180
HOLISTIC PERIOPERATIVE NAGEMENT IN ELDERLY AND GERIATRIC PATIENT

HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

  • Upload
    vuanh

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND GERIATRIC PATIENT

Page 2: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

dr. Lili Legiawati, Sp.KK lK)

SIP. otot0.110723156009107 2022

Holistic Perioperative Management In Elderly And Geriatric Patient

Tim Editor: Noto Dwimartutie

Ika Fitriana

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 3: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2017 Holistic Perioperative Management In Elderly And Geriatric Patient

Tim Editor: Noto Dwimartutie, Ika Fitriana © 2017 Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia Cabang Jakarta

vii + 172 halaman 15 x 23 cm

ISBN : 978-979-19931-7-3

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan se­bagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apa pun juga tanpa seizin penulis dan penerbit.

Diterbitkan pertama kali oleh Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia Cabang Jakarta Jakarta, Juli 2017 email: [email protected]

Redaktur pelaksana: Sri Herawati

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 4: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Czeresna H. Soejono

Lili Legiawati

Martina Wiwie

Noto Dwimartutie

Novira Widajanti

Ponco Birowo

Purwita Wijaya Laksmi

S.A. Nuhoni M. Jatim

Siti Setiati

Susilo Chandra

Penulis Divisi Geriatri Departemen llmu Penyakit Dalam FKUl/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit clan Kelamin FKUl/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Departemen Psikiatri FKUl/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUnair / RSU Dr. Soetomo Surabaya

Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Departemen Rehabilitasi Medik FKUl/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUl/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Departemen Ilmu Kedokteran Forensik FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ill "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 5: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Kata Pengantar

Pasien usia lanjut membutuhkan pendekatan khusus baik dari

aspek diagnosis dan terapi, karena karakteristiknya yang khusus.

Sejalan dengan perkembangan waktu, jumlah usia lanjut yang

membutuhkan intervensi medis berupa tindakan operasi meningkat

dan diperkirakan akan terns bertambah sejalan dengan populasi

unia yang menua (aging population). Tatalaksana perioperatif pada

pasien usia lanjut memiliki tantangan yang berbeda dibandingkan

pada usia dewasa muda. Usia lanjut cenderung memiliki komorbi­

ditas multipel, disabilitas, gangguan kognitif, dan penurunan faali

dari berbagai fungsi organ. Berbagai faktor tersebut menjadikan

pasien usia lanjut rentan akan timbulnya komplikasi perioperatif

dan membuat jangka waktu perawatan lebih lama, sehingga lebih

lanjutnya meningkatkan risiko infeksi nosocomial, iatrogenesis

dan mortalitas.

Buku ini membuat kumpulan tulisan ilmiah para pembicara

terkait Temu Ilmiah Geriatri yang mengusung tema "Holistic

Perioperative Management In Elderly And Geriatric Patient" . Tulisan

tersebut diharapkan dapat menjadi bekal pengetahuan masyarakat

profesi kesehatan dalam hal manajemen perioperatif dan kasus­

kasus umum pada geriatri di praktik sehari-hari. Selain itu, abstrak

penelitian pada orang usia anjut di Indonesia juga ditampilkan agar

dapat memberikan wawasan data Iokal terkait penelitian orang usia

lanjut dan diharapkan dapat menjadi acuan bagi perkembangan

penelitian selanjutnya di Indonesia.

v

Semoga bermanfaat

Jakarta, Juli 2017

Tim Editor

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 6: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Daftar Isi

Manajemen Perioperatif pada Pasien Geriatri............................................ 1

Anestesia untuk Pasien Geriatri ................................................................... 13

Prehabilitasi dan Outcome Fungsional pada Pasien Bedah Geriatri ...... 23

Tatalaksana Mutakhir Pembesaran Prostat Jinak ...................................... 28

Peran Nutrisi Parenteral bagi Pasien Usia Lanjut yang

Peran Nutrisi Parenteral bagi Pasien Usia Lanjut yang

Menjalani Operasi ........................................................................................... 40

Manajemen Perioperatif pada Pasien Geriatri dengan Demensia .......... 50

Peran Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G/CGA)

dalam Pengelolaan Pasien Geriatri di era Jaminan Kesehatan

Nasional GKN): Telaah Cost Effectiveness Analysis (CEA)......................... 58

Penyakit Kulit Pada Usia Lanjut... ........................... f................................... 68

Asuhan Gizi pada Lanjut Usia dan Pasien Geriatri ................................... 91

Sarkopenia dan Frailty: Deteksi Dini dan Tatalaksana

di Rumah Sakit dan Komunitas .................................................................... 93

Kumpulan Abstrak Penelitian....................................................................... 121

Vll "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 7: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Managemen Perioperatif pada Pasien Geriatri

Siti Setiati, Laurentius Johan Ardian

Jumlah penduduk usia lanjut (lansia) di seluruh dunia

meningkat dari tahun ke tahun.l Berbagai perubahan fisik

terkait proses menua menjadikan para lansia ini rentan terkena

penyakit, tak terkecuali yang memerlukan pembedahan.2

Data di Amerika Serikat menyebutkan tindakan pem­

bedahan lebih sering dilakukan pada pasien usia lanjut

dibanding pada penduduk usia lebih muda (136 tindakan

per 100.000 penduduk usia 40-64 tahun dan 190 tindakan per

100.000 penduduk pada usia 65 tahun ke atas).2 Sementara

itu, data RSCM pada rentang waktu Oktober 2016-Januari "

2017 menunjukkan terdapat 82 pasien usia 60-70 tahun yang

menjalani berbagai jenis tindakan pembedahan. Pada rentang

usia lebih tua, jumlah tersebut menurun drastis menjadi 24

kasus dan 5 kasus pada pasien usia 71-80 tahun dan usia >80

tahun.3

Pembedahan memberi keuntungan pengurangan gejala

pada pasien sekaligus menghadapkan pasien dengan risiko

kematian.4 Pasien lansia sering ditolak untuk menjalani

pembedahan karena pertimbangan usia semata. Padahal, telah

dibuktikan pada beberapa penelitian, ban yak pasien lansia dapat

ditangani secara aman dan usia (usia kronologis) seharusnya

tidak menjadi parameter tunggal yang dipertimbangkan dalam

pertimbangan penatalaksanaan pasien.5

Managemen perioperatif menjadi semakin rumit terkait dengan bertambahnya usia pasien yang akan menjalani

pembedahan.2 Dibutuhkan managemen perioperatif yang

berkesinambungan, koheren, dan berkualitas untuk memenuhi

kebutuhan pasien lansia yang kompleks. Managemen ini perlu

11 I "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 8: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1ding Temu !irn1ah Geriatri 2017

dilakukan dengan pendekatan multidisiplin yang rnelibatkan

layanan primer, layanan kegawatd aruratan, dokter ahli

geriatri, dokter anestesi, intensivis, dokter bedah dan pasien

sendiri.6

Pengkajian praoperasi dapat dilakukan untuk meng­

identifikasi faktor yang terkait peningkatan risiko kornplikasi

dan m erekomendasikan rencana penanganan untuk

meminimalkan risiko . Setiap individu seharusnya dikaj i

secara individu dan pertirnbangan seharusnya berdasarkan

pada masalah individu dan status fisiologis, bukan hanya

dari segi usia.7

Konsu ltasi prabedah dan praanestesi yang hanya

berdasar pada klasifikasi status fisik ASA (American Society

of Anesthesiologist), riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik

hanya memperoleh sedikit informasi rnengenai kondisi pasien

geriatri. Metode tersebut belum mencakup status kognitif dan

status frailty yang rnerupakan aspek pen ting yang harus dinilai

pada pasien geriatri.8 Untuk itu, diperlukan pemeriksaan dan

pengkajian praoperasi yang lebih paripurna untuk menilai

pasien geriatri. Instrurnen tersebut juga harus cukup praktis

digunakan pada kondisi klinik preoperatif yang sibuk tapi

tetap cukup sahih dan andal untuk rnenilai secara rnenyeluruh

kondisi pasien geriatri yang akan menjalani pernbedahan.9

Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G)

Pengkajian paripurna pasien geriatri (P3G) merupakan

jawaban untuk mernenuhi kornpleksnya kebutuhan pasien

geriatri yang akan rnenjalani operasi/pembedahan. American

College of Surgeons/American Geriatrics Society dan British

Geria trics Society telah mengadopsi sistem pengkajian ini

untuk managemen perioperatif.1 0•11 Sistem P3G ini mencakup

pengkajian beberapa sistem yang khas pada pasien geriatri,

1 2 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 9: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

seperti fungsi kognitif, depresi, fungsional, frailty, nutrisi,

kardiovaskular, dan respirasi.

1 . Status kognitif Pemeriksaan status kognitif merupakan salah satu evaluasi

preoperatif yang penting untuk dilakukan. Pemeriksaan ini

akan memberikan gambaran kondisi baseline fungsi kognitif

pasien yang berguna untuk membantu penegakan diagnosis

postoperative cognitive dysfunction (POCD). Akan sangat sulit

untuk menegakkan diagnosis POCD tanpa mengetahui

status kognitif dasar / awal pasien saat sebelum operasi . 1 2

Adanya gangguan ko�litif sebelum operasi akan berpengaruh

terhadap munculnya luaran buruk pascaoperasi. Sebuah telaah

sistematis dan meta-analysis oleh Smith13, dkk. menunjukkan

gangguan kognitif akan meningkatkan risiko mortalitas pada

pasien yang menjalani operasi fraktur tulang panggul dengan

RR=l,91 (95% IK 1,35-2,70). Gangguan kognitif sebelum operasi

juga menjadi faktor risiko munculnya delirium pascaoperasi

fraktur tulang panggul (OR=3,21; 95% IK 2,26-4,56)14 dan pasca

tindakan CABG (coronary artery bypass grafting) dengan OR

=3,23 (95% IK 1,008-10,356).15 Kondisi delirium pascaoperasi

akan berpengaruh terhadap lama perawatan pasien di rumah

sakit, institusionalization (pemulangan pasien ke nursing home

pascaperawatan), dan mortalitas.15• 16

Pemeriksaan kognitif sebelum operasi juga bermanfaat

untuk menentukan apakah pasien memiliki kemampuan

pengambilan keputusan . Klinisi perlu mengkonfirmasi

apakah pasien dapat mendeskripsikan (dalam bahasa

mereka sendiri) kondisi medis yang sedang ia alami,

indikasi, keuntungan, risiko Qangka panjang dan pendek),

keuntungan dari tindakan dan tindakan alternatif, serta terapi

konservatif (tanpa prosedur tindakan) . 1 0· 1 1 Khusus untuk

pasien geriatri, Association of Anaesthetists of Great Britain and

Ireland (AAGBI) merekomendasikan untuk disampaikan pula

informasi mengenai apakah tindakan yang dilakukan akan

1 3 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 10: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

� Prosiding Ternu Urrnah c;eriatri 2017

mempengaruhi kualitas hid up pasien di sisa masa hidupnya.10

Ada empat kriteria yang relevan untuk menilai kapasitas

pengambilan keputusan pasien:11

1 . Pasien dapat secara jelas menjelaskan pilihan penanganan

yang akan diberikan.

2. Pasien mengerti informasi yang disampaikan klinisi.

3. Pasien mengetahui dan menyetujui kondisi medis, pilihan

terapi dan luaran dari masing-masing terapi tersebut.

4. Pasien dapat secara rasional terlibat dalam diskusi.

2 . Status depresi

Diperkirakan terdapat 7 juta populasi dewasa usia 65

tahun ke atas atau sekitar 15-20% terkena depresi. Prevalensi

ini meningkat di antara orang lansia yang menjalani

pembedahan. Pada sebuah kohort prospektif dari 149 dan

133 pasien yang menjalani artroplasti panggul dan lutut yang

diukur dengan menggunakan Hospital Anxiety Outcome Score,

prevalensi ansietas mencapai 27,9% (panggul) dan 20,3% (lutut)

sedangkan prevalensi depresi mencapai 33,6% (panggul) dan

22,7% (lutut). Prevalensi tersebut akan menu run tajam setelah

pembedahan dilakukan.12

Kejadian depresi prabedah akan berpengaruh terhadap

munculnya kejadian delirium pascaoperasi . Leung17, dkk

menemukan semakin tinggi tingkat depresi, semakin besar

insidens del ir ium (p=0,048) dan semakin lama durasi

delirium pascaoperasi (p=0,027). Bebenip'll penelitian juga

mengaitkan kejad ian delirium pascaoperasi dengan nyeri

pascapembedahan. Namun, sebuah telaah sistematis oleh

Dadgostar18, dkk manyatakan belum ada bukti yang konklusif

mengkonfirmasi hubungan antara keduanya.

3 . Status nutrisi

Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan prevalensi

orang usia lanjut dengan gizi kurang (undernutrition) di rumah

sakit mencapai 2,14% dan 2,5% .1 9•20 Sementara itu, prevalensi

1 4 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 11: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

pasien usia lanjut yang berisiko malnutrisi mencapai 56,7%

dan 24,6% .19•20 Di komunitas, angka tersebut hanya berkisar

pada 9,8% .21 Data pasien RSCM menunjukkan sebagian besar

pasien usia lanjut yang akan menjalani pembedahan memiliki

indeks massa tubuh yang normal. Namun, tak jarang pasien

dengan status gizi kurangjuga perlu menjalani pembedahan.3

Status nutrisi yang buruk memiliki dampak pada luaran

pascaoperasi yang 1'uruk. Telaah sistematis oleh van Stijn22,

dkk menem,ukan kadar serum albumin dan penurunan berat

badan �10% dalam 6 bulan terakhir berpengaruh pada luaran

pascaoperasi pada pasien yang menjalani pembedahan um urn.

European Society for Clinical Nutrition and Metabolism

menyarankan penggunaan Mini Nu tri tional Asessmen t

(MNA) untuk mengkaji status nutrisi yang telah tervalidasi

dan telah digunakan secara luas pada populasi geriatri.12•23

Selain MNA, short form MNA juga dapat digunakan pada

kondisi praoperasi. Meski, sf-MN A tidak cukup akurat dalam

memprediksi kemungkinan adanya masalah nutrisi pada

pengkajian yang lengkap, pemeriksaan cukup mudah dan

efisien untuk diterapkan pada evaluasi praoperasi.23

4 . Status fungsional Status fungsional didefinisikan sebagai sejumlah perilaku

yang dibutuhkan untuk mempertahankan aktivitas sehari­

hari, termasuk fungsi sosial dan kognitif. Status fungsional

dibedakan menjadi kemampuan pasien untuk bergerak dan

melakukan aktivitas dasar (BADL) serta untuk melakukan

aktivitas tambahan (IADL). Kedua instrumen tersebut menilai

derajat ketergantungan pasien pada orang lain.8•23 Pasien

dengan ketergantungan pada orang lain akan dirawat lebih

lama di rumah sakit dan lebih sering mengalami komplikasi

mayor pascaoperasi (mortalitas, emboli paru, dan infark

miokard).24

Meski belum rutin dilakukan pada pemeriksaan preoperatif,

evaluasi status fungsional yang hanya memakan waktu tidak

1 5 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 12: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosiding Temu iim1ah Ge riatri 2017

lama (10-15 menit) dapat memberikan informasi yang berharga

untuk konseling preoperatif tentang risiko pembedahan

dan rencana perawatan pascaoperasi. Pemeriksaan status

fungsional ini juga berperan pada tahap prarehabilitasi untuk

mempertahankan atau meningkatkan cadangan fungsional

seseorang untuk memfasilitasi rehabilitasi pascaoperasi dan

pemulangan pasien kembali ke komunitas.10

American College of Surgeons/American Geriatrics Society

merekomendasikan pemeriksaan Timed Up and Go Test (TUG)

praoperasi sebagai salah satu pengukuran status fungsional. 1 1

Pasien dengan TUG > 20 detik memiliki risiko 4,21 kali lebih

tinggi lebih lama dirawat di rumah sakit. (95%-CI = 1 .14-15.58;

p = 0.03)25

5 . Status frailty Frailhj (kerentaan) sering didefinisikan sebagai keadaan

dimana terjadinya penurunan dan kerentanan yang identik

dengan terjadinya kelemahan dan penurunan cadangan

fisiologis pada orang usia lanjut. Kerentaan merupakan sebuah

kesatuan tersendiri dengan berbagai macam kemungkinan

manifestasi (tidak ada manifestasi tunggal) sehingga kerentaan

didefinisikan sebagai sebuah sindrom.26

Sampai saat ini telah banyak dikembangkan sistem skor

atau instrumen untuk menentukan status frailty. Namun,

belum ada sistem skor yang menjadi baku ema.s. Sebagian besar

metode/ instrumen yang digunakan untuk menetapkan status

frailty didasari oleh salah satu dari dua konsep pendekatan

yaitu fisik/ fenotip dan akumulasi defi;it/ indeks kerentaan.27

Contoh instrumen yang menggunakan pendekatan ini adalah

Cardiovascular Health S tu dy/CHS (kriteria fenotip yang

dikemukakan Fried), S tudy of Osteoporotic Fracture (SOF),

Fatigue, Resistance, Ambulation, Illness, Loss of weight (FRAIL).

Contoh instrumen yang menggunakan pendekatan ini yaitu

Frailty Index 40 (FI-40), Frailty Index-Comprehensive Geriatric

Asessment (FI-CGA).

1 6 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 13: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Telaah sistematis oleh Oakland28, dkk. mengungkapkan

pasien dengan status frailty akan memiliki risiko kematian

di rumah sakit yang lebih besar (OR=2,77 95% IK 1,62-4,73);

kematian dalam satu tahun (OR=l ,99 95% IK 1 ,49-2,66);

perawatan yang lebih lama (1,05 hari, 95% IK 0,02-2,07 hari);

dan dipulangkan ke pusat rehabilitasi/ nursing home (OR=5,71

95% IK 3,41-9,55). '

6 . Status kardiovaskular Suatu prosedur tindakan pembedahan nonkardiak

dikategorikan sebagai risiko rendah bila karakterisktik pasien

dan tindakan digabung memprediksi risiko major adverse cardiac

event (MACE) kematian atau infark miokard < 1 % . Contoh

tindakan dengan risiko rendah antara lain operasi plastik dan katarak. Prosedur tindakan dengan risiko MACE � 1 %

termasuk dalam tindakan yang meningkatkan risiko (elevated

risk).29

Instrumen yang umum digunakan untuk menilai risiko

kardiak perioperatif adalah Revised Cardiac Risk Index (RCRI).

Pasien yang memiliki 0 atau 1 faktor risiko memiliki risiko

rendah MACE. Sementara itu, pasien dengan � 2 prediktor

memiliki risiko MACE yang lebih tinggi. Prediktor yang

termasuk dalam RCRI antara lain riwayat penyakit jantung

iskemik, riwayat gaga! jantung kongestif, riwayat penyakit

serebrovaskular, diabetes mellitus, dan insufisiensi renal

(kreatinin >2 mg/ dL). Selain RCRI, kini telah dikembangkan

instrumen berupa kalkulator risiko berdasar dari database

ACS NSQIP (www.riskcalculator.facs .org). Ada beberapa

keterbatasan dari penggunaan instrumen ini. Salah satunya

yaitu belum tervalidasinya instrumen dengan populasi di

luar NSQIP.29

Moitra30, dkk mengungkapkan skor RCRI merupakan salah

satu prediktor kematian pasien yang menjalani pembedahan

dalam 1 tahun (OR= 1,7 , 95% IK 1,2-2,4 ) . Faktor lain yangjuga

dapat menjadi prediktor, yaitu usia � 80 tahun, klasifikasi ASA

1 7 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 14: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1ng Temu limiah Geriatri 2017

= 4, jenis kelamin perempuan, dan pembedahan emergensi.

7 . Status respirasi Pengkajian status paru dan respirasi diperlukan agar dapat

mencegah komplikasi paru pascaoperasi. Pada pembedahan

umum insidens komplikasi paru pascaoperasi dilaporkan 5%

dan meningkat menjadi 20% pada kelompok yang menjalani

prosedur risiko tinggi. Sebuah systematic review oleh Smetana,

dkk. yang mengungkapkan faktor risiko postoperative pulmonan1

complications (PPC) menjadi rujukan yang paling sering

digunakan pad a berbagai guidelines.31

Tabet 1. Faktor Risiko Komplikasi Pam Pascaoperasi"

Faktor terkait pasien

Didukung oleh bukti yang kuat

Usia yang lanjut

Kelas ASA� 2

Gaga! jantung kongestif

Ketergantungan fungsional

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

Didukung oleh bukti yang cukup

Berat badan yang turun

Gangguan sensori

Penggunaan rokok

Penggunaan alkohol

Hasil tidak normal dari pemeriksaan dada

Tidak meningkatkan risiko (didukung bukti yang kuat)

Asma yang terkontrol baik

Obesitas

Faktor terkait prosedur

Transfusi perioperatif

Pembedahan panggul

Pembedahan genitourinary atau ginekologi

Didukung bukti yang tidak cukup sebagai faktor risiko

Obstructive sleep apnea Pembedahan esofagus

Kapasitas exercise yang buruk

1 8 l

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 15: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Perokok yang menjalani pembedahan nonkardiak akan

mengalami PPC 4 kali lipat dibandingkan dengan pasien

yang bukan perokok. Merokok mengganggu pembersihan

trakeobronkial dengan merusak silia dan meningkatkan sekresi

dan konsistensi mukus. Merokok juga meningkatkan kolaps

dari alveolar sehingga akan risiko infeksi meningkat dan

memanjangnya penggunaan ventilasi mekanik.31

Berhenti merokok akan menurunkan risiko PPC sebesar

20% dan penting pada pasien dengan PPOK. Manfaat dari

berhenti merokok bergantung pada jumlah rokok yang telah

diisap, lama tidak merokok, usia saat mulai berhenti.31 Wong

dkk32 dalam suatu telaah sistematis menganjurkan pasien yang

akan menjalani pembedahan untuk berhenti merokok minimal

selama 4 bulan sebelum pembedahan untu k mengurangi

kejadian komplikasi paru dan komplikasi penyembuhan Iuka

pascaoperasi.

Kesimpulan

Usia (usia kronologis) tak boleh menjadi k riteria

eksklusi tunggal bagi pasien usia lanjut yang akan menjalani

pembedahan. Usia biologis yang merupakan hasil interaksi

proses menua, komorbiditas, dan faktor genetik tampaknya

lebih mampu memprediksi derajat kebugaran dan performa

seseorang ketika menghadapi masalah kesehatan (termasuk

pembedahan). Konsultasi prabedah dan praanestesi yang

hanya berdasar pada klasifikasi status fisik ASA (American

Society of Anesthesiologist), riwayat penyakit, dan pemeriksaan

fisik hanya memperoleh sedikit informasi mengenai kondisi

pasien geriatri. Pengkajian paripurna pasien geriatri (P3G)

merupakan jawaban untuk memenuhi kompleksnya kebutuhan

pasien geriatri yang akan menjalani operasi/ pembedahan.

Instrumen yang digunakaan dalam kondisi perioperatif harus

sahih dan andal untuk menilai secara menyeluruh kondisi

pasien geriatri yang akan menjalani pembedahan serta cukup

1 9 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 16: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ternu �:rrni"jh Geriatri 2017 ------·---

praktis digunakan pada kondisi klinik preoperatif yang sibuk.

Daftar Pustaka

1 . United Nations. World Population Ageing. 2015

2. Beliveau MM, Multach M. Perioperative care for the elderly patient. Med Clin N Am 2003;87:273-89.

3. Data Pasien Perioperatif Geriatri RSCM. 2017.

4. Dhesi J. Setting up a proactive service to make surgery safer for older people. The Health Foundation. 2013.

5. Cheng S, Yang T, Jeng K, Lee J . Perioperative Care of the Elderly. Int J Gerontol 2007;1(2):89-97.

6. Dodds C, Foo I, Jones K, Singh SK, Waldmann C. Peri-operative care of elderly patients - an urgent need for change : a consensus statement to provide guidance for specialist and non-specialist anaesthetists. Perioper Med 2013;2(1 ) :1-6.

7. Ersan T. Perioperative Management of the Geriatric Patient. 201 5. Available from http : / / emedicine.medscape.com/ article/ 285433-overview

8. Bettel l i G . Preoperative evaluation in geriatric surgery : comorbidity, functional status. Minerva Anestesiol 2011;77(6):637-46.

9. Long LS, Shapiro WA, Leung JM. A brief review of practical p reoperative cognitive screening tools. Can J Anaesth 2012;59(8):798-804.

10. Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland. Perioperative care of the elderly 2014. Anaesthesia 2014;69 s1 :81 -98. 11. Chow WB, Rosenthal RA, Merkow RP, Ko CY, Esnaola NF. Optimal Preoperative Assessment of the Geriatric Surgical Patient : A Best Practices Guideline from the American College of Surgeons National Surgical Quality Improvement Program and the American Geriatrics Society. J Am Coll Surg 2012;215(4):453-66.

12. Kim S, Brooks AK. Preoperative assessment of the older surgical patient : honing in on geriatric syndromes. Clin Interv Aging 2015;10:13-27.

13. Smith T, Pelpola K, Ball M, Ong A, Mynt PK. Pre-operative indicators for mortality following hip fracture surgery :

l 10 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 17: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

a systematic review and meta-analys is. Age and Ageing 2014;43:464-71 .

14., Yang Y, Zhao X, Dong T, Yang Z, Zhang Q. Risk factors for postoperative delirium following hip fracture repair in elderly patients : a systematic review and meta-analysis. Aging Clin Exp Res 2017;29(2):115-26.

15. Zhang W, Wu W, Gu J, Sun Y, Ye X, Qiu W, et a!. Risk factors for postoperative delirium in patients after coronary artery bypass grafting : A prospective cohort study. J Crit Care 2015. Available from: http:/ /dx.doi.org/10.1016/j.jcrc.2015.02.003

16. Visser L, Prent A, van Der Laan MJ, van Leeuwen BL, Izaks GJ, Zeebregts CJ, Pol RA . Predicting postoperative delirium after vascular surgical procedures. J Vase Surg 2013;62(1) :183-9.

17. Leung J M , Sands LP, Mu l len EA, Wang Y, Vaurio L . Are Preoperative Depressive Symptoms Associated With Postoperative Delirium in Geriatric Surgical Patients ? J Gerontol Med Sci 2005;60(12):1563-8.

18. Dadgostar A, Bigder M, Punjani N, Lozo S, Chahal V, Kavanagh A. Does preoperative depression predict post-operative surgical pain : A systematic review. Int J Surg 2017;41 :162-73.

19. Setiati S, et al . Cut-off of anthropometry measurement and nutritional status among elderly outpatient in Indonesia: multi­center study. Acta Medica Indonesiana. 2010;42(4):224-30.

20. Setiati S, et al. Indonesia frailty, aging, and quality of life (INA­FRAGILE) longitudinal study 2013-2015. In press.

21 . Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R. Predictors and scoring system for health related quality of life in Indonesian community dwell ing elderly population. Acta Medica Indonesiana. 2011;43(4):237-242.

22. van Stijn MFM, Korkic-halilovic I, Bakker MSM, van Der Ploeg T, van Leeuwen PAM. Preoperative nutrition status and postoperative outcome in elderly general surgery patients : a systematic review. J Parenter Enteral Nutr. 2013;37(1) :37-43

23. Dewan SK, Zheng SB, Xia SJ. Preoperative geriatric assessment : Comprehensive , multidisciplinary and proactive. Eur J Intern Med 2012;23(6):487-94.

24. Ramos DGR, Goodwin CR, Elder BD, Boah AO, Miller EK, et al. Preoperative functional status as a predictor of short-term

I 11 I "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 18: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ten"lu limiah c;eriatri 2017

outcome in adult spinal deformity surgery q. J Clin Neurosci 2017;39:118-23.

25. Huisman MG, Audisio RA, Ugolini G, Montroni I. Screening for predictors of adverse outcome in onco-geriatric surgical patients : A multicenter prospective cohort study. Eur J Surg Oncol 2015;41 (7) :844-51 .

26. Fedarko NS. The Biology of Aging and Frailty. Clin Geriatr Med. 2011 ;27(1 ) :27-37.

27. Fried L, Tangen C, Walston J, Newman A, Hirsch C, Gottdiener J, et al. Frailty in older adults: evidence for a phenotype. J Gerontol. 2001;56A(3):M146-56.

28. Oakland K, Nadler R, Cresswell L, Jackson D, Coughlin PA. Systematic review and meta-analysis of the association between frailty and outcome in surgical patients. Ann R Coll Surg Engl 2016; 98: 80-85.

29. Fleisher LA, Fleischmann KE, Auerbach AD, Bernason SA, Beckman JA, Bozkurt B, et. al. Nelson MT, Spencer CC, Thompson A. 2014 ACC/ AHA Guideline on perioperative cardiovascular evaluation and management of patients undergoing noncardiac surgery. J Am Coll Cardiol 2014;64(22):e78-e137.30.

30. Moitra VK, Flynn BC, Mazzeffi M, Bodian C, Bronheim D, Ellis JE, et al. Indication for Surgery , the Revised Cardiac Risk Index , and 1-Year Mortality. Ann Vase Surg 2011;25(7):902-8.

31 . Taylor A, Deboard Z, Gauvin JM. Prevention of postoperative p u l m o nary c o m pl i c a tions p o s toperat ive p u l m onary complications COPD respiratory failure. Surg Clin N Am 2015;95(2):237-54.

32. Wong J, Lam DP, Chung F. Short-term preoperative smoking cessation and postoperative complications : a systematic review and meta-analysis. Can J Anaesth 2012;59(3):268-79

1 12 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 19: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho!tstlC Pt-�rioperativ�2" Managemen1 in Elderly and Gt":'ria1r1c Patient •

Anestesia untuk Pasien Geriatri Susilo Chandra

Proses penuaan merupakan kejadian universal dan

progresif yang ditandai dengan perubahan degeneratife baik

kapasitas struktur atau fungsional dari organ dan jaringan.

Prinsip yang harus d ipertimbangkan ketika berhadapan

dengan pasien geriatri adalah proses degeneratif bersifat

progresif dan melibatkan kapasitas fungsional seluruh sistem

organ. Walaupun kompensasi terhadap proses perubahan ini

adekuat, tetap ada keterbatasan cadangan kapasitas fisiologis,

terutama selama periode perioperatif.

Populasi Geriatri di Indonesia

Struktur penduduk yang menua tersebut merupakan

salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan

manusia secara global dan nasional. Hal ini berkaitan dengan

perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial masyarakat

yang meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan

jumlah penduduk geriatri merupakan salah satu indikator

keberhasilan pembangunan dan sekaligus menjadi tantangan

pembangunan.

I 13 I "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 20: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Teinu lirrnah Geriatri 2017

sooo

I �OA)(I •

10,00 l I l 0.00

•l?<;O

•t'll-0 •l91Q llll?.0 '

lll'm: woo ! i •WW I

•21'.l<tl i �UQl¢ : .:i:>m I awso i

I 0....>4 � �� �!.t 4� jfo�oji 0.i<l'� ;lw ii� i i <IS'*""" lS0S,,,t.;..,, W• "'''"" \ -"---------------,.-�--- "'-' ""- ��.!

Gambar 1. Persentase penduduk Iansia di dunia, Asia dan Indo­

nesia tahun 1950-2050

Sumber: World Population Prospects: The 2010 Revision

I ndonesia merupakan negara berkembang dengan

populasi yang terus meningkat. Selain itu, angka harapan hidup

di Indonesia juga terus meningkat. Hal ini menggambarkan

pembangunan yang Iebih baik namun juga menyebabkan

peningkatan populasi geriatri di Indonesia. World Health

Organization (WHO) memperkirakan pertumbuhan populasi

geriatri di Indonesia tahun 2020 mencapai 11 .34% atau 28.8 ju ta

orang. Peningkatan populasi geriatri berkaitan dengan angka

morbiditas pasien geriatri, terutama yang berkaitan dengan

proses degeneratif.

1 14 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 21: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

H0Hst1c Perio1:;erative Management In Elderly and Geriatric PaUent •

73,0

72,0

71,0

70,0

69,0

68,0 690

70.07

69,21 69,43

67,0

rS>'b "\: rS>°" �<:> '\,(;) ........ '\-o'\."*' ,., � <:>,,,� "\: '\,<:> ,.,_o .... ,.,_o'> r;y"!: '\,<:!)"'

Sumber: Sadan Pusat Statistik RI, 2015

Gambar 2. Usia harapan hid up di Indonesia tahun 2008-2015 dan

proyeksi tahun 2030-2035

'....''-,(· ! lU !; '

!';(' i

.,

l l l l l llllltlttlllltllj' iiiiiii 1 1 1 i • � =. • • r i i i • � • • r j • • 1 � • • 1 1· 1 ; t 1 : J J- • •f� •j••lr r1j1.1114-t'r · 1�f. t f i I I 1 j I I - i j j j I t 5 i J i J 5 I I 1 J j i J : I J JJ,

Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2015

Gambar 3. Persentase estimasi penduduk Iansia di Indonesia

tahun 2015

I 15 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 22: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ternu lim1ah Genatri 2017

Perubahan pada Pasien Geriatri

Proses degeneratif merupakan proses yang melibatkan

berbagai sistem organ. Kapasitas fungsional organ akan

menu run dan berbagai penyakit penyerta dapat memberatkan

penurunan fungsi ini . Selain penurunan fungsi sistem organ,

profil farmakokinetik dan farmakodinamik obat yang diberikan

untuk pasien geriatri, termasuk obat-obatan anestesia, juga

dipengaruhi oleh perubahan usia. Konsentrasi albumin, yang

merupakan protein pengikat untuk berbagai obat, semakin

menurun pada pasien populasi geriatri. Selain itu metabolisme

obat juga dipengaruhi oleh proses degeneratif pada fungsi

hati dan ginjal.

Anestesia pada Pasien Geriatri

Berbagai penyakit degeneratif memiliki efek bermakna

pada saat melakukan evaluasi preoperatif. Risiko anestesia

semakin bertambah dengan penyakit yang diderita oleh pasien,

sehingga penting menentukan status pasien dan kapasitas

fisiologis pada saat melakukan evaluasi preoperatif. Apabila

kondisi pasien dapat dioptimalkan sebelum pembedahan

tan pa menyebabkan keterlambatan operasi maka hal ini dapat

menurunkan angka morbiditas pascaoperasi. Diabetes mellitus

dan penyakit kardiovaskular merupakan penyakit yang paling

sering ditemukan pada pasien geriatri. Selain itu status kognitif

pasien geriatri juga penting diperhatikan karena defisit kognitif

berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas pascaoperasi.

Pemberian premedikasi harus disesuaikan dengan kebutuhan

dan dosis juga harus disesuaikan untuk pasien geriatri.

Usia lanjut bukan merupakan kontraindikasi untuk

anestesia umum atau regional. Pemilihan teknik anestesia

sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pasien dan tindakan

operasi yang akan dilakukan. Anestesia regional memiliki

1 16 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 23: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

H0Hst1c Perioperative Management In E.l<ierl�: and Genalric Pallt�nt •

keunggulan dalam mempertahankan fungsi paru dan jalan

nafas. Anestesia umum pada pasien geriatri berkaitan erat

dengan insiden hipotermia. Pada kedua teknik sebaiknya

dilakukan penyesuaian dosis dengan titrasi dan diperhitungkan

dengan kondisi pasien. Manajemen intraoperatif yang

di lakukan dengan baik berkaitan erat dengan luaran

pascaoperasi yang optimal.

Penanganan pascaoperasi pada pasien geriatri juga harus

dilakukan dengan berhati-hati karena banyak komplikasi yang

tidak segera timbul pascaoperasi. Masalah paru merupakan

masalah yang paling sering ditemukan pada pasien geriatri.

Perawatan pascaoperasi sering lebih lama dibandingkan

populasi lain. Namun durasi perawatan di rumah sakit yang

terlalu lama juga berkaitan dengan peningkatan morbiditas

dan mortalitas pascaoperasi.

Hal yang Perlu Diperhatikan

Gangguan Fungsi Kognitif Populasi geriatri berkaitan dengan penurunan fungsi

kognitif. Delirium dan gangguan kognitif perioperatif

meningkat seiring dengan bertambahnya usia, bahkan pada

pasien tanpa gangguan kognitif sebelumnya. Risiko gangguan

fungsi kognitif harus dipikirkan dan didiskusikan dengan

pasien sebelum pembedahan mayor dilakukan.

Delirium didefinisikan sebagai perubahan status mental

yang akut. Delirium sering ditemukan pada pasien geriatri

yang dirawat di rumah sakit walaupun lama perawatan

singkat. Halusinasi visual disertai delusi sering ditemukan

bersama dengan ansietas atau depresi. Penyebab yang

harus dipikirkan adalah pemberian obat-obatan seperti obat

antikolinergik dan opioid. Ketidakseimbangan elektrolit dan

cairan juga harus dipertimbangkan.

1 17 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 24: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1 os1dmg Temu Urrnah Genatri 20i7

Postoperative cognitive dysfunction (POCD) didefiniskan

sebagai deteriorasi pada hasil uji neuropsikiatri ditandai

dengan penurunan fungsi kognitif. POCD biasanya berkaitan

dengan perubahan fungsi dalam jangka panjang dan bersifat

permanen setelah pembedahan. Berbagai penelitian dalam

bidang POCD mengalami hambatan dalam menentukan

apakah penurunan fungsi kognitif pasien akibat pembedahan

atau memang proses degenerative. Sebuah penelitian kohort

menyebutkan insidens POCD pada pasien berusia 60 tahun

ke atas sebanyak 25% pada 1 minggu pascaoperasi dan 10%

pada 3 bulan pascaoperasi. Follow up lebih lanjut menyebutkan

insidens POCS mencapai 1 % pada 2 tahun pascaoperasi. Pasien

usia lanjut disebutkan memiliki peningkatan angka insidens.

Faktor penyebab POCD antara lain: emboli serebral,

gangguan homeostasis perioperatif, dan gangguan kognitif

sebelumnya. Emboli serebral multipel biasanya ditemukan

setelah operasi bypass jantung. Perubahan homeostasis

dan gangguan elektrolit, seperti hiponatremia, merupakan

penyebab utama terjadinya delirium yang apabila tidak

d itatalaksana dengan baik dapat menyebabkan POCD

berkepanjangan. Pasien dengan gangguan kognitif sebelumnya

dapat memperberat kemungkinan tetjadinya POCD.

Derajat perubahan kognitif dapat dinilai dengan Mini­

Mental State Examination (MMSE) yang mneilai fungsi kognitif

secara global. Penilaian ini dapat dilakukan preoperatif untuk

menentukan apakah ada gangguan kognitif sebelumnya.

Apabila dicurigai adanya POCD, dapat dilakukan evaluasi

ulang pascaoperasi.

