Upload
laras-n
View
236
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hipersensitivitas Tipe 1 mengenai reaksi alergi. menjelaskan tentang mekanisme respon imun.
Citation preview
Page
Hipersensitivitas 2013
HIPERSENSITIVITAS TIPE 1
Bintoro Hermawan, Laras Novitasari, Novita Diana Ayu Candra
Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
ABSTRAK
Reaksi imunologis pada umumnya bermanfaat bagi tubuh, namun ada kalanya sistem ini bekerja
melampaui kewajibannya. Reaksinya berlebihan dan sistem pertahanan terhadap bahan yang sebenarnya
tidak membahayakan sangat hebat. Reaksi ini dikenal dengan istilah reaksi hipersensitivitas. Alergi
merupakan suatu bentuk reaksi hipersensitivitas yang terjadi dengan diproduksinya antibodi IgE oleh
sistem imun terhadap bahan yang tidak berbahaya tersebut. Bahan yang memprovokasi reaksi alergi
berlebihan ini disebut alergen. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 yaitu mastosit mengikat Ig E melalui
reseptor Fc. Ikatan antara antigen dan Ig E tersebutakan menimbulkan degranulasi mastosit yang melepas
mediator. Oleh karena itu, sel mast dan basofil berkaitan erat dengan reaksi hipersensitivitas tipe I.
PENDAHULUAN
Reaksi tipe I (reaksi anafiklasis / immediate
hypersensitivity), dikenal sebagai reaksi yang
segera timbul sesudah alergen masuk ke dalam
tubuh. Istilah reaksi yang pertama kali digunakan
Von Pirquet pada tahun 1906 diartikan sebagai
reaksi panjamu yang berubah bila terpapar
dengan bahan yang sama untuk kedua kali atau
lebih. Alergen yang masuk tubuh akan
menimbulkan respons imun dengan dibentuknya
IgE yang kemudian diikat oleh reseptor Fc pada
permukaaan sel mastosit, basofil. Bila tubuh
yang sudah tersensitisasi ini terpapar oleh
alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat
IgE spesifik dan akan menimbulkan degranulasi
sel mastosit atau basofil. Degranulasi akan
mengeluarkan mediator, antara lain histamin,
slow reacting substance of anaphylactic (SRS-A)
atau leukotrin, prostaglandin, serotonin,
bradikinin, eosinophil chemotactic factor of
anaphylactic (ECF-A), arginin esterase dan
heparin yang terdapat dalam granul-granul sel.
Mediator- mediator ini akan menimbulkan gejala
reaksi hipersensivititas tipe I. Yang dapat berupa
penyakit-penyakit rinitis alergi, asma bronkial,
urtikaria dan dermatisis atopik. (Cora, 2001)
Asal dan distribusi sel mast
Sel mast merupakan bagian dari sel
pengembara jaringan ikat yang memiliki
pseudopodia untuk melakukan mobilisasi.
(Fawcett, 1986)
Pada dasarnya sel mast terdapat pada semua
organ, terutama pada jaringan mukosa paru-paru,
traktus digestivus, dan kulit. Kepadatan sel mast
di dalam kulit normal manusia sekitar
10000/mm3. (Fawcett, 1986), (Jalal, 1998)
Sel mast dari jaringan ikat mempunyai
beberapa persamaan karakteristik sitologikal dan
fungsional dengan basofil, tapi mereka
merupakan 2 sel yang berbeda jenis. Basofil
Page
Hipersensitivitas 2013
berasal dari sumsum tulang, masuk ke dalam
sirkulasi darah, dan bermigrasi melalui endotel
venula masuk ke dalam jaringan ikat. (Fawcett,
1986), (Stevens and Lowe, 1997)
Sel mast berasal dari jaringan ikat,
ditemukan terutama di sekitar pembuluh darah
kecil dan berasal dari perivascular mesenchymal
cell. Penelitian baru mengindikasikan bahwa
keduanya berdiferensiasi dari sel stem
hemopoetik. Sel stem dari sirkulasi darah masuk
ke dalam jaringan ikat dan berdiferensiasi
menjadi sel mast. Sel mast juga dapat
berkembang dari sel mast yang sudah ada
dengan melakukan pembelahan mitosis.
(Baratawidjaja, 1993) (Fawcett, 1986) (Stevens
and Lowe, 1997)
Produksi IgE
IgE diproduksi oleh sel plasma yang terletak
pada lymph node dan daerah yang mengalami
reaksi alergi, yaitu pada germinal senter pada
jaringan yang mengalami inflamasi. IgE berbeda
dengan antibodi yang lain dalam hal lokasinya.
IgE sebagian besar menempati jaringan dan
berikatan dengan permukaan sel mast dengan
reseptornya yang disebut FcεRI. Ikatan antigen
dengan IgE menyebabkan terjadinya
penggabungan silang antar reseptor yang
berakibat tersekresinya mediator kimia dari sel
mast. Mekanisme ini menyebabkan terjadinya
hipersensitif tipe I.
Basofil dan eosinofil yang teraktivasi juga
mengekspresikan FcεR sehingga dua macam sel
tersebut juga dapat mengikat IgE dan
berkontribusi pada munculnya reaksi
hipersensitif tipe I. Agar IgE dapat terbentuk
memerlukan antigen serta rute presentasi
tertentu. TH2 yang merupakan subset CD4 dapat
membelokkan sisntesis isotipe antibodi dari
bentuk IgM menjadi IgE. Pada manusia TH2 dari
subset CD4 dapat mengubah sintesis antibodi
dari IgM menjadi IgG2 dan IgG4 dan pada
mencit dari IgM menjadi IgG1 dan IgG3.
Antigen yang secara khusus dapat
mempengaruhi TH2 untuk membelokkan sintesis
antibodi menjadi IgE disebut alergen.
Mekanisme respon imun Hipersensitivitas
Tipe 1
Page
Hipersensitivitas 2013
Hipersensitif tipe I dimediasi oleh IgE yang
menginduksi aktivasi sel mast. (Rifa’i, 2011)
Mastosit mengikat Ig E melalui reseptor Fc.
Ikatan antara antigen dan Ig E tersebut akan
menimbulkan degranulasi mastosit yang melepas
mediator. (Merijanti, 1999)
Reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai
dengan ikatan antara antigen oleh minimal 2
molekul Ig E pada permukaan sel mast. Ig E
melekat pada reseptor spesifik berafinitas tinggi
yang disebut FceRI. Ada 2 macam molekul
FceR, yang berafinitas tinggi terhadap Ig E yaitu
FceRI, dan FceRII yang afinitasnya lebih rendah.
Sel mast dan basofil mempunyai reseptor
berafinitas tinggi FceRI. Walaupun konsentrasi
Ig E di dalam serum sangat rendah dibandingkan
dengan Ig lain (< 1 g / ml), tetapi sudah
mencukupi untuk mengikat reseptor ini. Sel-sel
lain termasuk limfosit, netrofil, trombosit,
monosit, eosinofil dan sel dendritik juga
mempunyai reseptor terhadap Ig E sehingga juga
dapat mengikat Ig E, tetapi dengan afinitas yang
lebih rendah. Fungsi dari reseptor berafinitas
rendah ini tidak jelas. (Rifa’i, 2004) (Lee, 2007)
Sel mast diaktifkan apabila terjadi cross
linking atau bridging dari molekul FceRI oleh
ikatan antigen dengan Ig E yang menempati
molekul tersebut.
Pengaktifan sel mast menghasilkan reaksi
biologik sebagai berikut :
(i) terjadi sekresi sel mast, zat –zat yang telah
terbentuk dan disimpan dalam granula akan
dilepaskan keluar secara eksositosis atau
degranulasi.
(ii) sel mast mensintesa lipid mediator secara
enzimatik dari precursor yang tersimpan di
dalam membran sel.
(iii) sel mast membentuk dan mensekresi sitokin.
(Lee, 2007)
Pada proses degranulasi sel mast terjadi
pelepasan mediator kimia yang berkaitan dengan
manifestasi klinik alergi. Interaksi Ig E dengan
alergen pada permukaan sel mast mengakibatkan
aktivasi enzym proesterase (E) menjadi enzym
esterase aktif (E). Enzym ini mengakibatkan
agregasi mikrotubuli dalam sitoplasma sel mast
mendekati membran sel mast. Mikrotubuli ini
berfungsi sebagai saluran tempat keluarnya
mediator yang akan dilepaskan oleh sel mast.
Pelepasan mediator ini berlangsung bila terjadi
influks ion Ca2+ ekstraselular ke dalam sel mast.
Influks Ca2+ ini mengakibatkan membran sel
mast tidak stabil sehingga mudah ditembus oleh
mediator kimia.
Proses degranulasi sel mast dapat terjadi
akibat reaksi alergen dengan Ig E dan akibat
gangguan keseimbangan saraf otonom.
Degranulasi sel mast juga tergantung dari kadar
siklik AMP (cAMP) dan siklik GMP (cGMP)
pada sitoplasma sel mast yang dalam keadaan
normal selalu seimbang. Siklik AMP bersifat
menghambat proliferasi dan pembentukan
mikrotubuli, sedangkan cGMP bersifat menekan
efek cAMP. Bila konsentrasi cGMP lebih tinggi
dari konsentrasi cAMP, maka efek cAMP akan
Page
Hipersensitivitas 2013
ditekan. Keadaan ini memudahkan terjadinya
proliferasi mikrotubuli yang pada akhirnya
memudahkan terjadinya degranulasi sel mast.
Rangsangan reseptor agonis b2 akan
meningkatkan kadar cAMP, sedang rangsangan
reseptor alfa akan menurunkan kadar cAMP.
Peningkatan cAMP menimbulkan
bronkodilatasi, sedang penurunan cAMP dan
peningkatan cGMP menimbulkan
bronkokonstriksi.
Faktor- faktor lain yang dapat mengaktifkan
mastosit yaitu hipoksia, obat opioid, antibiotik,
kontras, pelemas otot. Panas, sinar matahari,
dingin, dan tekanan merupakan rangsangan fisis
yang juga mengaktifkan sel mast.
KESIMPULAN
Sel mast memegang peranan penting dalam
mekanisme timbulnya gejala klinis dalam reaksi
hipersensitivitas tipe I . Hal ini berkaitan dengan
kemampuan sel mast dalam mengikat Ig E
melalui reseptor Fc. Ikatan antara antigen dan Ig
E akan menimbulkan degranulasi sel mast dan
melepaskan mediator kimia ke dalam jaringan.
Hal ini mengakibatkan timbulnya gejala
alergi berupa reaksi local seperti asma bronkial,
rinitis, konjungtivitis, dermatitis atopik, atau
reaksi sistemik seperti urtikaria dan syok
anafilaksis. Histamin merupakan mediator utama
yang dilepaskan oleh sel mast, mediator yang
lain adalah SRSA, Prostaglandin, ECFA, PAF,
Heparin, dan Enzym.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baratawidjaja, K. 1993. Penyakit alergi.
Yayasan Penerbit IDI. Jakarta.
2. Cora, Zalfina. 2001. Kolerasi Tes Kulit Cukit
Dengan Kejadian Sinusitis Maksila Kronis Di
Bagian Tht Fk Usu/Rsup H. Adam Malik
Medan Tahun 2001. Universitas Sumatera
Utara.
3. Fawcett, D.W. 1986. Connective tissue
proper. A textbook of Histology. In: Bloom,
W. and Fawcett, D.W. WB Saunders Co.
Japan. 11 th ed : 160 – 64.
4. Jalal, E. A. 1998. Mast cell konsep baru
tentang ciri morfologik dan fungsinya. Jurnal
Kedokteran Yarsi. 6 ( 3 ): 28 – 40.
5. Rifa’i, M. 2001. Diktat Alergi Dan
Hipersensitif. Universitas Brawijaya : Malang
6. Stevens, A., Lowe, J. 1997. Blood cells.
Human Histology. Mosby Co. U K. 2 nd ed, :
105.