Upload
rahardi-febryanto
View
186
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 1/7
Glukokortikoid
Glukokortikoid (kortikosteroid) merupakan agen hormonal pertama yang diketahui
memiliki sifat limfolitik. Apapun glukokortikoid yang diberikan akan menurunkan ukuran
serta kandungan limfoid pada kelenjar getah bening dan limpa, meskipun glukokortikoid
tidak memiliki efek toksik pada sel punca mieloid atau eritroid yang sedang berpoliferasi
dalam sumsum.
Glukokortikoid dianggap menggangu siklus sel dari sel limfoid yang terakrivasi.
Perincian mekanisme kerja glukokortikoid. Glukokortikoid cukup bersifat sitotoksik pada
beberapa subset sel T tertentu, tapi efek imunologiknya mungkin disebabkan oleh
kemampuannya memodifikasi fdungsi selular ketimbang sitotoksitas langsung. Meskipun
imunitas selular lebih terpengaruh dari pada imunitas humoral, respons antibodi primer dapat
menghilang, dan dengan penggunaan secara terus-menerus, respons antibodi yang
sebelumnya sudah baik juga ikut menurun. Selain itu, pemberian kortikosteroid secara terus-
menerus meningkat laju kataboilk fraksional IgG, suatu kelas utama antibodi
imunologlobulin, sehingga menurunkan kadar efektif antibodi tertentu. Sebagai contoh,
hipersensitivitas kontak yang di perantarai oelh sel T DTH biasanya diredakan oleh terapi
glukokortikoid.
Glukokortikoid digunakan dalam berbagai macam kondisi. Sifat imunosuperatif dan
antiinflamasi kortikosteroid membuatnya bermanfaat dalam berbagai penyakit, seperti
purpura trombositopenik idiopatik dan artritis reumatoid. Glukokortikoid memodulasi reaksi
alergik dan bermanfaat dalam tatalaksana penyakit seperti asma atau sebagai pramedikasi
untuk agen lain (misalnya produk darah, kemoterapi) yang mungkin menyebabkan responsimun yang tidak diinginkan. Glukokortikoid adalah terapi imunosuperatif lini-pertama pada
resipien yang mendapat transplan organ solid atau sel punca hematopoietik, dengan hasil
yang bervariasi. Toksisitas terapi glukokortikoid jangka-panjang dapatlah berat.
Farmakokinetik & Farmakodinamik
Dalam praktik gastrointestinal, prednisolon merupakan glukokortikoid otal yang paling
banyak digunakan. Obat-obat ini memiliki durasi aktivitas biologis sedang sehingga dapat di
berikan sekali sehari.
Enema, busa, atau supositoria hidrokortison digunakan untuk memaksimalkan efek
terhadap jaringan kolon dan memperkecil penyerapan sistemis via terapi topikal pada
penyakit peradangan usus aktif direktum dan kolon sigmoid. Penyerapan hidrokortison
menurun pada pemberian rektal, meskipun terjadi penyerapan sebanyak 15-30% dosis obat
yang di berikan.
Budesonid adalah analog sintesis prednisolon yang poten memiliki afinitas tinggi
terhadap reseptor glukokortikoid tetapi mengalami metabolisme lintas-pertama yang cepat di
hati (sebagian oleh CYP3A4) yang menyebabkan bioavailabilitas oralnya rendah. Tersedia
sediaan budesonid oral lepas terkendali (Entocort) yang melepaskan obat tersebut di ileum
5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 2/7
distal dan kolon, tempat obat ini diserap. Bioavailabilitas kapsul budesonid lepas terkendali
adalah sekitar 10%.
Seperti di jaringan lain, glukokortikoid menghambat produksi sitokin inflamatorik
(TNF-α, IL-1) dan kemokin (IL-8); ,menurunkan ekspresi molekul adhesi sel inflamatorik;
dan menghambat transkripsi gen nitrat oksida sintase, fosfolipase A²,siklooksigenase-2, dan
NF-k B.
Analog Purin
Merkaptopurin (6-MP) dan tioguanin (6-TG)
6-Merkaptopurin (6-MP, purinetol) dan 6-tioguanin (6-TG), digunakan untuk pengobatan
leukemia dan bekerja sebagai anaolog purin (santin dan guanin). Kedua obat ini merupakansubstrat dari hipoxantin guanin fosforibosil transferase (HGPRT). Dalam tubuh masing-
masing mengalami konversi menjadi 6-tioguanosin-5-monofosfat (6-tioGMP) dan 6-
tioinosin-5-monofosfat (T-IMP). T-IMP menghambat sintesis de novo basa purin.
Pembentukan ribosil-5-monofosfat dan konversi IMP menjadi adenin dan guanin juga
dihambat.
Efek samping yang sering timbul adalah supresi sumsum tulang yang timbul perlahan
– lahan. Anemia, granulositopenia dan trombositopenia dan trombositopenia terjadi setelah
beberapa minggu. Anoreksia, mual dan muntah terjadi pada 25%, tapi diare dan stomatitis
jarang terjadi. Ikterus dan peningakatan enzim hati terjadi pada sepertiga pasien yang
mendapat 6-MP, dan umumnya pulih setelah penghentian obat.
Kinetik
Setelah pemberian oral, merkaptopurin mengalami metabolisme lintas awal (first-pass
metabolisme) oleh xantin oksidasi di hati. Bioavailabilitas oral bervariasi dari 10-50% dan
menurun bila diberi bersama makanan. Bioavailabilitas meningkat bila di berikan dalam
kombinasi dengan metotreksat.,
Dosis : Dosis Oral merkaptoprurin adalah 50-100mg/m² dan disesuaikan dengan hitung
lekosit dan trombosit.
METOTREKSAT
Metotreksat saat ini dianggap sebagai DMARD pilihan pertama untuk mengobati
artritis reumatoid dan digunakan pada sekitar 60% pasien. Metotreksat aktif dalam artritis
5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 3/7
reumatoid pada dosis yang lebih rendah dari pada yang di butuhkan dalam kemoterapi
kanker.
Metotreksat (MTX) adalah antagonis asam folat yang berkaitan dengan situs katalitik aktif
dari di hidrofolat reduktase (DHFR), yang menerima unit satu-korban. Ketiadaan kofaktor ini
menggangu pembentukan DNA, RNA, dan berbagai protein sel yang penting. DHFR
mengikat metotreksat dengan afinitas yang tinggi, dan pada pH6,0,hampir tidak terjadi
disosiasi kompleks enzim-inhibitor (inhibisi konstan sekitar 1nM).pada pH fisiologis, terjadi
kinetika kompetitif yang reversibel (inhibisi konstan sekitar 1µM). Pembentukan turunan
poliglutamat intrasel sangat penting bagi efek terapeutik metotreksat, dan proses ini
diperantarai oleh enzim folilpoliglutamat sintase (FPGS). Poliglutamat MTX secara selektif
bertahan di dalam sel kanker, dan senwaya tersebut memperlihatkan peningkatan efek
inhibitorik terhadap enzim yang terlibat dalam metabolisme folat sehingga menjadikannya
determinan penting yang menentukan lama kerja metotreksat.
Mekanisme Kerja
Mekanisme Kerja utama metotreksat pada dosis kecil yang digunakan dalam penyakit
reumatik mungkin berkaitan dengan inhibisi aminoimidazolkarboksamid ribonukleotida
(AICAR) transformilase dan timidilat sintetase, dengan efek sekunder terhadap kemotaksis
polimorfonuklear. Metotreksat memiliki beberapa efek pada dihidrofolat reduktase dan
mempengaruhi fungsi limfosit serta makrofag, tapi mekanisme ini bukanlah mekanisme kerja
utama.
Farmakokinetik & Farmakodinamik
Metotreksat merupakan antimetabolit lain yang menunjukkan efek yang bermanfaat pada
sejumlah penyakit peradangan kronik, termasuk penyakit crohn dan artritis reumatoid dan
pada kanker. Metotreksat dapat diberikan per oral,subkutan, atau intramuskular.
