168
SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN KEDUNG COWEK SURABAYA Penelitian Observasional LILY ANGGRAENI PRAYOGO NIM. 2008.04.0.0125 FAKULTAS KEDOKTERAN

Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

IKM

Citation preview

Page 1: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN

KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

(ISPA) PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN KEDUNG

COWEK SURABAYA

Penelitian Observasional

LILY ANGGRAENI PRAYOGO

NIM. 2008.04.0.0125

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2012

Page 2: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN

KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

(ISPA) PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN KEDUNG

COWEK SURABAYA

Penelitian Observasional

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Hang Tuah Surabaya

LILY ANGGRAENI PRAYOGO

NIM. 2008.04.0.0125

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2012

Page 3: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN

KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

(ISPA) PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN KEDUNG

COWEK SURABAYA

Penelitian Observasional

Oleh

LILY ANGGRAENI PRAYOGO

NIM. 2008.04.0.0125

Menyetujui:

Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Arsiniati M. Brata-Arbai, dr., Sp.GK., DAN

NIK. 01374

i

Page 4: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

UJIAN SKRIPSI

12 Juli 2012

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN

KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

(ISPA) PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN KEDUNG

COWEK SURABAYA

Oleh:

LILY ANGGRAENI PRAYOGO

NIM. 2008.04.0.0125

Mensahkan:

Ketua Sidang

dr. E. Garianto,M.Kes.

NIK. 2308

Penguji I Penguji II

dr. Merdiastuti Prof. Dr. Arsiniati M. Brata-Arbai, dr., Sp.GK., DAN

NIK. 01400 NIK. 01374

ii

Page 5: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat dan rahmatNya, sehingga pada akhirnya skripsi

dengan judul “Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Usia 6-24

Bulan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya” dapat terselesaikan dengan

baik.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai

gelar Sarjana Kedokteran Umum pada Fakultas Kedokteran Universitas

Hang Tuah Surabaya.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak, skripsi ini sangatlah sulit untuk dapat diselesaikan. Oleh

karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Sareh Arjono, dr., Sp.PK, selaku dekan Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Hang Tuah Surabaya atas kesempatan yang telah

diberikan untuk mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Umun

Universitas Hang Tuah Surabaya.

2. Prof. Dr. Arsiniati M. Brata-Arbai,. dr., Sp.GK, DAN, selaku dosen

pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya

untuk membimbing dan mengarahkan peneliti dalam penyusunan

skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Lurah Kedung Cowek yang telah mengizinkan dilaksanakannya

penelitian ini di wilayah Kelurahan Kedung Cowek Surabaya.

4. Ibu Nanik, selaku ketua PKK RW.01 Kelurahan Kedung Cowek yang

telah mengarahkan warganya agar bersedia untuk diwawancarai.

5. Ibu Asiyah, selaku ibu PKK RW.02 Kelurahan Kedung Cowek yang

telah mengarahkan warganya agar bersedia untuk diwawancarai.

6. Ibu Siti Arobiyah, selaku ibu RT.01/RW.03 Kelurahan Kedung Cowek

yang telah banyak membantu selama penelitian di lapangan dan juga

mengarahkan warganya agar bersedia untuk diwawancarai.

iii

Page 6: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

7. Segenap ibu di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya yang bersedia

untuk diwawancarai selama penelitian sehingga dapat diperoleh data

yang diperlukan.

8. Dendy Wibisono S.E., yang telah membantu dan membimbing statistik

dari penelitian ini.

9. Segenap anggota keluarga yang telah memberikan dukungannya.

10.Teman-teman yang telah banyak memberikan masukkan serta

dukungannya.

Peneliti berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

dan masyarakat, walupun skripsi ini masih memiliki berbagai kekurangan

dikarenakan segala keterbatasan yang ada. Oleh karena itu, diharapkan

saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar selanjutnya

skripsi dapat menjadi lebih baik lagi.

Surabaya, Juli 2012

Peneliti

iv

Page 7: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

DAFTAR ISI Halaman

Lembar Pengesahan................................................................................... i

Kata Pengantar ..........................................................................................iii

Daftar Isi .....................................................................................................v

Daftar Gambar ........................................................................................ viii

Daftar Tabel ...............................................................................................ix

Daftar Grafik ...............................................................................................x

Daftar Lampiran .........................................................................................xi

Abstrak .....................................................................................................xii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................1

1.1. Latar Belakang ...........................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................4

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................4

1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................6

2.1. Air Susu Ibu (ASI)........................................................................6

2.1.1. Produksi dan Sekresi ASI ..............................................6

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI .....................8

2.1.3. Volume ASI ..................................................................10

2.1.4. Komposisi ASI ..............................................................11

2.1.5. Manfaat ASI .................................................................20

2.1.6. ASI Eksklusif ................................................................22

2.1.7. Pemberian ASI (Menyusui) ...........................................22

2.1.8. Isyarat Menyusui ..........................................................22

2.1.9. Mekanisme Menyusui ..................................................23

2.1.10. Posisi Menyusui ...........................................................24

2.1.11. Langkah-Langkah Menyusui yang Benar .....................25

2.1.12. Lama dan Frekuensi Menyusui ....................................27

2.1.13. Kontraindikasi Pemberian ASI .....................................28

2.1.14. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI.................28

v

Page 8: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

2.2. ASI dan Imunitas ......................................................................34

2.2.1. Imunitas Non Spesifik ASI ............................................36

2.2.2. Imunitas Spesifik ASI ...................................................40

2.3. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ...................................42

2.3.1. Rinitis ............................................................................43

2.3.2. Faringitis ........................................................................44

2.3.3. Rinosinusitis ..................................................................45

2.3.4. Bronkiolitis .....................................................................45

2.3.5. Pneumonia ....................................................................46

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA ..............................46

2.5. Imunitas ....................................................................................50

2.6. Mekanisme Imunitas pada Saluran Nafas Anak .......................51

2.7. Hubungan antara ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA ...........54

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL & HIPOTESIS..................................56

3.1. Kerangka Konseptual ...............................................................56

3.2. Hipotesis ...................................................................................56

BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................57

4.1. Rancangan Penelitian ...............................................................57

4.2. Populasi,Sampel,Besar Sampel& Teknik Pengambilan Sampel

..........................................................................................................57

4.3. Variabel Penelitian ....................................................................58

4.4. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................62

4.5. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................62

4.6. Prosedur Pengambilan Data .....................................................62

4.7. Cara Analisis Data ....................................................................62

BAB 5 HASIL PENELITIAN ......................................................................63

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .........................................63

5.2. Karakteristik Responden ...........................................................63

5.2.1. Data Usia Ibu .................................................................63

vi

Page 9: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

5.2.2. Data Pendidikan Terakhir Ibu .........................................64

5.2.3. Data Pekerjaan Ibu ........................................................65

5.2.4. Data Usia Anak ..............................................................65

5.2.5. Data Jenis Kelamin Anak ...............................................66

5.2.6. Data Status Gizi Anak ....................................................67

5.3. Data Statisitik Penelitian ...........................................................67

5.3.1. Pemberian ASI Ekslusif..................................................67

5.3.2. Kejadian ISPA ................................................................71

5.4. Data Analisa Statistik Penelitian ...............................................73

BAB 6 PEMBAHASAN..............................................................................75

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................80

7.1. Kesimpulan ...............................................................................80

7.2. Saran ........................................................................................80

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................81

vii

Page 10: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

DAFTAR GAMBAR Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual............................................................56

viii

Page 11: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Kolostrum, Transisional, dan ASI Matur .................13

Tabel 2.2 Perbandingan Komposisi ASI dan Susu Sapi ..........................14

Tabel 2.3 Perbandingan antimikroba ASI dan Susu Sapi ........................34

Tabel 2.4 Komponen Imunologis dan Antiinfeksi pada ASI......................35

Tabel 2.5 Mekanisme Pertahanan Saluran Nafas ....................................52

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel....................................................59

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Lama Penyakit ISPA .........................71

Tabel 5.2 Tabulasi Silang antara ASI Eksklusif dan Kejadian ISPA ........73

ix

Page 12: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

DAFTAR GRAFIK Halaman

Grafik 5.1 Distribusi Usia Ibu ....................................................................63

Grafik 5.2 Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu ...........................................64

Grafik 5.3 Distribusi Pekerjaan Ibu ...........................................................65

Grafik 5.4 Distribusi Usia Anak ................................................................66

Grafik 5.5 Distribusi Jenis Kelamin Anak .................................................66

Grafik 5.6 Data Status Gizi Anak .............................................................67

Grafik 5.7 Distribusi Pemberian ASI .........................................................67

Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI dalam Sehari ..................68

Grafik 5.9 Distribusi Durasi Pemberian ASI Setiap Kali Menyusui ...........68

Grafik 5.10 Distribusi Usia Akhir Pemberian ASI .....................................69

Grafik 5.11 Distribusi Pemberian MPASI Sebelum Usia 6 Bulan .............69

Grafik 5.12 Distribusi Jenis MPASI ..........................................................70

Grafik 5.13 Distribusi Pemberian ASI Eksklusif ........................................70

Grafik 5.14 Distribusi Kejadian ISPA ........................................................71

Grafik 5.15 Distribusi Klasifikasi ISPA ......................................................72

Grafik 5.16 Tabulasi Silang antara ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA 73

x

Page 13: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan .............................................................89

Lampiran 2 Informed Consent .................................................................90

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian .............................................................91

Lampiran 4 Tabel SPSS ...........................................................................94

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian ............................................................105

xi

Page 14: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

ABSTRAK

Pemberian ASI secara eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan bayi sangat penting bagi kesehatannya karena ASI mengandung zat gizi lengkap yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. ASI juga memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit infeksi dan alergi. Rendahnya pemberian ASI eksklusif pada awal kehidupan bayi merupakan faktor risiko terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), morbiditas, dan kematian. ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara berkembang dengan insiden tertinggi pada anak usia 6-12 bulan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak usia 6-24 bulan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya.

Penelitan ini menggunakan metode analitik cross sectional. Penelitian dilakukan pada anak usia 6-24 bulan di kelurahan Kedung Cowek dengan populasi sebanyak 96 anak yang telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Chi Square didapatkan nilai signifikan p = 0.001 (p<0.05) dan hasil uji korelasi Pearson didapatkan kekuatan korelasi -0.359.

Disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak usia 6-24 bulan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya dengan kekuatan hubungan yang kuat.

Kata kunci: ASI eksklusif, ISPA

xii

Page 15: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

ABSTRACT

Exclusive breastfeeding in the first 6 months of infant life is very important for health because human milk contains complete nutrients for optimal growth and development. Human milk also provides protection against various infectious diseases and allergies. Lack of exclusive breastfeeding in the early life of infants is a risk factor of Acute Respiratory Infections (ARI), morbidity, and mortality. ARI is one of the most common cause of death in children in developing countries with the highest incidence in children aged 6-12 months. Therefore, this study aims to determine the relationship between exclusive breastfeeding with ARI incidence in children aged 6-24 months in Kelurahan Kedung Cowek Surabaya.

This research uses cross sectional analytic method. The study was conducted in children aged 6-24 months in Kelurahan Kedung Cowek with population of 96 children who have met the criteria for inclusion and exclusion criteria. The data was collected using a questionnaire interview. Then the data were analyzed using Chi Square obtained significant value p = 0.001 (p<0.05) and Pearson correlation test results the correlation strength -0.359.

Concluded that there is a significant relationship between exclusive breastfeeding with ARI incidence in children aged 6-24 months in the Village Kedung Cowek Surabaya with strong correlation.

Keywords: exclusive breastfeeding, ARI

xiii

Page 16: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus sumber daya manusia masa

depan untuk melanjutkan pembangunan. Oleh karenanya kita harus

memberikan lingkungan kondusif agar anak dapat tumbuh dan

berkembang optimal, sehat, cerdas dan memiliki karakter sesuai dengan

nilai-nilai bangsa Indonesia. Salah satu upaya yang paling mendasar

untuk menjamin pencapaian kualitas tumbuh kembang anak secara

optimal sekaligus memenuhi hak anak adalah memberikan makanan

terbaik bagi anak sejak lahir hingga usia dua tahun (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia [Depkes RI], 2011).

Pola pemberian makanan terbaik bagi bayi dan anak menurut para

ilmuwan dunia dan telah menjadi rekomendasi WHO adalah memberikan

hanya ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan;

meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 24 bulan; dan

memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) kepada bayi mulai usia

6 bulan (Depkes RI, 2011).

Angka pemberian ASI eksklusif sangat rendah di sejumlah negara

di kawasan Afrika. Di beberapa negara, tingkat pemberian ASI eksklusif

meskipun rendah, telah menunjukkan peningkatan secara bertahap dalam

beberapa tahun terakhir. Kenaikan angka pemberian ASI eksklusif

terutama karena kampanye menyusui, Rumah Sakit Sayang Bayi, dan

konselor menyusui yang terlatih. Di wilayah Asia Tenggara, tingkat

pemberian ASI eksklusif, meskipun rendah, telah meningkat dari 0,2%

menjadi 4%. Di wilayah Mediterania Timur, tingkat pemberian ASI

eksklusif di beberapa negara tinggi dibandingkan dengan negara-negara

di wilayah lain. Mesir dan Arab Saudi memiliki tingkat pemberian ASI

eksklusif masing-masing 68% dan 55%. Data untuk benua Amerika

menunjukkan bahwa tingkat pemberian ASI tinggi di beberapa negara.

Namun, tingkat pemberian ASI eksklusif meskipun tinggi dibandingkan

1

Page 17: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

dengan masyarakat di daerah lain, menunjukkan sedikit penurunan. Di

beberapa negara di mana keunggulan ASI telah banyak dipublikasikan

dan Rumah Sakit Sayang Bayi telah menunjukkan hasil, tingkat

pemberian ASI benar-benar meningkat, misalnya di Australia, Kanada,

Cina, dan Amerika Serikat (WHO, 2003).

Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia

berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan menurun selama 3 tahun

terakhir. Pada grafik terlihat bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif pada

bayi 0-6 bulan turun dari 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2% pada tahun

2008. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6

bulan turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008

(Minarto, 2011).

Berdasarkan data dari Kabupaten/Kota diketahui bahwa cakupan

bayi yang mendapat ASI Eksklusif di Jawa Timur sebesar 30,72%.

Cakupan tersebut menurun dibandingkan tahun 2009 dan belum dapat

mencapai target yang ditetapkan sebesar 80% (Dinas Kesehatan Propinsi

Jawa Timur [Dinkes Jatim], 2011).

Masalah utama penyebab rendahnya penggunaan ASI di Indonesia

adalah faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga

dan masyarakat akan pentingnya ASI, serta jajaran kesehatan yang belum

sepenuhnya mendukung Peningkatan Pemberian ASI (sehatnews.com).

Masalah ini diperparah dengan gencarnya promosi susu formula

dan kurangnya dukungan dari masyarakat, termasuk institusi yang

memperkerjakan perempuan yang belum memberikan tempat dan

kesempatan bagi ibu menyusui di tempat kerja (seperti ruang ASI)

(sehatnews.com).

ASI sangat dibutuhkan untuk kesehatan bayi dan mendukung

pertumbuhan dan perkembangan bayi secara optimal. Bayi yang

mendapat ASI eksklusif akan memperoleh semua kelebihan ASI serta

terpenuhi kebutuhan gizinya secara maksimal sehingga dia akan lebih

sehat, lebih tahan terhadap infeksi, tidak mudah terkena alergi, dan lebih

jarang sakit (Sulistyoningsih, 2011).

2

Page 18: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Sistem kekebalan tubuh pada bayi saat lahir masih sangat terbatas

dan akan berkembang sesuai dengan meningkatnya paparan

mikroorganisme di dalam saluran cernanya. Berbagai faktor perlindungan

ditemukan di dalam ASI, termasuk antibodi IgA sekretori (sIgA). Saat

menyusui, IgA sekretori akan berpengaruh terhadap paparan

mikroorganisme pada saluran cerna bayi dan membatasi masuknya

bakteri ke dalam aliran darah melalui mukosa (dinding) saluran cerna.

Peran perlindungan ASI terdapat pada tingkat mukosa. Pada saat ibu

mendapat kekebalan pada saluran cernanya, kekebalan di dalam ASI juga

terangsang pembentukkannya (Tumbelaka & Karyanti, 2009).

Efektivitas ASI dalam mengendalikan infeksi dapat dibuktikan

dengan berkurangnya kejadian beberapa penyakit spesifik pada bayi yang

mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat susu formula. Penelitian

oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) membuktikan bahwa pemberian ASI

sampai usia 2 tahun dapat menurunkan angka kematian anak akibat

penyakit diare dan infeksi saluran napas akut (Tumbelaka & Karyanti,

2009).

Dari 8.795.000 kematian anak yang terjadi di tahun 2008, 68%

(5,97 juta) disebabkan oleh penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang paling

penting adalah pneumonia pada neonatus dan anak-anak, diare, dan

malaria. Kematian yang terjadi pada periode neonatal (usia 0-27 hari)

menyumbang 41% (3.575.000) dari semua kematian pada anak-anak di

bawah usia 5 tahun (Black et al., 2010).

The United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan WHO telah

mengidentifikasi pneumonia sebagai "forgotten killer of children".

Pneumonia menyebabkan kematian lebih banyak dibanding gabungan

AIDS, malaria, dan campak. Lebih dari dua juta anak meninggal akibat

pneumonia setiap tahun, terhitung hampir 1 dari 5 kematian balita di

seluruh dunia (WHO Indonesia, 2009).

Diperkirakan setiap tahun lebih dari 95% dari seluruh kasus baru

balita di seluruh dunia terjadi di negara berkembang. Gabungan Asia

Tenggara dan sub-Sahara Afrika menanggung lebih dari setengah dari

3

Page 19: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

jumlah total episode pneumonia. Tiga perempat dari semua episode

pneumonia balita di seluruh dunia terjadi dalam 15 negara. Indonesia

dalam daftar 15 negara, memberikan kontribusi sekitar 6 juta dari

pneumonia anak di dunia (WHO Indonesia, 2009).

Kekurangan gizi, termasuk kekerdilan, kekurangan kalori protein,

defisiensi vitamin A dan seng, dan pemberian ASI yang kurang maksimal,

tidak menunjukkan sebagai penyebab langsung kematian, tetapi telah

ditemukan sebagai penyebab yang mendasari sepertiga kematian pada

anak di bawah usia 5 tahun (Black et al., 2010).

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada

anak usia 6-24 bulan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dirumuskan

masalah tentang “Apakah ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada

anak usia 6-24 bulan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya?”

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak

usia 6-24 bulan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya.

Tujuan Khusus

- Untuk mengetahui cakupan pemberian ASI eksklusif oleh ibu-

ibu di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya.

- Untuk mengetahui kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan

akut (ISPA) pada anak usia 6-24 bulan di Kelurahan Kedung

Cowek Surabaya.

4

Page 20: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat Praktis atau Aplikatif

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam

rangka meningkatkan upaya-upaya pencegahan penyakit infeksi

saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak-anak usia 6-24 bulan

serta dalam rangka upaya penggalakan program pemberian ASI

eksklusif khususnya di wilayah Kelurahan Kedung Cowek.

Manfaat Teoretis atau Akademis

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan kesehatan masyarakat akan pentingnya pemberian ASI

eksklusif dalam mencegah kejadian penyakit infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA).

5

Page 21: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1.Air Susu Ibu (ASI)

ASI merupakan makanan kompleks, menyediakan baik gizi dan

komponen bioaktif yang memberikan manfaat untuk pertumbuhan,

pengembangan, dan kesehatan bayi (Picciano & McDonald, 2006).

1.1.1. Produksi dan Sekresi ASI

Produksi ASI, atau laktogenesis, muncul dalam 3 tahap. Tahap

pertama, atau laktogenensis I, dimulai selama kehamilan trimester akhir;

tahap kedua dan ketiga, laktogenesis II dan II, muncul setelah melahirkan

(Murtaugh & Sharbaugh, 2005).

a. Laktogenesis I

Selama laktogenesis I, susu mulai dibentuk, dan kandungan

laktosa dan protein dalam susu meningkat. Tahap ini dimulai dari

beberapa hari postpartum, ketika hisapan tidak penting dalam

menginisiasi produksi susu (Murtaugh & Sharbaugh, 2005).

b. Laktogenesis II

Tahap ini dimulai 2-5 hari postpartum dan ditandai oleh

peningkatan aliran darah ke kelenjar mammae. Perubahan signifikan

baik komposisi maupun kualitas susu yang diproduksi muncul pada 10

hari pertama bayi (Murtaugh & Sharbaugh, 2005).

c. Laktogenesis III

Tahap ini dimulai sekitar 10 hari setelah melahirkan dan dimana

tahap ini komposisi susu menjadi stabil (Murtaugh & Sharbaugh,

2005).

Seperti yang disampaikan oleh Neville et al., sel sekretori dalam

mammae menggunakan 5 langkah untuk mensekresi susu. Secara

singkat, beberapa komponen seperti laktosa, dibentuk dalam sel sekretori

dan disekresi ke duktus. Air, natrium, kalium, dan klorida dapat melewati

membrane sel alveolar dengan difusi pasif. Komponen lain diproses di

6

Page 22: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

dalam sel mammae. Lemak susu berasal dari trigliserida darah ibu dan

dari asam lemak baru yang diproduksi dalam mammae. Lemak dibuat

soluble dalam ASI dengan penambahan protein carrier yang membentuk

milk-fat globules. Milk-fat globules disekresi ke duktus. IgA dan protein

plasma lain ditangkap dari darah ibu dan dibawa ke sel alveolar.

Kemudian protein ini disekresi ke duktus (Murtaugh & Sharbaugh, 2005).

Pada seorang ibu yang menyusui dikenal 2 refleks yang masing-

masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu

refleks prolaktin dan refleks “let down” (Kari, 1997).

a. Refleks Prolaktin

Prolaktin adalah hormon yang menstimulasi produksi susu

(Murtaugh & Sharbaugh, 2005). Menjelang akhir kehamilan terutama

hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum,

namun jumlah kolostrum terbatas, karena aktifitas prolaktin dihambat

oleh estrogen dan progesterone yang kadarnya memang tinggi.

Setelah partus berhubung lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya

korpus luteum maka estrogen dan progesteron sangat berkurang,

ditambah lagi ada isapan bayi yang merangsang puting susu dan

kalang payudara, akan merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang

berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke

hipotalamus melalui medulla spinalis dan mesensephalon.

Hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang

menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang

pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin. Faktor-

faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang

adenohipofise (hipofise anterior) sehingga keluar prolaktin. Hormon ini

merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu

(Kari, 1997). Pada waktu yang bersamaan, hormon prolaktin pada

ovarium menyebabkan penekan ovulasi dan pada ginjal menyebabkan

konservasi air sehingga muncul efek antidiuretik (Jelliffe, 1982).

7

Page 23: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

b. Refleks Let Down (Milk Ejection Reflex)

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise,

rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke

neurohipofise (hipofise posterior) yang kemudian dikeluarkan

oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus

yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi

involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai pada alveoli akan

mempengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel tersebut akan

memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke

sistem duktulus yang untuk selanjutnya mengalir melalui duktus

laktiferus masuk ke mulut bayi (Kari, 1997). Stimulus lain seperti

mendengar tangisan bayi, rangsangan seksual, dan memikirkan

tentang menyusui dapat menyebabkan letdown dan kebocoran susu

dari mammae (Murtaugh & Sharbaugh, 2005).

1.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Kualitas dan kuantitas makanan ibu

Ibu-ibu dengan asupan makanan sehari-hari yang kurang,

terutama sejak masa kehamilan dapat menyebabkan produksi ASI

akan berkurang atau bahkan tidak keluar sehingga keadaan ini akan

berpengaruh terhadap bayinya (Sulistyoningsih, 2011).

Ibu-ibu harus disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang

baik, bila memungkinkan ibu mengkonsumsi makanan yang paling

bergizi yang dapat diadakan oleh keluarga. Jumlah energi untuk

keperluan menyusui per hari adalah 500-600 kkal atau kira-kira ⅓

sampai ¼ lebih banyak dari yang dikonsumsi ibu secara normal

(Proverawati & Rahmawati, 2010).

b. Hormonal

ASI diproduksi sebagai hasil kerja hormon dan refleks. Hormon

yang berperan dalam proses menyusui adalah hormon prolaktin

8

Page 24: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

(menyebabkan payudara dapat memproduksi ASI) dan hormon

oksitosin (yang menyebabkan ASI dapat keluar). Adapun refleks yang

turut membantu proses menyusui adalah refleks prolaktin dan refleks

let down (Sulistyoningsih, 2011).

c. Psikologi dan sosial

Rasa percaya diri ibu

Keberhasilan proses menyusui sangat tergantung pada

adanya rasa percaya diri ibu bahwa ia mampu menyusui atau

memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya. Kurangnya rasa

percaya diri ibu akan menyebabkan terhambatnya refleks

menyusui, selain itu gangguan emosi ibu seperti cemas, marah,

kecewa, takut, dan lain-lain juga akan berpengaruh

(Sulistyoningsih, 2011). Let down reflex dipengaruhi oleh emosi

ibu. Jika ibu merasa gelisah, let down reflex akan terinhibisi, hal ini

diduga karena adanya sekresi adrenalin (Jelliffe, 1982).

Kontak langsung ibu-bayi

Ikatan kasih saying ibu dan bayi terjadi oleh berbagai

rangsangan, seperti sentuhan kulit dan mencium bau yang khas

antara ibu dan bayi. Kontak langsung ini sangat dibutuhkan untuk

menciptakan kepuasan bagi ibu dan juga bayi. Bayi merasa aman

dan puas karena ia mendapat kehangatan dari dekapan ibunya

(Sulistyoningsih, 2011).

d. Frekuensi menyusui

Frekuensi menyusui berkaitan dengan kemampuan stimulasi

hormon dalam kelenjar payudara. Berdasarkan beberapa penelitian,

maka direkomendasikan untuk frekuensi menyusui paling sedikit 8 kali

per hari pada periode awal setelah melahirkan (Proverawati &

Rahmawati, 2010). Jumlah ASI yang diproduksi ibu berhubungan

dengan frekuensi isapan bayi (Jelliffe, 1982).

9

Page 25: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

e. Berat lahir

Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara

berat lahir bayi dengan volume ASI, yaitu berkaitan dengan kekuatan

mengisap, frekuensi, dan lama menyusui (Proverawati & Rahmawati,

2010).

f. Konsumsi rokok

Konsumsi rokok dapat mengganggu kerja hormon prolaktin dan

oksitosin dalam memproduksi ASI. Rokok akan menstimulasi

pelepasan adrenalin, dan adrenalin akan menghambat pelepasan

oksitosin, sehingga volume ASI yang dihasilkan akan berkurang

(Proverawati & Rahmawati, 2010).

g. Konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol dalam dosis rendah dapat membantu ibu

merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI,

tetapi etanol dalam alkohol tersebut juga menghambat produksi

oksitosin (Proverawati & Rahmawati, 2010).

h. Pil kontrasepsi

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan

progesterone berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI.

Sedangkan pil yang hanya mengandung progestin tidak ada dampak

terhadap volume ASI (Proverawati & Rahmawati, 2010).

1.1.2. Volume ASI

Volume pengeluaran ASI pada minggu-minggu pertama bayi lahir

biasanya banyak, tetapi setelah itu sekitar 450-650 mL. Karena itu selama

kurun waktu tersebut ASI mampu memenuhi kebutuhan gizinya. Setelah 6

bulan volume pengeluaran susu jadi menurun, sejak saat itu kebutuhan

gizi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI saja dan harus mendapat makanan

tambahan. Dalam keadaan produksi ASI normal, volume susu terbanyak

yang dapat diperoleh adalah 5 menit pertama. Penyedotan atau

pengisapan oleh bayi biasanya berlangsung sampai 15-25 menit

(Proverawati & Rahmawati, 2010).

10

Page 26: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Ketika ASI dikosongkan dari payudara setelah nifas, volume susu

meningkat secara signifikan dalam beberapa hari setelah melahirkan.

Selama menyusui, volume harian ASI yang diberikan ke bayi meningkat

dari 0,50 mL pada hari ke-1, 500 mL pada hari ke-5, 650 mL setelah 1

bulan, dan 750 mL setelah 3 bulan. Kebanyakan wanita mampu

mensekresi susu jauh lebih dari yang dibutuhkan oleh seorang bayi. Bila

ASI tidak dikeluarkan, involusi dari epitel mammae terjadi, dan sekresi

susu berhenti dalam 1 sampai 2 hari (Picciano & McDonald, 2006).

Berdasarkan kenyataan, perhitungan sederhana mengenai berapa

jumlah air susu ibu yang diperlukan oleh bayi adalah sebagai berikut: bayi

normal memerlukan 160-165 mL ASI/kgBB/hari. Dengan demikian, bayi

dengan berat 4 kg memerlukan 660 mL ASI per hari dan 825 mL per hari

untuk bayi dengan berat 5 kg (Proverawati & Rahmawati, 2010).

1.1.3. Komposisi ASI

ASI adalah cairan biologis sangat kompleks. Terdiri dari ribuan

konstituen yang tersebar di berbagai fase, termasuk aqueous phase

dengan true solution (87%), dispersi koloid molekul casein (0,3%), emulsi

dari tetesan lemak (4%), membran globul lemak, dan sel hidup (Picciano

& McDonald, 2006).

Komposisi dan volume sekresi ASI dipengaruhi oleh faktor-faktor

seperti genetik individu, nutrisi ibu (khususnya asam lemak, vitamin B,

selenium, dan yodium), dan tahap laktasi. Kelenjar mammae mampu

mengekstrak nutrisi yang aktif dari sirkulasi, secara independen dari

sistem regulasi ibu, sehingga ASI mungkin mengandung kadar nutrisi

yang cukup bahkan selama asupan ibu tidak memadai. Namun,

kekurangan ibu terus-menerus dapat mengakibatkan konsentrasi zat gizi

mikro yang tidak memadai dalam ASI (Picciano & McDonald, 2006).

Menurut Suraatmaja (1997), komposisi ASI ini ternyata tidak

konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu. ASI menurut stadium laktasi

dibagi menjadi:

11

Page 27: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

a. Kolostrum

Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar

payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang

terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum

dan setelah masa puerperium.

Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari

ketiga atau keempat.

Merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning-

kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matur.

Lebih banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI

matur, tetapi berlainan dengan ASI yang matur, pada kolostrum

protein yang utama adalah globulin (gamma globulin).

Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan dengan ASI

yang matur, dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai

umur 6 bulan.

Kadar karbohidrat dan lemak rendah jika dibanding ASI matur.

Bila dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak.

Volume berkisar 150-300 mL/24 jam

b. Air susu masa peralihan / transisional

Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang

matur.

Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi.

Kadar protein makin merendah sedangkan kadar karbohidrat dan

lemak makin meninggi.

Juga volume akan makin meningkat.

c. Air susu matur

Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya,

komposisi relatif konstan.

Pada ibu yang sehat dimana produksi ASI cukup, ASI ini

merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup

untuk bayi sampai umur 6 bulan.

12

Page 28: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuning-kuningan yang

diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat, riboflavin, dan karoten

yang terdapat di dalamnya.

Tidak menggumpal jika dipanaskan.

Terdapat antimicrobial factor antara lain:

- Antibodi terhadap bakteri dan virus.

- Sel (fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit tipe T).

- Enzim (lisozim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase,

amylase, fosfodiesterase, alkalinfosfatase).

- Protein (laktoferin, B12 binding protein)

- Resistance factor terhadap stafilokokus.

- Komplemen.

- Interferron producing cell.

- Sifat biokimia khasm kapasitas buffer yang rendah dan

adanya faktor bifidus.

- Hormon-hormon.

(Suraatmaja, 1997)

Tabel 2.1 Komposisi Kolostrum, Transisional, dan ASI Matur

Konsentrasi pada

Semua Susu

Kolostrum

(1-5 hari)

Transisional

(5-10 hari)ASI Matur

Air (gr/100 ml) 87.2 86.4 87.6

Energi (kal/100 ml) 58 74 71

Total solid (gr/100 ml) 12.8 13.6 12.4

Mineral 0.33 0.24 0.21

Lemak 2.9 3.6 3.8

Laktosa 5.3 6.6 7

Total protein 2.7 1.6 1.2

Distribusi Protein (gr/100 ml)

Kasein 1.2 0.7 0.4

Laktalbumin 0.8 0.3

Laktoglobulin 0.5 0.2

13

Page 29: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Mineral, Komponen Utama

Natrium (meq/l) 21 13 7

Klorida (meq/l) 26 15 12

Kalium (meq/l) 19 16 14

Kalsium (mg/100 ml) 31 34 33

Sulfur (mg/100 ml) 22 20 14

Fosfor (mg/100 ml) 14 17 15

Magnesium (mg/100 ml) 4 4 4

Besi (mg/100 ml) 0.09 0.04 0.15

Yodium (mg/100 ml) 0.012 0.002 0.007

Tembaga (mg/100 ml) 0.05 0.05 0.04

(Sumber: Clement et al., 1960)

Tabel 2.2 Perbandingan Komposisi ASI dan Susu Sapi

Komposisi dalam 100 ml ASI Susu Sapi

Air 87.6 87.3

Energi 71 69

Total solid 12.4 12.7

Mineral 0.21 0.72

Lemak 3.8 3.7

Laktosa 7 4.8

Protein 1.2 3.3

Protein (gr)

Kasein 0.4 2.8

Laktalbulmin 0.3 0.4

Laktoglobulin 0.2 0.2

Mineral, Komponen Utama

Khlorida (meq/l) 12 29

Kalium (meq/l) 14 35

Natrium (meq/l) 7 25

Kalsium (mg/100 ml) 33 125

Magnesium (mg/100 ml) 4 12

14

Page 30: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Fosfor (mg/100 ml) 15 96

Sulfur (mg/100 ml) 14 30

Tembaga (mg/100 ml) 0.04 0.08

Yodium (mg/100 ml) 0.007 0.0021

Besi (mg/100 ml) 0.15 0.1

Zink (mg/100 ml) 0.53 0.38

Asam Amino (mg)

Alanin 35 75

Asam Aspartat 116 166

Sistin 29 29

Asam Glutamat 230 680

Glisin 0 11

Prolin 80 250

Serin 69 160

Tirosin 62 190

Arginin 51 124

Histidin 23 80

Isoleusin 86 212

Leusin 161 356

Lysin 79 257

Methionin 23 87

Fenilalanin 64 173

Threonin 62 152

Triptofan 22 50

Valin 90 228

Lemak, Karakteristik

Titik leleh lemak (°C) 31+ 35+

Angka yodium 61.6 38.4

Angka Reichert-Meisel 0.8 28.8

Angka saponifikasi 204.7 248

Lipid (gr)

15

Page 31: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Total 3.8 3.7

Lipoid Fosfor 0.004 0.004

Total kolesterol 0.02 0.014

Kolesterol bebas 0.012

Lesitin 0.078 0.057

Vitamins

Vitamin A (mg) 53 34

Karotinoid (mg) 27 38

Tiamin (mg) 16 42

Riboflavin (mg) 43 157

Niasin (mg) 172 85

Piridoxin (mg) 11 48

Asam folat (mg) 0.18 0.23

B12 (mg) 0.18 0.56

Vitamin C (mg) 4.3 1.8

Vitamin D (IU) 0.4-10 0.3-4

Vitamin K (mg) 1.5 6

(Sumber: Clement et al., 1960)

Protein dalam ASI

ASI mengandung protein lebih rendah dari Air Susu Sapi (ASS),

tetapi protein ASI ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi (lebih mudah

dicerna).

Rasio protein whey : kasein = 60 : 40, dibandingkan dengan ASS yang

rasionya 20 : 80. Hal ini menguntungkan bagi bayi karena

pengendapan dari protein whey lebih halus daripada kasein sehingga

protein whey lebih mudah dicerna.

ASI mengandung alfa-laktalbumin, sedangkan ASS mengandung

beta-laktoglobulin dan bovine serum albumin yang sering

menyebabkan alergi.

ASI mengandung asam amino esensiil taurin yang tinggi, yang penting

untuk pertumbuhan retina dan konjugasi bilirubin.

16

Page 32: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Kadar methionin dalam ASI lebih rendah dari ASS, sedangkan sistin

lebih tinggi. Hal ini sangat menguntungkan karena enzim sistathionase

yaitu enzim yang akan mengubah methionin menjadi sistin pada bayi

sangat rendah atau tidak ada. Sistin ini merupakan asam amino yang

sangat penting untuk pertumbuhan otak bayi.

Kadar tirosin dan fenilalanin pada ASI rendah, suatu hal yang sangat

menguntungkan untuk bayi terutama prematur karena pada bayi

prematur kadar tirosin yang tinggi dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan otak.

(Suraatmaja, 1997)

Karbohidrat dalam ASI

ASI mengandung karbohidrat relatif lebih tinggi jika dibandingkan

dengan ASS (6,5 - 7 gram%).

Karbohidrat yang utama terdapat dalam ASI adalah laktosa. Kadar

laktosa yang tinggi ini sangat menguntungkan karena laktosa ini oleh

fermentasi akan diubah menjadi asam laktat. Adanya asam laktat ini

memberikan suasana asam di dalam usus bayi. Dengan suasana

asam di dalam usus bayi ini memberikan beberapa keuntungan:

- Penghambatan pertumbuhan bakteri yang patologis.

- Memacu pertumbuhan mikroorganisme yang memproduksi asam

organic dan mensintesis vitamin.

- Memudahkan terjadinya pengendapan dari Ca-caseinat.

- Memudahkan absorpsi dari mineral misalnya kalsium, fosfor, dan

magnesium.

Laktosa ini juga relatif tidak larut sehingga waktu proses digesti di

dalam usus bayi lebih lama tetapi dapat diabsorpsi dengan baik oleh

usus bayi. Selain laktosa yang merupakan 7% dari total ASI juga

terdapat glukosa, galaktosa, dan glukosamin. Galaktosa ini penting

untuk pertumbuhan otak dan medulla spinalis, oleh karena

pembentukan myelin di medulla spinalis dan sintesis galaktosida di

otak membutuhkan galaktosa. Glukosamin merupakan faktor bifidus,

17

Page 33: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

di samping laktosa, jadi ini memacu pertumbuhan Lactobacillus bifidus

yang sangat menguntungkan bayi.

(Suraatmaja, 1997)

Lemak dalam ASI

Kadar lemak dalam ASI dan ASS relatif sama, merupakan sumber

kalori yang utama bagi bayi, dan sumber vitamin yang larut lemak (A, D,

E, dan K) dan sumber asam lemak yang esensiil.

Keistimewaan lemak dalam ASI jika dibandingkan dengan ASS

adalah:

Bentuk emulsi lebih sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI

mengandung enzim lipase yang memecah trigliserida menjadi

digliserida dan kemudian menjadi monogliserida sebelum pencernaan

di usus terjadi.

Kadar asam lemak tak jenuh dalam ASI 7-8x dalam ASS. Asam lemak

tak jenuh yang terdapat dalam kadar yang tinggi yang terpenting

adalah:

- Rasio asam linoleik: oleik yang cukup akan memacu absorpsi

lemak dan kalsium, dan adanya garam kalsium dari asam lemak

ini akan memacu perkembangan otak bayi dan mencegah

terjadinya hipokalsemia.

- Asam lemak rantai panjang (arachidonic dan docosahexaenoic)

yang berperan dalam perkembangan otak.

