38
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan rongga orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit yang mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki- laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas. 1 Hifema traumatik merupakan salah satu akibat dari trauma okuli. Hifema adalah suatu keadaan di mana terjadi perdarahan pada bilik mata depan, dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer atau terjadi lima sampai tujuh hari sesudah trauma yang disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang 1

HIFEMA.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HIFEMA.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang

dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan

rongga orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit yang mengganggu fungsi

mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang

sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena

kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa

muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami

trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di

rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.1

Hifema traumatik merupakan salah satu akibat dari trauma okuli. Hifema

adalah suatu keadaan di mana terjadi perdarahan pada bilik mata depan, dapat

terjadi akibat trauma tumpul pada mata yang merobek pembuluh darah iris atau

badan siliar. Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut

perdarahan primer atau terjadi lima sampai tujuh hari sesudah trauma yang disebut

perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan

mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis

yang lebih buruk. Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu

peningkatan tekanan intraokuler, pembentukan sinekia posterior atau anterior, dan

katarak.1,2,3

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang hifema traumatik.

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui faktor-faktor prognostik dan tanda-tanda hyphema

traumatik.

1

Page 2: HIFEMA.doc

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada

berbagai literatur.

2

Page 3: HIFEMA.doc

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Bilik Mata Depan dan Vaskularisasi Mata

Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris.

Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal

iris. Ciri-ciri anatomi sudut ini adalah garis Schwalbe, jalinan trabekula (yang

terletak di atas kanalis Sclemm), dan taji-taji sklera. Garis Schwalbe menandai

berakhirnya endotel kornea. Jalinan trabekula berbentuk segitiga pada potongan

melintang, yang dasarnya mengarah ke korpus siliaris. Garis ini tersusun dari

lembar-lembar berlobang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu

filter dengan memperkecil ukuran pori ketika mendekati kanalis Schlemm. Bagian

dalam jalinan ini, yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan

uvea, bagian luar, yang berada di dekat kanalis Schlemm disebut jalinan

korneoskleral. Serat- serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan

trabekula tersebut. Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di

antara korpus siliaris dan kanalis Schlemm, tempat iris dan korpus siliaris

menempel. Saluran-saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 300 saluran

pengumpul, 12 vena aquous) berhubungan dengan sistem vena episklera.4

Gambar 1. Sudut Kamera Okuli Anterior

3

Page 4: HIFEMA.doc

Vaskularisasi Bola Mata

Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika,

yaitu cabang besar pertama dari arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang

ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus

menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang

memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-

cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi

glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai

otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke

kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis. Arteri siliaris

posterior brevis memperdarahi koroid dan bagian nervus optikus. Kedua arteri

siliaris posterior longus memperdarahi korpus siliaris dan saling beranastomosis

satu sama lain serta dengan arteri siliaris anterior membentuk circulus arterialis

mayor iris.4

Aliran vena orbita terutama melewati vena oftalmika superior dan inferior

yang juga menampung darah dari vena siliaris anterior dan vena retina sentralis.

Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fissura orbitalis

superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fissura orbitalis

inferior.4

Gambar 2. Vaskularisasi Bola Mata

4

Page 5: HIFEMA.doc

2.2. Definisi

Hifema traumatik merupakan hifema sebagai komplikasi umum dari

trauma tumpul dan trauma tembus pada mata yang menyebabkan gangguan

penglihatan. Hifema merupakan keadaan di mana terdapat darah di dalam bilik

mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat

trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur

dengan aquous humor (cairan mata) yang jernih. Bila pasien duduk, hifema akan

terlihat terkumpul di bawah bilik mata depan atau pun dapat memenuhi seluruh

ruang bilik mata depan. 1,2,5

2.3 Epidemiologi

Insiden hifema traumatik diperkirakan 12 kasus per 100.000 populasi,

dengan frekuensi pada laki-laki adalah tiga dari lima kasus lebih sering dari pada

wanita. Lebih dari 70% hifema traumatik terjadi pada anak-anak, dengan insiden

puncak pada usia antara 10 hingga 20 tahun. Pada Amerika Serikat, insiden

hifema traumatik adalah 17 hingga 20 kasus per 100.000 orang per tahun. 3,5

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade : 5

1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA

(20%)

3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)

4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

5

Page 6: HIFEMA.doc

gambar 3. Klasifikasi Hifema

2.5 Etiologi

Hifema traumatik disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti

terkena bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Tujuh puluh persen kasus

hifema traumatik terjadi pada usia di bawah 20 tahun dan benda- benda tersebut

dilaporkan sebagai objek penyebab hifema. Hifema yang terjadi karena trauma

tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola

mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid.

Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan

menimbulkan perdarahan. Selain trauma tumpul, hifema traumatik dapat

disebabkan oleh trauma tembus dengan merusak secara langsung vaskularisasi

okuli. 6

2.6. Patogenesis

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan

limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan

tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada

sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah,

6

Page 7: HIFEMA.doc

antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliaris, arteri

koroidalis, dan vena-vena badan siliar.3,5

Gambar 4. Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul pada Mata

Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliaris.

Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut

bilik mata depan. Darah di dalam aquous humor dapat membentuk suatu lapisan

yang dapat terlihat (hifema). Trauma menyebabkan pergeseran posterior dari lensa

dan diafragma iris serta pelebaran sklera di zona ekuator yang menyebabkan

robeknya arteri mayor iris, cabang arteri badan siliaris, arteri koroid rekuren dan

vena. Perdarahan pada segmen anterior sering tampak pada pemeriksaan

menggunakan penlight dengan ditemukan darah mengisi bagian bawah bilik

anterior. Pada kondisi yang lain, perdarahan itu samar sampai hanya bisa dideteksi

sedikit pada pemeriksaan slit lamp (hifema mikroskopik). Pada manifestasi klinis,

lebih dari 50% darah pada hifema mengisi kurang dari sepertiga bilik mata depan

dan kurang dari 10% mengisi seluruh bilik depan. 7

Gambar 5. Hifema

7

Page 8: HIFEMA.doc

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan

primer. Perdarahan primer dapat sedikit atau banyak. Perdarahan sekunder

biasanya timbul pada hari ke-5 setelah trauma. Perdarahan sekunder dapat juga

terjadi pada hari kedua hingga hari ketujuh setelah trauma. Perdarahan biasanya

lebih hebat daripada yang primer. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi

karena resorpsi dari bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah

tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali. Perdarahan sekunder

dapat diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intraokular dengan prognosis yang

lebih buruk. Peningkatan tekanan intraokular ( lebih dari 22 mmHg) dapat

mengakibatkan terjadinya atrofi pada nervus optikus. Pada anak-anak dan dewasa,

peningkatan tekanan intraokular hingga 50 mmHg hanya dapat ditoleransi selama

lima hari sebelum terjadinya kerusakan pada nervus.2,3

2.7. Penegakan Diagnosis

Adanya riwayat trauma, terutama mengenai mata dapat memastikan

adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA,

kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi

dari konjungtiva dan perikorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar),

penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan anisokor pupil.

Kemungkinan dapat disertai gangguan umum yaitu letargi, disorientasi atau

somnolen.2

Anisokor pupil termasuk salah satu gejala klinis yang dapat ditemukan

pada hifema traumatik. Robeknya otot sfingter iris dapat mengakibatkan miosis

atau midriasis. Kombinasi dari kerusakan pada iris dan jaringan parut sebagai

respon terhadap peradangan selama 24 hingga 48 jam pertama dapat

menyebabkan penurunan reaktivitas pada pupil dan anisokor pada pupil.

Penurunan reaktivitas pupil juga dapat mengakibatkan fotofobia pada penderita

hifema traumatik.3

Fotofobia (tidak tahan sinar) terjadi akibat nyeri pada mata karena mata

tidak dapat merespon dengan baik terhadap datangnya cahaya. Cahaya terang

yang masuk ke mata seharusnya menyebabkan penyempitan pupil dan kontraksi

pada otot-otot iris. Namun, pada hifema, darah yang mengisi bilik mata depan

8

Page 9: HIFEMA.doc

dapat mengganggu penyempitan pupil karena peradangan yang terjadi pada iris

(iritis) oleh darah tersebut serta akibat turunnya reaksi pupil terhadap datangnya

cahaya.3

Gambar 6. Hifema pada 1/2 bilik mata depan

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan epifora dan

blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan

darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila

pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema

dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan,

pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining)

pada kornea, anisokor pupil.2,4

Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah

mengganggu media refraksi. Darah  yang mengisi kamera okuli  ini secara 

langsung dapat  mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat

bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini

disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa

darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor

aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada

di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan

kerusakan jaringan kornea.4

9

Page 10: HIFEMA.doc

Pemeriksaan

a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan : menggunakan kartu mata Snellen, visus

dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.

