Giardia Sis

Embed Size (px)

Citation preview

PRESENTASI KASUS

1

TUGAS GASTROENTEROLOGI

GIARDIASIS

Disusun Oleh : Bramastia G0098068 Anita Marliana G0001058Hening Tri Utami G0001105 Lili Sianawati G0001115

Pembimbing :

DR. dr. Soebagyo, Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK UNIT LAB/SMF ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2007BAB IPENDAHULUAN

Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang, angka kesakitannya adalah sekitar 200 400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (7080%) dari penderita ini adalah anak di bawah lima tahun. Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kejadian diare. Episode diare pada bayi adalah rata-rata sekali setahun, sedangkan anak balita (1-5 tahun) rata-rata 2- 3 kali setahun bahkan ada yang melaporkan 20 kali setahun. Sebagian dari penderita (1 2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50 60% di antaranya dapat meninggal dunia. Mortalitas diare disebabkan oleh dehidrasi berat. Setelah ditemukan cara penggunaan cairan rehidrasi maka mortalitas dapat diturunkan. Penelitian pada negara berkembang lainnya, kematian karena diare akut mencapai puncaknya setelah umur 6-24 bulan, sedikit menurun setelah umur 2-3 tahun dan lebih berkurang setelah umur 5 tahun (Soebagyo, 2004).Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat, lebih dari 3 kali sehari, dengan konsistensi tinja lembek atau cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari satu minggu pada bayi atau anak yang sebelumnya sehat (WHO, 2004).Prevalensi diare tinggi pada usia 6 (enam) bulan sampai 2 (dua) tahun pada stadium penyapihan., pada daerah dengan hygiene dan sanitasi buruk, tinggi pada bulan-bulan tertentu, kadang-kadang dijumpai KLB. Di Indonesia kejadian diare masih terdapat 60 juta episode setiap tahun, dimana 1 5 % daripadanya akan menjadi diare kronik (IDAI, 2004).Kuman yang kebanyakan menyebabkan diare pada anak-anak di negara berkembang antara lain rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni, Cryptosporidium, dan Giardia lamblia (Ditjen PPM & PLP, 1999). G. lamblia merupakan penyebab utama penyakit intestinal di seluruh dunia dan merupakan penyebab tersering diare non bakterial di Amerika Utara (Frank, 2007). Prevalensi giardiasis adalah 2 - 25% dan lebih sering ditemukan pada anak-anak daripada orang dewasa, terutama pada anak berumur 6-10 tahun dari keluarga besar, misalnya rumah yatim piatu dan sekolah dasar (Ditjen PPM & PLP, 1999). Referat ini menyajikan informasi tentang giardiasis untuk memahami prinsip pengobatan dan pencegahannya sehingga dengan penanganan yang benar maka dapat menghindarkan 95% kematian baru sebagai akibat diare akut.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Giardiasis merupakan suatu gastroenteritis yang menifestasinya berupa diare berat/akut dan nyeri perut. Gejala-gejala lainnya antara lain fatique, mual, muntah, dan penurunan berat badan. Pada beberapa pasien, mual atau muntah merupakan gejala paling dominan. Biasanya, gejala-gejala tersebut muncul sekitar tujuh hingga sepuluh hari setelah proses ingesti (Peterson, 2002).

A. GIARDIA LAMBLIAGiardia lamblia (disebut juga dengan nama lamblia intestinalis atau Giardia duodenalis atau Giardia intestinalis) merupakan suatu parasit protozoa berflagel yang menginfeksi traktus gastrointestinal dan menyebabkan penyakit giardiasis (Frank, 2007).

SejarahParasit ini ditemukan oleh Antoni van Leeuwenhoek (1681) sebagai mikroorganisme yang bergerak-gerak di dalam tinjanya. Tetapi flagelata ini pertama kali dikenal dan dibahas oleh Lambl (1859) yang memberinya nama intestinalis. Kemudian Stiles (1915) memberikan nama baru Giardia lamblia untuk menghormati Prof. A. Giard dan Doktor F. Lambl dari Prague (Gandahusada dkk, 1998).

Hospes dan nama penyakitManusia adalah hospes alamiah G. lamblia. Spesies Giardia dengan morfologi yang sama ditemukan pada berbagai hewan antara lain kucing, sapi, anjing, domba, muskrat, dan beaver. Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut giardiasis (Gandahusada, 1998).

Epidemiologi G. lamblia ditemukan kosmopolit dan lebih sering ditemukan di daerah beriklim panas daripada di daerah beriklim dingin. Parasit ini juga ditemukan di Indonesia. Prevalensinya adalah 225% atau lebih, tergantung dari golongan umur yang diperiksa dan sanitasi lingkungan. Prevalensi yang pernah ditemukan di Jakarta ialah 4,4%. Prevalensi G. lamblia di Jakarta antara tahun 1993 dan 1990 adalah 2,9% (194 positif dari 6810 sampel tinja yang dikirim ke Bagian Parasitologi FK UI dari penderita di Jakarta) (Gandahusada, 1998).Transmisi G. lamblia terjadi dengan tertelannya kista matang. Makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan tinja, juga lalat atau penjaja makanan merupakan sumber infeksi, tetapi kadang-kadang transmisi terjadi karena kontak langsung antara individu yang terinfeksi dengan individu yang tidak terinfeksi seperti pada infeksi cacing kremi (hand-to-mouth) (Gandahusada, 1998). .G. lamblia lebih sering ditemukan pada anak daripada orang dewasa, terutama pada anak berumur 6-10 tahun dari keluarga besar, misalnya rumah yatim piatu dan sekolah dasar. Terjadinya epidemi giardiasis telah dilaporkan di tempat perawatan anak (day care centres) (Gandahusada, 1998).Pada orang dewasa giardiasis ditemukan pada orang yang bepergian (travelers diarrhea) karena air minum yang terkontaminasi. Karena infeksi G. lamblia terjadi di hutan-hutan di daerah pegunungan di Amerika Serikat pada orang yang berkemah, maka diduga bahwa hewan liar (muskrat, beaver) merupakan sumber G. lamblia yang dapat menginfeksi manusia. Selain dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, infeksi G. lamblia juga dihubungkan dengan sindrom alergi seperti urtikaria kronik, arteritis retinal dan iridosiklitis pada anak-anak dan dewasa (Gandahusada, 1998).

Morfologi dan daur hidupParasit ini mempunyai bentuk trofozoit dan bentuk kista. Bentuk trofozoit bilateral; simetris seperti buah jambu monyet yang bagian anteriornya membulat dan bagian posteriornya meruncing. Permukaan dorsal cembung (konveks) dan pipih di sebelah ventral dan terdapat batil isap berbentuk seperti cakram yang cekung dan menempati setengah bagian anterior badan parasit. Ukuran parasit ini 12- 15 mikron dan mempunyai sepasang inti yang letaknya di bagian anterior, bentuknya oval dengan kariosom di tengah atau butir-butir kromatin yang tersebar di plasma inti. Trofozoit mempunyai empat pasang flagel yang berasal dari 4 pasang blefaroplas. Sepasang flagel anterior keluar dari 2 blefaroplas anterior. Sepasang flagel lateral berasal dari 2 blefaroplas lateral di antara 2 inti dan kedua aksonema berjalan ke anterior, lalu saling menyilang di garis tengah dan melalui garis lengkung di pinggir batil isap, kemudian masing-masing keluar dari sisi lateral kanan da kiri. Sepasang aksonema yang agak tebal (disebut aksostil) berasal dari 2 blefaroplas median, berjalan ke posterior dan keduanya keluar dari ujung posterior. Dari sepasang blefaroplas yang letaknya dekat tengah-tengah dua batil isap, keluar sepasang aksonema pendek sebagai flagel sentral. Dua batang yang agak melengkung dianggap sebagai benda parabasal, letaknya melintang di posterior dari batil isap (Thomson, 2001).Kista yang bentuknya oval berukuran 8 12 mikron, mempunyai dinding yang tipis dan kuat. Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari dinding kista. Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti; yang matang mempunyai 4 inti, letaknya pada satu kutub. Waktu kista dibentuk, trofozoit menarik kembali flagel-flagel ke dalam aksonema, sehingga tampak sebagai 4 pasang benda sabit yaitu sisa dari flagel (Thomson, 2001).G. lamblia hidup di rongga usus kecil, yaitu duodenum dan bagian proksimal yeyunum dan kadang-kadang di saluran dan kandung empedu. Dengan pergerakan flagel yang cepat trofozoit bergerak dari satu tempat ke tampat lain dan dengan batil isap melekatkan diri pada epitel usus. Trofozoit berkembang biak dengan cara belah pasang longitudinal. Dalam tinja cair biasanya hanya ditemukan trofozoit. Enkistasi terjadi dalam perjalanan ke kolon, bila tinja mulai menjadi padat. Bila kista matang tertelan oleh hospes, maka terjadi ekskistasi di duodenum, kemudian sitoplasmanya membelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga terbentuklah 2 trofozoit (Thomson, 2001).

Gambar 1. Morfologi Giardia lamblia.Available from : www.umm.edu 2005

B. GIARDIASISGiardiasis dapat terjadi melalui air atau makanan yang terkontaminasi, termasuk air pegunungan yang terlihat jernih. Selain itu, infeksi dapat juga diperantarai feses binatang ataupun manusia. Tidak semua orang gejala-gejala infeksi, namun mereka dapat menjadi karier. Giardiasis terutama menyerang orang-orang yang sedang berkemah di alam terbuka, berenang di danau atau sungai yang terkontaminasi G. lamblia, terutama danau-danau buatan yang formed by beaver dams (giardiasis sering disebut dengan demam beaver) (Frank, 2007).

Patologi Adanya G. lamblia pada hospes yang dengan batil isapnya melekat pada mukosa duodenum dan yeyunum tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul kelainan, hanya berupa iritasi yang disebabkan oleh melekatnya parasit pada mukosa dengan batil isapnya. Lesi berupa vilus menjadi lebih pendek dan peradangan pada kripta dan lamina propria, seperti tampak pada sindroma malabsorpsi. Tidak diketahui apakah kelainan mukosa oleh Giardia disebabkan faktor mekanik, toksik, atau faktor lainnya. Infeksi Giardia dapat menyebabkan diare, disertai steatore karena gangguan absorpsi lemak. Selain daripada itu juga ada gangguan absorpsi karoten, folat, dan vitamin B12. Produksi enzim mukosa juga berkurang. Penyerapan bilirubin oleh Giardia menghambat aktivitas lipase pankreatik. Kelainan fungsi usus kecil ini disebut sindrom malabsorpsi yang menimbulkan gejala kembung, abdomen membesar, dan tegang, mual, anoreksia, feses banyak dan berbau busuk dan mungkin penurunan berat badan. Setelah pengobatan kelainan usus kecil reversible (Schultz, 2007).

Gambar 2. Daur Hidup Giardia lamblia.

Gejala KlinisInfeksi Giardia pada sebagian besar orang tidak menimbulkan gejala klinis, hanya sekitar sepertiga orang yang terinfeksi Giardia mengalami gejala klinis (Frank, 2007). Gejala-gejalanya biasanya ringan, seperti : mual yang hilang-timbul, bersendawa, pengeluaran gas yang meningkat (flatulensi), rasa tidak enak di perut, tinja yang sangat banyak dan berbau busuk, serta diare. Gejala-gejala klinis biasanya mulai terjadi 1-2 minggu setelah infeksi dan dapat sembuh serta kambuh kembali. Bila infeksinya berat, penderita tidak dapat menyerap zat-zat yang penting dari makanan sehingga berat badannya menyusut. Kelainan fungsi usus kecil ini menyebabkan sindrom malabsorpsi (Frank, 2007).

DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Namun gejala klinis giardiasis tidak khas. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang, antara lain (Gandahusada dkk, 1998):Laboratorium Tinja.

Mungkin pemeriksaan tinja ini perlu dilakukan beberapa kali, karena tidak semua tinja yang mengandung parasit penyebab penyakit ini. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan bentuk trofozoit dalam tinja encer dan bentuk kista dalam tinja padat. Dalam sediaan basah dengan larutan iodin atau dalam sediaan yang dipulas dengan trikrom, morfologi G. lamblia dapat dibedakan dengan jelas dari protozoa lainnya. Trofozoit hanya dapat ditemukan dalam tinja segar, sebelum trofozoit mengalami desintegrasi. Teknik konsentrasi dapat meningkatkan penemuan kista (Gandahusada dkk, 1998). Endoskopi.

Dengan endoskopi dapat diambil cairan duodenum. Diagnosis ditegakkan dengan penemuan tropozoit di dalam cairan duodenum.Tes Antibodi EIA Giardia.Biopsi usus kecil (Armon, 2001).

Gambar 3. Bentuk-bentuk tropozoitPengobatanGiardiasis dapat diobati dengan metronidazol yang jarang menimbulkan efek samping. Dosis untuk dewasa adalah 3x250 mg sehari selama 7 hari, dosis anak disesuaikan dengan umur. Kuinakrin per-oral (melalui mulut) sangat efektif untuk giardiasis. Tetapi obat ini bisa menimbulkan gangguan saluran pencernaan dan tingkah laku yang abnormal (jarang). Furazolidon sebetulnya tidak seefektif kuinakrin atau metronidazol, tetapi karena tersedia dalam bentuk sirup, mudah diberikan untuk anak-anak. Untuk wanita hamil bisa diberikan paromimosin, tetapi hanya jika gejalanya berat (Schulzt, 2007).Drug NameMetronidazole (Flagyl) -- A nitroimidazole that, once concentrated within the organism, is reduced by intracellular electron transport proteins. The formation of free radicals causes disruption of cellular elements and subsequent death of the organism. Most commonly prescribed antibiotic for giardiasis. Adult Dose250 mg PO tid for 5 d Pediatric Dose5 mg/kg PO tid for 10 d ContraindicationsDocumented hypersensitivity InteractionsCimetidine may increase toxicity; may increase effects of anticoagulants; may increase toxicity of lithium and phenytoin; disulfiramlike reaction may occur with orally ingested ethanol PregnancyB - Usually safe but benefits must outweigh the risks. PrecautionsAdjust dose in hepatic disease; monitor for seizures and development of peripheral neuropathy

Drug NameAlbendazole (Albenza) -- Decreases ATP production in worm, causing energy depletion, immobilization, and, finally, death. To avoid inflammatory response in CNS, patient also must be started on anticonvulsants and high-dose glucocorticoids. Adult Dose400 mg PO qd for 3 d Pediatric Dose15 mg/kg PO qd for 3 d ContraindicationsDocumented hypersensitivity InteractionsCoadministration with carbamazepine may decrease efficacy; dexamethasone, cimetidine, and praziquantel may increase toxicity PregnancyC - Safety for use during pregnancy has not been established. PrecautionsDiscontinue use if LFTs increase significantly (resume when levels decrease to pretest values)

Drug NameFurazolidone (Furoxone) -- Nitrofuran with antiprotozoal activity. Alternative drug for children because of availability in liquid suspension. Most common adverse effects are GI upset and brown discoloration of urine. Adult Dose100 mg PO qid for 7 d Pediatric Dose25-50 mg PO qid for 7 d ContraindicationsDocumented hypersensitivity; infants 99.9% bound to plasma protein and may displace other highly plasma proteinbound drugs, resulting in increased toxicity PregnancyB - Usually safe but benefits must outweigh the risks. PrecautionsMay cause abdominal pain, diarrhea, vomiting, or headache; administer with food; caution when coadministered with other highly plasma proteinbound drugs with narrow therapeutic indices

Drug NameTinidazole (Tindamax) -- Nitroimidazole antiprotozoal agent. The mechanism by which tinidazole exhibits activity against Giardia and Entamoeba species is not known. Adult Dose2 g PO once with food Pediatric Dose3 years: 50 mg/kg PO once with food; not to exceed 2 g/dose ContraindicationsDocumented hypersensitivity; first trimester of pregnancy InteractionsLimited data exist; interaction information based on experience with other nitroimidazole derivatives (ie, metronidazole); may prolong PT when coadministered with warfarin; avoid alcoholic beverages and preparations containing ethanol or propylene glycol during and 3 d following administration (may cause disulfiramlike reaction); may increase serum levels of lithium, phenytoin, cyclosporine, tacrolimus, and fluorouracil; CYP450 inducers (eg, phenobarbital, rifampin, phenytoin) may increase elimination; CYP450 inhibitors (eg, cimetidine, ketoconazole) may decrease elimination; concurrent administration with cholestyramine may decrease oral bioavailability; oxytetracycline may antagonize effect PregnancyC - Safety for use during pregnancy has not been established. PrecautionsCarcinogenicity has been observed in mice and rats treated with long-term administration of metronidazole (another nitroimidazole), although not observed with tinidazole, use cautiously; seizures and peripheral neuropathy have been reported; caution with history of blood dyscrasia; may cause metallic/bitter taste, nausea, anorexia, vomiting, weakness, fatigue, dizziness, or headache; if administered on day of hemodialysis, administer additional dose equivalent to half of recommended dose following dialysis Available from : www.emedicine.com, 2007.

PrognosisPrognosis giardiasis adalah baik bila pengobatannya tepat dan disertai perbaikan lingkungan dan sanitasi. Namun, giardiasis dapat kambuh dan resistensi terhadap antibiotik pernah dilaporkan (Schulzt, 2001).

PencegahanBerbagai faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain (Irwanto, dkk, 2002) :Faktor lingkunganGiziKependudukanPendidikanKeadaan sosial ekonomi Perilaku masyarakat

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti kebersihan puting susu, kebersihan botol dan dot susu, maupun kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan. Faktor gizi misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan meskipun anak telah berusia 4-6 bulan. Faktor pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orangtua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Kesemua faktor di atas terkait erat dengan faktor ekonomi masing-masing keluarga (Irwanto, dkk, 2002).Diare dapat dicegah dengan memperbaiki usaha multisektoral antara lain sebagai berikut :Meningkatkan sarana air besih dan sanitasi umumPromosi pendidikan higienePemberian ASI eksklusifMeningkatkan ketrampilan mengasuh anakImunisasi pada anak : khususnya untuk membasmi campakMenggunakan jamban / WCMenjaga kebersihan makanan dan minumanMencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh makananMencuci peralatan makan (WHO, 2004).

Pencegahan infeksi G. lamblia terutama dengan memperhatikan higiene perorangan, keluarga, kelompok (terutama individu resiko tinggi), dengan menghindari air minum yang terkontaminasi Giardia (Gandahusada, 1998). Orang yang tinggal dengan penderita atau mengadakan kontak seksual dengan penderita, harus menjalani pemeriksaan oleh dokter dan (bila perlu) menjalani pengobatan (Thomson, 2001).

BAB IIIKESIMPULAN

Giardia lamblia merupakan salah satu protozoa penyebab diare di negara berkembang. Diagnosis ditegakkan dari gejala klinis (antara lain : mual yang hilang-timbul, bersendawa, pengeluaran gas yang meningkat (flatulensi), rasa tidak enak di perut, tinja yang sangat banyak dan berbau busuk, serta diare hingga yang terberat sindroma malabsorbi) dan pemeriksaan penunjang (laboratorium tinja, endoskopi, tes EIA, biopsi usus kecil). Pengobatan dengan antibiotik (metronidazol, kuinakrin, furazolidon, paromimosin). Prognosis giardiasis adalah baik bila pengobatannya tepat dan disertai perbaikan lingkungan dan sanitasi.

DAFTAR PUSTAKA

Armon, J. 2004. Giardiasis. www.umm.edu

Ditjen PPM & PLP. 1999. Buku Ajar Diare. Jakarta, hal : 8-10.

Frank, M. I. 2007. Giardiasis. www.wikipedia.org

Gandahusada, dkk. 1998. Parasitologi Kedokteran. Hal : 129-32. IDAI, 2004. Standar Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI. Jakarta, hal : 49-52.

Irwanto, 2002. Ilmu Penyalit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta, hal : 73 79.

Peterson, R. 2002. Giardiasis. http://www.nyp.org/health/giardiasis.html

Randy P Prescilla, MD, FAAP, 2007. Giardiasis. www.emedicine.com

Schulzt, M. G. 2007. Giardia lamblia. http://www.emedicine.com/giardiasis/topic215.htm

Subagyo, 2004. Standar Pelayanan Medis Kelompok Staf Medis Fungsional Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta, hal : 58-63.

Thomson, M. 2001. http://www.medicinenet.com/giardia_lamblia/article.htm

WHO, 2004. Diarrhoea : Water, Sanitation and Hygiene Links to Health www.wikipedia.com" http://www.wikipedia.com.