberculosis. Sel T helper-1 (Th1) sangat berperan pada
system pertahanan tubuh terutama dalam menghadapi infeksi bakteri intraseluler.
Salah satu sitokin yang diproduksi oleh sel Th1 adalah interferon gamma (IFN-ɤ)
yang berperan penting dalam mengeliminasi bakteri M.tuberculosis. Studi ini
bertujuan untuk mencari hubungan kadar IFN-ɤ dengan keposipan BTA pada
penderita TB paru di Medan.
Metode dan Sampel: studi ini menggunakan metode case-control. Sampel berupa
plasma yang diambil dari darah vena dari penderita TB paru. Plasma kemudian
dilakukan pengujian laboratorium diukur dengan tehnik Enzyme Linked Analysis
Tecniques Imunosorben Assay (ELISA) hasilnya dibaca dengan ELISA Reader,
sehingga didapatkan kadar IFN-ɤ pada plasma penderita TB paru. Data kemudian
dilakukan Uji T-Independent. Hasil dinyatakan signifikan dengan nilai
kebermaknaan <0.05. Objek berjumlah 60 orang yaitu penderita TB Paru kasus
baru dan belum pernah di terapi OAT yang terdiri dari 20 orang penderita TB
dengan BTA (1+), 20 orang penderita TB dengan BTA (2+) serta 20 orang
penderita TB dengan BTA (3+)
kesimpulan : kadar IFN-ɤ pada penderita TB BTA (1+) lebih tinggi bila
dibandingkan dengan BTA (2+) dan BTA (3+), dengan nilai statistic yang
signifikan ( p=0.001)
Kata Kunci : TB, IFN-ɤ, ELISA, BTA
|
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
ABSTRACT
Association between Level of Interferon Gamma and Acid Fast Bacilly
Positivity in Pulmonary Tuberculosis
Background : Tuberculosis in an infectious disease which caused by
Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) that infected numeruous organ
espicially the lung. A person's immunity is very affecting for a person exposed to
Pulmonary tuberculosis. T helper-1 cell (Th1) is very influential in immune system
especially in interfering intracellular bacterial infection. One of the cytokine
known produced by Th1 cell is interferon gamma (IFN-γ) which is important in
eliminating M.tuberculosis. The aim of this study is association between level of
IFN-γ and AFB positivity in Pulmonary tuberculosis patients in Medan.
Method ang Sample : This is a case control study. The subjects of the study were
60 new cases of pulmonary tuberculosis with AFB sputum smear-positive that
never received ATT consisting 20 cases AFB (+1), 20 cases AFB (+2) and 20
cases AFB (+3). Samples were plasma collected from the vein’s blood of
pulmonary tuberculosis patients. The plasma then underwent laboratory assay
with ELISA techniques. Independent t test was done with significant result
(p>0.05).
Conclusion : level of IFN-γ in TB AFB (+1) is higher than TB AFB (+2) and
(+3), with significant statistical result (p=0.001).
Key word : TB, IFN-ɤ, ELISA, AFB
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS ...................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS ........................................................ iii
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH ........................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................. x
ABSTRAK ............................................................................................. xi
ABSTRACT ............................................................................................. xii
DAFTAR ISI ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xx
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitan .............................................................. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tuberkulosis Paru ............................................... 8
2.2 Epidemiologi .................................................................... 8
2.3 Perjalanan Alamian TB pada Manusia ............................. 10
2.4 Cara Penularan TB ............................................................ 12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiv
2.5 Sistem Imun pada Tuberkulosis ...................................... 12
2.6 Diagnosis TB .................................................................... 14
2.6.1. Diagnosis TB ........................................................... 14
2.6.2. International Standard For Tuberculosis Care (ISTC) 15
2.7 Jenis Pemeriksaan Tuberkulosis ........................................ 16
2.7.1. Pemeriksaan bakteriologik ...................................... 16
2.7.2. Pemeriksaan Radiologi ............................................ 18
2.7.3. Pemeriksaan khusus ................................................. 19
2.7.3.1. Pemeriksaan BACTEC ............................... 19
2.7.3.2. Polymerase Chain Reaction (PCR) ............ 19
2.7.4. Pemeriksaan Serologi denga berbagai metoda ........ 20
2.7.4.1. Enzym Linked Imunosorbent Assay (ELISA) 20
2.7.4.2. Immunochromatograpic Tuberculosis (ICT) 20
2.7.4.3. Mycodot ...................................................... 20
2.7.4.4. Uji Peroksidase anti peroksidase (PAP) ...... 20
2.7.4.5. Yji Serologi Yang Baru ) IgG TB ............... 21
2.7.4.6. Iji Adenosine Deaminase /ADA test ........... 21
2.7.5. Pemeriksaan penunjang Lainnya ............................. 22
2.7.5.1. Analisis Cairan Pleura ................................. 22
2.7.5.2. Pemeriksaan Histopatologi jaringan ........... 22
2.7.5.3. Pemeriksaan Darah ..................................... 22
2.7.5.4. Uji Tuberkulin ............................................. 23
2.7.5.5. Interferon Gamma Release Assay .............. 24
2.8. Aspek Imunologis .............................................................. 27
2.8.1. Sitokin ...................................................................... 27
2.8.2. Efek Biologik Sitokin .............................................. 28
2.9. Interferon Gamma.............................................................. 29
2.9.1. Peran Interferon gamma pada Tubercullosis ........... 31
2.10. Kerangka Teori ................................................................ 35
2.11. Kerangka Konsep ............................................................ 36
2.12. Hipotesis .......................................................................... 36
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ....................................................... 37
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................... 37
3.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel ................................ 37
3.3.1 Populasi .................................................................... 37
3.3.2 Sampel ...................................................................... 37
3.3.3 Besar Sampel ............................................................ 39
3.4 Metode Pengambilan Sampel ............................................ 40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xv
3.5. Variabel Penelitian ............................................................ 40
3.6 Kerangka Operasional ...................................................... 40
3.7 Definisi Operasional ......................................................... 41
3.8 Prosedur Penelitian ........................................................... 42
3.9 Prosedur Pemeriksaan Laboratorium .............................. 43
3.10 Pengolahan Data ............................................................. 46
3.11 Analisis Statistik ............................................................... 46
3.12 Jadwal Penelitian .............................................................. 46
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................. 48
4.1.1 Karakteristik Responden .......................................... 48
4.1.2 Gambaran Kadar IFN-γ Pada Penderita TB Paru (BTA (1+),
BTA (2+) dan BTA (2+)) di Medan ........................ 49
4.2 Pembahasan ...................................................................... 51
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 55
5.2 Saran .................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 56
LAMPIRAN ........................................................................................... 61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1.1. Defisiensi imun pada subyek normal usia lanjut .................... 3
Tabel 2.1 Perjalanan Alamiah TB ........................................................... 10
Tabel 3.1. Definisi Operasional ............................................................... 40
Tabel 3.2. Jadwal Penelitian ..................................................................... 46
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian penderita TB Paru berdasarkan
Kepositipan BTA ..................................................................... 48
Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Kasus TB Paru berdasarkan BMI ........... 48
Tabel 4.3 Gambaran Kadar IFN-γ Pada Orang Sehat dan Penderita TB Paru di
Medan ...................................................................................... 50
Tabel 4.4. Distribusi frekuensi IFN-γ berdasarkan kepositifan BTA ...... 51
Tabel 4.5. Perbedaan rerata kadar IFN-γ berdasarkan kepositifan BTA .. 51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Imuniti Seluler pada Infeksi Tuberkulosis .......................... 13
Gambar 2.2 Aktifitas pleotropik IFN-γ ................................................... 28
Gambar 2.3. Fungsi sitokin pada pertahanan penjamu ............................ 29
Gambar 2.4. Efek biologik IFN-γ ............................................................ 30
Gambar 2.5. Kerangka Teori ..................................................................... 35
Gambar 2.6. Kerangka Konsep ................................................................ 36
Gambar 2.7. Kerangka Operasional ......................................................... 40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xviii
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN
Ab = Antibodi
ADA = AdenosinDeaminase
Ag = Antigen
AICD = Activation-Induced Invariant Peptide
AIDS = Acquired Immunodeficiency Syndrome
APC = Antigen Presenting Cell
ATS = American Thoracic Society
BCG = Bacillus Calmette Guerin
BTA = BakteriTahanAsam
CD = Cluster of Differentiation
DM = Diabetes Melitus
FcR = Fragmencrystallizable Receptor
HIV = Human Immunodeficiency Virus
IAP = Immunosuppressive Acidic Protein
IFN-γ = Interferon gamma
Ig = Imunoglobulin
IL = Interleukin
ISTC = International Standar of Tuberculosis Care
LDH = Lactic Acid Dehydrogenase
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xix
MAC = Macrophage Activating Cytokine
MCP = Monocyte Chemotactic Protein
MIP = Macrophage Inflammatory Protein
MHC = Mayor Histocompatibility Complex
MN = Mononuklear
M. TB = MikobakteriumTuberkulosis
NK = Natural Killer
OAT = Obat Anti Tuberkulosis
PA = Posterior Anterior
PCR = Polymerase Chain Reaction
PMN = Polimorfonuklear
SD = SelDendritik
SKRT = SurveiKesehatanRumahTangga
sIL-2R = Soluble Interleukin-2 Receptor
TB = Tuberkulosis
TGF = Tumor Growth Factor
Th = T helper
TLRs = Tool Like Receptors
TNF = Tumor Necrosis Factor
UK = United Kingdom
U = Unit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xx
US = United State
WHO = World Health Organization
ZA = Ziehl-Nielsen
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1 Daftar riwayat hidup ……………………………… 61
Lampiran 2 Lembar penjelasan kepada calon subjek
penelitian ……………………..……………...... 62
Lampiran 3 Lembar Persetujuan setelah penjelasan……………... 64
Lampiran 4 Status penelitian …………………………………… 65
Lampiran 5 Persetujuan Komisi Etik Penelitian………………... 68
Lampiran 6 Tabel hasil pengolahan data SPSS………………… 70
Lampiran 7 Dokumentasi Foto Penelitian…… ………………… 88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang dapat menyerang
berbagai organ terutama paru. WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis. Setiap detik ada satu orang yang
terinfeksi tuberculosis (WHO, 2000). Penyakit ini bila tidak diobati atau
pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga
kematian. Tuberkulosis diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum
masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru
terjadi dalam 2 abad terakhir. (Pusdatin, 2015 dan Irawati Djaharuddin, 2016).
Tuberkulosis paru (TB) merupakan masalah kesehatan utama di dunia
yang menyebabkan morbiditas pada jutaan orang setiap tahunnya. Berdasarkan
laporan WHO tahun 2015, pada tahun 2014 terdapat 9,6 juta kasus TB paru di
dunia, 58% kasus TB berada di Asia tengfara dan kawasan pasifik barat serta 28%
kasus berada di Afrika. Pada tahun 2014, sebanyak 1,5 juta orang di dunia
meninggal karena TB. Tuberkulosis menduduki urutan kedua setelah Human
Imunodeficiency Virus (HIV) sebagai penyakit infeksi yang menyebabkan
kematian terbanyak pada penduduk dunia (WHO, 2015).
Indonesia adalah negara yang berada di kawasan Asia Tenggara dengan
jumlah kasus TB ke-2 terbanyak di dunia setelah India (WHO, 2015).
Berdasarkan laporan WHO 2015, diperkirakan pada tahun 2014 kasus di India dan
Indonesia berturut-turut yaitu 23% dan 10% kasus.
Penyakit TB di Indonesia adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit
menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung
dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia. Keberhasilan strategi
dalam mengontrol kasus TB cukup tinggi dan keberadaan TB di berbagai belahan
dunia menunjukkan kebutuhan untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang
meningkatkan resiko terjadinya TB, antara lain usia dan imunitas. (Cahyadi A, et
all., 2011)
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Infeksi M.tuberculosis memiliki kekhasan tersendiri, karena bakteri
tersebut hidup intraselular. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang
mempersulit upaya pengobatan. Mycobacterium tuberculosis dapat menular dari
individu yang satu ke individu lainnya melalui percikan yang terbawa udara
(airborne droplets), seperti batuk, dahak atau percikan ludah. Penderita
tuberkulosis paru pada umumnya adalah orang dewasa. Anak-anak dengan
tuberkulosis paru primer pada umumnya tidak menularkan bakteri pada orang
lain. (Crofton SJ et al., 2002)
Seseorang dapat tertular tuberkulosis selain ditentukan oleh konsentrasi
kuman yang terhirup, lama kuman terhirup, virulensi kuman, umur juga
dipengaruhi oleh keadaan gen dari orang tersebut. Tidak semua kuman yang
masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan sakit, hal ini tergantung dari
kerentanan tubuh sebagai akibat interaksi beberapa faktor di dalam tubuh
misalnya status gizi, dan daya imunitas tubuh. (Pedoman nasional pengendalian
tuberkulosis, Depkes 2009)
Peranan herediter yang menentukan resistensi terhadap infeksi terlihat dari
studi tuberkulosis pada pasangan kembar. Bila satu dari kembar homozigot
menderita tuberkulosis, pasangan lainnya menunjukkan resiko lebih tinggi untuk
juga menderita tuberkulosis dibandingkan dengan pasangan kembar yang
heterozigot. Infeksi lebih sering terjadi dan lebih berat pada anak usia balita,
hewab usia muda disbanding dewasa. Hal tersebut disebabkan karena system
imun yang belum matang pada usia muda.(Imunologi Dasar, 2009)
Usia Lanjut disertai dengan penurunan resistensi terhadap infeksi terutama
virus. Oleh karena itu pada usia lanjut dianjurkan vaksinasi terhadap virus
influenza. Pada usia lanjut sering juga ditemukan nutrisi yang kurang sehingga
lebih menurunkan respon seluler seperti proliferasi limfosit, sintesis sitokin dan
juga respon antibody. (Imunologi Dasar, 2009)
Nutrisi yang buruk sudah jelas menurunkan resistensi terhadap infeksi.
Pada hewan percobaan hal tersebut disertai Leukopeni dan Fagositosis yang
menurun. Defisiensi spesifik seperti selenium, seng (Zn) atau vitamin B adalah
imunosupresif baik terhadap imunitas humoral maupun seluler. Peningkatan
kerentanan pada subyek dengan infeksi dapat pula disebabkan oleh pola hidup
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
dengan setres, pendidikan kesehatan yang kurang dan jumlah keluarga besar
dalam rumah yang sempit. Kelenjar getah bening yang atrofis dan penurunan 50%
sel T CD4+ dalam siekulasi menurunkan imunitas selular yang berarti. Respon
antibody dapat tetap berfungsi, namun dengan afinitas yang kurang. Fagositosis
bakteri biasanya normal, tetapi destruksi selular terganggu. (Imunologi Dasar,
2009)
Defisiensi imun pada subyek normal usia Lanjut
Netrofil
Penurunan fagositosis
Penurunan aktifitas mikrobisidal
Imunitas selular
Sel CD3+ menurun
Subset sel Th2 meningkat dan Th1 menurun
Proliferasi limfosit menurun
Ekspresi CD28 menurun
Hipersensitivitas lambat menurun
Produksi sitokin proinflamasi meningkat
Imunitas Humoral
Autoantibody meningkat
Respon imun proinflamasi meningkat
Sel NK
Presentase meningkat
Aktivitas sitotoksik menurun
Tabel 1.1. Defisiensi imun pada subyek normal usia lanjut.
