35
BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Gastroesofageal reflux disease (GERD) merupakan suatu keadaan dimana terjadinya refluks isi lambung ke dalam esofagus dengan akibat menimbulkan gejala klinik. Refluks dapat terjadi dalam keadaan normal yang biasanya berhubungan dengan kondisi tertentu, seperti posisi berbaring setelah makan, pada saat muntah. Bila terjadi refluks, esofagus akan segera berkontraksi untuk membersihkan lumen dari refluksat tersebut sehingga tidak terjadi suatu kontak yang lama antara refluksat dan mukosa esofagus. 1 Penyakit refluks gastro esofageal (GERD) adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan dinegara barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20 – 40 % populasi dewasa menderita heart burn (rasa panas membakar didaerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. 2 Di Indonesia penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan, bahkan

GERD Referat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat GERD

Citation preview

Page 1: GERD Referat

BAB I

PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Gastroesofageal reflux disease (GERD) merupakan suatu keadaan dimana terjadinya

refluks isi lambung ke dalam esofagus dengan akibat menimbulkan gejala klinik. Refluks

dapat terjadi dalam keadaan normal yang biasanya berhubungan dengan kondisi tertentu,

seperti posisi berbaring setelah makan, pada saat muntah. Bila terjadi refluks, esofagus

akan segera berkontraksi untuk membersihkan lumen dari refluksat tersebut sehingga

tidak terjadi suatu kontak yang lama antara refluksat dan mukosa esofagus.1

Penyakit refluks gastro esofageal (GERD) adalah penyakit organ esofagus yang banyak

ditemukan dinegara barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20 – 40 % populasi

dewasa menderita heart burn (rasa panas membakar didaerah retrosternal), suatu keluhan

klasik GERD.2 Di Indonesia penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan, bahkan

mungkin tidak pernah dibuat diagnosisnya, oleh karena sering tidak terpikirkan. Lagi

pula hanya sebagian kecil pasien GERD datang berobat pada dokter karena pada

umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida.

Dengan demikian hanya kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi berupa

esofagitis dan berbagai macam komplikasinya yang datang berobat pada dokter. 1

Dalam patogenesisnya dijumpai adanya gangguan mekanisme peristaltik, kompetensi

sfinkter, relaksasi sfinkter yang abnormal dan lain-lainnya dimana dimasukkan dalam

konteks gangguan motilitas. Dengan dasar hal tersebut diatas, pola pikir pengobatannya

tentu dikaitkan dengan perbaikan motilitas. Tetapi hasil klinik obat-obatan prokinetik

Page 2: GERD Referat

ternyata tidak memuaskan sehingga target pengobatan ditujukan pada penyebab langsung

gejala ataupun penyebab kerusakan mukosa esofagus yaitu asam lambung.2

BAB II

Page 3: GERD Referat

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1.1.ANATOMI ESOFAGUS

Esofagus merupakan salah satu organ silindris berongga dengan panjang sekitar

25 cm dan berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring sampai cardia lambung,

kira-kira 2-3 cm di bawah diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung

dan trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang diafragma tepat

anterior terhadap aorta.1

Pada kedua ujung esofagus, terdapat otot-otot spingter, diantaranya :

1. Krikofaringeal

Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot

rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik, atau kontraksi

kecuali waktu menelan.

2. Sfingter Esofagus bagian bawah

Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi

lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini menutup

kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu muntah.

Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :

1) Mukosa

Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring

bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi

Page 4: GERD Referat

lambung yang sangat asam.

2) Sub Mukosa

Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat

mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa

dari cedera akibat zat kimia.

3) Muskularis

Otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh

bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya terdiri dari

campuran antara otot rangka dan otot polos.

4) Lapisan bagian luar (Serosa)

Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus dengan

struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan

penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan

kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.

Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis dan

parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis dibawa oleh

nervus vagus yang dianggap merupakan saraf motorik. Selain persarafan

ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-jala longitudinal (Pleksus Allerbach) dan

berperan untuk mengatur peristaltik esofagus normal.1

Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental, bagian atas disuplai oleh

cabang-cabang arteria tiroide inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh

cabang-cabang segmental aorta dan artetia bronkiales, sedangkan bagian sub

diafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.5

Page 5: GERD Referat

Peranan esofagus adalah menghantarkan makanan dan minuman dari faring ke

lambung. Pada keadaan istirahat antara 2 proses menelan, esofagus tertutup kedua

ujungnya oleh sfingter esofagus atas dan bawah. Sfingter esofagus atas berguna

mencegah aliran balik cairan lambung ke esofagus (Refluks).3

2.1.2.ANATOMI LAMBUNG

Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak antara esofagus

dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan

hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan

mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam

organ didekatnya, bergantung pada letak tukak.6

Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal

yang terdiri atas fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang

Page 6: GERD Referat

ditelan serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan seperempat

distal atau antrum bekerja mencampur makanan dan mendorongnya ke duodenum

serta memproduksi gastrin.3

Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya

yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar

dipinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Dibelakang

dan tepi media duodenum, juga ditemukan arteri besar (a. gastroduodenalis).

Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptik

lambung atau duodenum.4

Vena dari lambung dan duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini

kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional

dengan lambung dan duodenum. Pada hipertensi portal hampir selalu terjadi

varises esofagus, sedangkan varises lambung sering tidak menimbulkan masalah

sehingga tidak dibahas.7

Saluran limfe dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di

kelenjar para aorta dan preaorta dipangkal mesentrium embrional. Antara

Page 7: GERD Referat

lambung dan pangkal embrional itu terdapat kelenjar limfe yang letaknya tersebar

dimana mana akibat putaran embrional. Oleh karena itu, anak sebar karsinoma

lambung mungkin menyebar ke kelenjar limfe di kurvatura mayor, kurvatura

minor, hilus limfa, ligamentum hepatoduodenale, pinggir atas pankreas, dan

berbagai tempat lain diretro peritoneal. Ini sangat mempersulit pengobatan kuratif

kangker lambung.2

Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui selaput saraf yang menyertai

arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui selaput eferen saraf simpatis. Serabut

para simpatis berasal dari n. vagus dan mengurus sel pariental di fundus dan

korpus lambung. Sel ini berfungsi menghasilkan asam lambung. N.vagus anterior

(sinister) memberikan cabang ke kandung empedu, hati, dan antrum sebagai saraf

Laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior ( dekster) memberikan cabang ke

ganglion seliakus untuk viceralain di perut dan ke antrum sebagai saraf Laterjet

posterior.9

2.1.3.FISIOLOGI

MOTILITAS ESOFAGUS

Menelan merupakan suatu aksi fisologi kompleks, dimana makanan atau cairan

berjalan dari mulut ke lambung. Juga merupakan rangkaian gerakan otot yang

sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakanvolunter lidah & diselesaikan refleks

dalam faring dan esofagus. Pada saat menelan, sfingter esofagus atas membuka

sesaat untuk memberi jalan kepada bolus makanan yang ditelan. Menelan

menimbulkan gelombang kontraksi yang bergerak ke bawah sampai ke lambung.

Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerja sama antara kedua lapisan otot

Page 8: GERD Referat

esofagus yang berjalan sirkuler dan longitudinal (gelombang peristaltik primer)

dan adanya daya tarik gravitasi. Cairan yang diminum dalam posisi tegak akan

mencapai cardia lebih cepat darii gelombang peristaltik primer. Tapi pada posisi

berbaring (kepala di bawah), maka cairan akan berjalan sesuai dengan kecepatan

gelombang peristaltik primer.1

Fase Menelan :

1. Fase Oral

Makanan yang dikunyah oleh mulut (bolus) didorong ke belakang mengenai

dinding posterior faring oleh gerakan volunter lidah.

2. Fase Faringeal

Palatum mole & uvula menutup rongga hidung, laring terangkat dan menutup

glotis, mencegah makanan masuk trakea. Kemudian bolus melewati epiglotis

menuju faring bagian bawah dan memasuki esofagus.

3. Fase Esofageal

Terjadi gelombang peristaltik pada esofagus, mendorong bolus menuju sfingter

esofagus bagian distal, kemudian menuju lambung.

MOTILITAS LAMBUNG

Ketika makanan masuk kedalam lambung maka lambung berespons terhadap

gerakan peristaltik. Pada saat gelombang konstraksi mencapai ujung bawah

lambung yang disebut antrum, kontraksi semakin cepat untuk mencampur

makanan. Gelombang konstraksi ini juga menyebabkan penutupan taut antara

ujung distal di lambung dan bagian atas duodenum yang disebut spingter pilorik.

Spingter pilorik adalah spingter sejati dan normalnya bereaksasi saat makanan

tidak masuk ke lambung.1

Page 9: GERD Referat

Gelombang peristaltic terjadi sebagai akibat dari depolarisasi sel otot polos

lambung.Sel pemacu di otot polos lambung berdepolarisasi secara

berkesinambungan pada laju yang inheren,yang disebut dengan irama elektrik

dasar yang terlalu rendah untuk menyebabkan otot lambung mencapai ambang

dan oleh karenanya tidak menyebabkan kontraksi. Dengan meningkatnya

peregangan lambung atau dengan stimulasi saraf dan hormon, otot polos tidak

berdepolarisasi mencapai ambangnya dan kekuatan peristaltic lambung

meningkat.2

Pada saat gelombang peristaltic diteruskan ke lambung, sejumlah kecil materi

didorong melewati spingter pilorik kedalam duodenum. Makin banyak isi dalam

lambung, makin cepat laju pengosongan lambung. Pada akhirnya, semua isi

lambung dikosongkan masuk kedalam usus halus.2

2.2. DEFINISI

Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai

akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala

yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas. Refluks

Esofageal (GERD) adalah fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap orang

sewaktu – waktu. Pada orang normal refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu

habis makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi

peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera

dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus

dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala dan oleh karena itu dinamakan

Refluks fisiologis.12 Keadaan ini baru dikatakan patologis dan disebut suatu

Page 10: GERD Referat

penyakit, yaitu penyakit refluks gastro esofageal (GERD), bila refluk terjadi

berulang – ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi

lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan

esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamus

esofagus.3

2.3. EPIDEMIOLOGI

Keadaan ini umum ditemukan pada populasi dinegara negara barat, namun

dilaporkan relatif rendah insidennya dinegara negara Asia Afrika. Di Amerika

dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluk (heart

burn dan atau regurgitasi) skali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami

gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi esofagitis di Amerika serikat

mendekati 7%, sementara dinegara-negara non-westen prevalensinya lebih rendah

(1,5% di Cina dan 2,7% di Korea).

Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun di Difisi

Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto

Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua

pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia.4 Tingginya

gejala refluks pada populasi di negara-negara barat diduga disebabkan karena

faktor diet dan meningkatnya obesitas.5

2.3. PATOFISIOLOGI

Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux

disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus.

Page 11: GERD Referat

GERD seringkali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi

ketika asam yang normalnya ada dilambung, masuk dan mengiritasi atau

menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.3

Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan

melemahnya tonus spingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih

tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat

asam bergerak masuk ke dalam esophagus.3

Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esophagus karena

adanya kontraksi sfingter esophagus (mengingatkan kembali bahwa spingter

esophagus bukan spingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya

meningkat).Spingter ini normalnya terbuka hanya jika gelombang peristaltic

menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot

polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Spingter

esofagus seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena

banyak organ yang berbeda didalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan

abdomen lebih besar dari pada tekanan toraks. Dengan demikian, ada

kecendrungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika sfingter

melemah atau inkopeten, sfingter tidak dapat menutup lambung. Refluks akan

terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah

(esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi karena

menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus.6

Page 12: GERD Referat

Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dalam keadaan normal, refluks

dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter. Sebagai

contoh, jika isi lambung berlebihan, tekanan abdomen dapat meningkat secara

bermakna. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makanan yang besar, kehamilan,

atau obesitas. Tekanan abdomen yang sangat tinggi cenderung mendorong

sfingter esofagus kerongga toraks; hal ini memperbesar gradien tekanan antara

esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring terutama setelah makan juga

dapat mengakibatkan refluks.6

Hernia hiatus juga dapat

Page 13: GERD Referat

menyebabkan refluks. Hernia hiatus adalah penonjolan sebagian lambung melalui

lubang di diagfragma. Apabila hal ini terjadi, tekanan yang tinggi dibagian

lambung tersebut akan mendorong isi lambung ke dalam esofagus. Refluks isi

lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi

lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel – sel

tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung.3

Gejala-gejalanya dapat mencakup prosis (sensasi terbakar pada esofagus),

dispepsia, regurgitasi, disfagia, atau osinofagia (kesulitan menelan / nyeri saat menelan),

hipersalivasi, atau esofagitis. Gejala-gejala ini dapat menyerupai serangan jantung.8

3. DIAGNOSIS

Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa pemeriksaan

penunjang dapat dilakukan untuk menegakkann diagnosis GERD, yaitu :

Pemeriksaan endoskopi

Endoskopi adalah proses memaksukkan teropong tipis, kaku atau flesibel kedalam

saluran gastrointestinal untuk memvisualisasikan esofagus (esofaguscopi), usus halus atas

(duodenoskopi), lambung (gastroskopi), atau kolon sigmoid (sigmoidoskopi).11

Page 14: GERD Referat

Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk

diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks).11

Dengan melakukan pemeriksaan endoskop

3.3. MANIFESTASI KLINIS

i dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esofagus serta dapat

menyingkirkan keadaan patologios lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak

ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada

pasien dengan gejala khas GERD. Keadaan ini disebut sebagai non erosive reflux disease

(NERD).12

Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan

dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala heart

burn atau regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD.11

Pemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barett’s Esophagus,

displasia atau keganasan. Tidak ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan

histopatologi / biopsi pada NERD.

TABEL KLASIFIKASI LOS ANGELES

Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi

A Erosi kecil – kecil pada mukosa

esofagus dengan diameter < 5mm

Page 15: GERD Referat

B Erosi pada mukosa / lipatan mukosa

dengan diameter > 5 mm tanpa saling

berhubungan

C Lesi yang konfluen tetapi tidak

mengenai / mengelilingi seluruh lumen

D Lesi Mukosa esofagus yang bersifat

sirkumferensial (mengelilingi seluruh

lumen esofagus)

Terdapat beberapa klasifikasi kelaianan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi dari

pasien GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles dan klasifikasi Savarry – Miller.12

Page 16: GERD Referat

Esofagografi dengan Barium

Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak

menunjukkan kelaianan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih

Page 17: GERD Referat

berat gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau

penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini tidak sangat tidak sensitif untuk diagnosis

GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi,

yaitu pada 1). Stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala disfagia,

2). Hiatus hernia.11

Pemantauan pH 24 jam

Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esofagus.

Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikro elektroda pH pada

bagian distal esofagus. Pengukuran pH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada

tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas LES dianggap

diagnostik untuk refluks gastroesofageal.12

Pemeriksaan Bernstein

Tes ini mengukur sensitifitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan

melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCL 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam.

Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien – pasien dengan gejala

yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami

pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka tes ini dianggap positif.

Tes Bernstein yang negaif tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esofagus.10

Pemeriksaan manometri

Tes manometri akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien – pasien dengan

gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan esofagografi barium dan

endoskopi yang normal.12

Tes Gastro esofageal Scintigraphy

Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan

sifatnya non invasif.12

Page 18: GERD Referat

4. PENATALAKSANAAN

Walau keadaan ini jarang menyebabkan kematian, mengingat kemungkinan

timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esofagus ataupun esofagus

Barett’s yang merupakan keadaan premalignan, maka seyogyanya penyakit ini mendapat

penatalaksaan yang adekuat.5

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi hidup, terapi

medikamentosa, terapi bedah serta akhir – akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.11

Target penatalaksanaan GERD adalah : a). menyembuhkan lesi esofagus b).

menghilangkan gejala / keluhan, c). mencegah kekambuhan, d). memperbaiki kualitas

hidup, e). mencegah timbulnya komplikasi10

1. Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya adalah salah satu bagian penatalaksanaan namun bukan merupakan

pengobatan primer. Usaha ini didasarkan pada tujuan untuk mengurangi frekuensi refluks

serta mengurangi kekambuhan.9

Hal – hal yang dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut :

1. Posisi kepala / tempat tidur ditinggikan 6-8 inch serta menghindari makan sebelum

tidur dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah

refluks asam dari lambung ke esofagus.

2. Berhenti merokok dan menkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan

tonus dari LES.

Page 19: GERD Referat

3. Mengurangi konsumsi lemak serta jumlah makanan yang dimakan karena dapat

menimbulkan distensi lambung.

4. Menurunkan berat badan

5. Menghindari makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi sekresi asam

6. Menghindari obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti anti kolinergik,

teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonist beta adrenergik, progesteron.

2. Terapi Medikamentosa

Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa yaitu step up dan step

down. Pendekatan step up dimulai dengan obat – obatan yang tergolong kurang kuat

dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal

diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi yang

lebih lama (penghambat pompa proton / PPI).8 Sedangkan pada pendekatan step down,

pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dilanjutkan dengan terapi

pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2

atau prokinetik atau bahkan antasid.9

Menurut Genval Statement (1999) disepakati untuk terapi lini pertama

terhadap GERD adalah golongan PPI dengan pendekatan terapi step down.

Berikut adalah obat – obatan yang dapat digunakan dalam terapi GERD10 :

1. Antasid

Obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak

menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer HCl, obat ini memperkuat

tekanan sfingter esofagus bagian bawah (LES).

Dosis : 4 x 1 sendok makan

2. Antagonis reseptor H2

Page 20: GERD Referat

Sebagai penekan sekresi asam obat ini efektif bila diberikan dosis 2 kali lebih

tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Hanya efektif pada pengobatan esofagitis

derajat ringan sampai sedang tanpa komplikasi

Dosis pemberian :

Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg

Ranitidin : 4 x 150 mg

Famotidin : 2 x 20 mg

Nizatidin : 2 x 150 mg

3. Obat – obatan prokinetik

Secara teoritis obat ini paling sesuai untuk GERD .

Dosis pemberian :

Metoklopramid : 3 x 10 mg

Domperidon : 3 x 10 – 20 mg

Cisapride : 3 x 10 mg

4. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)

Obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung dan aman karena

bekerja secara topikal

Dosis : 4 x 1 gram

5. Penghambat pompa proton (Proton pump inhibitor / PPI)

Obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD, efektif

menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esofagitis.

Dosis yang diberikan yaitu dosis penuh :

Omeprazole : 2 x 20 mg

Lansoprazole : 2 x 30 mg

Pantoprazole : 2 x 40 mg

Page 21: GERD Referat

Rabeprazole : 2 x 10 mg

Esomeprazole : 2 x 40 mg

Umumnya pengobatan diberikan selama 6 – 8 minggu (terapi inisial) yang dapat

dilanjutkan dengan terapi pemeliharaaan selama 4 bulan atau on demand teraphy .

Efektifitas golongan obat ini semakin bertambah jika digabung dengan golongan

prokinetik.

3. Terapi Bedah

Beberapa keadaan dapat menyebabkan gagalnya terapi medikamentosa, yaitu :

1). Diagnosis tidak benar; 2). Pasien GERD sering disertai gejala – gejala lain seperti

rasa kembung, cepat kenyang dan mual – mual yang sering tidak memberikan respon

denganpengobatan PPI serta menutupi perbaikan gejala refluksnya; 3). Pada beberapa

pasien memerlukan waktu lama untuk penyembuhan esofagitisnya; 4). Kadang

Barret’s Esofagus tidak memberikan respon terhadap terapi PPI; 5). Terdapat stiktur;

6). Terdapat stasis lambung dan disfungsi LES1

Terapi bedah merupakan terapi alternatif bila medikamentosa gagal atau pada

GERD dengan striktur berulang. Umumnya pembedahan yang dilakukan adalah

fundoplikasi.5

5. KOMPLIKASI

Komplikasi dari GERD dapat berupa :

Syok

Koma

Edema laring

Perforasi esofagus

Aspirasi pneumonia

Peradangan

Page 22: GERD Referat

Pembentukan tukak

Perdarahan

Striktur

Pembentukan jaringan parut.

Bareett’s

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai

akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul

akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas.

Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun di Difisi

Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo

Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani

pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia.

Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux disease)

disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. GERD seringkali disebut

nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika asam yang normalnya ada

dilambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus

Gejala-gejalanya dapat mencakup prosis (sensasi terbakar pada esofagus), dispepsia,

regurgitasi, disfagia, atau osinofagia (kesulitan menelan / nyeri saat menelan), hipersalivasi,

atau esofagitis. Gejala-gejala ini dapat menyerupai serangan jantung.

Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk

Page 23: GERD Referat

diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks).

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru, Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

2. Asroel, Harry. 2002. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera Utara :

Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.

3. Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux

Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin

Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011.

4. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. : Jakarta

5. Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.

Jakarta : FKUI.

6. Mubin, A. Halim. 2008. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. EGC : Jakarta

7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam.

8. Pusat Penerbitan Departemen IPD, FKUI : Jakarta

Page 24: GERD Referat

9. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta

10. Sujono, Hadi.  2002. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.

11. Susanto, Agus dkk. 2002. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks

Gastroesofagus. Jakarta : FKUI.

12. Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara

Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September -

November 2009.