Harun Nasution

Embed Size (px)

Citation preview

HARUN NASUTION

A. BIOGRAFI

Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Pemantang Siantar, Sumatera Utara. Bapaknya adalah seorang kadi (penghulu) setempat. Menurut penuturannya, sang ayah sering membaca kitab kuning berbahasa Melayu, suka berkunjung atau berdiskusi dengan banyak orang yang mengetahui agama. Sang ayah menikah dengan ibunya yang semarga. Padahal dalam hukum adat itu adalah terlarang. Tetapi ayahnya melarang adat. Akibatnya ayahnya perlu membayar denda dan akhirnya pergi ke Pemantangsiantar. Disana lah ia dilahirkan. Ia menjadi anak keempat dari lima bersaudaraAwalnya ia disur oleh orang tuanya untuk masuk sekolah Belanda, HIS. Di rumah, ia belajar ngaji dan menulis bahasa Arab di sekolah (HIS). Meskipun sekolah umum tapi pelajaran menulis Arab diberikan, karena masyarakat pada masa itu masih menggunakan tulisan Arab MelayuHarun mengatakanbahwa sejak kecil beliau sudah sering merepotkan guru-gurunya atau orang tuanya karena selalu bertanya: mengapa ini begini, mengapa begitu. Seperti waktu itu, ayahnya walaupun menentang jajahan Belanda, tetap saja memiliki faham fatalis. Ia berpendapat bahwa datang perginya Belanda terserah Allh. Karena jika dikehendaki Allh, Belanda akan pergi dengan sendirinya. Untuk itu sang ayah menyarankan kepada anak-anaknya untuk tidak terlalu rebut-ribut menyoalkan urusan perpolitikan. Beliau tidak bisa menerima begitu saja suatu pendapat tanpa ada dialog.Setelah selesai di HIS lalu ia melanjutkan pendidikannya keModern Islmietische Kweekschool(MIK), semacam MULO, di Bukit Tinggi, yakni sekolah guru menengah pertama swasta modern milik Abd al-Ghaffr Jambek, putera Syaikh Jaml Jambek. Disana bernuansa modern. Ia memakai dasi, dan diajarkan di sekolah bahwa memelihara anjing tidak haram, tidak perlu berwudhu jika ingin memegang Alqurn, tidak perlu merisaukan pemakaianuall, dan sebagainya. Ia merasa sekolah ini sangat cocok dengan pemikirannyaBelum selesai sekolahnya karena sekolah swasta saat itu masih miskin- sang Ibu memaksanya untuk berguru ke Mekka. Harun menerimanya walaupun sebenarnya lebih senang pergi ke Meir. Saat tiba di Mekka. Ia merasa kasihan kepada keadaan Mekka saat itu layaknya abad pertengahan. Padahal saat itu sudah abad ke-20. Disana tidak ada mobil, yang ada hanya unta dan keledai. Jalanan penuh debu, pasir, kotor, penuh lalat. Orang-orangnya pun masih berpakaian tradisional. Sayangnya, karena kurang fasih berbahasa Arab , ia tidak bersekolah dan hanya membaca buku-buku berbahasa Belanda hingga akhirnya ia memaksa orangtuanya untuk bisa pergi ke Meir.Setelah belajar beberapa bulan guna mempersiapkan diri untuk sekolah di Al-Azhar, akhirnya ia diterima sebagai mahasiswa Fakultas Uul ad-dn. Disana beliau lebih unggul dibandingkan teman-temannya dalam bidang bahasa seperti Inggris, dan Perancis. Sembari kuliah di Al-Azhar, ia juga kuliah di Universitas Amerika, Kairo. Disana ia mengambil Fakultas Pendidikan, tetapi karena keadaan di Indonesia sedang semerawut, kuliahnya pun terbengkalai disebabkan tidak adanya kiriman uang. Untungnya ia sempat mendapat gelar BA dalam Studi Sosial di Universitas Amerika pada tahun 1952.Saat di Meir ia mengatakan juga aktif dalam masalah perpolitikan di Perpindom yang terkadang membicakan soal perjuangan kemerdekaan Indonesia. Diantara usahanya adalah memperkenalkan Indonesia kepada rakyat Meir, terutama pemimpinnya. Sementara untuk Indonesia ia beserta rekannya membuat karangan tentang perkembangan politik dan pendidikan di Meir. Semangat terjunnya ke dunia politik diakuinya dikarenakan sedang bergemanya nasionalisme di Meir.Setelah memperoleh informasi bahwa Indonesia sudah merdeka. Harun dan kawan-kawan langsung menerjemahkan informasi kemerdekaan Indonesia ke dalam bahasa Arab dan Inggris. Lalu diberikan ke Azzm. Juga mengirim ke surat-surat kabar seperti Jamiyya Al-ikhwn al-muslimn.Berbagai cara dilakukan seperti nama Presiden Soekarno ditambah dengan Ahmad di depannya. Kemudian M. Hatta dipenuhkankan menjadi Muammad Hatta. Dari sinilah dunia Arab mengenai Indonesia telah merdeka dan banyak dari mereka yang langsung menyokong kemerdekaan Indonesia.Selanjutnya ia bekerja di kantor Perwakilan RI, Kairo. Duduk di bagian Inggris. Lalu disur pulang pada tahun 1953 untuk mengenal keadaan di Indonesia. Setiap hari ia masuk kantor di Departemen Luar Negeri di bagian Timur Tengah. Setahun kemudian ia ditugaskan sementara ke Arab Saudi untuk membantu persoalan haji.Pada akhir Desember 1955 iadipindah kerja ke Belgia, tepatnya bekerja di Kedutaan RI di Brussels. Beberapa tahun kemudian, ia pindah ke Meir dan kembali sekolah diAl-dirsa Al-Islmiyya.Ia senang karena disini tidak menggunakan cara lama seperti menghafal seperti si Al-Azhar. Disana menurutnya- sudah rasional. Salah satu dosennya ialah AbZahra. Tetapi karena tidak puas, beliau keluar dan pindah ke McGill University atas permintaan H.M Rasyidi. Di sinilah ia benar-benar mengenal Islm yang menurutnya sangat rasional.

B. PemikirannyaHarun Nasution dikenal umum sebagai seorang cendikiawan muslim yang sangat rasional dan liberal. Dalam ceramahnya, Harun selalu menekankan agar kaum muslim Indonesia berfikir secara rasional. Ia juga mengajurkan sepatutnya kita dapat meniru Sya yang sudah berfikir rasional. Karena pemikirannya ini banyak kalangan yang menolak, tetapi ada juga yang memberi apresiasi. Ia merasa heran mengapa umat Islm harussaklekpadahal ajaran Islm memberikan ruang yang begitu luas kepada umat muslim untuk bisa berinovasi. Menurutnya ajaran Islm yangqaiyyacuma sedikit, seperti Tuhan itu ada dan Esa, keharaman riba dan memakan daging babi serta khamr. Sedangkan sisanya adalah ayat-ayat yang masih bersifatdzanniy dilalahbahkan kalau ad masih ada yang bersifatdzanniy al-wurud.Untuk itu, menurutnya semua aspek bukan hanya aspek fiki- dalam Islm masih banyak yang bisa kita inovasi tanpa merubah esensi ajarannya. Ia memberi contoh, dalam bidang akidah pun ada yang bersifatdzanniy dilalahdandzanniyal-wurudseperti perihal rukun iman keenam. Karena menurutnya Alqurn tidak menyebutkan kada dan kadar. Beliau juga setuju dengan sistem penyatuan kelas antara laki-laki dan perempuan. Karena menurutnya tidak ada dalil yang secara terang-terangan melarang itu. Bahkan mengenai hukum waris ia setuju dengan pendapat Munawir Syadzali.Harun menyatakan bahwa keadaan statis yang melanda di tubuh umat muslim saat ini ialah karena merasa terikat pada ajaran-ajaran bukan dasar yang dihasilkan oleh zaman silam (ijtihd). Sebagai gantinya diperlukan ajaran bukan dasar (ijtihd) baru dengan menimbulkan penafsiran baru dari ajaran dasar yang terdapat dalam Alqurn dan hadits yang disesuaikan dengan tuntutan zaman.Karena begitu rasionalnya, tidak banyak dari kalangan awam yang mengenalnya sebagai seorangustadz. Untuk itu Azyumadri Azramenyatakan bahwa walaupun Harun sangat