Upload
tegar-jati-kusuma
View
15
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Presus
Citation preview
PRESENTASI KASUS
HERPES ZOSTER
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program
Pendidikan Profesi Dokter Bagian Kulit dan Kelamin di Badan Rumah Sakit
Daerah Wonosobo
Diajukan Kepada :
dr. Aris Budiarso, Sp.KK
Disusun Oleh :
Tegar Jati Kusuma
20100310220
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN BADAN
RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO
2015
i
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan telah disetujui Presentasi Kasus dengan judul :
HERPES ZOSTER
Tanggal : Desember 2015
Tempat : RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
Oleh :
Tegar Jati Kusuma
20100310220
Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing
dr. Aris Budiarso, Sp.KK
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT
atas segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas dalam presentasi kasus untuk memenuhi sebagian syarat
mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di bagian Ilmu Kulit dan
Kelamin dengan judul :
HERPES ZOSTER
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. dr. Aris Budiarso, Sp.KK selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis
kulit dan kelamin RSUD Wonosobo.
2. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD Wonosobo yang telah
membantu penulis dalam menyusun tugas ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga
dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Wonosobo, Desember 2015
Penulis,
Tegar jati Kusuma
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II KASUS 3
BAB III PEMBAHASAN 5
BAB IV KESIMPULAN 8
DAFTAR PUSTAKA 9
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster merupakan penyakit infeksi oleh virus varisela zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
sebagai reaktivasi virus varisela zoster yang masuk melalui saraf kutan selama
episode awal cacar air, kemudian menetap di ganglion spinalis posterior. Adapun
faktor penting yang mempengaruhi penyakit ini adalah umur, obat imunosupresif,
limfoma, kelelahan, gangguan emosional, danterapi radiasi yang berdasarkan
hasil penelitian terbukti juga dapat terlibat dalam pengaktifan kembali virus
herpes, yang kemudian perjalanan kembali kesaraf sensorik dan menginfeksi.1,2
Herpes zoster merupakan reaktifasi varisela laten dan berkembang sekitar
20% pada orang dewasa dan 50% pada orang yang mengalami penurunan system
imun, namun banyak laporan kasus yang menunjukkan bahwa herpes zoster juga
dapat terjadi pada remaja bahkan pada anak-anak.1
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum sepenuhnya diketahui. Selama
terjadinya varisela, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa
ke ujung saraf sensoris dan ditransportasikan melalui serabut saraf sensoris ke
ganglion posterior (sensorik). Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten
(dorman), di mana virus tersebur tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,
tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila
terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan
yang menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma, penderita
tang mendapatkan pengobatan immunosuppresive termasuk kortikosteroid. Pada
saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi
radang dan merusak ganglion posterior. Kemudian virus akan menyebarke
sumsum tulang serta batang otak dan melalui saraf sensoris akan sampai ke kulit
dan kemudian akan timbul gejala klinis. Sehingga kelainan kulit yang muncul
memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut.
1
Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior (motorik), sehingga
dapat juga memberikan gangguan gejala-gejala gangguan motorik.3
Terdapat gejala prodromal sistemik, seperti demam, pusing, dan malaise,
serta gejala prodromal lokal, seperti nyeri otot, tulang, gatal, pegal, dan
sebagainya. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel
yang berkelompok, dengan dasar kulit yang eritemtosa dan edema. Vesikel
terbentuk antara 12 hingga 24 jam. Vesikel ini berisi cairan jernih kemudian
keruh(menjadi abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Pustule terbentuk pada
hari ke 3 dan krusta mulai terbentuk 7-10 hari, dan dapat menetap hingga 2-3
minggu setelah tebentuk. Kadang-kadang vesikel mengandung darah, tersebut
herpes zoster hemoragik. Pada pasien normal, lesi baru dapat muncul kembali 1
sampai 4 hari paling lama 7 hari. Ruam dapat menjadi parah dan sangat lama pada
orang-orang usia lanjut, dan akan terjadi hal yang sebaliknya pada anak, dimana
ruam pada anak tidak begitu parah.1,3
Prinsip pengobatan pada herpes zoster adalah dengan cara memberikan
terapi yang berkonsentrasi pada sel yang terinfeksi virus. Tujuan terapi pasien
herpes zoster adalah membatasi durasi, penyebaran dan tingkat keparahan rasa
nyeri dan lesi primer yang terlihat pada dermatom, dan juga mencegah penyakit
lain yang dapat muncul serta mencegah PHN. Terapi sistemik umumnya bersifat
simptomatik, untuk nyeri dapat diberikan analgetik. Infeksi sekunder dapat terjadi,
dan dapat diobati dengan pemberian antibiotik.1,3
2
BAB II
KASUS
Seorang gadis berusia 14 tahun datang ke IGD RSUD KRT Setjonegoro
Wonosobo dengan keluhan nyeri pada dada sebelah kanan.
Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa rasa perih, panas, dan gatal
pada kulit bagian dada kanan hingga ke punggung kanan. Keluhan dirasakan ± 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan awalnya berupa bintil-bintil
(melenting-melenting) merah sedikit, kemudian menjadi hitam dan berisi cairan
semakin banyak. Keluhan demam disangkal. Pasien mengaku sudah berobat ke
mantri namun keluhan belum membaik.
Pasien mengaku sudah pernah terkena cacar air saat sebelum mulai
sekolah. Riwayat alergi maupun asma disangkal. Pada keluarga tidak didapatkan
keluhan serupa. Riwayat alergi dan asma pada keluarga juga disangkal. Pasien
mengatakan bahwa sebelumnya pasien pergi berlibur dan pasien merasa sangat
kelelahan. Beberapa hari setelah berlibur muncul keluhan berupa bintil-bintil
kemerahan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal. Pada
pemeriksaan lokal didapatkan Ujud Kelainan Kulit pada dada kanan hingga
punggung kanan berupa lesi primer vesikel multiple berdinding tipis, warna
hiperpigmentasi, bentuk polimorfik, berbatas tegas, tepi regular, distribusi
lokalisata unilateral, tersusun herpetiformis, dengan dasar lesi eritem.
3
Pada pemeriksaan penunjang berupa darah rutin didapatkan hasil berupa
Hb 13.3 g/dl, AL 5.0 103/ul, limfosit 13.70 %. Dari hasil tersebut didapatkan
adanya peningkatan angka limfosit yang menunjukkan adanya infeksi virus.
Pada pasien ini didapatkan diagnosis kerja Herpes Zoster dengan
differential diagnose Herpes Simplek dan Dermatitis Kontak.
Pada pasien ini diusulkan terapi berupa acyclovir 5 x 800 mg, asam
mefenamat 3 x 500 mg, inj. Cefotaxime 3 x 500 mg sebagai pencegahan infeksi
sekunder, dan kompres betadine.
4
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien yang dicurigai menderita herpes zoster biasanya memiliki
keadaan umum yang baik. Gambaran klinis pada penyakit ini terdapat gejala
prodromal sistematik, seperti demam, pusing dan malaise, serta terdapat gejala
prodromal lokal, seperti nyeri otot-tulang, gatal, pegal, dan sebagainya. Setelah itu
timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok,
dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Ruam dapat menjadi parah dan
sangat lama pada orang-orang usia lanjut. Gambaran klinis ini sesuai dengan
gambaran klinis yang terdapat pada pasien dimana pada kasus ini awalnya pasien
mengeluhkan nyeri, pegal, dan panas pada daerah lesi. Kemudian muncul
kemerahan lalu berubah menjadi gelembung-gelembung kecil yang berisi cairan
bening.1,3
Berdasarakan teori yang ada, diagnosis penyakit herpes zoster ditegakkan
juga berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik terutama gambaran lesi pada
kulitnya. Dari teori juga didapatkan adanya faktor usia, faktor imun, riwayat
terkena varicella atau herpes zoster sebelumnya, faktor trauma fisik pada
dermatom, beberapa teori juga menyatakan wanita dan ras kulit putih lebih
berisiko terjadinya penyakit ini. Pada kasus ini didapatkan adanya faktor resiko
yaitu riwayat terkena cacar air atau varicella.1
Kelainan khusus yang dapat ditemukan pada herpes zoster adalah lokasi
dan distribusi dari ruamnya, yaitu hampir selalu unilateral, dan secara general
terbatas pada daerah yang diinvesi oleh single saraf sensorik. Hal ini sesuai
dengan keadaan pada pasien, dimana lokasi lesi unilateral yaitu hanya daerah dada
kanan hingga punggung kanan. 1,3
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan Tzank test, dengan cara
mengambil dasar dari pada vesikel yang ada dari vesikel yang baru timbul/muncul
di permukaan kulit, kemudia sedian di taruh pada object-glass, kemudian difiksasi
dengan menggunakan Aseton atau Metanol, dan diwarnai dengan pewarnaan
5
Giemsa, HE (Hematoxylin-eosin), pewarnaan Parago. Pada pemeriksaan ini dapat
dilihat multinucleated giant cell (sel berinti banyak) dan adanya sel epitel yang
mengandung asidofilik intranuklear. Selain itu dapat juga dilakukan PCR
(Polymerase Chain Reaction) setelah mendeteksi antigen VZV dengan pewarnaan
antibody-fluoresen. Biopsi pada kulit juga dilakukan dengan cara immuno-
histochemistry untuk mendeteksi protein pada VZV. Tes serologic merupakan tes
yang juga dapat dilakukan untuk mendiagnosi riwayat varisela dan herpes zoster
dan untuk membandingkan stadium akut dan konvaselen.1,4
Herpes zoster dapat didiagnosis banding dengan harpes simpleks dan
dermatitis kontak, berikut ini adalah tabel perbandingan antara ketiga penyakit
tersebut:1
Harpes zoster Herpes simpleks Dermatitis kontak
Etiologi Herpes zoster
virus
Herpes simplek virus
tipe 1 dan 2
Bahan yang bersifat
iritan
Gejala
klinis
Demam, nyeri,
rasa terbakar,
gatal, vesikel
dapat menjadi
papul lalu
menjadi krusta
Demam malaise,
anoreksia, pembesaran
KGB, terdapat vesikel
dapat menjadi krusta,
rasa panas, gatal dan
nyeri
Kulit terasa pedih,
rasa terbakar, terlihat
eritema yang
berubah menjadi
vesokel ayau bahan
nekrosis. Disertai
edema
Predileksi Mengikuti arah
dermatom
Tipe 1 : didaerah
pinggang ke atas
terutama mulut dan
hidung
Tipe 2: didaerah
pinggang ke bawah
terutama dibagian
genitalia
Dapat ditemukan di
seluruh tubuh
6
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatis. Pemberian obat antivirus
biasanya menggunakan acyclovir, valacyclovir, atau famcyclovir. Dosis
Pemberian: 3
a. Acyclovir yang dianjurkan adalah 5 x 800 mg selama 7 hari
b. Valacyclovir 3 x 1000 mg selama 7 hari
c. Famcyclovir 3 x 250 mg selama 7 hari
Prinsip pengobatan pada herpes zoster adalah dengan cara memberikan
terapi yang berkonsentrasi pada sel yang terinfeksi virus. Tujuan terapi pasien
herpes zoster adalah membatasi durasi, penyebaran dan tingkat keparahan rasa
nyeri dan lesi primer yang terlihat pada dermatom, dan juga mencegah penyakit
lain yang dapat muncul serta mencegah PHN. Terapi sistemik umumnya bersifat
simptomatik, untuk nyeri dapat diberikan analgetik. Infeksi sekunder dapat terjadi,
dan dapat diobati dengan pemberian antibiotik. Sehingga pada kasus ini diberikan
terapi acyclovir 5 x 800 mg, asam mefenamat 3 x 500 mg, inj. Cefotaxim 3 x 500
mg, dan kompres betadine.1,3
Nyeri setelah terkena herpes zoster disebut PHN. PHN adalah komplikasi
yang paling umum dan menjadi penyebab utama morbiditas. Resiko PHN terjadi
seiring dengan peningkatan usia (terutama pada pasien yang lebih tua dari 50
tahun) dan meningkat pada pasien yang mengalami sakit parah atau munculnya
ruam yang berat. Rasa sakit ini sering memberat dan bertambah parah.2
Prognosis umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis
bergantung pada tindakan perawatan secara dini.3
7
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus herpes zoster dari IGD pada anak perempuan
berusia 14 tahun.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, pasien
mengeluh terdapat bintil-bintil berisi cairan yang terasa nyeri dan panas pada dada
kanan sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya keluhan berupa bintil-
bintil berwarna merah dan hanya sedikit, lama-lama menjadi kehitaman dan
semakin banyak. Pasien mengaku perah menderita cacar air saat sebelum
belsekolah.
Pada pemeriksaan UKK didapatkan pada dada kanan hingga punggung
kanan berupa lesi primer vesikel multiple berdinding tipis, warna hiperpigmentasi,
bentuk polimorfik, berbatas tegas, tepi regular, tersusun herpetiformis, dengan
dasar lesi eritem. Hal ini sesuai dengan teori pada herpes zoster.
Pasien diberikan obat antivirus berupa acyclovir 5 x 800 mg selama 7
hari, asam mefenamat 3 x 500 mg sebagai terapi analgesik, in. Cefotaxim 3 x 500
mg sebagai prefentif infeksi sekunder dan dilakukan kompres terbuka dengan
betadine.
8
DAFTAR PUSTAKA
1. Straus, SE. Oxman, MN. Schmader, KE. Varicella and Herpes Zoster. In :
Wolff KG,LA. Katz, SI. Gilchrest, BA. Paller, AS. Leffeld, DJ. Fitzpatrick’s
Deramatology In General Medicine. 7th ed: McGraw Hill; 2008. Pg. 1886-98
2. Habif T. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy.
4th ed. USA: mosby; 2003. Pg.394-406
3. Handoko, P. Ronny. 2009. Penyakit Virus dalam Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Jakarta : FKUI.
4. Sterling JC. Virus Infection in Burns tony, B. Stephen Cox Neil, Griffiths C.
Rook’s Tectbook of Dermatology 8th ed ; Wiley Blackwell ; 2010
9