Upload
yulva-intand-lukita-ii
View
85
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas keperawatan jiwa
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KOGNITIF MENTAL ORGANIK
MAKALAH
oleh:
KELOMPOK 8A
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2015
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KOGNITIF MENTAL ORGANIK
MAKALAH
disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIIIDosen Pembina: Ns. NurWidayati , MN
Oleh:YulfaIntanLukita NIM 122310101034Lidatu Nara S NIM 122310101048FakhrunNisa’ F NIM 122310101064
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan kognitif pada pasien akan mempengaruhi pada kemampuan berpikir dan
rasional sesorang. Repon kognitif yang ditimbulkan berbeda dan tergantung pada bagian
yang mengalami gangguan. Perubahan dalam perilaku juga akan terjadi. Pada kasus
delirium akan terjadi gangguan pada proses pikir, sedangkan pada demensia akan
mengalami respon kognitif yang maladaptip. Untuk mengetahui lebih lanjut masalah
yang terjadi pada pasien perlu dkaji lebih lanjut tentang Gangguan kognitif dan mental
organic pada pasien. Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran
secara umum tentang Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan
gangguan kognitif, sehingga dapat membantu perawat dalam menerapkan asuhan
keperawatan yang diaplikasikan dalam hal pengkajian, penegakan diagnosa, intervensi,
implementasi, evaluasi. Pemberian asuhan keperawatan yang maksimal dapat
membantu pasien untuk menghadapi masalahnya dan meminimalkan resiko yang akan
terjadi.
1.1 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai berikut mahasiswa keperawatan
mampu memahami dengan baik dan menerapkan di lapangan mengenai asuhan
keperawatan klien dengan gangguan kognitif dan gangguan mental organik
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Gangguan mental organik adalah gangguan mentak organik yang berkaitan
dengan penyakit atau gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis tersendiri
(Rusdi Maslim, 2003). Gangguan Mental Organik (GMO) adalah suatu Gangguan
patologi yang jelas, misalnya; tumor otak, penyakit serebrovaskular, atau intoksikasi
obat (Arif Mansjoer, 2001). Gangguan kognitif merupakan salah satu jenis gangguan
mental organik yang dapat dialami oleh seseorang. Kognitif adalah kemampuan berpikir
dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan
memperhatikan (Stuart, 2007). Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak,
karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak. Respon
kognitif maladaptif meliputi ketidakmampuan untuk membuat keputusan, kerusakan
memori dan penilaian, disorientasi, salah persepsi, penurunan rentang perhatian, dan
kesulitan berfikir logis. Respon tersebut dapat terjadi secara episodik atau terjadi terus-
menerus. Suatu kondisi dapat reversibel atau ditandai dengan penurunan fungsi secara
progresif tergantung stressor.
Gangguan kognitif adalah setiap kondisi atau proses patofisiologis yang dapat
merusak atau mengubah jaringan otak mengganggu fungsi cerebral, tanpa
memperhatikan penyebab fisik, gejala khasnya berupa kerusakan kognitif, disfungsi
perilaku dan perubahan kepribadian (Linda Carman Copel, 2007). Gangguan kognitif
spesifik yang perlu mendapat perhatian adalah delirium dan demensia. Tabel berikut
menjelaskan karakteristik delirium dan demensia. Depresi yang terjadi seringkali salah
didiagnosis sebagai demensia, tabel dibawah dapat digunakan sebagai acuan. Jadi
gangguan kognitif adalah
Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten
dengan pengalaman
Perilaku sesuai Hubungan sosial
Pikiran kadang menimpang
Ilusi Emosi berlebihan
atau kurang Perilaku ganjil atau
tak lazim Menarik diri
Gangguan pikiran waham
Kesulitan untuk memproses emosi
Ketidakteraturan perilku
Isolasi sosial
Gambar Rentang Respon Neurobiologi Menurut Stuart GW., 2006
1. Pengertian Delirium
Istilah delirium sinonim dengan keadaan bingung akut, meskipun berbicara
dengan tegas, hal ini menjelaskan berbagai keadaan bingung akut yang terpisah secara
klinis ditandai oleh periode gelisah, aktivitas mental yang meninggi, mudah terbangun,
kesiapan yang jelas dalam memberikan respons terhadap stimuli tertentu (seperti suara
bising yang tiba-tiba), halusinasi visual yang mengganggu, hiperaktivitas motorik, dan
stimulasi autonom (Isselbacher dkk, 2009).
Delirium adalah kejadian akut atau sub akut neuropsikiatri berupa penurunan
fungsi kognitif dengan gangguan irama sirkamdian dan bersifat reversibel. Penyakit ini
disebabkan oleh disfungsi serebral dan bermanifestasi secara klinis berupa kelainan
neuropsikiatri. Menurut Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders delirium
adalah sindrom yang memiliki banyak penyebab dan berhubungan dengan derajat
kesadaran serta gangguan kognitif (Dewanto, 2009).
Delirium disebut keadaan bingung akut adalah suatu sindrom klinis umum
ditandai dengan kesadaran terganggu, fungsi kognitif atau persepsi, yang memiliki onset
akut dan berfluktuasi. Ini biasanya terjadi selama 1-2 hari. Ini adalah kondisi serius
yang berkaitan dengan hasil buruk. Namun, hal itu dapat dicegah dan diobati jika
ditangani dengan segera (NICE, 2010).
Jadi delirium adalah kejadian akut atau sub akut neuropsikiatri berupa
penurunan fungsi kognitif dengan gangguan irama sirkardian dan bersifat reversibel, hal
ini menjelaskan berbagai keadaan bingung akut yang terpisah secara klinis ditandai oleh
periode gelisah, aktivitas mental yang meninggi, mudah terbangun, kesiapan yang jelas
dalam memberikan respons terhadap stimuli tertentu (seperti suara bising yang tiba-
tiba), halusinasi visual yang mengganggu, hiperaktivitas motorik, dan stimulasi
autonom.
2. Pengertian Demensia
Menurut Brooker (2008) dalam kutipan Watson (1993), kata demensia yang
berarti “kegilaan” atau “ketidakwarasan” adalah suatu label yang diberikan pada
sejumlah penyakit yang menyebabkan, bukan kegilaan tetapi menyebabkan kehilangan
fungsi kognitif secara progresif.
Demensia adalah gangguan global fungsi kognitif dengan tingkat kesadaran
yang normal, berbeda dengan acute confusional state dimana tingkat kesadarannya
terganggu (Gleadle, 2005).Demensia merupakan suatu penyakit yang mencakup
kehilangan memori dan deficit kognitif multiple, seperti deteriorasi bahasa (afasia),
kerusakan motorik (apraksia), atau ketidakmampuan untuk menyebutkan nama atau
mengenai benda-benda (agnosia) (Videbeck, 2008).Demensia adalah hilangnya
kemampuan-kemampuan intelektual dengan penyebabnya faktor-faktor organik
(Yustinus, 2006).
Jadi dapat disimpulkan, dari beberapa definisi tentang demensia yaitu suatu
penyakit yang mengalami kehilangan fungsi kognitif secara progresif sehingga
menyebabkan kemampuan untuk mengingat menurun.
2.2 Psikopatologi/ Psikodinamika
1. Etiologi dan Proses Terjadinya Delirium
Banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan delirium, contoh
antikolinergika, psikotropika, dan opioida. Mekanisme tidak jelas, tetapi mungkin
terkait dengan gangguan reversibilitas dan metabolisme oxidatif otak, abnormalitas
neurotransmiter multipel, dan pembentukan sitokines (cytokines). Stress dari penyebab
apapun bisa meningkatkan kerja saraf simpatikus sehingga mengganggu fungsi
kolinergik dan menyebabkan delirium. Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap
penurunan transmisi kolinergik sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun
sebabnya, yang jelas hemisfer otak dan mekanisma siaga (arousal mechanism) dari
talamus dan sistem aktivasi retikular batang otak jadi terganggu. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya delirium ada dua faktor, yaitu faktor predisposisi (faktor
risiko) dan faktor presipitasi (faktor pencetus).
a. Faktor Predisposisi
Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi susunan saraf
pusat (SSP). SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi, setiap gangguan
pengiriman nutrisi mengakibatkan gangguan fungsi SSP. Faktor yang dapat
menyebabkan adalah penyakit infeksi sistematik, gangguan peredaran darah,
keracunan zat. Banyak faktor lain yang menurut beberapa ahli dapat menimbulkan
gangguan kognitif, seperti kekurangan vitamin, malnutrisi, gangguan jiwa
fungsional.
b. Faktor Presipitasi
Setiap kejadian diotak dapat berakibat gangguan kognitif. Hipoksia dapat berupa
anemia hipoksia, hitoksik hipoksia, hipoksemia hipoksia, atau iskemik hipoksia.
