Upload
buicong
View
240
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
GENDER DALAM AGAMA BUDDHA
(Kajian terhadap Aliran Buddha Maitreya di Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Theologi Islam (S. Th. I)
Oleh:Fadhilah
11520025
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan untuk:
Ayah dan Ibu tercinta yang mengiringi setiap langkahku dengan doa.
Terimakasih atas semua yang kalian berikan,
sehingga membuatku kuat dan dapat menjalani hidup sejauh ini.
Om-omku dan tanteku, adik-adikku,
teman-teman PA angkatan 2011,
Dan Almamater Universitas islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
vi
MOTTO
“.......Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaumsebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.......”
(Q. S Ar Ra’d: 11)
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala rahmat dan taufik-Nya kepada penulis yang telah diberi petunjuk, kekuatan
dan kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga
tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya
menuju jalan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Penyusunan skripsi ini merupakan kajian tentang “GENDER DALAM
AGAMA BUDDHA (Kajian Terhadap Aliran Buddha Maitreya di Yogyakarta)”.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Kepada Ayah dan Ibuku yang sudah melahirkanku ke dunia ini dan
menjagaku hingga seperti ini
2. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
4. Ibu Dian Nur Anna, M. Ag. selaku Pembimbing Akademik yang memberikan
arahan mengenai judul skripsi yang diajukan.
5. Bapak Dr. H. Ahmad Singgih Basuki, M. A selaku Pembimbing skripsi, yang
telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan petunjuk dalam proses
penyusunan skripsi ini.
viii
6. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islamdan
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan arahan dan
pelayanan dalam penyusunan skripsi.
7. Pandita Lusia Anggraini, selaku Pandita di Vihara Boddhicitta Maitreya
Yogyakarta yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penelitian.
8. Segenap pelaksana Vihara Boddhicitta Maitreya dan Umat Buddha Maitreya
yang ada di Yogyakarta yang telah berkenan memberikan arahan, kerja sama
dan bimbingannya pada peneliti selama penelitian.
9. Kepada semua instansi yang telah memberikan izin penelitian, sehingga
skripsi ini dapat berjalan dengan baik.
10. Nenek-kakek (Sahlan dan Haeni), yang telah membesarkan dan mendidik
penulis dengan penuh kecintaan, segala doa yang tiada henti, pengorbanannya,
perhatiannya, dan semua kasih sayang yang tiada ternilai. Kalian adalah
sumber inspirasiku dalam mengarungi samudra kehidupan.
11. Om-omku Abdul Hamid dan Abdul Syukur dan Tanteku Aitqoh yang selalu
memberikan dukungan bagi penulis dalam menjalani aktifitas.
12. Adik-adikku yang selalu memberikan semangat selalu memberikan dukungan
penuh dalam segala aspek.
13. Keluarga besar PA angkatan 2011 yang selalu member motivasi, dukungan,
bantuan serta semangat kepada penulis, sehingga terselesainya penulisan
skripsi ini.
14. Teman-temanku di kos Bali dan semua pihak yang terutama mbak Siska,
mbakYaya dan Mbak Faradila Anggraini yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.
ix
Kepada semua pihak tersebut di atas, penulis hanya bisa berdoa
semoga amal baik yang telah diberikan dapat diterima di sisi Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan
kritik yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan guna
kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat khususnya kepada penulis pribadi, dan pihak yang berkepentingan untuk
dijadikan sebagai bahan referensi dan evaluasi. Amiin.
Yogyakarta, 21 September 2015
Penulis,
Fadhilah
NIM.11520025
x
Abstraksi
Perbedaan laki-laki dan perempuan masih menjadi perdebatan sampai saatini. Dalam beberapa memang di antara keduanya memiliki perbedaan. Haltersebut selalu dikaitkan dengan persoalan agama. Salah satu dari beberapa agamaadalah agama Buddha. Spekulasi pemuka ataupun umat Buddha sendirimeletakkan perempuan dalam urutan kedua dan lebih rendah dari laki-laki. Haltersebut memberikan banyak asumsi bahwa perempuan rendah. Agama BuddhaMaitreya merupakan salah satu aliran atau sekte yang ada dalam agama Buddha.Aliran ini memiliki ciri khas yang membedakan dengan aliran Buddha yang lain.Dari sisi penekanan ajaran dari juga dari system kelembagaan. Ajaran BuddhaMaitreya tentang kesetaraan menjadi landasan pokok dalam pembinaan terhadapumat baik itu laki-laki maupun perempuan. Perbedaan antara laki-laki yangmembentuk suatu pembahasan gender dan juga ketidakadilan. Sehingga penelitianini sangat penting untuk diteliti karena aliran Buddha Maitreya inimemperlihatkan kesetaraan gender dalam kehidupan setiap hari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep ajaran gender yang adadalam aliran Buddha Maitreya, dan mengetahui bagaimana praktik gender dalamkehidupan dan aktivitas aliran Buddha Maitreya. Adapun Rumusan masalahnyaada 2 yaitu: 1). Bagaimana konsep ajaran gender dalam Buddha Maitreya diYogyakarta?, 2). Bagaimana praktik ajaran gender dalam aliran Buddha Maitreyadi Yogyakarta?. Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Metode penelitian iniyaitu deskriptif kualitatif, Dengan teknik pengumpulan datanya menggunakanmetode interview, observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitianya menunjukan bahwa konsep ajaran gender dalam aliranBuddha Maitreya memang tidak tertuang dalam bentuk teks yang jelas tetapiajaran kasih yang universal menjadi pedoman mereka, ajaran tentang kasih kepadasemua makhluk terutama manusia adalah sama baik laki-laki dan perempuanadalah ciptaan Tuhan yang memiliki kehidupan yang mulia dan layakmendapatkan penghormatan yang sama. Dalam praktiknya ajaran tentangkesetaraan gender itu terlihat dalam pelaksanaan kebaktian, perempuan dapatmemimpin kebaktian dan laki-laki dan perempuan sejajar tidak ada yang palingditonjolkan, dalam kelembagaan perempuan dapatmenjadi pandita dengan tahapanyang sama dengan laki-laki, dalam keluarga suami dan istri memiliki tugas yangsama, dalam kehidupan sosial perempuan dapat tampil sebagai pemimpin dalamsebuah organisasi dan berkarya.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
NOTA DINAS................................................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
MOTTO .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR.................................................................................... vii
ABSTRAKSI................................................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiv
BAB 1 : PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 8
E. Kerangka Teori .............................................................................. 10
F. Metode Penelitian .......................................................................... 14
G. Sistematika Pembahasan ............................................................... 18
BAB II: PROFIL ALIRAN BUDDHA MAITREYA.................................. 21
A. Sejarah Agama Buddha................................................................. 21
1. Buddhisme Theravada............................................................... 24
2. Buddhisme Mahayana .............................................................. 26
xii
B. Asal-usul Buddha Maitreya........................................................... 28
C. Pokok-pokok Ajaran Buddha Maitreya......................................... 37
D. Perkembangan Buddha Maitreya di Indonesia ............................. 42
E. Perkembangan Aliran Buddha Maitreya di Yogyakarta ............... 43
1. Keadaan dan Jumlah Umat........................................................ 43
2. Pembangunan Vihara Boddhicitta Maitreya dan Lain-lain 44
BAB III : KONSEP AJARAN GENDER DALAM ALIRAN BUDDHA
MAITREYA ................................................................................ 46
A. Pengertian Gender ........................................................................ 46
B. Konsep Gender dalam Agama Buddha ......................................... 48
1. Gender dalam Kerahiban Buddha ............................................ 50
2. Gender dalam Buddha Mahayana ............................................ 55
3. Gender dalam Keluarga Umat Buddha ..................................... 58
C. Kesetaraan Gender dalam Aliran Buddha Maitreya ..................... 64
1. Kelembagaan Keagamaan ......................................................... 64
2. Sosial ......................................................................................... 65
3. Ajaran dalam Kehidupan Keluarga ........................................... 70
4. Ajaran dalam Kitab Suci ........................................................... 72
BAB IV: PRAKTIK KESETARAAN GENDER DALAM ALIRAN
BUDDHA MAITREYA ............................................................. 74
A. Dalam Peribadatan/Kebaktian (Puja-Bhakti)................................ 75
1. Perempuan Memimpin Kebaktian............................................. 77
2. Perempuan dan Laki-laki Sejajar .............................................. 82
xiii
B. Dalam Kelembagaan Keagamaan ................................................. 84
C. Kehidupan Sosial Umat Aliran Buddha Maitreya......................... 87
D. Kehidupan Keluraga Aliran Buddha Maitreya ............................. 91
BAB IV: PENUTUP.................................................................................... 99
A. Kesimpulan ................................................................................... 98
B. Saran.............................................................................................. 101
C. Penutup.......................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 102
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Tiga Pelita Suci di Altar Buddha Maitreya................................. 76
Gambar 2 Pelaksanaan Kebaktian Puja Bhakti (Bhakti-Puja), Pada Siang
hari ............................................................................................ 78
Gambar 3 Bentuk Altar Puja Bhakti Buddha Maitreya ............................... 83
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laki-laki dan perempuan merupakan makhluk yang paling mulia.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi fisik memang terlihat nyata
sejak kelahirannya, tetapi perbedaan tersebut semakin nyata dari hari ke hari
sejalan dengan pertumbuhan usianya dan praktiknya.1 Perbedaan jenis kelamin
yang ada pada manusia adalah fenomena biologis, bukan suatu kejadian historis,
seperti halnya perbedaan antara bangsa dan kelas-kelas dalam masyarakat.
Perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis memberikan perbedaan yang
jelas antara keduanya. Tetapi dalam pengertian yang lain memiliki antara laki-laki
dan perempuan dibedakan secara sosial maupun cultural.
Meskipun banyak perbedaan yang ada pada dua jenis manusia laki-laki
dan perempuan tersebut, keduanya merupakan suatu komponen pokok dalam
penulisan sejarah dan juga banyak peradaban-peradaban besar yang memberikan
pelajaran dan pandangannya, seperti halnya Yunani, Romawi, Cina dan India serta
agama yang telah ada seperti Yahudi, Nasrani, Buddha, Zoroaster dan
sebagainya.2
1M.Quraish Shihab, Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 8
2Muhammad Yazid, Pemberdayaan Perempuan Melalui Pemahaman Ajaran Agama(Surabaya: Bisma Print Surabaya, 2003), hlm. 18
2
Sejalan dengan apa yang disampaikan Margeret Seed, yang menyatakan
bahwa dunia akan lebih baik kalau kedua jenis manusia laki-laki dan perempuan
mengakui bahwa masing-masing memiliki kemampuan yang berlebih dibanding
dengan yang lain dalam bidang yang berbeda-beda.3 Sedemikan banyak
perdebatan tentang perbedaan serta persamaan antara laki-laki dan perempuan,
bahkan seorang pakar Prancis menjelaskan bahwa perempuan dan laki-laki
memiliki perbedaan-perbedaan yang tanpa diragukan sangat esensial dan
mendasar, perempuan sangat berbeda dengan laki-laki.
Pembahasan antara laki-laki dan perempuan menjadi perdebatan sengit.
Di kalangan agama pun, hal tersebut menjadi perdebatan juga, tetapi perdebatan
dan juga pandangan tersebut tidak menyusutkan prilaku keagamaan diantara dua
jenis manusia tersebut. Karena manusia merupakan kelompok dan penganut dari
sebuah agama. Umat beragama secara umum terdiri dari sekelompok manusia
baik laki-laki dan perempuan menjadi satu kesatuan dalam hidup beragama.
Manusia hidup dalam beberapa komponen yang menjadi suatu unsur dari perilaku
ibadah dalam agama.
Manusia menjadi unsur atau komponen dalam kehidupan beragama.
Agama merupakan pedoman yang selalu dipegang oleh setiap umatnya baik itu
dari jenis laki-laki dan perempuan. Sepanjang perjalanan sejarah agama,
perempuan selalu menjadi perdebatan dari berbagai segi, posisi perempuan dalam
berbagai bidang selalu menjadi perbicangan yang cukup serius sehingga tidak
dapat dielakkan lagi gerakan perempuan pun muncul. Tetapi dalam hal ini setiap
3M. Quraish Shihab, Perempuan, hlm. 25
3
umat beragama yang patuh terhadap ajaran agamanya tentu akan berpikir ulang
untuk memberikan statement yang berada di luar jalur ajaran agama mereka.
Perbedaan gender selalu saja dikaitkan dengan agama, memang pada
dasarnya sebuah agama mengajarkan tentang perihal laki-laki dan perempuan.
Namun perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial adalah pengaruh
cultural dalam sebuah tradisi dalam suatu tempat. Hal tersebutlah yang
menimbulkan spekulasi bahwa perempuan berada dalam urutan kedua.
Menurut sebagian besar tradisi agama dunia, perempuan diberi peran
sekunder dan subordinat. Banyak alasan yang menunjuk kepada perbedaan
biologis dasar perempuan dan peran melahirkannya, maupun kepada sejarah dan
tradisi. Bagi perempuan Hindu ada sejarah tentang tulisan negatif dan kristis
mengenai jenis kelamin mereka. Manu dictum pemberi hukum yang banyak
dikutip sejak ayunan hingga liang lahat seorang perempuan tergantung kepada
laki-laki, di masa kanak-kanak tergantung kepada ayahnya, di masa muda kepada
suaminya, di masa tua kepada anak laki-lakinya, tidak begitu jauh kenyataan
jutaan perempuan Hindu.4
Ketika sesuatu hal terjadi, pembagian terhadap jenis kelamin pun
dilakukan terlebih ketika menghadapi kekacauan terutama karena adanya
peperangan antar kerajaan, suku-suku, agama yang cenderung didominasi laki-
laki dan juga struktur patriakhi. Sejalan dengan hal tersebut agama yang mungkin
4 Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003),hlm. 85
4
ditandai dengan pola hidup yang memisahkan laki-laki dan perempuan yang juga
dinyatakan dalam bentuk batas kekuasaan di dalam maupun di luar rumah.5
Tidak terlepas dari ajaran agama dan beberapa pakar agama, pengaruh
yang sangat jelas dan juga sangat mendasar yaitu budaya dan tradisi yang ada
dalam wilayah di mana agama itu berkembang di dalamnya. Termasuk di
Indonesia, negara yang memiliki keragaman budaya dan tradisi yang banyak
apalagi tentang persoalan perempuan dan laki-laki. Tradisi yang kadang
menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan, perempuan itu lemah dan lain-
lain yang membuat perempuan itu menjadi nomor dua. Agama dan tradisi yang
selalu berkaitan satu sama lain.
Banyak paham dan ajaran agama yang senada dengan beberapa pendapat
yang kemudian berkembang menjadi sebuah tradisi dan kepercayaan yang sangat
merugikan kaum perempuan. Tidak hanya dalam ajaran dan kepercayaan, kaum
perempuan juga mendapat perlakuan diskriminasi baik dalam lembaga keagamaan
maupun institusi. Sistem kasta dan patriarkhat memperlakukan perempuan seperti
kaum sudra dan budak. Hukum Manu mencabut hak perempuan dalam agama dan
kehidupan spiritual.6
Sebagian besar tradisi agama, dalam tiga dasawarsa terakhir, menarik
sarjana feminis yang berpendapat bahwa bukan teks agama yang menjadi sebab
masalah melainkan penafsirannya. Sarjana lain menunjukkan fakta bahwa dalam
5 Arvind Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia, (Yogyakarta: Suka Press,2006), hlm.23
6 Krishnanda Wijaya Mukti, Perempuan Agama dan Demokrasi, (Yogyakarta: LSIP,2007), hlm. 35
5
beberapa hal hampir semua agama menawarkan kesempatan kepada perempuan
untuk menjalankan kekuasaan, khususnya melalui tradisi mistik. Agama mungkin
saja digunakan untuk menekan perempuan tetapi perempuan di seluruh dunia
menggunakan agama sebagai peluang dan sumber solidaritas dengan perempuan
lain.7
Pada awalnya tidak ada ajaran Buddha yang menegaskan perbedaan
apapun yang menyangkut kemampuan, aspirasi, dan pelaksanaan keagamaan
antara laki-laki dan perempuan. Tetapi setelah meninggalnya Buddha, para
pengikut mulai memberikan spekulasi tentang penerapan ajaran-ajarannya.
Terlebih dalam persoalan tentang kemampuan spiritual perempuan dan usaha
untuk membuktikan secara teologis perempuan lebih rendah dari laki-laki.8
Persoalan tinggi rendah antara laki-laki dan perempuan menjadi
pengaruh dalam kegiatan keagamaan, baik spiritual, peribadatan dan hal lain.
Seperti halnya ibadah adalah hal yang profan ditransformasikan dalam menjadi
hal yang sakral, karena hal yang sakral itulah yang mampu membawa seseorang
keluar dari alam dan situasi sejarahnya dan kemudian menempatkan kepada
kualitas yang berbeda dunia yang sangat trasenden dan suci.9 Setiap agama akan
mengikuti ajaran yang sudah diajarkan oleh agama tersebut, apalagi dalam
menjalani kehidupan dan tentunya dalam kegiatan ibadah sekalipun. Pedoman
setiap agama adalah teks suci yang diyakini sebagai sebuah firman atau wahyu.
7 Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, hlm. 86
8Arvind Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia, hlm. 158
9Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, terj. Ridwan Muzir, (Yogyakarta: Ircisod,2012), hlm. 236
6
Semua aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama
karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang Buddha Gautama. Pengikut-
pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku
yaitu; Sutta Piṭaka (khotbah-khotbah Sang Buddha), Vinaya Pitaka (peraturan
atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Pitaka (ajaran hukum metafisika
dan psikologi).10 Dalam ajaran Buddha yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa
tidak ada penegasan perbedaan laki-laki dan perempuan. Akan tetapi setelah
meninggalnya Buddha, para pengikut Buddha memberikan spekulasi yang
menjadikan perempuan menjadi lebih rendah dari laki-laki baik dari berbagai
situasi dan peran apapun.11
Kemunculan Buddha Mahayana dan juga beberapa tokoh paham
Mahayana sebagai pembela awal persamaan hak yang melawan para pengikut dari
berbagai aliran Buddha yang lebih tua. Mahayana sering disebut dengan
“Kendaraan Besar” adalah gerakan utama dalam agama buddha yang secara
pelan-pelan berkembang dari pemikiran dan juga praktik keagamaan aliran-aliran
Buddha yang lebih tua.12 Perkembangan agama Buddha semakin pesat hingga
kebeberapa negara, termasuk negara Indonesia. Sehingga penyebaran agama
Buddha pun semakin luas ke berbagai kota yang ada di Indonesia.
Umat Buddha yang ada di Indonesia tergolong sedikit, terlebih lagi sekte
Buddha Maitreya yang pusat terbesarnya di Taiwan. Di Jogja ada dua Vihara
10 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini, (Yogyakrta:Pustaka Pelajar, 2011),hlm. 76
11Willy Yandi Wijaya, Diskriminasi Perempuan Buddhis, dalamhttp://dhammacitta.org/artikel/diskriminasi-perempuan-buddhis/, diunduh tanggal 26 Februari2015
12Arvind Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia, hlm. 159
7
Maitreya yang pertama terletak di Malioboro dan di Babarsari. Kedua Vihara
tersebut adalah merupakan tempat peribadatan bagi umat Buddha yang ada di
Yogyakarta terutama umat Buddha Maitreya yang berada di Yogyakarta.
Maitreya merupakan seorang tokoh Buddhis keturunan Brahmana pada
masa India Kuno, Buddha Maitreya digolongkan dalam Buddhisme Mahayana.
Aliran Buddha Maitreya yang muncul pada abad ke-20 di Indonesia ini memiliki
perbedaan dengan agama Buddha lain, terlebih dalam bangunan tempat
ibadahnya. Di Yogyakarta sendiri ada beberapa tempat ibadah untuk umat
Buddha seperti vihara dan Klenteng, tetapi dalam Vihara aliran Buddha Maitreya
ini berbeda dengan vihara atau klenteng yang ada. Vihara ini memiliki beberapa
perbedaan seperti dari segi bangunannya, altarnya, dan juga banyak hal lain dari
beberapa vihara yang sudah ada selama ini.
Melihat adanya perbedaan yang ada dibeberapa altar yang ada di Vihara
maupun di Klenteng yang tidak memisahkan antara umat laki-laki dan perempuan,
akan tetapi di Vihara Boddhicita Maitreya ini dipisahkan antara umat laki-laki dan
perempuan dalam kebaktian dan juga hal lain seperti tangga untuk naik turun
dalam menjalankan aktivitas mereka pun terpisah antara laki-laki dan perempuan.
Aliran Buddha Maitreya yang memiliki banyak perbedaan dengan
Buddha secara umum, baik dari persoalan antara laki-laki dan perempuan yang
sampai saat ini masih menjadi perbincangan, aliran Buddha Maitreya
melambangkan tentang Tuhan mereka dengan Mu dalam bahasa Mandarin yang
menurut mereka Tuhan itu memiliki sifat yang berada pada diri seorang ibu, yaitu
8
mengasihi, menyanyangi dan juga melindungi mereka13. Hal itulah yang
membedakan dengan aliran Buddha Maitreya dengan aliran yang lain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep ajaran tentang gender dalam aliran Buddha
Maitreya di Yogyakarta?
2. Bagaimana praktik ajaran gender dalam Buddha Maitreya di
Yogyakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana ajaran dalam Buddha Maitreya di
Yogyakarta.
b. Untuk mengetahui praktik gender dalam Buddha Maitreya di
Yogyakarta.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menambah dan
mengembangkan penelitian tentang agama dan juga
perbandingan agama, terutama dalam memberikan informasi
13Wawancara dengan Fenita Viharawan pada tanggal 9 Januari 2015
9
dan pengetahuan ajaran umat Buddha dalam sekte Buddha
Maitreya.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah
satu bacaan yang memberi petunjuk bagaimana posisi gender
juga mampu meningkatkan sistem pengetahuan terhadap ajaran
dalam agama Buddha dalam sekte Maitreya.
D. Tinjauan Pustaka
Guna memudahkan penulis dalam membatasi masalah dan juga ruang
lingkup penelitian dan dapat menemukan variabel-variabel penelitian penting dan
menentukan antar variabel serta dapat membantu penulis dalam mengkaji
penelitian yang sudah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya, yang berkaitan
dengan tema penelitian ini, dengan begitu penulis melakukan tinjauan pustaka.
Dari hasil bacaan penulis terhadap beberapa tulisan yang membahas permasalahan
yang penulis teliti dapat ditulis sebagai berikut:
Skripsi yang berjudul Gender dalam Buddha Theravada ; Studi terhadap
eksistensi Bhikkhuni Theravada yang ditulis oleh Abd. Rahman Effendi, skripsi
ini membahas tentang ajaran-ajaran pokok Theravada, mulai dari mulai dari
masalah ketuhanan, eskatologi dan kosmologi. Dan juga membahas tentang
historisitas peran laki-laki dan perempuan secara periodik, dari pra Buddha
Gautama sampai pasca Buddha Gautama.
Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Irfan Zaky mahasiswa Jurusan
Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, yang berjudul
10
Wanita dalam Agama Buddha Studi Atas Sangha Bikkhuni dalam Tradisi
Theravada, skripsi ini membahas tentang status wanita dalam kelembagaan
Bikkhuni, terlepas dari asumsi masyarakat, Bikkhuni secara spiritual para kaum
wanita tetap bisa mencapai pencerahan dan diakui keberadaannya, akan tetapi
wanita dalam agama buddha secara kelembagaan Bikkhuni sudah tidak ada lagi.
Skripsi yang berjudul Perempuan Hindu Dalam PeribadatanStudi Kasus
Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditulis oleh Erin Gayatri mahasiswa Jurusan
Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, yang membahas
tentang minimnya perempuan Hindu dalam memimpin peribadatan yang hal itu
disebabkan adanya pengaruh budaya atau kebudayaan jawa yang telah mengakar
pada perempuan Hindu yang ada di Jawa.
Kedatangan Isa dan Maitreya dalam Islam dan Buddha judul skripsi
yang ditulis oleh Dharwis Nur Efendy, seorang mahasiswa mahasiswa
Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas
Islam Negeri Yogyakarta. Skripsi ini membahas tentang perbandingan akan
kedatangan seorang Buddha yang bernama Maitreya yang akan menyelamatkan
dunia dan kedatangan telah dijelaskan dalam kitab suci Tripitaka, begitu juga
dengan kedatangan Isa yang juga turun atau akan datang untuk menyelamatkan
dunia dari Dajjal yang akan menjerumuskan manusia kepada kerusakan dunia dan
hal itu juga dijelaskan dalam al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam.
Letak perbedaan dari penelitian ini dengan beberapa penelitian atau karya
ilmiah yang sudah disebutkan di atas adalah pertama, subjek dari penelitiannya
11
yaitu aliran Buddha Maitreya Yogyakarta. Kedua, penelitian ini lebih fokus
kepada konsep gender menurut pandangan Buddha Maitreya baik dari segi ibadah,
ajaran, dan kehidupan sosial mereka. Karena di salah satu vihara yang ada di
Yogyakarta ini adanya pemisahan laki-laki dan perempuan dalam meditasinya.
Perbedaan yang terlihat dari aliran inilah menjadi fokus penelitian dan
membedakan dengan penelitian sebelumnya.
E. Kerangka Teori
Mansour Fakih memberikan definisi tentang gender, gender merupakan
suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksi secara sosial dan kultural.14 Perempuan dikonstruksi sebagai orang
yang lemah lembut, emosional, cantik dan keibuan. Sementara laki-laki
diidentikkan dengan, kuat, perkasa, dan rasional. Namun hal itu bukanlah suatu
konstruk yang mutlak melainkan bisa dipertukarkan misalnya ada perempuan
yang kuat, rasional sementara di sisi lain ada laki-laki yang keibuan, lemah-
lembut serta emosional.
Jika didefinisikan secara biologis (laki-laki dan perempuan), jenis
kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin yang ditentukan
secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya perempuan,
melahirkan, menyusui sedangkan laki-laki memiliki jakun, sperma hal tersebut
14Mansour Fakih, Analisis Gender dan Tranformasi Sosial,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008), hlm. 8
12
melekat dan bersifat permanen.15 Sifat-sifat tersebut merupakan kodrat pemberian
Tuhan yang tidak dapat dipertukarkan.
Struktur biologis antara perempuan dan laki-laki berimplikasi pada sifat
yang secara sosial diperankan oleh perempuan maupun laki-laki. Feminim
merupakan sebutan bagi perempuan dengan beberapa sifat yang dimilikinya yaitu
penyayang, lembut dan sebagainya. Sedangkan pada laki-laki dengan segala
perangkat fisik dan atribut sifatnya membentuk menjadi laki-laki yang maskulin
yaitu sifat jantan, kuat dan bahkan kasar. Hal inilah yang membedakan antara
gender dengan jenis kelamin.
Melalui dialektika konstruksi sosial gender yang tersosialisasikan
perlahan akan berpengaruh pada pengaruh biologis masing-masing jenis kelamin.
Misalnya karena konstruksi sosial gender perempuan harus lemah lembut, maka
sejak kecil proses sosialisasi yang dilakukan orang tua akan berpengaruh pada
perkembangan emosi, visi dan ideologi kaum perempuan yang berpengaruh pada
perkembangan fisik dan biologis selanjutnya. Demikian halnya bagi kaum laki-
laki karena konstruksi sosial laki-laki harus bersifat kuat, agresif maka kaum laki-
laki kemudian terlatih, tersosialisasi dan termotivasi dalam segala hal.
a. Masalah-masalah dalam Gender
Ada beberapa akar penyebab permasalahan gender yang ada dan
berkembang sampai saat ini, konstruksi sosial budaya tentang gender yang mana
budaya sudah mengakar kemudian diadopsi menjadi kebiasaan kehidupan
masyarakat, kedua adalah paham agama yang bias gender dalam menafsirkan Al-
15Nurun Najwah, dkk. Dilema Perempuan dalam Lintas Agama dan Budaya,(Yogyakarta, PSW UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm. 52
13
Qur’an dan al-hadits yang terkadang menyudutkan peran perempuan, penyebab
yang terakhir dari permasalahan gender adalah kebijakan pemerintah yang bias
gender. Dari ketiga akar penyebab masalah diatas maka memunculkan beberapa
permasalahan baru yang ada, diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Marginalisasi
Dalam bagian ini wanita selalu terpinggirkan oleh kaum laki-laki ada
bentuk-bentuk yang membuat wanita termarjinalisasi.Warisan yang mana laki-laki
selalu mendapat dua, keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan
sangat kecil, perempuan hanya punya hak untuk dipilih seperti jodoh.
2) Subordinasi
Subordinasi adalah pandangan yang mana perempuan selalu diposisikan
sebagai makhluk nomor dua dibandingkan dengan laki-laki, sehingga muncullah
sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.16
3) Stereotipe
Stereotipe secara umum adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu
kelompok tertentu.Pandangan-pandangan negatif terhadap perempuan yang sering
kali melemahkan peran perempuan di ranah publik.
4) Kekerasan
Kekerasan merupakan assoult (invasi) atau serangan terhadap fisik
maupun integrasi mental psikologis seorang.17Ada beberapa kekerasan yang
terjadi pada perempuan, yang mana perempuan selalu menjadi objek kekerasan
dari laki-laki, adapun bentuk-bentuknya adalah pelecehan, pemerkosaan,
16Mansour Fakih, Analisis Gender dan Tranformasi Sosial, hlm. 15
17Mansour Fakih, Analisis Gender dan Tranformasi Sosial, hlm. 17
14
kemudian ada beberapa salah penafsiran mengenai ayat-ayat ataupun hadits yang
berkembang di masyarakat.
d) Beban Ganda
Beban ganda adalah salah satu hal yangpaling berat untuk seorang
perempuan. Salah satunya bagaimana perempuan harus memproduksi dan
reproduksi anak, tidak hanya itu perempuan dituntut untuk melayani suami
dengan penuh penghormatan dan anak.
Dari lima bentuk kekerasan yang ada perempuan masih
terkungkung/terpenjara dengan berbagai paradigma yang ada. Menurut analisis
penulis kekerasan yang terjadi dalam perempuan menjadikan mereka mengalami
ketidakberdayaan dalam segala aspek.
Setelah semua data terkumpul terkait dengan perilaku praktik keagamaan
umat Buddha akan dianalisa menggunakan teori gender yang telah disampaikan
oleh Mansour Fakih, di mana terdapat lima tipe tentang gender yang dapat
dikaitkan dengan pandangan mereka tentang konsep gender dan juga praktiknya
dalam kehidupan sosial dan agama.
Perilaku dan hal yang berada dalam aliran Buddha Maitreya tersebut
dapat dianalisa dalam lima tipe, apakah perilaku dan ajaranya tersebut terdapat
adanya marginalisasi, subordinasi, streotipe, kekerasan dan beban ganda dalam
kegiatan mereka tersebut sehingga dapat diketahui faktor ataupun pengaruh yang
menyebabkan adanya pemisahan terhadap laki-laki dan perempuan dalam ibadah
sedangkan di Vihara maupun Klenteng tidak terdapat pemisahan tersebut.
15
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dimaksud adalah cara yang digunakan dalam
melakukan penelitian. Menurut Abdurrahman dalam Ensiklopedia Ekonomi
metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam suatu penyelidikan
secara sistematis, atau dengan giat, dan berdasarkan ilmu pengetahuan mengenai
sifat-sifat kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan dengan maksud akan
menetapkan faktor-faktor pokok atau akan menemukan paham-paham baru, dalam
mengembangkan metode-metode baru dan lain-lain.18
Jadi metode penelitian adalah sebuah ilmu tentang proses berpikir dan
menganalisa dengan tetap dalam usaha mengembangkan serta menguji kebenaran
keilmuan tersebut. Dengan demikian perlu diperhatikan dalam upaya menganalisa
suatu persoalan dari penelitian yang penulis ajukan maka hal tersebut berkaitan
dengan penyusunan menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif ialah berkaitan
dengan sudut pandang individu yang diteliti, dan juga bagaimana kenyataan yang
terdapat dalam lapangan. Jika merujuk pada objek penelitian maka penelitian ini
dikategorikan dalam penelitian kualitatif, metode penelitian kualitatif adalah
sebuah penelitian yang mengungkap keadaan yang bersifat alamiah secara
holistik, penelitian kualitatif bukan hanya menggambarkan variabel-variabel
18Marzuki, Metode Riset, (Yogyakarta: UII Pers, 2002), hlm. 4
16
tunggal melainkan mengungkapkan hubungan satu dengan variabel lainnya atau
bisa dikatakan dengan istilah sebab-akibat19.
2. Sumber Data
Sumber data merupakan benda atau objek dari yang diteliti entah hal
tersebut berbentuk orang (manusia), dan wilayah yang diteliti, membaca atau
bertanya tentang yang menjadi pokok persoalan. Data dari penelitian ini diperoleh
dari dua sumber data yaitu sebagai berikut:
a. Sumber data lapangan ialah: umat Buddha, baik yang tinggal di Vihara
maupun umat Buddha yang ada diluar vihara dan tentunya para pandita-
pandita. Mengenai ajaran dan juga pandangan mereka tentang adanya
pemisahan tempat peribadatan di vihara Boddhicita Maitreya.
b. Sumber data dokumenter: yang terdiri dari sumber data dokumenter
primer dan sekunder. Sumber data primer terdiri dari dokumen yang
dimiliki umat Buddha dan juga Pandita-panditanya. Sedangkan data
sekunder ialah berupa dokumen hasil laporan penelitian dan juga hal-hal
yang berkaitan dengan peribadatan dan juga tentang Buddha Maitreya
yang pernah ditulis oleh orang lain.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara
antara lain:
a. Interview atau wawancara
19M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 58
17
Interview atau wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan
jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan
kepada tujuan penelitian. 20terdapat beberapa jenis dalam wawancara antara lain
wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Dan jenis wawancara
yang digunakan adalah wawancara yang terstruktur. Wawancara yang akan
dilakukan kepada para umat Buddha dan para Pandita-pandita.
b. Observasi
Dalam penelitian penulis akan menggunakan metode obsevasi. Metode
observasi adalahmetode pengumpulan data yang menuntut adanya pengamatan
baik dari penulis secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang
diteliti, dan observasi yang akan digunakan adalah observasi partisipasi. Observasi
partisipasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan dan pengindraan
yang penulis benar-benar terlibat dalam keseharian yang diteliti responden21.
Metode ini dilakukan untuk mengetahui apa saja kegiatan dan untuk melihat
secara langsung peribadatan yang dilakukan oleh umat Buddha di Vihara
Boddhicita Maitreya Yogyakarta.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang sejumlah
besar fakta dan data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi.
Bahan tersebut berasal dari memorandum organisasi, catatan, publikasi, laporan
resmi, catatan harian pribadi, surat-surat, karya-karya artistik, foto dan lain-lain.
20Hadi Sutrisno, Metode Research (Yogyakarta : YPFP UGM, 1981), hlm. 421 Juliansyah Noor, Metodologi Penulisan: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 140.
18
Terkait dengan metode ini penulis melakukan pengumpulan data daridokumen-
dokumen yang dimiliki masyarakat terutama dokumen yang ada di Vihara
Boddhicita Maitreya dan juga buku serta kitab yang menjadi pedoman dasar atau
rujukan dalam pelaksanaan peribadatan baik yang laki-laki dan perempuan.
4. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan gender.
Pendekatan gender sebagaimana layaknya teori sosial lainnya, seperti analisis
kelas, analisa kultural dan analisa diskursus, analisa gender adalah alat untuk
analisa untuk memahami realitas sosial. Sebagai teori tugas utama analisa gender
adalah memberi makna, konsepsi, asumsi, ideology, dan praktik hubungan baru
antara kaum laki-laki dan perempuan, serta implikasinya terhadap kehidupan
sosial yang lebih luas (sosial, ekonomi, politik, kultural) yang tidak dilihat dari
teori ataupun analisa sosial lainnya.
5. Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah upaya mencari untuk meningkatkan
pemahaman peneliti tentang hal yang diteliti.Setelah data sudah tersusun dengan
sistematis selanjutnya data dianalisis sesuai dengan variabel dari
responden.Selanjutnya data tersebut diklarifikasikan dan dianalisa dengan teknik
deskriptif-analitik, ialah metode yang digunakan terhadap sesuatu data sesuai
dengan penelitiannya. Analisis data dilakukan dengan beberapa tahap antara lain:
a. Mempelajari dan menelaah data
19
Setelah data-data terkumpul baik dari hasil observasi atau wawancara,
kemudian langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh peneliti mempelajari dan
menelaah data yang sudah terkumpul.
b. Menyusun dalam satuan-satuan atau topik-topik
Setelah mempelajari dan menelaah data yang sudah terkumpul maka
kemudian memberi nama atau topik sehingga dapat dibedakan antara nama atau
topik yang satu dengan yang lainnya.
Setelah dua tahap itu dilakukan maka kemudian data tersebut dianalisis
menggunakan teori-teori yang sudah disampaikan di atas.Teori yang digunakan
adalah teori gender, data tersebut dianalisis dengan teori gender.
G. Sistematika Pembahasan
Guna mendapat gambaran secara ringkas dalam penulisan karya ilmiah
ini serta untuk lebih memudahkan pembaca maka penulis menggunakan
sistematika pembahasan. Terdiri dari empat lima bab.
Bab pertama, memuat pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
teori, pendekatan dan metodologi penelitian serta sistematika pembahasan hal ini
penting di sampaikan di bab ini karena sebagai acuan untuk melanjutkan bab-bab
selanjutnya.
Bab kedua, bab ini membahas tentang aliran atau sekte Buddha Maitreya
yang terletak di Yogyakarta. Pembahasan ini sangat penting karena untuk
20
mengetahui kondisi eksternal dan internal dalam aliran tersebut baik dari segi
sejarah maupun hal yang berhubungan dengan Umat Buddha Maitreya.
Bab ketiga, membahas tentang konsep ajaran gender yang sudah
diterapkan oleh aliran Buddha Maiterya. Pada bab ini sangat penting untuk
disampaikan karena hal tersebut untuk memberikan informasi dalam melanjutkan
bab selanjutnya.
Bab keempat, adalah membahas tentang praktik ajaran gender dalam
sekte atau aliran Buddha Maitreya di Yogyakarta, bab ini sangat penting
disampaikan karena untuk mengetahui posisi laki-laki dan perempuan dalam
berbagai hal di Aliran Buddha Maitreya yang ada di Yogyakarta
Bab kelima merupakan penutup. Pembahasan pada bab ini kesimpulan
dari pembahasan secara keseluruhan dan saran-saran. Dalam bab ini akan
disimpulkan hasil pembahasan untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan
yang ada, memberikan saran-saran dengan mengacu pada hasil kesimpulan. Bab
ini sangat penting karena di bab inilah akan diketahui beberapa kesimpulan.
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan tentang gender dalam
agama Buddha, melalui aliran Buddha Maitreya sehingga menjadi pembahasan di
bab-bab sebelumnya dan dapat disimpulkan berapa hal antara lain sebagai berikut:
1. Agama Buddha yang memiliki banyak aliran atau sekte-sekte, salah
satu dari beberapa sekte atau aliran dalam Buddha adalah aliran
Buddha Maitreya. Aliran ini merupakan sempalan dari perkembangan
Zen Buddhisme, yang berkembang di Jepang. Aliran Buddha
Maitreya adalah aliran yang mengajarkan tentang kasih yang
universal, kitab Hati Nurani menjadi pedoman mereka.
Ajaran Buddha Maitreya yang teruang dalam Kitab Suci Hati Nurani.
Jika membahas tentang gender dalam aliran ini, tidak ada teks jelas
tentang konsep gender. Akan tetapi ajaran kasih yang universal
menjadi dasar pedoman bagi umat Buddha Maitreya untuk tidak
membedakan gender dalam segala hal. Permasalahan gender selalu
diidentikkan dengan perempuan. Padahal gender yang sebenarnya
adalah konstruksi sosial yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan. Laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang
diciptakan oleh Tuhan yang memiliki derajat yang sama. Dalam
99
segala hal semua manusia memiliki derajat yang sama, seperti halnya
dalam kehidupan keluarga, sosial, kelembagaan dan sebagainya.
Permasalahan yang disampaikan oleh Mansur Fakih yang
memberikan lima tipe permasalahan gender yaitu marginalisai,
subordinasi, streotipe, kekerasan dan beban ganda. Ajaran kasi yang
universal dalam aliran Buddha Maitreya memberikan hal yang
berbeda seperti kelima hal yang disampaikan oleh Mansur Fakih,
karena semua sama baik laki-laki maupun perempuan.
2. Konsep ajaran gender yang ditawarkan dalam aliran Buddha
Maitreya lebih kepada tentang persamaan derajat manusia. Meskipun
tidak teks yang menjelaskan tentang ajaran keseteraan gender dalam
aliran Buddha Maitreya ini. Tetapi dalam praktiknya terlihat dengan
jelas kesetaraan tersebut terlebih dalam kehidupan sehari-harinya,
seperti dalam kebaktian kesetaraan sangat terlihat sekali, dalam
kebaktiaan tersebut seorang perempuan dapat menjadi pemimpin
dalam kebaktian tersebut. Jika pada agama yang lain perempuan tidak
dapat menjadi pemimpin ibadah jika didalamnya masih ada seorang
laki-laki.
Dalam aliran ini meskipun ada laki-laki dalam pelaksanaan kebaktian
tersebut jika ada perempuan yang lebih senior maka tetap yang akan
menjadi pemimpin untuk memimpin kebaktian tersebut adalah
perempuan dalam hal ini adalah seorang pandita dan di Yogyakarta
ini panditanya adalah semuanya seorang perempuan. Kesetaraan juga
100
terlihat bentuk altar yang tidak menonjol salah satu antara laki-laki
atau perempuan di sini, tetapi semuanya sejajar, meskipun tempat itu
berbentuk depan belakang tetap saja tidak ada yang ditonjolkan.
Dalam hal lain pun dapat ditemui kesetaraan tersebut, seperti dalam
kehidupan keluarga, kelembagaan, semuanya memperlihatkan
kesetaraan gender antara laki dan perempuan.
Jika mengacu pada apa yang disampaikan oleh Mansur Fakih, tentang
lima permasalahan gender, yaitu marginalisasi, streotipe, subordinasi,
kekerasan dan beban kerja, aliran ini adalah aliran yang ramah sadar
akan gender. Maksudnya di sini adalah perlakuan terhadap laki-laki
dan perempuan seimbang tidak ada marginalisasi, streotipe,
subordinasi dan lainnya yang terlihat dalam praktiknya. Dari
penjelasan yang demikian tentang permasalahan di atas bahwa gender
di sini adalah gender balance. Tidak ada yang lebih unggul baik laki-
laki maupun perempuan. Antara agama satu dengan agama yang lain
memiliki karakter dan ajaran masing-masing, inti dari semua ajaran
adalah kebaikan, semua agama yang ada di dunia ini pasti akan
mengajarkan tentang kebaikan.
Aliran Buddha Maitreya adalah salah satu dari sekian agama yang
mengajarkan tentang kesetaraan. Tentu kita tahu bahwa agama Islam sendiri
dalam kitab suci al Quran juga mengajarkan tentang kesetaraan akan tetapi beda
dalam penekanannya. Seorang perempuan dalam Islam tidak oleh menjadi imam
dalam sholat jika masih ada seorang laki-laki. dalam hal ini bukan berarti Islam
101
tidak ramah akan gender, tetapi ada ajaran didalamnya yang mengatur dan tentu
ada alasan mengapa halitu terjadi, Wallahuaklam.
B. Saran
Memperilahakan hasil penelitian ini, maka peneliti menyampaikan saran
sebagai berikut:
Untuk lebih meningkatkan perkembangan aliran Buddha Maitreya ini
terutama di Yogyakarta, maka mempertahankan kemurnian dari tradisi khas dari
aliran Buddha Maitreya. Selain itu agar para mahasiswa dalam melakukan
penelitian, supaya mahasiswa lebih terarah dalam memperoleh data, mengolah data,
dan menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas.
C. Penutup
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah Swt. Karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Penulis sepenuhnya menyadari akan adanya berbagai kekurangan, hal disebabkan
tiada lain karena keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, adanya kritik
dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh penulis untuk perbaikan
skripsi ini.
Akhirnya dengan harapan mudah-mudahan amal baik semua pihak yang
membantu mendapatkan balasan dari Allah Swt. Amin. Selanjutnya kepada semua
pihak yang telah membantu, penulis mengucapkan terima kasih, tidak ada hal
terindah melainkan anugerah-Nya.
102
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Adi Suhardi, Status Wanita dalam Agama Buddha Suatu Uraian Singkat, Jakarta:Yayasan Dhammaduta Caraka, 1986
Ali, M. Sayuthi, Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktik, Jakarta: PTRaja Grapindo Persada, 2002
Arvind, Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia, Yogyakarta: SukaPress, 2006
Dewaraja, L.S., The Position of Women in Buddhism, Sri Lanka: BuddhistPublication Society, 1981
Djam’annuri, Agama Kita: Perspektif Sejarah Agama-agama, Yogyakarta;Kurnia Kalam Semesta, 2002
Dokumen Vihara BodhicittaMaitreya, Sejarah Singkat Buddhisme Maitreya
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: PustakaPelajar, 2008
Filosofi Maitreya, “Masa Kecil Maitreya”, Suara Dharma Maitreya, edisi 40-2013
Gail Maria Hardy, Dkk, Perempuan dan Politik Tubuh Fantastis, Yogyakarta:Kanisius, 2002
Hadiwijono Harun, Agama Hindu dan Buddha, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,1993
Hasil wawancara dengan mbak Fenita pada tanggal 9 Januari 2015
Hasil wawancara dengan Pandita Lusia Anggraini pada tanggal, (16, Februari, 21
Mei, 26 Mei, 31 Agustus) 2015
Hasil wawancara dengan mbak Cindy pada tanggal 23 Juni 2015
Hasil wawancara dengan mbak Lusi Umat Buddha Maitreya yang tinggal di
Vihara pada tanggal 23 Juni 2015
103
Hasil wawancara dengan mbak Sintami seorang Viharawati pada tanggal 30
September 2015
Hasil wawancara dengan Wendi Julian seorang Viharawan pada tanggal 30
September 2015
Hasil wawancara dengan Bapak Budi Umat Buddha pada tanggal 01 Oktober
2015
Honig, Ilmu Agama, Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 1966
Kalupahana, David J.. The Buddha and the Concept of Peace, (Sri Lanka:Sarvodaya Vishva Lekha Publikation, 1999
Keene, Michael, Agama-agama Dunia, Yogyakarta, Kanisius, 2006
Jeanne Becher, Perempuan, Agama dan Seksualitas: Studi tentang PengaruhBeberapa Ajaran Terhadap Perempuan, Jakarta: PT. BPK GunungMulia, 2010
Marsuki, Metode Riset, Yogyakarta: UII Press, 2002
Matius Ali, Filsafat Timur Sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme,Yogyakarta, Sanggar Luxor, 2013
Mosse, Julia Cleves, Gender dan Pembangunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2003
Mukti, Krishnanda Wijaya, Perempuan, Agama dan Demokrasi, Yogyakarta:LSIP, 2007
MP Halim ZB, Pilar Nurani Keluarga Maitreyani (2) Menghormati danMenghargai-(Majalah Maitreya Edisi 8, 2011
Najwah, Nurun, Dkk., Dilema Perempuan dalam Lintas Agama dan Budaya,Yogyakarta: PSW UIN Sunan Kalijaga, 2005
Noor, Juliansyah, Metodologi Penulisan: Skripsi, Tesis, Disertasi dan KaryaIlmiah, Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2001
Pals, Daniel L., Seven Theories of Religion, Yogyakarta: Ircisod, 2012
104
Paul, Diana Y.. Women in Buddhism: Images of the Feminine in the MahāyānaTradition 2nd Ed., Berkeley: University of California Press, 1985
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, Purwokerto:PSG, 2006
Shihab M.Quraish, Perempuan, Jakarta:Lentera Hati, 2005
Sufa’at, Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2011Sutrisno, Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: YPFP UGM, 1981
Sponberg Alan dan Helen Hardacre, Maitreya, the Future Buddha New York:Chambridge University Press, 1988
Ven. K. Sri Dhammananda, Rumah Tangga Bahagia Menurut pandanganBuddha, Yogyakarta : Vidyasena Production, 2008
Wang Ci Guang, Maha Dao Maitreya, (Jakarta: DPP Mapan Bumi, 2000
Wang Ci Guang, Jalan Keberangsungan Hidup Umat Manusia (Ren Lei de ShenCun De Lu), Taiwan : Che Kuang Publisher, 2013
Wijaya Willy Yandi, Tradisi Utama Buddhisme, Yogyakarta: In Sight, 2008
Yazid Muhammad, Pemberdayaan Perempuan Melalui Pemahaman AjaranAgama, Surabaya: Bisma Print Surabaya, 2003
Zakiyuddin Baidhawy, Wacana Teologi Feminisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1997
Skripsi:
Ike Juni Setiawati, Perkembangan kelembagaan Agama Buddha di Yogyakarta,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013
Irfan Zaky, Wanita dalam Agama Buddha (Studi Atas Sangha Bhikhuni dalamTradisi Theravada, Yogyakarta; UIN Sunan Kalijaga, 2008
Yoyoh, Masruroh, Makna dan Tata Cara Bhakti-Puja dalam Ajaran BuddhaMaitreya (Studi Kasus di Vihara Maitreyawira Angke Jelambar JakartaBarat), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008
Noor Juliansyah, Metodologi Penulisan: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan KaryaIlmiah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011
105
Internet:
Ikuanisme, http://id.wikipedia.org/wiki/Ikuanisme, diakses pada tanggal 20 Maret2015
Zen Buddhisme, sejarah dan Perkembangan Agama Buddha dan aspek Mistikdan perkembangannya di Indonesia, dalamhttp://www.sarapanpagi.org/perbandingan-agama-vt2431.html, diaksespada Senin 23 Maret 2015
Wijaya, Willy Yandi, Diskriminasi Perempuan Buddhis, dalamhttp://dhammacitta.org/artikel/diskriminasi-perempuan-buddhis/, diunduh tanggal26 Februari 2015
106
LAMPIRAN-LAMPIRAN
107
Rupang Buddha Maitreya
Wawancara dengan Pandita Lusia Anggraini
108
Pembatas Umat Laki-laki dan Perempuan
Pelaksanaan Kebaktian Harian
109
Wawancara dengan mbak Sintami
110
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Fadhilah
Tempat/Tgl. Lahir : Sumenep, 30 Juni 1991
Alamat rumah :Banyuraba RT 002/RW 001, Banuaju Timur
Batang-batang Sumenep
Alamat kos : Ambarukmo RT:11/RW:04 No.35, Catur tunggal,
Depok, Sleman, yogyakarta
Nama Ayah : Tayyib
Nama Ibu : Maszaima
Contact Person : 089658994835/ [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. MI Tufiqurrahman Tahun lulus 2003.
b. MTs. Taufiqurrahman Tahun lulus 2006.
c. SMK Bina Mandiri Tahun lulus 2009.