Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 1
Desember 2020
RINGKASAN EKSEKUTIF
• Pada penghujung tahun 2020, pandemi Covid-19 masih eskalatif akibat gelombanggelombang baru Covid-19 di Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Afrika. Kasus harian melonjak tajam ke level di atas 700 ribu dengan catatan kematian mencapai lebih dari 12 ribu per hari. Kasus kumulatif Covid-19 per 22 Desember 2020 tercatat sebanyak 78,34 juta dengan 1,72 juta orang diantaranya meninggal dunia. Per 22 Desember, jumlah kasus kumulatif di Indonesia mencapai 678.125 kasus, dengan 20.257 kematian, dan 105.146 kasus aktif. Jumlah tes terus mengalami perbaikan, namun positive rate masih cukup tinggi mengindikasikan masih tingginya penyebaran Covid-19. Untuk mengantisipasi penyebaran lebih lanjut, Pemerintah menerapkan pengetatan perjalanan libur akhir tahun 2020 saat Natal dan Tahun Baru.
• Tingginya ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 membuat outlook pertumbuhan ekonomi global juga masih bergerak dinamis. Proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan ke-IV 2020 di beberapa negara termasuk Indonesia masih negatif. Di beberapa negara yang mengalami gelombang baru kasus Covid-19 dan berujung pengetatan, seperti kawasan Eropa, Malaysia serta Korea Selatan, kembali mengalami kontraksi di triwulan terakhir 2020. Tiongkok dan Vietnam masih diperkirakan sebagai negara yang akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif di 2020. Ditinjau dari PMI Manufacture, aktivitas ekonomi secara global masih ekspansif dan berada di level 53,7 pada November 2020. Meski demikian, beberapa negara yang mengalami gelombang baru Covid-19 menunjukkan adanya perlambatan PMI, dan bahkan kembali ke level kontraktif seperti yang dialami Perancis.
• Kinerja pasar saham domestik di bulan November 2020 mampu meneruskan tren peningkatan yang ditunjukkan dengan IHSG yang ditutup pada level 5.612 atau meningkat 9,4% dibanding bulan sebelumnya, meskipun masih masih terkontraksi 10,9% (ytd) dibanding akhir 2019. Tercatat net inflow bulan November mencapai Rp3,4 trilliun, berbalik dari kondisi bulan Oktober yang mencatatkan net ouflow sebesar Rp3,7 trilliun. Sejalan dengan peningkatan kinerja pasar saham, kinerja pasar obligasi pemerintah juga melanjutkan peningkatan dari bulan Oktober 2020 dengan masih mencatatkan neto pembelian (net inflow) di instrumen SBN sebesar Rp15,6 Triliun.
• Total aliran modal asing yang masuk ke Indonesia (net inflow) di bulan November 2020 mencapai Rp19 Triliun atau sedikit meningkat dibandingkan bulan Oktober 2020. Hal ini menopang perbaikan nilai tukar Rupiah dalam dua bulan terakhir. Rupiah terapresiasi 3,8% (mtm) dan ditutup di level Rp 14.128/USD di akhir November 2020. Namun secara year-to-date (ytd) Rupiah masih mencatatkan depresiasi sebesar 1,6%. Memasuki bulan Desember, nilai tukar Rupiah ditutup di level Rp14.146/USD. Sementara, posisi cadangan devisa pada akhir November 2020 mencapai USD133,6 miliar, setara dengan kapasitas pembiayaan 9,9 bulan impor.
• Setelah mempertahankan suku bunga acuan (7DRR) sebesar 4% sejak Juli 2020, Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga sebesar 25bps di bulan November menjadi 3,75% untuk mendukung pemulihan ekonomi. Penurunan suku bunga ditransmisikan ke penurunan suku bunga simpanan maupun kredit dengan penurunan suku bunga simpanan yang lebih besar. Walaupun suku bunga kredit sudah menunjukkan penurunan, namun belum mampu meningkatkan intermediasi perbankan. Pertumbuhan kredit terus menunjukkan pelemahan mencapai -0,9% (yoy) di bulan Oktober. Perlambatan kredit terjadi di semua jenis kredit baik untuk modal kerja, investasi dan konsumsi, masing-masing sebesar -2,72% (yoy), 1,39% (yoy) dan 0,11% (yoy).
• Laju inflasi November 2020 mencapai 1,59% (yoy), meningkat dari angka Oktober yang mencapai 1,44% (yoy) atau 0,28% (mtm). Hingga November, laju inflasi kumulatif mencapai 1,23% (ytd). Laju inflasi kembali mengalami peningkatan dalam dua bulan berturut-turut setelah sejak periode Juli sampai dengan Oktober mencatatkan deflasi. Perkembangan inflasi bulan November 2020 dipengaruhi oleh berlanjutnya kenaikan harga pangan sebagai dampak mulai berkurangnya pasokan di tengah permintaan yang mulai meningkat.
• Bertolak belakang dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang meningkat dari 79 ke 92, Indeks Penjualan Eceran (RSI) yang juga menunjukkan indikator konsumsi rumah tangga pada bulan November 2020 masih menunjukkan pelemahan yang bisa jadi merupakan siklus musiman kuartal IV. Pada bulan November RSI berkontraksi 0,43% (mtm) atau 15,66% (yoy). Konsumsi makanan dan minuman yang merupakan porsi terbesar dalam konsumsi rumah tangga (42%) pada bulan November mengalami kontraksi 0,45% (mtm) atau 6,51% (yoy).
• Kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di akhir bulan ke-2 pada periode triwulan IV-2020 diperkirakan mengalami sedikit perbaikan dari triwulan III-2020 yang ditandai dengan membaiknya beberapa indikator. Indikator PMTB seperti penjualan semen, penjualan kendaraan niaga dan impor barang modal telah mengalami perbaikan meskipun masih di teritori negatif. Komponen PMTB bangunan masih membaik secara perlahan setelah pada bulan Oktober bergerak cenderung berlawanan dengan tendensi perbaikan yang dialami berbagai indikator yang diukur dengan google mobility. Indikator itu sejalan dengan peningkatan aktifitas masyarakat maupun keberlanjutan proyek pembangunan fisik yang sempat tertunda.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 2
PEREKONOMIAN GLOBAL Pada penghujung tahun 2020, pandemi Covid-19 masih
eskalatif akibat gelombang baru Covid-19 di Amerika Serikat,
Eropa, Asia, dan Afrika. Kasus harian melonjak tajam ke level di
atas 700 ribu, begitu juga dengan catatan kematian akibat Covid-
19 yang mencapai lebih dari 12 ribu per hari. Tingginya data
harian ini membawa kasus kumulatif Covid-19 hingga ke 78,34
juta kasus dengan 1,72 juta orang di antaranya meninggal dunia
per 22 Desember 2020. Mendekati masa libur Natal dan Tahun
Baru, kenaikan kasus masih tinggi di banyak negara. Untuk
mencegah penyebaran virus yang lebih luas, Pemerintah di
beberapa negara memutuskan untuk kembali lockdown untuk
ketiga kalinya, seperti Jerman, Belanda, Italia, sebagian Inggris
dan Austria (setelah Natal). Di samping itu, risiko tambahan
muncul dengan adanya strain virus Covid-19 baru di Inggris
dengan sifat penularan jauh lebih cepat.
Sejalan dengan kondisi global, kasus Covid-19 di Indonesia juga
terus meningkat sejalan dengan kenaikan jumlah tes dan
mobilitas masyarakat. Kenaikan kasus harian masih terus terjadi
sejak libur panjang di akhir Oktober. Per 22 Desember, jumlah
kasus kumulatif di Indonesia mencapai 678.125 kasus, dengan
20.257 kematian, dan 105.146 kasus aktif. Jumlah tes terus
mengalami perbaikan hingga secara rata-rata mencapai lebih dari
34 ribu per hari pada bulan Desember. Namun pada periode yang
sama, positive rate (kasus baru/tes baru) masih cukup tinggi di
kisaran 18%, mengindikasikan masih tingginya penyebaran
Covid-19. Kondisi ini semakin menguatkan kebutuhan TLI yang
lebih masif, terutama di berbagai daerah, untuk menangkap
profil pandemi Covid-19 yang lebih utuh di setiap daerah dan
secara nasional. Untuk mengantisipasi penyebaran lebih lanjut,
Pemerintah menerapkan pengetatan perjalanan libur akhir tahun
2020 saat Natal dan Tahun Baru.
Di tengah pandemi yang eskalatif, momen vaksinasi yang telah
mulai dilakukan memperbesar harapan mengakhiri pandemi
Covid-19 lebih cepat. Perkembangan vaksin berjalan sangat
cepat khususnya dalam dua bulan terakhir. Berbagai
pengembang vaksin mengumumkan efikasi yang tinggi pada
kisaran 70-95%. Hingga minggu ke-3 Desember, tiga vaksin telah
mendapat izin penggunaan secara darurat, yaitu dari
Pfizer/BioNTech (AS-Jerman), Sinopharm (Tiongkok), dan
Moderna (AS). Inggris menjadi negara pertama yang melakukan
vaksinasi pada 8 Desember, disusul oleh AS pada 14 Desember.
Di samping itu, beberapa negara seperti Bahrain, Kanada,
Meksiko, Singapura, dan Uni Eropa juga telah memberikan izin
penggunaan darurat atas vaksin Pfizer-BioNTech dan akan mulai
vaksinasi pada Desember 2020 – Januari 2021. Namun
perkembangan positif ini perlu tetap disertai dengan
kewaspadaan yang tinggi karena faktor kompleksitas vaksin dan
kejutan pandemi Covid-19 yang sangat mungkin terjadi ke depan.
Masih tingginya ketidakpastian yang diakibatkan oleh pandemi
membuat outlook pertumbuhan ekonomi global juga masih
bergerak dinamis. Proyeksi pertumbuhan ekonomi di triwulan
ke-IV 2020 bagi beberapa negara termasuk Indonesia
menunjukkan pemulihan ekonomi akan terus bergulir meskipun
secara umum pertumbuhan masih berada di teritori negatif.
Namun demikian, di beberapa negara yang mengalami
gelombang baru kasus Covid-19 dan berujung pengetatan,
seperti kawasan Eropa, Malaysia serta Korea Selatan, kontraksi
kembali mendalam di triwulan terakhir 2020. Hal ini
menunjukkan kasus Covid-19 yang tidak terkendali dapat
berakibat pada memudarnya momentum pemulihan ekonomi.
Tiongkok dan Vietnam masih diperkirakan sebagai negara yang
akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif di 2020. Di
triwulan ke-IV pertumbuhan kedua negara masih dalam tren
peningkatan, didukung oleh terus terkendalinya penanganan
Covid-19 yang membuat pemulihan aktivitas terus terjadi.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 3
Ditinjau dari indikator Purchasing Manager Index (PMI)
Manufacture, aktivitas ekonomi secara global masih ekspansif.
PMI Manufacture global November berada di level kuat yakni
53,7. Hal ini didorong oleh ekspansi yang terjadi di negara maju
serta perbaikan di beberapa negara besar Asia. Meski demikian,
beberapa negara yang mengalami gelombang baru Covid-19
menunjukkan adanya perlambatan PMI, dan bahkan kembali ke
level kontraktif seperti yang dialami Perancis. Seiring dengan
perbaikan aktivitas ekonomi, harga komoditas global
melanjutkan penguatan di bulan November. Peningkatan yang
cukup kuat tampak pada harga karet, CPO dan logam, seiring
meningkatnya aktivitas manufaktur di banyak negara di dunia.
Kenaikan CPO yang tinggi didorong oleh perbaikan aktivitas
ekonomi India.
PERKEMBANGAN PASAR KEUANGAN DAN NILAI TUKAR
Kinerja Pasar Saham dan Surat Berharga Negara
Kinerja pasar saham domestik di bulan November 2020 mampu
meneruskan tren peningkatan dari bulan sebelumnya. Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 5.612 atau
meningkat 9,4% dibanding bulan sebelumnya, meskipun masih
terkontraksi 10,9% (ytd) dibanding akhir 2019. Jika dibandingkan
dengan kondisi di bulan Maret 2020 saat kebijakan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai berlaku di beberapa kota di
Indonesia, pasar saham domestik telah pulih sebesar 23,7%.
Secara sektoral, keseluruhan sektor di bursa saham mengalami
rebound di bulan ini, yang menandakan optimisme investor
terhadap potensi pemulihan ekonomi domestik. Investor asing
juga mampu membukukan total arus dana masuk (net inflow) di
pasar saham yang turut menopang peningkatan kinerja bursa
saham. Tercatat net inflow bulan November mencapai Rp3,4
trilliun, berbalik dari kondisi bulan Oktober yang mencatatkan
net ouflow sebesar Rp3,7 trilliun.
Sejalan dengan peningkatan kinerja pasar saham, kinerja pasar
obligasi pemerintah juga melanjutkan peningkatan dari bulan
Oktober 2020. Meskipun sedikit menurun apabila dibandingkan
bulan sebelumnya, investor nonresiden masih mencatatkan neto
pembelian (net inflow) di instrumen SBN sebesar Rp15,6 Triliun.
Namun demikian, secara kumulatif tahunan hingga akhir
November 2020 investor asing masih mencatatkan neto
penjualan (net ouflow) sebesar Rp91,4 Triliun. Kepemilikan
investor asing di SBN tradable berada pada posisi 26% per
November, turun cukup besar apabila dibandingkan share di
akhir 2019 yang mencapai 38,57% dari total SBN tradable.
Perbaikan kinerja di pasar obligasi pemerintah juga terlihat dari
pergerakan yield dari SBN seri benchmark 5 Tahun dan 10
Tahun yang mengalami penurunan jika dibandingkan posisi
akhir Oktober 2020. Yield SBN 5 Tahun turun dari level 5,49% di
bulan Oktober ke level 5,08% di akhir bulan November 2020,
sementara yield 10 Tahun menurun ke level 6,18%. Sejalan
dengan turunnya yield SBN, risiko investasi di instrumen pasar
keuangan Indonesia juga menurun, yang ditunjukkan dengan
penurunan CDS 5 tahun menjadi 89,6 di bulan November 2020
dari level 99,3 pada akhir Oktober.
Peningkatan kinerja pasar saham maupun SBN di bulan
November 2020 didorong oleh situasi global yang kondusif
sejalan dengan kemajuan vaksin covid19 serta perbaikan
situasi politik di Amerika Serikat terkait dimulainya proses
transisi pemerintahan dan kemajuan positif perundingan
stimulus fiskal. Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia yang
relatif kondusif meskipun masih dibayangi kenaikan kasus covid-
19, masih mampu menopang optimisme investor. Sentimen
positif dari dalam negeri di antaranya berasal dari perbaikan
kinerja neraca pembayaran triwulan III 2020 yang mampu
mencatatkan surplus di tengah masa pandemi. Kinerja transaksi
berjalan bahkan mencatatkan surplus untuk pertama kalinya
sebesar 0,4% PDB sejak surplus terakhir di triwulan III 2011.
Sementara itu, memasuki bulan Desember pasar keuangan
domestik masih relatif kondusif meskipun terdapat tekanan
sejalan dengan tingginya kasus covid19 dalam negeri. Pelaku
pasar mengantisipasi pengetatan kebijakan PSBB menjelang
libur Natal dan Tahun Baru. Tercatat IHSG masih meneruskan
tren peningkatan di level 6.104,3 per 18 Desember 2020, namun
investor asing mencatatkan net outflow sebesar Rp2,5 Triliun. Di
pasar obligasi pemerintah, tercatat yield SBN tenor 5 Tahun dan
10 Tahun masih relatif rendah dengan masing-masing berada di
level 5,16% dan 5,97% dan investor asing masih mencatatkan net
inflow sebesar Rp2,6 Triliun. Namun demikian, dengan melihat
tren penurunan spread yield antara SBN dengan US T Bill,
Pemerintah perlu mewaspadai potensi pembalikan arus modal
sewaktu-waktu (sudden reversal) akibat spread yang semakin
rendah.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 4
Kinerja Arus Modal dan Nilai Tukar
Berdasarkan perkembangan di pasar saham dan pasar SBN, total
aliran modal asing yang masuk ke Indonesia (net inflow) di bulan
November 2020 mencapai Rp19 Triliun atau sedikit meningkat
dibandingkan bulan Oktober 2020 yang mencatatkan total net
inflow sebesar Rp18,1 Triliun. Sementara di bulan Desember
hingga 18 Desember tercatat arus masuk di pasar saham dan SBN
sebesar Rp0,1 Triliun. Secara keseluruhan sepanjang tahun 2020
hingga 18 Desember 2020 investor nonresiden masih
mencatatkan net outflow di pasar keuangan domestik sebesar
Rp138,6 Trilliun.
Tingginya arus modal masuk dari investor asing menopang
perbaikan nilai tukar Rupiah dalam dua bulan terakhir. Rupiah
terapresiasi 3,8% (month-to-month) dan ditutup di level Rp
14.128/USD di akhir November 2020. Namun secara year-to-date
(ytd) Rupiah masih mencatatkan depresiasi sebesar 1,6%.
Memasuki bulan Desember, nilai tukar Rupiah berada pada level
Rp14.146/USD. Meskipun tertekan oleh sentimen negatif dari
pengetatan kebijakan PSBB, terdapat faktor positif yang mampu
menopang pergerakan Rupiah, terutama didorong oleh
kemajuan proses kebijakan vaksinasi di dalam negeri yang
meningkatkan optimisme pemulihan perekonomian.
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2020
mencapai USD133,6 miliar, relatif sama dibandingkan dengan
posisi akhir Oktober sebesar USD133,7 miliar. Posisi cadangan
devisa bulan November tersebut setara dengan kapasitas
pembiayaan 9,9 bulan impor atau 9,7 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri pemerintah serta berada di atas
standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Perkembangan cadangan devisa bulan November ini di antaranya
dipengaruhi oleh adanya penarikan pinjaman luar negeri
pemerintah, penerimaan pajak dan devisa migas, serta
pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Perkembangan Moneter dan Perbankan
Setelah mempertahankan suku bunga acuan (7DRR) sebesar 4%
sejak Juli 2020, Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku
bunga sebesar 25bps di bulan November menjadi 3,75%.
Penurunan ini menunjukkan bahwa kebijakan suku bunga rendah
masih dipertahankan untuk mendukung pemulihan ekonomi.
Penurunan suku bunga tersebut ditransmisikan ke penurunan
suku bunga simpanan maupun kredit dengan penurunan suku
bunga simpanan yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa
sumber pendanaan di perbankan masih cukup melimpah. Selain
itu, penurunan suku bunga simpanan lebih besar di tenor jangka
pendek. Perbankan masih menjaga suku bunga tenor yang lebih
panjang cukup tinggi untuk menjaga likuiditasnya tetap aman.
Dengan penurunan suku bunga ini, likuiditas perekonomian
semakin meningkat. Selain itu, peningkatan likuiditas juga
didorong kenaikan ekspansi keuangan pemerintah yang
tercermin dari pertumbuhan tagihan bersih kepada Pemerintah
Pusat.
Walaupun suku bunga kredit sudah menunjukkan penurunan,
namun hal tersebut belum mampu meningkatkan kinerja
intermediasi perbankan. Pertumbuhan kredit terus
menunjukkan pelemahan dan bahkan sudah dua bulan ini
menyentuh zona negatif. Di bulan Oktober, pertumbuhan kredit
turun mencapai -0,9% (yoy). Perlambatan kredit tersebut terjadi
di semua jenis kredit baik untuk modal kerja, investasi dan
konsumsi, masing-masing sebesar -2,72% (yoy), 1,39% (yoy) dan
0,11% (yoy). Perlambatan terbesar terjadi di kredit modal kerja
yang menunjukkan bahwa perusahaan masih menggunakan
sumber pembiayaan lain (dana internal) atau sisi supply masih di
bawah kapasitas optimal. Dari sisi lapangan usaha, pelemahan
pertumbuhan kredit juga masih terjadi di semua sektor sejalan
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 5
dengan perlambatan ekonomi domestik. Selain itu, dominasi
kredit juga tidak berubah dengan penyaluran kredit masih ke
sektor perdagangan dan manufaktur dengan share masing-
masing sebesar 27,6% dan 22,3%. Di sisi lain, pertumbuhan dana
simpanan berada dalam tren yang meningkat walau di bulan
November sedikit melambat. Pertumbuhan dana simpanan
menjadi 11,6% (yoy) dimana didukung oleh peningkatan
simpanan dana-dana yang besar (masyarakat menengah ke
atas). Dengan pertumbuhan dana simpanan dan penurunan
kredit membuat loan to deposit ratio semakin turun.
Dengan masih melimpahnya
likuiditas perbankan
sementara kredit masih cukup
lemah, maka portofolio
perbankan masih cukup besar
ke instrumen surat berharga,
penempatan pada BI dan
cadangan kerugian penurunan
nilai aset keuangan. Penempatan dana perbankan meningkat
lebih dari 1% per total dana pihak ketiga di bulan September
dibandingkan awal tahun ini. Selain itu, dalam periode yang
sama, penempatan dana perbankan meningkat sebesar 2,5% per
total dana pihak ketiga. Hal tersebut membuat porsi kepemilikan
bank di SBN meningkat tinggi mencapai 38,7%. Secara lebih
khusus, terkait dengan pembiayaan, melemahnya kredit
terhadap sektor riil membuat perusahaan melakukan shifting
untuk pembiayaannya khususnya terhadap modal kerja dan
investasi perusahaan. Untuk modal kerja, sumber pembiayaan
kredit modal kerja dari perbankan nasional sempat meningkat di
triwulan I 2020. Namun di dalam perkembangannya, kredit
modal kerja telah melambat dan akhirnya terkontraksi di
semester II 2020.
Di sisi lain, sumber pembiayaan kredit modal kerja dari utang
luar negeri yang pada awalnya tumbuh negatif di awal tahun
2020, telah meningkat dan mencapai pertumbuhan positif di
semester II 2020. Dalam hal ini, terjadi tren shifting pendanaan
kegiatan kredit modal kerja semenjak akhir semester I 2020.
Sementara untuk pertumbuhan kredit investasi baik dari
pendanaan perbankan dalam negeri maupun utang luar negeri,
bergerak searah dengan kecenderungan menurun seiring dengan
perlambatan pertumbuhan investasi. Namun, perlambatan
pertumbuhan kredit investasi oleh perbankan cenderung lebih
cepat terjadi dibandingkan perlambatan pertumbuhan utang
luar negeri untuk investasi. Perkembangan tersebut dapat
menjadi tantangan bagi efektivitas kebijkanan stimulus fiskal
melalui penempatan dana di perbankan. Dalam hal ini, terdapat
indikasi kecenderungan pihak swasta yang lebih memanfaatkan
utang luar negeri dibanding pembiayaan dari perbankan
nasional. Tentu hal ini akan menimbulkan tantangan bagi
efektivitas kebijakan fiskal yang didanai oleh utang dan SBN, dan
juga akan berdampak pada stabilitas nilai tukar ke depannya.
Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan di bulan November kembali mencatatkan
surplus sebesar USD2,6 miliar, melanjutkan kinerja positif selama
tujuh bulan terakhir. Surplus masih ditopang oleh neraca
nonmigas sebesar USD2,93 miliar, sementara neraca migas
mengalami defisit sebesar USD0,32 miliar. Sementara itu,
sepanjang tahun 2020 (Jan-Nov’ 2020), neraca perdagangan
telah mencatatkan surplus sebesar USD19,68 miliar atau jauh
meningkat dari tahun sebelumnya yang mencatatkan defisit
USD3,51 miliar. Surplus tersebut masih disebabkan oleh
kontraksi impor yang jauh lebih dalam dibanding ekspor.
Ekspor bulan November 2020 tercatat sebesar USD15,29 miliar,
tumbuh positif dibandingkan bulan sebelumnya. Perbaikan
ekspor di bulan November membuat pertumbuhan secara
tahunan membaik yaitu menjadi 9,58% (yoy). Perbaikan tersebut
juga mengurangi penurunan laju defisit ekspor sepanjang tahun
ini yaitu menjadi -4,2% (ytd). Sementara itu, impor bulan
November 2020 juga mencatatkan peningkatan dibandingkan
bulan sebelumnya yang mencapai USD12,66 miliar. Peningkatan
didominasi oleh impor non migas. Peningkatan impor tersebut
mendorong perbaikan defisit impor menjadi sebesar -17,46%
(yoy) dan -18,91% (ytd).
Perkembangan harga dan juga permintaan pasar global
mempengaruhi pergerakan ekspor dan impor Indonesia.
Sepanjang tahun 2020 ini, perkembangan ekspor lebih banyak
didukung oleh perbaikan harga komoditas nonmigas. Sementara
permintaan masih melemah. Untuk ekspor migas, terdapat
sedikit peningkatan permintaan, namun penurunan harga jauh
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 6
lebih dalam. Di sisi impor, perkembangan sepanjang tahun 2020
masih menunjukkan defisit walaupun terdapat perbaikan di
bulan November. Penurunan impor disebabkan baik oleh
kontraksi harga komoditas impor dan juga penurunan jumlah
permintaan yang terjadi baik di sektor migas maupun non migas,
dimana penurunan harga lebih mendominasi.
Perkembangan harga dan
juga permintaan pasar
global mempengaruhi
pergerakan ekspor dan
impor Indonesia.
Sepanjang tahun 2020 ini,
perkembangan ekspor
lebih banyak didukung oleh
perbaikan harga komoditas
nonmigas. Sementara permintaan masih melemah. Untuk ekspor
migas, terdapat sedikit peningkatan permintaan, namun
penurunan harga jauh lebih dalam. Di sisi impor, perkembangan
sepanjang tahun 2020 masih menunjukkan defisit walaupun
terdapat perbaikan di bulan November. Penurunan impor
disebabkan baik oleh kontraksi harga komoditas impor dan juga
penurunan jumlah permintaan yang terjadi baik di sektor migas
maupun non migas, dimana penurunan harga lebih
mendominasi.
Apabila dilihat dari komoditasnya, secara umum komoditas
ekspor masih mengalami pertumbuhan negatif. Beberapa
komoditas dengan kontribusi cukup besar yang masih
menunjukkan performa positif antara lain lemak dan minyak
nabati/hewani (HS15), besi dan baja (HS72), serta logam
mulia/perhiasan (HS71). Kenaikan jumlah permintaan
mendorong meningkatnya ekspor besi dan baja. Sementara
kenaikan ekspor logam mulia/perhiasan lebih didorong oleh
kenaikan harga. Sementara itu, mayoritas komoditas di sisi impor
juga mengalami penurunan baik disebabkan harga dan volume
seperti mesin dan peralatan mekanis (HS84), plastik dan barang
dari plastik (HS39), besi dan baja (HS72) serta kendaraan dan
bagiannya (HS87). Komoditas mesin dan perlengkapan elektrik
(HS85) juga mengalami kontraksi volume, namun sedikit
tertolong dengan kenaikan harga.
Apabila dilihat secara sektoral, sepanjang tahun 2020, ekspor
pertanian dan manufaktur bertumbuh positif masing-masing
sebesar 13,7% (ytd) dan 1,5% (ytd). Ekspor pertanian
melanjutkan tren positif sejak awal tahun, sementara ekspor
manufaktur yang sejak pandemi mengalami tekanan, mulai
menunjukkan kinerja positif. Ekspor sektor pertambangan yang
terus mengalami kontraksi selama beberapa waktu, sedikit
tertolong dengan kenaikan ekspor di bulan November. Hal
tersebut mendorong perlambatan laju defisit menjadi 23% (ytd).
Berdasarkan penggunaannya, secara kumulatif Jan-Nov 2020
semua impor berdasarkan jenis penggunaan masih mengalami
penurunan. Impor barang modal dan juga impor bahan
baku/penolong mengalami kontraksi cukup dalam masingmasing
sebesar -18,61% dan -19,78% (ytd). Hal ini menunjukkan masih
melemahnya sisi supply di dalam negeri. Sementara untuk impor
barang konsumsi, penurunan sepanjang tahun ini sebesar -
12,59% (ytd). Laju penurunan impor barang penggunaan
tersebut sedikit melambat dikarenakan peningkatan impor di
bulan November. Peningkatan tersebut diharapkan akan
meningkat sejalan dengan peningkatan investasi domestik.
PERKEMBANGAN HARGA
Laju inflasi November 2020 mencapai 1,59% (yoy), meningkat
dari angka Oktober yang mencapai 1,44% (yoy) atau 0,28%
(mtm). Hingga November, laju inflasi kumulatif mencapai 1,23%
(ytd). Laju inflasi kembali mengalami peningkatan dalam dua
bulan berturutturut setelah sejak periode Juli sampai dengan
Oktober mencatatkan deflasi. Perkembangan inflasi bulan
November 2020 dipengaruhi oleh berlanjutnya kenaikan harga
pangan sebagai dampak mulai berkurangnya pasokan di tengah
permintaan yang mulai meningkat.
Tren peningkatan inflasi dicerminkan oleh naiknya inflasi
beberapa kelompok pengeluaran. Secara umum, kelompok
pangan sudah menunjukkan tren peningkatan, sementara
kelompok nonpangan masih melanjutkan tren melemah.
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau melanjutkan tren
peningkatan sejak September didorong oleh faktor musim tanam
beberapa komoditas pangan. Peningkatan juga terjadi di
kelompok transportasi seiring mulai naiknya mobilitas
masyarakat antardaerah. Sementara itu, beberapa kelompok
komoditas lainnya, seperti perumahan, perlengkapan rumah
tangga, dan rekreasi masih melanjutkan tren melemah meskipun
penurunannya sudah melandai.
Jika dilihat persebaran spasial, secara bulan ke bulan, inflasi
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 7
terjadi di 83 kota mengalami, sementara 7 kota lainnya
mengalami deflasi. Laju inflasi tertinggi terjadi di Tual (Maluku)
didorong oleh kenaikan harga ikan, produk unggas, sayuran, dan
bahan bakar rumah tangga. Sementara itu, kota Kendari
(Sulawesi Tenggara) mengalami deflasi terdalam didorong oleh
penurunan harga pada komoditas ikan dan beberapa jenis
sayuran.
Pada November 2020, laju inflasi volatile food menjadi faktor
utama yang mendorong inflasi secara umum. Inflasi volatile
food mencapai 2,41% (yoy), meningkat dari bulan Oktober yang
mencapai 1,32% (yoy). Meningkatnya laju inflasi ini dipengaruhi
oleh kenaikan beberapa harga komoditas pangan seperti daging
ayam ras dan telur ayam ras, serta aneka bumbu seperti aneka
cabai merah, aneka bawang, beberapa jenis sayuran lainnya, dan
minyak goreng. Kenaikan harga pangan terutama didorong oleh
meningkatnya harga produk unggas yang lebih tinggi
dibandingkan tahun 2019. Pada tahun 2020, kenaikan harga
daging dan telur ayam ras dipengaruhi oleh bekurangnya stok
akibat kebijakan apkir dini dan pengurangan bibit ayam di tengah
permintaan yang mulai naik. Selain itu, harga aneka cabai juga
meningkat, berbeda pada tahun November 2019 yang justru
mengalami deflasi cukup dalam.
Inflasi administered price kembali meningkat setelah dua bulan
sebelumnya melambat. Pada November 2020, inflasi
adminisitered price tercatat mencapai 0,56% (yoy), sedikit
meningkat dari angka Oktober 2020, yaitu 0,46% (yoy). Tekanan
inflasi komponen tersebut berasal dari inflasi transportasi udara
yang mulai meningkat seiring mobilitas masyarakat antardaerah
yang naik. Pada November 2020, angkutan udara mengalami
inflasi setelah empat bulan mengalami deflasi. Hal ini berbeda
dengan November 2019 yang masih mengalami deflasi. Di sisi
lain, tarif listrik masih memberikan sumbangan deflasi sebagai
dampak kebijakan penurunan tarif untuk beberapa golongan
pelanggan tertentu, khusus pelanggan pascabayar.
Di tengah inflasi volatile food dan administered yang
meningkat, komponen inti masih melanjutkan perlambatan
meskipun sudah semakin melandai. Pada November 2020,
inflasi inti mencatatkan angka 1,67% (yoy), menurun tipis
dibandingkan bulan Oktober 2020, yaitu sebesar 1,74% (yoy).
Secara umum, perlambatan inflasi inti masih terlihat pada inflasi
komoditas perlengkapan rumah tangga dan jasa-jasa, seperti -
jasa perumahan, rekreasi dan kebutuhan leisure, dan perawatan
jasmani. Perlambatan inflasi yang terjadi masih sejalan dengan
lemahnya pertumbuhan kredit konsumsi di tengah tren
peningkatan tajam pertumbuhan uang beredar. Selain faktor
domestik, faktor harga komoditas global secara umum yang
masih rendah dan nilai tukar Rupiah yang relatif stabil
berdampak pada terbatasnya imported inflation dan terjaganya
ekspektasi inflasi.
PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL : PERKEMBANGAN KINERJA PERDAGANGAN, TRANSPORTASI, DAN PARIWISATA
Penjualan kendaraan pada Oktober masih dalam kontraksi
pertumbuhan, dengan kinerja penjualan mobil penumpang
yang lebih baik dari bulan sebelumnya sejalan dengan aktivitas
produksi dan peningkatan penjualan pabrik ke dealer. Namun,
kinerja penjualan mobil niaga dan sepeda motor kembali
melambat.
Sementara itu kinerja penjualan eceran kembali melemah pada
bulan November dengan terkontraksi -15,6% (yoy) lebih dalam
dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini seiring dengan
penurunan penjualan kelompok peralatan informasi dan
komunikasi.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 8
Impor Barang Konsumsi pada November masih dalam level
kontraksi, tetapi dengan arah pergerakan yang lebih baik
dibanding bulan sebelumnya. Jika dilihat secara klasifikasi BEC,
terlihat perbaikan pada bulan November karena adanya
pertumbuhan positif secara bulanan pada komponen barang
konsumsi, kecuali untuk komponen impor mobil penumpang
yang masih negatif.
PERKEMBANGAN SEKTOR TRANSPORTASI DAN LOGISTIK
Sektor Transportasi dan Pergudangan memberikan kontribusi
terhadap PDB triwulan II 2020 sebesar 3,57%, mengalami
penurunan dibanding triwulan sebelumnya di 2020 yang
sebesar 5,17% terhadap PDB. Sektor Transportasi dan
Pergudangan merupakan sektor yang paling terdampak akibat
pandemi, dimana kinerjanya pada triwulan II 2020 mengalami
kontraksi hingga sebesar 30,8% (yoy). Kontribusi terbesar pada
sektor ini diberikan oleh subsektor Angkutan Darat sebesar 2,2%,
disusul subsektor Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan,
Pos dan Kurir sebesar 0,65%. Kinerja pengangkutan penumpang
dan barang di telah meninggalkan titik terendahnya, dimana
indikator transportasi dan logistik yang terpantau hingga bulan
Juli 2020 menunjukkan perbaikan dibandingkan bulan
sebelumnya, walaupun secara umum masih berada di zona
pertumbuhan negatif. Peran sektor transportasi dan logistik
terutama didominasi oleh subsektor angkutan darat dan logistik.
Mobilitas masyarakat dalam indikator pengangkutan
penumpang terus menunjukkan perbaikan hingga Juli, meski
pertumbuhannya masih terkontraksi. Hal ini sejalan dengan
mulai dilonggarkannya pembatasan mobilitas, dan peningkatan
operasi angkutan pasca PSBB.
Perkembangan Angkutan Penumpang
Penanganan Covid-19 yang mengharuskan pembatasan
mobilitas masyarakat dan pembatasan protokol batas jumlah
penumpang, berdampak langsung pada demand sektor ini.
Selama masa pandemi (Maret-Oktober), rata-rata kontraksi
pertumbuhan jumlah penumpang terdalam terjadi di angkutan
udara (-77%), diikuti angkutan kereta (-67%) dan angkutan laut (-
52%). Keselurahan moda angkutan mengalami kontraksi
terdalam di bulan Mei, tetapi kemudian terus bergerak membaik
hingga bulan Oktober meski dalam level kontraksi. Adanya hari
libur nasional di bulan Oktober turut mendorong perbaikan
kinerja ini. Secara keselurahan, kinerja transportasi udara perlu
menjadi perhatian karena baik penumpang dan barang telah
berada dalam tren kontraksi sejak sebelum pandemi. Angkutan
penumpang memiliki keterkaitan dengan kepercayaan
masyarakat dalam menggunaan transportasi publik. Sehingga,
penanganan dari sisi kesehatan di masa pandemi (penemuan
vaksin) dapat menjadi stimulus terbesar pemulihan sektor ini.
Namun, dalam jangka pendek kepercayaan masyarakat dapat
ditingkatkan dengan adanya regulasi dan komunikasi terkait
standar keamanan perjalanan masa pandemi. Selain itu,
angkutan penumpang memiliki keterkaitan erat dengan Sektor
Pariwisata yang menjadi prioritas pemerintah.
Perkembangan Angkutan Penumpang
Sektor ini sangat berkaitan dengan sektor lain seperti
manufaktur dan perdagangan. Penurunan aktivitas distribusi
logistik masa pandemi ditunjukkan pada penurunan volume
kendaraan angkutan logistik, serta bongkar muat di pelabuhan
dan bandara. Penurunan aktivitas pada masa PSBB dialami lebih
dari 80% perusahaan transportasi logistik dengan penurunan
aktivitas logistik yang berdampak pada pengurangan armada
operasi, jumlah pegawai, dan jam kerja. Indikator pengangkutan
barang bulan Oktober menunjukkan pergerakan yang beragam.
Angkutan barang laut dan udara menununjukkan perbaikan
kinerja, sementara angkutan kereta api kembali mengalami
tekanan. Pandemi Covid-19 mendorong masyarakat beralih
memenuhi kebutuhan melalui e-commerce. Hal ini mendorong
meningkatnya jasa pengiriman barang permintaan pergudangan
logistik. Transportasi logistik adalah sektor dengan
ketergantungan antarwilayah sangat tinggi, sehingga
pemerataan kebijakan dan pembangunan antarwilayah (supply-
demand dan infrastruktur) dapat mendorong sektor ini.
Diperkirakan pertumbuhan sektor transportasi dan logistik
akan terus mengalami perbaikan ke depan sejalan dengan
peningkatan aktivitas pergerakan penumpang maupun barang
serta adanya insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada
pelaku di sektor transportasi yang terdampak covid-19 berupa
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 9
penurunan suku bunga, pengurangan tunggakan pokok, hingga
penyertaan modal sementara. Aturan pemberian insentif harus
diterjemahkan secara operasional atau teknis dan bersifat
executable dan perlu adanya kepastian aturan main mengingat
teknis pelaksanaan pemberian insentif diserahkan kepada bank
atau lembaga pembiayaan (multifinance) sehingga menimbulkan
permasalahan tersendiri bagi bank dan multifinance dalam
pelaksanaannya di lapangan.
PERKEMBANGAN SEKTOR PARIWISATA
Sektor Pariwisata masih bertumpu pada wisatawan domestik
dengan tetap mengutamakan kesehatan masyarakat.
Pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp3,8 Triliun untuk
pemulihan sektor wisata untuk Sertifikasi CHSE (Cleanliness,
Health, Safety, and Environmental Sustainability) pada objek
wisata, hotel, dan restoran yang diharapkan dapat
meminimalisasi penyebaran wabah COVID19, serta stimulus
Reaktivasi Pariwisata berupa diskon 50% untuk paket wisata
setelah vaksinasi berjalan diharapkan mampu mempercepat
pemulihan sektor pariwisata.
Kunjungan Wisman ke Indonesia masih berada pada level yang
sangat rendah, non-essential travel restriction masih diterapkan
sebagai akibat pergerakan kasus Covid-19 yang masih ekskalatif
dan dinamis. Kunjungan Wisman ke Indonesia pada Oktober
2020 mencapai 158,19 ribu kunjungan, mengalami penurunan
tajam sebesar 88,25 persen jika dibandingkan dengan jumlah
kunjungan wisman pada Oktober 2019 yang berjumlah 1,35 juta
kunjungan. Namun jika dibandingkan dengan September 2020,
jumlah kunjungan wisman Oktober 2020 sedikit meningkat
sebesar 4,57 persen.
Berdasarkan pintu masuk, wisman yang berkunjung melalui
pintu masuk udara sebanyak 12,76 ribu kunjungan, pintu masuk
laut sebanyak 45,69 ribu kunjungan, dan pintu masuk darat
sebanyak 99,74 ribu kunjungan.
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) pada Hotel Berbintang di
Indonesia menunjukkan tren perbaikan setelah melewati
penurunan paling dalam pada bulan April 2020. Masyarakat yang
tidak dapat bepergian jauh dan ingin liburan menjadikan
staycation sebagai alternatif wisata, yang didukung oleh
penurunan tarif kamar dan promo Online Travel Agent (OTA) dan
juga libur panjang pada Bulan Oktober. Namun, pengurangan
jumlah libur akhir tahun dan pemberlakuan Rapid Test Antigen
untuk keluar masuk Jakarta berpotensi menghambat laju
perbaikan TPK. Bali sebagai daerah yang bergantung pada
wisman, memiliki TPK terendah yaitu 9,53% atau turun dari
63,30% pada Oktober 2019.
PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL : INDIKATOR PERTUMBUHAN EKONOMI
Indikator Konsumsi Rumah Tangga
Indikator Konsumsi rumah tangga pada bulan November
menunjukkan penguatan optimisme konsumen yang tercermin
pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 92,0, dibanding
bulan sebelumnya yang sebesar 79,0. Keyakinan konsumen
menguat di seluruh kategori tingkat pengeluaran. Perbaikan
keyakinan konsumen pada November 2020 didorong oleh
ekspektasi konsumen yang membaik terhadap kondisi ekonomi
ke depan, yakni pada peningkatan ekspansi kegiatan usaha,
kenaikan penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja pada 6
bulan mendatang. Persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini juga membaik meski masih berada pada area kontraksi,
terutama disebabkan oleh persepsi yang menguat terhadap
penghasilan dan ketersediaan tenaga kerja.
Bertolak belakang dengan IKK, Indeks Penjualan Eceran (RSI)
pada bulan November 2020 masih menunjukkan pelemahan
yang bisa jadi merupakan siklus musiman kuartal IV. Pada bulan
November RSI berkontraksi 0,43% (mtm) atau 15,66% (yoy).
Konsumsi makanan dan minuman yang merupakan porsi
terbesar dalam konsumsi rumah tangga (42%) pada bulan
November mengalami kontraksi 0,45% (mtm) atau 6,51% (yoy).
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 10
Sementara itu penjualan mobil penumpang terus menanjak di
bulan November, mencapai 70% dari keadaan pra-pandemi di
bulan Maret 2020. Sementara itu penjualan sepeda motor
menunjukkan penurunan sejak Bulan September 2020 dimana
siklus musiman ini juga terjadi di periode yang sama tahun lalu.
Penjualan sepeda motor dan mobil penumpang dari PT Astra di
Bulan November ini masing-masing terkontraksi 56,7% (yoy) dan
41,0% (yoy). Secara bulan ke bulan (mtm) penjualan sepeda
motor mengalami kontraksi 25,4%, sedangkan penjualan mobil
tumbuh 9,8%.
Penjualan listrik untuk golongan rumah tangga di bulan
November 2020 mengalami penurunan bila dibandingkan bulan
Oktober yang menunjukkan masyarakat kembali beraktivitas di
luar rumah. Konsumsi listrik yang merupakan bagian dari
konsumsi RT untuk perumahan dan peralatan RT di bulan
November ini berkontraksi 2,2% (mtm) namun meningkat 7,1%
bila dibandingkan bulan November 2019.
Kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi)
Mengakhiri bulan ke-2, Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) pada periode triwulan IV-2020 diperkirakan mengalami
sedikit perbaikan dari triwulan III-2020 yang ditandai dengan
membaiknya beberapa indikator. Indikator PMTB seperti
penjualan semen, penjualan kendaraan niaga dan impor barang
modal telah mengalami perbaikan meskipun masih di teritori
negatif. Komponen PMTB bangunan masih membaik secara
perlahan setelah pada bulan Oktober bergerak cenderung
berlawanan dengan tendensi perbaikan yang dialami berbagai
indikator yang diukur dengan google mobility. Indikator itu
sejalan dengan peningkatan aktifitas masyarakat maupun
keberlanjutan proyek pembangunan fisik yang sempat tertunda.
Pada bulan November, indikator PMTB bangunan
menunjukkan tren membaik dibandingkan pergerakan
indikator di bulan Oktober. Konsumsi semen yang pada bulan
Oktober mengalami penurunan yaitu -15,2% (YoY) dibandingkan
realisasi pada bulan September, pada bulan November
mengalami sedikit perbaikan yaitu sebesar - 13,9% (YoY). Hingga
bulan November konsumsi semen terkontraksi sebesar 10,2%
(ytd). Impor Besi dan Baja sebagai indikator PMTB bangunan juga
mengalami perbaikan dari bulan Oktober sebesar -46,0% (YoY)
menjadi sebesar 34,2% (YoY).
Demikian pula impor barang modal sebagai indikator PMTB
Mesin dan Perlengkapan mengalami perbaikan yang cukup
signifikan. Setelah mengalami pelemahan pada bulan Oktober -
24,2% (YoY), pada bulan November kembali mengalami
perbaikan menjadi sebesar -2,9% (YoY). Perbaikan indikator ini
diperkirakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan PMTB
Mesin dan Perlengkapan di triwulan IV-2020 ini, dengan
beberapa downside risk, yaitu hari libur akhir tahun yang
memotong hari kerja dan kegiatan pembangunan fisik serta
korporasi masih enggan untuk ekspansi yang terlihat dari tren
kredit yang masih menurun.
Penjualan mobil niaga sebagai indikator PMTB Kendaraan pada
bulan November mengalami perbaikan setelah mengalami
pelemahan pada bulan Oktober. Pada bulan Oktober, penjualan
mobil niaga sebesar -43,2% (YoY) tumbuh lebih rendah
dibandingkan pada bulan September sebesar -36,7% (YoY). Pada
bulan November kembali menguat sebesar -13,9% (YoY).
Diperkirakan kondisi ini masih akan mengalami perbaikan seiring
dengan semakin membaiknya aktifitas masyarakat dan
perekonomian, namun belum adanya stimulus yang menjadi
pendorong untuk indikator ini bergerak lebih baik lagi.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 11
Indikator lainnya yang digunakan untuk memperkirakan
pertumbuhan PMTB secara keseluruhan adalah realisasi
belanja modal Pemerintah Pusat. Pada bulan November 2020,
realisasi belanja modal Pemerintah Pusat sebesar Rp20.783
miliar. Secara YoY, realisasi bulan November tumbuh positif
sebesar 9,9%, secara mtm tumbuh sebesar 26,0%. Secara
kumulatif realisasi selama bulan Januari-Oktober sebesar
Rp110.441 miliar. Penyerapan ini mencapai 80,4%, meningkat
dibandingkan dengan penyerapan November 2019 sebesar
66,8%. Berdasarkan hal itu, diperkirakan hingga akhir tahun,
penyerapan belanja modal tersebut akan terkontraksi jika
dibandingkan dengan realisasi tahun 2019.
Kinerja Konsumsi Pemerintah
Bulan November 2020 menunjukkan realisasi belanja negara
secara kumulatif Januari - November telah mencapai Rp2.306,7
triliun atau 84,2% dari total anggaran belanja negara, tumbuh
12,7% (yoy) dibandingkan realisasi tahun lalu sebesar Rp2.046,6
triliun. Capaian belanja negara tersebut ditopang oleh
peningkatan realisasi belanja bantuan sosial, dukungan untuk
dunia usaha terutama usaha menengah kecil (program PEN)
melalui belanja lainnya, serta peningkatan belanja barang.
Akselerasi realisasi belanja negara yang meningkat sangat pesat
pada triwulan III sedikit mengalami perlambatan di bulan
November. Hal ini terlihat dari melambatnya pertumbuhan
belanja negara kumulatif menjadi 12,7% di bulan November
dibandingkan bulan Oktober yang mencapai 13,6% (yoy).
Secara kumulatif Januari-November belanja Pegawai telah
mencapai Rp356,5 triliun (88,3% dari pagu perpres 72), atau
tumbuh 2,2% (yoy), terutama dipengaruhi oleh menurunnya
belanja untuk honorarium, vakasi, dan tunjangan karena
sebagian PNS melakukan pekerjaannya dari rumah (WFH), serta
adanya perubahan kebijakan pembayaran THR dan gaji ke-13.
Sementara itu, sampai dengan bulan November Pemerintah
telah membelanjakan Rp329,4 triliun untuk belanja barang,
meningkat 22,4% yoy dan mencapai 120,6% dari pagu anggaran
berdasarkan Perpres 72/2020. Belanja barang di tahun 2020
terutama digunakan untuk bidang kesehatan dan bantuan
pemerintah. Pos belanja Jaring Pengaman Sosial masa Pandemi
Covid-19 serta peningkatan nilai Premi PBI JKN di tahun 2020.
Lebih lanjut peningkatan realisasi Bansos tersebut berdasarkan
Kementerian /Lembaga di antaranya sebagai berikut: a)
pelaksanaan PKH, Kartu Sembako dan bansos sementara lainnya
(BST, Bansos beras, bansos Paket Sembako) oleh Kementerian
Sosial; b) pencairan bantuan premi iuran JKN dengan premi iuran
yang lebih besar sejak awal tahun oleh Kementerian Kesehatan;
c) realokasi KIP Kuliah dari Kemristek/BRIN oleh Kemendikbud;
dan d) pelaksanaan kegiatan penanganan pandemi Covid-19 oleh
BNPB. Sementara barang untuk diserahkan kepada
masyarakat/pemda tumbuh 163,7% (yoy) yang didorong belanja
barang lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat/pemda.
Selain itu pos belanja BLU juga tumbuh cukup tinggi mencapai
70,2% (yoy), terutama didorong oleh kenaikan belanja BLU
biodiesel/kelapa sawit. Selain itu, sampai dengan November
2020 belanja bantuan sosial telah mencapai Rp191,4 triliun,
meningkat 80,7% (yoy) atau mencapai 109,7%, melampaui
pagunya dalam Perpres 72/2020. Peningkatan tersebut
didorong belanja bantuan sosial untuk penanggulangan
kemiskinan dan bantuan sosial untuk penganggulangan bencana,
yang meningkat cukup tinggi. Namun demikian, meskipun
realisasi program-program yang dilakukan Pemerintah melalui
penyaluran subsidi sangat besar seperti perlindungan sosial
sangat luar biasa bermanfaat bagi masyarakat, namun kontribusi
belanja sosial hampir keseluruhan masuk ke dalam komponen
PDB konsumsi rumah tangga, karena sebagian besar belanja
sosial langsung diberikan kepada masyarakat. Sementara itu
pada bulan November 2020 realisasi belanja negara mencapai
Rp264,9 triliun, meningkat 6,4% (yoy) dibandingkan realisasi
pada bulan November 2019 yang mencapai Rp248,8 triliun.
Tumbuhnya realisasi belanja negara ini didorong masih
tumbuhnya komponen belanja negara pembentuk PDB Konsumsi
Pemerintah dari sisi pemerintah pusat yaitu belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, bantuan sosial, serta belanja lain-
lain. Sementara itu pembentuk PDB Konsumsi Pemerintah dari
sisi pemerintah daerah diperkirakan mengalami kontraksi yang
terlihat dari indikatornya yaitu TKDD yang mengalami kontraksi
cukup besar mencapai 34,2% (yoy).
Selama periode Januari-November 2020 diperkirakan terjadi
peningkatan konsumsi Pemerintah dibandingkan periode yang
sama tahun 2019. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi
oleh meningkatnya realisasi belanja bantuan sosial serta belanja
barang yang didorong oleh realisasi PEN baik berupa dukungan
kesehatan, perlindungan sosial, bantuan upah, maupun bantuan
mikro.
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 12
\
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 13
Pengarah : Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab : Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Penyusun : Thomas NPD Keraf, Yasir Niti Samudro, Roni Parasian, Rahadian Zulfadin, Lilik Surya, Iis Iskandar, Raditiyo Harya Pamungkas, Dwi Anggi Novianti, Dedy Sunaryo, Immanuel Bekti Hartanto, Restu Rinayanti, Johan Zulkarnain, Andi Yoga, Wignyo Parasian, Yayu Andini, Ika Kartika Sari, Wiranda Baihaqi, Dimas Nurdy, Adi Triyono, Dessy Kusumawardani, Rizki Saputri, Ilham Satriyo N., Hilda Choirunnisyah
Layout : Patria Yoga Asmara Sumber Data : CEIC, BPS, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.