19
1 GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN SUBJEKTIF CUMULATIVE TRAUMA DISORDERS (CTDs ) PADA PENJAHIT SEKTOR INFORMAL DI KECAMATAN CILEUNGSI TAHUN 2012 Fitria Febriana Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok 16424 E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini dilakukan pada penjahit sektor informal di Kecamatan Cileungsi yang bertujuan untuk menjelaskan tingkat risiko ergonomi terhadap kejadian CTDs yang dialami pekerja. CTDs disebabkan adanya adanya postur janggal, postur statis dan gerakan repetitif. Penilaian risiko pekerjaan menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) dan diperoleh 4 aktivitas yang memiliki tingkat risiko sedang yaitu aktivitas menggunting, menjahit, memasang kancing dan menyetrika. Tindakan pengendalian yang dilakukan yaitu investigasi lebih lanjut dan perubahan segera. Gambaran keluhan subjektif CTDs pada penjahit menggunakan kuesioner Nordic Body Map dan didapatkan 78.3% keluhan terjadi pada pinggang, 65.2% pada punggung dan bokong, 56.5% pada leher atas, serta 52.2% pada pergelangan tangan kanan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat risiko tersebut yaitu dengan menyesuaikan tinggi meja dengan tinggi pekerja, menggunakan kursi yang memiliki sandaran, serta rutin melakukan peregangan otot. Kata kunci: ergonomi, CTDs, REBA, Nordic Body Map OVERVIEW OF ERGONOMIC RISK LEVEL AND SUBJECTIVE COMPLAINT OF CUM ULATIVE TRAUM A DISORDERS (CTDs) THE INFORM AL SECTOR TAILORS IN SUB CILEUNGSI 2012 Abstract The research was conducted in the informal sector tailors at Cileungsi which aims to explain the level of ergonomic risk for CTDs events experienced workers. CTDs is caused by awkward postures, static postures and repetitive movements. Occupational risk assessment using the Rapid Entire Body Assessment (REBA) and acquired four activity that has a medium risk of being the activity of cutting, sewing, buttoning and ironing. The control measures undertaken further investigation and change soon. Preview of CTDs subjective complaints on tailors using questionnaires Nordic Body Map and showed that 78.3% of complaints occurred on the waist, 65.2% on the back and buttocks, 56.5% on the upper neck, and 52.2% on the right wrist. Efforts can be made to reduce the level of risk is to adjust the height of the table with high labor, use a chair that has a back rest, and stretching routine. Key words: ergonomic, CTDs, REBA, Nordic Body Map Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

1    

GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN SUBJEKTIF CUMULATIVE TRAUMA DISORDERS (CTDs) PADA PENJAHIT SEKTOR INFORMAL DI KECAMATAN CILEUNGSI

TAHUN 2012

Fitria Febriana

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia, Depok 16424

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilakukan pada penjahit sektor informal di Kecamatan Cileungsi yang bertujuan untuk menjelaskan tingkat risiko ergonomi terhadap kejadian CTDs yang dialami pekerja. CTDs disebabkan adanya adanya postur janggal, postur statis dan gerakan repetitif. Penilaian risiko pekerjaan menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) dan diperoleh 4 aktivitas yang memiliki tingkat risiko sedang yaitu aktivitas menggunting, menjahit, memasang kancing dan menyetrika. Tindakan pengendalian yang dilakukan yaitu investigasi lebih lanjut dan perubahan segera. Gambaran keluhan subjektif CTDs pada penjahit menggunakan kuesioner Nordic Body Map dan didapatkan 78.3% keluhan terjadi pada pinggang, 65.2% pada punggung dan bokong, 56.5% pada leher atas, serta 52.2% pada pergelangan tangan kanan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat risiko tersebut yaitu dengan menyesuaikan tinggi meja dengan tinggi pekerja, menggunakan kursi yang memiliki sandaran, serta rutin melakukan peregangan otot. Kata kunci: ergonomi, CTDs, REBA, Nordic Body Map

OVERVIEW OF ERGONOMIC RISK LEVEL AND SUBJECTIVE COMPLAINT OF CUMULATIVE TRAUMA DISORDERS (CTDs) THE INFORMAL SECTOR

TAILORS IN SUB CILEUNGSI 2012

Abstract

The research was conducted in the informal sector tailors at Cileungsi which aims to explain the level of ergonomic risk for CTDs events experienced workers. CTDs is caused by awkward postures, static postures and repetitive movements. Occupational risk assessment using the Rapid Entire Body Assessment (REBA) and acquired four activity that has a medium risk of being the activity of cutting, sewing, buttoning and ironing. The control measures undertaken further investigation and change soon. Preview of CTDs subjective complaints on tailors using questionnaires Nordic Body Map and showed that 78.3% of complaints occurred on the waist, 65.2% on the back and buttocks, 56.5% on the upper neck, and 52.2% on the right wrist. Efforts can be made to reduce the level of risk is to adjust the height of the table with high labor, use a chair that has a back rest, and stretching routine. Key words: ergonomic, CTDs, REBA, Nordic Body Map

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 2: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

2    

1. Pendahuluan

Tempat kerja merupakan salah satu tempat yang memiliki berbagai risiko kesehatan yang dapat berdampak buruk terhadap kesehatan pekerjanya, baik usaha sektor formal maupun usaha sektor informal. Salah satu risiko kesehatan di tempat kerja yang dapat menyebabkan cidera atau munculnya penyakit pada pekerja yaitu risiko ergonomi. Apabila risiko ergonomi tidak dikendalikan dengan segera maka akan muncul gangguan kesehatan pada pekerja, salah satunya adalah gangguan trauma kumulatif (Cumulative Trauma Disorders /CTDs).

CTDs juga dikenal sebagai repetitive strain injuries (RSI), repetitive motion disorders, overuse syndrome and work-related musculoskeletal disorders (WMSDs). CTDs dengan MSDs (musculoskeletal disorders), memiliki perbedaan dari segi definisi. MSDs merupakan cedera dan gangguan pada jaringan lunak (otot, tendon, ligamen, sendi, dan tulang rawan) dan sistem saraf (OSHA, 2000). Sedangkan CTDs didefinisikan oleh ACGIH (2010) sebagai gangguan kronik pada otot, tendon, dan saraf yang disebabkan oleh penggunaan tenaga secara repetitif, pergerakan yang cepat, penggunaan tenaga yang besar, kontak dengan tekanan, postur janggal atau ekstrim, getaran, dan temperatur yang rendah. CTDs merupakan penyebab terbesar dari penyakit akibat kerja di Amerika Serikat dan jenis yang paling sering dilaporkan dari penyakit akibat kerja di Connecticut (Connecticut Departement of Public Health, 2008).

