7
Page Hipersensitivitas 2013 HIPERSENSITIVITAS TIPE 1 Bintoro Hermawan, Laras Novitasari, Novita Diana Ayu Candra Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta ABSTRAK Reaksi imunologis pada umumnya bermanfaat bagi tubuh, namun ada kalanya sistem ini bekerja melampaui kewajibannya. Reaksinya berlebihan dan sistem pertahanan terhadap bahan yang sebenarnya tidak membahayakan sangat hebat. Reaksi ini dikenal dengan istilah reaksi hipersensitivitas. Alergi merupakan suatu bentuk reaksi hipersensitivitas yang terjadi dengan diproduksinya antibodi IgE oleh sistem imun terhadap bahan yang tidak berbahaya tersebut. Bahan yang memprovokasi reaksi alergi berlebihan ini disebut alergen. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 yaitu mastosit mengikat Ig E melalui reseptor Fc. Ikatan antara antigen dan Ig E tersebutakan menimbulkan degranulasi mastosit yang melepas mediator. Oleh karena itu, sel mast dan basofil berkaitan erat dengan reaksi hipersensitivitas tipe I. PENDAHULUAN Reaksi tipe I (reaksi anafiklasis / immediate hypersensitivity), dikenal sebagai reaksi yang segera timbul sesudah alergen masuk ke dalam tubuh. Istilah reaksi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun 1906 diartikan sebagai reaksi panjamu yang berubah bila terpapar dengan bahan yang sama untuk kedua kali atau lebih. Alergen yang masuk tubuh akan menimbulkan respons imun dengan dibentuknya IgE yang kemudian diikat oleh reseptor Fc pada permukaaan sel mastosit, basofil. Bila tubuh yang sudah tersensitisasi ini terpapar oleh

Hipersensitivitas Tipe 1 (mekanisme respon imun)

  • Upload
    laras-n

  • View
    236

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hipersensitivitas Tipe 1 mengenai reaksi alergi. menjelaskan tentang mekanisme respon imun.

Citation preview

Page 1: Hipersensitivitas Tipe 1 (mekanisme respon imun)

Page

Hipersensitivitas 2013

HIPERSENSITIVITAS TIPE 1

Bintoro Hermawan, Laras Novitasari, Novita Diana Ayu Candra

Fakultas Farmasi

Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

ABSTRAK

Reaksi imunologis pada umumnya bermanfaat bagi tubuh, namun ada kalanya sistem ini bekerja

melampaui kewajibannya. Reaksinya berlebihan dan sistem pertahanan terhadap bahan yang sebenarnya

tidak membahayakan sangat hebat. Reaksi ini dikenal dengan istilah reaksi hipersensitivitas. Alergi

merupakan suatu bentuk reaksi hipersensitivitas yang terjadi dengan diproduksinya antibodi IgE oleh

sistem imun terhadap bahan yang tidak berbahaya tersebut. Bahan yang memprovokasi reaksi alergi

berlebihan ini disebut alergen. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 yaitu mastosit mengikat Ig E melalui

reseptor Fc. Ikatan antara antigen dan Ig E tersebutakan menimbulkan degranulasi mastosit yang melepas

mediator. Oleh karena itu, sel mast dan basofil berkaitan erat dengan reaksi hipersensitivitas tipe I.

PENDAHULUAN

Reaksi tipe I (reaksi anafiklasis / immediate

hypersensitivity), dikenal sebagai reaksi yang

segera timbul sesudah alergen masuk ke dalam

tubuh. Istilah reaksi yang pertama kali digunakan

Von Pirquet pada tahun 1906 diartikan sebagai

reaksi panjamu yang berubah bila terpapar

dengan bahan yang sama untuk kedua kali atau

lebih. Alergen yang masuk tubuh akan

menimbulkan respons imun dengan dibentuknya

IgE yang kemudian diikat oleh reseptor Fc pada

permukaaan sel mastosit, basofil. Bila tubuh

yang sudah tersensitisasi ini terpapar oleh

alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat

IgE spesifik dan akan menimbulkan degranulasi

sel mastosit atau basofil. Degranulasi akan

mengeluarkan mediator, antara lain histamin,

slow reacting substance of anaphylactic (SRS-A)

atau leukotrin, prostaglandin, serotonin,

bradikinin, eosinophil chemotactic factor of

anaphylactic (ECF-A), arginin esterase dan

heparin yang terdapat dalam granul-granul sel.

Mediator- mediator ini akan menimbulkan gejala

reaksi hipersensivititas tipe I. Yang dapat berupa

penyakit-penyakit rinitis alergi, asma bronkial,

urtikaria dan dermatisis atopik. (Cora, 2001)

Asal dan distribusi sel mast

Sel mast merupakan bagian dari sel

pengembara jaringan ikat yang memiliki

pseudopodia untuk melakukan mobilisasi.

(Fawcett, 1986)

Pada dasarnya sel mast terdapat pada semua

organ, terutama pada jaringan mukosa paru-paru,

traktus digestivus, dan kulit. Kepadatan sel mast

di dalam kulit normal manusia sekitar

10000/mm3. (Fawcett, 1986), (Jalal, 1998)

Sel mast dari jaringan ikat mempunyai

beberapa persamaan karakteristik sitologikal dan

fungsional dengan basofil, tapi mereka

merupakan 2 sel yang berbeda jenis. Basofil

Page 2: Hipersensitivitas Tipe 1 (mekanisme respon imun)

Page

Hipersensitivitas 2013

berasal dari sumsum tulang, masuk ke dalam

sirkulasi darah, dan bermigrasi melalui endotel

venula masuk ke dalam jaringan ikat. (Fawcett,

1986), (Stevens and Lowe, 1997)

Sel mast berasal dari jaringan ikat,

ditemukan terutama di sekitar pembuluh darah

kecil dan berasal dari perivascular mesenchymal

cell. Penelitian baru mengindikasikan bahwa

keduanya berdiferensiasi dari sel stem

hemopoetik. Sel stem dari sirkulasi darah masuk

ke dalam jaringan ikat dan berdiferensiasi

menjadi sel mast. Sel mast juga dapat

berkembang dari sel mast yang sudah ada

dengan melakukan pembelahan mitosis.

(Baratawidjaja, 1993) (Fawcett, 1986) (Stevens

and Lowe, 1997)

Produksi IgE

IgE diproduksi oleh sel plasma yang terletak

pada lymph node dan daerah yang mengalami

reaksi alergi, yaitu pada germinal senter pada

jaringan yang mengalami inflamasi. IgE berbeda

dengan antibodi yang lain dalam hal lokasinya.

IgE sebagian besar menempati jaringan dan

berikatan dengan permukaan sel mast dengan

reseptornya yang disebut FcεRI. Ikatan antigen

dengan IgE menyebabkan terjadinya

penggabungan silang antar reseptor yang

berakibat tersekresinya mediator kimia dari sel

mast. Mekanisme ini menyebabkan terjadinya

hipersensitif tipe I.

Basofil dan eosinofil yang teraktivasi juga

mengekspresikan FcεR sehingga dua macam sel

tersebut juga dapat mengikat IgE dan

berkontribusi pada munculnya reaksi

hipersensitif tipe I. Agar IgE dapat terbentuk

memerlukan antigen serta rute presentasi

tertentu. TH2 yang merupakan subset CD4 dapat

membelokkan sisntesis isotipe antibodi dari

bentuk IgM menjadi IgE. Pada manusia TH2 dari

subset CD4 dapat mengubah sintesis antibodi

dari IgM menjadi IgG2 dan IgG4 dan pada

mencit dari IgM menjadi IgG1 dan IgG3.

Antigen yang secara khusus dapat

mempengaruhi TH2 untuk membelokkan sintesis

antibodi menjadi IgE disebut alergen.

Mekanisme respon imun Hipersensitivitas

Tipe 1

Page 3: Hipersensitivitas Tipe 1 (mekanisme respon imun)

Page

Hipersensitivitas 2013

Hipersensitif tipe I dimediasi oleh IgE yang

menginduksi aktivasi sel mast. (Rifa’i, 2011)

Mastosit mengikat Ig E melalui reseptor Fc.

Ikatan antara antigen dan Ig E tersebut akan

menimbulkan degranulasi mastosit yang melepas

mediator. (Merijanti, 1999)

Reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai

dengan ikatan antara antigen oleh minimal 2

molekul Ig E pada permukaan sel mast. Ig E

melekat pada reseptor spesifik berafinitas tinggi

yang disebut FceRI. Ada 2 macam molekul

FceR, yang berafinitas tinggi terhadap Ig E yaitu

FceRI, dan FceRII yang afinitasnya lebih rendah.

Sel mast dan basofil mempunyai reseptor

berafinitas tinggi FceRI. Walaupun konsentrasi

Ig E di dalam serum sangat rendah dibandingkan

dengan Ig lain (< 1 g / ml), tetapi sudah

mencukupi untuk mengikat reseptor ini. Sel-sel

lain termasuk limfosit, netrofil, trombosit,

monosit, eosinofil dan sel dendritik juga

mempunyai reseptor terhadap Ig E sehingga juga

dapat mengikat Ig E, tetapi dengan afinitas yang

lebih rendah. Fungsi dari reseptor berafinitas

rendah ini tidak jelas. (Rifa’i, 2004) (Lee, 2007)

Sel mast diaktifkan apabila terjadi cross

linking atau bridging dari molekul FceRI oleh

ikatan antigen dengan Ig E yang menempati

molekul tersebut.

Pengaktifan sel mast menghasilkan reaksi

biologik sebagai berikut :

(i) terjadi sekresi sel mast, zat –zat yang telah

terbentuk dan disimpan dalam granula akan

dilepaskan keluar secara eksositosis atau

degranulasi.

(ii) sel mast mensintesa lipid mediator secara

enzimatik dari precursor yang tersimpan di

dalam membran sel.

(iii) sel mast membentuk dan mensekresi sitokin.

(Lee, 2007)

Pada proses degranulasi sel mast terjadi

pelepasan mediator kimia yang berkaitan dengan

manifestasi klinik alergi. Interaksi Ig E dengan

alergen pada permukaan sel mast mengakibatkan

aktivasi enzym proesterase (E) menjadi enzym

esterase aktif (E). Enzym ini mengakibatkan

agregasi mikrotubuli dalam sitoplasma sel mast

mendekati membran sel mast. Mikrotubuli ini

berfungsi sebagai saluran tempat keluarnya

mediator yang akan dilepaskan oleh sel mast.

Pelepasan mediator ini berlangsung bila terjadi

influks ion Ca2+ ekstraselular ke dalam sel mast.

Influks Ca2+ ini mengakibatkan membran sel

mast tidak stabil sehingga mudah ditembus oleh

mediator kimia.

Proses degranulasi sel mast dapat terjadi

akibat reaksi alergen dengan Ig E dan akibat

gangguan keseimbangan saraf otonom.

Degranulasi sel mast juga tergantung dari kadar

siklik AMP (cAMP) dan siklik GMP (cGMP)

pada sitoplasma sel mast yang dalam keadaan

normal selalu seimbang. Siklik AMP bersifat

menghambat proliferasi dan pembentukan

mikrotubuli, sedangkan cGMP bersifat menekan

efek cAMP. Bila konsentrasi cGMP lebih tinggi

dari konsentrasi cAMP, maka efek cAMP akan

Page 4: Hipersensitivitas Tipe 1 (mekanisme respon imun)

Page

Hipersensitivitas 2013

ditekan. Keadaan ini memudahkan terjadinya

proliferasi mikrotubuli yang pada akhirnya

memudahkan terjadinya degranulasi sel mast.

Rangsangan reseptor agonis b2 akan

meningkatkan kadar cAMP, sedang rangsangan

reseptor alfa akan menurunkan kadar cAMP.

Peningkatan cAMP menimbulkan

bronkodilatasi, sedang penurunan cAMP dan

peningkatan cGMP menimbulkan

bronkokonstriksi.

Faktor- faktor lain yang dapat mengaktifkan

mastosit yaitu hipoksia, obat opioid, antibiotik,

kontras, pelemas otot. Panas, sinar matahari,

dingin, dan tekanan merupakan rangsangan fisis

yang juga mengaktifkan sel mast.

KESIMPULAN

Sel mast memegang peranan penting dalam

mekanisme timbulnya gejala klinis dalam reaksi

hipersensitivitas tipe I . Hal ini berkaitan dengan

kemampuan sel mast dalam mengikat Ig E

melalui reseptor Fc. Ikatan antara antigen dan Ig

E akan menimbulkan degranulasi sel mast dan

melepaskan mediator kimia ke dalam jaringan.

Hal ini mengakibatkan timbulnya gejala

alergi berupa reaksi local seperti asma bronkial,

rinitis, konjungtivitis, dermatitis atopik, atau

reaksi sistemik seperti urtikaria dan syok

anafilaksis. Histamin merupakan mediator utama

yang dilepaskan oleh sel mast, mediator yang

lain adalah SRSA, Prostaglandin, ECFA, PAF,

Heparin, dan Enzym.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baratawidjaja, K. 1993. Penyakit alergi.

Yayasan Penerbit IDI. Jakarta.

2. Cora, Zalfina. 2001. Kolerasi Tes Kulit Cukit

Dengan Kejadian Sinusitis Maksila Kronis Di

Bagian Tht Fk Usu/Rsup H. Adam Malik

Medan Tahun 2001. Universitas Sumatera

Utara.

3. Fawcett, D.W. 1986. Connective tissue

proper. A textbook of Histology. In: Bloom,

W. and Fawcett, D.W. WB Saunders Co.

Japan. 11 th ed : 160 – 64.

4. Jalal, E. A. 1998. Mast cell konsep baru

tentang ciri morfologik dan fungsinya. Jurnal

Kedokteran Yarsi. 6 ( 3 ): 28 – 40.

5. Rifa’i, M. 2001. Diktat Alergi Dan

Hipersensitif. Universitas Brawijaya : Malang

6. Stevens, A., Lowe, J. 1997. Blood cells.

Human Histology. Mosby Co. U K. 2 nd ed, :

105.