31
BAB I PENDAHULUAN Herpes zoster terjadi dari hasil reaktivasi endogen varicella- zoster virus (VZV) yang telah bertahan laten dalam ganglia sensoris posterior selepas kejadian varisella. Akibatnya, laten VZV hadir dalam ganglia sensoris ini berada pada risiko untuk mengembangkan herpes zoster. Herpes zoster justru dimulai dengan cacar, manifestasi klinis utama infeksi VZV. Ketika cacar, virus ini hadir dalam jumlah yang besar di vesikel cacar, kemudian memasuki ujung saraf sensorik di kulit, menuju ke saraf sensori ke akar dorsal dan sensorik ganglia cranial di mana badan-badan sel saraf berkerumun dan menyebabkan infeksi laten pada sensorik neuron. Akibatnya, akar posterior dan ganglia sensoris kranial bagi penderita cacar air menyebabkan infeksi laten. Mereka mengandungi DNA genomik dari VZV, tetapi tidak terjadi penularan virus. VZV laten ini akhirnya kembali aktif, kemungkinan dalam sensorik neuron tunggal, menyebabkan herpes zoster. Virus yang aktif berkembang biak ini akan menyebar dalam ganglion, menginfeksi banyak neuron dan sel-sel pendukung. Ini adalah proses yang menyebabkan peradangan intens dan nekrosis saraf. Virus ini kemudian berjalan dari ganglion sensorik ke bahagian saraf pada kulit, di mana ia menghasilkan dermatomal karakteristik seperti ruam herpes zoster. Lesi kulit herpes zoster dan cacar air secara histopatologis identik dimana keduanya mengandungi raksasa berinti sel dengan inklusi intranuklear eosinofilik tubuh. Ruam pada herpes zoster mirip dengan cacar air, kecuali

Herpes Zoster Yuwa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Paper tentang Herpes Zoster Yuwa

Citation preview

Page 1: Herpes Zoster Yuwa

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster terjadi dari hasil reaktivasi endogen varicella-zoster virus (VZV) yang telah

bertahan laten dalam ganglia sensoris posterior selepas kejadian varisella. Akibatnya, laten

VZV hadir dalam ganglia sensoris ini berada pada risiko untuk mengembangkan herpes

zoster. Herpes zoster justru dimulai dengan cacar, manifestasi klinis utama infeksi VZV.

Ketika cacar, virus ini hadir dalam jumlah yang besar di vesikel cacar, kemudian memasuki

ujung saraf sensorik di kulit, menuju ke saraf sensori ke akar dorsal dan sensorik ganglia

cranial di mana badan-badan sel saraf berkerumun dan menyebabkan infeksi laten pada

sensorik neuron. Akibatnya, akar posterior dan ganglia sensoris kranial bagi penderita cacar

air menyebabkan infeksi laten. Mereka mengandungi DNA genomik dari VZV, tetapi tidak

terjadi penularan virus. VZV laten ini akhirnya kembali aktif, kemungkinan dalam sensorik

neuron tunggal, menyebabkan herpes zoster. Virus yang aktif berkembang biak ini akan

menyebar dalam ganglion, menginfeksi banyak neuron dan sel-sel pendukung. Ini adalah

proses yang menyebabkan peradangan intens dan nekrosis saraf. Virus ini kemudian berjalan

dari ganglion sensorik ke bahagian saraf pada kulit, di mana ia menghasilkan dermatomal

karakteristik seperti ruam herpes zoster. Lesi kulit herpes zoster dan cacar air secara

histopatologis identik dimana keduanya mengandungi raksasa berinti sel dengan inklusi

intranuklear eosinofilik tubuh. Ruam pada herpes zoster mirip dengan cacar air, kecuali

herpes zoster terbatas pada satu daerah kulit pada satu sisi tubuh yaitu dermatom diinervasi

oleh ganglion dimana terletaknya virus laten ini diaktifkan kembali. Selain itu, lesi herpes

zoster terdiri dari kelompok vesikel eritematosa pada suatu dasar sedangkan pada varisella,

distribusi vesikelnya adalah secara acak. Perbedaan ini mencerminkan penyebaran virus

intraneural ke kulit pada herpes zoster berbeda dengan penyebaran secara viremic pada

varisela zoster. Varisela zoster sering terjadi pada epidemi di akhir musim dingin dan awal

musim panas, sedangkan herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun. Individu

imunokompeten biasanya memiliki herpes zoster hanya sekali, mungkin karena episode

herpes zoster yang meningkatkan kekebalan terhadap VZV.1,2,3

1

Page 2: Herpes Zoster Yuwa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Herpes zoster (shingles) atau dikenali sebagai cacar ular, adalah penyakit lokal ditandai

dengan nyeri radikuler unilateral dan ruam vesikuler terbatas pada daerah kulit yang

diinervasi oleh ganglia pada saraf perifer maupun saraf kranialis.2

2.2 Epidemiologi

Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya

jarang mengenai anak-anak. Di Amerika herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana

lebih dari 66% mengenai usia dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia dibawah 20

tahun dan 5% mengenai usia kurang dari 15 tahun. Walaupun herpes zoster merupakan

penyakit yang sering dijumpai pada orang dewasa, namun herpes zoster dapat juga terjadi

pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita herpes zoster pada masa kehamilan. Dari

beberapa hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada anak, biasanya ditemukan

pada anak-anak yang imunokompromis dan menderita penyakit keganasan.2

2.3 Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella-zoster (Virus V-Z). Virus tersebut juga dapat

mengakibatkan varisela. Kedua penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang berbeda.

Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan virus V-Z akan terjadi varisela, kemudian

setelah penderita varisela tersebut sembuh, kemungkinan virus tersebut tetap ada dalam

bentuk laten tanpa ada manifestasi klinis dan kemudian virus V-Z diaktivasi oleh trauma

sehingga menyebabkan herpes zoster. Virus V-Z dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan

dalam darah penderita varisela. Penyebaran virus ini boleh terjadi melalui sistem pernafasan.

Selain itu, individu yang immunokompromis termasuk penerima transplantasi, pasien

terinfeksi HIV dan pasien yang maengambil steroid untuk jangka waktu yang panjang, berada

pada risiko yang lebih tinggi terkena herpes zoster dan juga kekambuhan herpes zoster.1,2,3

2

Page 3: Herpes Zoster Yuwa

2.4 Pathogenesis

Setelah infeksi primer virus varicella zoster, virus tersebut berdiam di ganglion posterior

susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Pada orang dengan imunokompeten,

infeksi biasanya mempengaruhi satu dermatom, dan pada orang dengan

imunokompromise, infeksi boleh mengenai beberapa dermatom. Penurunan imunitas spesifik

terhadap virus karena HIV, keganasan, kemoterapi atau penggunaan lama kortikosteroid

dapat mengaktivasi kembali infeksi virus yang mengenai lokasi setingkat dengan

daerah persarafan gang l ion yang t e rkena . Reak t ivas i in i menyebabkan

pe radangan pada gang l ion yang menimbulkan kerusakan neuron dan sel-sel

pendukungnya (figure 1). Virus ini juga terbawa ke axon kemudian ke area kulit yang

dipersarafi ganglion dan menyebabkan peradangan lokal. Karakteristik oleh masa prodromal

adalah rasa terbakar selama 2 sampai 3 hari, kemudian timbul vesikel vesikel pada distribusi

dermatom dari ganglion yang terinfeksi. Semua dermatom dapat terkena, namun yang

paling umum adalah dermatom T1 sampai L2. Walaupun umumnya neuron

sensoris yang terkena tapi neuron motorik juga dapat terkena pada 5%-15% pasien.3,4,5

Figure 1. Primary varicella-zoster virus (VZV) infection (ie, chickenpox) typically occurs during childhood. Viral latency subsequently develops along the spinal cord in dorsal root ganglia. Later in life, the virus reactivates—usually in a dermatomaldistribution—causing the secondary infection known as herpes zoster (ie, shingles). Sources: Arvin AM. Varicella-zoster virus. In: Knipe DM, Howley PM, eds. Fields Virology. Vol 2. 4th ed.Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins (http://www.lww.com); 2001:2731-2767; Straus SE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, et al, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 5th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 1999:2427-2450.

3

Page 4: Herpes Zoster Yuwa

2.5 Gambaran klinis

Tanda pertama dari herpes zoster adalah rasa terbakar, nyeri yang tajam, kesemutan, atau

mati rasa di atas atau di bawah kulit. Mungkin pasien merasa lelah dan sakit disertai demam,

menggigil, sakit kepala dan sakit perut. Setelah beberapa hari, akan terlihat ruam kecil yang

jelas berisi cairan lepuh pada kulit memerah. Dalam waktu 3 hari setelah ruam tersebut

lepuh akan berubah kuning, kemudian kering dan terbentuk kerak. Dua minggu selanjutnya

kerak akan berkurang, meninggalkan bekas luka yang kecil. Karena virus cenderung

mengikuti jalur saraf, lepuh biasanya ditemukan dalam satu baris dan sering memperluas dari

belakang atau sekitar panggul tapi hanya pada satu sisi. Herpes zoster biasanya tidak lintas

garis tengah tubuh. Ruam juga dapat muncul pada satu sisi wajah. Pada fase awal infeksi

virus tersebut, pasien akan menderita rasa sakit seperti terbakar dan kulit menjadi sensitif

selama beberapa hari hingga satu minggu. Penyebab terjadinya rasa sakit yang akut tersebut

sulit dideteksi apabila ruam (bintil merah pada kulit) belum muncul. Ruam shingles mulai

muncul dari lepuhan (blister) kecil di atas dasar kulit merah dengan lepuhan lainnya terus

muncul dalam 3-5 hari. Lepuhan atau bintil merah akan timbul mengikuti saraf dari sumsum

tulang belakang dan membentuk pola seperti pita pada area kulit. Penyebaran bintil-bintil

tersebut menyerupai sinar (ray-like) yang disebut pola dermatomal. Bintil akan muncul di

seluruh atau hanya sebagian jalur saraf yang terkait. Biasanya, hanya satu saraf yang terlibat,

namun di beberapa kasus bisa jadi lebih dari satu saraf. Bintil atau lepuh akan pecah dan

berair, kemudian daerah sekitarnya akan mengeras dan mulai sembuh. Gejala tersebut akan

terjadi dalam 3-4 minggu. Pada sebagian kecil kasus, ruam tidak muncul tetapi hanya ada

rasa sakit.1,4,5

Bila menyerang cabang oftalmikus (N 5), disebut herpes zoster oftalmikus. Sekiranya

menyerang nervus fasialis dan optikus boleh terjadi Sindrom Ransay Hunt sehingga

memberikan gejala seperti paralisi otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai

dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea,

juga terdapat ganguuan pengecapan. Herpes Zoster Frontalis terjadi sekiranya menyerang

cabang saraf trigeminus. Herpes zoster abortif adalah penyakit yang berlangsung dalam

waktu yang singkat dan memberikan gejala kelianan kulit berupa vesikel dan eritema. Bila

menyerang saraf interkostal disebut herpes zoster torakalis. Bila menyerang saraf daerah

lumbal disebut herpes zoster abdominalis.1,4,5

4

Page 5: Herpes Zoster Yuwa

2.6 Komplikasi

1. Infeksi sekunder bakteri : sepsis kulit sekunder yang biasanya dari bakteri

Streptococcus pyogenes atau Staphylococcus aureus.4,5

2. Posphetic neuralgia : komplikasi yang paling sering, dirasakan sebagai nyeri

dermatomal yang menetap setelah penyembuhan. Nyeri biasanya menghilang dalam 6

bulan namun pada beberapa pasien nyeri ini dapat menetap selam beberapa bulan.4,5

3. Okular : Pada daerah ophthalmic dapat terjadi keratitis, episcleretis, iritis, papilitis dan

kerusakan saraf, konjungtivitis, keratitis, uveitis, nekrosis retina dan parut kelopak

mata4,5.

4. Herpes zoster desiminata yang dapat mengenai organ tubuh seperti otak, paru dan

organ lain dan dapat berakibat fatal.4,5

5. Komplikasi sistem saraf pusat ( SSP) : pleiositosis limfositik SSP asimtomatik dengan

protein meningkat ringan serta kadar glukosa ringan. Meningoencephalitis, mielitis,

dan hemiplegi yang kontralateral akibat angitis granulomatosa tapi jarang terjadi.4,5

6. Zoster paralitik : akibat keterlibatan saraf motorik seperti sindrom Ramsai Hunt,

paresis motor (erupsi nyeri pada dan sekitar telinga, paralisis saraf VII ipsi lateral

dengan atau tanpa gangguan vestibular), oftalmoplegia eksternal, gangguan kandung

kemih dan kelemahan otot ekstremitas 4,5

7. Terbentuk scar 4,5

2.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesa

Dengan mengunakkan prinsip ‘sacred seven’ dan ‘basic four’, boleh didapatkan lokasi

5

Page 6: Herpes Zoster Yuwa

pertama kali terbentuknya vesikel, kapan mulainya vesikel, seberapa banyak

timbulnya vesikel, apakah ada rasa nyeri atau gatal yang timbul akibat vesikel yang

terbentuknya, awal permulaan terbentuknya vesikel, apakah ada faktor yang

mempengaruhinya, riwayat cacar air sebelumya, riwayat pengobatan dan riwayat

sosial.1,4,5

2. Gejala klinis yang khas

3. Pemeriksaan laboratarium

- Tzank Smear

Salah satu metode laboratorium yang paling murah dan paling sederhana

diagnostik untuk varicella-zoster virus (VZV) dan virus herpes lainnya. Tes

Tzanck dilakukan dengan mendapatkan scraping dari dasar lesi vesikular segar.

Setelah difiksasi, menyebarkan dan pengeringan bahan dikumpulkan pada slide

kaca, pewarnaan hasilnya dengan Giemsa, dan memeriksa materi dengan

mikroskop untuk karakteristik adanya sel raksasa berinti banyak.

Tes Tzanck tidak dapat membedakan antara VZV dan virus herpes lainnya.

Selanjutnya, tes ini memiliki sensitivitas yang terbatas dibandingkan dengan

metode diagnostik lain seperti polymerase chain reaction (PCR). Oleh karena itu,

hasil negatif tidak menyingkirkan infeksi virus herpes dan tidak boleh

menghalangi pengobatan empiris pada pasien.1,4,5

- Kultur virus

Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam media

virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu pengiriman

cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus varicella-

zoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-

70% dengan spesifitas mencapai 100%.1,4,5

- Deteksi antigen

Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan teknik

kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel atau jarum

kemudian dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibodi monoklonal yang

terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikoproten

virus.1,4,5

- Uji serologi

Uji serologi yang sering digunakan adalah ELISA.1,4,5

6

Page 7: Herpes Zoster Yuwa

- PCR

PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan

tubuh, contohnya cairan serebrospinal.1,4,5

2.8 Diagnosis banding

1. Herpes Simpleks

- hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks dalam embrio ayam,

kelinci, dan tikus. Paling sering berlokasi pada mukokutan dengan efloresensi berupa

vesikel miliar berkelompok dengan membentuk ulkus dangkal dengan eritema

disekitarnya.1,4,5

2. Varisela

- biasanya lesi menyebar secara sentrifugal dan selalu disertai demam.1,4,5

4. Impetigo Vesikobulosa

- Lebih sering pada anak-anak dengan gambaran vesikel dan bula yang cepat peach

dan menjadi krusta.1,4,5

5. Pada nyeri yang prodromal sering terjadi salah diagnosis dengan penyakit reumatik

maupun dengan angina pectoris jika terdapat pada daerah setinggi jantung.1,4,5

2.9 Pengobatan

Tujuan terapi pada infeksi herpes zoster adalah untuk memperpendek perjalanan klinis,

memberikan analgesia, mencegah komplikasi, dan mengurangi kejadian postherpetic

neuralgia. Penggunaan agen antiviral dalam kurun waktu 72 jam setelah terbentuk ruam akan

mempersingkatkan durasi terbentuknya vesikel dan meringankan rasa sakit akibat vesikel

tersebut. Apabila vesikel telah pecah, maka penggunaan antiviral tidak efektif lagi. Contoh

beberapa antiviral yang biasa digunakan untuk perawatan herpes zoster adalah Acyclovir dan

Valacyclovir. Untuk meringankan rasa sakit akibat herpes zoster, sering digunakan

kortikosteroid oral. Contoh analgesik yang sering digunakan adalah asam mefanamat untuk

7

Page 8: Herpes Zoster Yuwa

mengurangi rasa sakit.1,4,5

Antivirus

Tujuan dari terapi antiviral adalah untuk mengurangi rasa sakit, menghambat replikasi virus

dan mencurahkan, membantu penyembuhan penyakit kulit, dan mencegah atau mengurangi

keparahan neuralgia postherpetic.1,4,5

- Acyclovir

Acyclovir merupakan turunan guanin yang mencegah varicella-zoster virus (VZV)

replikasi melalui penghambatan polimerase DNA virus. Ini mengurangi durasi lesi

simtomatik.1,4,5

- Valacyclovir

Valacyclovir adalah prodrug dengan konsentrasi dengan plasma lebih tinggi.1,4,5

Kortikosteroid

Agen ini memiliki sifat anti-inflamasi dan menyebabkan efek metabolik yang mendalam dan

bervariasi. Kortikosteroid memodifikasi respon kekebalan tubuh terhadap rangsangan

beragam. Penggunaan kortikosteroid oral atau epidural dalam hubungannya dengan terapi

antivirus telah ditemukan untuk menjadi bermanfaat dalam mengobati sedang sampai zoster

akut parah, tetapi tidak berpengaruh terhadap perkembangan atau durasi neuralgia

postherpetik.1,4,5

- Prednisone

Steroid yang ditemukan untuk mempercepat resolusi neuritis akut dan

memberikan peningkatan yang jelas dalam kualitas hidup tindakan dibandingkan

dengan pasien yang dirawat dengan antivirus saja. Penggunaan steroid oral tidak

berpengaruh terhadap perkembangan atau durasi neuralgia postherpetik.1,4,5

Analgesik

Mengontrol rasa sakit sangat penting untuk kualitas perawatan pasien. Analgesik memastikan

kenyamanan pasien, mempromosikan toilet paru dan memungkinkan regimen terapi fisik.

Analgesik narkotika bermanfaat bagi pasien yang memiliki lesi kulit.1,4,5

8

Page 9: Herpes Zoster Yuwa

Vaksin

Agen ini memperoleh imunisasi aktif untuk meningkatkan resistensi terhadap infeksi. Vaksin

terdiri dari mikroorganisme yang dilemahkan atau komponen seluler yang bertindak sebagai

antigen. Administrasi merangsang produksi antibodi dengan sifat pelindung khusus1,4,5

Antibiotika

Amoksisilin atau Eritromisin diberikan bila terinfeksi sekunder.1,4,5

2.10 Pencegahan

Pada anak imunokompeten yang pernah menderita varisela tidak diperlukan tindakan

pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang beresiko tinggi untuk

menderita varisela seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah

ataupun mengurangi gejala varisela. Tindakan yang dapat diberikan ialah:2,3,5

1. Imunisasipasif

Menggunakan VZIG (Varicella Zozter Imunoglobulin). Pemberiannya kurang dari 3

hari setelah terkena VZV. Pada anak imunokompeten terbukti mencegah varicella

sedangkan pada anak-anak imunokompromis pemberian VZIG dapat meringankan

gejala varisela. Perlindungan ini bersifat sementara.2,3,5

2. Imunisasiaktif

Vaksinasinya adalah menggunakan vaksin varisela virus dan kekebalan yang dapat

bertahan hingga 10 tahun. Daya proteksinya sekitar 70-100%. Vaksin ini lebih efektif

jika diberikan pada anak usia kurang dari satu tahun. Kadang-kadang dapat

menimbulkan reaksi lokal seperti ruam makulopapular atau vesikel. Vaksin varisela

varivax tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat menimbulkan

terjadinya kongenital varisela.2,3,5

2.11 Prognosis

Umumnya baik. Pada herpes zoster oftalmika bergantung pada tindakan perawatan

sejak dini. Penyakit ini bisa bersifat self limited.2,3

9

Page 10: Herpes Zoster Yuwa

BAB II1

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Rizky Januaris

Umur : 27 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Alamat : JLN GN Muliawan VI No.6 Tegal Kertha Denpasar Barat.

Pekerjaan : Mahasiswa

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Agama : Muslim

Pendidikan : Sarjana

Status perkawinan : Belum menikah

Tanggal pemeriksaan : 23 Augustus 2012

3.2 Anamnesis

Keluhan utama :

Timbul bintik bintik berair di pantat dan paha bahagian belakang kiri sejak dua

hari yang lalu.

Perjalanan penyakit :

Penderita datang bersama bapanya ke poliklinik, mengeluhkan timbul bintik

bintik berair sejak dua hari yang lalu. Bintik bintik pertama kali muncul di pantat kiri

belakang dan seterusnya dijumpai pada paha bahagian belakang kiri. Menurut penderita,

awalnya bintik bintik berupa kemerahan di kulit lalu berbentuk bintik bintik dan dengan

cepat membesar dan menyebar membentuk bintik bintik berisi air. Penderita juga

mengeluhkan rasa nyeri dan gatal pada tempat bintik bintik tersebut dan kaki kiri terasa

sedikit meriang. Pasien juga mengeluh demam sebelum terbentuknya bintik bintik berair

tersebut.

Riwayat pengobatan :

Penderita tidak berobat ke dokter kulit malah hanya mengunakan minyak tawon.

10

Page 11: Herpes Zoster Yuwa

Riwayat penyakit terdahulu :

Penderita mempunyai riwayat cacar air sewaktu penderita masih bersekolah.

Riwayat penyakit dalam keluarga :

Di keluarga penderita ,semuanya tidak ada yang menderita penyakit yg sama. Di

dalam keluarga penderita hanya penderitalah yang memiliki penyakit seperti itu.

Riwayat Atopi:

Keluhan asma atau alergi tertentu pada pasien dan keluarganya disangkal.

Riwayat Alergi:

Alergi obat dan makanan disangkal.

Riwayat sosial :

Penderita adalah anak kedua di keluargannya dan masih belajar.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present :

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Nadi : 88 x/menit reguler

Respirasi : 22 x/menit

Temperatur : 36,8 o C

Status General :

Kepala : Normocephali

Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

THT : Dalam batas normal

Thoraks : Cor : S1 S2 normal, reguler, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdoment : dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba

Ektremitas : dalam batas normal

Status Dermatologi :

Lokasi : regio glutea dan paha posterior sinistra (dermatom sakrum 1).

Effloresensi : Tampak vesikel,berkelompok, berdinding kendor, berisi cairan

serous, diatas kulit eritema, ukuran 0,2-0,4 cm.

11

Page 12: Herpes Zoster Yuwa

2. Mukosa : dalam batas normal

3. Rambut : dalam batas normal

4. Kuku : dalam batas normal

5. Fungsi Kelenjar Keringat : dalam batas normal

6. Kelenjar Limfe : dalam batas normal

7. Saraf : dalam batas normal

3.4 Diagnosis Banding

1. Herpes simpleks

2. Varisella Zoster

3. Impetigo Bulosa

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Tzank Smear – tidak dijumpai sel datia berinti banyak

12

Page 13: Herpes Zoster Yuwa

5.6 Resume

Penderita laki-laki 27 tahun , Muslim, Bali, mengeluhkan timbul bintik bintik berair

sejak dua hari yang lalu pada pantat dan paha bahagian belakang kiri. Bintik bintik

pertama kali muncul di pantat kiri dan seterusnya dijumpai pada paha bahagian kiri.

Menurut penderita, awalnya bintik bintik berupa kemerahan di kulit lalu berbentuk bintik

bintik dan dengan cepat membesar dan menyebar membentuk bintik bintik berisi air.

Penderita juga mengeluhkan rasa nyeri dan gatal pada tempat bintik bintik tersebut dan

kaki kiri terasa sedikit meriang. Pasien juga mengeluh demam sebelum terbentuknya

bintik bintik berair tersebut.

Pemeriksaan fisik :

Status present : dalam batas normal

Satus general : dalam batas normal

Status Dermatologi :

Lokasi : Regio glutea dan paha posterior sinistra (dermatom sakrum 1)

Effloresensi : Tampak vesikel,berkelompok, berdinding kendor, berisi

cairan serous, diatas kulit eritema, ukuran 0,2-0,4 cm.

3.7 Diagnosis Kerja

Herpes zoster sakralis (dermatom 1)

3.8 Penatalaksanaan

Topikal : Asam salisilat 1%

Sistemik : Acyclovir 5X800mg

: Asam Mefanamat 3X500mg

: Vitamin B1,B6,B12 1X1

KIE : Kontrol Poliklinik

: Istirahat dan makan makanan yang bergizi

: Lesi jangan digaruk

: Boleh dibersihkan dengan air, tapi jangan digosok agar bintik

berair tersebut tidak pecah

3.9 Prognosis : Baik

13

Page 14: Herpes Zoster Yuwa

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari anamnesa didapatkan penderita mengeluhkan timbul bintik bintik berair sejak dua

hari yang lalu pada pantat dan paha bahagian belakang kiri. Bintik bintik pertama kali

muncul di pantat kiri dan seterusnya dijumpai pada paha bahagian kiri. Menurut

penderita, awalnya bintik bintik berupa kemerahan di kulit lalu berbentuk bintik bintik

dengan cepat membesar dan menyebar membentuk bintik bintik berisi air. Penderita juga

mengeluhkan rasa nyeri dan gatal pada tempat bintik bintik tersebut dan kaki kiri terasa

sedikit meriang. Pasien juga mengeluh demam sebelum terbentuknya bintik bintik berair

tersebut.1,4,5

Pasien memeriksakan diri dua hari setelah pasien mengalami keluhan. Gejala yang

dialami oleh pasien sesuai dengan kepustakaan dimana pada hari 1-2 akan timbul rasa

gatal, rasa terbakar atau nyeri disertai gejala prodormal yaitu demam dan selanjutnya

timbul kemerahan setempat yang disertai edema pada daerah dermatom disusul

timbulnya vesikel yang berkelompok diatas kulit eritema dan bersifat unilateral. Vesikel

mula-mula berisi cairan jernih tetapi beberapa hari kemudian akan menjadi purulen dan

bila pecah akan membentuk krusta.1,4,5

Dari lokasi dan efloresensi didapatkan sebagai berikut :

Lokasi : Regio glutea dan paha posterior sinistra (dermatom sakrum 1)

Efloresensi : Tampak vesikel,berkelompok, berdinding kendor, berisi

cairan serous, diatas kulit eritema, ukuran 0,2-0,4 cm.

Dari kepustakaan disebutkan bahwa lokasi tersering terkena herpes zoster adalah daerah

torakal, namun tak jarang pula virus ini menginfeksi daerah persyarafan lain seperti pada

daerah sakralis seperti pada pasien ini, dengan tampakan klinis berupa lesi berbentuk

vesikel diatas kulit eritema yang berkelompok-kelompok dengan lesi bersifat unilateral

sesuai peta dermatom S1. Dari efloresensi yang tampak pada kulit berupa vesikel yang

berkelompok diatas kulit eritema, bersifat unilateral sesuai peta dermatom sangat

mendukung kearah diagnosa herpes zoster.1,4,5

14

Page 15: Herpes Zoster Yuwa

Kami mendiagnosis banding dengan herpes simpleks, varisela dan impetigo

vesikobulosa karena hal sebagai berikut :

Herpes Simplek : hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks dalam

embrio ayam, kelinci, dan tikus. Paling sering berlokasi pada mukokutan dengan

efloresensi berupa vesikel miliar berkelompok dengan membentuk ulkus dangkal

dengan eritema disekitarnya 4,5

Varisela : biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam. Lokalisasi

terutama pada badan, wajah dan ekstremitas dengan efloresensi berupa vesikel miliar

sampai lentikuler disekitar daerah eritema dan biasanya ditemui stadium

perkembangan vesikel mulai dari eritema, vesikula, pustula, skuama hingga skiatrik.4

Impetigo vesikobulosa : lebih sering terjadi pada anak-anak, dengan gambaran vesikel

dan bula yang cepat pecah dan menjadi krusta. Lokasi biasanya pada daerah ketiak,

dada dan ekstremitas atas dan bawah, dengan efloresensi berupa bula dengan dinding

tebal, berbentuk miliar hingga lentikular, kelit sekitar tidak menunjukan adanya

peradangan dan kadang ditemui adanya hipopion.4,5

Pemeriksaan penunjang diagnosis dikerjakan untuk membantu menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah Tzanck Smear. Tes Tzanck Smear dilakukan

dengan mendapatkan scraping dari dasar lesi vesikular segar setelah telah difiksasi dan

pengeringan bahan dikumpulkan pada slide kaca, pewarnaan hasilnya dengan Giemsa dan

memeriksa materi dengan mikroskop untuk karakteristik adanya sel dantia berinti banyak.

Dalam hasil Tzanck Smear tidak didapatkan sel dantia berinti banyak. Ini kemungkinan cara

pengambilan sampelnya tidak dilakukan secara betul. Tapi, diagnosis bagi pasien sudah

cukup ditegakkan dengan penemuan secara klinis

karena dengan gejala klinis sudah dapat mendkung kearah diagnosa herpes zoster.1,4,5

Kami mendiagnosis dengan herpes zoster sakralis, karena dari gejala klinis

mendukung diagnosa kearah herpes zoster sementara lokalisasi dari herpes zoster pada

penderita ini di daerah sakralis yaitu pada regio sakralis posterior sinistra sesuai dengan peta

dermatom S1 sehingga kami mendiagnosa dengan herpes zoster sakralis.1,4,5

15

Page 16: Herpes Zoster Yuwa

Pada terapi, pemberian acyclovir 5 x 800 mg selama 7 hari sudah tepat. Pemberian

acyclovir biasanya diberikan dalam 3 hari pertama sejak munculnya lesi, dimana pada

pasienini diberikan pada hari ketiga setelah lesi muncul. Pemberian analgetik bertujuan

mengurangi rasa nyeri yang dikeluhkan oleh pasien, sementara pemberian vitamin bertujuan

untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien. Pemberian bedak salisil 1% secara topikal

bertujuan untuk protektif untuk mencegah vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder.1,4,5

Pada pasien ini kami sarankan kontrol poliklinik jika obat habis, minum obat teratur,

istirahat dan makan makanan yang bergizi, lesi jangan digaruk, lesi boleh dibersihkan dengan

air, tapi jangan digosok agar vesikel tidak pecah.1,4,5

16

Page 17: Herpes Zoster Yuwa

DAFTAR PUSTAKA

1. Herpes Zoster : Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin,

Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Udayana/RSUP

Sanglah Bali , 2000 : 25-26

2. Bethany A.W., Herpes Zoster : Natural History and Incidence, J Am Osteopath Assoc.

2009;109(suppl 2):S2-S6

3. Micheal N.O. MD, Herpes Zoster : Pathogenesis and Cell-Mediated Immunity and

Immunoscnescence, , J Am Osteopath Assoc. 2009;109(suppl 2):S2-S6

4. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. 2007. Viral Infection in: Fitzpatrick’s Colour

Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology, 5th Edition, Mc Graw Hill. USA.

5. Paul K.B., 2003. Virak Infection in : ABC of Dermatology, 4th Edition, BMJ

Publishing Group Ltd, London.

iii

Page 18: Herpes Zoster Yuwa

LAPORAN KASUS

HERPES ZOSTER

Oleh :

YUWANESWARY MANIAM

(0802005204)

Pembimbing :

Dr. LUH MAS RUSYATI, SpKK

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAG/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD

RSUP SANGLAH DENPASAR

AUGUSTUS 2012

Page 19: Herpes Zoster Yuwa

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa kerana berkat rahmat dan

karuniaNya dapat saya menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Herpes Zoster” tepat

pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu

syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik madya di bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit &

Kelamin FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

Saya menyadari bahwa berbagai pihak telah banyak membantu saya dalam

menyelesaikan tugasan ini. Oleh kerana itu.dalam kesempatan ini saya mengucapkan

berbanyak-banyak terima kasih kepada:

1. Prof.dr.Made Swastika Adiguna, SpKK (K) selaku kepala bagian/SMF I.K.

Kulit & Kelamin, FK UNUD/RS Sanglah

2. Dr, Luh Mas Rusyati, SpKK selaku pembimbing dan penguji dalam

pembuatan laporan kasus ini.

3. Para perawat dan staf di bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin FK

UNUD/RS Sanglah Denpasar.

4. Rekan-rekan dokter muda dan semua pihak RS Sanglah yang telah membantu

dalam menyelesaikan laporan kasus ini beserta semua pihak yang telah banyak

membantu terutama pasien untuk kasus ini yang memberi kerjasama yang

penuh.

Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih ada kekurangannya. Untuk itu saran

dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan sehingga dapat dihasilkan

laporan dan pembahasan kasus yang lebih baik di kemudian hari.

i

Page 20: Herpes Zoster Yuwa

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi ..................................................................................................... 2

2.2. Epidemiologi.............................................................................................. 2

2.3. Etiologi ...................................................................................................... 2

2.4. Patogenesis ............................................................................................... 3

2.5. Gambaran Klinis ....................................................................................... 4

2.6. Komplikasi……………………………………………………………... 5

2.7. Diagnosis ................................................................................................. 5

2.8. Diagnosis Banding …............................................................................... 5

2.9. Pengobatan ………………………………………………………. ......... 7

2.10 Pencegahan ……………………………………………………………. . 9

2.11 Prognosis………………………………………………………………. 9

BAB III. LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien ....................................................................................... 10

3.2 Anamnesis .............................................................................................. 10

3.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 11

3.4 Diagnosis Banding .................................................................................. 12

3.5 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 12

3.6 Resume .................................................................................................... 13

3.7 Diagnosis Kerja ....................................................................................... 13

3.8 Penatalaksanaan ...................................................................................... 13

3.9 Prognosis ................................................................................................. 13

BAB IV. PEMBAHASAN ..................................................................................... 14

BAB V. KESIMPULAN........................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. iii

ii

Page 21: Herpes Zoster Yuwa

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan atas tinjauan pustaka dan kasus tersebut diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut :

a. Diagnosis Herpes Zoster dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dimana penderita

biasanya mengeluh pada badan timbul bintik bintik berair yang terasa nyeri dan gatal

dusertai gejala prodormal seperti demam. Dari gejala klinis didapatkan vesikel

berkelompok sesuai dengan lokasi dermatom diatas kulit eritema bersifat unilateral.

b. Penatalaksanaan Herpes Zoster meliputi beberapa hal seperti : pengobatan topikal

(asam salisilat), pengobatan sistemik (acyklovir,asam mefanamat,vitamin) dan cara

pencegahannya.

17