Teknik perioperatif yang baik dapat rnenurunkan angka

tetjadinya gangguan kognitif pad a pasien geriatri. Premedikasi

dengan benzodiazepin dapat rnenyebabkan disorientasi dan

confusion pada pasien geriatri. Hal ini biasanya disebabkan

karena withdrawal yang tiba-tiba. Pada pasien yang sudah

mendapatkan antikolinesterase sebaiknya tidah dihentikan

tiba-tiba . Durasi dan teknik pembiusan disebutkan juga

1 18 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 25: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

HoitStlC P�rioper ativB Manag<.:rnent In E.lder!y and Geria1 ric Pa I.lent •

berkaitan dengan POCD. Anestesia regional lebih disarankan

pada pasien geriatri untuk menurunkan risiko gangguan

kognitif pascaoperasi. Namun penelitian jangka panjang

menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara

anestesia um um dan regional terhadap insiden POCD jangka

panjang.

Frailty Fra i l ty s e r i n g d i s e b u t k a n s e b a g a i ke le m a h a n

multidimensional dengan ad anya vulnerabilitas dan

penurunan kapasitas fungsional. FrailhJ didefinisikan sebagai

gangguan homeostasis dengan gambaran disregulasi terhadap

jalur fisiologis dan molekular. Hal ini dapat dipengaruhi oleh

masa perioperatif ketika pasien terpapar stress dan inflamasi.

Berbagai penelitian terbaru menyebutkan bahwa prevalensi

frailty ditemukan meningkat pada pasien yang menjalani

pembedahan. Bahkan disebutkan bahwa frailty merupakan

prediktor bermakna terhadap morbiditas dan mortalitas

pascaoperasi.

Frailty merupakan proses yang dinamik pada pasien

geriatri. Perubahan status pasien dapat berpengaruh pada

kesntasan jangka panjang. Telaah Cochrane yang dimuat dalam

database men ye bu tkan efek dari rehabilitasi fisik, seperti latihan fisik, dapat mernperbaiki independensi, kekuatan otot dan gait.

Studi observasional menyebutkan pemberian Angiotensin­

Converting Enzyme (ACE) inhibitor dapat memperbaiki fungsi

otot dan meningkatan kapasitas fungsional. Vitamin D dosis

rendah juga dapat diberikan untuk menurunkan sarkopenia.

Pada masa perioperatif frailhj harus dinilai untuk setiap

pasien geriatri yang menjalani pembedahan. Evalu asi

preoperatif hams menentukan derajat frailty yang diderita oleh

pasien sebelum operasi. Apabila pasien dalarn keadaan frailty yang berat maka tatalaksana perioperatif harus dilakukan

dengan berhati-hati. Angka kejadian komplikasi pascaoperasi

juga meningkat.

I 19 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 26: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosiding Ternu !irniah Geriatri 2017

Pada pasien geriatri dengan masalah frailty dapat

d ilakukan prehabilitasi singkat p reoperasi . Penelitian

pada pasien yang akan menjalani Total Knee Arthroplasty

menyebutkan prehabilitasi singkat dengan menggunakan

stimulasi elektrik neuromuskular dengan latihan proprioceptif

dapat memperbaiki luaran pasien pascaoperasi.

Proses pembedahan menciptakan stress pada tubuh.

Morbiditas dan mortalitas yang terjadi pascaoperasi dapat

berkaitan dengan peningkatan stress dan metabolisme pada

tubuh, terutama pada pasien geriatri. Kapasitas fisik yang

buruk berkaitan dengan mortalitas, komplikasi pascaoperasi,

dan lama perawatan pascaoperasi. Prehabilitasi dengan

latihan fisik dan intervensi lain berkaitan dengan perbaikan

luaran pasien geriatri yang akan menjalani operasi sekaligus

mencegah terjadinya komplikasi lanjut. Selain latihan fisik,

prehabilitasi yang disarankan untuk pasien geriatri termasuk

nutrisi. Dalam ha! ini termasuk kontrol gula darah yang

optimal terutama pada pasien dengan diabetes mellitus.

__ .._

(.···-ti.31"1'4� ·�t-l<� . ""'...,,, 'w. - -··· · --·-·

l l · �tt_���-m � -�-�·t•j ' ) .�..__. (, � I l ·--ii<l-'ll i · - (�W 1 -J-..g�;. ) ,"""" � . L.��. �···�···"·· ··-··�J

Gambar 4. Konsep prehabilitasi oleh McGill

I 20 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 27: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hoiist1c Perioperativ�:: Management In Elderly and Geriatric Patient •

Prehabilitasi diharapkan dapat rnernperbaiki rnasa

penyembuhan pasien yang akan rnenjalani pernbedahan.

McGill memperkenalkan konsep prehabilitasi multimodal

yakni dengan Iatihan fisik, optirnalisasi rnedis, intervensi

psikologi, dan intervensi nutrisi. Apabila ini dilakukan dengan

baik diharapkan dapat mengurangi insiden mortalitas dan

rnorbiditas pascaoperasi.

Kesimpulan

Populasi geriatri merupakan populasi yang terus

berkembang seiring dengan pembangunan yang semakin baik,

termasuk di Indonesia. Geriatri berkaitan dengan berbagai

penurunan kapasitas fungsional serta perubahan profil

farrnakokinetik dan farrnakodinamik. Untuk rnenurunkan

risiko perioperatif pada pasien geriatri membutuhkan evaluasi

preoperatif dengan seksarna, manajemen intraoperatif secara

hati-hati dan tatalaksana pascaoperasi yang baik untuk

mencegah terjadinya morbiditas dan rnortalitas.

Referensi

1. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. InfoDATIN: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2016.

2. Optimal perioperative management of the geriatric patient: a best practices guideline from the ACS NSQIP / American Geriatrics Society.

3. Etzioni DA, Liu JH, Maggard MA, et al. The aging population and its impact on the surgery workforce. Ann Surg 2003; 238(2): 170-177.

4. Kanonidoe Z, Karystianou G. Anesthesia for the elderly. Hippokratia 2007; 1 1 (4): 175-177.

5. Bettelli G. Anaesthesia for the elderly outpatient: preoperative assessment and evalua tion, anaesthetic technique and postoperative pain management. Curr Opin Anaesthesiol 2010;

I 21 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 28: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ternu lln11ah Genatri 20i7

23(6): 726-31.

6. Gosney M. Acute confusional states and dementias: perioperative considerations. Curr Anaesth Crit Care 2005; 16: 34-39.

7. Rasmussen LS, Johnson T, Kuipers HM, et al. Does anaesthesia cause postoperative cognitive dysfunction? A randomised study of regional versus general anaesthesia in 438 elderly patients. Acta Anaesthesia! Scand 2003; 47: 260-266.

8. Dasgupta M, Rolfson DB, Stolee P, et al. Frailty is associated with postoperative complications in older adults with medical problems. Arch Gerontol Geriatr 2009; 48(1) : 78-83.

I 22 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 29: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Pf.�rioperat!v�:: Managernent In Ek1er!y and Gt.-:ric�tr ic Patient •

Prehabi l itasi dan Outcome Fungsional pada Pasien Bedah Geriatri

Siti Annisa N uhonni

Dengan meningkatnya populasi di atas 65 tahun,

sesuai dengan meningkatnya angka harapan hidup dan

perkembangan teknologi medis, proporsi populasi usia

lanjut yang melewati prosedur pembedahan meningkat.

Namun tindakan pembedahan pada usia lanjut berasosiasi

dengan risiko tinggi akan komplikasi pasca pembedahan,

peningkatan durasi rawat inap, dan penurunan kemampuan

aktivitas. Seymour pada tahun 1986 membuat 3 kriteria kendala

dilakukannya pembedahan pada usia lanjut, yaitu kendala

medis, seperti kesehatan pasien, adanya penyakit komorbid

obesitas, fraility, riwayat merokok dan sebagainya; kendala

status fungsional; serta ketakutan pasien terhadap tindakan

pembedahan.

Fraility sebagai Faktor Risiko Tinggi pada Pembedahan

Frailihj atau kerentaan menjadi salah satu faktor risiko usia

lanjut yang menjadi perhatian pada tindakan pembedahan

terkait dengan hasil pembedahan yang diinginkan. Yang

dimaksud dengan fraility yaitu penurunan fisiologis multi­

sistemik dengan kerentanan terhadap stressor (fisik, psikis,

lingkungan, dan sebagainya) yang dapat mengakibatkan

peningkatan risiko disabilitas hingga kematian. Prevalensi

usia lanjut dalam kondisi Jraility yang hams terpapar dengan

tindakan pembedahan berkisar 40-50% . Frailty pra bedah

sangat terkait dengan komplikasi delirium pasca bedah dengan

I 23 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 30: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosrding Ternu l im1ah Geria t ri 2017

Odds Ratio (OR) 1,84. Modifikasi indeks frailhj dengan factor

komorbid dan ketergantungan fungsional berasosiasi dengan

mortalitas tindakan pembedahan emergensi dengan OR 11,7.1

Status fungsional sebagai outcome pasca pembedahan

Pada pasien usia lanjut, hilangnya kemandirian setelah

pembedahan menjadi perhatian utama, sehingga diperlukan

pengamatan status fungsional pra bedah dan pasca bedah

untuk jangka pendek ataupun jangka panjang. Faktor yang

menggangu peningkatan aktivitas fungsional yaitu depresi,

status kinerja fisik pasien yang buruk sebelum pembedahan,

dan komplikasi pasca pembedahan. Umur tidak menjadi faktor

utama. Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang hubungan

antara umur dan kualitas hid up pada usia lanjut yang tinggal

dalam komunitas dibandingkan dengan pada pasien usia

lanjut yang mengalami pembedahan. Hasil menunjukkan,

hasil kualitas hid up lebih tinggi pada pasien usia lanjut pasca

pembedahan d ibandingkan sebelum pembedahan.

Keadaan fungsional dan kognitif sebelum pembedahan

pada usia lanjut saling berkaitan dan berhubungan dengan

hasil pasca pembedahan yang diinginkan, sehingga kondisi

ini harus dikomunikasikan pada pasien dan keluarga dalam

persiapan pembedahan.2•3 Delirium pasca pembedahan sering

terjadi pada pasien usia lanjut dan berhubu ngan dengan

gangguan kognitif jangka panjang. Status kognitif sebelum

pembedahan serta riwayat delirium pasca pembedahan mejadi

tolak ukur penting, dibandingkan dengan jenis pembedahan

yang dilaksanakan, dalam proses penurunan kognitif jangka

panjang.

1 24 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 31: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hol1st1c Periopera tive Management !n Elderly and Geriatric Pa llent •

Prehabilitasi

Strategi baru untuk meningkatkan hasil pembedahan yang

diinginkan pada pasien usia Janjut yaitu rehabilitasi sebelum

pembedahan, atau prehabilitasi. Prehabilitasi adalah proses

dalam meningkatkan kapasistas fungsional pada individu

agar ia dapat bertahan terhadap stressor inaktifitas pasca

pembedahan. Prehabilitasi berfokus pada pasien frail dengan

tujuan menurunkan komplikasi, mencegah penambahan

hari rawat inap dan mempertahankan dan meningkatkan

aktivitas fungsional. Prehabilitasi dilaksanakan melalui

prosedur asesmen geriatri komprehensif dengan melakukan

intervensi pra-pembedahan terarah, yaitu mengoptimalkan

kondisi medis, melakukan program aktivitas fisik, pemberian

nutrisi yang baik dan melakukan strategi untuk mengatasi

kegelisahan pasien. Hal tersebut di atas direncanakan dengan

sistematis meliputi kegiatan pemeriksaan dasar dari aspek

kedokteran fisik dan rehabilitasi, memberikan program

aktivitas fisik aerobik, penguatan otot dengan dosis moderat.

Dari aspek nutrisi diupayakan cadangan nutrisi optimal untuk

mampu mengkompensasi respon katabolik pasca bedah.

Support psikologi hams dilakukan dalam bentuk komunikasi

terapeutik, latihan relaksasi, latihan pernafasan dan latihan

mereduksi kegelisahan. Dalam kepustakaan dinyatakan bahwa

prehabilitasi sebaiknya dilakukan 4-6 minggu pra pembedahan

dengan jadwal pertemuan 3 kali seminggu. Suatu penelitian

tentang pasien usia lanjut dengan komorbiditas atau bukti

terdapat frailihj, diberikan asesmen geriatri komprehensif pra

pembedahan, terapi pra pembedahan di rumah, perencanaan

pulang pasca pembedahan, serta akses pelayanan pasca

pembedahan. Dengan memfokuskan pada kebutuhan spefisik

pada pasien frail sebelum mereka masuk rumah sakit untuk

pembedahan dan mengembangkan jalur perawatan pasien

rawat inap, terjadi penurunan nilai komplikasi dan durasi

rawat inap secara signifikan. Namun dibutuhkan penelitian-

1 25 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 32: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Temu limtah Geria1ri 2017

penelitian lebih lanjut untuk menemukan standar yang tepat

dalam prehabilitasi, dikarenakan masih banyak penelitian

tentang prehabilitasi yang kurang kuat dalam metodologi

penelitian dan tingkat bias yang tinggi.

Asesmen prehabilitasi sebelum pembedahan dilakukan

pemeriksaan fungsi jantung, paru, lalu dilakukan skoring dari

American Society of Anesthetists (ASA), mobilitas, dan Barthel

ADL Index. Pada pemeriksaan lanjut pada asesmen fungsi

rehabilitasi, dilihat dalam 4 tingkat, yaitu tingkat pertama

pada komponen dasar (fleksibilitas, kekuatan, keseimbangan,

koordinasi, dan ketahanan), tingkat kedua pada pergerakan

fisik yang spesifik (kemampuan berpindah atau transfer),

tingkat ketiga yaitu melakukan tugas atau kegiatan yang

bertujuan (Active Daily Living! ADL a tau Instrument Active Daily

Living!IADL), dan tingkat terakhir pada fungsi pada suatu

jabatan (role function). Setelah ditentukan status fungsi pasien

saat ini, dilanjutkan dengan asesmen geriatri komprehensif

yang meliputi kondisi medis, kesehatan mental, kapasitas

fungsional, dan sosial.4

Kesimpulan

Prehabil itasi pada pembedahan us ia lanj u t akan

menurunkan risiko tinggi terjadinya komplikasi pasca

pembedahan, menurunkan durasi rawat inap, mengatasi

penurunan kemampuan aktivitas, dan mengatasi ketakutan

dan kegelisahan pra bedah.

1 26 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 33: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Perioperative Managemen1 !n Elderly and Geriatric Patient •

Daftar Pustaka

1 . Halter JB, Ouslander JG, Studenski S , High KP, Asthana S (Professor of gerontology), Su piano MA, et al. Hazzard' s geriatric medicine and gerontology.

2. Cabilan CJ, Hines S, Munday J . The effectiveness of prehabilitation or preoperative exercise for surgical patients: a systematic review. JBI Database Syst Rev Implement Reports [Internet] . 2015;13(1):146-87. Available from: http:/ / content. w khea Ith.com/ link back/ openurl?sid= WKPTLP:landingpage &an=01938924-201513010-00014

3. Santa Mina D, Clarke H, Ritvo P, Leung YW, Matthew AG, Katz J, et al. Effect of total-body prehabilitation on postoperative outcomes: A systematic review and meta-analysis. Physiother (United Kingdom) [ Internet] . The Chartered Society of Physiotherapy; 2014;100(3):196-207. Available from: http :// dx.doi.org/ 10.1016 / j . physio.2013.08.008

4. Martin F. Comprehensive Assessment of the Frail Older Patient­British Geriatrics Society [Internet]. 2010 [cited 201 7 Jul 4] . Available from: http:/ /www.bgs.org.uk/ good-practice-guides/ resources/ good practice/ gpgcgassessment?jjj=1499181401244.

1 27 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 34: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Temu !im1ah Genatri 2017

Tatalaksana Mutakhir Pembesaran Prostat Jinak

Ponco Birowo

Definisi

Hiperplasia prostat jinak (benign prostate hyperplasia­

BPH) adalah tumor jinak yang paling sering terjadi pada

laki-laki. 1 Insiden penyakit tersebut berhubungan erat dengan

pertambahan usiaY Prevalensi meningkat 20% pada laki­

laki berusia 41-50 tahun hingga lebih dari 90% pada laki-laki

berusia lebih dari 80 tahun.1 Prevalensi juga meningkat seiring

peningkatan angka harapan hidup.1-3

Etiologi

Etiologi BPH sampai saat ini belum diketahui. Teori

yang ada umumnya digunakan adalah penyebab BPH adalah

multifaktorial dan dipengaruhi oleh sistem endokrin.U Studi

menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara kadar

testosterone bebas dan estrogen dengan ukuran volume BPH.

Selain itu, terdapat studi yang menyatakan bahwa penuaan

menyebabkan peningkatan kadar estrogen yang menginduksi

reseptor androgen sehingga meningkatkan sensitivitas prostat

terhadap testosterone bebas.

Secara patologis, proses hiperplasia sejati disertai

peningkatan jumlah sel terjadi pada BPH. Pemeriksaan

mikroskopis menunjukkan bahwa BPH tersusun atas stroma

(yang terdiri atas kolagen dan otot polos) dan epitel dengan

rasio yang bervariasi.1

I 28 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 35: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Patofisiologi

Kelenjar prostat berada tepat di bawah kandung kaih

dan ditembus oleh uretra. Kelenjar tersebut dibagi menjadi

em pat zona, yaitu zona perifer, sentral, stroma fibromuskularis

anterior, dan transisional. BPH terjadi di zona transisional dan

dapat menyebabkan ostruksi pada leher vesika urinaria dan

uretra. Hal itu disebut sebagai bladder outlet obstruction (BOO).

BOO yang disebabkan oleh BPH disebut benign prostate

obstruction (BPO)Y

Gejala yang ditimbulkan oleh BPH dibagi menjadi dua

jenis, yakni gejala obstruksi dan gejala iritasi.1•3 Gejala obstruksi

muncul akibat sumbatan secara langsung terhadap uretra.

Otot detrusor pada kandung kemih gaga! berkontraksi cukup

kuat atau cukup lama sehingga kontraksi yang dihasilkan

terputus-putus.1·3 Gejala iritatif terjadi sekunder pada kandung

kemih sebagai respons meningkatnya resistensi pengeluaran.

Pengosongan yang tidak sempurna menyebabkan rangsangan

pada kandung kemih hingga sering berkonraksi pada kondisi

belum penuh.1·3

Manifestasi Klinis

Secara umum, pasien BPH datang dengan gejala traktus

urinarius bawah (lower urinan1 tract symptoms - LUTS) yang

terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi.

Gejala obstruksi: 1 •3

Miksi terputus;

Hesitancy: saat miksi pasien hams menunggu sebelum

urin keluar;

Hams mengedan saat mulai miksi;

Berkurangnya kekuatan dan pancaran urin;

Sensasi tidak selesai berkemih;

1 29 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 36: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1n9 Temu ! irrnah Genatri 2017

Miksi ganda (berkemih untuk kedua kalinya dalam waktu

<2 jam setelah miksi sebelumnya);

Menetes pada akhir miksi.

Gejala iritasi:1-3

Frekuensi: sering miksi;

Urgensi: rasa tidak dapat menahan lagi saat ingin miksi;

Nokturia: terbangun saat malam hari untuk miksi;

Inkontinensia: urin keluar di luar kehendak

Tatalaksana

Tatalaksana BPH dapat berupa observasi waspada

(watchful waiting) hingga diperlukan tindakan intervensi. Skor

IPSS dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan

tatalaksana selanjutnya. Prinsip tatalaksana BPH adalah

untuk mengurangi resistensi otot polos prostat (komponen

dinamis) atau mengurangi volume prostat (komponen statis).

Tujuan utama tatalaksana adalah mengatasi gejala pasien,

meningkatkan kualitas hid up, dan mencegah progresi penyakit

dan sekuelae retensi urin yang potensial.1 -4

a. Observasi waspada/watchful waiting Observasi waspada dapat dilakukan pada pasien dengan

gejala ringan (skor IPSS 0-7). 1 Evaluasi dilakukan berkala

pada 3, 6, dan 12 bulan kemudian.1 Evaluasi dilanjutkan

1 kali per tahun. Beberapa saran yang dapat diberikan

kepada pasien diantaranya pengurangan total konsumsi

cairan harian, sejalan dengan pengurangan minuman

yang bersifat diuretik seperti kopi, alkohol, dan minuman

berkarbonasi. Pasien juga dapatt disarankan untuk melatih

buang air kecil terjadwal, Iatihan lantai panggul, dan

menjaga regimen usus untuk menghindari konstipasi.4

I 30 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 37: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Perioperative Management In Elderly and Gi:.�riatric Patient •

b. Farmakologi

Keputusan untuk menatalaksana BPH dengan farma­

koterapi hams berdasarkan evaluasi keuntungan yang

didapatkan dari h ilangnya gejala dibandingkan efek

samping potensial yang dapat terjadi akibat obat.4

i. Penyekat adrenergik- al selektif

Pernberian penyekat- a bertujuan untuk rnengharnbat

kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi

resistensi tonus leher kandung kemih dan uretra.

Studi menunjukkan bahwa alfa-bloker menurunkan

gejala 30% hingga 40%, namun kelas obat ini bekerja

paling optimal pada pasien dengan ukuran prostat

yang lebih kecil (<30 mL). Terdapat obat alfa-bloker:

dua obat generasi kedua seperti terazosin (Hytrin)

dan doxazosin (Cardura) dan tiga obat generasi

ketiga seperti tarnsulosin (Flomax), alfuzosin (Xatral),

da silodosin (Urief). Baik terazosin dan doxazosin

memerlukan titrasi dosis karena juga rnemiliki efek

anti-hipertensif. Tamsulosin, alfuzosin, dan silodosin pada umumnya tidak rnernerlukan titrasi dosis dan

pada umumnya berhubungan dengan efek samping

yang lebih minimal.4

Alfa-bloker mulai bekerja dalam hitungan jam hingga

hari, namun, obat golongan ini mencapai level efikasi

maksimal dalam beberapa minggu. Efek samping

yang dapat ditimbulkan dari penggunaan obat ini

adalah hipotensi postural, dizziness, atau astenia. Efek

sarnping sistemik yang paling ringan didapatkan pada

penggunaan obat tamsulosin. Tamsulosin memiliki

sifat sangat selektif terhadap reseptor alA. Obat

golongan ini membutuhkan titrasi dosis sebelum

digunakan, kecuali tamsulosin. Dalam beberapa

catatan, terdapat beberapa kejadian pengobatan alfa­

bloker menyebabkan 'floppy iris syndrome' selama

I 31 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 38: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosiding Tertn; Hm1ah C3er iatri 2017

pembedahan katarak pada pasien yang sedang dalam

pengobatan alfa-bloker.7 Oleh karena itu, pengobatan

alfa-bloker hams dihentikan sebelum pembedahan

katarak dan dokter mata harus d iinformasikan

mengenai hal ini.4•7

S i lodos in (U rief) beker ja sebagai antagonis

adrenoreseptor-al dengan uroselektivitas yang tinggi.8

Silodosin mendapatkan penerimaan pemasaran

pertamanya di Jepang pada bulan Mei tahun 2006.8

Penggunaan Silodosin telah mendapatkan persetujuan

oleh FDA pada 9 Oktober 2008.8

Silodosin memiliki afinitas yang tinggi terhadap

reseptor adrenergic alA. Oleh karena itu, Silo­

dosin tidak menimbulkan hipotensi ortostatik

(berkebalikan dengan obat al -bloker lainnya).8

Antagonis adrenoreseptor alA sedang diteliti sebagai

alat kontrasepsi pria atas kemampuannya untuk

menghambat ejakulasi namun tidak menghambat

orgasme.8

11. Penghambat 5a-reduktase

I 32 I

Konversi testosterone menjadi dihidrotestosteron

(DHT) melalui enzim 5a-reduktase membuat prostat

bertambah ukuran.4 Obat golongan ini bekerja de­

ngan cara menghambar enzim 5a-reduktase, yaitu

suatu katalisator perubahan testosterone menjadi

dihidrotestosteron (DHT) . Efek maksimum akan

terlihat setelah 6 bulan. Contoh obat yang tergolong

dalam pengham bat 5-a reductase antara lain Du tasterid

1 x 0,5 mg dan Finasterid 1 x 5 mg. Efek samping dari

penggunaan obat ini adalah gejala-gejala defisiensi

testosterone, seperti disfungsi ereksi, disfungsi

ejakulatorik, penurunan libido, ginekomastia, dan

dapat menurunkan nilai PSA. Penurunan nilai PSA

tersebut akan menyebabkan masking effect.1-4

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 39: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hct��,t 1c Per�operative Manaqernen1 in Ekierly and GenatrlC Patient •

iii. Terapi kornbinasi

Pasien dengan gejala yang berat, terkecuali prostat

yang besar dan/ a tau yang gaga! rnonoterapi dengan

alfa-bloker dapat rnendapatkan rn anfaat dar i

kornbinasi terapi dengan alfa-bloker dan a 5-ARI.

Mekanisrne sinergistik 5-ARI (yang rnengurangi

volume prostat) bersarnaan dengan alfa-bloker (yang

rnerelaksasi otot halus prostat) rnenunjukkan rnanfaat

yang besar bagi pasien.

Dua studi trial, yakni MTOPS5 trial dan CornbAT6

trial rnenunj u k kan efek super ior dar i terap i

kornbinasi dibandingkan rnonoterapi dan placebo.

Stu d i MTOPS rnernbandingkan 3047 laki- laki

yang telah terandornisasi ke dalarn 4 kelorn pok,

yakni placebo, Finasteride, Doksazosin, dan terapi

kornbinasi Finasteride-Doksazosin. Studi tersebut

rnengikuti pasien selarna beberapa tahu n, dan

hasilnya rnenunjukkan bahwa terapi kornbinasi

rnenunjukkan profil perkembangan gejala yang paling

baik dan penurunan progresi penyakit.5 CombAT

trial memasukkan 4000 laki-laki dan merandomisasi

subjek menjadi kelompok hanya tamsulosin, hanya

dutasteride, atau terapi kombinasi . Hasil stu di

tersebut juga menunjukkan bahwa terapi kombinasi

lebih superior dibandingkan monoterapi.6

iv. PDE-5 inhibitors

Setelah d iterima untuk pengobatan d isfungsi

ereksi, studi terbaru menunjukkan bahwa PDE-5

inhibitors (PDE5i) dapat menjadi pilihan lain untuk

pengobatan BPH-LUTS. PDE5i meningkatkan

guanosin rnonofosfat sikl ik intraseluler, yang

rnenyebabkan reduksi pada tonus otot prostat yang

dimediasi oleh nitrit oksida, seperti pada otot detrusor

dan uretra. Walaupun penggunaan obat golongan

I 33 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 40: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ternu Hm1ar; c;eriatri 2017

1 34 1

ini tidak mengurangi ukuran prostat (seperti alfa­

bloker), obat golongan ini memiliki efek yang bail<

pada LUTS. Tadalafil (Cialis) adalah pilihan yang

paling populer dan satu-satunya obat yang diterima

oleh urological guidelines di Kanada, Amerika Serikat,

dan Eropa. Sa tu studi menunjukkan keginaan tadalafil

memiliki efektivitas yang paling tidak sama dengan

alfa-bloker, dan juga berefek mengurangi disfungsi

ereksi, oleh karena itu menimbulkan solusi berganda

bagi penderita BPH dan ED. Sebagai tambahan,

terdapat bukti terapi kombinasi PDESi dan 5-ARI.

Satu studi menunjukkan terapi kombinasi tadalafil

dan finasteride berhubungan dengan perkembangan

BPH-LUTS. Efek samping tadalafil dapat berupa

nyeri kepala, nyeri punggung, facial flushing dan

dyspepsia. Obat golongan ini dikontraindikasikan

pada pasien yang menggunakan nitrat, karena dapat

menyebabkan hipotensi.4

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 41: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

H0Hst1c Perioperative Mar:c:gernent In Elderly and Geriatr ic Patient •

LUTS pada pria

Gej ala me:ngganggu '? Watchful waitingdengan I (+) +- H atau tanpa edukasi + saran

Poliuri nokturnal .� hidup

I Edukasi + saran g_CU@. hidup H� (+) dengan atau tanpa anlog

Geja,la gangguan vasopresin

storage?

I Edukasi + saran � hidup

H+ (+) dengan atau ta npa antagonjs

Volume prostat >40 reseptor muskarinik

ml?

I (+}! (� Edukasi + saran ga¥i!. hidup

Perawatan j:angka dengan atau t:anpa CXi-panjang? blocker

I (+)i (J Edukasi + saran W,9; hidu p dengan atau tanpa 5 a-

reduktase inhibitor ±. a:1-blocker I PDE51

� Gejata penyimparum

Tambahkan antagonis

residu urin __...,. reseptor muskarinik

Gambar 1. Skema Tata Laksana pada Lower Urinary Tract Syn­

drome (LUTS) Tanpa Indikasi Bedah Menurut EAU, 2016.1

I 35 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 42: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ternu !i011ah Genatri 2017

c. Pembedahan

Pembedahan dapat memperbaiki klinis pasien BPH secara

objektif. Indikasi pembedahan antara lain:1•3

Retensi urin;

Infeksi saluran kemih berulang;

Hematuria makroskopis;

Gaga! ginjal;

Divertikulum buli yang besar;

Batu buli;

Keluhan pasien sedang hingga berat;

Tidak ada perbaikan dengan terapi non-bedah; atau

Pasien menolak pengobatan medikamentosa

Terdapat tiga teknik pembedahan yang direkomendasikan,

antara lain:l-3

I 36 I

Prostatektomi terbuka

Prostatektomi terbuka disarankan dengan volume

prostat >80-100 cm3. Komplikasi yang dapat terjadi

adalah striktur uretra dan inkontinensia urin.

Insisi prostat transuretra (TUIP)

Prosedur TUIP dilakukan pada volume prostat yang

kecil, kurang dari 30 cm3, tidak terdapat pembesaran

lo bus medius, dan tanpa adanya kecurigaan karsinoma

pros tat.

Reseksi prostat transuretra (TURP)

Untuk saat ini, TURP menjadi prosedur baku. Dengan

menggunakan TURP, kejadian trauma lebih sedikit

dengan masa pemulihan lebih singkat.

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 43: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hojistic Perioperat\·t:: Ma.nagernent lri E.!derly and Ger iatr ic Path .::nt •

C&n fi!W � i.oo.r ��?

Gambar 2. Skema Tata Laksana pada Lower Urinary Tract Syn­

drome (LUTS) dengan Indikas Bedah Menurut EAU, 2016.1

I 37 I "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 44: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros:ding Ternu Hni1ah Geriatri 2017

d. Tindakan invasif minimal

Termoterapi

Termoterapi di lakukan melalui pemanasan dengan

suhu di atas 45°C yang menyebabkan nekrosis koagulasi

jaringan prostat. Panas dapat dihasilkan melalui berbagai

cara, antara lain transurethral microwave thermotherapy

(TUMT), transurethral needle ablation (TUNA), high

intensity focused ultrasound (HIFU), dan laser. 1 -4

Pemasangan stent prostat

Stent dipasang intraluminal untuk mengatasi obstruksi

akibat pembesaran prostat. Jenis stent dibagi atas jenis

permanen atau sementara. Stent sementara terbuat dari

bahan yang tidak d iserap dan dipasang selama 6-36

bulan.1 -4

UroLift

Teknik yang lebih baru dikenal dengan nama Prostatic

Urethral Lift (PUL), yang bekerja dengan cara menarik

lo bus lateral prostat menggunakan benang yang ditanam.

Keuntungan utama dari teknik ini adalah perbaikan

LUTS dengan menjaga fungsi erektil dan menurunkan

risiko komplikasi operasi dan post-operasi. Studi terakhir

yang d ilakukan oleh Roehrborn et al mengikuti 200

pasien dari berbagai tempat di seluruh dunia selama 3

tahun. Dibandingkan prosedur sham (yang termasuk di

dalamnya sitoskopi dan inisiasi suara yang dimaksudkan

mengimitasi prosedur tersebut), PIL memiliki kelebihan

yang signifikan terhadap skor gejala dan kualitas hidup,

dengan persentase pengobatan ulang yang lebih rendah.9

I 38 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 45: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Referensi

1 . Gravas M, Bach T, Bachmann A, Drake M , Gacci M , Gratzke C, dkk; European Association of Urology (EaU). EAU guidelines on the treatment and follow-up of non-neurogenic male lower urinary tract symptoms including benign prostatic obstruction. Eur Urol. 2016 Mar;(1):456-509.

2. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman penatalaksanaan BPH di Indonesia. Jakarta; 2003.

3. Sjamsuhidajat R, Kamadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, penyunting. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC, 2010. H899-903.

4. Blankstein U, Asseldonk BV, Elterman. BPH update: medical versus international management. Can J Urol 2016;23(Suppl 1) :10-15.

5. McConnell JD, Roehrbom CG, Bautista OM, et al. The long-term effect of doxazosin, finasteride, and combination therapy on the clinical progression of benign prostatic hyperplasia. N Engl J Med 2003;349(25):2387-2398.

6. Roehrbom CG, Siami P, Barkin J, et al. The effects of dutasteride, tamsulosin, and combination therapy on lower urinary tract symptoms in men with benign prostatic hyperplasia and prostatic enlargement: 2-year results from the CombAT study. J Urol 2008;179(2):616-621 .

7. Chatziralli IP, Sergentanis TN. Risk factors for intraoperative floppy iris syndrome: A meta-analy sis . Ophthalmology 2011;118(4): 730-735.

8. Kobayashi, K; Masumori, N; Kato, R; Hisasue, S; Furuya, R; Tsukamoto, T (2009) . "Orgasm is preserved regardless of ejaculatory dysfunction w ith selective a l A-blocker administration". International Journal of Impotence Research. 21 (5): 306-310.

9. Roehrborn CG, Gange SN, Shore ND, et al. The pros ta tic urethral lift for the treatment of lower urinary tract symptoms associated with prostate enlargement due to benign prostatic hyperplasie: the L.I.F.T. Study. J Urol 2013;190(6):2161-2167.

I 39 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 46: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosiding Ternu 1lm1ah Geriatri 2017

Peran Nutrisi Parenteral bagi Pasien Usia Lanjut yang Menjalani Operasi

Noto Dwimartutie

Pendahuluan

Malnutrisi preoperatif merupakan salah satu faktor

risiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasca

operasi. Pasien usia lanjut seringkali sudah berada dalam

kondisi malnutrisi atau berisiko malnutrisi sebelum operasi

sehingga meningkatkan risiko buruk pasca operasi. Dukungan

nutrisi perioperatif merupakan aspek penting yang harus

diperhatikan sebagai salah satu tatalaksana perioperatif pasien.

Studi menunjukkan bahwa dukungan nutrisi perioperatif

termasuk nutrisi parenteral akan memperbaiki luaran klinis

pasien dalam menurunkan lama rawat, mobid itas dan

mortalitas.

Operasi dan Dampaknya terhadap Metabolisme Tubuh

Operasi, seperti juga trauma yang lain pada tu buh,

akan menginduksi kondisi stress yang dapat mengganggu

homeostasis tubuh . Respon metabolik tubuh terhadap stress

akibat tindakan operasi adalah kompleks dan melibatkan

respon perubahan hormonal, hematologi, metabolik, dan

imunologi termasuk infamasi. Respon tubuh berkorelasi

dengan derajat stress atau trauma jaringan yang terjadi.

Aktivasi dan stimulasi immune-hypothalamic-pituitary-

1 40 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 47: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hol1st1c Perioperative Management ln Ekierly and Gt�riatric PaUt.-::nt •

adrenal axis (HPA) dan sistem saraf simpatis yang dimediasi

oleh saraf aferen dan sitokin pada lokasi trauma merupakan

awal respon tubuh terhadap stress . Selanjutnya aktivasi

ini mengakibatkan peningkatan sekresi kortisol, epinefrin,

glukagon, growth hormon, aldosteron dan hormon antidiuretik.

Respon inflarnasi dimediasi melalui sitokin antara lain TNF

alfa, IL-1, dan IL-6 , yang berperan dalarn stimulasi aksis

HP A dan aktivasi sistern imun. Kondisi "systemic inflammaton;

response syndrome" ini berdampak terhadap metabolisme

tubuh. Terjadi katabolisme glikogen, lernak dan protein yang

melepaskan glukosa, asam lemak bebas dan asarn amino

ke dalam sirkulasi sehingga substrat tersebut diubah dari

normalnya untuk mempertahankan massa protein perifer

(terutama otot) menjadi berfungsi sebagai respon imun dan

penyembuhan. Konsekuensi jangka pendek dari katabolisme

protein adalah kehilangan massa otot sedangkan jangka

panjangnya adalah pemulihan status fungsional.

Respon tubuh terhadap stress operasi bertuj u an

mempertahankan volume plasma, meningkatkan kcurah

jantung dan konsumsi oksigen, memodulasi proses metabolik

untuk memobilisasi cadangan energi (glikogen, adiposa,

jaringan otot skeletal) dalam rangka menyediakan substrat

untuk proses bahan bakar metabolisme, perbaikan jaringan,

dan sintesis protein yang terlibat dalam respon imun.

Tabel 1. Respon sistemik tubuh terhadap operasi

Aktivasi sistem saraf simpatik Respon stress endokrin

Sekresi hormon pituitary Resistensi insulin

Perubahan imunologi dan hematologi Produksi sitokin Reaksi fase akut Leukositosis netrofilia Proliferasi limfosit

1 41 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 48: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ternu lirrnah Geriatri 2017

Tabel 2. Respon hormonal tubuh terhadap operasi

Kelenjar endokrin Hormon Perubahan sekresi

Pituitari anterior ACTH Meningkat Growth hor111011e Meningkat TSH Meningkat atau

menu run FSH dan LH Meningkat atau

menu run

Pituitary posterior AVP Meningkat

Korteks adrenal Kortisol Meningkat Aldosteron Meningkat

Pancreas Insulin Seringkali menurun Glukagon Seringkali menurun

sedikit

Tiro id T iroksin, tri- Menurun iodotironin

Keterangan: ACTH, a drenocorticotropic hormone; A VP, arginine vasopressin; FSH, follicle-stimulating hormone; LH, luteinizing hormone; TSH, thyroid-stimulating hormone

Respon mediator yang terjadi mengakibatkan katabolisme

tubuh untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi pada

pasien. Glukosa, asam lemak dan protein merupakan substrat

yang tersedia dalam tubuh. Simpanan glikogen turun secara

cepat sehingga otot skeletal digunakan sebagai sumber

glukoneogenesis hati.

Metabolisme karbohidrat

Kadar glukosa darah meningkat setelah operasi dimulai.

Kortisol dan katekolamin memfasilitasi produksi glukosa

sebagai akibat peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis

hati. Di lain sisi, penggunaan glukosa di perifer menurun.

Konsentrasi glukosa darah berhubungan dengan intensitas

trauma, yang berkaitan erat dengan peningkatan katekolamin.

1 42 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 49: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho;��,t1c Periopera tive Management ln E.!cier!y a n d Geriatr ic Patient •

Mekanisme yang biasanya d i l a k u k a n tubuh u n t u k

mempertahankan homeostasis glukosa tidak efektif selama

periode perioperatif. Hiperglikemia seringkali tetap terjadi

karena hormon katabolik membuat produksi glukosa

meningkat disertai pula dengan kekurangan relatif insulin dan

resistensi insulin perifer.

Metabolisme protein

Katabolisme protein d istimulasi oleh peningkatan

konsentrasi kortisol. Otot skeletal terutama yang dikatabolisme,

walaupun protein otot viseral juga dikatabolisme. Asam amino

hasil pemecahan protein dikatabolisme untuk energi atau

digunakan di hati untuk membentuk protein baru terutama

protein fase akut (acu te-phase protein). Selain itu hati juga

mengubah asam amino menjadi substrat lain, glukosa, asam

lemak atau badan keton. Katabolisme protein mengakibatkan

kehilangan berat badan dan kehilangan massa otot pada pasien

setelah operasi mayor dan trauma.

Metabolisme lemak

Akibat perubahan hormonal selama operasi, lemak yang

disimpan sebagai trigliserida diubah menjadi gliserol dan asam

lemak melalui jalur lipolisis. Aktivitas lipolisis distimulasi oleh

kortisol, katekolamin dan growth hormone dan dihambat oleh

insulin. Gliserol yang diproduksi dari lipolisis merupakan

substrat glukoneogenesis di hati. Gliserol berkontribusi

hingga 20% produksi glukosa melalui glukoneogenesis hati,

sedangkan asam lemak bebas dioksidasi di hati atau otot,

dikonversi menjadi badan keton a tau di re-esterifikasi kembali

menjadi trigliserida.

1 43 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 50: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Tatalaksana nutrisi perioperatif

Tatalaksana nutrisi harus menjadi satu kesatuan dengan

tatalaksana perioperatif yang lain. Tatalaksana nutrisi yang

tepat akan mempertahankan atau mengurangi kehilangan

lean body mass pada pasien selama perioperatif sehingga

pasien diharapkan lebih cepat mobilisasi dan kembali ke status

fungsional dasar.

Untuk mengoptimalisasi kondisi pasien yang malnutrisi

r ingan, perbaikan nutr is i da lam jangka pendek (7-10

hari) dibutuhkan. Pada pasien dengan malnutrisi berat,

jangka waktu yang lebih lama dibutuhkan dan seharusnya

dikombinasi dengan latihan fisik resistensi (resistance training)

bila memungkinkan . Dukungan nutrisi dan latihan fisik

merupakan hal penting yang dibutuhkan untuk membentuk

massa protein perifer atau massa sel tubuh.

Dari sisi metabolik dan nutrisi, aspek penting tatalaksana

perioperatif termasuk: • Integrasi tatalaksana nutrisi ke dalam tatalaksana pasien

secara keseluruhan •

Mencegah periode puasa yang lama sebelum operasi

Mulai makan per oral sesegera mungkin bila kondisi

memungkinkan pasca operasi

Mulainya terapi nutrisi sesegera mungkin

Kontrol metabolik seperti kontrol gula darah

Menurunkan faktor yang mengeksaserbasi katabolisme

atau gangguan fugnsi gastrointestinal

Meminimalisasi Jamanya agen paralitik pada periode

pasca operasi

Mobilisasi awal untuk mernfasilitasi sintesis protein dan

fungsi otot

Pengkajian status nutrisi harus dilakukan dan menjadi

bagian penting evaaluasi sebelum dan setelah operasi mayor.

Tujuan skrining malnutrisi adalah mengidentifikasi dan

I 44 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 51: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

H0Hst1c Pe·riooera tive Management In Elderly and Geriatr ic Pau.,_-::nt •

mengoptimalkan pasien yang berisiko gangguan nutrisi pada

kondisi stress operasi. Berbagai macam instrumen seperti

Subjective Global Assessment (SGA), Malnu trition Un iversal

Screening Tool (MUST), dan Nutritional Risk Survey 2002 (NRS

2002) digunakan secara luas untuk mengevaluasi status

nutrisi. NRS 2002 merupakan instrurnen yang sudah divalidasi

dengan baik pada pasien yang menjalani operasi. Stu di pada

1193 pasien yang menjalani operasi bypass kardiopulmoner

menunjukkan bahwa pasien malnutrisi yang dideteksi dengan

instrumen Mini Nutritional Assessment (MNA) dan MUST

berhubungan dengan komplikasi pasca operasi, mortalitas

di rumah sakit, lama rawat di ruang rawat intensif, dan lama

rawat selama di rumah sakit.

Pada pasien operasi, indikasi terapi nµtrisi adalah pencegahan dan tatalaksana katabolisme dan rnalnutrisi.

Terapi nutrisi operatif diindikasikan pada: pasien dengan

malnutrisi dan pasien yang berisiko malnutrisi, pada

pasien yang diantisipasi tidak dapat makan lebih dari 5 hari

perioperatif, pasien yang memiliki asupan oral yang rendah

dan tidak dapat mempertahankan lebih dari 50% asupan yang

direkomendasikan lebih dari 7 hari. Kebutuhan energi dan

protein diestirnasi dengan menghitung 25-30 kkal/kg dan 1,5

g/kg berat badan ideal.

The European Socieh; For Clinical Nutrition And Metabolism

(ESPEN) merekomendasikan dukungan nutrisi preoperatif

pada pasien dengan malnutrisi berat 7-14 hari sebelurn

operasi mayor. Pada pasien dengan malnutrisi berat yang

tidak dapat diberikan makanan secara oral atau enteral,

ESPEN merekomendasikan pemberian nutrisi parenteral 7-14

hari sebelum operasi. Berdasarkan ESPEN working group

(2006), risiko malnutrisi berat didefinisikan setidaknya satu

dari kriteria yaitu kehilangan berat badan > 10-15% dalarn

6 bulan, IMT <18,5 kg/ m2, SGA grade C a tau NRS > 5, dan

serum albumin < 30 g/1 (tanpa adanya bukti disfungsi hati

atau ginjal).

1 45 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 52: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1os1ding Ternu Hn1tah Genatri 2017

Nutrisi Parenteral Pada Pasien Usia Lanjut yang Menjalani Operasi

Seperti yang sudah dipaparkan di atas, terapi nutrisi

perioperatif merupakan aspek esensial pada tatalaksana

perioperatif. Pemberian nutrisi dapat secara oral, enteral dan

parenteral tergantung pada kondisi pasien. Pemberian oral dan

enteral merupakan yang utama, namun dapat digantikan atau

dikombinasi dengan nutrisi parenteral bila terdapat indikasi.

Pasien usia lanjut seringkali mengalami kondisi malnutrisi

sehingga pasien usia lanjut yang akan menjalani operasi

berisiko tinggi mengalami berbagai dampak negatif atau

komplikasi operasi. Frailty dan sarkopenia pada pasien usia

lanjut yang berkaitan dengan kehilangan massa otot dan

penurunan performa berhubungan dengan pentingnya asupan

nutrisi yang adekuat termasuk asupan protein. Terkait dengan

metabolisme protein pada respon stress, maka kehilangan

massa otot pada kondisi perioperatif dapat makin bertambah

pada usia lanjut sehingga tatalaksana nutrisi perioperatif

menjadi penting.

ESPEN merekomendasikan beberapa hal terkait nutrisi

parenteral. Nutrisi parenteral menjadi pilihan bila bila terdapat

kontraindikasi pemberian nutrisi enteral yaitu adanya ileus

atau obstruksi usus, syok berat, iskemia usus, fistula high

output, dan perdarahan intestinal berat.

Apabila kebutuhan energi dan nutrisi tidak dapat dipenuhi

dengan asupan oral dan enteral sendiri (< 50% kebutuhan

kalori) lebih dari 7 hari, ESPEN merekomendasikan kombinasi

enteral dan parenteral. Nutrisi parenteral seharusnya diberikan

sesegera mungkin jika terapi nutrisi diindikasikan dan terdapat

kontraindikasi nutrisi enteral seperti obstruksi usus.

Nutrisi parenteral preoperatif hanya diberikan pada pasien

dengan kondisi malnutrisi atau berisiko malnutrisi berat

dimana kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi oleh nutrisi

enteral dan oral. ESPEN merekomendasikan periode 7-14

1 46 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 53: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hon�,tic Periopera tiv� Management hi Elderly and G,::natr ic Patl,:nt •

hari pemberian sebelum operasi. Manfaat nutrisi parenteral

selama 7-14 hari terbukti pada pasien dengan malnutrisi berat

(kehilangan berat badan>15%) sebelum operasi gastrointestinal

mayor. Jika nutrisi parenteral diberikan selama 10 hari

pre operasi dan dilanjutkan 9 hari pascaoperasi, kejadian

komplikasi 30% lebih rendah dan terdapat kecenderungan

penurunan angka mortalitas. Pada analisis yang dimuat di

Cochrane, pemberian nutrisi parenteral praoperasi mengurangi

komplikasi secara signifikan dari 45% menjadi 28 % pad a pasien

yang menjalankan operasi gastrointestinal.

Studi menunjukkan pemberian nutrisi parenteral 25

kkal/kg dan protein 1,5g/ kg tidak meningkatkan risiko

hiperglikemia dan komplikasi infeksi, sebaliknya disisi lain

memperbaiki balans nitrogen. Pada pasien usia lanjut yang

menjalani operasi kanker gastsrointestinal, kombinasi nutrisi

enteral dan parenteral menunjukkan manfaat klinis yang lebih

baik dibandingkan dengan nutrisi enteral atau parenteral saja.

Peningkatan asupan energi dapat diperoleh dengan pemberian

lemak melalui akses vena perifer.

ESPEN merekomendasikan beberapa hal lain terkait nutrisi

parenteral. Rekomendasi ESPEN adalah pemberian nutrisi

parenteral sebaiknya dalam all-in-one bag (three chamber bag

atau seperti yang telah disiapkan farmasi). Studi menunjukkan

adanya manfaat biaya yang lebih baik menggunakan three

chamber bag dibandingkan sistem multibottle serta risiko

infeksi aliran darah yang lebih rendah bila menggunakan three­

chamber-bag. ESPEN selain itu merekomendasi pertimbangan

pemberian suplementasi glutamin secara parenteral pada

pasien yang tidak dapat makan adekuat secara enteral sehingga

membutuhkan nutrisi parenteral. Glutamin merupakan asam

amino esensial yang dilaporkan memiliki banyak manfaat

teramsuk mempertahankan keseimbangan asam basa, sintesis

glutation dan arginine, menurunkan resistensi insulin,

bahan bakar sel untuk proliferasi (enterosit dan limfosit)

dan berfungsi sebagai substrat untuk glukoneogenesis .

1 47 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 54: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosiding Ternu Hm1ah Geriatri 2017

Pem berian suplementasi asam lemak omega 3 secara

parenteral pascaoperasi dipertimbangkan juga diberikan

pada pasien yang tidak dapat makan adekuat secara enteral

sehingga membutuhkan nutrisi parenteral. Omega 3 memiliki

efek bermanfaat selama periode perioperative dengan

memodulasi fungsi leukosit dan regulasi pelepasan sitokin,

serta meningkatkan produksi prostaglandin resolvin dan

neuroprotektin yang berperan dalam mengakselerasi resolusi

kondisi proinflamasi.

Kesimpulan Tatalaksana nutrisi perioperatif merupakan salah satu

komponen penting dalam penatalaksanaan perioperatif pasien

usia lanjut. Nutrisi parenteral menjadi salah satu pilihan sesuai

indkasi dalam memperbaiki luaran klinis pasien.

Daftar Rujukan

1 . Gilliis C, Carli F . Promoting perioperative metabolic and nutritional care. Anasthesiology 2015;123:1455-72

2. Desborough JP. The stress response to trauma and surgery. Br J Anaesth 2000;85:109-17

3. Braga M, Ljungqvist O, Soeters P, Fearon K, Weimann A, Bozzetti F. ESPEN guidelines on parenteral nutrition: surgery. Clin Nu tr 2009;28:378-86

4. Weimann A, Braga M, Carli F, Higashiguchi T, Hubner M, Klek S, et al. ESPEN guideline: clinical nutrition in surgery. Clin Nu tr 2017;36:623-50

5 . Martindale RG, McC!ave SA, Taylor B, Lawson CM. Peri operative nutrition: what is the current landscape?. JPEN JParenter Enteral Nutr. 2013;37:5S-20S

6. Abdelhamid YA, Chapman MJ, Deane AM. Peri-operative nutrition. Anaesthesia 2016;71(suppl.1);9-18

7. Lomivorotov VY, Efremov SM, Boboshko VA, Nikolaev DA, Vedernikov PA, Deryahon MN, et al. Prognostic value of nutritional screening tools for patients scheduled for cardiac surgery. Interact Cardiovasc Thorac Surg. 2013; 16(5): 612-618.

I 48 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 55: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hoi!st1c Perioperative Management In Elderly and Geriatric PaUt�nt •

8. Steenhagen E. Enhanced Recovery After Surgery: it 's time to change practice. Nu tr Clin Pract 2016;31 :18-29

9. Martindale RG, Maerz LL. Management of perioperative nutrition support. Curr Opin Crit Care 2006;12:290-94

1 49 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 56: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

<!?' P r osidi11g Ternu Hrniah Genatri 20·17

Manajemen Perioperatif pada Pasien Geriatri dengan Demensia

Martina Wiwie S.

Pendahuluan

OULDD umumnya sebagaimana orang lanjut usia (OUL)

lainnya jika mendengar dokter menyatakan bahwa ia 'hams

d ioperasi" sebagian besar merasa kaget dan kalut/galau

perasaannya sehingga mencoba mencari alternatif lain jika

mungkin, walaupun akhirnya pasrah. Persepsi seseorang

terhadap 'operasi' diasosiasikan dengan pisau bedah, anestesi

dan risiko kematian . Pikiran cemas, takut dan waswas

mendominasi, apakah operasi akan berhasil memperbaiki atau

menyembuhkan penyakitnya?

Persia pan tim dokter sebelum operasi dilakukan biasanya

meliputi berbagai aspek diantaranya adalah menimbang risiko

dan keuntungan yang dapat diperoleh bila pasien menjalani

operasi, serta mengindentifikasi faktor risiko yang mungkin

terjadi selama maupun setelah operasi. Risiko perioperatif

dapat didefinisikan sebagai hasil yang tidak diinginkan

akibat dari operasi dan atau anastesi. Hal ini merupakan

representasi yang terkait dengan prosedur operasi, usia

pasien serta kondisi medis pasien sebelumnya. Risiko yang

berkaitan dengan prosedur operasi seringkali terjadi pada

operasi emergency dibandingkan dengan operasi elektif yang

sudah menyesuaikan tehnik operasi dan menyesuaikan operasi

menjadi kurang invasif. Risiko yang berkaitan dengan pasien

berupa usia yang menyebabkan penurunan fungsi fisiologis,

multii-morbidity dan frailty.

Elemen-elemen yang dapat d ipenuhi dengan baik

selama pre-operatif dan dilanjutkan sampai dengan periode

I 50 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 57: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho!1st1c PPrionerati\H::! Management In Elderly and Gt-::ir iatric Patient •

post-operatif dapat menghindari komplikasi pada pasien.

Penatalaksanaan setelah o perasi diantaranya adalah

penanganan nyeri. Mengapa ha! ini penting? Analgesik yang

inadekuat selama operasi dapat menimbulkan efek samping

post-operatif termasuk diantaranya delirium, komplikasi

kardiorespirasi dan kegagalan untuk mobilisasi.

Pemahaman tentang sifat, latarbelakang budaya dan

kondisi mental emosional OULDD yang akan dioperasi perlu

diketahui betul agar operasi dapat berlangsung dengan bail<.

Pasien Usia Lanjut dengan Demensia

Orang dengan demensia (ODD) memiliki keterbatasan

dalam memahami situasi kondisi yang terjadi di sekeWingnya, termasuk mengerti informasi yang disampail<an oleh staf medil<

tentang penyakitnya dan tindakan operasi yang direncanakan.

Jika masih mampu memahami informasi yang disampaikan

dokter/perawat pun informasi ini tidak dapat disimpan dalam

ingatan pasien sehingga ia akan bertanya berulang-ulang

serta tidak sabar menunggu tindakan. Apalagi jika disertai

dengan gangguan pendengaran dan a tau penglihatan. Hal ini

mempersulit pelaksanaan persiapan operasi maupun program

rehabilitasi.

ODD yang sudah lanjut usianya lebih rentan mengalami

risiko-risiko pascaoperasi. Salah satu risil<o tertinggi adalah

delirium. Delirium merupakan kondisi medik emergency

yang ditandai oleh fluktuasi tingkat kesadaran dan fungsi

kognitif secara mendadak (beberapa jam atau hari) dengan

gangguan nyata pada atensi, orientasi dan memori. Bisa juga

disertai gangguan persepsi (ilusi dan halusinasi) atau delusi

yang mengakibatkan kegelisahan psil<omotor sehingga pasien

mencabut selang infus atau selang NGT. 1-3 Hal ini sering

terjadi pada OUL akibat komplikasi selama operasi terkait

dengan proses penuaan, perubahan metabolik, polifarmasi,

1 51 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 58: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1ng Ternu nrrnah Genatri 2017

efek samping obat serta adanya penyakit neurodegeneratif.

Selanjutnya akan dibahas beberapa kondisi perioperatif yaitu

delirium, depresi dan penurunan fungsi kognitif setelah

tindakan operasi (post operative cognitive disorder - POCD).

Delirium Delirium terjadi secara akut dalam hitungan jam sampai

dengan hari dan dapat bertahan sampai dengan hitungan

m inggu . Gejala yang tampak dapat berupa disorientasi,

atensinya terganggu, gangguan persepsi seperti ilusi maupun

halusinasi, hiperaktif atau hipoaktif secara psikomotor,

gangguan siklus bangun-tidur, perubahan mood, serta

gangguan proses pikir. Pada ODD perbaikan delirium dapat

lebih lama, berlangsung berminggu-minggu bahkan bulan.1•3.4

Hal ini mungkin berhubungan dengan proses penuaan,

gangguan metabolik, hipoksia serta kondisi demensia sendiri

yang sangat rentan terhadap perubahan kimiawi- fisiologis

di otak

Bagaimana cara melakukan pencegahan delirium

post-operasi? Dapat dilakukan berbagai cara diantaranya

mempersiapkan kondisi mental dan fisik pasien sebelum

operasi, penilaian risiko yang adekuat, peninjauan obat-obatan,

rencana rehabilitasi setelah operasi serta deteksi dini dari gejala

dan tanda delirium. Untuk deteksi dinilai staf medik dapat

dipergunakan instrumen CAM (confusion Assessment Method)

yang umum dipergunakan di UGO maupun ICU.

Sebelum menjalani operasi seringkali pasien usia lanjut

memiliki kekhawatiran yang nantinya berpotensi sebagai

masalah preoperatif dan pascaoperasi . Pada pasien yang

memiliki kekhawatiran atau kecemasan berlebih maka

tindakan staf yang efektif adalah komunikasi yang baik,

mulai dari informed consent sampai dengan penjelasan risiko

maupun program rehabilitasi sesudah operasi yang dapat

terjadi agar terdapat persepsi yang sama antara dokter dan

harapan pasien.

I 52 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 59: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hoi!St1c Perioperat!v8 Managc·�rnent In Elderly and Gt.':ria1ric Pa ll·.=nt •

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk penanganan

delirium pascaoperasi diantaranya adalah melakukan penilaian

terhadap faktor risiko yaitu usia diatas 65 tahun, penurunan

kognitif kronis a tau demensia, penglihatan dan pendengaran

yang berkurang, penyakit berat dan adanya infeksi. Selain itu

skrining delirium pascaoperasi hams dilakukan menggunakan

instrumen yang valid seperti CAM pada seluruh pasien dengan

risiko tinggi (pasien ICU) yang dilakukan secara berkala.

Evaluasi terhadap pasien yang menderita delirium dipusatkan

untuk menghindarkan pencetus delirium yaitu kondisi yang

dapat memicu timbulnya delirium . Kondisi tersebut bisa

berupa nyeri yang tidak terkontrol, hipoksia, pneumonia,

infeksi, kelainan elektrolit, retensi urin, obat-obatan dan

hipoglikemia.1 •3•5

Seki tar 40% kasus delirium dapat dicegah, dan tatalaksana

terbaik dari delirium adalah pencegahan. Ketika sudah terjadi

delirium maka langkah pertama untuk penatalaksanaan adalah

mencari kemungkinan penyebab dan menangani penyebab/

pemicu tersebut selain mengidentifikasi factor risiko yang ada

pada pasien.

Strategi pencegahan delir ium d iantaranya adalah

edukasi oleh tenaga kesehatan mengenai delirium, intervensi

nonfarmakologis seperti aktifitas fisik harian, orientasi

kembali fungsi kognitif, perbaikan waktu tidur, mobilisasi

dan rehabilitasi fisik d ini, adaptasi terhadap gangguan

penglihatan dan pendengaran, pemenuhan nu trisi dan cairan,

penggunaan obat-obatan yang tepat, oksigenasi yang adekuat

dan pencegahan konstipasi.

Talaksana delirium pascaoperasi pilihan utamanya adalah

intervensi non-farmakologis seperti re-orientasi dengan suara,

kalender dan jam, menimbulkan lingkungan yang tenang,

mengeliminasi penggunaan restraint, menggunakan barang­

barang yang familiar di kamar, menggunakan alat bantu

untuk gangguan yang dialami (kacamata, alat bantu dengar).

Pada pasien delirium dengan agitasi psikomotor yang dapat

I 53 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 60: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Temu t imiah Geriatri 2017

membahayakan diri sendiri ataupun orang lain dapat diberikan

antipsikotik pada dosis efektif terendah seperti haloperidol 0.5-

1 mg PO atau dapat juga digunakan Risperidon, Olanzapin,

Quetiapin atau Ziprasidon.1•3•5•6

Depresi pascaoperasi

Gangguan Depresi adalah kondisi mental emosional yang

cenderung hipotim, murung, sedih hampir sepanjang hari

selama dua minggu (criteria ICD 10); ditandai dengan tidak

ada rasa senang, hilang minat dan lesu serta tak ada nafsu

makan, gangguan tidur, rasa bersalah berlebihan, cemas,lkuatir

berlebih, banyak keluhan sakit dll. Mengapa hal ini bisa terjadi

pada psien lanjut usia pasca operasi?

Perbedaan ekspektasi pasien terhadap hasil o.perasi dapat

menimbulkan kekecewaan dan rasa menyesal, apalagi jika

kurang dukungan dari lingkungan keluarga. Adanya depresi

ini akan mempersulit pelaksanaan program pemulihan yang

telah direncanakan. Depresi dapat dicegah dengan mendeteksi

lebih dini kecenderungan mekanisme koping dan kekuatan

ego pasien, mengidentifikasi kepribadiannya sehingga data

diberikan psikoterapi suportif dan konseling keluarga sebelum

tindakan operasi dilakukan.2•3

Jika gangguan depresi terjadi pascaoperasi, sebaiknya

segera dikonsultasikan kepada psikiater usia lanjut agar

dapat diberikan obat maupun psikoterapi yang sesuai.

Depresi dengan gangguan memori (pseudodemensia) yang

berkepanjangan akan menjadi riisko terjadinya penurunan

fungsi kognitif progresif atau demensia Alzheimer.

POCD (post operative cognitive disorder) Selain perubahan status mental yang fluktuatif yaitu

deliriu m / acu te confusion al s tate, terdapat juga masalah

penurunan kognitif pasca bedah atau yang sering disebut

I 54 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 61: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Perioperativ� MRnagernent In Elderly and Gt::riatr1c Patient •

POCD. Anamnesis dan skrining yang praktis dapat membantu

untuk mendeteksi POCD misal Mini Men tal Status Evaluation

(MMSE), Mini-Cog atau Cognistat. "3.7

Gangguan kognitif yang terjadi pascaoperasi sering

dikeluhkan oleh keluarga pasien. Apakah benar penurunan

kognitif ini terjadi karena tindakan operasi? Karena tim

dokter tidak mempunyai data dasar kondisi fungsi kognitif

sebelu mnya, maka belum tentu gangguan kognitif ini

berhubungan dengan operasi yang dijalani pasien. Bisa jadi

pasien sudah mengalami sindrom pra demensia atau hendaya

kognitif ringan yang tidak diketahui oleh anggota keluarga

namun kemudian menjadi lebih nyata pada saat sesudah

operasi karena perhatian keluarga terhadap pasien lebih besar.

POCD didefinisikan sebagai gangguan proses berpikir

seperti memori, atensi, dan atau konsentrasi yang terjadi

pada beberapa minggu atau bulan pascaoperasi. Kondisi ini

menjadi sulit dikenali pada tahap awal pascaoperasi karena

membutuhkan pemeriksaan khusus psikiatris dan nerurologis.8

Domain kognitif yang terganggu adalah verbalisasi, memori,

pengertiary'pemahaman bahasa, abstraksi, visuospasial, atensi

atau konsentrasi.9 Hal ini perlu dibedakan dengan delirium

yang perubahannya terjadi secara akut dan sementara.

POCD berhubungan dengan perbaikan kesehatan yang

lebih lama, morbiditas yang lebih tinggi, dan keterlambatan

dalam perbaikan fungsional.9•10 Insidensinya bervariasi sekitar

7 - 71 % saat hari ke 7-8 pasca bedah dan sekitar 6 - 56 % saat

hari ke 42 - 84 pasca bedah.1 1 Penelitian lain menyebutkan,

insidens POCD spesifik terhadap bedah jantung yaitu sekitar

30-80% untuk beberapa minggu dan sekitar 10-60 % untuk 3-6

bulan pasca bedah.12 Menurut Morgan, POCD bisa mencapai

sampai tiga bulan pascaoperasi (sebanyak 10-15%).13

Kondisi POCD perlu dikenali dan ditangani dengan

komprehensif agar tidak berkelanjutan menjadi demensia yang

tatalaksananya sangat kompleks ndan sampai saat ini masih

belum ada obat yang dapat mengembalikan ke kondisi semula

(demensia alzheimer).

1 55 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 62: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ternu Hrrnah Genatri 2017

Penutup Tindakan operasi pada orang berusia lanjut dengan

demensia adalah hal yang perlu dipertimbangkan baik­

baik manfaat dan risiko yang potensial terjadi sesudahnya.

Persiapan operasi adalah hal yang paling penting termasuk

kondisi fisis dan psikis yang prima disamping penyusunan

care plan yang komprehensif, dukungan keluarga dan tim

medis yang solid.

Manajemen peri-operatif sebaiknya dipimpin oleh seorang

manager (dokter atau perawat atau staf lain) yang khusus

menangani pasien usia lanjut dengan demensia. Fokus dari

tatalaksana adalah kualitas hidup pasien sehingga aspek

mental emosional maupun kenyamanan fisik menjadi sangat

penting. Kualitas hidup seorang lanjut usia dengan demensia

sangat erat berkaitan dengan pandangan hidup, nilai-nilai

budaya dan spiritual, relasi sosial dan kapasitas kemandirian

selain faktor finansial dan kesehatan.

Referensi

1 . Marc E . Agronin, Gabe J . Maletta . Principle and Practice of Geriatric Psychiatry . Lippincot Williams and Wilkins. Philadelphia 2006.

2. Sadock, BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock's Synopsis Of Psychiatry Eleventh Edition. Wolters Kluwer. 2015

3. James E. Spar, Asenath La Rue. Geriatric Psychiatry, second edition. American Psychiatric Press. Washington - London, 1997.

4. Mohanty, S, et al. Optimal Perioperative Management of the Geriatric Patient: A Best Practices Guideline from the American College of Surgeons NSQIP and the American Geriatrics Society. Elsevier Inc. 2015.

5. Griffiths, R. Et al. Peri-Operative Care of the Elderly 2014. AA GB I Safety Guideline: Anasthesia 2014; 69 s1 : p 81 -98.

6. Linda Clare. Neuropsychological Rehabilitation and People With Dementia. Psychological Press. First published. 2008.

I 56 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 63: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

7. Kenneth Shulman, Anthoni Feinstein. Quick Cognitive Screening for Clinicians, revised edition. Mini mental, Clock Drawing and Other Brief Tests. Informa Healthcare. 2006.

8. Guedel's Stages of Anaesthesia [Internet] . [cited 201 7 Mar 4]. Available from: http:/ / www.mediconotebook.com/2013/01/ guedels-stages-of-anaesthesia.html

9. Gottschalk A, Van Aken H, Zenz M, Stand) T. Is Anesthesia Dangerous? Dtsch Arztebl Int. 2011 Jul;108(27):469-74.

10. Ian Andrew James. Cognitive Behavioral Therapy with Older People, intervention nfor those with and without Dementia. Jessica Kingsley Publisher. London-Philadelphia. 2010.

1 1 . Sieber FE, Barnett SR. Preventing postoperative complication in the elderly. Anesthesiol Clin. 2011 Mar;29(1) :83-97.

12. Silbert BS, Evered LA, Scott DA. Incidence of postoperative cognitive dysfunction after general or spinal anaesthesia for extra corporeal shock wave lithotripsy. Br J Anaesth. 2014 Nov;113(5):784-91.

13. Morgan GE, Maged SM, Michael JM. Clinical Anesthesiology. 6th ed. New York: Lange Medical Books; 2006.

/ 57 / "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 64: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

� Presiding Ternu Hm1ar, Geriatri 2017

Peran Pengkaj ian Par ipurna Pasien Geriatri (P3 G/CGA) dalam Pengelo laan Pasien Geriatri d i era Jaminan Kesehatan Nasiona l (J KN) : Telaah Cost Effectiveness Ana lysis (CEA)

Czeresna Heriawan Soejono

Pendahuluan

Sejak diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional

tahun 2014, jumlah pasien yang berobat ke fasilitas pelayanan

kesehatan meningkat pesat, termasuk pasien geriatri. Salah

satu sasaran strategis dalam bidang pelayanan kesehatan

adalah terjaminnya akses masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan yang bermutu tinggi.

Dua aspek pen ting yang hams diperhatikan adalah: akses

pelayanan dan mutu pelayanan. Kedua aspek penting tersebut

hams terpenuhi untuk semua kelompok pasien termasuk

mereka yang bemsia lanjut. Pasien geriatri mempakan subset

khusus dari pasien usia lanjut yang lebih rentan sehingga

sangat mudah terpengamh oleh mu tu pelayanan yang kurang

baik. Jika akses dan mutu pelayanan terhadap pasien geriatri ini

telah terpenuhi, pertanyaan selanjutnya adalah apakah sumber

daya yang digunakan telah cukup bijak digunakan? Apakah

proses pelayanannya telah cukup sangkil dan menghasilkan

kualitas pelayanan yang mangkus? Dalam istilah ekonomi

kesehatan pertanyaan yang hams dijawab adalah apakah

pelayanannya telah cost effective?

I 58 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 65: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Definisi Pasien Geriatri

Kelompok pasien yang rentan antara lain adalah pasien

usia lanjut yang disertai beberapa ciri lain. Karakteristik atau

ciri lain dari pasien-pasien ini adalah penyakitnya majemuk

atau ganda, disertai penurunan daya cadangan faali, dan

perubahan status fungsional, acapkali mengalami malnutrisi,

dan sayangnya tampilan klinis menyimpang dari yang lazim

di kenal. Tidak semua pasien yang berusia lanjut termasuk

pasien geriatri. Tidak jarang pasien yang diduga merupakan

pasien usia lanjut ternyata adalah pasien geriatri. Dibutuhkan

ekspertise tertentu untuk dapat mengenali dan mengelola

pasien geriatri. Alih-alih ingin menolong namun karena tidak

mampu mengidentifikasi dengan jeli maka diagnosis tepat

akan terlambat ditegakkan; pada gilirannya pasien geriatri

akan terlambat ditolong. Hal ini diperburuk dengan penurunan

day a cadangan faali pasien geriatri, sehingga keluaran menjadi

lebih buruk.

Tampilan klinis yang menyimpang merupakan salah satu

contoh penyebab sulitnya menetapkan diagnosis utama pada

pasien geriatri. Sindrom delirium (dengan rentang gejala dan

variabilitas jenis tanda penyakit) atau acute confu.sional state,

instabilitas postural, dan imobilitas merupakan beberapa

contoh manifestasi klinis pasien geriatri yang sering dijumpai.

Manifestasi klinis tersebut sebenarnya dilatar-belakangi oleh

diagnosis utama yang sering fatal, seperti pneumonia dengan

gaga! nafas, gaga! jantung, infark miokard akut, gangguan

elektrolit atau asam basa, strok, dan sebagainya. Dapat

difaharni bahwa jika identifikasi jitu gejala dan tanda tidak

dilakukan dengan baik maka pasien akan terlambat ditolong.

Selain masalah-masalah fisik dan fungsional di atas, pada

pasien geriatri sering sekali dijumpai persoalan di bidang

psiko-sosial. Depresi, demensia, gengguan penyesuaian,

ketergantungan, terlantar, ditelantarkan, dan isolasi tidak

jarang memperkeruh situasi dan menyulitkan pemulihan yang

I 59 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 66: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1119 Teinu Hm1ah Genatri 2017

adekuat. Oleh sebab itu pengelolaan pasien geriatri haruslah

disertai ekspertise memadai dengan kelengkapan sarana dan

prasarana yang optimal. Pasien geriatri yang menjadi peserta

BPJS tentu berhak mendapatkan layanan sesuai dengan yang

seharusnya diperoleh.

Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri

Memperhatikan kompleksitas permasalahan pasien

geriatri seperti dilukiskan di atas, diperlukan pendekatan

khusus untuk memenuhi kebutuhan pasien geriatri.

Anamnesis dan PJ SISTEM Klinis, AMT,

/�----------� ... , ,,..,...------..... / . . . >\ .PSll<O- \ M MSE, GOS (\. ::��IK _.(_�-KOGNJTIF )' / , ! �-,.._

\, I ./( '\,\ / ""·"' I __ ./ '--- \ _ _.,./

50SlAL I FUNGSIONAL

AOL, IAO L, MNA

...... ______ ,,,/,. Anamnesis, kunjunga n rum ah

Gambar 1 . Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri

Keterangan:

PJ : pemeriksaan jasmani AOL : activity of daily living AMT : abbreviated mental test !AOL : instrumental activity of daily living MMSE : mini.mental state examination MNA : mini nutritional assessment GOS : geriatric depression scale

1 60 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 67: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hon�.t1c Pcriope r a t!v�:: Managernen1 ln Elderly and Geri a t ri c Patlt-::nt •

Gambar 1 di atas menjelaskan secara ringkas salah satu

pilar utama P3G. Asesmen pasien geriatri harus melingkupi

tidak saja aspek fisik biologik, namun juga aspek psiko­

kognitif, dan sosial . Sebagai interaksi dari ketiga aspek

tersebut, dapat dikenali aspek keempat dan kelima yakni status

fungsional serta nutrisi. Anamnesis dan pemeriksaan jasmani

sistem, pemeriksaan AMT, MMSE, GOS, AOL, IAOL, MNA,

dan kunjungan mmah mempakan instmmen dasar dalam

melakukan P3G.

Pilar lain yang hams ditegakkan dalam pelaksanaan P3G

adalah pendekatan secara interdisiplin; pendekatan kuratif

yang hams diiringi dengan pendekatan promotif-preventif­

dan rehabilitatif; penetapan tujuan pengelolaan terhadap

impairment-hendaya-handicap; serta kesinambungan antara

pelayanan berbasis mmah sakit dan komunitas.

Oengan demikian komponen yang hams terpenuhi dalam

pengkajian paripurna pasien geriatri (baik dari segi pasien,

provider, sarana, mau pun sistem) agar sesuai dengan Peraturan

Menteri Kesehatan nomor 79 tahun 2014 adalah:

Komponen pasien: •

Anamnesis

Bio-psiko-sosial

Nutrisi

Anamnesis sistem

Pemeriksaan fisik

Um um

Neurologik dasar

Pemeriksaan status fungsional

Pemeriksaan status mental

Pemeriksaan penunjang

Pengkajian iatrogenesis, lingkungan, dukungan

Penatalaksanaan dengan pendekatan interdisiplin

I 61 I "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 68: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pr osiding Temu l imiah Genat ri 2017

Komponen provider:

• Dokter anggota tirn inti, minimal adalah:

Internist-konsultan Geriatri (minimal 1)

Atau internist dengan pelatihan geriatri sesuai

Kurikulum Geriatri untuk Internist (Kongres Nasional

PERGEMI 1998)

Dokter spesialis Rehabilitasi Medik

Dokter spesialis Kedokteran Jiwa • Perawat:

Perawat gerontik (minimal 24 Ns/10 pasien)

[Akademi/ FIK] + pelatihan geriatri 80 jam (40%

kuliah, 60% praktek + diskusi kasus)

Komponen sarana: sesuai standar ruang rawat akut

geriatri, terdapat ruang rehabilitasi, serta ruang penunjang

yang disesuaikan dengan kondisi pasien geriatri.

Komponen sistem:

Approach: interdisiplin

Intensitas perawatan yang 'tinggi'

Ruang rawat khusus

Program Tim selama15 menit; dilanjutkan oleh perawat

selama 15 menit; dan kemudian oleh keluarga selama 15

menit

Disiplin terkait langsung merawat tanpa konsul

Kunjungan penyelia minimal 1 kali/ minggu

Kunjungan tim terpadu geriatri (TTG) 1 kali/minggu

Ra pat TTG + konsultan lain 1 kali/ minggu

Round table discussion (RTD) perawat 1 kali/ minggu

Discharge planning dijelaskan sejak seminggu sebelum

pulang

I 62 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 69: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Keluaran Pelayanan Pasien Geriatri dengan P3G

Keluaran (ou tcome) pelayanan pasien geriatri dengan

menggunakan pendekatan paripurna (comprehensive geriatric

assessment) ini melingkupi beberapa hal yakni, berkurangnya

rerata masa rawat, kenaikan skor status fungsional, peningkatan

skor kualitas hidup terkait kesehatan, rendahnya angka

rehospitalisasi, d isertai efisiensi penggunaan sumber

daya, tanpa peningkatan biaya, dan bila mungkin disertai

pengukuran tingkat kepuasan tenaga kesehatan.

Beberapa negara yang telah memberlakukan s istem

penjaminan kesehatan secara nasional termasuk untuk warga

usia lanjutnya mempunyai berbagai pengalaman yang dapat

dipelajari. Jepang yang telah menjalankan program ini sejak

tahun 1922 tidak begitu menghadapi banyak masalah karena

pertumbuhan ekonominya sangat baik saat itu, dengan

biaya pengobatan yang belum terlalu tinggi, dan jumlah

usia lanjut yang belum banyak. Namun sejak tahun 1961

didapati beberapa persoalan mulai dari masalah penanganan

tagihan dan pembayaran klaim yang tidak lancar, hingga

diputuskannya izin untuk iur biaya karena beban anggaran

negara yang semakin meningkat. Pada tahun 2006, dengan

semakin tingginya pengeluaran untuk kesehatan serta

jumlah warga usia lanjut yang semakin meningkat maka

pemerintah melakukan peninjauan ulang terhadap kebijakan

kesehatannya. Sempat direncanakan meningkatkan iur biaya,

namun timbul perdebatan karena risiko disparitas kualitas

pelayanan terhadap mereka yang tidak mampu iur biaya

(Kobayashi et al, 2009). Walau pun program jaminan kesehatan

nasional Jepang cukup berhasil dalam hal meningkatkan usia

harapan hidup perempuan sampai dengan 85 tahun, angka

kematian bayi turun hingga 2,6%o namun mereka menghadapi

tantangan besar dengan semakin meningkatnya jumlah warga

usia lanjut (menjadi 20% pada tahun 2010) dengan kecepatan

I 63 I "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 70: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1ng Teinu Hrrnah Geria1ri 2017

peningkatan biaya kesehatan yang melebihi kecepatan

pertumbuhan ekonomi.

Taiwan yang mulai menerapkan jaminan kesehatan

semesta di tahun 1995; walau pun kepesertaan mencapai 97%

penduduk dengan coverage rate 99% namun ternyata tak mampu

menurunkan angka kematian pasien geriatri. Self perceived

general health juga tidak dapat membaik. Argumentasi yang

diajukan adalah, menilai tingkat keberhasilan pelayanan

pada pasien geriatri tidak semata-mata dengan mengukur

mortalitas namun harus mempertimbangkan aspek kualitas

hid up dan status fungsional (Chen, 2006). Sementara Donelan

(2000) dalam laporannya tentang pengaruh jaminan kesehatan

semesta pada pasien usia lanjut menyatakan bahwa untuk

aspek akses pelayanan dan biaya kesehatan tidak dijumpai

masalah. Namun demikian 30 % pasien geriatri mengeluhkan

obat-obat mereka tidak ditanggung oleh penjamin.

Penelitian di Jakarta terhadap 229 subyek (126 pasien JKN

dan 103 pasien non-JKN) yang dirawat sejak tahun 2013 hingga

2014 menunjukkan bahwa: mortalitas pasien geriatri tidak

berbeda antara mereka yang dirawat di masa pada masa JKN

mau pun sebelum JKN (31 ,0% vs 27,2%; p 0,53); demikian pula

angka rehospitalisasi tidak berbeda secara signifikan (18,4 % vs

16,0% ; p 0,68); rerata masa rawat juga sama (12 hari [ 2-59) vs

12 [2-76); p 0,72); kenaikan skor ADL Barthel pada kelompok

JKN adalah 2/20 sedangkan pada kelompok sebelum JKN

adalah 1/ 20 (p 0,68); sementara peningkatan skor EQ5D yang

menggambarkan kualitas hid up terkait kesehatan juga relatif

sama (0,010 vs 0,062; p 0,27) . Analisis CEA menunjukkan

bahwa direct cost per quality adjusted life days (QALD) pada

kelompok JKN adalah sebesar 22,4 juta rupiah/1,7 QALD

sementara pada kelompok sebelum JKN adalah sebesar 26

ju ta rupiah/ 2,5 QALD dengan nilai p 0,625. Artinya, setelah

diterapkannya Jaminan Kesehatan Nasional termasuk untuk

pelayanan pasien geriatri yang vulnerable, keluaran yang

dihasilkan tidak mengalami penurunan/ perburukan dengan

I 64 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 71: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho11st1c Perloperatve Mcinagement In Elderly and Ger1at�1c Patient •

penggunaan biaya yang lebih mangkus (efektif) .

Hasil-hasil di atas sebenarnya juga tidak terlalu jauh

berbeda dari data Biro Statistik Uni Eropa tahun 2015 dimana

di Inggris rerata masa rawat pasien geriatri yang berada pada

kelompok usia 60 - 64 tahun adalah 7,1 hari dan pada kelompok

usia 90-94 tah un adalah 13,5 hari (Eu rope Union, 201 5).

Sementara program P3G/CGA yang diterapkan pada pasien

geriatri pengguna jaminan kesehatan semesta menunjukkan

peningkatan physical performance measure dan grip strength

yang bermakna (de Buyser, 2014). Lin et al (2016) melaporkan

pengamatannya terhadap 39.156 pasien geriatri, bahwa angka

rehospitalisasi dalam 30 hari pascarawat adalah 14,6% (satu

pasien dari setiap tujuh pasien pulang). Sementara faktor­

faktor yang berpengaruh terhadap angka rehospitalisasi,

menurut Morandi et al (2013) antara lain: polifarmasi/ > 7 obat

(HR 3,94; 1,62-9,54; p 0,002); penurunan skor AOL sebesar lima

poin dibanding satu bulan sebelum masuk rurnah sakit (HR

2,67; 1,35-5,27; p 0,005); dan rerata rnasa rawat inap lebih dari 13

hari pada perawatan sebelumnya (HR 2,67; 1,39-5,10; p 0,003).

Waiau pun hasil-hasil pengamatan di atas menunjukkan

bahwa keluaran pelayanan pasien geriatri yang dikelola dengan

pendekatan P3G rata-rata menunjukkan hasil yang tidak lebih

buruk dibandingkan dengan sebelurn diberlakukannya JKN,

masih ada beberapa hal yang perlu dicermati. Pertarna apakah

fase pengamatan di tahun 2014 saat baru dirnulainya program

JNK ini: sudah cukupkah waktu untuk belajar; apakah sudah

cukup waktu untuk cultivating the system dalam pelaksanaan

JKN ini? Bukankah pada waktu ini sernua rnasih dalarn taraf

belajar rnenyerap seluruh dinamika yang sedang berlangsung?

Kedua, bagairnana dengan indikator proses P3G atau CGA itu

sendiri? Apakah indikator proses yang juga penting untuk

diamati (mengingat pada pendekatannya terdapat pendekatan

interdisiplin yang sang at kental bernuansa 'proses' ketirnbang

keluaran a tau output mau pun outcome) sudah dikawal dengan

baik. Hal tersebut amat penting mengingat instrumen P3G

ini tidak dapat rnernberikan hasil rnaksimal jika proses

1 65 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 72: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1os1di119 Temu l im1ah Geriatri 20i7

pelaksanaannya tidak dikerjakan sesuai standar prosedur

operasional dan tidak memenuhi komponen-komponen yang

dipersyaratkan.

Simpulan

Pengkajian par ip u rn a pada pasien geriatri atau

comprelzensive geriatric assessment mutlak dibutuhkan pada

pengelolaan pasien geriatri. Komponen-komponen yang

harus dipenuhi untuk pelaksanaan P3G merupakan syarat

baku untuk mampu-laksananya instrumen ini di lapangan.

Identifikasi masalah dan lanjutan pengelolaannya perlu terus

dilatihkan dan di-informasikan ke berbagai pihak agar tidak

semua tenaga kesehatan merasa begitu saja mampu mengelola

pasien geriatri (namun perlu pelatihan dan pengenalan yang

mendalam). Tidak semua tingkat fasilitas pelayanan kesehatan

secara otomatis mampu melaksanakan pelayanan pasien

berusia Janjut sesuai Permenkes 79/2014; ancaman adanya

fraud dapat diterapkan jika pasien geriatri dilayani secara

substandar.

Pelayanan yang menggunakan prinsip P3G dijamin mam pu

memberikan keluaran yang baik sepanjang dilaksanakan taat

azas dan dengan memperhatikan semua komponen yang

dipersyaratkan. Berbagai bukti di literatur menunjukkan

manfaat P3G di era jaminan kesehatan semesta termasuk

JKN. Aspek proses pelaksanaan P3G dan kapan waktu

yang tepat untuk evaluasi program menjadi ha! yang harus

dipertimbangkan.

I 66 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 73: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hol!st1c Penoperative Management In Elderly and Geriatric Pa tl .. �nt •

Daftar Pustaka

1 . De Buyser SL, Petrovic M, Taes YE, Vetrano DL, Corsonello A, Volpato S, Onder G.

2. Functional Changes during Hospital Stay in Older Patients Admitted to an Acute Care Ward: A Multicenter Observational Study. PloS ONE May 2014;9(5) :1 -7.

3. Chen L, et al. The Effect of Taiwan's NH! on Access and Health Status of the Elderly. Health Economics 2006.

4. Donelan K. The Elderly in Five Nations: The Importance of Universal Coverage. 2000.

5. Europe Union Health Statistics 2013. http: / / ec .europa.eu/ eurostat/ statistics

6. Kobayashi Y et al. Five Decades of Universal Health Insurance Coverage in Japan: Lessons and Future Challenges . JMAJ 2009;52(4) :263-268.

7. Lin KP, Chen PC, Huang LY, Mao HC, Chan DC. Predicting Inpatient Readmission and Outpatient Admission in Elderly: A Population-Based Cohort Study. Medicine 2016 April;95(6) :1 -7.

8. Morandi A, Bellelli G, Vasilevskis EE, Turco R, et al. Predictors of Rehospitalization among Elderly Patients admitted to a Rehabilitation Hospital: the Role of Polypharmacy, Functional Status and Length of Stay. J A m Med Dir Assoc . 201 3 October;14(10):761-767.

I 67 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 74: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1cting Ternu Hrrnah Geriatri 2017

Penyakit Kulit Pada Usia Lanjut

Lili Legiawati, Edwina Pril iantika

Pendahuluan

Usia lanjut merupakan usia rawan terkena berbagai

penyakit kulit karena adanya perubahan degeneratif dan

metabolik pada seluruh lapisan kulit selama proses penuaan.

Di samping itu, berbagai faktor lain memberi kontribusi

terhadap kondisi kulit populasi usia lanjut yaitu status nutrisi,

sosial ekonomi, kebiasaan, penyakit sistemik, dll.1

Menegakkan diagnosis, tatalaksana dan tindak lanjut

penyakit kulit pada usia lanjut merupakan tantangan bagi

klinisi oleh karena anamnesis sering sulit dilakukan, pasien

umumnya menderita berbagai masalah medis dan mendapat

banyak obat-obatan. Manifestasi klinis penyakit kulit dapat

berbeda dan tampilannya tidak seperti gambaran klasik pada

populasi dengan usia lebih muda. Penting bagi klinisi untuk

memahami lebih baik lagi patofisiologi penyakit kulit pada

usia lanjut serta tatalaksananya.U

Penyakit kulit pada usia lanjut bervariasi antar negara.

Grover (2009) melaporkan bahwa l ima penyakit kulit

terbanyak pada usia lanjut di India yaitu kerut, xerosis cu tis,

kelainan pigmentasi, tumor jinak kulit, infeksi dan eksema.

Dari data rekam medik pasien poliklinik divisi dermatologi

geriatri RSCM tahun 201 6, 1 0 penyakit terbanyak adalah

liken simpleks kronik (LSK), dermatitis seboroik, psoriasis

vulgaris, dermatitis kontak iritan, pruritus karena kulit kering,

dermatitis stasis, xerosis kutis, dermatitis numularis, herpes

zoster, dan dermatitis atopik.3-5

1 68 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 75: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

H0Hst1c Perioperativi.::· Management In Elderly and Geriatric Pa l h .�nt •

Penyakit Kulit Pada Usia Lanjut

Berikut ini akan dibahas berbagai penyakit kulit yang

sering ditemukan pada usia Janjut.

Xerosis Cutis Xerosis kutis atau kulit kering adalah masalah yang

sering ditemukan pada usia Janjut. Insidens dan keparahan

meningkat seiring pertambahan usia. 1 Prevalensi bervariasi

mulai 29,5-85% . Kulit kering menyebabkan keluhan gatal,

rasa terbakar, tersengat dan kulit seperti tertarik. Kulit kering

merupakan penyebab tersering pruritus generalisata pada

usia lanjut.4

Definisi dan etiologi

Kulit kering adalah kondisi kulit yang terjadi apabila

kandungan air dalam stratum korneum menurun sampai

di bawah 10% . Dalam keadaan normal hidrasi stratum

korneum sebesar 1 5-45% .i Perubahan pada lapisan kulit

usia Janjut memberikan kontribusi pada timbulnya kulit

kering. Perubahan penting terjadi pada lapisan epidermis.

Pembentukan lipid interselular stratum korneum menjadi tidak

adekuat. Lipid interselular yang terlibat dalam pembentukan

lipid bilayer pada stratum korneum adalah sfingolipid,

free sterols dan fosfolipid. Lipid ini berperan penting dalam

menahan air dan mencegah kehilangan air.4

Struktur stratum korneum menyerupai struktur tembok

yang terdiri atas batubata dan semen sebagai satu kesatuan.

Sebagai batu bata adalah keratinosit yang sudah mati

(korneosit) yang berisi matriks protein. Sebagai semen adalah

matriks ekstraselular berupa lipid bilayer.4

Perubahan stratum korneum yang lain pada usia Janjut

adalah peningkatan ukuran dan akumulasi korneosit dan gang­

guan deskuamasi karena pergantian sel yang lebih lam bat. Selain

itu kandungan natural moisturizing factor (NMF) juga menurun.4

I 69 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 76: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1ng Terr:u Hrrnah Genat ri 2017

Perubahan dermis akibat proses penuaan adalah:

1 . Penurunan jumlah pembuluh darah.

2. Reduksi ukuran dan fungsi kelenjar keringat dan sebasea.

3. Pergerakan air dari dermis ke epidermis yang sedikit.4

Masalah kulit kering pada usia lanjut merupakan problem

yang kompleks. Penyebab kulit kering pada kelompok usia ini

bersifat multifaktor, yaitu:6

1 . Perubahan intrinsik pada keratinisasi.

2. Peru bahan intrinsik pada kandungan lipid.

3. Penggunan pemanas ruangan atau pendingin ruangan

yang berlebihan.

4. Penyakit kronik antara lain penyakit ginjal kronik, sirosis

hepatis

5. Polifarmasi, diuretik, anti androgen, dll dapat menyebabkan

kulit kering.

Etiologi pasti kulit kering belum sepenuhnya dipahami.

Faktor genetik, riwayat atopi dan lingkungan memberikan

kontribusi. Faktor lain adalah iklim yang dingin dan kering

serta penggunaan harsh/ soap cleanser.6

Diagnosis

Kulit kering sering ditemukan pada tungkai bawah

sisi anterolateral, bokong, paha, perut, pinggul dan lengan.

Namun dapat juga mengenai aksila, lipat paha, wajah dan

scalp. Pada kulit kering yang ringan nampak jala-jala halus

berwarna merah muda dengan sisik halus atau retak-retak.

Pada kulit kering yang sedang kemerahan lebih nyata dan

retak-retak menyerupai porselen yang retak-retak dan pada

kulit kering yang berat tampilan kulit bersisik tebal seperti

kulit ikan (iktiosis).6

Tatalaksana

Tujuan mengobati kulit kering adalah untuk mengem­

balikan sawar epidermis kul i t dan mempertahankan

kelembaban stratum korneum.

1 70 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 77: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho!1st1c Perioperativf.2· Management In Elder!y and Geriatric Patient •

Haroun dkk (2013) mengemukakan 6 hal untuk tatalaksana

kulit kering pada usia Ianjut:

1 . Kelembaban dijaga sekitar 45-60% .

2. Suhu ruang di pertahankan rendah yang bisa ditoleransi

dan nyaman.

3. Mandi dengan air hangat selama 10 menit.

4. Pemakaian bath oils tidak direkomendasikan untuk usia

lanjut karena risiko terpeleset di dalam bath tub.

5. Tidak menggunakan harsh soap dan drying agents.

6. Aplikasi moisturizer minimal 2x sehari sesudah mandi dan

sebelum tidur.4

Draelos (2013) menjelaskan moisturizer adalah bahan yang

diaplikasikan eksternal, dapat bersifat oklusif atau humektan

yang bertujuan merehidrasi kulit secara optimal.7 Bahan yg

bersifat oklusif bekerja memberikan kelembapan kulit dengan

cara menahan evaporasi dengan melalui pembentukan lapisan

berminyak di permukaan kulit. Bahan yang bersifat humektan

bersifat aktif menarik air dari lapisan kulit yang lebih dalam

dan dari lingkungan luar. Emolien mengisi celah-celah

antar korneosit yang berdeskuamasi sehingga memberikan

tekstur yang lembut. Humektan dan emolien d itujukan

untuk mempertahankan kelembapan kulit normal. Pelembab

terapetik mengandung ke-3 komponen oklusif, humektan dan

emolien. Pelembab terapetik bekerja memperbaiki sawar kulit,

melembutkan dan aktif menarik air dari lingkungan sekitar.

Pelembab terapetik dan oklusif digunakan untuk memperbaiki

kulit yang kering.7

Akhir-akhir ini berkembang pelembab generasi baru

yang dilengkapi dengan antipruritus, anti inflamasi dan

kandungannya menyerupai lipid fisiologik kulit untuk

meningkatkan fungsi sawar kulit. Komposisi lipid fisiologik

adalah seramid, kolesterol, asam lemak. Produk ini dapat

diberikan untuk menangani kulit kering pada usila karena

terjadi kerusakan sawar kulit.7

I 71 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 78: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1ng Temu Urrnah Genatri 2017

Herpes Zoster

Definisi

Herpes zoster (HZ) atau shingles merupakan reaktivasi

virus varisela zoster yang bersifat laten pada ganglia sensoris.

Penuaan diketahui sebagai faktor risiko primer. Neuralgia pasca

herpes (NPH) pada distribusi saraf kutan dapat muncul dari

30 hari sampai 6 bulan setelah lesi HZ sembuh.8 Berdasarkan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (2016),

vaksin untuk mencegah HZ dan NPH direkomendasikan untuk

individu berusia 60 tahun ke atas.9

Bertahun-tahun setelah pajanan inisial terhadap virus

varisela zoster yang menyebabkan varisela zoster, HZ

dapat terjadi akibat reaktivasi virus tersebut. Herpes zoster

meru pakan ruam vesikuler dengan nyeri, yang dapat

menyebabkan d isabilitas dan bertahan bulanan sampai

tahunan. Walaupun Herpes Zoster dapat bersifat swasirna,

namun dapat menjadi serius. Hal ini dikenal sebagai NPH,

komplikasi kronik tersering dari Herpes Zoster dan nyeri

neuropatik yang paling um um ditemukan setelah infeksi.10

Neuralgia pasca herpes adalah nyeri neuropati kompleks

akibat kerusakan saraf perifer berkelanjutan selama terjadinya

HZ . 1 1 Secara konvensional, NPH didefinisikan sebagai

nyeri dermatomal yang bertahan setidaknya 90 hari setelah

m unculnya ruam HZ. Skala Likert menjelaskan bahwa

intensitas nyeri klinis NPH minimal ditentukan dengan skor

>40 (skor 0 tidak nyeri, sampai 100 nyeri paling berat). 1 2

Epidemiologi

Insidens HZ ditentukan oleh faktor-faktor yang mem­

pengaruhi hubungan pejamu dengan virus. Faktor risiko utama

terjadinya HZ beserta kom plikasinya adalah usia 50 tahun dan

lebih, karena terdapah1ya penurunan imunitas selular spesifik

terhadap virus varisela z<;>ster.13 Estimasi insidens keseluruhan

HZ adalah sekitar 3.4-4.82 per 1000 orang per tahun, yang

I 72 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 79: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hon:,tic Per!operafrvi:.:: � ... 1anag:�rnen1 Ir� Elderly and G.,_-;;na1 ric Patlent •

meningkat lebih dari 11 per 1000 orang per tahun pada individu

berusia setidaknya 80 tahun. Mortalitas HZ dilaporkan jarang

terjadi, dengan mayoritas kematian ditemukan pada yang

berusia setidaknya 60 tahun.14

Patogenesis

Ketika infeksi primer virus varisela zoster atau cacar air

sudah teratasi, partikel virus akan tetap berada di akar dorsal

atau ganglia sensoris dan bersifat dorman. Pada periode laten

ini, mekanisme imunologis pejamu menghambat replikasi

v irus, tetapi virus varisela zoster akan tereaktivasi jika

mekanisme imunologis pejamu melemah. Saat virus varisela

zoster reaktivasi, virus bermultiplikasi dan menyebar pada

ganglia, menyebabkan nekrosis dan inflamasi neuronal, lalu

berjalan sepanjang saraf sensori dan terlepas pada saraf akhir di

kulit, sehingga menyebabkan ruam vesikular dan neuralgia.13

Manifestasi Klinis

Pada umumnya, HZ tidak menular seperti varisela

zoster dan mengenai indididu dewasa usia 20-50 tahun.

Gejala prodromal yang ditemukan berupa letih, nyeri kepala,

fotofobia, sensasi kulit abnormal, dan terkadang demam.

Gejala-gejala ini dapat dirasakan satu sampai lima hari sebelum

ruam muncul. Gejala sensasi kulit abnormal dapat berupa

gatal, rasa terbakar, hiperestesia, dan nyeri berat. Gambaran

klinis tipikal adalah vesikel berkelompok di atas kulit yang

kemerahan dan agak bengkak. Vesikel berkelompok ini

biasanya terdapat hanya pada satu sisi tubuh, terbatas pada

kulit yang mempunyai persarafan dermatomal yang sama.

Munculnya vesikel dapat didahului atau bersama dengan

rasa nyeri.8

Gambaran klinis HZ pada usia lanjut menyebabkan

nyeri prodromal yang lebih hebat dan lebih lama, serta nyeri

akut yang lebih hebat. Selain itu, ruam kulit dapat menjadi

atipikal, dengan gambaran yang lebih berat, diseminata,

1 73 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 80: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosiding Terr:u lirrnah Geriatr i 2017

multidermatom, dengan perjalanan penyakit yang lebih

panjang. Komplikasi pada usia lanjut juga lebih sering terjadi

dan dapat melibatkan komplikasi neurologik (terutama NPH),

kutan, okular, dan viseral.8

Diagnosis

Secara klinis, HZ dapat didiagnosis dengan adanya

ruam vesikuler yang nyeri dengan distribusi unilateral

dan dermatomal. Jika gejala nyeri yang muncul pada fase

prodromal, diagnosis akan menjadi sulit untuk ditegakkan.

Diagnosis HZ akan menjadi mudah untuk ditegakkan jika

ruam kulit dan nyeri telah muncul bersamaan. Diagnosis hams

dapat ditegakkan sesegera mungkin (dalam kurun waktu 72

jam setelah ruam muncul), agar tatalaksana dapat dimulai

secepatnya untuk mencapai hasil yang optimal. Gambaran

klinis klasik dari HZ yang dapat menjadi pacuan menegakkan

diagnosis adalah sebagai berikut.8 • Gejala prodromal: nyeri yang berlangsung beberapa hari

atau minggu sebelum ruam kulit muncul, dan terasa di

dermatom yang terlibat • Ruam kul it : unilateral, dermatomal, berkelompok,

biasanya mulai sebagai erupsi makulopapular dan menjadi vesikel dengan krusta setelah 7-10 hari, sembuh dalam 2-4

minggu • Nyeri herpetik: sensasi terbakar, sensasi tertusuk, nyeri

yang mendalam, kesemutan, gatal, dapat bertahan sampai

30 hari dari awal munculnya ruam

Jika tidak ditemukan ruam kulitpada kasus dengan suspek

HZ, konfirmasi reaktivasi virus varisela dengan pemeriksaan

PCR, kultur a tau direct antigen staining.8

Tatalaksana

Tujuan tatalaksana HZ adalah menghambat replikasi

virus, mencegah penyebaran lesi kulit dan komplikasi,

1 74 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 81: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

mengurangi nyeri, dan mencegah NPH. Pa tut diketahui bahwa

lansia dengan HZ memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami

NPH, sehingga tujuan tatalaksana tatalaksana pada lansia

adalah mengeliminasi nyeri dan disabilitas.8·15

Terapi utama HZ adalah antiviral, dapat berupa asiklovir,

valasiklovir, dan famsiklovir. Antiviral harus diberikan segera

setelah diagnosis ditegakkan. Hasil terapi paling baik jika

antiviral diberikan dalam 72 jam setelah ruam muncul, serta

secara bermakna dapat menurunkan risiko NPH. Terapi

yang direkomendasikan untuk pasien berusia kurang dari 50

tahun adalah terapi simtomatik atau asiklovir 800 mg/PO,

5x/hari, selama 7 hari. Sedangkan pasien berusia >50 tahun,

atau dengan komplikasi optalmik, pilihan terapinya juga

asiklovir, atau valasiklovir 1 g/ PO, 3x/hari, selama 7 hari,

atau famsiklovir 500 mg/PO, 3x/hari, selama 7 hari. Untuk

pasien imunokompromais berat, dapat diberikan asiklovir

5-10 mg/ kg IV, 3x/hari, selama 7-10 hari. Jika pasien resisten

terhadap asiklovir dapat diberikan foscarnet 40 mg/ kg IV, 3x/

hari, sampai sembuh.8•15

Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid dapat

mereduksi nyeri akut HZ pada pasien usia lanjut. Selain itu,

terapi tambahan lain untuk mengontrol nyeri adalah analgesik,

opioid, antidepresan trisiklik, dan capsaicin.15

Mengenai pencegahan HZ, Advisory Committee on

Immunization Practices (ACIP) CDC merekomendasikan

administrasi vaksin HZ pada individu >60 tahun, tanpa

kontraindikasi dan tanpa mempertimbangkan riwayat

infeksi virus varisela zoster. Rekomendasi ATAGI untuk

yang sudah terkena HZ, sebaiknya menerima vaksin HZ

minimal satu tahun setelah episode akut HZ. Kontraindikasi

vaksin HZ adalah alergi pada komponen vaksin, hamil, dan

imunodefisiensi primer atau didapat (keganasan hematologi,

HIV/ AIDS dengan CD4 :5 200 sel/ m m3, riwayat baru

transplantasi sel punca, dan pasien dalam terapi imunosupresif

atau imunomodulator) .15

I 75 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 82: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Temu lim1ah Genat ri 2017

Pruritus

Definisi

Pruritus atau gatal adalah sensasi tidak menyenangkan

yang membangkitkan keinginan untuk menggaruk.16-18 Pruritus

merupakan gejala yang cukup dominan dari berbagai penyakit

kulit serta manifestasi yang sering dari berbagai penyakit

sistemik. Beauregard dan Gilchrest menemukan bahwa dua

per tiga pasien geriatri mengeluhkan pruritus sebagai keluhan

utama. Selain itu, 11,5% pasien usia lanjut yang berobat ke

rumah sakit berkaitan dengan pruritus. Pada pasien usia diatas

85 tahun, insidensi pruritus meningkat mencapai 20% .19 The

Intemational Forum for the Study of Itch (IFSI) pada tahun 2007

membagi pruritus menjadi 3 kelompok:

1 . Pruritus dengan kelainan primer atau kelainan kulit

spesifik (dermatosis primer),

2. Pruritus tanpa ditemukan dermatosis primer (pada kondisi

kelainan sistemik, seperti endokrin, metabolik, infeksi,

hematologi, neoplasma, neurologi, psikiatri dan pruritus

yang dicetuskan oleh obat)

3. Pruritus pada kulit dengan kelainan kulit sekunder seperti

prurigo nodularis dan liken simpleks.20-22

Etiologi

Menurut penyebabnya, pruritus dapat dibagi menjadi dua

golongan, yaitu:

a. Etiologi eskternal, antara lain pakaian (bahan wol,

pelembut kain), daki, ektoparasit (Enterobius vern1icularis,

Sarcoptes scabiei), gigitan binatang (nyamuk, semut), bagian

tertentu dari tanaman, infeksi kulit, udara yang terlalu

kering.

b. Etiologi internal, antara lain penyakit kulit pruritik,

reaksi hipersensitivitas terhadap obat, efek samping obat,

penyakit sistemik, gangguan psikologis.23-24

I 76 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 83: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Perioptrat!ve Management In Elderly and Genatric. Patient •

Patogenesis

Mediator pruritus adalah zat pada kulit yang dapat meng­

indu ksi sensasi gatal dan menimbulkan keinginan untuk

menggaruk.25 Sejauh ini belum dijumpai sen yaw a yang secara

eksklusif menyebabkan pruritus, karena pruritogen klasik

misalnya histamin dapat juga membangkitkan rangsang nyeri

dan sebaliknya mediator nyeri misalnya bradikinin ternyata

mampu pula memberi sensasi gatal.25-27

Tabel 1. Penggolongan mediator utama penyebab gatal pada kulit meradang26

Senyawa amin

• Histamin • Pelepas histamin

(morfin, kodein, senyawa 48/80)

• Serotonin (5-hidroksi triptamin)

Lipid

• Prostaglandin • Platelet

activating factor

Proteinfpeptida

• Kalikrein • Sitokin (interleukin-2) • Protease (tripsin,

papain, mukunain) • Takikinin (senyawa P,

calcitonin gene-related peptide, vasoactive intestinal peptide)

• Peptida opioid (beta­endorfin, leu-ensefalin, met-ensefalin)

Impuls gatal dari ujung serabut saraf C (serabut halus

tidak bermielin) dihantarkan sepanjang serabut saraf sensorik

dan berakhir di bagian sensorik korda spinalis, yaitu kornu

dorsalis.42 Kornu dorsalis sendiri tersusun atas 5 lapisan,

dan serabut C berakhir di salah satu lapisan yang masih

superfisial yakni substansia gelatinosa. Serabut saraf pada

jalur somatosensorik berakhir di talamus untuk selanjutnya

membentuk sinaps dengan sel-sel di talamus yang akan mem­

proyeksikannya ke korteks sensoris serebri, sehingga seseorang

menyadari adanya pruritus.

Pruritus dapat tidak disertai tanda inflamasi pada kulit,

misalnya gatal pada kulit yang kering, retak, dan bersisik

karena perangsangan serabut saraf melalui mekanisme

1 77 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 84: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

� Prosiding TerTHJ ! im1ah Geri a t ri 2C)17

mekanis atau osmotik.18 Pruritus juga dialami sebagian besar

penderita insufisiensi ginjal kronik, ikterus obstruktif, dan

defisiensi zat besi. Sekitar 50% penderita polisitemia vera

mengalami rasa gatal beberapa menit setelah kontak dengan

air dan berlangsung sekitar 1 5-60 menit (bath itch).26•28

Tatalaksana Terapi pruritus tergantung kepada identifikasi dan

tatalakasana penyebab, baik itu sistemik maupun terlokalisasi

pada kulit. Sensasi gatal semakin meningkat bila kulit hangat,

sehingga dianjurkan untuk mendinginkan kulit termasuk

mandi, mengunakan pakaian tipis dan pendingin ruangan.

Lotion pendingin seperti kalamin lotion atau menthol 1 % juga

dapat membantu.26

Meskipun dapat mengurangi pruritus akibat penyakit

radang kulit, kortikosteroid bukan merupakan anti pruritus.

Antihistamin hanya diberikan bila pruritus diakibatkan oleh

histamin, seperti urtikaria. Berikut merupakan beberapa obat

yang dapat meredakan pruritus sesuai dengan indikasinya:

Tabel 2. Tatalaksana Topikal untuk Pruritus26

Ob at Dosis Indikasi Keterangan

Krirn Dermatitis atopik, -

pelembab kulit kering

Asam 2% - 6 % LSK Sensasi menyengat Salisilat

Takrolimus 0,03% Eksema atopik, Sensasi menyengat, - 0, 1 % dermatitis kontak pan as oinment

Pirne- Krirn 1 % Eksema atopik, Sensasi menyengat, krolimus dermatitis kontak panas

Menthol Krirn 1 % Pasien yang Iri tasi kuli t memiliki respons baik terhadap mandi dengan air din gin

1 78 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 85: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Periop.�rative Management !n Elderly and Gen<1tric Patient •

Capsaicin Krim Pruritus neuropati Tingkat kepatuhan 0,025% - (notalgia rendah karena 0,1 % pnresthetica, sensasi panas

pruritus post herpes), pruritus uremik, psoriasis, dermatitis atopik

Pramoxine 1,0% - 2,5% Eksema wajah, Sebagian efektif eksema atopik untuk pruritus

pada wajah

Polidocanol 5% urea Dermatitis atopik, -

+ 3 % dermatitis kontak, polidoca- psoriasis, pruritus nol uremik

Doxepin Krim 5% Dermatitis atopik Pusing pada 25% pasien, Dermatitis kontak alergi

Canna- Dermatitis atopik, Kombinasikan binoids pruritus u remik dengan krim

pelembab

Dermatitis

A. Dermatitis Statis

Definisi dan Etiopatogenesis

Dermatitis stasis atau eksema stasis merupakan peradangan

kulit tungkai bawah yang timbul karena adanya insufisiensi

dan hipertensi vena kronik.

Salah satu teori yang dikemukakan mengenai patogenesis

dermatitis stasis adalah teori selubung fibrin, yang menyatakan

bahwa kerusakan jaringan pada penyakit ini disebabkan

oleh endapan fibrin perikapiler. Peningkatan tekanan vena

pada insufisiensi vena meningkatan tekanan hidrostatis

dalam mikrosirkulasi dermis dan menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah kapiler pada dermis, sehingga

memungkinkan terjadinya ekstravasiasi makromolekul

termasuk fibrogen. Selubung fibrin perikapiler di sekeliling

1 79 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 86: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Te mu l lm1ah Geriat ri 2(Y!7

pembuluh darah menghalangi pasokan oksigen dan nutrisi

ke dalam dermis, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan

jaringan kulit. Leukosit juga akan terperangkap pada bagian

pembuluh darah ini, kemudian teraktivasi dan mengeluarkan

berbagai mediator inflamasi dan growth factor . Kedua

komponen ini akan memicu proses peradangan dan fibrosis

pad a dermis. 29-31

Diagnosis

Sering ditemukan edema dan varises vena pada tungkai

bawah, terutama saat pasien sedang berdiri dalam waktu yang

lama. Lama kelamaan, kulit akan berwarna merah kehitaman

dan timbul purpura akibat ekstravasasi sel darah merah ke

dalam dermis, serta hemosiderosis. Awalnya lesi ini akan

muncul pada tungkai bawah bagian medial atau lateral di

atas maleous, kemudian meluas sampai di bawah lutut dan

punggung kaki. Eksematosa selanjutnya akan mengalami

perubahan berupa eritema, skuama, eksudasi (kadang), dan

gatal. Jika sudah berlangsung lama, sepertiga kulit tungkai

bawah akan menjadi tebal dan fibrotik, sehingga tampak

seperti botol yang terbalik (lipodermatosklerosis).29

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gam bar an klinis,

dengan diagnosis banding antara lain dermatitis kontak,

dermatitis numularis, dermatitis asteatotik, dan penyakit

Scharnberg. Dermatitis stasis sering terjadi berulang dan

dapat menyebabkan komplikasi berupa ulkus di atas maleolus

(ulkus venosum atau ulkus varikosum) dan infeksi sekunder

(misalnya selulitis dan limfangitis).

Tatalaksana

Ulkus merupakan penyulit yang paling sering ditemukan

pada dermatitis stasis. Oleh karena itu, diagnosis dini dan

tatalaksana dermatitis stasis yang tepat sangat penting.

Lesi yang basah dan mengeluarkan eksu dat harus

dikompres hingga kering. Antibiotik topikal (misalnya asam

1 80 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 87: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Perioperative ManC!genient In Elderly and Gen<1tric Patient •

fusidat, mu pirosin) mauptin oral dapat diberikan sesuai

indikasi. Pelembap yang tidak mengandung bahan sensitizer

(misalnya vaselin) perlu diberikan sebagai terapi pemeliharaan ·

kepada pasien dengan dermatitis statis yang kronis. Untllk

mengatasi edema dan memperbaiki mikrosirkulasi, tungkai

dinaikkan saat pasien tidur dan saat duduk. Saat tidur, tungkai

diangkat di atas perukaan jantung selama 30 menit, sebanyak

3-4 kali sehari.32

Untuk mengatasi hipertensi vena dilakukan kompresi

eksternal tungkai bawah menggunakan stocking atau bandage.

Tindakan ini dapat menekan vena superfisial sehingga darah

dapat mengalir ke vena dalam. Kortikosteroid topikal potensi

lemah-sedang dapat diaplikasi 2 kali sehari (sebelum memakai

stocking atau bandage dan sebelum tidur), untuk mengurangi

inflamasi dan keluhan gatal. Penanganan dermatitis stasis

bersifat multidisiplin, bekerjasama dengan sejawat bedah

vaskular dan penyakit dalam, terutama untuk mengetauhi

penyebab dan mengatasi insufisiensi vena pada pasien.32

B. Dermatitis Numularis

Definisi

Dermatitis numularis merupakan peradangan kulit

yang kronis dengan lesi berbentuk koin (numular) atau agak

lonjong dan berbatas tegas. Efloresensi berupa papulovesikel

yang pada umumnya mudah pecah sehingga membasah

(oozing). Patofisiologi dermatitis numularis belum dipahami

sepenuhnya. Penyakit ini dihubungkan dengan kulit kering,

temperatur, iritan, reaksi kulit atopi, gangguan integritas kulit,

dan sebagainya.33

Diagnosis

Diagnosis dermatitis numularis ditegakkan berdasarkan

gambaran klinis. Gambaran klinis penyakit ini sangat

bervariasi, mulai dari awitan yang mendadak berupa plak

I 81 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 88: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

� P i osiding Ternu Hrniah G e riatri 2017 ----- -------------

eritema disertai vesikel dan edema sampai plak, kering disertai

skuama yang lambat awitannya. Lesi biasanya muncul di

ekstremitas atas, termasuk punggung tangan.33•34

Diagnosis banding penyakit ini yaitu dermatitis kontak

alergik, dermatitis atopik, neurodermatitis sirkumskripta,

dermatitis stasis, psoriasis, impetigo, dan dermatomikosis.

Dermatosis numularis dapat menyebabkan komplikasi berupa

infeksi sekunder oleh bakteri.33•34

Tatalaksana

Faktor pemicu dermatitis numularis sebaiknya diiden­

tifikasi. Pasien sebaiknya menghindari suhu ekstrim, bahan

wol atau bahan lain yang dapat menyebabkan iritasi, dan

penggunaan sabun yang berlebihan. Pelembab atau emolien

sebaiknya diberikan jika kulit kering.33

Kortikosteroid topikal potensi menengah hingga kuat

dengan vehikulum krim atau salap diberikan sebagai terapi

lini pertama. Kortikosteroid sistemik hanya diberikan dalam

jangka waktu yang pendek pada kasus yang berat dan refrakter

terhadap pengobatan. Antihistamin oral dapat diberikan untuk

mengatasi pruritus. Untuk lesi kronik, vehikulum salap lebih

efektif, dapat juga diberikan preparat ter (liquor carbonis

detergens 5-1 0 % ) a tau penghambat kalsineurin, misalnya

takrolimus atau pimekrolimus. Lesi yang eksudatif sebaiknya

dikompres dulu dengan solusio permanganas kalikus.

Antibiotik dapat diberikan jika ditemukan infeksi bakteri.

Lesi yang luas dapat diterapi dengan penyinaran broad atau

narrow band ultraviolet B (UVB).33

Dermatitis Seboroik

Definisi

Den:�atitis seboroik merupakan kelainan kulit papu­

loskuamosa yang umum terjadi dengan predileksi di daerah

kaya kelenjar sebasea, antara lain scalp, wajah, telinga, badan,

I 82 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 89: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hcl1st1c Perioperative Management In Elderly and Geriatric Patient •

dan daerah lipatan. Dermatitis jenis ini sering berhubungan

dengan berbagai penyakit sistemik, yaitu Parkinson, epilepsi,

kelainan sistem susunan saraf pusat dan trauma. Intensitas

penyakit bertambah saat stress dan kelelahan. Insidens pada

usia lanjut mencapai 31 %, dan mayoritas terjadi pada laki­

laki.35,36

Patogenesis dermatitis seboroik belum terlalu jelas, namun

penyakit ini pada umumnya berhubungan dengan Malessezia,

kelainan imunologi, aktivitas kelenjar sebasea, dan kerentanan

pasien37·38 Pasien dengan penyakit ini menunjukkan tingkat

lemak (trigliserida dan kolesterol) yang lebih tinggi pada

permukaan kulit, namun tingkat asam lemak dan skualen

lebih rendah. Malassezia dan flora normal Propionobacterium

acnes memiliki aktivitas lipase yang menyebabkan perubahan

trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas

tersebut dan radikal oksigen reaktif yang diproduksi

memiliki aktivitas antibakteri yang mengubah flora normal

kulit. Beberapa peneliti percaya bahwa gangguan pada flora,

aktivitas lipase, dan radikal oksigen bebas lebih memiliki

hubungan dengan dermatitis seboroik daripada respons

imunitas yang terganggu.39

Manifestasi Klinis

Pada pasien dengan dermatitis seboroik, terdapat tahap

seboroik, yang sering bersamaan dengan perubahan warna

kulit menjadi keabuan, putih, kekuningan, atau kemerahan,

terbukanya folikel yang menonjol, dan skuama pityriasiform

ringan hingga berat. Pada pasien dewasa, umumnya lesi

terdapat pada scalp, wajah, kelopak mata (blepharitis), tubuh

(petaloid, pityriasiform, fleksural, eksematosa, folikular,

generalisata, etritrodermik). Penyakit ini sering terjadi kronis

dan relaps pada dewasa.35

I 83 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 90: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ternu l !rr nah Geriat ri 2017

Tatalaksana

Tujuan tatalaksana penyakit ini adalah untuk mengontrol

penyakit, dan bukan untuk menyembuhkannya. Dermatitis

seboroik pada scalp dapat diobati dengan shampo yang

mengandung zinc pyriothione, selenium sulfida (1-2,5 % )

imidazol (1-2% shampo, krim, lotion atau foam ketokonazol),

ciclopirox (krim, gel, dan shampo), asam salisilat (shampo,

krim), coal tar (krim, sham po), a tau detergen ringan. Ketombe

(pityriasis simplex capillitii) meliputi wajah dan skalp dengan

skuama ekstensif, dengan atau tanpa inflamasi dan eritema

ringan. Skuama tebal dan berat dapat merespons terhadap

aplikasi topikal kortikosteroid yang dibiarkan semalaman

yang ditutup dengan shower cap jika diperlukan atau dengan

asam salisilat. Terapi alternatif ainnya yaitu campuran minyak

kelapa (salep kombinasi coal tar, asam salisilat dan sulfur).40-42

Spray dan pomade rambut harus dihentikan terlebih

dahulu, dan infeksi sekunder harus ditangani. Pasien dengan

inflamatori berat yang tidak merespons terhadap regimen di

atas dapat diberikan glukokortikoid sistemik selama 1 minggu

(prednisolon 0,5 mg/ kgBB/hari), dengan pemberitahuan

kepada pasien mengenai efek samping dan kemungkinan

munculnya ruam kembali j ika pengobatan dihentikan .

Pengobatan wajah, badan, dan telinga meliputi glukokortikoid

topikal potensi rendah.40-42

Dermatitis Kontak lritan43

Definisi dan Etiopatogenesis

Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah respons kulit

terhadap kontak dengan agen kimia, biologis, atau fisik (faktor

eksternal). Faktor endogen (misal fungsi barier kulit dan

riwayat dermatitis) juga dapat berkontribusi. Berbeda dengan

dermatitis kontak alergi (DKA), reaksi peradangan pada

penyakit ini bersifat non imunologik (tidak didahului proses

pengenalan/ sensitisasi). DKI melingkupi 80% kasus dermatitis,

I 84 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 91: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho!1st1e Perfoperative Management In Elderly and Ger1<1tric Patient •

dan pada umumnya berhubungan dengan pekerjaan atau

kosmetik. Terdapat 4 mekanisme yang dihubungkan dengan

DKI, yaitu:4446

1) Hilangnya lemak dan substansi penyimpan air pada

permukaan kulit,

2) Kerusakan membran sel,

3) Denaturasi keratin epidermal, dan

4) Efek sitotoksik langsung47-51

Terlihat bahwa terdapat semacam respons imunologis

terhadap i ritan, dimana terdapat pelepasan mediator

proinflamatori (sitokin) dari keratinosit sebagai respons

terhadap stimuli kimia. Proses ini tidak membutuhkan

sensitisasi terlebih dahulu. Gangguan barier kulit menyebabkan

pelepasan sitokin antara lain interleukin (IL) la, IL-lp, dan

tumor necrosis factor-a (TNF-a) . Pada DKI, terjadi peningkatan

TNF- a dan IL-6 sebanyak 10 kali lipat serta granulocyte­

macrophage colony-stimulating factor dan IL-2 sebanyak

3 kali lipat. TNF- a merupakan salah satu sitokin kunci

pada DKI, menyebabkan peningkatan ekspresi kompleks

histokompatibilitas dan adesi intraselular molekul 1 pada

keratinosit.49•52

DKI merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial,

dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor

endogen (host) sama-sama memiliki peran masing-masing.

Faktor eksternal yang mempengaruhi iritasi kulit antara lain

sifat zat kimia iritan (pH, konsentrasi, kelarutan, jumlah,

polarisasi), karakteristik paparan (jumlah, konsentrasi,

durasi, tipe kontak, paparan simultan terhadap iritan lain,

interval antar paparan), faktor lingkungan (lokasi tubuh yang

terpapar dan suhu), faktor mekanik (tekanan, friksi, abrasi),

dan radiasi ultraviolet (UV). Sedangkan, faktor endogen

yang mempengaruhi antara lain faktor genetik, jenis kelamin

(perempuan), usia, lokasi kulit (wajah, leher, skrotum, dan

tangan bagian dorsal lebih rentan), riwayat atopi, dan kulit

yang sensitif.45•53

I 85 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 92: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosici ing Teiru Prn1ah C:ie r i a t ri 2017

Manifestasi Klinis

Manifestasi DKI sangat beragam, tergantung iritan dan

pola paparannya. Oleh karena itu, DKI diklasifikasikan

menjadi 10 jenis, yaitu reaksi iritan, DKI akut, DKI lam bat akut,

DKI kronik kumulatif, iritasi subjektif, iritasi suberitematosa,

dermatitis fraksional, reaksi traumatik, reaksi pustular atau

akneiform, dan eksema asteatotik iritan.49•51 ·53

Diagnosis

Diagnosis DKI ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Pada anarnnesis perlu ditanyakan pekerjaan

pasienm hobi, riwayat pengobatan, riwayat paparan atau

gesekan, paparan terhadap lingkungan yang basah/ lembab,

sabun, detergen, atau zat alkali, dan kelembaban lingkungan

relatif < 35% . Perlu disingkirkan kemungkinan dermatitis yang

lain misalnya dermatitis kontak alergi (DKA).45•54

Tatalaksana

Prinsip u tama tatalaksana DKI adalah menghindari

paparan terhadap bahan iritan yang menjadi penyebab dan

proteksi terhadap paparan lebih lanjut. Jika hal ini dapat

dilakukan dan DKI membaik dengan sendirinya, maka

tatalaksana selanjutnya dapat berupa pemberian pelembab

(emolien atau dressing oklusif) untuk memperbaiki barier

kulit. Jika diperlukan, pasien dapat diberikan kortikosteroid

topikal (misal hidrokortison) a tau kortikosteroid potensi kuat

untuk kasus kronis.47•53

Daftar Pustaka

1 . Jafferany M, et al . Geriatric dermatoses: a clinical review of skin diseases in an aging population. International Journal of Dermatology. 2012 (51): 509-522

2. Reszke R, et al. Skin disorders in elderly subjects. International Journal of Dermatology. 2015 (54) : e332 - e338

3. Norman R. Xerosis and pruritus in the elderly: recognition and

I 86 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 93: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

management. Dermatologic Therapy.2003 (6): 254-9

4. Haroun MT. Dry skin in the elderly. Geriatric and aging. 2013 (6): 40-4.

5. Data statistic kunjungan poliklinik divisi dermatologi geriatri 2012-2014.

6. White-Chu EF, Reddy M. Dry skin in the elderly: Complexities of a common problem. Clinics in Dermatology. 2011 ( 29): 37-42

7. Draelos JD. Modern moisturizer. Myths, misconceptions & truth. Cutis.2013.91 : 308-14

8. Fashner J, Be l l A L . Herpes zos ter and po stherpetic neuralgia: prevention and management. Am Fam Physician. 2011;83(12):1432-37.

9. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Shingles (herpes zoster) [Internet] . Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention (CDC); 2016 Aug [cited 2016 Sept 20]. Available from: http : / / www.cdc.gov/ shingles/ about/ prevention­treatment.html

10. Johnson RW, Rice ASC, Solomon CG. Postherpetic neuralgia. N Engl J Med. 2014;371 :1526-33.

11 . Jensen TS, Baron R, Haanpaa M, Kalso E, Loeser JD, Rice AS, et al. A new definition of neuropathic pain. Pain. 2011 ;152:2204-5.

12. Dworkin RH, Turk DC, Peirce-Sandner S, McDermott MP, Farrar JT, Hertz S, et al. Placebo and treatment group responses in postherpetic neuralgia vs. painful diabetic peripheral clinical trials in the REPORT database. Pain. 2010;150:12-6.

13. Johnson RW, Alvarez-Pasquin M, Bijl M, Franco E, Gaillat J, Clara JG, et al. Herpes zoter epidemiology, management, and disease and economic burden in Europe: a multidisciplinary perspective. Ther Adv Vaccines. 2015;3(4):109-20.

14. Bricout H, Haugh M, Olatunde 0, Gil-Prieto R. Herpes zoster­associated mortality in Europe: a systematic review. BMC Public Health. 2015;15:466.

15. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and Herpes Zoster. In: Goldsmith, et al. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill;2012. P 2383-2400.

16. Greaves MW, Wall PD. Pathophysiology and clinical aspects of pruritus. Dalam: Fitzpatrick TB dkk. Dermatology in general

I 87 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 94: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Temu nrrnah G e n M ri 2017

medicine. Edisi ke-5. New York: Mc Graw-Hill, Inc.; 1998.h.487-94.

17. Tuckett RP. Neurophysiology and neuroanatomy of pruritus. Dalam: Bernhard JD dkk, penyunting. Itch mechanisms and management of pruritus . New York: Mc Graw-Hill, Inc.;1994.h.1-22.

18. Greaves MW, Wall PD. Pathophysiology of itching. The Lancet; 1996;348.h. 938-40.

19. Jafferany N, Huynh TV, Silverman MA, Zaidi Z. Geriatric dermatoses: a clinical review of skin diseases in an aging population. International Journal of Dermatology. 201 2;51;509-22.

20. Stander S, Weisshaar E, Mettang T et al. Clinical classification of itch: a position paper of the international forum for the study of itch.Acta Derm. Venereal. 2007; 87: 291-4.

21 . Bernhard JD. Itch and pruritus: what are they, and how should itches be classified? Dermatol Tuer. 2005;18:288-91 .

22. Stander S. Classification. Dalam Misery L, Stander S, penyunting. Pruritus. London: Springer. 2010: 77-8

23. MacKenna RW. Pruritus and prurigo. Dalam: Diseases of the skin. Edisi ke-5. London: Bailliere, Tindall and Cox; 1952.h.331-7.

24. Bernhard JD. Pruritus: pathophysiology and clinical aspects. Dalam: Moschella SL, Hurley HJ, penyunting. Dermatology. Edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders Company; 1975.h.2042-7.

25. Lerner EA. Chemical mediators of itching. Dalam: Bernhard JD, penyunting. Itch mechanisms and management of pruritus. New York: Mc Graw Hill, Inc.;1994.h.23-24

26. Yosipovitch G, Patel TS. Pathophysiology and clinical aspects of pruritus. Dalam: Goldsmith, et al. Dermatology in general medicine. 8th ed. New York: Mc Graw-Hill, Inc.; 2012.h.1147-1157

27. Shepherd GM. The somatic senses. Dalam: Neurobiology. Oxford university press; 1994.h.267-93.

28. Greaves MW. Pruritus. Dalam: Rook dkk, penyunting. Textbook of Dermatology . Edisi ke-5. Oxford: Blackwell scientific publications; 1992.h.527-35.

29. Fransway AF. Dermatitis stasis. Oktober 2012. Available from: http:/ /www.uptodate.com/ contents/ stasis-dermatitis

I 88 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 95: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho!istic Perioperative Management In Elderly and Gerwtric Patient •

30. Beebe-Dimmer JL, et al. The epidemiology of chronic venous insufficiency and varicose veins . Ann Epidemiol . Mar 2005;15(3):175-84.

31 . Burton CS, Burkhart CN, Goldsmith LA. Cutaneous changes in venous and lymphatic insufficiency. In: Wolff K, et al . Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Comanies; 2012. P 21 10-20

32. Dissamond, et al. Successful treatment of stasis dermatitis with topical tacrolimus. Vasa.Niv. 2004; 33(4):260-2.

33. Burgin S. Nummular eczema and lichen simplex chronicus/ prurigo nodularis. In: Goldsmith, et al. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill;2012. P 182-4

34. Raeve LED. Nummular or discoid dermatitis. In: Irvin, et al. Harper's textbook of pediatric dermatology. 3rd ed. West Sussex: Wiley Blackwell;2011 . P40-43

35. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic Dermatitis. In: Goldsmith, et al. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill;2012. P 259-260, 265

36. Fox BJ et al: Papulosquamous diseases: A review. J Am Acad Dermatol 12:597, 1985

37. Jacobs PH: Seborrheic dermatitis: Causes and management. Cu tis 41:182-186, 1988

38. DeAngelis YM et al: Three etiologic facets of dandruff and seborrheic dermatitis: Malassezia fungi, sebaceous lipids, and individual sensitivity. J lnvestig Dermatol 10:295-297, 2007

39. Parry ME et al: Seborrhoeic dermatitis is not caused by an altered immune response to Malassezia yeast. Br J Dermatol 139(2):254-263, 1998

40. Arndt KA et al: Manual of Dermatologic Therapeutics with Essentials of Diagnosis, 5th edition. Boston, Little Brown & Co., 1995, p. 166

41 . Shin H et al: Clinical efficacies of topical agents for the treatment of seborrheic dermatitis of the scalp: A comparative study. J Dermatol 36(3) :131- 137, 2009

42. Young AW Jr: Seborrhea in the geriatric patient: Incidence, implication, management. Geriatrics 24(3) :144-150, 1969

I 89 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 96: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosidi119 Ten"':u !!rniah Geriatri 2017

43. Amado A, et al. Irritant Contact Dermatitis. In: Goldsmith, et al. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill;2012. P 499-506.

44. Contact dermatitis and drug eruptions. In: Andrews' Diseases of the Skin. Clinical Dermatology, 10th edition, edited by WJ James, TG Berger, DM Elston. Philadelphia, Elsevier Inc, 2006, pp. 91- 94

45. Cao LY, Taylor JS: Contact dermatitis and related disorders. In: ACP Medicine, 3rd edition, edited by DC Dale, DD Federman. New York, WebMD Professional Publishing, 2007, pp. 481-498

46. Smith A: Contact dermatitis: Diagnosis and management. Br J Community Nurs 9:365-371, 2004

47. Spongiotic, psoriasiform and pustular dermatosis: Contact dermatitis. In: Pathology of the Skin with Clinical Correlations, vol. 1 , 3rd edition, edited by PH McKee, E Calonje, SR Granter. Philadelphia, Elsevier Mosby, 2005, pp. 1 75-181

48. The spongiotic reaction pattern: Irritant contact dermatitis. In: Skin Pathology, 3rd edition, edited by D Weedon. Churchill Livingstone, Elsevier, 2010, pp. 102-104

49. Smith HR, Basketter DA, McFadden JP: Irritant dermatitis, irritancy and its role in allergic contact dermatitis. Clin Exp Dermatol 27:138-146, 2002

50. Rietschel RL: Clues to an accurate diagnosis of contact dermatitis. Dermatol Ther 1 7:224-230, 2004

51 . Levin CY, Maibach HI: Irritant contact dermatitis: Is there an immw1ologic component? Int Immunopharmacol 2:183-189, 2002

52. Berardesca E: What's new in irritant dermatitis. Clin Dermatol 15:561-563, 1997

53. Wilkinson SM, Beck MH: Contact dermatitis: Irritant. In: Rook's Textbook of Dermatology, 7th edition, edited by T Burns, S Breathnach, N Cox, C Griffths. Oxford, Blackwell Publishers, 2004, pp. 19.1-19.30

54. Kucharekova M, Van De Kerkhof PC, Van Der Valk PG: A randomized comparison of an emollient containing skin-related lipids with a petrolatumbased emollient as adjunct in the treatment of chronic hand dermatitis. Contact Dermat 48:293-299, 2003.

1 90 !

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 97: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Per�op�rative M�nagemen1 In Eldf:rly and Gena1 ric Patient •

Asuhan Gizi pada Lanjut Usia dan Pasien Geriatri

Purwita W. Laksmi

Salah satu aspek pendekatan/ pengkajian paripurna

pada pengelolaan pasien geriatri (comprehensive geriatric

assessment/ CGA) adalah penapisan, pengkajian, dan

pemantauan status gizi.1-2 Gizi berperan penting dalam fungsi

fisik, kognitif, dan psikologis seseorang. Tidak terpenuhinya

zat gizi baik makronutrien maupun mikronutrien secara

seimbang menimbulkan kondisi malnutrisi yang berdampak

pada luaran kesehatan yang buruk.3 Defisiensi, kelebihan,

atau ketidakseimbangan protein, energi, dan zat gizi lain

yang dapat menyebabkan perubahan komposisi tubuh, serta

gangguan fungsi fisik dan mental.4-6 Di samping penurunan

day a cadangan faali, kondisi multipatologi, manifestasi klinis

yang tidak khas, dan adanya gangguan status fungsional,

kondisi malnutrisi dalam arti status gizi kurang merupakan

salah satu karakteristik pasien geriatri di lndonesia.7 Berdasarkan hal tersebut, pada tahun 2012 Perhimpunan

Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI) telah menyusun

konsensus pengelolaan nutrisi pada orang usia lanjut. Seiring

dengan perkembangan ilmu kedokteran, dilakukan revisi

terhadap konsensus tersebut pada tahun 2017. Konsensus

Asuhan Gizi pada Lanjut Usia (Lansia) dan Pasien Geriatri

yang difokuskan pada identifikasi dan asuhan gizi kurang

pada lansia dan pasien geriatri ini diharapkan dapat menjadi

panduan bagi tenaga kesehatan untuk identifikasi status gizi

dan melakukan asuhan gizi pada lansia dan pasien geriatri

dengan berbagai kondisi kesehatan, serta mengedukasi

masyarakat terkait faktor risiko, deteksi dini, serta pengelolaan

sederhana kondisi malnutrisi sehingga status fungsional dan

I 91 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 98: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosid1119 Temu !imiah Geriatri 2017

kualitas hid up lansia dan pasien geriatri dapat dipertahankan

dan ditingkatkan, serta morbiditas dan mortalitas terkait

malnutrisi dapat diturunkan.

Daftar Pustaka

1 . Reuben DB, Rosen S . Principles o f geriatric assessment. In: Halter J, Ouslander JG, Tinelli ME, Studenski S, High KP, Asthana S, eds. Hazzard' s Geriatric Medicine and Gerontology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill; 2009.p.141-52.

2. Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. Essentials of Clinical Geriatrics. 6th Ed. New York: McGraw Hill Companies, Inc. 2009.p.41-77.

3. Sullivan DH, Johnson LE. Nutrition and aging. In: Halter J, Ouslander JG, Tinelli ME, Studenski S, High KP, Asthana S, eds. Hazzard's Geriatric Medicine and Gerontology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill; 2009.p.439-57 .

4 . Haris D, Haboubi N . Malnutrition screening in the elderly population. J R Soc Med.2005;98:41 1-4.

5. Wei J, Chen W, Zhu M, Cao W, Wang X, Shi H, et al. Guidelines for parenteral and enteral nutrition support in geriatric patients in China. Asia Pac J Clin Nutr.2015;24(2):336-46.

6 . Cederholm T, Barazzoni R , Austin P , Ballmer P , Biolo G, Bischoff SC, et al. ESPEN guidelines on definitions and terminology of clinical nutrition. Clin Nutr.2016;xxx:l-16.

7. Soejono CH. Pendekatan paripurna pada pengelolaan pasien geriatri. In: Soejono CH, Setiati S, Nasrun MWS. Silaswati S, eds. Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri Untuk Dokter dan Perawat. 1st ed. Jakarta: Pusat lnformasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2000.p.16-24.

I 92 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 99: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holist1c Per!operative Manaf;ement In Elderly and Genatric Patient •

Sarkopenia dan frailty: Deteksi Dini dan Tatalaksana di Rumah

Sakit dan Komunitas

Novira Widajanti

Pendahuluan

Proses menua menyebabkan banyak perubahan dalam

tubuh manusia, salah satu yang terjadi adalah h ilangnya

massa otot yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan

otot. Seiring bertambahnya usia, dijumpai penurunan massa

dan kekuatan otot pada kisaran dekade kelima kehidupan,

yang disebut sarcopenia. Istilah "Sarcopenia" digunakan untuk

menunjukkan hilangnya massa otot, fungsi dan kekuatan otot

yang terjadi pada orang usia lanjut.

Sarkopenia menyebabkan penurunan fungsi fisik pada

orang usia lanjut. Saat ini pengetahuan yang terkait dengan

sarkopeniaberkembang pesat di seluruh dunia, sebagai

sindrom geriatri baru dan berperan dalam terjadinya kondisi

frailty. Para tenaga medis di layanan kesehatan mungkin

sudah terbiasa menjumpai orang usia lanjut yang frail, tapi

jarang mereka mengenali peran sarkopeniadalam patogenesis

frailhj, bahkan lebih jarang Iagi mereka menerapkan tatalaksana

agresif untuk memperbaiki kualitas hidup orang usia Ianjut

(Morley&Haehling, 2014).

Sarcopenia dan frailty adalah dua sindrom geriatrik

dengan sebagian fenotipenya yang saling tumpang tindih.

Pada sarkopeniaprimer, yaitu hilangnya massa dan fungsi

otot akibat proses menua semata, biasanya akan mendahului

terjadinya frailty. Pada model fenotip frailty didapatkan

adanya kondisi kelelahan, kelemahan, dan kelambatan, yang

I 93 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 100: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1ding Ternu n:rnah Genatri 2017

tidak hanya berhubungan dengan fungsi otot, sedangkan

sarkopenialebih menunjukkan perpaduan hilangnya massa

otot dan menurunnya fungsi otot. Kondisi frail ti; berhu bungan

dengan bertambahnya usia, sedangkan sarkopeniatidak hanya

disebabkan oleh bertambahnya usia namun juga disebabkan

oleh kondisi komorbid, malnutrisi, dan akibat ketiadaan

penggunaan otot. Secara umum, kriteria sarkopeniadan frailty

juga saling tum pang tindih. Bila pad a frail ti; ditandai penurunan

berat badan, maka pada sarkopeniaditandai kehilangan massa

otot, namun kecepatan berjalan dan kekuatan genggaman

tangan digunakan sebagai ukuran diagnostik untuk kedua

kondisi tersebut karena fungsi otot berperan sangat penting

dalam terjadinya kondisi sarkopeniadan frailti; (Cederholm,

2015).

Batasan Pada tahun 1989, Irwin Rosenberg mengajukan penggunaan

istilah 'sarcopenia' (berasal dari bahasa Yunani): 'sarx' berarti

otot dan 'penia' berarti kehilangan, untuk menggambarkan

hilangnya massa otot pada orang usia lanjut. Dalam konsensus

Sarkopenia oleh European Working Group on sarkopeniain Older

People (EWGSOP), 2009 menyebutkan bahwa sarkopeniaadalah

s indrom yang d itandai dengan h ilangnya m assa dan

kekuatan otot skeletal yang menyeluruh dan progresif, yang

mengakibatkan disabilitas, kualitas hidup yang buruk, dan

kematian (Cruz-Jentoff dkk., 2010).

Tidak ada definisi operasional Jrailti; yang bisa memuaskan

semua ahli. Dalam pernyataan konsensus frailti; bersama oleh

Morley dkk, 2013, definisi frailti; adalah "a medical syndrome with

multiple causes and con tributors that is characterized by diminished

strength, endurance and reduced physiologic function that increases

an individual's vulnerabilihj for developing increased dependency

and/or death" (Morley dkk. 2013).

1 94 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 101: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Epidemiologi

Jumlah populasi usia lanjut dengan sarkopenia diper­

kirakan meningkat di seluruh dunia. Systematic review

berdasar studi berbasis populasi melaporkan prevalensi

sarkopeniapada orang dewasa sehat berusia ;;;:: 60 tahun berdasar

definisi EWGSOP, IWGS dan A WGS. Tiga puluh lima artikel

yang memenuhi kriteria inklusi, dengan total 58404 subjek.

Secara keseluruhan diperkirakan prevalensi sarkopeniaadalah

10% (95% CI: 8-12%) pada pria dan 11 % (95% CI: 8-13%) pada

wanita (Shafie dkk., 2017). Prevalensi sarkopeniapada non

Asia lebih tinggi dibandingkan Asia, baik pada pria maupun

wanita. Pada pengukuran massa otot menggunakan Bio­

Electrical Impedance Analysis (BIA) didapatkan prevalensi

sarkopeniayang lebih tinggi yaitu 19% pada pria dan 11 % pada

wanita. Studi populasi di Taiwan, pada 2869 usia lanjut, usia

74±6 tahun berdasar 5 studi kohort di komunitas, mendapatkan

prevalensi sarkopeniabervariasi dari 3.9% (2.5% pada wanita

dan 5.4% pada pria) dengan menggunakan cut off parameter

ESWOG hingga 7.3% (6.5% pada wanita dan 8.2% pada pria)

menggunakan cut off parameter studi populasi Taiwan (Wu

dkk., 2014). Studi di Bandung, Indonesia yang membandingkan

cut off AWGS dan Taiwan pada 229 partisipan (71 orang pria

(usia 68.24±6.9 tahun dan 158 orang wanita, usia 67.20±6.11

tahun ) menunjukkan angka prevalensi sarkopeniasebesar 7,4 %

pada pria dan 1,7% pada wanita, berdasarkan rekomendasi cut

off parameter AWGS dan sebesar 20,1 % pada pria dan 20,5%

pada wanita berdasar rekomendasi cut off parameter Taiwan

(Vitriana dkk., 2016). Dan Setiati, dkk melaporkan jumlah

pasien dengan kekuatan genggam tangan yang rendah sebesar

8% dan mobilitas terbatas sebesar 2,8% dari 251 pasien geriatri

rawat jalan RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (Setiati, 2013).

Kondisi frailty sering dijumpai pada akhir kehidupan,

namun batasan definisi operasional frailty yang berbeda

menghasilkan prevalensi yang berbeda antar studi. Sebuah

I 95 I "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 102: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosidi119 Ten�u Hni1ah Genatri 2017

systematic review yang menggabungkan 31 penelitian tentang

frailty pada orang berusia 65 tahun atau lebih mendapatkan

prevalensi dari Physically frailhj adalah sebesar 4.0% sampai

17,0% (rata-rata 9,9 % ), dengan prevalensi yang lebih tinggi

ketika physicososial frailty juga disertakan. Wanita (9,6%)

hampir dua kali lebih dibandingkan pria (5,2 % ) untuk

kemungkinan menjadi Frail. Prevalensi frailhj meningkat secara

signifikan pada orang yang berusia lebih dari 80 tahun (Morley

dkk., 2013; Collard dkk., 2012).

Diagnosis Sarkopenia dan Frailty Sarcopenia dan frailhj adalah dua sindrom geriatrik yang

baru, sering dijumpai, berdampak klinis yang besar, memiliki

banyak mekanisme etiologi yang mendasari, dan memiliki

fenotipe yang cukup jelas. Menariknya, kedua fenotipe

tersebut saling bertumpang tindih, terutama bila frailty yang

dimaksud adalah Physically Frailty, seperti yang telah banyak

didefinisikan oleh sejumlah pakar dalam15 tahun terakhir

(Cederholm, 2015).

EWGSOP mempublikasikan kriteria diagnostik untuk

penegakan diagnosis sarkopeniayang didasarkan pada massa

otot dan fungsi otot (kekuatan dan atau performa fisik) yang

rendah. Rekomendasi EWGSOP menyebutkan diagnosis

sarkopeniaberdasarkan kriteria berkurangnya massa otot

dan menurunnya fungsi otot (yang ditandai kekuatan otot

dan performa fisik) . Diagnosis sarkopeniamembutuhkan

terpenuhinya kriteria 1 yaitu didapatkannya massa otot yang

rendah, disertai rendahnya kekuatan otot atau rendahnya

performa fisik. EWGSOP juga membagi sarkopeniaberdasar

kategori derajat keparahan sarkopenia, yaitu pre-sarcopenia,

yang ditandai dengan rendahnya massa otot yang tidak

memengaruhi fungsi otot; sarcopenia, yang ditandai dengan

rendahnya massa otot dan rendahnya kekuatan otot atau

performa fisik, dan sarkopeniaberat, yang ditandai dengan

1 96 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 103: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Periop�rat!ve Manageml'.!nt In Elderly and Geriatric Patient •

rendahnya massa otot disertai rendahnya kekuatan otot

dan kapasitas fungsional. Pendekatan terhadap definisi

sarkopeniadidasarkan pada pengukuran massa otot, kekuatan

otot, dan performa fisik, dan setiap parameter dapat dianggap

rendah bila kurang dari dua standar deviasi (2SD) dari nilai

rata-rata pria dan wanita usia muda sehat (Cruz-Jentoft dkk.,

2010).

Tabel 1. Perbandingan definisijkarakteristik dan cut off parameter snrcopenin berdasar kriteria EWGSOP, AWGS dan IWGS ( dikutip

dari Ogawa dkk., 2016)

EWGSOP AWGS IWGS

Definition/ A syndrome Age related Age-associated Chnrnc- chnrncterized by decline of skeletal loss of skeletal teristics progressive nnd 111uscle plus low m.uscle mass nnd

genernlized loss 111uscle strength function of skeletal muscle nnd/or physical 111ass and strength perfonnance with n risk of adverse ou tco111es.

SM/ (A SM/ 7.26 kg/1112 for 7.0 kg/1112 for 111en 7.23 kg/1112 for ileight2) 111en and 5.5 kg! and 5.4 kg!m2 for men and 5.67 kg/

m 2 for wom.en (by women (by DXA). m2 for women DXA). 8.87 kg/1112 7.0 kg!m2 for 111en (by DXA). for men and 6.42 and 5. 7 kg/1112 for kg/1112 for women women (by BIA) (by B IA)

Wnlking <0.8111/s <0.8 m/s <1 . 0 m/s Speed Grip <30 kg for 111en <26 kg for men Not specified Force <20kg for women < 18 kg for women

Para pakar dan peneliti dari China, Hong Kong, Japan, Korea

Selatan, Malaysia, Taiwan, dan Thailand yang tergabung

dalam Asian Working Group for sarkopenia(A WGS) juga

melakukan suatu pendekatan yang sama dalam diagnosis

sarkopeniadengan EWGSOP namun merekomendasikan nilai

cut-off parameter- diagnosis sarkopenia yang berbeda dengan

Eropa sebagai acuan penegakan diagnosis sarkopeniadi

populasi Asia. Perbedaan etnisitas, ukuran tubuh, gaya hidup,

1 97 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 104: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

� Prosid1ng Ternu nm1ah c;eriatri 2017

dan la tar belakang budaya antara populasi Asia dan Kaukasia

serta antarpopulasi Asia memunculkan hasil bervariasi untuk

nilai cut-off parameter antarpopulasi (Ogawa dkk., 2016).

Studi populasi usia lanjut Taiwan menghasilkan nilai cut-off

yang berbeda pula dengan rekomendasi A WGS. Pada studi

populasi Taiwan menemtukan cut off parameter yang berbeda,

yaitu : massa otot adalah <8.87 kg/ m2 untuk pria dan < 6.42

kg/ m2 untuk wanita; kekuatan otot <22.5 kg untuk pria dan

<14.5 untuk wanita; dan performa fisik yang dinilai dengan

kecepatan berjalan _:s: lm/ detik (Wu dkk., 2014).

Hingga saat ini belum tercapai kesepakatan sistem pe­

nilaian ideal untuk menentukan Frailty. Sistem penilaian

ideal untuk menentukan frailhj hams dapat menilai semua

domain sindrom frailhj dan tingkat keparahannya, serta mudah

dilakukan dalam praktik klinis setiap hari dan dapat mengukur

perubahan dari waktu ke waktu atau setelah intervensi. Ada

beberapa sistem penilaian untuk menentukan kondisi Frailty,

namun dua pendekatan yang paling banyak digunakan

adalah definisi fenotipik aspek fisik yang mudah dikenali

yang dikembangkan oleh Fried dkk., 2001 berdasar data dari

Cardiovascular Health Study atau konsep akumulasi defisit

Indeks frailhj yang dikembangkan oleh Rockwood dkk., dalam

Canadian Study of Health and Aging (CSHA) . Definisi obyektif

frailhJ oleh Fried mengusulkan lima kriteria: penurunan berat

badan, kelelahan, kelemahan, kecepatan berjalan lambat, dan

tingkat aktivitas fisik yang rendah. Frailty didiagnosis bila

setidaknya ada tiga kriteria yang terpenuhi. Seorang individu

dikatakan pra-frail bila dijumpai satu atau dua dari kriteria ini.

Indeks frailty dari Rockwood didasarkan pada akumulasi skor

defisit yang dinilai, yaitu rasio defisit (0-1) yang ada terhadap

jurnlah defisit yang dihitung. Kedua sistem penilaian terse but

telah divalidasi dalam populasi besar (Morley dkk., 2013; Bauer

& Sieber, 2008; Laksmi, 2015).

I 98 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 105: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hoi1st1c Per!operative Manan<?ment In E!cieriy and Geri�tric Patient •

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Sarcopenia dan Frailty (dirangkum dari Cederholm, 2015)

Snrkope!lin

Muscle loss

Gait Speed

Grip Strength

FmifhJ

Weight Loss

Wnlkillg cnpncihJ

Weakness

Low Physical activihJ

Exhnustion/Fatique

Pada Tabel 2, tam pak perbedaan antara frailty dan

sarkopeniatercermin dari perbedaan penggunaan kriteria

'hilangnya massa ' . Pada frailty didapatkan penu runan

berat badan, yang bisa berupa kehilangan massa otot atau

lemak, sebagai salah satu dari lima kriteria sesuai dengan

model fenotip F railty . Dan pada sarkopeniadijumpai

kehilangan massa otot sebagai kriteria utama. Kriteria lain

dari sarkopeniaberhubungan langsung dengan kekuatan

otot yang dinilai dengan kecepatan berjalan atau kekuatan

genggaman tangan. Kelambatan dan kelemahan pada model

frailtt; juga diniJai dengan kecepatan berjalan dan kekuatan

genggaman tangan, sedangkan kelelahan dan aktivitas fisik

rendah merupakan kelelahan dan kemampuan berjalan yang

secara subyektif dilaporkan. Tampak adanya tum pang tindih

antara definisi dan kriteria diagnostik sarkopeniadan Frailty.

Tampak jelas peran otot pada kedua sindrom ini, menandakan

pentingnya fungsi otot yang baik -meskipun pada orang usia

lanjut yang menderita penyakit- untuk kemandirian pada

orang usia lanjut (Cederholm, 2015).

1 99 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 106: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1 osiding Ternu Hm1ah Genatri 2017

Deteksi Dini Sarkopenia dan Frailty

Dengan semakin berkembangnya pengetahuan mengenai

sarkopeniadan frailhj maka deteksi dini sarkopeniadan frailty

hams menjadi bagian dari asesmen geriatri yang komprehensif.

Deteksi dini sarkopenia dapat dilakukan dengan menilai

kecepatan berjalan dan kekuatan pegangan tangan serta

melakukan pengukuran komposisi tubuh. Untuk deteksi dini

frailhj dimulai dengan mengukur kemampuan berjalan dan

dilengkapi dengan adanya riwayat kelelahan dan aktivitas

rendah. Sehingga tatalaksana sarkopeniadan frailty juga

terpusat pada perbaikan massa dan fungsi otot yaitu dengan

memberi suplementasi protein dan vitamin D yang cukup, dan

disertai latihan ketahanan.

EWGSOP m e rekomendas ikan deteksi d in i ru tin

sarkopeniapada orang usia 65 tahun ke atas di komunitas

berdasarkan algoritma. A WGS merekomendasikan pula alur

untuk melakukan deteksi dini sarkopenia namun dengan

batasan usia ::::_ 60 a tau 65 tahun (sesuai batasan usia lanjut di

masing-masing Negara). IWGS merekomendasikan kondisi

kesehatan tertentu yang memerlukan penilaian sarcopenia,

yaitu: (1) adanya penurunan status fungsional (2) kesulitan

dalam mobilitas, (3) riwayat jatuh berulang, (4) mengalami

penurunan berat badan yang tidak inginkan (> 5 % ), (5)

setelah menjalani rawat inap, dan (6) adanya kondisi penyakit

kronis (penyakit metabolik dan keganasan). Selain itu, IWGS

merekomendasikan untuk menilai komposisi tubuh dengan

Dual x-ray absorptiometry (DXA) pada usia lanjut yang

mengalami penurunan fungsional dengan kecepatan berjalan

<1,0 m/ detik dan melakukan evaluasi adanya sarkopenia

pada pasien non-ambulasi serta orang usia lanjut yang tidak

dapat bangkit dari kursi tanpa bantuan harus dianggap

sarkopeniatanpa pengukuran DXA. A WGS merekomendasikan

skrining untuk sarkopeniadengan membagi menjadi 2 kategori,

yaitu: pada orang usia lanjut yang tinggal di komunitas dan

1 100 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 107: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Perioperative Management Jn Elderly and Genatric Patient •

orang usia lanjut dengan kondisi klinis tertentu di semua

layanan kesehatan. Skrining sarkopeniauntuk orang usia

lanjut yang tinggal di komunitas akan memfasilitasi promosi

kesehatan dan pencegahan disabiltas di komunitas mereka,

dan evaluasi sarkopeniadalam layanan kesehatan akan

memfasilitasi strategi untuk intervensi dalam praktik klinis

(Ogawa dkk., 2016; Fielding dkk., 2011 ; Chen dkk., 2014).

Tabet 3 . Strategi deteksi dini dan Asesmen sarkopeniaOrang Usia Lanjut di Asia berdasar rekomendasi AWGS (dikutip dari Chen

dkk.,2014).

Co111m11nihJ Settings

People aged 60 or 65 years and older (according to the definitions of elderly in enc/1 individual coun tnJ) living in co111111wiities

Specific Clinical Conditions in All Healthcare Settings

Presence of recent functional decline or functional i111pnir111ent

Unintentional body weight loss for over 5% in a month

Depressive 111ood or cognitive i111pair111ent

Repented falls

Undernu trition

Chronic conditions (eg, chronic heart failure, chronic obstructive pul111onan1 disease, diabetes 111ellih.1s, chronic kidney disease, connective tissue disease, tuberculosis infection, nnd other chronic wasting conditions)

Pada setting komunitas, bagi orang usia lanjut yang

berusia di bawah 70 tahun di mana risiko frailty belum

nampak, maka lebih disarankan untuk fokus melakukan

penapisan sarcopenia. Langkah pertama yang dapat dilakukan

adalah menilai kecepatan berjalan dan kekuatan genggaman

tangan. Jika didapatkan nilai yang rendah pada salah satu

parameter maka dilakukan pengukuran massa otot dapat

dilakukan dengan pengukuran komposisi tubuh baik dengan

BIA atau D-XA, untuk menentukan apakah didapatkan

sarkopenia(Gambar 1 ) .

I 101 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 108: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosid!119 Ternu l im1ah c;e n a t ri 2017

?i!�ptlW'a;'J � fetl=:am W%pl:. cvn dm

R«(lf� b«rj11!.at'l (!i(ll)

1

GT n!Mlah dm/�t.111 Kil rt��

Gambar 1 . Rekomendasi algotima diagnostik Sarkopenia berdasar

AWGS (dikutip dari Vitriana dkk., 2016 dan Chen dkk.,2014).

Di Indonesia, telah dituangkan dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.67 Tahun 2015 Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat

Kesehatan Masyarakat, perlunya melakukan pemeriksaan

kecepatan berjalan dengan Timed Up and Go Test untuk

mendeteksi adanya kondisi instabilitas postural dan risiko

jatuh pada orang usia lanjut. Bila didapatkan kelambatan

1 102 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 109: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hoiist1c Perioperative Managern�nt In Elderly and Geriatric Patient ._

dalam berjalan maka dapat dilakukan konsultasi/ rujukan

lebih lanjut.

Malmstrom & Morley, 2013 mengembangkan penggunaan

kuesioner SARC-F untuk tes diagnosis sarkopenia yang cepat.

Ada 5 komponen SARC-F: Kekuatan, Bantuan Berjalan, Bangkit

dari kursi, Naik tangga dan Jatuh (Tabel 4). Total Skor berkisar

antara 0 sampai 10, dengan nilai 0 sampai 2 poin untuk setiap

komponen. Studi pendahuluan yang dilakukan menunjukkan

bahwa skor .'.'.:. 4 adalah memiliki kemampuan pred iktif

terhadap sarkopeniadan luaran yang buruk (Malmstrom &

Morley, 2013; Malmstrom dkk., 2016).

Tabel 4. Kuesioner SARC-F untuk sarkopenia (dikutip dari Malmstrom &Morley, 2013)

Component

Strength

Assistance in walking

Rise fro111 a chair

Cli111b stairs

Falls

Question

How much difficulhJ do you have in lifting and carnjing 10 pounds ?

How much difficulhj do you have walking across a room ?

How much difficulhj do you have transferring from a chair or bed?

How much difficulhj do you have climbing a flight of 10 stairs ?

How many tin1.es have you fallen in the past year?

Scoring

None =O Some = 1 A lot o r unable =2

None =O s So111e =1 A lot, use aids, or unable = 2

None = 0

Some =1 A lot or 1111able without help =2

None = 0 So111e = 1 A lot o r unable = 2

None =O 1-3 falls =1 4 or 111ore falls = 2

Dalam setting klinik layanan kesehatan usia lanjut adalah

hal rutin melakukan asesmen geriatri yang komprehensif

I 103 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 110: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosidmg Temu Hni1ah Genatri 2017

baik clari status mental (menggunakan Geriatric Depression

Scale), status kognitif (melalui Pemeriksaan Mini Mental),

clan evaluasi status gizi (menggunakan Mini Nutritional

Asessment). Penilaian status fungsional juga merupakan bagian

yang terintegrasi dari asesmen geriatri yang komprehensif,

dengan menilai kecepatan berjalan atau kapasitas berjalan. Jika

didapatkan penurunan keepatan berjalan rnaka diperlukan

ta rnbahan informasi tentang penurunan berat badan

berdasarkan MNA dan informasi ananmesis tentang kelelahan

clan aktivitas fisik rendah, yang merupakan bagian integral

dari model penapisan Frailty. Bila dijumpai kondisi tersebut,

bisa rnenjadi informasi yang cukup untuk memulai tatalaksana

memperbaiki anabolisme otot, yaitu memberikan protein dan

vitamin D yang memadai, dan memulai latihan ketahanan

(Cederholrn, 2015).

Pada orang usia lanjut lebih dari 70 tahun atau orang

usia lanjut disertai didapatkan penurunan berat badan yang

bermakna (:2:5% dalam kurun tahun terahkir) oleh karena

penyakit kronik harus dilakukan penapisan adanya Frailty.

Sejumlah tes penapisan diagnostik cepat telah clikernbangkan

dan divalidasi untuk untuk digunakan sebagai instrument

penapisan Frailty, yaitu : FRAIL scale, Clinical Frail Scale,

Cardiovascular Health Study frailhj Screening Scale, Gerontop8le

frailty Screening Tool (Morley dkk., 2013).

Skala FRAIL (kelelahan, hambatan, aerobik, kornorbid,

dan kehilangan berat badan) telah divalidasi oleh enarn studi

terpisah dan muncul untuk dilakukan serta skala lain yang

lebih rumit. Dari lima komponen skala FRAIL; resistance

(menaiki tangga) dan aerobic (berjalan 1 blok) sama halnya

dengan komponen definisi sarcopenia. Untuk kelelahan

banyak penyebabnya selain karena fungsi otot yang buruk,

antara lain karena anemia, kelainan endokrin, sleep apnea,

polifarmasi, depresi, dan clefisiensi vitamin B12. Komponen

penurunan berat baclan bukanlah gambaran umum pada

sarcopenia, namun kehilangan massa otot dapat menyebabkan

I 104 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 111: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho!ist1c: Periop2rative Managen1ent In Elderly and Genatric Patient •

penurunan berat badan pada orang yang tidak mengalami

sarkopeniaobesitas . Orang usia lanjut dengan multipel

komorbiditas umumnya mengalami kehilangan massa dan

fungsi otot (Morley dkk., 2014)

Tabel 5. Frnil Scale (dikutip dari Morley dkk., 2014)

Tile simple FRAIL scale

Fntig11e

Resistance (can you climb a flight of stairs?)

Aerobic (can you wnlk a block?)

Illness (>5)

Loss of weight (5 % in 6 months)

Three or 111ore positive nnswers, frail; one or two positive nnswers, prefrnil

Tatalaksana Sarkopenia dan Frailty

Lebih b a i k m e n c e g a h h i l a n g n y a p r o g res i f i tas

massa, kekuatan, dan fungs i otot dar ipada mencoba

mengembalikannya pada usia yang lebih lanjut. Strategi

pencegahan bersamaan dengan intervensi pengobatan

harus dimulai sedini mungkin sebelum terjadi kehilangan

massa, kekuatan dan fungsi otot. Intervensi latihan fisik dan

pendekatan nutrisi berperan penting dalam pengelolaan

Sarkopenia dan Frailty . Literatur menunj ukkan bahwa

intervensi latihan fisik menunjukkan perbaikan sarkopenia

yang bermakna. Bukti lain menunjukkan bahwa kombinasi

antara latihan fisik dan nutrisi merupakan intervensi utama

untuk mencegah, mengobati, dan memperlambat terjadinya

I 105 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 112: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1os1d1n9 Temu llrrnah Geriatri 2017

sarcopenia. Penggunaan terapi farmakologis masih terns

d iteliti manfaatnya (Morley dkk . , 2014) . Sama halnya

dengan sarkopenia, konsensus frailty merekomendasikam

tatalaksana Jrailhj adalah latihan fisik (latihan ketahanan dan

latihan aerobic), suplementasi kalori-protein, vitamin D, dan

menghindari polifarmasi (Morley dkk., 2013).

Tabel 6. Intervensi Latihan Fisik Untuk Sarkopenia ( dikutip dari Yu dkk., 2016)

Type of Frequenci; lntensihJ Duration/set trailling

Aerobic Minimum 5 days/ Moderate Accu111ulnte nt exercise week for moderate intensihJ at Least

intensihj 5-6 on a 30 111i11/day of or 1 0-point scale moderate in tensi hJ 3 days/week for Vigorous activi hJ in bouts vigorous in tensihj intensihj nt 7-8 of nt Least 10 111in

Oil a 1 0-poi11 t each colltinuous scale vigorous nctivihJ

for at Least 20 min/day

Resista/lce At Least 2 days/ Slow-to- 8-10 exercises exercise week moderate (for major velocihJ 60-80% 1-3 sets per muscle of 1 RM exercise groups 8-12 repetitions using free 1-3 min rest weights and mnchilles)

Power Two days a week Hig/1 repetition 1-3 sets trai11ing velocihJ Light-to- 6-10 repetitions (to practice 111oderate Landing only after the 30-60% of 1 RM resistnllce training)

Latihan Fisik meningkatkan kekuatan otot dan massa otot

dan meningkatkan performa fisik. Bukti menunjukkan bahwa

1 106 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 113: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hoiist1c Perioperative Management ln Elderly and Geriatric Patient •

latihan tahanan otot dan latihan aerobik sangat bermanfaat

untuk pencegahan dan pengobatan sarcopenia. Intervensi

latihan fisik untuk sarkopeniaditunjukkan dalam Tabel 6.

Latihan tahanan otot dapat dilakukan menggunakan alat di

gimnasium, dengan mengangkat beban, meregangkan pita

karet, atau latihan menumpu berat badan. Latihan tahanan otot

meningkatkan massa dan kekuatan otot dengan memperbaiki

sintesis protein pada sel otot skeletal yang menyebabkan

hipertrofi otot dan meningkatkan kekuatan otot. Latihan

tahanan otot adalah intervensi yang aman, dan efektif untuk

orang usia lanjut dan sangat disarankan untuk orang usia lanjut

dengan sarcopenia. Latihan aerobik adalah bentuk aktivitas

fisik terstruktur yang menggunakan oksigen untuk memenuhi

kebutuhan energi saat berolahraga. Contoh latihan aerobik

adalah berenang, jalan cepat, bersepeda, joging, menari atau

aerobik air. Latihan aerobik meningkatkan kontrol metabolik,

mengurangi stres oksidatif, dan mengoptimalkan kemampuan

latihan. Latihan aerobik juga memberi dampak bermanfaat

pada sarkopeniadengan meningkatkan sensitivitas otot-otot

skeletal, merangsang hipertrofi otot dan meningkatkan massa

otot skeletal. Namun, hal itu tidak menghasilkan peningkatan

massa dan kekuatan otot yang sama seperti latihan resistance,

namun masih disarankan untuk pasien dengan sarcopenia.

Tabel 7. Intervensi Nutrisi untuk Sarkopenia (dikutip dari Yu dkk., 2016)

Evidence or reco111.111.endation

Interventions Amount of protein

Type of Protein Timing

Protein supplement

A t least 1 .0-1 .2 g/kg/day in people aged 65 years and above GFR 30-60 -

0.8 g/kg/day GFR <30 -between 0.6 nnd 0.8 g/kg/dny

"Fast" proteins nre thought to be more beneficial compared to "slow" proteins but lacks robust evidence

Even distribution of protein in take in main meals tlzro11 gh the dny

I 107 l

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 114: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1os1d1ng Temu i 1m1ah Genatri 2017

Vitn111i11 D

* EssClltinl n111ino ncid supple111entntion

* Beta­hydroxy-betn­methylbu hJrnte (HMB)

Replnce depleted ser11111 vitn111in D level n11d 111ni11tnin ndequnte in tnke nt 700 to 1 000 IU/dny of cholecnlciferol

Dnily leucine 2.5 g or 2 .8 g with co111binntio11 of resistance exercise (benefits only shown in a small m.1 111ber of studies)

H MB nlo11e, or with co111binntio11 of resistn11ce exercise or nrginine and lysine (evidence not consistently positive and only shown i11 a s111all 11u111ber of st11dies)

GFR: glomerular filtration rate, mljminfl . 73 1111. *Not currently i11corpornted into 111ai11strea111 of treatment.

Nutrisi juga berperan penting dalam mencegah dan

mengembalikan kondisi sarcopenia. Intervensi Nutrisi

yang disarankan dalam Tabel 7. Kombinasi Latihan fisik

dan nutrisi merupakan strategi penting dalam pencegahan

dan penanganan sarkopenia. Sejumlah terapi farmakologis

seperti inhibitor miostatin, testosteron, dan ACE inhibitor dan

modulasi ghrelin sedang diteliti untuk sarkopeniatetapi bukti

yang ada belum memadai untuk mendukung penggunaannya

dalam praktik klinik (Yu dkk., 2016).

Tantangan dalam Penanganan Sarkopenia dan Frai lty

Diagnosis klinis dan tatalaksanan Sarkopenia dan frailtt;

masih merupakan tantangan dan masih merupakan Iahan

penelitian yang luas. Alat penapisan sarkopenia diperlukan

dalam praktik klinik. Meski pengukuran antropometri mudah

dilakukan dalam praktik klinis, namun kemampuannya untuk

memprediksi sarkopeniamasih terbatas. Beberapa penanda

biologis telah terbukti terkait dengan massa, kekuatan, dan

fungsi otot. Namun, biomarker ini mungkin tidak spesifik

untuk otot skeletal dan lebih terkait dengan hasil yang relevan

I 108 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 115: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holfstte. Perioperative Management In Elderly and Geriatric Patient •

secara klinis. Penggunaan biomarker dalam penapisan untuk

sarkopeniamasih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Implementasi intervensi untuk sarkopeniadan frailty

berhadapan beberapa tantangan dan hambatan pada orang

usia Ian jut. Kesadaran akan manfaat latihan fisik dan diet perlu

ditingkatkan di kalangan orang usia lanjut. Strategi penting

yang harus dilakukan adalah upaya meningkatkan kesadaran

turut serta dalam latihan fisik di kalangan orang usia lanjut

dan mencegah sarkopeniadalam skala jangka panjang. Bukti

menunjukkan bahwa orang usia lanjut akan lebih aktif jika

mereka disarankan melakukannya oleh dokter pribadi mereka

(Yu dkk., 2016). Tantangan lain adalah pada orang usia lanjut

dengan keterbatasan aktivitas untuk melakukan aktivitas fisik

atau latihan fisik, perlu dirancang target rencana latihan fisik

yang harus dilakukan.

Hambatan lain pada orang usia lanjut adalah kemampuan

finansial untuk mengikuti program latihan fisik, hal ini perlu

dipertimbangkan dalam perencanaan target terapi jangka

panjang. Hambatan dalam asupan makanan akibat problem

kesulitan menelan dan menurunnya kemam puan ind era perasa

dan pembau, akses memperoleh makanan, problem keuangan,

dan isolasi sosial dapat berdampak pada kemampuan orang

usia lanjut untuk memperoleh asupan makanan yang optimal

(Yu dkk., 2016).

Daftar Pustaka

1 . Bauer JM, Sieber CC (2008). Sarkopenia and frailty: A clinician's controversial point of view Experimental Gerontology 43: 674-678.

2. Cederholm T. Overlaps between frailty and sarkopeniaDefinitions. In; Frailty: Pathophysiology, Phenotype and Patient Care. Eds: Fielding RA, Sieber C, Vellas B. Nestle Nu tr Inst Workshop Ser. 83: pp 65-69.

3. Chen LK, Liu LK, Woo J , Assantachai P, Auyeung TW, Bahyah KS, Chou MY, Chen LY, Hsu PS, Krairit 0, Lee JSW,

I 109 l

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 116: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding T€rl'HJ !imtah Geriatri 2017

Lee WJ, Lee Y, Liang CK, Limpawattana P, Lin CS, Peng LN, Suzuki SS, Won CW, Wu CH, Wu SN, Zhang T, Zeng P, Akishita M, Arai H (2014). sarkopeniain Asia: Consensus Report of the Asian Working Group for sarkopeniaJ Am Med Dir Assoc 15 : 95-1 01 .

4. Collard RMl, Boter H, Schoevers RA, Oude Yoshaar RC (2012). Prevalence of frailty in community-dwelling older persons: a systematic review.} Am Geriatr Soc. 60(8): 1487-92.

5. Cruz-Jentoft AJ, Baeyens JP, Bauer JM, Boirie Y, Cederholm T, Landi F, Martin FC, ,Michel JP, Rolland Y, Schneider SM, Topinkova E, Vandewoude M, Zamboni M. (2010) . Sarcopenia: European consensus on definition and diagnosis. Report of the European Working Group on sarkopeniain Older People . Age and Ageing 39: 412-423.

6. Fielding RAl, Vellas B, Evans WJ, Bhasin S, Morley JE, Newman AB, Abellan van Kan G, Andrieu S, Bauer J, Breuille D, Cederholm T, Chandler J, De Meynard C, Donini L, Harris T, Kannt A, Keime Guibert F, Onder G, Papanicolaou D, Rolland Y, Rooks D, Sieber C, Souhami E, Verlaan S, Zamboni M (2011) . Sarcopenia: an undiagnosed condition in older adults. Current consensus definition: prevalence, etiology, and consequences. International working group on sarcopenia. J Am Med Dir Assoc. 1 2(4):249-56.

7. Hairi N N, Bulgiha A, Hiong TG, Mudla I . sarkopeniain Older People. In: the book Geriatrics. Downloaded from: http:/ /www. intechopen.com/ books/ geriatrics

8 . Laksmi PW (2015) . Challenges in Screening and Diagnosing frailty Syndrome: Which Tool to be used? Acta Med Indones. 47(3):181-2.

9. Malmstrom TK, Miller DK, Simonsick EM, Ferrucci L, Morley JE (2016). SARC-F: a symptom score to predict persons with sarkopeniaat risk for poor functional outcomes . Journal of Cachexia, sarkopeniaand Muscle 7: 28-36.

10. Malmstrom TK, M orley JE (201 3 ) . SARC-F: A Simple Questionnaire to Rapidly Diagnose Sarcopenia. J Am Med Dir Assoc. 14: 531-532 .

1 1 . Morley JE, Yellas B, Van Kan GA, Anker SD, Bauer JM, Bernabei R, Cesari M, Chumlea WC, Doehner W, Evans J, Fried FP, Guralnik JM, Katz PR, Malmstrom TK, Mc Carter RJ, Robledo

1 110 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 117: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho!;stic Per!operative Mana.gemt:�rit In Elderly and Gen<) t r ic: Patient •

LMG, Rockwood K, Haehling S, Vandewoude MF, Waltson J . frailty Consensus: A Call to Action (201 3). J Am Med Dir Asso.c 14(6): 392-397.

12. Morley JE, von Haehling, Anker SD, V el las B (201 4 ) . From sarkopeniato frailty: a road less traveled. J Cachexia sarkopeniaMuscle 5:5-8.

13. Ogawa S, Yakabe M, Akishita M. Age-related sarkopeniaand its pathophysiological bases . Inflammation and Regeneration (2016) 36:17

14. Setiati S. Geriatric Medicine, Sarkopenia, frailty dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di Indonesia. eJKI Vol. 1 , No. 3 , Desember 2013 , 234-243

15. Shafie G , Keshtkar A, Soltani A, Ahadi Z, Larijani B, Heshmat R (2017). Prevalence of sarkopeniain the world:a systematic review and meta- analysis of general population studies. Journal of Diabetes & Metabolic Disorders 16: 21 .

16. Vitriana, Defi IR, Nugraha GI, Setiabudiawan B (2016). Prevalensi Sarkopenia pada Lansia di Komunitas (Community Dwelling) berdasarkan Dua Nilai Cut-off Parameter Diagnosis . MKB 48(3) :164-70.

17. Wu IC, Lin CC, Hsiung CA, Wang CY, Wu CH, Chan DCD, Li TC, Lin WY, Huang KC, Chen CY, Hsu CC for the sarkopeniaand Translational Aging Research in Taiwan (START) Team* 2014) .Epidemiology of sarkopeniaamong community-dwelling older adults in Taiwan: A pooled analysis for a broader adoption of sarkopeniaassessments . Geriatr Gerontol Int 2014; 14 (Suppl. 1 ) : 52-60

18. Yu SCY, Khow KSF, Jadczak AD,Visvanathan R (2016) . . Clinical Screening Tools for sarkopeniaand Its Management . Current Gerontology and Geriatrics Research, Article ID 5978523, 10 pages.

1 111 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 118: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d111g Ternu l:mrah Geriatri 2()17

Peran Suplementasi Protein pada Pasien Usia Lanjut

Siti Setiati, Laurentius Johan Ardian

Protein memiliki peran yang sangat penting dalam tubuh

manusia. Protein kontraktil (contractile proteins) seperti aktin

dan miosin merupakan komponen utama penyusun otot

jantung, otot rangka, dan otot polos. Sementara itu, fibrous

protein, seperti kolagen, elastin, dan keratin berperan dalam

sintesis kolagen dan angiogenesis pada proses penyembuhan

luka.1

Peran Protein dalam Mencegah Malnutrisi

Lansia memerlukan protein untuk mempertahankan

massa dan kekuatan otot yang mulai menurun akibat proses

penuaan. Massa otot rangka akan mengalami penurunan

0,5-1 % / tahun dimulai pada usia 40 tahun dan akan terjadi

penurunan yang lebih tajam hingga 3% per tahun setelah

usia 60 tahun.2•3 Kondisi ini seharusnya diimbangi dengan

pemenuhan kecukupan kebutuhan nutrisi (terutama protein).

Rekomendasi terbaru dari kelompok studi PROT-AGE

merekomendasikan konsumsi protein yang lebih tinggi pada

kelompok lansia dibanding pada kelompok usia lebih muda,

yaitu 1 ,0-1,2 gram protein/ KgBB/hari untuk lansia sehat.4•5

Selain itu, untuk memaksimalkan respons anabolik dan sintesis

protein otot selama 24 jam dianjurkan untuk mengonsumsi

protein dalam jumlah yang adekuat dengan distribusi jumlah

yang merata tiap kali makan. Paddon-Jones dkk.6 dan Layman7

menyatakan diperlukan konsumsi protein sebesar 25-30 gram

1 112 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 119: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hoi!stic Perioperative Manageni�nt In Elderly and Ger1<"1 t ric Patient •

tiap kali makan untuk memperlambat penurunan massa dan

fungsi otot (sarkopenia).

Untuk pasien lansia dengan malnutrisi atau berisiko

malnutrisi karena kondisi penyakit akut a tau kronik, kelompok

studi PROT-AGE merekomendasikan 1 ,2-1,5 gram protein/

kgBB/ hari.4•5 Pasien lansia dengan sakit yang parah atau

dengan tanda malnutrisi yang jelas dapat diberikan protein

lebih banyak sampai 2 gram/ KgBB/ hari . Rekomendasi

tersebut tidak berlaku pada pasien lansia dengan gangguan

fungsi ginjal yang berat dan tidak menjalani dialisis, bahkan

pada lansia dengan kondisi tersebut perlu membatasi

konsumsi protein. 5

Tabel 1. Kebutuhan protein pasien G angguan Ginjal Berdasar LFG5

Derajat CKD Non­Hemodialisis dan Non­

Dialisis Peritoneal

CKD berat LFG < 30 mL/menit: batasi asupan protein sampai 0,8 gram/ KgBB/ hari

CKD sedang LFG 30-60 mL/ menit: asupan protein > 0,8 gram/ KgBB/hari cukup aman tetapi GFR perlu dimonitor 2x/tahun

CKD ringan: LFG > 60 mL/menit: tingkatkan

kebutuhan protein sesuai kebutuhan pasien.

Hemodialisis

> 1,2 gram/ KgBB/ hari atau bila mungkin 1 ,5 gram/ KgBB/hari

Dialisis Peritoneal

> 1,2 gram/ KgBB/hari atau bila mungkin 1,5 gram/ KgBB/hari

Sayangnya, lansia sering makan dengan porsi lebih sedikit,

termasuk dalam mengonsumsi protein. Di Eropa, 10% lansia

yang tinggal di komunitas dan 35% yang tinggal di layanan

perawatan gagal memenuhi kebutuhan rata-rata nutrisi yang

harus dikonsurnsi (estimated average requirements = EAR) .4

Data di Indonesia juga rnengungkapkan hal yang tak jauh

1 113 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 120: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1 os1d1n9 Temu lirrnah Genatri 2017

berbeda. Sebuah penelitian multisenter oleh Setiati, dkk8

mengungkapkan lansia pria rata-rata hanya memenuhi 77%

kebutuhan protein yang dianjurkan setiap harinya (Reference

Daily In take) sedangkan lansia wanita memenuhi hampir

91,5% kebutuhan protein ROI. Ada beberapa faktor yang

menyebabkan banyak warga lansia gagal memenuhi kebutuhan

nutrisi, termasuk protein seperti adanya predisposisi genetik,

perubahan fisiologis, kondisi medis, hendaya fisik dan mental,

serta masalah sosioekonomi.4

Untuk itu, pemberian suplementasi protein diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan tersebut terutama pada pasien

dengan stres katabolik (sakit, tidak aktif secara aktif, dan Iuka).

Suplementasi protein juga diperlukan bila pasien tidak aktif

secara fisik agar massa dan kekuatan otot tetap terjaga.9

Paddon-Jones9 mengungkapkan d iet tinggi protein

bermanfaat untuk menurunkan lemak tubuh, menurunkan

lingkar pinggang, dan menjaga massa otot (lean mass) lebih

baik dibandingkan diet standar protein. Diet tinggi protein

juga bermanfaat untuk mengontrol nafsu makan, rasa

kenyang, dan motivasi untuk makan lebih sehingga dapat

menurunkan kebiasaan makan berlebih yang menyebabkan

berat badan berlebih dan obesitas. Diet protein pada pagi hari

akan mempertahankan rasa kenyang sepanjang hari sehingga

mengurangi kebiasaan mengudap (snacking) di sore hari.

Konsumsi protein sebaiknya dikombinasikan dengan

latihan resistensi untuk menghasilkan manfaat berupa

peningkatan massa otot yang lebih baik.10 Sebuah studi acak

tersamar pada pasien sarkopenia mengungkapkan kelompok

subjek yang mengkombinasikan aktivitas fisik dan suplemen

berupa protein whey, asam amino, dan vitamin D selama

12 minggu memiliki massa otot bebas lemak (lean mass) dan

kekuatan otot yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok

subjek yang hanya melakukan aktivitas fisik. 1 1 Sebuah telaah

sistematis oleh Yoshimura, dkk12 menambahkan kombinasi

latihan dan nutrisi selama 3 bulan juga memiliki efek positif

dalam meningkatkan kecepatan berjalan.

I 114 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 121: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hol�stic Perioperative �A anagerT1ent in E.ldc-rly and Geriatric Patient •

Peran Protein dalam Penyembuhan Luka

Pembedahan merupakan salah satu stresor katabolik yang

perlu dikompensasi tubuh dengan asupan protein yang lebih

tinggi. Asupan protein yang tinggi tersebut diperlukan salah

satunya untuk penyembuhan Iuka. Proses penyembuhan Iuka

terdiri dari 4 tahap, yaitu hemostasis, inflamasi, proliferatif, dan

remodelling.13 Protein berperan penting dalam semua tahap.

Pada fase proliferatif, protein berperan dalam sintesis kolagen,

angiogenesis, dan proliferasi fibroblas. Leukosit yang berperan

pada fase hemostasis dan dan inflamasi juga dipengaruhi oleh

protein untuk bekerja maksimaI karena protein berperan daiam

pembentukan dan penempeian Ieukosit, monosit, dan limfosit

pada jaringan Iuka. Pada tahap remodelling, protein diperlukan

sebagai saiah satu penyusun kulit. Daiam proses penyembuhan

Iuka, protein juga berperan mempertahankan tekanan onkotik

agar proses penyembuhan Iuka tidak terhambat.1

Sebuah studi acak samar terkontroI mengungkapkan

supiementasi calcium p-Hydroxy-p-methylbutyrate (CaHMB),

vitamin D, dan protein secara signifikan akan mengurangi

masa penyembuhan Iuka dan meningkatkan mobilitas pasien

pada hari ke-15 dan ke-30 pascaoperasi faktur panggul . 14

Kebutuhan protein yang tinggi juga diperlukan pada

pasien yang mengalami ulkus dekubitus. Ulkus dekubitus

merupakan trauma lokal pada kulit dan/ a tau jaringan

penunjang di bawahnya, seringkali di atas tonjolan tulang,

disebabkan oleh tekanan yang terns menerus, adanya gesekan,

atau pergeseran. National Pressure Ulcer Advisory Panel -

European Pressure Ulcer Advisory Panel, 2014 merekomendasikan

asupan protein sebanyak 1 ,25-1 ,5 g / KgBB/hari dengan

memperhatikan fungs ginjal.15

1 115 I "Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 122: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosiding Teinu Hmiah Geriatri 2017

Sumber Protein

Protein dapat diperoleh dari sumber hewani maupun

nabati. Sumber protein hewani lebih dipilih karena mengandung

asam amino esensial yang lebih komplet dibanding protein

nabati. Susu merupakan salah satu sumber protein hewani

yang banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein

yang meningkat karena memiliki kandungan protein sekitar

32 gram protein/ L. 1 6 Namun, tak jarang konsu msi susu

menyebabkan munculnya masalah keluhan gastrointestinal

akibat intoleransi laktosa yang prevalensinya cukup tinggi di

populasi Asia (termasuk di populasi lansia) . 17Untuk itu, perlu

dicari sumber protein lain sebagai alternatif.

Channa striatus (ikan gabus/ikan kutuk/haruan) merupa­

kan salah satu sumber protein yang dapat dimanfaatkan.

Channa striatus merupakan ikan air tawar yang banyak ter­

dapat di perairan Asia Tenggara. Produk ekstrak ikan gabus

telah beredar secara luas di Indonesia dan digunakan untuk

penyembuhan Iuka, mengurangi nyeri dan inflamasi, serta

sumber energi tambahan. Channa striatus dalam bentuk ikan

segar dan ekstrak banyak mengandung asam amino esensial

seperti glutamat, asam aspartat, arginin yang berperan penting

sebagai sumber energi dan proses penyembuhan luka.18·19

Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk meneliti

efikasi ekstrak Channa striatus. Narnun, penelitian dengan

metodologi yang baik masih terbatas. Penelitian RCT

oleh Ab Wahab, dkk20 pada 76 pasien pasca-LSCS (lower

segment caesaerean section) menemukan pemberian ekstak C.

striatus selama 6 minggu memperbaiki VAS (visual analog

scale) pascaoperasi dan skor kepuasaan pasien terhadap

penyembuhan Iuka operasi. Penelitian RCT oleh Mulyana,

d kk21 menemukan ekstrak C. striatus selama 2 minggu

meningkatkan secara signifikan kadar albumin pasien usia

lanjut yang malnutrisi dan hipoalbumin. Kadar IGF-1 juga

meningkat signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

I 116 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 123: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hoi1st1c Perioperative Managem t�nt In Elderly and c;eritltric Patient •

IGF-1 berbanding terbalik dengan penanda inflamasi dan stres

oksidatif sehingga semakin tinggi kadar IGF-1 menandakan

turunnya respons inflamasi dalam tubuh pasien.

Kesimpulan

Protein memiliki peran pen ting tak hanya sebagai penyusun

otot tetapi juga sebagai pengatur proses penyambuhan Iuka.

Rekomendasi terbaru menyarankan kebutuhan protein lansia

yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang lebih muda,

yaitu 1 ,0-1,2 gram protein/ KgBB/hari. Seringkali terutama

pada kondisi stres metabolik, suplementasi protein diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan protein yang meningkat. Pilihan

jenis protein perlu disesuaikan dengan karakteristik pasien.

Ekstrak C. striatus dapat d igunakan sebagai salah satu

suplemen protein. Namun, penelitian lebih lanjut dengan

metodologi yang baik diperlukan untuk menguatkan bukti

efikasi ekstrak C striatus ini.

Daftar Pustaka

1 . Quain AM, Khardori NM. Nutrition in wound care management: a comprehensive overview. Wounds 2015;27(12) :327-335

2. Paddon-jones D, Short KR, Campbell WW, Volpi E, Wolfe RR. Role of dietary protein in the sarcopenia of aging . Am J Clin Nutr 2008;87(suppl):1562S- 65

3. Fried LP, Walston JD, Ferrucci L. Frailty. In: Halter J, Ouslander JG, Tinetti ME, Studenski S, High KP, Asthana S, eds. Hazzard' s Geriatric Medicine and Gerontology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill;2009.p.631-45.

4. Deutz NEP, Bauer JM, Barazzoni R, Biolo G, Boirie Y, Bosy­westphal A, et al. Protein intake and exercise for optimal muscle function with aging : Recommendations from the ESPEN Expert Group. Clin Nu tr 2014;33(6):929-36.

5. Bauer J, Biolo G, Cederholm T, Cesari M, Cruz-jentoft AJ, Mb JEM, et al . Evidence-Based Recommendations for Optimal

l 117 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 124: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pro�.id111g Ternu l im1ah Genatri 2017

Dietary Protein Intake in Older People : A Position Paper From the PROT-AGE Study Grou p. J Am Med Dir Assoc 2013;14(8):542-59.

6. Paddon-Jones D, Campbell WW, Jacques PF, Kritchevsky, Moore LL, Rodriquez NR, et al. Protein and healthy aging. Am J Clin Nutr.201 5;101 (Suppl):1339S-45S.

7. Layman DK. Dietary guidelines shouJd reflectnew understandi.ngs about adult protein needs. Nu tr Metab.2009;6:12.

8. Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R, Mupangati YM, Ngestinini.ngsih D, et. al. Profile of food and nutrient intake among Indonesian elderly population and factors associated with energy intake: a multi-centre study. Acta Med lndones 2013;45(4):256-74.

9. Paddon-Jones D, Leidy H. Dietary protein and muscle in older persons. Curr Opin Clin Nutr Metab Care. 2014;17(1) :5-11

10. N o w s o n C, C o n n e l l S O . Prote in req u i rem ents and recommendations for older people: a review . Nutrients 2015;687 4-99.

1 1 . Rondanelli M, Klersy C, Terracol G, Talluri J, Maugeri R, Guido D, et al. Whey protein , amino acids , and vitamin D supplementation with physical activity increases fat-free mass and strength , functionality , and quality of life and decreases inflammation in sarcopenic elderly. Am J Clin Nutr 201 6; 103(3) :830-40.

12. Yoshimura Y, W akabayashi H. Interventions for treating sarcopeni.a : a systematic review and meta-analysis of randomized controlled studies. J Am Med Dir Assoc 2017;18(6) :553.el-553. e16.

13 . Thiruvoth FM, Mohapatra DP, Sivakumar DK, Chittoria RK, Nandhagopal V. Current concepts in the physiology of adult wound healing. Plast Aesthet Res 2015;2:250-6.

14. Ekinci 0, Dokuyucu A . Effect of calc ium p-hydroxy-p­methylbutyrate (cahmb), vitamin d, and protein supplementation on postoperative immobilization in malnourished older adult patients with hip fracture : a randomized controlled study. Nu tr Clin Pract 2016;10

1 118 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 125: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho1ist1c Perioperative Management in Eldt-rly ant..1 Gena1ric F'atlent •

15. National Pressure Ulcer Advisory Panel, European Pressure Ulcer Advisory Panel and Pan Pacific Pressure Injury Alliance. Prevention and Treatment of Pressure Ulcers: Quick Reference Guide. Emily Haesler (editor). 2nd ed. Cambridge Media: Perth, Australia; 2014. p.20-2.

16. Pereira PC. Milk nutritional composition and its role in human health. Nutr 2014;30(6) :619-27.

17. Chitkara DK, Motgomery RK, Grand RJ, Buller HA. Lactose intolerance. [internet) 2015 [Cited June 20th 2017) . Available from http:/ /www.uptodate.com/ contents/ lactose-intolerance­clinical-manifestations-diagnosis-and-management

18. Zuraini A, Somchit MN, Solihah MH, Goh YM, Arifah AK, Zakaria MS, et al. Food Chemistry Fatty acid and amino acid composition of three local Malaysian Channa spp. fish. Food Chem 2006;97:674-8.

19. Mustafa A, Sujuti H, Permatasari N, Widodo MA. Determination of nutrients contents and amino acid composition of Pasuruan Channa striatus extract. IJSTE 2013;2(4) :1-1 1 .

20. A b Wahab SZ, Kadir AA, Hazlina N , Hussain N , Omar J , et al. The effect of channa striatus ( haruan ) extract on pain and wound healing of post-lower segment caesarean section women. Evid Based Complement Alternat Med 2015; 2015: 849647

21 . Mulyana R, Setiati S, Martini RD, Harimurti K, Dwimartutie N The effect of Ophiocephalus striatus extract on the level of IGF-1 and albumin serum in malnourished elderly patients. 2017. Article in press.

I 119 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 126: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

PERHIMPUNAN GERONTOLOGI MEDIK I NDONESIA CABANG JAKARTA (PERGEMI JAVA)

umpulan Abstrak Penelitian

Tem u l lm i a h Geriatri 20 1 7 H otel N ovotel Mangga Dua , Jaka rta 8-9 Ju l i 20 l 7

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 127: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1os1ding Temu !iniiah Genatri 2017

Chronic Care Management for Persistent

Del ir ium in Geriatrics

Winson Jos, Jeffri Gunawan, Anna Ariane

Department of I nternal M edicine, Faculty of Medicine,

U niversity of Indonesia

Introduction: A systematic review on persistent delirium

stated that it correlates with poor prognosis and more adverse

outcomes through impaired self-management. Persistent

delirium w as defined as cognitive disorder that met the

diagnostic criteria for delirium at admission or shortly after

admission and continued to meet criteria for delirium at the

time of discharge or beyond. Since patients with persistent

delirium is frequently encountered in Indonesian hospitals

nowadays, the need for chronic care management especially

home care are of interest to be implemented.

Case Illustration: A 78-year-old woman was admitted

to RSCM Emergency Ward because of confusion since two

weeks ago. Since two weeks ago, patient was reported as

apathy, drowsy, and confused. The level of consciousness

kept dropping ever since. Patient had lost her appetite and

only babbled. Patient was also unable to preserve any contact

or conversation for more than five minutes. No paralysis or

weakness was noticed. The laboratory result showed, anemia,

leukocytosis, increased creatinine, and azotemia, while blood

sugar was normal. Brain CT-scan showed both hemorrhagic

and ischemic processess on the left side of pons which were

regarded as old processess since 2 months ago she had already

experienced similar event. Patient was then assessed with

uremic encephalopathy, chronic kidney disease, uncontrolled

hypertension. After routine hemodialyses the patient still

not regained full consciousness and her consciousness still

I 122 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 128: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hc!rst1c Periopt.�rative Management in Elderly <ind Geriatric Patient •

fluctuated hence she was assessed with acute confusional state.

Since discharged for her first stroke 2 months ago, patient

was still able to perform basic daily activities, such as eating,

walking a short distance (less than 50m), taking a bath, and

praying. More complex daily activities such as taking a

bath, dressing, walking a longer distance (more than 50 m),

climbing the stairs still can be performed with little help from

the caregiver. Barthel index of patient after stroke was 10/20.

After our hospitalization for more than 1 week, patient

opened her eye with voice stimuli but still agitated. Since other

causes of decreased consciousness have been treated but her

consciousness had not been fully regained, delirium was then

assessed using Confusion Assesment Method (CAM) . On

the 10th day of hospitalisation, patient showed worsening of

consciousness, GCS shows E1 M3Vaphasia, patient was then

having coughs and increased work of breathing. Laboratory

work-up showed worsening leucocytosis, neutrophilia,

with normal blood and ureum creatinine. Urinary work-up

showed no sign of infection, but chest radiograph showed

infiltration on the right side of the lung. Patient was assesed

as hospital acquired pneumonia and given meropenem 3xlg

and inhalation of fluticasone and salbutamol three times a

day. After 5 days of antibiotics, patients showed recovery of

both infection and consciousness but still not regained full

consciousness, she was then treated as persistent delirium and

considered further chronic care management.

Conclusion: Persistent delirium is frequently encountered

in hospitals as the number of ageing population is increasing.

Needs of chronic care management for persistent delirium is

unavoidable and should be considerably institutionalized in

modern hospitals nowadays.

I 123 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 129: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1ng Ternu ! im1<1h Ger iatri 20i7

Examin ing Variation of Resting Metabolic Rate

In E lderly and its correlation with Age, Sex,

H ypertension, Visceral fat and Body mass

index in M oewardi H ospital

Ad il 1 . N ugroho Y H 2 , Wijaya B B 2, Budiningsih F 2

1 Resident of Geriatric department of Internal Medicine

Sebelas Maret U niversity

2 Staff of Geriatric department of Internal Medicine

Sebelas Maret U niversity

Background :There are not a lot of research regarding

variation of resting metabolic rate (RMR) in elderly and its

correlation with anthropometric data. Thus, we examine these

parametric such as age, sex, Hypertension, BMI, visceral fat

and RMR in Moewardi hospital.

Aim: To examine correlation variation of RMR among

elderly with BMI, Visceral fat, Age, sex, and hypertension as

com or bid.

Methods: We examine 30 elderly in geriatric clinic of our

hospital. Fourteen men and sixteen women. Research was

held at Geriatric clinic Moewardi Hospital ,Solo. We exclude

patient with malignancy condition and all patient must be 60

years old or more. The parametric of BMI, RMR, Visceral fat

we obtain from measurement using BIA Omron HBF 510, and

hypertension information we had from medical record. Statistic

analysis using Mann-Whitney test and Spearman correlation

test, p significant if p< 0.05

Results: Gender distribution are almost the same. From

RMR the result were 1697 as maximu m and 866 was the

1 124 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 130: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Per!operative Mana9em1.�nt In Elderly and Genc1tric Patient •

minimum. BMI with 17.4 as minimum and 33.5 as maximum.

Declining of BMI and visceral fat was followed with RMR, and

men has more RMR than women. As for age correlation the

result was not significant, this due to variation of age among

patient are narrow, and as for hypertension the result was not

significant.

Conclusions: RMR measurement correlated positive with

Visceral fat, BMI, and Men's RMR are more than women. As for

age and hypertension the result did not significant, we think

this was due to small size of sample.

Keywords: Resting metabolic rate, Visceral fat, Body mass

index, hypertension.

1 125 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 131: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

H ubungan handgrip dynamometric dengan

body mass index pada lansia di rumah sakit dr

Moewardi

Kurniawan R 1 , Nugroho YH 2 , Wijaya BB 2 , Budiningsih F 2

1 l lmu Penyakit Dalam FK UNS I RSUD Dr. Moewardi Surakarta

2 Divisi Geriatri FK UNS I RSUD Dr Moewardi Surakarta

Pend ahuluan: Usia harapan hidup lansia diberbagai

Negara berkembang semakin meningkat. Angka kunjungan

rawatjalan pasien geriatric mencapai 5071 selama bulan januari­

maret 2017 di rumah sakit dr Moewardi. Penuaan dikaitkan

dengan penurunan kekuatan otot, sebagai akibat penurunan

massa otot skelet pada pria dan wanita. Faktor penentu

kekuatantangan adalah usia, jenis kelamin, kegemukan atau

obesitas. Penilaian kekuatan handgrip memberikan gambaran

kekuatan otot total tubuh. Massa ototdan kekuatan menurun

seiring dengan usia yang menyebabkan sarcopenia. Status gizi

juga telah berkorelasi dengan kekuatan handgrip. Temuan ini

sejajar dengan temuan studi pengukuran antropometrik status

gizi seseorang.

Tuj uan: Mencari hubungan antara kekuatan handgrip

pada individu lansia di poliklinik RS Moewardi selama raw at

jalan yang berkorelasi dengan bodi mass index (BMI).

Bahan dan Metode: Penelitian cross-sectional pada laki­

laki14 orang, wanita 16 orang dipilih dari populasi pasien

geriatric rawa tjalan. Penelitian dilakukan pada 30 peserta dan

membutuhkan waktu sekitar 1 bulan. Usia peserta mulaidari

61 tahun hingga 82 tahun. Pemeriksaan fisik yang lengkap

dilakukan. Peserta dengan stroke atau kelemahan anggota

gerak, riwayat trauma di tangan di ekslusikan . Peserta

I 126 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 132: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho!Jst1c Perioperatlve Management In Elderly and Gericitric Patient •

diberitahu tentang prosedur tersebut dan menandatangani

informed consern. Tiga variabel antropometri, yaitu tinggi,

berat, dan Indeks massa tubuh (BMI) diambil. BMI dicatat

dengan menggunakan Formula kuetelet (BMI = berat [kg] /

tinggi [cm] 2 kegemukan didefinisikan sebagai BMI> 30 kg / m

Hasil: Dari sejumlah laki-laki dan perempuan distribusi

tidak jauh berbeda, laki-laki sebanyak 14 dan perempuan 16

orang. Pendidikan didominasi pada tingkat menengah atas

sebanyak 11 orang. Lebih dari setengah populasi sampel

dalam status menikah 73.3 % . Dari 30 pasien yang menjalani

uji handgrip didapatkan hasil minimum 15 dan maximum

30 dengan std deviation 4.060. BMI dengan minimum 17,4

dan maximum 33.5. ujicorelasi signifikan dengan P: 0.013,

penurunan nilai hand grip sebanding dengan penurunan BMI.

Kesimpulan: Dari penelitian ini, dapat disimpulkan

bahwa penurunan kekuatan handgrip sebanding penurunan

BMI pada keduanya laki-laki dan perempuan

Kata Kunci: Kekuatan Handgrip, Indeks massa tubuh;

Lansia Laki-laki dan Perempuan.

1 127 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 133: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pi os1d1ng Ternu !im1ah Genat ri 2017

Korelasi EUROSCORE Terhadap Mobi l isasi

Pasien Geriatri Pasca Operasi Jantung Pada

Program Rehabi l itasi Jantung Fase I

Sabine Versayanti, M elinda Harini, Retno Savitri,

Deddy Tedjasukmana

Departemen Rehabilitasi M edik, Fakultas Kedokteran,

Universitas Indonesia

Pendahuluan: Mobilisasi dini pasca operasi jantung sangat

penting, terutama pada kelompok geriatri. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi komplikasi pasca operasi, memperpendek

masa rawat, mengurangi risiko dekondisi, mempercepat

peningkatan kapasitas fungsional dan kualitas hidup.1-4

Program rehabilitasi pasca operasi jantung fase I diterapkan

di rawat inap, mulai dari post operation day (POD) 1 sampai

dengan 5. Protokol ini terdiri dari Jatihan mobilisasi dan

aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan target akhir fase I

adalah kemampuan mobilisasi dan aktivitas pasien mencapai

3-4 METS. 2,5

EUROSCORE adalah tools untuk rnenilai rnortalitas pasien

operasi jantung, yang menilai berbagai faktor resiko preoperasi.

Belum diketahui apakah EUROSCORE berhubungan dengan

aktivitas mobilisasi pada pasien pasca operasi jantung. 6

Tujuan: Menilai korelasi EUROSCORE terhadap program

mobilisasi pasien geriatri pasca operasi jantung sesuai program

rehabilitasi jantung fase I .

Design: Retrospektif

Metodologi: Melihat data rekam medik pasien geriatri

pasca operasi jantung yang menjalani program rehabilitasi

jantung fase I pada bulan April dan Mei 201 7. Dari rekarn

I 128 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 134: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

H . . Ji1st1C Penoperalive Management In Elderly and Genatric. Patient •

medik didapatkan data EUROSCORE serta aktivitas mobilisasi

sesuai program rehabilitasi fase I .

Hasil : Terdapat 8 pasien geriatri pasca operasi jantung

dengan diagnosa 7 (87,5%) pasca CABG dan 1 (12,5%) pasca

MVR. Usia rata-rata 63.25 ± 4.33 tahun, 6 (75%) pasien adalah

laki-laki.

Terdapat 1 (12.5%) dapat mengikuti program rehabilitasi

jantung fase 1 sesuai protokol, dengan EUROSCORE 0 dan

pada kelompok delayed mobilisasi (87. 5 % ) didapatkan

EUROSCORE 4.43 (±1.512), p antara kedua kelompok 0.034.

Korelasi mobilisasi dengan EUROSCORE pada pasien geriatri

pasca operasi jantung adalah R = 0.746 , p=0.034.

Kesimpulan: Terdapat korelasi antara EUROSCORE

dengan kemajuan mobilisasi pada program rehabilitasi jantung

fase I pada pasien geriatri pasca operasi jantung. Hal ini

dapat menjadi pertimbangan dalam memprediksi kemajuan

mobilisasi. Diperlukan penelitan lebih lanjut untuk menilai

korelasi EUROSCORE pada populasi pasca operasi jantung

yang lain.

1 129 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 135: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pi osiding Ternu l im1ah Genatri 2017

Seorang Geriatri Wanita 68 Tahun Dengan

Closed Fracture Femur Negleted, Esofagitis LA

A, U lkus Decubitus grade 4 dengan ESBL, ISK,

Cholel itiasis, Kista G inja l dengan riwayat OM

tipe 2 dan Cardiovascu lar Disease

Astiyani RFB*, Hajianto Y**, Basuki B**,

Budiningsih F***

*Author Resident of Internal Medicine, S

ebelas Maret University ( U NS)/Moewardi Hospital,

Surakarta

**Co-Author staff of Geriatric Division, Department

of I nternal M edicine Sebelas Maret University (UNS)/

Moewardi Hospital, Surakarta

***Geriatric D ivision, Department of Internal Medicine

Sebelas Maret University ( U NS)/Moewardi Hospita l ,

Surakarta

Latar be lakang: Masalah pada s istem pencernaan,

kardiovaskular, sistem motorik, sistem sensorik dan saraf

pusat seringkali menjadi penyulit pada penatalaksanaan

pasien dengan geriatri. Program perawatan pada geriatri saat

ini terfokus pada perawatan pasien dengan penyakit yang

dikarenakan proses penuaan.

Deskripsi kasus: Seorang wanita 68 tahun dengan

diabetes dan penyakit kardiovaskular dibawa ke rumah sakit

karena melena selama 3 hari. Dari pemeriksaan endoskopi

ditemukan esofagitis LA A, ulkus gaster, pangastritis dan

duodenitis. Pasien ini juga diketahui memiliki Iuka decubitus

yang luas di punggung. Telah di lakukan kultur pus dan

didapatkan bakteri proteus mirabilis (ESBL). 2 bulan sebelum

masuk RS pasien memiliki riwayat jatuh di rumah dan patah

pada tulang paha kirinya dan pada pemeriksaan rontgen

I 130 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 136: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Periop1?.rative Management In Elderly and Geriatric Patient • ��������-

didapatkan gambaran closed fracture colum femur sinistra.

Selama perawatan di rum ah sakit telah dilakukan USG dengan

hasil ditemukannya cholelitiasis dan kista di ginjal kanan.

Karena pada pasien ditemukan adanya gangguan motorik

dan sensorik, maka dilakukan pemeriksaan neurologi. Pada

CT scan ditemukan pula brain atropi. Pada pemeriksaan

laboratorium ditemukan adanya gambaran ISK dengan kultur

pseudomonas aeruginosa.

Diskusi: Oleh karena banyaknya kompilkasi dar i

penyakit pasien maka pasien ini memilki indeks Barthel/

ADL ketergantungan total dengan resiko jatuh yang tinggi.

Diperlukan penanganan yang intensif dari pasien ini.

I 131 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 137: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pr esiding Ten"1u Hm1ah C3eriatri 2017

Correlation Risk of Fa l ls with Functional

Capacity after Comprehensive Geriatric

Rehabi litat ion Patients in Acute Geriatric Ward

at RSUPN Cipto Mangunkusumo

A n d i Dala lntan, Wanarani Aries, Siti Ann isa N uhonni

Departement of Rehabilitation Medicine,

RSUPN Cipto Mangunkusumo,

Faculty of M edicine, U niversity of Indonesia

B ackground: Falls are one of the major health problems

that affect the quality of life of older adults. Risk of falls and

functional capacity assessment as a part of routinely geriatric

assessment both in outpatient and inpatient. It is estimated

that the high risk of falls can lead to the functional capacity

of geriatric patients and it will be reducing their activity daily

living (AOL).

Purpose: the objective was to corralate risk of falls and

functional capacity among geriatric patient in acute ward.

Method: Restrospective study . All of inpatient were

included after comprehensive rehabilitation assessment in

acute geriatric ward RSUPN Cipto Mangunkusumo, January­

Oesember 2015. Risk of falls assessment by using risk of falls

geriatric tools and functional capacity assessment by using

Barthel Index (BI).

Results: Total 43 inpatient were included. We found Male

26 (61 % ), Female 17 (39% ); Ages 60-69 years old 26 (61 % ), 70-79

years old 17 (39% ) . High risk of falls 95% , low risk of falls 5%;

AOL total dependent 67%, AOL severe dependent 23%, AOL

moderate dependent 7% , AOL mild dependent 3 % . There is

I 132 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 138: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hohst1c Perioperative Management In Eldc:-riy and Geric1tric PEJtlent •

no significant different between BI with risk of falls p=0.558,

but have inverted correlation among others with r = -0,228

with p = 0,142.

Conclusions: It is seen that patients who come for

management almost all had high risk of falls and lack of

functional capacity (ADL total dependent). This trend is shown

that functional capacity can reduced in geriatric patients

because of high risk of falls. And causes decreasing in ADL

for all geriatric patients especially in acute wards. So, its

importance we give comprehensive management rehabilitation

and multidisiplinary approach to prevent falls and optimizing

their functional capacity.

Keyword: geriatric, functional capacity, risk of falls,

comprehensive rehabilitation

1 133 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 139: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1 osid1119 Temu lirrnah Geriatri 2017

Probabi l ity of Malnutrition in Risk of

Decubitus U lcer after Comprehensive Geriatric

Rehabi l itation Patients in Acute Geriatric Ward

at RSUPN Cipto Mangunkusumo

Andi Dala lntan, Wanarani Aries, Siti Annisa N uhonni

Departement of Rehabilitation M edicine,

RSUPN Cipto Mangunkusumo,

Faculty of Medicine, U niversity of Indonesia

Background: Decubitus u lcer as one of deconditioning

syndrome complications due to immobilization. It makes a

problem because sometimes difficult to treat especially in

geriatric patients that declined of physiological functions of

integumen. And presence of malnutrition is also reported to

be a risk factor for decubitus ulcer. This will have an impact on

the functional activity and quality of life in geriatric patients.

Purpose: to know probability the risk of malnutrition in

risk of decubitus ulcer among geriatric patient in acute ward .

Method: Restrospective study. All of inpatient were

included after comprehensive rehabilitation assessment in

acute geriatric ward RSUPN Cipto Mangunkusumo, January­

Desember 201 5 . M alnu trition screening by using Mini

Nutritional Assessment (MNA) and screening risk of decubitus

ulcer with Norton scale.

Results: Total 42 patient were included. We found Male

57% , Female 43%; Ages 60-69 years old 43%, 70-79 years old

57% . Risk of Malnutrition with high risk ulcer 13 (31 %), Risk

of Malnutrition with low risk decubitus ulcer 19 (45.2%), No

risk of Malnutrition with high risk decubitus ulcer 3 (7.1 % ), No

I 134 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 140: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Per!op"�rati\le Management In Elderly and Genatric Patient • ·---

risk of Malnutrition with low risk decubitus ulcer 7 (16.7% ) .

There is no significant different between risk of malnutrition

(MNA) with risk of decubitus ulcer (Norton), but they have

positif correlated r=0,1 25, and also Odds Ratio (OR) = 1,5.

Conclusions: It is seen that geriatric patients in acute ward

with risk of malnutrition will be at high risk of ulcus decubitus

1 .5 times compared with those not at risk of malnutrition. But

it also appears that geriatric patients have risk of malnutrition

but only low risk ulcer, and its time to give prevention

rehabilitation management as a one approach to decrease

more problems in geriatric patients. So we can be assumed

that as soon as possible the management are given, the risk of

decubitus ulcers can be avoided.

Keyword : geriatric, m alnutrition, decubitus u lcer,

prevention rehabilitation

I 135 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 141: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1os1dmg Ternu !irrnah Genatri 2017

Profi l Terapi Okupasi di Bangsal Rawat lnap

Geriatri RS Cipto Mangunkusumo

D i a h Tri lndarwati1, M elinda Harini2, Siti Annisa

N uhonni2, Wanarani Alwin2

1Terapis Okupasi, Divisi Geriatri , Departemen

Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo,

Jakarta

2Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Divisi

Geriatri, Departemen Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto

Mangunkusumo, Jakarta

Pendahuluan: Terapi okupasi (Occupational Therapy,

(OT)) merupakan komponen penting dalam proses rehabilitasi

pada bangsal rawat inap geriatri RS. Cipto Mangunkusumo

(RSCM), Okupasi terapis melayani pasien dengan cidera ,

penyakit, atau disabilitas dalam meningkatkan kemampuan

yang dibutuhkan untuk mandiri dalam aktivitas sehari-hari,

pemanfaatan waktu luang dan bekerja. Namun, pelayanan OT

belum sepenuhnya diketahui oleh tenaga medis terlebih lagi

pasien dan keluarganya.

Tuj uan: Untuk memperkenalkan jenis, distribusi serta

muatan layanan OT di bangsal raw at inap geriatri RSCM.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

retrospektif, dengan sumber data catatan terapis yang

tersimpan di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM. Terdapat

8 pasien rawat inap geriatri yang memiliki dokumentasi sesi

OT.

Hasi l : Setiap pasien menerima 1 -5 macam terapi;

tergantung kondisi dan potensi pasien. Meskipun demikian,

kebanyakan dari mereka mendapatkan latihan konservasi

energi (31,25% ) dan stimulasi kognitif (25 % ). Konservasi

I 136 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 142: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hclist1c Perioperative Management In Elderly and Genatric Patient •

energi diberikan kepada pasien dengan gangguan endurance

kardiorspirasi, terlebih mereka yang memiliki gejala sesak

nafas. Stimulasi kognitif yang diberikan bervariasi. Stimulasi

orientasi waktu dan personal diberikan pada 2 orang pasien

guna mendukung fungsi komunikasi. Pada pasien yang lain

stimulasi kognitif bertujuan mengalihkan pikiran pasien dari

rasa cernas. Ada pula pasien yang diberikan stimulasi untuk

menguatkan kernampuan problem solving.

Kesimpulan: Pola OT untuk pasien rawat inap bangsal

geriatri bervariasi, tergantung pada kondisi dan potensi yang

dimiliki pasien serta hasil yang yang diharapkan.

Kata kunci: terapi okupasi, stimulasi kognitif, konservasi

energi.

1 137 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 143: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosiding Ten:u Um1ah Geriatri 2017

Discharge Functional Status in E lderly Patient

With Spina l Cord Inj u ry

Melinda Harini, Siti An nisa N uhonni, Wanarani Alwin

Physical Medicine and Rehabilitation Department

Dr. Ciptomangunkusumo National General Hospital,

Jakarta, I ndonesia

B ackground: Spinal cord injury (SCI) causes motoric,

sensoric and autonomic dysfunction that lead to functional

decline. Nonetheless, the impact of age on functional

and neurological recovery among the survivors of SCI is

controversial.

Obj ective: To evaluate discharge functional status in

Elderly patients with SCI.

Study Design: Cross-sectional study.

Setting: Inpatient Ward of Ciptomangunkusumo Hospital

and Fatmawati Hospital.

Material and Methods: Ten SCI patients, 6 subjects were

under 60 years old, 4 subjects ;:>:60 years old . The subjects

underwent inpatient rehabilitation. After comprehensive

assessment, each patient receive different goals for Activity

Daily Living (ADL) and mobility based on level of injury and

clinical adjusment.

Outcome M easurements: Functional Independence

Measure (FIM) of each patients was scored at discharge and

then compare between elderly and adult patients.

Results: Independent mobility goal was set for 25% of

elderly patient and 83 % of adult patient. Independent ADL goal

I 138 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 144: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hoi1st1c Periop�rative Management !n Elderly and Gerrat ric Patient •

was set for 100% of elderly patient and 50% of adult patient.

Those differences were not statistically significant for FIM

(p=0,064), mobility goal (p=0,19), nor AOL goal (p=0,20). At

discharge, mean FIM total score of elderly patient was lower

(47,50) than adult patient (68,83).

Conclusion: Elderly patients had lower discharge status

than adult one. This study need to be continued with bigger

sample and better methods so that we could determine the

effect of age to functional status of SCI patient. In hope, the

result will give a good consideration to set realistic functional

goal for elderly with SCI.

Keywords: spinal cord injury, functional independent

measure, elderly.

1 139 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 145: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pr os1d1ng Ternu l !m1ah C3enatri 2017 ����-����������

Prevalensi Keganasan pada Usia Lanjut yang

D irawat d i Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr

Mohammad Hoesin Pa lembang Periode Agustus

20 1 6 - Jun i 20 1 7

Ridzqie Dibyantari 1, Nur Riviati 2

1 Departemen Penyakit Dalam FK Unsri/RSMH

2 Divisi Geriatri Departemen Penyakit Dalam FK U nsri/

RSMH

Latar Belakang. Kanker merupakan penyebab kematian

terbanyak kedua pada populasi usia lanjut setelah penyakit

kardiovaskular. Di Amerika Serikat, kanker prostat paling

sering ditemukan pada laki-laki usia lanjut, dan kanker

payudara untuk perempuan . Pada 2012, kanker menjadi

penyebab kematian sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan

Riskesdas 2013, prevalensi penderita kanker pada penduduk di

semua umur di Indonesia sebesar 1,4 %0 . Saat ini belum tersedia

data prevalensi keganasan pada usia lanjut di Palembang,

untuk itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi

keganasan pada kelompok usia lanjut yang dirawat di Bagian

Penyakit Dalam RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang.

Metode . Penelitian ini adalah penelitian deskriptif

retrospektif dengan menggunakan data register pasien usia

lanjut yang dirawat inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr

Mohammad Hoesin Palembang periode Agustus 2016 sampai

dengan Juni 2017.

Basil . Pada periode Agustus 2016 sampai dengan Juni

201 7 tedapat 65 pasien usia lanjut yang dirawat di Bagian

Penyakit Dalam RSUP Dr Mohammad Hoesin, 11 di antaranya

adalah pasien dengan keganasan. Kami menemukan 10 pasien

1 140 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 146: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Perioperative Manc1gement In Elderly and Gen?.tric Patient •

menderita solid tumor malignancy dan 1 pasien dengan

keganasan hematologi . Kanker paru adalah keganasan

terbanyak ditemukan (n=4, 36 % ) disusul dengan kanker

ginjal (n=2, 18% ). AML, kanker esophagus, gaster, prostat dan

serviks masing-masing ditemukan satu kasus. Perbedaan data

yang kami temukan dengan data dari penelitian sebelumnya

disebabkan data yang kami ambil berasal dari register pasien

usia lanjut yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr

Moh Hoesin.

Kesimpulan. Prevalensi keganasan pada usia lanjut di

Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr Mohammad Hoesin pada

periode Agustus 2016 sampai dengan Juni 201 7 adalah 16,9

% dengan kanker paru sebagai keganasan yang paling sering

ditemukan.

Kata kunci: Keganasan, Usia Lanjut, Prevalensi.

I 141 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 147: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1 os1dinq Ten:u l imu3h Geriatri 2017

Leukemia Granu lositik Kronik, Abses lnguinal is,

Tinea Korporis, Vaginosis Bakteria l is,

Kolel itiasis Multipel dan Malnutrisi

Ridzqie Dibyantari1, Bilal Landy<, Norman Djamaludin2,

Nur RiviatP

1Departemen Penyakit Dalam FK Unsri/RSMH

2Divisi Hematologi Onkologi Medik FK U nsri/RSMH

3Divisi Geriatri Departemen Penyakit Dalam FK Unsri/

RSMH

Latar Belakang. Leukemia granulositik kronik (LGK)

merupakan leukemia yang pertama kali ditemukan serta

diketahui patogenesisnya. Insidensi LGK di Amerika Serikat

setiap tahunnya sekitar 4800 kasus, di mana 50% dari kasus

LGK ditemukan pada kelompok usia di atas 66 tahun. Penyakit

ini ditandai oleh anemia, granulositosis berlebih, granulosit

irnatur, basofilia dan pada banyak kasus terjadi trombositosis

dan splenomegali.

Laporan Kasus. Berikut dilaporkan seorang perempuan

usia 75 tahun datang ke poliklinik Hematologi Onkologi,

RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang dengan keluhan

utama badan lemas selama 3 mingu dan keluhan tambahan

benjolan di lipat paha kanan sejak 1 bulan. Dari pemeriksaan

fisik didapatkan BMI kesan underweight, konjunctiva palpebra

pucat, tidak ada pembesaran KGB maupun organomegali.

Pada inguinal dekstra didapatkan benjolan ukuran 9x4 cm,

eritem, ada pus, lunak, mobile dan teraba hangat. Pada genital

eksterna, tampak benjolan ukuran 9 x 3 cm, warna sama

dengan sekitar, konsistensi lunak dan ada nyeri tekan. Pada

regio gluteal tampak lesi berbatas tegas dengan tepi aktif dan

ada skuama putih tipis. Dari pengkajian geriatri paripurna

didapatkan ADL 20, IADL 7, GDS 3, MMSE 27, MNA 11; kesan

I 142 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 148: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hchst1c Pe(operative Management In Elderly and Geriatric Patient •

resiko malnutrisi. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium

didapatkan Hb 9,2 g/ dL, ht 31 % , RBC 3,1 7 jt/ mm3, WBC

16.500/ rnm3, trombosit 24.000/µL, LED 84 mm/jam, LDH 290

U /L, asam urat 3,5 mg/ dL, kalsium 8 mg/ dL. Gambaran darah

tepi kesan anemia normokrom normositer dengan leukositosis

dan 2 puncak disertai trombositopenia mendukung diagnosis

leukemia granulositik kronik. Hasil BMP kesan CML fase

kronis, BCR-ABL ditemukan transkripsi b2a2 (P210/ major

breakpoint cluster region). Dari USG abdomen didapatkan

kesan kolelitiasis multipel tanpa pelebaran CBD dan IHBD,

tak tampak metastasis. Hasil papsmear didapatkan kesan

vaginosis bakterial ec Gardnerella vaginalis.

Diskusi. Diagnosis pasien ini adalah leukemia granulositik

kronis dengan abses inguinalis, tinea korporis, vaginosis

bakterialis, kolelitiasis multipel dan malnutrisi. Pada pasien

ini tidak dijumpai pembesaran KGB dan organomegali yang

biasanya ditemukan pada 90% kasus LGK. Pasien ini diberikan

diet 1700 kkal, protein 60 gr. Tera pi farmakologis ciprofloxacin,

metronidazole, paracetamol, loratadin, asam folat, vitamin B

kompleks, dan krim ketoconazole 2 % . Pengobatan spesifik

untuk LGK belum d iberikan atas pertimbangan kadar

trombosit rendah dan leukosit masih di bawah 50.000/ m3.

Kesimpulan. Leukemia granulositik kronik (LGK) adalah

penyakit sel stem pluripoten yang ditandai oleh anemia,

granulositosis darah berlebih, granulosit imatur, basofilia dan

pada banyak kasus terjadi trombositosis dan splenomegali.

Kata kunci: leukemia granulositik kronis, malnutrisi, tinea

korporis.

1 143 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 149: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1osid1ng Ternu ! imiah Geriatri 2017

H iperplasia Limfoid Reaktif Palpebra Inferior

Dextra et S i nistra dengan Ketergantungan

R ingan, Infection, lnfortun ity, dan Impairment

of Vision

Sartika Sadikin1, Ridzqie Dibyantari1, Miliyandra1,

Norman Dja maludin2, Nur Riviati3

1Departemen Penyakit Dalam FK U nsri/RSMH

2Divisi Hematologi Onkolog i Medik FK Unsri/RSM H

3Divisi Geriatri Departemen Penyakit Dalam FK U nsri/

RSMH

Latar Belakang. Hiperplasia limfoid reaktif (HLR) ditandai

dengan proliferasi limfosit polimorfik yang menginfiltrasi

subpopulasi monoclonal atau penanda lain dari keganasan.

HLR dibedakan dengan sindrom inflamasi orbita secara

klinis dan histologis. Modalitas terapi untuk HLR adalah

kortikosteroid dan external beam radiation therapy (EBRT)

Laporan Kasus. Berikut dilaporkan seorang laki-laki, 65

tahun datang dengan keluhan utama bengkak di kedua mata

sejak ± 3 bulan SMRS. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

bradikardi, pada regio palpebra superior dextra et sinistra

tampak benjolan ukuran 20 x 25 mm, permukan licin, batas

tidak tegas, permukaan tid ak rata, warna sama dengan

sekitar, mobile, tanpa nyeri tekan, dan pada regio palpebra

inferior tampak benjolan ukuran 10 x 10 mm permukaan

licin, batas tak tegas, permukaan tak rata warna sama dengan

sekitar, mobile, tanpa nyeri tekan. Pada pengkajian geriatri

paripurna didapatkan ADL 18, AMT 10, GDS 4, MNA 20. Dari

pemeriksaan penunjang laboratorium terdapat hitung jenis

leukosit menunjukkan shift to the left dan hipereosinofilia,

funduskopi dalam batas normal, dan CTScan orbita tanpa

kontras didapatkan kesan lympoproliferative disease, pseudo

1 144 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 150: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Horfst1c Perioperative Management In Elderly and Geriatric Patient •

tumor dengan tanda-tanda inflamasi. Dari biopsi patologi

anatomi menyatakan limfoid hiperplasia dengan CD20 positif

pada sel sel limfosit B di germinal center.

Diskusi. Diagnosis pasien adalah hiperplasia limfoid reaktif

palpebra inferior dextra et sinistra dengan ketergantungan

ringan, resiko malnutrisi, infection, infortunity, impairment

of vision. Pada kasus ini karena gejala yang dijumpai pada

pasien ini hanya bersifat lokal yaitu pada palpebra inferior

maka pasien ini diberikan pengobatan dengan steroid oral

dengan dosis 1 mg/KgBB selama 1 episode. Respon signifikan

pada 1,5 bulan pengobatan menunjukkan perbaikan dengan

dasar bahwa penyebab dari hiperplasia limfoid reaktif adalah

Chlamydia psittaci dengan pemberian doksisiklin 2 x 100 mg.

Antibodi monoklonal Rituximab belum diberikan. Pengkajian

paripurna geriatri ditemukan adanya keadaan infeksi di mana

pada pasien ini keluhan pada mata diawali dengan kemasukan

padi yang menyebabkan hiperplasia lirnfoid reaktif dan kondisi

infortunity pada pasien yang sudah tidak bekerja lagi, serta

kondisi impairment of visual pada pasien dengan keluhan

pandangan yang berkurang selain karena pengaruh usia juga

karena penyakit yang diderita pasien.

Kesimpulan. Hiperplasia l imfoid ad alah proliferasi

limfoid dengan struktur sebagai respon perlawanan terhadap

inflamasi, diagnosis ditegakkan dengan histopatologi. Terapi

yang diberikan bersifat lokal dan meski ditemukan CD20+

pasien masih reson terhadap terapi konvensional steroid dan

antibiotika.

Kata kunci : hiperplasia l imfoid reaktif, infection,

infotunity, impairment of vision

1 145 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 151: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1 osid1ng Ternu Urrnah Genatri 2017

Referensi

1 . Chen A , Hwang TN, Phan LT, McCulley TJ, Yoon MK. Long­term management of orbital and systemic reactive lymphoid hyperplasia with rituximab. Middle east afr j ophtalmol. 2012. 19(4): 432-5.

2. Trisha S, Manjunath K. Diagnosis and management of orbital lymphoma. Mangalore: Kamataka India; 2015

3. Setiati S. Geriatric medicine, sarcopenia, frailty dan kualitas hidup pasien usia lanjut: tantangan masa depan pendidikan, penelitian dan pelayanan kedokteran di Indonesia. Jurnal Kedokteran Indonesia. 2013; 1 (3): 234-42

I 146 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 152: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hc!;stic Perioperative Management ln Elderly C\nd Geriatric Patient •

Gambaran Hambatan Mobi lisasi Pada Pasien

Geriatri Pasca Operasi Jantung Dengan

Surgical Approach Median Sternotomi

Retno Savitri Koesward hani, Deddy Tedjasukmana

Departemen Rehabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran,

Universitas Indonesia

Pendah u l u a n : M o bi l isas i merupa kan salah sa tu

tatalaksana rehabilitasi fase I yang dimulai jika persyaratan

sudah terpenuhi. Adanya komplikasi pasca operasi akan

menghambat mobilisasi. Komplikasi pasca operasi tersebut

serta kemampuan mobilisasi akan mempengaruhi lama

masa rawat. Beberapa komplikasi dapat diminimalisir oleh

tindakan rehabilitasi, namun komplikasi lain seperti kondisi

hemodinamik tidak dapat dicegah oleh tindakan rehabilitasi.

Tujuan: Melihat gambaran hambatan mobilisasi pada

pasien geriatri pasca operasi jantung dengan surgical approach

median sternotomi.

Metodologi: Studi ini menggunakan design retrospektif.

Data diambil dari rekam medik selama 4 bulan terakhir yaitu

Maret hingga Juni 201 7. Subjek penelitian adalah pasien

geriatri yang menjalani operasi jantung dengan surgical

approach median sternotomy pada bulan Maret-Juni 2017

di Pusat Jantung Terpadu RSCM yang mengalami hambatan

mobilisasi pasca operasi.

Hasil : Sebanyak 12 dari 13 subjek (92.3 % ) mengalami

hambatan mobilisasi. Rerata masa rawat adalah (±8,3 hari)

dan terdapat satu subjek dengan masa rawat lebih dari 30

hari. Rerata usia ±63.5 tahun dengan 23% wanita dan 77% pria.

Komplikasi hemodinamik merupakan komplikasi terbanyak

1 147 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 153: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pr esiding Ternu l ir.11ah Genatri 2017

(54%) pada pasien dengan 43% pasien menggunakan IABP

dan inotropik dan 57% menggunakan inotropik. Komplikasi

lain yaitu anemia (38% ), kidney injury (23% ), gangguan irama

(15% ), stroke (0,7%) dan pneumoni(0,7% ) .

Kesimpulan: Sebagian besar pasien geriatri pasca operasi

jantung dengan su rgical approach median sternotomi .

mengalami hambatan mobilisasi. Komplikasi hemodinamik

merupakan komplikasi terbanyak. Belum ada tatataksana

rehabilitasi khusus yang dapat meminimalisir komplikasi

hemodinamik. Pada pasien dengan kondisi ini, walaupun

pasca operasi belum dapat dilakukan tatalaksana rehabilitasi

secara aktif dengan mobilisasi, dapat dilakukan tatalaksana

lain yang bersifat pasif.

I 148 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 154: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho�1st1c Perioperative Management In Elderly and Geriatric Patient •

Pendekatan Kl in is dan Tata Laksana Fibri lasi

Atrium pada Pasien Lanjut Usia dengan

H ipoti roidisme Subkl i nis

Ardeno Kristianto*, Jeffri Aloys Gunawan*

*Departemen llmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran U niversitas l ndonesia­

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Pendahuluan: Fibrilasi atrium diketahui sebagai salah satu

aritimia kronik yang paling sering ditemui pada pasien berusia

di atas 65 tahun (5,9% ). Sekitar 70% pasien yang menderita

fibrilasi atrium berusia antara 65 dan 85 tahun.1-2 Pada pasien

lanjut usia, episode fibrilasi lebih berkaitan dengan penyebab

nonkardiovaskular, seperti hipertiroidisme, dehidrasi,

ketidakseimbangan elektrolit, alkoholisme akut, hipoksia,

diabetes, periode postoperatif dari pembedahan nonkardiak,

dan stres. Risiko fibrilasi atrium meningkat hingga lima kali

lipat pada hipertiroidisme subklinis. 3 Karena prevalens dan

beberapa faktor yang unik pad a pasien lanju t usia, tata laksana

fibrilasi atrium pada populasi ini harus dilakukan secara

spesifik, terdiri dari pemilihan antikoagulan, kontrol ritrne dan

laju, serta kebutuhan dilakukannya terapi ablasi.

Laporan Kasus: Seorang wanita, 74 tahun, dibawa ke

Unit gawat darurat (UGO) Cipto Mangunkusumo dengan

penurunan kesadaran. Pasien mengalami penurunan nafsu

makan dalam periode tiga hari sebelum masuk rumah sakit.

Bersamaan dengan hal tersebut, pasien tampak semakin

kurang menyambung saat diajak berkomunikasi. Pasien

tidak memiliki riwayat demam, batuk, diare selama periode

tersebut. Sejak tiga tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien

menyadari terdapat benjolan di lehernya. Pasien kemudian

didiagnosis menderita hipertiroidisme dan mulai mendapat

1 149 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 155: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P1 osid1ng Terru Hm1ah Genatri 2017

terapi propiltiourasil (PTU) 3x100 mg per oral (PO). Satu tahun

sebelum masuk rumah sakit, pasien didiagnosis menderita

penyakit jantung koroner dan direncanakan untuk menjalani

percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA).

Pasien menderita nyeri dada, tetapi tidak pernah mengeluhkan

sesak napas. PTCA ditunda atas permintaan pasien sehingga

pasien diberikan terapi konvensional berupa isosorbide

dinitrate (ISDN) tablet 3x5 mg sublingual ketika nyeri dada

dan bisoprolol tab lx5 mg PO.

Ketika dibawa ke UGD, pasien dalam kondisi delirium

dengan hemodinamik kurang stabil. Tekanan darah terukur

pada 1 00/ 70 mmHg, denyut nadi 72 kali per menit frekuensi

ireguler, suhu tubuh 36,4, dan frekuensi pernapssan 19 kali per

menit. Saturasi oksigen didapatkan pada kadar 98% dengan

pemberian oksigen aliran 3 liter per menit melalui kanula nasal.

Pada pemeriksaan auskultasi paru didapatkan suara napas

bronkovesikuler, menurun pada lapang paru kanan bawah

disertai ronki basah kasar pada la pang paru tengah dan atas

bilateral. Ekstremitas pasien teraba dingin. Pada pemeriksaan

foto polos thorax, ditemukan adanya kardiomegali, infiltrat

pada lapang paru kanan bawah dan parakardial kiri, disertai

efusi pleura kanan. Dari pemeriksaan EKG ditemukan adanya

fibrilasi atrium, laju 140 kali per menit, dengan deviasi aksis

ke kiri . Hasil laboratorium menunjukkan kadar leukosit

normal disertai neutrofilia (leukosit 9.520/ mm3, hi tung jenis

netrofil 93% ). Selain itu, ditemukan pula peningkatan kadar

serum transaminase (SGOT 243, sGPT 1 51), peningkatan kadar

kreatinin (ureum 92,7; kreatinin 2,110; estimated glomerular

filtration rate [eGFR) 22,5 1/ m2} . Pasien juga mengalami

gangguan dalam nilai hemostasis yang menunjukkan adanya

kemungkinan yang sangat tinggi terhadap terjadi koagulasi

intravaskular diseminata (prothrombin time [PT] 20,1 kontrol

9,9 INR 1 ,86; activated partial thromboplastin time [APTT] 40,4

kontrol 35,9; fibrinogen 51,1; D-dimer kuantitatif 2,2). Kadar

thyroid stimulating hormone sensitive (TSHs) pasien adalah

1 150 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 156: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Perioperative Management Jn Elderly and Geriatric Patient •

0,020 µIU/ml (kadar normal 0,27-4,20), sementara itu kadar

free T4 (IT4) adalah sebesar 1 ,080 (normal range 0,93-1,70).

Daftar masalah pasien adalah sebagai beriku t: acute

confusional state akibat sepsis, pneumonia komunitas dengan

risiko tinggi, koagulasi intravaskular diseminata, acute kidney

injury (AKI), fibrilasi atrium, dan hipertiroidisme subklinis.

Tata laksana yang diberikan meliputi hidrasi yang adekuat,

nutrisi parenteral parsial, pemberian heparin secara kontinu

intravena, vitamin K 3x10 mg IV, antibiotik spektrum Juas

(meropenem 3x500 mg IV), propranolol untuk kontrol laju

(3x10 mg PO), dan propiltiourasil tab 3x100 mg PO. Obat

lain diberikan untuk mengatasi gejala lainnya. Setelah pasien

stabil, terapi antikoagulan diganti dengan antagonis vitamin

K: warfarin tab lx2 mg PO.

Diskusi: Kasus ini menunjukkan bahwa fibrilasi atrium

sangat berkorespondensi dengan hipertiroidisme su bklinis,

terutama pada populasi lanjut usia. Sebagaimana kasus fibrilasi

atrium lainnya, faktor risiko stroke dan kejadian tromboemboli

hams dikalkulasi, yaitu dengan skor CHA2DS2-V ASc. Pada

pasien didapatkan nilai 3 yang berarti pemberian antikoagulan

merupakan hal yang rasional dengan target international

normalized ratio (INR) ditargetkan antara 2 dan 3. Selain itu,

risiko perdarahan harus dievaluasi dengan skor HAS-BLED,

yang pada pasien ini didapatkan nilai 4, dengan arti risiko

perdarahan pada pasien adalah menengah pada penggunaan

antikoagulan. Oleh karena itu, penggunaan antikoagulan

pada pasien ini harus dievaluasi secara ketat. Tata laksana

lini pertama dalam kontrol laju jantung adalah beta blocker.

Penggunaan propranolol merupakan hal yang tepat karena

berkaitan dengan hipertiroidisme subklinis sebagai penyebab

dasar. Hipertiroidisme subklinis biasanya tidak ditata laksana

secara khusus, tetapi karena terdapat manifestasi aritimia,

propiltiourasil perlu diberikan pada pasien.

I 151 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 157: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1ng Temu Hrrnah G e n a t ri 2017

Kesimpulan: Fibrilasi atrium merupakan hal yang lazim

ditemui pad a populasi lanjut usia dan risiko terse but terutama

lebih tinggi pada pasien dengan hipertiroidisme subklinis. Tata

Jaksana harus diberikan secara spesifik dan pengasan harus

dilakukan secara ketat untuk menghindari efek samping yang

tidak diinginkan.

I 152 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 158: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hohst1c Perioperative � ... 1an0gement In Elderly and Gen<1tric Patient •

U ltrasonografi Diafragma sebagai Alat Evaluasi

Kemampuan Respirasi pada Pasien Geriatri

Departemen Rehabi l itasi Medik RSCM, Pi lot

Studi: H ubungan Ketebalan D iafragma

dengan Usia

Melda Warliani, Fitri Anestherita

Departemen Rehabilitasi Medik RSCM-FKUI

Pendahuluan: Ultrasonografi (USG) sebagai evaluasi

fungsi dari otot diafragma yang menggambarkan kemampuan fungsi respirasi telah digunakan sejak tahun 1960.Penggunaan

USG dengan B-mode di.nyatakan sebagai teknik yang mudah,

aman, mudah dimobilisasi dan reliable untuk menilai

kontraktilitas diafragma. Tetapi penelitian penelitian yang

berkembang secara spesifik menggunakan pemeriksaan

ini untuk pasien pasien dengan gangguan neuromuskuler

dan atau pasien dengan COPD, sedangkan penelitian pada

populasi geriatri yang sangat minim, sehingga perlu adanya

penelitian mengenai evaluasi diafragma dengan menggunakan

USG ini untuk mencari gambaran kontraktilitas diafragma

dan hubungannya dengan usia pada populasi usia lanjut

khususnya di departemen rahabilitasi medik RSCM

Tuj uan: Sebagai stud i pendahuluan untu k melihat

gambaran, kontraktilitas diafragama dan hubungan ketebalan

diafragma dengan usia pada populasi usia lanjut dengan

menggunakan USG

Metodologi: potong Ii.ntang

Hasil: Didapatkan 10 responden usia Ianjut, 3 laki laki dan

7 perempuan, rerata ketebalan diafragma saat end inspirasi

I 153 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 159: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ternu llm1ah Geriatri 2017

adalah 35.8mm. Didapatkan korelasi yang kuat antara usia

dan ketebalan diafragma dengan r: 0.824 p<0.05

Kesimpulan: Terdapat korelasi kuat antara usia dengan

ketebalan diafragma yang diperoleh dengan USG. Sehingga

USG dapat digunakan sebagai alat evaluasi kemampuan

kontraktilitas diafragma yang noninvasive dan aman untuk

usia lanju t.

I 154 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 160: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hol!st1c Perioperative Management !n Elderly and Genatric Patient •

Uji Kesahihan dan Keandalan Min i Nutritional

Assessment· Short Form (M NA-SF) Berbahasa

Indonesia Untuk Menapis Status G izi pada

Lansia di Komunitas

Afiyah1, Siti Setiati2, Purwita Wijaya Laksmi2,

Soekamto Koesnoe3, Dewi Friska4

1Departemen l lmu Penyakit Dalam, Fakultas

Kedokteran U niversitas I ndonesia. 2Divisi Geriatri,

Departemen llmu Penyakit Dalam, Fakultas

Kedokteran U niversitas I ndonesia, 3Divisi Alergi

dan lmunologi Klinik, Departemen llmu Penyakit

Dalam, Fakultas Kedokteran U niversitas Indonesia,

4Departemen l lmu Kedokteran Komunitas, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Pendahuluan. Malnutrisi pada lansia berperan dalam

meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Untuk itu

diperlukan suatu instrumen yang sahih dan andal untuk

mendeteksi adanya malnutrisi pada lansia sejak dini. MNA­

SF merupakan salah satu instrumen yang sahih dan andal

untuk menilai status gizi lansia, namun uji kesahihan dan

keandalan belum pernah d ilakukan terhadap MNA-SF

berbahasa Indonesia.

Tujuan: mendapatkan kuesioner MNA-SF berbahasa

Indonesia yang sahih dan andal untuk menapis status gizi

lansia di komunitas.

Metodologi: Responden berusia �60 tahun yang datang

ke posbindu menjalani wawancara oleh ahli gizi dan kader

posbindu. Wawancara ulang oleh kader posbindu dilakukan

satu sampai dua minggu kemudian. Kesahihan dihitung

dengan korelasi antara MNA dengan MN A-SF. Uji keandalan

I 155 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 161: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

dilakukan dengan uji test dan retest, menghitung kesepakatan

antara hasil penilaian ahli gizi dengan penilaian kader serta

rnenghitung cronbach's a.

Hasil . Penelitian d iikuti oleh 92 responden dengan

median usia 67 tahun. Korelasi kuat hanya didapatkan antara

pertanyaan Fl (r=0,824) dan pertanyaan F2 (r=0,685) dengan

ranah antropometri dalam MNA. Korelasi sedang didapatkan

antara skor total MN A-SF IMT (r=0,491) dan skor total MNA­

SF LB (r=0,484) hasil penilaian kader dengan skor total MNA.

Korelasi kuat didapatkan antara MNA-SF IMT (r=0,738) dan

skor total MNA-SF LB (r=0,651 ) hasil penilaian kader dengan

skor total MNA. Nilai intraclass corellation coefficient (ICC)

skor total MNA-SF IMT 0,651 sedangkan untuk skor total

MNA-SF LB adalah 0,761 . Nilai cronbach's a MNA-SF IMT

(0,622) dan MN A-SF LB (0,617) .

Diskusi : Pada penelitian ini uj i kesahihan dilakukan

dengan membandingkan MNA-SF dengan MNA sebagai

baku emas. Pada uji tersebut, sebagian besar pertanyaan

menunjukkan korelasi lemah dengan ranah-ranah yang

berhubungan. uji korelasi antara skor total MNA-SF dengan

skor total MNA hanya didapatkan korelasi sedang baik

untuk MNA-SF IMB maupun MNA-SF LB. Rubenstein dkkl

mendapatkan korelasi yang kuat (r = 0,945) antara skor total

MNA-SF dengan MNA. Hasil serupa juga diperoleh Kaiser

dkk2, yaitu r = 0,9 untuk skor total MN A-SF IMT dengan MNA

dan r = 0,86 untuk skor total MN A-SF LB. Mahdavi dkk3 juga

mendapatkan korelasi kuat antara skor total MN A-SF dengan

MNA (r = 0,868). Perbedaan hasil yang cukup mencolok tersebut

diduga karena perbedaan pewawancara yang mengambil data

dalarn penelitian. Pada ketiga penelitian sebelumnya yang

dilakukan di luar negeri, wawancara terhadap responden

dilakukan oleh tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

Kurangnya kemampuan kader dalam menggunakan MN A-SF

I 156 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 162: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Perioperative Management in Elderly and Gen<1lric Patient •

kemungkinan berperan dalam rendahnya koefisien korelasi

yang diperoleh dalam penelitian ini. ha! tersebut diperkuat

dengan korelasi antara MN A-SF dengan MNA yang lebih baik

ketika wawancara dilakukan oleh ahli gizi.

Simpulan: MNA-SF berbahasa Indonesia belum terbukti

sahih dan andal untuk digunakan oleh kader posbindu untuk

menapis status gizi lansia di komunitas.

Kata kunci: Lansia, MNA-SF berbahasa Indonesia, uji

keandalan, uji kesahihan

I 157 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 163: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P 1 os1d1ng Ternu l !ni1ah Geriatri 2.017

Cardiresp i rati on Endu ra nce of E lderly Patient

with COPD

N iken Alia Taskya, Setia Wati Astri A , Melinda Harini,

Tresia FU Tambunan

Physical Medicine and Rehabil itation Department of

Cipto Mangunkusumo Hospital

B ac kgro u n d : Pulmonary rehabilitation in Chronic

Obstructive Pulmonary Disease (COPD) patient is important to

improve cardiorespiration endurance supporting independent

activity daily living (ADL) and return to work.

Obj ectives : Compare cardiorespiration endurance

response between elderly and adult COPD patient after

pulmonary rehabilitation.

Methods: This is a restrospective cohort study. Respondents

are outpatients in Pulmonary Rehabilitation Clinic of Cipto

Mangunkusumo Hospital that met the inclusion and exclusion

criteria, underwent hospital based pulmonary rehabilitation

and evaluated with six minutes walking test (6MWT).

Result: Thirty three patients participated in this study,

fifteen patients are elderly and seventeen patients are adult.

The mean difference of 6MWT distance (p=0.058), V02Max

(p=0.059) and METS (p=0.059) between elderly and adult

patients were not statistically significant. The mean difference

of 6MWT distance before and after pulmonary rehabilitation

program were clinically important for both groups, with

elderly within the range (28.73 m) and adult exceed (34.41 m)

the Minimal Clinically Importance Difference (MCID) 6MWT

for COPD (25-30 m).

I 158 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 164: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho!;st1c Perioperative Manc1gement in Elderly and Genc1tric Patient •

Conclusion: Elderly patient can reach same 6MWT

distance with adult patient.

Keyword: COPD, six minutes walk test, pulmonary

rehabilitation.

I 159 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 165: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pr osiding Temu l im1ah Genatri 2017

Pola Kuman dan Resistensi Antibioti k pada

Usia Lanjut Rawat lnap di RSUP Sanglah

Denpasar

Periode Ju l i 2 0 1 6-Maret 20 1 7

N N Trisna Yuliharti T1, IGP Suka Aryana1, 1 8 Putrawan1,

Rai Purnami1, IN Astika1, RA Tuty Kuswardhani1,

Dwi Fatmawati2, Sri Budayanti2

1Divisi Geriatri, Bagian/SMF llmu Penyakit Dalam,

2Bagian/SMF Mikrobiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/

RSUP Sanglah Denpasar

Latar Belakang: Data National Nosoccomial Infection

Surveillance in The United States pada periode 1 986-

1 990 menunjukkan 54 % pasien yang mengalami infeksi

nosokomial merupakan pasien berusia 65 tahun atau lebih.

The Center for Disease Control and Prevention in USA tahun

2013 menyebutkan 50 juta peresepan antibiotik yang tidak

diperlukan (unnecessary prescribing) dari 150 juta peresepan

setiap tahun. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak

tepat menjadi dasar besarnya angka resistensi antibiotik pada

usia Ian jut.

Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan

pola kuman dan resistensi antibiotik pada usia lanjut.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian yang

bersifat observasional/ non eksperimental potong Jin tang

dengan mengikuti rancangan deskriptif. Pengambilan data

yang dilakukan selama penelitian bersumber dari pasien dan

rekam medis.

I 160 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 166: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Ho!ist1c Periop2rative Management in E ldt·rly and Gerwtric Patient •

Hasil: Dari 92 sampel yang dilakukan pemeriksaan

kultur, ditemukan jenis infeksi pneumonia 60,9% , infeksi

saluran kemih 25 % , infeksi kulit 3,3%, dan infeksi lainnya

10,9% . Dari kultur darah didapatkan hasil no growth 83 %,

Staphylococcus epidermidis 5%, dan kuman lainnya, dimana

ditemukan Staphylococcus epidermidis dengan resistensi

terhadap antibiotika ciprofloxacin, erythromycin, levofloxacin,

tetracycline, clan cefoxitin, dan kuman Staphylococcus

coagulase negatif clengan resistensi terhadap antibiotika

chlorarnpenicol, levofloxacin, gentamicin, eritromicin, dan

cefoxitin. Dari kultur urine clidapatkan hasil no growth 42%,

flora normal 15%, Escherichia coli 8%, clan kuman lainnya,

climana clitemukan kuman Acinetobacter Baumannii clengan

resistensi antibiotika Ampicilin, Ampicil in/Su lbactam,

Piperacilin/Tazobactam, Cefazolin, Ceftazidime, Ceftriaxone,

Cefepime, Aztreonam, Gentamicin, Nitrofurantoin, dan

Trimethroprim/Sulfamethoxazole, dan kuman Escherichia

colli dengan resistensi antibiotika Ampicilin dan Trimetropim/

Sulfamethoxazole. Dari kultur sputum didapatkan hasil

flora normal 29% , Staphylococcus coagulase 17%, Candida

non Candida albicans 1 7 % , dimana ditemukan kuman

Pseudomonas Aeruginosa dengan resistensi antibiotika

Ampicilin, Ampicilin/Sulbactam, Cefazolin, meropenem,

gentarnicin, ciprofloxacin, tigecycline, dan trimetropim/

su l fametoxazole, dan kuman Maltophilia + Klebsiella

pneumonia ssp. dengan resistensi antibiotika Ampicilin. Dari

kultur dasar Iuka didapatkan hasil Staphylococcus aureus,

Staphylococcus coagulase, dan Proteus hauseri sebesar

25 % , dimana clitemukan kuman Staphylococcus aureus

dengan resistensi antibiotika ciprofloxacin, tetracycline,

clan levofloxacin. Dari kultur lainnya (cairan cerebrospinal,

cairan pleura, dan lainnya) ditemukan hasil dominan bakteri

fastidious (Haemophilus influenzae, M Tuberculosis) 27,27%

dan tidak ditemukan resistensi kuman pada kultur ini.

I 161 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 167: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1ci!ng Ternu Hmiah (.:;e n at ri 2017

Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan

bahwa pneumonia merupakan infeksi yang tertinggi pada

usia lanjut, dimana pada hasil kultur didapatkan sebagian

besar dengan hasil no growth dan kuman Staphylococcus

coagulase negatif dengan resistensi terhadap antibiotika

chloramphenicol, levofloxacin, gentamycin, erythromycin,

dan cefoxitin.

Kata kunci: Resistensi, Antibiotika, Infeksi, Geriatri

I 162 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 168: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hubungan Massa Otot pada Sarkopenia dengan

Status Fungsional Lanjut Usia di Oesa Pedawa,

Kabupaten Buleleng, Ba l i

IGA Ira Mahariani B*, I GP Suka Aryana**,

NK Rai Purnami**, IB Putrawan**, I N Astika**,

RA Tuty Kusward ha ni**

*Program Studi llmu Penyakit Dalam

**Divisi Geriatri, FK U nud/RSUP Sanglah

Latar B el akang. Massa otot meru pakan salah satu

indikator sarkopenia pada lanjut usia (lansia), yang ditandai

dengan penurunan massa otot disertai penurunan kekuatan

otot a tau penurunan performa fisik. Hilangnya massa otot yang

signifikan pada lansia dipertimbangkan sebagai hal penting

yang dapat menurunkan kapasitas dan aktivitas fungsional

lansia sehingga kualitas hidup lansia akan menurun.

Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan massa otot pada sarkopenia dengan status

fungsional lansia di Desa Pedawa, Kabupaten Buleleng, Bali.

Metode. Penelitian ini meru pakan penelitian potong

lintang. Dimana subyek penelitian adalah populasi lansia

yang tinggal di Desa Pedawa dan dilakukan teknik stratified

random sampling . Pengukuran massa otot di lakukan

menggunakan bioelectrical impedance analysis (BIA) dan

dikategorikan berdasarkan rekomendasi Asian Working Group

for Sarcopenia (AWGS). Status fungsional lansia ditentukan

menggunakan Barthel Activity Daily Living (ADL).

Hasil dan Diskusi. Penelitian ini terdiri dari 115 partisipan

yang terdiri dari 53 orang (46,l % ) laki-laki dan 62 orang (53,9%)

perempuan dengan rerata umur 69.09 ± 8.6. Hasil penelitian

I 163 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 169: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Ternu !im1bh Genatr; 2017

menunjukkan angka prevalensi sarkopenia 91,3%, prevalensi

penurunan massa otot 87,8%, prevalensi penurunan kekuatan

otot 83,5% , prevalensi penurunan kecepatan berjalan 85,2%

pada populasi lansia di Desa Pedawa. Prevalensi lansia dengan

status fungsional mandiri didapatkan 83,5% , ketergantungan

ringan 16,5%, dan ketergantungan sedang berat tidak ada. Pada

populasi sarkopenia didapatkan status fungsional mandiri

sebanyak 87 orang (82,9% ) dan ketergantungan ringan 18

orang (17,1 % ) . Didapatkan perbedaan rerata yang signifikan

penurunan massa otot dengan status fungsional mandiri

dan ketergantungan ringan sebesar 0,9 kg (p<0.05, 95% CI).

Tingginya kejadian sarkopenia ditempat ini tidak diikuti

rendahnya status fungsional. Hal ini bisa disebabkan oleh

karena angka standar massa otot yang digunakan belum bisa

digunakan untuk populasi di Desa Pedawa.

Simpulan. Pada penelitian ini didapatkan prevalensi

sarkopenia dan status fungsional mandiri yang tinggi.

Perbedaan massa otot antara status fungsional mandiri dan

status fungsional ketergantungan ringan signifikan ta pi tidak

dengan angka yang terlalu besar.

Kata Kunci: massa otot, status fungsional, lansia

I 164 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 170: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hol:stlC Perioperatve Manc1gement In Elderly and Genatric Patient •

Studi Komparasi Kejadian Frai lty pada Populasi

Lansia di Desa Pedawa Singaraja dan Kota

Mangupura Badung Provinsi Bal i

AA Ngr Agung Wistara 1 , I G P Suka Aryana 2,

I Nyoman Astika 2, RA Tuty Kuswardhani 2,

I B Putrawan2, Ketut Rai Purnami 2

1 PPDS-1 l lmu Penyakit Dalam Universitas Udayana

2 Divisi Geriatri Bagian/SM F llmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran U niversitas Udayana

Latar B elakang: Frailty merupakan sindrom geriatri yang

sering terjadi dan ditandai dengan adanya penurunan fungsi

fisiologis multi organ yang sejalan dengan pertambahan usia.

Skrining awal frailty berguna untuk mengurangi derajat

keparahan dan dampak buruk dari frailty yang bersifat

irreversibel

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk

membandingkan kejadian frailty, menganalisis tiap komponen

frailty, dan mengetahui faktor lain yang berhubungan kejadian

frailty pada populasi lansia di Desa Pedawa, Kabupaten

Buleleng dan Kota Mangupura, Kabupaten Badung di Propinsi

Bali.

Metode: Penelitian menggunakan studi potong lintang

pada populasi lansia di Desa Pedawa dan Kota Mangupura

pada bulan September 201 6 . Frailty ditegakkan melalui

kuesioner skrining berdasarkan Cardiovascular Health Study.

Penelitian dipilih dengan cara consecutive random sampling.

Dari lima komponen frailty dilakukan uji komparasi dari kedua

populasi. Analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS 20.0

I 165 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 171: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1ng Temu !im1ah Genatri 2017

Basil: Penelitian ini dilakukan pada 117 orang lansia,

dengan rata-rata umur 69,10 ± 8,55 tahun di Desa Pedawa, dan

80 orang lansia, dengan rata-rata umur 65,96 ± 6,022 tahun di

Kota Mangupura,. Komposisi populasi lansia di desa Pedawa

terdiri dari 54 orang (46,2% ) laki-Iaki dan 63orang (53,8%)

perempuan, sedangkan pada kota Mangupura sebanyak 17

orang (21,2% ) laki-laki dan 63 orang (78,8% ) perempuan.

Terdapat perbedaan signifikan kejadian frailty diantara Desa

Pedawa, Buleleng (29,1 % ) dan Kota Mangupura, Badung

(12,5%) (p= 0,01) . Terdapat perbedaan signifikan terhadap

komponen frailty kelemahan otot di Desa Pedawa (83,8% )

dan Kota Mangupura (1 2,5% ) (p= <0,01) . Hasil yang sama

juga didapatkan untuk kelambanan berjalan di Desa Pedawa

(85,5% ) dengan Kota Mangupura (32,5%) (p=<0,01 ); dan

kelelahan fisik di Desa Pedawa (32,5%) dan Kota Mangupura

(3,8%) (p= <0,01 ). Terdapat perbedaan yang signifikan antara

golongan lansia dengan ekonomi baik (19% ) dan ekonomi

kurang (38,2%) terhadap kejadian frailty (p= 0,02).

Kesimpulan: Terdapat perbedaan kejadian frailty di

Desa Pedawa dan Kota Mangupura dengan komponen yang

signifikan berbeda adalah kelemahan otot, kelambanan

berjalan, dan kelelahan fisik. Faktor ekonomi terbukti berbeda

signifikan di kedua tern pat dan berhubungan dengan kejadian

frailty.

Kata kunci: Lansia, frailty, skrining frailty

1 166 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 172: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Hoi;stic Perioperat;ve Management In Elderly and Genc1tric Pal.lent •

Profi l Pasien Geriatri yang Menjalani Operasi

d i RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Peri ode Oktober 20 1 6-Januari 20 1 7

Harini Oktadiana*, Fitria *, Popy Yusnidar*, l ka

Fitriana**, Noto Dwimartutie**

* Departemen l lmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

RSUPN Cipto Mangunkusumo

** Divisi Geriatri,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

RSUPN Cipto M angunkusumo

Latar belakang: Jumlah pasien geriatri yang menjalani

operasi di Indonesia makin meningkat. Namun, belum ada data

mengenai profil pasien geriatri yang menjalani operasi di RS

Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM).

Studi ini merupakan penelitian pendahuluan mengenai profil

pasien geriatri yang menjalankan operasi di RSUPNCM

Tujuan : Mengetahui profil pasien geriatri yang menjalani

operasi di RSUPNCM periode Oktober 2016 - Januari 2017.

Metode : Desain penelitian adalah potong lintang dengan

menggunakan data sekunder rekam medik pasien yang

terjadwal operasi di Instalasi Bedah Pusat RSUPNCM periode

Oktober 201 6- Januari 2017. Populasi penelitian adalah semua

pasien usia 60 tahun atau lebih yang menjalani operasi elektif

di RSUPNCM periode Oktober 2016 -Januari 2017.

Hasil : Terdapat 111 pasien geriatri yang menjalani operasi

elektif di instalasi bedah pusat RSUPNCM periode Oktober

2016- Januari 2017. Data deskriptif terbanyak sebagai berikut:

Jenis kelamin perempuan (52,2%), Usia 60-70 tahun (73,8 % ),

1 167 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 173: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Pros1d1ng Ternu !irn1ah G e n a t ri 2017

indeks massa tubuh (IMT) normal (54 % ), status fungsional

mandiri (45 % ). Operasi vaskular merupakan operasi terbanyak

yaitu 32 orang (29 % ) dengan lama raw at terbanyak kurang

dari 10 hari (66,6 % ) . Komorbiditas hipertensi merupakan yang

terbanyak (59% ), diikuti tumor (39 % ), dan diabetes mellitus

(32% ). Se ban yak 13,5% sampel memiliki kadar albumin <

3 mg/ dL, dan 19,8% kadar Hb<l O mg/ dL. Rehospitalisasi

terjadi sebanyak 13,5% dengan mortalitas pascaoperasi selama

perawatan terjadi pada 1 pasien (0,009 % ) .

Kesimpulan : Sebanyak 111 pasien geriatri menjalani

operasi elektif di RSUPNCM periode Oktober 2016-Januari

2017 dengan profil terbanyak perempuan, usia 60-70 tahun,

IMT normal, status fungsional mandiri, jenis operasi vaskular,

komorbiditas hipertensi, kadar albumin � 3 mg/ dL, serta

kadar Hb � 10 mg/ dL. Rehospitalisasi sebesar 13,5% dengan

mortalitas pascaoperasi pada 1 pasien.

Kata kunci : geriatri, operasi, profil

l 168 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 174: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Periop�ratlve Management In Elderly and Geric1t ric: Patient •

Hubungan Probiotik dengan Kej adian Influenza

Like I l lness pada Populasi Usia Lanjut

Virly Nanda M uzellina

l lmu Penyakit Dalam RSCM

Latar Belakang: Influenza Like I l lness (ILI) adalah

sekumpulan gejala infeksi influenza yang sulit dibedakan

dengan infeksi pernapasan akut lainnya. Prevalensi ILI tertinggi

terjadi pada usia lanjut dan sering disertai komplikasi berat

hingga kematian. Pada usia lanjut terjadi immunosenescence

yang menyebabkan rentan terhadap infeksi . Pengaruh

probiotik terhadap sistem imun merupakan salah satu manfaat

yang paling diketahui. Pemberian probiotik oral dilaporkan

dapat meningkatkan kerja baik imunitas adaptif maupun

bawaan. Studi serta penelitian yang menilai mengenai peranan

probiotik pada infeksi non intestinal masih terbatas. Penelitian

ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan probiotik

dengan Influenza Like Illness pada populasi usia lanjut.

Metode : Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif

dengan data sekunder diambil dari penelitian Dr. dr. Sukamto,

SpPD, K-AI pada populasi usia lanjut sehat yang terdapat

dalam komunitas usia lanjut di Jakarta Timur, pada bulan

Juni-Desember 2015 . Terdapat dua kelompok yaitu probiotik

dan tanpa probiotik dan dilakukan analisis chi square, untuk

menilai angka kejadian ILI serta uji t untuk menilai perbedaan

rerata durasi terjadinya ILI.

Has i l Pen e l i t ian : Sebanyak 275 usia lanjut sehat

diikutsertakan dalam penelitian ini, 139 usia lanjut pada

kelompok probiotik dan 136 usia lajut pada kelompok non

probiotik. Kejadian ILI pada kelompok probiotik n= 4 subjek

(2,9%) dan pada kelompok tanpa probiotik n= 6 subjek (4,4% ),

nilai p= 0,361, risiko relatif (RR) sebesar 0,652 dengan interval

I 169 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 175: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Prosiding Temu lim1ah c;enat rl 2017

kepercayaan 95% = 0,188-2,260. Didapatkan clurasi ILI pacla

kelompok probiotik selama 2,75 hari clan kelompok tanpa

probiotik selama 4,33 hari, nilai p 0,1 63.

Kesimpulan: Ticlak cliclapatkan perbeclaan kejaclian

ILi antara kelompok probiotik maupun non probiotik,

namun cliclapatkan kecenclerungan penurunan clurasi ILI

pacla kelompok probiotik clan risiko ILI lebih renclah pacla

pemberian probiotik.

Kata Kunci: Probiotik, Influenza Like Illness, usia lanjut.

1 170 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 176: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic Periop1..�rati\1e Management In Elder!y· and Geriatric P:1 tlent •

Faktor-faktor Prediktor Serokonversi Pasca­

Vaksinasi Influenza pada Lansia

SA Nursyirwan1, Koesnoe 52, Wahyudi ER3

1Departemen llmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

RSUPN Cipto Mangunkusumo

2Divisi Alergi lmunologi Klinik

Departemen llmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran U niversitas Indonesia,

RSUPN Cipto Mangunkusumo

3Divisi Geriatri Departemen llmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran U niversitas I ndonesia,

RSUPN Cipto Mangunkusumo

Latar Belakang : Infeksi virus influenza menyebabkan

morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan pada Iansia.

Vaksin influenza sebagai satu-satunya modalitas pencegahan

yang ada saat ini memiliki efikasi yang lebih rendah pada

lansia dibanding dewasa muda (17-53% vs 70-90%) . Hal ini

dimungkinkan karena pada lansia terjadi perubahan respons

imun akibat penuaan serta faktor- faktor risiko lain. Beberapa

studi telah dilakukan untuk menilai status kesehatan lansia

sebagai faktor risiko terhadap respons antibodi terhadap

vaksinasi influenza.

Metode : Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif

pada populasi lansia di posyandu lansia Jakarta Timur yang

mendapatkan vaksin influenza. Sebanyak 277 subjek diperiksa

titer antibodi pra dan satu bulan pasca-vaksinasi influenza.

Faktor-faktor risiko berupa usia, jenis kelamin, status olahraga,

status merokok, penyakit DM tipe 2, paru, kardiovaskular,

status nutrisi MNA (Mini Nutritional Assessment), status GDS

1 171 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 177: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• Presiding Temu lirrnah Genatri 2017

(Geriatric Depression Scale), clan titer antibodi pra- vaksinasi

dinilai pada masing-masing subjek.

H a s i l Penelitian : Proporsi lansia yang mengalami

serokonversi (kenaikan titer pasca-vaksinasi sebanyak 4

kali lipat titer awal) adalah 50,9% (141 / 277). Pada analisis

multivariat, faktor-faktor prediktor serokonversi satu bulan

pasca- vaksinasi influenza pada lansia di komunitas adalah

keadaan tidak depresi (p=0,048, OR=2,l, IK=l,01-4,30), status

olahraga � 5 kali seminggu minimal 30 menit (p=0,013, OR

4,0, IK 1 ,34-11 ,76), dan titer antibodi pra-vaksinasi yang tidak

seroprotektif (p=0,000, OR 6,4, IK 3,40-11,99).

Kesimpulan : Faktor-faktor prediktor serokonversi pasca­

vaksinasi influenza pada lansia di komunitas adalah status

depresi, status olahraga, dan titer antibodi pra-vaksinasi

influenza.

Kata Kunci : influenza, vaksinasi, serokonversi, faktor

prediktor.

I 172 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 178: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Holistic. Pei 1opera tive Manageiment In Elcier!v and Genatric Pt;tlent •

Hubungan Status Frai lty dengan Serokonversi

dan Seroproteksi Vaksin Influenza

pada Populasi Usia Lanjut

Ummu Habibah 1, Soekamto Koesnoe 2, Edy Rizal W 3 ,

Murdani Abdullah 4

1 Departemen l lmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran U niversitas Indonesia,

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

2 Divisi Alergi dan lmunologi ,

Fakultas Kedokteran U niversitas Indonesia,

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

3 Divisi Geriatri,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

4 Koordinator Penelitian

Departemen l lmu Penyakit Dalam,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Latar Belakang: Influenza masih merupakan ancaman

infeksi serius di dunia terutama pada populasi usia lanjut.

Meskipun kejadian influenza dapat ditekan dengan pemberian

vaksinasi, namun efikasi vaksin influenza masih diragukan

pada usia lanjut, terutama individu yang frail . Hal ini

dikarenakan immunosenescence yang menyebabkan sistem

imun kurang mampu mengatasi stres berupa infeksi termasuk

memberikan respon yang adekuat terhadap pemberian vaksin.

Tujuan: Mengetahui hubungan status frailty dengan

respon imun pasca vaksinasi influenza pada populasi usia

lanjut

1 173 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 179: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

• P10�,1d1ng Terra1 Hrrnah Genat ri 2017

Metode: Studi kohort retrospektif ini mengambil data

dari penelitian induk dengan subjek usia lanjut berusia 60

tahun keatas yang tergabung dalam Posyandu Lansia di 4

kelurahan di Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Status

frailty ditentukan berdasarkan kuisoner Frailty Index 40

Items (FI-40). Vaksin Influenza yang dievaluasi adalah vaksin

influenza trivalen inaktif. Serokonversi didefinisikan sebagai

peningkatan titer inhibisi hemagglutinin sebanyak 4x lipat.

Seroproteksi didefinisikan sebagai titer inhibisi hemagglutinin

� 1 :40.

Hasil: Terdapat 140 subjek penelitian. Tingkat serokonversi

vaksin influenza pada kelompok frail, pre-frail, dan sehat

adalah 37,9%, 39%, 60% . Tingkat seroproteksi vaksin influenza

pada kelompok frail, pre-frail dan sehat adalah 80%, 92,2%,

94,8% . Risiko relatif (RR) kelompok pre-frail/ frail untuk

kejadian tidak serokonversi adalah 0,93 (IK 95% 0,72-1,02),

dan RR untuk kejadian tidak seroproteksi adalah 1,7x ( IK

95% 0,5-6,2).

Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan bermakna

secara statistik antara status frailty dengan serokonversi dan

seroproteksi vaksin influenza pada populasi usia lanjut.

1 174 I

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 180: HOLISTIC PERIOPERATIVE MANAGEMENT IN ELDERLY AND …staff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/publication/... · Departemen Urologi FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

ISBN : 978-979-19931-7-3

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose