23
34 34 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan dan Preparasi Bahan Baku Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah rambut jagung (Zea mays L.) yang berasal dari jagung lokal yang tumbuh di daerah Gorontalo. Rambut jagung diambil dari jagung muda yang telah berumur 60-70 hari atau setelah jagung dipanen saat masih muda. Rambut jagung dipilih yang baik dan dipisahkan dari yang rusak atau berwarna kehitaman. Rambut jagung dipotong- potong kasar agar proses pengeringan menjadi lebih cepat. Pengeringan rambut jagung setelah pengambilan sampel selama ± 3 hari. Proses pengeringan sampel dilakukan dengan cara diangin-anginkan tanpa paparan sinar matahari secara langsung. Hal ini bertujuan agar senyawa fitokimia dalam sampel tidak mengalami kerusakan dan kadar air dalam sampel berkurang. Selain sampel lebih awet, pengurangan kadar air akan memudahkan pelarut menarik komponen bioaktif dalam sampel saat maserasi (Sudirman dkk, 2011). Berat sampel segar yang diambil adalah 2,3 kg. Sampel yang sudah kering dihaluskan dengan alat penggiling untuk mendapatkan serbuk halus. Penghalusan sampel bertujuan untuk memaksimalkan proses maserasi. Berat serbuk halus yang diperoleh adalah 386.92 gr. Sampel diekstraksi dengan metanol dan difraksinasi dengan pelarut yang berbeda kepolarannya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/4834/9/2013-1-84204-441409014-bab4...Selain sampel lebih awet, pengurangan kadar air akan memudahkan pelarut menarik

  • Upload
    lynga

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

34

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengambilan dan Preparasi Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah rambut jagung (Zea

mays L.) yang berasal dari jagung lokal yang tumbuh di daerah Gorontalo.

Rambut jagung diambil dari jagung muda yang telah berumur 60-70 hari atau

setelah jagung dipanen saat masih muda. Rambut jagung dipilih yang baik dan

dipisahkan dari yang rusak atau berwarna kehitaman. Rambut jagung dipotong-

potong kasar agar proses pengeringan menjadi lebih cepat. Pengeringan rambut

jagung setelah pengambilan sampel selama ± 3 hari.

Proses pengeringan sampel dilakukan dengan cara diangin-anginkan tanpa

paparan sinar matahari secara langsung. Hal ini bertujuan agar senyawa fitokimia

dalam sampel tidak mengalami kerusakan dan kadar air dalam sampel berkurang.

Selain sampel lebih awet, pengurangan kadar air akan memudahkan pelarut

menarik komponen bioaktif dalam sampel saat maserasi (Sudirman dkk, 2011).

Berat sampel segar yang diambil adalah 2,3 kg. Sampel yang sudah kering

dihaluskan dengan alat penggiling untuk mendapatkan serbuk halus. Penghalusan

sampel bertujuan untuk memaksimalkan proses maserasi. Berat serbuk halus yang

diperoleh adalah 386.92 gr. Sampel diekstraksi dengan metanol dan difraksinasi

dengan pelarut yang berbeda kepolarannya.

35

4.2 Ekstraksi

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemisahan

secara maserasi. Tujuan maserasi adalah untuk mengekstraksi komponen senyawa

fitokimia yang terdapat di dalam sampel. Sampel rambut jagung yang telah

dihaluskan ditimbang sebanyak 350 gr dan dimaserasi dengan metanol 4 x 24 jam

dan setiap 1 x 24 jam pelarut metanol diganti dengan yang baru, penggantian

pelarut setiap 24 jam dilakukan karena pelarut yang telah jenuh tidak akan

menarik komponen fitokimia lagi. Maserat dievaporasi pada suhu 30-40oC dengan

bantuan alat pompa vakum. Evaporasi dengan menggunakan bantuan pompa

vakum akan menurunkan titik didih pelarut sehingga pelarut akan menguap di

bawah titik didih normalnya. Tujuannya adalah agar komponen fitokimia yang

terdapat dalam ekstrak tidak mengalami kerusakan akibat pemanasan yang

berlebihan. Ekstrak kental metanol yang diperoleh seluruhnya adalah 29,92 gr .

4.3 Fraksinasi

Tahap selanjutnya, ekstrak kental metanol sebanyak 10 gr disuspensi

dengan campuran metanol:air 150 ml dengan perbandingan (1:2). Fraksinasi

dengan pelarut n-heksan dan etil asetat bertujuan untuk memisahkan senyawa-

senyawa yang bersifat polar, semipolar dan nonpolar. Pada saat dipartisi dengan

pelarut n-heksan terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas pelarut n-heksan dan

lapisan bawah adalah air. Hal ini karena massa jenis n-heksan (0,4 g/ml) lebih

kecil dibandingkan dengan massa jenis air (1 g/ml). Hal yang sama dilakukan

pada pelarut selanjutnya yaitu etil asetat. Setelah dipartisi dengan pelarut n-

heksan, bagian air selanjutnya dipartisi dengan etil asetat. Bagian atas merupakan

36

pelarut etil asetat sedangkan bagian bawahnya merupakan pelarut air. Pelarut etil

asetat memiliki massa jenis (0,66 g/ml) lebih kecil dibandingkan dengan massa

jenis air (1 gr/ml). Hasil dari partisi masing-masing pelarut kemudian dievaporasi

pada suhu 30-40oC dengan bantuan alat pompa vakum sehingga menghasilkan

ekstrak kental n-heksan, etil asetat dan air (Tabel 3).

Tabel 3. Berat ekstrak kental dari masing-masing fraksiNo Fraksi Berat (g)1 N-heksan 0,682 Etil asetat 2.113 Metanol-air 4.1

4.4 Rendemen

Rendemen merupakan persentase bagian bahan baku yang dapat digunakan

atau dimanfaatkan dengan total bahan baku. Menurut Kusumawati dkk, (2008)

Semakin tinggi nilai rendemen menandakan bahwa bahan baku tersebut memiliki

peluang untuk dimanfaatkan lebih besar (dalam Sudirman dkk., 2011). Rendemen

merupakan persentase sampel sebelum dan setelah perlakuan. Rendemen setelah

pengeringan yaitu sebesar 16,82%. Artinya, setelah melalui proses pengeringan,

rambut jagung kehilangan berat sebesar 83,18%. Pada tahap kedua (proses

ekstraksi), rendemen ekstrak kental metanol sebesar 8,55%. Rendemen yang

dihasilkan sangat kecil sehingga untuk menghasilkan ekstrak metanol

memerlukan sampel banyak. Persentase rendemen tahap pertama dan kedua

terlihat pada Gambar 9.

Setelah difraksinasi dengan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya,

dihitung persen rendemen dari masing-masing fraksi. Perhitungan persen

rendemen terlihat pada Lampiran 2. Hasil fraksinasi yang diperoleh, fraksi air

37

memiliki rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan fraksi n-heksna dan etil

asetat. Rendemen fraksi air yaitu 41%, fraksi etil asetat 21,10% dan fraksi n-

heksan 6,8% (Gambar 10). Fraksi air menghasilkan rendemen yang lebih besar,

karena senyawa polar lebih terkonsentrasi pada fraksi tersebut. Nur dan Astawan

(2011) mengemukakan bahwa tingginya rendemen ekstrak pada pelarut polar

dikarenakan makromolekul gula sederhana seperti monosakarida dan

oligosakarida ikut terlarut dalam pelarut polar namun tidak larut dalam pelarut

nonpolar.

Gambar 9. Rendemen tahap 1 dan 2

Gambar 10. Rendemen hasil fraksinasi

16,8

8,5

0%

5%

10%

15%

20%

Tahap 1 Tahap 2

% R

ende

men

6,8

21,10

41

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

n-heksan etil asetat air

% R

ende

men

38

4.5 Uji Fitokimia

Uji fitokimia bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan senyawa

metabolit sekunder yang terdapat dalam sampel. Ekstrak kental metanol dan hasil

fraksinasi n-heksan, etil asetat dan air diuji fitokimia meliputi Uji flavonoid,

alkaloid, saponin, steroid, terpenoid dan fenol hidrokuinon. Berdasarkan uji

fitokimia yang telah dilakukan, senyawa alkaloid terdeteksi pada pada semua

ekstrak yaitu ekstrak metanol, n-heksan, etil asetat dan air. Senyawa flavonoid

positif pada ekstrak metanol, fraksi etil asetat dan air. Senyawa saponin terdeteksi

pada semua ekstrak kecuali ekstrak n-heksan. Senyawa steroid positif pada semua

ekstrak sedangkan triterpenoid hanya terdeteksi pada ekstrak metanol, fraksi etil

asetat dan air. Senyawa fenol hidrokuinon terdeteksi pada semua ekstrak. Namun,

yang memberikan intensitas warna yang kuat adalah ekstrak metanol dan fraksi

etil asetat (Tabel 4). Standar intensitas warna dirujuk dari Harborne (1987).

Skrining fitokimia terhadap rambut jagung telah dilaporkan oleh

Bhaigyabati dkk., (2011) dan Sholihah dkk., (2012). Hasil skrining menunjukan

bahwa pada ekstrak metanol rambut jagung positif mengandung alkaloid,

flavonoid, steroid, terpenoid, saponin dan fenolik (Bhaigyabati dkk, 2011;

Sholihah dkk, 2012). Ekstrak etil asetat positif mengandung flavonoid, steroid,

terpenoid, dan fenolik (Bhaigyabati, 2011), ekstrak air positif mengandung

alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin dan fenol (Sholihah dkk, 2012).

Senyawa flavonoid positif ditandai dengan perubahan warna, alkaloid

positif jika terbentuk endapan ketika ditambahkan pereaksi alkaloid yaitu pereaksi

Hager, Wagner, Mayer dan Dragendroff. Positif saponin ditandai dengan

39

terbentuknya busa/buih, terpenoid ditandai dengan perubahan warna menjadi

merah, ungu, hingga kecokelatan, steroid ditandai dengan perubahan warna dari

hijau hingga kebiruan, fenol hidrokuinon ditandai dengan perubahan warna hijau,

merah, ungu biru atau hitam yang kuat.

Tabel 4. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Rambut Jagung (Zea mays l.)

No PereaksiFraksi

Standar (warna)M N E A

1 HCl + SerbukMg

+++ - +++ +++ Perubahan warna

2 H2SO4 +++ - +++ +++ Perubahan warna3 NaOH ++ - ++ ++ Perubahan warna4 Dragendroff + + + + Endapan merah-jingga5 Hager ++ + ++ ++ Endapan putih6 Mayer + + + + Endapan putih kekuningan7 Wagner + + + + Endapan cokelat8 Saponin ++ - ++ + Terbentuk busa/buih9 Steroid ++ + ++ + Warna hijau10 Triterpenoid ++ - ++ + Warna merah - cokelat11 Fenol

Hidrokuinon+++ - +++ ++ Warna hijau, merah, ungu, biru

atau hitam yang kuatKeterangan : (M) metanol, (N) n-heksan, (E) etil asetat, (A) air

(+++) intensitas kuat, (++) sedang, (+) lemah, (-) tidak terdeteksi

1) Flavonoid

Flavonoid merupakan kelompok besar fitokimia yang bersifat melindungi

dan banyak terdapat pada buah dan sayuran. Flavonoid sering dikenal sebagai

bioflavonoid yang berperan sebagai antioksidan (Winarsi, 2007). Hasil uji

flavonoid pada berbagai ekstrak diperoleh bahwa pada ekstrak metanol, etil asetat

dan air positif mengandung senyawa golongan flavonoid dengan intensitas yang

kuat. Sedangkan untuk ekstrak n-heksan memberikan hasil negatif adanya

flavonoid. Hal ini dikarenakan senyawa golongan flavonoid bersifat polar

40

sehingga lebih larut dalam pelarut polar dan semipolar. Kepolaran senyawa

tersebut dikarenakan flavonoid merupakan senyawa polihidroksi (memiliki lebih

dari satu gugus hidroksil) (Harborne, 1987) . Kemungkinan reaksi yang terjadi

adalah sebagai berikut :

HCl

OH

OH

OH

OH

O

Cl-

Garam Flavilium (Merah Tua)

O

O

OH

Flavanol

Mg

O

OH

OH

O

+

Cl- +

Cl-

Gambar 11. Perkiraan reaksi antara senyawa Flavonoid dengan HCl+serbuk Mg

Polihidroksi dari flavonon akan direduksi oleh logam magnesium dalam

asam klorida dalam larutan etanol sehingga membentuk garam benzopirilium

yang berwarna merah, kuning, atau disebut dengan garam flavilium

(Sastrohamidjojo, 1996).

NaOHO

OKrisin Asetofenon (Kuning)

OH

HO

OHHO

HO2C

OH

A

B

A BCO

H3C+

Gambar 12. Perkiraan reaksi golongan senyawa flavonoid dengan NaOH

Senyawa flavonoid akan membentuk asetofenon yang berwarna kuning bila

direaksikan dengan NaOH pekat (Sastrohamidjojo, 1996).

41

2) Uji Alkaloid

Alkaloid merupakan substansi dasar yang memiliki satu atau lebih atom

nitrogen yang bersifat basa dan bergabung dalam satu sistem siklis, yaitu cincin

heterosiklik (Harborne, 1987). Pada umumnya, alkaloid hanya larut dalam pelarut

organik, meskipun beberapa pseododan dan protoalkaloid larut dalam air

(Sastrohamidjojo, 1996).

Penentuan adanya senyawa golongan alkaloid pada sampel dapat dilakukan

secara kualitatif. Sampel yang akan diuji dilarutkan dalam kloroform ammonikal,

tujuannya adalah untuk memisahkan alkaloid yang terikat pada garamnya

(Harbone, 1987). Hasil uji flavonoid ditemukan bahwa semua fraksi mengandung

alkaloid namun dengan intensitas yang sedang. Perkiraan reaksi yang terjadi dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

+

4KI HgCl4 K2HgI4 2KCl

Kalium alkaloida endapan

N

+ +

NK+

K2HgI4 K+[HgI4]+

Kalium tetraiodomerkurat (II)

Gambar 13. Perkiraan reaksi uji Mayer (kalium tetravoda merkorat)

Pada reaksi uji Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi

dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks

kalium-alkaloid yang mengendap (Marliana dkk., 2005). Reaksi ini ditandai

dengan terbentuknya endapan putih kekuningan pada tabung reaksi.

42

KI

+ I- I3-

Cokelat

+

Kalium alkaloida endapan

N NK+

++ I2 I3-

I2

Gambar 14. Perkiraan reaksi uji Wagner

Pereaksi Wagner menggunakan ion logam kalium K+ dari kalium iodida

untuk membentuk kompleks kalium-iodida. Reaksi ini ditandai dengan

terbentuknya endapan coklat pada tabung reaksi (Harbone, 1987).

+ 3KI

BiI3

Cokelat

+

Kalium alkaloida endapan

N NK+

+

Bi(NO3)3 3KNO3+

+ 3KI K[BiI4]

BiI3

[BiI4]-K[BiI4]

Kalium tetraiodobismutat

Gambar 15.Perkiraan reaksi uji Dragendroff

Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendrof, diperkirakan ion logam

kalium K+ dari kalium tetraiodobismutat akan berikatan kovalen koordinat dengan

senyawa golongan alkaloid membentuk kalium alkaloida (Marliana dkk., 2005).

Reaksi ini ditandai dengan terbentuknya endapan merah jingga pada tabung

reaksi.

3) Saponin

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat sebagai sabun

serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

menghemolisis sel darah. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi

43

tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan

tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui,

kemungkinan adalah sebagai pelindung terhadap serangga (Robinson, 1995).

Hasil pengujian saponin menunjukan bahwa pada ekstrak metanol, etil asetat dan

air positif mengandung saponin dengan ditandai terbentuknya busa/buih lebih dari

15 menit dan tidak hilang saat penambahan HCl 2N. Kemungkinan reaksi yang

terjadi pada pembentukan busa saponin adalah sebagai berikut :

1-Arabinopiriosil-3asetil olenolat

CO

O

HO

OH

CH2OH O

HO

Aglikon

O

OH

OH

CH2OH

OHCO2H

H2O

Glukosa

+

Gambar 17. Perkiraan reaksi yang terjadi saat uji busa (saponin)

Terbentuknya busa/buih dikarenakan senyawa saponin memiliki sifat fisik

yang mudah larut dalam air dan akan menimbulkan busa ketika dikocok (Suharto,

dkk., 2010).

4) Triterpenoid dan Steroid

Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang tersusun atas 6

unit isoprene dan dibuat secara biosintesis dari skualen (C30 hidrokarbon asiklin).

Senyawa ini berstruktur siklik nisbi yang rumit, kebanyakan berupa alkohol,

aldehid atau asam karboksilat. Senyawa ini pada umumnya tak berwarna,

berbentuk Kristal dan memiliki titik leleh yang tinggi. Triterpenoid dapat dipilah

44

menjadi sekurang-kurangnya empat senyawa: triterpena sebenarnya, steroid,

saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1987).

Uji yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi adanya triterpenoid dan

steroid adalah reaksi Lieberman-Bouchard (anhidrid asetat-H2SO4 pekat)

(Harborne, 1987). Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml dietil eter kemudian

ditambahkan dengan 10 tetes asam asetat anhidrid dan 3 tetes H2SO4 pekat.

Kebanyakan triterpenoid memberikan warna merah-violet sedangkan steroid

memberikan warna hijau-biru. Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa hampir

semua ekstrak menunjukan adanya steroid dan triterpenoid namun, pada ekstrak

metanol, etil asetat dan air memberikan hasil yang kuat adanya triterpenoid dan

steroid, sedangkan untuk ekstrak n-heksan hanya memberikan hasil yang lemah

adanya triterpenoid dan steroid. Kemungkinan reaksi tersebut terlihat pada

Gambar 16.

CH3COOH)2O

HO H3COC

-CH3COOH

H3COC

-H2O

H2SO4

H3COC

SO2H

asam 3-aseto-5-kolesterol sulfonat (Hijau)

Kolesterol

Gambar 16. Perkiraan reaksi yang terjadi Uji Liberman-Bouchard

45

5) Fenol Hidrokuinon

Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan

mempunyai ciri-ciri yang sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau

dua gugus hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar. Selain itu,

juga terdapat fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan kuinon fenolik.

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, yaitu

kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang

berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon (Harborne, 1987).

Pengujian fenol hidrokuinon dilakukan dengan cara melarutkan 0,1 g

masing-masing ekstrak ke dalam metanol kemudian ditambahkan dengan FeCl3

3%. Hasil positif adanya senyawa fenol di tunjukan dengan terbentuknya warna

hijau, merah, ungu, atau hitam yang kuat (Harborne, 1987). Hasil uji fitokimia

menunjukan bahwa semua ekstrak mengandung senyawa fenol namun yang

memberikan hasil yang paling kuat adanya fenol pada ekstrak metanol, etil asetat

dan air sedangkan untuk n-heksan memberikan hasil yang negatif. Kemungkinan

reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

OH O

Fenol

OH

FeCl3+ 3H+ + Fe O 6

-3

+ 3HCl6

Warna Kompleks

Keto

Gambar 18. Perkiraan reaksi antara fenol hidrokuinon dengan FeCl3

46

4.6 Penentuan Kandungan Fenolik Total

Komponen polifenol pada tanaman diketahui memiliki sifat multifungsi

seperti pereduksi, menyumbangkan atom hidrogen sebagai antioksidan dan

peredaman terbentuknya singlet oksigen. Flavonoid dan turunannya merupakan

golongan polifenol yang banyak dan sangat penting pada tanaman. Sifat yang

penting dari golongan polifenol adalah kemampuannya bertindak sebagai

antioksidan (Nur dan Astawan, 2011). Penentuan kandungan fenolik total pada

penelitian ini dilakukan dengan metode Folin-Ciocaleau. Metode ini berdasarkan

kekuatan mereduksi dari gugus hidroksi fenolik. Semua senyawa fenolik dapat

bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteau.

Dalam penentuan kandungan fenolik total digunakan asam galat sebagai

larutan standar. Asam galat dalam analisis total fenolik banyak digunakan sebagai

standar karena stabil dan dapat diperoleh dalam bentuk murni (Nur dan Astawan,

2011). Kurva konsentrasi larutan standar asam galat dibuat dengan konsentrasi 24,

48, 72, 96, 120 ppm. Kandungan fenolik total pada masing-masing ekstrak

dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat atau Gallic Acid Equivalent (GAE), di

mana GAE merupakan acuan umum untuk mengukur sejumlah senyawa fenolik

yang terdapat dalam suatu bahan (Mongkolsilp dkk., 2004). Kurva standar asam

galat dapat dilihat pada Lampiran 3.

Dari kurva standar tersebut diperoleh persamaan regresi linier yang

digunakan untuk menentukan kandungan fenolik total pada masing-masing

ekstrak yaitu ekstrak metanol, n-heksan, etil asetat dan air. Data hasil analisis total

fenol terlihat pada Gambar 19.

47

Ket. : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menunjukantidak berbeda nyata (Uji Duncan α=5%). *(rata-rata ± SD).

Gambar 19. Kandungan fenolik total masing-masing ekstrak

Dari data hasil perhitungan, ekstrak etil asetat memiliki total fenolik yang

paling tinggi yaitu 140,25 ± 1,42 mg GAE/g . Artinya, dalam setiap gram ekstrak

etil asetat setara dengan 140,25 mg asam galat. Ekstrak metanol memiliki total

fenolik sebesar 94,45 ± 0,42 mg GAE/g, ekstrak air memiliki total fenolik sebesar

82,23 ± 0,12 mg GAE/g. Sedangkan n-heksan memiliki total fenolik yang paling

sedikit yaitu 2,27 ± 0,03 mg GAE /g. Hasil analisis kandungan fenolik total pada

Lampiran 3.

Pengujian statistik dengan menggunakan anova satu jalur dilakukan untuk

melihat perbedaan kandungan fenolik total dari setiap ekstrak. Dari hasil analisis

data (Lampiran 6) didapatkan bahwa nilai probabilitas (Sig. ≤ 0,05), menunjukan

bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada α = 0,05, taraf kepercayaan

95%. Hasil uji lanjut Duncan terhadap total fenol masing-masing ekstrak terlihat

pada Tabel 5. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ekstrak etil asetat

82,23 ± 0,12c

2,27 ± 0,03d

140,25 ± 1,42a

94,45 ± 0,42b

0

20

40

60

80

100

120

140

160

A B C D

Kan

dung

an F

enol

ik T

otal

(mg

GA

E/g

)

A=Fraksi airB=Fraksi n-heksanC=Fraksi etil asetatD=Fraksi Metanol

48

memberikan perbedaan yang nyata terhadap ekstrak metanol, ekstrak air dan

ekstrak n-heksan. Perbedaan yang nyata yang dimaksud adalah kadar kandungan

fenolik total. Urutan kandungan fenolik total dalam ekstrak secara berturut-turut

adalah fraksi etil asetat > ekstrak metanol > fraksi air > fraksi n-heksan.

Kelarutan senyawa fenolik bergantung pada pelarut yang digunakan.

Komponen polifenol memiliki spektrum yang luas dengan sifat kelarutan yang

berbeda-beda (Nur dan Astawan, 2011). Hal inilah yang menyebabkan sulitnya

prosedur ekstraksi yang cocok untuk mengekstrak fenolik pada tanaman (Naczk

dan Shahidi, 2004). Tingginya total polifenol pada pelarut etil asetat diduga

adanya golongan polifenol yang memiliki berat molekul yang sama dengan

pelarut etil asetat seperti tanin dan flavanol (Nur dan Astawan, 2011). Rohman,

dkk (2006) melaporkan bahwa pelarut etil asetat sangat cocok untuk

mengekstraksi senyawa fenolik, sehingga pelarut etil asetat digunakan untuk

mengekstraksi senyawa fenolik yang terdapat dalam buah mengkudu (Morinda

citrifolia L.). Rahman dkk, (2012) juga melaporkan bahwa kandungan fenolik

total yang terdapat di dalam ekstrak etil asetat Indian Plum (Flacourtia jangomas

L.) lebih besar dibandingkan dengan ekstrak metanol dan kloroform.

Perbedaan total fenolik pada masing-masing ekstrak dipengaruhi oleh jenis

pelarut yang digunakan saat ekstraksi (Jang dkk., 2007). Ekstrak metanol

memiliki kandungan fenolik total lebih kecil dibanding dengan ekstrak etil asetat.

Hal ini disebabkan senyawa fenolik yang terdapat di dalam ekstrak metanol masih

berhubungan dengan biomolekul (protein, polisakarida, terpen, klorofil, lemak

dan komponen organik lainnya) dan harus menggunakan pelarut yang cocok

49

untuk mengekstrak komponen-komponen tersebut (Koffi dkk., 2010). Sementara

Fraksi n-heksan memiliki kandungan fenolik total yang paling rendah di antara

semua fraksi. Hal ini dikarenakan senyawa nonpolar seperti lemak, lilin, dan

minyak terlarut dalam pelarut n-heksan (Nurdyana dkk., 2012). Senyawa-senyawa

tersebut bukan merupakan golongan fenolik.

Senyawa fenolik yang mempunyai gugus fungsi hidroksil yang banyak atau

dalam kondisi bebas akan menghasilkan kandungan fenolik total yang tinggi pada

ekstrak (Ukieyanna dkk., 2012). Pada penelitian ini kandungan fenolik total dari

rambut jagung terfokus pada fraksi etil asetat yaitu 140,25 ± 1,42 (mg GAE/g

ekstrak). Kandungan fenolik rambut jagung di daerah Gorontalo ini lebih tinggi

jika dibandingkan dengan kandungan fenolik yang terdapat dalam rambut jagung

dari Iran dan Malaysia. Rambut jagung Iran memiliki kandungan fenolik total

sebesar 118,95 ± 2,78 (mg GAE/g sampel) pada ekstrak etanol (Ebrahimzadeh

dkk, 2008). Sementara kandungan fenolik total pada rambut jagung Malaysia

sebesar 101,99 (mg GAE/g sampel) pada ekstrak metanol. Kandungan fenolik

total pada suatu tanaman sering dihubungkan dengan aktivitasnya sebagai

antioksidan. Kandungan fenolik total yang tinggi diharapkan dapat memberikan

aktivitas antioksidan yang lebih baik.

4.7 Uji Aktivitas Antioksidan dengan menggunakan metode DPPH

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau

reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi

berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal

(Winarsi, 2007). Pengukuran aktivitas antioksidan di dalam sampel dapat

50

dilakukan dengan metode DPPH atau dengan perendaman radikal bebas 1,1-

diphenil-2-pikrihidrazil. Metode DPPH merupakan metode yang sederhana,

mudah untuk penapisan aktivitas penangkapan radikal beberapa senyawa, efektif

dan praktis (Molyneux, 2003).

Aktivitas diukur dengan menghitung jumlah pengurangan intensitas cahaya

ungu DPPH yang sebanding dengan pengurangan konsentrasi DPPH. Perendaman

tersebut dihasilkan oleh bereaksinya molekul difenil pikri hirazil dengan atom

hidrogen yang dilepaskan oleh molekul komponen sampel sehingga terbentuk

senyawa difenil pikril hidrazin dan menyebabkan terjadinya peluruhan warna

DPPH dari ungu menjadi kuning (Zuhra dkk., 2008).

Dalam penelitian ini, uji aktivitas antioksidan menggunakan asam askorbat

(vitamin C) untuk membuat kurva standar. Sehingga satuan pengukuran

dinyatakan sebagai AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity).

Kurva standar asam askorbat serta perhitung aktivitas antioksidan dapat dilihat

pada Lampiran 4.

Kurva standar asam askorbat dibuat untuk mendapatkan persamaan regresi

linier yang akan digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan (mg AEAC/g

sampel). Perhitungan aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Aktivitas antioksidan masing-masing ekstrak rambut jagung yang dinyatakan

dalam AEAC terlihat pada Gambar 20.

51

Ket. : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menunjukantidak berbeda nyata (Uji Duncan α=5%). *(Rata-rata ± SD).

Gambar 20. Nilai AEAC pada masing-masing ekstrak

Aktivitas antioksidan yang paling tinggi terdapat dalam fraksi etil asetat

yaitu sebesar 47,57 ± 0,769 (mg AEAC/g). Artinya adalah 1 gram ekstrak kering

setara dengan 47,75 mg vitamin C. Ekstrak metanol memiliki aktivitas

antioksidan 46,44 ± 0,023 (mg AEAC/g), fraksi air 29,81 ± 0,66 (mg AEAC/g),

sedangkan aktivitas antioksidan yang paling rendah yaitu pada ekstrak n-heksan

sebesar 24,62 ± 0,297 (mg AEAC/g).

Hasil uji statistik menggunakan anova satu jalur (Lampiran 7), mendapatkan

bahwa ada perbedaan yang signifikan (berarti) antara besar aktivitas antioksidan

masing-masing fraksi, nilai probabilitas (Sig. ≤ 0,05). Untuk melihat perbedaan

dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Berdasarkan hasil analisis tidak terdapat

perbedaan yang nyata antara fraksi etil asetat dengan ekstrak metanol, sedangkan

antara ekstrak metanol dengan fraksi n-heksan dan fraksi air terdapat perbedaan

yang sangat nyata. Perbedaan yang dimaksud adalah aktivitas antioksidan. Urutan

29,81 ± 0,66b

24,62 ± 0,3c

47,57 ± 0,77a46,44 ± 0,02a

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

A B C D

Akt

ivit

as a

ntio

ksid

an(m

g A

EA

C/g

)

A=Fraksi airB=Fraksi n-heksanC=Fraksi etil asetatD=Fraksi Metanol

52

aktivitas antioksidan secara berturut-turut adalah fraksi etil asetat = ekstrak

metanol > fraksi air > fraksi n-heksan.

Tingginya aktivitas antioksidan pada fraksi etil asetat diduga bahwa dalam

fraksi etil asetat banyak mengandung senyawa antioksidan. Salah satu senyawa

antioksidan yang paling berpengaruh adalah senyawa fenolik (Nur dan Astawan,

2011). Seperti diketahui sebelumnya bahwa fraksi etil asetat memiliki kandungan

fenolik total yang tertinggi di antara semua fraksi sehingga hal tersebut

menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara kandungan fenolik total dan

aktivitas antioksidan. Komponen fenolik seperti flavonoid, asam fenolik atau

ditermen fenolik adalah senyawa-senyawa dominan yang berpotensi sebagai

antioksidan (Kiselova dkk., 2006).

Pengujian aktivitas antioksidan dengan menggunakan parameter IC50

dilakukan untuk memperkuat dugaan adanya aktivitas antioksidan dari rambut

jagung yang tumbuh di daerah Gorontalo. Persen inhibisi pada peredaman radikal

bebas merupakan kemampuan suatu bahan dalam menghambat radikal bebas yang

berhubungan dengan konsentrasi bahan yang diuji, sedangkan IC50 merupakan

parameter yang sering digunakan dalam menyatakan hasil dari pengujian DPPH.

Nilai IC50 dapat didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi yang dapat

menghambat aktivitas radikal bebas, yaitu menghambat aktivitas radikal bebas

DPPH sebanyak 50%. Nilai IC50 yang semakin kecil menunjukan aktivitas

antioksidan pada bahan yang diuji semakin besar (Molyneux, 2003). Nilai IC50

pada masing-masing ekstrak disajikan dalam Gambar 21.

53

Gambar 21. Nilai IC50 pada masing-masing ekstrak

Dari data hasil perhitungan persen inhibisi pada masing-masing ekstrak

(Lampiran 5), diketahui bahwa fraksi etil asetat memberikan penghambatan paling

besar yang ditandai dengan IC50 yang paling kecil di antara semua fraksi. Fraksi

etil asetat memberikan penghambatan sebesar 131,2 ppm, ekstrak metanol

memberikan penghambatan sebesar 147,1 ppm dan fraksi air memberikan

penghambatan sebesar 159,85 ppm. Ketiga ekstrak tersebut tergolong antioksidan

sedang, sementara untuk fraksi n-heksan tergolong lemah dengan memberikan

kontribusi penghambatan sebesar 269,3 ppm. Menurut Jun dkk, (2003) tingkat

kekuatan antioksidan adalah kuat (IC50 <50 ppm), aktif (IC50 50-100 ppm), sedang

(IC50 101-250 ppm), Lemah (IC50 250-500 ppm), dan tidak aktif (IC50 >500 ppm).

Senyawa kimia yang mempunyai aktivitas antioksidan terekstrak pada

pelarut metanol dan etil asetat. Kemungkinan besar senyawa kimia tersebut adalah

golongan flavonoid, terpenoid, saponin, dan fenol hidrokuinon. Seperti diketahui,

senyawa-senyawa tersebut positif kuat pada kedua ekstrak tersebut melalui uji

fitokimia (Tabel 4).

159,85

269,63

131,2147,1

0

50

100

150

200

250

300

A B C D

IC50

(pp

m)

A=Fraksi airB=Fraksi n-heksanC=Fraksi etil asetatD=Fraksi Metanol

54

Penelitian terhadap aktivitas antioksidan dari rambut jagung telah

dilaporkan oleh Nurhanan dan Rosli (2012). Rambut jagung yang telah diteliti

adalah rambut jagung muda yang tumbuh di daerah Malaysia. Berdasarkan hasil

penelitian tersebut diketahui bahwa aktivitas antioksidan rambut jagung Malaysia

tergolong sedang. Persen inhibisi ekstrak metanol rambut jagung yang berasal dari

Malaysia yaitu 140,89 ppm lebih kecil jika dibandingkan dengan ekstrak metanol

rambut jagung yang berasal dari Gorontalo yaitu 147,1 ppm. Namun, dari segi

aktivitasnya keduanya masih tergolong sedang. Hal ini menunjukan bahwa

kualitas antioksidan rambut jagung yang berasal dari Gorontalo bisa menyamai

kualitas rambut jagung yang berasal dari Malaysia.

4.8 Hubungan Kandungan Fenolik Total terhadap Aktivitas Antioksidan

Hubungan antara kandungan fenolik total (mg GAE/g sampel) total terhadap

aktivitas antioksidan (IC50) berdasarkan beberapa penelitian mempunyai korelasi

yang sangat kuat. Beberapa penelitian tersebut di antaranya adalah: 1) Hadriyono

dkk, (2011) melaporkan kandungan fenolik total pada buah magis memiliki

korelasi yang sangat kuat terhadap aktivitas antioksidan dengan nilai korelasi

sebesar 84%; 2) Angkasa dan Suleman (2012) melaporkan nilai korelasi antara

kandungan polifenol dan aktivitas antioksidan adalah 99% pada tumbuhan daun

hantap; dan 3) Ukieyanna dkk, (2012) menegaskan bahwa kandungan fenolik total

memberikan kontribusi sebesar 77% terhadap aktivitas antioksidan pada

tumbuhan suruhan. Hubungan kandungan fenolik total terhadap aktivitas

antioksidan pada penelitian ini di tunjukan pada gambar di bawah ini.

55

Gambar 22. Hubungan kandungan fenolik total terhadap aktivitasantioksidan IC50.

Berdasarkan analisis data tersebut diketahui bahwa hubungan antara

kandungan fenolik total (x) terhadap IC50 (y) sangat kuat, dan berkorelasi negatif.

Nilai IC50 yang semakin kecil menunjukan aktivitas antioksidan semakin besar.

Kandungan fenolik total memberikan kontribusi sebesar 93% terhadap aktivitas

antioksidan. Sisanya sebesar 7% ditentukan oleh variabel lain yang tidak

diketahui. Kemungkinan besar 7% tersebut merupakan sumbangan dari senyawa

lain yang bukan termasuk dalam golongan senyawa fenolik namun memiliki

aktivitas antioksidan. Di antara senyawa-senyawa tersebut adalah triterpenoid,

betakaroten, kartenoid dan vitamin di mana senyawa-senyawa tersebut diketahui

terdapat pada rambut jagung.

Senyawa golongan fenolik dan flavonoid dapat memberikan penghambatan

terhadap radikal bebas dengan cara mendonorkan atom hidrogen ke senyawa

radikal tersebut. Sedangkan radikal oksidan yang terbentuk dari hasil reaksi

tersebut cenderung lebih stabil dibandingkan dengan senyawa radikal bebas yang

y = -1,055x + 261,14R² = 0,9274

0,00

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

0,00 50,00 100,00 150,00

Akt

ivit

as A

ntio

ksid

an (

IC50

)

Kandungan Fenolik Total (mg GAE/g)

56

lain (Winarsi, 2007). Kestabilan senyawa radikal oksidan tersebut disebabkan oleh

strukturnya yang dapat mengalami resonansi.

OH O+ R + RH

Radikal fenolFenol Radikal bebas

O OO O

Struktur resonansi radikal bebas fenol

Gambar 23. Peredaman radikal bebas oleh senyawa fenol

Semakin banyak gugus hidroksil (-OH) dari suatu senyawa antioksidan akan

menaikkan aktivitasnya sebagai antioksidan (Kusuma dan Andrawulan, 2012).

Senyawa golongan fenolik dan flavonoid memiliki lebih dari satu gugus hidroksil

(polihidroksil) sehingga sangat baik dalam menetralkan suatu radikal bebas.

Kemampuan senyawa flavonoid yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil

dalam meredam radikal bebas dapat dilihat pada gambar berikut.

AOC

B

OH

OH

O

OH

R RH

R RH

O

OH

O

O

Struktur dasar flavonoid

Peredaman radikal bebas oleh flavonoid

Gambar 24. Peredaman radikal bebas oleh senyawa flavonoid (Yuhernita danJuniarti. 2011)