Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
81
GOOD GOVERNANCE
DAN TRANSPARANSI RENCANA STRATEGI
TERWUJUDNYA AKUNTABILITAS
KINERJA PEMERINTAH
Oleh :
Elvia Puspa Dewi
Akuntansi, STIE Taman Siswa Jakarta
Jl. Garuda No. 25 Kemayoran Jakarta Pusat
Telp. (021) 4265630 Fax. (021) 42884122
Email : [email protected]
Abstrak
Terselenggaranya Pemerintahan yang baik dan bersih untuk mewujudkan aspirasi
masyarakat dan dipercaya oleh masyarakat. Akuntabilitas instansi Pemerintah merupakan
perwujudan kewajiban Pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan dari
rencana strategis Pemerintah mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan. Akuntabilitas dan transparansi dari Pemerintah merupakan prasayarat bagi
terciptanya birokrasi dan Pemerintah yang responsif terhadap kehendak rakyat. Pentingnya
akuntabilitas dan transparansi guna memastikan pemanfaatan sumber daya yang terbatas
untuk berbagai pelayanan publik yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
masyarakat dengan cara yang efisien, efektif, dan terukur kinerjanya. Keberhasilan
akuntabilitas dapat dicapai dengan adanya pemimpin yang responsif dan akuntabel akan
transparan kepada masyarakat maupun bawahannya, selain itu standar evaluasi kinerja
harus diungkapkan secara nyata dan jelas sehingga dapat diketahui secara jelas hal-hal
yang harus diakuntabilitaskan.
Kata Kunci : Good Governance, Transparansi Rencana Strategis, Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.
Abstract
The implementation of good and clean Government to realize people's aspirations and
trusted by the community. the accountability of government agencies is a manifestation of
the Government's obligation to account for the implementation of the Government's
strategic plan to achieve the goals and objectives. Accountability and transparency of the
Government is a prerequisite for the creation of bureaucracy and Government responsive
to the will of the people. the importance of accountability and transparency in order to
ensure the limited use of resources for various public services that can provide maximum
benefit to the community in an efficient, effective, and measurable way.
The success of accountability can be achieved by the presence of responsive and
accountable leaders to be transparent to the community and their subordinates, in addition
to the performance evaluation standards should be disclosed clearly and clearly so that it
can be clearly known things that must be accountable.
Keywords : Good governance, Trasnparency Strategic Plan, Performance Accountability of Government
Agencies.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
82
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan Pemerintah yang
bersih untuk menciptakan masyarakat
adil, makmur dan sejahtera adalah
amanat UUD 1945. Pemerintah harus
menjalankan segala kegiatan
pemerintahan dengan baik dan bersih
agar dipercaya oleh masyarakat.
Krisis ekonomi dan politik di
negara Indonesia telah membuat
ketidakpercayaan masyarakat terhadap
Pemerintah dalam menyelenggarakan
Pemerintahan. Salah satu usaha
memulihkan kondisi ekonomi, sosial dan
politik adalah dengan mengembalikan
kepercayaan rakyat kepada pemerintah
dengan mencoba mewujudkan suatu
pemerintahan yang bersih dan berwibawa
atau yang dikenal dengan istilah good
governance.
Terselenggaranya good governance
merupakan indikator kejujuran
Pemerintah dan prasyarat utama
mewujudkan aspirasi masyarakat
mencapai tujuan dan cita – cita bangsa
dan negara. Dengan demikian pemerintah
sebagai pelaku utama pelaksanaan good
governance ini dituntut untuk
memberikan pertanggungjawaban yang
lebih transparan dan lebih akurat. Hal ini
semakin penting untuk dilakukan dalam
era reformasi ini melalui pemberdayaan
peran lembaga-lembaga kontrol sebagai
pengimbang kekuasaan pemerintah.
Semangat reformasi telah
mendorong aparatur penegakan hukum
dan keadilan melakukan pembaharuan
dan peningkatan efektivitas dalam
melaksanakan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan negara dalam
pembangunan, perlindungan dan
pelayanan masyarakat guna mendukung
kebutuhan serta kepentingan rakyat.
Rakyat yang memberi amanah
menghendaki agar pemerintah
memberikan perhatian yang sungguh-
sungguh dalam menanggulangi korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN)
sebagaimana diamanatkan oleh TAP
MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang
penyelenggara negara yang bersih dan
bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang
tersebut dinyatakan bahwa asas-asas
umum penyelenggaraan negara meliputi
asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggara negara, asas kepentingan
umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, dan
asas akuntabilitas. Dalam penjelasan
mengenai pasal tersebut, dirumuskan
bahwa asas akuntabilitas adalah asas
yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggaraan negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat dan rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dari rumusan tersebut
dapat diketahui bahwa akuntabilitas
adalah pertanggungjawaban setiap proses
dan hasil akhir penyelenggaraan negara.
Permasalahan akuntabilitas
merupakan salah satu persoalan penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Sampai saat ini Pemerintah masih terus
mengkaji pelaksanananya dan melakukan
pengembangan kemampuan
pertanggungjawaban dan kemampuan
untuk menyusun perencanaan strategis
untuk menyelaraskan visi dan misinya
dengan potensi, peluang, dan kendala
yang dihadapi dalam upaya peningkatan
akuntabilitas kinerja Pemerintahan.
Dengan perencanaan strategis maka
instansi Pemerintah akan mampu
menjawab tuntutan masyarakat dan
tercapainya akuntabilitas kinerja instansi
Pemerintah.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
83
Berdasarkan uraian di atas , maka
dalam penulisan ini mengambil judul
“Good Governance dan Pencapaian
Rencana Strategis untuk Tercapainya
Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah” .
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang diatas, maka
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana menciptakan good
governence?
2. Bagaimana mewujudkantransparansi
rencana strategis pemerintah?
3. Apakah good governence dan
transparansi rencana strategis dapat
mewujudkan akuntabilitas kinerja
Pemerintah?
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui cara menciptakan
good governance?
2. Untuk mengetahui cara mewujudkan
transparan si rencana strategis
pemerintah?
3. Untuk mengetahui good governence
dan transparan si rencana strategis
dapat mewujudkan akuntabilitas
kinerja Instansi Pemerintah atau
tidak.
KAJIAN PUSTAKA
Good Governance
Arti Good dalam Good Governence
mengandung dua pengertian. Pertama,
nilai yang menjunjung tinggi
keinginan/kehendak rakyat, dan nilai
nilai yang dapat meningkatkan
kemampuan rakyat dalam mencapai
tujuan (nasional) kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan
sosial. Kedua, aspek fungsional dari
pemerintah yang efektif dan efisien
dalam pelaksanaan tugasnya untuk
mencapai tujuan tersebut. Berdasarka
pengertian ini, good governance
berorientasi pada, yaitu pertama orientasi
ideal negara yang di arahkan pada
pencapaian tujuan nasional, dan yang
kedua pemerintah yang berfungsi secara
ideal, yaitu secara efektif dan efisien
dalam melakukan upaya mencapai tujuan
nasional (Adisasmita, 2011:23)
Terselenggaranya Good
Governence merupakan prasyarat bagi
setiap pemerintah untuk mewujutkan
anspirasi masyarakat dalam mencapai
tujuan serta cita cita berbangsa dan
bernegara. Dalam rangka itu di perlukan
pengembangan dan penerapan sistem
pertanggung jawaban yang tepat, jelas,
dan legitimate sehingga penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dapat
berdaya guna, berhasil guna, bersih dan
bertanggung jawab, serta bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme. (Rosidin,
2004:184)
Good governance dapat diartikan
sebagai prinsip dalam mengatur
pemerintahan yang memungkinkan
layanan publiknya efisien, sistem
pengadilannya bisa dian-dalkan dan
administrasinya bertanggung jawab pada
publik. (Santoso, 2008).
Prinsip-prinsip good governance
dikemukakan oleh Santoso (2008), terdiri
dari:
1) Partipasitory, setiap pembuatan
peraturan dan atau ke-bijakan selalu
melibatkan unsur masyarakat
(melalui wakil-wakilnya).
2) Rule of law, harus ada perangkat
hukum yang menin-dak para
pelanggar, menjamin perlin-dungan
ham, tidak memihak, berlaku pada
semua warga.
3) Transparency, adan-ya ruang
kebebasan untuk memperoleh
informasi publik bagi warga yang
mem-butuhkan (diatur oleh undang-
undang). Ada ketegasan antara
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
84
rahasia negara dengan informasi
negara yang terbuka untuk publik.
4) Responsiveness, lembaga publik
harus mampu merespon kebu-tuhan
masyarakat, terutama yang berkai-
tan dengan "basic need" (kebutuhan
dasar) dan HAM (hak sipil, hak
politik, hak ekonomi, hak sosial, dan
hak budaya).
5) Consen-sus, jika ada perbedaan
kepentingan yang mendasar di dalam
masyarakat, penyelesaian harus
mengutamakan cara dialog atau
musyawarah menjadi consen-sus.
6) Persamaan hak, pemerintahan harus
menjamin bahwa semua pihak, tanpa
terkecuali, dilibatkan di dalam proses
politik, tanpa ada satu pihak pun
yang dikesampingkan.
7) Efektifitas dan efisiensi, pemerintah
harus efektif dan efisien dalam
memproduksi output beru-pa aturan,
kebijakan, pengelolaan keu-angan
negara, dll.
8) Akuntabilitas, suatu perwujudan
kewajiban dari suatu instansi
pemerintahan untuk
mempertanggung jawabkan
keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan misinya.
G.H Addink (2003) mengatakan
bahwa konsep good governance dalam
konteks pemerintahan adalah dalam
rangka interaksi suatu Pemerintah dan
bangsanya. Oleh karenanya, good
governance merepresentasikan beberapa
hal, seperti antara lain :
1. Hak-hak fundamental
2. Efektifitas dan transparansi,
3. Akuntabilitas Pemerintah (dalam hal
masalah keuangan , dll)
4. Pengembangan aturan hukum (rule
of law).
Sedarmayanti, S (2012) mengulas
Good governance adalah merupakan
proses penyelenggaraan kekuasaan
negara dalam melaksanakan penyediaan
publik good and service disebut
governance (pemerintah atau
kepemerintahan) sedangkan praktik
terbaiknya disebut good governance.
Transparansi Rencana Strategis
Pemerintah
Definisi transparansi pemerintah
yang dikemukakan oleh
Grimmelikhuijsen (2012:55)
menterjemahkan transparansi pemerintah
adalah ketersediaan informasi tentang
satu organisasi/aktor yang mengijinkan
aktor eksternal untuk memonitor
pekerjaan internal dan kinerja organisasi
publik/pemerintah.
Florini (2007) menguraikan arti
transparansi dalam konteks kehidupan
bernegara. Transparansi adalah intrinsik
nilai-nilai demokrasi, yang
mengharuskan konsentrasi kebijakan
informasi dan praktik keterbukaan
informasi oleh pemerintah dijalankan
dalam kehidupan demokrasi.
Bagir Manan (2004,274)
menjelaskan bahwa di negara Belanda
yang kemudian juga diikuti oleh ahli
Hukum Administrasi Negara Indonesia,
dikenal adanya prinsip – prinsip atau asas
– asas umum penyelenggaraan
administrasi negara yang baik (algemene
beginselven van behoorlijkbestuur
general princiles of good administration),
yang berisi pedoman yang harus
diperegunakan oleh administrasi negara
dan juga oleh hakim untuk menguji
keabsahan perbuatan hukum
(rechtshandelingen) administrasi negara.
