Upload
ngodien
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA), Bioaktivator, dan Biokompos
Terhadap Pertumbuhan dan Peningkatan Produksi Tanaman Kedelai
(Glycyne max (L) Merr.) di Lahan Kering*)
Siwi Sudhiarti dan **)I Made Sudantha
Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana
Universitas Mataram
**)Corresponding author: [email protected]
ABSTRAK
Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan suatu kelompok jamur tanah biotrof obligat
yang tidak dapat hidup apabila terpisah dari inangnya. Bioaktivator tanaman adalah bahan
yang mengandung mikroorganisme, yang bersifat menguntungkan dan apabila diaplikasikan
dalam budidaya tanaman dapat berpengaruh pada perbaikan tanaman tersebut. Biokompos
adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik yang tetap bertahan
di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman dan
agensia pengurai bahan organic Penggunaan mikoriza, biokompos serta bioaktivator pada
tanaman kedelai secara terpisah dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kedelai yang dapat dilihat dari penambahan jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah
bintil akar serta berat berangkasan kering tanaman. Peningkatan pertumbuhan dan
perkembangan yang baik akan menghasilkan peningkatan produktivitas hasil tanaman
kedelai selain itu, pengaplikasian mikoriza pada akar tanaman dapat meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap patogen khususnya patogen tular tanah. ___________________________________________________________
Kata Kunci: Jamur mikoriza, bioaktivator, biokompos, Trichoderma spp., mikoriza, kedelai
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertambahan penduduk selalu mengakibatkan peningkatan pertumbuhan industri
baik dalam skala besar maupun industri rumahan yang menggunakan bahan pokok kedelai
yang tetap meningkat. Namun hal tersebut diiringi oleh peningkatan produksi kedelai tiap
tahunnya, sehingga pemerintah akan mengambil kebijakan impor kedelai. Menurut data
2
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Badan Pusat Statistik (2011), produksi kedelai dalam negeri pada tahun 2010, hanya 910,5
ton, sedangkan kebutuhan akan konsumsi kedelai dalam negeri sebesar 1653,6 ton. Dari
jumlah tersebut perlu diadakan kebijakan impor kedelai yang jumlahnya mencapai sekitar
750 ton.
Rendahnya produktivitas pertanaman kedelai, seperti yang dikutip dari Antara news
(2011), yakni berkisar 1-1,5 ton/ha, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
60% penanaman kedelai yang ditanam di lahan sawah baik itu sawah tadah hujan, irigasi
semi teknis, maupun sawah yang beririgasi teknis, dan 40% lainnya ditanam pada lahan 40-
65% selain gangguan hama dan penyakit tanaman.
Di Nusat Tenggara Barat (NTB) pengembangan pertanian lahan kering merupakan
unggulan dan andalan masa depan karena mengingat sebagian besar wilayah NTB yaitu 84%
dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian yang produktif untuk berbagai komoditi
tanaman pangan terutama tanaman kedelai (Suwardji et al, 2003)
Berbagai cara dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas kedelai baik
peningkatan mutu dari benih kedelai tersebut ataupun dengan melakukan penambahan bahan
organic kedalam tanah seperti penggunaan biokompos serta bioaktivator ataupun
pengaplikasian mikoriza pada tanaman kedelai tersebut.
Tanaman akan memberikan hasil yang baik apabila semua unsur hara yang
dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Unsur hara tersebut dapat diperoleh baik secara organic maupun anorganik dan salah satunya
dengan pemupukan. Pemberian pupuk organic lebih dianjurkan karena akan meningkatkan
porositas tanah sehingga keseimbangan udara dan kelembaban tanah akan jauh lebih baik
Seperti yang kita ketahui kompos adalah salah satu sumber nutrisi penting yang
dibutuhkan tanaman yang dapat kita gunakan dalam bentuk padat, yang penggunaannya
dicampurkan disekitar mulsa, ataui dalam bentuk cair yang disebut dengan istilah teh kompos
yang akan memberikan nutrisi instan yang bermanfaat bagi tanaman (Subhi, 2016). Menurut
Dr. Elaine Ingham seorang ahli mikroba dalam sebuah blog, mengemukakan beberapa
manfaat dari penggunaan teh kompos pada tanaman antar lain : meningkatkan kesehatan
tanaman, memberikan larutan nutrisi instant yang dapat segera diserap oleh tanaman, serta
dapat memperbaiki struktur tanah.
3
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Pemanfaatan pupuk hayati mikoriza merupakan salah satu alternative untuk
meningkatkan produktivitas lahan. Mikoriza dapat berasosiasi secara simbiotik dengan akar
tanaman yang dapat menyebabkan terbentuknya serapan akar yang luas dan lebih besar
karena jamur mikoriza memiliki hifa yang dapat menembus ruang pori tanah yang berukuran
sangat kecil, yang akan meningkatkan kemampuan tanaman untuk dapat menyerap lebih baik
unsur hara, terutama unsur hara yang relative tidak mobile seperti P, Cu, dan Zn (Pujiyanto,
2001)
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu : seberapa jauh
pemanfaatan Jamur Mikoriza (FMA) dan biokompos serta bioaktivator terhadap kesehatan
pertumbuhan tanaman Kedelai di lahan kering.
1.3. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pemanfaatan Jamur Mikoriza (FMA) dan biokompos serta
bioaktivator yang tepat terhadap kesehatan pertumbuhan tanaman kedelai di lahan kering.
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk dapat mengetahui pemanfaataan jamur mikoriza (FMA) dan biokompos
serta bioaktivator yang sesuai untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai
di lahan kering.
2. Untuk dapat mengetahui sejauh mana aplikasi jamur mikoriza (FMA) dan
biokompos serta bioaktivator dapat menekan perkembangan pathogen pada
tanaman kedelai di lahan kering.
3. Sebagai bahan referensi bagi para pelaku usaha komersial, baik pelaku usaha
FMA komersial, pelaku biokompos serta bioaktivator komersial dan atau pelaku
usaha tanaman hortikultura dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan
sesuai dengan kondisi lingkungan tempat dilakukannya usaha tani.
4
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Kedelai
2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas/Classis : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili/Suku : Fabaceae (polong-polongan)
Genus/Marga : Glycine
Spesies : Glycine Max (L.) Merr
2.1.2. Morfologi Tanaman Kedelai
1. Akar
Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar yang
menyamping (horizontal) dengan pertambahan panjang dapat mencapai 40 cm dengan
kedalaman hingga 120 cm. Perkembangan akar dipengaruhi oleh kelembaban tanah, dimana
akar akan jauh lebih masuk ke dalam untuk menyerap unsur hara dan air apabila kelembaban
tanah turun. Pada akar tanaman kedelai terdapat nodul atau bintil akar yang terbentuk dari
koloni bakteri pengikat nitrogen yang bersimbiosis secara mutualisme dengan kedelai.
Dengan adanya simbiosis terrsebut maka, bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen
langsung dari udara dalam bentuk gas N2 (nitrogen) yang akan diosidasi menjadi nitrat
(NO3+).
2. Batang
Batang tanaman kedelai dapat tumbuh dengan tinggi 30-100 cm. selain itu, dapat
membentuk 3-6 cabang,namun tergantung dari kerapatan antar tanaman. Tipe pertumbuhan
batang dapat dibedakan menjadi 3 tipe : 1. Tipe pertumbuhan batang terbatas, dengan ciri
khas berbunga serentak serta mengakhiri pertumbuhan meninggi, 2. Tipe pertumbuhan
batang tidak terbatas dengan memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan
5
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
tumbuhan terus akan tumbuh, 3. Tipe pertumbuhan batang setengah terbatas, yang memiliki
karakteristik antara kedua tipenya
3. Bunga
Kedelai memiliki jenis bunga yang sempurna, dimana setiap bunga memiliki alat
jantan dan betina. Bunga pada kedelai terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau
putih. Namun tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah mengalami
penyerbukan sempurna.
4. Daun
Daun kedelai berbentuk oval, tipis dan berwarna hijau dengan buku (nodus) pertama
tanaman akan terbentuk daun tunggal, kemudian diikuti pada semua buku diatasnya yang
membentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Adapun permukaan daun berbulu halus
(trachoma) pada kedua sisi. Pada ketiak daun majemuk akan muncul tunas atau bunga, yang
setelah tua, daun akan menguning dan gugur dimulai dengan daun yang terdapat pada bagian
bawah batang.