Semua keadaan ini mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak berkurang. Gangguan
metabolisme sering mengganggu fungsi mental, hipotiroidisme, hipoglikemia,
racun, virus dan virus menyerang otak mengakibatkan gangguan fungsi otak,
misalnya sifilis. Perubahan struktur otak akibat trauma atau tumor juga mengubah
fungsi otak. Stimulus yang kurang atau berlebihan dapat mengganggu fungsi
kognitif. Misalnya ruang ICU dengan cahaya, bunyi yang konstan merangsang
dapat mencetuskan disorientasi, delusi dan halusinasi, namun masih belum ada
penelitian yang tepat (Dewanto, 2009).
Proses Terjadinya Delirium
Faktor presipitasi
Hipoksia:- Anemia hipoksia- Hitoksik hipoksia- Hipoksemia hipoksia- Iskemik hipoksia
Gangguan metabolisme:- Hipotiroidisme- hipoglikemia
Faktor predisposisi
Gangguan fungsi SSP:- Penyakit infeksi sistemik- Gangguan peredaran darah- Keracunan zat- Kurang vitamin- Malnutrisi- Gangguan jiwa fungsional
2. DimensiaMenurut Maryam, dkk (2008), menurut penyebabnya dimensia dibagi menjadi
tiga jenis:1. Dimensia Alzheimer yang penyebabnya adalah kerusakan otak yang tidak
diketahui;
Perubahan struktur otak:- Trauma- tumor
Stimulus kurang/berlebih:- Ruang ICU yang
bercahaya- Bunyi konstan yg
merangsang- Delusi, halusinasi
Kerja syaraf simpatikus
Fungsi kolinergik
Hemister otak dr talamus terganggu
Sistem aktivasi batang otak terganggu
Gg. Kognitif: delirium
Gelisah dalam keseharian
Malu terhadap kondisinya
Menarik Diri
Isolasi sosial
Bingung melakukan
akivitas
Personal hiegine
Defisit Perawatan diri
Koping inefektif
Perubahan persepsi terhadap keadaan
Ansietas
2. Demensia vascular yang penyebabnya adalah kerusakan otak karena stroke yang
multiple;
3. Demensia lainnya yang penyebabnya adalah kekurangan vitamin B12 dan tumor
otak.
Adapun menurut Boedhi-Dharmojo (2009) penyebab demensia yang reversibel
sangat penting untuk diketahui, karena dengan pengobatan yang baik penderita dapat
kembali menjalankan hidup sehari-hari yang normal. Keadaan yang secara potensial
reversibel atau bisa dihentikan yaitu :
1. Intoksikasi (Obat, termasuk alkohol dan lain-lain)
2. Infeksi susunan saraf pusat
3. Gangguan metabolik :
a. Endokrinopati (penyakit Addison, sindroma Cushing, Hiperinsulinisme,
Hipotiroid, Hipopituitari, Hipoparatiroid, Hiperparatiroid);
b. Gagal hepar, gagal ginjal, dialisis, gagal nafas, hipoksia, uremia kronis,
gangguan keseimbangan elektrolit kronis, hipo dan hiperkalsemia, hipo dan
hipernatremia, hiperkalemia;
c. Remote efek dari kanker atau limfoma.
4. Gangguan nutrisi :
a. Kekurangan vitamin B12 (anemia pernisiosa);
b. Kekurangan Niasin (pellagra);
c. Kekurangan Thiamine (sindroma Wernicke-Korsakoff);
d. Intoksikasi vitamin A, vitamin D, Penyakit Paget.
5. Gangguan vaskuler
a. Demensia multi infark
b. Sumbatan arteri carotis
c. Stroke
d. Hipertensi
e. Arthritis Kranial
f. Lesi desak ruang
g. Hirdosefalus bertekanan normal
h. Depresi (pseudo-demensia depresif)
Adapun beberapa faktor-faktor yang menyebabkan demensia yaitu faktor
predisposisi (faktor risiko) dan faktor presipitasi (faktor pencetus).
a. Faktor Predisiposisi
Terdapat beberapa faktor predisposisi yang melatarbelakangi atau
menyebabkan individu mengalami demensia sebagai berikut.
1) Riwayat keluarga;
2) Sindrom Down;
3) Trauma kepala;
4) Penyakit tiroid;
5) Stroke (Tamher, 2009).
b. Faktor Presipitasi
Penyebab-penyebab tersering demensia:1) Penyakit Alzheimer;
2) Demensia vaskular;
3) Penyakit Pick;
4) Obat-obatan dan toksin;
5) Hidrosefalus (Hibbert, 2008).
Menurut Maryam, dkk (2008), gejala-gejala demensia adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari;
2. Mengabaikan kebersihan diri;
3. Sering lupa akan kejadian-kejadian yang dialami, dalam keadaan yang makin
berat, nama orang atau keluarga dapat dilupakan;
4. Pertanyaan atau kata-kata sering diulang-ulang;
5. Tidak mengenal demensia waktu, misalnya bangun dan berpakaian pada
malam hari;
6. Tidak dapat mengenal demensia ruang dan tempat;
7. Sifat dan perilaku berubah menjadi kera kepala dan cepat marah;
8. Menjadi depresi dan menangis tanpa alasan yang jelas.
Komplikasi Demensia1. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
a. Ulkus Dekubitus
b. Infeksi saluran kencing
c. Pneumonia
2. Thromboemboli, infark miokardium.
3. Kejang
4. Kontraktur sendi
5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan
menggunakan peralatan
7. Kehilangan kemampuan berinteraksi
8. Harapan hidup berkurang
2.3 Diagnosa Medis dan Diagnosa Keperawatan
1. Delirium
a. Diagnosa Medis: delirium
b. Diagnosa Keperawatan:
1) Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial)
2) Kurangnya perawatan diri
3) Ansietas
2. Dimensia
a. Demensia adalah suatu istilah medis yang digunakan untuk mendiagnosis
individu yang mengalami penurunan daya ingat. Jadi diagnosa medis
demensia adalah demensia.
b. Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pada klien dengan demensia
adalah:
1) Perubahan proses berpikir;
2) Risiko cedera;
3) Isolasi sosial;
4) Defisit perawatan diri;
5) Harga diri rendah;
6) Ansietas.
2.4 Penatalaksanaan (Terapi Medis dan Keperawatan)
1. Delirium
1) Penatalaksanaan Medis
a) Nonfarmakologis
Target utama adalah meminimalkan faktor lingkungan yang menyebabkan
delirium, kebingungan dan kesalahan persepsi serta mengoptimalkan
stimulasi lingkungan.
b) Farmakologis
1. Antispikotik Tipikal
Haloperidol masih merupakan pilihan utama. Untuk lansia atau delirium
hipoaktif dimulai dengan dosis 0,5-1 mg/12 jam, sementara untuk usia
muda dan keadaan agitasi yang berat serta delirium hiperaktif digunakan
dosis 10 mg/2 jam IV. Jika dosis awal tidak efektif, maka dapat
digandakan 30 menit kemudian selama tidak ditemukan efek samping.
Pengaruh terhadap jantung memberikan gambaran interval QT
memanjang pada EKG, sehingga pemberian haloperidol disertai dengan
monitor EKG.
2. Antipsikotik Atipikal
Dosis risperidon untuk orang tua 0,25-0,5 mg/12 jam, ollanzapin 2,5-5
mg malam hari, quetiapin 12,5 mg malam hari (peningkatan dosis
bertahap sesuai indikasi).
3. Benzodiazepin
Pada pasien yang mengalami agitasi dan tidak responsif terhadap
monoterapi antipsikotik, dapat digunakan diazepam 5-10 mg IV, dapat
diulang sesuai kebutuhan. Pasien delirium dengan gejala putus alkohol
diberi tiamin 100 mg/hari dan asam folat 1 mg/hari. Pemberian tiamin
mendahului pemberian glukosa IV. Benzodiazepin memberikan efek
sedasi berlebih, depresi pernapasan, ataksia dan amnesia.
4. Preparat anestetik
Propofol dapat digunakan pada pasien yang tidak responsif terhadap
psikotropik tipikal. Efek sampingnya berupa depresi pernapasan.
Propofol bekerja cepat dan waktu paruhnya singkat. Dosis maksimum 75
ug/kg/menit. Efek samping lain berupa hipertrigliseridemia, bradikardi,
peningkatan enzim pankreas dan asam laktat (Dewanto, 2009).
2) Penatalaksanaan Keperawatan
No. Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
HasilNOC
IntervensiNIC
1. Kurangnya
interaksi sosial
Definisi :
Insufisiensi atau
kelebihan
kuantitas atau
ketidakefektifan
kualitas
pertukaran social.
a. Self esteem, situational
b. Communication impaired
verbal
Kriteria hasill :
a. Meningkatkan keterampilan
interaksi sosial, kerja sama,
dan saling memahami
b. Menggunakan aktifitas yang
menenangkan, menarik, dan
menyenangkan untuk
meningkatkan kesejahteraan.
c. Berhubungan dengan orang
lain
d. Mengungkapkan keinginan
a. Buat interaksi terjadwal
b. Dorong pasien ke kelompok
atau program keterampilan
interpersonal yang membantu
meningkatkan pemahaman
tentang pertukaran informasi
atau sosialisasi
c. Identifikasi adanya perubahan
perilaku
d. Berikan umpan balik positif
jika pasien berinteraksi dengan
orang lain
e. Minta dan harapkan adanya
komunikasi verbal
2. Kurangnya
perawatan diri
Definisi :
Hamatan
kemampuan untuk
melakukan atau
menyelesaikan
aktifitas merawat
diri seperti
berpakaian,
eliminasi, makan,
mandi.
a. Self care status
b. Activity tolerance
Kriteria hasil :
a. Mampu melakukan tugas fisik
yang paling mendasar dan
aktivitas perawatan pribadi
secara mandiri dengan atau
tanpa alat bantu
b. Mampu untuk mengenakan
pakaian, mandi, makan, dan
eleminasi secara mandiri
tanpa alat bantu
c. Mampu mempertahankan
kebersihan diri.
a. Pantau peningkatan dan
penurunan kemampuan untuk
berpakaian dan melakukan
perawatan diri
b. Pertimbangkan budaya pasien
saat mempromosikan aktivitas
perawatan diri
c. Pertimbangkan usia pasien
ketika mempromosikan
aktifitas perawatan diri
d. Antu pasien melakukan
aktifitas perawatan diri
e. Fasilitasi pasien untuk
melakukan perawatan diri
f.Bantu pasien menggunakan
alat bantu
3 Ansietas
Definisi :
Perasaan tidak
nyaman atau
kekhawatiran yang
samar disertai
respon autonom
( sumber sering
kali tidak spesifik
atau tidak
diketahui oleh
individu);
perasaan takut yg
disebabkan oleh
antisipasi terhadap
bahaya.
a. Anxiety self-control
b. Anxiety level
c. Coping
Kriteria hasil :
a. Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan, dan
menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas
c. Vital sign dalam batas normal
d. Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh
a. Gunakan pendekatan yang
menenangkan
b. Temani pasien untuk
mengurangi rasa taut dan
memberikan keamanan
c. Identifikasi tingkat kecemasan
d. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
persepsi, dan ketakutan
e. Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi.
2. Dimensia
1) Penatalaksanaan Medis
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan
verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat
progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi
yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah
penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa
pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi.
Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau
antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga
tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini
didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia
vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan
perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia
vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting
mengingat antagonis reseptor dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif.
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan
tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu
disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran
darah otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah
kejadian vaskuler berikutnya padapasien-pasien yang telah diseleksi secara
hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia
bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional
untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala
yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.
Sebagai farmakoterapi, benzodiazepin diberikan untuk ansietas dan
insomnia, antidepresan untuk depresi, serta antipsikotik untuk gejala waham
dan halusinasi. Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas
kognitif termasuk penguat metabolisme serebral umum, penghambat kanal
kalsium, dan agen serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
slegilin (suatu penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat
perkembangan penyakit ini. Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi
risiko penurunan fungsi kognitif pada wanita pasca menopause, walau
demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Terapi komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi
lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan
mengenai penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek
lebih rendah terhadap perkembangan penyakit Alzheimer. Vitamin E tidak
menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan / Kriteria Hasil
NOC
Intervensi
NIC
1. Perubahan
proses berpikir
a. Mengenal/berorientasi
terhadap waktu orang
dan tempat.
b. Melakukan aktiftas
sehari-hari secara
optimal.
Kriteria Hasil
a. Mampu mengenal orang
sekitarnya
a. Beri kesempatan bagi pasien untuk
mengenal barang milik pribadinya
misalnya tempat tidur, lemari,
pakaian dll.
b. Beri kesempatan kepada pasien
untuk mengenal waktu dengan
menggunakan jam besar, kalender
yang mempunyai lembar perhari
dengan tulisan besar.
c. Beri kesempatan kepada pasien
untuk menyebutkan namanya dan
anggota keluarga terdekat.
d. Beri kesempatan kepada klien untuk
mengenal dimana dia berada.
e. Berikan pujian jika pasien bila
pasien dapat menjawab dengan
benar.
f. Observasi kemampuan pasien untuk
melakukan aktifitas sehari-hari.
g. Beri kesempatan kepada pasien
untuk memilih aktifitas yang dapat
dilakukannya.
h. Bantu pasien untuk melakukan
kegiatan yang telah dipilihnya
i. Beri pujian jika pasien dapat
melakukan kegiatannya.
j. Tanyakan perasaan pasien jika
mampu melakukan kegiatannya.
k. Bersama pasien membuat jadwal
kegiatan sehari-hari.
l. Diskusikan dengan keluarga cara-
cara mengorientasikan waktu, orang
dan tempat pada pasien
m. Anjurkan keluarga untuk
menyediakan jam besar, kalender
dengan tulisan besar
n. Bantu keluarga memilih
kemampuan yang dilakukan pasien
saat ini.
o. Anjurkan kepada keluarga untuk
memberikan pujian terhadap
kemampuan terhadap kemampauan
yang masih dimiliki oleh pasien
p. Anjurkan keluarga untuk memantu
lansia melakukan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki
2. Risiko cedera
Definisi :
Beresiko
mengalami
cidera sebagai
akibat kondisi
lingkungan
yang
berinteraksi
dengan sumber
adaptif dan
sumber defensif
individu
a. Risk control
Kriteria hasil :
a. Klien terbebas dari cidera
b. Klien mampu
menjelaskan metode
untuk mencegah injury
c. Klien mampu
menjelaskan daktor
resiko lingkungan/
perilaku personal
d. Mampu memodifikasi
gaya hidup untuk
mencegah injury
a. Sediakan lingkunhan yang aman
untuk pasien
b. Identifikasi kebutuhan keamanan
pasien, sesuai kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
c. Bantu pasien menghindari lingkungan
yang berbahaya
d. Memasang side rail tempat tidur
e. Menempatkan saklar lampu di tempat
yang mudah dijangkau
f. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
3. Isolasi sosial
Definisi :
a. Social interaction skills
b. Stresss level
a. Fasilitasi dukungan oleh keluarga,
teman, dan komunitas
Kesepian yang
dialami oleh
individu dan
dirasakan saat
didorong oleh
keberadaan
orang lain dan
sebagai
pernyataan
negatif atau
mengancam
c. Sosial support
Kriteria hasil :
a. Penyesuaian tepat
tekanan emosi sebagai
respon terhadap keadaan
tertentu
b. Meningkatkan hubungan
yang efektif dalam
perilaku pribadi
c. Mengungkapkan
penurunan perasaan atau
pengalaman diasingkan
b. Dukung hubungan dengan orang lain
yang mempunyai minat dan tujuan
yang sama
c. Dorong melakukan aktivitas sosial
dan komunitas
d. Berikan uji pembatasan
intrapersonal
e. Berikan umpan balik terhadap
peningkatan dalam perawatan dan
penampilan diri atau aktivitas lain
f. Dukung pasien untuk mengubah
lingkungan seperti pergi jalan-jalan
dan ke bioskop
2.5 Analisis Kasus
Nenek A berusia 73tahun sudah setahun belakangan ini beliau menderita
kemunduran ingatan terutama ingatan jangka pendek. Pada awalnya nenek A
mulai sulit untuk mengingat rumahnya apabila akan pulang setelah bepergian,
kemudian secara bertahap beliau juga mulai susah untuk mengingat nama anak
dan cucunya. Walaupun begitu nenek A masih dapat mengingat wajah sanak
keluarganya. Singkatnya dalam beberapa bulan terakhir ini nenek A mengalami
kemundurankemampuan dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sehingga
membutuhkan bantuan keluarga. Hal ini membuat nenek A menjadi malu dan juga
mengalami harga diri rendah karena merasa selalu merepotkan orang lain dan
tidak dapat beraktvitas secara mandiri. Nenek A pun mulai menarik diri dari
pergaulan lingkungan sekitarnya.
a) Faktor presipitasi
(1) Stressor psikologis
Nenek A merasa dirinya tidak mampu dalam melakukan kegiatan sehari-
hari sehingga membutuhkan bantuan keluarga dan kemunduran dirinya
dalam mengingat.
(2) Stressor sosial budaya: --
b) Kemampuan mengatasi masalah/sumber koping
(1) Kemampuan personal: klien merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan
dirinya akibat kemunduran yang dialaminya.
(2) Dukungan sosial: klien mendapatkan dukungan penuh dari keluarga dan
lingkungan sekitar baik dukungan moril maupun bantuan.
(3) Asset material: klien dan keluarganya merupakan keluarga dengan
ekonomi menengah ke atas sehingga tidak mengalami kesulitan dalam
mengakses pelayanan kesehatan.
(4) Keyakinan positif: semenjak klien mulai menarik diri dari
lingkungannya, beliau menjadi lebih taat dalam beribadah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan-Nya.
c) Mekanisme koping.
Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan diatas, pada rentang
respon konsep diri dapat disimpulkan bahwa klien mengalami respon yang
maladaptif yakni perilaku menarik diri dari lingkungan dan merasa harga diri
rendah. Yakni merasa dirinya tidak berguna karena selalu bergantung pada
bantuan keluarga, menarik diri dari lingkungan sosialnya. Walaupun demikian
apabila ditinjau dari sisi spiritual nenek A menjadi lebih taat dalam beribadah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.
2.6 Analisis Kasus
a. Pengkajian
1) Identitas pribadi
Nama : Tn.A
Tempat / Tanggal lahir : -
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : S1 teknik sipil
Pekerjaan : Juru gambar sebuah perusahaan
Suku : Jawa
Gol. Darah : A
Tanggal Pengkajian : 05 Maret 2015
2) Keluhan utama : Tn.A mengeluhkan sering lupa tanggal dan kegiatan
yang harus dilakukan. Keluarga juga mengeluhkan bahwa Tn.A mudah
tersinggung dan sering bersikap kasar baik berupa kata-kata atau pun
perilaku fisik.
3) Pengkajian psikopatologi/psikodinamik
1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis : usia Ny.A yang semakin tua yaitu 65 tahun
mempengaruhi kemampuannya dalam berpikir dan mengingat.
Sebelumnya Tn.A tidak mempunyai riwayat dimensia dari
keluarganya.
b. Faktor psikologis : Tn.A mengalami tekanan dari pekerjaanya
yang terus menmpuk dan tekanan dari atasan. Selain itu dia sering
dicibir oleh tetangganya karena jabatan yang tidak kunjung naik
meskipun masa abdi yang sudah lebih dari 20 tahun
c. Faktor sosiokultural : tetangga sekitar rumahnya mempunyai
kebiasaan untuk membeda-bedakan kasta dan jabatan seseorang.
2. Faktor prespitasi
a. Stressor psikologis
b. Stressor sosial budaya:
3. Respon terhadap stress
a. Kognitif : Tn. A merasa dirolak keberadaanya oleh orang lain,
merasa orang lain tidak mengerti akan dirinya.
b. Afektif : klien sering merasa sedih karena orang lain menghindar
dari dirinya, dia juga sering merasa kecewa terhadap perilaku
tetangganya ang menjauhinya.
c. Fisiologis : klien sering merasa pusing dan tekanan darah tinggi.
Klien sering merasa using jika ia berusaha mengingat barang-
barang yang ia letakkan sebelumnya. Tekanan darahnya naik
karena ia sering memikirkan kondisinya yang seperti saat ini.
d. Perilaku : klien nampak menjauh dari orang-orang sekitarnya dan
malu untuk berinteraksi
e. Social : klien sering menolak untk diajak berkumpul dengan
tetangga ataupun pergi ke kegiatan pengajian
4. Kemampuan mengatasi masalah/sumber koping
5. Mekanisme koping.
b. Diagnosa :
1. Harga diri rendah berhubungan dengan proses penyakit
2. Defisit perawat diri berhubungan dengan ketidakmampuan mengurus
diri sendiri
3. Proses berfikir berhubungan dengan degenerasi neuron ireversibel
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Harga diri rendah
Definisi:
perkembangan
persepsi negative
tentang harga diri
sebagai respons
terhadap situasi saat
ini
a. Body image, disturbed
b. Coping, ineffective
c. Personal identity,
disturbed
d. Health behavior, risk
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan penilaian
pribadi tentang harga
diri
b. Mengungkapkan
penerimaan diri
c. Komunikasi terbuka
d. Menggunakan strategi
koping efektif
a. Tunjukkan rasa percaya diri
terhadap kemampuan pasien
untuk mengatasi situasi
b. Berikan statement positif
kepada pasien
c. Dorong pasien
mengidentifikasi kekuatan
dirinya
2. Kurangnya
perawatan diri
Definisi :
Hambatan
kemampuan untuk
melakukan atau
menyelesaikan
aktifitas merawat
diri seperti
berpakaian,
eliminasi, makan,
mandi.
a. Self care status
b. Activity tolerance
Kriteria hasil :
a. Mampu melakukan tugas
fisik yang paling
mendasar dan aktivitas
perawatan pribadi secara
mandiri dengan atau
tanpa alat bantu
b. Mampu untuk
mengenakan pakaian,
mandi, makan, dan
eleminasi secara mandiri
tanpa alat bantu
a. Pantau peningkatan dan
penurunan kemampuan untuk
berpakaian dan melakukan
perawatan diri
b. Pertimbangkan budaya pasien
saat mempromosikan
aktivitas perawatan diri
c. Pertimbangkan usia pasien
ketika mempromosikan
aktifitas perawatan diri
d. Antu pasien melakukan
aktifitas perawatan diri
e. Fasilitasi pasien untuk
melakukan perawatan diri
c. Mampu mempertahankan
kebersihan diri.
f. Bantu pasien menggunakan
alat bantu
d. Implementasi keperawatan
Diagnosa Implementasi
Harga diri rendah
Definisi: perkembangan persepsi negative
tentang harga diri sebagai respons terhadap
situasi saat ini
a. Menimbulkan rasa percaya diri kepada
pasien
b. Memberikan statement positif kepada
pasien
c. Mendorong pasien mengidentifikasi
kekuatan dirinya
Kurangnya perawatan diri
Definisi :
Hambatan kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktifitas merawat diri
seperti berpakaian, eliminasi, makan, mandi.
a. Memantau peningkatan dan penurunan
kemampuan untuk berpakaian dan
melakukan perawatan diri
b. Mempertimbangkan budaya pasien saat
mempromosikan aktivitas perawatan diri
c. Mempertimbangkan usia pasien ketika
mempromosikan aktifitas perawatan diri
d. Membantu pasien melakukan aktifitas
perawatan diri
e. Memfasilitasi pasien untuk melakukan
perawatan diri
f. Membantu pasien menggunakan alat
bantu
e. Evaluasi
S : keluarga mengatakan “ Tn.A masih sering lupa dalam mengingat aktifitas
apa saja yang sudah dilakukan dan belum dilakukan namun Tn.A sudah mulai
bersikap lembut terhadap orang sekitar”
O : Tn.A mampu untuk berinteraksi secara baik dengan orang di sekitarnya
A : Tn.A mampu menjalin komunikasi yang baik denga orang di sekitarnya,
Tn.A masih susah mengingat kegiatan-kegiatannya.
P :
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan kognitif pada pasien yang mengalami gangguan jiwa, erat
hubungannnya dengan gangguan mental organik. Hal ini terlihat dari gambaran
secara umum perilaku/ gejala yang timbul akan dipengaruhi pada bagian otak
yang mengalami gangguan. Gangguan kognitif spesifik yang perlu mendapat
perhatian adalah delirium dan demensia. Delirium disebut keadaan bingung akut
adalah suatu sindrom klinis umum ditandai dengan kesadaran terganggu, fungsi
kognitif atau persepsi, yang memiliki onset akut dan berfluktuasi. Ini biasanya
terjadi selama 1-2 hari. Ini adalah kondisi serius yang berkaitan dengan hasil
buruk. Namun, hal itu dapat dicegah dan diobati jika ditangani dengan segera.
Demensia secara harfiah berarti de (kehilangan) mensia (jiwa). Tetapi lebih umum
diartikan sebagai penurunan intelektual karena menurunnya fungsi bagian luar
jaringan otak (cortex).
Dari intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasien , hal
utama yang dilakukan adalah: selalu menerapkan tehnik komunikasi terapeutik.
Pendekatan secara individu dan kelompok, juga keterlibatan keluarga dalam
melakukan perawatan sangat penting untuk mencapai kesembuhan pasien.
Berdasarkan hal diatas masalah dengan gangguan kognitif sangat penting
diketahui apa penyebab terjadinya . Sehinngga intervensi yang diberikan tepat dan
sesuai untuk mengatasi masalah pasien. Akhirnya pasien diharapkan dapat
seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhannya dan terhindar dari kecelakaan
yang ,membahayakan keselamatan pasien.
3.1 Saran
Salah satu masalah kesehatan jiwa yang sering muncul dan terjadi di
kalangan lansia saat ini adalah masalah gangguankognitifdan mental organik. Hal
ini dapat diakibatkan karena banyak hal termasukkerusakan neuron
otakkarenabertambahnyausia. Klien dengan masalah kejiwaan atau psikologi
memiliki kekhususan dalam melakukan penatalaksanaannya, untuk itu hendaknya
para perawat dan calon perawat dapat memahami dan mempelajari dengan baik
cara-cara untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
kognitifdan mental organik.
DAFTAR PUSTAKA
Boedhi Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut Edisi 4. Jakarta: FKUI.
Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Copel, Linda Carman. 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri: Pedoman Klinis Perawat. Jakarta: EGC
Dewanto, George. 2009. Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Syaraf. Jakarta: EGC.
Gleadle, Jonathan. 2005. At a Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.
Hibbert. 2008. Rujukan Cepat Psikiatri. Jakarta: EGC.
Isselbacher dkk,. 2009. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol 1. Jakarta:EGC.
Maryam, R.Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Tamher. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama
Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.