Upload
sendy-trias-nugraha
View
794
Download
25
Embed Size (px)
Citation preview
68 Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010
Penerapan Penilaian Autentik
Penerapan Penilaian Autentik dalamUpaya Peningkatan Mutu Pendidikan
Hartati Muchtar*)
*) Guru Besar Universitas Negeri Jakarta
Opini
erbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikannasional yang diperlukan dalam membangun bangsa dan Negara Republik Indonesia.Akan tetapi pengertian dan cara mengukur mutu pendidikan yang tepat dan dapatdipercayai, masih menjadi bahan perbincangan yang belum berkesudahan. Mutu
pendidikan secara nasional pada hakikatnya merupakan cerminan dari hasil belajar masing-masingpeserta didik. Oleh karena itu berbagai teknik dan bentuk penilaian dibuat untuk memperolehhasil belajar peserta didik yang dapat dipertanggungjawabkan serta benar-benar dapatmenggambarkan kemampuan peserta didik secara utuh. Tulisan ini membahas tentang pengertiandan teknik mengukur mutu pendidikan. Dari teknik-teknik yang ada, penilaian autentik dianggapdapat dipakai oleh guru dan lembaga-pendidikan dalam memberikan gambaran mutu pendidikanyang diperoleh peserta didik dan mutu pendidikan secara nasional.
Kata-kata kunci: Mutu pendidikan, pembelajaran, penilaian, penilaian autentik
AbstractThe Indonesian Government has been implementing a number of programs to improve the national educationquality which is urgently needed in building the Indonesian people and nation. However the notion and thetechnique of assessing the education quality are still under discussion. Various techniques and forms ofassessing the education quality are being developed to obtain the student’s learning achievement objectively.This article discusses the notion of education quality critically and some assessment techniques appropriate toshow the student’s competence. It is believed that authentic assessment can present the student’s real competenceand the education quality.
Key words: Education quality, instruction, assessment, authentic assessment.
Abstrak
B
Pendahuluan
Tulisan ini bermaksud memberikan sumbanganpemikiran dalam upaya peningkatan mutupendidikan. Ide dasar gagasan ini bertitik tolakdari dilema yang terjadi di masyarakat terkaitdengan pelaksanaan ujian nasional (UN) danupaya peningkatan mutu pendidikan. Di satupihak, pemerintah yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan akan tetapmelaksanakan ujian nasional. Pelaksanaanujian nasional ini selain merupakan salah satuupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,juga dimaksudkan sebagai upaya untukmengetahui ketercapaian standar kelulusan danuntuk melakukan pemetaan. Namun, di pihaklain pelaksanaan ujian nasional tersebutmendapatkan reaksi keras dari berbagai elemenmasyarakat, karena selain menimbulkan
69Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010
Penerapan Penilaian Autentik
keresahan pada diri siswa dan orang tuanya,juga berdampak kurang positif terhadappelaksanaan pembelajaran di sekolah.
Dalam kondisi yang masih dipertentangkanini, pelaksanaan ujian nasional tahun 2010, baikdi tingkat SMA maupun SMP menunjukkanpenurunan dibanding dengan tahun sebelum-nya. Hasil kelulusan di tingkat SMP tahun 2009adalah 95,05% dan tahun 2010 turun menjadi90,27%, sedangkan tingkat kelulusan padajenjang SMA tahun 2009 adalah 93,74% dantahun 2010 turun menjadi 89,88%. Jumlahsekolah terutama SMP yang tingkatketidaklulusannya mencapai 100 % juga cukupbanyak yaitu 561 sekolah negeri dan swasta,dengan rincian Jawa Tengah (105 sekolah), JawaTimur (54 sekolah), DKI Jakarta (51 sekolah),Gorontalo (47 sekolah), Kalimantan Barat (34sekolah), Banten (27 sekolah), Nusa TenggaraTimur (26 sekolah), Maluku Utara (24 sekolah),dan Papua (18 sekolah). Dengan hasil ujianyang cukup memprihatinkan tersebut dan untukmenghindari kekecewaan serta keresahanmasyarakat, maka pemerintah mengadakanujian ulangan.
Turunnya hasil ujian nasional tahun 2010ini telah mendapat komentar dari berbagai pihakyang menuduh menurunnya mutu pendidikandi Indonesia. Dengan adanya komentar tersebutmuncul dua pertanyaan. Pertama, benarkahbahwa menurunnya tingkat kelulusan ujiannasional merupakan indikator penurunan mutupendidikan di Indonesia? Kedua, dapatkahpelaksanaan ujian nasional dijadikan sebagaibarometer untuk mengetahui tingkat mutupendidikan?
