5
Green Theory serta Isu Lingkungan “Topik lingkungan hidup muncul semakin sering dalam agenda internasional lebih dari tiga dekade terakhir” (Jackson dan Sorensen 2005, 322). Politik hijau atau green theory yang merupakan suatu perspektif baru dalam lingkup Hubungan Internasional, membahas isu tentang eksistensi lingkungan. Ia tidak terlahir dalam lingkungan Hubungan Internasional, sebab isu-isu lingkungan merupakan isu yang pada awalnya dinilai terlalu domestik untuk dikaji secara global. “Namun, Politik Hijau telah muncul sebagai kekuatan politik yang penting pada banyak negara dari pertengahan tahun -70an ke atas, dan posisinya lebih sering berkarakter global” (Burchill dan Linklater 2009, 336). Ia kemudian mulai menjadi pembahasan di level internasional sebab permasalahan tersebut tidak lagi menjadi tanggung jawab satu negara saja, namun menjadi tanggungan bagi masyarakat internasional. Seperti yang telah dijelaskan, permasalahan lingkungan dianggap sebagai permasalahan yang sifatnya domestik. Padahal menurut Jackson dan Sorensen (2005), “..., fokus klasik HI adalah pada konfik internasional, dan khususnya perang antarnegara. Sebagian penstudi berpendapat bahwa konflik kekerasan serupa yang berasal dari masalah lingkungan hidup bukan antar negara, tetapi intranegara, yaitu di dalam negeri. Proyek penelitian yang dipimpin oleh Thomas Homer-Dixon berpendapat bahwa kelangkaan lingkungan hidup menimbulkan konflik berintensitas rendah, berkelanjutan, yang mungkin tidak mengakibatkan konfrontasi dramatis tetapi dapat melemahkan pemerintahan”. Hal tersebut yang kemudian membedakan perspektif teori hijau dengan perspektif klasik Hubungan Internasional yang cenderung mengejar kekuasaan. Green theory adalah perspektif alternatif yang mengkritik perspektif tradisional (Wardhani 2013).

Green Theory Serta Isu Lingkungan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

“Topik lingkungan hidup muncul semakin sering dalam agenda internasional lebih dari tiga dekade terakhir” (Jackson dan Sorensen 2005, 322). Politik hijau atau green theory yang merupakan suatu perspektif baru dalam lingkup Hubungan Internasional, membahas isu tentang eksistensi lingkungan. Ia tidak terlahir dalam lingkungan Hubungan Internasional, sebab isu-isu lingkungan merupakan isu yang pada awalnya dinilai terlalu domestik untuk dikaji secara global. “Namun, Politik Hijau telah muncul sebagai kekuatan politik yang penting pada banyak negara dari pertengahan tahun -70an ke atas, dan posisinya lebih sering berkarakter global” (Burchill dan Linklater 2009, 336). Ia kemudian mulai menjadi pembahasan di level internasional sebab permasalahan tersebut tidak lagi menjadi tanggung jawab satu negara saja, namun menjadi tanggungan bagi masyarakat internasional.

Citation preview

Page 1: Green Theory Serta Isu Lingkungan

Green Theory serta Isu Lingkungan

“Topik lingkungan hidup muncul semakin sering dalam agenda internasional lebih dari tiga dekade terakhir” (Jackson dan Sorensen 2005, 322). Politik hijau atau green theory yang merupakan suatu perspektif baru dalam lingkup Hubungan Internasional, membahas isu tentang eksistensi lingkungan. Ia tidak terlahir dalam lingkungan Hubungan Internasional, sebab isu-isu lingkungan merupakan isu yang pada awalnya dinilai terlalu domestik untuk dikaji secara global. “Namun, Politik Hijau telah muncul sebagai kekuatan politik yang penting pada banyak negara dari pertengahan tahun -70an ke atas, dan posisinya lebih sering berkarakter global” (Burchill dan Linklater 2009, 336). Ia kemudian mulai menjadi pembahasan di level internasional sebab permasalahan tersebut tidak lagi menjadi tanggung jawab satu negara saja, namun menjadi tanggungan bagi masyarakat internasional.

Seperti yang telah dijelaskan, permasalahan lingkungan dianggap sebagai permasalahan yang sifatnya domestik. Padahal menurut Jackson dan Sorensen (2005), “..., fokus klasik HI adalah pada konfik internasional, dan khususnya perang antarnegara. Sebagian penstudi berpendapat bahwa konflik kekerasan serupa yang berasal dari masalah lingkungan hidup bukan antar negara, tetapi intranegara, yaitu di dalam negeri. Proyek penelitian yang dipimpin oleh Thomas Homer-Dixon berpendapat bahwa kelangkaan lingkungan hidup menimbulkan konflik berintensitas rendah, berkelanjutan, yang mungkin tidak mengakibatkan konfrontasi dramatis tetapi dapat melemahkan pemerintahan”. Hal tersebut yang kemudian membedakan perspektif teori hijau dengan perspektif klasik Hubungan Internasional yang cenderung mengejar kekuasaan. Green theory adalah perspektif alternatif yang mengkritik perspektif tradisional (Wardhani 2013).

Masalah yang tidak diperhatikan oleh perspektif tradisional adalah gangguan kedaulatan yang berhubungan dengan isu-isu lingkungan mulai banyak muncul (Wardhani 2013). “Jika keamanan internasional dan ekonomi global adalah issue area utama tradisional dalam politik dunia, sebagian penstudi sekarang menyatakan bahwa lingkungan hidup telah muncul sbegai issue area utama ketiga” (Jackson dan Sorensen 2005, 324). Contohnya seperti terbakarnya hutan di Indonesia yang asapnya mengganggu hingga ke negeri tetangga, Malaysia dan Singapura. Alasan itulah yang kemudian memunculkan perspektif alternatif yang mengungkap masalah-masalah lingkungan tersebut, sebab dampak kerusakan sendiri bisa mengglobal. Pandangan tersebut memang benar adanya bahwa banyak yang dilupakan oleh perspektif tradisional. Bahwa isu-isu transboundaries yang terjadi telah mengganggu sovereignty atau kedaulatan suatu negara (Wardhani 2013)

Pembangunan memiliki dua sisi yang dianggap melanggar maupun memenuhi hak asasi manusia (Wardhani 2013). Dalam politik hijau sendiri, terdapat dua jenis mahzab pembangunan yang dikategorikan, yakni mahzab antroposentris serta mahzab ekosentris.

Page 2: Green Theory Serta Isu Lingkungan

Mahzab antroposentris adalah mahzab pembangunan yang digunakan untuk mencari keuntungan sebanyak mungkin. Dengan menggunakan perspektif rasionalisme, mahzab ini cenderung mengabaikan isu-isu lingkungan yang berkembang. “... pandangan dunia antroposentris yang hanya menempatkan nilai moral atas manusia menuju sebuah pandangan yang juga menempatkan nilai independen atas ekosistem dan semua makhluk hidup” (Eckersley 1992 dalam Burchill dan Linklater 2009, 337-338). Mahzab kedua adalah ekosentris yang menolak eksistensi antroposentris. Ekosentris merupakan mahzab pembangunan yang masih peduli pada kelestarian lingkungan. “Ekosentrisme oleh karena itu mempunyai empat ciri utama yang bersifat etis yang kesemuanya membedakannya dari pemikiran-pemikiran lain mengenai lingkungan” (Eckersley 1991 dalam Burchill dan Linklater 2009, 338). Pandangan green theory ini selalu memisahkan kedua mahzab pembangunan tersebut, dimana mahzab antroposentris yang bersetral pada manusia dikritik oleh green theory, sedangkan kaum green theory sendiri lebih cenderung pada pembangunan yang sifatnya ekosentris (Wardhani 2013).

Permasalahan lingkungan sendiri bagi green theory merupakan multiplaying efek yang memunculkan soft politics issues karena bukan hanya bicara tentang hard politics, melainkan dampak yang diberikan bagi soft politics (Wardhani 2013). “Konflik kelangkaan lingkungan hidup menunjukkan hubungan antara konflik internasional dan konflik domestik, dan disitulah para penstudi environmentalis HI memfokuskan analisisnya. Bagi kebanyakan kaum realis, isu lingkungan hidup sekedar merupakan sumber konflik lainnya antara negara-negara. Bagi kaum liberal, lingkungan hidup hanyalah menambahkan satu lagi issue area dalam agenda kerjasama internasional dan pembentukan rejim” (Jackson dan Sorensen 2005, 327).

Kemudian, muncul pula perdebatan tentang aktualitas permasalahan lingkungan yang muncul di dunia internasional. “Bukti telah terkumpul mengenai degradasi ekologis yang meluas sebagai akibat dari aktivitas manusia: tanah kehilangan kesusburan atau terkikis, lahan rumput yang berlebihan, pembentukan gurun, perikanan yang berkurang, spesies yang punah, hutan yang gundul, polusi udara dan air. Semua ini terhubungkan oleh masalah baru yaitu perubahan iklim dan dan penipisan lapisan ozon” (Jackson dan Sorensen 2005, 324). Sedangkan menurut pengkritik green theory sendiri, kerusakan lingkungan hanyalah mitos, karena indikasi kerusakan lingkungan sudah muncul paradigmanya sejak dahulu. Pernyataan tersebut juga didukung dengan kelompok yang mengatakan bahwa isu global warming adalah isu-isu yang dikonstruksi oleh negara maju (Wardhani 2013).

Kehadiran teori-teori alternatif seperti halnya green theory dapat dilihat dalam dua hal. Pertama, keberhasilan teori tersebut untuk mengusung sebuah isu menjadi concern global. Kedua, ketika perspektif alternatif tersebut menyentuh hal-hal yang sifatnya basic atau fundamental, atau asumsi yang paling mendasar dari perspektif tradisional, yang kemudian dianggap keberadaannya oleh dunia internasional. Kehadirannya kemudian semakin dianggap

Page 3: Green Theory Serta Isu Lingkungan

ketika ia berani memberi kritik terhadap perspektif tradisional (Dugis 2013). “Singkatnya, sifat tantangan pada HI yang diciptakan oleh isu lingkungan hidup tergantung pada sedikit banyak posisi seseorang dalam perdebatan lingkungan hidup” (Jackson dan Sorensen 2005, 330). Artinya, walau banyak argumentasi yang muncul tentang apakah isu lingkungan itu benar adanya, namun harus tetap diakui bahwa studi Hubungan Internasional sendiri terus berkembang dengan kajian pokok yang makin meluas serta memperkaya pengetahuan yang dipelajari oleh para penstudinya.

Sumber :

Wardhani, B.L.S., dan Vinsensio Dugis, 2013. Green Theory, materi disampaikan pada kuliah Teori Hubungan Internasional, Departemen Hubungan Internasional, Universitas Airlangga. 23 Mei 2013

Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional (terj. Dadan Suryadipura, Introduction to International Relations). Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Burchill, Scott, dan Andrew Linklater, 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional (terj. M. Sobirin, Theories of International Relations). Bandung: Penerbit Nusa Media.