Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8
1
I. PENDAHULUAN
emanasan global menjadi isu penting dalam beberapa
tahun ini. Aktivitas manusia di muka bumi yang terus
meningkat mendorong terjadinya pemanasan global yang
sangat berdampak pada lingkungan. Beberapa dampak
yang ditimbulkan akibat pemanasan global terhadap
kawasan laut dan pesisir diantaranya adalah badai tropis
besar yang dapat membangkitkan gelombang tinggi,
kenaikan permukaan air laut (sea level rise), serta
timbulnya serangan gelombang pasang. Bahkan dalam
laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate
Change) [1] memproyeksi adanya kenaikan suhu
permukaan udara dan naiknya permukaan laut pada masa
yang akan datang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1
berikut ini.
Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate
change (IPCC) memperkirakan bahwa pada kurun waktu
100 tahun terhitung mulai tahun 2000 permukaan air laut
akan meningkat setinggi 15-90 cm dengan kepastian
peningkatan setinggi 48 cm [2].
Beberapa masalah yang nantinya akan timbul terlebih
lagi pada daerah pesisir pantai diantaranya peningkatan
banjir akibat badai, peningkatan erosi pantai, intrusi air
laut ke dalam air tanah, adanya gelombang pasang,
peningkatan tinggi muka air laut, dan masih banyak lagi.
Gambar. 1. simulasi iklim 1900-2100 (IPCC, 2007)
Di wilayah negara Indonesia sendiri, secara
meteorologis angin di Indonesia mempunyai
ketidakteraturan yang tinggi, ditandai dengan sering
terjadinya angin puting beliung yang dapat muncul secara
tiba-tiba dan gelombang tinggi yang terjadi di laut [3].
Contoh kecilnya di Indonesia adalah, pada tahun 2011 laut
setinggi 6 meter menghantam perumahan penduduk di
Kepulauan Riau Indonesia tepatnya di Kabupaten Natuna
[4]. Belakangan ini di tahun 2013 pada tanggal 14 Januari
terjadi gelombang besar yang mengakibatkan 9 rumah
penduduk hancur dan 28 rusak ringan tepatnya di dusun
Kacci-Kaci, Desa Tampalang, Keca.Tappalang, Kabupaten
Mamuju, Sulawesi Barat [5]. Wilayah pesisir sangat rentan
terhadap pengaruh perubahan iklim gelombang laut yang
disebabkan oleh pemanasan global.
Angin adalah udara yang bergerak karena bagian-bagian
udara didorong dari daerah bertekanan tinggi
(temperature dingin) ke daerah yang bertekanan rendah
(temperature panas), angin yang berhembus diatas
permukaan air akan memindahkan energinya ke air.
Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada
permukaan laut, sehingga permukaan air yang semula
tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di
atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah,
riak tersebut menjadi semakin besar, dan apabila angin
berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang.
Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus,
semakin besar gelombang yang terbentuk[6].
Perubahan iklim dunia akibat pemanasan global
merupakan elemen penting yang harus dipertimbangkan
untuk perencanaan jangka panjang kawasan pesisir. Oleh
sebab itu, dilakukan pendekatan klimatologi dengan
merekonstruksi kejadian masa lalu (hindcasting) pada
tinggi gelombang. Rujukan [7] menuliskan bahwa, pada
umumnya, kondisi gelombang merupakan salah satu
driving forces yang menyebabkan kerusakan lingkungan
HINDCASTING GELOMBANG MENGGUNAKAN DATA ANGIN DARI MRI-
JMA (METEOROLOGY RESEARCH INSTITUTE/JAPAN METEOROLOGY
AGENCY) DALAM KURUN WAKTU 1989 – 2003
Nurul Fitriah1, M. Zikra
2, dan Suntoyo
2
1
Mahasiswa Teknik Kelautan, 2
Dosen Pengajar Teknik Kelautan FTK-ITS
Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected]
P
Abstrak—Perubahan iklim dunia akibat pemanasan
global berdampak langsung pada lingkungan beberapa
tahun ini khususnya terhadap lingkungan pesisir dan
laut. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap
penyebab kerusakan lingkungan pesisir adalah iklim
gelombang dan hal itu dapat dipelajari dengan
memanfaatkan pemodelan gelombang. Dalam studi ini
untuk mempelajari perilaku iklim gelombang digunakan
pemodelan numerik WAM dengan input data angin dari
MRI/JMA dalam kurun waktu 15 tahun dengan resolusi
grid 1x1. Hasil studi menunjukkan prediksi distribusi
tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh angin secara
global dalam kurun waktu 1989 – 2003 mengalami
kenaikan probabilitas exceedance yang cukup jauh dari
ketinggian gelombang signifikan antara 1.5 m sampai
dengan 6.5 m sebesar 5%. Sedangkan dari hasil analisa
akurasi prediksi tinggi gelombang yang dimodelkan
menggunakan WAve Model (WAM) dengan data
pengukuran buoy dari NDBC (National Data Buoy
Center) milik NOAA (National Oceanic and
Athmospheric Administration), menunjukkan persentase
error untuk station 51003 dan 51004 (Hawaii) masing-
masing 0.308027% dan 0.116802 %, untuk station 41002
(Cape Hatteras, USA) sebesar 14.5541%.
Kata Kunci— WAM model, tinggi gelombang signifikan,
gelombang hindcast, validasi.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8
2
pesisir. Maka dari itu pemanfaatan pemodelan gelombang
sangat diperlukan dalam mempelajari hal tersebut. Dalam
rangka melakukan pemodelan, spektrum gelombang dan
data angin juga diperlukan.
Tugas akhir ini dilakukan dengan maksud untuk
mengetahui perilaku hindcasting tinggi gelombang
signifikan selama 15 tahun dan validasi terhadap hasil
tinggi gelombang signifikan yang dimodelkan
menggunakan WAM (Wave Model), dengan data tinggi
gelombang pengukuran lapangan menggunakan buoy milik
NDBC (National Data Buoy Center) dari NOAA
(National Oceanic and Atmospheric Administration).
II. URAIAN PENELITIAN
A. Pemodelan Numerik
Pemodelan numerik gelombang laut diperlukan dengan
tujuan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku
gelombang laut, pada saat pengamatan karakteristik
gelombang tidak dapat diketahui. Satu-satunya cara untuk
mengetahui karakteristik gelombang ini maka dilakukan
simulasi kondisi gelombang berdasarkan data angin [8].
Wind field, pada kenyataannya merupakan sistem yang
kompleks yang terdiri dari gerakan acak dalam tiga arah
spasial dan dari waktu ke waktu. Dalam pemodelan
gelombang, data angin disederhanakan menjadi komponen
horisontal tunggal pada setiap titik grid, berdasarkan nilai
rata-rata untuk interval waktu yang ditentukan, kualitas
input angin sangat penting untuk hasil akhir dari simulasi
gelombang, bahkan lebih karena dampak dari kesalahan
bersifat kumulatif dalam proses simulasi gelombang.
Khusus untuk tinggi gelombang yang digunakan dalam
studi ini, variabel yang digunakan adalah tinggi gelombang
signifikan yang merupakan tinggi rata-rata 1/3 dari semua
gelombang tertinggi yang tercatat pada rekaman
gelombang. Tinggi gelombang secara kasar harganya
hampir sama dengan tinggi gelombang yang teramati
secara visual.[9]
Pada penelitian-penelitian sebelumnya, Sterl dan Cotton,
1998 [10] melakukan simulasi gelombang dengan resolusi
grid 3x3 periode 15 tahun. Untuk penelitian kali ini akan
dimodelkan dengan resolusi grid 1x1 (1 = 111,319888
km) dalam periode 15 tahun, hal ini dimaksudkan agar
akurasi data lebih maksimal. Model yang akan digunakan
untuk mensimulasikan tinggi gelombang dalam penelitian
ini adalah model generasi ketiga yang dikenal sebagai
model numerik WAM.
B. Pemodelan Gelombang (WAM model)
Pada penelitian ini model numerik gelombang WAM
yang akan digunakan. Model numerik WAM adalah salah
satu model gelombang yang dikenal luas dan telah banyak
digunakan di seluruh dunia. WAM merupakan model
gelombang generasi ketiga yang menghitung perubahan
spektrum energi gelombang secara eksplisit dengan
didasarkan pada integrasi numerik dari persamaan
kesetimbangan energi. Persamaan spektrum energi
gelombang yang digunakan adalah sebagai berikut:
1(cos ) ( cos ) ( ) ( ) totF F F F St
(1)
tot in nl disS S S S (2)
Dimana :
F = spektrum energi gelombang (f, θ, φ, λ)
= latitude (garis lintang)
λ = longitude (garis bujur)
θ = arah
t = waktu
Sin = interaksi angin gelombang
Snl = interaksi nonlinier antar gelombang
Sdis = disipasi gelombang
Stot = sumber energi
Suku yang terletak pada sisi kiri pada persamaan (1)
merupakan suku-suku perubahan lokal densitas
(kerapatan) energi gelombang, perambatan dan perubahan
frekuensi dan refraksi yang dipengaruhi oleh variabilitas
kedalaman dan faktor arus. Untuk suku-suku yang terdapat
pada bagian kanan dari persamaan (1) merupakan suku-
suku sumber dan disipasi (2)
Metoda yang dikembangkan oleh Jansen (1991)
rujukan[11] tentang angin sebagai suku sumber energi
yang digunakan dalam WAM adalah:
4 2
22 log , , 1a m
in
w
S f x F f if
(3)
Dimana: 2
0*
2
*
.exp
g zU
C U x
(4)
* cosalp w
Ux z
C
(5)
*0
1 w
Uz
g
(6)
Dengan adalah bilangan von Karman, m konstan
bernilai 1.2, a rapat jenis udara, w rapat jenis air,
variabel tidak berdimensi yang mewakili tinggi kritis, dan
z0 adalah panjang kekasaran permukaan.
Selanjutnya dengan memperhatikan kesetimbangan
momentum udara, maka tegangan (stress) yang diberikan
oleh angin sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan dan
diberikan oleh persamaan (7)
2
DC U L (7)
Dengan koefisien drag CD adalah
2
0/ ln /DC L z (8)
Dimana L disini adalah tinggi rata-rata pengukuran
kecepatan angin (L=10m), sedangkan stress yang
ditimbulkan oleh gelombang diberikan oleh persamaan
berikut:
.cosw w wF dfd (9)
Untuk Suku disipasi yang digunakan di model WAM
merujuk pada persamaan yang diberikan oleh Komen et al
(1994) rujukan[12] adalah: 2
2
53,33 .10db
pm
S F
(10)
Dimana
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8
3
1 ,E F f df d (11)
,E F f df d (12)
Nilai (parameter kecuramanan gelombang) diberikan
oleh persamaan: 4 2.E g Sedangkan parameter kecuraman gelombang
berdasarkan spektrum Pierson Moskowits, diberikan
dengan nilai PM = 4.57 x 103.
Suku sumber interaksi nonlinier gelombang diberikan
oleh:
3 4 1 2 3+ 4 3 4 1+ 2 ( 1, 2, 3, 4) (13)
Suku disipasi yang ditimbulkan oleh gesekan dasar
diberikan oleh Hasselman et al (1985) rujukan[13] melalui
persamaan:
0.076. . ,sinh 2
dis
kS F f
g kh (14)
Model ini awalnya dikembangkan di Max-Planck-
Institut Meteorologi di Hamburg (Jerman) oleh S. dan K.
