19
MAKALAH GHASAN BUHIPPUN DISUSUN OLEH : KELOMPOK II 1. EMILYA 2. ERNITA SARI 3. NOVITA SUSMAYANTI 4. SRI ELY YULIANTI 5. METY PUTRI ANA 6. NESA SAPUTRI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

ghasan buhippun.docx

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAHGHASAN BUHIPPUN

DISUSUN OLEH :KELOMPOK II1. EMILYA2. ERNITA SARI3. NOVITA SUSMAYANTI4. SRI ELY YULIANTI5. METY PUTRI ANA6. NESA SAPUTRI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANMUHAMMADIYAH PRINGSEWU (STKIP-MPL)TAHUN AKADEMIK 2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-nya makalah yang berjudul Ghasan Buhippun ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Keberhasilan kami dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu kami mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Pringsewu, Oktober 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPULiLEMBAR PENGESAHANiiKATA PENGANTARiiiDAFTAR ISIiv

BAB I PENDAHULUAN1BAB II PEMBAHASANA. Ghasan Buhippun2B. Buhippun (peppung = pepadun)2C. Buhippun Dalam Istilah Masyarakat Adat Lampung4BAB III PENUTUP10DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB IPENDAHULUAN

Untuk mempermudah penyaluran partisipasi masyarakat dalam pembangunan, maka perlu adanya pemberdayaan terhadap nilai-nilai tradisional yang secara internal terpelihara (institusi-institusi lokal) dengan segenap atribut budayanya. Upaya ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan teknis pendekatan sosial budaya, dengan cara beradaptasi dan mengikutsertakan para tokoh adat ke dalam gerak langkah kebijaksanaan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Dengan demikian sosialisasi program pembangunan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, nyata, serta mudah dipahami masyarakat, dan tidak berseberangan dengan adat istiadat yang berlaku.

Segala kegiatan yang bersangkutan dengan adat budaya tidak boleh ditangani atas kemauan sendiri, melainkan melalui institusi adat dalam proses musyawarah untuk memperoleh keputusan bersama. Hal ini memungkinkan untuk dapat memperkuat apresiasi adat budaya masyarakat di daerah, baik sebagai aset kekayaan kultural yang strategis dalam aspek pembangunan, khususnya di bidang perekonomian daerah di Propinsi Lampung. Mengingat tersedianya potensi budaya masyarakat adat setempat dan eksistensi hukum adat yang masih tersimpan dalam kehidupan masyarakat, maka perlu adanya penggalian dan revitalisasi budaya secara seksama. Hal ini diharapkan dapat memberikan solusi strategis dalam upaya memotivasi masyarakat, agar dapat berpartisipasi aktif dalam mendukung pembangunan daerah yang berwawasan budaya tersebut.

Musyawarah dalam masyarakat Lampung dikenal dengan nama ghasan buhippun yang biasanya digelar ketika ada anggota keluarga akan menikah atau telah menikah. Dan ghasan buhimpun juga digelar ketika menetapkan gelar gelar adat (inai-adok, amai adek) warga yang akan diresmikan waktu nayuh "kawinan" atau nayuh, bugawi, karena tuha jaghu buay dinobatkan cakak suntan, cakak pepadun.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Ghasan BuhippunSistem ghasan buhimpun (bermusyawarah), bagi hal-ihwal yang penting akan nayuh, bugawi, sehubungan ada anggota keluarga akan menikah atau telah menikah, ngeluagh, ngakughuk, ngejuk-ngakuk akan diresmi dirayakan, atau akan ditayuh digawikan (geghok). Dan ghasan buhimpun juga digelar ketika menetapkan gelar gelar adat (inai-adok, amai adek) warga yang akan diresmikan waktu nayuh "kawinan" atau nayuh, bugawi, karena tuha jaghu buay dinobatkan cakak suntan, cakak pepadun.

B. Buhippun (peppung = pepadun)Selain dari itu ada kebiasaan berkumpul, berkomunikasi atau berdialog bersama antar beberapa warga/tetangga/teman, baik secara kebetulan atau dilakukan sengaja untuk membicarakan suatu rencana, peristiwa konflik/perselisihan, tukar pendapat/informasi atau sekedar ngerumpi.

Dalam budaya masyarakat jawa kegiatan hippun disebut rembug atau secara umum disebut musyawarah. Istilah desa dalam bahasa Lampung disebut pekon, tiyuh, kampung atau anek. Buhippun Pekon, Peppung Tiyuh atau Rembug desa artinya kegiatan musyawarah. Jika Buhippun itu berkaitan dengan urusan adat budaya, maka pelaksanaannya dipimpin oleh para penyimbang adat; tapi sebaliknya jika buhippun berkaitan dengan peristiwa sosial kemasyarakatan dan urusan formal pemerintahan, maka buhippun dipimpin oleh perangkat desa dan mengikutsertakan penyimbang adat setempat. Buhippun dalam kehidupan masyarakat Lampung pada umumnya merupakan kebiasaan sebagai bagian dari adat istiadat Lampung.

Dikatakan demikian karena setiap ada kegiatan perencanaan adat Beguwai/ begawi/ nayuh, selalu di awali dengan kegiatan Hippun. Tujuannya adalah agar prosesi upacara beguwai tersebut dapat berjalan dengan efektif tanpa menimbulkan masalah. Kegiatan Buhippun tidak terbatas pada kegiatan adat, akan tetapi merupakan kebiasaan umum bahwa setiap kegiatan untuk kepentingan bersama atau berkaitan dengan kepentingan umum selalu diawali dengan kegiatan Buhippun. Membangun kearifan lokal, khususnya Buhippun sebagai asset moral sosial budaya dalam rangka memelihara nilai-nilai luhur adalah untuk menciptakan kerukunan, kebersamaan dan kesejahteraan bersama; di samping untuk memperkecil kemungkinan terjadi perselisihan antar warga, baik dalam suatu perencanaan ataupun dalam upaya penanganan perselisihan atau perbedaan paham antar warga.

Oleh karena itu apabila Pemerintahan formal menghendaki terciptanya kebersamaan, kerukunan, kedamaian, dan tidak terjadi kecemburuan sosial, baik hubungan antara Publik dengan pemerintah, maupun secara horizontal antar warga, maka merupakan keniscayaan untuk menghargai, menghormati dengan melibatkan semua potensi nilai-nilai kearifan lokal ke dalam kegiatan pembangunan daerah, yaitu dengan memberdayakan, menyentuh dan memanfaatkan nilai-nilai moral kebiasaan buhippun masyarakat lokal. Strategi ini dapat memberikan kebanggaan dan rasa memiliki masyarakat adat lokal, sehingga dapat memotivasi mereka untuk turut serta membantu mengawal proses pembangunan daerah. Sebagai contoh, di Lampung dalam menyebut musyawarah desa sebagai icon pentingntya bermusyawarah untuk mufakat dalam setiap perencanaan dan pemecahan masalah dengan istilah rembug desa; padahal di daerah Lampung yang seharusnya menggunakan istilah-istilah lokal, seperti Buhippun pekon, Peppung tiyuh atau istilah lainnya yang memang diangkat dari nilai-nilai kearifan lokal.

Sebagai pembelajaran untuk menghargai nilai-nilai kearifan lokal tersebut, berikut ini akan dipaparkan secara ringkas beberapa pengertian atau istilah musyawarah dalam bahasa Lampung, diantaranya adalah Buhippun. Buhippun/buhimpun secara bahasa terdiri dari bu = ber =melakukan; hippun diartikan sebagai kegiatan kumpul, mengumpulkan, menghimpun (pendapat), atau menjaring aspirasi warga. Buhippun adat artinya kegiatan musyawarah yang dilakukan penyimbang adat berkaitan dengan peristiwa, perihal atau urusan adat istiadat dan budaya setempat. Misalnya buhippun mengenai rencana acara buakhak atau prosesi ngarak (arak-arakan) pengantin di jalan papekonan (desa) tentang formasi, pihak-pihak tuha khaja yang terlibat, dan alat-alat yang digunakan.

Dengan demikian buhippun artinya melakukan kegiatan musyawarah untuk mencapai kesamaan pendapat atau kata sepakat (supaya mencapai kesepakatan, kesepahaman) thdp rencana, kegiatan, peristiwa, atau cara pemecahan masalah tertentu.

Buhippun merupakan anonim dari suatu upaya untuk mencapai atau mencari kesepakatan; maksudnya usaha menghimpun pendapat khalayak agar suatu rencana dan keputusan yang diambil bersama lebih aspiratif dan mewakili semua lapisan sosial.

Secara ringkas, buhippun dapat diartikan sebagai kegiatan musyawarah untuk mencapai mupakat. Istilah ini umumnya digunakan masyaraka

C. Buhippun Dalam Istilah Masyarakat Adat LampungDalam kepemimpinan struktur Pemerintahan Adat dan kehidupan pergaulan masyarakat adat Lampung, terdapat istilah atau sebutan terhadap pimpinan adat, diantaranya adalah:1. Perwatin/Proatin/purwatinPerwatin adalah para Penyimbang adat/dewan adat/tokoh adat/tuha khaja/pimpinan adat (subyek). Sebagai perwatin adat memiliki hak dan kewajiban memimpin segala aktivitas Pemerintaan Adat atau urusan yang berhubungan langsung dengan hippun/peppung (musyawarah) adat. Sebagai penyimbang adat berkewajiban untuk membina dan menjaga stabilitas pemerintahan adat kerukunan warga adat yang dipimpinnya.

Demikian juga halnya jika ada peristiwa yang berkaitan dengan masalah pelanggaran norma susila, moral (cempala), pidana adat, atau sengketa atas hak-hak warga, maka para penyimbang berkewajiban menyelesaikannya secara bijaksana dan berkeadilan sosial.

2. Mekhatin (merwatin)Merkhatin artinya para penyimbang adat berkaitan dengan kegiatan musyawarah adat. Para penyimbang adat ini adalah penyimbang marga/buway, tiyuh dan penyimbang suku.

Mekhatin adat adalah musyawarah mengenai urusan yang berkenaan dengan urusan adat yang dilakukan oleh para penyimbang adat dan dipimpin oleh penyimbang adat tertinggi (penymbang marga/Bandar) atau penyimbang yang ditunjuk mewakili.

Menurut sebagian penyimbang adat, perwatin diartikan sebagai pelaksana musyawarah adat; sedangkan Merwatin diartikan sebagai warga non-penyimbang sbg pelaku musyawarah). Pendapat ini juga dapat diterima kebenarannya sesuai dengan pemahaman maknanya bagi kepenyimbangan adat dan para kelompok masyarakat setempat (lokal).

Merwatin juga dapat diartikan sebagai tokoh/pemimpin/jakhu/pimpinan warga di luar struktur adat yang melakukan (me=kata kerja, predikat) kegiatan musyawarah. Pada dasarnya istilah merwatin menunjukkan pada kegiatan peppung/buhippun (musyawarah), baik dari para penyimbang adat, maupun dari tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Sedangkan mekhatin warga di luar struktur adat dalam kehidupan sosial sehari-hari sering diartikan sebagai kegiatan peppung/buhippun (musyawarah), baik mengenai urusan adat atas sepengatahuan penyimbang adat, maupun urusan kepentingan umum warga.

Sementara itu ada juga kegiatan mekhatin yang diartikan kumpul berkomunikasi atau berdialog bersama antar beberapa warga/ tetangga/ teman, baik secara kebetulan atau dilakukan sengaja untuk membicarakan suatu rencana, peristiwa, tukar pendapat/informasi atau sekedar ngerumpi.

Dalam budaya masyarakat jawa kegiatan musyawarah secara umum, bahkan secara nasional disebut rembug. Rembug desa artinya kegiatan musyawarah yang dilakukan oleh perangkat desa setempat. Desa dalam bahasa Lampung disebut pekon, tiyuh, kampung atau anek. Dengan kata lain rembug adalah istilah musyawarah menurut bahasa Jawa.

Kecuali itu ada beberapa pengertian atau istilah musyawarah dalam bahasa Lampung, diantaranya adalah sbb:

a. BuhippunBuhippun/buhimpun secara bahasa terdiri dari bu = ber =melakukan; hippun diartikan sebagai kegiatan kumpul, mengumpulkan, menghimpun (pendapat), atau menjaring aspirasi warga.

Buhippun adat artinya kegiatan musyawarah yang dilakukan penyimbang adat berkaitan dengan peristiwa, perihal atau urusan adat istiadat dan budaya setempat. Misalnya buhippun mengenai rencana acara buakhak atau prosesi ngarak (arak-arakan) pengantin di jalan papekonan (desa) tentang formasi, pihak-pihak tuha khaja yang terlibat, dan alat-alat yang digunakan.

Dengan demikian buhippun artinya melakukan kegiatan musyawarah untuk mencapai kesamaan pendapat atau kata sepakat (supaya mencapai kesepakatan, kesepahaman) thdp rencana, kegiatan, peristiwa, atau cara pemecahan masalah tertentu.

Buhippun merupakan anonim dari suatu upaya untuk mencapai atau mencari kesepakatan; maksudnya usaha menghimpun pendapat khalayak agar suatu rencana dan keputusan yang diambil bersama lebih aspiratif dan mewakili semua lapisan sosial.

Secara ringkas, buhippun dapat diartikan sebagai kegiatan musyawarah untuk mencapai mupakat. Istilah ini umumnya digunakan masyarakat adat Saibatin lima marga Kalianda dan sekitar utk menyebut kegiatan musyawarah.

b. Kuppulan/KakuppulanKuppulan atau kakuppulan artinya musyawarah atau rapat. Kuppulan adat adalah rapat adat yang dilakukan oleh para penyimbang, tuha khaja, atau tokoh-tokoh adat. Kuppulan pekon artinya musyawarah kampung/desa (Istilah ini umumnya digunakan masyarakat adat Lampung barat).

Setiap masyarakat adat akan melakukan kegiatan sosial/kemasyarakatan, perencanaan pembangunan atau acara/resepsi Nayuh (prosesi resepsi perkawinan adat), acara nyambai, atau canggot (acara muli-mekhanai = bujang-gadis), biasanya didahului dengan acara rapat atau musyawarah penyimbang adat yang lazim disebut kuppulan adat. Tujuan kuppulan ini agar acara tari dan berbalas pantun muli-mekhanai berjalan dengan lancar dan menyenangkan pihak baya (pihak yang nayuh).

c. Bupahum/BekhundingBupahum atau bekhunding artinya musyawarah atau berunding; bupahum adat artinya kegiatan musyawarah yang berkaitan dengan urusan adat istiadat.Apabila para perwatin/penyimbang adat atau omunitas/ kelompok/ masyarakat tertentu yang ingin mengambil suatu kesamaan pendapat/ pemahaman sikap-perilaku, ketetapan atau keputusan bersama tentang sesuatu, maka biasanya diawali dengan cara melakukan kegiatan bupahum atau musyawarah berdasarkan kehendak bersama atau dengan landasan hukum adat yang berlaku (istilah bupahum umumnya digunakan oleh masyarakat adat marga lima Kalianda).

d. KhakotKhakot artinya rapat atau musyawarah. Khakot adalah rapat yg digelar oleh para Penyimbang/Perwatin adat yang secara khusus bisa dihadiri oleh para Penyimbang saja, atau bersama-sama dengan masyarakat adat non-Penyimbang, atau oleh kelompok masyarakat adat setempat saja.

Khakot digelar, biasanya untuk keperluan menentukan langkah/tindakan atau penetapan tupoksi kegiatan lembaga-lembaga adat, organisasi, kepanitiaan, atau bisa juga digelar untuk mencari pemecahan masalah (solusi, rekomendasi) perbedaan pandang, sengketa/konflik angtar warga kampung. istilah ini umumnya digunakan oleh masyarakat Lampung Saibatin Way Lima, Kedudung, Punduh, Pedada, dan sekitarnya).

e. Bubalah/BubabahBubalah artinya berdialog atau dengar pendapat antar Penyimbang adat atau warga masyarakat/publik untuk mengambil suatu kebijakan atas perbedaan prinsip/pandangan atau karena adanya tindakan individu/ kelompok yang dianggap tidak sesuai dengan hukum adat yang berlaku.

Dalam berdialog, yang penting adalah mengedepankan toleransi, saling menghargai dan saling mengormati untuk memperoleh kesepakatan semua pihak berkaitan dengan strategi penyelesaian masalah atau keputusan bersama untuk kepentingan bersama.f. PeppungPeppung artinya kegiatan musyawarah. Istilah peppung umumnya digunakan masyarakat adat Pepadun Abung siwo mego, Megow Pak Tulang Bawang, dan sebagian Pubian dalam menyebut kegiatan musyawarah.

Peppung adat artinya kegiatan berkumpul bersama antara penyimbang adat untuk mencapai kesepakatan tentang kepentingan yang berkaitan dengan penyelesaian masalah adat, revitalisasi hukum-hukum adat atau untuk mengembangkan rasionalisasi adat istiadat demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat adat setempat.

Relatif sama dengan pengertian istilah buhippun, Peppung berarti melakukan kegiatan musyawarah untuk mencapai kesepakatan, kesepahaman atau kesamaan pendapat terhadap rencana, kegiatan, atau langkah-langkah tertentu untuk kepentingan bersama.

Peppung pada dasarnya menunjuk pada suatu usaha menghimpun aspirasi publik sebagai bahan pertimbangan dalam mencari keputusan bersama tentang solusi atas suatu perkara atau strategi progres tentang rencana tertentu. Secara umum, peppung dipahami sebagai aktivitas musyawarah untuk mencapai kesamaan pendapat.

BAB IIIPENUTUP

Sebagai warga negara yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal, tentu merasa bangga dan rnencintai bangsa dan negara. Kebanggaan dan kecintaan terhadap bangsa dan negara bukan berarti merasa lebih hebat dan lebih unggul daripada bangsa dan negara lain. Warga negara yang arif tidak boleh memiliki semangat nasionalisme yang berlebihan (chauvinisme) dan meninggalkan nilai-nilai budaya lokal, tetapi harus mengembangkan sikap saling menghormati, saling menghargai, mengutamakan kerukunan hidup bersama, berjuang bersama untuk membangun kesejehtaraan bersama secara jujur, dan mampu bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain.