24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekayaan hayati di dunia tidak tersebar seragam, daerah tropis umumnya merupakan tempat hidup berbagai jenis spesies dalam jumlah yang besar dibandingkan daerah lain. Secara efisien dan efektif diperlukan target dalam usaha konservasi dengan mengetahui dimana pusat keanekaragaman hayati yang dijadikan tingkatan prioritas secara nasional maupun internasional. Dalam skala global, secara sederhana dapat diidentifikasi daerah target yang dimaksud dengan membuat penilaian (scoring) antar negara yang memiliki kekayaan spesies yang tinggi. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengankeanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan aset bangsa yang tak ternilai dan perlu dilestarikan melalui perlindungan dan pemanfaatan secara berkelanjutan, seperti diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Keanekaragaman Hayati, yang meliputi konservasi, pemanfaatan berkelanjutan atas komponen keanekaragaman hayati, serta akses dan pembagian keuntungan yang adil. Untuk memulai semua itu, tentu masyarakat Indonesia perlu mengenal terlebih dahulu kekayaan alam di sekitarnya. Oleh karena itu dalam makalah ini, penulis menyajikan materi tentang persebaran flora di Indonesia khususnya di daerah peralihan. Melalui makalah ini, diharapkan pembaca akhirnya dapat mengenal dan mengerti kekayaan flora di sekitarnya sehingga muncul rasa menyayangi dan ingin melestarikan kekayaan tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah arti istilah flora? 2. Bagaimana sejarah persebaran geografi flora di Indonesia? 3. Apa dan bagaimana jenis-jenis flora tipe peralihan? 4. Apa dan bagaimanakan contoh-contoh flora tipe peralihan?

Halaman Arab Flora Kelompokku

Embed Size (px)

DESCRIPTION

halaman

Citation preview

Page 1: Halaman Arab Flora Kelompokku

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekayaan hayati di dunia tidak tersebar seragam, daerah tropis

umumnya merupakan tempat hidup berbagai jenis spesies dalam jumlah

yang besar dibandingkan daerah lain. Secara efisien dan efektif diperlukan

target dalam usaha konservasi dengan mengetahui dimana pusat

keanekaragaman hayati yang dijadikan tingkatan prioritas secara nasional

maupun internasional. Dalam skala global, secara sederhana dapat

diidentifikasi daerah target yang dimaksud dengan membuat penilaian

(scoring) antar negara yang memiliki kekayaan spesies yang tinggi.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia

dengankeanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan aset bangsa yang tak ternilai dan

perlu dilestarikan melalui perlindungan dan pemanfaatan secara

berkelanjutan, seperti diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1994

Tentang Keanekaragaman Hayati, yang meliputi konservasi, pemanfaatan

berkelanjutan atas komponen keanekaragaman hayati, serta akses dan

pembagian keuntungan yang adil.

Untuk memulai semua itu, tentu masyarakat Indonesia perlu mengenal terlebih

dahulu kekayaan alam di sekitarnya. Oleh karena itu dalam makalah ini, penulis menyajikan

materi tentang persebaran flora di Indonesia khususnya di daerah peralihan. Melalui makalah

ini, diharapkan pembaca akhirnya dapat mengenal dan mengerti kekayaan flora di sekitarnya

sehingga muncul rasa menyayangi dan ingin melestarikan kekayaan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah arti istilah flora?

2. Bagaimana sejarah persebaran geografi flora di Indonesia?

3. Apa dan bagaimana jenis-jenis flora tipe peralihan?

4. Apa dan bagaimanakan contoh-contoh flora tipe peralihan?

Page 2: Halaman Arab Flora Kelompokku

2

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan makalah

ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan arti istilah flora

2. Mendeskripsikan sejarah perkembangan geografi flora di Indonesia

3. Menyebutkan dan mendeskripsikan jenis-jenis flora tipe peralihan

4. Menyebutkan dan mendeskripsikan contoh-contoh flora tipe peralihan

Page 3: Halaman Arab Flora Kelompokku

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Arti Istilah Flora

Istilah flora diartikan sebagai semua jenis tumbuhan yang tumbuh di suatu

daerah tertentu. Apabila istilah flora ini dikaitkan dengan life-form (bentuk

hidup/habitus) tumbuhan, maka akan muncul berbagai istilah seperti flora

pohon (flora berbentuk pohon), flora semak belukar, flora rumput, dsb.

Apabila istilah flora ini dikaitkan dengan nama tempat, maka akan muncul

istilah-istilah seperti Flora Jawa, Flora Gunung Halimun, dan sebagainya.

Sesuai dengan kondisi lingkungannya, flora di suatu tempat dapat terdiri

dari beragam jenis yang masing-masing dapat terdiri dari beragam variasi gen

yang hidup di beberapa tipe habitat (tempat hidup). Oleh karena itu,

muncullah istilah keanekaragaman flora yang mencakup makna

keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik dari jenis, dan

keanekaragaman habitat dimana jenis-jenis flora tersebut tumbuh.

