154
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA DAN FISIKA 2010 “Problematika Pendidikan Indonesia dan Perkembangan Fisika Akan Datang” PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2010 ISBN : 978 602 96622 1 4

Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

  • Upload
    lyque

  • View
    238

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA DAN FISIKA 2010

“Problematika Pendidikan Indonesia dan Perkembangan

Fisika Akan Datang”

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2010

ISBN : 978 – 602 – 96622 – 1 – 4

Page 2: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

i

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA DAN FISIKA

“PROBLEMATIKA PENDIDIKAN INDONESIA DAN

PERKEMBANGAN FISIKA AKAN DATANG”

Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Ahmad Dahlan

Yogyakarta

Page 3: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

ii

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA DAN FISIKA

“Problematika Pendidikan Indonesia dan Perkembangan Fisika Akan Datang”

Hak Cipta Dilindung Undang-Undang

© all right reserved

2010

Penyunting

Dr. Moh. Toifur, M.Si.

Drs. Ishafit, M.Si.

Design Cover

Ngadimin

Setting – layout

Toni Kus Indratno

ISBN:

978 – 602 – 96622 – 1 – 4

Penerbit

HMPS Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan

Jln. Prof. Dr. Soepomo, Janturan, Yogyakarta

e-mail : [email protected]

http://www.pf.uad.ac.id/

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi

atau memperbanyak sebagian atau seluruh

buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Isi diluar tanggung jawab percetakan

Page 4: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i

HALAMAN .............................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv

CERAMAH UMUM

FISIKA : “TINJAUAN PERKEMBANGAN DAN KEHIDUPAN SOSIAL”

Ridwan, Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional ........ 1

MAKALAH-MAKALAH YANG DISAJIKAN

A. RESEARCH ON ANALYTICAL STUDY FOR LOW BETA AND ISOTHERMAL

CORONAL MAGNETIC ARCADE TO PROVIDE INITIAL MHD SIMULATION IN

LAPAN WATUKOSEK 2010 : WARNINGS TO HELMET STREAMER FORMATION

Bambang Setiahadi, LAPAN ................................................................................ 17

B. ANALYSIS OF LARGE MAGNETIC STORMS ASSOCIATED TO SHOCKS OF SOLAR

WIND

L. Muhammad Musafar K., LAPAN ................................................................... 25

C. EFFECTS OF FAST FORWARD SHOCKS TO THE LOW LATITUDE MAGNETIC

FIELD VARIATIONS

L. Muhammad Musafar K., LAPAN ................................................................... 34

D. EXTRACTION OF SUNSPOT GROUPS FROM THE SOHO FULL-DISK IMAGES TO

STUDY SUNSPOT ACTIVITY

Bachtiar Anwar, LAPAN ...................................................................................... 40

E. STUDI ANALITIK DAN KOMPUTASIONAL KESEGARISAN BENDA-BENDA

TATA SURYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONDISI FISIS BUMI

(Analytical and Computational Study of Planets Alignment and

its Effects on Earth)

Page 5: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

iv

Rina Dewi Mayasari, Ibnu Jihad, Rafika Sari, M. Irsyad Ismi, Irkham Huda,

M.F. Rosyid, Universitas Gadjah Mada .................................................................. 50

F. OPTIMASI SISTEM ELEKTROOSMOSIS DENGAN VARIASI POLA PULSA

PADA PROSES PENGURANGAN KANDUNGAN AIR UNTUK PELESTARIAN

CAGAR BUDAYA (Optimization of Electro-osmosis System with Pulse Pattern

Variation in Dehydrating Process for Preservation of Cultural Heritage)

Akrom Khasani, Ar Rohim, Detiza Goldianto, Octensi Hernowo, Didik Nur

Huda, Universitas Gadjah Mada ............................................................................. 66

G. PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA BENIH KEDELAI

MENGGUNAKAN TEKNIK SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK (The Measuring Of

Ethylene Concentration of Soybean Seedlings Using Photoacoustic Spectroscopy

Technique )

Rudyanto, Universitas Sanata Dharma ................................................................... 73

H. PENGARUH WAKTU KARBONASI DAN DIMENSI TERHADAP

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET DARI LIMBAH

PENGGILINGAN PADI (SEKAM) (The Effect of Carbonation Duration to the

Burning Characteristics of Biobricket From Chaff)

Laifa Rahmawati, Rizky Stiyabudi, Christin Lita Agustiani, Universitas Negeri

Yogyakarta .............................................................................................................. 89

I. PERANAN PENDIDIKAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

BAGI KESEJAHTERAAN MANUSIA (The Role of Education in Increasing the

Quality of Education for Human Welfare)

Nur Hidayah, Universitas Ahmad Dahlan .............................................................. 97

J. UPAYA MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA

MELALUI METODE PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) (The Effort

to Improve Achievement and Interest Physical Learning Through Think Talk Write

(TTW))

Hidayati, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa...................................................106

Page 6: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

v

K. PERANAN KELOMPOK DALAM MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

JIGSAW DAN STAD (STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISION) DITINJAU

DARI PRESTASI BELAJAR POKOK BAHASAN GERAK LURUS PADA SISWA

KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 4 YOGYAKARTA (Role Model in Group

Cooperative Learning Jigsaw And Stad (Achievment Student Team Division) Viewed

From The Review of Learning Achievement on Student's Motion Straight Class VII

Junior Muhammadiyah 4 Yogyakarta )

Betha Ugahari, Supriyadi, Dian Artha Kusumaningtyas, Pendidikan Fisika

Universitas Ahmad Dahlan ................................................................................... 129

L. PENTINGNYA PEMANFAATAN PERMAINAN TRADISIONAL SEBAGAI MEDIA

ALTERNATIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA (The Importance of use of

Traditional Games as Alternative Media in Physics Learning )

Bella Nurfadilah, Adhani Prima Syarafina, M. Reza Primadi, Sri Maiyena,

Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan ...................................................... 140

Page 7: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum W. W.

Alhamdulillah, dengan rahmat Allah SWT, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan

Fisika dan Fisika dengan tema Problematika Pendidikan Indonesia Dan Perkembangan

Fisika Akan Datang telah disusun.

Seminar ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kepedulian

masyarakat terhadap permasalahan pendidikan di Indonesia, memberikan masukan untuk

perbaikan sistem pendidikan di sekolah, khususnya dalam bidang Fisika dan menjadi

sarana promosi dalam rangka meningkatkan daya tarik Fisika di tengah-tengah

masyarakat.

Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penyusunan prosiding ini, kami juga mengharap kritik dan saran untuk penyempurnaan

dimasa yang akan datang.

Wassalamualaikum W. W.

Yogyakarta, Mei 2010

Dian Artha Kusumaningtyas, M.Pd.Si.

Page 8: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

1

Fisika : “Tinjauan Perkembangan dan Kehidupan Sosial”

Ridwan

Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Kawasan

PUSPIPTEK, Serpong 15314 Tangerang

e-mail : [email protected]

Abstrak. Fisika adalah salah satu cabang dari ilmu dasar (basic science) yang membahas tentang fenomena alam berdasarkan data-data hasil pengamatan untuk dapat menjelaskan bagaimana alam ‘bekerja’. Makalah ini sebagian merupakan studi literatur mengenai perkembangan fisika dari sejak zaman Yunani kuno, yang ikuti dengan pembahasan tentang penguasaan Muslim Arab terhadap science dan technology. Tinjauan mengenai perkembangan fisika dimasa depan dibahas dengan mengaitkan pada kemajuan di bidang nanoscience dan nanotechnology terutama dalam ruang lingkup magnetisme. Kepekaan fisikawan terhadap kehidupannya ditantang dengan mengambil contoh respons Mimosa pudica terhadap gangguan dari luar. Relevansi fisika terhadap fenomena kehidupan sosial telah dicoba juga dikaitkan dengan perubahan sifat bahan setelah mengalami perlakuan mekanik. Kata kunci : Fisika, sejarah, kehidupan sosial, nanoscience dan nanotechnology, magnetisme I. Pendahuluan

Fisika dalam bentuk keilmuan berkembang dari suatu cabang ilmu filsafat,

philosophy dan physics yang dalam bahasa Yunani ditulis φύσις dibaca physis yang berarti

alam, nature sehingga sering disebut sebagai filsafat mengenai alam (natural philosophy),

yakni sesuatu bidang study yang berkaitan dengan bagaimana alam ini bekerja. Sehingga

pemahaman yang mendasar mengenai hubungan antara penyebab (cause) dan akibat

(effect) adalah kunci untuk memecahkan segala permasalahan dalam fisika [1]. Sebagai

contoh, pertanyaan mengenai “mengapa air mendidih?’. Jika suatu wajan berisi air

diletakkan di atas tungku dan seseorang menyalakan apinya, maka hal ini dapat dipandang

sebagai penyebab air mendidih. Namun apabila diperhatikan lebih mendalam lagi, air

dapat juga mendidih apabila tekanan atmosfir sekitar air diturunkan. Selain itu faktor

gravitasi juga menentukan sehingga air tetap berada di dalam wajan dan temperatur air itu

sendiri juga ikut merupakan faktor penentu. Sehingga dalam usaha kita untuk menjelaskan

suatu kejadian fenomena alam, maka kita harus benar-benar memperhatikan tidak hanya

yang mudah terlihat juga hal-hal lain yang bersifat abstrak. Pemisahan yang lebih

Page 9: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

2

gamblang mengenai penyebab dan akibat ini adalah seperti terlihat pada kasus mekanika

Newton, gaya yang bekerja pada suatu benda merepresentasikan penyebab dan percepatan

adalah menyatakan akibat seperti secara kuantitatif dijelaskan oleh hukum ke-dua Newton.

Namun demikian dalam penentuan faktor penyebab dan akibat untuk suatu keadaan

ditinjau dengan teori fisika yang berbeda mungkin saja tidak sama. Sehingga untuk

menentukan apa yang disebut sebagai penyebab dan apa yang disebut akibat sangat

bergantung pada keadaan keseluruhan dari sistem yang ditinjau [2]. Walaupun dalam

kenyataan banyak sekali kita temukan individu-individu yang berpikir praktis dan tidak

dapat membedakan penyebab dan akibat, yakni lebih mementingkan memperoleh “hasil”

tanpa berupaya untuk memenuhi terlebih dahulu kondisi-kondisi yang diperlukan agar

apa yang diharapkan tercapai. Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

“pajak’/markus yang saat ini marak dibicarakan orang.

II. Sejarah Fisika

Seperti telah disinggung di depan, bahwa fisika adalah suatu ilmu dasar yang

membahas tentang bagaimana alam ini bekerja. Pemahaman mengenai kejadian di alam

terlepas dari pengaruh “supernatural” telah dimulai sejak periode Achaic di Yunani ( 650

SM - 480SM ) yakni pre-filosof Socratic. Salah satunya Filosof Thales (abad ke-7 dan ke-6

SM) , kemudian disebut sebagai “Father of Science” karena telah mengenyampingkan

aspek-aspek supernatural, kepercayaan dan mistik untuk menjelaskan fenomena alam

yang terjadi, yang menyatakan bahwa setiap sesuatu pasti ada faktor penyebabnya yang

dapat diterima secara logika [3].

Aristotle (384SM - 322SM) seorang murid dari Plato, mengenalkan suatu konsep

tentang hubungan bahwa pengamatan mengenai suatu fenomena fisika dapat melahirkan

suatu hukum alam bagaimana fenomena tersebut terjadi. Aristotle adalah orang pertama

yang menulis hasil kerjanya yang dapat digolongkan sebagai hasil study dari fisika (Fisika

Aristotle) [4]. Dari sejak itu berkembang banyak cabang ilmu pengetahuan yang mencoba

untuk menjelaskan fenomena alam, seperti mengenai sistem matahari serta peredaran

planet bumi dengan matahari sebagai titik pusat. Teori fisika terus berkembang dengan

waktu mulai dari era klasik hingga masuk pada periode fisika modern. Ketersedian fasilitas

analitik yang semakin canggih saat ini, maka membuka peluang yang sangat besar atau

boleh dikatakan tak terbatas di bidang fisika untuk menelaah prinsip universal terkait

dengan gerak, energi, dan hal lain yang sangat mendasar mengenai fenomena alam.

Page 10: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

3

Menjelang abad ke-21 ini, prinsip-prinsip fisika semakin luas teraplikasikan dalam bidang-

bidang kelistrikan, areospace, dan materials engineering.

III. Perkembangan Fisika Dalam Dunia Islam [5]

Membahas perkembangan Fisika dari sisi Islam di Indonesia sangat relevan, selain

karena sebahagian besar masyarakatnya pemeluk Islam, namun yang jauh lebih penting

lagi Islam mewajibkan pemeluknya untuk mengejar ilmu pengetahuan.

Sebagaimana Firman Allah mengatakan :

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan

tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta

pertanggungan jawabnya. (Q.S 17:36)

Seperti telah disinggung di depan, ilmu fisika sepenuhnya berlandaskan percobaan

dan pengukuran yang akurat guna dapat diturunkan kaedah (hukum-hukum) dan teori

untuk menjelaskan fenomena alam yang selanjutnya digunakan untuk kemasalahatan umat

manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa fisika menolong kita untuk memahami dunia di

sekeliling kita, selain fisika itu sendiri merupakan fondasi dari ilmu ketekhnikan

(technological science). Penjelasan fisika terhadap suatu fenomena alam haruslah

bersandar pada logika, bukan sesuatu bersifat supernatural ataupun mistik, sangat sesuai

dengan Islam.

Muslim Arab mulai memperdalam fisika sejak mereka menterjemahkan buku dari

Aristotle berjudul “Physics” dan “Spiritual Tricks and Weight Lifting” serta literatur lain

dari Archimedes, Hayron dan mengembangkan teori-teori tersebut dan ide-ide mekanik

yang terkandung di dalamnya. Berbeda dengan bangsa Yunani yang menekankan pada hal-

hal yang bersifat abstrak filosofis, ilmuwan bangsa Muslim Arab mengandalkan pada

percobaan (experimentation) dan mengadopsi metode ilmiah dalam penelitiannya serta

mengembangkannya. Bersandarkan pada kemampuan riset terapan, mereka benar-benar

dapat memahami bagaimana suatu kaedah ilmiah bekerja sehingga mereka dapat bergerak

maju dan kreatif di bidang fisika, kimia, kesehatan dan obat-obatan dan berbagai bidang

keilmuan lainnya.

Kemampuan yang sangat menonjol dari cendekiawan muslim adalah penguasaan

sistem penunjuk arah dan penentuan waktu serta optik. Arah dan waktu merupakan secara

eksplisit di sebutkan di Al-Quran, yakni berkaitan dengan penentuan arah kiblat (Q.S.

2:115,142,150) dan waktu-waktu sholat (Q.S. 17:6, :30:18). Oleh sebab itu sangat

Page 11: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

4

beralasan mengapa pengembangan peralatan untuk penentuan arah menjadi sangat

menonjol. Sejarah mencatat di bidang Astronomi, cendekiawan Muslim telah menemukan

banyak peralatan untuk menentukan posisi benda-benda langit, navigasi diantaranya oleh

al Khawarismy. Demikian juga peralatan penunjuk waktu, cendekiawan muslim Abdul

Hassan Ali adalah yang pertama melaporkan secara detail bagaimana bekerjanya sistem

penunjukkan waktu dan sistem penanggalan. Arah dan waktu seperti kita ketahui

merupakan satuan besaran yang sangat penting di dalam fisika, terutama dalam

eksperimen fisika. Penutup pada bagian ini dapatlah ditarik pelajaran, bahwa penguasaan

bidang fisika eksperimen yang ditunjukkan oleh cedekiawan Muslim pada beberapa

dekade yang lalu karena mereka mendalami secara utuh ilmu yang terkandung di dalam Al

Qur’an dan berusaha untuk dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini sangat sesuai dengan fisika yang mengandalkan pada unsur logika, eksperimen dan

analisa serta perumusan terhadap fenomena yang diamati.

IV. Perkembangan Fisika

Penelusuran mengenai perkembangan awal Fisika di Indonesia cukup sulit. Banyak

alasan mengapa kita sulit menemukan literatur tersebut diantaranya sudah menjadi

pengetahuan umum bahwa kita sangat malas untuk menulis, apalagi materi yang akan

ditulis cukup meminta pemikiran. Selain itu Fisika dan juga ilmu-ilmu dasar lainnya belum

menjadi primadona di banding bidang ilmu keteknikan dan lainnya. Di awal tahun ’80-an

untuk menarik siswa berprestasi untuk masuk ke jurusan IPA (ITB,UI,UGM) harus

diimingi dengan tanpa tes masuk serta diberikan beasiswa jurusan langka (BJLK). Baru

pada tahun ‘90-an diawali oleh kebijakan Menristek (Prof. Dr. B.J. Habibie) untuk

menyiapkan tenaga profesional dengan pemberian beasiswa untuk belajar keluar negeri

dari S1 hingga S3, jumlah peminat di bidang ilmu dasar meningkat. Hal ini bersamaan

dikembangkannya kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(PUSPIPTEK), Serpong. Di kawasan PUSPIPTEK ini terdapat lembaga penelitian seperti

Batan, LIPI, BBPT, Pusarpedal, yang membutuhkan banyak tenaga profesional.

Beberapa waktu yang lalu pada suatu media cetak nasional dilansir bahwa data

publikasi ilmiah ilmuwan Indonesia menurut Thomson Scientific (2004) pada jurnal

internasional hanya sebanyak 522 jauh di bawah Malaysia mencapai 1.428, Thailand

(2.397) dan Singapura (5.781). Dari jumlah tersebut yang terkait dengan penelitian fisika

akan lebih kecil lagi. Hal ini juga terkait dengan masih rendahnya alokasi dana Pemerintah

Page 12: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

5

untuk riset, dana R&D untuk tahun anggaran 2010 hanya sebesar Rp1,9 T. Bandingkan

dengan dana-dana riset perguruan tinggi di Inggris (lihat Tabel).

Alokasi dana yang rendah tentunya akan sangat berpengaruh pada luaran dari hasil

penelitian.

Perkembangan yang pesat di bidang nanoscience dan nanotechnology, tidak terlepas

dari tersedianya sistem peralatan untuk proses sintesis dan karakterisasi bahan. Untuk uji

dan karakterisasi bahan dalam skala nanometer (10-9

m) dibutuhkan sistem peralatan

dengan keakurasian yang tinggi. Sifat-sifat fisika, kimia, kelistrikan dan kemagnetan bahan

dalam ukuran nanometer dapat jauh berbeda di bandingkan bahan yang sama dalam

ukuran yang besar (bulk). Jumlah fraksi atom dipermukaan untuk bahan dalam ukuran

nano jauh lebih besar dari atom-atom di bagian dalam. Oleh sebab tiu bahan nanostruktur

sangat reaktif. Perbandingan benda dilihat dari ukurannya terlihat pada Gambar 1.

Page 13: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

6

Penelaahan tentang mekanisme interaksi yang terjadi di dalam bahan dalam ukuran

nano juga berbeda untuk bahan dalam ukuran bulk. Interaksi yang terbentuk sangat

mungkin melebihi sistem jarak interatomic. Sebagai contoh, peningkatan nilai koersivitas

magnet (Hci) yang sangat tinggi dalam bahan nanomagnetic tidak memadai dengan

menggunakan teori yang telah dikebangkan oleh Stoner-Wohlfarth [7].

Pada waktu ke depan perkembangan penelitian ke arah nanoscience dan nanotechnology

sudah mulai masuk ke dalam tahap implementasi. Dengan demikian kerjasama antar

beberbagai disiplin keilmuan sangat dibutuhkan. Sebagai contoh, penggunaan bahan

partikel nano magnet untuk tujuan aplikasi medis [8,9].

Metode wet chemistry banyak digunakan untuk memperoleh partikel nano magnet,

dalam ukuran skala nanometer dengan bentuk yang seragam. Bagaimana mengontrol

mekanisme reaksi agar diperoleh hasil akhir yang optimal, maka pengetahuan kimia sangat

dibutuhkan, lihat Gambar 2. Namun untuk memahami sifat bahan partikel nano magnet

diperlukan penjelasan dari sudut fisika, lihat Gbr. 3 .

Gambar 1. Perbandingan ukuran partikel nano

dengan sel biologi [6]

Gambar 2. Partikel nano

magnet Fe3O4 hasil proses

presipitasi [9]

Gambar 3. Kurva hysteresis

magnet partikel nano magnet

Fe3O4 hasil proses presipitasi [9]

Page 14: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

7

Apabila partikel nano magnet tersebut akan digunakan sebagai contras agent untuk

diagnosa bagian dari tubuh yang terserang tumor, dengan menggunakan metoda Magnetic

Resonance Imaging (MRI), maka partikel magnet tersebut haruslah diusahakan tidak

menggumpal. Proses penggumpalan pada bahan magnet ini, dapat disebabkan gaya

elektrostatik. Untuk itu dibutuhkan bahan pembungkus partikel sehingga terbentuk sistem

ferro fluid yang stabil. Bahan pembungkus ini juga haruslah dapat diterima oleh sistem

tubuh, kalau tidak akan diterjemahkan sebagai benda asing oleh sistem pertahanan tubuh

ataupun bersifat racun. Untuk ini diperlukan pengetahuan ilmu kedokteran dan farmasi,

lihat Gbr. 4

Pemanfaatan partikel nano magnet sebagai contrast agent ternyata memberikan

perbaikan pada citra dari hasil scan menggunakan MRI. Hal ini dapat diperoleh dengan

memberikan pengaruh terhadap waktu relaksasi magnetisasi mikroskopik ( T1 dan atau T2)

dari proton (H) dalam medan magnet (B), setelah mendapat diekspos dengan gelombang

RF [13]. Keuntungan lain dalam pemanfaatan bahan partikel nano magnet untuk tujuan

medis selain pada tahap diagnosa juga pada tahap terapi. Pada permukaan bahan partikel

nano magnet dapat dicangkokkan senyawa kimia lain yang berfungsi untuk

menyembuhkan sel-sel yang rusak (drug delivery), karena bahan bersifat magnet maka

obat yang dimasukkan dapat diarahkan hanya pada sel-sel tubuh yang tidak sehat saja.

Sehingga metode terapi menggunakan bahan partikel nano magnet ini menjadi lebih

efisien dibandingkan dengan metode chemotraphy, karena efek samping dari terapi yang

digunakan menjadi sangat terbatas. Sehingga pada saat ini proses fungsionalisasi

Page 15: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

8

permukaan partikel nano merupakan salah satu topik yang banyak dibahas. Kombinasi

berbagai gugus fungsional yang dicangkokkan pada permukaan partikel nano magnet,

menyebabkan bahan ini dapat berfungsi sekaligus sebagai sensor, bioctalysis, targeted

infection, magnetic resonance imaging, drug delivery dsb.[14], lihat Gambar 6.

Seperti terlihat pada Gbr. 2 dan 3, partikel nano magnet bersifat superparamagnetik

artinya bahan ini akan bersifat magnet hanya selama dibawah pengaruh medan magnet

luar. Dalam ukuran nanometer, bahan magnet dapat mendekati kondisi domain tunggal.

Pada keadaan demikian momen magnet partikel secara keseluruhan bebas untuk bergerak

di bawah pengaruh termal, namun momen magnet atom secara individual tetap dalam

keadaan relatif teratur satu sama lain [15]. Fenomena superparamagnetik yang terbentuk

pada bahan magnet dalam ukuran nanometer (domain tunggal) dapat dijelaskan dengan

model Néel-Brown yang secara eksperimen teramati bahwa pembalikan magnetisasi

(magnetization reversal) terjadi bila energi termal aktivasi lebih besar dari energi ambang

yang dibutuhkan untuk pembalikan spin momen magnet, dimana energi aktivasi secara

eksperimen terukur sama dengan volume partikel dalam rentang 15-30 nm [16]. Namun

dalam pemanfaatan bahan superparamagnet untuk tujuan medis, paramater yang penting

dipertimbangkan adalah waktu relaksasi, τ dari magnetisasi total partikel terhadap waktu

pengamatan τm

. Apabila τ « τm

maka partikel nampak seolah-olah bersifat paramagnet. Jika

τ » τm

pembalikan momen spin magnet terlihat lambat sehingga nampak seakan-akan

dalam keadaan statis. Oleh sebab itu dalam banyak eksperimen τm

dipilih sekitar 102

detik

untuk magnetisasi menggunakan DC dan 10-1

-10-5

detik untuk suseptibilitas AC [8].

Magnetisasi setiap bahan ferromagnet, antiferromagnet, termasuk ferrimagnetik

dapat berubah terhadap pengaruh medan magnet luar (applied field), mengikuti suatu

bentuk loop tertutup (M-H) berupa kurva histeresis. Untuk itu dibutuhkan energi yang

Page 16: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

9

cukup untuk menggerakkan domain wall, yang berasal dari anisotopi intrinsik dan

ketidakteraturan struktur mikro serta batas butir di dalam bahan. Besar energi yang berasal

dari medan magnetisasi ini tercermin dari luas daerah yang dibatasi oleh kurva histeresis.

Oleh sebab itu apabila pada bahan ferromagnet ataupun ferrimagnet dikenakan suatu

medan magnet yang bervariasi terhadap waktu, maka energi yang diterima bahan magnet

ini akan diubah menjadi suatu energi termal. Energi termal dapat berasal dari a) magnetic

losses terkait pergerakan domain wall (di dalam sistem multi-domain particles) yang

disebut Néel losses; dan b) energy loss akibat rotasi mekanik partikel, melawan gaya

viscous dari media cairan (Brown losses) [17,18].

Prinsip bahwa energi magnet dapat diubah menjadi energi termal ini yang kemudian

dimanfaatkan dalam terapi medik dengan perlakuan hyperthermia. Disini partikel nano

magnet diarahkan pada bagian tubuh yang terserang tumor, kemudian secara eksternal

diberikan medan magnet bolak-balik. Energi termal yang dihasilkan dapat mencapai suhu

yang cukup untuk menghentikan pertumbuhan sel-sel tumor [19]. Metode hyperthermia ini

lebih baik dibandingkan dengan menggunakan teknik penyinaran menggunakan

radioisotop, karena partikel magnet hanya terlokalisasi pada tumor, lihat Gbr.7

Modifikasi permukaan partikel nano magnet

dengan komponen bahan yang dapat berinteraksi

secara spesifik terhadap sel biologis, memberikan

kemungkinan untuk dapat memisahkan sel-sel

yang terinfeksi di dalam cairan tubuh dengan

metode separasi. Partikel nano magnet yang telah

dimodifikasi permukaannya dengan gugus

molekul yang dapat mengikat sel-sel yang

terinfeksi dapat dipisahkan dari sel-sel yang

masih sehat. Metode ini sangat efisien karena

partikel magnet ini dapat digunakan kembali setelah dilakukan pencucian.

Pemisahan sel terinfeksi dengan sistem penyaringan mekanik dipandang kurang praktis

dan mahal. Karena saringan akan sangat sulit untuk dibersihkan dan sangat mudah rusak,

lihat Gambar 8 [8].

Page 17: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

10

Sistem separator magnet ini juga dapat

digunakan untuk memisahkan unsur polutan dari

limbah cair dari industri, misalnya limbah industri

tekstil yang banyak mengandung zat warna,

electroplatting yang banyak mengandung logam,

bahkan dapat juga digunakan untuk pengambilan

kembali unsur-unsur logam berharga hasil proses

penambangan. Hal ini dilakukan dengan

memodifikasi permukaan nano partikel magnet

dengan bahan yang bersifat adsorbent [20].

Prinsip fisika dalam bidang magnet dapat terlihat juga dalam proses penyerapan

gelombang elektromagnet dalam banhan anti RADAR. Penyerapan/pelemahan energi

gelombang pendek berkaitan dengan dielectric loss

dan/ atau magnetic loss dari bahan absorber. Dielectric

loss berhubungan dengan komponen imajiner dari

permitivitas kompleks terkait medan listrik, E dan

magnetic loss terdapat pada komponen imajiner

permeablitas dan terkait dengan medan magnetik, H.

Oleh sebab itu bahan penyerap gelombang pendek

yang baik adalah yang mempunyai permeabilitas

magnet dan konstanta dielektrik yang tinggi. Hal ini

dapat ditempuh dengan membuat suatu susunan lapisan

Page 18: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

11

ferro atau ferrimagnet di atas bahan bersifat konduktor atau berupa sistem komposit,

seperti terdapat pada pesawat tempur AS, stealth. Sistem absorbsi yang mengandalkan

dielectric loss umumnya tebal, dan bersifat penghantar listrik. Sehingga berpotensi

menyebabkan hubungan pendek bila ditempatkan dekat rangkaian RF, radio frequency.

Sedangkan bahan absorber magnet lebih tipis karena kompoen riil dari permitivitas dan

permeabilitasnya yang tinggi. Bahan ferromagnet atau ferrimagnet yang mempunyai

damping factor (α) dan saturasi magnet (Ms) yang besar dapat berfungsi sebagai absorber

yang baik, sesuai dengan model magnetisasi Landau-Lifshitz-Gilbert (LLG)[210].

Penerapan prinsip-prinsip fisika yang spektakuler adalah dalam usaha mewujudkan

pembangkit energi dengan fusi nuklir. Beberapa data menunjukkan bahwa persediaan

energi dunia berasal dari bahan bakar fosil total (minyak bumi, gas, batu bara) paling lama

220 tahun, itupun tergantung pada

perkembangan kebutuhan dunia yang saat ini

terus meningkat. Sehingga persediaan energi

sangat mungkin semakin pendek. Oleh sebab

itu sumber energi alternatif merupakan

jaminan itu untuk keberlangsungan umat

manusia. Fusi nuklir merupakan solusi yang

ideal, karena besarnya energi yang dapat

dihasilkan dan tanpa effek lingkungan.

Sebagai contoh untuk mendapatkan listrik 1

GW/hari maka PLTB mengkonsumsi batu bara 10.000 ton/hari, sedangkan untuk fusi

nuklir hanya membutuhkan 1 kg (D+T)/hari [21]. Peranan magnet dalam sistem fusi nuklir

ini, adalah bagaimana mengungkung plasma yang merupakan partikel bermuatan dengan

suhu > 108

_C tidak menabrak dinding akselerator [24]. Medan magnet ditimbulkan dari

suatu lilitan kawat high temperature superkonduktor (HTS) seperti Bi-Sr-Cu-Ca-O (Bi-

2223) yang didinginkan dengan Helium. Untuk menjaga sistem plasma tetap dengan

kerapatan dan suhu tinggi, maka konfigurasi medan magnet di sekeliling plasma

merupakan kombinasi medan magnet toroidal (toroidal magnetic field ) dan juga medan

magnet helicoidal. Besar medan magnet yang ditimbulkan oleh sistem lilitan HTS ini

adalah sekitar ≈ 13 Tesla, dengan berat total HTS sekitar 500 kg untuk sistem yang di

bangun di Massachusetts Institute of Technology (MIT) [25,26].

Page 19: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

12

V. Fisika dalam Kehidupan Sehari-Hari

Seperti telah disinggung di depan, dari sejak zaman Yunani kuno fisika sudah mulai

di ekspolarasi secara intensif. Karena dengan fisika kita dapat memahami bagaimana

bekerjanya alam disekitar kita dan kemudian menyusun faktor-faktor berpengaruh dan

kemudian memformulasikannya untuk menopang kehidupan. Pemahaman yang mendalam

seperti ini dituangkan oleh Eric Drexler dan Chris Peterson [27] dalam bukunya

“Unbounding the Future : the Nanotechnology Revolution”, menggambarkan bagaimana

teknologi saat ini sangat tidak efisien dan merusak keseimbangan ekosistem dibandingkan

dengan bagaimana sistem molecular mechines yang bekerja di dalam tumbuh-tumbuhan

yang demikian presisi memproduksi bahagian dari tumbuh-tumbuhan seperti kayu, daun

(mungkin saja bunga dan buah), memanfaatkan sumber alam (mineral, sinar matahari)

tanpa menghasilkan limbah. Efisiensi yang sangat tinggi terbukti dengan produk yang

dihasilkan mempunyai harga yang sangat murah dengan rasa, warna, dan ukuran ideal

sesuai struktur tumbuh-tumbuhan. Pemahaman yang mendalam sampai tingkat molecular,

menurut Drexler akan mendorong revolusi teknologi dimasa depan. Ini merupakan

tantangan.!!

Sebagai contoh mungkin kita semua mengetahui

tanaman semak ‘Putri Malu’ (Mimosa pudica) yang

bereaksi jika mendapat gangguan dari luar. Namun sampai

sekarang belum banyak dipahami orang bagaimana

mekanisme tanaman tersebut dapat mengenali ‘shock

mechanic’ yang diberikan, bagaimana mekanisme kerja

‘sensor’ di dalam tumbuhan tersebut bekerja dan apakah

ada pusat kendali yang mengolah informasi yang masuk,

masih belum diketahui dengan baik!!! Beberapa penelitian yang telah dilakukan masih

terbatas pada senyawa kimia yang terdapat di dalam tumbuhan ini [28]. Namun bagaimana

sistem biomolecular di dalam tumbuhan ini bekerja untuk mengatisipasi respons luar

masih dalam perdebatan. Mekanisme gerak motorik yang terdapat pada keluarga Mimosa

pudica, menjadi titik perhatian apakah relevan dengan apa yang disebut molecular

machines oleh Eric Drexler dalam bukunya “Unbounding the Future : the nanotechnology

Revolution” tsb, bagaimana proses penjalaran sinyal dan pemrosesannya ini adalah

fisika!!!

Page 20: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

13

VI. Matematika dan Fisika

Fenomena fisika tidak cukup hanya deskripsikan, namun perlu untuk

diformulasikan. Dalam bentuk formulasi inilah dibutuhkan bahasa matematika. Oleh sebab

itu pemahaman operasi matematika yang berlaku sangat diperlukan apabila agar

penyusunan formula yang dilakukan tidak keliru. Lebih jauh lagi matematika walaupun

bersifat abstrak namun dapat membuka kemungkinan untuk prediksi sesuatu yang belum

dapat dibuktikan karena teknologi untuk itu belum tersedia. Seperti sistem tata surya kita,

secara model matematis diturunkan oleh Copernicus [29], dengan mengambil batasan

bahwa matahari adalah pusat dari sistem. Penjelajahan matematika kadang-kadang

melampaui capaian zamannya, namun menurut Poincaré (29 April 1854 – 17 July 1912)

seorang ahli matematika, fisika teori dan seorang philosopher of science, dari Francis

bahwa setiap model di dalam matematik haruslah berhubungan dengan alam nyata [30].

Lebih jauh lagi, berdasarkan catatan sejarah tentang kemajuan yang telah dicapai Muslim

Arab dengan menterjemahkan abstraksi fenomena fisis dari filsuf Yunani kuno ke dalam

suatu formula berupa rumus-rumus fisika adalah suatu hal yang tidak dapat dipungkiri.

Aljabar (algebra) tidak lain adalah salah satu karya dari Muhammad ibn Mūsā al-

Khwārizmī (780-850) seorang cendikiawan Muslim [31]

VII. Relevansi Fisika dengan Pola Kehidupan Sosial

Karena hukum-hukum fisika bersifat universal, maka apakah fenomena fisika dapat

diberlakukan pada kehidupan sosial manusia. Tinjau bagaimana struktur kristal suatu

bahan, yang secara sederhana seperti terlihat pada Gambar. 14.

Walaupun terdiri dari bermacam-macam atom (warna

berbeda), namun tersusun mengikuti aturan tertentu. Kondisi

seperti ini ekivalen dengan kondisi masyarakat, terdiri dari

berbagai suku, agama, status sosial dsb. Namun apabila semua

tunduk pada aturan hukum yang berlaku maka akan terwujud

suatu kristal harapan yang indah. Namun demikian fisika selalu

tertarik dengan kondisi dinamis, yakni dengan memberikan

gangguan (pertubasi) misalnya menaikkan suhu, substitusi dan intertisi atom atau

memberikan medan (listrik atau magnet), tekanan maupun tarikan. Sebelum hal ini

dilakukan maka haruslah dengan seksama dipahami karakter dari masing-masing atom

atau molekul di dalam struktur kristalnya. Artinya, sebelum ditetapkan suatu kebijakan

menyangkut masyarakat, maka pengambil keputusan sudah melakukan riset yang

Page 21: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

14

mendalam mengenai struktur sosial masyarakatnya. Jika para pemimpin sudah benar-benar

menguasai struktur masyarakatnya, maka tidak perlu ragu-ragu menerapkan kebijakan

yang walaupun pada awalnya menyebabkan kegoncangan sosial. Kondisi demikian

mungkin sangat relevan dengan eksperimen modifikasi sifat bahan magnet hexaferrite,

BaO.6Fe2O

3 dengan metoda hig energy milling [33], lihat Gambar 15 dan 16.

Pada Gambar 15, jelas terlihat bahwa struktur kristal bahan magnet hexaferrite, BaO.

6Fe2O

3 mengalami deformasi namun tidak berupa fasa setelah mendapat perlakuan

mekanik (milling selama 30 jam), terlihat juga sifat magnet setelah milling juga menurun,

Gambar 16. Namun setelah dilakukan re-annealing pada suhu 1000_C/3jam, struktur

kristal kembali tersusun namun dengan ukuran kristalit yang lebih kecil. Terlihat dari

kurva hysteresis sifat magnet bahan hasil re-annealing semakin baik dibandingkan tanpa

perlakuan ditandai oleh nilai koersivitas magnet intrinsik (Hci) meningkat hampir 2 (dua)

kali lebih besar dari bahan tanpa perlakuan.

Dari eksperimen ini mungkin dapat ditarik pelajaran, bahwa kebijakan apapun yang

diambil mungkin pada awalnya akan menyebabkan distorsi dimasyarakat, namun apabila

ada trigger yang tepat maka hasil akhir yang diperoleh akan jauh lebih baik dari kondisi

awal. Parameter apa saja yang berpengaruh dapat ditentukan dengan menganalisa data-data

hasil pengukuran yang dilakukan, menggunakan formulasi yang tepat. Sebagai contoh

untuk kasus ini telah dianalisa dengan menggunakan metoda Jiles-Atherton [34,35], yang

disusun dalam perangkat lunak komputer maka parameter yang berpengaruh dapat

ditentukan. Oleh sebab itu pendekatan fisika mungkin dapat digunakan untuk mencari

solusi dalam mengatasi problema sosial dengan ongkos yang murah dengan parameter

yang terukur, karena fisika juga merupakan bagian dari budaya [36]. Sehingga sebelum

suatu kebijakan besar diterapkan, maka perlu dilakukan terlebih dahulu suatu proses

simulasi dan eksperimen terbatas dan ini adalah salah satu cara fisika dalam mempelajari

fenomena alam semesta.

VIII. Penutup

Pembahasan fisika dalam tulisan ini terasa masih sangat terbatas dan bersifat umum,

karena pembahasan fisika tidak lain adalah membahas bagaimana hubungan antara

manusia dengan alam sekelilingnya. Pemahaman fisika tidak cukup hanya pada tataran

filosofi, namun yang lebih penting lagi adalah implementasinya agar terwujud suatu

tatanan kehidupan yang seimbang dengan alam sekitarnya.

Page 22: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

15

Daftar Pustaka

1. http://en.wikipedia.org/wiki/Hystory_of_physics

2. http://en.wikipedia.org/wiki/causality_(physics)

3. http://en.wikipedia.org/wiki/Archaic_Greece

4. http://en.wikipedia.org/wiki/Aristotelian_physics

5. http://english.islamstory.com/article

6. http://www.pharmainfo.net/reviews/nanomedical-devices-overview

7. Stoner, E. C., and Wohlfarth, E. P., A mechnism of magnetic hysteresis in

heterogeneous alloys, Philos. Trans. R. Soc. London. Ser., A240, 1949

8. Pankhurst,Q.A, Connoly,J.,Jones,S.K.,and Dobson,J., Applications of Magnetic

Nanoparticles in Bio-medicine, J.Phys. D:Appl. Phys.36,2003,R167-R181

9. Pankhurst,Q.A, Thanh,N.K.T., Jones,S.K.,and Dobson, J., Progress Applications of

Magnetic Nano-particles in Biomedicine, J.Phys. D:Appl.Phys.42, (2009) 15pp

10. Grace Tj. Sulungbudi, Mujamilah dan Ridwan, Variasi Komposisi Fe (II)/Fe(III) pada

Proses Sintesis Spion dengan metode Prepitasi, Jurnal Sains Materi Indonesia,volume

8, No. 1, Oktober 2006, hal 31-34

11. Mc Neil, J. Leuk. Biol., 78, pp. 585-594

12. Hyon Bin Na, et al., Advanced Materials, Vol 21, 21,(2009) 2133-2148

13. http://www.biac.duke.edu/education/courses/fall05/fmri/handouts/2005_Week2_Basic

Physics_files/frame.htm

14. Berry, C.C., Progress Functionalisation of Magnetic Nanoparticles for Applications in

Biomedicine, J. Phys. D: Appl. Phys.42(2009) 9pp

15. Willard, M.A., Kurihara, L.K., Carpenter, E.E., Calvin, S., and Harris, V.G.,

Chemically Prepared Magnetic Nanoparticles, International Materials Reviews,

Vol.49,No.3-4(2004) 125-170

16. Wernsdorfer,W.,Bonet Orozco,E., Hasselbach, K.,Benoit,A., Barbara,B., Demoncy,N.,

Loiseu,A., Pascard,H., and Mailly,D., Experimental Evidence of The Neel-Brown

Model of Magnetization Reversal, Physc. Rev. Lettr. Vol. 78, number 9(1997)1791-

1794

17. Andreas Jordan, Regina Scholz, Peter Wust, Horst Fahling, Roland Felix, Magnetic

Fluid Hyperthermia (MFH): Cancer Treatment with AC Magnetic Field Induced

Excitation Biocompatible Superparamagnetic Nanoparticles, J. Magn. Magn. Mater

122(1993)374

Page 23: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

16

18. Hilger,I., Hergt,R., and Kaiser,W.A., Use of Magnetic Nanoparticle Heating in the

Treatment of Breast Cancer, IEE Proc. Nanobiotechnol.,Vol. 152,No. 1,2005,33-39

19. Andreas Jordan, et.al, J. Magn. Mag. Mater.225(2001) 118-126

20. Ridwan dan Azwar Manaf, Riset dan Pengembangan Nanopartikel Magnetik untuk

Pengolahan Limbah Cair, di Presentasikan dalam Seminar Nasional Magnet2009, 11

November 2009.

21. Ramprecht, J.,Sjoberg,D., Biased Magnetic Materials in RAM Applications, Progress

In Electromagnetics Research, PIER 75,2007,85-117

22. Vandenplas, Controlled Magnetic Nuclear Fusion, www.kbr.be/~capas/Propos/

Controlled_Fusion.pdf

23. http://www-fusion-magnetique.cea.fr/gb/accueil/ index.htm

24. Garabedian, P.R., McFadden, G.B., Design of the DEMO Fusion Reactor Following

ITER, J. Res. Natl. Inst. Stand. Technol. 114(2009) 229-236

25. Salisbury, W.W., Scottsdale, Ariz, Magnetic Confinement Nuclear Energy Generator,

US Patent, Number 4,618,470. 1987

26. www.phys.washington.edu/users/sharpe/486/pasko_f.pdf

27. Eric Drexler and Chris Peterson, Unbounding the Future : the Nanotechnology

Revolution, William Morrow and Company, Inc, New York, 1991

28. Minoru Ueda,et al., Int. J. Mol. Sci. (2001),2, 156-164

29. http://scienceworld.wolfram.com/biography/Copernicus.htm

30. http://en.wikipedia.org/wiki/Henri_Poincar%C3%A9

31. http://en.wikipedia.org/wiki/Algebra

32. www.physorg. com/news11433.html

33. Ridwan, Akmal Johan, Mujamilah dan Wisnu AA., Efek High Energy Milling

Terhadap Koersivitas Magnet Intrinsik BaO.6Fe2O

3, Jurnal Sains Materi

Indonesia,volume 7, No. 1, Oktober 2005, hal 37-41

34. Jiles, D.C., and Atherton,D.L., J. Magn.Magn.Mater. 61, 48 (1986)

35. Ridwan, Mujamilah, Johan,A.,The Semi-quantitative Study of Magnetization Process

on Milling and Reannealing of Barium Hexaferrite (BaO.6Fe2O

3), Atom Indonesia

Vol. 35, No.2(2009)105-113

36. Stephan Hartmann and Jurgen Mittelstraβ,Physics-Physics Research : Topics,

Significance and Prospects, (2002), 195-198

Page 24: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

17

RESEARCH ON ANALYTICAL STUDY FOR LOW BETA AND ISOTHERMAL CORONAL MAGNETIC ARCADE TO

PROVIDE INITIAL MHD SIMULATION IN LAPAN WATUKOSEK 2010:

WARNINGS TO HELMET STREAMER FORMATION

Bambang Setiahadi Indonesian National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN)

Watukosek, Gempol P.O. Box 04, Pasuruan 67155 Fax: 0343-851-887. Tel: 0343-851-569

e-mail: [email protected]

Abstract. Analytical algebraic solution is innovated by assuming isothermal solar coronal environment. The magnetohydrostatic balance is entered to the physical differential equation that rely on the plasma pressure gradient and the magnetic Lorentz force in equally balance each other. The solution approaches the solar coronal helmet streamer structure in low height corona. This solution may provide further study for dynamical solar corona and solar activity warnings. Keywords: Analytical expressions, low beta isothermal corona, helmet streamer I. Introduction

The solar corona has physical characteristic such that the magnetic topology and

plasma dynamics meets ideal interactions. This physical situation is kept by high

temperature so that material existing in the corona is only sub-atomic structure inhibited by

protons and electrons. High temperature and sub-atomic material makes the solar corona

behaves as perfect conductor that it is impossible to construct in ground-based laboratory.

Analytical study of solar coronal magnetic field topology is important since this

study provides analytical initial condition for a magnetohydrodynamics numerical

computer simulation (see e.g. Setiahadi, 2005, 2009d) An initial condition of an assumed

initial solar coronal magnetic topology has to be assigned correctly before any coronal

model disturbance is applied in a magnetostatic initial topology.

This paper is not addressed for extensive numerical study; instead it is directed to

discuss analytical efforts to have some algebraic expressions for assumed solar coronal

environment before any eruption may occur in a coronal magnetic topology. Even though,

signs of evolution towards non-equilibrium are also considered as an analytical guide-line

Page 25: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

18

to any possibilities that a coronal magnetic topology may become lost the magnetostatic

equilibrium.

II. Magnetohydrostatic Balance

A magnetohydrostatic environment in solar corona may be constructed from an

equation of magnetohydrodynamics when all dynamical forces are in balanced, or

definitively the equation of magnetohydrodynamic momentum transfer attains zero

condition (see e.g. Setiahadi, 2007) is expressed below,

0)(. 2

GBBPVVVtV (2.1)

Where all symbols in equation (2.1) has their usual standard meanings in

mathematical physic texts. The equation becomes essentially an equation of

magnetohydrostatic differential equation as written below

0)(2

GBBPV (2.2)

Further assumption by considering the magnetostatic solar coronal environment for

a relatively low solar corona, one may ignore the first term in equation (2.2) as follow,

02

V , (2.3)

Since by our assumption, in magnetohydrostatic coronal environment the velocity

vector of plasma motions is approximately zero every where in space under our

consideration.

The next assumption we consider is a relatively low solar coronal height may

further ignore the gravitational stratification in the magnetohydrostatic differential

equation, such that equation (2.3) becomes

0)(

BBP (2.4)

Since the last term of equation (2.2) is approximately zero. The over all structure of

the solar coronal may be represented by magnetohydrostatic balance differential equation

as expressed below,

BBP )( (2.5)

or it may be manipulated to attain the expression below,

Page 26: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

19

BBBBP ..

21 (2.6)

The situation may further simplified by assuming that the coronal structure under

consideration is in isothermal magnetohydrostatic balance, since from ideal gas relation we

have

TP (2.7)

In isothermal solar coronal situation the temperature is assumed constant

everywhere and takes its values to the solar coronal ambient temperature 6102 Kelvin

(or K0 ). So that in a constant temperature one may still have algebraic solutions with

variation on P and in a way that the temperature is kept constant as /PT .

III. Low Beta Corona

Consider next a potential and unsheared arcade evolving in response to changes in

the magnetic flux F , the ambient base pressure 0eP , the ambient temperature eT , and the

footpoint positions of magnetic field lines, as sketched in Figure 1 in the left side. The

magnetic arcade is, in general, in equilibrium under a balance between Lorentz and

pressure forces due to equation (2.5), and has magnetic field components (see e.g.

Setiahadi, 2009a),

)(,,),,( ABxA

yABBB zzyx (3.1)

Which are independent of the coordinate z along the arcade axis, so that equation

(2.5) reduces to the form (e g., Low 1981)

)()(21 22 APAB

dAdA z (3.2)

The familiar solution is

(3.3)

ly

y lxeBB sin0 (3.4)

lyx lxeBB cos0

Page 27: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

20

where

lylxel

BA cos0 (3.5)

The arcade is assumed to be bounded by the magnetic flux surface 0AA , which

meets the base ( 0y ) at 0xx such that

lBAlx

0

00cos (3.6)

The arcade is contained by an ambient isothermal medium with a plasma pressure Hy

e ePP /0

(3.7)

Where

GT

GPH e

(3.8)

is the scale height.

Total pressure balance, the plasma pressure plus magnetic pressure at the interface

( 0AA ) gives

lyHye eBeP 22

0/

0 21 (3.9)

So that

Hl /12 (3.10)

And

200 2

1 BPe (3.11)

For this model the maximum arcade width that is possible is

Hl

x 22 0 (3.12)

Or roughly 6 times the external coronal scale height. Adopting a temperature of 106

K, gives a scale height of 50,000km and a maximum arcade width of 300,000 km .

The height ( 0y ) of the arcade is given by putting 0x x = 0 in equation (3.3) by

000

lyel

BA (3.13)

Page 28: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

21

Or, using equations (3.6) and (3.10) to eliminate 0A and l

H

xe Hy

2cos 0)2/(0 (3.14)

Thus, as 0x increases from 0 to H , the arcade’s height ( 0y )increases from zero to

infinity. We may also inspect the magnetic flux F through the arcade’s base as adopted

below

0

00

00

sinx

Al

BlxdxBF

(3.15)

Or after using equation (3.6) and (3.10) to eliminate 0A and l , we have

0

0

21

2cos

HBF

Hx

(3.16)

Equation (3.16) determines the arcade height and width evolution by three

parameters. First is the magnetic flux-growth F on the base. Second is the external base

pressure 202

10 BPe . Third is the coronal scale-height H .

IV. Evolution Toward Eruption

Suppose that 0eP and H are held constant, while F and the foot point, and

therefore 0x change in such a way that the arcade evolves through a series of equilibriums

of the above form. Then, as F increases from 0 to 02HB , so 0x increases from 0 to H ,

while the arcade height 0y increases from 0 to infinity (see figure 1). Thus, there is a

maximum possible flux 02HBF at which the arcade has erupted to infinity.

A second possibility is to keep H and F fixed, while changing 0eP and 0x . As the

external pressure 0eP decreases from infinity to 220 8/ HFPe ,so 0B decreases from

infinity to HF 2/ , while 0x increases from 0 to H and the arcade height 0y increases

from 0 to infinity. In this case a minimum critical external pressure makes the arcade erupt

to infinity.

Page 29: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

22

A third possibility is to keep 0B and F fixed, but to change the external temperature

eT , and therefore scale height H together with 0x . For large values of H , 0x approaches

infinity like 2/10 )/4( BFH , whereas for H close to 02/ BF , 0x approaches 02/ BF with a

slope of )2( . As H decreases from infinity to 02/ BF , so 0x decreases to 02/ BF and

0y increases from 0 to infinity. Thus, if the external temperature is low enough the arcade

erupts to infinity.

Figure 1: The solar coronal magnetic arcade model in balance and isothermal

environment. The left hand side is the magnetic arcade in potential balance and the right

hand is in magnetohydrostatic balance.

V. Discussions

It is obvious that a solar coronal structure may evolve from initially potential un-

disturbed to a situation that equilibrium may not be attained. Even this study is not

addressed to the evolution approaches the instability condition, but we still arrived natural

situation that instability and eruption may at least will enter the model.

From the solar observation it is obvious that the solar coronal can not be considered

as in magnetostatic for relatively longer time scale. The solar corona is slowly ever

expanding magnetic structure and plasma flow into its surrounding the interplanetary

space.

The structure we have derived may serve as initial and boundary condition for a full

magnetohydrodynamics computer simulation implemented to follow highly non-linear

evolution of solar coronal magnetic structure that erupted due to some model of

disturbance applied in it.

Page 30: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

23

The helmet streamer structure before an escaping of a solar coronal mass ejection

has a magnetic structure similar to the solution in this work as long as the structure is still

low in the corona (see e.g. Setiahadi, 2009b,c). The structure evolves to a cusp type

streamer as slowly growing up and enter higher coronal layer. Warnings to this structure

when entering higher corona is worth since this is the sign of a launch of extensive solar

coronal mass ejection.

References

Low, B.C. (1981), Astronomical Journal, 251, p. 352.

Setiahadi, B. (2005), Simulasi Pembentukan Struktur Helmet Streamer di Lapisan Korona

Matahari, Seminar Nasional Matematika dan Informatika, Universitas Sebelas

Maret Surakarta, p. 337.

Setiahadi, B. (2007), Magnetohydrostatic and Magnetohydrodynamic Structure of

Magnetic Arcade to Study the Solar Coronal Helmet Streamer, SNASTI, p. 214

Setiahadi, B. (2009a), Coronal Magnetic Arcade Dis-Equilibrium as The Cause of Solar

Coronal Mass Ejection, UNPAR, p. 118.

Setiahadi, B. (2009b), Magnetic Topology Dynamics During Solar Flares as Observed at

LAPAN Watukosek, UNPAR, p. 123.

Setiahadi, B. (2009c), Cavity-Produced Acceleration by Magnetic Arcade Eruption on

Two-Ribbon Flare Studied at LAPAN Watukosek 2009, UKSW, p. 182.

Setiahadi, B. (2009d), Numerical Scheme for Non-Linear and Non-LTE MHD

Solar Physics and Astrophysics developed at LAPAN Watukosek 2009, UKSW, p.

189.

Tanya Jawab

Nirva Diana, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Ketika bumi mengalami kenaikan suhu (pemanasan global) maka matahari akan

mengalami perubahan. Perubahan apa yang terjadi?

? Bumi memiliki pelindung (medan magnet) tetapi meengapa benda – benda langit

(meteor) bisa menembus bumi?

Page 31: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

24

Bambang Setiahadi, LAPAN

@ Pemanasan global terjadi karena pelepasan gas rumah kaca (contoh CO2) berlangsung

secara perlahan. Jika berlangsung terus akan terjadi pencairan es di kutub utara

ataupun selatan yang mengakibatkan naiknya muka laut. Efek siklus musim kemarau

atau hujan karena sudut jatuh sinar matahari terhadap bumi.

@ Medan magnet bumi menahan atau menangkis elektron dari matahari. Benda padat

atau meteor tidak dapat ditahan oleh medan magnet bumi.

Teguh Budi Prasetyo, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Bapak tadi makalahnya mengenai matahari. Bagaimana tentang gejala badai matahari

di tahun 2012?

Bambang Setiahadi, LAPAN

@ Badai Matahari melepaskan elektron dan medan magnet. Medan magnet bumi

mempunyai kemampuan menahan Badai Matahari. Tahun 2012 tidak memberikan

efek terhadap kehidupan kita di permukaan bumi.

Page 32: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

25

ANALYSIS OF LARGE MAGNETIC STORMS ASSOCIATED TO SHOCKS IN

SOLAR WIND

L. Muhammad Musafar K.

Division of Applied Geomagnetism and Space Electromagnetism, National Institute of

Aeronautics and Space (LAPAN), Jl. Dr. Djundjunan No. 133, Bandung, 40173

email: [email protected]

Abstract. Magnetic storm is classified into large, intermediate and small storm where it is related with magnitude of Dst (Disturbance Storm Time). This paper describes analysis on three large magnetic storms on April, August and September, 2000 and their relation with shock waves in the interplanetary space. The shock waves were identified by using data of solar wind plasma and interplanetary magnetic field recorded by ACE (Advanced Satellite Explorer) satellite. We observed that duration of expansion phase of magnetic storm depend on duration of southward turning of interplanetary magnetic field and magnitude of a storm maybe depend on shock type of solar wind and energy of particle that injected into Earth’s magnetosphere during the magnetic storm.

Keywords: magnetic storm, interplanetary shock, solar wind, Dst index

I. Introduction

Magnetic storm is a manifestation of ring current growth where the ring current is a

largest magnetic disturbance in Earth’s magnetosphere current system. According to its

strength magnetic storm is classified into small, intermediate and large storm. Strength of

the storm could be measured by using Dst (Disturbance Storm Time) index where the

index were derived from averaging of global magnetic field observed by ground-based

stations that uniform distributed at mid and low latitude. Large, intermediate and small

magnetic storm can be identified according to magnitude of Dst index in the range

between 30 < Dst <50 nT, 50 < Dst <100 nT and > 100 nT, respectively.

Time evolution of a magnetic storm is divided into 3 phases: initial, main and

recovery phase. Initial phase is a period when the storm is initiated until the Dst value

decreased monotonically. Main phase starts at the end of initial phase until the Dst index

reached its minimum value and recovery phase is started when Dst reached it minimum

value until Dst back to its initial value before the storm.

According to its initiation type magnetic storms are distinguished into gradual and

commencement storm. A gradual storm is a storm that associated with high speed

Page 33: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

26

recurrent stream solar wind that origin of coronal hole. While commencement storm is

usually initiated by a storm sudden commencement that associated with solar transient

phenomena such as solar flares that accompanied by coronal mass ejection (CME) and/or

shock in the solar wind. In this paper we analyzed large commencement storm with

magnitude of Dst index larger that 150 nT. Analysis is performed by looking at solar wind

plasma and direction of interplanetary magnetic recorded by ACE (Advanced Satellite

Explorer).

II. Observational Data

To analyzed magnetic storms that associated with shock in the solar wind the Dst

index has been used to identify occurrence of the storms. We selected magnetic storm with

magnitude of Dst index larger that 150 nT during January to December, 2000. Four

magnetic storm has been identified with magnitude larger that 150 nT where the storms

were occurred on April, August and September, 2000. The storm events were selected

according to whether data of solar wind plasma and interplanetary magnetic field recorded

by ACE satellite or not. We only analyzed the large storms if the ACE data of all

parameters of solar wind are available.

Figure 1: Dst Index on April 2000 where red-line represents zero level of Dst index.

Figure 2: Dst Index on August, 2000 where red-line represents zero level of Dst index.

Page 34: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

27

First magnetic storm, is shown in Figure 1, was identified on April 2000. This storm

was initiated by a sudden commencement with magnitude -6 nT at 16:00 UT on 6 April,

2000. Its main phase also was starting at the sudden commencement and the storm reached

its minimum value of Dst is -288 nT at 00:00 UT on 7 April, 2000. Second storm, is

shown in Figure 2 identified on August, 2000. The storm was initiated by sudden

commencement with magnitude -46 nT at 00:00 UT on 12 August, 2000. The minimum

Dst of the storm is -235 nT at 09:00 UT on 12 August, 2000 and the end of its recovery

phase at 00:00 UT on 15 August, 2000. The last storm, is shown in Figure 3, was identified

on September 2000. It is initiated by sudden commencement with magnitude 28 nT at

19:00 UT on 17 September, 2000, reached it minimum -193 nT of Dst at 00:00 UT on 18

September 2000 and the storm end at 00:00 UT on 22 September, 2000.

Figure 3: Dst Index on September, 2000 where red-line represents zero level of Dst index.

III. Analyses and Discussion

First we summarized information which associated to the storms mentioned above

as follow :

Storm SSC (nT) Min. Dst Duration (Hours)

April, 2000 -6 -288 8

August, 2000 -46 -235 9

September, 2000 28 -193 4

Page 35: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

28

Figure 4: Interplanetary magnetic field on 6 April, 2000

The sudden commencement of the first storm was associated with shock of solar

wind at 16:00 UT as shown in Figure 4 and 5. The shock of solar wind plasma was

identified as fast-shock (Musafar, L. M., 2010a; Musafar, L. M., 2010b). The

interplanetary of magnetic field orientation during expansion phase of the storm are in

southward during 16:00 to 23:30 UT on 6 April 2000. This means that reconnection

between interplanetary magnetic field and magnetosphere was effective during in the

period where high speed and energetic of solar wind was injected into the Earth’s

magnetosphere.

Page 36: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

29

Figure 5: Plasma parameters of solar wind on 6 April, 2000

Second storm was associated with two shocks in the solar wind at 01:30 and 04:50

UT on 12 August 2000, as shown in Figure. The first shock is called as fast shock where it

is characterized with increasing of temperature, velocity and magnetic field but decreasing

of density of proton. While, second shock is a slow-shock where all parameters of solar

wind plasma were decreased except interplanetary magnetic field. After the first shock the

Bz component of interplanetary magnetic field were in southward direction as well as after

the second shock. Long duration of southward interplanetary magnetic field support for

entry of amount high energy particles injected into magnetosphere then caused ring current

to grow. The development of magnetic storm also supported by interplanetary coronal

mass ejection (ICME) that reach Earth’s magnetic field after the second shock. The ICME

was characterized by low temperature of proton after the second shock during 05:10 to

24:00 UT on 12 August, 2000. The presence of this ICME and longer duration of Bz in

southward could be a reason why the storm on August was longer than on April, 2000

even magnitude of Dst on April larger that on August, 2000.

Page 37: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

30

Figure 6: Interplanetary magnetic field on 12 August, 2000.

Figure 7: Plasma parameters of solar wind on 12 August, 2000.

Page 38: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

31

Figure 8: Interplanetary magnetic field on 17 September, 2000.

Figure 9: Plasma parameters of solar wind on 17 September, 2000.

The third storm was initiated by fast shock of solar wind where all parameters of

plasma were increased, as shown in Figure 8 and 9. After the shock, Bz component of

interplanetary magnetic field were in southward direction during 19:00 to 21:30 UT on 17

September, 2000 or in other word the main phase of third storm associated with southward

Page 39: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

32

turning of Bz-component of interplanetary magnetic field during about 2h:30min. This

caused duration of expansion phase of the magnetic storm about 4 hours.

By comparing duration of southward turning of Bz-component that associated to the

magnetic storms, the storm on August associated with longest duration of southward and

storm on September associated with shortest duration of southward orientation of

interplanetary magnetic field. This is the reason why the third storm has smallest

magnitude of Dst between the storms. Why the first storm has magnitude larger than

second storm even its southward orientation of interplanetary magnetic field shorter than

second storm? This maybe associated with the type of shock that initiated of the storm, as

well as the particles of solar wind plasma that associated with the first storm were more

energetic than that associated with the second storm. As shown in Figure 5 for storm on

April and in Figure 7 for storm on August, 2000 the proton temperature that associated

with first storm were higher that second storm, as well as their density as shown in Figure

6 and 8 for storm on April and August, respectively.

IV. Concluding Remarks

Three magnetic storms that occurred on April, August and September, 2000 has

been analyzed. The storm (i) on April with magnitude -288 nT was initiated by fast shock

with duration expansion phase about 8 hours, (ii) on August with magnitude -235 nT was

initiated by fast shock then followed by slow shock and its expansion phase during 9 hours

and (iii) on September, 2000 with magnitude -193 nT was initiated by fast shock and its

expansion phase during 4 hours. Duration of expansion phase of the storms were depend to

how long Bz-component of interplanetary magnetic field turning into southward and

magnitude of storm depend on the energy of solar wind that injected into Earth’s

magnetosphere.

References

Musafar, L. M., 2010a, Methods for Identifying Discontinuity and Shock Wave in the

Solar Wind, Seminar Nasional HFI, Universitas Diponegoro, Semarang, 10 April

2010.

Musafar, L. M., 2010b, Awan Magnetic Tanggal 6-10 April 2000 dan Pengaruhnya

terhadap Medan Magnet Bumi, Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Sains,

Universitas Sebelas Maret, 8 Juni 2010.

Page 40: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

33

Tanya Jawab

Teguh Budi Prasetyo, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Apakah siklus badai matahari mempunyai rentang waktu dan apakah posisi matahari

berpengaruh dalam peristiwa badai matahari itu sendiri.

L. Muhammad Musafar K, LAPAN

@ Badai magnet dibedakan menjadi dua yaitu badai Gradual dan badai Commencement.

Badai Gradual terjadi karena pengaruh partikel matahari yang berasal dari lubang

korona. Badai ini terjadi dengan periodisitas tertentu mengikuti pola rotasi dan siklus

matahari sedangkan badai Commencement terjadi karena peristiwa transien di

matahari seperti lontaran massa korona. Badai Gradual umumnya memiliki kekuatan

kecil.

Purnomo Hadi Santoso – UAD

? Bagaimanakah goncangan dari badai matahari bergantung pada berbagai panjang

gelombang dan berbagai kaitannya dengan terjadinya gempa dan akan bagaimana

kerja ataupun keadaan magnetnya.

L. Muhammad Musafar K, LAPAN

@ Badai matahari menghasilkan atau melontarkan partikel bermuatan energi tinggi yang

bergerak dengan kelajuan tinggi dan membawa medan magnet kuat. Ketika partikel

tersebut menuju ruang antar planet dan bertemu dengan aliran berkelajuan rendah

maka terjadi shock. Hingga saat ini belum terpikirkan gagasan untuk menyelidiki

hitungan peristiwa shock dan gempa bumi. Angin Surya menyebabkan aliran arus

listrik di lingkungan bumi, tetapi terlalu kecil atau lemah untuk menggerakkan

lempeng bumi.

Page 41: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

34

EFFECTS OF FAST FORWARD SHOCKS TO THE LOW LATITUDE

MAGNETIC FIELD VARIATIONS

L. Muhammad Musafar K.

Division of Applied Geomagnetism and Space Electromagnetism, National Institute of

Aeronautics and Space (LAPAN), Jl. Dr. Djundjunan No. 133, Bandung, 40173

email: [email protected]

Abstract. Fast forward shock is governed by conditions where all plasma parameter such as density and temperature of proton, speed of solar wind and interplanetary magnetic field have positive jump from downstream to upstream side of the shock. In this paper we analyzed effects of fast forward shock on 11 January, 2000 to the low-latitude magnetic field variations. We used solar wind plasma parameters and magnetic field recorded by ACE (Advanced Satellite Explorer) satellite and SYM-H index or magnetic field variation recorded by ground-based magnetometer at Biak (BIK) during 2000. We observed positive sudden impulse in the low latitude magnetic field variation that associated by the fast-forward shock.

Keywords: Fast-Forward Shock, Solar Wind, Magnetic Field, Positive Sudden Impulse

I. Introduction

The magnetopause is the boundary that separates the region of space where plasmas

are dominated by the Earth’s magnetic field (the magnetosphere) from the region where

the interplanetary magnetic field (IMF) predominates. This interface contains a current

sheet or the Chapman-Ferraro current (Nishida, 1978; Russell, 1990). The magnetopause

position is determined through a pressure balance. The solar wind dynamic pressure is

balanced by the geomagnetic field pressure at the magnetopause location.

Interplanetary shocks are observed as sudden variations in solar wind plasma and

magnetic fields. They occur when the relative difference between a fast solar wind stream

and the slow, background solar wind stream is higher than the solar wind

magnetohydrodynamics (MHD) characteristic speed – magnetosonic (Burgess, 1995;

Echer et al., 2003). When the disturbance has a larger velocity than the fast mode MHD

wave, a fast shock can be formed. Shock can be of the forward type, propagation away

from the Sun (Gosling et al., 1990; Burlaga, 1995). In this paper we will describe effect of

fast forward shock to Earth magnetic field by analyzing magnetic field variation recorded

by low-latitude magnetometer.

Page 42: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

35

II. Observational Data and Methods

Dalam studi ini digunakan data plasma angin surya dan medan magnet antar planet

hasil rekaman satelit ACE. Data plasma angin surya diukur dalam koordinat GSE meliputi

temperatur dan kerapatan plasma serta kecepatan proton. Instrumen SWEPAM yang

dipasang pada satelit ACE mengukur tiga komponen kecepatan yaitu dalam arah X, Y dan

Z. Sumbu X terletak pada garis penghubung matahari-Bumi, sumbu Y tegak lurus terhadap

sumbu-X dan terletak pada bidang ekliptik matahahari sedangkan sumbu-Z ortogonal

terhadap bidang ekliptik dan mengikuti aturan tangan-kanan, sebagaimana ditunjukkan

dalam Gambar 1.

Figure 1. Definition of the GSE (Geocentric Solar Ecliptic) coordinate system and the

angles theta and phi with respect to Sun and Earth

The interplanetary magnetic field is measured in nT with time resolution 1-second

and plasma parameters such as density, temperature and velocity are measured in number

of particle per cm3, Kelvin and km/second, respectively with time sampling 64-seconds.

We extracted 1-minute resolution of each parameter of solar wind plasma and

interplanetary magnetic field by averaging the data for 1-minute segment.

To analyzed the effect shock in the solar wind to the Earth’s magnetic field we also

used SYM-H data that represent magnetic field at mid-latitude as well as magnetic field

variation recorded by ground-based magnetometer at Biak station at low-latitude of

geomagnetic. The SYM-H has time-resolution 1-minute. Magnetic field recorded at Biak

Page 43: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

36

with resolution 1-second, thus we extracted 1-minute data with same procedure as

described above.

III. Discussions

Shock in the solar wind plasma occurs when supersonic flow comes into subsonic

flow. Type of shock depends to changing of the plasma parameters from downstream to

upstream side of the shock (Musafar, 2010). Fast-forward shock in the plasma of solar

wind is governed by conditions where speed, density, temperature of plasma and its

magnetic field increased from downstream side and upstream side of the shock.

Figure 2. Fast-forward shock on 11 January, 2000 that observed from solar wind plasma

recorded by ACE.

Page 44: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

37

During 11 January, 2000 we observed condition of solar wind which appropriate for

fast-forward shock as shown in Figure 2. From top to bottom panels represent thermal

speed of particles, proton temperature, proton density and total magnetic field,

respectively. The data are plotted in the UT (Universal Time) during 13:00 to 15:00. On

13:38 UT as shown by red-vertical line in the figure we observed there are sharp

increasing of all solar wind parameters where it is associated to fast-forward shock as

mentioned above.

Post the shock of plasma position of ACE satellite in the GSE coordinate system is

(1513616.25, 189398.70, 60380.04) km where it is measured from center of the Earth. And

velocity of particle is (445.78964, -445.19843, -4.47019) km/second. The position of ACE

satellite is illustrated in Figure 3. By approximating that speed of particles or shock

propagation to the ground is linear we approximate its time propagation to reach the

ground about 56.3 minutes where the radius of Earth is taken 6700 km in the calculation.

Figure 3. Illustration of ACE Satellite position.

Figure 4. SYM-H index on 11 January, 2000

Page 45: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

38

Figure 5. Magnetic field variation recorded at BIK stations on 11 January, 2000

From SYM-H index that associated with the fast-forward shock we observed an

increasing of magnetic field variation and then, it is called as positive sudden impulse at

14:26 UT as indicated by arrow in Figure 4. As well, in the low latitude the positive

sudden impulse were observed in H-component of magnetic field variation at BIK station

on 14:26 as indicated by arrow in Figure 5. The positive sudden impulse due to forward

shocks occurs as a result of the compressed magnetosphere and intensified magnetopause

current, which cause a positive variation in the magnetic field observed at ground level.

The delay time between fast-forward shock in solar wind and the positive sudden impulse

in SYM-H and magnetic field variation recorded at BIK station about 48 minutes. Thus,

difference between linear-approximation of shock propagation to the ground and delay

time of the shock to positive sudden impulse are about 8 minutes. This could be interpreted

that there was an acceleration of solar wind due to the fast-forward shock. This maybe be

associated to compression of Earth’s magnetosphere caused by the fast-forward shock.

IV. Concluding Remarks

We analyzed a fast-forward shock on 11 January, 2000 by using solar wind plasma

and magnetic field recorded by ACE satellite. An increasing in all parameters of solar

wind and interplanetary magnetic at upstream to downstream which associated to the

shock. Effect of fast-forward shock to the Earth magnetic field at the ground was observed

as positive sudden impulse at low-latitude magnetic field variation.

Time propagation of the shock from interplanetary space to ground that estimated

by using linear speed approximation is about 56.3 minutes. However, delay time between

the shock of solar wind in interplanetary space and time rise of sudden impulse that

recorded at low-latitude is about 48 minutes. This means that there was particles

Page 46: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

39

acceleration associated with the fast-forward shock during compression of the Earth’s

magnetosphere.

Acknowledgment

I always acknowledge Prof. Kiyohumi Yumoto who setup ground-based magnetometer at

BIK stations. Also thanks to ACE Team and WDC Kyoto for data sharing.

REFERENCES

Burgess, D.,. Collisionless Shocks. In: Kivelson, M. G. & Russell, C. T. (Ed.).

Introduction to Space Physics. Cambridge, University Press, 129–163.

Burlaga, L. F., 1995, Interplanetary Magnetohydrodynamics, Oxford University

Press, New York. 250 pp.

Gosling, J. T., Bame, S. J., McComas D. J. & Phillips, J. L. 1990. Coronal mass

ejections and large geomagnetic storms, Geophys. Res. Lett., 17: 901–904.

Iyemori, T., Araki, T., Kamei, T. & Takeda, M, 1999, Mid-latitude geomagnetic

indices ASY and SYM. Data analysis center for geomagnetism and space

magnetism. Graduate School of Science, Kyoto University, October 19, 2005.

Nishida, A. A., 1978, Geomagnetic diagnosis of the Magnetosphere, Physics and

Chemistry in Space, V. 9, Springer-Verlag, New York. 256 pp.

Russell, C. T., 1990, The magnetopause, in AGU Geophysical Monograph, 58: 439–

453.

Page 47: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

40

EXTRACTION OF SUNSPOT GROUPS FROM THE SOHO FULL-DISK IMAGES

TO STUDY SUNSPOT ACTIVITY

Bachtiar Anwar

Division of Solar Physics and Space Environment

National Institutes of Aeronautic and Space (LAPAN)

E-mail: [email protected]

Abstract. Sunspot groups are intersection of magnetic flux tubes with the photosphere. The dark appearance of sunspot groups resembles a lower temperature compared to the surrounding photosphere. The magnetic field of sunspot groups is the source of energy which it is eventually released suddenly as an explosion at the Sun, namely flare or coronal mass ejection (CME). In order to study the evolution of sunspot group, a utility program has been developed using Interactive Data Language (IDL) to extract the sunspot groups automatically based on the SOHO/MDI observations. To achieve this task, Join USAF/NOAA Solar Region Summary is used to obtain the locations of sunspot groups in daily basis. Based on this position, the sequence of sunspot groups are extracted partially from the full-disk images taken by SOHO/MDI. The extraction methods are applied to active region NOAA 10242 during period of January 03 – 11, 2003. It is concluded that activity in NOAA 10242 was caused by magnetic flux emergence that formed Beta-Gamma magnetic type. No large flare was occurred as the size of active region was relatively small.

Key words: sunspot groups, magnetic field, solar flare, coronal mass ejection.

I. Introduction

Dark areas of the Sun or sunspots are intersection of magnetic flux tubes with the

photosphere. They are seen dark as their temperature (4800oK) lower than the surrounding

photosphere (5800oK). Sunspot groups store magnetic energy that eventually will be

released as an explosion namely solar flare. The solar flare suddenly emits an intense

electromagnetic radiation to interplanetary space and toward the Earth. A large flare may

disrupt satellite communication, HF communications using ionosphere and may damage

satellites in orbits [9, 10, 13]. Other solar event that may have great effects on the Earth’s

space environment is coronal mass ejection [1,2,3,4,5].

Sunspot group usually evolves from a single tiny black spot that will gradually

become a pair of sunspots with positive and negative polarities. The size of spots and the

number of spots in group will increase, with additional new spots in between or close to

main sunspots. The magnetic type may also change to a complex one such as ‘delta’

Page 48: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

41

sunspot, where the positive and negative polarities are surrounding the same penumbra.

This is a most critical condition preferable to produce a major solar flare. After reaching

the peak, the sunspot group will gradually decay by decreasing the area and number of

spots, and finally the sunspot disappears.

This work aims to develop some routines in image processing to ease in data

analysis. The methods used are applied to active region NOAA 10242 to study its

evolution and flare occurrences. It is expected that this work will support and improve our

understanding on evolution of active region toward flare. Some flares may be accompanied

with a coronal mass ejection. It is important to know whether flares in NOAA 19242 were

related to CME events or not. CME is magnetized plasma that may threat technologies in

orbits and ground-based facilities as well as human life, understanding this event is very

important [6,7,8, 11,12].

Section 2 explains the observation data used in this work. Methods and data

processing are described in section 3, while the results and discussions are provided in

section 4. Finally, conclusions of this work are given in section 5.

II. Observation Data

The full-disk images from the Michelson Doppler Imager (MDI) aboard Solar and

Heliospheric Observatory (SOHO) are utilized in this work. The images represent the

condition of solar photosphere where dark regions (sunspot groups) can be recognized. To

study the activity of an active region, the images taken by the Extreme-ultraviolet Imaging

Telescope (EIT) are compared with the photospheric data. The activity level of the active

region can be studied from flares list compiled by NOAA. Example of SOHO/MDI

Continuum image and EIT195Å image is shown in Figure 1. The active region to be

extracted and studied its activity is NOAA 10242. The corresponding solar region map

constructed by Mees Solar Observatory based on Join USAF/NOAA solar region summary

is given in Figure 2. On January 03, 2003, the active region was evolved to magnetic type

‘Beta’.

Page 49: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

42

Figure 1. Comparison MDI Continuum (left) and EIT195Å (right) images to show active

region NOAA 10242 (box) in early stage of evolution.

III. Methods and Data Processing

In order to perform extraction of sunspots the following steps have been done:

1. Compile the SOHO/MDI Continuum images from SOHO web site.

2. Compile the data from Join USAF/NOAA observations on solar active regions.

3. Create IDL scripts to read active region summary and store to a structure variable.

4. Extract the date and time of observation and location of sunspot groups.

5. Based on this information, extract the sunspot groups from the first MDI Continuum

image.

6. For other MDI Continuum images taken on the same day, use the observation time to

shift location of active region to the West and extract the sunspot groups.

7. Analyze the activity of sunspot group by comparing the extracted sunspot groups,

corona images and flare occurrences.

Page 50: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

43

Figure 2. Active region map of January 03, 2003, generated by Mees Solar Observatory

based on Joint USAF/NOAA Solar Region Summary.

We have developed IDL scripts to process SOHO images as well as USAF/NOAA

Solar Region Summary. The IDL scripts are used to read MDI and EIT images in GIF or

JPEG format. The date and time of each image are extracted from the filename. Extraction

of sunspot groups from the full-disk MDI images is performed using information in solar

region summary of USAF/NOAA. The extraction of EIT images is conducted manually by

clicking at the center of sunspot group for each full disk images. The size of MDI and EIT

partial images is 128x128 pixels. The partial images are then displayed to study the

morphological changes in photosphere and corona to find its relationship with activity in

NOAA 10242.

IV. Results and Discussions

Active region NOAA 10242 appeared at the East solar limb on January 01, 2003.

Two days later, it was recognized as sunspot of magnetic type ‘Beta’. MDI images of the

active region extracted from the full-disk images are given in Figure 3. In the early stage of

evolution, the leading sunspot (West spot) of the main sunspot was larger than the trailing

(following) sunspot (East spot). Gradually, the following sunspot developed in area

comparable to the leading sunspot. There were magnetic flux emergences in between the

Page 51: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

44

main sunspot. The sunspot evolved to Beta-Gamma on January 05-06 as there was

magnetic flux emergence at the southern region from the main sunspot. The active region

changed to Beta type again on January 07-08. In the following three days, the magnetic

type of NOAA 10242 changed to Beta-Gamma to indicate a more complex magnetic

configuration. The area of sunspot group was not greater than 400 of the solar hemisphere

or categorized as small sunspot group. As the sunspot represent intersection of magnetic

flux with the photosphere, the area of sunspot indicates the magnetic energy. Larger area

means larger magnetic energy.

Solar flare is a process of sudden release of magnetic energy into electromagnetic

radiation from radio to X ray or γ ray. Based on GOES observations of X ray flux, 17

flares from NOAA 10242 were B or C-class, indicating small flares (Table 2). The reason

is that the size of sunspot group was small and therefore its magnetic energy also small. A

complexity of magnetic configuration (Beta-Gamma) caused by magnetic flux emergence

in between or close to the main sunspots leads to triggering the magnetic flux of main

sunspot. Evolution of NOAA 10242 from January 03 – 11, 2003 is given in Table 1.

Example of evolution of NOAA 10242 in EUV is shown in Figures 4. These partial

images are extracted from the full-disk images of size 512x512 pixels. The EIT images

normally were taken more frequent than the MDI images. If an active region evolves

slowly as the case of NOAA 10242, there is no remarkable change in corona over the

active region during a short period of time. With a time cadence of 12 – 30 minutes

between EIT images, it is difficult to find the coronal changes in NOAA 10242. This is

supported by the fact that all flares that occurred in NOAA 10242 were small (B or C-

class).

Page 52: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

45

Figure 3. Sequence of images showing evolution of active region NOAA 10242 based on

extraction of SOHO/MDI Continuum from January 3 at 00:52UT to January 6 at 18:28UT,

2003.

Page 53: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

46

Figure 4. Evolution of active region NOAA 10242 during six hours starting from January

05, 2003 at 14:36UT.

Table 1. Evolution of NOAA 10242 in daily basis from USAF/NOAA Solar Region

Summary.

Date Area McIntosh

Class Magnetic Type

2003-01-03 30 Cso Beta

2003-01-04 90 Dai Beta

2003-01-05 180 Dai Beta-Gamma

2003-01-06 190 Dai Beta-Gamma

2003-01-07 190 Dac Beta

Page 54: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

47

2003-01-08 190 Dac Beta

2003-01-09 370 Dac Beta-Gamma

2003-01-10 370 Dac Beta-Gamma

2003-01-11 190 Dai Beta-Gamma

Table 2. Flare activities in NOAA 10242 from January 03 – 11, 2003.

V. Conclusions

We have described the methods to extract sunspot groups from the full-disk images

taken by SOHO spacecraft. The extracted partial images in Continuum and EUV

wavelengths were compared to find any relationship between magnetic configuration in

photosphere and the changes in corona based on EUV images. Combining with flare

occurrences based on GOES X ray flux, it is concluded that activity in NOAA 10242 was

caused by magnetic flux emergence to form Beta-Gamma magnetic type. The fact that no

large flare of M or X-class seems to be caused by the fact that the active region was never

to evolve to a larger sunspot group such as E or F type in optical class.

Page 55: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

48

ACKNOWLEDGEMENTS

Author acknowledges the use of SOHO data, USAF/NOAA solar region summary

and the flares list from GOES observations. This is a series of studies dedicated to

establish space early warning at LAPAN.

REFERENCES

1. Anwar, B. 2009h Identifying the Source Disturbance of Geomagnetic Storm, Digital

Information & System Conference (DISC), Maranatha Christian University, October

3, 2009, Bandung.

2. Anwar, B. 2009g The Response of Magnetosphere to Coronal Mass Ejection at the

West Solar Limb, SIPTEKGAN, LAPAN, October 11, 2009, Jakarta.

3. Anwar, B. 2009f Analyzing Coronal Mass Ejection of July 10, 2005 and Its Effect on

the Earth’s Magnetosphere, DISC 2009, Maranatha Christian University, October 3,

Bandung.

4. Anwar, B. 2009d Determination of Final Speed of Coronal Mass Ejection, Proc.

National Seminar in Mathematics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,

Surabaya State University (UNESA), June 20, 2009, Surabaya.

5. Anwar, B. 2009c Identifying the Source Region of Coronal Mass Ejection, Proc.

National Seminar in Mathematics and Natural Sciences, Faculty of Mathematics and

Natural Sciences, Satyawacana Christian University (UKSW), June 13, 2009,

Salatiga.

6. Anwar, B. 2009b Automatic Detection of Coronal Mass Ejection, Proc. National

Seminar in Mathematics and Natural Sciences, Faculty of Mathematics and Natural

Sciences, May 16, 2009, Yogyakarta State University, Yogyakarta.

7. Anwar, B. 2009a Monitoring the Sun for Space Weather, Proc. National Seminar in

Education Mathematics (LSM XVII), April 4, 2009, Faculty of Mathematics and

Natural Sciences, Yogyakarta State University.

8. Anwar, B. 2008 Development of Database System for Space Early Warning, Proc.

National Seminar in Science and Technology II, 17-18 November 2008, Lampung

University, p.18.

9. Bothmer, V. and Daglis, I.A. Space Weather, Physics and Effects, Springer-Praxis

Publishing, 2007.

10. Lanzerotti, L.J. Space Weather Effects on Technologies, in “Space Weather”, Song,

P., Singer, H.J. and Siscoe, G.L. (Eds), Geophysical monograph, 125, 2001, p.11.

Page 56: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

49

11. Setiahadi, B. Problems of Equilibria and Instabilities on Solar Coronal Magnetic

Fields and Its Evolution Towards Energetic Energy Liberation: Effect to

Interplanetary Space, Proc. National Seminar in Mathematics, FMIPA UNDIP, 2005,

E1., p.1.

12. Setiahadi, B., Sakurai, T., Miyazaki, H., and Hiei, E. Research on

Magnetohydrodynamic Transport Phenomena in Solar-Terrestrial Space at LAPAN

Watukosek 2006, Proc. National Seminar in Space Science III, 2006, p. 17.

13. Singer, H.J., Heckman, G.R. and Hirman, J.W. Space Weather Forecasting: A Grand

Challenge in “Space Weather”, Song, P., Singer, H.J. and Siscoe, G.L. (Eds),

Geophysical monograph, 125, 2001, p.11

Tanya Jawab

Dwi Wahyu B., Pend. Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Apakah ada dampak buruk yang terjadi dengan adanya sunspot pada matahari untuk

bumi ataupun untuk alam semesta, sebut dan jelaskan!

Bachtiar Anwar, LAPAN :

@ Dampak adanya sunspot yang melepaskan ledakan atau lontaran massa korona adalah

pada teknologi-teknologi di antariksa (satelit) dan teknologi di permukaan bumi

seperti jaringan listrik di kutub-kutub bumi. Dampak ke manusia tidak secara

langsung, misal alat komunikasi terganggu, navigasi pesawat terbang yang melintas

dekat kutub. Dampak untuk alam semesta tidak ada.

Page 57: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

50

STUDI ANALITIK DAN KOMPUTASIONAL KESEGARISAN BENDA-BENDA

TATA SURYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KONDISI FISIS BUMI

Rina Dewi Mayasari1, Ibnu Jihad1, Rafika Sari1,M. Irsyad Ismi2, Irkham Huda3, M.F.

Rosyid4

1 Program Studi Fisika, Jurusan Fisika, FMIPA, UGM

2 Program Studi Matematika, Jurusan Fisika, FMIPA, UGM

3 Program Studi Ilmu Komputer, Jurusan Fisika, FMIPA, UGM

4Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, dan Fisika Matematik, Jurusan Fisika, FMIPA,

UGM

Intisari. Makalah ini membahas kesegarisan benda-benda tata surya. Pembahasan dibedakan atas dua hal, yaitu waktu terjadinya kesegarisan dan pengaruh kesegarisan terhadap kondisi fisis Bumi. Kesegarisan benda-benda tata surya diartikan secara sederhana ketika benda-benda tata surya mengelilingi pusat massa di dalam inti Matahari berada pada posisi segaris membentuk suatu barisan planet. Kesegarisan ini terbagi menjadi dua kondisi, yaitu kesegarisan kuat dan kesegarisan lemah. Dengan tinjauan masalah dua benda, sistem orbit tiap planet mengedari Matahari di tata surya identik dengan sistem orbit Bumi mengedari Matahari. Sistem orbit tiap planet dapat dinyatakan dalam enam unsur orbit Kepleran yang berupa A, e, i, ω, Ω, T. Orbit-orbit planet dinyatakan dengan persamaan Kepler untuk mendapatkan nilai yang akan menentukan posisi planet sebenarnya. Persamaan tersebut dikomputasikan dalam suatu program simulasi grafik sudut vs waktu t dan simulasi gerak tiga dimensi planet mengedari Matahari. Pengaruh kesegarisan ditinjau dalam tiga hal, yaitu pergeseran pusat massa, pasang surut air laut dan medan magnet. Batasan tinjauan efek ini adalah saat kesegarisan berada pada posisi kesegarisan kuat.

Kata Kunci: kesegarisan, tata surya, persamaan Kepler

Analytical and Computational Study of Planets Alignment and its Effects on Earth

Abstract. This paper discusses the alignment of the planets of our solar system. There are three problems which are solved in this work, i.e. the possibility of the alignments, the time of the alignments and the effects of the alignments on Earth. An alignment of the planets of our solar system is defined simply as the configuration of our solar system in which the eight planets and the sun are in a same plane perpendicular to ecliptical plane. More rigorously, there are two kind of alignment of the planets of our solar system, namely strict or strong alignment and weak alignment. With reviews of the two-body problem, in solar system, the orbit of each planet around the Sun is identical to the earth’s orbit around the Sun. The orbit of each planetary system can be expressed in six Keplerian orbital elements: A, e, i, ω, Ω, T. Planetary orbits are expressed with Kepler equation to get the value that would determine the actual position of the planet. The equations were computed in a graphical simulation programs, with the axes of the graph is the angle vs

Page 58: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

51

time t and three-dimensional simulation of planetary motion around the Sun. The effects of the alignment are studied in three cases, the shifting of the center of mass of our solar system, the tide of sea level and the magnetic field effect.

Keywords: alignment, the solar system, Kepler's equations I. Pendahuluan

Tata surya kita, dengan sejumlah planet dan satelitnya, meteor serta benda langit

lainnya, saling berinteraksi satu dengan yang lain. Masing-masing mempunyai perilaku

yang berbeda-beda, namun saling melengkapi membentuk tatanan yang harmonis dan

seimbang sehingga tatanan yang ada saat ini tetap bertahan dan diperkiraan akan terus

bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama.

Masing-masing unsur dalam tata surya mempunyai keteraturan yang serasi dan saling

memengaruhi. Keteraturan satu planet berbeda dari keteraturan planet lainnya. Planet

Jupiter misalnya, mempunyai jarak orbit yang berbeda dari bumi dan juga memiliki kala

revolusi dan rotasi yang berbeda. Hal ini berlaku pula untuk ketujuh planet lainnya,

masing-masing saling berinteraksi dan kesemuanya berinteraksi dengan Matahari

membentuk yang kita sebut tata surya.

Sejauh ini, penelitian mengenai posisi kesegarisan benda-benda di tata surya belum

menjadi fokus para ilmuwan. Penelitian tersebut hanya sebatas kapan terjadinya gejala

kesegarisan planet-planet yang sudah terjadi di masa lalu dan asumsi-asumsi akan dampak

yang akan terjadi di Bumi. Karena alasan tersebut, makalah ini menjelaskan tentang posisi

kesegarisan benda-benda di tata surya untuk mendapatkan fakta ilmiah mengenai gejala

kesegarisan planet, prediksi waktu terjadinya dan bagaimana dampaknya terhadap keadaan

fisis Bumi kita.

Kesegarisan itu sendiri memiliki pengertian bahwa planet-planet dan benda tata surya

lainnya berada pada posisi segaris dengan pusat massa. Kesegarisan dibagi atas dua

kondisi, yaitu kesegarisan kuat dan kesegarisan lemah. Dalam menentukan posisi

kesegarisan benda-benda tata surya, acuan yang dipakai adalah besarnya sudut , yaitu

sudut antara posisi planet dengan garis radial dari Matahari yang melalui Bumi sebagai

acuannya. Kesegarisan benda-benda tata surya dikatakan kuat saat sudut n ,

sedangkan kesegarisan lemah terjadi saat posisi benda-benda tata surya berada pada daerah

toleransi yang dibatasi oleh daerah yang masih terpengaruh oleh efek2 kesegarisan

yang ditinjau.

Page 59: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

52

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan waktu terjadinya kesegarisan benda-

benda tata surya melalui grafik dan simulasi tiga dimensi. Selain itu, peninjauan pengaruh

kesegarisan benda-benda tata surya diberikan dengan hasil perhitungan yang dikaji secara

ilmiah. Batasan penelitian ini adalah kesegarisan kuat (strong / strict alignment), karena

untuk mencari pengaruh kesegarisan lemah akan lebih mudah ketika pengaruh kesegarisan

kuat telah diketahui.

II. Kajian Analitik

II.1. Anomali Rata-rata dan Persamaan Kepler

Gambar 3. Penurunan persamaan Kepler [Karttunen, 2007]

Anomali rata-rata (M) didefinisikan sebagai sudut antara perihelion dan vektor

posisi, dengan asumsi bahwa planet bergerak dengan kecepatan sudut tetap. Persamaan

anomali rata-rata dituliskan sebagai :

)(2

tnP

tM (1)

dengan P adalah periode orbital planet dan n = 2π/P. Bilangan n disebut gerak rata-rata

atau kecepatan sudut rata-rata. Berdasarkan hukum kedua Kepler yang menyatakan bahwa

kecepatan luasan adalah tetap, maka luasan bagian bayangan pada Gambar.3 adalah :

Pt

abA

(2)

Page 60: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

53

Luasan A juga dapat ditulis

)'luasan ( FFPabA (3)

)sin(21

)sin)((21)(

21

)' segitigaluasan 'bagian luasan (

EeEab

EaaeaEaab

FCPXCPab

Dua pernyataan ((2) dan (3)) luasan itu memberikan persamaan :

M 21)(

21)sin(

21 abtabn

PtabEeEabA

(4)

atau

MEeE sin (5)

Persamaan (5) dinamakan persamaan Kepler. Persamaan ini memberikan hubungan

antara anomaly eksentrik (E) dan anomaly rata-rata (M) yang bertambah secara tetap

terhadap waktu.

II.2. Penyelesaian Persamaan Kepler

Anomali rata-rata diperoleh dengan mudah karena langsung sebanding dengan

waktu. Anomali eksentrik (E) diselesaikan dari persamaan Kepler yang transeden. Hal ini

karena pada persamaan Kepler, tidak terdapat pernyataan posisi sebagai fungsi waktu.

Penyelesaian diperoleh secara numerik atau dihitung dengan deret. Namun, terdapat

metode sederhana untuk menyelesaikan persamaan Kepler, yaitu dengan iterasi

(komputasional).

Jika eksentrisitas sangat besar, maka anomali eksentrik (E) tidak berbeda dengan

anomali rata-rata, sehingga dapat dituliskan sebagai

xME

dengan x adalah koreksi yang kecil. Subsitusi persamaan ini ke persamaan Kepler

memberikan

MxMexM )sin( (6)

atau

)sin( xMex

Page 61: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

54

Dengan menerapkan rumus penjumlahan sinus dan mengganti sin x dan cos x dengan suku

pertama deret Taylor ( 1cosdan sin xxx ), didapat

)cossinsin(cos xMxMex

dan

MeMexx sincos

Dari sini persamaan pertama dapat diselesaikan untuk x,

MeMex

cos1sin)1(

Subsitusi persamaan ini ke persamaan (6), dan merupakan pendekatan penyelesaian yang

lebih baik untuk x :

)sin( )1()2( xMex

Kemudian iterasi ini diteruskan sampai nilai-nilai x berurutan yang tidak berubah lebih

dari akurasi yang diperlukan. Seluruh algoritma dapat dijumlahkan sebagai berikut :

)sin(::

)sin()sin(

cos1sin

)1()(

)2()3(

)1()2(

)1(

nn xMex

xMexxMexMe

Mex

Iterasi ini dapat diakhiri ketika )1()( nxnx , dengan ε adalah akurasi yang

diperlukan. Akurasi secara absolut diperlukan untuk menyatakan sudut dalam radian.

Untuk eksentrisitas kecil, metode ini mengerucut (konvergen) sangat cepat.

II.3. Hasil Simulasi Perhitungan Komputasi

Perhitungan ini diselesaikan oleh metode komputasi dengan memasukkan data-data

astronomi sebagai berikut:

Tabel 1. Data Planet, jarak, waktu revolusi dan eksentrisitas

Planet Jarak planet ke

Matahari (AU)

Waktu revolusi

planet (hari) Eksentrisitas

merkurius 0,387 87,969 0,206

venus 0,723 224,701 0,0167

Bumi 1,000 365,256 0,01671

Page 62: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

55

mars 1,524 686,980 0,093

jupiter 5,203 4332,590 0,048

saturnus 9,359 10746,940 0,05555

uranus 19,181 30685,400 0,04718

neptunus 30,058 60190,300 0,009

pluto 39,500 90465,000 0,2488

(Sumber: Karttunen, H. dkk, Fundamental Astronomy, p 499 (2007))

Tabel 2. Data Perihelion dan Apehelion Planet

Jarak (mega mil) Waktu Kejadian Selanjutnya Planet

Perihelion Apehelion Perihelion Apehelion

Merkurius 28.6 43.4 16 Oktober 1995 29 November 1995

Venus 66.8 67.7 11 Agustus 1995 1 Desember 1995

Bumi 91.4 94.5 21 Desember 1995 21 Juni 1996

Mars 128.4 154.9 19 Februari 1996 28 Januari 1997

Jupiter 460.3 507.2 5 Mei 1999 29 Maret 2005

Saturnus 837.6 936.2 26 Mei 2003 8 Februari 2018

Uranus 1699.0 1868.0 1 Maret 2050 17 April 2008

Neptunus 2771.0 2819.0 Maret 2030 Februari 2112

(Sumber: http://www.astronomycafe.net)

Perhitungan dimulai pada tanggal 19 Februaari 1996, yaitu pada saat planet Mars

berada pada posisi perihelion. Hasil kajian analitik dan komputasional ini kemudian

disimulasikan dalam grafik dan simulasi tiga dimensi untuk melihat waktu dan kondisi

peristiwa kesegarisan benda-benda tata surya. Berikut adalah hasilnya:

Page 63: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

56

Gambar 3. Grafik simulasi kesegarisan empat planet dalam tata surya

(Merkurius, Venus, Bumi dan Mars)

Gambar 4. Simulasi 3D pergerakan planet dalam yang dimulai

pada tanggal 19 Februari 1996

Page 64: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

57

Gambar 4. Simulasi 3D pergerakan planet luar yang dimulai

pada tanggal 19 Februari 1996

Melalui grafik dan simulasi tiga dimensi di atas, kita dapat menentukan waktu

terjadinya kesegarisan benda-benda tata surya. Simulasi keduanya akan berhenti secara

otomatis saat delapan planet dan Matahari berada dalam posisi satu garis. Selain itu,

simulasi ini juga telah dapat memerlihatkan waktu terjadinya kesegarisan benda-benda tata

surya dan posisi planet pada saat itu.

III. Pengaruh Kesegarisan Terhadap Kondisi Fisis Bumi

Pengaruh kesegarisan ditinjau dalam tiga hal, yaitu pergeseran pusat massa tata

surya, pasang surut air laut, dan medan magnet. Tiga hal tersebut yang memberikan

pengaruh terbesar di Bumi jika terjadi perubahan kondisi pada sistem tata surya. Batasan

pengkajian pengaruh kesegarisan ini adalah saat terjadi kesegarisan kuat. Pada posisi

kesegarisan kuat, benda-benda tata surya (khususnya Bumi) merasakan pengaruhnya

paling besar. Sehingga, dengan mengetahui pengaruh kesegarisan kuat, pengaruh yang

ditimbulkan oleh kesegarisan posisi lain akan lebih mudah dicari dan diprediksi.