Bioavailabilitas oralnya dilaporkan sebesar 50-90% dari dosis yang digunakan pada penyakit
peradangan kronik. Pemberian metotreksat intramuskular dan subkutan menunjukkan
bioavailabilitas yang hampir lengkap.
Mekanisme kerja utamanya inhibisi dihidrofolat reduktase, suatu enzim yang penting dalamproduksi timidin dan purin. Pada dosis tinggi yang digunakkan dalam kemoterapi,
metotreksat menghambat poliferasi sel. Namun, pada dosis rendah yang digunakkan pada
terapi penyakit peradangan usus (12-25 mg/minggu), efek antiproliferatifnya mungkin tidak
terlalu nyata. Metotreksat dapat menggangu efek inflamotorik interleukin-1.
Penggunaan Klinis
Metotreksat digunakan untuk menginduksi dan mempertahankan remisi pada penderitapenyakit Crohn. Untuk menginduksi remisi, penderita mendapat 15-25 mg metotreksat sekali
5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 4/7
seminggu dengan suntikan subkutan. Jika tercapai respons yang memuaskan dalam waktu 8-
12 minggu, dosis diturunkan hingga 15mg/minggu.
Farmakokinetik
Sekitar 70% obat ini diabsorpsi pascapemberian oral. Metotreksat dimetabolisasi menjadi
metabolit terhidroksilasi yang kurang aktif, dan keduanya senyawa induk dan metabolitnya
mengalami poliglutamasi dalam sel, tempat mereka tinggal lebih lama. Waktu-paruh
metotreksat dalam serum biasanya hanya 6-9jam, meskipun pada beberapa orang dapat
mencapai 24jam. Kadar metotreksat meningakt dengan adanya hidroksiklorokuin. Obat ini
terutama dieksresi dalam empedu hingga sebesar 30%.
Indikasi
Meskipun regimen dosis metotreksat yang paling banyak digunakan dalam terapi artritis
reumatoid adalah sebesar 15-25 mg tiap minggu, terdapat peningkatan efek hingga mencapai
30 atau 35 mg tiap minggu. Obat ini mengurangi frekuensi munculnya erosi baru. Berbagai
bukti mendukung penggunaannya dalam artritis kronik juvenil, dan obat ini telah digunakan
dalam psoriasis, artritis psoriatik, spondilitis ankilosa, polimiositis , dermatomiositis,
granulomatosis Wegener, arteritis sel raksasa, lupus eritematosus sistemik, dan vaskulitis.
Efek samping
Mual dan ulkus mukosa adalah toksisitas yang paling sering terjadi. Hepatotoksisitas yang
progresif dan berhubungan dengan dosis dalam bentuk peningkatan enzim jarang terjadi, tapi
serosis jarang terjadi (<1%). Toksisitas hati tidak terkait dengan kadar metotreksat dalam
serum, dan tindak lanjut biopsi hati hanya dianjurkan tiap 5 tahun. Dilaporkan terjadi reaksi
“hipersensitivitas” pada paru disertai sesak napas akut yang langka terjadi, begitu juga
dengan reaksi pseudolimfomatosa. Insidens kelaianan uji fungsi saluran cerna dan hati dapat
diturunkan dengan menggunakan leucovorin 24 jam sehabis tiap dosis mingguan atau
menggunakan asam folat harian. Obat ini di kontraindikasikan pada kehamilan.
Resistensi Obat
Resistensi terhadap metotreksat terjadi akibat (1) berkurangnya pengangkutan obat, (2)
berkurangnya pembentukkan poliglutamat MTX yang sitotoksik, (3) peningkatan sintesis
DHFR melalui amplifikasi gen, dan (4) perubahan DHFR dengan penurunan afinitasnya
terhadap metotreksat. Penelitian terbaru juga mengisyaratkan bahwa menurunnya akumulasi
obat melalui aktivasi transporter glikoprotein P170 yang berkaitan dengan resistensi berbagai
obat juga dapat menimbulkan resistensi obat.
TERAPI ANTI-TUMOR NECROSIS FACTOR
5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 5/7
Farnakokinetik &Farmakodinamik
Terjadi diregulasi terhadap respons sel T helper tipe 1 (TH1) pada penyakit peradangan usus,
terutama penyakit crohn. Salah satu sitokin proinflamasi yang sangat penting dalam respons
TH1 adalah tumor necrosis factor-α(TNF-α) inflikasimab merupakan antibodimonoklonal
kimerik manusia-tikus terhadap TNF-α manusia.
Infliksimab di berikan dalam bentuk infus intravena. Kadar plasma menunjukkan
perbandingan linear dengan dosisnya dan eliminasinya mengikuti kinetik ordo-pertama. Pada
dosis terapeutik 5-10 mg/kg, waktu paruh infliksimab mencapai sekitar 8-10 hari
sehinggaantibodi baru akan hilang dari plasma setelah lebih dari 8-12 minggu.
Aktivitas biologisnya TNF-α diperamtarai oleh ikatan trimer TNF -α yang terikat-
membran atau mudah larut dengan reseptor TNF-α pada permukaan sel. Infliksimab terikat
pada trimer TNF-α mudah-larut dengan afinitas tinggi sehingga mencegah sitokin agar tidak
beriaktan dengan resptornya. Kadar TNF -α serum total sejatinya dapat meningkat karena
ikatanya dengan infliksimab melambatkan bersihan TNF-α. Infliksimab juga berikatan
dengan TNF-α yang terikat-membran dan menetralkan aktivitasnya. Lebih lanjut, bagian Fc
pada regio IgG, manusia dalam infliksimab menyebabkan terjadinya aktivasi komplemen dan
apoptosis yang di perantarai oleh antibodi serta sitotoksisitas selular limfosit T teraktivasi dan
makrofag.
Penggunaan Klinis
Infliksimab digunakan sebagai terapi akut dan kronik pada penderita kronik pada penderita
penyakit crohn dan kolitis ulseratif berderajat sedang hingga berat. Obat ini menyebabkan
perbaikan gejala pada dua pertiga penderita dan remisi penyakit pada sepertiga penderita
penyakit crohn yang cukup berat atau yang menimbulkan terjadinya fistula.
Termasuk penderita yang bergantung pada kortikosteroid atau yang tidak berespons terhadap
6-MP atau metotreksat. Median waktu terhadap munculnya respons klinis adalah 2 minggu.
Terapi induksi Infliksimab umumnya di berikan dengan dosis 5 mg / kg pada minggu ke-0,
ke-2, dan ke-6. Penderita yang berespons dapat diobati dengan pemberian infus berulang tiap
8 minggu untuk mempertahankan remisi dengan atau tanpa terapi lainnya. Respons klinisnya
dipertahankan pada lebih dari 60% pasien dengan pemberian infus yang terjadual secarateratur; namun, sepertiga pasien pada akhirnya akan tidak berespons lagi meskipun mendapat
dosis yang lebih tinggi (10 mg/kg) atau infus yang lebih sering. Hilangnya respons pada
kebanyakan pasien dapat disebabkan oleh munculnya antibodi terhadap Infliksimab.
Pengunaan Infliksimab baru-baru ini disetujui untuk mengobati penderita kolitis
ulseratif berderajat sedang hingga berat yang tidak menunjukkan respons yang adekuat
terhadap mesalamin atau kortikosteroid. Setelah terapi induksi 5-10 mg/ minggu pada minggu
ke-0, ke-2, & ke-6, 70% pasien menunjukkan respons klinis. Dengan pemberian infus
rumatan bersinambungan tiap 8 minggu, sekitar separuh pasien menunjukkan respons klinis
yang kontinu.