B. Sejarah Singkat Persebaran Geografi Flora Di Indonesia

Pola persebaran flora di Indonesia sama dengan pola persebaran faunanya

yang berpangkal pada sejarah pembentukan daratan kepulauan Indonesia

pada masa zaman es. Pada awal masa zaman es, wilayah bagian barat

Indonesia (Dataran Sunda: Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan) menyatu

dengan benua Asia, sedangkan wilayah bagian timur Indonesia (Dataran

Sahul) menyatu dengan benua Australia. Dengan demikian, wilayah

Indonesia merupakan daerah migrasi fauna dan flora antar kedua benua

tersebut. Selanjutnya, pada akhir zaman es, dimana suhu permukaan bumi

meningkat, permukaan air lautpun naik kembali, sehingga Pulau Jawa

terpisah dari benua Asia, Kalimantan, dan Sumatera. Begitu pula pulau-pulau

lainnya saling terpisah satu sama lain.

1. Disampaikan pada Pelatihan Identifikasi dan Pengelolaan Biodiversity

tanggal 11-15 Mei 2009 di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-LPPM IPB.

2. Dosen pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

3

Page 4: Halaman Arab Flora Kelompokku

4

3. Dosen pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan IPB.

Hasil penelitian biogeografi hewan oleh Wallace menunjukkan bahwa

jenis-jenis hewan yang hidup di wilayah bagian barat Indonesia berbeda

dengan jenis-jenis hewan di wilayah bagian timur Indonesia, batasnya kira-

kira dari Selat Lombok ke Selat Makassar. Garis batas ini dikenal dengan

Garis Wallace. Selain Wallace, peneliti berkebangsaan Jerman, Weber,

mengadakan penelitian tentang biogeografi fauna di Indonesia, yang hasilnya

mencetuskan Garis Weber yang menetapkan batas penyebaran hewan dari

benua Australia ke wilayah bagian timur Indonesia.

Berdasarkan hasil proses pembentukan daratan wilayah Indonesia serta

hasil penelitian Wallace dan Weber, maka secara geologis, persebaran flora

(begitu pula fauna) di Indonesia dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu:

1. Asiatis/Oriental

Flora di dataran Sunda disebut juga flora Asiatis karena ciri-cirinya

mirip dengan ciri-ciri tumbuhan Asia, yang didominasi oleh jenis

tumbuhan berhabitus pohon dari suku Dipterocarpaceae. Contoh-

contohnya yaitu: tumbuhan jenis meranti-merantian, berbagai jenis rotan

dan berbagai jenis nangka. Hutan Hujan Tropis terdapat di bagian

Tengah dan Barat pulau Sumatera dan sebagian besar wilayah

Kalimantan. Hal ini dikarenakan sejarah geologi dulu bahwa dataran

sunda bergabung dengan benua Asia.

Di dataran Sunda banyak dijumpai tumbuhan endemic, yaitu

“tumbuhan yang hanya terdapat pada tempat tertentu dengan batas

wilayah yang relatif sempit dan tidak terdapat di wilayah lain”.

Tumbuhan endemic tersebut terdapat di Kalimantan sebanyak 59 jenis

dan di Jawa 10 jenis. Misalnya bunga Rafflesia Arnoldii hanya terdapat

di perbatasan Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Selatan. Anggrek Tien

Soeharto yang hanya tumbuh di Tapanuli Utara,Sumatera Utara.

2. Australis

Flora yang ada di dataran Sahul disebut juga flora Australis sebab

jenis floranya mirip dengan flora di benua Australia. Dataran Sahul yang

Page 5: Halaman Arab Flora Kelompokku

5

meliputi Irian Jaya dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya memiliki

corak hutan Hujan Tropik tipe Australia Utara, yang didominasi oleh

jenis-jenis tumbuhan berhabitus pohon dari suku Araucariaceae dan

Myrtaceae, dengan ciri-ciri sangat lebat dan selalu hijau sepanjang tahun.

Di dalamnya tumbuh beribu-ribu jenis tumbuh-tumbuhan dari yang besar

dan tingginya bisa mencapai lebih dari 50 m, berdaun lebat sehingga

matahari sukar menembus ke permukaan tanah dan tumbuhan kecil yang

hidupnya merambat.

Berbagai jenis kayu yang punya nilai ekonomis tinggi tumbuh

dengan baik, seperti kayu besi, cemara, eben hitam, kenari hitam, dan

kayu merbau. Di daerah pantai banyak kita jumpai hutan mangrove dan

pandan, sedangkan di daerah rawa terdapat sagu untuk bahan makanan.

Di daerah pegunungan terdapat tumbuhan Rhododendron yang

merupakan tumbuhan endemik daerah ini.

3. Daerah Peralihan

Flora yang terdapat di daerah peralihan ini meliputi pulau

Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara yang berada di bawah pengaruh

benua Asia dan Australia, yang mana jenis tumbuhan berhabitus

pohonnya didominasi oleh jenis dari suku Araucariaceae, Myrtaceae, dan

Verbenaceae.

Pulau-pulau ini disebut daerah peralihan karena flora di daerah

peralihan, mempunyai kemiripan dengan flora yang ada di daerah kering

di Maluku, Nusa Tenggara, Jawa, dan Filipina. Di kawasan

pegunungannya terdapat jenis tumbuhan yang mirip dengan tumbuhan di

Kalimantan. Sedangkan di kawasan pantai dan dataran rendahnya mirip

dengan tumbuhan di Irian Jaya. Corak vegetasi yang terdapat di daerah

Peralihan meliputi: Vegetasi Sabana Tropik di Kepulauan Nusa

Tenggara, Hutan pegunungan di Sulawesi dan Hutan Campuran di

Maluku.

Pembagian flora di Indonesia tersebut didasarkan pada faktor geologi.

Yang secara geologi pulau-pulau di Indonesia Barat pernah menyatu dengan

benua Asia sedangkan pulau-pulau di Indonesia Timur pernah menyatu

Page 6: Halaman Arab Flora Kelompokku

6

dengan benua Australia. Oleh karena itu tumbuhan di benua Asia mempunyai

ciri-ciri yang mirip dengan tumbuhan di Indonesia Barat. Demikian pula ciri-

ciri tumbuhan di Indonesia Timur mirip dengan tumbuhan dan hewan di

benua Australia.

C. Jenis-jenis Flora Tipe Peralihan

Flora yang terdapat di daerah peralihan ini meliputi pulau Sulawesi,

Maluku, dan Nusa Tenggara yang berada di bawah pengaruh benua Asia dan

Australia, yang mana jenis tumbuhan berhabitus pohonnya didominasi oleh

jenis dari suku Araucariaceae, Myrtaceae, dan Verbenaceae.

1. Suku Araucariaceae

Jenis-jenis tumbuhan yang termasuk dalam suku Araucariaceae

memiliki habitus pohon dengan duduk daun tersebar, berbentuk jarum atau

lebar dengan saluran-saluran resin di dalamnya. Tumbuh-tumbuhan ini

berumah satu atau berumah dua. Strobilus jantan besar, di ketiak daun atau

di ujung cabang-cabang yang pendek dengan mikrosporofil bertangkai

atau berbentuk sisik. Strobilus betina terletak di ujung cabang-cabang yang

pendek, penuh dengan makrosporofil yang tersusun dalam suatu spiral.

Suku ini terdiri atas 2 marga yaitu Araucaria dan Agathis.

Marga Araucaria terdiri atas 12 jenis, tersebar di Amerika Selatan,

Irian, Australia, dan Kaledonia Baru. Sedangkan marga Agathis terdiri atas

20 jenis, tersebar di Asia, Australia, Selandia Baru, Kaledonia, dan

Polynesia. Contoh: Araucaria cunninghamii.

2. Suku Myrtaceae

Suku ini disebut juga suku jambu-jambuan yang merupakan

kelompok besar tumbuh-tumbuhan dengan anggota yang banyak dikenal

dan dimanfaatkan manusia. Di dalamnya termasuk sejumlah tanaman

buah-buahan, tanaman hias, tanaman obat, serta tanaman industri.

Suku jambu-jambuan dicirikan dengan bunganya yang memiliki

banyak kelopak dengan cacah dasar lima, namun ada juga yang tidak

memilikinya, dan banyak benang sari. Bakal buahnya juga memiliki

Page 7: Halaman Arab Flora Kelompokku

7

banyak bakal biji. Anggotanya yang berbentuk pohon mudah dikenal dari

kulit luar batangnya yang seperti kulit mengering tipis dan terlepas-lepas.

3. Suku Verbenaceae

Yang termasuk anggota dalam suku ini adalah terna, semak, atau

perdu, kadang-kadang juga berupa pohon atau liana dengan ranting-

ranting yang jelas berbentuk segi empat, jelas kelihatan terutama pada

ujung-ujung yang masih muda. Daun tunggal tanpa daun penumpu,

duduknya berhadapan, jarang tersebar atau berkarang. Bunag dalam

rangkaian yang bersifat rasemos. Kelopak berlekuk atau bergigi 4→5,

dapat bervariasi dari 2→6, seringkali zigomorf. Mahkota membentuk

buluh yang nyata, berbilangan 5, jarang 4, kebanyakan dengan taju-taju

mahkota yang tidak sama besar, sedikit miring, tidak jelas berbibir

(Tjitrosoepomo,2004).

D. Contoh-contoh Flora Tipe Peralihan

Ada beberapa contoh tumbuhan tipe peralihan, diantaranya yaitu:

Longusei (Ficus minahasae), Gofasa (Vitex cofassus), Eboni (Diospyros

celebica), Anggrek serat (Dendrobium utile), Cempaka hutan kasar

(Elmerrillia ovalis), Lontar (Borassus flabellifer), Ajan kelicung (Diospyros

macrophylla), Cendana (Santalum album), Anggrek Larat (Dendrobium

phalaenopsis), dan Cengkeh (Syzygium aromaticum). Berikut akan dijelaskan

satu per satu contoh tumbuhan tipe peralihan tersebut:

1. Longusei (Ficus minahasae)

Page 8: Halaman Arab Flora Kelompokku

8

Jenis ini tergolong pohon yang berukuran sedang, tingginya sekitar

15 m. Percabangannya cukup banyak dan lebat, sehingga tampak

rindang. Permukaan kulit batangnya halus dan kulit tersebut mudah

terkelupas yang bila kering akar, tampak serat-seratnya yang halus.

Daunnya kecil-kecil berbentuk bulat telur dengan ujung lancip.

Perbungaannya muncul dari batangnya, sering dimulai dari dekat tanah

sampai pada cabang-cabang utamanya. Perbungaan itu tersusun

menjuntai ke bawah panjangnya bisa lebih dari 1 m. Bunga-bunganya

membentuk bongkol, tampak seperti buahnya. Bunganya sebenarnya ada

di dalam dan bisa tampak bila dipotong secara melintang. Setelah terjadi

pembuahan bongkol itu berubah menjadi buah dan tidak akan gugur

sampai buah tersebut masak. Di dalam buah tersebut terdapat bijinya

yang kecil-kecil.

Penyebarannya di Sulawesi bagian Utara. Kepulauan Sangir dan

Talaud. Penyebarannya tercatat sampai juga di Filipina dan Papua.

Langusei tumbuh di hutan campuran dataran rendah 50 - 700 m dpl.

Pertumbuhannya cukup baik meskipun di tempat-tempat yang curah

hujannya rendah seperti di beberapa tempat di daerah Gorontalo sebelah

Barat. Tumbuh baik pada tanah-tanah yang kurus dan berkapur.

Perbanyakan dapat dilakukan dengan biji yang dikecambahkan,

beberapa jenis dapat diperbanyak dengan setek. Kulit kayunya memang

mempunyai serat yang kuat, lembut dan halus dan merupakan bahan

pakaian atau sandang.Daunnya dipakai dalam ramuan obat tradisional

setempat dan buahnya sebagai campuran minuman tradisiohal. Kayunya

banyak digunakan sebagai kayu bakar.

Page 9: Halaman Arab Flora Kelompokku

9

2. Gofasa (Vitex cofassus)

Pohon gofasa, gupasa, atau kayu biti, itulah nama tumbuhan

dengan nama latin Vitex cofassus ini. Tumbuhan ini ditetapkan menjadi

flora identitas provinsi Gorontalo dengan nama gupasa atau gofasa.

Tumbuh tersebar secara alami di Sulawesi, Maluku, Papua Nugini,

Kepulauan Bismarck, dan Pulau Solomon. Oleh warga Gorontalo, pohon

ini disebut juga sebagai kayu biti dan sassuwar.

Habitat pohon gupasa ini adalah hutan di dataran rendah sampai

ketinggian 2000 m dpl. Gufasa (Vitex cofassus) tumbuh baik pada tanah

berkapur dengan tekstur mulai lempung hingga pasir. Dijumpai di daerah

dengan musim basah dan kering yang nyata. Pada musim kemarau,

pohon gufasa menggugurkan daunnya.

Pohon gufasa atau biti berukuran sedang hingga besar dan dapat

mencapai tinggi hingga 40 meter. Batangnya biasanya tanpa banir dan

diameternya dapat mencapai 130 cm, beralur dalam dan jelas, kayunya

padat dan berwarna kepucatan. Berat kayunya tergolong sedang hingga

berat, kuat, tahan lama, dan tidak mengandung silika. Kayunya basah

beraroma seperti kulit.

Daun bersilangan dengan atau tanpa bulu halus pada sisi

bawahnya. Susunan bunga terminal, berkelamin ganda dimana helai

kelopaknya bersatu pada bagian dasar membentuk mangkuk kecil,

sedang helai mahkotanya bersatu pada bagian dasar yang bercuping 5

tidak teratur. Mahkota putih keunguan, terdapat tangkai dan kepala sari

di dalam rongga mahkota, bakal buah di atas dasar bunga (superior).

Buah berdaging, bulat hingga lonjong, dengan diameter 5-12 mm yang

saat masak berwarna ungu tua. Terdapat 1 – 4 biji dalam setiap buahnya.

Page 10: Halaman Arab Flora Kelompokku

10

Kayu gufasa biasa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi rumah,

kapal dan perkakas rumah tangga seperti mangkok dan piring. Ekspor

kayu dalam jumlah cukup besar berasal dari Sulawesi, Papua Nugini dan

Pulau Solomon, terutama ke Jepang.

3. Eboni (Diospyros celebica)

Kayu-hitam Sulawesi adalah sejenis pohon penghasil kayu mahal

dari suku eboni-ebonian (Ebenaceae). Nama ilmiahnya adalah Diospyros

celebica, yakni diturunkan dari kata "celebes" (Sulawesi), dan merupakan

tumbuhan endemik daerah itu.

Pohon batang lurus dan tegak dengan tinggi sampai dengan 40 m.

Diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1 m, sering dengan banir

(akar papan) besar. Kulit batangnya beralur, mengelupas kecil-kecil dan

berwarna coklat hitam. Pepagannya berwarna coklat muda dan di bagian

dalamnya berwarna putih kekuning-kuningan. Daun tunggal, tersusun

berseling, berbentuk jorong memanjang, dengan ujung meruncing,

permukaan atasnya mengkilap, seperti kulit dan berwarna hijau tua,

permukaan bawahnya berbulu dan berwarna hijau abu-abu. Bunganya

mengelompok pada ketiak daun, berwarna putih. Buahnya bulat telur,

berbulu dan berwarna merah kuning sampai coklat bila tua. Daging

buahnya yang berwarna keputihan kerap dimakan monyet, bajing atau

kelelawar; yang dengan demikian bertindak sebagai agen pemencar biji.

Bijinya berbentuk seperti baji yang memanjang, coklat kehitaman.

Pohon ini menghasilkan kayu yang berkualitas sangat baik. Warna

kayu coklat gelap, kehitaman, atau hitam berbelang-belang kemerahan.

Dalam perdagangan internasional kayu hitam sulawesi ini dikenal sebagai

Page 11: Halaman Arab Flora Kelompokku

11

Macassar ebony, Coromandel ebony, streaked ebony atau juga black

ebony. Nama-nama lainnya di Indonesia di antaranya kayu itam, toetandu,

sora, kayu lotong, dan kayu maitong. Kayu hitam berat dengan berat jenis

melebihi air, sehingga tidak dapat mengapung. Kayu hitam sulawesi

terutama digunakan untuk mebel mahal, ukir-ukiran dan patung, alat

musik (misalnya gitar dan piano), tongkat, dan kotak perhiasan.

Jenis ini hanya terdapat di Pulau Sulawesi, di hutan primer pada

tanah liat, pasir atau tanah berbatu-batu yang mempunyai drainase baik,

dengan ketinggian mencapai 600 m dpl. Secara alami, kayu hitam

sulawesi ditemukan baik di hutan hujan tropika maupun di hutan peluruh.

Kayu ini telah diekspor ke luar negeri semenjak abad ke-18. Pasar

utamanya adalah Jepang. Pasar sekunder adalah Eropa dan Amerika

Serikat. Karena perkembangan populasi yang lambat dan karena

tingginya tingkat eksploitasi di alam, kini kayu hitam sulawesi telah

terancam kepunahan. Ekspor kayu ini mencapai puncaknya pada tahun

1973 dengan jumlah sekitar 26,000 m3, dan kemudian pada tahun-tahun

berikutnya terus menurun karena kekurangan stok di alam. Untuk

melindunginya, kini IUCN menetapkan statusnya sebagai rentan

(vulnerable ) dan CITES memasukkannya ke dalam Apendiks 2.

4. Anggrek serat (Dendrobium utile)

Merupakan anggrek epifit. Umbi semunya tumbuh merumpun

dengan rimpang berruas pendek sehingga membentuk roset seperti paku

sarang burung (kadaka) dan menarik untuk dipelihara dalam pot sebagai

tanaman hias. Umbi semu yang langsing dan memanjang agak pipih serta

mengeras dan menyempit keujungnya, berwarna hijau kekuning-

kuningan. Daun di ujungnya daun tunggal yang berbentuk lanset. Bunga

Page 12: Halaman Arab Flora Kelompokku

12

keluar dari lipatan pangkal daun, berkelopak dan daun mahkota yang

sempit memanjang berwarna kekuningan. Penyebarannya luas di

pedalaman Sulawesi sampai ke Papua Nugini.

Perbanyakan dengan cara membelah-belah rumpun tumbuhannya

secara vegetatif. Perkembangbiakan dengan bijinya juga dimungkinkan

dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai dalam botol-botol beragar.

Anggrek Serat dicari untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar anyaman

tradisional yang khas, dibentuk untuk kotak perhiasan, tas tangan, pada

gelar atau tikar umumnya untuk hiasan di bagian tepi. Karena bahan

bakunya akhir-akhir ini makin sukar diperoleh di lapangan, maka hasil

kerajinan dari bahan Anggrek Serat tersebut menjadi mahal. Cara

pengolahannya ialah, umbi semunya dikumpulkan untuk dibelah-belah

memanjang dan dipipihkan. Pita-pita yang diperoleh sewaktu masih basah

dililitkan pada sebatang balok bulat, sesudah kering akan terbentuk bahan

anyaman yang halus, mengkilap dan kuning keemasan serta dapat

diwarnai.

5. Cempaka hutan kasar (Elmerrillia ovalis)

Pohon berkayu yang tingginya mencapai 45 m, dengan diameter hingga

200 cm, cabang-cabangnya serta tangkai daun dan stipulanya gundul atau

ditutupi bulu halus kekuningan yang kemudian menjadi gundul setelah

itu. Daunnya lonjong, dengan bulu halus di permukaan bawahnya atau

gundul. Tersebar di Sulawesi dan Maluku. Pohon ini banyak tumbuh di

Page 13: Halaman Arab Flora Kelompokku

13

hutan hujan tropika di dataran rendah hingga pegunungan pada ketinggian

1000 m dpl.

Cempaka hutan ini umumnya dibudidayakan dengan bijinya,

namun bijinya mudah hilang daya kecambahnya bila biji menjadi kering.

Di Toraja digunakan untuk ukiran pada rumah tradisional dan lumbung

padinya. Kayunya sangat awet dan banyak digunakan juga untuk

membuat kandang kuda.

6. Lontar (Borassus flabellifer)

Siwalan (juga dikenal dengan nama pohon lontar atau tal) adalah

sejenis palma yang tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di banyak

daerah, pohon ini juga dikenal dengan nama-nama yang mirip seperti

lonta (Minahasa), ental (Bali), jun tal (Sumbawa), tala (Sulsel), lontara

(Toraja), lontoir (Ambon). Juga manggita, manggitu (Sumba) dan tua

(Timor).

Page 14: Halaman Arab Flora Kelompokku

14

Pohon palma yang kokoh kuat, berbatang tunggal dengan tinggi

15-30 m dan diameter batang sekitar 60 cm. Sendiri atau kebanyakan

berkelompok, berdekat-dekatan.

Daun-daun besar, terkumpul di ujung batang membentuk tajuk

yang membulat. Helaian daun serupa kipas bundar, berdiameter hingga

1,5 m, bercangap sampai berbagi menjari; dengan taju anak daun selebar

5-7 cm, sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin. Tangkai daun

mencapai panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam di bagian

atasnya; sisi tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.

Karangan bunga dalam tongkol, 20-30 cm dengan tangkai sekitar

50 cm. Buah-buah bergerombol dalam tandan, hingga sekitar 20 butir,

bulat peluru berdiameter 7-20 cm, hitam kecoklatan kulitnya dan kuning

daging buahnya bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal

dan keras.

Daunnya digunakan sebagai bahan kerajinan dan media penulisan

naskah lontar. Barang-barang kerajinan yang dibuat dari daun lontar

antara lain adalah kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk

pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor.

Sejenis serat yang baik juga dapat dihasilkan dengan mengolah

tangkai dan pelepah daun. Serat ini pada masa silam cukup banyak

digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat

songkok, semacam tutup kepala setempat.

Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan

berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan

bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.

Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) disadap

orang nira lontar. Nira ini dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi

menjadi legen atau tuak, semacam minuman beralkohol buatan rakyat.

Buahnya juga dikonsumsi, terutama yang muda. Biji yang masih

muda itu masih lunak, demikian pula batoknya, bening lunak dan berair

(sebenarnya adalah endosperma cair) di tengahnya. Rasanya mirip

kolang-kaling, namun lebih enak. Biji yang lunak ini kerap

Page 15: Halaman Arab Flora Kelompokku

15

diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah siwalan” (nungu, bahasa

Tamil). Adapula biji siwalan ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan

campuran minuman es dawet siwalan yang biasa didapati dijual didaerah

pesisir Jawa Timur, Paciran, Lamongan. Rasa minuman es dawet siwalan

ini terasa lezat karena gulanya berasal dari sari nira asli.

Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat

dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan

darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue;

atau untuk dibuat menjadi selai.

Pohon ini terutama tumbuh di daerah-daerah kering. Di Indonesia,

siwalan terutama tumbuh di bagian timur pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Siwalan dapat hidup hingga

umur 100 tahun atau lebih, dan mulai berbuah pada usia sekitar 20 tahun.

7. Ajan kelicung (Diospyros macrophylla)

A

j

a

n

k

e

Ajan Kelicung atau kayu hitam nusa tenggara merupakan flora

identitas provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pohon ajan kelicung yang

diperkirakan berasal dari daerah di Filipina semakin menurun

populasinya di alam liar.

Pohon ajan kelicung atau kayu hitam nusa tenggara disebut juga

dengan kilang, areng-areng, kacang (NTB), mahirangan (Kalimantan), ki

kacalung, ki calung (Sunda), dan siamang (Sumatera). Dalam bahasa

ilmiah (latin) dinamakan Diospyros macrophylla. Tanaman ini masih

berkerabat dekat dengan eboni (Diospyros celebica) dan kesemek.

Page 16: Halaman Arab Flora Kelompokku

16

Ajan kelicung berdaun tunggal berbentuk menjorong yang

berujung lancip dengan panjang sekitar 7-35 cm dengan lebar daun 3-19

cm. Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan berbau harum.

Buah kayu hitam (Diospyros macrophylla) bulat berwarna merah muda

hingga jingga kekuningan.Kulit buahnya berbulu halus kemerah-merahan

dengan daging buah berwarna putih kekuning-kuningan. Buah ajan

kelicung mempunyai rasa yang manis. Dalam buah terdapat biji berwarna

coklat.

Pohon ajan kelicung yang dijadikan flora identitas provinsi Nusa

Tenggara Barat, selain di Nusa Tenggara di Indonesia juga didapati di

Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua hingga Filipina. Habitat

yang disukai tanaman ini adalah daerah basah dengan curah hujan yang

baik sehingga banyak dijumpai hidup di tepi sungai, di tanah datar yang

tidak tergenang air, tanah liat, tanah pasir maupun tanah berbatu dalam

hutan asli. Tumbuhan ini mampu hidup hingga ketinggian 800 meter dpl

dan berbunga musiman pada bulan April hingga Oktober ini dapat

diperbanyak dengan biji.

Meskipun buah ajan kelicung (Diospyros macrophylla) dapat

dikonsumsi tetapi pemanfaatan tanaman ini lebih kepada kayunya yang

berkualitas baik.Kegunaan kayu hitam ini sebagai bahan pembuat perabot

rumah tangga, bahan jembatan, bahan bangunan, kapal, patung, ukiran,

kerajinan tangan hingga finir.

Eksploitasi tumbuhan bernilai ekonomis tinggi ini membuat ajan

kelicung atau kayu hitam (Diospyros macrophylla) menjadi tumbuhan

yang terancam kelestariannya.Semoga dengan ditetapkannya sebagai

flora identitas (tumbuhan khas) Nusa Tenggara Barat, ajan kelicung

mendapatkan perhatian untuk dilestarikan.

Page 17: Halaman Arab Flora Kelompokku

17

8. Cendana (Santalum album)

Cendana adalah nama jenis kayu pohon dari genus Santalum. Kayu

ini digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, dan

parfum. Kayu yang baik bisa menyimpan aromanya selama berabad-

abad. Konon di Sri Lanka kayu ini digunakan untuk membalsam jenazah

putri-putri raja sejak abad ke-9. Di Indonesia, kayu ini banyak ditemukan

di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor.

Kayu cendana dianggap sebagai obat alternatif untuk membawa

orang lebih dekat kepada Tuhan. Minyak dasar kayu cendana, yang

sangat mahal dalam bentuknya yang murni, digunakan terutama untuk

penyembuhan Ayurvedik, dan untuk menghilangkan rasa cemas.

Berabad-abad lamanya, pulau Timor adalah pengekspor kayu

cendana dan gaharu terbesar di Indonesia. Tetapi saat ini kedua jenis

tanaman tersebut telah sulit ditemukan di pulau ini. Menyadari akan hal

ini, pemerintah daerah kabupaten Alor telah mempromosikan penanaman

cendana dan gaharu di daerah pengunungan Alor. Kedua jenis tanaman

ini bisa juga ditemukan di hutan-hutan.

Cendana dan gaharu dari Alor belum pernah diekspor dalam skala

besar seperti di Timor. Kayu cendana, harus berusia 50 tahun untuk dapat

dijadikan komoditas ekspor. Sedangkan gaharu harus dipelihara bersama

suatu jenis bakteri yang nantinya bereaksi dengan batang pohon sehingga

menghasilkan bau harum.

Page 18: Halaman Arab Flora Kelompokku

18

Ketika telah cukup tua, pohon cendana menghasilkan bau harum

alami. Akarnya juga diolah sebab bau harumnya lebih dari bau harum

batang pohonnya.

Telah diantisipasi, untuk ekspor di masa-masa mendatang, karena

cendana dan gaharu akan sangat berpotensi sebagai komoditas unggulan.

Kayu cendana dan gaharu dipakai sebagai bahan dasar parfum, kemeyan,

dan sabun.

9. Anggrek Larat (Dendrobium phalaenopsis)

Anggrek Larat (Dendrobium phalaenopsis) termasuk anggrek

langka dari Maluku. Bahkan anggrek Larat termasuk satu dari 12 spesies

anggrek langka yang dilindungi di Indonesia. Anggrek Larat

(Dendrobium phalaenopsis) juga ditetapkan sebagai flora identitas

provinsi Maluku.

Anggrek ini dinamakan Anggrek Larat lantaran pertama kali

ditemukan di pulau Larat, Tanimbar, Maluku. Namun karena

keindahannya itu, semakin hari anggrek larat semakin langka di habitat

aslinya.

Anggrek Larat yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai

Cooktown Orchid, berkerabat dekat dengan beberapa jenis anggrek

lainnya seperti Anggrek Merpati, Anggrek Albert, Anggrek Stuberi,

Anggrek Jamrud, Anggrek Karawai, dan Anggrek Kelembai. Dalam

bahasa latin tumbuhan ini dikenal sebagai Dendrobium phalaenopsis

dengan sinonim Vappodes phalaenopsis, dan Dendrobium bigibbum.

Diskripsi Anggrek Larat. Anggrek Larat yang ditetapkan sebagai flora

Page 19: Halaman Arab Flora Kelompokku

19

identitas provinsi Maluku ini mempunyai batang berbentuk gada dengan

pangkal berukuran kecil, bagian tengah membesar dan ujungnya

mengecil kembali. Daun Anggrek Larat (Dendrobium phalaenopsis)

berbentuk lanset dengan ujung tidak simetris.Panjang daunnya kira-kira

12 cm, dengan lebar kira-kira 2 cm.

Bunga Anggrek Larat berwarna keungunan pucat hingga ungu tua.

Tersusun dalam bentuk tandan yang tumbuh pada buku-buku batangnya,

agak menggantung. Panjang tandan bunganya kurang lebih 60 cm dengan

jumlah bunga tiap tandan 6 – 24 kuntum. Masing-masing bunga bergaris

tengah kurang lebih 6 cm. Daun Kelopak berbentuk lanset, berwarna

keunguan.Daun Mahkota lebih pendek, tetapi lebih lebar dari pada

kelopaknya.Pangkalnya sempit dengan ujungnya runcing dan berwarna

keunguan.Bibir bertajuk tiga membentuk corong dengan tajuk tengahnya

yang lebar, runcing atau meruncing. Buah berbentuk jorong, panjang 3,2

cm namun bunganya jarang menjadi buah.

Anggrek Larat (Dendrobium phalaenopsis) yang pertama kali di

temukan di pulau Larat, Maluku tumbuh baik di daerah panas, pada

ketinggian antara 0 – 150 m dpl. Di habitat aslinya, Anggrek yang

dijadikan bunga maskot provinsi Maluku ini tumbuh pada pohon-

pohonan dan karang-karangan kapur yang mendapat sinar matahari

cukup.

Konservasi Anggrek Larat. Anggrek Larat pernah menjadi sangat

terkenal di kalangan para pecinta Anggrek, di samping Anggrek Bulan

(Phalaenopsis amabilis). Karenanya hingga saat ini banyak sekali

anggrek hibrida komersial dendrobium yang merupakan hasil persilangan

dari anggrek spesies (anggrek alami) jenis ini.

Karena itu, di habitat aslinya anggrek Larat semakin langka dan

terancam punah. Bunga anggrek yang kemudian ditetapkan sebagai flora

identitas provinsi Maluku ini akhirnya ditetapkan menjadfi salah satu dari

12 spesies Anggrek yang langka dan dilindungi di Indonesia berdasarkan

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999.

Page 20: Halaman Arab Flora Kelompokku

20

10. Cengkeh (Syzygium aromaticum)

Cengkeh dijadikan tanaman identitas Maluku Utara. Cengkeh

(Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat

memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh mampu

bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun , tingginya dapat

mencapai 20 -30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat. Cabang-

cabang dari tumbuhan cengkeh tersebut pada umumnya panjang dan

dipenuhi oleh ranting-ranting kecil yang mudah patah . Mahkota atau

juga lazim disebut tajuk pohon cengkeh berbentuk kerucut.

Daun cengkeh berwarna hijau berbentuk bulat telur memanjang

dengan bagian ujung dan panggkalnya menyudut, rata-rata mempunyai

ukuran lebar berkisar 2-3 cm dan panjang daun tanpa tangkai berkisar 7,5

-12,5 cm. Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun

dengan tangkai pendekserta bertandan. Pada saat masih muda bunga

cengkeh berwarna keungu-unguan, kemudian berubah menjadi kuning

kehijau-hijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua.

Sedang bunga cengkeh keringakan berwarna coklat kehitaman dan berasa

pedas sebab mengandung minyak atsiri.

Umumnya cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun.

Tumbuhan cengkeh akan tumbuh dengan baik apabila cukup air dan

mendapat sinar matahari langsung. Di Indonesia, Cengkeh cocok ditanam

baik di daerah daratan rendah dekat pantai maupun di pegunungan pada

ketinggian 900 meter di atas permukaan laut.

Page 21: Halaman Arab Flora Kelompokku

21

Nama Lokal : Clove (Inggris), Cengkeh (Indonesia, Jawa, Sunda), ;

Wunga Lawang (Bali), Cangkih (Lampung), Sake (Nias); Bungeu

lawang (Gayo), Cengke (Bugis), Sinke (Flores); Canke (Ujung Pandang),

Gomode (Halmahera, Tidore); Komposisi : Bunga cengkeh (Syzygium

aromaticum) selain mengandung minyak atsiri, juga mengandung

senyawa kimia yang disebut eugenol, asam oleanolat, asam galotanat,

fenilin, karyofilin, resin dan gom.

Page 22: Halaman Arab Flora Kelompokku

22

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Dari pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:

Flora adalah semua jenis tumbuhan yang tumbuh di suatu daerah

tertentu. Flora di suatu tempat terdiri dari beragam jenis yang masing-

masing dapat terdiri dari beragam variasi gen yang hidup di beberapa

tipe habitat. Oleh karena itu muncullah istilah keanekaragaman flora.

Berdasarkan hasil proses pembentukan daratan wilayah Indonesai serta

hasil penelitian Wallace dan Weber, maka secara geologis, persebaran

flora (begitu pula fauna) di Indonesia dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu

wilayah Asiatis/Oriental, wilayah Australis, dan wilayah peralihan.

Flora yang terdapat di daerah peralihan ini meliputi pulau Sulawesi,

Maluku, dan Nusa Tenggara yang berada di bawah pengaruh benua

Asia dan Australia, yang mana jenis tumbuhan berhabitus pohonnya

didominasi oleh jenis dari suku Araucariaceae, Myrtaceae, dan

Verbenaceae.

Beberapa contoh tumbuhan tipe peralihan, diantaranya yaitu: Longusei

(Ficus minahasae), Gofasa (Vitex cofassus), Eboni (Diospyros

celebica), Anggrek serat (Dendrobium utile), Cempaka hutan kasar

(Elmerrillia ovalis), Lontar (Borassus flabellifer), Ajan kelicung

(Diospyros macrophylla), Cendana (Santalum album), Anggrek Larat

(Dendrobium phalaenopsis), Cengkeh (Syzygium aromaticum), dan

Ampupu (Eucalyptus urophylla).

B. Saran

Sebagai penerus bangsa, sudah selayaknya kita sebagai generasi muda

indonesia perlu berbekal pengetahuan dan pemahaman mengenai

keanekaragaman hayati serta nilai pentingnya flora bagi kehidupan

manusia. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa seluruh masyarakat

khususnya generasi muda, akan memiliki kepekaan untuk menjaga,

22

Page 23: Halaman Arab Flora Kelompokku

23

melestarikan, dan memanfaatkan keanekaragaman flora, bahkan tidak

hanya flora tapi juga fauna dan semua keanekaragaman hayati yang ada

terutama di bumi Indonesia tercinta ini secara berkelanjutan.

Page 24: Halaman Arab Flora Kelompokku

24

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Citra. 2009. http://alamendah.wordpress.com/2010/10/14/ajan-kelicung-

kayu-hitam-nusa-tenggara-flora-identitas-ntb/ (diakses tanggal 8

Desember 2012)

Budi. 2010.

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/wilayah_kerja_kami/mutis_timau/

(diakses tanggal 8 Desember 2012)

Fauzzzblog.”keanekaragaman-hayati-biodiversitas”.

http://fauzzzblog.wordpress.com/2009/12/06/keanekaragaman-hayati-

biodiversitas/ (diakses tanggal 9 Desember 2012)

Krista, Laura. 2010. http://www.plantamor.com/ (diakses tanggal 8 Desember

2012)

Ratna. 2011. http://indonesiaindonesia.com/f/99383-flora-identitas-provinsi-

indonesia/ (diakses tanggal 8 Desember 2012)

Singgih, Sidarta. 2008. http://www.ut.ac.id/html/suplemen/biol4311/cl-

coniferinae.htm/ (diakses tanggal 8 Desember 2012)