Apabila dikaji, ujian nasional hanyamerupakan salah satu bentuk pelaksanaanpenilaian hasil belajar yang dilaksanakanpemerintah sebagaimana digariskan dalamPermendiknas No. 20 tahun 2007 tentangstandar penilaian pendidikan. Sehubungandengan pelaksanaan penilaian tersebut munculbeberapa pertanyaan lebih lanjut, yaitu: (1)apakah penilaian hasil belajar yang selama inidilakukan sudah sesuai dengan tuntutanPermendiknas No. 20 Tahun 2007 tentangStandar Penilaian, (2) apakah penilaian yangdilaksanakan oleh pemerintah sudah mengukurseluruh potensi dan kegiatan pembelajaran yangdilakukan, dan (3) apakah penilaian yangdilakukan pemerintah dalam bentuk ujiannasional telah dapat memotivasi siswa untukbelajar lebih lanjut?
Pembahasan
Dengan melihat berbagai permasalahan dalampelaksanaan penilaian yang dilakukan guru disekolah, maupun dalam pelaksanaan UN, makaperlu dilakukan pembenahan dan peningkatandalam penyelenggaraan UN. Salah satu jalanuntuk mendongkrak mutu pendidikan nasionalke arah yang lebih baik diperlukan keberanianuntuk mengambil kebijakan membenahi sistemujian yang digunakan sebagai alat penilaian.Sehubungan dengan hal tersebut, maka tulisanini bermaksud memaparkan suatu bentukpenilaian hasil belajar yang dimungkinkandapat menunjang peningkatan mutupendidikan, khususnya penerapan penilaianautentik. Dalam tulisan ini secara berturut-turutakan dibahas: mutu pendidikan, penilaiandalam proses pembelajaran, dan penerapanpenilaian autentik.
1. Mutu PendidikanMutu pendidikan merupakan masalah klasikyang senantiasa diupayakan peningkatannyaoleh Pemerintah. Meskipun berbagai upaya telahditempuh namun mutu pendidikan masih belumterwujud secara optimal. Sebenarnya upayapeningkatan mutu pendidikan ini telahmenunjukkan hasil yang menggembirakan. Halini terbukti dengan kesuksesan pelajar Indonesiadalam setiap mengikuti Olimpiade FisikaInternasional (IPhO). Bukti yang adamenunjukkan bahwa sejak pelajar Indonesiamengikuti IPhO pada tahun 1993 selalumendapatkan juara (medali), bahkan pada tahun1999 dan 2006 berhasil meraih empat medaliemas. Di balik kesuksesan tersebut, kita merasasangat prihatin dengan hasil beberapa surveiyang membandingkan kemajuan pendidikan dibeberapa negara. Dalam laporan HDI (HumanDevelopment Index) 2006 tentang pencapaianprestasi dan kualitas SDM yang menempatkanIndonesia berada di bawah Vietnam, yaituberada pada peringkat 102 dari 106 negara. Hasilsurvei PERC di 12 negara juga menunjukkanbahwa Indonesia berada pada peringkatterbawah, satu peringkat di bawah Vietnam.Demikian juga dalam survei matematika yangdilakukan oleh TIMSS-R di 34 negara Asia,Australia, dan Afrika telah menempatkanIndonesia dalam peringkat ke 34.
Apapun kondisinya, Pemerintah telahmenunjukkan upaya yang serius dalam
70 Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010
Penerapan Penilaian Autentik
mewujudkan mutu pendidikan. Upaya-upayatersebut antara lain: memperbaharui undang-undang sistem pendidikan nasional (SISDIK-NAS), pembaharuan kurikulum, peningkatanprofesionalitas dan kesejahteraan guru,melengkapi sarana prasarana pendidikan,menetapkan dan mengupayakan standarisasipendidikan nasional. Upaya tersebut telahmenunjukkan langkah yang komprehensifdalam meningkatkan mutu pendidikan, namunimplementasinya yang belum optimal.
Terkait dengan berbagai upaya yangditempuh Pemerintah tersebut, maka yang perludipertanyakan adalah bagaimana wujud mutupendidikan. Menurut Peraturan PemerintahNomor 19Tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan, pelaksanaan pendidikan dikatakanbermutu apabila terselenggara sesuai denganstandar nasional pendidikan yang telahditentukan. Dalam hal ini terdapat delapanstandar pendidi-kan, yaitu: standarisi, standar proses,standar kompeten-si lulusan, standarpendidik dan tena-ga kependidikan,standar saranadan prasarana,standar pengelo-laan, standar pem-biayaan, dan stan-dar penilaian pen-didikan. Kedela-pan standar tersebut saling berkaitan untukmenunjang terselenggaranya proses pembel-ajaran yang bermutu. Dengan demikian dapatdikatakan bahwa mutu suatu pendidikanterletak pada mutu pembelajaran.
