19
Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response Preparedness) Bahaya Kebakaran Gedung Balaikota Depok Tahun 2016 Firly 1 , Zulkifli Djunaidi 2 1. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia 2. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Pertumbuhan pembangunan gedung bertingkat maupun perkantoran yang terus meningkat memiliki potensi akan bahaya dan bencana misalnya kebakaran sehingga perlu diperhatikan sistem tanggap darurat guna meminimalisir dampak kerugian baik dari segi material maupun manusia melalui upaya mitigasi, pencegahan, dan deteksi dini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran sistem tanggap darurat (Emergency Response Preparedness) pada fase pra, saat, maupun pasca kebakaran di Gedung Balaikota Depok berdasarkan NFPA 1600 edisi 2013: Standard on Disaster/Emergency Management and Business Continuity Programs. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem tanggap darurat bahaya kebakaran di gedung Balaikota Depok masih belum maksimal dan komprehensif. Overview of Emergency Response Preparedness from Fire Hazard in Depok City Hall 2016 Abstract The growth of multi-storey buildings and offices have hazard potential to become disaster like fire that need to be consider an emergency response system to minimize the impact of losses in terms of material and human through step of mitigation, prevention, and early detection. This study aims to look at describtion of emergency response system (Emergency Response Preparedness) in pre, during, and post disaster of fire in the building of Balaikota Depok based on standard of NFPA 1600: Standard on Disaster/ Emergency Management and Business Continuity Programs. This study uses descriptive analytic design with a qualitative approach. From this study, it can be concluded that the emergency response system for fire hazard in the building of Depok City Hall was not optimally and comprehensive. Keywords : Emergency Response System, Fire, NFPA 1600 Pendahuluan Kebakaran merupakan salah satu bencana yang paling banyak terjadi di Indonesia dan umumnya disebabkan karena kelalaian manusia (human error) dengan dampak kerugian seperti kerugian harta benda, stagnasi atau terhentinya usaha, terhambatnya perekonomian Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response Preparedness) Bahaya Kebakaran Gedung Balaikota Depok Tahun 2016

Firly1, Zulkifli Djunaidi2

1. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia, Indonesia

2. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Pertumbuhan pembangunan gedung bertingkat maupun perkantoran yang terus meningkat memiliki potensi akan bahaya dan bencana misalnya kebakaran sehingga perlu diperhatikan sistem tanggap darurat guna meminimalisir dampak kerugian baik dari segi material maupun manusia melalui upaya mitigasi, pencegahan, dan deteksi dini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran sistem tanggap darurat (Emergency Response Preparedness) pada fase pra, saat, maupun pasca kebakaran di Gedung Balaikota Depok berdasarkan NFPA 1600 edisi 2013: Standard on Disaster/Emergency Management and Business Continuity Programs. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem tanggap darurat bahaya kebakaran di gedung Balaikota Depok masih belum maksimal dan komprehensif.

Overview of Emergency Response Preparedness from Fire Hazard in Depok City Hall 2016

Abstract

The growth of multi-storey buildings and offices have hazard potential to become disaster like fire that need to be consider an emergency response system to minimize the impact of losses in terms of material and human through step of mitigation, prevention, and early detection. This study aims to look at describtion of emergency response system (Emergency Response Preparedness) in pre, during, and post disaster of fire in the building of Balaikota Depok based on standard of NFPA 1600: Standard on Disaster/ Emergency Management and Business Continuity Programs. This study uses descriptive analytic design with a qualitative approach. From this study, it can be concluded that the emergency response system for fire hazard in the building of Depok City Hall was not optimally and comprehensive.

Keywords : Emergency Response System, Fire, NFPA 1600

Pendahuluan

Kebakaran merupakan salah satu bencana yang paling banyak terjadi di Indonesia dan

umumnya disebabkan karena kelalaian manusia (human error) dengan dampak kerugian

seperti kerugian harta benda, stagnasi atau terhentinya usaha, terhambatnya perekonomian

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 2: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

dan pemerintahan bahkan menimbulkan korban jiwa (Setiani 2015). Salah satu wilayah dan

tempat yang paling sering mengalami kasus kebakaran adalah gedung perkantoran. Dari data statistik National Fire Protection Association (NFPA) tahun 2007-2011 total kejadian kebakaran di gedung bertingkat di dunia ada sebanyak 15.400 kasus dimana setengahnya terjadi di gedung bertingkat dan juga perkantoran dengan kasus yang dilaporkan sebanyak

7.700 kejadian (Hall, John R 2013).

Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) DKI Jakarta mencatat dari

periode Januari hingga Juli 2015 terjadi sebanyak 607 kejadian kebakaran gedung bertingkat,

perkantoran, maupun pemukiman yang umumnya disebabkan karena korsleting listrik,

ledakan material, dan puntung rokok. Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Pemadam

Kebakaran Kota Depok, sepanjang tahun 2015 lalu terjadi total kasus kebakaran sebanyak

226 kejadian. Kasus kebakaran tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebanyak 26

kejadian, walaupun tidak menimbulkan adanya korban jiwa namun menimbulkan kerugian

secara finanasial.

Tingginya angka pertumbuhan manusia dan jumlah tenaga kerja menjadikan gedung

perkantoran sebagai tempat dalam melakukan pekerjaan setiap harinya. Selain itu,

peningkatan jumlah bangunan tinggi yang semakin berkembang menjadikan hal ini memiliki

potensi akan ancaman seperti kebakaran serta dapat mengakibatkan kerugian pada manusia

ataupun material jika tidak dilengkapi dengan sistem tanggap darurat yang benar. Kerugian

dari kasus kebakaran selain karena sistem proteksi yang buruk juga disebabkan oleh

kurangnya kepekaan manusia dalam menghadapi keadaan darurat dan tidak mengetahui

sarana evakuasi serta waktu tanggap (respone time) terjadi bahaya kebakaran hingga akhirnya

menimbulkan adanya korban jiwa, kerugian material dan finansial serta kerusakan lingkungan.

Untuk itu dibutuhkan sistem tanggap darurat bagi masyarakat agar bisa mengantisipasi sejak

dini akan potensi ancaman kebakaran di lingkungannya masing-masing dengan meningkatkan

kesiagaan dan ketanggap daruratan dalam menghadapi ancaman kebakaran.

Gedung Balaikota Depok merupakan tempat orang bekerja dengan waktu kurang lebih 8 jam

per harinya. Aset beharga dari gedung ini tidak hanya dari segi manusia, tetapi dari dokumen

pemerintahan dan juga lingkungan. Di gedung ini tersimpan dokumen dan arsip penting

pemerintahan yang sangat krusial jika terbakar. Lokasi gedung yang strategis dekat dengan

jalan raya dan gedung-gedung lain serta ditambah dengan material dan fasilitas gedung yang

cukup banyak menyebabkan adanya potensi bahaya kebakaran yang bisa menimbulkan

kemacetan lalu lintas serta menimbulkan kerugian berupa korban jiwa dan kerugian finansial

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 3: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

apabila tidak dilengkapi dengan sistem tanggap darurat yang dibuat oleh pihak manajemen

gedung. Dari semua aset inilah maka peneliti ingin melihat gambaran sistem Emergency

Response Preparedness (ERP) bahaya kebakaran di Gedung Balaikota Depok Tahun 2016

guna melihat gambaran sistem tanggap darurat dari ancaman bahaya kebakaran.

Tinjauan Teoritis

1. Emergency Response Preparedness

Emergency Response Preparedness merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari

persiapan/kesiapsiagaan/kewaspadaan (Preparedness), dan respon tanggap darurat (Response)

terhadap keadaan darurat (Emergency) (Inter-Agency Standing Committee 2015). Emergency

Response Preparedness berkaitan dengan manajemen keadaan darurat yang didefinisikan

sebagai upaya sistematis dan komprehensif untuk menanggulangi semua kejadian

bencana/keadaan darurat secara cepat, tepat, dan akurat untuk menekan korban dan kerugian

yang ditimbulkannya yang terdiri dari tahap pra, saat, dan pasca keadaan darurat. (NFPA

1600).

2. Pra Keadaan Darurat

2.1 Perencaan Umum

Perencanaan umum merupakan tindakan untuk menetapkan prioritas, fungsi, hubungan

kolaboratif dan memastikan bahwa komunikasi dan seluruh sistem saling berhubungan saat

terjadi keadaan darurat (Katz 2013). Perencaan umum harus detail dalam menjelaskan

pencegahan dan mitigasi, kegiatan dalam mempersiapkan keadaan darurat (misalnya pelatihan

dan pemeliharaan), keseluruhan pengendalian dan koordinasi dalam respon keadaan darurat,

dan peran serta tanggung jawab masing-masing personil dalam persiapan pra keadaan darurat,

saat keadaan darurat, maupun pasca keadaan darurat (HaSPA 2012).

2.2 Pencegahan

Pencegahan merupakan langkah-langkah jangka panjang untuk mengurangi dan

menghilangkan risiko akibat keadaan darurat. Implementasi dari strategi pencegahan juga

dapat menjadi bagian pada fase recovery jika diterapkan pasca keadaan darurat terjadi. Upaya

pencegahan perlu dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko keadaan

darurat/bencana baik melalui pengurangan ancaman keadaan darurat maupun kerentanan

pihak yang mengalami keadaan darurat. Salah satu target dari pencegahan yaitu identifikasi

bahaya dan kerentanan (HaSPA 2012).

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 4: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

2.3 Mitigasi

Mitigasi merupakan upaya untuk mengurangi dampak dari keadaan darurat melalui langkah

struktural dan non-struktural. Langkah struktural mencakup desain bangunan (misalnya

kompartemensi, akses jalan keluar dan lain-lain). Sedangkan langkah non-struktural meliputi

prosedur guna meminimalkan dampak dari terjadinya keadaan darurat (HaSPA 2012).

2.4 Pelatihan dan Pendidikan

Pelatihan dan pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengkondisikan anggota

tim dan personil untuk melakukan tindakan atau aksi tanggap yang tepat dengan tujuan untuk

mencapai performa maksimal (NFPA 1600). Persiapan dalam menghadapi keadaan darurat

merupakan bagian dalam meminimalisir kerentanan dan ketahanan organisasi. Kesiapan

dalam menghadapi keadaan darurat berarti misalnya seperti pembentukan struktur emergency

response team termasuk orang-orang yang terlatih dan terampil.

2.5 Prosedur Operasional

Prosedur operasional adalah ketentuan tertulis yang berisikan tindakan yang harus dilakukan

dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang akan

ditimbulkan (HaSPA 2012). Menurut Rebeca Katz dalam The National Preparedness

Guidelines (2009) ada 4 tingkat tahapan standar dokumen prosedur, yaitu:

1. SOP (Standard Operational Procedure) dan Operasi Manual

2. Panduan Operasi Lapangan/ Manajemen Insiden

3. Panduan Evakuasi

4. Bantuan Tanggap Darurat.

2.6 Sumber Daya

Sumberdaya merupakan kebutuhan yang digunakan sebelum keadaan darurat terjadi seperti

peralatan komunikasi, pelatihan, peralatan evakuasi dan lain-lain (HaSPA 2012). Menurut

Rebeca Katz dalam The National Preparedness Guidelines (2013) sumber daya juga

mencakup kebutuhan personil, peralatan, dll yang diperlukan dalam menangani keadaan

darurat. Penetapan sumber daya ini didasarkan untuk mengidentifikasi kebutuhan, ketertiban,

pemulihan, dan sebagai bahan pesediaan.

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 5: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

3. Saat Keadaan Darurat

3.1 Respon Tanggap Darurat

Respon tanggap darurat merupakan kegiatan langung dan berkelanjutan, penugasan, program,

dan sistem untuk mengelola dampak dari keadaan darurat yang mengancam kehidupan,

properti, operasi, atau lingkungan yang dilakukan segera setelah insiden terjadi. Tujuan dari

respon tanggap darurat ini adalah untuk meminimalisir kerugian pada manusia, lingkungan,

properti dan bisnis. Respon tanggap darurat memiliki dua komponen, yaitu (HaSPA 2013):

1. Tanggap darurat dari personil organisasi internal melalui mobilisasi dari responder

pertama di area bencana dengan dukungan dan tindakan koordinasi oleh personil

utama.

2. Tanggap darurat oleh layanan emergency (pemadam kebakaran, polisi, dan

ambulance).

4. Saat Keadaan Darurat

4.1 Pemulihan dan Keberlanjutan Bisnis

Pemulihan (recovery) merupakan upaya untuk mengembalikan area yang mengalami bencana/

keadaan darurat ke kondisi sebelum bencana itu terjadi dan dapat berfungsi normal. Fokus

utama dari pemulihan ini adalah manajemen korban yang terkena bencana atau keadaan

darurat, kegiatan pasca cuti dan keberlanjutan bisnis, pembangunan sarana prasarana yang

rusak, serta perbaikan infrastruktur lainnya. Kegiatan pemulihan berkaitan dengan upaya

keberlanjutan bisnis atau Business Continuity Plan (BCP). Menurut The Business Continuity

Institute (2002), Business Continuity Plan (BCP) merupakan sebuah rencana jelas dan

didokumentasikan yang digunakan pada saat kelangsungan terjadi keadaan darurat pada

kelangsungan bisnis, kejadian, insiden dan/ atau krisis. BCP merupakan bagian dari Business

Continuity Management (BCM) yang terdiri dari langkah-langkah:

a. Pemulihan Bisnis (Business Recovery atau Business Resumption)

b. Langkah Pemulihan Infrastuktur Teknologi Informasi (Disaster Recovery)

c. Langkah Darurat (Contingency Plan).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif

menggunakan form checklist untuk melihat gambaran sistem tanggap darurat di Gedung

Balaikota Depok. Hasil penelitian dianalisis dan dibandingkan dengan standar NFPA 1600

edisi 2013. Penelitian ini dilakukan di Gedung Balaikota Depok yang berada di Jalan

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 6: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

Margonda Raya, Pancoran Mas, Kota Depok, selama satu bulan. Data primer dari penelitian

ini didapatkan dari hasil observasi dan wawancara terstruktur dengan pihak terkait.

Sedangkan data sekunder didapat melalui telaah dokumen terkait manajemen keadaan darurat

yang digunakan di Gedung Balaikota Depok. Analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah analisis univariat dan komparatif dengan membandingkan kondisi aktual hasil

penelitian dengan standar. Observasi menjadi tools untuk validasi data yang didapat dari

wawancara dan telaah dokumen.

Hasil Penelitian

1. Pra Keadaan Darurat Kebakaran

1.1 Perencanaan Umum

Perencanaan umum tanggap darurat kebakaran gedung Balaikota Depok tercantum dalam

Rancangan Pembagunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Dinas Pemadam Kebakaran

Kota Depok tahun 2016-2021. Penyusunan rancangan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk

menyusun pedoman kerja jangka menengah proteksi kebakaran kota Depok melalui

peningkatan efektivitas pencegahan dan penanggulangan kebakaran, pembangunan

infrastruktur pendukung termasuk sumber air untuk pemadaman dan estimasi pengadaan

peralatan, dan kelengkapannya. Rancangan Pembagunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

mengacu kepada Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 10 tahun 2010 mengenai Manajemen

Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran. Peraturan ini dibuat oleh Walikota Depok dan

kerjasama dengan Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok yang menjelaskan mengenai

wilayah manajemen kebakaran gedung, organisasi penanggulangan kebakaran gedung, dan

tata laksana operasional.

1.2 Pencegahan

Pencegahan kebakaran gedung Balaikota Depok tercantum dalam Peraturan Daerah Kota

Depok Nomor 10 tahun 2010 pasal 13 mengenai Manajemen Pencegahan dan

Penanggulangan Kebakaran pada Bangunan Perkantoran, Perdagangan, dan Jasa. Adapun

kegiatan dalam perencaan pencegahan kebakaran yang dimaksudkan adalah:

1. Bangunan perkantoran perdagangan dan jasa yang memiliki ukuran besar wajib

dilengkapi dengan sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran meliputi

sistem proteksi aktif dan pasif, sistem pengendalian asap dan penyediaan sarana jalan

ke luar yang aman.

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 7: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

2. Setiap pemilik/pengelola bangunan perkantoran perdagangan dan jasa harus:

menerapkan manajemen keselamatan kebakaran (fire safety management);

membentuk Tim Penanggulangan Kebakaran Gedung; membuat rencana

penanggulangan kebakaran dan keadaan darurat lainnya; serta menyediakan pos

kendali kebakaran.

3. Setiap pemilik dan/atau pengelola dan/atau pengguna bangunan gedung wajib

membentuk Manajemen Penanggulangan Kebakaran Gedung.

4. Khusus bangunan Rumah Sakit dan bangunan perawatan kesehatan lainnya yang

memiliki lebih dari 40 tempat tidur rawat inap, wajib menerapkan Manajemen

Penanggulangan Kebakaran, terutama dalam mengidentifikasi dan

mengimplementasikan secara proaktif proses penyelamatan jiwa.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Manajemen Penanggulangan

Kebakaran diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

1.3 Mitigasi

Langkah mitigasi yang telah dilakukan di gedung Balaikota Depok yaitu adanya sistem

proteksi kebakaran, sarana evakuasi kebakaran, pembentukan personil pemadam kebakaran

dan tim TAGANA, pelatihan dalam menghadapi kebakaran oleh personil, pembentukan

sistem komunikasi kebakaran, serta program asuransi untuk personil maupun karyawan

gedung. Sedangkan upaya mitigasi yang belum dilakukan oleh pihak manajemen gedung

Balaikota Depok yaitu belum terdapat pedoman/standar/prosedur mitigasi gedung, belum

dilakukan analisis dan penilaian risiko dari bahaya yang diidentifikasi pada gedung, belum

dibentuknya Manajemen Penanggulangan Kebakaran Gedung (MPKG), serta belum terdapat

tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan keadaan darurat/bencana

digedung tersebut. Selain itu, kondisi sarana evakuasi pada gedung tersebut masih belum

difungsikan secara maksimal seperti pada sarana jalan keluar dan tangga darurat dijadikan

tempat peletakan barang-barang bekas sementara yang bisa menggaggu laju respon time -

orang-orang saat terjadi kebakaran. Maintenance pada tanda petunjuk arah dan penerangan

darurat juga masih belum dilakukan.

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 8: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

Gambar 1. Sarana Jalan Keluar Dibagian Belakang Gedung Balaikota Depok

Gambar 2. Tumpukan Barang Bekas Disepanjang Tangga Darurat

Gambar 3. Lampu Tanda EXIT tidak Menyala

Gambar 4. Penerangan Darurat tidak Menyala

1.4 Pelatihan dan Pendidikan

Pelatihan dan pendidikan di gedung Balaikota Depok mengenai keadaan darurat kebakaran

dilakukan 1-2 kali dalam satu tahun dengan sasaran yaitu personil pemadam kebakaran yang

bertugas di pos pemadam kebakaran di depan gedung Balaikota Depok dan bagi tim

TAGANA. Adapun pelatihan yang selama ini sudah didapatkan untuk personil pemadam

kebakaran berupa pelatihan diklat juru padam 1 dan 2 yang wajib buat seluruh personil yang

diberikan langsung oleh instruktur dari Kementrian Dalam Negri (KEMENDAGRI), TNI, dan

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 9: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

personil senior dan nantinya langsung diberikan sertifikasi. Pelatihan lain yang pernah

didapatkan yaitu Basic Mentality, Water Rescue dll. Sedangkan untuk tim TAGANA,

pelatihan yang pernah dilakukan berupa pelatihan penyelamatan korban kebakaran,

pembuatan dapur umum, Water Rescue dll. Untuk saat ini belum diadakan pelatihan

menyeluruh bagi seluruh karyawan yang bertugas di gedung Balaikota Depok. Selain itu,

program pelatihan ini tidak diikuti dengan program simulasi kebakaran (fire emergency drill)

untuk melihat respon time karyawan gedung saat terjadi kebakaran.

1.5 Prosedur Operasional

Prosedur operasional keadaan darurat bahaya kebakaran untuk gedung Balaikota Depok

tercantum dalam Peraturan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Nomor 1 Tahun 2009

mengenai Prosedur Tetap Operasi Penanggulangan Bencana Kebakaran. Tujuan dari prosedur

ini adalah untuk mewujudkan kesamaan persepsi dan keseragaman cara bertindak bagi semua

personil yang terlibat dari operasi penanggulangan kebakaran sehingga dapat dicapai hasil

yang efektif dalam upaya pemadaman dan efisien dalam pengerahan sumber daya. Adapun isi

dari prosedur operasional ini berisi mencakup:

1. Prosedur Penanggulangan Kejadian Kebakaran

2. Standar Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana Operasi

3. Jabatan dalam Struktur Operasi Pemadam Kebakaran.

1.6 Sumber Daya

Sumber daya dalam penanggulangan keadaan darurat kebakaran gedung Balaikota Depok

terdiri atas sumber daya manusia (personil pemadam kebakaran gedung dan tim TAGANA)

dan peralatan kebakaran. TAGANA merupakan tim tanggap darurat yang memiliki fungsi dan

peran dalam fase saat dan pasca kebakaran yaitu dalam melakukan assessment dan evakuasi

saat terjadi keadaan darurat misalnya kebakaran. TAGANA terdiri dari satu orang ketua dan

anggota berjumlah 14 orang yang memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing

misalnya dalam pemenuhan logistik, medis, melakukan evakuasi, melakukan assessment, dan

melakukan trauma healing bagi para korban. Selain tim TAGANA, personil lain yang

bertugas dalam aksi tanggap darurat kebakaran di gedung Balaikota Depok ada pasukan

pemadam kebakaran yang memiliki pos sendiri yang berlokasi di depan gedung Balaikota. Di

dalam pos pemadam kebakaran gedung Balaikota Depok terdapat 2 regu pemadam yaitu regu

A dan regu B. Masing-masing regu bekerja secara shift 1 hari kerja 1 hari libur. Selain sumber

daya manusia, peralatan penunjang sangat diperlukan dalam melakukan penanggulangan

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 10: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

kebakaran gedung Balikota Depok. Peralatan tersebut antara lain 2 fire truck, APAR, selang,

tali, kotak first aid, breathing apparatus, dan peralatan kebakaran lainnya.

2. Saat Keadaan Darurat Kebakaran

2.1 Respon Tanggap Darurat

Respon tanggap darurat kebakaran gedung Balaikota Depok tercantum dalam Peraturan

Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Nomor 1 Tahun 2009 mengenai Prosedur Tetap Operasi

Penanggulangan Bencana Kebakaran. Respon tanggap darurat yang dilakukan gedung

Balaikota Depok jika terjadi kebakaran yaitu dimulai dari tahapan keberangkatan awal,

tahapan keberangkatan akhir dan menjalankan incident commander. Berikut merupakan

struktur komando saat terjadi keadaan darurat kebakaran di gedung Balaikota Depok:

Gambar 5. Incident Commander Kebakaran Gedung Balaikota Depok

Berikut merupakan waktu tempuh evakuasi saat terjadi kebakaran berdasarkan perhitungan

yang dilakukan di setiap lantai di gedung Balaikota Depok:

Tabel 1. Waktu Tempuh Evakuasi Tiap Lantai

Lantai Waktu Tempuh Evakuasi Lantai 1 1,29 menit Lantai 2 3 menit Lantai 3 4,19 menit Lantai 4 5,3 menit Lantai 5 6,58 menit

Dari tabel diatas terlihat bahwa semakin tinggi lantai diperlukan waktu evakuasi lebih lama.

Hal ini dikarenakan dikarenakan jarak antara lantai tertinggi menuju ke Assembly Point lebih

jauh dibandingkan dengan jarak lantai terendah. Selain itu, diperlukan koordinasi kepada

petugas pemadam kebakaran dan tim TAGANA dalam melakukan evakuasi di lantai yang

terendah sehingga pada saat terjadi kebakaran, lantai tersebut pun sudah kosong dan tidak

terjadi penumpukan sehingga memudahkan orang-orang di lantai tertinggi untuk turun baik

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 11: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

menggunakan pintu masuk utama gedung maupun melalui pintu darurat dan tangga darurat di

sebelah barat dan timur gedung.

3. Pasca Keadaan Darurat

3.1 Pemulihan dan Keberlanjutan Bisnis

Tidak ditemukan data mengenai business continuity and recovery maupun Business

Continuity Plan (BCP) dan juga Business Continuity Management (BCM) di gedung

Balaikota Depok terkaitan program pemulihan dan keberlanjutan bisnis pasca kebakaran.

Hasil wawancara menyebutkan bahwa upaya pemulihan dan keberlanjutan bisnis pasca

kebakaran gedung Balaikota Depok adalah dengan melakukan pemulihan sarana prasarana

pemerintahan secepatnya. Langkah yang dilakukan yaitu dengan penyewaan gedung/ruko

sementara untuk menjalankan proses pemerintahan di gedung Balaikota Depok. Sementara

untuk perbaikan maupun pemulihan kinerja dan aktivitas gedung diserahkan kepada Dinas

Pekerjaan Umum. Namun saat ini belum terdapat rencana tertulis mengenai upaya yang

dilakukan pasca pemulihan kebakaran pada gedung Balaikota Depok.

Pembahasan

1. Pra Keadaan Darurat Kebakaran

1.1 Perencanaan Umum

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokuemen pada fase pra kebakaran untuk

poin perencaan umum hampir sebagian besar memenuhi checklist dari standar NFPA 1600

yang digunakan. Saat perencaan telah dijelaskan mengenai asumsi pada saat dilakukan proses

perencaan misalnya saat pembentukan tim tanggap darurat (personil pemadam kebakaran dan

juga tim TAGANA). Selain itu, dijelaskan bagaimana peran serta komunikasi antar pihak

internal dan eksternal maupun pemenuhan kebutuhan bantuan logistik dan sumber daya antar

kedua belah pihak. Saat perencaan telah ditetapkan bentuk otoritas tertinggi saat terjadi

kebakaran adalah pada Komandan Regu pos pemadam kebakaran.

Namun terdapat beberapa poin yang belum memenuhi standar NFPA 1600. Untuk aspek

kesehatan dan keselamatan personil telah dibuktikan dengan adanya jaminan kesehatan bagi

mereka (BPJS). Namun program ini baru meng-cover untuk karyawan gedung dan personil

pemadam kebakaran di pos, belum untuk seluruh tim TAGANA. Hal ini dikarenakan tim

TAGANA hanya berstatus sebagai relawan jika terjadi bencana atau kebakaran sehingga

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 12: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

jaminan kesehatan untuk mereka masih sedikit diabaikan. Berikut merupakan diagram

pemenuhan NFPA 1600 untuk variabel perencanaan umum. Berdasarkan data yang

didapatkan saat penelitian, persentase kesesuaian implementasi sistem tanggap darurat gedung

Balaikota Depok terhadap persyaratan perencanaan umum NFPA 1600 adalah sebesar 67%

dari 100% pemenuhan kesesuaian. Sedangkan untuk terpenuhi sebagian sebesar 11% dan

tidak terpenuhi sebesar 22%.

1.2 Pencegahan

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen pada fase pra kebakaran untuk

poin pencegahan kebakaran hanya sebagian memenuhi checklist dari standar NFPA 1600

yang digunakan. Gedung Balaikota Depok hampir memenuhi poin pencegahan kebakaran

diantaranya yaitu telah terdapat sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran

meliputi sistem proteksi aktif dan pasif, sistem pengendalian asap dan penyediaan sarana jalan

ke luar untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran. Selain itu juga terdapat

rencana penanggulangan kebakaran dan keadaan darurat lainnya serta tersedianya pos kendali

kebakaran yang berada di depan gedung.

Namun poin yang masih belum memenuhi standar NFPA 1600 diantaranya masih belum

dilakukan penilaian risiko dan belum dibentuknya manajemen keselamatan kebakaran (fire

safety management) serta Tim Penanggulangan kebakaran gedung. Hal ini dikarenakan belum

ada komitmen dan pengetahuan yang cukup akan pentingnya pembentukan manajemen

keselamatan kebakaran gedung. Padahal orang-orang ini yang nantinya menjadi garda

terdepan dalam melakukan penanggulangan kebakaran tanpa perlu mengandalkan pos

pemadam kebakaran di depan gedung Balaikota Depok. Berdasarkan data yang didapatkan

saat penelitian, persentase kesesuaian implementasi sistem tanggap darurat gedung Balaikota

Depok terhadap persyaratan pecegahan NFPA 1600 adalah sebesar 75% terpenuhi sebagian

dan 25% tidak terpenuhi.

1.3 Mitigasi

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen pada fase pra kebakaran untuk

poin mitigasi kebakaran hanya sebagian yang memenuhi checklist dari standar NFPA 1600

yang digunakan. Organisasi telah mengembangkan strategi mitigasi pada gedung Balaikota

Depok berupa pembuatan sistem proteksi kebakaran, sarana evakuasi kebakaran,

pembentukan personil pemadam kebakaran dan tim TAGANA, pelatihan dalam menghadapi

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 13: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

kebakaran oleh personil, pembentukan sistem komunikasi kebakaran, serta program asuransi

untuk personil maupun karyawan gedung.

Adapun poin yang masih belum memenuhi standar NFPA 1600 terkait mitigasi yaitu belum

terdapat pedoman/standar/prosedur mitigasi gedung, belum dilakukan analisis dan penilaian

risiko dari bahaya yang diidentifikasi pada gedung, belum dibentuknya Manajemen

Penanggulangan Kebakaran Gedung (MPKG), serta belum terdapat tanda-tanda peringatan,

bahaya, larangan memasuki daerah rawan keadaan darurat/bencana digedung tersebut. Hal ini

dikarenakan belum ada komitmen dan pengetahuan yang cukup akan pentingnya pentingnya

penilaian risiko dan Manajemen Penanggulangan Kebakaran Gedung (MPKG). Padahal

orang-orang ini yang nantinya menjadi garda terdepan dalam melakukan penanggulangan

kebakaran tanpa perlu mengandalkan pos pemadam kebakaran di depan gedung Balaikota

Depok.

Selain itu, untuk sarana evakuasi masih belum difungsikan secara maksimal seperti sarana

jalan keluar dan tangga darurat digunakan sebagai tempat meletakkan barang bekas, lampu

tanda exit tidak menyala sama sekali dan penerangan darurat di beberapa lantai tidak menyala.

Hal ini berkaitan dengan kurangnya awareness dan pengetahuan dari manajemen gedung

akan pentingnya keberadaan sarana evakuasi pada gedung. Berdasarkan data yang didapatkan

saat penelitian, persentase kesesuaian implementasi sistem tanggap darurat gedung Balaikota

Depok terhadap persyaratan mitigasi NFPA 1600 adalah sebesar 67% terpenuhi sebagian dan

33% tidak terpenuhi.

1.4 Pelatihan dan Pendidikan

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen pada fase pra kebakaran untuk

poin pelatihan dan pendidikan kebakaran hanya sebagian memenuhi checklist dari standar

NFPA 1600 yang digunakan. Organisasi telah mengembangkan dan melaksanakan program

pelatihan dan pendidikan kebakaran kepada masing-masing personil pemadam kebakaran dan

tim TAGANA. Dilakukan pula pemberian edukasi, penyuluhan, dan pelatihan kecil kepada

masyarakat mengenai tindakan pencegahan dan respon terhadap bahaya kebakaran serta

dengan dibentuknya SATLAKAR (Satuan Relawan Kebakaran) yang dibentuk oleh Dinas

Pemadam Kebakaran Kota Depok.

Namun masih terdapat poin yang tidak terpenuhi dari standar NFPA 1600 yaitu program

pelatihan belum diberikan kepada seluruh karyawan gedung Balaikota Depok dikarenakan

anggaran yang tidak mencukupi serta kurangnya komitmen Walikota berupa permintaan

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 14: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

untuk mengadakan pelatihan kebakaran bagi karyawannya. Selain itu, program pelatihan ini

tidak diikuti dengan program simulasi kebakaran (fire emergency drill) untuk melihat respon

time karyawan gedung saat terjadi kebakaran. Tidak adanya hal ini menyebabkan

ketidaktahuan tindakan yang harus dilakukan bagi karyawan di gedung tersebut jika terjadi

kebakaran. Personil dan karyawan gedung juga belum diberikan pelatihan mengenai Incident

Management System (IMS) untuk mengaktifkan EOC.

Selama kegiatan pelatihan berlangsung tidak ada proses pencatatan atau berita acara serta

tidak terdapat kurikulum pelatihan yang dibuat oleh Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok

untuk personil pos pemadam gedung Balaikota Depok maupun kurikulum yang dibuat oleh

Dinas Sosial Kota Depok bagi tim TAGANA. Pelatihan dan pendidikan diberikan sesuai

dengan kebutuhan personil. Hal ini terlihat bahwa belum ada awareness dan pengetahuan

yang cukup dari Walikota Depok dan Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok untuk

membentuk kurikulum dan pembuatan laporan mengenai pelatihan kepada personil.

Berdasarkan data yang didapatkan saat penelitian, persentase kesesuaian implementasi sistem

tanggap darurat gedung Balaikota Depok terhadap persyaratan pelatihan dan pendidikan

NFPA 1600 adalah sebesar 33% dari 100% pemenuhan kesesuaian. Sedangkan untuk

terpenuhi sebagian sebesar 22% dan tidak terpenuhi sebesar 45%.

1.5 Prosedur Operasional

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen pada fase pra kebakaran untuk

poin prosedur operasional kejadian kebakaran sebagian memenuhi checklist dari standar

NFPA 1600 yang digunakan. Organisasi telah membuat prosedur tertulis yang digunakan

untuk menangani kejadian kebakaran dalam rangka penyelamatan hidup (rescue) oleh

personil, perlindungan harta benda dan penetapan insiden yang diatur dalam Peraturan Kepala

Dinas Pemadam Kebakaran Nomor 1 Tahun 2009 mengenai Prosedur Tetap Operasi

Penanggulangan Bencana Kebakaran.

Namun masih terdapat poin yang tidak terpenuhi dari standar NFPA 1600 yaitu di dalam

prosedur yang ada hanya sebatas prosedur saat merespon keadaan darurat/insiden/bencana

saja, belum dapat diterapkan untuk mitigasi dan pemulihan serta kontinuitas pasca kejadian

dikarenakan kurangnya kepedulian mengenai langkah pencegahan dan pemulihan pasca

kebakaran. Selain itu, belum terdapat prosedur mengenai langkah evakuasi dan penyelamatan

dokumen pemerintahan saat terjadi kebakaran dikarenakan belum pernah dilakukan

identifikasi pada jalur evakuasi di gedung tersebut sehingga dari hal ini pengetahuan dan

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 15: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

kepedulian dari pihak manajemen dan Walikota masih kurang dalam hal menjaga

keselamatan jiwa dan arsip pemerintahan yang bersifat krusial jika terbakar. Berdasarkan data

yang didapatkan saat penelitian, persentase kesesuaian implementasi sistem tanggap darurat

gedung Balaikota Depok terhadap persyaratan dokumen dan prosedur operasional NFPA

1600 adalah sebesar 50% dari 100% pemenuhan kesesuaian dan untuk terpenuhi sebagian

sebesar 50%.

1.6 Sumber Daya

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen pada fase pra kebakaran untuk

poin sumber daya hanya sebagian kecil memenuhi checklist dari standar NFPA 1600 yang

digunakan. Di gedung Balaikota Depok sudah terdapat pemenuhan sumber daya baik dari

sumber daya manusia maupun peralatan yang tersedia. Sumber daya dalam penanggulangan

keadaan darurat kebakaran gedung Balaikota Depok terdiri atas sumber daya manusia

(personil pemadam kebakaran gedung dan tim TAGANA) dan peralatan kebakaran (2 buah

fire truck, APAR, first aid box, breathing apparatus, blower asap, kapak, tangga, fire blanket

dll) serta adanya sumber dana finansial, program pelatihan, peralatan teknologi informasi dsb.

Untuk tindakan penanggulangan kebakaran dilakukan oleh pos pemadam kebakaran depan

gedung, untuk tindakan penyelamatan orang-orang dilakukan oleh tim rescue Dinas Pemadam

Kebakaran Kota Depok dibantu oleh tim TAGANA, sedangkan untuk tindakan penyelamatan

dokumen dan aset gedung (salvage) ditanggung jawabkan kepada pemadam kebakaran depan

gedung bersama karyawan di dalam gedung tersebut.

Namun masih terdapat poin yang tidak terpenuhi dari standar NFPA 1600 yaitu belum

terdapat prosedur dalam menentukan, memperoleh, menyimpan, mendistribusikan sumber

daya pada gedung Balaikota Depok. Kebutuhan sumber daya pasca kebakaran juga belum

diidentifikasi dikarenakan pada fase ini pemenuhan sumber daya akan ditindaklanjuti oleh

Dinas Pekerjaan Umum dalam hal pemulihan dan perbaikan infrastruktur serta Dinas Sosial

dalam hal pemberian santunan dan bantuan kepada korban yang berada di dalam gedung

Balaikota Depok. Selain itu, perjanjian kebutuhan sumber daya masih belum dilakukan

karena tidak terdapat perjanjian khusus mengenai pemenuhan sumber daya ketika terjadi

keadaan darurat kebakaran oleh pihak ekternal. Apabila kebutuhan sumber daya kurang, maka

organisasi biasanya menggunakan sistem jemput bola ke Dinas Pemadam Kebakaran/

Provinsi/ Kemensos untuk meminta tambahan sumber daya baik berupa sumber daya manusia

(personil pemadam kebakaran ataupun tim TAGANA) maupun sumber daya peralatan.

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 16: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

Berdasarkan data yang didapatkan saat penelitian, persentase kesesuaian implementasi sistem

tanggap darurat gedung Balaikota Depok terhadap persyaratan sumber daya NFPA 1600

adalah sebesar 25% dari 100% pemenuhan kesesuaian. Sedangkan untuk terpenuhi sebagian

sebesar 25% dan tidak terpenuhi sebesar 50%.

2. Saat Keadaan Darurat Kebakaran

2.1 Respon Tanggap Darurat

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen pada fase pra kebakaran untuk

poin respon tanggap darurat sebagian besar memenuhi checklist dari standar NFPA 1600 yang

digunakan. Respon tanggap darurat diatur dalam Peraturan Kepala Dinas Pemadam

Kebakaran Nomor 1 Tahun 2009 mengenai Prosedur Tetap Operasi Penanggulangan Bencana

Kebakaran yang memuat tentang tanggung jawab dan masing-masing personil pemadam

kebakaran pos gedung maupun tim TAGANA. selain itu, dijelaskan pula mengenai tindakan

proteksi untuk keselamatan hidup (rescue) yang dilakukan oleh personil, pemenuhan sumber

daya dan manajemen bantuan saat terjadi kebakaran yaitu dengan menghubungi operator

komunikasi dengan pihak eksternal terkait (Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok, Dinas

Perhubungan, Polresta Depok, dan PLN).

Namun masih terdapat poin yang tidak terpenuhi dari standar NFPA 1600 dimana rencana

tanggap darurat masih belum memperhatikan langkah untuk melindungi orang-orang dengan

kebutuhan fungsional, operasi, dan lingkungan organisasi.Selain itu, masih belum terdapat

langkah respon mengenai prosedur evakuasi dan penyelamatan dokumen pemerintahan serta

pengukuran waktu respon time dengan mengadakan simulasi kebakaran. Hal ini membuktikan

bahwa kurangnya pengetahuan dan awareness Walikota dan pihak manajemen akan

pentingnya keselamatan jiwa karyawannya serta tindakan penyelamatan arsip pemerintahan

yang krusial apabila terbakar. Berdasarkan data yang didapatkan saat penelitian, persentase

kesesuaian implementasi sistem tanggap darurat gedung Balaikota Depok terhadap

persyaratan respon tanggap darurat NFPA 1600 adalah sebesar 66% dari 100%. Sedangkan

untuk terpenuhi sebagian sebesar 17% dan tidak terpenuhi sebesar 17%.

3. Pasca Keadaan Darurat Kebakaran

2.1 Pemulihan dan Keberlanjutan Bisnis

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen pada fase pra kebakaran untuk

poin pemulihan dan keberlanjutan bisnis gedung Balaikota Depok, rencana pemulihan pasca

kebakaran tidak memenuhi checklist dari standar NFPA 1600 yang digunakan. Pihak

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 17: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

manajemen maupun Walikota Depok juga belum memiliki perencanaan mengenai Business

Continuity Plan (BCP) dan juga Business Continuity Management (BCM) untuk

melangsungkan kegiatan pemerintahan pasca kebakaran. Hal ini akan berkaitan nantinya

apabila gedung Balaikota terbakar maka akan berpotensi menimbulkan adanya korban jiwa

tanpa terkecuali pemerintah daerah di gedung tersebut yakni Walikota Depok. Jika

Pemerintah Daerah yang dalam hal ini adalah Walikota Depok menjadi salah satu korban

maka organisasi tidak mengetahui bagaimana proses kelanjutan kegiatan pemerintahan

sehingga aktivitas didalamnya bisa terhenti dan berpengaruh terhadap pelayanan kepada

masyarakat.

Pihak manajemen mengaku tindakan sementara yang dilakukan guna menjalankan aktivitas

pemerintahan di gedung Walikota Depok pasca kebakaran yaitu dengan penyewaan

gedung/ruko untuk menjalankan proses pemerintahan, namun anggaran untuk menjalankan

hal tersebut masih belum ada. Karena dalam hal ini gedung termasuk wilayah pemerintahan,

maka strategi pemulihan bisnis akan melibatkan Walikota dan Dinas Pekerjaan Umum yang

salah satu fungsinya adalah melakukan penataan bangunan gedung dalam hal perbaikan

maupun pemulihan kinerja dan aktivitas gedung. Namun belum ada rencana tertulis mengenai

business contiunuity. Hal ini dikarenakan selama ini belum pernah terjadi kasus kebakaran

pada gedung tersebut sehingga prosedur mengenai pemulihan pasca kebakaran belum dibuat.

Selain itu kurangnya komitmen dari Walikota dan pihak manajemen juga terlihat dari tidak

adanya anggaran yang direncanakan untuk melakukan rencana pemulihan pasca kebakaran

untuk gedung Balaikota Depok. Berdasarkan data yang didapatkan saat penelitian, persentase

kesesuaian implementasi sistem tanggap darurat gedung Balaikota Depok terhadap

persyaratan pemulihan dan keberlanjutan bisnis NFPA 1600 adalah 100% tidak terpenuhi.

Kesimpulan

Dari analisis hasil penelitian terhadap gambaran sistem tanggap darurat bahaya kebakaran

gedung Balaikota Depok tahun 2016, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesiapan organisasi dalam implementasi sistem tanggap darurat pada fase pra, saat,

maupun pasca kebakaran di gedung Balaikota Depok masih belum maksimal dan

komprehensif.

2. Penerapan ilmu K3 terutama untuk keadaan darurat di gedung Balaikota Depok masih

belum menjadi prioritas. Hal ini terlihat dari kurangnya komitmen, pengetahuan, dan

kesadaran akan pentingnya implementasi sistem tanggap darurat di gedung tersebut.

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 18: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

3. Sistem tanggap darurat gedung Balaikota Depok masih belum sepenuhnya memenuhi

komponen dari NFPA 1600. Persentase kesesuaian hanya sebesar 23,87%, terpenuhi

sebagian sebesar 33,37%, dan tidak terpenuhi lebih tinggi yaitu sebesar 42,75%. Hal-

hal yang belum terpenuhi antara lain: belum terdapat jaminan kesehatan dan

keselamatan seluruh personil, belum dibentuknya manajemen keselamatan kebakaran

gedung, maintenance dan house keeping pada sarana evakuasi masih minim dilakukan,

belum terdapat kurikulum pelatihan dan simulasi kebakaran gedung, belum terdapat

prosedur evakuasi dan tindakan penyelamatan dokumen gedung serta masih belum

terdapat rencana pemulihan (Business Continuity Plan) pasca terjadinya kebakaran di

gedung Balaikota Depok.

Saran

Saran yang dapat peneliti usulkan terkait sistem tanggap darurat gedung Balaikota Depok, yaitu:

1. Pihak Manajemen Balaikota Depok harus memberikan jaminan kesehatan kepada

seluruh personil, membentuk manajemen keselamatan kebakaran gedung, melakukan

maintenance dan peningkatan house keeping pada sarana evakuasi, membuat

kurikulum pelatihan, membuat prosedur evakuasi dan tindakan penyelamatan

dokumen gedung serta membuat rencana pemulihan (Business Continuity Plan) pasca

terjadinya kebakaran.

2. Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok harus mengadakan simulasi kebakaran

minimal satu kali setahun dan memberikan program pelatihan bagi seluruh karyawan

gedung untuk melihat respon time dan juga meningkatkan kesiagaan dan kemampuan

karyawan gedung Balaikota Depok dalam menghadapi bahaya kebakaran.

Daftar Referensi

Business Continuity Institute 2002, Good Practice Guidelines 2008: Management Guide to implementing Global Good Practice in Business Continuity Management, BCI.Setiani, Y 2015, Pengendalian Bahaya Kebakaran Melalui Optimalisasi Tata Kelola Lahan Kawasan Perumahan di Wilayah Perkotaan. , p.55.

Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok 2015, Data Jumlah Kejadian Kebakaran Per Bulan di Wilayah Kota Depok Tahun 2015, Depok: Dinas Pemadam Kebakaran.

Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) DKI. www.jakartafire.net. [25 Januari 2016]

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016

Page 19: Gambaran Sistem Tanggap Darurat (Emergency Response

Hall, John R 2013, High-Rise Building Fires, [Online] tersedia pada: http://www.nfpa.org/research/reports-and-statistics/fires-by-propertytype/ high-rise-building-fires, [18 November 2015]

HaSPA 2012, Body of Knowledge, Mitigation : Emergency Preparedness. The Core Body of Knoweldge for Generalist OHS Professionals.

Inter-Agency Standing Committee 2015, Emergency Response Preparedness (ERP). In pp. 8–10.

Katz, R 2013, Essentials of Public Health Preparedness. In pp. 60–61.

National Fire Protection Association (NFPA) 2013, NFPA 1600: Standard on Disaster/Emergency Management and Business Continuity Programs.

Gambaran sistem ..., Firly, FKM UI, 2016