- Kolesterol yang diperlukan untuk mielinisasi susunan saraf pusat

dan diperkirakan juga berfungsi dalam pembentukan enzim untuk

metabolism kolesterol yang akan mengendalikan kadar kolesterol

dikelak kemudian hari (mencegah arteriosklerosis pada usia

muda).

- Asam palmitat terdapat dalam bentuk yang berlainan dengan

asam palmitat dari ASS. Asam palmitat dari ASS dapat bereaksi

dengan kalsium, menjadi garam Ca-palmitat yang akan

mengendap dalam usus dan terbuang bersama feses.

(Suraatmaja, 1997)

18

Page 34: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Mineral dalam ASI

Mineral dalam ASI berpengaruh terhadap osmolaritasnya. Sekresi

ion monovalen diatur oleh sel alveolar, seimbang dengan laktosa, dan

menjaga komposisi osmotik ASI (Murtaugh and Sharbaugh, 2005).

ASI mengandung mineral yang lengkap. Walaupun kadarnya relatif

rendah tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan.

Total mineral selama masa laktasi adalah konstan, tetapi beberapa

mineral yang spesifik kadarnya tergantung dari diit dan stadium

laktasi.

Garam organik yang terdapat dalam ASI terutama adalah kalsium,

kalium, dan natrium dari asam klorida dan fosfat. Yang terbanyak

adalah kalium, sedangkan kadar Cu, Fe, dan Mn yang merupakan

bahan untuk pembuat darah relatif sedikit. Ca dan P yang merupakan

bahan pembentuk tulang kadarnya dalam ASI cukup.

(Suraatmaja, 1997)

Air dalam ASI

Kira-kira 88% dari ASI terdiri dari air (Suraatmaja, 1997). Sebagai

komponen utama ASI, air memungkinkan suspensi gula susu, protein,

IgA, natrium, kalium, sitrat, magnesium, kalsium, klorida, dan vitamin larut

air (Murtaugh & Sharbaugh, 2005).

Vitamin dalam ASI

Vitamin dalam ASI dapat dikatakan lengkap. Vitamin A, D dan C

cukup, sedangkan golongan vitamin B, kecuali riboflavin dan asam

pantothenik adalah kurang (Suraatmaja, 1997).

Vitamin A

Vitamin A pada kolostrum kurang lebih 2 kali disbanding ASI

matur. Beberapa vitamin A dalam ASI dalam bentuk beta-karoten.

Keberadaannya berhubungan dengan warna kuning dari kolostrum.

Pada ASI matur, vitamin A terdapat 75 mcg/dL atau 280 IU/dL. Jumlah

tersebut adekuat untuk memenuhi kebutuhan bayi (Murtaugh &

Sharbaugh, 2005).

Vitamin D

19

Page 35: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Vitamin D terdapat dalam komponen lipid dan aqueous ASI.

Kebanyakan vitamin D dalam bentuk 25-OH2 vitamin D. Kadar vitamin

D pada ASI bervariasi terhadap diet maternal dan paparan matahari

(Murtaugh & Sharbaugh, 2005).

Vitamin E

ASI mengandung 40 mcg vitamin E per gram lipid pada susu.

Kadar alfa-tokoferol menurun dari kolostrum ke transisional hingga

ASI matur dimana beta- dan gamma-tokoferol tetap stabil dalam tiap

tahap laktasi. Kadar vitamin E pada ASI adekuat dalam memenuhi

kebutuhan full-term infant untuk rigiditas otot dan resistensi sel darah

merah terhadap hemolisis (Murtaugh & Sharbaugh, 2005).

Vitamin B12

Vitamin B12 dan asam folat berikatan dengan protein whey pada ASI,

oleh karena itu kandungannya di dalam susu hanya sedikit

terpengaruh oleh asupan maternal dibanding vitamin larut air lainnya

(Murtaugh & Sharbaugh, 2005).

1.1.4. Manfaat ASI

a. Bagi Bayi

- Mengandung zat gizi yang sesuai bagi bayi.

- Mengandung zat protektif (kekebalan).

- Mempunyai efek psikologis. Kontak langsung antara ibu dan bayi

ketika terjadi proses menyusui dapat menimbulkan efek psikologis

sehingga membangun kedekatan ibu dan bayinya.

- Menyebabkan pertumbuhan yang baik. Bayi yang mendapatkan

ASI akan mengalami peningkatan berat badan yang lebih

signifikan dan mengurangi resiko obesitas.

(Sulistyoningsih, 2011)

b. Bagi Ibu

- Mencegah perdarahan pasca persalinan. Perangsangan pada

payudara ibu oleh isapan bayi akan diteruskan ke otak dan

kelenjar hipofisis yang akan merangsang terbentuknya hormon

20

Page 36: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

oksitosin. Oksitosin membantu mengkontraksikan kandungan dan

mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan.

- Mengurangi anemia

Menyusui eksklusif akan menunda masa subur yang artinya

menunda haid. Penundaan haid dan berkurangnya perdarahan

pasca persalinan akan mengurangi angka kejadian anemia

kekurangan besi.

- Dapat digunakan sebagai metode KB sementara.

- Mengurangi resiko kanker indung telur dan kanker payudara.

Hamil, melahirkan, dan menyusui itu adalah satu kesatuan.

Selama hamil tubuh ibu sudah mempersiapkan diri untuk

menyusui. Bila ibu tidak menyusui akan terjadi gangguan yang

meningkatkan resiko terjadinya kanker indung telur dan kanker

payudara.

- Memberikan rasa dibutuhkan. Dengan menyusui ibu akan merasa

bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua

manusia.

- Mempercepat kembali ke berat badan semula. Selama hamil ibu

menimbun lemak di bawah kulit. Lemak ini akan terpakai untuk

membentuk ASI sehingga bila ibu tidak menyusui lemak akan

tetap tertimbun dalam tubuh.

(Suradi, 2008)

c. Bagi Keluarga

- Mudah pemberiannya

- Menghemat biaya

- Mencapai keluarga kecil bahagia dan sejahtera

(Suradi, 2008)

d. Bagi Negara

- Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak

- Mengurangi subsidi kesehatan

- Menghemat devisa untuk membeli susu formula

21

Page 37: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

- Mengurangi polusi

(Suradi, 2008)

1.1.5. ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif berarti bahwa bayi menerima ASI saja.

Tidak ada cairan lain atau makanan padat diberikan - bahkan air - dengan

pengecualian larutan rehidrasi oral, atau tetes / sirup vitamin, mineral atau

obat-obatan (WHO, 2011).

Bayi hanya diberi ASI saja secara eksklusif sejak lahir sampai usia

6 bulan. Setelah itu diberi makanan padat pendamping yang cukup dan

sesuai; sedangkan ASI tetap diberikan sampai usia 2 tahun atau lebih.

Dianjurkan untuk menyusu dini (30-60 menit), menyusu tidak dijadwal jadi

sesuai kemauan bayi, dan dianjurkan eksklusif selama 6 bulan (Roesli,

2008).

1.1.6. Pemberian ASI (Menyusui)

Menyusui normal dimulai pada saat bayi merasa lapar dan ibu

berespons terhadap isyarat lapar yang dapat diperlihatkan oleh bayi, juga

dikenal sebagai isyarat menyusui (Cadwell & Turner-Maffei, 2008).

1.1.7. Isyarat Menyusui

Isyarat bayi ingin menyusu adalah tanda bahwa bayi dalam

keadaan yang baik untuk diberi makan (disusui). Tanda ini dimulai saat

fase tidur aktif (diidentifikasi dengan adanya REM [rapid eye movement]

pada bayi). Saat bayi menjadi lebih lapar dan semakin sering terbangun,

isyarat bayi ingin menyusu menjadi lebih jelas (Cadwell & Turner-Maffei,

2008).

a. Rooting, menggerakkan kepala terutama dengan gerakan mulut

mencari-cari.

b. Semakin sering terbangun, khususnya REM dengan kelopak mata

tertutup.

22

Page 38: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

c. Memfleksikan tungkai dan lengan.

d. Berupaya mendekatkan tangan ke mulut.

e. Mengisap jari atau kepalan tangan.

f. Gerakan mouthing pada bibir dan lidah.

g. Tangisan dianggap sebagai isyarat paling akhir bayi ingin menyusu

karena tangisan pada bayi cukup bulan biasanya tidak dimulai dari

tangisan yang nyata sampai isyarat bayi ingin menyusu yang lebih

samar telah gagal mendapatkan perhatian ibu.

(Cadwell & Turner-Maffei, 2008)

Kontak langsung kulit ibu dan bayi dapat membantu bayi yang

memiliki keadaan motorik yang baik. Bayi yang menunjukkan isyarat ingin

menyusu yang samar harus digendong dengan kulit ibu bersentuhan

dengan kulit bayi di antara menyusui (Cadwell & Turner-Maffei, 2008).

1.1.8. Mekanisme Menyusui

Menurut Kari (1997), bayi yang sehat mempunyai 3 refleks intrinsik,

yang diperlukan untuk berhasilnya menyusui seperti:

a. Refleks mencari (Rooting reflex)

Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling

mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari

pada bayi. Ini menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu

yang menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan kemudian

puting susu ditarik masuk ke dalam mulut (Kari, 1997).

b. Refleks menghisap (Sucking reflex)

Puting susu yang sudah masuk ke dalam mulut dengan

bantuan lidah, di mana lidah dijulurkan di atas gusi bawah puting susu

ditarik lebih jauh sampai pada orofaring dan rahang menekan kalang

payudara di belakang puting susu yang pada saat itu sudah terletak

pada langit-langit keras (palatum durum). Dengan tekanan bibir dan

gerakan rahang secara berirama, maka gusi akan menjepit kalang

payudara dan sinus laktiferus, sehingga air susu ibu akan mengalir ke

puting susu, selanjutnya bagian belakang lidah menekan puting susu

23

Page 39: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

pada langit-langit yang mengakibatkan air susu keluar dari puting

susu. Cara yang dilakukan oleh bayi ini tidak akan menimbulkan

cedera pada puting susu (Kari, 1997).

c. Refleks menelan (Swallowing reflex)

Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul

dengan gerakan mengisap (tekanan negatif) yang ditimbulkan oleh

otot-otot pipi, sehingga pengeluaran air susu akan bertambah dan

diteruskan dengan mekanisme menelan masuk ke lambung (Kari,

1997).

1.1.9. Posisi Menyusui

a. Postur timangan atau Madonna

- Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman.

- Bayi berbaring miring, menghadap ibu.

- Sisi kepala dan tubuh bayi berada di lengan bawah ibu di sebelah

payudara yang diisap.

(Cadwell & Turner-Maffei, 2008)

b. Postur timangan-menyilang

Posisi ini dianggap sangat berguna bagi ibu bayi baru lahir atau bayi

prematur.

- Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman.

- Bayi berbaring miring, menghadap ibu.

- Sisi tubuh bayi berada di lengan bawah ibu pada sisi yang

berlawanan dengan payudara yang digunakan untuk menyusui.

- Tangan menyangga leher dan bahu bayi sedemikian rupa agar

bayi dapat menengadahkan kepalanya.

(Cadwell & Turner-Maffei, 2008)

c. Postur football atau mengepit

- Ibu duduk dengan posisi yang nyaman.

- Bayi berbaring telentang, meringkuk di antara sisi dada dan

lengan ibu.

24

Page 40: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

- Tubuh bagian atas bayi disangga oleh lengan bawah ibu.

- Tangan ibu menyangga leher dan bahu bayi.

- Pinggul bayi fleksi pada belakang kursi atau permukaan lain

tempat ibu bersandar.

(Cadwell & Turner-Maffei, 2008)

d. Postur semi-sandar

- Ibu duduk dengan postur tubuh yang nyaman, postur semi-sandar.

- Ibu condong ke belakang dan bayi berbaring berhadapan dengan

tubuh ibu, biasanya berbaring miring.

(Cadwell & Turner-Maffei, 2008)

e. Postur berbaring-miring

- Ibu berbaring miring.

- Bayi berbaring miring dengan dada bayi bersandar pada dada ibu.

- Lengan ibu yang terdekat dengan matras atau selimut gulung

menyangga punggung bayi.

(Cadwell & Turner-Maffei, 2008)

f. Postur Australia

- Ibu berbaring telentang.

- Bayi bersandar pada dada ibu.

- Posisi ini berguna saat ibu memiliki produksi ASI yang banyak

atau aliran ASI yang deras/cepat karena membuat bayi lebih

mampu menggerakkan kepalanya.

(Cadwell & Turner-Maffei, 2008)

1.1.10. Langkah-Langkah Menyusui yang Benar

1. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada

puting dan di sekitar kalang payudara. Cara ini mempunyai manfaat

sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.

2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.

- Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik

menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak

menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.

25

Page 41: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

- Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan,

kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh

menengadah, dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan).

- Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu

di depan.

- Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap

payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).

- Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

- Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.

3. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain

menopang di bawah, jangan menekan puting susu atau kalang

payudaranya saja.

4. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflex) dengan

cara:

- Menyentuh pipi dengan puting susu atau,

- Menyentuh sisi mulut bayi.

5. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan

ke payudara ibu dan puting serta kalang payudara dimasukkan ke

mulut bayi:

- Usahakan sebagian besar kalang payudara dapat masuk ke mulut

bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah

bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI

yang terletak di bawah kalang payudara. Posisi yang salah, yaitu

apabila bayi hanya mengisap pada puting saja, akan

mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan puting susu

lecet.

- Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau

disangga lagi.

6. Melepas isapan bayi

Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong,

sebaiknya diganti dengan payudara yang satunya. Cara melepas

isapan bayi:

26

Page 42: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

- Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut

atau,

- Dagu bayi ditekan ke bawah.

7. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan

pada puting susu dan di sekitar kalang payudara; biarkan kering

dengan sendirinya.

8. Menyendawakan bayi

Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari

lambung supaya bayi tidak muntah setelah menyusui. Cara

menyendawakan bayi adalah:

- Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu,

kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan,

- Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu kemudian punggungnya

ditepuk perlahan-lahan.

(Padmawati, 1997)

1.1.11. Lama dan Frekuensi Menyusui

Sebaiknya menyusui tanpa dijadwal (on demand), karena bayi akan

menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan

satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong

dalam waktu 2 jam (Padmawati, 1997).

Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena

isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI

selanjutnya. Dengan menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan bayi,

akan mencegah banyak masalah yang mungkin timbul. Menyusui pada

malam hari sangat berguna bagi ibu yang bekerja, karena dengan sering

disusukan pada malam hari akan memacu produksi ASI, dan juga dapat

mendukung keberhasilan menunda kehamilan (Padmawati, 1997).

1.1.12. Kontraindikasi Pemberian ASI

Menyusui tidak dianjurkan jika satu atau lebih dari kondisi berikut

terjadi (CDC, 2009):

27

Page 43: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

a. Bayi didiagnosis dengan galaktosemia, gangguan metabolik genetik

yang langka.

b. Bayi yang memiliki ibu:

Terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV).

Memakai obat antiretrovirus.

Mengidap TBC aktif yang belum diobati.

Terinfeksi human T-cell lymphotropic virus tipe I atau tipe II.

Menggunakan atau mengalami ketergantungan pada obat

terlarang.

Meminum obat kemoterapi kanker diprogramkan, seperti

antimetabolit yang mengganggu replikasi DNA dan pembelahan

sel.

Sedang menjalani terapi radiasi, namun, ibu hanya perlu

menghentikan sejenak pemberian ASI saat menjalani terapi

tersebut.

1.1.13. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI (Menyusui)

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemberian ASI

(menyusui) antara lain:

1. Perubahan sosial budaya

a. Ibu yang bekerja.

Ibu telah bekerja dan menyusui sejak dahulu.

Perbedaannya dengan saat ini adalah bahwa wanita diperkirakan

terpisah dari bayi mereka saat bekerja di luar rumah. Bukan

perpisahan secara fisik karena pekerjaan yang menjadi masalah,

tetapi cara pengaturan menyusui yang menimbulkan kesulitan dan

ketidaknyamanan (Cadwell & Turner-Maffei, 2008).

Pada ibu pekerja, terutama di sektor formal, sering kali

mengalami kesulitan memberikan ASI eksklusif kepada bayinya

karena keterbatasan waktu dan ketersediaan fasilitas untuk

menyusui di tempat kerja. Dampaknya, banyak ibu yang bekerja

28

Page 44: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

terpaksa beralih ke susu formula dan menghentikan memberi ASI

secara eksklusif (Depkes RI, 2011).

b. Meniru teman, tetangga, atau orang terkemuka yang memberikan

susu botol.

Persepsi masyarakat akan gaya hidup mewah membawa

dampak menurunnya kesediaan menyusui. Bahkan adanya

pandangan bagi kalangan tertentu bahwa susu botol sangat cocok

buat bayi dan terbaik. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang

selalu mau meniru orang lain atau hanya untuk gengsi (Siregar,

2004).

c. Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.

Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru

negara barat mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya

dan memilih air susu buatan sebagai jalan keluarnya (Siregar,

2004).

2. Faktor psikologis

a. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.

Adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak

penampilan. Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu

berubah bentuk payudaranya, walaupun menyusui atau tidak

menyusui (Siregar, 2004).

b. Tekanan batin.

Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat

menyusui bayi sehingga dapat mendesak si ibu untuk mengurangi

frekuensi dan lama menyusui bayinya, bahkan mengurangi

menyusui (Siregar, 2004).

3. Kondisi fisik ibu

Alasan yang cukup sering ibu untuk tidak menyusui adalah

karena ibu sakit, baik sebentar maupun lama. Tetapi, sebenarnya

jarang sekali ada penyakit yang mengharuskan berhenti menyusui.

Dan jauh lebih berbahaya untuk mulai memberi bayi makanan buatan

29

Page 45: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit (Siregar,

2004).

4. Tingkat pendidikan ibu

Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya

pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah,terutama dalam

pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ini diperoleh baik secara

formal maupun informal. Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat

pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan

atau hal-hal guna pemeliharaan kesehatanya. Pendidikan juga akan

membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman

sehingga informasi yang diterima akan menjadi  pengetahuan

(Hidajati, 2011).

Pendidikan adalah upaya persuasif atau pembelajaran kepada

masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan atau

praktik untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan

kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini

didasarkan pengetahuan dan kesadarannya melalui proses

pembelajaran sehingga perilaku tersebut diharapkan akan

berlangsung lama (long lasting) dan menetap (langgeng) karena

didasari oleh kesadaran. Memegang kelemahan dan pendekatan

kesehatan ini adalah hasil lamanya memerlukan waktu lama (Hidajati,

2011).

Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan

ibu menyusui dalam memberikan ASI eksklusif, hal ini dihubungkan

dengan tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang yang

berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih

luas dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah (Hidajati,

2011).

Pengetahuan paradigma itu dipicu oleh tingginya tingkat

kebutuhan hidup dan meningkatnya pemahaman kaum wanita tentang

aktualisasi diri. Pendidikan dan kebebasan informasi membuat para

30

Page 46: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

wanita masa kini lebih berani memasuki wilayah pekerjaan lain yang

dapat memberdayakan kemampuan dirinya secara maksimal

sehingga ibu tidak dapat memberikan ASI eksklusif (Hidajati, 2011).

Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk

ingin tahu mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima

akan jadi pengetahuan (Hidajati, 2011).

5. Faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang

mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI

(Siregar, 2004).

6. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI (Siregar,

2004).

7. Penerangan yang salah dari petugas kesehatan yang menganjurkan

penggantian ASI dengan susu kaleng.

Penyediaan susu bubuk di Puskesmas disertai pandangan

untuk meningkatkan gizi bayi seringkali menyebabkan salah arah dan

meningkatkan pemberian susu botol. Promosi ASI yang efektif

haruslah dimulai pada profesi kedokteran, meliputi pendidikan di

sekolah-sekolah kedokteran yang menekankan pentingnya ASI dan

nilai ASI pada umur 2 tahun atau lebih (Siregar, 2004).

8. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui

segera atau sedini mungkin setelah lahir (Siregar, 2004).

IMD adalah tindakan segera setelah lahir bayi diletakkan

menempel di dada atau perut Ibu, dibiarkan merayap mencari puting,

kemudian menyusu sampai puas. Proses ini berlangsung minimal satu

jam pertama sejak bayi lahir (Depkes, 2008).

Bagi bayi sehat, langkah rutin pertama yang harus dilakukan

setelah lahir adalah sentuhan kulit ke kulit dan menyusu. Segera

setelah pemotongan tali pusat, dinilai keadaan bayi (APGAR score)

sambil menyekanya dengan kain lembut yang kering. Setelah itu

diletakkan tengkurap di dada ibu, bersentuhan kulit bayi dengan

ibunya. Bayi dan ibu kemudian diselimuti dengan selimut yang kering

31

Page 47: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

dan hangat. Biarkan bayi di dada ibu setidaknya 30 menit untuk

memberikan kesempatan ia menyusu. Kebanyakan bayi akan siap

menyusu dalam waktu 1 jam setelah lahir. Bila bayi sudah terlihat siap

menyusu, petugas kesehatan dapat membantunya sehingga ia dapat

mengisap secara efektif (Roesli, 2008).

9. Ruang menyusui pada fasilitas umum

Belum semua kantor dan fasilitas umum melaksanakan

peraturan bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan

tentang peningkatan pemberian air susu ibu selama waktu kerja

ditempat kerja (Kompas, 2012).

Dengan hadirnya PP 33/2012 tentang ASI, tempat-tempat

umum seperti kantor wajib hukumnya menyediakan tempat untuk

menyusui dan memerah susu termasuk pabrik. Hal ini senapas

dengan bunyi PP nomor 33 pasal 30 (3) yang mengatakan, pengurus

tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus

menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan atau memerah ASI

sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan (Kompas, 2012).

10.Dukungan suami (isu gender)

Suami punya berbagai macam konflik yang disebabkan oleh

stereotip  gender. Salah satu yang sangat berpengaruh adalah

stereotip sebagai breadwinner. Sebagai breadwinner, maka fokus laki-

laki lebih pada urusan cari uang dan mereka relatif dibebaskan dari

urusan rumah, termasuk mengurus anak dan pekerjaan-pekerjaan

rumah tangga. Padahal, kalau ingin sukses menyusui, suami juga

harus terlibat dalam urusan anak dan rumah tangga (Ariani, 2011).

Menurut Meiliasari (2002), ada 7 bentuk dukungan yang harus

diberikan oleh suami pada ibu yang menyusui secara eksklusif, yaitu:

Sebagai tim penyemangat

Suami harus memberikan dukungan penyemangat kepada

ibu melalui kalimat-kalimat pujian, maupun kata-kata

32

Page 48: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

penyemangat. Dengan hal ini ibu akan merasa sangat bangga

dan senang dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

Membantu mengatasi masalah dalam pemberian ASI

Tidak setiap ibu dapat memberikan ASI dengan lancar.

Banyak ibu mengalami masalah, mulai dari ASI yang tak keluar,

puting payudara lecet, pembengkakan, mastitis, stres dan lain lain.

Modal utama memecahkan keluhan secara benar adalah jika

suami/ibu menguasai teori manajemen menyusui. Suami bisa ikut

menginformasikan hal-hal yang diketahuinya, atau menunjukkan

referensi, atau turun tangan langsung mengatasinya.

Ikut merawat bayi

Suami dapat ikut serta dalam merawat bayi dengan

membantu menggantipopok bayi, menyendawakan bayi setelah

menyusui, menggendong bayi, membantu memandikan bayi, dan

bermain dengan bayi.

Mendampingi ibu menyusui walaupun tengah malam

Mendampingi, menemani, yang sedang menyusui pun

merupakan bentuk dukungan yang besar artinya. Sebisanya, ikut

bangun saat istri terbangun tengah malam. Pemandangan suami

yang terkantuk-kantuk saat menunggui istri menyusui, akan

sangat menyentuh perasaan istri dan membuat cinta istri semakin

dalam.

Melayani ibu menyusui

Suami tak bisa memberi makan bayi dengan air susu, tetapi

suami dapat 'memberi makan' bayi dengan jalan memberi makan

ibu, dengan menyediakan makanan dan minuman selagi

menyusui.

Menyediakan anggaran ekstra

Hal ini bisa di upayakan bersama istri sejak terjadi

kehamilan. Menyusui membutuhkan ekstra dana paling tidak

untuk makanan tambahan ibu, suplemen, dan peralatan

33

Page 49: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

menyusui, tetapi angkanya pasti jauh lebih kecil dari pada bayi

diberi susu formula.

Menjaga romantisme

Diakui atau tidak, kehadiran anak akan sedikit mengusik

keintiman suami istri. Suami sesekali bisa merasa tersisihkan atau

kehilangan romantisme karena istri sibuk menjalankan peran

orang tua. Jadi penting bagi suami untuk tidak berpaling dari

istrinya yang sedang menyusui. Suami harus membantu istri

menciptakan suasana romantis atau hal-hal lain yang bisa

menghangatkan hubungan. Dengan demikian kegiatan menyusui

bayi secara eksklusif dapat dilaksanakan dengan baik.

1.2.ASI dan Imunitas

Infeksi gastrointestinal maupun non gastrointestinal lebih sering

ditemukan pada bayi yang mendapat pengganti air susu ibu (PASI)

dibanding dengan yang mendapat air susu ibu (ASI). Hal ini menandakan

bahwa ASI merupakan komponen penting pada sistem imun mukosa

gastrointestinal maupun mukosa lain, karena sebagian besar

mikroorganisme masuk ke dalam tubuh melalui mukosa (Matondang,

Munasir & Sumadiono, 2008).

Tabel 2.3 Perbandingan antimikroba ASI dan Susu Sapi

ASI Susu Sapi

Laktoferin ++++ +

Lisozim ++++ +

SIgA ++++ +

IgG + ++++

Komplemen + ++++

Laktoperoksidase + ++++

(Sumber: Matondang, Munasir & Sumadiono, 2008)

34

Page 50: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Table 2.4 Komponen Imunologis dan Antiinfeksi pada ASI

Terlarut

Faktor imunitas spesifik: Immunoglobulin SIgA (11S), 7S IgA, IgG,

IgM, IgE, IgD, Komponen sekretori, Anti-idiotypes, Histocompatibility

antigens.

Sitokin, kemokin, dan reseptor: IL-1β, IL-2, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, IL-

10, IL-12, IL-13, IL-16, IL-18, IFN-γ, TNF-α, G-CSF, M-CSF, GM-

CSF, GRO-α, MCP-1, RANTES, TGF-β 1 e 2, sCD14, Toll Like

Receptor, sFas, sFasL.

Faktor imunitas innate: Komplemen, Faktor kemotaktik, Laktoferrin,

Lisozim, Faktor properdin, Mannan binding lectin, Interferon,

Alfafetoprotein, Antiadherence substances (oligosakarida, mucin,

lactadherin, glycans, k-casein), Faktor antiviral, MiIk fat globule,

Faktor inhibisi migrasi, sCD14, β-defensin-1, Asam lemak,

Monogliserida, pre- and postdigestion antimicrobial peptides.

Prebiotics, Faktor bifidogenik, Oligosakarida

Hormon dan growth factors: Prolactin, Cortisol, Insulin, Tiroksin,

Prostaglandins, Erythropoietin, EGF, VEGF,NGF,TGF

Lain-lain: Protein karier, Enzim, Nukleotida, LCPUFA, HAMLET

(Human α-lactalbumin Made Lethal to Tumor Cells)

Breast Milk Cells

Jumlah total: Kolostrum: 1-3 x 106/ml; ASI matur: 1 x 105/ml

Tipe sel:

o Makrofag: 60% (lisozim, laktoferrin, IgA, komplemen, sitokin,

faktor B, fagositosis, aktivitas bakterisidal, APC)

o Neutrofil: 25% (fagositosis, aktivitas bakterisidal)

o Limfosit: 10% (80% limfosit T aktif, sitokin, IgA)

(Sumber: Chirico, 2005)

Air susu ibu, terutama kolostrum awal, mengandung kadar leukosit

yang cukup banyak. Kolostrum mengandung sekitar 5X106 sel per mL,

jumlahnya menurun sepuluh kali lipat pada ASI matur. Sebagian besar

35

Page 51: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

leukosit tersebut adalah makrofag dan neutrofil, yang memfagositosis

patogen mikroba. Limfosit, termasuk sel T, NK cells, dan antibodi yang

memproduksi sel B, menyusun 10% dari leukosit dalam ASI (Jackson and

Nazar, 2006).

1.1.1. Imunitas Nonspesifik ASI

Dalam ASI ada sejumlah faktor yang bertindak sebagai bagian dari

sistem imun bawaan bayi. Ditinjau dari symposium "Innate Immunity and

Human Milk" pada pertemuan Experimental Biology pada bulan April,

2004, Newburg mengatakan komponen intrinsik dari susu atau produk

dicerna sebagian produk susu manusia, yang memiliki local

antipathogenic effect yang melengkapi sistem imun bayi tersebut. Ini

termasuk zat yang berfungsi sebagai prebiotik (zat yang meningkatkan

pertumbuhan probiotik atau mikroflora bermanfaat), asam lemak bebas

(FFA), monogliserida, antimikroba peptida, dan glycans susu manusia,

yang mengikat pathogens. Selain ini, ada faktor lain dalam ASI yang

mendukung atau bertindak konser dengan sistem bawaan kekebalan bayi

termasuk bifidus faktor, lisozim, laktoperoksidase, lactoferrin, lipoprotein

lipase, dan bahkan pertumbuhan epidermal faktor, yang dapat

merangsang pematangan pencernaan epitel sebagai penghalang

(Lawrence & Pane, 2007).

Komplemen

Sistem komplemen adalah kaskade protein enzimatik yang

diaktifkan dan menghasilkan molekul yang berfungsi secara imunologis.

Dua jalur, klasik dan alternatif, berfungsi untuk mengaktifkan komplemen.

Kedua jalur merangsang pembentukan C3b, yang berfungsi sebagai

opsonin dan bertindak untuk memecah C5 menjadi C5a dan C5b. C5a

berfungsi sebagai sebuah chemoattractant dan merupakan bagian dari

C5b "membrane complex attacked " (C5b, C6, C7, C9) dari jalur klasik.

Dalam jalur alternatif, aktivasi kaskade terjadi dengan mengikat langsung

komponen pelengkap untuk mikroorganisme (Lawrance & Pane, 2007).

36

Page 52: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Laktoferin

Laktoferin yang diproduksi makrofag, neutrofil, dan epitel kelenjar

payudara bersifat bakteriostatik, dapat menghambat pertumbuhan bakteri,

karena merupakan glikoprotein yang dapat mengikat besi yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan sebagian besar bakteri aerobik seperti stafilokokus

dan E.coli. Laktoferin dapat mengikat dua molekul besi ferri yang bersaing

dengan enterokelin kuman yang juga dapat mengikat besi. Kuman yang

kekurangan besi ini pembelahannya akan terhambat sehingga berhenti

memeprbanyak diri, Efek inhibisi ini lebih efektif terhadap kuman patogen,

sedangkan terhadap kuman komensal kurang efektif. Laktoferin bersama-

sama dengan SIgA secara sinergetik akan menghambat pertumbuhan

E.coli patogen. Kadar laktoferin dalam ASI adalah 1-6mg/ml dan tertinggi

pada kolostrum (Matondang, Munasir & Sumadiono, 2008).

Laktoferin telah dibuktikan dapat menghambat produksi sitokin

proinflamasi (IL-1, IL-6, TNF, dan IL-8) dan mediatornya (nitric oxide,

granulocyte-macrophage colony stimulating factor), kebanyakan melalui

efek terhadap nuclear factor B expression (Field, 2005).

Lisozim

Lisozim yang diproduksi makrofag, neutrofil, dan epitel kelenjar

payudara dapat melisiskan dinding sel bakteri Gram positif yang ada pada

mukosa usus. Kadar lisozim dalam ASI adalah 0,1 mg/ml yang bertahan

sampai tahun kedua laktasi, bahkan sampai penyapihan. Dibanding

dengan susu sapi, ASI mengandung 300 kali lebih banyak lisozim per

satuan volume (Matondang, Munasir & Sumadiono, 2008).

Glycans

Glycans ASI adalah innate anti adhesion agent yang melindungi

dengan mencegah patogen berikatan dengan ligand host. Glycans ASI

memiliki struktur homolog dengan reseptor sel host dan dengan demikian

berfungsi sebagai "umpan reseptor", sehingga patogen mengikat glycans

ASI bukan ke glycans permukaan sel host. Glycans ASI dapat

menghambat patogen secara kompetitif dengan mengikat reseptor

permukaan sel host (Morrow, Ruiz-Palacios, Xi Jiang & Newburg, 2005).

37

Page 53: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Asam Lemak Bebas dan Monogliserida

Pembunuhan mikroba oleh lipid ASI terutama disebabkan oleh FFA

dan monogliserida yang dilepaskan dari trigliserida ASI oleh aktivitas milk-

derived bile-salt–stimulated lipase dan lipolitik dalam usus bayi (Isaacs,

2005).

Pada studi awal, laboratorium Isaacs telah mendefinisikan asam

oleat dan linoleat memiliki aktivitas yang sangat tinggi dalam membunuh

enveloped virus dan menemukan bahwa monogliserida memiliki aktivitas

tertinggi. Dari keseluruhannya, asam oleat dilepaskan dalam konsentrasi

tertinggi dari ASI sehingga membuatnya menjadi sumber utama

perlindungan ASI terhadap bayi (Newburg, 2005).

Antimikroba Peptida

Banyaknya peptida dikeluarkan dari ASI mungkin diperlukan karena

kondisi yang berbeda di mana mereka harus berfungsi, masing-masing

dapat bervariasi dalam kemampuannya untuk menghambat dalam lokasi

spesifik dengan lingkungan yang unik dan mungkin aktif terhadap infeksi

tertentu. Selain itu, peptida banyak harus dilepaskan dalam bentuk tidak

aktif mereka, untuk menjadi aktif hanya di lokasi dan kondisi tertentu.

Beberapa peptide dapat dioptimalkan untuk menghambat patogen dalam

ketiadaan peradangan, sedangkan yang lain menghambat terbaik di

lingkungan inflamasi. Sebuah peptida tertentu mungkin memiliki fungsi

yang berbeda pada lokal yang berbeda konsentrasi, dengan konsentrasi

rendah menjadi imunomodulator, dan konsentrasi lebih tinggi yang

mematikan bagi patogen (Newburg, 2005).

Probiotik dan Prebiotik

Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang tertelan

berfungsi untuk mengubah mikroflora asal agar menghasilkan manfaat

kesehatan pada host. Prebiotik adalah substansi yang menghasilkan

perubahan dalam lingkungan kolon untuk meningkatkan pertumbuhan

bakteri yang merangsang pertahanan usus host. Probiotik umumnya

adalah Lactobacillus rhamnosus GG termasuk, Bifidobacteria infantis,

Streptococcus thermophilus, Bacillus subtilis, Saccharomyces boulardii,

38

Page 54: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

dan Bifidobacteria bifidus, meskipun masih ada banyak lagi, beberapa

tersedia dalam produk komersial. Prebiotik umumnya adalah oligosakarida

yang tidak dicerna dan mengalami fermentasi di kolon yang menghasilkan

pH yang lebih rendah dan peningkatan jumlah small-chain fatty acid

(SCFA). Galakto-oligosakarida dan inulin-type fructans adalah bahan aditif

makanan yang telah diuji sebagai prebiotik. Beberapa mekanisme aksi

probiotik bermanfaat: berkompetisi dengan mikroorganisme patogen usus

untuk kolonisasi, memperkuat tight junction (meningkatkan efek barrier),

memproduksi antimikroba bakteriosidin, meningkatkan produksi mukus,

merangsang gerak peristaltik, meningkatan produksi nutrisi yang

bermanfaat (arginin, glutamin, SCFA), meningkatan sekresi dari SIgA, dan

"cross-talk"- interaksi antara sel-sel usus dan bakteri mikroflora pada usus

yang mempengaruhi perkembangan sistem imun mukosa (Lawrence &

Pane, 2007).

Substansi ASI yang meningkatkan pertumbuhan Bifidobacteria

pada usus bayi disebut sebagai faktor bifidus.

Makrofag

Sel makrofag ASI merupakan sel fagosit aktif sehingga dapat

menghambat multiplikasi bakteri pada infeksi mukosa usus. Selain sifat

fagositiknya, sel makrofag juga memproduksi lisozim, C3 dan C4,

laktoferin, monokin seperti IL-1, serta enzim lainnya (Matondang, Munasir

& Sumadiono, 2008).

Neutrofil

Sel neutrofil ASI merupakan sel yang teraktivasi. Peran neutrofil

ASI pada pertahanan bayi tidak banyak, respons kemotaktiknya rendah.

Antioksidan dalam ASI menghambat aktivitas enzimatik dan metabolik

oksidatif neutrofil. Diperkirakan perannya adalah pada pertahanan

jaringan payudara ibu agar tidak terjadi infeksi pada permulaan laktasi

(Matondang, Munasir & Sumadiono, 2008).

NK Cells

Aktivitas NK cells terhadap sel inang yang terinfeksi, Antibody

Dependent Celluler Cytotoxicity (ADCC), dan efek sitotoksik langsung

39

Page 55: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

sitokin tertentu (TNF) pada sel host yang terinfeksi (Lawrence & Pane,

2007).

Sitokin

ASI mengandung berbagai sitokin dan kemokin. Daftar ini

mencakup IL-1, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, IL-10, IL-12, IL-13, TNF, TGF

(Transformation Growth Factor), INF, granulocyte-colony stimulating

factor, monocytes chemotactic protein 1, and RANTES. Sumber utama

sitokin adalah kelenjar mammae (Field, 2005).

IL-1 yang diproduksi makrofag akan mengaktifkan sel limfosit T.

Demikian pula TNF- yang diproduksi sel makrofag akan meningkatkan

produksi komponen sekretori oleh epitel usus dan TNF-β akan

merangsang alih isotip ke IgA, sedangkan IL-6 akan meningkatkan

produksi IgA. Semuanya ini akan meningkatkan produksi SIgA di usus

(Matondang, Munasir & Sumadiono, 2008).

Anti-inflamasi sitokin. IL-10, sebuah sitokin imunosupresif ampuh,

ditemukan dalam ASI, diproduksi oleh sel mammae, tetapi juga

terdapat dalam limfosit dan makrofag ASI (Field, 2005).

Proinflamasi sitokin. Pro-inflamasi sitokin IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF

dilaporkan terdapat dalam jumlah yang bervariasi pada ASI (Field,

2005).

1.1.2. Imunitas Spesifik ASI

Limfosit T

Sebagian besar limfosit ASI adalah sel T (>80%) (Field, 2005). Persentase

CD4+ limfosit T lebih tinggi pada bayi baru lahir, terutama pada bayi

prematur, dibandingkan anak-anak dan orang dewasa. Sebaliknya, sel

CD8+ lebih tinggi pada usia lebih tua, dengan penurunan bertahap yang

dihasilkan dengan rasio CD4+/CD8+ berdasarkan usia, menunjukkan

pematangan respon sitotoksik bertahap seiring dengan bertambahnya

umur (Chirico, 2005).

Sel limfosit T ASI, merupakan subpopulasi T unik yang berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan sistem imun lokal. Sel T ASI juga dapat

40

Page 56: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

mentransfer imunitas selular tuberculin dari ibu ke bayi yang disusuinya.

Hal ini diperkirakan melalui limfokin yang dilepas sel T ASI yang

menstimulasi sistem imun selular bayi. Sel limfosit T ASI tidak bermigrasi

melalui dinding mukosa usus (Matondang, Munasir & Sumadiono, 2008).

