Upload
putrinadyar
View
192
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan penanganan hemakromatosis
Citation preview
Hemokromatosis
Definisi
Hemokromatosis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan akumulasi zat
besi secara berlebihan di dalam tubuh. Hemokromatosis Herediter adalah kelainan resesif
autosomal, yang berarti seseorang memiliki kemungkinan untuk menderita penyakit ini
hanya apabila mendapat warisan gen abnormal dari kedua orang tuanya. Hal ini juga bisa
disebabkan oleh mutasi, yang mengacu pada perubahan untaian rantai basa suatu sel DNA.
Kondisi ini terjadi ketika absorbsi harian zat besi dari usus jumlahnya melebihi jumlah yang
diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang.
Karena tubuh yang normal tidak dapat meningkatkan ekskresi zat besi, hal ini
menyebabkan penumpukan zat besi dalam tubuh. Penderita hemokromatosis herediter
mungkin tidak memiliki gejala atau tanda. Namun, apabila kondisinya berat, hal ini dapat
menyebabkan penyakit seperti gagal jantung dan diabetes melitus. Hemokromatosis terjadi
saat tubuh menyerap terlalu banyak zat besi dari makanan baik makanan alami maupun
bahan pangan yang diperkaya dengan zat besi. Hal ini menyebabkan bertambahnya jumlah
zat besi di dalam tubuh secara bertahap dan menumpuk di jaringan dan organ tubuh, yang
dikenal sebagai kelebihan zat besi.
Jika ini terjadi terus menerus selama bertahun-tahun tanpa mendapatkan perhatian
medis dan perawatan yang tepat, maka kelebihan zat besi ini dapat merusak tubuh.
Hemokromatosis sebagian besar disebabkan karena faktor genetis, seseorang yang mewarisi
gen dengan sifat ini dari kedua orang tuanya dapat menderita hemokromatosis pada suatu
saat nanti. Defek ini sebenarnya sudah ada sejak lahir, namun jarang sekali menampakkan
tanda dan gejela sebelum menjelang dewasa. Kondisi ini dikenal dengan hemokromatosis
herediter (bawaan).
Klasifikasi
Hemokromatosis dapat dibagi menjadi tipe genetik dan didapat.Hemokromatosis
genetik dibedakan menjadi enam, yaitu idiopatik, juvenile,defisiensi reseptor-2 transferin,
defisiensi feroportin, ferritin H-chain IRE mutation58, kelebihan besi tipe Afrika dan
hemokromatosis neonatal.Idiopatik hemokromatosis (hemokromatosis tipe 1 atau
hemokromatosisklasik) dikarenakan mutasi pada gen HFE. Sedangkan hemokromatosis
juvenil dikarenakan mutasi ferroportin. Dan hemokromatosis neonatal kemungkinan
disebabkan karena berbagai penyakit, di antaranya sirosiskongenital atau hepatitis
fulminant dengan deposit besi pada hepar atau diluar hepar. Hemokromatosis sekunder
terjadi pada pasien yang menerimabanyak transfusi darah disebabkan di antaranya karena
produksi eritropoetinyang kurang efektif.
Epidemiologi
Hemokromatosis adalah penyakit yang cukup jarang dijumpai dengan perbandingan
penderita pria dibanding wanita adalah 18:1. Setelah tersedianya diagnosis berupa serum
besi, saturasi transferrin dan ferritin maka hemokromatosis herediter mudah ditemui. Selain
itu, mutasi gen HFE juga sering dijumpai, sebagian besar adalah mutasi C282Y. Di Eropa
Utara kira-kira 5 dari 100 penduduknya memiliki mutasi homozigot, sebagian besar pada
C282Y dan S65C. Prevalensi hemokromatosis simptomatis di populasiEropa Utara hanya
kira-kira 5 dari 100.000 penduduk. Kehamilan danmenstrurasi memperbaiki penyakit ini
pada wanita. Pada pasienpengonsumsi alkhohol, penyakit ini akan cenderung lebih parah.
Etiologi
1. Disregulasi absorpsi besi
Banyak jenis mutasi yang dapat meningkatkan absorpsi besi, diantaranya mutasi gen
HFE, transferrin receptor-2, ferroportin-1, danhepcidin. Namun, mekanismenya
belum jelas. Hanya diketahui bahwapada hemokromatosis terjadi mutasi HFE dan
didapati peningkatanhepcidin.
2. Ketidakefektifan eritropoesis
Ada hubungan kuat antara tidak efektifnya eritropoeisis denganpeningkatan besi
tubuh total. Jumlah besi tubuh meningkat hebatpada pasien yang sering ditransfusi.
Mekanisme eritropoesis aktif dandestruksi prekursor sel darah merah pada sumsum
tulang yang dapatmerangsang absorbsi besi masih belum jelas. Namun, pada
pasienthalasemia, anemia diseritropoesis herediter, dan defisiensi piruvatkinase
dijumpai gangguan pada penyimpanan besi.
3. Transfusi atau terapi besi
Besi yang berlebihan dapat disebabkan oleh iatrogenik. Satu milimeter eritrosit berisi
1 mg besi sehingga transfusi sebesar 450 mldarah utuh atau 200 ml sel darah merah
dapat meningkatkan 200 mgbesi tubuh total yang tidak dieksresikan. Jadi, pasien
yang ditransfusi 2labu per bulan, akumulasi besi per tahun berkisar 4,8 mg. Pada
pasienyang eritropoesisnya sudah tidak berperan dengan baik, kebutuhanakan
transfusi sangat penting, sehingga kelebihan besi tubuh akan lebih besar lagi. Contoh
pada pasien dengan thalasemia, kelebihanbesi tubuh dapat menjadi penyebab
penting dari kematian.
4. Lainnya : Talasemia, Anemia aplastik, anemia sideroblastik, anemia hemolitik kronik,
aonsumsi besi berlebihan, transfusi berulang, hemodialisis.
Patogenesis
Besi yang didapat melalui konsumsi makanan (kurang lebih 2-3 g/L)dibawa oleh
ferritin dengan afinitas tinggi supaya tidak menjadi Fe+3 (tidak larut). Kemudian besi yang
berikatan dengan ferritin menempel padapermukaan sel yang disebut dengan TFRs (cell-
surface trasferrin receptor). TFR terutama banyak dijumpai pada prekursor eritroid (sekitar
800.000 TFR)untuk membantu pembentukan hemoglobin. Selain itu, juga terdapat padasel
tumor dan limfosit yang aktif untuk membantu proliferasi yang cepat.Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa TFR meningkat pada keadaandefisiensi besi ataupun pada eritropoetin
yang tidak efektif.
Ikatan besi dan ferritin yang telah menempel pada TFR akan masuk ke dalam
sitoplasma, kemudian ke vesikel intrasel untuk mengalami endosom awal. Kemudian besi
keluar dari ikatan ferritin dan TFR dibantu oleh pompa proton dan mengondisikan pH
kurang lebih 5,5.Kemudian besiberpindah dari membran endosomal ke sitoplasma dibantu
dengan DMT1. ApoTF dan protein TFR yang mulanya berikatan dengan besi lepas
dankembali ke permukaan sel untuk siklus selanjutnya.
TFR juga dapat membentuk ikatan dengan HFE. HFE adalah proteinyang sering
terganggu pada sebagian besar hemokromatosis genetik. Namun, kegunaan dari ikatan ini
belum diketahui secara pasti tetapi gangguan dari ikatan ini berhubungan erat dengan
patogenesishemokromatosis.
Tanda & Gejala Klinik
1. Awal
Kelelahan, nyeri sendi, kelemahan umum, penurunan berat badan, nyeri perut,
palpitasi
2. Pertengahan
Arthritis, pembesaran hepar, kegagalan organ reproduksi (impoten, infertil,
berhentinya siklus menstruasi, menopause awal)
3. Stadium lanjut
Penurunan fungsi hepar sirosis
Intoleransi glukosa atau diabetes
Nyeri perut yang kronik
Kelelahan yang berat
Penurunan produksi hormon pituitari dan tiroid
Kerusakan kelenjar adrenal
Gagal jantung (kerusakan otot jantung)
Hiperpigmentasi kulit
Diagnosis
Untuk beberapa tahun ini, saturasi transferrin merupakan tes yang paling ideal
sebagai diagnosis hemokromatosis dikarekan sebagian besar kelebihan besi homozigot
C282Y memiliki saturasi transferrin yang tinggi (pada wanita >45% dan pada pria >50%).
Namun, terdapat berbagai variabel biologis dalam manusia sehingga dapat pula saturasi
transferrin pada orang dengan dan tanpa hemokromatosis sama, sehingga dapat
menyebabkan positif palsu. Selain saturasi transferrin, diagnosis dapat juga
ditegakkanmelalui kapasitas besi terikat yang tidak tersaturasi. Diagnosis ini lebih murah
dan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan saturasi transferrin sehingga
dapat mendeteksi kelainan pada homozigot C282Y. Hiperferritinaemia umum terjadi di Asia
dan Amerika Afrika, meskipun pasien dengan kelebihan besi tidak banyak di tempat-tempat
ini. Saturasi transferrin yang tinggi dapat menjadi patokan diagnosis hemokromatosis terkait
denganHFE, tetapi saturasi transferrin yang normal tidak menutup kemungkinan terjadinya
hemokromatosis, khususnya bila dikarenakan sebab genetik lain yang tidak terkait dengan
mutasi gen HFE.
Dari studi di atas, dapat disimpulkan pada pemeriksaan laboratorium
hemokromatosis herediter didapatkan peningkatan saturasi transferin danlevel serum
ferritin. Lima sampai sepuluh persen pasien dengan hemokromatosis klasik akan mengalami
peningkatan enzim liver padaserum. Pada hemokromatosis sekunder, didapatkan anemia
dan manifestasilain, seperti eritrosit makrositosis.
MRI juga dapat digunakan untuk mendiagnosis kelebihan besi non-HFE yang sedang
hingga berat. Pada pasien hemokromatosis berhubungan dengan HFE, biopsi liver adalah
salah satu tes diagnostik yang ditawarkandan telah banyak digunakan sebagai indikator
prognosis. Tanpa biopsi liver,seseorang dapat diprediksi sirosis pada 80% pasien homozigot
C282Y yang memiliki konsentrasi serum ferritin lebih besar dari 1000 μg/L, aspartateamino
transferase yang tinggi (>40 IU/L), dan platelet kurang dari 200.000 per μL. Peran biopsi liver
penting dalam diagnosis pasien dengan hemokromatosis tipikal yang berhubungan dengan
genotip HFE yangmemiliki serum ferritin lebih tinggi dari 1000 μg/L, karena pasien
memilikipenyakit inflamasi, bukan kelebihan besi.
Penanganan
Penanganan pada hemokromatosis adalah dengan mengeluarkan akumulasi besi.
Pada pasien yang dapat dirangsang produksi eritropoetinmelalui plebotomi, dilakukan
plebotomi. Pada pasien yang dengan gangguan eritropoesis bermakna, contohnya pada
thalasemia dan anemiadiseritropoetin, diperlukan chelating agent (desferrioxamine) untuk
mengeluarkan kelebihan besi, meskipun biasanya plebotomi serial dapat digunakan untuk
merangsang eritropoesis.
1. Plebotomi
Setiap mililiter dari sel darah merah berisi kira-kira 1 mg besi. Pengeluaran
500 ml darah dengan hematokrit 40% mengeluarkan kira-kira 200 mg besi. Sama
seperti masa sel darah merah yang dapatdisimpan pada ukuran preplebotomi, besi
juga dapat berpindah daritempat penyimpanannya. Ketika tempat penyimpannya
sudah rusak,tanda-tanda defisiensi besi muncul, dan pada akhirnya diawali
denganplebotomi. Plebotomi harus selalu dilakukan untuk mempertahankanlevel
serum ferritin kurang dari 100 ng/ml.
Volume darah yang dikeluarkan tiap kali plebotomi tergantungpada ukuran
pasien. Biasanya 500 ml dapat ditoleransi padakebanyakan berat badan rata-rata,
tetapi pada pasien yang memilikiberat badan kurang dari 50 kg volume darah yang
dikeluarkanseharusnya kurang dari 500 ml. Banyak pasien mengeluh berbagaigejala
setelah plebotomi pertama sehingga sebaiknya plebotomidilakukan hanya setiap 14
hari pertama, kemudian dinaikkanfrekuensinya beberapa bulan kemudian.
Hematokrit, hemoglobin, dan MCV perlu diperiksa setiap sebelum tindakan
plebotomi. Bila terdapatpenurunan hematokrit dan hemoglobin bermakna, tindakan
plebotomisebaiknya ditunda. MCV biasanya meningkat pada awal
programplebotomi, tetapi jika terjadi defisiensi besi maka program telahtercapai.
Saturasi transferrin dan level serum ferritin seharusnya diperiksa setiap 2 atau 3
bulan. Ketika saturasi transferin kurang dari10% dan serum ferritin kurang dari 10
ng/ml, plebotomi harusdihentikan dan pasien dimonitor setiap 4 sampai 8 minggu.
Ketikaserum ferritin berada antara 50-100 ng/ml, maka plebotomi tetap
harusdilakukan secara rutin. Beberapa pasien membutuhkan plebotomisetiap bulan
untuk mempertahakan serum ferritin pada batas normal,tetapi pada beberapa
pasien hanya membutuhkan plebotomi 2 sampai 3 kali per tahun.