pantas disebut sebagai ulama , namun realitas sosiologis di kalangan umat Islm menyatakan lain. Ia lebih dikenal orang sebagai tokoh intelektual. Harun sendiri mengakuinya dengan berkata:Aku sendiri memang kurang bisa berbicara dengan kebanyakan orang. Pembicaraanku seringkali terlalu filosofis. Maka setiap kali aku diminta untuk berbicara di masjid, kubilang tidak bisa. Aku tidak bisa bercerita dongeng kepada mereka. Sebab, dongeng tidak masuk akal bagiku. Aku pun dipaksa, aku memang datang juga membicarakan apa yang kumiliki. Tapi mereka mengantuk, atau jika dipaksa terus, akhirnya kubilang tidak sanggup karena alasan sudah tua. Namun kalau diajak diskusi aku selalu datang. Karena kebanyakan dari mereka adalah dari kalangan intelektual yang mau berfikir rasional. Begitu pula kalau aku mengarang. Karanganku diperuntukkan orang atas, bukan orang awamIa melanjutkan:Harapanku memang Cuma satu, pemikiranAsyariyahmesti diganti oleh pemikiran rasional mu'tazila, pemikiran para filosof atau pemikiran rasional. Caranya cuma bisa dengan memegang para penguasanya saja. Sayangnya selama ini yang berdakwah banyak dari golongan awam. Golongan intelektual di Indonesia ini tidak kelihatan yang jadi juru dakwah.Berbeda dengan kaum abangan atau ulama yang bercorak fundamentalis, kaum cendekiawan terlebih yang sepemikiran dengannya, agaknya banyak memberikan pujian atau apresiasi terhadap hal-hal yang telah ditorehkan oleh Harun. Misalnya saja Zuly Qodir yang menyatakan bahwa peran Harun Nasution demikian besar dalam pengembangan citra IAIN Jakarta menjadi sebuah mazhab tersendiri dalam peta pemikiran Islm Indonesia, menggeser posisi ITB, UNPAD, UGM, Unbraw.Juga ada mantan Menteri Agama Munawir Syadzali yang pernah mengatakan:Kiranya tidak berlebihan jika saya katakan bahwa kehadiran beliau di dalam keluarga besar IAIN telah menghasilkan pola pikir yang maju dan menggalakkan keberanian berpendapat serta keterbukaan terhadap dunia luarNurcholis Madjid seorang cendekiawan muslim terkemuka bahkan di kalangan orientalis mengatakan:Orang semacam Harun telah memberikan bekas terhadap perkembangan keIslman di IAIN seperti menghasilkan suatu gejala umum dimana orang berani berdiskusi secara terbuka, berani mempertanyakan pandangan atau doktrin yang sudah mapan dan tidak melihat doktrin itu sebagai taken for granted. Dia mempertanyakan relevansi doktrin itu kepada sejarah, bagaimana kaitannya dulu dan sebagainya. Inilah yang menghasilkan suatu kemampuan tertentu yang secara teknis disebut learning capacity, yaitu kemampuan untuk belajar.Madjid melanjutkan:Yang secara substansi bisa kita teruskan dan kita kembangkan dari Pak Harun ialah studi atau kajian mengenai kalam (teologi) dan filsafat. Kalam oleh para ahli Barat disebut teologi rasional, tidak seperti teologi Kristen yang dogmatis. Kalam itu sangat dialektis dan logis.Menurut Madjidsalah satu efek dari Harunisme adalah membuat agama menjadi lebih fungsional, tidak hanya simbol-simbol yang sentimental dan penuh perasaan. Harun Nasution menurut Madjid- tidak suka padadzauqqiyattapiaqliyya. Kalaudzauqsaja, para pengikut kultus jauh lebih mantap, lebih puas daripada orang yang beragama. Karena apa? Karena guru-guru kultus selalu mengatakan: ikut saya, pasti masuk surga. Madjid juga menyangsikan sikap beberapa sarjana yang menyatakan bahwa pembaharuan teologis tidak akan berdampak apa-apa pada sisi sosial ekonomi masyarakat. Padahal menurutnya salah.

1. Perubah Mind-Set IAIN

IAIN sebagai lembaga tinggi Islm sudah pasti diharapkan oleh kalangan muslim di Indonesia sebagai lembaga yang dapat memberikan solusi terhadap segala permasalahan agama. Untuk itu disana para mahasiswa dikader untuk bisa menjadi ulama yang menyebarkan Islm ke selur wilayah Indonesia. Sayangnya, pada mulanya perkuliahan di IAIN mengacu kepada metode Al-Azhar di Meir, dengan titik berat tekanan kepadamazhabSyfii. Pada masa itu mata kuliah perbandingan mazhab saja masih dirasakan asing bagi sementara mahasiswa. Setelah perkuliahan semacam ini berjalan belasan tahun, kemudian dipertanyakan mengapa lulusan IAIN berwawasan sempit, tidak berfikiran rasional dan pada umumnya hanya berorientasi akhirat semata. Hal ini dikemukakan oleh Menteri Agama Mukti Ali dalam musyawarah Rektor IAIN di Ciumbuleuit tahun 1973. Untuk itu perlu menurutnya- perlu dibentuk kemampuan berfikir rasional. Mahasiswa perlu dikenalkan dengan aspek ilmu kalam, taawuf, filsafat Islm, bahkan filsafat barat. Hasil dari musyawarah tersebut akhirnya merestui adanya mata kuliah Pengantar Ilmu Agama yang harus berikan kepada selur mahasiswa IAIN di Indonesia yang mempelajari Islm dari segala aspeknya. Buku Harun Nasution yang berjudulIslm ditinjau dari berbagai aspeknyadipilih menjadi buku wajib pada mata kuliah Pengantar Ilmu Agama. Dari sanalah akhirnya pemikiran IAIN sedikit demi sedikit berubah menjadi lebih terbuka dan rasional.Menurut Nasution (2013: 28) untuk menghilangkan kesalahpahaman, perlu mengetahui Islm dari segala aspeknya. Memang tidak mudah, tetapi yang dimaksudkan disini ialah hanya mengetahui secara garis-garis besarnya saja. Sebagai dasar, pengetahuan yang demikian sudah cukup. Kemudian barulah setiap orang boleh mengambil spesialisasi sesuai kesenangan atau bakatnya.Di dalam bukunya ia menjabarkan apa dan bagaimana agama itu, apa definisi Islm dalam pengertian yang sebenarnya. Lalu mengklasifikasikan ajaran-ajaran Islm ke dalam beberapa aspek seperti aspek 'ibda, latihan spiritual, moral, aspek sejarah dan kebudayaan, aspek politik, aspek perkembangan lembaga-lembaga kemasyarakatan, aspek hukum, aspek teologi, aspek filsafat, aspek mistisme, dan aspek pembaharuan dalam Islm. Semua dijelaskan melalui pendekatan sejarah sejak awal tumbuhnya Islm hingga zaman modern.Tetapi tidak semua menerima secara hangat buku karangan Harun. Seperti H.M Rasyidi dalam bukunya yang mengkritik bukuIslm ditinjau dari berbagai aspeknyamemandang Harun Nasution sebagai seseorang yang telah dipengar i oleh jalan pikiran dan pendekatan orientalis yang tidak selamanya simpatik pada Islm, bahkan merugikan(Aqib Suminto, 1989, p. 94). Salah satunya ialah mempersamakan ilmu kalam dengan ilmu teologi. Juga dalam aspek filsafat ia lanjut Rasyidi- terpengar dengan konsep neo platonisme yang menganggap bahwa r dan daging manusia adalah berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan (bersatu dengan Tuhan). Padahal dalam Islm bukanlah begitu, melainkan kembali ke hadirat Tuhan (surga atau neraka), bukan ke sisi Tuhan seperti bersatu dengan-Nya. Harun juga melakukan kesalahan terbesar ketika menjelaskan politik dalam Islm, karena yang dijelaskan bukanlah prinsip-prisip politik atau hal-hal yang berkaitan dengan itu melainkan malah memaparkan sejarah kelam perebutan politik di kalangan umat IslmRasyidi juga mengkritik Harun dengan menyatakan bahwa akal memang tidak bisa mengetahui kebenaran. Untuk memperkuat argumennya ia mencantumkan ayatDan Allh Yang Maha Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui serta fakta yang terjadi di Barat mengenai kegagalannya mendapatkan kebenaran

2. Pembaharuan Islm: Sebuah RasionalisasiAgamaHarun Nasution disebut-sebut sebagai salah satu tokoh pembaru Islm di Indonesia yang begitu giat memperkenalkan kembali pemikiran rasional mu'tazila.Maka wajar jika Rasyidi mengatakan bahwa istilah Neo-Mu'tazila akan langsung dialamatkan kepada Harun Nasution karena ide dan gagasannya dalam mendobrak paham fatalisme dan taklid buta yang dianut mayoritas muslim Indonesia serta berupaya menghidupkan kembali teologi mu'tazila yang serba rasionalTiada lain yang menjadi latar belakang pembaharuan yang dilakukan oleh Harun Nasution dikarenakan keprihatinannya kepada umat Islm yang secara kuantitatif bersifat mayoritas, tetapi dari segi kualitatif yang diindikasikan dengan kontribusi dalam pembangunan bersifat minoritas. Realitas ini yang mendorongnya untuk mencari akar penyebabnya secara mendasar dan kemudian menawarkan solusinya.Menurut Harun (2013: 39) pemikiran rasional mu'tazila ini pun sudah mulai timbul kembali oleh pemuka-pemuka pembaharu Islm seperti Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan sebagainya dan pada akhirnya pandangan-pandangan negatif terhadap mu'tazila pun mulai berubah. Seperti mengenai paham fatalisme yang telah membuat umat Islm mundur. Di dalamAl-'urwa al-Wusqa'Abduh dan Al-Afghni menjelaskan bahwa paham kada dan kadar telah diselewengkan menjadi fatalisme, sedangkan paham itu sebenarnya mengandung unsur dinamis yang membuat umat Islm maju. Untuk itu, paham fatalisme yang terdapat di kalangan umat Islm saat ini perlu diubah dengan paham kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan layaknya paham mu'tazila. Menurut Harun, inilah yang akan menimbulkan kedinamisan kembali umat Islm kembali.Masih menurutnyabahwa yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islm seperti golongan mu'tazila, asyari, mturdiya dan sebagainya sebenarnya bukanlah akal dengan wahyu, melainkan penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan teks wahyu yang lain. Dengan kata lain, ijtihd ulama yang satu dengan ijtihd ulama yang lain mengenai penafsiran wahyu. Islm memandang akal tidak lebih tinggi dari wahyu. Hanya disayangkan, di kalangan umat Islm khususnya masih merasa curiga dan takut terhadap pendapat-pendapat mu'tazila dan para filosof muslim, karena mereka dianggap tidak mengindahkan wahyu. Padahal mereka juga meyakini wahyu, mereka pun meyakini teks ajaran Islm yangqathiy al-wuruddanqathiy al-dilalahyang absolut dan benar datangnya dari Allh. Tetapi teks demikian sangat sedikit jumlahnya, sehingga adalah sebuah keniscayaan jika pemikiran Islm dapat berkembang.Selain pembela pemikiran rasional mu'tazila, Harun juga menyingkap pemikiran Muhammad Abduh yang menurutnya adalah tokoh rasionalis muslim sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Pemikiran Muhammad Abduh menurutnya- tak jauh berbeda dengan mu'tazila. Dalam penelitiannya yang akhirnya menjadi disertasi dan dibukukan dengan judulMuhammad Abduh dan Teologi Mu'tazila,Harun (1987: 92) menemukan bahwa pemikiran teologi yang dianut oleh Muhammad Abduh banyak memiliki kesamaan dengan teologi mu'tazila, bahkan ia mengatakan bahwa Abduh menggunakan kadar akal yang lebih banyak/tinggi dibanding mu'tazila. Akal, menurut Abduh bukan hanya dapat mengetahui empat hal pokok (mengetahui Tuhan, mengetahui kewajiban terhadap Tuhan, mengetahui kebajikan dan kejahatan, mengetahui kewajiban berbuat baik dan kewajiban menjauhi perbuatan jahat) seperti yang disebut kau mu'tazila, tetapi di atas itu mempunyai dua kemampuan lain yakni, dapat mengetahui adanya kehidupan akhirat dan mengadakan hukum-hukum tentang apa-apa yang diketahui oleh akal itu dan mengajak manusia untuk tunduk kepada hukum itu. Abduh,sepertinya ingin membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqld yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana halnya ulama terdahulu sebelum timbulnya perpecahan, yakni dengan memahami langsung dari sumber pokoknya Alqurn. Menurutnya pula (2006: 22) Alqurn tidak menggunakan metode seperti yang digunakan oleh ajaran-ajaran agama lain, karena Alqurn tidak menuntut begitu saja apa yang telah disampaikan, tetapi memaparkan masalah dan membuktikannya dengan argumentasi-argumentasi, bahkan menguraikan pandangan-pandangan penentangnya seraya membuktikan kekeliruan mereka.Muhammad Abduh menurut Harun- terlihat lebih meletakkan kadar keadilan Tuhan lebih besar dibanding kuasa Tuhan, menganggap Alqurn tidak qadm melainkan diciptakan, mengenai manusia yang tidak bisa melihat Tuhan di akhirat, semua pendapat itu sama halnya konsep kaum mu'tazila (Nasution, 1987: 94). Betapa pun, Abduh mengakui bahwa ada masalah keagamaan yang sukar dipahami dengan akal namun tidak bertentangan dengan akal. Ia tetap mengakui keterbatasan akal dan kebutuhan manusia akan bimbingan Rasl(wahyu), khususnya dalam banyak persoalan metafisika atau permasalahan 'ibda.Shihabmengatakan bahwa motivasi dari tindakan yang dilakukan oleh Abduh adalah merasionalkan ajaran-ajaran agama serta mempersempit wilayah gaib yang kesemuanya merupakan penyebab tumbuh suburnyaisrailiyyat.Shihab melanjutkan bahwa usaha lainnya ialah untuk mengantarkan masyarakat mengetahui sunna Allh (hukum alam dan masyarakat) yang merupakan salah satu aspek tujuan turunnya Alqurn. Namun menghadapi tekanankhurfadi satu segi dan kekaguman kepada kemajuan ilmu pengetahuan di segi lain, telah menimbulkan pengar -pengar tertentu dalam pikiran aliran ini, yaitu kehati-hatian yang mendalam menyangkut hal-hal yang bersifat suprarasional serta kecenderungan untuk menjelaskan segala sesuatu sesuai dengan hukum-hukum alam yang tidak diketahui oleh manusia, atau dengan kata lain menakwilkannya sehingga sejalan dengan apa yang mereka namakanlogis. Abduh lupa bahwa hukum-hukum alam tiada lain hanyalah ikhtisar pukul rata statistik, dan apa yang diketahui darinya barulah sebagian dari keselur an.Untuk memperkuat dugaannya, Harun mengutip pendapat Syaikh Al-Azhar, Sulaimn ad-dunyyang dalam bukunya menyatakan pula bahwa 'Abduh memiliki konsep teologi di atas posisi mu'tazila.Syaikh 'Abd al-Halm Mamdmantan rektor Al-azhar- mengatakan, Apa yang ditempuh oleh Abduh adalah sejalan dengan aliran Mu'tazila, baik dalam prinsip-prinsip yang dianutnya maupun dalam tujuan-tujuan yang ingin dicapainya.Memang, pemikiran Abduh terkenal akan rasionalitasnya, tetapi hampir semua menolak berkata kalau ia penganut mu'tazila, karena memang merasa bahwa Abduh adalah ahl as-sunna. Hal ini sebagaimana yang Harun ceritakan sendiri ketika mendapat undangan dari Kedutaan sebuah negara. Ia berkata: Saat itu kulihat ada Bung Hatta, M.Natsir, dan beberapa ulama duduk bersama sambil makan. Kami memang sudah saling berkenalan. Lalu Hatta berkata, Aku dengar anda sudah selesai doktornya? Sudah bung jawab Harun. Mengapa tidak dipublisir untuk kita dengar pendapat anda?. Lalu Harun menjawab, Muhammad Abduh ternyata mempunyai pendapat-pendapat mu'tazila langsung saja salah seorang dari mereka menanggapi, naudzubi allh lalu Harun berkata, Pak Hatta! Bagaimana jadinya kalau hal itu saya katakan kepada orang lain. Jagoannya saja mengatakan begitu.Selanjutnya Harun juga menulis bukuFalsafat Islm.Buku ini berisi mengenai cara berfikir tentang dasar-dasar agama, mencoba memahami dasar-dasar itu menurut logika dan dengan demikian dapat memberikan penjelasan yang dapat diterima akal kepada orang yang tidak percaya pada wahyu dan hanya berpegang pada pendapat akal. Misalnya saja mengenai keberadaan Tuhan. Dalam setiap babnya Harun memberikan argumen-argumen rasional yang dapat diterima oleh semua kalangan, bahkan ateis. Menurutnya, pengetahuan agama tidak selalu menggunakan wahyu, melainkan juga dengan penggunaan bukti-bukti historis, argumen-argumen rasional, dan pengalaman pribadi. Ia menyatakan bahwa pendekatan rasional tentang agama dapat mempertebal keimanan seseorang (Nasution, 1973: 5-11). Dalam buku ini sesungguhnya ia berusaha untuk membuktikan ajaran Islm sangat rasional dan dapat dibuktikan.Seperti yang telah dipaparkan di atas, latar belakang Harun melakukan rasionalisasi dalam Islm dikarenakan minimnya produktivitas umat muslim. Untuk itu, ada beberapa saran yang dianjurkan olehnya (Nasution, 1973: 201) untuk membawa umat muslim kembali jaya, diantaranya (a) umat Islm harus kembali ke ajaran yang sebenarnya, (b) siap taklid kepada pendapat dan penafsiran lama juga harus ditinggalkan dan pintu ijtihd dibuka. Ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Alqurn ad sebagai patokan terhadap perincian-perinciannya yang cara pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman, (c) dinamika umat Islm harus dibangkitkan lagi dengan menyuburkan pemikiran rasional mu'tazila dan menjauhkan pahamjabariyah. Umat muslim harus dirangsang untuk berfikir dan banyak berusaha lebih maksimal, (d) pendidikan tradisional harus diubah dengan memasukkan mata pelajaran tentang ilmu pengetahuan modern ke dalam kurikulum madrasah, (d) dalam bidang politik, pemerintahan absolut harus diubah menjadi pemerintahan demokratis. Kedalam dunia Islm harus dimasukkan sistem pemerintahan konstitusional.

3. Bidang Politik (Negara)Jarang yang mengetahui bahwa Harun Nasution juga memiliki ketertarikan dengan masalah perpolitikan karena memang hampir semua karyanya lebihconcernterhadap aspek teologi. Tetapi jika ditelusuri lebih dalam, ternyatathesisyang dikerjakannya mengenai politik Islm di Indonesia terutama mengenai konsep politik Islm menurut Masyumi. Dalamthesisitu ia berkesimpulan bahwa terjadi persinggungan antara golongan sekuler dengan golongan Islmis dalam permasalahan penegakkan Negara Islm di Indonesia tidaklah dimenangkan oleh salah satu pihak, karena ternyata akhirnya yang menang adalah konsep Pancasila. Dengan pancasila itu Indonesia tidak menjadi Negara agama tertentu dan juga bukan Negara sekuler tetapi menjadi Negara bertuhan dan Harun menyatakan bahwa pancasila dan UUD 1945 adalah sejalan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islm.Menurut analisisnya bukan hanya seputar Negara Islm, bahkan soal Negara saja tidak ada ayat atau hadits yang dengan secara tegas menyebutkan pembentukkan pemerintahan atau Negara di dalam Islm. Kalaupun ada, itu hanya berdasarkan ijtihd darisurat An-Nisa ayat59. Tetapi ia mengatakan bahwa kepentingan Negara sejalan dengan kepentingan agama, karena itu mengadakan Negara atau pemerintahan dalam Islm adalahfardu kifya.Untuk itu, menurutnya ajaran-ajaran Islm yangoriginaldalam lapangan kenegaraan hanyalah dalam prinsip-prinsipnya saja dan prinsip-prinsip tersebut tidak menunjuk secara spesifik kepada sebuah model tertentu tentang bentuk Negara dan susunannya. Dalam sejarah masih menurutnya- telah terjadi berbagai macam perubahan dalam masalah kenegaraan. Di masaNabiprinsip-prinsip itu dijelmakan ke dalam bentuk Negara teokratis dan berubah menjadi sebuah Negara republik demokratis di zamanKhulafal-rasyiida. Selanjutnya berubah lagi menjadi monarki absolut di zaman dinasti-dinasti, berubah lagi menjadi monarki konstitusional (kekuasaan raja yang absolut mulai dibatasi oleh konstitusi) dan pada era modern kontemporer ini kembali mengambil bentuk republik demokratis. Agaknya model itulah menurutnya- yang lebih sejalan dengan Alqurn dansunna.Adapun prinsip-prinsip yang harus ada dalam sebuah negara menurut Harun Nasutionpertama-tama adalah tujuan yang hendak dicapai oleh Negara itu, yakni untuk mewujudkan masyarakat beragama dan berketuhanan Yang Maha Esa yang didalamnya terdapat persatuan, persaudaraan, persamaan, musyawarah, dam keadilan. Sedangkan prinsip-prinsip yang harus dijelmakan pada penyelenggaraan Negara adalah pemerintah haruslah bersifat adil dan demokratis. Organisasi pemerintahan bersifat dinamis, maksudnya apakah susunan pemerintah itu presidensial atau parlementer bukanlah suatu masalah. Sedangkan kedaulatan adalah ditangan rakyat di bawah bimbingan prinsip-prinsip Alqurn dan ad. Sumber hukum tertinggi dalam Negara adalah Alqurn dan sunnah yang penerapannya memerlukan ijtihd. Negara mempunyai hak dan kekuasaan untuk membentuk undang-undang yang dalam terminologiIslm klasik disebut Qnn untuk membedakannya dengan fiki yang dibentuk oleh para ulama.Ketertarikannya kepada permasalahan negara itulah yang membuat ia meminta Munawir Syadzali untuk mengajar fikias-siysiikepada mahasiswa S3 IAIN supaya mahasiswa Islm Indonesia paham mengenai permasalahan ketatanegaraan.

4. Hak Asasi ManusiaSelain perihal teologi, filsafat, dan tata Negara, Harun juga memiliki perhatian terhadap isu-isu internasional seperti hak asasi manusia. Maka dari itu ia pernah memberikan kata pengantar dalam sebuah buku yang membahas mengenai hak asasi manusia dalam Islm. Menurutnya HAM memang diajarkan oleh Islm dalam konsep tauidnya. Karena semua manusia hanyalah makhluk maka dari itu semua manusia adalah sama, bersaudara, dan bebas sehingga tidak boleh ada perbudakan di kalangan manusia. Ia mengutip ayat-ayat Alqurn seperti suratAl-Araf ayat 189, An-Nisa ayat 4, Al-Hujarat ayat 13dan ad untuk memperkuat alasannya itu. Tetapi menurutnya- kebebasan dalam Islm ada batasnya dan memiliki kewajiban-kewajiban disamping memiliki hak. Kebebasan mengeluarkan pendapat tidak boleh melanggar kepentingan umum. Kebebasan mengumpulkan harta juga tidak boleh merugikan masyarakat. Kebebasan mengelola alam juga tidak boleh sampai merusak alam.Ia juga berpedapat bahwa terdapat perbedaan besar antara kebebasan dan hak asasi yang dikembangkan di luar agama dengan ide kebebasan hak-hak asasi dalam Islm karena paham hak asasi dan kebebasan yang dibawa pemikir sekuler ke Indonesia mengutamakan kepentingan pribadi dan melupakan kepentingan umum

Daftar Pustaka

Abaza, M. (1999).Pendidikan Islm dan Pergeseran Orientasi: Studi Kasus Alumni Al-Azhar.Jakarta: Pustaka LP3ES.Biografi Harun Nasution. (n.d.). Retrieved Febuari Rabu, 2015, from Wikipedia.org.Harun Nasution & Bahtiar Effendy. (1987).Hak Asasi Manusia dalam Islm.Jakarta: Pustaka Firdaus.Nasution, H. (1973).Falsafat Agama.Jakarta: Bulan Bintang.Nasution, H. (1987).Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu'tazilah.Jakarta: UI Press.Nasution, H. (2009).Islm Ditinjau dari Berbagai Aspeknya(Vol. 2). Jakarta: UI Press.Nasution, H. (2011).Pembaharuan dalam Islm: Sejarah Pemikiran dan Pergerakan.Jakarta: Bulan Bintang.Nasution, H. (2013).Islm Ditinjau dari Berbagai Aspeknya(Vol. 1). Jakarta: UI Press.Nasution, H. (2013).Teologi Islm: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.Jakarta: UI Press.Nurhadi. (2013).Harun Nasution: Islm Rasional dalam Gagasan dan Pemikiran. Jurnal Edukasi Vol.I No.I.Nurhadi, R. (n.d.).Neo-Mu'tazilisme Harun Nasution dan Kebangkitan Islm Indonesia. Jurnal.Qodir, Z. (n.d.).Wajah Islm Liberal di Indonesia: Sebuah Penjajagan Awal. JurnalRasyidi, H. (1973).Koreksi Terhadap Harun Nasution Tentang "Islm Ditinjau dari Berbagai Aspeknya".Jakarta: Bulan Bintang.Suminto, A. (1989).Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islm: 70tahun Harun Nasution.Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat.Shihab, Q. (2006).Rasionalitas Alqurn: Studi Kritis atas Tafsir Al-Manar.Jakarta: Lentera Hati.Supriadi, D. (2009).Pengantar Filsafat Islm: Konsep, Filsuf, dan Ajarannya.Bandung: Pustaka Setia.Syadzali, M. (2003).Islm dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran.Jakarta: UI Press.