28
ANAMNESIS Identitas: nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya. Pemeriksaan pertama yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dari pasien. Anamnesa selalu didahului dengan pengambilan data pasien kemudian diikuti dengan keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan kesehatan dan penyakit dalam keluarga. Seperti yang sudah diterangkan dalam skenario juga didapat bahwa ada seorang laki-laki berumur 40 tahun datang ke poliklinik UKRIDA dengan keluhan mata kuning sejak satu hari yang lalu . diketahui bahwa pasien itu mempunyai riwayat minum obat anti tuberkulosis sejak 2 minggu yang lalu dan minum alkohol sejak SMA. PEMERIKSAAN FISIK 4 Sklera ikterik, serta tentukan warnanya apakah memberi kesan kekuningan (yellownish jaundice) atau kehijauan (greenish jaundice) atau sub ikterik ; Kesan yellownish jaundice menandakan ikterus berasal dari kelainan intrahepatik, Greenish jaundice menandakan ikterus berasal dari kelainan ekstrahepatik. Tanda-tanda anemia; Anemia disertai ikterik perlu dipikirkan anemia hemolitik. 1

hepatotoksisitas imbas obat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hepatototksisitas imbas obat

Citation preview

ANAMNESISIdentitas: nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.Pemeriksaan pertama yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dari pasien. Anamnesa selalu didahului dengan pengambilan data pasien kemudian diikuti dengan keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan kesehatan dan penyakit dalam keluarga. Seperti yang sudah diterangkan dalam skenario juga didapat bahwa ada seorang laki-laki berumur 40 tahun datang ke poliklinik UKRIDA dengan keluhan mata kuning sejak satu hari yang lalu . diketahui bahwa pasien itu mempunyai riwayat minum obat anti tuberkulosis sejak 2 minggu yang lalu dan minum alkohol sejak SMA.

PEMERIKSAAN FISIK4 Sklera ikterik, serta tentukan warnanya apakah memberi kesan kekuningan (yellownish jaundice) atau kehijauan (greenish jaundice) atau sub ikterik ; Kesan yellownish jaundice menandakan ikterus berasal dari kelainan intrahepatik, Greenish jaundice menandakan ikterus berasal dari kelainan ekstrahepatik. Tanda-tanda anemia; Anemia disertai ikterik perlu dipikirkan anemia hemolitik. KGB teraba membesar di daerah leher; Menunjukkan adanya infeksi. Hepatitis dapat dengan pembesaran KGB Inspeksi : cari adanya Massa, Acites yang merupakan kelainan-kelainan sering pada SH dan hepatoma. Auskultasi : - Cari kemungkinan terdapat bruit pada massa yang tampak; Bruit (+) pada massa hepar menunjukkan Hepatoma.

Perkusi :- Cari kemungkinan redup yang dapat menunjukkan kemungkinan adanya massa atau pembesaran organ Nilai adanya acites dengan shifting dullness Cari kemungkinan adanya nyeri ketok pada regio hepar, kendung empedu, epigastrium Palpasi :- Tentukan konsistensi abdomen Hepatomegali, Massa hati dgn tepi tajam, permukaan licin dan rata, konsistensi keras, nyeri tekan (NT) (+) : Hepatitis Massa hati dgn tepi tajam, permukaan berbenjol-benjol dan rata, konsistensi keras, nyeri tekan (NT) (+): Hepatoma Massa hati dengan tepi tumpul, permukaan licin dan berbenjol, fluktuasi (+), konsistensi lunak, NT (+) : Abses Hepar

PEMERIKSAAN PENUNJANG1,2,4Laboratorium 1. Tes darah :- Hematologi rutin ( Hb, Ht, Leukosit, diff.count, Trombosit, LED )- Fungsi pembekuan : Bleeding time, clotting time, protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen ( Khususnya dilakukan pada kecurigaan gagal hati kronis atau ikterik dengan gangguan perdarahan )- Kimia klinik : Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, Bilirubin I / II / total, Kolesterol, Protein, Ratio albumin / globulin, gula darah sewaktu- Enzim hati lainnya ( di sesuaikan kebutuhan klinis ) : Alkali fosfatase, Aminotransaminase, Gamma Glutamil Transferase, Amilase, LDH, kolin esterase, AFP (Alfa Feto Protein).

2.UltrasonografiMetode yang disukai untuk mendeteksi batu empedu, dapat diandalkan untuk mendeteksi dilatasi saluran empedu dan massa padat atau kistik da dalam hati dan pancreas.3.CT ScanPencitraan beresolusi tinggi pada hati, kandung empedu, pancreas dan limpa. Menunjukkan adanya batu, massa padat, kista, abses dan kelainan struktur.4.MRIPemakaiannya sama dengan CT Scan tetapi memiliki kepekaan yang lebih tinggi.

Working DiagnosisHEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang selalu ada pada setiap obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolic dari semua obat dan bahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin jarang terjadi, namun akibat yang ditimbulkan bisa fatal. Reaksi tersebut sebagian besar idiosinkratik pada dosis terapeutik yang dianjurkan.sebagian lagi tergantung dosis obat. Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga mudah menembus membran sel intestinal. Obat kemudian diubah lebih hidrofilik melalui proses biokimiawi di dalam hepatosit, menghasilkan produk larut air yang diekskresikan ke dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatik ini melibatkan jalur oksidatif utamanya melalui system enzim sitokrom P-450. Mekanisme terjadinya jejas hati imbas obat yang mempengaruhi protein-protein transpor pada membran kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit imbas asam empedu. Terjadi penumpukan asam empedu di dalam hati karena gangguan transpor pada kanalikuli yang menghasilkan translokasi fassitoplasmik ke membrane plasma, dimana reseptor-reseptor ini mengalami pengelompokan sendiri dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Di samping itu, banyak reaksi hepatoseluler melibatkan system sitokrom P-450 yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim. Kompleks enzim-obat ini migrasi ke permukaan sel di dalam vesikel untuk berperan sebagai imunogen bagi sel T sitotoksik dan berbagai sitokin. Gambaran klinis hepatotoksisitas imbas obat sulit dibedakan secara klinis dengan penyakit hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Oleh karena itu riwayat pemakaian obat atau substansi hepatotoksik lain harus diungkap. Onset umumnya cepat, gejala berupa malaise dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut yang berat terutama bila pasien masih minum obat itu setelah terjadi onset. Bila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi aminotransferase akan meningkat paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan akalifosfatase dan billirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi obat idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatic dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak minum obat bahkan sesudah obat penyebab dihentikan.1,2,4DiagnosisBerdasarkan international concensus criteria maka diagnosis hepatotoksisitas karena obat berdasarkan :1). waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai awitan reaksi nyata adalah sugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel (kurang dari lima hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat dan tidak lebih 15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30 hari dari penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan hepatotoksisitas obat.2). Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas normal dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat.3). Alternatif sebab lain telah dieksklusi dengan pemeriksaan teliti, termasuk biopsi hati tiap kasus.4). Dijumpai respons positif pada pemaparan ulang dengan obat yang sama paling tidak kenaikan dua kali lipat enzim hati.Dikatakan reaksi drugs related jika semua ketiga kriteria terpenuhi atau jika dua dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan respons positif pada pemaparan ulang obat.Mengidentifikasi reaksi obat dengan pasti adalah hal yang sulit tetapi kemungkinan sekecil apapun adanya reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada setiap pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya obat herbal atau obat alternatif lainnya. Obat harus selalu menjadi diagnosis banding pada setiap abnormalitas tes fungsi hati dan/atau histologi. Keterlambatan penghentian obat yang menjadi penyebab berhubungan dengan resiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien tidak sakit sebelum minum obat, menjadi sakit selama minum obat dan membaik secara nyata setelah penghentian obat merupakan hal esensial dalam diagnosis hepatotoksisitas karena obat.4,1Tabel 2. Kerusakan Hepar dan Penyebabnya

ETIOLOGIObat dapat mempengaruhi hati kita dengan tiga cara: Obat dipakai dengan takaran sangat tinggi. Bila kita minum terlalu banyak obat (misalnya kita minum dua pil saat seharusnya hanya minum satu), hal ini dapat langsung menyebabkan kerusakan, yang dapat berat, pada sel hati. Takaran baku dipakai untuk jangka waktu yang sangat lama. Bila kita minum obat secara berkala untuk jangka waktu yang lama, ada risiko hati akan rusak. Hal ini biasanya baru terjadi setelah beberapa bulan atau tahun. Ada bukti bahwa protease inhibitor dapat menyebabkan kerusakan pada sel hati apabila dipakai selama bertahun-tahun. Reaksi alergi. Biasanya, kita mengaitkan reaksi alergi dengan kulit gatal atau mata berair. Namun reaksi alergi juga dapat terjadi pada hati. Bila kita alergi pada obat tertentu, sistem kekebalan tubuh kita dapat menyebakan peradangan pada hati sebagai interaksi antara protein dalam hati dan obat yang dipakai. Bila penggunaan obat tidak dihentikan, peradangan tersebut dapat memburuk, dan menyebabkan kerusakan yang gawat pada hati. Dua obat antiretroviral (ARV), abacavir dan nevirapine, diketahui menyebabkan reaksi alergi (yang kadang kala disebut sebagai hiperpeka atau hipersensitifitas. Reaksi alergi biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan setelah obat mulai diminum, dan juga dapat disertai oleh gejala terkait lain, misalnya demam atau ruam.1,2,3,4EPIDEMIOLOGIKasus ini hampir biasa terjadi dimana saja terutama didaerah barat karena pada dasarnya orang-orang yang tinggal didaerah barat lebih indentik dengan minuman-minuman berakohol dan obat-obatan sehingga lebih mudah pula terkena hepatitis drug induced, walaupun demikian tapi itu tidak menutup kemungkinan juga bahwa daerah Indonesia bisa terhindar dari kasus ini karena pada dasarnya ini semua tergantung dari diri kita masing-masing bagaimana bias menjaga kesahatan kita.

MEKANISME HEPATOKSISITASMekanisme jejas hati karena obat yang mempengaruhi protein transport pada membran kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit karena asam empedu. Terjadi penumpukan asam-asam empedu di dalam hati karena gangguan transport pada kanalikuli yang menghasilkan translokasi Fas sitoplasmik ke membran plasma, dimana reseptor-reseptor ini mengalami pengelompokan sendiri dan memacu kematian sel melalui apoptosis. Disamping itu, banyak reaksi hepatoseluler melibatkan sistem sitokrom P-450 yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru yang tidak punya peran.Kompleks enzim-obat ini bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-vesikel untuk berperan sebagai imunogen-imunogen sasaran serangan sitolitik sel T, merangsang respons imun multifaset yang melibatkan sel-sel sitotoksik dan berbagai sitokin. Obat-obat tertentu menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda pada beta-oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi. Metabolit-metabolit toksis yang dikeluarkan dalam empedu dapat merusak epitel saluran empedu.Kerusakan dari sel hepar terjadi pada pola spesifik dari organella intraseluler yang terpengaruh. Hepatosit normal terlihat di tengah-tengah gambar yang dipengaruhi melalui 6 cara (Gambar 4).

