Hiv

Embed Size (px)

Citation preview

I.

PENDAHULUAN

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus, anggota genus Lentivirus berasal dari Lentivirus primata ,merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency Syndrome (AIDS). Penyakit ini ditemukan pertama kali pada tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983. Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV. HIV -1 terdapat diseluruh dunia, sementara HIV-2 terdapat terutama di Afrika Barat. (hal 745 buku mikrobiologi) Kasus pertama AIDS dilaporkan Di Los Angeles oleh Dr. Gottlib yang dilaporkan dalam Morbidity and Mortality Weekly Report, Juni 1981: lima remaja homoseksual yang semuanya aktif seksual dengan gejala yang sama: penurunan imunitas dan infeksi Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) . Sedangkan Kasus pertama di Indonesia 1987 dilaporkan di Bali oleh Dr.Tuti Parwati yang didapat dari : Turis asing Homoseksual. (Toha Muhaimin Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Training HIV-Education ,Persatuan Dokter Peduli AIDS Indonesia. Jakarta, 12 Desembar 2009 ). Pada dua decade selanjutnya , AIDS tumbuh menjadi penyebab utama kedua beban penyakit di seluruh dunia dan menjadi penyebab utama kematian di Afrika. (lecture notes : penyakit infeksi). Jutaan orang diseluruh dunia telah terinfeksi. sekali terinfeksi, individu tersebut tetap terinfeksi sepanjang hidupnya. Dalam satu decade, apabila tidak diobati, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV mengalami infeksi oportunitis yang fatal akibat defisiensi system imun yang di induksi oleh HIV. AIDS merupaka salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling penting didunia pada awal abad ke-21. (hal 617 buku mikrobiologi).

II. EPIDEMIOLOGI Berbagai aspek budaya, social, dan perilaku yang berbeda menentukan karakteristik penyakit HIV di setiap daerah. Pada tahun 2002 diperkirakan terdapat 42 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS, dengan lebih dari 5 juta infeksi baru dan 3 juta kematian. Di Afrika, saat ini HIV menyerang 25-40%orang dewasadi Botswana, Afrika selatan,dan Zimbabwe, lebih dari 10 % disebagian besar Negara Afrika liannya kecuali Afrika Utara. Di AS dan Eropa bagian Utara, epidemic tertutama terdapat pada pria yang berhubungan seksual dengan pria, sementara di Eropa bagian selatan dan Timur, Vietnam, Malaysia, India timur laut, dan Cina, insidensi tertinggi adalah pada pengguna obat suntik. Di Afrika , Amerika selatan, dan sebagian besar Negara di Asia ternggara jalur penularan yang dominan adalah secara heteroseksual dan vertical. Penularan secara heteroseksual saat ini menyebabkan 25-30% infeksi baru di Eropa dan AS dengan ras dan etnik minoritas mewakili frkasi yang meningkat. Di Inggris, tiga perempat pasien dengan infeksi yang didapat secara heteroseksual baru saja tiba dari Negara dengan prevalensi tinggi HIV, terutama subsahara Afrika. ( hal 201 buku lecture notes penyakit infeksi).

penderita AIDS di Indonesia Jumlah kasus AIDS pertama kali masih terbilang sedikit, yaitu 5 kasus pada tahun 1987 dan sekarang jumlah kasusnya mencapai ribuan tiap tahunnya. Untuk tahun 2011 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan 30 Maret 2011 adalah 351 kasus. Secara kumulatif kasus AIDS dari 1 April 1987 sampai dengan 31 Maret 2011 adalah 24.482 kasus dan jumlah kematian yang diakibatkan sebanyak 4.603 orang. ( http://info-aidsindonesia.blogspot.com/2011/06/populasi-penderita-aids-di-indonesia.html ).

III. ETIOLOGI Penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) berasal dari lentivirus primata.Lentivirus merupakan anggota genus pada family retroviridae. HIV pada manusia berasal dari infeksi silang spesies oleh virus simian di daerah pedesaan Afrika, munkin akibat kontak langsung manusia dengna darah primata yang terinfeksi. ( buku mikrobiologi, hal 620). A. KLASIFIKASI lentivirus telah diisolasi dari berbagai spesies termasuk setidaknya 26 spesies primata selain manusia Afrika yang berbeda. Ada dua tipe virus AIDS manusia yang berbeda : HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan organisasi genom dan hubungan filogenik(evolusionar) dengan lentivirus primata lain. (mikrobiologi, hal 618) Secara phylogenetic HIV- 1 terbagi atas grup, subtipe, circulating recombinant form (CRF) dan sub-subtipe. Kelompok terbesar disebut grup M (main, major), kelompok lain disebut grup O (outlier) dan grup N (New, non M non O). Grup M tersebar luas dan merupakan penyebab tersering epidemi HIV diseluruh dunia . Grup O bersifat endemik di Cameroon dan negara sekitarnya di Afrika Barat dengan prevalensi sekitar 2-5 %, sedangkan grup N (New, non M non O) hanya didapatkan pada beberapa isolat dari Afrika. Subtipe dari grup M diberi nama abjad sesuai dengan urutan penemuannya dan sampai sekarang dikenal 9 subtipe yaitu Subtipe A, B, C, D, F, G, H, J dan K. Antara satu subtipe dengan subtipe lainnya dapat membentuk rekombinan yang disebut CRF (circulating recombinant form) dan sampai saat ini telah ditemukan sebanyak 34 CRFs. Dari HIV-2, sampai saat ini dikenal Subtipe A dan B, tapi sedikit sekali dibahas dalam jurnal, karena epidemi HIV disebabkan sebagian besar oleh HIV-1. (e-journal tuti) banyak isolate lentivirus telah didapatkan dari spesies primate selain manusia. Lentivirus primata memiliki lima garis keturunan filogenik utama. Simian immune-deficiency Virus (SIV) dari sooty

mangabeys ( tipe monyet di Afrika Barat) dan HIV-2 diduga merupakan varian dari virus yang sama, seperti isolate dari simpanse dan HIV-1. Susunan genom lentivirus primate (manusia dan simian) sangat mirip. Satu perbeaan adalah bahwa HIV1 dan virus simpanse memiliki gen vpu, sedangkan HIV-2 dan hampir semua SIV mempunyai gen vpx.(buku mikrobiologi, hal 619) B. STRUKTUR DAN KOMPOSISI LENTIVIRUS Genom RNA lentivirus lebih kompleks daripada genom RNA retrovirus yang bertransformasi. Virus mengandung tiga gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu : gag, pol dan env. Pada HIV Terdapat enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref, dan nef) yang mengatur ekspresi virus dan yang penting pada pathogenesis penyakit secara in vivo. Walaupun gen tambahan ini memperliahatkan sekuens homologi yang kecil diantara lentivirus, fungsinya dipertahankan. Protein Tat, berfungsi pada transaktivasi, sedangkan produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional gen virus lainnya. Transaktivasi oleh HIV sangat efisien dan dapat berperan dalam virulensi alamiah infeksi HIV. Protein rev, dibutuhkan untuk ekspresi protein structural virus. Rev memfasilitasi pengeluaran transkip virus yang belum terpotong dari nucleus; protein structural di translasi dari mRNA yang belum terpotongpada fase akhir replikasi virus. Protein Nef menginduksi produksi kemokin, memfasilitasi aktivasi sel T yang sedang beristirahat, dan mengatur ekspresi CD-4 dan MHC kelas 1. Gen Nef penting untuk Simian immune-deficiency Virus (SIV) untuk menjadi bersifat pathogen pada monyet. Protein Vpr meningkatkan transport kompleks virus praintregrasi ke dalam nucleus dan juga mengistirahatkan sel didalam fase G2 siklus sel. Protein Vif memacu invektifitas virion, terlihat dengna menekan efek protein inhibisi seluler yang terdapat pada beberapa sel manusia. (buku mikrobioogi, hal 617-618).

Sifat penting lentivirus : Virion Genom : sferis, diameter 80-100nm, inti silindris : RNA untai tunggal, linier sense positif, 9-10kb, lebih komples dari retrovirus onkogenik.

diploid, genom

Mengandung hingga enam gen replikasi tambahan. Protein : glikoprotein selubung memiliki variasi antigen, enzim

reverse transcrptase terdapat didalam virion, protease dibutuhkan untuk produksi virus yang infeksius. Replikasi : reverse transcriptrase membuat salinan DNA dari

RNA genom : DNA provirus menjadi cetakan untuk RNA virus. Maturasi plasma. Karakteristik yang menonjol : o o o o o anggotanya non-onkogenik dan mungkin sitosidal menginfeksi sel system imun, provirus tetap berhubungan secara permanen dengan sel, ekspresi virus terbatas pada beberapa sel secara in vivo. Menyebabkan penyakit progresif lambat dan kronik. Replikasi biasanya bersifat spesifik . : partikel menonjol keluar dari membrane

o

spesies kelompok ini termasuk agen penyebab AIDS (buku mikrobioogi, hal 617)

C.

STRUKTUR DAN MATERI GENETIK

(gambar 1)

(gambar 2)

HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion) . Virion HIV berbentuk sferis diameter 80-100 nm dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes. (mikrobiologi ,hal 617-619) selubung lipid virus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Inti virus mengandung protein kapsid terbesar yaitu p24, protein nukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA genom, dan tiga enzim virus yaitu protease, reverse transcriptase dan integrase . Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan merupakan target antibodi dalam tes screening HIV. Inti virus dikelilingi oleh matriks protein dinamakan p17, yang merupakan lapisan dibawah selubung lipid. Sedangkan. Genom virus yang berisi gen gag, pol, dan env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa protein prekursor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi protein mature. ( http://doctorology.net/?p=235 )

Protein virus disintesis sebagai poliprotein prekusor (Gag Pol [Pr160], Gag [Pr55], dan Env [gp160]) yang secara enzimatik diproses untuk membentuk protein virion yang matur. Gag-Pol dan Gag dipecah oleh PR protease virus untuk menghasilkan protein penanda yang lebih kecil. Env dipecah oleh PR seluler, menghasilkan SU gp120 dan TM gp41. Posisi tepat protein PR,RT, dan IN di dalam inti virus tidak diketahui. HIV-2 dan SIV tidak memiliki gen vpu, tetapi mempunyai gen vpx.

Produk SU gp120 gen env mengandung domain pengikat yang berperan untuk perlekatan virus ke molekul dan koreseptor CD4, menentukan tropisme limfosit dan makrofag, dan membawa determinan antigen utama yang memunculkan antibody penetral. Produk gen env TM gp41 terdiri dari domain transmembran yang melekatkan glikoprotein pada selubung virus dan domain fusi yang memfasilitasi penetrasi virus kedalam sel target. mikrobiologi , hal 618) (buku

Gejala gejala HIV Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar yang menimbulkan efek seperti demam (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan pembengkakan pada limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara 6 minggu dan 3 bulan setelah terjadinya infeksi. Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksi HIV sangat mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk menentukan apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV. Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan berkembangnya AIDS.

HIV menjadi AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah Syndrome akibat defisiensi immunitas selluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik keganasan berakibat fatal. Munculnya Syndrome ini erat hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV. Penderita AIDS dimasyarakat digolongkan kedalam 2 kategori yaitu : 1. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis (penderita AIDS positif). 2. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis (penderita AIDS negatif). Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai berikut: Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun & tidak dikategorikan sebagai AIDS. Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi saluran pernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh) Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru), atau

Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada saluran tenggorokan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paru-paru (bronchi) atau paruparu dan Sarkoma Kaposi). Penyakit HIV digunakan sebagai indikator AIDS.

Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang sehat, dapat diobati. Seberapa cepat HIV bisa berkembang menjadi AIDS? Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.

IV. PATOGENESIS Meskipun berbagai sel dapat menjadi target dari HIV, ada dua target utama infeksi HIV yaitu sistem imunitas tubuh dan sistem saraf pusat tetapi virion HIV cenderung menyerang limfosit T. Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresivitas penyakit infeksi HIV ke AIDS. Limfosit T menjadi sasaran utama HIV karena memiliki reseptor CD4+ (sel T CD4+), yang merupakan pasangan ideal bagi gp120 permukaan (surface glycoprotein 120) pada permukaan luar HIV (enveloped) . Molekul CD4+ merupakan reseptor dengan afinitas tinggi terhadap HIV. Hal tersebut menjelaskan adanya kecenderungan selektif virus terhadap sel T CD4+ dan sel CD4+ lainnya, yaitu makrofag dan sel dendritik. Selain berikatan dengan sel CD4+, glikoprotein pada selubung HIV, yaitu gp120 akan berikatan dengan koreseptor pada permukaan sel untuk memfasilitasi masuknya virus ke dalam sel tersebut. Dua macam reseptor kemokin pada permukaan sel CD4+, yaitu CCR5 dan CXCR4 yang dikenal berperan dalam memfasilitasi masuknya HIV. CCR5, reseptor untuk kemokin RANTES, MIP-1, dan

MIP-1 adalah reseptor yang predominan untuk strain makrofag tropic HIV-1. Sedangkan CXCR4, reseptor untuk kemokin SDF-1, merupakan koreseptor untuk strain limfosit tropik HIV-1.(buku mikrobiologi, hal 622) Reseptor CCR5 banyak terdapat pada makrofag dan reseptor CXCR4 banyak

terdapat pada sel T. Selubung HIV gp120 berikatan dengan gp41 akan menempel pada permukaan molekul CD4+. Pengikatan tersebut akan mengakibatkan perubahan yang menyebabkan timbulnya daerah pengenalan terhadap gp120 pada CXCR4 dan CCR5. Glikoprotein 41 akan mengalami perubahan yang mendorong masuknya sekuens peptida gp41 ke dalam membran target yang memfasilitasi fusi virus Dengan glikoprotein gp41 transmembran (transmembrane glycoprotein 41), maka akan terjadi fusi antara permukaan luar dari HIV dengan membran limfosit T CD4+, sedangkan inti (core) HIV melanjutkan masuk sel sambil membawa enzim reverse transcriptase . Bagian inti HIV yang mengandung RNA (single stranded RNA) akan berusaha membentuk double stranded DNA dengan bantuan enzim reverse transciptase yang telah dipersiapkan tersebut, kemudian dengan bantuan DNA polimerase terbentuklah cDNA atau proviral DNA. Proses berikutnya adalah upaya masuk ke dalam inti limfosit T dengan bantuan enzim integrase, maka terjadilah rangkaian proses integrasi, transkripsi yang dilanjutkan dengan translasi protein virus, serta replikasi HIV yang berlipat ganda yang nantinya akan meninggalkan inti. Setelah mengalami modifikasi, saling kemudian berusaha keluar menembus membran limfosit (budding) dan virion baru yang terbentuk siap menginfeksi limfosit T CD4+ berikutnya. Sel yang pecah akan mati, demikian proses ini terus berlangsung sehingga jumlah limfosit T CD4+ cenderung terus menurun dan perjalanan penyakit cenderung progresif. Karena sel CD4 penting dalam respons imun, maka berapapun penurunan hitung CD4 akan menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi oportunistik dan tumor yang terkait virus onkogenik (oncogenic virus-related tumour).

A.

INFEKSI HIV PADA MANUSIA

Perjalanan Infeksi HIV Perjalanan penyakit HIV merupakan perjalanan interaksi HIV dengan sistem imun tubuh. Terdapat tiga fase yang menunjukkan terjadinya interaksi virus dan hospes yaitu fase permulaan/akut, fase pertengahan/kronik dan fase terakhir/krisis (Mitchell and Kumar, 2003). Fase akut menandakan respon imun tubuh yang masih imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, fase tersebut ditandai oleh penyakit yang sembuh dengan sendirinya yaitu 3 sampai 6 minggu setelah terinfeksi HIV. Gejalanya berupa radang tenggorokan, nyeri otot (mialgia), demam, ruam kulit, dan terkadang radang selaput otak (meningitis asepsis). Produksi virus yang tinggi menyebabkan viremia (beredarnya virus dalam darah) dan penyebaran virus ke dalam jaringan limfoid, serta penurunan jumlah sel T CD4+. Beberapa lama kemudian, respon imun spesifik terhadap HIV muncul sehingga terjadi serokonversi. Respon imun spesifik terhadap HIV diperantarai oleh sel T CD8+ (sel T pembunuh, T sitotoksik cell) yang menyebabkan penurunan jumlah virus dan peningkatan jumlah CD4+ kembali. Walaupun demikian, penurunan virus dalam plasma tidak disertai dengan berakhirnya replikasi virus. Replikasi virus terus berlangsung di dalam makrofag jaringan dan CD4+ (Mitchell and Kumar, 2003; Saloojee and Violari, 2001).

Fase kronik ditandai dengan adanya replikasi virus terus menerus dalam sel T CD4+ yang berlangsung bertahun-tahun. Pada fase kronik tidak didapatkan kelainan sistem imun. Setelah bertahun-tahun, sistem imun tubuh mulai melemah, sementara replikasi virus sudah mencapai puncaknya sehingga perjalanan penyakit masuk ke fase krisis. Tanpa pengobatan, pasien HIV akan mengalami sindrom AIDS setelah fase kronik dalam jangka waktu 7 sampai 10 tahun (Mitchell and Kumar, 2003; Saloojee and Violari, 2001).

Fase krisis ditandai dengan hilangnya kemampuan sistem imun, meningkatnya jumlah virus dalam darah (viral load) dan gejala klinis yang berarti. Pasien mengalami demam lebih dari 1 bulan, lemah, penurunan berat badan dan diare kronis. Hitung sel T CD4+ berkurang sampai dibawah 500/L. (Mitchell and Kumar, 2003; Saloojee and Violari, 2001)

Pengaruh HIV terhadap system Imun

Transmisi HIV melalui mukosa genital yang merupakan transmisi utama, sel dendritic (DC) yang ada di lamina propria mukosa vagina akan menangkap HIV .DC bertindak sebagai antigen presenting cell (APC) dan mempresentasikan HIV ke limfosit CD4 sehingga dapat merangsang limfosit T nave. Hal ini terjadi karena DC mengekspresikan molekul Major histocompatibility complex (NHC) klas I , MHC kla II dan molekul kostimulator lain pada permukaannya. Setelah HIV tertangkap DC akan menuju kelenjar limfoid dan mempresentasikannya kepada sek limfosit t nave. Disamping mengangkut HIV kekelenjar limfe, DC juga mengaktivasi sel limfosit CD4, dengan demikian akan meningkatkan infeksi dan replikasi HIV pada sel limfosit Th. Terkatnya HIV ke Dc melalui pengikatan protein envelop gp120 pada sekelompok molekul yang disenut C-type lectin receptor. Termasuk dalam C-type lectin receptor adalah dendritic cell-spesific ICAM-3- grabbing non-integrin (DC-SIGN), mannose receptor dan langerin. Masing-masing molekul ini dapat mengikat gp120 dan lalu dipresentasikan pada sel DC yang berbeda. Molekul CD4 adalah reseptor utama untuk HIV; CD4 memiliki afinitas yang tinggi terhadap selubung virus. Koreseptor HIV pada limfosit adalah reseptor kemokin CXCR4. Pada awal infeksi,

isolate HIV yang pertama adalah M-tropik, namun semua strain HIV awalnya menginfeksi limfosit T CD4. Ketika infeksi berkembang , virus M-tropik yang dominan digantikan dengan virus T-tropik. Penyesuaian laboraturium isolate primer ini pada garis sel T yang tidak mati menghilangkan kemampuan menginfeksi monosit dan makrofag. Konsekuensi disfungsi sel T CD4 yang terjadi akibat infeksi HIV sangat merusak karena limfosit TCD4 memiliki peran penting dalam respons imun manusia. Sel ini berperan langsung maupun tidak langsung untuk menginduksi kesatuan yang luas dari fungsi sel limfoid dan non-limfoid. Efek ini meliputi aktivasi makrofag ; induksi fungsi sel T sitotoksik, sel natural killer, dan sel B, serta sekresi berbagai factor yang dapat larut yang menginduksi pertumbuhan dan difernsiasi sel limfoid dan mengenai sel hematopoietic. Pada saati ini, hanya sedikit fraksi sel T CD4 yang terinfeksi secara produktif. Banyak sel T yang terinfeksi mati, tapi fraksinya bertahan dan kembali ke keadaan memori istirahat. Hanya sedikit bahkan tidak ada ekspresi gen pada sel memori, dan sel ini menjadi reservoir jangka panjang, stabil, dan laten untuk virus. Bila terpajan dengan antigen, sel memori teraktivasi dan melepaskan virus yang infeksius. Reservoir laten sel memori yang terinfeksi perlahan-lahan rusak, dengan waktu paruh setidaknya 43 bulan.

Makrofag dan Monosit : Monosit dan makrofag berperan penting pada penyebaran dan pathogenesis infeksi HIV. Bagian tertentu monosit mengekspresikan permukaan antigen CD4 dan dengan demikian terikat dengan selubung HIV. Koreseptor HIV pada monosit dan makrofag adalah reseptor kemokin CCR5. Makrofag dan monosit berfungsi sebagai reservoir utama HIV didalam tubuh. Tidak seperti limfosit T CD4, monosit relative refrakter terhadap efek sitopatik HIV sehingga virus tidak hanya dapat

bertahan didalam sel, tetapi juga dapat dipindahkan ke berbagai organ didalam tubuh (seperti paru dan otak). Makrofag yang terinfeksi dapat terus menghasilkan virus untuk waktu yang lama.

Infeksi Oportunistik Penyebab utam morbiditas dan mortalitas diantara pasien dengan stadium lanjut infeksi HIV adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang didinduksi oleh agen yang jarang menyebabkan penyakit serius pada individu yang imunikompeten. Infeksi oportunistik biasanya tidak terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV hingga jumlah sel T CDE4 turun dari kadar normal sekitar 100 sel/l menjadi kurang dari 200 sel/L. Infeksi oportunistik yang paling sering pada pasien AIDS yang tidak diobati antara lain adalah sebagai berikut : 1. Protozoa 2. Fungi : toxoplasma albicans, Isospora belli, spesies Cryptosporidium. : Candida albicans, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis,

Histoplasma capsulatum, Pneumocytis jiroveci. 3. Bakteri : Myobacterium avium-imtracellulare, Myobacterium tuberculosis,

Listeria monocytogenes, Nocardia asteroids, spesies salmonella, spesies streptococcus. 4. Virus : Cytomegalovirus , virus Herpes simpleks, virus Varicella-zoster,

adenovirus, virus Poliomavirus JC, virus hepatitis B, virus hepatitis C. Koinfeksi oleh virus DNA dapat menimbulkan peningkatan ekspresi HIV pada sel secara in vitro. Infeksi herpesvirus umum terjadi pada pasien AIDS dan Cytomegalovirus diketahui

menghasilkan protein yang berfungsi sebagai reseptor kemokin dan dapat membantu HIV menginfeksi sel. Retinitis cytomegalovirus merupakan komplikasi ocular AIDS yang sering terjadi.

-

Penyakit Kulit dan Mulut : Sebagian besar pasien terkena pda saat tertentu dan jenis serta keparahan seringkali bergantung pada tingginya hitung CD4. Maslah kulit utama adalah dermatitis seboroik, xeroderma, folikulitis,scabies,tinea,herpes zoster,dan infeksi papilomavirus. Lesi oral atau mukokutan yang sering adalah kandidiasis oral atau vagina OHL, ulkus aftosa, herpes simpleks dan gingivitis. Pada HIV yang lebih lanjut sarcoma Kaposi (kutan dan oral ), moluskum kotangiosum, herpes simpleks mukokutan kronik dan berat, dan ulkus CMV (oral) sering terjadi.

-

Penyakit Gastrointestinal : Penurunan berat badan dan selera makan merupakan gejala umum apapun patologinya. Penyakit usus halus : sering berhubungan dengan diare cair bervolume banyak, nyeri perut, dan malabsorbsi. Bila terdapat imunnodefisiensi sedang (100-200 CD4 sel/mm3 ), Cryptosporidium, mikrosporidium, dan Giardia merupakan penyebab yang mungkin. Bila kadar CD4