Sejalan dengan hal tersebut, Heinich dankawan–kawan (2005) menegaskan bahwaproses pembelajaran dikatakan bermutu apabilamemenuhi kriteria sebagai berikut: (1) siswa ikutaktif terlibat dalam tugas-tugas yang bermakna,dan berinteraksi dengan materi pelajaran, (2)memberi kesempatan pada siswa untukmelakukan latihan, karena latihan yangdilakukan dalam berbagai konteks akanmemperbaiki tingkat retensi dan kemampuanuntuk mengaplikasikan pengetahuan baru, (3)siswa mempelajari materi pelajaran yang dapatditerapkan dalam situasi nyata, (4) terdapatinteraksi sosial yang sangat diperlukan olehsiswa untuk memperoleh dukungan sosial
dalam melakukan proses belajar, (5) memberikanfeedback atau umpan balik sangat diperlukan olehsiswa untuk mengetahui keberhasilannyadalam proses pembelajaran, (6) memperhatikankarakteristik siswa, karena setiap individubersifat unik, dengan beberapa faktor yangmembedakan misalnya: motivasi, kepribadian,kecerdasan, dan latar belakang budaya.
Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiranSmith (1993). Menurut mereka indikator mutupendidikan dapat dilihat dari tingkatpencapaian kompetensi secara utuh yangmeliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorsesuai dengan potensi yang dimilikinya.Pendapat tersebut menujukkan bahwa mutupendidikan terletak pada ketercapaian tujuanpembelajaran. Pendapat ini dipertegas olehSoedijarto www.kompas.com/Kompas_cetak/0502/28 Didaktikan/1579467/htm). Disebut-kan bahwa suatu pendidikan dikatakan
bermutu diukurdari kedudu-kannya untuk ikutm e n c e r d a s k a nk e h i d u p a nbangsa dan me-majukan kebuda-yaan nasional,yaitu pendidikanyang berhasilm e m b e n t u kgenerasi mudayang cerdas, ber-karakter, bermoral
dan berkepribadian. Pendapat tersebutmenunjukkan bahwa mutu pendidikan dapatdilihat dari ketercapaian tujuan pendidikannasional sebagaimana tertuang dalam UndangUndang nomor 20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Sisdiknas). Dengandemikian mutu pendidikan dapat dilihat dariketercapaiannya tujuan pendidikan nasional,tujuan dari masing-masing satuan pendidikan,dan tujuan masing-masing mata pelajaran, yangberupa standar kompetensi dan kompetensidasar.
Berbicara masalah keterkaitan tujuanpembelajaran dengan mutu pembelajaran, seringtimbul salah tafsir dalam kehidupanmasyarakat, yaitu hanya dikaitkan dengannilai/angka hasil ujian dan kelulusan.Kecenderungan yang ada menunjukkan bahwasuatu lembaga pendidikan dianggap bermutubila tingkat kelulusannya dalam ujian nasional
Kecenderungan yang adamenunjukkan bahwa suatu
lembaga pendidikan dianggapbermutu bila tingkat kelulusannya
dalam ujian nasional mencapai100% dan nilai yang diperoleh
siswa tinggi.
71Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010
Penerapan Penilaian Autentik
mencapai 100% dan nilai yang diperoleh siswatinggi. Anggapan ini kurang relevan denganUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasionalkarena telah menggeser tujuan pembelajaranmenjadi “lulus ujian dan memperoleh nilaitinggi”. Hal tersebut dikatakan kurang relevankarena tujuan yang ingin dicapai akan terkaiterat dengan kegiatan yang dilakukan untukmencapai tujuan tersebut. Apabila tujuanpembelajaran hanya untuk dapat lulus danmemperoleh nilai tinggi, maka kegiatanpembelajaran hanya akan dipusatkan pada caramengerjakan soal-soal ujian, baik ujian yangdilaksanakan guru, sekolah maupun ujian yangdiselenggarakan pemerintah yang dikenaldengan ujian nasional. Pelaksanaanpembelajaran semacam ini akan berakibat tujuanpembelajaran yangsebenarnya tidakakan pernah terca-pai dan akan ma-kin jauh dari mutupendidikan yangdiharapkan.
S e m e s t i n y atujuan pembel-ajaran bukan ha-nya terkait denganhasil yang berupanilai dalam raportatau ijazah, akantetapi juga berhubungan erat dengan prosespembelajaran. Dalam hal ini, tujuanpembelajaran dikatakan tercapai bila seluruhpotensi yang dimiliki peserta didik berkembangsecara optimal dan memiliki kompetensisebagaimana yang telah ditetapkan dalamtujuan pendidikan nasional dan Permendiknasnomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untukSatuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jaditercapainya tujuan pembelajaran apabila parapeserta didik termotivasi untuk belajar dan aktifmengembangkan seluruh potensi dan kreati-vitasnya secara optimal.