Gambar 4. Mekanisme hepatotoksisitas

FAKTOR RESIKO4a. Ras : beberapa obat memiliki perbedaan toksisitas terhadap ras tertentu. Misal, ras kulit hitam akan lebih rentan terhadap toksisitas isoniazid. Laju metabolisme dikontrol oleh enzim P-450 dan itu berbeda pada tiap individub. Umur : reaksi obat jarang terjadi pada anak-anak. Resiko kerusakan hepar meningkat pada orang dewasa oleh karena penurunan klirens, interaksi obat, penurunan aliran darah hepar, variasi ikatan obat, dan volume hepar yang lebih rendah. Ditambah lagi, kurangnya asupan makanan, infeksi, dan sering mondok di rumah sakit menjadi alasan penting akan terjadinya hepatotoksisitas obat.c. Jenis Kelamin : walaupun alasannya tidak diketahui, reaksi obat pada hepar lebih banyak pada wanita.d. Konsumsi alkohol : peminum alkohol akan lebih rentan pada toksisitas obat karena alkohol menyebabkan kerusakan hepar dan perubahan sirotik yang mengubah metabolisme obat. Alkohol menyebabkan deplesi simpanan glutation yang menyebabkannya lebih rentan terhadap toksisitas obate. Penyakit hepar : pada umumnya, pasien dengan penyakit hati kronis tidak semuanya memiliki peningkatan resiko kerusakan hepar. Walaupun total sitokrom P-450 berkurang, beberapa orang mungkin terpengaruh lebih dari yang lainnya. Modifikasi dosis pada penderita penyakit hati harus berdasarkan pengetahuan mengenai enzim spesifik yang terlibat dalam metabolisme. Pasien dengan infeksi HIV dan Hepatitis B atau C, resiko efek hepatotoksik meningkat jika diberikan terapi antiretroviral. Pasien dengan sirosis juga resikonya meningkat terhadap dekompensasi pada obatf. Faktor genetik : gen unik mengkode tiap protein P-450. Perbedaan genetik pada enzim P-450 menyebabkan reksi abnormal terhadap obat, termasuk reaksi idiosinkratik. Debrisoquine merupakan obat antiaritmia yang menyebabkan rendahnya metabolisme karena ekspresi dari P-450-II-D6. Hal ini dapat diidentifikasi dengan amplifikasi PCR dari gen mutasi.g. Penyakit lain : seseorang dengan AIDS, malnutrisi, dan puasa lebih rentan terhadap reaksi obat karena rendahnya simpanan glutationh. Formulasi obat : obat-obatan long-acting lebih menyebabkan kerusakan hepar dibandingkan dengan obat-obatan short-actingMANISFESTASI KLINISGambaran klinis hepatotoksisitas karena obat sulit dibedakan secara klinis dengan penyakit hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Riwayat pemakaian obat-obatan atau substansi hepatotoksik lain harus dapat diungkap. Onset umumnya cepat, gejala berupa malaise dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut berat terutama bila pasien masih meminum obat tesebut setelah awitan hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi aminotransferase dapat meningkat hingga paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan konsentrasi alkali fosfatase dan bilirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi obat idiosikratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatik dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak mulai minum obat dan mungkin terus berkembang bahkan sesudah obat penyebab dihentikan pemakaiannya.1,4Tabel 1. Reaksi Obat dan Sel yang Dipengaruhinya

Hepatotoksisitas Obat Anti Tuberkulosis (OAT)1. Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan etambutol (E)/ streptomisin (S) (3 obat pertama bersifat hepatotoksik)2. Factor risiko hepatotoksisitas: Faktor Klinis (usia lanjut, pasien wanita, status nutrisi buruk, alcohol, punya penyakit dasar hati, karier HBV, prevalensi tinggi di negara berkembang, hipoalbumin, TBC lanjut, pemakaian obat tidak sesuai aturan dan status asetilatornya) dan Faktor Genetik3. Risiko hepatotoksisitas pasien TBC dengan HCV atau HIV yang memakai OAT adalah 4-5 x lipat.4. Pada pasien TBC dengan karier HBsAg (+) dan HBeAg (-) yang inaktif dapat diberikan obat standar jangka pendek (R, H, E dan/atau Z) dengan syarat pengawasan tes fungsi hati dilakukan tiap bulan5. Sekitar 10% pasien TBC yang mendapat (H) mengalami kenaikan aminotransferase dalam minggu pertama terapi menunjukkan respon adaptif terhadap metabolit toksik obat. (H) dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi penurunan konsentrasi aminotransferase sampai batas normal dalam beberapa minggu. Hanya 1% berkembang menjadi hepatitis virus; 50% kasus terjadi pada bulan pertama dan sisanya muncul dalam beberapa bulan kemudian.4Hepatotoksisitas Obat KemoterapiJejas hati yang timbul selama kemoterapi kanker tidak selalu akibat kemoterapi itu sendiri. Harus diperhatikan pula seperti reaksi terhadap antibiotic, analgesic, antiemetic, dal lainnya. Selain itu, tumor, imunosupresi, infeksi mungkin mempengaruhi kerentanan hospes terhadap terjadinya jejas hati. Sebagian besar reaksi hepatotoksisitas bersifat idiosinkrasi, melalui meaknisme imunologik atau respon pada metabolic pejamu. Hal ini perlu penyesuaian dosis bagi obat-obat kemoterapi tertentu. 4

Hepatotoksisitas Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)1. Obat yang banyak diresepkan tapi tidak selalu tepat sasaran2. Risiko epidemiologic hepatotoksisitas rendah (1-8 kasus per 100000 pasien pengguna OAIN)3. Hepatotoksisitas OAINS dapat terjadi kapan saja setelah obat diminum, tapi efek samping berat sangat sering terjadi dalam 6-12 minggu dari awal pengobatan.4. Terdapat 2 pola klinis utama pada hepatotoksisitas OAINS. (a) hepatitis akut dengan ikterus, demam, mual, kadar transaminase tinggi, (kadang) eosinofilia. (b) gambaran serologic (Anti Nuclear Factor /ANF-positif) dan histologik (inflamasi periportal dengan infiltrasi plasma dan limfosit serta fibrosis yang meluas ke dalam lobus hepatic) dari hepatitis kronik aktif5. Tes funsi hati dapat kembali normal dalam 4-8 minggu sejak penghentian obat penyebab.6. Dua mekanisme utama yang berperan dalam hepatotoksisitas OAINS, yaitu (a) Hipersensitivitas, yang sering mengalami titer ANF atau antibodi anti-smooth muscle, limfadenopati,eosinofilia dan (b) Aberasi metabolic, karena polimorfisisme genetic yang dapat mengubah kerentanan terhadap bermacam-macam obat) 7. Pasien yang mengalami hepatotoksisitas OAINS harus dianjurkan tidak minum OAINS lagi selamanya.8. Parasetamol merupakan oabat pilihan untuk analgesic. Aspirin dapat digunakan sebagai pengganti OAINS (karena toksisitas OAINS berhubungan dengan struktur molecular cincin diphenylamine yang tidak dimiliki aspirin) PENATALAKSANAANTerapi untuk mengatasi hepatotoksisitas imbas obat belum ada antidotum yang spesifik untuk setiap obat, kecuali kelainan yanng disebabkan oleh asetaminofen dapat diberikan N-asetilsistein. Oleh karena itu terapi efek hepatotoksik yang baik adalah segera menghentikan penggunaan obat-obat yang dicurigai.Kecuali penggunaan N-acetylcysteine untuk keracunan asetaminofen (parasetamol), tidak ada antidotum spesifik terhadap setiap obat. Terapi efek hepatotoksik obat terdiri dari penghentian segera obat-obatan yang dicurigai. Jika dijumpai reaksi alergi berat dapat diberikan kortikosteroid, meskipun belum ada bukti penelitian klinis dengan kontrol. Demikian juga penggunaan ursodiol pada keadaan kolestatik. Pada obat-obatan tertentu seperti amoksisilin, asam klavulanat dan fenitoin berhubungan dengan sindrom dimana kondisi pasien memburuk dalam beberapa minggu sesudah pengobatan dihentikan dan perlu waktu berbulan-bulan untuk pulih seperti sedia kala. 1,2,4PROGNOSISPrognosis gagal hati akut karena reaksi idiosinkratik obat buruk, dengan angka mortalitas lebih dari 80%.

Diagnosis Banding1). Hepatitis viralIstilah "Hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati (liver). Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis juga ada beberapa jenis, hepatitis A, hepatitis B, C, D, E, F dan G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut ( hepatitis A ) dapat pula hepatitis kronik ( hepatitis B,C ) dan adapula yang kemudian menjadi kanker hati ( hepatitis B dan C ).1,2,3Keluhan utama yang timbul berupa sclera mata kuning (ikterus). Keluhan lain yang mungkin timbul adalah anoreksia/nausea(mual)/vomiting (muntah)/panas badan/kelemahan tubuh/kencing kuning-coklat/"transient" pruritus. Gejala lain berupa ascites (cairan bebas dalam rongga perut), hipoglikemia, edema, terjadi bila keadaannya sudah berat. Biasanya gejala klinis tersebut terjadi dalam 3 fase, yaitu :1. fase preikterik : gangguan pencernaan (mual/muntah), lemah badan, gejala seperti flu, air seni mulai lebih kuning coklat, sedang tinja mulai lebih pucat. Berlangsung 3-10 hari sampai 2 minggu. 2. fase ikterik : gejala saluran pencernaan dan "flu like syndrome" berkurang sampai hilang, kecuali lemah badan disertai adanya mata kuning, sebah, nyeri tekan pada daerah hypochondrium kanan (perut kanan atas). Air seni juga mulai bertambah kecoklatan (seperti air teh). Berlangsung 1-2 minggu. 3. fase penyembuhan : mulai timbul nafsu makan, lemah badan mulai berkurang, sebah berkurang sampai hilang, warna kuning mulai berkurang sampai hilang, warna air seni mulai lebih muda lagi. Ikterus umumnya hilang dalam 2-6 minggu. Penyembuhan sempurna terjadi dalam 3-4 bulan (12-16 minggu). Pada pemeriksaan didapatkan : ikterus, hepar (hati) sedikit membesar/lunak/nyeri tekan (+ 70 % kasus), lien (limpa) membesar (+ 20 % kasus), panas (umumnya hilang setelah ada ikterus/"transient" pruritus). Pada pemeriksaan laboratorium, yaitu terdapat peningkatan SGOT/SGPT, LED meninggi, bilirubinemia, hipoalbuminemia, dan peningkatan waktu protrombin (menunjukkan nekrosis hepatoseluler yang luas). Pemeriksaan urine didapatkan bilirubin (+), yang akan bertambah pada fase ikterik dan mulai menghilang pada fase penyembuhan.1,2,3Masa inkubasi Hepatitis virus, terbanyak terjadi pada usia : hepatitis A (HAV) : 15-45 hari, terbanyak usia : anak/dewasa muda hepatitis B (HBV) : 30-180 hari, terbanyak usia : dewasa muda/bayi/balita hepatitis C (HCV) : 15-160 hari, terbanyak usia : setiap umur, utamanya orang dewasa hepatitis D (HDV) : 30-180 hari, terbanyak usia : setiap umur hepatitis E (HEV) : 14-60 hari, terbanyak usia : dewasa muda (20-40 tahun)

Cara penularan Hepatitis virus : hepatitis A (HAV) : fecal & oral (+++)/perkutan (+)/perinatal (-)/seksual (+) hepatitis B (HBV) : fecal & oral (-)/perkutan (+++)/perinatal (+++)/seksual (++) hepatitis C (HCV) : fecal & oral (-)/perkutan (+++)/perinatal (+)/seksual (+) hepatitis D (HDV) : fecal & oral (-)/perkutan (+++)/perinatal (+)/seksual (++) hepatitis E (HEV) : fecal & oral (+++)/perkutan (-)/perinatal (-)/seksual (-)Keterangan : fecal & oral ~ via saluran pencernaan; perkutan ~ via darah/suntikan, dsb; perinatal ~ ibu ke bayinya, sewaktu lahir; seksual ~ hubungan seksual.

Klasifikasi Hepatitis :Hepatitis A, Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik. Masa inkubasi 30 hari.Penularan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang. Minum dengan es batu yang prosesnya terkontaminasi. Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A.Hepatitis B, Gejala mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia. Pengobatan dengan interferon alfa-2b dan lamivudine, serta imunoglobulin yang mengandung antibodi terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah paparan. Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun yang lalu. Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah pecandu narkotika, orang yang mempunyai banyak pasangan seksual. Hepatitis D, Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. Hepatitis E, Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri ( self-limited ), keculai bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan. Penularan melalui air yang terkontaminasi feces.

Hepatitis F, Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.Hepatitis G, Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah jarum suntik. Semoga pengetahuan ini bisa berguna bagi Anda dan dapat Anda teruskan kepada saudara ataupun teman Anda.PenatalaksanaanTerapi pada hepatitis virus akut tidak ada pengobatan spesifik, antara lain : interferon (untuk HBV: 40% efektif; untuk HCV: 50% efektif); tirah baring total; diet tinggi kalori (termasuk parenteral nutrisi bila diperlukan) dan pembatasan intake protein; cholesteramine (untuk gatalnya); kemudian tindakan-tindakan lain utnuk mempertahankan keseimbangan cairan dan menjaga jalan nafas, menjaga sirkulasi, mengendalikan perdarahan, mengatasi hipoglikemi, dan menangani komplikasi yang mungkin timbul pada pendertia koma.1,2,3

2). Kolestasis DefinisiKolestasis adalah berkuranganya atau terhentinya aliran empedu. PenyebabGangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati dan usus dua belas jari (duodenum, bagian paling atas dari usus halus). Meskipun empedu tidak mengalir, tetapi hati terus mengeluarkan bilirubin yang akan masuk ke dalam aliran darah. Bilirubin kemudian diendapkan di kulit dan dibuang ke air kemih, menyebabkan jaundice (sakit kuning). Untuk tujuan diagnosis dan pengobatan, penyebab kolestasis dibagi menjadi 2 kelompok:Berasal dari hati : Hepatitis Penyakit hati alkoholik, Sirosis bilier primer, Akibat obat-obatan, Akibat perubahan hormon selama kehamilan (kolestasis pada kehamilan).Berasal dari luar hati : Batu di saluran empedu, Penyempitan saluran empedu, Kanker saluran empedu, Kanker pancreas, Peradangan pankreas.GejalaJaundice dan air kemih yang berwarna gelap merupakan akibat dari bilirubin yang berlebihan di dalam kulit dan air kemih. Tinja terkadang tampak pucat karena kurangnya bilirubin dalam usus. Tinja juga bisa mengandung terlalu banyak lemak (stetore), karena dalam usus tidak terdapat empedu untuk membantu mencerna lemak dalam makanan. Berkurangnya empedu dalam usus, juga menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D. Jika kolestasis menetap, kekurang kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. Juga terjadi gangguan penyerapan dari bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan darah, sehingga penderita cenderung mudah mengalami perdarahan. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan kerusakan kulit). Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu makan, muntah atau demam. DiagnosaJika penyebabnya adalah penyakit hati, maka pada pemeriksaan fisik akan ditemukan: - pembuluh darah yang memberikan gambaran seperti laba-laba - pembesaran limfa - pengumpulan cairan dalam perut (asites).

Jika penyebabnya di luar hati, bisa ditemukan: - demam - nyeri yang berasal dari saluran empedu atau pankreas - pembesaran kandung empedu. Kadar enzim alkalin fosfatase sangat tinggi. Jika hasil pemeriksaan darah menunjukkan kelainan, hampir selalu dilakukan pemeriksaan USG atau CT scan, untuk membantu membedakan penyakit hati dengan penyumbatan pada saluran empedu. Jika penyebabnya adalah penyakit hati, dilakukan biopsi hati. Jika penyebabnya adalah penyumbatan saluran empedu, dilakukan pemeriksaan endoskopi. PenatalaksanaanPenyumbatan di luar hati biasanya dapat diobati dengan pembedahan atau endoskopi terapeutik.

Penyumbatan di dalam hati bisa diobati dengan berbagai cara, tergantung dari penyebabnya: - jika penyebabnya adalah obat, maka pemakaian obat dihentikan - jika penyebabnya adalah hepatitis, biasanya kolestasis dan jaundice akan menghilang sejalan dengan membaiknya penyakit. Cholestyramine, diberikan per-oral (ditelan), bisa digunakan untuk mengobati gatal-gatal. Obat ini terikat dengan produk empedu tertentu dalam usus, sehingga tidak dapat diserap kembali dan menyebabkan iritasi kulit. Pemberian vitamin K bisa memperbaiki proses pembekuan darah. Tambahan kalsium dan vitamin D sering diberikan jika kolestasis menetap, tetapi tidak terlalu efektif dalam mencegah penyakit tulang. Jika terlalu banyak lemak yang dibuang ke dalam tinja, diberikan tambahan trigliserida.

Klasifikasi ikterus1,2 Ikterus hepaticDisebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi. Ikterus kolestatikDisebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.

Ikterus neonatus fisiologiTerjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin Ikterus neonatus patologis Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, W. Aru, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Alergi imunologi klinik. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ed.IV. Jakarta; 2007. 2. Bahan Kuliah Blok-17 hepatobilier. Jakarta: Program Studi Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2009. 3. Frank J. Domino, MD. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia: Department of Family Medicine and Community Health; 2008.4. Gastris. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. http://www.wordpress.com 28 juni 2010.

19