(Imunologi Dasar, 2009)
Penyebab defisiensi imun tersering di seluruh dunia adalah malnutrisi.
Kekurangan protein dapat menimbulkan gangguan imunitas, menimbulkan atrofi
dan berkurangnya sel di timus dan kelenjar limfoid serta hilangnya sel limfoid di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
sekitar pembuluh darah limpa yang meningkatkan infeksi oportunistik. Respon
antibody serum biasanya tidak terganggu pada malnutrisi protein kalori.
Komplemen yang menurun dapat mempengaruhi fagositosis. (Imunologi Dasar,
2009)
Pada saat ini para ahli menduga adanya gangguan sistim imun pada
penderita tuberkulosis. Sel T helper-1 (Th1) sangat berperan pada sistem
pertahanan tubuh terutama dalam menghadapi infeksi bakteri intraseluler. Salah
satu sitokin yang diproduksi sel Th1 adalah IFN-γ yang berperan penting dalam
mengeliminasi bakteri M.tuberculosis. Interferon gamma bertugas untuk
memperkuat potensi fagosit dari makrofag yang terinfeksi bakteri M.tuberculosis
yaitu dengan cara menstimulasi pembentukan fagolisosom. Interferon gamma juga
menstimulasi pembentukan radikal bebas untuk menghancurkan komponen
bakteri M.tuberculosis yaitu DNA dan dinding sel bakteri. Terjadinya gangguan
atau penurunan aktivitas sel Th1 dan sitokinnya yaitu IFN-γ cukup bermakna
dalam mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit
tuberkulosis paru. Oleh karena itu pengetahuan tentang kadar IFN-γ dalam
pertahanan tubuh individu terhadap infeksi tuberkulosis paru sangat penting.
(Kumar V et al., 2005)
Penelitian yang dilakukan oleh A. Verbon et al., (1999) yang berjudul
Serum concentration of cytokines in patients with active tuberculosis (TB) and
after treatment, didapati bahwa kadar IFN-γ sangat meningkat pada pasien dengan
TB aktif, dan pada pasien yang dilakukan terapi kadar IFN-γ menurun serta kadar
IFN-γ semakin menurun pasca selesai dilakukan terapi TB.
Penelitian yang dilakukan oleh Figen Deveci et al., (2005) dengan judul
Changes in serum cytokine levels in active Tuberculosis with treatment
menggambarkan perubahan sitokin serum pro dan antiinflamasi pada pasien
tuberkulosis aktif yang salah satunya adalah IFN-γ dimana terjadi peningkatan
yang signifikan pada pasien tang terinfeksi TB paru yang belum diobati
dibandingkan dengan pasien tuberkulosis sudah dilakukan terapi TB dan pada
orang sehat sebagai kontrolnya.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Shahid Hussain et al., (2010)
mengatakan bahwasanya kadar IFN-γ di dalam darah pada pasien yang sudah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
didiagnosis tuberkulosis dan pada pasien dengan klinis tuberkulosis lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nadeem et al., (2014) juga
memberikan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya, dimana kadar IFN-γ
pada pasien yang didiagnosis dengan tuberkulosis mempunyai kadar IFN-γ yang
lebih tinggi daripada kontrolnya yaitu pada pasien yang sehat dan terjadi
penurunan kadar IFN-γ pada pasien yang sedang menjalani terapi TB.
Penelitian terdahulu di Bandung melakukan penelitian untuk mengalisis
Kadar Interferon Gamma Pada Penderita Tuberkulosis Paru dan Orang Sehat.
Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa pada pemeriksaan kadar IFN-γ
serum penderita tuberkulosis paru lebih rendah dibandingkan orang sehat di
masyarakat. (J. Teguh Widjaja et al., 2010). Dari penelitian – penelitian tentang
kadar IFN-γ pada penderita TB Paru yang pernah dilakukan sebelumnya masih
terdapat kontroversi hasil antara penelitian yang dilakukan di Luar negeri dan di
Indonesia serta penelitian tentang gambaran kadar IFN-γ pada penderita TB Paru
dan pada orang sehat di Provinsi Sumtera Utara sendiri belum pernah dilakukan.
Berdasarkan informasi di atas disusunlah penelitian ini untuk menganalisis
kadar IFN-γ pada penderita Tuberkulosis Paru dan Orang Sehat.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Menilai perbedaan Kadar
IFN-γ pada Penderita Tuberkulosis Paru dan kadar IFN-γ pada Orang Sehat di
Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui perbedaan kadar IFN-γ pada penderita Tuberkulosis Paru
dan kadar IFN-γ pada Orang Sehat.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi kadar IFN-γ pada penderita
TB paru BTA Positif.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
2. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi kadar IFN-γ pada orang
sehat.
3. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi kadar IFN-γ pada penderita
TB Paru dan Orang Sehat berdasarkan Usia
4. Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi kadar IFN-γ pada penderita
TB Paru dan Orang Sehat berdasarkan Status gizi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dengan mengetahui informasi kadar IFN-γ pada penderita TB Paru dan
kadar IFN-γ pada Orang Sehat, maka dapat diketahui faktor predisposisi
terjadinya TB paru pada orang sehat berdasarkan imunitas seseorang dalam hali
ini usia dan gizi.
1.4.2 Manfaat Terapan
a. Bagi Peneliti.
Dapat memberikan bahan informasi, ilmu, pengetahuan dan wawasasan
tentang kadar IFN-γ di dalam darah pada penderita TB Paru BTA (1+), BTA
(2+), dan BTA (3+)
Bagi Masyarakat dan Pasien.
1. Jika ada hubungan kadar IFN-γ dengan status gizi maka dapat dilakukan
usaha dan penyuluhan untuk meningkatkan gizi masyarakat sehingga
mengurangi kemungkinan sakit TB paru.
2. Jika ada hubungan kadar IFN-γ dengan usia maka dapat dilakukan usaha
dan penyuluhan pada orang-orang usia lanjut sehingga mengurangi
kemungkinan sakit TB paru.
b. Bagi Instansi Pendidikan
1. Dapat memberikan informasi dan data ilmiah tentang kadar IFN-γ dalam
darah pada penderita TB Paru BTA (1+), BTA (2+), dan BTA (3+)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
2. Sebagai dasar mulainya penelitian lanjutan tentang kadar IFN-γ dalam
darah pada penderita TB Paru BTA (1+), BTA (2+), dan BTA (3+) di
Indonesia pada umumnya dan di Sumatera Utara pada khususnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit radang parenkim paru karena
infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80%
dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya
merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar. (Djojodibroto D, 2009)
Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara lain
adalah sebagai berikut (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Dirjen-
Depkes 2014) :
Berbentuk batang dengan panjang 1 – 10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.
Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen.
Memerlukan media khusus untuk biakan antara lain Lowenstein Jensen,
Ogawa.
Kuman dapat berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan
dibawah mikroskop.
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4oC sampai minus 70
oC.
Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet.
Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit.
Dalam dahak pada suhu antara 30-37oC akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.
Kuman dapat bersifat dormant (tidur/ tidak berkembang)
2.2 Epidemiologi
Penyakit TB masih menjadi masalah utama dunia, terutama di negara
berkembang. Tuberkulosis paru (TB) merupakan masalah kesehatan utama di
dunia yang menyebabkan morbiditas pada jutaan orang setiap tahunnya.
Berdasarkan laporan WHO tahun 2015, pada tahun 2014 terdapat 9,6 juta kasus
8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
TB paru di dunia, 58% kasus TB berada di Asia tengfara dan kawasan pasifik
barat serta 28% kasus berada di Afrika. Pada tahun 2014, sebanyak 1,5 juta orang
di dunia meninggal karena TB. Tuberkulosis menduduki urutan kedua setelah
Human Imunodeficiency Virus (HIV) sebagai penyakit infeksi yang menyebabkan
kematian terbanyak pada penduduk dunia (Global Tuberculosis Report, 20th
WHO 2015).
Indonesia adalah Negara yang berada di kawasan Asia Tenggara dengan
jumlah kasus TB ke-2 terbanyak di dunia setelah India (Global Tuberculosis
Report, 20th WHO 2015). Berdasarkan laporan WHO 2015, diperkirakan pada
tahun 2014 kasus di India dan Indonesia berturut-turut yaitu 23% dan 10% kasus.
Penyakit TB di Indonesia adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit
menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung
dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia. Keberhasilan strategi
dalam mengontrol kasus TB cukup tinggi dan keberadaan TB di berbagai belahan
dunia menunjukkan kebutuhan untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang
meningkatkan resiko terjadinya TB, antara lain usia dan imunitas. (Cahyadi A, et
all., 2011)
Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah
266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survai
kesehatan nasional 2001, TB menempati rangking nomor 3 sebagai penyebab
kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan
0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari
angka pandemi infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa datang
melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun. Diantara
masalah utama yang ditemui, yaitu masih kurangnya monitoring pada pasien TB
paru, sehingga menyebabkan pengobatan tidak efektif. (Pusdatin, 2015, Pedoman
Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Dirjen-Kemenkes 2014) dan Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes 2013)
Prevalensi penderita TB paru yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan di
Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 adalah sebesar 0,2 %. Ini menunjukkan
adanya peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2007 hanya sebesar 0,18 %.9
Pada tahun 2013, jumlah kasus baru yang ditemukan menderita TB paru BTA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
positif di Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 15.424 kasus. Hal ini
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 yaitu sebanyak 17.459 kasus.
(Dinkes Sumut, 2013)
2.3 Perjalanan Alamiah TB pada Manusia (Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis, Dirjen-Kemenkes 2014) :
Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut meliputi
tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia yang dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 2.1. Perjalanan Alamiah TB
a. Paparan
Peluang peningkatan
paparan terkait dengan
Jumlah kasus menular di masyarakat
Peluang kontak dengan kasus menular
Tingkat daya tular dahak sumber penularan
Intensitas batuk sumber penularan
Kedekatan kontak dengan sumber penularan
Lamanya waktu kontak dengan sumber
penularan
Faktor lingkungan : konsentrasi kuman di udara
(ventilasi, sinar ultra violet, penyaringan adalah
factor yang dapat menurunkan konsentrasi)
Catatan: paparan kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk terinfeksi.
Setelah terinfeksi, ada beberapa factor yang menentukan seseorang akan terinfeksi
saja, menjadi sakit dan kemungkinan meninggal karena TB
b. Infeksi
Reaksi daya yahan
tubuh akan terjadi
setelah 16 – 14 minggu
setelah infeksi:
Reaksi imunologi (Lokal)
Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap
oleh makrofag dan kemungkinan berlangsung
reaksi antigen - antibody
Reaksi Immunology (Umum)
Delayed hypersensitivity (hasil Tuberkulin tes
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
menjadi positif)
Lesi umumnya sembuh total, namun dapat saja
kuman tetap hidup dalam lesi tersebut (dormant)
dan suatu saat dapat aktif kembali.
Penyebaran melalui aliran darah atau getah
bening dapat terjadi sebelum penyembuhan lesi
c. Sakit TB
Faktor risiko untuk
menjadi sakit TB
adalah tergantung dari:
Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup
Lamanya waktu sejak terinfeksi
Usia seseorang yang terinfeksi
Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang
dengan daya tahan tubuh rendah diantaranya
infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk)
akan memudahkan berkembangnya TB aktif
(sait TB). Bila jumlah orang terinfeksi HIV
meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.
Catatan : hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Namun
bila seorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB melalui proses
reaktifasi. TB umumnya terjadi pada paru (TB Paru). Namun, penyebaran melalui
aliran darah atau getah bening dapat menyebabkan terjadinya TB di luar paru (TB
Ekstra Paru). Apabila penyebaran secara massif melalui aliran darah dapat
menyebabkan semua organ tubuh terkena (TB milier).
d. Meninggal Dunia
Faktor risiko kematian
karena TB :
Akibat dari keterlambatan diagnosis
Pengobatan tidak adekuat
Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau
penyakit penyerta.
Catatan : Pasien TB tanpa pengobatan 50% akan meninggal dan resiko ini
meningkat pasien dengan HIV Positif.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
2.4 Cara Penularan TB (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
Dirjen-Kemenkes 2014) :
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik
dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB
dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman
dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah
kuman yang terkandung dalam contoh uji < dari 5.000 kuman/ cc
dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
langsung.
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif
adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah
26% sedangkan pasien TB dengan kultur negatif dan Foto thoraks
positif adalah 17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk dan bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3.000 percikan dahak.
2.5 Sistem Imun pada Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis adalah patogen intraseluler yang dapat
bertahan hidup dan berkembang biak di dalam makrofag. Makrofag dan limfosit
T sangat berperan penting dalam respon imun terhadap TB. Makrofag alveolar
memiliki reseptor khusus tool like receptors (TLRs) yang dapat mengenali
bahan-bahan asing seperti lipoprotein mikobakterium. Makrofag memangsa
M.tuberkulosa dan menghasilkan sitokin, khususnya IL-12 dan IL-18 yang akan
merangsang pertumbuhan limfosit T CD4+ melepaskan IFN-γ. Interferon
gamma penting dalam aktivasi mekanisme mikrobisid makrofag dan
merangsang makrofag melepaskan TNF-α yang diperlukan dalam pembentukan
granuloma. Makrofag akan memproses antigen (Ag) M.tuberculosis dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
mempresentasikannya ke limfosit T CD4+ (helper T cell) dan limfosit T CD8+
(cytotoxic T-cell). Ini akan berbentuk ekspansi klonal dari limfosit T yang
spesifik. Responnya berupa tipe Th1 dengan sel CD4+, IFN-γ, dan IL-2
memainkan peranan penting. (Hoal EG., 2004, Schluger NW., 2005, Rook G,et
all., 2004, dan Van Crevel R, et all., 2002)
Reaksi hipersensitiviti jaringan menghasilkan pembentukan granuloma
yang akan membatasi replikasi dan penyebaran mikobakteria. Granuloma
perkijuan adalah lesi patologik klasik TB. Pada individu dengan
imunokompromis reaksi hipersensitiviti jaringan berkurang sehingga terjadi
respon inflamasi non spesifik dengan serbukan sedikit leukosit polimorfonuklear
dan monosit dan basil dalam jumlah besar tetapi tanpa bentukan granuloma.
(Hoal EG et al., 2004, Schluger NW., 2005, Rook G, Scott G, Booth H, Johnson
MA, Zumla A., 2004, dan Rook GAW, Seah G, Ustianowski A., 2001)
Gambar 2.1. Imuniti Seluler pada Infeksi Tuberkulosis.
(Rook GAW, Seah G, Ustianowski A,. 2001)
IFN-γ merupakan sitokin pertama yang penting dan dijumpai dalam
jumlah yang besar pada cairan efusi pleura TB. Adanya IFN-γ ini sesuai
dengan yang dilaporkan pada penelitian-penelitian sebelumnya yang
memberikan kesan bahwa sel T helper tipe 1 (Th1) subset memperantarai
limfosit dalam memberi respon terhadap infeksi M.tuberkulosis. Saat terdapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
pembagian sel-sel CD4 dalam rongga pleura pasien dengan efusi pleura TB,
terdapat peningkatan jumlah produksi IFN-γ. Netralisasi produksi IFN-γ
menyebabkan penghapusan produksi kemokin lokal oleh sel-sel mesotel dan
penurunan pelepasan MIP-1 dan MCP-1. (Barnes PF, et all., 1990)
2.6 Diagnosis TB
2.6.1 Diagnosis TB Paru
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Dirjen-Kemenkes 2014) :
Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosa TB
paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan
pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud
adalah pemeriksaan mikrobiologis langsung, biakan dan tes cepat.
Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka
penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan
hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan
foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang terlatih TB.
Pada sarana terbatas, penegakan diagnosis secara klinis dilakukan
setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan
Non Kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
overdiagnosis ataupun underdiagnosis.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji
tuberkulin.
Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung :
Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak
mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak
SPS (Sewaktu – Pagi – Sewaktu)
Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari
pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya BTA pasitif.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
2.6.2 International Standards For Tuberculosis Care (ISTC)
Standar diagnosis Tuberkulosis berdasarkan International Standards For
Tuberculosis Care Edisi 3, tahun 2014, yaitu (ISTC, 2014) :
Standar 1 : Untuk memastikan diagnosis dini, penyelenggara harus menyadari
faktor risiko individu dan kelompok TB dan melakukan evaluasi
klinis yang cepat dan tes diagnostik yang tepat bagi orang-orang
dengan gejala dan temuan yang konsisten dengan TB.
Standar 2 : Semua pasien, termasuk anak-anak, batuk yang tidak dapat
dijelaskan yang berlangsung dua minggu atau lebih atau dengan
temuan sugestif tuberkulosis pada radiografi dada harus dievaluasi
untuk tuberkulosis.
Standar 3 : Semua pasien, termasuk anak-anak, yang diduga menderita TB
paru dan mampu menghasilkan dahak harus diperiksa minimal dua
dahak apusan mikroskop atau spesimen dahak tunggal untuk
Xpert® MTB / RIF * dan pemeriksaan dilakukan di laboratorium
dengan mutu yang terjamin. Pasien yang beresiko resistensi obat,
yang memiliki risiko HIV, atau yang sakit serius, harus memiliki
Xpert MTB / RIF dilakukan sebagai uji diagnostik awal. Tes
serologi berbasis darah dan IGRA tidak boleh digunakan untuk
diagnosis TB aktif.
Standar 4 : Untuk semua pasien, termasuk anak-anak, yang diduga memiliki
TB ekstra paru, harus dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan
pemeriksaan histologi, dimana spesimen diambil dari organ atau
jaringan yang diduga terinfeksi tuberkulosis. Pemeriksaan Xpert
MTB / RIF pada cairan serebrospinal direkomendasikan sebagai tes
mikrobiologi awal yang lebih utama pada orang yang diduga
menderita meningitis TB karena memerlukan diagnosis yang cepat.
Standar 5 : Pada pasien yang diduga menderita TB paru dengan apusan sputum
negatif, Xpert MTB / RIF dan / atau kultur dahak harus dilakukan.
Di antara pasien dengan sputum yang negatif oleh apusan dan
Xpert MTB / RIF yang memiliki bukti klinis sangat sugestif TB,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
pengobatan anti tuberkulosis harus dimulai setelah pengambilan
spesimen untuk pemeriksaan kultur.
Standar 6 : Untuk semua anak yang diduga menderita tuberkulosis intratoraks
(yakni, paru, pleura, dan hilus atau mediastinum atau kelenjar getah
bening), konfirmasi bakteriologi harus dicari melalui pemeriksaan
sekret pernapasan (ekspektorasi dahak, induksi sputum, bilas
lambung) untuk mikroskopi, pemeriksaan Xpert MTB / RIF, dan /
atau kultur.
2.7 Jenis Pemeriksaan Tuberkulosis
2.7.1 Pemeriksaan Bakteriologik (PDPI, 2016)
Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage / BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus / BJH)
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) :
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi (keesokan harinya)
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau atau
setiap pagi 3 hari berturut-turut.
Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan /
ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan
tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen
tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke
laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas
objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl
0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim
ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan
formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium
berada jauh dari klinik/ tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim
dengan kertas saring melalui jasa pos.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara : Mikroskopik dan Biakan.
Pemeriksaan mikroskopik :
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya
untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Scala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Pemeriksaan biakan kuman :
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara :
Egg base media : Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
Agar base media : Middle brook
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan
dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other
than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa
cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid,
uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen
yang timbul.
2.7.2 Pemeriksaan Radiologi (PDPI, 2016)
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi :
foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti
Lesi luas bila proses lebih luas dari lesi minimal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
2.7.3 Pemeriksaan Khusus (PDPI, 2016)
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
2.7.3.1 Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem
ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain
teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube
(MGIT).
2.7.3.2 Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak
dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain
tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat
dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.
Pada pemeriksaan deteksi M.tuberculosis tersebut diatas, bahan / spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang
terlibat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
2.7.4 Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :
2.7.4.1 Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah
dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu
yang cukup lama.
2.7.4.2 Immunochromatographic Tuberculosis (ICT)
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT
merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal
dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.TB 38 kDa. Ke 5
antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran
immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping
garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan
warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum
mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan
dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif
bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis
antigen pada membran.
2.7.4.3 Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji
ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu
alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam
serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti
LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan
timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.
2.7.4.4 Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar
antibodi yang terdeteksi.
2.7.4.5 Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG
berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan
kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat
diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering
digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk
diagnosis TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai
sebagai pegangan untuk diagnosis.
2.7.4.6 Uji Adenosine Deaminase / ADA test
Adenosine Deaminase adalah enzim yang mengubah adenosin menjadi
inosine dan deoxyadenosine menjadi deoxyinosine pada jalur katabolisme purin.
ADA berperan pada proliferasi dan differensiasi limfosit, terutama lomfosit T, dan
juga berperan pada pematangan/ maturasi monosit dan mengubahnya menjadi
makrofag. Konsentrasi ADA serum meningkat pada berbagai penyakit dimana
imunitas seluler distimulasi, sehingga ADA merupakan indikator imunitas selular
yang aktif. Kondisi yang memicu sistem imun seperti infeksi Mycobacterium
tuberculosis dapat meningkatkan jumlah produksi ADA di area infeksi. Kadar
ADA meningkat pada tuberkulosis karena stimulasi limfosit T leh antigen-antigen
mikobakteria.
Pemeriksaan ada ADA memiliki sensitivitas 90-92% dan spesifitas 90-
92% untuk diagnosis TB pleura. Selain pada TB pleura, ADA juga dilaporkan
bermamfaat dalam TB Peritoneal (cairan asites), TB pericarditis (cairan
pericardial), dan TB meningitis (CSF). Nilai normal: 4 – 20 U/L, Pleuritis TB >
40 U/L, Meningitis TB > 8 U/L.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
2.7.5 Pemeriksaan Penunjang lain
2.7.5.1 Analisis Cairan Pleura (PDPI, 2016)
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat
sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
2.7.5.2 Pemeriksaan histopatologi jaringan (PDPI, 2016)
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi.
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan
Veen Silverman)
Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).
Otopsi Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu
sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium
mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk
pemeriksaan histologi.
2.7.5.3 Pemeriksaan darah (PDPI, 2016)
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua
dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
2.7.5.4 Uji Tuberkulin (PDPI, 2016)
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermamfaat
untuk menunjukkan sedang/ pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan
sering digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi
TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang
dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1-2
tahun 92%, 2-4 tahun 78%, 4-6 tahun 75%, dan umur 6-12 tahun 51%. Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan 0,1cc tuberkulin P.P.D
(Purified Protein Derivative) intrakutan (ke dalam kulit) berkekuatan 5.
T.U (intermediate strengh). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U
dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang bila dengan 5
T.U masih memberikan hasil negatif, dapat diulangi dengan 250 T.U (second
strength). Bila dengan 250 T.U masih memberikan hasil negatif, berarti
tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya uji mantoux dengan 5 T.U saja sudah
cukup berarti. Uji mantoux hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosis, M.bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya.
Dasar uji mantoux ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan
dengan kuman patogen baik yang virulen maupun tidak (M. tuberculosis atau
BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya
antibodi seluler pada permukaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi
humoral yang dalam perannya akan menekankan antibodi seluler.
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan
diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi :
1. Pembengkakan (indurasi) : 0-4 mm, uji mantoux negatif
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (indurasi) : 5-9 mm, uji mantoux meragukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Hal ini bisa karena kesalahan tehnik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (indurasi) : 10-15 mm, uji mantoux positif
Arti klinis : Mantoux posotif = golongan normal sensitivity, disini peran
kedua antibodi seimbang
4. Pembengkakan (indurasi) : > 15 mm, uji mantoux positif
Arti klinis : Mantoux posotif kuat = sedang atau pernah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis. Disini peran antibodi seluler paling
menonjol.
Uji tuberkulin positif, TANPA ada gejala umum dan / atau spesifik
dan radiologi: INFEKSI TB (TB Laten)
Uji tuberkulin positif, DITAMBAH gejala umum dan/ atau spesifik
serta radiologi : SAKIT TB
2.7.5.5 Interferon Gamma Release Assay (IGRA) (CDC., 2011, ECDC., 2011,
Diel R, Loddenkemper R, Meywald-Walter K, Gottschalk R, Nienhaus A.,
2009)
Sebelum tahun 2001, tes tuberkulin/ TST (Tuberculin Skin Test) adalah
satu-satunya pemeriksaan imunologi untuk mendiagnosis infeksi Mycobacterium
tuberculosis di Amerika Serikat, baik itu TB laten atau TB aktif. Seiring
perkembangan penelitian penyakit TBC di tingkat genom, peneliti menemukan
biomarker baru untuk infeksi M. Tuberculosis yaitu interferon gamma (IFN-γ).
IFN-γ muncul sebagai reaksi imun terhadap bakteri M.Tuberculosis di dalam
tubuh. Penemuan ini menyebabkan perkembangan pemeriksaan imunologi baru
dengan mengukur IFN-γ dalam tubuh secara kuantitatif. Pemeriksaan ini bernama
Interferon Gamma Release Assay (IGRA).
Pemeriksaan IGRA adalah pemeriksaan darah yang dapat mendeteksi
infeksi TB di dalam tubuh. IGRA bekerja dengan mengukur respons imunitas
selular atau sel T terhadap infeksi TB. Hasilnya pun spesifik sebab sensitivitasnya
tinggi.
Sel T dalam individu yang terinfeksi TB akan diaktivasi sebagai respons
terhadap sensitisasi antigen berupa peptida spesifik Mycobacterium Tuberculosis,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
yaitu Early Secretory Antigenic Target-6 (ESAT-6) dan Culture Filtrate Protein-
10 (CFP-10) yang ada di dalam sistem reaksi. Sel T akan menghasilkan Interferon
Gamma (IFN-γ) yang diukur dalam pemeriksaan.
Protein yang digunakan dalam reaksi pemeriksaan IGRA tidak terdapat
dalam vaksin BCG dan MOTT (kecuali M. kansasii, M. Marinum, dan M.
Szulgai). Alhasil, pemeriksaan menjadi sangat spesifik dan tidak terpengaruh oleh
vaksin BCG. Oleh karena itu, pemeriksaan IGRA dengan hasil positif lebih akurat
hingga 6 kali lipat dibandingkan TST atau Tuberculin Skin Test.
Pemeriksaan IGRA lebih unggul dibanding dengan TST karena
kelemahan-kelemahan yang selama ini terjadi pada pemeriksaan TST bisa
dieliminasi, seperti terjadinya positif palsu pada pasien yang sebelumnya telah
diberikan vaksin BCG, negatif palsu pada pasien yang mengalami penurunan
sistem kekebalan tubuh, serta ketidakefisienan waktu dan logistik.
Pemeriksaan imunologi penyakit TBC bertujuan untuk mengetahui apakah
tubuh pasien sudah terpapar bakteri M. Tuberculosis. Hasil positif menunjukan
tubuh sudah terpapar bakteri M. Tuberculosis tetapi belum tentu menyebabkan
sakit. Oleh karena itu untuk penegakan diagnosa penyakit TB secara menyeluruh,
pemeriksaan IGRA harus diikuti dengan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan
riwayat penyakit, gejala klinis, radiografi dan sputum (BTA dan kultur).
Keuntungan dari tes IGRA adalah hasil dapat tersedia dalam waktu 24
jam, tidak meningkatkan respon terhadap pemeriksaan berikutnya, sebelum
vaksinasi BCG (Bacille Calmette-Guerin) tidak menyebabkan hasil tes IGRA
positif palsu.
Kerugian dan keterbatasan tes IGRA berupa sampel darah harus diproses
dalam waktu 8-30 jam setelah pengumpulan sementara sel-sel darah putih yang
masih layak. Kesalahan dalam mengumpulkan atau mengambil spesimen darah
atau dalam menjalankan dan menginterpretasikan hasil tes dapat menurunkan
keakuratan tes IGRA. Data yang terbatas pada penggunaan tes IGRA untuk
memprediksi siapa yang akan berkembang menjadi penyakit TB di masa yang
akan datang. Data yang terbatas pada penggunaan tes IGRA yaitu anak-anak yang
berusia kurang dari 5 tahun, orang yang baru terkena M. tuberculosis, orang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah (HIV, mlignansi dll) dan
pemeriksaannya serial. Pemeriksaan tes IGRA mahal..
Interpretasi IGRA didasarkan pada jumlah IFN-γ yang dilepaskan atau
jumlah sel-sel yang melepaskan IFN-γ. Kedua standar kualitatif interpretasi tes
(positif, negatif, atau tak tentu) dan pengukuran tes kuantitatif (konsentrasi Nil,
TB, dan mitogen atau jumlah spot) harus dilaporkan. Seperti tes kulit tuberkulin,
tes IGRA juga digunakan untuk membantuan mendiagnosa infeksi M.
tuberculosis. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi M.
tuberculosis; bila hasil negatif menunjukkan bahwa seseorang tidak terinfeksi M.
tuberculosis. Hasil tes pada garis batas/ borderline (hanya T-Spot) menunjukkan
infeksi M. tuberculosis belum bisa pastikan.
Diagnosis infeksi Tuberkulosis Laten mengharuskan mengeklusi penyakit
TB dengan melakukan evaluasi medis. Evaluasi ini mencakup pemeriksaan tanda-
tanda dan gejala yang menunjukkan penyakit TB, pemeriksaan foto toraks dan
jika ada indikasi, dilakukan pemeriksaan sputum dan pemeriksaan lainnya untuk
mendiagnosa infeksi M. tuberkulosis. Diagnosis infeksi M. tuberkulosis juga
mencakup informasi epidemiologi dan riwayat penyakit sebelumnya.
Tes IGRA ada dua macam, yaitu berbasis Immunospot Enzyme-Linked
(ELISpot) dan Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA). Beberapa nama
dagang beserta pedoman pemeriksaan ini sudah disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) Sejak tahun 2001-2005 yaitu T-SPOT.TB (T-Spot),
QuantiFERON-TB (QFT), QuantiFERON-TB Gold (QFT-G), dan
QuantiFERON-TB In-Tube (QFTGIT).
QuantiFERON-TB merupakan pemeriksaan in vitro menggunakan protein
simulasi ESAT-6, CFP-10 dan TB7.7 (berperan sebagai antigen M. Tuberculosis)
untuk menstimulasi sel dalam sampel darah heparin. Deteksi interferon-γ (IFN-γ)
menggunakan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk
mengidentifikasi respon in vitro terhadap protein simulasi ini yang dapat
diasosiasikan sebagai infeksi Mycobacterium tuberculosis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
2.8 Aspek Imunologis
2.8.1 Sitokin
Sitokin merupakan golongan protein yang diproduksi oleh makrofag,
eosinofil, sel mast, sel endotel, epitel, limfosit B, dan T yang diaktifkan yang
semuanya ini masuk dalam golongan protein sistem imun yang mengatur interaksi
antar sel yang memacu reaktivitas imun, baik pada imuniti non-spesifik maupun
spesifik. (Garna K.B, Reangganis I., 2009)
Sitokin yang penting pada imuniti spesifik :
1. IL-2
Sekresi berasal dari Sel T. Berperan dalam proliferasi sel T, promosi
AICD, aktivasi dan proliferasi sel NK, proliferasi sel B.