Asas – asas ini antara lain mencakup :
motivasi yang jelas , tujuan yang jelas,
tidak sewenang – wenang (willekeur),
kehati – hatian (zorgvuldigheid),
kepastian hukum, persamaan perlakuan
tidak menggunakan wewenang yang
menyimpang dari tujuan (detournement
de pouvoir, fairness) dan lain – lain.
Transparansi adalah prinsip yang
menjamin akses atau kebebasan bagi
setiap orang untuk memperoleh informasi
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
85
tentang penyelenggaraan pemerintahan,
yakni informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan dan pelaksanaannya, serta
hasil-hasil yang dicapai (Loina Lalolo
Krina P, 2003)
Akuntabilitas Kinerja Pemerintah
Untuk mewujudkannya dalam
pelaksanaan akuntabilitas dan
transparansi dalam administrasi publik
sehari-hari, menurut Max Pohan terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan di
sini. Kondisi masyarakat yang apatis
terhadap program-program pembangunan
selama ini membutuhkan adanya upaya
khusus untuk mendorong keingintahuan
mereka terhadap data/informasi ini.
Untuk itu, dibutuhkan adanya
penyebarluasan (diseminasi) informasi
secara aktif kepada seluruh komponen
masyarakat, tidak bisa hanya dengan
membuka akses masyarakat terhadap
informasi belaka tetapijuga pemilihan
media yang digunakan untuk good
governance berorientasi pada, yaitu
pertama orientasi ideal negara yang di
arahkan pada pencapaian tujuan nasional,
dan yang kedua pemerintah yang
berfungsi secara ideal, yaitu secara
efektif dan efisien dalam melakukan
upaya mencapai tujuan nasional
(Adisasmita.2011:23)
World Bank mendefinisikan good
governance sebagai suatu penyeleng-
garaan manajemen pembangunan yang
solid dan bertanggung jawab dan sejalan
dengan prinsip demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dana
investasi, dan pencegahan korupsi baik
secara politik maupun administratif
menjalankan disiplin anggaran serta pen-
ciptaan legal and political framework
bagi tum-buhnya aktivitas usaha
(Mardiasmo, 2009).
Good governance dapat diartikan
sebagai prinsip dalam mengatur
pemerintahan yang memungkinkan
layanan publiknya efisien, sistem
pengadilannya bisa dian-dalkan dan
administrasinya bertanggung jawab pada
publik. (Santoso, 2008).
Asas Akuntabilitas menurut Pasal
20 Undang - Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme adalah asas yang
menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara
Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan
yang berlaku.
Berdasarkan Pedoman Penyusunan
Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah yang ditetapkan oleh Kepala
Lembaga Administrasi Negara, dalam
modul Akuntabilitas Instansi Pemerintah,
BPKP, 2007 menyatakan bahwa
pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah harus berdasarkan
prinsip berikut ini :
1. Adanya komitmen dari pimpinan
dan seluruh staf instansi yang
bersangkutan
2. Berdasarkan suatu sistem yang
dapat menjamin penggunaan
sumbersumber daya secara
konsisten dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
3. Menunjukkan tingkat pencapaian
sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan.
4. Berorientasi pada pencapaian visi
dan misi serta hasil dan manfaat
yang diperoleh
5. Jujur, objektif, transparan dan
akurat
6. Menyajikan
keberhasilan/kegagalan dalam
pencapaian sasaran dan tujuan yang
telah ditetapkan.
7. Adanya pengawasan dan penilaian
terhadap akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
86
Chalid (2005) menyatakan bahwa
transparansi berarti pemerintah terbuka
dalam memberikan informasi yang
seluas-luasnya dalam pengelolaan
sumber daya publik kepada masyarakat.
Dalam hal pengelolaan keuangan
yang pada dasarnya merupakan dana
masyarakat, maka pemerintah perlu
didorong untuk memberikan informasi
keuangan yang diperlukan secara akurat,
relevan, tepat waktu dan dapat dipercaya
(Chalid 2005). Mulai dari proses
perencanaan hingga pertanggungjawaban
atas program dan anggaran yang telah
ditetapkan.
Transparansi adalah sebuah konsep
yang luas berhubungan dengan
ketersediaan informasi (supply side of
transparency), dapat diakses, dan
digunakan oleh masyarakat dan
pemangku kepentingan lainnya (demand
side of transparancy) (Araujo dan
Tejedo-Romero 2016).
PEMBAHASAN
Good Governance
Governance adalah kata sifat dari
govern, yang diartikan sebagai the action
of manner of governing atau tindakan
(melaksanakan) tata cara penegendalian.
Sebagai sebuah kata, governance
sebenarnya tidaklah baru. Pada tahun
1590 kata ini dipahami sebagai state of
being governed, berkembang menjadi
mode of living (1600), kemudian menjadi
the office, function, or power of
governing (1643), berkembang menjadi
method of management, system of
regulation (1660) dan kemudian
dibakukan menjadi the action or manner
governing. Sementara itu, berarti to rule
with authority atau mengatur atas nama
kewenangan. Pelaksanaannya biasa
disebut sebagai government yang selain
mempunyai arti sempit sebagai action of
ruling and directing the affairs of a state,
atau pelaksanaan pengaturan dan
pengarahan urusan-urusan negara.
Dengan demikian government indentik
dengan pengelolaan atau pengurus
dengan makna spesifik atau pengurus
negara.
Pengertian Good Governance
menurut Mardiasmo (1999:18) adalah
suatu konsep pendekatan yang
berorientasi kepada pembangunan sector
public oleh pemerintahan yang baik.
Lebih lanjut menurut Bank Dunia yang
dikutip Wahab (2002:34) menyebut
Good Governance adalah suatu konsep
dalam penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab sejalan dengan
demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dan investasi
yang langka dan pencegahan korupsi
baik secara politik maupun
administrative, menjalankan disiplin
anggaran serta penciptaan legal and
political framework bagi tumbuhnya
aktivitas kewiraswastaan. Selain itu Bank
dunia juga mensinonimkan Good
Governance sebagai hubungan sinergis
dan konstruktif di antara negara, sector
dan masyarakat.
Konsep mengenai good governance
(kepemerintahan yang baik) dapat
ditemukan juga dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000
dalam penjelasan Pasal 2 (d) mengartikan
kepemerintahan yang baik
“kepemimpinan yang mengembangkan
dan menerapkan prinsip – prinsip
profesionalisme, akuntabilitas,
transparansi, pelayanan prima,
demokrasi, efisiensi, efektivitas,
supremasi hukum dan dapat diterima oleh
seluruh masyarakat”.
Karakteristik Good Governance
menurut United Nation Development
Program (UNDP) sebagaimana yang
dikutip oleh Lembaga Administrasi
Negara (LAN) mengajukan karakteristik
good governance sebagai berikut :
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
87
1. Partisipasi (Participation) :
Setiap warga masyarakat mempunyai
suara dalam pembuatan keputusan,
baik secara langsung maupun melalui
intermediasi institusi legitimasi yang
mewakili kepentinganya. Partisipasi
ini dibangun atas dasar kebeasan
berasosiasi dan berbicara serta
berpartisipasi secara konstruktif.
2. Aturan hukum (Rule of law) :
Kerangka hukum harus adil dan
dilaksanakan tanpa pandang buku,
terutama hukum untuk hak asasi
manusia.
3. Transparansi (Transparency) :
Transparansi dibangun atas dasar
kebebasan arus.
4. Informasi :
Proses – proses, lembaga – lembaga
dan informasi secara langsung dapat
diterima oleh mereka yang
membutuhkan. Informasi harus dapat
dipahami dan dapat dimonitor.
5. Daya tangkap (Responsiveness) :
Lembaga – lembaga dan proses –
proses harus mencoba untuk melayani
setiap “stakeholders”
6. Berorientasi Konsensus (Consensus
Orientation) :
Good governance menjadi perantara
kepentingan yang berbeda utki
memperoleh pilihan-pilihan terbaik
bagi kepentingan yang lebih luas baik
dalam hal kebijakan –kebijakan
maupun prosedur – prosedur.
7. Berkeadilan (Equity) :
Semua warga negara, baik laki – laki
maupun perempuan , mempunyai
kesempatan untuk meningkatkan atau
menjaga kesejahteraan mereka.
8. Efektivitas dan efisien (Efektiveness
and dan efisiency) :
Proses – proses dan lembaga – lebaga
sebaik mungkin menghasilkan sesuai
dengan apa yang digariskan dengan
menggunakan sumber – sumber yang
tersedia.
9. Akuntabilitas (Accountability) :
Para pembuat keputusan dalam
pemerintahan, sektor swasta dan
masyarakat (civil society)
bertanggungjawab) kepada publik dan
lembaga – lembaga. Akuntabilitas ini
tergantung pada organisasi dan sifat
keputusan yang dibuat, apakah
keputusan tersebut untuk kepentingan
internal atau eksternal organisasi.
10. Visi Strategi (Strategi Vision) :
Para pemimpin dan masyarakat
memiliki perspektif good governance
dan pengembangan manusia yang luas
dan jauh ke depan sejalan dengan apa
yang diperlukan untuk pembangunan
semacam ini.
Sedangkan Ghambir Bhatta
sebagaimana dikutip Sedarmayanti
mengungkapkan “unsur – unsur utama
governance (bukan prinsip) yaitu:
akuntabilitas (Accountability),
transparansi (Transparacy), keterbukaan
(openess), dan aturan hukum (rule of
law) ditambah dengan kompetensi
managemen (managemen competence)
dan hak - hak asasi manusia
(humanright).
Beberapa prinsip dasar sebagai
syarat terciptanya good governance
adalah sebagai berikut: (Pandji Santosa,
2008:131).
1. Partisipatoris: Setiap pembuatan
peraturan dan/atau kebijakan selalu
melibatkan unsur masyarakat
(melalui wakil-wakilnya).
2. Rule of law: Harus ada perangkat
hukum yang menindak para
pelanggar, menjamin perlindungan
HAM, tidak memihak, berlaku pada
semua warga.
3. Transparansi: Adanya ruang
kebebasan untuk memperoleh
informasi publik bagi warga yang
membutuhkan (diatur oleh undang-
undang). Ada ketegasan antara
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
88
rahasia negara dengan informasi
yang terbuka untuk publik.
4. Responsiveness: Lembaga publik
harus mampu merespon kebutuhan
masyarakat, terutama yang berkaitan
dengan basic needs(kebutuhan dasar)
dan HAM (hak sipil, hak politik, hak
ekonomi, hak sosial dan hak budaya)
5. Konsensus: Jika ada perbedaan
kepentingan yang mendasar di dalam
masyarakat, penyelesaian harus
mengutamakan cara dialog/
musyawarah menjadi konsensus.
6. Persamaan Hak: Pemerintah harus
menjamin bahwa semua pihak, tanpa
terkecuali dilibatkan di dalam proses
politik, tanpa ada satu pihakpun yang
dikesampingkan.
7. Efektifitas dan Efisiensi: Pemerintah harus efektif (absah) dan
efisien dalam memproduksi output
berupa aturan, kebijakan,
pengelolaan keuangan negara, dan
lain-lain.
8. Akuntabilitas: Suatu perwujudan
kewajiban dari suatu instansi
pemerintahan untuk mem-
pertanggungjawabkan keberhasilan
dan kegagalan pelaksanaan misinya.
Implementasi akuntabilitas
dilakukan melalui pendekatan
strategis, yang akan mengakomodasi
perubahan-perubahan cepat yang
terjdi pada organisasi dan secepatnya
menyesuaikan diri dengan perubahan
tersebut, seperti antisipasi terhadap
tuntutan pihak-pihak yang
berkepentingan.
