Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HIDUP YANG BENAR MENURUT SURAT YAKOBUS
(SUATU STUDI APLIKATIF)
Anelda Hetis Endiana Alaukari
Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (SETIA) Jakarta
Abstrak
Perubahan zaman tidak dapat dipungkiri memberi pengaruh atas manusia
dalam menampilkan membentuk sikap hidupnya. Zaman ini disebut orang sebagai era
globalisasi. Dalam perkembangan zaman, kebudayaan manusia terus mengalami
perubahan, termasuk standar moral dan nilai-nilai moral.
Dengan perubahan zaman, maka kehidupan manusia pun semakin berubah.
Sesungguhnya manusia perlu memiliki hidup yang benar, tetapi oleh karena dengan
perubahan zaman, maka manusia mengalami kemerosotan dalam kesucian hidup. Oleh
karena itu, supaya manusia dapat mengalami hidup yang benar, maka jalan terbaik
yang perlu ditempuh oleh orang-orang percaya adalah mesti kembali kepada sumber
hidup yang benar, yakni Yesus Kristus (bnd. Yoh. l7:l7). Hal ini berarti Kristuslah satu-
satunya yang dapat menolong setiap orang untuk memiliki hidup yang benar.
Hidup yang benar mesti ditandai dengan iman. Penekanan iman di sini adalah
percaya sungguh-sungguh kepada Kristus Yesus. Tetapi iman tidak bisa terlepas dari
perbuatan oleh karena perbuatan merupakan bagian dari iman artinya orang percaya
yang beriman kepada Tuhan perlu melakukan perbuatan yang baik. Yakobus
mengemukakan, bahwa, “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada
hakikatnya adalah mati (2:17). Untuk itu jika mau supaya orang percaya tetap memiliki
hidup yang benar, maka semestinya beriman yang serius kepada Kristus dalam
melakukan perbuatan yang baik terhadap sesama manusia (bnd. 1:27) terlebih terhadap
Tuhan (bnd. I Tim. 4:8).
Dewasa ini, orang percaya atau manusia pada umumnya telah hilang kehidupan
yang benar bersama Tuhan, maka tanggung jawab pelayan Tuhan adalah berupaya
untuk menolong mereka supaya dapat berserah dan bersandar kepada sumber hidup
yang benar, yakni Kristus Yesus (bnd. Yoh. 14:6).
Ir. Amin Tjung, M. Div
Edison Djama, S. Th
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i
LEMBARAN PENGESAHAN LEMBAGA PENDIDIKAN ....................................... ii
LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ........................................... iii
LEMBARAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ............................................................ iv
ABSTRAKSI .................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................................... xx
BAB l PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ l
B. Rumusan Masalah.................................................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 4.
D. Pentingnya Penulisan ........................................................................................... 4
E. Hipotesis ................................................................................................................. 4
F. Ruang Lingkup Penulisan .................................................................................... 5
G. Metode Penulisan ................................................................................................. 5
H. Defenisi istilah ...................................................................................................... 5
I. Sistematika Penulisan ............................................................................................. 6
BAB II LATAR BELAKANG SURAT YAKOBUS
A. Penulis ................................................................................................................... 7
B. Waktu dan tempat penulisan Surat Yakobus ..................................................... 11
C. Alamat Surat Yakobus .......................................................................................... 13
D. Kehidupan jemaat di perantauan ........................................................................ 14
E. Tujuan penulisan Surat Yakobus ......................................................................... 17
F. Garis-garis besar Surat Yakobus .......................................................................... 18
BAB III HIDUP YANG BENAR MENURUT SURAT YAKOBUS
A. Cara Melihat Kehidupan yang Benar ................................................................. 20
1. Melihat pencobaan sebagai suatu kebahagiaan (Y ak. 1:2-5) ................. 20
a. Ketekunan (Yak. 1:3) ...................................................................... 21
b. Kematangan ( Yak. 1:4a) ................................................................ 23
c. Sempurna dan utuh. 1:4c) .............................................................. 24
d. Meminta hikmat dari Allah dalam iman (Yak. 1:5) ..................... 25
2. Cara mengatasi kesulitan yang benar (Yak.l) .......................................... 26.
a. Menghadapi pencobaan dan ujian yang benar (Yak.1:12-18).27
b. Menjadi pelaku Firman (Yak.1:19-27) ........................................... 28
c. Bersabar dalam penderitaan (Yak. 5:7-11) .................................... 31
3. Cara Menghadapi sesama manusia yang benar ...................................... 34
a. Tidak memandang muka (Yak. 2:1-13) ......................................... 34
b. Memperingatkan orang kaya (Yak. 5:1-6) ..................................... 36
c. Harus menguasai lidah (Yak. 3:142) ............................................. 37
d. Dapat mengendalikan hawa nafsu (Yak. 4: 1-10) ........................ 39
e. Tidak memfitnah (Yak. 4:11-12) .................................................... 40
f. Tidak melupakan Tuhan dalam setiap rencana (Yak.4:13-17).42
g. Saling mendoakan (Yak.5:12-20) ................................................... 43
BAB IV APLIKASINYA BAG! ORANG PERCAYA
A. Memiliki sikap yang benar ............................................................................ 46
B. Memiliki iman dan perbuatan......................................................................... 52
C. Memiliki penguasaan diri .............................................................................. 54
D. Hidup dalam Firman Tuhan .......................................................................... 55
E. Saling mendoakan ........................................................................................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 59
B. Saran ....................................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 62
BIODATA ........................................................................................................................ 64
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan membahas secara berturut-turut: Latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, pentingnya penulisan, hipotesis, ruang
lingkup penulisan, penjelasan judul, dan sistematikan penulisan.
Latar Belakang Masalah
Pada Hakikatnya, setiap orang yang mengaku percaya kepada Allah di dalam
Yesus Kristus, harus memahami pentingnya hidup yang benar untuk direalisasikan.
Kehidupan manusia seharusnya suci, karena hidup adalah anugerah Allah dan Allah
menuntut manusia untuk hidup menurut kehendak Allah. Akan tetapi, kenyataannya
manusia gagal dan tidak mampu mewujudkan hidup yang benar itu. Mengenai hal ini,
Donald S. Whitney menulis,
Banyak orang yang mengaku dirinya Kristen teryata hidupnya tidak disiplin
dalam hal rohani, akibatnya kehidupan Kristennya tidak banyak menghasilkan
buah dan menjadi lemah. Mereka mendisiplin diri dalam hal lain, misalnya
mengejar prestasi kerja dalam bidang usaha, tetapi sedikit sekali mendisiplin diri
dalam mengejar kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah.1
Dalam Yakobus 2:10-11 dinyatakan bahwa barangsiapa menuruti hukum itu
tetapi mengabaikan satu bagian dari hukum itu ia bersalah terhadap seluruhnya. Oleh
sebab ia yang mengatakan: “Jangan berzinah”, ia mengatakan juga: “Jangan
membunuh”. Jadi jika seseorang tidak berzina tetapi ia melakukan pembunuhan, maka
ia menjadi pelanggar hukum juga. Fakta membuktikan bahwa saat ini banyak orang
Kristen yang hidupnya tidak benar lagi: mengucapkan perkataan yang tidak senonoh,
berbohong, menyalahgunakan jabatan yang dipercayakan kepadanya, yaitu
menjadikan kesempatan itu untuk berbuat yang tidak benar, antara lain: korupsi,
kompromi dalam dosa, terlibat dalam kejahatan, pembunuhan, pemerkosaan,
perjudian, suka hal-hal yang porno yang membawa pikiran-pikiran kepada hal yang
negatif, perselingkuhan yang menyebabkan perceraian.
Selain itu, ada pula hamba Tuhan yang hanya pandai berkhotbah kepada jemaat
(di atas mimbar), namun kehidupannya sehari-hari masih terikat dengan dosa dan
tidak menjadi teladan bagi orang lain, khususnya bagi jemaat. Hal itu berarti, hamba
Tuhan tersebut tidak memiliki kredibilitas hidup yang baik dan pikiran yang jernih
serta motivasi yang benar dalam melayani Tuhan. Kenyataan ini terungkap ketika
1 Donald s. whitney, 10 pilar penopang kehidupan Kristen (Jakarta:LLB, 1997),hlm.19
diadakan konseling pribadi seperti yang dihimpun oleh majalah NARWASTU tahun
2002, yang mengisahkan tentang seorang pendeta yang memperkosa seorang janda.2
Kenyataan di atas membuktikan bahwa setelah kejatuhan, manusia tidak Iagi
mampu untuk mencerminkan peta dan teladan Allah, tetapi menunjukkan suatu sikap
hidup yang bertolak belakang dengan kehendak Allah. Dengan demikian, manusia
tidak Iagi melakukan kebenaran, tetapi semata-mata memiliki keinginannya untuk
berbuat dosa. “Perbuatan baik” yang ditunjukkan oleh seseorang hanya merupakan
suatu “kebaikan relatif", menurut ukuran manusia. Suatu perbuatan disebut “baik”,
apabila memenuhi tiga syarat, yakni dilakukan berdasarkan hukum yang benar, iman
yang benar, dan motivasi yang benar. Hal itu berarti bahwa hanya orang yang sudah
tersentuh oleh kasih karunia Allah di dalam Tuhan Yesus saja yang dapat melakukan
hal itu. Kasih karunia itulah yang memulihkan manusia kembali kepada posisi yang
seharusnya dalam rencana Allah.
Dengan demikian, mereka yang telah menikmati kasih karunia Allah (orang
percaya) dituntut untuk memiliki hidup yang benar dalam hubungannya dengan Allah,
sesama, diri sendiri, dan dunia (tempat di mana manusia diberi kuasa untuk mengolah,
memanfaatkan, dan melestarikannya). Berkaitan dengan hal ini, Sinclair B. Ferguson
menyatakan, “Mereka yang hidup tanpa mempraktikkan kebenaran bukan hanya
sedang berlaku sebagai orang Kristen murahan; melainkan mereka berlaku sebagai
orang yang sama sekali bukan Kristen."3
Selanjutnya, Yakobus menegaskan kebenaran ini dengan menganjurkan agar
orang punya bertekun dalam cara hidupnya. Di dalam Yakobus 2:17 tercatat bahwa jika
iman tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati.
R. C. Sproul menyatakan,
Iman yang demikian tidak membenarkan seorang pun, oleh karena iman itu
tidak hidup. Iman yang hidup menghasilkan perbuatan-perbuatan baik, tetapi
perbuatan-perbuatan baik itu bukan merupakan dasar dari pembenaran. Hanya
usaha yang telah dicapai oleh Yesus Kristus yang dapat membenarkan orang
bcrdosa.4
Iman yang membenarkan, adalah iman yang sungguh-sungguh menggerakan
seseorang supaya bertindak sesuai dengan komitmen iman dan kebenaran, sehingga
orang percaya dituntut untuk memiliki pola hidup yang benar, sesuai dengan perintah
Tuhan dan hidup yang demikian sangat cocok dengan prinsip Alkitab bahwa iman dan
perbuatan harus berjalan bersama. Iman Kristen yang benar harus terlihat dalam
2 NARWASTU (Jakarta: narwastu Murni, 2002), hlm.17 3 Sinclair B. Ferguson, Khotbah Di Bukit (Surabaya: Momentum, 2002), 33 4 R. C. Sproul, Kebenaran-kebenaran Dasar iman Kristen (Malang: SAAT, I997), hlm. 256
perbuatan yang benar: perbuatan kebenaran, perbuatan keadilan, dan perbuatan
kemurahan. 5
5 Pola Hidup Kristen (Jakarta: Gandum Mas, 1997), him. 282
BAB II
LATAR BELAKANG SURAT YAKOBUS
Surat Yakobus adalah surat yang tergolong “surat-surat umum” yang
merupakan Amsal PB karena penuh dengan hikmat ilahi dan instruksi praktis untuk
menjalankan kehidupan Kristen yang sejati atau kehidupan yang benar dengan gaya
penulisan yang tegas dan tepat.6 Secara teliti surat ini juga menyingkapkan bagaimana
iman yang disesuaikan dengan tingkah laku. Melalui latar belakang ini surat Yakobus
akan dibahas mengenai penulis, waktu dan penulisan, alamat yang ditujukan,
kehidupan jemaat di perantauan, garis-garis besar serta tujuan surat Yakobus.
Penulis
Penulis surat Yakobus tidak memperkenalkan dirinya dengan jelas, kebanyakan
kitab PB mengandung beberapa petunjuk yang memungkinkan dapat menjawab siapa
penulisnya. Dalam Alkitab PB, ditemukan beberapa orang yang bernama Yakobus.
Memang Yakobus adalah merupakan nama yang sangat umum dipakai di mana itu
diantaranya orang-orang Yahudi dan seorang yang beranama Yakobus yang
digambarkan sebagai “Seorang hamba Allah dan Yesus Kristus.” Drs.M.E. Duyverman
menyatakan, bahwa ada 5 orang yang bernama Yakobus dalam PB: Yakobus, anak
Zebedeus (Mrk. l:19; 3:17; 5:37; 10:35, 41; Kis. l:13; 12; 2 dll) Yakobus, anak Alfeus (Mrk.
3:18; Mat. 10:3; Kis. l:l3) Yakobus muda (Mrk. l 5:40; 6: 1) Yakobus ayah Rasul Yudas
(Luk. 6:16; Kis. l:13) dan akhirnya Yakobus saudara Yesus (Mrk. 6:3; Kis. 12:17; 15:l3;
21:18; Gal. l:l9; 2:9, 12; I Kor. 15:7).7
Berdasarkan keterangan di atas, sulit untuk menentukan penulis surat Yakobus
sebab banyak teolog yang bertentangan dengan penulis surat ini. Menurut J. Silow
Baxter menjelaskan bahwa ada 4 orang saja yang bernama Yakobus dalam PB. Kelima
nama itu, Yakobus anak Zebedeus dan Yakobus muda yang tidak termasuk.8
Kebanyakan orang sependapat dengan nama ini. Namun tidak ada cukup bahan-bahan
untuk mengambil kesimpulan yang pasti, sehingga pada akhir abad ke-4 barulah surat
ini mendapat kedudukannya menjadi lebih teguh dalam kanon.
Dari keterangan yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Yakobus murid Tuhan Yesus (saudara Yohanes) dan Yakobus saudara Yesus. Dari
kedua nama ini, umumnya ahli-ahli Alkitab lebih condong pada kenyataan bahwa
surat ini ditulis oleh Yakobus saudara Tuhan Yesus (Yak 1; Mat. 13:55; Mrk. 6:3; Gal.
1:19).9 Dengan alasan bahwa Yakobus murid Yesus (saudara Yohanes) mati syahid pada 6 Tim Penyusun, Alkitab penuntun, (LAI, I998), hlm. 2084
7 Drs.M.E.Duyverman Pembimbin Ke Dalam PB (Jakarta:BPK Gunung Mulia,1987), Hlm.150 8 ibid 9 Doreen Widjana, Surat Yakobus, (Bandung: Lembaga Literatur Baptis,2002), Hlm. 5
tahun 44 M (Kis. l:1-3) dan ia tidak terlalu memainkan peranan penting dalam cerita
jemaat mula-mula tentang Kisah Para Rasul, sedangkan Yakobus dan Yerusalem
(saudara Yesus) yang kelihatannya menjadi terkenal. Ia termasuk seorang tokoh utama
dalam Kisah Para Rasul dan juga dalam tulisan Paulus, ia berada dalam kedudukan
yang lebih baik untuk menulis kepada orang-orang Kristen lain tanpa memerlukan
pengantar lain kecuali namanya sendiri'.10 Karangan yang memakai nama tersebut
sebagai penulis, terlihat seorang yang cukup terkenal dan berwibawa di kalangan
sidang pembaca. Tetapi, penjelasan di atas ada kontradiksi dengan pendapat Dr. C.
Groenem Ofm bahwa, satu-satunya Yakobus yang secara dapat dicalonkan sebagai
penulis (Yak. 1:1) ialah Yakobus saudara Tuhan, kepada jemaat perdana di Yerusalaem.
Yakobus itu sama dengan Yakobus saudara Yesus yang disebut dalam Mrk.6:3 dan Mrk
15:14. Namun ada keberatan karena dilihat dari tahun penulis (menurut tradisi
dibunuh pada tahun 62 M), bagaimana mungkin Yakobus secara halus dan tepat dan
bagaimana mungkin Yakobus saudara Yesus, yang seumur hidup tinggal di Palestina
dapat mengetahui bahasa Yunani secara halus dan tepat dan bagaimana mungkin
Yakobus hanya dua kali menyebut nama Yesus (Yak. 1:1; 2:1).
10
John Drane, Memahami Perjanjiian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), Hlm. 467
BAB III
HIDUP YANG BENAR MENURUT SURAT YAKOBUS
Dalam bab ini akan dibahas tentang cara melihat kehidupan yang benar, cara
mengatasi kesulitan dengan benar dan cara menghadapi sesama manusia.
A. Cara Melihat Kehidupan Yang Benar
Kehidupan manusia adalah kehidupan yang dijalani menurut prinsip-prinsip.
Prinsip ini diambil dari sifat Allah melalui Alkitab yaitu hidup selalu bersekutu dengan
Kristus (l Tes. 5:10), hidup di dalam terang (l Yoh. 1:7) dan taat pada perintah-perintah
Allah serta keinginan untuk hidup seperti Kristus telah hidup (Yoh. 2:6).
Sebagai orang percaya hidup pasti mempunyai pengharapan. Pengharapan di
dalam Perjanjian Lama akan kehidupan yang benar telah dipenuhi dengan eskatologi
Perjanjian Baru sebagai hidup kebangkitan, karena inilah satu-satunya kehidupan yang
benar (sejati) yaitu Kristus itu sendiri. Selama manusia masih hidup di dunia ini ia
mengalami berbagai kesulitan dan kesusahan karena mesti penuh dengan perjuangan,
sebab tanpa perjuangan hidup tidak dinikmati. Sesungguhnya penderitaan itu
dipandang sebagai suatu kebahagiaan.
1. Melihat Pencobaan sebagai suatu Kebahagiaan
Dalam Alkitab ada banyak orang yang menjadikan kebahagiaan dari
kekalahannya dan kesusahannya. Mereka adalah seperti Daud yang terpaksa melarikan
diri daripada siksaan Raja Saul, Daniel yang dilarang melakukan ibadahnya, Paulus
yang dipenjarakan karena iman. Sehubungan dengan hal ini, maka Warren W. Wiersbe
menjelaskan bahwa untuk membuat pencobaan menjadi kemenangan atau
kebahagiaan, mesti menaati empal hal penting yaitu: sikap yang gembira, pikiran yang
mengerti, kehendak yang diserahkan dan hati yang ingin percaya.11
Jika kita lebih menghargai materi dan perkara-perkara jasmani lebih daripada
perkara-perkara rohani, maka tidak akan menganggap cobaan sebagai suatu
kebahagiaan. Jika kita hidup hanya untuk saat ini dan melupakan masa yang akan
datang maka pencobaan akan menjadi kepahitan dan tidak akan menjadi lebih. Tetapi
apabila pencobaan datang, ucapkanlah syukur kepada Tuhan dengan segera dan
ambillah sikap yang bergembira, jangan mencoba menghipnotis diri, melainkan
pandanglah pencobaan dengan mata iman. Yesus berkata “Berbahagialan orang yang
dianiaya oleh sebab kebenaran...” (Mat. 5:10). Hal ini membutuhkan ketekunan yang
berani dalam menghadapi penderitaan dan kesukaran.
11 Warren W. Wierbe, Dewasa Di Dalam Kristus (Banding: Kalam Hidup, 1999), Hlm 19
BAB IV
APLIKASI BAGI ORANG PERCAYA
A. Memilih sikap yang Benar
Sikap manusia biasa ditentukan oleh keadaan di sekelilingnya jarang untuk
mengambil keputusan sendiri. Apabila menghadapi pencobaan atau kesulitan apapun
selalu menganggap negativ, tidak memiliki sikap yang benar. Karena itu Yakobus
mengajak orang-orang percaya: untuk melihat dengan sikap yang benar. Melihat secara
positif dari pencobaan tersebut. “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan apabila kamu
jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan“ (Yak. l:2). Pada waktu menghadapi
pencobaan setiap orang perlu menilainya dengan mengingat apa yang sedang
dilakukan Allah terhadap orang tersebut. Dengan pencobaan itu sebenarnya ada
artinya bagi iman, yaitu sebagai pencobaan iman untuk lebih murni sehingga
menghasilkan ketekunan.
1. Ketekunan dalam Kristus:
Ketekunan berarti kesabaran, ketabahan, ketahanan, ketekunan. Dengan kata lain
arti kata ketekunan adalah bertahan menghadapi pencobaan apapun. Ketekunan secara
harafiah disebut kesabaran, yang artinya orang Kristen mesti bersikap tenang dan rela
menanggung pencobaan walaupun terus-menerus dipancing untuk menghilangkan
kesabaran. Menurut Jhon Murray, ketekunan berarti pengikatan pribadi kita dengan
pengabdian yang paling sungguh dan mendalam di dalam sarana-sarana yang
ditetapkan Allah demi untuk pencapaian maksud penyelamatan-Nya. Orang yang
tekun dan beriman yaitu yang tidak mudah putus asa, yang adalah digolongkan
sebagai orang yang dewasa kerohaniannya. Apabila menghadapi pencobaan atau ujian
perlu mengambil sikap yang benar melalui cara hidup yang benar. Yaitu bertekun,
tidak cepat diombang-ambingkan kalau diperhadapkan dengan tantangan perlu belajar
memutuskan persoalan sendiri, tidak terbawa-bawa dan tidak terserah. Ds. J. J.
Gunning yang mengemukakan, bahwa bukan ketekunanlah sikap insidental, juga
bukan sifat manusia. namun perlu berisikan pekerjaan sempurna, “supaya kamu
menjadi sempurna, “supaya kamu menjadi sempurna.” Ketekunan adalah sesuatu yang
diperlukan orang percaya seumur hidup.
Orang-orang Kristen perlu siap mengalami pencobaan dan penderitaan, tidak saja
datang dan tangan orang-orang kafir tetapi juga datang dari tangan orang yang
mengaku dirinya percaya. Penderitaan sebagai suatu kesempatan bagi orang-orang
percaya untuk bertekun dalam Tuhan, sebab melalui penderitaan dapat menikmati
kebahagiaan bersama Yesus pada masa yang akan datang. Perlu diingat bahwa setiap
penderitaan atau pencobaan yang dialami oleh orang-orang percaya, Tuhan
mempunyai maksud yang terindah dalam hal tersebut dan bahwa la akan mewujudkan
tujuan-Nya pada waktu-Nya dan untuk kemuliaan-Nya. Bagi manusia sulit
menerapkan kesabaran dalam kehidupannya, tetapi Allah menghendaki umat-Nya
tetap sabar dalam segala hal sebab Allah adalah panjang sabar. Kalau Allah
memerintah supaya umat-Nya tetap sabar tentu Ia sendiri akan memberikan
kemampuan untuk menjadi sabar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
A. Kesimpulan
Penulis Surat Yakobus adalah Yakobus saudara Yesus. Surat ini sesungguhnya
memancarkan sikap hidup orang-orang percaya yang berada di tanah perantauan.
Dalam menghadapi berbagai pencobaan dan penderitaan terlihat bahwa Yakobus
mengingatkan kepada mereka, apabila menghadapi pencobaan dan penderitaan mesti
melihat sebagai suatu kebahagiaan, yakni sesuatu yang sangat menguntungkan, artinya
bila orang percaya bertahan dalam pencobaan, maka akan mendapat mahkota
kehidupan (Yak. 1:12; bnd. Why. 2:10b). Hal kebahagiaan dalam Yakobus 1:12 seiring
dengan perkataan Tuhan Yesus dalam Injil Matius 5:10: “Berbahagialah orang yang
dianiaya oleh sebab kebenaran.”
Agar orang percaya bisa bertahan dalam penderitaan, maka perlu bertekun
dalam iman. Tekun berarti sabar, bertahan dan tabah. Orang yang tekun dalam
beriman tidak mudah putus asa adalah orang yang dewasa dan matang kerohaniannya.
Ketekunan adalah sesuatu yang diperlukan seumur hidup. Sebab itu iman orang
percaya perlu diuji supaya menjadi sempurna. Ketika Allah memanggil Abraham
untuk hidup dalam iman. Allah menguji dia untuk mengetahui sejauh mana imannya
kepada Dia. Dengan demikian Allah pun menguji orang percaya untuk mengeluarkan
yang terbaik. Yakobus melihat bahwa orang percaya di daerah perantauan menghadapi
berbagai penderitaan, sehingga membuat mereka bimbang, maka mereka tidak percaya
sungguh-sungguh kepada Kristus. Adanya pengaruh oleh kebudayaan sehingga
Yakobus menyatakan kepada orang-orang di perantauan agar tetap hidup dalam
kebenaran melalui iman yang sungguh kepada Kristus. Dengan demikian orang
percaya masa kini perlu meyakini dengan iman bahwa Tuhan ada. Oleh karena itu
tanpa adanya iman, maka orang percaya tidak dapat berhubungan dengan Allah.
Yakobus mendorong orang percaya agar benar-benar hidup dalam iman dan
tindakannya. Sebab iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati. Iman yang
benar adalah berdasarkan Firman Allah dan iman ini melibatkan manusia seutuhnya
dan menuntun kepada tindakan. Sebagaimana Abraham karena imannya, maka dia
dibenarkan di hadapan Allah dan kebenarannya dinyatakan melalui perbuatan hingga
ia dibenarkan di hadapan manusia dan kebenarannya dinyatakan. Penting bagi orang
yang menyatakan dirinya Kristen agar hatinya dan kehidupannya sendiri dan merasa
yakin bahwa ia memiliki iman yang benar, yang menyelamatkan iman dan
perbuatannya.
Dalam Surat Yakobus terlihat juga bagi orang percaya hidup di dalam kasih
Tuhan, yang tidak membedakan satu dengan yang lain. Yakobus tidak saling
menjatuhkan. Hidup yang benar adalah hidup yang mencerminkan kasih Kristus,
hidup yang saling menolong, saling mendoakan dan mengandalkan Kristus di dalam
segala rencana sebagai orang yang sudah percaya kepada Kristus mesti hidup yang
benar menjadi pelaku firman, menjadi Kristen yang dewasa, yang tahan menghadapi
badai pencobaan. Juga hidup dalam kekudusan “karena apabila kita ‘sudah tahan uji’
kita akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa
yang mengasihi Dia” (Yak. 1:12).