Hasselmann dengan bantuan P. Janssen dan G. Komen
(KNMI, Belanda), dan L. Zambreski dan H. Gunther
(GKSS, Jerman, ECMWF, Reading, UK). Model WAM
ini akan dijalankan menggunakan data kecepatan angin
dengan interval 1 jam hasil output dari model iklim global
MRI-AGCM3.2. WAM telah dipasang di sekitar 35
lembaga dunia luas dan digunakan untuk aplikasi
penelitian dan juga operasional. Hal ini juga diterapkan
untuk menginterpretasikan dan mengasimilasi data
gelombang satelit.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perilaku Hindcasting Gelombang Angin Selama 15
Tahun (1989 – 2003)
Berikut ini adalah grafik CDF (cumulative distribution
function) dari rata-rata tinggi gelombang signifikan (Hs)
secara global dalam 15 tahun yaitu dari tahun 1989 sampai
dengan 2003. (gambar 2)
Gambar 2. CDF Hs global selama 5 tahunan
Dari data tinggi gelombang signifikan 5 tahunan ini,
dapat diamati bahwa tinggi gelombang semakin tinggi tiap
5 tahunnya. Pada tahun 1989, rata-rata Hs tertinggi
berkisar 9.3m terjadi sebanyak 28.3%. Pada tahun 1993
terjadi peningkatan, rata-rata Hs tertinggi berada pada
ketinggian 10.8m terjadi 28. 4%. Di tahun 1998 rata-rata
Hs tertinggi menjadi 11.6m sebanyak 28.5%. Di tahun
2003 rata-rata Hs tertinggi meningkat menjadi 12.2m.
Dari tahun 1989-1993 rata-rata Hs rentang 1.5m sampai
dengan ketinggian 2.5m mengalami peningkatan
probabilitas exceedance sebesar 10%. Untuk rentang Hs
2.5m sampai 6.5m juga melami peningkatan probabilitas
sebesar 1.5%. Dari tahun 1993-1998 Hs 2m sampai dengan
ketinggian 4m mengalami kenaikan probabilitas
exceedance sebesar 2.5%, sedangkan dari ketinggian Hs
4m – 6.5m menurun sejauh 1%. Untuk tahun 1998 sampai
2003 tidak terjadi perubahan yang signifikan. Namun jika
dibandingkan dengan grafik tahun 1989 dengan 2003,
terjadi rentang probabilitas exceedance yang cukup jauh
dari ketinggian antara 1.5m sampai dengan 6.5m
meningkat sebesar 5%.
Hal tersebut bila ditinjau data Hs secara global, jika kita
tinjau lebih jauh pada area-area tertentu, contohnya pada
area perairan Pasifik Utara, Atlantik Utara dan Indonesia
sebagai berikut. (gambar 3.)
Gambar 3. Nesting wilayah Pasifik, Atlantik, dan Indonesia untuk rata-rata thn 2003
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8
4
PASIFIK
Samudra Pasifik adalah kumpulan air terbesar di dunia.
Perairan ini mencakup kira-kira sepertiga permukaan
Bumi, dengan luas sebesar 179,7 juta km² (69,4 juta mil²)
[14]. Dari tahun ke tahun wilayah Samudra Pasifik ini
mengalami perubahan tinggi gelombang yang cukup
ekstrim, dan dari pemetaan tinggi gelombang signifikan
secara global, tampak tinggi gelombang tertinggi berada di
wilayah perairan ini. Untuk mengetahui perilaku tinggi
gelombang pada perairan tersebut dapat dilihat pada grafik
CDF 5 tahunan area Pasifik pada gambar berikut ini.
