423
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Hasil-hasil litbang mendukung

Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

  • Upload
    others

  • View
    87

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

Hasil-hasil litbang mendukung

Page 2: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

i

KATA PENGANTAR

Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik atas kegiatan pe-nelitian yang telah dilaksanakan dan pelayanan informasi IPTEKbagi pengguna, maka BPK Makassar melaksanakan ekspose hasil-hasil penelitian dengan tema “Hasil-hasil Litbang Mendukung Ke-lestarian dan Kemanfaatan Hutan”. Ekspose dilaksanakan di Ma-kassar pada tanggal 27 Oktober 2011 dengan memaparkan berba-gai topik yang relevan dengan tugas dan fungsi yang diemban.

Prosiding ini merangkum semua makalah dan hasil diskusi yangberkembang selama ekspose. Melalui kegiatan ini, diharapkan lit-bang kehutanan dapat lebih berperan dalam mewujudkan lemba-ga penyedia IPTEK kehutanan yang terkemuka dalam mendukungterwujudnya pengelolaan sumberdaya hutan lestari untuk kese-jahteraan masyarakat yang berkeadilan.

Semoga prosiding ini bermanfaat, dan kepada semua pihakyang telah berkontribusi hingga selesainya prosiding ini, diucap-kan terimakasih.

Bogor, November 2012

Page 3: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

PENYUNTING

Koordinator : Ir. Didik Purwito, M.Sc.

Ketua : Prof. Rst. M. Bismark

Anggota : Dr. Ir. Titiek SetyawatiDr. Hendra Gunawan, M.Si.Dr. MurniatiIr. Sri Suharti, M.Sc.I Wayan Susi Dharmawan, S.Hut., M.Si.Dra. Marfuah Wardani, MPIr. Atok Subiakto, M.App.Sc.

Sekretariat : Ir. Erna RushernawatiHaris Said Azzam

Page 4: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................ iDaftar Isi ...................................................................................... iiiSambutan Kepala Balai Penelitian Kehutanan Makassar............. viiSambutan Kepala Badan Litbang Kehutanan............................... xiRumusan ..................................................................................... xvii

1. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Pem-bangkit Listrik MikrohidroEvita Hapsari........................................................................ 1

2. Nilai Manfaat Hutan Mangrove Taman Nasional RawaAopa WatumohaiRini Purwanti....................................................................... 19

3. Studi Fenologi dan Propagasi Tanaman Pakan untuk Pem-binaan Habitat Kupu-kupu di Taman Nasional Bantimu-rung BulusaraungHeri Suryanto....................................................................... 37

4. Kajian Populasi, Karakteristik Habitat dan Potensi PakanTarsius (Tarsius fuscus) di Taman Nasional BantimurungBulusaraungMaryatul Qiptiyah, Heru Setiawan, dan M. Azis Rakhman. 51

5. Penanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum) untukMendukung Konservasi Kawasan Pesisir dan Program De-sa Mandiri Energi di Kabupaten Kepulauan SelayarC. Andriyani Prasetyawati................................................... 63

6. Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam KegiatanKonservasi Tanah dan Air untuk Mendukung Program Re-habilitasi Hutan dan LahanM. Kudeng Sallata .............................................................. 77

7. Pemanfaatan Tumbuhan Euphorbiaceae sebagai Obatoleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Lore LinduAlbert D. Mangopang dan Merryana Kiding Allo ............... 99

8. Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Per-tumbuhan Sesbania serícea di Lahan Bekas Tambang Ka-pur PT. Semen TonasaRetno Prayudyaningsih........................................................ 109

Page 5: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

iv

9. Prospek Pemanfaatan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Mere-habilitasi Lahan Bekas Tambang KapurNursyamsi............................................................................ 119

10. Identifikasi dan Keberadaan Tumbuhan Penghasil GaharuSerta Identifikasi Mikroba Pembentuk Gubal Gaharu diSulawesiHermin Tikupadang dan Retno Prayudyaningsih................ 135

11. Perbenihan Suren (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem) da-ri Beberapa Sumber Benih di Sulawesi SelatanC. Andriyani Prasetyawati.................................................... 147

12. Pengembangan Riset dalam Strategi Rehabilitasi KawasanKonservasiHeri Suryanto ...................................................................... 159

13. Pengolahan dan Nilai Ekonomi Biji KemiriMody Lempang ................................................................... 175

14. Keragaman Mikroorganisme dan Kualitas Perairan di Ka-wasan Hutan Mangrove Taman Nasional Rawa Aopa Wa-tumohaiHeru Setiawan .................................................................... 189

15. Pelibatan Kelompok Perempuan dalam Kegiatan Rehabili-tasi Lahan Kritis (Studi Kasus di Lembang Pakala, Kabupa-ten Tana Toraja, Sulawesi Selatan)M. Kudeng Sallata dan Evita Hapsari.................................. 205

16. Tekanan terhadap Hutan dalam Tataran Perundangandan ImplementasiHunggul Yudono, Petrus Gunarso, dan Eko Manjela........... 223

17. Perilaku Perkici Dora (Trichoglossus ornatus Linnaeus,1758) di PenangkaranIndra A.S.L.P.Putri................................................................ 247

18. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat di KHDTK Meng-kendek Kabupaten Tana TorajaAbd. Kadir W. dan Evita Hapsari.......................................... 261

19. Mengenal Gejala dan Penyebab Penyakit pada Ulat Sute-ra (Bombyx mori L.) serta PenanganannyaNurhaedah M....................................................................... 273

20. Persepsi Masyarakat terhadap Sagu sebagai Sumber Pa-ngan Alternatif di Sulawesi SelatanRini Purwanti, Nur Hayati, dan Abd. Kadir W...................... 287

Page 6: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

v

21. Model Teknologi dan Kelembagaan Social Forestry diKHDTK Borisallo, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Se-latanAchmad Rizal HB.................................................................. 301

22. Kajian Rantai Tataniaga Rotan di Kabupaten PolewaliMandar, Sulawesi BaratNur Hayati dan Abd. Kadir W. ............................................. 319

23. Deteksi Deforestasi dan Tekanan Penduduk di Taman Na-sional Bantimurung Bulusaraung, Maros, Sulawesi SelatanTony Widianto..................................................................... 333

24. Kelembagaan Pengelolaan Hutan Rakyat di KabupatenBulukumba, Provinsi Sulawesi SelatanAchmad Rizal HB.................................................................. 349

25. Kajian Aspek Lingkungan Tempat Tumbuh Bidara Laut(Strychnos lucida R.Br) di Kabupaten Dompu, NTBRyke Nandini........................................................................ 363

26. Pengenalan Waktu Berbuah Eboni (Diospyros celebicaBakh.) pada Beberapa Tempat Tumbuh di SulawesiMerryana Kiding Allo........................................................... 377

27. Rancangan Pemanfaatan Air pada DAS Mikro: Studi Kasusdi DAS Saddang, Tana Toraja, dan DAS Mamasa di Mama-saHunggul Yudono ................................................................. 393

LampiranJadwal AcaraDaftar PesertaDiskusi

Page 7: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

vii

SAMBUTAN KEPALA BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSARPADA EKSPOSE HASIL-HASIL PENELITIAN

Makassar, 27 Oktober 2011

Bismillahirrahmaanirrahim,Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Yang terhormat :

- Kepala Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan- Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan

Rehabilitasi- Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan- Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat- Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah- Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara- Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku- Para Kepala UPT Kementerian Kehutanan Wilayah Sulawesi Se-

latan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, danMaluku

- Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota se-provinsi SulawesiSelatan

- Para peserta dan undangan ekspose yang berbahagia

Mengawali acara ini marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan izin-Nya, pada kesem-patan ini kita diberi kemudahan dan kesehatan untuk dapat ber-kumpul di tempat ini untuk menghadiri acara ekspose hasil-hasilpenelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar tahun 2011.

Hadirin yang saya hormati,

Kelestarian dan kemanfaatan hutan berkelanjutan dengan ke-seimbangan dimensi lingkungan, ekonomi dan sosial yang melekatdi dalamnya, akan bisa diwujudkan secara nyata apabila didasarioleh kebenaran ilmiah dan IPTEK kehutanan yang dihasilkan darikegiatan penelitian dan pengembangan. Hasil litbang kehutanan

Page 8: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

viii

berupa informasi ilmiah maupun paket IPTEK, akan menjadi inputyang obyektif dalam pengambilan kebijakan serta memberikandukungan teknologi inovatif dan tepatguna dalam meningkatkankinerja pengelolaan hutan, termasuk meningkatkan nilai tambahdan daya saing produk dan jasa hutan.

Ekspose hasil-hasil penelitian ini merupakan salah satu upayayang dilakukan oleh Balai Penelitian Kehutanan Makassar dalamrangka meningkatkan penyebarluasan informasi dan promosiIPTEK kehutanan untuk mendekatkan, mentransformasikan, danmeningkatkan pemanfaatan IPTEK yang dihasilkan, kepada parapengguna. Kegiatan ini juga sebagai sarana untuk meningkatkaninteraksi, komunikasi dan kerjasama kemitraan antara parapihakyang terkait, baik pembuat kebijakan, praktisi, akademisi, dankomunitas ilmiah lainnya.

Harapannya, IPTEK kehutanan yang dihasilkan dapat diman-faatkan secara luas, serta dapat memperoleh umpan balik daripengguna untuk meningkatkan kualitas dan dayaguna hasil-hasillitbang kehutanan di masa yang akan datang. Dengan demikianIPTEK kehutanan dapat menjadi basis solusi permasalahan aktualkehutanan untuk mendorong akselerasi pencapaian tujuan pem-bangunan kehutanan.

Hadirin yang saya hormati,

Masalah lingkungan terutama degradasi fungsi hutan timbulsebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri. Tekanan pendudukdan ekonomi yang semakin besar mengakibatkan pengambilanhasil hutan semakin intensif, gangguan terhadap hutan semakinbesar sehingga fungsi hutan juga berubah. Sebagaimana telah kitaketahui beberapa fungsi hutan dan manfaatnya bagi manusia dankehidupan lainnya adalah: (1) Penghasil kayu, (2) Penghasil nonkayu, (3) Cadangan karbon, (4) Habitat bagi fauna, (5) Sumbertambang dan mineral berharga, serta (6) hiburan. Banyaknyapembukaan lahan baru mengakibatkan banyaknya hutan yang di-rusak karena umumnya pembukaan lahan tersebut tidak meng-ikuti kaidah ekologi. Rusaknya hutan akan merusak ekosistemyang ada di hutan tersebut dan di sekitar hutan serta merusak se-mua sistem kehidupan di setiap komponen yang ada di bumi ini.Dengan demikian pelestarian hutan harus dilakukan. Melestarikan

Page 9: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

ix

hutan berarti menyelamatkan semua komponen kehidupan. Hu-tan yang terjaga akan memberikan tata air yang baik pada daerahhilirnya sehingga akan menyelamatkan semua kegiatan umumnyadan kegiatan ekonomi khususnya. Selain itu hutan yang terjagaakan memberikan manfaat sangat besar bagi lingkungan, hutansebagai paru-paru dunia akan mengurangi pemanasan bumi, me-ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resikolongsor dan banjir saat musim hujan.

Para undangan yang berbahagia,

Sebagai bagian dari respon atas permasalahan di atas sertasejalan dengan tuntutan peningkatan kesejahteraan masyarakat,maka Balai Penelitian Kehutanan Makassar mengadakan kegiatanekspose hasil-hasil penelitian tahun 2011 dengan tema “Hasil-Hasil Litbang Mendukung Kelestarian dan Kemanfaatan Hutan”.Pemilihan tema ini sejalan dengan tupoksi kami sebagai penyediaIPTEK dan informasi. Terkait dengan tema di atas, dalam eksposeini akan dipresentasikan topik-topik yang relevan antara lain :1. Pemanfaatan Hutan Mangrove oleh Masyarakat di Taman Na-

sional Rawa Aopa Watumohai.2. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Mikrohidro Elektrik.3. Penanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum) untuk Men-

dukung Konservasi Kawasan Pesisir dan Program DME di Kabu-paten Kepulauan Selayar.

4. Fenologi dan Teknik Propagasi Jenis Pakan Kupu-kupu untukPembinaan Habitat di TN. Bantimurung-Bulusaraung

5. Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Konservasi Tanah danAir

6. Kajian Populasi, Karakteristik Habitat dan Potensi Pakan Tarsiusdi TN. Bantimurung-Bulusaraung

7. Konservasi Eboni pada Areal Reklamasi PT. INCO8. Konservasi Anoa dari Aspek Pengayaan Pakan

Hadirin yang berbahagia,

Kami menyadari berbagai permasalahan bidang kehutanan ti-dak dapat diselesaikan oleh satu institusi saja. Oleh karena itu,kerjasama dengan pihak terkait (multistakeholders) akan sangat

Page 10: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

x

dibutuhkan demi terwujudnya pengelolaan hutan yang lestari un-tuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Kami pun menya-dari bahwa masih banyak kendala dalam penyebarluasan hasil-hasil litbang sehingga hasil-hasil litbang belum dapat dimanfaat-kan sebagaimana yang kita harapkan. Oleh karena itu, kerjasamaatau kemitraan terus kita kembangkan untuk semakin memper-kuat kinerja kita, sehingga semua pihak mendapatkan keuntunganyang optimal tanpa harus mengorbankan kelestarian sumberdayaalam.

Hadirin yang berbahagia,

Akhirnya saya sampaikan terimakasih dan penghargaan kepa-da semua pihak yang telah mendukung penyelenggaraan eksposehasil-hasil penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar tahun2011 ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan per-lindungan dan bimbingan kepada kita sehingga acara ini dapatberjalan dengan lancar dan dapat memenuhi tujuan yang diha-rapkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Makassar, 27 Oktober 2011

Kepala Balai,

Ir. Muh. Abidin, M.SiNIP 19600611 198802 1 001

Page 11: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

xi

SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANANPADA EKSPOSE HASIL-HASIL PENELITIAN

BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSAR

Makassar, 27 Oktober 2011

Bismillahirrahmaanirrahim,Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita sekalian

Yang saya hormati:- Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan.- Para Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi

Tenggara, Sulawesi Barat, dan Maluku.- Dekan Fakultas Kehutanan UNHAS dan Ketua Jurusan Kehutanan

dari universitas se-Kota Makassar.- Para Kepala Dinas Kehutanan dan/atau yang menangani Bidang

Kehutanan Kabupaten/Kota lingkup Provinsi Sulawesi Selatan.- Para Kepala UPT Kementerian Kehutanan Wilayah Sulawesi Se-

latan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, danMaluku.

- Para pakar/peneliti dari institusi litbang dan universitas terkait.- Bapak/Ibu peserta ekspose dan para undangan serta hadirin

yang berbahagia.

Pada kesempatan yang baik ini, saya mengajak kita semua un-tuk memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, TuhanYang Maha Kuasa, karena kepada kita semua masih diberi kesem-patan, kekuatan, dan kesehatan, karena pada hari ini kita dapatbersama-sama bertemu di ruangan ini untuk mengikuti eksposehasil-hasil penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar tahun2011. Saya ucapkan selamat datang kepada seluruh peserta eks-pose, semoga kita sekalian dapat mengikuti kegiatan yang pentingini sampai selesai. Tema ekspose BPK Makassar kali ini adalah“Hasil Hasil Litbang Mendukung Kelestarian dan Kemanfaatan Hu-tan”.

Page 12: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

xii

Hadirin yang saya hormati,

Pemilihan tema ini sangat relevan dengan kondisi hutan danekosistemnya yang saat ini secara terus-menerus mengalami te-kanan terhadap kerusakan dan perambahan, di samping itu ma-syarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan belum menikmatimanfaat keberadaan hutan tersebut secara optimal. Oleh karenaitu, Balai Penelitian Kehutanan Makassar sebagai salah satu insti-tusi penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi memegangmandat untuk menyelenggarakan penelitian bersama pihak laindalam menunjang pencapaian kelestarian dan kemanfaatan hutanuntuk masyarakat luas.

Hadirin yang berbahagia,

Visi Kementerian Kehutanan dalam renstra periode tahun2010-2014 adalah Hutan Lestari untuk Kesejahteraan Masyarakatsecara Berkeadilan. Untuk mewujudkan visi ini sangatlah menan-tang, namun saya yakin dengan adanya kerjasama yang baik anta-ra semua elemen masyarakat, maka visi ini dapat terwujud. Visi inibermakna bahwa kelestarian hutan harus diikuti dengan tercip-tanya kesejahteraan masyarakat dan keadaan tersebut selayaknyadinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata.Visi Kementerian Kehutanan telah dituangkan dalam arah kebijak-an pembangunan kehutanan yaitu 6 (enam) kebijakan prioritasdan telah dijabarkan ke dalam 18 sasaran strategis KementerianKehutanan. Salah satu sasaran strategis tersebut adalah penye-diaan informasi ilmiah serta teknologi dasar dan terapan.

Peserta ekspose yang saya hormati,

Untuk mendukung tercapainya sasaran strategis tersebut, BadanLitbang Kehutanan telah menetapkan roadmap periode (2010-2015) melalui SK Menhut No. SK 163/2009. Penjabaran lebih lan-jut dari roadmap tersebut telah dituangkan dalam RENSTRA Ba-dan litbang kehutanan 2010-2014 yang meliputi 9 program yaitu1) Lansekap hutan, 2) Pengelolaan hutan alam, 3) Pengelolaan hu-tan tanaman, 4) Pengelolaan biodiversitas, 5) Pengelolaan HHBK,6) Pengelolaan DAS, 7) Perubahan iklim, 8) Pengelolaan hasil hu-tan, dan 9) Kebijakan kehutanan. Dari 9 program tersebut, dite-tapkan 25 RPI (Rencana Penelitian Integratif). Berdasarkan RPI

Page 13: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

xiii

tersebut, unit-unit kerja di bawah Badan Litbang (Puslit/ Puslit-bang/Balai) menyusun rencana penelitian sesuai dengan tupoksi-nya masing-masing.

Hadirin yang berbahagia,Sejalan dengan tuntutan dan arah pembangunan nasional ke

depan yang dititikberatkan pada pembangunan hijau (green eco-nomic), maka Badan litbang Kehutanan ditantang untuk secarabertahap dan terus-menerus melaksanakan penelitian dan pe-ngembangan serta inovasi antara lain untuk menemukembangkanenergi baru dan terbarukan sebagai salah satu alternatif energiyang ramah lingkungan.

Dari segi sosial dan ekonomi, diperlukan kajian yang mendalamdan kontiniu untuk membangun kelembangan masyarakat agarpengembangan energi terbarukan dapat diterima dengan baik.Pembangunan unit pengolah minyak nyamplung (Callophyllum sp.)menjadi biofuel (bahan bakar diesel) di Jawa dan Sulawesi di-harapkan dapat mensubsitusi kebutuhan bahan bakar berbasiskanfosil di tingkat lokal. Demikian pula pengembangan mikrohidro se-bagai sumber energi terbarukan telah menjadi kebijakan prioritasdalam rangka penyediaan energi listrik dari jasa air.

Hasil kajian dan riset yang telah dilakukan dan dikembangkanoleh BPK Makassar tersebut perlu disebarluaskan, baik dalam fo-rum forum ilmiah, gelar teknologi, pameran, dan media informasilainnya. Dan yang lebih penting lagi adalah manfaat langsung yangdirasakan oleh masyarakat dengan adanya mikrohidro ini.

Peserta ekspose yang saya hormati,

Badan Litbang Kehutanan bekerjasama dengan beberapa in-stitusi internasional telah menggagas pertemuan international ya-itu INAFOR (Indonesia Forestry Researchers) tahun 2011. Pertemu-an ini sebagai media scientist bidang kehutanan Indonesia yangtergabung dalam litbang kehutanan, baik pemerintah, swasta danmasyarakat pemerhati litbang. Pertemuan ini diharapkan dapatmenggalang upaya memajukan riset-riset kehutanan, tukar-menukar informasi ilmiah dan mengetahui state of the art litbangkehutanan di Indonesia. Oleh karena itu kita mengharapkan agarsetiap insan peneliti agar dapat berpartisipasi dalam forum ilmiahtersebut.

Page 14: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

xiv

Hadirin yang berbahagia,Balai Penelitian Kehutanan Makassar sebagai salah satu UPT Ba-dan Litbang Kehutanan mempunyai wilayah kerja meliputi Provin-si Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, SulawesiBarat, dan Maluku merupakan wilayah Wallacea yang memilikitingkat keragaman hayati yang tinggi dan spesifik. Dalam menja-lankan kegiatannya, Balai Penelitian Kehutanan Makassar telah di-berikan tugas untuk memberikan perhatian kepada penelitian as-pek-aspek yang berkaitan dengan rehabilitasi dan konservasi hu-tan serta kegiatan lainnya yang menjadi isu strategis di tingkat lo-kal di wilayah kerjanya. Isu yang sangat strategis saat ini adalahpengembangan mikrohidro, persuteraan alam, dan aerial seeding.Tiga isu tersebut akan menjadi bagian kegiatan prioritas yang akandikaji dan dikembangkan pada periode mendatang sesuai dengankebutuhan yang meningkat.

Hadirin yang saya hormati,Untuk mendukung penelitian dan pengembangan, Balai Pene-

litian Kehutanan Makassar juga diberi mandat untuk mengelolaKawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) di MengkendekKabupaten Tana Toraja, Borisallo Kabupaten Gowa, dan Malili diKabupaten Luwu Timur. KHDTK Malili seluas 737 ha, direncanakanuntuk memperoleh sertifikasi pengelolaan hutan lestari palinglambat tahun 2014. Saat ini telah dilakukan kegiatan-kegiatan un-tuk mendukung perolehan sertifikasi tersebut. Melalui KHDTK, ke-giatan penelitian dan pengembangan di bidang kehutanan dapatdiakomodir untuk mendukung penerapan tumbuh dan berkem-bangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di bidang kehu-tanan. KHDTK tersebut terbuka pula bagi penerapan sekaligus ber-fungsi sebagai media pemasyarakatan hasil-hasil riset pada tingkatlapangan.

Peserta ekspose yang saya hormati,Selain KHDTK, kegiatan gelar teknologi dan ekspose juga men-

jadi pilar penting bagi pemasyarakatan IPTEK. Melalui pertemuansemacam ini diharapkan terjadi hubungan kerjasama yang harmo-nis antara peneliti, pengguna, praktisi, penentu kebijakan, danstakeholders lainnya. Kami mengharapkan melalui media ini dapatterbangun sinergi sehingga diperoleh hasil yang lebih nyata di

Page 15: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

xv

masa mendatang. Komunikasi dan kerjasama serta keterbukaansangat diperlukan agar semua pihak mendapatkan keuntunganyang optimal tanpa mengorbankan kelestarian sumberdaya hu-tan. Diharapkan pula dalam diskusi yang berkembang akan mun-cul kegiatan penelitian yang berorientasi kepada kebutuhan peng-guna, industri, bersifat inovatif yang dapat menghasilkan tero-bosan-terobosan baru untuk menjawab permasalahan dan tan-tangan kehutanan di masa mendatang.

Hadirin yang berbahagia,Sebelum mengakhiri sambutan ini, kami menyadari bahwa

pihak-pihak di luar Badan Litbang Kehutanan, termasuk perguruantinggi dan lembaga riset lain, telah berupaya keras untuk mengha-silkan inovasi dan IPTEK yang applicable dan berorientasi problemsolving, namun seiring ilmu pengetahuan yang terus maju danberkembang, tuntutan terhadap inovasi baru terus meningkat.Oleh karena itu upaya dan kerja keras kita tidak berhenti sampaidi sini. Seorang peneliti tidak lantas cepat merasa puas denganhasil yang telah didapat. Jiwa ingin tahu yang besar dan selalumencari pengetahuan baru adalah kunci keberhasilan seorangpeneliti.

Hadirin yang saya hormati,Akhirnya dengan mengucapkan Bismillahirahmaanirahim dan

memohon tuntunan Allah SWT, saya nyatakan “Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar” tahun 2011secara resmi dibuka. Saya mengucapkan terima kasih kepada se-mua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan ekspose ini. Se-lamat berdiskusi. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat-NYA, sehingga acara ini dapat berjalan dengan lancar dan sukses.Amin.Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Makassar, 27 Oktober 2011

Kepala Badan,

Dr. Ir. Tachrir Fathoni, M.Sc.NIP. 19560929 198202 1 001

Page 16: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

xvii

RUMUSAN SEMENTARAEKSPOSE HASIL-HASIL PENELITIAN

BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSAR

Makassar, 27 Oktober 2011

Berdasarkan tema ekspose “Hasil-Hasil Litbang Mendukung Keles-tarian dan Kemanfaatan Hutan”, dengan memperhatikan peng-arahan Kepala Badan Litbang Kehutanan dan paparan makalahserta diskusi yang berkembang selama ekspose, maka tim peru-mus spakat membuat rumusan hasil ekspose sebagai berikut:1. Berkurangnya luas dan menurunnya kualitas habitat serta per-

buruan oleh masyarakat secara perlahan menggiring kepunah-an anoa. Usaha yang dapat dilakukan untuk pelestarian satwatersebut adalah penangkaran dan domestikasi. Ketersediaanpakan yang disenangi dan adaptasi terhadap jenis pakan baruyang berbeda dengan pakan alami dari habitatnya menjadi fak-tor yang menentukan keberhasilan penangkaran dan domesti-kasi anoa. Mengupayakan vegetasi alternatif yang memilikikomposisi nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan hidup anoadan mengawetkan pakan dengan cara mengeringkan hijauan(hay) atau membuat silase (silage) diperlukan untuk menjaminketersediaan pakannya.

2. Kupu-kupu merupakan fauna khas di Taman Nasional (TN) Ban-timurung Bulusaraung yang memiliki nilai estetika dan nilaiekonomi. TN Bantimurung Bulusaraung menjadi habitat alamibagi tidak kurang dari 147 jenis kupu-kupu, sehingga pembina-an habitat untuk menjaga keberlangsungan ekosistem terse-but perlu dilakukan. Pembinaan habitat dapat dimulai dalambentuk kegiatan studi fenologi dan teknik propagasi tumbuhanpakan ulat (host plant) dan tumbuhan pakan kupu-kupu (nec-tar plant). Dua jenis tumbuhan pada TN Bantimurung Bulusa-raung telah teridentifikasi sebagai pakan ulat dan enam jenissebagai pakan kupu-kupu. Uji coba propagasi secara generatifsedang dilakukan pada tiga jenis tumbuhan pakan kupu-kupu,sedangkan tumbuhan yang belum berbunga dan berbuahselama periode pengamatan, perlu diuji propagasinya secaravegetatif.

Page 17: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

xviii

3. Tarsius merupakan salah satu primata terkecil dan beberapa diantara anggota spesiesnya (Tarsius spectrum) merupakan sat-wa endemik Sulawesi yang terancam punah dan dilindungi.Walaupun tarsius memiliki kisaran habitat yang luas, namunperubahan kuantitas dan kualitas habitat akan berpengaruhterhadap populasinya. Tarsius yang terdapat di TN Bantimu-rung Bulusaraung masuk dalam kategori rentan (vunerable),sehingga pembinaan habitat terutama sumber pakan yang me-rupakan salah satu faktor ekologi yang sangat menentukan ke-lestarian primata tersebut perlu dilakukan.

4. Nyamplung adalah jenis pohon yang memiliki fungsi lindunguntuk menjaga ekosistem kawasan hutan, juga memiliki fungsiproduksi kayu dan buah untuk bahan baku industri pengolahminyak nabati sebagai bahan bakar (biofuel). Penanamannyamplung di kawasan pesisir Kabupaten Kepulauan Selayarpenting dilakukan untuk menjaga ekosistem pesisir, mengingatwilayah pesisir di daerah tersebut terutama di pulau-pulau ke-cil yang rentan terhadap abrasi.

5. Perusahaan pertambangan memiliki kewajiban untuk mereha-bilitasi lahan bekas tambangnya. Ketersediaan dana yang cu-kup dan adanya kepastian status lahan, pengamanan lahanyang tinggi, serta orientasi perusahaan pertambangan yang bu-kan pada kayu memungkinkan untuk melakukan sinergi kon-servasi eboni di areal bekas tambang. Konservasi eboni padaareal PT INCO Tbk. di Soroako merupakan contoh nyata inte-grasi usaha konservasi jenis pohon eboni dengan kegiatanreklamasi lahan bekas tambang. Dengan keberhasilan pena-naman eboni yang sudah mencapai lebih dari 14 ribu bibit dantelah bertahan hidup sampai hampir lima tahun, maka usahakonservasi eboni di lahan reklamasi perusahaan pertambangantersebut dapat dilanjutkan dan diperkaya genetiknya denganmendatangkan dari sumber-sumber benih eboni dari lokasi la-in di Indonesia.

6. Hutan mangrove di TN Rawa Aopa Watumohai sangat kaya ter-utama dengan tanaman dan hasil-hasil perikanannya sehinggamengundang masyarakat untuk mengambil manfaat dan me-laksanakan aktivitas kehidupan di sekitarnya. Pemanfaatan ter-besar oleh masyarakat dari hutan mangrove adalah kayu yangdigunakan untuk pembuatan rumah (pondok kerja), ajir rum-

Page 18: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

xix

put laut, dan togo. Penggunaan ini dapat mengancam kelesta-rian hutan mangrove karena masa pakainya hanya berkisar tigabulan. Oleh sebab itu, penebangan dan pemanfaatan kayu darihutan mangrove perlu dihentikan atau dikurangi dengan men-cari kayu subtitusi yang dapat digunakan untuk memenuhi ke-butuhan masyarakat.

7. Kelompok turbin sebagai lembaga lokal akan kuat eksistensi-nya termasuk pola kepemimpinannya, bila dapat mengikat danmelibatkan mayoritas masyarakat dalam komunitas tertentu.Partisipasi masyarakat lapisan bawah, modal sosial, kelemba-gaan, dan kepemimpinan merupakan hal yang penting dalamsebuah proses pemberdayaan. Melalui pemberdayaan penge-tahuan masyarakat tentang arti pentingnya pelestarian hutanteraktualisasi melalui sikap masyarakat untuk menjaga kelesta-rian hutan dan kontinuitas suplai air sebagai sumber pembang-kit listrik mereka.

8. Dampak dari lahan kritis cenderung dirasakan semakin me-ningkat dan meluas. Dampak tersebut dirasakan langsung olehmasyarakat antara lain dalam bentuk peningkatan jumlah pen-duduk miskin, kekurangan pangan dan penghasilan rendah ka-rena luas lahan yang dapat diusahakan berkurang dan produk-tivitas lahan menurun. Upaya rehabitasi hutan dan lahan (RHL)yang tidak melibatkan masyarakat secara langsung nampaknyakurang efektif. Partisipasi masyarakat merupakan salah satubentuk pendekatan yang tepat dalam gerakan rehabilitasi la-han kritis khususnya dalam penerapan teknik konservasi tanahdan air. Pendekatan partisipatif akan efektif bila keterlibatanmasyarakat disertai faktor-faktor pendorong, misalnya menda-patkan manfaat langsung hutan berupa kayu untuk bahan ba-ngunan rumah tinggal dan manfaat tidak langsung hutan beru-pa hasil air untuk pembangkit listrik (mikrohidro).

Tim Perumus :1. Prof. Ir. Daud Malamassam, M.Agr2. Ir. Thomas Nifinluri, M.Sc3. Ir.Mody Lempang MSi.4. Nurhaedah M, SP. MSi.5. Ir. Achmad Rizal, MT6. Ir. Turbani Munda

Page 19: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

1

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGANPEMBANGKIT LISTRIK MIKROHIDRO1

Evita HapsariBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Konsep pemberdayaan muncul sebagai bentuk alternatif dari modelpembangunan yang melahirkan implikasi negatif seperti ketimpangan,ketidakadilan, kerusakan ekologis dan struktur masyarakat yang tidakberdaya. Pemerintah, masyarakat dan swasta yang menjadi agen pem-bangunan tidak berada dalam hubungan yang seimbang. Karakter topdown dalam pembangunan mendorong pemerintah dan pihak swastamenjadi pihak yang dominan sehingga melahirkan masyarakat pinggir-an/miskin. Fokus pemberdayaan tertuju pada bagaimana melakukantransformasi alokasi sumber daya ekonomi secara adil, sehingga mampumeningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat mis-kin. Masyarakat di sekitar hutan memiliki sumber daya alam yang ber-limpah, akan tetapi masih banyak yang belum dimanfaatkan secara op-timal dan dikelola dengan baik. Untuk itu, partisipasi masyarakat lapisanbawah, modal sosial, kelembagaan dan kepemimpinan menjadi pentinguntuk sebuah proses pemberdayaan. Turbin sebagai salah satu alat pere-kat masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan demi kelangsungansuplai air sebagai sumber pembangkit listrik (microhydro electric), sekali-gus sebagai peluang usaha produktif masyarakat.

Kata kunci : Pemberdayaan masyarakat, microhydro electric, turbin,peluang usaha produktif masyarakat

I. PENDAHULUAN

Konsep pemberdayaan muncul sebagai bentuk alternatif darimodel pembangunan yang melahirkan implikasi negatif seperti ke-timpangan, ketidakadilan, kerusakan ekologis dan struktur masya-rakat yang tidak berdaya. Latar belakang munculnya konseppemberdayaan adalah adanya upaya merevisi pembangunan yang

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 20: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

2

bertumpu pada teori ekonomi neoklasik yang dinilai telah gagalmewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kapitalisasi dan mo-dernisme sebagai pilihan jalan pembangunan telah melahirkan ke-miskinan sebagai salah satu dampak buruknya.

Pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta yang menjadi agenpembangunan tidak berada dalam hubungan yang seimbang. Ka-rakter top down dalam pembangunan mendorong pemerintahdan pihak swasta menjadi pihak yang dominan sehingga melahir-kan masyarakat pinggiran/miskin. Konsep pemberdayaan lahir se-bagai konsekuensi untuk mewujudkan hubungan seimbang antarapemerintah, pihak swasta, dan masyarakat selaku stakeholder.

Fokus pemberdayaan tertuju pada bagaimana melakukantransformasi alokasi sumber daya ekonomi secara adil sehinggamampu meningkatkan produksi, pendapatan, dan kesejahteraanmasyarakat miskin. Masyarakat di sekitar hutan memiliki sumberdaya alam yang berlimpah, akan tetapi masih banyak yang belumdimanfaatkan secara optimal dan dikelola dengan baik. Untuk itu,partisipasi masyarakat lapisan bawah, modal sosial, kelembagaandan kepemimpinan menjadi penting untuk sebuah proses pem-berdayaan.

II. PARTISIPASI MASYARAKAT

Menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk tetap menjagahutan bukan hal yang mudah, karena masyarakat sekitar hutanmasih mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap hutan.Masyarakat, baik di DAS mikro Datara Kabupaten Gowa, di DASmikro Batanguru Kabupaten Mamasa, dan di DAS mikro MararinKabupaten Tana Toraja, mengambil kayu untuk bahan pembuatanrumah dan bahan bakar dari hutan.

Davis dan Newstrom (1998) dalam Salman (2005) mengartikanpartisipasi sebagai keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untukmemberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagaitanggung jawab pencapaian tujuan itu. Definisi ini mengandungtiga esensi, yakni : (1) keterlibatan, partisipasi berarti adanya ke-terlibatan mental dan emosional dibanding hanya aktivitas fisik,sehingga makna partisipasi secara sukarela menjadi jelas terbeda-kan dari mobilisasi; (2) kontribusi, partisipasi berarti mendorong

Page 21: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemberdayaan MasyarakatMelalui Pengembangan Pembangkit ... (E. Hapsari)

3

orang untuk mendukung atau menyumbang kepada situasi ter-tentu, sehingga berbeda dengan sikap memberi sesuatu; (3) tang-gung jawab, partisipasi mendorong orang untuk ikut bertanggungjawab dalam suatu kegiatan karena apa yang disumbangkannyaadalah atas dasar sukarela sehingga timbul self-involve.

Masyarakat di Datara memberikan partisipasi dalam bentuklahan dan upah, adalah sebagai berikut:

1. Lahan

Salah satu bentuk partisipasi masyarakat adalah kesediaanmereka memberikan lahan untuk dimanfaatkan sebagai lokasidemplot agroforestry. Tingkat partisipasi masyarakat untuk me-nanam pohon di lokasi lahan masing-masing cukup tinggi. Terlihatdari antusiasme masyarakat mengambil bibit sebanyak 70% dari2.000 bibit Gmelina yaitu sebanyak 1.400 bibit yang telah ter-distribusikan kepada 23 anggota kelompok.

Di Datara masyarakat melakukan sistem sewa lahan dan sistemgadai lahan. Sebagai contoh, sawah seluas 50 are (0,5 ha) dinilaidengan harga Rp 5.000.000,-. Asumsinya lahan demplot MHE se-luas 2 ha mempunyai nilai sebesar Rp 20.000.000,- sebagai kom-pensasi partisipasi masyarakat, apabila sistem sewa atau sistemgadai diberlakukan. Sistem sewa lahan antar masyarakat meng-gunakan sistem bagi hasil 50% untuk penggarap lahan dan 50%untuk pemilik lahan. Biaya pupuk dibebankan ke pemilik lahan danbiaya pestisida dibebankan ke penggarap lahan. Sistem gadai la-han antar masyarakat, harga gadai sama dengan harga waktu te-bus, dilengkapi dengan tanda bukti administrasi (kuitansi) yangdiketahui oleh pemerintah setempat (Lingkungan, RT, RK). Masya-rakat menjalankan sistem sewa dan gadai hanya berdasarkan asaskepercayaan karena tidak ada perjanjian tertulis.

2. Upah

Bentuk partisipasi masyarakat Datara berupa kontribusi tenagakerja terkait kegiatan di demplot, pembuatan terasering dan lain-lain dengan imbalan kompetitif sebesar Rp 30.000,- (di bawahstandar). Berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No.3988/XII tahun 2009, standar UMP Sulawesi Selatan sebesar Rp1.000.000,-/bulan atau per hari sebesar Rp 40.000,-.

Terkait dengan upah, masyarakat Datara mempunyai bebe-rapa sistem di antaranya adalah: (1) sistem upah membuka lahan

Page 22: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

4

sampai siap ditanami dengan menggunakan traktor seluas 1 haadalah sebesar Rp 600.000,- s/d Rp 700.000,-; (2) sistem upah pa-da waktu membantu menanam akan dibayar setelah panen, dihi-tung per hari, dibayar dengan menggunakan 50 liter gabah; (3) sis-tem upah dalam bidang pertanian dan non pertanian sebesar Rp30.000,- (upah lepas).

Meister (1984) dalam Sardjono (2004) menyatakan bahwapara sosiolog masih membedakan tipe-tipe partisipasi dengan me-lihat kelompok partisipan terbentuk secara spontan (spontaneouscreation), atau adanya dorongan (stimulated) atau melalui ”pe-maksaan” (imposed). Dengan demikian, perlu dibedakan pula par-tisipasi yang sifatnya sukarela (voluntary participation) dan sifat-nya provokasi (instigated participation). Maksud adanya provokasidi mana masyarakat berpartisipasi berada di bawah kendali oto-ritas eksternal. Dalam kelompok masyarakat tradisional partisi-pasi tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat disebabkanikatan kelompok terhadap norma-norma yang sudah ada dan di-berlakukan (matter of fact participation). Meister (1984) dalamSardjono (2004) secara lebih detil menyampaikan tipologi partisi-pasi, yaitu :

Tabel 1. Tipologi partisipasi

Inisiatifpembentukan

Modepembentukan Fungsi sosial

Partisipasi de-ngan sendirinya

Kelompok yang su-dah ada sebelumnya,terbentuk oleh trdisi

Atribut (hasildari penerapanyang sudah la-ma)

Kontrol sosial,pengulangandari tingkah la-ku yang dike-hendaki oleh ke-lompok ataulingkungan per-gaulan (milieu)

Partisipasi ka-rena provokasi

Kelompok baru,pembentukan secaraeksternal

Secara sukarela,pada saat adaprovokasi yangkuat

Akuisisi daritingkah laku ba-ru yang dikehen-daki pihak luar

Partisipasi se-cara sukarela

Pembentukannyaoleh kelompoksendiri

Secara sukarela Keinginan,pembentukantingkah laku atasinisiatif kelom-pok sendiri

Sumber : Meister (1984) dalam Sardjono (2004)

Page 23: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemberdayaan MasyarakatMelalui Pengembangan Pembangkit ... (E. Hapsari)

5

Tujuh karakteristik tipologi partisipasi yang berturut-turut se-makin dekat kepada bentuk yang ideal (Syahyuti, 2006), yaitu :

1. Partisipasi pasif atau manipulatifMerupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteris-

tiknya adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang se-dang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana su-atu kegiatan tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagaisasaran program. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada ka-langan profesional di luar kelompok sasaran belaka.

2. Partisipasi informatifMasyarakat hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk

suatu kegiatan, namun tidak berkesempatan untuk terlibat danmempengaruhi proses keputusan. Akurasi hasil studi tidak dibahasbersama masyarakat.

3. Partisipasi konsultatifMasyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedang-

kan orang luar mendengarkan, serta menganalisa masalah dan pe-mecahannya. Dalam pola ini belum ada peluang untuk pembuatankeputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untukmengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk di-tindaklanjuti.

4. Partisipasi insentifMasyarakat memberikan jasa untuk memperoleh imbalan in-

sentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembela-jaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan. Masyarakat ti-dak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelahinsentif dihentikan.

5. Partisipasi fungsionalMasyarakat membentuk kelompok sebagai bagian suatu kegi-

atan, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati.Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapisecara bertahap kemudian menunjukkan kemandiriannya.

6. Partisipasi interaktifMasyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan

kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan. Pola inicenderung melibatkan metode interdisipliner yang mencari kera-

Page 24: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

6

gaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sis-tematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol pelaksana-an keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalamkeseluruhan proses kegiatan.

7. Mandiri (self mobilization)Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak di-

pengaruhi oleh pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-nilaiyang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak denganlembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukunganteknis serta sumber daya yang diperlukan. Yang terpenting, ma-syarakat juga memegang kendali atas pemanfaatan sumber dayayang ada dan atau digunakan.

Tingkat partisipasi masyarakat Datara dalam pembentukan ke-lompok turbin termasuk ke dalam kategori partisipasi fungsional,di mana masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian suatukegiatan, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepa-kati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar,tetapi secara bertahap kemudian menunjukkan kemandiriannya.

Menurut tujuh karakteristik tipologi partisipasi, partisipasifungsional berada pada peringkat kelima, hal ini merupakan se-buah proses untuk menuju partisipasi interaktif dan akhirnyamembentuk partisipasi yang ideal yaitu mandiri. Masyarakat akanmengambil inisiatif sendiri secara bebas, tidak dipengaruhi olehpihak luar untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang mereka mi-liki. Masyarakat mengembangkan relationship dengan lembaga-lembaga lain dengan tujuan untuk mendapatkan bantuan, du-kungan teknis dan sumber daya yang dibutuhkan. Yang terpen-ting, masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya.

Terdapat enam bentuk partisipasi masyarakat lokal yang secaraberurutan semakin membaik, yaitu :

Tabel 2. Bentuk partisipasi masyarakat lokal

No Bentukpartisipasi Tipe partisipasi Peran masyarakat

lokal sebagai1. Co-option Tidak ada input apapun

dari masyarakat lokalyang dijadikan bahan

Subyek

Page 25: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemberdayaan MasyarakatMelalui Pengembangan Pembangkit ... (E. Hapsari)

7

No Bentukpartisipasi Tipe partisipasi Peran masyarakat

lokal sebagai2. Co-operation Terdapat insentif,

namun kegiatan telahdidesain oleh pihak luaryang menentukanseluruh agenda danproses secara lang-sung

Employees atausubordinat

3. Consultation Opini masyarakat dita-nya, namun pihak luarmenganalisis informasisekaligus memutuskanbentuk aksinya sendiri

Clients

4. Collaboration Masyarakat lokal beker-jasama dengan pihakluar untuk menentukanprioritas, dan pihak luarbertanggung jawabsecara langsung kepadaproses

Collaborators

5. Co-learning Masyarakat lokal dan lu-ar saling membagi pe-ngetahuannya, untukmemperoleh saling pe-ngertian, dan bekerja-sama untuk merencana-kan aksi, sementarapihak luar hanyamemfasilitasi

Partners

6. Collective action Masyarakat lokal me-nyusun dan melaksana-kan agendanya sendiri,pihak luar absen samasekali

Directors

Sumber : Syahyuti (2006)

Bentuk partisipasi masyarakat Datara merupakan co-operation,berada pada peringkat kedua dari enam tingkat. Masyarakat men-dapat insentif (upah) dalam pembuatan demplot. Peran masya-rakat sebagai tenaga kerja, employees atau subordinat. Bentuk co-operation berawal dari co-option di mana peran masyarakat seba-gai subyek. Bentuk partisipasi masyarakat diharapkan semakinmembaik dari tingkat co-operation menuju ke consultation,

Page 26: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

8

collaboration, co-learning dan collective action. Hal ini seiring de-ngan berubahnya peran masyarakat sebagai subordinat menujuclients, collaborators, partners dan directors.

III. MODAL SOSIAL, KELEMBAGAAN, DAN KEPEMIMPINAN

Modal sosial dapat diidentifikasi dalam bentuk solidaritassosial yang bersumber dari kesadaran kolektif, saling percaya, asastimbal-balik, dan jaringan sosial (Soetomo, 2010). Walaupun kehi-dupan masyarakat semakin kompleks dan kepentingan semakinbervariasi, tetapi keberadaan modal sosial dalam kondisi tertentumasih terdapat kepentingan bersama. Adanya kepentingan bersa-ma dapat menjadi pendorong bagi munculnya tindakan bersamauntuk mewujudkan kepentingan tersebut. Apabila tindakan ber-sama berlangsung terus-menerus, maka akan melembaga danmenjadi bagian integral dari pola aktivitas atau institusi sosial ma-syarakat.

Di masyarakat nilai dan norma merupakan modal sosial yangdikenal, diakui, dihargai, dan ditaati. Nilai dan norma tersebut ter-aktualisasi ke dalam bentuk tindakan-tindakan yang diatur olehlembaga. Sebuah lembaga harus memiliki kontrol sosial berupaaturan-aturan dan sanksi-sanksi. Kelompok turbin Sipakainga (Da-tara) memiliki aturan-aturan yang dibuat dari hasil kesepakatankelompok. Setiap anggota kelompok mempunyai kewajiban, mi-salnya membayar iuran sebesar Rp 5.000,-/bulan dengan jatuhtempo pembayaran tanggal 10 bulan berjalan. Bagi anggota yangterlambat dikenakan sanksi dengan membayar denda sebesar Rp2.000,-/bulan.

Model pemberdayaan masyarakat dapat didekati melalui ben-tuk kelembagaan lokal masyarakat, dengan menghimpun partisi-pasi masyarakat untuk bersama-sama dalam satu kegiatan dan sa-tu lembaga, contohnya kelompok tani. Kelembagaan masyarakatyang bersifat lokal dapat tumbuh sebagai bentuk pranata sosialdengan ikatan lokalitas, ikatan kekerabatan, prinsip timbal-balikdan solidaritas sosial.

Kelompok turbin sebagai lembaga lokal akan kuat eksistensinyatermasuk pola kepemimpinannya, bila dapat mengikat dan meli-batkan mayoritas masyarakat dalam komunitas tertentu. Modal

Page 27: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemberdayaan MasyarakatMelalui Pengembangan Pembangkit ... (E. Hapsari)

9

sosial yang dimiliki, lembaga lokal yang terbentuk, kepemimpinanyang baik dan partisipasi dari masyarakat merupakan modal uta-ma pemberdayaan masyarakat. Diibaratkan sebagai sebuah sis-tem maka masing-masing unsur di dalamnya harus berjalan sesuaidengan fungsinya. Apabila salah satu unsur tidak berfungsi denganbaik maka akan mengganggu sistem.

Menurut pendapat Uphoff dalam Dasgupta dan Sarageldin(2000), modal sosial dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu fe-nomena kognitif dan struktural. Dalam fenomena kognitif modalsosial tumbuh dari proses mental dan hasil pemikiran yang diper-kuat oleh budaya, termasuk nilai dan norma. Pada tingkat yangabstrak perwujudannya dapat berbentuk gagasan (ideas). Apabilagagasan tersebut diterima oleh kalangan luas masyarakat, karenadisadari manfaatnya, maka akan menjadi acuan dalam pola pikirdan pola tindak masyarakat. Dalam bentuk yang lebih operasional,ideas merupakan harapan dan kepentingan bersama dalam ma-syarakat. Bentuk modal sosial ini dapat menjadi pendorong tin-dakan bersama masyarakat dan kepedulian sosial bagi sesamawarga masyarakat (Soetomo, 2010).

Salah satu bentuk tindakan bersama dapat berupa berbagaiusaha produktif untuk meningkatkan pendapatan. Kemunculanberbagai kelompok usaha produktif dalam masyarakat dapat tum-buh atas prakarsa masyarakat sendiri, dan dapat juga tumbuh ka-rena diinisiasi dari luar. Berbagai tindakan bersama yang bersifatproduktif diputuskan dan dirancang bersama berdasarkan masa-lah dan kebutuhan yang diidentifikasi bersama melalui institusilokal dalam bentuk komite desa atau rembug desa.

Menurut Soetomo (2010), keberadaan modal sosial apabila di-kelola dengan baik dapat digunakan untuk memelihara integritassosial dalam masyarakat, termasuk yang kondisinya sudah sema-kin kompleks dengan variasi kepentingan yang kompleks pula.Modal sosial juga dapat berpotensi untuk mengeliminasi konfliksosial. Dalam kondisi tertentu, walaupun masyarakatnya kom-pleks, di dalamnya terkandung solidaritas yang tidak eksklusifakan tetapi bersifat inklusif lintas kelompok. Di samping itu dijum-pai masyarakat yang berhasil membangun pranata bersama yangmemayungi seluruh kelompok. Dalam bentuk yang lain walaupunbelum terbangun pranata bersama, tidak jarang nilai-nilai padamasing-masing kelompok sudah mengandung inklusivitas, yangmengajarkan penghargaan dan penerimaan kepada orang dari

Page 28: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

10

kelompok lain. Kesemuanya merupakan modal sosial yang dapatmemberi pengaruh pada usaha meminimalisasi potensi konfliksosial.

Kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku (ways) yanghidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yangstabil, mantap dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan terten-tu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisionaldan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern dan ber-fungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial (Syahyuti, 2006). Ti-ap kelembagaan memiliki tujuan tertentu dan orang-orang yangterlibat di dalamnya memiliki pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan norma yang sudah disepakati yang sifatnya khas. Kelem-bagaan adalah kelompok-kelompok sosial yang menjalankan ma-syarakat.

Menurut Syahyuti (2006), kelembagaan mengandung dua as-pek yaitu kultural dan struktural. Aspek kultural terdiri dari hal-halyang lebih abstrak yang menentukan jiwa suatu kelembagaan, didalamnya terdapat nilai, norma, aturan, kepercayaan, moral, ide,gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, dan orientasi. Aspekstruktural berupa sesuatu yang lebih visual dan statis, yaitustruktur, penetapan peran, hubungan antar peran, integrasi antarbagian, struktur umum, struktur kewenangan, hubungan kegiatandengan tujuan, aspek solidaritas, keanggotaan, profil dan pola ke-kuasaan. Kedua aspek di atas secara bersama-sama membentukdan menentukan perilaku seluruh orang dalam suatu kelemba-gaan. Keduanya merupakan komponen pokok yang selalu existdalam setiap kelompok sosial. Berdasarkan aspek tersebut makakelembagaan tradisional adalah kelembagaan yang terbentuk se-cara alamiah, dimana aspek-aspek kultural lebih dulu terbentukdibandingkan aspek-aspek strukturalnya.

Beberapa bentuk kelembagaan berdasarkan pada kekuatandan kelemahan (Kartodihardjo et. al, 2004), yaitu :1. Polycentric merupakan sistem yang menganggap individu se-

bagai dasar dari unit analisis, otoritas pokok yang dimiliki se-seorang diartikulasikan ke dalam tindakan. Tidak ada supre-masi otoritas, otoritas tergantung dari bagaimana memperte-mukan kepentingan dalam suatu struktur pengambilan kepu-tusan antar pihak. Kelebihan dari sebuah sistem polycentricyaitu masing-masing wilayah dan masing-masing sektor ber-

Page 29: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemberdayaan MasyarakatMelalui Pengembangan Pembangkit ... (E. Hapsari)

11

kedudukan setara, salah satu ciri polycentric adalah mampuuntuk menangani sistem yang kompleks dan sistem biofisikyang dinamik. Kelemahan dari sistem polycentric adalah be-lum adanya saling percaya baik secara hierarki, maupun se-cara horizontal, lemahnya azas timbal balik, kurangnya arahansentral dan permasalahan yang terlalu kompleks.

2. Monocentric merupakan sistem yang otoritas terpusat di satutitik, hubungan antar anggota tidak setara, tetapi di bawah ko-mando oleh pusat. Kelebihannya ada sentralisasi perencana-an, arahan yang jelas dari pusat. Kelemahan bentuk mono-centric yaitu desentralisasi yang akan berakibat mengurangikewenangan wilayah administrasi.

3. Gabungan polycentric dan monocentric merupakan sistemkombinasi kedua bentuk lembaga polycentric dan monocentricartinya masing-masing pihak mempunyai kedudukan yang se-tara, tetapi masih ada beberapa arahan dari pusat, misalnyadalam hal kebijakan, penyusunan pola perencanaan dan pedo-man monev.

Masyarakat Datara sudah memahami peran lembaga di ling-kungannya. Mereka mampu membedakan antara lembaga formaldengan informal. Dalam proses pengambilan keputusan untuk ke-pentingan adat/budaya, lembaga informal masih memegang pe-ran penting. Sedangkan untuk kepentingan formal kemasyara-katan seperti gotong royong, pemerintah formal (Kepala RT, Kepa-la RK, Kepala Lingkungan, Lurah) mengambil peran dominan. Ben-tuk kelembagaan pemerintah formal (RT, RK, Lingkungan) di Data-ra adalah monocentric, sistem yang otoritas terpusat di satu titik,dibawah komando oleh pusat dan secara hierarki hubungan antarlembaga tidak sejajar. Pemerintah informal (lembaga adat, lem-baga keagamaan) adalah gabungan atau kombinasi bentuk lemba-ga polycentric dan monocentric, masing-masing lembaga mempu-nyai kedudukan yang setara, akan tetapi masih mendapat arahandari pusat dalam hal kebijakan.

Dalam proses penguatan kelembagaan dibutuhkan berbagaipenyuluhan, pelatihan ataupun bantuan teknis dari instansi peme-rintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Masyarakat di-beri stimulus (rangsangan) melalui pelatihan. Hal ini bertujuanagar masyarakat lebih mampu, sanggup dan berswadaya memper-baiki kesejahteraan hidupnya. Dengan harapan masyarakat secara

Page 30: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

12

bertahap akan memiliki kemampuan intelektual yang semakin me-ningkat dan memperoleh informasi yang memadai. Pola perilakumasyarakat yang sudah terbentuk dapat berubah sehingga me-ninggalkan kebiasaan lama dan mengganti dengan perilaku baru.Obyek yang diubah adalah pengetahuan (aspek kognitif), sikap(aspek afektif) dan keterampilan (aspek psikomotorik). Kehadiranturbin MHE merubah persepsi masyarakat terhadap hutan. Penge-tahuan masyarakat tentang arti pentingnya menjaga kelestarianhutan teraktualisasi melalui sikap masyarakat untuk menjagakontinuitas suplai air sebagai sumber pembangkit listrik mereka.

Upaya awal untuk melakukan pemberdayaan masyarakat ada-lah dengan mengidentifikasi peluang usaha-usaha produktif yangberpotensi untuk dikembangkan serta sesuai dengan modal dankebutuhan masyarakat setempat. Hasil penelitian Balai KehutananMakassar (Hapsari et al., 2010) peluang usaha produktif berbasisenergi microhydro electric yang memungkinkan untuk dikembang-kan adalah sebagai berikut:1. Peternakan besar dan kecil

Usaha ternak sebagai penghasil daging dan telur. Kotoran ter-nak dapat dibuat biogas, pupuk kandang, kompos, pupuk cair,pelet pakan ikan. Peluang untuk pengembangan rumput gajah.

2. Perikanan air tawar.3. Pengeringan dan penggilingan padi.

Peluang pembelian gabah dari luar daerah dan peningkatanproduksi gabah lokal.

4. Pengolahan pakan ternak.Peluang pembelian jagung dari luar daerah dan mendorongusaha masyarakat untuk budidaya jagung.

5. Pengolahan tanaman ‘siong’ untuk campuran bahan agar-agar.Selama ini hanya dijual dalam bentuk bahan mentah kering.

Sejak tahun 1993 sampai saat sekarang, di Mamasa khususnyadesa Batanguru, turbin MHE terus dikembangkan dan disebar-luaskan ke berbagai desa. Desa Batanguru adalah desa denganpredikat “desa mandiri energi” yang berbasis turbin pembangkitlistrik MHE. Bermula dari gagasan dan kreasi seorang tokoh ma-syarakat Pak Linggi di Dusun Ratte, yang menjadikan beliau seka-rang sebagai seorang pejabat. Sifat kepemimpinan muncul sebagaisuatu proses sosial (Soekanto, 2003). Kepemimpinan meliputi se-

Page 31: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemberdayaan MasyarakatMelalui Pengembangan Pembangkit ... (E. Hapsari)

13

gala tindakan yang dilakukan seseorang sehingga menimbulkangerak dari masyarakat. Proses sosial dimana masyarakat Mamasamulai mengetahui, memiliki kesadaran dan timbul kepercayaanakan manfaat turbin. Mereka bergerak menggunakan turbin se-bagai alternatif pembangkit listrik dengan biaya murah.

Pada awalnya kepemimpinan lahir karena ada orang yangmempengaruhi, ada orang atau kelompok yang bisa dipengaruhidan adanya aktivitas dari orang yang terpengaruh tadi. Menjadiseorang pemimpin bisa karena sifat-sifat kepahlawanan, kebe-ranian, rela berkorban dan sifat-sifat menonjol lain yang patut di-contoh (kharismatis) atau atas dasar pengakuan dan kepercayaanmasyarakat. Di Datara terdapat beberapa tokoh masyarakat yaitutokoh pemerintah formal (Kepala Kelurahan, Kepala Lingkungan,Ketua RK, Ketua RT), tokoh organisasi kemasyarakatan (forummassa, kelompok tani), tokoh adat, tokoh agama.

Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang un-tuk mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut ber-tingkahlaku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut.Koentjaraningrat (1967) dalam Soekanto (2003), membedakan an-tara kepemimpinan sebagai kedudukan dan kepemimpinan seba-gai suatu proses sosial. Sebagai kedudukan, kepemimpinan meru-pakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yangdapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatuproses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilaku-kan seseorang atau suatu badan yang menyebabkan gerak dariwarga masyarakat.

Kepemimpinan dapat bersifat resmi (formal leadership) dan ti-dak resmi (informal leadership). Perbedaan antara kepemimpinanyang resmi dengan yang tidak resmi adalah kepemimpinan yangresmi di dalam pelaksanaannya berada di atas landasan-landasanatau peraturan-peraturan resmi sehingga daya cakupannya agakterbatas. Kepemimpinan tidak resmi, mempunyai ruang lingkuptanpa batas-batas resmi, karena didasarkan atas pengakuan dankepercayaan masyarakat. Ukuran benar tidaknya kepemimpinantidak resmi terletak pada tujuan dan hasil pelaksanaan kepemim-pinan tersebut, menguntungkan atau merugikan masyarakat.

Bass (1989) dalam Syahyuti (2006), mengemukakan tiga teoridasar yang menerangkan bagaimana pemimpin dapat lahir, yaitu:1. Teori Bakat (Trait Theory). Beberapa orang dipercaya karena

memang memiliki kemampuan alamiah untuk jadi pemimpin.

Page 32: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

14

2. Teori Kejadian Besar (The Great Events Theory). Suatu krisisatau kejadian sosial penting dapat melahirkan seseorang yangdapat menjadi pemimpin seketika.

3. Teori Transformasi (The Transformational Leadership Theory).Seseorang dapat dipilih jadi pemimpin dan memimpin adalahketrampilan yang dapat dipelajari.

Syahyuti (2006), kepemimpinan ada dalam setiap sistem sosial,karena akan selalu ada inter-relasi antara pihak yang mempenga-ruhi dan yang dipengaruhi, dalam level makro dan mikro. Secaraumum, syarat terjadi peristiwa kepemimpinan adalah :1. Ada orang yang mempengaruhi2. Ada orang atau sekelompok orang yang terpengaruh atau da-

pat dipengaruhi3. Ada aktivitas dari orang yang terpengaruh tadi

Dalam sosiologi, kepemimpinan berkaitan dengan status danotoritas. Menurut Max Weber dalam Soekanto (2003), ada tigajenis kekuasaan atau otoritas kepemimpinan, yaitu kekuasaan tra-disional berdasarkan kepercayaan yang telah ada, kekuasaan ra-sional berdasarkan hukum legal, dan kekuasaan kharismatis ber-dasarkan individual. Pada masyarakat tradisional, sumber kepe-mimpinan adalah kharisma atau otoritas kharismatis-tradisional.Kekuasaan kharismatis misalnya berupa sifat-sifat kepahlawanan,keberanian, rela berkorban, dan sifat-sifat menonjol lain yang pa-tut dicontoh.

Menurut Syahyuti (2006), terdapat empat faktor utama se-hingga peranan kepemimpinan dapat berjalan, baik dalam lemba-ga maupun dalam masyarakat, yakni :

1. Pengikut (follower)Setiap manusia membutuhkan gaya kepemimpinan yang ber-beda. Seseorang dengan motivasi rendah perlu pendekatanyang lebih agar berkembang. Karena itu, pemimpin harus me-ngenal pengikutnya dengan seksama, mengenal kebutuhan,emosi, dan motivasinya.

2. PemimpinSeorang pemimpin harus paham benar siapa dia, apa yang diatahu dan apa yang dapat dilakukannya. Pemimpin harus bisameyakinkan pengikutnya bahwa ia adalah pilihan yang cocok.

Page 33: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemberdayaan MasyarakatMelalui Pengembangan Pembangkit ... (E. Hapsari)

15

3. Komunikasi

Memimpin adalah berkomunikasi dua arah. Komunikasi terjadidalam segala bentuk dan komunikasi non-verbal kadangkala,bahkan lebih efektif.

4. Situasi semua kondisi berbeda

Sesuatu yang dapat berjalan dalam satu situasi, tak selalu ber-laku untuk kondisi lainnya. Karena itu perlu penyesuaian danpertimbangan (judgment) menghadapi situasi yang berbeda.

Pemimpin yang efektif harus mampu mentransformasi visinyakepada anggota, nilai-nilai yang dianutnya, serta integritas dan ke-percayaannya. Kualitas yang melekat pada pemimpin yang suksesadalah bakat, inisiatif dan kemampuan manajerial, kharismatis,misi yang jelas, berorientasi hasil, optimisme, percaya diri, sertaadanya kemampuan untuk mendorong dan mendelegasikan. Kun-ci kepemimpinan yang efektif terletak pada hubungan yang diben-tuk bersama anggota tim, karena pada dasarnya memimpin tidakpernah benar-benar sendiri, yang terpenting adalah berbagi infor-masi.

Setiap pemimpin mempunyai massa tersendiri. Masyarakatmempunyai tokoh idola sebagai panutan sehingga tingkat kepa-tuhan masyarakat tinggi. Contohnya di Datara, Kepala Lingkunganmemegang peran penting dalam menggerakkan masyarakat. Ke-pemimpinan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Ke-lebihannya adalah apabila pemimpinnya sudah sepakat berkomit-men maka anggotanya mengikuti. Sedang kekurangannya adalahapabila pemimpinnya tidak sepaham dengan sesuatu hal makaanggotanya juga akan mengikut. Dalam kondisi demikian, peranmasing-masing individu tidak terlihat.

IV. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEM-BANGAN PEMBANGKIT LISTRIK MIKROHIDRO

Konsep pemberdayaan merupakan ideologi yang mewarnaibeberapa paradigma pembangunan, misalnya untuk pengembang-an civil society. Pemberdayaan dimaknai sebagai partisipasi yangsetara antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tampak adakesejajaran dengan civil society, karena kegiatannya adalah unsur-

Page 34: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

16

unsur pendukung dalam konsep civil society. Apabila dihubungkandengan konsep ”demokrasi”, maka fokus pemberdayaan dalamproses pembangunan tertuju pada bagaimana melakukan trans-formasi alokasi sumberdaya ekonomi secara adil, sehingga mam-pu meningkatkan produksi, pendapatan, dan kesejahteraan ma-syarakat miskin. Untuk itu, partisipasi lapisan bawah sangat dibu-tuhkan untuk mewujudkan pemberdayaan di semua lapisan (Syah-yuti, 2006).

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses yang tidakdapat diukur secara matematis. Belum ada indikator yang jelasdan pasti untuk mengukurnya. Keberhasilan pemberdayaan dapatdidekati dan dilihat dari community awareness (kesadaran komu-nitas) yang terbangun selama proses pemberdayaan yang dilaku-kan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menuju kesadarankomunitas adalah meningkatkan kesadaran kritis masyarakat da-lam struktur sosial dan politik, meningkatkan kemampuan masya-rakat berargumentasi dan membuat keputusan, meningkatkan ka-pasitas masyarakat dengan berbagai upaya, serta memanfaatkanmodal sosial (social capital) yang ada dalam setiap komunitas ma-syarakat yang berbeda-beda (Rahayu dan Wianti, 2010).

Pembangkit listrik microhydro adalah pembangkit listrik skalakecil/mini( <1 mW) yang dibuat di daerah hulu DAS denganmenggunakan sumber tenaga dari aliran sungai (Hadinugroho,2009). Listrik murah ini dioptimalkan untuk dapat dimanfaatkanoleh masyarakat di sekitar hutan. Dalam sudut pandang kepen-tingan kehutanan, tujuan pembangunan microhydro electric ada-lah membangun perekat hubungan positif antara hutan dan ma-syarakat. Bertujuan meningkatkan kesadaran kolektif masyarakatdi dalam dan sekitar hutan untuk secara swadaya menjaga danmelestarikan fungsi hutan. Melestarikan fungsi hutan akan menja-min kontinuitas hasil air yang bermanfaat bagi masyarakat sendiri,hulu maupun masyarakat di bagian hilirnya.

Microhydro Electric merupakan energi listrik terbarukan yangberasal dari hutan sebagai bentuk nyata penghematan energi danperbaikan mutu lingkungan. Keunggulan dari listrik tenaga air mi-ni adalah mengurangi penggunaan bahan bakar tidak terbarukan(minyak, batu bara), jaringan distribusi yang mudah dan seder-hana, dari segi biaya relatif murah. Kehutanan dapat mengop-timalkan hasil air dari hutan untuk mensejahterakan masyarakat

Page 35: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemberdayaan MasyarakatMelalui Pengembangan Pembangkit ... (E. Hapsari)

17

sekitar hutan dan menjadi perekat masyarakat untuk menjaga ke-lestarian hutan demi kelangsungan suplai air sebagai sumberpembangkit listrik mereka.

Pemberdayaan masyarakat berbasis microhydro electric adalahupaya untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas masyarakatdalam mengelola sumber daya hutan dan lahan, yang mencakupkemampuan teknik, kemampuan manajemen, kemampuan meng-akses modal dan pasar, serta meningkatkan usaha ke arah keman-dirian secara berkelanjutan dengan menggunakan energi micro-hydro electric.

Asumsi-asumsi dasar yang melandasi aksi pemberdayaan ada-lah (Syahyuti, 2006):1. Suatu tindakan individu harus dipandang sebagai upaya untuk

memberdayakan dirinya sendiri, dengan cara mengubah struk-tur, atau mencari peluang dari struktur yang ada.

2. Partisipasi diposisikan sebagai tindakan sukarela, di mana par-tisipasi merupakan kunci untuk mewujudkan kemandirian dankemampuan dalam mengambil keputusan serta bersedia me-nanggung risiko.

3. Partisipasi sukarela akan mengarah kepada tindakan yang ra-sional.

4. Program atau proyek dukungan dari luar harus dipandang se-bagai sumber daya yang langka.

5. Kelompok dimaknai sebagai tindakan individu yang memben-tuk konsensus. Kelompok diharapkan akan menimbulkan siner-gi yang lebih besar, karena ia bersifat inklusif, tanpa hirarkhi,dan menjaga keharmonisan dengan alam.

V. PENUTUP

Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan microhydroelectric memilih turbin sebagai salah satu alat perekat masyarakatuntuk menjaga kelestarian hutan demi kelangsungan suplai air se-bagai sumber pembangkit listrik. Upaya awal untuk melakukanpemberdayaan masyarakat adalah dengan mengidentifikasi pe-luang usaha-usaha produktif berbasis energi microhydro electricyang berpotensi untuk dikembangkan serta sesuai dengan modaldan kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat, mo-

Page 36: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

18

dal sosial, kelembagaan dan kepemimpinan menjadi unsur pen-ting dalam sebuah proses pemberdayaan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Hadinugroho, H. Y. S. (2009). Membangun desa mandiri energi de-ngan hasil air dari kawasan hutan. Makassar: Balai PenelitianKehutanan Makassar.

Hapsari, E., Rizal, A., Dewi, I.N., Ruru, A. (2010). Penguatan kelem-bagaan dan pengembangan kegiatan produktif kelompok (La-poran hasil penelitian). Makassar: Balai Penelitian KehutananMakassar (Tidak diterbitkan).

Kartodihardjo, H. (2004). Institusi pengelolaan DAS: Konsep danpengaturan analisis kebijakan. Bogor: Fakultas KehutananInstitut Pertanian Bogor.

Rahayu, L., & Wianti, F. (2010). Konsep dasar pemberdayaan ma-syarakat (Pembekalan teknis pejabat fungsional PEH lingkupDitjen RLPS Kementerian Kehutanan). Ditjen Rehabilitasi La-han dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan & Fakul-tas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada.

Salman, Darmawan. (2005). Pembangunan partisipatoris (Modulkonsentrasi manajemen perencanaan, Program Studi Admi-nistrasi Pembangunan). Makassar: Universitas Hasanuddin.

Sardjono, M.A. (2004). Mosaik sosiologis kehutanan: Masyarakatlokal, politik dan kelestarian sumberdaya. DEBUT Press.

Soekanto, S. (2003). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja Gra-findo Persada.

Soetomo. (2010). Masalah sosial dan upaya pemecahannya. Yog-yakarta: Pustaka Pelajar.

Syahyuti, (2006). 30 konsep penting dalam pembangunan pedesa-an dan pertanian: Penjelasan tentang konsep, istilah, teoridan indikator serta variabel. Jakarta: Bina Rena Pariwara.

Page 37: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

19

NILAI MANFAAT HUTAN MANGROVE TAMAN NASIONAL RAWAAOPA WATUMOHAI1

Rini PurwantiBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Mangrove adalah ekosistem yang sangat produktif dilihat dari manfaatfungsi ekonomi, sosial dan lingkungan, termasuk hutan mangrove TamanNasional Rawa Aopa Watumohai, sehingga mengundang masyarakatuntuk bermukim dan mengambil manfaat tersebut dengan berbagai ak-tivitas kehidupan di sana. Kegiatan masyarakat di sekitar hutan mang-rove adalah usaha perikanan dan budidaya rumput laut. Manfaat lainyang diperoleh masyarakat dari hutan mangrove adalah sumber kayumangrove untuk rumah, togo, ajir rumput laut, lanrang dan kayu bakar,daun nipah untuk atap dan dinding rumah serta hasil-hasil perikanannya.Manfaat langsung dari hutan mangrove pemakaiannya adalah kayumangrove untuk rumah, togo dan ajir rumput laut, tetapi yang palingmengancam kerusakan hutan adalah pemakaian kayu untuk ajir rumputlaut karena pemakaiannya dalam jumlah besar dan harus sering diganti.Oleh sebab itu ajir tanam bisa merupakan solusi terbaik untuk mengu-rangi pemakaian kayu karena dengan cara ini ajir jadi tahan lama se-hingga tidak perlu sering diganti sehingga bisa mengurangi jumlah kayuyang harus ditebang tiap tahunnya. Jumlah kayu yang dibutuhkan olehmasyarakat tiap tahun adalah 718.53 m3/tahun.

Kata kunci: Hutan mangrove, fungsi dan manfaat mangrove, TamanNasional Rawa Aopa Watumohai

I. PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hu-tan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wila-yah pesisir atau pulau-pulau kecil, dan merupakan sumber dayaalam yang sangat potensial. Formasi mangrove merupakan perpa-

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 38: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

20

duan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada air la-ut (pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta en-dapan debu (sedimentasi) dari erosi daerah hulu sebagai bahanpendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutandan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawatempat mangrove tumbuh. Dengan demikian bentuk hutan mang-rove dan keberadaannya dirawat oleh kedua pengaruh darat danlaut (Mangrove Information Centre, 2003). Hutan mangrove me-miliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentanterhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam pengelolaan-nya (Waryono dan Didit, 2002).

Luas ekosistem mangrove di Indonesia 75% dari luas totalmangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrovedi dunia. Kekhasan ekosistem mangrove Indonesia adalah memi-liki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Mangrove di Indone-sia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papuadari Luas dan sebaran mangrove terus mengalami penurunan dari4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektarpada tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun1993. Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bah-wa terjadi degradasi hutan mangrove yang cukup nyata, yaitu se-kitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kegiat-an konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagai-nya (Dahuri, 2002).

Pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan berhubungan de-ngan perencanaan tata ruang yang terpadu serta memperhatikankebutuhan terhadap ekosistem mangrove. Pemanfaatan hutanmangrove selain untuk tujuan ekonomi, juga dilihat fungsi ekolo-gisnya. Kegiatan yang menyebabkan eksploitasi berlebihan akanberdampak besar terhadap pengrusakan ekosistem mangrove.Apabila hal ini terjadi maka habitat dasar dan fungsinya menjadihilang dan nilai dari kehilangan ini lebih besar dari nilai pemanfa-atannya (Dahuri, 2002).

Mangrove memiliki manfaat yang sangat banyak mulai darimanfaat ekonomi dan manfaat ekologi. Keberadan hutan mang-rove sangat menentukan dan menunjang tingkat perkembangansosial dan perekonomian masyarakat pantai. Hutan mangrove me-rupakan sumber berbagai produksi hasil hutan yang bernilaiekonomi, seperti kayu, sumber pangan, bahan kosmetika, bahan

Page 39: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Nilai Manfaat Hutan MangroveTaman Nasional Rawa Aopa Watumohai (R. Purwanti)

21

pewarna dan penyamak kulit serta sumber pakan ternak dan le-bah. Di samping itu juga mendukung peningkatkan hasil tangkap-an ikan dan budidaya tambak yang diusahakan para nelayan danpetani tambak. Pada beberapa tipe ekologi wilayah pantai ber-fungsi sebagai pencegah intrusi air laut penyangga terhadap sedi-mentasi yang datang dari daerah daratan ke lautan. Keanekara-gaman jenis flora dan fauna serta keunikan ekosistem mangrovedapat dilestarikan dan dikembangkan sebagai potensi untuk hutanwisata atau bahkan taman nasional.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pe-manfaatan hutan mangrove oleh masyarakat yang ada di sekitarTaman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW). Adapun re-search question yang ingin dijawab adalah sebagai berikut:o Apa manfaat yang diperoleh oleh masyarakat dari hutan mang-

rove TNRAW?o Apa aktifitas yang dilakukan masyarakat di sekitar hutan mang-

rove TNRAW?o Apa dampak dari kegiatan pemanfaatan hutan mangrove oleh

masyarakat terhadap kelestarian hutan mangrove di TNRAW?o Usaha apa yang telah dilakukan oleh pihak TNRAW sehubung-

an dengan hal tersebut?

II. HUTAN MANGROVE TAMAN NASIONAL RAWA AOPAWATUMOHAI

Kawasan Hutan Rawa Aopa Watumohai ditunjuk sebagai Ta-man Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor756/Kpts-II/1990 tanggal 17 Desember 1990 dengan 105.194 hadengan nama Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Kawasantaman nasional ini merupakan penggabungan dari Taman BuruDataran Rumbia (1985) dan Suaka Margasatwa Rawa Aopa –Gunung Watumohai (1985). Kawasan Taman Nasional ini dibagimenjadi dua Resort yaitu Resort Langkowala dan Resort Lanowu-lu.

Resort Langkowala dan Resort Lanowulu merupakan salah saturesort konservasi yang berada dalam pengawasan dan pengelo-laan SPTN wilayah II Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai de-ngan luas masing-masing 19.053 ha dan 11.322 ha. Berdasarkanadministrasi pemerintah Resort Langkowala berada di wilayah ad-

Page 40: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

22

ministratif Kabupaten Bombana, Kecamatan Lantari Jaya dan Ke-camatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana; sedangkan ResortLanowulu berada di wilayah administratif Kabupaten Konawe Se-latan, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan(BTNRAW, 2011). Resort Langkowala memiliki lima muara (MuaraSungai Jawi-Jawi, Muara Sungai Waemata, Muara Sungai Laron-tou, Muara Sungai Langkowala, dan Muara Sungai Lampopala); se-dangkan Resort Lanowulu memiliki empat muara (muara sungaiRoraya, Muara Labacici, Muara Labasi dan Muara Sungai Lanowu-lu).

Hutan bakau sepanjang 21 km sepanjang Pantai Lanowulu mu-lai dari Muara Sungai Roraya sampai Sungai Langkowala denganluas sekitar 6000 hektar menjadi salah satu ciri TNRAW. Jenis-jenistumbuhan yang mendominasi ekosistem ini adalah dari: FamilyRhizophoraceae seperti, Rhizophora mucronata (bakau hitam),Rhizophora apiculata (bakau putih), Bruguiera gymnorhyza (tong-ke/cokke) dan Ceriops tagal (tangir); Family Sonneratiaceae se-perti Sonneratia alba (beropa); Family Combretaceae seperti Lum-nitzera liitorea dan L racemosa (unga-unga) dan Family Meliaceaeseperti Xylocarpus granatum (buli) (BTNRAW, 2005). Hutan bakauini merupakan habitat, tempat pemijahan (spawning ground) danperkembangan (nursery and feeding ground) berbagai spesies ikandan crustacesan yang penting secara komersial, seperti kepitingrajungan (Portunus spp.), kepiting bakau (Scylla serrata), danudang putih (Penaeus marguiensis) serta tempat mencari makanberbagai jenis burung air seperti aroweli (Mycteria cinerea), pecukular (Anhinga melanogaster), cangak merah (Ardea purpurea), ba-ngau (Egretta intermedia), belibis (Dendrocygna arquata), dan lainsebagainya.

III. AKTIVITAS MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN MANGROVE

Masyarakat hutan mangrove TNRAW tinggal di muara-muarasungai, masyarakat ini dahulunya adalah masyarakat wilayah Ke-rajaan Moronene. Ketika pendatang dari Sulawesi Selatan mencaripenghidupan di lokasi ini dan ingin menetap, maka Raja Morone-ne memberikan lokasi tersebut yang dikenal denganistilah ”Tanduale”, selanjutnya masyarakat pendatang tersebut

Page 41: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Nilai Manfaat Hutan MangroveTaman Nasional Rawa Aopa Watumohai (R. Purwanti)

23

mulai membangun perumahan di pinggir laut. Karena rumah danpera-hu mereka sering rusak akibat kuatnya hempasan gelombangdan tiupan angin pada musim tertentu, maka merekamemutuskan un-tuk pindah ke mulut muara.

Jumlah masyarakat nelayan mangrove yang bermukim di de-lapan muara sungai di TNRAW pada tahun 2005 adalah 45 jiwa,namun pada tahun 2010 meningkat menjadi 248 jiwa. Berdasar-kan hasil survey yang dilakukan pada tanggal 21-23 Mei 2011, se-bagian besar muara mengalami peningkatan jumlah penduduk.Secara keseluruhan, jumlah total penduduk yang mendiami ke-8muara tersebut per bulan Mei 2011 adalah sebanyak 145 KK de-ngan 632 jiwa. Sebagian besar masyarakat nelayan mangrove ber-asal dari suku Bugis, suku Tolaki dan suku Moronene (BTNRAW,2011).

Sebagai masyarakat yang bermukim di muara sungai, makamata pencaharian masyarakat di sini adalah sebagai nelayan. Du-lu budidaya rumput laut hanya pekerjaan sampingan setelah paranelayan mencari ikan, atau pada saat musim lepas turo (istirahatdari aktifitas pasang togo karena hasil ebi/balaceng kurang), seka-rang budidaya rumput laut menjadi mata pencaharian pokok ma-syarakat, sementara mencari ikan merupakan pekerjaan samping-an karena hasil mencari ikan tidak seimbang dengan biaya opera-sional. Jika hasil yang diperoleh sedikit, maka ikan yang diperolehitu hanya cukup dikonsumsi untuk sehari-hari saja, tidak dijual kepasar. Sementara itu hasil dari panen rumput laut sangat potensialhingga bisa menghasilkan pendapatan yang sangat besar. Melihatkeberhasilan tanaman rumput laut sebagian besar masyarakatberpindah menjadi petani rumput laut. Jika ada masyarakat yangtidak mempunyai modal, mereka dapat meminta bantuan pemilikmodal (bos). Bos ini hampir ada di setiap muara, mereka membe-rikan bantuan kepada nelayan yang membutuhkan, dan sebagaiimbalannya nelayan harus menjual hasil rumput laut mereka ke-pada bos tersebut.

Menurut Purwanti et al. (2010), aktivitas lain yang dilakukanmasyarakat di sekitar hutan mangrove TNRAW selain budidayarumput laut adalah memasang bubu untuk menangkap kepitingrajungan dan kepiting bakau, memasang togo untuk menangkapbalaceng/rebon/ebi/ikan kecil, serta memasang pukat untuk

Page 42: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

24

menangkap udang dan ikan dan ada juga mata pencaharian sam-pingan yaitu berdagang serta pukat rumput laut (Tabel 1).

Tabel 1. Aktivitas masyarakat nelayan yang bermukim di hutan mangroveTNRAW

Aktivitasnelayan

Alat yangdigunakan Hasil yang diperoleh

Penangkapanhasil laut (biotalaut)

Togo Ikan-ikan kecil, balaceng (udanghalus), udang besar/sitto, udangputih lembek

Pukat Udang besar/sitto, udangputih/lembek, ikan campuran

Bubu kepitingbakau

Kepiting bakau

Bubu kepitingrajungan danrakkang

Kepiting rajungan

Budidayarumput laut

Rakit Rumput laut

Pukat rumputlaut

Pukat Rumput Laut

Berdagang Perahu/motor Penjualan hasil tangkapan

Berdasarkan aktivitas yang dilakukan dan hasil perolehan ma-syarakat di sekitar hutan mangrove, memberikan ketergantunganmasyarakat terhadap hutan mangrove sangat tinggi. Hasil tang-kapan ikan, udang, kepiting dan balaceng bisa untuk memenuhikebutuhan hidup sehari-hari, sementara hasil dari panen rumputlaut bisa digunakan sebagai tabungan.

IV. PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DI TAMAN NASIONALRAWA AOPA WATUMOHAI DAN IMPLIKASINYA TERHADAPKERUSAKANNYA

Hutan mangrove mempunyai beberapa fungsi dan manfaat, ya-itu fungsi fisik, biologi dan sosial ekonomi. Secara fisik, hutanmangrove berfungsi sebagai penahan abrasi pantai, penahan in-trusi (peresapan) air laut, penahan angin, dan menurunkan kan-dungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pen-

Page 43: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Nilai Manfaat Hutan MangroveTaman Nasional Rawa Aopa Watumohai (R. Purwanti)

25

cemar di perairan rawa pantai. Secara biologi, hutan mangroveberfungsi sebagai tempat hidup (berlindung, mencari makan, pe-mijahan dan asuhan) biota laut seperti ikan dan udang), sumberbahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakancacing, kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnyamenjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklusrantai makanan dalam suatu ekosistem dan tempat hidup berba-gai satwa liar, seperti monyet, buaya muara, biawak dan burung.Secara sosial ekonomi, hutan mangrove berfungsi sebagai tempatkegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian), peng-hasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan ba-ku kertas, serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah, peng-hasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet netdan penyamakan kulit, penghasil bahan pangan (ikan/udang/ke-piting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan (daun Bruguierasexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xy-locarpus mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain) dan seba-gai tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tang-kap dan petambak, dan pengrajin atap dan gula nipah (Kusmanaet al., 2004).

Manfaat hutan mangrove dapat dibedakan menjadi manfaatlangsung dan tidak langsung. Manfaat langsung adalah manfaatdari sumber daya alam dan ekosistem kawasan konservasi yangdiperoleh secara langsung melalui konsumsi atau produksinya.Contoh dari manfaat langsung adalah nilai untuk kayu bulat, kayubakar, dan hasil hutan lainnya seperti madu dan air. Manfaat ti-dak langsung adalah manfaat yang diperoleh secara tidak lang-sung dari sumber daya kawasan konservasi yang memberikan jasapada aktifitas ekonomi atau mendukung kehidupan manusia.Manfaat tidak langsung di antaranya nilai terhadap konservasi la-han dan air, penyerap karbon, pencegah banjir, dan keanekara-gaman hayati (Effendi, 1999 dalam Prasetyo, 2008).

Kehidupan masyarakat nelayan di muara-muara hutan mang-rove sangat bergantung pada sumber daya alam yang ada di seki-tarnya, baik dalam hal pemanfaatan tumbuhan dan biota lautyang ada di ekosistem mangrove. Pemanfaatan sumber daya alamtersebut berupa pengambilan daun nipah untuk pembuatan atap;kayu bakau untuk bahan pembuatan pondok kerja, alat tangkap

Page 44: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

26

ikan (togo) dan kayu bakar; serta pemanfaatan biota laut (ikan,rumput laut, kepiting bakau, rajungan, udang).

A. Kayu

Kayu merupakan manfaat langsung yang bisa diperoleh masya-rakat dari hutan mangrove. Kayu biasanya digunakan oleh masya-rakat untuk kebutuhan pembuatan bangunan pondok kerja, kayubakar, togo dan rakit budidaya rumput laut.

1. Rumah/pondok kerja

Jenis kayu yang digunakan untuk pembuatan rumah/pndokkerja ini adalah kayu bakau dan tangir. Banyaknya kayu yang digu-nakan tergantung dari ukuran rumah yang dibangun oleh masya-rakat. Sebagai contoh, untuk membuat 1 (satu) buah rumah de-ngan ukuran 3 x 7 m, dibutuhkan kayu sebesar 2,5 m³. Asumsi satuorang Kepala Keluarga (KK) membuat satu buah rumah, maka to-tal kebutuhan kayu untuk semua masyarakat yang ada di muarasungai (145 KK) adalah 362,5 m³. Pengambilan kayu bakau untukperbaikan pondok biasanya dilakukan hanya pada saat diperlukan(biasanya setelah bangunan berumur 3 tahun baru ada perbaikanlagi, dan itupun tidak semua bagian diganti, hanya bagian-bagiantertentu saja misalnya tiang dan lantai) karena patah dan lapukkarena terendam air.

2. Kayu bakar

Untuk keperluan kayu bakar, masyarakat biasanya mengambilkayu dari hutan mangrove yang berada di sekitar lokasi rumahmereka. Sambil mencari ikan, mereka biasanya juga sekalianmencari kayu bakar. Jenis kayu yang biasa diambil adalah kayu je-nis bakau (Rhizophora sp.) dan kayu tangir (Ceriops tagal) tetapimasyarakat biasanya lebih menyukai kayu tangir karena lebih ta-han lama baranya dan lebih mudah terbakar jika dibanding kayubakau (Purwanti et al., 2010).

Hal senada juga dinyatakan oleh Prasetyo (2008), bahwa untukkeperluan kayu bakar umumnya diambil masyarakat dari ranting/batang pohon bakau yang telah mati. Harga jual kayu bakar Rp2.500,-/ikat (satu ikat kira-kira terdiri dari 10-15 batang ranting/ba-tang kayu bakau ukuran diameter 3-4 cm dengan panjang 40

Page 45: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Nilai Manfaat Hutan MangroveTaman Nasional Rawa Aopa Watumohai (R. Purwanti)

27

cm). Pengambilan kayu bakar dilakukan setiap minggu, dengan ra-ta-rata penggunaan satu (1) ikat/minggu untuk satu keluarga (se-tara dengan 0,001 m³/ KK).

Jika jumlah masyarakat yang menghuni muara sungai sebanyak145 KK, maka total kebutuhan kayu bakar masyarakat di muarasebesar 0,145 m³/minggu atau sebesar 0,58 m³/bulan atau 6,96m³/tahun.

3. Togo

Togo adalah jaring yangdipasang pada tonggak-tong-gak kayu di sepanjang sungaidan letaknya berselang-se-ling. Pemasangan togo ini di-sesuaikan dengan pasang su-rut air laut. Hasil dari togoadalah ikan kecil, udang kecil(ebi), udang besar/sitto danudang putih/lembek. Kayuyang digunakan untuk adalahjenis kayu bakau. Togo ter-buat dari beberapa mata, bi-asanya dalam satu mata togojuga terdapat 1 jaring yangdipasang. Togo dipasang saatmusim turo, dan dipasang ti-ap pagi dan sore atau pada saat air surut. Setelah air pasang, ke-mudian togo diangkat untuk diambil hasilnya. Jadi dalam satu ha-ri, bisa dua kali panen. Dalam sebulan terdapat dua kali musim tu-ro, satu kali musim turo biasanya berlangsung selama 7 hari, sete-lah itu datang musim lepas turo, dan begitu seterusnya.

Kebutuhan kayu untuk setiap mata togo dengan ukuran 3 x 6 madalah 1,18 m3/mata togo. Jumlah nelayan yang melakukan kegi-atan ini sebanyak 21 orang (dari 8 muara). Jika diasumsikan tiaporang masing-masing nelayan mempunyai mata togo, maka jum-lah kayu yang dibutuhkan untuk pembuatan togo adalah 94,4 m3.Kayu untuk togo diganti tiap empat tahun, dan kegiatan pemeli-haraan dilakukan tiap tiga bulan untuk mengecek kerusakan yangada.

Gambar 1. Pemanfaatan kayu bakauuntuk togo

Page 46: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

28

4. Rakit Rumput Laut

Ajir rumput laut yang digunakan oleh masyarakat juga diper-oleh dari hutan mangrove. Jenis yang dipakai adalah Ceriops tagal(tangir) dan bakau (Rhizophora sp.), karena jenis ini lebih tahan la-ma jika terendam di dalam air jika dibandingkan kayu jenis yanglain.

Banyaknya kayu yang dibutuhkan oleh masyarakat tergantungdari banyaknya jumlah bentangan tali yang dimilikinya. Rata-ratauntuk 100 bentangan tali rumput laut, juga dibutuhkan 100-200batang kayu bakau atau tangir dengan ukuran panjang 3-5 m dandiameter 5 cm. Ratarata kayu untuk ajir rumput laut ini hanyabertahan dipakai selama 3 kali panen saja (umur panen rumputlaut adalah 40 hari), sehingga dalam setahun bisa panen selamasembilan kali. Jika diasumsikan rata-rata masyarakat yang tinggaldi muara sungai mempunyai 100 bentang tali rumput laut, makabanyaknya kebutuhan kayu untuk ajir rumput laut adalah 145 KK X100-200 batang kayu = 14.500-29.000 batang/3 bulan atau43.500-87.000 batang/tahun.

Usaha budidaya rumput laut ini bukan hanya diusahakan olehmasyarakat yang ada di muara saja, tetapi juga oleh masyarakat disekitar daerah penyangga. Di sekitar daerah penyangga ini jugaterdapat hutan mangrove tetapi letaknya sudah di luar kawasanTaman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Hutan mangrove yangberada di sekitar daerah penyangga ini telah dibuka menjadi tam-bak-tambak ikan dan udang, sehingga tidak menutup kemung-kinan nantinya masyarakat yang ada di kawasan penyangga ini ju-ga akan ikut mengambil kayu mangrove yang berada di dalam ka-wasan Taman Nasional jika mereka telah kehabisan kayu untuk di-jadikan patok/ajir rumput laut.

Masyarakat sebetulnya telah mengenal jenis kayu lain yang bi-sa digunakan sebagai patok rumput laut selain kayu tangir/bakau,yaitu kayu gamal, tetapi untuk memperoleh kayu ini juga tidakmudah, sehingga masyarakat sampai saat ini masih tetap menggu-nakan kayu tangir dan bakau karena lebih mudah didapat dan gra-tis.

Page 47: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Nilai Manfaat Hutan MangroveTaman Nasional Rawa Aopa Watumohai (R. Purwanti)

29

5. Lanrang (Tempat menjemur rumput laut)Jenis kayu yang digunakan untuk pembuatan lanrang ini adalah

kayu tangir. Kebutuhan kayu untuk pembuatan lanrang (tempatjemur) ukuran 5 m x 7 m adalah 14 pohon yang berdiameter 15cm dan 140 pohon yang berdiameter 5 cm. Daya tahan jenis kayutangir adalah 3 tahun untuk pemakaian yang sering terkena airseperti untuk tiang rumah, tiang lanrang dan togo dan 5-7 tahununtuk yang jarang terkena air seperti lantai lanrang, serta 15 ta-hun untuk yang terlindung seperti rumah (BTNRAW, 2011).

Pemakaian kayu untuk rumah, togo, lanrang dan ajir rumputlaut sangat besar jumlahnya. Hal ini jika dibiarkan terus menerusdikhawatirkan akan mengakibatkan kerusakan hutan mangrove.Pengambilan kayu semakin lama semakin tidak dapat dihindari,apalagi jika mengingat jumlah penduduk yang semakin tahun se-makin bertambah jumlahnya yang secara otomatis akan menam-bah juga jumlah rumah yang dibangun dan jumlah kayu yang di-pakai untuk ajir rumput laut. Jika diasumsikan dalam satu tahundibutuhkan sekitar 87.000 batang kayu mangrove dengan ukuranpanjang 5 m dan diameter 5 cm (untuk rumput laut) atau 670.76m3/tahun, 23.6 m3/tahun kayu untuk togo (diganti tiap 3 tahun),dan 24.17 m3/tahun kayu untuk rumah (diperbarui setiap 15 ta-hun), maka total kebutuhan kayu masyarakat adalah 718.53 m3/tahun yang semuanya itu diambil dari hutan mangrove Taman Na-sional Rawa Aopa Watumo-hai. Lalu, berapakah potensihutan mangrove TNRAW? Ji-ka hal ini terus terjadi, mam-pu bertahan berapa tahunhutan mangrove TNRAW ba-ru terjadi kerusakan, semen-tara kita tahu bahwa untukmenumbuhkan pohon mang-rove hingga berukuran se-perti di atas membutuhkanwaktu yang sangat lama.

B. DaunDaun merupakan manfaat langsung yang bisa diperoleh oleh

masyarakat dari hutan mangrove. Pemanfaatan daun mangrove

Gambar 2. Lanrang, tempat penjemuranrumput laut

Page 48: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

30

ini belum banyak diketahui oleh masyarakat, hanya sebatas pema-kaian untuk obat sakit perut dan sakit karena terkena gigitan ke-piting. Pemakaian yang banyak untuk daun hanya dari pohon ni-pah saja, yaitu digunakan untuk pembuatan atap dan atau dindingrumah/pondok kerja di muara sungai. Untuk 1 buah rumah de-ngan ukuran 3 x 7 meter, dibutuhkan daun nipah sebanyak 400lembar. Atap daun nipah ini biasanya diganti setiap 2 tahun sekali.Pohon nipah ini juga banyak terdapat di sekitar Taman NasionalRawa Aopa Watumohai.

C. Hasil Perikanan

Beberapa hasil tangkapan yang diperoleh masyarakat di sekitarhutan mangrove adalah sebagai berikut:1. Udang Besar atau udang sitto. Udang jenis ini ditangkap de-

ngan menggunakan pukat. Kadangkala udang ini juga tertang-kap saat nelayan menangkap udang halus dengan mengguna-kan togo.

2. Udang putih. Udang jenis ini biasa ditangkap dengan menggu-nakan jala yang dilemparkan dari pinggir sungai dengan ber-jalan kaki atau dari atas perahu. Kadangkala udang ini juga ter-tangkap saat nelayan menangkap udang halus dengan meng-gunakan togo.

3. Udang halus atau balaceng. Udang halus ini merupakan bahanutama untuk pembuatan terasi. Udang ini ditangkap denganmenggunakan togo.

4. Kepiting bakau, ditangkap dengan menggunakan bubu. Bubudipasang di sela-sela pohon bakau di pinggir sungai dengan ter-lebih dahulu diberi umpan berupa potongan ikar segar atauyang telah digarami. Pemasangan bubu umumnya dilakukanpada sore hari dan diambil pada keesokan harinya.

5. Kepiting rajungan, ditangkap di sekitar pesisir laut denganmenggunakan bubu yang dipasang sore hari dan diangkat padakeesokan harinya (dini hari). Selain menggunakan bubu, kepi-ting rajungan juga ditangkap dengan menggunakan “rakkang”yang terbuat dari batang besi yang ujungnya diikat dengan ja-ring berbentuk sarang laba-laba dengan umpan potongan ikansegar atau ikan yang telah digarami.

Page 49: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Nilai Manfaat Hutan MangroveTaman Nasional Rawa Aopa Watumohai (R. Purwanti)

31

6. Ikan kecil. Ikan kecil ini biasanya berupa ikan teri/lure yang ter-ikut saat penangkapan udang halus/balaceng dengan menggu-nakan togo. Ikan-ikan kecil ini biasanya dikeringkan, lalu dijualdalam keadaan sudah kering atau dijadikan umpan kepiting.

7. Ikan campuran. Ikan ini biasanya ditangkap dengan menggu-nakan pukat ikan, dan ukurannya lebih besar dari jenis ikanteri/lure. Jika hasilnya lumayan banyak, ikan hasil tangkapanini dijual di pasar Tinanggea, tetapi jika hasil yang diperoleh se-dikit, biasanya hanya dibuat sebagai lauk sehari-hari saja ataudibagi kepada saudara-saudara yang tinggal di muara juga.

Semua hasil-hasil perikanan di atas diperoleh masyarakat di se-kitar hutan mangrove, dan masyarakat sangat menggantungkanhidup mereka hasil-hasil dari sekitar hutan mangrove ini. Masya-rakat menyadari jika hutan rusak, maka rusak juga sumber matapencaharian mereka. Di selasela aktivitas mencari ikan dan kayubakar, masyarakat juga biasa melakukan penanaman kembali de-ngan mengambil bibit dari alam dan langsung ditancapkan ditempat-tempat yang terbuka untuk mengurangi tingkat kerusakanyang terjadi akibat pengambilan kayu secara terus-menerus.

V. UPAYA PENCEGAHAN KERUSAKAN HUTAN MANGROVE DIDALAM KAWASAN TNRAW

Hutan mangrove TNRAW dikelola dengan sistem zonasi yangterdiri dari zona inti, zona rimba, dan zona pemanfaatan. Zonapemanfaatan terdapat di sekitar muara sungai yang dihuni olehmasyarakat, sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat teruta-ma untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatan dibatasihanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama untukmembangun pondok, ajir dan lain sebagainya tetapi tidak untukdiperjualbelikan. Dalam hal pemanfaatan dan perlindungan, dila-kukan secara kolaborasi dengan masyarakat sekitar kawasan yangdiwadahi dalam lembaga LKM. Pihak Taman Nasional bersama-sama dengan Lembaga Komunitas Mangrove (LKM) berusahamemberikan penyuluhan kepada masyarakat agar menjaga hutanmangrove dengan baik, sehingga hutan tersebut tidak rusak.

Lembaga ini terbentuk karena adanya keprihatinan tokoh-tokoh masyarakat dari sembilan muara sungai yang berada dalam

Page 50: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

32

kawasan TNRAW dan masyarakat pada umumnya mulai dari Ti-nanggea (Konawe Selatan) sampai Kassipute (Bombana), tentangkeadaan lingkungan hutan bakau yang merupakan sumber matapencaharian mereka. Pada tanggal 30-31 Desember 2002 tokoh-tokoh masyarakat dari Muara Roraya, Labacici, Labasi, Lanowulu,Uemata, Jawi-jawi, Larontou, Lampopala dan Langkowala serta to-koh masyarakat Desa Bungin Permai bermufakat untuk mengada-kan aksi keprihatinan (Tepu, 2006).

Menurut Tepu (2006) tujuan dibentuknya LKM adalah: 1) me-lestarikan ekosistem mangrove di dalam dan di sekitar TNRAW, 2)mewujudkan kesamaan pandangan dari semua pihak (masyarakat,pemerintah dan swasta) terhadap pentingnya pelestarian hutanbakau, baik yang di dalam maupun di luar kawasan TNRAW, dan 3)sebagai wadah untuk penyaluran aspirasi masyarakat dan sosiali-sasi kebijakan pemerintah antar kelompok serta dukungan peme-rintah dalam hal teknologi hasil dalam rangka meningkatkan tarafhidup masyarakat pesisir.

Anggota LKM adalah semua warga masyarakat yang tinggal disekitar hutan mangrove dan yang mendirikan pondok-pondokkerja di dalam kawasan hutan mangrove. Lembaga ini merupakansarana untuk mempersatukan warga muara terutama yang berka-itan dengan masalah menjaga dan memelihara kelestarian hutanmangrove. Melalui lembaga ini masyarakat sering mendapatkanbantuan, baik berupa alat dan bahan yang akan mempermudahpelaksanaan kegiatan mereka sehari-hari maupun bantuan berupatambahan ilmu pengetahuan melalui pelatihan dan penyuluhan.

Dengan adanya lembaga ini, kondisi keamanan dan gangguanterhadap ekosistem mengrove TNRAW dapat teratasi. Beberapakegiatan LKM dalam mendukung kegiatan pelestarian TNRAWadalah Patroli Pamswakarsa, pelatihan penguatan kelembagaanLKM, menggalang pendanaan dan pembuatan proposal-proposalkegiatan LKM dan unit-unit perekonomian masyarakat yang ra-mah lingkungan, sosialisasi dan pemetaan partisipatif potensisumber daya alam mangrove dan pertemuan rutin antar anggota.

Selain kerjasama dengan LKM, pihak TNRAW juga melakukanpatroli rutin ke semua wilayah taman nasional, terutama kemuara-muara sungai untuk mencegah terjadi pencurian kayumangrove yang berada di dalam kawasan. Untuk hal ini pihak TNjuga bekerjasama dengan masyarakat yang ada di muara sungai.

Page 51: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Nilai Manfaat Hutan MangroveTaman Nasional Rawa Aopa Watumohai (R. Purwanti)

33

Untuk memudahkan komunikasi, bantuan alat komunikasi juga di-berikan kepada masyarakat yang berada di muara sungai. Hal iniuntuk memudahkan koordinasi, transfer informasi dan pengawas-an dari pihak TN ke masyarakat, demikian juga sebaliknya.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hutan mangrove Taman Nasional Rawa Aopa Watumohaimemberikan banyak manfaat kepada masyarakat sekitar, teruta-ma dari manfaat secara fisik, bilogi dan sosial ekonomi. Masyara-kat sangat menggantungkan hidup mereka kepada hasil-hasil yangbisa diperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung kare-na keberadaan hutan mangrove ini. Oleh sebab itu, mereka mela-kukan banyak aktivitas di sekitar hutan mangrove dalam rangkapemenuhan kebutuhan hidup mereka. Masyarakat boleh me-manfaatkan hutan mangrove yang berada dalam zona peman-faatan dan boleh beraktivitas di dalam kawasan selama peman-faatannya masih dalam batas kewajaran (untuk kebutuhan sehari-hari dan tidak memperjualbelikan kayu) dan harus mematuhi se-mua aturan yang telah ditetapkan. Jumlah pemakaian kayu olehmasyarakat sebanyak 718.53 m3/tahun yang digunakan untukpembuatan pondok kerja, lanrang, ajir rumput laut dan togo.Tanpa disadari, pemanfaatan hutan mangrove semakin lama se-makin banyak jumlahnya seiring dengan semakin bertambahnyajumlah penduduk yang tinggal di sekitar hutan. Pemakaian terbe-sar kayu mangrove adalah untuk pembuatan rumah (pondok ker-ja), ajir rumput laut dan togo. Pemakaian kayu untuk rumah rela-tif tidak mengganggu karena kayu untuk rumah bisa bertahanhingga 15 tahunan, tetapi kayu untuk togo dan ajir rumput laut inipemakaiannya sangat besar dan cenderung merusak karena tidakbertahan lama seingga harus sering diganti dengan kayu baru (de-ngan cara menebang). Oleh sebab itu, hal ini harus diperhatikandan perlu dicari solusinya agar pemakaian kayu untuk togo danrumput laut tidak perlu sering diganti sehingga kegiatan pene-bangan juga bisa dieliminir.

Page 52: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

34

B. SaranBerdasarkan kesimpulan di atas, disarankan untuk mengurangi

pemakaian kayu yang berlebih terutama untuk ajir rumput laut,digunakan sistem ajir tancap. Ukuran ajir ini lebih pendek jika di-bandingkan dengan yang selama ini dipakai oleh masyarakat (dia-meter 5 cm, panjang 50 cm). Dalam 1 pohon dapat dihasilkan 3batang potongan kayu untuk bahan rakit/jangkar bentangan rum-put laut. Kebutuhan kayu untuk setiap 100 bentangan rumput lautadalah 45 batang jangkar atau 15 pohon. Keistimewaan sistem iniadalah jangkar tidak perlu diganti, tetapi kekurangannya harus di-butuhkan modal yang lebih banyak untuk membeli tali, terutamatali ukuran besar. Di beberapa muara sudah ada yang menerap-kan cara ini, tetapi belum merata ke semua muara dan terutamadaerah-daerah penyangga. Oleh sebab itu pihak Taman Nasionalsebaiknya memberikan bantuan tali kepada masyarakat untukmengurangi jumlah pemakaian kayu tiap tahunnya.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (BTNRAW). (2005).Mengungkap pesona wisata Taman Nasional Rawa AopaWatumohai. Kendari, Sulawesi Tenggara: Balai Taman Na-sional Rawa Aopa Watumohai.

Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (BTNRAW). (2011).Laporan kegiatan survey partisipatif. Kendari, SulawesiTenggara: Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai(tidak diterbitkan).

Dahuri. (2002). Pedoman umum pengelolaan pesisir terpadu. Di-unduh 10 September 2011 darihttp://oc.its.ac.id/ambilfile .php?idp=48.

Kusmana, C., Wilarso, S., Hilwan, I., Pamungkas, P., Wibowo, C.,Tiryana, T., … Hamzah. (2005). Teknik rehabilitasi hutanmangrove. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut PertanianBogor.

Mangrove Information Centre. (2003). Pengelolaaan kawasan hu-tan mangrove yang berkelanjutan. Diunduh 10 September2011 dari http://www.dishut.jabarprov.go.id.

Page 53: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Nilai Manfaat Hutan MangroveTaman Nasional Rawa Aopa Watumohai (R. Purwanti)

35

Prasetyo, B. (2008). Analisis ekonomi hutan mangrove Taman Na-sional Rawa Aopa Watumohai di Kecamatan TinanggeaKabupaten Konawe Selatan (Skripsi Program Studi Budi-daya Hutan). Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kendari, Sula-wesi Tenggara.

Purwanti, R., Nurhaedah, Kadir, W., Hermawan, A. (2010). Kajianvaluasi ekonomi hutan konservasi mangrove (Laporan Pe-nelitian). Makassar: Balai Penelitian Kehutanan Makassar(tidak diterbitkan).

Tepu & Mustari. (2006). Studi kearifan lokal masyarakat dalampemanfaatan hutan mangrove di Muara Lanowulu TamanNasional rawa Aopa Watumohai (Skripsi). Sekolah Tinggi Il-mu Pertanian, Kendari.

Waryono, T., & Didit. (2002). Restorasi ekologi hutan mangrove.Diunduh 20 September 2011 darihttp://www.dishut .jabarprov.go.id.

Page 54: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

37

STUDIFENOLOGI DAN PROPAGASI TANAMAN PAKAN UNTUK PEMBINAAN HABITATKUPU-KUPUDI TAMAN NASIONAL

BANTIMURUNG BULUSARAUNG1

Heri Suryanto

Balai Penelitian Kehutanan Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassar

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kupu-kupu merupkan fauna khas Taman Nasional Bantimurung Bulusa-raung.Gangguan habitat dan perburuan liar mengancam keseimbangan ekosistemnya. Upaya menjaga keberlangsunganekosistem hutan teruta-ma spesies kupu-kupudilakukan melaluipembinaan habitat. Tahap awal pembinaan habitat kupukupu dilakukan dalam 2 kegiatan yaitu studi fenologi dan teknik perbanyakan.Pengamatan fenologi menggunakan Crown Density Method dengan semi quantitive scoring system. Peng-amatan teknik perbanyakan pakan kupu-kupu dilakukan di persemaian pada 3 jenis tumbuhanpakan ulat (host plant) dan pakan kupu-kupu de-wasa (nectar plant) dengan pengamatan pada perlakuan media perke-cambahan, media sapih dan naungan menggunakan Randomized Com-pletely Blog Design(RCBD) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa secara umum fenologi tumbuhan pakan ulat dan pakan kupu-kupu dalam fasebertunas (vegetatif). Fase pembungaan (generatif) ter-jadi pada jenis mali-mali (Leea indica Merr)di bulan Oktober, Dysoxyllum alliaceumterjadi pada bulan Juni hingga November,Dracontomelon dao(Blanco) Merr. & Roltepada bulan Juni hingga Desember.Media tabur terbaik D. daoadalah media pasir dan arang sekam padi,D. alleaceum dapat ditabur media yang diujikan yaitu pasir, tanah, abu sekam dan serbuk gergaji. Media sapih dan naungan terbaik D. alliaceumadalah campuran tanah, pupuk kandang dan sekam padi komposisi 1:1:1 de-ngan naungan Intensitas 50%. Dracontomelon daodapat tumbuh baik dengan intensitas naungan 50%.

Kata kunci : Sulawesi Selatan, TN Bantimurung Bulusaraung, pembinaan habitat kupu-kupu, studi fenologi, perbanyakan generatif

1Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.

Makassar, 27 Oktober 2011

Page 55: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

ProsidingEKSPOSE bpk makassar, 2012

38

I. PENDAHULUAN

Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan men-definisikan hutan sebagai wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untukdipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Anonim, 1999b).Penetapan tersebutberda-sarkan fungsi pokok atas hutan konservasi, hutan lindung, dan hu-tan produksi.Napitu (2007) menyebutkan bahwa hutan konserva-si adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempu-nyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang terdiri dari : o Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas ter-

tentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta eko-sistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem pe-nyangga kehidupan.

o Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragamanjenis tum-buhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberda-ya alam hayati dan ekosistemnya, dan taman buru adalah ka-wasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. Tidak kurang dari 65% dari kawasan konservasi adalah

tamannasional(Wiratno,2011).Taman nasional adalah kawasan pelesta-rian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu penge-tahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Anonim, 1998).Kriteria penetapan kawasan taman nasional me-nurut Napitu (2007) adalah kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis se-cara alami, memiliki sumber daya alam yang khas dan unik, baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta ge-jala alam yang masih utuh dan alami, memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh, memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam, merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka

Page 56: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Studi Fenologi dan Propagasi Tanaman Pakan untuk Pembinaan Habitat Kupu-kupu... (H. Suryanto)

39

mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona ter-sendiri.Salah satu bagian penting dari kawasan tamannasional adalah zona rimba.Upaya pengawetan pada zona rimba dilaksa-nakan dalam bentuk kegiatan perlindungan dan pengamanan in-ventarisasi potensi kawasan penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan pembinaan habitat dan populasi satwa. Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan Pembi-naan padang rumput, pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa, penanaman dan pemelihara-an pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa, penambahan tumbuhan atau satwa asli.

Salah satu kawasan yang ditetapkan sebagai tempat kawasan konservasi adalah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung,di-tunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung – Bulu-saraung. Secara geografis terletak pada 4°33’-5°02’ Lintang Se-latan dan 119°38’-119°57’ Bujur Timur dengan beberapa tipe ik-lim. Wilayah bagian selatan terutama bagian yang berdekatan ibu-kota Kabupaten Maros, seperti Bengo-bengo, Karaenta, Biseang Labboro, Bantimurung, Tonasa dan Minasa Te’ne, termasuk ke da-lam iklim tipe C menurut klasifikasi Iklim Schmidt dan Ferguson; pada bagian utara, terutama wilayah Kecamatan Camba dan Mal-lawa, termasuk ke dalam Iklim Tipe B (Anonim, 2008). Taman Na-sional Bantimurung Bulusaraung telah menjadi habitat alami bagi berbagai jenis kupu-kupu Sulawesi.Tak kurang dari 147 jenis ku-pu-kupu menjadikannya sebagai tempat hidup.Dari ke-147 jenis tersebut, empat jenis diantaranya merupakan jenis kupu-kupu yang dilindungi di Indonesia (PP No 7/1999), yaitu jenis Troides hypolitus, T. helena, T. halipron,dan Chetosia myrina. Sekitar 15 jenis lainnya, masuk dalam daftar perdagangan kupu-kupu internasional, sepertiTroides cellularis, T. halipron, T. hypolitus, Papilio gigon, P. sataspes, P. ascalaphus, P. blumei, P. adaman-thius, Graphium milon, G. meyeri, G. rhesus, G. androcles, G. deucalion, G. anceledes dan Chilasa veiovis (Anonim, 2005).

Page 57: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

ProsidingEKSPOSE bpk makassar, 2012

40

II. PEMBINAAN HABITAT KUPU-KUPU

Kupu-kupu merupakan fauna endemik khas di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Populasi kupu-kupu Bantimurung semakin menurun, beberapa diantaranya bahkan berada di am-bang kepunahan. Kecenderungan penurunan populasi tersebut di-sebabkan oleh degradasi habitat akibat tekanan penduduk, pe-rambahan kawasan dan aktivitas wisata di Resort Bantimurung serta adanya kegiatan penangkapan kupu-kupu secara liar (Ano-nim, 2005).

Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 menyebutkan bahwa pembinaan habitat dapat dilaksanakan melalui penanaman dan pemeliharaan pohon pelindung dan sarang satwa (Anonim, 1999a).Pembinaan habitat kupu-kupu dilakukan guna menjaga keberadaan populasi jenis tumbuhan dan satwa kupu-kupu dalam keadaan seimbang dengan daya dukung habitatnya.

Sebagaimana diketahui, daun merupakan media kupu-kupu un-tuk meletakkan telur hingga menetas dan berubah menjadi larva (ulat).Daun tidak hanya menjadi tempat hidup larva, tetapi seka-ligus pula menjadi pakan. Ketika larva berubah menjadi pupa (ke-pompong), daun maupun ranting tumbuhan merupakan media menempel sampai pupa tersebut bermetamorfosa secara sempur-na menjadi imago (kupu-kupu). Pada fase imago, sumber peme-nuhan kebutuhan pakan utamanya adalah berupa tumbuhan bu-nga.Selain sebagai sumber pakan dan tempat hidup, tumbuhan ini pun berfungsi sebagai tempat kupu-kupu bernaung (Anonim, 2005).Strategi pembinaan habitat Kupu-kupu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung disajikan pada Gambar 1.

A. Pemilihan Jenis Tumbuhan Pakan

Penentuan jenis tumbuhan pakan ulat dan pakan kupu-kupu berdasarkan jumlah tumbuhan pakan di lapangan dan populasi ku-pu-kupu.Informasi penduduk, studi literatur, hasil penelitian se-belumnya, dan hasil inventarisasi/identifikasi menjadi bahan per-timbangan untuk pemilihan jenis tumbuhan pakan ulat dan pakan kupu-kupu yang diamati.Sebagaimana diketahui pembinaan ha-bitat kupu-kupu selain bertujuan menjaga dan melestarikan fauna khas, juga sebagai upaya untuk merehabilitasi kondisi ekosistem

Page 58: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Studi Fenologi dan Propagasi Tanaman Pakan untuk Pembinaan Habitat Kupu-kupu... (H. Suryanto)

41

hutan.Dengan demikaian yang menjadi obyek pengamatan meru-pakan tumbuhan kayu keras.

Hasil survey menunjukkan di beberapa lokasi kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung diketahui terdapat beberapa jenis pakan ulat dan pakan kupu-kupu yang memiliki potensi di-kembangkan untuk pembinaan habitat kupu-kupu.

Gambar 1.Skema pembinaan habitat kupu-kupu Di TN Bantimurung Bu-lusaraung

1. Resort Bantimurung

Jenis tumbuhan pakan yang ditemukan di lokasi ini antara lainNauclea orientalis Merr.famili Rubiaceae untuk pakan kupu-kupu troides, idea, dan licanidae dengan karakteristik tanah sekitar tumbuhan adalah lempung berdebu agak kasar dengan pH H2O tergolong masam dan kandungan bahan organik C rendah,

Persemaian jenis

Benih

Cutting Bibit

Wildling

Studi fenologi

Analisis kelim-pahan

Lapangan Pemilihan Jenis

Identifikasi

Informasi penduduk

Literature/ penelitian

Plot demonstrasi

Metode Penanaman

Pemeliha-raan

Pena-naman

Pengolahan tanah

Penyiapan lahan

Evaluasi keberhasilan

ujicoba

Page 59: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

ProsidingEKSPOSE bpk makassar, 2012

42

P2O5 sedang, dan k2O5 tinggi. Cinnomomum celebicum Koorders.Meru-pakan famili Lauraceae untuk pakan ulat Graphium milon, G. myeri,dengan karakteristik tanah lempung berpasir agak kasar de-ngan pH H2O agak masam, bahan organik rendah, P2O5 sangat tinggi, dan K2O sangat tinggi. Jenis tumbuhan ini banyak ditemu-kan berada pada tepi sungai.Tumbuhan jenis Dracontomelon dao (Blanco) Merr.& Rolteuntuk kupu-kupu jenis troides dan papilio, tanah lempung berpasir dengan karakteristik agak kasar, pH H2O netral, kandungan bahan organik dengan C rendah, P2O5 sangat rendah, dan K2O sangat tinggi.

2. Resort Pattunuang

Resort Pattunuang terletak 5 km sebelah timur Resort Banti-murung. Pemukiman penduduk terdapat di depan dan belakang kawasan. Jalan setapak yang membelah hutan adalah sarana akses penduduk belakang kawasan menuju jalan raya yang merupakan jalur transportasi utama.Tumbuhan yang tampak dominan di hu-tan Pattunuang adalah Ficus sp. Struktur vertikal dan horisontal tajuk hutan tidak terlalu rapat sehingga intensitas cahaya dapat masuk dengan baik ke lantai hutan.Keberadaan Sungai Patunnu-ang juga merupakan salah satu daya tarik bagi kupukupu untuk berada di kawasan ini.Lahan hutan Pattunuang memiliki karakte-ristik tanah lempung dengan kriteria sedang, pH agak masam, kan-dungan bahan organik C tinggi, P2O5 sangat tinggi, dan K2O sangat tinggi.

3. Resort Karaenta

Struktur vertikal dan horisontal tajuk tumbuhan dalam kawas-an sangat rapat dan bertingkattingkat. Kurangnya intensitas caha-ya ke lapisan bawah hutan yang berakibat suhu udara rendah de-ngan kelembaban tinggi serta kurangnya tumbuhan pakan di ba-wah tegakan hutan menyebabkan tidak banyak kupu-kupu dijum-pai di kawasan ini.Jenis tumbuhan yang ditemukan adalah Pasi-florasp.famili Passifloraceae dimana tumbuhan ini merambat merupakantumbuhan pakan ulatjenis Hitosiamyrinayang dite-mukan dibawah tegakan hutan.Passiflora merambat pada tum-buhan hutan atau semak-semak.Karakteristik tanah lokasi pena-naman adalah lempung dengan kriteria sedang, pH agak masam dengan kandungan bahan organik C tinggi, P2O5 sangat tinggi, dan K2O sangat tinggi.

Page 60: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Studi Fenologi dan Propagasi Tanaman Pakan untuk Pembinaan Habitat Kupu-kupu... (H. Suryanto)

43

B. Studi Fenologi

Sebanyak 2-5 Individu dipilih dari masing-masing jenis tumbuh-an telah ditentukan berdasarkan survey. Pengamatan dilakukan 2 minggu sampai 1 bulan sekali dengan Semi Quantitive Method.Metode ini menggunakan skala linier dari 0-4 dengan 4 sebagai in-tensitas maksimum dari struktur reproduktif (bunga kuncup, bu-nga mekar dan buah pada tajuk pohon).Sebagaimana diketahuifenologi tumbuhan memiliki dua fase yakni vegetatif dan reproduktif.Fase vegetatif tanaman menghasilkan batang, ca-bang, daun dan akar kemudian meningkatkan dan membesarkan ukuran bagian-bagian ini.Fase reproduktif tanaman menghasilkan perbungaan dan bunga (Mugnisjah,1990).Salah satu hal penting yang berpengaruh dalam fenologi adalah faktor lingkungan.Ari-soesilaningsih (2001) menyebutkan bahwa permulaan dan lama aktivitas tumbuh tanaman parenial dapat bervariasi dari tahun ke tahun tergantung iklim.Variasi hidroperiodik atau siklus musiman berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan vegetatif dan per-kembangan reproduktif tanaman. Proses pembungaan, pembuah-an, dan pembentukan biji merupakan fase reproduktif yang sen-sitif terhadap ketersediaan air. Adanya pergantian musim kema-rau dan penghujan menyebabkan jumlah air sedikit pada waktu tertentu dan melimpah pada waktu yang lain. Meskipun air meru-pakan salah satu faktor lingkungan yang sangat penting bagi siklus hidup tanaman mulai dari perkecambahan sampai pemanenan te-tapi besarnya kebutuhan air tidak sama pada setiap fase pertum-buhan.

Stasiun Meteorologi Bantimurung merupakan stasiun metero-logi terdekat untuk kawasan Resort Bantimurung.Data curah hu-jan pada stasiun ini menunjukkan terjadinya perubahan intensitas curah hujan dan hidroperiodik (Gambar 2).Kondisi ini dapat ber-pengaruh terhadap fenologi tumbuhan yang berada dikawasan Bantimurung.

Berdasar kriteria Schmidth and Ferguson dapat diketahui bah-wa bulan Januari-Juni 2009 adalah bulan basah atau musim hujan, sedangkan bulan Juli-Desember 2009 merupakan bulan kering atau musim kemarau. Iklim sepanjang tahun 2010 digolongkan da-lam bulan basah.Tidak tampak perbedaan antara musim kemarau dan musim hujan. Berdasar grafik pada Gambar 2 tampak adanya perubahan hidroperiodik atau siklus musiman di tahun 2010.

Page 61: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

ProsidingEKSPOSE bpk makassar, 2012

44

Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap awal, periode, ritme dan puncak aktivitas reproduktif tanaman pakan kupu-kupu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Gambar 2. Grafik curah hujan stasiun meteorologi Bantimurung

Hasil studi fenologi pada 3 jenis tumbuhan pakan ulat dan ku-

pu-kupu adalah sebagai berikut:

1. Mali-mali (Leea indica Merr.)

Merupakan pakan untuk hampir semua jenis kupu-kupu.Perio-de pembungaan diawali pada bulan Oktober dan hingga akhir pengamatan pembungaan masih berjalan.Periode bunga kuncup menjadi mekar terjadi selama satu bulan. Periode pembungaan antara invidu satu dengan individu lain hampir bersamaan namun waktu bunga mekar tidak bersamaan setiap malai sehingga dalam satu individu periode pembuahan pun berbeda. Kondisi demikian cukup kondusif bagi populasi kupu-kupu karena periode bunga mekar dalam satu pohon menjadi lebih panjang. Soejono (2004) menyebutkan bahwa fenologi di daerah tropika sangat bergan-tung pada perubahan hidroperiodik sebagai akibat perubahan mu-sim hujan dan kemarau, namun tingginya intensitas curah hujan (lebih dari 100 mm) hingga akhir tahun tampaknya tidak berpe-ngaruh terhadap proses pembungaan dan pembuahaan mali-mali.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400Ja

nu

ari

Feb

ruar

i

Mar

et

Ap

ril

Mei

Jun

i

Juli

Agu

stu

s

Sep

tem

ber

Okt

ob

er

No

vem

ber

Cu

rah

Hu

jan

(m

m)

2009

2010

Page 62: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Studi Fenologi dan Propagasi Tanaman Pakan untuk Pembinaan Habitat Kupu-kupu... (H. Suryanto)

45

Sebagaimana disebutkan Gold Wosthy and Fisher (1992) dalam Mudiana (2006) bahwa setiap tanaman memiliki karakter fisiologis yang berbeda satu sama lain karena dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Fenologi tidak selalu bergantung pada perubahan musim atau hidroperiodik tetapi juga oleh faktor genetik tumbuh-an tersebut.

2. Dysoxylum alliaceum(Blume) Blume

Merupakan pakan ulat suku Papilionidae.Tumbuhan kayu ke-ras ini ditemukan tersebar di kawasan hutan Kalluku.Beberapa tumbuhan ditemukan berbunga di ujung setiap cabang tanaman dengan ukuran kecil, warna bunga putih. Beberapa tumbuhan lain tampak berbuah muda dengan warna buah hijau tua. Periode pembungaan terjadi antara bulan Mei-Juni.Periode pembungaan dan pembuahan terjadi tidak serempak/bersamaan antar individu.Periode pembuahan terjadi antara bulan Agustus sampai Novem-ber.Buah muncul setelah bunga mekar dan diserbuki. Buah muda yang berwarna hijau menjadi tua setelah 4 bulan dan berubah warna menjadi kuning. Buah masak setelah 1 bulan dengan warna buah merah tua.Buah dalam satu tangkai tidak masak secara ber-samaan.Buah yang berwarna merah berkecambah dengan baik dibanding warna kuning.Pengambilan buah sebaiknya dilakukan tidak secara bersamaan.Dalam satu tangkai dipilih dan diambil yang sudah masak.Aktivitas vegetatif tidak tampak terlihat selama pengamatan.Pergantian daun tua oleh daun muda atau regenera-si daun tidak tampak jelas terlihat.Aktivitas tumbuhan fokus pada perkembangan generatif daripada vegetatif.Gebtik tampak lebih dominan pengaruhya terhadap fenologi daripada faktor lingkung-an.

3. Dracontomelon dao(Blanco) Merr. & Rolte

Merupakan salah satu pakan kupu-kupu yang ditemukan di ka-wasan Resort Bantimurung. Tumbuhan ini dalam proses berbuah di awal pengamatan. Bunga dao adalah pakan bagi kupukupu Throides dan Papilionidae.Faktor internal tanaman tampak domi-nan berpengaruh dalam fase generatif Dracontomelon dao.Buah muda berwarna hijau tua.Fase pemasakan buah membutuhkan waktu 3 bulan.Buah mulai tua dan jatuh pada Agustus dan habis pada bulan November.Buah yang tua jatuh dengan

Page 63: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

ProsidingEKSPOSE bpk makassar, 2012

46

sendirinya.Buah berwarna kuning dengan rasa daging buah asam.Biji ter-dapat dalam daging buah.Untuk ekstraksi biji dilakukan dengan membersihkan daging buah.Intensitas daun muda meningkat se-telah melewati periode berbuah.Daun tua gugur digantikan daun dewasa dan daun dewasa digantikan daun muda.Fase ini merupa-kan pergantian dari fase generatif menjadi fase vegetatif. Hampir sama dengan jenis lainnya, perubahan musim belum berpengaruh terhadap pembungaan dan pembuahan. Faktor genetik tampak le-bih berpengaruh daripada lingkungan.

C. Perbanyakan Generatif

Metode perbanyakan secara generatif maupun vegetatif meru-pakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan hutan.Perbanyakan generatif banyak dipakai dalam pembangunan hutan dalam rangka rehabilitasi lahan karena lebih murah dibanding ve-getatif.Berdasarkan pengamatan fenologi yang telah dilakukan di-ketahui bahwa beberapa jenis tumbuhan pakan ulat dan kupu-ku-pu mengalami periode pembuahan.Tumbuhan tersebut antara la-in D. alliaceum dan D. dao.Terhadap buah masak dilakukan pema-nanenan dan ekstraksi biji. Teknik perbanyakan secara generatif adalah teknik perbanyakan menggunakan biji. Keuntungan teknik ini adalah lebih murah dari segi biaya, namun demikian banyak ke-kurangan antara lain waktu yang dibutuhkan untuk dewasa lebih lama, fenotipe anak berbeda dengan induk, dan materi perba-nyakan tidak dapat tersedia sepanjang tahun. Biji ditabur diperse-maian dengan menggunakan beberapa jenis media tabur.Sebagai-mana diketahui bahwa media tabur berpengaruh terhadap kuali-tas dan kuantitas perkecambahan suatu tanaman.Kegiatan ini adalah salah satu upaya untuk mencari dan mengetahui media ta-bur terbaik bagi suatu jenis tanaman tumbuhan pakan ulat dan ku-pu-kupu dewasa.

1. Media Tabur

Benih mampu berkecambah dengan baik pada semua media tabur. Perhitungan nilai rata-rata diketahui bahwa daya kecambah rata-rata tertinggi adalah pada media tabur dengan menggunakan

Page 64: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Studi Fenologi dan Propagasi Tanaman Pakan untuk Pembinaan Habitat Kupu-kupu... (H. Suryanto)

47

arang sekam padi sebesar 92,22% dan media tabur tanah sebesar 91,11%. Demikian pula variabel kecepatan berkecambah tampak tidak berbeda nyata untuk semua jenis media tabur. Nilai rata-rata menunjukkan bahwa media tabur tanah merupakan media de-ngan kecepatan berkecambah tertinggi sebesar 6,4571 hari dan pasir dengan 6,4877 hari. Secara umum perkecambahan tumbuh-an pakan D. alliaceum tidak terpengaruh oleh jenis media tabur. Benih tumbuhan ini tumbuh baik pada empat media namun untuk efisiensi biaya dan waktu dalam perbanyakan disarankan penggu-naan media tanah atau pasir yang lebih efisen biaya.

Tumbuhan pakan lain yang ditemukan di kawasan TN Bantimu-rung Bulusaraung dan mengalami periode pembuahan adalah D. dao. Buah dao masak memiliki daging buah berwarna kuning de-ngan biji di dalam.Ekstraksi dilakukan dengan mengeluarkan biji dari daging buah kemudian ditabur pada media yang telah disiap-kan. Daya kecambah pada 4 Jenis media tabur yaitu pasir, tanah, abu sekam padi, dan serbuk gergaji tampak berbeda nyata pada taraf 0,05 untuk variabel daya kecambah dan kecepatan berke-cambah. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pertumbuh-an suatu jenis ditentukan oleh faktor eksternal dan internal. Fak-tor eksternal terkait kondisi lingkungan sedangkan faktor internal terkait genetik tanaman itu sendiri.Setiap jenis tanaman memiliki kebutuhan unsur hara, mineral dan kondisi lingkungan berbeda untuk dapat tumbuh dan berkembang baik. Kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkecambahan biji mencakup kesesuaian akan air, udara, cahaya, dan panas.

Dracontomelon dao tumbuh baik pada media pasir dengan da-ya kecambah sebesar 95,55% dan media tanah sebesar 90%; se-dangkan pada variabel kecepatan berkecambah, media tabur ter-baik adalah abu sekam padi selama 6,2431 hari dan pasir selama 6,3564 hari. Media tabur pasir merupakan media terbaik untuk perkecambahan tumbuhan pakan D. dao. Sebagaimana disebut-kan Buckmanet al.(1982) bahwa pasir mempunyai daya aerasi dan drainase yang baik,tetapi sukar mengikat air dan miskin zat hara. Kondisi media demikian dibutuhkan oleh jenis tumbuhan ini.Pasir merupakan media yang memiliki kondisi air, udara, dan panas yang kondusif untuk perkecambahan D. dao. Hoesen (1997) dalamMudiana (2006) mengemukakan ada dua faktor yang mem-pengaruhi perkecambahan benih yaitu kondisi benih yang meliputi

Page 65: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

ProsidingEKSPOSE bpk makassar, 2012

48

kemasakan biji/benih, ke-rusakan mekanik dan fisik, serta kadarair biji; selain itu,faktor luar benih yang meliputi suhu, cahaya, ok-sigen, kelembaban nisbi serta komposisi udara di sekitar biji. Se-lain faktor media pasir yang sesuai, benih D. dao yang digunakan merupakan benih dengan kondisi baik.

2. Media Sapih dan Naungan

Media sapih dan naungan yang diujicobakan terdiri atas berba-gai macam komposisi. Intensitas cahaya yang digunakan adalah 0%,50%, dan 70% dengan media campuran tanah, pupuk kandang, serbuk gergaji, dan abu sekam. Interaksi perlakuan antara naung-an dan media menunjukkan hasil berbeda nyata untuk tinggi dan berbeda sangat nyata untuk diameter tanaman, namun tidak ber-beda untuk persen hidup tanaman. Interaksi media sapih dan na-ungan menunjukkan bahwa tinggi bibit terbaik pada media sapih dengan campuran tanah, pupuk kandang, dan sekam padi dengan intensitas cahaya naungan 50% sebesar 1,94 cm, dikuti oleh abu sekam padi pada naungan yang sama. Variabel diameter media sa-pih dan naungan terbaik adalah pada media tanah dengan intensi-tas cahaya 70% sebesar 0,54 cm, diikuti oleh media tanah dicam-pur pupuk kandang dengan naungan 70%. Persen hidup bibit un-tuk interaksi antara media dan naungan tampak tidak berbeda nyata, dengan demikian persen hidup bibit adalah relatif sama un-tuk semua media dan naungan. Keberadaan abu sekam dalam me-dia menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam media sapih.Durahim (2001) menyebutkan bahwa untuk menghasilkan bibit berkualitas diantaranya diperlukan media yang mempunyai bahan organik dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Variabel tinggi tanaman tampak berbeda sangat nyata untuk perlakukan naungan.Pengaruh terbesar terhadap tinggi tanaman adalah perlakukan naungan, sedangkan media sapih tidak membe-rikan pengaruh terhadap pertumbuhan diameter, tinggi, dan per-sen hidup D. dao.Demikian pula interaksi perlakukan yang terjadi antara media sapih dan naungan tampak tidak berbeda nyata.Me-dia sapih dan naungan tidak memberikan pengaruh terhadap per-tumbuhan tinggi dan diameter tanaman.

Hasil uji lanjut terhadap naungan untuk variabel tinggi, diame-ter, dan persen hidup menunjukkan bahwa pada intensitas cahaya 50% dengan media campuran apapun tanaman dapat tumbuh de-

Page 66: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Studi Fenologi dan Propagasi Tanaman Pakan untuk Pembinaan Habitat Kupu-kupu... (H. Suryanto)

49

ngan tinggi dan diameter tanaman terbaik. Tinggi tanaman pada intensitas cahaya naungan 50% adalah sebesar 1,09 cm dengan diameter 0,43 cm dan persen hidup sebesar 94%. Pembibitan D. daodapat menggunakan media sapih tanah agar lebih efisien bia-ya dan waktu.

III. KESIMPULAN

1. Studi fenologi menunjukkan bahwa tumbuhan pakan ulat dan tumbuhan pakan kupu-kupuumumnya dalam fase vegetatif.

2. Fase generatif terjadi pada mali-mali (Leea indica Merr) yang mulai berbunga bulan Oktober, Dysoxyllum alliaceum(Blume) Blume berbunga dan berbuah antara bulan Juni hingga Novem-ber,Dracontomelon dao(Blanco) Merr. & Rolteberbunga dan berbuah pada bulan Juni hingga Desember.

3. Perbanyakan vegetatif perlu menjadi perhatian pada beberapa tumbuhan yang belum berbunga dan berbuah selama periode pengamatan.

4. Media tabur terbaik D.dao adalah media pasir dan arang se-kam padi,D. alliaceumdapat ditabur media pasir atau tanah.

5. Media sapih dan naungan terbaik D. alliaceumadalah cam-puran tanah, pupuk kandang, dan sekam padi komposisi 1:1:1 dengan intensitas naungan 50%. Dracontomelon dao dapat tumbuh baik dengan naungan 50%.

DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. (1998). Peraturan Pemerintah No. 68 ta-

hun 1998 tentang kawasan suaka alam dan kawasan peles-tarian.Retrieved from: http://www.dephut.go.id. tanggal akses 18 maret 2010

Departemen Kehutanan.(1999). Peraturan Pemerintah No. 7 ta-hun 1999 tentang Pengawetan jenis Tumbuhan dan satwa.Retrieved from: http://www.dephut.go.id. tanggal akses 18 maret 2010

Departemen Kehutanan.(1999). Peraturan Pemerintah No. 41 ta-hun 1999 tentang kehutanan.Retrieved from: http://www.dephut.go.id. Tanggal akses 18 maret 2010

Balai TN. Bantimurung Bulusaraung.(2005). Eksplorasi pakan kupu-kupu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung(Laporan

Page 67: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

ProsidingEKSPOSE bpk makassar, 2012

50

pembinaan habitat). Makassar, Sulawesi Selatan:Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan I, Di-rektorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan(tidak dipublikasikan).

Balai TN. Bantimurung Bulusaraung. (2008). Rencana pengelolaan jangka panjang TN Bantimurung Bulusaraung periode 2008-2027. Maros, Sulawesi Selatan.

Ariesoesilaningsih, E., Soejono,Widyawati A., Palupi, I.,& Kiswoyo. (2002). Aktivitas reproduktif tiga spesies pohon buah langka tahan kering di Kebun Raya Purwodadi.Makalah Seminar Nasional Konservasi dan Pendayagunaan Keanekaragaman Tumbuhan lahan kering.Pasuruan.

Mudiana,D. (2006). Perkecambahan Syzigium cumini (L) skeel.Jur-nal Biodiversitas, 8(1), hal.39-42.

Mugnisjah, Setiawan A., (1990). Pengantar Produksi Benih. Ja-karta: Rajawali Pers.

Napitu, Ja posman. (2007). Pengelolaan Kawasan Konservasi. Se-kolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Soejono.(2002). Fenologi gugur dan semi daun beberapa jenis po-hon tahan kering di Kebun Raya Purwodadi.Makalah Semi-nar nasional Konservasi dan pendayagunaan keanekara-gaman tumbuhan lahan kering.Pasuruan.

Wiratno.(2009). Tantangan pengelolaan tamannasional di Indo-nesia. Retrieved from: http://www.wiratno.wordpress.com.

Page 68: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

51

KAJIAN POPULASI, KARAKTERISTIK HABITAT DAN POTENSIPAKAN TARSIUS (Tarsius fuscus) DI TAMAN NASIONAL

BANTIMURUNG BULUSARAUNG1

Maryatul Qiptiyah, Heru Setiawan, dan M. Azis RakhmanBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tarsius merupakan primata terkecil dan salah satu anggotanya merupa-kan satwa endemik Sulawesi yang terancam punah dan dilindungi. Tar-sius di Sulawesi hidup di hutan primer dan sekunder serta memiliki sebar-an yang sangat luas yaitu mulai dari Kepulauan Sangihe, bagian utaraPulau Sulawesi sampai di Pulau Selayar ujung selatan Pulau Sulawesi. Ka-wasan Konservasi Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung merupa-kan habitat alami bagi tarsius di Sulawesi. Salah satu jenis tarsius yangmenjadi obyek penelitian adalah Tarsius fuscus. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa lokasi yang menjadi habitat utama tarsius di kawasan hu-tan ini berada pada rumpun bambu yang rapat dan celah tebing karst.Populasi tarsius di kawasan TN yakni 70,15 ekor/km2 dan 1,82 ekor/km2.Spesies tumbuhan penyusun habitat yang memiliki INP tertinggi di ka-wasan ini antara lain : kayu nona (Metrosideros sp.) sebesar 75,01; bu-ngur (Lagerstromia speciosa) sebesar 58,91; jabon (Anthochepalus ca-damba) sebesar 48,37; biraeng (Ficus sp.) sebesar 44,19; Lambere (Me-lochia umbellata) sebesar 37,08; Bu’rung (Ailanthus sp.) sebesar 25,64;dan Paliasa (Kleinhovia hospita) sebesar 24,34.

Kata kunci : Populasi, habitat, pakan, tarsius, TN Bantimurung Bulusa-raung

I. PENDAHULUAN

Tarsius merupakan salah satu primata terkecil dan beberapa diantara anggota spesiesnya merupakan satwa endemik Sulawesiyang terancam punah dan dilindungi. Tarsius merupakan satwayang dilindungi berdasarkan UU No 5/1990 dan PP No. 7/1999.

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 69: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

52

Menurut Red Data Book IUCN (International Union for Conser-vation of Nature and Natural Resources) satwa ini masuk dalamkategori Vulnerable (VU/rentan).

Tarsius mampu hidup di berbagai habitat, baik hutan primermaupun hutan sekunder. Namun demikian, berkurangnya luasanhabitat karena berbagai sebab dan atau rusaknya daya dukung ha-bitat menjadi ancaman terhadap kelestarian tarsius, termasuk didalamnya jenis Tarsius fuscus. Taman Nasional Bantimurung-Bulu-saraung merupakan salah satu kawasan yang menjadi habitat tar-sius di Sulawesi. Tarsius yang dijumpai di lokasi ini merupakanspesies khas Sulawesi Selatan yang oleh Groves dan Shekelle(2010) dinyatakan berbeda dengan T. spectrum dari daerah yanglain.

T. fuscus khas Makassar belum dapat ditentukan status konser-vasinya karena belum diketahui populasinya (Gursky et al., 2009).Secara umum kondisi T. fuscus saat ini masuk dalam kategori ren-tan (Shekelle dan Salim, 2008 dalam IUCN, 2009). Sementara itu,status konservasi T. fuscus direkomendasikan untuk masuk ke da-lam status Endangered (genting) mengikuti satwa simpatriknya,yaitu Macaca maura (Gursky et al., 2009).

Sumber pakan yang tersedia di habitat alaminya juga merupa-kan salah satu faktor ekologi yang sangat menentukan kelestarianprimata. Kualitas dan kuantitas pakan dapat berpengaruh padaperilaku dan organisasi sosial primata (Jolly, 1972, Raemaker danChivers, 1980 dalam Bismark, 1994). Selain itu, pakan juga mem-pengaruhi luas daerah jelajah dan perilaku pergerakan primata disamping sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan berkem-bang biak (Bismark, 1994).

II. SEBARAN DAN POPULASI TARSIUS

Tarsius di Sulawesi memiliki sebaran yang sangat luas yaitu mu-lai dari Kepulauan Sangihe, bagian utara Pulau Sulawesi sampai diPulau Selayar ujung selatan Pulau Sulawesi. Lima spesies tarsiussudah memiliki status konservasi dan tiga jenis lainnya diperkira-kan merupakan jenis baru. Setiap wilayah sebaran mempunyai je-nis yang spesifik, seperti T. sangierensis dari Pulau Sangihe, T.spectrum dari Sulawesi Utara, T. diane dari Sulawesi Tengah, T.

Page 70: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Populasi, Karakteristik Habitatdan Potensi Pakan Tarsius (Tarsius fuscus)... (M. Qiptiyah, dkk.)

53

pumilus dari Sulawesi Tengah dan Selatan serta T. pelengensis dariKepulauan Peleng (Supriatna dan Hendras, 2000 dalam Wirdatetidan Dahrudin, 2008).

Shekelle et al. (2008) membahas taksonomi dari T. tarsier yangterdiri dari enam jenis, yaitu T. tersier yang merupakan sinonimdari T. spectrum di Makassar; T. sangierensis di Pulau Sangihe, Su-lawesi Utara; T. pelengensis di Pulau Peleng, Sulawesi Tengah; T.dentatus merupakan sinonim dari T. diane di Sulawesi Tengah; T.lariang di Sulawesi Tengah dan T. tumpara di Pulau Siau. Grovesdan Shekelle (2010) menyebutkan bahwa T. spectrum yang beradadi semenanjung barat daya Pulau Sulawesi dekat Kota Makassarberbeda dengan yang terdapat di Selayar. Penamaan untuk tarsiusdi Makassar kemudian menggunakan kembali T. fuscus.

Satu spesies primata dapat terdiri dari beberapa spesies yangmemperlihatkan pola penyebaran berbeda seperti yang terlihatpada Tabel 1.

Tabel 1. Lokasi penyebaran tarsius di Sulawesi dan pulau-pulau kecil se-kitarnya (Groves dan Shekelle, 2010)

Sub spesies Lokasi SumberTarsius spectrum spectrum Sulawesi/ Selayar Hill, 1955Tarsius spectrum dendatus Sulawesi Tengah Hill, 1955Tarsius spectrum pumilus Sulawesi Tengah Hill, 1955Tarsius spectrum sangirensis Sangihe Hill, 1955Tarsius spectrum pelengensis Peleng Hill, 1955Tarsius fuscus Makassar/Sula-

wesi SelatanGroves danShekelle, 2010

Penelitian tentang populasi dan karakteristik habitat tarsius diTN Bantimurung Bulusaraung dilakukan pada tahun 2009 dan2010. Penelitian ini hanya terbatas pada beberapa titik pengamat-an, sebagaimana disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Selama penelitian, perjumpaan tarsius dapat secara langsungmaupun tidak langsung. Perjumpaan langsung dapat dilakukan dilokasi Parang Tembo dan Pute, di mana tarsius bersarang di rum-pun bambu dan dapat terdeteksi ketika akan keluar dari sarang. Dilokasi lainnya, tarsius hanya terdeteksi melalui suara, karena tarsi-us bersarang di tebing-tebing karst yang ketinggiannya bervariasi,yakni antara 5-50 meter dari permukaan tanah.

Page 71: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

54

Tabel 2. Posisi koordinat lokasi pengamatan habitat tarsius di Kawasanhutan Patunuang, TN Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Se-latan tahun 2009

No. LintangUtara (LU)

Bujur Timur(BT)

Ketinggian(m) Lokasi

1. 5º03’10,8” 119º43’06,4” 89 Pos I2. 5º03’15,8” 119º43’06,3” 104 Pos II3. 5º03’25,3” 119º42’25,2” 100 Beslap I4. 5º03’42,9” 119º42’29,5” 100 Beslap II5. 5º03’55,6” 119º42’58,6” 250 Pampang I6. 5º03’57,2” 119º43’00,6” 200 Pampang II7. 5º04’45,1” 119º42’25,2” 575 Parang Tembo I8. 5º04’47,7” 119º42’29,5” 562 Parang Tembo II9. 5º04’54,0” 119º43’15,7” 458 Pute’ I10. 5º05’00,4” 119º43’25,5” 388 Pute’II

Tabel 3. Posisi koordinat lokasi pengamatan habitat tarsius di Kawasanhutan Bantimurung dan Biraeng, TN Bantimurung-Bulusaraung,Sulawesi Selatan tahun 2010

No. LintangUtara (LU)

Bujur Timur(BT)

Ketinggian(m) Nama Lokasi

1. 5º01’04,0” 119º41’12,1” 67 Gua Mimpi I2. 5º01’04,4” 119º41’11,5” 67 Gua Mimpi II3. 5º00’44,9” 119º41’16,3” 60 Gua Batu I4. 5º00’43,3” 119º41’18,2” 60 Gua Batu II5. 4º50’30,2” 119º36’50,1” 30 Kalebong

Kalengkere6. 4º50’31,2” 119º36’,46,0” 42 Galungkulang I7. 4º50’28,9” 119º36’,45,7” 22 Galungkulang II8. 4º50’31,5” 119º36’,36,7” 10 Rea

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perjumpaan tarsius le-bih mudah pada musim kemarau dibandingkan pada musim peng-hujan. Fluktuasi perjumpaan tarsius berkaitan dengan adanyafluktuasi sumber daya pakan. Pada musim hujan, vegetasi lebih ra-pat sehingga kelimpahan serangga lebih tinggi. Hal ini menunjuk-kan bahwa sumber daya pakan lebih melimpah sehingga tarsiushanya sedikit menggunakan waktu untuk mencari makan sehinggalebih sulit terdeteksi. Sebaliknya, di musim kemarau vegetasi lebihkering sehingga kelimpahan serangga berkurang. Hal ini berakibat

Page 72: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Populasi, Karakteristik Habitatdan Potensi Pakan Tarsius (Tarsius fuscus)... (M. Qiptiyah, dkk.)

55

pada waktu pencarian pakan yang lebih lama dan tarsius menjadilebih mudah terdeteksi. Kondisi ini sesuai dengan temuan Gursky(2000) bahwa pada musim kemarau, sumber daya pakan lebih se-dikit sehingga tarsius membutuhkan lebih banyak waktu untukmencari makan dibandingkan musim hujan.

Populasi tarsius maksimal yang berhasil dicatat selama peneli-tian tahun 2009 (kawasan Patunuang) dan 2010 (kawasan Banti-murung dan Biraeng) adalah pada saat pengamatan musim kema-rau, yakni 70,15 ekor/km2 dan 1,82 ekor/km2. Kepadatan populasiT. fuscus di berbagai lokasi pengamatan di TN Bantimurung Bulu-saraung, Sulawesi Selatan jauh lebih sedikit dibandingkan T. spec-trum di Tangkoko Batuangus, Sulawesi Utara. Menurut Gursky(1998) kepadatan populasi T. spectrum di Tangkoko Batuangusyakni sebesar 156 individu/km2. Rendahnya populasi tarsius yangdijumpai di TN Bantimurung Bulusaraung pada saat penelitian di-duga karena populasinya belum pulih akibat adanya perburuanbeberapa tahun yang lalu, di samping keterbatasan lokasi contohdan waktu yang tersedia pada saat pengamatan.

III. KARAKTERISTIK HABITATLokasi pengamatan karakteristik habitat T. fuscus di TN Banti-

murung Bulusaraung dilakukan di beberapa titik pengamatan, ya-itu Parang Tembo’, Pute’, sepanjang sungai Patunuang, Bantimu-rung, dan Biraeng. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tarsiusmemilih karakteristik sarang yang berbeda pada masing-masinglokasi pengamatan.

Tarsius di kawasan Parang Tembo’ dan Pute’ bersarang dirumpun bambu duri (Bambusa multiflex Raeusch.) yang rapat,yang memiliki jumlah batang tua minimal 8 batang dalam saturumpun. Sementara itu di kawasan sepanjang Sungai Patunuang,Bantimurung dan Biraeng, tarsius dijumpai bersarang di celah te-bing karst. Ketinggian sarang bervariasi pada masing-masing lokasiyaitu berkisar antara 5-50 meter di atas permukaan tanah. Pemi-lihan rumpun bambu rapat sebagai sarang diduga merupakan sa-lah satu upaya tarsius dalam menghindari serangan predator.

.

A. Vegetasi Penyusun Habitat

Secara umum peranan vegetasi bagi kehidupan satwa liaradalah sebagai tempat untuk berlindung, tidur dan bersarang.

Page 73: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

56

Bagi tarsius, jenis penyusun vegetasi apa pun yang berada di seki-tar sarang juga berperan penting, yaitu untuk membantu perge-rakan tarsius dalam aktivitas hariannya.

Selama pergerakannya, tarsius membutuhkan cabang dengandiameter kecil (< 4 cm) terutama untuk berburu dan menjelajah.Diameter sedang (4-8 cm) terutama digunakan untuk istirahat danmenandai daerah jelajah (home range), sedangkan diameter > 8cm juga digunakan untuk istirahat dan menandai daerah jelajahmeskipun tidak sebanyak diameter berukuran sedang (MacKinnondan MacKinnon, 1980).

Jenis tumbuhan di sekitar habitat tidur tarsius yang memilikiINP tertinggi dari berbagai tingkat adalah jenis kayu nona (Metro-sideros sp.) sebesar 75,01; bungur (Lagerstromia speciosa) sebe-sar 58,91; jabon (Anthochepalus cadamba) sebesar 48,37; biraeng(Ficus sp.) sebesar 44,19; lambere (Melochia umbellata) sebesar37,08; bu’rung (Ailanthus sp.) sebesar 25,64; dan paliasa (Klein-hovia hospita) sebesar 24,34. Secara ekologi, ini menunjukan ke-hadiran jenis-jenis tersebut lebih berperan dalam ekosistem. Le-bih khusus, jenis-jenis tersebut adalah jenis tumbuhan yang ber-peran dalam habitat tarsius, baik untuk pergerakan maupun untukiklim mikro serangga (sebagai pakan tarsius).

B. Kondisi Fisik Lingkungan

Faktor fisik lingkungan tersebut di atas berpengaruh secara ti-dak langsung terhadap perikehidupan tarsius. Berdasarkan hasilpenelitian, lokasi tidur tarsius memiliki kelerengan yang bervariasi,dari landai dengan kelerengan sekitar 4% sampai dengan kele-rengan terjal, sekitar 80%. Sementara itu ketinggian lokasi sarangtarsius berkisar antara 89-575 m dpl. Hal ini sesuai dengan Wirda-teti dan Dahrudin (2006), yang menyatakan bahwa tarsius mampuhidup di habitat yang memiliki topografi bervariasi dari dataranrendah hingga daerah di ketinggian 1.300 m dpl.

Fluktuasi faktor fisik lingkungan (seperti kelembaban udara, in-tensitas cahaya, kelembaban tanah) lebih berpengaruh terhadappola fenologi vegetasi (White, 1998). Menurut Susniahti et al.(2005), hujan berpengaruh langsung pada kehidupan serangga(secara mekanik) atau secara tidak langsung terhadap keadaanudara dan tanah. Hal ini mempengaruhi komposisi dan kelimpah-

Page 74: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Populasi, Karakteristik Habitatdan Potensi Pakan Tarsius (Tarsius fuscus)... (M. Qiptiyah, dkk.)

57

an serangga. Untuk kehidupan tarsius, perubahan pola fenologidan cuaca berpengaruh tidak langsung terutama komposisi dankelimpahan serangga sebagai pakannya.

IV. POTENSI PAKAN

Tarsius merupakan satwa insectivor, yaitu satwa pemakan se-rangga. Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman seranggabervariasi antar ruang dan waktu. Hasil selengkapnya terlihat da-lam Gambar 1 dan Gambar 2.

Indeks keanekaragaman serangga dengan jebakan gantung

00,20,40,60,8

11,21,41,61,8

2

Pos I

Pos II

Beslap I

Beslap I

I

Pampa

ng I

Pampa

ng II

Parang

Tembo

I

Parang

Tembo

II

Pute I

Pute II

Lokasi

Inde

ks k

eane

kara

gam

an

musim kemaraumusim penghujan

Gambar 1. Diagram Indeks Keanekaragaman serangga yang tertangkapjebakan gantung pada musim kemarau dan musim Penghu-jan di kawasan Patunuang, tahun 2009

Indeks keanekaragaman serangga dengan jebakan gantung

00,5

11,5

22,5

Gua M

impi

I

Gua M

impi

II

Gua Batu

I

Gua Batu

II

Kalebo

ng Kalen

gkere

Galung

kulan

g I

Galung

kulan

g II

Rea

Lokasi

Inde

ks k

eane

kara

gam

an

musim kemaraumusim penghujan

Gambar 2. Diagram Indeks Keanekaragaman serangga yang tertangkapjebakan gantung pada musim Kemarau dan musim Penghu-jan di kawasan Bantimurung dan Biraeng, tahun 2010

Page 75: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

58

Jenis yang bervariasi tidak terlalu berdampak pada tarsius ka-rena preferensi makan satwa primata ini dapat berubah terhadapkelompok serangga tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Gur-sky (2000) yang menyatakan bahwa selama musim penghujan,tarsius lebih banyak mengkonsumsi kelompok Orthoptera dan Le-pidoptera. Selama musim kemarau tarsius tetap memakan bebe-rapa jenis Orthoptera dan Lepidoptera, dan juga meningkatkankonsumsi Coleoptera dan Hymenoptera.

V. IMPLIKASI KONSERVASI

Kapadatan populasi tarsius selama penelitian masih lebih ren-dah dibandingkan kepadatan populasi tarsius di TN Tangkoko Ba-tuangus (Gursky, 1998). Salah satu penyebab kondisi tersebut di-duga karena tarsius di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung (ter-utama di kawasan Patunuang) belum pulih kondisi populasinya se-bagai akibat adanya perburuan di masa lalu. Hal ini menunjukkanbahwa upaya pendekatan kepada masyarakat, khususnya yangpernah memburu tarsius perlu terus dilakukan agar aktivitas per-buruan tidak muncul kembali di masa yang akan datang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi yang menjadi ha-bitat utama tarsius di TN Bantimurung Bulusaraung adalah padarumpun bambu yang rapat dan celah tebing karst. Di sisi lain,bambu memiliki banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat se-hari-hari. Akibatnya, potensi rumpun bambu berkurang sehinggamengurangi habitat tidur tarsius. Lebih jauh lagi, hal tersebutmengancam kelestarian tarsius di masa yang akan datang. Pem-batasan dalam pemanfaatan bambu di habitat tarsius perlu difor-mulasikan sehingga kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi dan ha-bitat tarsius tetap terjaga.

Celah tebing karst yang digunakan sebagai habitat tidur tarsiusdijumpai di sepanjang Sungai Patunuang (terutama di dekat “Bi-seang Labboro”), jalur ke gua Mimpi dan jalur ke gua Batudan diBiraeng. Hal ini berarti bahwa dalam upaya perlindungan dan pe-lestarian tarsius, lokasi tersebut merupakan lokasi penting untukdilindungi, baik dari upaya perburuan atau pun untuk menjagakualitas habitat secara keseluruhan.

Page 76: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Populasi, Karakteristik Habitatdan Potensi Pakan Tarsius (Tarsius fuscus)... (M. Qiptiyah, dkk.)

59

Pentingnya perlindungan di sekitar tebing karst, terutama didekat “Biseang Labboro”, sepanjang jalur gua Mimpi dan gua Batuperlu dilakukan terutama karena tempat ini merupakan tempatwisata yang pada waktu-waktu tertentu, seperti liburan,banyak di-minati masyarakat. Kegiatan berkemah yang biasa dilakukan olehsebagian wisatawan perlu diatur sedemikian rupa (misalnya peri-ngatan untuk tidak membuat gaduh), sehingga tidak menggangguaktivitas harian tarsius.

Vegetasi merupakan salah satu komponen habitat yang memi-liki arti penting bagi pola hidup harian tarsius. Batang dan perca-bangan vegetasi digunakan tarsius sebagai sarana untuk melaku-kan pergerakan harian termasuk dalam mencari makan. Di sam-ping itu, vegetasi yang beraneka ragam turut menciptakan iklimmikro bagi kehidupan organisme lain termasuk serangga yang ber-potensi sebagai pakan tarsius. Kelimpahan dan keragaman vegeta-si perlu dipertahankan untuk menunjang kehidupan tarsius. Sela-ma penelitian tidak dijumpai laporan adanya penebangan pohonuntuk berbagai keperluan oleh masyarakat, dan kondisi ini perluuntuk dipertahankan.

Dalam menunjang kelestariannya salah satu hal penting yangharus diperhatikan adalah ketersediaan pakan bagi tarsius yangmerupakan satwa insectivor. Tarsius tidak berpengaruh oleh varia-si pakan karena mereka dapat merubah preferensi makannya ter-hadap kelompok serangga tertentu. Perubahan perferensi makanterhadap kelompok serangga tertentu dipengaruhi oleh kelimpah-an sumber daya pakan tersebut. Gursky (2000) juga menyatakanbahwa selama musim penghujan, sumber daya pakan melimpahdan musim kemarau sumber daya pakan rendah. Hal ini berartiupaya perlindungan tarsius pada musim kemarau lebih diperlukandibandingkan pada musim penghujan.

Secara umum, kawasan Patunuang (khususnya Parang Tembo’dan Pute’) merupakan hutan sekunder yang diselingi dengan arealsawah tadah hujan dan pemukiman. Seiring dengan bertambah-nya penduduk yang mendiami kawasan tersebut, tidak menutupkemungkinan akan menjadi salah satu ancaman terhadap kelesta-rian tarsius apabila tidak diikuti upaya perlindungannya. Pertam-bahan penduduk akan mengakibatkan perubahan tata guna lahandari hutan menjadi pemukiman atau ladang. Hal ini berarti me-ngurangi luasan habitat tarsius di kawasan tersebut.

Page 77: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

60

Kekhawatiran terhadap ancaman kelestarian tarsius sejalan de-ngan pernyataan Gursky (1998) yang mengemukakan bahwa, tar-sius lebih melimpah di hutan sekunder daripada di hutan primer.Meskipun demikian, populasi tarsius lebih besar pada daerah yangdilindungi dibandingkan dengan daerah yang tidak dilindungi.

VI. PENUTUP

Tarsius merupakan satwa yang terancam punah dan dilindungi.Populasinya di alam mengalami penurunan dalam 10 tahun ter-akhir. Mengingat kenyataan ini, perlindungan terhadap satwa ter-sebut harus ditingkatkan. Salah satu upaya perlindungan terhadapkelestarian tarsius adalah dengan mengendalikan kegiatan perbu-ruan seperti yang sudah berjalan saat ini di TN Bantimurung Bulu-saraung.

Tarsius memiliki kisaran habitat yang luas, namun perubahankuantitas dan kualitas habitat akan berpengaruh terhadap popula-sinya. Pertambahan penduduk di sekitar TN Bantimurung Bulusa-raung berpotensi sebagai ancaman terhadap kelestarian tarsiuskarena akan mengurangi luasan habitat dan ketersediaan pakanbagi tarsius. Namun demikian, hal ini masih perlu dibuktikan da-lam penelitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Bismark, M. (1994). Ekologi makan dan perilaku bekantan (Nasalislarvatus Wurmb) di hutan bakau Taman Nasional Kutai Kali-mantan Timur (Tesis Program Pasca Sarjana). Institut Perta-nian Bogor, Bogor.

Groves, C. and Shekelle, M. (2010). The genera and species of Tar-siidae. International Journal of Primatology, 31(6). Diunduh2 Februari 2012 dari http://www.springerlink.com

Gursky, S. (2000). Effect of seasonality on the behavior of an in-sectivorous primate, tarsius spectrum. International Journalof Primatology, 21(3). Diunduh 25 Desember 2009 dari http://www.springerlink.com.

Page 78: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Populasi, Karakteristik Habitatdan Potensi Pakan Tarsius (Tarsius fuscus)... (M. Qiptiyah, dkk.)

61

Gursky, S., Shekelle, M., & Nietsch, A. (2009). The conservationstatus of Indoneisa’s Tarsier. In Primates the oriental night.Diunduh 30 September 2009 dari http://www.tarsier.org.

MacKinnon, J., & Mac.Kinnon, K. (1980). The behavior of wildspectral tarsiers. International Journal of Primatology, 1(4).Diunduh 25 November 2009 darihttp://www.springerlink .com.

Shekelle, M. (2008). Distribution and biogeography of tarsier. InPrimates the oriental night, Diunduh 30 Septembr 2009 darihttp://www.tarsier.org.

Susniahti, N., Sumeno, & Sudrajat. (2005). Bahan ajar ilmu hamatumbuhan. Bandung: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuh-an, Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran Bandung.

White, F.J. (1998). The importance of seasonality in primatology.International Journal of Primatology, 19(6). Diunduh 25 No-vember 2009 dari http://www.springerlink.com.

Wirdateti & Dahrudin, H. (2008). Pengamatan habitat, pakan dandistribusi Tarsius tarsier (tarsius) di Pulau Selayar dan TWAPatunuang, Sulawesi Selatan. Biodiversitas, 9(2), 152-155.Diunduh 1 September 2009 darihttp://www.unsjournal .com.

Page 79: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

63

PENANAMAN NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) UNTUKMENDUKUNG KONSERVASI KAWASAN PESISIR DAN PROGRAMDESA MANDIRI ENERGI DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR1

C. Andriyani PrasetyawatiBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai salah satu kabupaten yang memi-liki banyak pulau kecil mempunyai potensi ancaman terhadap keberada-annya. Selain ancaman terhadap ekosistem, permasalahan lain yangdihadapi pulau kecil antara lain keterbatasan pengelolaan ekonomi, ke-cilnya skala ekonomi dalam hal aktivitas produksi, transportasi, konsum-si, dan administrasi. Salah satu permasalahan yang dihadapi masyarakatdi pulau kecil adalah kurangnya bahan bakar minyak. Biji nyamplung da-pat digunakan sebagai biofuel, sehingga dengan potensi tanaman yangtinggi, pemerintah menunjuk Kabupaten Kepulauan Selayar untuk me-ngembangkan program Desa Mandiri Energi (DME). Penanaman nyam-plung di kawasan pesisir Kabupaten Kepulauan Selayar selain untuk men-jaga ekosistem pesisir juga untuk ikut mendukung bahan baku pabrik pe-ngolah minyak pada program DME. Kawasan pesisir Kabupaten Kepulau-an Selayar sesuai untuk tempat tumbuh tanaman nyamplung.

Kata kunci: Kawasan pesisir, nyamplung, konservasi, Desa MandiriEnergi, Kabupaten Kepulauan Selayar

I. PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kawasan pesisirsangat luas dengan banyak pulau kecil. Garis pantai yang dimilikiIndonesia mencapai panjang 81.000 km. Jumlah pulau hasil perhi-tungan DISHIDROS dalam Asriningrum (2004) tercatat 17.508 bu-ah, maka pemberdayaan dapat dikembangkan melalui berbagaisektor sesuai dengan potensi pulau-pulaunya. Dengan potensi

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 80: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

64

tersebut, Indonesia memiliki banyak peluang untuk pengembang-an kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir merupakan ekosistemyang fragile, yang rawan terhadap kerusakan. Pulau-pulau kecilmempunyai potensi ancaman terhadap keberadaannya serta per-masalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat, yang berbe-da dengan pulau-pulau besar pada umumnya, terutama dalam ku-antitas barang-barang kebutuhan masyarakat, karena tergantungdari pasokan pulau besar di dekatnya. Dalam hal pasokan bahanbakar minyak, pasokan di pulau kecil pada umumnya terbatas. Dilain pihak, secara keseluruhan ketergantungan Indonesia terhadapbahan bakar fosil dan tak terbarukan (renewable) sangat besar,yaitu minyak bumi (52%), gas (28%), dan batubara (15%); semen-tara saat ini dunia sedang mengalami krisis energi, termasuk Indo-nesia. Berada pada situasi seperti sekarang ini, pemenuhan energidalam jangka panjang akan cukup mengkhawatirkan.

Permasalahan masyarakat maupun ancaman yang dihadapi pu-lau-pulau kecil pada umumnya, harus diberikan solusi. Bagaimanasupaya ekosistem pulau-pulau kecil terjaga dan tidak rusak, sekali-gus mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan masyarakat, ter-utama akan bahan bakar untuk kehidupan sehari-hari. Salah satuusaha yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengembang-kan desa mandiri energi, menggunakan potensi yang ada di da-erah tersebut.

II. EKSISTENSI KAB. KEPULAUAN SELAYAR SEBAGAI PULAU KECIL

Pulau Selayar merupakan salah satu pulau di Kabupaten Kepu-lauan Selayar, Propinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten KepulauanSelayar berada pada koordinat 5°42'-7°35' Lintang Selatan dan120°15'-122°30' Bujur Timur. Kabupaten Selayar berbatasan de-ngan Kabupaten Bulukumba di sebelah utara, Laut Flores di sebe-lah timur, Laut Flores dan Selat Makassar di sebelah barat, danPropinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah selatan. Berdasarkanpencatatan stasiun meteorologi Benteng, Kab. Kepulauan Selayarsecara rata-rata mempunyai jumlah hari hujan sekitar 7 hari perbulan dalam kurun waktu 1 tahun, dengan jumlah curah hujan

Page 81: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Penanaman Nyamplung(Calophyllum inophyllum) untuk Mendukung... (C.A. Prasetyawati)

65

100,92 mm. Penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar pada tahun2009 berjumlah 121.749 orang (Anonim, 2010).

Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama de-ngan 2.000 km persegi beserta kesatuan ekosistemnya (UU No.27/2007). Kabupaten Kepulauan Selayar mempunyai luas kuranglebih 1.357,03 km persegi (wilayah daratan), sehingga dapat dika-tegorikan sebagai pulau kecil. Pulau-pulau kecil mempunyai karak-teristik : terpisah dari pulau induk, memiliki batas fisik yang jelas,mempunyai sejumlah jenis endemik dan sosial ekonomi serta bu-daya masyarakat yang khas.

Undang-Undang No.27/2007 mengenai Pengelolaan WilayahPesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan bahwa sumber dayapesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumber daya hayati, sumberdaya non hayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan;sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun,mangrove dan biota laut lain; sumber daya non hayati meliputipasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputiinfrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan danjasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasarlaut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan danperikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayahpesisir. Pulau-pulau kecil memiliki keunikan ekologis dengan po-tensi sumber daya alam antar pulau bervariasi. Ekologis pulau ke-cil relatif homogen dengan posisi terisolir dan ekosistem laut men-dominasi karakteristik pulau ini (Asriningrum, 2004).

Pulau-pulau kecil penting artinya karena berfungsi sebagai sa-buk penghubung, sabuk pengaman, dan sabuk ekonomi. Pember-dayaan fungsinya dapat ditempuh melalui sektor wisata bahari,perikanan, pertambangan, atau kehutanan. Eksistensi pulau keciljuga ditentukan oleh vegetasi yang tumbuh di sekeliling daratan-nya (Karim, 2008). Selain keberadaannya dengan ekosistem yangunik, pulau-pulau kecil juga mempunyai potensi ancaman dan per-masalahan tersendiri.

Daya dukung pulau kecil amat rentan terhadap perubahan ling-kungan (perubahan iklim) yang terjadi secara global. Umpamanya,kenaikan suhu permukaan laut yang menyebabkan (i) air lautmengalami keasaman sehingga biota yang hidup di badan air dansiklus rantai makanan akan terputus; (ii) ekosistem terumbu

Page 82: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

66

karang yang banyak mengelilingi sekitar perairan pulau-pulau kecilakan mengalami pemutihan (bleching) sehingga secara ekologi,biota (ikan karang) yang berasosiasi dengan terumbu karang akanmengalami penurunan populasi maupun kelimpahannya. Kerusak-an ini otomatis akan mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomimasyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber dayatersebut (Karim, 2008).

Daya dukung yang rentan tersebut menyebabkan pulau-pulaukecil mempunyai potensi ancaman terhadap keberadaannya anta-ra lain air tanah minim, intrusi air laut, pencemaran limbah, pene-bangan vegetasi, abrasi serta lenyapnya pulau kecil akibat kenaik-an muka air laut 15-19 mm/th (Nganro dan Suantika, 2009). Selainancaman terhadap ekosistem dan ekologi, pulau-pulau kecil jugamempunyai permasalahan, antara lain ukuran yang kecil dan ter-isolasi menyebabkan penyediaan prasarana dan sarana menjadisangat mahal, kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi,pilihan pengelolaan ekonomi menjadi terbatas karena ukuran luaspulau yang kecil dan lokasi yang jauh serta terbelakang, kecilnyaskala ekonomi dalam hal aktivitas produksi, transportasi, konsum-si, dan administrasi (Ruchimad, 2011). Kenyataan ini bisa dilihatdari harga bahan bakar minyak (BBM) yang cukup tinggi di Kabu-paten Kepulauan Selayar. Selain harga yang tinggi, pemakaian/penggunaan BBM juga dibatasi karena pasokan BBM tidak seba-nyak di daerah-daerah lain yang lebih mudah terjangkau pemerin-tah. Contohnya seperti yang dilaporkan Bahri (2011), BBM jenispremium dan solar ditemui langka di Kabupaten Kepulauan Sela-yar pagi ini, Rabu (3/8/2011) yang berakibat banyaknya kendaraanyang tidak bisa beroperasi. Terkadang masyarakat juga harus antripanjang untuk mendapatkan minyak tanah. Ini menunjukkan bah-wa ketergantungan masyarakat terhadap BBM, terutama minyaktanah untuk kebutuhan sehari-hari masih cukup tinggi.

III. PROGRAM DESA MANDIRI ENERGI (DME)

Bahan bakar minyak saat ini semakin sulit ditemukan, bahkandunia sekarang mengalami krisis energi. Ketergantungan terhadapbahan bakar fosil ini harus dikurangi dan diberi solusi agar masya-

Page 83: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Penanaman Nyamplung(Calophyllum inophyllum) untuk Mendukung... (C.A. Prasetyawati)

67

rakat tetap bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa tergan-tung pada bahan bakar minyak. Untuk itu pemerintah berusahamencari dan mengembangkan energi alternatif melalui bahanbakar nabati (BBN), sesuai potensi yang ada di daerah masing-masing.

Kondisi 45% desa dari 70 ribu desa di Indonesia yang dikate-gorikan sebagai desa tertinggal sangat minim infrastruktur dan fa-silitas penunjang, seperti sarana pendidikan, sumber air bersihmaupun akses masyarakat pada energi (Supardi, tanpa tahun). De-sa Mandiri Energi (DME) merupakan salah satu program yang dita-warkan pemerintah agar desa-desa terutama di daerah terpencilmampu memenuhi kebutuhan energi sendiri. Selain itu juga untukmenciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi tingkat kemis-kinan di desa-desa tertinggal.

DME mempunyai dua tipe. Pertama adalah DME yang dikem-bangkan bukan dengan bahan bakar minyak, yaitu dengan meng-gunakan mikrohidro, tenaga surya, dan biogas. Kedua adalah tipeDME yang menggunakan bahan bakar nabati atau biofuel. Tujuandari pengembangan DME adalah untuk mencukupi ketahananenergi di daerah-daerah pedesaan sehingga ketergantungan ter-hadap minyak tanah akan berkurang, karena subsidi pemerintahuntuk minyak tanah cukup besar. DME yang tengah dikembang-kan pemerintah ini berbasis kemitraan, baik dengan BUMN mau-pun swasta. Konsep pembangunan DME merupakan pembangun-an yang berdasarkan potensi lingkungan untuk kesejahteraan ma-nusia dan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, dalam pem-bangunan DME, pengamatan terhadap potensi lingkungan dan ka-rakteristiknya sangat penting.

DME dikembangkan dengan konsep pemanfaatan energi se-tempat khususnya energi terbarukan untuk pemenuhan kebutuh-an energi dan kegiatan yang bersifat produktif. DME merupakanprogram diversifikasi energi di tingkat desa/perdesaan yang seka-ligus sebagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk meningkat-kan perekonomian pedesaan (Kusdiana, 2011). Dengan adanyaDME diharapkan terjadi peningkatan daya beli masyarakat sehing-ga perekonomian masyarakat akan mengalami peningkatan, ter-utama di tingkat pedesaan.

Page 84: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

68

Penerapan energi terbarukan ini sangat cocok untuk diaplikasi-kan di pesisir dan pulau-pulau kecil, mengingat wilayah pesisir danpulau-pulau kecil mempunyai karakteristik yang spesifik (Ruchi-mat, 2011). Salah satu DME yang saat ini dikembangkan oleh Ke-menterian Energi dan Sumber Daya Mineral adalah melalui bahanbakar nabati, yaitu dari jarak pagar, singkong, shorgum, kelapa,nipah, dan nyamplung. Pengembangan BBN ini tergantung daripotensi daerah masing-masing. Saat ini yang banyak dikembang-kan adalah BBN dengan bahan baku utama biji nyamplung, karenapemanfaatan biji nyamplung untuk BBN tidak berkompetisi de-ngan kebutuhan pangan dan mudah dibudidayakan.

IV. DESKRIPSI TANAMAN NYAMPLUNG

A. Morfologi dan Habitat Tanaman Nyamplung

Tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum) merupakantanaman berkayu dengan tinggi pohon dapat mencapai 25 m dandiameter 150 cm. Nyamplung termasuk dalam famili Guttiferaeatau Clusiaeceae. Nyamplung mempunyai nama daerah penago(Lampung), camplong/sampling/bentango (Madura, Bali, NusaTenggara Timur), bintangur (Sumatera), bentangur (Kalimantan),bitaur, capilong, hatan hitaullo (Maluku), dongkalang (Selayar).

Batang nyamplung berkayu, kulit batang beralur dan menge-lupas besar-besar. Daun tunggal bersilang-berhadapan, bulat me-manjang atau bulat telur, ujung tumpul, pangkal membulat, tepirata, pertulangan menyirip, panjang 20-21 cm, lebar 6-11 cm,tangkai 1,5-2,5 cm, daging daun seperti kulit/belulang, warna hi-jau. Biji nyamplung bulat, tebal dan keras dengan diameter 2,5-4cm, daging biji tipis dan biji yang kering dapat tahan disimpan se-lama 1 bulan, inti biji mengandung minyak berwarna kuning ke-coklatan (Bustomi et al., 2008).

Tanaman nyamplung mempunyai daerah sebaran yang cukupluas di Indonesia, mulai Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Se-latan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Su-lawesi, Maluku hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua (Bustomiet al., 2008). Nyamplung juga dapat tumbuh pada wilayah pantai

Page 85: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Penanaman Nyamplung(Calophyllum inophyllum) untuk Mendukung... (C.A. Prasetyawati)

69

berpasir yang marginal dan toleran terhadap kadar garam sertatanah berdrainase baik, pada pH 4-7,4. Nyamplung tumbuh di da-lam hutan hujan tropis, pada tanah berawa dekat pantai sampaipada tanah kering di bukit-bukit sampai ketinggian 800 m dari per-mukaan laut (Martawijaya et al., 2005). Tumbuh pada curah hujanrata-rata tahunan 1.000-5.000 mm dengan tipe curah hujan A danB (Allen, tanpa tahun).

B. Manfaat dan Keunggulan Tanaman

Nyamplung merupakan tanaman yang mempunyai banyakmanfaat dan keunggulan dari segala bagian tanaman, baik kayu,daun, getah maupun biji. Kayu nyamplung mempunyai kelas awetII-IV, kelas kuat II-III dengan berat jenis 0,69 (Martawijaya et al.,2005). Kayu nyamplung termasuk kayu komersial, dapat diguna-kan untuk bahan pembuatan perahu, balok, tiang, papan lantai,dan bahan konstruksi ringan. Getah dan daun nyamplung dapatdigunakan sebagai bahan aktif pembuatan obat. Getah nyamplungdiindikasikan berkhasiat untuk menekan pertumbuhan virus HIV,sedangkan daunnya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik danmenyembuhkan luka (Bustomi et al., 2008). Beberapa hasil peneli-tian telah menemukan bahwa biji nyamplung digunakan sebagaibahan baku biofuel.

Menurut Bustomi et al. (2008) keunggulan tanaman nyam-plung sebagai biofuel antara lain: (1) mempunyai rendemen mi-nyak yang tergolong tinggi, yaitu 40-73%, (2) minyak dari bijinyamplung mempunyai daya bakar dua kali lebih lama dibandingminyak tanah, (3) dapat digunakan sebagai biokarosen penggantiminyak tanah, (4) biodiesel nyamplung dapat digunakan sebagaipencampur solar dengan komposisi tertentu, bahkan dapat digu-nakan 100% apabila teknologi pengolahannya tepat.

Tanaman nyamplung mudah dibudidayakan dan penanaman-nya dapat dikombinasikan dengan tanaman lain, termasuk dengantanaman pertanian. Dengan kemampuannya hidup dalam salinitasyang tinggi dan mudah dibudidayakan, maka nyamplung banyakdigunakan untuk rehabilitasi kawasan pesisir. Sebagai salah satuspesies pantai, tanaman nyamplung juga bermanfaat sebagai windbreaker/pemecah angin dan konservasi sempadan pantai.

Page 86: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

70

V. POTENSI TANAMAN NYAMPLUNG DI KABUPATEN KEPULAU-AN SELAYAR

Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai kabupaten dengan pu-lau-pulau kecil di dalamnya, memiliki potensi tanaman nyamplungyang cukup besar. Tanaman nyamplung tumbuh alami dan terse-bar di tepi pantai dan daerah perbukitan. Nyamplung di daerahperbukitan jauh lebih banyak daripada di tepi pantai, inilah yangmembedakan dengan persebaran tanaman nyamplung di daerahlain. Pada umumnya nyamplung banyak ditemukan di tepi pantaiatau ka-wasan pesisir. Tanaman nyamplung di Kabupaten Kepu-lauan Selayar terdapat di Kecamatan Bontosikuyu, KecamatanBontoharu, dan Kecamatan Bontomanai. Berdasarkan data penye-baran luas dan produksi biji yang telah direkapitulasi oleh DinasPertanian dan Kehutanan Kabupaten Kepulauan Selayar pada ta-hun 2010 (Tabel 1), tanaman nyamplung di Kabupaten KepulauanSelayar masih cukup luas dan mempunyai potensi produksi buahyang cukup tinggi.

Tabel 1. Persebaran luas dan produksi biji tanaman nyamplung di Kabu-paten Kepulauan Selayar

No.Tempat Perkiraan

luas (ha)Jumlahpohon

Prod.(Ton/thn)Kecamatan Desa Lokasi

1. Bontosikuyu Patilereng Reaya 20 516 13,32. Bontosikuyu Patilereng Lalemang 217 5.423 271,13. Bontosikuyu Patilereng Lembang Jaya 221 5.525 276,24. Bontoharu Putabangun Tabang 29 723 36,115. Bontoharu Putabangun Rea-Rea 15 375 18,756. Bontoharu Bt. Bangun Kale Bonto 30 750 37,57. Bontoharu Bt. Bangun Palemba 27 665 33,28. Bontoharu Bt. Tanggah Baera 45 1.125 56,29. Bontoharu Bt. Bangun Bitombang 29 730 36,5

10. Bontomanai Jambuiya Kaburu 31 770 38,511. Bontomanai Bt. Marannu Gantarang

Lalang Bata45 1.135 56,7

12. Bontomanai Bonea Timur Lembang Bau 583 14.575 728,713. Bontomanai Bontoma-

rannuGolek DS. 450 11.265 563,2

Jumlah 1.742 43.577 2.110Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kepulauan Selayar, 2010.

Page 87: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Penanaman Nyamplung(Calophyllum inophyllum) untuk Mendukung... (C.A. Prasetyawati)

71

Melihat potensi produksi buah nyamplung yang tinggi, makapemerintah menunjuk Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai salahsatu kabupaten yang mengembangkan DME dengan bahan bakarnabati, yaitu minyak dari biji nyamplung. Oleh karena itu, peme-rintah membangun pabrik pengolah minyak nyamplung di Matala-lang Kelurahan Bontobangun dengan berbagai fasilitas mesin de-ngan kapasitas 250 liter/hari.

Pabrik pengolah minyak memerlukan bahan baku biji nyam-plung dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga meskipun po-tensi tanaman nyamplung tersebut tinggi, ada kemungkinanmengalami kesulitan dalam mengimbangi kontinuitas kebutuhanbahan baku pabrik pengolah minyak, kalau tidak didukung denganpengembangan tanaman nyamplung itu sendiri. Sebagian besartanaman nyamplung di Kabupaten Kepulauan Selayar tumbuh ala-mi di lahan-lahan milik masyarakat dan belum ada yang berminatuntuk mengembangkannya dalam skala luas. Untuk itu perlu upa-ya penanaman dan pengembangan nyamplung agar tidak tergan-tung pada hutan alam sehingga kontinuitas bahan baku pengolahminyak dapat terpenuhi, berkelanjutan dan Program DME di Ka-bupaten Kepulauan Selayar dapat terlaksana dengan baik.

Penanaman nyamplung di Kabupaten Kepulauan Selayar sa-ngat penting untuk menjaga kelestarian tanaman, konservasi ka-wasan pesisir pulau kecil agar terhindar dari ancaman terhadapkeberadaannya dan dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan bakubiofuel. Penanaman nyamplung di kawasan pesisir akan lebihefektif karena sesuai dengan tempat tumbuh dan fungsi tanamannyamplung sebagai windbreaker serta konservasi sempadanpantai, terutama di pulau-pulau kecil seperti Pulau Selayar.

VI. PENANAMAN NYAMPLUNG DI KAWASAN PESISIR

Vegetasi di kawasan pesisir merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat potensial sebagai penahan erosi, abrasidan tempat hidup berbagai jenis biota laut dan organisme lainnya.Kawasan pesisir adalah kawasan yang rawan kerusakan, sehinggaharus dikelola dan dimanfaatkan secara lestari agar keberadaan-nya berkelanjutan. Selain itu, pengelolaan kawasan pesisir jugaharus dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembangunan

Page 88: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

72

dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Nyamplung banyakdigunakan untuk rehabilitasi pantai karena tanaman ini termasuktanaman yang memiliki toleransi terhadap salinitas yang tinggidan mempunyai manfaat yang besar bagi masyarakat, yaitu untukmendukung pengembangan program DME.

Sebelum melakukan penanaman nyamplung, terlebih dahuluharus diketahui karakteristik lahan di lokasi yang akan ditanami,dalam hal ini adalah kawasan pesisir. Hal ini penting untuk menge-tahui kesesuaian lahan dengan persyaratan tumbuh tanamannyamplung pada umumnya. Hasil pengamatan lingkungan dananalisis tanah di kawasan pesisir/pantai barat Selayar pada 2 loka-si (Prasetyawati, 2010) tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis tanah di kawasan pesisir barat Selayar

No. Data lingkungan dananalisis tanah Lokasi 1 Lokasi 2

1 Suhu ( oC ) 30 32,82. Kelembaban ( % ) 91 883. pH 6,71 6,724. Ketinggian tempat (m dpl) 14 20 - 275. N Organik (%) 0,20 0,316. C Organik (%) 1,90 2,157. P2O5 Olsen (ppm) 12,19 11,778. P2O5 HCl 25% (mg 100g-1) 19,65 27,25

90. K20 HCl 25% (mg 100g-1) 12,58 19,2110. Klas tekstur Liat Lempung liat

berdebuSumber : Prasetyawati (2010)

Berdasarkan hasil analisis tanah di kawasan pesisir Selayar, pHtanah tergolong netral. Kandungan N organik di kedua lokasi ter-masuk dalam kategori sedang. Kandungan C organik di lokasi 1termasuk rendah, sementara di lokasi 2 termasuk sedang. Kan-dungan hara P dan K di kedua lokasi termasuk rendah. Penilaianunsur hara ini berdasarkan kriteria penilaian sifat tanah Hardjowi-geno (1987) dalam Prasetyawati (2010).

Data lingkungan dan analisis tanah di kawasan pesisir Selayar,bila dibandingkan dengan data hasil analisis tanah dari beberapa

Page 89: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Penanaman Nyamplung(Calophyllum inophyllum) untuk Mendukung... (C.A. Prasetyawati)

73

tegakan nyamplung yang ada di Pantai Pananjung Pangandaran,Jawa Barat terdapat beberapa perbedaan. Tingkat kesuburan dikawasan pesisir barat Selayar masih lebih bagus bila dibandingkandengan lokasi tegakan nyamplung di Pananjung Pangandaran. Inibisa dilihat dari kandungan unsur utama N, P, dan K yang ada padakedua kawasan pesisir tersebut. Kandungan N, P, dan K di pesisirSelayar masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang ada pa-da tegakan nyamplung di pantai Pananjung Pangandaran, sepertiyang tersaji pada Tabel 3. Demikian pula tekstur tanahnya, kawas-an pesisir barat Selayar mempunyai tekstur cenderung liat, se-mentara di pantai Pananjung Pangandaran mempunyai teksturcenderung berpasir. Pada umumnya tekstur liat lebih banyak kan-dungan bahan organik bila dibandingkan tekstur berpasir.

Tabel 3. Hasil analisa tanah pada beberapa lokasi pantai Pananjung Pa-ngandaran, Jawa Barat

Lokasi pHH20

Unsur hara makroKTK

meq/100 gr

KB(%)

Tekstur

NTot.(%)

P K Ca Mg Pasir(%)

Debu(%)

Liat(%)(ppm) (meq/100 gr)

Tepi la-ut/pasir 7,1 0,0 24,2 1,4 8,3 14,9 8,26 100 94,6 3,4 2,0

40 m da-ri garispantai

6,9 0,0 18,4 1,6 9,3 12,3 9,57 100 92,5 6,1 1,4

50 m da-ri tepigarispantai

7,0 0,1 14,3 1,6 7,2 11,6 10,48 100 92,3 5,9 1,8

Sumber: Bustomi et al. (2008)

Berdasarkan data tersebut, kawasan pesisir Selayar mende-kati dan sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman nyamplung,sehingga diharapkan tanaman dapat tumbuh dengan baik dan op-timal, karena pada kondisi tanah dengan unsur hara yang lebihrendah seperti di pantai Pananjungan Pangandaran (Tabel 3), ta-naman nyamplung dapat tumbuh dengan baik hingga menjadi te-gakan. Meskipun demikian, pada lokasi pesisir barat Selayar jugamasih terdapat faktor pembatas pertumbuhan tanaman yaitu si-fat kimia tanah atau tingkat kesuburan tanah. Tanah di lokasi

Page 90: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

74

penanaman mempunyai tingkat kesuburan yang relatif rendah,terutama unsur hara P dan K, sehingga perlu adanya pemupukanagar pertumbuhan tanaman baik dan mempunyai produktivitasbuah yang tinggi.

Hasil ujicoba penanaman nyamplung di kawasan pesisir Selayaroleh Prasetyawati (2010), pada umur 6 bulan setelah tanam,mempunyai tinggi rerata 30,6 cm dengan diameter rerata 5,6 mmpada penanaman dengan jarak tanam 3 m x 2 m. Pada jarak ta-nam 3 m x 3 m, umur 6 bulan setelah tanam, nyamplung mempu-nyai tinggi rerata 27,5 cm dan diameter rerata 5,3 mm. Pada awalpenanaman, jarak tanam belum berpengaruh terhadap pertum-buhan karena persaingan tajuk yang menunjukkan persainganperakaran belum ada. Pertumbuhan pada 6 bulan setelah pena-naman ini masih cukup lambat karena tanaman masih beradaptasidengan lingkungan. Ujicoba penanaman nyamplung di pesisir Se-layar dicampur dengan tanaman cemara dan ketapang untukmemperkuat formasi hutan pantai.

Pada awal penanaman, nyamplung membutuhkan naungan.Tanaman yang dipelihara dengan dibuat piringan justru banyakyang mengalami kematian dan kering. Pembuatan piringan/pem-bersihan gulma di sekitar tanaman justru menyebabkan tanamanmati kering, karena dengan dibukanya penaung, kelembabanudara menjadi rendah, udara di sekitar tanaman menjadi lebih pa-nas, selain itu tanaman juga tidak terlindung dari tiupan anginpantai yang cukup kencang. Kawasan pesisir Selayar berbeda de-ngan kawasan pesisir pada umumnya. Kawasan pesisir Selayarmempunyai tekstur relatif liat dengan bantuan karang kecil-kecilyang tersebar di sekitar tanah, sehingga banyak gulma beruparumput dan kerinyu bila kawasan tersebut tidak diolah.

VII. PENUTUP

Kawasan pesisir sebagai ekosistem yang rentan terutama dipulau-pulau kecil, salah satunya Kabupaten Kepulauan Selayar, ha-rus dijaga dengan baik agar keberadaan dan eksistensi pulau-pulau kecil terjaga. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan pesisiryang tepat dapat menjaga kelestarian ekosistem dan meningkat-

Page 91: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Penanaman Nyamplung(Calophyllum inophyllum) untuk Mendukung... (C.A. Prasetyawati)

75

kan kesejahteraan masyarakat sekitar. Tanaman nyamplung mem-punyai banyak manfaat, terutama yang saat ini tengah dikem-bangkan berupa biji nyamplung sebagai bahan bakar nabati (bio-fuel). Kawasan pesisir Kabupaten Kepulauan Selayar sesuai untukpenanaman nyamplung, selain sebagai pendukung penyediaan ba-han baku pabrik pengolah minyak dalam program DME, juga un-tuk konservasi ekosistem kawasan pantai dan kelestarian tanamannyamplung itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Perbenihan Tanaman Hutan. (2001). Informasi singkat benih.Balai Perbenihan Tanaman Hutan, Direktorat Perbenihan Ta-naman Hutan. Diunduh 16 Mei 2010 dari http://bpth-jm.go .id.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. (2008). Nyam-plung (Calophyllum inophyllum L.) sumber energi biofuelyang potensial. Jakarta: Badan Penelitian dan PengembanganKehutanan, Departemen Kehutanan.

Bappeda Kabupaten Kepulauan Selayar. (2009). Kepulauan Selayardalam angka. Kabupaten Selayar: Badan Perencanaan Pem-bangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kepulauan Selayar.

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. (2010). Budidaya dan po-tensi pengembangan tanaman nyamplung. Yogyakarta: DinasKehutanan Provinsi Jawa Tengah. Diunduh 15 Maret 2010 da-ri http://www.google.com.

Yayasan Kehati. (2011). Detil data Terminalia catappa. KerjasamaPROSEA dan Yayasan Kehati. Diunduh 7 Januari 2011 darihttp://www.kehati.or.id.

Asriningrum. (2004). Studi identifikasi karakteristik Pulau Kecilmenggunakan data landsat dengan pendekatan geomorfolo-gi dan penutup lahan: Studi kasus Kepulauan Pari dan Kepu-lauan Belakangsedih. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.Diunduh 10 Maret 2010 darihttp://repository.ipb.ac.id/handle

Bustomi S., Rostiwati T., Sudradjat, Leksono B., Kosasih S.,Anggraeni L., Syamsuwida D., Lisnawati Y., Mile Y., DjaenudinD., Mahfudz, Rachman E., 2008. Nyamplung (Calophyllum

Page 92: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

76

inophyllum) Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Pusat In-formasi Kehutanan. Jakarta.

Hastuti, E.D. 2010. Pengaruh Perbedaan Struktur Komunitas Vege-tasi Terhadap Kualitas Kimia Lingkungan di Hutan MangroveKabupaten Demak. Program Doktor Ilmu Lingkungan. Univer-sitas Diponegoro. Semarang. www.google.com. Diakses padatanggal 6 Januari 2011.

Karim, M. 2008. Eksistensi Pulau-Pulau Kecil di Kawasan Perbatas-an Negara. www.google.com. Di-download pada tanggal 10Januari 2010.

Kusdiana, D. 2011. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan DesaMandiri Energi. Bahan Presentasi. Tidak dipublikasikan.

Martawijaya, A., Iding K., Kosasi K., Soewanda A. P. 2005. AtlasKayu Indonesia Jilid 1. Departemen Kehutanan. Badan Peneli-tian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Nganro, N.R dan Suantika, G. 2009. Urgensi Ecosystem Approachdalam Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia.Pengembangan Wilayah Pesisir Sebagai Solusi KehidupanBangsa Indonesia ke Depan. Round Table Discussion MajelisGuru Besar-ITB, 24-25 Juli 2009.

Prasetyawati, A. 2010. Laporan Hasil Penelitian. Balai PenelitianKehutanan Makassar. Makassar. Tidak dipublikasikan.

Prihatyanto. 2008. Pemanfaatan Lahan Pesisir Meningkatkan Pen-dapatan dan Kesejahteraan Masyarakat. Majalah KehutananIndonesia Edisi IV Tahun 2008. Jakarta.

Ruchimat, T. 2011. Kebijakan Pengembangan Kawasan Pesisir danPulau-Pulau Kecil Berbasis Energi Bersih. Direktorat JenderalKelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Kelaut-an dan Perikanan. Bahan Presentasi. www. google.com. Diak-ses pada tanggal 7 September 2011.

Supardi, B. _____. Membangun Desa Mandiri Energi BerbasisPLTMH di Kabupaten Klaten.//www.bibitz.files.wordpress .com. Diakses pada tanggal 10September 2011.

Page 93: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

77

PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATANKONSERVASI TANAH DAN AIR UNTUK MENDUKUNG PROGRAM

REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN1

M. Kudeng SallataBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sejauh ini laju pertambahan luas lahan kritis jauh lebih besar dibanding-kan dengan laju luasan rehabilitasi dan pemulihannya yang dilakukan,baik pemerintah maupun oleh pihak-pihak pemerhati lingkungan danmasyarakat. Hal tersebut menyebabkan dampak lahan kritis dirasakansemakin meningkat dan semakin meluas mengancam kehidupan kita kedepan. Di sisi lain pemerintah dan banyak pihak telah menghabiskan da-na, energy, dan waktu untuk menanggulangi dampak tersebut namunkenyataannya belum berpengaruh. Faktor lain yang menjadi pendorongmeluasnya lahan kritis adalah pertambahan jumlah penduduk dan ku-rang tersedianya lapangan kerja di luar bidang pertanian serta kondisiperekonomian yang semakin susah. Oleh karena itu pelibatan masyara-kat secara penuh dan holistik dalam kegiatan Rehabilitasi Lahan danKonservasi Tanah dan Air merupakan suatu keharusan sebagai mitra pe-merintah di lapangan. Partisipasi masyarakat yang selama ini hanya ter-batas pada upahan saja perlu didorong lebih jauh sehingga menjadi mi-tra pelaksana kegiatan di lapangan. Berdasarkan hasil ujicoba pelibatanmasyarakat melalui pembangunan demonstrasi plot dan metode PRA(Participatory Rural Appraisal) di Datara, Kelurahan Garassik, KecamatanTinggi Moncong Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dapat diketahuibahwa masyarakat mampu berbuat lebih aktif dan percaya diri, apabilamereka mengetahui dan mengerti manfaat yang diperoleh dari kegiatanproyek, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Masyarakat mam-pu membangun demplot yang produktif namun dapat mengurangi erosimelalui metode konservasi tanah secara vegetatif maupun secara fisik.Demplot seluas 2 ha milik 6 petani melalui kesepakatan telah dibangunteras gulut dengan pakan ternak (rumput gajah) sebagai penguat teras

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 94: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

78

dan tanaman suren dan mahoni sebagai tanaman penghasil kayu sesuaikebutuhan pemilik lahan.

Kata kunci: Luas lahan kritis, partisipasi masyarakat, metode konservasitanah, demonstrasi plot

I. PENDAHULUAN

Lahan kritis dimulai dari hilangnya penutup tanah berupa vege-tasi yang tumbuh di atasnya, menyebabkan lahan tersebut terbu-ka untuk terpaan butir-butir hujan secara langsung. Apabila air hu-jan mengenai permukaan tanah, langsung menyebabkan hancur-nya agregat-agregat tanah dan terlepasnya partikel-partikel tanahtersebut. Pada kondisi ini penghancuran agregat-agregat dan pe-lepasan partikel-partikel tanah dipercepat oleh adanya daya peng-hancur dari air itu sendiri. Inilah fase awal dan terpenting dalammekanisme terjadinya erosi (Utomo 1989; Seta, 1991). Selanjut-nya, partikel-partikel tanah yang terlepas ini akan menyumbatpori-pori tanah sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju in-filtrasi air ke dalam tanah. Jika intensitas hujan lebih tinggi dari ka-pasitas dan laju infiltrasi tanah maka akan terjadi genangan air dipermukaan tanah, yang kemudian akan mengalir menjadi aliranpermukaan (runoff). Air yang mengalir pada permukaan tanahyang miring mempunyai energi lebih besar untuk mengangkutpartikel-partikel tanah yang telah dilepaskan, baik oleh pukulanbutir hujan maupun oleh adanya aliran permukaan. Jika energialiran permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut partikel-partikel tanah tersebut, terjadilah proses sedimentasi atau peng-endapan (Arsyad, 1989). Proses ini sering dilupakan dalam penge-lolaan lahan yang akan dimanfaatkan, baik oleh petani peroranganmaupun perusahaan yang bergerak di bidang pertanian.

Semakin luasnya lahan kritis secara tidak langsung akan me-nyebabkan peningkatan penduduk miskin dan kekurangan pa-ngan, karena produktivitas lahan rendah, lahan pertanian sempit,harga hasil pertanian rendah dan kesempatan kerja di luar usahatani atau pendapatan di luar usaha tani sangat terbatas. Petanimiskin di lahan kritis akan terus bertambah miskin apabila faktor

Page 95: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Kegiatan Konservasi Tanah dan Air... (M.K. Sallata)

79

penyebabnya tidak dibenahi (Harahap, 2007). Penanggulangan la-han kritis telah banyak menyerap energi, tenaga dan dana, baikyang dilakukan oleh pemerintah (Kementerian Kehutanan, Ke-menterian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup), maupunpihak swasta dan lembaga pemerhati lingkungan serta perorang-an. Penanggulangan RHL tersebut dilaksanakan melalui wadahberbagai macam program antara lain: Reboisasi dan Penghijauan,Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN), Pe-ngembangan Usahatani Konservasi Lahan Terpadu (PUKLT), Ge-rakan Menanam Satu Miliar Pohon, dan sampai saat ini masih ber-jalan gerakan “go green” di samping program-program pokokpenghutanan lainnya, yang semuanya diarahkan ke kelestarianfungsi hutan dan lingkungan hidup. Namun dampak dari lahan kri-tis bukannya menurun, bahkan sebaliknya dirasakan semakin me-ningkat dan meluas.

Abdurachman (2007) menyatakan bahwa salah satu bagianpenting dari budidaya pertanian yang sering terabaikan oleh parapraktisi pertanian di Indonesia adalah penerapan teknik konserva-si tanah. Peristiwa tersebut terjadi antara lain karena dampak de-gradasi tanah tidak selalu segera nampak di lapangan, atau tidaksecara drastis menurunkan hasil panen. Dampak erosi tanah tidaksegera dapat dilihat seperti halnya dampak tanah longsor ataubanjir bandang di lapangan. Tanpa tindakan konservasi tanah yangefektif, produktivitas lahan yang tinggi dan usaha pertanian sulitterjamin keberlanjutannya.

Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang tepat dalamgerakan rehabilitasi lahan kritis khususnya dalam penerapan tek-nik konservasi tanah dan air secara efektif dan efesien. Dalam ma-kalah ini akan diinformasikan bagaimana melibatkan masyarakatdalam kegiatan konservasi tanah dan air dengan mengembangkanpartisipasi masyarakat untuk mencapai kelestarian lingkungan hi-dup yang diharapkan.

II. LAJU LAHAN KRITIS DAN USAHA PENANGGULANGANNYA

Perkembangan luasan lahan kritis yang tercatat dalam statistikKehutanan Indonesia tahun 2006, yaitu pada tahun 1989/1990

Page 96: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

80

terdapat lahan kritis di Indonesia seluas 13,18 juta ha yang terse-bar di kawasan hutan 5,91 juta ha dan di luar kawasan hutan selu-as 7,27 juta ha. Pada tahun 2000 terdapat 23.242.881 ha lahankritis yang terdiri atas 8.136.647 ha dalam kawasan hutan dan15.106.234 ha di luar kawasan hutan. Pada tahun 2006 tercatatlahan kritis seluas 77.806.881 ha yang terdiri atas 47.610.081 hasangat kritis, 23.306.233 ha kritis, dan agak kritis seluas 6.890.567ha. Data tersebut termasuk lahan kritis pada DAS Palu-Poso seluas422.874 ha, DAS Saddang seluas 865.724 ha, DAS Jeneberang-Walanae seluas 700.505 ha, dan DAS Sampara seluas 2.808.280 ha.Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa laju lahan kritis,baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutansangat cepat jika dibandingkan dengan kemajuan realisasi kegiat-an rehabilitasi lahan kritis sejak tahun 2002 s/d 2006 perkembang-annya dalam kawasan hutan 743.591 ha dan 1.162.695 ha (Dep-hut, 2006), bahkan jauh lebih besar dibandingkan target ProgramGNRHL (baca “Gerhan”) selama lima tahun (2003-2007) yaituhanya 3 juta ha (Menhut, 2006).

Menurut Informasi Sucofindo (2010), yang menyitir kalimat Dr.Ir. Usman Arsyad (peneliti dari Fakultas Kehutanan Universitas Ha-sanuddin yang pernah meneliti DAS Jeneberang), bahwa kondisiDaerah Aliran Sungai Jeneberang yang meliputi wilayah Kabupa-ten Takalar, Kabupaten Gowa, dan Kota Makassar, kian mempri-hatinkan. Tutupan hutannya saat ini tinggal 8.259 ha atau 13,3%dari luas wilayah DAS Jeneberang (61.733 ha), menyebabkan lajuerosi menuju Bendungan Bili-bili membengkak tiap tahun. Ketikadibangun awal 1990-an, bendungan yang terletak sekitar 30 kmarah timur Makassar itu didesain menerima laju erosi 18ton/ha/tahun. Namun, alih fungsi lahan membuat laju erosi kinilebih dari 30 ton/ha/tahun. Menurut Usman, tingginya laju erosimempengaruhi masa kerja bendungan. Daya tahan bendungan sa-at ini diperkirakan tidak lebih dari 15 tahun atau lebih cepat 20 ta-hun dari proyeksi saat dibangun. ”Longsoran Gunung Bawaka-raeng di daerah hulu DAS Jeneberang pada tahun 2004 turutmemperpendek usia bendungan” (Berita 16-09-2010 dalamwww .sucofindo.co.id)

Page 97: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Kegiatan Konservasi Tanah dan Air... (M.K. Sallata)

81

Meningkatnya degradasi lahan tercermin juga pada semakinbertambahnya jumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesiayang terus mengalami degradasi/kemunduran fungsi seperti di-tunjukkan semakin meningkatnya jumlah DAS prioritas yakni dari22 DAS pada tahun 1984, berturut-turut menjadi 39 dan 62 DASpada tahun 1992 dan 1998, dan sekarang menjadi 394 DAS prio-ritas I, 1.436 DAS prioritas II, dan 1.500 DAS prioritas III. Dari jum-lah tersebut, hanya 108 DAS dari prioritas I yang mampu ditanganidalam jangka waktu 2010 s/d 2014 (SK.328/Menhut-II/2009).

Fenomena tersebut dapat dipahami karena faktor penyebabutama terjadinya erosi di negara kita adalah curah hujan dan nilaikeeratan hubungan curah hujan dan debit sungai sangat tinggi.Pada sungai Peusangan Hulu di Provinsi Aceh misalnya diketahui90% curah hujan mempengaruhi debit sungai (Pudjiharta dan Sal-lata, 1983). Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa debitsungai sangat dipengaruhi jumlah curah hujan, misalnya debit su-ngai Walanae 75% dipengaruhi oleh curah hujan (Sallata,1987).Debit sungai Saddang 82% dipengaruhi oleh curah hujan (Sallatadan Renden,1988). Debit sungai Bila 82% dipengaruhi oleh curahhujan, dari curah hujan yang diterima (Sallata et al, 1989).

Pemerintah sebagai penanggungjawab pelaksanaan penanggu-langan lahan kritis tidak merasa gagal, karena pada kenyataannyaberbagai kegiatan yang dilaksanakan pada umumnya mencapaitarget setiap akhir tahun anggaran. Demikian pula setiap gerakanpenanaman yang melibatkan masyarakat pada umumnya menca-pai kesuksesan yang ditandai dengan adanya kelompok-kelompoktani maupun perorangan yang memperoleh penghargaan misal-nya piala kalpataru, piagam perhargaan, dan hadiah-hadiah lain-nya yang diberikan menurut tingkat capaian masing-masing di la-pangan. Penilaian kesuksesan ini berlangsung setiap tahun yangdilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian terkait.

III. TEKNOLOGI RLKTA TELAH BANYAK TERSEDIA

Menurut Abdurachman (2007), sejak tahun 1982 telah dilak-sanakan berbagai kegiatan diseminasi dan pemanfaatan teknologikonservasi pada berbagai proyek konservasi tanah dan air.

Page 98: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

82

Teknologi konservasi yang diterapkan antara lain adalah terasbangku, teras gulud, strip rumput, mulsa, dan pertanaman lorong(alley cropping). Selanjutnya disebutkan bahwa teknik pengenda-lian degradasi tanah telah dipublikasikan dalam buku, prosiding,dan petunjuk teknis. Teknologi konservasi tanah yang telah dipub-likasikan dalam bentuk buku antara lain teknologi konservasitanah mekanik, teknologi konservasi tanah vegetatif, teknologikonservasi tanah pada budidaya sayuran dataran tinggi, dan tek-nologi pengendalian erosi lahan berlereng. Informasi teknologikonservasi tanah dan air sangat banyak dihasilkan oleh peneliti,baik yang berada pada institusi litbang pemerintah maupun yangberada di perguruan tinggi.

Untuk mengurangi dampak dan mengembalikan lahan kritismenjadi produktif adalah dengan menanaminya dengan pepohon-an. Apabila pepohonan tersebut dapat tumbuh dengan baik akanmerubah kondisi ekologi lahan dari tandus menjadi subur karenadi bawah pepohonan akan tumbuh bermacam-macam tumbuhanbawah dan kelembaban iklim mikro menjadi lebih tinggi (Sallatadan Gintings, 1983). Selain itu, pepohonan dapat mengurangibenturan langsung butir hujan terhadap permukaan tanah secaralangsung, oleh karena setiap curah hujan yang jatuh pada setiapkomunitas pepohonan akan ditahan oleh tajuk (intersepsi) yangakan diuapkan ke atmosfir, sebagian akan menetes ke permukaantanah melalui celah-celah tajuk pohon (throughfall) dan sebagianlagi akan mencapai permukaan tanah melalui aliran batang pohon(stemflow). Hasil penelitian di Ciwidey, Bandung Selatan, dalamtegakan puspa (Schima wallichii, Korth) yang menerima 35 kalihujan dengan volume curah hujan 380,95 mm, menjadi intersepsi145,46 mm (38,18%), mengalir melalui batang 40,98 mm (10,75%),dan 194,39 mm (51,02%) yang sampai ke lantai hutan melaluicelah dan rembesan tajuk. Pada tegakan rasamala (Alti-ngiaexelsa Nor) jumlah curah hujan yang diintersepsi adalah 118,45mm (31,09%), mengalir melalui batang 32,44 mm (8,5%), dan229,94 mm (60,03%) menembus tajuk tegakan (Sallata et al.,1983). Umur tanaman seperti yang terjadi pada tanaman Pinusmerkusii di Cikole Bandung Utara, Jawa Barat, pada tegakan Pinusumur 10 tahun terjadi intersepsi 15,8%, aliran batang 32,6%, dan

Page 99: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Kegiatan Konservasi Tanah dan Air... (M.K. Sallata)

83

air lolos 51,5%; pada tegakan pinus umur 15 tahun terjadi inter-sepsi 22,4%, aliran batang 28,8%, dan air lolos 48,7 %, sedangkanpada umur 20 tahun terjadi intersepsi 30,67%, aliran batang22,7%, dan air lolos 46,4% (Pudjiharta dan Sallata, 1985).

Kehadiran pepohonon pada suatu tapak akan berpengaruh pa-da kandungan unsur hara tanah di bawah tegakan seperti tegakanA. decurrens dan E. urophylla di Kabupaten Bontaeng, SulawesiSelatan, dapat meningkatkan unsur natrium, fosfor, dan bahan or-ganik pada tanah tempat tumbuhnya dibandingkan dengan tapakyang ditumbuhi rerumputan. Kerapatan isi partikel tanah dankadar air di bawah tegakan A. decurrens dan tegakan E. urophyllaberbeda dengan vegetasi rumput (Sallata dan Halidah, 1988). Ke-mampuan suatu tanah menampung air banyak dipengaruhi olehukuran dan distribusi pori-pori tanah dan daya ikat partikel tanahterhadap air pada hutan alam sekunder Tabo-Tabo, Sulawesi Se-latan. Kapasitas tanah menampung air pada tanah hutan alambervariasi dari 299,99 mm sampai 305,96 mm dengan nilai air ter-sedia 0,14 sp 51,87 mm pada kedalaman 0-90 cm. Kadar air tanahselama pengamatan berada di atas kapasitas lapang, dimana ka-pasitas lapang berkisar 103,27 mm sampai 180,18 mm (Halidahdan Sallata, 1991).

Dalam rangka sosialisasi kegiatan konservasi tanah, pemerin-tah telah membangun plot-plot dengan luas setiap unit 10 ha se-bagai Unit Percontohan Usaha Pelestarian Sumberdaya Alam (UP-UPSA) untuk mendemonstrasikan teknik konservasi yang baik ter-hadap masyarakat tani di seluruh wilayah Indonesia. Dampak UP-UPSA terhadap lingkungan, produktivitas lahan dan pendapatanpetani di Kabupaten Bulukumba dan Sinjai diketahui bahwapembangunan UP-UPSA dapat berhasil dengan baik apabila didu-kung oleh partisipasi aktif petani mengikuti petunjuk teknis yangada, keaktifan penyuluh dan dukungan dari lembaga pemerintahsetempat. Kegagalan pembangunan UP-UPSA pada umumnya di-sebabkan kurangnya dukungan petani karena kurangnya tingkatkesadaran petani akan manfaat UP-UPSA, hanya pekerjaan sam-pingan dan tidak ada kejelasan mengenai tanggungjawab bagi pe-tani penggarap. Selain itu tidak terbentuknya motivasi petani aki-bat lemahnya dukungan dari pemuka masyarakat dan lembagasosial yang ada. UP-UPSA yang berhasil dapat meningkatkan

Page 100: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

84

pendapatan petani sampai 45%, meningkatkan produktivitas la-han sampai 100%, dan dapat menekan erosi sampai ke tingkat mi-nimum yaitu sebesar 5,65 ton/ha/thn. Sebaliknya UP-UPSA yanggagal dapat meningkatkan erosi sampai 25 kali lipat dibandingtanpa UP-UPSA (Sallata dan Supriadi, 2001).

Penerapan metode vegetatif dan mekanik juga merupakan ke-giatan yang baik untuk merehabilitasi lahan sebagaimana hasil pe-nelitian Sallata dan Renden (1995) di wilayah DAS Saddang, Sula-wesi Selatan. Hasil pengamatan erosi dan runoff di bawah tanam-an kopi pada lahan kemiringan lereng berbeda menunjukkan bah-wa umur tanaman kopi, kemiringan lereng, dan terasering mampumenekan jumlah aliran permukaan dan jumlah erosi tanah. Sema-kin tinggi umur tanaman kopi, semakin mengurangi jumlah aliranpermukaan dan erosi tanah; sebaliknya semakin tinggi persentasekemiringan lereng, semakin meningkatkan jumlah aliran permuka-an dan erosi. Terasering ternyata dapat menurunkan jumlah aliranpermukaan sebanyak 2 kali lipat dan menurunkan erosi tanahsampai 6 kali lebih sedikit. Disarankan untuk membangun tera-sering pada setiap kebun kopi terutama yang berlokasi di lerenggunung dengan persentase kelerengan tinggi untuk mengurangialiran permukaan dan erosi tanah. Terasering tidak mengurangijumlah produksi buah kopi, sebaliknya memelihara kelestarian ha-sil dan dapat memberikan variasi hasil yaitu produksi rumput se-bagai penguat teras (Renden et al., 1993).

Teknik konservasi tanah dan air dengan teknik mulsa vertikalmemanfaatkan limbah hutan ditinjau dari segi pembuatannyayang merupakan gabungan dari saluran dan guludan dapat me-ngurangi/memperkecil kelemahan seperti yang ditemukan padarakitan teknologi konservasi tanah dan air yang lain seperti terasbangku (Pratiwi, 2006). Teknik mulsa vertikal adalah pemanfaatanlimbah hutan, baik yang berasal dari serasah gulma, cabang, ran-ting, batang maupun daun-daun bekas tebangan dengan mema-sukkannya ke dalam saluran atau alur yang dibuat menurut konturpada bidang tanah yang diusahakan. Penerapan mulsa vertikal pa-da dasarnya selalu dikombinasikan dengan pembuatan guludan.Secara ekologis teknik ini terbukti dapat menurunkan laju aliranpermukaan, erosi, dan kehilangan unsur hara. Namun demikian

Page 101: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Kegiatan Konservasi Tanah dan Air... (M.K. Sallata)

85

konsekuensinya adalah diperlukan biaya dalam penerapan teknikini.

Konservasi terhadap tanah akan mempengaruhi kondisi tataairnya karena air merupakan salah satu komponen utama kehi-dupan, karena itu pengelolaan dan perlindungan terhadap air ha-rus menjadi prioritas utama. Salah satu bentuk adalah memba-ngun komunitas dan ekosistem hutan yang berpengaruh baik ter-hadap tata air yang berbasis pada kearifan lokal masyarakat se-tempat, sehingga pengelolaannya lebih mengakar dan memasya-rakat serta mampu menyelesaikan permasalahan secara tuntasberdasarkan site specific problem (Sallata dan Njurumana, 2003).

IV. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI HUTANDAN LAHAN

Berdasarkan penuntun/pedoman penanggulangan lahan kri-tis di bidang kehutanan, pelibatan masyarakat dalam berbagaiprogram rehabilitasi lahan dan kegiatan proyek konservasi tanahdan air telah menjadi bagian dari proses kegiatan sejak lama, na-mun dalam kenyataan di lapangan masyarakat merasa belummendapat dampak dari kegiatan tersebut. Rendahnya tingkat ke-berhasilan RHL disebabkan antara lain karena pendekatan yangkurang holistik terhadap masyarakat sasaran. Masyarakat sasaranhanya dilibatkan sebagai pekerja upahan dan tidak diajak berpe-ran aktif dalam analisis masalah dan pengambilan keputusan un-tuk melaksanakan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT)pada lahan miliknya dan lahan tergradasi yang berada di seki-tarnya. Dampak yang lebih parah lagi adalah munculnya kesan(image) negatif masyarakat terhadap program RLKT bahwa “hanyasuatu proyek pemerintah saja sebagai tempat mendapatkanupah/uang”, tanpa mereka peduli terhadap tujuan utama rehabi-litasi tersebut.

Untuk merumuskan teknologi dan kelembagaan RLKT denganpendekatan partisipatif yang akan diterapkan pada suatu tempat,dibutuhkan pengetahuan mengenai : 1) karakter penduduk, 2) ka-rakter tanah, 3) karakter iklim dan altitude, 4) karakter topografi,5) karakter fungsi lahan, 6) karakter kelembagaan, 7) karakter

Page 102: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

86

kebijakan, 8) karakter pasar (Yudono, 2010). Agar masyarakat ya-kin bahwa kegiatan RHL memberi manfaat terhadap mereka, di-perlukan sosialisasi kegiatan secara holistik kepada masyarakatsasaran sebelum proyek dimulai. Seluruh tahapan kegiatan proyekdilakukan dengan melibatkan mereka secara aktif sejak perenca-naan sampai pelaksanaan dan monitoring kegiatan sampai denganpemeliharaan. Pertemuan dengan kelompok-kelompok masyara-kat perlu diatur waktunya sedemikian rupa sehingga merekamenghadiri tanpa paksaan. Dalam tahapan sosialisasi tersebutperlu dijelaskan secara rinci tahapan kegiatan, tujuan, sasaran danmanfaat terhadap mereka, baik dalam jangka pendek maupunjangka panjang. Keikut-sertaan mereka dalam tahapan kegiatanmemberi peluang bagi pendamping dan perencana untuk berdis-kusi kapan saja, termasuk keperluan mereka setiap waktu sesuaimetode PRA (Participatory Rural Appraisal). Penentuan dan pemi-lihan lokasi berdasarkan kriteria dan pembatasnya, pemilihan jenistanaman, teknologi yang akan digunakan, pengadaan bibit danpasca panen serta pemasaran hasil, perlu diberitahukan kepadamereka. Penjelasan kekurangan dan kelebihan sesuatu kegiatandalam proyek RHL perlu disampaikan kepada mereka sehinggamereka memahami dengan benar tahapan-tahapan kegiatan pro-yek yang sedang dilaksanakan.

Salah satu contoh proses penentuan kegiatan RLKT secara par-tisipatif di Kelurahan Garasik, Kecamatan Tinggi Moncong wilayahMalino Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan telah dilaku-kan oleh Yudono (2010) (Gambar 1). Dari hasil pertemuan denganmasyarakat maka ditentukan pola RLKT berdasarkan kebutuhanmasyarakat setempat yaitu kayu bangunan, kayu bakar, pakan ter-nak, tanaman semusim, kebutuhan air, kebutuhan lahan kebundan lain-lain.

V. PEMBANGUNAN PLOT DEMONSTRASI RLKT MELALUI PARTISI-PASI MASYARAKAT

Demonstrasi plot (demplot) dibuat sebagai sarana untuk mem-permudah meyakinkan masyarakat. Untuk menguji dan mengeta-hui sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dalam model

Page 103: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Kegiatan Konservasi Tanah dan Air... (M.K. Sallata)

87

Gambar 1. Proses penentuan kegiatan RLKT secara partisipatif (sumber:Yudono, 2010)

perancangan RLKT maka diadakan kegiatan-kegiatan dengan meli-batkan masyarakat secara langsung di salah satu DAS Mikro Jene-berang, Sulawesi Selatan sebagai berikut:1. Untuk keperluan sosialisasi kegiatan pertama kali mengunjungi

Kantor Kelurahan dan kepala lingkungan di mana pembangun-an plot demonstrasi akan dibangun, menyampaikan tujuan dansasaran kegiatan serta tahapan kegiatan yang akan dilaksana-kan termasuk masyarakat yang akan dilibatkan. Pertemuan de-ngan masyarakat sasaran dilakukan beberapa kali tergantungkeperluan, difasilitasi oleh kelembagaan pemerintah setempat.

2. Dari proses sosialisasi, telah dibentuk satu kelompok masyara-kat yaitu Kelompok Tani Turbin Sipakainga’ dengan anggota 48orang termasuk susunan pengurus kelompok. Kelompok terse-but terbangun melalui musyawarah-mufakat yang demokratisdalam pertemuan tanggal 5 Juli 2010 di rumah Kepala Ling-kungan Datara, kelurahan Garassik, kecamatan Tinggi Mon-cong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Gambar 2).

TEKNIK RLKT LAHANM IR ING DE NG AN

PE NDEKATAN S O CIALFO RE STRY

kebu tuhan kayubakar

1 - 5 th ke depan

kebu tuhan kayubahan rum ah

1 - 5 th ke depan

kebu tuhan lahanpem ukim an

kebu tuhan lahansaw ah

kebutuhan lahankebun

lahan m iring danpeka eros i

potens i pasar

kebu tuhanpen ingka tanpendapatan

P OLA H UTA NR A K YA T K A YU

CE P A TTUM BU H

P E NA N AM A NKA Y U BA H A N

BA K A R

TE R A S M INIB E R SA LU RA N

JA LU RR UM P UTS E BA G A I

P A KA NTE RN A K

TA NA M ANS E MU S IM

P AD A B IDA N GO LAH

N A NA SS EB A G A IP E NG U AT

TE RA S

TE RN A KK AM B ING /

S A P I DE N GA NK A ND A NG

kebutuhankayu bakar

A K TU A L

kebutuhankayu bakarP R E DIK S I

kebu tuhankayu rum ahP RE D IKS Ikebu tuhan

kayu rum ahA K TUA L

IN TE N S IFIK A S I

IN TE N S IFIK A S I

P E NG GU N AA NP EK A R A NG A N/K E BU N DI LUA R

K A W A S AN

PE M B IN AAN D A NP EN D AM P IN GAN

Page 104: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

88

3. Partisipasi masyarakat untukmelaksanakan setiap kegiatandalam penelitian ini telahtumbuh dengan baik. Bentukpartisipasi ma-syarakat yangdijumpai adalah: (i) Kesediaanmem-berikan lahan seluas 2ha yang dimiliki oleh 6 orangsecara cuma-cuma untukdimanfaatkan sebagai lokasidemplot RLKT yang diba-ngun melalui partisipasi masyarakatseperti dipersyaratkan. Mereka telah mengerti manfaat daripenanaman pohon karena banyak dilibatkan dalam proyekrehabilitasi yang telah dilak-sanakan Departemen Kehutanankerjasama JICA pada dekade tahun 80-an sampai awal 90-an.Beberapa jenis pohon yang ditanam oleh JICA, saat ini sudahdimanfaatkan sebagai bahan bangunan antara lain: akasia ,sengon, ekaliptus; (ii) Kontribusi tenaga kerja terkait kegiatandi demplot, pembuatan tera-sering, dan pembersihan lahan,penanaman pohon, pemagaran lokasi demplot dengan imbalanupah kompetitif (tidak meng-ikuti standar upah umum yanglebih tinggi). Selain itu tidak ter-lalu berpatokan pada jam kerjaupahan tetapi menyesuaikan penyelesaian pekerjaan danmereka selesaikan secara ber-tanggungjawab; (iii) Bersediamenanam pohon di lokasi lahan masing-masing selain 160 bibitmahoni dan 90 bibit suren yang ditanam dalam demplot. Olehkarena tidak semua anggota ke-lompok yang memiliki lahanmasuk areal demplot maka ang-gota lainnya meminta bibitpohon untuk ditanam dalam lahan-nya.

4. Berdasarkan pengamatan karakteristik tipologi, partisipasiyang dicapai oleh kelompok turbin sipakainga’ di Datara padasaat ini adalah partisipasi fungsional yaitu masyarakat telahmembentuk kelompok sebagai bagian dari proyek, setelah adakeputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal,masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara berta-hap kemudian menunjukkan kemandiriannya (Syahyuti, 2006).

Page 105: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Kegiatan Konservasi Tanah dan Air... (M.K. Sallata)

89

5. Faktor-faktor yang mendorong tumbuhnya partisipasi masya-rakat adalah: (i) Pemanfaatan pohon hasil tanaman proyek ker-jasaman JICA dengan Indonesia 25 tahun yang lalu. Hasil reha-bilitasi tersebut telah membawa dampak positif terhadap pen-duduk sekitarnya karena selain kondisi lingkungan segar dansehat oleh sumbangan oksigen dari pepohonan juga telah ba-nyak memanfaatkan pohon untuk bahan bangunan; (ii) Ban-tuan pembangkit listrik tenagamikrohidro oleh BPK Makassar yangdimanfaatkan 48 orang. Sekalipunwilayah ini telah dima-suki listrik PLNnamun mereka lebih cenderungmenikmati lis-trik dari mikrohidroyang telah dibangun bersama(Gambar 3). Hal ini disebabkan terja-minnya pasokan listrik darimikrohidro yang me-reka kelolasendiri daripa-da listrik PLN yangsering mati. Selain itu mereka lebihbebas memanfaat-kan tenaga listrikdari mi-krohidro untukkeperluan lain daripada listrikPLN misalnya untuk menge-tam, gergaji dalam rang-ka membangun rumah; (iii) Dorongandari pemerintah untuk mendukung progam na-sional “gogreen”. Pemerintah dan perangkatnya sampai di pe-losoktetap mengkampanyekan penanaman pohon untuk men-dorong masyarakat berperan dalam rangka penanggulanganmasalah global warming yang berdampak kepada perubahaniklim.

6. Dalam melaksanakan kegiatan seperti pemeliharaan turbin, ke-lompok telah menyepakati beberapa hal yaitu: uang muka se-mua anggota adalah Rp 20.000,-, biaya instalasi dan kabel ma-sing-masing rumah ditanggung oleh anggota, iuran bulanan di-sepakati Rp 5.000,- untuk setiap anggota, pembayaran iuranpaling lambat tanggal 10 bulan berjalan dan yang terlambatdikenakan denda Rp 2.000,-/bulan. Setiap anggota hanya di-perkenankan menggunakan 3 mata lampu. Bagi anggota ke-

Gambar 3. Hasil listrik melaluimikrohidro

Page 106: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

90

lompok yang menggunakan listrik untuk keperluan pesta dike-nakan biaya tambahan sebesar Rp 20.000,-. Pertemuan kelom-pok secara rutin setiap enam bulan dan apabila ada kegiatanpemeliharaan dilakukan secara gotong-royong oleh semua ang-gota. Keputusan untuk melaksanakan sesuatu kegiatan diten-tukan melalui kelompok.

7. Kegiatan Fisik Demplot terbagi atas:a. Kegiatan Konservasi Tanah secara Vegetatif1) Untuk memenuhi kebutuhan kayu masyarakat telah menanam

jenis tanam mahoni (Swetenia mahagoni) sebanyak 197 bibitdan 300 bibit suren (Taona sinensis) dalam demplot dengantiga pola tanam (Gambar 4).

Gambar 4. Tanaman suren dan mahoni umur 4 bulan di demplot

2) Untuk memenuhi kebutuhan makanan ternak telah ditanamrumput gajah sepanjang bibir terasering ± 800 bibit dan me-melihara rumput yang sudah ada. Penanaman rumput ini di-maksudkan untuk memenuhi keperluan pakan ternak sapi yangdimiliki masing-masing keluarga minimal 2 ekor induk sapi(Gambar 5).

3) Untuk memenuhi kebutuhan pangan telah dilakukan pemeliha-raan pada tanaman kopi, coklat, jenis ubi-ubian. Pengembang-an jenis-jenis tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebu-tuhan pangan masyarakat dan juga dijual untuk memperolehdana keperluan anak yang sekolah (Gambar 6).

Suren Mahoni

Page 107: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Kegiatan Konservasi Tanah dan Air... (M.K. Sallata)

91

Gambar 5. Pemanfaatan rumput gajah yang ditanam mengikuti tera-sering

Gambar 6. Beberapa tanaman kopi yang telah berbuah

Page 108: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

92

b. Konservasi Tanah dengan Metode Fisik1) Telah dibangun teras pada lahan kemiringan di atas 45% de-

ngan jenis teras mini/gulud berparit. Terasering dibangun un-tuk menghindari tingginya energi daya kikis akibat luncuranlimpasan permukaan yang deras akibat panjangnya lereng. Te-ras dibangun untuk memperpendek jarak luncur aliran air se-hingga memberi kesempatan untuk meresap ke dalam tanahdan air yang tidak meresap diarahkan untuk mengalir ke tem-pat yang lebih rendah dengan saluran (waterway) yang terda-pat di bagian dalam teras mini yang dibangun (Gambar 7).

Gambar 7. Pembuatan terasering dalam lokasi demplot

2) Penggunaan mulsa sisa-sisa hasil pembersihanrumput yang dikumpuldan diatur secara berba-ris mengikuti kontur un-tuk menghalangi aliranpermukaan secara deras.Pada umumnya masyara-kat selalu membakar re-rumputan atau semakyang dibersihkan dari ta-paknya namun dalamdemplot ini masyarakatdiajak untuk menggunakan hasil pembersihan berupa rerum-putan sebagai pupuk hijau, dengan mengaturnya mengikuti ga-ris contour (Gambar 8).

Gambar 8. Pengaturan rumput hasilpembersihan berbaris mengikuti gariskontour sebagai mulsa

Page 109: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Kegiatan Konservasi Tanah dan Air... (M.K. Sallata)

93

c. Hasil Pengamatan Sedimentasi dan Aliran Permukaan1) Jumlah curah hujan yang jatuh dalam demplot dari 2 Agustus

sampai dengan 14 Desember 2010 tercatat 567 mm dari 38 ke-jadian hujan dan yang terbanyak pada bulan September (15 ke-jadian hujan). Untuk mengetahui kedalaman curah hujan yangjatuh di lokasi demplot maka dipasang dua buah Alat TakarHujan Sederhana (ATHUS) dengan hasil pengukuran sebagai-mana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengukuran curah hujan dalam demplot dari Agustus s/dDesember 2010

2) Laju ketebalan sedimentasi pada gullyplug pertama dimulai pa-da bulan Agustus 2010 pada nilai dasar 3,2 cm dan pada akhirAgustus 2010 menjadi 3,8 cm, pada akhir September tetap pa-da keinggian 3,8 cm. Pada Oktober tinggi lapisan sedimen men-jadi 5,8 cm dan pada November terbaca 6,0 cm sampai denganDesember 2010. Apabila dicermati hasil pengamatan tebal se-dimentasi tersebut terjadi perubahan sepanjang bulan Agustusdan bulan Oktober sampai November. Hal ini disebabkan ada-nya penggalian tanah untuk penyiapan lubang tanam pada bu-lan Juni-Juli dan pembuatan teras pada bulan Oktober dan No-vember. Pada gullyplug kedua dimulai tinggi 5,6 cm sebagaistandar pertama dan pada akhir Agustus menjadi 6,4 cm; padaakhir September menambah ketinggian menjadi 6,8 cm. PadaOktober tinggi lapisan sedimen menjadi 7,2 cm dan pada akhirNovember 2010 menjadi 8,0 cm bertahan sampai Desember2010. Perubahan bersamaan dengan pada gullyplug pertamayang disebabkan oleh pengolahan tanah. Pada gullyplug ketigadari nilai standar 5,8 cm menjadi 6,6 cm pada akhir Agustusdan menjadi 6,8 cm pada akhir September dan bertahan sam-pai Desember 2010. Pada gullyplug keempat dari standar 0,4

Bulan Athus 1 (mm) Athus 2 (mm) Rata-Rata (mm)Agustus 134 136 135September 284 281 282.5Oktober 107 109 108November 116 117 116.5Desember 47 47 47

Page 110: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

94

cm tetap bertahan sampai pada bulan September 2010 tetapipada akhir Oktober naik menjadi 1,4 cm, terus naik menjadi 2,0cm pada November dan bertahan sampai Desember 2010. Se-pertinya penyiapan lubang tidak banyak berpengaruh tetapipembuatan teras banyak berpengaruh pada sedimentasi padabulan Oktober dan November. Pada gullyplug kelima dari nilaistandar 0 bertahan sampai September, tetapi pada Oktobernaik menjadi 1 cm bertahan sampai Desember 2010. Bagianatas dari gullyplug ini adalah tanaman pinus yang berada di ba-gian paling atas dari demplot sehingga sepertinya ada penga-ruh dari hutan pinus untuk sedimentasi yang lebih rendahperubahannya dari yang lain. Berdasarkan data ketinggian la-pisan sedimen yang terjadi pada setiap gullyplug ada kecende-rungan dipengaruhi oleh musim pengolahan tanah pada persi-apan demplot dan pembuatan terasering pada bulan Oktobersampai November 2010. Kedua pengolahan lahan ini dilaksana-kan pada musim hujan sehingga sedimentasi pada saluran ber-tambah tebal karena tingginya aliran permukaan. Pemasanganpielskal dan gullyplug tersaji pad Gambar 9.

Gambar 9. Salah satu pielskal dan gullyplug yang dipasang pada saluran air

3) Untuk volume aliran permukaan telah dipasang V-note weir pa-da bagian bawah saluran air dari demplot dan beberapa hasilpengamatan adalah sebagai berikut: lama hujan 32 menit ter-

Page 111: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Kegiatan Konservasi Tanah dan Air... (M.K. Sallata)

95

jadi pada 2 Agustus 2010 dengan tinggi curah hujan 10 mmmenyebabkan tinggi muka air sampai 22 cm pada V note weir.Lama hujan 33 menit terjadi pada 26 Agustus 2010 dengantinggi curah hujan 36 mm menyebabkan tinggi muka air sampai28 cm pada V note weir. Lama hujan 36 menit terjadi pada 4September 2010 dengan tinggi curah hujan 15 mm menyebab-kan tinggi muka air sampai 25 cm pada V note weir. Lama hu-jan 34 menit terjadi pada 10 Oktober 2010 dengan tinggi curahhujan 10 mm menyebabkan tinggi muka air sampai 26 cm padaV note weir. Lama hujan 36 menit terjadi pada 21 November2010 dengan tinggi curah hujan 23 mm menyebabkan tinggimuka air sampai 24 cm pada V note weir. Pemasangan botolsampel seperti pada Gambar 10.

Gambar 10. Pemasangan botol sampel dan air melimpah di V-noteweir

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa dampak kegiatan pe-nanaman pohon dan teras serta tanaman pakan ternak sebagaipenguat teras belum banyak berpengaruh kepada sedimentasi disungai, bahkan ada bulan pengamatan yang sedimentasinya me-ningkat karena pengelolaan lahan pada musim hujan. Capaian da-lam kegiatan ini adalah adanya peningkatan partisipasi masyara-kat dalam kegiatan RLKT, baik secara berkelompok maupun secaraperorangan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pengembangan partisipasi masyarakat diperlukan untuk lebihmengefektifkan dan mengefisienkan program rehabilitasi lahankritis khususnya penerapan teknik konservasi tanah dan air.

Page 112: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

96

2. Berdasarkan ujicoba pelibatan masyarakat melalui demonstrasiplot di Datara, Kelurahan Garassik, Kecamatan Tinggi MoncongKabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, diketahui bahwa masyara-kat setempat lebih aktif dalam semua tahapan kegiatan apabilamereka mengetahui perannya dan manfaat yang akan diper-oleh setelah proyek selesai.

3. Partisipasi masyarakat dalam demonstrasi plot telah meningkatditandai dengan kerelaannya memberi lahan 2 ha untuk lokasipenelitian, keterlibatan dalam semua tahapan kegiatan peneli-tian dengan upah di bawah standar yang berlaku umum, kere-laan semua anggota kelompok menanam jenis bibit pohonyang disediakan oleh Balai Penelitian Kehutanan Makassar.

4. Demonstrasi plot rehabilitasi lahan dn konservasi tanah dan airyang dibangun masyarakat di Datara berdampak terhadap per-tambahan ketebalan lumpur, 2,20 cm pada bulan Agustus 2010menurun menjadi 0,60 cm pada September 2010, kembali naikmenjadi 4,40 cm pada bulan Oktober, dan turun menjadi 1,60cm pada November 2010 sampai pada Desember 2010.

5. Partisipasi masyarakat akan meningkat dan lebih kuat apabilatersedia faktor-faktor pendorong seperti di lokasi demonstasiplot di Datara yaitu adanya contoh penanaman dan pemanfa-atan hasil kayu (kayu bangunan) dari bekas proyek JICA, ada-nya turbin pembangkit listrik mikrohidro yang dibangun BalaiPenelitian Kehutanan Makassar dan dorongan dari orang yangdituakan/disegani dalam kelompok serta adanya komitmenpejabat pemerintah setempat terhadap program pusat yaituprogram go green.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. (1989). Konservasi tanah dan air. Bogor: IPB Press.Abdulrachaman, A. (2007). Teknologi dan strategi konservasi ta-

nah dalam kerangka revitalisasi pertanian (Bahan Orasi Pro-fesor Riset). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengem-bangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Departemen Kehutanan RI. (2006). Statistik kehutanan Indonesia.Jakarta: Departemen Kehutanan.

Page 113: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Partisipasi Masyarakatdalam Kegiatan Konservasi Tanah dan Air... (M.K. Sallata)

97

Halidah & Sallata, M. K. (1991). Kandungan dan fluktuasi air tanahpada hutan alam. Jurnal Penelitian Kehutanan Ujung Pan-dang V(2). Ujung Pandang: Balai Penelitian Kehutanan.

Harahap, E. M. (2007). Peranan kelapa sawit pada konservasi ta-nah dan air (Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap BidangKonservasi Tanah dan Air). Medan: Fakultas Pertanian Uni-versitas Sumatera Utara).

Departemen Kehutanan. (2006). Peraturan Menteri Kehutanan No.P.25/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Penilaian Pelak-sanaan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Ta-hun 2003 dan 2004. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Departemen Kehutanan. (2009). Surat Keputusan Menteri Kehu-tanan No.SK.328/Menhut-II/2009 tentang DAS Prioritas RHL.Jakarta: Departemen Kehutanan.

Pratiwi. (2007). Konservasi tanah dan air: Pemanfaatan limbah hu-tan dalam rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi. Eks-pose Hasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sum-berdaya Hutan. Padang: Badan Litbang Kehutanan.

Pudjiharta, Ag., &. Sallata, M. K. (1983). Hubungan curah hujandan debit sungai Peusangan Hulu, Daerah Isimewa Aceh.Laporan No. 415 (ISSN: 0216-4760). Bogor: Pusat Penelitiandan Pengembangan Hutan.

Pudjiharta, Ag. & Sallata, M. K. (1985). Aliran batang, air lolos danintersepsi curah hujan pada tegakan Pinus merkusii dibawah hutan tropik di Cikole, Lembang, Bandung Utara,Jawa Barat. Bulletin Penelitian Hutan, No. 471, hal.49-62.

Renden, R., Sallata, M.K., & Umar, A. (1993). Pengendalian erosidan run-off pada beberapa kelas lereng tanaman kopi diSub DAS Saddang Sul-Sel. Prosiding Diskusi Hasil-hasil danProgram Litbang Kehutanan Wilayah Sulawesi. Makassar:BPK Ujung Pandang.

Sallata, M. K., Tangketasik, J., Pudjiharta, Ag. (1983). Intersepsi cu-rah hujan tegakan puspa dan rasamala di kawasan hutanPatuha, Ciwidey, Bandung Selatan (Laporan No. 459). Bo-gor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan.

Sallata, M. K., & Ngaloken Gintings, A. N. (1983). Pengaruh bebe-rapa jenis pohon terhadap keadaan tumbuhan bawah, ke-asaman dan kelembababan tanah di Tanjungan, Lampung

Page 114: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

98

(Laporan No. 421). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengemban-gan Hutan.

Sallata, M. K., & Halidah. (1988). Pengaruh tegakan Acaciadecurrens dan tegakan Eucalyptus urophylla terhadap aliranpermukaan, sifat fisik dan kimia tanah di Lannying BantaengSulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan, II(1), hal. 1-6.

Sallata, M. K., & Renden, R. (1988). Karakteristik Daerah Aliran Su-ngai Saddang di Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehu-tanan, I(2), hal. 22-34.

Sallata, M. K., & Halidah. (1990). Produksi dan penghancuran se-rasah di bawah tegakan hutan alam sekunder di Tabo-Tabo,Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan Ujung Pan-dang, IV (3), hal. 19-25.

Sallata, M. K., & Supriadi, R. (2001). Dampak Unit PercontohanUsaha Pelestarian Smberdaya Alam (UP-UPSA) TerhadapLingkungan, Produktivitas Lahan dan Pendapatan Petani,Buletin Peneltian Kehutanan Ujung Pandang, 7(1),hal. 10-23.

Seta, A., K. (1991). Konservasi sumberdaya tanah dan air. Jakarta:Radar Jaya Offset.

Syahyuti. (2006). Tiga puluh (30) konsep penting dalam pemba-ngunan pedesaan dan pertanian: Konsep, istilah, dan indi-kator serta variabel. Jakarta: PT.Bina Rena Pariwara.

Utomo, W. H. (1989). Konservasi tanah di Indonesia: Suatu re-kaman dan analisa. Jakarta: Raja Wali Press.

Sucofindo. (2010). Berita 16-09-2010. Diunduh 7 OKtober 2010dari http://www.sucofindo.co.id.

Yudono, H., S., H., N. (2010). Perancangan model RLKT denganpendekatan sosial forestry di Gowa (Sulawesi Selatan) danMamasa (Sulawesi Barat). Prosiding Hasil-hasil LitbangMendukung Rehabilitasi dan Konservasi Hutan untuk Kese-jahteraan Masyarakat Makassar. Bogor Pusat Penelitiandan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi.

Page 115: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

99

PEMANFAATAN TUMBUHAN EUPHORBIACEAE SEBAGAI OBATOLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL LORE LINDU1

Albert D. Mangopang dan Merryana Kiding AlloBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kecenderungan masyarakat sekarang ini terkait dengan kesehatan ada-lah bagaimana berusaha mengurangi penggunaan obat sintetik dan me-ningkatkan pengobatan tradisional, terutama yang berasal dari herbal/tumbuhan. Salah satu suku tumbuhan yakni Euphorbiaceae berupa po-hon, perdu atau terna memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahanbaku obat. Euphorbiaceae umumnya tersebar luas hampir di seluruhdaerah tropika dan subtropika yang agak panas. Masyarakat sekitarTaman Nasional Lore Lindu memanfaatkan jenis tumbuhan Euphor-biaceae sebagai bahan obat-obatan. Setiap tumbuhan suku Euphorbia-ceae diketahui mengandung senyawa organik berupa alkaloida, sapo-nin, flovanoida, filantin, dan triterpenoid yang mengandung bahan-ba-han yang berfungsi sebagai obat.

Kata kunci: Euphorbiaceae, obat , senyawa organik, Taman NasionalLore Lindu

I. PENDAHULUAN

Pengetahuan tentang obat tradisional sudah cukup banyak diIndonesia. Sejak dahulu nenek moyang bangsa Indonesia telahbanyak memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan obat yang diper-oleh dari alam. Berbagai suku yang ada di Indonesia dalam ke-langsungan hidup sehari-hari memiliki pengetahuan tentang ra-muan berbahan dasar tumbuhan untuk mengobati berbagai ma-cam penyakit. Tumbuhan hutan dan sekitarnya diambil kemudi-an diramu menjadi obat. Berdasarkan pengalaman uji coba pe-manfaatan secara berulang dan terus-menerus, kemudian ber-

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 116: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

100

kembang pengetahuan tentang tumbuhan obat. Pengetahuan itujuga ditunjang oleh keterampilan masyarakat sehingga dapatmenciptakan ramuan baru dengan mengkombinasikan berbagaimacam jenis tumbuhan. Keragaman etnis lokal di Indonesia yangdisertai dengan pengetahuan tentang sumberdaya hutan yangdapat dimanfaatkan sebagai obat adalah modal besar bagi bangsaIndonesia.

Di bumi kita diperkirakan hidup sekitar 40.000 spesies tum-buhan, dan sejumlah 30.000 spesies hidup di kepulauan Indo-nesia. Di antara 30.000 spesies tersebut, diketahui sekurang-ku-rangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan ku-rang lebih 300 spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradi-sional oleh industri obat tradisional (Keputusan Menteri Kesehat-an Republik Indonesia, 2007). Hutan sebagai satu kesatuan eko-sistem juga berpotensi besar sebagai sumber tanaman obat. Ta-naman obat dapat digolongkan ke dalam kelompok hasil hutanbukan kayu (HHBK). Peraturan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2007 menyatakan bahwa terdapat 157 jenis tumbuhanobat yang menjadi urusan Kementerian Kehutanan.

Kecenderungan masyarakat sekarang ini yang menyangkut ke-sehatan adalah bagaimana berusaha mengurangi penggunaanobat sintetik. Beberapa obat sintetik yang jika dimanfaatkan da-pat menimbulkan efek samping, dan hal ini menjadi salah satupertimbangan sehingga kebanyakan masyarakat beralih untukmemanfaatkan tumbuhan obat alami. Meskipun saat ini banyakobat-obatan yang dibuat secara sintetik, kita tidak boleh meng-abaikan manfaat tumbuhan sebagai penghasil bahan baku obat.Berbagai jenis antibiotika yang digunakan di dunia pengobatanmengandung zat atau komponen yang berasal dari tumbuhan(Tjitrosoepomo, 1994).

Banyak hasil penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa se-diaan obat bahan alami terbukti mempengaruhi metabolisme tu-buh dan memiliki efek terapi yang efektif (Keputusan Menteri Ke-sehatan Republik Indonesia, 2007). Khusus di Indonesia, peman-faatan tumbuhan obat terus mengalami peningkatan. Tahun 1998,persentase penduduk Indonesia yang menggunakan obattradisional sebanyak 15,23%. Sepuluh tahun kemudian yaitu pada

Page 117: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemanfaatan Tumbuhan EuphorbiaceaeSebagai Obat oleh Masyarakat... (A.D. Mangopang; M.K. Allo)

101

tahun 2008, persentase penggunaan obat tradisional oleh masya-rakat mengalami peningkatan menjadi 22,26% (Badan Pusat Sta-tistik Republik Indonesia, 2009).

Masyarakat di daerah kelompok hutan Simoro Sulawesi Te-ngah banyak memanfaatkan tumbuhan yang berada di sekitar hu-tan sebagai obat. Berdasarkan hal tersebut, perlu diadakan eks-plorasi berbagai jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai obat,khususnya yang tergolong dalam suku Euphorbiaceae yang ter-dapat di sekitar Taman Nasional Lore Lindu. Hasil eksplorasi diha-rapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai tumbuhanyang memiliki khasiat sebagai obat khususnya yang dimanfaatkanoleh masyarakat di sekitar Taman Nasional Lore Lindu.

Pengumpulan informasi mengenai jenis tumbuhan obat, bagi-an yang digunakan, cara menggunakan, dan jenis penyakit yangdisembuhkan dilakukan dengan wawancara langsung dengan ma-syarakat; melakukan observasi langsung ke lapangan dan meng-ambil sampel jenis tumbuhan kemudian dibuat herbarium untukkeperluan identifikasi. Eksplorasi dilakukan untuk mengetahui pe-manfaatan jenis tumbuhan yang tergolong suku Euphorbiaceaesebagai obat oleh masyarakat di sekitar hutan penyangga TamanNasional Lore Lindu.

II. TAMAN NASIONAL LORE LINDU

Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) tertetak sekitar 20 km arahtenggara kota Palu (menuju Kulawi atau Napu). Secara geografisterletak pada 119˚05'-119˚016' Bujur Timur dan 01°8'- 01˚10’ Lin-tang Selatan. Secara administrasi pemerintahan, taman nasionalini terletak di wilayah Kabupaten Donggala dan Sigi. Secara hu-kum, TNLL dikukuhkan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunanmelalui Keputusan No. 464/Kpts-Il/1999 tanggal 23 Juni 1999 de-ngan luas kawasan 217.991,18 ha. Untuk pengelolaanya, berda-sarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007,sejak Tanggal I Februari 2007, diserahkan kepada Balai Besar Ta-man Nasional Lore Lindu. Kelompok Hutan Simoro berada di seki-tar daerah penyangga Taman Nasional Lore Lindu. Penduduk ter-diri dari beberapa etnis yaitu Kulawi dan Kaili.

Page 118: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

102

Gambar 1. Letak lokasi tempat pemukiman suku Kulawi dan Kaili,Provinsi Sulawesi Tengah

III. JENIS TUMBUHAN EUPHORBIACEAE YANG BERPOTENSISEBAGAI OBAT

Euphorbiaceae adalah salah satu suku tumbuhan yang dapatberupa pohon, perdu atau terna. Euphorbiaceae kebanyakanmenghasilkan getah yang berwarna putih seperti susu. Daun ter-sebar, kadang-kadang berhadapan, tunggal atau majemuk men-jari, biasanya mempunyai daun penumpu. Ujung tangkai daunatau pangkal helaian daun seringkali mempunyai kelenjar. Bungaberkelamin tunggal, berumah satu atau dua, hiasan bunga tung-gal atau berganda. Bakal buah menumpang, biasanya beruang ti-ga, masing-masing dengan satu atau dua bakal biji. Buah biasanyapecah menjadi tiga bagian, dapat pula berupa buah buni ataubuah batu (Tjitrosoepomo, 1994).

Euphorbiaceae umumnya tersebar luas hampir di seluruh da-erah tropika dan subtropika yang agak panas. Meskipun demiki-

Page 119: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemanfaatan Tumbuhan EuphorbiaceaeSebagai Obat oleh Masyarakat... (A.D. Mangopang; M.K. Allo)

103

an, ada tempat-tempat tertentu yang sangat khusus terutama da-ri marga Euphorbia. Tanaman ini menyukai tempat tumbuh yangtanahnya lempung berpasir yang subur dan dengan drainase baik(Astuti dan Munawaroh, 2000).

Suku Euphorbiaceae terdiri dari 300 genus dan sekitar 7.500spesies berupa pohon, semak, dan tumbuhan merambat. Sekitar150 spesies di antaranya bernilai obat dan berada di kawasanAsia Pasifik (Wiart, 2006). Indonesia memiliki 94 spesies tumbuh-an obat yang tergolong dalam suku Euphorbiaceae (Zuhud, 2008).Hasil eksplorasi di kawasan kelompok hutan Simoro Taman Na-sional Lore Lindu menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis tanamanEuphorbiaceae yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar seba-gai obat (Tabel 1).

Tabel 1. Beberapa spesies dari suku Euphorbiaceae yang dimanfaatkan sebagaiobat di daerah kelompok hutan Simoro Taman Nasional Lore Lindu

No Nama ilmiah Nama lokal Bagian yangdigunakan

Jenispengobatan

1 Jatropha multifida L. Betadin Daun ataugetah

Luka

2 Acalypha indica L. Kaleta bebe Seluruhbagian

Nyeri tulang

3 Aleurites moluccana(L.) Wild

Kemiri Daging biji Rambut rontok

4 Phyllanthus niruri L. Panutu Seluruhbagian

Demam

5 Bischofia javanica Bl. Pepolo Tunas muda Cacingan

1. Jatropha multifida L.

Dalam bahasa lokal masyarakat sekitar hutan Simoro menye-but spesies ini dengan nama betadin/baka atau dalam bahasaumum adalah jarak tintir. Habitus tumbuhan ini berupa semakdengan tinggi ± 2 m. J. multifida digunakan oleh masyarakat seki-tar hutan Simoro sebagai obat luka. Daun diremas-remas sampaihalus kemudian dibalurkan pada bagian tubuh yang luka. Selaindaun, getahnya juga dapat dimanfaatkan sebagai obat luka de-ngan cara mengoleskan langsung pada bagian tubuh yang luka.Jenis tumbuhan ini juga mengandung bahan kimia seperti tannin,senyawa flavonoida, alkaloida, dan saponine. Bahan tersebut

Page 120: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

104

mampu menghambat pertumbuhan bakteri, termasuk Bacillussubtilis yang tinggal di daerah luka yang menyebabkan luka sulitmongering, menyebabkan radang dan infeksi (Ratnawati, 2010).

2. Acalypha indica L.

Masyarakat sekitar kelompok hutan Simoro menyebut spesiesini dengan nama kaleta bebe atau dalam bahasa umum disebutkucing-kucingan. Acalypha indica L. merupakan herba yangumum ditemukan tumbuh liar di pinggir jalan, lapangan rumputmaupun di lereng gunung. Masyarakat hutan Simoro mengguna-kan tumbuhan ini sebagai obat nyeri tulang. Seluruh bagian tum-buhan direbus, air rebusan disaring dan diminum. Daun, batangdan akar A. indica mengandung saponin dan tannin, batangnyamengandung flavonoida dan daunnya mengandung minyak atsiri(www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat, 2010).

3. Aleurites moluccana (L.) Wild

A. moluccana atau kemiri merupakan pohon dengan tinggi 25-30 meter, batang tegak berkayu dan permukaannya memiliki len-tisel (pori-pori pada batang). Masyarakat lokal Simoro menyebutpohon ini dengan nama yang sama yaitu kemiri. Pohon kemiri di-temukan di pinggiran hutan, di sekitar kebun masyarakat, dan be-berapa pohon yang tumbuh dekat pekarangan rumah. Masyara-kat lokal Simoro menggunakan daging buah kemiri sebagai obatpenyubur rambut. Daging biji kemiri dihaluskan kemudian minyakdaging biji tersebut dioleskan pada kulit kepala dan rambut.

4. Phyllanthus niruri L.

Secara umum spesies ini dikenal dengan nama meniran. Ma-syarakat lokal Simoro menyebut tumbuhan ini dengan nama pa-nutu. Meniran adalah tumbuhan daerah tropis yang tumbuh liardi daerah yang lembab, di hutan, ladang, kebun dan pekaranganrumah masyarakat Simoro. Bagi beberapa masyarakat, tumbuhanini tidak dipelihara karena dianggap tumbuhan rumput biasa.Masyarakat Simoro menggunakan tumbuhan ini sebagai obat de-mam. P. niruri mempunyai manfaat sebagai imunomodulator ya-itu obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem ke-kebalan tubuh yang fungsinya terganggu atau untuk menekan

Page 121: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemanfaatan Tumbuhan EuphorbiaceaeSebagai Obat oleh Masyarakat... (A.D. Mangopang; M.K. Allo)

105

yang fungsinya berlebihan (Putra, 2010). Masyarakat Simoro me-manfaatkan seluruh bagian tumbuhan meniran sebagai obat de-ngan cara meminum air rebusannya.

5. Bischofia javanica Bl.

Gintungan (Bischofia javanica Bl.) atau dalam bahasa masya-rakat Simoro dikenal dengan nama pepolo adalah tumbuhan de-ngan habitus berupa pohon dengan batang yang lurus dan ting-ginya bisa mencapai 40 m dengan diameter kurang lebih 100 cm.Pohon tersebut ditemukan di sekitar ladang masyarakat yang ber-batasan langsung dengan hutan. Bagi masyarakat Simoro pucukdaun dan tunas muda pohon ini dimanfaatkan sebagai obat ca-cingan. B. javanica mengandung triterpenoid.

Setiap tumbuhan suku Euphorbiaseae diketahui mengandungsenyawa organik berupa alkaloida, saponin, flovanoida, zat filan-tin, dan triterpenoid. Senyawa-senyawa ini mengandung bahan-bahan yang berfungsi sebagai obat. Alkaloida merupakan golong-an senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampirseluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan ter-sebar luas di berbagai jenis tumbuhan yang ditemukan di alamserta mempunyai keaktifan biologis tertentu yang berguna dalampengobatan. Alkaloida dapat ditemukan di berbagai bagian tum-buhan seperti biji, daun, ranting, dan kulit batang (Lenny, 2006).

Jatropha multifida L. dan Euphorbia hirta L. adalah dua jenisspesies suku Euphorbiaceae yang mengandung alkaloid. Masya-rakat sekitar hutan Simoro menggunakan J. multifida sebagaiobat luka dan E. hirta sebagai obat radang usus buntu. Luka me-rupakan suatu kondisi di mana terjadi kerusakan pada kulit atauorgan tubuh lainnya. Selain pendarahan, salah satu penghambatdalam proses penyembuhan luka adalah terkontaminasinya lukaoleh bakteri. Radang usus buntu (apendicitis) umumnya disebab-kan oleh infeksi bakteri yang ditimbulkan oleh penyumbatan tin-ja/feces yang merupakan media berkembangbiaknya bakteri pe-nyebab infeksi dan radang pada usus buntu(http://www .infopenyakit.com/2008). Alkaloid juga memilikikemampuan se-bagai anti bakteri. Mekanisme yang didugaadalah dengan cara mengganggu komponen penyusun sel bakteri

Page 122: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

106

sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh danmenyebabkan kema-tian sel tersebut (Juliantina et al., 2010).

Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggipada bagian-bagian tertentu dan dipengaruhi oleh varietas ta-naman dan tahap pertumbuhan. Fungsi pada tumbuh-tumbuhantidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbo-hidrat atau merupakan waste product dari metabolisma tumbuh-tumbuhan. Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadapserangan serangga (Kam Nio, 1989). Peran fisiologi saponin padatanaman belum sepenuhnya dipahami. Meskipun ada sejumlahpublikasi menggambarkan identifikasi mereka pada tanaman, ha-nya sedikit menunjukkan fungsinya dalam tanaman (Francis et al.,2002). Banyak saponin diketahui sebagai antimikroba, pengham-bat jamur dan untuk melindungi tanaman dari serangan serang-ga. Mungkin saponin dianggap sebagai bagian dari sistem perta-hanan tanaman (Morissey & Osbourn, 1999 dalam Francis et al.,2002). Ada tiga jenis tumbuhan obat suku Euphorbiaceae yangterdapat di kelompok hutan Simoro yang mengandung saponinyaitu J. multifida, A. indica, dan A. moluccana.

Tumbuhan obat dari suku Euphorbiaceae juga mengandungflavanoida. Senyawa flavonoida saat ini banyak mendapat perha-tian karena kelompok senyawa ini dilaporkan mempunyai berba-gai aktivitas farmakologis sebagai anti inflamasi. Senyawa ini ter-sebar pada tumbuhan, baik tingkat rendah maupun tingkat tinggipada hampir sebagian tumbuhan (Mun’im, 2005). Jatropha mul-tifida, A. indica, A. moluccana, dan E. hirta adalah jenis tumbuhanyang mengandung flavonoida. Fauziyah (2008) menyatakan bah-wa flavonoida sebagai anti inflamasi karena dapat menghambatgejala inflamasi berupa eritema (kemerahan akibat penggumpal-an darah pada bagian cedera), edema (pembengkakan), kolor (pa-nas atau demam), dan dolor (nyeri). Acolypha indica dimanfaat-kan oleh masyarakat Simoro sebagai obat nyeri tulang karenatumbuhan ini mengandung flavonoida sebagai anti inflamasi ter-hadap dolor (nyeri).

Filantin merupakan salah satu komponen utama Phylanthusniruri yang memiliki aktivitas melindungi hati dari zat toksik (anti-hepatoksik), baik berupa parasit, virus maupun bakteri (Houghton

Page 123: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pemanfaatan Tumbuhan EuphorbiaceaeSebagai Obat oleh Masyarakat... (A.D. Mangopang; M.K. Allo)

107

et al., 1996 dalam Putra, 2010). Minyak atsiri dari suatu tanamanpada umumnya merupakan senyawa aktif sebagai anti bakteridan anti jamur (Vasquez et al. dalam Santosa dan Hertiani, 2005).

Tumbuhan obat bagi masyarakat di sekitar hutan Simoro jugabernilai ekonomi, tidak hanya sekedar dimanfaatkan untuk peng-obatan pribadi. Oleh sebagian masyarakat, tumbuhan obat dapatdijadikan sumber pendapatan dengan cara menjual kepada se-orang tabib yang berada di daerah tersebut. Tabib kemudian me-ramu tumbuhan tersebut dan dikemas untuk dijual. Potensi ta-naman obat diharapakan dapat menjadi salah satu faktor peng-uatan ekonomi masyarakat.

IV. PENUTUP

Terdapat lima jenis tumbuhan Euphorbiaceae yang dimanfaat-kan oleh masyarakat sekitar hutan Simoro Taman Nasional LoreLindu yaitu: Jatropha multifida L., Acalypha indica L., Aleuritesmoluccana (L.) Wild, Phyllanthus niruri L., dan Bischofia javanicaBl. Jenis Euphorbiaceae diketahui mengandung senyawa yangberpotensi sebagai obat berupa alkaloida, saponin, flovanoida, fi-lantin, dan triterpenoid yang masih sangat prospektif untuk di-kembangkan lebih lanjut sebagai bahan baku pembuatan obat.Perlu dikembangkan budidaya tanaman yang berpotensi sebagaiobat untuk menjaga dan meningkatkan kuantitas dan kualitas da-lam hal kandungan bahan aktif yang berpotensi obat dengan te-tap mengutamakan aspek kelestariannya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Indonesia. (2009). Indikator kesehatan1995-2009. Diunduh 11 Januari 2011 darihttp://www.bps .go.id/tab-sub.

Fauziyah, N. (2008). Efek anti inflamasi ekstrak etanol daun petaicina (Leucaena glauca Benth) pada tikus putih. Surakarta: Fa-kultas Farmasi Universitas Muhammadiyah.

Page 124: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

108

Francis, G., et al. (2002). The biological action of saponins in ani-mal system. 88 : 587-605. British Journal of Nutrition, 88,587-605.

Juliantina, F. et al. (2010). Manfaat sirih merah (Piper crocatum)sebagai agen antibakterial terhadap bakteri gram positif dangram negatif. Diunduh 27 Januari 2011 darihttp://www .journal.uii.ac.id/index.php/JKKI/article.

Kam Nio, O. (1989). Zat-zat toksik yang secara alamiah ada padabahan makanan nabati. Dalam Cermin Dunia Kedokteran, 58,24-28.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). KeputusanMenteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 381/MENKES/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Di-unduh 11 Januari 2011 dari http://www.litbang.depkes.go.id/scripts/.

cMun’im, A. (2005). Isolsi dan elusilasi struktur senyawa flova-noida dan Crotalaria anagyroides. Majalah Ilmu Kefarma-sian. 2(1), 22 – 29.

Sentra Informasi IPTEK. (2005). Tanaman obat Indonesia. Diun-duh 11 Januari 2011 dari http://www.iptek.net.id/ind/pd-tanobat.

Tjitrosoepomo, G. (1994). Taksonomi tumbuhan obat-obatan.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wiart, C. (2006). Etnopharmacology of medical plants Asia andthe Pasific. Totowa, New Jersey: Humana Press Inc.

Zuhud, E. A. M. (2008). Potensi hutan tropika Indonesia sebagaipenyangga bahan obat alam untuk kesehatan bangsa.Diunduh 26 Februari dari http://www.iwf.or.id/Potensihutanobat.pdf.

Page 125: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

109

EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) TERHADAP PERTUMBUHAN Sesbania serícea DI LAHAN BEKAS TAMBANG

KAPUR PT. SEMEN TONASA1

Retno Prayudyaningsih

Balai Penelitian Kehutanan Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassar

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Lahan bekas penambangan batu kapur mempunyai karakteristik yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman antara lain rendahnya kan-dungan unsur hara tersedia, rendahnya bahan organik, tingginya suhu tanah, pH tanah tinggi, dan tidak adanya solum tanah. Hal tersebut me-nyebabkan upaya reklamasi di lahan bekas tambang kapur sering meng-alami kegagalan. Teknologi yang tepat diperlukan untuk mendukung ke-berhasilan rehabilitasi lahan bekas tambang kapur. Pemanfaatan mikro-ba tanah potensial seperti Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sehingga menghasilkan bibit berkualitas yang mempunyai daya hidup tinggi di la-pangan merupakan salah satu alternatif yang harus dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi respon pertumbuhan awal tanaman S. se-ricea di lapangan terhadap inokulasi FMA. Hasil penelitian menunjukkan inokulasi FMA meningkatkan pertumbuhan awal tanaman S. sericea umur 3 bulan. Inokulasi FMA indigen jenis Acaulospsora sp. menghasil-kan pertumbuhan S. sericea terbaik.

Kata kunci: Lahan bekas tambang batu kapur, mikoriza, Sesbania sericea, pertumbuhan

I. PENDAHULUAN

Penambangan batu kapur meninggalkan lahan dengan kondisi tanah tanpa lapisan top soil dan bahan organik. Ditinjau dari per-syaratan pertumbuhan tanaman, faktor-faktor yang menjadi pem-batas pada lahan tersebut adalah kesuburan fisik, kimia, dan bio-logi tanah rendah karena kandungan unsur hara tersedia rendah, tanah yang padat, suhu tanah tinggi, pH tanah yang tinggi, dan

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.

Makassar, 27 Oktober 2011

Page 126: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSE bpk makassar, 2012

110

rendahnya diversitas mikroba tanah. Faktor-faktor tersebut meru-pakan masalah yang harus dihadapi dalam upaya rehabilitasi la-han bekas tambang kapur. Teknologi yang tepat diperlukan untuk mendukung keberhasil-an rehabilitasi lahan bekas tambang kapur. Pemanfaatan mikroba tanah potensial seperti Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sehingga menghasilkan bibit berkualitas yang mempunyai daya hidup tinggi di lapangan merupakan salah satu alternatif yang harus dilakukan. Asosiasi (simbiosis) antara FMA dengan akar tanaman mampu me-ningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang marginal seperti lahan bekas tam-bang kapur.

Peran FMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman ber-kaitan dengan kemampuan FMA untuk menyediakan unsur fosfor dari tanah. Selain meningkatnya penyerapan fosfor, menurut Bo-wen dan Smith (1981) penyerapan unsur lain juga meningkat ter-utama ion-ion kurang mobil seperti Cu2+, Zn2+, dan amonium (NH4+). Faktor kritis lain dalam rehabilitasi lahan tambang kapur dan merupakan salah satu kemampuan FMA adalah meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan.

Selain pemanfaatan FMA, pemilihan jenis tumbuhan yang ter-bukti cocok dengan tapak juga akan mendukung keberhasilan re-habilitasi lahan bekas tambang kapur. Menurut Pfleger et al. (1994), pemilihan jenis tumbuhan yang adaptif pada lahan setem-pat untuk revegetasi memainkan peran penting dalam modifikasi perkembangan tanah. Selanjutnya Miller dan Jastrow dalam Pfle-ger et al. (1994) menyatakan akar tumbuhan dan hifa fungi miko-riza mempunyai peran dalam memacu agregasi tanah.

Sesbania sericea merupakan salah satu jenis tumbuhan pionir yang mempunyai persyaratan tumbuh sesuai dengan kondisi be-kas tambang kapur PT. Semen Tonasa. Tumbuhan S. sericea tahan terhadap suhu tinggi, kondisi lahan yang kering, tingkat kesuburan rendah, mampu menghasilkan bahan organik yang banyak dalam waktu singkat karena seresahnya mudah terdekomposisi sehingga dapat berperan sebagai soil improver. Dengan demikian penanam-an S. sericea yang diinokulasi FMA diduga dapat mendukung ke-berhasilan rehabilitasi lahan bekas tambang kapur. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respon pertumbuhan awal tanam-an S. sericea di lapangan terhadap inokulasi FMA.

Page 127: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Terhadap Pertumbuhan Sesbania sericea... (R. Prayudyaningsih)

111

II. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 – Januari 2011. Ke-giatan perbanyakan inokulum FMA indigen dari lahan bekas tam-bang kapur dan persemaian tanaman S. sericea dilakukan di ru-mah kaca dan persemaian Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Lokasi penanaman/plot penelitian terletak di lahan bekas tam-bang kapur PT. Semen Tonasa, Kabupaten Pangkep.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah isolat FMA in-digen dari tanah bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa, pasir, benih S. sericea sebagai tanaman pionir ,benih Purearia javanica sebagai tanaman inang dalam perbanyakan inokulum FMA, benih Mucuna sp. dan Centrosema pubescen sebagai tanaman cover crop. Bahan kimia berupa hidrogel, alkohol 50%, KOH 10%, aqua-des, larutan HCl 2%, asam laktat, acid fuchsin, dan larutan hipoklo-rit 2,5%. Bahan lain yang digunakan adalah gelas plastik, pot plas-tik, bak plastik, objeck glass, dan deck glass.

Alat yang digunakan adalah parang, cangkul, caliper, dan sekop untuk di persemaian dan di lapangan. Mikroskop, laminar, otoklaf, cawan petri, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, pipet makro, 1 set saringan spora, ayakan tanah, oven listrik, dan timbangan di-gital merupakan alat yang digunakan di laboratorium. C. Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan di lapangan adalah ran-cangan acak lengkap berblok (RCBD). Perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut : Kontrol negatif : tanpa inokulasi FMA Kontrol positif : inokulasi dengan inokulum Glomus sp. Aca : inokulasi dengan inokulum FMA Acaulospora sp. Gig : inokulasi dengan inokulum FMA Gigaspora sp. Mix : inokulasi dengan inokulum campuran Acaulospo-

ra sp. dan Gigaspora sp. Inokulum FMA Acaulospora sp. dan Gigaspora sp. merupakan

FMA indigen hasil isolasi dari tanah bekas tambang kapur PT.

Page 128: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSE bpk makassar, 2012

112

Semen Tonasa. Inokulum Glomus sp. yang digunakan pada perla-kuan kontrol positif merupakan inokulum FMA yang telah diuji co-ba pada beberapa jenis tanaman dan terbukti mampu meningkat-kan pertumbuhan tanaman. Pemilihan jenis inokulum Glomus sp. pada perlakuan kontrol positif karena hasil isolasi FMA indigen ju-ga mendapatkan Glomus sp. tetapi tidak dapat diperbanyak. Hal tersebut dikarenakan pada tahap kultur spora tunggal Glomus sp. tidak menghasilkan spora.

1. Tahapan Pelaksanaan

a. Perbanyakan inokulum FMA, inokulum FMA diperbanyak de-ngan menggunakan tanaman inang Pueraria javanica dan me-dia pasir. Perbanyakan inokulum menggunakan metode pot terbuka.

b. Persemaian, media kecambah yang digunakan adalah pasir yang disterilisasi dengan autoclave selama 30 menit pada te-kanan 15 psi. Tanah untuk media semai yang digunakan disteri-lisasi dengan metode fumigasi. Fumigan yang digunakan adalah Dazomet 98%. Media semai dicampur fumigan dengan dosis 200 gram per m3 tanah (Misto, 2001). Benih tanaman S. sericea sebelum dikecambahkan disterilisasi terlebih dahulu. Sterilisasi benih dengan cara merendamnya dalam larutan hipoklorit 2,5% selama lima menit dan selanjutnya dicuci sampai bersih. Setelah itu benih ditabur pada media pasir yang sudah disteri-lisasi. Penyapihan dilakukan pada saat kecambah telah siap di-sapih, yaitu kecambah telah mempunyai dua daun pertama. Inokulasi dilakukan pada saat penyapihan dengan cara membe-rikan inokulum FMA (5 gram per tanaman) sesuai perlakuan di dalam lubang tanam. Selanjutnya semai ditanam dengan posisi akar mengenai inokulum FMA. Pemeliharaan di persemaian di-lakukan selama 3 bulan berupa penyiraman setiap hari dan pe-ngendalian hama-penyakit.

c. Pembuatan demplot pertanaman, kegiatan diawali dengan pe-nanaman cover crop, menggunakan legum cover crop jenis Mu-cuna sp. dan Centrosema pubescen. Setelah 3-4 bulan, dilaku-kan penanaman S. sericea yang bibitnya telah dipersiapkan di persemaian dan telah diinokulasi inokulum FMA sesuai dengan perlakukan yang diterapkan.

Page 129: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Terhadap Pertumbuhan Sesbania sericea... (R. Prayudyaningsih)

113

1) Persiapan lapangan meliputi pengukuran batas-batas lokasi demplot, pemasangan ajir tepi, pembersihan lokasi demplot, pembagian lokasi menjadi 3 bagian (blok), pembuatan plot pe-nelitian sebanyak 15 plot (5 plot/blok), pemasangan ajir tanam dengan jarak tanam 2 x 2 m, pengecatan ajir, dan pembuatan lubang tanam ukuran 15 x 40 x 15 cm menggunakan mesin bor dan breaker.

2) Penanaman tanaman cover crop dilakukan dengan cara mena-nam benih cover crop di antara lubang tanam di seluruh plot penelitian. Di antara lubang tanam untuk tanaman pionir (S. sericea) dan tanaman klimaks (bitti) dibuat lubang tanam de-ngan kedalaman 10-15 cm dan diameter 15-20 cm. Selanjutnya tanah yang dimasukkan ke lubang tanam tersebut dicampur dengan hidrogel, kemudian ditabur benih tanaman cover crop di atasnya. Penanaman cover crop dilakukan setelah penyiapan lahan selesai.

3) Penanaman tanaman S. sericea, dilakukan pada saat tanaman telah siap ditanam dan persiapan lahan telah selesai. Secara rinci kegiatan penanaman meliputi pengangkutan bibit ke lo-kasi tanaman, pemberian kompos pada tiap lubang tanam se-banyak ± 0,5 kg per lubang tanam atau sekitar 0,5 ton/ha, pembagian bibit ke lubang tanaman, pemberian hidrogel ke se-tiap lubang tanam, penanaman dengan melepaskan kantong plastik dan membenamkan tanaman sebatas leher akar, pem-berian label tanaman, penyulaman yang dilakukan 1 bulan se-telah penanaman dan pemeliharaan tanaman meliputi kegiat-an perumputan, pendangiran dan pemberantasan hama pe-nyakit, apabila terjadi serangan.

d. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan tinggi dan dia-meter tanaman S. sericea umur 3 bulan di lapangan.

2. Analisis Data

Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan uji F (anali-sis varian). Apabila hasil uji F berbeda nyata maka dilanjutkan de-ngan uji jarak berganda Duncan (BNJD). III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis varian menunujukkan inolasi FMA berpengaruh nyata terhadap tinggi dan diameter tanaman S. sericea umur 3

Page 130: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSE bpk makassar, 2012

114

bulan. Rata-rata tinggi dan diameter tanaman S. Sericea tersaji pa-da Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Histogram pengaruh inokulasi FMA terhadap rata-rata tinggi

tanaman S. sericea umur 3 bulan di lapangan

Gambar 2. Histogram pengaruh inokulasi FMA terhadap rata-rata diame-

ter tanaman S. sericea umur 3 bulan di lapangan

194.49 a

211.26 b

218.09 bc 218.52 bc

224.25 c

175.00180.00185.00190.00195.00200.00205.00210.00215.00220.00225.00230.00

K- K+ Mix Giga Aca

Rata-rata tinggi tanaman S. sericea (cm)

20.65 a

21.79 b22.10 bc

23.19 cd

23.73 d

19.00

19.50

20.00

20.50

21.00

21.50

22.00

22.50

23.00

23.50

24.00

K- K+ Mix Giga Aca

Rata-rata diameter tanaman S. sericea (mm)

Page 131: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Terhadap Pertumbuhan Sesbania sericea... (R. Prayudyaningsih)

115

Gambar 3. Perbedaan pertumbuhan tanaman S. sericea yang tidak diinokulasi

FMA (K-) dengan yang diinokulasi FMA (Aca, Giga, dan Mix)

Tanaman S. sericea yang diinokulasi FMA menunjukkan per-tumbuhan tinggi dan diameter yang lebih baik dibanding yang ti-dak diinokulasi FMA (K-) (Gambar 1, 2, dan 3). Menurut Setiadi da-lam Karepesina (2007), salah satu cara meningkatkan pertumbuh-an tanaman adalah dengan cara menginokulasi akar tanaman de-ngan fungi pembentuk mikoriza. Sebagaimana telah diketahui aso-siasi FMA pada akar tanaman mampu meningkatkan penyerapan

Page 132: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSE bpk makassar, 2012

116

unsur hara dan air. Peningkatan penyerapan unsur hara terjadi ka-rena hifa eksternal FMA memperluas jangkauan penyerapan un-sur hara dan menyediakan permukaan yang lebih efektif (lebih ekstensif dan lebih baik penyebarannya) dalam menyerap unsur hara dari tanah yang kemudian akan dipindahkan ke akar inang. Selain itu hifa FMA yang berukuran lebih kecil (sepersepuluh) dari rambut akar (Orcutt dan Nielsen, 2000) mampu menjangkau dan menyerap unsur hara dan air yang terdapat dalam pori tanah yang lebih kecil di mana rambut akar tidak mampu menjangkaunya. De-ngan demikian inokulasi FMA dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Inokulasi FMA mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman S. sericea pada umur 3 bulan di lapangan sebesar 8,62-15,30%, sedangkan pertumbuhan diameter meningkat sebe-sar 5,51-14,92%. Peningkatan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman S. sericea yang diinokulasi FMA dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi FMA tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Peningkatan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman S. seri-

cea akibat pengaruh inokulasi FMA dibanding yang tidak diino-kulasi FMA (K-)

Perlakuan/jenis inokulum FMA Peningkatan terhadap K- (%)

Tinggi Diameter

Kontrol negatif 0 0

Kontrol positif 8,62 5,51

Mix 12,13 6,98

Gigaspora sp. 12,35 12,27

Acaulospora sp. 15,30 14,92

Lebih cepatnya pertumbuhan tanaman S. sericea yang diino-

kulasi FMA akan menghasilkan biomassa lebih banyak pula. De-ngan demikian juga akan menyumbangkan bahan organik ke ta-nah yang lebih banyak dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas tanah. Menurut Smith dan Read (1997), dalam revegetasi lahan bekas tambang, FMA mempengaruhi komposisi komunitas tanaman yang dibangun. Komunitas jamur yang kompleks mema-cu kompleksitas komunitas tanaman bermikoriza sehingga meng-hasilkan biomassa tanaman yang tinggi. Dengan kata lain lebih ba-nyak jenis tanaman yang mampu bertahan hidup dan total karbon organik yang terfiksasi meningkat. Inokulasi FMA pada bibit dibu-

Page 133: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Terhadap Pertumbuhan Sesbania sericea... (R. Prayudyaningsih)

117

tuhkan untuk menjamin pembentukan dan ketahanan hidup FMA karena penyebaran secara alami dari FMA pada lahan kritis/bekas tambang sangat lambat, selain itu hewan-hewan kecil yang meng-gunakan sporocarps jamur sebagai makanannya akan cepat kem-bali karena sumber makanannya tersedia. Dengan demikian aso-siasi habitat yang komplek dengan ekosistem alami akan terben-tuk lebih cepat.

Hasil penelitian juga menunjukan inokulasi FMA indigen mem-berikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter ta-naman S. sericea yang lebih baik dibanding inokulasi dengan FMA non indigen (Gambar 1, Gambar 2, dan Tabel 3). Hal ini membukti-kan FMA indigen lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan setem-pat dibanding FMA non indigen. Pfleger et al. (1994) menyatakan FMA indigen merupakan kandidat inokulum terbaik untuk re-inokulasi dalam upaya reklamasi lahan bekas tambang. Hal yang sama dinyatakan Killham dalam Ervayenri (2005), yang menyata-kan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penggunaan inokulum mikroba di dalam tanah di antaranya adalah sifat-sifat tanah dan iklim serta kompetisi oleh beberapa jenis mikroba lain di lingkungannya.

Gambar 1 dan Gambar 2 juga menunjukkan, inokulasi FMA in-digen jenis Acaulospora sp. menghasilkan pertumbuhan tinggi dan diameter terbaik sehingga memberikan peningkatan pertumbuh-an tinggi dan diameter tertinggi. Respon pertumbuhan tanaman S. sericea terbaik karena pengaruh inokulasi Acaulospora sp. berkait-an dengan dominansinya secara alami di lahan bekas tambang ka-pur PT. Semen Tonasa. Hasil pengamatan status FMA di lahan be-kas tambang kapur PT. Semen Tonasa pada 2007-2008 menunjuk-kan Acaulospora sp. mempunyai kepadatan spora tertinggi diban-ding Gigaspora sp. dan Glomus sp. (Prayudyaningsih, 2008).

IV. KESIMPULAN

Tanaman S. sericea yang diinokulasi FMA indigen member-kan respon pertumbuhan tinggi dan diameter umur 3 bulan di la-pangan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen. Inokulasi FMA indigen jenis Acaulospora sp. meningkatkan pertumbuhan tinggi (15,30%) dan diameter (14,92%) tanaman S. sericea terbaik pada umur 3 bulan di lapangan.

Page 134: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSE bpk makassar, 2012

118

DAFTAR PUSTAKA

Bowen, G. D., & Smith, S. E. (1981). The effects of mycorrhizas on nitrogen uptake by plants. In Clarks, F. E., & Rosswall, T. (Eds.). Terresterial nitrogen cycles. processes, ecosystem strategies and management impacts. Stockholm : Swedish National Science Research Council.

Ervayenri. (2005). Pemanfaatan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan tanaman indigenous untuk revegetasi lahan tercemar minyak bumi (Disertasi). Institut Pertanian Bogor, Bogor (ti-dak dipublikasikan).

Karepesina, S. (2007). Keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula dari bawah tegakan jati ambon (Tectona grandis Linn.f.) dan potensi pemanfaatannya (Tesis). Institut Pertanian Bo-gor, Bogor (tidak dipublikasikan).

Misto. (2001). Efektivitas inokulasi mikorisa arbuskular (MVA), pe-nambahan serbuk arang dan batuan fosfat pada pertum-buhan semai Vitex cofassus Reinw. (Thesis). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan).

Orcutt, D. M., & Nielsen, E. T. (2000). Physiology of plants under stress: biotic factor. Canada: John wiley & Sons, Inc.

Pfleger, F. L., Stewart, E. L., & Noyd, R. K. (1994). Role VAM fungi in mine land revegetation. Dalam: Pfleger, F. L., & Linder-man, R. G. (Eds.) Mycorrhizae and plant health. Minnesota : The American Phytopatological Society.

Prayudyaningsih. (2008). Keragaman fungi mikoriza arbuskula (FMA) di lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa dan efektivitasnya terhadap pertumbuhan semai kersen (Munti-ngia calabura L.). (Tesis). Universitas Gadjah Mada. Yogya-karta (tidak dipublikasikan).

Smith. S. E., & Read, D. J. (1997). Mycorrhizal symbiosis. Academic Press.

Page 135: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

119

PROSPEK PEMANFAATAN BAKTERI PELARUT FOSFAT DALAMMEREHABILITASI LAHAN BEKAS TAMBANG KAPUR1

NursyamsiBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pertambangan kapur pada umumnya dilakukan dengan mengupas per-mukaan yang menutupi bahan galian, baik berupa vegetasi tumbuhan,bahan organik, dan lapisan tanah olah sehingga lahan bekas penam-bangan ini hanya berupa lahan terbuka tanpa vegetasi. Tanah bekastambang mempunyai tingkat kesuburan yang rendah karena sifat fisikdan kimia tanah berubah, terjadinya penurunan secara drastis flora,fauna dan mikroorganisme tanah. Salah satu unsur hara yang pentingbagi pertumbuhan tanaman adalah unsur P. Pada lahan bekas tambangkapur, unsur P terikat oleh kalsium. Adanya pengikatan ini menyebabkanunsur P menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Untuk melepaskan unsur Pdari ikatan kalsium dibutuhkan mikroba pelarut fosfat. Mikroba pelarutfosfat bisa ditemukan dari kelompok bakteri, jamur dan aktinomycetes.Contoh bakteri pelarut fosfat adalah Pseudomonas sp., Bacillus sp., Fla-vobacterium sp., Mycrococcus sp. Ciri bakteri pelarut fosfat adalah ada-nya holozon atau zona bening yang dibentuk pada waktu ditumbuhkan dimedium psikovkaya. Mekanisme pelarutan unsur P oleh bakteri pelarutfosfat terjadi karena bakteri tersebut dapat menghasilkan asam-asamorganik seperti asetat, propionat, glikolat, fumarat, oksalat, suksinat, lar-trat, sitrat, laktat, dan ketoglutarat. Selain itu, bakteri pelarut fosfat jugamenghasilkan enzim seperti firofosfatase, metafosfatase, fosfotase danfitase yang juga dapat melarutkan P sehingga menjadi tersedia bagi ta-naman. Potensi bakteri pelarut fosfat dalam melarutkan unsur P telahditeliti oleh beberapa peneliti. Hasil penelitian menunujukkan bahwa de-ngan pemberian bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan ketersediaanunsur P bagi tanaman. Dengan pemanfaatan bakteri pelarut fosfat da-lam merehabiltasi lahan bekas tambang kapur diharapkan dapat me-ningkatkan keberhasilan revegetasi tanaman.

Kata kunci: Bakteri pelarut fosfat, unsur P, rehabilitasi, tambang kapur

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 136: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

120

I. PENDAHULUAN

Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki si-fat persediaannya terbatas dan tidak dapat bertambah. Oleh kare-na itu dalam penggunaan lahan perlu diarahkan pada penggunaanlahan yang sesuai dan mempertimbangkan aspek keberlanjutanagar kelestariannya tetap terjaga dan mampu menampung kegiat-an masyarakat yang terus berkembang. Salah satu bentuk penggu-naan lahan adalah kawasan pertambangan yang bila direncanakandengan baik dan dilakukan restorasi akan memberikan manfaatbagi perekonomian bangsa.

Pertambangan merupakan suatu rangkaian kegiatan dalamrangka upaya pencarian penambangan (penggalian), pengolahan,pemanfaatan, dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, pa-nas bumi, migas). Lahan bekas tambang merupakan lahan sisa ha-sil proses pertambangan, baik berupa tambang emas, timah, batukapur maupun batubara.

Kegiatan penambangan dapat memberikan dampak negatif pa-da kondisi lingkungan, tidak hanya pada proses penambangannyatetapi juga pasca tambang. Pada pasca tambang terjadi degradasilahan yang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penu-runan drastis jumlah spesies, baik flora, fauna serta mikroorganis-me tanah, tidak terbentuknya kanopi (area tutupan) yang menye-babkan tanah cepat kering dan terjadinya perubahan mikroorga-nisme tanah, sehingga terjadi penurunan tingkat kesuburan dankerusakan struktur tanah.

Pertambangan kapur yang ada di Sulawesi Selatan seperti per-tambangan kapur PT. Semen Tonasa di Kabupaten Pangkepumumnya dilakukan secara permukaan (surface mining). Surfacemining dilakukan dengan mengupas permukaan yang menutupibahan galian, baik berupa vegetasi tumbuhan, bahan organik danlapisan tanah olah. Lahan bekas penambangan ini biasanya berupalahan terbuka tanpa vegetasi.

Upaya rehabilitasi lahan bekas tambang kapur sudah banyak di-lakukan tetapi tingkat keberhasilannya masih rendah. Hal ini kare-na lahan bekas tambang kapur secara umum memiliki produkti-vitas yang rendah. Lapisan tanah atas (top soil) dan lapisan di ba-wahnya sudah hilang sehingga bagian yang tinggal adalah bahaninduk atau batuan induk kapur. Timbunan limbah galian dan lim-

Page 137: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prospek PemanfaatanBakteri Pelarut Fosfat dalam Merehabilitasi ... (Nursyamsi)

121

bah bekas olahan yang ditinggalkan juga memiliki tingkat kesubur-an yang rendah.

Salah satu unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanamanadalah fosfor (P). Unsur P yang terdapat pada lahan bekas tam-bang kapur PT. Semen Tonasa Kabupaten Pangkep sangat tinggiyaitu 85 ppm (Tira dan Multikaningsih, 2008). Pada pH yang ting-gi, unsur P tidak dapat diserap oleh tanaman karena unsur P difik-sasi oleh Ca. Dengan demikian walaupun unsur P dalam tanah sa-ngat tinggi tetapi tidak dapat diserap tanaman. Hal ini menyebab-kan tidak tersedianya media tumbuh yang memadai untuk rege-nerasi dan pertumbuhan tanaman. Untuk itu diperlukan adanyamikroorganisme seperti bakteri pelarut fosfat yang dapat mem-bantu menyediakan unsur P bagi tanaman sehingga unsur P dapatdiserap oleh tanaman. Adanya mikroorganisme seperti bakteri pe-larut fosfat dapat meningkatkan keberhasilan revegetasi tanamanpada waktu merehabilitasi lahan bekas tambang kapur. Denganrehabilitasi tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki eko-sistem yang rusak sehingga dapat pulih, mendekati atau bahkanlebih baik dibandingkan kondisi semula.

II. BAKTERI PELARUT FOSFAT (BPF)

Mikroba tanah merupakan bagian terpenting dari kehidupan didunia, karena merupakan bagian dari sistem biologi dan kimia,serta kehidupan flora, fauna dan mikroba itu sendiri. Mikroba ta-nah berperan dalam ekosistem sebagai perombak bahan organik,mensintesis dan melepaskan kembali dalam bentuk bahan organikyang tersedia bagi tanaman, serta dapat mempertahankan ekosis-tem alam. Secara fungsional bahan organik dan anorganik yang di-lepas tanaman ke dalam lingkungan berguna untuk keberlang-sungan hidup mikroba tanah (Setiadi, 1989).

Salah satu mikroba tanah yang penting adalah mikroba pelarutfosfat. Mikroba pelarut fosfat berperan dalam melarutkan fosfatorganik dan anorganik menjadi fosfat terlarut sehingga dapat di-gunakan/diserap oleh akar tanaman dan mikroba tanah lainnya(Rao, 1982). Ketersediaan fosfor anorganik sangat ditentukan olehpH tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta ke-giatan jasad mikro dalam tanah (Lal, 2002).

Page 138: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

122

Mikroba pelarut fosfat ditemu-kan pada berbagai kelompok mi-kroba, baik dari bakteri, kapang/jamur. Goenadi et al. (1993) me-ngemukakan bahwa cendawandan aktinomicetes lebih mampumelarutkan P dalam bentuk AIPO,pada tanah masam -Al, sedangkanbakteri lebih efektif melarutkanfosfat dalam bentuk CaPO, padatanah alkali. Secara visual mikro-ba pelarut seperti bakteri dan ja-mur disajikan pada Gambar 1 danGambar 2.

Mikroba yang termasuk dalamkelompok bakteri pelarut fosfatantara lain Pseudomonas striata, P.diminuta, P. fluorescens, P. ce-revisia, P. aruginosa, P. putida, P.denitrifinas, P. rathinis, Bacilluspolymyxa, B. laevolacticus, B. me-gatherium, Thiobacillus sp., Myco-bacterium, Micrococcus, Flavo-bacterium, Escherichia freundii,Achromobacter spp. dan Thioba-cillus sp. Rachmiati (1995) berpendapat, bahwa setiap jenis BPFmempunyai kemampuan berbeda secara genetik dalam mengha-silkan jumlah jenis asam-asam organik yang berperan dalam me-nentukan tinggi rendahnya pelarutan P. Ciri-ciri bakteri pelarutfosfat adalah adanya zona bening (holozone) yang terbentuk padawaktu isolasi di medium psikovkaya (Gambar 3).

Luas zona bening yang dibentuk oleh bakteri pelarut fosfat se-cara kualitatif menunjukkan besar-kecilnya kemampuan bakterimelarutkan P dari fosfat tak larut (Rachmiati, 1995). Semakin luaszona bening yang dibentuk, maka kemampuan bakteri pelarut fos-fat dalam melarutkan fosfat semakin besar.

Bakteri pelarut fosfat juga dapat memacu pertumbuhan tanam-an (Widawati et al., 2001). Bakteri ini pada umumnya dalam tanah

Gambar 1. Bakteri pelarut fosfathttp://isro’wordpress.com

Gambar 2. Jamur Pelarut Fosfathttp://www.ipard.com

Page 139: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prospek PemanfaatanBakteri Pelarut Fosfat dalam Merehabilitasi ... (Nursyamsi)

123

ditemukan di sekitar perakaran yang jumlahnya berkisar 103 – 106

sel/g tanah.

Zona bening

Gambar 3. Zona bening yang dibentuk oleh mikroba pelarut fosfat(http://isro’wordpress.com)

Bakteri pelarut fosfat menghasilkan enzim phosphatase mau-pun asam-asam organik yang dapat melarutkan fosfat tanah mau-pun sumber fosfat yang diberikan (Lynch, 1983). Pseudomonas sp.,Bacillus sp., Bacillus megaterium, dan Chromobacterium sp.adalah sebagian dari kelompok BPF yang mempunyai kemampuantinggi sebagai “biofertilizer” dengan cara melarutkan unsur P yangterikat pada unsur lain (Fe, Al, Ca, dan Mg), sehingga unsur Ptersebut menjadi tersedia bagi tanaman.

Pada lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa KabupatenPangkep, tanahnya telah diidentifikasi untuk mengetahui jenis-je-nis bakteri pelarut fosfat. Dari hasil identifikasi diketahui padaumumnya bakteri pelarut fosfat berasal dari genera Pseudomonassp., Bacillus sp., Micrococcus sp., dan Flavobacterium sp. (Nur-syamsi et al., 2010).

III. SENYAWA P DI DALAM TANAH PADA LAHAN BEKAS TAM-BANG KAPUR

Fosfor (unsur P) merupakan unsur esensial kedua setelah Nyang berperan penting dalam proses pertumbuhan tanaman, sertametabolisme dan proses mikrobiologi tanah. Menurut Soepardi(1983), peranan P antara lain penting untuk pertumbuhan sel,

Page 140: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

124

pembentukan akar halus, dan rambut akar, memperkuat jeramiagar tanaman tidak mudah rebah, memperbaiki kualitas tanaman,pembentukan bunga, buah dan biji serta memperkuat daya tahanterhdap penyakit.

Unsur fosfor berasal dari bahan organik (pupuk kandang), sisatanaman, pupuk buatan (TSP), pelapukan batuan dan mineral-mineral di dalam tanah (apatit). Fosfor diserap oleh tanaman da-lam bentuk ion ortofosfat terutama dalam bentuk H2PO4

- danHPO4

2- yang berada di dalam tanah (Hardjowigeno, 1992). Siklusfosfat di alam disajikan pada Gambar 4 .

Gambar 4. Siklus fosfat di alam http://agroinformatika.net

Pada lahan bekas tambang kapur di PT. Semen Tonasa Kabupa-ten Pangkep umumnya memiliki tingkat kesuburan yang sangatrendah. Hal ini karena penambangan dilakukan dengan cara me-ngupas permukaan di mana semua yang menutupi bahan galianakan dikupas antara lain lapisan top soil tanah. Top soil adalah ba-gian profil tanah yang paling kaya hara dan subur karena kandung-an organiknya. Top soil berfungsi menyediakan hara, udara dan airbagi organisme di dalamnya sehingga menjadi pusat aktivitas bio-

Page 141: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prospek PemanfaatanBakteri Pelarut Fosfat dalam Merehabilitasi ... (Nursyamsi)

125

logis. Mikroba dan fauna tanah yang melimpah pada top soilmenguraikan bahan organik dan memperkaya hara dari waktu kewaktu. Hilangnya lapisan top soil akan mempengaruhi kesuburantanah. Hal ini nampak dari hasil analisis sifat kimia tanah lahan be-kas tambang kapur PT. Semen Tonasa (Tira dan Multikaningsih,2008) yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis sifat kimia tanah bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa

Pada Tabel 1 dapat dili-hat bahwa pH tanah agakbasa yang menunjukkankandungan OH- lebih ba-nyak dari H+. Hal ini dise-babkan tingginya kandung-an Ca dalam batu kapur.Ion Ca akan mengalami hi-drolisis melepaskan ion OHyang dapat meningkatkanpH tanah. Nilai pH yangtinggi ini akan mempenga-ruhi ketersediaan unsur P. Menurut Hardjowigeno (2003), padapH tinggi unsur P tidak dapat diserap tanaman karena difiksasioleh Ca. Dengan demikian walaupun kadar fosfor dalam tanahtinggi, tetapi tidak dapat diserap oleh tanaman. Keadaan lahanbekas tambang PT. Semen Tonasa Kabupaten Pangkep disajikanpada Gambar 5.

IV. MEKANISME BAKTERI PELARUT FOSFAT DALAM MELARUT-KAN PSuatu unsur hara akan mendekat dari larutan tanah ke permu-

kaan akar terjadi melalui salah satu dari tiga proses yaitu : (1)

Gambar 5. Keadaan lahan bekas tam-bang kapur PT. Semen Tonasa

Kabupaten Pangkep

Page 142: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

126

intersepsi akar (root interception), (2) difusi ion-ion dalam larutantanah, dan (3) aliran massa (mass flow) larutan tanah (Nyakpa etal., 1988).

Pergerakan ion fosfat pada umumnya disebabkan oleh pro-ses difusi, tetapi jika kandungan P larutan tanah cukup tinggi, ma-ka proses aliran massa yang berperan dalam transportasi tersebut.Pada tanah yang bereaksi basa, umumnya P bersenyawa dengankalsium (Ca-P). Adanya pengikatan-pengikatan P tersebut menye-babkan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Dalam aktivitasnya, mikroba pelarut P akan menghasilkanasam-asam organik di antaranya adalah asam sitrat, glutamat,suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartarat, danalfa ketobutirat (Rao, 1994). Meningkatnya asam-asam organiktersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH, sehingga meng-akibatkan terjadinya pelarutan P yang terikat oleh Ca. PenurunanpH juga dapat disebabkan terbebasnya asam sulfat dan nitrat pa-da oksidasi kemoautotrofik sulfur dan ammonium, berturut-turutoleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas (Alexander, 1978).Reaksi pelarutan P oleh penurunan pH dan terdapatnya guguskarboksilat, secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Ca10(PO4)6(OH)2 + 14 H+ 10 Ca2+ + 6 H2O + 6 H2PO4-

Asam organik mampu meningkatkan ketersediaan P di dalamtanah melalui beberapa mekanisme, di antaranya adalah: (1)anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan tapakjerapan koloid yang bermuatan positif (Nagarajah et al., 1970dalam Premono, 1994); (2) pelepasan ortofosfat dan ikatan lo-gam-P melalui pembentukan kompleks logam (Beaucamp danHome, 1997); dan (3) modifikasi muatan permukaan tapak jerapanoleh ligan organik (Havlin et al., 1999).

Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfatadalah: asam sitrat > asam oksalat = asam tartrat= asam malat >asam laktat = asam format = asam asetat. Asam organik yangmembentuk komplek yang lebih mantap dengan kation logamakan lebih efektif dalam melepas Ca, Al, dan Fe mineral tanah se-hingga akan melepas P yang lebih besar. Demikian juga asam aro-matik dapat melepas P lebih besar dibandingkan asam alifatik.Kemudahan fosfat terlepas mengikuti urutan Ca3(PO4)2 > AlPO4 >FePO4.

Page 143: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prospek PemanfaatanBakteri Pelarut Fosfat dalam Merehabilitasi ... (Nursyamsi)

127

Kecepatan pelarutan P dari mineral P oleh asam organik diten-tukan oleh:1. Kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah,2. Waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral,3. Tingkat dissosiasi asam organik,4. Tipe dan letak gugus fungsi asam organik,5. Affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam, dan6. Kadar asam organik dalam larutan tanah

Menurut Illmer dan Schinner (1995), Pseudomonas sp. lebihefektif dalam melarutkan P dalam bentuk Ca-P seperti apatit danbrushit, sedangkan jenis fungi seperti Aspergillus niger dan Peni-cillum simplicissimum lebih efektif dalam melarutkan P dari ben-tuk Al-P. Selanjutnya dinyatakan bahwa mekanisme pelarutan fos-fat dari bahan yang sukar larut banyak dikaitkan dengan aktivitasmikroba yang mempunyai kemampuan menghasilkan enzim fos-fatase, fitase, dan asam organik hasil metabolisme.

Tan (1995) menyatakan bahwa selain enzim fosfatase yang di-hasilkan oleh BPF yang dapat menghasilkan fosfat bebas, ada pulaenzim lain yaitu enzim firofosfatase dan metafosfatase. Reaksi pe-larutan oleh berbagai enzim pelarut P sebagai berikut:Ester fosfat + H2O ROH + fosfat

fosfatase (tersedia)Firofosfat + H2O 2 ortofosfat

firofosfatase (tersedia)Heksafosfat inositol + 6 H2O inositol + 6 fosfat (tersedia)

FitaseMetafosfat ortofosfat (tersedia)

metafosfate

Reaksi yang terjadi selama proses pelarutan P dari bentuk taktersedia adalah reaksi khelasi antara ion logam dalam mineral ta-nah dengan asam-asam organik. Khelasi adalah reaksi keseim-bangan antara ion logam dengan agen pengikat, yang dicirikan de-ngan terbentuknya lebih dari satu ikatan antara logam tersebutdengan molekul agen pengikat, yang menyebabkan terbentuknyastruktur cincin yang mengelilingi logam tersebut. Mekanismepengikatan Al+++ dan Fe++ oleh gugus fungsi dari komponen organikadalah karena adanya satu gugus karboksil dan satu gugus fenoilk,atau dua gugus karboksil yang berdekatan bereaksi dengan ionlogam.

Page 144: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

128

Aktivitas bakteri pelarut fosfat sangat tergantung pada pH ta-nah (Soepardi, 1983). Kecepatan mineralisasi juga meningkat de-ngan nilai pH yang sesuai bagi metabolisme bakteri dan pelepasanfosfat akan meningkat dengan meningkatnya nilai pH dari asam kenetral. Selain itu, kecepatan mineralisasi berkorelasi langsung de-ngan jumlah substrat. Tanah-tanah yang kaya fosfat organik meru-pakan tanah yang paling aktif bagi berlangsungnya proses minera-lisasi (Alexander, 1977).

V. POTENSI BAKTERI PELARUT FOSFAT MELARUTKAN P

Beberapa penelitian mengenai kemampuan BPF dalam mela-rutkan fosfat yang terikat telah dilakukan. Sean dan Paul (1957),menggunakan fosfobakterin galur fosfo 24, Bacillus substillus, Bac-terium mycoides, dan B. mesenterricus untuk melarutkan P or-ganik (glisero fosfat, lesitin, tepung tulang) dan P anorganik (Ca-P,Fe-P) yang dilakukan secara in-vitro. Hasilnya menunjukkan bah-wa bakteri tersebut mampu melarutkan FePO4,, Ca3(PO4)2, glisero-fosfat, lesitin, dan tepung tulang berturut-turut sebanyak 2-7%, 3-9%, 3-13%, 5-21%, dan 14%.

Hasil penelitian Louw dan Webley (1959) menggunakan berba-gai sumber P menunjukkan bahwa beberapa isolat bakteri pelarutfosfat yang digunakan mampu melepaskan dan melarutkan P daribatuan fosfat gafsa (hidroksiapatit) dan kalsium fosfat. Banik(1982) memanfaatkan Bacillus sp. dan dua galur Bacillus firmus,hasil percobaannya menunjukkan bahwa ketiga bakteri tersebutmampu melarutkan P berturut-turut 0,3%, 0,9%, dan 0,3% darisenyawa Ca3(PO4)2 yang diberikan.

Premono et al. (1991), menggunakan Pseudomonas putida, Ci-trobacter intermedium, dan Serratia mesenteroides, mendapatkanbahwa bakteri tersebut mampu meningkatkan P larut yang adadalam medium AlPO4 dan batuan fosfat sebanyak 6-19 kali lipat.Selanjutnya hasil penelitian Setiawati (1998) dengan mengguna-kan Pseudomonas fluorescens, mampu meningkatkan kelarutan Pdari fosfat alam dari 16,4 ppm menjadi 59,9 ppm dan meningkat-kan P tersedia tanah dari 17,7 ppm menjadi 34,8 ppm.

Elfianti (2008) menggunakan bakteri pelarut P, Enterobactergergoviae-CKP3-3 dan Bacilus subtilis-GP3-2 pada tanaman

Page 145: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prospek PemanfaatanBakteri Pelarut Fosfat dalam Merehabilitasi ... (Nursyamsi)

129

sengon. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kedua bakteritersebut efektif dalam meningkatkan ketersediaan P pada tanahmasam yaitu 222% dan 209% dibanding kontrol. Inokulasi keduabakteri ini dapat meningkatkan bobot kering tanaman sengon ber-turut-turut sebesar 93% dan 98% pada tanah Ultisol dan pening-katan sebesar 35% pada tanah Inceptisol, sedangkan serapan Pmeningkat 512% dan 496% pada Ultisol dan 307% dan 327% padaInceptisol dibanding dengan kontrol. Koinokulasi antara Rhizo-bium dan bakteri pelarut P dapat meningkatkan hampir semua pa-rameter yang diamati pada Ultisol pada percobaan rumah kacadan mampu beradaptasi dengan kondisi lapang.

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa efektifnya bakteri pe-larut fosfat tidak hanya karena kemampuannya dalam meningkat-kan ketersediaan P tetapi juga disebabkan kemampuannya dalammenghasilkan zat pengatur tumbuh (IAA), terutama mikroba yanghidup pada permukaan akar seperti Pseudomonas fluorecens, P.putida, dan P. striata (Arshad dan Frankenberger, 1993). Pseudo-monas fluorecens juga dapat mengontrol perkembangan penya-kit dumping-off dari tebu. Kemampuan bakteri ini terutama kare-na menghasilkan 2,4-diathyphloroglucinol suatu metabolit sekun-der yang dapat menghalangi dumping-off Phytium ultium (Fren-ton et al., 1992).

VI. REHABILITASI LAHAN BEKAS TAMBANG DAN APLIKASI BPF

Penanganan lahan kritis bekas penambangan secara baik danbenar serta pemilihan tanaman yang tepat merupakan kunci ke-berhasilan rehabilitasi lahan. Berbagai usaha dapat dilakukan un-tuk memperbaiki kualitas lahan kritis bekas penambangan menja-di lingkungan tempat tumbuh tanaman yang cocok. Usaha yangdapat dilakukan misalnya dengan menambahkan lapisan tanahyang baik, bahan amelioran dan pupuk, menanam tanaman penu-tup tanah jenis legum dan rumput serta pemanfaatan mikro-organisme tanah.

Bahan amelioran dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia ta-nah. Bahan amelioran dapat berupa bahan organik, kapur, dolo-mit, gypsum, dan abu batubara. Bahan organik merupakan ame-lioran terbaik untuk memperbaiki sifat tanah. Bahan organik dapatmeningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat/menahan air,

Page 146: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

130

sebagai perekat dalam pembentukan dan pemantapan agregat ta-nah. Bahan organik dapat berupa pupuk kandang, kompos, sekam,dan hasil pangkasan tanaman penutup tanah.

Untuk menunjang pertumbuhan dan menjamin ketersediaanhara yang cukup, tanah timbunan memerlukan pemupukan. Pu-puk yang dapat digunakan antara lain adalah urea, P-alam/SP36,dan KCl. Tanaman penutup tanah jenis legum dan rumput dapatmengendalikan erosi dan aliran permukaan. Hasil pangkasan da-pat digunakan sebagai mulsa untuk mengurangi evaporasi, meng-hambat naiknya garam-garam ke permukaan tanah, dan memper-baiki sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman legum yang dapat digu-nakan antara lain adalah Centrosema pubescens, Peuraria javanica,dan Calopogonium mucunoides serta untuk rumput ada-lahVetivenia zizanoides, Paspalium sp., Brachiaria decumbens, danPanicum maximum.

Beberapa jenis mikroorganisme tanah secara tidak langsungdapat membantu meningkatkan kesuburan media tumbuh mela-lui peningkatan unsur hara dalam tanah. Mikroorganisme tersebutdi antaranya adalah bakteri pelarut fosfat. Bakteri pelarut fosfatyang akan diaplikasikan sebaiknya diinokulasi ke bahan pembawa-nya. Bahan pembawa harus mampu berfungsi sebagai sumberenergi dan tempat tinggal mikroba dalam suatu jangka waktu ter-tentu. Bahan pembawa dapat berupa tanah gambut dan mineralliat seperti kaolin dan zeolit.

Pemberian inokulan bakteri pelarut fosfat pada tanamanbiasanya dengan kepadatan yang tinggi yaitu lebih dari 108 sel tiapgram media pembawanya. Dengan kepadatan yang tinggi diha-rapkan bakteri pelarut fosfat yang diberikan dapat bersaing de-ngan mikroba yang ada di dalam tanah. Dengan demikian mampumendominasi di sekitar perakaran (rhizosfer) tanaman.

Penelitian mengenai reklamasi lahan bekas penambanganemas di Jampang, Sukabumi telah dilakukan oleh Hidayati (2000).Keadaan lahan bekas tambang sebelum reklamasi adalah statushara rendah-sangat rendah. Kandungan tiga unsur hara makroesensial rendah yaitu 0,04% (N), 0,26% (P), dan 0,22 % (K). Degra-dasi lahan pada tanah bekas penambangan emas menyebabkanmenurunnya populasi mikroorganisme dan merubah iklim mikromenjadi kurang baik untuk organisme hidup. Upaya reklamasi di-lakukan dengan cara pemberian pupuk organik, penanaman

Page 147: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prospek PemanfaatanBakteri Pelarut Fosfat dalam Merehabilitasi ... (Nursyamsi)

131

vegetasi disertai inokulasi mikrosimbion, pemberian cover cropdan penerapan biomulsa. Vegetasi yang ditanam adalah sengonbuto (Enterolobium cyclocarpum Griseb) dan Acacia mangium.Cover crop yang digunakan adalah Centrocema pubescens danFlemingio congesta, inokulasi mikroorganisme yang digunakanadalah mikoriza, rhizobium, dan bakteri pelarut fosfat.

Setelah 4 tahun pengamatan, kondisi umum lahan bekas tam-bang mengalami perbaikan. Unsur N meningkat 55,56%, P 92,90%sedangkan K masih tetap rendah. Keberadaan jamur mikoriza me-ningkat dari 3,2 menjadi 80,5 spora per gram tanah. Mikroba pe-larut fosfat dari tidak ada menjadi 8 x107 sel per gram tanah.Rhizobium dari tidak ada menjadi 4,4 x 10. Keberadaan arthopodatanah yang berpotensi sebagai penyubur tanah meningkat popu-lasinya dari 219.728 menjadi 629.865-810.656 individu/m2.

VII. PENUTUP

Pemanfaatan mikroba tanah seperti bakteri pelarut fosfat didalam merehabiltasi lahan bekas tambang kapur masih kurang.Pada umumnya rehabilitasi lahan bekas tambang kapur dilakukansecara konvensional. Pada waktu revegetasi tanaman areal lahanbekas tambang kapur ditanami tanaman pada lubang tanamanyang telah diberi pupuk saja. Upaya perbaikan dengan cara ini di-rasakan kurang efektif, hal ini karena tanaman secara umum ku-rang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim meskipun telahdiberi pupuk. Keberhasilan rehabiltasi lahan bekas tambang kapursangat didukung oleh pemilihan jenis tanaman yang tepat danadaptif dengan lingkungan setempat, penggunaan bahan organik,penanaman cover crop, pemanfaatan mikroorganisme tanah. Sa-lah satu mikroorganisme tanah yang penting adalah bakteri pela-rut fosfat. Bakteri pelarut fosfat ini dapat membantu melepaskanfosfat yang terikat pada batuan kapur sehingga unsur P menjaditersedia bagi tanaman. Dengan adanya bakteri pelarut fosfat di-harapkan dapat meningkatkan keberhasilan revegetasi tanamanpada waktu merehabiltasi lahan bekas tambang kapur.

Page 148: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

132

DAFTAR PUSTAKA

Agroinformatika. 2011. Siklus P. Diunduh 16 September 2011 darihttp://agroinformatika.net.

Alexander, M. (1978). Introduction to soil microbiology (2nded.).New Delhi: Willey Eastern Limited.

Arshad, M., & Frankenberger, W.T. (1993). Microbial productionof plant growth regulators. In. F.B. Metting (Ed.), Soilmicrobial ecology (pp. 307-347). New York, Basel & Hong-kong: Marcel Dekker Inc.

Banik, S. (1982). Available phosphate content of an alluvial soils asinfluenced by inoculation of some isolated phosphate-solu-bilizing mikroorganism. Plant Soil, 60, 353-364.

Beauchamp, E.G., & Hume, D. J. (1997). Agricultural soil manipu-lation, The use of bacteria, manuring and plowing. In J.D.Trevors & E.M.H. Wellington (Eds.), Modern soil microbiology(pp. 643-664). New York: Marcel Dekker.

Elfianti, D. (2008). Penggunaan rhizobium dan bakteri pelarut fos-fat pada tanah mineral masam untuk memperbaiki pertum-buhan bibit sengon (Paraserianthes falcataria (l.)Nielsen)(Tesis). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Frenton, A. M., Stephens, P. M., Crowley, J., Callaghan, M. O., &O’Gara, F. (1992). Exploitation of genes involved 2,4-diacethylphloroglucinol biosynthesis to conifer a new bio-control capability to a Pseudomonasstrain. Applied Environ-mental Microbial, 58, 3873-3878.

Goenadi, D. H., Saraswati, R., & Lestari, V. (1993). Kemampuanmelarutkan fosfat dan beberapa isolat bakteri asal tanah danpupuk kandang sapi. Menara Perkebunan, 61, 44-49.

Hardjowigeno, S. (2003). Ilmu tanah. Jakarta: Akademika Pressin-do.

Havlin, J. L., Beaton, J. D., Tisdale, S. L., & Nelson, W. L. (1999). SoilFertiliy and fertilizer. an introduction to nutrient management(6th. ed.) New Jersey: Prentice Hall.

Hidayati, N. (2000). Degradasi lahan pasca penambangan emasdan upaya reklamasinya : Kasus penambangan emas diJampang-Sukabumi. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.

Page 149: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prospek PemanfaatanBakteri Pelarut Fosfat dalam Merehabilitasi ... (Nursyamsi)

133

Illmer, P., & Schinner, F. (1995). Solubilization of organic calciumphosphates solubization mechanisms. Soil Biology Bio-chemistry, 27 (3), 257-263.

Isroi. (2009). Mikroba pelarut fosfat untuk memenuhi kebutuhanpupuk fosfat. Diunduh 14 September 2011 darihttp://isro’ .wordpress.com/2009/05/21.

Lal, L. (2002). Phosphate biofertilizers (p.224). India: Agrotech.Publ. Academy, Udaipur.

Louw, H.A., & Webley, D. M. (1959). A. Study of soil bacteriadissolving certain mineral phosphate fertilizer and relatedcompounds. Journal Applied Bacteriology, 22, 227-233.

Lynch, J. M. (1983). Soil biotechnology (p.191). London: BlackwellSci. Pub. Co.

Nursyamsi, H., Tikupadang, Prayudyaningsih, R., Hajar, & Toaha, A.Q. (2010). Teknologi biopotting untuk mendukung biorekla-masi lahan bekas tambang kapur (Laporan Hasil Penelitian).Makassar: Balai Penelitian Kehutanan Makassar.

Nyakpa, M.Y., Pulung, M. A., Amrah, A. G., Munawar, A., Hong, G.B., & Hakim, N. (1988). Kesuburan tanah. BKS/PIN/USAI Uni-versity of Kentucky WUAE Project.

Premono, M. K., Widyasluti, R., & Anas, I. (1991). Pengaruh bakteripelarut fosfat terhadap senyawa P sukar larut, ketersediaan Ptanah, dan pertumbuhan jagung pada tanah Podsolik MerahKuning (Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan 1991). UltisolsAbtsract, A33, 33. Bogor: Perhimpunan Mikrobiologi Indo-nesia.

Premono, E. M., Widyastuti, R. & Anas, I. (1994). Pengaruh bakteripelarut fosfat terhadap senyawa P sukar larut, ketersediaan Ptanah dan pertumbuhan jagung pada tanah masam. MakalahPertemuan Ilmiah Tahunan, Penni 2-3 Desember 1991. Bo-gor.

Rachmiati, Y. (1995). Bakteri pelarut fosfat dari rizosfer tanamandan kemampuannya dalam melarutkan fosfat. ProsidingKongres Nasional VI HITI, 12-15 Desember 1995. Jakarta.

Rao, N.S.S. (1982). Phosphate solubilization by soil micro-organisms. In N.S. Rao (Ed.) Advanced in agricultural micro-biology. New Delhi: Oxford and IBH Publishing Co.

Page 150: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

134

Rao, N.S.S. (1994). Mikroorganisme tanah dan pertumbuhan ta-naman (2th., ed.). (Terjemahan Herawati Susilo). Jakarta: Uni-versitas Indonesia Press.

Sean, A., & Paul, N. B. (1957). Solubilization of phosphate by somecommon soil bacteria. Curr. Scl., 26, 2-22.

Setiawati, T.C. (1998). Efektivitas mikroba pelarut P dalam me-ningkatkan ketersediaan P dan pertumbuhan tembakau Be-suki Na-Oogst (Nicotiana tabacum L.) (Tesis Program Pasca-sarjana). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Setiadi, Y. (1989). Pemanfaatan mikroorganisme dalam kehutan-an. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Soepardi, G. (1983). Sifat dan ciri tanah. Bogor: Institut PertanianBogor.

Tan, K.H., (1994). Environmental soil science manual. New York,USA: Dekker Inc.

Tira, L. A., & Multikaningsih, E. (2008). Karakteristik lahan bekastambang batu kapur di kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.Info Hutan, III(3), 219-228.

Widawati, S., Suliasih, & Kanti, A. (2001). Pengaruh isolat BPF efek-tif dan dosis pupuk fosfat terhadap pertumbuhan kacang ta-nah (Arachis hypogaea L.). Prosiding Seminar Nasional BiologiXVI (Vol. 2), 26-27 Juli 2001. Bandung: PBI cabang Bandungdan ITB.

Page 151: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

135

IDENTIFIKASI DAN KEBERADAAN TUMBUHAN PENGHASILGAHARU SERTA IDENTIFIKASI MIKROBA PEMBENTUK GUBAL

GAHARU DI SULAWESI1

Hermin Tikupadang dan Retno PrayudyaningsihBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Gaharu merupakan hasil hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggidan banyak diburu masyarakat. Permintaan pasar terhadap komoditasgaharu terus meningkat dari tahun ke tahun, namun dewasa ini potensi-nya sudah menurun, oleh karena itu perlu dilakukan penanaman ataubudidaya. Agar usaha penanaman gaharu berhasil maka diperlukan ber-bagai data dan informasi. Informasi jenis tumbuhan penghasil gaharudan mikroba yang menyebabkan terbentuknya gubal gaharu di Sulawesidapat digunakan sebagai dasar dalam upaya pembudidayaan tumbuhanpenghasil gaharu di Sulawesi. Kegiatan penelitian ini bertujuan untukmengetahui jenis tumbuhan penghasil gaharu, keberadaan tumbuhanpenghasil gaharu dan mikroba penyebab gaharu di beberapa tempat diSulawesi. Kegiatan penelitian ini meliputi survey dan eksplorasi untukmenginventarisir tumbuhan penghasil gaharu, meliputi pengambilanherbarium, pengambilan sampel yang terindikasi terserang patogen,isolasi, pembuatan isolat, identifikasi herbarium dan identifikasi mikrobapenyebab gubal gaharu. Penelitian ini dilakukan di Malili, Mangkutana,Kabupaten Puhuwato (Gorontalo) dan Kabupaten Mamasa serta di Labo-ratorium Mikrobiologi Balitbang Kehutanan Sulawesi. Hasil eksplorasidan identifikasi diketahui bahwa jenis tumbuhan penghasil gaharu yangdijumpai di Malili, Mangkutana, Mamasa, dan Puhuwato (Gorontalo)adalah Gyrinops versteeghii (Gilg.) Domke. dan mikroba yang menyebab-kan gubal gaharu adalah Fusarium sp. Permudaan G. versteeghii tidakdijumpai pada tingkat anakan di semua lokasi penelitian serta frekuensidan kerapatannya sudah rendah.

Kata kunci: Tumbuhan gaharu, gubal gaharu, identifikasi, mikroba

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 152: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

136

I. PENDAHULUAN

Gaharu dikelompokkan dalam komoditas kehutanan golonganhasil hutan bukan kayu (HHBK) yang diandalkan karena mempu-nyai nilai ekonomi tinggi. Gaharu terkenal karena memiliki aromayang khas sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan se-perti parfum, pewangi ruangan, hio/dupa, dan sebagai obat tradi-sional.

Ada 16 jenis kayu penghasil gaharu di Indonesia yang berasaldari 3 famili dan 8 genus/marga, yaitu Aquilaria sp., Gonystylus sp.,Aetoxylon sp., Enkleia sp., Wikstroemia sp., Gyrinops sp., Exco-ecaria sp., dan Dalbergia sp. (Departemen Kehutanan, 2003). Da-erah sebaran jenis tersebut di Indonesia adalah Sumatera, Jawa,Sulawesi, Kalimatan, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Me-nurut Sumarna (2006) di Sulawesi diperkirakan hanya terdapat je-nis Wikstroemia androsaemifolia Decne. dan Gyrinops decipiensDing Hou.

Gaharu diperdagangkan dalam berbagai bentuk yaitu berupabongkahan, chips, dan serbuk. Demikian pula warnanya, bervariasimulai dari mendekati putih sampai coklat tua atau mendekati ke-hitaman, tergantung kadar damar wangi yang dikandungnya.Umumnya warna gaharu inilah yang dijadikan dasar dalam pe-nentuan kualitas gaharu, semakin hitam/pekat warnanya maka se-makin tinggi kandungan damar wanginya dan semakin tinggi pulanilai jualnya.

Proses terbentuknya gaharu secara alami umumnya terjadi aki-bat pohon terluka dan terinfeksi mikroba. Mekanisme proses fisio-logis terbentuknya gaharu dimulai dengan masuknya mikroba pa-togen ke dalam jaringan kayu. Sel-sel yang isinya sudah dikonsum-si mikroba patogen akan membentuk suatu kumpulan sel mati pa-da jaringan pembuluh, akibatnya fungsi daun dalam memproseshara terhenti yang pada akhirnya tumbuhan akan mati secara fi-sik, cabang dan ranting mengering, kulit batang pecah dan mudahdikelupas. Kondisi ini merupakan ciri biologis tumbuhan yang su-dah menghasilkan gaharu. Jenis mikroba patogen yang sementaraini diketahui sebagai pembentuk gaharu dari berbagai wilayahsentra produksi antara lain Fusarium sp., Phytium sp., Botrydiplo-dia sp., Cystophaerah sp., Thielaviopsis sp., Libertella sp., Tricho-derma sp., dan Scytalidium sp.

Page 153: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Identifikasi dan KeberadaanTumbuhan Penghasil Gaharu ... (H. Tikupadang; R. Prayudyaningsih)

137

Ekspor gaharu Indonesia tercatat lebih dari 100 ton pada tahun1985 dan pada tahun-tahun selanjutnya meningkat hingga tahun2000. Tahun 2000 akhir sampai 2002 hanya 30 ton yang diekspordengan nilai US$ 600.000,-. Hal ini disebabkan makin sulitnya ga-haru didapat di alam (Susilo, 2003), selain itu pohon yang didapatdi hutan alam pun semakin sedikit yang diakibatkan penebanganhutan secara liar dan tidak terkendali serta tidak adanya upaya pe-lestarian. Jenis Aquilaria malaccensis Benth. sejak tahun 1994 su-dah termasuk jenis yang dilindungi dan masuk dalam Appendix IICITES. Hal ini berarti bahwa jenis ini hanya dapat diperdagangkanberdasarkan kuota yang ditentukan (Mandang dan Wiyono, 2002).Pada tahun 2005 jenis G. versteeghii juga telah masuk Appendix IICITES (CITES, 2005 dalam Asdar dan Hermin, 2007).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh ASGARIN (2001),sisa pohon gaharu di daerah-daerah penghasil utama gaharu ada-lah Sumatera (26%), Kalimantan (27%), Nusa Tenggara (5%), Sula-wesi (4%), Maluku (6%), dan Irian Jaya (37%). Dari hasil survei ter-sebut menunjukkan bahwa Sulawesi merupakan daerah yang sisapohon gaharunya paling sedikit bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain sehingga perlu dilakukan upaya pelestarian agar popu-lasi kayu penghasil gaharu di Sulawesi tidak punah, salah satu diantaranya dengan cara membudidayakannya. Jika upaya ini tidakdilakukan maka cepat atau lambat akan terjadi kepunahan sum-ber plasma nutfah gaharu di Sulawesi. Pembudidayaan dapat dila-kukan selain dengan penanaman kembali di kawasan hutan (re-boisasi) juga sebagai usaha penghijauan dan penanaman kayu ga-haru di lahan milik petani.

Untuk mendukung keberhasilan upaya tersebut perlu adanyasentuhan teknologi, selain dari aspek budidaya juga dari segi pem-bentukan gubalnya agar produksi dapat meningkat, baik kualitasmaupun kuantitas (Parman dan Mulyaningsih, 1996). Sentuhanteknologi dapat dilakukan dengan tepat apabila tersedia berbagaidata dan informasi antara lain: diketahuinya jenis tanaman peng-hasil gaharu setempat dan mikroba yang menyebabkan terbentuk-nya gubal gaharu. Mikroba yang menyebabkan terjadinya pem-bentukan gubal gaharu pada setiap jenis kayu penghasil gaharubiasanya berlainan, bahkan ada yang menyebutkan bahwa bagianbatang dan akar dalam satu pohon, mikrobanya berlainan.

Page 154: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

138

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Eksplorasi tumbuhan penghasil gaharu dan identifikasi mikrobapenyebab gubal gaharu dilakukan di Kabupaten Luwu Timur (Pro-vinsi Sulawesi Selatan) yaitu di Malili dan Mangkutana pada tahun2004, di Kabupaten Mamasa (Sulawesi Barat) dan Kabupaten Po-huwato (Provinsi Gorontalo) yaitu di Desa Tingki, Molosipat, danKarangetang pada tahun 2005. Untuk identifikasinya dilakukan diPuslitbang Konservasi dan Rehabilitasi Bogor, sedangkan untukidentifikasi mikroba penyebab gubal gaharu dilakukan di Labora-torium Mikrobiologi Balai Litbang Kehutanan Sulawesi, Makassar.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah me-dia tumbuh mikroba PDA (Potato Dextrose Agar), gunting stek,aquades, spirtus, alkohol, kapas, alminium foil, kertas saring, mi-kroskop, petridish, pinset, jarum ose, gelas ukur, gelas erlen-meyer, tabung reaksi, parang, kantong plastik, autoclave, tim-bangan analitik, lampu bunsen, gelas beaker, kulkas, inkubator,enkas (kotak steril), dan alat tulis.

C. Metode Pelaksanaan

1. Identifikasi Tumbuhan Penghasil Gaharu

Untuk mengetahui jenis tumbuhan penghasil gaharu dilakukandengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Dataprimer diperoleh dengan cara survei dan eksplorasi ke hutan alamuntuk menginventarisir semua jenis pohon penghasil gaharu sertamengambil sampel herbariumnya untuk keperluan identifikasi. Pe-nentuan lokasi/hutan alam yang dieksplorasi dilakukan secara pur-posif di mana pada hutan tersebut telah diketahui terdapat pohonpenghasil gaharu. Kegiatan eksplorasi menggunakan jalur berpe-tak dan pada tiap jalur dibuat plot sebanyak 3-5 buah denganukuran 20 m x 20 m, serta jarak antar plot 50-60 m. Selanjutnyadilakukan deskripsi terhadap jenis tumbuhan penghasil gaharuyang dijumpai. Data sekunder diperoleh dengan cara mewawan-carai pencari gaharu yang bermukim di sekitar hutan.

Page 155: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Identifikasi dan KeberadaanTumbuhan Penghasil Gaharu ... (H. Tikupadang; R. Prayudyaningsih)

139

2. Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Gubal Gaharu

Kegiatan identifikasi mikroba penyebab gubal gaharu meliputi:a. Pengambilan sampel gubal gaharu atau bagian pohon yang ter-

serang mikroba di lapangan.b. Isolasi mikroba. Sampel gaharu yang diambil di lapangan di-

biakkan dalam media biakan yang telah disiapkan (media PDA).Mikroba yang tumbuh pada media tersebut dimurnikan lagidan selanjutnya diidentifikasi.

c. Identifikasi mikroba. Kegiatan ini merupakan langkah akhir un-tuk mengetahui jenis mikroba penyebab gubal gaharu. Identifi-kasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan literatur(di antaranya “Illustrated Genera Imperfect Fungi” oleh Barnetdan Hunter, 19972) dengan melihat bentuk hifa, ada-tidaknyasekat hifa, konidia, dan ciri-ciri lainnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tumbuhan Penghasil Gaharu

1. Identifikasi Tumbuhan Penghasil Gaharu

Dari hasil eksplorasi yang dilakukan di Malili, Mangkutana, Ka-bupaten Mamasa dan Kabupaten Pohuwatu Provinsi Gorontalo(Desa Tingki, Desa Molosipat, dan Desa Desa Tingki), ditemukangaharu beringin (di Malili, Mangkutana, Desa Molosipat, Mamasadan Desa Karangetang), gaharu sirsak (di Desa Tingki), dan gaharu(di Desa Tingki dan Karangetang). Setelah diidentifikasi di Labora-torium Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi danRehabilitasi Bogor, jenis-jenis tersebut ternyata semuanya adalahgaharu jenis G. versteeghii. Menurut Whitmore et al. (1989), Gyri-nops dijumpai di kawasan timur Indonesia (Sulawesi, Nusa Teng-gara, dan Papua).

Deskripsi tumbuhan penghasil gaharu tersebut adalah sebagaiberikut: model arsitek pohon adalah Schoute’s; batang berwarnacoklat muda, lunak, bentuk bulat, permukaan batang licin, arahtumbuh tegak lurus, cara percabangan monopodial, arah tumbuhcabang condong ke atas; daun tunggal (folium simplex), tata letakdaun pada batang tersebar (folia sparsa) menurut rumus ½, pan-jang tangkai daun 5-7 mm, bangun daun (circum scriptio)

Page 156: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

140

memanjang (oblongus) – lancet (lanceolatus), panjang daun 11-13cm, lebar daun 3,3-3,9 cm, ujung daun meruncing (acuminatus),pangkal daun runcing (acutus), susunan tulang daun (nervatio)bertulang menyirip (penninervis), tepi daun rata (integer), dagingdaun seperti perkamen (perkamenteus), warna hijau tua, permu-kaan daun licin (laevis) mengkilat; sistem perakaran tunggang ber-bentuk tombak.

2. Keberadaan Tumbuhan Penghasil Gaharu di Lokasi Penelitian

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada tempat tumbuhtumbuhan penghasil gaharu jenis G. versteeghii tersebut pada ke-enam lokasi penelitian di Sulawesi menunjukkan bahwa frekuensidan kerapatannya sangat rendah. Frekuensi dan kerapatan G.versteeghii disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 menunjukkan bahwa frekuensi tumbuhan penghasil ga-haru jenis G. versteeghii yang ditemukan pada keenam lokasi pe-nelitian, pada tingkat pancang dan tiang yang tertinggi adalah diMamasa (0,5000) dan pada tingkat pohon yang tertinggi adalah diDesa Tingki (0,6667). Tabel 2 menunjukkan bahwa kerapatan tum-buhan gaharu G. versteeghii tertinggi pada tingkat pancang adalahdi Mamasa (0,5000), pada tingkat tiang kerapatan yang tertinggiadalah di Mangkutana (0,1254), dan pada tingkat pohon kerapat-an tertinggi adalah di Desa Tingki (0,0017).

Tabel 1. Frekuensi tumbuhan penghasil gaharu jenis Gyrinops versteeghiidi keenam lokasi penelitian

Lokasi Nama daerah FrekuensiAnakan Pancang Tiang Pohon

Malili Gaharu beringin 0,0000 0,0060 0,0416 0,0000Mangkutana:- Cagar Alam- Hutan Lindung

Gaharu beringinGaharu beringin

0,00000,0000

0,04340,0000

0,06050,0811

0,00000,0000

Desa Tingki GaharuGaharu sirsak

0,00000,0000

0,00000,1667

0,00000,0000

0,16670,5000

Desa Molosipat Gaharu beringin 0,0000 0,0000 0,0000 0,1667Desa Karange-tang

GaharuGaharu beringin

0,00000,0000

0,00000,0000

0,00000,0000

0,22220,3333

Mamasa Gaharu 0,0000 0,5000 0,5000 0,0000

Page 157: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Identifikasi dan KeberadaanTumbuhan Penghasil Gaharu ... (H. Tikupadang; R. Prayudyaningsih)

141

Tabel 2. Kerapatan tumbuhan penghasil gaharu jenis Gyrinops versteeghiidi keenam lokasi penelitian

Lokasi Nama daerah FrekuensiAnakan Pancang Tiang Pohon

Malili Gaharu beringin 0,0000 0,0847 0,0416 0,0000Mangkutana:- Cagar alam- Hutan Lindung

Gaharu beringinGaharu beringin

0,00000,0000

0,03030,0000

0,05000,0754

0,00000,0000

Desa Tingki GaharuGaharu sirsak

0,00000,0000

0,00000,0067

0,00000,0000

0,00040,0013

Desa Molosipat Gaharu beringin 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004Desa Karange-tang

GaharuGaharu beringin

0,00000,0000

0,00000,0000

0,00000,0000

0,00060,0008

Mamasa Gaharu 0,0000 0,5000 0,0050 0,0000

Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa tumbuhan penghasilgaharu jenis G. versteeghii di keenam lokasi penelitian tidak dite-mukan permudaan pada tingkat anakan dan tumbuhan gaharu inipada setiap tingkatnya tidak ditemukan di semua lokasi penelitian.Pada tingkat pancang hanya ditemukan di Malili, Mangkutana, De-sa Tingki, dan Mamasa; pada tingkat tiang hanya ditemukan diMalili, Mangkutana, dan Mamasa; pada tingkat pohon hanya dite-mukan di Desa Tingki, Molosipat, dan Karangetang. Tabel 1 danTabel 2 juga menunjukkan bahwa pada keenam lokasi penelitiantidak ada satu lokasi pun yang ditemukan gaharu jenis G. vers-teeghii pada semua tingkatan yaitu mulai dari tingkat anakan sam-pai tingkat pohon.

Berdasarkan frekuensi dan kerapatan jenis G. versteeghii padakeenam lokasi penelitian yang rata-rata nilainya kecil dan tidakada satupun dari lokasi tersebut ditemukan semua tingkatan, khu-susnya permudaan pada tingkat anakan, maka diduga jenis ini su-dah mulai langka. Keadaan ini sejalan dengan dimasukkannya jenisG. versteeghii dalam Appendix II CITES pada tahun 2005 (CITES,2005 dalam Asdar dan Hermin, 2007). Hal ini berarti bahwa jenisini hanya dapat diperdagangkan berdasarkan kuota yang telah di-tentukan (Mandang dan Wiyono, 2002).

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa tumbuhan peng-hasil gaharu sudah sulit ditemukan di alam terutama pada tingkatanakan. Dengan demikian tumbuhan penghasil gaharu jenis G.versteeghii diduga sudah sangat berkurang dan dengan dimasuk-

Page 158: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

142

kannya jenis ini dalam Appendix II CITES pada tahun 2005, makapembudidayaan jenis ini sangat dibutuhkan. Rendahnya populasiG. versteeghii di alam/hutan diakibatkan penebangan hutan seca-ra liar dan tidak terkendali serta tidak adanya upaya pelestarian.Para pemburu gaharu pada dasarnya mengetahui karakteristik te-gakan atau tumbuhan gaharu yang sudah menghasilkan gubal ga-haru, namun pada masa kejayaan gaharu banyak orang yang tidakberkompeten juga memburu gaharu sehingga banyak pohon yangtidak menghasilkan gaharu juga ditebang sehingga keberadaannyasemakin berkurang secara drastis.

Hasil pengamatan faktor ekologi tempat tumbuh G. versteeghiipada keenam lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3, sedangkansifat kimia tanah tempat tumbuh disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Lokasi dan faktor lingkungan tempat tumbuh gaharu jenis Gyri-nops versteeghii di keenam lokasi penelitian

LokasiKetinggian

tempat(mdpl)

Kelem-baban

(%)

Intensitascahaya

(candela)

Suhu(0C) Kelerengan

Malili 225-330 80-90 250-480 20-30 70-100Mangkutana:- cagar alam- hutan lindung

1.190-1.3001.210-1.360

49-7554-71,5

2.080-8.2002.030-7.740

18-3121-25

40-4520-50

Desa Tingki 100-362 72-79 228-551 27-30 Datar-75Desa Molosipat 100-220 79-86 126-288 25-27 10-60Desa Karangetang 322-514 62-84 92-1.125 25-36 17-82Mamasa 450-610 91-95 120-159 21-24 20-95

Tabel 4. Hasil analisis tanah tempat tumbuh gaharu jenis Gyrinops vers-teeghii di keenam lokasi penelitian

Parameter

Lokasi penelitian

MaliliMangkutana

Molosi-pat Tingki Krange-

tang MamasaCagaralam

Hutanlindung

pH H2O (1 : 2,5) 6,15 5.96 6,24 6,13 6,24 6,18 6,32C-Organik (%) 1,12 1,88 2,14 2,12 2,18 1,76 1,72N-Total (%) 0,14 0,12 0,11 0,13 0,10 0,10 0,13P2O5-Ters (ppm) 20,14 18,64 20,64 18,21 18,86 20,21 19,97KTK (cmol/kg) 24,27 26,31 25,42 23,47 21,26 50,57 24,21Ca (cmol/kg) 4,32 6,15 5,32 4,70 4,16 4,24 4,12Mg (cmol/kg) 2,14 3,25 3,01 2,24 3,18 2,21 2,18K (cmol/kg) 0,119 0,210 0,218 0,112 0,147 0,161 0,112Na (cmol/kg) 0,321 0,142 0,241 0,217 0,224 0,217 0,217

Page 159: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Identifikasi dan KeberadaanTumbuhan Penghasil Gaharu ... (H. Tikupadang; R. Prayudyaningsih)

143

Tabel 3 menunjukkan bahwa tempat tumbuh G. versteeghiipada keenam lokasi penelitian berada pada ketinggian 100-1.360mdpl, suhu 18-360C, kelembaban 40-95%. Sumarna (2002) me-nyatakan bahwa secara ekologis jenis-jenis tumbuhan penghasilgaharu di Indonesia tumbuh pada daerah dengan ketinggian 0-2.400 mdpl. Umumnya gaharu yang berkualitas baik tumbuh padadaerah beriklim panas dengan suhu 28-340C, kelembaban 60-80%dan curah hujan 1.000-2.000 mm/tahun.

Berdasarkan Tabel 4 dan kriteria penilaian sifat kimia tanahmaka dapat diketahui bahwa tempat tumbuh G. versteeghii di ke-enam lokasi penelitian mempunyai pH netral, C organik rendah-sedang, N total rendah, P2O5 rendah, kapasitas tukar kation (KTK)sedang-sangat tinggi.

KTK menunjukkan tingkat kesuburan tanah. Tanah dengan KTKtinggi dapat menyerap unsur hara, sehingga ketersediaan haraakan lebih bagus pada areal dengan KTK rendah (Pratiwi, 2010).Kandungan karbon organik dan nitrogen total di lokasi penelitianadalah rendah, ini mengindikasikan bahwa bahan organiknya ren-dah. Menurut Sutanto (1988) dalam Pratiwi (2010), bahan organikjuga menyebabkan meningkatnya KTK dengan meningkatnyamuatan negatif. Perbandingan C/N di lokasi penelitian padaumumnya adalah sedang-tinggi yaitu 13,23-21,80. Hal ini menun-jukkan bahwa dekomposisi bahan organik pada tempat-tempattersebut tidak terlalu kuat.

B. Jenis Mikroba yang Membentuk Gubal GaharuSampel kayu yang diambil dari lapangan pada tumbuhan peng-

hasil gaharu jenis G. versteeghii adalah bagian tumbuhan yangterindikasi terserang patogen. Berdasarkan hasil identifikasi yangdilakukan pada sampel maka diketahui bahwa mikroba yangmenginfeksi G. versteeghii pada keenam lokasi penelitian adalahjamur Fusarium sp. Jamur ini merupakan golongan jamur tidaksempurna yaitu dari kelas Deuteromycetes. Ciri-ciri jamur ini ada-lah miselium bersekat, mula-mula miselium tidak berwarna tapimakin tua menjadi berwarna krem dan akhirnya koloni tampakmempunyai benang-benang berwarna oker, pada miselium yangtua terbentuk klamidospora yang berdinding tebal; jamur mem-bentuk mikrokonidium bersel 1, tidak berwarna, lonjong/bulattelur; jamur juga membentuk makrokonidium, tidak berwarna,

Page 160: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

144

bersekat 2, 3, dan 4, berbentuk seperti bulan sabit, dapat mem-bentuk klamidospora, dapat tumbuh dengan baik pada macam-macam medium agar.

Menurut Sumarna (2002), infeksi mikroba penyebab terben-tuknya gaharu umumnya dari mikroba jenis Fusarium sp., Phytiumsp., Botrydiplodia sp., Cytosphaera sp., Thielaviopsis sp., Tricho-derma sp., dan Scytalidium sp. Hasil survey Subehan et al. (2005)di Sulawesi Selatan dan Kalimatan Timur menemukan pada gaharubudidaya, jenis jamur F. laseritum menginfeksi lebih cepat padajenis Aquilaria sp. dan mudah diisolasi serta diinokulasi. Satu ta-hun setelah inokulasi, dihasilkan gaharu kualitas rendah.

Barnett dan Hunter (1972) mengemukakan, Fusarium sp. ter-masuk cendawan yang umum memarasit tanaman tingkat tinggi.Lebih lanjut Sugiharso dan Suseno (1980) mengemukakan, bahwaFusarium adalah jenis cendawan yang tersebar secara luas di da-erah tropis dan subtropis, menyerang tanaman yang dibudidaya-kan maupun tumbuhan liar. Bentuk morfologi antara jenis agaksulit dibedakan. Cendawan ini menyerang jaringan vascular ta-naman sehingga daun menjadi kuning.

Genus Fusarium ini tercatat sebagai patogen lemah, menye-rang tanaman ketika dalam kondisi pertumbuhan yang kurangbaik. Cendawan ini terkenal sebagai patogen tanah yang terka-dang dapat menyerang tanaman dan menimbulkan gejala layudan biasanya dapat mengakibatkan kematian tanaman. CendawanFusarium dapat bertahan lama dalam tanah dan tanah yang sudahterinfeksi sukar untuk dibersihkan dari cendawan ini. Cendawanmenginfeksi akar, batang, atau ranting terutama melalui luka-luka,lalu menetap dan berkembang dalam berkas pembuluh. Cenda-wan ini berkembang pada suhu 21-330C, suhu optimum 280C, ke-lembaban tanah juga sangat membantu pertumbuhannya.

Beberapa kasus serangan Fusarium pada pohon hutan atauperkebunan akan terjadi asosiasi antara patogen ini dengan se-rangan sejenis kumbang Scolytidae. Diperkirakan kumbang iniyang membantu penyebaran dan infeksi Fusarium di pohon peng-hasil gaharu secara alami. Fusarium yang berasosiasi dengan kum-bang akan lebih cepat berkembang karena kondisi liang gerekkumbang dimanfaatkan sebagai tempat tumbuh yang baik (Radianet al., 2007).

Page 161: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Identifikasi dan KeberadaanTumbuhan Penghasil Gaharu ... (H. Tikupadang; R. Prayudyaningsih)

145

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Di Sulawesi (di keenam lokasi penelitian yaitu di Malili, hutanlindung di Mangkutana, cagar alam di Mangkutana, Desa Ting-ki, Desa Molosipat, dan Desa Karangetang) ditemukan tumbuh-an penghasil gaharu yang diberi nama oleh masyarakat setem-pat yaitu gaharu beringin, gaharu sirsak, dan gaharu, namunsetelah diindentifikasi hanya satu jenis yaitu Gyrinops vers-teegii (Gilg.) Domke.

2. G. versteegii tidak ditemukan pada semua tingkatan pada salahsatu dari keenam lokasi penelitian, bahkan permudaan padatingkat anakan tidak ditemukan di semua lokasi penelitian.

3. Jenis mikroba pembentuk gubal gaharu yang ditemukan di ke-enam lokasi penelitian tersebut adalah cendawan Fusarium sp.

4. Frekuensi dan kerapatan tumbuhan penghasil gaharu jenis G.versteegii (Gilg.) Domke. rendah di beberapa tempat di Sula-wesi, maka seyogianya jenis ini dibudidayakan agar tidak sema-kin langka.

DAFTAR PUSTAKA

Asdar, M., & Tikupadang, H. (2007). Identifikasi pohon penghasilgaharu di Sulawesi. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian LitbangKehutanan Untuk Mendukung Pembangunan Kehutanan Re-gional. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutandan Konservasi Alam.

Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia. (2001). Masalah/kendala dalam pengusahaan kayu gaharu. Lokakarya Pe-ngembangan Tanaman Gaharu, 4 – 5 September 2001 di Ma-taram. Jakarta: Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat,Ditjen RLPS Departemen Kehutanan RI.

Barnett, H. L., & Hunter, B. (1972). Illustrated genera of imperfectfungi. Minnesota: Burgess Publishing Company.

Departemen Kehutanan. (2003). Teknik budidaya gaharu. Bogor:Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.

Mandang, Y. I., & Wiyono, B. (2002). Anatomi kayu gaharu (Aqui-laria malaccensis Lamk.) dan Beberapa Jenis Sekerabat. Bule-tin Penelitian Hasil Hutan, vol(no), hal..?

Page 162: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

146

Parman & Mulyaningsih, T. (1996). Pembudidayaan pohon gaharusebagai upaya peningkatan pendapatan petani dan peles-tarian plasma nutfah. Pertemuan Tahunan Konsorsium Pe-ngembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara, 22-26 April1996. Dili, Timor Timor.

Pratiwi. (2010). Karakteristik lahan habitat pohon penghasil gaha-ru di beberapa hutan tanaman di Jawa Barat. Pengembang-an Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Ma-syarakat. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutandan Konservasi Alam.

Radian, F., Rianto, Masitoh, & Yuaner. (2007). Identifikasi tanamandan mikroba pembentuk gubal gaharu di Kalimantan Barat.Agipura, 3(2): 424–433.

Subehan, Ueda, J., Fujino, H., Attamimi, F., & Kadota, S. (2005). Afield survey of agarwood in Indonesia. Journal of TraditionalMedicines, 22(4): 244-251.

Sugiharso, S., & Suseno, R. (1980). Penuntun praktikum ilmuhama dan penyakit. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sumarna, Y. (2002). Budidaya gaharu. Bogor: Penerbit Swadaya.Sumarna, Y. (2006). Budidaya dan rekayasa produksi gaharu. Se-

miloka Promosi Investasi Gaharu, Mikoriza, PengolahanArang dan Cuka Kayu, 27 Juni 2006 di Propinsi Sulawesi Se-latan. Jakarta: Biro Kerjasama Luar Negeri.

Susilo, K. A. (2003). Sudah gaharu super pula. Jakarta: Pustaka Si-nar Harapan.

Whitmore, T. C., Tantra, I. G. M., & Sutisna, U. (1989). Tree flora ofIndonesia, check list for Bali, Nusa Tenggara dan Timor. Bo-gor, Indonesia: Forest Research and Development Centre.

Page 163: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

147

PERBENIHAN SUREN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem) DARIBEBERAPA SUMBER BENIH DI SULAWESI SELATAN1

C. Andriyani PrasetyawatiBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Suren bawang (Toona sinensis (A. Juss) M. Roem) merupakan salah satutanaman lokal potensial yang terdapat di Sulawesi Selatan. Suren belumbanyak dikembangkan skala luas karena masih terbatasnya informasisilvikultur mengenai tanaman ini. Kegiatan penelitian ini bertujuan untukmendapatkan data perbenihan suren dari beberapa sumber benih. Ke-giatan diawali dengan eksplorasi pohon induk, sumber benih rerata, dansumber benih asalan di empat lokasi yaitu Bantaeng, Bulukumba, Enre-kang, dan Toraja. Hasil yang diperoleh adalah kemurnian rata-rata benihsuren bawang adalah 86,1%, berat benih tertinggi berasal dari Bulukum-ba dengan rerata 0,921 gr dalam 100 benih, perkecambahan tertinggidiperoleh dari sumber benih biasa dari Enrekang sebesar 63,53%.

Kata kunci: Suren bawang, sumber benih, Sulawesi Selatan

I. PENDAHULUAN

Saat ini kebutuhan kayu oleh masyarakat semakin meningkat,sehingga hutan alam sudah tidak mampu lagi mencukupi. Pene-bangan liar dan eksploitasi kayu yang tidak disertai dengan pena-naman kembali mengakibatkan beberapa jenis kayu semakin lang-ka dan menuju kepunahan. Sementara itu penguasaan teknik silvi-kultur masih terbatas pada jenis-jenis tanaman tertentu.

Seiring dengan upaya perkembangan budidaya jenis suren, ma-ka kebutuhan bahan tanaman (bibit) yang memiliki karakter ung-gul (fisik, fisiologis, genetis) dan memiliki pertumbuhan yang ce-pat, produksi maksimal serta mampu beradaptasi secara baik de-ngan faktor biotis maupun abiotis lainnya mendesak dilakukan(Jayusman, 2005). Silvikultur intensif merupakan perpaduan anta-

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 164: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

148

ra penggunaan benih hasil seleksi sumber benih dengan pengelo-laan lingkungan. Pengelolaan lingkungan berupa pengetrapankomponen silvikultur intensif bermasukan rendah, seperti penge-lolaan kesuburan tanah yang ramah lingkungan, pengelolaan sik-lus hara secara seimbang, konsep pemupukan secara efisien, pe-manfaatan mikrobiologi tanah, penyiapan lahan yang tepat, sertapengelolaan hama dan penyakit secara terpadu. Salah satu kom-ponen silvikultur intensif yang terkadang terlupakan adalah peng-gunaan benih unggul. Penggunaan bibit unggul dalam penanamanakan mampu meningkatkan produktivitas tanaman suren sehinggapembangunan hutan tanaman suren dalam skala luas bisa men-capai hasil seperti yang diharapkan.

Toona sinensis (A. Juss) M. Roem. biasa disebut suren bawangkarena bau daun dan batang yang khas seperti bau bawang. Surendikenal sebagai kayu pertukangan, merupakan jenis kayu ringandan lunak. Biasa digunakan untuk konstruksi ringan, furnitur, pa-nel dekoratif, konstruksi kapal, plywood, seni ukir dan pahat, danlain-lainl. Kulit kayu dan daun digunakan sebagai obat tradisional,daun bisa juga untuk pakan ternak. Pohon suren ditanam di ping-gir jalan untuk fungsi keindahan dan untuk penghijauan. Surentermasuk dalam famili Meliaceae.

Suren bawang dapat tumbuh pada ketinggian 350-2.500 mdpl.Tumbuh terpencar di hutan primer, biasanya lebih banyak di hu-tan sekunder, hutan pegunungan dan sering terdapat di dekat alir-an sungai. Suren juga senang tumbuh pada tanah dengan solumtebal dan kaya unsur hara, lembab, atau pada tanah liat dengandrainase yang baik, kebanyakan memilih tumbuh di tanah alkalin(Anonim, 2004).

Kayu suren tergolong mudah dibentuk dan diamplas denganbaik serta dapat diserut, dibuat lubang persegi dan dibubut. Kayusuren juga termasuk kayu yang tahan lama di dalam air laut. Kulitbatang suren berwarna abu-abu coklat sampai coklat tua, permu-kaan kulit kayu berbelah-belah, daun bergerigi, kayu dan daunberbau tidak enak seperti bawang (Anonim, 2004).

Suren termasuk tanaman cepat tumbuh yang bisa mencapaitinggi 40 m dengan diameter sampai dengan 100 cm dan tinggibatang bebas cabang lebih dari 20 m. Masa berbuah suren padabulan Mei-Oktober dan puncak pada bulan Juni-Agustus (Anonim,2004). Benih suren bawang bersayap pada salah satu ujungnya.

Page 165: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perbenihan Suren(Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem) dari ... (C.A. Prasetyawati)

149

Benih akan mengering di panas matahari selama beberapa haridan setelah dikupas dapat dipisahkan dengan cara ditampi. Benihsuren dapat ditabur tanpa perlakuan pada bedeng tabur yang ter-lindung dari sinar matahari langsung dan hujan, dan ditutup tipisdengan pasir halus. Benih suren yang telah disimpan selama duabulan akan berkecambah sekitar 80% dan biasanya tahan untuk 2-3 bulan penyimpanan.

Suren merupakan tanaman yang membutuhkan banyak cahaya(intoleran) sehingga mudah dikembangkan dan tidak memerlukanpersyaratan tumbuh yang sulit. Sampai saat ini tanaman suren be-lum banyak dikembangkan oleh masyarakat. Kebutuhan akan kayusemakin meningkat dan tanaman suren menjadi salah satu alter-natif pilihan bagi masyarakat.

II. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di aboratorium Silvikultur dan perse-maian Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Sulawesi Selatan. Pe-nelitian dilaksanakan bulan Maret-September 2007.

B. Bahan dan Alat

Bahan penelitian berupa benih dari hasil eksplorasi tanamansuren yang tersebar secara alami dan diambil dari beberapa lo-kasi. Bahan pembantu yang lain berupa tanah sebagai media, pu-puk, polybag, kantong plastik, dan label. Alat yang digunakan da-lam penelitian ini berupa timbangan digital, pengayak benih,blangko pengamatan, dan alat tulis.

C. Tahapan Kegiatan Penelitian

1. Kegiatan Eksplorasi Materi Genetik Suren

a. Pengambilan materi yang mewakili sumber benih rata-rata

Eksplorasi dilakukan di empat lokasi di Sulawesi sebagai sum-ber materi tanaman suren. Pengambilan materi berupa benih dila-kukan dengan 3 kriteria yaitu pohon suren yang mewakili sumberbenih rerata, sumber benih asalan, dan pohon induk terpilih. Ma-

Page 166: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

150

teri yang mewakili sumber benih rerata diambil dari pohon-pohonsuren yang ada pada lokasi yang mewakili fenotipe rerata pohondi lokasi tersebut.

b. Pengambilan materi dari sumber benih asalan

Materi dari sumber benih asalan berupa benih yang diambildari pohon-pohon penghasil benih yang ada pada lokasi tersebutdengan kriteria pohon yang relatif kurang baik/pohon inferior.

c. Pengambilan materi dari pohon induk

Tiap lokasi ditunjuk 10-15 pohon induk untuk diambil data danbenihnya. Pohon induk yang terpilih memiliki kriteria sebagai beri-kut : pohon dengan bebas cabang tinggi, lurus, dominan, bebashama dan penyakit, kualitas dan kuantitas buah baik. Setelah po-hon induk dipilih kemudian diberi nomor dan dilakukan pencatat-an kualitas pohon dan data lingkungan. Data kualitas pohon indukyang diambil berupa tinggi, keliling, tinggi bebas cabang, lebartajuk dan produksi benih. Benih yang telah diambil kemudiandiberi nomor dan dipisahkan dengan benih dari pohon induk yanglain.

2. Pengambilan Data Perbenihan

Benih hasil eksplorasi kemudian diekstraksi dan diayak untukmemisahkan benih dari kotorannya. Benih yang sudah bersih ke-mudian diamati di laboratorium dan dilakukan pencatatan menge-nai berat benih, kemurnian dan perkecambahan benih. Pengujiandilakukan pada benih dari ras lahan, sumber benih biasa maupunpohon induk.a. Analisis kemurnian benih suren dilaksanakan dengan menim-

bang 25 gr benih suren yang kemudian dipisahkan antara benihmurni dan kotoran. Hasil pemisahan ditimbang lagi untuk men-dapatkan data berat benih murni dan kotoran. Analisis kemur-nian benih ini menggunakan lima ulangan.

b. Penghitungan berat benih suren dilakukan dengan menimbangtiap 100 benih dari masing-masing lokasi, baik pohon induk, raslahan maupun sumber benih biasa dengan 8 ulangan.

c. Uji perkecambahan dilakukan dengan menggunakan 100 benihdan masing-masing mempunyai 4 ulangan yang diambil secaraacak dari benih murni hasil analisis kemurnian.

Page 167: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perbenihan Suren(Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem) dari ... (C.A. Prasetyawati)

151

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Eksplorasi Materi Genetik Suren

1. Bantaeng

Eksplorasi materi genetik suren di Kabupaten Bantaeng dilaku-kan di Desa Bonto Tapalang, Kecamatan Tompobulu. Lokasi peng-ambilan benih relatif datar dengan ketinggian 678 mdpl. Jenis ta-nah yang ada di Kabupaten Bantaeng adalah latosol. Pengambilanbenih pohon induk suren dari Bantaeng berjumlah 15 pohon, sum-ber benih rerata sebanyak 15 pohon dan sumber benih asalan 15pohon. Pohon suren di Kabupaten Bantaeng banyak ditanam dikebun masyarakat sebagai tanaman pagar pembatas kebun cok-lat, kopi, dan cengkeh. Kayu suren banyak digunakan masyarakatBantaeng sebagai tiang rumah, kusen, papan, dan mebel.

2. Bulukumba

Pengambilan materi genetik suren di Kabupaten Bulukumba di-lakukan di Desa Borongrappoa, Kecamatan Kindang dan Desa Ba-lang Taroang, Kecamatan Bulukumpa. Tanaman suren di Kabupa-ten Bulukumba banyak terdapat di kebun masyarakat sebagai pa-gar kebun kopi dan cengkeh. Selain itu tanaman suren juga banyakdi sela-sela tanaman kopi dan berfungsi sebagai penaung. Masya-rakat Bulukumba banyak menggunakan kayu suren sebagai bahanmebel dan kusen. Pengambilan materi genetik suren di KabupatenBulukumba berjumlah 11 pohon induk, 10 pohon sumber benihrerata, 10 pohon sumber benih asalan. Pengambilan materi gene-tik suren di Kabupaten Bulukumba dilakukan pada waktu puncakmusim panen buah, sehingga kesempatan untuk memilih sumberbenih untuk diambil benihnya lebih banyak.

3. Tana Toraja

Pengambilan materi genetik suren di Kabupaten Toraja dilaku-kan di Desa Tinoreng, Kecamatan Mengkendek. Tanaman suren diKabupaten Toraja ditanam masyarakat di kebun sebagai peneduh.Suren ditanam di sela-sela kebun jagung, kopi, ubi, coklat, dan dipinggir sawah. Masyarakat Toraja juga senang menanam suren ka-rena cepat tumbuh dan bisa digunakan sebagai penahan longsor

Page 168: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

152

karena Toraja mempunyai topografi yang relatif curam. Pengam-bilan materi genetik suren di Kabupaten Toraja sebanyak 14 po-hon induk, 7 pohon sumber benih rerata, dan 7 pohon sumber be-nih asalan.

4. Enrekang

Kegiatan eksplorasi benih suren di Kabupaten Enrekang dilak-sanakan di Desa Bontongan, Kecamatan Baraka. Tanaman suren diKabupaten Enrekang mempunyai penampakan yang bagus danbanyak ditanam masyarakat di sela-sela kebun salak dan tanamankopi sebagai penaung. Lokasi pengambilan benih cukup curam de-ngan ketinggian mencapai 1.100 mdpl. Masyarakat Enrekang ba-nyak menggunakan kayu suren sebagai kayu bangunan rumah. Halini juga yang mendorong masyarakat untuk menanam suren, se-lain daur produksinya yang relatif cepat. Pengambilan materi ge-netik suren di Kabupaten Enrekang berjumlah 13 pohon induk, 8pohon sumber benih rerata, dan 7 pohon sumber benih biasa.

B. Analisis Kemurnian Benih Suren

Tujuan analisis kemurnian benih adalah untuk menentukankomposisi benih murni, benih lain, dan kotoran dari contoh benihyang mewakili lot benih. Hasil pengukuran berat benih tersaji pa-da Tabel 1.

Tabel 1. Persentase kemurnian benih suren hasil eksplorasi

Ulangan Beratkotoran (gr)

Berat benihbersih (gr)

Benihmurni (%) Berat total

1 2,30 21,57 90,4 23,872 5,27 18,75 78,1 24,023 1,17 22,17 95,0 23,344 6,50 17,63 73,1 24,135 1,40 22,58 94,2 23,98

Rerata 3,33 20,54 86,1 23,87

Berat contoh kerja yang diambil adalah 25 gr dan rerata berattotal adalah 23,87 gr sehingga untuk melihat apakah analisiskemurnian bisa diterima, dilakukan penghitungan perubahan be-rat, sebagai berikut :

Page 169: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perbenihan Suren(Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem) dari ... (C.A. Prasetyawati)

153

Perubahan berat selamaanalisa kemurnian = 25-23,87 x 100% = 4,52%25

Hasil penghitungan bisa diterima karena perbedaan antara be-rat contoh kerja dan berat total (berat benih murni + beratkotoran) kurang dari 5%. Dengan demikian bias karena adanyaperubahan berat selama analisa kemurnian relatif kecil dan hasilanalisa kemurnian masih bisa diterima.

Pada Tabel 1 tersaji rerata kemurnian benih suren adalah86,1%. Hal ini menunjukkan hasil ekstraksi benih suren mendapat-kan 86,1% benih murni dari benih yang ada. Benih suren termasukbenih yang agak sulit untuk dilakukan penyortiran karena benihrelatif kecil dan tipis. Dengan menggunakan alat saring yang tepat,bisa didapatkan persentase kemurnian benih yang cukup besar.Uji kemurnian benih ini penting untuk mengetahui benih murniyang akan kita dapatkan apabila kita membeli dari pengusaha be-nih dan akan membibitkan tanaman suren dalam jumlah banyak.

C. Berat Benih Suren

Untuk mengetahui berat benih dari masing-masing sumber be-nih, dilakukan pengujian berat benih pada tiap 100 benih denganmenggunakan 8 ulangan. Rerata berat tiap 100 benih tersaji padaTabel 2.

Tabel 2. Rerata berat 100 benih suren dari empat lokasi

Asal benihRerata berat 100 benih suren (gr)

Pohoninduk

Sumberbenih rerata

Sumber benihasalan

Rerata asalbenih

Bantaeng 0,836 1,006 0,838 0,893Bulukumba 0,964 0,940 0,859 0,921Toraja 0,806 0,783 0,788 0,792Enrekang 0,783 0,725 0,783 0,763

Tabel 2 menunjukkan rerata berat benih suren asal Bulukumbamempunyai berat terbesar, yaitu 0,921 gr tiap 100 benih. Hal inimenunjukkan benih suren asal Bulukumba kemungkinan lebihberisi atau bernas daripada benih yang lain sehingga diharapkanbenih dari Bulukumba ini mempunyai persen kecambah yang ting-

Page 170: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

154

gi. Perbandingan berat benih tersaji pada histogram rerata benih(Gambar 1).

Gambar 1. Histogram berat benih suren dari empat lokasi

Pada histogram terlihat berat benih tertinggi diperoleh darisumber benih rerata asal Bantaeng, bahkan melebihi berat benihyang diambil dari pohon induknya. Hal ini kemungkinan disebab-kan adanya benih-benih kosong yang diperoleh dari pohon induk.Kemungkinan pohon induk mempunyai kualitas yang bagus, na-mun benih yang dihasilkan kurang bernas dan kurang berisi. Benihyang kurang bernas bisa disebabkan karena adanya perkawinandengan tanaman suren lain yang masih mempunyai hubunganperkerabatan. Benih yang tidak bernas apabila dikecambahkanakan mengalami kegagalan berkecambah. Untuk mendukungasumsi tersebut maka dilakukan uji perkecambahan.

D. Uji Perkecambahan Benih Suren

Uji perkecambahan bertujuan untuk mengetahui potensi mak-simum perkecambahan sampel benih. Uji perkecambahan benihsuren dilakukan pada pohon induk, ras lahan, dan sumber benihdari tiap lokasi pengambilan benih, selama 4 minggu. Hasil ujiperkecambahan tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji perkecambahan benih suren dari empat lokasi pengambilanbenih

Asal benih MingguRerata persen kecambah (%)

Pohoninduk

Sumberbenih rerata

Sumberbenih asalan Total

Bantaeng 1 6,7 12,8 16,3 11,932 9,5 19,8 20,5 16,63 12,8 21,3 27,3 20,474 12,8 21,3 27,3 20,47

Bulukumba 1 16,0 6,0 8,5 10,17

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

Bantaeng Bulukumba Toraja Enrekang

Berat/100

benih (gr)

Pohon induk Sumber benih rerata Sumber benih asalan

Page 171: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perbenihan Suren(Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem) dari ... (C.A. Prasetyawati)

155

2 28,8 17,0 16,0 20,63 45,3 28,0 25,0 32,774 47,8 32,0 28,8 36,2

Toraja 1 16,5 18,0 8,0 14,172 48,5 47,3 24,8 40,23 48,5 50,3 26,3 41,74 50,3 53,5 27,5 43,77

Enrekang 1 11,5 10,8 17,0 13,12 58,8 48,8 54,5 54,033 62,5 56,0 60,3 59,64 62,8 62,3 65,5 63,53

Rerata 4 43,43 42,28 37,28 41,00

Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata perkecambahan tanamansuren tertinggi pada minggu ke-4 diperoleh dari sumber benih asalEnrekang dengan rerata total 63,53%. Hasil uji perkecambahan iniberbeda dengan hasil perkecambahan yang telah dilakukan olehBPTH Sulawesi, yaitu persen kecambah sebanyak 88,8% untuk be-nih segar yang bersayap (Anonim, 2004). Perbedaan ini kemung-kinan karena adanya perbedaan sumber benih dan kondisi ling-kungan perkecambahan. Hasil uji perkecambahan ini ternyata ti-dak mendukung hasil analisa berat benih suren. Hasil uji berat be-nih seperti yang tersaji pada Tabel 2 menunjukkan berat benih su-ren asal Enrekang mempunyai berat yang paling rendah bila di-banding berat benih dari daerah lain. Pada uji perkecambahansampai dengan 4 minggu, ternyata mempunyai rerata persenkecambah yang paling tinggi bila dibanding dengan persen kecam-bah benih suren dari daerah lain, yaitu sebesar 63,53%.

Hal ini merupakan suatu yang menarik untuk dikaji lebih lanjut,karena pada umumnya benih yang berat menunjukkan benih ter-sebut bernas/berisi sehingga akan mempunyai daya kecambahyang bagus. Hal ini tidak berlaku pada penelitian ini, ada kemung-kinan karena faktor waktu, yaitu lama benih tersebut disimpan.Eksplorasi dilakukan di beberapa daerah dengan waktu yang cu-kup lama. Eksplorasi pertama dilakukan di Bulukumba dan eksplo-rasi terakhir dilakukan di daerah Enrekang. Uji perbenihan dilaku-kan setelah semua benih dari daerah-daerah tersebut selesai dila-kukan eksplorasi. Ada kemungkinan benih dari hasil eksplorasi pa-da awalnya bagus, namun karena tersimpan menyebabkan dayakecambahnya rendah sehingga persen kecambah yang dihasilkan

Page 172: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

156

juga rendah. Benih dari famili Meliaceae, misalnya jenis suren,mahoni, dan mindi termasuk dalam klasifikasi intermediate, yaitubenih yang tidak dapat bertahan bila disimpan di bawah kadar airminimum pada semua suhu penyimpanan (Ellis et al., 1990 dalamZanzibar, 2010).

IV. KESIMPULAN

1. Rerata berat benih suren (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem)asal Bulukumba mempunyai berat terbesar, yaitu 0,921 grtiap 100 benih.

2. Persen kecambah benih dari pohon induk paling tinggi, yaitu(43,43%) dibanding benih asal sumber benih rerata (42,28%)dan sumber benih asalan (37,28%).

3. Persen kecambah sampai dengan minggu ke-4, paling tinggidiperoleh dari sumber benih asal Enrekang, yaitu sebesar63,53%.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Perbenihan Tanaman Hutan Sulawesi. (2004). Mengenal ta-naman suren (Toona sp.). Leaflet. Pakatto: Balai PerbenihanTanaman Hutan Sulawesi, Departemen Kehutanan.

Jayusman & Manik, W. S. (2005). Pengujian nilai perkecambahansurian berdasarkan daerah sumber benih. Wana Benih, 6(1) :100 – 107. Pusat Penelitian dan Pengembangan HutanTanaman. Yogyakarta.

Leksono, B. (2005). Mengenal tanaman suren. Warta P3BPTH,4(1) : 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman.Yogyakarta.

Soerianegara, I. (1970). Pemuliaan hutan (Laporan No. 104). Bo-gor: Lembaga Penelitian Hutan.

Wright, J. W. (1976). Introduction to forest genetics. New York,San Fransisco., London: Academic Press.

Zanzibar, M. (2010). Peningkatan mutu fisiologis benih suren de-ngan cara priming. Jurnal Standarisasi, 12(1) : 1 - 6

Page 173: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perbenihan Suren(Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem) dari ... (C.A. Prasetyawati)

157

Zobel, B., & Talbert, J. (1984). Applied forest tree improvement.New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore: JohnWilley and Sons.

Page 174: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

159

PENGEMBANGAN RISET DALAM STRATEGI REHABILITASIKAWASAN KONSERVASI1

Heri SuryantoBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pelaksanaan program rehabilitasi dalam kawasan konservasi merupakansalah satu kegiatan prioritas Kementerian Kehutanan. Tingginya tingkatkerusakan dalam kawasan konservasi adalah sebagai alasan utama. Ba-nyak permasalahan seperti penebangan liar (illegal logging), perburuanflora dan fauna liar dan perubahan fungsi karena peruntukan lainnya(seperti jalan, lahan perkebunan dan pertanian) merupakan penyebabkerusakan di kawasan-kawasan konservasi di Indonesia. Tahapan rehabi-litasi tidak lepas dari tujuan pelestarian kawasan konservasi, yaitu mem-pertahankan keanekaragaman hayati. Regenerasi secara alami merupa-kan tahapan kunci dalam proses ini. Tanpa adanya fokus usaha untukmemulihkan mekanisme regenerasi hutan alami, sebagian besar daerahtropis akan mengalami deforestasi dan didominasi oleh tanaman herbapengganggu. Tingginya nilai dan manfaat keanekaragaman hayati hutanmenyebabkan upaya rehabilitasi dalam suatu ekosistem kawasan kon-servasi harus dilakukan secara cermat dan hati-hati sesuai fungsi kawas-an dan tingkat kerusakan, sehingga pendekatan ilmiah menjadi sangatpenting dalam pelaksanaan rehabilitasi. Beberapa aspek ilmiah yangmenjadi fokus kajian dalam tahapan rehabilitasi adalah penyebab keru-sakan dan kondisi lahan, ekologi kawasan, perbanyakan tanaman, pena-naman di lapangan, evaluasi dan pemantauan.

Kata kunci: Kawasan konservasi, rehabilitasi, regenerasi secara alami,aspek ilmiah

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 175: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

160

I. PENDAHULUAN

Pelaksanaan program rehabilitasi kawasan hutan termasuk re-habilitasi dalam kawasan konservasi merupakan kegiatan prioritasKementerian Kehutanan. Data dari Direktorat Jenderal PHKA, saatini kerusakan dalam kawasan konservasi mencapai 460.408 ha,dengan rincian kerusakan di taman nasional seluas 316.384 hadan sisanya di kawasan-kawasan yang dikelola oleh Balai Besar/Balai KSDA (cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam,maupun taman buru) (Rudianto, 2011). Luasan taman nasional se-cara keseluruhan di Indonesia mencapai 14,1 juta ha terdiri dari72,64% daratan dan 27,36% perairan laut (Tambunan, 2011).Capaian rehabilitasi dalam kawasan konservasi/kawasan lindungpada tahun 2010, dari target 100.000 ha, tercapai 41.817 ha di ka-wasan konservasi, sisanya terpenuhi dengan adanya rehabilitasi dikawasan lindung (Rudianto, 2011). Target rehabilitasi dalam ka-wasan konservasi pada tahun 2011 tetap 100.000 ha. Mulai tahun2011 setiap Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanandiminta untuk berkomitmen dalam pelaksanaan rehabilitasi hutandan lahan dengan menandatangani pernyataan berkomitmenmensukseskan kegiatan ini.

Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan,mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan se-hingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam men-dukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (Anonim, 2008).Pola pelaksanaan rehabilitasi dalam kawasan konservasi di-lakukan melalui restorasi bila areal kerusakannya parah dan luasatau melalui pengayaan tanaman (enrichment planting). Penting-nya rehabilitasi dalam kawasan konservasi adalah bahwa kawasankonservasi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, di manakegiatan rehabilitasi merupakan salah satu upaya efektivitas peng-uasaan kawasan, dengan mencegah meluasnya kerusakan kawas-an, yaitu dengan memulihkan kondisi kawasan konservasi agar da-pat berfungsi sebagaimana tujuan penetapannya (Rudianto, 2011).Penetapan metode rehabilitasi dalam kawasan konservasidilakukan melalui metode suksesi alami atau rehabilitasi yang di-percepat (tergantung tujuan penetapan kawasan konservasi terse-but). Kriteria metode rehabilitasi dengan suksesi alam antara lainapabila gangguan aktivitas manusia rendah, luas areal terbuka ke-

Page 176: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Risetdalam Strategi Rehabilitasi Kawasan Konservasi (H. Suryanto)

161

cil dan tersebar, masih tersisa vegetasi asli, serta ada indikasi awalsuksesi alam berjalan baik.

II. PERMASALAHAN KAWASAN KONSERVASI

Kawasan konservasi berdasarkan fungsi pokoknya dibagi men-jadi kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) dankawasan pelestarian alam (taman nasional, taman wisata alam,dan taman hutan raya), serta taman buru. Manullang (1999) me-nyebutkan bahwa dengan penetapan status sebuah kawasan se-bagai kawasan konservasi ternyata tidak dengan otomatis berartihabitat dan keanekaragaman yang berada dalam kawasan terse-but terlindungi dengan baik. Kawasan-kawasan konservasi di selu-ruh Indonesia mempunyai masalah yang dapat mengancam keles-tariannya, di antara ancaman tersebut dapat berasal dari masya-rakat yang bermukim di dalam dan sekitarnya. Mereka memenuhiberbagai kebutuhan hidup seperti bahan makanan, obat-obatan,dan bahan bangunan dari dalam kawasan. Selain itu mereka jugaberkebun dan bahkan bermukim dalam kawasan konservasi.

Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mem-punyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang diman-faatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidik-an, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Anonim, 1998).Banyak permasalahan dalam pengelolaan kawasan taman na-sional di Indonesia, di antaranya adalah penebangan liar (illegallogging), perburuan flora dan fauna liar, dan perubahan fungsi ka-rena peruntukan lainnya (seperti jalan, lahan perkebunan, danpertanian) (Setio, 2006). Hasil workshop penilian efektivitas pe-ngelolaan taman nasional di Indonesia mempergunakan WWF’sRappam Metodologi yang di selenggarakan pada tanggal 11-14Mei 2004 di Cisarua Bogor telah mengidentifikasi 14 jenis tekanandan ancaman terhadap pengelolaan taman nasional Indonesia. Te-kanan dan ancaman tersebut berupa perambahan, penebangandan pembalakan liar, kebakaran hutan, penambangan liar, perbu-ruan satwa dan penangakapan ikan secara liar, pemukiman liar,pemanfaatan hasil hutan non kayu yang tidak lestari, dampak ne-gatif kegiatan pariwisata dan rekreasi, invasive species, tuntutanhak masyarakat, penggunaan non-konservasi, pencemaran ling-kungan, penggunaan alat penangkapan ikan tidak ramah

Page 177: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

162

lingkungan dan perburuan harta karun (Setio, 2006). Perbaikankerusakan dan restorasi fungsi kawasan konservasi melalui reha-bilitasi merupakan suatu kewajiban dalam rangka perbaikan eko-sistem dan kenekaragaman hayati.

III. REHABILITASI DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menujuke satu arah secara teratur disebut suksesi. Regenerasi merupa-kan salah satu bentuk suksesi. Dalam beberapa waktu terakhir,telah banyak diakui bahwa konsep suksesi dan restorasi sangaterat kaitannya satu dengan yang lain (Hobbs et al., 2007 dalamSutomo, 2009). Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi ling-kungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Suksesi berlang-sung karena habitat tempat tumbuh masyarakat tumbuhan meng-alami modifikasi oleh beberapa daya kekuatan alam dan aktivitasorganism berupa perubahan-perubahan terhadap tanah, air, ki-mia, dan lain-lain (Sibarani, 2008). Atribut struktural hutan terdiridari komponen komposisi jenis, stratifikasi tajuk, stratifikasi per-akaran, diversitas, sebaran spatial, dan lain-lain (Irwanto, 2010).Kesemuanya merupakan mata rantai yang menentukan kelestari-an ekosistem fungsi dan penurunan fungsi ekosistem yang diaki-batkan gangguan terhadap vegetasi yang menyebabkan keterbu-kaan lahan perlu diperbaiki dengan cara restorasi ekosistem. De-ngan demikian diharapkan rehabilitasi sebagai tahapan restorasitidak lepas dari tujuan pelestarian kawasan konservasi, yaitumempertahankan keanekaragaman hayati. Regenerasi secara ala-mi merupakan tahapan kunci dalam proses ini. Beberapa perma-salahan di dalam regenerasi seringkali menjadi kendala terjadinyaproses regenerasi itu sendiri. Tanpa adanya fokus usaha untukmemulihkan mekanisme regenerasi hutan alami, sebagian besardaerah tropis akan mengalami deforestasi dan didominasi oleh ta-naman herba pengganggu dan yang terus dipertahankan oleh ada-nya kebakaran. Kesuksesan rehabilitasi sangat tergantung padapemahaman mengenai mekanisme alami dari regenerasi hutan,sehingga dapat mengembangkan metoda restorasi untuk me-ngembalikan mekanisme tersebut (Anonim, 2008b).

Page 178: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Risetdalam Strategi Rehabilitasi Kawasan Konservasi (H. Suryanto)

163

Pada habitat yang telah mengalami gangguan lingkungan be-rat, jenis-jenis yang oportunis dengan kemampuan pemencaranbiji yang luas, pertumbuhan yang cepat dan mempunyai daur hi-dup yang singkat, biasanya akan muncul dan tumbuh sebagai pe-mula dan menepati ruang yang kosong (tidak bervegetasi) (Odum,1998). Jenis puncak yang terbentuk sebagai hasil suksesi tergan-tung pada iklim daerah secara keseluruhan (Ewusie, 1990). Selu-ruh urutan komunitas yang menggantikan satu dengan yang lain-nya daerah tertentu disebut sere. Jenis dalam sere terjadi sebabpopulasi-populasi cenderung mengubah lingkungan fisiknya,membuat keadaan yang baik untuk populasi lainnya sampai ke-seimbangan antara biotik dan abiotik tercapai (Odum, 1998). La-manya waktu yang diperlukan untuk suksesi sekunder di hutan se-hingga membentuk vegetasi hutan, akan tergantung pada lama-nya gangguan yang telah terjadi dalam kawasan sebelum daerahitu dibiarkan mengalami perubahan (Ewusie, 1990).

Kadangkala akhir dari suksesi memiliki jenis yang sama denganjenis yang sebenarnya akan tetapi hal ini sangat jarang terjadi pa-da areal yang telah mengalami perubahan lingkungan secara totalakibat gangguan. Suksesi merupakan proses deterministik yangteratur menyebabkan suatu komunitas berada dalam kesimbang-an dengan lingkungan yang dikuasai (Odum, 1998). Proses suksesiberakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebutklimaks. Padang rumput yang terdegradasi akan kembali menjadihutan, yang akan menjadi semakin rapat, strukur yang lebih kom-pleks dan lebih kaya jenis, ketika proses suksesi berjalan menujukondisi klimaks (Anonim, 2008b). Biodiversitas atau keanekara-gaman hayati merupakan keadaan yang menggambarkan tingkatkeanekaragaman dan banyaknya jenis organisme yang hidup da-lam suatu komunitas. Dalam suatu komunitas terjadi interaksiyang dicirikan adanya arus energi dari suatu organisme ke organis-me yang lain. Arus energi berlangsung dari tingkat tropik palingrendah ke tingkat tropik paling tinggi membentuk rantai makananyang saling berhubungan (Krebs, 1985 dalam Irwanto, 2010).

IV. RISET SEBAGAI STRATEGI REHABILITASI

Tingginya nilai dan manfaat keanekaragaman hayati hutanmenyebabkan upaya rehabilitasi dalam suatu ekosistem kawasan

Page 179: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

164

konservasi harus dilakukan secara cermat dan hati-hati sesuaifungsi kawasan dan tingkat kerusakan, sehingga pendekatan il-miah menjadi sangat penting dalam pelaksanaan rehabilitasi.Pembentukan kawasan konservasi yang kurang mempertimbang-kan pendekatan ilmiah seringkali mendorong terjadinya kawasanyang secara ekologi terisolasi dan spesies yang rentan terhadapkepunahan karena tidak diketahuinya faktor ekologi, perilaku danpenyakit (Soul & Kohm, 1989; Terborgh et al., 2002 dalam Supri-atna, 2011).

Terkait fungsi, maka banyak hal yang perlu menjadi perhatiandalam rehabilitasi kawasan konservasi. Sebagaimana disebutkanNapitu (2007) bahwa hutan konservasi adalah kawasan hutan de-ngan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawet-an keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnyayang terdiri dari: a) Kawasan hutan suaka alam adalah hutan de-ngan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai ka-wasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa sertaekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem pe-nyangga kehidupan; b) Kawasan hutan pelestarian alam adalahhutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokokperlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keaneka-ragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secaralestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan taman bu-ru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisataberburu. Supriatna ( 2011) menjelaskan bahwa dalam penentuanprioritas penelitian konservasi ada tiga kriteria yang dapat diguna-kan yaitu: Kekhasan. Suatu komunitas hayati diberi prioritas yang lebih

tinggi dalam penelitian bila komunitas tersebut lebih banyaktersusun atas spesies endemik daripada spesies yang umumserta tersebar luas. Suatu spesies dapat diberi nilai yang lebihtinggi bila secara taksonomi bersifat unik. Contoh yang ter-utama adalah spesies yang merupakan anggota tunggal dalammarga atau familinya dibandingkan bila spesies tersebut meru-pakan anggota suatu marga dengan banyak spesies.

Keterancaman. Spesies yang menghadapi ancaman kepunahanakan lebih penting dibandingkan spesies yang tidak terancamkepunahan. Komunitas hayati yang terancam penghancuranlangsung juga harus mendapat prioritas.

Page 180: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Risetdalam Strategi Rehabilitasi Kawasan Konservasi (H. Suryanto)

165

Kegunaan/manfaat. Spesies yang memiliki kegunaan nyataatau potensial bagi manusia perlu diberikan nilai konservasiyang lebih tinggi di banding spesies yang belum mempunyaikegunaan yang jelas bagi manusia.

Rudianto (2010) menyebutkan bahwa kegiatan rehabilitasi da-lam kawasan konservasi dapat dimulai dengan tahapan melaku-kan identifikasi dan pemetaan areal yang rusak, dilanjutkan de-ngan verifikasi lapangan dan analisis tipologi kerusakan (untukmenentukan metodologi rehabilitasi). Setelah itu melakukan pe-nyusunan rencana rehabilitasi dan pelaksanaan rehabilitasi. Kegi-atan yang tidak boleh dilupakan dalam tahapan rehabilitasi adalahpenjagaan dan monev pasca rehabilitasi. Dalam upaya pencapaiantujuan rehabilitasi kawasan konservasi, ada beberapa aspek ilmiahyang menjadi fokus kajian.

A. Penyebab Kerusakan dan Kondisi Lahan

Analisis penyebab kerusakan lahan dilakukan untuk mengeta-hui faktor-faktor pemicu dan estimasi besarnya kerusakan yangterjadi. Hasil akhir adalah strategi pencegahan kerusakan lahan.Sufina (2008) menyebutkan untuk menganalisis suatu peristiwakebakaran, diperlukan data klimatologi, penutupan lahan hutanyang mengindikasikan potensi bahan bakar, dan topografi, yangketiganya biasa disebut “fire environment triangle” sehingga da-pat diperkirakan sejauh mana kerusakan yang terjadi dan dapatdiambil tindakan atau kebijakan untuk pencegahan kerusakan le-bih lanjut. Irwanto (2010) menyebutkan kebakaran yang terjadiberulangkali bahkan dapat menyebabkan degradasi secara perma-nen dengan memusnahkan kemampuan akar dan batang untukbertunas serta kemampuan benih jenis-jenis pohon pionir yangberada di tanah untuk berkecambah. Di daerah-daerah tropik ber-iklim sedang, kebakaran yang terjadi berulangkali dapat menye-babkan terjadinya suksesi ke arah pembentukan formasi vegetasidengan jenis-jenis yang tahan api. Peningkatan persediaan unsur-unsur hara yang terjadi setelah adanya kebakaran dapat berlang-sung sampai 3 tahun. Persediaan total unsur hara selalu berku-rang melalui proses-proses pencucian dan konversi. Selain itu,erosi dan pemadatan tanah juga memainkan peranan penting.Tingkat degradasi yang terjadi akibat kebakaran tergantung tidak

Page 181: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

166

hanya dari karakteristik tanah serta kondisi mikro dan makro daritapak (kelerengan, posisi pada lereng, curah hujan, temperatur),melainkan juga khususnya dari macam dan besarnya gangguan.

Aspek lain yang menjadi perhatian adalah identifikasi kondisilahan. Suatu jenis tanaman dapat tumbuh pada kondisi tapak daniklim tertentu. Tanaman tidak akan tumbuh baik pada tapak yangberubah, namun demikian kondisi tapak adalah faktor yang dapatdiperbaiki dibanding faktor iklim. Identifikasi tapak dilakukan un-tuk mengetahui tindakan silvikultur yang tepat untuk perbaikankondisi tapak sehingga tumbuhan dapat tumbuh dengan baik.Daniel et al. (1997) dalam Irwanto (2010) menyebutkan kualitastempat tumbuh merupakan jumlah total faktor-faktor lingkungan(tanah, iklim mikro, kelerengan, dan lain-lain) yang merupakanfungsi sejarah geologis, fisiografi, iklim mikro dan perkembangansuksesi. Dampak erosi terhadap kualitas tapak adalah penurunankesuburan tanah dan penurunan kapasitas tanah dalam menyerapdan menyimpan air. Hilangnya top soil yang merupakan lapisan ta-nah yang subur akan menyebabkan penurunan kesuburan tanah.Penurunan kesuburan tanah merupakan suatu keadaan yang me-nyebabkan produktivitas tanah berkurang karena adanya kemun-duran sifat-sifat.

B. Ekologi Kawasan

Keragaman hayati adalah keanekaragaman di antara makhlukhidup dari semua sumber termasuk di antaranya daratan, lautan,dan ekosistem akuatik lain serta komplek-komplek ekologi yangmerupakan bagian dari keanekaragamnnya, mencakup keanekara-gaman dalam spesies antara spesies dan ekosistem (Noughton etal., 1978). Odum (1998) menyatakan keanekaragaman jenis mem-punyai sejumlah komponen yang dapat memberikan reaksi secaraberbeda-beda terhadap faktor-faktor geografi, perkembanganmaupun fisik komponen utama dari keanekaragaman jenis adalahkekayaan jenis dan kesamarataan (eveness).

Kegiatan dilakukan dengan menyusun database mengenai ke-anekaragaman hayati di lokasi tersebut. Jenis-jenis tumbuhan pe-nyusun yang ada di sekitar daerah yang akan direstorasi, me-ngumpulkan informasi dari petugas atau masyarakat sekitar ataustudi pustaka maupun hasil dari kegiatan identifikasi aspek ekologi

Page 182: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Risetdalam Strategi Rehabilitasi Kawasan Konservasi (H. Suryanto)

167

vegetasi. Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) membagi struk-tur vegetasi menjadi lima berdasarkan tingkatannya, yaitu: fisiog-nomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, strukturfloristik, struktur tegakan. Struktur suatu vegetasi terdiri dari in-dividu-individu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang.Menurut Kershaw (1973), struktur vegetasi terdiri dari 3 kom-ponen, yaitu:1. Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupa-

kan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sa-pihan, semai, dan herba penyusun vegetasi.

2. Sebaran, horisontal jenis-jenis penyusun yang menggambarkanletak dari suatu individu terhadap individu lain.

3. Kelimpahan (abundance) setiap jenis dalam suatu komunitas.Hutan hujan tropika terkenal karena pelapisannya, ini berarti

bahwa populasi campuran di dalamnya disusun pada arah vertikaldengan jarak teratur secara kontiniu. Tampaknya pelapisan ver-tikal komunitas hutan itu mempunyai sebaran populasi hewanyang hidup dalam hutan itu. Sering terdapat suatu atau beberapapopulasi yang dalam kehidupan dan pencarian makanannya tam-pak terbatas (Whitmore,1975 dalam Irwanto, 2007). SelanjutnyaKershaw (1973) menyatakan, stratifikasi hutan hujan tropika da-pat dibedakan menjadi 5 lapisan, yaitu : Lapisan A (lapisan pohon-pohon yang tertinggi atau emergent), lapisan B dan C (lapisan po-hon-pohon yang berada di bawahnya atau yang berukuran se-dang), lapisan D (lapisan semak dan belukar), dan lapisan E (meru-pakan lantai hutan). Struktur suatu masyarakat tumbuhan padahutan hujan tropika basah dapat dilihat dari gambaran umumstratifikasi pohon-pohon perdu dan herba tanah.

Kelimpahan jenis ditentukan berdasarkan besarnya frekuensi,kerapatan dan dominasi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis ter-hadap jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting,volume, biomassa, persentase penutupan tajuk, luas bidang dasaratau banyaknya individu dan kerapatan (Soerianegara dan Indra-wan, 1988). Frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran suatujenis dalam suatu areal. Jenis yang menyebar secara merata mem-punyai nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-jenis yangmempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaranyang kurang luas. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yangmenunjukkan jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan luas.

Page 183: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

168

Makin besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenistersebut per satuan luas. Dominasi suatu jenis merupakan nilaiyang menunjukkan peguasaan suatu jenis terhadap komunitas.

Keanekaragaman jenis menyatakan suatu ukuran yang meng-gambarkan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang di-pengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari setiap je-nis keanekaragaman jenis yang rendah. Keanekaragaman jenisyang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kom-pleksitas yang tinggi, karena di dalam komunitas itu terjadi inter-aksi antara jenis yang tinggi. Lebih lanjut dikatakan, keanekara-gaman merupakan ciri dari suatu komunitas terutama dikaitkandengan jumlah dan jumlah individu tiap jenis pada komunitas ter-sebut. Keanekaragaman jenis menyatakan suatu ukuran yangmenggambarkan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitasyang dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari se-tiap jenis.

C. Perbanyakan Tanaman

Penyiapan materi pertanaman merupakan hal terpenting da-lam kegiatan rehabilitasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhati-kan dalam kegiatan rehabilitasi untuk keanekaragam hayati dalamkawasan konservasi antara lain pemilihan jenis, fenologi dan pem-buahan, pemanenan dan perlakuan benih, penaburan dan penya-pihan, dan uji coba di lapangan. Metode penanaman dapat dila-kukan secara langsung (direct seeding) atau tidak langsung. Peng-gunaan metode langsung dapat dipilih dengan pertimbangan lebihefisien waktu, biaya dan tenaga, namun demikian hanya beberapajenis saja yang mampu tumbuh dengan menggunakan metode ini.Kebanyakan jenis tanaman harus terlebih dahulu melalui tahapanpersiapan di persemaian.

Materi yang digunakan dalam pembibitan di persemaian dapatberasal dari materi generatif berupa benih atau anakan alam(wildling) sedangkan vegetatif dapat berupa cutting. Rehabilitasiuntuk skala luas dapat menggunakan bibit yang berasal dari mate-ri generatif dengan pertimbangan lebih mudah diperoleh, benihdapat disimpan lama, kemungkinan terjadi kerusakan dalam trans-portasi lebih kecil, biaya angkut murah, dan mudah dalam penge-

Page 184: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Risetdalam Strategi Rehabilitasi Kawasan Konservasi (H. Suryanto)

169

pakan. Tanaman yang dihasilkan dari biakan generatif memilikiakar tunggang (Sukirno, 2203).

Jika benih sulit didapat maka dapat menggunakan anakan alam(wildling). Anakan alam hasil cabutan tidak dapat langsung dita-nam di lapangan tetapi harus melalui proses penyesuaian (dengandiletakkan di persemaian) akibat stress pemindahan. Materi per-banyakan sebagai alternatif pilihan terakhir adalah secara vegeta-tif yaitu dengan cutting. Materi yang digunakan dapat berupa stekpucuk, batang, maupun akar.

Hal lain yang tak kalah penting adalah informasi waktu ber-bunga dan berbuah dari setiap spesies penyusun suatu habitat,untuk memastikan waktu pengumpulan biji terbaik (Anonim,2008). Biji-biji atau bahan perbanyakan dapat dikumpulkan daripohon-pohon atau dari jatuhan di bawah pohon. Jika biji dikum-pulkan dari pohon langsung maka dapat dikoleksi langsung seba-gai benih. Jika biji berasal dari jatuhan di bawah pohon, perlu di-pastikan bahwa biji mempunyai bentuk radikel yang baik dan tidakterserang hama. Biji yang berasal dari jatuhan berpeluang untukdiserang hama atau jamur penyakit.

D. Penanaman di Lapangan

Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyebutkan bahwa kon-servasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan de-ngan kegiatan: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2)pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa beser-ta ekosistemnya; dan (3) pemanfaatan secara lestari sumber dayaalam hayati dan ekosistemnya (Irwanto, 2009). Salah satu bentukdari kegiatan pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhandan satwa beserta ekosistemnya adalah pembinaan habitat yangteraplikasi konkrit dalam kegiatan reboisasi. Reboisasi di kawasankonservasi merupakan perwujudan dari upaya rehabilitasi yang di-tujukan untuk pembinaan habitat dan peningkatan keanekara-gaman hayati.

Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2008 (Anonim, 2008d)bahwa rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memu-lihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan la-han sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya da-lam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Ke-giatan rehabilitasi dapat dilakukan di dalam dan di luar kawasan

Page 185: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

170

hutan. Kegiatan rehabilitasi di dalam kawasan hutan dilakukan disemua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona in-ti taman nasional. Aplikasi rehabilitasi dapat dilakukan melalui ke-giatan reboisasi, pemeliharaan tanaman, pengayaan tanaman,dan penerapan teknik konservasi tanah. Kegiatan yang dilakukanmeliputi kegiatan persemaian, penananaman, pemeliharaan ta-naman dan pengamanan. Beberpa hal yang perlu dperhatikan da-lam kegiatan adalah menanam jenis tumbuhan asli setempat, me-nanam tumbuhan yang sesuai keadaan habitat setemapat, danmenanam dengan berbagai jenis tanaman hutan.

Beberapa hal yang dapat menjadi perhatian dalam tahap pe-nanaman terkait jarak tanam, lubang tanam dan perlakuan pupukkompos di lapangan sehingga diharapkan rehabilitasi dapat berja-lan optimal. Keberadaan pupuk kompos di awal tanam dimaksud-kan sebagai agent of recovery bagi proses suksesi hutan. Hal pen-ting lainya adalah pemeliharaan yang tepat setelah dilakukan pe-nanaman. Aktivitas pemeliharaan yang umum dilakukan adalahpendangiran, pembuatan piringan, penjarangan, penggantian ta-naman (penyulaman). Diperlukan juga upaya pengendalian hamadan penyakit dan pencegahan terhadap binatang yang dapatmengganggu tanaman.

E. Evaluasi dan Pemantauan

Tujuan restorasi kawasan konservasi adalah untuk menjaga ke-anekaragaman hayati sehingga kegiatan evaluasi dan pematauanrehabilitasi kawasan konservasi bertujuan untuk: a) Mengetahuiperubahan tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan; b) Me-ngetahui perubahan dan dinamika ekosistem hutan; c) Menge-tahui keberhasilan pola dan metode penanaman, pertumbuhantanaman, dan keberadaan satwa liar yang ada dalam kawasan. Ke-berhasilan suatu proses rehabilitasi kawasan konservasi adalahdari faktor pertumbuhan tanaman, jumlah dan jenis populasisatwa yang ada.

V. KESIMPULAN

1. Kawasan konservasi di seluruh Indonesia diidentifikasi mempu-nyai masalah-masalah penyebab terjadinya degradasi fungsi

Page 186: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Risetdalam Strategi Rehabilitasi Kawasan Konservasi (H. Suryanto)

171

ekosistem di beberapa lokasi yang dapat mengancam kelestari-annya.

2. Regenerasi secara alami merupakan kunci dalam rehabilitasikawasan konservasi. Untuk mempercepat proses restorasi, ter-utama rehabilitasi dalam kawasan, dapat dilakukan melalui sis-tem riset.

3. Tingginya nilai dan manfaat keanekaragaman hayati hutan me-nyebabkan upaya rehabilitasi dalam suatu ekosistem kawasankonservasi harus dilakukan secara hati-hati, maka pendekatanilmiah dilakukan untuk menghindari dampak akibat pemilihanjenis yang tidak sesuai.

4. Beberapa aspek ilmiah yang menjadi fokus dalam tahapan re-habilitasi adalah penyebab kerusakan dan kondisi lahan, eko-logi kawasan, teknik perbanyakan, proses dan teknik serta pe-nanaman di lapangan, evaluasai dan pemantauan pertumbuh-an suksesi.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. (1998). Peraturan Pemerintah No. 68 ta-hun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Peles-tarian. Diunduh 18 maret 2010 darihttp://www.dephut.go .id.

Departemen Kehutanan. (1999). Peraturan Pemerintah No. 7 ta-hun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.Diunduh 18 maret 2010 dari http://www.dephut.go.id.

Departemen Kehutanan. (1999). Peraturan Pemerintah No. 41 ta-hun 1999 tentang Kehutanan. Diunduh 18 maret 2010 darihttp://www.dephut.go.id.

Biology Department. (2008). Research for restoring tropical forestecosistem : Practical guide. Thailand: The Forest RestorationReseach Unit, Biology Department, Science Faculty, Chiang-mai University.

Biology Department. (2008). Bagaimana menanam hutan: Prinsip-prinsip dan praktek merestorasi hutan tropis. Thailand: TheForest Restoration Reseach Unit, Biology Department,Science Faculty, Chiangmai University.

Departemen Kehutanan. (2008). Peraturan Menteri KehutananNomor P. 70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis

Page 187: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

172

Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Diunduh 18 maret 2010 darihttp://www.dephut.go.id.

Departemen Kehutanan. (2008). Peraturan Pemerintah No. 76 ta-hun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Diun-duh 18 maret 2010 dari http://www.dephut.go.id.

Ewusie, Y. (1990). Ekologi tropika. Bandung: Penerbit ITB Ban-dung.

Irwanto. (2007). Analis vegetasi untuk pengelolaan kawasan hu-tan lindung Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Pro-vinsi Maluku (Tesis). Program Studi Ilmu Kehutanan, JurusanIlmu Pertanian, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas GadjahMada, Yogyakarta.

Irwanto. (2009). Pengelolaan keanekaragaman hayati dalam eko-sistem hutan. Diunduh 23 September 2011 darihttp://www .Irwantoforester.Wordpress.com.

Irwanto. (2010). Keanekaragaman hayati dalam hutan. Diunduh23 September 2011 dari http://www.Ekologi-Hutan .blogspot.com.

Kershaw, K. A. (1973). Quantitive and dinamic plant ecology (2nd.,ed). London: Butter & Tanner.

Mueller-Dombois, D., & Ellenberg, H. (1974). Aims and methods ofvegetation ecology. New York, USA: John Wiley & Sons.

Manullang, S. (1999). Kesepakatan konservasi masyarakat penge-lolaan kawasan konservasi alam. US Agency for Interna-tional Agency.

Napitu, J. (2007). Pengelolaan kawasan konservasi. Sekolah PascaSarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Naughton, S. J. (1998). Ekologi umum. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Odum, E. (1998). Dasar-dasar ekologi. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Rudianto, W. (2011). Rehabilitasi kawasan konservasi. Diunduh 23September 2011 dari http://www.Wakatobinasionalpark .com.

Sastroutomo, S. S. (1990). Ekologi gulma. Jakarta: Gramedia Pusta-ka Utama.

Sibarani. (2008). Proses suksesi tumbuhan. Diunduh 16 September2011 dari http://www.Vansaka.blogspot.com.

Page 188: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengembangan Risetdalam Strategi Rehabilitasi Kawasan Konservasi (H. Suryanto)

173

Supriatna, J. (2011). Penelitian strategis dalam pengembangankonservasi keanekaragaman hayati di Indonesia (Makalahuntuk rapat koordinasi rencana penelitian integratif). Jakar-ta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Sorianegara, I., & Indrawan, A. (1988). Ekologi hutan Indonesia.Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Sutomo. (2009). Kondisi vegetasi dan panduan inisiasi restorasiekosistem hutan di bekas areal kebakaran Bukit Pohen Ca-gar Alam Batukahu Bali (suatu kajian Pustaka). Jurnal Bio-logi, XIII(2), hal. 45-50.

Setio, P. (2006). Mengenal taman nasional di Indonesia: kriteria,pengelolaan dan permasalahannya. Wana Tropika, I(2), hal.11-15.

Tambunan, E., (2011). Kemenhut serius benahi taman nasional.Bisinis Indonesia.

Page 189: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

175

PENGOLAHAN DAN NILAI EKONOMI BIJI KEMIRI1

Mody LempangBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kemiri (Aleurite mollucana Willd) adalah salah satu jenis pohon peng-hasil komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan dapat meningkatkanpendapatan masyarakat desa di sekitar hutan. Provinsi Sulawesi Selatanmerupakan daerah sentra kemiri Indonesia dengan luas areal tanaman42.606,10 ha dengan produksi kernel 22.025,06 ton/tahun. KabupatenMaros adalah daerah penghasil kemiri tebesar di provinsi ini dengan luasareal tanaman 9.875 ha dan produksi kernel 5.618 ton/tahun yang me-libatkan 10.043 kepala keluarga (KK). Pengolahan biji kemiri masih di-lakukan secara tradisional yang menghasilkan kernel utuh 57,09%; ker-nel pecah 20,86%; dan kernel hancur 22,05%. Harga jual kernel utuh olehmasyarakat lebih tinggi dari kernel belah, sedangkan kernel hancur tidakdipasarkan. Masyarakat belum memanfaatkan tempurung kemiri seba-gai bahan komoditas, dan hanya sebagian kecil digunakan sebagai ba-han bakar untuk memanaskan/mengeringkan biji kemiri. Pembakarantempurung kemiri untuk menghasilkan arang dalam tungku drum meng-hasilkan rendemen 39,49% dengan sifat-sifat arang yang belum meme-nuhi persyaratan SNI 01-1682-1996. Aktivasi arang tempurung kemiri didalam retort listrik pada suhu 7500C selama 120 menit dengan meng-gunakan aktivator uap H2O menghasilkan arang aktif dengan rendemen56,67% dengan sifat-sifat arang aktif yang memenuhi persyaratan SNI06-3730-1995. Setiap KK yang terlibat dalam pengusahaan kemiri diKabupaten Maros memperoleh pendapatan dari penjualan kernel sebe-sar Rp 4.126.000,-/tahun. Jika tempurung kemiri juga diolah untukmenghasilkan arang yang dapat dipasarkan, maka setiap KK akan mem-peroleh tambahan pendapatan sebesar Rp 912.000,-/tahun.

Kata kunci: Pengolahan, nilai ekonomi, biji, kemiri

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 190: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

176

I. PENDAHULUAN

Kemiri (Aleurite mollucana Willd), merupakan salah satu komo-ditas yang cukup potensial. Bijinya atau kemiri dalam bentuk ku--pasan (kernel) mempunyai arti ekonomis karena merupakan salahsatu komoditas ekspor Indonesia. Pemanfaatan kernel kemiri cu-kup luas, di antaranya sebagai bahan baku pembuatan bumbu ma-sak, produk-produk komestika, farmasi, dan industri cat. Kulit biji(tempurung) kemiri pada umumnya digunakan secara langsungoleh masyarakat sebagai bahan bakar untuk mengeringkan biji ke-miri atau untuk memasak. Pembakaran batok kemiri pada akhir-nya menjadi abu, padahal tempurung kemiri memiliki sifat fisikyang keras dan dapat diolah menjadi arang yang bernilai ekono-mi. Tempurung kemiri memiliki nilai kalor sebesar 4164 kal/gramsehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar (Yang, 1992).Arang tempurung kemiri dapat juga diolah lebih lanjut untukmenghasilkan komoditas lain yang lebih ekonomis yaitu arang ak-tif.

Salah satu sentra kemiri nasional adalah Provinsi Sulawesi Se-latan yang mampu memenuhi 44% kebutuhan kemiri nasional (Di-nas Perkebunan Sulsel, 1992 dalam Yusran, 2002). Daerah yangmemiliki areal tanaman kemiri terluas di Provinsi Sulawesi Selatanadalah Kabupaten Maros, tetapi di daerah ini terdapat indikasipenurunan produksi kemiri karena terdapat 79% pohon kemiriatau sekitar 216 pohon/ha yang sudah berumur tua (rata-rataberumur 45 tahun) dan tidak produktif lagi (Yusran, 2002). Jikadilakukan kegiatan permudaan, maka dapat dihasilkan minimal 2juta m3 kayu dengan asumsi setiap pohon menghasilkan minimal1 m3. Pohon kemiri yang tidak produktif lagi pada umumnya dite-bang untuk peremajaan, sedangkan kayu yang dihasilkan kurangdimanfaatkan kecuali hanya sebagai bahan bakar atau diolah un-tuk menghasilkan papan yang digunakan dalam pengecoran ba-ngunan (mal) dan dijual secara lokal dengan harga murah sehing-ga nilai ekonominya masih sangat rendah.

II. PRODUKSI KEMIRI

Sulawesi Selatan merupakan salah satu sentra kemiri nasionaldengan luas lahan pada tahun 2005 mencapai 42.606,10 ha

Page 191: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengolahan danNilai Ekonomi Biji Kemiri (M. Lempang)

177

dengan produksi sekitar 22.025,06 ton (BPS, 2008). Penghasil ke-miri tebesar di Sulawesi Selatan adalah Kabupaten Maros yangmemiliki areal tanaman pada tahun 2005 seluas 9.875 ha denganproduksi kemiri 5.618 ton/tahun dan melibatkan 10.043 kepalakeluarga (KK) (Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 2006).

Tabel 1. Luas areal tanaman dan produksi kemiri di Provinsi Sulawesi Se-latan dan Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan

UraianProvinsi Sula-wesi Selatan

(2005)

Kabupaten MarosProvinsi SulawesiSelatan (2005)

Luas areal tanaman ( ha) 42.606,10* 9.875**Produksi kernel kemiri (ton) 22.025* 5.618**Jumlah KK yang terlibat - 10.043**

Sumber: * Biro Pusat Statistik (BPS) Sulawsei Selatan, 2008** Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten Maros, 2006

III. PENGOLAHAN BIJI KEMIRI

A. Pengolahan Kernel

Tanaman kemiri di Kabupaten Maros pada umumnya berbungapada bulan Februari dan buahnya matang pada bulan Oktober.Pemungutan biji kemiri dilakukan dengan cara mengumpulkanbuah yang telah jatuh dari pohon ke lantai hutan kemudian buahtersebut dibelah dan biji-nya dilepaskan dari dagingbuah. Biji kemiri yang telahdikumpulkan dimasukkanke dalam karung dan diang-kut ke rumah dan langsungdikeringkan dengan cara di-jemur di bawah sinar mata-hari selama 2-3 hari. Biji ke-miri yang telah dijemur di-keringkan lanjut dengan ca-ra diletakkan di atas para-para yang terbuat dari bi-lahan bambu dan ditutup dengan menggunakan bahan yang ter-buat dari kain tebal. Biji tersebut dipanaskan selama satu malam

Gambar 1. Alat-alat untuk pemecahanbiji kemiri secara tradisional

Page 192: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

178

(sekitar 12-14 jam) di atas para-para. Sumber panas mengguna-kan bahan bakar kulit biji (tempurung) kemiri yang diperoleh darihasil pemecahan biji. Biji yang telah dipanaskan selama satu ma-lam, kemudian direndam di dalam air dingin selama 15 menit se-belum dipecah. Pemecahan biji dilakukan dengan cara meletakkanbiji pada sebuah alat yang terbuat dari rotan dengan panjang se-kitar 40 cm, alat tersebut diayunkan dan biji ditumbukkan padabatu atau benda keras lainnya sehingga tempurungnya hancurdan kernel terlepas dari tempurung.

Biji kemiri memiliki berat kering 9,2 gr, yang terdiri dari 3,0 gr(32,61%) kernel dan 6,2 gr (67,39%)tempurung. Dari proses pengolahanbiji kemiri yang dilaku-kan secaratradisional dihasilkan kernel utuh57,09%; kernel pecah 20,86%; dankernel han-cur 22,05%. Kernel ke-miri yang utuh dipisah-kan dengankernel yang pecah sebelum dipasar-kan karena harga jualnya berbeda.Kernel yang hancurtidak laku dijualsehingga dimanfaatkansendiri sebagai bahanpangan (bumbu masak).

B. Pengolahan dan Aplikasi Arang dan Arang Aktif TempurungKemiri

1. Pengolahan arang

Tempurung yang dihasilkan dari pemecahan biji kemiri padaumumnya masih dibuang sebagai limbah dan hanya sebagian kecilyang dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam pengeringan bijikemiri. Tempurung kemiri sifatnya keras dan dapat diolah untukmenghasilkan arang sebagai bahan bakar atau untuk penggunaanlain. Dari proses pembakaran tempurung kemiri dalam tungkudrum dihasilkan arang dengan rendemen rata-rata 39,49 %(38,50-41,30%). Arang tempurung kemiri yang dihasilkan memilikipenampilan fisik yang cukup seragam dan bersih dari benda asing,akan tetapi warnanya belum merata hitam. Arang tempurung ke-

Gambar 2. Pemecahan biji kemiri setelahdipanaskan di atas para-para

selama ± 12 jam dan direndamdalam air selama 15 menit

Page 193: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengolahan danNilai Ekonomi Biji Kemiri (M. Lempang)

179

miri mengandung air 4,90 %, abu 2,07%, zat terbang 22,14% dankarbon terikat 75,79%, nilai daya serap arang terhadap iodium156,90 mg/g dan nilai daya serap terhadap benzena dalam waktu24 jam yaitu 7,56 %. Rendahnya daya serap arang tempurung ke-miri terhadap benzena disebabkan karena benzena bersifat non-polar, sementara arang masih mengandung banyak senyawagolongan asam karbok-silat,alkohol, fenol, karbonil(keton) dan aldehida.Senyawa go-longan tersebutbersi-fat polar, dan terutamagolongan korbonil yangmenurut Hendayana (1994)memiliki sifat kepolaranyang tinggi.

Untuk menilai kuali-tasarang tempurung kemiri,maka sifat-sifatnya diban-dingkan dengan standar SNI01-1682-1996 (BSN, 1996)tentang persyaratan kualitas arang tempurung kelapa. Sifat-sifatdan penilaian kualitas arang tempurung kemiri berdasarkan SNI01-1682-1996 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat-sifat dan penilaian kualitas arang tempurung kemiri ber-dasarkan SNI 01-1682-1996

Sifat Satuan Persyaratan SNI01-1682-1996 Arang

AirAbuZat terbangWarnaBenda asing

%%%--

Maksimum 6Maksimum 3

Maksimum 15Hitam merata

Tidak boleh ada

4,902,07

22,14Hitam tidak merata

Tidak adaTabel 2 menunjukkan bahwa kadar air, kadar abu, dan benda

asing pada arang tempurung kemiri memenuhi standar SNI 01-1682-1996, sedangkan kadar zat terbang dan warna tidak meme-nuhi standar tersebut. Oleh karena terdapat dua jenis uji yang ti-dak memenuhi syarat, maka arang tempurung kemiri yang diha-silkan tidak memenuhi standar SNI 01-1682-1996, dengan kata la-

Page 194: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

180

in memiliki kualitas mutu yang masih rendah sehingga perlu dicaricara pengolahan yang dapat meningkatkan kualitasnya.

2. Pengolahan arang aktif

Aktivasi arang tempurung kemiri di dalam retort listrik pada su-hu 7500C selama 120 menit dengan menggunakan aktivator uapH2O menghasilkan arang aktif dengan rendemen 56,67%. Arangaktif tersebut memiliki penampakan fisik dan ukuran yang relatifsama dengan arang sebagai bahan bakunya, akan tetapi memilikiwarna hitam yang lebih merata dan lebih mengkilap, kadar air1,56%, kadar abu 1,24%, zat terbang 7,29%, karbon terikat 91,45%,daya serap ioudium 758,70% dan daya serap benzena 17,88%.

Kadar air, abu dan zat terbang arang aktif tempurung kemiritergolong sangat rendah. Kadar air, abu dan zat terbang arangaktif yang dikehendaki harus bernilai sekecil-kecilnya karena akanmempengaruhi daya serap terhadap gas maupun cairan (Pari,1996). Kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kali-um, kalsium, natrium, dan magnesium akan menyebar dalam kisi-kisi arang aktif, sehingga mangakibatkan kinerja arang aktif berku-rang. Kadar karbon terikat arang katif tempurung kemiri tergolongsangat tinggi. Kemampuan arang aktif sebagai absorben unsur lo-gam dalam cairan dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi karbon,kenaikan kadar karbon meningkatkan penyerapan ion logam (Ka-dirvelu et al., 2001). Molekul benzena berukuran kecil dan mudahmenguap. Berdasarkan sifat tersebut, maka benzena digunakanuntuk menguji kemampuan arang aktif dalam menyerap gas(Hendra dan Darmawan, 2007). Benzena adalah senyawa yangbersifat non polar dan biasa digunakan untuk menguji sifat kepo-laran suatu bahan. Nilai daya serap arang aktif tempurung kemiriterhadap benzena tergolong rendah, maka dapat disimpulkanbahwa arang aktif tempurung kemiri bersifat polar. Besarnya dayaserap arang aktif terhadap iodium menggambarkan semakinbanyaknya struktur mikropori yang terbentuk dan memberikangambaran terhadap besarnya diameter pori yang dapat dimasukioleh molekul yang ukurannya tidak lebih besar dari 10 Å (Smisekdan Cerny, 2002 dalam Hendra dan Darmawan, 2007). Hal ini jugamengindikasikan bahwa luas permukaan arang aktif akan semakinbesar. Daya serap arang aktif tempurung kemiri tergolong masih

Page 195: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengolahan danNilai Ekonomi Biji Kemiri (M. Lempang)

181

rendah, akan tetapi sudah memenuhi persyaratan SNI 06-3730-1995 (BSN, 1995).

Pengamatan porositas arang dan arang aktif tempurung kemiripada penampang atas (transversal) menggunakan Scanning Elec-tron Microscope (SEM) dengan perbesaran 5000 kali, didapatkanukuran diameter pori yang terbentuk pada arang dan arang aktiftempurung kemiri seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Porositas arang aktif tempurung kemiri

Bahan Diameter pori (µm) Porsi diameter pori (%)Minimum Maksimum < 5 µm 5-25 µm > 25 µm

Arang Tidak tampak Tidak tampak - - -Arang aktif 1,6 8,3 64,84 35,16 -

Diameter pori pada permukaan arang aktif tempurung kemirihasil analisa SEM termasuk ke dalam struktur mikro pori (< 5 µm)yang lebih dominan, sampai meso pori (5-25 µm) dengan diame-ter 0,2-11,3 µm.

Untuk menilai kualitas arang aktif tempurung kemiri yang di-hasilkan, maka sifat-sifatnya dibandingkan dengan standar SNI 06-3730-1995 (BSN, 1995) tentang syarat kualitas arang aktif teknis.Sifat-sifat arang aktif tempurung kemiri dan penilaian kualitasnyaberdasarkan SNI 06-3730-1995 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat-sifat arang aktif tempurung kemiri dan penilaiankualitasnya berdasarkan SNI 06-3730-1995

Sifat Satuan Persyaratan SNI06-3703-1995

Arang aktiftempurung kemiri

AirAbuZat terbangKarbon terikatDaya serapiodium

%%%%

mg/g

Maksimum 15Maksimum 10Maksimum 25Minimum 65Minimum 750

1,561,257,29

91,45758,70

Berdasarkan Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa aktivasi arangtempurung kemiri di dalam retort listrik pada suhu 7500C selama120 menit dengan menggunakan aktivator uap H2O menghasilkanarang aktif dengan kualitas yang memenuhi standar SNI 06-3730-1995.

Page 196: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

182

C. Aplikasi Arang dan Arang Aktif Tempurung Kemiri pada Ta-naman

Aplikasi arang dan arang aktif tempurung kemiri pada tanamansangat penting dilakukan untuk mendapatkan bukti secara nyataakan fungsi atau manfaat produk tersebut. Aplikasi arang danarang aktif sebagai komponen media tumbuh tanaman merupa-kan salah satu upaya yang dilakukan untuk diversifikasi pemanfa-atan arang dan arang aktif. Manfaat penambahan arang/arang ak-tif ke dalam tanah antara lain dapat meningkatkan total organikkarbon dan mengurangi biomassa mikroba, respirasi, dan agregasiserta pengaruh pembekuan cahaya pada tanah, karena arang aktifdapat menyerap dan menyimpan panas (Weil et al., 2003).Gusmailina et al. (2001) menyebutkan bahwa keuntungan pembe-rian arang pada tanah, antara lain memperbaiki sirkulasi air danudara di dalam tanah, sehingga dapat merangsang pertumbuhanakar dan memberikan habitat untuk pertumbuhan semai tanam-an. Penambahan 10% arang atau arang aktif pada media tanamandapat meningkatkan pertumbuhan semai tanaman melina (Gmeli-na arborea) seperti ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pertumbuhan tinggi, diameter batang dan biomassa semai meli-na pada media tumbuh yang diberi 10% arang atau arang aktiftempurung kemiri

Perlakuanmedia

Pertumbuhan

Tinggi Peningkatantinggi

Diameterbatang

Peningkatandiameter

batang

Bio-massa

Pening-katan

biomassa(cm) (%) (mm) (%) (gr) (%)

Kontrol 86,6 - 7,4 - 18,7 -10%arang

89,5 3,35 8,4 13,51 24,0 28,34

10%arangaktif

103,0 18,94 9,4 27,03 32,0 71,12

Dari Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa bahwa baik pemberian10% maupun 10% arang aktif pada media tumbuh semai melinamasing-masing dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameterbatang dan biomassa. Akan tetapi pemberian arang aktifmenunjukkan pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhansemai melina.

Page 197: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengolahan danNilai Ekonomi Biji Kemiri (M. Lempang)

183

IV. NILAI EKONOMI PENGUSAHAAN BIJI KEMIRI

Pengusahaan kemiri di Kabupaten Maros melibatkan 10.043kepala keluarga (KK) dengan produksi kemiri (kernel) sebesar5.618 ton/tahun (Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 2006). Olehkarena biji kemiri memiliki berat kering 9,2 gr, yang terdiri dari 3,0

Gambar 5.Pertumbuhan diameter batangmelina umur 70 hari : mediakontrol (P0), media rang 10%(P2) dan media arang aktif10% (P5)

Gambar 4.Pertumbuhan tinggi tanamanmelina umur 70 hari: mediakontrol (P0), media arang 10%(P2) dan media arang aktif10% (P5)

Gambar 6.Pertumbuhan akar melina umur70 hari : media kontrol (P0),media arang 10% (P2) dan mediaarang aktif 10%(P5)

Page 198: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

184

gr (32,61%) kernel dan 6,2 gr (67,39%) tempurung, sehingga jikaproduksi kernel sebesar 5.618 ton/tahun, maka dapat diperkira-kan produksi tempurung kemiri sekitar 11.610 ton/tahun. Daripengolahan biji kemiri secara tradisional didapatkan kernel utuh57,09%; kernel belah 20,86%; dan kernel hancur 22,05%. Jika pro-duksi kernel kemiri di Kabupaten Maros sebesar 5.618 ton/tahun,maka produksi kernel tersebut diperkirakan terdiri dari kernelutuh 3.207,316 ton/tahun (57,09%); kernel belah 1.171,919 ton/tahun (20,86%); dan kernel hancur 1.238,769 ton/tahun (22,05%).Kernel kemiri yang utuh dipisahkan dengan kernel yang pecah se-belum dipasarkan karena harga jualnya berbeda. Kernel yang han-cur tidak laku dijual sehingga dimanfaatkan sendiri sebagai bahanpangan (bumbu masak). Hasil analisa pendapatan dari pengusaha-an biji kemiri di Kabupaten Maros seperti pada Tabel 6.

Jika hanya kernel utuh dan belah yang dapat dipasarkan de-ngan harga pasaran kernel utuh Rp 10.000/kg dan kernel belah Rp8.000/kg, maka pendapatan dari penjualan kernel utuh sebesar Rp3.190.000 dan dari penjualan kernel belah Rp 936.000. Dengandemikian pendapatan setiap KK dari penjualan kernel kemiri pertahun sebesar Rp 4.126.000. Jika tempurung kemiri diolah untukmenghasilkan arang, maka setiap KK akan menghasilkan arang se-besar 456 kg. Apabila arang kemiri yang dihasilkan dapat dipasar-kan dengan harga jual Rp 2.000/kg, maka pendapatan setiap KKdari penjualan produk arang per tahun sebesar Rp 912.000. De-ngan demikian bila petani tidak hanya mengolah biji kemiri untukmenghasilkan kernel, tetapi juga mengolah tempurung kemiri un-tuk menghasilkan arang, maka dari hasil penjualan kedua produkkemiri tersebut setiap KK petani memperoleh pendapatan per ta-hun sebesar Rp 5.038.000.

Tabel 6. Analisa pendapatan dari biji kemiri di Kabupaten Maros ProvinsiSulawesi Selatan

Uraian Satuan KabupatenMaros

Setiap KK diKabupaten

MarosLuas areal tanaman kemiri ha 9.875* 0,983Produksi kernel kemiri :- Kernel utuh

Ton/tahunTon/tahun

5.618**3.207,316

0,5590,319

Page 199: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengolahan danNilai Ekonomi Biji Kemiri (M. Lempang)

185

- Kernel belah- Kernel hancur

Ton/tahunTon/tahun

1.171,9191.238,769

0,1170,123

Produksi tempurung kemiri Ton/tahun 11.610 1,156Produksi arang tempurungdengan rendemen peng-olahan 39,49%

Ton/tahun 4.584 0,456

Jumlah KK yang terlibat - 10.043 -Pendapatan dari penjualan:- Kernel utuh dengan hargaRp 10.000 per kg.

-Kernel belah dengan hargaRp 8.000 per kg

-Kernel hancur tidak dijual

Rp/tahun

Rp/tahun

-

32.073.160.000

9.375.352.000

-

3.190.000

936.000

-Total pendapatan daripenjualan kernel

41.448.512.000 4.126.000

Pendapatan dari penjualanarang dengan harga Rp2.000 per kg

Rp/tahun 9.168.000.000 912.000

Jumlah pendapatan daripenjualan kernel dan arang

Rp/tahun 50.616.512.000 5.038.000

Sumber: * Biro Pusat Statistik (BPS) Sulawsei Selatan , 2008** Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Maros, 2006

V. PENUTUP

Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah sentra kemiri diIndonesia, dan penghasil kemiri tebesar di provinsi tersebut ada-lah Kabupaten Maros yang memiliki areal tanaman luas dan volu-me produksi kernel kemiri yang tinggi yang melibatkan ribuan ke-pala keluarga (KK). Pengolahan biji kemiri masih dilakukan secaratradisional yang menghasilkan kernel dengan proporsi kernel han-cur yang cukup tinggi. Harga jual kernel belah di pasaran lebihrendah dari kernel utuh, sedangkan kernel hancur tidak dipasar-kan. Masyarakat belum memanfaatkan tempurung kemiri sebagaibahan komoditas, dan hanya sebagian kecil digunakan sebagai ba-han bakar untuk memanaskan/mengeringkan biji kemiri. Pemba-karan tempurung kemiri dalam tungku drum dapat menghasilkanarang dengan rendemen yang cukup tinggi, akan tetapi sifat-sifatarang kemiri tersebut belum memenuhi persyaratan sebagaiarang teknis. Aktivasi arang tempurung kemiri di dalam retort lis-

Page 200: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

186

trik dapat menghasilkan arang aktif dengan sifat-sifat memenuhipersyaratan arang aktif teknis. Setiap KK yang terlibat dalam peng-usahaan kemiri di Kabupaten Maros memperoleh pendapatancukup tinggi dari hasil penjualan kernel kemiri, dan pendapatantersebut masih dapat ditingkatkan jika tempurung kemiri juga di-olah untuk menghasilkan arang yang dapat dipasarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2008). Statistics of Sulawesi Selatan Pro-vince. Diunduh 12 November 2008 darihttp://www.bps.go .id /~sulsel/.

Badan Standardisari Nasional. (1995). Arang aktif teknis. Jakarta:Badan Standardisari Nasional (BSN).

Badan Standardisari Nasional. (1996). Arang tempurung kelapa.Jakarta: Badan Standardisari Nasional (BSN).

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros. (2006). Sta-tistik pertanian Dinas Kehutanan dan Perkebunan KabupatenMaros Tahun 2005.

Gusmailina, Pari, G., Komarayati, S., Rostiwati, S. (2001). Alternatifarang aktif sebagai soil conditioning pada tanaman. BuletinPenelitian Hasil Hutan, 19(3), 85-199.

Hendra, D., Darmawan, S. (2007). Sifat arang aktif dari tempurungkemiri. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 25(4), 291-302.

Kadirvelu, K., Thamaraiselvi, K., Namasivayam, C. (2001). Removalof heavy metals from industrial waste waters by adsorptionon to activated carbon preparad from an agriculture solidwaste. Bioresource Tech, 76, 63-65.

Pari, G. (1996). Pembuatan arang aktif dari serbuk gergajiansengon dengan cara kimia. Bulletin Penelitian Hasil Hutan,14(8),308-320.

Weil, R. R., Islam, K. R., Stine, M. A., Gruver, J. B., Susan, L. S. E.(2003). Estimating active carbon for soil quality assessment: asimplified method for laboratory and field use. AmericanJournal of Alternative Agriculture, 18(1), 3-I7.

Yang, Y.S. (1992). Litbang penganekaragaman produk olahan ke-miri (Laporan Penelitian). Bogor: Balai Besar Penelitian danPengembangan Industri Hasil Pertanian.

Page 201: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengolahan danNilai Ekonomi Biji Kemiri (M. Lempang)

187

Yusran. (2002). Potensi dan prospek pengembangan hutan kemiridi Kabupaten Maros dalam menunjang otonomi daerah. Pro-siding Dialog Kebijakan Hutan Kemasyarakatan “Mengemba-likan Kejayaan Hutan Kemiri di Kabupaten Maros”. Maros:Kerjasama Fak. Pertanian dan Kehutanan Unhas dan FordFoundation.

Page 202: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

189

KERAGAMAN MIKROORGANISME DAN KUALITAS PERAIRAN DIKAWASAN HUTAN MANGROVE TAMAN NASIONAL RAWA AOPA

WATUMOHAI1

Heru SetiawanBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kawasan hutan mangrove TN. Rawa Aopa Watumohai mempunyai pe-ranan penting dalam menunjang kehidupan masyarakat di sekitarnya.Monitoring dan evaluasi terhadap kesehatan hutan mangrove dapat di-lakukan dengan melakukan pengukuran terhadap kualitas fisik dan kimiaair serta pengukuran keragaman mikroorganisme sebagai bioindikatorkualitas perairan mangrove. Pengukuran kualitas air dilakukan denganmengambil sampel air yang dilakukan secara langsung. Pengambilansampel plankton dilakukan dengan menggunakan plankton net ukuranmess size 20 µm, pengambilan contoh bentos dilakukan dengan metodeperangkap. Hasil pengukuran menunjukkan kondisi perairan di lokasi pe-nelitian masih di bawah ambang batas pencemaran dengan kadar DO4,4 ppm dan BOD 2,7 ppm. Hasil identifikasi jenis plankton menunjukkanhasil 25 spesies plankton dengan kelimpahan rata-rata 29,3 sel/ml se-dangkan untuk bentos dapat diidentifikasi sebanyak 14 spesies dengankelimpahan rata-rata 7,7 individu/m3.

Kata kunci: Keragaman, mikroorganisme, mangrove, TN. Rawa AopaWatumohai

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan ekosistem peralihan antara eko-sistem laut dan daratan. Hal ini menyebabkan hutan mangrovememiliki karakteristik fisika dan kimia dan akhirnya berdampak

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 203: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

190

pada respon terhadap bentuk kehidupan, baik tumbuhan maupunhewan menjadi sangat unik. Biota yang hidup dalam lingkungan iniharus dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap berbagaikondisi yang ekstrim seperti pasang surut, perubahan kadar ga-ram, kecerahan yang rendah, dan sedimentasi yang tinggi. Hutanmangrove dikenal sebagai perairan yang produktivitasnya tinggikarena kamampuannya sebagai perangkap unsur hara yang terba-wa oleh aliran sungai dari daerah hulu (Kusmana et al., 2003).

Ekosistem mangrove mempunyai peranan dalam kelangsunganproses ekologis dan merupakan sistem penyangga kehidupan diwilayah pesisir. Ekosistem ini mampu mencegah intrusi air laut kedaratan, menahan angin dan ombak, sebagai wilayah pemijahan(nursery ground) bagi beberapa jenis biota laut, penyaring danpengurai bahan-bahan organik dari daratan, dan lain-lain. Peman-faatan ekosistem mangrove dapat dilihat dari beberapa sudut, mi-salnya komponen flora dan fauna, dinamika ekosistem (suksesi,perubahan struktur, regenerasi), aspek sosial ekonomi (peman-faatan tradisional, tata guna lahan dan pemilikan), dan analisisjangka panjang yang berkaitan dengan perubahan lingkungan(Kusmana et al., 2003).

Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan berubahnyastruktur komunitas, rantai makanan, diversitas dan produktivitasfauna. Odum (1994) menyatakan bahwa tingginya produksi faunadi perairan mangrove dan sekitarnya terutama bersumber dari se-rasah daun yang jatuh ke dalam air dan dimanfaatkan oleh pema-kan detritus. Jalur trofik detritus ini cukup besar, sehingga peran-an plankton sebagai produsen primer di kawasan mangrove ku-rang mendapat perhatian.

Kelimpahan plankton dalam suatu perairan merupakan indika-tor sehat dan tidaknya perairan tersebut. Fitoplankton berperansebagai produsen dalam rantai makanan yang berasimilasi (foto-sintesis) menggunakan sinar matahari untuk mensintesiskan guladan berbagai bahan organik lainnya. Komunitas plankton hewani(zooplankton) secara aktif mencari makan berupa nutrisi yang di-hasilkan oleh pythoplankton. Zooplankton akhirnya menjadi ma-kanan bergizi bagi biota yang lebih besar sebelum hewan laut itudikonsumsi oleh konsumen di atasnya, dan begitulah seterusnyadalam rantai makanan. Maka dari itu, perputaran ekosistem lautsecara eksplisit dipegang oleh plankton. Jika kelimpahan plankton

Page 204: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Keragaman Mikroorganismedan Kualitas Perairan di Kawasan Hutan Mangrove... (H. Setiawan)

191

dalam suatu perairan mencukupi maka keseimbangan kehidupandi laut dapat berjalan seimbang (Anonim, 2008).

Bentos merupakan organisme yang mendiami dasar perairandan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar perairan (Sinaga,2009). Biota ini memegang peranan penting dalam perairan seper-ti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organikyang memasuki perairan, serta menduduki beberapa tingkatantrofik dalam rantai makanan (Cole, 1983). Keberadaan hewan inidi perairan banyak dipengaruhi oleh kondisi fisik seperti tipesubstrat, kekeruhan, arus, kedalaman dan suhu, selain juga dipe-ngaruhi oleh faktor kimia (pH, oksigen terlarut) serta faktor biologi(adanya predator dan kompetitor).

Bentos sering digunakan untuk menduga ketidakseimbanganlingkungan fisik kimia dan biologi suatu perairan. Perairan yangtercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organismeperairan, di antaranya adalah makrozoobenthos, karena makro-zoobenthos merupahkan organisme air yang mudah terpengaruholeh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia mau-pun fisik (Odum, 1994).

B. Tujuan

Mengetahui kualitas perairan dan keragaman mikroorganismedi kawasan hutan mangrove di TN. Rawa Aopa Watumohai seba-gai bioindikator kualitas perairan.

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai November2010 di kawasan hutan mangrove TN. Rawa Aopa Watumohai.

B. Metode Pengambilan Data

Untuk mengetahui kesehatan air di habitat mangrove sebagaiacuan digunakan Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukandan Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang pedomanbaku mutu lingkungan untuk baku mutu air laut untuk biota laut(budidaya perikanan). Analisis terhadap sifat fisik dan kimia air

Page 205: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

192

laut perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas air laut di lokasipenelitian. Beberapa sifat fisik air laut yang diteliti di antaranyaadalah temperatur/suhu, salinitas, kekeruhan dan TSS (total sus-pended solids). Pengukuran tingkat kekeruhan dilakukan denganmenggunakan nephelometric sedangkan untuk pengukuran pH di-lakukan menggunakan kertas lakmus (Helfinalis, 2005).

Pengambilan sampel air dilakukan secara sistematis di titik-titikpengamatan yang telah ditentukan yaitu meliputi bagian terluar,tengah, dan bagian dalam (berbatasan dengan laut) di kawasanhutan mangrove. Sampel air disimpan dalam botol plastik ukuran600 ml dan dimasukkan dalam box sterofom yang diberi pendingines agar sifat fisik dan kimianya tidak mengalami perubahan. Untukmengetahui kandungan logam berat yang terdapat dalam air, se-lanjutnya sampel dianalisis di laboratorium (Kembarawati et al.,2008).

Pengukuran oksigen terlarut (DO), air contoh dimasukkan da-lam botol gelas polyethilen terang kemudian diberi pengawet darilarutan alkaliodida dan MnSO4, sedangkan untuk keperluan peng-ukuran biological oxigen demand (BOD), air contoh dimasukkandalam botol polyethilen yang berwarna gelap tanpa diberi larutanpengawet. Selanjutnya botol ditutup rapat agar tidak ada udaraluar yang masuk. Hal ini ditujukan agar air contoh tidak mengalamiperubahan sifat fisik maupun kimia selama dalam penyimpanan(Salmin, 2005).

Pengambilan contoh bentos dilakukan pada dasar hutan mang-rove dengan metode perangkap. Alat perangkap dibuat dari sebu-ah tabung plastik yang berlubang pada kedua sisinya dengan ke-dalaman 5 cm. Alat perangkap dibenamkan dalam substrat sampaikeseluruhan terbenam (5 cm) kemudian substrat yang ada dalamalat perangkap disaring menggunakan saringan ukuran mata ayak1 mm. Selanjutnya bentos yang tersaring dimasukkan dalam botolplastik dan untuk mengawetkan direndam dalam larutan formalin5%. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis flora dan fauna di-gunakan analisis keanekaragaman jenis menggunakan indeks di-versitas Shannon (Sinaga, 2009).

Pengambilan contoh plankton dilakukan secara langsung di la-pangan pada saat air pasang. Selanjutnya dilakukan pengambilanair dengan manggunakan ember lebih kurang 50 liter. Selanjutnyaair contoh disaring menggunakan plankton net mess size 20 µm

Page 206: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Keragaman Mikroorganismedan Kualitas Perairan di Kawasan Hutan Mangrove... (H. Setiawan)

193

yang menyisakan contoh air 80 ml. Contoh tersebut selanjutnyaditambahkan bahan pengawet formalin konsentrasi 5%, untukmendapatkan contoh yang volume dan konsentrasinya masing-masing 100 ml dan 4% formalin. Contoh kemudian disimpan da-lam wadah penyimpanan dan dibawa ke laboratorium untuk di-identifikasi jenis dan penghitungan populasi planktonnya (Astirinet al., 2000).

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TN. RAW) adalah sa-lah satu taman nasional tertua di Indonesia. Kawasan ini ditetap-kan sebagai taman nasional sejak tahun 1990 berdasarkan SKMenhut No. 756/Kpts-II/1990 dengan luas 105.194 ha. Secara ad-ministrasi kawasan ini terletak pada empat kabupaten yaitu Kabu-paten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, dan Bombana, ProvinsiSulawesi Tenggara. Secara geografis terletak antara 121°46’-22°09’ Bujur Timur dan 4°00’-4°36’ Lintang Selatan (Anonim,2011).

Ekosistem mangrove TN. RAW terdapat di sepanjang pantai La-nowulu hingga Langkowala bagian selatan kawasan TN. RAW de-ngan luasan ± 6000 ha. Panjangnya sekitar 24 km mulai dari Su-ngai Roraya hingga Sungai Langkowala, dengan ketebalan menca-pai 2-7 km dari garis pantai hingga batas tepi mangrove daratan.Mangrove di kawasan TN. RAW memiliki keanekaragaman jenisyang tinggi. Jenis vegetasi mangrove yang ada dapat dibagi menja-di tiga kelompok besar yaitu mangrove mayor misalnya Rhizopho-ra, Bruguiera, Soneratia, Nypa; mangrove minor misalnya Xylocar-pus sp., Aegiceras sp., dan asosiasi mangrove misalnya Hibiscus sp.,Pandanus sp. (Anonim, 2011).

IV. HASIL

A. Kualitas Air

Eksosistem mangrove mempunyai berbagai manfaat. Salah sa-tunya adalah perananya dalam meningkatkan kualitas air. Air lautmerupakan habitat bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut

Page 207: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

194

lainya. Dengan semakin meningkatnya kualitas air laut maka pro-duktivitas ikan, udang, dan biota laut lainya semakin meningkat.

Secara umum temperatur air laut di lokasi penelitian berkisarantara 26-31°C. Suhu air laut yang terbaik secara umum berkisarantara 26-30°C. Suhu air pada kisaran ini sangat baik untuk me-nunjang proses dekomposisi yang menyebabkan konsumsi oksigenmeningkat. Menurut Perkins (1974) kisaran suhu yang layak bagikehidupan organisme akuatik bahari adalah 25-32°C. Fluktuasitemperatur banyak dipengaruhi oleh absorbsi sinar matahari, ke-cepatan arus, kedalaman air, dan kemiringan tempat. Perubahansuhu akan mempengaruhi distribusi, metabolisme, nafsu makan,dan reproduksi biota laut serta berpengaruh langsung terhadapproses fotosintesis fitoplankton dan tanaman air.

Kekeruhan air menggambarkan sifat optik air yang ditentukanberdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkanoleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Nilai ambang batasuntuk kekeruhan air laut adalah 30 NTU, sedangkan tingkat keke-ruhan air yang paling baik adalah 5 NTU. Nilai kekeruhan air di lo-kasi penelitian berkisar antara 2-25 NTU, sedangkan nilai rata-ra-tanya adalah 8,27 NTU. Menurut Keputusan Menteri Negara Ke-pendudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 ten-tang pedoman baku mutu lingkungan dapat disimpulkan bahwakualitas air pada ekosistem mangrove secara keseluruhan beradadi bawah ambang batas. Kekeruhan disebabkan oleh adanya ba-han organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnyalumpur dan pasir halus), maupun bahan organik maupun an-organik yang berupa plankton atau mikroorganisme lain (Ansori,2008).

Salinitas merupakan bilangan yang menunjukkan berapa gramgaram-garaman yang larut dalam air laut tiap-tiap kilogram (gr/kg)biasanya dinyatakan dalam persen (%) atau per mil (°/∞). Seluruhbarang padat yang larut dalam air laut disebut garam-garaman.Faktor-faktor yang mempengaruhi besar-kecilnya salinitas air laut,adalah:1. Penguapan semakin besar maka salinitas semakin tinggi, keba-

likannya semakin kecil penguapan maka salinitasnya semakinrendah.

Page 208: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Keragaman Mikroorganismedan Kualitas Perairan di Kawasan Hutan Mangrove... (H. Setiawan)

195

2. Curah hujan semakin besar maka salinitas semakin rendah, ke-balikannya semakin kecil curah hujan maka salinitasnya sema-kin tinggi.

3. Air sungai, semakin besar suplai air sungai yang bermuara kelaut, maka salinitas air laut semakin rendah.

4. Letak dan ukuran laut, laut-laut yang tidak berhubungan de-ngan laut lepas dan terdapat di daerah arid maka salinitasnyatinggi.

5. Arus laut, laut-laut yang dipengaruhi oleh arus panas maka sa-linitasnya akan lebih tinggi daripada laut-laut yang dipengaruhioleh arus dingin.

6. Angin dan kelembaban udara, berhubungan dengan penguap-an dan penguapan berhubungan dengan besar-kecilnya salini-tas.Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan besaran salinitas

berkisar antara 5-30°/∞ dengan rata-rata keseluruhan 16,21°/∞.Nilai salinitas yang rendah diambil pada titik terjauh dari pasangsurut, sedangkan nilai salinitas yang tinggi diambil pada titik ter-depan yang berbatasan langsung dengan laut. Tidak ada aturanbaku tentang nilai ambang batas salinitas; nilai salinitas ber-fluktuatif secara alami.

Total padatan tersuspensi atau yang dikenal dengan total sus-pended solid (TSS) adalah padatan yang tersuspensi di dalam airberupa bahan-bahan organik dan non-organik yang dapat disaringdengan kertas millipore 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempu-nyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi pene-trasi matahari ke dalam badan air. Kekeruhan air yang meningkatmenyebabkan gangguan pertumbuhan organisme produser. Kadarzat tersuspensi erat sekali hubungannya dengan kekeruhan kare-na kekeruhan air disebabkan zat-zat tersuspensi dalam air terse-but.

Zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri atas bermacam zat,seperti pasir halus, liat dan lumpur yang merupakan bahan-bahananorganik atau berupa bahan-bahan organik yang melayang-la-yang dalam air. Bahan-bahan organik tersuspensi terdiri atas ber-bagai jenis senyawa seperti selulosa, lemak, protein yang mela-yang-layang dalam air atau mikroorganisme seperti bakteri, algae,dan sebagainya. Bahan-bahan organik ini selain berasal dari sum-ber-sumber alamiah juga dari buangan kegiatan manusia seperti

Page 209: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

196

kegiatan industri, pertanian, pertambangan atau kegiatan rumahtangga.

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan besaran TSS berk-isar antara 5-39 ppm dengan rata-rata keseluruhan 13,7 ppm. Ni-lai ambang batas TSS berdasarkan Keputusan Menteri NegaraKependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 ten-tang pedoman baku mutu lingkungan untuk biota laut adalah 80ppm, dengan demikian secara umum dari keseluruhan lokasimempunyai TSS yang jauh dari ambang batas.

Beberapa sifat kimia air laut yang diamati pada penelitian iniadalah derajat keasaman (pH), amoniak (NH3), nitrat (NO3), nitrit(NO2), dissolved oxygen (DO), biochemical oxygen demand (BOD),carbon dioxide (CO2), dan chemical oxygen demand (COD). Derajatkeasaman (pH) merupakan ukuran dari konsentrasi ion hidrogenpositif yang menunjukkan suasana air (Hariadi, 1992 dalam Kem-barawati dan Lilia, 2008).

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan dengan mengguna-kan kertas lakmus besaran nilai pH air berkisar antara 7-8 denganrata-rata nilai pengukuran pada semua lokasi sebesar 7,3. Hasilpengukuran pH air di laboratorium berkisar antara 7,24-8,30 de-ngan rata-rata secara keseluruhan lokasi 7,96. Dalam kriteria peni-laian termasuk dalam kelas netral sampai dengan agak alkalis.Tingkat keasaman yang bersifat alkalis ini sangat mendukung un-tuk proses dekomposisi pada suatu perairan. Nilai ambang bataspH yang baik untuk kehidupan organisme laut berkisar antara 6,5-8,5. Jadi kondisi pH di lapangan masih relatif bagus bagi perkem-bangan organisme laut.

Amonia adalah gas berbau tajam yang tidak berwarna dengantitik didih -35°C. Amonia merupakan senyawa nitrogen yang men-jadi NH4

+ pada pH rendah dan disebut dengan amonium. Amoniayang terdapat dalam air permukaan berasal dari oksidasi zat or-ganis secara mikrobiologi dan dapat pula berasal dari air seni dankotoran. Kadar amonia dinyatakan dalam mg/l. Kadar amoniayang tinggi menunjukkan adanya pencemaran. Konsentrasi amo-nia yang tinggi pada perairan dapat menyebabkan kematian padaikan. Pengaruh pH terhadap toksisitas amonia sangat besar, padakondisi pH rendah akan bersifat racun bila jumlah amonia banyak,sedangkan pada pH tinggi, hanya dengan jumlah amonia yang ren-dah pun sudah akan bersifat racun. Kadar amoniak (NH3) di lokasi

Page 210: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Keragaman Mikroorganismedan Kualitas Perairan di Kawasan Hutan Mangrove... (H. Setiawan)

197

penelitian rata-rata sebesar 0.01 ppm, masih berada di bawah am-bang batas normal yaitu ≤1 ppm. Analisis kandungan amoniakpenting dilakukan karena merupakan parameter kunci layak-tidak-nya perairan untuk kehidupan biota laut.

Nitrit (NO2) merupakan bentuk nitrogen yang teroksidasi de-ngan bilangan oksidasi +3 (Edward dan Rajab, 2000). Nitrit meru-pakan salah satu parameter kunci dalam penentuan kualitas air.Nitrit biasanya merupakan bentuk transisi antara amoniak dannitrat dan segera berubah menjadi bentuk yang lebih stabil yakninitrat. Nitrit banyak dijumpai pada instalasi pengolahan air lim-bah, air sungai, dan drainase. Nitrit juga bersifat racun karena da-pat bereaksi dengan hemoglobin dalam darah, sehingga darah ti-dak dapat mengangkut oksigen, selain itu nitrit juga membentuknitrosamin (RRN-NO) pada air buangan tertentu dan dapat me-nimbulkan kanker (Alaert dan Santika, 1984). Nitrat (NO3-) meru-pakan bentuk nitrogen yang stabil.

Nitrat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesis pro-tein tumbuh-tumbuhan dan hewan, namun pada konsentrasi ting-gi dapat menimbulkan eutofikasi dan merangsang pertumbuhanganggang secara tidak terbatas (blooming) bersama-sama denganzat hara lainnya seperti fosfat, sehingga perairan dapat kekurang-an oksigen dan menyebabkan kematian pada ikan (Edward danRajab, 2000). Kandungan nitrat (NO3) di semua lokasi penelitianyang terbesar 0,05 ppm dan kandungan nitrit (NO2) di semua loka-si penelitian yang terbesar 0,087 ppm. Berdasarkan standar bakumutu seharusnya yang paling ideal kandungan nitrit (NO2) untukkehidupan biota air adalah nihil. Menurut Kembarawati dan Lilia(2008), kadar nitrat yang baik untuk perairan berkisar antara 2-5ppm dan maksimum 10 ppm. Pada kondisi tersebut sangat baikuntuk mendukung pertumbuhan plankton di perairan.

Disolved oxygen (DO) atau oksigen terlarut adalah jumlah oksi-gen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesis dan absorbsatmosfer/udara. Semakin banyak jumlah oksigen terlarut makakualitas air semaik baik. Satuan DO biasanya dinyatakan dalammg/l (ppm). Hasil pengukuran DO air di laboratorium rata-rata 4,4ppm. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan danLingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang pedoman bakumutu lingkungan ambang batas minimal untuk DO adalah ≥4 ppmdan yang paling ideal adalah 6 ppm, sehingga kondisi perairan

Page 211: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

198

mangrove masih di bawah ambang batas. Adanya oksigen bebasdalam air sangat diperlukan oleh biota air dalam menunjang kehi-dupannya, misalnya ikan dapat hidup dengan normal dengan kan-dungan oksigen bebas >3 ppm.

Biochemical oxygen demand (BOD) atau kebutuhan oksigenbiologis adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikro-organisme untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat pencer-na) yang terdapat di dalam air secara biologi. Hasil pengukuranBOD menunjukkan nilai BOD rata-rata di lokasi penelitian adalah2,6 ppm. Dalam klasifikasi derajat pencemaran semua lokasi pene-litian termasuk dalam golongan tidak tercemar (BOD<3).

Karbondioksida bebas merupakan istilah untuk menunjukkanCO2 yang terlarut di dalam air. CO2 yang terdapat dalam perairanalami merupakan hasil proses difusi dari atmosfer, air hujan, de-komposisi bahan organic, dan hasil respirasi organisme akuatik.Tingginya kandungan CO2 pada perairan dapat mengakibatkan ter-ganggunya kehidupan biota perairan. Konsentrasi CO2 bebas 12mg/l dapat menyebabkan tekanan pada ikan, karena akan meng-hambat pernafasan dan pertukaran gas. Kandungan CO2 dalam airyang aman tidak boleh melebihi 25 mg/l, sedangkan konsentrasiCO2 lebih dari 100 mg/l akan menyebabkan semua organismeakuatik mengalami kematian. Hasil pengukuran CO2 di laborato-rium rata-rata sebesar 3,92 ppm. Pada kondisi tersebut ikan danbiota laut lainnya dapat hidup dengan normal.

Chemical oxygen demand (COD) menyatakan besarnya kan-dungan oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-ba-han organik secara kimia di perairan. Hasil pengukuran COD air dilaboratorium rata-rata 39,97 ppm. Berdasarkan standar baku mu-tu kualitas air untuk perikanan, nilai COD maksimal yang diperbo-lehkan adalah 40 ppm. Nilai COD meningkat dengan meningkat-nya nilai bahan organik di perairan. Tingginya nilai COD menun-jukkan tebalnya lapisan bahan organik di perairan sehingga dapatmenyebabkan rendahnya kadar oksigen terlarut di perairan.

Menurut Lee (1978), klasifikasi derajat pencemaran perairanditentukan oleh parameter indeks diversitas, DO, BOD, TSS, danNH3. Klasifikasi derajat pencemaran ditunjukkan pada Tabel 1.

Merujuk pada klasifikasi tersebut, dari hasil pengukuran DO airdi laboratorium rata-rata sebesar 4,4 ppm termasuk dalam kelastercemar ringan. Berdasarkan besarnya nilai BOD, hasil

Page 212: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Keragaman Mikroorganismedan Kualitas Perairan di Kawasan Hutan Mangrove... (H. Setiawan)

199

pengukuran BOD menunjukkan nilai BOD rata-rata di lokasi peneli-tian adalah 2,7 ppm termasuk dalam klasifikasi tidak tercemar.Berdasarkan besarnya nilai TSS, hasil pengukuran TSS rata-rata13,7 ppm termasuk dalam klasifikasi tidak tercemar. Berdasarkanbesarnya nilai kadar amoniak (NH3) hasil pengukuran di lokasi pe-nelitian rata-rata sebesar 0.01 ppm, termasuk dalam klasifikasi ti-dak tercemar.

Tabel 1. Klasifikasi derajat pencemaran

No DerajatPencemaran

DO(ppm)

BOD(ppm)

TSS(ppm)

NH3

(ppm)Indeks

Diversitas

1 Tidak >6,5 <3,0 <20 <0,5 >2,02 Ringan 4,5-6,5 3,0-4,9 20-49 0,5-0,9 2,0-1,63 Sedang 2,0-4,4 5,0-15 50-100 1,0-3,0 1,5-1,04 Berat <2,0 >15 >100 >3,0 <1,0

Sumber: Lee, 1978

B. Keanekaragaman Mikroorganisme

Hasil identifikasi jenis plankton menunjukkan bahwa di lokasipenelitian dapat diidentifikasi 25 spesies plankton yang terdiriatas fitoplankton 19 spesies dan zooplankton 6 spesies. Nilai ke-limpahan rata-rata sebesar 29,3 sel/ml. Jenis plankton yang terba-nyak dijumpai adalah Rhizosolenia stolterforthii dengan kelimpah-an rata-rata 9,2 sel/ml, sedangkan jenis plankton yang paling se-dikit dijumpai adalah Guinardia sp. dengan tingkat kelimpahan 0,1sel/ml.

Hasil perhitungan indeks kekayaan jenis (d) plankton sebesar4,225. Menurut Magurran (1988) dalam Soerianegara et al. (2005),besaran indeks kekayaan jenis berada antara 3,5-5 yangmenunjukkan kekayaan jenis yang tergolong sedang. Hasil perhi-tungan indeks keragaman jenis (H’) plankton di lokasi penelitiansebesar 2,592. Merujuk pada kriteria indeks keanekaragaman je-nis Shannon-Wiener yang menyatakan bahwa nilai indeks kera-gaman jenis (H’) = 1-3 maka tingkat keanekaragaman tergolongsedang. Merujuk standar derajat pencemaran perairan menurutLee et al. (1978), kondisi perairan pada ekosistem mangrove di ka-wasan hutan mangrove TN. RAW tergolong dalam kelompok tidaktercemar dengan indeks diversitas >2.

Page 213: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

200

Hasil perhitungan terhadap nilai indeks dominasi jenis (D) me-nunjukkan bahwa nilai indeks dominasi jenis plankton di lokasi pe-nelitian sebesar 0,131. Semakin rendah nilai indeks dominasi me-nunjukkan bahwa ada beberapa spesies plankton yang mendomi-nasi secara bersama-sama, sedangkan jika mendekati satu menun-jukkan bahwa indeks dominasi semakin besar dan dominasi lebihterkonsentrasi pada satu spesies plankton. Dari kriteria tersebutterlihat bahwa ada beberapa jenis plankton yang mendominasi ka-rena indeks dominasinya mendekati angka nol.

Hasil perhitungan terhadap nilai indeks kemerataan jenis (e)menunjukkan bahwa nilai indeks kemerataan jenis plankton di lo-kasi penelitian sebesar 0,805. Menurut Magurran (1988) dalamSoerianegara et al. (2005), besaran e’ < 0,3 menunjukkan kemera-taan jenis tergolong rendah, e’= 0,3-0,6 kemerataan jenis tergo-long sedang, dan e’ > 0,6 maka kemerataaan jenis tergolong ting-gi, sehingga dapat dinyatakan bahwa indeks kemerataan jenisplankton di lokasi penelitian tergolong tinggi yang berarti tidakterdapat pemusatan individu spesies plankton tertentu padasuatu wilayah yang artinya keseluruhan individu suatu spesies ter-sebar merata pada semua wilayah.

Hasil identifikasi jenis bentos menunjukkan bahwa di lokasipenelitian dapat diidentifikasi benthos sebanyak 11 famili dan 14spesies dengan kelimpahan rata-rata 7,7 individu/m3. Jenisbenthos yang terbanyak dijumpai yaitu Laganum sp dengankelimpahan rata-rata 2,3 individu/m3 dan jenis plankton yangpaling sedikit dijumpai adalah Marcia hiantina, Perna viridis danAtrina vexillum dengan tingkat kelimpahan 0,1 individu/m3.

Hasil perhitungan indeks kekayaan jenis (d) bentos sebesar3,259. Menurut Magurran (1988) dalam Soerianegara et al. (2005),besaran indeks kekayaan jenis kurang dari 3,5 yang me-nunjukkankekayaan jenis yang tergolong rendah. Hasil perhitung-an indekskeragaman jenis (H’) plankton di lokasi penelitian sebe-sar 2,332.Merujuk pada kriteria indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener yang menyatakan bahwa nilai indeks keragaman jenis (H’)= 1-3 menunjukkan tingkat keanekaragaman tergolong sedang.Merujuk standar derajat pencemaran perairan menurut Lee et al.(1978), kondisi perairan pada ekosistem mangrove di ka-wasanhutan mangrove TN. RAW tergolong dalam kelompok tidaktercemar dengan indeks diversitas >2.

Page 214: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Keragaman Mikroorganismedan Kualitas Perairan di Kawasan Hutan Mangrove... (H. Setiawan)

201

Hasil perhitungan terhadap nilai indeks dominasi jenis (D) me-nunjukkan bahwa nilai indeks dominasi jenis bentos di lokasi pe-nelitian sebesar 0,134. Semakin rendah nilai indeks dominasi me-nunjukkan bahwa ada beberapa spesies bentos yang mendomi-nasi secara bersama-sama, sedangkan jika mendekati satu menun-jukkan bahwa indeks dominasi semakin besar dan dominasi lebihterkonsentrasi pada satu spesies bentos. Dari kriteria tersebutmenunjukkan bahwa ada beberapa jenis bentos yang mendomi-nasi karena indeks dominasinya mendekati angka nol.

Hasil perhitungan nilai indeks kemerataan jenis (e) menunjuk-kan bahwa nilai indeks kemerataan jenis bentos di lokasi peneliti-an sebesar 0,883. Menurut Magurran (1988) dalam Soerianegaraet al. (2005), besaran e < 0,3 menunjukkan kemerataan jenis ter-golong rendah, e = 0,3-0,6 kemerataan jenis tergolong sedang,dan e > 0,6 kemerataaan jenis tergolong tinggi, sehingga dapat di-nyatakan bahwa indeks kemerataan jenis bentos di lokasi peneli-tian tergolong tinggi. Ini berarti tidak terdapat pemusatan individuspesies bentos tertentu pada suatu wilayah, artinya keseluruhanindividu suatu spesies tersebar merata pada semua wilayah.

C. Implikasi Pengelolaan

Secara umum kodisi perairan di kawasan hutan mangroveTNRAW termasuk dalam kategori tidak tercemar. Hasil uji labora-torium terhadap sifat fisik dan kimia air menunjukkan bahwa kon-disi perairan di kawasan tersebut masih di bawah ambang batasnormal. Namun demikian, pada uji parameter terhadap kandung-an oksigen terlarut (DO) kondisi perairan termasuk dalam katego-ri tercemar ringan.

Keberadaan fauna perairan dapat dijadikan sebagai indikatorbiologis terhadap kesehatan perairan. Fauna yang dijadikan indi-kator kesehatan perairan mangrove di TNRAW adalah planktondan bentos. Hasil analisis tingkat keanekaragaman terhadap ke-dua spesies tersebut menunjukkan tingkat keanekaragaman yangsedang. Hal ini merupakan sebuah peringatan kepada pihak pe-ngelola agar lebih meningkatkan perhatian terhadap hal-hal yangmenyebabkan terjadinya pencemaran air.

Kawasan hutan mangrove di TNRAW sangat bermanfaat dalammenunjang kehidupan masyarakat sekitar. Dengan kondisi hutanmangrove yang bagus maka ikan dan udang sangat melimpah di

Page 215: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

202

kawasan ini. Dengan semakin melimpahnya ikan dan udang makaakan semakin banyak masyarakat yang bermukim dan mendiamikawasan perairan taman nasional karena memudahkan merekauntuk mencari ikan dan udang. Kondisi ini akan berdampak negatifkualitas perairan dan juga terhadap kelestarian hutan mangrove.Dengan semakin bertambahnya masyarakat yang tinggal di sekitarmangrove maka tingkat kerentanan kawasan hutan mangrove ter-hadap ancaman penebangan dan perusakan semakin tinggi.

Balai TNRAW sebagai pengelola kawasan mempunyai tugasutama untuk menjaga kawasan hutan mangrove agar tetap lestaridan dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat sekitar. Berba-gai usaha telah diterapkan oleh pihak taman nasional untuk men-jaga kelestarian mangrove di antaranya adalah pembinaan masya-rakat yang tinggal di muara sungai dan berdekatan dengan kawas-an mangrove. Pihak taman nasional juga mengikutsertakan ma-syarakat dalam pengamanan kawasan yaitu dengan menjalin ko-munikasi bersama antara pihak taman nasional dengan masya-rakat. Hal ini terbukti efektif dalam menekan laju degradasi hutanmangrove di TNRAW.

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Secara umum kondisi perairan pada ekosistem mangrove diTNRAW masih cukup bagus dengan kadar DO 4,4 ppm dan BOD2,7 ppm. Hasil pengukuran tercatat ditemukan 25 spesies plank-ton yang terdiri atas fitoplankton 19 spesies dan zooplankton se-banyak 6 spesies. Nilai kelimpahan rata-rata sebesar 29,3 sel/ml.Jenis bentos di lokasi penelitian dapat diidentifikasi sebanyak 11famili dan 14 spesies dengan kelimpahan rata-rata 7,7 individu/m3. Kondisi perairan pada ekosistem mangrove di kawasan hutanmangrove TNRAW tergolong dalam kelompok tidak tercemar de-ngan indeks diversitas bentos dan plankton >2. Dengan kondisitersebut, dalam pengelolaan ke depan perlu lebih ditingkatkanupaya pengawasan kawasan mangrove agar kondisi ekologis yangbagus dapat dipertahankan.

Page 216: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Keragaman Mikroorganismedan Kualitas Perairan di Kawasan Hutan Mangrove... (H. Setiawan)

203

DAFTAR PUSTAKA

Alaert, G., & Santika, S. S. (1984). Metode penelitian air. Bogor:Usaha Nasional.

Ansori, A. K. (2008). Penentuan kekeruhan pada air reservoir diPDAM Tirtanadi instalasi pengolahan air Sunggal Medanmetode turbidimetri. Medan: Fakultas MIPA, UniversitasSumatera Utara.

Astirin, O. P., & Setyawan, A. D. (2000). Biodoversitas plankton diwaduk penampung banjir Jabung, Kabupaten Lamongan danTuban. Jurnal Biodiversitas, 1(2).

Departemen Kehutanan. (2011). Taman Nasional Rawa Aopa Wa-tumohai. Diunduh 18 September 2011 darihttp://www .dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_aopa .htm.

Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.(1988). Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Kepu-tusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan HidupNomor 02/MENKLH/I/1988.

Anonim. (2008). Makhluk mungil si penentu kehidupan. Koran Ja-karta. Diunduh 21 November 2008 dari http://www.koran-jakarta.com.

Cole, G. A. (1983). Limnologi. Kuala Lumpur : Dewan Bahasa danPustaka Kementerian Pendidikan Malaysia.

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius.Edward, & Rajab, A. W. (2000). Kandungan ammonia, nitrit dan

nitrat di teluk Kotania, Pulau Seram. Prosiding Konferensi Na-sional II Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indone-sia. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Helfinalis. (2005). Kandungan total suspended solid dan sedimendi dasar di perairan Panimbang. Jurnal Makara Sains, 9(2).

Kembarawati & Lilia. (2008). Kondisi awal kualitas perairan di sa-luran primer induk (SPI) Eks-PLG 1 juta hektar dan wilayah du-sun Muara Puning Kalimantan Tengah. Bogor: Wetland Inter-nasional Indonesia.

Lee, T. D. (1978). Handbook of variables of environmental impactassessment. Arbor: An Arbor Science Publisher Inc.

Odum, E. P. (1994). Dasar-dasar ekologi (3th., ed.). (T. Samingan,Trans.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 217: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

204

Perkins, E. J. (1974). The biology of estuaries and coastal waters(p.678). London: Academic Press. 678 pp.

Salmin. (2005). Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen bio-logi (BOD) sebagai salah satu indikator untuk menentukankualitas perairan. Jurnal Oseana, XXX(3).

Sinaga, T. (2009). Keanekaragaman mokrozoobenthos sebagai in-dikator kualitas perairan Danau Toba Balige Kabupaten TobaSamosir. (Thesis Pasca Sarjana). Universitas Sumatera Utara,Medan.

Soerianegara, I., & Indrawan, A. (2005). Ekologi hutan Indonesia.Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Page 218: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

205

PELIBATAN KELOMPOK PEREMPUAN DALAM KEGIATANREHABILITASI LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Lembang Pakala,

Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan)1

M. Kudeng Sallata dan Evita HapsariBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Peran dan kedudukan perempuan dalam pembangunan telah mendapatperhatian "serius" dari pemerintah dengan dimasukkannya isu perem-puan sejak tahun 1978 melalui GBHN. Selanjutnya, dibentuklah lembagaMenteri Peranan Wanita pada 1978 yang kemudian berubah menjadiMenteri Pemberdayaan Perempuan pada Kabinet Persatuan Indonesiaakhir tahun 1999. Sebagai mitra sejajar pria, berperan dalam pemba-ngunan dan kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengandasar tersebut Departemen Kehutanan telah membentuk Kelompok KerjaPengarusutamaan Gender tingkat Departemen Kehutanan (Pokja PUGDephut) melalui SK Menhut No. 82/Kpts-II/2003. Pokja PUG Dephut ber-tugas untuk memperlancar, mendorong, mengefektifkan serta meng-optimalkan upaya pengarusutamaan gender di sektor kehutanan. Kelom-pok perempuan (Dasawisma) di Lembang Pakala, Kecamatan Meng-kendek, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan perlu diako-modir dan diakui keberadaannya. Hal tersebut didasarkan atas kemam-puan mereka berperan nyata dalam pembangunan desanya melaluikelompok yang dibentuk. Mereka mampu melakukan berbagai kegiatan,baik kegiatan reproduktif maupun kegiatan produktif secara gotong-royong untuk membantu kepala keluarga memenuhi kebutuhan rumahtangga. Salah satu kelompok perempuan (Dasawisma) “Dahlia” telah di-libatkan dalam kegiatan demonstrasi plot Rehabilitasi Lahan dan Kon-servasi Tanah dan Air (RLKTA) Balai Penelitian Kehutanan Makassar danternyata tingkat komitmen, kesabaran, dan ketekunan serta tanggung-jawab terhadap kegiatannya lebih tinggi. Keberhasilan lainnya banyakdibuktikan dalam hasil kegiatan kelompok berupa pengelolaan kebun,

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 219: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

206

pembersihan rumput di sawah dan pemeliharaan tanaman yang dilaku-kan secara gotong-royong.

Kata kunci: Kelompok perempuan, Lembang Pakala, kerja gotong-royong, RLKTA

I. PENDAHULUAN

Williem-deVries (2006) menyatakan bahwa topik “gender” bu-kan lagi merupakan hal yang baru bagi kalangan feminis, peneliti,akademisi, organisasi kemasyarakatan, pejabat pemerintahanmaupun kalangan umum lainnya di masyarakat. Berbagai studi te-lah dilakukan untuk melihat hubungan yang kompleks antara gen-der dengan isu-isu penting seperti politik, pendidikan, kesehatan,pengelolaan sumber daya alam, dan lain sebagainya. Berbagai in-stitusi dan lembaga, baik dari sektor formal pemerintahan, LSM,lembaga penelitian, dan lain sebagainya mengadakan training,kampanye, penelitian, survei dan berbagai program kegiatan yangberkaitan dengan gender.

Ide pelibatan kelompok perempuan dalam pembangunan de-monstrasi plot penelitian Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanahdan Air (RLKTA) di Mararin, Lembang Pakala, Kabupaten Tana To-raja bermula dari kondisi lamanya mencari dan menunggu keterli-batan masyarakat (laki-laki) dalam kegiatan penelitian. Sebagai-mana biasa dalam proses memulai suatu kegiatan yang pene-kanannya pada pelibatan masyarakat berpartisipasi secara sukare-la, digunakan metode participatory rural appraisal (PRA). Setelahberkoordinasi dengan stakeholder yang dianggap penting untukdilibatkan maka telah beberapa kali diinisiasi pertemuan denganKepala Lembang, Kepala Dusun, dan para pemuka masyarakat ser-ta masyarakat sasaran. Selanjutnya sebagai hasil dari pertemuan,baik formal maupun informal, dilakukan peninjauan lapangan se-cara bersama-sama di mana kegiatan akan dilakukan. Namun da-lam beberapa kali pelaksanaan kegiatan, hanya beberapa orangsaja yang bersedia datang dan terlibat dalam kegiatan.

Dalam kondisi demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan ti-dak berjalan seperti yang diharapkan. Kesimpulan sementara yangdapat ditarik adalah bahwa kegiatan tersebut gagal, karena komu-

Page 220: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pelibatan Kelompok Perempuandalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis... (M.K. Sallata; E. Hapsari)

207

nitas lokal tidak co-operative dalam berproses. Kondisi lokal tidakmendukung untuk berkembang sesuai dengan tujuan program.Tidak pernah terpikirkan bahwa ‘kegagalan’ dalam berproses ter-sebut kemungkinan memunculkan ide-ide baru di dalam komuni-tas yang luput dari perhatian. Kelompok Dasawisma yang anggo-tanya semua ibu-ibu (perempuan) yang selama pertemuan-perte-muan tidak pernah dilibatkan ternyata lebih mempunyai kegiatan,lebih telaten, dan mempunyai komitmen tinggi dibanding bapak-bapak (laki-laki) sebagai kepala rumah tangga yang selama ini di-anggap pengambil keputusan.

Kelompok perempuan dipandang sebagai pilihan alternatif danterbuka, yang bisa sangat berbeda perspektif dan implementasi-nya tergantung dari kondisi dan realitas lokal yang ada di lapang-an. Makalah ini bukan manual ataupun panduan tentang kelom-pok perempuan, melainkan berisi ulasan tentang kegiatan fasilitasikelompok petani lokal dengan semua anggotanya perempuan(Dasawisma) di Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan dalam kegiatandemplot RLKTA yang mana sangat berkaitan erat dengan isu gen-der.

II. KONDISI UMUM MASYARAKAT LEMBANG PAKALA

A. Penduduk

Nomenklatur “Lembang” secara khusus digunakan di Kabupa-ten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan yang disetarakan de-ngan tingkat “Desa” yang dikenal dalam nomenklatur pemerin-tahan. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Lembang Pa-kala dapat diketahui bahwa Lembang Pakala merupakan salah sa-tu lembang dalam wilayah Kecamatan Mengkendek, mempunyailuas wilayah sekitar 15,5 km persegi, terdiri atas dua dusun yaitudusun Pakala dan dusun Tando-Tando dengan jumlah kepalakeluarga 157 KK atau jumlah penduduk sekitar 1.315 jiwa (Mono-grafi Lembang Pakala, 2011). Apabila dibandingkan luas lembangdengan penduduknya dapat diketahui bahwa kepadatan pendu-duk sangat jarang yaitu hanya sekitar 85 jiwa/km2. Kemungkinankondisi tersebut menjadi dasar pemerintah setempat untukmenambah jumlah penduduk melalui program transmigrasi. Saatpenulisan makalah ini, perumahan transmigrasi serta seluruh fasi-

Page 221: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

208

litas yang sudah dibangun kurang lebih 67 rumah yang dipersiap-kan untuk 67 KK transmigran di Lembang Pakala.

B. Karakteristik Rumah TanggaSecara umum tingkat pendidikan masyarakat di Lembang Pa-

kala sudah relatif bagus. Berdasarkan data kependudukan darikantor lembang setempat tercatat dari jumlah penduduk yang ada,276 orang (20,99%) tamat SD, 342 orang (26,01%) tamat SLTP, dan403 orang (32,65%) tamat SLTA (Monografi Lembang Pakala,2011). Walaupun masih ada yang tidak pernah sekolah ya-itusebanyak 198 orang (15,05%) namun sebagian besar telahmengikuti wajib belajar Paket A dan B yang diprogramkan peme-rintah. Hal ini disebabkan karena di Lembang Pakala telah ter-dapat sebuah Sekolah Dasar, sedangkan SMP terletak di Kelurah-an Tampo yang berbatasan sebelah barat Lembang Pakala, danSLTA (SMK dan SMU) terdapat di pusat kantor kecamatan yangberjarak kurang lebih 5 km dari Lembang Pakala.

Komposisi keluarga petani di Lembang Pakala pada umumnyaterdiri atas kepala keluarga, ibu rumah tangga, dan anak, baik laki-laki maupun perempuan. Peran masing-masing anggota keluargasudah terpola berdasarkan kebiasaan dan budaya yang dianutoleh leluhurnya namun dalam keadaan darurat, misalnya salah sa-tu anggota tidak ada, secara otomatis ada anggota yang mengam-bil peran atau merangkap peran untuk memenuhi kebutuhan ke-luarga. Dari hasil wawancara diketahui bahwa setiap anggota ke-luarga dapat mengganti peran atau merangkap peran apabila sa-lah satu keluarga tidak ada. Sebagai contoh, pekerjaan gembalakerbau biasanya dikerjakan oleh anak laki-laki tetapi kalau anaklaki-laki pergi melanjutkan sekolah ke tempat lain, perannya di-ambil alih oleh adiknya laki-laki, tapi kalau tidak ada, beralih keanak perempuan, kemudian ke ayah dan terakhir ke ibu rumahtangga. Pada dasarnya semua anggota keluarga berpotensi berpe-ran untuk kebutuhan keluarga.

Kepemilikan lahan pada masing-masing penduduk sangat ber-variasi dalam luasan, yaitu dari 0,25-3 ha. Para petani lebihcenderung mengelola persil-persil lahan yang letaknya lebih dekatdengan tempat tinggal secara lebih intensif. Kondisi tersebut di-sebabkan oleh lokasi yang mudah dicapai sehingga tidak membu-

Page 222: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pelibatan Kelompok Perempuandalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis... (M.K. Sallata; E. Hapsari)

209

tuhkan banyak waktu untuk mencapainya. Tidak jarang kita me-nemukan hamparan lahan-lahan tidur karena tidak diolah dan ke-mungkinan disebabkan kurangnya tenaga kerja pada pemiliknya.Berdasarkan informasi penduduk setempat dapat diketahui bah-wa orientasi usahatani rumahtangga pada umumnya masih ber-sifat subsisten yaitu sekedar untuk memenuhi kebutuhan pangansehari-hari, dan jika ada kelebihan baru dijual atau dibawa kepasar.

C. Kondisi Infrastuktur

Secara relatif rumah tangga petani di wilayah Lembang Pakalatelah memiliki aksesibilitas terhadap prasarana produksi. Lem-bang Pakala telah dicapai jaringan listrik (PLN) dan jaringan jalan.Walaupun di beberapa titik terjadi kerusakan namun sebagian be-sar jaringan jalan telah dibeton melalui bantuan Program NasionalPerberdayaan Masyarakat/PNPM-mandiri pedesaan. Jaringan sa-luran air minum sejak 2007 telah diinisiasi Balai Penelitian Kehu-tanan Makassar dan dilanjutkan oleh Pemda setempat. Fasilitaspemasaran lainnya seperti kendaraan roda 2 dan roda 4 yangmenjadi alat transportasi masyarakat juga sudah tersedia.

Fasilitas sosial untuk kegiatan ekonomi umumnya terdapat dipasar kecamatan dengan jarak 5 km dan di pasar kabupaten yangberjarak 15 km dari Lembang Pakala. Penduduk di Lembang Pa-kala secara berkala pergi ke Pasar Ge’tengan yang terletak di pu-sat kecamatan atau ke pasar Makale yang terletak di pusat kabu-paten, untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Hari pasar di Kabu-paten Tana Toraja mempunyai ciri tersendiri yaitu jadwal bergilirhari pasar selama 1 minggu. Setiap pasar, misalnya pasarGe’tengan yang merupakan salah satu dari enam pasar yang ber-gulir mempunyai hari pasar satu hari dalam setiap minggu secarabergantian. Selain itu, pasar di kecamatan juga merupakan tempatuntuk menjual hasil pertanian atau tempat pertemuan dari kera-bat yang datang ke pasar. Oleh karena itu tidak heran apabila haripasar tiba, situasi di lembang agak sepi karena sebagian besarpenduduk pergi ke pasar dan menjelang sore baru mereka pulangke rumah masing-masing. Fasilitas lain yang umumnya berada dipusat kecamatan adalah puskemas (pusat kesehatan masyarakat)dan Bank Rakyat Indonesia (BRI), sedangkan yang berada di Lem-

Page 223: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

210

bang Pakala adalah bidan dan mantri desa (lembang) yang ber-tanggungjawab tentang kesehatan di lembang.

D. Mata Pencaharian Penduduk

Berdasarkan topografinya, wilayah Lembang Pakala sebagianbesar terdiri atas pegunungan (bagian dari pegunungan Latimo-jong) dan sebagian kecil yang berombak. Penduduknya mempu-nyai mata pencaharian bercocok tanam, baik di lahan kering mau-pun di lahan sawah. Oleh karena kondisi topografi yang bergu-nung maka cetakan sawah-sawah tidak ada yang luas tapi me-nyempit bersusun berupa terasering mengikuti kelerengan gu-nung dan secara tidak disadari membentuk pamandangan indahsusunan persawahan. Pengairan sawah beragam, ada yang tadahhujan dan ada yang mendapatkan air dari pengairan sederhanayang berhulu pada sungai Mararin.

Bagi penduduk Lembang Pakala, seperti penduduk pedesaanpada umumnya, usaha pertanian merupakan sektor ekonomi yangpaling besar peranannya sehingga kegiatan usahatani dan meme-lihara ternak dalam populasi terbatas merupakan basis ekonomi.Pada umumnya penduduk memperoleh beras dengan mengolahsawah dan hanya cukup untuk konsumsi rumahtangga karenaluasan sawahnya sedikit. Hasil usahatani masyarakat selain padidi sawah, pada umumnya tergolong tanaman perkebunan seperticengkeh (Eugenia aromatic), coklat (Theobroma cacao), dan kopi(coffea sp.) yang tumbuh mengelilingi rumah penduduk dan padaumumnya tidak luas. Tanaman pepohonan yang banyak ditemu-kan adalah cempaka (Elmerillia ovalis), suren (Toona sureni), jatiputih (Gmelina arborea), yang merupakan hasil program penghi-jauan pemerintah melalui Balai Pengelolaan DAS Saddang selamalima tahun terkhir. Sebagian besar wilayah Lembang Pakala ditum-buhi hutan pinus (Pinus merkusii). Pinus juga merupakan sumberpendapatan bagi masyarakat (harga kayu pinus saat penulisanmakalah ini adalah Rp 900.000/m3 yang bersih diterima pemilik).Di lokasi penelitian masih terdapat banyak lahan milik yang tidakterurus, ada yang ditumbuhi semak belukar dan ada yang hanyaditumbuhi rerumputan, sehingga tidak produktif.

Page 224: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pelibatan Kelompok Perempuandalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis... (M.K. Sallata; E. Hapsari)

211

Usaha ternak yang banyak dikembangkan masyarakat adalahmemelihara kerbau, babi, dan ayam. Pada umumnya laki-laki ter-tarik memelihara kerbau jantan 1-2 ekor karena pemasarannya le-bih tinggi di masyarakat Toraja. Beberapa petani menyatakan bah-wa memelihara satu kerbau jantan dalam jangka waktu 3- 4 tahundapat dijual minimal Rp 20 juta, dan lebih menguntungkan lagikalau tipe kerbaunya belang (tedong bonga) karena harganya le-bih tinggi yaitu mencapai ratusan juta rupiah. Selain itu meme-lihara ayam jago juga merupakan kebiasaan para laki-laki untukpersiapan ayam sabungan. Salah satu penyakit sosial masyarakatToraja (khususnya para laki-laki) adalah sabung ayam yang biasa-nya menghabiskan waktu dan harta.

III. PENGERTIAN GENDER DAN KELOMPOK PEREMPUAN

Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Be-sar Bahasa Indonesia terbitan tahun 1991, tetapi istilah tersebutsudah lazim digunakan dalam banyak tulisan, khususnya di KantorMenteri Negara Urusan Peranan Wanita (1992), dengan istilahjender. Jender diartikan sebagai “interpretasi mental dan kulturalterhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jen-der biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerjayang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan. Syahyuti (2006)menyatakan bahwa dalam analisis gender yang diindone-siakanmenjadi “jender” bermula dari kenyataan bahwa bagian terbesardari yang dianggap sebagai peran alamiah antara pria dan wanita(man dan women) tidak ditetapkan secara biologis (male danFemale), namun dari konstruksi sosial yang tumbuh, diakui, dansekaligus dipelihara oleh masyarakat tersebut. Hal ter-sebutmenyebabkan apa yang dilakukan sehari-hari atau menjadikewajiban wanita di satu masyarakat tertentu, bahkan satu rumahtangga tidak persis sama dengan rumah tangga lain. Kegiatan yangsama hanya hamil, melahirkan dan menyusui (peran sebagaiwanita), di luar itu variasinya bisa banyak. Selanjutnya disebutkanbahwa jender adalah sekumpulan nilai atau ketentuan yang mem-bedakan identitas sosial laki-laki dan perempuan.

Pengertian ”jender” tidak sama dengan pengertian jenis kela-min, karena jenis kelamin merupakan kategori biologis perem-

Page 225: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

212

puan atau laki-laki. Jenis kelamin merupakan bawaan sejak lahir(kodrat dari Tuhan) sehingga tidak dapat diubah atau dipertukar-kan satu dengan lainnya. Jender diartikan sebagai perbedaan-per-bedaan sifat, peranan, fungsi, dan status antara laki-laki dan pe-rempuan yang tidak berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapiberdasarkan pada relasi sosial budaya yang dipengaruhi olehstruktur masyarakatnya yang lebih luas (Syahyuti, 2006). Jendermerupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah se-suai dengan perkembangan zaman. Perubahan peran Jender se-ring terjadi sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial eko-nomi, budaya, sumber daya alam dan politik termasuk perubahanyang diakibatkan oleh upaya-upaya pembangunan atau penyesu-aian program struktural (structural adjustment program) maupunpengaruh dari kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global(wiliam-deVries, 2006).

Sebutan “wanita” atau “perempuan” sering menjadi serius(Syahyuti, 2006) sehubungan dengan sebutan pria dan wanitacenderung merujuk kepada jenis kelamin, sedangkan sebutan laki-laki dan perempuan untuk membicarakan jender. Dengan demiki-an menyebut kelompok perempuan dalam makalah ini berarti le-bih cenderung membicarakan peran sebagai jender. Menyebutdengan pengertian jender tidak berkaitan dengan ciri-ciri biologismanusia, tidak bersifat tetap dari waktu ke waktu, boleh berbedadari suatu tempat ke tempat lainnya, dan fungsinya bisa dipertu-karkan (wiliam-deVries, 2006).

IV. AKTIVITAS REPRODUKTIF DAN PRODUKTIF PEREMPUAN DILEMBANG PAKALA

Fausia dan Nasyiah (2005) berkesimpulan bahwa dalam kon-teks pengelolaan sumber daya alam, pria dan wanita pada dasar-nya sama-sama terlibat dalam pekerjaan reproduktif maupunproduktif, namun berbeda dalam hal intensitas curahan waktukerja. Curahan waktu kerja pria untuk pekerjaan produktif jauhlebih tinggi dibanding untuk pekerjaan reproduktif, sedangkanuntuk wanita relatif berimbang. Jika dilihat secara keseluruhan,total tenaga kerja wanita ternyata lebih tinggi bila dibandingkan

Page 226: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pelibatan Kelompok Perempuandalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis... (M.K. Sallata; E. Hapsari)

213

dengan pria. Dengan demikian, tampak ada gejala peran gandawanita ebih berat dibanding pria.

Fausia dan Nasyiah (2005) mengutip beberapa tulisan, membe-dakan peranan perempuan menjadi tiga kategori (triple rolewomen) yaitu:1. Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan de-

ngan tanggungjawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domes-tik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan repro-duksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga.Misalnya melahirkan, memasak, memelihara dan mengasuhanak, mengambil air, mencuci pakaian, membersihkan rumah,memperbaiki baju, dan sebagainya.

2. Peranan produktif adalah peranan yang dilakukan oleh laki-lakidan perempuan untuk memperoleh bayaran/upah secara tunaiatau menghasilkan barang-barang yang tidak dikonsumsi (di-gunakan) sendiri. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilaitukar, dan produksi rumahtangga dengan suatu nilai guna, jugasuatu nilai tukar potensial. Misalnya bekerja di sektor informaldan formal seperti bertani, berdagang, beternak, menjadi pe-gawai pemerintah, menjadi buruh, dan sebagainya.

3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan pengelo-laan masyarakat (kegiatan sosial) adalah semua aktivitas yangdilakukan sebagai kepanjangan peranan reproduktif. Perananini berupa kegiatan yang sifatnya menjalin kebersamaan, soli-daritas antar masyarakat, dan menjaga kebutuhan masyarakatseperti arisan, pernikahan, pemakaman, upacara adat, voluntirtanpa upah. Pengelolaan politik (kegiatan politik) adalah peran-an yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitaspada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung/tidak langsung) dan meningkatkan kekuasaan atau status. Pe-ranan ini bertujuan untuk mengambil keputusan yang berpe-ngaruh kepada kehidupan masyarakat seperti pemilihan kepaladesa/dusun, rapat pembagian tanah, pertemuan untuk meng-atur air, dan lain-lain.

A. Aktivitas ReproduktifMenurut adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat Toraja,

bagi kaum perempuan pada umumnya khususnya ibu rumah tang-

Page 227: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

214

ga di Lembang Pakala, pekerjaan rumahtangga apapun bentuknyamerupakan bagian penting dari peran jendernya. Pekerjaan inibiasanya dibantu oleh anak perempuan yang sudah agak besar,demikian juga oleh kerabat perempuan yang tinggal serumah. Adakecenderungan sekarang, anak yang beranjak remaja dan telah se-kolah kemudian berimigrasi ke kota untuk melanjutkan sekolah-nya sehingga perkerjaan ini kembali hanya dilakukan oleh ibu ru-mahtangga. Pekerjaan yang secara rutin dikerjakan adalah mema-sak dan menyiapkan makanan, mengasuh anak dan menyiapkananak ke sekolah, membersihkan rumah dan halaman, mencuci pi-ring dan pakaian, mengambil air, memberi pakan ternak, dan lain-nya. Terkait dengan sumber daya alam dalam rangka melakukanperan jendernya, kaum perempuan di Lembang Pakala melakukanpekerjaan membersihkan dan memelihara tanaman di kebun,mencari kayu bakar, mencari pakan ternak, memelihara ternakbahkan ada yang seharian menggembalakan kerbau, menanamsayur-sayuran sekitar rumah, membantu suami mengolah sawah,menanam dan memanen padi sampai siap diangkut dari sawah kerumah (dilakukan oleh para laki-laki), mengolah dan memeliharatanaman di kebun. Meskipun kegiatan ini tidak menghasilkan pen-dapatan tunai, tapi pekerjaan tersebut sangat efektif dalam rang-ka menjaga kelangsungan keluarga.

B. Aktivitas Produktif

Laki-laki dan perempuan sama-sama terlibat kegiatan produk-tif untuk dikonsumsi atau dijual dalam rangka memenuhi kebutuh-an rumah tangga, akan tetapi seringkali fungsi tanggungjawab me-reka berbeda. Menurut Fausia dan Nasyiah (2005), meskipun tidakada pembagian kerja yang jelas antara laki-laki dan perempuandalam pertanian, pembagian kerja berdasarkan jender di suatudaerah oleh sifat pertanian itu sendiri dan bagaimana mengelolaberbagai faktor produksi yang ada. Wajar apabila perempuan danlaki-laki bekerjasama dalam pengelolaan lahan dan saling mem-bantu satu sama lain dalam berbagai kegiatan pertanian sesuaidengan kebutuhan dan musimnya. Oleh karena sama-sama me-mahami kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak sehingga

Page 228: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pelibatan Kelompok Perempuandalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis... (M.K. Sallata; E. Hapsari)

215

saling mengisi, untuk memenuhi tuntutan rumah tangga yang me-reka rasakan semakin meningkat.

Dalam setiap usaha pengelolaan sumber daya alam biasanyadimulai dari proses bekerja menghasilkan suatu produk dan kemu-dian digunakan untuk dikonsumsi sendiri atau dapat dipertukar-kan dengan produk lain ataupun dengan uang (diperdagangkan).Menurut Simatraw et al. (2001) dalam Fausia dan Nasyiah (2005),pembedaan antara laki-laki dan perempuan biasanya tercermindalam aturan, kebiasaan, cara berproduksi, cara mendistribusikanhasil produksi, dan pengambilan keputusan, disesuaikan budayayang berlaku dalam masyarakat setempat. Sehubungan denganitu, jender sangat berhubungan dengan sumber daya alam, di ma-na laki-laki dan perempuan bersama-sama berperan dalam me-manfaatkan alam sebagai sumber kehidupan.

Apabila berdasarkan proses produksinya, maka pembagiankerja di Lembang Pakala dapat digolongkan sebagai berikut: Laki-laki dilibatkan dalam pertanian padat modal dan mekanisasi per-tanian misalnya persiapan lahan (sawah, kebun), irigasi, penyem-protan, penggunaan traktor, pembuatan terasering, dan kegiatanlainnya yang membutuhkan energi dan tenaga besar. Perempuanmelaksanakan dan bertanggungjawab untuk melakukan pekerjaanyang relatif tidak membutuhkan tenaga fisik kuat, tapi memerlu-kan kesabaran dan ketekunan. Pada umumnya perempuan hanyamenggunakan tangan dan alat sederhana untuk melaksanakan ke-giatan misalnya menyemai bibit, menyiangi rumput, memanen,memetik buah, dan mengolah lahan supaya gembur. Mereka jugamenghabiskan waktu dalam kegiatan pasca panen seperti me-numbuk, memisahkan, membersihkan, menyortir, dan membawahasil produksi ke pasar (buah-buahan, umbi-umbian), dan lain-la-in. Pembagian kerja dimaksud sebagaimana tersaji pada Tabel 1.

V. KELOMPOK PEREMPUAN DI LEMBANG PAKALA

Kelompok yang dibentuk oleh ibu-ibu rumah tangga di Lem-bang Pakala sebenarnya keberadaannya telah menjadi bagian dariprogram pemerintah yaitu kelompok pendidikan kesejahteraankeluarga (PKK). Kelompok tersebut pada umumnya diketuai olehistri kepala lembang. Karena di Lembang Pakala Kepala Lembang-nya belum mempunyai istri maka ketua PKK dijabat bergantian

Page 229: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

216

oleh ibu-ibu yang ditunjuk oleh Kepala Lembang. Kehadiran ketua(pemimpin) perempuan memiliki legitimasi sosiologis-kulturalyang kuat di Lembang Pakala, keberadaannya dipertimbangkandan diakui dalam masyarakat. Selama ini kelompok PKK lebih se-ring melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan rumahtangga seperti membuat kue, menyiapkan makan dan minum apa-bila ada acara kedukaan atau pesta perkawinan dalam kampungserta mengurusi posyandu (dikenal dengan 10 program PKK).

Tabel 1. Pembagian kerja dalam aktivitas produksi pertanian diLembang Pakala

Tugas Laki-laki PerempuanPersiapan lahan (sawah dan kebun) xPembuatan saluran irigasi xPenyemprotan xPenggunaan traktor xPembuatan terasering xMenyemaikan bibit xMenyiangi rumput xMemanen xMemetik buah xMengolah lahan supaya gembur xPasca panen (menumbuk, memisah,membersihkan, menyortir, membawa hasilproduksi ke pasar)

x

Oleh karena tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga semakinmeningkat dan semakin beragam, terjadi perubahan di antara ke-lompok PKK, yaitu beberapa anggota kelompok membentuk ke-lompok ibu-ibu Mesjid, kelompok ibu-ibu Gereja, dan kelompokUP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga). Kelompok UP2Kterbagi menjadi 7 kelompok Dasawisma yaitu Bunga Dahlia, BungaMangga, Bunga Mawar, Bunga Melati, Bunga Terompet, BungaAnggrek dan Kaca Piring. Sebanyak 4 kelompok berada di DusunPakala dan 3 kelompok berada di Dusun Tando-tando. Setiap ke-lompok berbeda jumlah anggotanya dan bervariasi antara 9-12/kelompok. Masing-masing kelompok mempunyai program yangberbeda, namun pada intinya membantu memenuhi kebutuhan

Page 230: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pelibatan Kelompok Perempuandalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis... (M.K. Sallata; E. Hapsari)

217

keluarga, misalnya arisan tenaga kerja. Sebagai contoh, kelompokdasawisma bersepakat untuk bekerja bersama (gotong-royong)pada satu kegiatan (misal menanam padi) milik salah satu anggo-tanya hari ini, dan hari berikutnya pada milik anggota lain, danseterusnya secara bergiliran. Apabila ada kegiatan yang bukan mi-lik anggota namun diminta untuk dikerjakan kelompok maka akanterjadi penawaran antara kelompok dengan orang yang membu-tuhkan bantuan dan imbalan dapat berupa materi maupun upahdalam bentuk uang. Apabila telah terjadi kesepakatan maka diten-tukan waktu untuk mengerjakan dan hasil imbalan 10% dimasuk-kan ke kas kelompok, sisanya dibagikan kepada masing-masinganggota kelompok yang ikut bekerja.

Kelompok Dasawisma berperan dalam meningkatkan pereko-nomian keluarga. Selain arisan tenaga kerja antar anggota kelom-pok, mereka juga sering menjadi buruh upah dalam kegiatan yangdilaksanakan oleh beberapa instansi Pemerintah. Hal ini terjadi ka-rena beberapa anggota kelompok dasawisma menggantikan peranbapak-bapak (kepala keluarga) yang berhalangan. Terlihat adanyapertukaran peran dan pembagian tugas dalam sebuah keluarga.Hal demikian tidak terjadi sebaliknya, peran ibu-ibu tidak diganti-kan oleh bapak-bapak.

VI. KEGIATAN DEMONSTRASI PLOT (DEMPLOT) DAN KELOM-POK PEREMPUAN

Kegiatan penelitian dengan judul “Pendekatan PartisipatifModel Perancangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah danAir (RLKTA) oleh Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang beradadi Lembang Pakala dilaksanakan dengan membangun demplot se-luas ± 2,5 ha. Demplot tersebut dibangun melalui partisipasi ma-syarakat khususnya yang memiliki lahan demplot. Di dalam dem-plot dibangun teknik-teknik konservasi tanah dan air, baik secarafisik (teras, saluran air) maupun berupa vegetatif (tanam pohon,rumput untuk pakan ternak), dan jenis-jenis tanaman lain sesuaidengan keinginan pemilik lahan.

Dalam proses penelitian telah beberapa kali dilakukan perte-muan dengan kelompok tani yang terdiri atas kaum bapak sebagaikepala keluarga, baik formal dengan Kepala Lembang bersamapara jajarannya maupun informal dengan para pemuka masyara-

Page 231: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

218

kat dan stakeholder lainnya. Peninjuan lapangan juga dilakukanbersama Kepala Lembang dan stakeholder dengan menetapkanbatas-batas demplot yang akan dibangun bersama. Pada hari yangdisepakati untuk memulai kegiatan ternyata kelompok tani tidakbanyak dating, bahkan ada yang datang saat sudah siang. Dengankondisi demikian kegiatan tidak berlangsung seperti kesepakatan.Penyebab utamanya adalah tidak adanya komitmen di antara ang-gota kelompok dan di sisi lain tidak ada sosok di antara merekayang disegani. Meskipun Kepala Lembang mendukung namun ti-dak selalu aktif mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif. Halini menyebabkan kemunduran komitmen kelompok tani yang ter-diri dari kepala keluarga untuk berpartisipasi dalam kegiatan dem-plot.

Istri Kepala Dusun Pakala yang juga menjadi ketua KelompokDasawisma “Dahlia” secara tidak sengaja bertemu dan mencerita-kan program dan kegiatan kelompoknya yang terdiri atas 9 orang.Saat kegiatan mengolah lahan dan menanam serta memelihararumput sebagai pakan ternak dalam demplot ditawarkan kepadamereka, ternyata kelompok tersebut menyambut baik dan berse-dia melakukan. Hasil dari kegiatan mereka ternyata sangat baikwalaupun dalam musim kemarau rumput yang ditanam sangatkering. Mereka melakukan penyiraman, kebetulan dekat lokasidemplot ada saluran pengairan sederhana yang bersumber darisungai Mararin. Berdasarkan kegiatan tersebut dapat diketahuibahwa kelompok perempuan yang berada di Lembang Pakalalebih mempunyai komitmen yang tinggi dan kesabaran serta kete-kunan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kelompok taniyang dihuni oleh kaum bapak (laki-laki).

Pengalaman ini juga terjadi pada peneliti lain dari Balai Pe-nelitian Kehutanan Makassar yang beberapa bulan sebelumnyamembawa program pemberdayaan masyarakat pedesaan ke Lem-bang Pakala. Mereka melibatkan kelompok tani yang ada dalampembuatan pupuk orgnik melalui pengomposan bahan organik da-ri rerumputan dan sisa-sisa tanaman. Ternyata yang bersemangatmengikuti program tersebut adalah kelompok Dasawisma Kaca Pi-ring (Dusun Pakala) dan Dasawisma Bunga Mangga (Dusun Tando-tando), sementara di sisi lain kelompok tani yang diundang tidakpernah mengikuti kegiatan tersebut. Informasi ini juga dapat me-

Page 232: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pelibatan Kelompok Perempuandalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis... (M.K. Sallata; E. Hapsari)

219

nguatkan ide untuk melibatkan kelompok perempuan yang ada diLembang Pakala pada kegiatan-kegiatan lain termasuk kegiatankonservasi tanah dan air yang membutuhkan kesabaran dan ke-telatenan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman sebagaipenutup tanah.

Informasi yang diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS Saddangdan Balai Pengelolaan DAS Walanae-Jeneberang (hasil kunjunganAgustus, 2011) menyebutkan bahwa pelibatan kelompok perem-puan dalam kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah be-lum dilakukan. Selama ini, kaum perempuan hanya terjaring da-lam kelompok tani yang dilibatkan dalam program RLKTA. Selan-jutnya terbukti bahwa kaum perempuan yang ikut kegiatanprogram RLKTA ternyata lebih mempunyai kesabaran dan ketela-tenan apabila diberikan pekerjaan yang lebih variatif misalnyamengisi kantong plastik untuk penyapihan bibit, mengatur kan-tong semai, membersihkan rumput, dan lain-lain. Kegiatan pem-bangunan tegakan sumber benih desa (tanam suren) yang dipro-gramkan oleh Balai Pengelolaan DAS Saddang ternyata banyak di-minati ibu-ibu, terutama kegiatan penanaman dan pemeliharaantanaman. Mereka mengakui bahwa selama ini belum melibatkankelompok perempuan secara khusus walaupun Departemen Kehu-tanan sudah mendukung hal tersebut yaitu pengarusutamaangender (Dephut, 2003).

Sehubungan dengan analisa keterlibatan kaum perempuandalam kaitannya dengan sumber daya alam dan terbentuknya ke-lompok-kelompok perempuan terpisah dari kelompok tani (yanganggotanya masih bercampur dengan kaum bapak) perlu diakuikeberadaannya. Apabila ada peluang melibatkan mereka dalamprogram RLKTA secara berkelompok maka hal ini perlu didukung.Pelibatan mereka dalam program RLKTA akan memberi merekapeluang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sekaligus men-jawab issu jender yang sering mengemuka, baik secara nasionalmaupun internasional.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Masyarakat Lembang Pakala berusaha meningkatkan kesejah-teraan penduduk melalui program-program yang ditawarkan

Page 233: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

220

oleh pemerintah seperti membangun sarana-prasarana jalan,jaringan listrik (PLN), jaringan air minum yang bersumber darihulu sungai Mararin, kegiatan penghijauan, dan transmigrasilokal.

2. Penduduk Lembang Pakala mempunyai mata pencaharian uta-ma di bidang pertanian sehingga kegiatan usahatani dalambentuk tanam-menanam dan memelihara ternak dalam po-pulasi terbatas merupakan basis ekonomi rumah tangga.

3. Secara perlahan kelompok perempuan mulai berperan baik da-lam aktivitas reproduktif maupun aktivitas produktif karena de-sakan kebutuhan rumah tangga dan lebih mempunyai komit-men yang tinggi dan kesabaran serta ketekunan yang lebih baikdalam melaksanakan kegiatannya.

4. Keterlibatan kelompok-kelompok perempuan dalam berbagaikegiatan pembangunan perlu mendapat dukungan dan keber-adaannya perlu diakui secara formal.

5. Pelibatan kelompok-kelompok perempuan dalam berbagai ke-giatan pembangunan selain dapat meningkatkan penghasilankeluarga juga untuk mendukung “issu jender” yang sering me-ngemuka, baik secara nasional maupun internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. (2003). Surat Keputusan MenteriKehutanan Nomor 82/KPTS-II/2003 tentang PenetapanKelompok Kerja Pengarusutamaan Gender TingkatDepartemen Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan.

DeVries, W. D. (2006). Gender bukan tabu: catatan perjalanan fa-silitasi kelompok perempuan di Jambi. Bogor, Indonesia: Cen-ter for International Forestry Research (CIFOR).

Fausia, L., & Nasyiah, P. (2005). Gender dalam kawasan DAS Ci-tanduy: Kajian aktivitas reproduktif dan produkif perempuandalam sumberdaya alam. Bogor: Pusat Studi PembangunanIPB bekerjasama Patnership for Governance Reform in Indo-nesia-UNDP.

Page 234: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pelibatan Kelompok Perempuandalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis... (M.K. Sallata; E. Hapsari)

221

Kantor Lembang Pakala. (2011). Monografi Lembang Pakala, Ke-camatan Megkendek, Kabupaten Tana Toraja.

Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. 1992. Pengantarteknik analisa jender (Buku III). Jakarta: Kantor Menteri Ne-gara Urusan Peranan Wanita

Simatauw & Meentje. (2001). Gender dan pengelolaan sumber-daya alam: Sebuah pantauan analisis. Kupang: Yayasan PIKUL(Penguatan Institusi dan Kapasitas Lokal).

Syahyuti. (2006). Tiga puluh (30) konsep penting dalam pemba-ngunan pedesaan dan pertanian; Konsep, istilah, dan indika-tor serta variabel. Jakarta: PT.Bina Rena Pariwara.

Page 235: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

223

TEKANAN TERHADAP HUTAN DALAM TATARAN PERUNDANGANDAN IMPLEMENTASI1

Hunggul Yudono2, Petrus Gunarso3, dan Eko Manjela3

2Balai Penelitian Kehutanan MakassarJl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassar

e-mail: [email protected] Indonesia

ABSTRAK

Berbagai peraturan perundang-undangan dalam bidang kehutanan seca-ra khusus dan lingkungan hidup secara umum merupakan jaminan legalbagi segenap para pihak bahwa hutan dan lingkungan hidup akan tetapdipertahankan peran dan fungsinya. Namun di sisi lain kondisi obyektifmenunjukkan bahwa hutan dan kehutanan menghadapi tekanan yangluar biasa dari berbagai arah. Pada level peraturan perundangan, terda-pat beberapa peraturan perundangan yang tidak ramah/tidak berpihakpada hutan dan kelestarian fungsinya. Demikian juga pada tingkat tapak,hutan dieksploitasi secara berlebihan, baik oleh kalangan yang menge-tahui dan memahami peraturan perundangan maupun oleh kalanganmasyarakat yang hidupnya tergantung pada hutan. Makalah ini menco-ba menyajikan kondisi aktual hutan dan kehutanan dengan berbagai te-kanan sekaligus pendekatan untuk dapat mengelola hutan dengan lebihsistematis yaitu dengan mengembangkan evidence-based policy making.Tantangan untuk menggunakan hasil penelitian sebagai basis kebijakanbukanlah proses yang sederhana. Yang paling penting bagi kalangan il-muwan adalah memberikan landasan ilmiah disertai paparan logis me-ngenai konsekuensi dari setiap kebijakan yang akan diambil untuk meya-kinkan para pembuat keputusan hubungan sebab-akibat antar kebijakandan kondisi lingkungan dalam periode tertentu yang dapat diterima,dapat diaplikasikan, layak, dan dapat diandalkan.

Kata kunci: Perundang-undangan, implementasi, evidence-based policymaking

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 236: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

224

I. PENDAHULUAN

Percaya atau tidak, dalam batang tubuh UU 26 tahun 2007 ten-tang Penataan Ruang (Republik Indonesia, 2007), dari antara total8.979 jumlah kata (word), ternyata hanya ada 1 (satu) kata hutandi dalamnya (baik kata dasar maupun berimbuhan), yaitu di pasal17 ayat 5 tentang aturan 30% luas hutan di dalam wilayah DAS.Kalau kita lihat sampai ke penjelasannya, dari antara 18.707jumlah kata dari batang tubuh sampai penjelasan, kata “hutan”hanya ada sebanyak 8 kata, “berhutan” sebanyak 1 kata, dan “ke-hutanan” hanya sebanyak 4 kata. Jadi totalnya dari kata dasarhutan + berimbuhan = 13 kata, atau kalau dibagi dengan jumlahtotal kata yang ada dalam UU tersebut kira-kira 0,069%. Lalu be-rapa persen ruang hutan dibanding daratan yang dimiliki Indo-nesia? Berdasarkan buku Statistik Kehutanan (2007), luas hutankita 133,6 juta ha. Kalau dibandingkan dengan luas daratan selu-ruh Indonesia yang 188,2 juta, maka luas hutan mewakili 70,98 %.Hitungan matematis ini mungkin terkesan provokatif, tidak ilmiah,dan tidak layak untuk diperdebatkan.

Dalam UU No. 26 tahun 2007, satu-satunya pasal yang secaraeksplisit menggunakan kata “hutan” adalah pasal 17 poin 5:" …..dalam rangka pelestarian lingkungan, dalam rencana tata ru-ang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga pu-luh) persen dari luas daerah aliran sungai". Selanjutnya dalampenjelasan, disebutkan bahwa penetapan proporsi luas kawasanhutan terhadap luas daerah aliran sungai dimaksudkan untukmenjaga keseimbangan tata air, karena sebagian besar wilayah In-donesia mempunyai curah dan intensitas hujan yang tinggi, sertamempunyai konfigurasi daratan yang bergelombang, berbukit danbergunung yang peka akan gangguan keseimbangan tata air se-perti banjir, erosi, sedimentasi, serta kekurangan air. Distribusi ka-wasan hutan disesuaikan dengan kondisi daerah aliran sungai, de-ngan demikian kawasan hutan tidak harus terdistribusi secara me-rata pada setiap wilayah administrasi yang ada di dalam daerahaliran sungai.

Namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana implemen-tasi di lapangan? Mengapa 30%? Apa dasar pertimbangannya? Ba-gaimana meyakinkan masyarakat, pengusaha, dan aparat birokrasi

Page 237: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

225

daerah sampai pusat untuk dapat memahami mengenai penting-nya mempertahankan hutan? Nilai kompetitif apa yang dimilikihutan sehingga keberadaan hutan dan fungsinya patut diperta-hankan?

Undang-undang terbaru tentang Penataan Ruang No. 26 ta-hun 2007 menginstruksikan bahwa Tata Ruang Nasional, Tata Ru-ang Provinsi, dan Tata Ruang Kabupaten Kota harus disesuaikandengan UU yang baru paling lambat berturut-turut satu setengahtahun, dua tahun, dan tiga tahun setelah keluarnya UU tersebut.Ternyata tenggat waktu tersebut semuanya terlewati, baik untukpenyelesaian tata ruang provinsi maupun tata ruang kabupatendan kota. Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN) sudah dikeluar-kan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah 26 tahun 2008 ten-tang Tata Ruang Nasional pada tanggal 26 April 2008 (RepublikIndonesia, 2008a). Untuk level provinsi (RTRWP) yang semestinyapada tanggal 26 April 2009 semua Tata Ruang Provinsi harus su-dah disesuaikan, sampai dengan saat ini (Agustus 2010) dari 33provinsi, 22 di antaranya belum menyelesaikan RTRW. UntukRTRWK (Kabupaten) yang semestinya sudah diselesaikan 26 April2010, pada saat ini baru 18 dari 398 kabupaten.

Dari sudut pandang kehutanan, proses review tata ruang yangdimandatkan oleh UU 26 tahun 2007 merupakan titik awal pen-ting untuk merevitalisasi posisi hutan dan kehutanan di dalam pro-vinsi atau kabupaten untuk menjamin kelestarian fungsi hutan dankesejahteraan masyarakat.

Dari sisi peraturan perundang-undangan, pemerintah membu-at aturan-aturan, baik dalam bentuk UU, Peraturan Pemerintah,Perda dan aturan lain di bawahnya yang berkaitan dengan bagai-mana hutan harus dijaga dan dikelola. Di dalam UU No 41 tahun1999 mengenai kehutanan (Republik Indonesia, 1999), secara te-gas dinyatakan bahwa hutan wajib diurus dan dimanfaatkan seca-ra optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar ke-makmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi men-datang. Di samping itu keberadaannya harus dipertahankan seca-ra optimal, dijaga daya dukungnya, secara lestari, dan diurus de-ngan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, sertabertanggung-gugat.

Page 238: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

226

Pada pasal 3 diamanatkan bahwa penyelenggaraan kehutananbertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang ber-keadilan dan berkelanjutan dan selanjutnya pada pasal 50 ayat 2dinyatakan bahwa setiap orang yang diberikan izin usaha peman-faatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usa-ha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pe-mungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukankegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.

Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan se-cara tegas mengatur tentang perubahan kawasan hutan. Pasal 19ayat 1 menyatakan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi ka-wasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan padahasil penelitian terpadu. Penelitian terpadu dilaksanakan untukmenjamin obyektivitas dan kualitas hasil penelitian, maka kegiatanpenelitian diselenggarakan oleh lembaga pemerintah yang mem-punyai kompetensi dan memiliki otoritas ilmiah (scientific authori-ty) bersama-sama dengan pihak lain yang terkait. Pada ayat 2 dise-butkan bahwa perubahan peruntukan kawasan hutan yang berpe-ngaruh terhadap kondisi biofisik seperti perubahan iklim, ekosis-tem, dan gangguan tata air, serta dampak sosial ekonomi masya-rakat bagi kehidupan generasi sekarang dan generasi yang akandatang ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DewanPerwakilan Rakyat.

Untuk memastikan bahwa penataan ruang dan pelaksanaanpembangunan di semua level dilaksanakan berdasarkan prinsippembangunan berkelanjutan, Pemerintah mengeluarkan UU no-mor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ling-kungan Hidup (Republik Indonesia, 2009a). Terkait dengan pena-taan ruang, pasal 15 ayat 1 mengatur bahwa pemerintah pusatdan pemerintah daerah wajib melaksanakan Kajian Lingkungan Hi-dup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pemba-ngunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalampembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan bahwa peren-canaan tata ruang wilayah ditetapkan dengan memperhatikan da-ya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Sebagai tindak lanjut dari UU 26 tahun 2007 pasal 19, 22, dan25 yang mengamanatkan bahwa perencanaan tata ruang (nasional,

Page 239: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

227

provinsi, dan, kabupaten) harus memperhatikan pemerataanpembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi dan daya du-kung dan daya tampung lingkungan hidup, Kementerian Lingkung-an Hidup mengeluarkan dua PERMEN yaitu Peraturan Menteri Ne-gara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2009 tentang PedomanPenentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan RuangWilayah (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009a); dan Per-aturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27 tahun 2009tentang Pedoman Kajian Lingkungan Hidup Strategis/KLHS(Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009b).

Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut di atas me-rupakan jaminan legal bagi segenap para pihak untuk optimis bah-wa hutan dan lingkungan hidup akan tetap dipertahankan perandan fungsinya. Implementasi dan penegakan hukum serta peratur-an perundang-undangan tersebut menjadi tantangan bagi peme-rintah, baik di pusat maupun di daerah - khususnya dalam meng-hadapi gencarnya investasi yang seringkali berlawanan arah de-ngan upaya perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

Di sisi lain kondisi obyektif menunjukkan bahwa hutan dan ke-hutanan menghadapi tekanan yang luar biasa dari berbagai arah.Pada level peraturan perundangan, terdapat beberapa peraturanperundangan yang tidak ramah/tidak berpihak pada hutan dan ke-lestarian fungsinya. Demikian juga pada tingkat tapak, hutan di-eksploitasi secara berlebihan, baik oleh kalangan yang mengetahuidan memahami peraturan perundangan maupun oleh kalanganmasyarakat yang hidupnya tergantung pada hutan. Dalam menin-daklanjuti amanat UU 26 tahun 2007, dari 33 provinsi di Indonesia,20 provinsi di antaranya mengusulkan perubahan fungsi kawasanhutan (PU Net, 2010).

Bagaimana potensi perubahan status hutan/perubahan perun-tukan kawasan hutan ke depan apabila kita melihat bahwa biayasewa/pinjam-pakai kawasan hutan sesuai Peretauran PemerintahNomor 2 tahun 2008 (Republik Indonesia, 2008b) yang sangat mu-rah berkisar antara Rp 1.200,- sampai Rp 3.000,-/m2/tahun atausetara dengan harga 3 buah pisang goreng?

Page 240: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

228

II. AMPUTASI HUTAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Selain kenyataan “provokatif” dan “tidak ilmiah” pada pembu-kaan tulisan ini, kalau menyandingkan UU 41 tahun 1999 dan sa-lah satu aturan pelaksanaannya yaitu PP 44 tahun 2004 (RepublikIndonesia, 2004) dengan UU 26 tahun 2007 dan aturan pelaksana-annya yaitu PP 26 tahun 2008 (Republik Indonesia, 2008a), terda-pat beberapa aturan di pihak kehutanan yang direduksi atau digu-nakan istilah yang berbeda untuk mengatur hal yang sama. Hal inisejalan dengan temuan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Darisiaran pers KPK tanggal 3 Desember 2010 (Humas Komisi Pembe-rantasan Korupsi, 2010) yang memuat tentang hasil Kajian TitikKorupsi dalam Lemahnya Kepastian Hukum pada Kawasan Hutan,KPK menemukan ketidak-pastian definisi hutan dalam UU Nomortahun 2009, PP Nomor 44 Tahun 2004, SK. Menhut 32/2001(Departemen Kehutanan, 2001) dan Permenhut Nomor 50 Tahun2009 (Republik Indonesia, 2009b) yang diindikasikan dapat diman-faatkan untuk meloloskan perilaku illegal logging dan illegalmining dari tuntutan hukum. Temuan lain adalah lemahnya legali-tas dan legitimasi 88,2% kawasan hutan (105,8 juta hektar) yangsampai saat ini belum selesai ditetapkan akibat tereduksinya azasfair prosedure dalam proses penunjukan kawasan hutan padaaturan-aturan pelaksanaan UU nomor 41 tahun 1999.

Dalam persoalan hutan lindung misalnya, pengertian hutanlindung dalam UU nomor 41 sepertinya direduksi oleh PP 26 tahun2008 tentang RTRWN. Pasal 1 UU nomor 41 menyatakan bahwahutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi po-kok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untukmengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mence-gah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Dalam de-finisi menurut UU 41 definisi hutan lindung lebih ke kondisi onsitehutan dan korelasinya dengan lingkungan hutan itu sendiri mau-pun daerah di bawahnya, sementara dalam PP 26 tahun 2008 ten-tang RTRWN sebagai turunan dari UU 26 tahun 2007 tentang TataRuang, - kedua-duanya tidak merujuk UU nomor 41 tahun 1999 -,definisi hutan lindung ”tereduksi” hanya terfokus pada pemenuh-an kepentingan daerah di bawah (hilir)-nya. Pasal 52 PP nomor 26

Page 241: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

229

tahun 2008 hutan lindung hanya didefinisikan sebagai kawasanyang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya.Selain itu ada tiga kriteria penetapan hutan lindung dalam PP 44tahun 2004 tentang perencanaan kehutanan pasal 24 ayat (1)poin b, yang tidak dipakai sebagai dasar kriteria penetapan hutanlindung dalam PP 26 tahun 2008 tentang RTRWN (pasal 55 ayat 1).

Lebih lanjut terkait dengan keberadaan dan hak masyarakatdalam kawasan hutan. Dalam UU 41 secara tegas dinyatakan bah-wa yang “berhak” atas hutan dengan segala aturannya adalah ma-syarakat adat/ulayat, -hal ini sejalan juga dengan PERMEN AgrariaNo. 5 tahun 1999 (Menteri Negara Agraria/Kepala BadanPertanahan Nasional, 1999) dan ada penjelasannya secaralengkap- , sedangkan dalam PP 26 tahun 2008 tentang RTRWN(pasal 99 ayat (1) butir c) digunakan istilah masyarakat asli yangdalam penjelasan juga tidak dijelaskan secara jelas apa yang di-maksud sebagai masyarakat asli. Di banyak tempat, perbedaan inibisa (-telah-) menjadi embrio konflik yang berkepanjangan danmenyebabkan ketidak-pastian yang tinggi.

Patut disayangkan, sebagai sebuah UU yang bersifat koordina-tif, UU 41 tahun 1999 jo UU No. 19 tahun 2004 yang mengatur 2/3ruang lahan di Indonesia dan peraturan pelaksanaannya PP 44 ta-hun 2004 tidak dijadikan dasar pertimbangan (konsideran) dalamPP 26 tahun 2008 tentang RTRWN.

Potensi tekanan terhadap hutan semakin terlihat jelas padaPeraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup no 17 tahun 2009tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan dalam Ta-ta Ruang. Peraturan Menteri Negara LH ini ditetapkan denganmenggunakan dasar pertimbangan pasal 19 huruf e, pasal 22 ayat(2) huruf d, dan pasal 25 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam pasal-pasal terse-but dinyatakan bahwa dalam penyusunan Tata Ruang WilayahNasional, Provinsi maupun Kabupaten harus memperhatikan ada-nya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Hasil pe-nentuan daya dukung lingkungan hidup dijadikan acuan dalam pe-nyusunan rencana tata ruang wilayah. Namun sayangnya, dalamPERMEN ini kemampuan hutan untuk menyimpan dan mengaturair justru teramputasi seakan “penghalang” pemenuhan kebutuh-an suplai air. Dalam PERMEN LH 17 tahun 2009, penentuan daya

Page 242: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

230

dukung lingkungan dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu : a) ke-mampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang, b) perbanding-an antara ketersediaan dan kebutuhan lahan, c) perbandingan an-tara ketersediaan dan kebutuhan air.

Dalam PERMEN KLH 17/2009 dinyatakan bahwa perbandinganantara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air di suatuwilayah menentukan keadaan surplus atau defisit dari lahan danair untuk mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Dalam Bab VLampiran PERMEN KLH 17/2009 tentang Metode PerbandinganKetersediaan dan Kebutuhan Air dinyatakan bahwa “Metode inimenunjukkan cara penghitungan daya dukung air di suatu wilayah,dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kebutuhan akansumber daya air bagi penduduk yang hidup di wilayah itu. Denganmetode ini, dapat diketahui secara umum apakah sumber daya airdi suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan sur-plus menunjukkan bahwa ketersediaan air di suatu wilayah tercu-kupi, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa wilayah ter-sebut tidak dapat memenuhi kebutuhan akan air. Guna memenuhikebutuhan air, fungsi lingkungan yang terkait dengan sistem tataair harus dilestarikan. Hasil perhitungan dengan metode ini dapatdijadikan bahan masukan/pertimbangan dalam penyusunan ren-cana tata ruang dan evaluasi pemanfaatan ruang dalam rangkapenyediaan sumber daya air yang berkelanjutan”.

Dalam lampiran PERMEN ini rumus perhitungan suplai air ada-lah sebagai berikut:

SA = 10 x C x R x A

DimanaC = Σ (ci x Ai) / ΣAiR = Σ Ri / mSA = Suplai airC = Koefisien limpasanR = Curah hujanA = Luas area

Dari paragraf di atas ditambah dengan rumus yang ada, PP inidapat dilihat dari kacamata umum (1) dan dari kacamata hydro-logist (2) sebagai berikut:

Page 243: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

231

1). Dari Kacamata Umum

Dari rumus di atas (berbanding lurus) maka untuk meningkat-kan ketersediaan air (SA) dalam rangka memenuhi kebutuhan ter-tentu, nilai-nilai C, R, dan A harus dinaikkan. Ketika kita tidak bisaberbuat apa-apa dengan nilai R (CH) maka yang bisa diubah adalahkombinasi C dengan A. Atau dengan kata lain memperluas (nilai A)dari lahan-lahan yang mempunyai nilai C tinggi. Apabila kita lihatpada sumber data Tabel 9 pada Lampiran PERMEN yang berisinilai-nilai Koefisien Limpasan berbagai permukaan lahan, maka un-tuk meningkatkan ketersediaan air lahan-lahan yang kedap justruharus ditambah sementara daerah resapan (baca al. Hutan) justrudikurangi.

Apabila hasil perhitungan defisit surplus daya dukung air dija-dikan dasar kebijakan maka untuk meningkatkan kemamampuandaya dukung agar tidak defisit air (analogi dengan daya dukung la-han), maka nilai c (koefisien limpasan) harus dinaikkan. Artinya,lahan-lahan dengan koefisien limpasan tinggi (kota, pemukiman,jalan aspal, pekarangan tanah berat, industri) harus ditambah se-mentara lahan dengan nilai koefisien rendah karena mampu me-resapkan air dengan baik seperti hutan justru harus dikurangi.Semestinya kalau hutannya ditambah dengan tetap menggunakanangka koefisen tetapi dilihat dari sudut pandang sebaliknya, kapa-sitas infiltrasi akan meningkat (total runoff), sehingga kebutuhanair pada musim kemarau akan tersedia dalam jumlah dan kualitasyang memadai untuk kebutuhan irigasi (bukan tadah hujan), airminum, dan RT.

2). Dari Kacamata Ahli Hidrologi (Hydrologist)

Apabila kita analogikan filosofi perhitungan dalam rangka pe-nentuan status daya dukung air dengan status daya dukung lahan,di mana defisit berarti daya dukung terlampaui atau kebutuhan le-bih banyak dari ketersedian, maka logika yang dipakai dalam pe-nentuan daya dukung air sungguh bertentangan dengan kepen-tingan lingkungan (semoga kami tidak salah memahami PERMENini).

Bila kita cermati rumus perhitungan supply air (SA) pada rumusdi atas, ketersediaan air dihitung berdasarkan nilai koefisien lim-pasan. Koefisien limpasan adalah besarnya proporsi CH yang tidak

Page 244: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

232

terserap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Semakin besarkoefisien limpasan berarti semakin sedikit air hujan yang diresap-kan. Artinya akan semakin banyak air yang terbuang pada musimpenghujan daripada yang akan menjadi simpanan untuk menjadisumber air pada musim kemarau. Dalam ilmu hidrologi DAS se-makin besar limpasan permukaan dan semakin kecil infiltrasi akanmenyebabkan koefisien regime sungai (ratio Q max/Q min) yangtinggi yang bisa dijadikan indikator DAS yang jelek. Jadi, penggu-naan koefisien limpasan sebagai indikator ketersediaan air tidaktepat. Semestinya yang digunakan adalah runoff total, yang meng-gabungkan antara runoff, subsurface runoff, dan base flow.

Di sisi lain, kebutuhan air untuk hidup layak (Tabel 11 dan Ta-bel 12 pada Lampiran PERMEN KLH 17 tahun 2009 ) diperoleh darinilai-nilai yang basisnya adalah air simpanan. Air minum dan ru-mah tangga serta air irigasi untuk kebutuhan pertanian adalah airyang dihasilkan dari air simpanan.

Kurang lebih 5 bulan setelah PERMEN di atas ditetapkan,penggunaan daya dukung lingkungan sebagai dasar pemanfaatansumber daya alam diatur lagi pada pasal 12 ayat (3) UU 32 Tahun2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH (diundangkan 3Oktober 2009). Dalam ayat (3) disebutkan bahwa daya dukungdan daya tampung lingkungan hidup nasional dan pulau/kepulau-an ditetapkan oleh Menteri, untuk provinsi dan ekoregion lintaskabupaten/kota oleh Gubernur, dan kabupaten/kota serta eko-region dalam wilayah kabupaten/kota oleh Bupati/Walikota. Da-lam UU ini ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapandaya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana di-maksud pada ayat (3) di atas akan diatur dalam peraturan peme-rintah.

Melihat pasal-pasal dalam PERMEN tersebut maka sebelum PPmengenai penentuan daya dukung lingkungan hidup ditetapkan,para perencana tata ruang akan menggunakan PERMEN 17 tahun2009 ini sebagai dasar untuk menginkorporasikan (meminjam isti-lah yang digunakan dalam PERMEN) pertimbangan daya dukunglingkungan hidup dalam penyusunan rencana tata ruang dan eva-luasi tata ruang. Para perencana tata ruang akan menggunakanPERMEN ini sebagai dasar dalam menyusun ruang untuk mengaturpola ruang sesuai dengan kemampuan lahan dan keseimbangan

Page 245: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

233

antara ketersediaan dan kebutuhan lahan, maupun dalam menataruang untuk meningkatkan ketersediaan (supply) air guna meme-nuhi kebutuhan (demand) air, tiga hal utama yang diatur dalamPERMEN LH 17 tahun 2009.

III. TEKANAN TERHADAP HUTAN PADA TINGKAT IMPLEMENTASI

Pada beberapa tahun terakhir popularitas hutan dan kehutan-an lebih sering menguat pada saat terjadi banjir dan longsor, pe-nebangan liar, maupun kabut asap yang mendera berbagai kota diIndonesia dan negara tetangga. Sementara popularitas dari sisimanfaat semakin jarang dilihat. Manfaat ekonomi hutan dinilai se-makin tidak kompetitif dibandingkan pemanfaatan lain sepertitambang maupun perkebunan kelapa sawit. Sementara itu man-faat non ekonomi seperti pengawetan keanekaragaman tumbuh-an dan satwa, seringkali dinafikan karena nilainya dianggap tidaksebanding dengan kepentingan ekonomi. Jasa hutan seperti pe-nyerap karbon, penghasil oksigen, dan pengatur tata air belum di-optimalkan dan belum cukup populer di kalangan masyarakat.

Proses degradasi hutan pada tataran fisik maupun popularitasmanfaat, mengalami percepatan ketika otonomi daerah mulai ber-jalan awal tahun 2000-an di mana secara defacto otonomi daerahdi berbagai tempat berjalan lebih cepat dari proses formal (Moe-liono and Dermawan 2006; Wadley 2006). Kawasan hutan menjadisasaran paling populer bagi daerah-daerah otonom untuk dieks-ploitasi dan dikonversi. Atas nama pemekaran wilayah dan pem-bangunan fasilitas perkotaan, hutan dialih-fungsikan. Nilai pentinghutan semakin lama semakin dikikis dalam pertimbangan ekonomisemata. Hutan dipandang sebagai ruang fisik yang tidak kompetitifdibandingkan dengan pemanfaatan ruang lainnya dan hampir se-lalu dikalahkan oleh kepentingan lain seperti pertambangan, per-kebunan, dan pembangunan sarana-prasarana perkotaan.

Di era desentralisasi/otonomi daerah berdasarkan beberapahasil penelitian, ruang hutan khususnya hutan lindung dan hutankonservasi seringkali dikalahkan oleh kepentingan lain seperti per-kembangan perkotaan dan aktivitas lain yang secara ekonomi le-bih efisien (Barr et al., 2006b; Escobin et al., 2007; Samsu et al.,2005). Aturan formal yang menyatakan bahwa 30% dari luas

Page 246: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

234

daerah aliran sungai harus berupa hutan dalam proporsi yang se-imbang seperti yang dinyatakan dalam as stated in UU Tata ruangpasal 17 ayat 5), seringkali diterjemahkan hanya pada persoalandistribusi kuantitas daripada optimalisasi ruang.

Dalam berbagai PERDA terkait tata ruang yang telah ada se-belumnya di beberapa kabupaten, terdapat kecenderungan dariPEMDA Kabupaten untuk merubah status kawasan hutan menjadinon hutan yang memberikan kesempatan lebih besar kepadaPEMDA untuk mengatur peruntukan lahan, di antaranya adalahpengembangan kebun kelapa sawit skala besar. Keterkaitan initerkait dengan peluang PEMDA untuk mempunyai kewenanganyang lebih besar dalam perijinan dan pengaturan perkebunan di-bandingkan dengan usaha di bidang kehutanan. Situasi ini me-rangsang provinsi dan kabupaten yang memiliki kawasan hutanyang luas untuk mengklasifikasikan ulang kawasan hutannya, baiksebagai hutan konversi maupun APL (areal penggunaan lain), se-hingga dapat dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit (Chris-topher Barr et al., 2006a). Pada kenyataannya, hasil analisis kese-suaian lahan menunjukkan bahwa banyak lahan yang diusulkan ti-dak cocok untuk pengembangan kelapa sawit dan beberapa diantaranya bahkan berada pada kawasan gambut tebal yang se-mestinya harus difungsikan sebagai kawasan lindung. Hal ini me-nunjukkan bahwa dalam perencanaan tata ruang, kepentinganekonomi lebih penting daripada kesesuaian lahan, kelestarianfungsi kawasan dan aspek sosial.

Di Kalimantan, antara 1985 dan 1997 sekitar 8.5 juta hektar ka-wasan hutan telah berubah menjadi kawasan pertanian, utama-nya perkebunan kelapa sawit, padang alang-alang, semak belukar,dan peladangan berpindah (Potter, 2005a: dalam (Cooke, 2006).Pada tahun 2003, dari 5,25 juta lahan kelapa sawit di Indonesia,sekitar 19% berlokasi di Kalimantan dengan peningkatan 1.056%dari 1990 sampai dengan 2003 (Cooke, 2006). Walaupun masihada keraguan mengenai investasi kelapa sawit di Kalimantan sam-pai dengan 1998 (Casson, 1999 dalam Cooke, 2006a) pengem-bangan kelapa sawit cenderung meningkat. Namun pada kenyata-annya, banyak investor hanya menginginkan untuk mengambil ka-yu yang berasal dari proses land clearing (Potter, 2008). Banyakkawasan yang telah dilakukan landclearing namun tidak pernah

Page 247: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

235

ditanamai dengan kelapa sawit sehingga berubah menjadi semakbelukar yang didominasi oleh Imperata cylindrica (alang-alang)(Persoon and Osseweijer, 2008).

Potensi kerugian negara akibat pencurian kayu dengan moduspinjam-pakai kawasan, tukar-menukar kawasan, pelepasan kawas-an melalui revisi RTRW. Contoh nyata yang ditemukan oleh KPKada di Provinsi Kalimantan Tengah di mana terdapat 178 ribu hakawasan transmigrasi yang telah ditempati tanpa melalui prosespelapasan kawasan dari Menteri Kehutanan. KPK juga menemu-kan indikasi bahwa telah terjadi kerugian Negara akibat 3,2 jutakawasan hutan menjadi tanah terlantar dan potensi kerugian Ne-gara dari pencadangan pelepasan 4,2 juta ha kawasan hutan un-tuk perkebunan akibat tidak adanya jaminan realisasi penanamansesuai tujuan pelepasan dan tidak adanya mekanisme pengem-balian kawasan hutan. Dari temuan di 4 provinsi di Kalimantan,diduga terjadi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 15,9 triliunper tahun dari potensi PNBP akibat tidak segera diterbitkannyapenambangan tanpa ijin pakai di dalam kawasan hutan (HumasKomisi Pemberantasan Korupsi, 2010).

Dari sisi pemahaman kepentingan lingkungan, pada tingkat ta-pak juga nampak adanya gap antara pemahaman dan implemen-tasi. Di berbagai kawasan hutan di berbagai daerah di Indonesia,masyarakat yang tinggal di sekitar maupun di dalam hutan umum-nya sudah mengerti bagaimana hak dan kewajiban mereka terkaitdengan hutan termasuk resiko-resiko yang akan dialami ketika ter-jadi kerusakan hutan akibat pengelolaan hutan yang tidak benar.Namun apabila dilihat di lapangan, walaupun tersebar dan dalamluasan yang relatif kecil, pembukaan lahan untuk kebun maupunperladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat di bebera-pa kampung menunjukkan adanya gap antara pengetahuan danimplementasi (Gambar 1).

Gambar 1 menunjukkan pembukaan hutan pada areal dengankemiringan lebih dari 40 % dan berada pada lereng yang berada disisi anak sungai Muluy, di Hutan Lindung Gunung Lumut, Kabupa-ten Paser, Kalimantan Timur. Gambar di kiri adalah pada saatpembukaan awal dan gambar kanan adalah ketika padi yang dita-nam mulai tumbuh. Berdasarkan data penelitian pada salah satuareal budidaya lahan miring di wilayah hulu Sub DAS Jeneberang,

Page 248: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

236

Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, pada ketinggian1.550 mdpl dan curah hujan rata-rata tahunan 3.000 mm, lahanmiring yang terbuka, pada saat turun hujan akan terjadi erosi se-besar 26 ton/ha/tahun pada kemiringan 8-15%, dan 78 ton/ha/ta-hun pada kemiringan 15-35% (Yudono, 2002; Yudono, 2005). Apa-bila dihitung potensi sedimentasi yang akan menuju daerah di ba-wahnya, nilai 100 ton/ha setara dengan 100 m3 tanah. Rata-ratalahan garapan masyarakat peladang dalam sekali tanam adalah 2-3 ha dan jumlah ladang bervariasi dari 4 petak sampai dengan le-bih dari 10 petak dengan pengolahan rata-rata 2 kali (2 tahun).Dengan jangka waktu pengolahan dan jumlah lahan garapan, ma-ka rata-rata terjadi pembukaan kembali lahan yang disertai pem-bakaran antara 6-30 tahun sesudah ladang ditinggalkan.

Gambar 1. Perladangan gilir balik di Gunung Lumut, Paser, KalimantanTimur

Sementara itu kalau meli-hat kondisi tebangan, untukmengembalikan pohon diama-ter di atas 20 cm yang dite-bang, berapa jumlah bibit yangmampu tumbuh menjadi po-hon dan butuh waktu berapalama dibandingkan dengan pe-nebangan yang hanya butuhwaktu 1-2 hari dan kemudianditinggalkan teronggok?

Gambar 2. Penebangan pohon dalamrangka perladangan gilir balik

Page 249: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

237

Pola peladangan juga menggunakan input produksi dan tenagayang terbatas dan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhanyang bahkan kadangkala tidak cukup walapun hanya sekedar me-ngembalikan sejumlah benih yang ditabur. Untuk mencukupi ke-butuhan beras, satu-satunya peluang yang dilihat adalah denganmenambah luasan lahan garapan yang artinya membuka kembaliareal berhutan.

Dalam PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutananpasal 24 butir (2)b dan PP 26 tahun 2008 tentang Rencana TataRuang Wilayah Nasional pasal 55 butir 1, disebutkan secara umumpenetapan kawasan hutan lindung didasarkan pada kriteria yangterkait dengan faktor-faktor kerentanan alam terhadap bencana(kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan). Apabila meme-nuhi salah satu dari beberapa kriteria maka kawasan tersebut di-tetapkan sebagai hutan lindung. Artinya bahwa dalam tataranaturan, batasan-batasan yang berpihak pada kepentingan peles-tarian fungsi kawasan lindung cukup jelas diatur.

Apabila dikaitkan dengan aturan-aturan yang membatasi ak-tivitas dalam kawasan lindung seperti diatur dalam pasal 50 ayat 3UU 41 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang merambahkawasan hutan dan melakukan penebangan pohon dalam kawas-an hutan dengan radius 100 m dari kiri-kanan tepi sungai dan 50m dari kiri-kanan tepi anak sungai; dua kali kedalaman jurang daritepi jurang; maupun yang diatur dalam pasal 97 s/d 100 PP 26 ta-hun 2008 tentang RTRWN, maka kondisi pada tingkat tapak di atasjelas bertentangan dengan ketentuan yang ada.

Terkait dengan pelaksanaan UU 26 tahun 2007, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa walaupun telah ada berbagai atur-an dari mulai level UU, Peraturan Pemerintah, sampai dengan Per-aturan Menteri yang dapat memandu pemerintah provinsi mau-pun kabupaten dalam menyusun tata ruang, masih banyak potensimasalah terkait dengan review tata ruang. Di banyak daerah, pro-ses review tata ruang yang sedang berlangsung menimbulkan ba-nyak persoalan. Apabila sampai dengan akhir 2010 belum disele-saikan, maka pemerintah daerah akan mendapatkan sanksi admi-nistratif (BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah, 2010).

Page 250: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

238

Di Jawa Tengah, aktivis lingkungan hidup (LH) memprotesdraft PERDA RTRWP dan akan mengambil langkah-langkah hukumjika draft tersebut dipaksakan untuk disyahkan. Para aktivis meng-anggap bahwa draft PERDA mengabaikan kewajiban seperti yangtertuang dalam peraturan yang lebih tinggi seperti pelaksanaanKLHS dan penilaian daya dukung LH seperti yang dimandatkan da-lam UU Tata Ruang dan lebih mementingkan kepentingan ekono-mi dan investasi (Suara Merdeka : Cyber News, 2010). Di sampingitu dalam proses penyusunannya dianggap sangat sedikit melibat-kan parapihak (Tempo Interaktif, 2010).

Persoalan pelibatan para pihak (stakeholder), kelemahankoordinasi, dan keterbatasan data akurat sebagai dasar penyusun-an RTRW telah menjadi penyebab utama keterlambatan prosesRTRW di Provinsi Sumatera Selatan (MPBI, 2010).

Di Provinsi Aceh, WALHI mengktitisi RTRW Aceh karena prosesRTRW belum secara optimal melibatkan masyarakat dan koordina-si antara pemerintah provinsi dan kabupaten yang lemah. Banyakkabupaten menolak draft RTRW yang disiapkan oleh BappedaAceh. WALHI Aceh menilai bahwa secara substantisl RTRW Acehtelah mengabaikan kebutuhan masyarakat Aceh dilihat dari sudutpandang demografi, ekonomi, dan kesejahteraan. Potensi dam-pak lingkungan yang sangat tinggi terutama terkait dengan frag-mentasi kawasan hutan, biodiversitas, sumber daya air, dan an-caman bencana alam jangka panjang serta perubahan tata nilai dimasyarakat (Nizar, 2010).

IV. BERTAHAN DAN KELUAR DARI TEKANAN

Bagaimana beranjak dari kekhawatiran dan keprihatinan me-nuju perwujudan mimpi dan harapan? Bagaimana merubah sikappesimistis menjadi optimistis? Bagaimana menjembatani kepen-tingan pragmatis dengan kepastian masa depan?

Lembaga riset, baik Departemen, non Departemen, akademisi,dan LSM apabila konsekuen dengan fungsinya semestinya bisamenjalankan peran sebagai “mercusuar” kebijakan agar pemerin-tah mampu menjalankan perahu pembangunan dengan arah yangbenar. Persoalan yang seringkali muncul, bahkan di negara maju

Page 251: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

239

sekalipun, adalah adanya kelemahan dalam kapasitas pembuat ke-bijakan dan fokus pada analisis jangka pendek serta adanya ke-pentingan pribadi atau golongan. Pemerintah maupun non peme-rintah merencanakan perencanaan jangka panjang tanpa secaraoptimal mendayagunakan pendekatan/metode untuk mengurangipotensi kegagalan yang seringkali muncul dalam kebijakan jangkapanjang (Howlett, 2008). Walaupun ada juga yang sudah menco-ba menggunakan pendekatan untuk mengurangi kelemahan, na-mun seringkali metode yang digunakan masih tidak cukup mampuuntuk menjelaskan persoalan yang kompleks melibatkan banyakparameter keberhasilan sekaligus mengantisipasi konsekuensi darisetiap kebijakan yang akan dibuat. Konsultasi publik, misalnya, se-ring dilakukan hanya dengan bentuk proforma saja. Keterwakilandalam bentuk tanda tangan hadir sudah sering dianggap sebagaipelibatan.

Tantangan untuk menggunakan hasil penelitian memang tidaksederhana bahkan di negara maju sekalipun dan sangat tergan-tung pada kapasitas SDM (Carroll, 2010; Head, 2010; Howlett,2008). Ada empat faktor utama yang dapat digunakan sebagai da-sar untuk membangun model pendekatan kebijakan berdasarkanhasil penelitian yang sistematis dan akurat (Head, 2010), yaitu : 1)Data base informasi yang akurat pada topik yang relevan dengankebijakan yang akan disusun, 2) Adanya SDM yang mumpuni da-lam analisa data dan evaluasi kebijakan, 3) Adanya insentif kebi-jakan untuk mendayagunakan hasil penelitian. 4) Adanya kerjasa-ma yang dilandasi rasa saling menghargai, saling percaya, dan sa-ling menguntungkan antara peran pembuat kebijakan, peneliti/il-muwan, dan penentu kebijakan. Dalam tahap awal pembuatan ke-bijakan, harus ada kesepahaman mengenai masalah utama yangakan ditangani dan potensi solusi yang akan diambil.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa proses di atasbukanlah proses yang sederhana terkait dengan latar belakangyang sangat berbeda antara ilmuwan dan penentu kebijakan da-lam mencapai tujuan. Kebijakan dan ilmu pengetahuan mempu-nyai tujuan yang berbeda, yang juga menggunakan standar yangberbeda dalam memahami persoalan maupun untuk menjelaskandan mengantisipasi ketidakpastian dan resiko dalam perencanaanmaunpun implementasi (Kinzig and Starrett, 2003).

Page 252: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

240

Dalam dunia nyata dewasa ini, proses pengambilan keputusandicirikan oleh tawar-menawar kepentingan antar berbagai pihakdan seringkali cenderung lebih untuk memenuhi kepentingan ma-sing-masing pihak (vested interests). Berlawanan dengan hal terse-but, kebijakan berbasis bukti ilmiah (evidence-based policy-making)berusaha memaksimalkan hasil penelitian sebagai dasar analisa al-ternatif kebijakan untuk meningkatkan kualitas keputusan yangakan diambil (Carroll, 2010; Head, 2010). Kebijakan berbasis buktiilmiah merupakan upaya untuk mereformulasi proses pembuatankebijakan menggunakan bukti-bukti ilmiah dengan tujuan memini-malkan kekeliruan kebijakan akibat adanya gap/kesenjangan anta-ra harapan pembuat kebijakan dengan kondisi/situasi aktual(Howlett, 2008).

Terkait dengan judul tulisan ini, yang paling penting bagi ka-langan ilmuwan adalah bukan hanya pada apakah hutan perlu di-pertahankan dalam dunia yang berkembang cepat dan cenderungsecara umum lebih memihak pada kepentingan investasi, melain-kan pada landasan ilmiah disertai paparan logis mengenai konse-kuensi dari setiap kebijakan yang akan diambil.

Hal penting berikutnya adalah bagaimana menterjemahkanbahasa-bahasa mimpi dan harapan seperti yang tercantum dalamUU menjadi prosedur sistematis (Perda, Juknis, Juklak) yang dapatdiimplementasikan secara proporsional pada berbagai level untukmenghasilkan kondisi lingkungan hidup yang berpihak pada kese-jahteraan masa kini sekaligus masa datang.

Proses di atas harus dimulai dari pemetaan kebutuhan risetyang benar, aktual, inovatif, dan solutif (knowledge gap) yang di-lakukan secara kolaboratif antar kalangan lembaga riset maupundengan instansi teknis yang mempunyai kemampuan sumber dayadan kewenangan dalam menghasilkan dan mengolah data dan in-formasi, membuat kebijakan, dan menjalankan kebijakan.

Konsep alur kerja (workflow) dan arus informasi dalam pem-buatan kebijakan disajikan pada Gambar 3.

Berapa hutan yang masih perlu dipertahankan? Kawasan hu-tan mana yang bisa dikonversi? Dampak positif atau negatif apayang akan muncul sebagai konsekuensi kebijakan atau gabungankebijakan pada 5, 10, atau bahkan 50 tahun ke depan? Bagaimana

Page 253: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

241

proses yang harus dijalankan apabila kita menginginkan kondisi dimasa depan seperti yang kita inginkan?

Gambar 3. Alur kerja (workflow) dan arus informasi dalam pembuatankebijakan

Pertanyaan tersebut di atas menjadi pekerjaan rumah kalang-an ilmiah untuk menghasilkan metode pendekatan yang ilmiahdan implementatif untuk meyakinkan para pembuat keputusanhubungan sebab-akibat antar kebijakan dan kondisi lingkungandalam periode tertentu. Metode pendekatan mana yang palingpas (appropriate) harus ditentukan bersama antara scientis de-ngan pengguna (end users) berdasarkan optimalisasi nilai dari be-berapa kriteria antara lain : acceptability, applicability, feasibility,reliability - dapat diterima, dapat diaplikasikan, layak, dan dapatdiandalkan.

V. PENUTUP

Apakah hutan akan bertahan menghadapi desentralisasi peme-rintahan dan fragmentasi wilayah menjadi pertanyaan penting

Page 254: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

242

yang harus dijawab bukan hanya oleh Kementerian Kehutanan.Pemahaman akan arti penting hutan - yang dipelajari dalam ilmukehutanan - perlu dipahami pula oleh sektor lain dalam kerangkabentang alam. Dengan pendekatan bentang alam dan memper-timbangkan mata pencaharian masyarakat yang tinggal di dalam-nya maka peran dan fungsi hutan akan mendapatkan apresiasi bu-kan semata-mata dari hasil kayunya, tetapi terlebih dari peran jasalingkungan hutannya bagi masyarakat setempat.

Pelibatan masyarakat setempat dalam review tata ruang men-jadi penting, namun demikian mekanisme pelibatan serta keter-wakilan masyarakat dalam review masih terus menjadi tantangan -terutama dalam era demokrasi yang semakin memberikan kebe-basan berpendapat kepada berbagai pihak. Kepentingan para pi-hak yang berasal dari luar bentang alam seharusnya menjadi prio-ritas kedua dan tidak boleh mendominir, karena justru kepenting-an masyarakat setempatlah yang seharusnya menjadi prioritasutama. Peran pemerintah daerah dalam menjamin kepentinganmasyarakat setempat merupakan batu ujian bagi proses desentra-lisasi dan pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsungdewasa ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pertanahan Nasional. (1999). Peraturan Menteri NegaraAgraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 tahun1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak UlayatMasyarakat Hukum Adat. Jakarta: Badan PertanahanNasional.

BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah. (2010). 22 Provinsi belumselesaikan RTRW. Semarang: BAPPEDA Jawa Tengah.

Barr, C., Resosudarmo, I. A. P., Dermawan, A., & Setiono, B. (2006).Decentralization’s effects on forest concessions and timberproduction. In: Barr C, Resosudarmo IAP, Dermawan A,McCarthy J, Moeliono M, and Setiono B (Eds.).Decentralization of forest administration in Indonesia :Implications for forest sustainability, economic developmentand community livelihoods (pp. 87-107). Bogor: CIFOR.

Page 255: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

243

Barr, C., Resosudarmo, I. A. P., McCarthy, J., & Dermawan, A.(2006). Forests and Decentralization in Indonesia: anOverview. In: Barr C, Resosudarmo IAP, Dermawan A,McCarthy J, Moeliono M, and Setiono B (Eds.).Decentralization of forest administration in Indonesia :Implications for forest sustainability, economic developmentand community livelihoods (pp. 1-17). Bogor: CIFOR.

Carroll, P. (2010). Does regulatory impact assessment lead tobetter policy?. Policy and Society 29,113–122.

Cooke FM. 2006a. Recent Development and ConservationInterventions in Borneo. In: Cooke FM, editor. State,Communities and Forests in Contemporary Borneo Canberra:ANU E Press, The Australian National University. p 3-24.

Cyber News. (2010). Berita Utama : Aktivis siap gugat Perda RTRW.Suara Merdeka Cyber News Diunduh 29 April 2010 darihttp://www.suaramerdeka.com..

Departemen Kehutanan. (2001). Keputusan Menteri KehutananNomor: 32/Kpts-II/2001 tentang Kriteria dan Standar Pengu-kuhan Kawasan Hutan. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Departemen Kehutanan. (2009). Peraturan Menteri KehutananNomor 50 Tahun 2009 tentang Penegasan Status dan FungsiKawasan Hutan. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Escobin, R., Feliciano, K., Gonsalves, J., & Queblatin, E. (2007).Forest management through local level action: Small grantsprogramme for operations to promote tropical forests(SGPPTF): European Commission, United NationsDevelopment Programme, Southeast Asian Regional Center(pp.1-17). (Graduate Study and Research in Agriculture).

Head, B. W. (2010). Reconsidering evidence-based policy: Keyissues and challenges. Policy and Society, 29, 77-94.

Howlett, M. (2008). Enhanced policy analytical capacity as aprerequisite for effective evidence-based policy making :Theory, concepts and lessons from the Canadian Case.Workshop on Evidence-Based Policy International ResearchSymposium on Public Management XII, p.23. Australia:Queensland University of Technology Brisbane,.

Humas Komisi Pemberantasan Korupsi. (3 Desember 2010).Paparan hasil temuan KPK tentang kehutanan. Siaran Pers.

Page 256: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

244

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2009). Peraturan MenteriNegara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentangPedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalamPenataan Ruang Wilayah. Jakarta: Kementerian NegaraLingkungan Hidup.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2009). Peraturan MenteriNegara Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun 2009 tentangPedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Kinzig, A., & Starrett, D. (2003). Coping with uncertainty: A call fora new science-policy forum. Ambio, 32,6.

Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia. (2010).Pengesahan RTRW Sumsel molor. Diunduh 30 Januari 2010dari http:// http://www.mpbi.org/.

Moeliono, M. & Dermawan, A. (2006). The impacts ofdecentralization on tenure and livelihoods. In: C. Barr, I.A.PResosudarmo, A. Dermawan, J. McCarthy, M. Moeliono, & B.Setiono (Eds.), Decentralization of forest administration inIndonesia : Implications for forest sustainability, economicdevelopment and community livelihoods (pp. 108-120). Bogor:CIFOR.

Nizar, M. (2010). RTRW Aceh harus jamin hak masyarakat.Lingkungan Hidup. Kabar Indonesia. Diunduh 15 Agustus2010 dari http://www.kabarmag.com.

Persoon, G. A., & Osseweijer, M. (Eds.) (2008). Reflection of theheart of Borneo (pp.1-28). Wegeningen: TropenbosInternational.

Potter, L. (2008). The oil palm question in Borneo In: G.A. Persoon,& M. Osseweijer (Eds.) Reflection of The Heart of Borneo (pp.69-90). Wegeningen: Tropenbos International.

Samsu, Suramenggala, D. I., Komarudin, H., & Ngau, Y. (2005).Dampak desentralisasi kehutanan terhadap keuangan daerah,masyarakat setempat dan tata ruang: Studi kasus diKabupaten Bulungan, Kalimantan Timur. Bogor: CIFOR.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. (1999). Undang UndangNomor 41 tahun 1999. Jakarta: Sekretariat Negara RepublikIndonesia.

Page 257: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Tekanan terhadap Hutandalam Tataran Perundangan dan Implementasi (H. Yudono, dkk.)

245

Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2004). PeraturanPemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang PerencanaanKehutanan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2007). Undang UndangNomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta:Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2008). PeraturanPemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana TataRuang Wilayah Nasional. Jakarta: Sekretariat NegaraRepublik Indonesia.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2008). PeraturanPemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atasPenerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dariPenggunaan Kawasan Hutan untuk KepentinganPembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlakupada Departemen Kehutanan. Jakarta: Sekretariat NegaraRepublik Indonesia.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2009). UU 32 tahun 2009tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Sony. (2010). Berita PU : Deforestasi dapat dicegah melalui pe-ngendalian penataan ruang. Diunduh 19 Juli 2010 dari http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw190710warso.htm .

Tempo Interaktif. (2010). Penyusunan RTRW dinilai belum libatkanmasyarakat. Tempo. Diunduh 07 Maret 2010 dari http://www.tempo.com.

Wadley, R. L. (2006). Community Cooperatives, ‘Illegal’ Loggingand Regional Autonomy in the Borderlands of WestKalimantan In: F.M. Cooke (Ed.), State, communities andforests in contemporary Borneo (pp. 111-132). Canberra, TheAustralian National University: ANU E Press.

Yudono, H. (2002). Pola usaha tani hortikultura di Bulubalea,Malino (Laporan Hasil Penelitian). Makassar: BPPTPDAS IBT.

Yudono, H. (2005). Teknologi konservasi tanah dan air pada usahatani hortikultura (p.31), (Petunjuk Teknis). Makassar:BPPTPDAS IBT.

Page 258: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

247

PERILAKU PERKICI DORA (Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758)DI PENANGKARAN1

Indra A.S.L.P.PutriBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Burung perkici dora (Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758) merupakansalah satu jenis burung paruh bengkok endemik Sulawesi yang dilindunginamun digemari oleh masyarakat sebagai hewan peliharaan. Peng-amatan perilaku perkici dora selama di penangkaran sangat penting un-tuk mengetahui kebutuhan hidupnya sebagai dasar teknik pemeliharaandan pengembangbiakan. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pe-nangkar dan pecinta burung perkici dora untuk meningkatkan keber-hasilan penangkaran untuk kepentingan ekonomi maupun konservasi.

Kata kunci: Perkici dora,Trichoglossus ornatus, perilaku, penangkaran

I. PENDAHULUAN

Burung perkici dora (Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758) me-rupakan salah satu jenis burung paruh bengkok endemik Sulawesiyang memiliki nillai komersial. Hal ini terutama disebabkan kare-na burung perkici dora memiliki kombinasi warna cerah sertamencolok yang merupakan padu-padan dari seluruh warna primeryang ada, yaitu merah, kuning, biru, ditambah warna sekunder hi-jau dan oranye. Burung ini terkenal sebagai burung yang cerewetsehingga di habitat aslinya, burung yang hidup berkelompok ini,pada musim pohon berbunga atau berbuah, dapat dengan mudahdikenali karena suaranya yang melengking, ribut, ramai, dan riuhrendah.

Burung perkici dora merupakan jenis burung yang telah dilin-dungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentangKonservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peratur-an Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 259: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

248

Tumbuhan dan Satwaliar, dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Ta-hun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar,serta termasuk dalam Appendix II CITES. Meskipun demikian, bu-rung ini diperjualbelikan di berbagai pasar burung atau dipeliharakarena tergolong jenis burung yang digemari oleh masyarakat.

II. PERILAKU BURUNG PERKICI DORA

Selain warna bulunya yang indah dan mencolok, faktor lainyang menyebabkan burung perkci dora digemari oleh masyarakatsebagai hewan peliharaan adalah burung ini memiliki perilakuatau tingkah laku yang lucu. Tingkah laku dapat diartikan sebagaiulah atau perbuatan yang aneh-aneh, sedangkan perilaku berartitanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau ling-kungan (Depdiknas, 2005).

Perilaku merupakan bagian yang sangat penting dalam kehi-dupan hewan. Sparks dan Andrews (1982) menyatakan bahwaperilaku hewan merupakan bagian dari usaha hewan tersebut un-tuk dapat bertahan hidup. Prijono dan Handini (1999) menyata-kan bahwa perilaku dapat diartikan sebagai ekspresi seekor he-wan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan. Perilakutimbul karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam tubuhindividu tersebut atau dari lingkungannya. Scott (1969) menyata-kan bahwa hewan akan menerima rangsangan yang berasal darilingkungannya dan akan memberi respons dalam bentuk perilaku.Tingkah laku merupakan hasil interaksi hewan dengan lingkungan-nya dan selama interaksi tersebut, hewan akan membuat responsterhadap lingkungan yang dihadapinya dalam berbagai tingkah la-ku (Hailman, 1985). Dengan demikian saat mengamati perilakuatau tingkah laku hewan berarti kita sedang mengamati bagaima-na karakteristik hewan sebagai respon terhadap lingkungannya.

Hailman (1985) menyebutkan pola perilaku pada burung meli-puti perilaku menguasai ruang, perilaku merawat tubuh, perilakumakan dan minum, perilaku bertentangan, perilaku seksual, peri-laku bersarang, perilaku induk, dan perilaku komunikasi antar je-nis. Suratmo (1979) membagi perilaku menjadi perilaku makandan minum, perilaku berbiak, perilaku mencari perlindungan,

Page 260: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perilaku Perkici Dora(Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758)… (Indra ASLP Putri)

249

perilaku berkelahi, perilaku bermain, perilaku beristirahat, perila-ku tidur, perilaku berjalan, dan perilaku berkicau.

Bagi burung perkici dora yang dipelihara di dalam kandang pe-nangkaran, berbagai perilaku burung tersebut sangat menarik un-tuk dinikmati. Perilaku tersebut akan menjadi semakin menarik bi-la burung perkici dora telah dipelihara dalam jangka waktu yangcukup lama sehingga telah beradaptasi dengan pemeliharanya,terlebih lagi bila burung telah mampu menirukan berbagai bunyi,suara dan beberapa kata, bahkan mau mengambil makanan daritangan si pemelihara dan bertengger di kepala, bahu atau tangansi pemelihara.

Terdapat beberapa pola perilaku burung perkici dora yang me-narik untuk dinikmati oleh para pemelihara burung seperti peri-laku bergerak atau menguasai ruang, perilaku makan dan minum,perilaku merawat tubuh, perilaku istirahat dan tidur, perilaku ber-suara, maupun perilaku mandi.

A. Perilaku Bergerak

Hailman (1985) menyatakan bahwa perilaku menguasai ruangmerupakan perilaku pada saat burung diam berdiri atau berteng-ger dan berpindah tempat. Perilaku berpindah tempat dilakukandengan cara melompat yaitu pergerakan dengan kedua kaki dige-rakkan secara bersamaan, atau dengan cara berjalan dan lari, yangmerupakan perpindahan dengan menggerakkan kedua kaki secarabergantian, atau dengan cara terbang.

Burung perkici dora tergolong jenis burung yang lincah. Burungini mampu melakukan gerakan-gerakan yang lucu. Perilaku berge-rak yang sering dilakukan di dalam kandang penangkaran adalahberjalan, memanjat, turun-naik kandang, melompat, dan terbang.Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa burung perkici doramengalokasikan 14% dari aktivitas hariannya untuk bergerak.

1. Perilaku Berpindah Tempat dengan Cara Berjalan

Burung perkici dora biasanya berjalan di tenggeran denganmenggerakkan kedua kaki secara bergantian ke arah depan. Peri-laku berjalan juga dilakukan dengan cara menggerakkan kaki kearah samping (menggeser ke samping). Perilaku berjalan dilaku-kan saat burung sedang bergerak mengelilingi kandang, mengejarburung lain atau mendekati pasangan. Perilaku ini juga dijumpai

Page 261: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

250

saat burung sedang menuju ke tempat pakan atau tempat air mi-num. Selain perilaku berjalan dalam posisi tegak, seringkali perkicidora dijumpai berjalan dengan posisi menggantung pada langit-langit kandang menggunakan paruh sebagai alat bantu untuk ber-pegangan.

Perilaku berjalan dilakukan sepanjang hari, namun terbanyakdilakukan pada pagi sekitar pukul 06.00-09.00 dan sore pukul15.00-17.00. Pada siang hari, aktivitas berjalan menurun dan le-bih banyak beristirahat.

2. Perilaku Memanjat

Perilaku memanjat sebenar-nya dapat digolongkan sebagaiperilaku berjalan, hanya padaperilaku memanjat, burung per-kici dora tidak bergerak pada bi-dang horizontal melainkan padabidang vertikal atau miring. Pe-rilaku memanjat dilakukan de-ngan cara menggerakkan keduakaki secara bergantian dan saatmemanjat selalu menggunakan paruh untuk berpegangan. Perila-ku memanjat dilakukan oleh Perkici dora sepanjang hari, namunterbanyak dilakukan antara pukul 08.00-10.00 dan pukul 14.00-16.00.

3. Perilaku MelompatPerilaku melompat dilakukan dengan cara menggerakkan ke-

dua kaki secara bersamaan saat berpindah posisi di tenggeran, sa-at berpindah ke dinding kandang, saat mencumbu pasangan sertasaat keluar dari lubang sarang menuju ke tenggeran. Perilaku me-lompat dilakukan sepanjang hari, namun terbanyak dilakukan pa-da pagi hari.

4. Perilaku TerbangPerilaku terbang dilakukan oleh burung perkici dora bila dipeli-

hara dalam kandang penangkaran yang cukup luas sehingga me-mungkinkannya untuk terbang. Bila ukuran kandang tidak cukupluas, burung hanya dapat terbang pada jarak pendek sehinggaseperti melakukan lompatan yang jauh. Burung yang dirantai dan

Gambar 1. Perilaku memanjat

Page 262: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perilaku Perkici Dora(Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758)… (Indra ASLP Putri)

251

diikat salah satu kakinya tidak akan dapat terbang dengan baik,sehingga perilaku terbang hanya berupa mengepak-ngepakkansayap saja.

Burung perkici dora tergolong jenis burung yang dapat terbangdengan gesit. Saat berada di kandang penangkaran, perilaku ter-bang dilakukan dengan cara terbang cepat dan lurus ke tempatyang dituju. Perilaku terbang didahului dengan membungkukkanbadan dan menekuk kaki. Burung kemudian terangkat dari tem-patnya bertengger karena adanya tenaga dorongan dari hentakankedua kaki dan berbarengan dengan itu mulai mengepakkan sa-yapnya. Seringkali burung terbang sambil bersuara ribut dan halini terutama terjadi bila burung terbang pada pagi hari dalamkelompok.

Perilaku terbang dilakukan untuk berpindah pada jarak yangjauh atau bila ada gangguan dari luar kandang. Perilaku terbangdilakukan pada pagi hari setelah bangun tidur, atau setelah selesaimandi, untuk mengeringkan bulu sayapnya. Perilaku terbang ter-banyak dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-09.00 dan sore haripukul 15.00-18.00

B. Perilaku Makan dan Minum

Burung perkici dora tergolong burung yang memakan nektar,pollen, dan buah-buahan lunak (Kinnaird, 2002). Saat dipeliharadi kandang penangkaran, burung perkici dora menyukai makananyang lunak dan lembut.

Perilaku makan yang unik adalah burung ini mengambil makan-an menggunakan lidah yang memiliki tonjolan papilla di bagianujung. Perilaku makan dapat dilakukan sendirian atau berpasang-an atau beramai-ramai. Perilaku makan umumnya dilakukan se-panjang hari, mulai dari pagi hari, beberapa saat setelah burungbergerak pindah dari tempatnya tidur, namun persentase makanterbesar dilakukan di atas pukul 08.00 pagi hingga 11.00 siang.

Burung perkici dora melakukan perilaku minum hanya bebe-rapa kali dalam sehari. Hal ini dapat disebabkan kadar air yangterkandung dalam pakan telah mampu mencukupi kebutuhanakan air. Waktu untuk minum juga tidak tentu, burung ini dapatdijumpai minum pada pagi pukul 07.00 hingga sore pukul 18.00.Pada saat suhu udara di lingkungan sekitar terasa panas, burungperkici dora minum berulang kali dalam kisaran waktu yang pen-

Page 263: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

252

dek. Perilaku minum mirip dengan perilaku makan, yaitu menggu-nakan lidah untuk mengambil air.

C. Perilaku Membuang KotoranSaat membuang kotoran, burung perkici dora akan meng-

angkat ekornya. Kadang perilaku ini dilakukan sambil berjalanmundur beberapa langkah dengan posisi badan agak dibungkuk-kan. Perilaku ini dilakukan kapan saja, mulai dari bangun tidur dipagi hari, hingga saat burung akan tidur lagi bahkan di sela-selaburung melakukan aktivitas lainnya. Kotoran berbentuk pasta de-ngan warna bergantung pada pakannya, tetapi umumnya berwar-na kekuningan hingga kecoklatan, sedangkan urine dikeluarkandalam bentuk pasta berwarna putih. Kotoran dibuang di semba-rang tempat.

D. Perilaku BersuaraSparks dan Andrew (1982) menyatakan bahwa bunyi atau sua-

ra digunakan sebagai alat komunikasi antara individu sejenis, yaituuntuk menginformasikan kondisi marah, takut, memberi tanda ba-haya, bahkan untuk menarik perhatian pasangan saat musim ka-win.

Perilaku bersuara dilakukan dengan cara membuka sedikit pa-ruh dan mengeluarkan suara. Perilaku bersuara sudah dimulai pa-da pagi ketika bangun tidur. Pada hampir semua aktivitas yang di-lakukan, burung ini mengeluarkan suara, baik berupa bunyi ren-dah dengan volume kecil yang sering diperdengarkan saat sedangmenelisik bulu, bunyi kicauan nyaring saat sedang bernyanyi di pa-gi hari hingga teriakan melengking saat kaget dan merasa teran-cam. Perilaku bersuara biasanya makin meningkat seiring denganmeningkatnya aktivitas. Pada siang hari perilaku bersuara akanmenurun dan akan meningkat lagi pada sore hari saat kembali ak-tif beraktivitas. Kadang perilaku bersuara dilakukan sambil mene-gakkan badan dan merentangkan leher, terutama bila melihat ke-jadian aneh atau kehadiran hewan lain di sekitarnya.

E. Perilaku seksualPerilaku seksual berkaitan dengan proses perkembangbiakan

terjadi ketika mencapai usia dewasa kelamin dan diawali denganpertemuan dan pemilihan pasangan (Suratmo, 1979).

Page 264: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perilaku Perkici Dora(Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758)… (Indra ASLP Putri)

253

Perkici dora tergolong burung yang monogami. Pasangan yangtelah berjodoh selalu terlihat berdekatan saat bertengger dan sa-ling menelisik bulu menggunakan paruh. Umumnya bagian yangditelisik adalah belakang kepala serta leher. Menurut Prijono(1994) perilaku saling menelisik bulu dilakukan untuk mencegahmenumpuknya parasit di daerah belakang kepala. Perilaku salingmenelisik paling banyak dilakukan pada siang hari saat burungsedang bertengger dan beristirahat.

Pasangan erkici dora yang telah berjodoh kadang terlihat ber-cumbu pada musim kawin yaitu sekitar bulan April dan Oktober.Perilaku bercumbu setelah pasangan saling menelisik bulu. Padasaat bercumbu, perkici dora jantan akan duduk dengan kepala se-dikit menunduk, sambil sedikit mengembangkan bulu dada dankedua sayap serta mengeluarkan suara panggilan terhadap betina-nya. Perkici dora betina biasanya memberi respons dengan men-dekati jantan dan menelisik bulu di sekitar kepala. Peristiwa initerjadi selama tiga hingga lima menit. Selanjutnya burung jantanakan berdiri tegak dengan bulu dada sedikit mengembang dan ba-gian tembolok agak membesar untuk menyuapi burung betina.Bila si betina tertarik pada rayuan burung jantan, maka akan ter-jadi kopulasi dengan cara burung betina merendahkan badan,selanjutnya jantan akan melompat ke atas punggung burung beti-na. Seringkali burung jantan terlihat beberapa kali naik turun dariatas punggung burung betina sebelum kopulasi terjadi, kadangsetelah beberapa kali naik turun dari punggung betina, kopulasitidak terjadi. Perilaku kawin selajutnya diikuti dengan perilakumasuk sarang. Selama musim reproduksi, perkici dora betina akanbertelur dua butir dan berukuran sedikit lebih besar dari kelereng,berbentuk oval, berwarna putih tulang.

F. Perilaku Berkelahi

Perkici dora tergolong burung yang rukun, sehingga meskipundipelihara dalam jumlah banyak dalam satu kandang, burung inisangat jarang berkelahi, namun perilaku berkelahi dapat saja ter-jadi. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa burung perkici do-ra hanya menggunakan 0,3% dari aktivitas hariannya untuk berke-lahi. Pada pasangan yang telah berjodoh, perilaku ini terjadi aki-bat salah satu pasangan salah menelisik bulu di bagian kepala, se-hingga pasangan yang ditelisik merasa kesakitan. Perkelahian yang

Page 265: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

254

terjadi tidak terlalu keras dan hanya berlangsung dalam bentuksekali patukan agak keras ke arah pasangan sehingga pasanganyang dipatuk mengeluarkan suara menjerit.

Pada perkelahian yang terjadi pada teman sesama peliharaandalam kelompok biasanya lebih keras dan kadang diikuti dengansaling kejar sambil mengeluarkan suara teriakan nyaring yangmengundang burung lain untuk ikut berteriak. Perilaku berkelahiini dapat terjadi akibat berebut makanan, berebut posisi untukminum, atau posisi di tempat mandi, di tenggeran atau akibat sa-lah satu burung mengganggu pasangan burung yang sedang ber-cumbu.

G. Perilaku Merawat Tubuh

Perkici dora merawat tubuh dengan cara menelisik bulu, meng-getarkan badan dan bulu, menggaruk kepala, menggaruk pipi,menggaruk paruh, menggosok kepala, menggosok pipi, menggo-sok paruh, membersihkan paruh, membersihkan kaki, dan mandi.Perkici dora tergolong rajin merawat tubuh, hal ini terlihat dari ak-tivitas perawatan tubuh mencapai 25,7% dari total aktivitas ha-riannya, sehingga pada burung yang dipelihara di penangkaran,aktivitas merawat tubuh lebih sering dilakukan dibanding aktivitasbergerak.

1. Perilaku Menelisik Bulu

Menurut Prijono (1998) bulu adalah bagian utama yang perludirawat karena bulu digunakan untuk terbang, mencari makan,mencari pasangan, mengerami telur, mengasuh anak, dan mela-kukan kegiatan lain. Kondisi bulu dapat mencerminkan kesehatanburung. Burung yang sehat memiliki bulu yang mulus dan tidakkusut (Soenanto, 2001; Soemarjoto dan Prayitno, 1999). Sebalik-nya burung yang sakit memiliki bulu yang kusut, bahkan Prahara(2003) menyatakan bahwa pada burung yang sakit bulu-bulu ter-utama di sekitar kepala akan tampak merebak dan merinding.

Burung perkici dora melakukan perilaku menelisik bulu denganmenggunakan paruh. Hailman (1985) menyatakan bahwa saat me-nelisik bulu, burung akan melepaskan bagian kutikula bulu yangtelah mati, menyingkirkan kutu dan berbagai benda asing yangmenempel pada bulu maupun mengatur kembali susunan buluagar rapih. Menelisik bulu juga merupakan cara burung untuk

Page 266: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perilaku Perkici Dora(Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758)… (Indra ASLP Putri)

255

meminyaki atau meratakan minyak di bulu-bulunya. Burung yangsedang meminyaki bulunya akan mengambil minyak yang terletakpada kelenjar minyak yang berada di bagian ekor, menggunakanparuh dan mengoleskan pada bulu-bulunya.

Burung perkici dora biasanya menelisik mulai dari bulu-bulu dibagian dada dan leher, kemudian bagian punggung, sayap dan ter-akhir di bagian ekor. Selain melakukannya sendirian seringkali di-jumpai burung perkici dora menelisik bulu individu lain.

Hailman (1985) menyatakan bahwa burung menggunakan cu-kup banyak waktu untuk menyatukan serat-serat bulu yang terpi-sah serta mengatur letak helaian bulu pada tempatnya. Pada bu-rung perkici dora, perilaku menelisik dilakukan hampir sepanjanghari, terutama saat burung sedang beristirahat atau menjelang ti-dur, namun terbanyak dilakukan pada siang hingga sore hari an-tara pukul 12.00-15.00.

2. Menggetarkan Badan dan Bulu

Burung perkici dora melakukan perilaku menggetarkan badandengan cara mengembangkan bulu-bulu terutama bulu leher, da-da dan punggung, kemudian digetarkan sambil menggoyangkanbadan, kemudian diturunkan kembali. Perilaku ini umumnya dila-kukan setelah burung menelisik bulu, ketika bangun tidur, dan se-telah mandi. Perilaku ini berguna untuk mengatur dan memper-baiki susunan bulu secara serentak. Perilaku menggetarkan badanterbanyak dilakukan pada siang hari antar pukul 10.00-14.00.

3. Perilaku Menggaruk

Perkici dora melakukan perilaku menggaruk dengan cara me-rendahkan posisi kepala kemudian menggunakan salah satu kakiyang diangkat ke arah kepala untuk mengais-ngais atau mengga-ruk bagian kepala, pipi atau paruh yang ingin digaruk. Bagian ke-pala atau pipi sebelah kiri digaruk menggunakan kaki kiri, sedang-kan bagian kepala dan pipi sebelah kanan digaruk menggunakankaki kanan. Aktivitas menggaruk umumnya dilakukan saat burungsedang beristirahat, terutama saat sedang menelisik bulu ataubertengger pada siang hari.

4. Perilaku Menggosok Kepala dan Menggosok Pipi

Perilaku menggosok kepala dan menggosok pipi dilakukan de-ngan cara menggosokkan kepala ke punggung. Perilaku ini juga

Page 267: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

256

dapat dilakukan dengan cara menggosokkan kepala dan pipi kedinding kandang atau benda keras lain yang berada di dekat bu-rung tersebut. Perilaku ini sebenarnya mirip dengan perilakumenggaruk, tetapi perilaku menggosok kepala dan pipi dilakukandengan bantuan benda lain. Perilaku menggosok kepala dan pipiumumnya dilakukan saat burung sedang menelisik bulu atau saatsedang beristirahat atau bertengger.

5. Perilaku Membersihkan Paruh

Perkici dora tergolong burung yang suka menjaga kebersihantubuh. Hal ini terlihat dari perilaku membersihkan paruh setelahmakan jika pada paruh terdapat sisa makanan yang menempel.Perilaku membersihkan paruh dilakukan dengan cara menggesek-kan paruh ke lantai kandang, dinding kandang, tenggeran, tempatpenyimpanan pakan, ranting pohon atau benda keras lain. Selainitu, perkici dora sering terlihat membersihkan paruh denganmenggunakan kaki. Perilaku ini mirip dengan perilaku menggarukparuh, hanya pada perilaku menggaruk paruh, aktivitas mengga-ruk tetap dilakukan meski tidak ada kotoran yang menempel padaparuh. Perilaku membersihkan paruh dilakukan saat burung ma-kan atau setelah burung selesai makan.

6. Perilaku Membersihkan Kaki

Seperti halnya perilaku membersihkan paruh, perilaku mem-bersihkan kaki umumnya dilakukan saat burung selesai makan.Perilaku ini dilakukan saat burung sedang bertengger. Pembersih-an kaki dilakukan dengan menggunakan paruh.

7. Perilaku Mandi

Prijono dan Handini (1999) menyatakan bahwa perilaku mandimerupakan cara perawatan bulu agar tidak rapuh dan kering. Per-kici dora tergolong burung yang senang mandi, sehingga pada mu-sim panas, perilaku mandi dapat dijumpai dilakukan hampir setiaphari. Perilaku mandi berguna untuk menjaga suhu tubuh, membe-rikan rasa segar pada badan, membuang ektoparasit serta mem-bersihkan kotoran yang melekat.

Perilaku mandi umumnya dilakukan pada pagi hari saat suhulingkungan sekitar mulai meningkat (sekitar jam 09.00), namun

Page 268: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perilaku Perkici Dora(Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758)… (Indra ASLP Putri)

257

bila suhu lingkungan sekitar kandang tergolong panas dan kering,maka burung seringkali mandi pada sore hari.

Perilaku mandi umumnya dilakukan di tempat mandi yang te-lah tersedia, meskipun tidak jarang dilakukan di tempat minum.Pada perkici dora yang dipelihara secara berkelompok, perilakumandi dilakukan secara beramai-ramai, sehingga bila seekorburung mandi, maka teman yang lain juga akan ikut mandi.

Perilaku mandi dilakukan sambil memperdengarkan suara te-riakan yang ribut. Burung yang pertama mandi akan memperde-ngarkan suara teriakan khas seolah memanggil teman yang lainuntuk ikut mandi dan biasanya akan ditanggapi oleh teman lain-nya dengan bersuara khas yang agak serak sambil bergerak men-dekati tempat mandi.

Burung yang akan mandi biasanya berdiri di pinggir tempatmandi sambil mencelupkan paruhnya ke dalam air dan mengang-katnya kembali. Kemudian burung menggunakan paruh untukmengambil sedikit air dan mulai menaruh air tersebut ke bulu-bulu di badan. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang, sambil me-regangkan bulu. Setelah itu burung masuk ke dalam tempat man-di dan mulai mandi.

Burung mandi pada posisi duduk sambil menggetarkan badandan mencelupkan kepala hingga separuh badannya ke dalam air,sembari menggoyangkan ekor. Hal ini diulangi 4-7 kali hingga bulupada dada, punggung maupun sayap serta kepala menjadi basah.

Setelah mandi, burung akan mengeringkan badan. Perilaku inidilakukan dengan cara keluar dari dalam air dan bertengger dipinggir tempat mandi sambil menggetarkan badan dan mengibas-kan serta mengepakkan sayap dengan cepat. Burung kemudianakan terbang ke tenggeran untuk kembali menggetarkan badandan menelisik bulu agar sisa air yang masih melekat di bulu dapatjatuh.

Seringkali dijumpai burungyang sedang mandi tidak se-gera menyelesaikan mandi-nya, sehingga setelah ber-ulang-ulang menggetarkansambil mencelupkan badan-nya ke dalam air, burung ter-sebut tidak langsung keluar

Gambar 2. Perilaku mandi yang dila-kukan oleh burung pada pagi hari

Page 269: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

258

dari dalam air, melainkan tetap berlama-lama berendam di dalamair, sekitar dua hingga empat menit sambil menelisik bulu.

H. Perilaku Beristirahat

Saat merasa lelah setelah melakukan berbagai aktivitas, bu-rung perkici dora akan beristirahat atau tidur, dengan cara ber-tengger santai sambil menelisik bulu atau memejamkan mata, me-rentangkan kedua sayap, merentangkan sayap dan kaki, menge-pakkan sayap, menguap, dan tidur. Perilaku ini merupakan perila-ku yang terbanyak dilakukan oleh burung yang dipelihara di pe-nangkaran.

1. Perilaku Bertengger

Burung perkici dora sering-kali dijumpai sedang dalam po-sisi berdiri diam, tegak di ataskedua kaki. Jika perilaku ini di-lakukan di atas tenggeran yangterbuat dari besi atau kayu bu-lat, maka perilaku seperti ini di-lakukan dengan kedua kakimencengkeram batang kayu atau besi yang menjadi tempat ber-tengger. Bila perilaku seperti ini dilakukan di atas kotak sarangatau batang pohon yang berukuran cukup besar atau tempat da-tar lainnya, maka burung akan menapakkan kedua kaki di atastempat tersebut. Perilaku bertengger juga dapat dilakukan denganbertumpu pada satu kaki saja. Perilaku seperti ini biasanya dila-kukan pada saat burung sedang beristirahat atau menjelang tiduratau di sela-sela melakukan perilaku menelisik bulu.

2. Perilaku Merentangkan Sayap, Merentangkan Kaki, dan Me-ngepakkan Sayap

Perilaku merentangkan kedua sayap, merentangkan sayap dankaki, serta mengepakkan sayap sambil bertengger ini bertujuanuntuk relaksasi otot-otot yang terasa kaku, sehingga perilaku iniumumnya terjadi pada pagi hari saat burung bangun tidur, atautengah hari saat burung bangun dari tidur siang, saat sedang ber-istirahat di tenggeran, atau setelah selesai menelisik bulu.

Gambar 3. Perilaku bertengger

Page 270: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Perilaku Perkici Dora(Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758)… (Indra ASLP Putri)

259

Perilaku merentangkan kedua sayap dilakukan dengan caramengangkat kedua sayap melalui bagian pangkal kemudian me-rentangkannya ke arah bawah atau sedikit ke arah atas dan selan-jutnya sayap tersebut ditarik kembali. Perilaku merentangkan sa-yap dan kaki dilakukan dengan cara merentangkan sayap kanandengan kaki kanan atau sayap kiri dan kaki kiri secara serentak kearah bawah. Perilaku mengepakkan kedua sayap dilakukan de-ngan cara mengangkat kedua sayap kemudian dikepak-kepakkanbeberapa kali sambil membusungkan dada dengan bertengger.Biasanya perilaku ini diikuti dengan perilaku membuka paruh se-perti menguap.

3. Perilaku Tidur

Perilaku tidur dilakukan pada posisi bertengger dengan caramelipat kepala di atas punggung. Perilaku tidur terjadi saat harimulai gelap dan saat siang hari setelah burung merasa kenyangdan selesai melakukan aktivitas menelisik bulu.

III. PENUTUP

Pengamatan terhadap perilaku perkici dora di penangkaranmerupakan hal yang sangat menarik. Selain dapat menjadi hibur-an atau pelepas stres dan ketegangan bagi sang pemelihara, jugamembuat pemelihara lebih mengenali karakter dan kebutuhanburung. Hal ini membantu pemelihara mengetahui kesesuaiankandang dengan burung, kemampuan beradaptasi, kondisi kese-hatan, dan kondisi harian burung. Dengan mengetahui perilakuburung yang dipelihara, maka pemelihara dapat memenuhi kebu-tuhan burung sesuai dengan keinginan dan kondisi burung, se-hingga dapat memberi kesejahteraan pada burung yang ditang-karkan. Burung yang terpenuhi kebutuhannya dapat menjadi lebihtenang, terhindar dari stres, dan dapat berumur panjang. Selainmenjadi sarana pendidikan, pengetahuan tentang perilaku burungperkici dora di penangkaran juga dapat meningkatkan keberhasil-an pengembangbiakan burung dan membantu upaya konservasi,sehingga diharapkan kelak burung yang diperlihara di rumah dandiperdagangkan bukan lagi merupakan hasil tangkapan dari alam,melainkan hasil penangkaran.

Page 271: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

260

DAFTAR PUSTAKA

Departeman Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar BahasaIndonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hailman, J.P. (1985). Behavior (5th,ed.). In: O.S.J. Pettingill & W.J.Breckenridge (Eds.), Ornithology in Laboratory and Field.New York: Academic Press, Inc.

Kinnaird, M. F. (2002). Sulawesi Utara: Sebuah panduan sejarahalam. Jakarta: Yayasan Pengembangan Wallacea.

Prahara, W. (2003). Perawatan dan penangkaran burung paruhbengkok yang dilindungi. Jakarta: Penebar Swadaya..

Prijono & Handini. (1999). Memelihara, menangkar dan melatihnuri. Jakarta: Penebar Swadaya.

Prijono, S. N. (1994). Burung Cacatua goffini dalam populasicampuran di kandang penangkaran. Prosiding Seminar HasilPenelitian dan Pengembangan Sumberdaya Hayati. ProyekPenelitian dan Pengembangan Sumberdaya Hayati. Bogor:Puslitbang Biologi LIPI.

Prijono, S. N. (1998). Upaya pemanfaatan dan pelestarian burungparuh bengkok secara berkelanjutan. Prosiding Seminar HasilPenelitian dan Pengembangan Sumberdaya Hayati. ProyekPenelitian dan Pengembangan Sumberdaya Hayati. Bogor:Puslitbang Biologi LIPI.

Scott, J. P. (1969). Animal behaviour. Chicago: University ofChicago Press.

Soemarjoto, R., & Prayitno. (1999). Agar burung selalu sehat.Jakarta: Penebar Swadaya.

Soenanto, H. (2001). Parkit: budidaya dan penangkarannya.Semarang: Aneka Ilmu.

Sparks, J., & Andrews, D. (1982). Bird behaviour. London:Publishing Hamlyn Inc.

Suratmo, F.G. (1979). Prinsip dasar tingkah laku satwa liar. Bogor:Kerjasama ATA dan Fakultas Kehutanan IPB.

Page 272: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

261

KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT DI KHDTKMENGKENDEK KABUPATEN TANA TORAJA1

Abd. Kadir W. dan Evita HapsariBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Lokasi KHDTK Mengkendek yang berbatasan langsung dengan kawasanpemukiman penduduk menyebabkannya sangat rentan terhadap upayaokupasi serta perambahan oleh masyarakat sekitar. Oleh karena itu di-perlukan suatu model pengelolaan yang dapat mencegah terjadinya ke-rusakan yang lebih besar. Informasi mengenai kondisi sosial ekonomimasyarakat serta tingkat ketergantungan masyarakat terhadap KHDTKkhususnya yang menggarap lahan di KHDTK Mengkendek sangat pentinguntuk diketahui sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan modelpengelolaan KHDTK. Informasi ini juga bermanfaat bagi pengelola dalammemaksimalkan setiap potensi yang dimiliki oleh masyarakat dalamrangka pencapaian tujuan pengelolaan KHDTK Mengkendek. Masyarakatpenggarap lahan di KHDTK Mengkendek pada umumnya masih tergo-long dalam usia produktif dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi.Rata-rata tingkat ketergantungan masyarakat secara ekonomi terhadapareal KHDTK Mengkendek sebesar 20,20%. Secara ekonomi, rata-ratamasyarakat tergolong dalam kolompok masyarakat tidak miskin. Masya-rakat dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhdap areal KHDTKMengkendek dan tingkat kesejahteraan yang rendah diharapkan menja-di prioritas utama untuk dilibatkan dan diberdayakan dalam pengelolaanKHDTK Mengkendek.

Kata Kunci: KHDTK Mengkendek, sosial ekonomi masyarakat, tingkatketergantungan, tingkat kesejahteraan

I. PENDAHULUAN

Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Mengkendekadalah salah satu dari tiga KHDTK yang dikelola oleh Balai Peneliti-an Kehutanan Makassar (BPK Makassar) berdasarkan Surat

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 273: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

262

Keputusan Menteri Kehutanan No. 367/Menhut-II/2004. Secaraadministrasi, KHDTK Mengkendek terletak dalam wilayah kelurah-an Rante Kalua’, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Torajadengan luas areal mencapai 100 ha. Areal KHDTK Mengkendekberbatasan langsung dengan kawasan pemukiman penduduk se-hingga sangat rentan terhadap terjadinya okupasi dan perambah-an kawasan akibat adanya aktivitas masyarakat yang tidak terkon-trol yang pada akhirnya dapat merusak fungsi ekologis KHDTK ter-sebut.

KHDTK Mengkendek saat ini menghadapi berbagai permasalah-an seperti perambahan lahan, pencurian kayu, penggembalaan li-ar, dan kebakaran hutan. Apabila hal ini terus terjadi maka akanmenyebabkan penurunan fungsi kawasan hutan akibat rusaknyaekosistem hutan yang ada. Untuk itu diperlukan suatu model pe-ngelolaan yang dapat mengatasi berbagai permasalahan tersebutdi atas sehingga kerusakan yang mungkin timbul dapat diminimal-kan. Informasi mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat yangmenggarap lahan di KHDTK Mengkendek sangat diperlukan seba-gai salah satu bahan pertimbangan dalam merumuskan model pe-ngelolaan KHDTK Mengkendek.

II. KONDISI SOSIAL MASYARAKAT

A. Umur

Umur merupakan salah satu karakteristik individu yang sangatberperan dalam menentukan kemampuan kerja (Handoko, 2001)dan produktivitas kerja (Miftah, 1992; Siagian, 1995; Robbins,2001). Jumlah masyarakat yang teridentifikasi sebagai penggaraplahan di KHDTK Mengkendek pada tahun 2008 sebanyak 27 orang(Kadir W. et al., 2008), kemudian pada tahun 2009 melalui kegiat-an pemetaan partisipatif terungkap sekitar 99 kavling masyarakatdalam KHDTK dengan jumlah penggarap yang teridentifikasi men-capai 42 orang (Kadir W. et al., 2009; Kadir W., 2010). Masyarakatyang menggarap lahan di KHDTK Mengkendek memiliki kisaranumur antara 32-85 tahun, dengan rata-rata umur 52,7 tahun. Se-banyak 51,85% masyarakat merupakan usia produktif dan sisanya48,15% merupakan usia non-produktif (Kadir W. et al, 2008).

Page 274: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kondisi Sosial dan EkonomiMasyarakat di KHDTK Mengkendek… (A. Kadir W.; E. Hapsari)

263

Masyarakat yang berusia produktif maupun non-produktif ber-potensi untuk dapat berperan-serta dalam proses pembangunan.Usia produktif dalam masyarakat merupakan salah satu potensidalam meningkatkan produktivitas lahan garapan guna memenuhikebutuhan hidupnya. Masyarakat (petani) yang berusia muda, pa-da umumnya mempunyai kondisi fisik yang prima dan mampu me-nerima dengan cepat inovasi ataupun ide-ide baru yang berkem-bang dalam masyarakat. Masyarakat yang berada dalam kategoriusia non-produktif memiliki sisi positif yaitu kedewasaan dalamberfikir dan bertindak meskipun secara fisik (kecepatan, kecekat-an, dan kekuatan) mengalami penurunan. Menurut Siagian (1995),semakin lanjut usia seseorang, maka diharapkan akan semakin bi-jaksana, semakin rasional dalam berfikir dan berperilaku.

B. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat dapat mempengaruhi cara ber-fikir seseorang, terutama dalam menganalisis suatu permasalah-an. Seorang yang berpendidikan baik akan mudah mengadopsiteknologi baru, mengembangkan keterampilan dan memecahkanpermasalahan yang dihadapi (Mosher, 1983). Tingginya tingkatpendidikan masyarakat memungkinkan untuk dapat lebih cepatmenerima dan memberikan respon terhadap hal-hal yang mem-butuhkan kemampuan berpikir dari inovasi-inovasi baru yang di-perkenalkan. Kecenderungan yang ada, semakin tinggi tingkatpendidikan seseorang, maka semakin responsif orang tersebutterhadap perubahan-perubahan.

Masyarakat penggarap lahan di KHDTK Mengkendek memilikitingkat pendidikan cukup tinggi. Hal ini diketahui dari persentasemasyarakat yang memiliki tingkat pendidikan menengah ke atas(SLTP - Perguruan Tinggi) cukup besar yaitu mencapai 62,96% danhanya 37,04% saja yang berpendidikan SD (Kadir W. et al., 2008).Tingkat pendidikan masyarakat yang cukup tinggi dapat menjadifaktor pendukung dalam mengelola KHDTK. Masyarakat yang ber-pendidikan rendah perlu mendapatkan perhatian khusus karenadapat menjadi faktor penghambat. Namun demikian, hal ini dapatdiatasi dengan kegiatan penyuluhan dan pelatihan secara intensifsehingga tercipta kesamaan visi dan persepsi terhadap suatu ke-giatan yang akan dilakukan.

Page 275: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

264

C. Jenis Pekerjaan

Pekerjaan masyarakat dapat dilihat berdasarkan pekerjaan po-kok dan pekerjaan sampingan, dalam hubungannya dengan peme-nuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari. Penelitian yangdilakukan oleh Kadir W. et al. (2008) menunjukkan bahwa masya-rakat penggarap lahan di KHDTK Mengkendek pada umumnya(66,67%) memilki pekerjaan pokok sebagai petani, dan sisanya33,33% bukan sebagai petani (ABRI, PNS, guru, wiraswasta, pen-deta, pensiunan PNS, dan Kepala Lembang). Sebagian besar(70,37%) masyarakat tidak memiliki pekerjaan sampingan. Seba-nyak 22,22% masyarakat memiliki pekerjaan sampingan sebagaipetani sedangkan selebihnya sebagai peternak sebanyak 3,70%dan pada sektor jasa sebanyak 3,70%.

Dalam kaitannya dengan pengelolaan KHDTK Mengkendek, pe-kerjaan pokok masyarakat yang sebagian besar sebagai petani da-pat menjadi potensi pendukung. Hal ini disebabkan karena masya-rakat telah mengetahui teknik-teknik bercocok tanam. Oleh kare-na itu yang perlu dilakukan adalah mengarahkan dan membinamasyarakat sehingga mereka dapat lebih meningkatkan produkti-vitas dalam mengolah lahan dengan tetap memperhatikan prinsipkelestarian lahan.

D. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan setiap kepala keluarga dapat mempenga-ruhi semangat dan tingkat kreativitas seorang kepala keluarga.Dengan banyaknya jumlah orang yang ditanggung dalam keluargamaka semakin besar biaya yang harus disiapkan untuk memenuhikebutuhan hidup keluarga.

Jumlah tanggungan setiap kepala keluarga penggarap lahan diKHDTK Mengkendek berkisar antara 0-8 orang dengan rata-ratajumlah tanggungan sebanyak 3 orang. Sebanyak 62,96% kepalakeluarga memiliki jumlah tanggungan ≤ 3 orang dan 37,04% me-miliki jumlah tanggungan keluarga > dari 3 orang (Kadir W. et al.,2008). Kondisi ini mengharuskan setiap kepala keluarga bekerja le-bih keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan tekananterhadap KHDTK dapat meningkat. Semangat, kreativitas, dan po-tensi tenaga kerja yang dimiliki kepala keluarga tersebut harus di-arahkan ke hal yang positif. Apabila hal ini tidak dilakukan maka

Page 276: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kondisi Sosial dan EkonomiMasyarakat di KHDTK Mengkendek… (A. Kadir W.; E. Hapsari)

265

akan membuka peluang terjadinya pembukaan lahan baru dalamareal KHDTK dan dapat berdampak negatif terhadap kelestariandan keberhasilan pengelolaan KHDTK Mengkendek.

E. Jumlah Angkatan Kerja Keluarga

Salah satu faktor pendukung keberhasilan suatu program pem-bangunan yang akan dilaksanakan adalah tersedianya tenaga kerjayang cukup. Jumlah angkatan kerja diketahui dari banyaknya usiakerja produktif (umur 14-54 tahun) yang ada pada setiap rumahtangga.

Setiap kepala keluarga di KHDTK Mengkendek memiliki angkat-an kerja berkisar antara 0-5 orang dengan rata-rata 2 orang. Se-banyak 62,96% keluarga di KHDTK Mengkendek memiliki jumlahangkatan kerja ≤ 2 orang dan selebihnya (37,04%) memiliki ang-katan kerja > 2 orang (Kadir W. et al., 2008). Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa masyarakat di KHDTK Mengkendek me-miliki potensi angkatan kerja produktif cukup tinggi. Tingginya po-tensi angkatan kerja tersebut jika dibina dengan baik akan sangatmembantu dalam pelaksanaan suatu kegiatan di masa datang, disamping dapat dijadikan sebagai tulang punggung keluarga dalammembantu kepala keluarga melakukan pekerjaan sehari-hari.

F. Kelembagaan Masyarakat

Masyarakat penggarap lahan di KHDTK Mengkendek saat ini ti-dak terhimpun dalam suatu wadah organisasi (kelompok tani).Mereka bekerja secara sendiri-sendiri. Namun demikian, beberapamasyarakat merupakan anggota kelompok tani “Situru Marrang”yang dibentuk pada saat ada kegiatan proyek di daerah tersebut,serta terdapat anggota masyarakat yang berpengalaman sebagaikepala lembang (lembaga adat setingkat lurah).

Sebagian masyarakat di KHDTK Mengkendek belum memahamimanfaat yang dapat dirasakan jika mereka terhimpun dalam suatukelompok. Saat ini mereka dalam menggarap lahan hanya meng-andalkan hubungan kekeluargaan. Hal ini dapat dikembangkandan dibina menjadi suatu model kelompok. Pembentukan kelom-pok tani dapat didasarkan pada adanya kepentingan yang sama,adanya kedekatan lahan garapan, adanya kedekatan tempat ting-gal, dan bisa juga karena hubungan kekeluargaan.

Page 277: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

266

Cikal bakal terbentuknya kelompok di KHDTK Mengkendek su-dah ada, tinggal bagaimana diarahkan dan diwujudkan dalam sua-tu kelompok yang bersifat formal dan memiliki aturan yang jelasdalam pelaksanaannnya. Jika mereka dapat diarahkan dengan baikdan dengan kesadaran sendiri membentuk kelompok formal diha-rapkan mereka dapat bekerja lebih baik sehingga dapat mening-katkan produktivitas mereka dalam menggarap lahan di KHDTKMengkendek.

III. Kondisi Ekonomi Masyarakat

A. Luas Lahan Garapan

Sebagian besar masyarakat penggarap lahan di KHDTK Meng-kendek memiliki mata pencaharian utama dan sampingan sebagaipetani sehingga sangat tergantung kepada sumber daya alam be-rupa lahan garapan. Hasil penelitian Kadir W. et al. (2008) menun-jukkan bahwa luas lahan garapan masyarakat di dalam KHDTKMengkendek berkisar antara 0,01-4 ha/KK dengan rata-rata luaslahan garapan 1 ha/KK. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa62,96% masyarakat memiliki lahan garapan berupa kebun dan sa-wah di luar KHDTK dan sebanyak 37,04% tidak memiliki lahan ga-rapan di luar KHDTK Mengkendek. Dengan tidak adanya lahan diluar KHDTK berarti ketergantungan masyarakat terhadap KHDTKsangat tinggi. Luas lahan garapan masyarakat di luar KHDTK berki-sar antara 0,5-2 ha/KK dengan rata-rata seluas 1 ha/KK.

Masyarakat yang tidak memiliki lahan garapan untuk kegiatanusahatani di luar KHDTK diharapkan dapat memanfaatkan lahangarapan di dalam KHDTK secara maksimal untuk memenuhi kebu-tuhan hidupnya. Sebaliknya masyarakat yang memiliki lahan ga-rapan di luar KHDTK dapat dimaksimalkan produktivitasnya se-hingga ketergantungan terhadap KHDTK dapat dikurangi.

B. Jenis Komoditas yang dikembangkan

Jenis komoditas yang diusahakan oleh masyarakat di KHDTKMengkendek terdiri dari komoditas kehutanan, perkebunan, danpertanian. Umumnya masyarakat mengembangkan komoditas ke-hutanan, perkebunan, dan pertanian secara bersama-sama di

Page 278: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kondisi Sosial dan EkonomiMasyarakat di KHDTK Mengkendek… (A. Kadir W.; E. Hapsari)

267

lahan garapannya. Namun demikian terdapat sejumlah masyara-kat yang tidak menggarap lahan yang mereka kuasai dalam KHDTKMengkendek. Hal ini terjadi karena salah satu alasan sebagian ma-syarakat masuk dan menguasai lahan di KHDTK Mengkendek ada-lah untuk “memiliki” lahan tersebut seiring semakin meningkatnyaharga tanah akibat perkembangan kota kecamatan yang pesat.Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari Balai Peneli-tian Kehutanan (BPK) Makassar selaku pengelola KHDTK gunamencegah terjadinya pengalihan status kawasan menjadi hak mi-lik. BPK Makassar perlu melakukan koordinasi dengan instansi ter-kait seperti pihak kelurahan, Dinas Kehutanan setempat, dan Ba-dan Pertanahan Nasional.

Komoditas kehutanan yang dikembangkan oleh masyarakat da-lam areal KHDTK Mengkendek di antaranya mahoni (Swieteniamacrophylla), cemara gunung (Casuarina junghuniana), suren(Toona sureni), uru/cempaka (Michelia sp.), agathis (Agathis sp.),sengon (Albizia falcataria), dan pinus (Pinus merkusii). Komoditasperkebunan yang banyak dikembangkan oleh masyarakat dalamKHDTK di antaranya cengkeh (Syzygium aromaticum), kopi (Coffeasp.), cacao (Theobroma cacao), pisang (Musa paradisiaca), nangka(Artocarpus heterophyllus), dan durian (Durio zibethinus). Komodi-tas perkebunan tersebut juga banyak dikembangkan oleh masya-rakat di luar areal KHDTK. Komoditas pertanian yang umum diusa-hakan oleh masyarakat yaitu padi (Oryza sativa L.) dan jagung (Zeamays L.) (Kadir W. et al., 2008).

C. Produktivitas Lahan Garapan Masyarakat

Produktivitas lahan garapan masyarakat dapat dilihat dari be-sarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh petani dari kegiatanusahatani di KHDTK Mengkendek. Produktivitas lahan garapanmasyarakat di KHDTK Mengkendek berkisar antara Rp 100.000,-/ha/tahun sampai Rp 8.168.000,-/ha/tahun dengan rata-rata Rp1.864.667,-/ha/tahun (Kadir W. et al., 2008). Tingkat produktivitaslahan garapan masyarakat di KHDTK Mengkendek tergantung darijenis tanaman yang dikembangkan oleh masyarakat. Beberapa je-nis tanaman dari komoditas perkebunan seperti kakao, kopi, dancengkeh telah berproduksi dan hasilnya dapat dinikmati oleh ma-syarakat.

Page 279: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

268

Tanaman kopi yang dikembangkan oleh masyarakat sebagiantelah berproduksi. Umumnya tanaman kopi di KHDTK Mengken-dek mulai berbuah pada umur 3-5 tahun. Produksi tanaman kopiyang dikembangkan berkisar antara 2 liter/pohon/tahun. Harga bi-ji kopi yang dihasilkan tergantung dari jenis kopi yang dikembang-kan. Biji kopi robusta yang telah dikeringkan dijual dengan hargaRp 15.000,-/liter sedangkan untuk kopi jember dijual dengan har-ga Rp 9.000,-/liter.

Tanaman coklat yang dikembangkan beberapa di antaranya te-lah berproduksi. Tanaman coklat masyarakat mulai berbuah padaumur kurang lebih 5 tahun. Produksi tanaman kakao masyarakatberkisar antara 2-5 kg/pohon/tahun dan dapat dipanen dua kalidalam setahun. Biji kakao yang telah dikeringkan dijual denganharga Rp 20.000,-/kg.

Tanaman cengkeh di KHDTK Mengkendek mulai berproduksipada umur kurang lebih 7 tahun. Produksi tanaman cengkeh ber-kisar antara 10-20 liter/pohon/tahun. Biji cengkeh yang telah di-keringkan dijual dengan harga Rp 40.000 - Rp 50.000,-/kg.

Ketiga jenis tanaman tersebut (kopi, kakao, dan cengkeh) me-miliki peranan yang cukup penting terhadap pendapatan masyara-kat. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana bentuk pola ta-naman ketiga komoditas tersebut di areal KHDTK Mengkendek se-hingga dari segi fungsi ekonomi menguntungkan petani tetapi ti-dak mengurangi fungsi ekologi areal KHDTK.

D. Tingkat Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat

Rata-rata total pendapatan masyarakat penggarap di KHDTKMengkendek adalah Rp 9.232.765,-/tahun atau setara dengan Rp769.397,-/bulan. Rata-rata total pendapatan masyarakat masih le-bih tinggi jika dibandingkan dengan UMP (Upah Minimum Provin-si) Sulawesi Selatan tahun 2008 sebesar Rp 704.000,-/bulan. Jikadikaitkan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat menurut kri-teria Sayogyo (1990) dalam Wantasen (1998) di mana masyarakatdikatakan miskin jika pendapatan per kapita masyarakat untuk da-erah pedesaan pertahun lebih kecil dari 320 kg beras (1 kilogramberas = Rp 4.500,-) maka rata-rata masyarakat penggarap lahan diKHDTK Mengkendek tergolong dalam kategori tidak miskin.

Page 280: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kondisi Sosial dan EkonomiMasyarakat di KHDTK Mengkendek… (A. Kadir W.; E. Hapsari)

269

Pendapatan masyarakat ini bersumber dari pendapatan darikegiatan usahatani, baik yang berasal dari KHDTK Mengekendek(rata-rata sebesar Rp 1.864.667,-/ha/tahun) maupun dari luarKHDTK Mengkendek (rata-rata sebesar Rp 3.628.667,-/ha/tahun)serta pendapatan dari kegiatan non usahatani (PNS, ABRI dan pen-siunan PNS, guru swasta, buruh, tunjangan pendeta, tunjanganKepala Lembang, dan ternak (rata-rata sebesar Rp 14.390.000,-/tahun (Kadir W. et al., 2008).

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata tingkat keter-gantungan masyarakat secara ekonomi terhadap areal KHDTKMengkendek sebesar 20,20%. Hal ini disebabkan oleh tingginyapendapatan masyarakat dari kegiatan non-usahatani yang menja-di sumber pendapatan utama bagi sebagian masyarakat yangmenggarap lahan di KHDTK Mengkendek.

Tinggi-rendahnya tingkat ketergantungan masyarakat terhadapareal KHDTK Mengkendek dapat pula disebabkan oleh latar bela-kang alasan masyarakat untuk masuk dan mengkavling lahan diareal KHDTK Mengkendek. Penelitian yang dilakukan oleh Kadir W.et al. (2008) menunjukkan bahwa beberapa alasan mengapamasyarakat mulai aktif berkebun dan mengkavling lahan yang di-lakukan tahun 2000-an, di antaranya :1. Masyarakat mengklaim bahwa areal KHDTK Mengkendek me-

rupakan tanah adat yang ditandai oleh adanya kuburan batudan bekas lokasi penyelenggaraan pesta adat masyarakat Tam-po.

2. Untuk membendung masuknya “orang luar” yang akanmenguasi tanah-tanah yang ada di sekitar hutan seiring me-ningkatnya harga tanah karena perkembangan kota Ge’tenganyang pesat.

3. Keterbatasan lahan garapan untuk berkebun. Sebagian masya-rakat di sekitar KHDTK Mengkendek tidak memiliki lahan untukberkebun sehingga melakukan kegiatan perambahan lahan diareal KHDTK.

Alasan masyarakat untuk menguasai lahan di KHDTK Meng-kendek perlu diperhatikan dalam merumuskan model pengelolaanKHDTK karena dapat menjadi pertimbangan dalam menentukanskala prioritas masyarakat mana yang akan dilibatkan dan tingkatketerlibatannya dalam pengelolaan KHDTK Mengkendek. Selayak-nya masyarakat yang tergolong dalam kategori miskin dengan

Page 281: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

270

tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap areal KHDTK menjadiprioritas utama untuk dilibatkan dan diberdayakan dengan tetapmemperhatikan golongan masyarakat lainnya yang mungkin me-miliki pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan pengelo-laan KHDTK Mengkendek.

IV. PENUTUP

Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat penggarap lahan diKHDTK Mengkendek yang dapat menjadi faktor pendukung keber-hasilan pengelolaan KHDTK di antaranya adalah tingkat pendidik-an masyarakat yang cukup tinggi, pekerjaan utama dan sampingansebagian masyarakat sebagai petani, dan potensi tenaga kerja ke-luarga cukup tersedia. Selain faktor pendukung keberhasilan jugaterdapat faktor sosial ekonomi yang mungkin dapat menghambatkeberhasilan pengelolaan KHDTK di antaranya adalah motivasimasyarakat dalam menggarap lahan di KHDTK serta belum adanyakelembagaan di tingkat petani yang menjadi wadah masyarakatdalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh petani dan se-bagai sarana dalam mengakses sumber daya dari luar.

BPK Makassar selaku pengelola KHDTK harus dapat “menge-lola” dan mengoptimalkan setiap potensi yang dimiliki oleh ma-syarakat penggarap lahan. Langkah awal yang dapat dilakukanadalah menjalin komunikasi dengan baik sehingga tercipta kesa-maan persepsi dengan masyarakat mengenai fungsi dan peranKHDTK serta tujuan yang ingin dicapai dalam pengelolaan KHDTKMengkendek.

DAFTAR PUSTAKA

Handoko, T. H. (2001). Manajemen personalia dan sumberdayamanusia. Yogyakarta: BPFE.

Kadir, W. A. (2010). Konsep kemitraan dalam pengelolaan hutandengan tujuan khusus (KHDTK) Mengkendek. ProsidingEkspose Hasil-Hasil Penelitian. Bogor: Pusat Penelitian danPengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

Kadir, W. A., Hapsari, E., Ruru, A., & Hamdan. (2009). Teknologidan kelembagaan social forestry di KHDTK Mengkendek:

Page 282: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kondisi Sosial dan EkonomiMasyarakat di KHDTK Mengkendek… (A. Kadir W.; E. Hapsari)

271

Penataan kelembagaan dan penataan lahan di KHDTKMengkendek (Laporan Hasil Penelitian). Makassar: BalaiPenelitian Kehutanan Makassar.

Kadir, W. A., Kusumedi, P., Hapsari, E., Ruru, A., & Hamdan. (2008).Teknologi dan kelembagaan social forestry di KHDTKMengkendek: Kajian kondisi sosial, ekonomi, dan budayamasyarakat serta potensi sumberdaya hutan di KHDTKMengkendek (Laporan Hasil Penelitian). Makassar: BalaiPenelitian Kehutanan Makassar.

Miftah, T. (1992). Dimensi-dimensi prima ilmu administasi negara.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mosher, A. T. (1983). Menggerakan dan membangun pertanian.Jakarta: CV. Yasaguna.

Robbins, P. S. (2001). Organizational behavior (9th, ed.). NewJersey: Prentice Hall International, Inc.

Siagian, S. P. (1995). Teori motivasi dan aplikasi. Jakarta: RiekaCipta.

Wantasen, E. (1998). Analisis pendapatan petani miskin dipedesaan (Tesis Pascasarjana Program Studi EkonomiPertanian). Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (Tidakdipublikasikan).

Page 283: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

273

MENGENAL GEJALA DAN PENYEBAB PENYAKITPADA ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) SERTA PENANGANANNYA1

Nurhaedah M.Balai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Produktivitas usaha persuteraan alam di Sulawesi Selatan masih meng-alami kondisi yang berfluktuatif. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor,dan salah satunya adalah timbulnya serangan penyakit pada ulat sutera(Bombyx mori L.). Penyakit ini dapat menyerang, baik pada fase telurmaupun larva. Pemeliharaan ulat sutera umumnya dilakukan secaramassal, sehingga penularan penyakit antar individu sangat cepat terjadi.Hal ini mengakibatkan teknik pencegahan lebih berdampak positif diban-ding penyembuhan. Informasi tentang gejala dan penyebab penyakit pa-da ulat sutera diharapkan dapat membantu dalam menentukan teknikpenanganan yang tepat.

Kata kunci: Penyakit, fase, ulat sutera, Sulawesi Selatan

I. PENDAHULUAN

Persuteraan alam merupakan kegiatan yang berorientasi padapeningkatan produktivitas dengan memperhatikan asas ekonomi,sosial, dan ekologi. Persuteraan alam merupakan kegiatan agro in-dustri melalui kegiatan penanaman murbei, pemeliharaan ulat su-tera, pemintalan benang, pertenunan, dan pemasaran hasil.

Usaha persuteraan alam khususnya kokon dan benang suteramemiliki prospek yang baik sebagai usaha yang menguntungkanbagi petani karena cepat mendatangkan hasil dan bernilai ekono-mis tinggi. Teknologi yang digunakan relatif sederhana, tidak me-merlukan keterampilan khusus dan dapat dilakukan sebagai usahapokok maupun sambilan. Usaha ini bersifat padat karya dan dapatmelibatkan anggota keluarga, baik laki-laki maupun perempuan,

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 284: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

274

sehingga kegiatan ini dapat menjadi kegiatan alternatif untuk me-ningkatkan peranan sektor kehutanan dalam mendorong pereko-nomian masyarakat sekitar hutan.

Khusus di Sulawesi Selatan, persuteraan alam masih mengalamikondisi yang fluktuatif. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah fluktuasi harga, mutu bibit ulat sutera, seranganhama penyakit, produktivitas murbei rendah, dan prosedur peme-liharaan ulat yang belum optimal (Patandingan, 2011).

Terkait dengan serangan penyakit, ada beberapa jenis penyakityang sering menyerang pada ulat sutera, baik yang mikrobial mau-pun amikrobial. Penyebab mikrobial antara lain virus, cendawan,bakteri, dan protozoa. Penyebab amikrobial dapat terjadi akibat fi-sik, mekanis, bahan kimia, makhluk hidup, faktor genetik, dan nu-trisi (Kusharto, 2007).

Ulat sutera dalam pertumbuhannya mengalami empat kali per-gantian kulit atau mempunyai 5 tahap pertumbuhan (instar). Padainstar I sampai instar III dinamakan ulat kecil, sedangkan instar IVdan V dinamakan ulat besar. Pada akhir instar V, ulat akan segeramembuat kokon. Umur ulat sutera dimulai pada saat menetassampai membuat kokon antara 21-22 hari. Umur ulat tergantungdari jenis ulat sutera dan kondisi pemeliharaan. Panen kokon da-pat dilakukan pada hari ke-5 atau 6 setelah ulat mengokon. Setiapfase dalam pertumbuhan ulat sutera beresiko terserang penyakit.

Langkah penanganan penyakit pada ulat sutera terutama kepa-da hal-hal yang bersifat pencegahan dapat dilakukan dengan tepatbila dipahami penyebab dan gejalanya. Untuk itu perlu diketahuiberbagai informasi terkait faktor-faktor yang menjadi penyebabpenyakit dan ciri-ciri gejalanya. Informasi ini diharapkan dapatmembantu dalam hal penanganan penyakit pada ulat sutera, sertalangkah pencegahan secara dini.

II. PERTUMBUHAN ULAT SUTERA YANG NORMAL

Ulat sutera (Bombyx mori) termasuk serangga yang selama hi-dupnya mengalami metamorfose sempurna, yaitu mulai dari telur,larva, pupa yang terbungkus kokon hingga menjadi kupu-kupu.Ulat sutera termasuk jenis serangga yang endopterygota, yaitu se-rangga yang perkembangan sayapnya terjadi di dalam badan.

Page 285: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Mengenal Gejala danPenyebab Penyakit pada Ulat Sutera… (Nurhaedah M.)

275

Selain itu ulat sutera fase dewasa dan pradewasa memiliki per-bedaan dalam bentuk tubuh, perilaku, dan makanan(Sunanto,2007).

Peralihan dari stadia ke stadia lainnya ditandai dengan berhen-tinya makan atau tidur dan setelah bangun tidur terjadi perganti-an kulit. Pada akhir instar (stadia) ulat akan membentuk kokon.Saat membentuk kokon larva berubah menjadi pupa sebelum ter-bentuk kupu-kupu. Terbentuknya pupa ditandai dengan adanyaekdisis, kulit pupa lunak dan berwarna kuning, tetapi 2-3 jam ke-mudian kulit menjadi keras dan berwarna coklat. Setelah pupamenjadi kupu-kupu selanjutnya kupu-kupu akan melakukan perka-winan dan yang betina menghasilkan telur.

Larva yang keluar dari telur berwarna kehitaman atau coklatgelap, berkepala besar, dan badannya masih tertutup bulu. Padahari kedua, badan ulat bertambah gemuk, berwarna kehijauandan bulu-bulunya lepas. Setelah berhenti makan, larva memasukimasa istirahat yang ditandai dengan pergantian kulit. Setelah per-gantian kulit larva memasuki instar kedua dan seterusnya mema-suki instar ketiga, keempat, dan kelima yang masing-masing ditan-dai dengan terjadinya pergantian kulit.

Lama periode hidup larva dari menetas sampai membentuk ko-kon hanya sekitar satu bulan, namun kecepatan pertumbuhan lar-va sangat tergantung dari temperatur dan kelembaban. Batastemperatur untuk pertumbuhan adalah lebih tinggi dari 10oC danlebih rendah dari 28oC. Pertumbuhan biasanya lebih cepat padatemperatur yang lebih tinggi. Menjelang menjadi kokon, badanlarva sedikit berkurang besarnya, kotorannya menjadi lunak danbagian badan mulai nampak transparan. Selain itu larva berhentimakan dan mulai berputar-putar dengan mengangkat kepala danbadannya serta pada mulutnya keluar serat sutera.

Kupu-kupu atau ngengat yang terbentuk dari pupa memiliki ti-ga bagian tubuh yang terdiri dari kepala, thorax, dan abdomenyang semuanya ditutup oleh sisik yang bertumpuk. Di bagian ke-pala terdapat antena, mandibula, maksilla, labium, dan labrum.Pada kepala terdapat mata majemuk.

Selama jangka waktu periode hidup tersebut pertumbuhan ulatsutera sangat pesat sehingga jika dibandingkan berat ulat seharisebelum membuat kokon adalah sekitar 10.000 kali berat yangbaru lahir.

Page 286: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

276

Pertambahan berat tubuh ulat sutera yang normal sangat pesatpada masa larva. Pertambahan berat terjadi pada setiap instar,terutama instar kelima. Larva mencapai berat maksimum pada 1atau 1,5 hari sebelum mengokon, berat tubuh menjadi 10.000-12.000 kali berat larva yang baru menetas. Berat larva betina padainstar kelima lebih besar dibanding yang jantan. Panjang larvamenjadi maksimum 25 kali, sedangkan lebar larva menjadi 20 kali.Pola penambahan berat organ berbeda-beda tergantung tahapperkembangan. Kelenjar sutera tumbuh sangat cepat pada larvainstar kelima (Atmosoedarjo et al., 2000).

III. PENGERTIAN PENYAKIT, GEJALA, DAN GANGGUAN LAIN

Suatu individu dikatakan dalam keadaan sakit apabila dalamindividu tersebut terjadi perubahan fisiologis, yang merupakanakibat dari penyebab penyakit. Untuk dapat mengetahui apakahindividu tersebut dalam keadaan sehat atau sakit, maka terlebihdahulu harus mengetahui, baik ciri-ciri atau penampilan secaraumum individu yang sehat maupun gejala-gejala individu yang sa-kit. Pengetahuan tentang gejala secara umum dapat membantuuntuk mendeteksi apakah individu tersebut dalam kondisi sakit.

Gejala sakit merupakan pemunculan dari suatu keadaan yangtidak normal atau adanya kelainan dari organ tubuh atau fungsi-nya (Wordpres, 2011).

Gangguan pada ulat sutera dapat berupa gangguan dari dalamtubuhnya sendiri dan faktor gangguan dari luar tubuhnya. Untukdapat melindungi gangguan yang berasal dari luar tubuh, tubuhmemiliki kemampuan untuk menolak penyebab gangguan terse-but. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tanadadan Kaya (1993) yang menyatakan bahwa sistem pertahanan se-rangga juga mampu mengenal sel asing yang masuk dalam tubuh-nya seperi cendawan, yaitu dengan cara memperbanyak sel-selyang bersifat fagositosis, sehingga sel-sel ini akan memakan ben-da-benda asing yang masuk dan melisisnya (lisis adalah istilah bio-logi yang berarti peristiwa hancurnya sel karena selaput plasma-nya rusak, hancur atau larut dan isi selnya keluar) sehingga cenda-wan tidak berkembang dalam tubuh serangga. Kemampuan

Page 287: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Mengenal Gejala danPenyebab Penyakit pada Ulat Sutera… (Nurhaedah M.)

277

individu untuk menolak penyakit, sangat bergantung dari bebera-pa faktor (Wordpres, 2011) antara lain:- Kehidupan pada masa embrional- Kehidupan setelah menetas- Adanya zat penolak yang diwariskan oleh induknya- Keadaan lingkungan tempat individu tumbuh- Tersedianya makanan secara kualitatif dan kuantitatif- Adanya sifat bawaan dari induknya (genetis)

Ulat sutera adalah jenis serangga yang dipelihara secara massaldalam ruang khusus sehingga menyerupai peternakan. Gejala pe-nyakit pada ulat sutera yang paling mudah diamati adalah peru-bahan fisiologi berupa tidak ada atau kurangnya nafsu makan danjumlah makanan yang dikonsumsi. Hampir semua jenis penyakitakan ditandai oleh berkurangnya nafsu makan. Hal ini disebabkankarena pengaruh kondisi tubuh yang tidak normal atau tidak nya-man.

IV. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENYAKIT ULATSUTERA

Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya se-rangan penyakit pada ulat sutera. Institut Pertanian Bogor (2007)melaporkan bahwa penyebab penyakit pada ulat sutera dapat di-golongkan ke dalam dua bagian, yaitu penyakit amikrobial dan pe-nyakit akibat mikroba.

A. Penyakit Amikrobial

1. Penyakit yang disebabkan oleh faktor mekanis antara laingangguan pencernaan dan trauma akibat perlakuan kasar.

2. Penyakit yang disebabkan oleh faktor fisik antara lain suhutinggi atau suhu rendah, kelembaban udara, oksigen, radiasi.

3. Penyakit akibat bahan kimia antara lain insektisida, toksin daritanaman, toksin dari mikroba.

4. Penyakit akibat makhluk hidup antara lain parasitoid yang da-pat mempengaruhi metabolisme dan reproduksi ulat sutera.

5. Penyakit karena faktor genetika antara lain penyakit yang di-bawa secara menurun (herediter) misalnya tumor yang seringdibawa secara menurun, mutasi yang disebabkan oleh proses

Page 288: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

278

radiasi atau bahan kimia, seleksi genetika agar dapat mengha-silkan gen yang sesuai dengan keperluan manusia.

6. Penyakit yang disebabkan oleh faktor nutrisi antara lain keku-rangan asupan dan kualitas makanan, proses kelaparan (star-vation), nutrisi yang tidak seimbang.

7. Penyakit akibat metabolisme hormon: hormon yang mengaturmetabolisme tubuh, syaraf dan pertumbuhan.

B. Penyakit Akibat Mikroba

1. Virus

a. Grasserie (Nucleus Polyhedrosis Virus)

Penyakit ini disebabkan oleh virus Borrellina. Penyakit ini ter-jadi karena virus menyerang sel terutama inti dan merambat keplasma darah (hemolymph), akibatnya darah jadi keruh dan bilaterjadi pelukaan, pecah seperti bernanah. Ulat sutera yang terse-rang penyakit grasserie biasanya tidak langsung mati. Gejala pe-nyakit tampak jelas pada saat menjelang pengokonan ataupun sa-at dipindahkan ke alat pengokonan, di mana ulat suteranya tidakmampu membentuk kokon bahkan berjatuhan ke lantai dengankondisi badan yang membengkak.

b. CPV (Ciytoplasmic Polyhedrosis Virus)

Penyakit ini disebabkan oleh virus Smithia. Menyerang sel pa-da saluran pencernaan, muncul terutama pada musim kemarau.Menurut Samsijah dan Kusumaputera (1974) dalamAtmosoedardjo et al. (2000), gejala serangan pe-nyakit CPV dariluar hampir sama dengan penyakit flacheri. Gejala yang tampakumumnya adalah ulat menjadi tidak aktif dan kehi-langan nafsumakan. Selain itu pada kotoran larva terdapat nanah yangberwarna keputih-putihan.

c. FV (Infection Flacherie)

Penyakit ini disebabkan oleh virus marator. Gejala penyakitdapat dilihat dari proses molting atau proses ganti kulit menjaditidak seragam, diare, dan muntah.

Page 289: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Mengenal Gejala danPenyebab Penyakit pada Ulat Sutera… (Nurhaedah M.)

279

2. Cendawan

Jenis penyakit cendawan yang sangat merusak di SulawesiSelatan adalah penyakit Aspergillus dan penyakit Muscardine.Spora dari cendawan ini melekat dan berkembang biak pada kulitlarva dan kemudian masuk ke badan sampai masa inkubasi danberkembang. Larva yang mati karena serangan cendawan, selan-jutnya akan tumbuh hypa pada bagian luar badan sehingga ter-bentuk spora pada kulit yang selanjutnya akan merupakan sumberpenyakit. Menurut JICA (1985) penyakit cendawan juga dapat di-tularkan lewat mulut.

a. Penyakit Aspergillus

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Aspergillus oryzae.Cendawan ini dapat tumbuh dan berkembang pada kayu dan bam-bu yang digunakan dalam ruang dan alat-alat pemeliharaan, ulatmati, kotoran ulat, dan rak pemeliharaan. Penyakit ini dapat me-nyerang pada stadia ulat kecil maupun ulat besar. Larva yang ter-serang akan menjadi lembek dan mengeluarkan cairan pencerna-an sebelum mati. Selanjutnya akan tumbuh hypa yang berwarnaputih dan menutupi seluruh badan larva yang mati.

Gejala yang timbul dapat berupa: larva tidak mau makan, ba-dan tampak kaku berkilau dan lembek. Sekitar ekor menjadi coklatkehitaman dan larva tidak membesar (Ryu Choong-Hee, 1998)dalam (Atmosoedarjo et al., 2000).

b. Penyakit Muscardine

Penyakit ini terdiri dari tiga macam yaitu muscardine putiholeh Beauveria bassiana, muscardine hijau oleh cendawan Spica-ria prasiana, dan muscardine hijau oleh cendawan Isaria forinosa,vektor penyakit ini biasanya adalah serangga dari kebun murbei.

Gejala umum pada larva yang terserang penyakit ini adalahlarva menjadi kurang aktif, kurang nafsu makan, terdapat bintikhitam pada kulit terutama di bagian sisi perut. Dalam waktu 5-6jam setelah larva mati, badannya akan mengeras. Setelah dua haritubuh larva yang mati akan tertutup mycelia dan selanjutnya tu-buh larva akan mengeras seperti kapur tulis tetapi tidak membu-suk.

Page 290: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

280

3. Protozoa (Hewan Bersel Satu)

Protozoa yang hidup sebagai parasit pada serangga dan ba-nyak menyebabkan kerusakan pada ulat sutera adalah Microspo-ridia. Penyakit ini sangat berbahaya dibanding penyakit ulat lainkarena dapat mewabah sehingga menyebabkan kerugian total.

a. Penyakit Pebrin

Penyakit ini disebabkan oleh patogen yang disebut Nosemabombysis. Penyakit ini dapat menular lewat spora dan bagian tu-buh parasit yang telah membelah. Penularan dapat melalui ma-kanan di mana daun yang terkena spora pebrin termakan oleh lar-va. Ulat sutera stadia kecil (umur 1-10 hari) setelah menetas biasa-nya sangat peka. Bilamana penyakit ini menyerang induk, maka te-lur dan larva yang dihasilkan dari induk akan ikut tertular (transo-varial).

Menurut Atmosoedarjo et al. (2000) gejala umum pada ulatsutera yang terserang penyakit ini berbeda sesuai fase pertum-buhan, yaitu:1) Fase telur: bentuk telur tidak seragam, daya rekat untuk me-

nempel pada kertas telur lemah, persentase telur yang tidak di-buahi besar, telur menetas tidak seragam, dan butir-butir telurmenumpuk satu sama lain.

2) Fase larva: nafsu makan hilang, pertumbuhan larva tidak sera-gam, larva berwarna gelap, pertumbuhan lambat, adanya bin-tik-bintik coklat kehitam-hitaman pada permukaan tubuh larva,atau warna hitam di bagian kaki abdomen, larva berputar-putartetapi tidak membentuk kokon, pada serangan lebih lanjut tu-buh mengerut, pertumbuhan lambat, dan akhirnya mati.

3) Fase pupa: bagian abdomen membengkak dan lembek, warnapupa hitam, di bagian samping tempat bakal sayap, nampakbintik hitam.

4) Fase ngengat: ngengat terlambat keluar dari kokon, ngengatmemiliki sayap yang tidak lengkap bahkan ada ngengat yang ti-dak bersayap, sisik ngengat mudah rontok sehingga tubuh jaditidak bersisik, kemampuan bertelur sangat rendah.

Bila patogen ini hidup parasit pada indung telur, maka indungtelur tersebut akan terinfeksi. Apabila telur tersebut ditetaskan

Page 291: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Mengenal Gejala danPenyebab Penyakit pada Ulat Sutera… (Nurhaedah M.)

281

dan dipelihara oleh petani, maka akan terjadi kegagalan yang fa-tal karena penyakit ini cepat mewabah.

Kerusakan oleh penyakit pebrin terutama ditularkan melalui te-lur. Oleh karena itu, resiko penyakit tersebut dapat diperkecil bilatelur yang dipelihara petani bebas penyakit dan tersertifikasi.

4. Bakteri

Ulat sutera yang terserang bakteri biasanya terlihat pada larvamenjadi lemah, hilang keseimbangan dalam pergerakan, tubuh lu-nak, larva akan mati. Jarang sekali ulat sutera mati karena bakteri.Akan tetapi kalau kondisi pemeliharaan sangat buruk, ketahananulat sutera terhadap bakteri akan melemah sehingga metabolismemenurun. Tubuh ulat sutera menjadi lunak dan mengeluarkan ko-toran yang lembek (diare). Larva instar V biasanya mengalamidiare yang berbau busuk dan berwarna hitam.

Sunanto (2007) mengemukakan dua jenis penyakit yang dise-babkan oleh bakteri, yaitu:

a. Flanchery

Ciri-ciri ulat sutera yang terserang penyakit ini adalah nafsumakan berkurang dan kotoran tidak sempurna (mencret). Padatingkat serangan yang parah ulat akan rebah dan akhirnya mati.

b. Blood Poisoning

Ciri-ciri larva yang terserang adalah nafsu makan berkurangdan memuntahkan getah lambung yang disusul dengan menge-rutnya badan larva. Penyebabnya adalah bakteri yang memasukipembuluh darah dan berkembang dalam pembuluh darah.

5. Gangguan Lain

Gangguan lain dapat berupa semut, kadal, cicak, tikus, obat-obatan, dan manusia.

a. Semut

Semut dapat menyerang pada semua fase pada ulat sutera, ba-ik telur, larva, pupa/kokon. Semut yang menyerang telur ulat sute-ra menyebabkan telur kosong dan tidak menetas, sedangkan se-rangan pada fase larva akan menggigit bagian badan larva se-hingga larva yang terserang akan mati dan mengeluarkan darahatau cairan berwarna putih. Fase pupa atau kokon yang terserang

Page 292: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

282

semut menyebabkan kulit kokon jadi berlubang dan daya pintal ja-di berkurang. Selain itu pupa yang ada dalam kokon akan mati.b. Binatang Lain

Kadal, tikus, cicak juga dapat menyebabkan kerusakan. Kadaldan cicak hanya makan larva saja tetapi tikus selain makan larvajuga makan kokon. Tikus dapat diberantas dengan menggunakanlem pada kaki rak pemeliharaan, perangkap, dan racun tikus.

c. Obat-obatan

Keracunan ulat sutera dapat terjadi karena beberapa hal, anta-ra lain karena obat-obatan, insektisida pertanian dan tembakau.Ciri-ciri ulat sutera yang keracunan adalah kaku dan sering meng-gerak-gerakkan kaki dan badan.

Yung-Keun (1995) membagi penyebab penyakit pada ulat sute-ra atas dua bagian yaitu yang dapat menginfeksi dan tidak meng-infeksi sebagaimana Tabel 21.

Tabel 1. Klasifikasi penyebab penyakit pada ulat sutera

Kate

gori

peny

ebab

peny

akit

Tida

km

engi

nfek

si Arthropod Sting Poisoning Phisiologis- Exorista miasis- Acarid

- Euprosticsimilis

- Setorapostornata

Bahan kimiapertanian

Ailments

Men

ginf

eksi Virus Bakteri Cendawan Protozoa

-NVP-CPV-Flacherie-Densonucleosis

-Septicamia-Toxicosis-Digestivetrack

- Muscardine- Aspergilus- Miscella-

neous

-Pebrine-Miscella-neous

V. TEKNIK PENANGANAN

Perkembangan ulat sutera terdiri dari beberapa fase antara lain:telur, larva instar kecil, dan larva instar besar. Setiap fase memilikisifat yang berbeda dan beresiko tertular penyakit, sehingga me-merlukan penanganan yang berbeda. Fase larva membutuhkanwaktu yang lebih lama sehingga resiko terkena penyakit juga sa-

Page 293: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Mengenal Gejala danPenyebab Penyakit pada Ulat Sutera… (Nurhaedah M.)

283

ngat tinggi, termasuk interaksi dengan tanaman murbei sebagaipakan. Pemeliharaan ulat sutera biasanya dilakukan secara massal,sehingga penularan penyakit sangat cepat dan pengobatan sulitdilaksanakan apalagi secara individual. Proses penularan penyakitantar ulat sutera jauh lebih cepat daripada penyembuhan.

Sehubungan dengan hal di atas, maka beberapa tindakan pen-cegahan yang dapat dilakukan antara lain:

A. Fase Telur

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemilihan asal atau sum-ber telur/bibit ulat sutera yang akan dipelihara, misalnya denganmenggunakan telur yang bersertifikat, penanganan telur meng-ikuti proses atau anjuran dari pihak yang berwenang.

B. Fase Larva

Sebelum diadakan pemeliharaan perlu diperhatikan beberapahal, antara lain:1. Perencanaan desain ruang pemeliharaan yang mempertim-

bangkan berbagai faktor termasuk kontaminasi penyakit dansiklus udara, kemungkinan masuknya hewan pengganggu dankeamanan dari lingkungan sekitar serta kelengkapan peralatandalam ruang pemeliharaan.

2. Sanitasi ruang dan alat pemeliharaan.3. Kebersihan petugas meliputi tangan, tubuh, dan kaki.

Saat pemeliharaan larva berlangsung perlu diperhatikan bebe-rapa hal, antara lain:1. Pemisahan ruang pemeliharaan antara larva instar kecil dan

larva instar besar, sebagaimana dikemukakan oleh Nurhaedah(2006) bahwa larva instar kecil sangat peka terhadap penyakitsehingga perlu dipelihara dalam ruang khusus yang disebutUnit Pemeliharaan Ulat Kecil (UPUK).

2. Jumlah larva yang dipelihara hendaknya disesuaikan dengankapasitas ruang pemeliharaan. Ruang pemeliharaan yang terla-lu padat dapat memicu terjadinya penyakit.

3. Prosedur pengambilan pakan dan pemberian pakan.4. Prosedur pembuangan kotoran ulat beserta sisa daun dan ran-

ting mubei.

Page 294: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

284

5. Isolasi penyakit antara lain dengan membuang larva yang didu-ga terkena penyakit terutama bila yang menyerang adalah pe-nyakit yang menular dengan cepat.

C. Menjelang Pengokonan

Tahapan ini memerlukan perhatian khusus karena terkait jum-lah pakan yang dibutuhkan sudah berbeda dari biasanya, dan ciri-cirinya perlu diperhatikan sehingga ulat sutera dipindahkan tepatwaktu ke alat pengokonan.

Khusus untuk ulat sutera yang keracunan, menurut Atmosoe-darjo et al. (2000), teknik penanganan untuk ulat sutera yang ke-racunan adalah:1. Daun murbei yang terkena racun harus dibuang.2. Bila terjadi keracunan, ventilasi dibuka agar udara segar dapat

masuk ke ruang pemeliharaan.3. Menghindari pemeliharaan ulat sutera yang bersamaan dengan

pembungaan tanaman tembakau.4. Mencegah peralatan dan ruang pemeliharaan terkontaminasi

racun.5. Bila menggunakan bahan kimia di kebun murbei, harus dipilih

yang sesuai dengan standar keamanan.

VI. PENUTUP

Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan penyakit pada ulatsutera sangat merugikan secara ekonomi karena bukan halnyaberdampak pada saat terjadinya suatu penyakit, tetapi juga dapatmerupakan sumber inokulum penyakit pada periode usaha budi-daya berikutnya. Hal ini terutama terjadi pada penyebab penyakitdari jenis mikroba atau jasad renik. Informasi terkait gejala danpenyebab penyakit serta penanganannya diharapkan dapat mem-bantu dalam mengenal dan mendeteksi penyakit yang terjadi pa-da usaha budidaya ulat sutera secara dini, sehingga dapat meng-ambil langkah yang tepat dalam mengantipasi terjadinya seranganpenyakit yang merugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Agrisilk. (2010). Hama dan penyakit ulat sutera. Diunduh 21September 2011 dari http://www.agrisilk.com.

Page 295: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Mengenal Gejala danPenyebab Penyakit pada Ulat Sutera… (Nurhaedah M.)

285

Atmosoedarjo, S., Kartasubrata, J., Kaomini, M., Saleh, W., &Murdoko, W. (2000). Sutera alam Indonesia. Jakarta:Yayasan Sarana Wana Jaya.

Japan International Cooperatotion Agency. (1985). Buku peleng-kap audio-visual. Bogor: Proyek Pengembangan PersuteraanAlam di Indonesia.

Kusharto. (2007). Penyakit dan gangguan pada ulat sutera dantanaman murbei. Temu Usaha Persuteraan Alam di HotelMercure Makassar.

Nurhaedah. (2006). Pemeliharaan ulat sutera dengan sistem UPUK(Unit Pemeliharaan Ulat Kecil) di Desa Timusu KabupatenSoppeng. Majalah Wana Tropika, vol 2 (3) halaman 12-15.

Patandingan, A. (2011). Pengembangan persuteraan alam. BalaiPersuteraan Alam Sulawesi Selatan. Rapat Koordinasi Pe-ngembangan HHBK di Hotel Mercure Makassar.

Sunanto. H. (2007). Budidaya murbei dan usaha persuteraan alam.Yogyakarta: Kanisius.

Tanada, Y., & Kaya, H. S. (1993). Insect patology. Boston, London,Tokyo, Toronto: Academic Press, Inc.

Wordpres. (2011). Melaksanakan pencegahan penyakit (ModulAgribisnis Ternak Unggas) atugsmknkdm. Diunduh 21September 2011 dari http://www.Wordpres.com.

Yeun-Keun, L. (1995). Disease control and silkwor, Principles andpractices in sericulture. National Sericulture and EntomologyResearch Institute, Republic of Korea.

Page 296: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

287

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP SAGU SEBAGAI SUMBERPANGAN ALTERNATIF DI SULAWESI SELATAN1

Rini Purwanti, Nur Hayati, dan Abd. Kadir W.Balai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tanaman sagu sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahanpangan alternatif bagi masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Ka-bupaten Luwu dan Luwu Utara yang merupakan daerah penghasil sagu.Sagu mampu menghasilkan pati kering jauh melebihi sumber karbohidratlain seperti beras atau jagung. Tujuan penelitian ini adalah untuk me-ngetahui persepsi masyarakat terhadap sagu sebagai sumber pangan al-ternatif di Sulawesi Selatan. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Luwudan Luwu Utara, sebagai sentra penghasil sagu terbesar di Sulawesi Se-latan. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis deskriptifdan kuantitatif melalui tabulasi data sederhana, sedangkan untuk me-ngetahui persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan sagu sebagai ba-han pangan alternatif digunakan teknik scoring. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa secara umum tingkat persepsi masyarakat terhadap pe-manfaatan sagu sebagai salah satu alternatif pangan di Kabupaten Luwudan Luwu Utara tinggi. Hal ini dapat dipahami karena kedua kabupatentersebut merupakan sentra penghasil sagu di mana masyarakat umum-nya menggunakan sagu sebagai makanan pokok kedua setelah beras.Tingginya persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan sagu sebagai sa-lah satu alternatif pangan juga tergambar pada frekuensi masyarakat dikedua kabupaten tersebut dalam mengkonsumsi sagu. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa secara umum frekuensi masyarakat di kedua lokasipenelitian dalam mengkonsumsi sagu berada dalam kategori sering.

Kata kunci : Sagu, alternatif pangan, persepsi masyarakat

I. PENDAHULUAN

Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis danpenting. Di samping itu ketahanan pangan adalah bagian dari

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 297: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

288

ketahanan nasional yang saat ini dinilai paling rapuh. Pangan me-rupakan kebutuhan dasar manusia yang hakiki dan pemenuhankebutuhan pangan harus dilaksanakan secara adil dan merata ber-dasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinanmasyarakat seperti yang diamanatkan oleh UU No. 7 tahun 1996tentang Pangan. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan harus te-rus dilakukan mengingat peran pangan sangat strategis, yaitu ter-kait dengan pengembangan kualitas sumber daya manusia, keta-hanan ekonomi, dan ketahanan nasional sehingga ketersediaan-nya harus dalam jumlah yang cukup, bergizi, seimbang, meratadan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Saat ini jumlah penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari259 juta jiwa (Kompas, 2011) dengan laju pertumbuhan 1,8% pertahun (Pramudya, 2004 dalam Purnobasuki, 2011) yang mengaki-batkan kebutuhan pangan terus meningkat. Pemenuhan kebutuh-an pangan bagi penduduk di seluruh wilayah pada setiap saat se-suai dengan pola makan dan keinginan bukanlah pekerjaan yangmudah. Pada saat ini fakta menunjukkan bahwa pangan pokokpenduduk Indonesia bertumpu pada satu sumber karbohidratyang dapat melemahkan ketahanan pangan dan menghadapi ke-sulitan dalam pengadaannya. Masalah pangan dalam negeri tidaklepas dari beras dan terigu yang ternyata terigu lebih adoptif dari-pada pangan domestik seperti gaplek, beras jagung, sagu atau ubi-jalar, meskipun di beberapa daerah penduduk masih mengkon-sumsi pangan tradisional tersebut (Widowati et al., 2003 dalamPurnobasuki, 2011).

Potensi sumber daya wilayah dan sumber daya alam yang dimi-liki Indonesia memberikan sumber pangan yang beragam, baik ba-han pangan sumber karbohidrat, protein maupun lemak sehinggastrategi pengembangan pangan perlu diarahkan pada potensisumber daya wilayah dan sumber pangan spesifik.

Tanaman sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu tanamanpenghasil karbohidrat yang penting kedudukannya sebagai bahanmakanan sesudah padi, jagung, dan umbi-umbian. Potensi luashutan sagu di Indonesia kurang lebih 1.250.000 ha dan areal budi-daya sagu kurang lebih 148.000 ha, namun sampai saat ini belumdimanfaatkan secara maksimal. Sagu dapat tumbuh di daerah ra-wa atau tanah marginal (terbengkalai) di mana tanaman penghasil

Page 298: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Persepsi Masyarakat terhadapSagu sebagai Sumber Pangan Alternatif… (R. Purwanti, dkk.))

289

karbohidrat lainnya sukar untuk tumbuh dengan wajar (Budiono,2009).

Sagu sudah dimanfaatkan sebagi sumber utama karbohidratmasyarakat di beberapa wilayah nusantara seperti Sulawesi Se-latan, Riau, Maluku, dan Papua. Di Sulawesi Selatan sagu merupa-kan salah satu sumber karbohidrat dan bahan dasar dalam pem-buatan makanan tradisional daerah seperti kapurung, dange, ba-geak, sinole, cendol, dan lain-lain. Oleh karena itu apabila dikem-bangkan, sagu dapat menjadi salah satu sumber pangan alternatifyang dapat mengatasi masalah ketahanan pangan nasional.

Kearifan lokal masyarakat dalam mengkonsumsi sagu seharus-nya ditopang dengan kebijakan dan strategi serta upaya pemerin-tah agar dapat memperkaya cadangan komoditi pangan nasional.Namun yang terjadi saat ini sagu terkesan diabaikan dan seluruhrakyat Indonesia seoalah-olah harus makan beras. Hal ini telahmenimbulkan ketergantungan masyarakat yang tinggi terhadapberas.

Oleh karena itu perlu ada diversifikasi dalam pola makan ma-syarakat. Adapun diversifikasi tersebut sangat dipengaruhi olehtingkat pendapatan, pendidikan dan pengetahuan, serta keterse-diaan dan keterjangkauan. Dengan berkembangnya diversifikasipangan di daerah memberikan peluang bagi berkembangnya in-dustri hilir atau lanjutan berupa industri makanan, minuman, danindustri bioenergi. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk me-ngetahui persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan sagu seba-gai bahan pangan alternatif di Sulawesi Selatan.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) yaituSulawesi Selatan (Kabupaten Luwu dan Luwu Utara) sebagai salahsatu sentra produksi sagu.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioneruntuk mendapatkan data dari petani dan konsumen sagu.Peralatan yang digunakan adalah alat tulis dan alat pembantu lain-

Page 299: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

290

nya untuk melengkapi data yang diperlukan (alat perekam, ka-mera/handycam).

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dataprimer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wa-wancara langsung dengan responden terpilih. Data sekunder di-peroleh dari instansi terkait dengan pengusahaan tanaman saguantara lain Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Perindustriandan Perdagangan, dan kantor BPS.

D. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel menggunakan metode purposive secararandom sampling terhadap konsumen sagu yang ditemui pada sa-at penelitian.

Data/informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperolehdengan beberapa cara, yaitu:1. Observasi, yaitu melihat dan mengamati karakteristik respon-

den secara langsung sehingga dapat mengetahui kondisi obyekyang akan diamati dan diambil datanya.

2. Studi literatur, yaitu mendalami berbagai informasi penting se-perti literatur dan teori yang berkaitan data-data yang menun-jang penelitian ini.

3. Wawancara dan pengisian kuesioner, yaitu pengumpulan faktadan data dengan cara melakukan wawancara secara intensifdan mendalam dengan responden.

E. Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis deskriptifdan kuantitatif melalui tabulasi data sederhana, sedangkan untukmengetahui persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan sagu se-bagai bahan pangan alternatif digunakan teknik scoring.

III. POTENSI SAGU DI KABUPATEN LUWU DAN LUWU UTARA,SULAWESI SELATAN

Sagu adalah tanaman asli Indonesia, dan merupakan sumberpangan yang paling tua bagi masyarakat di berbagai daerah. Sagu

Page 300: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Persepsi Masyarakat terhadapSagu sebagai Sumber Pangan Alternatif… (R. Purwanti, dkk.))

291

diduga berasal dari Maluku dan Irian; karena itu sagu mempunyaiarti khusus sebagai pangan tradisional bagi penduduk setempat.Hingga saat ini belum ada data pasti yang mengungkapkan kapanawal mula sagu ini dikenal. Diduga, budidaya sagu di kawasanAsia Tenggara dan Pasifik Barat sama kunonya dengan pemanfa-atan kurma di Mesopotamia (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Di Kawasan timur Indonesia, sagu sejak lama dipergunakan se-bagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, seperti di Ma-luku, Papua, dan Sulawesi. Selain sebagai makanan pokok, sagujuga memiliki fungsi sosial ekonomi, bahkan memiliki fungsi adatdan budaya bagi masyarakat setempat (Haryanto dan Pangloli,1992).

Banyak dari para ahli memperkirakan bahwa pusat dan asalsagu (Metroxylon sp.), khususnya Metroxylon rumphii Martius danMetroxylon sagus Rottbol adalah Maluku dan Papua. Perkiraan iniberdasarkan penemuan hutan sagu yang luas di daerah tersebut,yang terdiri dari kedua spesies di atas dan jenis lain yang hampirmirip dengan spesies tersebut (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Di Sulawesi Selatan, sagu banyak ditemukan di Kabupaten Lu-wu dan Luwu Utara. Selain itu, sagu juga merupakan makanan po-kok kedua setelah beras oleh masyarakat suku Luwu. Bahkan diKabupaten Luwu Utara, pohon sagu merupakan maskot di daerahtersebut yang berarti simbol “Kerukunan, Kekokohan, dan Kete-garan Masyarakat Luwu Utara”.

Sagu mempunyai banyak kegunaan, di mana hampir semuabagian tanaman mempunyai manfaat tersendiri. Batangnya dapatdimanfaatkan sebagai tiang atau balok jembatan, daunnya sebagaiatap rumah, pelepahnya untuk dinding rumah, dan acinya sebagaisumber karbohidrat (bahan pangan) dan untuk industri (Haryantodan Pangloli, 1992). Aci sagu dapat diolah menjadi berbagai jenismakanan, baik makanan pokok maupun makanan ringan. Oleh ka-rena itu, tanaman sagu memegang peranan penting dalam peng-anekaragaman makanan untuk menunjang stabilitas pangan danberpeluang untuk dikembangkan menjadi usaha industri rumahtangga. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan keteram-pilan masyarakat Papua dapat menopang keberhasilan pengem-bangan industri rumah tangga berbasis sagu. Untuk itu, pelatihandan alih teknologi perlu mendapat perhatian. Peningkatan kete-rampilan masyarakat dalam hal mengolah dan memanfaatkan

Page 301: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

292

sagu di daerah Luwu juga telah mendapat perhatian dari peme-rintah setempat. Hal ini ditandai dengan diadakannya kegiatanpelatihan khusus untuk masyarakat guna peningkatan keterampil-an masyarakat dalam hal mengelola sumber daya alam khususnyasagu.

Produksi sagu dari tahun ke tahun semakin berkurang seiringdengan semakin berkurangnya luas lahan, baik di Kabupaten LuwuUtara dan Luwu. Di Kabupaten Luwu Utara, sejak tahun 2005-2008 terjadi pengurangan lahan sebesar ± 15,45 ha/tahun sedang-kan di Kabupaten Luwu, sejak tahun 2006-2007 terjadi peningkat-an lahan sagu seluas ± 10 ha. Semenjak terjadi pemekaran daerahpada tahun 2008, maka luas lahan sagu semakin berkurang akibatadanya perubahan fungsi lahan menjadi kebun, sawah, pemukim-an, areal perkantoran, terminal, pelebaran jalan, dan lain-lain. Halini jelas sangat mempengaruhi jumlah produksi sagu. Sejak tahun2005-2008, di Kabupaten Luwu Utara terjadi penurunan produksisagu sebesar ± 2.638,42 ton/tahun dan di Kabupaten Luwu, sejaktahun 2007-2008 terjadi penurunan sebesar ± 1.300,6 ton/tahun(BPS, 2009).

Penurunan jumlah produksi sagu selain disebabkan karenajumlah lahan yang semakin berkurang, juga disebabkan oleh tidakadanya proses penanaman kembali pohon sagu yang telah dite-bang. Sementara untuk mendapatkan pati dari sebatang pohonsagu dibutuhkan waktu yang cukup lama yaitu ± 10-15 tahun. Pe-tani merasa tidak perlu untuk melakukan penanaman kembali po-hon sagu karena pohon sagu bisa memperbanyak anakan melaluitunas. Hal inilah yang membuat masyarakat terlena dan mengam-bil terus sagu tanpa adanya upaya peremajaan. Di samping itu,perhatian pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan juga sangatkurang dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Sela-in itu, kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan ta-naman sagu ini juga masih sangat kurang (Purwanti et al., 2010).

Sebagai penghasil sari pati terbesar tanaman sagu menjanji-kan produksi pati sepanjang tahun. Setiap batang bisa mempro-duksi sekitar 200 kg tepung sagu basah per tahun, atau 25-30 tonper ha. Usia tanaman sagu ini sekitar 7-10 tahun untuk bisa dipa-nen.

Tanaman sagu juga cocok untuk dikembangkan di daerah-da-erah marginal seperti daerah rawa dan gambut. Dengan demikian

Page 302: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Persepsi Masyarakat terhadapSagu sebagai Sumber Pangan Alternatif… (R. Purwanti, dkk.))

293

pengembangan sagu pada lahan itu tidak hanya menguntungkansecara ekonomis, namun juga dari aspek ekologis.

Dibandingkan dengan mengubah lahan gambut atau rawamenjadi sawah, akan lebih menguntungkan jika dikembangkan un-tuk kebun sagu. Pembukaan lahan gambut atau rawa menjadi la-han persawahan biayanya sangat tinggi, tidak sebanding denganperolehannya.

IV. PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP SAGU SEBAGAI SUMBERPANGAN ALTERNATIF

A. Pengertian Persepsi

Masyarakat memiliki cara pandang sendiri mengenai sesuatuhal. Cara masyarakat memandang sesuatu hal tersebut dapat di-artikan sebagai persepsi. Leavitt (1978) menyatakan pengertianpersepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, bagai-mana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luasialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang me-mandang atau mengartikan sesuatu. Hal tersebut juga berarti bah-wa setiap orang menggunakan kacamata sendiri-sendiri dalammemandang dunianya.

Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atauhubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan infor-masi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2005). Atkinson dan Hil-gard (1991) sebagaimana dikutip oleh Hadi (2001) menyatakanbahwa sebagai suatu cara pandang atau penilaian, persepsi terma-suk proses komunikasi yang timbul karena adanya respon terha-dap stimulus.

Sementara menurut Mayo (1998) sebagaimana dikutip olehSuharto (2005), masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, ya-itu: (1) masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebu-ah wilayah geografi yang sama, dan (2) masyarakat sebagai “ke-pentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkankebudayaan dan identitas. Persepsi masyarakat yang dimaksudkandalam penelitian ini adalah persepsi beberapa individu yang di-anggap dapat mewakili masyarakat lainnya dalam wilayah yang sa-ma.

Page 303: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

294

B. Produk-produk Olahan Berbahan Dasar Sagu

Tanaman sagu sangat potensial untuk dikembangkan sebagaibahan pangan alternatif bagi masyarakat Indonesia, khususnya didaerah Kabupaten Luwu dan Luwu Utara yang merupakan daerahpenghasil sagu. Sagu mampu menghasilkan pati kering hingga 25ton/ha, jauh melebihi beras atau jagung. Menurut BPPT, kadar pa-ti kering dalam sagu di atas kandungan pati beras yang hanya 6ton/ha, pati kering jagung hanya 5,5 ton (Admin, 2008).

Di Indonesia, penggunaan tepung sagu secara umum sebenar-nya sudah tidak asing lagi, apalagi bagi masyarakat di KabupatenLuwu dan Luwu Utara. Masyarakat di daerah ini biasanya meng-olah sagu menjadi berbagai makanan, yaitu bagea, kapurung, da-nge, sinole, ongol-ongol, cendol, dan lain-lain.

Bagea merupakan kue kering yang bahan baku utamanya ber-asal dari tepung sagu yang sudah kering. Bagea merupakan oleh-oleh khas dari daerah Luwu. Kapurung juga merupakan makanankhas dari daerah Luwu yang di daerah Maluku biasanya dikenaldengan nama Papeda. Kapurung biasanya dikonsumsi bersamalauk pauk yang berfungsi sebagai bumbu, seperti sayur-sayuran,ikan, dan daging. Dange biasanya dikonsumsi oleh masyarakat ter-utama di sekitar daerah pesisir. Dange berbentuk lembaran-lem-baran persegi empat yang tipis dan biasanya dimakan dengan ikan.Adapun ongol-ongol berbeda dengan produk pangan tradi-sionalsagu yang lain. Ongol-ongol tidak dapat disimpan lama danbiasanya dibuat pada saat hendak dikonsumsi. Selain itu saguyang digunakan adalah aci sagu yang lebih basah seperti aci saguyang baru saja diangkat dari tempat pengendapan.

Selain sebagai bahan pangan, sagu juga dapat digunakan seba-gai bahan baku berbagai macam industri seperti industri pangan,industri perekat, industri kosmetika, dan berbagai industri kimia.Dengan demikian pemanfaatan dan pendayagunaan sagu dapatmenunjang berbagai macam industri, baik industri kecil, mene-ngah maupun industri teknologi tinggi.

Selain sebagai bahan baku pembuatan makanan tradisional, sa-gu juga sudah dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatanroti, biskuit, mie (noodle), sohun, kerupuk, hunkue, bihun, dan se-bagainya (Haryanto dan Pangloli, 1994). Tepung sagu juga diguna-kan sebagai bahan campuran produk mie, soun, roti, dan bakso di

Page 304: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Persepsi Masyarakat terhadapSagu sebagai Sumber Pangan Alternatif… (R. Purwanti, dkk.))

295

Indonesia. Banyak negara maju yang tidak memiliki hutan sagu,seperti Jepang dan Belanda, sangat berminat mengembangkan ko-moditas asli Indonesia ini. Hal ini disebabkan, dari aspek nilai gizi,tepung sagu mempunyai beberapa kelebihan dibanding tepungdari tanaman umbi atau serelia. Menurut Balai Besar Penelitiandan Pengembangan Pasca Panen Departemen Pertanian, tanamansagu mengandung pati tidak tercerna yang penting bagi kesehatanpencernaan (Admin, 2008).

Berdasarkan komposisi kimianya, aci sagu sebagian besar terdi-ri atas karbohidrat sama halnya dengan tapioka, terigu, tepung be-ras, maizena, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa aci sagudapat digunakan sebagai bahan untuk membuat produk-produktersebut di atas, baik sebagai bahan substitusi maupun sebagaibahan utama, tergantung dari jenis produknya.

C. Persepsi Masyarakat

Tingkat persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan sagu se-bagai alternatif pangan (sumber karbohidrat) di Kabupaten Luwudan Luwu Utara dibagi dalam dua kategori yang didasarkan padaskor total yang diperoleh responden yaitu persepsi tinggi dan ren-dah. Persepsi masyarakat dinilai rendah jika skor total yang diper-oleh berkisar antara 0-6, dan dinilai tinggi jika skor total yang di-peroleh berkisar antara 7-13. Tingkat persepsi masyarakat terha-dap pemanfaatan sagu sebagai salah satu alternatif pangan di Ka-bupaten Luwu dan Luwu Utara disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan sagu seba-gai salah satu alternatif pangan di Kabupaten Luwu dan LuwuUtara

Tingkatpersepsi masyarakat

LokasiTotalKabupaten

LuwuKabupatenLuwu Utara

N % N % N %Rendah 26 43 13 22 39 32Tinggi 34 57 47 78 81 68

60 100 60 100 120 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa secara umum tingkat persepsimasyarakat terhadap pemanfaatan sagu sebagai salah satu

Page 305: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

296

alternatif pangan di Kabupaten Luwu dan Luwu Utara tinggi. Halini dapat dipahami karena kedua kabupaten tersebut merupakansentra penghasil sagu di mana masyarakat umumnya mengguna-kan sagu sebagai makanan pokok kedua setelah beras.

Tingginya persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan sagu se-bagai salah satu alternatif pangan juga tergambar pada frekuensimasyarakat di kedua kabupaten tersebut dalam mengkonsumsisagu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum frekuensimasyarakat di kedua lokasi penelitian dalam mengkonsumsi saguberada dalam kategori sering. Frekuensi masyarakat dalam meng-konsumsi sagu di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Frekuensi masyarakat dalam mengkonsumsi sagu di KabupatenLuwu dan Luwu Utara

Frekuensimengkonsumsi sagu

LokasiTotalKabupaten

LuwuKabupatenLuwu Utara

Jml % Jml % Jml %Kadang kadangSeringSering sekali

281913

46,731,721,7

32730

5,045,050,0

314643

25,838,335,8

Catatan: kadang-kadang = 1x dalam satu bulansering = 1x dalam satu minggusering sekali = hampir setiap hari

Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan frekuensimengkonsumsi sagu di kedua lokasi penelitian. Di Kabupaten Lu-wu Utara persentase masyarakat dengan frekuensi sering dan se-ring sekali mengkonsumsi sagu lebih tinggi jika dibandingkan de-ngan Kabupaten Luwu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fre-kuensi masyarakat dalam mengkonsumsi sagu dibagi dalam tigakategori yaitu kadang-kadang (sebulan sekali), sering (sekali se-minggu), dan sering sekali (hampir setiap hari).

Tingginya persentase masyarakat yang sangat sering mengkon-sumsi sagu di Kabupaten Luwu Utara disebabkan karena sagu bagisebagian besar masyarakat (85%) merupakan makanan pokok me-reka yang kedua setelah beras. Masyarakat di Kabupaten Luwu ha-nya sekitar 35% saja yang menjadikan sagu sebagai makanan po-kok kedua selain beras.

Page 306: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Persepsi Masyarakat terhadapSagu sebagai Sumber Pangan Alternatif… (R. Purwanti, dkk.))

297

Penggunaan sagu sebagai bahan pangan dapat mempengaruhipola konsumsi beras. Sebanyak 72% masyarakat di Kabupaten Lu-wu menyatakan bahwa tingkat konsumsi beras mereka menjadiberkurang setelah mengkonsumsi sagu dalam sehari. Demikianhalnya dengan masyarakat di Kabupaten Luwu Utara, sebanyak85% juga menyatakan hal yang sama.

Alasan bagi masyarakat mengapa mengkonsumsi sagu ber-beda-beda di setiap lokasi kajian. Masyarakat di Kabupaten Luwudan Luwu Utara umumnya mengkonsumsi sagu dengan alasan ra-sanya enak, sudah merupakan kebiasaan secara turun-temurun,harganya terjangkau, sebagai pengganti nasi, dan bahan baku mu-dah di dapat dengan persentase masing masing dapat dilihat padaTabel 3.

Tabel 3. Alasan masyarakat dalam mengkonsumsi sagu di KabupatenLuwu dan Luwu Utara

Alasan mengkonsumsi saguPersentase (%)

KabupatenLuwu

Kabupaten LuwuUtara

Rasanya enak 32 33Kebiasaan turun-temurun 32 10Bahannya mudah didapat 20 26Harganya terjangkau 3 11Pengganti nasi 13 20

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa alasan mengkonsum-si sagu yang terbanyak dinyatakan oleh masyarakat adalah adalahkarena rasanya enak dan sudah merupakan kebiasaan turun-te-murun dari orang tua mereka. Sementara jika suatu saat terjadikrisis beras, sebagian besar masyarakat di Kabupaten Luwu (75%)dan Luwu Utara (100%) menyatakan bahwa sagu dapat dijadikansebagai alternatif pangan pengganti beras.

Sebanyak 63% masyarakat di Kabupaten Luwu telah melaku-kan upaya diversifikasi dalam pengolahan. Demikian halnya de-ngan masyarakat di Kabupaten Luwu Utara sebanyak 88% telahmelakukan diversifikasi produk sagu. Produk sagu yang umumnyadikonsumsi oleh masyarakat yang berfungsi sebagai pengganti na-si adalah kapurung dan dange.

Page 307: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

298

D. Alasan Memilih Sagu Sebagai Bahan Pangan Alternatif

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, ada bebera-pa orang responden yang menyatakan suka dan ada juga yang me-nyatakan tidak suka mengkonsumsi sagu. Alasan suka/tidak sukaini yang menjadi dasar dalam keputusan mengkonsumsi sagu. Ber-dasarkan penelitian, terdapat responden yang mengkonsumsi sa-gu hanya karena faktor kebiasaan. Hal ini banyak dijumpai di da-erah Luwu Utara yang hampir tiap hari masyarakatnya mengkon-sumsi sagu. Kebiasaan makan sagu ini sudah ada sejak dari nenekmoyang mereka. Apabila satu hari saja tidak makan sagu merekamerasa “haus”. Permintaan sagu akan meningkat apabila menje-lang bulan Ramadhan karena mereka menjadikan kapurung seba-gai makanan pembuka puasa. Bahkan setiap kali ada pesta atauupacara adat selalu ada menu makanan berbahan baku ini.

Masyarakat di Kabupaten Luwu Utara, hampir tiap hari meng-konsumsi sagu, sedangkan masyarakat di Kabupaten Luwu tidak.Hal ini mengindikasikan bahwa semakin jauh lokasi asal sagu, ma-syarakatnya cenderung jarang mengkonsumsi sagu karena bahanbaku sagu terbatas dan sulit mendapatkannya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa di Kabupaten LuwuUtara masyarakatnya menjadikan sagu sebagai makanan pokokwalaupun ada kecenderungan berkurang apabila pihak pemerin-tah tidak menggalakkan program diversifikasi makanan pokok. Halini juga terjadi karena semakin menyempitnya areal tanaman sa-gu. Lahan-lahan sagu banyak yang dikonversi menjadi lahan perke-bunan, jalan, perumahan, dan perkantoran. Apabila dibiarkantanpa adanya usaha rehabilitasi dan pembudidayaan sagu secaraintensif dapat menyebabkan pohon-pohon sagu akan punah dansemakin sulit dijumpai sehingga sagu akan menjadi sumber karbo-hidrat yang mahal dan langka di pasaran. Hal ini tentunya akansemakin menambah ketergantungan kita pada beras sehingga pa-da gilirannya akan mengancam ketahanan pangan nasional.

Page 308: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Persepsi Masyarakat terhadapSagu sebagai Sumber Pangan Alternatif… (R. Purwanti, dkk.))

299

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sagu banyak ditemukan di Kabupaten Luwu dan Luwu Utaradan merupakan makanan pokok kedua setelah beras oleh ma-syarakat Suku Luwu.

2. Sagu dapat diolah menjadi bagea, kapurung, dange, ongol-ongol, sinole, cendol, dan sebagai bahan baku pembuatan ma-kanan tradisional, serta bahan baku pembuatan roti, biskuit,mie (noodle), sohun, kerupuk, hunkue, bihun, dan sebagainya.

3. Tingkat persepsi masyarakat terhadap sagu sebagai alternatifpangan adalah tinggi. Hal ini dapat dipahami karena kedua ka-bupaten tersebut merupakan sentra penghasil sagu di manamasyarakat umumnya menggunakan sagu sebagai makananpokok kedua setelah beras.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penyuluhan sehingga pemahaman masyarakatlebih meningkat bahwa sagu merupakan salah satu alternatifpangan yang dapat berfungsi sebagai makanan pokok penggan-ti beras dan bukan karena faktor kebiasaan semata.

2. Perlu dilakukan upaya diversifikasi produk olahan berbahan da-sar sagu untuk lebih meningkatkan minat dan selera masyara-kat dalam mengkonsumsi sagu sehingga ketergantungan ma-syarakat terhadap beras dapat dkurangi.

3. Upaya budidaya tanaman sagu di masyarakat perlu dikembang-kan untuk mencegah penurunan produksi sagu.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2008). Sagu, pangan olahan alternatif. In: Sagu, potensialperkaya keragaman tanaman). Diunduh 25 September 2011dari http://gaharumuda.wordpress.com/2008/11/19/sagu-pangan-olahan-alternatif/.

Badan Pusat Statistik. (2009). Kabupaten Luwu Utara Dalam Ang-ka. Masamba: Badan Pusat Statistik.

Page 309: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

300

Budiono, Anang. (2009). Sagu sebagai bahan bakar alternatifpenghasil etanol. Diunduh 19 Maret 2009 darihttp://www .RADARMERAUKE.COM.

Hadi, Purbathin, A. (2001). Hubungan antara komunikasi publikperusahaan dan sikap komunitas setempat (Kasus perusaha-an pertambangan di Nusa Tenggara Barat) (Tesis Pasca Sar-jana). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Haryanto, B., & Pangloli, P. (1994). Potensi dan pemanfaatan sa-gu. Jakarta: Penerbit Kanisius.

Kompas. 2011. Jumlah Penduduk Indonesia 259 Jutahttp://regional.kompas.com/read/2011/09/19/10594911/Jumlah.Penduduk.Indonesia.259.Juta. Diaksestanggal 30 Januari 2011

Purnobasuki, Hery, 2011. Potensi Buah Mangrove Sebagai Alter-natif Sumber Pangan. http://avicennia.guru-indonesia.net/artikel_detail-244.html. Diakses Tanggal 25 September2011.

Purwanti, R., N. Hayati, A. Kadir, 2010. Pengolahan dan Pemasar-an Sagu di Sulawesi Selatan. Prosiding Balai Penelitian Ke-hutanan Makassar. Makassar.

Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Re-maja Rosdakarya.

Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat MemberdayakanMasyarakat; Kajian Strategis Pembangunan KesejahteraanSosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Page 310: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

301

MODEL TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN SOCIAL FORESTRYDI KHDTK BORISALLO, KABUPATEN GOWA, PROVINSI SULAWESI

SELATAN1

Achmad Rizal HBBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Model teknologi dan kelembagaan social forestry di Kawasan HutanDengan Tujuan Khusus (KHDTK) Borisallo, Kabupaten Gowa, Provinsi Su-lawesi Selatan merupakan hasil dari serangkaian penelitian aksi. Peneli-tian dimaksud bertujuan meningkatkan keberdayaan masyarakat mela-lui program social forestry dalam aspek kelembagaan melalui pemben-tukan KTH (Kelompok Tani Hutan) dan aspek teknologi melalui pemba-ngunan demplot agroforestry pada lahan garapan KTH. Terdapat kera-gaman dalam proses kelembagaan pada empat KTH yang berdampakpada kondisi masing-masing demplot sebagai bentuk kegiatan produktifKTH. Sebagian besar (87,5%) masyarakat mendukung pengembanganprogram social forestry di KHDTK Borisallo, dengan tingkat pemahamanterhadap kelembagaan kemitraan berkisar 75-100%. Demplot yang di-kelola langsung oleh pemegang hak garap menunjukkan kondisi terbaikdengan persentase hidup tanaman tertinggi (45,9%), sebaliknya demplotyang dikuasakan kepada pihak lain menunjukkan persentase hidup ta-naman terendah (12,8%). Prediksi kondisional pendapatan petani setelahenam tahun penanaman berkisar Rp 28.534.000,- sampai dengan Rp102.722.000,- per hektar per tahun.

Kata kunci: Teknologi, kelembagaan, social forestry, demplotagroforestry, KTH, KHDTK

I. PENDAHULUAN

Sekalipun telah banyak bentuk kegiatan dan keterlibatan ma-syarakat dalam pengelolaan hutan, tetapi peran dan tanggung ja-wabnya dirasakan belum optimal dalam mendukung program hu-tan lestari dan masyarakat sejahtera. Social forestry sebagaibentuk pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat melalui

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 311: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

302

pemberian akses dan peran sebagai subjek, saat ini terus dikaji pe-nerapannya. Pendekatan tersebut antara lain dilakukan secarapartisipatif-kolaboratif dengan model kemitraan pemangku ke-pentingan, sebagaimana dikaji oleh Balai Penelitian KehutananMakassar di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Bo-risallo, yang mencakup aspek kelembagaan dan aspek teknologi.

Partisipasi masyarakat setempat telah dapat mewujudkan ke-giatan produktif pada lahan demplot agroforestry berdasarkan Su-rat Perjanjian Kerjasama (SPK) dan AD/ART masing-masing Kelom-pok Tani Hutan (KTH). Strategi pengembangan social forestry diKHDTK Borisallo, yaitu dengan mengoptimalkan dukungan peme-rintah, meningkatkan intensifikasi lahan dan kapasitas KTH, sertamengembangkan kelola usaha kemitraan yang lebih produktif de-ngan pemangku kepentingan lainnya. Penguatan kelembagaanmasyarakat dan pemantapan pola penggunaan lahan merupakandua hal yang saling menunjang dalam upaya peningkatan kesejah-teraan masyarakat (Bisjoe, 2008).

II. PENDEKATAN SOCIAL FORESTRY

Lokakarya Nasional Social Forestry 2002 antara lain mereko-mendasikan social forestry sebagai pintu masuk untuk pendemo-kratisasian pengelolaan sumberdaya hutan dan juga sebagai satuopsi pengelolaan hutan ke depan, dengan berdasar kepada enamprinsip social forestry, yakni: a. merupakan sistem pengelolaan hu-tan; b. untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. Un-tuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, khususnya sumber-daya hutan; d. menghormati dan mengakui keragaman inisiatif; e.mendorong proses kolaborasi multipihak; dan f. memerlukan du-kungan kebijakan pemerintah (CIFOR, 2003).

Sebagai satu di antara beberapa bentuk pendekatan dalam pe-ngelolaan hutan, social forestry bukan merupakan hal baru. Istilahtersebut sudah muncul dan digunakan sejak tahun 1970. Berbagaidefinisi tentang social forestry dan istilah lain yang sejalan pun te-lah dikemukakan, sebagai berikut :- Social forestry adalah sistem pengelolaan sumberdaya alam hu-

tan yang mendorong berlanjutnya fungsi-fungsi hutan dan men-jamin peningkatan kesejahteraan masyarakat (Awang, 2002).

Page 312: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Model Teknologi danKelembagaan Social Forestry di KHDTK Borisallo… (A. Rizal H.B.)

303

- Social forestry adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutanpada kawasan hutan negara dan atau hutan hak denganmelibatkan masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitrautama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatdan mewujudkan kelestarian hutan (Kementerian Kehutanan,2003 dalam Hakim, 2010).

Pada dasarnya berbagai definisi tentang social forestrymemuat dua aspek yang saling berkaitan dan tidak dapatdipisahkan satu sama lain dalam pendekatan pengelolaan hutan,yaitu kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat sekitarkawasan hutan. Oleh karena itu, social forestry dapat dipandangsebagai pendekatan konkrit untuk menata kembali pembangunankehutanan dan menghentikan laju kerusakan hutan dengan peranparapihak agar dapat terwujud kelestarian hutan dankesejahteran masyarakat yang bermukim di sekitar dan di dalamhutan.

Masyarakat sesungguhnya, baik dilibatkan maupun tidak, didalam memenuhi kebutuhan hidupnya telah berinteraksi denganhutan secara turun-temurun. Pada beberapa masyarakat, interaksitersebut bahkan berlangsung sampai sekarang. Dalam mengelolasumberdaya hutan, masyarakat telah memiliki danmengembangkan pengetahuan masing-masing yang disebutkearifan lokal (in-degenous knowledge). Banyak catatan yangtelah dilaporkan berkaitan dengan praktik-praktik olehmasyarakat tentang perpaduan tanaman pertanian dankehutanan pada satu hamparan lahan yang disebut agroforestry.Suharjito et al. (2003) menyebutkan bahwa agroforestry adalahpraktik yang sudah berlangsung lama di Indonesia, tetapi sebagaicabang ilmu pengetahuan, merupakan suatu hal yang baru.

Praktik-praktik agroforestry yang dilakukan oleh masyarakatselama ini pada umumnya belum mampu mengangkat taraf hidupmasyarakat, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh masyarakatdi bawah tegakan Eucalyptus pada areal KHDTK Borisallo. Kadir(2005) menyatakan bahwa permasalahan produktivitas lahan yangmasih rendah menjadi salah satu faktor kendala dalam usahameningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Sampaisaat ini masih dilakukan pengamatan terhadap pengembanganmodel agroforestry di areal KHDTK Borisallo melalui pengaturan

Page 313: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

304

proporsi tanaman sela di antara tanaman pokok (kehutanan),yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan yangdikelola dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraanmasyarakat.

Pada hutan rakyat, upaya peningkatan produktivitas lahan ti-dak terlepas dari persyaratan luas minimum lahan dan kerapatanminimum tanaman berkayu, sebagaimana dinyatakan dalam SKMenteri Kehutanan No. 41/Kpts-II/1997. Menurut SK tersebut, hu-tan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan ketentu-an luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih besar 50% dan atau jumlah tanaman pada tahun per-tama sebanyak minimal 500 pohon/ha. Persyaratan seperti ini ti-dak secara eksplisit disebut dalam SK Menhut No. 31/Kpts-II/2001tentang penyelenggaraan social forestry pada kawasan hutan ne-gara atau lazim dikenal sebagai Hutan Kemasyarakatan (HKm). Pa-da SK tersebut, HKm didefinisikan sebagai hutan negara dengansistem pengelolaan yang bertujuan untuk memberdayakan masya-rakat setempat tanpa mengganggu fungsi pokoknya. Hal ini me-nyiratkan adanya ruang bagi masyarakat untuk berusaha di dalamkawasan hutan dengan tetap mempertahankan fungsi hutan ter-sebut. Penentuan jarak tanam tertentu untuk tanaman pokok ke-hutanan dapat memberikan ruang bagi masyarakat untuk memeli-hara tanaman sela yang sesuai.

Suharjito et al. (2003) mengemukakan bahwa untuk pe-ngembangan agroforestry yang berkelanjutan diperlukan landasanberupa pemahaman tentang kelembagaan dan kebijakan. Membi-carakan kelembagaan pada dasarnya tidak terlepas dari tiga unsurpokok, yakni wadah, sumberdaya manusia, dan aturan main yangdisepakati. Kelembagaan dikatakan baik, jika tersedia unsur-un-sur: a). infrastruktur kelembagaan, b). penataan kelembagaan,dan c). mekanisme kelembagaan. Kelembagaan berperan pentingsebagai tulang punggung dalam sistem informasi yang bertumpupada masyarakat. Kelembagaan juga merupakan infrastruktur so-sial yang menghubungkan sumber-sumber informasi dengan pe-makai informasi, mengatur sistem pengambilan keputusan, me-nyepakati rencana tindak, menyelesaikan masalah/konflik, mela-kukan pemantauan dan kontrol publik.

Pada dasarnya terdapat tiga kelompok kelembagaan yangmerupakan unsur penggerak pembangunan, yaitu pemerintah

Page 314: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Model Teknologi danKelembagaan Social Forestry di KHDTK Borisallo… (A. Rizal H.B.)

305

(state), masyarakat (civil society), dan perusahaan swasta (privatesector). Tiga unsur tersebut perlu bersinergi satu sama lain dalamupaya mencapai tujuan bersama. Tiga pilar penggerak pemba-ngunan tidak selalu dijumpai secara lengkap ada dalam satukegiatan, misalnya di KHDTK Borisallo, sampai saat ini belum hadirpihak swasta (private sector). Kusumedi (2005) menyatakan perlu-nya pengembangan kemitraan yang lebih luas dengan melibatkanmitra usaha swasta (private sector) seperti perusahaan dan bank,sehingga ada kepastian pemasaran hasil usaha (keterjaminan pa-sar) dan permodalan untuk pengolahan lahan di bawah tegakanpada kawasan hutan.

Supriadi (2006) mengemukakan bahwa pengembangan kelem-bagaan social forestry di KHDTK Borisallo yang berbasis manaje-men multi pihak merupakan proses belajar dari setiap pemangkukepentingan dalam mengidentifikasi potensi, kebutuhan, dan ma-salah, dan solusi terbaik untuk menyelesaikannya berdasarkan ke-putusan bersama untuk semua dan disepakati secara bersama pu-la. Proses tersebut akan bersifat iteratif (berulang), dari proses be-lajar parapihak dalam memperlakukan KHDTK Borisallo hingga di-capainya pemanfaatan optimal dari potensi yang dimiliki (SDA danSDM), pemenuhan kebutuhan masing-masing pemangku kepen-tingan, dan penyelesaian masalah bersama. Resultan dari prosesiteratif tersebut memberikan sasaran akhir yang secara dinamismenjadikan masyarakat sejahtera dan hutan lestari sesuai denganfungsinya.

III. TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN SOCIAL FORESTRY DI KHDTKBORISALLO

Perkembangan KTH belum berjalan sebagaimana diharapkandalam AD/ART, karena belum semua anggota memahami kegiat-an kelompok. Hal ini menurut pengurus kelompok, disebabkanmasih kurangnya komunikasi antar anggota. Frekuensi pertemuankelompok masih rendah. Pertemuan kelompok dipahami sebataspertemuan formal, sehingga terkesan sulit dijalankan bila tidakada biaya. Kalau pertemuan informal dapat terjadi setiap minggu,karena kegiatan yang sama dalam kawasan. Namun, pertemuanseperti ini tidak dimanfaatkan untuk membicarakan keperluan ke-lompok.

Page 315: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

306

Pemahaman tugas oleh anggota kelompok masih terbatas pa-da pengurus dan anggota yang memiliki hubungan keluarga dankedekatan lahan garapan. Namun, tugas/kewajiban pokok sudahdiketahui oleh sebagian besar anggota, yaitu membersihkan,menanam, memelihara tanaman pada lahan garapan, mencegahdan menanggulangi kebakaran. Secara sederhana tugas yang di-pahami adalah menjaga tanaman hutan yang ada, sambil meman-faatkan lahannya untuk berkebun.

Setoran iuran anggota sebagaimana diatur dalam AD/ART be-lum berjalan, karena dipandang belum ada hasil dari pengem-bangan social forestry dan belum banyak manfaat yang diperolehanggota dari lembaga yang dibentuk. Biaya dan keperluan pendu-kung untuk pertemuan kelompok dan pembangunan demplotagroforestry, selama ini masih difasilitasi sebagai insentif oleh pe-ngelola KHDTK.

Adanya KTH dengan kegiatan produktif demplot agroforestrysejauh ini sudah mampu mengurangi gangguan terhadap KHDTK,seperti ternak lepas-liar, ancaman kebakaran, dan penebangan li-ar. Prosesnya dimulai dari penyadaran dan pemahaman kepen-tingan bersama dalam kawasan, selanjutnya potensi gangguanterutama yang bersifat eksternal (dari luar kawasan) dilaporkan keBPK Makassar melalui penanggungjawab harian KHDTK. Adapunyang bersifat internal (masyarakat dalam kawasan) pada umum-nya diselesaikan oleh kelompok sendiri dalam musyawarah, danmasih sebatas pemberitahuan dan peringatan. Mekanisme sanksidan denda sebagaimana diatur dalam AD/ART belum dapat dilak-sanakan, karena masih bersifat pembelajaran. Beberapa anggotakelompok berpendapat bahwa hal yang menyangkut pengelolaanlahan sudah perlu ditindak, seperti lahan yang tidak digarap dalamjangka waktu tertentu agar segera diambil alih oleh pengelolaKHDTK dan selanjutnya diserahkan kepada anggota lain yangmembutuhkan lahan garapan.

Pola kemitraan yang dibangun antara anggota KTH dengan pe-ngelola KHDTK Borisallo adalah sesuatu yang relatif baru bagi ma-syarakat setempat. Pola tersebut memberi arah, tahapan, dan ke-pastian bagi masyarakat dalam hal kelola kawasan, kelola kelem-bagaan, dan akhirnya diharapkan sampai kepada kelola usaha. Se-lanjutnya, pola kemitraan KTH – KHDTK dikembangkan berdasar-kan SPK kemitraan. Proses penyusunan draf SPK dilaksanakan me-

Page 316: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Model Teknologi danKelembagaan Social Forestry di KHDTK Borisallo… (A. Rizal H.B.)

307

lalui serangkaian FGD (focus group discussion) yang difasilitasioleh pengelola KHDTK bersama LSM pendamping. Selanjutnya di-lakukan finalisasi SPK dalam pertemuan pleno semua pemangkukepentingan dan diakhiri dengan penandatanganan SPK.

Keragaman proses kelembagaan KTH di KHDTK Borisallo ber-dampak pada kondisi demplot agroforestry sebagai bentuk kegiat-an produktif KTH. Persentase tumbuh tanaman setelah dua tahunpenanaman berkisar 12,8-45,9%. Dari Tabel 1 diketahui bahwademplot yang dikelola langsung oleh pemegang hak garap me-nunjukkan kondisi terbaik dengan persentase hidup tanaman ter-tinggi (45,9%), sebaliknya demplot yang dikuasakan kepada pihaklain menunjukkan persentase hidup tanaman terendah (12,8%).

Tabel 1. Persentase tumbuh tanaman pada demplot agroforestry diKHDTK Borisallo

Nama KTHPersen tumbuh (%)

pada tahun Keterangan2006 2007 2008

Batusompoa 100 61,8 45,9 Demplot dikelola sendiriBontoala 100 57,8 24,5 Demplot dikelola kelompokBontoparang 100 31,8 29,0 Demplot dikelola kelompokPu’rombo 100 24,8 12,8 Demplot dikuasakan kepada

orang lainSumber: Bisjoe, 2008

Bisjoe (2008) menyatakan bahwa pengelolaan demplot secaralangsung oleh petani pemegang hak garap akan lebih berhasil ka-rena adanya tanggung jawab penuh petani yang bersangkutan. Se-mentara itu, pengelolaan demplot secara kelompok menunjukkanpersentase tumbuh tanaman yang moderat karena ada perasaansaling mengharap di antara anggota, belum berjalannya pembagi-an tugas, dan kurangnya keterkaitan terhadap demplot yang bu-kan lahan garapannya sendiri. Demplot yang pengelolaannya di-kuasakan sepenuhnya kepada pihak lain yang bukan dari kelom-poknya, menunjukkan persentase tumbuh tanaman terendah,yang mengindikasikan bahwa perhatian terhadap demplot hanyaada, sepanjang masih tersedia insentif dari kegiatan penelitian so-cial forestry. Dapat dinyatakan bahwa penunjukan lahan demplotperlu dikaitkan dengan pemegang hak garap dan harus dikelola

Page 317: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

308

oleh petani yang bersangkutan agar ada yang bertanggungjawabpenuh terhadap keberhasilan tumbuh tanaman.

Pemahaman aspek teknologi pada umumnya masih perlu di-tingkatkan. Pengetahuan tentang SPK yang mendasari pemba-ngunan demplot pada keempat lahan garapan KTH, belum meratapada segenap warga KTH, masih terbatas pada pengurus KTH danpetani penggarap lahan demplot KTH saja. Namun demikian, te-lah tumbuh inisiatif masyarakat anggota KTH pengelola demplotuntuk melakukan kegiatan yang menunjang pemeliharaan dem-plot, mencakup pembuatan sekat bakar sekeliling luar pagar dem-plot, pemupukan dengan pupuk kandang, pemangkasan tanaman,perumputan dengan herbisida, penyulaman tanaman demplotserta penggantian tanaman jenis sengon dengan mahoni, berda-sarkan pertimbangan mahoni tidak disukai ternak sehingga lebihbesar peluang keberhasilannya. Sosialisasi SPK pada keempat KTHmenunjukkan perkembangan yang cukup beragam. Sekalipun ma-sih terbatas pada pengurus KTH dan petani penggarap lahan dem-plot saja, pada dasarnya pemahaman butir-butir substansi SPK su-dah baik, berkisar 75-100%, yang mencakup: a). maksud dan tu-juan diadakannya kemitraan; b). jangka waktu kemitraan; c). Sta-tus lahan garapan; d). perubahan status lahan; e). lokasi dan luaslahan garapan; f). penyiapan lahan garapan; g). pilihan jenis ta-naman dan jarak tanam; h). tugas dan tanggung jawab pihak yangbermitra; i). sistem tumpangsari; j). pemanenan hasil lahan garap-an; k). pemasaran hasil panen; l). pengamanan kawasan KHDTK;dan m). pengaturan tentang sanksi.

Sebagian besar masyarakat (87,5%) mendukung kegiatan socialforestry di KHDTK Borisallo, berdasarkan beberapa manfaat yangdiperoleh, antara lain: bantuan penyiapan lembaga KTH dan dem-plot (saprodi dan bibit tanaman), bebas dari pajak lahan garapan,dan tanpa bagi hasil karena seluruh hasil tanaman tumpangsari di-miliki sepenuhnya oleh penggarap. Bantuan tersebut dinilai mem-berikan peluang peningkatan pendapatan bagi anggota KTH. Se-bagian kecil masyarakat (12,5%) masih ragu-ragu dan memperta-nyakan keterhandalan program social forestry dalam meningkat-kan kesejahteraan masyarakat karena belum melibatkan semuawarga. Hal ini diduga disebabkan masih kurangnya penyebarluas-an maksud dan tujuan social forestry oleh pengurus KTH kepadaanggotanya masing-masing.

Page 318: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Model Teknologi danKelembagaan Social Forestry di KHDTK Borisallo… (A. Rizal H.B.)

309

AD/ART yang mendasari kelembagaan KTH dan SPK yang men-dasari kegiatan produktif KTH sesungguhnya dapat ditinjau kem-bali sesuai dengan perkembangan, sekalipun tidak lagi dalam kon-teks penelitian. Masyarakat berpendapat perlu adanya kelanjutanpengembangan program social forestry sekalipun penelitian sudahberakhir, dengan beberapa pertimbangan: a). kegiatan produktifbaru sebatas demplot agroforestry, belum berdampak kepada la-han garapan anggota KTH lainnya; b). kelola usaha masyarakat be-lum memberikan hasil nyata terhadap peningkatan pendapatanmasyarakat, karena prediksi keuntungan baru diperoleh enam ta-hun setelah penanaman.

Untuk penyiapan lembaga KTH dan kegiatan produktifnya be-rupa demplot agroforestry, mutlak diperlukan fasilitasi dari penge-lola KHDTK melalui kegiatan pengembangan mengingat besarnyabiaya yang diperlukan dan tidak adanya dana yang dimiliki petani.Pada Tabel 2 disajikan besarnya biaya fasilitasi kegiatan tersebutpada tahun pertama sampai dengan tahun keenam. Komponenbiaya pembangunan demplot agroforestry di areal KHDTK Bori-sallo dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu: a). biaya pembuat-an demplot meliputi persiapan lahan, pembuatan pagar, pembu-atan papan nama demplot, dan kelengkapan organisasi KTH; b).biaya pembuatan tanaman meliputi pembuatan lubang tanam,pemasangan ajir, pengadaan bibit, penanaman, dan pemupukan;c). biaya pemeliharaan meliputi pemeliharaan demplot, pembe-rantasan hama dan penyakit, pembuatan sekat bakar, pengadaansaprodi, dan penyulaman tanaman; dan d). biaya pemanenan me-liputi pemetikan buah dan kegiatan terkait pascapanen lainnya.

Tabel 2. Prediksi kondisional pendapatan petani demplot agroforestrypada KHDTK Borisallo (demplot @ 0,25 ha)

Sumber: Bisjoe, 2008

Page 319: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

310

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa untuk membuat demplotagroforestry dengan luas 1 ha, masyarakat harus meyediakan mo-dal yang cukup besar yaitu Rp 15.000.000,- pada tahun pertamauntuk pembuatan demplot, pembuatan tanaman, dan pemeliha-raan tanaman. Selain itu, masyarakat juga harus menyediakananggaran untuk biaya pemeliharaan di setiap tahunnya, dan setiapdua tahun sekali terdapat biaya peremajaan pagar pembatas dem-plot untuk melindungi tanaman di dalam demplot dari seranganhama seperti babi dan sapi. Pada saat tanaman mulai berproduksi,selain biaya pemeliharaan petani juga harus mengeluarkan biayauntuk pemanenan, sehingga jumlah biaya yang harus dikeluarkanberagam besarnya tergantung kegiatan tahunan.

Keberhasilan suatu kegiatan usahatani diukur dari jumlah pen-dapatan yang diperoleh petani dari usahatani tersebut. Pendapat-an usahatani dimaksud adalah seluruh nilai produksi usahatani di-kurangi dengan biaya-biaya produksi yang dikeluarkan. Pendapat-an usahatani petani meliputi pendapatan yang diperoleh dari hasilkebun di dalam demplot, yaitu dari tanaman kakao, kopi, petai,dan tanaman semusim yang diusahakan seperti jagung, ubi kayu,pisang, dan kacang tanah. Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pe-tani sudah dapat memperoleh hasil dari demplot agroforestry dariusaha tanaman semusim mulai dari tahun pertama. Sekalipun se-cara keseluruhan penerimaan pada tahun pertama bernilai negatifsehubungan dengan besarnya biaya pembangunan demplot, teta-pi biaya merupakan insentif dari pengelola KHDTK dan bukan danadari petani. Pada tahun keempat diharapkan tanaman sela (per-kebunan) sudah dapat dipanen dan oleh karena itu, terjadi pe-ningkatan pendapatan yang signifikan. Demikan pula halnya padatahun kelima dan keenam terus terjadi peningkatan yang disebab-kan peningkatan produksi tanaman. Komposisi pendapatan petanidemplot agroforestry (luas 0,25 ha) pada prediksi tahun keenam,disajikan pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa tanaman petai (Parkiaspeciosa) memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan,yaitu Rp 51.640.000,-/tahun (92,3%) dibanding jenis tanaman lain.Menurut Sunanto (1992) tanaman petai yang terawat baik dantumbuh di lapang tanpa naungan pada umur empat tahun telahdapat mulai berproduksi dan berproduksi penuh pada umur seki-

Page 320: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Model Teknologi danKelembagaan Social Forestry di KHDTK Borisallo… (A. Rizal H.B.)

311

tar 10 tahun. Tanaman petai dapat berproduksi sebanyak 4.000-5.000 buah per tahun. Selanjutnya, Sunanto (1992) menyatakanbahwa bila tanaman petai dapat menghasilkan 1.000 buah tiap ta-hun, sudah dianggap sangat memuaskan. Apabila jumlah tanamanpetai yang ditanam pada lahan demplot seluas 0,25 ha adalahsebanyak 40 pohon, maka produksi petai yang dihasilkan adalahsekitar 40.000 buah/tahun dengan asumsi pohon petai dapatmenghasilkan 1.000 buah/pohon. Jika harga jual petai di pasar se-besar Rp. 1.300,-/buah (lembar) dan diasumsikan tanaman petaiyang diusahakan berproduksi, maka rata-rata pendapatan petanipenggarap demplot di KHDTK Borisallo dari tanaman petai adalahsebesar Rp 51.640.000,-/tahun.

Tabel 3. Komposisi pendapatan petani demplot agroforestry pada tahunkeenam

No. Jenis komoditiRata-rata

pendapatan(Rp/tahun)

Persentase(%)

1. Kakao (Theobroma cacao L) 1.510.000 2,72. Kopi (Coffea robusta Lindl.ex de

willd)1.175.000 2,1

3. Petai (Parkia speciosa Hassk) 51.640.000 92,34. Jagung(Zea mays L) 336.000 0,65. Pisang (Musa paradisiaca) 447.000 0,86. Kacang tanah (Arachis hypogea) 447.000 0,87. Ubi kayu (Manihot utilissima) 390.000 0,7

Jumlah 55.945.000 100,0Sumber: Bisjoe, 2008

Selanjutnya, tanaman kakao (Theobroma cacao) memberikankontribusi terbesar kedua setelah petai yaitu Rp 1.510.000,-(2,7%). Tanaman kakao dapat berproduksi pada umur 4-5 tahundan dapat dipanen sepanjang tahun. Perkiraan jumlah produksitanaman kakao pada umur 4 tahun 250 kg/ha dan umur 5 tahunsebesar 500 kg/ha (Siregar et al., 2005). Hasil penelitian Kadir(2005) menunjukkan bahwa, rata-rata produksi tanaman kakaoper pohon adalah 0,47 kg buah basah/tahun (0,94 liter buah ke-ring/pohon/tahun) atau 321,33 kg buah basah/ha/tahun (1 kg bu-ah kakao basah = 2 liter buah kering). Dengan demikian, jumlahproduksi kakao dalam setahun sebanyak 642,66 liter buah kering/

Page 321: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

312

ha/tahun. Apabila jumlah tanaman kakao yang diusahakan dalamdemplot seluas 0,25 ha adalah sebanyak 210 pohon, maka pro-duksi yang dihasilkan adalah 98,7 kg buah basah/0,25ha/tahunatau 197,4 liter buah kering/0,25ha/tahun. Apabila harga jual ka-kao di pasar sebesar Rp 7.650,-/liter dan diasumsikan tanamankakao yang diusahakan berproduksi, maka rata-rata pendapatanpetani penggarap demplot di KHDTK Borisallo dari tanaman kakaoadalah sebesar Rp 1.510.000,-/tahun.

Tanaman kopi (Coffea sp.) memberikan kontribusi terbesar ke-tiga, yaitu sebesar Rp 1.175.000,- (2,1%). Tanaman kopi yang su-dah berproduksi dapat dipanen dua kali dalam setahun tetapi pe-riode pembungaan tanaman kopi di areal KHDTK Borisallo adalahsekali setahun. Tanaman kopi biasanya berbuah setelah tahun ke-4. Adapun kondisi optimal produksi tanaman kopi adalah padaumur 7-9 tahun dengan perkiraan produksi 500-1.500 kg/ha/ta-hun (Najiyati dan Danarti, 2004). Hasil penelitian Kadir (2005) me-nunjukkan rata-rata produksi tanaman kopi per pohon pada arealmodel agroforestry di KHDTK Borisallo adalah 0,68 lt atau 288,07lt/ha/tahun atau setara dengan 192,05 kg/ha/tahun (1 kg kopi ke-ring = 1,5 liter kopi kering). Apabila jumlah tanaman kopi yang di-tanam pada lahan demplot seluas 0,25 ha adalah sebanyak 90 po-hon, maka produksi kopi yang dihasilkan adalah 61,2 liter/0,25ha/thn atau setara dengan 40,8 kg/0,25ha/thn. Jika harga jual kopi dipasar sebesar Rp 19.200,-/liter dan diasumsikan tanaman kopiyang diusahakan berproduksi, maka rata-rata pendapatan petanipenggarap demplot di KHDTK Borisallo adalah sebesar Rp1.175.000,-/tahun.

Sementara itu, pendapatan petani dari hasil tanaman semusimtidak terlalu berbeda, yaitu untuk jagung, petani akan memper-oleh Rp 336.000,-/tahun (0,6%), pisang Rp 447.000,- (0,8%), ka-cang tanah Rp 447.000,- (0,8%) dan dari ubi kayu sebesar Rp390.000,- (0,7%). Rendahnya kontribusi tanaman semusim dise-babkan penanaman tidak dilakukan secara intensif, karena hanyauntuk keperluan konsumsi sehari-hari. Kalaupun ada hasil yang la-yak jual, hasil tersebut digunakan untuk keperluan sosial, sepertidimakan bersama pada saat penyiapan lahan atau menjamu ta-mu.

Dari pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa selain hak ga-rap atas lahan KHDTK, masyarakat juga menerima insentif dari pe-

Page 322: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Model Teknologi danKelembagaan Social Forestry di KHDTK Borisallo… (A. Rizal H.B.)

313

merintah berupa fasilitasi proses kelembagaan KTH dan pemba-ngunan demplot sebagai kegiatan produktif KTH yang biaya sepe-nuhnya berasal dari pengelola KHDTK melalui kegiatan penelitian.Sebagai timbal-balik, masyarakat secara sadar mengemban tugasdan tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga tanamankehutanan KHDTK yang berujung kepada terwujudnya kelestarianfungsi hutan. Oleh karena itu, penebangan tumbuhan berkayu, se-perti tanaman kehutanan dan tanaman MPTS menjadi kegiatanterlarang di areal KHDTK. Tanaman MPTS hanya boleh dipanenbuahnya. Sekalipun demikian, manfaat berkelanjutan tetap diper-oleh sepenuhnya oleh masyarakat berupa hasil usahatani yang di-kerjakannya pada demplot agroforestry tanpa perlu berbagi hasildengan pengelola KHDTK. Adapun manfaat yang diperoleh penge-lola KHDTK adalah terjaminnya fungsi dan status lahan KHDTK,serta terjaganya tanaman hutan.

IV. TEMU PEMANGKU KEPENTINGAN KHDTK BORISALLO

Sejalan dengan pendekatan penelitian yang bersifat partisipa-tif, progres hasil penelitian social forestry telah dipaparkan dalamtemu pemangku kepentingan KHDTK Borisallo yang mencakup: Di-nas Kehutanan Kabupaten Gowa, PT Inhutani I Unit Makassar, Pe-merintah Kelurahan Bontoparang, BPK Makassar (Seksi PelayananPenelitian, Tim Peneliti social forestry Borisallo, dan PengelolaKHDTK Borisallo), LSM Yasintu sebagai pendamping dalam proseskelembagaan KTH, dan perwakilan KTH di KHDTK Borisallo (KTHBatu Sompoa, KTH Bontoala, KTH Bontoparang, dan KTH Pu’ Rom-bo), dengan cakupan masalah, sebagai berikut:

A. Status KHDTK

Kawasan KHDTK merupakan areal penghara bahan baku PKG(Pabrik Kertas Gowa, 1970-1987), selanjutnya diserahkan kepadaPT Inhutani I untuk proyek HTI (1987-1994). Berdasarkan SK Men-hut No. 275/Kpts-II/1994, kawasan tersebut ditunjuk sebagai arealSPUC (Stasiun Penelitian Ujicoba) di bawah pengelolaan BPK Ma-kassar. Pada tahun 2004 digunakan terminologi KHDTK (KawasanHutan dengan Tujuan Khusus) berdasarkan SK Menhut No. 367/Menhut-II/2004. Sampai saat ini status KHDTK masih pada tahap

Page 323: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

314

penunjukan, belum penetapan. Hal-hal yang perlu ditindaklanjutioleh BPK Makassar adalah : luas definitif areal dan kejelasan sta-tus tanaman pada KHDTK yang masih diakui PT Inhutani sebagaiasetnya.

B. Permasalahan KHDTK dan Penanggulangannya

Penguasaan lahan oleh masyarakat yang dipahami sebagai pe-manfaatan KHDTK yang diakui oleh masyarakat sebagai lahan ne-gara dan diwarisi hak garapnya secara turun-temurun. Ada duabentuk penguasaan: pertama, lahan dipagari dan digarap sebagaikebun tanaman campuran; kedua, lahan dipagari tanpa digarap.Pada tahun 2005 dilakukan pemetaan partisipatif yang menunjuk-kan luas lahan KHDTK 127,25 ha. Sekalipun terdata 83 KK, tetapiterdapat 206 persil garapan yang berarti luas rata-rata lahan ga-rapan 0,66 ha.

Kebakaran hutan hampir setiap tahun terjadi, baik disebabkandari luar kawasan berupa kebun tebu maupun dalam kawasan se-perti cara penyiapan lahan oleh masyarakat dengan tebas bakaryang tidak terkendali. Frekuensi kebakaran menunjukkan penu-runan setelah adanya pengendalian dengan swadaya masyarakatmelalui kelompok. Pada lahan demplot juga telah dibuat sekatbakar berdasarkan inisiatif kelompok yang diharapkan dapat men-cegah meluasnya kebakaran tanaman, terutama pada saat musimkemarau. Pembuatan sekat bakar diharapkan dapat diikuti olehmasyarakat pada lahan garapan masing-masing.

Penebangan liar beberapa kali dijumpai di KHDTK, baik olehperorangan maupun lembaga. Keduanya telah ditanggapi olehBPK Makassar selaku pengelola kawasan. Pelaku perorangan te-lah diproses dan mendapat sanksi hukum. Adapun pelaku lemba-ga telah dilakukan pendekatan institusi secara hirarkis dan yangbersangkutan telah menghentikan kegiatannya di KHDTK sampaiada kejelasan kepemilikan asset. Pengawasan dan tindakan terha-dap ancaman dan gangguan terhadap kawasan tersebut dapat di-capai dengan pelibatan penuh masyarakat melalui kelembagaanyang ada bersama pengelola KHDTK.

C. Peluang dan Pemanfaatannya

Page 324: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Model Teknologi danKelembagaan Social Forestry di KHDTK Borisallo… (A. Rizal H.B.)

315

Kebijakan social forestry Departemen Kehutanan memberikanpeluang dan akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan ka-wasan hutan dengan azaznya, yaitu hutan lestari masyarakat se-jahtera. Oleh karena itu, diperlukan suatu kesepakatan tertulisyang mengatur kehadiran masyarakat dan usaha produktifnya da-lam kawasan secara legal formal. Untuk maksud tersebut, telahdirumuskan Surat Kesepakatan Kerjasama (SPK) yang diujicobakanoperasionalnya dalam bentuk demplot agroforestry.

Potensi masyarakat petani tradisional merupakan sumberdayayang siap untuk dilibatkan secara aktif dalam pengembangan so-cial forestry di KHDTK Borisallo, yang berbasis pertanian umum.Pendampingan berupa pembinaan, penyuluhan, pelatihan dan se-bagainya tetap perlu direncanakan. Oleh karena itu, dipandangperlu untuk melembagakan petani yang ada dalam suatu wadahbagi kemudahan pembinaan selanjutnya. Melalui beberapa tahappertemuan telah disepakati untuk membentuk wadah yang dise-but KTH. Saat ini telah ada empat KTH dengan kelengkapannya,seperti AD/ART, susunan pengurus, identitas, inventaris saranaprasarana.

KHDTK Borisallo telah memiliki database, baik melalui kerjasa-ma dengan perguruan tinggi yaitu Analisis Lahan SPUC - UGM(1997) dan Masterplan KHDTK - UNHAS (2007), maupun peneliti-an BPK Makassar yang terhimpun dalam Laporan Hasil PenelitianTahun 2004 sampai dengan 2007. Database tersebut dapat digu-nakan sebagai bahan penyusunan rencana pengembangan KHDTK,terutama setelah berakhirnya kegiatan penelitian social forestry.

D. Sinergitas Peran Pemangku Kepentingan KHDTK Borisallo

Secara administratif pemerintahan, KHDTK Borisallo berada da-lam wilayah Kelurahan Bontoparang dan wilayah kerja Dinas Ke-hutanan dan Perkebunan Kabupaten Gowa. Pengelolaannya seba-gai kawasan hutan penelitian menjadi tanggung jawab Balai Pene-litian Kehutanan Makassar. Adapun tanaman kehutanan (hasil Pe-kan Penghijauan Nasional atau PPN) sampai saat ini masih diakuisebagai asset PT Inhutani I Unit Gowa-Makassar. Melalui acara te-mu pemangku kepentingan KHDTK Borisallo (2004-2008) Agustus2008 telah dicapai kesepakatan di antara pemangku kepentinganuntuk menindaklanjuti hasil diskusi dan akan berkoordinasi dalampengembangan KHDTK Borisallo sesuai peran masing-masing de-

Page 325: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

316

ngan melibatkan KTH yang ada dan LSM Yasintu yang selama inimenjadi pendamping kegiatan penelitian social forestry. Pengelo-laan KHDTK Borisallo masih memerlukan sentuhan teknologi, ter-utama dalam hal pemilihan jenis tanaman, baik untuk tanamankehutanan, MPTS, tanaman sela, maupun tanaman semusim agarsemua jenis tanaman yang ditanam dapat tumbuh danberkembang dengan baik. Oleh sebab itu, perlu dipilih jenis ta-naman yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan cocok di-tanam di sekitar KHDTK, sehingga masyarakat mempunyai ke-inginan yang kuat untuk memelihara tanaman yang ada untuk me-ningkatkan pendapatan mereka. Dengan terpeliharanya semua ta-naman yang ada, dengan sendirinya pendapatan petani mening-kat dan hutan lestari.

V. PENUTUP

Sebagian besar (87,5%) masyarakat sekitar KHDTK Borisallomemberikan respon positif dan mendukung pengembangan prog-ram social forestry di KHDTK Borisallo dengan tingkat pemahamanterhadap model kelembagaan dan teknologi social forestry yangditerapkan berkisar 75-100%. Proses kelembagaan KTH di KHDTKBorisallo menunjukkan adanya keragaman yang berdampak padakondisi demplot sebagai bentuk kegiatan produktif KTH, di manademplot yang dikelola langsung oleh pemegang hak garap menun-jukkan kondisi terbaik dengan persentase hidup tanaman tertinggi(45,9%), sebaliknya demplot yang dikuasakan kepada pihak lainmenunjukkan persentase hidup tanaman terendah (12,8%). Pre-diksi kondisional pendapatan KTH setelah enam tahun penanam-an berkisar Rp 28.534.000,- sampai dengan Rp 102.722.000,- perhektar per tahun.

Program social forestry perlu dilanjutkan dalam lingkup peme-liharaan KHDTK, dengan pertimbangan: a). kegiatan produktifdemplot agroforestry belum berdampak kepada lahan anggotaKTH lainnya, b). kelola usaha masyarakat belum memberikan hasilnyata kepada masyarakat, karena hasil demplot baru dapat diper-oleh enam tahun setelah penanaman. AD/ART yang mendasari ke-lembagaan KTH dan SPK yang mendasari kegiatan produktif KTH

Page 326: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Model Teknologi danKelembagaan Social Forestry di KHDTK Borisallo… (A. Rizal H.B.)

317

dapat dijadikan kerangka pengembangan KHDTK dan dapat ditin-jau kembali sesuai dengan perkembangan.

DAFTAR PUSTAKA

Awang. (2002). Kelembagaan kehutanan masyarakat (Studi Kola-boratif FKKM). Yogyakarta: Aditya Media.

Bisjoe, A. R. H. (2008). Teknologi dan kelembagaan social forestrydi KHDTK Borisallo (Laporan Penelitian). Makassar: BalaiPenelitian Kehutanan Makassar (tidak diterbitkan).

CIFOR. (2003). Refleksi empat tahun reformasi, mengembangkansosial forestri di era desentralisasi. Bogor: CIFOR.

Departemen Kehutanan. (1997). Keputusan Menteri KehutananNo. 41/Kpts-II/1997 tentang Penyelenggaraan Hutan Rak-yat. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Departemen Kehutanan. (1999). Undang-Undang tentang Kehu-tanan No. 41/1999. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Departemen Kehutanan. (2001). Keputusan Menteri KehutananNo.31/Kpts-II/2001 tentang Penyelenggaraan Social forestry.Jakarta: Departemen Kehutanan.

Hakim, I. (2010). Orientasi Makro Kebijakan Social Forestry diIndonesia dalam Social Forestry Menuju RestorasiPembangunan Kehutanan Berkelanjutan. Bogor: PusatPenelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim danKebijakan Kehutanan.

Kadir. (2005). Uji coba model agroforestry di areal KHDTK Bo-risallo (Laporan Penelitian). Makassar: Balai Penelitian danPengembangan Kehutanan Makassar (tidak diterbitkan).

Kusumedi. (2005). Kelembagaan Social forestry di KHDTK Bori-sallo (Laporan Penelitian). Makassar: Balai Penelitian Kehu-tanan Makassar (tidak diterbitkan).

Najiyati, S., & Danarti. (2004). Kopi: Budidaya dan penangananpascapanen (Edisi revisi). Jakarta: Penebar Swadaya.

Siregar, T.H.S., Riyadh S., Nuraeni, L. (2005). Budidaya, pengolah-an, dan pemasaran coklat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suharjito, D., Sundawati L., Suyanto, Utami, S. R. (2003). As-pek sosial ekonomi dan budaya agroforestry (Bahan AjaranAgroforestry 5). Bogor: ICRAF.

Page 327: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

318

Sunanto, H. (1992). Budidaya petai dan aspek ekonominya. Yog-yakarta: Kanisius.

Supriadi, R. (2006). Pengembangan kelembagaan social forestrydi stasiun penelitian dan uji coba Borisallo, Sulawesi Selatan.Manuskrip (tidak diterbitkan).

Page 328: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

319

KAJIAN RANTAI TATANIAGA ROTANDI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT1

Nur Hayati dan Abd. Kadir W.Balai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAKRotan merupakan komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang men-desak untuk dikembangkan di waktu yang akan datang. Salah satu matarantai dalam sistem produksi hingga konsumsi HHBK yang dianggap ku-rang efisien adalah tataniaga. Tahapan distribusi rotan sejak dipungutdari sentra produksi hingga menjadi barang jadi dan diterima oleh kon-sumen akhir merupakan mata rantai perdagangan yang cukup panjangdan harus melewati berbagai tahapan serta tingkatan pengolahan. Parapetani atau pemungut rotan merupakan pihak yang paling berperan da-lam membentuk rantai perdagangan atau tataniaga rotan, tetapi mem-peroleh margin keuntungan yang paling kecil. Pihak yang paling diun-tungkan atau pihak yang menikmati nilai tambah dalam tataniaga rotanadalah pihak yang produknya merupakan hasil olahan (rotan WS, sete-ngah jadi atau barang jadi) dan langsung diekspor, sebab nilai jual/har-ganya lebih tinggi. Pihak tersebut adalah pedagang atau eksportir dimana mereka memperoleh margin keuntungan yang paling besar.Kata kunci : Rotan, tataniaga, rantai, petani rotan

I. PENDAHULUANHasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan komoditas yang

mendesak untuk dikembangkan. Sampai awal tahun 90-an secaranasional HHBK masih dipandang sebagai hasil hutan ikutan (minorforest product) yang mencerminkan bahwa peranannya masih ter-batas dalam jajaran komoditi hasil hutan. Secara keseluruhan per-kembangan industri HHBK selama ini terkesan menjadi industri in-ferior yang jauh di bawah industri kayu, baik dilihat dari volumemaupun nilai ekspornya. Hal ini merupakan dampak dari lemah-nya berbagai kebijakan, baik yang menyangkut pengelolaan sum-ber maupun tataniaganya.

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 329: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

320

Bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia, rotan sudah sejaklama dikenal. Selain untuk pemakaian sendiri, rotan juga sudah la-ma diperdagangkan walaupun masih belum banyak berkembang(sebagian besar masih berupa bahan mentah dan setengah jadi)yang kemudian berkembang menjadi perdagangan rotan berupabarang jadi (olahan) yang dilakukan oleh pedagang besar di PulauJawa. Akhir-akhir ini banyak dibahas tentang berbagai masalahmenyangkut tataniaga rotan, baik yang dilakukan oleh masyara-kat, LSM, pengusaha daerah, pengusaha nasional dan pemerintahyang hasilnya masih belum memenuhi harapan, terutama bagi pe-laku bisnis, baik di tingkat pusat dan daerah serta masyarakat lo-kal.

Namun demikian peranan HHBK akhir-akhir ini semakin pen-ting setelah produksi kayu dari hutan alam semakin menurun. Per-ubahan paradigma dalam pengelolaan hutan yang terfokus kepa-da pengelolaan kawasan telah menuntut agar upaya diversifikasihasil hutan selain kayu terus dilakukan. Sulawesi merupakan da-erah sumber bahan baku rotan alam yang penting. Terdapat seki-tar 14 spesies lokal yang diperdagangkan, namun jenis yang palingdominan hanya ada tiga spesies yaitu rotan batang (Daemonoropsrobustus Warb.), lambang (Calamus sp.), dan tohiti (Calamus inopsBecc). Rotan di Sulawesi Barat merupakan salah satu potensi an-dalan hasil hutan bukan kayu yang penting yang selama ini telahmemberikan kontribusi pendapatan asli daerah setiap tahunnya.

Potensi rotan di Kabupaten Polewali Mandar (Sulawesi Barat)cukup besar. Berdasarkan hasil inventarisasi potensi rotan seluas20.000 ha di kelompok hutan Mamasa pada tahun 2003 diperolehbahwa kisaran potensi rotan adalah 65,53-94,71 kg/ha (BPKH,2003). Faktor penting yang perlu dikembangkan adalah terkait de-ngan pengelolaan sumber maupun tataniaga rotan. Tulisan inibertujuan untuk memberikan gambaran mengenai tataniaga rotansehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun strategipengelolaan dan tataniaga rotan yang efektif dan efisien.

II. GAMBARAN UMUM LOKASI

Wilayah Polewali Mandar merupakan salah satu kabupaten diProvinsi Sulawesi Barat dengan ibukota Polewali. Secara geografis

Page 330: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Rantai TataniagaRotan di Kabupaten Polewali… (N. Hayati; A. Kadir W.)

321

terletak di 2o 40’ 00” - 3o 32’ 00” LS dan antara 118o 40’ 27’’ - 119o

32’ 27’’ BT. Daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Mamasa diutara, Kabupaten Pinrang di timur, Selat Makasar di selatan, danKabupaten Majene di barat. Luas wilayah Polewali Mandar adalah2.022,30 km2. Secara administratif, daerah ini terbagi menjadi 16kecamatan. Pada tahun 2010 penduduk Kabupaten Polewali Man-dar berjumlah 396.120 jiwa dengan laju pertumbuhan pendudukdari Sensus Penduduk 2000 ke Sensus Penduduk 2010 rata-ratasebesar 1,43% per tahun. Kepadatan penduduk rata-rata di Pole-wali Mandar sebesar 196 jiwa per km2 (BPS, 2011).

Menurut ketinggian daerah, sekitar 34% wilayah KabupatenPolewali Mandar berada di ketinggian 3 m dpl. Jumlah curah hu-jan sepanjang tehun 2010 tercatat sebanyak 2.904,70 mm. Tataguna lahan didominasi penggunaannya sebagai hutan lebat104.368 ha (55%) dan hutan sejenis 28.165 ha (15%) sehingga da-erah ini potensial menjadi salah satu sentra produsen rotan alamkarena kawasan hutannya masih luas dan kurang lebih 57.725 ha(83%) luas kawasan hutan berfungsi sebagai hutan lindung (BPS,2007). Potensi hasil hutan umumnya meliputi kayu eboni, meran-ti, getah pinus, jati, palapi, durian, damar, rotan, kemiri, dan kayucampuran lainnya. Produksi hutan Kabupaten Polewali Mandarpada tahun 2010 yang berupa kayu sebesar 705 m3 dan hasil hu-tan lainnya yaitu rotan sebesar 705 ton. Dari data angkutan hasilhutan bukan kayu, volume rotan yang keluar (dijual) dari Kabupa-ten Polewali Mandar pada tahun 2011 sebanyak 482,634 ton se-hingga selama ini hasil hutan bukan kayu (rotan) telah memberi-kan kontribusi pendapatan asli daerah setiap tahunnya (Febrian-dy, 2009). Untuk lebih jelasnya mengenai luas kawasan hutan dantata guna lahan di Kabupaten Polewali Mandar bisa dilihat padaGambar 1.

III. BIOLOGI DAN EKOLOGI ROTAN

Rotan berasal dari bahasa Melayu yang merujuk pada namada-ri sekumpulan jenis tanaman famili Palmae yang tumbuhmeman-jat yang disebut "Lepidocaryodidae" (bahasa Yunani) yangberarti mencakup ukuran buah. Kata rotan dalam bahasa Melayuditurunkan dari kata "raut" yang berarti mengupas (menguliti),menghaluskan (Menon, 1979 dalam Jasni et al., 2011). Rotan tum-buh subur di daerah tropik, termasuk Indonesia. Di Indonesia

Page 331: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

322

rotan tumbuh secara alami dan tersebar luas di Jawa, Sumatera,Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Gambar 1. Tataguna lahan di Kabupaten Polewali MandarSumber: BPS, 2007

Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri darikurang lebih 306 jenis, hanya 51 jenis yang sudah dimanfaatkan.Hal ini berarti pemanfaatan jenis rotan masih rendah dan terbataspada jenis-jenis yang sudah diketahui manfaatnya dan laku di pa-saran. Diperkirakan lebih dari 516 jenis rotan terdapat di AsiaTenggara, yang berasal dari delapan genera, yaitu genus Calamus333 jenis, Daemonorops 122 jenis, Khorthalsia 30 jenis, Plectoco-mia 10 jenis, Plectocomiopsis 10 jenis, Calopspatha dua jenis, Be-jaudia satu jenis, dan Ceratolobus enam jenis (Dransfield 1974,Menon, 1979 dalam Alrasjid, 1989 dalam Jasni et al., 2011). Pe-ngelompokan jenis-jenis rotan lazimnya didasarkan atas persama-an ciri-ciri atau karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu akar,batang, daun, bunga, buah, dan organ lainnya. Dari delapan gene-ra tersebut dua genera rotan yang bernilai ekonomi tinggi adalahCalamus dan Daemonorops (Jasni et al., 2011).

Page 332: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Rantai TataniagaRotan di Kabupaten Polewali… (N. Hayati; A. Kadir W.)

323

IV. LEMBAGA DAN PELAKU TATANIAGA ROTAN

Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses tata-niaga produk-produk HHBK rotan sangat beragam tergantung daripanjang-pendeknya saluran tataniaga yang dilalui, lokasi kajiandan jenis rotan yang diusahakan.

Lembaga-lembaga pengelola yang terlibat dalam proses tata-niaga ini lebih lanjut dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

A. Lembaga di Tingkat Petani dan Pedagang Pengumpul

Meskipun jumlah petani pemungut rotan banyak, tetapi di lo-kasi penelitian belum terbentuk kelembagaan yang terstruktur se-bagai wadah untuk mempersatukan mereka, akibatnya harga yangmereka dapatkan dari pedagang pengumpul sangat bervariasi. De-mikian juga dengan pedagang pengumpul desa, belum ada aso-siasi pedagang pengumpul rotan, sehingga posisi tawar merekasangat lemah, belum bisa menentukan harga, mutu rotan, dan po-tongan kadar air yang besarannya ditentukan secara sepihak.Sampai saat ini harga masih ditentukan oleh pembeli. Adapun pe-laku tataniaga yang ada pada lembaga di tingkat petani dan pe-ngumpul adalah sebagai berikut:1. Petani pemungut, yaitu orang yang melakukan proses kegiatan

pemungutan rotan di hutan alam.2. Animer, yaitu lembaga tataniaga yang secara langsung berhu-

bungan dengan petani. Animer ini merupakan kepanjangan ta-ngan dari pedagang besar, bertugas mencari dan mengkoordi-nir petani untuk memungut rotan di hutan sekaligus bertang-gung jawab terhadap masalah keuangan. Para animer melaku-kan transaksi dengan petani biasanya secara ijon dengan terle-bih dahulu memberikan panjar bagi petani. Animer ini biasanyalangsung menjual rotan yang dibeli dalam bentuk rotan basah(belum digoreng).

3. Tengkulak, yaitu lembaga tataniaga yang secara langsung ber-hubungan dengan petani. Tengkulak ini melakukan transaksidengan petani, baik secara tunai, ijon maupun kontrak pembe-lian. Tengkulak ini biasanya menjual rotan yang dibeli dalambentuk rotan basah (belum digoreng).

4. Pedagang pengumpul, menjual komoditi yang dibeli dari teng-kulak atau membeli rotan langsung dari petani pemungut.

Page 333: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

324

Rotan yang dijual petani pemungut biasanya volumenya relatiflebih kecil sehingga untuk meningkatkan efisiensi, misalnya da-lam pengangkutan, maka harus ada proses konsentrasi (pe-ngumpulan) pembelian komoditi oleh pedagang pengumpul.Jadi pedagang pengumpul ini membeli rotan dari tengkulakdan petani pemungut kemudian dijual kembali masih dalambentuk rotan alam atau belum mengalami proses pengolahanlebih lanjut. Pedagang pengumpul menjual semua rotannya keCV. Sinar Wonomulyo. Hal ini karena tidak adanya pesaingyang bersedia membeli rotan dari pedagang pengumpul. Se-mentera itu pedagang pengumpul ini memberikan panjar kepetani pemungut sehingga dengan adanya sistem panjar inimampu mengikat petani pemungut untuk menjual rotannya kesi pemberi panjar. Otomatis hal ini akan menyebabkan posisitawar petani semakin tidak menentu.

B. Lembaga di Tingkat Pedagang Besar

Di Kabupaten Polewali Mandar proses jual-beli rotan ditanganioleh beberapa koperasi yang memang bergerak dalam usaha ro-tan. Pada Tabel 1 dapat dilihat nama-nama koperasi tersebut.

Tabel 1. Daftar nama-nama koperasi yang menangani rotan diKabupaten Polewali Mandar

No. Nama Alamat1.23.4.5.6.7.8.9.10.

KUD SidodadiKUD SaragianCV. Berkat UsahaKoperasi Adat TuoSinar Niaga UtamaSinar Rotan MambiCV. Erna LinaUD. Sinar WonoKoperasi Hudayat PaliliKUD Rukun Warga

Kecamatan WonomulyoKecamatan AlluDesa Baso angin, Kecamatan AlluKecamatan TutalluKecamatan TutalluKecamatan MambiKecamatan MambiKecamatan TabulahanKecamatan TutalluKecamatan Polewali

Sumber: Dinas Kehutanan dan Pemukiman Perambah Hutan KabupatenPolewali Mandar (2006)

Keberadaan beberapa koperasi ini atas inisiatif dari CV. SinarWonomulyo. Modal awalnya berasal dari sebagian modal masing-

Page 334: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Rantai TataniagaRotan di Kabupaten Polewali… (N. Hayati; A. Kadir W.)

325

masing KUD, mitra usaha, dan sebagian lagi dari CV. Sinar Wono-mulyo. Semua kelengkapan administrasi, baik mengenai SITU (Su-rat Izin Tempat Usaha), TDP (Tanda Daftar Perusahaan), SIUP (Su-rat Izin Usaha Perdagangan), dan IHPHH (Izin Hak pemungutan Ha-sil Hutan), dibiayai oleh CV. Sinar Wonomulyo. Waktu kegiatan pe-nelitian ini dilaksanakan aktivitas dari koperasi-koperasi ini sudahtidak begitu produktif bahkan banyak dari koperasi-koperasi ter-sebut tidak beroperasi lagi dan hanya tinggal papan nama saja. Ka-rena koperasi yang ada kurang berperan, aktivitas perdaganganrotan di Kabupaten Polewali Mandar boleh dikatakan dimonopolioleh pengusaha rotan yang berada di wilayah tersebut (CV. SinarWonomulyo) sehingga CV. Sinar Wonomulyo dapat dikatakan se-bagai pedagang besar (supplier). Pedagang besar ini selain mela-kukan proses konsentrasi (pengumpulan) komoditi dari pedagang-pedagang pengumpul, juga melakukan proses pengawetan (peng-gorengan) dan distribusi ke industri kerajinan skala rumah tanggadan pengusaha-pengusaha rotan yang ada di Makassar. Ada jugasebagian pedagang besar yang mengolah sendiri menjadi rotan se-tengah jadi. Rotan dijual dalam bentuk rotan WS dan polish.

C. Lembaga di Tingkat Pengecer

Pengecer merupakan lembaga tataniaga yang berhadapanlangsung dengan konsumen. Pengecer ini sebenarnya merupakanujung tombak dari suatu proses produksi yang bersifat komersil,artinya kelanjutan proses produksi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga sangat tergantung dari aktivitas pengecer da-lam menjual produknya kepada konsumen. Jadi keberhasilanpengecer menjual produk kepada konsumen sangat menentukankeberhasilan lembaga-lembaga tataniaga pada rantai pemasaransebelumnya. Saat ini pedagang besar menjadi pengecer sekaligus.

D. Lembaga di Tingkat Pengusaha/Industri

Kelembagaan pengelolaan rotan di tingkat pengusaha sudahterbentuk pada tanggal 15 Juni 2004 yang lalu, melalui Musyawa-rah Nasional I dan kesepakatan para pengusaha rotan se Sulawesiterbentuklah “Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI)” yangberkedudukan di Palu (Sulawesi Tengah). Sementara itu di setiapprovinsi seluruh Indonesia dapat dibentuk Dewan Pimpinan

Page 335: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

326

Daerah (DPD) APRI dan di setiap kabupaten seluruh Indonesia da-pat dibentuk Dewan Pimpinan Cabang (DPC) APRI. APRI didirikanuntuk jangka waktu yang tidak ditentukan dan daerah kerjanyauntuk pertamakalinya meliputi seluruh wilayah Sulawesi dan padasaatnya nanti diharapkan dapat meliputi seluruh wilayah Indo-nesia.

V. RANTAI TATANIAGA ROTAN

Pelaku tataniaga dalam menyalurkan rotan dari produsen kekonsumen berhubungan satu sama lain yang membentuk jaringantataniaga. Arus tataniaga yang terbentuk dalam proses tataniagaini beragam sekali, misalnya petani pemungut berhubungan terle-bih dahulu dengan tengkulak, animer, pedagang pengumpul atau-pun pedagang besar dan membentuk rantai tataniaga yang khu-sus.

Tahapan distribusi rotan sejak dipungut dari sentra produksihingga menjadi barang jadi dan diterima oleh konsumen akhir me-rupakan mata rantai perdagangan yang cukup panjang dan harusmelewati berbagai tahapan serta tingkatan pengolahan. Para pe-tani atau pemungut rotan merupakan pihak yang paling berperandalam membentuk rantai perdagangan atau tataniaga rotan. Me-reka melakukan kegiatan pemungutan dan pengambilan rotan da-ri hutan alam, kemudian membawanya ke pinggir-pinggir sungaiatau ke desa-desa. Rotan hasil pemungutan tersebut langsung di-jual bebas kepada tengkulak/pedagang pengumpul/industri. Har-ga jual rotan berbeda-beda menurut jenis rotan, kualitas dan alatpengangkutan yang dipakai. Rantai distribusi rotan yang ditemuidi lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Pedagang pengumpul rotan umumnya adalah penduduk seki-tar desa, tempat rotan banyak tumbuh dan dipungut. Mereka ada-lah penduduk yang mempunyai modal sendiri atau mendapat du-kungan modal dari pedagang besar atau pengusaha industri rotan.Pedagang pengumpul biasanya mempunyai basis usaha di sekitardesa atau di kota kecamatan. Pedagang perantara terdiri atas duatingkatan, yaitu pedagang yang membeli rotan dengan kedudukandi sekitar desa atau kecamatan dan pedagang rotan yang berke-dudukan di tingkat kabupaten yang membeli rotan dari pedagang

Page 336: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Rantai TataniagaRotan di Kabupaten Polewali… (N. Hayati; A. Kadir W.)

327

pengumpul atau langsung dari petani pemungut. Pedagang pe-ngumpul tingkat kabupaten ini bisanya disebut dengan pedagangbesar. Secara otomatis pedagang besar ini memerlukan modal dantempat/gudang yang cukup besar karena jumlah rotan yang dibelilebih besar.

Gambar 2. Rantai tataniaga rotan

Rotan yang diterima oleh pedagang perantara dapat dijualdengan dua cara. Pertama, rotan yang terkumpul dijual langsungkepada industri pengawetan rotan jika di daerah tersebut tersediaindustri pengawetan rotan. Kedua, rotan yang terkumpul dimasakdulu kemudian dijual kepada pedagang/industri pengolahan yangberada di Makassar. Industri akan menjual rotan tersebut kepadaindustri kerajinan, industri yang ada di luar kabupaten, diantarpulaukan atau diekspor ke luar negeri.

Petanipemungut

Animer

Pedagangpengumpul

Pedagang besar

Tengkulak

Industri

Industri kerajinan EksporPedagang antar pulau

Page 337: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

328

Petani pemungut rotan, sebelum bekerja kadang-kadang di-beri modal (panjar) terlebih dahulu oleh pihak pedagang pengum-pul/animer, yang pengembaliannya diperhitungkan dengan hargajual rotan yang dihasilkan. Besarnya panjar tergantung dari lama-nya petani merotan ke hutan karena panjar tersebut digunakansebagai modal untuk membeli keperluan selama merotan dan ke-perluan rumah tangga mereka selama ditinggal merotan. Biasanyapanjar yang diberikan oleh pedagang pengumpul ini bervariasi ya-itu berkisar antara Rp 50.000,--Rp 300.000,-. Sementara itu, da-lam kegiatan pengangkutan hasil rotan, biasanya pihak petanimembawa hasil yang diperolehnya ke tempat yang telah disepa-kati dengan pihak pembeli. Kesepakatan tempat dapat di pinggirsungai, pinggir jalan, atau pihak petani membawanya langsung ketempat penumpukan rotan milik pedagang pengumpul. Kesemua-nya tergantung pada kesepakatan antara penjual dan pembeli.Apabila pihak pedagang membeli di suatu lokasi yang telah diten-tukan, maka pada hari dan jam yang telah disepakati pihak pem-beli akan mengambil rotan tersebut di tempat yang telah disepa-kati (Hayati et al., 2004).

Pihak yang paling diuntungkan dalam tataniaga rotan adalahmereka yang produk barangnya diolah (rotan WS, setengah jadiatau barang jadi) dan langsung diekspor. Nilai jual dari barangyang mereka hasilkan dan diekspor mempunyai harga yang lebihtinggi. Dalam rantai tataniaga, pihak yang paling dirugikan adalahpihak petani/pemungut rotan karena nilai tambah dari tataniagaitu sendiri banyak dinikmati oleh pihak pembeli dan eksportir.

Pengolahan rotan yang dilakukan oleh sebagian besar masya-rakat di Indonesia pada umumnya masih sangat sederhana. Hal inidikarenakan kurangnya pemahaman mengenai kebiasaan masya-rakat dalam membudidayakan rotan, ditambah oleh belum cukup-nya perhatian yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakatdi daerah terutama untuk kegiatan pengumpulan rotan dan peng-olahannya.

VI. FUNGSI TATANIAGA ROTAN

Dalam proses tataniaga rotan di Kabupaten Polewali Mandardijumpai beberapa kegiatan pokok tataniaga yang dilakukan yaitu:

Page 338: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Rantai TataniagaRotan di Kabupaten Polewali… (N. Hayati; A. Kadir W.)

329

A. Pertukaran (Penjualan dan Pembelian)

Penjualan merupakan kegiatan tataniaga yang paling pokok ka-rena penjualan akan mempengaruhi naik-turunnya pendapatanindustri rotan. Industri rotan sangat tergantung pada pencapaiantarget penjualan yang diharapkan dapat menambah pendapatanindustri rotan tersebut.

Pembelian bisa diartikan membeli barang-barang untuk dijualmaupun membeli barang-barang yang merupakan bahan masukanlainnya untuk menghasilkan produk rotan. Kegiatan pembelianakan sangat penting bagi industri karena menyangkut produk ro-tan yang akan dijual di pasar. Kegiatan pembelian ini sangat ber-hubungan dengan bagaimana pananganan persediaan, kualitasdan keahlian menganalisa pasar.

B. Pengadaan Secara Fisik (Pengangkutan dan penyimpanan)

Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan rotan, baik daribahan baku ke proses produksi maupun setelah menjadi barangjadi dari indutri ke konsumen. Kegunaan fungsi kegiatan ini adalahmempercepat proses pendistribusian barang ke segmen-segmenpasar yang dipilih maupun memperlancar proses produksi dankontinuitas kegiatan operasional industri rotan sehari-hari.

Penyimpanan adalah menyimpan barang produksi atau barangyang akan dijual untuk sementara waktu sebelum dipasarkan. Ke-gunaan fungsi penyimpanan, baik untuk produsen, pedagangmaupun perusahaan adalah:1. Produsen atau industri rotan bertujuan untuk menstabilkan

harga atau karena sifat produksi yang terus-menerus ataupunpembelian konsumen yang terus-menerus.

2. Spekulasi penentuan harga produksi.3. Efisiensi dana.

C. Pelancar (Penanggungan Resiko, Standarisasi dan Grading,serta Informasi Pasar)

Penanggungan resiko merupakan kegiatan untuk menghindaridan mengurangi resiko yang berkaitan dengan tataniaga, misalnyabanjir, rusak atau turunnya kualitas rotan, dan lain-lain.

Page 339: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

330

Standardisasi (normalisasi) adalah penentuan batas-batas da-sar dalam bentuk khusus terhadap rotan, baik berdasarkan jum-lah, kualitas, kapasitas, kekuatan ataupun ukuran fisik rotan.

Grading adalah kegiatan mengelompokkan rotan ke dalam ke-lompok standar kualitas yang sudah diakui secara internasional.Pelaksanaan grading ini bisa dilakukan dengan jalan memeriksadan menyortir dengan panca indera, alat maupun contoh produkstandar.

Informasi pasar menyangkut situasi pasar yang akan dimasukiperusahaan untuk menawarkan barang. Informasi pasar ini biasa-nya meneliti dan mengevaluasi bagaimana tingkah laku konsumenyang akan dilayani, bagaimana penentuan harga jualnya agar da-pat bersaing dengan jenis rotan yang lain, bagimana daya beli kon-sumen, dan sebagainya.

VII. PENUTUP

Distribusi bahan mentah rotan dari Kabupaten Polewali Man-dar ke luar kabupaten masih banyak dilakukan secara tradisional.Hal ini dikarenakan belum terdapatnya kelembagaan pengelolaanrotan yang terstruktur di tingkat petani dan pedagang pengumpulmengakibatkan sistem tataniaga cenderung merugikan pihak pe-tani/pengumpul rotan karena rendahnya posisi tawar petani/pengumpul, oligopsoni dan standar mutu yang belum diakui. Olehsebab itu diperlukan pemberdayaan petani pemungut rotan danpedagang pengumpul antara lain melalui pembentukan lembagayang dapat menaikkan posisi tawar mereka, penyediaan kreditusaha penanaman rotan, pembinaan kelompok tani/pengumpulrotan.

DAFTAR PUSTAKA

BPKH. (2003). Inventarisasi Potensi Rotan Kelompok Hutan Mama-sa Provinsi Sulawesi Selatan (Laporan). Makassar: BPKHWilayah VII Makassar (tidak diterbitkan).

Badan Pusat Statistik. (2007). Sulawesi Barat dalam angka 2006.Mamuju: Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat.

Page 340: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian Rantai TataniagaRotan di Kabupaten Polewali… (N. Hayati; A. Kadir W.)

331

Badan Pusat Statistik. (2011). Sulawesi Barat dalam angka 2010.Diunduh 23 September 2011 dari http://regionalinvestment.com/newsipid/displayprofil.php?ia=7619.

Dinas Kehutanan dan Pemukiman Perambah Hutan KabupatenPolewali Mandar. (2006). Statistik Kehutanan. Mamuju: Di-nas Kehutanan dan Pemukiman Perambah Hutan Kabupa-ten Polewali Mandar

Febriandy, S. (2009). Sumberdaya alam Sulawesi Barat. Diunduh23 September 2011 dari http://www.batukar.info/wiki/sda-sulawesi-barat.

Jasni, Martono, D., & Supriana, N. (2011). Sari hasil penelitianrotan. Diunduh 26 September 2011 darihttp://www .dephut.go.id/files/SARI%20HASIL%20PENELITIAN%20ROTAN.pdf.

Hayati, N., Kadir, A., & Kusumedi, P. (2004). Analisis kelembagaanpengelolaan hhbk rotan di Sulawesi Selatan (Laporan HasilPenelitian). Makassar: Balai Penelitian Kehutanan Makassar(tidak diterbitkan).

Page 341: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

333

DETEKSIDETEKSIDETEKSIDETEKSI DEFORESTASIDEFORESTASIDEFORESTASIDEFORESTASI DANDANDANDAN TEKANANTEKANANTEKANANTEKANAN PENDUDUKPENDUDUKPENDUDUKPENDUDUKDIDIDIDI TAMANTAMANTAMANTAMANNASIONALNASIONALNASIONALNASIONAL BANTIMURUNGBANTIMURUNGBANTIMURUNGBANTIMURUNG BULUSARAUNG,BULUSARAUNG,BULUSARAUNG,BULUSARAUNG,MAROS,MAROS,MAROS,MAROS,

SULAWESISULAWESISULAWESISULAWESI SELATANSELATANSELATANSELATAN1111

Tony WidiantoBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAABSTRAABSTRAABSTRAKKKK

Deforestasi berkontribusi signifikan terhadap proses perubahan iklim. DiIndonesia, deforestasi terjadi di berbagai tipe kawasan hutan termasukkawasan konservasi. Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Ba-bul) juga memiliki potensi deforestasi, terutama jika dikaitkan dengan te-kanan penduduk yang tinggal di dalam kawasan. Penelitian ini bertujuanmengetahui kondisi deforestasi dan tekanan penduduk di kawasan TNBabul. Interpretasi citra dilakukan untuk mengetahui sebaran deforestasidi TN Babul pada tahun 2007 dan 2009. Tekanan penduduk dihitungmenggunakan formula Sumarwoto (2004). Hasil interpretasi citra satelitmenunjukkan deforestasi terjadi sebesar 20,45% atau 1,974.51 ha dariwilayah studi. Nilai tekanan penduduk di desa sekitar wilayah studi me-nunjukkan angka lebih dari 1, yang berarti lahan pertanian tidak mencu-kupi kebutuhan masyarakat. Kondisi ini mengindikasikan hubungan se-bab akibat antara tekanan penduduk dan deforestasi di wilayah studi. Si-nergisme multi stakeholder diperlukan sebagai win-win solution untukmengakomodasi perkembangan kebutuhan lahan masyarakat tanpamengganggu ekosistem taman nasional.

Kata kunci : Deforestasi, tekanan penduduk, Taman NasionalBantimurung Bulusaraung

I.I.I.I. PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

A.A.A.A. LatarLatarLatarLatar BelakangBelakangBelakangBelakang

Deforestasi merupakan salah satu ancaman serius penyebabperubahan iklim dan pemanasan global. Di Indonesia, laju

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 342: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEbpkbpkbpkbpkmakassar,makassar,makassar,makassar, 2012201220122012

334

deforestasi yang terjadi selama tahun 2000-2009 adalah sebesar1,51 juta ha/tahun, dengan laju terbesar adalah di Kalimantan ya-itu sebesar 550.586,39 ha/tahun (FWI, 2009). Selanjutnya menu-rut Forest Watch Indonesia/FWI (2009), deforestasi terluas terjadidi dalam areal penggunaan lain (APL) yaitu sebesar 28,63% daritotal deforestasi Indonesia atau setara dengan 4,34 juta ha. Hutanlindung juga mengalami deforestasi dengan total luas 2,01 juta ha,sementara di kawasan konservasi mengalami deforestasi seluas1,27 juta ha.

Bertambah pesatnya jumlah penduduk di Indonesia tidak dira-gukan lagi memiliki peran dalam proses deforestasi. Sampai saatini, berbagai penelitian masih terus dilakukan untuk menunjukkanbukti yang mendukung pernyataan tersebut, akan tetapi bahwapeningkatan kepadatan dapat mengurangi tutupan hutan olehFraser (1996). Tekanan penduduk, kemiskinan, dan kelembagaanyang lemah seringkali diduga sebagai sebab dominan atas terjadi-nya deforestasi dan degradasi lahan di negara berkembang (Gulatidan Sharma, 2000). Aktivitas yang berkaitan dengan sebab itu an-tara lain adalah eksploitasi hutan yang berlebihan, pengambilanpakan ternak, perambahan lahan, perladangan berpindah, keba-karan hutan, dan pembangunan fisik dalam kawasan hutan (GoI,1999).

Bagaimanapun, perilaku eksploitatif yang berlebihan terhadaphasil hutan merupakan salah satu dampak logis dari pertumbuhandan tekanan penduduk atas kebutuhan hidupnya. Kerusakan ling-kungan makin diperparah dengan adanya kelemahan kelembaga-an dan kebijakan pengelolaan yang salah dalam pemanfaatansumber daya alam (GoI,1999). Taman nasional sebagai salah satubentuk kawasan konservasi memiliki sifat open-access (terbuka)sehingga tidak luput dari deforestasi. Beberapa studi menunjuk-kan indikasi bahwa ada kontribusi atau pengaruh pertumbuhanpenduduk dalam proses deforestasi di taman nasional. Deforestasilebih luas terjadi pada kawasan taman nasional dengan masyara-kat padat yang tinggal di sekeliling batas taman nasional, diban-dingkan dengan yang penduduknya jarang (Treves, 2005).

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) yangmemiliki kekhasan ekosistem karst tak lepas dari ancaman ini. Di-tetapkan secara yuridis tahun 2004, saat ini TN Babul masih

Page 343: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Deteksi Deforestasi danTekanan Penduduk di Taman Nasional Bantimurung… (T. Widianto)

335

menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan keberadaanmasyarakat dan pengaturannya. Pemukiman yang terletak di da-lam kawasan TN Babul, salah satunya Dusun Talassa, diakui ma-syarakat telah ada sejak dulu, jauh sebelum TN Babul terbentuk.Kini, keberadaannya cenderung kian berkembang dan meluas. Halini dibuktikan dengan pembangunan beberapa fasilitas umum se-perti masjid, pasar, jalan beraspal, dan sekolah-sekolah. Fasilitas-fasilitas tersebut semakin menarik lebih banyak pendatang untukbermukim. Produk pertanian seperti kemiri, kelapa, dan coklattumbuh dengan baik di kawasan ini, sehingga masyarakat cende-rung ingin memperluas lahan pertaniannya karena dapat mengha-silkan nilai ekonomi cukup tinggi. Kondisi semacam inilah yang ke-mudian memunculkan kekhawatiran dari pihak TN Babul, bahwaperkembangan masyarakat dapat menjadi ancaman bagi ekosis-tem, terutama dalam perluasan deforestasi dan konversi lahan da-ri hutan menjadi lahan pertanian. Informasi mengenai deforestasidan tekanan penduduk di TN Babul diperlukan untuk merancangpenetapan zona khusus dalam rangka mengakomodasi perkem-bangan masyarakat yang tinggal di dalam kawasan taman nasionaltanpa mengganggu ekosistem di sekelilingnya.

B.B.B.B. PermasalahanPermasalahanPermasalahanPermasalahan

Deforestasi dapat menjadi salah satu indikator tekanan ekolo-gis di kawasan taman nasional. Dalam konteks pengelolaan tamannasional kolaboratif, konsep zona khusus yang tertuang dalamPermenhut No. 56/2006 tentang Prinsip Zonasi Taman Nasionaldiharapkan membawa sinergi antara pengelola taman nasionaldan pihak terkait lainnya, termasuk masyarakat dalam menganti-sipasi dan mengurangi tekanan ini.

C.C.C.C. TujuanTujuanTujuanTujuan PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi tingkat defo-restasi dan tekanan penduduk di kawasan TN Babul serta meng-analisis hubungan antara deforestasi dan keberadaan masyarakatdi kawasan TN Babul.

Page 344: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEbpkbpkbpkbpkmakassar,makassar,makassar,makassar, 2012201220122012

336

II.II.II.II. METODOLOGIMETODOLOGIMETODOLOGIMETODOLOGI PENELITIANPENELITIANPENELITIANPENELITIAN

A.A.A.A. WaktuWaktuWaktuWaktu dandandandan TTTTempatempatempatempat PPPPenelitianenelitianenelitianenelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-September 2010di bagian selatan wilayah TN Babul, di mana terdapat aktivitas ma-syarakat yang cukup massif yang terdiri dari pemukiman (1 du-sun), beberapa fasilitas umum (masjid, sekolah, dan pasar) sertaareal pertanian berupa sawah dan kebun.

B.B.B.B. DataDataDataData PPPPenelitianenelitianenelitianenelitian

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa datahasil wawancara terbuka dan terstruktur dengan parapihak (infor-man kunci) terkait pengelolaan TN Babul. Data sekunder yang di-gunakan adalah berupa citra satelit Landsat ETM tahun 2002 dan2009, data monografi beberapa desa di wilayah studi, citra satelit,dan data spasial yang diperoleh dari BPS Kabupaten Maros, Keca-matan Simbang, Desa Samangki, dan dari Balai TN Babul.

C.C.C.C. PengumpulanPengumpulanPengumpulanPengumpulan dandandandan AAAAnalisisnalisisnalisisnalisis DDDDataataataata

1.1.1.1. PengumpulanPengumpulanPengumpulanPengumpulan DDDDataataataata

Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara terbu-ka dengan informan kunci (kepala dusun, masyarakat, Balai TN Ba-bul, pengunjung TN Babul, pihak Kecamatan Simbang). Pengum-pulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur, pengumpul-an data spasial, serta pengunduhan citra satelit Landsat ETM 2002dan 2009 dari www.usgs.gov.

2.2.2.2. AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis DDDDataataataata

a.a.a.a. InterpretasiInterpretasiInterpretasiInterpretasi CCCCitraitraitraitra SSSSatelitatelitatelitatelit

Interpretasi dilakukan pada 2 citra Landsat TM dengan resolusispasial 30m yang diambil masing-masing tanggal 12 September2002 dan 2 November 2009. Kedua citra ini diperbandingkan de-ngan asumsi berada pada musim yang sama sehingga akan mem-berikan gambaran spektral yang tidak jauh berbeda. Interpretasidilakukan dengan membagi tutupan lahan menjadi 2 kelas yaitu

Page 345: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Deteksi Deforestasi danTekanan Penduduk di Taman Nasional Bantimurung… (T. Widianto)

337

hutan dan non hutan yang kemudian dipakai untuk mengetahuiareal deforestasi maupun reforestasi yang terjadi tahun 2002 dantahun 2009. Hasil interpretasi/klasifikasi citra selanjutnya dihitungtingkat akurasinya (accuracy assessment) untuk mengetahui kese-suaian hasil interpretasi tutupan lahan di citra dan tutupan lahandari referensi yang digunakan. Dalam hal ini, referensi yang dijadi-kan pembanding adalah peta tutupan lahan tahun 2002 (BPKH Wil.VII, 2002) dan data ground check di TN Babul (2009) yang di-lakukan oleh beberapa petugas taman nasional. Akurasi interpret-tasi citra ini diperlukan sebagai ukuran kualitas hasil interpretasicitra sehingga dapat digunakan sebagai input analisis selanjutnya.Batas minimum akurasi untuk dapat digunakan sebagai input da-lam analisis adalah 70% (Dewi, 2009).

Selanjutnya, dilakukan overlay menggunakan fitur raster calcu-lator dalam software ArcGIS 9.2 untuk mendapatkan Peta Per-ubahan Tutupan Lahan yang berisi kelas Deforestasi (perubahandari hutan menjadi non hutan) dan Reforestasi (perubahan darinon hutan menjadi hutan). Peta ini menunjukkan luasan defores-tasi di wilayah studi untuk kemudian dihubungkan dengan per-tumbuhan penduduk.

b.b.b.b. AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis RRRRegresiegresiegresiegresi

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara defo-restasi yang terjadi di kawasan TN Babul dan pertumbuhan pendu-duk desa-desa di sekitar wilayah yang menjadi sumber konflik pe-ngelolaan TN. Deforestasi dilihat berdasarkan penurunan tutupanhutan dari tahun awal ke tahun akhir, yaitu dari 2002-2007. Untukpertambahan jumlah penduduk, didekati dengan menggunakandata demografi beberapa desa yang terletak di sekitar wilayah TNBabul. Data demografi yang digunakan dalam analaisis ini beradadalam kurun waktu 2002-2007 sesuai dengan ketersediaan datadari Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. Variabel yang digu-nakan dalam regresi ini adalah luas tutupan hutan dan pertum-buhan penduduk.

Luas tutupan hutan per tahun (2002-2009) dihitung mengguna-kan nilai tingkat deforestasi per tahun (R) dengan rumus Puyra-vaud (2003) sebagai berikut :

R = 1/(t2-t1) x ln (A2/A1)

Page 346: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEbpkbpkbpkbpkmakassar,makassar,makassar,makassar, 2012201220122012

338

R : Tingkat deforestasi, t2 dan t1: tahun awal dan akhir perhitungan,A2 dan A1 : tutupan lahan di tahun t2 and t1 berurutan

c.c.c.c. AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis TTTTekananekananekananekanan PPPPendudukendudukendudukenduduk

Pada dasarnya, analisis ini mengetahui kebutuhan masyarakatakan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (un-tuk hidup layak). Untuk menghitung nilai tekanan masyarakat ter-hadap lahan pertanian, Sumarwoto (2004) menggunakan formulaTekanan Penduduk (TP) dengan rincian variabel sebagai berikut :

Dimana,TP = Tekanan penduduk terhadap lahan pertanianZ = Lahan pertanian minimal untuk hidup layak (ha/org/th)α = Persentase pendapatan non pertanian (%)f = Persentase jumlah petani dalam satu desa (%)Po = Jumlah penduduk di tahun awal perhitunganr = Laju pertumbuhan penduduk (%)t = jangka waktu perhitunganLT = Total luas lahan pertanian dalam satu desa (ha)

Nilai TP hasil perhitungan menggunakan formula di atas dapatdijelaskan sebagai berikut :TP = 1, berarti lahan pertanian yang ada masih mampu mencukupi kebu-

tuhan masyarakat untuk hidup layak.TP <1, berarti lahan pertanian yang ada masih lebih dari cukup untuk me-

menuhi kebutuhan lahan masyarakat untuk hidup layak.TP >1, berarti lahan pertanian yang ada tidak mencukupi kebutuhan la-

han masyarakat untuk hidup layak.

Adapun nilai Z dapat diperoleh dari perhitungan menggunakanrumus di bawah ini (Sumarwoto, 2004):

Dengan :LSI = luas area sawah irigasi (ha); LST = luas area sawah non irigasi (ha);LLK = luas area pertanian lahan kering (ha)

(LT)

tr)+.(1f.Poα).(1Z=TP

LLK)+LST+(LSI

LLK0.76+LST0.5+2LSI(0.5=Z

Page 347: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Deteksi Deforestasi danTekanan Penduduk di Taman Nasional Bantimurung… (T. Widianto)

339

d.d.d.d. AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis DDDDeskriptifeskriptifeskriptifeskriptifAnalisis ini digunakan untuk menjelaskan kondisi aktivitas dan

perkembangan penduduk yang tinggal di dalam kawasan TN Babulberdasarkan informasi dari para narasumber. Juga untuk membe-rikan informasi terkait kondisi tekanan penduduk berdasarkan ha-sil perhitungan yang ada.

III.III.III.III. HASILHASILHASILHASIL DANDANDANDAN PEMBAHASANPEMBAHASANPEMBAHASANPEMBAHASAN

A.A.A.A. TutupanTutupanTutupanTutupan LLLLahanahanahanahan HHHHutanutanutanutan didididi TamanTamanTamanTaman NasionalNasionalNasionalNasional BabulBabulBabulBabul (2002(2002(2002(2002----2009)2009)2009)2009)

1. Klasifikasi tutupan lahan (citra landsat ETM, September 2002)di wilayah studi dan hasil perhitungan akurasinya

Gambar 1. Peta tutupan lahan di wilayah studi tahun 2002

Page 348: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEbpkbpkbpkbpkmakassar,makassar,makassar,makassar, 2012201220122012

340

Tabel 1. Hasil perhitungan akurasi untuk klasifikasi tutupan lahan 2002

Class nameRe-

ferencetotal

Classifiedtotal

No. ofcorrect

Producer’saccuracy

User’saccuracy

Unclassified 1 1 1 --- ---Forest 49 67 46 93.88% 68.66%Non_forest 58 40 37 63.79% 92.50%Total 108 108 84Overall classification accuracy = 77.78%

2. Klasifikasi tutupan lahan (citra landsat ETM, November 2002)di wilayah studi dan hasil perhitungan akurasinya

Gambar 2. Peta tutupan lahan di wilayah studi tahun 2009

Page 349: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Deteksi Deforestasi danTekanan Penduduk di Taman Nasional Bantimurung… (T. Widianto)

341

Tabel 2. Hasil perhitungan akurasi untuk klasifikasi tutupan lahan 2009

Class nameRe-

ferencetotal

Classifiedtotal

Numbercorrect

Producersaccuracy

Usersaccuracy

Unclassified 1 1 1 --- ---Forest 23 27 19 82.61% 70.37%Non forest 80 71 67 83.75% 94.37%Cloud 0 5 0 --- ---Totals 104 104 87Overall classification accuracy = 83.65%

Perbandingan luas dan persentase tutupan lahan di keduatahun dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas dan persentase tutupan lahan di wilayah studi

Tutupan lahanLuas (ha)

2002 % 2009 %Hutan 7119.09 70.81 5455.35 54.26Non hutan 2528.37 25.15 4192.11 41.69Awan 406.91 4.05 406.91 4.05Jumlah 10.054,37 100 10.054,37 100

Dalam bentuk grafik, perubahan luasan tutupan lahan adalahsebagaimana Gambar 3.

Gambar 3. Grafik perubahan tutupan lahan 2002 dan 2009

Land Cover Change 2002-2009Land Cover Change 2002-2009Land Cover Change 2002-2009Land Cover Change 2002-2009

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

2002 2009

YearYearYearYear

Are

a (H

a)A

rea

(Ha)

Are

a (H

a)A

rea

(Ha)

forest

nonforest

Page 350: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEbpkbpkbpkbpkmakassar,makassar,makassar,makassar, 2012201220122012

342

B.B.B.B. PerkiraanPerkiraanPerkiraanPerkiraan PerubahanPerubahanPerubahanPerubahan TutupanTutupanTutupanTutupan HutanHutanHutanHutan 2002200220022002----2009200920092009

Berdasarkan overlay tutupan lahan tahun 2002 dan 2009 terse-but, diperoleh peta perubahan tutupan lahan seperti Gambar 4.

Gambar 4. Peta perubahan lahan 2002-2009

Besaran perubahan tutupan lahan dalam luas dan persentasedapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas perubahan tutupan lahan tahun 2002-2009Perubahan Pixel Luas (ha) %

Deforestasi 21939 1,974.51 20.45Reforestasi 3453 310.77 3.22Tidak berubah 81802 7,362.18 76.31Jumlah 107194 9647.46 100

Page 351: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Deteksi Deforestasi danTekanan Penduduk di Taman Nasional Bantimurung… (T. Widianto)

343

Tabel 4 menunjukkan bahwa tutupan lahan 2002 dan 2009menghasilkan area deforestasi yang lebih luas daripada reforesta-si. Deforestasi yang terjadi adalah seluas 1,974.5 ha (20%), se-dangkan reforestasi sebesar 310.77 ha. Sisa area dengan luas7,362.18 ha (76.31%) tidak mengalami perubahan. Dari hasil ter-sebut dapat dilihat bahwa terjadi deforestasi yang cukup besar(sekitar 20%) di wilayah studi di mana sebagian masyarakat ber-mukim dan melakukan aktivitas pertanian (BTN Babul, 2007).

C.C.C.C. HubunganHubunganHubunganHubungan AAAAntarantarantarantara PPPPerubahanerubahanerubahanerubahan TTTTutupanutupanutupanutupan HHHHutanutanutanutan dandandandan JJJJumlahumlahumlahumlah PPPPenenenen----dudukdudukdudukduduk

Dari hasil perhitungan,tingkat deforestasi di wila-yah studi pada kurun waktu2002-2009 adalah 0.04 atau4%. Tingkat deforestasi inikemudian digunakan untukmenghitung luas tutupanhutan pada 2002-2009, de-ngan hasil yang tertera padaTabel 5.

Data penduduk diwakili jumlah total 3 desa yang terletak di se-kitar wilayah studi. Pemilihan 3 desa ini berdasar pada kelengkap-an data dan posisi desa dengan aksesibilitas cukup baik menujukawasan TN Babul, sehingga diasumsikan memiliki interaksi signifi-kan terhadap kawasan hutan. Data jumlah penduduk 3 desa yangdimaksud dapat dilihat pada Tabel 6.

Gambaran posisi 3 desa sampel tersebut dapat dilihat padaGambar 5. Hubungan antara variabel pertumbuhan penduduk dantutupan hutan dianalisis dengan metode regresi menggunakansoftware SPSS 16. Adapun hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Hasil perhitungan menunjukkan adanya hubungan negatif yangsignifikan antara deforestasi yang diwakili tutupan hutan denganpertumbuhan penduduk di wilayah studi. Hasil ini dijelaskan darinilai R kuadrat dengan nilai 0.98 dan nilai t hitung yang lebih besardari nilai t tabel (derajat bebas = 4 dan tingkat kepercayaan 95%atau α = 0.05). Dari nilai ini dapat diartikan bahwa seiring dengan

Tabel 5. Tutupan hutan tahunanpada periode 2002-2009

Tahun Luas tutupan hutan (ha)2002 7119.092003 6834.3262004 6560.9532005 6298.5152006 6046.5752007 5804.7122008 5572.5232009 5455.35

Page 352: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEbpkbpkbpkbpkmakassar,makassar,makassar,makassar, 2012201220122012

344

Table 6. Jumlah penduduk 3 desa di sekitar wilayah studi pada ku-run waktu 2002-2009

Tahun Jumlah penduduk desa TotalSamangki Sambueja Jenetasa

2002 4284 4031 3486 118002003 4333 4089 3486 119072004 4382 4148 3536 120662005 4407 4209 3587 122032006 4474 4272 3641 123872007 4534 4333 3691 125582008 4585 4395 3744 127252009 4651 4458 3797 12906

Gambar 5. Perubahan tutupan lahan di wilayah studi dan desa sekitarnya

Page 353: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Deteksi Deforestasi danTekanan Penduduk di Taman Nasional Bantimurung… (T. Widianto)

345

Tabel 7. Analisis regresi deforestasi dan pertumbuhan penduduk

VariableX

VariableY

RKuadrat

thitung

ttabel Kesimpulan

Jumlahpendu-duk

Tutupanhutan

0.98 17.6 2.132 t hitung > t tabel(hubungannegatif(significant)

pertumbuhan penduduk, tutupan hutan juga menurun. Dengankata lain, pertumbuhan penduduk menimbulkan lebih banyak de-forestasi. Dalam bentuk grafik, hasil analisis regresi ditampilkansebagaimana Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan antara pertumbuhan penduduk dan tutupan hutan

Bagaimanapun, hasil ini tidak dapat menjadi satu-satunya acu-an yang menunjukkan bahwa masyarakat yang bermukim di desasampel menjadi penyebab utama dalam proses deforestasi. Akantetapi, hasil tersebut bisa menjadi salah satu petunjuk atau in-dikator tidak langsung dari hubungan sebab-akibat kedua variabel.Berdasarkan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Babul (2008)dan informasi dari tokoh kunci setempat, deforestasi ke-mungkinan besar disebabkan oleh aktivitas masyarakat. Hal ini

R2= 0.98

Y = 16365.711- 651X

Page 354: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEbpkbpkbpkbpkmakassar,makassar,makassar,makassar, 2012201220122012

346

dikarenakan semakin banyak perluasan lahan pertanian untuk me-nanam beberapa komoditas kunci seperti kemiri, coklat, dan vaniliyang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Hanya saja, belum da-pat dipastikan siapa pemilik lahan di dalam kawasan TN Babul ka-rena masyarakat Dusun Tallasa sangat resisten terhadap prosespenggalian informasi yang terkait interaksi mereka dengan hutantaman nasional. Sebagian besar masyarakat di wilayah studi me-miliki tingkat pendidikan rendah, bahkan >55% buta huruf dan de-ngan jumlah siswa hanya 19,07% (BTN Babul, 2008). Kondisi terse-but menyebabkan sebagian masyarakat menggantungkan hidup-nya pada hasil hutan dan aktivitas pertanian. Interaksi masyarakatdengan hutan terjadi dalam bentuk pengumpulan gula aren, maduhutan, kayu bakar, dan kupu-kupu. Sebagian masyarakat juga ma-sih melakukan sistem perladangan berpindah karena melihat po-tensi lahan yang masih luas.

D.D.D.D. TekananTekananTekananTekanan PendudukPendudukPendudukPenduduk didididi WWWWilayahilayahilayahilayah SSSStuditudituditudi

Perhitungan tekanan penduduk dengan sampel 3 desa di seki-tar wilayah studi menggunakan data dalam kurun waktu 5 tahunyaitu 2003-2007. Data input dan hasil perhitungan tekanan pen-duduk tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 8. Nilai Z (dihitung menggunakan data tahun 2007)

Desa LSI LST LLK ZSamangki 179 69 411 0.66Sambueja 108.96 100 125 0.60Jenetasa 84 199 84 0.56

Sumber: Perhitungan dan data BPS Maros

Tabel 9. Nilai tekanan penduduk (TP)

Desa Z a (%) f (%) Po(2003) r (%) T (2003-2007) LT (Ha) TP

(2007)Samangki 0.66 0.3 0.7 4284 0.0113 5 422.15 3.483Sambueja 0.60 0.42 0.67 4031 0.0144 5 317.92 3.161Jenetasa 0.56 0.2 0.7 3486 0.0142 5 447 2.622Sumber: Perhitungan dan data BPS Maros

Tabel 9 menunjukkan nilai TP>1. Ini berarti bahwa lahan perta-nian yang ada belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat

Page 355: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Deteksi Deforestasi danTekanan Penduduk di Taman Nasional Bantimurung… (T. Widianto)

347

untuk hidup layak. Dengan kata lain, masyarakat masih cenderunglapar lahan dan akan berusaha memperluas areal pertaniannya.Kondisi ini secara tidak langsung akan mendorong proses eksploi-tasi hutan dan konversi lahan yang lebih luas mengingat hutan disekeliling tempat tinggal masyarakat relatif mudah dijangkau.

Nilai TP ini dapat digunakan untuk menduga terjadinya prosesdeforestasi akibat kecenderungan atau potensi perluasan lahanmasyarakat karena didukung juga fakta di lapangan yang menye-butkan bahwa 70-80% masyarakat di wilayah studi bekerja seba-gai petani (Parrang, 2008).

IV.IV.IV.IV. KESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANKESIMPULAN

Dalam kurun waktu 2002-2009 diindikasikan terjadi prosesdeforestasi yang cukup luas di TN Babul. Hal ini perlu menjadiperhatian pengelola taman nasional untuk melindungi ekosistemdi taman nasional. Keberadaan dan perkembangan masyarakatyang terlanjur ada di dalam kawasan TN Babul tak bisa dihindaridan berpotensi memberikan tekanan ekologis terhadap taman na-sional. Untuk itu, diperlukan pengelolaan kolaboratif dan sinergisantara semua pihak terutama pengelola TN Babul dan masyarakatuntuk mencapai solusi terbaik (win-win solution).

Konsep zona khusus sesuai mandat Permenhut Nomor 56 th2006 tentang Prinsip Zonasi Taman Nasional, dapat menjadi alter-natif untuk mewadahi kepentingan masyarakat dan taman na-sional. Masyarakat tetap dapat berkembang tanpa menggangguekosistem taman nasional, sementara pengelolaan potensi ekono-mis dapat dikelola dan diawasi bersama. Diperlukan proses dankomitmen tinggi untuk mewujudkan zona ini dengan baik. Selainitu, kajian komprehensif meliputi aspek fisik, sosial, ekonomi danbudaya mutlak dilakukan sebagai dasar pengelolaan zona khusus.

DAFTARDAFTARDAFTARDAFTAR PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. (2008). RencanaPengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional BantimurungBulusaraung 2008-2027. Maros: BBNP.

Page 356: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEEKSPOSEbpkbpkbpkbpkmakassar,makassar,makassar,makassar, 2012201220122012

348

Dewi, K. (2009). Forest cover change and vulnerability of GunungMerbabu National Park. Enschede: ITC.

Fraser, A. I. (1996). Social, economic and political aspects of forestclearance and land-use planning in Indonesia. Manuscript(Unpublished).

Forest Watch Indonesia. (2009). Pokok-pokok temuan dalampotret kehutanan Indonesia periode 2000-2009. Diunduh 15Agustus 2011 dari www.fwi.or.id.

Government of India. (1999). Economic survey 1998-99. New Delhi:Government of India, Ministry of Finance, Economic Division.

Gulati, S.C., Sharma, S. (2000). Population pressure anddeforestation in India. New Delhi: Population ResearchCentre, Institute of Economic Growth, University Enclave.

Parrang, L., (2008). Studi persepsi masyarakat terhadapkeberadaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.Makassar: Faculty of Forestry, Hassanuddin University.

Puyravaud, J. P., (2003). Standardizing the calculation of theannual rate of deforestation. Forest Ecology andManagement, 177, 593-596.

Sumarwoto, O. (2004). Ekologi, lingkungan hidup danpembangunan. Jakarta: Djambatan.

Treves, L.N, Holland, M.B., and Brandon, K. (2005). The role ofprotected areas in conserving Biodiversity and sustaininglocal livelihoods. Annual Reviews of Environment ResourcesEd.30, p219-252.

Page 357: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

349

KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYATDI KABUPATEN BULUKUMBA, PROVINSI SULAWESI SELATAN1

Achmad Rizal HBBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pengelolaan hutan rakyat yang dikembangkan dengan pola kemitraan diKabupaten Bulukumba melibatkan masyarakat, sektor swasta, dan pe-merintah yang memiliki representasi lembaga dengan peran masing-masing. Pengelolaan hutan rakyat yang lebih baik dapat dicapai, jika ter-dapat sinergi antara ketiga pemangku kepentingan. Dalam upaya mewu-judkan kemitraan ketiga pemangku kepentingan tersebut, telah dilaku-kan penelitian dan pendampingan yang mencakup berbagai aspek, ter-masuk kelembagaan. Beberapa capaian penelitian dan pendampingandalam aspek kelembagaan adalah dibentuknya institusi tingkat kabupa-ten, yaitu FKHR (Forum Komunikasi Hutan Rakyat), HIPKI (HimpunanPengusaha Kayu Indonesia); diselenggarakannya capacity building bagirepresentasi KTH (Kelompok Tani Hutan); dirumuskannya SPK (Surat Per-janjian Kemitraan); dan disusunnya draf perda (peraturan daerah) terkaitpengelolaan hutan rakyat. Sebagian dari isi tulisan ini telah dipaparkanpada Pertemuan Pleno Pemangku Kepentingan (Stakeholders) HutanRakyat Kabupaten Bulukumba sebagai bagian dari kerjasama penelitianIndonesia (FORDA) dan Australia (ACIAR).

Kata kunci: Kelembagaan, pemangku kepentingan, hutan rakyat,kemitraan

I. PENDAHULUAN

Kalau hutan rakyat dipahami sebagai sekumpulan pohon ber-kayu yang tumbuh di atas hamparan lahan yang dimiliki oleh ma-syarakat, maka di Bulukumba sesungguhnya “perjalanan nasib”

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 358: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

350

hutan sangat bergantung pada kemauan baik masyarakat. Betapatidak, 72% hutan yang ada di Bulukumba merupakan hutan milik(Dinas Kehutanan Kabupaten Bulukumba, 2005).

Desa Balong dan Desa Karassing di Kabupaten Bulukumba yangmerupakan lokasi studi pengembangan hutan rakyat dalam bing-kai kemitraan, memiliki sejarah pengelolaan sumberdaya hutanyang berbeda. Tulisan ini tidak bermaksud mengulas tuntas seja-rah tersebut, tetapi hanya menguraikan secara singkat tentangkeberadaan hutan tersebut. Desa Balong mencatatkan kehadirandirinya sejak tahun 1919 sebagai kawasan hutan Banri dan Lon-rong (nama Balong berasal dari gabungan nama kawasan hutanini), yang bertetangga dengan kawasan hutan Kacibo dan Pasissiayang kemudian dibuka oleh kolonial Belanda sebagai perkebunankaret. Banri dan Lonrong kemudian tumbuh sebagai lokasi pemu-kiman di mana masyarakatnya turut memiliki dan mengelola ka-wasan hutan di sekitarnya secara turun-temurun. Adapun DesaKarassing kondisinya berbeda, hutan yang tumbuh saat ini berasaldari kerja keras masyarakat untuk menghijaukan lahan yang mere-ka miliki secara turun-temurun. Menurut salah satu tokoh masya-rakat, Pak Daruma (2003), di masa lalu perbukitan sekitar DesaKarassing yang lokasinya jauh dapat terlihat, tetapi saat ini tidaklagi, karena sudah tertutupi rerimbunan pohon.

Bertitik tolak dari kondisi yang berbeda tersebut, hal menarikuntuk diungkapkan adalah keberdayaan masyarakat setempat un-tuk mempertahankan keberadaan hutan mereka. Ada kesadaranbersama yang perlu terus dipelihara. Seiring perjalanan waktu, hu-tan yang mereka pelihara mulai bernilai ekonomi dengan adanyapermintaan pasar. Ada pemahaman yang perlu ditanamkan bah-wa mereka dapat mengambil manfaat ekonomi dari hutannya,tanpa harus kehilangan sama sekali. Pemanfaatan secara terus-menerus. Ini yang dibicarakan senantiasa dalam proses kelemba-gaan yang sedang menggeliat di Bulukumba.

II. IDENTIFIKASI KELEMBAGAAN YANG ADA

Disadari atau tidak, dalam setiap pekerjaan atau kegiatan se-nantiasa ada orang atau sekumpulan orang yang terlibat di da-lamnya, baik untuk jangka waktu yang singkat maupun lama.

Page 359: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kelembagaan PengelolaanHutan Rakyat di Kabupaten Bulukumba… (A. Rizal HB)

351

Demikian pula halnya dengan pengelolaan hutan rakyat, terdapatorang atau sekumpulan orang yang terlibat dengan beragam pe-ran. Ada yang memiliki peran yang sama, sehingga kontak terjadisemakin sering, yang makin lama tampak sebagai suatu kumpulanatau kelompok orang. Kelompok ini memiliki peran tertentu. De-mikian halnya dengan kumpulan lainnya yang juga memiliki perantersendiri. Hal ini menumbuhkan semacam keinginan bersamauntuk mengikatkan diri dalam satu kelompok.

Begitu pula dalam pengelolaan hutan rakyat, terdapat bebera-pa peran yang dimainkan oleh orang atau sekelompok orang danberkaitan satu sama lain. Kelompok seperti ini dikenal sebagai pi-hak terkait atau para pihak atau pemangku kepentingan atau lebihpopuler lagi sebagai stakeholder. Dalam kesempatan beberapa ka-li diskusi bersama masyarakat di Desa Balong dan Desa Karassing,Kabupaten Bulukumba, pengertian tentang pemangku kepenting-an dan identifikasi tentang eksistensi dan perannya dalam penge-lolaan hutan rakyat dicoba dikemukakan. Istilah pemangku kepen-tingan tersebut dipahami antara lain sebagai: a. Apa atau siapayang ikut serta; b. Orang yang punya ketergantungan; c. Pihakyang dapat bekerjasama; d. Organisasi pemerintah, swasta mau-pun masyarakat; e. Sesuatu yang dipengaruhi ataupun mempe-ngaruhi, yang terkait dengan pengelolaan hutan, baik langsungmaupun tidak langsung.

Adapun tentang perannya, sebagaimana hasil diskusi bersamamasyarakat, dibedakan atas peran langsung dan tidak langsung.Dalam tulisan ini bahasan dibatasi hanya pada peran langsung,sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1, dapat dikelompokkan tiga pemangku ke-pentingan utama dalam pengelolaan hutan rakyat, yaitu: masya-rakat, pemerintah, dan pihak swasta, yang merupakan tiga pelakuutama dalam pembangunan yang dikenal selama ini. Dengan men-cermati peran-peran yang dimainkan oleh pemangku kepentingantersebut, tampak adanya kegiatan lembaga ataupun kelembagaanantar pemangku kepentingan, karena masing-masing memiliki ke-tergantungan. Selain itu, pada pemangku kepentingan tersebutterdapat tiga unsur yang senantiasa terdapat pada lembaga, yaituwadah berkumpul, sekumpulan orang, dan aturan main, sepertidisajikan pada Gambar 1.

Page 360: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

352

Tabel 1. Identifikasi peran pemangku kepentingan dalam pengelolaanhutan rakyat

Pemiliklahan

Kelompoktani

penghijauan

Dinaskehutanankabupaten

Pedagangperantara Koperasi

Penanaman Penyiapanbibit

Penyuluhan Pembelikayu

Penyalurbibit

Pemeliha-raan

Pupuk(saprodi)

Sosialisasi Penyediabibit

Penyalursaprodi

Pemanenan Kontrol Penyediaanbibit

BantuanModal

Bantuanmodal

Pemasaran Pertemuankelompok

Evaluasi/kontrol

Penyiapanbibit

Evaluasi (hasilkerja kelom-pok)

Saprodi

Penanaman ModalPemasaranbibit

Pelatihan(teknis)

PenyiapanlahanPemeliharaan

Sumber: Bisjoe, 2007

Gambar 1. Tiga unsur dalam kelembagaan (Sumber: Bisjoe, 2007)

Adanya saling ketergantungan memungkinkan pemangku ke-pentingan tersebut beraktivitas, baik intra maupun antar

KELEMBAGAAN

W A D A H S D M ATURAN MAIN

- ORGANISASI(Ketertataan, Keanggotaan,Kepengurusan, Asset, Dayaakomodasi)

- KEPEMIMPINAN- KAPASITAS

- TATA NILAI- KESEPAKATAN- KEBIJAKAN- POTENSI KONFLIK

Page 361: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kelembagaan PengelolaanHutan Rakyat di Kabupaten Bulukumba… (A. Rizal HB)

353

pemangku kepentingan. Adalah suatu kewajaran bila terdapat ke-kurangan atau kelemahan dalam mekanisme kelembagaan, seba-gaimana ditunjukkan oleh catatan dalam diskusi dengan pe-mangku kepentingan. Sebagai contoh kasus penjualan kayu jati:“Penjualan kayu jati dalam satu kawasan diborongkan seharga Rp25 juta oleh pembeli. Penjual/pemilik lahan tidak mengetahui be-rapa sebetulnya harga jual yang pantas sesuai dengan harga di pa-saran. Harga tersebut tidak didasarkan pada berapa jumlah pohondalam kawasan dan berapa diameter pohon rata-rata. Sebetulnyajika disesuaikan dengan harga di pasar, harga jual tersebut dapatmencapai Rp 150 juta, sehingga dalam hal ini pemilik pohon jelasdalam posisi yang dirugikan.”

Selanjutnya dicoba menggali beberapa pertanyaan yang mun-cul pada kasus tersebut, antara lain: apa penyebabnya? (mengapahal itu bisa terjadi?); bagaimana solusinya/pemecahannya?; bagai-mana mekanisme yang diperlukan untuk mencegah agar hal terse-but tidak terulang lagi?; apa harapan yang diinginkan di masamendatang untuk memperoleh kondisi yang lebih baik? Pertanya-an-pertanyaan tersebut mendapatkan jawaban beragam, sebagai-mana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa jawaban dan tanggapan pada diskusi kelembagaan

Penyebab Solusi Mekanisme HarapanKurangpengetahuan

Optimalisasilembaga yangada

Tidak tahu Ada standarharga (sama-sama untung)

Informasi yangterbatas

Perlu aturan Tidak tahu Bantuanmodal

Kurangnyasosialisasi

Informasi pasar(harga kayu dipasaran)

Tidak tahu Lembaga baruyang meng-atur kemitraan

Lembaga yangada belum efektif

Kerjasama Tidak tahu Tidak tahu

Desakanekonomi

Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu

Sumber: Bisjoe, 2007

Sekalipun praktik kelembagaan sudah dilakukan oleh masyara-kat di lokasi studi, tetapi membicarakan kelembagaan tetap dira-sakan sebagai hal yang baru dan tidak dapat dilakukan hanya

Page 362: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

354

dalam satu kali kunjungan. Hal ini menjadi bagian dari prosespembelajaran bersama. Konsepsi lembaga dan kelembagaan su-dah banyak pula dikemukakan oleh pakar. Departemen Kehutan-an (1992) mengemukakan pengertian kelembagaan sebagai suatuperangkat peraturan dan organisasi yang membuat serta meng-awasi pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut dalam suatu hu-bungan yang teratur di antara orang-orang yang menentukan hak-haknya mengenai suatu sistem pengorganisasian dan pengawasanterhadap pemakaian sumberdaya.

Djogo et al. (2003) menyatakan kelembagaan sebagai suatu ta-tanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organi-sasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubung-an antar manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam sua-tu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pem-batas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal mau-pun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif un-tuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama. Selanjutnya di-nyatakan bahwa definisi kelembagaan didominasi oleh unsur-un-sur aturan, tingkah laku atau kode etik, norma, hukum dan faktorpengikat lainnya antar anggota masyarakat yang membuat orangsaling mendukung dan bisa berproduksi atau menghasilkan sesua-tu karena ada keamanan, jaminan akan penguasaan atas sumber-daya alam yang didukung oleh peraturan dan penegakan hukumserta insentif untuk mentaati aturan atau menjalankan institusi.Tidak ada manusia atau organisasi yang bisa hidup tanpa interaksidengan masyarakat atau organisasi lain yang saling mengikat.

Pada dasarnya lembaga-lembaga yang diidentifikasi di lokasipenelitian mencakup ketiga unsur penggerak pembangunan, yaitupemerintah (state), masyarakat (civil society), dan perusahaanswasta (private sector). Tiga unsur tersebut perlu bersinergi satusama lain dalam upaya mencapai tujuan bersama, seperti ditun-jukkan pada Gambar 2.

Dengan pertimbangan adanya ketiga unsur penggerak pemba-ngunan di lokasi penelitian, dimungkinkan untuk membangun ker-jasama atau kemitraan dan melembagakannya dalam suatu fo-rum komunikasi. Inisiatif ini sebenarnya sudah sering muncul da-lam beberapa kali pertemuan diskusi kelompok atau Focus GroupDiscussion (FGD) antar pemangku kepentingan, seperti penguatankelembagaan Kelompok Tani Penghijauan (KTP), keinginan

Page 363: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kelembagaan PengelolaanHutan Rakyat di Kabupaten Bulukumba… (A. Rizal HB)

355

pengusaha kayu untuk membentuk asosiasi, keinginan untuk be-kerjasama secara legal formal (berdasarkan kontrak yang fair),dan lain-lain. Namun, hal tersebut selalu terkendala karena le-mahnya fasilitasi dan mediasi oleh instansi terkait.

Gambar 2. Tiga unsur penggerak pembangunan (Sumber: Bisjoe, 2007)

A. Pemerintah (State)

Lembaga pemerintah yang terdapat di Desa Balong dan DesaKarassing pada lazimnya mengacu kepada UU No. 22 Tahun 1999tentang Pemerintah Daerah. Pemerintahan desa terdiri dari pe-merintah desa dan BPD (Badan Perwakilan Desa). Pemerintah de-sa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Kepala desa dipilihlangsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat.Selanjutnya, calon terpilih (yang mendapatkan dukungan suaraterbanyak), ditetapkan sebagai kepala desa oleh BPD dan disah-kan oleh bupati. Di kedua desa yang diamati, terdapat Petugas Ke-hutanan Kecamatan (PKK), yakni Petugas Kehutanan KecamatanUjung Loe yang berkedudukan di Desa Balong dan Petugas Kehu-tanan Kecamatan Herlang yang berkedudukan di Desa Karassing.Petugas Dinas Kehutanan Kecamatan ditetapkan dengan Keputus-an Bupati Bulukumba Nomor Kpts.492/XI/2004. Untuk satu keca-matan ditempatkan satu orang petugas dimaksud dengan insentifRp 50.000,- per bulan. Saat ini terdapat 10 orang PKK yang terse-bar di 10 kecamatan yang ada di Kabupaten Bulukumba. Tugasdan fungsinya pada dasarnya merupakan perpanjangan tangankepala dinas di setiap kecamatan.

PEMERINTAH(STATE)

SWASTA(PRIVATE SECTOR)

MASYARAKAT(CIVIL SOCIETY)

Page 364: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

356

B. Masyarakat (Civil Society)

Masyarakat Desa Balong telah mendapatkan pembelajarantentang kelembagaan dengan dibentuknya Kelompok Pendengar,Pembaca, dan Pemirsa (Kelompencapir) pada tahun 1995 berna-ma Usaha Karya atas prakarsa pemerintah desa setempat danpembinaan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang jugamerupakan warga Desa Balong. Kelompencapir ini mengadopsiberbagai teknologi informasi di bidang pembangunan desa, khu-susnya pertanian.

Kemajuan bidang pertanian yang menonjol adalah pertaniantanaman pangan dan holtikultura yang ditandai oleh berdirinyakios benih tanaman pertanian di Desa Balong bernama Nusa In-dah. Kegiatan produktif yang dilaksanakan adalah pengembangantanaman sayur-mayur dan penyaluran benih padi unggul untukpersawahan, namun umur lembaga tidak berlangsung lama. Se-jalan dengan pergantian petugas PPL, pergeseran pengurus, danmenurunnya motivasi masyarakat, kios Nusa Indah ditutup. Demi-kian pula halnya kelompencapir berangsur-angsur surut kegiatan-nya dan bubar.

Wujud keberdayaan masyarakat Desa Balong dapat dilihat puladari dicetuskannya “Deklarasi Balong sebagai Desa Cinta Lingkung-an Hidup dan Sadar Lingkungan Hidup” pada tanggal 2 Februari2005 di Desa Balong. Peristiwa monumental tersebut dihadiri olehperwakilan sepuluh kecamatan yang ada di Kabupaten Bulukum-ba dengan melibatkan beberapa pihak terkait (stakeholder) dalampengelolaan hutan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain pena-naman massal bibit mahoni pada tepi jalan desa. Penyerahan bibitsengon secara cuma-cuma oleh PT PAL kepada masyarakat setem-pat, inventarisasi lahan kritis di Desa Balong untuk dihijaukan. Saatini tercatat lahan kritis di Desa Balong seluas 234,99 ha (26,5% lu-as wilayah desa). Dengan penghijauan tersebut diharapkan dapatterwujud kelestarian lingkungan dan peningkatan pendapatan ma-syarakat.

Ada dua jenis kelompok tani yang bergerak dalam bidang ke-hutanan, yakni Kelompok Tani Hutan (KTH) dan Kelompok TaniPenghijauan (KTP). KTH bergerak dalam kawasan hutan, sedang-kan KTP bergerak di luar kawasan hutan atau hutan di atas lahanmilik. Saat ini di Desa Balong telah dibentuk satu KTP bernama

Page 365: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kelembagaan PengelolaanHutan Rakyat di Kabupaten Bulukumba… (A. Rizal HB)

357

“Pembangunan Bersama”, yang masih dalam tahap penyiapanAD/ART dan struktur organisasi. Lembaga-lembaga lain yang di-jumpai di Desa Balong adalah Format (Forum Anti Maksiat), BKM(Badan Keswadayaan masyarakat), PUTKATI (Pelayanan UsahaTernak Kawasan Timur Indonesia), SPB (Serikat Petani Balong),dan sejumlah LSM lainnya.

Keberdayaan masyarakat di Desa Karassing dapat dilihat daridicetuskannya Dekalarasi Karassing lebih dulu dari Deklarasi Ba-long. Saat ini telah ada dua KTP di Desa Karassing, yaitu: (1) KTP“Suka Makmur” yang dibentuk 12 Agustus 1998 dan beranggota-kan 203 orang. KTP ini telah memiliki AD/ART dan struktur orga-nisasi, terdiri dari satu orang ketua dibantu oleh satu orang se-kretaris dan satu orang bendahara, yang dilengkapi dengan empatseksi, yaitu UP-UPSA, KBD, Hutan Rakyat, dan Sipil Teknis, (2) KTP“Suka Maju” yang dibentuk 1 Maret 2003. KTP ini juga telah me-miliki AD/ART dan struktur organisasi, terdiri dari satu orang ketuadibantu oleh satu orang sekretaris dan satu orang bendahara,yang dilengkapi dengan lima seksi, yaitu KBD, Hutan Rakyat, Wa-natani, UP-UPSA, dan Cekdam.

Selain KTP, di Desa Karassing juga telah berdiri Koperasi Peng-hijauan “Assamaturu” (dapat diartikan dengan kemitraan) yang di-dirikan dengan Akta Pendirian Koperasi Nomor 071/BH/KDK.2011/XI/1999 tanggal 10 November 1999 dengan jumlah pendiri 50orang. Koperasi telah memiliki susunan pengurus terdiri dari satuorang ketua umum, dibantu oleh dua orang ketua, satu orang se-kretaris, dan satu orang bendahara. Lembaga-lembaga lain yangdijumpai di Desa Karassing adalah: LSM (KPSA-LH) atau Komite Pe-lestarian Sumberdaya Alam-Lingkungan Hidup. Lembaga ini berge-rak di tingkat kecamatan. Untuk Kecamatan Herlang, berkeduduk-an di Desa Karassing. Adapun di Kecamatan Ujung Loe, lembagatersebut belum dikukuhkan.

Dari pemaparan di atas, tampak bahwa lembaga dan kelemba-gaan bukan merupakan hal baru bagi masyarakat di kedua desapenelitian. Namun, keberlangsungan lembaga dan perannya ma-sih bergantung kepada parapihak di luar masyarakat. Untuk itu,kepeloporan di antara tokoh masyarakat dan pendampingan daripihak terkait lainnya, baik pemerintah maupun non-pemerintahmasih sangat diperlukan. Pembelajaran yang telah diterima ma-syarakat selama ini dan pendampingan pihak terkait, diharapkan

Page 366: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

358

dapat bersinergi untuk terus memotivasi masyarakat dalam mem-bangun dan memelihara hutannya untuk kelestarian lingkungandan kesejahteraan masyarakat setempat.

Hal menarik yang dijumpai di lokasi penelitian untuk terus-me-nerus dicermati adalah adanya proses institusionalisasi kegiatanmasyarakat setempat dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Un-tuk setiap acara khitanan, khatam Qur’an dan pernikahan, pihakyang bersangkutan diwajibkan menanam tanaman kehutanan se-banyak lima pohon. Selain itu, ada pula kebijakan Dinas Kehutan-an Kabupaten Bulukumba yang mewajibkan masyarakat yang me-nebang pohon hutan untuk menanam pohon, yaitu menanam 10anakan untuk setiap pohon yang ditebang. Kegiatan masyarakatdan kebijakan dinas tersebut akan memberikan kontribusi bagi ke-lestarian hutan di masa yang akan datang.

C. Swasta (Private Sector)

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, swasta (private sec-tor) merupakan mitra yang mutlak diperlukan bersama pemerin-tah dan masyarakat dalam menggerakkan pembangunan dalamsuatu wilayah. Demikian pula halnya dengan Kabupaten Bulukum-ba. Saat ini terdapat beberapa unit usaha yang berperan langsungdalam pengelolaan sumberdaya hutan di Kabupaten Bulukumba,yaitu PT PAL (Palopo Alam Lestari), pengusaha/pedagang pe-ngumpul atau mitra antara (istilah setempat adalah peluncur), danbeberapa industri penggergajian kayu (sawmill).

Peran kelembagaan sebagaimana disajikan di atas, mencakupunsur-unsur pokok manajemen mulai dari perencanaan, peng-organisasian, pelaksanaan, dan pengawasan/pembinaan, menurutkapasitasnya masing-masing. Sudah ada aturan main internal lem-baga, tetapi belum optimal dalam pelaksanaan sehingga terdapattumpang-tindih peran yang dapat menyebabkan kurangnya sinergiantar lembaga. Ini mengakibatkan pengelolaan SDH belum opti-mal. Selain itu, belum ada sistem/mekanisme kerja antar lembagayang ada, khususnya dalam pengelolaan SDH. Mekanisme dalammenyikapi peluang kerjasama tersebut hanya berdasarkan kela-ziman dan diatur dalam Peraturan Desa. Jika mekanisme dimak-sud tidak ditempuh, kerjasama tetap dilakukan. Belum ada sanksiterhadap pihak terkait yang tidak mengikuti mekanisme yang

Page 367: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kelembagaan PengelolaanHutan Rakyat di Kabupaten Bulukumba… (A. Rizal HB)

359

berlaku. Peluang kerjasama, baik internal maupun eksternal, di-tindak-lanjuti dengan menyampaikan kepada Kepala Desa. Selan-jutnya, Kepala Desa memanggil BPD dan LKMD/LPMD untuk me-musyawarahkan pelaksanaannya.

Belajar dari kasus pengelolaan SDH (penjualan kayu jati olehmasyarakat berdasarkan harga perkawasan tegakan), dapat dika-takan bahwa masih rendahnya manfaat yang diperoleh masyara-kat dari SDH disebabkan oleh kondisi umum masyarakat yang me-miliki keterbatasan dalam hal modal, akses informasi, penguasaanteknologi, dan kecakapan manajerial. Oleh karena itu, untuk DesaBalong diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan, sedang-kan untuk Desa Karassing, diperlukan pembentukan lembaga khu-sus kemitraan dalam pengelolalaan SDH.

III. UPAYA PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

Kalau kemitraan dipahami sebagai kerjasama yang adil dalamsegala aspek bagi semua pemangku kepentingan, maka peran-peran yang sama di antara pemangku kepentingan sudah semesti-nya dibicarakan bersama bagi pencapaian tujuan yang optimal.Hal ini tentunya tidak hanya 1-2 kali dilakukan, tetapi berulang kalisecara berkala. Oleh karena itu, kehadiran suatu wadah yang da-pat menaungi kepentingan semua pemangku kepentingan meru-pakan suatu kebutuhan. Sampai saat ini wadah atau forum sema-cam ini – yang membicarakan masalah yang terkait pengelolaanhutan rakyat – belum dijumpai di Bulukumba.

Di samping itu, kehadiran suatu forum hutan rakyat menjadipenting, mengingat hutan rakyat di Bulukumba yang luasnya men-capai 21.000 ha atau 72% dari luas total hutan di Bulukumbamengindikasikan adanya peran dan kontribusi yang besar, baik ba-gi masyarakat, lingkungan, dan pemerintah setempat. Di sisi lain,bila hutan rakyat tidak dikelola dengan baik, maka dampak meru-gikan yang akan ditimbulkan juga sangat besar.

Kontak multi-pihak, antara anggota KTP di Desa Balong danPT PAL selama ini dalam bentuk bantuan bibit tanaman kehutan-an, dapat dipandang sebagai suatu embrio bentuk kemitraan, be-gitu juga kontak multi-pihak antara pengusaha-antara dengan pe-tani/pemilik lahan hutan atau pengusaha-antara dengan PT PALdalam bentuk kesepakatan pasokan bahan baku. Sejauh ini, kerja

Page 368: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

360

sama tersebut belum dikelola dengan baik sehingga menyulitkanmonitoring dan evaluasi untuk tindak lanjut, ditambah lagi belummantapnya peran Dinas Kehutanan sebagai mediator/fasilitatordan regulator terhadap pelaku hutan rakyat. Oleh karena itu, di-pandang perlu untuk menginisiasi penyusunan SPK (Surat Perjan-jian Kerjasama).

Saat ini telah dilakukan beberapa kali FGD di ke dua desa studidengan melibatkan pemangku kepentingan kunci (main stake-holder). SPK tersebut pada dasarnya mengatur peran-peran pe-mangku kepentingan dalam melakukan perjanjian kemitraan, yangterdiri dari tiga pihak, yaitu: (i) pihak pertama, petani/pemilik hu-tan atau tanaman atau kayu; (ii) pihak kedua, pengusaha/pembelikayu,dan (iii) pemerintah, dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabu-paten Bulukumba sebagai mediator/fasilitator. Substansi SPK dija-barkan dalam pasal-pasal yang dapat dikelompokkan atas : (i) ad-ministrasi, (ii) ekonomi, (iii) lingkungan, dan (iv) hukum. SPK terse-but berkekuatan hukum dan mengikat bagi pihak terkait. Dengandemikian, siapapun pemangku kepentingan yang melakukan ke-mitraan dalam pengelolaan hutan rakyat di Bulukumba, akanmendapatkan kepastian hukum atas usaha yang dijalankan.

Adapun untuk keperluan komunikasi antar pemangku kepen-tingan secara berkala dan berkelanjutan, telah diinisiasi pula ter-bentuknya forum komunikasi hutan rakyat (FK-HUTAN RAKYAT)yang mencakup semua pelaku hutan rakyat. Forum ini diharapkanmampu menjalankan peran kelembagaan yang mendukung ke-mitraan, untuk mewujudkan :1. Keberlanjutan ekonomi masyarakat dan daerah. Bagi masya-

rakat, forum ini diharapkan dapat meningkatan pendapatandari hutan yang dimiliki melalui praktik transaksi yang fair, b-aik harga maupun volume. Bagi daerah, praktik transaksi yangfair diharapkan dapat meningkatkan PAD melalui retribusiyang dikelola dengan baik.

2. Kelestarian ekologi. Manfaat ekonomi yang dirasakan masya-rakat atas kayu yang ditanam dan dipelihara, akan menimbul-kan motivasi yang kuat untuk tetap menjaga keberlangsunganhutan rakyat. Hal ini berarti akan turut menjaga kelestarianekologi, karena masyarakat akan tetap mempertahankan ke-beradaan hutannya. Sebaliknya, bila manfaat ekonomi itu ti-dak dirasakan oleh masyarakat, maka dengan mudah

Page 369: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kelembagaan PengelolaanHutan Rakyat di Kabupaten Bulukumba… (A. Rizal HB)

361

masyarakat mengalihfungsikan lahannya kepada sesuatu yanglebih menguntungkan, misalnya menjual lahan, mengganti ta-naman hutan dengan tanaman kompetitif.

Kemitraan di antara pemangku kepentingan hutan rakyat ten-tunya baru dapat terwujud jika didukung oleh sejumlah asumsiyang menjembatani kondisi sekarang dan kondisi yang diharap-kan. Asumsi tersebut dapat merupakan goodwill dari satu pe-mangku kepentingan atau dapat juga datang dari beberapa pe-mangku kepentingan. Hasil analisis menyajikan beberapa asumsiyang akan menjadi agenda FK-HUTAN RAKYAT, sebagai berikut:1. Penyusunan dan pemahaman bersama oleh semua pemang-

ku kepentingan atas SPK.2. Fasilitasi peningkatan kemampuan anggota KTP dan penguat-

an kelembagaan KTP.3. Fasilitasi pencarian modal awal/modal kerja KTP.4. KTP menyusun dokumentasi data potensi tegakan hutan rak-

yat yang dimonitor oleh Dinas Kehutanan Kabupaten.5. Dinas Kehutanan Kabupaten memfasilitasi pengurusan tim

cruising dan SKSHH oleh KTP.6. Standardisasi biaya pengurusan SKSHH dan cruising yang di-

sosialisasikan kepada pemangku kepentingan.7. Sistem pembelian kayu hutan rakyat dari KTP secara kolektif

oleh pengusaha atau mitra antara.8. Fasilitasi pemungutan retribusi satu pintu oleh Dinas Kehu-

tanan Kabupaten.9. Fasilitasi penentuan harga kayu berdasarkan grading oleh Di-

nas Kehutanan Kabupaten.10. Pembenahan mekanisme tata usaha kayu hutan rakyat oleh

Dinas Kehutanan Kabupaten, termasuk peninjauan kembalipersyaratan untuk penerbitan IPKHR oleh Dinas KehutananKabupaten.

Membaca asumsi-asumsi tersebut di atas tentunya terbayangpekerjaan besar dan berat yang harus segera diselesaikan. Bagipe-mangku kepentingan yang sudah nyaman dengan status quo,hal ini hanya akan menambah pekerjaan dan mungkin akan meng-hilangkan pundi-pundi pendapatan. Namun, untuk tujuan yang le-bih besar – keberlangsungan kehidupan masyarakat petani hutanrakyat dan ekonomi daerah serta kelestarian hutan diBulukumba – tampaknya semua pemangku kepentingan dituntut

Page 370: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

362

kesediaannya untuk duduk bersama membicarakan pengelolaanhutan rakyat-nya, membuat kesepakatan dan berkomitmen untukmenepatinya. Tanpa itu semua, pola kemitraan yang sudah dibi-carakan dan mulai diwujudkan, hanya akan tinggal sebagai slogansemata.

IV. PENUTUP

Kelembagaan pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Bulu-kumba sampai dengan saat ini masih terus berproses ke arah yanglebih baik, dimulai dari kesediaan semua pemangku kepentinganhutan rakyat untuk duduk bersama dalam diskusi sampai dengandicapainya kesepakatan dan peran yang perlu ditindaklanjuti olehsetiap pemangku kepentingan. Diskusi diselenggarakan secarabertahap dengan mengambil kasus Desa Balong dan Desa Ka-rassing yang merupakan lokasi kerja sama penelitian antara Indo-nesia (FORDA) dan Australia (ACIAR). Peran penelitian dan pen-dampingan sebagai outsider adalah mengkomunikasikan danmempertemukan gagasan para pemangku kepentingan tentangpengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Bulukumba. Diharapkandengan bertitik tolak dari pembelajaran pada dua desa, yaitu DesaBalong dan Karassing, dapat terwujud pengelolaan hutan rakyatsecara berkesinambungan dan mampu meningkatkan kesejahtera-an masyarakat di Kabupaten Bulukumba.

DAFTAR PUSTAKA

Bisjoe. A. R. H. (2007). Peran kelembagaan yang mendukungkemitraan dalam pengembangan hutan rakyat diBulukumba. Lokatulis Kerjasama CIFOR dan Inspirit. Bogor:CIFOR (Tidak diterbitkan).

Departemen Kehutanan. (1992). Manual kehutanan. Jakarta:Departemen Kehutanan.

Dinas Kehutanan Kabupaten Bulukumba. (2005). Rencana masterplan konsepsi pembangunan kehutanan KabupatenBulukumba menuju Tahun 2025. Bulukumba: DinasKehutanan Kabupaten Bulukumba (Tidak diterbitkan).

Djogo, T., Sunaryo, Suharjito D., Sirait, M. (2003). Kelembagaandan kebijakan dalam pengembangan agroforestri (BahanAjar Agroforestry 8). Bogor: ICRAF.

Page 371: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

363

KAJIAN ASPEK LINGKUNGAN TEMPAT TUMBUH BIDARA LAUT(Strychnos lucida R.Br) DI KABUPATEN DOMPU, NTB1

Ryke NandiniBalai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Mataram

Jl. Dharma Bhakti No. 7, Ds. Langko, Kec. Lingsar, Kab. Lombok BaratEmail : [email protected]

ABSTRAK

Hutan berpotensi sebagai sumber tumbuhan obat yang digunakan olehmasyarakat secara turun-temurun. Tanaman bidara laut (Strychnos lu-cida R.Br) adalah salah satu tanaman obat yang dimanfaatkan masyara-kat di Dompu, NTB, mulai dari daun, batang, buah hingga akar tanaman.Permintaan terhadap bidara laut sudah sangat tinggi, namun sampaisaat ini belum berhasil dilakukan budidaya. Hal yang diperlukan untukbudidaya tanaman bidara laut adalah mengetahui aspek biofisik habitat-nya sehingga dapat dilakukan manipulasi lingkungan dalam kegiatan bu-didayanya, terutama lingkungan dan pembuatan media semai. Peneliti-an ini dilakukan di Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu, Provinsi NTB, de-ngan menggunakan metode survei dan observasi lapangan. Hasil peneli-tian menunjukkan bahwa tanaman bidara laut tumbuh pada daerahyang beriklim sedang (D), curah hujan rata-rata tahunan sekitar 1.418,1mm, kemiringan lereng datar hingga landai (0-8%), berbatu-batu, dekatalur sungai, dekat pantai, klasifikasi tanah termasuk sub ordo Dystro-pepts dengan ketebalan tanah relatif tipis (0-30 cm), serta penutupan la-han sedang hingga rapat. Dibandingkan dengan lokasi yang tidak terda-pat tanaman bidara laut, tempat tumbuh tanaman bidara laut mempu-nyai iklim mikro lebih rendah dengan selisih suhu udara 1,3°C, kelembab-an udara 1,4% dan suhu tanah 0,2°C, laju infiltrasi dua kali lebih besar,kapasitas infiltrasi 19% lebih besar, kesuburan tanah (C-org, N-total danP2O5) lebih tinggi, serta simpanan karbon yang lebih besar yaitu 143,68ton/ha.

Kata kunci : Bidara laut, tanaman obat, aspek lingkungan, biofisik, tanah

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 372: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

364

I. PENDAHULUAN

Tanaman bidara laut (Strychnos lucida R.Br) adalah jenis ta-naman hutan yang berkhasiat obat. Tanaman bidara laut banyakdimanfaatkan oleh masyarakat di Nusa Tenggara Barat (NTB) khu-susnya di Kabupaten Bima dan Dompu dan dikenal dengan namasongga. Menurut hasil penelitian BPK Mataram (2010), beberapakhasiat tanaman bidara laut adalah untuk pengobatan penyakitasma, darah tinggi, maag, kencing manis, malaria, pegal linu, ba-dan lemah lesu, penambah stamina, gatal-gatal, dan anti nyamuk.Hasil penelitian BPK Mataram (2010) menyebutkan bahwa bidaralaut mempunyai kandungan senyawa kimia yang berpotensi untukdikembangkan sebagai bahan obat, di antaranya adalah senyawagolongan Dimethoxybenzene yang berpotensi untuk mengatasi ku-lit berminyak dan jerawat; Ethyl methacrylate monomer (EMA)yang berfungsi sebagai minyak tambahan yang baik dalam obat-obatan dan kedokteran gigi; Cyclopropyl carbinol digunakan padatahap intermediate kegiatan sintesis dalam farmasi; Furanonesyang secara luas digunakan sebagai pengendali biofilm pada ka-teter medis; serta 2,5-Dimethoxybenzaldehyde yang digunakanuntuk memproduksi berbagai obat-obat psychoactive.

Senyawa kimia sebagai bahan obat alternatif tersimpan padahampir semua bagian tanaman, mulai dari daun, batang, buahhingga akar. Potensi ini membuat tanaman bidara laut banyak di-panen masyarakat untuk kepentingan pengobatan pribadi mau-pun komersial. Di Dompu, usaha pengobatan dengan mengguna-kan kayu bidara laut telah mencapai tahap komersial seperti in-dustri cangkir yang terbuat dari bagian batang berdiameter 10-20cm sehingga kebutuhan kayu bidara laut sangat besar. Menurutdata Statistik Dinas Kehutanan Provinsi NTB tahun 2006 jumlahproduksi kayu bidara laut pada tahun 2004 mencapai 6.000 ton(Dishut Prov. NTB, 2007). Kebutuhan kayu bidara laut sebagian be-sar dipenuhi dari alam sehingga apabila hal ini berlangsung terus-menerus akan mengancam kelestariannya di alam.

Kebutuhan kayu yang besar perlu diimbangi dengan upaya bu-didaya. Hasil survei BPK Mataram (2010) menyebutkan bahwa bu-didaya bidara laut belum berhasil, baik oleh masyarakat maupunpemerintah karena ketidaksesuaian tempat tumbuh dan belum

Page 373: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian AspekLingkungan Tempat Tumbuh Bidara Laut… (R. Nandini)

365

diperolehnya teknik budidaya yang efektif. Salah satu informasiyang sangat diperlukan dalam budidaya tanaman bidara laut ada-lah pengenalan biofisik lingkungan yang dapat dimanipulasi. Tulis-an ini membahas aspek biofisik lingkungan tempat tumbuh spesi-fik tanaman bidara laut. Lokasi penelitian di Kecamatan Hu’u, Ka-bupaten Dompu, Provinsi NTB. Lokasi penelitian ditentukan secarapurposive, di mana lokasi yang dipilih adalah kawasan hutan yangterdapat tanaman bidara laut (plot A) dan kawasan hutan yang ti-dak terdapat tanaman bidara laut (plot B) sebagai kontrol. Ma-sing-masing plot dipilih tiga buah titik sebagai pewakil.

Metode yang digunakan adalah metode survei dan observasilapangan secara langsung. Pengukuran iklim mikro dilakukan padakedua lokasi dengan intensitas masing-masing tiga kali pengukur-an pada pukul 8-10 pagi. Pengukuran aspek kesuburan dilakukandengan pengambilan sampel tanah untuk analisis aspek-aspek ke-suburan (C-org, Ca, Na, K, N-tot, P, KTK) serta pengukuran tinggidan diameter tanaman untuk analisis biomassa secara allometrik.Pengukuran tinggi dan diameter dilakukan dengan membuat plotberbentuk bujur sangkar berukuran 20 m x 20 m.

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan ten-tang aspek lingkungan pendukung budidaya tanaman bidara lautsehingga pemanfaatan bidara laut sebagai bahan obat dapat les-tari.

II. POPULASI BIDARA LAUT

Menurut Heyne (1987), bidara laut terdapat di Pulau Floresdan pulau-pulau sekitarnya termasuk wilayah Kabupaten Bimadan Dompu (P. Sumbawa). Hasil penelitian BPK Mataram (2010) diKecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu menunjukkan bahwa bidaralaut termasuk tumbuhan yang mempunyai tingkat regenerasi cu-kup baik dengan Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pancang139,28% dan tingkat semai 141,48%. Jumlah individu bidara lautdalam tiap plot pengamatan berukuran 20 m x 20 m adalah 7-26individu dengan kisaran diameter 2,68-4,13 cm dan tinggi 1,81-2,21 m. Hasil penelitian BPK Mataram (2011) menunjukkan bahwabidara laut berasosiasi positif dengan jenis asam (Tamarindusindica), kesambi (Schleichera oleosa, Merr), luhu (Agalaia argenta

Page 374: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

366

BL.), pampa (Crataeva nurvala Ham.), rino (Grewia criocarpusJuss.), sara’a (Zyzyphus celtidifolia Dc.), dan wamba (Solanum sp);serta berasosiasi negatif dengan jenis libi (Antidesma subcordatumMerr.), mposu (Ficus septica Burm.f.), mpuu (Diospiros malabari-ca), ntana (Kleinhovia hospita), dan sala (Pterospermum diversifo-lium Blume.).

Dari hasil pengamatan di lapangan, regenerasi bidara lautumumnya berasal dari anakan dan trubusan tunas yang tumbuhpada bekas tebangan seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Trubusan (a) dan anakan (b) tumbuhan bidara laut

Potensi batang utama bekas tebangan bidara laut yang berlo-kasi di Desa Hu’u untuk bertunas kembali mencapai rata-rata 24tunas/batang, dalam kurun waktu 4 bulan pertumbuhannya men-capai rata-rata diameter 0,73 cm dan rata-rata tinggi 109,2 cm.

III. ASPEK LINGKUNGAN BIDARA LAUT

A. Iklim

Berdasarkan analisis data iklim tahun 1985-2009 yang diper-oleh dari Dinas Pertanian Provinsi NTB, lokasi penelitian mempu-nyai nilai rata-rata bulan kering 3 dan rata-rata bulan basah 3,8 se-hingga nilai gradien 79,7 dan termasuk dalam klasifikasi iklimSchmidt Ferguson sedang (D). Curah hujan rata-rata tahunansebesar 1.418,1 mm di mana hujan terbesar adalah 475 mm yang

a b

Page 375: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian AspekLingkungan Tempat Tumbuh Bidara Laut… (R. Nandini)

367

terjadi pada bulan April 2000. Selain analisis iklim dan curah hu-jan, pada lokasi penelitian juga dilakukan pengukuran iklim mikroyang terdiri dari suhu udara, kelembaban udara, dan suhu tanah.Pengukuran dilakukan pada dua lokasi yaitu lokasi dengan tanam-an bidara laut (plot A) dan tanpa tanaman bidara laut (plot B) de-ngan intensitas pengukuran masing-masing 3 kali pada pukul 8-10pagi. Hasil pengukuran iklim mikro di lokasi penelitian menunjuk-kan bahwa iklim mikro pada plot A sedikit lebih rendah dibanding-kan plot B dengan selisih suhu udara 1,3°C , kelembaban udara1,4% dan suhu tanah 0,2°C (Gambar 2).

Gambar 2. Hasil pengukuran iklim mikro di lokasi penelitian

Iklim mikro pada plot A yang lebih rendah kemungkinan dise-babkan kerapatan tajuk tanaman bidara laut dapat menyaring pa-paran sinar matahari secara langsung yang dapat menyebabkankenaikan suhu. Nilai kelembaban udara yang cukup tinggi (83,6%dan 85%) dapat disebabkan suhu di bawah tajuk rendah serta ta-juk yang dapat menahan penguapan.

B. BiofisikAnalisis Land System NTB, Repprot, tahun 1986 menunjukkan

bahwa secara fisiologi, lokasi penelitian berada di dataran pantaikaki pergunungan Beliling. Penampakan hidrologi terlihat padabanyaknya alur sungai di sekitar lokasi penelitian yang hanya terisipada saat terjadi hujan. Sebagai lahan yang berada di dataran

Page 376: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

368

pantai, tekstur tanah di lokasi penelitian mempunyai kandunganpasir yang relatif besar (>45%). Hal ini berpengaruh pada kemam-puan tanah dalam menyimpan dan meloloskan air (infiltrasi). Ta-nah merupakan media tumbuh utama bagi suatu tanaman. Ana-lisis terhadap sifat-sifat tanah, baik fisika maupun kimia sangatpenting untuk dilakukan agar dapat diketahui tingkat kesuburan-nya.

Jenis batuan yang mendominasi adalah andesit dan basalt. Me-nurut Darmawijaya (1997), batuan andesit merupakan batuan in-termedier dengan kadar Si02 57,5% dan pada umumnya mengha-silkan tanah yang kaya unsur hara dan subur karena banyak me-ngandung unsur basa dan mudah mengalami pelapukan sehinggamudah membentuk tanah dengan tekstur yang halus. Batuan ba-salt merupakan batuan basis yang pada umumnya bertekstur ha-lus, kaya Fe dan Mg tetapi miskin unsur K. Land System NTB, Rep-prot tahun 1986, menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitiantermasuk klasifikasi kompleks Haplustults, Dystropepts, dan Hap-lustalfs. Tanah tersebut termasuk dalam ordo Ultisols, Inceptisols,dan Alfisols. Menurut Darmawijaya (1997), tanah Ultisols merupa-kan tanah yang mempunyai karakterisktik translokasi lempungdan perlindian. Tanah ini mengandung air dan basa yang sedikitsehingga tanpa pemupukan dapat digunakan seperti perladanganberpindah, namun produktivitasnya dapat lebih ditingkatkan me-lalui pemupukan. Tanah Inceptisols merupakan tanah yang mulaiberkembang. Pada umumnya tanah ini mampu menyediakan airbagi tanaman selama enam bulan atau tiga bulan berturut-turutselama musim kemarau. Adapun tanah Alfisols adalah tanah yangterbentuk dari hasil translokasi lempung silikat tanpa merusak ba-sa berlebihan. Kandungan air dan basa menyebabkan lahan de-ngan jenis tanah ini banyak diolah secara intensif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di lokasi penelitian de-ngan tanaman bidara laut (plot A) mempunyai kedalam tanah (so-lum) yang termasuk dalam kategori dangkal, yaitu 0-36 cm, se-dangkan pada lokasi yang tidak terdapat tanaman bidara laut (plotB) mempunyai solum 0->50 cm yang berarti termasuk dalam kate-gori sedang. Sejumlah 20-40%, selain mempunyai solum yangdangkal dan sedang, lokasi penelitian terdapat singkapan batuanpermukaan. Kandungan pasir rata-rata di lokasi penelitian pada

Page 377: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian AspekLingkungan Tempat Tumbuh Bidara Laut… (R. Nandini)

369

plot A adalah 52% sedangkan pada plot B adalah 49,2%. Hal iniberarti bahwa pada saat akan melakukan penyiapan media semaiuntuk budidaya, maka komposisi kandungan pasir sebaiknya dise-suaikan dengan kondisi tempat tumbuh aslinya, antara lain kom-posisi pasir 50%.

Hasil pengukuran infiltrasi (Gambar 3) menunjukkan bahwa la-ju infiltrasi pada lokasi dengan tanaman bidara laut (plot A) duakali lebih besar dibandingkan lokasi tanpa tanaman bidara laut(plot B), sedangkan kapasitas infiltrasi pada plot A 19% lebih kecildibanding plot B. Hal ini sejalan dengan Arsyad (1989), di mana se-makin besar ukuran butir tanah akan semakin kecil kemampuan-nya dalam menyimpan air dan semakin mudah meloloskan air.

Gambar 3. Hasil pengukuran infiltrasi di lokasi penelitian

Berdasarkan klasifikasi Kohnke (1968) dalam Arsyad (1989), in-filtrasi di lokasi penelitian termasuk dalam klasifikasi sangat cepat.Kondisi infiltrasi yang sangat cepat menyebabkan air tidak dapatdiikat oleh akar secara optimal sehingga kebutuhan air pada ta-naman seringkali tidak terpenuhi. Agar kemampuan akar dalammengikat air dapat optimal maka perlu dilakukan manipulasi ling-kungan terutama tempat tumbuh/media penanaman. Salah satu-nya adalah dengan penambahan pupuk dan tanah atas yang mem-punyai komposisi fraksi pasir lebih sedikit sehingga komposisitekstur tanah lebih berimbang.

Selain dipengaruhi partikel tanah, infiltrasi di lokasi penelitianjuga dipengaruhi oleh banyaknya curah hujan dan perakaran ta-naman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman bidara lautmempunyai akar yang dalam dan memanjang (tap root) sepertiterdapat pada Gambar 4.

Page 378: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

370

Gambar 4. Perakaran tanaman bidara laut

Akar tanaman ini mampu menembus batuan yang ada di per-mukaan tanah untuk mendapatkan air sehingga pada musim ke-marau tanaman bidara laut tetap dapat tumbuh dengan baik padalingkungannya. Lebih lanjut, menurut Hardiyatmo (2006) tipe akartap root seperti yang dimiliki bidara laut dapat memberikan kon-tribusi terhadap stabilitas lereng terutama untuk tipe longsorandatar.

Kesuburan tanah di lokasi penelitian dicerminkan oleh hasilanalisis sifat-sifat fisika dan kimia tanah pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat kesuburan tanah padaplot A (dengan tanaman bidara laut) dan B (tanpa tanaman bidaralaut) relatif sama. Selain dilihat dari nilai-nilai parameter juga dili-hat dari harkat nilai pada masing-masing plot. Pada plot A, keda-laman solum lebih rendah daripada plot B. Hal ini disebabkan ka-rena pada plot A terdapat banyak singkapan batuan yang munculpada kedalaman tertentu. Beberapa parameter yang mempunyainilai dan harkat berbeda antara lain pada kedalaman solum tanah,N-Total, C-Organik, P2O5, dan KTK. Pada plot A, nilai N-Total, C-Organik, P2O5 sedikit berada di atas plot B, sedangkan untuk nilaiKTK, plot B jauh lebih tinggi dari plot A. Secara umum dapat dika-takan bahwa tingkat kesuburan tanah pada plot A dan B sama-sama kurang baik karena sebagian besar parameter mempunyainilai ekstrim, baik sangat rendah maupun sangat tinggi. Apabiladihubungkan dengan klasifikasi tanah, berdasarkan analisis LandSystem NTB, Repprot, tahun 1986, maka kemungkinan tanah ini-lah yang termasuk bagian dari sub ordo Dystropepts, yaitu tanah

Page 379: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian AspekLingkungan Tempat Tumbuh Bidara Laut… (R. Nandini)

371

yang berkembang dengan kesuburan rendah. Pada unsur hara ma-kro, parameter kesuburan mempunyai nilai yang sangat tinggi se-dangkan pada unsur kesuburan mikro nilai parameter mempunyainilai yang sangat rendah sehingga mempengaruhi pertumbuhantanaman yang ada di lokasi tersebut. Berdasarkan hasil survei, je-nis tumbuhan yang ada pada lokasi penelitian mengalami pertum-buhan yang kurang baik, yaitu seperti daun berwarna pucat sertadiameter batang dan daun yang kecil. Menurut Winarso (2005),hal ini merupakan salah satu ciri tumbuhan kekurangan unsur ha-ra mikro.

Tabel 1. Hasil analisis sifat-sifat fisika dan kimia tanah di lokasi penelitian

ParameterRata-rata nilai

dalam plot Harkat dalam plot*

A B A BKedalaman solum 0 - 36 0 - >50 Dangkal SedangpH H20 5,9 6,06 Agak masam Agak masamN-Total (%) 0,22 0,12 Sedang RendahC-Org (%) 2,52 1,16 Sedang RendahP2O5 Bray (ppm) 12,10 9,54 Rendah Sangat rendahKTK (cmol/100gr) 12,10 29,27 Rendah TinggiK (cmol/100gr) 1,04 1,71 Sangat tinggi Sangat tinggiNa (cmol/100gr) 3,64 8,60 Sangat tinggi Sangat tinggiCa (cmol/100gr) 12,04 11,73 Tinggi TinggiMg (cmol/100gr) 3,98 4,01 Tinggi TinggiFe (ppm) 8,44 9,13 Sangat rendah Sangat rendahMn (ppm) 22,84 13,47 Sangat rendah Sangat rendahCu (ppm) 1,12 2,07 Sangat rendah Sangat rendahZn (ppm) 1,12 2,00 Sangat rendah Sangat rendahS (ppm) 4,55 2,00 Sangat rendah Sangat rendahPermeabilitas(cm/jam)

21,36 853,87 Cepat Cepat

Sumber: Analisis data primer (2010)Keterangan: *kriteria penilaian dapat dilihat pada Lampiran 1

Kesuburan tanah sangat erat kaitannya dengan kandungansimpanan karbon (C) dalam tanah. Vegetasi yang terdapat pada la-han hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap dan menyim-pan karbon yang merupakan salah satu gas penyebab efek rumahkaca. Menurut Hairiah dan Widianto (2007), dalam suatu bentangalam terdapat beberapa sumber karbon (carbon pool), yaitu diatas permukaan, bawah permukaan, dan tanah. Selama tidak ada

Page 380: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

372

pembakaran di lahan, emisi CO2 di atmosfer dapat ditekan. JumlahC yang tersimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) meng-gambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap tanaman (C-sequestration); sedangkan jumlah C yang masih tersimpan dalambagian tumbuhan mati (nekromasa) secara tidak langsung meng-gambarkan CO2 yang disimpan dalam sistem untuk beberapa wak-tu lamanya, C tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran. Sema-kin banyak vegetasi, maka diharapkan akan mampu menyerapgas-gas rumah kaca yang terdapat di alam.

Pada pengukuran simpanan karbon yang berasal dari tanah,pengukuran dilakukan dengan menggunakan dasar analisis C-organik dari sampel tanah yang diambil pada plot A dan plot Byang kemudian dihitung dengan formula MacDicken (1997). Wa-laupun tingkat kesuburan tanah termasuk rendah, dengan keha-diran bidara laut dapat memicu pertumbuhan ekosistem lebih ba-ik seperti ditunjukkan oleh simpanan karbonnya (Gambar 5).

Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai simpanan karbon tanahpada plot A lebih tinggi bila dibandingkan dengan plot B, di mananilai simpanan karbon pada plot A adalah 143,1 ton/ha sedangkanpada plot B adalah 61,66 ton/ha. Hal ini dapat dikatakan bahwaadanya tanaman bidara laut telah menyebabkan nilai simpanankarbon tanah menjadi lebih besar. Kondisi tersebut kemungkinandisebabkan adanya akar tanaman bidara laut yang mampu me-nembus lapisan tanah sampai ke bawah sehingga menambah un-sur karbon dalam tanah, terlebih lagi apabila dihubungkan denganhasil penelitian BPK Mataram (2010) di mana hasil analisis kimia

Gambar 5.Simpanan karbontanah di lokasipenelitian

Page 381: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian AspekLingkungan Tempat Tumbuh Bidara Laut… (R. Nandini)

373

terhadap akar bidara laut menunjukkan bahwa senyawa karbondalam akar bidara laut adalah sebesar 22,94 % dalam tiap satuanakar.

Selain dari dalam tanah, simpanan karbon juga berasal daripermukaan, yaitu dari biomassa tanaman bidara laut. Untuk mem-peroleh biomassa tanaman bidara laut digunakan metode perhi-tungan biomassa secara allometrik dari Vademicum Kehutanan(1976). Perhitungan biomassa dari tanaman bidara laut didasar-kan pada jumlah tegakan pada tiap plot berukuran 20 m x 20 myang diukur tinggi dan diameternya. Rata-rata jumlah tanaman bi-dara laut pada tiap plot adalah 9 tanaman dengan diameter rata-rata 0,02 m dan tinggi rata-rata 1,98 m. Hasil perhitungan bio-massa diperoleh rata-rata biomassa tanaman bidara laut di lokasipenelitian adalah 1,299 Mg/ha atau setara dengan 0,584 ton/ha C.Dengan demikian, apabila digabungkan antara karbon tanah de-ngan karbon dari tegakan tanaman bidara laut, jumlahnya adalah143,684 ton/ha.

IV. KESIMPULAN

1. Pemanfaatan sumberdaya hutan sebagai bahan obat tradi-sional merupakan salah satu aset yang harus dipertahankan,terlebih lagi pada saat kebutuhan ekonomi yang tinggi dansemakin mahalnya biaya pengobatan. Budidaya tanamanobat yang berasal dari hutan seperti halnya tanaman bidaralaut sangat mutlak diperlukan untuk menjamin kelestariaan-nya di alam.

2. Tanaman bidara laut tumbuh pada daerah yang beriklim se-dang (D), curah hujan rata-rata tahunan sekitar 1.418,1 mm,kemiringan lereng datar hingga landai (0-8%), berbatu-batu,dekat alur sungai, dekat pantai, klasifikasi tanah termasuksub ordo Dystropepts dengan ketebalan tanah relatif tipis (0-30 cm), serta penutupan lahan sedang hingga rapat.

3. Dibandingkan dengan lokasi yang tidak terdapat tanaman bi-dara laut, tempat tumbuh tanaman bidara laut mempunyaiiklim mikro lebih rendah dengan selisih suhu udara 1,3°C , ke-lembaban udara 1,4% dan suhu tanah 0,2°C, laju infiltrasidua kali lebih besar, kapasitas infiltrasi 19% lebih besar,

Page 382: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

374

kesuburan tanah (C-org, N-total, dan P2O5) lebih tinggi, sertasimpanan karbon yang lebih besar yaitu 143,68 ton/ha.

4. Tanaman bidara laut dapat dibudidayakan di luar tempattumbuh aslinya, dengan beberapa perlakuan manipulasi ling-kungan seperti penambahan pupuk dan penambahan fraksipasir pada media tanam untuk menyeimbangkan komposisitekstur tanah agar air yang melewati butir-butir tanah dapatterikat untuk kebutuhan air tanaman secara optimal.

5. Untuk mempertahankan suhu, kelembaban udara, dan tanahagar sesuai dengan tempat tumbuhnya maka diupayakanagar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung.Penggunaan paranet di persemaian akan sangat membantusampai tanaman siap tanam.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. (1989). Konservasi tanah dan air. Bogor: Institut Perta-nian Bogor.

Balai Penelitian Kehutanan Mataram. (2010). Eksplorasi, pemanfa-atan dan budidaya kayu songga sebagai bahan obat alter-natif di Propinsi NTB dan Bali (Laporan Penelitian). Mata-ram: Program Intensif Riset Dasar KNRT (Tidak dipublikasi-kan).

Balai Penelitian Kehutanan Mataram. (2011). Kajian potensi tegak-an dan sebaran jenis songga di NTB (Laporan Penelitian).Mataram: BPK Mataram (Tidak dipublikasikan).

Darmawijaya, I. M. (1997). Klasifikasi Tanah, Dasar Teori bagi Pe-neliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia (3th, ed.)Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Dinas Kehutanan Prov. NTB. (2007). Statistik dinas kehutanan Pro-vinsi NTB Tahun 2006. Mataram: Dinas Kehutanan Prov. NTB.

Hardiyatmo, H. C. (2006). Penanganan tanah longsor dan erosi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hairiah, K., & Widianto. (2007). Adaptasi dan mitigasi pemanasanglobal melalui pengelolaan diversitas pohon di lahan-lahanpertanian. Dalam: Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air.Jakarta: PP MKTI.

Page 383: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Kajian AspekLingkungan Tempat Tumbuh Bidara Laut… (R. Nandini)

375

Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna Indonesia Jilid III. Jakarta:Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Winarso, S. (2005). Kesuburan tanah : Dasar kesehatan dankualitas tanah. Yogyakarta: Gava Media.

Lampiran 1. Kriteria penilaian sifat-sifat tanah

Sifat tanahHarkat

Sangatrendah Rendah Sedang Tinggi Sangat

tinggiSifat Kimia TanahC-organik (%)* <1 1-2 2,01-3 3,01-5 > 5N total (%)* < 0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,51-

0,75> 0,75

P2O5 Bray 1 (ppm)* < 10 10-20 21-40 41-60 > 60K2O HCl 25%(me/100g)*

< 10 10-20 21-40 41-60 > 60

KTK (me/100g)* < 5 5-16 17-24 25-40 > 40K (me/100g)* < 0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 > 1,0Na (me/100g)* < 0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 > 1,0Mg (me/100g)* < 0,4 0,4-1,0 1,1-2,0 2,1-8,0 > 8,0Ca (me/100g)* < 2 2-5 6-10 11-20 > 20KB (%)* < 20 20-35 36-50 51-70 > 70pH H2O* < 4,5(Sangat masam)

4,5–5,5(Masam)

5,6-6,5(Agak

masam)

6,6-7,5(Netral)

7,6-8,5(Agak

alkalis)

> 8,5(Alkalis)

S (ppm)** 100-2000Fe (ppm)** 5000-50000Mn (ppm)** 200-10000Zn (ppm)** 10-250Cu (ppm)** 5-150Sifat Fisika TanahPermeabilitas*** < 0,5

(lambat)0,5-2(Agak

lambat)

2-6,25(sedang)

6,25-12,5

(Agakcepat)

>12,5(cepat)

Tekstur tanah *** SC, SiC, C(Halus)

SCL, CL, SiCL(Agak halus)

L, SiL, Si(Sedang)

SL(Agakkasar)

S, LS

(Kasar)Sumber: *Djaenuddin (1994); **Winarso (2005); ***Arsyad (1989)

Page 384: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

377

PENGENALAN WAKTU BERBUAH EBONI (Diospyros celebicaBakh.) PADA BEBERAPA TEMPAT TUMBUH DI SULAWESI1

Merryana Kiding AlloBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Eboni sebagai jenis flora endemik di Pulau Sulawesi, memiliki karakteris-tik kayu yang indah, baik corak, warna, kekuatan serta keawetannya. De-ngan demikian jenis kayu eboni memiliki harga jual yang sangat tinggi.Tingginya eksploitasi pohon eboni masih sangat tergantung pada tegak-an alami yang diketahui memiliki daur hidup sangat panjang. Upaya bu-didaya secara vegetative, baik stek maupun kultur jaringan telah dilaku-kan, namun masih belum banyak yang berhasil. Regenerasi dalam ben-tuk permudaan di alam dan persemaian eboni sangat diharapkan seba-gai sumber bibit agar kepunahan tidak terjadi. Dengan menggunakan ca-ra purposive, pengamatan terhadap pohon eboni yang berbuah dilaku-kan dalam petak tegakan eboni. Hasil pengamatan menunjukkan bahwatiga tahun terakhir terjadi penyimpangan musim hujan dan musim kema-rau, sehingga waktu berbuah khususnya waktu musim panen raya terjadipergeseran waktu dan berbeda di antara beberapa tempat tumbuh.

Kata kunci : Waktu berbuah, eboni, tempat tumbuh

I. PENDAHULUAN

Pohon eboni dengan nama ilmiah Diospyros celebica Bakh. me-rupakan jenis pohon endemik Sulawesi yang dikenal sebagai peng-hasil kayu mewah (fancy wood) bernilai jual tinggi. Sifat kayunyabercorak indah dengan warna serta kesan raba halus, menyebab-kan kayu eboni banyak dicari dan memiliki harga jual relatif cukuptinggi mencapai Rp 43 juta per meter kubik. Kondisi demikian me-nyebabkan adanya eksploitasi secara berlebihan dengan laju ke-punahan lebih cepat dibanding upaya budidaya.

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 385: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

378

Berbagai upaya budidaya telah dilakukan, antara lain denganperbanyakan melalui cara vegetatif stek pucuk, putaran anakandan kultur jaringan, namun tingkat keberhasilannya masih sangatrendah. Salah satu alternatif yang perlu ditingkatkan pengem-bangannya adalah perbanyakan generatif melalui biji. Dalam tigatahun terakhir, terjadi penyimpangan musim hujan dan musim ke-marau, yang dikenal dengan perubahan iklim. Hal ini dapat ber-pengaruh pada kondisi habitat eboni, dan dapat terjadi perge-seran waktu berbunga serta berbuahnya. Demikian pula denganjumlah pohon yang berbuah dalam satu kelompok akan menurun,tidak seperti pada musim-musim buah sebelumnya.

Pohon eboni umumnya diketahui bersifat dioesis (dioecious,berumah dua) namun kadang-kadang monoesis (monoecious, be-rumah satu). Pada waktu tertentu, apabila kondisi iklim mengun-tungkan, terjadi perkawinan sesama dalam satu pohon (dioesis),sedangkan untuk pohon monoesis, perkawinan terjadi antar po-hon. Selama kondisi iklim berubah, seringkali ditemukan buah tan-pa biji (infertile) dan buah muda gugur sebelum matang. Oleh ka-rena itu pengetahuan tentang waktu berbunga dan berbuah po-hon eboni pada beberapa habitat sangatlah penting dalam rangkamendukung persediaan bibit eboni yang berkualitas.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada beberapa habitat eboni, yaitu dikelompok hutan Palado, Provinsi Sulawesi Barat, kelompok hutanParangloe, Kabupaten. Gowa, blok hutan Karaenta, KabupatenMaros, Provinsi Sulawesi Selatan, dan kelompok hutan Kasimbar,Provinsi Sulawesi Tengah. Waktu pelaksanaan adalah bulan Mei2010 hingga Desember 2011.

B. Bahan dan Peralatan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatanadalah pohon eboni yang berbunga dan berbuah. Peralatan pene-litian meliputi: net dipasang di bawah pohon yang berbuah untukmenampung buah, kantong plastik untuk menampung buah yang

Page 386: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengenalan Waktu BerbuahEboni (Diospyros celebica Bakh.) pada… (M. Kiding Allo)

379

dipanjat, pisau dahan untuk memotong dahan, karung goni untukmemeram buah, buku data, dan alat tulis.

C. Pelaksanaan Penelitian

Penentuan petak pengamatan pada setiap habitat dilakukansecara purposive atau sengaja, berdasarkan keberadaan pohoneboni yang berbunga dan berbuah. Pengamatan dilakukan pada ti-ga pohon dan dicatat waktu berbunga dan berbuahnya. Sebagaipembanding data pembungaan dan pembuahan pohon eboni be-berapa tahun terakhir. Data iklim dalam 10 tahun terakhir, berupadata curah hujan diperoleh dari kantor BMG Maros wilayah ISulawesi. Data curah hujan, rata-rata bulan basah, bulan kering lo-kasi penelitian disajikan dalam Lampiran 1-7.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tempat Tumbuh Eboni

Tempat tumbuh menurut Soekotjo (1976) diartikan sebagaijumlah dari keadaan-keadaan yang efektif yang memengaruhi ke-hidupan suatu tumbuhan atau masyarakat tumbuh-tumbuhan.Dari segi silvikultur, tempat tumbuh dianggap sebagai semua yangberhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi vegetasihutan.

Faktor tempat tumbuh, dalam pandangan silvikultur merupa-kan semua faktor yang berhubungan dan mempengaruhi vegetasihutan. Tempat tumbuh sangat kompleks dan merupakan interaksidari berbagai faktor yang berbeda jenis dan kuantitas. Suatu vege-tasi yang dihasilkan pada suatu areal memiliki korelasi denganfaktor-faktor tempat tumbuh. Perubahan satu faktor penyusuntempat tumbuh akan berdampak pada perubahan sifat-sifat vege-tasi dan produktivitas hutan. Pertumbuhan banyak dipengaruhioleh faktor-faktor tempat tumbuh seperti kerapatan tegakan, ka-rakteristik umur tegakan, faktor iklim (suhu, hujan, kecepatanangin, dan kelembaban udara), serta faktor tanah (sifat fisik, kom-posisi bahan kimia, dan komponen mikrobiologi tanah).

Pengamatan terhadap tempat tumbuh eboni menunjukkanbahwa umumnya berada pada kawasan yang bertopografi sedang

Page 387: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

380

hingga berat, tanahnya mengandung kerikil didominasi oleh kan-dungan liat. Tempat tumbuh seperti di Palado dan Parangloe ter-letak di sekitar aliran sungai, berbeda dengan tempat tumbuh Ka-raenta dan Kasimbar terletak di perbukitan. Di antara kualitas ka-yu eboni khususnya corak yang rapih, yaitu warna dan strip kayuteras sejajar, dihasilkan oleh tempat tumbuh di Sulawesi Tengahyaitu Kasimbar dan Poso.

Secara geografis tempat tumbuh eboni di kelompok hutan Pa-lado berada dalam areal bekas tebangan PT. INHUTANI I blok te-bangan 1997, pada posisi geografis 02˚29’11,8” LS dan119˚11’34,5” BT, ketinggian tempat 254-370 m dpl dan bentuk to-pografi berombak hingga bergunung (8->30%). Tipe iklim B, jum-lah curah hujan rata-rata dalam 10 tahun terakhir adalah 2013,07mm. Suhu udara rata-rata siang hari 30°C dan malam hari rata-rata 24°C. Kelembaban udara rata-rata adalah 72%.

Tempat tumbuh eboni diblok hutan Karaenta, termasuk dalamzona inti dan zona rimba Taman Nasional (TN) Bantimurung Bulu-saraung, Kabupaten Maros menempati areal seluas 1.000 hektar.Tegakan eboni berada pada posisi 05°1’50,5”LS dan119°44’59,5”BT, pada ketinggian tempat 150-450 m dpl danbentuk topografi bervariasi berbukit hingga bergunung (15-45%).Kiding Allo (2011) menyebutkan bahwa keadaan geologi di lokasipenelitian didominasi oleh bahan induk tuff dan vulkan alkali sertabatuan gamping. Tipe iklim menurut klasifikasi Oldeman dan Sari-puddin (1977) termasuk dalam zona agroklimat B2, yaitu jumlahcurah hujan rata-rata 2.494 mm. Suhu udara rata-rata siang hari25,9°C dan malam hari rata-rata 24°C. Kelembaban udara rata-rata adalah 78%.

Kelompok hutan Parangloe, Kabupaten Gowa sebagai hutanlindung yang letaknya berdampingan dengan pemukiman/trans-migrasi, habitat eboni terletak di sekitar sungai, berada pada posi-si geografi 05°11’67,1”LS dan 119°40’92,7”BT, ketinggian tempat98 m dpl dan bentuk topografi bervariasi berbukit hingga bergu-nung (15-35%). Termasuk ke dalam zona agroklimat C3, yang ter-diri dari 6 bulan basah berturut-turut, 1 bulan lembab, dan 5 bu-lan kering. Curah hujan tertinggi selama 6 bulan, yaitu periodeNopember hingga April. Suhu udara rata-rata siang hari 31,9°Cdan malam hari rata-rata 28°C. Kelembaban udara rata-rata ada-lah 62%.

Page 388: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengenalan Waktu BerbuahEboni (Diospyros celebica Bakh.) pada… (M. Kiding Allo)

381

Kelompok hutan Kasimbar, Provinsi Sulawesi Tengah sebagaisalah satu lokasi hutan rakyat letaknya berada di sekitar kebuncoklat dan cengkeh milik masyarakat. Letaknya di sebelah kiri su-ngai, berada pada posisi geografi 00°07’41,8”LS dan119°560’97,4”BT, ketinggian tempat 300 m dpl dan bentuk topo-grafi bergunung (30-45%). Termasuk ke dalam zona agroklimat D2,yang terdiri dari 6 bulan basah berturut-turut, 5 bulan lembab,dan 1 bulan kering. Jumlah curah hujan 1.366 mm. Suhu udararata-rata siang hari 29,5°C dan malam hari rata-rata 27°C, kelem-baban udara rata-rata adalah 77%.

Pertumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuhseperti kerapatan tegakan, faktor iklim (suhu, hujan, kecepatanangin, dan kelembaban udara), dan faktor tanah (sifat fisik, kom-posisi bahan kimia penyusun dan komponen mikrobiologi tanah).Faktor iklim merupakan faktor yang berhubungan dengan keada-an atmosfir yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.Keadaan atmosfir yang menentukan iklim regional dan lokal ter-utama temperatur air dan cahaya. Berkurangnya suhu dan inten-sitas cahaya dapat menghambat pertumbuhan karena proses fo-tosintesis terganggu.

McNaughton dan Wolf (1992) mengatakan bahwa organismeyang ada terbentuk berdasarkan pengaruh keadaan luar, baik se-cara langsung maupun tidak langsung. Organisme yang terbentukmemiliki batas toleransi berupa suatu kisaran tertentu yang me-mungkinkan untuk hidup dan berproduksi. Selain faktor tersebutjuga terdapat faktor lain yang memengaruhi pertumbuhan suatujenis tumbuhan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktorinternal merupakan faktor yang berasal dari tumbuhan itu sendiridan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar tum-buhan tersebut. Habitat dalam hal ini adalah kondisi-kondisi eks-ternal, tempat di mana organisme hidup di dalamnya.

Asosiasi dalam tegakan eboni umumnya dijumpai beberapa je-nis tumbuhan lainnya, seperti paliasa (Kleinhovia hospita L.), ku-mea (Manilkara morriliana H.J.Lam = Manilkara fasciculate (Warb.)H.J.Lam), latong (Ternstroemia sp.). Di kelompok hutanPadangloang, didominasi oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp.),lasi (Adina fagifolia Valeton ex Merr.), nato (Palaquium sp.). Dihutan Botto ammara (Ficus nervosa Heyne ex Roth). Di kelompokhutan Maros terdapat mangga hutan (Mangifera foetida Lour.),

Page 389: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

382

aren (Arenga pinnata Merr.), angsana (Pterocarpus indicus Willd.)dan nato (Palaquium sp.) (Hendromono dan Kiding Allo, 2006).

B. Waktu Berbuah Eboni pada Beberapa Tempat Tumbuh

Nama Diospyros berasal dari dua patah kata bahasa Gerika:deion yang berarti dewa dan puros berarti buah. Penggabungandua kata tersebut memiliki arti, buah para dewa, merujuk padabuah jenis Diospyros tertentu memiliki rasa istimewa. Jenis eboniberbentuk pohon umumnya dioesis (dioecious, berumah dua) na-mun kadang-kadang monoesis, percabangan monopodial dan tan-pa banir (akar papan). Tinggi pohon mencapai 25 meter. Dauntunggal, bertepi rata, terletak berseling (alternate) dalam dua de-retan, bertulang menyirip, sering dengan bintik-bintik kelenjaryang tersebar jarang di lembaran daunnya. Pembungaan dalammalai di ketiak, terkadang kauliflori atau ramiflori, yang betina ke-rap tereduksi menjadi bunga tunggal. Buah pohon eboni bertipebuah buni, yang berbentuk bulat sampai bulat telur.

Pohon eboni mulai berbunga dan berbuah pada umur 5-7 ta-hun (Mindawati et al., 2003). Di Kasimbar, Provinsi Sulawesi Te-ngah pohon eboni mulai berbunga dan berbuah pada umur 5 ta-hun. Bentuk tajuk pohon yang berbuah tajuk lebat emergent yaitumendapat cahaya penuh, nampaknya kebutuhan akan cahaya me-ningkat/maksimal untuk merangsang pembungaan dan dilanjut-kan ke pembuahan. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Santo-so (1997), bahwa pohon yang berbuah bertajuk dominan dan me-nerima jumlah sinar matahari lebih banyak. Tidak semua pohoneboni yang ada dalam kelompok pada suatu tempat tumbuh ber-buah pada waktu bersamaan. Hal tersebut terlihat dari ciri-ciri po-hon, yaitu bagian tajuk pohon umumnya muncul pucuk daun-daunmuda.

Adanya ruang kosong yang cukup luas antara tajuk pohon de-ngan permukaan tanah, juga rapatnya tajuk bahkan seringkali sulitditembusi cahaya menyebabkan tingkat kelembaban menjadi ting-gi dapat mencapai 88%. Pembungaan dalam malai di ketiak, ter-kadang kauliflori atau ramiflori, yang betina kerap tereduksi men-jadi bunga tunggal. Bunga berkelamin satu, kadang-kadang adapula yang berkelamin ganda, berbilangan 3-5 (jarang 8). Kelopakbunga menetap (tidak rontok), membesar dan seringkali

Page 390: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengenalan Waktu BerbuahEboni (Diospyros celebica Bakh.) pada… (M. Kiding Allo)

383

mengeras nantinya, menutupi pangkal buah. Mahkota bunga me-nyatu di pangkal, membentuk tabung pendek. Buah seringkali ber-daging, yang kadangkala beracun, menyungkup 1-5 butir biji yangkurang lebih serupa baji dan tersusun konsentris.

Bunga terletak pada bagian ketiak daun berwarna putih sepertiwarna dan ukuran bunga cengkeh. Pada setiap ranting terdapat8-12 bunga, ciri-ciri lain bunga yang akan menjadi buah adalah bu-ah berbentuk bulat hingga bulat telur dan ujung bunga mengatupdan menggelembung pada bagian pangkal. Buah awal ditutupioleh permukaan bulu halus berwarna coklat muda dengan ukurandiameter 2-4 cm, buah muda selanjutnya berkembang berwarnahijau tua setelah bulu-bulu halus jatuh dengan ukuran diameter4,24-5,20 cm dan buah matang berwarna hijau kekuningan ber-ukuran 4-6 cm. Ciri buah masak lainnya adalah daging buah lunakdan biji berwarna hitam kecoklatan. Dalam 1 buah terdapat 4-10biji.

Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan me-rangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Ke-pentingan tanaman terhadap besarnya curah hujan sudah dirasa-kan sejak panen. Adapun titik yang kritis adalah saat pembungaan.Apabila saat pembungaan banyak hujan turun, maka proses pem-bungaan akan terganggu. Serbuk sari tidak dapat tahan hidup jikahujan lebat, dan suhu yang rendah dapat menyebabkan penyer-bukan yang jelek. Serangga seperti lebah, tidak akan bekerja de-ngan baik dalam kondisi cuaca yang sangat basah (Mugnisjah danSetiawan, 2008). Kondisi fisik lingkungan tempat tumbuh eboni dilokasi penelitian disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kondisi fisik lingkungan tempat tumbuh eboni

No. LokasiKetinggian

tempat(m dpl)

Lereng(%)

Suhu udara/tanah(° C)

Kelem-baban

(%)

Kekuatanpenyinaran

(Lux)1. Mamuju 200 65 30/24 76 452 (x10)2. Maros 277,4 37 26/23 82 47 (x10)3. Gowa 296,8 30 38/26 65 260 (x100)4. Kasimbar 300 45 31,9/25 78 71,8 (x10)

Tabel 1 menunjukkan bahwa kondisi tempat tumbuh eboni diSulawesi Selatan berada pada ketinggian tempat 78-296,8 m dpl,

Page 391: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

384

pada kondisi topografi berbukit hingga bergunung yaitu 35-45%,suhu udara bervariasi antara 26-31,9°C dan suhu tanah 24-26°C,pada tingkat kelembaban 65-82% dan pencahayaan terendah diKaraenta yaitu 47 (x10) lux dan terkuat dijumpai di Parangloe ya-itu 260 (x 100) lux.

Tipe iklim pada tempat tumbuh eboni berdasarkan jumlah cu-rah hujan dalam 10 tahun terakhir adalah mulai dari tipe iklim B-D2, dengan kondisi jumlah curah hujan menurut hasil analisis me-nunjukkan adanya penyimpangan dalam 3 tahun terakhir sehinggacukup bervariasi. Kondisi iklim mikro yang terdiri dari suhu udara,suhu tanah dan kelembaban setelah dirata-ratakan tidak menun-jukkan adanya fluktuasi yang tinggi, yaitu suhu udara rata-rata 27-31,9°C pada kelembaban udara sekitar 62-80%.

Di Kabupaten Gowa dijumpai semai eboni dan pohon yang ber-buah. Seiring dengan pertumbuhan yang terjadi ketika musim ke-marau, semai yang tadinya berlimpah setelah mencapai umur 3-5bulan perlahan-lahan akan mati dan menjadi berkurang hingga 1-2semai yang hidup dalam satu kelompok di bawah pohon induk.Buah eboni dikenal berat sehingga tidak memungkinkan untuk ja-tuh lebih jauh, kecuali atas bantuan hewan-hewan hutan. Semai-semai lainnya berada 2-4 m dari pohon induk. Bila diamati lebihjauh, ditemukan pola distribusi anakan yang letaknya mengelilingipohon-pohon induk. Oleh sebab itu pada lokasi tempat tumbuheboni dijumpai hidup membentuk kelompok.

Musim berbunga dan berbuah pohon eboni di beberapa tem-pat tumbuh dapat terjadi tidak serempak. Santoso (1997) menje-laskan bahwa musim berbunga pohon eboni di Poso dan Donggalasama dengan di daerah Mamuju dan Luwu, yaitu umumnya terjadipada bulan Maret-Mei dan buah masak pada bulan September-Nopember. Untuk tempat tumbuh Sulawesi Selatan dan SulawesiBarat umumnya berbunga pada bulan Januari-Maret dan buahmatang pada bulan Juli-September.

Kondisi ilkim dapat berpengaruh terhadap musim berbungadan berbuah. Waktu berbunga dan berbuah pada tiga tempattumbuh di Sulawesi Selatan mengalami perubahan setelah terjadiperubahan iklim. Deskripsi waktu berbuah pohon eboni pada tigatempat tumbuh di Sulawesi Selatan disajikan dalam Tabel 2.

Page 392: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengenalan Waktu BerbuahEboni (Diospyros celebica Bakh.) pada… (M. Kiding Allo)

385

Tabel 2. Diskripsi waktu berbuah dan buah pohon eboni pada tiga tem-pat tumbuh di Sulawesi Selatan

No. Tempat Tumbuh Waktu berbunga -berbuahSebelum Sekarang

1. Palado, Sul Bar Maret-November Januari-September2. Karaenta, Sul Sel Mei-Januari Desember - Maret3. Parangloe, Sul Sel September-Oktober Oktober- Maret4. Kasimbar, Sul. Teng September-Desember Juni- Oktober

Tabel 2 menunjukkan terdapat perbedaan waktu berbunga danberbuah pada saat ini dengan waktu berbuah sebelumnya. Dalamtiga tahun terakhir, terjadi waktu hujan dan kemarau yang tidakjelas, seringkali ditemui waktu hujan dengan jumlah hujan yangsangat berlimpah. Demikian pula pada waktu kemarau suhu sa-ngat tinggi dan waktu siang hari lebih panjang dibandingkan de-ngan waktu malam hari. Adanya perubahan perbedaan waktu mu-sim tersebut cenderung mempengaruhi waktu berbunga dan ber-buah. Faktor iklim yang terdiri atas unsur-unsur suhu, kelembabanudara, intensitas cahaya dan angin, merupakan faktor dominandalam pertumbuhan tanaman.

Tempat tumbuh Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat memilikiwaktu berbuah yang hampir bersamaan, yaitu bulan Maret hinggaSeptember. Dalam bulan Agustus sudah dapat dijumpai buah yangmatang dan pembuahan akan selesai paling lambat bulan Septem-ber. Berbeda dengan tempat tumbuh di Sulawesi Selatan yaitu Pa-rangloe dan Karaenta, musim berbuah terjadi hampir pada waktubersamaan.

Kondisi iklim pada kedua tempat tumbuh di atas juga menun-jukkan perbedaan, yaitu kondisi iklimnya agak basah dengan jum-lah curah hujan sekitar 1.500-2.500 mm per tahun (Mindawati etal., 2003). Kiding Allo (2011) menjelaskan bahwa kondisi iklim diSulawesi Barat terdapat 6 bulan basah, 5 bulan lembab, dan 1 bu-lan kering pada tipe iklim B-D2. Kondisi iklim di Sulawesi Selatanberada pada kisaran 2.000-2.494 mm, yaitu terdiri dari 6 bulanbasah, 5 bulan kering, dan 1 bulan lembab pada tipe iklim B-C3.

Hal tersebut sejalan dengan Gintings (1990), bahwa ada duafaktor sangat berperan dalam kehidupan vegetasi di alam yaitu ta-nah dan iklim. Kondisi tanah dapat dipengaruhi oleh manusia de-ngan cara pemupukan dan perbaikan pola tanam sehingga dapat

Page 393: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

386

memperbaiki unsur hara tanah, dapat meningkatkan iklim mikro/kelembaban. Iklim makro yang antara lain meliputi intensitas pe-nyinaran, lama peyinaran, suhu udara, kelembaban udara, dan ke-cepatan angin, sulit dimodifikasi sehingga kemampuan spesies un-tuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan dapat dilihat dari res-pon pertumbuhannya.

IV. PENUTUP

Waktu pembungaan dan pembuahan pohon eboni dalam ti-ga tahun terakhir berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya.Ada kecenderungan waktu berbunga dan berbuah dipengaruhioleh kondisi iklim yang ekstrim pada masing-masing tempat tum-buh eboni di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Tipe iklim tem-pat tumbuh eboni mulai dari A-C, suhu udara rata-rata adalah 26-31,9°C, kelembaban 62-80%, ketinggian tempat tumbuh mulai 78-300 m di atas permukaan laut dengan kondisi topografi berbukithingga bergunung yaitu 35-45% dan pencahayaan yaitu 47 (x10)dan terkuat di Gowa 260 (x100).

DAFTAR PUSTAKA

Allo, K. (2011). Karakteristik habitat beberapa tempat tumbuheboni (Diospyros celebica Bakh) (Tesis Program Pasca-sarjana). Universitas Hasanuddin, Makassar.

Gintings. A. N. (1990). Kesesuaian tempat tumbuh untuk berbagaijenis pohon HTI. Diskusi Hutan Tanaman Industri. Bogor: Ba-dan Litbang Kehutanan.

Hendromono, & Kiding Allo, M. (2006). Kondisi sumber dayagenetik eboni di Sulawesi Selatan dan tindakan yangdiperlukan untuk menjaga dari kepunahan. Info Teknis, II (6),hal. 177-187. Puslitbang Peningkatan Produktifitas Hutan.Bogor.

McNaughton, S. J.& Wolf, L. L. (1992). Ekologi umum (2nd., Ed.).Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mindawati, N., Kosasih, A. S., Heryati, Y., & Heriansyah, I. (2003).Eboni (Diospyros celebica Bakh.). Puslitbang Konservasi danRehablitasi Hutan, Badan Litbang kehutanan. Bogor.

Page 394: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengenalan Waktu BerbuahEboni (Diospyros celebica Bakh.) pada… (M. Kiding Allo)

387

Mugnisjah & Setiawan. (2008). Faktor yang mempengaruhi per-tumbuhan Diunduh 12 Nopember 2010 darihttp://fionaangelina.com/2008/07/28/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan.

Oldeman & Syarifuddin, D. (1977). An agroclimatic map of Sula-wesi (No.33, p.39). Bogor: Contr. Centr. Res. Inst. Agric.

Santoso, B. (1997). Pedoman Teknis Budidaya Eboni (Diospyroscelebica Bakh.). Ujung Pandang: Balai Penelitian KehutananUjung Pandang.

Soekotjo, W. (1976). Silvika (p.74). Bogor: Departemen Manaje-men Hutan, Fahutan IPB.

Page 395: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

388

Lampiran 1. Curah hujan (mm) selama 15 tahun terakhir periode 1995-2009 di blok hutan Karaenta, TN Bantimurung Bulusaraung

Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

1995 811 484 546 418 280 116 82 - 9 80 663 8101996 569 870 362 371 60 32 115 80 46 249 471 16731997 690 791 375 80 35 2 80 - - - 225 5441998 356 71 822 884 226 140 410 316 69 89 410 1831999 633 635 232 179 167 87 54 34 13 253 256 6322000 176 113 324 76 184 254 45 34 9 132 641 3652001 159 953 403 439 14 80 4 - - 219 430 7382002 396 205 251 69 226 4 - - 1 - 319 1782003 829 384 235 287 - 41 - 14 66 127 193 13552004 335 736 231 194 103 - 2 - - - 89 7802005 280 515 327 X X X X X X X X X2006 X X X X - X - 48 5 61 100 X2007 231 62 96 114 73 313 X X 63 64 43 2732008 204 93 98 173 338 248 161 111 25 170 157 802009 161 118 X 98 X X 14 - 3 8 107 61

Sumber : Stasiun Labuaja, Kab. MarosKeterangan: X Tidak ada data, - Tidak terjadi hujan, 0 Curah hujan < 0,5 mm

Lampiran 2. Rata-rata bulan basah, bulan kering dan bulan lembab 1995-2009 di blok hutan Karaenta, TN Bantimurung Bulusaraung

Tahun Bulan basah Bulan kering Bulan lembab1995 7 3 11996 7 4 11997 5 4 01998 7 3 21999 6 4 22000 4 4 42001 6 3 12002 5 3 12003 5 3 02004 4 2 22005 3 X X2006 X 4 X2007 3 6 12008 3 4 52009 0 5 3

Rata-rata 6,8 3,4 2,3Keterangan: BB> 200 mm dan BB<100 mm (Oldeman &Sjarifuddin, 1977)

Page 396: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengenalan Waktu BerbuahEboni (Diospyros celebica Bakh.) pada… (M. Kiding Allo)

389

Lampiran 3. Curah hujan (mm) selama 15 tahun terakhir periode tahun1991-2009 di Parangloe, Kab. Gowa

Sumber: Stasiun Labuaja, Kabupaten Maros (2010)Keterangan: X Tidak ada data, - Tidak terjadi hujan, 0 Curah hujan < 0,5 mm.

Lampiran 4. Rata-rata bulan basah, bulan kering, dan bulan lembab1991-2009, di kelompok hutan Parangloe, Kab . Gowa

Tahun Bulan basah Bulan kering Bulan lembab1991 5 4 01992 7 4 11993 7 5 01994 5 5 21995 8 3 11996 5 5 21997 4 6 21998 9 0 31999 6 3 32000 6 3 12003 5 6 12004 3 2 22006 3 0 02008 5 5 22009 3 2 2

Rata-rata 5,4 3,5 2,2Keterangan: BB> 200 mm dan BB<100 mm (Oldeman & Sjarifuddin, 1977)

Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des1991 796 554 200 414 14 - 10 - 23 114 430 X1992 551 335 360 234 30 90 40 9 214 114 430 2931993 816 395 377 364 253 69 34 - 5 43 260 9221994 601 414 593 153 111 19 - - - 2 296 4301995 966 444 613 429 293 272 45 20 46 151 461 6451996 383 771 198 281 19 31 41 45 76 145 574 12381997 479 774 276 84 42 0 25 - - 40 170 4971998 133 282 402 950 297 128 253 237 199 303 648 7511999 1156 910 418 469 199 162 126 - 2 5 602 6642000 763 641 538 225 212 167 53 - - 295 X X2003 916 373 322 145 49 32 16 - 10 87 286 12512004 485 691 686 195 171 29 24 X X X X X2006 672 388 366 X X X X X X X X X2008 418 1286 417 369 125 45 4 - - 84 101 4222009 875 362 113 320 125 36 X X X X X X

Page 397: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

390

Lampiran 5. Curah hujan (mm) selama 10 tahun terakhir 2000-2009 diKasimbar, Prov. Sulawesi Tengah

Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des2000 93 6 69 29 12 193 45 65 30 143 131 642001 50 86 46 62 63 24 51 27 112 99 47 252002 113 12 43 126 69 61 2 11 29 2 117 252003 30 56 53 31 50 19 73 81 45 41 32 972004 78 22 65 49 52 14 59 0 61 0 12 212005 269 385 172 371 216 78 209 219 18 127 165 2532006 370 294 102 239 148 110 108 116 95 15 180 3632007 75 270 388 271 221 207 132 112 147 117 149 2742008 203 146 145 204 41 196 164 139 61 138 171 1562009 179 83 139 114 198 173 142 15 0 149 70 0

Sumber: Stasiun Meteorologi Mutiara, PaluKeterangan: X Tidak ada data, - Tidak terjadi hujan, 0 Curah hujan < 0,5 mm

Lampiran 6. Rata-rata bulan basah, bulan kering, dan bulan lembab2000-2009 di Kasimbar, Prov. Sulawesi Tengah

Tahun Bulan basah Bulan kering Bulan lembab2000 0 9 32001 0 11 12002 0 9 32003 0 12 02004 0 12 02005 7 2 32006 4 2 62007 6 1 52008 2 2 82009 0 5 7

Rata-rata 1,4 6,5 3,9Keterangan: BB> 200 mm dan BB<100 mm (Oldeman &Sarifuddin, 1977)

Page 398: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Pengenalan Waktu BerbuahEboni (Diospyros celebica Bakh.) pada… (M. Kiding Allo)

391

Lampiran 7. Curah hujan (mm) selama 10 tahun terakhir 1993-2002 diPalado, Prov. Sulawesi Barat

BulanCurah hujan tahun (mm)

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Rata-rata

JanuariFebruariMaretAprilMeiJuniJuliAgustusSeptemberOktoberNovemberDesember

477205501639508377102225575759

287

21216026072978763847814458

289218393

32330343237532122027114228286

119198

14166

28619580

121104177333252101190

85140349337107128102135294248148143

31622416518888

207173352148453426107

691251286458379481300

3237213

22418522623023949436838526524963575

43517616516317484

1739

280477258147

32193

105317168737252143271361594541

322,5180,4277,5363,1285,1305,4203,6171,2198,8250,4293,0209,4

Jumlah 3060,4

Page 399: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

393

RANCANGAN PEMANFAATAN AIR PADA DAS MIKROStudi Kasus di DAS Saddang, Tana Toraja, dan DAS Mamasa di

Mamasa1

Hunggul YudonoBalai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16. Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS),maka hirarki dalam pengelolaan DAS, baik pada tataran ruang lingkuppengelolaan secara geografis maupun tingkat kedetailan data harusmenjadi pertimbangan dalam perencanaan, implementasi maupunmonitoring dan evaluasi. Salah satunya adalah pada level DAS mikro.Sebagai titik strategis dalam sistem DAS, pada tataran perencanaanmaupun implementasi DAS mikro harus diperlakukan secara spesifik danlebih memprioritaskan pengelolaan on-site, baik dari aspek biofisik mau-pun sosial ekonomi kelembagaan. Dalam perencanaan pengelolaan DASmikro khususnya untuk pengembangan pemanfaatan hasil air, titik pa-ling kritisnya adalah menghitung potensi ketersediaan dan pemanfaatanair pada suatu DAS tertentu dan menentukan pada titik mana potensi airharus diukur dan dihitung agar secara objektif bisa digunakan sebagaidasar menghitung potensi ketersediaan sekaligus pemanfaatannya. Pe-nelitian mengenai hal ini telah dilakukan sejak tahun 2005 dan mengha-silkan formula sistem perancangan dan implementasi DAS mikro yang sa-at ini masih dilakukan kalibrasi dan validasi sekaligus mengimplementa-sikannya pada tingkat tapak. Pada tulisan ini disajikan pengukuran danpenghitungan potensi ketersediaan dan pemanfaatan air pada DAS mi-kro di dua lokasi. Hasil penelitian menunjukkan pada dua lokasi dimak-sud secara fisik berpotensi untuk secara mandiri memenuhi kebutuhanair untuk air rumah tangga, irigasi maupun energi.

Kata kunci: Pengelolaan DAS, DAS mikro, potensi air

1 Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Makassar, 27 Oktober 2011

Page 400: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

394

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyebab kegagalan implementasi pengelolaan DASdi Indonesia – ditunjukkan oleh semakin meningkatnya jumlahDAS prioritas satu, adalah belum sistematisnya pengelolaan DASakibat diabaikannya tingkatan dalam DAS dan kebutuhan lokalyang beragam. Pengelolaan DAS pada umumnya didasarkan padapersoalan klasik DAS sebagai masalah umum yaitu dampak pe-ngelolaan hulu DAS terhadap sistem di hilir.

Dalam PP 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang WilayahNasional (Republik Indonesia, 2008), daerah aliran sungai (DAS) di-definisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satukesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsimenampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal daricurah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di da-rat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai de-ngan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.Apabila melihat batasan tersebut jelas sekali bahwa DAS adalahsuatu sistem hidrologi. Baik-tidaknya suatu DAS dinilai dari opti-malisasi fungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air daricurah hujan secara alami ke danau atau sungai dan akhirnya ke la-ut. Air banjir yang mengalir pada musim hujan adalah potensi airyang terbuang dan mengalir ke laut secara percuma, padahal se-sungguhnya potensi air tersebut dapat digunakan sepanjang tahununtuk kebutuhan manusia.

Yang menjadi pertanyaan adalah: Bagaimana mengelola suatuDAS tertentu untuk menghasilkan air yang mampu memenuhi ke-butuhan masyarakat, baik on site maupun off site? Bagaimanamenghitung potensi ketersediaan dan pemanfaatan air pada suatuDAS tertentu? Pada titik mana potensi air harus diukur dan dihi-tung agar secara objektif bisa digunakan sebagai dasar menghi-tung potensi ketersediaan sekaligus pemanfaatannya? Berapa ke-tersediaan air yang bisa digunakan sebagai dasar perhitungan po-tensi pemanfaatannya?

Pada makalah ini disajikan data dan informasi hasil kegiatan pe-nelitian tahun 2009 khususnya yang terkait dengan potensi keter-sediaan air dan pemanfaatannya pada DAS mikro untuk

Page 401: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Rancangan Pemanfaatan Airpada DAS Mikro: Studi Kasus di DAS… (H. Yudono)

395

masyarakat di DAS mikro yang mampu menjamin ketersediaandan pemanfaatnnya secara lestari. Lestari yang dimaksud adalahpotensi ketersediaan air di DAS mikro yang mampu dijamin meng-gunakan potensi mandiri masyarakat pada DAS mikro yang ber-sangkutan. Penghitungan potensi ketersediaan dan pemanfaatandilakukan dengan menggunakan formula yang telah dihasilkan pa-da tahun sebelumnya.

B. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyajikan informasi po-tensi ketersediaan hasil air dan pemanfaatannya pada dua DASmikro yang layak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan ma-syarakat di DAS mikro yang bersangkutan secara lestari.

Sasaran dari kegiatan ini adalah tersedianya informasi potensiketersediaan hasil air dan pemanfaatannya pada dua DAS mikroyang layak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyara-kat di DAS mikro secara lestari.

II. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan dilaksanakan di dua DAS uji coba (experimental cacht-ments) di Kabupaten Tana Toraja (Provinsi Sulawesi Selatan) danKabupaten Mamasa di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2009.Untuk Kabupaten Tana Toraja lokasi kegiatan berada di LembangPakala, Kecamatan Mengkendek. Dalam satuan pengelolaan DAS,lokasi kegiatan termasuk dalam sub-sub DAS Mata Allo, sub DASSaddang, DAS Saddang. Untuk Kabupaten Mamasa, lokasi kegiat-an berada di Desa Batanguru, Kecamatan Sumarorong. Dalam sa-tuan pengelolaan DAS, lokasi kegiatan termasuk dalam sub-subDAS Batanguru, sub DAS Mamasa, DAS Saddang. Kedua lokasi ber-ada pada dataran tinggi dengan topografi bergunung dan kemi-ringan rata-rata di atas 45%.

Kondisi aktual di kedua lokasi menunjukkan tingkat pendidikanmasyarakat yang rendah, lahan milik luas tetapi tidak produktif(produktivitas rendah), pola bertani subsisten/tradisional (inputrendah), pengetahuan terbatas, aksesibilitas rendah (jalan tanah

Page 402: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

396

dan sebagian hanya dapat dijangkau dengan kuda/jalan kaki), danketergantungan tinggi terhadap hutan, baik menggunakan lahanhutan untuk berkebun/bersawah ataupun mencari kayu untuk ba-han bangunan dan bahan bakar, serta pemungutan hasil hutanlainnya (madu, rotan).

B. Metode Pelaksanaan

Pengelolaan DAS skala mikro dilaksanakan dalam kerangka pe-mikiran satu sistem DAS. Sebagai satu sistem DAS, maka DAS mi-kro akan menerima curah hujan sebagai input dan menghasilkanoutput berupa debit yang akan dipengaruhi oleh karakteristik DAStermasuk di dalamnya sumberdaya hutan. Dari sisi sosial ekonomidan kelembagaan, input dalam sistem DAS adalah sumberdayamanusia (SDM) dan modal. Output-nya adalah peningkatan kese-jahteraan. Karakteristik DAS ini akan dipengaruhi oleh berbagaiaktivitas pengelolaan serta karakteristik fisik alami dari DAS itusendiri. Sesuai dengan sistem DAS, kegiatan yang dilakukan dalampengelolaan DAS mikro merupakan kegiatan terpadu dengan tuju-an melestarikan fungsi hutan dan mensejahterakan masyarakatmelalui kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT)maupun rekayasa sosial.

Secara spesifik, kegiatan di dua lokasi tidak sama persis karenasangat tergantung pada inisiatif dan antusiasme masyarakat ter-hadap inisiasi kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dan tingkatadopsi masyarakat terhadap informasi teknologi yang disampai-kan.

Untuk keperluan pemantauan dan evaluasi parameter hidrologidigunakan stasiun curah hujan dan Stasiun Pengamat Arus Sungai(SPAS). SPAS yang digunakan adalah SPAS yang berada di outletDAS uji coba yang dilengkapi alat ukur Tinggi Muka Air (TMA) oto-matis serta alat ukur TMA manual (pelskal) yang ditempatkan pa-da beberapa cabang sungai di mana terdapat kegiatan pengelola-an lahan di atasnya. Pengukuran curah hujan dilakukan denganmengukur jumlah hujan yang tertampung pada penakar hujan(manual) yang dilakukan setiap hari. Untuk pencatat otomatis di-lakukan satu minggu satu kali untuk mengganti kertas pias. Untukmemperoleh data debit dilakukan pengukuran TMA yang terekampada AWLR (automatic water level recording) maupun pencatatan

Page 403: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Rancangan Pemanfaatan Airpada DAS Mikro: Studi Kasus di DAS… (H. Yudono)

397

manual dari pelskal. Selain itu dilakukan pula pengumpulan sam-pel air untuk keperluan data sedimen dan kecepatan arus yangmenjadi dasar untuk memperoleh data debit dan persamaanlengkung aliran.

C. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif dan kualita-tif dengan metode yang relevan untuk setiap data yang dikumpul-kan. Data yang dihasilkan dari proses kegiatan diterjemahkan da-lam bentuk uraian, penjelasan, dan kesimpulan.

Formula yang digunakan untuk menghitung potensi ketersedia-an dan pemanfaatan air pada DAS mikro adalah formula yang te-lah dibuat dan dikalibrasi pada tahun sebelumnya (Yudono et al.,2008; Yudono et al., 2009) seperti yang tercantum pada Tabel 1dan Tabel 2.

Tabel 1. Batasan debit potensial pada berbagai potensi pemanfaatan air

Potensipemanfaatan

Batasandebit

potensialPersyaratan Lokasi

intake

Air rumahtangga*)

5 % Kualitas A dan B denganjarak sumber air <3 km

Dalam/luarkawasanhutan

Air irigasi 40 % - Di luarkawasanhutan

Mikrohidro**) 40 % a.Intake sungai-gradien sungai minimal

30%-Jarak lapang maksimal

1 km

b.Intake saluran irigasi-Di atas lahan miring

minimal 30%

Dalam/luarkawasanhutan

*) 15 lt/hari batas kebutuhan minimal untuk minum/masak30 lt/hari batas kebutuhan minimal untuk mandi60 lt/hari batas kebutuhan minimal untuk air minum, mandi, dan lainnya

**) - kebutuhan optimal listrik untuk rumah di pedesaan 300 watt- 7,84 = gravitasi x efisiensi turbin- h = beda tinggi optimal inlet dengan posisi ideal turbin

Page 404: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

398

Tabel 2. Parameter yang digunakan untuk analisis potensi

No Parameter Penjelasan1 Potensi ketersediaan air

rumah tangga:Potensi debit rata-ratapada intake potensialpada jarak maksimal 3 kmdari pemukiman x 5%

- Nilai 5 % adalah nilai yang layakdipertahankan oleh masyarakatsecara mandiri pada kualitas airA-B

- Pembatasan jarak 3 km didasar-kan pada potensi kemandirian

2 Potensi ketersediaan airirigasi:Potensi debit pada intaketerukur di luar kawasanhutan x 40%

Nilai 40 % adalah nilai kuantitasyang layak dipertahankan olehmasyarakat secara mandiri

3 Potensi pengembanganmikrohidroPotensi debit minimal (Qmin) pada intake terukurdi badan sungai dengangradien minimal 30% padajarak lapang maksimal 1km x 40 %

- Gradien minimal 30% pada jaraklapang maksimal 1 km digunakanuntuk mendapatkan tinggi mini-mal 6 meter yang layak dikelolasecara mandiri

- Nilai 40 % dari debit adalah nilaikuantitas yang layak dipertahan-kan oleh masyarakat secaramandiri

III. HASIL PENELITIAN

A. Potensi Ketersediaan

Dari hasil pengukuran di lapangan untuk dua DAS mikro (Ma-rarin dan Batanguru) diperoleh data potensi sumberdaya air, baikuntuk kepentingan air minum, irigasi, maupun pembangunan mi-krohidro. Pengukuran sumber air untuk masing-masing penggu-naan dilakukan di intake potensial setiap penggunaan.

1. DAS Mikro Mararin

Untuk kepentingan analisis potensi pemanfaatan air bagi ma-syarakat yang ada di dalam DAS mikro dan sekitarnya, dilakukan

Page 405: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Rancangan Pemanfaatan Airpada DAS Mikro: Studi Kasus di DAS… (H. Yudono)

399

pengukuran debit pada intake potensial untuk pengembangan iri-gasi maupun mikrohidro elektrik. Titik-titik pengamatan di DASMararin dicantumkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Peta DAS mikro Mararin

Gambar 2. Titik pengamatan potensi pemanfaatan air DAS Mikro Mararin

Page 406: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

400

Hasil pengukuran debit aliran pada masing-masing titik peng-ukuran di DAS mikro Mararin tercantum dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran debit aliran pada titik pengamatan untuk pe-manfaatan tertentu di DAS mikro Mararin

No.titik Lokasi Potensi manfaat

Debit*)m3/det m3/tahun

1 SPAS daerahberhutan

Air Rumah tangga 1,84 57.231.360

2 Pertemuanantara 2catchments

Irigasi 4,11 127.837.440

3 Bendungan I Irigasi 0,97 30.170.8804 Saluran irigasi I Irigasi 0,03 933.1205 Bendungan II Irigasi 0,64 19.906.560

Mikrohidro6 Saluran irigasi II Irigasi 0,35 10.886.400

MikrohidroKeterangan : *) Debit total dihitung berdasarkan potensi debit minimal pada saat

kemarau

2. DAS Batanguru

Titik-titik pengamatan di DAS mikro Baranguru dicantumkanpada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3.Peta DASmikro Ba-tanguru

Page 407: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Rancangan Pemanfaatan Airpada DAS Mikro: Studi Kasus di DAS… (H. Yudono)

401

Gambar 4. Titik pengamatan potensi pemanfaatan air DAS mikroBatanguru

Hasil pengukuran debit aliran pada titik pengamatan berdasar-kan pemanfaatan tertentu tercantum dalam Tabel 4.

Tabel 4. Debit aliran terukur pada titik pengamatan untuk pemanfaatantertentu di DAS mikro Batanguru

No.Titik Lokasi Potensi manfaat Debit*)

m3/det m3/tahun1 Sungai Batanguru Air Rumah tangga 0,907 28.211.3282 Saluran I Irigasi 0,057 1.772.9283 Anak sungai (Sungai

Nene Toro)Irigasi 0,41 12.752.640

4 Sungai Batangurui I Irigasi 1,742 54.183.1685 Saluran II Irigasi 0,697 21.679.488

Mikrohidro6 SPAS Irigasi 1,25 38.880.000

Keterangan: *) Debit total dihitung berdasarkan potensi debit minimal pada saatkemarau

B. Potensi Pemanfaatan

Untuk menghitung potensi pemanfaatan dari debit potensialyang tersedia digunakan asumsi kuantitas dan kualitas minimal

Page 408: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

402

yang bisa dipertahankan secara mandiri oleh masyarakat dalamarti bisa dikelola tanpa bantuan dari luar. Untuk air rumah tanggadigunakan nilai 5% air dengan kualitas A dan B dan jarak sumberair di bawah 3 km. Untuk irigasi digunakan batas 40% dari debitpotensial yang layak dipertahankan secara mandiri (tanpa persya-ratan) pada intake terukur di luar kawasan hutan dan mikrohidrosebesar 40% dari debit potensial pada intake terukur pada sungaidengan gradien sungai minimal 30% pada jarak lapang maksimal 1km.

Hasil penghitungan potensi air untuk masing-masing pengguna-an di dua DAS mikro disajikan pada Tabel 5, 6, dan Tabel 7.

Tabel 5. Debit potensial, potensi air rumah tangga yang dapat dikonsum-si dan jumlah penduduk yang bisa menikmati

LokasiDebit

potensial(m3/detik)

Potensi air rumahtangga yang dapatdikonsumsi secara

lestari (lt/hari)

Jumlah pendudukyang bisa

menikmati*)

DAS mikroMararin

1,84 7.948.800 132.480

DAS mikroBatanguru

0,907 3.918.239 65.304

*) Kebutuhan air rumah tangga pedesaan berdasarkan standar Dirjen Cipta Kar-ya: 60 lt/kapita/hari (Nugroho, 2002)

Tabel 6. Debit potensial, potensi air irigasi yang dapat dimanfaatkan, lu-as sawah yang dapat diairi, produk yang dapat dihasilkan danjumlah jiwa yang dapat dipenuhi

LokasiDebit

potensial(m3/det)

Potensi airirigasi yang

dapat di-manfaatkansecara les-tari (lt/det)

Sawahyangdapat

diairi*)(Ha)

Produk yangdapat diha-

silkan**)(Ton)

Jumlah ji-wa yangdapat di-penuhi

(jiwa)***)

DAS mikroMararin

0,64 256 320 189,586 1.404

DAS mikroBatanguru

1,742 696 870 516,030 3.822

*) kebutuhan air sawah: 0,8 lt/det/ha/musim tanam**) Kebutuhan air untuk memproduksi 1 kg beras: 3.200 lt per musim tanam (Lenntech,

2008) satu tahun 3 musim tanam pada kondisi pengelolaan optimal.***) Kebutuhan beras perkapita/tahun minimal: 137 kg (Badan Pusat Statistik, 2011)

Page 409: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Rancangan Pemanfaatan Airpada DAS Mikro: Studi Kasus di DAS… (H. Yudono)

403

Tabel 7. Debit potensial, daya listrik yang dapat dihasilkan dan jumlahrumah yang bisa dilayani

LokasiDebit

potensial(m3/det)

Potensi air yangdapat

dimanfaatkansecara lestari

(lt/det)

Daya listrikyang bisa

dihasilkan*)(watt)

Jumlah rumahyang bisa

dilayani**)(rumah)

DAS mikroMararin

0,64 256 12.042 120

DAS mikroBatanguru

0,697 278 13.114 130

*) Daya listrik yang dapat dihasilkan : debit x 6 x 7,846 h (beda tinggi) minimal untuk gradien sungai 30 %7,84 gravitasi x efisiensi turbin mikrohidro

**) jumlah rumah = Daya listrik/100

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dari data dan informasi yang diperoleh, bisa disimpulkan bah-wa berdasarkan potensi sumberdaya air yang dihitung denganmenggunakan rancangan formulasi pemanfaatan sumberdaya airpada dua DAS mikro, secara fisik kedua DAS mikro berpotensi un-tuk secara mandiri memenuhi kebutuhan air, pangan, dan energi.

B. Rekomendasi

Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses ini-siasi kegiatan, perlu dilakukan pembinaan dan tindak lanjut pe-ngembangan dengan melibatkan berbagai sektor sesuai dengankegiatan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2011. Statistik Indonesia 2010. Badan PusatStatistik. Jakarta

Lenntech. 2008. Use of water in food and agriculture.http://www .lenntech.com/water-food-agriculture.htm

Page 410: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

Prosiding EKSPOSEbpk makassar, 2012

404

Republik Indonesia (2008). Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48.Sekretariat Negara Jakarta. PP 26 tahun 2008.

Nugroho, S.P. 2002. Pengelolaan DAS dan Sumberdaya Air yangBerkelanjutan. Peluang dan Tantangan Pengelolaan Sumber-daya Air di Indonesia. P3TPSLK BPPT – Hans SeidelFoundation (HSF) Jerman. Jakarta. p. 166.

Yudono, H., Barus, S. P., Isnan, W., & Saad, M. (2008). Kajianimplementasi pengelolaan DAS pada skala mikro. LaporanHasil Penelitian BPK Makassar. Makassar: BPK Makassar(unpublished).

Yudono, H., Isnan, W., & Saad, M. (2009). Kajian implementasipengelolaan DAS pada skala mikro. Laporan Hasil Penelitian.Makassar: BPK Makassar (unpublished).

Page 411: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

405

JADWAL ACARA

WAKTU ACARA

07.30-08.00 Registrasi

08.00-08.10 Pembukaan

08.10-08.20 Pembacaan Do’a

08.20-08.35 Laporan Kepala Balai

08.35-08.50 Sambutan Selamat Datang

08.50-09.20 Arahan Kepala Badan Litbanghut

09.20-10.00 Rehat kopi

10.00-10.15 Makalah 1 : Konservasi Anoa dari AspekPengayaan PakanElhayat Labiro

10.15-10.30 Makalah 2 : Fenologi dan Teknik PropagasiJenis Pakan Kupu-kupu untuk PembinaanHabitat di TN. BabulHeri Suryanto, S.Hut

10.30-10.45 Makalah 3 : Populasi, Karakteristik Habitat danPotensi Tarsius di TN. BabulM. Azis Rakhman, S.Hut

10.45-11.00 Makalah 4 : Penanaman Nyamplung diKawasan Pesisir untuk Mendukung Kelestariandan Program DME di Kab. Kep. SelayarC. Andriyani P, S.Hut, M.Sc

11.00-12.30 Diskusi

12.30-13.30 Ishoma

13.30-13.45 Makalah 5 : Konservasi Eboni di ArealReklamasi di PT. INCOAris Prio Ambodo

Page 412: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

406

WAKTU ACARA

13.45-14.00 Makalah 6 : Pemanfaatan Hutan Mangroveoleh Masyarakat Sekitar TN. Rawa AopaWatumohaiRini Purwanti, S.Hut

14.00-14.15 Makalah 7 : Partisipasi Kelembagaan DASMikroEvita Hapsari, S.Sos

14.15-14.30 Makalah 8 : Pengembangan PartisipasiMasyarakat dalam Penanggulangan LahanKritisIr M. Kudeng Sallata, M.Sc

14.30-16.00 Diskusi

16.00-16.15 Rehat kopi

16.15-16.25 Pembacaan Rumusan

16.25-16.30 Penutupan

Page 413: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

407

DAFTAR PESERTA

NO. NAMA INSTANSI

1. Elhayat Labiro Universitas Tadulako2. Faisal Dinas Perkebunan dan

Kehutanan Kab. Sinjai3. Zainal Abidin Dishut Enrekang4. Bahar BPPHP Wil. XV Makassar5. Indrajaya Indris Universitas Satria Makassar6. Antonius Birana Dishutbun Kab. Gowa7. Park Chan Hong KOICA Korea8. Astia Halmad PT. Maruki9. Esther BPK Manado

10. Sri Widodo PT. Inhutani I11. Mody Lempang BPK Makassar12. M Kudeng Sallata BPK Makassar13. Kaslan PT. PAL Bulukumba14. Muhammad Tassif Azkari Universitas Satria Makassar15. Suharnawan BPK Makassar16. M. Aziz Rahman BPK Makassar17. Palalunan BPK Makassar18. Arman Suarman BPK Makassar19. Hajar BPK Makassar20. Wiwi Nurhayati Setbadan Litbang Kehutanan21. A. Indriati Setbadan Litbang Kehutanan22. Mardiansyah BPK Makassar23. M. Tauhid BPPHP Wil. XV Makassar24. Misrawati Yusuf BPKH Wil. XVII Makassar25. Asdar TVRI Makassar26. Nursyamsi BPK Makassar27. Rini Purwanti BPK Makassar28. C.andriyani.P BPK Makassar29. Hermin tikupadang BPK Makassar30. Marthen Rama BPPHP Wil. XV Makassar31. Heri Suryanto BPK Makassar32. M. Hero Dinas Kehutanan Bantaeng33. Ade Suryaman BPK Makassar

Page 414: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

408

NO. NAMA INSTANSI

34. Albert D. Mangopang BPK Makassar35. Bayu W. Broto BPK Makassar36. Drinus Arruan BPTKSDA Samboja37. Edi Kurniawan BPK Makassar38. Peter Tandisau BPTP Makassar39. Ridwan Harian Fajar40. Muddin Kambe Dishutbun Sinjai41. Yuwida Hanika BPDAS Jeneberang Walanae42. chaenulA. Dinas Kehutanan dan

Perkebunan43. Erwin BPK Makassar44. A. Sarrafah Balitda Sul-Sel45. A. Ratnah Balitda Sul-Sel46. Abdul Kadir Dinas Kehutanan Sul-Sel47. Abdul Qukus BPK Makassar48. Dwi Siswati K. BBKSDA Sul-Sel49. Dwi Apriani W. BBKSDA Sul-Sel50. Sriyanti Puspita Barus BPK Makassar51. Summanto BTN Bantimurung

Bulusaraung52. Anhis Balai Persuteraan Alam53. Thomas N. Setbadan Litbang Kehutanan54. Baharuddin BPK Makassar55. Achmad Rizal HB BPK Makassar56. Putri Cendrawasih BTN Bantimurung

Bulusaraung57. Muchlis KP4K Kab. Enrekang58. Amrullah H. BPK Makassar59. Hunggul Y BPK Makassar60. Dadik Priyonugroho BPDAS Jeneberang Walanae61. Evita Hapsari BPK Makassar62. Daud Mallombasang Unhas63. Supardi BPK Makassar64. Wahyuni Thamal Balai Diklat Makassar65. Abdul Kadir W BPK Makassar66. Abdul Rahim Dinas Kehutanan Bulukumba

Page 415: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

409

NO. NAMA INSTANSI

67. Aris P. Ambado PT. INCO68. M. Syarif BPK Makassar69. Nur Semedi Balitek KSDA70. Andarias Ruru BPK Makassar71. Zainuddin BPK Makassar72. Nur Hayati BPK Makassar73. Abdul Latif PT. Semen Tonasa74. M. Yasin PT. Semen Tonasa75. Merryana K. Allo BPK Makassar76. Tachrir Fathoni Badan Litbang Kehutanan77. Firna Sofianti T. PPE Sumapapua KLH78. Makkusila Dishut Kab. Takalar79. Dadang W BBKSDA Sul-Sel80. D.M. Nuryanti Dishutbun Kab. Luwu Utara81. Syahrir Dishutbun Kab. Maros82. Sahara Nompo BPK Makassar83. Ira Ekawati H. SMK Kehutanan Makassar84. M. Nurhakim T. UPTD BWPH85. Haris Said BPK Makassar86. Arman Hermawan BPK Makassar87. Kasmawati BPK Makassar88. Yusuf L Balai Diklat Makassar89. Syaifur A.M. IPKH PT. Katingan Timbers90. Abdul Syukur Ahmad Sulawesi Community

Foundation91. Syahrul BPK Makassar92. Djumadi BPK Makassar93. Iskandar BPK Makassar94. Lilo SW Sucofindo95. Muhammad Ilyas Dishut Sul-Sel96. Indra BPK Makassar96. Adam Dishutbun Jeneponto97. Zainuddin P. BPK Makassar98. Dillya Rahayu Fakultas Kehutanan UNHAS99. St. Fadilah Dwiyani Fakultas Kehutanan UNHAS100 Haslindah Fakultas Kehutanan UNHAS

Page 416: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

410

NO. NAMA INSTANSI

101 Astrid Handianty Fakultas Kehutanan UNHAS102 Romilia Darwis Fakultas Kehutanan UNHAS103 Retno Prayudya Ningsih BPK Makassar104 Derma Dewita BPK Makassar105 Wahyudi Isnan BPK Makassar106 Ansar BPK Makassar107 Rachman BPK Makassar108 Daru Kartika BPK Makassar109 Abdul Kadir Tayeb BPK Makassar110 Masrum BPK Makassar111 Turbani Munda BPK Makassar112 Asmariani BPK Makassar113 Syamsiah BPK Makassar114 Muhammad Abidin BPK Makassar115 Sanusi Darwis Dishutbun Kab. Pangkep116 Husriah Latifah Universitas Muhammadiyah117 Muhammad Ruis T Dishutbun Kab. Sidrap

Page 417: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

411

DISKUSI

Sesi I

Moderator : Prof Daud Malammassang, M.Agr

Notulis : Nursyamsi dan Erwin

Materi

1. Konservasi Anoa dari Aspek Pengkayaan PakanElhayat Labiro

2. Studi Fenologi dan Propagasi Tanaman Pakan untuk Pembina-an Habitat Kupu-kupu di Taman Nasional Bantimurung Bulusa-raungHeri Suryanto

3. Kajian Populasi, Karakteristik Habitat dan Potensi Pakan Tarsius(Tarsius fuscus) di Taman Nasional Bantimurung BulusaraungMaryatul Qiptiyah, Heru Setiawan, dan M. Azis Rakhman

4. Penanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum) untuk Men-dukung Konservasi Kawasan Pesisir dan Program Desa MandiriEnergi di Kabupaten Kepulauan SelayarC. Andriyani Prasetyawati

Pertanyaan, Saran, dan Masukan

1. Ir. Nurhakim Tangim, M.Si (Dinas Prov. Sulsel)

o Lengkapi hasil penelitian dengan rekomendasi dari pemerin-tah/Kementerian Kehutanan tentang anoa dalam rangkamempertahankan habitat dan pakan anoa, rekomendasi se-baiknya diarahkan dalam pembentukan Kawasan Hutan de-ngan Tujuan Khusus (KHDTK) mengingat beberapa populasihabitat dan pakan anoa berada dalam kawasan TN. LoreLindu.

o Sebaiknya ada kajian tentang berapa nilai tambah masyara-kat dalam pemanfaatan/mengelola sumberdaya alam haya-ti dalam hal ini kupu-kupu.

Page 418: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

412

o Jenis pakan kupu-kupu sudah jelas mana yang disukai dan ti-dak. Sebaiknya ada penelitian tempat tumbuh pakan kupu-kupu untuk mendukung pembiakan populasi kupu-kupu yangdilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Maros.

o Mengapa tarsius dikatakan terancam punah?o Jumlah populasi tarsius secara keseluruhan per ha2 harus di-

ketahui sebelum menyimpulkan populasi tarsius terancampunah.

o Berapa daerah range tarsius?o Mengusulkan untuk direkomendasikan dalam melakukan aksi

nyata untuk pengembangan nyamplung di daerah pesisirpantai Kolaboratif dengan Kementerian Kelautan dan Per-ikanan.

o Hasil Kongres Kehutanan tahun 1976 yaitu hutan untuk ke-sejahteraan masyarakat belum terwujud.

o Kajian penelitian harus punya nilai tambah agar dapat di-manfaatkan oleh masyarakat, baik dari segi ekonomi mau-pun lingkungan sekitarnya.

o Bersama-sama dengan pemerintah daerah dalam menyusunrencana penelitian yang dibutuhkan untuk kepentingan ber-sama.

2. Syahrir (Dinas Kehutanan Kabupaten Maros)

o Pemerintah Kabupaten Maros telah melakukan pembiakandan penangkaran kupu-kupu dekat dengan kantor bupatimengingat populasi yang ada saat ini mulai berkurang.

o Apakah jenis pakan kupu-kupu terdiri dari 3 (tiga) jenis saja,mengingat kenyataan di lapangan bahwa kupu-kupu banyakyang hinggap di bunga.

o Berapa ketinggian dan jarak terbang kupu-kupu?o Bagaimana efektivitas minyak nyamplung terhadap kebu-

tuhan rumah tangga dalam menggantikan peran minyak ta-nah yang harganya sudah sangat tinggi?

3. Gustoni Rahman

o Hasil-hasil penelitian kebanyakan larinya ke konservasi danrehabilitasi serta ekonomi dan kebijakan, tetapi belum me-nyentuh ke kesehatan sesuai dengan hasil paparan KabadanLitbang Kehutanan.

Page 419: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

413

o Sebaiknya membangun kolaborasi dengan kementerian lainsehingga penelitian dan hasil penelitian dapat menyentuhdan dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.

Tanggapan

1. Elhayat Labiro (Universitas Tadulako Sulawesi Tengah)

o Terima kasih atas masukan pak Nurhakim. Untukpembentukan KHDTK di TN Lore Lindu diperlukan beberapatahapan dan waktu yang lama.

2. Heri Suryanto (BPK Makassar)

o Konsep kegiatan teknik pembinaan kupu-kupu adalahrestorasi dan rehabilitasi kawasan konservasi sehingga yangmenjadi objek penelitian adalah jenis tanaman pakan kupu-kupu berkayu keras bukan dari bunga-bungaan. Pakan kupu-kupu tidak hanya 3 jenis saja. Tetapi penelitian hanyadifokuskan pada 3 jenis tanaman saja.

o Ketinggian dan jarak terbang kupu-kupu tergantung jenisnya.Beberapa jenis kupu-kupu mampu terbang tinggi dan jauhketika berimigrasi dari suatu tempat ke tempat lain.

3. M. Azis Rakhman (BPK Makassar)

o Populasi tarsius terancam punah karena aktivitas manusiaseperti perburuan dan perusakan habitat selain itu wilayahsebaran tarsius sempit. IUCN memasukkan tarsius dalamkategori Vulnerable (rentan).

o Populasi tarsius per ha atau kepadatan populasi tarsius di TNBabul secara keseluruhan belum pernah dilakukan tetapiuntuk resort Pattunuang, kepadatan populasi pernahdihitung oleh BPK Makassar. Estimasi kepadatan populasitahun 2009 yaitu 70,15 ekor/km2. Penentuan populasitarsius terancam punah diacu pada ketentuan dari IUCN.

o Homerange untuk tarsius di TN Babul belum pernah ditelititetapi menurut literature untuk jenis tarsius Syricata (Filipina)sebesar 0,6 – 1,7 ha, Tarsius Spectrum dan Dianoe sebesar0,5 – 4 ha dan Tarsius Bancanas sebesar 4,5 – 11,25 ha.

Page 420: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

414

4. C. Andriyani Prasetyawati (BPK Makassar)

o Minyak nyamplung efektif untuk menggantikan minyak tanahkarena daya bakarnya 2 kali lebih tinggi dari minyak tanah,tetapi harus memakai kompor yang khusus karena kapilaritasminyak nyamplung masih rendah. Kompor ini masih jarangdijual di pasaran.

o Setuju dengan usul pak Nurhakim

Sesi II

Moderator : Ir. Thomas Nifinluri, M.Sc

Notulis : Zainuddin dan Sriyanti Puspita barus

Materi

1. Konservasi Eboni di Areal Reklamasi di PT. INCOAris Prio Ambodo

2. Pemanfaatan Hutan Mangrove oleh Masyarakat Sekitar TN.Rawa Aopa WatumohaiRini Purwanti, S.Hut

3. Partisipasi Kelembagaan DAS MikroEvita Hapsari, S.Sos

4. Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam PenanggulanganLahan KritisIr M. Kudeng Sallata, M.Sc

Pertanyaan, Saran, dan Masukan

1. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Maros

o Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk makasemakin banyak pula yang akan mengambil kayu di kawasanmangrove, solusi apa yang bisa diambil?

o Disarankan perlu keterlibatan dari pihak instansi lain dalammenekan laju pertambahan penduduk (BKKBN), supayakerusakan hutan Mangrove bisa diminimalisir.

Page 421: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

415

o Disarankan BPK Makassar mengadakan penelitian di Tala-tala,Maros.

o Bagamaimana solusi yang perlu diambil tentang konflik yangterjadi selama ini di dalam kawasan TN. Babul

o Langkah-langkah apa yang perlu dilakukan dalam konservasilahan di dalam perkotaan.

2. Marthen Rama (BP2HP)

o Bagaimana potensi kayu yang ada di wilayah PT. INCO bisadimanfaatkan oleh masyarakat setempat.

o Dari koran Kompas, sudah 6 kali menerbitkan ulasan tentangrotan, dalam hal ini BPK sebagai lembaga riset, perlumengadakan penelitian tentang hal ini.

3. Dishutbun Kab. Luwu (Belopa)

o Perlunya data tentang kerusakan hutan dari tahun ketahun.o Perlunya adanya pengawasan terhadap hasil-hasil penelitian

yang sudah dilaksanakan.o Untuk kerusakan hutan di Indonesia khususnya di Sulawesi

Selatan, dapat diminimalisir dengan adanya Mikrohidro, tapiini berlaku pada di daerah pegunungan yang memiliki air,bagaimana dengan lokasi-lokasi yang tidak punya air.

4. Merryana K. Allo (BPK Makassar)

o Dalam melakukan penanaman ebony secara Exsitu, apakahPT. INCO memperhatikan persyaratan tempat tumbuh untuktanaman ini, karena ebony tidak sembarang tumbuh,Sedangkan secara Insitu yang pernah dilakukan masih banyakmengalami kegagalan.

o Apakah tujuan akhir penanaman yang dilaksanakan oleh PT.INCO.

5. Nur Hakim (Dishut Prop. SulSel)

o Hasil reklamasi PT. INCO kalau dilhat dari darat cukupmenggembirakan, tapi kalau dilihat dari udara masih banyakdaerah terbuka.

o Bagaimana kalau PT. INCO menyiapkan dana dan bekerjasama dengan BPK Makassar untuk melaksanakan penelitiantentang rehabilitasi bekas tambang ini.

Page 422: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

416

o Apakah ada kajian bagaimana mempertahankan sumber airsupaya mikrohidro ini bisa berfungsi terus.

o Bagaimana kalau dikaji secara akademis/penelitian untukmengamankan kawasan hutan yang ada, daripadamelakaukan partisipasi secara holistic dalam kegiatan KTA, Iniakan jauh lebih baik dan mungkin hemat biaya dancenderung akan menghindarkan konflik.

o Minta tolong dikaji ulang, sejauh mana keberhasilan hutankota yang sudah ada dan berumur sekitar 3 tahun ini.

Tanggapan

1. PT. INCO (Aris Prio Ambodo)

o Untuk pemanfaatan kayu, terbentur dengan perizinan pinjampakai, sehingga kayu yang ada dalam kawasan PT. INCObelum bisa digunakan.

o Untuk lahan yang terbuka, yang kelihatan dari udara,kedepannya akan direhabilitasi.

o Ebony yang tumbuh di berbatuan memiliki corak yang bagusdibandingkan dengan yang tumbuh di tanah.

o Untuk kerjasama dengan BPK Makassar, akan terkendalapada birokrasi karena PT. INCO hanya boleh berhubungandengan pengusaha atau kontraktor, tapi usulan akan tetap ditindak lanjuti.

2. Rini Purwanti (BPK Makassar)

o Diperlukan kerjasama dengan instansi terkait dalam hal iniBKKBN dalam menekan laju pertambahan penduduk

o Penelitian di Tala-tala sudah dilakukan, namun terkendalapada akses penelitian karena masyarakat setempat menutupdiri kalau ada kegiatan yang terkait dengan kehutanan.

o Pada TN. Rawa Aopa Watumohai sudah terdapat pembagianzonasi, tapi masih dalam taraf sosialisasi, sehinggamasyarakat belum mengetahui batas-batas zonasi tersebut.

o Pada TN. RAW, penebangan kayu dilakukan secara cepat,tidak sebanding dengan upaya rehabilitasi karena dibutuhkanwaktu yang lama untuk menumbuhkan sebatang pohon,olehnya itu diperlukan patroli yang rutin untuk pengamanandi kawasan TN. RAW.

Page 423: Hasil-hasil litbang mendukung · ngurangi kekeringan saat musim panas dan mengurangi resiko longsor dan banjir saat musim hujan. Para undangan yang berbahagia, Sebagai bagian dari

417

3. Evita Hapsari (BPK Makassar)

o Kegiatan nyata untuk mempertahankan sumber air supayatetap ada, dengan cara pembuatan demplot untukpembangunan turbin.

o Secara analisa sosial dengan mengubah persepsi masyarakatuntuk tidak menebang pohon secara sembarangan lagi,walau kenyatannya sulit dilaksanakan.

o Secara silvikultur dengan pengaturan jarak tanam, melaluipemilihan jenis tanamam yang cocok dengan lokasi.

o Secara konservasi, dengan cara penerapan teknik KTA.

4. Kudeng Sallata (BPK Makassar)

o Konservasi kota sudah menjadi program pemerintah kota,dan sudah dilaksanakan di tingkat kota/kabupaten.

o Masalah pemilihan lokasi penelitian, kita harus mengetahuiyang mana fungsi lindung dan budidaya sehingga masyarakatdapat mengetahui wilayah mana yang dapat dimanfaatkan.

o Data statistik kehutanan tentang kerusakan hutan dariberbagai daerah dan data perkembangan kerusakan hutanper kabupaten mungkin ada di BPDAS.

o Ada Usulan Kegiatan Penelitian (UKP) tentang pengamananhutan, namun baru satu tahun dilaksanakan sudahdibubarkan, karena unsur kelitbangannya kurang, lebihbanyak ke operasional. Sedangkan untuk kajian partisipatifpengelolaan hutan sudah banyak yang dilakukan.