Masalah ergonomi di tempat kerja dan organisasi kerja yang buruk merupakan bagian dari faktor risiko yang berkontribusi terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (K3) serta berkontribusi dalam besarnya peningkatan kasus musculoskeletal disorders (MSDs) yang dialami oleh pekerja. Faktor risiko tersebut termasuk posisi duduk lama, berdiri, postur janggal, serta gerakan berulang

yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor psikososial termasuk tekanan psikologis, ketidakpuasan kerja serta masalah sosial yang kompleks (Niu, 2010).

Gangguan sistem muskuloskeletal atau CTDs merupakan salah satu faktor yang menyebabkan turunnya hasil produksi, hilangnya jam kerja, tingginya biaya pengobatan dan material, meningkatnya absensi, rendahnya kualitas kerja, injuri, ketegangan otot, meningkatnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan error, meningkatnya biaya pergantian tenaga kerja, dan berkurangnya cadangan yang berhubungan dengan kondisi darurat (Pulat & Alexander, 1991).

Industri tekstil merupakan jenis usaha yang banyak terdapat di Indonesia. Usaha jahitan termasuk ke dalam industri tekstil dan merupakan salah satu jenis usaha sektor informal. Usaha jahitan tersebut memiliki risiko kesehatan yang cukup tinggi tetapi kepedulian pemilik usaha terhadap kesehatan pekerjanya masih rendah sehingga masalah kesehatan yang terkait dengan ergonomi terutama kasus CTDs masih tergolong tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian dari 454 pekerja di Iran, sebagian besar pekerja (73,6%) mengalami beberapa jenis gejala muskuloskeletal selama 12 bulan terakhir. Prevalensi tertinggi dilaporkan pada punggung bagian bawah (50,2%), lutut (48,5%) dan punggung atas (38,1%) (Choobineh, A et al, 2007)

Pada tahun 2003 ILO mencatat bahwa PAK yang paling banyak terjadi di dunia telah bergeser, dari penyakit paru akibat kerja dan Noise Induced Hearing Loss (NIHL), menjadi muskuloskeletal, NIHL, PAK paru, gangguan psikologis dan kanker. Sedangkan laporan WHO tentang kesehatan dunia (Health Report) pada tahun 2002, menunjukkan 1.5% dari beban kesehatan dunia diakibatkan oleh risiko pekerjaan tertentu, hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa terdapat ratusan juta penduduk dunia bekerja dalam kondisi

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 3: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

3    

yang tidak sehat dan atau tidak selamat (Kurniawidjaja, 2010).

Berdasarkan artikel yang diterbitkan oleh Bureau of Labor Statistics (2008) ada 335.390 kasus MSDs pada tahun 2007 dimana telah terjadi penurunan 21.770 kasus (6%) dari tahun 2006 sampai 2007. Pada tahun 2006 tingkat cedera MSDs menurun sebesar 8% dari 39 kasus per 10.000 pekerja menjadi 35 kasus. Estimasi terakhir dari Labour Force Survey menunjukkan bahwa jumlah total kasus MSDs pada tahun 2010/11 adalah 508.000 kasus dari total 1.152.000 kasus untuk semua penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Jumlah kasus baru MSDs di Inggris pada tahun 2010/11 adalah 158.000 kasus, yang telah terjadi penurunan dari 190.000 kasus pada tahun 2009/10 (Health and Safety Executive, n.d).

Berdasarkan data dari Bureau of Labor Statistics (BLS) dalam U.S Departement of Labor pada tahun 2003 terdapat 867.766 kasus MSDs yang berhubungan dengan pekerjaan, dan berdasarkan survei Occupational Injuries and Illness di tahun 2000 untuk BLS dilaporkan terdapat 257.900 jam kerja yang hilang terkait dengan permasalahan ergonomi (Wood, 2005). Di United States, pada tahun 1981 National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) melaporkan bahwa terdapat sekitar 500.000 pekerja menderita sakit akibat overexertion pada punggung, dan sekitar 60% dari cidera tersebut diakibatkan oleh aktivitas mengangkat dan 20% sisanya diakibatkan oleh aktivitas mendorong atau menarik (Bridger, 1995).

Gangguan pada sistem muskuloskeletal atau CTDs merupakan masalah kesehatan yang paling umum di Eropa, dilaporkan bahwa 1 dari 4 pekerja melaporkan sakit punggung dan 1 dari 5 pekerja mengeluh sakit otot. Penanganan secara manual, mengangkat, memegang, meletakkan, mendorong, menarik, membawa atau menggerakan beban adalah penyebab terbesar dari cedera di sektor

tekstil (European Agency for Safety and Health at Work, n.d). Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Burgel, et al (2004) pada pekerja garmen di Oakland, California Chinatown menunjukkan bahwa 99% dari pekerja tersebut mengeluhkan adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal mereka.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada penjahit sektor informal dapat diketahui bahwa 82.5% dari sampel penelitian mengalami keluhan pada pinggang, 60% pada bokong, 57.5% pada leher bagian bawah, 47.5% pada leher bagian atas, dan 45% pada bahu (Aryanto, 2008).

Hasil studi literatur menunjukkan bahwa kasus CTDs yang berhubungan dengan pekerjaan masih tergolong tinggi terutama pada sektor informal termasuk usaha jahitan. Seperti yang telah diketahui bahwa pada sektor informal kepedulian terhadap kesehatan pekerjanya masih rendah dan ditambah dengan kurangnya pengetahuan terhadap K3 dan penyakit akibat kerja sehingga perlu dilakukan penelitian tentang risiko ergonomi dan keluhan subjektif CTDs pada penjahit sektor informal. 2. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif dengan pendekatan observasional menggunakan desain studi cross sectional, dimana proses pengambilan data dan pengukuran variabelnya dilakukan pada waktu yang bersamaan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat risiko ergonomi dan keluhan CTDs pada penjahut sektor informal di kecamatan Cileungsi tahun 2012. Penelitian ini menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) untuk menilai tingkat risiko ergonomi pada aktivitas kerja, dan kuesioner Nordic Body Map (NBM) untuk mendapatkan gambaran mengenai keluhan pekerja. Penelitian ini dilakukan di beberapa lokasi penjahit sektor informal di wilayah Kecamatan

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 4: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

4    

Cileungsi, khususnya di Jl. Raya Cileungsi-Jonggol. Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2012. Populasi adalah penjahit sektor informal di Kecamatan Cileungsi. Berdasarkan survei awal diketahui ada 10 lokasi usaha jahitan dengan jumlah pekerja sebanyak 27 orang.

Besar sampel yang diambil yaitu semua penjahit yang ada di Jl. Raya Cileungsi-Jonggol sebanyak 27 pekerja. Dari 27 pekerja tersebut 4 pekerja menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sehingga besar sampel menjadi 23 pekerja.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Karakteristik Responden

Dari hasil penelitian terhadap 23 responden yang bekerja sebagai penjahit di sektor informal kecamatan Cileungsi menunjukkan bahwa dari 23 responden terdiri dari 14 orang (60.9%) pria dan 9 orang (39.1%) wanita. Responden yang berusia < 30 tahun sebanyak 9 orang (39.1%) dan responden yang berusia tahun sebanyak 14 orang (60.9%).

Dilihat dari masa kerja tiap responden, terdapat 10 orang (43.5%) dengan masa

kerja < 5 tahun, dan 13 orang (56.5%)

dari kebiasaan merokok, terdapat 10 orang (43.5%) yang merokok dan 13 orang (56.5%) yang tidak merokok. Selain itu juga dilihat dari kebiasaan olahraga responden, dan diperoleh hasil 11 orang (47.8%) yang memiliki kebiasaan olahraga di luar waktu bekerjanya, dan 12 orang (52.2%) yang tidak memiliki kebiasaan olahraga.

Tabel 3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden

Variabel Frekuensi Persentase Jenis Kelamin

Pria Wanita

14 9

60.9 39.1

Usia < 30 tahun

30 tahun

9 14

39.1 60.9

Masa Kerja < 5 tahun

10 13

43.5 56.5

Kebiasaan merokok Ya Tidak

10 13

43.5 56.5

Kebiasaan olahraga Ya Tidak

11 12

47.8 52.2

3.2 Penilaian Postur Kerja Menggunakan Metode REBA a. Analisis Postur Kerja Membuat Pola

Berdasarkan pengamatan dan penilaian yang telah dilakukan, aktivitas ini memiliki risiko CTDs rendah dan mungkin diperlukan penilaian lebih lanjut agar tercapai produktivitas dan efektifitas kerja. Tingkat risiko pada aktivitas ini rendah dikarenakan pada

saat membuat pola, postur punggung pekerja tegak dan berdiri lurus dengan dua kaki sehingga postur punggung dan kaki tidak berisiko menyebabkan CTDs. Sedangkan pada postur leher mengalami gerakan fleksi 48.66o untuk melihat objek ketika membuat pola pada kain. Menurut Humantech (1995)

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 5: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

5    

o menjadi faktor risiko terhadap terjadinya CTDs (dalam Yulianandari, 2009). Postur tubuh lain yang berkontribusi menyebabkan risiko CTDs yaitu pergelangan tangan, karena pada saat membuat pola pergelangan tangan mengalami gerakan ekstensi >15o. Pada aktivitas ini tidak ada aktivitas mengangkat beban dan genggaman/pegangan dinilai baik karena pekerja hanya memegang alat

tulis yang mudah untuk dipegang. Sehingga faktor beban dan pegangan dalam aktivitas ini tidak berisiko menimbulkan CTDs. Pada aktivitas ini tidak terdapat gerakan berulang tetapi terdapat postur statis karena pekerja harus berdiri dalam waktu lebih dari 1 menit sehingga faktor tersebut berisiko menimbulkan ketidaknyamanan pada otot kaki. Menurut Bridger (1995) kontraksi otot statis dapat menyebabkan cepat lelah.

Tabel 3.2 Hasil Penilaian REBA pada Aktivitas Membuat Pola

Task: Membuat Pola Grup A Grup B

Postur Nilai Penyesuaian Postur Nilai Penyesuaian Kanan Kiri Punggung Tegak/normal 1 -

Lengan atas: Fleksi 11.92o (kanan) Fleksi 11.03o (kiri)

1 1 -

Total 1 Total 1 1 Leher: Fleksi 48.66o 2 -

Lengan bawah: Fleksi 68.54o (kanan) Fleksi 80.18o (kiri)

1 1 -

Total 2 Total 1 1 Kaki: Tertopang dengan 2 kaki

1 - Pergelangan tangan: Fleksi 24.50o (kanan) Fleksi 24.0o (kiri)

2 2 -

Total 1 Total 2 2

Postur A 1 Postur B 2 2 Nilai beban <5 kg 0 - Coupling : baik 0 0

Nilai A: Postur A + beban 1 + 0 = 1 Nilai B:

Postur B + coupling 2 2

Nilai A 1 Nilai B 2 2

Nilai C 1 1 Nilai Aktivitas Statis +1 Nilai REBA :

Nilai C + aktivitas (1 + 1)

2 Repetitif - Perubahan postur - Total aktivitas 1

b. Analisis Postur Kerja Menggunting

Berdasarkan pengamatan dan penilaian yang telah dilakukan, aktivitas ini memiliki risiko sedang sehingga diperlukan investigasi lebih lanjut dan perubahan postur tubuh dengan segera. Postur tubuh yang berkontribusi terhadap timbulnya CTDs yaitu postur punggung yang membungkuk dan postur leher yang menunduk untuk

melihat objek karena aktivitas ini membutuhkan ketelitian agar guntingan sesuai dengan pola. Postur lengan terutama lengan bagian kanan berisiko menimbulkan CTDs karena posisi lengan yang menjauhi tubuh. Ketika menggunting, pergelangan tangan mengalami gerakan ekstensi >15o dan postur tersebut berisiko menimbulkan CTDs. Faktor-faktor yang tidak

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 6: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

6    

berkontribusi pada aktivitas ini yaitu faktor beban dan genggaman/pegangan dikarenakan pada aktivitas ini tidak ada aktivitas mengangkat beban dan pegangan dinilai baik. Pegangan yang dilakukan pekerja yaitu memegang gunting dan gunting tersebut memiliki pegangan yang telah disesuaikan agar mudah digunakan. Pada aktivitas ini terdapat gerakan berulang lebih dari 4

kali per menit yaitu ketika menggunting dan postur berdiri statis lebih dari 1 menit. Postur kerja fisik dalam posisi yang sama dan pergerakan yang sangat minimal, akan menimbulkan peningkatan beban otot dan tendon, menyebabkan aliran darah pada otot terhalang dan menimbulkan kelelahan, rasa kebas dan nyeri (Kurniawidjaja, 2010).

Tabel 5.3 Hasil Penilaian REBA pada Aktivitas Menggunting Bahan

Task: Menggunting Bahan Grup A Grup B

Postur Nilai Penyesuaian Postur Nilai Penyesuaian Kanan Kiri Punggung Fleksi 12.23o 2 -

Lengan atas: Fleksi 45.3o (kanan) Fleksi 6.31o (kiri)

3 1 -

Total 2 Total 3 1 Leher: Fleksi 52.25o 2 -

Lengan bawah: Fleksi 9.95o (kanan) Fleksi 51.96o (kiri)

2 2 -

Total 2 Total 2 2 Kaki: Tertopang dengan 2 kaki

1 - Pergelangan tangan: Fleksi 0o (kanan) Ekstensi 32.74o (kiri)

1 2 -

Total 1 Total 1 2

Postur A 3 Postur B 4 2 Nilai beban <5 kg 0 - Coupling : baik 0 0

Nilai A: Postur A + beban 3 + 0 = 3 Nilai B:

Postur B + coupling 4 2

Nilai A 3 Nilai B 4 2

Nilai C 3 3 Nilai Aktivitas Statis +1 Nilai REBA:

Nilai C + aktivitas (3 + 2)

5 Repetitif +1 Perubahan postur - Total aktivitas 2

c. Analisis Postur Kerja Menjahit

Berdasarkan pengamatan dan penilaian yang telah dilakukan, aktivitas menjahit memiliki risiko sedang sehingga diperlukan investigasi lebih lanjut dan perubahan postur tubuh dengan segera. Postur tubuh yang berkontribusi terhadap terjadinya CTDs yaitu postur punggung membungkuk dikarenakan kursi yang digunakan pekerja tidak memiliki sandaran, dan postur leher menunduk dikarenakan

pekerja harus memperhatikan kain yang dijahit. Postur kaki pada aktivitas ini bersifat stabil karena aktivitas dilakukan dalam posisi duduk. Posisi duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki (Nurmianto, 2004). Pada aktivitas ini terdapat postur janggal pada lengan dan pergelangan tangan karena ketika menjahit tangan berperan dalam menggerakkan kain untuk

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 7: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

7    

menyesuaiakan pola dengan jahitan. Tetapi, postur tersebut dalam keadaan lengan dan pergelangan tangan tertopang pada meja sehingga dapat mengurangi kelelahan pada pekerja. Pada aktivitas ini tidak ada aktivitas mengangkat beban dan genggaman/pegangan dinilai baik karena pekerja hanya memegang alat tulis yang mudah untuk dipegang.

Sehingga faktor beban dan pegangan dalam aktivitas ini tidak berisiko menimbulkan CTDs. Akan tetapi, pada aktivitas ini terdapat gerakan berulang lebih dari 4 kali per menit yaitu ketika menggerakan kain dan ketika menginjak pedal mesin jahit, serta adanya postur duduk statis lebih dari 1 menit.

Tabel 3.4 Hasil Penilaian REBA pada Aktivitas Menjahit

Task: Menjahit Grup A Grup B

Postur Nilai Penyesuaian Postur Nilai Penyesuaian Kanan Kiri Punggung: Fleksi 20.67o 3 - Lengan atas:

Fleksi 21.46o 2 2 Lengan

bersandar pada meja maka -1

Total 3 Total 1 1 Leher: Fleksi 45o 2 - Lengan bawah:

Fleksi 93.30o 1 1 -

Total 2 Total 1 1 Kaki: Dalam posisi duduk

1 - Pergelangan tangan: Fleksi 29.74o (kanan) Fleksi 27.05o (kiri)

2 2 -

Total 1 Total 2 2

Postur A 4 Postur B 2 2 Nilai beban <5 kg 0 - Coupling : baik 0 0

Nilai A: Postur A + beban 4 + 0 = 4 Nilai B:

Postur B + coupling 2 2

Nilai A 4 Nilai B 2 2 Nilai C 4 4 Nilai Aktivitas Statis +1 Nilai REBA:

Nilai C + aktivitas (4 + 2)

6

Repetitif +1 Perubahan postur - Total aktivitas 2

d. Analisis Postur Kerja Memasang

Kancing Berdasarkan pengamatan dan

penilaian yang dilakukan terhadap aktivitas memasang kancing, postur tubuh pekerja yang berkontribusi terhadap timbulnya CTDs antara lain yaitu postur punggung, leher, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Postur punggung pekerja tegak tetapi kursi yang digunakan tidak memiliki sandaran sehingga membuat sikap duduk menjadi tegang, hal

tersebut berisiko menyebabkan ketidaknyamanan pada punggung. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang dari pada sikap duduk yang condong ke depan (Nurmianto, 2004). Postur leher sedikit menunduk untuk melihat objek, dan postur tersebut berisiko menyebabkan ketidaknyamanan pada leher. Postur lengan tidak menyandar pada meja tetapi terangkat serta pergelangan tangan yang fleksi/ekstensi saat

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 8: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

8    

memasang kancing pada baju berisiko terhadap timbulnya CTDs. Aktivitas ini sama dengan aktivitas lain, yaitu tidak ada aktivitas mengangkat beban dan postur genggaman/pegangan dinilai baik. Genggaman/pegangan yang dilakukan saat memasang kancing yaitu memegang jarum dan pakaian yang akan dipasangkan kancing. Pada aktivitas ini terdapat postur statis yaitu bekerja dalam posisi duduk lebih dari 1 menit dan adanya gerakan kecil yang berulang lebih dari 4 kali per menit pada pergelangan tangan sehingga berisiko terhadap timbulnya CTDs.

Tingkat risiko untuk bagian kanan dan kiri berbeda yaitu 5 untuk tubuh bagian kanan, sedangkan bagian tubuh kiri memperoleh nilai 3. Hal itu terjadi karena postur lengan bagian kanan terangkat lebih tinggi dibanding dengan lengan bagian kiri, dan kondisi tersebut diperparah dengan tidak menyandar pada meja. Jadi, tingkat risiko untuk tubuh bagian kanan adalah sedang dan diperlukan investigasi lebih lanjut, sedangkan tingkat risiko tubuh bagian kiri adalah rendah sehingga tindakan investigasi mungkin diperlukan.

Tabel 3.5 Hasil Penilaian REBA pada Aktivitas Memasang Kancing

Task: Memasang Kancing Grup A Grup B

Postur Nilai Penyesuaian Postur Nilai Penyesuaian Kanan Kiri Punggung: Tegak/normal 1 -

Lengan atas: Fleksi 50.79o (kanan) Fleksi 35.53o (kiri)

3 2 -

Total 1 Total 3 2 Leher: Fleksi 29.55o 2 -

Lengan bawah: Fleksi 58.21o (kanan) Fleksi 86.35o (kiri)

2 1 -

Total 2 Total 2 1 Kaki: Dalam posisi duduk

1 - Pergelangan tangan: Fleksi 20.46o (kanan) Ekstensi 15.66o (kiri)

2 2 -

Total 1 Total 2 2

Postur A 1 Postur B 5 2 Nilai beban <5 kg 0 - Coupling : baik 0 0 Nilai A: Postur A + beban 1 + 0 = 1 Nilai B:

Postur B + coupling 5 2

Nilai A 1 Nilai B 5 2 Nilai C 3 1 Nilai Aktivitas Statis +1

Nilai REBA: Nilai C + aktivitas

Kanan Kiri Repetitif +1

3 + 2 = 5 1 + 2 = 3 Perubahan postur - Total aktivitas 2

e. Analisis Postur Kerja Menyetrika

Berdasarkan pengamatan dan penilaian yang telah dilakukan, aktivitas ini memiliki risiko sedang sehingga diperlukan investigasi lebih lanjut dan perubahan postur tubuh dengan segera. Postur tubuh yang berkontribusi

terhadap terjadinya CTDs yaitu postur punggung membungkuk dan leher menunduk. Menurut Humantech (1995) kedua postur tersebut merupakan postur tubuh yang berisiko menimbulkan CTDs (dalam Yulianandari, 2009). Postur tubuh lain yang berkontribusi

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 9: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

9    

adalah lengan dan pergelangan tangan dikarenakan ketika menyetrika posisi lengan menjauh dari tubuh dan tidak tertopang pada meja, serta pergelangan tangan mengalami gerakan ekstensi > 15o. Hal tersebut menjadi faktor risiko terhadap timbulnya CTDs pada tangan. Faktor lain yang tidak berkontribusi yaitu faktor beban dan genggaman karena pada aktivitas ini tidak ada aktivitas mengangkat beban, tetapi

menggerakan maju mundur alat. Selain itu, genggaman/pegangan dinilai baik karena alat yang digunakan memiliki pegangan. Pada aktivitas ini terdapat gerakan berulang lebih dari 4 kali per menit pada tangan yaitu ketika menggerakkan maju mundur alat, dan postur berdiri statis lebih dari 1 menit. Menurut Nurmianto (2004) beban otot statis menyebabkan timbulnya kelelahan otot secara lokal.

Tabel 3.6 Hasil Penilaian REBA pada Aktivitas Menyetrika

Task: Menyetrika Grup A Grup B

Postur Nilai Penyesuaian Postur Nilai Penyesuaian Kanan Kiri Punggung: Fleksi 23o 3 -

Lengan atas: Fleksi 41.15o (kanan) Fleksi 21.42o (kiri)

2 2 -

Total 3 Total 2 2 Leher: Fleksi 49o 2 -

Lengan bawah: Fleksi 13.43o (kanan) Fleksi 36.48o (kiri)

2 2 -

Total 2 Total 2 2 Kaki: Kaki tertopang 1 -

Pergelangan tangan: Fleksi 51o (kanan) Fleksi 47.60o (kiri)

2 2 -

Total 1 Total 2 2

Postur A 4 Postur B 3 3 Nilai beban <5 kg 0 - Coupling : baik 0 0

Nilai A: Postur A + beban 4 + 0 = 4 Nilai B:

Postur B + coupling 3 3

Nilai A 4 Nilai B 3 3 Nilai C 4 4 Nilai Aktivitas Statis +1 Nilai REBA:

Nilai C + aktivitas (4 + 2)

6 Repetitif +1 Perubahan postur - Total aktivitas 2

3.2 Gambaran Keluhan CTDs pada

Pekerja Dari hasil pengisian kuesioner tersebut

diperoleh data keluhan pekerja yang beragam. Tabel 3.7 merupakan gambaran mengenai keluhan subjektif CTDs yang dialami oleh pekerja secara umum. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat

bahwa keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja yaitu pada bagian tubuh pinggang yaitu sebanyak 18 orang (78.3%), punggung sebanyak 15 orang (65.2%), bokong sebanyak 15 orang (65.2%), leher atas sebanyak 13 orang (56.5%), dan pergelangan tangan kanan sebanyak 12 orang (52.2%).

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 10: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

10    

Tabel 3.7 Distribusi keluhan subjektif CTDs pada bagian tubuh pekerja

Bagian Tubuh Jumlah (n=15)

Ada Tidak n % n %

Leher atas 13 56.5 10 43.5 Leher bawah 9 39.1 14 61.9 Bahu kiri 7 30.4 16 69.6 Bahu kanan 8 34.8 15 65.2 Lengan atas kiri 4 17.4 19 82.6 Punggung 15 65.2 8 34.8 Lengan atas kanan 7 30.4 16 69.6 Pinggang 18 78.3 5 21.7 Bokong 15 65.2 8 34.8 Pantat 4 17.4 19 82.6 Siku kiri 2 8.7 21 91.3 Siku kanan 2 8.7 21 91.3 Lengan bawah kiri 4 17.4 19 82.6 Lengan bawah kanan 7 30.4 16 69.6 Pergelangan tangan kiri 9 39.1 14 61.9 Pergelangan tangan kanan 12 52.2 11 47.8 Tangan kiri 7 30.4 16 69.6 Tangan kanan 7 30.4 16 69.6 Paha kiri 3 13 20 87 Paha kanan 3 13 20 87 Lutut kiri 5 21.7 18 78.3 Lutut kanan 5 21.7 18 78.3 Betis kiri 3 13 20 87 Betis kanan 3 13 20 87 Pergelangan kaki kiri 5 21.7 18 78.3 Pergelangan kaki kanan 8 34.8 15 65.2 Kaki kiri 7 30.4 16 69.6 Kaki kanan 7 30.4 16 69.6

Berdasarkan hasil kuesioner, keluhan

CTDs yang paling banyak dirasakan oleh penjahit di kecamatan Cileungsi adalah pada bagian tubuh leher, punggung, pinggang, bokong, dan pergelangan tangan kanan. Setiap aktivitas kerja yang dilakukan membutuhkan ketelitian dalam melihat objek sehingga postur statis dengan posisi punggung membungkuk dan posisi leher menunduk berkontribusi terhadap keluhan yang dirasakan pekerja. Selain itu juga karena adanya gerakan repetitif pada tangan dalam mengatur pergerakan kain, sehingga menyebabkan keluhan terjadi pada pergelangan tangan. Keluhan juga dirasakan pada bagian pergelangan kaki dan kaki karena adanya gerakan repetitif ketika menginjak pedal mesin jahit. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan postur kerja, mengganti kursi kerja dengan kursi yang

memiliki sandaran agar otot punggung tidak mengalami ketegangan atau kaku dan menyesuaikan ketinggian meja kerja dengan pekerja. Selain itu, jam kerja dikurangi menjadi 8 jam kerja serta setiap pekerja harus membiasakan diri untuk melakukan peregangan otot di sela-sela waktu bekerjanya dengan tujuan untuk mengurangi keluhan CTDs.

Keluhan yang dirasakan pekerjadapat berupa pegal-pegal, sakit/nyeri, kaku, kejang/kram, bengkak, kesemutan dan atau mati rasa. Berdasarkan hasil kuesioner, keluhan berupa pegal-pegal mendominasi keluhan pada tiap bagian tubuh mulai dari leher hingga kaki. Selain itu, frekuensi terjadinya keluhan CTDs yang paling dominan adalah setiap hari. Hal itu dikarenakan pekerja melakukan aktivitas dan postur kerja yang sama setiap hari.

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 11: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

11    

Bentuk keluhan yang dirasakan pekerja berbeda-beda yaitu dapat berupa pegal-pegal, sakit/nyeri, kaku, kejang/kram, kesemutan, bengkak dan mati rasa. Berdasarkan hasil kuesioner, pegal-pegal merupakan keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja

dengan persentase 100%, bentuk keluhan lainnya berupa sakit/nyeri dengan persentase 39.1%. Distribusi bentuk keluhan yang dirasakan oleh pekerja sebagai penjahit di sektor informal dapat dilihat pada Tabel 3.8

Tabel 3.8 Distribusi Bentuk Keluhan pada Pekerja

Variabel Frekuensi Persentase (%) Pegal-pegal 23 100.0 Sakit/nyeri 9 39.1 Kaku 3 13.0 Kesemutan 5 21.7 Bengkak 1 4.3

Tingkat keseringan atau frekuensi

munculnya keluhan pada tiap bagian tubuh berbeda-beda. Berdasarkan hasil kuesioner, frekuensi yang paling dominan

yaitu setiap hari, selanjutnya 1-2 kali/minggu dan yang paling sedikit adalah 1-2 kali/bulan.

Tabel 3.9 Frekuensi keluhan subjektif CTDs pada pekerja

Bagian Tubuh Setiap hari 1 2 x/minggu 1 2 x/bulan Tidak ada n % n % n % n %

Leher atas 12 52.2 1 4.3 - - 10 43.5 Leher bawah 6 26.1 3 13 - - 14 60.9 Bahu kiri 5 21.7 2 8.7 - - 16 69.6 Bahu kanan 6 26.1 2 8.7 - - 15 65.2 Lengan atas kiri 2 8.7 2 8.7 - - 19 82.6 Punggung 10 43.5 5 21.7 1 4.3 7 30.4 Lengan atas kanan 3 13 4 17.3 - - 16 69.6 Pinggang 11 47.8 3 13 4 17.4 5 21.7 Bokong 10 43.5 5 21.7 - - 8 34.8 Pantat - - 3 13 1 4.3 19 82.6 Siku kiri - - 2 8.7 - - 21 91.3 Siku kanan - - 2 8.7 - - 21 91.3 Lengan bawah kiri 3 13 1 4.3 - - 19 82.6 Lengan bawah kanan 4 17.4 4 17.4 - - 15 65.2 Pergelangan tangan kiri 8 34.8 1 4.3 - - 14 60.9 Pergelangan tangan kanan 10 43.5 2 8.7 - - 11 47.8 Tangan kiri 4 17.4 3 13 - - 16 69.6 Tangan kanan 4 17.4 3 13 - - 16 69.6 Paha kiri 1 4.3 2 8.7 - - 20 87 Paha kanan 1 4.3 2 8.7 - - 20 87 Lutut kiri 3 13 2 8.7 - - 18 78.3 Lutut kanan 3 13 2 8.7 - - 18 78.3 Betis kiri - - 3 13 - - 20 87 Betis kanan - - 3 13 - - 20 87 Pergelangan kaki kiri 3 13 1 4.3 1 4.3 18 78.3 Pergelangan kaki kanan 4 17.4 2 8.7 2 8.7 15 65.2 Kaki kiri 1 4.3 4 17.4 2 8.7 16 69.6 Kaki kanan 1 4.3 4 17.4 2 8.7 16 69.6

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 12: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

12    

Berdasarkan hasil kuesioner, dapat diketahui bahwa waktu munculnya keluhan CTDs paling banyak terjadi pada waktu setelah bekerja yaitu sebanyak 14

orang (60.9%), pada saat atau selama melakukan pekerjaan sebanyak 6 orang (26.1%) dan pada akhir minggu saja sebanyak 3 orang (13%) (Tabel.3.10).

Tabel 3.10 Distribusi waktu munculnya keluhan subjektif CTDs pada pekerja

Waktu Munculnya Keluhan Frekuensi Persentase (%) Setelah bekerja 14 60.9 Saat/selama bekerja 6 26.1 Hanya pada akhir minggu 3 13

Terdapat beberapa tindakan yang

dilakukan oleh pekerja dalam mengatasi keluhan yaitu berupa pemijatan, minum obat/jamu, pergi ke dokter atau hanya diistirahatkan saja. Berdasarkan hasil kuesioner, tindakan yang paling banyak

dilakukan adalah cukup diistirahatkan saja yaitu sebanyak 15 orang (65.2%), dengan minum obat/jamu sebanyak 5 orang (217%), dengan pemijatan sebanyak 2 orang (8.7%) dan yang pergi ke dokter 1 orang (4.3%) (Tabel 3.11).

Tabel 3.11 Distribusi tindakan pengendalian keluhan CTDs yang dilakukan pekerja

Tindakan Pengendalian Frekuensi Persentase (%) Pemijatan 2 8.7 Minum obat/jamu 5 21.7 Istirahat 15 65.2 Pergi ke dokter 1 4.3

3.3 Gambaran Keluhan CTDs

berdasarkan Jenis Kelamin

35.7%  

21.4%  7.1%  7.1%  

28.6%  

14.3%  

50%   64.3%  

Pria

14.3%  

14.3%  

0%   0%  

14.3%   28.6%  

28.6%  28.6%  

21.4%  21.4%  

Wanita

33.3%  

22.2%  

11.1%  

11.1%  

22.2%  

11.1%  

22.2%  

33.3%  

33.3%   44.4%  

33.3%   33.3%  

33.3%  

33.3%  

33.3%  33.3%  

44.4%  44.4%  

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 13: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

13    

Berdasarkan hasil kuesioner, pada penjahit pria keluhan terbanyak terdapat pada pinggang yaitu 85.7%, sedangkan pada penjahit wanita keluhan terbanyak terdapat pada pinggang dan bokong yaitu 66.7%. Menurut teori yang dikemukakan Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka et al (2004) menyebutkan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua

pertiga dari kekuatan otot pria sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan otot wanita. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase pada pria lebih tinggi dibanding dengan wanita, hal itu dikarenakan durasi kerja pada pria lebih banyak dibanding dengan wanita.

3.4 Gambaran Keluhan CTDs

berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil kuesioner, pada

penjahit dengan usia < 30 tahun keluhan terbanyak terdapat pada bagian tubuh pinggang yaitu 77.8%, sedangkan pada

keluhan terbanyak juga terdapat pada bagian tubuh pinggang yaitu 78.6%. Pada usia 20 29 tahun, kekuatan otot berada dalam kondisi terbaik. Kekuatan otot akan menurun sebanyak 22% pada 10 tahun berikutnya,

26% pada 20 tahun berikutnya, dan 42% pada 30 tahun berikutnya. Pada usia 60 tahun atau lebih, kekuatan otot akan menurun hingga 53% (Bridger, 1995). Sedangkan Chaffin (1979) dan Guo et al (1995) dalam Tarwaka et al (2004) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu antara 25-65 tahun.

33.3%  

33.3%  22.2%  0%  0%  

33.3%  11.1%  

66.7%  

22.2%   0%  

< 30 tahun

11.1%  11.1%  

11.1%   11.1%  

11.1%  11.1%  

22.2%  22.2%  

14.3%  14.3%  

42.9%  

28.6%  14.3%  

33.3%  21.4%  

42.9%  

14.3%   14.3%  

21.4%   57.1%  

11.1%   11.1%  

42.9%  42.9%  

35.7%  35.7%  

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 14: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

14    

3.5 Gambaran Keluhan CTDs berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan hasil kuesioner, pada penjahit dengan masa kerja < 5 tahun keluhan terbanyak terdapat pada bagian tubuh pinggang yaitu 80%, sedangkan

keluhan terbanyak juga terdapat pada bagian pinggang yaitu 76.9%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keluhan

yang dialami pekerja dengan masa kerja < 5 tahun tidak jauh berbeda dengan keluhan

5 tahun. Menurut Yulianandari (2009) semakin lama masa kerja, maka pekerja akan semakin lama terpajan faktor risiko sehingga akan memperparah keluhan.

0%                0%  

       20%  

30%            20%  

40%            20%  

50%  

< 5 tahun

         10%   10%  

         30%   30%  

       10%   10%  

20%            20%  

     30%        30%  

15.4%  15.4%  

53.8%  

30.8%  15.4%  

15.4%  15.4%  

53.8%  

5 tahun

15.4%   15.4%  

15.4%   38.5%  

30.8%   30.8%  

38.5%  38.5%  

30.8%  30.8%  

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 15: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

15    

3.6 Gambaran Keluhan CTDs berdasarkan Kebiasaan Merokok

Berdasarkan hasil kuesioner, pada penjahit yang merokok keluhan terbanyak terdapat pada bagian punggung dan pinggang yaitu 80%, s edangkan pada penjahit yang tidak merokok keluhan terbanyak terdapat pada bagian pinggang yaitu 76.9%. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan yang dirasakan

(Tarwaka et al, 2004). Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis yang lebih kuat dari pada yang diharapkan dari efek batuk risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok per harinya (Pheasant, 1991).

10%            10%  

     60%  

30%            30%  

30%            20%  

70%  

     30%  

         20%   30%  

             0%   0%  

       10%   10%  

30%            30%  

     30%  

Merokok Tidak merokok

7.7%          7.7%  

 23.1%  

30.8%          7.7%  

30.8%      15.4%  

38.5%  

   23.1%   38.5%  

30.8%  

   30.8%  

23.1%   23.1%  

30.8%  

30.8%    30.8%  

   30.8%  

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 16: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

16    

3.7 Gambaran Keluhan CTDs berdasarkan Kebiasaan Olahraga

4. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 23 penjahit sektor informal di Kecamatan Cileungsi tahun 2012 diperoleh simpulan sebagai berikut: a. Sebagian besar aktivitas memiliki risiko

sedang dan tidak ada risiko tinggi. Tindakan pengendalian yang perlu dilakukan adalah investigasi lebih lanjut dan perubahan postur tubuh.

b. Variabel yang tidak berkontribusi yaitu beban dan pegangan/coupling.

c. Keluhan subjektif CTDs yang paling banyak dialami pekerja adalah pada bagian tubuh leher atas, punggung, pinggang, bokong dan pergelangan tangan kanan.

d. Keluhan subjektif CTDs yang dialami pria adalah pada bagian pinggang (85.%), sedangkan pada wanita keluhan terjadi pada bagian pinggang dan bokong (66.7%).

e. Keluhan subjektif CTDs pada pinggang yang dialami pekerja dengan usia < 30 tahun yaitu 77.8%, sedangkan pekerja dengan usia tahun 78.6%.

f. Keluhan subjektif CTDs pada pinggang yang dialami pekerja dengan masa kerja < 5 tahun sebesar 80% dan pekerja dengan masa kerja 5 tahun sebesar 76.9%.

g. Keluhan subjektif CTDs pada pekerja yang merokok paling banyak terjadi pada bagian punggung dan pinggang (80%) sedangkan pada pekerja yang tidak merokok paling banyak terjadi pada bagian pinggang (76.9%).

h. Keluhan subjektif CTDs pada pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga paling banyak terjadi pada bagian tubuh punggung, pinggang dan bokong (81.8%) sedangkan pada pekerja yang tidak olahraga paling banyak terjadi pada bagian tubuh pinggang (75%).