Gambar 4. CDF Hs area Pasifik selama 5 tahunan
Dari data tinggi gelombang signifikan 5 tahunan untuk
area Pasific utara ini, dapat diamati bahwa tinggi
gelombang semakin tinggi tiap 5 tahunnya. Pada tahun
1989, rata-rata Hs tertinggi berkisar 7.5m. Pada tahun
1993 terjadi peningkatan, rata-rata Hs tertinggi berada
pada ketinggian 8.8m terjadi 22%, akan tetapi pada
rentang ketinggian 2m sampai 6m kejadiannya berkurang
sampai 5% dibandingkan dengan grafik tahun 1989. Di
tahun 1998 rata-rata Hs tertinggi menjadi 11.6m, dan
exceedance probabilitasnyapun meningkat. Di tahun 2003
rata-rata Hs tertinggi meningkat menjadi 12.2m.
ATLANTIK
Samudra Atlantik adalah samudra terbesar kedua di
dunia, meliputi sekitar 1/5 permukaan Bumi. Sama halnya
dengan Samudra pasifik, dari tahun ke tahun wilayah
Samudra Atlantik ini mengalami perubahan tinggi
gelombang yang cukup ekstrim, pada tahun 1989 dan
tahun 1993 seringkali terjadi badai topan atau hurricane di
samudra ini [15] [16]. Dari pemetaan tinggi gelombang
signifikan secara global, tampak tinggi gelombang
mengalami peningkatan dan penurunan di wilayah perairan
tersebut. Untuk mengetahui perilaku tinggi gelombang
pada perairan tersebut dapat dilihat pada grafik CDF 5
tahunan area Pasifik pada gambar. 5 berikut ini.
Gambar 5. CDF Hs area Atlantik selama 5 tahunan
Dari data tinggi gelombang signifikan 5 tahunan untuk
area Atlantik Utara ini, dapat diamati bahwa tinggi
gelombang semakin tinggi pada tahun 1993. Pada tahun
1989, rata-rata Hs tertinggi berkisar 9m. Pada tahun 1993
terjadi peningkatan yang sangat ekstrim menjadi 11m,
pada rentang ketinggian 1.5m sampai 6.5m kejadiannya
meningkat, paling jauh pada ketinggian 2.5m mencapai
20% tingkat kejadian dibandingkan dengan grafik tahun
1989. Pada tahun 1998 mengalami penurunan, begitu pula
dengan tahun 2003 mengalami penurunan sekitar 25% dari
grafik tahun 1993. Namun untuk gelombang rentang
ketinggian 2m - 3.5m mengalami peningkatan probabilitas
exceedance.
INDONESIA
Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi
garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan
Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra
Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di
dunia yang terdiri dari 13.487 pulau [17], [18] oleh karena
itu ia disebut juga sebagai Nusantara. Kondisi perairan di
Indonesia cukup tenang, berkisar 2.5m sampai 4m tinggi
gelombang yang tertinggi. Grafik CDF pada wilayah
perairan Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6. CDF Hs area Indonesia
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8
5
Dari data tinggi gelombang signifikan tahunan untuk
area perairan Indonesia ini, dapat diamati bahwa tinggi
gelombang pada tahun 1990, rata-rata Hs tertinggi berkisar
3.8m. Pada tahun 1993 terjadi penurunan, rata-rata Hs
tertinggi berada pada ketinggian 2.8m terjadi 22%. Pada
grafik tahun 1998 dan 1993 kita perhatikan tahun 1998
mengalami penurunan probabilitas exceedance pada
ketinggian 1m – 1.7m, akan tetapi dari 1.7m – 2.8m terjadi
peningkatan dibandingkan dengan tahun 1993. Untuk
tahun 2003, probabilitas exceedance terjadinya gelombang
setinggi 0.8m-2m mengalami peningkatan dari tahun 1998,
misalkan pada ketinggian 1.5m terjadi peningkatan sebesar
10%
B. Analisa Keakurasian Data Tinggi Gelombang
Signifikan
Data tinggi gelombang signifikan ini dibandingkan
dengan data acuan yang telah tersertifikasi yaitu dari data
Hs milik NDBC NOAA, dalam penelitian Tugas Akhir ini
titik lokasi yang menjadi bahan perbandingan adalah
lokasi di station 51003 yang terletak di daerah Hawaii,
station 51004 terletak di daerah Hawaii selatan, dan station
41002 terletak di Cape Hatteras, USA. lebih lengkapnya
lihat gambar 7, 8, dan 9 berikut. Data buoy dari
pengamatan lapangan milik NOAA ini dapat diunduh
gratis dari situs webite resminya di
http://www.ndbc.noaa.gov/. Dari titik-titik buoy NOAA
yang akan dijadikan sebagai acuan adalah station yang
memiliki data history periode 15 tahun dari tahun 1989
sampai 2003 dengan data pengukuran per jam dalam
analisa akurasi ini.