Limfosit B

Antibodi terbentuk sebagai konsekuensinya dari paparan

sebelumnya pada ibu terhadap agen infeksi yang dapat mengikat patogen

yang potensial dan mencegah berikatan dengan sel bayi (Jackson and

Nazar, 2006). Sel limfosit B di lamina propria payudara, atas pengaruh

faktor yang ada, terutama akan memproduksi IgA1 yang disekresi berupa

SIgA1. Komponen sekret pada SIgA berfungsi untuk melindingi molekul

IgA dari enzim proteolitik seperti tripsin, pepsin, dan pH setempat

sehingga tidak mengalami degradasi (Matondang, Munasir & Sumadiono,

2008).

Kadar SIgA ASI berkisar antara 5,0-7,5 mg/dl. Pada bulan 4

pertama bayi yang mendapat ASI eksklusif akan mendapat 0,5 gr

SIgA/hari, atau sekitar 75-100 mg/kgBB/hari. Angka ini lebih besar dari

anitbodi IgG yang diberikan sebagai pencegahan pada penderita

hipogamaglobulin sel (25 mg IgG/kgBB/minggu). Konsentrasi SIgA ASI

yang tinggi ini dipertahankan sampai tahun kedua laktasi. Kadar IgG

(0,03-0,34 mg/ml) dan IgM (0,01-0,12 mg/ml) ASI lebih rendah dari kadar

SIgA ASI, dan pada laktasi 50 hari kedua immunoglobulin ini tidak dapat

ditemukan lagi dalam ASI. Imunoglobulin D dalam ASI hanya sedikit

sekali, sedangkan IgE tidak ada (Matondang, Munasir & Sumadiono,

2008).

SIgA ASI dapat mengandung aktivitas antibodi terhadap virus polio,

Rotavirus, echo, coxasckie, influnenza, H.influenzae, virus respiratori

sinsisial (RSV); streptococcus pneumoniae; antigen O, E.coli, klebsiela,

shigela, salmonella, kampilobakter, dan enterotoksin yang dikeluarkan

oleh Vibrio cholera, E.coli, serta Giardia lamblia juga terhadap protein

makanan seperti susu sapi dan kedelai. Oleh karena itu, ASI dapat

41

Page 57: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

mengurangi morbiditas infeksi saluran cerna dan saluran pernapasan

bagian atas (Matondang, Munasir & Sumadiono, 2008).

Fungsi utama SIgA adalah mencegah melekatnya kuman patogen

pada dinding mukoasa usus halus dan menghambat proliferasi kuman di

dalam usus (Matondang, Munasir & Sumadiono, 2008). IgA sekretori

beradaptasi untuk bertahan di membran mukosa pernapasan dan

pencernaan dan resisten terhadap enzim proteolitik pencernaan. IgA

sekretori menetralkan agen infeksi dan pada saat yang bersamaan

membatasi kerusakan akibat peradangan jaringan yang muncul akibat

jenis antibodi lainnya (Jackson and Nazar, 2006).

Imunoglobulin ASI tidak diabsorpsi bayi tetapi berperan

memperkuat sistem imun lokal usus. ASI juga dapat meningkatkan SIgA

pada mukosa traktus respiratorius dan kelenjar saliva bayi pada 4 hari

pertama kehidupan. Ini disebabkan karena faktor dalam kolostrum yang

merangsang perkembangan sistem imun lokal bayi (Matondang, Munasir

& Sumadiono, 2008).

1.3. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ialah infeksi akut yang dapat

terjadi di setiap tempat di sepanjang saluran nafas dan adneksanya

(telinga tengah, kavum pleura, dan sinus paranasalis) (Said, 1994).

Infeksi respiratori akut (IRA) merupakan penyebab terpenting

morbiditas dan mortalitas pada anak. Yang dimaksud infeksi respiratori

adalah mulai dari infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga parenkim

paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung hingga 14 hari

(Wantania, Naning & Wahani, 2008).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) digolongkan menjadi infeksi

saluran pernapasan atas dan infeksi saluran pernafasan bawah. Saluran

pernapasan atas terdiri dari saluran udara dari lubang hidung ke pita

suara di laring, termasuk sinus paranasalis dan telinga tengah. Saluran

pernapasan bawah meliputi kelanjutan saluran udara dari trakea dan

bronkus ke bronkiolus dan alveoli (Simoes et al., 2006).

42

Page 58: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Infeksi respiratori atas terdiri dari rhinitis, faringitis, tonsillitis,

rinosinusitis, dan otitis media (Wantania, Naning & Wahani, 2008). ISPA-

atas jarang menimbulkan kematian walaupun insidennya jauh lebih tinggi

daripada ISPA bawah (Said, 1994). Sedangkan infeksi respiratori bawah

terdiri atas epiglotitis, croup (laringotrakeobronkitis), bronkitis, bronkiolitis,

dan pneumonia (Wantania, Naning & Wahani, 2008). Infeksi respiratori

bawah yang sering terjadi pada anak adalah pneumonia dan bronkiolitis

(Simoes et al, 2006). Pneumonia dan bronkiolitis yang merupakan bagian

dari ISPA-bawah banyak menimbulkan kematian, hingga berperan besar

dalam tingginya angka kematian bayi (AKB) (Said, 1994).

Sebagian besar infeksi respiratori atas disebabkan oleh virus. 25-

30% disebabkan oleh Rhinovirus; 25-35% disebabkan oleh Respiratory

syncytial virus (RSV), parainfluenza dan virus influenza, human

metapneumovirus, dan adenovirus; 10% disebabkan oleh virus corona;

dan sisanya virus yang tidak teridentifikasi. Karena sebagian besar infeksi

respiratori atas adalah self limiting disease, komplikasinya lebih penting

daripada infeksinya (Simoes et al., 2006).

Saat ini, penyebab paling umum infeksi respiratori bawah adalah

RSV. RSV cenderung musiman, tidak seperti virus parainfluenza, yang

merupakan penyebab paling umum infeksi respiratori bawah berikutnya

(Simoes et al., 2006).

1.1.1. Rinitis

Rinitis atau dikenal juga sebagai Common cold, Coryza, Cold atau

selesma adalah salah satu penyebab IRA-atas tersering pada anak.

Rinitis merupakan istilah konvensional untuk infeksi saluran pernafasan

atas ringan dengan gejala utama hidung buntu, adanya sekret hidung,

bersin, nyeri tenggorok, dan batuk. Infeksi ini terjadi secara akut, dapat

sembuh spontan, dan merupakan penyakit yang paling sering diderita

manusia (Naning, Triasih & Setyati, 2008).

Beberapa virus telah teridentifikasi sebagai penyebab rinitis.

Rhinovirus, RSV, virus influenza, virus parainfluenza, dan Adenovirus

43

Page 59: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

merupakan penyebab rhinitis tersering pada anak usia prasekolah

(Naning, Triasih & Setyati, 2008).

Adanya sekret hidung dan demam merupakan gejala yang paling

sering ditemukan selama tiga hari pertama. Gejala lain meliputi nyeri

tenggorok, batuk, rewel, gangguan tidur, dan penurunan nafsu makan

(Naning, Triasih & Setyati, 2008).

1.1.2. Faringitis

Selain rinitis, faringitis juga merupakan salah satu IRA-atas yang

banyak terjadi pada anak. Faringitis biasanya terjadi pada anak, meskipun

jarang pada anak berusia dibawah 1 tahun (Naning, Triasih & Setyati,

2008).

Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi

akut pada faring, termasuk tonsillitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung

hingga 14 hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa

faring dan struktur lain di sekitarnya (Naning, Triasih & Setyati, 2008).

Virus merupakan etiologi terbanyak faringitis akut, terutama pada

anak berusia 3 tahun (prasekolah). Virus penyebab penyakit respiratori

seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus Parainfluenza dapat menjadi

penyebab faringitis. Streptokokus beta hemolitikus grup A adalah bakteri

penyebab terbanyak faringitis/tonsilofaringitis akut (Naning, Triasih &

Setyati, 2008).

Gejala faringitis yang khas akibat bakteri Streptokokus berupa nyeri

tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Gejala

seperti rinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya

disebabkan oleh virus (Naning, Triasih & Setyati, 2008).

Faringitis akut dalam hubungannya dengan munculnya membran di

tenggorokan hampir selalu disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae

di negara berkembang (Simoes et al., 2006). Tanda khas faringitis difteri

adalah membrane asimetris, mudah berdarah, dan berwarna kelabu pada

faring (Naning, Triasih & Setyati, 2008).

44

Page 60: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Gejala yang timbul dapat menghilang dalam 24 jam, berlangsung 4-

10 hari (self limiting disease), jarang menimbulkan komplikasi, dan

memiliki prognosis yang baik (Naning, Triasih & Setyati, 2008).

1.1.3. Rinosinusitis

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi pada sekurang-kurangnya

satu sinus paranasal. Pasien anak dengan sinusitis biasanya datang

dengan keluhan batuk kronik, post nasal drip, sakit kepala (Daulay,

Dalimunthe & Kaswandani, 2008).

Rinosinusitis pada anak tidak terjadi secara primer akibat

penyumbatan KOM (Kompleks Ostiomeatal), melainkan akibat perubahan

etmoid anterior yang mengganggu aliran KOM, sehingga terjadi

rinosinusitis maksilla dan rinosinusits frontal kronis (Daulay, Dalimunthe &

Kaswandani, 2008).

Gejala yang sering dikeluhkan berupa nyeri pada wajah, hidung

tersumbat, ingus purulen atau post nasal drip, hiposmia/anosmia, dan

demam. Selain itu juga pasien dapat mengeluh sakit kepala, mulut

berbau, kelelahan, sakit pada gigi, batuk, dan sakit pada telinga. Ingus

yang purulen di dalam rongga hidung dapat menimbulkan post nasal drip

yang pada anak seringkali bermanifestasi sebagai batuk berdehem

(Daulay, Dalimunthe & Kaswandani, 2008).

1.1.4. Bronkiolitis

Bronkiolitis adalah penyakit IRA-bawah yang ditandai dengan

adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya infeksi tersebut disebabkan

oleh virus (Zain, 2008). Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan

penyebab bronkiolitis pada 50-90% kasus, sisanya oleh parainfluenza,

mikoplasma, adenovirus, dan lain-lain (Said, 1994).

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada

bayi. Paling sering terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya usia 2-8 bulan.

45

Page 61: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Inflamasi obstruksi saluran udara kecil menyebabkan terjadinya

hiperinflasi paru-paru dan kolapsnya segmen paru-paru (Simoes et al.,

2006).

Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori-atas akibat virus,

seperti pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian

timbul batuk yang disertai dengan sesak nafas. Selanjutnya dapat

ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting), nafas berbunyi, muntah

setelah batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan (Zain, 2008).

1.1.5. Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru (Said,

2008). Bakteri maupun virus dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.

Pneumonia bakterial sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae

(pneumococcus) atau Haemophilus influenzae, kebanyakan jenis b (Hib),

dan kadang-kadang oleh Staphylococcus aureus atau streptokokus

lainnya. Hanya 8 sampai 12 dari berbagai jenis pneumococcus

menyebabkan pneumonia bakterial, meskipun tipe tertentu dapat

bervariasi antara orang dewasa dengan anak-anak dan antara geografis

dengan lokasi. Patogen lain, seperti Mycoplasma pneumoniae dan

Chlamydia pneumoniae, menyebabkan pneumonia atipikal (Simoes et al.,

2006).

Menurut Said (2008), gambaran klinis pneumonia pada bayi dan

anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah

sebagai berikut :

Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,

penurunan napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual,

muntah, atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi

extrapulmoner.

Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,

takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

1.2.Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA

46

Page 62: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Menurut Wantania, Naning, dan Wahani (2008), terdapat banyak

faktor yang mendasari perjalanan penyakit IRA pada anak. Hal ini

berhubungan dengan pejamu, agen penyakit, dan lingkungan.

a. Usia

World Health Organization melaporkan bahwa di Negara

berkembang, IRA—termasuk infeksi respiratori-bawah (pneumonia,

bronkiolitis, dan lain-lain)—adalah penyebab utama dari empat

penyebab terbanyak kematian anak, dengan kasus terbanyak terjadi

pada anak berusia dibawah 1 tahun.

b. Jenis kelamin

Pada umumnya tidak ada perbebedaan insidens IRA akibat

virus atau bakteri pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, ada yang

mengemukakan bahwa terdapat sedikit perbedaan, yaitu insidens

lebih tinggi pada anak laki-laki berusia di atas 6 tahun.

c. Status gizi

Gizi buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya IRA pada

anak. Hal ini dikarenakan adanya gangguan respons imun.

d. Pemberian ASI

Air susu ibu mempunyai nilai proteksi terhadap pneumonia.

Bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan mengalami IRA

dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI paling sedikit selama 1

bulan.

e. Berat badan lahir rendah (BBLR)

Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia

berhubungan dengan BBLR.

f. Imunisasi

Campak, pertusis, dan beberapa penyakit lain dapat

meningkatkan resiko terkena IRA dan memperberat IRA itu sendiri,

tetapi sebetulnya hal ini dapat dicegah. Usaha global dalam

47

Page 63: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

meningkatkan cakupan imunisasi campak dan pertusis telah

mengurangi angka kematian IRA akibat kedua penyakit ini.

g. Pendidikan orang tua

Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian kasus IRA

tidak diketahui oleh orang tua dan tidak diobati.

h. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap pendidikan dan

faktor-faktor lain seperti nutrisi, lingkungan, dan penerimaan layanan

kesehatan. Anak yang berasal dari keluarga dengan status sosial

ekonomi rendah mempunyai resiko lebih besar mengalami episode

IRA.

i. Penggunaan fasilitas kesehatan

Angka kematian untuk semua kasus pneumonia pada anak

yang tidak diobati diperkirakan 10-20%. Penggunaan fasilitas

kesehatan sangat berpengaruh pada tingkat keparahan IRA.

j. Lingkungan

Polusi Udara.

Hal ini berkaitan dengan konsentrasi polutan lingkungan

yang dapat mengiritasi mukosa saluran respiratori.

Kepadatan Penghuni.

Kepadatan hunian rumah akan meningkatkan suhu

ruangan yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang

akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan

tersebut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni

rumah maka semakin cepat udara ruangan mengalami

pencemaran gas atau bakteri. Dengan banyaknya penghuni, maka

kadar oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti oleh

peningkatan CO 2 ruangan dan dampak dari peningkatan CO2

ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam rumah (Yusup &

Sulistyorini, 2005).

48

Page 64: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Rumah Sehat

Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai

derajat kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat

ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah

adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada

pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk

tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia

(Yusup & Sulistyorini, 2005).

Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban,

kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana

pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia dan

penyediaan air bersih (Yusup & Sulistyorini, 2005).

Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan polutan di udara.

Polutan di dalam rumah kadarnya berbeda dengan bahan polutan di luar

rumah. Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula berasal

dari sumber polutan di dalam ruangan seperti asap rokok, asap dapur,

pemakaian obat nyamuk bakar (Yusup & Sulistyorini, 2005).

Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan

perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil

pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau

masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang

kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat

(Kemenkes, 2011).

Di rumah tangga, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku

yang dapat menciptakan Rumah Tangga Ber-PHBS, yang mencakup

persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif,

menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan

dengan air bersih dan sabun, pengelolaan air minum dan makan di rumah

tangga, menggunakan jamban sehat (Stop Buang Air Besar

Sembarangan/Stop BABS), memberantas jentik nyamuk, makan buah dan

49

Page 65: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok di

dalam rumah, dan lain-lain (Kemenkes, 2011).

PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan

anggota rumah tangga agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan

perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan

kesehatan di masyarakat.

1.3. Imunitas

Keutuhan tubuh dipertahankan oleh system pertahanan yang terdiri

atas sistem imun nonspesifik (natural/innate) dan spesifik

(adaptive/acquired) (Baratwidjaja & Rengganis, 2007).

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan

dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, karena sistem

imun spesifik memerlukan waktu sebelum memberikan responnya. Sistem

tersebut disebut nonspesifik, karena tidak ditujukan terhadap

mikroorganisme tertentu. Komponen – komponen sistem imun nonspesifik

terdiri dari :

a. Pertahanan fisik :

Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin dapat

mencegah berbagai kuman patogen masuk ke dalam tubuh

(Baratwidjaja & Rengganis, 2007).

b. Pertahanan larut :

Biokimia :

Bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar sebaseus

kulit, kelenjar kulit, telinga, spermin dalam semen merupakan

bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh. Asam hidroklorik

dalam cairan lambung, lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan

air susu dapat melindungi tubuh terhadap kuman gram positif

dengan jalan menghancurkan dinding kuman tersebut. Air susu

ibu mengandung pula laktoferin dan asam neuraminik yang

mempunyai sifat antibakterial terhadap E.Coli dan Stafilokokus

(Baratwidjaja & Rengganis, 2007).

Humoral, terdiri dari :

50

Page 66: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

- Komplemen

Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruksi

bakteri dan parasit dengan jalan opsonisasi. Kejadian tersebut

adalah fungsi sistem imun nonspesifik, tetapi dapat pula

terjadi atas pengaruh respon imun spesifik.

- Interferon

Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan berbagai

sel manusia yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai

respon terhadap infeksi virus.

- C-Reactive Protein (CRP)

CRP dibentuk tubuh pada infeksi. Peranannya ialah sebagai

opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen.

(Baratwidjaja & Rengganis, 2007).

c. Pertahanan selular :

Fagosit/makrofag, sel NK dan sel mast berperan dalam sistem

imun nonspesifik selular (Baratwidjaja & Rengganis, 2007).

Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik

mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing

bagi dirinya. Benda asing yang pertama timbul dalam badan akan segera

dikenal sistem imun spesifik, akan mensensitisasi sel-sel imun tersebut.

Bila sel terpajan ulang dengan benda asing yang sama, yang akhir akan

dikenal lebih cepat dan dihancurkannya. Oleh karena itu sistem tersebut

disebut spesifik (Baratwidjaja & Rengganis, 2007).

Berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B

atau sel B. Sel B tersebut berasal dari sel asal multipoten dalam sumsum

tulang. Berperan dalam sistem imun spesifik selular adalah limfosit T atau

sel T (Baratwidjaja & Rengganis, 2007).

1.4.Mekanisme Imunitas pada Saluran Nafas Anak

Sistem pertahanan organ respiratorik terdiri dari 3 unsur, yaitu

refleks batuk yang bergantung pada integritas saluran respiratori, otot-otot

51

Page 67: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

pernafasan, dan pusat control pernafasan di sistem saraf pusat

(Boediman & Wirjodiarjo, 2008).

Menurut Boediman dkk (1994), mekanisme pertahanan utama

saluran nafas secara mekanis adalah melalui filtrasi dan klirens

mukosilier. Klirens mukosilier memerlukan peranan silia dan mucus

sehingga efektif. Epitel saluran nafas mulai dari trakea sampai bronkiolus

terminalis ditutupi oleh silia, yang merupakan tonjolan pada permukaan

sel kolumner. Gerakan silia adalah gerak efektif dan gerak balik

(recovery). Sekresi saluran nafas terdiri dari mukus yang dihasilkan oleh

kelenjar submukosa, sel goblet, serta cairan transudat dari jaringan dan

sel Clara. Secara umum mukus pada sistem pernafasan berfungsi,

melembabkan udara pernafasan, menangkap dan menyingkirkan partikel-

partikel asing yang terhirup serta melindungi selaput lendir dari trauma

fisis, kimia, dan mikroorganisme yang berbahaya.

Sistem pertahanan paru-paru sangat kompleks, terdiri dari

mekanisme fisiologik (seperti filtrasi aerodinamik dan klirens mukosilier),

refleks batuk dan bronkokonstriksi; immunoglobulin, inhibitor protease dan

bermacam-macam sekresi sel fagosit (Siregar, 1994).

Tabel 2.5 Mekanisme Pertahanan Saluran Nafas

Jaringan Limfoid Mekanisme Fisiologik

Jaringan limfoid bronkus

Kelenjar limfe

Agregat jaringan limfoid perifer

Transpor mukosilier

Refleks batuk, bronkokonstriksi

Aliran cairan alveoli

Sel Faktor Sekresi

Limfosti T dan B

Makrofag

Transferin Alfa-1antitripsin, Alfa-2

makroglobulin

Lisozim, immunoglobulin, Sc, C3, C4,

interferon, mucus, surfaktan

(Sumber: Siregar, 1994)

Sel limfosit dan makrofag adalah sel yang dominan terdapat di

cairan bronkus pada orang yang sehat. Kedua sel limfosit B dan T juga

terdapat di saluran nafas dengan perbandingan sama seperti yang ada di

52

Page 68: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

sirkulasi. Imunoglobulin yang terbanyak di saluran nafas adalah IgA

(terutama di saluran nafas besar) dan IgG (terutama di saluran nafas yang

kecil) (Siregar, 1994).

Imunoglobulin A

Kelas immunoglobulin ini sangat penting peranannya di mukosa

saluran nafas, saluran cerna dan urogenital, dibandingkan dengan kelas

immunoglobulin lainnya. Dikenal 2 subkelas IgA yaitu IgA1 terdapat 80%

dari total IgA dan sisanya adalah subkelas IgA2 (Siregar, 1994).

Pada bagian Fc dari IgA terdapat bagian yang dapat mengikat

laktoferin dan laktoperoksidase yang mempunyai fungsi dalam pertahanan

non spesifik (Siregar, 1994).

Imunitas terhadap Agen Mikroba

Fagositosis dan pembersihan mukosiliar mungkin tidak cukup untuk

melindungi sistem respiratori dari agen hidup seperti bakteri dan virus.

Faktor-faktor tambahan yang diperlukan adalah penghancuran organisme

secara selular (cellular-killing) dan respons imun. Makrofag alveolar dan

intersitisial yang berasal dari monosit merupakan komponen penting

sistem pertahanan paru. Fagositosis dan penghancuran partikel hidup

oleh makrofag-makrofag ini mungkin ditingkatkan oleh opsonin atau oleh

limfosit kecil (Haddad and Fontán, 2004).

Antibodi utama pada sekret pernafasan adalah IgA sekretorik, yang

dihasilkan oleh sel plasma di submukosa saluran respiratori. Dua molekul

IgA bersama dengan suatu polipeptida yang dihasilkan oleh epitel

respiratorik, membentuk IgA sekretorik yang sangat resisten terhadap

digesti oleh enzim proteolitik yang dikeluarkan oleh bakteri yang lisis atau

sel yang mati. IgA dapat menetralisasi virus dan toksin yertentu serta

membantu melisiskan bakteri. IgA juga dapat mencegah substansi

antigenic masuk ke permukaan epithelial. Pada bulan pertama kehidupan,

jumlah IgA sekretorik paru mencapai jumlah yang sama seperti pada

53

Page 69: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

dewasa. IgG dan IgM juga ditemukan pada sekret saluran respiratori jika

terjadi inflamasi paru (Haddad and Fontán, 2004).

Pada sekret saluran respiratori terdapat lisozim, laktoferin, dan

interferon yang juga berfungsi sebagai mekanisme pertahanan pada

sekresi pernafasan (Haddad and Fontán, 2004).

1.5.Hubungan antara ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Duijts, Jaddoe, Hofman, and

Moll (2010) bertujuan untuk menguji hubungan antara durasi pemberian

ASI eksklusif dengan infeksi pada saluran nafas atas (ISPA Atas), saluran

nafas bawah (ISPA Bawah), dan traktus gastrointestinal pada bayi.

Populasi berdasarkan studi kohort prospektif dari kehidupan janin sampai

dewasa muda di kota Rotterdam, Belanda. Informasi tentang durasi dan

keeksklusifan pemberian ASI digabung dan dikelompokkan menjadi 6

kategori: (1) tidak pernah; (2) parsial <4 bulan, tidak sesudahnya; (3)

parsial 4-6 bulan; (4) eksklusif 4 bulan, tidak sesudahnya; (5) eksklusif 4

bulan, parsial sesudahnya; (6) eksklusif 6 bulan. Infeksi saluran

pernafasan dikombinasikan menjadi doctor-attended dan not doctor-

attended infeksi saluran nafas atas (serious cold, infeksi telinga, dan

infeksi tenggorokan) dan bawah (pneumonia, bronkitis, dan bronkiolitis).

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ASI eksklusif hingga usia 4

bulan diikuti dengan pemberian ASI-parsial berkaitan dengan penurunan

bermakna penyakit infeksi saluran nafas dan gastrointestinal pada bayi.

ASI eksklusif hingga usia 6 bulan cenderung lebih protektif daripada ASI

eksklusif hingga usia 4 bulan dengan ASI-parsial sesudahnya.

Penelitian lain dengan judul Full Breastfeeding Duration and

Associated Decrease in Respiratory Tract Infection in US Children

bertujuan untuk memastikan jika ASI eksklusif ≥6 bulan dibandingkan

dengan 4 sampai <6 bulan di Amerika Serikat memberikan proteksi lebih

terhadap infeksi saluran pernafasan. Metode penelitiannya menggunakan

analisa data sekunder dengan metode cross sectional. Data dari 2277

anak yang berusia 6 sampai <24 bulan, dibagi dalam 5 kelompok

54

Page 70: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

berdasarkan status pemberian ASI. Pengukuran hasil termasuk

kemungkinan menderita pneumonia, ≥3 kali cold/influenza, ≥3 kali otitis

media, atau wheezing dalam 1 tahun terakhir atau pertama kali menderita

OM pada usia <12 bulan. Hasil yang diperoleh bayi yang diberi ASI

eksklusif untuk 4 sampai <6 bulan memiliki resiko lebih besar menderita

pneumonia dibanding yang diberi ASI eksklusif sampai ≥6 bulan (Chantry,

Howard, & Auinger, 2006).

Sebuah penelitian dalam negeri yang berjudul Hubungan

Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA) pada Bayi menyimpulkan bahwa ada hubungan antara

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA di Rumah Susun Bandung

Bondowoso Pucang Gading, Rumah Susun Kaligawe Sawah Besar, dan

Rumah Susun Bedagan di Semarang dengan tingkat keeratan yang kuat.

Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan

rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada anak usia 12

bulan di Rumah Susun Bandung Bondowoso Pucang Gading, Rumah

Susun Kaligawe Sawah Besar, dan Rumah Susun Bedagan di Semarang

dengan sampel sebanyak 120 anak yang telah memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi. Hasil penelitian dengan uji Chi Square didapatkan p = 0.000

dan hasil uji koefisien kontingensi adalah 0.663 (Abbas & Haryati, 2011).

Pada lokasi yang berbeda, penelitian yang dilakukan oleh Elly,

Yunida, dan Sudarwati (2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada

bayi di Puskesmas Nusa Indah Bengkulu. Penelitian ini menggunakan

studi analitik deskriptif dengan metode case control, menggunakan data

sekunder dan primer. Jumlah sampel 90 orang dari 185 bayi yang

menderita ISPA, dengan ratio 1:1. 45 orang (case group) dan 45 orang

(control group), dengan total sampling technique untuk case group dan

control group menggunakan accidental sampling technique. Hasil

menunjukkan bahwa kebanyakan bayi tidak mendapat ASI eksklusif dan

40 bayi menderita ISPA.

55

Page 71: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

1.1.Kerangka Konseptual

Keterangan:

Diteliti

Tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

1.2.Hipotesis

H0: Tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).

H1: Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).

56

Pemberian ASI Eksklusif

Faktor Eksternal: Sosial budaya dan ekonomi Pekerjaan ibu Peranan petugas kesehatan Promosi susu kaleng Tingkat pengetahuan ibu

Faktor Internal: Kondisi payudara ibu Psikologis ibu Status kesehatan ibu

Kejadian ISPA pada Anak Usia

6-24 Bulan

Faktor Eksternal: Polusi udara Kepadatan

tempat tinggal Ventilasi rumah

Faktor Internal: Usia Status Gizi BBLR Imunitas

Page 72: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1.Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik cross sectional. Cross

sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi

antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,

observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach) (Notoatmodjo, 2010).

4.2.Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1. Populasi

Populasi adalah kumpulan semua individu atau objek yang memiliki

karakteristik sama. Sesungguhnya populasi mencerminkan suatu data dari

seseorang atau objek bukan orang atau subjeknya sendiri (Wijono, 2007).

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak usia 6-24

bulan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya yang berjumlah 96 orang

berdasarkan data posyandu bulan April 2012.

4.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang bersangkutan, yang

dapat mewakili populasi tersebut, artinya dengan melakukan penelitian

terhadap sampelnya, diharapkan dapat melakukan generalisasi terhadap

populasinya, atau dengan kata lain memperoleh gambaran yang sama

terhadap keadaan populasinya (Wijono, 2007).

a. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:

1) Ibu yang mempunyai anak usia 6-24 bulan di Kelurahan Kedung

Cowek Surabaya.

2) Memahami bahasa Indonesia.

57

Page 73: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

3) Sehat jasmani dan rohani.

4) Bersedia diteliti.

b. Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini yaitu:

1) Ibu yang mempunyai anak berusia kurang dari 6 bulan dan lebih

dari 24 bulan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya.

2) Tidak memahami bahasa Indonesia.

3) Ibu anak yang sedang sakit.

4) Tidak bersedia diteliti.

4.2.3. Besar Sampel

Besarnya sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

seluruh populasi. Namun, karena 6 orang pada saat penelitian tidak

berada di tempat, maka total sampel yang didapat sebesar 90 orang.

4.3.Variabel Penelitian

4.3.1. Klasifikasi Variabel

a. Variabel bebas (independent): pemberian ASI eksklusif

b. Variabel tergantung (dependent): kejadian ISPA

4.3.2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2007).

58

Page 74: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil UkurSkala

Ukur

1. Pemberian ASI

Eksklusif

Kegiatan pemberian ASI

kepada bayi sampai usia 6

bulan tanpa ada minuman lain

atau makanan padat yang

diberikan

Parameter:

a. Menyusui atau tidak

menyusui

b. Usia akhir menyusui

c. MPASI sebelum 6 bulan

Kuesioner ASI Eksklusif = 2

Menyusui= Ya

Usia akhir menyusui= >6

bulan

MPASI sebelum 6 bulan=

Tidak

Tidak ASI Eksklusif = 1

Menyusui= Tidak

Usia akhir menyusui= < 6

bulan

MPASI sebelum 6 bulan= Ya

Nominal

2. Kejadian ISPA sesuai

dengan keterangan ibu

Penyakit infeksi yang terjadi

pada saluran pernafasan dan

bersifat akut yang terdiri dari

ISPA atas dan bawah

Kuesioner ISPA Atas = 2

ISPA Bawah = 1

Nominal

ISPA Atas: infeksi Common cold: pilek + demam Kuesioner Sangat Sering = 1 Ordinal

Page 75: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

saluran pernapasan

atas yang terdiri dari

lubang hidung hingga ke

pita suara di laring,

termasuk sinus

paranasalis.

+ hidung buntu + batuk + rewel

+ gangguan tidur + tidak nafsu

makan

Sering = 2

Pernah = 3

Faringitis: nyeri tenggorokan

mendadak + sulit menelan +

demam

Kuesioner Sangat Sering = 1

Sering = 2

Pernah = 3

Ordinal

Rinosinusitis: nyeri pada wajah

+ hidung tersumbat + ingus

kehijauan + tidak bisa membau

+ demam + sakit kepala

Kuesioner Sangat Sering = 1

Sering = 2

Pernah = 3

Ordinal

ISPA Bawah: infeksi

saluran pernapasan

bawah meliputi trakea,

bronkus ke bronkiolus

dan alveoli

Bronkiolitis: batuk + sesak

nafas + bunyi nafas mengi +

kebiruan + merintih + muntah

setelah batuk + rewel + tidak

nafsu makan

Kuesioner Sangat Sering = 1

Sering = 2

Pernah = 3

Ordinal

Pneumonia: batuk + sesak Kuesioner Sangat Sering = 1 Ordinal

60

Page 76: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

nafas + retraksi dada + nafas

cepat + nafas cuping hidung +

susah bernafas + merintih +

kebiruan

Sering = 2

Pernah = 3

61

Page 77: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

4.4.Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan data

posyandu.

4.5.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

pada tanggal 19-20 Mei 2012.

4.6.Prosedur Pengambilan Data

Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan

metode kuesioner tertutup dan wawancara terpimpin (structured

interview). Selanjutnya dilakukan data editing. Data yang terkumpul diberi

kode dan dilakukan scoring untuk mengetahui tentang pemberian ASI

eksklusif dan kejadian ISPA.

4.7.Cara Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik untuk membuktikan

bahwa: Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

penyakit ISPA pada anak usia 6-24 bulan.

Data dianalisis menggunakan analisis bivariat dengan uji statistik

Chi Square dan akan diolah dengan Statistical Package for Science

Studies (SPSS) 17 for Windows.

62

Page 78: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

BAB 5

HASIL PENELITIAN

1.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Wilayah Kelurahan Kedung Cowek Kecamatan Bulak merupakan

salah satu wilayah pesisir di kota Surabaya yang memiliki luas wilayah

91.926 Ha. Batas-batas dari wilayah ini, yaitu:

Sebelah Utara: Selat Madura

Sebelah Timur: Selat Madura

Sebelah Selatan: Kelurahan Bulak, Kecamatan Bulak

Sebelah Barat: Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan

Bulak

Jumlah kepala keluarga di kelurahan Kedung Cowek adalah 1.254

KK yang mayoritas bekerja sebagai nelayan. Jumlah bayi yang berusia 6-

24 bulan di wilayah ini adalah 96 bayi.

1.2.Karakteristik Responden

1.2.1. Data Usia Ibu

Grafik 5.1 Distribusi Usia Ibu

63

Page 79: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Berdasarkan Grafik 5.1 dapat diketahui bahwa mayoritas usia ibu

yang memiliki bayi usia 6-24 bulan adalah antara 20-30 tahun dengan

jumlah 62 orang (68.9%). Ibu yang berusia antara 31-40 tahun berjumlah

26 orang (28.9%), sedangkan yang berusia lebih dari 40 tahun hanya

berjumlah 2 orang (2.2%).

1.2.2. Data Pendidikan Terakhir Ibu

Berdasarkan data pendidikan terakhir ibu, didapatkan 6 orang ibu

(6.7%) tidak sekolah. Sebagian besar pendidikan terakhir ibu di wilayah ini

adalah SD yaitu sebanyak 40 orang (44.4%). Ibu yang menyelesaikan

pendidikan hingga SMP sebanyak 19 orang (21.1%) dan SMA sebanyak

22 orang (24.4%). Sedangkan yang mendapat gelar sarjana hanya 3

orang (3.3%). Secara lebih rinci dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 5.2 Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu

64

Page 80: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

1.2.3. Data Pekerjaan Ibu

Grafik 5.3 Distribusi Pekerjaan Ibu

Berdasarkan Grafik 5.3, pekerjaan dari 82 orang ibu (91.1%)

adalah sebagai ibu rumah tangga. Sisanya bekerja sebagai wiraswasta 5

orang (5.6%), karyawan 2 orang (2.2%), dan 1 orang (1.1%) yang bekerja

sebagai guru.

1.2.4. Data Usia Anak

Berdasarkan jumlah sampel sebesar 90 anak di wilayah ini, anak

yang berusia 6-12 bulan berjumlah 33 orang (36.7%). Sedangkan yang

berusia 13-18 bulan berjumlah 26 orang (28.9%). Sisanya yang berusia

19-24 bulan berjumlah 31 orang (34.4%). Secara ringkas dapat dilihat

pada grafik berikut ini.

65

Page 81: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Grafik 5.4 Distribusi Usia Anak

1.2.5. Data Jenis Kelamin Anak

Grafik 5.5 Distribusi Jenis Kelamin Anak

Berdasarkan Grafik 5.5, anak yang berjenis kelamin laki-laki

berjumlah 40 orang (44.4%) dan perempuan berjumlah 50 orang (55.6%).

66

Page 82: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

1.2.6. Data Status Gizi Anak

Grafik 5.6. Distribusi Status Gizi Anak

Berdasarkan grafik di atas, didapatkan bahwa sebagian besar

anak yaitu sejumlah 58 orang (64.4%) memiliki status gizi yang baik.

Sedangkan yang memiliki status gizi yang kurang ada 23 orang (25.6%)

dan yang memiliki status gizi yang buruk hanya 9 orang saja (10.0%).

1.3.Data Statistik Penelitian

1.3.1. Pemberian ASI Ekslusif

Grafik 5.7 Distribusi Pemberian ASI

67

Page 83: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Pemberian ASI dalam Sehari

Berdasarkan Grafik 5.7 di atas, mayoritas ibu yang memberi ASI

(menyusui) bayinya berjumlah 78 orang (86.7%). Dari jumlah tersebut,

berdasarkan Grafik 5.8, mayoritas bayi mendapat ASI lebih dari 3 kali

sehari berjumlah 67 orang (74.4%). Yang mendapat ASI hanya 3 kali

sehari berjumlah 5 orang (5.6%), 2 kali sehari 5 orang (5.6%), dan 1 orang

(1.1%) yang mendapat ASI 1 kali sehari. Sedangkan ibu yang tidak

menyusui bayinya berjumlah 12 orang (13.3%).

Grafik 5.9 Distribusi Durasi Pemberian ASI Setiap Kali Menyusui

68

Page 84: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Berdasarkan Grafik 5.9, dalam sekali menyusui, mayoritas 34

orang ibu (37.8%) menyusui bayinya selama 10-15 menit. Sedangkan 26

orang ibu (28.9%) menyusui bayinya selama lebih dari 15 menit. Sisanya

sejumlah 16 orang ibu (17.8%) menyusui bayinya selama 5-10 menit dan

hanya 2 orang ibu (2.2%) menyusui kurang dari 5 menit.

Grafik 5.10 Distribusi Usia Akhir Pemberian ASI

Berdasarkan grafik di atas, mayoritas ibu di wilayah ini memberi

ASI untuk bayinya sampai usia bayi lebih dari 6 bulan berjumlah 67 orang

(74.4%). 11 orang ibu memberi ASI hanya sampai usia bayi kurang dari 6

bulan (12.2%).

Grafik 5.11 Distribusi Pemberian MPASI Sebelum Usia 6 Bulan

69

Page 85: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Grafik 5.12 Distribusi Jenis MPASI

Berdasarkan Grafik 5.11 di atas, mayoritas bayi mendapat MPASI

sebelum usia 6 bulan yaitu sebanyak 62 orang (68.9%). Dari jumlah

tersebut, berdasarkan Grafik 5.12, bayi yang mendapat MPASI jenis bubur

susu sebanyak 29 orang (32.2%), yang mendapat MPASI jenis susu

formula sebanyak 28 orang (31.1%), dan sisanya 5 orang mendapat

MPASI bubur saring. Sedangkan bayi yang tidak mendapat MPASI

sebelum usia 6 bulan sebanyak 28 orang (31.1%).

Grafik 5.13 Distribusi Pemberian ASI Eksklusif

Variabel ASI eksklusif dilihat berdasarkan distribusi pemberian ASI,

usia akhir pemberian ASI, dan pemberian MPASI sebelum usia 6 bulan.

Berdasarkan Grafik 5.13 dapat diketahui bahwa 66 bayi (73.3%) tidak

mendapat ASI eksklusif dan 24 bayi (26.7%) mendapat ASI eksklusif.

70

Page 86: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

1.3.2. Kejadian ISPA

Grafik 5.14 Distribusi Kejadian ISPA

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Lama Penyakit ISPA

Frekuensi > 1mingguPersen

(%)< 1minggu

Persen (%)

TotalPersen

(%)Frekuensi Common Cold

Sangat Sering 7 8.4% 15 18.1% 22 26.5%Sering 6 7.2% 15 18.1% 21 25.3%Pernah 14 16.9% 26 31.3% 40 48.2%Total 27 32.5% 56 67.5% 83 100.0%

Frekuensi FaringitisSangat Sering 2 2.9% 3 4.4% 5 7.4%

Sering 7 10.3% 15 22.1% 22 32.4%Pernah 10 14.7% 31 45.6% 41 60.3%Total 19 27.9% 49 72.1% 68 100.0%

Frekuensi RinosinusitisSangat Sering 0 0.0% 6 16.7% 6 16.7%

Sering 4 11.1% 3 8.3% 7 19.4%Pernah 4 11.1% 19 52.8% 23 63.9%Total 8 22.2% 28 77.8% 36 100.0%

Frekuensi BronkiolitisSangat Sering 0 0.0% 4 19.0% 4 19.0%

Sering 4 19.0% 9 43.0% 13 62.0%Pernah 0 0.0% 4 19.0% 4 19.0%Total 4 19.0% 17 81.0% 21 100.0%

Frekuensi PneumoniaSangat Sering 2 11.1% 0 0.0% 2 11.1%

Sering 4 22.2% 3 16.7% 7 38.9%Pernah 1 5.6% 8 44.4% 9 50.0%Total 7 38.9% 11 61.1% 18 100.0%

71

Page 87: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Berdasarkan Tabel 5.1, mayoritas bayi usia 6-24 bulan pernah

menderita common cold yaitu sebanyak 40 orang (48.2%). Sebagian

besar bayi dengan jumlah 56 orang (67.5%) menderita penyakit ini,

sembuh dalam waktu kurang dari 1 minggu.

Pada penyakit faringitis, sejumlah besar bayi yaitu 41 orang

(60.3%) hanya pernah mengalaminya. Kebanyakan penyakit ini sembuh

dalam waktu kurang dari 1 minggu yang ditemukan pada 49 orang bayi

(72.1%).

Demikian juga pada penyakit rinosinusitis, sebagian besar bayi

yang berjumlah 23 orang (63.9%) pernah menderita penyakit tersebut.

Mayoritas pada 28 orang (77.8%) sembuh dalam waktu kurang dari 1

minggu.

Pada jenis penyakit ISPA bawah yaitu bronkiolitis, sejumlah besar

bayi sering mengalaminya yaitu pada 13 orang (62.0%). Dimana waktu

yang dibutuhkan hingga sembuh pada kebanyakan bayi yaitu 17 orang

(81.0%) tidak sampai 1 minggu. Selain bronkiolitis, mayoritas bayi yang

berjumlah 9 orang (50.0%) pernah menderita pneumonia. sebagian besar

bayi yang berjumlah 11 orang (61.1%) membutuhkan waktu tidak sampai

1 minggu untuk sembuh.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kejadian ISPA pada

bayi didominasi dengan ISPA atas yaitu pada 64 orang (71.1%). Kejadian

ISPA bawah terjadi pada 23 orang (25.6%). Secara ringkas, dapat dilihat

pada grafik berikut ini.

72

Page 88: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Grafik 5.15 Distribusi Klasifikasi ISPA

1.4.Data Analisa Statistik Penelitian

Tabel 5.2 Tabulasi Silang antara ASI Eksklusif dan Klasifikasi ISPA

  Klasifikasi ISPA

  ISPA Atas ISPA Bawah Total

ASI Eksklusif

23 26.4% 0 0.0% 23 26.4%

Tidak ASI Eksklusif

41 47.1% 23 26.4% 64 73.6%

Total 64 73.6% 23 26.4% 87 100.0%

Grafik 5.16 Tabulasi Silang antara ASI Eksklusif dengan Klasifikasi

ISPA

Berdasarkan Tabel 5.2 dan Grafik 5.16, bayi usia 6-24 bulan yang

tidak mendapat ASI eksklusif sebanyak 64 orang (73.6%). Dari jumlah

tersebut, 41 orang (64.1%) menderita ISPA atas dan 23 orang (35.9%)

menderita ISPA bawah. Sedangkan pada bayi yang mendapat ASI

Eksklusif yang berjumlah 23 orang (26.4%), keseluruhannya hanya

pernah menderita ISPA atas.

73

Page 89: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Pearson Chi

Square, menghasilkan p < 0.05 dengan nilai signifikansi 0.001 yang berarti

signifikan atau bermakna. Hal ini berarti ada hubungan antara ASI

eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak usia 6-24 bulan di wilayah

Kelurahan Kedung Cowek. Nilai kekuatan korelasi yang didapat -0.359

yang berarti hubungan antara kedua variabel kuat dan berbanding

terbalik.

74

Page 90: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

BAB 6

PEMBAHASAN

1. Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu pada Anak Usia 6-24 Bulan di

Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI sangat

dibutuhkan untuk kesehatan bayi dan mendukung pertumbuhan dan

perkembangan bayi secara optimal (Sulistyoningsih, 2011). Pemberian

ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan yang diartikan

bahwa bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau minuman

lain termasuk air putih (Matondang, Munasir & Sumadiono, 2008).

Pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa

tambahan cairan atau makanan padat. Bayi hanya diberi ASI saja secara

eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan (Roesli, 2008). Dalam penelitian

ini, pemberian ASI eksklusif meliputi ada tidaknya kegiatan menyusui, usia

terakhir bayi mendapat ASI, dan ada tidaknya pemberian makanan

pengganti ASI (MPASI) sebelum bayi berusia 6 bulan. Pada Kelurahan

Kedung Cowek Surabaya yang merupakan lokasi penelitian ini,

didapatkan ibu yang memiliki anak berusia 6-24 bulan sebagian besar

memberikan ASI untuk bayinya yaitu sebanyak 78 orang (86.7%) dari

jumlah sampel sebesar 90 orang. Sedangkan sisanya sama sekali tidak

memberikan ASI untuk bayinya karena ibu kekurangan nutrisi sehingga

ASI tidak keluar dan juga karena ibu sudah meninggal/pergi meninggalkan

anaknya pada usia kurang dari 6 bulan.

Mayoritas anak usia 6-24 bulan di kelurahan ini mendapat ASI

sampai usia lebih dari 9 bulan dengan jumlah 65 orang (72.2%).

Pemberian makanan pendamping selain ASI (MPASI) mulai dilakukan

setelah bayi berusia 6 bulan. MPASI dapat berupa bubur, tim, sari buah,

dan biscuit (Sulistyoningsih, 2011). Namun hanya sebagian kecil yang

tidak diberi MPASI hingga anak berusia 6 bulan, sebagian besar lainnya

mendapat MPASI sebagai tambahan asupan makanan sebelum anak

berusia 6 bulan. Jenis MPASI yang sering diberikan adalah bubur susu

75

Page 91: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

(32.2%) dan susu formula (31.1%). Dimana jenis MPASI tersebut mudah

didapatkan dan digemari anak-anak.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian

besar ibu tidak memberikan ASI eksklusif untuk anaknya yaitu sebanyak

66 orang (78.8%). Hal ini dipengaruhi oleh faktor pekerjaan ibu, misalnya

pada ibu yang bekerja sebagai guru, wiraswasta, dan karyawan tidak

sempat memberikan ASI pada anaknya selama jam kerja sehingga

digantikan dengan MPASI yang ada. Selain itu, isu gender yang

menyebabkan kuranganya dukungan suami kepada istri dalam pemberian

ASI sehingga istri menjadi kurang semangat menyusui. Menurunnya

produksi ASI ibu juga mempengaruhi pemberian MPASI sebelum anak

berusia 6 bulan.

Oleh karena itu, pemberian ASI eksklusif di kelurahan ini tergolong

masih rendah sehingga meningkatkan resiko terjadinya penyakit infeksi

pada bayi. Hal ini sesuai dengan penelitian Roth, Caulfield, Ezzati, Black

(2011) yang mengemukakan bahwa kurangnya pemberian ASI eksklusif di

paruh pertama masa bayi merupakan faktor resiko untuk kejadian ISPA

bawah, morbiditas, dan kematian.

2. Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Usia 6-24

Bulan di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sangat sering terjadi di

kelurahan ini. Dari berbagai jenis penyakit ISPA yang ada, peneliti memilih

5 penyakit ISPA yang paling sering terjadi pada anak usia 6-24 bulan,

diantaranya common cold, faringitis, rinosinusitis, bronkiolitis, dan

pneumonia. Dimana common cold, faringitis, dan rinosinusitis termasuk

ISPA atas, sedangkan bronkitis dan pneumonia termasuk ISPA bawah.

Menurut Said (1994), ISPA atas jarang menimbulkan kematian walaupun

insidennya jauh lebih tinggi daripada ISPA bawah. Pneumonia dan

bronkiolitis yang merupakan bagian dari ISPA bawah banyak

menimbulkan kematian, hingga berperan besar dalam tingginya angka

kematian bayi (AKB).

76

Page 92: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Sebesar 96.7% anak usia 6-24 bulan di Kelurahan Kedung Cowek

ini pernah menderita ISPA. Hanya 3.3% saja yang tidak pernah menderita

ISPA, baik ISPA atas maupun ISPA bawah. Kondisi ini dipengaruhi oleh

beberapa hal diantaranya status gizi bayi yang merupakan faktor

predisposisi terjadinya ISPA. Walaupun dari keseluruhan sampel

mayoritas berstatus gizi baik, namun masih didapatkan 10% bayi yang

berstatus gizi buruk. Di samping status gizi, kondisi lingkungan juga

mempengaruhi terjadinya ISPA pada anak usia 6-24 bulan di kelurahan

tersebut. Pantai yang berbatasan langsung dengan kelurahan ini tercemar

oleh limbah plastik, pecahan kulit kerang, dan limbah rumah tangga yang

dibuang begitu saja. Lingkungan di sekitar pantai yang kotor dan tidak

terawat semakin meningkatkan resiko terjadinya ISPA. Kondisi rumah

penduduk yang berbatasan langsung dengan laut menyebabkan sering

terjadinya banjir ketika air pasang. Hal ini menyebabkan kelembaban

udara di dalam rumah meningkat sehingga mikroorganisme patogen

penyebab infeksi dapat bertahan hidup dan berkembang biak.

Rendahnya pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap resiko

terjadinya ISPA. Mayoritas 44.4% pendidikan terakhir ibu hanya sampai

jenjang SD dan terdapat 6.7% ibu yang tidak sekolah. Kurangnya

pengetahuan menyebabkan sebagian kasus IRA tidak diketahui oleh

orang tua dan tidak diobati (Wantania, Naning & Wahani, 2008).

3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Penyakit

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Usia 6-24 Bulan di

Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Berdasarkan hasil penelitian di atas, 73.6% dari keseluruhan

sampel yang tidak mendapat ASI eksklusif didapatkan 64.1% diantaranya

menderita ISPA atas dan sisanya 35.9% menderita ISPA bawah yang

mengancam jiwa. Sedangkan pada 26.4% yang mendapat ASI eksklusif

walaupun tetap ditemukan riwayat kejadian ISPA, tetapi kejadian ISPA

yang dialami hanya ISPA atas, dimana ISPA ini tidak mengancam jiwa.

77

Page 93: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chantry, Howard,

and Auinger (2006), bayi yang diberi ASI hingga 4-6 bulan memiliki resiko

lebih tinggi menderita pneumonia dibanding yang diberi ASI eksklusif

hingga 6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa ASI mempunyai nilai proteksi

terhadap pneumonia. (Wantania, Naning & Wahani, 2008).

Analisa uji statistik Chi Square dilakukan untuk mengetahui ada

tidaknya hubungan antara variabel pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian ISPA. Analisa dari hasil penelitian ini menghasilkan p < 0.05

dengan nilai signifikansi 0.001 dan kekuatan korelasi -0.359 yang berarti

menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian ISPA pada anak usia 6-24 bulan di Kelurahan Kedung

Cowek Surabaya. Dengan pemberian ASI eksklusif, kejadian ISPA hanya

terbatas pada ISPA atas yang tidak mengancam jiwa, sedangkan kejadian

ISPA bawah ditemukan pada beberapa anak yang tidak mendapat ASI

eksklusif.

Hal ini sesuai dengan penelitian Abbas dan Haryati (2011) dengan

judul “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Bayi” dengan mengambil lokasi

penelitian di Rumah Susun Bandung Bondowoso Pucang Gading, Rumah

Susun Kaligawe Sawah Besar, dan Rumah Susun Bedagan di Semarang,

menyatakan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian ISPA dengan tingkat keeratan yang kuat.

Pada lokasi yang berbeda, penelitian Elly, Yunida, dan Sudarwati

(2012) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas

Nusa Indah Bengkulu di mana bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif

mempunyai resiko menderita ISPA 5,33 kali lebih besar bila dibandingkan

bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif.

Menurut Duijts, Jaddoe, Hofman, and Moll (2010) dalam Prolonged

and Exclusive Breastfeeding Reduces the Risk of Infectious Diseases in

Infancy, pemberian ASI eksklusif sampai usia 4 bulan dilanjutkan dengan

pemberian ASI parsial berhubungan dengan penurunan yang signifikan

78

Page 94: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

terhadap kejadian penyakit infeksi pernafasan dan pencernaan pada bayi.

Dibandingkan dengan bayi yang tidak pernah mendapat ASI, mereka yang

mendapat ASI eksklusif sampai usia 4 bulan dan setelah itu dilanjutkan

dengan ASI parsial memiliki resiko lebih rendah terinfeksi baik ISPA atas,

ISPA bawah, dan infeksi gastrointestinal. Pemberian ASI eksklusif sampai

usia 6 bulan cenderung lebih protektif daripada ASI eksklusif sampai usia

4 bulan.

Oleh karena itu, pemberian ASI eksklusif hingga anak berusia 6

bulan memiliki pengaruh besar terhadap angka kejadian ISPA, baik ISPA

atas maupun ISPA bawah.

79

Page 95: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa H1 diterima yaitu ada hubungan yang signifikan antara pemberian

ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak usia 6-24 bulan di

Kelurahan Kedung Cowek Surabaya. Pada bayi yang diberi ASI eksklusif

tidak ditemukan riwayat kejadian ISPA bawah, hanya ditemukan riwayat

ISPA atas yang tidak mengancam jiwa.

1.2.Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut:

1. Kepada ibu-ibu di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya yang memiliki

bayi disarankan untuk mengupayakan pemberian ASI eksklusif

sampai anak berusia 6 bulan dan tetap memberi ASI sampai anak

berusia 2 tahun.

2. Kepada bapak-bapak di Kelurahan Kedung Cowek yang memiliki bayi

disarankan untuk selalu mendukung istri untuk memberikan ASI

eksklusif.

3. Kepada posyandu masing-masing RW di Kelurahan Kedung Cowek

Surabaya disarankan untuk meningkatkan kesadaran para ibu dengan

mengadakan kegiatan penyuluhan akan pentingnya ASI eksklusif bagi

pertumbuhan anak.

80

Page 96: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, P dan Haryati, AS. 2011. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif

dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Bayi.

Majalah Ilmiah Sultan Agung vol. 126 Des 2011-Feb 2012.

Ariani, AS. 2011. Pentingnya Pola Asuh Tanpa Stereotip Gender.

http://www.femina.co.id/isu.wanita/topik.hangat/

pentingnya.pola.asuh.tanpa.stereotip.gender/005/007/5

Baratawidjaja, KG dan Rengganis, I. 2007. Imunologi Dasar. In: (Sudoyo,

AW dkk) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan FKUI.

Black, RE et al. 2010. Global, Regional, and National Causes of Child

Mortality in 2008: A Systematic Analysis. The Lancet vol. 375 (9730):

1969-1987

Boediman, I dkk. 1994. In: (Rahajoe, N dkk) Mekanisme Pertahanan

Saluran Nafas pada Anak. In: Perkembangan dan Masalah Pulmonologi

Anak Saat Ini. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. hal 8-10

Boediman, I dan Wirjodiardjo, M. 2008. Mekanisme Pertahanan Sistem

Respiratori. In: (Rahajoe, NN; Supriyanto, B; dan Setyanto, DB) Buku Ajar

Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. hal : 48-50

BPPSDMK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Capaian

Pembangunan Kesehatan Tahun 2011.

http://www.bppsdmk.depkes.go.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=157:capaian-pembangunan-

kesehatan-tahun-2011&catid=38:berita&Itemid=82

81

Page 97: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Cadwell, K and Turner-Maffei, C. 2008. Buku Saku Manajemen Laktasi.

Jakarta: EGC. hal: 9, 67-70, 175-179

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2009. Breastfeeding:

Disease and Condition. http://www.cdc.gov/breastfeeding/disease/

Chantry, CJ; Howard, CR; and Auinger, P. 2006. Full Breastfeeding

Duration and Associated Decrease in Respiratory Tract Infection in US

Children. Pediatrics: Official Journal of the American Academy of

Pediatrics vol. 117(2): 425-432

Chirico, G. 2005. Development of the Immune System in Neonates.

Journal of the Arab Neonatology Forum vol. 2: 5-11

www.fmhs.uaeu.ac.ae/neonatal/iss003/p2.pdf

Clement et al. 1960. COMMITTEE ON NUTRITION: Composition of Milks.

Pediatrics: Official Journal of the American Academy of Pediatrics vol.

26(6): 1039-1049

Daulay, RM, Dalimunthe, W, dan Kaswandani N. 2008. Rinosinusitis. In:

(Rahajoe, NN; Supriyanto, B; dan Setyanto, DB) Buku Ajar Respirologi

Anak Edisi Pertama. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. hal : 303-307

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Ibu Bekerja Bukan

Alasan Menghentikan Pemberian ASI Eksklusif.

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1662-ibu-bekerja-

bukan-alasan-menghentikan-pemberian-asi-eksklusif.html

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Capai Target MDGs

demi Terwujudnya Derajat Kesehatan Masyarakat yang Tinggi.

82

Page 98: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-

newsslider/1802-capai-target-mdgs-demi-terwujudnya-derajat-kesehatan-

masyarakat-yang-tinggi.html

Duijts, L; Jaddoe, VWV; Hofman, A; and Moll, HA. 2010. Prolonged and

Exclusive Breastfeeding Reduces the Risk of Infectious Diseases in

Infancy. Pediatrics: Official Journal of the American Academy of Pediatrics

vol. 126(1): 18-27

Elly, N; Yunida, S; dan Sudarwati, E. 2012. Hubungan Pemberian ASI

Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Nusa Indah Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu Tahun 2011. Jurnal

Kesehatan Akademi Kesehatan Sapta Bakti.

Field, CJ. 2005. The Immunological Components of Human Milk and Their

Effect on Immune Development in Infants. The Journal of Nutrition vol.

135: 1-4. http://jn.nutrition.org/content/135/1/1.full

Haddad, GG and Fontán, JJP. 2004. Defense Mechanisms and Metabolic

Functions of the Lung. In: (Behrman, RE; Kliegman, RM; and Benson, HB)

Nelson Textbook of Pediatrics Seventeenth Edition. Philadelphia: Elsevier

Science

Hidajati, A. 2011. Mengapa Seorang Ibu Harus Menyusui. Jakarta: Flash

Books.

Isaacs, CE. 2005. Human Milk Inactivates Pathogens Individually,

Additively, and Synergistically. The Journal of Nutrition vol. 135: 1286-

1288. http://jn.nutrition.org/content/135/5/1286.full

83

Page 99: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Jackson, KM and Nazar, AM. 2006. Breastfeeding, The Immune

Response, and Long Term Health. The Journal of the American

Osteopathic Asociation (JAOA) vol. 106: 203-207.

http://www.jaoa.org/content/106/4/203.full#sec-2

Jelliffe, DB. 1982. Recent Scientific Knowledge Concerning Breastfeeding.

Travelling Seminar on Recent Development in Breastfeeding. Indonesia.

Kari, IK. 1997. Anatomi Payudara dan Fisiologis Laktasi. In: (Soetjiningsih)

ASI: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC. hal: 7-14

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pembinaan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

Lawrence, RM and Pane, CA. 2007. Human Breast Milk: Current

Concepts of Immunology and Infectious Diseases. Current Problems in

Pediatric and Adolescent Health Care.

Matondang, CS, Munasir Z, dan Sumadiono. 2008. Aspek Imunologi Air

Susu Ibu. In: (Akib, AAP; Munasir, Z; dan Kurniati, N) Buku Ajar Alergi-

Imunologi Anak Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. hal: 189-198

Meiliasari, Mila. (2002). Menyusui Bukan Hanya Tugas Ibu.

http://cyberwoman.cbn.net.id/

Minarto. 2011. Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat (RAPGM) tahun

2010-2014. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral

Bina Gizi dan KIA. http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/658

Morrow, AL; Ruiz-Palacios, GM; Xi Jiang; and Newburg, DS. 2005.

Human-Milk Glycans That Inhibit Pathogen Binding Protect Breast-feeding

84

Page 100: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Infants against Infectious Diarrhea. The Journal of Nutrition vol. 135: 1304-

1307. http://jn.nutrition.org/content/135/5/1304.full

Murtaugh, MA and Sharbaugh, C. 2005. Nutrition and Lactation. In:

(Brown, JE et al.) Nutrition Through the Life Cycle. Second Edition.

California: Thomson Wadsworth. pp: 144-153

Naning, R; Triasih, R; dan Setyati A. 2008. Faringitis, Tonsilitis,

Tonsilofaringitis. In: (Rahajoe, NN; Supriyanto, B; dan Setyanto, DB) Buku

Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. hal:

288-291

__________. 2008. Rinitis. In: (Rahajoe, NN; Supriyanto, B; dan Setyanto,

DB) Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta: Balai Penerbit

IDAI. hal: 278-279

Newburg, DS. 2005. Innate Immunity and Human Milk. The Journal of

Nutrition vol. 135: 1308-1312. http://jn.nutrition.org/content/135/5/1308.full

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Padmawati, IA. 1997. Manajemen Laktasi. In: (Soetjiningsih) ASI:

Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC. hal: 86-88

Picciano, MF and McDonald, SS. 2006. Lactation. In: (Shils, ME et al.)

Modern Nutrition in Health and Disease. Tenth ed. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. p: 784-786

Proverawati, A dan Rahmawati, E. 2010. Kapita Selekta ASI dan

Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika. hal: 6-12

85

Page 101: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Roesli, U. 2008. In: (Suradi, R dan Roesli, U) Manfaat ASI dan Menyusui.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal: 32

Roth,DE; Caulfield,LE; Ezzatib, M; and Blacka RE. 2008. Acute Lower

Respiratory Infections in Childhood: Opportunities for Reducing the Global

Burden through Nutritional Interventions. Bulletin of the World Health

Organization vol. 86: 356–364.

Said, M. 1994. Pneumonia dan Bronkiolitis pada Anak Sebagai

Manifestasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut Berat. In: (Rahajoe, N dkk)

Perkembangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat Ini. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI. hal: 143-156

__________. 2008. Pneumonia. In: (Rahajoe, NN; Supriyanto, B; dan

Setyanto, DB) Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta: Balai

Penerbit IDAI. Hal 350-355

Sehatnews.com. 2011. Faktor Sosial Budaya Penyebab Rendahnya

Pemberian ASI di Indonesia.

http://sehatnews.com/berita/6761-Faktor-Sosial-Budaya-Penyebab-

Rendahnya-Pemberian-ASI-Indonesia.html

Simoes, EAF et al. 2006. Acute Respiratory Infections in Children. In:

(Jamison, DT et al.) Disease Control Priorities in Developing Countries

Second Edition. New York: Oxford University Press. pp: 483-485

Siregar, SP. 1994. Aspek Imunologik Penyakit Saluran Nafas pada Anak.

In: (Rahajoe, N dkk) Perkembangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat

Ini. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal : 25-29

Siregar, A. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI oleh

Ibu Melahirkan. Universitas Sumatera Utara.

86

Page 102: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:

Graha Ilmu. h: 150-151, 167

Suraatmaja, S. 1997. Aspek Gizi Air Susu Ibu. In: (Soetjiningsih) ASI:

Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC. hal: 21-26

Suradi, R. 2008. In: (Suradi, R dan Roesli, U) Manfaat ASI dan Menyusui.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal: 6-

10

Tumbelaka, AR dan Karyanti, MR. 2009. Air Susu Ibu dan Pengendalian

Infeksi. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=201081694810

Wantania, JM, Naning, R, dan Wahani A. 2008. Infeksi Respiratori Akut.

In: (Rahajoe, NN; Supriyanto, B; dan Setyanto, DB) Buku Ajar Respirologi

Anak Edisi Pertama. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. hal: 268-275

Wijono, D. 2007. Prosedur Proposal dan Laporan Penelitian Kesehatan.

Surabaya: CV. Duta Prima Airlangga

World Health Organization. 2003. Nutrition Data Banks: Global Data Bank

on Breastfeeding. https://apps.who.int/nut/db_bfd.htm

World Health Organization. 2011. Exclusive Breastfeeding.

http://www.who.int/elena/titles/exclusive_breastfeeding/en/

World Health Organization Indonesia. 2009. Report on Situational Analysis

of Acute Respiratory Infections in Children in Indonesia. Jakarta.

87

Page 103: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Yusup, NA dan Sulistryorini, L. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah secara

Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan

vol. 1 (2): 110-119

Zain, MS. 2008. Bronkiolitis. In: (Rahajoe, NN; Supriyanto, B; dan

Setyanto, DB) Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta: Balai

Penerbit IDAI. hal: 333-335

88

Page 104: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Lampiran 1

Jadwal Pelaksanaan

NoWaktu

Pelaksanaan

Januari

2012

Februari

2012

Maret

2012

April

2012

Mei

2012

Juni

2012

1.

a.

b.

Persiapan

Perizinan

Penelusuran

kepustakaan

2. Penelitian

3. Analisis data

4. Penyusunan

5. Pembahasan

89

Page 105: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Lampiran 2

Informed Consent Penelitian

LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur : Tahun

Dengan ini menyatakan bahwa telah memberikan persetujuan untuk ikut

serta dalam penelitian yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI

EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK USIA 6 – 24 BULAN DI

KELURAHAN KEDUNG COWEK SURABAYA”, yang akan dilaksanakan oleh:

Nama : Lily Anggraeni Prayogo

NIM : 2008.04.0.0125

Fakultas : Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah Surabaya

Pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan

tanpa paksaan.

Surabaya, Mei 2012

Responden

(………………………………)

90

Page 106: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN FREKUENSI

KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN

KEDUNG COWEK SURABAYA

A. Identitas Responden

1. Identitas Balita:

Nama Balita

Tanggal Lahir

Umur

Jenis Kelamin1. Laki-laki

2. Perempuan

Berat Badan Kg

Tinggi / Panjang

Badan Cm

2. Identitas Ibu:

Nama Ibu

Umur Ibu

Alamat

Pendidikan

Terakhir Ibu

1. Tidak sekolah

2. SD

3. SMP

4. SMA

5. Sarjana

Pekerjaan Ibu

91

No. Responden: ___

Page 107: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

B. Pemberian ASI Eksklusif

1. Apakah anda menyusui anak anda?

a. Ya b. Tidak

2. Berapa kali anda menyusui anak anda dalam sehari?

a. 1 kali

b. 2 kali

c. 3 kali

d. > 3 kali

3. Berapa lama dalam satu kali anda menyusui anak anda?

a. < 5 menit

b. 5 - 10 menit

c. 10 - 15 menit

d. > 15 menit

4. Sampai usia berapa anda menyusui anak anda?

a. < 6 bulan b. > 6 bulan

5. Sebelum usia 6 bulan, apakah anda memberi makanan lain selain

ASI?

a. Ya b. Tidak

6. Makanan apakah itu?

a. Susu formula

b. Bubur saring

c. Bubur susu

d. Nasi tim lunak

C. Kejadian ISPA

1. Apakah anak anda pernah menderita penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) dalam 1 bulan terakhir?

a. Ya

b. Tidak

92

No. Responden: ___

Page 108: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

  Frekuensi Lama

Sangat Sering Sering Pernah<1minggu >1minggu

(>3x/bulan) (2-3x/bulan) (1-2x/bulan)

Pilek + demam + hidung buntu + batuk +

rewel + gangguan tidur + tidak nafsu makan         

Nyeri tenggorokan mendadak + sulit

menelan + demam          

Nyeri pada wajah + hidung tersumbat +

ingus kehijauan + tidak bisa membau +

demam + sakit kepala          

Batuk + sesak nafas + bunyi nafas mengi +

kebiruan + merintih + muntah setelah batuk

+ rewel + tidak nafsu makan          

Batuk + sesak nafas + retraksi dada + nafas

cepat + nafas cuping hidung + susah

bernafas + merintih + kebiruan          

93

Page 109: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Lampiran 4

Tabel SPSS

Grup Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 6-12 bulan 33 36.7 36.7 36.7

13-18 bulan 26 28.9 28.9 65.6

19-24 bulan 31 34.4 34.4 100.0

Total 90 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 40 44.4 44.4 44.4

Perempuan 50 55.6 55.6 100.0

Total 90 100.0 100.0

Status Gizi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Gizi Buruk < -3 SD 9 10.0 10.0 10.0

Gizi Kurang -3 SD s/d < -2 SD 23 25.6 25.6 35.6

Gizi Baik -2 SD s/d 2 SD 58 64.4 64.4 100.0

Total 90 100.0 100.0

Grup umur ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 20 - 30 tahun 62 68.9 68.9 68.9

94

Page 110: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Grup Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 6-12 bulan 33 36.7 36.7 36.7

13-18 bulan 26 28.9 28.9 65.6

19-24 bulan 31 34.4 34.4 100.0

31- 40 tahun 26 28.9 28.9 97.8

> 40 tahun 2 2.2 2.2 100.0

Total 90 100.0 100.0

Pendidikan Terakhir Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Sekolah 6 6.7 6.7 6.7

SD 40 44.4 44.4 51.1

SMP 19 21.1 21.1 72.2

SMA 22 24.4 24.4 96.7

Sarjana 3 3.3 3.3 100.0

Total 90 100.0 100.0

Pekerjaan Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

95

Page 111: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Pendidikan Terakhir Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Sekolah 6 6.7 6.7 6.7

SD 40 44.4 44.4 51.1

SMP 19 21.1 21.1 72.2

SMA 22 24.4 24.4 96.7

Sarjana 3 3.3 3.3 100.0

Valid Ibu Rumah Tangga 82 91.1 91.1 91.1

Guru 1 1.1 1.1 92.2

Wiraswasta 5 5.6 5.6 97.8

Karyawan 2 2.2 2.2 100.0

Total 90 100.0 100.0

Menyusui

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 12 13.3 13.3 13.3

Ya 78 86.7 86.7 100.0

Total 90 100.0 100.0

Frekuensi Menyusui

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 kali 1 1.1 1.3 1.3

2 kali 5 5.6 6.4 7.7

96

Page 112: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Pendidikan Terakhir Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Sekolah 6 6.7 6.7 6.7

SD 40 44.4 44.4 51.1

SMP 19 21.1 21.1 72.2

SMA 22 24.4 24.4 96.7

Sarjana 3 3.3 3.3 100.0

3 kali 5 5.6 6.4 14.1

> 3 kali 67 74.4 85.9 100.0

Total 78 86.7 100.0

Missing System 12 13.3

Total 90 100.0

Lama Menyusui

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 5 menit 2 2.2 2.6 2.6

> 15 menit 26 28.9 33.3 35.9

5 - 10 menit 16 17.8 20.5 56.4

10 - 15 menit 34 37.8 43.6 100.0

Total 78 86.7 100.0

Missing System 12 13.3

Total 90 100.0

97

Page 113: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Lama Menyusui

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 5 menit 2 2.2 2.6 2.6

> 15 menit 26 28.9 33.3 35.9

5 - 10 menit 16 17.8 20.5 56.4

10 - 15 menit 34 37.8 43.6 100.0

Total 78 86.7 100.0

Missing System 12 13.3

Usia Menyusui

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 4 bulan 4 4.4 5.1 5.1

4 - 6 bulan 7 7.8 9.0 14.1

6 - 9 bulan 2 2.2 2.6 16.7

> 9 bulan 65 72.2 83.3 100.0

Total 78 86.7 100.0

Missing System 12 13.3

Total 90 100.0

MP ASI < 6 bulan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 28 31.1 31.1 31.1

Ya 62 68.9 68.9 100.0

98

Page 114: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Lama Menyusui

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 5 menit 2 2.2 2.6 2.6

> 15 menit 26 28.9 33.3 35.9

5 - 10 menit 16 17.8 20.5 56.4

10 - 15 menit 34 37.8 43.6 100.0

Total 78 86.7 100.0

Missing System 12 13.3

Total 90 100.0 100.0

99

Page 115: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Jenis MP ASI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Bubur Saring 5 5.6 8.1 8.1

Bubur Susu 29 32.2 46.8 54.8

Susu Formula 28 31.1 45.2 100.0

Total 62 68.9 100.0

Missing System 28 31.1

Total 90 100.0

ASI Eksklusif

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak ASI Eksklusif 66 73.3 73.3 73.3

ASI Eksklusif 24 26.7 26.7 100.0

Total 90 100.0 100.0

ISPA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 3 3.3 3.3 3.3

Ya 87 96.7 96.7 100.0

Total 90 100.0 100.0

100

Page 116: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Frekuensi Common Cold * Lama Common Cold Crosstabulation

Lama Common Cold

Total> 1 minggu < 1 minggu

Frekuensi Common

Cold

Sangat Sering Count 7 15 22

% within Frekuensi Common Cold 31.8% 68.2% 100.0%

% within Lama Common Cold 25.9% 26.8% 26.5%

% of Total 8.4% 18.1% 26.5%

Sering Count 6 15 21

% within Frekuensi Common Cold 28.6% 71.4% 100.0%

% within Lama Common Cold 22.2% 26.8% 25.3%

% of Total 7.2% 18.1% 25.3%

Pernah Count 14 26 40

% within Frekuensi Common Cold 35.0% 65.0% 100.0%

% within Lama Common Cold 51.9% 46.4% 48.2%

% of Total 16.9% 31.3% 48.2%

Total Count 27 56 83

% within Frekuensi Common Cold 32.5% 67.5% 100.0%

% within Lama Common Cold 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 32.5% 67.5% 100.0%

101

Page 117: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Frekuensi Faringitis * Lama Faringitis Crosstabulation

Lama Faringitis

Total> 1 minggu < 1 minggu

Frekuensi Faringitis Sangat Sering Count 2 3 5

% within Frekuensi Faringitis 40.0% 60.0% 100.0%

% within Lama Faringitis 10.5% 6.1% 7.4%

% of Total 2.9% 4.4% 7.4%

Sering Count 7 15 22

% within Frekuensi Faringitis 31.8% 68.2% 100.0%

% within Lama Faringitis 36.8% 30.6% 32.4%

% of Total 10.3% 22.1% 32.4%

Pernah Count 10 31 41

% within Frekuensi Faringitis 24.4% 75.6% 100.0%

% within Lama Faringitis 52.6% 63.3% 60.3%

% of Total 14.7% 45.6% 60.3%

Total Count 19 49 68

% within Frekuensi Faringitis 27.9% 72.1% 100.0%

% within Lama Faringitis 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 27.9% 72.1% 100.0%

102

Page 118: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Frekuensi Sinusitis * Lama Sinusitis Crosstabulation

Lama Sinusitis

Total> 1 minggu < 1 minggu

Frekuensi Sinusitis Sangat Sering Count 0 6 6

% within Frekuensi Sinusitis .0% 100.0% 100.0%

% within Lama Sinusitis .0% 21.4% 16.7%

% of Total .0% 16.7% 16.7%

Sering Count 4 3 7

% within Frekuensi Sinusitis 57.1% 42.9% 100.0%

% within Lama Sinusitis 50.0% 10.7% 19.4%

% of Total 11.1% 8.3% 19.4%

Pernah Count 4 19 23

% within Frekuensi Sinusitis 17.4% 82.6% 100.0%

% within Lama Sinusitis 50.0% 67.9% 63.9%

% of Total 11.1% 52.8% 63.9%

Total Count 8 28 36

% within Frekuensi Sinusitis 22.2% 77.8% 100.0%

% within Lama Sinusitis 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 22.2% 77.8% 100.0%

103

Page 119: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Frekuensi Bronkiolitis * Lama Bronkiolitis Crosstabulation

Lama Bronkiolitis

Total> 1 minggu < 1 minggu

Frekuensi Bronkiolitis Sangat Sering Count 0 4 4

% within Frekuensi Bronkiolitis .0% 100.0% 100.0%

% within Lama Bronkiolitis .0% 23.5% 19.0%

% of Total .0% 19.0% 19.0%

Sering Count 4 9 13

% within Frekuensi Bronkiolitis 30.8% 69.2% 100.0%

% within Lama Bronkiolitis 100.0% 52.9% 61.9%

% of Total 19.0% 42.9% 61.9%

Pernah Count 0 4 4

% within Frekuensi Bronkiolitis .0% 100.0% 100.0%

% within Lama Bronkiolitis .0% 23.5% 19.0%

% of Total .0% 19.0% 19.0%

Total Count 4 17 21

% within Frekuensi Bronkiolitis 19.0% 81.0% 100.0%

% within Lama Bronkiolitis 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 19.0% 81.0% 100.0%

104

Page 120: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Frekuensi Pneumonia * Lama Pneumonia Crosstabulation

Lama Pneumonia

Total> 1 minggu < 1 minggu

Frekuensi Pneumonia Sangat Sering Count 2 0 2

% within Frekuensi Pneumonia 100.0% .0% 100.0%

% within Lama Pneumonia 28.6% .0% 11.1%

% of Total 11.1% .0% 11.1%

Sering Count 4 3 7

% within Frekuensi Pneumonia 57.1% 42.9% 100.0%

% within Lama Pneumonia 57.1% 27.3% 38.9%

% of Total 22.2% 16.7% 38.9%

Pernah Count 1 8 9

% within Frekuensi Pneumonia 11.1% 88.9% 100.0%

% within Lama Pneumonia 14.3% 72.7% 50.0%

% of Total 5.6% 44.4% 50.0%

Total Count 7 11 18

% within Frekuensi Pneumonia 38.9% 61.1% 100.0%

% within Lama Pneumonia 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 38.9% 61.1% 100.0%

Klasifikasi ISPA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ISPA Atas 64 71.1 73.6 73.6

ISPA Bawah 23 25.6 26.4 100.0

Total 87 96.7 100.0

Missing System 3 3.3

Total 90 100.0

105

Page 121: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

ASI Eksklusif * Klasifikasi ISPA Crosstabulation

Klasifikasi ISPA

TotalISPA Atas ISPA Bawah

ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif Count 41 23 64

% within ASI Eksklusif 64.1% 35.9% 100.0%

% within Klasifikasi ISPA 64.1% 100.0% 73.6%

% of Total 47.1% 26.4% 73.6%

ASI Eksklusif Count 23 0 23

% within ASI Eksklusif 100.0% .0% 100.0%

% within Klasifikasi ISPA 35.9% .0% 26.4%

% of Total 26.4% .0% 26.4%

Total Count 64 23 87

% within ASI Eksklusif 73.6% 26.4% 100.0%

% within Klasifikasi ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 73.6% 26.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 11.236a 1 .001

Continuity Correctionb 9.464 1 .002

Likelihood Ratio 16.907 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 11.107 1 .001

N of Valid Cases 87

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.08.

b. Computed only for a 2x2 table

106

Page 122: Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kedung Cowek Surabaya

Symmetric Measures

Value Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R -.359 .049 -3.550 .001c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.359 .049 -3.550 .001c

N of Valid Cases 87

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

107