2. IL-4
Sekresi berasal dari Th2, sel mast. Berperan dalam mempromosikan
diferensiasi Th2, pengalihan isotop ke IgE.
3. IL-5
Sekresi berasal dari Th2. Berperan dalam aktivasi dan pembentukan
eosinofil.
4. TGF-β
Sekresi berasal dari sel T, makrofag, dan jenis sel lainnya. Sitokin ini
menghambat proliferasi dan fungsi efektor sel T, menghambat proliferasi
sel B, promosi pengalihan isotop ke IgA, menghambat makrofag.
5. IFN-γ
Sekresi berasal dari Th1, CD8+, sel NK. Sitokin ini bekerja mengaktivasi
makrofag, meningkatkan ekspresi MHC-I dan MHC-II, dan meningkatkan
presentasi Ag.
Sitokin-sitokin ini dapat memberikan lebih dari satu efek terhadap
berbagai jenis sel (pleitropik). (Garna K.B, Reangganis I., 2009)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Gambar 2.2. Aktifitas pleotropik IFN-γ
Aktivasi makrofag yang diinduksi IFN-γ sangat berperan pada inflamasi
kronis. Sitokin tersebut disekresi sel Th1, sel NK dan sel Tc dan bekerja
terhadap berbagai jenis sel. (Garna K.B, Reangganis I., 2009)
2.8.2 Efek Biologik Sitokin
Efek biologik sitokin timbul setelah diikat oleh reseptor spesifiknya yang
diekspresikan pada membran sel organ sasaran. Pada imuniti nospesifik, sitokin
diproduksi makrofag dan sel NK, berperan pada inflamasi dini, merangsang
proliferasi, diferensiasi dan aktivasi sel efektor khusus seperti makrofag. Pada
imuniti spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun spesifik
(Gambar 2.3). (Garna K.B, Reangganis I., 2009)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
Gambar 2.3. Fungsi sitokin pada pertahanan penjamu.
Pada imuniti spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun
spesifik. (Garna K.B, Reangganis I., 2009)
2.9 INTERFERON GAMMA ( IFN-γ )
Interferon ditemukan tahun 1957 oleh Isaacs dan Lindenmann sebagai
protein yang pembentukannya diinduksi oleh sel yang terinfeksi virus dan ia
berperan mengganggu replikasi virus. (Abbas AK, Licht man AH, Pober JS.,
1994). Di samping sifat antivirus, interferon terbukti mempunyai fungsi pengatur
imun seperti penambahan produksi dan aktivasi sel NK serta berfungsi sebagai
pengatur sel, misalnya penghambat pertumbuhan sel. (Abbas AK, Licht man AH,
Pober JS., 1994 dan Kauffman SHE, 1993). Berdasarkan sumber selnya interferon
diklasifikasikan sebagai interferon fibroblas dan interferon imun. Ada 3 jenis
IFN yaitu alfa, beta dan gamma. IFN-α diproduksi oleh leukosit, IFN-β oleh sel
fibroblast yang bukan limfosit, dan IFN-γ atau interferon imun yang dihasilkan
oleh limfosit T. (Garna K.B., Reangganis I., 2009)
Seperti halnya hormon, interferon dapat juga disebarkan ke seluruh tubuh
melalui aliran darah dan dapat berpengaruh pada tempat-tempat sebelah distal dari
tempat produksi. (Abbas AK, Licht man AH, Pober JS., 1994). IFN-γ yang
diproduksi berbagai sel sistem imun merupakan sitokin utama MAC (Macrophage
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
Activating Cytokine) dan berperan terutama dalam imuniti yang tidak spesifik dan
spesifik seluler. IFN-γ adalah sitokin yang mengaktifkan makrofag untuk
membunuh (fagosit) mikroba. IFN-γ merangsang ekspresi MHC-I dan MHC-II
dan kostimulator APC. IFN-γ meningkatkan perbedaan sel CD4+
naik ke subset
sel Th1 dan mencegah proliferasi sel Th2. IFN-γ bekerja terhadap sel B dalam
pengalihan subkelas IgG yang mengikat Fcγ-R pada fagosit dan mengaktifkan
komplemen. Kedua proses tersebut meningkatkan fagositosis mikroba yang
diopsonisasi. IFN-γ dapat mengalihkan Ig yang berpartisipasi dalam eliminasi
mikroba. IFN-γ mengaktifkan neutrofil dan merangsang efek sitolitik sel NK
(Gambar 1). IFN-γ mengaktifkan fagosit dan APC dan induksi pengalihan sel B
(isotip antibodi yang dapat mengikat komplemen dan Fc-R pada fagosit, yang
berbeda dengan isotip yang diinduksi IL-4), menginduksi tidak langsung efek Th1
atas peran peningkatan produksi IL-12 dan ekspresi reseptor. (Garna K.B.,
Reangganis I., 2009)
Gambar 2.4. Efek biologik IFN-γ. (Garna K.B., Reangganis I., 2009)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
2.9.1 Peran Interferon- pada Tuberkulosis (ECDC. 2011, Kusuma. 2007,
dan Widjaja J.T, et all., 2010)
Pada saat ini para ahli menduga adanya gangguan sistem imun pada
penderita tuberkulosis. Sel T helper-1 (Th1) sangat berperan pada sistem
pertahanan tubuh terutama dalam menghadapi infeksi bakteri intraseluler. Salah
satu sitokin yang diproduksi sel Th1 adalah interferon gamma (IFN-γ) yang
berperan penting dalam mengeliminasi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Interferon gamma bertugas untuk memperkuat potensi fagosit dari makrofag yang
terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yaitu dengan cara menstimulasi
pembentukan fagolisosom. IFN-γ juga menstimulasi pembentukan radikal bebas
untuk menghancurkan komponen bakteri Mycobacterium tuberculosis yaitu DNA
dan dinding sel bakteri. Terjadinya gangguan atau penurunan aktivitas sel Th1 dan
sitokinnya yaitu IFN-γ cukup bermakna dalam mempengaruhi mekanisme
pertahanan tubuh terhadap penyakit tuberkulosis paru. (Kumar V, et all., 2005)
Saat terjadi infeksi, kuman tuberkulosis akan difagositosis oleh sel
makrofag alveolar dan tetap bertahan hidup dalam fagosom. Respon makrofag
terhadap infeksi awal ini merupakan innate immune responses yang utama.
Selanjutnya rekrutmen sel-sel dendritik merupakan respon imun selular termasuk
di dalamnya keterlibatan sel T CD4 + dan CD8
+ dengan kemungkinan
terbentuknya granuloma. Pada umumnya sebagian besar individu mampu bertahan
agar tidak sakit, tetapi tidak mampu mengeleminasi kuman sehingga kuman tetap
berada di dalam granuloma yang kelak dapat menimbulkan infeksi laten
tuberkulosis. Para peneliti tertarik pada kuman tuberkulosis terutama dinding
selnya. Beberapa faktor penentu virulensi kuman yang ada di dalam dinding sel
kuman tuberkulosis dan dapat menjelaskan immunopatogenesis adalah
lipoarabinomannan (LAM), sulfolipida, asam mikolat yang mengandung
glikolipida, dan lipoprotein 19- kDa. (ECDC,. 2011)
Dinding sel lipid kuman tuberkulosis mempunyai efek terhadap migrasi sel
neutrofil, sel monosit dan sel makrofag. Lapisan dinding sel terutama LAM dan
trehalose dimycolate (TDM) menimbulkan aktifasi pembentukan granulositik di
dalam paru. LAM secara langsung dapat menghambat aktifasi makrofag oleh IFN-
γ, dan merangsang produksi tumor growth factor beta (TGF- β) makrofag
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
sehingga dapat menghambat aktifasi sel makrofag serta sel T dengan akibat terjadi
pergeseran ke arah perkembangan sel tipe Th2 dan berakibat terjadinya imunitas
yang tidak efektif terhadap kuman tuberkulosis. Eliminasi kuman tuberkulosis
sangat bergantung pada keberhasilan interaksi antara sel makrofag dan sel limfosit
T. Sel TCD4+ dengan produksi sitokin utama IFN-γ setelah mendapat stimulasi
antigen kuman tuberkulosis menimbulkan efek protektif. Sel subset T yang lain
yaitu TCD8+ mempunyai kontribusi dalam proteksi terhadap kuman melalui
sekresi sitokin dan melisis sel yang terinfeksi. Respon sel T merupakan spesifik
antigen dengan antigen imunodominan tertentu. Bersama major histocompatibility
complex (MHC) serta adanya polimorfisme di MHC, maka setiap individu
mempunyai suseptibilitas berbeda terhadap infeksi dan terjadinya penyakit
tuberkulosis. Pengenalan kuman tuberkulosis oleh sel fagosit memicu terjadinya
aktifasi dan produksi sitokin dan kemokin. Terdapat dua macam kelompok sitokin
yang berperan di dalam respon imun terhadap kuman tuberkulosis, yaitu sitokin
proinflamasi dan sitokin anti inflamasi. Beberapa sitokin proinflamasi yang
terlibat di dalam proses infeksi kuman tuberkulosis adalah tumor necrosis factor
(TNF)-α, IL-1β, IL-6, IL-12, IL-8, IL-15 dan IFN-γ. Sitokin anti inflamasi adalah
IL-10, tumor growth factor (TGF)-β dan IL-4. Kemokin yang terlibat dalam
proses respon imun terhadap infeksi kuman TB adalah IL-8 dan monocyte chemo
atractant protein 1 (MCP-1). (Kusuma, 2007, Widjaja J.T,. et all,. 2010)
Peran protektif IFN-γ pada tuberkulosis sangat dikenal dan sudah sering
dibuktikan kebenarannya terutama dalam konteks antigen – specific T – cell
immunity. Produksi IFN-γ terhadap antigen yang spesifik pada penyakit
tuberkulosis invitro dapat dijadikan marker yang penting. Beberapa sel yang
berperan memproduksi IFN-γ karena respon imun terhadap kuman tuberkulosis
adalah sel NK, makrofag paru, sel TCD1 , sel Tgd, TCD4 + dan sel TCD8
+.
(Kusuma, 2007, Widjaja J.T,. et all,. 2010)
Respon imun humoral terhadap antigen kuman tuberkulosis seperti LAM,
SL-1, TDM dan lipoprotein 19-kDa dapat terjadi setelah manusia diinfeksi oleh
kuman tuberkulosis. Imunoglobulin G terhadap LAM menimbulkan aktifasi
komplemen klasik yang penting didalam fagositosis. Imunoglobulin M anti LAM
meningkatkan pembersihan LAM yang ada di serum. Pemberian TDM dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
meningkatkan pembentukan respon antibodi IgM dan menginduksi sitokin IL-4,
IL-6 dan IL-10 yang selanjutnya sitokin tersebut menjadi milieu yang kondusif
untuk meningkatkan produksi antibodi. Antibodi anti LAM yang terbentuk selama
infeksi adalah isotipe IgG2, tetapi apabila yang terbentuk adalah isotipe IgG1
maka
antigennya lipoprotein 19-kDa. Antibodi terhadap antigen lipid mikobakteri sudah
banyak diteliti sebagai sarana diagnostik tuberkulosis yang potensial. Secara
umum uji diagnostik terhadap keberadaan antibodi memberikan hasil sensitifitas
dan spesifisitas yang tidak optimal dan sampai saat ini tidak direkomendasikan
untuk digunakan dalam program pemberantasan penyakit TB. (Kusuma, 2007,
Widjaja J.T,. et all,. 2010)
Terdapat beberapa antigen spesifik yang berhasil diidentifikasi,
diantaranya berasal dari dinding sel kuman tetapi juga dijumpai dalam filtrat
kultur yaitu antigen kompleks 85A, 85B, 85C atau lebih dikenal dengan protein
30 – 32 kDa. Antigen spesifik yang berasal dari protein filtrat kultur yang berhasil
diidentifikasi adalah protein 16-kDa, suatu antigen utama yang dikenal oleh serum
pasien tuberkulosis, dan merupakan elemen yang mengatur kuman TB tetap laten
dan tetap berada di dalam pejamu. Antigen spesifik yang berasal dari filtrat kultur
lain adalah early secretory antigenic target 6 (ESAT-6), culture filtrate protein 10
(CFP-10) yang keduanya disandi oleh gen RD-1 (region of difference 1) dan
antigen TB10.4. Ketiganya merupakan famili ESAT-6 dan ketiganya merupakan
antigen imunodominan yang dikenal oleh mayoritas pasien TB. Antigen ESAT-6
sangat kuat dikenal oleh sel-sel limfosit yang memproduksi IFN-γ. Protein ESAT-
6 sebagai antigen mempunyai bermacam-macam epitop yang semuanya dikenal
oleh sel T pada berbagai populasi dengan genetik yang tidak sama.(Kusuma.
2007, ECDC,2011)
Untuk pertamakali dikembangkan teknik baru secara in-vitro dan in-vivo
sebagai alternatif pengganti uji tuberkulin yaitu pemeriksaan sel T limfosit dengan
mengukur produksi IFN-γ. Pemeriksaan IFN-γ tersebut berdasarkan prinsip bahwa
sel limfosit T dari individu yang disensitisasi oleh antigen kuman tuberkulosis
akan memproduksi IFN-γ apabila dirangsang oleh pemberian antigen kuman
tuberkulosis. Peningkatan kadar IFN-γ atau peningkatan produksi IFN-γ
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
disimpulkan sebagai indikasi ditemukan kuman tuberkulosis. (Kusuma, 2007,
Widjaja J.T,. et all,. 2010)
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Widjaja J.T, Diana K.
Jasaputra, Rina Lizza Roostati tahun 2010 yang berjudul “Analisis Kadar
Interferon Gamma Pada Penderita Tuberkulosis Paru dan Orang Sehat”
menunjukkan bahwa kadar interferon gamma pada penderita tuberkulosis lebih
rendah daripada bukan penderita tuberculosis. Beberapa hal yang dapat menjadi
penyebab menurunnya kadar interferon gamma, antara lain faktor genetik, usia,
status gizi, dan jenis kelamin seseorang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
2.10 Kerangka Teori
Gambar 2.5. Kerangka Teori
Makrofag
+ TCD4
+ IFN-γ
Innate Immunity:
Makrofag dan sel
dendritik proses
sitolisis di intraseluler
dan sel limfosit.
Adaptive Immunuty:
Sitokin (IFN-γ).