Page 65: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

58

III.1. Pergeseran Pusat Massa

Pada kondisi normal, benda-benda tata surya mengelilingi pusat massa tata surya

yang terletak di dalam Matahari. Akibatnya, semua benda tata surya terlihat mengelilingi

Matahari dan bahkan Matahari pun berotasi karena mengelilingi pusat massanya. Pada saat

kondisi kesegarisan kuat terjadi pergeseran pusat massa ke kanan sejauh 1968758,52 km.

Angka tersebut diperoleh dengan memasukkan data-data planet berikut:

Tabel 3. Jarak dan massa planet

Planet Jarak Planet

dari Matahari (km)

Massa Planet

(kg)

Merkurius 57910000 3,00 x 1023

Venus 108200000 4,87 x 1024

Bumi 149600000 5,98 x 1027

Mars 227940000 6,42 x 1023

Jupiter 778330000 1,90 x 1027

Saturnus 1426940000 5,96 x 1026

Uranus 2870990000 8,69 x 1025

Neptunus 4497070000 1,02 x 1026

(Sumber: Karttunen, H. Dkk, Fundamental Astronomy (2007))

ke dalam persamaan pusat massa :

n

nn

n

nn

n

nn

mmmmzmzmzmzmz

mmmmymymymymy

mmmmxmxmxmxmx

......

......

......

321

332211

321

332211

321

332211

Jika nilai pergeseran pusat massa tata surya tersebut dibandingkan dengan jari-jari

Matahari (posisi awal pusat massa pada titik tengah Matahari) sebesar 695500,00 km,

maka pusat massa bergeser ke kanan sejauh tiga kali jari-jari Matahari. Hal ini akan

mengakibatkan adanya hentakan gerak orbital semua planet yang mengalami rekonfigurasi

orbit. Matahari yang awalnya terlihat hanya berputar mengelilingi porosnya akan berputar

mengelilingi pusat massa tata surya dan mempunyai garis edar sendiri. Jika Matahari

berputar mengelilingi pusat massa dan memiliki orbit sendiri, maka kekhawatiran yang

Page 66: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

59

muncul adalah planet Merkurius tertabrak oleh Matahari. Jarak planet Merkurius ke

Matahari sejauh 57910000,00 km, sedangkan pergeseran pusat massa sejauh 1968758,52

km, maka dapat disimpulkan Matahari tidak akan menabrak Merkurius.

III.2. Pengaruh Pasang Surut

Sesuai dengan hukum Newton bahwa dua benda yang mempunyai massa dan jarak

akan saling tarik menarik satu sama lain, begitu juga dengan Bumi dan Bulan yang saling

mempengaruhi dengan gaya gravitasi masing-masing. Gravitasi Bulan lebih kecil daripada

gravitasi Bumi, yaitu sekitar 0,16 = (1/6) gaya gravitasi Bumi. Akibat gaya gravitasi Bumi

ini, Bulan lebih bersifat seperti satelit alami yang beredar mengelilingi Bumi yang

ukurannya lebih besar dari Bulan. Bulan yang beredar mengelilingi Bumi hanya berukuran

seperempat ukuran Bumi dan beredar mengelilinginya setiap 27,3 hari, pada jarak rata-rata

384.400 kilometer di bawah tarikan gravitasi Bumi.

Bulan yang ditarik oleh gaya gravitasi Bumi tidak jatuh ke Bumi disebabkan oleh

gaya sentrifugal yang timbul dari orbit Bulan mengelilingi Bumi. Efek sentrifugal adalah

dorongan ke arah luar pusat rotasi. Besarnya gaya sentrifugal Bulan adalah sedikit lebih

besar dari gaya tarik-menarik antara gravitasi Bumi dan Bulan. Pada dasarnya, hal ini

bukan hanya akan menimbulkan tabrakan antara Bumi-Bulan, sebaliknya menyebabkan

Bulan semakin menjauh dari Bumi dengan kecepatan sekitar 3,8 cm/tahun. Di masa yang

akan datang, ilmuwan memprakirakan bahwa kecepatan Bulan menjauh dari Bumi ini akan

semakin besar hingga akhirnya Bulan terlepas dari orbit Bumi.

Gravitasi Bulan menarik kandungan yang ada di Bumi seperti lautan atau material

yang ada di Bumi. Akibat Bumi berbentuk bulat maka terjadi perbedaan kekuatan gaya

tarik pada setiap sisi diBumi. Gaya tarik terbesar terdapat pada sisi Bumi yang dekat

dengan Bulan dan terlemah pada sisi yang jauh dari Bulan. Hal ini terjadi karena efek gaya

gravitasi tergantung jarak. Perbedaan tarikan gravitasi pada sisi Bumi, yaitu ada yang kuat

dan ada yang lemah, menyebabkan ada efek pasang surut air laut. Selain itu pasang surut

juga disebabkan adanya gaya sentrifugal.

Page 67: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

60

Gambar 5. Terjadinya pasang surut air laut

Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah Bulan dan Matahari dan menghasilkan dua

tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Sementara itu, di Bulan tidak

mengalami tonjolan karena di Bulan tidak ada air dan udara. Yang ada hanyalah kawah

yang terbentuk akibat hantaman komet. Selain itu efek pasang surut juga dipengaruhi oleh

adanya gravitasi Matahari. Hanya saja gaya tarik gravitasi Matahari hanya setengah dari

gaya tarik gravitasi Bulan. Matahari dan Bulan keduanya akan bersama-sama

mempengaruhi efek pasang surut pada Bumi. Terlihat ketika Matahari, Bulan dan Bumi

berada dalam satu kesegarisan maka akan timbul efek pasangsurut yang lebih besar. Efek

pasang surut ini dikategorikan menjadi dua macam yaitu spring tide dan neap tide.

Selain dipengaruhi oleh Matahari dan Bulan, Bumi juga dipengaruhi oleh gaya gravitasi

planet lain. Hanya saja kuat tarik gravitasi dan pengaruh pasang surut tergantung pada

massa dan jarak planet tersebut dari Bumi. Kekuatan gaya tarik masing-masing planet

dapat kita cari dengan membandingkan dengan gaya tarik Bulan terhadap Bumi. Adapun

dengan persamaan:

2

2rGMg

Terlihat bahwa efek pasang surut masing-masing planet sangat jauh perbandingannya

dengan Bulan. Tentunya hal tersebut tidak akan mempengaruhi apa-apa terhadap kondisi

Bumi. Namun ketika terjadi suatu kesegarisan dengan planet-planet lain maka gaya tarik

yang dialami Bumi akan berbeda. Kita bisa meninjau ketika terjadi kesegarisan paling

ekstrem dimana semua planet berada pada satu garis lurus dengan Matahari berada di

ujung. Dengan melihat masing-masing gaya tarik tiap planet, maka gaya tarik yang dialami

Page 68: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

61

Bumi adalah jumlahan dari gaya tarik tiap planet. Berikut hasil perhitungan perbandingan

gaya gravitasi Bumi dan planet lain serta Bulan:

Benda-benda

Tatasurya

Jarak planet

terhadap Matahari

(km)

Massa

(kg)

delta g

(km/s2)

Merkurius 57.910 3,30 x 1023 2,2577 x 10-9

Venus 108.200 4,87 x 1024 3,61897 x 10-7

Bumi 149.600 5,98 x 1024 -

Mars 227.940 6,42 x 1023 7,0424 x 10-5

Jupiter 778.330 1,90 x 1027 4,03179 x 10-8

Saturnus 1.426.940 5,69 x 1026 1,43989 x 10-9

Uranus 2.870.990 8,69 x 1025 2,27395 x 10-11

Neptunus 4.497.070 1,02 x 1026 6,546786 x 10-12

Matahari 0 2,0 x 1033 0,46

Bulan 150.000 7,3 x 1025 2,1739

(Sumber: Karttunen, H. Dkk, Fundamental Astronomy (2007))

Gambar 8. Gaya tarik antar planet

Terlihat pada tabel hasil perhitungan, gaya gravitasi yang dari Bulan memberikan

pengaruh paling besar diantara planet-planet yang lain. Meskipun besar gravitasi Bulan

lebih kecil dari pada planet lain, tetapi jarak Bulan yang paling dekat dengan Bumi

memberikan pengaruh terhadap pasang surut air laut. Gaya gravitasi yang dirasakan oleh

Bumi akibat gaya gravitasi planet lain hanya berpengaruh sangat kecil bahkan dalam

menghitung gaya total gravitasi yang dialami Bumi pada saat terjadi kesegarisan kuat,

Page 69: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

62

nilai-nilai gaya gravitasi planet lain dapat diabaikan karena sangat kecil. Sehingga, gaya

gravitasi total yang dirasakan Bumi saat kesegarisan kuat benda-benda tata surya sebesar

1,7139 km/s2.

Nilai gaya gravitasi total yang besarnya 1,7139 km/s2 menyimpulkan bahwa saat

kesegarisan benda-benda tata surya, Bumi tidak merasakan pengaruh apapun jika ditinjau

dari gaya gravitasi. Hal ini dikarenakan pada kondisi normal Bulan yang memberikan efek

pasang surut hanya memberikan pengaruh gaya gravitasi sebesar 2,1739 km/s2.

Kesegarisan kuat tidak akan menyebabkan adanya pasang surut ekstrem dan atau tsunami.

III.3. Pegaruh Medan Magnet

Kedua planet yang memiliki medan magnet dan berdekatan akan saling berinteraksi

jika keduanya berada dalam jangkauan medan magnet. Setiap planet, seperti halnya Bumi,

memiliki medan magnet yang mengintari seluruh permukaan dan memiliki kutub utara dan

selatan (lihat gambar 7).

Gambar 7. Medan Magnet Bumi

(Sumber: http://www.greatdreams.com/biomag.htm)

Namun, akibat adanya angin matahari, medan magnet tersebut seperti tersapu hingga

terbentuklah dua bagian medan magnet pada setiap planet, yaitu bow shock yang posisinya

pada bagian depan planet yang menghadap Matahari dan ekor medan magnet

(magnetotail) (lihat gambar 8). Jika magnetotail planet yang lebih dekat dengan Matahari

mencapai planet yang lebih jauh dari Matahari, maka planet yang di belakangnya akan

Page 70: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

63

terkena imbas pula. Planet yang di depan akan terkena dampak jika bow shock planet yang

di belakangnya mempunyai jangkauan yang cukup jauh hingga ke planet depan.

Gambar 8. Bow shock dan ekor magnet akibat angin dan sinar Matahari

(Sumber: http://www.inilah.com/news/read/teknologi/2008/12/18/69602/lubang-di-medan-

magnet-bumi/)

Pada kondisi normal, planet-planet dalam memiliki medan magnet terlalu kecil,

sehingga sangat kecil pengaruhnya terhadap Bumi. Namun, yang mungkin memberikan

dampak adalah bow shock dari Jupiter karena medan magnetnya cukup besar dan kuat.

Kekhawatiran lain adalah mencapainya bow shock Jupiter hingga ke Bumi. Jangkauan bow

shock Jupiter adalah sejauh 5.361.900 km, yaitu 75 kali radius Jupiter (71492 km),

sedangkan jarak antara Jupiter dengan Bumi sejauh 628730000 km. Sehingga, dapat

diambil kesimpulan bahwa jangkauan bow shock Jupiter tidak akan sampai ke Bumi

meskipun Bumi dan Jupiter berada pada kondisi segaris (strong alignment).

IV. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil kajian analitik dan komputasional beserta kajian pengaruh

kesegarisan benda-benda tata surya, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kesegarisan benda-benda tata surya dapat dicari waktu terjadinya dengan

menggunakan persamaan Kepler dan dibuat dengan simulasi tiga dimensi serta

grafiknya untuk menentukan kesegarisan secara lebih mudah

Page 71: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

64

2. Pengaruh kesegarisan kuat terhadap kondisi fisis Bumi adalah pergeseran pusat massa

tata surya yang menyebabkan keterkejutan gerakan orbital (shock orbital motion) tiap-

tiap planet, sehingga terjadi rekonfigurasi tata surya

3. Pengaruh kesegarisan kuat yang ditinjau dari medan magnet dan pasang surut air laut

akibat gravitasi planet hanya memberikan pengaruh sangat kecil terhadap kondisi fisis

Bumi.

Pengembangan lebih lanjut atas kajian ini dapat dilakukan dengan:

1. Meninjau semua jenis kesegarisan, baik kesegarisan kuat dan kesegarisan lemah

beserta pengaruhnya terhadap kondisi fisis Bumi

2. Nilai inklinasi setiap planet dimasukkan pada simulasi tiga dimensi, sehingga

memerlihatkan kejadian yang sesungguhnya

Daftar Pustaka

Eales, S., 2009, Planet and Planetary Systems, First Edition, John Wiley & Sons, Ltd,

Singapore.

Karttunen, H., Kröger, P., Oja, H., Pautanen, M., Donner, K. J., 2007, Fundamental

Astronomy, Fifth Edition, Springer Berlin Heidelberg, New York.

Valtonen, M., dan Kartunen, H, 2005, Three Body Problem, Cambrige University Press,

New York.

http://www.astronomycafe.net

http://www.greatdreams.com/biomag.htm

http://home.hiwaay.net/~krcool/Astro/moon/moontides/

http://www.inilah.com/news/read/teknologi/2008/12/18/69602/lubang-di-medan-magnet-

bumi/

Tanya Jawab

Agusta Danang Wijaya, Jember

? Bagaimana efek kesegarisan planet-planet jika ada gangguan benda-benda angkasa

asing lainnya seperti asteroid dan meteorid?

Page 72: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

65

? Bagaimana efeknya jika jupiter berpengaruh terhadap mars, apakah mars akan

berpengaruh juga terhadap bumi, lalu apakah bumi berpengaruh terhadap planet-

planet sebelumnya?

Rina Dewi Mayasari, FMIPA – UGM

@ Belum ada benda-benda angkasa lain selain planet yang mampu memberi pengaruh

signifikan ke bumi ( kecuali kalau menabrak langsung).

@ Dalam hal medam magnet,medan magnet planet merkurius, venus, mars sangat kecil

bahkan hampir 0. Dan yang cukup besar hanya jupiter dan jovian planet lain, yang

paling dekat adalah jupiter. Jadi yang paling memungkinkan mempengaruhi adalah

jupiter.

Karena mars tidak mempunyai medan magnet maka tidak ada efek sampai ke bumi.

Deden Herdiana, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Dari penelitian efek kesegarisan dapatkah diprediksi kapan terjadinya?

? Apa kesimpulan dari paparan yang telah dijelaskan?

? Dari efek kesegarisan dapatkah efek sockh bour planet terdekat berpengaruh terhadap

bumi?

Rina Dewi Mayasari, FMIPA – UGM

@ Sesuai simulasi grafik yang dihasilkan dapat ditentukan kapan terjadi, hanya saja

ketika semua planet akan membutuhkan waktu yang sangat lama.

@ Kesimpulan efek yang ada belum mempengaruhi kondisi fisis bumi. Ditinjau dari

pusat massa, medan magnet dan pasang surut ketika kesegarisan paling ekstrem.

@ Efek medan magnet planet-planet tata surya berbeda-beda. Hanya planet jupiter yang

mempunyai medan magnet tersebar yang mempengaruhi terhadap bumi. Setelah

dilakukan penelitian ternyata madan magnet yangt ditimbulkan jupiter tidak akan

mencapai bumi karena jarak yang jauh. Sedangkan planet lain mempunyai medan

magnet yang kecil.

Page 73: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

66

OPTIMASI SISTEM ELEKTROOSMOSIS DENGAN VARIASI POLA PULSA

PADA PROSES PENGURANGAN KANDUNGAN AIR UNTUK PELESTARIAN

CAGAR BUDAYA

Akrom Khasani, Ar Rohim, Detiza Goldianto Octensi Hernowo, Didik Nur Huda

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Intisari. Cagar budaya seperti candi merupakan warisan sejarah yang perlu dijaga dari kerusakan. Faktor utama yang menyebabkan kerusakan ini adalah terjebaknya air di pori-pori dan sela-sela batu candi. Elektroosmosis merupakan salah satu metode pengeringan media berpori dengan memanfaatkan medan listrik. Prinsip kerja dari elektroosmosis adalah dengan melewatkan medan listrik pada media berpori sehingga molekul air akan bergerak mengikuti arah medan listrik, yaitu dari anoda ke katoda. Telah dilakukan penelitian yang membandingkan antara metode elektroosmosis pulsa dan tanpa pulsa dengan metode pengeringan lain seperti penjemuran, pemanggangan, dan didiamkan di tempat teduh. Keunggulan metode elektroosmosis dibandingkan metode pengeringan dengan pemanasan adalah tidak mengubah suhu media yang dikeringkan sehingga media tersebut lebih aman dari kerusakan. Volume air yang diangkut pada elektroosmosis pulsa lebih banyak daripada elektroosmosis tanpa pulsa.

Kata kunci : elektroosmosis, pola pulsa, metode pengeringan

Optimization of Electro-osmosis System with Pulse Pattern Variation in Dehydrating

Process for Preservation of Cultural Heritage

Abstract. Cultural heritages such as temples are historical heritages that need to be protected from damage. The main factor that causes this damage is the entrapped water in the gaps and pores of the stone temple. Electro-osmosis is a method of dehydrating porous material by using Electric field. The principle of electro-osmosis is applying an electric field in the porous medium so that the water molecules will move according to the direction of the applied field, i.e. from anode to cathode. We have done a research that compare electro-osmosis pulse and no pulse with other dehydrating methods such as sunbathing, roasting, and hushed in the shade. The advantage of electro-osmosis compared to other dehydrating methods is that it does not change the temperature of the medium so that the medium is safe from damage of heating. The amount of water transported by electro-osmosis pulse is greater than the water transported by electro-osmosis with no pulse.

Keywords : electro-osmosis, pulse pattern, dehydrating method

Page 74: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

67

I. Latar Belakang Masalah

Candi Borobudur adalah salah satu karya besar nenek moyang bangsa Indonesia

yang memerlukan pemeliharaan, perawatan, dan upaya pelestarian. Usaha untuk

pemeliharaan, perawatan, dan upaya pelestarian adalah dengan monitoring secara kontinu.

Selain kegiatan monitoring, sangat diperlukan juga kegiatan konservasi. Konservasi candi

Borobudur dengan cara modern salah satunya menggunakan metode pengeringan yang tak

merusak yaitu elektroosmosis. Elektroosmosis adalah pergerakan air pada media berpori

karena pengaruh medan listrik (McInerney dkk., 2002). Sistem elektroosmosis

membutuhkan beda potensial antara dua titik pada sebuah obyek, yaitu dengan memasang

anoda pada media berpori dan memasang katoda pada tanah. Beda potensial dihasilkan

dari tegangan DC atau tegangan konvensional AC yang dihubungkan dengan dioda pada

sistem elektroosmosis (Bjerke dan Olson, 2005).

Elektroosmosis banyak mengalami kemajuan dalam aplikasi di antaranya pemberian

pulsa pada sistem elektroosmosis yang lebih dikenal dengan nama elektroosmosis pulsa.

Pulsa yang digunakan adalah pulsa tegangan DC. Penggunaan pulsa ini dimaksudkan agar

waktu pemindahan air lebih lama karena gaya osmosis tidak mudah berbalik arah. Apabila

gaya elektroosmosis arahnya membalik maka air akan mengalir dalam obyek.

Penelitian ini merupakan kajian lanjutan dari penelitian awal yang menggunakan

pasir sebagai media penelitian, sedangkan media yang digunakan dalam penelitian ini

berupa susunan batuan yang menyerupai susunan batuan pada candi Borobudur.

II. Metode Pelaksanaan

Data diambil dengan dua cara, yaitu simulasi dan elektroosmosis dengan variasi pola

pulsa. Adapun pada simulasi digunakan empat metode yaitu pemanggangan, penjemuran,

didiamkan di tempat teduh dan kering, dan elektroosmosis tanpa ada pulsa dengan beda

potensial 12 volt. Keempat metode ini dilakukan dengan rentang waktu yang sama.

Sedangkan cara elektroosmosis digunakan satu metode yaitu variasi pola pulsa dengan

jarak elektrode yang sama.

Penelitian ini seluruhnya dilaksanakan di laboratorium fisika zat padat FMIPA

UGM. Secara garis besar, teknik pengumpulan data dapat dituliskan dalam bentuk diagram

alir sebagai berikut :

Page 75: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

68

1) Hasil Penelitian

1) Metode Pemanggangan

Kode Batu Volume air yang terangkut (ml)

B1 6,372

B2 7,686

B3 6,267

B4 5,393

Volume total 25,718

Rata-rata 6,43

2) Metode Tempat Teduh

Kode Batu Volume air yang terangkut (ml)

C1 1,859

C2 1,412

C3 1,698

C4 1,915

Volume total 6,884

Rata-rata 1,721

Pengolahan dan analisis data Penyimpulan hasil

Pengeringan dengan elektroosmosis pulsa dan tanpa

pulsa

Persiapan alat dan bahan

Pengeringan dengan pemanggangan, penjemuran,

dan peneduhan

Page 76: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

69

3) Metode Penjemuran

Kode Batu Volume air yang terangkut (ml)

D1 12,01

D2 11,358

D3 11,39

D4 10,973

Volume total 45,731

Rata-rata 11,433

4) Metode Elektroosmosis tanpa pulsa ( V = 12 Volt )

Kode Batu Volume air yang terangkut (ml)

A1 0,387

A2 0,287

A3 0,175

A4 0,452

Volume total 1,301

Rata-rata 0,325

5) Metode Elektroosmosis Pulsa [ Pulsa: (+, -, 0) = (85, 5, 10) detik ]

1) Penelitian Pertama

100

200

300

400

500

600

0 100 200 300 400 500

Waktu (menit)

Page 77: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

70

2) Penelitian Kedua

3) Penelitian Ketiga

III. Kesimpulan

1) Elektroosmosis dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mengeringkan air

pada batu candi (media berpori).

2) Semakin tinggi tegangan yang digunakan, semakin cepat proses pengeringan.

3) Elektroosmosis pulsa lebih efektif daripada elektroosmosis tanpa pulsa.

100

200

300

400

500

600

700

800

0 100 200 300 400 500

Waktu (menit)

0

20

40

60

80

100

120

0 50 100 150 200 250 300 350

Waktu (menit)

Page 78: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

71

Daftar Pustaka

Bjerke, E. dan H. Olson. 2005. Method for Dehydrating a Porous Material. U.S.Patent No.

6 866 761 B2.

McInerney, M. K., S. Cooper, P. Malone, C. Weiss, M. Brady, S. Morefield, J. P.

Bushman, J. Taylor, V. F. Hock. 2002. Electro-osmotic Pulse Technology for

Control of Water Seepage in Concrete Structures. U.S.Army Construction

Engineering Research Laboratories. Campaign IL.

Morefield, S., V. F. Hock, M. K. McInerney, O. S. Marshall, C. Marsh, S. Cooper. 2005.

Control of Water Mitigation Through Concrete Using Electro-osmosis. U.S.Army

Engineer and Development Center Contruction Engineering Research Laboratories.

Campaign IL.

Tanya Jawab

Rina Dewi Mayasari, FMIPA – UGM

? Bagaimana aplikasi dari penelitian ini untuk pelestarian cagar budaya, Contohnya

Candi

Borodudur dan candi-candi yang lain atau cagar budaya yang lain.

Akrom Khasani, FMIPA – UGM

@ Untuk candi Borobudur sudah ada pelat-pelat baja di dasarnya, sehingga tinggal set-up

alat.

Rafika Sari, FMIPA – UGM

? Apakah ini suatu penelitian yang baru? Karena sebelumnya presentator menyatakan

bahwa ada LPPT yang sudah menangani?

Akrom Khasani, FMIPA – UGM

@ Baru dalam hal optimasi pola tegangan atau pulsa listrik.

Ibnu Jihad, FMIPA – UGM

? Medan, berapa tenaganya?

? Dari segi efektif dan efisiensinya? Dari segi finansial?

Page 79: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

72

? Bagaimana jika batunya besar?

Akrom Khasani, FMIPA – UGM

@ V= 40 Volt

@ Kelebihan elektro-osmosis yaitu menggunakan suhu normal sehingga tidak merusak.

Cukup murah dalam fabrikasinya karena hanya perlu elektroda dan generator

tegangan

@ Jika batunya besar maka butuh tenaga yang lebih besar pula.

Page 80: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

73

PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PADA BENIH KEDELAI

MENGGUNAKAN TEKNIK SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK

Rudyanto

Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Intisari. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi gas etilen pada benih kedelai dengan menggunakan teknik spektroskopi fotoakustik. Sumber radiasi spektroskopi fotoakustik yang digunakan pada penelitian ini adalah laser CO2. Benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai varietas Baluran kelas benih pokok, benih sebar, dan benih konsumsi selama perkecambahan. Selain dilakukan pengukuran konsentrasi, juga dilakukan pengamatan kondisi fisik benih kedelai yang diteliti. Telah diperoleh pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh masing-masing kelas selama berkecambah dan ternyata terdapat perbedaan konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh kelas-kelas yang berbeda. Terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi fisik benih dengan konsentrasi gas etilen. Kata kunci : Spektroskopi Fotoakustik, Konsentrasi Gas Etilen, Benih Kedelai

THE MEASURING OF ETHYLENE CONCENTRATION OF SOYBEAN

SEEDLINGS USING PHOTOACOUSTIC SPECTROSCOPY TECHNIQUE

Abstract. The aim of this research is to measure ethylene concentration of soybean seedlings using photoacoustic spectroscopy technique. The spectroscopy radiatian source is CO2 laser. The soybean seeds used in this research are registered seed, extension seed, and consumption seed class of Baluran variety during germination. Besides measuring the ethylene concentration, the physical condition of the seeds is also observed. The ethylene concentration patterns have been obtained for each class during germination and they show that the ethylene concentrations are different for each class. There is a significant relation between physical condition and ethylene concentration.

Keyword : Photoacoustic Spectroscopy, Ethylene Concentration, Soybean seed

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Spektroskopi fotoakustik adalah suatu teknik spektroskopi yang berdasarkan pada

efek fotoakustik (wikipedia.org). Sebelumnya, untuk mengukur konsentrasi gas digunakan

Gas Chromatography (GC). Namun GC memiliki kelemahan, yaitu kurang sensitif untuk

pengukuran gas yang konsentrasinya sangat kecil (ppt) dan waktu tanggapnya lambat

Page 81: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

74

sehingga tidak dapat digunakan secara online. Oleh karena itu, teknik untuk mengukur

konsentrasi gas beralih ke teknik spektroskopi fotoakustik. Keunggulan spektroskopi

fotoakustik adalah spektroskopi fotoakustik dapat mengukur konsentrasi gas dengan sangat

sensitif dan waktu tanggapnya relatif cepat sehingga dapat digunakan secara online

(Santosa dalam Watini, 2008: 1). Spektroskopi fotoakustik dapat mengukur produksi gas

etilen dengan interval waktu yang singkat dengan batas terendah 0,006 mikroliter per liter

sedangkan Gas Chromatography memerlukan waktu minimal 20-30 menit dengan batas

minimal 0.1 mikroliter per liter dari satu gram jaringan tumbuhan (reeis.usda.gov).

Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-

undang nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dirumuskannya sebagai usaha

mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rurnah tangga, dalam jumlah yang cukup,

mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu

(Krisnamurthi dalam Jurnal Ekonomi Rakyat, 2003). Di Indonesia kedelai merupakan

komoditas pangan yang strategis sehingga upaya untuk berswasembada tidak hanya

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga mendukung agroindustri dan

menghemat devisa serta mengurangi ketergantungan terhadap impor.(Baharsjah dalam

Supadi, pse.litbang.deptan.go.id)

Benih kedelai digolongkan menjadi benih penjenis (breeder seed), benih dasar

(foundation seed), benih pokok (registered seed atau stock seed), benih berlabel (certified

seed). Perbedaan antara kelas benih satu dan yang lain adalah tingkat kemurnian genetik

dan kemurnian fisik, serta ketentuan khusus sesuai dengan jenis tanamannya. Benih

berlabel ini secara langsung dipasarkan kepada para konsumen/petani sehingga sering

disebut sebagai benih sebar (extension seed) (fp.unud.ac.id).

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh benih kedelai saat

berkecambah untuk benih pokok, benih sebar, dan benih konsumsi?

b. Apakah ada perbedaan konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh benih kedelai saat

berkecambah untuk benih pokok, benih sebar, dan benih konsumsi?

1.3. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh benih kedelai saat

berkecambah untuk benih pokok, benih sebar, dan benih konsumsi.

Page 82: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

75

b. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh

benih kedelai saat berkecambah untuk benih pokok, benih sebar, dan benih

konsumsi.

II. LANDASAN TEORI

2.1. Spektroskopi Fotoakustik

Bidang spektroskopi terkait dengan karakter atom atau molekul. Secara sederhana

hal ini dapat ditunjukkan pada warna lampu lucutan yang tergantung gas isiannya. Karena

itu, bidang ini banyak digunakan untuk mempelajari atom dan molekul. Selain itu, bidang

ini juga menghasilkan metode-metode pengukuran yang banyak diterapkan di berbagai

bidang seperti kimia, biologi, dan lingkungan.

Spektroskopi fotoakustik berdasar pada proses serapan cahaya. Penyerapan cahaya

tergantung pada beberapa parameter antara lain koefisien serapan dan konsentrasi

penyerap. Pada teknik serapan yang konvensional, dilakukan pengukuran intensitas cahaya

sebelum dan sesudah melewati sampel. Dari pengukuran tersebut dapat dihitung intensitas

cahaya yang diserap dan selanjutnya dapat ditentukan konsentrasi penyerapnya (Santosa,

2008:2).

2.2. Teori Efek Fotoakustik pada Gas

Selama abad ke sembilan belas, peneliti efek fotoakustik memusatkan

penyelidikannya pada cupilikan gas, oleh karena eksperimen fotoakustik dengan cuplikan

gas lebih mudah dilakukan dan dipahami. Bahkan di abad ke dua puluh pun masih banyak

penerapan teknik fotoakustik ditujukan pada cuplikan gas (Rosencwaig dalam Mitrayana,

2002:18)

Dalam spektroskopi fotoakustik modern untuk gas, cuplikan gas yang diselidiki

diletakkan di dalam sel fotoakustik, kemudian disinari oleh radiasi dengan intensitas

termodulasi baik berupa radiasi laser maupun dari pancaran sumber radiasi konvensional.

Sebagian tenaga radiasi yang datang diserap oleh gas tersebut sehingga dihasilkan variasi

tekanan terhadap waktu, yang tampil sebagai bunyi yang dapat dideteksi oleh mikrofon.

Serapan radiasi oleh suatu molekul gas terjadi apabila radiasi tersebut bertalun

dengan transisi antar tingkat-tingkat tenaga molekul itu (Harren; Rosencwaig; Pao dalam

Mitrayana, 2002:18). Jika molekul gas berpeluang menyerap radiasi foton, maka molekul

yang menduduki tingkat tenaga dasar E0 (ground state) akan tereksitasi ke tingkat tenaga

Page 83: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

76

yang lebih tinggi E1 (excited state), dengan hEEE 01 merupakan perbedaan

selisih tenaga antara dua tingkat tenaga tersebut, sedang merupakan frekuensi radiasi

foton yang diserap. Molekul yang tereksitasi tadi berada dalam keadaan tidak stabil

sehingga cenderung kembali ke keadaan dasar yang stabil dengan cara membuang tenaga

E (proses deeksitasi). Proses deeksitasi molekul tersebut berlangsung melalui berbagai

cara (Rosencwaig; Pao dalam Mitrayana, 2002:18)

a. Molekul memancarkan radiasi foton yang sering disebut deeksitasi radiatif atau proses

fluoresensi.

b. Molekul memulai reaksi secara kimia, atau pengaturan ikatan kimia, yang dinamakan

proses fotokimia.

c. Molekul satu membentur melekul lain yang berspesies sama yang berada pada

keadaan dasar 0E kemudian mengeksitasi molekul tersebut ke keadaan eksitasinya

1E . Proses demikian disebut sebagai pemindahan tenaga antar sistem.

d. Molekul gas saling berbenturan dan sewaktu itu tenaga eksitasi diubah menjadi tenaga

translasi atau tenaga kinetik yang mengakibatkan tenaga translasi dua molekul

sesudah benturan lebih besar dari pada sebelum benturan. Hal ini akan menimbulkan

pemanasan medium gas.

Proses fotokimia terjadi bila tenaga radiasinya cukup tinggi. Pada tenaga rendah,

proses yang saling berkompetisi adalah fluoresensi dan pererasan (decay) dengan cara

benturan. Pada panjang gelombang m 10 , pererasan tak radiatif jauh lebih cepat dari

pada laju pererasan radiatif. Efek fotoakustik sangat ditentukan oleh banyaknya proses

pererasan tak radiatif sedangkan proses yang terjadi pada serapan radiasi oleh melekul

dapat diatur sesuai yang dikehendaki. Dengan demikian, untuk radiasi laser yang

mempunyai riak gelombang di sekitar m 10 , proses pererasan yang terjadi hampir

seluruhnya berwujud deeksitasi tak radiatif. Adapun panjang gelombang pada daerah ini

dimiliki oleh radiasi inframerah yang dihasilkan oleh sumber radiaisi laser CO2 (Sigrist;

Harren dalam Mitrayana 2002:20)

Radiasi inframerah menyebabkan molekul tereksitasi ke arah rotasi-vibarsi. Dari arah

vibrasi tersebut, tenaga dialihkan kepada derajat kebebasan translasi melaui proses

benturan molekul satu dengan yang lain. Kenaikan tenaga kinetik rerata molekul gas yang

timbul akibat benturan tersebut mengakibatkan suhu cuplikan naik. Pada volume tertutup

sesuai dengan persamaan keadaan yang berlaku pada gas, kenaikan suhu akan

Page 84: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

77

mengakibatkan kenaikan tekanan. Jika berkas radiasi yang datang pada cuplikan gas

dimodulasi intensitasnya secara periodik pada frekuensi audio , maka akan didapatkan

kenaikan dan penurunan tekanan secara periodik pula yang membangkitkan bunyi pada

frekuensiya pula. Gelombang akustik yang terbentuk dapat dideteksi dengan mikrofon

(Pao; Rosencwaig; Sigrist; Harren dalam Mitrayana, 2002:20).