5. Buah
Setiap tanaman kedelai mampu menghasilkan polong 100-250 polong yang berwarna
kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang berwarna
hijau akan berubah menjadi kehitaman (Wikipedia, 2017)
2.1.3. Lingkungan Tumbuh Tanaman Kedelai
Perubahan faktor lingkungan tumbuh, khususnya iklim, terutama pola curah hujan
dimana terkait dengan distribusi ketersediaan air, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman kedelai (Suprapto, 2001). Tanaman kedelai memiliki kebutuhan air berkisar 350-
450 mm selama periode pertumbuhannya. Kebutuhan air akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur tanaman kedelai. Pada saat periode berbunga dan pengisian polong
merupakan saat dimana membutuhkan air yang paling tinggi (Suprapto, 1991). Apabila
terjadi kekeringan pada stadia perkecambahan, maka akan berpengaruh pada fase
6
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
pembungaan dan pembentukan polong kedelai, yang dapat mempengaruhi perolehan hasil
panen (Arsyad dan Syam, 1998)
Suhu tanah yang optimum untuk perkecambahan tanaman kedelai ialah 300C, jika
suhu tanah lebih rendah dari 150C, proses perkecambahan akan terhambat, namun apabila
suhu lebih tinggi dari 300C, maka biji akan lebih cepat kering dan mati karena laju penguapan
air yang terlalu cepat (Suprapto, 1991). Untuk suhu lingkungan yang ideal untuk
pembentukan bunga ialah 240-250C, apabila terlalu rendah (< 100C) maka proses
pembungaan dan juga pembentukan polong akan terhambat (Adisarwanto. 2008).
Dengan demikian daerah subtropik akan menghasilkan produksi kedelai yang tinggi
apabila memiliki panjang hari 14-16 jam dan akan berbeda hasilnya apabila ditanam di
daerah tropis yang memiliki panjang hari rata-rata 12 jam. Akibat dari penurunan tersebut
maka, periode berbunga akan jauh lebih singkat menjadi 35-40 hari setelah tanam
dibandingkan dengan daerah subtropis yang masa berbunga 50-60 hari setelah tanam
(Adisarwanto, 2008). Selain itu, faktor topografi pada dataran tinggi (>1000 mdpl) memiliki
masa berbunga yang lambat dibandingkan dengan tanaman kedelai di dataran rendah (<20
mdpl) (Litbang Pertanian, 2009)
2.2 Keberadaan Fungi Mikoriza Vesikular –Arbuskular (MVA) pada tanaman
Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan suatu kelompok jamur tanah biotrof obligat
yang tidak dapat hidup apabila terpisah dari inangnya. Fungi mikoriza dicirikan dengan
adanya arbuskular. Manfaat hubungan simbiotik antara FMA dan tanaman telah dikenal sejak
lama, karena kemampuannya yang berasosisasi dengan banyak jenis tanaman, khususnya
dengan tanaman yang tumbuh pada sistem lahan kering (Wangiyana, 2009). Menurut
Aldeman dan Morton (1986) akibat dari infeksi yang dilakukan oleh jamur mikoriza akan
mampu menyerap nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman seperti unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K,
dan Mg yang akan meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut. Bidang serapan akar dari
tanaman akan diperluas dengan adanya hifa eksternal mikoriza yang berasal dari kolonisasi
jamur mikoriza tersebut, dimana hifa tersebut tumbuh dan berkembang melalui buluh akar.
Seperti yang dikemukakan Hayman (1983) dalam Suciatmih (1996) bahwa dengan
adanya mikoriza pada akar tanaman dapat menjangkau serapan P dari larutan tanah karena
7
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
akar yang terinfeksi mikoriza akan mempunyai metabolisme energi yang lebih besar
sehingga dapat secara aktif untuk menyerap P pada konsentrasi 10-7-10-6 di dalam larutan
tanah hingga menjadi 10-3-10-2 di dalam akar tanaman. Umumnya pada tanah terdapat sekitar
95-99% unsur P dijumpai yang tidak larut sehingga tidak tersedia dan susah diserap oleh
tanaman. Dengan adanya infeksi mikoriza pada akar tanaman maka penyerapan dan
pemanfaatan unsur P dapat dilakukan oleh tanaman.
Asosiasi mikoriza pada beberapa tanaman seperti tanaman cow pea, ketela pohon,
jeruk, jambu biji, dan kedelai pada kondisi tanah mineral asam seperti tanah oxisol dan
ultisol, di duga dapat melakukan perubahan pH rizhosfer menjadi 6,3 sehingga dapat
bertahan atau menjadi toleran pada kondisi tersebut (Suciatmih, 1996)
Linderman dalam Talanca (2005) mengemukakan bahwa terjadi mekanisme
perlindungan tanaman terhadap penyakit tanaman dengan mekanisme sebagai berikut : 1)
Adanya penggunaan karbohidrat yang lebih banyak pada akar sebelum dikeluarkan dalam
bentuk eksudat akar sehingga pathogen tidak dapat berkembang, 2) Adanya penghambatan
pathogen, melalui terbentuknya subtansi yang bersifat antibiotic yang berasal dari sekresi,
3)Meningkatkan perkembangan mikroba saprofit yang berada di sekitar perakaran.
Jamur mikoriza selain dapat bersimbiosis dengan akar tanaman inang, juga
mempunyai pengaruh yang luas terhadap mikroorganisme yang bersifat patogen. Eksudat
yang dikeluarkan oleh akar yang terinfeksi jamur mikoriza berbeda dengan eksudat yang
dikeluarkan oleh akar yang tidak terinfeksi jamur mikoriza. Akibat dari eksudat yang
dihasilkan oleh akar tanaman inang yang terinfeksi oleh jamur mikoriza, ternyata
mempengaruhi perubahan dalam rhizosfer dalam hal peningkatan ketahanan tanaman karena
adanya produksi antibiotic oleh jamur mikoriza (Talanca, 2010).
Pada tanaman kedelai, infeksi jamur mikoriza pada akar tanaman dapat merangsang
terbentuknya senyawa isoflavonoid, yang akan membentuk endomikoriza, yang akan
meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan jamur pathogen dan nematode. Seperti yang
dilaporkan oleh Setiadi (2001), bahwa asosiasi mikoriza dapat menekan perkembangan dan
reproduksi nematode Meloidogyne sp.
Cekaman kekeringan memiliki dampak pada pertumbuhan tanaman terutama apabila
musim kemarau yang panjang (Sasli, 2004). Penggunaan aplikasi mikoriza merupakan efek
8
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
alternative untuk mengatasi keterbatasan air (Setiadi, 2001). Dalam bidang pertanian,
penggunaan mikoriza dapat dijadikan sebagai salah satu alat biologis yang dapat
meningkatkan produktivitas serta kualitas tanaman tanpa menurunkan kualitas ekosistem
tanah (Sasli, 2004).
2.3 Penggunaan biokompos serta bioaktifator pada tanaman
Salah satu cara untuk dapat memanipulasi mutu masukan bahan organik dengan
kondisi terkendali sehingga hasil akhirnya dapat berupa bahan organik dengan mutu tertentu
ialah dengan pengomposan (Senesi,1989). Salah satu bentuk masukan organik yang banyak
digunakan ialah dengan jerami padi. Petani di Indonesia mempunyai kecenderungan untuk
membakar jerami padi apabila selepas panen. Hal ini tidak menguntungkan karena jerami
padi memiliki potensi yang menguntungkan. Menurut Ponamperuma (1982), pemberian 5
ton ha-1 jerami padi terdapat pasokan 30kg N, 5 kg P, 2,5 kg S, 75 kg K dan 100 kg Si, selain
itu 2 ton karbon yang dapat dijadikan sumber energi untuk kegiatan jasad renik tanah. Oleh
karena itu perlunya pengembalian jerami padi ke lahan sawah agar dapat mempertahankan
kesuburan tanah dan dapat membenahi sifat-sifat tanah yang bermasalah. Akan tetapi apabila
kita menggunakan masukan organik dalam hal ini misalnya jerami padi yang tidak melalui
proses pengomposan, maka kita umumnya membawa serta pathogen dan telur seranggayang
nantinya akan membawa masalah pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Adiningsih, et al. 1993). Hsieh dan Hiesh (1990) juga melaporkan bahwa adanya
kemungkinan terjadinya immobilisasi hara oleh jasad renik pendekomposisi masukan
organic tersebut. Pertanian menggunakan biokompos merupakan salah satu pertanian
berkelanjutan dimana, pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable
resources) dan sumber daya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses
produksi pertanian diharapkan dapat menekan seminimal mungkin dampak negative yang
timbul akibat proses tersebut. Selain itu pendekatan pertanian yang berkelanjutan dapat
bersifat proaktif, yang berdasarkan pengalaman serta partispatif (Sudantha, 2011).
Biokompos adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba
lignoselulolitik yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati
pengendali penyakit tanaman dan agensia pengurai bahan organik (Sudantha & Suwardji,
9
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
2013). Sudantha (2009) melaporkan bahwa penggunaan biokompos hasil fermentasi
Trichoderma sp. pada bibit vanili dapat meningkatkan ketahanan terinduksi terhadap
penyakit layu Fusarium dan dapat memacu pertumbuhan vegetatif bibit vanili. Peran tersebut
disebabkan karena jamur Trichoderma sp. menghasilkan hormon IAA berupa auxin dan
giberelin (Dani, 2008).
Kompos hasil fermentasi jamur Trichoderma spp. dapat berfungsi untuk: (1) sumber
unsur hara bagi tanaman dan sumber energi bagi organisme tanah, (2) memperbaiki sifat-
sifat tanah, memperbesar daya ikat tanah berpasir, memperbaiki struktur tanah berlempung
sehingga lebih ringan, mempertinggi kemampuan tanah mengikat air, memperbaiki drainase
dan tata udara pada tanah berat sehingga suhu tanah lebih stabil, (3) membantu tanaman
tumbuh dan berkembang lebih baik, (4) substrat untuk meningkatkan aktivitas mikrobia
antagonis, (5) untuk mencegah patogen tular tanah.
Sudantha (2007) menyatakan bahwa biokompos merupakan pupuk kompos yang
diproduksi dengan adanya bantuan mikroorganisme atau mikroba lignoselulolitik sehingga
bisa tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai pengendali penyakit atau agensia
hayati tanaman serta merupakan agensia pengurai bahan organic. Pada percobaan
penggunaan biokompos (hasil fermentasi dari jamur saprofit Trichoderma harzianum isolate
SAPRO-07 serta jamur endofit Trichoderma koningii isolate ENDO-02) dimana disertai
dengan pemberian mikoriza pada tanaman kedelai di lahan kering Desa Akar-Akar
Kabupaten Lombok Utara menunjukkan bahwa peningkatan toleransi terhadap kekeringan
dan juga meningkatkan ketahanan terinduksi terhadap pathogen tular tanah yang akan
berpengaruh terhadap peningkatan hasil tanaman (Sudantha, 2009). Penggunaan pupuk
organik yang difermentasi dengan mikrobia juga telah digunakan pada tanaman Jagung di
lahan kering Desa Sandik Kabupaten Lombok Barat, yang memberikan peningkatan hasil
panen jagung dan berangkasan segar (Aryany, 2011).
Dari beberapa percobaan, salah satunya yang dilakukan oleh Purwaningsih (2013)
seperti yang dikemukakan dalam blog Universitas Gajah Mada, pemberian kompos yang
dilakukan pada beberapa kultivar kedelai ternyata memberikan respon positif dan negative
terhadap inokulsi Rhizobium japonicum yang dapat meningkatkan pembentukan bintil akar
10
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
serta produksi tanaman. Walaupun demikian respon kultivar kedelai terhadap inokulasi
Rhizobium japonicum akibat dari pemberian kompos jerami tidak dapat berubah.
Penggunaan bioaktivator pada tanaman sendiri mulai banyak digunakan, selain tentu
saja EM (effective microorganism) yang cukup umum dikenal, bioaktivator lainnya banyak
diperdagangkan. Cara pengaplikasiannya pun bermacam-macam bukan hanya terbatas untuk
dekomposisi bahan organic yang biasanya digunakan untuk pembuatan kompos (bokashi),
namun penggunaannya jauh lebih luas tidak hanya untuk bagian dari tanaman, juga untuk
pada permukaan tanah, yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
Menurut Sullivan (2001), yang dimaksud dengan bioaktivator tanaman adalah bahan
yang mengandung mikroorganisme, yang bersifat menguntungkan dan apabila diaplikasikan
dalam budidaya tanaman dapat berpengaruh pada perbaikan tanaman tersebut.
Pengaplikasian mikroorganisme tersebut hanya akan efektif apabila diaplikasikan pada
lingkungan yang optimum untuk perkembangannya dan bila kebutuhannya tidak terpenuhi
maka, mikrorganisme itu akan berhenti berkembang dan akan mati. Penambahan
mikroorganisme dalam lingkungan ini bergantung pada kondisi tanah. Apabila tanah berada
dalam kondisi cukup baik maka,penambahan mikroorganisme dalam lingkungan ini tidak
akan berarti karena jumlah yang sudah ada terlalu banyak dibanding yang ditambahkan.
Onggo (2001) meneliti bahwa aplikasi bioaktivator pada tanaman dan pada
permukaan tanah yang dilakukan pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis, tomat dan
lettuce tidak memperlihatkan peningkatan pertumbuhan hasil. Pada tanaman kacang merah
(Legum), aplikasi bioaktivator dilakukan pada permukaan tanah menunjukkan peningkatan
hasil tanaman, dimana bioaktivator yang digunakan mengandung berbagai jenis bakteri
antara lain Lactobasillus spp., Rhizobium spp dan bakteri amonifikasi. Pada percobaan
tanaman kacang merah, diduga bakteri Rhizobium yang terkandung dalam bioaktivator
tersebut dapat membantu menambah jumlah bakteri simbiosis tersebut dalam tanah.
11
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
BAB III. GAGASAN
3.1. Peran Fungi Mikoriza Arbuskular dan biokompos serta bioaktivator terhadap
pertumbuhan tanaman kedelai
Tanaman yang bermikoriza akan tumbuh lebih baik apabila dibandingkan dengan
tanaman yang hidup tanpa mikoriza. Manfaat dari asosiasi tanaman dengan FMA ialah antara
lain : meningkatkan absorpsi hara dalam tanah, meningkatkan ketahanan hidup tanaman
terhadap kekeringan, lebih tahan terhadapa serangan pathogen akar, meningkatkan produksi
hormone auksin, dan tentu saja akan meningkatkan produksi tanaman (Apriani, 2012)
Beberapa hasil penelitian penggunaan FMA terhadap kedelai menemukan bahwa,
pemberian inokulum FMA pada tanah yang telah disterilisasi akan dapat mempercepat saat
mulai berbunga tanaman kedelai selain itu, kombinasi inokulum jamur saprofit Trichoderma
harzianum dan FMA hanya efektif untuk meningkatkan tinggi tanaman kedelai (Muhtajali,
2009). Sejalan dengan hal tersebut Apriani (2010), menemukan bahwa didalam pupuk hayati
Tecnofert, pemberian inoculum FMA (22 gram per pot) mampu meningkatkan produksi
tanaman kedelai namun hanya untuk varietas tertentu. Dimana pada penelitian tersebut yang
menunjukkan peningkatan hasil hanya pada varietas Wilis. Hal tersebut diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati (2011), yang menggunakan FMA dari pupuk
hayati Tecnofert (tanpa mikoriza dan mikoriza dosis 10 g) serta menggunakan varietas Wilis
dan Grobogan di tanah pasiran. Menurut Sukmawati, penggunaan inokulasi mikoriza pada
tanaman kedelai tersebut akan mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, selain
itu dapat memperbaiki kualitas tanah dan kemampuan serapan hara oleh tanaman, dan juga
pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman kedelai serta FMA itu sendiri.
Tanaman kedelai pada lahan kering yang diinokulasi dengan mikoriza ternyata
memberikan respon yang positif pada pertumbuhan dan perkembangan pada fase vegetative
maupun fase generative (Jannah, 2012). Menurut Mariani (2015) bahwa pengaruh jumlah
dosis aplikasi FMA ternyata berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai.
Mariani (2015) menganalisis secara sederhana menggunakan data hasil penelitian Nursiman
(2014) dimana menggunakan FMA komersial dengan merk Technofert.
12
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Aplikasi inokulan mikoriza mampu secara linear meningkatkan tinggi tanaman dari
54.28 menjadi 64.12. Hal seperti ini juga sudah dibuktikan oleh Sukmawati (2011) pada
percobaanya di rumah plastic bahwa, dengan pemberian FMA dapat meningkatkan tinggi
tanaman sebesar 1,87 cm/hari. Menurut Jannah (2011), inokulasi mikoriza dapat
meningkatkan tinggi tanaman menjadi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tanaman
yang tidak diinokulasi dengan mikoriza. Hal tersebut dikarenakan oleh sistem perakaran pada
tanaman kedelai yang bersimbiosis dengan mikoriza memiliki hifa yang sangat halus dan
panjang disbanding bulu-bulu akar.
Penggunaan inokuan FMA berpengaruh signifikan terhadap jumlah daun yang mana
meningkat dari 25 helai daun menjadi 28-30 helai daun (Mariani, 2015). Sejalan dengan hal
tersebut, Subashini dan Natarajan (1997); Hapsoh 2003, menjelaskan tentang fungi mikoriza
dapat meningkatkan produksi hormon seperti auksin dan sitokinin dimana dapat berfungsi
meningkatkan elastisitas dinding sel juga mencegah dan memperlambat proses penuaan akar
dengan demikian dapat peningkatan serapan unsur hara meningkat sehingga dapat memicu
pertumbuhan jumlah daun tanaman kedelai.
Selain itu, Zulaikha dan Gunawan (2006) juga menambahkan bahwa dengan adanya
infeksi mikoriza, peningkatan penyerapan unsur hara terutama P akan meningkat, sehingga
pertumbuhan dan perkembangan organ seperti daun juga meningkat. Perkembangan daun
akan lebih baik pada tanaman yang diinokulasi dengan mikoriza karena kemampuannya
untuk melakukan fotosintesa akan lebih optimal, karena semakin luas permukaan daun yang
menerima radiasi matahari sebagai energy utama dalam proses fotosintesis. Tanaman yang
memiliki daun yang lebih luas akan mempunyai kandungan klorofil per satuan luas daun total
yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang memiliki daun yang kurang luas.
Disamping berpengaruh dengan tinggi tanaman dan pertumbuhan jumlah daun,
menurut Mariani (2015), aplikasi inokulan FMA juga menunjukkan hasil yang signifikan
terhadap pertumbuhan jumlah bintil akar .
Aplikasi FMA efektif meningkatkan jumlah bintil akar kedelai. FMA berperan
langsung membantu akar dalam meningkatkan penyerapan air melalui pori-pori tanah pada
saat tanaman mengalami kesulitan dalam mengabsorpsi air (Setiadi, 2001). Respon utama
dengan inokulasi mikoriza adalah pada akar tanaman. Infeksi jamur mikoriza dapat
13
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
meningkatkan panjang akar dan sistem perakaran tanaman tersebut dengan adanya hifa
mikoriza. Perkembangan kehidupan mikoriza berlangsung di dalam jaringan akar tanaman
inang dimana telah lebih dahului dengan proses infeksi pada akar (Prihastuti, 2007).
Ketersediaan P sangat mempengaruhi perkembangan bintil akar dimana bintil akar akan
mensuplai nitrogen bagi tanaman inang yang akan merangsang pertumbuhannya
(Simanjuntak, 2005)
Selanjutnya pengaruh dosis aplikasi FMA terhadap produktivitas kedelai dalam hal
ini menurut Mariani (2015) yang diambil ialah berat biji kedelai serta biomassa kering dari
tanaman kedelai. Berat biji kedelai memberikan pengaruh yang negative dengan dosis
aplikasi inokulan FMA di atas dosis optimum (350 kg/ha). Hal ini menunjukkan bahwa
aplikasi inokulan merk Tecnofert tidak efektif untuk meningkatkan berat biji kedelai. Hal
tersebut dapat saja dikarenakan jumlah populasi FMA yang sangat tinggi sehingga menyerap
karbohidrat yang dihasilkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya sehingga tidak sebanding
dengan laju produktivitas kedelai sehingga hasil berat biji kedelai mengalami penurunan.
Namun hal sebaliknya terjadi peningkatan terhadap hasil biomassa kering pada
tanaman kedelai juga terlihat dengan aplikasi FMA (Mariani, 2015). Hal ini dapat
ditunjukkan oleh hasil biomassa kering. Efektivitas FMA dalam memicu pertumbuhan dan
biomassa kering tanaman kedelai dapat disebabkan oleh kemampuan dari akar tanaman
kedelai untuk memanfaatkan air secara efisien dan hal tersebut terlihat dari pertumbuhan fase
vegetative yang sangat baik dengan peningkatan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah
bintil akar kedelai.
Penggunaan biokompos dengan menggunakan jerami padi dan seresah daun tanaman
hasil fermentasi dari jamur Trichoderma koningii isolat ENDO-02 dan Trichoderma
harzianum isolate SAPRO-07 ternyata dapat meningkatkan jumlah polong isi serta memacu
waktu pembungaan yang lebih cepat pada tanaman kedelai. Hal tersebut diduga adanya
subtansi kimia atau hormon pada jamur saprofit Trichoderma spp dimana subtansi tersebut
didifusikan ke dalam jaringan tanaman kedelai yang dapat memacu pembungaan (Sudantha,
2011). Bertham (2002) melaporkan bahwa penggunaan kompos jerami padi hasil
dekomposisi Gliocladium sp dan pemberian P secara bersamaan dapat meningkatkan bobobt
kering akar, bobot kering bagian atas tanaman, jumlah polong total, bobot biji tanaman dan
14
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
serapan P biji. Penambahan kompos sebagai masukan organic tanah sama halnya dengan
penambahan fraksi fosfor organic yang juga merupakan salah satu fraksi fosfor yang akan
diserap oleh tanaman. Peningkatan kandungan asam humat dan asam fulvat akan dapat
meningkatkan jumlah muatan pada proses pertukaran sehingga memungkinkan pertukaran
hara akan lebih baik, dan akan berpengaruh langsung meningkatan perkembangan akar dan
bahan kering tanaman (Moris, 1984).
2.2. Peran Fungi Mikoriza Arbuskular dan biokompos serta bioaktivator terhadap
serangan patogen pada tanaman kedelai
Waktu pengaplikasian mikoriza pada saat pembibitan lebih efektif untuk melindungi
dan menghindari serangan pathogen tular tanah karena pada saat pembibitan mikoriza akan
menginfeksi jaringan akar yang relative muda sehingga bibit yang akan diaklimatisasi ke
lapangan telah terlindungi dan terhindar dari serangan pathogen (Sasli, 2004)
Aplikasi biokompos (hasil fermentasi dari jamur Trichoderma koningii isolat ENDO-
02 dan Trichoderma harzianum isolate SAPRO-07) berpengaruh terhadap masa inkubasi
penyakit layu Fusarium dan intensitas penyakit layu Fusarium pada tanaman kedelai.
Aplikasi biokompos tersebut mampu meningkatkan ketahanan terinduksi terhadap penyakit
layu Fusarium (Sudantha, 2011).
Aplikasi biokompos dari bahan jerami padi dan seresah daun tanaman yang
difermentasi dengan jamur Trichoderma koningii isolate ENDO-02 dan Trichoderma
harzianum isolate SAPRO-07 ternyata dapat mencegah tanaman kedelai terinfeksi oleh
jamur Fusarium, dengan kata lain mampu meningkatkan ketahanan terinduksi terhadap
penyaki layu Fusarium. Menurut Abadi (2003) mengatakan ketahanan terinduksi dapat
terjadi karena tanaman telah terinfeksi mikroorganisme lain sebelumnya, baik dari jenis yang
sama ataupun jenis yang berbeda. Sudantha (2007) melaporkan bahwa uji invitro di
laboratorium dengan menggunakan jamur Trichoderma koningii isolate ENDO-02 dan
Trichoderma harzianum isolate SAPRO-07 dengan cara metode oposisi langsung dan uji uap
biakan, menunjukkan hasil bahwa kedua isolate jamur tersebut menghambat pertumbuhan
Fusarium oxysporum. Hal tersebut dikarenakan adanya kompetisi dalam hal ruang dan
bersifat mikoparasit selain itu adanya senyawa antibiosis yang didifusikan ke cawan petri.
