Upload
siti-gz
View
660
Download
20
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJADITJEN BINA GIZI DAN KIA
TAHUN 2013
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJADITJEN BINA GIZI DAN KIA
TAHUN 2013
DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIAKEMENTERIAN KESEHATAN RI
2014
DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIAKEMENTERIAN KESEHATAN RI
2014
i
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
KATA PENGANTAR
Dalam menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 7
Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
yang menyebutkan bahwa unit eselon I dan unit eselon II
instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), maka
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA sebagai salah satu unit eselon I di
lingkungan Kementerian Kesehatan telah menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja
tahun 2013.
Laporan Akuntabilitas Kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi
pertanggung jawaban kinerja yang merupakan perwujudan dari salah satu indikator
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance),
dan berkaitan dengan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dalam
memberikan pelayanan prima serta menyampaikan pertanggungjawaban kinerja
kepada pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA ini
secara garis besar berisikan informasi mengenai tugas dan fungsi organisasi,
rencana kinerja dan capaian kinerja yang telah dilaksanakan dalam Tahun
Anggaran 2013. Gambaran tentang capaian kinerja program dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat
capaian serta menentukan upaya tindaklanjut, dengan tetap mengacu kepada
Rencana Strategi Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014.
Secara formal Laporan Akuntabilitas Kinerja ini disusun dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan
Penetapan Kinerjda dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan
mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatn Nomor 2416/MENKES/PER/XII/2011
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Kementerian Kesehatan.
ii
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Dalam penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja ini kami telah
berupaya seoptimal mungkin, walaupun masih ditemukan banyak kendala dalam
penyusunan dan penyempurnaan laporan ini. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka, masukan dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan untuk
perbaikan serta penyempurnaan penyusunan laporan ditahun yang akan datang.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya dalam mengevaluasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan
R.I.
iii
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
IKHTISAR EKSEKUTIF
Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
tahun 2013 disusun sebagai sebuah kewajiban organisasi untuk
menyampaikan dan mempertanggungjawabkan kinerja yang telah
dilaksanakan pada tahun 2013 sebagaimana telah ditetapkan melalui
Instruksi Presiden No 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Ferormasi Birokrasi No. 29 tahun 2010 tentang pedoman penyusunan
Laporan Akuntabilitas Kinerja.
Pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan KIA tahun 2013 mengacu pada Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014 yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/60/I/2010. Dalam upaya
mewujudkan tercapaianya tujuan penurunan AKI, AKB dan Status Gizi
Kurang, maka telah dijabarkan melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan
oleh masing-masing unit eselon II di lingkup Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan KIA. Upaya tersebut dilaksanakan ditiap jenjang pemerintahan mulai
dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah melalui dekonsentrasi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Tugas Pembantuan, serta Unit
Pelaksana Teknis (UPT).
Dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
KIA tahun 2013, diuraikan mengenai capaian kinerja tahun 2013
sebagaimana telah diperjanjikan dalam dokumen penetapan kinerja yang
terdiri dari target Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja
Kegiatan (IKK). Hal tersebut disajikan secara sistimatis dalam laporan ini.
Sumber data laporan ini diperoleh dari unit eselon II dan UPT di lingkup
Direktorat Bina Gizi dan KIA tahun 2013.
iv
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Gambaran keberhasilan dalam mecapai target disajikan dalam
analisis capaian indikator kinerja utama dan indikator kinerja kegiatan serta
analisis akuntabilitas keuangan dengan mengutarakan hal-hal yang telah
dilaksanakan dan faktor-faktor pendukung keberhasilan maupun kegagalan.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA memiliki 16 indikator kinerja
yang terdiri dari 3 IKU dan 13 IKK. Capaian Indikator Kenerja Utama adalah;
Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar
90,88% (target 89%), Cakupan kunjungan neonatus pertama (KN1) sebesar
92,33% (target 89%), Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)
sebesar 80,29% (target 80%). Sedangkan Realisasi capaian Indikator
Kinerja Kegiatan adalah; Persentase balita gizi buruk yang mendapat
perawatan sebesar 92,63% (target 100%), Persentase Ibu Hamil mendapat
Pelayanan Antenatal Care (K4) sebesar 86,52% (target 93%), Persentase
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memberikan Pelayanan KB sesuai
standar sebesar 95,1% (target 90%), Cakupan pelayanan kesehatan bayi
sebesar 87,77% (target 87%), Cakupan pelayanan kesehatan anak Balita
sebesar 70,12% (target 83%), Cakupan SD/MI melaksanakan penjaringan
siswa kelas I sebesar 73,91% (target 94%), Cakupan kabupaten/ kota yang
menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional alternatif
dan komplementer sebesar 44,6% (target 40%), Jumlah RS yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan
bermanfaat sebagai pelayanan alternatif dan komplementer sebesar 73 RS
(target 56 RS), Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan
Kerja di Wilayah Industri sebesar 778 Pkm (target 576 Pkm), Jumlah
Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan Olahraga sebesar 671
Pkm (target 240 Pkm), Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan
adminstrasi kepemerintahan sesuai ketentuan sebesar 96,96% (target
95%), Persentase sarana dan prasarana kerja yang sesuai standar sebesar
90,01% (target 90%), Jumlah puskesmas yang mendapatkan Bantuan
v
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan Lokakarya Mini sebesar
9.419 (target 8.868).
Secara umum pencapaian indikator Renstra Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA dapat mencapai target, namun masih terdapat 25% indikator
yang tidak dapat mencapai target yaitu penanganan balita gizi buruk, Ibu
hamil mendapat pelayanan antenatal, pelayanan kesehatan balita dan
penjaringan kesehatan bagi anak SD/MI. Beberapa indikator yang belum
tercapai antara lain disebabkan oleh masalah ketersediaan dan komitmen
tenaga, kurang optimalnya metode program di tingkat kab/kota, sarana dan
prasarana, sistem informasi yang lemah, serta kurang berpihaknya
kebijakan daerah dalam pembangunan bidang kesehatan.
Secara garis besar, upaya perbaikan antara lain dengan
meningkatkan bimbingan teknis, meningkatkan kapasitas tenaga,
peningkatan dan perbaikan regulasi, koordinasi lintas program dan sektor,
melakukan advokasi kepada pemerintah daerah agar meningkatkan tenaga
teknis yang terlatih, perbaikan sistim informasi palaporan, maupun
penyediaan biaya operasional yang diperlukan. Perbaikan ini difokuskan
terutama kepada daerah capaian indikator rendah dengan potensi
sumberdaya yang rendah, namun memiliki kontribusi terhadap tingginya
cakupan program.
Realisasi anggaran pelaksanaan program Bina Gizi dan KIA, yang
meliputi anggaran dekonsentrasi, tugas pembantuan, kantor pusat dan
kantor daerah sebesar 92,11%. Tingginya penyerapan anggaran
dipengaruhi oleh tingkat serapan anggaran pada satker tugas pembantuan
yang terkait dengan pelaksanaan BOK. Sementara realisasi satuan kerja
pada kantor pusat sebesar 88,09%. Dari sisi manfaat terhadap program
bahwa serapan anggaran kegiatan yang tinggi, ternyata tidak sejalan
dengan peningkatan kinerja program. Sejak tahun 2011 serapan anggaran
meningkat dari 80,72% menjadi 93,11% pada tahun 2013, sedangkan
vi
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
capaian kinerja program tahun 2011 sebanyak 87,5% indikator yang telah
tercapai, menurun menjadi 75% pada tahun 2013. Hal ini diharapkan
segera mendapat perhatian serius, agar upaya kinerja program mengalami
perbaikan.
Masalah dalam pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran
pada umumnya adalah pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan
rencana penarikan dana (RPD) yang telah disusun, revisi kegiatan, dan
persoalan administrasi lainnya. Revisi DIPA memerlukan waktu cukup lama
sehingga beberapa kegiatan baru bisa dilaksanakan di akhir tahun bahkan
tidak sempat terlaksana mempengaruhi realisasi kegiatan dan keuangan.
Proses pengadaan barang dan jasa telah mengalami perbaikan, terutama
sejak diaplikasin secara online.
Untuk perbaikan ke depan, perlu koordinasi yang lebih baik antar unit
eselon II dalam penyusunan jadwal kegiatan terutama yang melibatkan
Direktur Jenderal serta eselon II sehingga rencana kegiatan yang telah
dibuat bisa dilaksanakan. Jika dibutuhkan revisi DIPA, perlu dilakukan
percepatan agar pelaksanaan kegiatan tidak terhambat. Demikian pula
proses pengadaan barang dan jasa perlu dipersiapkan lebih awal agar tidak
semua pengadaan selesai di akhir tahun.
Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau Kantor Daerah. Dari tiga UPT
binaan Ditjen Bina Gizi dan KIA secara umum serapan anggaran dan
pelaksanaan kegiatan program sebesar 92,21%% sedangkan fisik
mencapai 99,79%.
Hal-hal diatas merupakan gambaran capaian kinerja Program Bina
Gizi dan KIA. Secara detail terkait capaian kinerja, telah ditulis lebih lengkap
dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja ini. Harapannya bahwa, laporan ini
dapat memberi gambaran capaian dan akuntabilitas kinerja program bina
Gizi dan KIA.
vii
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR I
IKHTISAR EKSEKUTIF iii
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GRAFIK xii
DAFTAR GAMBAR xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................
B. Maksud dan Tujuan ..................................................
C. Tugas Pokok dan Fungsi ..........................................
D. Sistimatika .................................................................
1
3
3
5
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. Perencanaan Kinerja..............................................
1. Visi ………………………………………………..
2. Misi ………………………………………………...
3. Tujuan …………………………………………......
4. Nilai-nilai…………………………………………..
5. Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan
Masyarakat...................................................…
6. Sasaran Strategi Ditjen Bina Gizi dan KIA...…
7. Indikator Kinerja…………………………………
B. Perjanjian Kinerja.....................................................
1. Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA.…
2. Indikator Penunjang Kinerja Program (Kegiatan)...
7
8
8
9
9
9
10
11
12
13
15
viii
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Pengukuran Kinerja ...............................................
a. Capaian Indikator Kinerja Utama Program
BinaGizi dan KIA......................................……
b. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan....................
c. Capaian Kinerja Keuangan..................................
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja.....................
1. Indikator Kinerja Utama ………………………
a) Persentase ibu hamil ditolong oleh nakes
terlatih (cakupan Pn) ...................................
b) Persentase Kunjungan Neonatal Pertama
(KN1)...
c) Persentase Balita ditimbang berat badannya
(D/S) ...........................................................
2. Indikator Kinerja Kegiatan...................................
a) Persentase Balita Gizi Buruk yang mendapat
Perawatan.....................................................
b) Persentase Ibu Hamil Mendapat Pelayanan
Antenatal (cakupan K4)..................................
c) Persentase KB sesuai Standar di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan...................................
d) Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi...........
e) Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita...
f) Cakupan SD/MI melaksanakan Penjaringan
Siswa Kelas 1.................................................
g) Cakupan Kabupaten/Kota Menyelenggarakan
Pembinaan Yankestradkom...........................
h) Jumlah RS Menyelenggarakan
22
22
24
25
27
27
27
36
41
48
48
53
60
64
69
74
79
86
ix
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Yankestradkom
i) Jumlah Puskesmas Melaksanakan Upaya
Kesehatan Kerja...........................................
j) Jumlah Puskesmas Melaksanakan Upaya
Kesehatan Olahraga......................................
k) Persentase satuan kerja yang
menyelenggaran administrasi kepemerintahan
sesuai ketentuan.
l) Penyediaan Sarana dan Prasarana sesuai
dengan standar.............................................
m) Penyelenggaraan Bantuan Operasional
Kesehatan.....................................................
C. Akuntabilitas Keuangan...........................................
90
92
94
99
104
108
BAB IV PENUTUP ............................................................ 113
LAMPIRAN
x
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2012..... 14
Tabel 2.2 : Indikator Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA………………… 15
Tabel 2.3 : Indikator Bina Gizi Masyarakat................................................ 16
Tabel 2.4 : Indikator Bina Kesehatan Ibu.................................................. 17
Tabel 2.5 : Indikator Bina Kesehatan Anak............................................... 19
Tabel 2.6 : Indikator Bina Pelayanan Kestradkom.................................... 20
Tabel 2.7 : Indikator Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga........................ 21
Tabel 3.1 : Capaian Indikator Kinerja Utama Program Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak .......................................................
23
Tabel 3.2 : Capaian Indikator Kinerja Setditjen Bina Gizi dan KIA ........... 24
Tabel 3.3 : Capaian Kinerja Keuangan Kantor Pusat................................ 26
Tabel 3.4 : Capaian Kinerja Keuangan Kantor Daerah (UPT)...………..... 27
Tabel 3.5 : Capaian Indikator Pn antar tahun 2009-2013.………........... 28
Tabel 3.6 : Capaian Indikator KN1 antar tahun 2009-2013....................... 36
Tabel 3.7 : Capaian Indikator D/S antar tahun 2009-2013........................ 41
Tabel 3.8 : Capaian Indikator K4 antar tahun 2009-2013.......................... 53
Tabel 3.9 : Capaian Pelayanan Kesehatan Bayi antar tahun 2009-2013.. 65
Tabel 3.10: Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita antar tahun
2009-2013................................................................................
69
Tabel 3.11: Cakupan SD/MI Melaksanakan Pemeriksaan Kesehatan
antar tahun 2009-2013............................................................
74
Tabel 3.12: Cakupan Kabupaten/Kota yang Menyelenggarakan
Yankestradkom........................................................................
80
Tabel 3.13: Jumlah Rumah Sakit Menyelenggarakan Yankestradkom..... 87
Tabel 3.14: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2013
Menurut Jenis Anggaran..........................................................
119
Tabel 3.15: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2010 -
2013.....................................................................................
110
xi
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Tabel 3.16: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Lokasi Kantor
Pusat Menurut Satuan Kerja......................................
Tabel 3.17: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Menurut
Lokasi Satuan Kerja Kantor Daerah........................................
111
112
xii
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1 : Tren cakupan PN tahun 2010-2013 dibandingkan target
Renstra Kemenkes 2010-2014 ……………………….....
29
Grafik 3.2 : Capaian Cakupan Pn tahun 2013......... …………………… 29
Grafik 3.3 : Tren Capaian Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Tahun
2009-2013…....………………………..............……………....
37
Grafik 3.4 : Cakupan KN1 menurut Provinsi Tahun 2013....................... 38
Grafik 3.5 : Tren Cakupan D/S dibanding Target Renstra 2009-2014.… 42
Grafik 3.6 : Capaian D/S menurut Provinsi Tahun 2013........................ 43
Grafik 3.7 : Tren Jumlah Kasus Gizi Buruk yang Mendapat Perawatan 50
Grafik 3.8 : Tren Cakupan K4 dibanding Target Renstra tahun 2010-
2014.......................................................................................
54
Grafik 3.9 : Cakupan persentase cakupan K4 menurut Provinsi tahun
2013.......................................................................................
55
Grafik 3.10 : Tren capaian jumlah fasilitas kesehatan yang mampu
memberikan pelayanan KB sesuai standar tahun 2010
sampai 2013..........................................................................
61
Grafik 3.11 : Tren capaian faskes KB dari tahun 2010 hingga 2013
dibandingkan target Renstra Kemenkes 2010-2014............
62
Grafik 3.12 : Tren cakupan pelayanan kesehatan bayi tahun 2009-2013
dibanding Target Renstra......................................................
66
Grafik 3.13 : Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi Menurut Provinsi
Tahun
2013............................................................................
66
Grafik 3.14 : Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita tahun
2009-2013 dibanding Target Renstra...................................
70
Grafik 3.15 : Cakupan Yankes Balita 2013.................…………………….. 71
Grafik 3.16: Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak SD/MI 2010-
2013 dibanding dengan Target Renstra...............................
75
xiii
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Grafik 3.17: Capaian Pelayanan Kesehatan Anak SD/MI Per Provinsi... 76
Grafik 3.18: Tren Cakupan Kabupaten/Kota Menyelenggarakan
Yankestradkom Tahun 2010-2013 dibanding Renstra..........
80
Grafik 3.19: Jumlah Puskesmas yang Melaksanakan Kesehatan Kerja... 91
Grafik 3.20: Jumlah Puskesmas yang Menyelenggarakan Kesehatan
Olahraga...............................................................................
93
Grafik 3.21: Trend Realisasi Indikator Penyelenggaraan Kepemerintahan
Tahun 2010-2013......................................
96
Grafik 3.22: Trend Realisasi Indikator Penyediaan Sarana & Prasarana
Tahun 2010-2013..................................................................
100
Grafik 3.23: Realisasi Keuangan dan Capaian Fisik Setditjen Bina Gizi &
KIA Tahun 2013.................................................................
103
Grafik 3.24: Trend Puskesmas yang Merealisasikan BOK Tahun 2011-
2014.......................................................................................
105
Grafik 3.25: Trend Realisasi Dana BOK Tahun 2011-2013..................... 106
Grafik 3.26: Trend Serapan Anggaran disbanding Capaian Indikator....... 111
xiv
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 : Salah satu Poskesdes di Kab Gorontalo.............. 30
Gambar 3.2 : Pelaksanaan P4K di Provinsi NTT.................. 31
Gambar 3.3 : Kemitraan Bidan dan Dukun............................ 32
Gambar 3.4 : Salah satu Rumah Tunggu Kelahiran di Provinsi
Jambi
32
Gambar 3.5 : Konseling ASI pada saat Kunjungan Neonatal...... 38
Gambar 3.6 : Fasilitasi Peningkatan Pelayanan BBLR dan Bayi
di Puskesmas dan RS di Kab Lampung..........
39
Gambar 3.7 : Peningkatan Kapasitas dokter Umum dalam
Tatalaksana Bayi dan Balita Sakit di Jakarta......
39
Gambar 3.8 : Pengembangan Materi KIE Perawatan Bayi Baru
Lahir dan Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir di
Puskesmas Wilayah Kabupaten Jayawijaya......
40
Gambar 3.9 : Aktifitas Penimbangan di Posyandu
KelurahanCipedak, Jakarta Selatan..................
44
Gambar 3.10: Contoh Penanganan Kasus Gizi Buruk............. 50
Gambar 3.11: Ruangan di dalam TFC (Terauphetic Feeding
Centre)...
51
Gambar 3.12: Pelaksanaan Kelas Ibu hamil yang merupakan
sarana peningkatan pengetahuan pada Ibu
Hamil....
56
Gambar 3.13: Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu, termasuk pelayanan KB.........
60
Gambar 3.14: Pelayanan Pemantauan Tumbuh Kembang Anak
Balita.....................................................................
69
xv
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Gambar 3.15: Orientasi Akupresur Tenaga Kesehatan
Puskesmas.............................................................
81
Gambar 3.16: Peningkatan Kapasitas dokter RS dalam
Pelayanan Akupunktur Medik........................
87
Gambar 3.17: Peningkatan Kapasitas dokter RS dalam
Pelayanan Obat
Herbal................................................................
88
Gambar 3.18: Pertemuan Perencanaan............................... 95
Gambar 3.19: Peningkatan SDM.......................................... 95
Gambar 3.20: Sosialisasi Peraturan Per-UU............................. 95
Gambar 3.21: Pelatihan Photograpi.......................................... 95
Gambar 3.22: Komitmen ISO 9001:2008 Setditjen Bina Gizi
KIA..........
97
Gambar 3.23: Piagam Penghargaan ISO 9001:2008, Ditjen Bina
Gizi
&KIA.......................................................................
97
Gambar 3.24: Absensi Finger Print Setditjen Bina Gizi &
KIA..........................................................................
101
Gambar 3.25: Character Building Ditjen Bina Gizi & KIA.......... 104
Gambar 3.26: Pelatihan Bisnis Proses,Ditjen Bina Gizi & KIA... 104
Gambar 3.27: Trend Realisasi Dana BOK Tahun 2011-2013....... 106
1
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Good governance merupakan salah satu prasyarat bagi pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah menciptakan pelaksanaan pemerintahan
yang bersih, transparan, akuntabel dan bertanggung jawab. Wujud
transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan pengelolaan sumber daya
Instansi Pemerintah diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban
dalam mencapai visi, misi dan tujuan organisasi yang dijalankan sesuai
Rencana Strategis.
Kementerian Kesehatan mengemban tugas untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, menurunkan Angka
Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi, prevalensi gizi kurang dan gizi
buruk serta peningkatan akses pelayanan kesehatan terutama bagi
masyarakat miskin serta masyarakat di daerah terpencil, perbatasan
dan kepulauan. Tugas tersebut tertuang dalam Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014, yang ditetapkan
melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.03.01/60/I/2010.
Dalam upaya mendukung tercapainya tugas tersebut, pada tahun
2013 Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak telah melaksanakan
kebijakan dan menyusun berbagai rencana kegiatan sebagai
penjabaran visi, misi dan rencana strategis. Komitmen tersebut
dibuktikan melalui penyediaan anggaran yang memadai dan dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, setiap unit teknis/unit utama
dilingkup Kementerian Kesehatan wajib mempertangungjawabkan
pelaksanaan kebijakan dan kewenangan pengelolaan sumber daya
2
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
yang diberikan, dengan tetap berlandasan pada Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan.
Kewajiban diatas sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun
1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (RB)
Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan
Kinerja dan Laporan Akuntabilitas, maka setiap unit teknis/unit utama
yang merupakan unsur penyelenggara pemerintahan negara, wajib
memberikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
yang merupakan dokumen berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah yang disusun dan disampaikan secara
sistematis dan melembaga.
Pelaporan kinerja juga dimaksudkan sebagai media untuk
mengkomunikasikan pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan KIA dalam satu tahun anggaran kepada masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya. Pengukuran pencapaian kinerja bertujuan untuk
mendorong Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA dalam meningkatkan
transparansi, akuntabilitas dan efektifitas dari kebijakan dan program
serta dapat menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Oleh
karena itu, substansi penyusunan LAKIP didasarkan pada hasil-hasil
capaian indikator kinerja dari masing-masing unit satuan kerja yang ada
di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut dan mengacu pada
petunjuk teknis penyusunan laporan akuntabilitas kinerja yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, maka Ditjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak perlu menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP), sebagai bentuk pertanggungjawaban
pelaksanaan kegiatan secara akuntabel dan transparan.
3
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak merupakan suatu
kewajiban untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan dan
kegagalan misi organisasi tahun 2013 dalam mencapai target
dan sasaran program seperti yang tertuang dalam Rencana
Strategis, dan ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak oleh
pejabat yang bertanggungjawab.
C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/PER/XI/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan, tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak adalah merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standarisasi teknis di bidang Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak, mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu
dan anak;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu
dan anak;
4
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
3. Penyusunan Standar, Norma, Pedoman dan Kriteria dan Prosedur
di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;
4. Pemberian Bimbingan Teknis dan Evaluasi di bidang pembinaan
gizi dan kesehatan ibu dan anak;
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal bina gizi dan
kesehatan ibu dan anak.
Fungsi tersebut dilaksanakan oleh organisasi yang susunannya adalah
sebagai berikut :
1. Sekretariat Direktorat Jenderal;
2. Direktorat Bina Gizi;
3. Direktorat Bina Kesehatan Ibu
4. Direktorat Bina Kesehatan Anak;
5. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan
Komplementer; dan
6. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga.
Di samping Direktorat teknis di pusat, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak membina beberapa Unit Pelaksana Teknis di
daerah, yang terdiri dari :
1. Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Bandung
2. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat Makassar
3. Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat Palembang
5
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
D. SISTEMATIKA
Sistematika penulisan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak adalah sebagai berikut :
- Ringkasan Ekskutif
- Kata Pengantar
- Daftar Isi
- BAB I
Pendahuluan, menjelaskan uraian singkat mengenai tujuan program
yang dilaksanakan oleh Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak, tugas pokok dan fungsi, susunan organisasi serta sistematika
penulisan laporan
- BAB II
Rencana Stratejik, menjelaskan mengenai rencana stratejik dan
rencana kinerja. Pada bab ini disampaikan gambaran singkat
sasaran yang ingin dicapai Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak tahun 2010.
- BAB III
Akuntabilitas Kinerja, menguraikan tentang sumber pembiayaan,
indicator kinerja evaluasi kinerja, termasuk menguraikan
keberhasilan dan kegagalan, hambatan/kendala dan permasalahan
yang dihadapi serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil.
- BAB IV
Penutup, mengemukakan simpulan dari tujuan secara umum
tentang keberhasilan dan kegagalan, permasalahan dan kendala
utama yang berkaitan dengan kinerja Ditjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak serta strategi pemecahan masalah yang
akan dilaksanakan di tahun mendatang.
6
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
- LAMPIRAN
• Formulir RK : Pengukuran Kinerja
• Formulir RKT : Rencana Kinerja Tahunan
7
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. PERENCANAAN KINERJA
Pembangunan kesehatan menjadi upaya prioritas dalam
rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia,
sebagaimana diamanahkan dalam UU 36 tahun 2009. Sejalan
dengan itu, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun
2010-2014 disusun dan ditetapkan dengan keputusan Nomor
021/Kemenkes/SK/1/2011, serta tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).
Rencana Aksi kegiatan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak merupakan penjabaran dari Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014. Disebutkan
bahwa Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
merupakan program yang terkait dengan pencapaian target
MDGs; terutama pada target pertama untuk menurunkan
prevalensi gizi kurang sebesar 15,5% dan gizi buruk sebesar
3,6% pada tahun 2015; target keempat mengurangi tingkat
kematian Balita hingga menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup dan
bayi 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015; target kelima
mengurangi angka kematian ibu hingga mencapai 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Dalam mencapai target MDGs diatas, telah dilakukan berbagai
upaya intervensi sebagaimana tertuang dalam Rencana Aksi
Kegiatan Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Upaya
8
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
tersebut diharapkan dapat memiliki daya ungkit terhadap
pencapaian target MDGs. Indikator dan target kinerja yang telah
ditetapkan pada awal tahun akan menjadi ukuran keberhasilan
pelaksanaan program, yang meliputi Indikator Kinerja Program
(IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang dilaksanakan di
tingkat esselon 2.
Agar tercapainya target indikator sebagaimana yang telah
dijabarkan dalam Rencana Aksi Program Ditjen Bina Gizi dan KIA,
dalam bab ini perlu ditegaskan kembali tentang visi, misi, tujuan
nilai-nilai, kebijakan, program, sasaran strategis, dan indikator.
Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Visi
Visi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak mengacu pada visi Kementerian Kesehatan tahun 2010-
2014 yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”
2. Misi
Misi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
mengacu kepada Misi Kementerian Kesehatan yaitu:
a. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat
madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu
dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya
kesehatan.
9
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
3. Tujuan
Tujuan Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak adalah
terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna
dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan dan
gizi masyarakat yang setinggi-tingginya.
4. Nilai-Nilai
Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan
kesehatan, Ditjen Bina Gizi dan KIA menganut dan menjunjung
tinggi nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra
Kementerian Kesehatan antara lain:
a. Pro Rakyat
b. Inklusif
c. Responsif
d. Efektif
e. Bersih
5. Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan masyakat,
strategi yang dilakukan adalah :
a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan
masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan
melalui kerjasama nasional dan global.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata,
terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti
dengan pengutamaan pada upaya promotif preventif.
10
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan,
terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan
nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM
kesehatan yang merata dan bermutu.
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin
keamanan/khasiat, kemanfaatan dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan.
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel,
transparan, berdaya guna dan berhasil guna untuk
memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung
jawab.
6. Sasaran Strategis Ditjen Bina Gizi dan KIA
Sasaran Program:
Meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.
Dengan sasaran kegiatan:
a. Meningkatnya kualitas penanganan gizi masyarakat
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan
reproduksi
c. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan anak
d. Meningkatnya pembinaan, pengawasan dan pengembangan
pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer
e. Meningkatnya pembinaan upaya kesehatan kerja dan olahraga
11
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
f. Tersedianya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk
puskesmas.
g. Meningkatnya dukungan managemen dan pelaksanaan tugas
teknis lainnya pada program Bina Gizi Kesehatan Ibu dan
Anak.
7. Indikator Kinerja
Indikator Kinerja Ditjen Bina Gizi dan KIA terdiri dari indikator
Kinerja Program dan Indikator Kinerja Kegiatan, antara lain:
a. Indikator Kinerja Program (IKP):
1) Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih (cakupan PN) sebesar 90%;
2) Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) sebesar
90%;
3) Persentase Balita ditimbang berat badannya (jumlah
Balita ditimbang/Balita seluruhnya (D/S)) sebesar 85%.
b. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)
1) Presentase balita ditimbang berat badannya
2) Presentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan
3) Presentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih (cakupan PN)
4) Presentase ibu hamil yang mendapatkan antenatal K4
(kunjungan 4 kali)
5) Presentase fasilitas kesehatan yang memberikan
pelayanan KB sesuai standar
6) Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1)
12
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
7) Cakupan pelayanan kesehatan bayi
8) Cakupan pelayanan kesehatan balita
9) Cakupan SD/MI melaksanakana penjaringan siswa
kelas 1
10) Cakupan kabupaten/ kota yang menyelengarakan
program bina pelayanan kesehatan tradisional alternatif
dan komplementer
11) Jumlah Rumah Sakit yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tradisional kyang aman dan
bermanfaat sebagai pelayanan kesehatan alternatif dan
komplementer
12) Jumlah puskesmas yang melaksanakan upaya
kesehatan kerja di wilayah industri
13) Jumlah puskesmas yang melaksanakan upaya
kesehatan olahraga.
14) Presentasse satuan kerja yang menyelenggaraan
administrasi kepemerintahan sesuai ketentuan
15) Presentase sarana dan prasarana sesuai dengan
standar.Jumlah puskesmas yang mendapat Bantuan
Operasionak Kesehatan dan Menyelenggarakan
Lokakarya Mini untuk mencapai pencapaian SPM.
B. PERJANJIAN KINERJA
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA telah
ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan
suatu dokumen pernyatan kinerja/ perjanjian kinerja antara atasan
dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu dengan
didukung sumber daya yang tersedia.
13
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan, menjadi
kesepakatan yang mengikat untuk dilaksanakan dan
dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat yang berkualitas. Perjanjian
penetapan kinerja Program Bina Gizi dan KIA, merupakan
dokumen penetapan kinerja tahun 2012 yang telah ditandatangani
bersama oleh Direktur Jenderal dan Menteri Kesehatan RI pada
bulan Maret 2013. Indikator tersebut antara lain:
1. Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA
Indikator kinerja program Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan
anak terdiri dari tiga indikator yang dianggap dapat
merefleksikan kinerja program. Indikator tersebut meliputi
indikator kesehatan ibu (PN), dan indikator kesehatan anak
(KN1), indikator bina gizi (D/S).
Cakupan PN menggambarkan indikator pelayanan kesehatan
terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan. Indikator PN menjadi penting karena pada periode
persalinan merupakan salah satu periode yang berkontribusi
terhadap resiko kematian ibu di Indonesia dan merupakan
bagian dari indikator kesepakatan global (MDGs), pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan
persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dengan kompetensi kebidanan. Cakupan KN1
menggambarkan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28
hari). Indikator ini menjadi penting karena pada usia kelahiran
0-28 hari merupakan masa yang memiliki resiko terjadinya
gangguan kesehatan paling tinggi dibanding usia lainnya dan
14
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
berkaitan erat dengan upaya penurunan risiko kematian bayi
pada 48 jam pertama. Cakupan D/S menggambarkan tingkat
motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau
pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan balita di
Posyandu. Indikator ini menjadi penting karena selain
menunjukkan pelayanan gizi pada balita, juga memiliki korelasi
yang kuat dengan peningkatan cakupan pemberian vitamin A,
Imunisasi dan penemuan kasus kurang gizi di Posyandu.
Secara teknis indikator tersebut memenuhi syarat untuk
digunakan sebagai tolokukur keberhasilan, karena selain
ketersediaan data, juga kesinambungan dan validitasnya dapat
dijaga dengan baik melalui sistem pelaporan yang baik. Pada
tahun 2012, indikator program Bina Gizi dan Kesehatan ibu
dan anak telah ditetapkan beserta target-targetnya (tabel 1).
Tabel 2.1 Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA
Tahun 2013
No. Sasaran
Strategis
Indikator Target
1 Meningkatkan
status
kesehatan dan
Gizi
Masyarakat
% ibu bersalin yang ditolong oleh
nakes terlatih (cakupan PN)
89%
% Cakupan kunjungan neonatal
pertama (KN1)
89%
Persentase Balita ditimbang berat
badannya (D/S)
80%
15
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
2. Indikator Penunjang Kinerja Program (Kegiatan)
a. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Indikator kegiatan Sekretariat Direktrorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
meliputi; a) persentase satuan kerja yang menyelenggarakan
administrasi kepemerintahan sesuai dengan ketentuan; indikator
merupakan indikator komposit dari penyelenggaraan administrasi
sesuai dengan ketentuan yang meliputi penilaian penyelenggaraan
perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengaturan
sumberdaya dan pengelolaan keuangan; b) persentase sarana dan
prasarana kerja yang sesuai standar; indikator ini merupakan
indikator komposit dari penyelenggaraan sarana dan prasarana
sesuai standar yaitu sesuai jumlah, jenis, ukuran dan syarat teknis
lainnya; c) Jumlah puskesmas yang mendapatkan Bantuan
Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan Lokakarya Mini.
Tabel 2.2 Indikator Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA
Sasaran Strategis Indikator Target
Meningkatnya dukungan manajemen
dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
pada program bina gizi dan kesehatan
ibu dan anak. status kesehatan dan
Gizi Masyarakat
Persentase satuan kerja yang
menyelenggarakan adminstrasi
kepemerintahan sesuai ketentuan
95%
Persentase sarana dan prasarana kerja
yang sesuai standar
90%
Jumlah Puskesmas yang mendapatkan
Bantuan Operasional Kesehatan dan
menyelenggarakan Lokakarya Mini
untuk menunjang pencapaian SPM
Jumlah puskesmas yang mendapatkan
Bantuan Operasional Kesehatan dan
menyelenggarakan Lokakarya Mini
untuk menunjang pencapaian SPM
8.868
Puskemas
16
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
b. Direktorat Bina Gizi
Indikator kegiatan Direktorat Bina Gizi meliputi: a) Persentase balita
ditimbang berat badannya (D/S). Cakupan D/S ini menggambarkan
tingkat motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau
pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan balita di
Posyandu. Indikator ini menjadi penting karena selain menunjukkan
pelayanan gizi pada balita, juga memiliki korelasi yang kuat dengan
peningkatan cakupan pemberian vitamin A, Imunisasi dan penemuan
kasus kurang gizi di Posyandu.; b) Persentase balita gizi buruk yang
mendapat perawatan. Indikator ini menggambarkan respon terhadap
penanganan kasus gizi buruk dengan segera setelah kasus
diketemukan. Artinya bahwa setiap balita gizi buruk yang
diketemukan harus mendapat perawatan baik rawat jalan maupun
rawat inap.
Tabel 2.3 Indikator Bina Gizi Masyarakat
Sasaran Strategis Indikator Target
Meningkatnya kualitas
penanganan masalah gizi
masyarakat
Persentase (%) balita ditimbang
berat badannya (Jumlah balita ditim
bang/balita seluruhnya (D/S))
Persentase balita gizi buruk yang
mendapat perawatan
80%
100%
c. Direktorat Bina Kesehatan Ibu
Indikator kegiatan bina pelayanan kesehatan ibu meliputi: a)
Persentase Ibu Bersalin yang ditolong oleh Nakes Terlatih
(Cakupan Pn). Cakupan PN menggambarkan indikator
17
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
pelayanan kesehatan terhadap pelayanan persalinan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Indikator PN menjadi
penting karena pada periode persalinan merupakan salah satu
periode yang berkontribusi terhadap resiko kematian ibu di
Indonesia dan merupakan bagian dari indikator kesepakatan
global (MDGs); b) Persentase Ibu Hamil mendapat Pelayanan
Antenatal Care (K4). Indikator ini memperlihatkan akses
pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat
kepatuhan klien dalam memeriksakan kehamilannya minimal
empat kali ke tenaga kesehatan; dan c) Persentase Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang memberikan Pelayanan KB sesuai
standar. Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan
Pemerintah dalam menyediakan pelayanan KB berkualitas
sesuai standar yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
Tabel 2.4 Indikator Bina Kesehatan Ibu
Sasaran Strategis Indikator Target
Meningkatnya kualitas
pelayanan kesehatan ibu
dan reproduksi
• Persentase (%) Ibu Bersalin yang
ditolong oleh Nakes Terlatih
(Cakupan Pn)
• Persentase (%) Ibu Hamil
mendapat Pelayanan Antenatal
Care (K4)
• Persentase (%) Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang memberikan
Pelayanan KB sesuai standar
89%
93%
90%
18
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
d. Direktorat Bina Kesehatan Anak
Indikator Bina Kesehatan Anak meliputi: a) Cakupan kunjungan
neonatal pertama (KN1). Indikator kunjungan neonatal Pertama
(KN1) adalah indikator yang menggambarkan upaya kesehatan
bayi baru lahir dan berkaitan erat dengan upaya penurunan risiko
kematian bayi dimana 48 jam pertama merupakan risiko yang
paling tinggi ; b) Cakupan pelayanan kesehatan bayi. Indikator ini
merupakan penilaian terhadap upaya peningkatan akses bayi
memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini
mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas
hidup bayi; c) Cakupan pelayanan kesehatan anak Balita.
Indikator ini menggambarkan Pelayanan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup
anak balita diantaranya adalah melakukan pemeriksaan
pertumbuhan dan perkembangan dengan menggunakan
instrument SDIDTK, pembinaan pada posyandu, pembinaan
anak prasekolah (PAUD) dan konseling keluarga pada kelas ibu
balita tentang Buku KIA, pemberian ASI sampai 2 tahun,
makanan gizi seimbang, perawatan dan stimulasi tumbuh
kembang pada anak; d) Cakupan SD/MI melaksanakan
penjaringan siswa kelas I. Indikator ini menggambarkan bentuk
pelayanan kesehatan. Indikator ini menggambarkan tentang
pemantauan dan pelayanan kesehatan pada anak usia sekolah.
Pemantauan dan pelayanan kesehatan merupakan kegiatan
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap siswa kelas 1
Sekolah Dasar atau yang sederajat untuk memilah siswa yang
19
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
mempunyai masalah kesehatan agar segera mendapatkan
penanganan sedini mungkin.
Tabel 2.5 Indikator Bina Kesehatan Anak
Sasaran Strategis Indikator Target
Meningkatnya kualitas
pelayanan kesehatan
anak
1) Cakupan kunjungan neonatal pertama
(KN1)
2) Cakupan pelayanan kesehatan bayi
3) Cakupan pelayanan kesehatan anak
Balita
4) Cakupan SD/MI melaksanakan
penjaringan siswa kelas I
89%
87%
83%
94%
e. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer.
Indikator Bina Pelayanan kestradkom dan komplementer
meliputi: a) Cakupan kabupaten/ kota yang menyelenggarakan
pembinaan pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan
komplementer. Indikator ini merupakan refleksi dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional di tingkat
Kabupaten/Kota melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas; b)
Jumlah RS yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tradisional yang aman dan bermanfaat sebagai pelayanan
alternatif dan kompelementer. Indikator ini menggambarkan
pelayanan kesehatan tradisional yang diselenggarakan di rumah
sakit pemerintah dalam memberikan pelayanan pengobatan
alternatif selain pengobatan konvensional.
20
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Tabl 2.6 Indikator Bina Pelayanan Kestradkom
Sasaran Strategis Indikator Target
Meningkatnya pembinaan,
pengawasan dan
pengembangan pelayanan
kesehatan tradisional
alternatif dan komplementer
1) Cakupan kabupaten/ kota yang
menyelenggarakan pembinaan
pelayanan kesehatan tradisional
alternatif dan komplementer.
2) Jumlah RS yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tradisional yang
aman dan bermanfaat sebagai
pelayanan alternatif dan
kompelementer
40%
56 RS
f. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga
Indikator pelayanan kesehatan kerja dan olahraga meliputi: a)
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan Kerja
di Wilayah Industri. Indikator ini menggambarkan ukuran
pelayanan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh Puskesmas
di wilayah industri, untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi
pekerja-pekerja industri ; b) Jumlah Puskesmas yang
melaksanakan upaya kesehatan Olahraga. Indikator ini
menggambarkan pelayanan kesehatan olahraga di
Kabupaten/Kota dan Puskesmas.
21
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Tabel 2.7 Indikator Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga
Sasaran Strategis Indikator Target
Meningkatnya
Pembinaan Upaya
Kesehatan Kerja dan
Olahraga
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan
upaya kesehatan Kerja di Wilayah
Industri
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan
upaya kesehatan Olahraga
576 Pkm
240 Pkm
22
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. PENGUKURAN KINERJA
Dalam Permenpan 29 tahun 2010 disebutkan bahwa
pengukuran kinerja adalah pengukuran pencapaian target kinerja
yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang diperoleh
dengan membandingkan antara target kinerja dan realisasi.
Perbandingan antara target dengan realisasi disebut dengan
pencapaian, yang menunjukkan ukuran tingkat kinerja indikator. Data
realisasi diperoleh dari laporan direktorat teknis terkait berdasarkan
data laporan bulanan rutin Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, sedangkan target kerja mengacu pada
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014.
Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan pada tahun 2013,
capaian Indikator Kinerja Program (IKP) dan Indikator Kinerja
Kegiatan (IKK) dapat dilihat pada uraian capaian kegiatan berikut.
a. Capaian Indikator Kinerja Utama Program Bina Gizi dan KIA
Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak adalah persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga
kesehatan (PN), persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) dan
Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S).
23
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Cakupan PN menggambarkan indikator pelayanan kesehatan
terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan, cakupan KN1 menggambarkan pelayanan kesehatan
pada neonatus (0-28 hari), dan Cakupan D/S menggambarkan
tingkat motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau
pertumbuhan dan perkembangan (penimbangan berat badan) serta
kesehatan balita di Posyandu. Hasil pelaksanaan kegiatan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Program Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak
No. Sasaran Strategis
Indikator Target Realisasi Pencapaian
1 Meningkatkan status kesehatan dan Gizi Masyarakat
% ibu bersalin yang ditolong oleh nakes terlatih (cakupan PN)
89% 90,88% 102,11%
% Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1)
89% 92,33% 103,74%
Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)
80% 80,29% 100,01%
Sumber: laporan Akuntabilitas Direktorat 2013
Tabel diatas menjukkan bahwa ketiga indikator kinerja utama
tersebut dapat tercapai sesuai target yang ditetapkan. Rata-rata
pencapaian indikator kinerja diatas 100%, bahkan indikator KN1
menunjukkan peningkatan capaian sebesar 6,13% dibanding target
yang ditetapkan.
24
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
b. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan
Indikator kegiatan merupakan indikator yang menjadi tolok
ukur kinerja eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
KIA, dalam melaksanakan bidangnya. Indikator Kinerja Kegiatan
dalam laporan ini, merupakan indikator penunjang indikator program.
Selama tahun 2013, capaian kinerja cukup bervariatif sebagai mana
termuat dalam tabel berikut.
Tabel 3.2 Capaian Indikator Kinerja Setditjen Bina Gizi dan KIA
No Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Pencapaian
1 Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak. status kesehatan dan Gizi Masyarakat
1) Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan adminstrasi kepemerintahan sesuai ketentuan
95% 96,97% 102,07%
2) Persentase sarana dan prasarana kerja yang sesuai standar
90% 90,01% 100,01%
2 Jumlah Puskesmas yang mendapatkan Bantuan Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan Lokakarya Mini untuk menunjang pencapaian SPM
Jumlah puskesmas yang mendapatkan Bantuan Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan Lokakarya Mini untuk menunjang pencapaian SPM
8.868 Puskemas
9.419 Puskesmas
106,21%
3 Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat
Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan
100% (44.000)
92,63% (40,755)
92,63%
4 Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi
1) Persentase (%) Ibu Hamil mendapat Pelayanan Antenatal Care (K4)
2) Persentase (%) Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memberikan Pelayanan KB sesuai standar
93%
90% (58.500)
86,52%
95,1%
93,03%
105,67%
5 Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan anak
5) Cakupan pelayanan kesehatan bayi
6) Cakupan pelayanan kesehatan anak Balita
7) Cakupan SD/MI melaksanakan penjaringan siswa kelas I
87%
83%
94%
87,77%
70,12%
73,91%
100,89%
84,48%
78,63%
6 Meningkatnya pembinaan, pengawasan dan pengembangan pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan komplementer
3) Cakupan kabupaten/ kota yang menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan komplementer.
40%
44,6%
111,5%
25
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
4) Jumlah RS yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat sebagai pelayanan alternatif dan kompelementer
56 RS
73RS
130,36%
7 Meningkatnya Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga
1) Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan Kerja di Wilayah Industri
2) Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan Olahraga
576
240
778
671
135,07%
279,58%
Sumber: laporan Akuntabilitas Direktorat 2013
Tabel diatas memperlihatkan bahwa dari 13 indikator
kinerja kegiatan dalam Program Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak terdapat 4 (empat) indikator yang tidak dapat mencapai
target yaitu persentase balita gizi buruk yang mendapat
perawatan 92,63% (target 100%), persentase ibu hamil
mendapat pelayanan antenatal care (K4) sebesar 86,52%
(target 93%), cakupan pelayanan kesehatan anak balita
sebesar 70,12% (target 83%), dan cakupan SD/MI
melaksanakan penjaringan siswa kelas I sebesar 73,91%
(target 94%). Sementara capaian kinerja 10 indikator lainnya
bervariatif, dengan pencapaian berkisar antara 100,01%
hingga 279%.
c. Capaian Kinerja Keuangan
Capaian kinerja keuangan ini menggambarkan tingkat
penyerapan anggaran dalam pelaksanaan kegiatan. Kinerja ini
meliputi capaian fisik dan keuangan. Berdasarkan laporan
keuangan diketahui bahwa realisasi keuangan lingkup kantor
Pusat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA rata-rata sebesar
88,09% dan realisasi fisik 93,19%. Tabel dibawah
menunjukkan adanya perbedaan capaian antara realisasi fisik
26
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
dan keuangan yang cukup besar, terdapat selisih 9,14% antara
realisasi fisik dan keuangan. Perbedaan realisasi ini
disebabkan karena anggaran kegiatan TP-ASI yang
dialokasikan melalui Satker Direktorat Kesehatan Kerja dan
Olahraga untuk Provinsi Banten tidak dapat terlaksana,
sehingga serapan anggaran hanya mencapai 55,63%.
Sementara kinerja keuangan Unit Pelaksana Teknis di Daerah
(UPT) rata-rata sangat baik dengan realisasi fisik sebesar
99,79% dan realiasi keuangan sebesar 92,21%.
Tabel 3.3 Capaian Kinerja Keuangan Kantor Pusat
No Unit Organisasi Capaian Fisik
(%)
Capaian
Keuangan (%)
1 Sekretariat Ditjen Bina GIKIA 67,27 71,46
2 Direktorat Bina Gizi 97,53 97,66
3 Direktorat Bina Kes Ibu 100 96,58
4 Direktorat Bina Kes Anak 97,87 91,64
5 Direktorat Bina Yankestradkom 99,99 92,37
6 Direktorat Bina Kesjor 96,5 55,63
rata-rata 93,19 88,09
Sumber: Laporan Keuangan dan PP39
27
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Tabel 3.4 Capaian Kinerja Keuangan Kantor Daerah (UPT)
No Unit Organisasi Capaian Fisik
(%)
Capaian
Keuangan (%)
1 Balai Kesehatan Olahraga
Masyarakat
100 83,19
2 Balai Kesehatan Tradisional
Mayarakat
99,59 95,42
3 Loka Kesehatan Tradisional
Masyarakat
99,79 95,14
rata-rata 99,79 92,21
Sumber: Laporan Keuangan dan PP39
B. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA
1. Indikator Kinerja Utama
a) Persentase Ibu Bersalin yang Ditolong oleh Tenaga
Kesehatan Terlatih (cakupan Pn)
Pertolongan persalinan merupakan proses pelayanan
persalinan yang dimulai pada kala I sampai dengan kala IV
persalinan. Indikator Pn diukur dari jumlah persalinan yang ditolong
tenaga kesehatan dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin
dalam setahun dikali 100%. Indikator ini memperlihatkan tingkat
kemampuan Pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan
berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Hasil
pelaksanaan kegiatan dalam 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat
pada tabel berikut.
28
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Tabel 3.5 Capaian Indikator Pn antar tahun 2009-2013
Indikator Capaian Keterangan
2009 2010 2011 2012 2013
Persentase persalinan
yang ditolong tenaga
kesehatan terlatih
(Cakupan Pn)
84,4%
84,8%
86,38%
88,64%
90,88%
Target
tercapai
Sumber data: Laporan Kesehatan Ibu Tahun 2013
Tabel diatas terlihat bahwa cakupan pelayanan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan
bila dibandingkan antar tahun. Namun demikian kecenderungan
peningkatannya hanya berkisar antara 0,4% hingga 2,26%.
Peningkatan terendah (0,4%) terjadi antara tahun 2009 dan 2010
sedangkan tertinggi (2,26%) terjadi antara tahun 2011 dan 2012.
Walau demikian cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan setiap tahun telah memenuhi target Renstra Kementerian
Kesehatan (2010-2014).
Bila dibandingkan dengan target Renstra, maka capaian
indikator Pn selalu konsisten memenuhi harapan. Terutama tahun
2013, capaian cakupan Pn sebesar 90,88% telah melampaui target
yang ditetapkan (89%), bahkan telah melampaui target tahun 2014
sebesar 90%. Perbandingan capaian target Pn antar tahun dapat
dilihat pada grafik berikut.
29
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Grafik 3.1. Tren cakupan Pn tahun 2010-2013 dibandingkan target Renstra Kemenkes 2010-2014
Secara nasional target indikator Pn tersebut telah tercapai, namun
masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi. Disparitas antar
provinsi cukup besar, bekisar antara 33,3% (Prov. Papua) hingga
99,9% (Prov. Jawa Tengah). Secara rincian cakupan Pn menurut
provinsi dapat dilihat grafik berikut.
Grafik 3.2. Capaian cakupan Pn tahun 2013
Dari grafik diatas kita lihat bahwa, jika dibandingkan dengan
target Nasional maka provinsi dengan capaian rendah adalah;
Lampung, Jawa Barat, Aceh, Kalimantan Barat, Sumatera Barat,
Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Maluku,
30
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
NTT, Papua Barat dan Papua. Terutama di provinsi Papua, perlu
ditelusuri lebih lanjut terkait rendahnya capaian Pn ini.
Dalam upaya peningkatan cakupan Pn tersebut, pada tahun
2013 Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah melaksanakan berbagai
kegiatan, yaitu:
1) Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (RAN PP AKI)
Tahun 2013-2015, melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional.
2) Peningkatan cakupan Pn dan Kf melalui Kemitraan Bidan dan
Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran,
3) Penguatan Manajemen dan Jejaring Rujukan di tingkat
kabupaten/kota pada Pelayanan Persalinan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan,
4) Peningkatan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor
kesehatan untuk peningkatan cakupan Pn dan Kf di Fasilitas
Kesehatan,
5) Peningkatan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
dan Organisasi Profesi,
6) Fasilitasi, Advokasi, Supervisi dan bimbingan teknis bagi
pengelola program kesehatan ibu di daerah dengan cakupan Pn
dan Kf rendah.
Penyebab langsung (Direct Obstetric Death) Kematian ibu
antaralain adalah komplikasi obstetri
pada masa hamil, bersalin dan nifas,
atau kematian yang disebabkan oleh
suatu tindakan, atau berbagai hal
yang terjadi akibat tindakan yang
dilakukan selama hamil, bersalin
atau nifas terkait erat dengan faktor
penolong persalinan dan
tempat/fasilitas persalinan. Gambar 3.1 Salah satu Poskesdes di
Kab Gorontalo
31
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu karena
akan mendapatkan pelayanan dengan sarana yang memadai, oleh
tenaga kesehatan yang terlatih, serta penanganan
kegawatdaruratan yang komprehensif. Berdasarkan SDKI 2012,
Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih sudah
memperlihatkan tren peningkatan dari tahun sebelumnya, namun
kualitas pelayanan dan kompetensi tenaga kesehatan belum
sepenuhnya sesuai standar pelayanan.
Oleh karena itu, kebijakan Kementerian Kesehatan adalah
seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan
diupayakan dilakukan di fasilitas kesehatan. Hal ini sejalan dengan
kebijakan JKN dalam mempersiapkan penyelenggaraannya. Dalam
mempersiapkan penyelenggaraan JKN yang terhitung tanggal 1
Januari 2014, rencana DAK Bidang Kesehatan difokuskan untuk
kesiapan fasilitas kesehatan
dalam mempersiapkan
pelayanan. Untuk
mendukung
penyelenggaraan pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pada
tahun 2013 Kementerian
Kesehatan memfasilitasi
penyediaan Bidan Kit
sebesar 1.377 unit, tenaga
penolong persalinan yang berkompeten sebanyak 104.178 bidan
desa di Indonesia dan 56.561 diantaranya tinggal di desa. Bidan
yang tinggal di desa memberi kontribusi positif dalam penurunan
kematian ibu.
Salah satu upaya penting dalam program kesehatan ibu di
Indonesia adalah Program Perencanaan Persalinan dan
Gambar 3.2 Pelaksanaan P4K di Provinsi NTT
32
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Pencegahan Komplikasi (P4K) yang menitikberatkan fokus totalitas
pemantauan yang menjadi salahsatu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil serta menyediakan
akses dan pelayanan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru
lahir dasar di tingkat Puskesmas (PONED) dan pelayanan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal komprehensif di Rumah
Sakit (PONEK). Dalam implementasinya, P4K merupakan salah satu
unsur dari Desa Siaga. Sampai dengan tahun 2013, tercatat 61.731
desa (80%) telah melaksanakan P4K.
Berdasarkan data SDKI 2012, persalinan di rumah dan
lainnya sebesar 36%. Hal tersebut disebabkan masih adanya
masyarakat yang masih percaya kepada dukun untuk menolong
persalinannya. Selain itu,
pada daerah dengan kondisi
geografis sulit, akses ke
fasilitas pelayanan kesehatan
secara cepat juga menjadi
sebuah kendala yang dialami
masyarakat. Di daerah-
daerah tersebut, kebijakan
Kementerian
Kesehatan adalah dengan melanjutkan pengembangan program
Kemitraan Bidan dan
Dukun serta Rumah
Tunggu Kelahiran. Dukun
tetap diupayakan bermitra
dengan bidan dalam hal
pengaturan hak dan
kewajiban sehingga
terdapat kejelasan peran
Gambar 3.3 Kemitraan Bidan dan Dukun
Gambar 3.4 Salah satu Rumah Tunggu Kelahiran di Provinsi Jambi
33
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
dan tugas masing-masing pihak. Hingga tahun 2012 persentase
kemitraan bidan dan dukun telah mencapai sebesar 73,2% lebih
tinggi dibanding tahun 2011 sebesar 68,6%.
Ketika ibu hamil yang di daerahnya tidak terdapat bidan atau
memang memiliki kondisi penyulit, maka pada saat menjelang hari
taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas
kesehatan, yaitu dapat tinggal di Rumah Tunggu Kelahiran. Rumah
Tunggu Kelahiran tersebut dapat berupa rumah tunggu khusus
maupun di rumah sanak saudara yang dekat dengan fasilitas
kesehatan.
Fokus pengembangan Rumah Tunggu Kelahiran adalah
pada daerah DTPK. Sampai tahun 2011, tercatat 6 unit (12%)
Rumah Tunggu Kelahiran di wilayah Puskesmas DTPK dan
meningkat pada tahun 2013 sebanyak 597 unit.
Jaminan Persalinan. Kementerian Kesehatan sejak tahun
2011 sampai dengan tahun 2013 telah mengupayakan program
Jaminan Persalinan (Jampersal) yang merupakan jaminan paket
pembiayaan sejak pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,
hingga pelayanan nifas termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB
pasca persalinan. Penyediaan Jampersal mempunyai peran yang
cukup signifikan dalam meningkatkan cakupan Pn di seluruh wilayah
Indonesia dalam upaya mengatasi hambatan akses pada faktor
finansial. Pada tahun 2014, pengelolaan Jampersal dan Jamkesmas
direncanakan akan bertransformasi ke dalam Sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
Keberhasilan pencapaian target indikator Pn merupakan hasil
dari kerja keras dan pelaksanaan berbagai program yang dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk
sektor swasta.
Sesuai dengan dokumen penetapan kinerja, bahwa anggaran
yang disediakan untuk meningkatkan cakupan Pn ini sebesar Rp.
34
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
11.539.380.000, dan terealisasi sebesar 91,64%. Ketersediaan
anggaran ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan sesuai target,
namun dalam pelaksanaan terdapat kendala-kendala baik teknis
maupun non teknis.
Faktor pendukung dan penghambat keberhasilan:
1) Faktor pendukung keberhasilan:
a) Meningkatnya komitmen dan dukungan dari pemerintah
daerah setempat dalam mendukung program peningkatan Pn
dan Pn di fasilitas kesehatan.
b) Adanya program Jamkesmas dan Jampersal, Kemitraan
Bidan dan Dukun, serta Rumah Tunggu Kelahiran.
c) Meningkatnya peran serta dan kesadaran masyarakat untuk
melakukan persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan.
d) Menguatnya motivasi dan komitmen tenaga kesehatan
setempat dalam menjalankan program.
e) Meningkatnya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh
agama, organisasi kemasyarakatan lainnya.
2) Faktor penghambat keberhasilan:
a) Belum semua bidan desa tinggal di desa
b) Belum semua dukun bermitra dengan bidan
c) Walaupun persalinan ditolong tenaga kesehatan sudah tinggi,
namun masih ada persalinan yang dilakukan di rumah
d) Belum semua Puskesmas dan Poskesdes memiliki sarana,
prasarana, dan peralatan yang memadai untuk menolong
persalinan
e) Masih ada kepercayaan sebagian masyarakat yang lebih
memilih persalinan ditolong non tenaga kesehatan dan
dilakukan di rumah.
f) Koordinasi dan integrasi lintas program masih kurang optimal
35
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
g) Masih kurangnya pemahaman petugas kesehatan dalam
menentukan sasaran ibu bersalin dan nifas serta dalam
merencanakan kunjungannya
h) Sistem pencatatan dan pelaporan belum sesuai yang
diharapkan (ada yang tidak tercatat atau ada keterlambatan
pengiriman laporan)
i) Puskemas yang telah dilatih PONED belum sepenuhnya
berfungsi secara optimal, disebabkan mobilitas SDM/provider
tinggi, peralatan tidak memadai dan lokasi tidak strategis
j) Belum semua kabupaten/kota mempunyai RS mampu
PONEK
k) RS mampu PONEK belum sepenuhnya berfungsi secara
optimal disebabkan keterbatasan SDM dan sarana prasarana
l) Masih kurangnya tenaga kesehatan (bidan) untuk
melaksanakan kunjungan nifas ke rumah, apabila pasien
tidak datang ke fasyankes.
m) Belum optimalnya pencatatan dan pelaporan data KIA.
3) Alternatif pemecahan masalah:
a) Advokasi ke pemerintah daerah terkait ketersediaan dan
distribusi tenaga kesehatan yang merata serta penyediaan
alokasi APBD yang memadai untuk kegiatan kesehatan ibu.
b) Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam program
kesehatan ibu, baik di Puskesmas maupun di desa
c) Melaksanakan bimbingan teknis untuk:
• Peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui P4K
dalam Desa Siaga
• Memfokuskan pemanfaatan Bantuan Operasional
Kesehatan untuk kegiatan-kegiatan prioritas, termasuk
kesehatan ibu
• Memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan
36
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
• Meningkatkan koordinasi dan integrasi LP/LS untuk
mendukung kegiatan KIA
• Memperluas jejaring untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan KIA
• Memperkuat manajemen dan jejaring pelayanan
persalinan di fasilitas kesehatan
b) Persentase Kunjungan Neonatal Pertama (KN1)
Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau yang disebut
dengan KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya
kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada
periode neonatal yaitu 48 jam setelah lahir yang meliputi kunjungan
menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda
(MTBM) termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif,
pemberian Vitamin K1 injeksi dan Hepatitis B injeksi.
Tabel 3.6 Capaian Indikator KN1 antar tahun 2009-2013
Indikator Capaian Keterangan
2009 2010 2011 2012 2013
Persentase cakupan
kunjungan neonatal
pertama (KN1)
80,6%
84,01%
90,51%
92,31%
92,33%
Target
tercapai
Sumber data: Laporan Kesehatan Anak Tahun 2013
Tabel diatas menggambarkan perkembangan cakupan KN1
dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Trend cakupan
menunjukkan kenaikan setiap tahun, dengan rentang kenaikan
cakupan berkisar antara 1,8% hingga 6,5%. Kenaikan tertinggi
terjadi antara tahun 2010-2011 (3,41%) dan terendah antara
tahun 2011-2012 (1,8%). Walau secara keseluruhan masih
memenuhi target, tetapi terjadi penurun rentang cakupan antara
37
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
tahun 2011-2012 dibanding tahun sebelumnya (2010-2011) dan
semakin melambat pada tahun 2013, hendaknya menjadi perhatian
serius untuk mencari faktor penyebabnya.
Bila dibandingkan dengan target Renstra, dalam 5 (lima)
tahun terakhir maka cakupan KN1 menunjukkan peningkatan yang
positif. Pada tahun 2009 indikator KN1 tidak memenuhi target (-1,4%
dibawah target), namun sejak tahun 2010 hingga tahun 2013,
cakupan indikator KN1 mengalami perbaikan hingga mencapai
4,51% (2011), 4,31% (2012) lebih tinggi dibanding target Renstra
tahun yang sama namun pada tahun 2013 walau menuhi target
renstra namun ada kecenderungan menurun sampai 3,33% diatas
target. Bila kondisi ini dapat segera diperbaiki dan atau
dipertahankan maka diperkirakan capaian kinerja Indikator KN1
pada tahun 2014 akan tercapai dengan baik (on track). Lebih jelas
dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 3.3 Tren Capaian Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Tahun 2009 - 2013
Secara nasional, capaian KN1 telah terpenuhi. Namun
masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi berkisar antara
39,05%% hingga 99,69%. Secara nasional cakupan KN1 sebesar
92,33%. Bila dibandingkan dengan terget nasional terdapat 12
provinsi yang telah memenuhi target yaitu; DIY, DKI Jakarta,
Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah,
38
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Gambar 3.5 Konseling ASI pada saat Kunjungan Noenatal
Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, NTB, Gorontalo, Jawa Barat,
dan Lampung. Sedangkan tiga Provinsi dengan capaian terendah
adalah Papua, Papua Barat dan NTT.
Grafik 3.4 Cakupan KN1 menurut Provinsi Tahun 2013
Faktor yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian
target KN1 antara lain masalah
jumlah, distribusi dan kualitas SDM
kesehatan yang belum merata, serta
belum semua nakes memberi
pelayanan Kunjungan Neonatal sesuai
standar. Hal ini diperberat oleh
masalah akses geografis dan juga
ketersediaan logistik, masih banyak
persalinan yang meski ditolong oleh
nakes tetapi tetap dilakukan di rumah,
masalah koordinasi dan integrasi lintas program yang belum
optimal, masih lemahnya pemberdayaan keluarga/masyarakat
39
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
terhadap penggunaan buku KIA. Sistem pencatatan dan pelaporan
yang belum sesuai dengan yang diharapkan, misalnya penolong
persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mencatat dengan
benar pelayanan yang telah diberikan.
Beberapa upaya terkait dengan pencapaian indikator ini, diantaranya
adalah :
1) Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan (dokter, bidan dan
perawat) melalui pelatihan Manajemen Asfiksia, pelatihan
Manajemen BBLR, Peningkatan Kemampuan Dokter Umum
dalam Penanganan Neonatal, Bayi dan Balita )
2) Kegiatan pendampingan oleh Kementerian Kesehatan dan
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam peningkatan kualitas
dan jangkauan pelayanan kesehatan anak di daerah perbatasan
telah dilakukan pada pertengahan tahun 2013 dan akan
dilanjutkan dalam 6 bulan kegiatan. Pada tahun 2013 kegiatan
pendampingan Kementerian Kesehatan dan IDAI dipusatkan di
RSUD Kabupaten Nunukan. Penyusunan SOP di tingkat RS.
Nunukan di kabupaten dan penyediaan sarana dan alat
kesehatan yang menyesuaikan dengan kebutuhan lokal
dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan anak di Kabupaten Nunukan.
Gambar 3.6 Fasilitasi Peningkatan Pelayanan BBLR dan Bayi di
Puskesmas dan RS di Kab. Lampung Tengah
Gambar 3.7 Peningkatan Kapasitas dokter Umum dalam Tatalaksana Bayi
dan Balita Sakit di Jakarta
40
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
3) Distribusi pedoman terkait pelayanan kesehatan neonatal
esensial dan pengembangan materi KIE hingga ke tingkat
puskesmas dan jajarannya.
4) Peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor melalui
pertemuan Pokja MDG, Konsorsium Perguruan Tinggi
5) Mendorong distribusi tenaga kesehatan (bidan, perawat)
secara adil hingga ke pedesaan; distribusi dokter umum di
seluruh puskesmas dan dokter spesialis ke seluruh kab/kota .
Upaya yang harus dilakukan agar cakupan kunjungan
neonatal pertama meningkat, terutama dalam hal kualitas pelayanan
yaitu peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap
Gambar 3.8 Pengembangan Materi KIE Perawatan Bayi Baru Lahir dan Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir di
Puskesmas Wilayah Kabupaten Jayawijaya
41
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
standar/pedoman melalui pendampingan, pemanfaatan Jampersal,
penguatan pemanfaatan register kohort bayi untuk pemantauan
sasaran neonatus, serta distribusi tenaga bidan yang berkompeten
hingga ke tingkat desa. Khusus untuk Jampersal, mulai 1 Januari
2014, Jampersal akan terintegrasi kedalam Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Hal ini berarti, coverage dari Jampersal hanya akan
tertuju ibu yang berasal dari keluarga tidak mampu dan ibu yang
bukan berasal dari keluarga tidak mampu tetapi menjadi peserta
JKN, sementara Ibu yang bukan berasal dari keluarga tidak mampu
dan bukan peserta JKN tidak akan cover. Hal ini kemungkinan akan
berimbas pada capaian kunjungan neonatus (KN) dikemudian hari.
c) Persentase Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S)
Cakupan D/S menggambarkan tingkat
motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau
pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan balita di
Posyandu. Indikator ini menjadi penting karena selain
menunjukkan pelayanan gizi pada balita, juga memiliki korelasi
yang kuat dengan peningkatan cakupan pemberian vitamin A,
Imunisasi dan penemuan kasus kurang gizi di Posyandu. Hasil
pelaksanaan selama tahun 2013 dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.7 Capaian Indikator D/S antar tahun 2009-2013
Indikator Capaian Keterangan
2009 2010 2011 2012 2013
Persentase Balita
ditimbang Berat Badanya
(D/S)
63,9%
67,9%
71,4%
75,1%
80,2%
Target
tercapai
Sumber data: Laporan Gizi Tahun 2013
42
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Tabel diatas menggambarkan perkembangan cakupan D/S
dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Trend cakupan
menunjukkan kenaikan setiap tahun, dengan rentang kenaikan
cakupan berkisar antara 3,5% hingga 5,1%. Kenaikan tertinggi
terjadi antara tahun 2012-2013 (5,1%) dan terendah terjadi
antara tahun 2010-2011 (3,5%). Walau secara keseluruhan masih
memenuhi target, tetapi terjadi penurun rentang cakupan antara
tahun 2010-2012 dan selanjutnya melambat bila dibanding terget.
Tabel dibawah Bila dibandingkan dengan target Renstra,
dalam 5 (lima) tahun terakhir maka cakupan D/S dapat tercapai.
Rentang capaian terhadap renstra berkisar antara 0,1% hingga
3,5%. Pada tahun 2009 indikator D/S ini 3,5% lebih tinggi dari target
(60%), namun sejak tahun 2010 cenderung melambat. Pada tahun
2010 hingga tahun 2012 terlihat mulai melambat dengan selisih
capaian 2,9% (2010) dan menurun hingga 0,1% di tahun 2011. Bila
kondisi ini tidak disikapi secara serius dengan menunjukkan kinerja
program yang lebih baik, maka dikawatirkan pada tahun 2014 tidak
dapat mencapai target yang ditetapkan.
Grafik 3.5 Tren Cakupan D/S dibanding Target Renstra 2009-2014
43
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Walaupun secara nasional cakupan D/S ini mencapai target,
namun masih terdapat disparitas capaian antar provinsi. Rentang
capaian antar provinsi berkisar antara 37,89% (Papua) hingga
89,43% (Jawa Tengah). Terdapat 16 provinsi yang cakupannya
masih di bawah target dan rata-rata nasional. Trend cakupan D/S
tahun 2009-1013 dan cakupan D/S menurut provinsi dapat dilihat di
bawah ini.
Grafik 3.6 Capaian D/S menurut Provinsi Tahun 2013
Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui
penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu
Menuju Sehat (KMS) berfungsi sebagai instrumen penilaian
pertumbuhan anak merupakan dasar strategi pemberdayaan
masyarakat yang telah dikembangkan sejak awal 1980-an. Memiliki
2 (dua) fungsi yaitu 1) sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan
kesehatan masyarakat, 2) sebagai sarana deteksi dini dan intervensi
gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan
kesehatan anak seperti imunisasi, pemberian kapsul vitamin A,
pencegahan diare, dan sebagainya untuk peningkatan kesehatan
anak.
44
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Peran serta masyarakat dalam penimbangan balita (D/S)
menjadi sangat penting dalam deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi
buruk. Dengan rajin menimbang balita, maka pertumbuhan balita
dapat dipantau secara intensif. Sehingga bila berat badan anak tidak
naik ataupun jika ditemukan penyakit akan dapat segera dilakukan
upaya pemulihan dan pencegahan supaya tidak menjadi gizi kurang
atau gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, maka penanganan kasus
gizi kurang atau gizi buruk akan semakin baik. Penanganan yang
cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi buruk akan
mengurangi risiko kematian, sehingga angka kematian akibat gizi
buruk dapat ditekan.
Gambar 3.9 Aktifitas Penimbangan di Posyandu Kelurahan Cipedak,
Jakarta Selatan
Faktor pendukung dan penghambat keberhasilan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Faktor Pendukung
Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita ditimbang
berat badannya (D/S) dapat sedikit diatas target yang
ditetapkan, yaitu 80,15% dipengaruhi antara lain oleh faktor-
faktor pendukung berikut:
45
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
1) Adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah
setempat.
2) Adanya kemauan masyarakat untuk meningkatkan
kesehatan balita di lingkungannya.
3) Tingginya motivasi dari tenaga kesehatan setempat dalam
menjalankan program.
4) Adanya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan
organisasi kemasyarakatan lainnya.
5) Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu dengan
dilandasi Permendagri nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di
Posyandu.
6) Adanya Surat Edaran Menteri Kesehatan nomor
GK/Menkes/333/IX/2012 tanggal 21 September 2012
perihal Penyelenggaraan Bulan Penimbangan di seluruh
Indonesia pada setiap Bulan November setiap tahun
sebagai upaya berdaya ungkit meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam penimbangan.
7) Tersedianya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
yang menjadi daya ungkit peningkatan kinerja puskesmas
termasuk dalam pembinaan posyandu yang berdampak
pada peningkatan D/S.
b. Permasalahan Terkait Pencapaian Indikator
Belum tercapainya target D/S di beberapa provinsi dari
target nasional dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1) Permasalahan geografis seperti di Kabupaten Indramayu,
terdapat jarak rumah penduduk ke Posyandu sekitar 2 km
yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Untuk wilayah
46
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Papua di kabupaten Wamena penduduk harus berjalan kaki
2-3 jam untuk mencapai Posyandu.
2) Kurangnya dukungan dari para pemangku kepentingan,
dimana Posyandu hanya didukung oleh tenaga kesehatan
dari Puskesmas setempat.
3) Kualitas dan kuantitas dari kader masih kurang.
4) Terbatasnya dana operasional, sarana dan prasarana di
Posyandu.
5) Kurangnya kemampuan tenaga dalam pemantauan
pertumbuhan dan konseling.
6) Tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan
manfaat Posyandu masih rendah.
c. Alternatif Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi permasalahan di atas maka perlunya
dirumuskan alternative pemecahan masalah, diantaranya
adalah:
1) Mensosialisasikan dan memantau pelaksanaan Surat
Edaran Menteri Kesehatan Nomor GK/Menkes/333/IX/2012
tanggal 21 September 2012 perihal Penyelenggaraan Bulan
Penimbangan di seluruh Indonesia pada setiap Bulan
November setiap tahun sebagai upaya berdaya ungkit
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penimbangan.
2) Advokasi dan readvokasi kepada pemangku kepentingan
terkait
3) Pelatihan fasilitator dan pemantauan pertumbuhan kepada
seluruh tenaga kesehatan di Indonesia. Hingga akhir
Desember 2013 telah dilatih sebanyak 1.749 pengguna
akhir (end user) dan 193 fasilitator.
47
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
4) Melakukan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan baik
di puskesmas maupun di posyandu.
5) Pelatihan ulang kader posyandu (refreshing kader).
6) Peningkatan pemberdayaan masyarakat terutama di
posyandu.
7) Penyediaan dana melalui Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) dengan perencanaan yang sesuai dengan besaran
masalah di Puskesmas.
8) Di samping upaya tersebut di atas, telah diinventarisasi
berbagai upaya terobosan atau kegiatan dalam rangka
peningkatan D/S antara lain :
a) Arisan posyandu yaitu kegiatan yang dilaksanakan
pada hari buka posyandu dengan melibatkan keluarga
yang memiliki balita sehingga membuat para peserta
arisan merasakan keterikatan untuk datang ke
posyandu.
b) Demo memasak atau demo kecantikan yaitu kegiatan
yang dilakukan pada hari buka posyandu dengan
memanfaatkan keterampilan yang dimiliki masyarakat
atau dapat juga bekerjasama dengan pihak lain di
wilayah posyandu sehingga pada saat demo, ibu dan
atau keluarga balita mau datang ke posyandu.
c) Warung posyandu yaitu kegiatan seperti “bazar” yang
dilakukan pada hari buka posyandu, dimana peserta
bazar adalah ibu-ibu balita atau kader yang menjual
aneka kebutuhan termasuk kerajinan tangan dan
masakan bergizi yang diolah sendiri.
d) Odong-odong, kuda-kudaan, jungkat-jungkit, ayunan
yaitu bentuk permainan yang dimiliki dan dikelola oleh
posyandu atau jenis permainan lain yang biasa
terdapat di daerah setempat. Permainan tersebut
48
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
digunakan untuk menarik balita datang ke posyandu,
sambil menunggu giliran ditimbang. Permainan tersebut
dioperasikan oleh ibu balita, kader, dan sukarelawan
lainnya.
e) Pertunjukan boneka atau pertunjukan lain yang sudah
dikenal di masyarakat setempat. Bentuk boneka
merupakan kreativitas masyarakat setempat. Pesan-
pesan yang disampaikan meliputi kesehatan balita, ibu
hamil, ibu menyusui, dan lain-lain
f) Memberikan penghargaan atau hadiah sederhana
kepada ibu/keluarga balita yang rutin menimbang
balitanya yang dibuktikan dengan buku KIA atau KMS.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi
ibu/keluarga agar membawa balitanya ditimbang
secara rutin di posyandu.
g) Mengintegrasikan kegiatan posyandu dengan kegiatan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
2. Indikator Kinerja Kegiatan
a) Persentase Balita Gizi Buruk yang mendapat
Perawatan
Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat
berat yang ditandai dengan adanya tanda-tanda klinis gizi
buruk dan atau berat badan sangat rendah tidak sesuai
dengan tingginya. Kasus gizi buruk seringkali disertai dengan
penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy, kelainan
jantung, tuberculosis (TB) dan HIV/AIDS sehingga bila tidak
dirawat sesuai standar akan memiliki risiko kematian sangat
tinggi.
49
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Perawatan gizi buruk
dilaksanakan melalui
prosedur rawat inap dan
rawat jalan. Bagi anak-anak
gizi buruk yang disertai
komplikasi penyakit dapat
dirawat di puskesmas,
rumah Sakit, dan Therapeutic Feeding Centre (TFC),
sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat
dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui
pembinaan petugas kesehatan dan kader.
Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita gizi
buruk yang mendapat perawatan dimana semua balita gizi
buruk dengan indikasi medis maupun tanpa indikasi medis
yang terdeteksi telah dirawat, baik itu rawat inap di TFC,
puskesmas perawatan dan di rumah sakit maupun rawat jalan
di puskesmas non perawatan dan rumah sakit setiap tahunnya
selalu mencapai target 100%. Hanya saja untuk tahun 2013,
penemuan kasus gizi buruk secara absolut masih dibawah
target (44.000 kasus) yaitu sebesar 40.549 (92,2%) kasus
yang ditemukan. Trend kasus gizi buruk yang ditemukan dan
dirawat dibanding target Renstra dapat dilihat dalam gambar di
bawah ini:
Saat Masuk
BB = 6.7 kg ; PB = 78 cm
Saat Akan Pulang
BB = 10 kg ; PB = 78 cm
Lama Perawatan Selama 28 hari
M.KHAIRUL
( 2 TAHUN 7 BULAN )
50
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Grafik 3.7 Tren Jumlah Kasus Gizi Buruk yg Mendapat Perawatan
Gambar 3.10 Contoh Penanganan Kasus Gizi Buruk
Kasus Gizi Buruk
( 4 TAHUN 9 BULAN )
Saat Datang
BB = 11 kg ; TB = 98,3 cm
TB PARU Saat Akan Pulang
BB = 12.7 kg ; TB = 98,3 cm
Lama Perawatan Selama 16 hari
51
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Gambar 3.11 Ruangan di dalam TFC (Terauphetic Feeding Centre)
Ruang Perawatan
a. Permasalahan Terkait Pencapaian Indikator
Pada implementasinya masih ditemukan beberapa
kendala dalam pencapaian indikator ini antara lain:
1) Pengetahuan, keterampilan dan kesanggupan beberapa
tenaga masih kurang dalam tata laksana gizi buruk.
2) Mobilisasi tenaga kesehatan yang sangat cepat.
3) Data yang ada baru sebatas jumlah balita yg ditangani
namun belum dilakukan pemantauan pasca perawatan.
4) Pelaksanaan surveilans dan pelacakan kasus gizi buruk
yang belum optimal.
b. Alternatif Pemecahan Masalah
1) Melaksanakan pelatihan Tata Laksana Anak Gizi Buruk
bagi petugas kesehatan dari Puskesmas dan Rumah
Sakit. Sejak tahun 2004 sampai dengan Desember 2013
telah dilatih sebanyak 6.775 petugas kesehatan (dokter,
perawat/ bidan, dan ahli gizi) dengan jumlah fasilitator
sebanyak 128 orang. Sementara itu puskesmas dengan
52
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
tempat perawatan (DTP) yang sudah dilatih sebanyak
1.576 (59%) dari total 3.152 puskesmas DTP yang ada,
514 (12%) puskesmas non perawatan dari total 6.358
puskesmas, dan sebanyak 397 RSUD (67%) telah dilatih
tatalaksana gizi buruk dari total 685 RSUD yang ada di
Indonesia.
2) Mendirikan Therapeutic Feeding Centre (TFC) dan
Community Feeding Centre (CFC) atau Pos Pemulihan
Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM) dengan dukungan
pemerintah daerah setempat. Sampai dengan Desember
2013 telah didirikan 184 TFC di 28 provinsi dan 136 CFC
di 10 kabupaten/kota di 4 (empat) provinsi, yaitu Jawa
Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi
Tenggara.
3) Telah ditetapkan spesifikasi teknis mineral mix untuk
perawatan gizi buruk.
4) Menyediakan materi-materi penunjang berupa buku-buku
pedoman, brosur-brosur maupun leaflet-leaflet
5) Melakukan pelacakan balita gizi buruk
6) Memperbaiki sistem rujukan dan pascarujukan sehingga
mengurangi risiko jatuh kembali balita ke dalam status
gizi buruk
7) Bekerjasama dalam melakukan rujukan dan perawatan
gizi buruk dengan lintas sektor
8) Melaksanakan penanganan gizi buruk dimulai dari
tingkat masyarakat (posyandu)
9) Meningkatkan surveilans gizi dengan memanfaatkan
SMS gateway
53
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
b) Persentase Ibu Hamil Mendapat Pelayanan Antenatal
(Cakupan K4)
Indikator K4 ini memperlihatkan akses pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan klien
dalam memeriksakan kehamilannya minimal empat kali ke
tenaga kesehatan.
Tabel 3.8 Capaian Indikator K4 antar tahun 2009-2013
Indikator Capaian Keterangan
2009 2010 2011 2012 2013
Persentase Ibu hamil
mendapatkan antenatal
(K4)
85,5%
85,6%
88,17%
90,18%
86,52%
Target tidak
tercapai
Sumber data: Laporan Kesehatan Ibu Tahun 2013
Tabel diatas menggambarkan perkembangan cakupan
K4 dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Trend cakupan
menunjukkan kenaikan setiap tahun, dengan rentang kenaikan
cakupan berkisar antara 0,1% hingga 2,67%. Kenaikan
tertinggi terjadi antara tahun 2010-2011 (2,67%) dan terjadi
penurunan pada tahun 2012-2013 (-3,66%). Pada tahun
2013, indikator K4 tidak dapat memenuhi target, ini merupakan
tahun pertama dalam kurun waktu 5 (lima) tahun bahwa K4
tidak dapat mencapai target.
Grafik dibawah Bila dibandingkan dengan target
Renstra, dalam 4 (empat) tahun terakhir maka cakupan K4
cenderung memperlihatkan penurunan. Rentang capaian
terhadap renstra berkisar antara 0,18% hingga 1,6% pada
tahun 2010 hingga 2012. Pada tahun 2013 indikator K4 ini -
6,48% lebih rendah dari target (93%), kecenderungan
menurun terlihat sejak tahun 2011 dan pada tahun 2013 tidak
tercapai. Bila kondisi ini tidak disikapi secara serius dengan
54
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
menunjukkan kinerja program yang lebih baik, maka indikator
ini tidak akan mengalami perbaikan dan dikawatirkan pada
tahun 2014 tidak dapat mencapai target yang ditetapkan.
Grafik 3.8 Tren Cakupan K4 dibanding Target Renstra tahun 2010-
2014
Secara nasional pada tahun 2013 target K4 belum
terpenuhi, hal ini disebabkan salah satunya adalah tingginya
disparistas cakupan antar provinsi cukup tinggi. Cakupan K4
terendah di Provinsi Papua (22,3%) dan tertinggi di Jawa
Tengah (99,8%). Terdapat 23 provinsi yang pencapaiannya di
bawah target nasional, yaitu Malut, Bengkulu, NTB, Jambi,
Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Sumatera
Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, DIY,
Lampung, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan
Timur, Maluku, Kalimantan Selatan, Papua Barat, NTT dan
Papua.
55
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Grafik 3.9 Capaian persentase cakupan K4 menurut Provinsi tahun
2013
Dalam upaya peningkatan cakupan K4 tersebut, pada
tahun 2013 Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah melaksanakan
berbagai kegiatan, yaitu:
1) Penguatan Pelayanan ANC Terpadu pada Provinsi
dengan Kematian Ibu Tinggi
2) Evaluasi pelaksanaan PPIA di provinsi dengan kasus HIV
tinggi
3) Pengembangan Kelas Ibu Hamil yang difokuskan bagi
provinsi dengan cakupan K4 rendah
4) Peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor
dalam peningkatan pelayanan antenatal terpadu dan
penyelenggaraan Kelas Ibu
5) Peningkatan kerjasama dengan organisasi profesi dan
lembaga swadaya masyarakat
6) Fasilitasi, advokasi, supervisi dan bimbingan teknis ke
daerah tentang peningkatan cakupan dan kualitas
pelayanan
antenatal
Kegiatan tersebut
bertujuan untuk mendekatkan
akses pelayanan kesehatan
56
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
yang berkualitas kepada masyarakat hingga ke pelosok desa,
termasuk untuk meningkatkan cakupan K4. Dari segi sarana
dan fasilitas pelayanan kesehatan, hingga Juli 2013, tercatat
9.422 Puskesmas di seluruh Indonesia. Dengan demikian, saat
ini setiap Puskesmas rata-rata melayani sekitar 26.000
penduduk. Hal tersebut masih berada dalam rasio ideal
Puskesmas, yaitu 1 : 30.000 penduduk. Demikian pula dengan
UKBM seperti Poskesdes dan Posyandu. Hingga Desember
2011 tercatat terdapat 53.152 Poskesdes dan 268.439
Posyandu di seluruh Tanah Air.
Pada aspek ketenagaan, dari data tahun 2011, tercatat
jumlah dokter umum sebanyak 32.492 orang dan jumlah bidan
sebanyak 124.164 orang. Dengan demikian, saat ini 1 orang
dokter melayani sekitar 7.500 penduduk, masih di bawah rasio
ideal 1:2.500. Sedangkan untuk tenaga bidan, saat ini 1 orang
bidan melayani sekitar 2.000 penduduk. Walaupun dari segi
jumlah terlihat sudah
cukup ideal, namun
ketenagaan bidan masih
mengalami permasalahan
dari sisi distribusi.
Kebijakan Kementerian
Kesehatan adalah
menempatkan satu
orang bidan di setiap
desa. Sampai tahun
2011, hanya 7 dari 10 bidan di desa yang betul-betul tinggal di
desa tempat tugasnya. Sedangkan sisanya saat ini belum
dapat sepenuhnya tinggal di desa tempat tugasnya karena
adanya kendala teknis di lapangan, seperti kendala geografis,
Gambar 3.12 Pelaksanaan Kelas Ibu hamil yang merupakan sarana peningkatan pengetahuan
pada Ibu Hamil
57
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
alasan keamanan, atau belum adanya tempat tinggal di desa
tersebut bagi bidan yang bersangkutan.
Upaya meningkatkan cakupan K4 juga makin diperkuat
dengan telah dikembangkannya Kelas Ibu Hamil. Sampai saat
ini telah terdapat 5.115 Puskesmas yang memfasilitasi dan
melaksanakan Kelas Ibu Hamil di wilayah kerjanya. Kelas Ibu
Hamil akan meningkatkan demand creation di kalangan ibu
hamil dan keluarganya, dengan meningkatkan pengetahuan,
sikap, dan perilaku ibu hamil dan keluarganya dalam
memperoleh pelayanan kesehatan ibu secara paripurna.
Adanya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak
tahun 2010 dan diluncurkannya Jaminan Persalinan
(Jampersal) sejak tahun 2011 juga semakin bersinergi dalam
berkontribusi meningkatkan cakupan K4. BOK dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan luar gedung, seperti pendataan,
pelayanan di Posyandu, kunjungan rumah, sweeping kasus
drop out, serta kemitraan bidan dan dukun. Sementara itu
Jampersal mendukung paket pelayanan antenatal, termasuk
yang dilakukan pada saat kunjungan rumah atau sweeping.
Semakin kuatnya kerja sama dan sinergi berbagai
program yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat termasuk sektor swasta mendorong
tercapainya target cakupan K4.
1) Faktor yang mendukung keberhasilan:
a) Adanya orientasi antenatal terpadu bagi petugas
kesehatan yang terorientasi untuk pelayanan
antenatal terpadu di Puskesmas
b) Adanya peningkatan kapasitas pengelolaan kelas ibu
hamil
c) Adanya pedoman pelayanan antenatal terpadu
58
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
d) Adanya pedoman, modul pelatihan dan paket Kelas
ibu hamil yang memungkinkan terselenggaranya kelas
ibu hamil di desa-desa dalam upaya meningkatkan
pengetahuan ibu, suami, keluarga, dan masyarakat
tentang kehamilan, persalinan dan nifas sehingga
menyadari pentingnya mendapatkan pelayanan
antenatal
e) Adanya surveilans melalui PWS KIA
2) Faktor yang menghambat keberhasilan:
a) Kurangnya pengetahuan ibu, suami, keluarga dan
masyarakat tentang kehamilan, persalinan dan nifas
b) Adanya mitos yang melarang untuk memeriksakan
kehamilan secara dini, sehingga ibu memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan hanya bila sudah
pasti dirinya hamil
c) Jarak dan geografis tempat kediaman ibu hamil yang
sulit
d) Kebiasaan ibu hamil yang kembali ke kampung asal
(tempat orangtua/keluarga) pada trimester akhir
kehamilan untuk melahirkan
e) Angka abortus yang cukup tinggi dibeberapa daerah
f) Belum semua petugas melakukan pelayanan
antenatal berkualitas sesuai standar.
g) Pelayanan antenatal yang diberikan hanya sebatas
pelayanan kehamilan, belum seluruhnya terintegrasi
dengan memperhatikan penyakit lain yang dapat
mempengaruhi kehamilan
h) Kurangnya peran masyarakat dalam P4K dengan
stiker
59
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
i) Masih adanya dukun dan juga bidan yang belum mau
melakukan kemitraan, demikian juga masih kurangnya
dukungan dari kepala desa untuk hal ini
j) Tidak semua desa mempunyai bidan sehingga
pelaksanaan kelas ibu hamil yang diharapkan dapat
dilaksanakan di tiap desa mengalami kendala
k) Adanya perbedaan persepsi definisi operasional
indikator K1 yang dilaporkan ke pusat baik dari
pelaksana maupun dari pengelola program KIA,
dimana masih ada beberapa daerah yang melaporkan
K1 hanya pada ibu hamil saat kunjungan pertama di
trimester pertama saja padahal yang diharapkan
adalah ibu hamil kunjungan pertama tanpa melihat
umur kehamilannya karena untuk melihat jangkuan
pelayanan kesehatan ke masyarakat.
l) Belum optimalnya pendataan ibu hamil.
3) Alternatif pemecahan masalah:
a) Penguatan Pelayanan ANC Terpadu pada Provinsi
dengan Kematian Ibu Tinggi
b) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, antara lain
dengan mengintensifkan kegiatan P4K dengan stiker
dan Buku KIA dengan melibatkan kader, perangkat
desa, dan masyarakat
c) Meningkatkan cakupan Antenatal dengan
meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku
Ibu dan keluarga melalui Pelaksanaan Kelas Ibu
Hamil
d) Peningkatan Kinerja Provider/Petugas Kesehatan
antara lain dengan Peningkatan akses ke pelayanan
dengan Kunjungan Rumah
e) Peningkatan Kerjasama LP/LS terkait
60
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
f) Pemenuhan kebutuhan bidan di desa
g) Peningkatan kualitas pelayanan terhadap ibu hamil
melalui Pelayanan Antenatal Terpadu
h) Peningkatan kualitas pelayanan antenatal melalui
pelaksanaan konsep Pelayanan Antenatal Terpadu
i) Pelaksanaan PWS KIA sebagai alat surveilans KIA
c) Persentase KB sesuai Standar di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan
Pemerintah dalam menyediakan pelayanan KB berkualitas
sesuai standar yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
kompeten.
Pada
tahun 2013,
pencapaian
indikator
kinerja
“Persentase
Fasilitas
Kesehatan
yang Mampu
Memberikan
Pelayanan KB Sesuai Standar” dapat terealisasi dengan baik
yaitu dari 76,36% (49.633 fasilitas) pada tahun 2012 menjadi
95,1% (60.392 fasilitas).
Berdasarkan rekapitulasi laporan Dinas Kesehatan
Provinsi, pencapaian indikator Faskes KB tahun 2013 telah
meningkat bila dibandingkan tahun 2010 yang mencapai
Gambar 3.13 Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu, termasuk pelayanan KB
61
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
12.000 buah dan tahun 2011 yang mencapai 26.554 buah. Hal
ini akan semakin memudahkan akses masyarakat terhadap
pelayanan KB berkualitas.
Grafik 3.10 Tren capaian jumlah fasilitas kesehatan yang mampu
memberikan pelayanan KB sesuai standar tahun 2010 sampai 2013
Pada tahun 2013, pencapaian Fasilitas Kesehatan yang
Mampu Memberikan Pelayanan KB Sesuai Standar (Faskes
KB) telah mencapai 49.633 buah (76,36%). Dengan demikian,
apabila mengacu pada Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2010-2014, diharapkan target Faskes KB
pada tahun 2014 sebesar 63.500 buah (100%) akan dapat
tercapai.
62
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Grafik 3.11 Tren capaian Faskes KB dari tahun 2010 hingga 2013
dibandingkan target Renstra Kemenkes 2010-2014
Dalam upaya peningkatan cakupan Faskes KB, pada
tahun 2013 Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah melaksanakan
berbagai kegiatan, yaitu:
1) Peningkatan kapasitas manajemen pelayanan Keluarga
Berencana pasca persalinan
2) Peningkatan koordinasi Keluarga Berencana di tingkat
pusat
3) Fasilitasi manajemen pelayanan Keluarga Berencana
Pelayanan KB khususnya KB pasca persalinan
merupakan salah satu paket pelayanan dalam skema
Jampersal. Setiap
penerima manfaat
Jampersal akan menjadi
peserta KB. Dengan
demikian, dengan
diluncurkannya Jampersal,
63
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
akan ikut meningkatkan cakupan peserta KB, dan dengan
demikian diharapkan akan turut serta dalam pengendalian
ledakan jumlah penduduk.
1) Faktor yang mendukung keberhasilan:
a) Adanya Peningkatan Kapasitas bagi Bidan dan Dokter
Umum melalui Contraceptive Technical Update (CTU)
b) Adanya pelatihan untuk pelatih (training on trainers,
TOT) untuk pelayanan KB pasca persalinan yang
dilanjutkan secara berjenjang sampai ke pelaksana
pelayanan KB
c) Adanya peningkatan kapasitas bagi bidan tentang
penggunaan lembar balik Alat Bantu Pengambil
Keputusan ber-KB
d) Ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) untuk
keluarga miskin dan pemenuhan semua kebutuhan
alokon di 7 provinsi (Aceh, NTB, NTT, Maluku, Maluku
Utara, Papua Barat, dan Papua)
2) Faktor yang menghambat keberhasilan:
a) Kurangnya komitmen para pemangku kepentingan,
baik pemerintah maupun non pemerintah dalam
penyelenggaraan pelayanan KB,
b) Masih rendahnya permintaan atas pelayanan KB akibat
terjadinya perubahan nilai tentang jumlah anak ideal
dalam keluarga,
c) Belum optimalnya ketersediaan, keterjangkauan, dan
kualitas Pelayanan KB, termasuk KIE dan Konseling,
d) Masih tingginya kejadian kehamilan yang tidak
diinginkan akibat tingginya unmet need dan
ketidakberlangsungan penggunaan kontrasepsi,
64
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
e) Masih tingginya kejadian kehamilan dan persalinan
pada remaja perempuan usia 15-19 tahun
3) Alternatif pemecahan masalah:
a) Pelatihan pelayanan KB pasca persalinan untuk
pemberi pelayanan KB
b) Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektor
terkait dari tingkat pusat hingga daerah, termasuk
dalam pengadaan alokon, fasilitas pelayanan KB, dan
pedoman pelayanan KB
c) Peningkatan pelayanan KB khususnya Pelayanan KB
pascapersalinan
d) Peningkatan pemantauan melalui supervisi fasilitatif
e) Peningkatan peran kader dalam menggerakkan
masyarakat
f) Pengadaan buku-buku pedoman pelayanan KB (Alat
Bantu Pengambil Keputusan Ber-KB, Pedoman Praktis
Pelayanan KB, Pelayanan KB Pasca Persalinan) untuk
pemberi pelayanan KB
d) Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi
Indikator Pelayanan Kesehatan Bayi adalah pelayanan
kesehatan yang ditujukan pada bayi
usia 29 hari – 11 bulan paling sedikit
4 kali, meliputi pemberian lima
imunisasi dasar lengkap (BCG, DPT/
HB1-3, Polio 1-4, dan Campak),
pemantauan pertumbuhan lewat dan
perkembangan lewat stimulasi deteksi, intervensi dini tumbuh
kembang (SDIDTK) serta pemberian vitamin A 1 kali pada
65
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
umur 6-11 bulan. Pelayanan ini diberikan oleh dokter, bidan
dan perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan.
Tabel 3.9 Capaian Pelayanan Kesehatan Bayi antar tahun 2009-
2013
Indikator Capaian Keterangan
2009 2010 2011 2012 2013
Cakupan Pelayanan
Kesehatan Bayi
73,7
84,04%
85,4%
87,73%
91,61%
Target
tercapai
Sumber data: Laporan Kesehatan Anak Tahun 2013
Tabel diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan
kesehatan bayi selalu meningkat setiap tahun. Bila
dibandingkan antar tahun maka rentang peningkatan cakupan
berkisar antara 1,36% hingga 10,34%. Peningkatan cakupan
secara signifikan terjadi antara tahun 2009-2010, dan
selanjutnya cenderung konsisten. Pada tahun 2012-2013
terdapat peningkatan yang cukup berarti sebesar 3,88%.
Grafik dibawah menggambarkan konsitensi peningkatan
dibanding dengan target Renstra secara nasional. Rentang
cakupan bila dibanding dengan target Renstra berkisar antara
0,04% hingga 4,61%. Pada tahun 2009, capaian pelayanan
kesehatan bayi ini masih 6,3% dibawah target renstra. Namun
pada tahun 2010 cenderung menunjukkan adanya berbaikan
dan secara konsiten peningkatan. Dimungkinkan bila kondisi
ini dapat dipertahankan, maka pada tahun 2014 diperkirakan
indikator ini dapat dicapai dengan baik.
66
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Grafik 3.12 Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi tahun 2009-2013
Dibanding Target Renstra
Namun demikian, masih terjadi disparitas antar provinsi
yaitu berkisar antara 29,4% (Kepulauan Riau) hingga 96,51%
(Lampung). Beberapa Provinsi sudah mencapai target dan
diatas rata-rata nasional yaitu Lampung, NTB, Jawa Timur,
Jawa Tengah, Kep. Babel, Sumatera Utara, Bali, Sulawesi
Selatan, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara.
Grafik 3.13 Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi Menurut Provinsi Tahun 2013
Dari kunjungan lapangan dan pertemuan baik di tingkat
pusat dan di daerah, dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
bayi terdapat kendala/hambatan dan pendukung keberhasilan:
1. Faktor penghambat:
67
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
a) akses pelayanan terhadap masyarakat belum memadai
karena keterbatasan tenaga dokter/bidan/ perawat
yang berkompeten belum terdistribusi secara merata
hingga ke tingkat desa terutama di daerah terpencil dan
kepulauan,
b) keterbatasan kompetensi dan jumlah tenaga kesehatan
salah satunya karena kegiatan peningkatan tenaga
kesehatan tentang pelayanan kesehatan neonatus dan
bayi belum menjangkau di seluruh daerah di tingkat
puskesmas dan jaringannya,
c) kurangnya kepatuhan tenaga kesehatan dalam
melaksanakan standar pelayanan,
d) kurangnya koordinasi dan keterpaduan stakeholder
terkait seperti peran dari kelembagaan di tingkat desa
dan pemberdayaan keluarga dan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan bayi masih kurang.
2. Faktor pendukung:
a) program Jampersal, BOK dan Jamkesmas/Jamkesda,
b) adanya standarisasi format pencatatan/pelaporan dan
hasil pencatatan pelayanan rutin dilaporkan sampai ke
pusat sehingga pemantauan terhadap kemajuan
pencapaian dapat dilakukan.
3. Upaya yang dilakukan:
a) peningkatan kapasitas tenaga kesehatan tentang
pelayanan kesehatan neonatus dan bayi melalui
pendampingan,
b) On the Job Training bagi dokter umum, bidan dan
perawat,
68
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
c) Magang bagi tenaga kesehatan yang tempat kerjanya
kurang mendapatkan jenis-jenis kasus tertentu, ke
tempat yang lebih banyak variasi kasus,
d) kunjungan dokter anak ke Puskesmas yang terus
diupayakan merata,
e) peningkatan advokasi kepada pemerintah daerah dan
Bappeda,
f) penguatan koordinasi dengan Dinas Kesehatan
Provinsi dalam menjaga keseimbangan ketersediaan
tenaga kesehatan,
g) berupaya dalam peningkatan kerjasama dengan
Peningkatan kerjasama dengan organisasi profesi,
LSM dan pergururuan tinggi (FK dan FKM) secara lebih
terstruktur,
h) keterlibatan lintas program dan profesi terkait dalam
kegiatan perencanaan, pelaksanan dan monev
pelayanan kesehatan bayi,
i) sosialiasasi terhadap standar pelayanan kesehatan
anak,
j) Peningkatan Pengetahuan ibu / keluarga / masyarakat
tentang Kesehatan Ibu dan Anak melalui Buku KIA, dan
pemanfaatan sumber dana yang tersedia (APBN –
DEKON, APBD, BOK dan lainnya)
69
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
e) Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita
Pelayanan
kesehatan anak balita
adalah pelayanan yang
dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan, ahli gizi,
penyuluh kesehatan
masyarakat dan petugas
sektor lainnya pada anak
usia 12–59 bulan dalam
upaya meningkatkan
kualitas hidup anak balita diantaranya adalah dengan
melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
pada anak dengan menggunakan instrumen Stimulasi Deteksi
Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK), integrasi posyandu dan
PAUD, konseling keluarga pada kelas ibu balita memanfaatkan
Buku KIA, perawatan anak balita dengan pemberian ASI
sampai 2 tahun, makanan gizi seimbang dan vitamin A.
Tabel dibawah menggambarkan capaian kinerja indikator
pelayanan kesehatan anak balita. Bila dibandingkan antar
tahun, terlihat adanya peningkatan kinerja yang signifikan
antara tahun 2009-2010 sebesar 32,39% namun tahun 2012
hingga 2013 terjadi penurunan capaian kinerja hingga 7%.
Tabel 3.10 Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita
antar tahun 2009-2013
Indikator Capaian Keterangan
2009 2010 2011 2012 2013
Cakupan Pelayanan
Kesehatan Anak Balita
45,72
78,11%
80,95%
73,52%
70,20%
Target tidak
tercapai
Gambar 3.14 Pelayanan Pemantauan
Tumbuh Kembang Anak Balita
70
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Sumber data: Laporan Kesehatan AnakTahun 2013
Kecenderungan cakupan pelayanan kesehatan anak
balita pada seperti grafik dibawah ini terlihat mulai off track
sejak tahun 2012. Secara nasional, bila dibandingkan dengan
target Renstra, terlihat bahwa pada tahun 2009, 2012 dan
2013 indikator ini tidak mencapai target. Sedangkan pada
tahun 2010 dan 2011 dapat memenuhi target. Agar kembali
pada jalur yang tepat, maka pada tahun 2014 ini perlu
dilakukan upaya percepatan perbaikan kinerja indikator
pelayanan kesehatan balita (lihat grafik) .
Grafik 3.14 Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita tahun 2009-
2013
Dibanding Target Renstra
Dari grafik 6 dibawah ini, terlihat bahwa capaian
Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita tahun 2013
mencapai 70,20% dari target 83% pada tahun 2013. Hal ini
masih jauh lebih rendah dari target, baru 13,4 juta anak balita
mendapatkan pelayanan kesehatan anak balita dari 19 juta
target. Selain itu terjadi disparitas pencapaian yang sangat
71
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
lebar. Capaian tertinggi sebesar 94,71% yaitu provinsi DKI
Jakarta dan terendah 8,36% provinsi Papua
Sumber data : Laporan Rutin Provinsi per tgl 13 Januari 2014
Grafik 3.15 Cakupan Yankes Balita 2013
Kesulitan mencapai indikator dirasakan oleh seluruh
daerah karena faktor sifat indikator yang merupakan komposit
menjadi salah satu penyebab. Selain itu tidak tercapainya
indikator pelayanan kesehatan anak balita pada tahun 2013
disebabkan antara lain :
1) Pemahaman tenaga kesehatan tentang indikator tersebut
masih rendah. Belum semua puskesmas melaksanakan
pelayanan kesehatan secara komprehensif di wilayah
kerjanya, khususnya pemantauan perkembangan.
2) Berkurangnya kunjungan anak balita ke posyandu untuk
melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
serta pemberian vitamin A, khususnya setelah usia 1
tahun atau setelah memperoleh imunisasi lengkap.
3) Belum optimalnya kerjasama sektor kesehatan dan sektor
pendidikan dalam mengintegrasikan pelayanan kesehatan
anak balita pada anak balita yang tidak berkunjung ke
72
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Posyandu agar dapat mendapatkan pelayanan kesehatan
di PAUD.
4) Dari hasil fasilitasi evaluasi dan pembinaan teknis, bahwa
di beberapa wilayah terjadi under reporting, telah
melaksanakan pelayanan kesehatan tetapi tidak
melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
5) Kurangnya pemberdayaan keluarga dan masyarakat
seperti masih banyak kelas balita yang belum terlaksana.
Upaya Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan anak balita melalui dana APBN dan
Dekon diantaranya :
1) Meningkatkan orientasi pada tenaga kesehatan tentang
indikator pelayanan kesehatan anak balita dan
penggunakan kohort anak balita
2) Peningkatan kapasitas pengelola kelas ibu balita dan TOT
SDIDTK
73
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
3) Mengoptimalkan kerjasama sektor kesehatan dan sektor
pendidikan melalui pelaksanaan integrasi posyandu-PAUD
4) Meningkatkan sosialisasi pada masyarakat tentang
pentingnya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
anak balita
5) Menyediakan dan distribusi buku-buku pedoman teknis
dan media KIE pelayanan kesehatan anak balita sebagai
acuan pelaksanaan program serta dapat dimanfaatkan
untuk membantu transfer of knowledge dari tenaga
kesehatan terlatih kepada tenaga kesehatan lainnya baik
melalui pelatihan formil ataupun on the job training.
6) Menyediakan dukungan payung hukum untuk
menjalankan pelayanan kesehatan anak balita melalui
Permenkes NSPK dan SPM kabupaten kota.
74
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
f) Cakupan SD/MI melaksanakan Penjaringan Siswa
Kelas I
Penjaringan kesehatan Siswa kelas 2 SD merupakan
serangkaian kegiatan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
terhadap siswa kelas 1 Sekolah Dasar atau yang sederajat
untuk memilah siswa yang mempunyai masalah kesehatan
agar segera mendapatkan penanganan sedini mungkin.
Tabel dibawah menunjukkan bahwa capaian kinerja
pelayanan kesehatan anak sekolah ini sangat fluktuatif
berkisar, antara -15,84% hingga 13,74%. Peningkatan tertinggi
terjadi pada tahun 2010-2011 sebesar 13,74% dan terjadi
penurunan terendah antara tahun 2012-2013 hingga -15,84%.
Indikator ini dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir secara
berturut-turut tidak dapat mencapai target.
Tabel 3.11 Cakupan SD/MI Melaksanaan Pemeriksaan Kesehatan
antar tahun 2009-2013
Indikator Capaian Keterangan
2009 2010 2011 2012 2013
Cakupan SD/MI
Melaksanaan
Pemeriksaan Kesehatan
67,78
61,08%
74,86%
83,95%
68,11%
Target tidak
tercapai
Sumber data: Laporan Kesehatan AnakTahun 2013
Bila dibandingkan dengan target Renstra secara
nasional, maka kinerja indikator ini masih jauh dari target.
Capaian rendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 18% lebih
rendah dibanding dengan target, dan bahkan pada tahun 2013
sebesar 25,89% lebih rendah dari target. Secara keseluruhan
capaian kinerja ini tidak menggembirakan dan belum
akuntabel. Perlu dilakukan kajian secara khusus terhadap
kinerja indikator pelayanan kesehatan anak SD/MI ini.
75
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Grafik 3.16 Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan anak SD/MI 2010-
2013 Dibanding dengan Target Renstra
Tahun 2013,
capaian kinerja indikator ini
belum maksimal
sebagaimana yang
diharapkan. Capaian
kinerja saat ini sebesar
68,11% jauh dibawah target (94%) atau sebanyak 102.013
SD/MI yang sudah terlayani dari 149.778 SD/MI. Provinsi
dengan tingkat capaian tertinggi adalah Bali, dengan capaian
cakupan 100% dan yang terendah adalah Provinsi Maluku
sebesar 13.69%. Gambaran pencapaian cakupan indikator
pelayanan penjaringan kesehatan siswa kelas 1 SD memiliki
disparitas yang cukup besar antar Provinsi seperti terlihat pada
grafik 9 dibawah ini.
76
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Grafik3.17. Capaian Pelayanan Kesehatan Anak SD/MI Per Provinsi.
Penjaringan kesehatan siswa kelas 1 SD, merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari
kegiatan UKS dan PKPR
(pelayanan kesehatan peduli
remaja), dan suatu upaya dalam
peningkatan kualitas hidup anak.
Upaya – upaya dan faktor
yang mendukung untuk meningkatkan Cakupan capaian
indikator yaitu :
1) Adanya peraturan/perundang-undangan yang mendukung
pelaksanaan UKS seperti SKB 4 Menteri tahun 2003
dengan nomor: 1/U/SKB; Nomor
1067/Menkes/SKB/VII/2003;Nomor MA/203
A/2003;Nomor: 26 Tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003
tentang Pembinaan dan Pengembangan UKS. Dan juga
Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan,
pasal 79.
77
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
2) Penjaringan kesehatan telah masuk menjadi salah satu
SPM Bidang Kesehatan yaitu penjaringan kesehatan pada
siswa kelas I sekolah dasar.
3) Ketersediaan dana dekonsentrasi 2013 untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam upaya
peningkatan kualitas hidup anak usia sekolah dan remaja,
seperti kegiatan pelatihan penjaringan kesehatan bagi
tenaga kesehatan secara berjenjang, pertemuan
koordinasi lintas program dan lintas sektor serta
monitoring dan evaluasi.
4) Intervensi Pusat dalam penyediaan tenaga kesehatan
yang kompeten dalam melaksanakan penjaringan
kesehatan melalui alokasi dana dekon. Pelatihan
diprioritaskan terhadap provinsi-provinsi yang belum
memenuhi target pencapaian indikator penjaringan.
Tujuan pelatihan selain untuk meningkatkan kemampuan
tenaga kesehatan, juga untuk mendorong pelaksanaaan
penjaringan kesehatan sehingga dapat mencapai target
cakupan yang diharapkan.
5) Akselerasi pembinaan dan pelaksanaan UKS, melalui
optimalisasi peran dan fungsi lintas sektor dan lintas
program, serta TP UKS dan sekretariat TP UKS pada
setiap jenjang pemerintahan dari pusat sampai dengan
kecamatan dengan pendekatan pendekatan strategi-
strategi operasional yang terrencana, terarah dan terpadu,
dan memfasilitasi kearifan lokal (local wisdom), sebagai
strategi terobosan baru untuk percepatan pencapaian
tujuan UKS.
6) Pembinaan teknis secara berjenjang dimulai dari dinkes
Propinsi/Kab/Kota hingga Puskesmas, maupun
pembinaan program UKS dengan lintas sektor terkait ke
78
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
TP UKS provinsi/kab/kota/kecamatan sampai dengan TP
Sekolah.
7) Penguatan koordinasi dengan lintas proram dan lintas
sektor di wilayah kerja masing-masing, pemanfaatan BOK
dan sumber dana lainnya (APBD, CSR, BOS), penguatan
komitmen tenaga kesehatan yang telah dilatih serta
mengenai pencatatan dan pelaporan.
8) Mengeluarkan surat edaran Dirjen Bina Gizi dan KIA,
Kementerian Kesehatan kepada Direktur Jenderal pada
Kementerian terkait SKB 4 Menteri dalam rangka
mendorong jajarannya (dalam hal ini kepala daerah tingkat
1 dan 2) untuk melaksanakan penjaringan kesehatan agar
tercapai target ditahun 2013. Selain itu, adanya surat
edaran Direktur Bina Kesehatan Anak untuk menghimbau
Dinkes provinsi dan kabupaten/kota untuk melaksanakan
penjaringan kesehatan sekolah.
9) Penyediaan dan distribusi buku-buku pedoman teknis
penjaringan kesehatan anak sekolah sebagai acuan
pelaksanaan penjaringan kesehatan.
Beberapa permasalahan yang mendasar terjadi di lapangan,
antara lain :
1) Pelayanan kesehatan terhadap anak usia sekolah dan
remaja termasuk penjaringan kesehatan belum menjadi
program prioritas, walaupun penjaringan kesehatan
terhadap peserta didik kelas I SD telah masuk dalam
SPM, dan telah didukung oleh UU Kesehatan No.36 pasal
71 tentang kesehatan sekolah.
2) Manajemen pelaporan belum terintegrasi dengan baik.
Walaupun kegiatan penjaringan kesehatan telah
dilaksanakan di Puskesmas namun di beberapa Provinsi,
79
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
pengelola program UKS di Kabupaten/Kota berada pada
struktur organisasi yang berbeda sehingga koordinasi
pencatatan dan pelaporan tidak berjalan dengan baik.
3) Penjaringan masih dianggap hanya menjadi tanggung-
jawab sektor kesehatan, belum menjadi kegiatan bersama
lintas sektor terkait terutama yang tergabung dalam SKB 4
Menteri tentang UKS.
g) Cakupan Kabupaten/Kota Menyelenggaraan
Pembinaan Yakestradkom
Indikator kinerja ini menggambarkan peran
Kabupaten/Kota dalam melakukan pembinaan pelayanan
kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer
(Yankestradkom). Dalam upaya pengembangan
Yankestradkom, Kabupaten/Kota memiliki peran penting untuk
melakukan pembinaan secara langsung kepada tenaga
pengobat tradisional baik lokal maupun asing diwilayahnya.
Pada tahun 2010 indikator ini dilaksanakan oleh Subdit
Bina Upaya Kesehatan Tradisional, Dit. Bina Kesehatan
Komunitas, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat dengan hasil
capaian sebesar 11,51% dari 10% yang ditargetkan. Tahun
2011 tercapai sebesar 20,6% dari 20% yang ditargetkan.
Tahun 2012 tercapai sebesar 36,6% dari 30% dari target.
Perbandingan capaian antara tahun 2011 dan 2012 terdapat
peningkatan sebesar 6,6%. Sementara tahun 2013 meningkat
menjadi 44,6%. Secara rinci capaian antar tahun dapat dilihat
pada tabel dibawah.
80
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Tabel 3.12 Cakupan Kabupaten/Kota Yang Menyelenggarakan
Yankestradkom
Indikator Capaian Keterangan
2010 2011 2012 2013
Cakupan Kabupaten/Kota
Yang Menyelenggarakan
Yankestradkom
11,51%
20,6%
36,6%
44,6%
Target
tercapai
Sumber data: Laporan Yankestradkom Tahun 2013
Bila dibandingkan dengan target Renstra, maka terlihat bahwa
capaian tertinggi indikator ini terjadi pada tahun 2012 yaitu
6,6% diatas target Renstra (30%), sedangkan tahun 2013
sebesar 4,6%. Bila melihat tren capaian indikator ini,
diperkirakan target pada tahun 2014 dapat tercapai.
Grafik 3.18 Tren Cakupan Kabupaten/Kota Menyelenggarakan Yankestradkom Tahun 2010-2013 Dibanding Renstra
Dalam upaya pencapaian indikator kinerja tersebut, Direktorat
Bina Yankes Tradkom telah melaksanakan berbagai kegiatan
diantaranya:
81
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
1) Orientasi Akupressur untuk Tenaga Kesehatan
Puskesmas
2) Orientasi Selfcare Ramuan dan Pemanfaatan TOGA untuk
Tenaga Kesehatan
Gambar 3.15 Orientasi Akupresur Tenaga Kesehatan Puskesmas
3) Implementasi Regulasi dan NSPK dengan pendekatan
pembinaan, kompetensi /standarisasi fasilitas pelayanan
kesehatan tradisional pemerintah dan masyarakat.
4) Pembentukan Sentra Pengembangan dan Penerapan
Pengobatan Tradisional (SP3T) di 4 Provinsi, sehingga
sampai akhir tahun 2013 sudah terbentuk sebanyak 32
Sentra P3T.
5) Kerjasama kemitraan lintas program dan lintas sektoral
untuk penguatan pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif dan
komplementer.
6) Melakukan Pembinaan dan
Pengawasan terhadap
Pengobat Tradisional
(Battra) dan Pengobat
82
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Tradisional Asing (PTA) di 5 Kota yaitu Denpasar,
Surabaya, Serang, Batam dan Medan.
7) Melakukan Survey Pemetaan Identifikasi Pijat Tradisional
Indonesia di 6 Provinsi
yaitu Sumatera Utara, Bali,
Kalimantan Selatan,
Yogyakarta, Sulawesi
Tenggara dan Sulawesi
Selatan
8) Lokakarya Pengembangan Model Kurikulum Materi Ilmu
Kesehatan Tradisional pada Pendidikan Dokter dengan
mengundang 35 Dekan Fakultas Kedokteran yang
dilaksanakan pada tanggal 4 – 6 Oktober 2013 di Padang
Sumatera Barat yang dibuka oleh Wakil Menteri
Kesehatan RI
a. Faktor pendukung keberhasilan
Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan
pencapaian indikator tersebut antara lain :
1) Kesepakatan Negara ASEAN dalam pengintegrasian
pelayanan kesehatan tradisional dalam fasilitas
pelayanan kesehatan.
2) Dukungan kebijakan pemerintah melalui kegiatan
Saintifikasi Jamu yang dikembangkan oleh Badan
Penelitan dan Pengembangan Kesehatan.
3) Sosialisasi dan advokasi program Pelayanan
Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer
ke seluruh provinsi.
83
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
4) Meningkatnya kecenderungan masyarakat dunia
dalam menerapkan gaya hidup kembali kealam (back
to nature).
5) Telah tersusunnya beberapa Kurikulum modul untuk
pelatihan teknis bagi tenaga kesehatan di Puskesmas
dan pedoman penyelenggaraan pelayanan kesehatan
tradisional di Puskesmas.
6) Terlaksananya orientasi/pelatihan tenaga kesehatan
akupresur dan selfcare ramuan dalam pemanfaatan
TOGA di Puskesmas di 33 Provinsi. Sampai akhir
tahun 2013 tenaga kesehatan puskesmas yang telah
dilatih akupresur sebanyak 725 orang dan tenaga
yang dilatih selfcare ramuan dan pemanfaatan TOGA
sebanyak 269 orang.
7) Pengembangan pelayanan kesehatan tradisional di
Puskesmas di beberapa provinsi secara mandiri.
8) Pembinaan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dan
Kabupaten/Kota ke Puskesmas, baik melalui dana
Dekonsentrasi maupun APBD.
b. Faktor penghambat keberhasilan
Walaupun telah melampaui target yang telah ditetapkan,
sebenarnya capaian indikator ini belum maksimal,
dikarenakan:
1) Belum tersosialisasinya kesepakatan Negara ASEAN
tentang pengintegrasian pelayanan kesehatan
tradisional dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
2) Kegiatan Saintifikasi Jamu yang masih terbatas diikuti
oleh tenaga dokter dari beberapa propinsi.
84
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
3) Sosialisasi dan advokasi program Pelayanan
Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer
terbatas baru sampai pada tingkat provinsi.
4) Keterbatasan anggaran pusat untuk melakukan
orientasi pelatihan teknis bagi tenaga kesehatan di
Puskesmas
5) Pelayanan kesehatan tradisional belum menjadi
program prioritas di daerah.
6) Seringnya terjadi mutasi pengelola program
kesehatan tradisional di daerah.
7) Kurang optimalnya pembinaan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi dan Kabupaten/Kota ke Puskesmas, baik
melalui dana Dekonsentrasi maupun APBD.
8) Belum optimalnya koordinasi antara Dinas Kesehatan
Provinsi dengan Sentra P3T sebagai jaringan
pendukung pengembangan kegiatan Pelayanan
Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer
sehingga ada satu Sentra P3T tidak dapat
melaksanakan penelitian dan pengkajian pada tahun
2013. Tahun 2013 beberapa Sentra P3T terlambat
melaksanakan penelitian dan pengkajian karena
adanya perubahan judul penelitian menyesuaikan
kebijakan Kementerian Kesehatan RI tentang MDG’s
dan kendala mekanisme pencairan anggaran oleh
Dinas Kesehatan Provinsi.
9) Koordinasi dengan Balai Kesehatan Tradisional
Masyarakat (BKTM) dan Loka Kesehatan Tradisional
Masyarakat (LKTM) sebagai Unit Pelaksana Teknis
dalam kegiatan pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif dan komplementer dalam hal pemantauan
85
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
dan evaluasi ke daerah masih belum terlaksana
dengan maksimal.
c. Rencana Tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan
Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan pembinaan
pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan
komplementer yaitu:
1) Pemantapan Sistem Pelayanan Kesehatan
Tradisional, Alternatif dan Komplementer di fasilitas
kesehatan Pemerintah yang didukung dengan
ketersediaan Sumber Daya yang memadai (tenaga,
bahan,alat, sarana dan pembiayaan).
2) Sosialisasi dan advokasi kegiatan pelayanan
kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer
khususnya secara teknis dalam hal pembinaan dan
pengawasan pada pengelola program di daerah.
3) Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan Puskesmas
di bidang pelayanan kesehatan tradisional, alternatif
dan komplementer dengan dana anggaran Pusat dan
Daerah.
4) Optimalisasi peran dan fungsi Sentra P3T dalam
penapisan/ pengkajian/ penelitian/pengujian,
pendidikan/pelatihan, dan pelayanan kesehatan
tradisional sebelum pelayanan tersebut diterapkan
secara luas di masyarakat atau diintegrasikan ke
dalam jaringan pelayanan kesehatan. Idealnya di
setiap Provinsi memiliki Sentra P3T untuk membantu
Pemerintah dalam pengembangan pelayanan
kesehatan tradisional. Kondisi saat ini Sentra P3T
yang terbentuk sampai akhir tahun 2012 sebanyak 28
dan ditahun 2013 terbentuk 4 Sentra P3T yaitu di
86
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Provinsi NTT, Maluku Utara , Sulawesi Barat dan
Papua. Di rencanakan pada tahun 2014 akan
membentuk Sentra P3T di Provinsi Gorontalo. Ada 2
provinsi (Maluku dan Yogya) yang penelitiannya
sudah dinyatakan oleh tim pembahas untuk
ditindaklanjuti sebagai pelayanan yang diintegrasikan
ke fasyankes.
5) Peningkatan koordinasi dengan BKTM dan LKTM
dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan
peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di daerah
melalui kegiatan Rapat Koordinasi Teknis bersama
BKTM, LKTM dan Sentra P3T.
h) Jumlah RS Menyelenggarakan Yankestradkom
Pada tahun 2010 indikator ini dilaksanakan oleh
Subdit Bina Pelayanan Medik Komplementer-Alternatif,
Dit. Bina Pelayanan Medik Dasar, Ditjen Bina Pelayanan
Medik dengan hasil pada tahun 2010 ada 73 Rumah
Sakit (Pemerintah dan Swasta) yang menyelenggarakan
pelayanan pengobatan komplementer-alternatif. Dari 73
Rumah Sakit ini terbagi menjadi 41 Rumah Sakit
Pemerintah dan 32 Rumah Sakit Swasta. Namun dalam
perkembangannya melalui kegiatan monitoring dan
evaluasi diketahui hanya 30 Rumah Sakit Pemerintah
yang masih melaksanakan pelayanan kesehatan
alternatif komplementer. Dari hasil kegiatan dan
sosialisasi yang dilakukan oleh Dit.Bina Yankes Tradkom,
tahun 2013 ini telah diidentifikasi sebanyak 74 RS telah
87
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
melaksanakan pelayanan kesehatan alternatif dan
komplementer.
Tabel 3.13 Jumlah Rumah Sakit Menyelenggarakan
Yankestradkom
Indikator Capaian Keterangan
2010 2011 2012 2013
Jumlah RS
Menyelenggarakan
Yankestradkom
30
40
54
74
Target
tercapai
Sumber data: Laporan Yankestradkom Tahun 2013
a. Faktor Pendukung Keberhasilan
Capaian indikator tersebut dapat dicapai karena adanya
faktor pendukung antara lain :
1) Sosialisasi dan advokasi pelayanan kesehatan
tradisional, alternatif dan komplementer ke fasilitas
pelayanan kesehatan terutama komite medik Rumah
Sakit.
2) Adanya tenaga kesehatan yang telah memiliki
pengetahuan dan ketrampilan pelayanan kesehatan
tradisional, alternatif dan
komplementer.
3) Terlaksananya
peningkatan kapasitas
dokter rumah sakit dalam
pelayanan akupunktur
medik yang diikuti 30
peserta
Gambar 3.16 Peningkatan Kapasitas dokter RS dalam Pelayanan
Akupunktur Medik
88
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
4) Terlaksananya peningkatan kapasitas dokter rumah sakit
dalam pelayanan obat Herbal yang diikuti 25 peserta.
Gambar 3.17 Peningkatan
Kapasitas dokter RS dalam
Pelayanan Obat Herbal
5) Pembinaan yang telah dilakukan oleh Dit. Bina Yankes
Tradkom ke RS Pemerintah maupun swasta.
6) Adanya keinginan pihak RS untuk mengembangkan
Yankes Alternatif dan Komplementer
b. Faktor Penghambat Keberhasilan
Walaupun telah melampaui target yang telah ditetapkan,
sebenarnya capaian indikator ini belum maksimal,
dikarenakan:
1) Koordinasi yang belum optimal dengan pembuat
kebijakan di fasilitas pelayanan kesehatan terkait
pengintegrasian pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif dan komplementer.
2) Masih kurangnya tenaga kesehatan yang terlatih yang
memiliki pengetahuan dan ketrampilan pelayanan
kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer.
3) Belum optimalnya sosialiasi dan advokasi yang telah
dilakukan oleh Dit. Bina Yankes Tradkom ke RS
Pemerintah maupun swasta.
4) Kurangnya dukungan sarana prasarana dari Pusat yang
berakibat pada tidak berkembangnya kegiatan pelayanan
kesehatan alternatif dan komplementer.
89
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
5) Dukungan regulasi yang belum memadai untuk
menunjang kegiatan monitoring dan evaluasi dan
beberapa di antaranya perlu dilakukan revisi.
c. Rencana tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan untuk
peningkatan pencapaian program antara lain :
1) Diseminasi dalam rangka pemantapan regulasi untuk
pengembangan RS di bidang pelayanan kesehatan
tradisional, alternatif dan komplementer.
2) Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan yang terlatih
pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan
komplementer melalui orientasi pelatihan
3) Menyelesaikan regulasi/NSPK dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan alternatif dan komplementer di
Rumah Sakit.
90
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
i) Jumlah Puskesmas Melaksanakan Upaya Kesehatan
Kerja
Berdasarkan laporan dari
Dinkes Provinsi, diketahui
bahwa indikator kesehatan
kerja telah mencapai target
sebagaimana telah
ditetapkan dalam Renstra.
Tahun 2010 capaian kinerja
indikator ini sebesar 305 Puskesmas dan meningkat 1034
Puskesmas pada tahun
2013. Dari 1034
Puskesmas yang telah
melaksanakan kegiatan
kesehatan kerja tersebar di
112 kab/kota dan 26
provinsi binaan yang telah
ditargetkan dan telah
ditingkatkan kapasitasnya di bidang kesehatan kerja. Di
provinsi Jawa Timur terdapat 17 Puskesmas di
Kabupaten/Kota telah melaksanakan kesehatan kerja dan
sebanyak 218 Puskesmas telah melapor, dikarenakan di
sekitar wilayah kerja Puskesmas tedapat banyak industri baik
formal maupun informal. Kegiatan kesehatan kerja yang
dilaksanakan di Puskesmas sebenarnya tidak hanya kegiatan
yang terlaporkan dalam LBKP, tetapi mencakup kegiatan yang
sifatnya strategis mendukung pencapaian MDG’s dan
Crosscutting issues yang melibatkan lintas program maupun
lintas sektor, misalnya pembinaan ke perusahaan, MoU
dengan perusahaan untuk MCU sederhana, pembinaan ASI
eksklusif di tempat kerja.
91
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Faktor pendukung tercapainya target indikator Renstra
Kesehatan Kerja dan Olahraga diantaranya adalah dukungan
pendanaan di pusat dan daerah melalui dana dekonsentrasi
setiap tahun dan dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan
yang difokuskan pada pencapaian indikator Renstra kesehatan
kerja dan olahraga, diantarnya adalah pelatihan kesehatan
kerja (peningkatan kapasitas petugas dalam bidang kesehatan
kerja), pelatihan penyakit akibat kerja, serta pendampingan
dan pembinaan berjenjang ke dinas kesehatan provinsi, dinas
kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas sasaran yang
dilaksanakan secara berkesinambungan dan terprogram.
Selain itu, juga adanya dukungan dana yang berasal dari
APBD provinsi dan kabupaten/kota serta sumber lain, seperti
dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), CSR (Corporate
Social Responsibility) dari perusahaan sehingga terjadi
pengembangan di daerah program di daerah.
Grafik 3.19 . Jumlah Puskesmas Yang Melaksanakan Kesehatan Kerja
92
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
j) Jumlah Puskesmas Melaksanakan Upaya Kesehatan
Olahraga
Berdasarkan laporan rutin dari Dinkes Provinsi, indikator
kesehatan olahraga dapat tercapai sesuai target, dan
menunjukkan peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2010
sebanyak 160 Puskesmas menjadi 671 Puskesmas pada
tahun 2013.
Kegiatan pembinaan
Puskesmas diawali dengan
pelatihan tenaga kesehatan,
bimbingan teknis dan
manajemen kesehatan
olahraga berjenjang yang
melibatkan lintas program
dan lintas sektor terkait. Peran dinas Kesehatan di tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota dalam membina Puskesmas yang
menyelenggarakan upaya kesehatan olahraga didukung oleh
dana APBN. Adanya Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat
(BKOM) di 11 provinsi sebagai UPT Kesehatan Olahraga di
tingkat provinsi/ kabupaten/ kota serta 1 BKOM Bandung
sebagai UPT Pusat, merupakan pusat rujukan kesehatan
olahraga yang membantu dalam melakukan pembinaan
teknis terhadap Puskesmas berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/ Kota.
Dari 671 Puskesmas yang telah melaksanakan kegiatan
kesehatan olahraga, Puskesmas tersebut tersebar di 65
kab/kota dari 28 provinsi binaan yang telah ditargetkan dan
93
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
dinilai strategis. Puskesmas tersebut paling banyak berada di
provinsi Jawa Timur yang berada di 10 Kabupaten/Kota dan
sebanyak 156 Puskesmas yang telah memberikan laporan.
Adanya peningkatan capaian jumlah Puskesmas yang
melaksanakan kesehatan olahraga sebesar 217 %, capaian
tidak hanya mengandalkan dana APBN oleh Pusat saja,
tetapi kegiatan yang dapat menggerakan Puskesmas juga
dibantu dengan adanya dana dekosentrasi kesehatan
olahraga di 28 provinsi dan 65 kab/kota serta 12 BKOM yang
ada, selain dari dana APBD yang ada di masing-masing
daerah.
Seluruh Dinas Kesehatan provinsi/kab/kota serta BKOM
Pusat maupun daerah saling bahu membahu mendukung
indikator kinerja Pusat (Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan
Olahraga), dengan adanya sinkronisasi kegiatan yang
berujung pada pelaksanaan kesehatan olahraga di
Puskesmas. BKOM Bandung sebagai UPT pusat berperan
dalam pelatihan teknis kesehatan olahraga, penelitian, dan
pelayanan serta pembinaan di bidang kesehatan olahraga.
Peran BKOM Pusat maupun daerah dinilai sangat strategis
untuk mendukung pencapaian indikator.
Grafik 3.20 Jumlah Puskesmas yang Menyelenggarakan
Kesehatan Olahraga
94
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
k) Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan
adminstrasi kepemerintahan sesuai ketentuan
Indikator Kinerja Penyelenggaraan Kepemerintahan sesuai
dengan ketentuan pada tahun 2013 sebesar 96,97%, capaian
ini melebihi target dari angka yang telah ditetapkan pada
tahun 2013 yaitu 95%. Keberhasilan pencapaian indikator ini
dikarenakan adanya dukungan pecapaian fisik/ kegiatan yang
dilakukan oleh setiap bagian yang melaksanakan upaya
tersebut, dengan dukungan Sumber Daya Keuangan dan
anggaran di Setditjen Bina Gizi dan KIA.
Selain itu capaian kegiatan fisik Setditjen Bina Gizi dan KIA
dapat terealisasi sebesar 98%, dengan tingginya capaian
kegiatan fisik ini sangat berkontribusi terhadap capaian target
pencapaian indikator penyelenggaraan kepemerintahan
sesuai dengan ketentuan. Beberapa kegiatan yang sudah
dilakukan terutama dalam dukungannya terhadap
pencapaian target adalah sebagai berikut:
• Dukungan penyelenggaraan kegiatan perencanaan dan
penganggaran, dilakukan baik dalam level nasional
ataupun asistensi langsung ke satuan kerja
penyelenggara program Gizi dan KIA.
• Menyelenggarakan adminitrasi keuangan Satuan Kerja
dan UPT di lingkungan Ditjen Bina Gizi an KIA.
95
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
• Menyelenggarakan evaluasi pelaporan dilakukan dengan
beberapa kegiatan diantaranya: evaluasi capaian kinerja
program, evaluasi rerapan anggaran supervisi terpadu
program GIKIA.
• Pengelolaan Administrasi Kepegawaian dan Barang Milik
Negara.
• Pelaporan Akuntabilitas Kinerja dan Penetapan Kinerja.
• Dukungan Peraturan Perundang-undangan, di tingkat
Setiditjen Bina Gizi dan KIA juga menjadi penentu
keberhasilan pencapaian indikator ini, dengan adanya
Permenkes, SK menkes ataupun Rancangan Peraturan
Pemerintah akan mendukung dalam pelaksanaan
program kerja di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA.
Gambar 3.18 Pertemuan Perencanaan
Gb 3.20 Sosialisasi Peraturan Per-UU
Gambar 3.19 Peningkatan SDM
Gb. 3.21 Pelatihan Photograpi
96
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Capaian kinerja indikator penyelenggaraan kepemerintahan
sesuai dengan ketentuan, sejak tahun 2010 sampai dengan
tahun 2013 telah tercapai sabagaimana target yang
ditetapkan. Namun bila melihat trend capaian antar tahun,
maka terdapat kecenderungan menurun bila dibandingkan
tahun sebelumnya walau masih diatas target.
Grafik 3.21 Trend Realisasi Indikator Penyelenggaraan Kepemerintahan Tahun 2010-
2013
Trend realisasi pencapaian target dari tahun 2010 ke tahun
2011 mengalami kenaikan pencapaiann dari 93,5% menjadi
97,5%, namun pada tahun 2012 terjadi penurunan angka
realisasi menjadi 90,79%, karena terdapat beberapa kegiatan
yang tidak bisa dilaksanakan, walaupun terjadi penurunan
angka realisasi pada tahun 2012, angka capaian indikator
tersebut masih berada diatas nilai target yang ditentukan
pada tahun 2012. Sedangkan pencapaian target realisasi
pada tahun 2013 adalah sebesar 96,97%, hal ini terjadi
peningkatan angka realisasi dari tahun sebelumnya dan
sekaligus melampaui
angka target yang telah ditetapkan dalam renstra atau
penetapan kinerja sebesar 95%.
97
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan terkait
penyelenggaraan kepemerintahan dan sebagai bagian dari
tugas pokok fasilitasi urusan administrasi di lingkungan Ditjen
Bina Gizi dan KIA, Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA,
meraih sertifikat ISO (International Standar Organization).
Sertifikat ISO yang diraih oleh Sekretariat Ditjen Bina Gizi
dan KIA, yaitu ISO 9001: 2008, terkait kualitas mutu
pelayanan, khususnya Kenaikan Pangkat, Kenaikan Gaji
Berkala, Surat Masuk dan pengurusan cuti dengan telah
diraihnya sertifikat ISO 9001:2008 pada tahun 2013, adanya
peningkatan mutu kualitas pelayanan dan peningkatan
kepuasan pelanggan dalam hal ini karyawan dan karyawati
yang mendapatkan pelayanan khususnya kenaikan pangkat,
Kenaikan Gaji Berkala, dan Pengurusan Cuti, selain itu
penyelenggaraan surat masuk di lingkungan Ditjen Bina Gizi
dan KIA dapat berjalan dengan baik. keberhasilan dalam
Gambar 3.22 Komitmen ISO 9001: 2008 Setditjen Bina Gizi & KIA
Gambar 3.23 Piagam Penghargaan ISO 9001:2008, Ditjen Bina Gizi & KIA
98
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
sertifikasi ISO 9001:2008 dapat mendukung pencapaian
indikator strategis Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA.
a. Faktor Pendukung Keberhasilan
1) Pelaksanaan Reformasi Birokrasi telah membawa
banyak perubahan terutama terhadap disiplin kinerja
pegawai, terutama terkait ketaatan dalam memenuhi
jam kerja adalah; datang bekerja tepat waktu,
sehingga ketersediaan waktu untuk bekerja, bisa
digunakan secara maksimal dalam memberikan
fasilitasi teknis di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA.
2) Keberhasilan dalam Sertifikasi ISO 9001:2008,
mengenai kualitas mutu pelayanan, menjadikan
peningkatan kualitas mutu pelayanan khususnya di
dalam hal kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala,
surat masuk dan pengurusan cuti.
b. Faktor Penghambat Keberhasilan
1) Tingginya volume pekerjaan terutama pada
pertengahan dan akhir tahun anggaran, menurunkan
angka partisipasi perserta kegiatan, sehingga
berpengaruh terhadap kualitas pencapaian output
pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan.
2) Perlu adanya persiapan Sumber Daya Manusia,
terutama dalam hal pelaksanaan berbagai program
yang sudah mendapatkan ISO 9001:2008
99
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
c. Alternatif Pemecahan Masalah
1) Perlu adanya koordinasi waktu jadwal pelaksanaan
kegiatan kegiatan agar dapat diikuti oleh semua unsur
secara optimal sehingga fasilitasi administrasi yang
diberikan oleh Setditjen juga dapat dilakukan secara
maksimal
2) Perlu adanya peningkatan kapasitas SDM terutama
dalam pelaksanakan ISO 9001;2008, agar sertifikasi
ISO 9001:2008 dapat dipertahankan.
l) Penyediaan Sarana dan Prasarana sesuai dengan
Standar
Indikator Kinerja Penyediaan Sarana dan Prasarana sesuai
dengan standar pada tahun 2013 mendapatkan angka
capaian sebesar 90,07%, atau dapat mencapai target yang
telah ditentukan dalam Penetapan Kinerja tahun 2013 dan
sekaligus mengalami kenaikan dari pencapaian tahun
sebelumnya atau sekitar 81,14% pada tahun 2012, begitu
juga angka-angka capaian penyediaan sarana dan
prasarana sejak tahun 2010-2013 secara keseluruhan
selalu mengalami kenaikan.
100
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Grafik 3.22 Trend Realisasi Indikator Penyediaan Sarana & Prasarana
Tahun 2010-2013
Dalam grafik diatas dapat dilihat terdapat kenaikan point
sebesar 10 point dalam setiap tahun, yang diimbangi
dengan adanya kenaikan angka capaian target dalam
setiap tahunnya atau sejak tahun 2010-2013.
Keadanya angka capaian yang sama dengan target tahun
2013, merupakan tantangan bagi Setditjen Bina Gizi dan
KIA untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas
penyediaan sarana dalam setiap tahun, karena dengan
posisi target tidak terlalau jauh berada di level 90% ataupun
nanti 100% dapat diartikan sarana dan prasarana Setditjen
Bina Gizi dan KIA sudah hampir dan memasuki kondisi
yang sempurna. Namun walaupun demikian dengan adanya
trend kenaikan dalam setiap tahunnya indikator penyediaan
sarana dan prasana sesuai dengan ketentuan sudah
dilakukan dan terus menerus adanya peningkatan dalam
setiap tahunnya.
101
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan oleh Setditjen
Bina Gizi dan KIA dalam rangka penyediaan sarana dan
prasarana sesuai dengan standar, adanya sebagai berikut:
• Penyediaan Ruang Kantor
Pada tahun 2013, Setditjen Bina Gizi dan KIA telah
melanjutkan program kerja tahun 2012 yaitu: perbaikan
ruangan kantor dari mulai melakukan pemasangan
keramik, partisi meja kerja pegawai di lingkungan Ditjen
Bina Gizi dan KIA. perbaikan penyediaan ruang kantor
ini dilakukan untuk menambah kenyamanan kerja para
pegawai di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA.
• Perlengkapan Sarana Ruang Kerja
Penyediaan perlengkapan sarana ruang kerja dan
pendukung lainnya telah dilakukan dengan baik pada
tahun 2013, hal ini dilakukan dengan adanya
penambahan alat pendukung kerja seperti komputer,
printer, penyediaan ATK, pemeliharaan kendaraan
operasional pendukung kerja.
Gambar 3.24 Absensi Finger Print Setditjen Bina Gizi
dan KIA
102
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
a. Faktor Pendukung Keberhasilan
1) Terdapat perbaikan ruang kantor di seluruh
Satuan Kerja di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan
KIA, sehingga dapat bekerja dengan aman dan
nyaman
2) Ketersediaan anggaran cukup besar dalam
melakukan pemenuhan sarana dan prasarana
sesuai dengan standar di lingkungan Ditjen Bina
Gizi dan KIA
b. Faktor Penghambat Keberhasilan
1) Perlu adanya monitoring dan evaluasi secara
berkesinambungan terutama dalam hal
pemeliharaan sarana dan Prasarana sesuai
dengan standar
c. Alternatif Pemecahan Masalah
1) Melakukan pengecekan (monitoring dan evaluasi)
terutama dalam hal pemeliharaan sarana dan
prasarana di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA
2) Melakukan tindakan pemeliharaan (perbaikan)
secara cepat dan tepat terhadap kerusakan
sarana dan prasarana di lingkungan Ditjen Bina
Gizi dan KIA
Analisa Pencapaian Indikator Kinerja Program
Penyelenggaraan Kepemerintahan yang baik sesuai
dengan ketentuan dan penyediaan sarana dan prasarana
sesuai dengan standar didukung oleh capaian realisasi fisik
dan keuangan selama tahun anggaran 2013 yang
dijalankan oleh Setditjen Bina Gizi dan KIA. adapun
103
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
capaian realisasi fisik dan keuangan tahun 2013 Setditjen
Bina Gizi dan KIA adalah sebagai berikut:
Grafik 3.23 Realisasi Keuangan dan Capaian Fisik Setditjen Bina Gizi dan
KIA Tahun 2013
Berdasarkan grafik diatas realisasi fisik dan keuangan yang
digunakan dalam melakukan pencapaian indikator
Penyelenggaraan Kepemerintahan yang baik sesuai
dengan ketentuan realisasi keuangan sebesar 71 % cukup
efektif dan efisien bisa melakukan kegiatan dengan realisasi
fisik sebesar 96 %, atau terdapat efisiensi anggaran
sebanyak 25% dalam melakukan pencapaian fisik program
pada indikator tersebut. Sedangkan realisasi keuangan
dalam melakukan pencapaian indikator penyediaan sarana
dan prasarna sesuai dengan ketentuan realisasi keuangan
sebesar 65% dapat melakukan pencapaian fisik sebesar
100% atau terdapat efisiensi anggaran sebesar 35% dalam
melakukan pencapaian indikator penyediaan sarana dan
prasarana sesuai dengan ketentuan.
Selain adanya dukungan dari kegiatan rutin dalam hal ini
analisa fisik dan keuangan yang telah dijalankan dalam
bentuk program, pada tahun 2013, telah terjadi berbagai
peningkatan kualitas dan inovasi program, seperti halnya:
104
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
adanya pemberlakukan absensi dengan sidik jari, adanya
pencanangan zona Integritas dan predikat Wajar Tanpa
pengecualian, pemenuhan sarana alat kerja kantor dan
rehab ruangan kerja di lingkungan kantor Ditjen Bina Gizi
dan KIA. selain itu Dukungan Sumber Daya Manusia
Setditjen Bina Gizi dan KIA sebanyak 117 orang dengan
berbagai latar belakang pendidikan, menjadi bagian
terpenting dalam pencapaian indikator Kinerja Setditjen
Bina Gizi dan KIA. selain itu dengan adanya pembekalan
pendidikan dan latihan dan berbagai program
pembangunan kapasitas lainnya seperti halnya kegiatan
Character Building, dari segi dukungan Sumber Daya
Manusia, cukup mendongkrak pencapaian Indikator Kinerja
Setditjen Bina Gizi dan KIA pada tahun 2013.
m) Penyelenggaraan Bantuan Operasional Kesehatan
Capaian Indikator Kinerja Strategis Setditjen Bina Gizi dan
KIA dalam hal puskesmas yang mendapatan Bantuan
Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan lokakarya
mini untuk menunjang pencapaian SPM pada tahun 2013,
telah melampaui target yang sudah ditentukan. Keberhasilan
ini juga dialami pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu pada
Gambar 3.25 Character Building Ditjen Bina GIZI & KIA Gambar 3.26Pelatihan Bisnis Proses, Ditjen Bina Gizi & KIA
105
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
tahun 2011 dan 2012, sejak pola pembiayaan Bantuan
Operasional Kesehatan bersifat TP (Tugas Pembantuan).
Dibawah ini dijelaskan dalam tabel trend realisasi pencapaian
BOK tingkat puskesmas tahun 2013 dan 2 tahun
sebelumnya.
Grafik 3.24
Trend Puskesmas Yang Merealisasikan BOK Tahun 2011-
2014
Pada tahun 2013, capaian realisasi BOK diatas angka
standar yang telah ditetapkan yaitu sebesar 9.419
puskesmas dari target yang telah ditentukan pada tahun
2013 sebesar 8.868 Puskesmas, pada tahun 2012 capaian
sebesar 9.323 Puskesmas dari target yang telah ditetapkan
sebesar 8.737, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 8,740
dari target yang telah ditetapkan sebesar 8.608. sedangkan
target pada tahun 2014 adalah sebanyak 9.000 puskesmas.
Dari ketiga perbandingan antar tahun tersebut, terdapat
kenaikan angka capaian realisasi BOK di puskesmas selama
tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, dan realisasi ketiga
tahun tersebut semuanya mencapai atau melebihi dari angka
yang telah ditetapkan.
106
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Realisasi dana TP-Bantuan Operasional Kesehatan pada
tahun 2013, yang diselenggarakan pada setiap propinsi
memiliki angka capaian sebesar 98,36%, angka ini
merupakan angka yang paling tinggi diantara angka capaian
sebelumnya. Berikut trend realisasi capaian BOK dari tahun
2011 sampai dengan 2013:
Grafik 3.25
Trend Realisasi Dana BOK Tahun 2011-2013
Tingginya angka realisasi dana Bantuan Operasional
Kesehatan pada tahun 2013 ini menunjukkan indikasi
perbaikan manajemen pengelolaan anggaran yang semakin
baik. Selain itu, pembinaan secara intens dan
berkesinambungan turut mendorong tingkat capaian yang
Gambar 3.27 Pertemuan Evaluasi dan Midterm Review BOK
107
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
lebih baik. Keterlibatan dari Dinas Kesehatan Propinsi dalam
rangka memberikan Pembinaan Teknis, Monitoring dan
Evaluasi Penyelenggaraan Bantuan Operasional Kesehatan
di Kabupaten/ kota juga mempengaruhi peningkatan realisasi
dana Bantuan Operasional Kesehatan pada tahun 2013.
Realisasi pencapaian Fisik dan Keuangan dalam mendukung
penyelenggaraan dana Bantuan Operasional Kesehatan di
tingkat Setditjen Bina Gizi dan KIA, dengan
menyelenggarakan penguatan kapasitas bagi pengelola
Bantuan Operasional Kesehatan dalam hal program dan
administrasi keuangan yang dilakukan melalui kegiatan-
kegiatan sosialisai program dan pelatihan keuangan.
a. Faktor Pendukung Keberhasilan
1) Ketersediaan Dana BOK cukup besar dan dapat
melingkupi seluruh puskesmas di seluruh Indonesia
2) Penyelenggaraan Dana BOK sudah memasuki tahun
ke-5 sehingga pengelola BOK di Kabupaten/ Kota dan
Puskesmas sudah tidak asing dalam penyelenggaraan
dana BOK baik dari sisi teknis ataupun administrasi
b. Faktor Penghambat Keberhasilan
1) Terdapat disparitas dalam hal status kesehatan dan
kondisi geographi dapat mendukung keberhasilan
pencapaian program BOK
2) Belum Optimalnya fungsi puskesmas baik dalam hal
teknis ataupun administrasi sehingga dapat
menghambat pelaksanaan program BOK
3) Rendahnya biaya operasional puskesmas dari APBD
sehingga masih ada beberapa puskesmas yang hanya
mengandalkan dana operasional puskesmas dari dana
TP-BOK
108
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
c. Alternatif Pemecahan Masalah
1) Adanya pembagian dana BOK berdasarkan kondisi
geograpi dan status kesehatan masyarakat .
2) Sosialisasi penggunaan dana BOK yang melibatkan
seluruh kabupaten/ kota dan perwakilan puskesmas di
seluruh Indonesia
3) Melakukan advokasi kepada pemerintah daerah
terhadap proporsi pengalokasian dana operasional
puskesmas selaian dari dana TP- BOK
C. AKUNTABILITAS KEUANGAN
Sumberdaya anggaran adalah unsur utama selain SDM
dalam menunjang pencapaian indikator kinerja. Peranan
pembiayaan sangat berpengaruh terhadap penentuan arah
kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan
dengan upaya pembangunan dibidang bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak.
109
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Tabel 3.14 Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2013 Menurut Jenis Anggaran
No Unit Organisasi Alokasi Anggaran Realisasi Anggaran %
1 Dekonsentrasi 308.792.333.000 258.159.056.790 83.60
2 Tugas Pembantuan 1.167.839.163.000 1.148.666.304.539 98,36
3 Kantor Pusat 631.434.812.000 556.204.552.967 88,09
4 Kantor Daerah 27.628.369.000 25.476.883.903 92,21
rata-rata 2.135.694.677.000 1.988.506.798.199 93,11
Tahun 2013, dukungan pembiayaan dalam pencapaian
indikator Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak sebesar Rp. 2.135.694.677.000,- yang terdistribusi
melalui Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (BOK), Kantor
Pusat, dan Kantor daerah. Tabel diatas menggambarkan
realisasi anggaran menurut satuan kerja. Tugas pembantuan
dengan jumlah anggaran yang cukup besar dapat terealisasi
98,36%, memiliki kontribusi cukup besar dalam capaian
anggaran Ditjen bina GIKIA diatas 90%. Anggaran
dekonsentrasi yang tersebar di 34 provinsi, hanya terserap
sebesar 83,6%. Secara keseluruhan serapan anggaran Ditjen
Bina Gizi dan KIA mencapai 93,11%.
Serapan anggaran Ditjen Bina Gizi dan KIA, meningkat
2,86% lebih tinggi bila dibanding dengan tahun 2012 (90,25%).
Peningkatan serapan anggaran terutama pada anggaran tugas
pembantuan. Sedangkan anggaran dekonsentrasi serapan
anggaran cenderung mengalami penurunan, sejak tahun 2011
hingga tahun 2013. Tahun 2011 serapan anggaran
dekonsentrasi sebesar 90,02% dan menurun menjadi 83,6%.
110
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Hal ini hendaknya menjadi catatan tersendiri terhadap kinerja
keuangan. Apakah menurunnya serapan anggaran
dekonsentrasi akibat kendala administrasi, perencanaan atau
pelaksanaan kegiatan. Bila melihat kondisi ini, maka terdapat
dua masalah; pertama, serapan anggaran yang cenderung
menurun, kedua, realisasi anggaran tidak seiring dengan
capaian kinerja program. secara rinci dapat dilihat pada tabel
dibawah
Tabel 3.15 Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA
Tahun 2010-2013
NO JENIS ANGGARAN 2011 2012 2013
1 Dekonsentrasi 90,02 87,52 83.60
2 Tugas Pembantuan 77,13 91,93 98,36
3 Kantor Pusat 81,78 86,97 88,09
4 Kantor Daerah 82,34 92,73 92,21
TOTAL 80,72 90,25 93,11
Distribusi pembiayaan melalui Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan, diharapkan memiliki dampak langsung terhadap
peningkatan capaian kinerja program. Terutama tugas
pembantuan yang dilaksanakan untuk kegiatan BOK. Kegiatan
BOK sebagian besar merupakan kegiatan terkait langsung
dengan capaian indikator kinerja program terutama MDGs dan
indikator lainnya seperti Pn. KN, D/S dan sebagainya.
Berdasarkan hasil evaluasi, tingginya serapan anggaran
tidak berkorelasi langsung terhadap capaian kinerja program.
Hingga laporan ini di tulis, tahun 2013 terdapat 4 indikator yang
tidak dapat memenuhi target, yaitu penanganan kasus gizi
111
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
buruk, K4, pelayanan kesehatan balita dan penjaringan anak
SD/MI. Hal ini menjadi perhatian serius, karena disatu sisi
serapan anggaran Ditjen Bina GIKIA cenderung mengalami
peningkatan sejak tahun 2011 namun capaian kinerja program
cenderung mengalami penurunan. Bila tahun 2011, hanya
terdapat 2 (12,5%) indikator yang tidak mencapai target,
namun tahun 2013 bertambah menjadi 4 (25%) indikator.
Grafik 3.26 Trend Serapan Anggaran dibanding Capaian Indikator
Tabel 3.16 Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA
Lokasi Kantor Pusat Menurut Satuan Kerja
NO JENIS ANGGARAN ALOKASI REALISASI %
1 SETDITJEN BINA GIZI dan KIA 137.377.896.000 98.172.354.545 71,46
2 DIT. BINA KES. TRADISIONAL ALTERNATIF DAN KOMPLEMENTER
14.666.015.000 14.322.876.956 97,66
3 DIT. BINA GIZI MASYARAKAT 369.890.999.000 353.722.444.765 95,63
4 DIT. BINA KESEHATAN IBU 33.153.725.000 30.383.014.904 91,64
5 DIT. BINA KESEHATAN ANAK 37.005.446.000 34.183.170.046 92,37
6 DIT. BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAH RAGA
39.340.731.000 21.886.661.801 55,63
TOTAL 631.434.812.000 552.670.523.017 87,53
112
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Realisasi penyerapan anggaran menurut satuan
kerja di kantor pusat secara rinci dapat kita lihat pada tabel
diatas, dengan rata-rata realisasi anggaran Ditjen Bina Gizi
dan KIA sebesar 87,53%. Realisasi anggaran Sekretriat
Ditjen Bina Gizi dan KIA sebesar 71,46% dan Direktorat
Kesehatan Kerja dan Olahraga sebesar 55,63% adalah dua
satuan kerja yang realisasi kurang dari 80%. Sementara
realisasi tertinggi adalah Direktorat Pelayanan Kesehatan
Tradisional, Alternatif dan Komplementer sebesar 97,66%.
Selain sumberdaya anggaran di Kantor Pusat, Ditjen
Bina Gizi dan KIA juga didukung sumberdaya anggaran
yang berada di Kantor Daerah yaitu pada Unit Pelaksana
Teknis (UPT) yang meliputi: a) BKTM Makassar, b) LKTM
Palembang dan BKOM Bandung. Secara umum, serapan
anggaran pada kantor daerah sebesar 92,73% lebih tinggi
dari tahun 2011 (82,34%), dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.17 Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA
Menurut Lokasi Satuan Kerja Kantor Daerah
NO JENIS ANGGARAN ALOKASI REALISASI %
1 BKTM MAKASSAR 18.089.753.000 17.218.227.688 95,18
2 LKTM PALEMBANG 2.645.244.000 2.524.059.130 95,42
3 BKOM BANDUNG 6.893.372.000 5.734.597.085 83,19
TOTAL 27.628.369.000 25.476.883.903 92,21
113
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
BAB IV
P E N U T U P
A. Simpulan
1. Realisasi kinerja Indikator Kinerja Utama (IKU)
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, Pn 90,88%
(>89%), KN 92,33% (>89%), D/S 80,29% (>80%),
dengan capaian kinerja rata-rata diatas 100%.
2. Realisasi kinerja Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) dari 13
indikator kinerja, sebanyak 9 (75%) indikator telah
mencapai target dan 4 indikator tidak tercapai yaitu;
Penanganan gizi buruk, K4, Pelayanan kesehatan
balita, dan Penjaringan anak sekolah.
3. Terdapat indikator kinerja yang dalam kurun waktu 4
tahun tidak pernah tercapai, yaitu Penjaringan Anak
SD/MI. Demikian pula indikator pelayanan kesehatan
balita, dalam kurun 2 tahun tarakir tidak dapat tercapai.
4. Realisasi anggaran Peogram Bina Gizi dan KIA tahun
2013 sebesar 93,11% dengan realisasi fisik kantor
pusat sebesar 93,19%.
5. Tingginya realisasi anggaran Program Bina Gizi dan
KIA tidak sejalan dengan capaian indikator, yang
dibuktikan dengan realisasi anggaran sebesar 93,11%
lebih tinggi dibanding dengan % indikator yang telah
mencapai target.
B. Rekomendasi
1. Perlu perhatian serius bagi pemegang program,
terutama terkait dengan indikator-indikator yang tidak
dapat tercapai.
114
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
2. Segera melakukan reformulasi rencana kegiatan dan
menyusunan rencana percepatan capaian indikator
terutama terkait indikator-indikator yang tidak dapat
tercapai di tahun 2013.
3. Melakukan koordinasi program secara berjenjang mulai
dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan
Puskesmas.
4. Melakukan upaya-upaya teknis dan mempertajam
sasaran yang memiliki daya ungkit tinggi.
5. Meningkatkan kualitas pengelolaan anggaran sejalan
dengan peningkatan kualitas kinerja program.