Dengan mendasarkan pada paparantersebut, nampaknya kualitas pendidikansangat ditentukan oleh kemampuan satuanpendidikan dalam mengelola prosespembelajaran. Penilaian merupakan bagianyang penting dalam pembelajaran. Denganmelakukan penilaian pendidik sebagaipengelola kegiatan pembelajaran dapatmengetahui kemampuan yang dimiliki peserta
didik, ketepatan metode pembelajaran yangdigunakan, dan keberhasilan peserta didikdalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan.
2. Penilaian dalam Proses PembelajaranPenilaian merupakan bagian integral dari prosespembelajaran. Penilaian sering dianggapsebagai salah satu dari tiga pilar utama yangsangat menentukan kegiatan pembelajaran.Ketiga pilar tersebut adalah perencanaan,pelaksanaan dan penilaian. Apabila ketiga pilartersebut sinergis dan berkesinambungan, makaakan sangat menentukan kualitas pembelajaran.Oleh karena itu penilaian harus dirancang dandilaksanakan sesuai dengan perencanaan danpelaksanaan pembelajaran. Sistem penilaianharus dikembangkan sejalan dengan perkem-
bangan modeldan strategipembelajaran.
Sebagaimanadiketahui modeldan strategipembela jarantelah mengalamiperkembanganyang cukup pe-sat, seperti modelpembela jaranyang berbasiskonstruktivis,
kontekstual, dan neuroscience. Namun kecen-derungan yang ada menunjukkan bahwa sistempenilaian yang dilakukan baik oleh pendidik,sekolah dan bahkan oleh pemerintah tetapmenggunakan penilaian tradisional, yaitumemberikan sejumlah soal dengan jawabanpendek, isian atau pertanyaan pilihan gandadan menilai sejumlah tugas terbatas yangmungkin tidak sesuai dengan apa yangdikerjakan selama proses pembelajaranberlangsung. Penilaian ini juga cenderunghanya mengungkap aspek kognitif, bahkankognitif tingkat rendah, yaitu aspek ingatan danpemahaman. Dalam penilaian tradisional inijuga jarang menilai seluruh kemampuan danhasil belajar siswa dengan memonitorpembelajaran mereka sendiri bahkan jarangmemasukan soal-soal yang menilai responsemosional terhadap pengajaran (Santrock,2007). Kecenderungan pelaksanaan penilaiantradisional ini pada dasarnya terlalu menyer-derhanakan kapasitas siswa selaku pembelajar
Semestinya tujuan pembelajaranbukan hanya terkait dengan hasilyang berupa nilai dalam raport
atau ijazah, akan tetapi jugaberhubungan erat dengan proses
pembelajaran.
72 Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010
Penerapan Penilaian Autentik
karena potensi-potensi yang dikembangkan danhasil belajarnya tidak sepenuhnya diungkap,apalagi jika penilaian hanya terbatas padapengungkapan kemampuan kognitif aspekingatan dan pemahaman yang hanya mengan-dalkan memori semata. Dengan demikian sistempenilaian ini kurang dapat mencerminkan hasilbelajar dan tidak dapat digunakan untukmengukur tingkat mutu pembelajaran.
Suatu keanehan yang terjadi di negeritercinta ini dan patut disayangkan adalah“mengapa ujian nasional (UN) yang merupakanbentuk ujian yang diselenggarakan pemerintahsebagai sarana untuk mengukur tingkatpenguasaan standar kompetensi dan mutupendidikan menggunakan penilaian standaryang merupakan bentuk penilaian tradisional?”.Di Amerika Serikat pemakaian tes standar dalamujian nasional telah menuai protes keras, karenakegiatan belajarsiswa selamabeberapa tahunhanya ditentu-kan kelulusan-nya dalam bebe-rapa hari saatujian nasional(Burke, 2009).Kecenderunganpenerapan penilaian tradisional yang hanyamengukur prestasi akademik kemampuankoginitif siswa, seperti dalam penilaiantradisional berdampak luas terhadap seluruhaktivitas pembelajaran. Hal ini telah mendorongpengelola sekolah untuk mengejar prestasi itumelalui berbagai cara. Sekolah cenderungmemacu kemampuan kognitif siswa denganmemberikan pelajaran tambahan danmenggunakan metode drill dalam setiappembelajarannya agar siswanya memperolehnilai tinggi pada mata pelajaran yang di-UN-kan. Kondisi ini tampaknya didukung olehorang tua siswa yang tidak menginginkananaknya gagal dalam UN. Dampak yang palingtidak diinginkan dalam pelak-sanaan penilaiantradisional ini adalah adanya berbagaikecurangan, baik yang dilakukan secaraperorangan maupun kolektif yang tersistem.
