Upload
miftasofyan
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hemofilia merupakan suatu penyakit dengan kelainan faal
koagulasi yang bersifat herediter dan diturunkan secara X - linked
recessive pada hemofilia A dan B ataupun secara autosomal resesif
pada hemofilia C. Hemofilia terjadi oleh karena adanya defisiensi atau
gangguan fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu faktor VIII pada
hemofilia A serta kelainan faktor IX pada hemofilia B dan faktor XI
pada hemofilia C (akademik. unsri. ac.id, 2006). Oleh karena itu,
kebanyakan penderitanya adalah laki – laki, sedangkan wanita
merupakan karier atau pembawa sifat. Sekitar 30% dari kasus
hemofilia tidak mempunyai riwayat keluarga, hal ini terjadi akibat
mutasi spontan (hemofilia.or.id, 2006).
lnsidensi dari gangguan koagulasi herediter tidak pernah secara
persis didefinisikan. Perkiraannya berkisar sekitar 1 dalam 10.000 atau
1 dalam kelahiran populasi. Hemofilia A adalah bentuk yang paling
sering dijumpai, mencakup 70-80% dari data yang dapat dilaporkan.
Penyakit von willebrand tampaknya hampir sama seringnya dengan
hemofilia A namun insidensi tepatnya tidak diketahui karena kriteria
diagnostik yang inadekuat. Hemofilia B (defisiensi faktor IX) mewakili
10% dari keseluruhannya (1130.000). Ketiga kelainan ini mendominasi
90% dari gangguan koagulasi herediter I. dan sisanya sangatlah
langka. Di Amerika Serikat sendiri, berdasarkan survei yang dilakukan
oleh World Federation of Hemophilia pada tahun 2001, jumlah pasien
dengan hemofilia yang dapat diindentifikasi kurang lebih hanya
100.000 kasus, dan sebagian besar adalah hemofilia A (83%).
Sementara metode diagnosis yang paling banyak dipakai adalah uji
faktor spesifik (64%), yang masih relatif mahal (digilib. unsri. ac.id,
2006).
Data penderita hemofilia di Indonesia belum ada dan data yang
ada baru di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta
sebanyak 175 penderita. Salah satu kegiatan yayasan hemofilia
Indonesia adalah mengumpulkan data penderita hemofilia di
Indonesia, terutama yang ada di rumah sakit di seluruh Indonesia.
Penyakit hemofilia merupakan penyakit yang relatif langka dan masih
perlu terus dipelajari untuk pemahaman yang lebih baik dalam
mendeteksi dan menanggulanginya secara dini (digilib. unsri. ac.id,
2006).
Penderita hemofilia di Indonesia yang teregistrasi di HMHI
Jakarta tersebar hanya pada 21 provinsi dengan jumlah penderita 895
orang, jumlah penduduk Indonesia: 217.854.000 populasi,
prevalensinya 4,1/1 juta populasi (0,041/10.000 populasi), hal ini
menunjukkan masih tingginya angka undiagnosed hemofilia di
Indonesia. Angka prevalensi hemofilia di Indonesia masih sangat
bervariasi sekali, beberapa kota besar di Indonesia seperti DKI
Jakarta, Medan, Bandung, dan Semarang angka prevalensinya lebih
tinggi (digilib. usu. ac.id, 2006).
Penyakit hemofilia merupakan masalah kesehatan masyarakat,
karena penyakit ini merupakan penyakit yang relatif langka dan masih
perlu terus dipelajari untuk pemahaman yang lebih baik dalam
mendeteksi dan menanggulanginya secara dini. Penyakit hemofilia
merupakan penyakit keturunan, dengan manifestasi berupa gangguan
pembekuan darah, yang sudah sejak lama dikenal di belahan dunia ini
termasuk juga di Indonesia, namun masih menyimpan banyak
persoalan khususnya masalah diagnostik dan besarnya biaya
perawatan penderita khususnya pemberian komponen darah sehingga
sangat memberatkan penderita ataupun keluarganya.
Masalah-masalah lain yang sering ditemukan pada penderita
hemofilia adalah timbulnya inhibitor, suatu inhibitor terjadi jika sistem
kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai
benda asing dan menghancurkannya. Inhibitor ini merupakan
komplikasi hemofilia yang serius, karena konsentrat faktor tidak lagi
efektif. Pengobatan untuk perdarahan tidak berhasil. Penderita
hemofilia dengan inhibitor mempunyai risiko untuk menjadi cacat
akibat perdarahan dalam sendi dan mereka dapat meninggal akibat
perdarahan dalam yang berat. Selain itu, banyak penderita hemofilia
yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi
ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor
yang dianggap akan membuat hidup mereka normal (hemofilia. or. id,
2006).
Masalah penyakit hemofilia merupakan masalah yang sangat
serius sehingga harus ditangani dengan baik, penanganan yang baik
terhadap penderita dapat menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas dan produktif, sama seperti orang normal. Namun di
Indonesia, penanganannya belum memuaskan sehingga cukup
banyak penderita yang menderita cacat. Akibatnya, lapangan kerja
bagi mereka sulit terbuka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang
ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut
ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali
diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann
Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928. Schonlein yang
adalah seorang guru besar kedokteran di tiga universitas besar di
Jerman - Wurzburg (1824 - 1833), Zurich (1833 - 1830) dan Berlin
(1840 - 1859) - adalah dokter pertama yang memanfaatkan mikroskop
untuk melakukan analisis kimiawi terhadap urin dan darah guna
menegakkan diagnosis atas penyakit yang diderita seorang pasien
(hemofila. or.id, 2006).
Hemofilia seringkali disebut dengan "The Royal Diseases" atau
penyakit kerajaan. Ini di sebabkan Ratu Inggris, Ratu Victoria (1837 -
1901) adalah seorang pembawa sifat/carrier hemofilia. Anaknya yang
ke delapan, Leopold adalah seorang hemofilia dan sering mengalami
perdarahan. Keadaan ini di beritakan pada British Medical Journal
pada tahun 1868. Leopold meninggal dunia akibat perdarahan otak
pada saat ia berumur 31 tahun. Salah seorang anak perempuannya,
Alice, ternyata adalah carrier hemofilia dan anak laki-laki dari Alice,
Viscount Trematon, juga meninggal akibat perdarahan otak pada tahun
1928 (hemofilia. or.id, 2006).
Pada abad ke 20, pada dokter terus mencari penyebab
timbulnya hemofilia. Hingga mereka percaya bahwa pembuluh darah
dari penderita hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937,
dua orang dokter dari Havard, Patek dan Taylor, menemukan
pemecahan masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan
menambahkan suatu zat yang diambil dari plasma dalam darah. Zat
tersebut disebut dengan "anti - hemophilic globulin". Di tahun 1944,
Pavlosky, seorang dokter dari Buenos Aires, Argentina, mengerjakan
suatu uji coba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan bahwa
darah dari seorang penderita hemofilia dapat mengatasi masalah
pembekuan darah pada penderita hemofilia lainnya dan sebaliknya. Ia
secara kebetulan telah menemukan dua jenis penderita hemofilia
dengan masing - masing kekurangan zat protein yang berbeda - Faktor
VIII dan Faktor IX. Dan hal ini di tahun 1952, menjadikan hemofilia A
dan hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang berbeda (hemofila.
or.id, 2006).
Tahun 1960-an, cryoprecipitate ditemukan oleh Dr. Judith
Pool.Dr. Pool menemukan bahwa pada endapan di atas plasma yang
mencair mengandung banyak Faktor VIII. Untuk pertama kalinya
Faktor VIII dapat di masukkan pada penderita yang kekurangan, untuk
menanggulangi perdarahan yang serius. Bahkan memungkinkan
melakukan operasi pada penderita hemofilia.
Akhir tahun 1960-an dan sekitar awal 1970-an, intisari yang
berisi Faktor VIII dan Faktor IX yang dikemas dalam bentuk bubuk
yang kering dan beku telah ditemukan. Sehingga dapat disimpan di
rumah dan digunakan sewaktu - waktu jika dibutuhkan. Dan sekarang
para penderita hemofilia tidak selalu tergantung pada rumah sakit.
Mereka dapat melakukan perjalanan, bekerja dan hidup normal.
Tragisnya, beberapa pengobatan yang dihasilkan dari darah telah
tercemar beberapa jenis virus, seperti hepatitis c dan HIV. Banyak
penderita hemofilia yang terkena dampaknya.
Hemofili di Indonesia diperkenalkan oleh Kho Lien Keng di
Jakarta baru tahun 1965 diagnosis laboratorik dengan Thromboplastin
Generation Time (TGT) di samping prosedur masa perdarahan dan
masa pembekuan. Pengobatan yang tersedia di rumah sakit hanya
darah segar, sedangkan produksi Cryoprecipitate yang dipakai sebagai
terapi utama hemofilia di Jakarta, diperkenalkan oleh Masri Rustam
pada tahun 1975 (hemofila. or.id, 2006).
1. Etiologi Hemofilia
Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah yang
diturunkan secara X-linked resesive. Oleh karena itu kebanyakan
penderitanya adalah laki – laki, sedangkan wanita merupakan
karier atau pembawa sifat. Sekitar 30% dari kasus hemofilia tidak
mempunyai riwayat keluarga, hal ini terjadi akibat mutasi spontan
(hemofila. or. Id, 2006).
Hemofilia merupakan suatu penyakit dengan kelainan faal
koagulasi yang bersifat herediter dan diturunkan secara X - linked
recessive pada hemofilia A dan B ataupun secara autosomal
resesif pada hemofilia C. Hemofilia terjadi oleh karena adanya
defisiensi atau gangguan fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu
faktor VIII pada hemofilia A serta kelainan faktor IX pada hemofilia
B dan faktor XI 1-4 pada hemofilia C. Biasanya bermanifestasi
pada anak laki-laki namun walaupun jarang, hemofilia pada wanita
juga telah dilaporkan. Wanita umumnya bertindak sebagai karier
hemofilia. Secara imunologis, hemofilia dapat memiliki varian-
varian tertentu (digilib. unsri. ac. id, 2006).
2. Sifat Genetik dan Penurunan Hemofilia
Kromosom (chromosomes) adalah sel di dalam tubuh yang
memiliki struktur – struktur. Didalam ilmu kimia, sebuah rantai
kromosom yang panjang disebut DNA. DNA ini disusun kedalam
ratusan unit yang di sebut gen yang dapat menentukan beberapa
hal, seperti warna mata seseorang.
Setiap sel terdiri dari 46 kromosom yang disusun dalam 23
pasang. Salah satu pasangnya dikenal sebagai kromosom seks,
atau kromosom yang menentukan jenis kelamin manusia. Wanita
memiliki dua kromosom X dalam satu pasang, dan pria memiliki
satu kromosom X, dan satu kromosom Y dalam satu pasang.
Hemofilia terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang
menghasilkan Faktor VIII dan IX, dan ini terjadi pada kromosom X
(hemofilia. or. id, 2006).
Gambar 2.1 Gambar keadaan keturunan pada kromosom jenis kelamin
Berdasarkan gambar 2.1 ibu yang memiliki dua kromosom
X, menghasilkan sebuah sel telur yang mengandung kromosom X.
Ayah yang menghasilkan satu kromosom X dan satu kromosom Y,
menghasilkan sel sperma yang mengandung kromosom X atau Y.
Jika ayah menyumbangkan kromosom X-nya, keturunan yang
terjadi adalah anak perempuan. Dan jika ayah menyumbangkan
kromosom Y, maka keturunan yang terjadi adalah anak laki - laki.
Banyak penderita hemofilia yang terkena dampaknya.
Gambar 2.2 Seorang laki - laki penderita hemofilia memiliki seorang anak dari seorang wanita normal.
Berdasarkan gambar 2.2 menunjukan bahwa semua anak
perempuan akan menjadi pembawa sifat hemofilia (carrier), jika
mereka mewarisi kromosom X yang membawa sifat hemofilia dari
sang ayah. Dan semua anak laki - laki tidak akan terkena hemofilia,
jika mereka mewarisi kromosom Y normal dari sang ayah.
Gambar 2.3. keadaan keturunan, jika seorang laki- laki normal memiliki anak dari seorang wanita pembawa sifat hemofilia
hemofilia.Berdasarkan gambar 2.3 menunjukan bahwa jika mereka
mendapatkan anak laki -laki, maka anak tersebut 50%
kemungkinan terkena hemofilia. Ini tergantung dari mana
kromosom X pada anak laki - laki itu didapat. Jika ia mewarisi
kromoson X normal dari sang ibu, maka ia tidak akan terkena
hemofilia. Jika ia mewarisi kromosom X dari sang ibu yang
mengalami mutasi, maka ia akan terkena hemofilia.
Sepasang anak perempuan memiliki 50% kemungkinan
adalah pembawa sifat hemofilia. Ia akan normal jika ia mewarisi
kromosom X normal dari sang ibu. Dan sebaliknya ia dapat
mewarisi kromosom X dari sang ibu yang memiliki sifat hemofilia,
sehingga ia akan menjadi pembawa sifat hemofilia.
Seorang carrier hanya memiliki satu buah kromosom X
normal yang dapat memproduksi sejumlah Faktor VIII atau Faktor
IX didalam susunan pembeku darah, sehingga mereka dapat
terhindar dari segala jenis hemofilia berat yang jumlah kadar zat
pembekunya kurang dari 1 %. Bila kromosom X hemofilia
fungsionilnya terjadi di setiap sel, maka seorang carrier akan
memiliki aktifitas pembeku darah dengan tingkatan yang paling
rendah.
Kebanyakan dari seorang carrier hemofilia memiliki tingkatan
pembeku darah antara 30 % dan 70 % dari angka normal dan tidak
selalu mengalami perdarahan yang berlebihan. Namun beberapa
carrier hemofilia memiliki kadar faktor VIII atau IX 30% lebih rendah
dari keadaan normalnya. Dan para wanita ini dapat di kategorikan
setengah hemofilia. Dalam hal ini , semua carrier hemofilia harus
lebih menaruh perhatian pada perdarahan yang tidak wajar. Tanda
-tandanya antara lain : menstruasi yang berkepanjangan dan
berlebihan (menorrhagia), mudah terluka, sering mengalami
perdarahan pada hidung (mimisan)
Penderita hemofilia tidak harus harus selalu ada sejarah
keturunan hemofilia dalam keluarganya. Hal ini dijelaskan bahwa
dalam setiap kelahiran seorang bayi laki-laki hemofilia dalam suatu
keluarga dimana dalam sejarah keturunan keluarga penderita tidak
terdapat penderita hemofilia yang lain. Sehingga hal tersebut tidak
dapat dipastikan darimana asal hemofilia tersebut. Hal ini terjadi
akibat adanya mutasi gen saat terjadinya pembuahan pada sang
ibu. Jadi sang Ibu merupakan orang pertama yang menjadi karier
hemofilia dan akan berdampak pada sang anak yang akan
dilahirkan, baik itu sebagai karier kembali maupun penderita
hemofilia itu sendiri. Selain itu, adanya perubahan struktur (mutasi)
pada sel telur sang ibu dapat pula disebabkan oleh perubahan
struktur sel pada sperma sang ayah. Dalam beberapa contoh
kasus, bila sang ibu bukan sebagai karier maka kemungkinan
besar anak lelaki lainnya akan normal.
Berat ringannya manifestasi klinis penderita hemofilia sangat
bergantung sekali dengan adanya kelainan sitogenetik dari X
kromosom, kelainan sitogenetik kromosom X pada penderita
hemofilia bisa berupa adanya mutasi, delesi, inversi dari gen F VIII.
Mutasi akan melibatkan terutama pada CpG dinukleotides gen F
VIII dan kira-kira 5% pasien hemofilia A akan mengalami delesi
dengan jumlah lebih besar 50 nukleotides pada gen F VIII.
Pada saat ini diperkirakan hampir 80 – 95% dari penderita
hemofilia A telah dapat dideteksi adanya mutasi gen faktor VIII dan
hanya 2% saja penderita hemofilia A yang tidak dapat dideteksi
adanya mutasi kode region dari gen F VIII, dikatakan juga bahwa
hampir 40% penderita hemofilia A berat terjadi oleh karena adanya
inversi pada lengan panjang kromosom X, introne 22 gen faktor
VIII. Perlu menjadi perhatian kita bahwa hampir 30% penderita
hemofilia tidak mengetahui adanya riwayat keluarga yang
menderita hemofilia atau adanya keluhan gangguan pembekuan
darah, dan munculnya manifestasi hemofilia pada orang ini
mungkin disebabkan terjadinya mutasi yang spontan pada
kromosom X.
Diperkirakan sampai dengan 30 % terjadi kasus dimana
seorang penderita hemofilia lahir pada sebuah keluarga tanpa
adanya garis keturunan hemofilia.Banyak dari kasus tersebut
merupakan mutasi gen baru. Yang artinya hemofilia dapat hadir
pada setiap keluarga. Karena baik sudara kandung perempuan
maupun sang ibu penderita hemofilia tidak selalu carrier sehingga
sangatlah penting untuk mereka melakukan pemeriksaan carrier
hemofilia.
3. Tanda-Tanda Klinis Penderita Hemofilia
Gejala-gejala dan tanda klinis untuk hemofilia biasanya sangat spesifik
dan umumnya penderita hemofilia mempunyai gejala-gejala klinis
yang sama, hemofilia A dan hemofilia B secara klinis sangat sulit
untuk dibedakan. Keluhan-keluhan dan tanda-tanda klinis penderita
hemofilia sering diinterpretasikan kurang tepat oleh para dokter
sehingga kadang-kadang dapat membahayakan si penderita
sendiri. Gejala-gejala klinis pada penderita hemofilia biasanya
mulai muncul sejak masa balita pada saat anak mulai pandai
merangkak, berdiri, dan berjalan di mana pada saat itu karena
seringnya mengalami trauma berupa tekanan maka hal ini
merupakan merupakan pencetus untuk terjadinya perdarahan
jaringan lunak (soft tissue) dari sendi lutut sehingga menimbulkan
pembengkakan sendi dan keadaan ini kadang-kadang sering
disangkakan sebagai arteritis rematik, pembengkakan sendi ini
akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa (digilib. usu.ac.id,
2006).
Perdarahan spontan biasanya terjadi tanpa adanya trauma
dan umumnya sering terjadi pada penderita hemofilia berat. Selain
persendian perdarahan oleh karena trauma atau spontan sering
juga terjadi pada lokasi yang lain di antaranya yaitu perdarahan
pada daerah ileopsoas, perdarahan hidung (epistaxis). Pada
penderita hemofilia sedang dan ringan gejala-gejala awal muncul
biasanya pada waktu penderita hemofilia mulai tumbuh kembang
menjadi lebih besar, di mana pada saat itu si anak sering
mengalami sakit gigi dan perlu dilakukan ekstraksi gigi atau
kadang-kadang giginya terlepas secara spontan dan kemudian
terjadi perdarahan yang sukar untuk dihentikan, dan tidak jarang
biasanya pada penderita hemofilia ringan baru diketahui seseorang
menderita hemofilia saat penderita menjalani sirkumsisi/sunatan
yang menyebabkan terjadi perdarahan yang terus menerus dan
kadang-kadang dapat menyebabkan terjadi hematom yang hebat
pada alat kelaminnya (digilib. usu. ac.id, 2006).
Tabel 2.1 Klasifikasi Klinis Hemofilia A
Klasifikasi Kadar faktor VIII Gambaran Klinis
Severe <> Hemarthrosis & perdarahan spontan sering dan berat sejak yang menempel pada
permukaan platelet akan muda, umumnya disertai deformitas sendi dan kecacatan.
Moderate 1-5 % (0,01 – 0,05
U/ml)
Perdarahan spontan jarang, perdarahan berat setelah luka kecil.
Mild 5-25 % (0,05 – 0,25
U/ml)
Perdarahan spontan, perdarahan setelah trauma atau setelah operasi.
(akademik. unsri. ac. id, 2006)
Komplikasi terpenting yang timbul dari hemofilia A dan B, yaitu
(hemofilia. or. id, 2006):
Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat
konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan
menghancurkannya. Inhibitor merupakan komplikasi hemofilia
yang serius, karena konsentrat faktor tidak lagi efektif.
Pengobatan untuk perdarahan tidak berhasil. Penderita
hemofilia dengan inhibitor mempunyai risiko untuk menjadi
cacat akibat perdarahan dalam sendi dan mereka dapat
meninggal akibat perdarahan dalam yang berat.
Inhibitor dapat mengenai 1 diantara 5 penderita hemofilia A
berat pada suatu ketika dalam hidupnya. Kebanyakan inhibitor
timbul ketika anak masih sangat muda yaitu segera setelah
menerima infus konsentrat Faktor VIII yang pertama. Pada
beberapa orang inhibitor timbul belakangan.
Inhibitor juga dapat timbul pada 1 diantara 15 penderita
hemofilia A ringan atau sedang. Inhibitor ini sering kali muncul
pada usia dewasa. Mereka tidak hanya menghancurkan
konsentrat faktor VIII yang diinfus, tetapi juga menghancurkan
faktor VIII itu sendiri. Sebagai akibatnya penderita hemofilia
ringan dan sedang akan berubah menjadi berat. Untunglah,
pada sekitar 60% dari penderita hemofilia ini, inhibitor
menghilang sendiri rata-rata dalam kurun waktu 9 bulan. Dan
40% sisanya, inhibitor tetap ada dan menjadi masalah yang
besar.
Pada hemofilia B, inhibitor jauh lebih jarang, kira-kira 1 diantara
100 penderita. nhibitor pada orang dengan hemofilia B dapat
menjadi sangat berat karena dapat disertai reaksi alergi.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh
perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi.
Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali
perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal,
kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang
pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering
perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar
kerusakan. Kerusakan sendi pada hemofilia sebagai "artropati
hemofilia".
Penderita hemofilia ringan dan sedang lebih jarang mendapat
perdarahan sendi dari pada hemofilia berat, sehingga mereka
lebih jarang mendapat artropati hemofilia. Namun seperti
dinyatakan di atas, kerusakan sendi dapat dimulai juga dari satu
kali perdarahan berat. Oleh karena itu, tetap penting untuk
mencegah kerusakan sendi akibat perdarahan pada hemofilia
ringan dan sedang.
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius
adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia
banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan
hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma,
cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang
dianggap akan membuat hidup mereka normal.
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan pada (hemofila. or.id, 2006):
Riwayat perdarahan
Gambaran Klinik
Pemeriksaan Laboratorium
Penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat
perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah
pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung
trimbosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin
time - masa protrombin plasma), APTT (activated partial
thromboplastin time – masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan
TT (thrombin time – masa trombin).
Hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan APTT
sedangkan pemerikasaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji
pembendungan, masa perdarahan, PT dan TT dalam batas normal.
Pemanjangan APTT dengan PT yang normal menunjukkan adanya
gangguan pada jalur intrinsik sistem pembekuan darah.
Pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau
diferensial APTT digunakan untuk membedakan hemofilia A dari
hemofilia B atau menentukan faktor mana yang kurang dapat
dilakukan. Sedangkan untuk mengetahui aktivitas F VIII dan IX
perlu dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktivitas F
VIII rendah sedang pada hemofilia B aktivitas F IX rendah. Selain
harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan
dari penyakit von Willebrand, Karena pada penyakit ini juga dapat
ditemukan aktivitas F VIII yang rendah.
Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau
gangguan fungsi faktor von Willebrand. Pada penyakit von
Willebrand hasil pemerikasaan laboratorium menunjukkan
pemanjangan masa perdarahan, APTT bisa normal atau
memanjang dan aktivitas F VIII bisa normal atau rendah. Di
samping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von
Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan
dijumpai masa perdarahan normal, kadar dan fungsi faktor von
Willebrand juga normal.
Pengobatan penderita hemofilia memerlukan pemberian F
VIII dan F IX yang adekuat, seumur hidup dan secara periodik
sehingga mereka dapat mencapai harapan hidup yang normal dan
berkehidupan seperti layaknya orang yang normal. Secara ekonomi
kesehatan (health economic) biaya pelayanan pengobatan
penderita hemofilia tergolong tinggi dan mahal namun hal ini akan
seimbang dan balance dengan produktivitas yang dihasilkan oleh
masyarakat hemofilia tersebut, berdasarkan hasil survei dari WFH
2002 kebutuhan normal untuk pelayanan hemofilia yang berkisar
1–3 IU/penduduk, Indonesia termasuk negara yang menggunakan
F VIII yang terendah yaitu 0,01 IU/penduduk (digilib. usu. ac.id,
2006).
Modalitas terapi yang lain, yang diperoleh dari plasma dan
dari hasil rekayasa genetik, yaitu rekombinan faktor VIII (r-f VIII).
Ada beberapa keunggulan dari r-f VIII yaitu aman dari penularan
virus, menimbulkan antibodi lebih rendah serta menjanjikan suplai
yang tak terbatas, namun kerugiannya harga sangat mahal
(akademik. unsri. ac. id, 2006).
Perdarahan pada hemofilia, seringkali menuntut pertolongan
yang disebut Replacement Therapy, yaitu pemberian faktor
pembeku darah sesuai yang dibutuhkan, baik dalam bentuk
transfusi plasma. Transfusii plasma tersebut adalah Cryoprecipitate
untuk plasma yang mengandung faktor VIII atau Fresh Frozen
Plasma (Plasma Segar Beku) yang mengandung faktor IX.
Keduanya melalui pembuluh darah vena. Pemberian dosis dan
jadwal replace therapy berdasarkan analisa dokter hematologi
(hemofilia. or.id, 2006).
BAB III
PEMBAHASAN
Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah yang diturunkan
secara X-linked resesive. Oleh karena itu, kebanyakan penderitanya
adalah laki – laki, sedangkan wanita merupakan karier atau pembawa
sifat. Sekitar 30% dari kasus hemofilia tidak mempunyai riwayat
keluarga, hal ini terjadi akibat mutasi spontan. Dikenal 2 macam
hemofilia yaitu hemofilia A yang disebabkan oleh defisiensi atau
gangguan fungsi faktor pembekuan VIII (F VIII), dan hemofilia B yang
disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor IX (F IX)
(hemofilia. or.id, 2006).
Manifestasi klinik hemofilia A dan B sama yaitu berupa
perdarahan yang dapat terjadi setelah trauma maupun spontan.
Perdarahan setelah trauma bersifat “delayed bleeding’, karena
timbulnya perdarahan terlambat. Jadi mula – mula luka dapat ditutup
oleh sumbat trombosit, tetapi karena defisiensi F VIII atau IX maka
pembentukan fibrin terganggu sehingga timbul perdarahan. Gambaran
yang khas adalah hematoma dan hemartrosis atau perdarahan dalam
rongga sendi. Perdarahan yang berulang – ulang pada rongga sendi
dapat mengakibatkan cacat yang menetap dan perdarahan pada organ
tubuh yang penting seperti otak dapat membahayakan jiwa .
Berat ringannya manifestasi klinis penderita hemofilia sangat
bergantung sekali dengan adanya kelainan sitogenetik dari X
kromosom, kelainan sitogenetik kromosom X pada penderita hemofilia
bisa berupa adanya mutasi, delesi, inversi dari gen F VIII. Mutasi akan
melibatkan terutama pada CpG dinukleotides gen F VIII dan kira-kira
5% pasien hemofilia A akan mengalami delesi dengan jumlah lebih
besar 50 nukleotides pada gen F VIII. Hemofilia A atau B dibagi tiga
kelompok, yaitu :
Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)
Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%)
Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%)
Pada hemofilia berat, perdarahan dapat terjadi spontan tanpa
trauma. Sedangkan yang sedang, biasanya perdarahan didahului
trauma ringan. Hemofilia ringan umumnya tanpa gejala atau dapat
terjadi perdarahan akibat trauma lebih berat.
1. Faktor Penyebab atau Faktor Resiko Hemofilia
Penyebab utama dari penyakit hemofilia adalah adanya
faktor keturunan atau genetik, walaupun sekitar 30% dari kasus
hemofilia tidak mempunyai riwayat keluarga, hal ini terjadi akibat
mutasi spontan. Hemofilia diturunkan oleh ibu sebagai pembawa
sifat yang mempunyai 1 kromosom X normal dan 1 kromosom X
hemofilia. Penderita hemofilia, mempunyai kromosom Y dan 1
kromosom X hemofilia. Seorang wanita diduga membawa sifat jika
(hemofilia. or.id, 2006):
Ayahnya pengidap hemofilia
Mempunyai saudara laki-laki dan 1 anak laki-laki hemofilia
Mempunyai lebih dari 1 anak laki-laki hemofilia
2. Strategi Pengendalian Hemofilia
Strategi pengendalian yang dapat dilakukan agar penderita
hemofilia dapat hidup normal serta berkehidupan yang normal pula
maka pelayanan terhadap penderita hemofilia harus dilakukan
secara maksimal dan untuk tercapainya maksud tersebut maka si
dokter harus sadar bahwa hal ini tidak mungkin dapat diselesaikan
hanya dengan satu disiplin ilmu, tetapi harus dengan beberapa
disiplin ilmu, konsep ini dikenal dengan pelayanan terpadu
(comprehensive care). Setelah ditegakkan diagnosa hemofilia
maka para dokter harus dapat menjelaskan dan menerangkan
pada orang tua si penderita tentang penyakit hemofilia tersebut dan
perlu dijelaskan juga bahwa sejak saat itu tentunya si penderita
nantinya akan mendapat pengobatan substitusi faktor koagulasi
seumur hidup, konsekuensinya adalah biayanya yang cukup besar
(digilib. usu. ac.id, 2006).
Konsep pelayanan terpadu dapat memberikan pelayanan
dalam 1 (satu) hari atau lebih dikenal dengan istilah one day care,
pasien tidak semuanya perlu mendapatkan rawat inap di rumah
sakit kecuali bila keluhan penderita sangat berat dan memerlukan
istirahat.
Pada pelayanan terpadu (Yandu) ini akan bergabung
beberapa dokter dari berbagai disiplin ilmu di antaranya yaitu:
dokter spesilis anak, penyakit dalam, patologi klinik,orthopedik,
dokter gigi, dokter rehabili tasi medik, THT, psikolog, transfusi
kedokteran memegang peran yang besar terutama bila diperlukan
pemberian dan pengadaan kriopresipitat dan beberapa disiplin ilmu
lainnya yang dapat bergabung dalam satu pelayanan terpadu atau
dapat juga bekerja pada departemennya masing-masing (digilib.
usu. ac.id, 2006).
Pelayanan terpadu dalam skala besar ini harus
mengikutsertakan semua unsur baik medis maupun non-medis, di
sini diperlukan: pusat pelayanan terpadu rumah sakit, organisasi
hemofilia yaitu Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI),
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), unsur-unsur pemerintahan
yaitu Departemen Kesehatan Republik Indonesia (PT Asuransi
Kesehatan) (digilib. usu. ac.id, 2006).
Hal-hal yang dibutuhkan oleh seorang penderita untuk menjaga
kondisi tubuh yang baik, yaitu (hemofilia.or.id, 2006):
Mengkonsumsi makanan/minuman yang sehat dan menjaga berat
tubuh tidak berlebihan. Karena berat berlebih dapat
mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki
(terutama pada kasus hemofilia berat).
Melakukan kegiatan olahraga. Berkaitan dengan olah raga,
perhatikan beberapa hal berikut:
Olah raga akan membuat kondisi otot yangkuat, sehingga bila
terbentur otot tidak mudah terluka dan perdarahan dapat
dihindari.
Bimbingan seorang fisio-terapis atau pelatih olah raga yang
memahami hemofilia akan sangat bermanfaat.
Bersikap bijaksana dalam memilih jenis olah raga; olah raga
yang beresiko adu fisik seperti sepak bola atau gulat
sebaiknya dihindari. Olah raga yang sangat di anjurkan
adalah renang.
Bimbingan seorang fisio-terapis dari klinik rehabilitasi medis
diperlukan pula dalam kegiatan melatih otot pasca
perdarahan.
Rajin merawat gigi dan gusi dan melakukan pemeriksaan
kesehatan gisi dan gusi secara berkala/rutin, paling tidak
setengah tahun sekali, ke klinik gigi.
Mengikuti program imunisasi. Catatan bagi petugas medis adalah
suntikan imunisasi harus dilakukan dibawah kulit (Subkutan)
dan tidak ke dalam otot, diikuti penekanan lubang bekas
suntikan paling sedikit 5 menit.
Menghindari penggunaan Aspirin, karena aspirin dapat
meningkatkan perdarahan. Penderita hemofilia dianjurkan
jangan sembarang mengkonsumsi obat-obatan. Langkah
terbaik adalah mengkonsultasikan lebih dulu kepada dokter.
Memberi informasi kepada pihak-pihak tertentu mengenai kondisi
hemofilia yang ada, misalnya kepada pihak sekolah, dokter
dimana penderita berobat, dan teman-teman di lingkungan
terdekat secara bijaksana.
Memberi lingkungan hidup yang mendukung bagi tumbuhnya
kepribadian yang sehat agar dapat optimis dan berprestasi
bersama hemofilia.
Perawatan kesehatan khusus diberikan ketika penderita
hemofilia mengalami luka atau perdarahan. Perdarahan dapat
terjadi di bagian dalam dan luar tubuh. Perdarahan di bagian dalam
tubuh umumnya sulit atau tidak terlihat mata. Pada kondisi ini
diperlukan kewaspadaan dan pertolongan segera. Kewaspadaan
juga diperlukan karena perdarahan dapat terjadi tanpa sebab yang
jelas.
Kewaspadaan lainnya yang harus dilakukan apabila terjadi
benturan keras pada kepala penderita. Penderita hendaknya
segera dibawa kerumah sakit terdekat untuk dapat dirawat secara
khusus dan seksama oleh dokter. Karena perdarahan yang terjadi
pada kepala dapat berakibat buruk bahkan hingga sampai pada
keadaan yang mematikan.
Pertolongan pertama dapat dilakukan, sebelum penderita
dapat dibawa ke rumah sakit. Terkadang pertolongan pertama
dapat menghentikan perdarahan. Pengamatan dan kewaspadaan
terhadap kondisi perdarahan harus dilakukan di bawah bimbingan
seorang dokter ahli darah (hematolog). Pertolongan pertama pada
saaat terjadi luka kecil atau lecet maupun memar biru dikuli adalah
(hemofili. or.id, 2006):
Membersihkan luka kecil yang terbuka terlebih dahulu dengan
menggunakan alkohol.
Memberi tekanan dalam waktu lama pada luka tersebut. Tekanan
diberikan dengan menggunakan bantal kapas berbungkus kain
kassa/perban. Penekanan dilakukan baik dengan jari tangan
atau perban elastis.
Memberi kompres es/dingin pada luka. Kompres es/dingin dapat
berupa handuk basah terbungkus plastik yang telah disimpan di
lemari pendingin. Kompres es/dingin dilakukan dengan
melindungi kulit lebih dulu dengan selapis kain, yang berguna
untuk menghindari kerusakan kulit.
Pertolongan pertama ketika terjadi perdarahan terjadi di
dalam otot atau pada sendi adalah melakukan langkah-langkah
R,I,C dan E (disingkat RICE; keterangan ada pada bagian berikut)
(hemofilia.or.id, 2006).
R = Rest atau istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka. Bila
kaki yang mengalami perdarahan, gunakan alat bantu seperti
tongkat.
I = Ice atau kompreslah bagian tubuh yang terluka dan daerah
sekitarnya dengan es atau bahan lain yang lembut &
beku/dingin.
C = Compress atau tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang
mengalami perdarahan tidak dapat bergerak (immobilisasi).
Gunakan perban elastis namun perlu di ingat, jangan tekan &
ikat terlalu keras.
E = Elevation atau letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi
lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang
lembut seperti bantal.
Dua hal yang perlu dipikirkan saat ini dan bila mungkin dapat
dilaksanakan agar tidak mendapat keturunan yang menderita
hemofilia yaitu (digilib. usu. ac.id, 2006):
a. Menentukan apakah seorang wanita sebagai carier hemofilia
atau tidak, dengan pemeriksaan DNA probe untuk menentukan
kemungkinan adanya mutasi pada kromosom X, cara ini yang
paling baik. Atau dari wawancara riwayat keluarga namun cara
ini kurang akurat yaitu:
Seorang wanita diduga karier bila dia merupakan anak
perempuan dari seorang laki-laki penderita hemofilia
Bila dia merupakan ibu dari seorang anak laki-lakinya penderita
hemofilia
Wanita di mana saudara laki-lakinya penderita hemofilia atau
dia merupakan nenek dari seorang cucu laki-laki hemofilia
Antenatal diagnosis hemofilia yaitu dengan menentukan langsung F
VIII dan F IX sampel darah yang diambil dari vena tali pusat
bayi di dalam kandungan dengan kehamilan 16 – 20 minggu.
Secara khusus, penaganan hemofili ditujukan pada
etiologinya yaitu terjadi defisiensi protein koagulasi faktor VIII.
Kriopresipitat merupakan salah satu modalitas terapi untuk
hemofilia A, yang dibuat dengan FFP yang dibekukan. Daya tahan
kriopresipitat dapat berbulan-bulan jika disimpan dalam keadaan
beku. Keuntungan dalam pemberian kriopresipitat ini dapat
diberikan dalam dosis tinggi tetapi konsentrasi protein yang rendah,
volume lebih kecil, dibuat dari donor relatif sedikit sehingga
komponen lain masih bisa digunakan, kerugiannya dapat terjadi
bahaya hiperfibrinogenemia. Dosis 1 unit/kg berat badan yang
dapat diulang tiap 18 jam (akademik. unsri. ac. id, , 2006).
Pemberian perawatan yang tepat dan adekuat terhadap
penderita hemofilia dapat mencegah terjadinya kecacatan atau
bahkan kematian. Pemberian substitusi komponen darah
merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan penderita
hemofilia agar dapat tetap hidup layaknya seperti kehidupan orang
normal lainnya. Selain itu, pemberian faktor pembeku darah sesuai
yang dibutuhkan termasuk dalam bentuk transfusi plasma.
Transfusi plasma tersebut adalah Cryoprecipitate untuk plasma
yang mengandung faktor VIII atau Fresh Frozen Plasma (Plasma
Segar Beku) yang mengandung faktor IX. Keduanya melalui
pembuluh darah vena. Pemberian dosis dan jadwal replace therapy
berdasarkan analisa dokter hematologi (digilib. usu. ac.id, 2006).
Obat - obat tertentu mempengaruhi kerja trombosit yang
berfungsi membentuk sumbat pada pembuluh darah. Karena
hemofilia memang sudah merupakan masalah perdarahan, minum
obat ini hanya akan memperburuk perdarahannya. Penderita
hemofilia tidak boleh minum obat yang mengandung (hemofila.
or.id, 2006) :
Aspirin (ASA) dan obat lain yang mengandung aspirin (Alka-Seltzer,
Anacin, Aspirin, Bufferin, Dristan, Midol, 222)
Obat anti radang non-steroid (indomethacin dan naproxen)
Obat anti radang non-steroid (indomethacin dan naproxen)
Pengencer darah seperti warfarin atau heparin
Penanganan penderita hemofili segera dilakukan sejak
diagnosis ditegakkan, berupa terapi secara umum dan khusus.
Secara umum tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita hemofili agar dapat menjalani kehidupan seperti orang
normal dengan batasan-batasan tertentu. Terapi umum ini dapat
dilakukan dengan konseling, edukasi dan memanfaatkan semua
standar terapi medik yang ideal pada penderita termasuk
mempersiapkan pengetahuan yang dimiliki penderita. Penderita
dan keluarga harus diberikan pengetahuan praktis tentang penyakit
hemofilia, faktor pencetus perdarahan, komplikasi yang akan timbul
dan cara pencegahannya (akademik. unsri. ac.id, 2006).
Peran keluarga sangat penting terhadap perkembangan
psikologis anak dan sikap orang tua dalam memahami penyakit
dan berurusan dengan anaknya. Selain itu, sangat penting untuk
mengetahui bagaimana situasi atau keadaan anak-anaknya, baik
itu berkaitan dengan sekolah, lingkungan tempat main, aktivitas
yang sesuai, dan interaksi dengan anak lain atau saudara kandung
yang tidak menderita hemofilia.
Perlunya untuk memahami bagaimana mengembangkan
masing-masing profil keluarga sendiri, perawatan dan pengasuhan
anak dalam kaitannya dengan penyakit ini. Hal ini diyakini bahwa
kesulitan yang ada pada diri individu yang menderita penyakit
hemofilia yang berkaitan dengan hubungan sosial, kehidupan
dewasa mungkin berkaitan dengan ciri-ciri kepribadian mereka
yang dikembangkan di masa kanak-kanak, dan mungkin adanya
pembatasan dalam membesarkan mereka dan bukan oleh efek
psikologis yang dihasilkan dari komplikasi dari penyakit yang
dideritannya (www. apps.einstein. br, 2008).
Pihak keluarga juga hendaknya harus memperhatikan
penderita hemofilia dengan memberikan gelang atau kalung
sebagai petanda hemofilia atau kewaspadaan medis. Hemofilia
tidak popular dan tidak mudah di diagnosa. Sehingga, jika terjadi
kecelakaan gelang petanda tersebut akan sangat membantu
personil medis. Disamping itu, keluarga harus mengetahui tentang
kondisi hemofilianya, tahu obat apa yang harus diterimanya dalam
keadaan darurat. Keluarga juga harus tahu bahwa penderita
hemofilia tidak boleh disuntik obat ke dalam otot dan menemani
untuk datang ke klinik dengan teratur.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
1. Hemofilia merupakan kelainan pembekuan darah yang diturunkan
secara X-linked recessive. Dikenal 2 macam hemofilia yaitu
hemofilia A karena defisiensi F VIII dan hemofilia B dengan
defisiensi faktor IX.
2. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran
klinik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan
hemostasis penyaring dijumpai APTT memanjang sedang semua
tes lain memberi hasil normal.
3. Strategi pengendalian yang dapat dilakukan agar penderita
hemofilia dapat hidup normal serta berkehidupan yang normal pula
maka pelayanan terhadap penderita hemofilia harus dilakukan
secara maksimal yaitu dengan pelayanan terpadu (comprehensive
care).
Membentuk sistem pelayanan terpadu secara multidisipliner diberbagai
provinsi di Indonesia terhadap penderita hemofilia agar penderita
hemofilia dapat hidup dan berkehidupan normal. Penderita
hemofilia tidak perlu rawat inap di rumah sakit (one day care
hemofilia) tetapi dapat dilakukan di pusat pelayanan terpadu.
Melakukan penelitian tentang terapi gen karena keberhasilan terapi
gen merupakan harapan yang ditunggu bagi penderita hemofilia
khususnya di Indonesia dan dunia pada umumnya agar mereka
dapat terbebas dari segala penderitaan.
Kendala biaya merupakan faktor utama baik pemeriksaan penyaring
dan lanjutan untuk diagnostik serta perawatan dalam pemberian
faktor koagulasi: kriopresipitat, F VIII dan F IX biaya yang sangat
mahal merupakan hambatan bagi para penderita hemofilia ini,
sehingga perlu peran serta pemerintah.