Upload
nuril-trisnawati
View
29
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
halaman
Citation preview
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekayaan hayati di dunia tidak tersebar seragam, daerah tropis
umumnya merupakan tempat hidup berbagai jenis spesies dalam jumlah
yang besar dibandingkan daerah lain. Secara efisien dan efektif diperlukan
target dalam usaha konservasi dengan mengetahui dimana pusat
keanekaragaman hayati yang dijadikan tingkatan prioritas secara nasional
maupun internasional. Dalam skala global, secara sederhana dapat
diidentifikasi daerah target yang dimaksud dengan membuat penilaian
(scoring) antar negara yang memiliki kekayaan spesies yang tinggi.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
dengankeanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan aset bangsa yang tak ternilai dan
perlu dilestarikan melalui perlindungan dan pemanfaatan secara
berkelanjutan, seperti diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1994
Tentang Keanekaragaman Hayati, yang meliputi konservasi, pemanfaatan
berkelanjutan atas komponen keanekaragaman hayati, serta akses dan
pembagian keuntungan yang adil.
Untuk memulai semua itu, tentu masyarakat Indonesia perlu mengenal terlebih
dahulu kekayaan alam di sekitarnya. Oleh karena itu dalam makalah ini, penulis menyajikan
materi tentang persebaran flora di Indonesia khususnya di daerah peralihan. Melalui makalah
ini, diharapkan pembaca akhirnya dapat mengenal dan mengerti kekayaan flora di sekitarnya
sehingga muncul rasa menyayangi dan ingin melestarikan kekayaan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah arti istilah flora?
2. Bagaimana sejarah persebaran geografi flora di Indonesia?
3. Apa dan bagaimana jenis-jenis flora tipe peralihan?
4. Apa dan bagaimanakan contoh-contoh flora tipe peralihan?
2
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan arti istilah flora
2. Mendeskripsikan sejarah perkembangan geografi flora di Indonesia
3. Menyebutkan dan mendeskripsikan jenis-jenis flora tipe peralihan
4. Menyebutkan dan mendeskripsikan contoh-contoh flora tipe peralihan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Istilah Flora
Istilah flora diartikan sebagai semua jenis tumbuhan yang tumbuh di suatu
daerah tertentu. Apabila istilah flora ini dikaitkan dengan life-form (bentuk
hidup/habitus) tumbuhan, maka akan muncul berbagai istilah seperti flora
pohon (flora berbentuk pohon), flora semak belukar, flora rumput, dsb.
Apabila istilah flora ini dikaitkan dengan nama tempat, maka akan muncul
istilah-istilah seperti Flora Jawa, Flora Gunung Halimun, dan sebagainya.
Sesuai dengan kondisi lingkungannya, flora di suatu tempat dapat terdiri
dari beragam jenis yang masing-masing dapat terdiri dari beragam variasi gen
yang hidup di beberapa tipe habitat (tempat hidup). Oleh karena itu,
muncullah istilah keanekaragaman flora yang mencakup makna
keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik dari jenis, dan
keanekaragaman habitat dimana jenis-jenis flora tersebut tumbuh.
B. Sejarah Singkat Persebaran Geografi Flora Di Indonesia
Pola persebaran flora di Indonesia sama dengan pola persebaran faunanya
yang berpangkal pada sejarah pembentukan daratan kepulauan Indonesia
pada masa zaman es. Pada awal masa zaman es, wilayah bagian barat
Indonesia (Dataran Sunda: Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan) menyatu
dengan benua Asia, sedangkan wilayah bagian timur Indonesia (Dataran
Sahul) menyatu dengan benua Australia. Dengan demikian, wilayah
Indonesia merupakan daerah migrasi fauna dan flora antar kedua benua
tersebut. Selanjutnya, pada akhir zaman es, dimana suhu permukaan bumi
meningkat, permukaan air lautpun naik kembali, sehingga Pulau Jawa
terpisah dari benua Asia, Kalimantan, dan Sumatera. Begitu pula pulau-pulau
lainnya saling terpisah satu sama lain.
1. Disampaikan pada Pelatihan Identifikasi dan Pengelolaan Biodiversity
tanggal 11-15 Mei 2009 di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-LPPM IPB.
2. Dosen pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.
3
4
3. Dosen pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan IPB.
Hasil penelitian biogeografi hewan oleh Wallace menunjukkan bahwa
jenis-jenis hewan yang hidup di wilayah bagian barat Indonesia berbeda
dengan jenis-jenis hewan di wilayah bagian timur Indonesia, batasnya kira-
kira dari Selat Lombok ke Selat Makassar. Garis batas ini dikenal dengan
Garis Wallace. Selain Wallace, peneliti berkebangsaan Jerman, Weber,
mengadakan penelitian tentang biogeografi fauna di Indonesia, yang hasilnya
mencetuskan Garis Weber yang menetapkan batas penyebaran hewan dari
benua Australia ke wilayah bagian timur Indonesia.
Berdasarkan hasil proses pembentukan daratan wilayah Indonesia serta
hasil penelitian Wallace dan Weber, maka secara geologis, persebaran flora
(begitu pula fauna) di Indonesia dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu:
1. Asiatis/Oriental
Flora di dataran Sunda disebut juga flora Asiatis karena ciri-cirinya
mirip dengan ciri-ciri tumbuhan Asia, yang didominasi oleh jenis
tumbuhan berhabitus pohon dari suku Dipterocarpaceae. Contoh-
contohnya yaitu: tumbuhan jenis meranti-merantian, berbagai jenis rotan
dan berbagai jenis nangka. Hutan Hujan Tropis terdapat di bagian
Tengah dan Barat pulau Sumatera dan sebagian besar wilayah
Kalimantan. Hal ini dikarenakan sejarah geologi dulu bahwa dataran
sunda bergabung dengan benua Asia.
Di dataran Sunda banyak dijumpai tumbuhan endemic, yaitu
“tumbuhan yang hanya terdapat pada tempat tertentu dengan batas
wilayah yang relatif sempit dan tidak terdapat di wilayah lain”.
Tumbuhan endemic tersebut terdapat di Kalimantan sebanyak 59 jenis
dan di Jawa 10 jenis. Misalnya bunga Rafflesia Arnoldii hanya terdapat
di perbatasan Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Selatan. Anggrek Tien
Soeharto yang hanya tumbuh di Tapanuli Utara,Sumatera Utara.
2. Australis
Flora yang ada di dataran Sahul disebut juga flora Australis sebab
jenis floranya mirip dengan flora di benua Australia. Dataran Sahul yang
5
meliputi Irian Jaya dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya memiliki
corak hutan Hujan Tropik tipe Australia Utara, yang didominasi oleh
jenis-jenis tumbuhan berhabitus pohon dari suku Araucariaceae dan
Myrtaceae, dengan ciri-ciri sangat lebat dan selalu hijau sepanjang tahun.
Di dalamnya tumbuh beribu-ribu jenis tumbuh-tumbuhan dari yang besar
dan tingginya bisa mencapai lebih dari 50 m, berdaun lebat sehingga
matahari sukar menembus ke permukaan tanah dan tumbuhan kecil yang
hidupnya merambat.
Berbagai jenis kayu yang punya nilai ekonomis tinggi tumbuh
dengan baik, seperti kayu besi, cemara, eben hitam, kenari hitam, dan
kayu merbau. Di daerah pantai banyak kita jumpai hutan mangrove dan
pandan, sedangkan di daerah rawa terdapat sagu untuk bahan makanan.
Di daerah pegunungan terdapat tumbuhan Rhododendron yang
merupakan tumbuhan endemik daerah ini.
3. Daerah Peralihan
Flora yang terdapat di daerah peralihan ini meliputi pulau
Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara yang berada di bawah pengaruh
benua Asia dan Australia, yang mana jenis tumbuhan berhabitus
pohonnya didominasi oleh jenis dari suku Araucariaceae, Myrtaceae, dan
Verbenaceae.
Pulau-pulau ini disebut daerah peralihan karena flora di daerah
peralihan, mempunyai kemiripan dengan flora yang ada di daerah kering
di Maluku, Nusa Tenggara, Jawa, dan Filipina. Di kawasan
pegunungannya terdapat jenis tumbuhan yang mirip dengan tumbuhan di
Kalimantan. Sedangkan di kawasan pantai dan dataran rendahnya mirip
dengan tumbuhan di Irian Jaya. Corak vegetasi yang terdapat di daerah
Peralihan meliputi: Vegetasi Sabana Tropik di Kepulauan Nusa
Tenggara, Hutan pegunungan di Sulawesi dan Hutan Campuran di
Maluku.
Pembagian flora di Indonesia tersebut didasarkan pada faktor geologi.
Yang secara geologi pulau-pulau di Indonesia Barat pernah menyatu dengan
benua Asia sedangkan pulau-pulau di Indonesia Timur pernah menyatu
6
dengan benua Australia. Oleh karena itu tumbuhan di benua Asia mempunyai
ciri-ciri yang mirip dengan tumbuhan di Indonesia Barat. Demikian pula ciri-
ciri tumbuhan di Indonesia Timur mirip dengan tumbuhan dan hewan di
benua Australia.
C. Jenis-jenis Flora Tipe Peralihan
Flora yang terdapat di daerah peralihan ini meliputi pulau Sulawesi,
Maluku, dan Nusa Tenggara yang berada di bawah pengaruh benua Asia dan
Australia, yang mana jenis tumbuhan berhabitus pohonnya didominasi oleh
jenis dari suku Araucariaceae, Myrtaceae, dan Verbenaceae.
1. Suku Araucariaceae
Jenis-jenis tumbuhan yang termasuk dalam suku Araucariaceae
memiliki habitus pohon dengan duduk daun tersebar, berbentuk jarum atau
lebar dengan saluran-saluran resin di dalamnya. Tumbuh-tumbuhan ini
berumah satu atau berumah dua. Strobilus jantan besar, di ketiak daun atau
di ujung cabang-cabang yang pendek dengan mikrosporofil bertangkai
atau berbentuk sisik. Strobilus betina terletak di ujung cabang-cabang yang
pendek, penuh dengan makrosporofil yang tersusun dalam suatu spiral.
Suku ini terdiri atas 2 marga yaitu Araucaria dan Agathis.
Marga Araucaria terdiri atas 12 jenis, tersebar di Amerika Selatan,
Irian, Australia, dan Kaledonia Baru. Sedangkan marga Agathis terdiri atas
20 jenis, tersebar di Asia, Australia, Selandia Baru, Kaledonia, dan
Polynesia. Contoh: Araucaria cunninghamii.
2. Suku Myrtaceae
Suku ini disebut juga suku jambu-jambuan yang merupakan
kelompok besar tumbuh-tumbuhan dengan anggota yang banyak dikenal
dan dimanfaatkan manusia. Di dalamnya termasuk sejumlah tanaman
buah-buahan, tanaman hias, tanaman obat, serta tanaman industri.
Suku jambu-jambuan dicirikan dengan bunganya yang memiliki
banyak kelopak dengan cacah dasar lima, namun ada juga yang tidak
memilikinya, dan banyak benang sari. Bakal buahnya juga memiliki
7
banyak bakal biji. Anggotanya yang berbentuk pohon mudah dikenal dari
kulit luar batangnya yang seperti kulit mengering tipis dan terlepas-lepas.
3. Suku Verbenaceae
Yang termasuk anggota dalam suku ini adalah terna, semak, atau
perdu, kadang-kadang juga berupa pohon atau liana dengan ranting-
ranting yang jelas berbentuk segi empat, jelas kelihatan terutama pada
ujung-ujung yang masih muda. Daun tunggal tanpa daun penumpu,
duduknya berhadapan, jarang tersebar atau berkarang. Bunag dalam
rangkaian yang bersifat rasemos. Kelopak berlekuk atau bergigi 4→5,
dapat bervariasi dari 2→6, seringkali zigomorf. Mahkota membentuk
buluh yang nyata, berbilangan 5, jarang 4, kebanyakan dengan taju-taju
mahkota yang tidak sama besar, sedikit miring, tidak jelas berbibir
(Tjitrosoepomo,2004).
D. Contoh-contoh Flora Tipe Peralihan
Ada beberapa contoh tumbuhan tipe peralihan, diantaranya yaitu:
Longusei (Ficus minahasae), Gofasa (Vitex cofassus), Eboni (Diospyros
celebica), Anggrek serat (Dendrobium utile), Cempaka hutan kasar
(Elmerrillia ovalis), Lontar (Borassus flabellifer), Ajan kelicung (Diospyros
macrophylla), Cendana (Santalum album), Anggrek Larat (Dendrobium
phalaenopsis), dan Cengkeh (Syzygium aromaticum). Berikut akan dijelaskan
satu per satu contoh tumbuhan tipe peralihan tersebut:
1. Longusei (Ficus minahasae)
8
Jenis ini tergolong pohon yang berukuran sedang, tingginya sekitar
15 m. Percabangannya cukup banyak dan lebat, sehingga tampak
rindang. Permukaan kulit batangnya halus dan kulit tersebut mudah
terkelupas yang bila kering akar, tampak serat-seratnya yang halus.
Daunnya kecil-kecil berbentuk bulat telur dengan ujung lancip.
Perbungaannya muncul dari batangnya, sering dimulai dari dekat tanah
sampai pada cabang-cabang utamanya. Perbungaan itu tersusun
menjuntai ke bawah panjangnya bisa lebih dari 1 m. Bunga-bunganya
membentuk bongkol, tampak seperti buahnya. Bunganya sebenarnya ada
di dalam dan bisa tampak bila dipotong secara melintang. Setelah terjadi
pembuahan bongkol itu berubah menjadi buah dan tidak akan gugur
sampai buah tersebut masak. Di dalam buah tersebut terdapat bijinya
yang kecil-kecil.
Penyebarannya di Sulawesi bagian Utara. Kepulauan Sangir dan
Talaud. Penyebarannya tercatat sampai juga di Filipina dan Papua.
Langusei tumbuh di hutan campuran dataran rendah 50 - 700 m dpl.
Pertumbuhannya cukup baik meskipun di tempat-tempat yang curah
hujannya rendah seperti di beberapa tempat di daerah Gorontalo sebelah
Barat. Tumbuh baik pada tanah-tanah yang kurus dan berkapur.
Perbanyakan dapat dilakukan dengan biji yang dikecambahkan,
beberapa jenis dapat diperbanyak dengan setek. Kulit kayunya memang
mempunyai serat yang kuat, lembut dan halus dan merupakan bahan
pakaian atau sandang.Daunnya dipakai dalam ramuan obat tradisional
setempat dan buahnya sebagai campuran minuman tradisiohal. Kayunya
banyak digunakan sebagai kayu bakar.
9
2. Gofasa (Vitex cofassus)
Pohon gofasa, gupasa, atau kayu biti, itulah nama tumbuhan
dengan nama latin Vitex cofassus ini. Tumbuhan ini ditetapkan menjadi
flora identitas provinsi Gorontalo dengan nama gupasa atau gofasa.
Tumbuh tersebar secara alami di Sulawesi, Maluku, Papua Nugini,
Kepulauan Bismarck, dan Pulau Solomon. Oleh warga Gorontalo, pohon
ini disebut juga sebagai kayu biti dan sassuwar.
Habitat pohon gupasa ini adalah hutan di dataran rendah sampai
ketinggian 2000 m dpl. Gufasa (Vitex cofassus) tumbuh baik pada tanah
berkapur dengan tekstur mulai lempung hingga pasir. Dijumpai di daerah
dengan musim basah dan kering yang nyata. Pada musim kemarau,
pohon gufasa menggugurkan daunnya.
Pohon gufasa atau biti berukuran sedang hingga besar dan dapat
mencapai tinggi hingga 40 meter. Batangnya biasanya tanpa banir dan
diameternya dapat mencapai 130 cm, beralur dalam dan jelas, kayunya
padat dan berwarna kepucatan. Berat kayunya tergolong sedang hingga
berat, kuat, tahan lama, dan tidak mengandung silika. Kayunya basah
beraroma seperti kulit.
Daun bersilangan dengan atau tanpa bulu halus pada sisi
bawahnya. Susunan bunga terminal, berkelamin ganda dimana helai
kelopaknya bersatu pada bagian dasar membentuk mangkuk kecil,
sedang helai mahkotanya bersatu pada bagian dasar yang bercuping 5
tidak teratur. Mahkota putih keunguan, terdapat tangkai dan kepala sari
di dalam rongga mahkota, bakal buah di atas dasar bunga (superior).
Buah berdaging, bulat hingga lonjong, dengan diameter 5-12 mm yang
saat masak berwarna ungu tua. Terdapat 1 – 4 biji dalam setiap buahnya.
10
Kayu gufasa biasa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi rumah,
kapal dan perkakas rumah tangga seperti mangkok dan piring. Ekspor
kayu dalam jumlah cukup besar berasal dari Sulawesi, Papua Nugini dan
Pulau Solomon, terutama ke Jepang.
3. Eboni (Diospyros celebica)
Kayu-hitam Sulawesi adalah sejenis pohon penghasil kayu mahal
dari suku eboni-ebonian (Ebenaceae). Nama ilmiahnya adalah Diospyros
celebica, yakni diturunkan dari kata "celebes" (Sulawesi), dan merupakan
tumbuhan endemik daerah itu.
Pohon batang lurus dan tegak dengan tinggi sampai dengan 40 m.
Diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1 m, sering dengan banir
(akar papan) besar. Kulit batangnya beralur, mengelupas kecil-kecil dan
berwarna coklat hitam. Pepagannya berwarna coklat muda dan di bagian
dalamnya berwarna putih kekuning-kuningan. Daun tunggal, tersusun
berseling, berbentuk jorong memanjang, dengan ujung meruncing,
permukaan atasnya mengkilap, seperti kulit dan berwarna hijau tua,
permukaan bawahnya berbulu dan berwarna hijau abu-abu. Bunganya
mengelompok pada ketiak daun, berwarna putih. Buahnya bulat telur,
berbulu dan berwarna merah kuning sampai coklat bila tua. Daging
buahnya yang berwarna keputihan kerap dimakan monyet, bajing atau
kelelawar; yang dengan demikian bertindak sebagai agen pemencar biji.
Bijinya berbentuk seperti baji yang memanjang, coklat kehitaman.
Pohon ini menghasilkan kayu yang berkualitas sangat baik. Warna
kayu coklat gelap, kehitaman, atau hitam berbelang-belang kemerahan.
Dalam perdagangan internasional kayu hitam sulawesi ini dikenal sebagai
11
Macassar ebony, Coromandel ebony, streaked ebony atau juga black
ebony. Nama-nama lainnya di Indonesia di antaranya kayu itam, toetandu,
sora, kayu lotong, dan kayu maitong. Kayu hitam berat dengan berat jenis
melebihi air, sehingga tidak dapat mengapung. Kayu hitam sulawesi
terutama digunakan untuk mebel mahal, ukir-ukiran dan patung, alat
musik (misalnya gitar dan piano), tongkat, dan kotak perhiasan.
Jenis ini hanya terdapat di Pulau Sulawesi, di hutan primer pada
tanah liat, pasir atau tanah berbatu-batu yang mempunyai drainase baik,
dengan ketinggian mencapai 600 m dpl. Secara alami, kayu hitam
sulawesi ditemukan baik di hutan hujan tropika maupun di hutan peluruh.
Kayu ini telah diekspor ke luar negeri semenjak abad ke-18. Pasar
utamanya adalah Jepang. Pasar sekunder adalah Eropa dan Amerika
Serikat. Karena perkembangan populasi yang lambat dan karena
tingginya tingkat eksploitasi di alam, kini kayu hitam sulawesi telah
terancam kepunahan. Ekspor kayu ini mencapai puncaknya pada tahun
1973 dengan jumlah sekitar 26,000 m3, dan kemudian pada tahun-tahun
berikutnya terus menurun karena kekurangan stok di alam. Untuk
melindunginya, kini IUCN menetapkan statusnya sebagai rentan
(vulnerable ) dan CITES memasukkannya ke dalam Apendiks 2.
4. Anggrek serat (Dendrobium utile)
Merupakan anggrek epifit. Umbi semunya tumbuh merumpun
dengan rimpang berruas pendek sehingga membentuk roset seperti paku
sarang burung (kadaka) dan menarik untuk dipelihara dalam pot sebagai
tanaman hias. Umbi semu yang langsing dan memanjang agak pipih serta
mengeras dan menyempit keujungnya, berwarna hijau kekuning-
kuningan. Daun di ujungnya daun tunggal yang berbentuk lanset. Bunga
12
keluar dari lipatan pangkal daun, berkelopak dan daun mahkota yang
sempit memanjang berwarna kekuningan. Penyebarannya luas di
pedalaman Sulawesi sampai ke Papua Nugini.
Perbanyakan dengan cara membelah-belah rumpun tumbuhannya
secara vegetatif. Perkembangbiakan dengan bijinya juga dimungkinkan
dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai dalam botol-botol beragar.
Anggrek Serat dicari untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar anyaman
tradisional yang khas, dibentuk untuk kotak perhiasan, tas tangan, pada
gelar atau tikar umumnya untuk hiasan di bagian tepi. Karena bahan
bakunya akhir-akhir ini makin sukar diperoleh di lapangan, maka hasil
kerajinan dari bahan Anggrek Serat tersebut menjadi mahal. Cara
pengolahannya ialah, umbi semunya dikumpulkan untuk dibelah-belah
memanjang dan dipipihkan. Pita-pita yang diperoleh sewaktu masih basah
dililitkan pada sebatang balok bulat, sesudah kering akan terbentuk bahan
anyaman yang halus, mengkilap dan kuning keemasan serta dapat
diwarnai.
5. Cempaka hutan kasar (Elmerrillia ovalis)
Pohon berkayu yang tingginya mencapai 45 m, dengan diameter hingga
200 cm, cabang-cabangnya serta tangkai daun dan stipulanya gundul atau
ditutupi bulu halus kekuningan yang kemudian menjadi gundul setelah
itu. Daunnya lonjong, dengan bulu halus di permukaan bawahnya atau
gundul. Tersebar di Sulawesi dan Maluku. Pohon ini banyak tumbuh di
13
hutan hujan tropika di dataran rendah hingga pegunungan pada ketinggian
1000 m dpl.
Cempaka hutan ini umumnya dibudidayakan dengan bijinya,
namun bijinya mudah hilang daya kecambahnya bila biji menjadi kering.
Di Toraja digunakan untuk ukiran pada rumah tradisional dan lumbung
padinya. Kayunya sangat awet dan banyak digunakan juga untuk
membuat kandang kuda.
6. Lontar (Borassus flabellifer)
Siwalan (juga dikenal dengan nama pohon lontar atau tal) adalah
sejenis palma yang tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di banyak
daerah, pohon ini juga dikenal dengan nama-nama yang mirip seperti
lonta (Minahasa), ental (Bali), jun tal (Sumbawa), tala (Sulsel), lontara
(Toraja), lontoir (Ambon). Juga manggita, manggitu (Sumba) dan tua
(Timor).
14
Pohon palma yang kokoh kuat, berbatang tunggal dengan tinggi
15-30 m dan diameter batang sekitar 60 cm. Sendiri atau kebanyakan
berkelompok, berdekat-dekatan.
Daun-daun besar, terkumpul di ujung batang membentuk tajuk
yang membulat. Helaian daun serupa kipas bundar, berdiameter hingga
1,5 m, bercangap sampai berbagi menjari; dengan taju anak daun selebar
5-7 cm, sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin. Tangkai daun
mencapai panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam di bagian
atasnya; sisi tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.
Karangan bunga dalam tongkol, 20-30 cm dengan tangkai sekitar
50 cm. Buah-buah bergerombol dalam tandan, hingga sekitar 20 butir,
bulat peluru berdiameter 7-20 cm, hitam kecoklatan kulitnya dan kuning
daging buahnya bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal
dan keras.
Daunnya digunakan sebagai bahan kerajinan dan media penulisan
naskah lontar. Barang-barang kerajinan yang dibuat dari daun lontar
antara lain adalah kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk
pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor.
Sejenis serat yang baik juga dapat dihasilkan dengan mengolah
tangkai dan pelepah daun. Serat ini pada masa silam cukup banyak
digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat
songkok, semacam tutup kepala setempat.
Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan
berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan
bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.
Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) disadap
orang nira lontar. Nira ini dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi
menjadi legen atau tuak, semacam minuman beralkohol buatan rakyat.
Buahnya juga dikonsumsi, terutama yang muda. Biji yang masih
muda itu masih lunak, demikian pula batoknya, bening lunak dan berair
(sebenarnya adalah endosperma cair) di tengahnya. Rasanya mirip
kolang-kaling, namun lebih enak. Biji yang lunak ini kerap
15
diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah siwalan” (nungu, bahasa
Tamil). Adapula biji siwalan ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan
campuran minuman es dawet siwalan yang biasa didapati dijual didaerah
pesisir Jawa Timur, Paciran, Lamongan. Rasa minuman es dawet siwalan
ini terasa lezat karena gulanya berasal dari sari nira asli.
Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat
dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan
darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue;
atau untuk dibuat menjadi selai.
Pohon ini terutama tumbuh di daerah-daerah kering. Di Indonesia,
siwalan terutama tumbuh di bagian timur pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Siwalan dapat hidup hingga
umur 100 tahun atau lebih, dan mulai berbuah pada usia sekitar 20 tahun.
7. Ajan kelicung (Diospyros macrophylla)
A
j
a
n
k
e
Ajan Kelicung atau kayu hitam nusa tenggara merupakan flora
identitas provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pohon ajan kelicung yang
diperkirakan berasal dari daerah di Filipina semakin menurun
populasinya di alam liar.
Pohon ajan kelicung atau kayu hitam nusa tenggara disebut juga
dengan kilang, areng-areng, kacang (NTB), mahirangan (Kalimantan), ki
kacalung, ki calung (Sunda), dan siamang (Sumatera). Dalam bahasa
ilmiah (latin) dinamakan Diospyros macrophylla. Tanaman ini masih
berkerabat dekat dengan eboni (Diospyros celebica) dan kesemek.
16
Ajan kelicung berdaun tunggal berbentuk menjorong yang
berujung lancip dengan panjang sekitar 7-35 cm dengan lebar daun 3-19
cm. Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan berbau harum.
Buah kayu hitam (Diospyros macrophylla) bulat berwarna merah muda
hingga jingga kekuningan.Kulit buahnya berbulu halus kemerah-merahan
dengan daging buah berwarna putih kekuning-kuningan. Buah ajan
kelicung mempunyai rasa yang manis. Dalam buah terdapat biji berwarna
coklat.
Pohon ajan kelicung yang dijadikan flora identitas provinsi Nusa
Tenggara Barat, selain di Nusa Tenggara di Indonesia juga didapati di
Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua hingga Filipina. Habitat
yang disukai tanaman ini adalah daerah basah dengan curah hujan yang
baik sehingga banyak dijumpai hidup di tepi sungai, di tanah datar yang
tidak tergenang air, tanah liat, tanah pasir maupun tanah berbatu dalam
hutan asli. Tumbuhan ini mampu hidup hingga ketinggian 800 meter dpl
dan berbunga musiman pada bulan April hingga Oktober ini dapat
diperbanyak dengan biji.
Meskipun buah ajan kelicung (Diospyros macrophylla) dapat
dikonsumsi tetapi pemanfaatan tanaman ini lebih kepada kayunya yang
berkualitas baik.Kegunaan kayu hitam ini sebagai bahan pembuat perabot
rumah tangga, bahan jembatan, bahan bangunan, kapal, patung, ukiran,
kerajinan tangan hingga finir.
Eksploitasi tumbuhan bernilai ekonomis tinggi ini membuat ajan
kelicung atau kayu hitam (Diospyros macrophylla) menjadi tumbuhan
yang terancam kelestariannya.Semoga dengan ditetapkannya sebagai
flora identitas (tumbuhan khas) Nusa Tenggara Barat, ajan kelicung
mendapatkan perhatian untuk dilestarikan.
17
8. Cendana (Santalum album)
Cendana adalah nama jenis kayu pohon dari genus Santalum. Kayu
ini digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, dan
parfum. Kayu yang baik bisa menyimpan aromanya selama berabad-
abad. Konon di Sri Lanka kayu ini digunakan untuk membalsam jenazah
putri-putri raja sejak abad ke-9. Di Indonesia, kayu ini banyak ditemukan
di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor.
Kayu cendana dianggap sebagai obat alternatif untuk membawa
orang lebih dekat kepada Tuhan. Minyak dasar kayu cendana, yang
sangat mahal dalam bentuknya yang murni, digunakan terutama untuk
penyembuhan Ayurvedik, dan untuk menghilangkan rasa cemas.
Berabad-abad lamanya, pulau Timor adalah pengekspor kayu
cendana dan gaharu terbesar di Indonesia. Tetapi saat ini kedua jenis
tanaman tersebut telah sulit ditemukan di pulau ini. Menyadari akan hal
ini, pemerintah daerah kabupaten Alor telah mempromosikan penanaman
cendana dan gaharu di daerah pengunungan Alor. Kedua jenis tanaman
ini bisa juga ditemukan di hutan-hutan.
Cendana dan gaharu dari Alor belum pernah diekspor dalam skala
besar seperti di Timor. Kayu cendana, harus berusia 50 tahun untuk dapat
dijadikan komoditas ekspor. Sedangkan gaharu harus dipelihara bersama
suatu jenis bakteri yang nantinya bereaksi dengan batang pohon sehingga
menghasilkan bau harum.
18
Ketika telah cukup tua, pohon cendana menghasilkan bau harum
alami. Akarnya juga diolah sebab bau harumnya lebih dari bau harum
batang pohonnya.
Telah diantisipasi, untuk ekspor di masa-masa mendatang, karena
cendana dan gaharu akan sangat berpotensi sebagai komoditas unggulan.
Kayu cendana dan gaharu dipakai sebagai bahan dasar parfum, kemeyan,
dan sabun.
9. Anggrek Larat (Dendrobium phalaenopsis)
Anggrek Larat (Dendrobium phalaenopsis) termasuk anggrek
langka dari Maluku. Bahkan anggrek Larat termasuk satu dari 12 spesies
anggrek langka yang dilindungi di Indonesia. Anggrek Larat
(Dendrobium phalaenopsis) juga ditetapkan sebagai flora identitas
provinsi Maluku.
Anggrek ini dinamakan Anggrek Larat lantaran pertama kali
ditemukan di pulau Larat, Tanimbar, Maluku. Namun karena
keindahannya itu, semakin hari anggrek larat semakin langka di habitat
aslinya.
Anggrek Larat yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai
Cooktown Orchid, berkerabat dekat dengan beberapa jenis anggrek
lainnya seperti Anggrek Merpati, Anggrek Albert, Anggrek Stuberi,
Anggrek Jamrud, Anggrek Karawai, dan Anggrek Kelembai. Dalam
bahasa latin tumbuhan ini dikenal sebagai Dendrobium phalaenopsis
dengan sinonim Vappodes phalaenopsis, dan Dendrobium bigibbum.
Diskripsi Anggrek Larat. Anggrek Larat yang ditetapkan sebagai flora
19
identitas provinsi Maluku ini mempunyai batang berbentuk gada dengan
pangkal berukuran kecil, bagian tengah membesar dan ujungnya
mengecil kembali. Daun Anggrek Larat (Dendrobium phalaenopsis)
berbentuk lanset dengan ujung tidak simetris.Panjang daunnya kira-kira
12 cm, dengan lebar kira-kira 2 cm.
Bunga Anggrek Larat berwarna keungunan pucat hingga ungu tua.
Tersusun dalam bentuk tandan yang tumbuh pada buku-buku batangnya,
agak menggantung. Panjang tandan bunganya kurang lebih 60 cm dengan
jumlah bunga tiap tandan 6 – 24 kuntum. Masing-masing bunga bergaris
tengah kurang lebih 6 cm. Daun Kelopak berbentuk lanset, berwarna
keunguan.Daun Mahkota lebih pendek, tetapi lebih lebar dari pada
kelopaknya.Pangkalnya sempit dengan ujungnya runcing dan berwarna
keunguan.Bibir bertajuk tiga membentuk corong dengan tajuk tengahnya
yang lebar, runcing atau meruncing. Buah berbentuk jorong, panjang 3,2
cm namun bunganya jarang menjadi buah.
Anggrek Larat (Dendrobium phalaenopsis) yang pertama kali di
temukan di pulau Larat, Maluku tumbuh baik di daerah panas, pada
ketinggian antara 0 – 150 m dpl. Di habitat aslinya, Anggrek yang
dijadikan bunga maskot provinsi Maluku ini tumbuh pada pohon-
pohonan dan karang-karangan kapur yang mendapat sinar matahari
cukup.
Konservasi Anggrek Larat. Anggrek Larat pernah menjadi sangat
terkenal di kalangan para pecinta Anggrek, di samping Anggrek Bulan
(Phalaenopsis amabilis). Karenanya hingga saat ini banyak sekali
anggrek hibrida komersial dendrobium yang merupakan hasil persilangan
dari anggrek spesies (anggrek alami) jenis ini.
Karena itu, di habitat aslinya anggrek Larat semakin langka dan
terancam punah. Bunga anggrek yang kemudian ditetapkan sebagai flora
identitas provinsi Maluku ini akhirnya ditetapkan menjadfi salah satu dari
12 spesies Anggrek yang langka dan dilindungi di Indonesia berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999.
20
10. Cengkeh (Syzygium aromaticum)
Cengkeh dijadikan tanaman identitas Maluku Utara. Cengkeh
(Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat
memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh mampu
bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun , tingginya dapat
mencapai 20 -30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat. Cabang-
cabang dari tumbuhan cengkeh tersebut pada umumnya panjang dan
dipenuhi oleh ranting-ranting kecil yang mudah patah . Mahkota atau
juga lazim disebut tajuk pohon cengkeh berbentuk kerucut.
Daun cengkeh berwarna hijau berbentuk bulat telur memanjang
dengan bagian ujung dan panggkalnya menyudut, rata-rata mempunyai
ukuran lebar berkisar 2-3 cm dan panjang daun tanpa tangkai berkisar 7,5
-12,5 cm. Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun
dengan tangkai pendekserta bertandan. Pada saat masih muda bunga
cengkeh berwarna keungu-unguan, kemudian berubah menjadi kuning
kehijau-hijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua.
Sedang bunga cengkeh keringakan berwarna coklat kehitaman dan berasa
pedas sebab mengandung minyak atsiri.
Umumnya cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun.
Tumbuhan cengkeh akan tumbuh dengan baik apabila cukup air dan
mendapat sinar matahari langsung. Di Indonesia, Cengkeh cocok ditanam
baik di daerah daratan rendah dekat pantai maupun di pegunungan pada
ketinggian 900 meter di atas permukaan laut.
21
Nama Lokal : Clove (Inggris), Cengkeh (Indonesia, Jawa, Sunda), ;
Wunga Lawang (Bali), Cangkih (Lampung), Sake (Nias); Bungeu
lawang (Gayo), Cengke (Bugis), Sinke (Flores); Canke (Ujung Pandang),
Gomode (Halmahera, Tidore); Komposisi : Bunga cengkeh (Syzygium
aromaticum) selain mengandung minyak atsiri, juga mengandung
senyawa kimia yang disebut eugenol, asam oleanolat, asam galotanat,
fenilin, karyofilin, resin dan gom.
22
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:
Flora adalah semua jenis tumbuhan yang tumbuh di suatu daerah
tertentu. Flora di suatu tempat terdiri dari beragam jenis yang masing-
masing dapat terdiri dari beragam variasi gen yang hidup di beberapa
tipe habitat. Oleh karena itu muncullah istilah keanekaragaman flora.
Berdasarkan hasil proses pembentukan daratan wilayah Indonesai serta
hasil penelitian Wallace dan Weber, maka secara geologis, persebaran
flora (begitu pula fauna) di Indonesia dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu
wilayah Asiatis/Oriental, wilayah Australis, dan wilayah peralihan.
Flora yang terdapat di daerah peralihan ini meliputi pulau Sulawesi,
Maluku, dan Nusa Tenggara yang berada di bawah pengaruh benua
Asia dan Australia, yang mana jenis tumbuhan berhabitus pohonnya
didominasi oleh jenis dari suku Araucariaceae, Myrtaceae, dan
Verbenaceae.
Beberapa contoh tumbuhan tipe peralihan, diantaranya yaitu: Longusei
(Ficus minahasae), Gofasa (Vitex cofassus), Eboni (Diospyros
celebica), Anggrek serat (Dendrobium utile), Cempaka hutan kasar
(Elmerrillia ovalis), Lontar (Borassus flabellifer), Ajan kelicung
(Diospyros macrophylla), Cendana (Santalum album), Anggrek Larat
(Dendrobium phalaenopsis), Cengkeh (Syzygium aromaticum), dan
Ampupu (Eucalyptus urophylla).
B. Saran
Sebagai penerus bangsa, sudah selayaknya kita sebagai generasi muda
indonesia perlu berbekal pengetahuan dan pemahaman mengenai
keanekaragaman hayati serta nilai pentingnya flora bagi kehidupan
manusia. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa seluruh masyarakat
khususnya generasi muda, akan memiliki kepekaan untuk menjaga,
22
23
melestarikan, dan memanfaatkan keanekaragaman flora, bahkan tidak
hanya flora tapi juga fauna dan semua keanekaragaman hayati yang ada
terutama di bumi Indonesia tercinta ini secara berkelanjutan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Citra. 2009. http://alamendah.wordpress.com/2010/10/14/ajan-kelicung-
kayu-hitam-nusa-tenggara-flora-identitas-ntb/ (diakses tanggal 8
Desember 2012)
Budi. 2010.
http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/wilayah_kerja_kami/mutis_timau/
(diakses tanggal 8 Desember 2012)
Fauzzzblog.”keanekaragaman-hayati-biodiversitas”.
http://fauzzzblog.wordpress.com/2009/12/06/keanekaragaman-hayati-
biodiversitas/ (diakses tanggal 9 Desember 2012)
Krista, Laura. 2010. http://www.plantamor.com/ (diakses tanggal 8 Desember
2012)
Ratna. 2011. http://indonesiaindonesia.com/f/99383-flora-identitas-provinsi-
indonesia/ (diakses tanggal 8 Desember 2012)
Singgih, Sidarta. 2008. http://www.ut.ac.id/html/suplemen/biol4311/cl-
coniferinae.htm/ (diakses tanggal 8 Desember 2012)