5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 6/7
Meskipun Infliksimab saat ini merupakan satu-satunya agen anti-TNF yang disetujui
oleh FDA untuk mengobati penderita penyakit peradangan usus, agen anti-TNF
terhumanisasi); keduanya di berikan dengan suntikkan subkutan. Tidak di ketahui apakah
agen-agen ini memiliki efikasi yang serupa dengan infliksimab dengan angka komplikasi
yang menurun terkait pembentukkan antibodi.
Efek Simpang
Timbul efek simpang yang serius pada 6% pasien yang mendapat terapi dengan infliksimab.
Efek simpang terapi infliksimab yang terpenting adalah infeksi akibat supresi respons
peradangan TH1. Terjadi reaktivasi tuberkulosis laten yang disertai dengan diseminasi.
Sebelum memberikan infliksimab, semua pasien yang menunjukkan hasil uji positif. Infeksi
lainnya meliputi pneumonia, sepsis, pneumosistosis, histoplasmosis, listeriosis, dan reaktivasi
hepatitis B.
Timbul antibodi terhadap epitope murin dalam infliksimab pada sekitar sepertiga pasien.
Antibodi ini dapat melemahkan atau mengeliminasi respons klinis dan meningkatkan
kemungkinan munculnya reaksi akut atau tertunda terhadap pemberian infus infliksimab.
Antibodi ini lebih jarang muncul pada pasien yang mendapat terapi konkomitan dengan
imunomodulator (yakni, 6-MP atau metotreksat), pemberian infus infliksimab yang terjadwal
secara teratur, atau terapi prainfus dengan kortikosteroid (misalnya, hidrokortison 200 mg).
Pemberian infus infliksimab menyebabkan timbulnya reaksi simpang akut terhadap infus
pada 10% pasien, tetapi kurang dari 2% pasien membutuhkan penghentian pemberian infus
akibat reaksi berat. Reaksi terhadap infus lebih sering dijumpai pada pemberian infus ke dua
atau setelahnya ketimbang pada pemberian pertama. Reaksi ringan yang muncul dini meliputi
demam, nyeri kepala, pusing urtikaria, atau berbagai gejala kardiopulmonal ringan, seperti
nyeri dada, dispnea, atau intabilitas hemodinamik. Reaksi terhadap pemberian infus
berikutnya dapat dikurangi dengan pemberian asetaminofen dan di fenhidramin sebagai
profilaksis. Reaksi akut berat, seperti hipotensi berat, sesk napas,spasme otot, dan keluhan
dada, mungkin memerlukan terapi dengan oksigen, epinefrin, dan kortikosteroid.
Reaksi infus tertunda yang menyerupai penyakit serum, yang terjadi 1-2 minggu
pascainfus, di alami 1-2% pasien yang kembali diobati dengan infliksimab, terutama setelah
satu waktu yang lama. Reaksi-reaksi ini terdiri atas mialgia, artralgia, kekakuan rahang,
demam, ruam, urtikaria, dan edema. Pada pasien yang menderita reaksi infus akut berat atau
tertunda, risiko dan manfaat pemberian infus berikutnya harus dipikirkan masak-masak:
pemberian praterapi dengan asetaminofen, difenhidramin, dan kortkosteroid dianjurkan.
Antibodi anti nuklear positif dan anti-DNA untai-ganda timbul pada sejumlah kecil pasien.
Sindrom mirip-lupus telah dilaporkan muncul; sindrom ini membaik setelah pemberian obat
di hentikan.
Infliksimab dapat menimbulkan reaksi hati berat yang menimbulkan reaksi hati beratyang menimbulkan kegagalan hati akut. Enzim hati harus dipantau secara rutin.
5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 7/7
Limfoma pernah dilaporkan timbul pada pasien yang diobati dengan infliksimab.
Namun, angka limfoma yang diperoleh dari pemantauan mungkin serupa dengan angka yang
telah diperkirakan pada pasien dengan penyakit peradangan usus. Sklerosis multipel
meskipun jarang telah di laporkan. Infliksimab dapat memperburuk gagal jantung kongestif
pada penderita penyakit jantung.