Untuk mendapatkan partisipasi dan
menumbuh kepercayaan publik, bahwa
program berorientasi bagi masyarakat,
faktor transparansi menjadi kata kunci.
Transparansi Rencana Strategis
Transparansi (Krina, 2003 : 14)
adalah prinsip yang menjamin akses atau
kebebasan bagi setiap orang untuk
memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni
informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan dan pelaksanaanya, serta
hasil-hasil yang dicapai. Pemerintah
seharusnya cerdas dan tajam mengkaji
segala yang menjadi konsekuensi dan
dampak kebijakan pengontrolan
(sudahkah organisasi melaksanakan
prinsip-prinsip yang dianjurkan); prinsip
perencanaan bottom-up dipatuhi secara
konsisiten tangungjawab (sudahkan,
organisasi mengikuti aturan-aturan yang
telah ditetapkan);jika terjadi masalah, apa
tanggungjawab pemerintah daerah; kuat
berkenaan dengan moralitas
tanggungjawab melayani Publik.
Beberapa hal yang yang menjadi
tuntutan mencapai keberhasilan
akuntabilitas, yaitu: diperlukan pemimpin
yang responsif dan akuntabel akan
transparan kepada masyarakat maupun
bawahannya. Selain itu, standar evaluasi
kinerja harus diungkapkan secara nyata
dan jelas sehingga dapat diketahui secara
jelas hal-hal yang harus
diakuntabilitaskan.
Hal lain adalah adanya standart
kinerja diungkapkan nyata, jelas dan
diketahui jelas apa yang harus
diakuntabilitas.
Perencanaan strategis merupakan
proses berkelanjutan dan sistematis dari
pembuatan keputusan yang beresiko,
dengan memanfaatkan sebanyak-
banyaknya pengetahuan antisipatif dan
mengorganisasikannya secara sistematis
untuk usaha-usaha melaksanakan
keputusan tersebut dan mengukur
hasilnya melalui umpan balik yang
sistematis.
Perencanaan Strategis ( Strategic
Planning ) adalah sebuah alat manajemen
yang digunakan untuk mengelola kondisi
saat ini untuk melakukan proyeksi
kondisi pada masa depan, sehingga
rencana strategis adalah sebuah petunjuk
yang dapat digunakan organisasi dari
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
89
kondisi saat ini untuk mereka bekerja
menuju 5 sampai 10 tahun ke depan.
Dalam sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah, perencanaan
strategis merupakan langkah awal yang
harus dilakukan oleh instansi pemerintah
agar mampu menjawab tuntutan
lingkungan strategis lokal, nasional dan
global, dan tetap berada dalam tatanan
Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dengan pendekatan
perencanaan strategis yang jelas dan
sinergis, instansi pemerintah lebih dapat
menyelaraskan visi dan misinya dengan
potensi, peluang, dan kendala yang
dihadapi dalam upaya peningkatan
akuntabilitas kinerjanya.
Pelaksanaan reformasi birokrasi
merupakan peluang sekaligus tantangan
yang harus ditangani secara sistematis
dan berkelanjutan. Di sisi lain
penyelenggaraan tata pemerintahaan
yang baik dalam pengelolaan
administrasi publik dan pelaksanaan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
merupakan perwujudan responsibilitas
dan sensitivitas pemerintah terhadap
tuntutan dan aspirasi masyarakat dalam
mencapai tujuan serta cita-cita berbangsa
dan bernegara. Dalam rangka proses
penyelenggaraan tata pemerintahan yang
baik (good governance) tersebut
diperlukan renacana strategis dalam
melaksanakan akuntabilitas pada institusi
pemerintahan. Rencana strategis memuat
visi, misi, tujuan, dan sasaran tahunan
yang diukur dengan seperangkat
indikator kinerja berupa keluaran
(output) dan hasil serta program untuk
mencapai tujuan dan sasaran yang
ditetapkan.
Dokumen Rencana Strategis
setidaknya memuat/berisi visi, misi,
tujuan, sasaran, dan strategis (cara
mencapai tujuan dan sasaran).
1. Visi
Visi berkaitan dengan pandangan ke
depan menyangkut ke mana instansi
pemerintah harus dibawa dan
diarahkan agar dapat berkarya secara
konsisten dan tetap eksis, antisipatif,
inovatif, serta produktif. Visi adalah
suatu gambaran menantang tentang
keadaan masa depan yang berisikan
cita dan citra yang ingin diwujudkan
instansi pemerintah.
Rumusan visi hendaknya
mencerminkan apa yang ingin dicapai
sebuah organisasi;
a) memberikan arah dan fokus
strategi yang jelas;
b) mampu menjadi perekat dan
menyatukan berbagai gagasan
strategis yang terdapat dalam
sebuah organisasi;
c) memiliki orientasi terhadap masa
depan sehingga segenap jajaran
harus berperan dalam
mendefinisikan dan membentuk
masa depan organisasinya;
d) mampu menumbuhkan komitmen
seluruh jajaran dalam lingkungan
organisasi; dan
e) mampu menjamin kesinambungan
kepemimpinan organisasi.
Rumusan visi yang jelas diharapkan
mampu:
a) menarik komitmen dan
menggerakkan orang;
b) menciptakan makna bagi
kehidupan anggota organisasi;
c) menciptakan standar
keunggulan; dan
d) menjembatani keadaan sekarang
dan keadaan masa depan.
Visi instansi perlu ditanamkan pada
setiap unsur organisasi sehingga
menjadi visi bersama (shared vision)
yang pada gilirannya mampu
mengarahkan dan menggerakkan
segala sumber daya instansi.
2. Misi
Misi adalah sesuatu yang barus
diemban atau dilaksanakan oleh instansi
pemerintah, sebagai penjabaran visi yang
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
90
telah ditetapkan. Dengan pernyataan misi
diharapkan seluruh anggota organisasi
dan pihak yang berkepentingan dapat
mengetahui dan mengenal keberadaan
dan peran instansi pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Misi suatu instansi harus jelas dan
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.
Misi juga terkait dengan kewenangan
yang dimiliki instansi pemerintah dan
peraturan perundangan atau kemampuan
penguasaan teknologi sesuai dengan
strategi yang telah dipilih. Perumusan
misi instansi pemerintah harus
memperhatikan masukan pihak-pihak
yang berkepentingan (stakeholders), dan
memberikan peluang untuk
perubaban/penyesuaian sesuai dengan
tuntutan perkembangan lingkungan
strategis.
Rumusan misi hendaknya mampu:
a) melingkup semua pesan yang terdapat
dalam visi;
b) memberikan petunjuk terhadap tujuan
yang akan dicapai;
c) memberikan petunjuk kelompok
sasaran mana yang akan dilayani oleh
instansi pemerintah; dan
d) memperhitungkan berbagai masukan
dari stakeholders.
3. Tujuan
Tujuan adalah sesuatu (apa) yang
akan dicapai atau dihasilkan dalam
jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 5
(lima) tahunan. Tujuan ditetapkan dengan
mengacu kepada pernyataan visi dan misi
serta didasarkan pada isu-isu dan analisis
strategis. Tujuan tidak harus dinyatakan
dalam bentuk kuantitatif, akan tetapi
harus dapat menunjukkan suatu kondisi
yang ingin dicapai di masa mendatang.
Tujuan akan mengarahkan perumusan
sasaran, kebijakan, program dan kegiatan
dalam rangka merealisasikan misi.
Tujuan strategik adalah sesuatu
yang akan dicapai atau dihasilkan dalam
jangka waktu tertentu secara bertahap.
Tujuan strategik ditetapkan dengan
mengacu kepada pernyataan visi dan misi
serta didasarkan pada isu-isu dan analisis
stratejik. Tujuan strategik tidak harus
dinyatakan dalam bentuk kuantitatif,
akan tetapi harus dapat menunjukkan
suatu kondisi yang ingin dicapai di masa
mendatang. Tujuan stratejik akan
mengarahkan perumusan sasaran,
kebijakan, program dan kegiatan dalam
rangka merealisasikan misi.
4. Sasaran
Sasaran adalah hasil yang akan
dicapai secara nyata oleh instansi
pemerintah dalam rumusan yang lebih
spesifik, terukur, dalam kurun waktu
yang lebih pendek dari tujuan. Dalam
sasaran dirancang pula indikator sasaran.
Yang dimaksud dengan indikator sasaran
adalah ukuran tingkat keberhasilan
pencapaian sasaran untuk diwujudkan
pada tahun bersangkutan. Setiap
indikator sasaran disertai dengan rencana
tingkat capaiannya (targetnya) masing-
masing. Sasaran diupayakan untuk dapat
dicapai dalam kurun waktu
tertentu/tahunan secara
berkesinambungan dalam rencana
strategis.
Sasaran Strategis adalah hasil yang
akan dicapai secara nyata oleh instansi
pemerintah dalam rumusan yang lebih
spesifik, terukur, dalam kurun waktu
yang lebih pendek dari tujuan. Dalam
sasaran dirancang pula indikator sasaran.
Yang dimaksud dengan indikator sasaran
adalah ukuran tingkat keberhasilan
pencapaian sasaran untuk diwujudkan
pada tahun bersangkutan. Setiap
indikator sasaran disertai dengan rencana
tingkat pencapaian (targetnya) masing-
masing. Sasaran diupayakan untuk dapat
dicapai dalam kurun waktu
tertentu/tahunan secara
berkesinambungan sejalan dengan tujuan
yang ditetapkan dalam rencana strategik.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
91
5. Strategi
Strategi adalah cara mencapai
tujuan dan sasaran yang dijabarkan ke
dalam kebijakan-kebijakan dan program-
program.
Strategi adalah cara mencapai
tujuan dan sasaran yang dijabarkan ke
dalam kebijakan-kebijakan dan program-
program.
6. Kebijakan
Kebijakan pada dasarnya
merupakan ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan oleh yang berwenang
untuk dijadikan pedoman, pegangan atau
petunjuk dalam pengembangan ataupun
pelaksanaan program/kegiatan guna
tercapainya kelancaran dan keterpaduan
dalam perwujudan sasaran, tujuan, serta
visi dan misi instansi Pemerintah.
7. Program
Program adalah kumpulan kegiatan
yang sistematis dan terpadu untuk
mendapatkan hasil yang dilaksanakan
oleh satu atau beberapa instansi
pemerintah ataupun dalam rangka
kerjasama dengan masyarakat, guna
mencapai sasaran tertentu.
Kebijakan dan program dilakukan
setiap tahun dalam kurun waktu 5 (lima)
tahun, dan direncanakan pelaksanaan dan
pembiayaannya baik melalui
APBN/APBD, maupun dalam rangka
kerjasama dengan masyarakat. Sejauh
mungkin diidentifikasi pula berbagai
program ataupun kegiatan yang
merupakan peran serta aktif masyarakat
sebagai tanggapan atas kebijakan ataupun
program pemerintah, serta kinerjanya.
Keberhasilan program yang
dilakukan sangat erat kaitannya dengan
kebijakan instansi. Dalam rangka itu
perlu diidentifikasi pula keterkaitan
antara kebijakan yang telah ditetapkan
dengan program dan kegiatan sebelum
diimplementasikan. Kebijakan tersebut
perlu dikaji terlebih dahulu untuk
meyakinkan apakah kebijakan yang telah
ditetapkan benar-benar dapat
dilaksanakan.