b) Lapangan pandang : penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler

okuler, glaukoma.

c) Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler.

d) Slit Lamp Biomicroscopy : untuk menentukan kedalaman kamera okuli

anterior, flare, dan sinekia posterior.

e) Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler.

f) Pemeriksaan laboratorium : pada ras tertentu seperti kulit hitam dan Hispanik,

perlu dilakukan pemeriksaan ke arah kemungkinan penyakit sickle cell

dengan cara pemeriksaan slide darah merah,elektroforesis hemoglobin, dan

fungsi pembekuan darah.

g) Pemeriksaan USG : untuk mengetahui adanya kekeruhan pada segmen

posterior bola mata, dan dapat diketahui tingkat kepadatan kekeruhannya.

Pemeriksaan USG dilakukan pada keadaan dimana oftalmoskopi tidak dapat

dilakukan oleh adanya kekeruhan kornea, bilik mata depan, lensa, karena

berbagai sebab atau perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema penuh).2

2.8. Penatalaksanaan

Manajemen penatalaksanaan hifema traumatik secara umum termasuk

hospitalisasi, tirah baring, siklopegik topikal, steroid topikal, sistemik, dan sedasi.

Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan,

namun pada dasarnya adalah :

1) Menghentikan perdarahan.

2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder yang merupakan

faktor risiko signifikan terjadinya glaukoma.

3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan

mempercepat absorbsi.

4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang

lain.

10

Page 11: HIFEMA.doc

5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.8

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan

hifema traumatik pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan

dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan

tindakan operasi.

Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi

1. Tirah baring

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala

diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler).

Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris.

2. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan hifema traumatik tidaklah

mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat

absorbsi dan menekan komplikasi yang timbul.

Antifibrinolitik

Pada hifema yang baru dan terisi darah segar pemberian obat anti

fibrinolitik bermanfaat untuk mencegah bekuan darah terlalu cepat diserap

dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu

sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan

sekunder dapat dihindari. Asam aminokaproat oral (100 mg/kg setiap 4

jam sampai maksimum 30 gram/hari selama lima hari) untuk menstabilkan

pembentukan bekuan darah sehingga menurunkan risiko perdarahan ulang.

Selain itu, dalam penelitian klinis, asam traneksamat oral dapat digunakan

sebagai antifibrinolitik dengan dosis 75 mg/kg/hari terbagi dalam tiga

dosis. Pada anak, asam traneksamat oral digunakan dengan dosis 25

mg/kg/hari.4,11

Steroid

Penggunaan steroid berupa topikal (prednisolone asetat 1% qid)

dan sistemik (prednisone 0,5-1,0 mg/kg/hari) digunakan sebagai

manajemen hifema. Prednisolone asetat 1% pada dewasa dan anak

diberikan dalam 1-2 tetes pada konjungtiva setiap empat jam per hari.

Steroid dapat mengurangi iritis dan spasme siliaris, meningkatkan

11

Page 12: HIFEMA.doc

kenyamanan pasien, menstabilisasi pembentukan bekuan, menurunkan

angka perdarahan sekunder, dan mencegah terjadinya sinekia posterior.

Penggunaan steroid merupakan kontraindikasi pada hifema dengan

glaukoma.11,12

Sikloplegik

Siklopegik berupa cyclopentolate 1% diberikan 1 tetes tiga kali

sehari atau scopolamine 0,25% 1 tetes dua kali sehari atau atropine 1% 1

tetes empat kali sehari selama lima hari bermanfaat dalam mengurangi

rasa nyeri. Penggunaan agen ini juga berguna untuk mencegah terjadinya

sinekia posterior yang dapat mengakibatkan disfungsi iris permanen.13

Sedasi

Terutama untuk anak yang gelisah, diberikan obat sedasi.2

Terapi lain

Tekanan intraokular dapat meningkat secara akut (dalam hitungan

jam, biasanya pada pasien dengan sickle cell disease), berbulan-bulan

hingga hitungan tahun. Maka, tekanan intraokular harus dimonitor per hari

hingga beberapa hari dan secara berkala tiap bulan. Tatalaksana pasien

hifema dengan peningkatan tekanan intraokular meliputi terapi topikal

dengan penyekat-β misal timolol 0,25% dua kali sehari. Analog

prostaglandin (misal latanoprost 0,005% malam hari), dorzalamide 2% dua

atau tiga kali sehari, atau apraclonidine 0,5% tiga kali sehari). Respon

terhadap pengobatan diperiksa setiap satu hingga dua jam sampai mulai

adanya penurunan tekanan intraokular kemudian diperiksa satu atau dua

kali sehari. Terapi oral dengan acetazolamide 250 mg per oral empat kali

sehari, dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol, dan sorbitol) dapat pula

digunakan bila terapi topikal tidak efektif. Bedah drainase glaucoma

mungkin diperlukan pada kasus-kasus yang sangat berat.4,13

Perawatan Operasi

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma

sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada

pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5

hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan

12

Page 13: HIFEMA.doc

bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal

> 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan

pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila

ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.2,9

Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior

perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama

9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari

keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :

1. Empat hari setelah onset hifema total

2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)

3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4

hari (untuk mencegah atrofi optic)

4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari

dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)

5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk

mencegah peripheral anterior synechiae)

6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya

dengan tekanan intraokular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika

tekanan intraokular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,

pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50

persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal

bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell

hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak

terkontrol dalam 24 jam.9

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :

1. Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan

cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut :

dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan

permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka

koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar

seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis.

13

Page 14: HIFEMA.doc

Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.

Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah

masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.

2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.

3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka

korneoscleranya sebesar 1200.8

2. 9. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah

perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping

komplikasi dari trauma sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak

dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya

hifema. 2,3,4,8,9

1. Perdarahan sekunder

Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 2 sampai ke 7, sedangkan

insidensinya sangat bervariasi, antara 16 - 20% kasus. Dilaporkan, perdarahan

sekunder merupakan komplikasi dari 4-35% kasus. Perdarahan sekunder biasanya

lebih hebat daripada yang primer.2,3

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan

sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan blokade pupil. Timbulnya

glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya

trabecular meshwork oleh gumpalan darah. Adanya darah dalam COA dapat

menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi

sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder

dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata

sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.2,4,9

3. Hemosiderosis kornea

Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam

bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan

sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat

dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan

14

Page 15: HIFEMA.doc

setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari

hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea

menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang

hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat

terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan

timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan

intraokuler. Gangguan visus karenahemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi

kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun).

Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis

bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.3,4,9

4. Sinekia Posterior

Sinekia posterior bisa timbul pada pasien hifema traumatik.Komplikasi ini

akibat dari iritis atau iridocyclitis. Komplikasi ini jarang pada pasien yang

mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan

evakuasi bedah pada hifema.3

5. Atrofi optik

Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.3

6. Sinekia anterior perifer

Terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama,

biasanya 9 hari atau lebih. Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan

dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah

pada sudut COA kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang

menyebabkan sudut bilik mata tertutup.3

6. Kornea Bloodstaining

Terjadi pada pasien yang memiliki hifema penuh yang menetap selama

setidaknya 6 hari dengan tekanan intraokular terus menerus lebih besar dari 25

mmHg. Secara umum, bentuk kornea noda darah terpusat dan kemudian

menyebar ke pinggiran endotelium kornea.3

2.10. Prognosis

15

Page 16: HIFEMA.doc

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera

okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan  tanpa disertai

glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan

hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami

glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut

menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah

mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam)

karena dapat menyebabkan kebutaan.2,3

Hifema yang penuh di bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih

buruk dibandingkan dengan hifema sebagian, dengan kemungkinan timbul

glaucoma dan imbibisio kornea. Keberhasilan penyembuhan hifema bergantung

pada tiga hal, yaitu :

Jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata

Apakah terjadi hifema sekunder

Apakah terjadi komplikasi akibat hifema 10

Sekitar 80% dari penderita hifema kurang dari sepertiga pengisian ruang

anterior kembali ketajaman visual 20/40 (6/12) atau lebih baik. Sekitar 60% dari

penderita dengan hifema yang menempati lebih dari satu setengah tapi kurang dari

total pada ruang anterior kembali ketajaman visual 20/40 (6/12) atau lebih baik.

Sementara, hanya 35% dari penderita dengan hifema total memiliki visual baik.3

BAB 3

16

Page 17: HIFEMA.doc

BAHAN dan METODE PENELITIAN

Selama lima tahun terakhir, 72 orang muda dirawat di rumah sakit

dengan diagnosis menderita suatu hyphema traumatis dan dibagi dalam tiga

kelompok sesuai dengan tingkat hyphema mereka.:

Tabel 1 Karakteristik demografi 72 Pasien

Umur 15-47

Jenis kelamin

Ras

Rata-rata, 24,4 tahun

58 laki-laki, 14 perempuan

Kaukasia 70, 2 non-Kaukasia

Dua pasien yang dilibatkan dalam penelitian ini memiliki sifat sickle cell dan satu

pasien dengan obat antikoagulan.

Pada pemeriksaan awal, diambil tentang keadaan spesifik bagaiman

trauma berlangsung dan juga riwayat medis umum tentang penyakit lainnya

(anemia, gangguan darah, obat yang digunakan, dan hati atau penyakit ginjal.

Tabel 2 Penyebab trauma-hyphema

Keributan

Kegiatan olahraga

Kecelakaan mobil

Kecelakaan industri

Penyebab lain

33

24

7

4

4

17

Tabel 3 Kegiatan olahraga terkait dengan hyphemas traumatis

tenis

basket

Polo air

sepak bola

voli

8

5

4

4

3

Page 18: HIFEMA.doc

Dilakukan pemeriksaan mata termasuk pemeriksaan rinci di slit-lamp

(celah-lampu), pengukuran tekanan intraokular (TIO), Pemeriksaan fundus ketika

itu (media mata yang jelas) dengan lensa 78 diopter atau dengan oftalmoskop

langsung. Tidak ada penggunaan tiga-mirror Goldmann atau goniolens jenis

lainnya selama pemeriksaan awal untuk menghindari tekanan pada mata dan

pendarahan sekunder. Kami melakukan gonioscopy setelah hyphema itu diserap

untuk memeriksa adanya resesi sudut yang memungkinkan.

Dalam kasus tertentu, pasien dilakukan computed tomography (CT) scan,

magnetic resonance imaging (MRI) dari orbit, atau β-ultrasonografi dengan

perawatan khusus diambil untuk tidak mengerahkan tekanan pada mata.

Selama perawatan di rumah sakit, pasien dilakukan pemeriksaan slit-lamp

(celah-lampu) harian dan pengukuran TIO dua kali sehari. Menurut ketinggian

hyphema pasien dibagi dalam tiga kelompok: Dalam kelompok pertama, 38

pasien dilibatkan dengan hyphema kecil (3-4 mm tinggi; Gambar 2); kelompok

kedua memiliki 22 pasien dengan hyphema sedang (Gambar 3) mencapai pupil

yang perbatasan; kelompok ketiga memiliki 12 pasien dengan hyphema parah

melibatkan total volume ruang anterior.

Gambar 2 : hyphema kecil (tinggi 3-4 mm)

18

Page 19: HIFEMA.doc

Gambar 3 : hyphema sedang mencapai pupil yang perbatasan.

19

Page 20: HIFEMA.doc

BAB 4

HASIL dan PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Strategi pengobatan terdiri dari posisi telentang di tempat tidur dengan

elevasi kepala pada sudut 30 °45 ° untuk memfasilitasi curah \darah dan

penyerapan. Dengan cara ini kita berkontribusi terhadap pencegahan komplikasi.

Obat pada semua pasien meliputi steroid topikal tetes dan mydriatic

ringan. Pada pasien tertentu di mana diamati sebuah TIO elevasi, kami

menggunakan tetes β-blocker dan / atau karbonat anhidrase inhibitor, dan elevasi

signifi TIO kami memperkenalkan inhibitor anhydrase karbonat per os.

Pada sebagian besar pasien (63 pasien; 87,5%) Hasil pengobatan yang

memuaskan dengan kontrol yang memadai dari TIO dan resolusi hyphema dalam

jangka waktu 3-24 hari.

Perdarahan sekunder diamati 3 hari dalam satu pasien dan 4 hari di dua

lainnya. Salah satu dari mereka memiliki sifat sickle cell (sel sabit), yang lain

pada obat antikoagulan yang telah dihentikan segera setelah terjadinya hyphema,

dan pasien ketiga mengalami hyphema moderat tanpa faktor predisposisi dikenal.

Dua pasien dalam kelompok ke-3 memiliki hyphema dengan durasi lebih

dari 20 hari dan berkelanjutan peningkatan TIO, sehingga mereka menjalani

operasi untuk mengevakuasi darah dari bilik mata depan dan menciptakan

iridectomy perifer.

Tujuh pasien dari kelompok yang sama, setelah penyerapan darah,

mengalami peningkatan terus-menerus dari IOP di atas batas normal dan mereka

diperlakukan sebagai pasien glaukoma sudut terbuka.

20

Page 21: HIFEMA.doc

4.2 PEMBAHASAN

Tanda-tanda klinis yang paling penting yang berhubungan dengan

prognosis dari hyphema traumatis, menurut pengalaman kami dan literature1-21

saat ini adalah sebagai berikut:

a. Ketinggian hyphema

Hyphema kecil dengan tinggi 3-4 mm, biasanya memiliki prognosa

lebih baik, karena perdarahan ruang anterior diserap selama 1 minggu

setelah cedera tanpa komplikasi lain. Sebaliknya dari prognosis yang

moderat dan terutama dari hyphemas parah.

b. Terulangnya Pendarahan

Terulangnya Pendarahan biasanya diamati antara hari dan 3 dan 5

merupakan nilai normal dari bekuan darah dapat terpecah di lokasi di

mana pembuluh darah mengalami trauma. Perdarahan sekunder biasanya

lebih berat, menempati total volume ruang anterior, dan menurut berbagai

sumber ditemui dengan frekuensi 0,4% menjadi 38% .Dalam penelitian

ini, perdarahan sekunder terjadi pada tiga pasien (4%). Dua yang pasien

risiko tinggi perdarahan ulang (sifat sel sabit dan antikoagulan obat-

obatan)

c. Warna Darah

Warna merah terang merupakan indikasi dari sirkulasi terus

menerus aqueous humor dan suplai oksigen efisien dalam ruang anterior.

Sebaliknya, Warna merah gelap atau hitam darah (karena transformasi

hemoglobin dalam methemoglobin) menunjukkan penghentian sirkulasi

aqueous humor dan kekurangan oksigen di ruang anterior, yang berarti

prognosis hyphema harus dibuat sangat hati-hati.

d. Elevasi TIO

Elevasi tekanan intraokular adalah primer dan paling serius komplikasi

hyphema karena peningkatan dari TIO dapat menyebabkan pewarnaan

21

Page 22: HIFEMA.doc

kornea dan saraf optik atrophy. Perubahan IOP setelah cedera dari luar

adalah sebagai berikut:

1. Elevasi moderat (? 24 mmHg) segera setelah cedera dengan durasi

6-18 jam, karena mekanik obstruksi trabecular meshwork. Selain

itu, bisa menjadi edema trabekular meshwork.

2. Pemulihan nilai normal TIO atau bahkan hypotony. Itu diamati dari

2 sampai 4 atau 5 hari dan meningkatkan risiko pendarahan

sekunder. Penyebab hypotony adalah pengurangan produksi

aqueous humor karena trauma badan siliar.

3. IOP Meningkat secara bertahap awal hari 5-6 dapat mencapai nilai

yang tinggi. Alasan untuk fenomena ini : kembalinya fungsi badan

siliar dan obstruksi berkelanjutan dari sirkulasi aqueous humor.

4. Kembalinya nilai norma TIOl karena penyerapan darah dan

restitusi fungsi trabekular meshwork setelah sekitar 4-18 hari.

e. Pewarnaan darah kornea

Perdarahan lama dari ruang anterior bersama dengan TIO yang tinggi

dapat menyebabkan darah masuk kornea dan hasilnya warna dalam kornea

berwarna kuning atau coklat terang. Faktor lain yang berkontribusi

terhadap komplikasi ini adalah kerusakan dan transformasi sel endotel

kornea dan microerosions membran Descemet sebagai konsekuensi dari

Kornea trauma. Pewarnaan darah dapat bertahan untuk jangka waktu yang

lama dan penyerapan dimulai dari pinggir menuju pusat kornea.

22

Page 23: HIFEMA.doc

BAB 5

PENUTUP

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata

depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur

dengan humor aqueus yang jernih.

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena

bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Penegakan diagnosis hifema

berdasarkan adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat

memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan

pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-

tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia, penglihatan ganda,

blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan

disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.

Penatalaksanaan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar

yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang

disertai dengan tindakan operasi. Tindakan ini bertujuan untuk : menghentikan

perdarahan, menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah

dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma

sekunder dan menghindari komplikasi yang lain, dan berusaha mengobati

kelainan yang menyertainya.

5.1 Kesimpulan Journal

Sebagai kesimpulan, prognosis dari hyphema traumatis tergantung pada tinggi

hyphema, warna, terulangnya perdarahan, waktu yang dibutuhkan untuk ruang

anterior membersihkan darah, dan sebagian besar pada kenaikan IOP dan kornea

pewarnaan darah kornea. Pasien dengan faktor predisposisi risiko komplikasi

yang lebih tinggi dan harus dipantau lebih serius.

5.2 Kelebihan dan Kekurangan Journal23

Page 24: HIFEMA.doc

Kelebihan :

Dalam journal ini dapat menjelaskan dan memperkirakan prognosis

dari hifema traumatik dilihat dari tanda-tanda klinis klasifikasi/

Terdapat data yang lengkap tentang responden mulai dari

epidemiologi, karakteristik demografi dan penyebab trauma hyfema.

Kekurangan :

Tidak terdapat proesentase angka yang spesifik dari prognosa

berdasarkan tanda-tanda klinis yang ada, prognosa yang terbaik-

terburuk.

Tidak terdapat penjelasan komplikasi yang dapat timbul dari setiap

tanda-tanda klinis.

Dalam journal ini hanya membagi ketinggian hyfema menjadi tiga

saja.

24

Page 25: HIFEMA.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhakti, Billy Candra. 2011. Trauma Tumpul pada Mata. SMF Bagian

Mata Universitas Sam Ratulangi : Manado.

2. Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : FKUI

press.

3. Sheppard, John D. 2011. Hyphema. Diakses pada 9 November 2012 di

http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview

4. Vaughan D, Taylor A, Riordan E.P. Anatomi dan Embriologi Mata :

Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. 2000. 1-29.

5. Andreoli M, Christopher dan Gardiner, Matthew F. 2011. Traumatic

Hyphema : Epidemiology, Anatomy, and Patophysiology. Diakses pada 9

November 2012 di

http://46.4.230.144/web/UpToDate.v19.2/contents/f37/15/38383.htm#H2

6. Dohuk Medical Journal Volume 2 Number 1. 2008. Traumatic Hyphema :

A Study of 40 Cases.

7. American Academy Ophthalmology. Traumatic Hyphema. Clinical Aspects of

Toxic and Traumatic Injuries. Session 8.388-403

8. Ilyas S. 2005. Hifema Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan.

Ke-3. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2005.85-88

9. Ilyas S. Milingky, et al. Ilmu Penyakit Mata edisi ke-2. CV Sagung Seto : Jakarta.

2002.77-79.

10. Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jilid II. Jakarta. 1981.312-322.

11. Ryan, Stephen J.2006. Retina Fourth Edition Volume III pada Trauma :

Principles and Techniques of Treatment page 2380.

12. Sulistia, et al. 2009. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan

Terapeutik FK UI : Jakarta.

13. Colby, Kathryn. 2012. Eye Contusions and Lacerations. Diakses pada 15

November 2012 pada

http://www.merckmanuals.com/professional/injuries_poisoning/eye_trauma/

eye_contusions_and_lacerations.html

25