15
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Jamur saprofit T. harzianum isolat SAPRO-07 dan jamur T. koningii isolat SAPRO-
02 diformulasi dalam bentuk bioaktivator (Sudantha, 2010) dan telah didaftarkan ke Kantor
Paten Ditjen HKI Kemenkumham RI pada tahun 2013 dengan No. Pendaftaran
P00201100717 dan telah diumumkan di Kantor Paten. Demikian pula telah dikembangkan
penggunaan kedua jamur antagonis ini sebagai pengurai dalam pembuatan biokompos
(Sudantha, 2010). Sudantha dan Abadi (2006) melaporkan bahwa Jamur Endofit
Trichoderma spp. Isolat lokal NTB yang diinokulasikan kedalam biokompos efektif
menekan jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae penyebab penyakit busuk batang pada
bibit vanili. Lebih lanjut Multazam dan Sudantha (2010) mengatakan bahwa kompos yang
diaplikasikan pada tanaman jagung di lahan kering dengan pengairan sistem irigasi sprinkel
big gun dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung. Sudantha dan Abadi (1991)
mengatakan bahwa penggunaan kompos dan jamur antagonis dapat menekan serangan jamur
Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici penyebab penyakit layu dan dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tomat. Lebih lanjut Sudantha, Kusnarta dan Sudana (2011)
mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp. saprofit yang digunakan dalam pembuatan
kompos dan diaplikasikan pada tanaman pisang dapat menghambat terjadinya penyakit layu
yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f. sp. Cubense. Sudantha dan Abadi (2006)
juga melaporkan bahwa jamur endoffit Trichoderma spp. isolat lokal NTB efektif
mengendalikan jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada tanaman vanili.
Jayadi dan Sudantha (2011) mengatakan bahwa kompos hasil fermentasi jamur
endofit dan saprofit Trichoderma spp. dapat meningkatkan ketahanan terinduksi beberapa
varietas pisang terhadap penyakit layu Fusarium. Multazam dan Sudantha (2010)
mengatakan bahwa kompos yang diaplikasikan pada tanaman jagung di lahan kering dengan
pengairan sistem irigasi sprinkel big gun dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung.
Sudantha dan Abadi (1991) mengatakan bahwa penggunaan kompos dan jamur antagonis
dapat menekan serangan jamur Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici penyebab penyakit
layu dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tomat. Sudantha (2010a) jamur saprofit
dan endofit Trichoderma spp. berpotensi digunakan dikembangkan dalam pertanian organik.
Sudantha (2010) mengatakan bahwa selain digunakan sebagai decomposer jamur
Trichoderma spp. dapat digunakan sebagai bahan aktif biofungisida. Lebih lanjut Sudantha
16
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
(2012} mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp. selain untuk pembuatan biokompos
dapat juga digunakan untuk pembuatan bioaktivator dengan teknologi fermentasi. Sudantha
(2014) mengatakann bahwa biokompos, biofungisida dan bioaktivator selain untuk menekan
penyakit pathogen tular tanah dapat juga untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan
hasil tanaman. Sudirman dan Sudantha (2013) mengatakan bahwa jamur Trichoderma
harzianum dapat digunakan untuk fermentasi MOL gula aren dan daun legundi untuk
pengendalian jamur Sclerotium rolfsii dan ulat Spodoptera pada tanaman kedelai.
Sudanthan dan Suwardji (2015) mengatakan bahwa penggunaan biokompos yang
disertai bioaktivator formulasi granula yang difermatasi dengan jamur Trichoderma spp.
dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil kedelai di Lahan Kering. Sudantha dan
Suwardji (2016) menjelaskan bahwa penggunaan biokompos dan bioaktivator yang
difermatasi dengan jamur jamur Trichoderma spp. juga dapat memacu pertumbuhan dan
meningkatkan hasil bawang merah. Sudantha dan Suwardji (20170 mengatakan bahwa
penerapan pupuk organik berupa biokompos hasil fermentasi jamur Trichoderma spp.
bersama petani di Desa Montong Are Kecamatan Kediri Lombok Barat secara nyata dapat
meningkatkan hasil jagung hingga mencapai 8 ton/ha.
Bioaktivator yang merupakan inokulan unggul lokal NTB (jamur saprofit T. harzainum isolat
SAPRO-07 dan jamur endofit T. polysporum isolat ENDO-04) sebagai pemacu pertumbuhan dan
pembungaan berbagai tanaman (Sudantha, 2010a). Sudantha (2010b) melaporkan bahwa percobaan
di rumah kaca aplikasi jamur T. koningii isolat ENDO-02 dan T. polysporum isolat ENDO-04 lebih
memacu pertumbuhan tinggi tanaman kedelai, sedang jamur T. harzianum isolat SAPRO-07 dan T.
hamtum isolat SAPRO-09 lebih memacu keluarnya bunga lebih awal, menambah polong isi dan bobot
biji kering kedelai per tanaman. Lebih lanjut penggunaan bioaktivator yang mengandung jamur
saprofit T. harzianum isolat SAPRO-07 dan jamur endofit T. koningii isolat ENDO-02 telah terbukti
efektif mengendalikan penyakit layu Fusarium pada tanaman vanili (Sudantha, 2010), penyakit layu
Fusarium pada tanaman kedelai (Sudantha 2011), penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang
(Sudantha 2009), penyakit layu Fusarium pada tanaman jagung (Sudantha dan Suwardji, 2013),
penyakit layu Fusarium pada tanaman kedelai (Sudantha dan Suwardji, 2014) dan penyakit layu
Fusarium pada tanaman bawang merah (Sudantha, 2015). Sudantha, Suwardji dan Suwardji (2016)
melaporkan bahwa pada percobaan di rumah kaca penggunaan bioaktivator yang mengandung jamur
T. harzianum isolat Sapro-07 dan T. koningii isolat Endo-02 sebanyak 15 g/pot efektif mengendalikan
jamur F. oxysporum f.sp. cepae pada tanaman bawang merah mencapai 42,26%. Sedangkan
17
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
penggunaan bioaktivator sebanyak 10 g/pot mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil
tanaman bawang merah.
Jamur saprofit T. harzainum isolat SAPRO-07 dan jamur endofit T. polysporum isolat
ENDO-04 yang digunakan untuk fermentasi bioaktivator dapat berkolonisasi dengan baik dalam
bioaktivator formulasi granula yang kemudian diberikan ke dalam tanah. Pada penelitian ini
ditemukan populasi jamur Trichoderma spp. dalam bioaktivator adalah 20,0 x 106 propagul/g bahan
dan di daerah perakaaran tanaman kedelai 15,0 x 106 propagul/g tanah. Hal ini berarti bioaktivator
dengan bahan dasar daun kopi dengan tanah liat/clay merupkan host yang baik untuk jamur
Trichoderma spp. Substrat daun kopi dan tanah liat yang digunakan mengandung bahan organik yang
berperan sebagai stater untuk pembiakan massal kedua jamur ini di dalam tanah. Menurut Sudantha
(2010b) bahwa peran jamur endofit T. polysporum isolat ENDO-04 di dalam jaringan tanaman
kedelai menstimulir etilen dapat memacu pemanjangan sel sehingga bertambahnya tinggi tanaman,
sedangkan jamur saprofit T. harzainum isolat SAPRO-07 di rhizosfer atau daerah perakaran tanaman
kedelai mengeluarkan etilen yang didifusikan ke tubuh tanaman melalui silem yang berperan memacu
pertumbuhan generatif.
Peran jamur endofit dan saprofit Trichoderma spp. dalam memacu pertumbuhan vegetatif
dan generatif tanaman pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti terdahulu. Windham et al. (1986)
melaporkan bahwa jamur T. harzianum dapat meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan
tanaman. Tronsmo dan Dennis (1977 dalam Cook dan Baker, 1983) melaporkan bahwa
penyemprotan konidia jamur T. viride dan T. koningii untuk melindungi tanaman strawberi dari
penyakit busuk ternyata dapat memacu pembungaan lebih awal. Salisbury dan Ross (1995)
mengatakan bahwa dari empat macam auxin yaitu geberelin, sitokinin, asam absisat dan etilen, diduga
etilen merupakan hormon yang dihasilkan oleh jamur Trichoderma spp. yang dapat memacu
pembungaan pada tanaman. Lebih lanjut Salisbury dan Ross (1995) mengungkapkan bahwa
beberapa jenis jamur yang hidup di tanah dapat menghasilkan etilen. Diduga etilen yang dilepaskan
oleh jamur tersebut membantu mendorong perkecambahan biji, mengendalikan pertumbuhan
kecambah, memperlambat serangan organisme patogen tular tanah, dan memacu pembentukan
bunga. Pada tumbuhan berbiji semua bagian tumbuhan menghasilkan etilen, baik pada akar, batang,
daun dan bunga. Etilen merupakan hormon yang mudah menguap sehingga mudah berpindah dari
satu organ tanaman ke organ lainnya. Pengaruh etilen dalam jaringan dapat meningkatkan sintesis
enzim, jenis enzimnya bergantung pada jaringan sasaran. Saat etilen memacu gugur daun, sellulase
dan enzim pengurai dinding sel lainnya muncul di lapisan absisi. Jika sel terluka, fenilalanin
amonialiase muncul, enzim ini penting dalam pembentukan senyawa fenol yang berperan dalam
18
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
pemulihan luka. Jika jamur patogenik tertentu menyerang sel, etilen menginduksi tanaman untuk
membentuk dua macam enzim yang menguraikan dinding sel jamur tersebut, yaitu β-(1,3) glucanase
dan chitinase (Boller, 1988 dalam Salisbury dan Ross, 1995).
Sudantha dan Abadi (1991) mengatakan bahwa penggunaan kompos dan jamur antagonis
sebagai biofungisida dan bioaktivator dapat menekan serangan jamur Fusarium oxysporum f. sp.
lycopersici penyebab penyakit layu dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tomat. Sudantha
(1994) mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp. dapat digunakan sebagai bahan biofungisida
untuk pengendalian penyakit layu Sclerotium dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
kedelai. Sudantha (1996) mengatakan bahwa jamur Trichoderma harzianum sebagai fungisida
mikroba dan bioaktivator berperan dalam pengendalian patogen tular tanah pada tanaman kedelai
pada kondisi lapang. Sudantha (1997) mengatakan bahwa jamur Trichoderma harzianum sebagai
biofungisida dapat mengendalikan patogen tular tanah pada tanaman tomat. Sudantha, (1998)
mengatakan bahwa uji multilokasi penggunaan biofungisida “BIOTRIC” (bahan aktif jamur
Trichoderma harzianum) untuk pengendalian Jamur Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai di lahan
Sawah dan Lahan Kering Nusa Tenggara Barat. Sudantha (1999) mengungkapkan bahwa jamur
Trichoderma harzianum Sebagai Biofungisida Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada
Tanaman Kedelai dan Tanaman Semusim Lainnya di NTB.
Sudantha dan Abadi (2011) mengungkapkan bahwa beberapa jenis jamur endofit
Trichoderma spp. isolat lokal NTB sebagai biofingisida dan bioaktivator efektif mengendalikan
jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae penyebab penyakit busuk batang pada bibit vanili dan
memacu pemanjangan sulur. Sudantha dan Abadi (2006) mengatakan bahwa beberapa jenis jamur
endofit Trichoderma spp. isolat lokal NTB terhadap Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae
penyebab penyakit busuk batang pada bibit vanili. Sudantha (2007) menerangkan bahwa jamur
endofit dan saprofit antagonistik Trichoderma spp. sebagai agens pengendali hayati jamur
Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada tanaman vanili di Pulau Lombok NTB. Sudantha,
Hadiastono, Abadi dan Djuhari (2007) menambahkan bahwa jamur Trichoderma spp. dapat saling
bersinergis dalam mengendalikan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae dan meningkatkan ketahanan
terinduksi terhadap penyakit layu. Lebih lanjut Sudantha (2009a) mengatakan bahwa jamur endofit
dan saprofit antagonis Trichoderma spp. dapat sebagai agens pengendali hayati patogen tular tanah
untuk meningkatkan kesehatan dan hasil tanaman.
Sudantha (2009b) mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp. (Isolat ENDO-02 dan 04 serta
SAPRO-07 dan 09) dapat digunakan sebagai biofungisida, dekomposer dan bioaktivator untuk
memacu pertumbuhan dan pembungaan tanaman vanili dan pada tanaman hortikultura dan pangan
19
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
lainnya. Lebih lanjut Sudantha (2009c) mengatakan bahwa jamur saprofit Trichoderma spp. efektif
untuk untuk pengendalian jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada tanaman vanili. Sudantha
(2009d) mengatakan bahwa beberapa isolat jamur Trichoderma spp. endofit antagonistik dapat
meningkatkan ketahanan terinduksi beberapa klon vanili terhadap penyakit busuk batang.
Sudantha dan Suwardji (2015a) mengatakan bahwa penggunaan biokompos dan bioaktivator
formulasi granula yang mengandung bahan aktif jamur Trichoderma spp. dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil kedelai di lahan kering. Lebih lanjut Sudantha dan Suwardji (2015b)
mengungkapkan bahwa pemberian beberapa formulasi bioaktivator dari bahan dasar jamur antagonis
Trichoderma Harzianum isolat Sapro-07 dan Trichoderma Polysporom isolat Endo-04 dapat
memacu pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai. Sudantha dan Suwardji. (2016)
mengatakan bahwa penggunaan biokompos dan bioaktivator yang difermentasi dengan jamur
Trichoderma spp. dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah. Selanjutnya Sudantha
dan Suwardji (2017) bahwa aplikasi pupuk organik pada tanaman jagung dapat meningkatkan hasil
di lahan kering.
BAB IV. PENUTUP
KESIMPULAN
Penggunaan Mikoriza, Biokompos serta Bioaktivator pada tanaman kedelai secara
terpisah dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai yang dapat
dilihat dari penambahan jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah bintil akar serta berat
berangkasan kering tanaman. Peningkatan pertumbuhan dan perkembangan yang baik akan
menghasilkan peningkatan produktivitas hasil tanaman kedelai selain itu, pengaplikasian
mikoriza pada akar tanaman dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen
khususnya patogen tular tanah.
SARAN
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang penggunaan Mikoriza, Biokompos serta
Bioaktivator yang diaplikasikan secara bersamaan untuk mengetahui pengaruhnya pada
pertumbuhan dan kesehatan tanaman kedelai
20
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan I Edisi Pertama. Bayumedia Publishing dan
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang Jawa Timur-Indonesia. 137 hal.
Adiningsih, J.S., S. Rochayati, D. Setyorini dan M. Sudjadi. 1993. Efisiensi penggunaan
pupuk pada lahan sawah. Pages 14-22 in Risalah Hasil Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Puslitnak, Bogor.
Adisarwanto, T, 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Jakarta : Penebar Swadaya
Apriani, A. 2010. Uji Efektivitas Technofert dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan
Perkembangan Hasil Beberapa Varietas Kedelai. Universitas Mataram. Mataram.
Apriani, A. 2012. Topik Khusus Potensi Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskular pada
Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril). Program PascaSarjana Universitas
mataram, Mataram.
Apzani, W.; I. M. Sudantha; M. T. Fauzi. 2014. Aplikasi Biokompos Stimulator Trichoderma
spp. dan Biochar Tempurung Kelapa Untuk Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea
mays L.) di Lahan Kering. Jurnal Agroteknologi, 2015 - jurnal.unej.ac.id
Aryany, N., 2011. Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Daya Hasil dan Berangkasan
Segar Beberapa Varietas Jagung. Tesis Mahasiswa Program Magister Pengelolaan
Sumber Daya Lahan Kering Program Pascasarjana Universitas Mataram, Mataram
Arsyad dan Syam, 1998. Kedelai Sumber Pertumbuhan Produksi dan Teknik Budidaya Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 30 hal. Akses 13 Maret 2013
Alderman, J.M., Morton. 1986. Invectivity of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi
influence host soil diluents combination on MPN estimates and percentage
colonization. Soil Biolchen. 8(1): 77-83
Bertham, Rr. Y.H. 2002. Respon tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) terhadap
pemupukan fosfor dan kompos jerami pada tanah ultisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
Indonesia. Vol 4. No. 2, 2002. Hlm 78-83
Hapsoh, 2003. Kompatibilitas MVA dan beberapa Genotipe Kedelai pada berbagai Tingkat
Cekaman Kekeringan Tanah Ultisol. Tanggap Morfofisiologi dan hasil (Disertasi).
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Hayman, D.S., 1983. The physiology of vesicular-arbuscular endomycorrhizal symbiosis.
J.Bot. 61:944-963
21
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Hsieh, S.C and C.F Hsieh. 1990. The use organic matter in crop production. Paper presented
at seminar on the use of Organic Fertilizer in Crop Production, Suweon, South Korea,
18- 24 Jun 1990.
Jannah, H. 2011. Respon Tanaman Kedelai Terhadap Asosiasi Fungi Mikoriza Arbuskular
di lahan kering. Ganec Swara V0. 5 No. 2 September 2011. Hlm 28-31.
Jayadi, I. dan I. M. Sudantha (2011). Potensi Trichoderma spp. Sebagai Bahan Aktif
Pembuatan Biofungisida Untuk Pengendalian Jamur F. oxysporum f. sp. cubense
Pada Tanaman Pisang. Topik Khusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram. Mataram. 26 hal.
Litbang Pertanian, 2009. Potensi dan Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Kedelai di
Indonesia. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/ Akses 13 Desember 2012
Muhtajali, 2009. Efektivitas jamur Saprofit Trichoderma harzianum dan Fungi Mikoriza
Arbuskular dalam Menekan Serangan Jamur Sclerotium rolfsii dan Pengaruhnya
terhadap Pertumbuhan Kedelai (Glycine max L. Merril). Universitas
Moris, N. 1984. The effects of humic subtances and micronutrients on plant growth. Pages
209-219 in Proc. Of the Int. Conf. on Soils and Nutrition of Perenial Crops, Kuala
Lumpur 13-15 Aug, 1984. Malaysian Soil Sci. Soc.
Onggo, T.M. 2001. Aplikasi bioaktivator dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil
berbagai sayuran. repository.unpad.ac.id.Aplikasi_bioaktivator1.pdf. Accessed April
2017.
Pujiyanto, 2001. Pemanfaatan Jasad Mikoriza dan Bakteri dalam Sistem Pertanian
Berkelanjutan di Indonesia. Tinjauan dari Perspektif Falsafah Sains.
http://www.Hayati.IPB.com/user/rudyet/Indiv2001/Pujiyanto.htm diakses 18
Desember 2004
Ponnamperuna, F.N. 1982. Straw as source of nutrients for wetland rice. Pages 117-136 in
Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Philippines.
Prihastuti, 2007. Isolasi dan Karakteristik Mikoriza Vesikuler-Arbuskular di Lahan Kering
Masam, Lampung Tengah. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-
Umbian (99-106), 2007. Jalan Raya Kendalpayak, kotak Pos 66, Malang.
Simanjuntak, D. 2005. Peranan Trichoderma, Mikoriza dan Fosfat dapat terhadap tanaman
kedelai pada tanah sangat masam (Humitropets). Diakses melalui:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15533/1/kptdes 2005-%20(5).pdf
22
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Sanuriza, I I.; I.M. Sudantha; Fauzi, M.T. 2016. Aplikasi Biokompos dengan Beberapa
Suplemen dan Biochar Hasil Fermentasi Jamur Trichoderma spp. Untuk Memacu
Pertumbuhan Kedelai di Lahan Kering. Biowallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi, 2
(1). PP. 6-12. ISSN: 2442-2622 (http://eprints.unram.ac.id/4533/)
Senesi, N. 1989. Composted materials as organic fertilizer. The Sci. total Environm. 81/82 :
521-542
Setiadi, Y. 2000. Pemanfaatan mikroorganisme dalam kehutanan. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, IPB.
Solihah, Z.; I M. Sudantha; Fauzi, M.T. (2016). Utilization of Biomol and Tea Compost
Solution Fermented by The Fungus Trichoderma spp. on The Growth of Soybean
(Glycine max (L.) Merr.) in Dry Land. Jurnal simbiosis, IV (2). Pp. 46-49. ISSN 2337-
7224 (http://eprints.unram.ac.id/4531/)
Suciatmih, 1996. Bagaimana jamur Mikoriza Vesikular-Arbuskular nmeningkatkan
ketersediaan dan pengambilan Fosfor (P). Warta Biotek, tahun X, No 4. Hlm 4-7.
Sudantha, I. M. dan A. L. Abadi. 1991. Penggunaan Kompos dan Jamur Antagonis untuk
Menekan Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici (Sacc) Snya Hans penyebab
penyakit layu pada tomat. Tesis S2 UGM.
Sudantha, I. M. 1994. Potensi beberapa jamur antagonistik sebagai biofungisida untuk
pengendalian penyakit layu Sclerotium pada tanaman kedelai. Laporan Penelitian
Didanai Proyek ARMP Deptan. Fakultas Pertanian UNRAM, Mataram, 35 hal.
Sudantha, I. M. 1996. Pemanfaatan jamur Trichoderma harzianum sebagai fungisida
mikroba untuk pengendalian patogen tular tanah pada tanaman kedelai di Nusa
Tenggara Barat. Laporan Penelitian Hibah Bersaing.
Sudantha, I. M. 1997. Pemanfaatan Jamur Trichoderma harzianum Sebagai Biofungisida
Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai dan Tanaman
Semusim Lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Fakultas Pertanian
Universitas Mataram, Direktorat Pembinaan Penelitian dan pengabdian Pada
Masyarakat Dirjen Dikti.
Sudantha, I. M. 1998. Uji Multilokasi Penggunaan Biofungisida “BIOTRIC” (bahan aktif
jamur Trichoderma harzianum) Untuk Pengendalian Jamur Tular Tanah Pada
Tanaman Kedelai di lahan Sawah dan Lahan Kering Nusa Tenggara Barat. Jurnal
Penelitian Universitas Mataram Edisi A (IPA) Vol. I (17): 70 - 80.
23
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Sudantha, I. M. 1999. Pemanfaatan Jamur Trichoderma harzianum Sebagai Biofungisida
Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai dan Tanaman
Semusim Lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Fakultas Pertanian
Universitas Mataram.
Sudantha, I. M. 2007. Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik
sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada
Tanaman Vanili di Pulau Lombok NTB. Disertasi Program Doktor Ilmu Pertanian
Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Sudantha, I. M. 2009. Aplikasi Jamur Trichoderma spp. (Isolat ENDO-02 dan 04 serta
SAPRO-07 dan 09) sebagai Biofungisida, Dekomposer dan Bioaktivator
Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Vanili dan Pengembangannya pada
Tanaman Hortikultura dan Pangan lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah
Kompetensi DP2M Dikti, Mataram.
Sudantha, I. M. 2009. Uji aplikasi beberapa jenis biokompos (hasil fermentasi jamur T.
koningii isolate ENDO-02 dan T. harzianum isolate SAPRO-7) pada dua varietas
kedelai terhadap penyakit layu Fusarium dan hasil kedelai. Agroteksos Vol. 21 No. I.
April 2011. Hlm 39-46
Sudantha, I. M. dan A. L. Abadi. 2006. Biodiversitas Jamur endofit Pada Vanili (Vanilla
planifolia Andrews) dan Potensinya Untuk Meningkatkan Ketahanan Vanili
Terhadap Penyakit Busuk Batang. Laporan Kemajuan Penelitian Fundamenatal
DP3M DIKTI. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram 107 hal.
Sudantha, I. M. 2007. Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik
Sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae Pada
Tanaman Vanili di Pulau Lombok NTB. Disertasi Program Pascasarjana Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya Malang. 259 hal.
Sudantha, I. M. dan A. L. Abadi. 2007. Identifikasi Jamur Endofit dan Mekanisme
Antagonismenya terhadap Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada Tanaman
Vanili. Agroteksos, 17 (1). PP. 23-38. (http://eprints.unram.ac.id/4637/)
Sudantha, I. M.; T. Hadiastono; A. L. Abadi: S. Djuhari. 2007. Uji Sinergisme Jamur Endofit
dan Saprofit Antagonistik dalam Meningkatkan Ketahanan Induksi Bibit Vanili
terhadap Penyakit Busuk Batang. Jurnal Agrivita Fakultas Pertanian UB. Malang.
Vol 29 No. 2. 106-115.
Sudantha, I. M. 2009. Pemanfaatan Jamur Endofit Dan Saprofit Antagonis Sebagai Agens
Pengendali Hayati Patogen Tular Tanah Untuk Meningkatkan Kesehatan Dan Hasil
Tanaman. Pengukuhan sebagai Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
24
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Sudantha. I. M. 2009. Aplikasi Jamur Trichoderma spp. (Isolat ENDO-02 dan 04 serta
SAPRO-07 dan 09) sebagai Biofungisida, Dekomposer dan Bioaktivator
Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Vanili dan Pengembangannya pada
Tanaman Hortikultura dan Pangan Lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah
Kompetensi DP2M Dikti, Mataram.
Sudantha, I. M. 2009. Karakterisasi Jamur Saprofit dan Potensinya untuk Pengendalian
Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada Tanaman Vanili. Agroteksos, 19 (3).
PP. 89-100. ISSN 0852-8286 (http://eprints.unram.ac.id/4638/)
Sudantha, I. M. (2009). Uji Efektivitas Beberapa Isolat Jamur Endofit Antagonistik dalam
Meningkatkan Ketahanan Terinduksi Beberapa Klon Vanili terhadap Penyakit Busuk
Batang. Agroteksos, 19 (1-2). PP. 18-28. ISSN 0852-8286
(http://eprints.unram.ac.id/4641/
Sudantha, I. M. 2009. Pemanfaatan Jamur Endofit Dan Saprofit Antagonis Sebagai Agens
Pengendali Hayati Patogen Tular Tanah Untuk Meningkatkan Kesehatan Dan Hasil
Tanaman. Pidato Ilmiah Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Pertanian.
Universitas Mataram, Mataram. 46 hal.
Sudantha, I. M. 2010. Makalah Seminar Regional Potensi Pengembangan Pertanian Organik
sebagai salah Satu Model Pertanian Berkelanjutan. Program Magister Pengelolaan
Sumberdaya Lahan Kering. Program Pascasarjana Universitas Mataram. Mataram.
Sudantha. I. M. 2010. Buku Teknologi Tepat Guna: Penerapan Biofungisida dan Biokompos
pada Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram.
Sudantha, I. M. (2010). Pengujian Beberpa Jenis Jamur Endofit dan Saprofit Trichoderma
spp. terhadap Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Kedelai. Agroteksos, 20 (2-
3). Pp. 90-102. Issn 0852-8286 (http://eprints.unram.ac.id/4639/)
Sudantha, I.M. 2011. Makalah Seminar Regional Potensi Pengembangan Pertanian Organik
Sebagai Salah Satu Model Pertanian Terpadu Berkelanjutan. Fakultas Pertanian
Universitas Mataram. Mataram.
Sudantha, I. M. 2012. Pemanfaatan Jamur Endofit Dan Saprofit Antagonis Untuk
Biofungisida, Bioaktivator Dan Biodekomposer Dengan Teknologi Fermentasi.
Working Paper. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Unram, Mataram. 21
hal.
Sudantha, I. M. 2014. Buku Patogen Tumbuhan Tular Tanah dan Pengendaliannya.
Percetakan Arga Puji Press. Mataram. ISBN: 978-979-1025-56-0. 250 hal.
25
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Sudantha, I. M. 2015. Kiat Mendapatkan Vanili Bebas Penyakit Busuk Batang Menggunakan
Jamur Endofit Antagonis. Percetakan Arga Puji Press. Mataram. ISBN: 978-979-
1025-55-3. 128 hal.
Sudantha, I. M. and Suwardji. 2015. The Use of Biocompost and Bioactivator in A Granule
Formulation Containing THE USE OF Trichoderma spp. to Enhance Growth and
Yield of Soybean in Tropopsamnet of North Lombok. In: International Seminar on the
Tropical Natural Resources 2015, 10-13 June 2015, Mataram.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2015. Pengaruh Pemberian Beberapa Formulasi Bioaktivator
Dari Bahan Dasar Jamur Antagonis Trichoderma Harzianum Isolat Sapro-07 Dan
Trichoderma Polysporom Isolat Endo-04 Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Beberapa Varietas Kedelai. In: Seminar Nasional Biologi Wallacea FMIPA
UNRAM, 19 Agustus 2015, Mataram. 13 hal.
Sudantha, I. M. and Suwardji. 2016. Growth and Yield of Onion (Allium Cepa Var.
Ascalonicum) as CA Result of Addition of Biocompost and Boactivity Fermented with
Trichoderma spp. In: The 1st International Conference on Science and Technology
(ICST) 2016, 1-2 Desember 2016, Universitas Mataram.
Sudantha, I. M.; M. T. Fauzi; Suwardji. 2016. Uji aplikasi fungi mikoriza arbuskular (fma)
dan dosis bioaktivator (mengandung jamur Trichoderma spp.) Dalam
mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah (Allium
ascalonicum L.). In: Pengembangan Pertanian Berkelanjutan yang Adaptif terhadap
Perubahan Iklim Menuju Ketahanan Pangan dan Energi, 12 November 2016,
Universitas Mataram. 700 – 707.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2016. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai
terhadap pemberian biochar dan berbagai dosis bioaktivator yang difermentasi
dengan jamur trichoderma spp. di lahan kering. Seminar Nasional Pengelolaan dan
Peningkatan Kualitas Lahan Sub-Optimal Untuk Mendukung Terwujudnya
Ketahanan dan Kedaulatan Pangan Nasional Universitas Panca Bhakti Pontianak, 2–
3 Mei 2015. 8 hal.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2017. Produksi Pupuk Organik Dan Pemanfaatannya Untuk
Peningkatan Hasil Jagung Di Lahan Kering. In: Seminar Nasional Hasil Program
PPM Mono Tahun Pelaksanaan 2016 Diselenggarakan oleh Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti RI, 28 Juli 2017, Denpasar Bali. 23 hal.
Sudirman, dan I. M. Sudantha. 2013. Pemanfaatan MOL gula aren dan ekstrak daun legundi
yang mengandung jamur trichoderma harzianum untuk mengendalikan jamur
sclerotium rolfsii dan ulat spodoptera pada tanaman kedelai.. Working Paper.
Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering, Mataram. 23 hal.
26
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017
Sukartono and I. M. Sudantha. 2016. Agronomic Response of Soybeans and Soil Fertility
Status under Application of Biocompost and Biochar on Entisols Lombok, Eastern
Indonesia. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food
Technology (IOSR-JESTFT), 10 (11). pp. 6-11. ISSN e-ISSN: 2319-2402,p- ISSN:
2319-2399 (http://eprints.unram.ac.id/4496/).
Sukmawati, 2011. Respon Tanaman Kedelai terhadap Pemberian Pupuk Organik dan
Inokulasi Mikoriza di Tanah Pasiran. Universitas Mataram, Mataram.
Suprapto, I. M. 1991. Bertanam Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya
Suprapto, 2001. Bertanam Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya
Sullivan, P. 2001. Alternative soil amendements. ATTRA-National sustainable agriculture
information service. http://www.atrra.org/attra-pub/PDF/altsoil.pdf Accessed April
2001
Talanca, A.H., Soenartiningsih, S. Rahamma, dan W. Wakman. 2001. Penggunaan Jamur
mikoriza Vesicular-Arbuscular (MVA) untuk pengendalian penyakit Hawar Upih
daun Jagung (Rhizoctonia solani). Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Badan
Litbang Pertanian. Vol. 5. Hlm. 47-52
Talanca, A.H., dan A.M. Adnan. 2005. Mikoriza dan manfaatnya pada tanaman. Prosiding
Perhimpunan Entomologi dan Fitopatologi Indonesia. Hlm. 311-315
Talanca, A.H. 2010. Status Cendawan Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA) pada
Tanaman. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Hlm. 353-357.
Universitas Gadjah Mada, 2013. Kompos jerami padi mampu tingkatkan unsur hara
tanaman. https://ugm.ac.id/id/berita/4814-kompos.jerami.padi. mampu.tingkatkan.
unsur.hara.tanaman
Yusrinawati, I. M. Sudantha, W. Astiko. 2017. The Effort of Increasing Growth And Harvest
of Local Variety Red Onion With Applications of Some Dose of Indigenous
Mycorrhizal And Bioactivator Trichoderma Spp. in Dry Land. IOSR Journal of
Agriculture and Veterinary Science (IOSR-JAVS). 10 (9). pp. 42-49. ISSN e-ISSN:
2319-2380, p-ISSN: 2319-2372.