0%                0%  

 27.3%  

27.3%      18.2%  

36.4%      18.2%  

54.5%  

Olahraga

     9.1%   9.1%  

   9.1%   9.1%  

     9.1%   9.1%  

18.2%    18.2%  

     9.1%      9.1%  

16.7%    16.7%  

 50%  

33.3%      16.7%  

25%      16.7%  

50%  

Tidak olahraga

16.7%   16.7%  

   33.3%   58.3%  

33.3%   33.3%  

41.7%    41.7%  

   50%      50%  

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 17: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

17    

5. Saran

Untuk menurunkan tingkat risiko CTDs, maka perlu dilakukan tindakan pengendalian yang terdiri dari pengendalian secara teknik dan pengendalian secara administratif. a. Pengendalian secara teknik

1. Pada aktivitas kerja yang dilakukan pada posisi berdiri sebaiknya tinggi meja disesuaikan dengan tinggi pekerja sehingga pekerja tidak terlalu membungkuk dan menunduk ketika melakukan aktivitas tersebut.

2. Pada aktivitas kerja yang dilakukan pada posisi duduk sebaiknya menggunakan kursi yang memiliki sandaran agar punggung tidak tegang.

3. Pada aktivitas memasang kancing sebaiknya meja kerja disesuaikan tingginya dengan tinggi pekerja agar lengan dapat menopang pada meja. Selain itu, agar pekerja tidak terlalu membungkuk dan menunduk ketika bekerja.

b. Pengendalian secara administratif 1. Pekerja sebaiknya melakukan

istirahat atau peregangan otot ketika mulai merasakan kelelahan agar otot tidak tegang.

2. Memasang poster mengenai cara-cara melakukan peregangan otot saat bekerja.

3. Pemilik usaha sebaiknya ikut berperan serta dalam memantau kesehatan pekerjanya dengan selalu mengingatkan pekerjanya untuk melakukan peregangan otot di saat pekerja mulai merasa lelah.

4. Sebaiknya jam kerja dikurangi menjadi 8 jam kerja per hari untuk mengurangi risiko CTDs.

6. Daftar Pustaka

1. ACGIH. (2010). TLVs and BEIs. United States: Signature Publication.

2. Ariani, Tati. (2009). Gambaran Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) dalam Pekerjaan Manual Handling pada Buruh Angkut Barang (Porter) di Stasiun Kereta Jatinegara Tahun 2009. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

3. Arizona State University. (n.d). Ergonomic Program. November 10, 2012. http://www.asu.edu/uagc/EHS/documents/asu_ergonomics_program.pdf

4. Aryanto, Pongky D. (2008). Gambaran risiko ergonomi dan keluhan gangguan muskuloskeletal pada penjahit sektor usaha informal. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

5. Bernard, Bruce P. (1997). Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extremity, and Low Back. NIOSH publication 97-141.

6. Bramson, James B. et al. (1998). Evaluating Dental Office Ergonomics Risk Factors and Hazards. Journal of American Dental Association. 129: 174-183.

7. Bridger, R.S. (1995). Introduction to Ergonomics. Singapore: McGraw-Hill Inc.

8. Bridger, R.S. (2003). Introduction to Ergonomics. Second Edition. London : Taylor & Francis.

9. Bureau of Labor Statistics. (2008). Musculoskeletal disorders and days away from work in 2007. November 2, 2012. http://www.bls.gov/opub/ted/2008/dec/wk1/art02.htm

10. Burgel, Barbara J. et al. (2004). Garment workers in California: Health outcomes of the asian immigrant women workers clinic. AAOHN Journal 52: 465-476. October 29, 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15587459

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 18: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

18    

11. Choobineh, A et al. (2007). Musculoskeletal problems among workers of an Iranian rubber factory. J Occup Health 49(5): 418-423. November 5, 2012. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17951976

12. Connecticut Department of Public Health. (2008). Cumulative Trauma Disorders. October 30, 2012. http://www.ct.gov/dph/lib/dph/environmental_health/eoha/pdf/ctds_fact_sheet.pdf

13. European Agency for Safety and Health at Work. (n.d). Occupationel safety and health in textile sector. October 28, 2012. https://osha.europa.eu/en/publications/e-facts/efact30

14. Hignett, S. & McAtamney, L. (2000). Rapid Entire Body Assessment (REBA). Applied Ergonomics. 31(1): 201-205.

15. Health and Safety Executive (HSE). (n.d). Musculoskeletal Disorders (MSDs) in Great Britain (GB). October 29, 2012. http://www.hse.gov.uk/statistics/causdis/musculoskeletal/index.htm

16. Health and Safety Executive (HSE). (2007). Understanding ergonomics at work : Reduce accidents and ill health and increase productivity by fitting the task to the worker. October 28, 2012. http://www.hse.gov.uk/pubns/indg90.pdf

17. ILO. (1998). Work Organization and Ergonomics. Editor: Vittorio Dimatino dan Nigel Corlett. Geneva: ILO Publications.

18. Kant, L., J.H.V. Notermans and P.J.A Borm. (1990). Observation of working Postures in Garages Using the Ovako Working Posture Analysis System (OWAS) and Consequent Work Load Reduction Recomendation. Ergonomics 33 no.2: 209-220

19. Kurniawidjaja, L. Meily. (2010). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja.

Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

20. Niu, Shengli. (2010). Ergonomics and Occupational Safety and Health: An ILO Perspective. Applied Ergonomics 41 (744-753).

21. Nurhikmah. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Furnitur Di Kecamatan Benda Kota Tangerang Tahun 2011. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.

22. Nurmianto, Eko. (2004). Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya (edisi kedua). Surabaya: Guna Widya.

23. Oborne, David J. (1995). Ergonomics at Work (3rd edition): Human Factor in Design and Development. England: John Wiley & Sons Ltd.

24. OSHA. (2000). Ergonomics: The Study of Work. US Departement of Labour.

25. Palmer, K.T. et al. (2003). Smoking and Musculoskeletal Disorders: Findings From a British National Survey, Ann Rheum Dis 2003; 62:33-36.

26. Pheasant, Stephen. (1991). Ergonomics: Work and Health. Maryland: Aspen Publishers.

27. Pulat, Babur Mustafa and David C. Alexander. (1991). Industrial ergonomics: Case Studies. New York: McGraw-Hill, inc.

28. Setiadi. (2007). Anatomi & Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

29. Stanton, Neville et al. (2005). Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. Boca Raton: CRC Press US.

30. Tarwaka, et al. (2004). Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan & Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.

31. Wood, Ron. (2005). Ergonomics injuries and the workplace. October

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012

Page 19: GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN …

19    

28, 2012. http://www.thefabricator.com/safety_articlecfm?ID=1214

32. Yulianandari, Tia. (2009). Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi dan Keluhan Muskuloskeletal pada Karyawan Total

Assembly line 5 (combi) dan 9 (home theatre) divisi media PT X, Cibitung 2009. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Gambaran tingkat..., Fitria Febriana, FKM UI, 2012