Sasaran dan program yang telah
ditetapkan dalam rencana strategis
kemudian dijabarkan lebih lanjut
kedalam suatu rencana kinerja tahunan.
Instansi pemerintah dalam
memenuhi kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan
dan kegagalan pelaksanaan misi
organisasi, terdiri dari berbagai
komponen yang merupakan satu
kesatuan, yaitu perencanaan strategis,
perencanaan kinerja, pengukuran kinerja,
dan pelaporan kinerja.
a. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis
merupakan suatu proses yang
berorientasi pada hasil yang ingin
dicapai selama kurun waktu 1
(satu) sampai dengan 5 (lima)
tahun secara sistematis dan
berkesinambungan dengan
memperhitungkan potensi, peluang,
dan kendala yang ada atau yang
mungkin timbul. Proses ini
menghasilkan suatu rencana
strategis instansi pemerintah, yang
setidaknya memuat visi, misi,
tujuan, sasaran, strategi, kebijakan,
dan program serta ukuran
keberhasilan dan kegagalan dalam
pelaksanaannya.
b. Perencanaan Kinerja
Perencanaan kinerja merupakan
proses penetapan kegiatan tahunan
dan indikator kinerja berdasarkan
program, kebijakan dan sasaran
yang telah ditetapkan dalam
rencana strategis. Hasil dari proses
ini berupa rencana kinerja tahunan.
c. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah
proses sistematis dan
berkesinambungan untuk menilai
keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
program, kebijakan, sasaran dan
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
92
tujuan yang telah ditetapkan dalam
mewujudkan visi, misi dan strategi
instansi Pemerintah. Proses ini
dimaksudkan untuk menilai
pencapaian setiap indikator kinerja
guna memberikan gambaran
tentang keberhasilan dan kegagalan
pencapaian tujuan dan sasaran.
Selanjutnya dilakukan pula
analisis akuntabilitas kinerja yang
menggambarkan keterkaitan
pencapaian kinerja kegiatan dengan
program dan kebijakan dalam
rangka mewujudkan Pelaporan
Kinerja.
Manfaat Pengukuran Kinerja
menurut Wayne C. Parker (1996:3)
menyebutkan lima manfaat adanya
pengukuran kinerja suatu entitas
pemerintahan, yaitu:
1. Pengukuran kinerja meningkatkan
mutu
Pengukuran kinerja meningkatkan
mutu pengambilan keputusan.
Seringkali keputusan yang diambil
pemerintah dilakukan dalam
keterbatasan data dan berbagai
pertimbangan politik serta tekanan
dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Proses pengembangan pengukuran
kinerja ini akan memungkinkan
pemerintah untuk menentukan misi
dan menetapkan tujuan pencapaian
hasil tertentu. Di samping itu dapat
juga dipilih metode pengukuran
kinerja untuk melihat kesuksesan
program yang ada. Di sisi lain, adanya
pengukuran kinerja membuat pihak
legislatif dapat memfokuskan
perhatian pada hasil yang didapat,
memberikan evaluasi yang benar
terhadap pelaksanaan anggaran serta
melakukan diskusi mengenai usulan-
usulan program baru.
2. Pengukuran kinerja meningkatkan
akuntabilitas internal.
Dengan adanya pengukuran kinerja
ini, secara otomatis akan tercipta
akuntabilitas di seluruh lini
pemerintahan, dari lini terbawah
sampai teratas. Lini teratas pun
kemudian akan bertanggungjawab
kepada pihak legislatif. Dalam hal ini
disarankan pemakaian system
pengukuran standar seperti halnya
management by objectives untuk
mengukur outputs dan outcomes.
3. Pengukuran kinerja meningkatkan
akuntabilitas publik.
Meskipun bagi sebagian pihak,
pelaporan evaluasi kinerja pemerintah
kepada masyarakat dirasakan cukup
menakutkan, namun publikasi laporan
ini sangat penting dalam keberhasilan
sistem pengukuran kinerja yang baik.
Keterlibatan masyarakat terhadap
pengambilan kebijakan pemerintah
menjadi semakin besar dan kualitas
hasil suatu program juga semakin
diperhatikan.
4. Pengukuran kinerja mendukung
perencanaan stategi dan penetapan
tujuan.
Proses perencanaan strategi dan
tujuan akan kurang berarti tanpa
adanya kemampuan untuk mengukur
kinerja dan kemajuan suatu program.
Tanpa ukuran-ukuran ini, kesuksesan
suatu program juga tidak pernah akan
dinilai dengan obyektif.
5. Pengukurankinerja memungkinkan
suatu entitas
Untuk menentukan penggunaan
sumber daya secara efektif.
Masyarakat semakin kritis untuk
menilai program-program pokok
pemerintah sehubungan dengan
meningkatnya pajak yang dikenakan
kepada mereka.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
93
Evaluasi yang dilakukan cenderung
mengarah kepada penilaian apakah
pemerintah memang dapat memberikan
pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat. Dalam hal ini pemerintah
juga mempunyai kesempatan untuk
menyerahkan sebagian pelayanan publik
kepada sektor swasta dengan tetap
bertujuan untuk memberikan pelayanan
yang terbaik.
Dengan adanya pengukuran,
analisis dan evaluasi terhadap data yang
berkaitan dengan kinerja, pemerintah
dapat segera menentukan berbagai cara
untuk mempertahankan atau
meningkatkan efisiensi dan efektivitas
suatu kegiatan dan sekaligus memberikan
informasi obyektif kepada publik
mengenai pencapaian hasil (results) yang
diperoleh.
Lebih lanjut, Wayne C, Parker
(1996:10) membuat sebuah model
laporan penelitian mengenai pelaksanaan
program-program pengukuran kinerja
pemerintah yang dilakukan di negara-
negara bagian di Amerika Serikat. Model
ini memberikan status yang jelas
mengenai kondisi program-program
pengukuran kinerja pemerintah dan
melihat berapakah jumlah negara bagian
yang benar-benar menjalankan program
ini dengan bagus. Dengan pengamatan
ini diharapkan pemerintah juga lebih
terfokus dalam menetapkan dan
melaksanakan program pengukuran
kinerja yang benar-benar menjadi
prioritas.
Dalam hal ini dicatat adanya
manfaat pengukuran kinerja suatu entitas
pemerintahan. Informasi mengenai
kinerja pemerintah akan dapat digunakan
untuk:
1. Menetapkan sasaran dan tujuan
program tertentu,
2. Merencanakan program kegiatan
untuk mencapai sasaran dan tujuan
tersebut,
3. Mengalokasi sumber daya untuk
pelaksanaan program,
4. Memonitor dan mengevaluasi results
untuk menentukan apakah ada
kemajuan yang diperoleh dalam
mencapai sasaran dan tujuan tersebut,
5. Memodifikasi perencanaan program
untuk meningkatkan kinerja.
Akuntabililitas Instansi Pemerintah
Istilah akuntabilitas berasal dari
istilah dalam bahasa Inggris
accountability yang berarti
pertanggunganjawab atau keadaan untuk
dipertanggungjawabkan atau keadaan
untuk diminta pertanggunganjawab.
Akuntabilitas (Krina, 2003 : 9)
adalah prinsip yang menjamin setiap
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
dapat dipertanggungjawabkan secara
terbuka oleh pelaku kepada pihak yang
terkena dampak penerapan kebijakan.
Menurut Mardiasmo (2009 : 18)
Akuntabilitas adalah
pertanggungjawaban kepada publik atas
setiap aktivitas yang dilakukan.
Akuntabilitas sebagai salah satu
prinsip good corporate governance
berkaitan dengan pertanggungjawaban
pimpinan atas keputusan dan hasil yang
dicapai, sesuai dengan wewenang yang
dilimpahkan dalam pelaksanaan
tanggung jawab mengelola organisasi.
United Nation (2002),
mendefiniskan akuntabilitas sebagai
sebuah norma dalam hubungan antara
pengambil keputusan dan stakeholders
dan para pengambil keputusan
bertanggungjawb terhadap konsekuensi
yang timbul dari keputusan mereka.
Pollit secara sederhana mengatakan
akuntabilitas adalah sebuah hubungan
dimana sebuah pihak tertentu diharuskan
untuk melaporkan tindakan-tindakan
terhadap pihak lain (Pollit, Birchall &
Putman, 1988).
J.B. Ghartey (dalam LAN & BPKP,
2000) menyatakan akuntabilitas
ditujukan untuk mencari jawaban
terhadap pertanyaan yang berhubungan
dengan pelayanan apa, siapa, kepada
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
94
siapa, milik siapa, yang mana dan
bagaimana. Pertanyaan yang memerlukan
jawaban, apa yang harus
dipertanggungjawabkan, mengapa
pertanggungjawaban harus diserahkan,
siapa yang bertanggungjawb terhadap
berbagai kegiatan dalam masyarakat,
apakah pertanggungjawaban seiring
dengan kewenangan yang memadai dan
lain sebagainya.
Sedangkan Joko Widodo (2001)
menjelaskan akuntabilitas merupakan
konsep yang berkenaan dengan standar
eksternal yang menentukan kebenaran
suatu tindakan oleh administrasi negara.
Oleh karena itu akuntabilitas sering
disamakan tanggungjawab yang bersifat
objektif.
Menurut Taliziduhu Ndraha (2003),
konsep akuntabilitas berawal dari konsep
pertanggungjawaban, konsep
pertanggungjawaban sendiri dapat
dijelasakan dari adanya wewenang.
Wewenang di sini berarti kekuasaan yang
sah.
Responsibilitas (responsibility)
merupakan konsep yang berkenaan
dengan standar profesional dan
kompetensi teknis yang dimiliki
administrator (birokrasi publik) dalam
menjalankan tugasnya. Administrasi
negara dinilai responsibel apabila
pelakunya memiliki standard
profesionalisme atau kompetensi teknis
yang tinggi. Sedangkan konsep
responsivitas (responsiveness)
merupakan pertanggung-jawaban dari sisi
yang menerima pelayanan (masyarakat).
Seberapa jauh mereka melihat
administrasi negara (birokrasi publik)
bersikap tanggap (responsive) yang lebih
tinggi terhadap apa yang menjadi
permasalahan, kebutuhan, keluhan dan
aspirasi mereka.
Pertanggung-jawaban sebagai
akuntabilitas (accountability) merupakan
suatu istilah yang pada awalnya
diterapkan untuk mengukur apakah dana
publik telah digunakan secara tepat untuk
tujuan di mana dana publik tadi
ditetapkan dan tidak digunakan secara
ilegal. Perkembanganya akuntabilitas
digunakan juga bagi pemerintah untuk
melihat akuntabilitas efisiensi ekonomi
program. Usaha – usaha tadi berusaha
untuk mencari dan menemukan apakah
ada penyimpangan staf atau tidak, tidak
efisien apa tidak prosedur yang tidak
diperlukan. Akuntabilitas menunjuk pada
pada institusi tentang “cheks and
balance” dalam sistem administrasi.
Mohamad Mahsun (2004)
membedakan akuntabilitas dan
responsibilitas, menururtnya keduanya
merupakan hal yang saling berhubungan
tetapi akuntabilitas lebih baik dan
berbeda dengan akuntabilitas.
Akuntabilitas didasarkan pada
catatan/laporan tertulis sedangkan
responsibilitas didasarkan atas
kebijaksanaan. Akuntabilitas merupakan
sifat umum dari hubungan otoritasi
asimetrik misalnya yang diawasai dengan
yang mengawasi, agen dengan prinsipal
atau antara yang mewakil dengan yang
diwakili. Dari segi fokus dan cakupanya,
responsibility lebih bersifat internal
sedangkan akuntabilitas lebih bersifat
eksternal.