Pada tahun 1982, laser CO2 mulai dipakai dalam spektroskopi fotoakustik sebagai

sumber radiasi. Laser CO2 terus dipakai sebagai sumber radiasi dalam spektroskopi

fotoakustik, hingga kepekaannya mencapai orde ppt (1:1012). Menurut Mitrayana, dkk

(dalam Andrianto, 2008: hal 33) kelebihan laser CO2 sebagai sumber radiasi spektroskopi

fotoakustik antara lain:

a. Batas pengukuran sangat sensitif, yaitu orde ppb (part per billion) hingga ppt (part

per trilliun).

b. Panjang gelombangnya yang dapat ditala (Holohan, dkk. dalam Andrianto, 2008:33)

c. Daya sangat besar (untuk konfigurasi intra, orde daya keluaran hingga ratusan watt).

d. Efisiensi Laser CO2 mencapai 30%, hal ini melampaui semua jenis laser, yang

efisiensinya hanya 2%.

e. Berinteraksi dengan banyak molekul gas

2.3. Detektor Fotoakustik

Detektor fotoakustik berbasis laser mempunyai bagian-bagian yang terdiri dari laser,

sel fotoakustik, mikrofon, lock-in amplifier, powermeter, dan PC. Laser digunakan sebagai

sumber cahaya. Laser diarahkan ke sel fotoakustik tempat sampel gas berada. Di dalam sel

fotoakustik ini akan terjadi penyerapan tenaga laser oleh gas yang mengakibatkan

kenaikan suhu dan tekanan di dalam sel fotoakustik. Tekanan dalam sel fotoakustik dibuat

berubah secara periodik untuk menghasilkan bunyi dalam sel fotoakustik dengan

memodulasi lasernya. Modulasi laser dilakukan oleh chopper. Bunyi yang dihasilkan

ditangkap oleh mikrofon dan keluaran mikrofon akan diperkuat oleh lock-in amplifier.

Daya laser yang digunakan diukur dengan powermeter. Selanjutnya sinyal akustik dan

daya laser tersebut akan dimasukkan ke komputer melalui ADC-card. Dari data tersebut

akan dapat diperoleh nilai konsentrasi gas penyerapnya. Komputer yang sama juga

digunakan untuk mengendalikan laser CO2 (Santosa,2008:4).

Page 85: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

78

2.4. Etilen

Etilen adalah sebuah komponen fitohormon-kompleks yang penting yang mengatur

pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Khan, 1977:157). Etilena termasuk salah satu

hormon utama yang berhubungan dengan fisiologi benih selain giberelin, asam absisat,

siktokinin, dan auksin. Selain berfungsi untuk mempercepat pemasakan buah, etilena juga

berfungsi untuk mengatur pemekaran bunga, pengguguran daun dan juga memegang

peranan penting dalam perkecambahan benih. Proses biokimia dan fisis dalam

perkecambahan dikendalikan oleh etilen.

Indikasi awal bahwa etilen dihasilkan secara alami oleh benih dilaporkan oleh Denny

dan Miller pada tahun 1935. Sesuatu yang dihasilkan dari perkecambahan benih kacang

lima dan kacang polong mengakibatkan pengguguran daun kentang diperkirakan sebagai

etilen. Penemuan oleh Beyer (1975) menunjukkan bahwa metabolisme dan aksi etilen

mungkin berkaitan erat dengan pertumbuhan benih kacang polong (Khan, 1977:175).

Penelitian-penelitian lain yang telah dilakukan menunjukkan bahwa etilen dapat

mengakhiri masa tidur benih, diproduksi secara alami oleh benih, dapat mempertahankan

dan meningkatkan kekuatan beberapa benih dan merangsang metabolisme benih (Khan,

1977:158). Etilen juga memiliki kemampuan untuk melawan penghambat proses

perkecambahan seperti asam absisat dan penghambat-penghambat lainnya (Khan,

1977:175).

Biosintesis etilen dimulai dari pengubahan asam amino methionine menjadi S-

adenosyl-L-methionine (SAM) oleh enzim Met Adenosyltransferase. SAM kemudian

diubah menjadi 1-aminocyclopropane-1-carboxylic-Acid (ACC) oleh enzim ACC synthase

(ACS). Langkah terakhir memerlukan oksigen dan melibatkan enzim ACC-oxidase (ACO)

yand dulunya dikenal sebagai Ethylene Forming Enzyme (EFE) (wikipedia.org).

Konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh tumbuhan atau benih umumnya sangat

rendah (sub-ppb). Oleh karena itu, Spektroskopi Fotoakustik Laser merupakan teknik yang

cocok untuk memonitor konsentrasi yang sangat rendah ini. Penelitian yang dilakukan

dalam daerah panjang gelombang inframerah dengan sumber laser CO2 telah menunjukkan

bahwa Spektroskopi Fotoakustik Laser dapat digunakan untuk memonitor gas dengan

sensitivitas yang sangat tinggi (Harren dalam Wasono:2). Garis laser yang digunakan

adalah 10P14 dan gas etilen mempunyai koefisien serapan 32 cm-1. (Henningsen, dkk;

Muadzin, dalam Andrianto, 2008:34).

Page 86: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

79

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. Persiapan

a. Botol-botol dicuci dengan menggunakan sedikit deterjen dan pasir. Setelah kering,

botol dibilas dengan Metanol Pro Analisis.

b. Tutup botol dan karet dicuci dengan menggunakan sedikit deterjen. Setelah kering,

tutup botol dan karet dibilas dengan Metanol Pro Analisis.

c. Semua benih direndam secara terpisah sesuai kelasnya dalam aquades selama kurang

lebih 7 jam

d. Satu jam menjelang waktu perendaman berakhir, dilakukan persiapan botol yang

akan dijadikan kuvet. 2 helai kapas dengan panjang 6 cm, lebar 6 cm, tebal (tanpa

tertekan) 0,5 cm dimasukkan ke masing-masing botol. Setelah itu, kapas dibasahi

dengan aquades 52 ml aquades.

e. Setelah proses perendaman selesai, 100 biji BP dimasukkan ke dalam botol pertama

dan diberi label BP, 100 biji BR dimasukkan ke botol kedua dan diberi label BR, dan

100 biji BK dimasukkan ke dalam botol ketiga dan diberi label BK. Semua biji

diratakan di atas kapas dan diusahakan tidak ada biji yang saling menumpuk.

f. Setelah semua benih selesai dimasukkan dan diratakan, karet direkatkan pada mulut

botol dengan lem silikon. Setelah itu, ketiga botol beserta karet yang telah direkatkan

didiamkan selama 36 jam.

g. Setelah 36 jam, mulut botol kemudian ditutup erat dengan tutup botol yang telah

disiapkan. Setelah ditutup, pengambilan data dimulai.

2. Pengambilan Data

a. Langkah pendahuluan sebelum mengukur konsentrasi etilen dari sampel adalah

melakukan kalibrasi dengan mengalirkan gas etilen murni 10 ppm ke dalam sel

fotoakustik

b. Setelah itu, sel fotoakustik dibersihkan dari sisa-sisa gas etilen murni dengan

mengalirkan udara tekan ke dalam sel fotoakustik. Sel fotoakustik telah bersih jika

sinyal akustik yang diterima dari mikrofon menunjukkan nilai minimal. Setelah

sinyal yang diterima dari mikrofon tidak mengalami kenaikan lagi, sinyal ini dicatat

sebagai sinyal latar. Setelah diperoleh data kalibrasi dan data sinyal latar, langkah

berikutnya adalah mengukur konsentrasi etilen sampel.

Page 87: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

80

c. Botol dengan label BP dihubungkan dengan selang yang terhubung dengan scrubber

CaCl2 dan sel fotoakustik dengan cara menancapkan ujung selang yang berupa jarum

ke karet melalui lubang pada tutup botol.

d. Setelah itu, udara tekan dialirkan ke dalam botol melalui selang yang terhubung

dengan botol.

e. Perekaman data dilakukan selama 45 menit dengan menggunakan program sfa4win.

f. Setelah pengukuran berakhir, selang dicabut dari botol dan dilakukan pembersihan

kembali sel fotoakustik.

g. Setelah sel fotoakustik bersih, dimulai pengukuran konsentrasi gas etilen untuk

sampel dalam botol BR. Kemudian, langkah c) sampai f) diulang kembali.

h. Langkah c) sampai f) diulang untuk sampel dalam botol BK.

i. Setelah proses pengukuran konsentrasi gas etilen untuk semua sampel selesai,

dilakukan pengamatan kondisi fisik dari masing-masing sampel.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kedelai Varietas Baluran Kelas BP

1) Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu

Page 88: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

81

2) Grafik Konsentrasi Vs Waktu

4.2. Kedelai Varietas Baluran Kelas BR

1) Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu

Page 89: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

82

2) Grafik Konsentrasi Vs Waktu

4.3. Kedelai Varietas Baluran Kelas BK

1) Grafik Sinyal/Daya Vs Waktu

Page 90: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

83

2) Grafik Konsentrasi Vs Waktu

1.4 Perbandingan Konsentrasi Etilen Awal Kelas BP, BR, dan BK

BP

Sinyal/Daya (Sinyal/Daya) Latar Konsentrasi ppm (1000ppb)

0,0165 5,72E-05 9,36E-06 9,36

BR

Sinyal/Daya (Sinyal/Daya) Latar Konsentrasi ppm (1000ppb)

0,017 5,72E-05 9,64E-06 9,64

BK

Sinyal/Daya (Sinyal/Daya) Latar Konsentrasi ppm (1000ppb)

0,011 5,72E-05 6,23E-06 6,23

KELAS KONSENTRASI (ppm)

BP 9,36

BR 9,64

BK 6,23

Page 91: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

84

1.5. Perbandingan Konsentrasi Etilen Flat Kelas BP, BR, dan BK

BP

Sinyal/Daya (Sinyal/Daya) Latar Konsentrasi ppm

1,11E-03 5,72E-05 5,99E-07 0,60

BR

Sinyal/Dayal (Sinyal/Daya) Latar Konsentrasi ppm

0,00403 5,72E-05 2,26E-06 2,26

BK

Sinyal/Daya Total (Sinyal/Daya) Latar Konsentrasi ppm

0,00188 5,72E-05 1,04E-06 1,04

KELAS KONSENTRASI (ppm)

BP 0,6

BR 2,26

BK 1,04

Page 92: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

85

1.6. Kondisi Fisik Kedelai

KELAS KONDISI FISIK

BP

o Semua biji mulai berkecambah yang dilihat dari

tumbuhnya akar. Tapi, akar masih belum menembus kulit

ari.

BR

o Semua biji mulai berkecambah yang dilihat dari

tumbuhnya akar.

o Jumlah biji yang akarnya masih belum menembus kulit ari:

56 biji

o Jumlah biji yang akarnya sudah menembus kulit ari

dengan panjang 5 mm: 18 biji

o Jumlah biji yang akarnya sudah menembus kulit ari

dengan panjang 10 mm: 26 biji

BK

o 98 biji mulai berkecambah yang dilihat dari tumbuhnya

akar. Tapi, akar masih belum menembus kulit ari.

o 2 biji tidak berkecambah

Page 93: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

86

Dalam penelitian ini telah diperoleh pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh

benih kedelai kelas BP, BR, dan BK saat berkecambah. Selain itu, grafik perbandingan

konsentrasi etilen awal dan grafik perbandingan konsentrasi etilen flat dari ketiga kelas,

menunjukkan bahwa adanya perbedaan konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh ketiga

kelas tersebut. Dari grafik perbandingan konsentrasi etilen awal dan grafik perbandingan

konsentrasi etilen flat dari ketiga kelas, tampak bahwa kelas BR menghasilkan gas etilen

paling banyak.

Jika hanya memperhatikan grafik perbandingan konsentrasi etilen awal maka hasil

perolehan data menunjukkan bahwa konsentrasi gas etilen berkaitan dengan kelas benih.

Walaupun konsentrasi gas etilen kelas BP sedikit di bawah kelas BR, hal ini adalah wajar

karena kelas BP diukur terlebih dahulu. Dengan demikian, untuk kelas BR terjadi

akumulasi 45 menit lebih lama dibandingkan dengan kelas BP.

Pada grafik perbandingan konsentrasi gas etilen flat konsentrasi gas etilen kelas BP

lebih kecil dari kelas BR dan BK. Faktor yang mungkin memperngaruhi adalah kebocoran.

Kebocoran mungkin terjadi karena selama 45 menit, udara tekan yang dialirkan ke dalam

botol dapat mendorong tutup karet. Jika memang terjadi kebocoran maka hasil pengukuran

seharusnya lebih tinggi dan data yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas

benih semakin tinggi konsentrasi gas etilen. Jika tidak terjadi kebocoran maka data yang

diperoleh tidak menunjukkan adanya kaitan antara konsentrasi gas etilen dengan kelas

benih. Dengan anggapan bahwa tidak terjadi kebocoran, maka penelitian ini tidak

menunjukkan adanya kaitan antara konsentrasi gas etilen dengan kelas benih.

Hasil pengamatan kondisi fisik benih menunjukkan bahwa benih kelas BR

mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan kelas BP dan BK.

Konsentrasi awal dan flat untuk kelas BR adalah lebih tinggi dari kelas BP dan BK. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kondisi fisik dengan

konsentrasi gas etilen yang dihasilkan selama perkecambahan.

V. Kesimpulan dan Saran

a. Kesimpulan

(1) Dalam penelitian ini berhasil diperoleh pola konsentrasi gas etilen yang dihasilkan

oleh benih kedelai kelas BP, BR, dan BK saat berkecambah. Untuk kelas BP

diperoleh konsentrasi awal 9,36 ppm dan konsentrasi flat 0,6 ppm. Untuk kelas BR

diperoleh konsentrasi awal 9,64 ppm dan konsentrasi flat 2,26 ppm. Untuk kelas BK

diperoleh konsentrasi awal 6,23 ppm dan konsentrasi flat 1,04 ppm.

Page 94: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

87

(2) Penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan konsentrasi gas etilen

yang dihasilkan oleh benih kedelai kelas BP, BR, dan BK saat berkecambah.

b. Saran

Pengukuran sebaiknya dilakukan beberapa kali untuk memperkuat data.

Daftar Pustaka

Andrianto. 2008. Optimalisasi Daya Laser CO2 Tipe Semi Sealed-Off sebagai Sumber

Radiasi Spektroskopi Fotoakustik Melalui Variasi Komposisi Gas CO2, N2, dan He.

Yogyakarta: USD (Skripsi S-1)

Harrison dan Miksovska. 2007. Kinetic Analysis of Plant Ethylene Production Using

Photoacoustic Spectroscopy. diunduh pada tanggal 1 November 2009 dari

http://www.reeis.usda.gov/ web/crisprojectpages/ 204242 .html Khan, A. A..1977. The Physiology and Biochemistry of Seed Dormancy and Germination.

NewYork.: North-Holland Publishing Company

Krisnamurthi, Bayu. 2003. dalam Jurnal Ekonomi Rakyat. diunduh pada tanggal 1

November 2009 dari http://www.ekonomirakyat.org/index5.php

Mitrayana. 2002. Ultra Sensitive Intracavity Photoacoustic Spectrometer with Sealed-off

CO2 Laser Source Applied to The Determination of Insect Trachea Volume Via Its

Respiration Mode Study. Yogyakarta: UGM (Tesis S-2)

Santosa, I. E..2008. Spektroskopi Fotoakustik. dalam Diskusi Forum Bersama Mahasiswa

Fisika Se-DIY, 20 September 2008 di USD, Yogyakarta.

Supadi,.2009. Dampak Impor Kedelai Berkelanjutan terhadap Ketahanan Pangan. dalam

analisis kebijakan pertanian volume 87 hal 105 diunduh pada tanggal 1 November

2009 dari http://pse.litbang.deptan.go.id

Watini, Katarina. 2008. Optimalisasi Detektor Fotoakustik dengan Menentukan Frekuensi

Resonansinya. dalam Diskusi Forum Bersama Mahasiswa Fisika Se-DIY, 20

September 2008 di USD, Yogyakarta.

Ethylene. diunduh pada tanggal 2 Oktober 2009 dari http://en.wikipedia.org/wiki/ethylene

Photoacoustic Spectroscopy. diunduh pada tanggal 2 Oktober 2009 dari

http://en.wikipedia.org/wiki/photoacoustic_spectroscopy

Page 95: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

88

Tanya Jawab

Detiza Goldianto Octensi H. , FMIPA – UGM ? Apakah laser yang digunakan hanya laser CO2? Apa alasan memilih laser CO2 pada

penelitian? ? Apakah ada sumber radiasi lain yang dapat digunakan untuk penelitian saudara selain

laser CO2?

Rudyanto, Pend.Fisika – USD @ Laser CO2 memilikki efisiensi mencapai 30%, hal ini melampaui semua jenis laser,

yang efisiensinya hanya 2%. @ Tidak ada yang lebih efisien dibandingkan laser CO2 .

Efi Mufliani, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD : ? Apakah ada kelemahan dari metode Spektroskopi Foto Akustik? ? Mengapa perbandingan etilen pada BR di awal selalu lebih tinggi dibandingkan

BP/BK?

Rudyanto, Pend.Fisika – USD @ Tanpa memperhatikan perangkaian alat, metode spektroskopi fotoakustik tidak ada

kelemahan dibandingkan dengan Gas Chromatograph ( GC ). Tetapi jika memperhatikan perangkaian alat, metode spektroskopi dengan menggunakan laser CO2 sebagai sumber radiasinya membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan pelurusan laser.

@ Perbandingan etilen pada BR pada kondisi flat dan awal selalu lebih tinggi dibandingkan BP dan BK karena pertumbuhan benih kedelai BR lebih cepat deibandingkan dengan BP dan BK.

Page 96: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

89

PENGARUH WAKTU KARBONASI TERHADAP KARAKTERISTIK

PEMBAKARAN BIOBRIKET DARI LIMBAH PENGGILINGAN PADI (SEKAM)

Laifa Rahmawati1, Rizky Stiyabudi2, Christin Lita Agustiani3

1Pend. IPA, FMIPA, UNY; [email protected] 2Pend. Fisika, FMIPA, UNY; [email protected]

3Fisika, FMIPA, UNY; [email protected]

Intisari. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh waktu karbonasi terhadap karakteristik pembakaran biobriket dari limbah penggilingan padi (sekam). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan waktu karbonasi dan dimensi sebagai variabel bebas.Waktu karbonasi, meliputi variasi waktu karbonasi 90 menit, 120 menit, dan 150 menit. Pengaruh variabel tersebut terhadap karakteristik pembakaran bioriket dari sekam dianalisis dari nilai uji pembakaran. Dari penelitian ini didapati kesimpulan bahwa pengaruh waktu karbonasi terhadap karakteristik pembakaran biobriket sekam berupa semakin lama waktu karbonasi biobriket sekam, semakin baik karakteristik pembakaran yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari semakin lama waktu karbonasinya, waktu pembakaran yang diperlukan untuk pengurangan massa semakin sedikit; bahwa semakin lama waktu karbonasinya maka laju pembakarannya akan semakin besar; serta adanya kenaikan temperature akhir yang sebanding dengan waktu karbonasi yang semakin lama.

Kata kunci : waktu karbonasi, biobriket ,sekam

THE EFFECT OF CARBONATION DURATION TO THE BURNING

CHARACTERISTICS OF BIOBRICKET FROM CHAFF

Abstract. This reseach is aimed to study about the effect of carbonation duration to the burning characteristics of biobricket from chaff. This research is an experimental research with carbonation duration as a independent variable. Carbonation duration includes variety of carbonation duration, 90 minutes, 120 minutes, and 150 minutes. The effect of these variables to the burning characteristics of biobricket from chaff is analyzed from the result of burning test. From this research, it can be concluded that the effect of carbonation duration to the burning characteristics of biobricket from chaff is in the form of in a longer carbonation duration, better burning characteristics is resulted. This can be seen from longer carbonation duration, less burning time is needed; in a longer carbonation duration, the burning velocity value is bigger; and there is a staraight comparison between carbonation duration and the increasing of the final temperature.

Keywords : carbonation duration, biobricket, chaff

I. Pendahuluan

Melonjaknya harga minyak dunia per Juli 2009 hingga menyentuh 73US$/barel

merupakan persoalan yang dihadapi dunia beberapa tahun terakhir. Konsumsi BBM yang

Page 97: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

90

mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya 1 juta/barel sehingga dapat

defisit yang dipenuhi melalui impor. Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup,

Rachmat Witoelar (Kompas, 12 Juni 2009) menyatakan bahwa cadangan minyak bumi

Indonesia saat ini semakin menipis dan tersisa bagi pemanfaatan selama 23 tahun,

cadangan batu bara di Indonesia tersisa 146 tahun,dan cadangan minyak bumi 23 tahun,

tetapi yang lebih ditekankan cadangan energi fosil pasti akan habis cepat atau lambat.

Persoalan lain dari penggunaan energi fosil ini adalah menjadi penyebab perubahan iklim

dan pemanasan global. Energi fosil ini banyak menghasilkan gas yang dapat menyebabkan

efek rumah kaca (Kompas, 12 Agustus 2009).

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak, pemerintah telah

menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang

Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif pengganti

bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat

diperbaharui sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak. Peraturan tersebut

kemudian diikuti dengan penerbitan Instruksi presiden No 1 tahun 2006 tertanggal 25

Januari 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel), sebagai

energi alternatif.

Indonesia memiliki beberapa sumber energi alternatif terbarukan yang berpotensi

besar, antara lain : energi hidro dan mikro hidro, energi biotermal, energi biomassa, energi

surya, dan energi angin.

Potensi sumber – sumber energi tersebut sebagai berikut (pranaka, 2006):

Tabel 1. Potensi energi terbarukan di Indonesia

Jenis Sumber

Energi

Potensi Kapasitas Terpasang

Hidro 75,67 GW 4200 MW

Mikrohidro 712 MW 206 MW

Geothermal 27 GW 807 MW

Biomassa 49,81 GW 302,4 MW

Surya 4,8 kWh/m²/day 6 MW

Angin 3 – 6 m/sec 0,6 MW

(Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2006 )

Page 98: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

91

Salah satu sumber energi alternatif terbarukan yang cukup menjanjikan adalah

biobriket. Hal ini mengingat bahwa Indonesia mempunyai potensi energi biomasa yang

cukup besar. Terutama penekanan pemerintah terutama dalam pemanfaatan energi hijau.

Pemanfaatan energi hijau telah dirancang sejak 2003, yang menjadi pertimbangan

pemerintah adalah Indonesia merupakan negara agraris dan berbagai tumbuh – tumbuhan

dapat tumbuh subur ( menteri ESDM, 2008). Diperkirakan potensi keseluruhan energi

biomasa setara 50.000 MW. Biomasa juga mempunyai kadar sulfur yang rendah (kurang

dari 1%). Karakteristik pembakaran bahan bakar briket dan bahan bakar lain dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2.Berbagai jenis bahan bakar dan karakteristiknya

Biobriket dapat merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari bahan baku

biomassa dengan campuran sedikit perekat. Terdapat beberapa jenis biobriket yang telah

dikembangkan, beberapa diantaranya adalah biobriket dari tebu, jerami, sisa gergajian

kayu, sabut kelapa, serta sekam. Biobriket terutama dikembangkan berdasarkan

kelimpahan bahan baku serta karakteristik pembakaran yang dihasilkan; salah satu bahan

baku biobriket yang sering digunakan adalah sekam padi.

Padi merupakan sumber makanan pokok orang Indonesia. Untuk dapat dikonsumsi,

padi harus diolah melalui beberapa proses terlebih dahulu, yang pada setiap pengolahan

padi selalu menghasilkan limbah sisa hasil pengolahan, termasuk limbah hasil

penggilingan beras. Pada saat penggilingan, dihasilkan limbah yang biasa disebut dengan

sekam. Dari catatan pada tahun 1995-2001, produksi sekam padi di Indonesia dapat

mencapai 4 juta ton per tahunnya. Oleh masyarakat, sekam pada umumnya hanya dibuang

percuma, kalaupun dimanfaatkan lebih jauh, sekam dijadikan sebagai media tanam

ataupun bahan bakar biomassa. Namun, pembakaran sekam dalam bentuk biomassa dinilai

kurang dari segi efektifitas pembakarannya.

Page 99: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

92

Dari penjelasan di atas maka akan dikaji mengenai pengolahan sekam menjadi

bioriket. Selama ini, telah banyak pembuatan biobriket dari sekam, namun perlu dilakukan

kajian yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas

biobriket tersebut. Dengan pengkajian mendalam yang dilakukan setelah percobaan yang

ditujukan untuk menguji faktor yang berpengaruh, maka diharapkan dapat diketahui

pengaruh faktor-faktor tesebut terhadap kualitas akhir biobriket. Kualitas biobriket

ditunjukkan dengan karakteristik pembakaran biobriket, yaitu nilai kalor pada pembakaran

briket dari sekam ini. Percobaan ini selanjutnya akan memberikan kontribusi terhadap

kajian kelaikan sekam sebagai biobriket maupun sebagai kajian mengenai variasi

perlakuan pada faktor yang berpengaruh pada kualitas akhir biobriket dari sekam,

sehingga dapat dihasilkan satu kajian mengenai variasi faktor, terutama waktu karbonasi,

yang akan memberikan kualitas pembakaran biobriket sekam yang terbaik. Penelitian serta

kajian ini dipandang penting terutama karena keduanya mendukung upaya untuk

menemukan sumber bahan bakar lain dengan memanfaatkan sumber daya yang melimpah

dan kurang bernilai ekonomis, sehingga penggunaan bahan bakar fosil dapat dikurangi.

II. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini dilaksanakan dalam

tiga tahapan mayor; yaitu tahap pembuatan biobriket sekam, tahap pengujian karakteristik

pembakaran biobriket sekam, serta analisis hasil pengujian. Tahapan pembuatan biobriket

sekam meliputi observasi serta pengumpulan bahan dan alat, karbonasi / pengarangan

sekam, pencetakan biobriket, serta pengeringan biobriket sekam. Variabel-variabel untuk

membatasi penelitian ini supaya tidak melebar, dimana variabel bebas yang digunakan

adalah waktu karbonasi, waktu karbonasi yang digunakan yatu 90 menit, 120 menit, dan

150 menit. Untuk mengkontrol variabel-variabel tadi digunakan variabel kontrol yaitu

tekanan 3 ton, massa sebelum pengarangan 50 gram, dengan suhu pengarangan 250 ◦C,

massa biobriket 5 gram, diameter 15 mm. Tahapan selanjutnya adalah tahap pengujian

karakteristik pembakaran biobriket sekam. Tahapan ini meliputi tahap pengujian nilai

kalor biobriket. Pengujian kharakteristik pembakaran juga dilakukan beberapa

pengontrolan terhadap laju pembakaran 0,6 m/s dan temperatur awal pembakaran 200 ◦C.

Tahap selanjutnya adalah menganalisis hasil pengujian tersebut, dimana dari hasil

pengujian dapat diketahui efisiensi pembakaran yang dari biobriket sekam dengan

biobriket yang telah ada sebelumnya.

Page 100: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

93

III. Hasil dan Pembahasan

Untuk mengetahui kharakteristik pembakaran suatu bahan bakar padat atau biomassa

dilakukan uji pembakaran yang nantinya dihasilkan data yang lengkap terkait dengan

efisiensi bahan bakar.

Grafik 1. Pengurangan massa pembakaran

Lama waktu karbonasi membuat tingkat kearangan semakin pekat dan semakin lama

tingkat karbonasi maka ukuran partikel biobriket sekam yang dikarbonasi akan semakin

kecil. Hal itu dikarenakan ketika dikarbonasi kandungan air yang ada di dalam biobriket

sekam semakin lama semakin berkurang. Pada grafik di atas, ditunjukkan bahwa bahwa

semakin lama waktu karbonasi maka waktu pembakaran yang diperlukan untuk

pengurangan massa biobriket sekam akan semakin berkurang akan semakin cepat terbakar.

Hal itu disebabkan karena partikel penyusun biobriket sekam dan kadar air di dalam

biobriket sekam juga semakin berkurang.

Grafik 2. Laju pembakaran

Page 101: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

94

Laju pembakaran pada grafik diatas di dapatkan berupa grafik berbentuk polymonial,

dimana dapat diketahui bahwa suatu ketika laju pembakaran mencapai titik maksimun,

tetapi titik maksimum laju pembakaran dari setiap biobriket sekam yang diuji berbeda-

beda, tergantung pada kadar air dan partikel penyusun biomasaa. Semakin renggang

partikel maka titik puncak laju pembakaran dari biobriket sekam akan semakin rendah.

Jadi dapat dikatakan bahwa dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa titik puncak

paling tinggi berada pada waktu karbonasi 150 menit. Setelah mencapai titik puncak paling

tinggi dengan waktu karbonasi yang dibutuhkan 150 menit maka grafik akan mengalami

peluruhan hingga pada titik terendah yang berarti bahwa semakin besar waktu pembakaran

maka laju yang dibutuhkan semakin besar. Apabila dibandingkan dari ketiga waktu

karbonasi maka didapatkan hasil bahwa semakin lama waktu karbonasinya maka laju

pembakarannya akan semakin besar.

Grafik 3. Temperatur Pembakaran

Pada grafik di atas ditampilkan hasil grafik hubungan antara waktu pembakaran

dengan temperatur akhir pembakaran. Dari hasil analisis grafik, didapatkan grafik yang

berbentuk linier untuk waktu karbonasi 90 menit dengan temperature akhir pembakaran

80 0 . Setelah mencapai temperature 800, maka grafik akan berbentuk polynomial dengan

variasi laju aliran 90 menit, 120 menit, dan 150 menit. Dari hasil juga terlihat bahwa pada

waktu karbonasi 150 menit maka temperatur akhir mengalami kenaikan pada temperatur

1200. Sehingga dapat dikatakan bahwa temperatur akhir akan mengalami kenaikan

sebanding dengan waktu karbonasi yang semakin lama.

Ketiga analisis di atas, digunakan untuk mengetahui pengaruh waktu karbonasi

terhadap karakteristik pembakaran, yang didasarkan pada uji pembakaran yang dilakukan

pada ketiga sampel biobriket sekam yang divariasikan waktu karbonasinya, yaitu 90 menit,

120 menit, serta 150 menit. Pada grafik pertama, grafik yang menunjukkan hubungan

Page 102: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

95

antara waktu karbonasi dengan pengurangan massa pembakaran, diketahui bahwa

semakin lama waktu karbonasi maka waktu pembakaran yang diperlukan untuk

pengurangan massa semakin berkurang akan semakin cepat terbakar. Pada grafik kedua,

yang menunjukan hubungan antara waktu karbonasi dengan laju pembakaran, diketahui

bahwa semakin besar waktu pembakaran maka laju yang dibutuhkan semakin besar. Dan

apabila dibandingkan dari ketiga waktu karbonasi maka didapatkan hasil bahwa semakin

lama waktu karbonasinya maka laju pembakarannya akan semakin besar. Pada grafik

ketiga, yang menggambarkan hubungan antara waktu karbonasi dengan temperatur

pembakaran, diketahui bahwa temperature akhir akan mengalami kenaikan sebanding

dengan waktu karbonasi yang semakin lama.

IV. Kesimpulan

Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa pengaruh waktu karbonasi terhadap

karakteristik pembakaran biobriket sekam berupa semakin lama waktu karbonasi biobriket

sekam, semakin baik karakteristik pembakaran yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari

semakin lama waktu karbonasi, waktu pembakaran yang diperlukan untuk pengurangan

massa semakin sedikit; semakin lama waktu karbonasi maka laju pembakarannya akan

semakin besar; dan adanya kenaikan temperatur akhir yang sebanding dengan waktu

karbonasi yang semakin lama.

Daftar Pustaka

Agus Rasidi. Briket Limbah Menghilangkan Sampah. 03 Januari 2008.

Borman,G.L.and Ragland,K.W.1998. Combusting.Engineering. McGraw-Hill Book Co.

Singapore.

Bungay,Henry. R.1981. Energi: The BiomassOptions, John Wilay & Sons, New York.

Chin, O.C, Siddiqui. 1999. Characteristic of some biomass briquettes prepared under

modest die pressure. Biomass dan Bioenergi 18,223 – 228. Pergoman.

Demibas., A.1997. Physical properties of briquettes from waste paper and wheat

strawmixtures. Energi conversion & Managemant journal, 40, 437-445, Elsevier.

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral ( DESDM). 2006. Statistika Energi

Indonesia.

Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi. Departemen Energi dan Sumber Daya

Mineral ( DESDM). 2006. Pemanfaatan Energi.

Page 103: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

96

Husein, M.Z.M. 2006. Semangat Berhemat Energi: Belajar dari Negara Maju, Inovasi

Vol 7.

Kementrian Negara Riset dan Teknologi(KNRT).2006. Buku Putih Penelitian,

Pengembangan dan Penera[pan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2005 – 2—25.

Jakarta.

Kompas, 12 juni 2009, Harga Minyak Dunia Dekati 73 Dollar AS.

Kompas, 12 Agustus 2009, Puluhan Ribu Kilometer Persegi Es Arktik Meleleh.

Lu Hong. 2006. Comprehensive Study of Biomass Priicle Combustion, Annual

ACERC Conference, February 22.

M. Syamsiro dan Harwin Saptoadi. 2007. Pembakaran Briket Biomassa Cangkang Kakao:

Pengaruh Temperatur Udara Prehea.Yogyakarta : Seminar Nasional Teknologi

2007.

Pranaka P. 2006. Ultilization of Biomass Sources In Indonesian : challanges &

Opportunity for the Development, Biomassa Asia Forum. Tokyo.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 5 tahhun 2006 Tentang Kebijakan Energi

Nasional

Rita Kartika Sari, Adi Setiadi, Patria Kusumadiya. 2007. Pembuatan Briket Arang.

Sofyan. Pembuatan Briket Arang. 31 Desember 2008

Sri Widowati.2008. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang

Sistem Agroindustri di Pedesaan. Bogor : Agrobio.

Vest.H. 2003. Small Scale Briquetting and Carbonasation of Organic Residus for Fuel.

Infogate. Eschbrown, Germany.

Tanya Jawab

Cicilia Wamman T.D. – USD

? Bahan apa yang digunakan untuk perekat sekam tersebut? Dan komposisi

campurannya?

Rizky Stiyabudi, Laifa Rahmawati, Cristin – UNY

@ Amilum ( pati )

Sekam ( 91% )

Amilum ( 5% )

Air ( 4% )

Page 104: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

97

PERANAN PENDIDIKAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

BAGI KESEJAHTERAAN MANUSIA

Nurhidayah

Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Ahmad Dahlan Yogyakarta

e-mail : [email protected]

Intisari. Menurut Comenius, pendidikan yang layak bagi anak didik atau peserta didik tidaklah dengan mencekoki berbagai kata-kata, kalimat dan ide-ide dalam kepala mereka yang diulurkan bersama beragam pengarang, tapi melainkan pendidikan harus mampu membuka pemahaman mereka terhadap dunia luas sehingga aliaran kehidupan bisa mengalir dari pikiran mereka. Pendidikan yang terjebak pada kebutuhan teknis dan melayani industri biasanya akan terjebak pada upaya menjawab pertanyaan mendasar tentang fungsi dan hakikat pendidikan. Jika pendidikan bertujuan menciptakan kesadaran, selain pengetahuan dan keterampilan teknis, maka hal ini memang berhadapan dengan dominasi ideologi yang membuat kebanyakan orang kehilangan daya kritisnya. Setiap transisi melibatkan perubahan, namun tidak setiap perubahan melahirkan transisi (Paulo Frire, 1967, terjemahan Alois A. Nugroho: 1984:7). Perubahan- perubahan ini tampak pada kemajuan pemikiran yang mendalam dan ini terlihat pada diri manusia ketika manusia menggapai cita-cita penuntutan terhadap mutu pendidikan untuk mencapai cita-cita tersebut. Oleh sebab itu semakin kompleks pula jiwa manusia karena didorong oleh tuntutan hidup yang semakin meningkat pula. Itulah sebabnya pendidikan beserta lembaga-lembaganya harus menjadi cermin dari cita-cita kelompok manusia disatu pihak dan pada waktu bersamaan dan sekaligus mampu mengubah dan meningkatkan cita-cita hidup kelompok manusia agar tidak terbelakang dan statis. Kata kunci : pendidikan, mutu pendidikan

THE ROLE OF EDUCATION IN INCREASING THE QUALITY OF EDUCATION FOR HUMAN WELFARE

Abstract. According to Comenius, a decent education for our students or learners are not with fed a variety of words, sentences and ideas in their heads that was offered with a variety of authors, but the other hands must be able to open their understanding to wide world so that life can flows from their minds. Education that is trapped on the technical needs and serving the industry commonky wich would trapped in an effort to answer fundamental questions about the function and education nature. If education aims to create awareness, besides knowledge and technical skills, so in this ceses actually face with the dominant ideology that makes most of people lose their critical power. Each transition involves a change, but not every change in birth transition (Frire Paulo, 1967, translate of Alois A. Nugroho: 1984:7). These changes appear on the progress of intended paradigm and it is seem in humans seft when humans get the dreams to ward the quality of education to achieve that goal. There fore the human soul is more complex because is supported by

Page 105: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

98

demands of life which is more increase too because of that educations and its institutions must be mirror of the ideals of the human groups in one side. At the same time also be able change and increase the ideals of life, of the human groups in order that not back word and static.

Keywords: education, quality of education

I. Pendahuluan

Pendidikan merupakan tempat untuk membuktikan adanya perbedaan tingkat

kemampuan seseorang. Melalui pendidikan, suatu bangsa akan mampu menciptakan

kader-kader atau generasi-generasi pencetus yang berkualitas. Oleh sebab itu, hanya

pendidikanlah yang bisa menjawab “apakah bangsa kita akan mampu menghadapi

persaingan intelektualitas di kancah internasional?”.

Memang pendidikan merupakan investasi yang sangat berharga untuk menjadikan

masa depan kita menjadi lebih baik dan ini terbukti dengan banyak orang yang berlomba-

lomba menuntut ilmu setinggi-tingginya bahkan sampai keluar negeri sekalipun. Namun

terlepas dari hal tersebut masih banyak saudara-saudara kita yang tidak bisa merasakan

indahnya pendidikan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu salah satunya faktor

kemiskinan.

Menurut Comenius dalam karyanya yang berjudul Didactica Magna (“Seni

Pengajaran yang Agung”) menyatakan bahwa prinsip terpenting adalah “education for

everyone” (pendidikan untuk semua), ini menunjukan Comenius berprinsip bahwa tidak

hanya orang kaya atau yang punya kekuasaan saja yang bisa merasakan pendidikan,

melainkan semua orang harus bisa merasakan pendidikan. Oleh karenanya masalah

pendidikan merupakan wahana yang sangat penting untuk mencapai kemerdekaan.

Dimana sejarah telah membuktikan hal itu ketika para pemimpin perjuangan kemerdekaan

diberbagai Negara jajahan memulai kegiatan mereka dari bidang pendidikan.

II. Deskripsi Konsep Pendidikan

Pendidikan bagi kehidupan umat manusia adalah suatu kebutuhan mutlak yang harus

dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa adanya pendidikan maka mustahil dan tidak mungkin

seseorang atau kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-

cita) untuk maju, berkembang, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup

mereka. Oleh sebab itu, pendidikan menjadi sarana utama yang perlu dikelola secara

sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teorikal dan praktikal sepanjag

waktu sesuai dengan lingkungan hidup manusia itu sendiri. Kerena pendidikan sangat

Page 106: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

99

berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa, maka ini dijadikan suatu pacuan

untuk mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain: (1) Dirkarya mengatakan

bahwa : Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia

ketaraf insani itulah yang disebut mendidik (Ditjen Dikti, 1983/1984:19). (2) Dictionary

of education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses dimana seseorang

mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya didalam

kehidupan bermasyarakat, proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh

lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia

dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan

individu yang optimum (Ditjen Dikti, 1983/1984:19). (3) Crow and crow menyebutkan

bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi

individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta

kelembagaan sosial dari generasi ke gerasi (Suprapto, 1975). (4) Ki Hadjar Dewantara

dalam Kongres Taman Siswa yang pertama pada tahun 1930 menyebutkan bahwa

pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan

batin, karakter), pikiran, intelek dan tubuh anak.

Dari uraian diatas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai : (1) Suatu proses

pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan. (2) Suatu pengarahan dan

bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya. (3) Suatu usaha sadar

untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikendaki oleh masyarakat. (4)

Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju dewasa (Fuad Ihsan,

2003).

Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan

pembentukan keterampilan saja, namun perlu diperluas sehingga mencakup usaha untuk

mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup

pribadi dan sosial yang memuaskan. Dari paparan tersebut maka implikasi konsep

pendidikannya adalah (a) Semua tenaga pendidikan baik pada jalur formal, nonformal

maupun informal yang mencakup manajer atau administrator pendidikan, pengawas

pendidikan atau supervisor, guru, dosen, eksper, dan narasumber serta tenaga penunjang

akademik harus memiliki pengertian yang benar tentang pendidikan, paham akan tujuan

pendidikan, menyiapkan segala sesuatu, serta melaksanakan tugasnya masing-masing

sesuai dengan prinsip pendidikan dan mengarah kepada pencapain tujuan pendidikan. Ada

tiga macam pendidikan, yaitu: (1) Pendidikan yang dipakai oleh masyarakat umum, yang

Page 107: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

100

tidak ilmiah melainkan diwariskan secara turun temurun; (2) Teori umum pendidikan yang

mirip dengan filsafat pendidikan, yang menekankan pada prinsip-prinsip mengajar atau

didakti; (3) Ilmu pendidikan, suatu pendidikan yang bersifat ilmiah, yang utuh sebagai satu

kesatuan ilmu. (b) Mendidik adalah suatu upaya untuk membuat peserta didik mau dan

dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi dan potensi-

potensi lainnya secara optimal kearah yang positif. (c) Tujuan mendidik adalah membantu

anak untuk mengembangkan semua potensi jiwa dan jasmaninya secara berimbang

harmonis dan terintegrasi sehingga menjadi manusia yang berkembang seutuhnya yang

diwarnai oleh sila-sila pancasila.

Untuk mengatasi praktik-praktik pendidikan yang bersumber dari konsep-konsep

pendidikan luar negri dan yang mengutamakan pengembangan kognisi, perlu segera

dipikirkan untuk mewujudkan ilmu pendidikan yang bercorak Indonesia. Serta

penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan sebagai bagian yang terpenting dalam

mengsukseskan misi pendidikan, sebab cara ini lebih menjamin dari pada nonsistem.

III. Pembahasan

1. Fungsi pendidikan

Pendidikan sangat berperan penting terhadap perkembangan seseorang maupun

sekelompok orang. Dengan pendidikan seseorang dapat merubah dirinya sendiri baik dari

segi tingkah laku maupun dari segi pemikirannya. Tidak heran bahwa banyak peserta didik

menuntut ilmu setinggi-tingginya sampai keluar negeri sekalipun untuk mencapai cita-cita

yang ingin digapainya. Fungsi pendidikan dapat diartikan secara sempit maupun secara

luas. Fungsi pendidikan secara sempit adalah membantu secara sadar perkembangan

jasmani dan rohani peserta didik, sedangkan pengertian secara luasnya adalah sebagai alat

pengembangan pribadi, perkembangan warga Negara, budaya dan bangsa (Fuad Ihsan,

2003).

Melalui pendidikan yang diberikan seseorang atau sekelompok orang dapat

mengetahui apa yang belum diketahui dan menambah wawasan pemikirannya sehingga

menjadi manusia yang seutuhnya. Suatu bangsa dikatakan maju apabila mutu

pendidikannya bagus sehingga dapat menciptakan kader-kader anak bangsa yang cerdas.

Page 108: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

101

2. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan di Indonesia tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia

(UURI) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-

peraturan pemerintah yang bertalian dengan pendidikan. Dalam peraturan pemerintah

republik Indonesia (PPRI) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

pasal 26 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan dasar bertujuan untuk meletakan dasar :

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri,

mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dari urain tersebut dapat dikatakan bahwa peranan

pendidikan dari mulai SD, SMP, SMA dan pendidikan tingkat lanjut mempunyai tujuan

yang sama, hanya saja dalam pendidikan dasar dinyatakan dalam peletak dasar, sedangkan

pendidikan umum disebutkan untuk meningkatkan apa yang telah dicapai pada pendidikan

dasar. Masih dalam pasal yang sama yaitu ayat 4 pada PP itu menyatakan bahwa tujuan

pendidikan tinggi adalah untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat

yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, terampil, mandiri, mampu menemukan,

mengembangkan dan menerapkan ilmu, teknologi, serta seni yang bermanfaat bagi

kemanusiaan. Tujuan pendidikan tinggi ini sudah komprehensif, sebab sudah mencakup

ranah afeksi, kognisi, dan psikomotor, serta dilengkapi dengan kemampuan mandiri dan

menjadi ilmuwan. Jika tujuan pendidikan diatas dikaitkan dengan tujuan pendidikan

nasional yang tertulis dalam UURI No. 20 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa tujuan

pendidikan nasional berupaya untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga Negara yang demokratis

serta bertanggungjawab.

Secara umum tujuan-tujuan pendidikan di Indonesia, baik tujuan-tujuan sekolah,

perguruan tinggi, maupun tujuan nasional sudah mencakup tiga ranah perkembangan

manusia, seperti yang tertulis dalam teori-teori pendidikan, yaitu perkembangan afeksi,

kognitif, dan psikomotor. Melalui sistem pendidikan nasional diharapkan setiap rakyat

Indonesia mempertahankan hidupnya, mengembangkan dirinya dan secara bersama-sama

membangun masyarakatnya. Dengan demikian tujuan pendidikan di Indonesia yang sudah

komprehensif yang mencakup afeksi, kognitif, dan psikomotor hendaklah dikembangkan

secara berimbang, optimal, dan integrative. Berimbang artinya perkembangan ketiga ranah

tersebut diatas dilakukan dengan intensitas yang sama, yang professional dan tidak berat

sebelah. Optimal artinya setiap ranah itu dilayani perkembangannya sesuai dengan besar

Page 109: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

102

potensinya masing-masing. Sedangkan integrative menunjukan perkembangan ketiga

ranah itu dikaitkan satu dengan yang lain sehinggan menjadi kebulatan.

3. Faktor-faktor Pendidikan

Ada beberapa faktor pendidikan yang dapat membentuk pola interaksi atau saling

mempengaruhi diantaranya adalah sebagai berikut :

(1) Faktor Tujuan; Menurut Langeveld dalam bukunya Beknopte Teoritische Pedagogik

bahwa macam-macam tujuan pendidikan dibedakan sebagai berikut yaitu tujuan

umum, tujuan tak sempurna/ tak lengkap, tujuan sementara, tujuan perantara dan

tujuan insidental.

(2) Faktor Pendidik; ini dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu: (a) pendidik menurut

kodrat yaitu orang tua; Maksudnya pendidik pertama dan utama karena secara kodrati

anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya yaitu ibu. Hubungan orang tua dan

anaknya dalam edukatif mengandung dua unsur dasar yaitu unsur kasih sayang

pendidik terhadap anak dan unsur kesadaran dan tanggung jawab dari pendidik untuk

menuntun perkembangan anak. (b) Pendidik menurut jabatan yaitu guru; Maksudnya

guru sebagai pendidik menerima jabatan dan tanggung jawab dari tiga pihak yaitu

orang tua, masyarakat dan Negara. Tanggungjawab dari orang tua diterima guru atas

dasar rasa kepercayaan bahwa guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran

sesuai dengan perkembangan peserta didik dan diharapkan pula dari pribadi guru

memancar sikap-sikap dan sifat-sifat yang normative baik sebagai kelanjutan dari

sikap dan sifat orang tua pada umumnya yaitu kasih sayang pada peserta didik dan

tanggungjawab pada tugas pendidik.

(3) Faktor Peserta Didik; Seiring dengan perubahan dan kemajuan pendidikan dimana

pendidikan dulu memandang peserta didik sebagai organisme yang pasif dan hanya

menerima informasi dari orang dewasa. Kini paradigma itu bergeser sejalan dengan

komunikasi antara manusia berkembang amat cepat. Hal ini ditinjau dari konteks yang

mendorong perkembangan seseorang yaitu : (a) Lingkungan dimana peserta didik

secara kebetulan dan kadang-kadang belajar secara tidak terprogram; (b) Lingkungan

belajar dimana peserta didik belajar secara sengaja dan dikehendaki; (c) Sekolah

dimana peserta didik belajar mengikuti program yang ditetapkan; (d) Lingkungan

pendidikan optimal, di sekolah yang ideal dimana peserta didik dapat melakukan cara

belajar siswa aktif (CSBA) sekaligus menghayati / mengimplisitkan nilai-nilai.

Page 110: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

103

Secara teoritis peserta didik bisa berkembang secara optimal dalam arti kata mampu

berkembang kreatif optimal: (a) Faktor Isi / Materi Pendidikan ialah segala sesuatu yang

berasal dari pendidik yang diberikan secara langsung kepada peserta didik dalam rangka

untuk mencapai tujuan pendidikan. Adapun materi yang disampaikan yaitu harus materi

yang sesuai dengan tujuan pendidikan dan peserta didik; (b) Faktor Metode Pendidikan;

Hal ini ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi ini dapat berlangsung

secara efektif dan efesien dalam mencapai pendidikan dan tujuannya maka dibutuhkan

pemilihan bahan / materi pendidikan yang tepat. Oleh sebab itu, perlu menentukan suatu

metode agar mempunyai patokan yang bersumber dari beberapa faktor dan faktor utama

yang menetukan adalah tujuan yang akan dicapai; (c) Faktor Situasi Lingkungan; Faktor

lingkungan ini juga mempengaruhi pendidikan yaitu meliputi lingkungan fisis, lingkungan

teknis maupun lingkungan sosial. Dimana faktor ini dapat berefek negarif terhadap

pendidikan maupun peserta didik baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

IV. Kesimpulan

Pendidikan adalah suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar

pandangan hidup bangsa itu sendiri. Dan sekaligus juga menunjukan sesuatu bagaimana

warga negaranya berfikir dan berperilaku secara turun temurun hingga kepada generasi

berikutnya yang dalam perkembangan akan sampai pada tingkat peradaban yang maju atau

meningkatnya nilai-nilai kehidupan dan menghasilkan pembinaan kehidupan yang

sempurna. Melalui usaha yang dilakukan tersebut akan tertanam nilai-nilai dan norma-

norma pada diri manusia dan hal itu dapat diwariskan pada kader-kader bangsa untuk

mengembangkannya dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses

pendidikan.

Ditinjau dari tujuan pendidikan Paulo Freire mengemukakan bahwa pendidikan

hendaklah membuat manusia menjadi transitif yaitu suatu kemampuan menangkap dan

menanggapi masalah-masalah lingkungan serta kemampuan berdialog tidak hanya dengan

sesama, tetapi juga dengan dunia beserta segala isinya (Freire, 1984). Selanjutnya ia

mengatakan bahwa pendidikan harus pula membekali manusia dengan kemampuan untuk

mempertahankan diri terhadap kecenderungan semakin kuatnya kebudayaan industri

meskipun kebudayaan itu dapat menaikan standar hidup manusia. Seperti yang dikemukan

oleh Alvin Toffler (1987) yang menyatakan bahwa masa sekarang tidak sama dengan masa

yang akan datang. Oleh sebab itu peranan pendidikan terhadap kemajuan suatu bangsa

sangat berperan penting untuk mengembangkan diri secara alami atau wajar dalam arti

Page 111: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

104

memberi kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan potensi-potensi mereka

seperti apa adanya. Namun cita-cita tersebut tidak mungkin dapat dicapai jika manusia itu

sendiri tidak berusaha keras meningkatkan kemampuannya seoptimal mungkin melalui

pendidikan, karena proses kependidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap berdasarkan

peranannya yang matang untuk mencapai tujuan dan cita-cita tersebut.

Daftar Pustaka

Barnadib, Ny. Soetari. 1985. Pendidikan Sistematis.Yayasan Penerbit FIP-FKIP:

Yogyakarta.

Freire, Paulo. 1984. Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan. PT Gramedia: Jakarta.

Ihsan, Fuad. 2003. Dasar-dasar Kependidikan. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Soyomukti, Nurani. 2008. Metode Pendidikan Marxisme Sosialis. Ar-Ruzz Media:

Yogyakarta.

Undang-undang Nomor 2/1989. 1990. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Departemen

Penerangan.

Zubaedi. 2007. Pendidikan Berbasis Masyarakat. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Tanya Jawab

Hendra Agus S. , Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Bagaimana mutu pendidikan di Indonesia

? Standar mutu pendidikan yang baik

? Bagaimana pendidikan nonformal bisa mendukung dari pendidikan formal itu sendiri

Nur Hidayah – UAD

@ Mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah tidak bisa seutuhnya menjadi penentu dari

mutu pendidikan, banyak faktor lain yang terkait.

@ Peningkatan standarisasi mutu pendidikan dengan perkembangan kurikulum (KBK,

KTSP)

@ Pendidikan nonformal bisa mendukung adanya pendidikan formal karena banyak hal-

hal yang bisa dicapai/prestasi dari pendidikan non formal

Contoh: homeschooling

Page 112: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

105

Rusli Irwanto, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Bagaimana pandangan anda tentang pendidikan yang terdapat unsur ketidakjujuran?

? Bagaimana pola pendidikan yang benar dan bagus untuk meningkatkan mutu

pendidikan bagi kesejahteraan manusia?

Nur Hidayah – UAD

@ Kejujuran dalam pendidikan itu sebenarnya dapat dicapai dengan kesadaran diri dan

menanamkan pola-pola pendidikan yang ada.

@ Dengan ranah kognitif dan psikomotor dari diri sendiri kemudian baru kepada orang

lain.

Page 113: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

106

UPAYA MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA

MELALUI METODE PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW)

Hidayati

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Yogyakarta

Intisari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan minat dan prestasi belajar fisika melalui metode pembelajaran Think Talk Write (TTW) mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA FKIP UST tahun akademik 2009/2010. Selain itu juga untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran TTW. Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah ada peningkatan minat dan prestasi belajar fisika melalui metode pembelajaran TTW. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA FKIP UST yang menempuh mata kuliah fisika sebanyak 27 mahasiswa. Obyek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan proses pembelajaran melalui metode TTW, minat belajar fisika dan prestasi belajar fisika. Penelitian dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan September 2009 sampai Februari 2010. Teknik pengumpulan data dengan teknik observasi, wawancara, catatan lapangan, angket dan tes. Angket untuk menjaring data minat belajar dan tes untuk menjaring data prestasi belajar fisika. Validitas instrumen angket dan tes dicari dengan korelasi Produk Moment dari Pearson. Reliabilitas instrumen angket dan tes dicari dengan Alpha Cornbach. Analisis data angket partisipasi mahasiswa dicari dengan kriteria Sukardi (2006:147). Analisis prosentase keberhasilan menggunakan rumus Suharsimi Arikunto (2006:214). Penentuan skor peningkatan individu dan kelompok dicari dengan kriteria Muslimin Ibrahim (2006:57). Hasil penelitian menunjukan bahwa ada peningkatkan minat mahasiswa dalam pembelajaran fisika melalui metode TTW dari kriteria sedang menjadi kriteria tinggi atau dari skor rata rata siklus I sebesar 58,62 menjadi 77,33 pada siklus II. Selanjutnya ditemukan bahwa ada peningkatan prestasi belajar fisika setelah diajar melalui metode TTW. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai awal rata rata sebesar 48,43 kemudian pada siklus I menjadi 65,89 dan pada siklus II menjadi 80,78. Ditinjau dari respon mahasiswa diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran melalui metode TTW lebih menarik minat dan lebih menyenangkan sebab jika ada kesulitan dapat ditanyakan kepada kelompok dan mendapat penghargaan.

THE EFFORT TO IMPROVE ACHIEVEMENT AND INTEREST PHYSICAL

LEARNING THROUGH THINK TALK WRITE (TTW)

Abstract. This research have a purpose to improve interest and achievement of physical learning through Think Talk Write (TTW) learning method university student IPA FKIP UST academic year 2009/2010. Else to know student respond about realization of TTW learning. Action hypothesis in this research is there are interest and achieve to learn physic through TTW learning method. This research is a action research that done collaboratively. Subject in this research are 27 students of Science Education study program of FKIP UST that have physics subject. Object in this research is learning process execution with TTW method, interesting and achieve to learn physic. This research is done for 6 months, start

Page 114: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

107

from September 2009 until Februari 2010. Collecting data method and observation technical, interview, field notes, questionnaire and exam. Questionnaire for filter study interest data and exam for filter study physic achievement data. Validity of questionnaire instrument and exam are searched by moment product correlation from Pearson. Reliability of questionnaire instrument an exam are searched by Alpha Cornbach. Questionnaire data analysis of student university participation are search by Sukardi criteria (2006:147). Achievement percentage analysis use Suharsimi Arikunto method (2006:214). Determination of increment of individual and groups are search by Muslim Ibrahm Criteria (2006:57). The result of this research show that there are increment of student interest in studying physic by TTW method from medium criteria to high criteria or from average score cycle 1 about 58,62% to 77,33% on cycle II. Then founded that there are increment in learning physic achievement after taught by TTW method. It can be proved from average first score about 48,83 then in 1st cycle become 65,89 and in 2nd cycle become 80,78. Viewed from university student respond, can be concluded that learning by TT method more intrigue and more pleasant because if there are some difficulties can be asked in groups and get reward. Keyword : Think Talk Write Learning Mathod, Interest and Achievement.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana penting untuk mencetak manusia yang berkualitas.

Untuk mewujudkan hal tersebut peran pendidik sangat besar, antara lain dalam hal

peningkatan mutu pendidikan dan keberhasilan mahasiswa. Ini berarati dosen sebagai

pendidik dituntut untuk dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dengan baik.

Berhasil tidaknya suatu pembelajaran yang diterapkan pendidik di kampus salah satunya

tergantung dari metode dan strategi yang digunakan.

Pendidik sebagai agen pembelajaran harus mampu menyajikan proses pembelajaran

secara kontekstual dengan melibatkan keaktifan mahasiswa secara langsung. Sebaik

apapun substansi materi, tetapi jika pendidik tidak mampu mengemas secara baik dalam

penyampaiannya, maka substansi materi tersebut tidak akan sampai kepada mahasiswa.

Dalam arti mahasiswa akan menjadi bosan karena kurangnya respon dan antusiasme

mereka. Untuk itu pendidik harus mampu meramu sistem pembelajaran dan mampu

menyampaikannya secara menarik, efektif dan inovatif sehingga dapat mendorong

kreatifitas mahasiswa dan menumbuhkan minat belajarnya, yang pada akhirnya akan dapat

meningkatkan prestasi belajar fisikanya.

Fisika sebagai salah satu mata kuliah yang harus ditempuh oleh mahasiswa program

studi pendidikan IPA FKIP UST pada semester I, dengan bobot 2 sks teori dan 1 sks

praktikum. Berdasar pengamatan yang ada diperoleh data bahwa prestasi belajar fisikanya

Page 115: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

108

masih di bawah rata rata. Hal ini disebabkan karena selama ini dalam pelaksanaan

pembelajarannya masih menggunakan metode konvensional dan ceramah, sehingga

mahasiswa cenderung pasif, menghafal seperangkat fakta dan konsep yang dijelaskan

dosen. Hal lain yang turut andil melatar belakangi masalah ini adalah adanya asumsi siswa

dari tingkat SD sampai PT yang menganggap bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang

paling membosankan, sulit dimengerti dan bahkan menakutkan.

Untuk menanggulangi hal tersebut tidaklah mudah, namun dibutuhkan strategi yang

jitu agar dapat menarik minat dan keinginan mahasiswa untuk belajar, yang pada akhirnya

akan dapat meningkatkan prestasi belajar fisikanya. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah dengan memilih metode pembelajaran yang dapat memberi kesempatan

seluas luasnya kepada mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat mengembangkan seluruh

potensi yang dimilikinya. Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan adalah

metode Think Talk Write (TTW)

Melalui metode pembelajaran Think Talk Write (TTW) mahasiswa mempunyai peran

yang sangat dominan, yaitu terjadinya kerja sama dalam kelompok dengan ciri utama

berfikir, berbicara dan menulis atau mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas,

sehingga semua mahasiswa akan berusaha untuk dapat memecahkan permasalahan yang

dihadapi. Hal ini berarti mahasiswa mempunyai kesempatan yang luas untuk bekerja

sendiri dan bekerja bersama orang lain untuk memecahkan masalah dengan cara

berdiskusi. Hasil akhirnya adalah mahasiswa dapat mengkomonikasikan pengetahuan yang

telah diperoleh kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Jika metode TTW ini

dibiasakan akan dapat membantu mahasiswa yang berkemampuan rendah untuk dapat

meningkatkan kemampuannya, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan minat dan

prestasi belajar fisikanya.

B. Pembatasan Masalah.

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada upaya meningkatkan minat dan

prestasi belajar fisika melalui metode Think Talk Write (TTW) Mahasiswa Program Studi

Pendidikan IPA FKIP UST Tahun Akademik 2009/2010.

C. Perumusan Masalah.

1. Bagaimanakah proses pembelajaran dengan menggunakan metode Think Talk Write

(TTW) sehingga dapat meningkatkan minat belajar fisika mahasiswa Program Studi

Pendidikan IPA FKIP UST Yogyakarta Tahun Akademik 2009/2010?.

Page 116: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

109

2. Bagaimana metode pembelajaran TTW sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar

fisika mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA FKIP UST Yogyakarta Tahun

Akademik 2009/2010?.

3. Bagaimana respon mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA FKIP UST Yogyakarta

Tahun Akademik 2009/2010 setelah mengikuti pembelajaran fisika dengan

menggunakan metode TTW?.

D. Tujuan Penelitian.

1. Untuk mengetahui peningkatan minat belajar fisika mahasiswa Program Studi

Pendidikan IPA FKIP UST Yogyakarta Tahun Akademik 2009/2010 melalui metode

Think Talk Write (TTW)

2. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar fisika mahasiswa Program Studi

Pendidikan IPA FKIP UST Yogyakarta Tahun Akademik 2009/2010 melalui metode

TTW .

3. Untuk mengetahui respon mahasiswa setelah mengikuti pembelajaran fisika melalui

metode TTW.

II. KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori.

1. Prestasi Belajar Fisika.

Pengertian prestasi menurut Anton Moeliono (2005:144) adalah ”upaya yang telah

dicapai atau dilakukan atau dikerjakan dan sebagainya”.

Menurut Nasution (2008:35) ”belajar adalah suatu kegiatan yang membawa

perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah

pengetahuan melainkan juga jumlah kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian,

penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek pribadi

seseorang”.

Pengertian fisika menurut Tipler (2001: Vii) ”adalah pengetahuan yang paling

mendasar karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda.” Dengan demikian

fisika tidak hanya terjadi dari sekumpulan fakta berupa hukum tapi juga merupakan cara

berfikir. Karena itu fisika adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengungkap rahasia

alam dengan cara berfikir dan bertindak atas dasar observasi dan eksperimen. Materi

fisika yang dibahas dalam penelitian ini adalah fluida statis, fluida dinamis dan gerak

harmonis.

Page 117: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

110

Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian

prestasi belajar fisika adalah tingkat perubahan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan

dari diri siswa tentang materi fisika yang dikaitkan dengan alam sekitar melalui proses

belajar. Tingkat perubahan ini yang digunakan sebagai informasi untuk mengetahui

seberapa jauh pengetahuan dan kemampuan telah dicapai oleh mahasiswa pada akhir

proses pembelajaran, dan hasilnya dituangkan dalam bentuk angka atau nilai.

2. Minat Belajar Fisika

Menurut Anton M. Moeliono (2005: 583) “minat adalah kecenderungan hati yang

tinggi terhadap suatu gairah, keinginan”. Selanjutnya Muhibbin Syah ( 2000 : 71)

mendifinisikan bahwa “minat adalah kecenderungan, kegairahan atau keinginan yang

tinggi terhadap sesuatu, minat mempengaruhi dalam pemusatan perhatian sehingga

mendorong untuk melakukan atau memperhatikan sesuatu dengan sungguh-sungguh.

Adapun yang dimaksud minat belajar fisika adalah aspek psikologi seseorang yang

menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, keinginan, perasaan suka untuk

melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan dalam belajar fisika,

yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman, dengan kata lain, minat belajar fisika

itu adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang (mahasiswa) terhadap pelajaran

fisika yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam belajar

fisika.

3. Metode Pembelajaran Think Talk Write (TTW)

Think Talk Write (TTW) adalah suatu pembelajaran yang dimulai dengan berpikir

melalui bahan bacaan, yaitu menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi. Hasil

bacaannya kemudian dikomunikasikan melalui presentasi dan diskusi. Dari hasil presentasi

ini kemudian dibuat laporannya. Sintaksnya adalah informasi, kelompok untuk membaca-

mencatat-menandai, presentasi, diskusi, dan melaporkan.

(http://yadirosadi.co.cc/category/pendidikan/). Strategi pembelajaran TTW dibangun

melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW ini dimulai dari

keterlibatan mahasiswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses

membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (talking) dengan temannya dalam

kelompok sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam

kelompok yang heterogen dengan jumlah tiga sampai lima mahasiswa. Dalam kelompok

Page 118: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

111

ini mahasiswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan ide

bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Alur TTW meliputi :

a. Berpikir (thinking)

Aktifitas berpikir (Think) dapat dilihat dari proses membaca soal atau bacaan fisika

atau membaca kejadian alam. Misalnya: mengapa pesawat bisa terbang di awan?.

Mengapa kapal laut sebesar dan seberat itu tidak tenggelam?. Mengapa dongkrak kecil

bisa mengangkat mobil yang berat?. Mengapa air bisa dialirkan naik ke gedung

bertingkat?. Mengapa kita bisa mendengar bunyi?. dan sebagainya. Jawaban dari apa yang

telah dibaca dan beberapa hasil pemikiran tersebut kemudian dibuat catatannya. Dalam

membuat catatan ini mahasiswa mempersatukan ide yang disarikan dari bacaan, masalah

atau soal, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa sendiri, dan hasilnya dipresentasikan

di depan kelas. Hal ini jika dilakukan secara rutin akan dapat merangsang aktifitas berpikir

sebelum, selama dan setelah membaca, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan

minat, pengetahuan dan ketrampilan berpikir mahasiswa.

b. Berdiskusi (Talking)

Pada tahap Talk atau berdiskusi atau berkomunikasi dengan kelompoknya

menggunakan kata kata dan bahasa mereka sendiri. Talking membantu pendidik untuk

mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa dalam belajar, sehingga dapat digunakan untuk

mempersiapkan perlengkapan pembelajaran yang dibutuhkan.

Strategi talking ini memungkinkan mahasiswa untuk terampil berbicara. Proses

komunikasi dipelajari mahasiswa melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi

dengan lingkungan sosialnya. Misalnya mengkomunikasikan tentang ide fisika yang

dihubungkan dengan pengalaman mereka, sehingga mereka mampu untuk menulis tentang

ide itu. Ketrampilan berkomunikasi dapat mempercepat kemampuan mahasiswa dalam

mengungkapkan idenya melalui tulisan. Selanjutnya dengan berkomunikasi dapat

menkontruksi berbagai ide untuk dikemukakan melalui dialog. Dalam hal ini pendidik

hanya berperan sebagai mediator dalam lingkungan belajar.

c. Fase Write adalah menuliskan hasil diskusi yang telah dikerjakan.

Aktifitas menulis berarti mengkontruksi ide, karena setalah berdiskusi atau berdialog

antar teman, kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Aktivitas menulis akan

membantu mahasiswa dalam membuat hubungan dan memungkinkan pendidik melihat

Page 119: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

112

pengembangan konsep dan memantau kesalahan mahasiswa, konsepsi mahasiswa terhadap

ide yang keliru dan keterangan nyata dari prestasi mahasiswa.

Kelebihan Metode Think Talk Write (TTW).

Menurut Silver dan Smith yang dikutip oleh Bansu Irianto Ansari (dalam

Http://pendidikanmatematika.blogspot.com/2009/03/pendekatan -think-talk-write) adalah:

a. Mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan dan menantang

setiap siswa untuk berpikir.

b. Mendengarkan secara hati-hati ide siswa.

c. Menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan dan tulisan.

d. Memutuskan apa yang digali dan dibawa siswa dalam diskusi.

e. Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasi persoalan-persoalan,

menggunakan model, membimbing dan membiarkan siswa berjuang dengan

kesulitan.

f. Memonitor dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi, dan memutuskan kapan dan

bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan.

1. Hasil penelitian Yusi Maryati (2008:77) menyimpulkan bahwa metode Think Talk

Write (TTW) dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa klas 2 SMP

Negri Bandung.

2. Hasil penelitian Taufiq (2009) menyimpulkan bahwa penggunaan strategi TTW

dapat meningkatkan hasil belajar dimensi tiga di kelas VIII SMP Negri Peukan.

C. Kerangka Berpikir

Untuk dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar fisika adalah pendidik harus

mampu mengemas materi dengan baik dan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang

optimal. Salah satu model pembelajaran yang dapat memberi kesempatan seluas luasnya

pada mahasiswa untuk berkembang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya adalah

metode Think Talk Write (TTW).

Dalam metode pembelajaran TTW mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok

heterogen yang mempunyai kemampuan sama. Dalam kelompok ini mahasiswa diberi

kesempatan untuk bertindak, mengeluarkan pendapat tanpa takut salah, berdiskusi dan

mengkomunikasikan hasilnya pada teman lain didepan kelas. Dengan pembelajaran TTW

Page 120: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

113

ini diharapkan dapat meningkatkan aktifitas dan minat mahasiswa dalam belajar fisika

yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar fisikanya.

D. Pengajuan Hipotesis.

Ada peningkatan minat dan pretasi belajar Fisika melalui metode pembelajaran

Think Talk Write (TTW) mahasiswa program Studi Pendidikan IPA FKIP UST

Yogyakarta Tahun Akademik 2009/2010.

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilakukan secara

kolaboratif. Ciri utama PTK ini adalah tindakan yang berulang dan metode utamanya

adalah refleksi diri yang bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran.

B. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan

IPA FKIP UST Yogyakarta Tahun Akademik 2009/2010.

Obyek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan proses pembelajaran, minat dan

prestasi belajar fisika, yang diperoleh dari penggunaan metode Think Talk Write (TTW).

C. Disain Penelitian

Disain dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan

menggunakan model spiral dari Kemmis dan Taggart yang dikutip oleh Sukardi

(2006:214) yang terdiri dari dua siklus dan empat komponen tindakan yaitu perencanaan,

tindakan, observasi, dan refleksi.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengamatan

(observasi), pedoman wawancara, angket minat belajar fisika dan tes prestasi belajar

fisika. Untuk mencari validitas instrumen minat dan tes prestasi belajar fisika digunakan

rumus korelasi produk momen dari Pearson (Suharsimi Arikunto, 2006:104). Untuk

mencari reliabilitas instrumen minat dan prestasi belajar fisika dengan rumus Alpha

Cornbah (Suharsimi Arikunto, 2006:158 ).

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa lembar observasi dalam setiap

proses pembelajaran, angket mahasiswa pada akhir siklus, hasil wawancara yang

dilakukan dengan mahasiswa pada akhir siklus dan tes prestasi belajar fisika.

Page 121: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

114

Tes penempatan bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa. Tes

kemampuan awal ini ini untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar fisika mahasiswa

sebelum dan sesudah diberikan tindakan. Dari hasil tes penempatan diperoleh data sebagai

berikut:

Tabel 1. Nilai Tes Awal / Penempatan dan Pembentukan Kelompok.

Sebaran Nilai Anggota No 1 2 3 4 5 5

Jumlah

N

Rata-rata Kelompok

1 2 3 4 5 6

55 54 57 54 54 56

57 56 55 55 56 54

44 45 44 44 43 44

40 41 42 44 43 44

- 44

- 40 40

-

196 240 198 237 236 199

4 5 4 5 5 4

4948

49,547,447,249,5

I II III IV V VI

Jumlah 1305 Rata-rata Nilai Tes Awal 48,43

1. Kegiatan Pada Siklus I

a. Presentasi Dosen.

Sebelum mahasiswa belajar secara individu, dosen memberikan materi yang akan

dipelajari. Hal ini dilakukan karena dosen tetap mempunyai peran meskipun tidak terlalu

dominan. Peran dosen dalam pembelajaran ini adalah mengatur dan memantau jalannya

diskusi dalam belajar kelompok, saat presentasi di depan kelas dan memberi apersepsi

tentang materi yang dipelajari.

b. Belajar Secara Individu.

Dalam pertemuan siklus I, mahasiswa diberi lembar pertanyaan atau tugas yang

harus dikerjakan secara individu di meja masing masing. Untuk memantau jalannya

kegiatan, peneliti melakukan pengamatan dengan berkeliling.

c. Belajar Secara Kelompok.

Setelah mahasiswa memahami dan menjawab pertanyaan atau tugas secara individu,

hasil pemikiran tersebut selanjutnya didiskusikan dengan anggota kelompok masing

masing dan dipresentasikan di depan kelas. Hasil pengamatan saat presentasi, diskusi dan

pembuatan laporan secara kelompok pada siklus I, dapat disajikan seperti pada tabel 2

berikut.

Page 122: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

115

Tabel 2: Nilai Presentasi, Diskusi dan Laporan Kelompok Pada Siklus I

Pengamatan ke Kelompok

1

2

3

Jumlah

Rata-rata per Kelompok

I II

III IV V

VI

50 55 50 54 50 52

60 62 61 63 60 65

69 70 69 72 68 73

179 187 180 189 178 190

59,67 62,33 60,00 63,00 59,33 63,33

Jumlah 311 371 421 Rata-rata per Pengamatan

51,83 61,83 70,17

d. Pelaksanaan Tes Akhir Siklus I.

Tes diberikan pada akhir siklus I, mencakup materi pembelajaran fisika yang telah

disampaikan dengan metode TTW.

Tabel 3. Nilai Tes Akhir Fisika Siklus I

Nilai Masing-Masing Anggota NO

1 2 3 4 5 5

Jumlah

N

Rata-rata Kelompok

1

2

3

4

5

6

80

82

80

81

82

83

69

67

66

67

68

67

60

63

61

60

61

62

61

61

55

62

51

60

-

58

-

54

58

-

270

331

262

324

320

272

4

5

4

5

5

4

67,50

66,20

65,50

64,80

64,00

68,00

I

II

III

IV

V

VI

Jumlah 1778 27

Rata-rata Nilai Tes Akhir Fisika siklus I 65,89

Nilai tes akhir siklus I diakumulasikan dengan nilai yang didapat dalam kelompok.

Setelah dirata rata maka hasilnya digunakan sebagai dasar dalam pemberian penghargaan.

e. Perhitungan Nilai Kelompok dan Pemberian Penghargaan.

Perhitungan nilai kelompok didasarkan pada nilai rata rata hasil diskusi, presentasi

dan pembuatan laporan dan nilai tes akhir fisika siklus I secara kelompok disajikan seperti

pada tabel 4.

Page 123: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

116

Tabel 4. Nilai Capaian Rata Rata Kelompok Sikus I.

Kelompok Nilai Rata rata Presentasi Diskusi dan Laporan

Nilai Tes Akhir Fisika

Siklus I

Jumlah Nilai Capaian Rata-rata Kelompok

Siklus I I II III IV V VI

59,67 62,33 60,00 63,00 59,33 63,33

67,50 66,20 65,50 64,80 64,00 68,00

127,70 128,53 125,50 127,80 123,33 131,33

63,58 64,26 62,75 63,90 61,67 65,67

Hasil nilai capaian kelompok kemudian dibandingkan dengan nilai tes awal atau tes

penempatan. Hal ini digunakan untuk menentukan kriteria penghargaan kelompok. Hasil

kriteria penghargaan kelompok siklus I dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Hasil Peningkatan Dan kriteria Penghargaan Kelompok Siklus I

Kel Nilai Rata-rata Tes

Awal / Penempatan

Nilai Kelompok

Capaian Siklus I

Pening -

katan

Poin

Perbaikan

Kreteria

Penghargaan

1

II

III

IV

V

VI

48,43

48,43

48,43

48,43

48,43

48,43

63,58

64,26

62,75

63,90

61,67

65,67

15,15

15,83

14,32

15,47

13,24

17,24

20

20

15

20

15

25

Great Team

Great Team

Good Team

Great Team

Good Team

Super Team

Dari tabel 5 di atas terlihat bahwa kelompok VI menjadi kelompok terbaik. Kelompok VI

diklasifikasikan dalam kriteria kelompok Super Team.

f. Data Hasil Observasi

Observasi pada penelitian ini dilakukan pada tiap pertemuan. Dalam kegiatan

observasi ini peneliti menggunakan lembar observasi sebagai instrumen dalam penelitian.

Tabel 6. Hasil Observasi Minat Belajar Fisika Pada Siklus I

Rerata Skor

Pengamatan

No Aspek yang diamatai

1 2 3

Capaian

Rata-

rata

1 Perhatian terhadap pelajaran Fisika 57 69 75 201 67,00

2 Semangat dalam mempelajari Fisika 56 60 77 192 64,00

3 Partisipasi dalam Belajar Fisika 56 67 79 202 67,33

Page 124: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

117

4 Keteraturan dalam belajar Fisika 50 69 75 194 64,67

5 Mencatat materi Pelajaran 50 65 70 185 61,67

6 Mengerjakan soal dipapan tulis 40 49 55 144 48,00

7 Mengerjakan Tes secara Individu 44 60 65 169 56,33

8 Menyimpulkan materi pelajaran

diakhir pertemuaan.

30 40 50 120 40,00

Rata-rata Hasil Observasi minat Belajar Fisika Siklus I 58,62

Pencapaian rata rata minat belajar fisika mahasiswa siklus I dalam setiap aspeknya

jika diklasifikasikan termasuk dalam kategori sedang. Namun ada yang rendah yaitu minat

dalam mengerjakan soal di papan tulis dan dalam menyimpulkan materi pelajaran di akhir

pertemuan.

g. Refleksi

Tujuan refleksi ini adalah untuk melakukan evaluasi hasil tindakan dari penelitian

yang telah dilakukan pada siklus I. Hasil evaluasi ini kemudian digunakan sebagai acuan

perbaikan dalam penyusunan rencana tindakan pada siklus selanjatnya.

2. Kegiatan Pada Siklus II

a. Perencanan Tindakan

Perencanaan tindakan yang telah disusun pada siklus II ini mengacu pada perbaikan

perbaikan masalah yang didapat pada refleksi siklus I. Dalam hal ini peneliti dan dosen

mitra bersepakat akan melakukan perubahan perubahan positip.

b. Pelaksanaan Tindakan

Tahap tahap pembelajaran pada siklus II ini pada dasarnya sama dengan tahap

pembelajaran pada siklus I. Perbedaannya adalah bahwa pada siklus II tidak dilakukan tes

penempatan. Tes penempatan hanya dilakukan pada awal tindakan, dengan maksud

menentukan pembagian kelompok mahasiswa yang sifatnya permanen.

c. Presentasi Dosen

Presentasi pada siklus II ini, peneliti hanya sedikit mengulang cara pembelajaran yang

sudah diberikan pada siklus I, sehingga mahasiswa akan lebih jelas lagi cara dalam

memahami materi.

Page 125: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

118

d. Belajar Secara Individu

Pada pertemuan siklus II ini sama seperti pada siklus I, setelah peneliti selesai

presentasi, selanjutnya membagikan tugas atau pertanyaan yang harus dipikirkan dan

direnungkan secara individu di meja masing masing.

e. Belajar Secara Kelompok

Pada tahap ini mahasiswa sudah langsung duduk dengan anggota kelompok masing

masing. Selanjutnya mendiskusikan hasil pikiran dan jawaban yang telah mereka pikirkan

secara individu. Pada tahap ini semua anggota kelompok terlibat aktif berdiskusi, saling

bertukar pikiran untuk merangkum dan menyatukan pandangan, untuk selanjutnya

mempresentasikan dan membuat laporannya. Hasil presentasi, diskusi kelompok dan

penulisan laporan pada siklus II ini terlihat pada tabel 7 di bawah.

Tabel 7. Nilai Presentasi,Diskusi dan Laporan Pada Siklus II.

Pengamatan ke

Kelompok

1

2

3

Jumlah

Rata-rata per

Kelompok

I

II

III

IV

V

VI

70

72

70

71

73

75

81

80

82

82

80

85

86

87

83

85

84

90

237

239

235

238

237

250

79,00

79,67

78,33

79,33

79,00

83,33

Jumlah 431 490 515

Rata-rata per

Pengamatan

71,83 81,66 85,83

f. Pelaksanaan Tes Akhir Fisika Siklus II

Pada pertemuan terakhir siklus II diadakan Tes akhir siklus II. Materi tes mencakup

pembelajaran fluida statis, fluida dinamis dan getaran gelombang. Hasil tes akhir siklus II

adalah seperti pada tabel 8 di bawah.

Page 126: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

119

Tabel 8. Nilai Tes Akhir Fisika Siklus II

Nilai Masing-Masing Anggota No

1 2 3 4 5 5

Jumlah

N

Rata-rata Kelompok

1

2

3

4

5

6

87

85

80

84

82

92

80

81

79

83

83

86

81

82

83

84

82

87

76

77

75

78

76

79

-

72

-

73

74

-

324

397

317

402

397

344

4

5

4

5

5

4

81,00

79,40

79,25

80,40

79,40

86,00

I

II

III

IV

V

VI

Jumlah 2181 27

Rata-rata Nilai Tes Akhir Siklus II 80,78

g. Perhitungan Nilai Kelompok dan Pemberian Penghargaan.

Penilaian yang digunakan untuk menentukan pencapaian kelompok pada siklus II

didapat dengan menjumlahkan nilai rata rata presentasi, diskusi dan penulisan laporan dan

rata rata tes akhir siklus II kemudian dibagi 2. Hasil perhitungan selengkapnya tertera pada

tabel 9 berikut.

Tabel 9. Nilai Capaian Rata rata Kelompok Sikus II

Kelompok Nilai Rerata

Presentasi Diskusi

dan Laporan

Nilai Tes

Akhir Fisika

Siklus II

Jumlah Nilai Capaian Rata-

rata Kel Siklus II

I

II

III

IV

V

VI

79,00

79,67

78,33

79,33

79,00

83,33

81,00

79,40

79,25

80,40

79,40

86,00

160,00

159,07

157,58

159,73

158,40

169,33

80,00

75,53

78,79

79,86

79,20

84,66

Setelah mendapat nilai rata rata capaian kelompok siklus II, hasil ini kemudian

dibandingkan dengan nilai rata rata capaian siklus I. Hal ini dimaksudkan untuk

menentukan kriteria penghargaan pada siklus II. Hasil perhitungan selengkapnya disajikan

pada tabel 10 di bawah.

Page 127: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

120

Tabel 10. Hasil Peningkatan Dan kriteria Penghargaan Kelompok Siklus II.

Kel Nilai Capaian Rata-

rata Siklus I

Nilai Capaian

Rata-rata Siklus II

Pening -

katan

Poin

Perbaikan

Kreteria

Penghargaan

1

II

III

IV

V

VI

63,58

64,26

62,75

63,90

61,67

65,67

80,00

78,79

78,79

79,86

79,27

86,66

16,42

14,43

16,04

15,06

17,53

20,99

20

15

20

20

20

25

Great Team

Good Team

Great Team

Great Team

GreatTeam

Super Team

Dari tabel 10 terlihat bahwa penghargaan diberikan lagi pada kelompok VI. Hal ini

disebabkan karena kelompok VI mempunyai nilai paling tinggi dan diklasifikasikan dalam

kriteria Super Team (kelompok super).

h. Data Hasil Observasi

Observasi pada penelitian ini dilakukan pada tiap pertemuan. Dalam kegiatan observasi

ini peneliti menggunakan lembar observasi sebagai instrumen dalam penelitian. Hasil

observasi minat belajar fisika mahasiswa disajikan pada tabel 11 di bawah.

Tabel 11. Hasil Observasi Minat Belajar Fisika Pada Siklus II

Rerata Skor

Pengamatan

No Aspek yang diamatai

1 2 3

Capaian

Rata-

rata

1 Perhatian terhadap pelajaran Fisika 74 80 91 245 81,67

2 Semangat dalam mempelajari Fisika 70 79 86 235 78,33

3 Partisipasi dalam Belajar Fisika 76 84 90 250 83,33

4 Keteraturan dalam belajar Fisika 71 85 93 249 83,00

5 Mencatat materi Pelajaran 70 81 89 240 80,00

6 Mengerjakan soal dipapan tulis 70 74 80 224 74,67

7 Mengerjakan Tes secara Individu 75 80 89 224 74,67

8 Menyimpulkan pelajaran diakhir

pertemuaan.

55 64 70 189 63,00

Rata-rata Hasil Observasi Minat Belajar Fisika Siklus II 77,33

Page 128: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

121

Pencapaian rata rata minat belajar fisika mahasiswa pada siklus II dalam setiap

aspeknya jika diklasifikasikan termasuk dalam kategori tinggi. Namun demikian ada satu

yang sedang yaitu minat dalam menyimpulkan pelajaran di akhir pertemuan. Meskipun

demikian bila dilihat secara keseluruhan selama tiga pengamatan pada siklus II ini,

nampak bahwa minat belajar fisika rata rata tiap aspeknya selalu mengalami

peningkatan.

i. Refleksi

Tujuan refleksi pada penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap hasil

tindakan yang telah dilakukan selama pembelajaran pada siklus II. Dari hasil refleksi

diperoleh beberapa hasil sebagai berikut.

1. Pada pertemuan siklus II ini mahasiswa merasa sudah terkondisi dengan penerapan

pembelajaran dengan metode Think Talk Write (TTW).

2. Apabila mendapatkan permasalahan mahasiswa sudah langsung mendiskusikan

terlebih dahulu dengan kelompok masing masing.

3. Alokasi waktu yang disediakan sudah dilaksanakan secara konsisten

4. Pada saat mengerjaan tes secara individu, mahasiswa langsung berusaha

mengerjakannya secara mandiri.

5. Dalam bekerja secara kelompok mahasiswa sudah terlihat antusias. Masing masing

kelompok sudah mau mendiskusikan semua permasalahan yang dihadapi dalam

mencari jawaban yang tepat kepada teman sekelompoknya.

6. Untuk menghemat waktu sebelum pelaksanaan tindakan, mahasiswa sudah diberi

rambu rambu materi atau permasalahan yang harus dipelajari.

Dari hasil diskusi yang dilakukan peneliti dengan dosen mitra diperoleh kesimpulan

bahwa proses pembelajaran pada siklus II ini sudah dapat meningkatkan minat dan prestasi

belajar fisika. Jika dibandingkan dengan siklus I, maka penelitian pada siklus II ini sudah

mengalami banyak peningkatan. Jadi pada akhir siklus II ini peneliti yakin bahwa

pembelajaran dengan metode Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan minat dan

prestasi belajar fisika.

3. Data Hasil Angket Minat Dan Respon Mahasiswa.

a. Hasil Angket Minat Belajar Fisika.

Angket minat belajar fisika diberikan dua kali, yaitu setelah akhir pembelajaran pada

siklus I dan siklus II. Hasil perbandingan minat belajar fisika antara siklus I dengan siklus

II adalah seperti pada tabel 12 berikut.

Page 129: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

122

Tabel 12. Perbandingan Prosentase Minat Belajar Fisika Siklus I dengan Siklus II.

No Aspek yang diamatati Prosentase

Minat Rata-

rata Siklus I

Prosentase

Minat Rata-

rata Siklus II

1 Perhatian terhadap pelajaran Fisika 67,00 81,67

2 Semangat dalam mempelajari Fisika 64,00 78,33

3 Partisipasi dalam Belajar Fisika 67,33 83,33

4 Keteraturan dalam belajar Fisika 64,67 83,00

5 Mencatat materi Pelajaran 61,67 80,00

6 Mengerjakan soal dipapan tulis 48,00 74,67

7 Mengerjakan Tes secara Individu 56,00 74,67

8 Menyimpulkan pelajaran diakhir pertemuaan. 40,00 63,00

Perbandingan Rata-rata Minat Belajar Fisika

antara Siklus I dengan Siklus II

58,62 77,33

Dari tabel dapat dilihat bahwa prosentase minat belajar fisika mahasiswa pada

setiap aspeknya mengalami peningkatan. Pada aspek mengajukan pertanyaan, ikut serta

diskusi, mencatat materi pelajaran dan mengerjakan tes secara individu meningkat dari

sedang menjadi tinggi.

b. Hasil Angket Respon Mahasiswa Terhadap Pelaksanaan Pembelajaran Dengan

Metode Think Talk Write (TTW).

Data prosentase respon mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan metode

TTW adalah sebagai berikut:

Tabel 13.Data Prosentase Respon Mahasiswa Terhadap Pembelajaran TTW

No Indikator yang diamati Prosentase Kualifikasi

1 Saya menyukai proses pembelajaran TTW 76,73 Tinggi

2 Pembelajaran TTW membuat saya lebih

tertarik untuk belajar Fisika

90,33 Tinggi

3 Soal tes dan permasalahan yang diberikan

terlalu sulit

63,67 Sedang

4 Saya terlibat aktif dalam diskusi 73,13 Tinggi

Page 130: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

123

5 Saya senang mengikuti pembelajaran yang

telah dilaksanakan

87,72 Tinggi

6 Model pembelajaran TTW memudahkan saya

dalam memahami dan mendalami materi

Fisika

86,92 Tinggi

7 Waktu yang diberikan untuk belajar

kelompok, mendiskusikan dan menyelesaikan

permasalahan atau soal sudah cukup

76,24 Tinggi

8 Saya dapat bekerja sama dengan anggota

kelompok

84,27 Tinggi

9 Adanya penghargaan kelompok dapat

memotivasi saya untuk belajar lebih giat

87,33 Tinggi

Prosentase respon mahasiswa terhadap pelaksaan pembelajaran dengan metode TTW

pada sebagian besar indikator termasuk dalam kriteria tinggi. Namun ada satu yang

sedang, yaitu pada indikator yang menyatakan bahwa soal tes dan permasalahan yang

diberikan terlalu sulit.

c. Hasil Wawancara.

Dari hasil wawancara dengan mahasiswa pada akhir siklus II adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran yang dilaksanakan lebih menarik, karena jika ada kesulitan dapat

ditanyakan kepada kelompok atau jika sulit kepada peneliti dan ada penghargaannnya.

b. Waktu yang digunakan untuk diskusi kelompok dan mengerjakan tugas sudah cukup,

sebab mahasiswa dapat menyelesaikannya

c. Soal yang diberikan tidak terlalu sulit dalam arti bisa diatasi dengan kelompok.

d. Adanya penghargaan kelompok membuat mahasiswa lebih berminat dalam belajar

fisika.

4. Pembahasan Hasil Penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat belajar mahasiswa dalam pembelajaran

fisika dapat meningkat. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya prosentase minat belajar

fisika pada setiap indikatornya. Selain itu juga terlihat minat dan keantusiasan mereka

Page 131: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

124

pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam hal prestasi belajar fisikanyapun juga

terlihat meningkat, yaitu dari nilai rata rata sebelum dan sesudah diberi tindakan.

Pada tahap belajar kelompok, setiap anggota mendiskusikan hasil pemikiran dan

pekerjaannya bersama sama, dan saling menukarkan pengetahuannya. Dalam pelaksanaan

diskusi ini, peneliti memantau jalannya diskusi dan membantu kelompok yang mengalami

kesulitan. Pelaksanaan belajar kelompok pada siklus I ini minat mahasiswa sebagian besar

cenderung sedang dan ada tiga yang rendah, yaitu minat dalam mengerjakan tugas,

mengerjakan tes secara individu, dan menyimpulkan di akhir pembelajaran. Hal ini

disebabkan karena mahasiswa masih terbiasa diajar dengan menggunakan metode

konvensional, yang hanya sekedar datang, duduk dan mendengarkan keterangan dosen,

belum terbiasa menggunakan metode TTW yang menantang mahasiswa untuk berpikir

mencari dan menemukan jawaban atas permasalahan yang dihadapi.

Pada siklus II, minat mahasiswa cenderung meningkat. Setelah diskusi kelompok

dianggap cukup, selanjudnya mahasiswa mempresentasikan hasil diskusinya di depan

kelas. Hasil diskusi tersebut selanjutnya dituliskan di papan tulis atau ditampilkan lewat

LCD. Pada siklus II ini kegiatan belajar kelompok dan diskusi dapat berjalan lebih baik

dan hasilnya sudah terlihat meningkat. Hal ini disebabkan karena mahasiswa sudah terlatih

menggunakan metode TTW yang menuntut mereka untuk aktif berpikir, berdiskusi

mengemukakan dan mempertahankan pendapatnya, mempresentasikan hasilnya dan

merangkum dalam bentuk laporan atau tulisan.

Pada akhir siklus mahasiswa diberi tes yang dikerjakan secara individu. Skor yang

diperoleh mahasiswa secara individu ini akan dijumlahkan dengan skor mahasiswa lain

dalam kelompoknya untuk menentukan penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok

diberikan kepada kelompok yang memiliki nilai rata rata tertinggi. Rata rata nilai

mahasiswa sebelum dikenai tindakan adalah 48,43. setelah dikenai tindakan pada siklus I

nilai rata rata meningkat menjadi 65,89 dan nilai rata rata tes mahasiswa pada siklus II

meningkat menjadi 80,78. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran melalui metode TTW

dapat meningkatkan prestasi belajar fisika.

Adanya peningkatan prestasi belajar fisika ini disebabkan karena dalam pembelajaran

dengan metode TTW mahasiswa dapat memecahkan masalah dalam menyelesaikan

kesulitan yang dihadapi secara individual. Selain hal tersebut juga disebabkan karena

melalui pembelajaran ini mahasiswa dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran pada level

yang lebih kongkret dan lebih memberikan tekanan pada efek sosial yang tinggi. Hal inilah

yang dapat meningkatkan prestasi belajarfisika.

Page 132: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

125

Penelitian yang telah dilaksanakan ini memiliki keterbatasan keterbatasan antara lain:

1. Pengamatan dalam penelitian ini hanya dilakukan oleh peneliti, sementara selama

pelaksanaan pembelajaran mahasiswa banyak menuntut perhatian atau bertanya

kepada peneliti pada saat observasi, sehingga dimungkinkan adanya data yang

terlewatkan.

2. Cukup sulit untuk memberikan bimbingan secara individu ke seluruh mahasiswa

selama proses pembelajaran.

3. Karena keterbatasan waktu, maka jawaban hasil diskusi tidak bisa dipresentasikan dan

dibahas bersama secara maksimal.

IV. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan Berupa Proses

Dalam penelitian ini, pelaksnaan pembelajaran dengan metode Think Talk Write

(TTW) diawali dengan tes penempatan. Tes penempatan bertujuan untuk mengetahui

kemampuan awal mahasiswa dan sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan

kelompok secara heterogen. Pada awal pembelajaran mahasiswa dituntut untuk berpikir

(Think) mempelajari materi, tugas tugas, lembar pertanyaan yang harus dikerjakan secara

individu di meja masing masing. Setelah mahasiswa memahami dan membuat catatan

secara individu, kemudian mendiskusikan (Talk) dengan anggota kelompok masing

masing. Dalam diskusi kelompok ini masing masing mahasiswa saling bertukar pikiran,

saling mengoreksi terhadap jawaban teman lain dalam anggota kelompoknya. Perwakilan

masing masing kelompok selanjutnya mempresentasikan dan mendiskusikan hasilnya di

depan kelas, menuliskannya di papan tulis (Write) atau ditampilkan lewat LCD dan

melaporkannya dalam bentuk tulisan. Pada akhir pertemuan mahasiswa diberi tes yang

harus dikerjakan secara individu, dan skor yang diperoleh ditambahkan ke dalam skor

kelompok. Selanjutnya untuk kelompok yang memenuhi ktiteria yang telah ditetapkan

akan diberi penghargaan. Hal ini bertujuan agar mahasiswa lebih berminat dalam belajar

fisika.

2. Kesimpulan Berupa Hasil

a. Ada peningkatan minat belajar fisika dalam pembelajaran melalui metode TTW dari

kriteria sedang menjadi kriteria tinggi atau dari skor rata rata siklus I sebesar 58,62

menjadi 77,33 pada siklus II. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil observasi bahwa:

Page 133: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

126

1). Minat mahasiswa pada siklus I sebagian besar ada pada kriteria sedang. Namun ada

tiga yang rendah yaitu minat dalam mengerjakan soal di papan tulis, mengerjakan

tes secara individu dan dalam menyimpulkan materi pelajaran di akhir pertemuan.

2).Minat mahasiswa pada siklus II sebagian besar ada pada kriteria tinggi, berarti ada

peningkatan yaitu dari kriteria sedang pada siklus I menjadi kriteria tinggi pada

siklus II. Namun pada siklus II ini juga ada satu yang mempunyai kriteria sedang

yaitu minat dalam menyimpulkan materi pelajaran diakhir pertemuan. Meskipun

berada pada kriteria sedang tetapi sudah mengalami kenaikan bibanding pada siklus

I, yaitu dari kriteria rendah pada siklus I menjadi kriteria sedang pada siklus II.

b. Ada peningkatan prestasi belajar fisika setelah diajar melalui metode TTW. Hal ini

dapat dibuktikan dari nilai awal rata rata sebesar 48,43 kemudian pada siklus I nilai

rata ratanya menjadi 65,89 dan pada siklus II nilai rata ratanya menjadi 80,78.

c. Ditinjau dari respon mahasiswa diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran dengan

metode TTW lebih menarik minat dan lebih menyenangkan, sebab jika ada kesulitan

dapat ditanyakan kepada kelompok dan ada penghargaannya.

2. Saran

a. Dalam kegiatan pembelajaran fisika sebaiknya menggunakan metode TTW, mengingat

metode tersebut dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar yang lebih tinggi

dibanding sebelumnya.

b. Pembelajaran fisika yang telah dilaksanakan melalui metode TTW, belum sepenuhnya

mencapai maksimal. Hal ini terlihat dari masih adanya satu aspek minat mahasiswa

yang berada pada kriteria sedang. Untuk itu disarankan pada peneliti lain agar

melakukan penelitian lebih lanjut hingga mencapai minat yang lebih tinggi.

c. Metode pembelajaran TTW ini dapat digunakan sebagai variasi dalam pembelajaran

fisika disesuaikan dengan materi yang dipelajari, mengingat tidak semua materi fisika

dapat diajarkan menggunakan model ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anton W. Moeliono. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Bansu Irianto Ansari.2009. http://pendidikan_matematika.blogspot.co

didownload pada tanggal 12 Januari 2010.

http//yadirosadi.co.cc/category/pendidikan/ diakses 29 Januari 2010.

Page 134: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

127

Yusi Maryati.2008. http://one.indoskripsi.com/judulskripsi pendidikan/4018. didownload

pada tanggal 24 Januari 2010.

Muhibbin Syah. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Nasution. 2008. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumu

Aksara

Suharsimi Arikunto. 2006.Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardi. (2006). Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta. PT Bumi Aksara.

Taufiq. 2009. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsipendidikan/4018. didownload pada

tanggal 24 Januari 2010.