Gambar 7. Lokasi station 51003 di Hawaii
Gambar 8. Lokasi station 51004 di Hawaii selatan
Gambar 9. Lokasi station 41002 di Cape Hatteras,USA.
Pada koordinat longitude-latitude Buoy dan model
terdapat perbedaan yakni buoy dengan koordinat peta
0:180:0 sedangkan pada model dari 0-360 dengan
begitu perbandingan lokasi dapat dilihat dalam tabel 1
berikut ini.
Tabel 1. Perbandingan lokasi Buoy dan WAM model
station lokasi buoy
d (m) T lokasi model
lintang bujur lintang bujur
51003 19.018N 160.582W 4919 (15
thn)
19 199
51004 17.525N 152.382W 5082 17 208
41002 31.862N 74.835W 4297 32 285
Pada penentuan koordinat ini diambil yang paling
mendekati dengan lokasi buoy, namun dalam
kenyataannya grid resolusi dari lokasi buoy lebih kecil
dibandingkan dengan grid resolusi dari WAM model
dalam penelitian Tugas Akhir ini sehingga ada beberapa
ketidakcocokan dalam pengukuran data Hs gelombang.
Tapi untuk keseluruhan, data Hs model dan buoy ini hanya
terjadi perbedaan yang kecil. Grafik Probabilitas densitas
Hs dan U10 model dengan buoy station 51003, 51004, dan
41002 dapat diamati pada gambar berikut.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8
6
Gambar 10. Probabilitas densitas Hs dan U10 model dengan buoy station 51003
Gambar 11. Probabilitas densitas Hs dan U10 model dengan buoy station 51004
Gambar 12. Probabilitas densitas Hs dan U10 model dengan buoy station 41002
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8
7
Grafik probabilitas densitas dari distribusi tinggi
gelombang signifikan model dan buoy dapat dilihat pada
gambar 10, 11, dan 12. Pada garis berwarna biru
menunjukkan plot data dari WAM model, sedangkan garis
berwarna merah menunjukkan plot data Buoy NOAA.
Probabilitas densitas dari tinggi gelombang signifikan (Hs)
dan kecepatan angin pada ketinggian 10m (U10) diatas
permukaan laut di tiap-tiap lokasi tersebut menunjukkan
sedikit ketidakcocokan antara pengukuran buoy dan model
yang dilakukan. Korelasi terbaik ditunjukkan pada gambar
13 yaitu pada daerah Hawaii di perairan Samudra Pasifik
(station 51004). Dari ketiga lokasi tersebut menunjukkan
puncak grafik yang sama, dengan artian dari banyaknya
kedua data (data model dan data pengukuran buoy) yang
ada, kedua data menunjukkan angka terbanyak yang
muncul kurang lebihnya sama. Error yang terjadi dapat
dituliskan dengan rumus berikut ini [19] :
(15)
(16)
dimana RMSerror adalah Root Mean Square Error, Yn
adalah data Hs pengamatan buoy, Xn adalah data model,
N adalah jumlah data. Maka perbandingan parameter
statistik dari data Hs WAM model dan pengukuran buoy
NOAA dapat kita lihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2. Perbandingan parameter statistik buoy dan model
station
WAM
model
buoy
NOAA persentase
error
RMS
error mean Hs
(m)
mean Hs
(m)
51003 2.2008 2.2076 0.308027 0.0068
51004 2.3089 2.3116 0.116802 0.0027
41002 1.5446 1.8077 14.5541 0.2631
Error yang didapat disebabkan oleh faktor-faktor
tertentu, diantaranya adalah kondisi resolusi grid yang
tidak cukup dari kondisi di laut yang sebenarnya, dan juga
ketelitian dari alat buoy yang digunakan sebagai acuan.