Mohamad Mahsun (2004) juga
membedakan akuntabilitas dalam arti
sempit dan arti luas, akuntabilitas dalam
pengertian yang sempit dapat dipahami
sebagai bentuk pertanggungjawban yang
mengacu pada siapa organisasi (atau
pekerja individu) pertangungjawab dan
untuk apa organisasi bertanggngjawab.
Sedang pengertian akuntabilitas
dalam arti luas dapat dipahami sebagai
kewajiban pihak pemegang amanah
(agen) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan,
melaporkan dan mengungkapkan segala
aktivitas dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi
amanah (principal) yang memiliki hak
dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
95
Menurut The Oxford Advance
Learner’s Dictionary sebagaimana
dikutip oleh Lembaga Administrasi
Negara, akuntabilitas diartikan sebagai
“required or excpected to give an
explanation for one’s action”
Akuntabilitas diperlukan atau diharapkan
untuk memberikan penjelasan atas apa
yang telah dilakukan. Dengan demikian
akuntabilitas merupakan kewajiban untuk
memberikan pertanggungajwaban atau
menjawab dan menerangkan kinerja atas
tindakan seseorang/badan hukum/
pimpinan suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau kewenangan
untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.
Akuntabilitas dibedakan dalam
beberapa macam atau tipe, Jabra &
Dwidevi sebagaimana dijelaskan oleh
Sadu Wasistiono mengemukakan adanya
lima perspektif akuntabilitas yaitu :
a. Akuntabilitas
Administratif/Organisasi adalah pertanggungajwaban antara
pejabat yang berwenang dengan unit
bawahanya dalam hubungan hierarki
yang jelas.
b. Akuntabilitas Legal
akuntabilitas jenis ini merujuk pada
domain publik dikaitkan dengan proses
legislatif dan yudikatif. Bentuknya dapat
berupa peninjauan kembali kebijakan
yang telah diambil oleh pejabat publik
maupun pembatalan suatu peraturan oleh
institusi yudikatif. Ukuran akuntabilitas
legal adalah peraturan perundang
undangan yang berlaku.
c. Akuntabilitas Politik Dalam tipe ini terkait dengan adanya
kewenangan pemegang kekuasaan politik
untuk mengatur, menetapkan prioritas
dan pendistribusian sumber – sumber dab
menjamain adanya kepatuhan
melaksanakan tanggung-jawab
administrasi dan legal. Akuntabilitas ini
memusatkan pada tekanan demokratik
yang dinyatakan oleh administrasi publik.
Landasan akuntabilitas pemerintahan
adalah akuntansi publik.
d. Akuntabilitas Profesional Hal ini berkaitan dengan pelaksnaan
kinerja dan tindakan berdasarkan tolak
ukur yang ditetapkan oleh orang profesi
yang sejenis. Akuntabilitas ini lebih
menekankan pada aspek kualitas kinerja
dan tindakan.
e. Akuntabilitas Moral. Akuntabilitas ini berkaitan dengan tata
nilai yang berlaku di kalangan
masyarakat . Hal ini lebih banyak
berbicara tentang baik atau buruknya
suatu kinerja atau tindakan yang
dilakukan oleh seseorang/badan
hukum/pimpinan kolektif berdasarkan
ukuran tata nilai yang berlaku setempat.
Akuntabilitas dan transparansi
merupakan bagian yang esensi untuk
menciptakan pemerintah dan administrasi
publik yang kuat, serta dapat
mewujudkan perilaku yang etik dalam
meningkatkan profesionalisme dengan
kekuatan kompetensi dan efisiensi.
Akuntabilitas publik yang merupakan
faktor utama untuk mewujudkan good
governance memerlukan adanya
transparansi informasi untuk
menjalankan fungsi akuntabilitas
tersebut. Akuntabilitas dan transparansi
adalah norma utama untuk mewujudkan
good governance.
Akuntabilitas dan transparansi
merupakan prasayarat bagi terciptanya
birokrasi dan pemerintah yang responsif
terhadap kehendak rakyat. Penegasan
akan pentingnya akuntabilitas dan
transparansi guna memastikan
pemanfaatan sumber daya yang terbatas
untuk berbagai pelayanan publik yang
dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi masyarakat dengan cara
yang efisien, efektif, dan terukur
kinerjanya.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
96
Akuntabilitas instansi pemerintah
merupakan perwujudan kewajiban
Pemerintah untuk mem-
pertanggungjawabkan keberhasilan/
kegagalan pelaksanaan misi organisasi
dalam mencapai tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan,
melalui suatu media pertanggungjawaban
secara periodik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi akuntabilitas Instasi
Pemerintah Lingkungan yang
mempengaruhi akuntabilitas suatu entitas
meliputi lingkungan internal dan
eksternal yang merupakan faktor-faktor
yang membentuk, memperkuat, atau
memperlemah efektifitas per-
tanggungjawaban entitas atau wewenang
dan tanggung jawab yang dilimpahkan
kepadanya. Faktor-faktor yang relevan
dengan akuntabilitas instansi pemerintah
antara lain meliputi:
a. falsafah dan konstitusi negara
b. tujuan sasaran pembangunan
nasional
c. ilmu pengetahuan dan teknologi
d. ideology politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan.
e. Ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang
mengatur akuntabilitas serta
penegakan hukum yang memadai
f. Tingkat keterbukaan pengelolaan
g. Sistem manajemen birokrasi
h. Misi, tugas pokok dan fungsi, serta
program pembangunan yang terkait
i. Jangkauan pengendalian.
j. Faktor-faktor yang menghambat
terlaksananya akuntabilitas instansi
Pemerintah.
1. Low Literacy percentage, Dalam
populasi yang kurang peduli
terhadap hak-haknya dan masalah-
masalah sosial, cenderung
memberikan toleransi yang tinggi
terhadap lack of accountability,
malpractice, nepotisme, sogok
menyogok, dan korupsi. Semakin
kurang rasa saling tolong menolong
di antara anggota dan kelompok
masyarakat suatu society akan
semakin tinggi rasa tidak peduli pada
tingkat penyelenggaraan pemerintah.
Setiap individu sibuk memikirkan
diri sendiri tanpa menghiraukan
kesengsaraan orang lain sehingga
lupa pada berbagai kekurangan
dalam penyelenggaraan tugas
pemerintah yang akan mengurangi
akuntabilitas.
2. Poor Standard of Living, Pegawai
dengan standar gaji yang kurang,
memiliki kecenderungan untuk
berusaha keras mencari penghasilan
tambahan agar dapat menghidupi
keluarganya. Dalam kondisi yang
demikian ini, setiap usaha
pemenuhan kebutuhan hidup tersebut
dianggap normal-normal saja bahkan
dinilai wajib. Hal ini mengakibatkan
terabaikannya akuntabilitas dan
mendorong malpraktek administrasi
publik.
3. General decline in the moral values,
Sikap hidup yang materialistis dan
kosumerisme mendorong lack of
accountability. Sikap moral sangat
menentukan dalam usaha
membedakan antara nilai-nilai baik
dan buruk. Sikap konsumerisme
yang terbentuk dalam suatu
masyarakat dapat
mengurangi/menurunkan moral dan
tanggung jawab pegawai pemerintah
pada public yang seharusnya
dilayani. Hal inilah yang mendorong
pegawai untuk mencari
uang/penghasilan melalui cara-cara
yang tidak wajar bahkan seringkali
merugikan pihak-pihak yang lain.
4. A policy of live and let live, Dengan
terjadinya penurunan nilai-nilai
moral, maka manusia akan semakin
mudah melakukan hal-hal yang
melanggar aturan. Yang terjadi
adalah mereka saling berlomba
mencari keuntungan masing-masing
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
97
dan mengabaikan kepentingan
nasional yang lebih besar. Akibat
yang lebih lanjut adalah dengan
terabaikannya hak-hak publik untuk
mengetahui kebijakan pemerintah
serta implementasinya dalam
perspektif akuntabilitas.
5. Cultural factors, Budaya yang
berkembang dalam masyarakat di
mana para pejabat pemerintah lebih
mendahulukan pelayanan terhadap
keluarga dan kerabat daripada publik
merupakan budaya yang tidak
mendukung akuntabilitas. Hal-hal
yang demikian ini mendorong
suburnya suasana korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Kondisi budaya
bangsa yang kurang baik biasanya
banyak didukung dengan buruknya
kondisi perekonomian mereka.
Walaupun para pejabat tersebut
sudah cukup berada, namun kerap
kali hal ini masih terjadi. Hal ini
disebabkan karena masih kuatnya
budaya kemiskinan yang melekat
pada sebagian besar bangsa tersebut
sehingga mereka saling berebutan
dan tidak menyukai antrian dalam
mendapatkan sesuatu.
6. Government monopoly, Dalam
kondisi di mana sumber daya
tersentralisasi di tangan pemerintah
dan setiap keputusan publik menjadi
kewajiban pemerintah sendiri,
mengakibatkan penumpukkan
tanggung jawab sehingga sulit
mengelola, memantau, dan
mengevaluasinya. Birokrasi yang
terlalu besar dan berbelit-belit telah
mengurangi pelaksanaan
akuntabilitas. Pada negara dengan
sistem sentralisasi penuh,
akuntabilitas tidak diperlukan karena
masyarakat tidak diikutsertakan
dalam penentuan kebijak-kebijakan
public. Masyarakat hanya menjadi
penonton dan kadang kala menjadi
pelenkap penderita dalam kegiatan-
kegiatan pemerintah.
7. Deficiencies in the accounting
system, Buruknya sistem akuntansi
merupakan salah satu faktor
penyebab tidak dapat diperolehnya
informasi yang handal dan dapat
dipercaya untuk dipergunakan dalam
penerapan akuntabilitas secara
penuh. Akuntabilitas memerlukan
dukungan sistem informasi akuntansi
yang memadai untuk
terselenggaranya pelaporan yang
baik. Kelemahan ini meliputi sistem
informasi yang tidak memadai dan
tidak dapat diandalkan, sistem
internal control dan internal check
yang tidak memadai, manajemen
yang tidak professional dan tidak
kompeten.
8. Lack of will in enforcing
accountability, Hal ini merupakan
hasil langsung dari sikap pasif para
pegawai yang tidak acuh terhadap
kepentingan akuntabilitas. Hal ini
juga disebabkan oleh live and let live
policy. Hal ini diakibatkan para
pejabat yang seharusnya melakukan
tindakan koreksi atas penyimpangan
juga telah banyak menumpuk
kesalahan-kesalahan besar sehingga
mana mungkin dia melaksanakan
akuntabilitas yang akan membuka
semua tindakan dan kegiatan mereka
sehingga akan bermuara pada
penghancuran dirinya sendiri. (9)
Birocratic secrecy, Pemerintah yang
melakukan control sangat ketat
terhadap media massa, ekonomi, dan
pemberitaan akan menjadikan
suasana unaccountable pada
penyelenggaraan pemerintahan
karena tidak ada yang diberikan
keleluasaan untuk melakukan
tindakan korektif atas praktek-
praktek penyelenggaraan
pemerintah. Dalam kondisi
demikian, masyarakat tidak berani
mengeluarkan pendapat sehingga
para pejabat pemerintahan akan
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
98
leluasa melakukan kesalahan-
kesalahan.
9. Conflict in perspective and
inadequate institusional linkage,
dengan terlalu tingginya birocracy
secrecy di sector public, akan
mengakibatkan sulit melakukan
review terhadap program-program
sector public, dan akan sulit juga
menentukan siapa sebenarnya yang
diwajibkan untuk
mempertanggungjawabkannya.