Tipler. 2001. Fisika Untuk Sains Dan Teknik. Jakarta: Erlangga.

Tanya Jawab

Hendra Agus S. , Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Apakah prinsip dasar metode Think Talk Write (TTW) ?

? Kendala atau masalah yang dihadapi dalam mengaplikasikan metode tersebut?

? Adakah penyelesaian tersebut dari metode Think Talk Write (TTW)?

Hidayati, Pend.Fisika – UST :

@ Think Talk Write (TTW) berusaha agar siswa berfikir memikirkan suatu masalah

dengan pemecahan secara kelompok untuk didiskusikan dalam kelompok yang telah

dibagi kemudian dipresentasikan.

@ Membosankan, ketidakaktifan siswa dan kurang respon.

@ Ada, guru harus lebih aktif dalam mengatur siswa dan adanya atau disiapkannya

lembar observasi untuk pengawasan dan penyelesaian dari suatu masalah tersebut.

Rusli Irwanto, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Keunggulan dan kelemahan metode Think Talk Write (TTW) ini?

Hidayati, Pend.FISIKA – UST

@ Kelebihan atau keunggulan

Bisa belajar secara mandiri

Berlatih bersosialisasi dengan kawan

Page 135: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

128

Kelemahan

Pendidik harus intens mengobservasi dan memotivasi kelompok yang pasif.

Farah Robithoh, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Apakah metode pembelajaran Think Talk Write (TTW) akan mampu atau bisa efisien

dalam proses pendidikan di daerah terpencil (pembelajaran fisika)?

Hidayati, Pend.Fisika – UST

@ Dituntut kekreatifitasan guru untuk membimbing siswa dan inovatif.

Page 136: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

129

PERANAN KELOMPOK DALAM MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

JIGSAW DAN STAD (STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISION) DITINJAU

DARI PRESTASI BELAJAR POKOK BAHASAN GERAK LURUS PADA SISWA

KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 4 YOGYAKARTA

Betha Ugahari, Supriyadi, Dian Artha Kusumaningtyas

Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Intisari. Fisika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit dan menjenuhkan oleh siswa dibanding dengan mata pelajaran lain. Untuk meningkatkan prestasi belajar Fisika diperlukan model pembelajaran yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan ada tidaknya perbedaan antara model pembelajaran kooperatif jigsaw dan STAD dan untuk mendapatkan model pembelajaran yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif jigsaw dan STAD. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta. Sebagai sampelnya adalah kelas 7A dan 7B. Untuk prasarat analisis data dalam penelitian ini dilakukan uji normalitas dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat dan uji homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett. Uji hipotesis digunakan rumus uji-t. Dalam penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar Fisika pada pokok bahasan gerak lurus antara pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan model pembelajaran kooperatif STAD. Perolehan skor rata-rata posttest untuk kelas eksperimen sebesar 17,4 dan skor rata-rata posttest untuk kelas kontrol sebesar 13,7 sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.

Kata kunci : jigsaw, STAD (Student Team Achievment Division), Prestasi belajar.

ROLE MODEL IN GROUP COOPERATIVE LEARNING JIGSAW AND STAD

(ACHIEVMENT STUDENT TEAM DIVISION) VIEWED FROM THE REVIEW

OF LEARNING ACHIEVEMENT ON STUDENT'S MOTION STRAIGHT CLASS

VII JUNIOR MUHAMMADIYAH 4 YOGYAKARTA

Abstract. Physics is one lesson that is considered difficult and saturated by the students compared with other subjects. To increase the academic Physics achievement required an appropriate learning model. This study aimed to find whether there is any difference between the model STAD cooperative learning and jigsaw and for getting a better learning model between the STAD cooperative learning and jigsaw. The population in this study were all students of class VII semester 4 SMP Muhammadiyah Yogyakarta. As the sample is a class 7A and 7B. To requrement data analysis in this study normality test using the formula and Chi-Square test of homogeneity using the Bartlett test. The hypothesis testing used a t-test formula. In the study conclude that there are differences in academic

Page 137: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

130

achievement in Physics on the subject of straight-line motion between the study by using a model of cooperative learning jigsaw cooperative learning model and STAD. Obtaining the average posttest score for the experimental class at 17.4 and posttest mean scores of 13.7 for the control class, so the hypothesis can be accepted. Keywords : jigsaw, STAD (Student Team Achievment Division), Achievement of learning.

I. Pendahuluan

Kemajuan ilmu dan teknologi perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber

daya manusia Indonesia, yaitu dengan meningkatkan mutu pendidikan. Dalam KTSP,

metode dan teknik pelaksanaan pembelajaran di sekolah dituntut untuk lebih menekankan

kepada penggunaan strategi yang dapat mengaktifkan siswa yakni orientasi pembelajaran

yang terpusat kepada siswa sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat. Karena

tuntutan tersebut, maka guru harus berlomba-lomba dan menggali informasi sebanyak-

banyaknya mengenai berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan untuk

mengaktifkan siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat penting agar dalam

proses belajar mengajar dapat terjadi interaksi antara guru dan murid sehingga

pembelajaran tidak hanya terpusat pada guru.(Susilo, Joko 2007).

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang akhir-akhir ini

menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Slavin (2008)

mengemukakan dua alasan, pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa

penggunaan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar Fisika

sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap

menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua,

pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berfikir,

memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

Pendekatan-pendekatan dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: tipe STAD (Student

Team Achievment Division), tipe jigsaw, tipe investigasi kelompok, dan tipe pendekatan

struktural (Slavin, 2008: 11).

Jigsaw merupakan salah satu pendekatan model pembelajaran kooperatif. Belajar ala

jigsaw merupakan teknik yang paling banyak dipraktikkan. Teknik ini serupa dengan

pertukaran kelompok dengan kelompok, namun ada satu perbedaan penting yakni tiap

siswa mengajarkan sesuatu. Ini merupakan alternatif menarik bila ada materi belajar yang

bisa disegmentasikan (dibagi-bagi) dan bagian-bagian tersebut harus diajarkan secara

Page 138: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

131

berurutan. Setiap siswa mempelajari sesuatu yang bila digabungkan dengan materi yang

dipelajari oleh siswa lain akan membentuk kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang

padu (Siberman, 2006: 180).

Slavin (2008) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif STAD (Student

Team Achievment Division) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang

terdiri dari 5 tahap pembelajaran, yaitu presentasi kelas, belajar kelompok, kuis,

peningkatan individu, dan penghargaan kelompok. Setiap anggota kelompok terdiri dari 4-

5 anggota. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan

masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi.

Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam

memahami materi pelajaran. Setelah melihat pada latar belakang masalah yang ada, maka

penelitian ini mengambil tujuan:

1. Untuk mendapatkan ada tidaknya perbedaan antara model pembelajaran kooperatif

jigsaw dan STAD (Student Team Achievment Division) ditinjau dari prestasi belajar

siswa.

2. Untuk mendapatkan model pembelajaran yang lebih baik antara model pembelajaran

kooperatif jigsaw dan STAD (Student Team Achievment Division).

II. Kajian Pustaka

1. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (2008) metode kooperatif merupakan sebuah pengembangan belajar

bersama. Belajar bersama berarti melakukan sesuatu bersama, saling membantu dan

bekerja sama sebagai sebuah tim (kelompok). Jadi, metode kooperatif berarti belajar

bersama, saling membantu dalam pembelajaran agar setiap anggota kelompok dapat

mencapai tujuan atau menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.

Fase-fase pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan 6 fase atau langkah utama dalam

pembelajaran kooperatif. Keenam fase tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Fase Pembelajaran Kooperatif

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang

ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa.

Page 139: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

132

Fase 2

Menyampaikan informasi

Guru menyampaikan informasi kepada siswa, baik

dengan peragaan atau teks materi ajar.

Fase 3

Mengorganisasi siswa ke

dalam kelompok-kelompok

belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

caranya membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan

perubahan yang efisien.

Fase 4

Membantu kerja kelompok

dalam belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar

pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5

Evaluasi

Guru memberikan evaluasi pelajaran atau

kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan

mereka.

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru memberikan cara-cara untuk menghargai

baik upaya maupun hasil belajar individu dan

kelompok. (Ibrahim, 2000: 11)

Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif dapat memberikan efektifitas yang dapat memberikan

motivasi dan sikap belajar diantaranya ialah teknik jigsaw. Teknik jigsaw merupakan

model pemnbelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson (1997), dan

setelah itu dikembangkan lagi oleh Slavin (1998). Teknik jigsaw merupakan model

pembelajaran yang mendorong siswa beraktifitas dan saling membantu dalam menguasai

materi pelajaran untuk mencapai prestasi maksimal ( Isjoni, 2008: 155).

Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli menurut Ibrahim (2007)

digambarkan sebagai berikut:

Kelompok Asal

Kelompok Ahli

Gambar 1. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli

Page 140: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

133

Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievment Division)

Menurut Slavin (2008) pada pembelajaran kooperatif STAD terdapat lima komponen

utama, antara lain:

a. Presentasi Kelas (Class Presentation)

Materi yang akan dipelajari dalam kegiatan pembelajaran diperkenalkan kepada siswa

dalam presentasi kelas.

b. Belajar Kelompok (Teams)

Kelompok tim terdiri dari empat atau lima siswa yang heterogen. Setelah guru

mengenalkan materi, anggota kelompok berkumpul untuk mempelajari materi yang

sudah diberikan oleh guru dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS).

c. Kuis (Quizzes)

Setelah presentasi kelas dan belajar kelompok, siswa melaksanakan kuis individu. Tes

individu ini digunakan untuk menilai sejauh mana siswa telah memahami materi yang

telah dipelajari serta untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan pembelajaran

kooperatif STAD.

d. Peningkatan Nilai Individu (Individual Improvement Scores)

Setelah dilakukan kuis, guru mengemukakan nilai individu, skor kelompok dan

memberikan penghargaan (hadiah) pada kelompok yang memperoleh skor tertinggi.

Peningkatan nilai individu siswa dalam STAD adalah nilai yang diperoleh

berdasarkan kriteria tertentu, dengan membandingkan perolehan nilai tes terbaru dan

nilai tes sebelumya.

e. Penghargaan Kelompok (Teams Recognition)

Kelompok mendapatkan penghargaan sesuai dengan yang telah ditentukan. Pemberian

penghargaan pada tiap kelompok dapat ditentukan berdasarkan skor kelompok yang

didapat dengan menjumlah nilai peningkatan anggota kelompoknya.

Dalam STAD (Student Team Achievment Division), para siswa dibagi dalam tim

belajar yang terdiri atas empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis

kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja

dalam tim untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.

Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis secara sendiri-sendiri, dimana saat itu mereka

tidak diperbolehkan untuk saling membantu (Slavin, 2008:11).

Page 141: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

134

2. Gerak Lurus

a. Pengertian Gerak

Benda dikatakan bergerak terhadap benda lain jika kedudukan antara kedua benda itu

berubah. Titik acuan adalah titik awal pengukuran.Gerak bersifat relatif artinya benda

dapat dikatakan bergerak terhadap benda tertentu, tetapi belum tentu bergerak

terhadap benda yang lainnya.

b. Jarak dan Perpindahan

Jarak menyatakan panjang lintasan yang dilalui oleh benda yang bergerak. Jarak

merupakan besaran skalar, artinya memiliki besar dan tidak memiliki arah.

Perpindahan adalah perubahan posisi benda ( 12 xx ) karena adanya perubahan waktu.

Perpindahan termasuk besaran vektor, artinya memiliki besar dan arah. Jadi,

perubahan x ditulis x :

x = 12 xx (1)

c. Kelajuan dan Kecepatan

Kelajuan merupakan besaran yang tidak bergantung pada arah, sehingga kelajuan

termasuk besaran skalar. Kelajuan rata-rata adalah perbandingan jarak total yang

ditempuh terhadap waktu total yang dibutuhkan.

Kecepatan merupakan besaran yang bergantung pada arah, sehingga kecepatan

termasuk besaran vektor. Untuk perpindahan dalam satu dimensi sepanjang sumbu X,

kecepatan rata-rata ( v ) dapat dinyatakan dengan persamaan

12

12

ttxx

txv

(2)

d. Gerak Lurus Beraturan (GLB)

Gerak lurus beraturan adalah gerak dari benda dengan lintasan lurus dan kecepatan

tetap.

e. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)

Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak benda dengan lintasan lurus dan

percepatannya konstan. Percepatan konstan artinya baik besar maupun arahnya tetap.

f. Percepatan

Percepatan adalah perubahan kecepatan setiap satuan. Satuan percepatan adalah m/s².

Percepatan dapat dinyatakan dalam bentuk rumus seperti di bawah ini:

tva (3)

Page 142: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

135

Hipotesis

Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

0H : Pembelajaran Fisika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw

tidak berbeda dengan model pembelajaran kooperatif STAD di tinjau dari

prestasi belajar siswa.

1H : Pembelajaran Fisika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw

berbeda dengan model pembelajaran kooperatif STAD ditinjau dari prestasi

belajar siswa.

III. Metode Penelitian

Adapun desain penelitian yang digunakan dalam bentuk tabel dapat disajikan sebagai

berikut:

Tabel 2. Desain penelitian

Kelompok Perlakuan Tes

Eksperimen Menggunakan model pembelajaran kooperatif

jigsaw

T1

Kontrol Menggunakan model pembelajaran kooperatif

STAD (Student Team Achievment Division)

T2

Metode Analisis Data

a. Uji normalitas data

Dalam penelitian ini menggunakan rumus Chi-Kuadrat sebagai berikut:

k

i

i

EE

1 1

212

b. Uji homogenitas

Untuk menguji homogenesis data dapat digunakan uji Bartlett dengan rumus sebagai

berikut:

21

2 log)1()10(ln isnB

dengan harga 2s dan B

1

1 212

i

i

nsn

s

1log 12 nsB

Page 143: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

136

c. Uji Hipotesis

Pasangan hipotesis nol (H0) dan tandingannya (H1) yang akan di uji adalah

H0 : µ1 = µ2

H1 : µ1 ≠ µ2

Hipotesis nol (H0) dan tandingannya (H1) pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

H 0 : Pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran kooperatif jigsaw tidak berbeda

dengan model pembelajaran kooperatif STAD (Student Team Achievment Division)

ditinjau dari prestasi belajar siswa

H 1 : Pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran kooperatif jigsaw berbeda

dengan model pembelajaran kooperatif STAD (Student Team Achievment Division)

ditinjau dari prestasi belajar siswa

Rumus uji-t yang digunakan adalah:

21

21

11nn

s

xxt

dengan

2

11

21

222

2112

nn

snsns (Sudjana, 2002: 273)

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

a. Uji normalitas data

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui distribusi atau sebaran

data normal atau tidak. Setelah dilakukan tes kemampuan akhir siswa, maka

diperoleh ringkasan hasil uji normalitas pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.Ringkasan hasil uji normalitas nilai kemampuan akhir

Sampel Taraf

Signifikan 2 hitung 2 tabel dk Distribusi

Kelas

eksperimen 5 % 6,82 11,070 5 normal

Kelas

kontrol 5 % 2,89 11,070 5 normal

Page 144: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

137

b. Uji homogenitas

Setelah dilakukan tes kemampuan akhir siswa, maka diperoleh ringkasan hasil uji

homogenitas dengan menggunakan uji Bartlet dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut:

Tabel 6. Uji homogenitas kemampuan akhir berupa nilai posttest Ringkasan hasil uji

homogenitas variabel Y

Variabel Taraf

Signifikan 2 hitung 2 tabel db Distribusi

Y 5 % 3,09 3,481 1 homogen

c. Uji Hipotesis

Apabila sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen,

maka dapat dilakukan uji hipotesis. Untuk analisis uji-t digunakan hasil dari

posttest.. Ringkasan hasil analisis uji-t antara kelas eksperimen dengan kelas

kontrol dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 7. Ringkasan hasil uji-t antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

dk Taraf

Signifikan t hitung t tabel Kesimpulan

60 5 % 3,4206 2,000 H0 ditolak

Ringkasan hasil perolehan skor adalah sebagai berikut:

Tabel 8.Deskripsi Hasil Penelitian

Kelompok Treatment Posttest

Eksperimen 1X x 17,4

Kontrol 2X x 13,7

keterangan:

1X = pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw

2X = pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD

Page 145: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

138

V. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat

diambil kesimpulan bahwa:

1. Ada perbedaan prestasi belajar Fisika pada pokok bahasan gerak lurus antara

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan model

pembelajaran kooperatif STAD (Student Team Achievment Division) siswa kelas VII

semester genap SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta

2. Model pembelajaran kooperatif jigsaw lebih baik digunakan untuk mencapai

meningkatkan prestasi belajar siswa dibandingkan dengan model pembelajaran

kooperatif STAD (Student Team Achievment Division) yang ditunjukkan dengan

perolehan skor rata-rata posttest untuk kelas eksperimen sebesar 17,4 dan skor rata-

rata posttest untuk kelas kontrol sebesar 13,7.

Daftar Pustaka

Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri

Surabaya.

Isjoni, dkk. 2008. Model-Model Pembelajaran Mutakhir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joko Susilo, Muh. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar Offset.

Kanginan, Marthen. 2002. IPA Fisika untuk SMP kelas VII. Jakarta: Erlangga.

Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning : Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-

Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Siberman, Melvin L. 2006. Active Learning : 101 Cara Siswa Aktif. Bandung : Nusa

Media.

Slavin, Robert E. Cooperatif Learning : Teori, Riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media.

Sudjana. 2002. Metoda Statistik, Bandung: Tarsito.

Suharsimi Arikunto. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi , Jakarta: Bumi

Aksara.

Page 146: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

139

Tanya Jawab

Hapizan, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD : ? Bagaimana solusi dari teori ketika kelompok yang dibentuk oleh guru ternyata tidak

sesuai dengan apa yang kita tuju, seperti kelompoknya tidak sesuai diantara masing-masing individu.

Dian Artha K. – UAD @ Dipilih kelompok – kelompok yang heterogen sehingga kemampuannya beragam.

Komunikasi terjalin dengan baik di kelompok dan kelompok ahli bertanggung jawab oleh sharing hasil diskusi kelompok ahli ke kelompok asal. Siswa tidak memilih sendiri menurut teori jig saw melainkan guru yanng mengelompokkan dan memilah-milah dengan siapa kelompok tersebut mendapatkan anggota. Rasa tanggung jawad lebih besar, akan dialami oleh setiap kelompok.

Page 147: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

140

PENTINGNYA PEMANFAATAN PERMAINAN TRADISIONAL

SEBAGAI MEDIA ALTERNATIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA

Bella Nurfadilah, Adhani Prima Syarafina, M. Reza Primadi, Sri Maiyena

Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Ahmad Dahlan

Intisari. Siswa sering mengalami mengalami kejenuhan belajar di sekolah. Hal ini akan berdampak pada mutu pendidikan yang dihasilkan. Salah satu penyebabnya adalah media pembelajaran yang kurang variatif. Media variatif lain yang bisa digunakan adalah permainan tradisional. Pemanfaatan permainan tradisional sangat penting digunakan sebagai salah satu media alternative dalam pembelajaran fisika. Permainan tradisional memberikan nilai-nilai pengetahuan kepada peserta didik, menumbuhkan pemahaman dan pemaknaan terhadap apa yang dipelajari. Kata kunci : mutu pendidikan, jenuh, media pembelajaran, permainan tradisional

THE IMPORTANCE OF USE TRADITIONAL GAMES MEDIA AS AN

ALTERNATIVE LEARNING IN PHYSICS

Abstract: Saturation of the students have learned in school. This will impact on the quality of education being produced. One possible cause is a lack of varied instructional media. Another variety of media that can be used is a traditional game. Utilization of the traditional game is very important to use as one of the alternative media in learning physics. Traditional games provide the values of knowledge to students, fostering understanding and the meaning of what is learned. Keywords : quality of education, saturated, learning media, traditional games

I. Pendahuluan

Pendidikan merupakan suatu proses untuk menciptakan kehidupan yang cerdas,

damai, inovasi, terbuka dan demokrasi. Dimana pendidikan itu sebagai penentu bagi

kualitas kehidupan bangsanya. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan harus segera

dilakukan untuk mencapai kualitas pendidikan yang nantinya dapat menghasilkan sumber

daya manusia yang bermutu dan mampu bersaing di dunia internasional.

Peningkatan mutu pendidikan hanya akan terjadi secara efektif bilamana dikelola

melalui menejemen yang tepat, salah satu contoh nyata dari peningkatan mutu pendidikan

tersebut dengan penyediaan media pembelajaran yang dapat mendukung kelancaran proses

sistem pembelajaran. Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari

Page 148: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

141

tentang benda, gejala-gejala kebendaan dan saling antar aksinya. Faktor media dalam

pembelajaran fisika sesuai dengan kerucut pengalaman Edgar Dale, memiliki peran besar

dalam memberikan pengalaman langsung kepada siswa sehingga memungkinkan untuk

memperoleh pengetahuan, ketrampilan, maupun hasil yang sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang dirumuskan.

Namun demikian mutu pendidikan di Indonesia mengalami ketertinggalan dari

Negara-negara lain. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Human

Development Indeks (HDI) oleh UNDP (2007) bahwa pada tahun 2005, Indonesia berada

pada peringkatan 110 dari 177 negara dengan indeks 0,697 peringkat ini turun dari posisi

sebelumnya diurutan 102 dengan indeks 0,677 pada tahun 1999. Posisi ini cukup jauh

dibandingkan dengan Negara-negara tetangga seperti Malaysia pada urutan ke-61 dengan

indeks 0,796; Thailand pada urutan ke-73 dengan indeks 0,778; Vietnam pada urutan ke-

84 dengan indeks 0,704.

Dari hasil uraian data diatas menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia

masih sangat rendah dibandingkan dengan Negara-negara lainnya. Jika kita melihat pada

era 50-an, Malaysia mengimport guru dari Indonesia. Namun, saat ini keadaan tersebut

menjadi terbalik. Mutu pendidikan Malaysia sekarang menjadi lebih unggul dibanding

Indonesia. Bahkan saat ini pelajar Indonesia berbondong-bondong untuk menempuh

pendidikan ke Negeri Jiran dengan alasan mutu pendidikan Indonesia yang mulai

menurun.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan proses pembelajaran yang

dirasakan bermakna bagi siswa sehingga tumbuh pemahaman dan kesan yang mendalam

pada diri siswa dan mengurangi kejenuhan dalam belajar. Kajian dalam makalah ini

membahas tentang Pentingnya Pemanfaatan Permainan Tradisional Sebagai Media

Alternatif Dalam Pembelajaran Fisika.

II. Landasan Teori

Media Pembelajaran

Putra (2005) menyatakan bahwa media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk

jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu

perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Sedangkan menurut

Nasution (2005), media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan

pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,

dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi.

Page 149: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

142

Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Latuheru (1998)

mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat

dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, Briggs (Sudrajat, 2008)

berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaiakan isi atau

materi pembelajaran seperti: buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National

Education Association (Sudrajat, 2008) mengungkapkan bahwa media pembelajaran

adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk

teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media

pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang

fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses

belajar pada diri peserta didik.

Brown (Sudrajat, 2008) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang

digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas

pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru

untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad ke-20

usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah

alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media

pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.

Namun, tidak ada satu alatpun yang memiliki kesempurnaan untuk mencapai tujuan

tertentu, melainkan beberapa alat saling mengisi, sehingga dalam penggunaan media

pengajaran dikenal istilah multimedia. Namun juga perlu disadari bahwa sebuah media

dapat berbicara banyak apabila digunakan secara tepat oleh pengajar (Susilo, 2006).

Permainan Tradisional

Permainan digunakan sebagai istilah luas yang mencakup jangkauan kegiatan dan

prilaku yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia

anak. Menurut Pellegrini (1991: 241) dalam Naville Bennet (1998: 5-6) bahwa permainan

didefinisikan menurut tiga matra sebagai berikut: (1) Permainan sebagai kecendrungan; (2)

Permainan sebagai konteks; dan (3) Permainan sebagai prilaku yang dapat diamati.

Menurut Mulyadi (2004: 30) bermain secara umum sering dikaitkan dengan

kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain;

(1) sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak; (2) tidak memiliki

tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik; (3) bersifat spontan dan sukarela,

Page 150: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

143

tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan peran aktif

keikutsertaan anak; dan (4) memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu

yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa,

perkembangan sosial.

Oleh karena itu, bahwa permainan tradisional disini adalah permainan anak-anak

dari bahan sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat (Sukirman,

2008:19). Permainan tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah

kegiatan rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat

untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial. Dengan demikian bermain suatu

kebutuhan bagi anak. Jadi, bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting

dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan

tradisional.

Menurut Bennet (1998:46) dengan ini diharapkan bahwa permainan dalam

pendidikan untuk anak usia dini ataupun anak sekolah terdapat pandangan yang jelas

tentang kualitas belajar, hal ini diindikasikan sebagai berikut: (1) gagasan dan minat anak

merupakan sesuatu yang utama dalam permainan; (2) permainan menyediakan kondisi

yang ideal untuk mempelajari dan meningkatkan mutu pembelajaran; (3) rasa memiliki

merupakan hal yang pokok bagi pembelajaran yang diperoleh melalui permainan; (4) anak

akan mempelajari cara belajar dengan permainan serta cara mengingat pelajaran dengan

baik; (5) pembelajaran dengan permainan terjadi dengan gampang, tanpa ketakutan; (6)

permainan memudahkan para guru untuk mengamati pembelajaran yang sesungguhnya

dan siswa akan mengalami berkurangnya frustasi belajar.

III. Metode

Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk membuat

gambaran secara sistematis mengenai hubungan antara fenomena yang diselidiki dan

hasilnya tidak dinyatakan dengan angka-angka.

Data penulisan ini dikumpulkan dengan teknik studi pustaka (library research).

Penulis mengkaji sejumlah referensi berupa buku-buku, majalah, artikel-artikel dan jurnal-

jurnal lainnya yang relevan dengan judul makalah ini. Maksud dari studi pustaka ini adalah

untuk mendapatkan teori yang dapat menunjang keabsahan penulisan. Jenis data yang

digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-

Page 151: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

144

buku, artikel koran dan website atau jurnal lainnya yang berhubungan dengan media

pembelajaran fisika.

IV. Pembahasan

Permainan tradisional sebagai model pembelajaran yang berhubungan langsung

dengan dunia nyata yang berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar siswa. Akibatnya,

siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dengan

kehidupan sehari-hari mereka. Disini, guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan

dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari

pengkontruksian sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya

sebagai anggota masayarakat. Pembelajaran dengan media ini adalah salah satu

pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan

dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan bermakna, karena siswa mengalami sendiri

apa yang dipelajarinya dengan mempraktekan materi fisika secara langsung dan tidak

membosankan, yaitu dengan menggunakan media mainan tradisional.

Permainan tradisional dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian

siswa, memudahkan siswa dalam memahami setiap materi yang diberikan. Dengan

menggunakan media tersebut diharapkan pendidik mampu menjelaskan materi yang

diberikan, dan dengan mudah konsep dari materi tersebut dipahami oleh para peserta didik.

Permainan tradisional tidak hanya memiliki kelebihan dalam hal penanaman konsep

materi dengan tepat dan mudah dipahami. Namun, permainan tradisional dapat pula

memacu para siswa untuk meningkatkan kreatifitasnya. Para siswa umumnya akan

semakin merasa tertarik pada materi yang diberikan jika dalam menjelaskannya

menggunakan media yang unik dan menarik, contohnya permainan tradisional itu sendiri.

Sehingga para siswa akan lebih mudah dalam memahami konsep materi yang diberikan.

Penerapan permainan tradisional ini menjadikan para pendidik dapat memberikan

bahan pelajaran yang efektif dan kreatif melalui media pembelajaran yang menarik, yang

dapat membuat peserta didik lebih cepat dalam memahami konsep materi yang diberikan.

Penerapan media permainan tradisional bagi para pendidik dapat memudahkan serta

menghidupkan kegiatan pembelajaran yang baik, aktif, kreatifitas, pembelajaran tidak lagi

terpusat pada guru. Bagi siswa, dengan penerapan media permainan tradisional akan

merasakan asyiknya belajar sains. Disamping itu, dapat menciptakan ruang kelas yang

Page 152: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

145

didalamnya siswa akan menjadi aktif dan dapat membantu guru menghubungkan materi

pelajaran pada dunia nyata serta memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Sedangkan kegiatan permainan dalam pembelajaran dapat menarik siswa cerdik,

menyenangkan dan sangat memikat dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Penggunaan permainan tradisional dapat membantu daya nalar siswa untuk

menjelaskan konsep fisika yang dekat dengan kehidupannya sehari-hari. Melalui

permainan tradisional siswa melihat, memperhatikan serta akhirnya mengemukakan ide,

menerapkan konsep tersebut melalui fakta yang diaplikasikan dalam permainan

tradisional. Dengan demikian permainan tradisional bukan hanya sebagai alat bantu tetapi

dapat membantu pemahaman siswa tentang obyek yang sedang diamatinya.

Penggunan permainan tradisional dapat mengatasi sipat pasif anak didik . Dalam hal

ini dapat juga berperan untuk menimbulkan kegembiraan belajar. Memungkinkan interaksi

yang lebih langsung antara anak didik dan lingkungan dan kenyataan. Memungkinkan

anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampun dan minatnya.

Permainan tradisional dapat berperan dalam pembentukan karakter siswa. Hal ini

karena permainan tradisional yang digunakan berisikan fakta-fakta yang terdapat dalam

kehidupan sehari-hari. Tujuan dari pendidikan fisika terutama meningkatkan keyakinan

terhadap Tuhan Yang maha Esa dan menumbuhkan rasa ingin tahu tercapai. Dalam hal ini

untuk proses selanjutnya tentu akan berarah kepada penanaman dan pembentukan karakter

siswa. Pembentukan karakter yang baik akan sangat berpengaruh dalam kemampuan

akademik.

V. Kesimpulan

Pemanfaatan permainan tradisional sebagai media alternative cocok digunakan

untuk pembelajaran fisika. Dengan menggunakan media ini dapat mencapai tujuan

pembelajaran fisika yang diharapkan. Akibatnya, berperan penting dalam meningkatkan

mutu pendidikan.

Daftar Pustaka

Anonim.2003.Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun

2003.Bandung:Citra Umbara.

Putra, Amali. 2005. Media Pengajaran Fisika. Padang: FMIPA UNP.

Latuheru, Jhon D. 1998. Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar masa Kini.

Jakarta:Depdikbud.

Page 153: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

146

Nasution.2005.Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan

Mengajar.Jakarta:Bumi Aksara.

Susilo, Muhammad Joko.2006.Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran (Dpp-i).

Yogyakarta:Pinus.

Uno, Hamzah.2007.Teori Motivasi dan Pengukurannya.Jakarta:PT. Bumi Aksara.

Simanjuntak dan Pasaribu.1983.Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.

Ikaha, Moh. Arif.2009.Implementasi Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada

Pembelajaran Sains Melalui Permainan

Tradisional.http://moharifikaha.blogspot.com/2009/07/blog-post.html[16 April

2010]

Sugiharti, Piping, S.Pd.2005.Penerapan Teori Multiple Intelegence dalam Pembelajaran

Fisika.Jurnal Pendidikan Penabur-

no.05/Th.IV/Desember.2005.http://www.bpkpenabur.or.id/files/29-42-Penerapan

Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika.pdf>[21 April 2010]

Siregar, Ir. Harrys.2003.Peranan Fisika Pada Disiplin Ilmu Teknik Kimia.

http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-harrys2.pdf>[23 April 2010]

Tanya Jawab

Rudi Ashari, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Apakah semua bidang fisika dapat diumpamakan dengan permainan tradisional?

? Apakah bisa efektif, jika permainan tradisional hilang digerus zaman dengan terus

berkembangnya IPTEK dan Globalisasi?

? Apakah benar mutu pendidikan akan efektif jika manajemennya tepat?

Bella Nurfadilah, Adhani Prima S, M.Reza Primadi, Sri Maiyena, UAD

@ Tidak, semua materi fisika baru disampaikan dengan permainan tradisional

@ Dengan kita menggunakan media permainan tradisional kita malah bisa ikut

melestarikan budaya bangsa seperti permainan tradisional. Tetapi tidak semua materi

fisika bisa menerapkan metode permainan tradisional untuk penyampaiannya.

Teknologi pasti akan berkembang.

@ Ya benar, guru (pendidik) adalah masuk dalam manajemen itu sendiri

Page 154: Hal awal prosiding - Himpunan Mahasiswa Program Studi ...hmps.pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding_Semnas_Quantum_2… · Sehingga banyaklah kasus-kasus berkaitan dengan

PROSIDING Seminar Nasional Pendidikan Fisika dan Fisika 2010 ISBN : 978-602-96622-1-4

147

Wahyu Budi Santosa, Pend.Fisika JPMIPA FKIP – UAD :

? Apa contoh permainan tradisional yang sesuai dengan pembelajaran fisika?

? Apa yang harus dilakukan di luar ruangan?

Bella Nurfadilah, Adhani Prima S, M.Reza Primadi, Sri Maiyena, UAD

@ Parasut, bola bekel, yoyo, jagram warna

@ Permainan tradisional tidak harus selalu dilakukan di luar ruangan, di dalam ruang pun

bisa dilaksanakan, karena pada dasarnya permainan yang dilaksanakan adalah

sederhana. Bisa dikondisikan tempatnya.