7
Glukokortikoid Glukokortikoid (kortikosteroid) merupakan agen hormonal pertama yang diketahui memiliki sifat limfolitik. Apapun glukokortikoid y ang diberikan akan menuru nkan ukuran serta kandungan limfoid pada kelenjar getah bening dan limpa, meskipun glukokortikoid tidak memiliki efek toksik pada sel punca mieloid atau eritroid yang sedang berpoliferasi dalam sumsum. Glukokortikoid dianggap menggangu siklus sel dari sel limfoid yang terakrivasi. Perincian mekanisme kerja glukokortikoid. Glukokortikoid cukup bersifat sitotoksik pada beberapa subset sel T tertentu, tap i efek imunologiknya mungkin d isebabkan oleh kemampuannya memodifikasi fdungsi selular ketimbang sitotoksitas langsung. Meskipun imunitas selular lebih terpengaruh dari pa da imunitas humoral, respons a ntibodi primer dapat menghilang, dan dengan penggunaan secara terus-menerus, respons antibodi yang sebelumnya sudah baik juga ikut menurun. Selain itu, pemberian kortikosteroid secara terus- menerus meningkat laju kataboilk fraksional IgG, suatu kelas utama antibodi imunologlobulin, sehingga menurunkan kadar efektif antibodi tertentu. Sebagai contoh, hipersensitivitas kontak yang di perantarai oelh sel T DTH biasanya diredakan oleh terapi glukokortikoid. Glukokortikoid digunakan dalam berbagai macam kondisi. Sifat imunosuperatif dan antiinflamasi kortikosteroid membuatnya bermanfaat dalam berbagai penyakit, seperti purpura trombositopenik idiopatik dan artritis reumatoid. Glukokortikoid memodulasi reaksi alergik dan bermanfaat dalam tatalaksana penyakit seperti asma atau sebagai pramedikasi untuk agen lain (misalnya produk darah, kemoterapi) yang mungkin menyebabkan respons imun yang tidak diinginkan. Glukokortikoid adalah terapi imunosuperatif lini-pertama pada resipien yang mendapat transplan organ solid atau sel punca hematopoietik, dengan hasil yang bervariasi. Toksisitas terapi glukokortikoid jangka-panjang dapatlah berat. Farmakokinetik & Farmakodinamik Dalam praktik gastrointestinal, prednisolon merupakan glukokortikoid otal yang paling banyak digunakan. Obat-obat ini memiliki durasi aktivitas biologis sedang sehingga dapat di berikan sekali sehari. Enema, busa, atau supositoria hidrokortison digunakan untuk memaksimalkan efek terhadap jaringan kolon dan memperkecil penyerapan sistemis via terapi topikal pada penyakit peradangan usus aktif direktum dan kolon sigmoid. Penyerapan hidrokortison menurun pada pemberian rektal, meskipun terjadi penyerapan sebanyak 15-30% dosis obat yang di berikan. Budesonid adalah analog sintesis prednisolon yang poten memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor glukokortikoid tetapi mengalami metabolisme lintas-pertama yang cepat di hati (sebagian oleh CYP3A4) yang menyebabkan bioavailabilitas oralnya rendah. Tersedia sediaan budesonid oral lepas terkendali (Entocort) yang melepaskan obat tersebut di ileum

Glukokortikoid_Rahardi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Glukokortikoid_Rahardi

5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 1/7

Glukokortikoid

Glukokortikoid (kortikosteroid) merupakan agen hormonal pertama yang diketahui

memiliki sifat limfolitik. Apapun glukokortikoid yang diberikan akan menurunkan ukuran

serta kandungan limfoid pada kelenjar getah bening dan limpa, meskipun glukokortikoid

tidak memiliki efek toksik pada sel punca mieloid atau eritroid yang sedang berpoliferasi

dalam sumsum.

Glukokortikoid dianggap menggangu siklus sel dari sel limfoid yang terakrivasi.

Perincian mekanisme kerja glukokortikoid. Glukokortikoid cukup bersifat sitotoksik pada

beberapa subset sel T tertentu, tapi efek imunologiknya mungkin disebabkan oleh

kemampuannya memodifikasi fdungsi selular ketimbang sitotoksitas langsung. Meskipun

imunitas selular lebih terpengaruh dari pada imunitas humoral, respons antibodi primer dapat

menghilang, dan dengan penggunaan secara terus-menerus, respons antibodi yang

sebelumnya sudah baik juga ikut menurun. Selain itu, pemberian kortikosteroid secara terus-

menerus meningkat laju kataboilk fraksional IgG, suatu kelas utama antibodi

imunologlobulin, sehingga menurunkan kadar efektif antibodi tertentu. Sebagai contoh,

hipersensitivitas kontak yang di perantarai oelh sel T DTH biasanya diredakan oleh terapi

glukokortikoid.

Glukokortikoid digunakan dalam berbagai macam kondisi. Sifat imunosuperatif dan

antiinflamasi kortikosteroid membuatnya bermanfaat dalam berbagai penyakit, seperti

purpura trombositopenik idiopatik dan artritis reumatoid. Glukokortikoid memodulasi reaksi

alergik dan bermanfaat dalam tatalaksana penyakit seperti asma atau sebagai pramedikasi

untuk agen lain (misalnya produk darah, kemoterapi) yang mungkin menyebabkan responsimun yang tidak diinginkan. Glukokortikoid adalah terapi imunosuperatif lini-pertama pada

resipien yang mendapat transplan organ solid atau sel punca hematopoietik, dengan hasil

yang bervariasi. Toksisitas terapi glukokortikoid jangka-panjang dapatlah berat.

Farmakokinetik & Farmakodinamik

Dalam praktik gastrointestinal, prednisolon merupakan glukokortikoid otal yang paling

banyak digunakan. Obat-obat ini memiliki durasi aktivitas biologis sedang sehingga dapat di

berikan sekali sehari.

Enema, busa, atau supositoria hidrokortison digunakan untuk memaksimalkan efek 

terhadap jaringan kolon dan memperkecil penyerapan sistemis via terapi topikal pada

penyakit peradangan usus aktif direktum dan kolon sigmoid. Penyerapan hidrokortison

menurun pada pemberian rektal, meskipun terjadi penyerapan sebanyak 15-30% dosis obat

yang di berikan.

Budesonid adalah analog sintesis prednisolon yang poten memiliki afinitas tinggi

terhadap reseptor glukokortikoid tetapi mengalami metabolisme lintas-pertama yang cepat di

hati (sebagian oleh CYP3A4) yang menyebabkan bioavailabilitas oralnya rendah. Tersedia

sediaan budesonid oral lepas terkendali (Entocort) yang melepaskan obat tersebut di ileum

Page 2: Glukokortikoid_Rahardi

5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 2/7

distal dan kolon, tempat obat ini diserap. Bioavailabilitas kapsul budesonid lepas terkendali

adalah sekitar 10%.

Seperti di jaringan lain, glukokortikoid menghambat produksi sitokin inflamatorik 

(TNF-α, IL-1) dan kemokin (IL-8); ,menurunkan ekspresi molekul adhesi sel inflamatorik;

dan menghambat transkripsi gen nitrat oksida sintase, fosfolipase A²,siklooksigenase-2, dan

NF-k B.

Analog Purin

Merkaptopurin (6-MP) dan tioguanin (6-TG)

6-Merkaptopurin (6-MP, purinetol) dan 6-tioguanin (6-TG), digunakan untuk pengobatan

leukemia dan bekerja sebagai anaolog purin (santin dan guanin). Kedua obat ini merupakansubstrat dari hipoxantin guanin fosforibosil transferase (HGPRT). Dalam tubuh masing-

masing mengalami konversi menjadi 6-tioguanosin-5-monofosfat (6-tioGMP) dan 6-

tioinosin-5-monofosfat (T-IMP). T-IMP menghambat sintesis de novo basa purin.

Pembentukan ribosil-5-monofosfat dan konversi IMP menjadi adenin dan guanin juga

dihambat.

Efek samping yang sering timbul adalah supresi sumsum tulang yang timbul perlahan

 –  lahan. Anemia, granulositopenia dan trombositopenia dan trombositopenia terjadi setelah

beberapa minggu. Anoreksia, mual dan muntah terjadi pada 25%, tapi diare dan stomatitis

 jarang terjadi. Ikterus dan peningakatan enzim hati terjadi pada sepertiga pasien yang

mendapat 6-MP, dan umumnya pulih setelah penghentian obat.

Kinetik

Setelah pemberian oral, merkaptopurin mengalami metabolisme lintas awal (first-pass

metabolisme) oleh xantin oksidasi di hati. Bioavailabilitas oral bervariasi dari 10-50% dan

menurun bila diberi bersama makanan. Bioavailabilitas meningkat bila di berikan dalam

kombinasi dengan metotreksat.,

Dosis : Dosis Oral merkaptoprurin adalah 50-100mg/m² dan disesuaikan dengan hitung

lekosit dan trombosit.

METOTREKSAT

Metotreksat saat ini dianggap sebagai DMARD pilihan pertama untuk mengobati

artritis reumatoid dan digunakan pada sekitar 60% pasien. Metotreksat aktif dalam artritis

Page 3: Glukokortikoid_Rahardi

5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 3/7

reumatoid pada dosis yang lebih rendah dari pada yang di butuhkan dalam kemoterapi

kanker.

Metotreksat (MTX) adalah antagonis asam folat yang berkaitan dengan situs katalitik aktif 

dari di hidrofolat reduktase (DHFR), yang menerima unit satu-korban. Ketiadaan kofaktor ini

menggangu pembentukan DNA, RNA, dan berbagai protein sel yang penting. DHFR

mengikat metotreksat dengan afinitas yang tinggi, dan pada pH6,0,hampir tidak terjadi

disosiasi kompleks enzim-inhibitor (inhibisi konstan sekitar 1nM).pada pH fisiologis, terjadi

kinetika kompetitif yang reversibel (inhibisi konstan sekitar 1µM). Pembentukan turunan

poliglutamat intrasel sangat penting bagi efek terapeutik metotreksat, dan proses ini

diperantarai oleh enzim folilpoliglutamat sintase (FPGS). Poliglutamat MTX secara selektif 

bertahan di dalam sel kanker, dan senwaya tersebut memperlihatkan peningkatan efek 

inhibitorik terhadap enzim yang terlibat dalam metabolisme folat sehingga menjadikannya

determinan penting yang menentukan lama kerja metotreksat.

Mekanisme Kerja

Mekanisme Kerja utama metotreksat pada dosis kecil yang digunakan dalam penyakit

reumatik mungkin berkaitan dengan inhibisi aminoimidazolkarboksamid ribonukleotida

(AICAR) transformilase dan timidilat sintetase, dengan efek sekunder terhadap kemotaksis

polimorfonuklear. Metotreksat memiliki beberapa efek pada dihidrofolat reduktase dan

mempengaruhi fungsi limfosit serta makrofag, tapi mekanisme ini bukanlah mekanisme kerja

utama.

Farmakokinetik & Farmakodinamik

Metotreksat merupakan antimetabolit lain yang menunjukkan efek yang bermanfaat pada

sejumlah penyakit peradangan kronik, termasuk penyakit crohn dan artritis reumatoid dan

pada kanker. Metotreksat dapat diberikan per oral,subkutan, atau intramuskular.

Bioavailabilitas oralnya dilaporkan sebesar 50-90% dari dosis yang digunakan pada penyakit

peradangan kronik. Pemberian metotreksat intramuskular dan subkutan menunjukkan

bioavailabilitas yang hampir lengkap.

Mekanisme kerja utamanya inhibisi dihidrofolat reduktase, suatu enzim yang penting dalamproduksi timidin dan purin. Pada dosis tinggi yang digunakkan dalam kemoterapi,

metotreksat menghambat poliferasi sel. Namun, pada dosis rendah yang digunakkan pada

terapi penyakit peradangan usus (12-25 mg/minggu), efek antiproliferatifnya mungkin tidak 

terlalu nyata. Metotreksat dapat menggangu efek inflamotorik interleukin-1.

Penggunaan Klinis

Metotreksat digunakan untuk menginduksi dan mempertahankan remisi pada penderitapenyakit Crohn. Untuk menginduksi remisi, penderita mendapat 15-25 mg metotreksat sekali

Page 4: Glukokortikoid_Rahardi

5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 4/7

seminggu dengan suntikan subkutan. Jika tercapai respons yang memuaskan dalam waktu 8-

12 minggu, dosis diturunkan hingga 15mg/minggu.

Farmakokinetik

Sekitar 70% obat ini diabsorpsi pascapemberian oral. Metotreksat dimetabolisasi menjadi

metabolit terhidroksilasi yang kurang aktif, dan keduanya senyawa induk dan metabolitnya

mengalami poliglutamasi dalam sel, tempat mereka tinggal lebih lama. Waktu-paruh

metotreksat dalam serum biasanya hanya 6-9jam, meskipun pada beberapa orang dapat

mencapai 24jam. Kadar metotreksat meningakt dengan adanya hidroksiklorokuin. Obat ini

terutama dieksresi dalam empedu hingga sebesar 30%.

Indikasi

Meskipun regimen dosis metotreksat yang paling  banyak digunakan dalam terapi artritis

reumatoid adalah sebesar 15-25 mg tiap minggu, terdapat peningkatan efek hingga mencapai

30 atau 35 mg tiap minggu. Obat ini mengurangi frekuensi munculnya erosi baru. Berbagai

bukti mendukung penggunaannya dalam artritis kronik juvenil, dan obat ini telah digunakan

dalam psoriasis, artritis psoriatik, spondilitis ankilosa, polimiositis , dermatomiositis,

granulomatosis Wegener, arteritis sel raksasa, lupus eritematosus sistemik, dan vaskulitis.

Efek samping

Mual dan ulkus mukosa adalah toksisitas yang paling sering terjadi. Hepatotoksisitas yang

progresif dan berhubungan dengan dosis dalam bentuk peningkatan enzim jarang terjadi, tapi

serosis jarang terjadi (<1%). Toksisitas hati tidak terkait dengan kadar metotreksat dalam

serum, dan tindak lanjut biopsi hati hanya dianjurkan tiap 5 tahun. Dilaporkan terjadi reaksi

“hipersensitivitas” pada paru disertai sesak napas akut yang langka terjadi, begitu juga

dengan reaksi pseudolimfomatosa. Insidens kelaianan uji fungsi saluran cerna dan hati dapat

diturunkan dengan menggunakan leucovorin 24 jam sehabis tiap dosis mingguan atau

menggunakan asam folat harian. Obat ini di kontraindikasikan pada kehamilan.

Resistensi Obat

Resistensi terhadap metotreksat terjadi akibat (1) berkurangnya pengangkutan obat, (2)

berkurangnya pembentukkan poliglutamat MTX yang sitotoksik, (3) peningkatan sintesis

DHFR melalui amplifikasi gen, dan (4) perubahan DHFR dengan penurunan afinitasnya

terhadap metotreksat. Penelitian terbaru juga mengisyaratkan bahwa menurunnya akumulasi

obat melalui aktivasi transporter glikoprotein P170 yang berkaitan dengan resistensi berbagai

obat juga dapat menimbulkan resistensi obat.

TERAPI ANTI-TUMOR NECROSIS FACTOR 

Page 5: Glukokortikoid_Rahardi

5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 5/7

Farnakokinetik &Farmakodinamik

Terjadi diregulasi terhadap respons sel T helper tipe 1 (TH1) pada penyakit peradangan usus,

terutama penyakit crohn. Salah satu sitokin proinflamasi yang sangat penting dalam respons

TH1 adalah tumor necrosis factor-α(TNF-α) inflikasimab merupakan antibodimonoklonal

kimerik manusia-tikus terhadap TNF-α manusia.

Infliksimab di berikan dalam bentuk infus intravena. Kadar plasma menunjukkan

perbandingan linear dengan dosisnya dan eliminasinya mengikuti kinetik ordo-pertama. Pada

dosis terapeutik 5-10 mg/kg, waktu paruh infliksimab mencapai sekitar 8-10 hari

sehinggaantibodi baru akan hilang dari plasma setelah lebih dari 8-12 minggu.

Aktivitas biologisnya TNF-α diperamtarai oleh ikatan trimer TNF -α yang terikat-

membran atau mudah larut dengan reseptor TNF-α pada permukaan sel. Infliksimab terikat

pada trimer TNF-α mudah-larut dengan afinitas tinggi sehingga mencegah sitokin agar tidak 

beriaktan dengan resptornya. Kadar TNF -α serum total sejatinya dapat meningkat karena

ikatanya dengan infliksimab melambatkan bersihan TNF-α. Infliksimab juga berikatan

dengan TNF-α yang terikat-membran dan menetralkan aktivitasnya. Lebih lanjut, bagian Fc

pada regio IgG, manusia dalam infliksimab menyebabkan terjadinya aktivasi komplemen dan

apoptosis yang di perantarai oleh antibodi serta sitotoksisitas selular limfosit T teraktivasi dan

makrofag.

Penggunaan Klinis

Infliksimab digunakan sebagai terapi akut dan kronik pada penderita kronik pada penderita

penyakit crohn dan kolitis ulseratif berderajat sedang hingga berat. Obat ini menyebabkan

perbaikan gejala pada dua pertiga penderita dan remisi penyakit pada sepertiga penderita

penyakit crohn yang cukup berat atau yang menimbulkan terjadinya fistula.

Termasuk penderita yang bergantung pada kortikosteroid atau yang tidak berespons terhadap

6-MP atau metotreksat. Median waktu terhadap munculnya respons klinis adalah 2 minggu.

Terapi induksi Infliksimab umumnya di berikan dengan dosis 5 mg / kg pada minggu ke-0,

ke-2, dan ke-6. Penderita yang berespons dapat diobati dengan pemberian infus berulang tiap

8 minggu untuk mempertahankan remisi dengan atau tanpa terapi lainnya. Respons klinisnya

dipertahankan pada lebih dari 60% pasien dengan pemberian infus yang terjadual secarateratur; namun, sepertiga pasien pada akhirnya akan tidak berespons lagi meskipun mendapat

dosis yang lebih tinggi (10 mg/kg) atau infus yang lebih sering. Hilangnya respons pada

kebanyakan pasien dapat disebabkan oleh munculnya antibodi terhadap Infliksimab.

Pengunaan Infliksimab baru-baru ini disetujui untuk mengobati penderita kolitis

ulseratif berderajat sedang hingga berat yang tidak menunjukkan respons yang adekuat

terhadap mesalamin atau kortikosteroid. Setelah terapi induksi 5-10 mg/ minggu pada minggu

ke-0, ke-2, & ke-6, 70% pasien menunjukkan respons klinis. Dengan pemberian infus

rumatan bersinambungan tiap 8 minggu, sekitar separuh pasien menunjukkan respons klinis

yang kontinu.

Page 6: Glukokortikoid_Rahardi

5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 6/7

Meskipun Infliksimab saat ini merupakan satu-satunya agen anti-TNF yang disetujui

oleh FDA untuk mengobati penderita penyakit peradangan usus, agen anti-TNF

terhumanisasi); keduanya di berikan dengan suntikkan subkutan. Tidak di ketahui apakah

agen-agen ini memiliki efikasi yang serupa dengan infliksimab dengan angka komplikasi

yang menurun terkait pembentukkan antibodi.

Efek Simpang

Timbul efek simpang yang serius pada 6% pasien yang mendapat terapi dengan infliksimab.

Efek simpang terapi infliksimab yang terpenting adalah infeksi akibat supresi respons

peradangan TH1. Terjadi reaktivasi tuberkulosis laten yang disertai dengan diseminasi.

Sebelum memberikan infliksimab, semua pasien yang menunjukkan hasil uji positif. Infeksi

lainnya meliputi pneumonia, sepsis, pneumosistosis, histoplasmosis, listeriosis, dan reaktivasi

hepatitis B.

Timbul antibodi terhadap epitope murin dalam infliksimab pada sekitar sepertiga pasien.

Antibodi ini dapat melemahkan atau mengeliminasi respons klinis dan meningkatkan

kemungkinan munculnya reaksi akut atau tertunda terhadap pemberian infus infliksimab.

Antibodi ini lebih jarang muncul pada pasien yang mendapat terapi konkomitan dengan

imunomodulator (yakni, 6-MP atau metotreksat), pemberian infus infliksimab yang terjadwal

secara teratur, atau terapi prainfus dengan kortikosteroid (misalnya, hidrokortison 200 mg).

Pemberian infus infliksimab menyebabkan timbulnya reaksi simpang akut terhadap infus

pada 10% pasien, tetapi kurang dari 2% pasien membutuhkan penghentian pemberian infus

akibat reaksi berat. Reaksi terhadap infus lebih sering dijumpai pada pemberian infus ke dua

atau setelahnya ketimbang pada pemberian pertama. Reaksi ringan yang muncul dini meliputi

demam, nyeri kepala, pusing urtikaria, atau berbagai gejala kardiopulmonal ringan, seperti

nyeri dada, dispnea, atau intabilitas hemodinamik. Reaksi terhadap pemberian infus

berikutnya dapat dikurangi dengan pemberian asetaminofen dan di fenhidramin sebagai

profilaksis. Reaksi akut berat, seperti hipotensi berat, sesk napas,spasme otot, dan keluhan

dada, mungkin memerlukan terapi dengan oksigen, epinefrin, dan kortikosteroid.

Reaksi infus tertunda yang menyerupai penyakit serum, yang terjadi 1-2 minggu

pascainfus, di alami 1-2% pasien yang kembali diobati dengan infliksimab, terutama setelah

satu waktu yang lama. Reaksi-reaksi ini terdiri atas mialgia, artralgia, kekakuan rahang,

demam, ruam, urtikaria, dan edema. Pada pasien yang menderita reaksi infus akut berat atau

tertunda, risiko dan manfaat pemberian infus berikutnya harus dipikirkan masak-masak:

pemberian praterapi dengan asetaminofen, difenhidramin, dan kortkosteroid dianjurkan.

Antibodi anti nuklear positif dan anti-DNA untai-ganda timbul pada sejumlah kecil pasien.

Sindrom mirip-lupus telah dilaporkan muncul; sindrom ini membaik setelah pemberian obat

di hentikan.

Infliksimab dapat menimbulkan reaksi hati berat yang menimbulkan reaksi hati beratyang menimbulkan kegagalan hati akut. Enzim hati harus dipantau secara rutin.

Page 7: Glukokortikoid_Rahardi

5/17/2018 Glukokortikoid_Rahardi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/glukokortikoidrahardi 7/7

Limfoma pernah dilaporkan timbul pada pasien yang diobati dengan infliksimab.

Namun, angka limfoma yang diperoleh dari pemantauan mungkin serupa dengan angka yang

telah diperkirakan pada pasien dengan penyakit peradangan usus. Sklerosis multipel

meskipun jarang telah di laporkan. Infliksimab dapat memperburuk gagal jantung kongestif 

pada penderita penyakit jantung.