18
HIDRADENITIS SUPURATIVA A. PENDAHULUAN Hidradenitis supurativa (HS) adalah penyakit inflamasi kronis yang berasal dari kelenjar apokrin, yang dapat menjadi kronis dan cenderung menimbulkan sikatrik. Penyakit ini secara klinis ditandai dengan pembentukan nodul bulat dan abses dengan jaringan parut hipertrofik dan supurasi yang rekuren, menyakitkan dan dalam yang terjadi terutama pada area lipatan-lipatan kulit yang memiliki ujung rambut dan kelenjar apokrin. Penyakit ini cenderung menjadi kronis dengan ekstensi subkutan yang mengarah pada pembentukan jaringan parut hipertrofi, sinus, dan fistula. [1, 2] Daerah aksila, inguinal, dan perineal merupakan daerah yang sering terkena, sementara gluteal dan submamary jarang terkena. Penyakit ini biasanya terjadi setelah pubertas dan empat kali lebih banyak menyerang wanita daripada pria serta lebih sering terjadi pada orang yang obesitas. [1] Prevalensi kejadian HS diperkirakan 4,1%. Namun ada juga yang melaporkan prevalensi sekitar 1/3000. Berdasarkan ras, penyakit ini sering pada orang kulit hitam, karena kelenjar apokrin pada kulit hitam lebih banyak daripada orang kulit putih. Kejadian terbanyak 1

HIDRADENITIS SUPPURATIVA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Hidradenitis suppurativa by rizki setiawan

Citation preview

Page 1: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

HIDRADENITIS SUPURATIVA

A. PENDAHULUAN

Hidradenitis supurativa (HS) adalah penyakit inflamasi kronis yang berasal

dari kelenjar apokrin, yang dapat menjadi kronis dan cenderung menimbulkan

sikatrik. Penyakit ini secara klinis ditandai dengan pembentukan nodul bulat dan

abses dengan jaringan parut hipertrofik dan supurasi yang rekuren, menyakitkan dan

dalam yang terjadi terutama pada area lipatan-lipatan kulit yang memiliki ujung

rambut dan kelenjar apokrin. Penyakit ini cenderung menjadi kronis dengan ekstensi

subkutan yang mengarah pada pembentukan jaringan parut hipertrofi, sinus, dan

fistula.[1, 2]

Daerah aksila, inguinal, dan perineal merupakan daerah yang sering terkena,

sementara gluteal dan submamary jarang terkena. Penyakit ini biasanya terjadi

setelah pubertas dan empat kali lebih banyak menyerang wanita daripada pria serta

lebih sering terjadi pada orang yang obesitas.[1]

Prevalensi kejadian HS diperkirakan 4,1%. Namun ada juga yang melaporkan

prevalensi sekitar 1/3000. Berdasarkan ras, penyakit ini sering pada orang kulit

hitam, karena kelenjar apokrin pada kulit hitam lebih banyak daripada orang kulit

putih. Kejadian terbanyak pada masa pubertas sampai dewasa muda, dan masa

klimakterik dengan onset rata-rata pada umur 23 tahun. Penyakit ini dilaporkan

lebih sering pada perempuan, dengan perbandingan antara 2:1 hingga 5:1. Pada laki-

laki, lokasi tersering di area anogenital, sedangkan pada area aksila rasionya sama.[3]

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Etiologi HS masih belum diketahui pasti. Studi histologik pada HS

memperlihatkan hiperkeratosis folikular yang diikuti oleh ruptur epitel folikel dan

pelepasan keratin, sebum, bakteri dan rambut ke lapisan dermis menyebabkan

terjadinya suatu oklusi pada kelenjar apokrin. Terjadinya reaksi inflamasi pada

kelenjar apokrin yang dipicu oleh oklusi tersebut menyebabkan ruptur pada kulit,

1

Page 2: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

fibrosis, dan pembentukan sinus.[4] Infeksi sekunder oleh bakteri S. Aureus,

Streptococcus pyogenes, dan berbagai bakteri gram negatif lain dapat terjadi.[3]

Beberapa penyebab terjadinya HS antara lain:[3]

- Faktor genetik

Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit hidradenitis supurativa

diperoleh pada 26% pasien. Beberapa studi tidak menunjukkan adanya

hubungan dengan HLA. Namun beberapa studi lainnya menunjukkan adanya

penurunan autosomal dominan dengan single gene transmission. Namun, lokus

genetik yang terkait tidak ditemukan.

- Hormonal

Kecenderungan terjadinya hidradenitis supurativa ketika pubertas atau setelah

pubertas menunjukkan adanya pengaruh androgen. Selain itu, adanya

peningkatan kejadian yang dilaporkan pada pasien postpartum yang

berhubungan dengan penggunaan pil kontrasepsi oral dan pada periode

premenstrual (sekitar 50% pasien). Terapi antiandrogen juga memperlihatkan

keuntungan terapetik pada beberapa studi.

Namun, tidak ada bukti biokimia dari hiperandrogenisme dapat ditemukan

pada 66 wanita dengan hidradenitis supurativa. Selain itu, tidak seperti kelenjar

sebasea, kelenjar apokrin tidak dipengaruhi oleh androgen. Karenanya,

pengaruh androgen terhadap kejadian hidradenitis supurativa masih belum

jelas.

- Obesitas

Obesitas bukan merupakan faktor kausa terjadinya hidradenitis supurativa

namun sering dianggap sebagai faktor yang memperberat melalui peningkatan

gaya gesek, oklusi, hidrasi keratinosit, dan maserasi. Obesitas juga

memperberat penyakit ini dengan meningkatkan androgen. Penurunan berat

badan dianjurkan bagi pasien dengan berat badan berlebih dan dapat membantu

mengontrol penyakit.

- Infeksi bateri

2

Page 3: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

Peranan infeksi bakteri pada terjadinya hidradenitis supurativa masih belum

jelas. Diyakini bahwa peran patogenesisnya sama dengan peranan bakteri pada

terjadinya jerawat. Obat antibakteri biasa digunakan sebagai terapi.

Keterlibatan bakteri terjadi secara sekunder. Kultur biasanya menunjukkan

hasil yang negatif, namun sejumah bakteri dapat ditemukan dari lesi.

Staphylococcus aureus dan coagulase-negative-staphylococcus adalah yang

peling sering diisolasi. Namun, bakteri lain termasuk Streptococcus, basil gram

negaif, dan anaerob, juga dapat ditemukan.

- Merokok

Perokok paling sering ditemukan pada penderita hidradenitis supurativa

dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Satu studi kohort menunjukkan

bahwa 70% dari 43 pasien dengan hidradenitis supurativa perineal adalah

perokok. Diperkirakan bahwa merokok dapat mempengaruhi kemotaksis sel

polimorfonuklear. Penghentian merokok dapat memperbaiki manifestasi klinis

penyakit ini.

C. PATOGENESIS

Regio aksila dan inguinoperineal adalah regio yang paling sering terkena HS,

regio lain yang juga biasa terkena HS adalah areola mammae, regio submammary,

periumbilikalis, scalp, fasialis, meatus ekternal auditori, leher dan punggung.[4]

Kelenjar apokrin tersusun atas kelenjar keringat yang memanjang dari dermis

ke jaringan subkutan. Masing-masing kelenjar terdiri atas komponen sekretori yang

dalam dan melingkar yang mengalir melalui duktus eksketorius yang lurus dan

panjang, biasanya menuju folikel rambut. Sekresi dari kelenjar ini berbau.[4]

Walaupun penyebab yang jelas dari HS masih belum diketahui dengan jelas,

telah disepakati secara umum bahwa semua berawal dari oklusi apokrin atau duktus

folikuler oleh sumbatan keratin, yang menyebabkan dilatasi duktus dan stasis

komponen glandular. Bakteri memasuki sistem apokrin melalui folikel rambut dan

terperangkap di bawah sumbatan keratin yang kemudian bermultiplikasi dengan

cepat dalam lingkungan yang mengandung banyak nutrisi dari keringat apokrin.

3

Page 4: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

Kelenjar dapat ruptur, sehingga menyebabkan penyebaran infeksi ke kelenjar dan

area sekitarnya. Infeksi Streptococcus, Staphylococcus, dan organisme lain

menyebabkan inflamasi lokal yang lebih luas, destruksi jaringan dan kerusakan

kulit. Proses penyembuhan yang kronis menimbulkan fibrosis luas dan sikatrik

hipertrofi pada kulit di atasnya.[4]

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis hidradenitis supurativa yang paling sering adalah lesi

nodular, nyeri, lunak, dan tegas di ketiak.[5] Keluhan yang sering dikatakan oleh

penderita adalah gatal dan nyeri. Mula-mula gatal, lalu timbul nodul merah dan

nyeri. Dapat lebih dari satu kelenjar sehingga tampak berbenjol-benjol dan saling

bertumpuk tidak teratur. Kemudian terjadi pelunakan yang tidak serentak, disebut

abses multipel.[4, 5]

Gambar 1. Hidradenitis supurativa yang superficial.[5]

Hidradenitis supurativa biasanya diawali dengan nodul dalam (ukuran 0,5-2

cm). Nodul ini dapat sembuh secara lambat atau justru berkembang dan bergabung

dengan nodul disekitarnya serta dapat terinfeksi sehingga menghasilkan abses

inflamasi nyeri yang besar. Abses ini bulat tanpa nekrosis sentral dan dapat sembuh

atau fuptur spontan, menghasilkan discharge purulen.[4]

4

Page 5: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

Ganbar 2. Multipel abses di bagian aksila.[4]

Gambar 3. Stadium akhir hidradenitis supurativa dengan fibrosis berat.[4]

Kerusakan progresif pada arsitektur kulit normal terjadi karena inflamasi

periductal dan periglandular dan dermal serta fibrosis subkutan. Proses

penyembuhan dapat menghasilkan sikatrik dengan fibrosis, kontraktur dan

5

Page 6: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

peninggian kulit rope-like, dan double-ended comedones. Sinus telah dilaporkan

melibatkan jaringan dalam, termasuk otot dan fascia, uretra dan usus. Proses

kemudian terjadi kembali pada area sekitarnya atau pada area lain yang

mengandung kelenjar apokrin.[1, 4]

Gambar 4. Hidradenitis supurativa genitofemoralia pada wanita.[1]

Gambar 5. HS pada daerah perianal dan gluteal.[1]

6

Page 7: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

Daerah yang paling sering menjadi tempat predileksi hidradenitis supurativa

adalah aksila, gluteal, inguinal, perianal, mammae, dan inframammae. Perianal

hidradenitis bisa menyebar hingga mencapat anus dan rectum, Fistula uretra dan

vagina bisa terjadi jika penyebarannya hingga bagian dalam vagina.[4]

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk hidradenitis supurativa.

Kultur dari eksudat yang diambil dapat menumbuhkan berbagai bakteri saprofit dan

patogen seperti staphylococcus dan streptococcus. Pada pemeriksaan laboratorium

pasien dengan lesi hidradenitis supurativa akut dapat memperlihatkan peningkatan

laju endap darah atau C-reactive protein. Bila pasien tampak toksik atau demam,

pemeriksaan darah lengkap, kultur darah, kultur eksudat, dan kimia rutin perlu

dilakukan.[4]

F. DIAGNOSIS

Diagnosis HS secara primer dibuat berdasarkan karakteristik klinis dan telah

memenuhi kriteria yang diadopsi oleh 2nd International Conference on Hidradenitis

suppurativa. Kriteria hidradenitis supurativa tersebut antara lain:[6]

1. Lesi tipikal seperti nodul dalam yang nyeri: “blind boils” pada lesi awal; abses,

sinus, bridged scars,dan double-ended pseudo-comedones pada lesi sekunder.

2. Topografi tipikal seperti aksila, paha dan regio perianal, bokong, lipatan

inframammary dan intermammary.

3. Kronik dan rekuren

Keparahan penyakit dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkat untuk masing-

masing area berdasarkan klasifikasi Hurley, suatu sistem sederhana namun statis dan

tidak sesuai untuk penilaian keparahan secara global. Sementara itu, Sartorius score

dan versi modifikasinya mempertimbangkan sejauh mana penyakit, jumlah, dan

tingkat keparahan lesi secara individual.[6]

Klasifikasi Hurley:[4]

7

Page 8: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

Tingkat Karakteristik

I Abses soliter atau multipel tanpa sikatriks atau sinus.

(sejumlah sisi minor dengan inflamasi yang jarang;

mungkin keliru untuk jerawat)

II Abses rekuren, lesi soliter atau multipel yang terpisah

jauh, dengan sinus (inflamasi yang membatasi

pergerakan dan mungkin membutuhkan bedah minor

seperti insisi dan drainase)

III Keterlibatan area sekitar yang difus atau luas dengan

sinus dan abses yang saling berhubungan. (inflamasi

berukuran sebesar bola golf atau terkadang sebesar

bola baseball; timbul sik\atriks, termasuk infeksi

subkutan. Pasien pada tingkat ini mungking tidak

dapat berfungsi)

Gambar 6. Tingkatan klasifikasi Hurley[1]

G. DIAGNOSIS BANDING

8

Page 9: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

Adanya papul, nodul, atau abses nyeri pada lipat paha dan aksila dapat

didiagnosis banding sebagai: furunkel, karbunkel, dan cat-scratch disease[7]

1. Furunkel adalah penyakit kulit yang berasal dari folikulitis stafilokokal

dengan gambaran klinis berupa nodul berbatas tegas, nyeri, fluktuatif,

terdapat abses dan berdiameter 1-2 cm. Distribusi furunkel biasanya di sekitar

daerah berambut, seperti daerah janggut, scalp, aksila, dan gluteal.[7]

Gambar 7. Furunkel berupa abses flutuatuf yang besar.[7]

2. Karbunkel adalah penyakit kulit yang merupakan progresi dari furunkel.

Terdiri dari beberapa kumpulan furunkel. Karbunkel dikarakterisasi oleh

multipel dan subkutaneus abses, pustule superfisial, dan jaringan nekrotik.[7]

Gambar 8. Karbunkel yang terdiri dari kumpulan furunkel disertai abses yang besar.[7]

9

Page 10: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

3. Cat-scratch disease adalah penyakit yang disebabkan oleh Bartonella

henselae. Penyakit ini didapatkan dari kontak dengan kucing terutama dari

luka bekas cakaran kucing. Gejala klinis berupa demam, lemah, mual dan

muntah. Untuk lesi dermatologi, didapatkan berupa papul, pustule, dan

ulserasi sesuai luka bekas cakaran kucing. Bisa juga didapatkan limfadenopati

yang soliter dan tender.[7]

Gambar 9. Limfadenopati akut pada aksila yang merupakan hasil dari cat-scratch disease.[7]

H. PENATALAKSANAAN

Hidradenitis suppurativa bukanlah penyakit infeksi yang simpel, dan

antibiotik sistemik hanyalah merupakan bagian dari program penatalaksanaannya.

Kombinasi dari pengobatan glukokortikoid intralesi, pembedahan, antibiotik oral,

dan isotretinoin perlu digunakan.[7]

Tujuan penatalaksanaan pasien adalah untuk mencegah perkembangan lesi

primer juga resolusi, ameliorasi, atau regresi penyakit sekunder seperti sikatriks atau

pembentukan sinus. Lesi yang timbul paling awal sering kali sembuh dengan cepat

dengan pemberian terapi steroid intralesi, dan sebaiknya dicoba untuk memulai

kombinasi dengan tetrasiklin atau minosiklin oral.[4]

Pengobatan pada lesi nyeri yang akut seperti nodul dapat digunakan

triamsinolon (3-5 mg/mL) intralesi. Pada abses digunakan triamsinolon (3-5

10

Page 11: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

mg/mL) intralesi yang diikuti insisi dan drainase cairan abses. Antibiotik oral yang

dapat digunakan adalah eritromisin (250-500 mg 4 kali sehari), tetrasiklin (250-500

mg 4 kali sehari), atau minosiklin (100 mg 2 kali sehari) hingga lesi sembuh, atau

kombinasi klindamisin (300 mg 2 kali sehari) dengan rifampisin (300 mg 2 kali

sehari) Prednison dapat diberikan bila nyeri dan inflamasi sangat berat dosisnya 70

mg perhari selama 2-3 hari, dosis diturunkan selama 14 hari. Pemberian isotretinoin

oral tidak bermanfaat pada penyakit yang kronis namun bermanfaat pada awal

penyakit untuk mencegah sumbatan folikuler dan saat dikombinasikan dengan eksisi

lesi.[4,7]

Pembedahan yang dilakukan pada semua jaringan yang terlibat adalah

modalitas pengobatan. Rekurensi pascaoperatif dapat terjadi. Pembedahan yang

dilakukan dapat berupa insisi dan drainase abses akut, eksisi nodul fibrotik atau

sinus. Pada penyakit yang luas dan kronis, dibutuhkan eksisi komplit pada aksila

atau area yang terlibat. Eksisi mungkin mendalam hingga lapisan fascia sehingga

dibutuhkan skin grafting untuk penutupannya. Beberapa peneliti menyarankan

penggunaan laser CO2 untuk ablasi jaringan. Penutupan primer, grafting, atau flaps

telah digunakan secara luas, namun mungin berhubungan dengan hasil yang tidak

begitu baik.[3]

Beberapa peneliti melaporkan kesuksesan radioterapi dalam pengobatan HS.

Lebih sering diberikan pada populasi pasien muda. Efek samping jangka panjang

perlu diperhatikan. [3]

11

Page 12: HIDRADENITIS SUPPURATIVA

DAFTAR PUSTAKA

1. Jemec GBE. Hidradenitis Suppurativa.N Engl J Med. 2012; 366: p. 158-64.

2. Mortimer PS & Lunniss PJ. Hidradenitis suppurativa. J R Soc Med. 2000;93: p.

420-2.

3. Jemec GBE. Hidradenitis Suppurativa. J Cutan Med Sung. 2003: p. 47-56.

4. Daoud MS & Dicken CH. Disorders of the Apocrine Sweat Glands. In : Wolff

K., Goldsmith L.A., Katz SI., Gilchrest BA., Paller AS., Leffeld DJ. Fitzpatrick’s

Dermatology In General Medicine 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. p. 9-

18.

5. McMichael A, Sanchez DG & Kelly P. Folliculitis and the Follicular Occlusion

Tetrad. In : Bolognia JL, Jorizzo JL & Rapini RP. Bolognia: Dermatologi, 2nd ed.

United States of America: Elsevier Inc; 2008. p. 10-4.

6. Fimmel S & Zouboulis CC. Comorbidities of Hidradenitis Suppurativa (acne

inversa). Dermato-Endocrinology. 2010;2(1):p. 9-16.

7. Wolff K & Johnson RA. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology 6th. New York: McGraw Hill; 2009. p. 605-8, 655-7.

12