Upaya-upaya tersebut tampak telahmenyimpang dari hakikat dan tujuan pembel-ajaran. Pembelajaran yang dilakukan bukan lagimendorong siswa untuk belajar melainkanmengerjakan soal, bukan lagi untuk memilikikompetensi sebagaimana tertuang dalam
Permendiknas nomor 22 Tahun 2006 tentangStandar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar danMenengah, tetapi untuk lulus dalam UN, danbukan lagi untuk menerapkan pengetahuannyadalam memecahkan berbagai permasalahankehidupan sehari-hari, melainkan agar memilikistrategi dalam menjawab soal UN. Dengandemikian mutu pendidikan dalam arti yangsebenarnya tidak akan pernah terwujud.
Berdasarkan pada realitas dan pemikirantersebut, maka perlu dikembangkan sistempenilaian yang mampu mengukur kemampuansiswa secara holistik sebagai hasil belajar danmendorong siswa untuk belajar mengem-bangkan segala potensi dan kreativitasnya sertamenerapkan pengetahuannya dalam kehidupansehari-hari. Jenis penilaian tersebut adalahpenilaian autentik, yaitu suatu penilaian untukmengukur secara keseluruhan hasil dan proses
belajar denganberbagai cara.
3 . P e n e r a p a nPenilaian AutentikPenilaian autentik(authentic assesment)adalah suatu prosesp e n g u m p u l a n ,pelaporan danp e n g g u n a a n
informasi tentang hasil belajar siswa denganmenerapkan prinsip-prinsip penilaian,pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti autentik,akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitaspublik (Pusat Kurikulum, 2009). Hal ini sejalandengan pendapat Johnson (2002), yangmengatakan bahwa penilaian autentikmemberikan kesempatan luas kepada siswauntuk menunjukkan apa yang telah dipelajaridan apa yang telah dikuasai selama prosespembelajaran. Lebih lanjut Johnson (2009)mengatakan bahwa penilaian autentik berfokuspada tujuan, melibatkan pembelajaran secaralangsung, membangun kerja sama, danmenanamkan tingkat berfikir yang lebih tinggi.Melalui tugas-tugas yang diberikan, para siswaakan menunjukkan penguasaannya terhadaptujuan dan kedalaman pemahamannya, sertapada saat yang bersamaan diharapkan akandapat meningkatkan pemahaman danperbaikan diri.
Penilaian autentik dikembangkan karenapenilaian tradisional yang selama ini digunakanmengabaikan konteks dunia nyata (Santrock,
Penilaian autentik dikembangkankarena penilaian tradisional yang
selama ini digunakanmengabaikan konteks dunia nyata.
73Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010
Penerapan Penilaian Autentik
2007) dan kurang menggambarkan kemampuansiswa secara holistik. Oleh karena itu menurutPokey dan Siders (dalam Santrock, 2007),penilaian autentik diartikan sebagai upayamengevaluasi pengetahuan atau keahlian siswadalam konteks yang mendekati dunia riil ataukehidupan nyata. Dalam penilaian ini siswaditantang untuk menerapkan informasi danketerampilan baru dalam situasi nyata untuktujuan tertentu. Dengan demikian penilaian inimerupakan sarana bagi sekolah untuk merea-lisir segala kemauan, kemampuan dankreativitas siswa (Sizer, 1992). Sejalan denganpendapat tersebut Gulikers, Bastiaens danKirschner (2004) menjelaskan bahwa penilaianautentik menuntut siswa untuk menggunakankompetensi atau mengkombinasikan pengeta-huan, kemampuan, dan sikap dalam kriteriasituasi kehidupan profesional.
Penilaian autentik juga dikenal denganberbagai istilah seperti performance assessment,alternative assessment, direct assessment, dan realisticassessment. Penilaian autentik dinamakanpenilaian kinerja atau penilaian berbasis kinerja,karena dalam penilaian ini secara langsungmengukur performance (kinerja) aktual (nyata)siswa dalam hal-hal tertentu, siswa dimintauntuk melakukan tugas-tugas yang bermaknadengan menggunakan dunia nyata atau autentiktugas atau konteks. Penilaian autentik dikatakanpenilaian alternatif, karena dapat difungsikansebagai alternatif untuk menggantikan penilaiantradisional. Penilaian autentik dikatakanpenilaian karena memberikan lebih banyakbukti langsung dari aplikasi bermaknapengetahuan dan keterampilan.dalam konteksdunia nyata (www.dsea.org). Penilaian autentikjuga dikatakan sebagai realistis assessment atauberhubungan dengan penerapan dalamkehidupan nyata.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut,menurut Moon (2005) pelaksanaan penilaianautentik memiliki karakteristik sebagai berikut:(1) fokus pada materi yang penting, ide-ide besaratau kecakapan-kecakapan khusus, (2)merupakan penilaian yang mendalam, (3)mudah dilakukan di kelas atau di lingkungansekolah, (4) menekankan pada kualitas produkatau kinerja dari pada jawaban tunggal (5) dapatmengembangkan kekuatan dan penguasaanmateri pembelajaran pada siswa, (6)menyediakan banyak cara yang memungkinkansiswa dapat menunjukkan kemampuannya
sebagai hasil belajar, dan (7) pemberian skorpenilaian didasarkan pada esensi tugas.
Selain karakteristik tersebut, dalampenilaian autentik tampak: (1) menekankan padapemahaman konsep dan pemecahan masalah,(2) siswa mengalami proses pembelajaran secarabermakna dan memahami mata pelajarandengan penalaran, (3) siswa secara aktifmembangun pengetahuan baru dari pengala-man dan pengetahuan awal. Karakteristiktersebut, menunjukkan bahwa dalam penilaianautentik sejalan dengan pembelajaran kontek-stual dan pendekatan konstruktivis. Adapunprinsip-prinsip umum penilaian autentik adalahsebagai berikut: (1) proses penilaian harusmerupakan bagian yang tak terpisahkan dariproses pembelajaran, (2) penilaian harusmencerminkan masalah dunia nyata, bukanhanya masalah dunia sekolah, (3) penilaianharus menggunakan berbagai ukuran, metodadan kriteria yang sesuai dengan karakteristikdan esensi pengalaman belajar, (4) penilaianharus bersifat holistik yang mencakup semuaaspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif,dan psikomotor).
Penilaian autentik sebenarnya telahdigariskan dalam standar penilaian sebagai-mana ditetapkan dalam Permendiknas Nomor20 tahun 2007 tentang standar penilaianpendidikan. Dalam Permendiknas tersebutditetapkan bahwa penilaian terdiri atas: testulis, tes lisan, praktek dan kinerja (unjuk kerja/performance), observasi selama kegiatanpembelajaran dan di luar pembelajaran, sertapenugasan (terstruktur dan tugas mandiri takterstruktur).
Penilaian autentik sebagai bentuk penilaianyang mencerminkan hasil belajar sesungguhnya,dapat menggunakan berbagai cara atau bentuk(Hargreaves, dkk., 2001), antara lain melaluipenilaian proyek atau kegiatan siswa,penggunaan portofolio, jurnal, demonstrasi,laporan tertulis, ceklis dan petunjuk observasi.Garis besar bentuk penilaian autentik tersebutdapat dijelaskan sebagai berikut.
a. PortofolioPortofolio merupakan kumpulan pekerjaansiswa (tugas-tugas) dalam periode waktutertentu yang dapat memberikan informasipenilaian. Fokus tugas-tugas kegiatanpembelajaran dalam portofolio adalahpemecahan masalah, berpikir dan pemahaman,menulis, komunikasi, dan pandangan siswa
74 Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010
Penerapan Penilaian Autentik
sendiri terhadap dirinya sebagai pemelajar.Tugas yang diberikan kepada siswa dalampenilaian portofolio adalah tugas dalam kontekskehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untukmengerjakan tugas tersebut secara lebih kreatif,sehingga siswa memperoleh kebebasan dalambelajar. Selain itu, portfolio juga memberikankesempatan yang lebih luas untuk berkembangserta memotivasi siswa. Sebagai contoh, siswadiminta untuk melakukan survey mengenaipotensi wisata di lingkungan daerah tempattinggalnya.
Portofolio bukan hanya merupakan tempatpenyimpanan pekerjaan siswa, tetapimerupakan sumber informasi untuk guru dansiswa, yang memuat perkembangan pengeta-huan dan kemampuan siswa selama melakukankegiatan pembelajaran. Portofolio juga dapatmemberikan informasi untuk tindak lanjut darisuatu pekerjaan yang telah dilakukan siswasehingga guru dan siswa berkesempatan untukmengembangkan kemampuannya. Portofoliojuga dapat berfungsi untuk mengetahui: (1)perkembangan tanggung jawab siswa dalambelajar, (2) perluasan dimensi belajar, (3)peningkatan proses pembelajaran, dan (4)penekanan pandangan siswa dalam belajar(Surapranata, 2006)
Tugas-tugas dalam penilaian portofolio inidapat diberikan kepada siswa secaraberkelompok atau individual. Sesuai denganbentuk tugas yang diberikan, penilaianportofolio ini dapat digunakan untuk menilaikinerja (performance) siswa dalam menyelesaikantugas mata pelajaran selama satu tahun.Portofolio harus mencerminkan rentangantujuan pembelajaran dan tugas-tugas yangterkait dalam waktu tertentu. Sesuai denganbentuk tugasnya, maka penilaian portofolio inijuga dapat dikategorikan dalam penilaian kinerja(performance).
b. Jurnal.Jurnal merupakan tulisan yang dibuat siswauntuk menunjukkan segala sesuatu yang telahdipelajari atau diperoleh dalam prosespembelajaran. Jurnal dapat digunakan untukmencatat atau merangkum topik-topik pokokyang telah dipelajari, perasaan siswa dalambelajar mata pelajaran tertentu, kesulitan-kesulitan atau keberhasilan keberhasilannyadalam menyelesaikan masalah atau topikpelajaran, dan catatan atau komentar siswatentang harapan-harapannya dalam proses
pembelajaran. Jurnal merupakan salah satusarana yang baik untuk melatih danmeningkatkan keterampilan siswa dalammenulis, sehingga hasil-hasil jurnal dapatmerupakan bagian dari penilaian portofolio.
c. ProyekProyek merupakan salah satu bentuk penilaianautentik yang berupa pemberian tugas kepadasiswa secara berkelompok. Kegiatan inimerupakan cara untuk mencapai tujuanakademik sambil mengakomodasi berbagaiperbedaan gaya belajar, minat, serta bakat darimasing-masing siswa. Tugas proyek akademikyang diberikan adalah tugas yang terkait dengankonteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugasini dapat meningkatkan partisipasi siswa.Sebagai contoh, siswa diminta membentukkelompok proyek untuk menyelidiki keragamanbudaya di lingkungan daerah tempat tinggalmereka.
d. DemonstrasiDemonstrasi adalah bentuk penilaian autentikdengan memberikan kesempatan siswa untukmendemonstrasikan kemampuannya di depankelas atau di depan khalayak umum/penonton.Siswa diminta menampilkan hasil penugasanmengenai kompetensi yang telah dikuasai. Parapenonton dapat memberikan evaluasi terhadaptampilan tersebut. Sebagai contoh, siswa secaraberkelompok diminta mendemonstrasikankemampuannya dalam membuat masakantradisional.
e. Laporan TertulisLaporan tertulis adalah bentuk penilaianautentik, berupa surat, petunjuk pelatihanteknis, brosur, laporan penelitian, essai singkat.
f. Ceklis dan pedoman observasiCeklis dan pedoman observasi merupakanbentuk penilaian autentik yang dilakukandengan cara pengamatan langsung aktivitassiswa dalam kegiatan belajar, melaksanakantugas-tugas kegiatan pembelajaran dan perilakusiswa sehari-hari sebagai hasil belajar .
Penilaian autentik dalam proses penilaiandi sekolah dilakukan dengan rubrik. Semua jenisdan bentuk penilaian autentik harus dinilaidengan rubrik. Rubrik adalah salah satu formatpenilaian dengan menggunakan matriks atautabel yang rinci tentang aspek-aspek yangdinilai. Menurut Woolfolk (2004), rubrik berisi
75Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010
Penerapan Penilaian Autentik
aturan-aturan yang digunakan untuk menilaikinerja siswa. Konsep penilaian rubrikmerupakan gabungan antara skala penilaiandengan daftar cek. Dalam format penilaianrubrik setiap kolom mewakili aspek-aspek yangdinilai atau kinerja yang dievaluasi. Setiap garismenggambarkan karakteristik setiap elemen atauaspek yang dinilai disertai dengan skala nilaitentang penguasaan kompetensi atau kinerja.
Penggunaan rubrik untuk penilaian kinerjadapat membantu menentukan kualitaspekerjaan yang dicapai oleh siswa. Hal lainyang sangat penting dalam penggunaan rubriksebagai instrumen penilaian adalah siswa atautemannya dapat menilai sendiri hasil kerjanyadengan berpedoman pada rubrik. Dengandemikian melalui rubrik, siswa akan terpacuuntuk bekerja secara optimal, dan pelaksanaanpenilaian akan lebih objektif serta mencer-minkan kemampuan dan kerja siswa. MenurutLinn dan Burton yang dikutip oleh Cruickshank(2005), skala penilaian, daftar cek dan rubrikmerupakan sarana yang efektif untukmemperbaiki tingkat akurasi dalam menilaikualitas kinerja, produk dan hasil karya siswa.
Dengan demikian jelas penilaian autentiklebih dapat mengungkapkan hasil belajar siswasecara holistik, sehingga benar-benar dapatmencerminkan potensi, kemampuan, dankreativitas siswa sebagai hasil proses belajar.Selain itu penerapan penilaian autentik akandapat mendorong siswa untuk lebih aktif belajardan menerapkan hasil belajarnya dalamkehidupan nyata. Dengan demikian penilaianautentik dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Mengingat pentingnya penilaian autentik,baik dalam proses penilaian maupunpeningkatan kualitas pembelajaran, makametode penilaian seperti ini perlu diterapkansebagai sarana untuk memperbaiki prosespembelajaran sekaligus untuk meningkatkanmutu pendidikan. Adapun penerapan penilai-an autentik ini tentunya tidak langsungmenggantikan posisi penilaian standar yangselama ini dilakukan, baik oleh guru, sekolah,maupun pemerintah, akan tetapi dilakukansecara komplementer dengan penilaian standarsesuai dengan kompetensi yang akan dinilai.
Secara operasional penerapannya dapatdilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap awal,penilaian autentik dapat dilakukan oleh seluruhpendidik dalam setiap kegiatan pembelajaran,kemudian dilanjutkan penilaian sekolah yangberupa ujian sekolah, dan pada akhirnya
diterapkan dalam penilaian pemerintah yangberupa ujian nasional (UN). Dengan penerapanpenilaian autentik secara bertahap inidiharapkan dapat mengkondisikan siswa danlebih lanjut tidak akan terjadi lagi ketegangan,ketakutan dan kekhawatiran dalammenghadapi UN. Dengan kata lain UN tetapperlu dilaksanakan untuk mengetahuiketercapaian standar kelulusan, dan pemetaanhasil pendidikan, guna melakukan perbaikansecara nasional.
Penutup
Betapapun pentingnya penilaian autentik bagipeningkatan mutu pendidikan, akan tetapi tetaphanya merupakan konsep dan bahkan slogan,apabila tidak diterapkan secara konsisten danberkelanjutan di sekolah. Dalam penerapanpenilaian autentik di sekolah ini dibutuhkanguru yang profesional yang menguasai metodepenilaian tersebut, menyadari pentingnyapenilaian autentik dan memiliki komitmenuntuk memajukan pendidikan. Oleh karena ituperlu peningkatan kesadaran, kemauan dankemampuan guru untuk melaksanakanpenilaian autentik dalam meningkatkan hasilbelajar peserta didik.
Daftar Pustaka
Brown, Frederick G. (1983). Principles of ducationaland psychological testing, New York: HoltRinehart and Einston
Burke, Kay. (2009). How to assess authenticlearning. California: Corwin A SageCompany
Gronlund, Norman E. (1997). How to makeachievement test and assessments. London:Allyn and Bacon
Gronlund, Norman E. Dan Robert C. Lim. (1995).Measurement and assessments in teaching.New Jersy: Englewood Cliffs
Gulikers, Judith. T.M,. Theo. J. Bastiaens, danPaul. A.Kirschner, (2004). A-five-dimensional framwork to authenticassessment. Etr. Vol. 52. No. 3. 2004
Johnson, Elaine B. (2002). Contextual teaching andlearning: What is and why it’s here to stay.California: Corwin Press, Inc
76 Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010
Penerapan Penilaian Autentik
Hargreaves, A, L. Earl, S. Moore, dan S. Manning,learning to change-teaching beyond subjectsand standard. California: Jossey Bass Inc,2001
Moon T.R. et al. Development of authenticassessments for the middle school classroom,The Journal of Secondary GiftedEducation Vol XVI No.2/3 Winter/Spring, 2005
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun2005 Tentang Standar NasionalPendidikan
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 StandarIsi untuk Satuan Pendidikan Dasar danMenengah.
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 StandarKompetensi Lulusan untuk SatuanPendidikan Dasar dan Menengah
Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 TentangStandar Penilaian Pendidikan
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas,Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta,2002
Grant Wiggins and Jay McTighe. Santrock,John W. (2007). Psikologi Pendidikan(terjemahan) Jakarta: KencanaPrenada Media Group
Smaldino, Sharon E, James D. Russell. RobertHeinich, dan Michael Molenda. (2005.).Instructional technology and media forlearning. New Jersey: Pearson MerrilPrentice Hall inc
Smith, P. L. (1993). Instructional design. NewYork: Mac milllan
Soedijarto, Benarkah ujian nasional dapatmempengaruhi peningkatan mutupendidikan dan etos kerja?. http//www.kompas.com/Kompas_cetak/0502/28Didaktika/1579467/htm
Stevens, Dannelle D. Dan Antonia Jlevi. (2005).Introduction to rubrics. Virginia: StylusPublishing
Wiggins, Grant dan Jay McTighe. Understandingby design. 1998
Woolffolk, Anita. (2004). Educational psychology.Boston: Pearson