TB Paru
(Kuman M.TB)
Sakit TB BTA (+)
Sel Th1
TCD8+ sitokin IFN-γ
melisiskan sel
yang terinfeksi Fagosom
Fagolisosom
Bakterisidal
Gagal Berhasil SEMBUH
Penyakit Berat, Ginjal, Liver
Diabetes mellitus
Imunosupresive :
HIV / AIDS
Konsumsi kortikosteroid,
kemoterapi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
2.11 Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Tergantung
Variabel yang Dieksklusi
Gambar 2.6. Kerangka Konsep
2.12 Hipotesis
Ada Perbedaan Kadar Interferon Gamma pada Penderita TB Paru BTA
(1+), BTA (2+), dan BTA (3+) di Medan
Kadar Interferin Gamma TB Paru BTA (+)
Gangguan Imunitas Pejamu : HIV / AIDS Diabetes melitus Penyakit berat lain :
Liver, ginjal dsb Konsumsi steroid dan sedang
kemoterapi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah kasus–kontrol dengan cara mengukur kadar
IFN-γpada penderita Tuberkulosis Paru BTA (1+), BTA (2+), dan BTA
(3+).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Sampel (subjek penelitian) adalah berupa bahan tersimpan yang disimpan di
lemari pendingin yang bersuhu -700 C di Laboratorium Terpadu Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Pengambilansampel dilakukan di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, dokter spesialis paru
praktek swasta dan beberapa puskesmas lainnya di kota Medan yang
dilakukan dari bulan maret sampai Juli 2016. Pemeriksaan kadar IFN-γ
dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
3.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi kasus
Populasi kasus pada penelitian ini adalah penderitaTB Paru kasus baru BTA
(1+), BTA (2+), dan BTA (3+) di Kota Medan BTA (1+), BTA (2+), dan
BTA (3+).
3.3.2 Sampel
a. Sampel Kasus
Sampel penelitian adalah penderita TB Paru kasus baru BTA (2+) dan
(3+) di Kota Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Kriteria inklusi:
1. Penderita TB Paru kasus baru yang belum diobati, dengan kuman
BTA positif dalam dahak dengan cara pemeriksaan hapusan
langsung.
2. PenderitaTB Paru laki-laki atau perempuan umur 18-65 tahun.
3. Bersedia untuk mengikuti penelitian yang dinyatakan secara tertulis
setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini (informed
consent).
Kriteria eksklusi:
1. Menderita HIV-AIDS berdasarkan anamnesis, test HIV rapid
2. Menderita Diabetes Melitus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
KGD stick
3. Penyakit ginjal, liver danpenyakit berat lainnya yang dapat
mempengaruhi kadar IFN-γberdasarkan anamnesis
4. Sedang mengkonsumsi obat imunosupresif seperti kortikosteroid
dan kemoterapi kanker.
b. Sampel Kontrol
Dalam penelitian ini, sampel yang dimasukkan sebagai sampel kontrol
adalah yang menderita TB Paru Kasus Baru BTA (1+). Sampel kontrol
diambil dari masyarakat awam yang tinggal di Kota Medan. Foto toraks
dilakukan pada kelompok kontrol untuk memastikan bahwa kelompok
kontrol tidak menderita TB Paru.
Kriteria inklusi:
4. Penderita TB Paru kasus baru yang belum diobati, dengan kuman
BTA positif dalam dahak dengan cara pemeriksaan hapusan
langsung.
5. PenderitaTB Paru laki-laki atau perempuan umur 18-65 tahun.
6. Bersedia untuk mengikuti penelitian yang dinyatakan secara tertulis
setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini (informed
consent).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
Kriteria eksklusi:
5. Menderita HIV-AIDS berdasarkan anamnesis, test HIV rapid
6. Menderita Diabetes Melitus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
KGD stick
7. Penyakit ginjal, liver danpenyakit berat lainnya yang dapat
mempengaruhi kadar IFN-γberdasarkan anamnesis
8. Sedang mengkonsumsi obat imunosupresif seperti kortikosteroid
dan kemoterapi kanker.
3.3.3 Besar Sampel
Untuk menjawab hipotesis bahwa ada pengaruh IFN-γ pada pasien TB paru
dan pada orang sehat, maka besar sampel ditentukan dengan menggunakan
rumus studi kasus kontrol tidak berpasangan :
n1 = n2 = 2{( )
( )}
n1 = n2 = 2 {( )
( )}
= {
( )}
= {
} ( )
n1 = 20
n2 = 20
Keterangan :
N = besar sampel
Z = deviat baku ( = 0.05, Z = 1.96 )
Zβ = deviat baku β ( β = 20%, Zβ = 0.08 )
SD = Dtandar Deviasi ( SD = 0.0199 ) (Widjaja et al. 2010)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
x1–x2 = perbedaan rerata IFN-γ yang dianggap bermakna adalah
0.009(Widjaja et al. 2010)
n1 = penderita TB Paru BTA +1 = 20
n2 = penderita TB Paru BTA +2 = 20
n3 = penderita TB Paru BTA +3 = 20
3.4 Metode Pengambilan Sampel
Sampel kasus dan kontrol diambil dengan menggunakan teknik consecutice
sampling, yaitu semua subjek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan
terpenuhi.
3.5 Variabel Penelitian
Ada 2 jenis variabel yang akan dinilai pada penelitian ini :
1. Variabel bebas (independen) : Kadar Interferon Gamma (IFN-γ)
2. Variabel tergantung (dependen) : Penderita TB Paru
3.6 Kerangka Operasional
Gambar 3.1. Skema Kerangka Operasional
Penderita TB Paru (BTA (2+) dan (3+) Penderita TB Paru BTA (1+)
Kriteria Inklusi dan
Ekslusi
Informed Consent
Pengambilan Sampel
Darah
Interferon Gamma (IFN-γ)
Data
Uji Statistik
Hasil Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
3.7 Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara dan Alat ukur Hasil ukur Skala
ukur
1. Pasien
Baru TB
Pasien yang belum
pernah mendapat
pengobatan TB
sebelumnya, dengan hasil
BTA sputum positif
(Baik +1, +2 maupun +3)
Pemeriksaan
dahak dengan
pemeriksaan
kuman Basil
Tahan Asam
(BTA) dengan
pewarnaan Ziehl
Neelsen.
TB Paru BTA
Positif
Ordinal
2. Orang
Sehat
Individu yang sehat yang
tidak menderita TB Paru
Anamnesis dan
Foto toraks
Nominal
2. Interferon
Gamma
(IFN-γ)
Sitokin yang
mengaktifkan makrofag
untuk membubuh fagosit.
Teknik ELISA Nilai kadar IFN-γ
dengan satuan pg/ml
Numerik
3. Jenis
kelamin
Jenis kelamin adalah
jenis kelamin penderita
TB Paru, orang sehat
Survei rekam
medis
Pria
Wanita
Nominal
4. Umur Umur adalah lama hidup
penderita TB Paru, dan
orang sehat berdasarkan
tahun sejak lahir
Survei rekam
medis
18-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-65 tahun
> 65 tahun
Ordinal
5. Status gizi Status gizi adalah kondisi
tubuh penderita TB Paru,
dan orang sehat, yang
dipengaruhi makanan,
kecukupan nutrisi dalam
tubuh dan kemampuan
Survei rekam
medis
Status gizi
berdasarkan Body
Massa Index
(BMI) :
Jika BMI < 18,5
Kurus
Ordinal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
untuk mempertahankan
integritas metabolisme
yang normal
Jika BMI 18.5 –
22.9 Ideal
Jika BMI 23.0 –
26.9 Kelebihan
berat badan
Jika BMI 27.0 – 35
Obesitas
Jika BMI > 35
Obesitas Morbid
(menyebabkan
kematian)
Rumus :
Berat badan (Kg) /
(tinggi badan (m) x
tinggi badan (m))
3.8 Prosedur Penelitian
1. Sebelum penelitian dimulai, peneliti telah memperoleh keterangan lolos
kaji etik (ethical clearance) kepada Komite Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara).
2. Setiap penderitayang diikutsertakan dalam penelitian telah dibuat surat
informed consent, yang harus ditandatangani oleh penderita dan
peneliti, dan ini telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
3. Penderita TB paru yang didiagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan dahak
kuman Basil Tahan Asam (BTA) positif melalui hapusan langsung serta
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi diikutsertakan dalam penelitian.
4. Dilakukan pemeriksaan test HIV, kadar gula darah, fungsi ginjal dan
fungsi hati. Jika pasien menderita HIV, Diabetes melitus, gangguan
fungsi ginjal, dan gangguan fungsi hati, pasien tersebut tidak
diikutsertakan dalam penelitian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
5. Kemudian diambil darah penderita TB (kasus) dan orang sehat (kontrol)
dari vena mediana kubiti sebanyak 3 ml dan dilakukan pemeriksaan
IFN-γ dengan menggunakan teknik ELISA.
3.9 Prosedur pemeriksaan Laboratorium
3.9.1 Prosedur Pemeriksaan Sediaan Hapus Langsung Kuman Bakteri
Tahan Asam dari Sputum
a. Persiapan Pasien
1. Pasien dianjurkan untuk menggosok gigi dan berkumur sebanyak 3
kali dengan mengganti air hangat setiap kali berkumur. Jika
memakai gigi palsu, lepaskan dan kumur dengan air hangat.
2. Jika pasien tidak dapat mengeluarkan sputum, malam sebelum tidur
minum teh manis/ makan tablet gliseril guaicolat 200mg. Dapat
juga melakukan olahraga ringan sebelum mengeluarkan sputum,
menarik nafas dalam beberapa kali. Bila terasa akan batuk, nafas
ditahan selama mungkin lalu dibatukkan kuat-kuat.
3. Bila dahak kental dan sulit dikeluarkan dapat diberikan obat
mukolitik atau ekspektoransia pada malam sebelum pengambilan
sputum atau dapat juga dilakukan inhalasi.
b. Waktu pengumpulan dahak
1. Sewaktu hari-1. Spesimen pertama dikumpul pada saat penderita
datang ke laboratorium.
2. Pagi hari-2. Penderita mengumpulkan dahak pada hari kedua
segera setelah bangun tidur dan dibawa ke laboratorium.
3. Sewaktu hari ke-2. Spesimen ketiga dikumpulkan di laboratorium
pada hari kedua dengan membawa dahak pagi.
c. Cara mengumpulkan spesimen
Beri petunjuk kepada pasien untuk :
1. Tarik nafas dalam-dalam 2-3 kali pada setiap kali hembuskan napas
dengan kuat.
2. Batukkan dengan keras dari dalam dada.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
3. Letakkan pot yang sudah dibuka dekat dengan mulut dan keluarkan
dahak ke dalam pot.
4. Tutup pot dengan ketat dengan cara memutar tutupnya.
5. Segera dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.
d. Pengecatan sputum dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
1. Diambil sputum yang kental (hijau kekuningan)/ pilih bagian dari
dahak yang purulen atau yang berdarah saja dengan lidi.
2. Spesimen dihapuskan pada bagian tengah kaca sediaan dengan
ukuran 2x3 cm dengan cara membuat bulatan seperti spiral.
3. Dikeringkan pada suhu kamar
4. Difiksasi 3x dengan cara melidahapikan
5. Preparat dituangi dengan larutan Karbol Fucshin sehingga
menutupi seluruh kaca sediaan
6. Preparat dipanaskan sampai timbul uap, jangan sampai mendidih.
7. Dibiarkan selama 5 menit
8. Dicuci dengan air mengalir sampai bersih
9. Preparat dituangi dengan asam alkohol 3% selama 2 menit, ulangi
bila masih terlihat warna merah.
10. Preparat dicuci dengan air mengalir sampai bersih.
11. Dituangi dengan methylen blue 0,3% selama 10-20 detik.
12. Dicuci dengan air mengalir sampai bersih
13. Dikeringkan di rak pengering.
14. Preparat siap dibaca.
e. Pembacaan sediaan hapus secara mikroskopis dengan IUATL &
LD Modification (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) :
Tidak dijumpai BTA per 300 lapangan pandang (LP) : Negatif
1 – 9 BTA per 100 LP : ditulis jumlah BTA
10 – 99 BTA per 100 LP : 1+
1 – 10 BTA per 1 LP, periksa minimal 50 LP : 2+
> 10 BTA per 1 LP, periksa minimal 20 LP : 3+
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
3.9.2 Prosedur Pemeriksaan IFN-γ dengan teknik Elisa
1. Darah penderita TB (kasus) dan orang sehat (kontrol) yang diambil dari
vena mediana kubiti sebanyak 3 ml dimasukkan dalam tabung EDTA
kemudian dikocok bolak-balik.
2. Tabung disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit.
3. Darah yang telah disentrifugasi akan terpisah menjadi eritrosit, lapisan
buffy coat dan plasma darah.
4. Plasma dipisahkan dan disimpan dalam microtube. Kemudian dibungkus
dengan parafilm lalu disimpan dalam pendingin dengan suhu –200C
sampai akan digunakan.
5. Plasma darah dan Kit ELISA dikeluarkan dan diletakkan pada suhu kamar.
6. Larutan standar dibuat dengan melarutkan Lyophilized IFN-γ Standard dan
Assay Diluent lalu di-vortex. Larutan standar lalu diperiksa secara duplo,
sementara sumur lainnya diisi dengan sampel yang telah ditambahkan
Assay Diluent terlebih dahulu.
7. Setiap sumur kemudian ditambahkan dengan Rabbit anti-Human IFN-γ
Polyclonal Antibody. Plate kemudian ditutup dengan sealer (Acetate Plate
Sealer) untuk mencegah terjadinya penguapan dan diinkubasi pada suhu
ruang selama 3 jam.
8. Setelah diinkubasi, sealer dibuka dan plate dicuci dengan Wash Buffer.
Goat anti-Rabbit Conjugated Alkaline Phosphatase ditambahkan pada
setiap sumur lalu di-seal kembali plate tersebut dan inkubasi selama 45
menit pada suhu ruang.
9. Sealerkemudian dibuka dan cairannya dibuang, kemudian plate dicuci
dengan Wash Buffer.
10. Tambahkan reagen pewarna dan inkubasi pada suhu ruangan selama 6
menit setelah itu tambahkan stop solution.
11. Hasilnya dibaca dengan ELISA Reader, sehingga didapatkan data kadar
IFN-γ penderita tuberkulosis paru dan orang sehat yang selanjutnya
dibandingkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
3.10 Pengolahan data
Pengolahan data hasil penelitian ini diinformasikan dengan menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian
antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.
2. Coding : untuk mengkuantitatifkan dan kualitatif atau membedakan
aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam
rangka pengolahan data, baik secara manual dengan menggunakan
komputer.
3. Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program
komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.
3.11 Analisis Statistik
Data yang dikumpulkan akan diolah dan dianalisa secara deskriptif untuk
melihat distribusi frekuensi subyek penelitian berdasarkan karakteristik.
Kemudian dilanjutkan dengan analisa diferensial untuk melihat perbedaan
kadarIFN-γ pada masing-masing kelompok. Uji yang digunakan adalah Uji
T Independent jika data terdistribusi normal atau jika data tidak terdistribusi
normal maka menggunakan uji Mann Withey. Hasil dinyatakan signifikan
dengan nilai kebermaknaan <0.05.
3.12 Jadwal Penelitian
Tabel 3.2. Jadwal Penelitian
Jadwal
Uraian
Bulan
V VI VII VIII IX X XI XII I II III IV
Persiapan √ √ √
Pembacaan
Proposal √
Edit data
bahan
tersimpan
√
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
Pemeriksaan
Sampel √
Analisis
Data √
Penulisan
Laporan √
Seminar √
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Karakteristik Responden
Subjek penelitian ini berjumlah 60 orang yang memenuhi kriteria inklusi.
Sebanyak 60 orang penderita TB paru yang memenuhi kriteria inklusi dimana
terdiri dari 20 penderita TB Paru dengan BTA (1+), 20 penderita TB Paru dengan
BTA (2+) dan 20 penderita TB Paru dengan BTA (3+).
Sebanyak 40 orang responden (66,6%) adalah laki-laki (16 orang penderita
TB Paru BTA (1+), 13 orang penderita TB Paru BTA (2+), 11 orang penderita TB
Paru BTA (3+) ) dan 20 orang responden (33,4%) adalah perempuan (4 orang
penderita TB Paru BTA (1+), 7 orang penderita TB Paru BTA (2+), 9 orang
penderita TB Paru BTA (3+)). Responden tersebut terdiri dari berbagai kelompok
usia diantaranya: 17-30 tahun sebanyak 19 orang (31.6%), 31-40 tahun sebanyak
9 orang (15%), 41-50 tahun sebanyak 22 orang (36.7%) serta 51-70 tahun
sebanyak 10 orang (16.7%).
Mayoritas responden mempunyai BMI Normal yaitu sebanyak 41 orang
(68.3%), BMI Kurus 16 orang (26.7%), dan BMI Obesitas sebanyak 3 orang
(5%). Responden tersebut mempunyai pekerjaan yang beragam dintaranya
wiraswasta sebanyak 7 orang (11.6%), Ibu rumah tangga sebanyak 6 orang (10%),
karyawan (karyawan swasta dan satpam) sebanyak 11 orang (18.3%), pelajar 4
orang (66.7%), serta pekerjaan terbanyak responden adalah buruh 32 orang
(53.3%). Adapun yang dikategorikan sebagai buruh adalah pekerja kasar yaitu
buruh itu sendiri, tukang becak, sopir angkot, serta cleaning service).
48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian penderita TB Paru berdasarkan
Kepositipan BTA (n = 60)
BTA (1+)
n(20)
BTA (2+)
n(20)
BTA (3+)
n(20)
Jenis Kelamin
Laki-laki 16 (80%) 13 (65%) 11 (55%)
Perempuan 4 (20%) 7 (35%) 9 (45%)
Usia
17-30 5 (25%) 4 (20%) 10 (50%)
31-40 0 4 (20%) 5 (25%)
41-50 10 (50%) 7 (35%) 5 (25%)
51-70 5 (25%) 5 25%) 0
Pekerjaan
Wiraswasta 5 (25%) 2 (10%) 0
IRT 0 2 (10%) 4 (20%)
Karyawan 1 (5%) 5 (25%) 5 (25%)
Pelajar 0 0 4 (20%)
Buruh 14 (70%) 11 (55%) 7 (35%)
Tabel 4.2. Karakteristik Subjek Kasus TB Paru berdasarkan BMI (n=60)
Normal Obese Kurus
BTA 1+ 13 2 5
BTA 2+ 20 0 0
BTA 3+ 8 1 11
Subjek penelitian ini kemudian menjalani berbagai pemeriksaan. Semua
data klinis pasien-pasien ini kemudian diamati dan dideskripsikan seperti yang
tertera pada berbagai tabel di bawah ini.
4.1.2. Gambaran Kadar IFN-γ Pada Penderita TB Paru (BTA (1+), BTA
(2+) dan BTA (2+)) di Medan
Hasil pemeriksan kadar IFN-γ di plasma pada Penderita TB Paru di
Medan, ditunjukkan pada tabel 4.2 di bawah ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
Tabel 4.3. Gambaran Kadar IFN-γ Pada Orang Sehat dan Penderita TB
Paru di Medan
TB
KADAR
(pg/ml)
BTA
(+1)
BTA
(+2)
BTA
(+3)
533 94.9 404
849 59.5 410
383 431 308
354 399 260
431 581 236
300 429 206
351 479 336
316 469 131
471 313 108
578 49.6 259
299 232 187
293 167 92.5
473 233 259
423 442 140
401 474 46.7
450 276 138
252 417 38.6
87.6 348 25.8
773 449 303
153 435 69.6
Tabel 4.3 memperlihatkan nilai rerata kadar IFN-γ tertinggi pada penderita TB
paru BTA (1+) yaitu 408.53 pg/ml, diikuti pada penderita TB paru BTA (2+) yaitu
338.90 pg/ml, dan yang terendah kadar IFN-γ pada penderita TB paru BTA (3+)
sebesar 197.91 pg/ml. data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan Uji
Mann Withney dikarenakan data tidak terdistribusi normal,. Diambil kesimpulan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar IFN-γ dengan kepositipan
BTA pada penderita TB paru (p=0.001). Hasil ini menunjukkan bahwa makin
besar kepositipan BTA pada penderita TB paru maka makin rendah kadar IFN-γ.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
4.1.3. Distribusi Frekuensi IFN-γ Berdasarkan Kepositifan BTA.
Seperti yang telah ditunjukkan pada table 4.3, dengan menggunakan
menggunakan uji Kruskal Wallis terdapat perbedaan hasil yang signifikan kadar
IFN-γ pada penderita TB Paru BTA(1+), BTA(2+), BTA(3+) dengan nilai p =
0,001. Data sampel kemudian dilakukan pengujian berdasarkan kepositifan BTA.
Sebelumnya kelompok responden dibagi menjadi 3 kelompok yaitu BTA(1+),
BTA(2+), BTA(3+).
Pada tabel 4.4 pada sampel TB Paru BTA (1+), BTA (2+), dan BTA (3+)
masing-masing didapatkan nilai mean + SD 408.53 + 181.66 pg/ml ; 338.90 +
153.88 pg/ml ; 197.91 + 118.67 pg/ml.
Kemudian dilakukan kembali pengujian antar kelompok TB Paru BTA (+),
ternyata didapatkan hasil yang bermakna (p=0.000), Untuk mengetahui kelompok
kasus TB Paru BTA (+) mana yang menunjukkan hasil signifikan maka dilakukan
uji post hoc analysis (Table.4.5) dengan cara membandingkan kadar IFN-γ pada
kelompok TB Paru BTA (1+, 2+ dan 3+) dengan menggunakan uji Mann whitney.
Didapatkan hasil perbandingan kadar IFN-γ yang bermakna pada kelompok BTA
(1+) dan BTA (3+) dimana nilai p=0.000 serta pada kelompok BTA (2+) dan
BTA (3+) dimana nilai p=0.003.
Tabel 4.4. Distribusi frekuensi IFN-γ berdasarkan kepositifan BTA.
Tabel 4.5. Perbedaan rerata kadar IFN-γ berdasarkan kepositifan BTA
BTA Nilai p
Perbedaan dalam kelompok
0.000
*
Perbedaan antar
kelompok
(1+) (2+) 0.441**
(1+) (3+) 0.000**
(2+) (3+) 0.003**
* Kruskal Wallis
** Mann Whitney
BTA Median Minimum Maximum Mean SD
(pg/ml) (pg/ml) (pg/ml) (pg/ml) (pg/ml)
(+1) 392.00 87.60 849.00 408.53 181.66
(+2) 408.00 49.60 581.00 338.90 153.88
(+3) 196.50 25.80 410.00 197.91 118.67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
4.2.PEMBAHASAN PENELITIAN
Data karakteristik subyek penelitian pada tabel 4.1 memperlihatkan bahwa
pada penelitian ini, kelompok usia terbanyak yang menderita tuberkulosis adalah
kelompok usia antara 17-30 tahun (40%). Data ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh WHO terhadap asus tuberkulosis di Indonesia (Aditama TY.2002).
kenyataan ini mungkin disebabkan oleh karena kelompok usia tersebut merupakan
kelompok usia produktif yang bekerja di lingkungan dengan mobilitas tinggi dan
mudah kontak dengan Mycobacterium tuberculosis misal buruh ( buruh pabrik,
Tukang becak, sopir angkot) yang memang juga menjadi peerjaan terbanyak pada
subyek penlitian ini yakni 43.6%.
Data karakteristik subjek penelitian pada tabel 1 memperlihatkan bahwa
pada penelitian ini, kelompok jenis kelamin terbanyak adalah jenis kelamin laki-
laki dan usia rerata pada usia 41-50 tahun dimana laki-laki dengan usia 41-50
tahun tergolong pada kelompok usia yang masih produktif, biasanya mereka
bekarja pada lingkungan yang mobilitasnya cukup tinggi sehingga kemungkinan
lebih mudah terkontak dengan kuman Mycobacterium tuberculosis.
Berdasarkan pada tabel 2 mengenai kadar IFN-γ pada penderita TB paru
diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar IFN-γ dengan
kepositipan BTA pada penderita TB paru. Hasil ini menunjukkan bahwa makin
besar kepositipan BTA pada penderita TB paru maka makin rendah kadar IFN-γ.
Terdapat penelitian yang membandingkan anak-anak dengan TB dan anak-
anak sehat tuberkulin positif, mendapatkan bahwa produksi IFN-γ sangat rendah
pada mereka yang menderita TB Paru berat dan sangat berat dan penderita kurang
gizi. Produksi IL-12, IL-4 dan IL-10 sama pada pasien TB dan tuberkulin positif.
Hasil ini memperlihatkan bahwa respons imun terhadap mikrobakterium TB
berhubungan dengan pengurangan produksi IFN-γ, dan tidak berhubungan dengan
pengurangan produksi IL-12 atau peningkatan IL-4 dan IL-10.6
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meneliti pengaruh gangguan
produksi IFN-γ yang berakibat rendahnya kadar IFN-γ di sirkulasi darah terhadap
kerentanan penjamu bila semakin terpapar kuman tuberkulosis. Flynn dan kawan-
kawan melakukan penelitian pada binatang percobaan mencit dengan merusak gen
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
yang bertanggungjawab untuk memproduksi IFN-γ sehingga kadarnya dalam
darah sangat rendah, dan kemudian dilakukan paparan dengan kuman
tuberkulosis. Ternyata walaupun dapat membentuk granuloma mencit-mencit tadi
gagal memproduksi reactive nitrogen intermediate suatu senyawa penting dalam
proses pembunuhan MTB, sehingga tidak mampu membendung pertumbuhan
kuman. Mencit-mencit tersebut memperlihatkan nekrosis jaringan dan perburukan
penyakit yang dengan cepat mengakibatkan kematian.7
Lopez-Maderuelo dan kawan-kawan melakukan penelitian pada sampel
darah vena yang diambil dari 113 pasien baru TB paru BTA (+). Mereka
mendapatkan pada penderita TB terjadi polimorfisme pada gen yang
memproduksi IFN-γ sehingga kadarnya dalam darah rendah dan menyebabkan
mereka berisiko lebih mudah terjangkit tuberkulosis.8 Pathan dan kawan-kawan
mendapatkan kadar IFN-γ yang lebih rendah pada penderita TB aktif dengan
kultur positif dibandingkan pada orang kontak sehat, penderita TB minimal atau
bakteriologis negative.9
4.2.1. Korelasi kadar IFN-γ berdasarkan Kepositifan BTA (BTA 1+,
BTA 2+, BTA 3+)
Setelah dilakukan perbandingan kadar IFN-γ antara orang sehat dengan
penderita TB Paru, selanjutnya peneliti mencoba membandingkan kadar IFN-γ
antara Penderita TB Paru BTA(1+), BTA (2+), dengan BTA (3+).
Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil perbandingan kadar IFN-γ yang
bermakna pada kelompok BTA (1+) dan BTA (3+) dimana nilai p=0.000 serta
pada kelompok BTA (2+) dan BTA (3+) dimana nilai p=0.003. sedangkan antara
kelompok BTA (1+) dengan kelompok BTA (2+) tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan dimana nilai p=0.441.
Kepositipan BTA diasumsikan dapat dihubungkan dengan status imun
seseorang. Makin besar kadar kepositipan BTA maka dapat diartikan dengan
banyaknya jumlah kuman BTA yang terdapat pada sputum dan dapat diasumsikan
dengan rendahnya sistem imun pasien tersebut.
Kita ketahui bahwa, seseorang dapat tertular tuberkulosis selain
ditentukan oleh konsentrasi kuman yang terhirup, lama kuman terhirup, virulensi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
kuman, umur juga dipengaruhi oleh keadaan gen dari orang tersebut. Tidak semua
kuman yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan sakit, hal ini tergantung
dari kerentanan tubuh sebagai akibat interaksi beberapa faktor di dalam tubuh
misalnya status gizi, dan daya imunitas tubuh. (Pedoman nasional pengendalian
tuberkulosis, Depkes 2009)
Nutrisi yang buruk sudah jelas menurunkan resistensi terhadap infeksi.
Pada hewan percobaan hal tersebut disertai Leukopeni dan Fagositosis yang
menurun. Defisiensi spesifik seperti selenium, seng (Zn) atau vitamin B adalah
imunosupresif baik terhadap imunitas humoral maupun seluler. Peningkatan
kerentanan pada subyek dengan infeksi dapat pula disebabkan oleh pola hidup
dengan setres, pendidikan kesehatan yang kurang dan jumlah keluarga besar
dalam rumah yang sempit. Kelenjar getah bening yang atrofis dan penurunan 50%
sel T CD4+ dalam sirkulasi menurunkan imunitas selular yang berarti. Respon
antibodi dapat tetap berfungsi, namun dengan afinitas yang kurang. Fagositosis
bakteri biasanya normal, tetapi destruksi selular terganggu. (Imunologi Dasar,
2009)
Bila kita amati responden penderita TB Paru BTA (3+) pada penelitian ini
di dominasi oleh penderita dengan BMI kurus. Hal ini diduga juga sebagai
penyebab rendahnya kadar IFN-γ pada pasien ini. Kita ketahui bahwa Penyebab
defisiensi imun tersering di seluruh dunia adalah malnutrisi. Kekurangan protein
dapat menimbulkan gangguan imunitas, menimbulkan atrofi dan berkurangnya sel
di timus dan kelenjar limfoid serta hilangnya sel limfoid di sekitar pembuluh
darah limpa yang meningkatkan infeksi oportunistik. Respon antibody serum
biasanya tidak terganggu pada malnutrisi protein kalori. Komplemen yang
menurun dapat mempengaruhi fagositosis. (Imunologi Dasar, 2009)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
BAB 5
KESIMPULAN & SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Pada studi ini didapatkan kesimpulan bahwa adanya hubungan antara kadar
IFN-γ dengan Kepositipan BTA pada penderita TB paru.
2. Berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini jumlah subjek penelitian
laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
3. Berdasarkan kelompok umur pada penelitian ini paling banyak diikuti
oleh ujur 17-30 tahun
4. Berdasarkan kelompok BMI pada penelitian ini paling banyak diikuti
oleh subyek dengan IMT normal yaitu 18.50-24.99 kg/dl
5. Berdasarkan riwayat pekerjaan pada penelitian ini paling banyak
diikuti oleh kaum buruh
6. Terdapat perbedaan rerata yang signifikan kadar IFN-γ berdasarkan
kepositipan BTA (p=0.001) diamana kadar rerata IFN-γ tertinggi pada
kelompok Penderita TB Paru BTA(1+), diikuti TB Paru BTA (2+),
dan yang terendah pada TB Paru BTA (3+)
6.2. Saran
1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut yang membandingkan
antara IFN-γ dengan biomarker lainnya.
2. Perlu dilakukan penelitian yang membandingkan kadar IFN-γ di
plasma dengan cairan pleura.
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai kadar IFN-γ di Plasma sebelum
dan sesudah mendapatkan terapi OAT.
55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
DAFTAR PUSTAKA
A. Verbon, N. Juffermans, S. J. H. Van Deventer, P. Speelman, H. Van Deutekom
& T. Van Der Poll. Serum concentrations of cytokines in patients with
active tuberculosis (TB) and after Treatment. Clin Exp Immunol.
1999;115:110±113
Abbas AK, Licht man AH, Pober JS. Cellular and molecular immunology.
Philadelphia:WB Saunders Company. 1994.p.325-6
Alius Cahyadi, Venty. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus. J Indon
Med Assoc. 2011:Vol: 61, No.4.
Andersen P, M.E Munk, J.M Pollock, T.M Doherty. Specific immune-based
diagnosis of tuberculosis. The Lancet. 2000:Vol 356
Barnes PF, Fong SJ, Brenna PJ, Twomey PE, Mazumder A, Modlin RL. Local
production of tumor necrosis factor and IFN-γ in tuberculous pleuritis. J
Immunol. 1990;145:149–154
Borelli P, Blatt S, Pereira J, Maurino BB De, Tsujita M, Xavier G, et al.
Reduction of erythroid progenitors in protein – energy malnutrition.
Britiish J Nutr. 2007;97:307–14.
Cegielski JP, Mcmurray DN. The relationship between malnutrition and
tuberculosis : evidence from studies in humans and experimental
animals. Int J Tuberc Lung Dis. 2004;8:286–98.
Centers for Disease Prevention and Control (CDC). Updated Guidelines for
Using Interferon Gamma Release Assays to Detect Mycobacterium
tuberculosis Infection, United States. 2011
Chandra, R. K. Nutrition, immunity and infection: From basic knowledge of
dietary manipulation of immune responses to practical application of
ameliorating suffering and improving survival. Proc. Natl. Acad. Sci. US.
1996: Vol. 93, pp. 14304–14307
Diagnosis, Treatment, Public Health Tuberculosis. International Standards For
Tuberculosis Care (ISTC). Edisi 3. 2014
Diel R, Loddenkemper R, Meywald-Walter K, Gottschalk R, Nienhaus A.
Comparative performance of tuberculin skin test, QuantiFERON-TB-
56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
gold in tube assay, and T-spot.TB test in contact investigations for
tuberculosis. Chest.2009:135:1010–1018.
Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC.
Domı´nguez J, De Souza-Galvão M, Ruiz-Manzan. T-cell responses to the
Mycobacterium tuberculosis-specific antigens in active tuberculosis
patients at the beginning, during, and after antituberculosis treatment.
Diagn Microbiol Infect. 2009:63:43–51
Domı´nguez J, Juan Ruiz-Manzano, Malu´ De Souza-Galva˜o, Irene Latorre,
Celia Mila, Silvia Blanco,et al. Comparison of Two Commercially
Available Gamma Interferon Blood Tests for Immunodiagnosis of
Tuberculosis. Clin Vaccine Immunol 2008:15:168–171.
European Centre for Disease Prevention and Control. Use of interferon-gamma
release assays in support of TB diagnosis. Stockholm: ECDC; 2011.
Figen Deveci, H. Handan Akbulut, Teyfik Turgut, and M. Hamdi Muz. Changes
in Serum Cytokine Levels in Active Tuberculosis With Treatment.
Mediators Inflamm; 2005(5): 256–262.
Garna K.B., Reangganis I. Imunologi Dasar. Edisi ke-8. Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2009. P:217-247
Global Tuberculosis Report. 20th edition World Health Organization 2015
Heru Setiawan, Jusak Nugraha. 2016. Analisis Kadar IFN-γ dan IL-10 pada
PBMC Penderita Tuberkulosis Aktif, Laten dan Orang Sehat, Setelah di
Stimulasi dengan Antigen ESAT-6. Diunduh pada 16 April 2017 dari
http://dx.doi.org/10.20473/bsn.v18i1.3023
Hoal EG, Möller. Host genetics and predisposition to tuberculosis. Curr Allergy
Clin Immunol 2004; 17(14): 160-165
Hood MLH. A Narrative Review of Recent Progress in Understanding The
Relationship Between Tuberculosis and Protein Energy Malnutrition. Eur
J Clin Nutr. 2013;67:1122–8.
Hussain Shahid, Khursheed Javaid, Nadeem Afzal, and Muhammad ikram ullah.
Level of Interferon Gamma in the Blood of Tuberculosis Patients. Iranian
journal of immunology. 2010.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
Kauffman SHE. Immunity to intracellular bacteria. Ann Rev Immunol 1993;
11:129–63
Kawai K, Villamor E, Mugusi FM, Saathoff E, Urassa W, Bosch RJ, et al.
Predictors of change in nutritional and hemoglobin status among adults
treated for tuberculosis in Tanzania. NIH Public Access.
2011;15(10):1380–9.
Kumar V., Abbas A.K., Fausto N. 2005. Robbins and cotran pathologic basis of
disease.7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 48-85
Kusuma HMS. Chandra. Diagnostik Tuberkulosis Baru. Sari Pediatri. 2007:Vol.
8, No. 4:143 - 151
Lettow M Van, West CE, Meer JWM Van Der, Wieringa FT, Semba RD. Low
plasma selenium concentrations , high plasma human immunodeficiency
virus load and high interleukin-6 concentrations are risk factors
associated with anemia in adults presenting with pulmonary tuberculosis
in Zomba district , Malawi. Eur J Clin Nutr. 2005;59:526–32.
Miyata S, Tanaka M, Ihaku D. The prognostic significance of nutritional status
using malnutrition universal screening tool in patients with pulmonary
tuberculosis. Nutrition Journal; 2013;12(1):1.
Nadeem Afzal, Shahid Hussain, Khursheed Javaid, and Waqas Sami. Inverse
Correlation of Interferon-gamma and CD8+ T Lymphocytes in
Tuberculosis Patients. Majmaah Journal Of Health Science. 2014.Vol 2,
Issue 1.
Nagu T.J, Donna Spiegelman, Ellen Hertzmark, Said Aboud, Julie Makani,
Mecky I. Matee, et al. Anemia at the Initiation of Tuberculosis Therapy
Is Associated with Delayed Sputum Conversion among Pulmonary
Tuberculosis Patients in Dar-es-Salaam, Tanzania. Anemia and Sputum
Conversion. 2014:Vol.9:Issue 3
Oliveira MG, Delogo KN, Marinho H, Gomes DM, Ruffino-Netto A, Kritski AL,
Et Al. Anemia In Hospitalized Patients With Pulmonary Tuberculosis.
Bras Pneumol. 2014;40:403–10.
Onwubalili J. K, G. M. Scottt, J. A. Robinsonj. Deficient Immune Interferon
Production In Tuberculosis. Clin.Exp.Immunol. 1985:59:405-413.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.
Kementerian Kesehatan 2013.
Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan 2014.
Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia. PDPI. 2016.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehtan RI. Tuberkulosis, Temukan,
Obati Sampai Sembuh. Hari Tuberkulosis Sedunia. PUSDATIN 2015.
Ramel A, Halldorsson TI, Tryggvadottir EA, Martinez JA, Kiely M, Bandarra
NM, et al. Relationship between BMI and body fatness in three European
countries. Eur J Clin Nutr. Nature Publishing Group; 2013;67(3):254–8.
Rook G, Scott G, Booth H, Johnson MA, Zumla A. The pathophysiology of
tuberculosis. Center for infectious disease and international health
windeyer .institute university college London 2004.
Rook GAW, Seah G, Ustianowski A. M. tuberculosis: Immunology and
vaccination. Eur Respir J 2001; 17: 537-557
Salil Mehta and Lohitaksha Suratkal. Ophthalmoscopy in the early diagnosis of
opportunistic tuberculosis following renal transplant. Indian J
Ophthalmol. 2007:v.55(5). Diunduh pada 22 April 2016 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2636020/
Schaible U, Kaufmann S. Malnutrition and infection: Complex mechanisms and
global impacts. PLoS Med. 2007;4(5):115
Schluger NW. The pathogenesis of tuberculosis. The first one hundred (and
twenty-three) years. Am J Respir Cell Mol Biol 2005; 32: 251-256
Shams H, Weis SE, Klucar P, Lalvani A. Enzyme-linked immunospot and
tuberculin skin testing to detect latent tuberculosis infection. Am J Respir
Crit Care Med. 2004:172:1161–1168.
Shaviya Nathan, Valentine Budambula, Mark K. Webale, and Tom Were.
Circulating Interferon-Gamma Levels Are Associated with Low Body
Weight in Newly Diagnosed Kenyan Non-Substance Using Tuberculosis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
Individuals. Interdisciplinary Perspectives on Infectious Diseases. 2016.
9 pages.
Van Crevel R, Ottenhoff THM, Van der Meer JWM. Innate immunity to
mycobacterium tuberculosis. Clin Microbiol Rev 2002; 15(2): 294-309
Widjaja J.T, Diana K. Jasaputra, Rina Lizza Roostati. Analisis Kadar Interferon
gamma pada penderita Tuberculosis Paru dan Orang Sehat. Jurnal
Respirologi Indonesia. 2010: Vol.30,No.2:119-124
Zheng Y, Ma A, Wang Q, Ha X, Cai J, Schouten et al. Relation of Leptin, Ghrelin
and Inflammatory Cytokineswith Body Mass Index in Pulmonary
Tuberculosis Patients with and without Type 2 Diabetes Mellitus. PLoS
One. 2013;8:1–7.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS
1. Nama : dr. Niki Bakti priwahyuningtyas
2. Tempat tanggal lahir : Bekasi, 18 Oktober 1984
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Status perkawinan : Menikah
6. Alamat : Jln. Jermal 4 No.18A Medan 20227
7. Nomor telepon : 081369594937
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD N Bintori V Kota : Demak Tamat Tahun : 1996
2. SMP N I Kota : Demak Tamat Tahun : 1999
3. SMUN I Kota : Demak Tamat Tahun : 1999
4. S1-Kedokteran Univ.Malahayati Kota : B.Lampung Tamat Tahun : 2006
5. Profesi-Ked.Univ.Malahayati Kota : B.lampung Tamat Tahun : 2009
KETERANGAN KELUARGA
1. Ayah : Ir.H. Sugeng Santoso
2. Ibu : Hj. Wiwik Widiyati
PERKUMPULAN PROFESI
1. Anggota IDI Kotamadya Medan. Tahun : 2013 - Sekarang
2. Anggota Perhimpunan Dokter Umum Indonesia Tahun : 2013 - Sekarang Cab.Sumatera Utara
3. Anggota Muda PDPI Cabang Sumatera Utara. Sekarang
61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
(INFORMATION FOR CONSENT)
Selamat pagi/siang Bapak/Ibu/Saudara/i
Nama saya dr.Niki Bakti Priwahyuningtyas, saya sedang mengikuti program
pendidikan dokter spesialis di bagian Paru di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara dan akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kadar
Interferon Gamma Pada Plasma Penderita Tuberkulosis Paru dan Pada Orang
Sehat di Kota Mdan”
Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui perbedaan kadar IFN-γ pada
penderita Tuberkulosis Paru dan kadar IFN-γ pada Orang Sehat di Medan.
Dengan mengetahui informasi kadar IFN-γ pada penderita TB Paru dan kadar
IFN-γ pada Orang Sehat, maka dapat diketahui faktor predisposisi terjadinya
TB paru pada orang sehat berdasarkan imunologi.
Jika Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia mengikuti penelitian ini maka akan
dilakukan pemeriksaan terhadap Bapak/Ibu/Saudara/i dengan cara melakukan
wawancara, foto dada, serta pengambilan dahak dan darah untyuk diperiksa di
laboratorium. Kami sangat mengharapkan keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara/i
dalam penelitian ini, karena selain bermanfaat untuk diri sendiri, juga
bermanfaat untuk orang lain.
Selama penelitian ini Bapak/Ibu/Saudara/i tidak dibebankan biaya apapun.
Semua data bersifat rahasia, tidak diketahui orang lain. Apabila keberatan,
Bapak/Ibu/Saudara/I bebas untuk menolak mengikuti penelitian ini, tanpa
khawatir akan mengurangi pelayanan yang kami berikan. Jika sudah mengerti
dan bersedia mengikuti penelitian ini maka Bapak/Ibu/Saudara/I dapat mengisi
lembar persetujuan. Pemeriksaan yang dilakukan di atas lazimnya tidak akan
menimbulkan hal berbahaya bagi Bapak/Ibu/Saudara/i.
62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
Namun bila terjadi hal yang tidak diinginkan disebabkan perlakuan penelitian
ini, Bapak/Ibu/Saudara/i dapat menghubungi saya.
Nama : dr. Niki Bakti Priwahyuningtyas
Alamat Rumah : Jalan Jermal IV No.18A Medan
No. HP : 081369594937
Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasil dari penelitian ini
bermanfaan bagi kita semua.
Medan, 2016
Subjek Penelitian Peneliti
(_____________________________) ( dr.Niki Bakti Priwahyuningtyas )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
LAMPIRAN 3
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Telp/HP :
Setelah mempelajari dan mendapatkan penjelasan yang sejelas-jelasnya
mengenai penelitian yang berjudul “Perbedaan Kadar Interferon Gamma Pada
Plasma Penderita Tuberkulosis Paru dan Pada Orang Sehat” dan setelah
mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang terjadi, dengan ini saya
menyatakan bahwa saya bersedia dengan suka rela menjadi subjek penelitian
tersebut dan patuh akan ketentuan-ketentuan yang dibuat peneliti. Jika
sewaktu-waktu ingin berhenti, saya berhak untuk tidak melenjutkan mengikuti
penelitian ini tanpa ada sanksi apapun.
Medan, 2016
Yang menyatakan Peneliti
(__________________________) ( dr. Niki Bakti Priwahyuningtyas )
Saksi
(___________________________)
64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
LAMPIRAN 4
STATUS PENELITIAN
1. Anamnesis Pribadi
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Penghasilan :
Berat Badan :……………..Kg, Tinggi Badan :……………..cm, BMI
:……………%
No. HP :
2. Anamnesis Penyakit
Keluhan respirasi Keluhan Non-
Respirasi
Batuk (+/-), selama…………. Demam (+/-),
selama………...
Batuk Darah (+/-), selama…………. Penurunan selera makan (+/-),
selama………...
Nyeri dada (+/-), selama…………. Penurunan BB (+/-),
selama………...
Sesak Nafas (+/-), selama…………. Keringat malam (+/-),
selama………...
Batuk berdahak (+/-), selama………….
Riwayat Kontak dengan penderita TB paru (+/-), selama……………..
Riwayat merokok (+/-), selama…………..tahun,
sebanyak……………batang/hari
IB………….
Riwayat alcohol (+/-), selama…………..tahun, sebanyak…………...,
jenis………...
Riwayat konsumsi kortikosteroid / kemoterapi kanker (+/-),
selama……………..
Riwayat / sedang menderita penyakit hati (+/-), selama………………
Riwayat / sedang menderita penyakit ginjal (+/-), selama………………
Riwayat / sedang menderita penyakit lain (+/-), sebutkan………………
65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan Foto Toraks
Deskripsi :
-----------------------------------------------
-----------------------------------------------
-----------------------------------------------
-----------------------------------------------
-----------------------------------------------
-----------------------------------------------
-----------------------------------------------
5. Pemeriksaan Sputum BTA
BTA 1
BTA 2 BTA 3
6. Pemeriksaan KGD sewaktu____________________________mg/dl
7. Pemeriksaan HIV (+/-)
8. Kadar IFN-γ :…………………………………
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
LAMPIRAN 5
PERSETUJUAN KOMISI ETIK PENELITIAN
67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
LAMPIRAN 6
TABEL HASIL PENGOLAHAN DATA SPSS
EXAMINE VARIABLES=IFN_G /PLOT BOXPLOT STEMLEAF NPPLOT
/COMPARE GROUP /STATISTICS NONE /CINTERVAL 95 /MISSING
LISTWISE /NOTOTAL.
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
IFN_G 88 100.0% 0 .0% 88 100.0%
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
IFN_G .061 88 .200* .954 88 .003
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
EXAMINE VARIABLES=IFN_G BY BTA /PLOT NONE /STATISTICS
DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Explore BTA
Case Processing Summary
BTA
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
IFN_G NEGATIF 28 100.0% 0 .0% 28 100.0%
(+1) 20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
(+2) 20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
(+3) 20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
Descriptives
BTA Statistic Std. Error
IFN_G NEGATIF Mean 222.0964 19.12829
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 182.8484
Upper Bound 261.3444
5% Trimmed Mean 220.3429
Median 207.0000
Variance 10244.963
Std. Deviation 101.21740
Minimum 62.30
Maximum 416.00
Range 353.70
Interquartile Range 155.50
Skewness .377 .441
Kurtosis -.649 .858
(+1) Mean 408.5300 40.62108
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 323.5091
Upper Bound 493.5509
5% Trimmed Mean 401.8889
Median 392.0000
Variance 33001.450
Std. Deviation 181.66301
Minimum 87.60
Maximum 849.00
Range 761.40
Interquartile Range 173.25
Skewness .804 .512
Kurtosis 1.264 .992
(+2) Mean 338.9000 34.40908
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 266.8810
Upper Bound 410.9190
5% Trimmed Mean 341.5222
Median 408.0000
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
Variance 23679.696
Std. Deviation 153.88208
Minimum 49.60
Maximum 581.00
Range 531.40
Interquartile Range 215.00
Skewness -.661 .512
Kurtosis -.607 .992
(+3) Mean 197.9100 26.53630
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 142.3689
Upper Bound 253.4511
5% Trimmed Mean 195.6889
Median 196.5000
Variance 14083.502
Std. Deviation 118.67393
Minimum 25.80
Maximum 410.00
Range 384.20
Interquartile Range 195.88
Skewness .240 .512
Kurtosis -.970 .992
EXAMINE VARIABLES=IFN_G BY USIA_GRP BMI /PLOT NONE /STATISTICS
DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Explore
Warnings
IFN_G is constant when USIA_GRP = > 65 TAHUN. It will be included in any boxplots produced but other output will be omitted.
USIA_GRP
Case Processing Summary
USIA_GRP
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
IFN_G 18-30 TAHUN 33 100.0% 0 .0% 33 100.0%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
31-40 TAHUN 18 100.0% 0 .0% 18 100.0%
41-50 TAHUN 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
51-65 TAHUN 10 100.0% 0 .0% 10 100.0%
> 65 TAHUN 1 100.0% 0 .0% 1 100.0%
Descriptives
a
USIA_GRP Statistic Std. Error
IFN_G 18-30 TAHUN Mean 248.1212 32.87374
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 181.1596
Upper Bound 315.0828
5% Trimmed Mean 228.4734
Median 227.0000
Variance 35662.532
Std. Deviation 188.84526
Minimum 25.80
Maximum 849.00
Range 823.20
Interquartile Range 151.00
Skewness 1.787 .409
Kurtosis 3.574 .798
31-40 TAHUN Mean 274.4833 32.76619
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 205.3527
Upper Bound 343.6140
5% Trimmed Mean 275.4648
Median 304.5000
Variance 19325.220
Std. Deviation 139.01518
Minimum 62.30
Maximum 469.00
Range 406.70
Interquartile Range 250.25
Skewness -.158 .536
Kurtosis -1.601 1.038
41-50 TAHUN Mean 342.0500 27.71736
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 284.7123
Upper Bound 399.3877
5% Trimmed Mean 344.3278
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
Median 351.0000
Variance 18438.046
Std. Deviation 135.78677
Minimum 69.60
Maximum 578.00
Range 508.40
Interquartile Range 139.50
Skewness -.514 .472
Kurtosis -.273 .918
51-65 TAHUN Mean 319.8600 43.57076
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 221.2961
Upper Bound 418.4239
5% Trimmed Mean 326.3111
Median 367.0000
Variance 18984.107
Std. Deviation 137.78283
Minimum 49.60
Maximum 474.00
Range 424.40
Interquartile Range 206.50
Skewness -.915 .687
Kurtosis -.017 1.334
a. IFN_G is constant when USIA_GRP = > 65 TAHUN. It has been omitted.
BMI
Case Processing Summary
BMI
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
IFN_G KURUS 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
NORMAL 55 98.2% 1 1.8% 56 100.0%
OBESE 15 93.8% 1 6.3% 16 100.0%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
Descriptives
BMI Statistic Std. Error
IFN_G KURUS Mean 267.2000 44.90506
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 171.4871
Upper Bound 362.9129
5% Trimmed Mean 263.3444
Median 279.5000
Variance 32263.431
Std. Deviation 179.62024
Minimum 25.80
Maximum 578.00
Range 552.20
Interquartile Range 344.43
Skewness .030 .564
Kurtosis -1.333 1.091
NORMAL Mean 289.1509 23.13941
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 242.7592
Upper Bound 335.5426
5% Trimmed Mean 276.5601
Median 259.0000
Variance 29448.788
Std. Deviation 171.60649
Minimum 49.60
Maximum 849.00
Range 799.40
Interquartile Range 269.00
Skewness 1.007 .322
Kurtosis 1.433 .634
OBESE Mean 311.6000 23.08820
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 262.0807
Upper Bound 361.1193
5% Trimmed Mean 312.7778
Median 315.0000
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
Variance 7995.971
Std. Deviation 89.42020
Minimum 171.00
Maximum 431.00
Range 260.00
Interquartile Range 183.00
Skewness -.249 .580
Kurtosis -1.442 1.121
NPAR TESTS /K-W=IFN_G BY BTA(1 3) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Kruskal-Wallis Test
Ranks
BTA N Mean Rank
IFN_G (+1) 20 38.88
(+2) 20 34.58
(+3) 20 18.05
Total 60
Test Statistics
a,b
IFN_G
Chi-Square 15.853
df 2
Asymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: BTA
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY BTA(1 2) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
BTA N Mean Rank Sum of Ranks
IFN_G (+1) 20 21.93 438.50
(+2) 20 19.08 381.50
Total 40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
Test Statistics
b
IFN_G
Mann-Whitney U 171.500
Wilcoxon W 381.500
Z -.771
Asymp. Sig. (2-tailed) .441
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .445a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: BTA
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY BTA(1 3) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
BTA N Mean Rank Sum of Ranks
IFN_G (+1) 20 27.45 549.00
(+3) 20 13.55 271.00
Total 40
Test Statistics
b
IFN_G
Mann-Whitney U 61.000
Wilcoxon W 271.000
Z -3.760
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: BTA
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY BTA(2 3) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
BTA N Mean Rank Sum of Ranks
IFN_G (+2) 20 26.00 520.00
(+3) 20 15.00 300.00
Total 40
Test Statistics
b
IFN_G
Mann-Whitney U 90.000
Wilcoxon W 300.000
Z -2.976
Asymp. Sig. (2-tailed) .003
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: BTA
NPAR TESTS /K-W=IFN_G BY USIA_GRP(1 4) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Kruskal-Wallis Test
Ranks
USIA_GRP N Mean Rank
IFN_G 18-30 TAHUN 33 33.83
31-40 TAHUN 18 41.64
41-50 TAHUN 24 53.73
51-65 TAHUN 10 49.95
Total 85
Test Statistics
a,b
IFN_G
Chi-Square 9.935
df 3
Asymp. Sig. .019
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: USIA_GRP
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY USIA_GRP(1 2) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
Ranks
USIA_GRP N Mean Rank Sum of Ranks
IFN_G 18-30 TAHUN 33 24.53 809.50
31-40 TAHUN 18 28.69 516.50
Total 51
Test Statistics
a
IFN_G
Mann-Whitney U 248.500
Wilcoxon W 809.500
Z -.956
Asymp. Sig. (2-tailed) .339
a. Grouping Variable: USIA_GRP
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY USIA_GRP(1 3) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
USIA_GRP N Mean Rank Sum of Ranks
IFN_G 18-30 TAHUN 33 23.27 768.00
41-50 TAHUN 24 36.88 885.00
Total 57
Test Statistics
a
IFN_G
Mann-Whitney U 207.000
Wilcoxon W 768.000
Z -3.055
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a. Grouping Variable: USIA_GRP
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY USIA_GRP(1 4) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
USIA_GRP N Mean Rank Sum of Ranks
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
IFN_G 18-30 TAHUN 33 20.03 661.00
51-65 TAHUN 10 28.50 285.00
Total 43
Test Statistics
b
IFN_G
Mann-Whitney U 100.000
Wilcoxon W 661.000
Z -1.869
Asymp. Sig. (2-tailed) .062
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .063a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: USIA_GRP
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY USIA_GRP(2 3) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
USIA_GRP N Mean Rank Sum of Ranks
IFN_G 31-40 TAHUN 18 18.28 329.00
41-50 TAHUN 24 23.92 574.00
Total 42
Test Statistics
a
IFN_G
Mann-Whitney U 158.000
Wilcoxon W 329.000
Z -1.474
Asymp. Sig. (2-tailed) .140
a. Grouping Variable: USIA_GRP
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY USIA_GRP(2 4) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
USIA_GRP N Mean Rank Sum of Ranks
IFN_G 31-40 TAHUN 18 13.67 246.00
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
51-65 TAHUN 10 16.00 160.00
Total 28
Test Statistics
b
IFN_G
Mann-Whitney U 75.000
Wilcoxon W 246.000
Z -.719
Asymp. Sig. (2-tailed) .472
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .494a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: USIA_GRP
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY USIA_GRP(3 4) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
USIA_GRP N Mean Rank Sum of Ranks
IFN_G 41-50 TAHUN 24 17.94 430.50
51-65 TAHUN 10 16.45 164.50
Total 34
Test Statistics
b
IFN_G
Mann-Whitney U 109.500
Wilcoxon W 164.500
Z -.397
Asymp. Sig. (2-tailed) .691
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .696a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: USIA_GRP
NPAR TESTS /K-W=IFN_G BY BMI(1 3) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests Kruskal-Wallis Test
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
Ranks
BMI N Mean Rank
IFN_G KURUS 16 42.38
NORMAL 56 43.93
OBESE 16 48.63
Total 88
Test Statistics
a,b
IFN_G
Chi-Square .556
df 2
Asymp. Sig. .757
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: BMI
FREQUENCIES VARIABLES=STATUS_BTA /STATISTICS=STDDEV MINIMUM
MAXIMUM MEAN MEDIAN MODE /ORDER=ANALYSIS.
Frequencies Statistics
STATUS_BTA
N Valid 88
Missing 0
Mean 1.6818
Median 2.0000
Mode 2.00
Std. Deviation .46844
Minimum 1.00
Maximum 2.00
STATUS_BTA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid NEGATIF 28 31.8 31.8 31.8
POSITIF 60 68.2 68.2 100.0
Total 88 100.0 100.0
EXAMINE VARIABLES=STATUS_BTA /PLOT BOXPLOT STEMLEAF NPPLOT
/COMPARE GROUP /STATISTICS NONE /CINTERVAL 95 /MISSING
LISTWISE /NOTOTAL.
Explore
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
STATUS_BTA 88 100.0% 0 .0% 88 100.0%
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
STATUS_BTA .433 88 .000 .586 88 .000
a. Lilliefors Significance Correction
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY STATUS_BTA(2 1) /MISSING
ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
STATUS_BTA N Mean Rank Sum of Ranks
IFN_G NEGATIF 28 34.11 955.00
POSITIF 60 49.35 2961.00
Total 88
Test Statistics
a
IFN_G
Mann-Whitney U 549.000
Wilcoxon W 955.000
Z -2.607
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
a. Grouping Variable: STATUS_BTA
EXAMINE VARIABLES=IFN_G BY STATUS_BTA /PLOT NONE
/STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Explore STATUS_BTA
Case Processing Summary
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
82
STATUS_BTA
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
IFN_G NEGATIF 28 100.0% 0 .0% 28 100.0%
POSITIF 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
Descriptives
STATUS_BTA Statistic Std. Error
IFN_G NEGATIF Mean 222.0964 19.12829
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 182.8484
Upper Bound 261.3444
5% Trimmed Mean 220.3429
Median 207.0000
Variance 10244.963
Std. Deviation 101.21740
Minimum 62.30
Maximum 416.00
Range 353.70
Interquartile Range 155.50
Skewness .377 .441
Kurtosis -.649 .858
POSITIF Mean 315.1133 22.58137
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 269.9281
Upper Bound 360.2985
5% Trimmed Mean 307.2722
Median 310.5000
Variance 30595.090
Std. Deviation 174.91452
Minimum 25.80
Maximum 849.00
Range 823.20
Interquartile Range 259.00
Skewness .479 .309
Kurtosis .602 .608
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
83
NPAR TESTS /M-W= IFN_G BY JENISKELAMIN(1 2) /MISSING
ANALYSIS.
NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
JENISKELAMIN N Mean Rank Sum of Ranks
IFN_G LAKI-LAKI 56 49.63 2779.50
PEREMPUAN 32 35.52 1136.50
Total 88
Test Statistics
a
IFN_G
Mann-Whitney U 608.500
Wilcoxon W 1136.500
Z -2.494
Asymp. Sig. (2-tailed) .013
a. Grouping Variable: JENISKELAMIN
Case Processing Summary
JENISKELAMIN
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
IFN_G
LAKI-LAKI 56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
PEREMPUAN
32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Descriptives
JENISKELAMIN Statistic Std. Error
IFN_G LAKI-LAKI Mean 319.2446 22.63566
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 273.8818
Upper Bound 364.6075
5% Trimmed Mean 309.9429
Median 309.0000
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
84
Variance 28692.889
Std. Deviation 169.38975
Minimum 46.70
Maximum 849.00
Range 802.30
Interquartile Range 225.75
Skewness .672 .319
Kurtosis .957 .628
PEREMPUAN Mean 226.4938 22.30674
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 180.9989
Upper Bound 271.9886
5% Trimmed Mean 224.3278
Median 219.5000
Variance 15922.900
Std. Deviation 126.18597
Minimum 25.80
Maximum 473.00
Range 447.20
Interquartile Range 175.00
Skewness .290 .414
Kurtosis -.730 .809
Case Processing Summary
JENISKELAMIN
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
IFN_G LAKI-LAKI 56 100.0% 0 .0% 56 100.0%
PEREMPUAN
32 100.0% 0 .0% 32 100.0%
Descriptives
JENISKELAMIN Statistic Std. Error
IFN_G LAKI-LAKI Mean 319.2446 22.63566
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 273.8818
Upper Bound 364.6075
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85
5% Trimmed Mean 309.9429
Median 309.0000
Variance 28692.889
Std. Deviation 169.38975
Minimum 46.70
Maximum 849.00
Range 802.30
Interquartile Range 225.75
Skewness .672 .319
Kurtosis .957 .628
PEREMPUAN Mean 226.4938 22.30674
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 180.9989
Upper Bound 271.9886
5% Trimmed Mean 224.3278
Median 219.5000
Variance 15922.900
Std. Deviation 126.18597
Minimum 25.80
Maximum 473.00
Range 447.20
Interquartile Range 175.00
Skewness .290 .414
Kurtosis -.730 .809
87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86
LAMPIRAN 7
DOKUMENTASI FOTO PENELITIAN
88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA