HLK

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Angka kecelakaan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang tinggi dapat menimbulkan beban yang tidak perlu dalam bidang kesehatan. Selain itu juga menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi dan efektivitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja tersebut. Pada akhirnya hal ini akan menimbulkan kerugian pada sektor industri dan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Di Amerika, kerugian yang terjadi mencapai 4-5 % dari Gross National Product negara tersebut. Oleh karena itu, saat ini di seluruh dunia sedang dilakukan upaya untuk menurunkan angka kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan. Menurut laporan World Competitiveness Year Book ILO, kualitas tenaga kerja maupun keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia pada tahun 2001 berada di posisi ke-110 dari 173 negara di dunia. Sementara itu, ditinjau dari tingkat kecelakaan kerja, Indonesia berada pada peringkat 26 dari 27 negara di dunia. Peringkat ini jauh di bawah Malaysia dan Thailand yang berada di posisi 16 dan 22, dan tentunya akan mempengaruhi daya saing di pasar Internasional. Standar keselamatan kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Indikator hal tersebut adalah selama tujuh bulan pertama 2003 di Indonesia tercatat sedikitnya 51.528 kecelakaan kerja, sedangkan tahun 2002 berjumlah 103.804 kasus. Tingkat kecelakaan kerja di Indonesia selama 2005, sebanyak 95.418 kasus merupakan tingkat kecelakaan kerja tertinggi di ASEAN. kerja di Indonesia, atau hanya turun 4.000 kasus dari tahun 2005.5 Penyebab terjadinya kecelakaan kerja dibagi menjadi 2 faktor, yaitu faktor lingkungan (15%) dan faktor manusia (85%). Kecelakaan kerja yang terjadi tergantung dari jenis industrinya, dan semua yang berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja disebut bahaya potensial yang dapat berupa bahaya fisik, kimia, ergonomis, dan psikososial. Pada industri farmasi para pekerja

1

seringkali harus bersentuhan dengan bermacam jenis zat-zat kimia yang mudah terbakar hingga yang dapat mengganggu kesehatan dan menimbulkan kematian para pekerja. Beberapa gangguan yang sering dijumpai adalah seperti ISPA, dermatitis, dan keganasan.

B. TUJUAN 1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hygiene Lingkungan Kerja. 2. Untuk memahami dan mengetahui tentang lingkungan kerja di industri farmasi serta dampak kesehatan dan keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. 3. Untuk mengetahui masalah kesehatan kerja yang timbul pada industri farmasi dan upaya pencegahannya.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN INDUSTRI FARMASI Industri merupakan aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, biaya dan material serta waktu yang cukup besar. Farmasi menurut kamus adalah seni dan ilmu meracik dan menyerahkan / membagikan obat. Menurut kamus lainnya, misalnya Webster, farmasi adalah seni atau praktek penyiapan, pengawetan, peracikan dan penyerahan obat ( Websters New Collegiate Dictionary. SpringField, MA, G. & C. Merriam Co, 1987 ). Jadi industri farmasi atau perusahaan obat-obatan adalah perusahaan bisnis komersial yang fokus dalam meneliti, mengembangkan dan mendistribusikan obat, terutama dalam hal kesehatan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.

245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah Industri Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi.

B. PENGERTIAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN KERJA Lingkungan kerja adalah kondisi tempat kerja yang dipengaruhi dua faktor, yakni faktor fisik dan faktor manusia, yang dapat memberikan kesan menyenangkan, aman, tentram, perasaan betah atau kerasan dan lain sebagainya. Pengelolaan lingkungan kerja merupakan serangkaian kegiatan yang pada prinsipnya ditujukan untuk mengamati hal-hal yang sederhana namun dalam pelaksanaannya tidak hanya didasarkan pada cara membersihkan lingkungan kerja

3

Anda atau terkait faktor lingkungan kerja fisik saja, melainkan juga turut mempertimbangkan faktor manusia.

C. STANDARISASI PERLENGKAPAN K3 DI INDUSTRI FARMASI Standarisasi Perlengkapan K3 di Industri Farmasi telah diatur dalam UndangUndang seperti pada Standarisasi Industri lainnya. Landasan-landasan Hukum K3 yaitu: LANDASAN HUKUM (Formal) UUD 1945 Setiap Warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Layak bagi kemanusiaan dalam arti Manusiawi dan Manusiawi pada kondisi kerja dalam arti Selamat dan Sehat UU No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan diamana Setiap tenaga kerja mendapat perlindungan kerja atas Keselamatan, Kesehatan, Kesusilaan, Pemeliharaan Etika dan Moral Kerja, Perlakuan sesuai Martabat Manusia, dan Moral Agama UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang berisi : 1. Keselamatan Kerja yang diatur dalam Undang-undang ini mencakup semua tempat kerja 2. Syarat Keselamatan Kerja wajib dipatuhi untuk mengendalikan kecelakaan dan penyakit akibat kerja Permenaker No.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang berisi: Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produkatif. Sesuai Pasal 3 Permenaker 05/MEN/1996, perusahaan yang mempekerjakan minimal 100 tenaga kerja dan atau ada potensi bahaya ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan SMK3.

4

D. CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB) CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good Manufacturing Practices dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Aspek dalam CPOB 2006 yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan kerja : 1. Personalia Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat, terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu (BPOM 2009). Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM 2009). Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap posisi hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi juga dapat ditampilkan pada Uraian Tugas masing-masing (BPOM 2009). Jumlah personil yang memadai sangat mempengaruhi proses produksi. Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Disamping itu, kekurangan jumlah karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator

5

ataupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih atas yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM 2009). 2. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk

menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Untuk mencegah terjadinya pencemaran yang berasal dari lingkungan dan sarana maka perlu: 1. Disiapkan ruang terpisah yang dirancang khusus untuk menghindari kontaminasi. 2. Kelas I (putih) atau kelas 100 yang memiliki laminar Air Flow. 3. Kelas II (putih) atau kelas 10.000, memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99,997 %. 4. Kelas III (abu-abu) atau kelas 100.000, memiliki efisiensi saringan udara sebesar 95 %, dan 5. Kelas IV (hitam) atau kelas tak terhingga, ruangan produksi hendaklah dilengkapi dengan sistem ventilasi dengan pengontrol udara yang sesuai bagi produk dan aktivitas yang dilakukan, baik terhadap ruangan lain maupun terhadap udara luar. Tata letak ruang dalam area produksi yang harus dipenuhi antara lain : 1.Untuk pengolahan produk yang mengandung bahan yang menimbulkan sensitisasi tinggi, disediakan fasilitas tersendiri untuk masing-masing produk. Udara yang dikeluarkan dari fasilitas itu dilewatkan atau melalui suatu sistem yang sesuai sebelum dilepaskan ke atmosfer. 2.Luas area kerja produksi minimal 2 kali luas yang diperlukan untuk penempatan peralatan (termasuk wadah yang diperlukan untuk suatu kegiatan) ditambah luas

6

area untuk keperluan pembersihan dan perawatan mesin oleh operator produksi dan/atau teknisi. 3.Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu hendaklah : -Kedap air -Tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel. -Tidak merupakan media pertumbuhan mikroba. -Mudah dibersihkan, serta tahan terhadap proses pembersihan, bahan pembersih dan disinfektan yang digunakan berulangkali dengan memperhatikan faktor kepadatan, porositas, tekstur, dan sifat elektrostatis (BPOM 2009). 3. Sanitasi dan Hygiene Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan hygiene yang menyeluruh serta terpadu. Sanitasi dan hygiene yang diatur dalam pedoman CPOB 2006 adalah terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi dan hygiene hendaklah divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur dan selalu memenuhi persyaratan.

D. IDENTIFIKASI

MASALAH

KESEHATAN

&

KESELAMATAN

KERJA PADA INDUSTRI FARMASI & PENCEGAHANNYA Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium Industri Farmasi dapat berbentuk 2 jenis yaitu : 1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien 2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri. Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :

7

1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari: a. Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain b. Lingkungan kerja c. Proses kerja d. Sifat pekerjaan e. Cara kerja 2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena: a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect) c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh. d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium : 1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium. Akibat : Ringan : memar, Berat : fraktura, dislokasi, memar otak, dll. Pencegahan : - Pakai sepatu anti slip - Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar - Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya. - Pemeliharaan lantai dan tangga 2. Mengangkat beban Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi. Akibat : cedera pada punggung Pencegahan : - Beban jangan terlalu berat - Jangan berdiri terlalu jauh dari beban - Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok

8

- Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat. 3. Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas. Akibat : - Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian. - Timbul keracunan akibat kurang hati-hati. Pencegahan : - Konstruksi bangunan yang tahan api - Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar - Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran - Sistem tanda kebakaran Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis - Jalan untuk menyelamatkan diri - Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran. - Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman

E. PENYAKIT AKIBAT KERJA DI INDUSTRI FARMASI Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO). Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1) Faktor Biologis

9

Industri farmasi yang mengembangkan produk produk bioteknologi sangat berpotensi menimbulkan bahaya kontaminasi baik terhadap keselamatan pekerja maupun terhadap lingkungan. Proses pembuatan vaksin, proses pembuatan serum serta proses biosintesis menggunakan bioteknologi yang apabila terjadi kegagalan system dapat menjadi sumber kontaminan biologis. Standar yang tinggi untuk kelayakan proses baik yang menyangkut fasilitas dan peralatan, prosedur maupun personel yang bekerja harus diterapkan dengan baik dan selalu dilakukan evaluasi sebagai upaya untuk meminimalkan resiko. Fasilitas laboratorium yang melakukan pengujian mikrobiologi juga harus menerapkan prosedur yang ketat untuk menjamin keamanan pekerja dan lingkungan. Misalnya bahan bahan sisa pengujian sebelum dimusnahkan harus dilakukan prosedur dekontaminasi terlebih dahulu sebelum dikirim ke pengolahan limbah. Penyimpanan bibit strain bakteri untuk keperluan pengujian harus pada tempat yang aman, serta secara periodik harus dilakukan sanitasi/fumigasi. 2) Faktor Kimia1) Bahaya terkena bahan iritasi atau korosif.

Misalnya di laboratorium QC atau R&D atau personel produksi, sering menggunakan asam kuat seperti HCL, H2SO4, HNO3 dsb yang jika terpercik bisa menimbulkan luka iritasi atau korosif. Untuk itu perlu langkah pengamanan yang meliputi training operator agar mengetahuai cara bekerja yang aman serta APD yang memadai mulai dari pakaian, sarung tangan, serta kaca mata khusus. Serta dilengkapi shower pembasuh mata untuk mengantisipasi jika ada percikan yang mengenai mata.2) Bahaya zat zat oksidator kuat

Bahan bahan oksidator kuat sangat berbahaya, karena selain bahan ini bersifat korosif juga bisa berpotensi menimbulan ledakan atau kebakaran. Asam kuat seperti peroksida pekat jika menetes di meja kayu palet atau tissue bisa menumbulkan terjadinya kebakaran. Penempatan bahan bahan ini harus dipastikan aman dan tidak terjadi kebocoran. Semua personel yang terlibat harus diberitahukan cara bekerja yang aman dengan bahan ini.3) Bahaya terpapar bahan berbahaya.

10

Personel produksi atau QC dapat beresiko terpapar bahan bahan yang berbahaya. Bahan bahan yang digunakan dalam industry farmasi jika terpapar bisa menimbulkan gangguan mulai dari yang paling ringan misalnya alergi dan gatal gatal, sampai bahan yang paling berbahaya misalnya bersifat karsinogenik. Untuk itu ketersediaan MSDS (material saftey data sheet) dari bahan bahan yang digunakan dalam industry farmasi baik bahan baku, reagen, bahan penolong, pelarut maupun desinfektan wajib hukumnya, karena ini akan menjadi dasar dalam menyusunan prosedur kerja serta tindakan penanganan jika terjadi kondisi darurat.4) Bahaya menghirup atau menelan bahan berbahaya.

Selama

melakukan

kegiatannya

baik

personel

produksi

maupun

laboratorium mempunyai resiko menelan atau menghirup bahan berbahaya. System di produksi harus dikembangkan agar meminimalkan terjadinya debu misalnya dengan cara menerapkan produksi closed system, tata udara juga harus dirancang agar jika dihasilkan debu bisa segera dihilangkan misalnya dilengkapi dust collector pada area berdebu atau system udara laminar sehingga debu yang dihasilkan tidak mengarah ke operator. Masker kain bukanlah alat proteksi yang sempurna terhadap resiko menghisap bahan kimia, masker kain hanya melindungi produk terhadap percikan ludah pada saat operator bernafas atau berbicara. Jika diperlukan APD yang memadai harus digunakan respirator yang dilengkapi dengan filter udara sesuai dengan kelas bahayanya. 3) Faktor Ergonomi Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat

11

menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain) 4) Faktor Fisik Faktor fisik di laboratorium kesehatan farmasi yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi: 1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress & ketulian 2. Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja. 3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja 4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar. 5. Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,

penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani. Pencegahan : 1. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium. 2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai. 3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi 4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai. 5. Pelindung mata untuk sinar laser 6. Filter untuk mikroskop5) Faktor Psikososial

Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan farmasi yang dapat menyebabkan stress : 1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan 2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

12

3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja. 4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal. F. PERLAKUAN KHUSUS PADA PRODUKSI LAKTAM Proses produksi antibiotika golongan -Laktam dilakukan dalam gedung yang terpisah dari unit produksi lainnya. Sesuai ketentuan CPOB, produksi obat Laktam harus dilakukan pada lokasi tersendiri karena golongan obat ini dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas pada sebagian orang. Ketentuan ini juga bertujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang terhadap produk obat yang lain. Gudang penyimpanan bahan baku -Laktam dibuat terpisah dari tempat penyimpanan bahan baku yang lain. Bagian -Laktam juga memiliki sistem pengolahan limbah tersendiri untuk pemecahan cincin -Laktam. Karyawan yang akan bekerja di Bagian -Laktam terlebih dahulu diperiksa sensitivitasnya terhadap antibiotik golongan penisilin dengan dilakukan tes alergi. Hal ini untuk menghindari terganggunya kesehatan karyawan karena reaksi alergi terhadap obat golongan penisilin. Adapun proses produksi sediaan steril yaitu filling injeksi kering yang berupa powder dilakukan di white area yaitu di ruang kelas 100 (di bawah LAF dengan area penunjang kelas 10.000).

G. PENGELOLAAN LIMBAH PADA INDUSTRI FARMASI 1. Pengelolaan Limbah Penanganan limbah ini dilaksanakan oleh unit pengolahan limbah yang berada di bawah bagian SDM. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi tidak boleh menjadi cemaran bagi lingkungan sekitar pabrik apalagi bagi penduduk sekitarnya. Jenis limbah yang ada digolongkan menjadi dua yaitu limbah padat yang terdiri dari limbah padat B3 dan non-B3 serta limbah cair yang terdiri dari limbah cair produksi ( non -laktam, -laktam, laboratorium ) dan limbah cair non produksi ( kantin, laundry, limbah cair eks sanitasi ).

13

a. Limbah Padat 1) Limbah padat B3 Menurut PP 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, limbah B3 bersifat reaktif, beracun, korosif, mudah meledak, mudah terbakar, dan menyebabkan infeksi. Sumber limbah padat B3 dapat berasal dari rejected product pada proses produksi, produk pengembalian, sisa sampel pertinggal, kemasan primer bahan baku, lumpur IPAL, bahan baku rejected, dan perlengkapan administrasi yang mengandung bahan B3. 2) Limbah padat non B3 Contoh sumber limbah padat non B3 adalah administrasi perkantoran, kantin, kemasan sekunder bahan baku, dan kemasan primer yang telah bersih. Limbah untuk barang yang mempunyai nilai jual dan bebas bahan pencemar dijual ke pihak III sedangkan untuk barang-barang yang tidak mempunyai nilai jual dibuang ke TPA. b. Limbah cair Karakteristik limbah cair adalah bila nilai COD 700 mg/L dan nilai BOD 400 mg/L. Limbah tersebut akan mengalami pengolahan sebelum masuk ke saluran pembuangan umum, dengan batas maksimum kadar COD dan BOD sebesar: COD 150 mg/L dan BOD 75 mg/L, serta TSS sebesar 75 mg/L dan pH 6-9.Limbah cair terdiri dari : 1). Limbah cair produksi Limbah ini berasal dari unit produksi -laktam dan non -laktam, agromed, QC / QA dan R&D. 2). Limbah cair non produksi Limbah ini berasal dari unit kantin, laundry, perkantoran dan gudang produk jadi. Limbah cair yang berasal dari unit produksi -laktam diolah di IPAL I dengan metode hidrolisa basa dan selanjutnya diolah di IPAL II. Limbah cair yang berasal dari unit produksi non -laktam diolah di IPAL II seperti juga untuk limbah cair yang berasal dari limbah non produksi.

14

H. UPAYA PENGENDALIAN K3 PADA INDUSTRI FARMASI 1. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain : a) UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok tentang Petugas kesehatan dan non kesehatan b) Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan. c) Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll. 2. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain: a) Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan b) Pengaturan jam kerja, lembur dan shift c) Menyusun Prosedur Kerja Tetap (SOP) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya. d) Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan e) Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya. f) Memberikan asuransi pada pekerja.

3. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) : a) Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja b) Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung) c) Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain d) Desain ruang harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap bahan kimia yang berbahaya yang dipakai. e) Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran. f) Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh mungkin.

15

g) Tempat penyimpanan di disain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar. h) Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K) 4. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi: 1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai memelaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi: Anamnese umum Anamnese pekerjaan Penyakit yang pernah diderita Alrergi Imunisasi yang pernah didapat Pemeriksaan badan Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu: Tuberkulin test Psiko test 2. Pemeriksaan Berkala

16

Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. 3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Oleh karena itu untuk memastikan lingkungan kerja total yang aman dan untuk mencegah kecelakaan, dapat dilakukan dengan : a) Standar Operasional Prosedur (SOP) b) Kebijakan Keselamatan c) Pemantauan d) Audit Keselamatan e) Analisis Risiko f) Pemeliharaan Pencegahan g) Keterlibatan Personil

I. UPAYA MENINGKATKAN SAFETY DI INDUSTRI FARMASI Upaya untuk meningkatkan keselamatan kerja dilingkungan industri farmasi dapat dilakukan melalui upaya yang sungguh sungguh dan dilakukan secara konsisten di berbagai tahapan proses. Antara lain : 1. Melakukan improvement proses. Proses yang sudah berjalan dilakukan evaluasi untuk meihat potensi bahayanya, kemudian dilakukan perbaikan sehingga resiko bisa diminimalkan. Upaya ini dilakukan dengan beberapa cara misalnya : a) Melakukan penggantian bahan. Misalnya proses coating tablet menggunakan pelarut organic yang sangat beresiko terhadap bahaya kebakaran digantikan dengan pelarut air b) Melakukan penggantian mesin Misalnya proses coding dengan mengunakan tinta beresiko mengkotaminasi produk dan berbahaya terhadap personel, digantikan dengan system embos.

17

c) Memodifikasi mesin Misalnya mesin mesin dipasang cover dan jika cover dibuka secara otomatis mesin berhenti. d) Merubah flow process Misalnya proses granulasi basah dengan pelarut organic digantikan dengan proses tenik slugging atau cetak langsung. 2. Pembuatan SOP. SOP yang dibuat selain dapat menjelaskan secara rinci prosedur kerja yang harus dilakukan juga harus dapat mengakomodir aspek safety. Misalnya pada saat melakukan line clearance sebelum mulai proses di tambahkan pengecekkan kelengkapan APD. SOP untuk sanitasi harus dengan jelas mensyaratkan MSDS bahan kimia yang digunakan serta prosedur keamanan personel yang harus dilakukan sebelum melakukan sanitasi atau fumigasi. Selain itu dalam mendesain ruang clean room misalnya harus diakomodir fasilitas jalur evakuasi jika terjadi keadaan darurat. 3. Karyawan yang terlatih. Safety lebih banyak tercipta karena kebiasaan/habit, sehingga personel harus dibentuk secara terus menerus agar mempunyai safety habit. Tidak cukup hanya dengan training kelas sekali kemudian selesai, sebaliknya harus diulang ulang dan setiap saat diingatkan terus menerus sehingga safety prosedur menjadi bagian dari habitnya, ini pun harus tetap dijaga, disinilah peran para atasan dan supervisor sangat diperlukan. Sangat baik jika diberikan reward bagi orang orang yang berprestasi dalam meembangun budaya safety serta diberi punishment sebagai upaya mendidik bagi yang melanggar. 4. Pemberlakuan aturan khusus Setiap kegiatan yang mempunyai potensi besar menimbulkan bahaya dibuat aturan khusus yang dalam pelaksanaannya diawasi secara ketat.Misalnya jika ada pekerjaan pengelasan, harus mendapatkan ijin kerja dari kepala Bagian Teknik. Contoh lain adalah pekerjaan bongkar muat BBM atau larutan mudah terbakar, perlu dibuat aturan khusus. Demikian juga pekerjaan pekerjaan berbahaya lain harus dibuat aturan khusus dibawah pengawasan yang ketat.

18

5. PPE (personal protection equipment) atau APD (alat pelindung diri) Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, pesonal protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. Dalam hirarki hazard control atau pengendalian bahaya, penggunaan alat pelindung diri merupakan metode pengendali bahaya paling akhir. Artinya, sebelum memutuskan untuk menggunakan APD, metode-metode lain harus dilalui terlebih dahulu, dengan melakukan upaya optimal agar bahaya atau hazard bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Adapun hirarki pengendalian bahaya di tempat kerja, termasuk di pabrik kimia adalah sebagai berikut: 1.Elimination, merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya. 2.Reduction, mengupayakan agar tingkat bahaya bisa dikurangi.

3. Engineering control, artinya bahaya diisolasi agar tidak kontak dengan pekerja. 4.Administrative control, artinya bahaya dikendalikan dengan menerapkan instruksi kerja atau penjadualan kerja untuk mengurangi paparan terhadap bahaya. 5. Personal protective equipment, artinya pekerja dilindungi dari bahaya dengan menggunakan alat pelindung diri. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena resiko dari bahaya: Mata Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis powder, proyektil, gas, uap dan radiasi. APD: safety spectacles, goggle, faceshield, welding shield. Telinga Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB. APD: ear plug, ear muff, canal caps. Kepala Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut terlilit benda

19

berputar. APD: helmet, bump caps. Pernapasan Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency). APD: respirator, breathing apparatus Tubuh Sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau logam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi benda tajam, dust terkontaminasi. APD: boiler suits, chemical suits, vest, apron, full body suit, jacket. Tangan dan Lengan Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat, sengatan listrik, bahan kimia, infeksi kulit. APD: sarung tangan (gloves), armlets, mitts. Kaki Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan bahan kimia dan logam cair, aberasi. APD: safety shoes, safety boots, legging, spat.

20

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Pengelolaan lingkungan kerja di Industri Farmasi bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan Industri Farmasi saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pengaturan lingkungan kerja yang nyaman memberikan dampak positif bagi para pekerja. Tak dipungkiri lagi, lingkungan kerja menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan sebab lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja. termasuk kesehatan lingkungan kerja

B. SARAN Setiap Industri Farmasi diharapkan selalu menerapkan CPOB dan GMP dengan baik, disiplin dan selalu memperhatikan aspek-aspek kesehatan serta keselamatan seluruh karyawan beserta lingkungan kerjanya.

21

DAFTAR PUSTAKA

BPOM. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Jakarta: Badan POM. BPOM. 2009. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan POM Sumamur P.K. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung, 1988 http://zulkiflinasution.blogspot.com/2010/09/lingkungan-kerja-ala-iso-9000.html http://solucinum.wordpress.com/author/solucinum/ http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Perusahaan_farmasi_menurut_negara

22