39
BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. M Usia : 32 tahun Usia kehamilan : mengaku hamil 2 bulan MRS : 02 Oktober 2013 Dokter yang merawat : Dr. Abdul rauf, Sp.OG ANAMNESIS Keluhan Utama : Keluar flek kemerahan sejak pukul 19.00 pagi SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang : OS mengeluh keluar flek flek kemerahan sejak kemarin,Os mengaku nyeri seluruh perut mendadak sejak tadi pagi pukul 19.00 sampai sekarang. Sakit perut disertai mules dan sakit pada pinggang, OS merasakan mual (+), muntah (+), lemas (+). OS dibawa ke VK anissa dengan kondisi lemas (+), pucat (+), Riwayat Penyakit Dahulu : Asma, Hipertensi, dan DM disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga : Asma, Hipertensi, dan DM disangkal. 1

HATIM KET

Embed Size (px)

DESCRIPTION

chjk

Citation preview

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. M

Usia : 32 tahun

Usia kehamilan : mengaku hamil 2 bulan

MRS : 02 Oktober 2013

Dokter yang merawat : Dr. Abdul rauf, Sp.OG

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Keluar flek kemerahan sejak pukul 19.00 pagi SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

OS mengeluh keluar flek flek kemerahan sejak kemarin,Os mengaku nyeri seluruh perut

mendadak sejak tadi pagi pukul 19.00 sampai sekarang. Sakit perut disertai mules dan sakit pada

pinggang, OS merasakan mual (+), muntah (+), lemas (+). OS dibawa ke VK anissa dengan

kondisi lemas (+), pucat (+),

Riwayat Penyakit Dahulu :

• Asma, Hipertensi, dan DM disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Asma, Hipertensi, dan DM disangkal.

Riwayat Pengobatan :

Os pernah dirawat diruang annisa pada tgl 26 september 2013 dengan diagnosa G1P0A0 dengan

abdominal pein.dilakukan observasi kehamilan ektopik terganggu,bladder distance,anemia.pada

tgl 28 September 2013 pasien boleh pulang.

1

Riwayat Perkawinan :

Kawin ke 1 lama kawin 3,5 tahun

Riwayat Alergi :

• Alergi Obat disangkal

• Alergi Makanan disangkal

Riwayat Haid :

• Menarche usia 12 tahun, teratur, nyeri saat haid (+), lama 4 hari, teratur, siklus 30 hari.

• HPHT : 03 Agustus 2013.

• Taksiran Persalinan : 10 Mei 2014.

Riwayat Persalinan :

• G1 P0 A0

No Tempat

bersalin

Penolong Thn Ater

m

Jenis

persalinan

Penyulit Anak

JK BB (g)

PB

(cm)

Keadaan

1. Hamil

ini

2.

Riwayat Operasi :

OS mengaku belum pernah operasi apapun (-)

2

Riwayat Kebiasaan :

Makan teratur, merokok (-), minuman beralkohol (-).

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital :

- TD : 100/70 mmHg - Nadi : 92x/mnt

- Suhu : 35,5°C - RR : 16x/mnt

Status Generalis

Kepala : normocephal

Mata : konjungtiva : anemis +/+, Sclera : ikterik -/-

Jantung : BJ I & II murni normal, gallop (-), murmur (-)

Pulmo : pernapasan vesikuler, wheezing (-), rhonchi (-)

Ekstremitas :

- Atas : edema -/-, akral dingin, RCT ≤ 2 dtk

- Bawah : edema -/-, akral dingin, RCT ≤ 2 dtk

Status Obstetri

Pemeriksaan Abdomen

• Palpasi: nyeri tekan di 4 kuadran

• Auskultasi : BU ↓

• PD: tidak dilakukan

Diagnosis :

G1 P0 A0 hamil 8 minggu suspect KET dengan DIC

3

Rencana :

- USG

- Cek Laboratorium darah, HHTL, PT dan APTT, Penanda Hepatitis HbsAG

- kuretase

- Rencana Cito Laparotomi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Tanggal

26-09-2013 27-09-2013 27-09-2013

Hematologi

Hemoglobin (g/dL)

Leukosit (rb/µL)

Trombosit (rb/µL)

Hematokrit (%)

12,61↓ 11,7-15,5

22.86 (↑) 3,60-11,0

359 150 - 440

22 ↓

8,7↓ g/dl 10,3 ↓g/dl

Penanda Hepatitis

HbsAg

(-) negatif

Masa Protrombin (PT)

Pasien (detik)

PT (kontrol) (detik)

16,9 9,8-12,6

12,0

APTT

Pasien (detik)

Kontrol (detik)

27,4 ↑ 31,0-47,0

31,0

4

Tanggal

28-09-2013 4-10-2013

Beta HCG (+)Positif

FDP atau D-dimer 2000 µg/L

<500 µg/L

5

USG tanggal 02 oktober 201 3

Usg 27 september 2013 Hamil 6 minggu terdapat gestasional sac Tersangka kehamilan ektopik terganggu( kurang jelas)

6

USG tanggal 02 oktober 201 3

VU terisi, uterus ukuran dan bentuk normal, endometrium tipis, cavum uteri kosong.

Pada adnexa dextra mengarah ke cavum duglass tampak massa menyerupai GS.

Adnexa sinistra kesan normal.

Tampak adanya fluid collection di luar uterus.

7

LAPORAN KURETASE

Jenis Pembedahan : kuretase

Tanggal : 07 Oktober 2013, pukul 09.25-09.35

Uraian Pembedahan :

OS narkose umum,diposisikan litotomi

tutup duk steril ,kosongkan vesica urinaria

pasang speculum,jepit dengan kagel tang pada porsio bagian depan

mengambil sisa sisa konsepsi lanjutkan dengan mengorek menggunakan abortus

tang secara sistematis sampai di PA diambil jaringan

Perdarahan ± 20 cc

bersihkan

tindakan selesai

Diagnosis pasca bedah : Post kuretase

LAPORAN PEMBEDAHAN

Jenis Pembedahan : Cito Laparotomi

Tanggal : 07 Oktober 2013, pukul 09.50

Uraian Pembedahan :

OS narkose umum

Asepsis antisepsis, tutup duk steril

Insisi pfanenstiel segmen bawah peritoneum

Tampak darah memenuhi abdomen

Tampak massa jaringan tuba dextra dan dilakukan salpingektomi dextra.

Explorasi uterus dan adnexa sinistra (N)

Rongga Abdomen ditutup

Jaringan di PA

Perdarahan ± 500 ml

Diagnosis pasca bedah : Post Laparotomi e.c. KET

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Kehamilan Ektopik Terganggu ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah

dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% berada di

saluran telur.

Di Indonesia kejadian 5-6 per seribu kehamilan. Patofisiologi tersering terjadinya kehamilan

ektopik karena sel telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat

sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh

di luar rongga rahim. Bila tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya

buah kehamilan, akan terjadi ruptur dan menjadi kehamilan ektopik yang mengganggu.

Berdasarkan lokasinya, dapat dibagi menjadi 5 sebagai berikut:

a. Kehamilan tuba, meliputi > 95% yang terdiri atas: pars ampularis (55%), pars ismika

(25%), pars fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2%).

b. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau

abdominal.

c. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.

d. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda di mana satu janin berada di kavum

uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar 1 per 15.000-

40.000 kehamilan.

e. Kehamilan ektopik bilateral. Jarang terjadi.

2. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang menyebabkan tejadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium

menjadi penyebab kehamilan ektopik, antara lain :

a. Faktor tuba

Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit atau buntu.

Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang berkelok-kelok panjang

9

dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan

pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.

Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometrosiosis tuba atau divertikel saluran tuba

yang bersifat kongenital.

Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang

menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan

ektopik.

b. Faktor abnormalitas dari zigot

Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat

dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.

c. Faktor ovarium

Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat

membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya

kehamilan ektopik lebih besar.

d. Faktor hormonal

Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan

tuba melambat. Bila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

e. Faktor lain

Termasuk pemakai IUD di mana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan

endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang

sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan

ektopik.

3. MACAM-MACAM KEHAMILAN EKTOPIK

Kehamilan pars interstisialis tuba

Kehamilan ektopik ganda

Kehamilan ovarial

10

Kehamilan servikal

Kehamilan ektopik kronik (hematokel)

4. PATOLOGI

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk proses

nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa

proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang

baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa

perubahan dalam bentuk:

- Hasil konsepsi mati dini atau diresorbsi

- Abortus ke dalam lumen tuba (Abortus tubaria)

- Ruptur dinding tuba

5. GAMBARAN KLINIK

Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa

nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa. Pada pemeriksaan vaginal uterus

membesar dan lembek walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang

mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada

pemeriksaan USG sangat membantu menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah intrauterus

atau kehamilan ektopik. Untuk itu memeriksakan kehamilan muda sebaiknya dilakukan

pemeriksaan USG.

Bila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur pada tuba tempat lokasi nidasi

kehamilan ini akan memberi gejala dan tanda yang khas yaitu timbulnya sakit perut mendadak

yang kemudian disusul dengan syok atau pingsan. Ini adalah pertanda khan terjadinya kehamilan

ektopik yang terganggu.

Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur

tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, keadaan umum penderita sebelum

hamil.

Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba nyeri perut

bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan pedarahan yang

menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri

11

tidak seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tapi

setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh

perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang difragma, sehingga menyebabkan

nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterin, menyebabkan defekasi nyeri.

Perdarahan pervaginam juga tanda penting kedua pada kehamilan ektopik yang terganggu. Hal

ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.

Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi

perdarahan dari 51 – 93 %. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic

gonadotropin.

Amenorea juga merupakan tanda penting walaupun sering tidak jelas, karena gejala dan tanda

bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadi nidasi pada saluran tuba yang kemudian

disusul dengan ruptur tuba karena tidak bisa menampung peertumbuhan mudigah selanjutnya.

Lamanya amenorea bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian

penderita tidak mengalami ameorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.

Frekuensi berkisar 23 – 97 %.

Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal bahwa usaha

menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, yang disebut dengan nyeri goyang (+) atau

slinger pijn. Juga kavum Douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh

darah.

6. DIAGNOSIS

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu demikian

besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau ruptur tuba sebelum

keadaan menjadi jelas. Bila diduga ada kehamilan ektopik yang belum terganggu, penderita

segera dirawat di rumah sakit. Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi,

laparoskopi, atau kuldoskopi.

Pada jenis mendadak tidak banyak mengalami kesukaran, tapi pada jenis menahun atau atipik

bisa sulit sekali. Untuk mempertajam diagnosis, maka pada tiap perempuan dalam masa

reproduksi dengan keluhan nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan

kehamilan ektopik harus dipikirkan. Umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan

yang cermat diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnostik seperti

12

kuldosentesis, USG, dan laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya terlambat

untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut

bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan pervaginam terjadi setelah

nyeri perut bagian bawah.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah

merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada

tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dapat

dilakukan secara serial dengan jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan

hemoglobin dan hematokrit dapat mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Pada jenis

ini kasus tidak mendadak ditemukan anemia; tapi penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24

jam.

Bila leukosit meningkat, menunjukkan adanya perdarahan. Untuk membedakan kehamilan

ektopik dari infeksi pelvik, dapat diperhatian jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi

20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir.

Diagnosis kehamilan ektopik sering keliru dengan abortus insipiens atau abortus inkompletus

yang kemudian dilakukan kuretase. Bila hasil kuretase meragukan jumlah sisa hasil konsepsinya,

maka kita perlu curiga terjadinya kehamilan ektopik yang gejala dan tandanya tidak khas.

Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas

ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik.

Kuldosentesis dilaksanakan dengan urutan:

- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi

- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik

- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks; dengan

traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.

- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10 ml

dilakukan pengisapan.

- Bila ada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan

perhatikan darah yang dikeluarkan:

o Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah

ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

13

o Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa

bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.

Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik

apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik,

alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium,

tuba, kavum Douglas, dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin

mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan

laparotomi.

7. PEMERIKSAAN USG PADA KEHAMILAN EKTOPIK

Struktur kantong gestasi intrauterin dapat dideteksi mulai kehamilan 5 minggu, diameter sudah

mencapai 5 – 10 mm. Gambar USG kehamilan ektopik sangat bervariasi bergantung pada usia

kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur, abortus), serta banyak dan lamanya

perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan

bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah/janin hidup yang letaknya di luar kavum uteri. Uterus

mungkin besarnya normal, atau mengalami sedikit pembesaran yang tidak sesuai dengan usia

kehamilan. Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat reaksi desidua.

8. PEN ATALAKSANAAN KEHAMILAN EKTOPIK

Umumnya adalah laparotomi. Hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam tindakan;

kondisi penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan

ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan

kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hal ini menentukan apakah perlu dilakukan

salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti

hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Bila penderita dalam keadaan syok,

lebih baik dilakukan salpingektomi.

9. PROGNOSIS

Kematian karena kehamilan ektopik cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah

yang cukup. Akan tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi.

14

Umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian

perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka

kehamilan ektopik berulang dilaporkan antara 0%-14,6%.

15

PENDAHULUAN

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah istilah yang digunakan untuk

sekelompok sindroma klinikopatologis yang ditandai dengan aktivasi pembekuan intravaskular

baik melalui jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik.Cunningham FG,2010; Alarm,2001 Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC) adalah sindroma abnormalitas koagulasi dan fibrinolisis, DIC

disebut juga konsumtif koagulopati. Alarm,2001

Kehamilan menyebabkan kondisi status hiperkoagulasi. Terdapat peningkatan

aktivitas semua faktor koagulasi kecuali faktor XI dan XIII. Fibrinogen meningkat sejak

awal kehamilan sekitar 12 minggu,dan mencapai puncaknya dengan kadar 400-650

mg/dL pada kehamilan aterm. Sistem fibrinolitik tertekan pada kehamilan dan

persalinan, akan tetapi kembali normal dalam satu jam setelah plasenta lahir. Miller A, 2002

Banyak penyakit yang dapat mencetuskan terjadinya sehingga menimbulkan gejala

klinis yang bervariasi tergantung penyakit dasarnya. Oleh karena itu banyak istilah yang dipakai

untuk ini yaitu consumption coagulopathy, defibrination, syndrome hiper fibrinolisis dan

syndrome trombohemoragik. Cunningham FG,2010; Alarm,2001; Miller A,2002

Hemostasis tergantung kepada kontriksi dari pembuluh darah, agregasi dari platelet

sebagai respon dari kerusakan pembuluh darah dan generasi dari fibrin menjadi bentuk bekuan,

keadaan ini diseimbangkan oleh mekanisme fibrinolisis, dengan perubahan fibrin dan patensi

dari pembuluh darah.Foley, M.R,2002; Levi M,2003; Tambunan,2001.

Banyak kasus DIC berhubungan dengan kehamilan. DIC disebabkan oleh eclampsia/

preeclampsia, perdarahan post partum, sepsis, solusio plasenta, missed septic abortion, ruptur

uterus, emboli air ketuban, Intra uterine fetal death (IUFD), penyakit trofoblas, dan Sickle Cell

Crisis. Cunningham FG,2010; Alarm,2001

Pada pasien dengan solusio plasenta berat yang disertai kematian janin, DIC terjadi

pada 25% pasien. Pada pasien dengan IUFD dan missed abortion DIC terjadi pada 25%

pasien, dan timbul 5-6 minggu sesudah kematian janin, dengan hasil perubahan laboratorium

pada beberapa kasus sudah nyata berubah sejak awal. Pada Hellp syndrome DIC terjadi pada

92 dari 442 pasien (21%).Alarm,2001

16

Preeklampsia adalah merupakan syndroma yang khas bagi kehamilan dan disebut

sebagai hipertensi yang diinduksi kehamilan atau penyakit hipertensi pada kehamilan. Menurut

American College of Obstetricians and Gynecologists Preeklampsia adalah keadaan dimana

hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya yang terjadi akibat kehamilan

setelah minggu ke 20.Miller A,2002

HELLP syndrom merupakan varian preeklampsi yang langka, dan mempunyai

morbiditas yang tinggi, yang berhubungan dengan hemolisis, meningkatnya enzim hati

dan rendahnya hitung trombosit. Cunningham FG,2010

Berikut ini akan dipresentasikan sebuah kasus seorang pasien 35 tahun kiriman RSUD

Pariaman dengan diagnosa P5A0H5 post histerektomi supravaginal diluar atas indikasi

perdarahan post partum dini e.c kelainan pembekuan darah + post SCTPP + TP atas indikasi

preeklampsi berat + letak obliq + HELLP syndrom + suspek DIC. Pasien kemudian dirawat di

ICU bersama bagian penyakit dalam. Kemudian selama 10 hari perawatan, keadaan pasien

memburuk dan meninggal dihadapan dokter dan keluarga.

17

TINJAUAN PUSTAKA DIC

Hemotasis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila terjadi

luka pada pembuluh darah dan agar darah tetap cair serta aliran darah berlangsung secara

lancar. Mekanisme hemostasis normal terdiri atas 3 fase, yaitu hemostasis primer, hemostasis

sekunder dan proses fibrinolisis. Mekanisme hemostasis tersebut berupa : konstriksi pembuluh

darah lokal, pembentukan platelet plug, pembentukan fibrin dan proses fibrinolisis. Proses

vasokontriksi-lokal dan pembentukan platelet plug dinamakan hemostasis primer, sedangkan

proses koagulasi hingga terbentuknya fibrin stabil dinamakan hemostasis sekunder. Proses

fibrinolisis berusaha agar tidak terbentuk trombus berlebihan yang dapat mengganggu aliran

darah.Tambunan dkk,2001; drews dkk, 2010

Teori yang paling diterima mengenai koagulasi darah dipopulerkan oleh Ratnoff dan

Bennett pada tahun 1973 dan dikenal dengan cascade theory. Pada dasarnya sistem koagulasi

dibagi menjadi sistem intrinsik dan sistem ekstrinsik. Sistem intrinsik mengandung semua

komponen intravaskular yang dibutuhkan untuk mengaktifkan trombin, yaitu faktor XII, XI, X, IX,

V, dan II (protrombin). Faktor ekstrinsik meliputi romboplastin jaringan yang akan mengawali

aktifasi faktor VII, X, V, dan protrombin. Kedua aktor intrinsik dan ekstrinsik bersamaan

mengaktivasi faktor X, yang berikutnya bereaksi dengan faktor V yang teraktifasi dengan

adanya Calcium dan fosfolipid, untuk mengubah protrombin menjadi trombin.Cunningham FG, 2010

Trombin adalah enzim proteolitik yang bertanggung jawab untuk memecah rantai fibrinogen

menjadi fibrinopeptid, memulai pembentukan fibrin monomer.

Aktifasi sistem koagulasi juga menstimulasi perubahan plasminogen menjadi plasmin

sebagai mekanisme pertahanan terhadap trombosis intravaskular. Plasmin adalah enzim yang

menghambat aktivitas enzim V dan VIII, dan dapat menghancurkan fibrin membentuk Fibrin

Degradation Product (FDP). Hemostasis darah yang normal merupakan keseimbangan dinamis

antara koagulasi yang membentuk fibrin dan sistem fibrinolisis, yang berfungsi membuang fibrin

ketika fungsi hemostasis sudah lengkap.

Pada DIC terdapat koagulasi yang berlebihan dan melampaui batas oleh karena lepasnya

tromboplastin kedalam sirkulasi maternal. Hal ini menyebabkan konsumsi faktor koagulasi

berlebihan, menurunkan kadar faktor pembekuan, sehingga terjadi kecenderungan untuk

berdarah. Sebagai respon terhadap koagulasi yang luas dan penumpukan fibrin pada

mikrovaskular, proses fibrinolisis menjadi teraktivasi. Ini meliputi perubahan plasminogen

18

menjadi plasmin,yang memecah fibrin menjadi Fibrin degradation products (FDP). FDP

mempunyai sifat antikoagulan, menghambat fungsi trombosit dan kerja trombin, sehingga

memperburuk kelainan koagulasi.Alarm, 2001

19

FIBRIN

Fibrinogen

Prothrombin

V

VIII

IX

XI

XII

X

Platelet

Contact

Platelet

Adhesion &Tissue

TISSUE

SNAKE VENOMS

ENDOTOXINS

NEOPLASMS

AMNIOTIC FLUID

EMBOLISM

PROMYELOCYTIC

LEULEMIA

INTRAUTERINE

FETAL DEATH

ABRUTIO

PLACENTAE

MASSIVE

ENDOTHELIAL

CELL INJURY

GIANT

HEMANGIOMAS

MASSIVE TRAUMA

BURNS

Gambar 2. Mekanisme awal . Panah bergaris menujukan jalur hemostasis normal, dan panah

titik menunjukkan jalur dimana kelainan mengawali. Lee GR, 2003

DIC PADA KEHAMILAN

Pada kasus obstetri DIC selalu merupakan akibat adanya proses yang lain. Aktifasi

sistem koagulasi terjadi dengan cara:

1. Pelepasan sistem tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari plasenta dan jaringan

desidua. Mekanisme ini terjadi secara cepat pada kasus solusio plasenta,emboli air

ketuban, ruptur uteri, dan terjadi secara perlahan dan membahayakan pada kasus IUFD

dan missed abortion.Alarm, 2001

2. Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama kedalam plasma dan mengaktifkan

faktor koagulasi.2 Eklamsia dan preeclampsia termasuk dalam kategori ini.Miller A, 2002

3. Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan pospolipid. Hal ini terjadi

pada reaksi transfusi. Alarm, 2001

Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada persalinan dengan cairan pengganti yang

tidak adekuat dengan kristaloid atau koloid menyebabkan terjadinya vasospasme,

menyebabkan kerusakan endotel, dan memicu terjadinya DIC. Hipotensi menurunkan perfusi

sehingga terjadi hipoksia lokal dan asidosis pada tingkat jaringan

memicu terjadinya DIC. DIC bisa dihindari dengan mengganti cairan yang cukup, meskipun

pada anemia yang berat. Foley, 2000

Gambaran klinis DIC pada kehamilan seringkali gejala dan tanda komplikasi obstetri yang

mendasari terjadinya DIC. Manifestasi perdarahan yang muncul bisa berupa hematom, purpura,

epistaksis, bekas injeksi yang berdarah, atau yang lebih dramatis terjadinya perdarahan aktif

dari luka operasi dan perdarahan post partum. Alarm, 2001 Perdarahan bisa berupa hematuria,

perdarahan gastrointestinal, intracarnial dan internal bleeding. Miller A, 2002 Gejala sisa adanya

trombosis jarang ada pada DIC yang terjadi secara akut, gejala lebih banyak ditutupi oleh

kecenderungan terjadinya perdarahan. Manifestasi adanya trombosis adalah disfungsi ginjal,

hepar, dan paru. Alarm, 2001

Patogenesis terjadinya DIC meliputi peningkatan pembentukan trombin, penurunan

mekanisme fisiologis antikoagulan, dan terhambatnya proses fibrinolisis. Antikoagulan fisiologis

20

meliputi antitrombin III, protein C dan TFPI (tissue factor pathway inhibitor). Pada DIC kadar

antitrombin III, yang merupakan inhibitor trombin utama menurun sebagai respon terhadap

proses koagulasi yang sedang berlangsung, degradasi oleh elastase yang dikeluarkan oleh

neutrofil aktif, dan gangguan sintesis antitrombin III. Foley, 2000

Penurunan fungsi sistem protein C disebabkan oleh penurunan aktifitas trombomodulin,

penurunan kadar fraksi bebas protein S (kofaktor esensial protein C),disamping penurunan

sintesis. Penurunan aktivitas fibrinolitik diperantrai oleh peningkatan inhibitor aktivator

plasminogen tipe 1, penghambat utama sistem fibrinolitik, dan penelitian klinik menunjukkan

meskipun terdapat aktivitas fibrinolitik, pada DIC aktivitasnya terlalu lemah dibandingkan

aktivitas pembentukan fibrin. Levi, 2003

Diagnosis DIC

Kewaspadaan terhadap kondisi obstetri yang dapat menimbulkan DIC penting dilakukan,

mengingat pentingnya kecepatan diagnosis DIC, dan kurangnya fasilitas laboratorium yang

lengkap menyebabkan tidak dilakukannya tes kelainan hematologi definitif. Tes Pembentukan

jendalan darah merupakan tes yang mudah dikerjakan. Hasil yang abnormal menunjukkan

adanya abnormalitas menyeluruh dari sistem koagulasi. Tes ini dikerjakan dengan mengambil 5

ml darah dalam tabung gelas (atau dalam spuit injeksi), balikkan tabung tiga atau empat kali

dan amati terjadinya jendalan, dan retraksi serta koagulasi jendalan. Waktu pembekuan

memanjang apabila lebih dari 10-12 menit. Jendalan harus dapat bertahan ketika tabung dibalik

sesudah 30 menit, dan belum lisis dalam 1 jam. Bekuan harus terbentuk paling tidak separuh

dari total jumlah sampel darah. Alarm, 2001

Pada DIC berat semua hasil laboratorium untuk menilai fungsi koagulasi dan fibrinolisis

menjadi abnormal, sedangkan pada kasus yang lebih ringan hasilnya bervariasi. Uji

laboratorium untuk diagnosis DIC terdiri atas uji tapis dan uji penentu. Uji tapis meliputi hitung

trombosit, Protrombin time (PT), Partial Tromboplastin Time, masa trombin, fibrinogen,

sedangkan uji penentu adalah pemeriksaan fibrin monomer terlarut (soluble fibrin monomer), D-

dimer, Fibrin degradation product dan anti trombin. Dalam pertemuan Scientific and

standardization Comittee International Society on trombosis and Haemostasis ke 47, Juli 2001

di Paris disusun sistem skor untuk DIC. Tambunan KL, 2001

Tabel 1. Skor DIC. Tambunan KL, 2001

21

1. Penilaian resiko : Apakah terdapat kelainan dasar / etiologi yang berkaitan dengan DIC?

(jika tidak, penilaian tidak dilanjutkan)

2. Uji koagulasi : hitung trombosit, protrombin time, fibrinogen, FDP / D-dimer

Skor

Trombosit

> 100.000 / mm3 : 0

50.000 – 100.000 / mm3 : 1

<50.000 / mm3 : 2

FDP atau D-dimer

< 500 μg/L : 0

500 – 1000 μg/L : meningkat ringan : 1

> 1000 μg/L : meningkat ringan : 2

Pemanjangan protrombin time (PT)

< 3 detik : 0

4 – 6 detik : 1

> 6 detik : 2

Fibrinogen

> 100 mg dl : 0

< 100 mg dl : 1

3. Jumlah skor ≥ 5 sesuai DIC skor diulang tiap hari

Jumlah skor < 5 sugestif DIC skor diulang dalam 1-2 hari

Angka trombosit rendah, atau turun sangat rendah, hal ini disebabkan kadar faktor VII

dari sel endotelial sering meningkat. Partial tromboplastin time bervariasi dan mungkin hanya

memanjang pada proses akhir, ketika faktor pembekuan turun sangat rendah. Protrombin time

menjadi memanjang, oleh karena hampir semua faktor koagulasi ekstrinsik turun (terutama

II,V,VII,X). Foley, 2000 Trombin time biasanya memanjang. Kadar fibrinogen pada kondisi kehamilan

normal meningkat 400-650 mg/dl pada DIC kadarnya turun pada kadar normal orang tidak

hamil. Pada DIC berat kadar fibrinogen biasanya kurang dari 150 mg/dl. Kadar FDP 80ë/ml

mendukung diagnosis DIC, kadar ini akan menetap tinggi selama 24-48 jam setelah DIC

terkontrol. Sediaan apus darah akan menunjukkan bentuk abnormal, dan sel darah merah yang

pecah (Schistocytes), yang terbentuk akibat melalui lubang fibrin pada kapiler yang tersumbat. Alarm, 2001

22

Manajemen DIC pada Kehamilan

Pada kehamilan DIC berlangsung sangat cepat. Terapi harus diutamakan. Proses dan

perkembangan DIC sangat dinamis sehingga hasil laboratorium mungkin tidak menggambarkan

situasi yang sebenarnya. Namun ini tidak berarti tidak harus mengikuti hasil laboratorium dan

pertolongan dari ahli hematologi bila memang tersedia. Bagaimanapun tanpa hasil hematologi

yang lengkap, harus punya rencana manajemen yang dapat mengatasi masalah yang bisa

menimbulkan komplikasi yang membahayakan. Alarm, 2001

Manajemen yang pertama adalah mengatasi penyebab timbulnya DIC. Umumnya hal ini

dilakukan dengan melahirkan produk kehamilan, kemudian dilanjutkan dengan menjaga perfusi

organ. Alarm, 2001 Pada pasien yang direncanakan dilakukan terminasi secara seksio sesarea pada

kondisi trombositopeni berat terdapat beberapa saran, Jika secara klinis terdapat tanda-tanda

perdarahan nyata dilakukan incisi linea mediana, namun jika tidak dapat dilakukan incisi

pfanensteal, penggunaan cauter boleh dilakukan lebih bebas , tutup uterus dengan 2 lapis,

membiarkan plica vesicouterina tetap terbuka, peritoneum ditutup untuk mencegah perdarahan

dari pembuluh darah yang kadang tidak terlihat dan memberikan tempat untuk pemasangan

drain, pemakaian skin staples, tutup luka dengan balut tekan pada tempat incisi. Selain hal

diatas Sibai menambahkan perlunya dipilih anestesi secara general anestesi, pemberian

trombosit 10 unit sebelum operasi bila angka trombosit <50.000/µL, penutupan luka secara

sekunder atau pemasangan drain subkutan,transfusi diberikan sesuai kebutuhan dan

monitoring intensif dilakukan selama 48 jam sesudah persalinan. Foley, 2000; Hariman H, 2002

Pada pasien dimana penyebab dan gejala DIC adalah perdarahan, perfusi organ

merupakan hal yang sangat penting, infus cepat dengan Ringer laktat atau NaCl, dan

mengganti perdarahan dengan whole blood. Fresh whole blood merupakan yang terbaik Suparman,

2003 karena kandungkan faktor koagulasi dan trombosit. Oksigenasi dengan sungkup atau

intubasi endotracheal diberikan untuk mencapai oksigenasi arterial yang memuaskan.

Monitoring dengan pemasangan CVP untuk menjaga produksi urin 30-60 ml/jam dan hematokrit

>30%. Alarm, 2001 Penggantian faktor koagulasi sebaiknya dilakukan oleh ahli hematologi. Fresh

frozen plasma (FFP) mengganti hampir semua faktor pembekuan dan mempunyai risiko paling

rendah menularkan hepatitis. 1 unit diberikan setelah 4-6 unit whole blood, dilanjutkan 1 unit

tiap 2 unit whole blood yang diperlukan. FFP diberikan dengan indikasi perdarahan masif,

defisiensi faktor koagulasi tertentu, melawan pemberian warfarin sebelumnya, defisiensi

antitrombin II, imunodefisiensi dan purpura trombositopeni.1 FFP diberikan bila protrombin time

23

lebih dari 1,5 kali nilai kontrol normal. Tujuan transfusi FFP sampai menjaga angka protrombin

time dalam selisih 2-3 detik dari kontrol FFP mengandung semua faktor koagulan, tidak

mengandung trombosit. Miller A, 2002

Crioprecipitates mungkin diperlukan bila fibrinogen sangat rendah (fibrinogen <100

mg/dl). 10 unit criopresipitat biasanya diberikan sesudah pemberian 2-3 unit plasma.4

riopresipitates mengandung fibrinogen, faktor VIII, XIII.3 Trombosit dapat ditransfusi pada

kondisi trombositopenia berat, dimana satu unit dapat menaikkan angka trombosit 5000/µL –

10.000/µL. Transfusi trombosit diberikan apabila terdapat perdarahan aktif dengan angka

trombosit < 50.000/µL, atau pada kondisi angka trombosit <50.000/µL pada pasien dengan

rencana dilakukan tindakan operasi (seksio sesarea), dan sebagai tindakan profilaktik dengan

angka trombosit 20.000/µL -30.000/µL. Trombosit biasanya diberikan 1-3 unit/10 kg/hari.1,2

Vitamin K dan folat diberikan mengingat pasien dengan DIC seringkali kekurangan kedua

vitamin ini. Sedang berkembang bukti pemberian antitrombin III konsentrat pada pasien DIC

dapat memperbaiki kondisi dan mempercepat penyembuhan. Alarm, 2001

Penggunaan heparin merupakan metode untuk menghentikan proses DIC. Heparin

dipertimbangkan apabila terdapat disfungsi ginjal berat, gangrene jari-jari. Heparin diberikan

pada dosis 5000-1000 unit per jam intravena, dengan dosis awal 5000 unit. Kontrol untuk terapi

heparin sulit dilakukan, namun kecuali jika fibrinogen sangat rendah dan terapi adekuat

diperoleh dengan melihat peningkatan Trombin time atau Partial tromboplastin time satu sampai

satu setengah kali dari kontrol. Miller A, 2002

Heparin merupakan suatu mukopolisakarida sulfat yang mampu mengikatkan diri dengan

antitrombin III, sehingga sifat antikoagulan molekul Antitrombin III dilipatgandakan (dipercepat

sampai 2000 kali). Suparman, 2003 Heparin barangkali tidak selalu bermanfaat pada pasien dengan

DIC, oleh karena kadar antitrombin III bervariasi pada tiap pasien, bahkan kadarnya bisa

berkurang, terutama pada DIC yang terjadi secara akut. Penelitian lebih lanjut pemakain terapi

pengganti antitrombin III secara randomisasi sedang berlangsung. Drews, 2010

Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC kronik seperti IUFD, dan

tidak direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan yang masif. Epsilon aminocaproic acid

(EACA) menghambat perubahan plasminogen menjadi plasmin, dan digunakan untuk

mencegah proses sekunder fibrinolisis. Namun pemakaiannya tidak direkomendasikan. Masih

diragukan penggunaan kedua agen itu dibenarkan atau tidak untuk mengatasi DIC.

24

Pemakaiannya hanya pada tingkatan teori, pemakaian praktis penggunaannya masih kurang. Alarm, 2001

Terapi logis kedepan yang bisa dipikirkan pada kasus DIC adalah penghambatan aktifitas

faktor jaringan. Salah satu penghambatnya adalah nematode rekombinan antikoagulan protein

C2, yang merupakan inhibitor spesifik yang kuat terhadap pembentukan komplek dari faktor

jaringan dan faktor VII a dengan faktor Xa. Pemberian TFPI juga dapat menghambat aktivitas

faktor jaringan sehingga dapat mencegah aktifasi sistem koagulasi. Pemberian protein C

mungkin juga akan memberikan manfaat, seperti yang ditemukan pada binatang dengan

kelainan ini. Levi, 2003

25

BAB III

PENUTUP

Dalam menentukan sebuah diagnosis KET diprlukan analisis yang tajam dalam Anamnesis,

pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada kasus di Obstetri dan Ginekologi kehamilan ektopik

terganggu merupakan suatu kegawatdaruratan, dalam mendiagnosis ini diperlukan ketelitian

apakah pasien ini hamil dengan KET atau hamil tetapi dengan gangguan lain. Hal ini tentu akan

membedakan penatalaksanaan dan penanganan secara dini. Karena secara dini bila kasus ini

secara cepat datasi akan mengurangi angka mortalitas, sebaliknya jika tidak cepat teratasi maka

akan menimbulkan kematian.

26

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta

Pusat : Yayasan Bina Pustaka

Diunduh dari :

Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment of Ectopic

Pregnancy, CMA Media Inc. (CMAJ),2005;173(8), diunduh dari

http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.

http://www.surgeryencyclopedia.com/images/gesu_03_img0187.jpg

http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/kehamilan-ektopik.pdf.

http://www.lusa.web.id/nidasi-atau-implantasi/.

Cunningham FG ,et. al: Obstetrics Hemorhage, Williams Obstetrics 23 rd edition. Mc

Graw Hill Companies, New york, 2010 : 493-501.

Drews, R.E., Weinberger, S.E., Trombositopenic disorder in Critically ill patients, Am J

Respir Crit Care Med:2010;162:347-351.

Foley, M.R., Strong, T.H., Obstetric Intensive care, WB saunders, 2000

Hariman, H : Management Of Koagulasi intravaskuler diseminata In Obstetrics

accidents. Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) IDSAI, Medan 4-7 juli 2002.

Lee .G. Richard. M. D. Acquired Coagulation Disorders. In : Wintrobe’s Clinical

Hematology 10th ed. Philadelphia; 2003; 1473 – 1502.

Levi, M., Cate, H.T., Disseminated intravascular coagulation. Nejm:2003;341:586-91.

Miller A, Hanretty K.Coagulation Failure In Pregnancy, In Obstetrics Illustrted sixth

Edition , Churcill Lvingstone, 2002 : 122-24.

27

Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia,

Jakarta, 2003

Tambunan,K.L., Sudoyo, A., Mustafa. Pudjiadji, A., Chen, K,. Tatalaksana Koagulasi

Intravaskular Diseminata (DIC) pada sepsis, konsensus nasional, cetakan pertama,

2001.

The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, Alarm International, second

edition, Ontario, 2001.

 

28