Permukaan laut merupakan suatu bidang yang kompleks
dengan pola yang selalu berubah dan tidak stabil.
Gelombang yang banyak dijumpai di laut adalah
gelombang yang terbentuk oleh angin, ada juga gelombang
yang terbentuk dengan mekanisme lain namun frekuensi
kejadiannya relatif sedikit, atau mungkin kejadiannya tidak
mudah dirasakan atau disaksikan secara visual. Contohnya
yaitu gelombang tsunami yang mana gelombang ini
terbentuk akibat gempa bumi didasar laut, meskipun
kejadiannya tidak banyak, akan tetapi dampaknya relatif
luas, dan menelan banyak korban.
Mekanisme berikutnya yaitu gelombang yang cukup
besar dapat terjadi akibat jatuhnya meteor ke lautan.
Gelombang yang juga terjadi setiap hari namun tidak dapat
dilihat secara visual adalah gelombang pasang-surut atau
tidal waves. Hal berikutnya adalah gelombang yang timbul
oleh kapal yang melaju di permukaan laut. Tentunya masih
ada beberapa mekanisme pembentuk gelombang lainnya
rujukan[20]. Maka dari itu error dalam memodelkan suatu
bentuk gelombang yang dibandingkan dengan kondisi riil
dilapangan sering kali terjadi. Namun dalam beberapa
studi [19], [21] menyebutkan nilai error yang berkisar 10-
20% sudah sangat cukup untuk aplikasi di bidang teknik
kelautan khususnya di wilayah perairan dalam.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil studi menunjukkan, pemodelan tinggi gelombang
signifikan secara global dengan grid 1x1 distribusi tinggi
gelombang yang dibangkitkan oleh angin secara global
dalam kurun waktu 1989 – 2003 mengalami kenaikan
probabilitas exceedance yang cukup jauh dari ketinggian
antara 1.5 m sampai dengan 6.5 m sebesar 5%. prediksi
tinggi gelombang yang dikalibrasikan dengan data
pengukuran buoy dari NDBC (National Data Buoy Center)
milik NOAA (National Oceanic and Athmospheric
Administration) menunjukkan persentase error untuk
station 51003 dan 51004 (Hawaii) masing-masing
0.308027% dan 0.116802 %, sedangkan untuk station
41002 (Cape Hatteras, USA) sebesar 14.5541%. Untuk
hasil yang lebih maksimal, disarankan menggunakan
resolusi grid pemodelan yang jauh lebih tinggi, dan
menggunakan aplikasi pemodelan gelombang yang
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] IPCC, (2007). A Climate Model for the Twentieth
Century, diakses dari http://www.oocities.org/
[email protected]/Climate_Notes.html
pada tanggal 4 Maret 2013
[2] Mimura, N. And Hideo Harasawa (Eds), (2000).
Data book of Sea-Level Rise 2000, Centre for
Global Environment Research, National Institute
for Environmental Studies, Environmental
Agency of Japan.
[3] BMKG, (2010). Rencana Strategis (RENSTRA)
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
tahun 2010-2014. Peraturan Kepala Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nomor :
Kep.002 Tahun 2010 Hal.15
[4] (DTC/AK), (2011). Dihantam Gelombang Laut 6
Meter, Warga Natuna Mengungsi, diakses dari
http://www.buletininfo.com pada tanggal 6 Maret
2013
[5] Aprionis, (2013). Jalur trans Sulawesi Tampalang
nyaris putus, diakses dari
http://www.antarababel.com pada tanggal 6 Maret
2013
[6] Triatmodjo, Bambang, (1999), Teknik Pantai,
Beta Offset;Yogjakarta
[7] Vijaykumar, Nandamudi., Gault,Jeremy., Devoy,
Rebort., Assireu, Arcilan., Dunne, Declan.,
O’Mahony, Cathal. (2004). An experience on
wind hindcast to simulate a Wave Hindcast over
the Irish Sea. Brazilian congress of meteorology
29th
august – 3rd
September .
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. , No. , (2013) 1-8
8
[8] Holthuijsen, Leo, H. and Booij, Nico., (2007). A
Grid Model for Shallow Water Waves. journal of
coastal engineering. 261-270
[9] WMO, (1988). Guide to Wave Forcastingand
Analysis. WMO-No.702. Geneva-Switzerland:
secretariat of WMO
[10] Sterl, A., Komen, G.J., Cotton,P.D., (1998).
Fifteen year of global wave hindcasts using winds
from The European Centre for medium-range
weather forecasts reanalysis : validating the
reanalyzed winds and assessing the wave climate.
Journal of Geophysical Research, vol.103, no.c3,
pages 5477-5492
[11] Janssen, P. A. E. M., (1991). Quasi-Linear theory
of wind wave generation applied to wave
forecasting; J. Phys. Oceanogr., 21, 1631-1642.
[12] Komen, G.J., L.Cavaleri, M.Donelan, K.
Hasselmann, S. Hasselmann, dan P.A.E.M.
Janssen, (1994). Dynamic and Modelling of
Ocean Waves, 532 pp., Cambridge Univ. Press,
New York.
[13] Hasselmann, S., K. Hasselmann, J. H. Allender,
dan T.P. Barnett. (1985). Computations and
parameterizations of the nonlinear energy transfer
in a gravity wave spectrum. Part II.
Parameterizations of the nonlinear energy transfer
for application in wave models. Journal of
Physical Oceanography 15:1378-1391.
[14] Barkley, A., (1969). Oceanographic Atlas of the
Pacific Ocean. University of Hawaii Press,
hawaii
[15] Associated Press (June 1, 1989). 4 hurricane for
the Atlantic predicted in 1989. Star-News. diakses
dari http://news.google.com/newspapers?id=
Lb8sAAAAIBAJ&sjid=lxQEAAAAIBAJ&pg=4
610,13531&dq=1989+atlantic+hurricane+season
&hl=en pada tanggal 14 Juli 2013 jam 3:11 AM
[16] Burt, Christopher C. (2011). Super Extra-tropical
Storms; Alaska and Extra-tropical Record Low
Barometric. Diakses dari
http://www.wunderground.com/blog/
weatherhistorian/ article.html?entrynum=49 pada
tanggal 14 Juli 2013 jam 3:33 AM
[17] Andalan, Bobby. (2011). Indonesia Daftarkan
13487 Pulau ke PBB.
http://nasional.news.viva.co.id/ news/read/
260537-indonesia-daftarkan-13-487-pulau-ke-pbb
diakses tgl 8 Juli 2013 jam 10.11 AM
[18] Bambang. (2010). Indonesia has completed
surveys on its 13,000 islands.
http://www.antaranews.com/en/news/1282089150
/indonesia-has-completed-surveys-on-its-13-000-
islands diakses tgl 8 juli 2013 jam 10.12 am
[19] Ris, R. C., Holthuijsen,Leo,H. and Booij,Nico.,
(1999). A third-generation wave model for
coastal regions 2. Verification . JOURNAL OF
GEOPHYSICAL RESEARCH, VOL. 104, NO.
C4, PAGES 7667–7681, APRIL 15.
[20] Djatmiko, Eko B, (2012). Perilaku dan
Operabilitas Bangunan Laut di Atas Gelombang
Acak. ITSpress:Surabaya
[21] Ruessink, B.G., Walstra, D.J.R., Southgate, H.N.,
(2003). Calibration and verification of a
parametric wave model on barred beaches.
Coastal Engineering 48 (3), 139–149.