Informasi mengenai apa yang
ditargetkan dan bagaimana
realisasinya biasanya tidak tersedia
sehingga sulit untuk mengetahui
capaian kinerjanya suatu instansi
pemerintah.
10. Quality of officers, Kualitas
pejabat/petugas mencakup dua
permasalahan dalam akuntabilitas.
Pertama, dengan besarnya jumlah
capital yang terjadi untuk membiayai
semua program pemerintah, maka
dibutuhkan juga jumlah pegawai
pemerintah yang banyak. Namun
sayangnya kualitas yang rendah
tersebut telah menyebabkan masalah
serius terutama pemborosan,
inefisiensi, dan tidak berjalannya
akuntabilitas. Masalah yang kedua,
adalah material yang tersedia kurang
menunjang efisiensi dan tidak
mendorong motivasi para birokrat
sebagai akibat kurang tersedianya
fasilitas diklat dan peningkatan
profesionalisme.
11. Technological obsolescence and
inadequate surveillance system,
Tidak tersedianya teknologi yang
dapat mendukung kelancaran kerja
merupakan faktor penghambat yang
cukup serius bagi terselenggaranya
akuntabilitas. Teknologi yang telah
usang, terutama teknologi informasi
sehingga sulit untuk mendapatnya
informasi yang akurat, tepat, handal,
dan dapat dipercaya, akan sangat
merugikan pelaksanaan
akuntabilitas.
12. Colonial heritage, Suatu negara yang
pernah dijajah selama minimal 40
atau 50 tahun sangat sulit untuk
melakukan perubahan praktek-
praktek pemerintahan yang
autokratik sebagaimana telah
dipraktekkan oleh penjajahnya
dahulu. Kondisi pentabuan
mengemukakan pendapat pada masa
penjajahan biasanya akan terus
biasanya akan terus dipraktekan oleh
negara tersebut terutama oleh
penguasanya. Masyarakat tidak
diperkenankan untuk melakukan
control dan mengetahui sejauh mana
pelaksanaan kegiatan pemerintahan.
Hal ini telah membawa dampak
buruk terhadap penyelengara
akuntabilitas.
13. Defecs in the laws concerning
accountability, Kelemahan hukum
yang paling mendasar adalah
pernyataan di mana seseorang
dianggap tidak bersalah sebelum
dapat dibuktikan bahwa dia memang
bersalah. Sedangkan untuk
membuktikan apakah seseorang itu
bersalah atau tidak sangat sulit dan
memerlukan tenaga dan biaya yang
tidak sedikit. Inilah yang sering
terjadi di pengadilan di mana yang
bersalah menjadi bebas karena
keahliannya menyembunyikan. Hal
ini telah mendorong tidak
diselenggarakannya akuntabilitas.
Pembuktian terbalik mungkin dapat
mengatasi kelemahan ini.
14. Crisis Environtment, Instabilitas
politik telah menciptakan rasa tidak
aman dan ketidakpastian. Dalam
kondisi yang demikian ini,
masyarakat merasa ketakutan dan
tidak menghiraukan akuntabilitas.
Para birokrat mungkin akan segera
minta pengunduran diri sebagai
wujud rasa kekhawatiran yang tinggi
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
99
atas situasi dan kondisi yang
berkembang.
Plumptre T (1981) dalam artikelnya
Perspective Accountability in The Public
Sector memberikan tuntunan untuk
mencapai keberhasilan akuntabilitas
yaitu:
1. Exemplary Leadership
Pemimpin yang sensitif, responsif,
dan accountable akan transparan kepada
bawahannya maupun masyarakat,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan
tersebut dia akan memerlukan
akuntabilitas yang dipraktekan mulai dari
tingkat yang paling bawah. Suasana yang
kondusif ini sangat menguntungkan bagi
terselenggaranya akuntabilitas di instansi
pemerintah tersebut.
2. Public Debate
Sebelum kebijakan yang besar
disyahkan seharusnya diadakan publik
debate terlebih dahulu untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
Dengan demikian akan jelas apa yang
akan dicapai dan bagaimana indicator
kinerja yang harus dicapai organisasi di
depan public. Masyarakat akan
memberikan banyak masukan bagi
keberhasilan program-program tersebut
mengingat setiap kebijakan pemerintah
pada umumnya mempunyai dampak
sosial. Semakin besar kebijakan
pemerintah akan semakin besar pula
dampak sosial yang akan diakibatkannya.
3. Coordination
Koordinasi yang baik antara semua
instansi pemerintah akan sangat baik bagi
tumbuh kembangnya akuntabilitas.
Koordinasi memang mudah untuk
diungkapkan akan tetapi sangat sulit
untuk dilaksanakan mengingat hal
tersebut seringkali
mengganggu/merugikan kepentingan
suatu instansi pemerintah. Dengan kata
lain, koordinasi sangat sulit dilaksanakan
karena adanya conflict of interes di
antara pihak-pihak yang berkoordinasi.
4. Autonomy
Instansi pemerintah dapat
melaksanakan kebijakan menurut caranya
sendiri yang paling menguntungkan,
paling efisien, dan paling efektif bagi
pencapaian tujuan organisasi. Otonomi
yang dimaksudkan adalah pada teknis
pelaksanaan kebijakan, namun
diusahakan agar masih tetap terpadu
dengan kebijakan nasional. Otonomi
jangam sampai mengurangi koordinasi
dan keberhasilan tujuan nasional.
5. Explicitness and clarity
Standar evaluasi kinerja harus
diungkapkan secara nyata dan jelas
sehingga dapat diketahui secara jelas apa
yang harus diakuntabilitaskan. Dengan
jelasnya ukuran/indicator kinerja suatu
instansi pemerintah/program pemerintah
maka akan sulit untuk menilai tingkat
keberhasilan suatu instansi pemerintah.
Kurangnya transparansi akan mengurangi
eksistensi akuntabilitas.
6. Legitimacy and acceptance
Tujuan dan makna dari
akuntabilitas harus dikomunikasikan
secara terbuka kepada semua pihak
sehingga standar dan aturannya dapat
diterima oleh semua pihak. Standar pada
umumnya merupakan kesepakatan di
antara masyarakat untuk menjadi patokan
bagi pengukuran tingkat keberhasilan
ataupun kegagalan setiap instansi
pemerintah.
7. Negotiation
Harus dilakukan negosiasi nasional
mengenai perbedaan-perbedaan tujuan
dan sasaran, tanggung jawab dan
kewenangan setiap instansi pemerintah.
Penentuan siapa yang bertanggung jawab
atas suatu kegiatan dan siapa yang terkait
dengan kegiatan dan siapa yang terkait
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
100
dengan kegiatan tersebut perlu
dinegosiasikan.
8. Educational campaign and
publicity
Perlu dibuatkan pilot project
pelaksanaan akuntabilitas yang kemudian
dikomunikasikan kepada seluruh
masyarakat sehingga akan dapat
diperoleh ekspektasi mereka dan
bagaimana tanggapan mereka mengenai
hal tersebut. Penerimaannya masyarakat
akan suatu hal yang baru akan banyak
dipengaruhi oleh pemahaman masyarakat
pada hal baru tersebut. Tanpa
pengetahuan yang komprehensif akan
membawa pada penerimaan yang bias.
9. Feedback and evaluation
Agar akuntabilitas dapat terus
menerus ditingkatkan dan disempurnakan
maka perlu diperoleh informasi untuk
mendapatkan umpan balik dari para
pembaca.penerima akuntabilitas serta
dilakukan evaluasi perbaikannya.
10. Adaptation and recycling
Perubahan yang terjadi di
masyarakat akan mengakibatkan
perubahan dalam akuntabilitas. Sistem
akuntabilitas harus secara terus menerus
tanggap terhadap setiap perubahan yang
terjadi di masyarakat.
Implementasi Akuntabilitas Instasi
Pemerintah di Indonesia
Undang-undang No. 17 Tahun
2003 menyebutkan bahwa pengelolaan
keuangan negara berprinsip pada
akuntabilitas berorientasi hasil,
profesionalitas, proporsionalitas,
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan
negara, serta pemeriksaan yang bebas
dan mandiri.
Pertanggungjawaban Keuangan
Negara
Didalam Pasal 1 UU 15 tahun 2004
“Pengelolaan Keuangan Negara adalah
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola
keuangan negara sesuai dengan
kedudukan dan kewenangannya, yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan pertanggungjawaban.
Tanggung Jawab Keuangan Negara
adalah kewajiban Pemerintah untuk
melaksanakan pengelolaan keuangan
negara secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, dan transparan, dengan
memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan”.
Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan
Negara
a. Asas Tahunan
b. Asas Universalitas
c. Asas Kesatuan
d. Asas Spesialitas
e. Asas Akuntabilitas berorientasi
pada hasil
f. Asas Profesionalitas
g. Asas Proporsionalitas
h. Asas Keterbukaan dalam
pengelolaan keuangan negara
i. Asas Pemeriksaan Keuangan oleh
badan pemeriksa yang bebas dan
mandiri.
Akuntabilitas keuangan
merupakan pertanggungjawaban
mengenai integritas keuangan,
pengungkapan dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
Sasarannya adalah laporan keuangan
yang mencakup penerimaan,
penyimpanan dan pengeluaran keuangan
instansi pemerintah.
Komponen pembentuk
akuntabilitas keuangan terdiri atas :
1. Integritas Keuangan.
2. Pengungkapan.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
101
3. Ketaatan terhadap Peraturan
Perundang-undangan.
Akuntabilitas juga menyajikan
deviasi (selisih, penyimpangan) antara
realisasi kegiatan dengan rencana dan
keberhasilan/kegagalan pencapaian
sasaran. Berdasarkan Pedoman
Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah yang
ditetapkan oleh Kepala Lembaga
Administrasi Negara.
Dalam penyelenggaraan
akuntabilitas instansi pemerintah, perlu
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1. Harus ada komitmen yang kuat dari
pimpinan dan seluruh staf.
2. Harus merupakan suatu sistem yang
dapat menjamin kegunaan sumber-
sumber daya secara konsisten dengan
peraturan-peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Harus dapat menunjukkan tingkat
pencapaian tujuan dan sasaran.
4. Harus berorientasi kepada pencapaian
visi dan misi serta hasil dan manfaat
yang diperoleh.
5. Harus jujur, obyektif, dan inovatif
sebagai katalisator perubahan
manajemen instansi pemerintah dalam
bentuk pemutakhiran metode dan
teknik pengukuran kinerja dan
penyusunan laporan akuntabilitas.
Selain prinsip-prinsip tersebut di
atas, agar pelaksanaan sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
lebih efektif, sangat diperlukan komitmen
yang kuat dari organisasi yang
mempunyai wewenang dan bertanggung
jawab di bidang pengawasan dan
penilaian terhadap akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah.
Pokok-pokok Pertanggungjawaban
Pengelolaan Keuangan Negara (1)
Penjelasan UU No. 17 tahun 2003 Salah
satu upaya konkrit untuk mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara adalah
penyampaian laporan
pertanggungjawaban keuangan
pemerintah yang memenuhi prinsip-
prinsip tepat waktu dan disusun dengan
mengikuti standar akuntansi pemerintah
yang telah diterima secara umum.
Penjelasan UU No. 17 tahun 2003
Laporan pertanggung-jawaban
pelaksanaan APBN/APBD disampaikan
berupa laporan keuangan yang setidak-
tidaknya terdiri dari laporan realisasi
anggaran, neraca, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan yang
disusun sesuai dengan standar akuntansi
pemerintah.
Dalam rangka akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara
menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/
bupati/ walikota selaku pengguna
anggaran/pengguna barang bertanggung
jawab atas pelaksanaan kebijakan yang
ditetapkan dalam Undang-undang tentang
APBN/ Peraturan Daerah tentang APBD,
dari segi manfaat/hasil (outcome).
Sedangkan pimpinan unit
organisasi kementerian negara/lembaga
bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-
undang tentang APBN, dari segi barang
dan/atau jasa yang disediakan (output).
Sebagai konsekuensinya, dalam
undang-undang diatur sanksi yang
berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga
serta Pimpinan unit organisasi
kementerian negara/lembaga yang
terbukti melakukan penyimpangan
kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan
dalam Undang-undang tentang APBN
sebagai upaya preventif dan represif,
serta berfungsi sebagai jaminan atas
ditaatinya Undang-undang.
Kewajiban instansi pemerintah
untuk menerapkan sistem akuntabilitas
kinerja berlandaskan pada Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999
tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
102
Dalam Inpres tersebut dinyatakan
bahwa akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah adalah perwujudan kewajiban
suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan melalui
pertanggungjawaban secara periodik.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah merupakan suatu tatanan,
instrumen dan metode
pertanggungjawaban yang intinya
meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
1. Penetapan perencanaan strategi;
2. Pengukuran kinerja;
3. Pelaporan kinerja;
4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi
perbaikan kinerja secara
berkesinambungan.
Siklus akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 1.
Siklus Akuntabilitas Kinerja Pemerintah
Siklus akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah seperti terlihat pada gambar
di atas dimulai dari penyusunan
perencanaan stratejik (Renstra) yang
meliputi penyusunan visi, misi, tujuan,
dan sasaran serta menetapkan strategi
yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan dan sasaran yang ditetapkan.
Perencanaan strategik ini kemudian
dijabarkan dalam perencanaan kinerja
tahunan yang dibuat setiap tahun.
Rencana kinerja ini merupakan
tolok ukur yang akan digunakan dalam
penilaian kinerja penyelenggaraan
pemerintahan untuk suatu periode
tertentu. Setelah rencana kinerja
ditetapkan, tahap selanjutnya adalah
pengukuran kinerja. Dalam
melaksanakan kegiatan, dilakukan
pengumpulan dan pencatatan data
kinerja. Data kinerja tersebut merupakan
capaian kinerja yang dinyatakan dalam
satuan indikator kinerja. Dengan
diperlukannya data kinerja yang akan
digunakan untuk pengukuran kinerja,
maka instansi pemerintah perlu
mengembangkan sistem pengumpulan
data kinerja, yaitu tatanan, instrumen,
dan metode pengumpulan data kinerja.
Pada akhir suatu periode, capaian
kinerja tersebut dilaporkan kepada pihak
yang berkepentingan atau yang meminta
dalam bentuk Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
Tahap terakhir, informasi yang termuat
dalam LAKIP tersebut dimanfaatkan bagi
perbaikan kinerja instansi secara
berkesinambungan.
Analisis akuntabilitas kinerja
instansi Pemerintah diperlukan data dan
informasi relevan bagi pembuat
keputusan agar dapat
menginterpretasikan keberhasilan dan
kegagalan secara lebih luas dan
mendalam, hal ini disajikan oleh LAKIP.
Oleh karena itu, perlu dibuat suatu
analisis tentang pencapaian akuntabilitas
kinerja instansi secara keseluruhan.
Analisis tersebut meliputi uratan
keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan
dengan program dan kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, dan misi
serta visi sebagaimana ditetapkan dalam
rencana strategis. Dalam analisis ini perlu
pula dijelaskan perkembangan kondisi
pencapaian sasaran dan tujuan secara
efisien dan efektif, sesuai dengan
kebijakan, program, dan kegiatan yang
telah ditetapkan. Analisis tersebut
dilakukan dengan menggunakan
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
103
informasi/data yang diperoleh secara
lengkap dan akurat; dan bila
memungkinkan dilakukan pula evaluasi
kebijakan untuk mengetahui ketepatan
dan efektivitas baik kebijakan itu sendiri
maupun sistem dan proses
pelaksanaannya.
Laporan keuangan pemerintah
harus menyediakan informasi yang dapat
dipakai oleh pengguna laporan keuangan
untuk menilai akuntabilitas pemerintahan
dalam membuat keputusan ekonomi,
sosial dan politik. Akuntabilitas diartikan
sebagai hubungan antara pihak yang
memegang kendali dan mengatur entitas
dengan pihak yang memiliki kekuatan
formal atas pihak pengendali tersebut.
Dalam hal ini dibutuhkan juga
pihak ketiga yang accountable untuk
memberikan penjelasan atau alasan yang
masuk akal terhadap seluruh kegiatan
yang dilakukan dan hasil usaha yang
diperoleh sehubungan dengan
pelaksanaan suatu tugas dan pencapaian
suatu tujuan tertentu. Dalam konteks
penyelenggaraan pemerintahan,
akuntabilitas pemerintah tidak dapat
diketahui tanpa pemerintah
memberitahukan kepada rakyat tentang
informasi sehubungan dengan
pengumpulan sumber daya dan sumber
dana masyarakat beserta penggunaannya.
Akuntabilitas dan Pelaporan
Keuangan, Tujuan Pemerintah adalah
melayani kebutuhan masyarakat dengan
sebaikbaiknya, yang dilaksanakan
dengan pembentukan departemen atau
dinas yang melaksanakan program.
Kinerja departemen atau dinas tersebut
tidak dapat diukur dengan rasio-rasio
yang biasa didapatkan dari sebuah
laporan keuangan seperti return on
investment, jumlah sumber daya yang
digunakan atau rasio pendapatan
dibandingkan dengan sumber daya yang
digunakan.
Hal ini disebabkan karena
sebenarnya dalam kinerja pemerintah
tidak pernah ada “net profit”. Kewajiban
pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan kinerjanya
dengan sendirinya dipenuhi dengan
menyampaikan informasi yang relevan
sehubungan dengan hasil dari program
yang dilaksanakan kepada wakil rakyat
dan juga kelompok-kelompok
masyarakat yang memang ingin menilai
kinerja pemerintah.
Pelaporan keuangan pemerintah
pada umumnya hanya menekankan pada
pertanggungjawaban apakah sumber daya
yang diperoleh sudah digunakan sesuai
dengan anggaran atau perundang-
undangan yang berlaku. Dengan
demikian pelaporan keuangan yang ada
hanya memaparkan informasi yang
berkaitan dengan sumber pendapatan
pemerintah, penggunaan laporan
keuangan dan posisi keuangan
pemerintah saat itu. Jika hal ini dikaitkan
dengan perspektif fungsional
akuntabilitas, maka baru tahap probity
and legality accountability (compliance)
yang dipenuhi.
Dalam kaitannya dengan
penjelasan di atas, akuntabilitas
pemerintahan di Indonesia baru sebatas
tahap kepatuhan atau compliance. Harus
diingat, tahap ini barulah tahap awal dari
lima tahap akuntabilitas sesuai perspektif
fungsional. Pembandingan tujuan
pelaporan keuangan antara perusahaan
(business enterprises) dengan organisasi
nir laba (not-for-profit organizations)
sebagai berikut. Dalam perusahaan,
pelaporan keuangan harus menyediakan
informasi sehubungan dengan kinerja
keuangan perusahaan (financial
performance) dalam periode tertentu.
Fokus utamanya adalah informasi
mengenai kinerja perusahaan dengan
mengukur pendapatan (comprehensive
income) dan komponen-komponennya.
Salah satu bentuk Laporan Kinerja
yang digunakan dalam sektor publik di
Indonesia adalah Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
LAKIP dipakai sebagai media informasi
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
104
dan akuntabilitas bagi instansi
Pemerintah. Instansi Pemerintah yang
berkewajiban menerapkan sistem
akuntabilitas kinerja dan menyampaikan
pelaporannya adalah instansi-instansi dari
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
Propinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Penanggungjawab
penyusunan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
adalah pejabat yang secara fungsional
bertanggung jawab melayani fungsi
administrasi di instansi masing-masing.
Selanjutnya pimpinan instansi,
sebagaimana tersebut dalam Inpres
Nomor 7 Tahun 1999. Penyusunan
LAKIP harus mengikuti prinsip-prinsip
yang lazim, yaitu laporan harus disusun
secara jujur, obyektif, dan transparan.
Untuk memantau kinerja instansi
pemerintah, selain menggunakan
mekanisme yang telah disebutkan di atas,
ada cara lain yang cukup efektif yaitu
dengan memberdayakan partisipasi
publik. Pada pembahasan berikut ini akan
dibahas tentang pembentukan lembaga-
lembaga akuntabilitas yang dapat
mendukung terciptanya good
governance.
Diamond (1998) menyebutkan
bahwa untuk menghadapi kasus korupsi
yang endemis diperlukan adanya tiga
macam lembaga akuntabilitas yaitu,
akuntabilitas horizontal, akuntabilitas
vertical, dan akuntabilitas eksternal.
Lembaga akuntabilitas horizontal
meliputi hukum dan peraturan
perundang-undangan, badan anti korupsi,
ombudsman, audit public, dan system
peradilan. Hukum dan peraturan
perundang-undangan harus secara tegas
melarang segala bentuk KKN dan
penyalahgunaan dana-dana Negara
dengan ancaman hukuman yang berat.
Peraturan perundang-undangan juga
harus mampu mengendalikan pejabat
pemerintah dan menggiring agar mereka
mau mengumumkan seluruh
kekayaannya sebelum menjabat sampai
selesai masa jabatannya. Badan anti
korupsi melakukan pemantauan secara
terus menerus atas perilaku para pejabat
termasuk mengamati dan meneliti
kekayaan mereka, sedangkan kantor
ombudsman bertugas menerima dan
meneliti keluhan masyarakat tentang
penyalahgunaan kekuasaan pejabat.
Audit public harus dilakukan baik atas
rekening pribadi maupun terhadap
laporan keuangan instansi pejabat yang
bersangkutan. Sedangkan lembaga
peradilan harus dapat bekerja secara
independent untuk memeriksa dan
memutus kasus-kasus KKN yang
muncul.
Lembaga akuntabilitas vertical
menurut Diamond meliputi akuntabilitas
pemilu dan media massa yang bebas dan
independent. Dikatakan bahwa pemilu
yang jujur dan adil dapat menjadi alat
vital untuk mengantisipasi dan
mengendalikan KKN sedangkan pemilu
yang curang dan diwarnai politik uang
akan mempermudah bagi terjadinya
berbagai KKN. Begitu juga media massa
harus dapat bekerja independent dan
bebas agar masyarakat dapat mengerti
secara jelas tentang apa yang terjadi di
instansi-instansi pemerintahan. Dalam
koneks lembaga akuntabilitas vertical ini
diperlukan juga tumbuhnya LSM-LSM
karena LSM merupakan pendorong bagi
tumbuhnya masyarakat madani dan
pengawas bagi akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah.
Adapun lembaga akuntabilitas
eksternal menurut Diamond biasanya
dibutuhkan di negara-negara sedang
berkembang yang bentuknya bisa berupa
pengamatan secara cermat dan dukungan
oleh lembaga-lembaga internasional.
Dalam kaitan ini disarankan oleh
Diamond agar dunia usaha dan donor-
donor dari luar dapat memiliki lembaga
internasional yang dapat menerima
laporan permintaan suap atau tindakan
lain yang berbau KKN dari pejabat-
pejabat pemerintah suatu Negara.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
105
Dalam kaitannya dengan
penjelasan di atas, akuntabilitas
pemerintahan di Indonesia baru sebatas
tahap kepatuhan atau compliance. Harus
diingat, tahap ini barulah tahap awal dari
lima tahap akuntabilitas sesuai perspektif
fungsional. Pembandingan tujuan
pelaporan keuangan antara perusahaan
(business enterprises) dengan organisasi
nir laba (not-for-profit organizations)
sebagai berikut. Dalam perusahaan,
pelaporan keuangan harus menyediakan
informasi sehubungan dengan kinerja
keuangan perusahaan (financial
performance) dalam periode tertentu.
Fokus utamanya adalah informasi
mengenai kinerja perusahaan dengan
mengukur pendapatan (comprehensive
income) dan komponen-komponennya.
Sedangkan dalam organisasi nir
laba pelaporan keuangan harus
menyediakan informasi sehubungan
dengan kinerja (performance) dalam
periode tertentu. Informasi yang paling
dibutuhkan untuk menilai kinerja ini
adalah pengukuran periodik atas
perubahan jumlah dan sifat net resources
dari organisasi yang bersangkutan dan
informasi mengenai service efforts and
accomplishment.
Dalam hal ini kepada para
pengguna laporan diberitahukan juga
explanatory information atau berbagai
macam informasi yang relevan dengan
layanan yang diberikan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja organisasi
pemerintah, yang dikelompokkan dalam
dua elemen sebagai berikut:
1. Elemen di luar kontrol pemerintah
seperti kondisi demografi dan
lingkungan. Sebagai contoh adalah
jumlah siswa dalam keluarga yang
berada di bawah garis kemiskinan,
tingkat kepadatan penduduk di area
tertentu sebagai tempat program
dilaksanakan, dan tingkat
pengangguran.
2. Elemen yang dapat dikontrol oleh
pemerintah secara signifikan seperti
pola dan komposisi personalia.
Sebagai contoh adalah rasio jumlah
guru dan murid, jumlah bis untuk jalur
angkutan tertentu, jenis konstruksi
yang disyaratkan untuk jalan raya,
jumlah polisi per kapita.
Strategi akuntabilitas adalah
monitoring, pengendalian, audit dan
evaluasi. Salah satu konsep penting
dalam upaya akuntabilitas adalah
Performance Management atau
Manajemen Kinerja. Manajemen Kinerja
adalah suatu pola pemikiran stratejik
untuk mengkombinasikan dan
menggunakan berbagai fungsi
manajemen dengan sistem administratif
dan struktur organisasi. Dalam konsep ini
pengelolaan suatu organisasi tidak hanya
berhenti sampai pada proses perencanaan
namun dilanjutkan sampai pada tingkat
operasi pengawasan, serta pengukuran
kinerja. Semua hal tersebut dilakukan
untuk mendapatkan panduan pelaksanaan
dan informasi yang baik dan tepat
sebagai bagian dari proses pengambilan
keputusan dan akuntabilitas.
Definisi di atas mengarisbawahi
bahwa dalam sistem manajemen kinerja
termasuk berbagai teknik untuk
memonitor dan mengefektifkan perilaku
dalam organisasi. Dalam pelaksanaan
monitoring kita melakukan serangkaian
kegiatan pengukuran untuk mendapatkan
informasi tentang kinrerja sesungguhnya
dari sutau tindakan.
Informasi yang baik (secara
kualtitatif dan kuantitatif) akan dapat
digunakan sebagai pedoman dalam untuk
mengurangi resiko dalam proses
pengambilan keputusan (baik keputusan
teknis maupun stratejik). Selain itu
informasi kinerja yang disusun dengan
baik dapat digunakan sebagai media
untuk akuntabilitas kinerja (sektor
publik) kepada massyarakat
(stakeholders) dan juga sebagai media
transparansi kinerja sektor publik. Atau
dengan kata lain pengukuran kinerja
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
106
(performance measurement) merupakan
inti dalam penyusunan Laporan.
Dalam proses akuntabilitas, yang
sering digunakan untuk informasi publik
dan penyusunan laporan kineja instansi
publik adalah hasil kegiatan evaluasi dan
audit. Hasil proses monitoring dan
pengendalikan dimungkinkan digunakan
untuk kepentingan akuntabilitas kepada
publik, namun mengingat bahwa kedua
kegiatan ini masih terbuka untuk
tindakan koreksi maka dengan
pertimbangan tertentu transparansi
kepada publik atas kedua hasil tersebut
jarang sekali digunakan.
KESIMPULAN
1. Good governence dapat tercipta bila
dilakukan apabila Pemerintah dalam
menyelenggarakan pemerintahan
konsisten menerapkan prinsip-
prinsip good governence.
2. Transparansi rencana strategis
Pemerintah diwujudkan dengan
menyampaikan informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan
secara konsisten kepada masyarakat.
3. Good governence dan transparan si
rencana strategis Pemerintah dapat
mewujudkan akuntabilitas kinerja
Instansi Pemerintah. Good
governence dan transparansi laporan
kinerja Pemerintah bentuknya
pertanggungjawaban Pemerintah
kepada publik menginformasikan
keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan misi perencanaan
strategis, perencanaan kinerja dan
pencapaian hasil kinerja Pemerintah.
SARAN
1. Untuk mewujudkan good governance
dan mengakomodasi aspirasi
masyarakat hendaknya Pemerintah
melakukan transparansi rencana
strategis kepada masyarakat dengan
memperhitungkan potensi, peluang
dan kendala yang dihadapi.
2. Akuntabilitas pemerintahan di
Indonesia baru sebatas tahap
kepatuhan atau compliance.hendaknya
Pemerintah dapat menyediakan
informasi sehubungan dengan kinerja
(performance) setiap periode
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, 2011. Manajemen
Pemerintah Daerah.: Graha ilmu
Yogyakarta.
A. Florini, 2007. "Introduction the battle
over transparancy" dalam Florini,
A (peny). Right to know:
Transparancy for android Open
World, New York: Columbia
University Press 2007, hlm. 5
Birkinshaw, op.ctr. hlm. 55, New
York:
Bagir Manan, 2004.Good Governance,
dalam Menyongsong Fajar
Otonomi Daerah, Pusat Studi
Hukum UII, Yogyakarta
2004Diamond, Larry, 1998.,
Horizontal Accountability And
Corruption Control,conference on
“Economic Reform and Good
Governance:Fighting Corruption
in Transition Economies”, Beijing,
China.
Chalid, P. 2005. Keuangan daerah,
investasi, dan desentralisasi.
Jakarta: Kemitraan.
De Araujo, J. F. F. E., dan F. Tejedo-
Romero. 2016. Local government
transparency index: determinants
of municipalities’ rankings.
International Journal of Public
Sector Management 29 (4): 327–
347.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
107
Dwiyanto, 2005. Mewujudkan Good
Governance Melalui Pelayanan
Publik. : Gajahmada University
Press Yogyakarta.
Gambhir Bhatta, 1996. “Capacity
Building at the Local Level for
Effective Governance,
Empowerment Without Capacity is
Meaningless”.
G.H Addink, 2003. “From Principles of
Proper Administration to
Principles of Good Governance”,
diktat Good Governance, hlm. 9.
CLGS-FHUI, Depok.
Indra Bastian, 2006. Akuntansi Sektor
Publik, Penerbit Erlangga. Jakarta
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7
Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun
2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi.
Jabbra, J.G dan Dwivedi, O.P,
1989. Public Service
Accountability.
JB Ghartey, 1987., Crisis, Accountability
and Development in the Third
World, London.
Joko Widodo, 2001., Good Governance
(Telaah dan Dimensi Akuntabilitas
dan Kontrol Birokrasi Pada Era
Desentralisasi dan Otonomi
Daerah) Insan Cendekia, Surabaya.
Loina Lalolo Krina P. 2003. Indikator
dan Alat Ukur Prinsip
Akuntabilitas, Transparansi dan
Partisipasi. Http// good
governance:Bappenas.go.id./inform
asi.Htm, (Hal: 12), Sekretaris Good
Public Governance. Badan
Perencanaan Pembangunan
Nasional, JakartaSedarmayanti, S.
2012. Good governance
kepemerintahan yang baik & Good
Corporate Governance Tata Kelola
Pemerintah yang baik, Mandar
Maju, Bandung.
Mardiasmo, D. (2009). Akuntansi Sektor
Publik. ANDI. Yogyakarta.
Mardiasmo, 2002. Otonomi dan
Manajemen Keuangan Daerah,
Penerbit ANDI. Yogyakarta
Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Apartaur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 29
Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Penetapan Kinerja dan
Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah
Mahsun, Mohamad, 2014., Pengukuran
Kinerja Sektor Publik, BPFE-
Yogyakarta
Miriam Budiardjo, 1998., Menggapai
Kedaulatan Rakyat, PT Gramedia,
Jakarta, 1986
Krina. 2003, Indikator dan Alat Ukur
Prinsip Transparasi, Partisipasi dan
Akuntabilitas. Web:
http://www.goodgovernance.com,
Mardiasmo, 2004., Otonomi &
Manajemen Keuangan Daerah,
Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Mardiasmo. 2009., Andi. Yogyakarta,
Akuntansi Sektor Publik.
Miriam Budiardjo, 1998., Menggapai
Kedaulatan Rakyat, PT Gramedia,
Jakarta, 1986.
JURNAL LENTERA BISNIS Vol. 7 No. 2, November 2018
108
Pandji Santosa, 2008., Administrasi
Publik, Teori dan Aplikasi Good
Governance, Refika Aditama,
Bandung.
Parker, Wayne C, 1993., Performance
Measurement in the Public Sector.
State of Utah.
http://www.rutgers.edu/Accounting
/raw /seagov/pmg/perfmeasure,
September 2000.
Pollitt, C., Birchall, J. and Putnam, K.
1998, Decentralising Public
Service Management.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2008 pasal 2 ayat (2 dan 3).
Rosidin, 2010. Otonomi daerah dan
Desentralisasi. Pustaka Setia.
Bandung:
Santoso, P. (2008). Administrasi Publik
Teori dan Aplikasi Good
Governance: Refika Aditama.
Bandung.
Rahman, Meuthia Ganie. 2000.,
Good Governance, Prinsip,
Komponen, dan Penerapanya
dalam Hak Asasi Manusia
(Penyelenggaraan Negara Yang
Baik), Komnas HAM. Jakarta
Sedarmayanti, 2003., ood Governance
(Kepemerintahan Yang Baik)
Dalam Rangka Otonomi Daerah,
Mandar Maju, Bandung
Sedarmayanti, 2004., Good Governance
(Kepemerintahan Yang Baik),
Membangun Sistem Manajemen
Kinerja Guna Meningkatkan
Produktivitas menuju Good
Governance, Mandar Maju,
Bandung,
Stephan Grimmelikhuijsen, 2012.
Transparancy and Trust An
Experimental Study of Online
Diclosure and Trust ini
Government, Dissertation Ultrecht
halm 54, Ultrecht University.
Taliziduhu Ndraha, 2003, Kybernology
(Ilmu Pemerintahan Baru), Rineka
Cipta, Jakarta.
United Nations Development
Programme, 2002., Deepening
Democracy in a Fragmented
World., Human Development
Report 2002: Oxford University
Press, New York.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara.
Undang Undang Nomor 15 tahun 2004
tentang Pengelolaan Keuangan
Negara
Undang - Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme.