Upload
tranminh
View
243
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN PERILAKU ORANG TUA/PENGASUH DALAM
MEMBERIKAN MAKANAN BERGIZI KEPADA ANAK
TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI
YAYASAN TEGAK TEGAR WILAYAH JAKARTA TIMUR
TAHUN 2013
Skripsi
FETY FATHIMAH
108101000020
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2014 M
i
ii
iii
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
Skripsi Januari 2014
Fety Fathimah, NIM: 108101000020
Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan
Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013
xv + 114 halaman, 6 tabel, 5 bagan, 6 lampiran
kata kunci: gizi anak, HIV-AIDS, perilaku orang tua/pengasuh
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV (Human
Immunodeficiency Virus). Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, hingga bulan Juli 2012 tercatat 5,2% kasus HIV-AIDS diderita
oleh anak. Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi dari penyakit
HIV/AIDS. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Februari 2013, 10 anak
yang menjadi sampel memiliki asupan energi yang kurang dari asupan yang dianjurkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melandasi perilaku
orang tua dalam upaya memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV-AIDS
di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur menggunakan theory of planned
behavior dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan selama bulan April –
Oktober 2013 kepada 5 orang tua/pengasuh anak HIV-AIDS. Wawancara mendalam dan
observasi digunakan dalam pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan di rumah
responden penelitian.
Hasil penelitian menunjukan masih terdapat anak yang kebutuhan gizinya kurang
terpenuhi. Perceive behavior control memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku
orang tua/pengasuh. Terlihat rendahnya perceive behavior control dan niat orang
tua/pengasuh mempengaruhi pemberian makanan bergizi anak meskipun sikap orang
tua/pengasuh baik dan orang tua yakin bahwa orang disekitarnya akan mendukung
perilaku mereka.
Daftar bacaan: (58)
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH MAJOR
v
NUTRITION DEPARTMENT
Undergraduate Thesis, Januari 2013
Fety Fathimah, NIM: 108101000020
Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan
Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013
xv + 114 pages, 6 table, 5 diagram, 8 attachment
keywords: child nutrition, HIV-AIDS, parent/caregiver behavior
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) is a collection of symptoms of
diseases caused by the immune system by HIV (Human Immunodeficiency Virus).
According to the Directorate General of Disease Control and Environmental Health, as
of July 2012 reached 5.2% of HIV-AIDS cases suffered by children. The worsening of
the nutritional status is the highest risk of HIV / AIDS. Based on a preliminary study
conducted in February 2013, 10 children sampled had energy intake less than the
recommended.
This study aims to determine the factors underlying the behavior of parents effort
to provide nutritious food to children infected with HIV-AIDS in Yayasan Tegak Tegar
East Jakarta. This study using theory of planned behavior and a qualitative approach.
This research was conducted during April - October 2013 to 5 parent / nannys of child
with HIV-AIDS. In-depth interviews and observations used in data collection. Data
collection was conducted in the study respondents.
The results showed there is still a lack nutritional needs of children are met.
Perceive behavior control has considerable influence on the behavior of the parents /
nannys. Looks perceive control behavior and intentions of parents / nannys are low, that
affect for child nutrition feeding despite the attitude of parents / nannys and both parents
can be assured that the people around him will support their behavior.
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama : Fety Fathimah Al Mubarokah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Maret 1990
Umur : 24 Tahun
Status Menikah : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Baping Rt. 004 RW. 09 No. 33 Ciracas,
Jakarta Timur
Nomor Telepon/HP : 021-8412156/ 089613090377
PENDIDIKAN FORMAL
1994 – 1995 : TK Islam Bustanul Haq, Jakarta Timur
1995 – 2001 : SDN 07 Ciracas, Jakarta Timur
2001 – 2004 : MTS Darul Marhamah, Bogor
2004 – 2007 : SMA Islam PB. Soedirman, Jakarta Timur
2008 – 2013 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Haturan puji serta syukur tak habis tercurah kepada Rabb Semesta Alam, Allah
SWT, dengan kasih dan sayang-Nya mencurahkan ilmu, kekuatan serta kesabaran
sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Allahumma Sholli „ala sayyidinaa
Muhammad.
Skripsi berjudul “Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan
Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan
Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013” dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Diatas ketidaksempurnaan penulis sebagai manusia, penulis menyadari banyak
pihak yang mendoakan, mendukung, memotivasi dan membantu terselesaikannya skripsi
ini. Untuk itu haturan terima kasih ingin penulis ucapkan kepada:
1. Mamah dan Apah tersayang, terkasih, tercinta yang selalu melantunkan doa untuk
anak-anaknya dalam setiap simpuhnya. Terima kasih atas kesabarannya,
dukungannya, nasihatnya, dan segalanya.
2. Teteh, Aa, Uvi, Ade, Abang atas dukungan, doa dan kontrolingnya. My little
monster: Kaisah, Afiqah, Zabir untuk hiburan pelepas penat.
3. Bapak Prof. Dr. dr. M. K Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
4. Ibu Febrianti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masayarakat UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta
5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA, selaku pembimbing yang memberikan banyak
masukan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, yang juga banyak membimbing, mendukung, dan
memotivasi saya untuk tidak kembali „menghilang‟.
7. Ibu Minsarnawati, terima kasih untuk pelukan hangat dan dukungannya.
8. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syaruf Hidayatullah
Jakarta untuk perjuangan membagi ilmunya yang sangat berharga.
9. Mba yanti, mba udur, mba jimmy untuk komunikasi dan persaudaraan yang baru
dan baik.
10. Sahabat setia: Oki Namiral, kaka eva terima kasih banyak untuk support, curhatan,
dukungan semua-semuanya dan ngga pernah bosennyanya.
11. Uni Reni dan Uda Fajri untuk tumpangan kos-nya, mba mega, mas ansor untuk
pecutannya, mas ryan untuk laptop dan kemudahan akses inetnya, Dina Isnanda
untuk printer, support, dan jalan-jalannya.
viii
12. Mba Fit, Erni, ka takim untuk bimbingannya, Titi, Iin, Dita, Falih, Inggar, semua
temen-temen Kesmas 2008 dan temen-temen PAMI yang turut mendoakan, kasih
masukan dan mencoba membantu selama pengerjaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang dari
sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dan masukannya untuk hasil yang lebih
baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
ix
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………………. i
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………………. ii
ABSTRAK …………………………………………………………. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xiii
DAFTAR BAGAN …………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………. xv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………. 4
1.3 Pertanyaan Penelitian …………………………………………………………. 5
1.4 Tujuan …………………………………………………………. 5
1.4.1 Tujuan Umum …………………………………………………………. 5
1.4.2 Tujuan Khusus …………………………………………………………. 5
1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………………………. 6
1.5.1 Manfaat Bagi Institusi ……………………………………………………. 6
1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya ……………………………………… 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………………… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………... 8
2.1 Pengertian HIV-AIDS …………………………………………………………. 8
2.1.1 Pengertian HIV …………………………………………………………. 8
2.1.2 Pengertian AIDS …………………………………………………………. 9
2.2 HIV-AIDS pada Anak …………………………………………………………. 10
2.3 Gizi Anak …………………………………………………………. 11
2.3.1 Masalah Gizi Anak …………………………………………………………. 12
DAFTAR ISI
x
2.4 Gizi Anak HIV-AIDS …………………………………………………………. 13
2.4.1 Kebutuhan Gizi Anak HIV dan Fungsi Zat Gizi untuk Anak HIV ………. 13
2.4.2 Masalah Gizi Pada Anak HIV ………………………………………………… 16
2.5 Pengaruh Orang Tua/Pengasuh Terhadap Asupan Gizi Anak …………………. 17
2.6 Perilaku Manusia …………………………………………………………. 18
2.7 Teori Perilaku …………………………………………………………. 19
2.7.1 Teori Perilaku Terencana (Theoy of Planned Behavior) ……………… 21
2.7.1.1 Sikap …………………………………………………………. 26
2.7.1.1.1 Definisi Sikap ……………………………………………….. 26
2.7.1.1.2 Anteseden Sikap ………………………………………………. 27
2.7.1.2 Norma Subjektif …………………………………………………………. 28
2.7.1.2.1 Definisi Norma Subjektif ……………………………………….. 28
2.7.1.2.2 Anteseden Norma Subjektif ……………………………………….. 29
2.7.1.3 Persepsi Kontrol Perilaku ………………………………………….. 29
2.7.1.3.1Definisi Persepsi Atas Kontrol Perilaku ………………………….. 29
2.7.1.3.2 Anteseden Persepsi Atas Kontrol Perilaku ……………………….. 30
2.7.1.4 Niat …………………………………………………………. 31
2.7.1.4.1 Definisi Niat …………………………………………………… 31
2.8 Penilaian Konsumsi Makan ………………………………………………….. 32
2.9 Penilaian Kebutuhan
Energi Pada Orang Sakit
…………………………………………………………. 34
2.10 Kerangka Teori …………………………………………………………. 35
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………... 37
3.1 Kerangka Konsep …………………………………………………………. 37
3.2 Definisi Istilah …………………………………………………………. 38
BAB IV METODELOGI PENELITIAN ……………………………………………. 40
4.1 Desain Penelitian …………………………………………………………….. 40
4.2 Waktu danTempat Penelitian ………………………………………………….. 40
xi
4.3 Metode Pengumpulan data …………………………………………………. 40
4.3.1 Wawancara Mendalam …………………………………………………. 41
4.3.2 Observasi …………………………………………………. 42
4.3.3 Telaah Dokuman …………………………………………………. 42
4.4 Informan Penelitian …………………………………………………. 43
4.4.1 Informan Utama …………………………………………………. 43
4.4.2 Informan Pendukung …………………………………………………. 43
4.5 Instrumen Penelitian ………………………………………………….. 44
4.6 Pengolahan dan Analisis Data …………………………………………………. 44
4.7 Validasi Data …………………………………………………. 45
BAB V HASIL …………………………………………………. 48
5.1 Gambaran Umum Yayasan Tegak Tegar ………………………………………. 48
5.1.1 Visi Yayasan Tegak Tegar ………………………………………………. 48
5.1.2 Misi Yayasan Tegak Tegar ………………………………………………. 48
5.1.3 Susunan Kepengurusan …………………………………………………. 49
5.1.4 Program dan Kegiatan …………………………………………………. 50
5.2 Karakteristik Informan …………………………………………………. 50
5.2.1 Informan Utama 50
5.2.2 Informan Pendukkung 52
5.3 Gambaran Faktor Latar Belakang Orang Tua/Pengasuh
Terhadap Pemberian Makanan Bergizi
…………………….. 53
5.4 Gambaran Sikap Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian
Makanan Begizi
….…………………. 55
5.5 Gambaran Norma Subjektif Orang tua/Pengasuh terhadap
Pemberian Makanan Begizi
…………………… 56
5.6 Gambaran Persepsi Atas Kontrol Perilaku Orang
tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi
…………………… 60
5.7 Gambaran Niat Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian
Makanan Begizi
…………………… 64
xii
5.8 Gambaran Perilaku Orang tua/Pengasuh terhadap
Pemberian Makanan Begizi
…………………… 65
BAB VI PEMBAHASAN .………………………………………………….
6.1 Sikap Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan
Begizi
……………………. 70
6.2 Norma Subjektif Orang Tua/Pengasuh terhadap
Pemberian Makanan Begizi
…………………… 72
6.3 Persepsi Atas Kontrol Perilaku Orang Tua/Pengasuh
terhadap Pemberian Makanan Begizi
…………………… 77
6.4 Niat Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan
Begizi
…………………….. 81
6.5 Perilaku Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian
Makanan Begizi
……………………. 83
6.6 Kontribusi Sikap, Norma Subjektif, Persepsi Atas Kontrol
Perilaku dan Niat Dalam Terbentuknya Perilaku Orang
Tua/Pengasuh Terhadap Pemberian Makanan Bergizi
…………………….. 86
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………….. 90
7.1 Simpulan …………………………………………………………. 90
7.2 Saran …………………………………………………………. 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
2.1 Faktor Aktivitas dan Faktor Trauma atau Stres untuk
Menetapkan Kebutuhan Energgi Orang Sakit
34
3.1 Definisi Istilah 36
4.1 Metode Triangulasi 46
5.1 Karakteristik Informan Utama 51
5.2 Keterpanuhan Asupan Zat Gizi Makro pada Anak HIV 63
5.3 Keterpenuhan Asupan Vitamin dan Mineral pada Anak
HIV
66
xiv
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
2.1 Theory of Planned Behavior 24
2.2 Kerangka Teori 35
3.1 Kerangka Konsep Penelitian 36
5.1 Struktur Kepengurusan Yayasan Tegak Tegar 49
6.1 Kontribusi sikap, norma subjektif, persepsi atas
kontrol perilaku, dan niat orang tua/pengasuh terhadap
perilaku orang tua
83
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Permohonan Menjadi Informan
Lampiran 2 Persetujuan Menjadi Informan
Lampiran 3 Pedoman Wawancara Orang tua/pengasuh
Lampiran 4 Pedoman Wawancara pengurus yayasan
Lampiran 5 Verbatim
Lampiran 6 Matriks Wawancara
Lampiran 7 Matriks Observasi
Lampiran 8 Perhitungan Gizi anak HIV
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV (Human
Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan penyakit yang sangat berbahaya,
karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam waktu 5 – 20 tahun, artinya
dalam waktu 5 – 20 tahun setelah terdiagnosa AIDS semua penderita akan
meninggal (Depkes, 2000). Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), pada laporan triwulan hingga bulan Juli
2012 kasus AIDS sebesar 5,2% kasus terjadi pada anak usia 0 – 14 tahun.
Kasus HIV/AIDS pada anak tidak bisa dianggap remeh karena menurut
Saloojee dan Violari (2001), terdapat perbedaan perjalanan penyakit pada anak
dan dewasa. Progresifitas penyakit HIV pada anak lebih cepat dibandingkan
dengan orang dewasa. Menurut Tindyebwa, dkk (2011), lebih dari 280.000 anak
dengan usia kurang dari 15 tahun meninggal karena AIDS pada tahun 2008.
Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi dari penyakit HIV/AIDS.
Kehilangan berat badan dan keadaan kurang gizi mempengaruhi perkembangan
penyakit, meningkatkan kesakitan dan mengurangi usaha tubuh untuk melawan
penyakit karena melemahnya imunitas disebabkan oleh malnutrisi (Hsu, 2006).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Februari 2013 oleh
peneliti kepada sepuluh anak yang terinfeksi HIV, kesepuluh anak tersebut
2
memiliki konsumsi energi yang kurang dari yang dianjurkan. Melihat hal tersebut,
perlu kiranya melihat bagaimana perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan
makanan kepada anak yang terinfeksi HIV. Kurangnya asupan gizi yang terjadi
pada anak dengan HIV/AIDS tidak lepas dari perilaku pemberian makan atau pola
makan orang tua dan keluarga. Menurut Almatsier (2011), orang tua/ pengasuh/
saudara mempengaruhi ketersedian makan, pengetahuan gizi, harapan dan jumlah
makanan yang hendak dimakan, serta kandungan zat gizi dari makanan yang
ditawarkan.
Salah satu perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku gizi, dimana
terjadi suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan makanan dan minuman (Skiner dalam Notoatmodjo, 2007). Menurut
Gibney dkk (2009), salah satu teori yang telah digunakan secara luas dalam
penelitian pemilihan makanan adalah theory reasoned action yang telah
dikembangkan menjadi theory of planned behavior. Theory of planned behavior
digunakan untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivational
terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau keinginan inidividu sendiri
(Achmat, 2010). Salah satu penelitian di bidang kesehatan yang didasarkan pada
TPB telah digunakan pada penelitian untuk menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya perilaku konsumsi makanan berserat pada
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilakukan oleh Farhatun
(2012). Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa persepsi atas kontrol perilaku
memiliki kontribusi paling besar diantara variabel Theory of planned behavior
lainnya.
3
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) (2003), LSM
memiliki peran penting dalam penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia karena
dapat menjangkau orang-orang dan kelompok dengan kebutuhan khusus antara
lain kelompok remaja, agama, wanita, profesi, ODHA yang biasanya sulit
terjangkau oleh pemerintah. Salah satu LSM yang mendampingi anak terinfeksi
HIV-AIDS adalah Yayasan Tegak Tegar. Wilayah Jakarta Timur merupakan
salah satu wilayah yang menjadi cakupan pendampingan Yayasan Tegak Tegar.
Tercatat 17 anak terinfeksi HIV yang berdomisili di wilayah Jakarta Timur yang
menjadi anggota di Yayasan Tegak Tegar.
Berdasarkan Laporan Perkembangan HIV-AIDS, Triwulan II, Tahun 2012,
dapat dilihat bahwa Jakarta Timur memiliki jumlah kasus HIV terbesar kedua
diantara 5 wilayah Jakarta lainnya dengan 417 kasus HIV. Jakarta Timur juga
daerah yang memiliki layanan konseling dan tes HIV terbanyak diantara 5
wilayah Jakarta lainnya dengan jumlah 13 tempat pelayanannya yang terdiri dari
rumah sakit, puskesmas, puskesmas cabang dan PKBI.
Penelitian untuk mengetahui perilaku orang tua/ pengasuh dalam pemberian
makan kepada anak HIV belum pernah dilakukan sebelumnya. Padahal
berdasarkan studi pendahuluan yang pernah dilakukan, sepuluh anak yang
menjadi sampel memiliki keterpenuhan asupan gizi yang kurang. Sedangkan
kasus HIV-AIDS pada anak tidak bisa diremehkan karena keadaan kurang gizi
mempengaruhi perkembangan penyakit. Untuk itu, anak dengan HIV-AIDS
memerlukan asupan lebih dari anak yang tidak terinfeksi. Keterpenuhan asupan
makan ini tidak lepas dari pengaruh orang tua/pengasuh. Berdasarkan hal
4
tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
melandasi perilaku orang tua/ pengasuh dalam pemberian makanan bergizi
kepada anak terinfeksi HIV. Untuk mengetahui latar belakang perilaku orang
tua/pengasuh tersebut, peneliti menggunakan theory of planned behavior.
1.2 Rumusan Masalah
Pada anak terinfeksi HIV, kehilangan berat badan dan keadaan kurang gizi
sangat mempengaruhi dalam perkembangan penyakit, peningkatan kesakitan dan
penurunan usaha tubuh untuk melawan penyakit karena melemahnya imunitas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keterpenuhan gizi anak adalah perilaku
orang tua/pengasuh dalam memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi
HIV. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, diketahui bahwa
sepuluh anak terinfeksi HIVyang menjadi sampel memiliki asupan gizi yang
kurang dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang melandasi
perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan makan kepada anak dengan HIV
menggunakan theory of planned behavior yang merupakan teori perilaku tingkat
intrapersonal atau individual.
Penggunaan theory of planned behavior ini karena teori ini dikembangkan
untuk memprediksi perilaku-perilaku yang tidak di bawah kendali individu atau
memahami pengaruh-pengaruh motivational terhadap perilaku yang bukan
dibawah kendali atau kemauan individu sendiri.
5
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi
HIV?
2. Bagaimana gambaran sikap pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi
HIV ?
3. Bagaimana gambaran norma subjektif pemberian makanan bergizi pada anak
terinfeksi HIV ?
4. Bagaimana gambaran persepsi kontrol perilaku pemberian makanan bergizi
pada anak terinfeksi HIV ?
5. Bagaimana gambaran niat pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi
HIV ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Didapatkannya gambaran mengenai perilaku serta faktor yang
melandasi perilaku pemberian makanan bergizi yang dilakukan oleh orang
tua/ pengasuh kepada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar wilayah
Jakarta Timur dengan mengunakan theory of planned behavior.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran perilaku pemberian makanan bergizi pada anak
terinfeksi HIV.
2. Diketahuinya gambaran sikap pemberian makanan bergizi pada anak
terinfeksi HIV.
6
3. Diketahuinya gambaran norma subjektif pemberian makanan bergizi pada
anak terinfeksi HIV.
4. Diketahuinya gambaran persepsi kontrol perilaku pemberian makanan
bergizi pada anak terinfeksi HIV.
5. Diketahuinya gambaran niat pemberian makanan bergizi pada anak
terinfeksi HIV.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Institusi (Yayasan Tegak Tegar)
a. Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang melandasi
terbentuknya perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi
HIV/AIDS berdasarkan theory of planned behavior.
b. Hasil analisa penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
dalam pengambilan keputusan oleh pihak terkait.
1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam ilmu kesehatan
masyarakat, khususnya masalah gizi pada anak yang terinfeksi HIV.
b. Sebagai bahan untuk penelitian lanjutan dan dapat dijadikan data
pembanding pada penelitian dengan topik yang sama.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan untuk
mendapatkan gambaran mengenai perilaku serta faktor yang melandasi
terbentuknya perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan makanan bergizi
7
pada anak terinfeksi HIV/AIDS menggunakan theory of planned behavior.
Penelitian dilakukan pada bulan April – Oktober 2013.
Pengambilan data primer dari beberapa sumber informan dengan teknik
wawancara mendalam serta observasi pada orang tua/ pengasuh yang mempunyai
anak terinfeksi HIV yang berdomisili di Jakarta Timur. Penelitian ini
menggunakan instrument penelitian berupa pedoman wawancara semistruktur
sesuai dengan theory of planned behavior serta food recall 24 jam dan pedoman
observasi.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian HIV-AIDS
2.1.1 Pengertian HIV
Human Immunodeficiency Syndrome (HIV) adalah retrovirus yang
termasuk golongan virus RNA (Ribonucleic Acid) dimana virus menggunakan
RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. Disebut retrovirus karena
memiliki enzim reverse trancriptase, sehingga memungkinkan virus
mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA ke dalam bentuk
DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang kemudian diintegrasikan ke dalam
informasi genetik sel limfosit yang diserang. Dengan demikian HIV dapat
memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus
baru yang mempunyai ciri- ciri HIV (Depkes, 2006).
Virus ini menyerang sistem imun manusia yaitu menyerang limfosit T
helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Limfosit T memiliki
fungsi sebagai penghasil zat kimia yang berperan sebagai perangsang
pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan
pembentukan antibodi. Sehingga jika virus sudah menyerang limfosit T, yang
terganggu bukan hanya fungsi limfosit T tetapi juga limfosit B, monosit,
makrofag dan sebagainya.
9
2.1.2 Pengertian AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. Penderita infeksi HIV
dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika menunjukan gejala atau penyakit
tertentu yang merupakan akibat penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan
virus HIV atau tes darah yang menunjukan jumlah CD4 < 200/mm3
(Depkes,
2006). Berdasarkan pedoman terapi ARV tahun 2011, ODHA tanpa gejala
klinis (stadium klinis 1) dan belum pernah mendapatkan ARV dianjurkan
mulai menjalani terapy ARV bila jumlah CD4 ≤ 350 sel/mm3.
Orang dengan HIV akan mengalami fase dimana tidak ada gejala
penyakit dan penderita tampak sehat sehingga dapat melakukan aktivitas fisik
secara normal namun dapat menularkan virus kepada orang lain. Fase ini
disebut fase asimtomatik. Setelah melalui fase tanpa gejala, memasuki fase
simtomatik, akan timbul gejala- gejala pendahuluan seperti demam,
pembesaran kelenjar limfa, yang kemudian diikuti oleh infeksi oportunistik.
Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah memasuki
stadium AIDS. Fase simtomatik ini rata- rata berlangsung selama 1,3 tahun
yang berakhir dengan kematian (Kemenkes, 2011).
Sampai saat ini masih belum ditemukan obat untuk menyembuhkan
penyakit HIV. Namun sudah ditemukan obat yang dapat menghambat
perkembangbiakan HIV. Pengobatan ARV ini terbukti bermanfaat
memperbaiki kualitas hidup, menjadikan infeksi oportunistik menjadi lebih
10
jarang ditemukan dan lebih mudah diatasi sehingga menekan morbiditas dan
mortalitas dini (Depkes, 2006).
2.2 HIV-AIDS pada Anak
Kasus AIDS pada anak pertama kali dilaporkan ke Center for Disease
Control and Prevention (CDC) pada tahun 1982. Dilaporkan hampir 9.000 anak
dengan usia di bawah 13 tahun menderita AIDS dan 5.000 anak kurang dari 15
tahun meninggal karena AIDS. Sebesar 91% kasus AIDS pada anak disebabkan
oleh perinatal transmission dan hampir menjadi penyebab terjadinya kasus baru
HIV pada anak (King, dkk, 2004). Presentase penularan HIV dari ibu ke bayi
cukup besar yaitu 25 – 45%. Selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian
ASI sampai 24 bulan memiliki resiko penularan HIV sebesar 30 – 45%
(Hasnawaty, 2011).
Terdapat perbedaan perjalanan penyakit HIV pada anak dan orang
dewasa. Anak dengan HIV memiliki progresivitas penyakit HIV lebih cepat
dibandingkan orang dewasa, anak juga memiliki jumlah virus lebih banyak
dibandingkan dengan orang dewasa, infeksi oporunistik juga sering muncul
sebagai penyakit primer dengan perjalanan penyakit yang lebih agresif karena
berkurangnya sistem imunitas tubuh (Saloojee & Violari, 2001).
Pada anak HIV, lazim ditemukan abnormalitas metabolisme dan
pertumbuhan. Sejumlah penelitian yang dilakukan pada anak-anak di Amerika
dan Afrika menunjukan bahwa, pertumbuhan yang buruk menjadi indikator
perkembangan penyakit dan menjadi faktor resiko terjadinya kematian. Sehingga
11
penting bagi anak HIV untuk mempertahankan kondisi tubuh mereka dari
keparahan penyakit dengan mengonsumsi zat gizi penting (Arpadi, 2005).
2.3 Gizi Anak
Masa yang terentang antara usia satu tahun sampai remaja boleh dikatakan
sebagai periode laten karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak sedramatis
ketika masih berstatus bayi. Di tahun pertama kehidupan, panjang bayi bertambah
50%, tetapi tidak berlipat setelah usia bertambah sampai 4 tahun (Arisman, 2009).
Kondisi yang khas dan permasalahan pada anak usia 3-5 tahun adalah anak
mulai ingin mandiri. Dalam hal makanan pun anak usia ini bersifat sebagai
konsumen aktif. Artinya, mereka dapat memilih dan menentukan sendiri makanan
yang ingin dikonsumsi. Pada usia ini kerap terjadi anak menolak makanan
yangtidak disukai dan hanya mau mengonsumsi makanan favoritnya. Aktivitas
bermain juga kadang membuat anak menunda waktu makan. Jika orang tua tidak
memperhatikan, bisa saja anak baru minta makan menjelang waktu tidur saat ia
telah lelah beraktivitas seharian dan baru merasa lapar. Padahal, usia balita cukup
rawan karena pertumbuhan dan perkembangan diusia ini akan menentukan
perkembangan fisik dan mental anak diusia remaja dan ketika dewasa (Kurniasih,
2010). Arisman (2009) menambahkan, perkembangan mental anak dapat dilihat
dari kemampuannya mengatakan “tidak” terhadap makanan yang ditawarkan.
Pada banyak penelitian dilaporkan bahwa pada usia ini anak hanya mau makan
satu jenis makanan selama berminggu-minggu.
12
Menginjak kelompok usia selanjutnya, 6-9 tahun, anak mulai memiliki
aktivitas di luar rumah lebih banyak. Seperti sekolah, bermain, olah raga, dan lain
sebagainya sehingga anak memerlukan energi lebih banyak. Waktu yang lebih
banyak digunakan bersama teman dapat mempengaruhi jadwal makan anak,
bahkan terhadap pola makannya. Sehinga pada usia ini pola makan anak masih
peru diperhatikan karena gizi yang baik pada usia sekolah menjadi landasan bagi
ststus gizi, kesehatan dan stamina optimal pada usia selanjutnya.
Usia 10-15 tahun dikenal dengan masa pertumbuhan cepat, tahap pertama
dari serangkaian perubahan menuju kematangan fisik dan seksual. Selain itu,
cirri-ciri sek sekunder semakin tampak, serta terjadi perubahan yang signifikan
dalam kematanan psikologis dan kognitif. Dengan cirri spesifik itu, kebutuhan
energi dan zat gizi di usia remaja ditujukan untuk deposisi jaringan tubuhnya.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas fisik, remaja umumnya mempunyai nafsu
makan lebih besar sehingga sering mencari makanan tambahan, misal jajan diluar
waktu makan. Remaja pun menyukai makanan yang padat energi, yaitu manis dan
berlemak (Kurniasih, 2010).
2.3.1 Masalah Gizi Anak
Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari
ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang
melebihi keluaran atau sebaliknya, disamping kesalahan dalam memilih bahan
makanan untuk disantap. Buah dari ketergangguan ini utamanya berua
penyakit kronis, berat badan lebih atau kurang, pica, karies dentis, serta alergi
(Arisman, 2009).
13
Menurut Novita (2011), masalah kesehatan yang muncul pada fase
anak-anak misalnya, kesulitan anak untuk makan karena terobsesi ingin main,
asupan gizi yang tidak seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman
keracunan akibat dari kebiasaan makan di luar. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan sosial anak dibaca sebagai bagian dari peran nyata
orang tua dalam memberikan pelayanan kepada anak-anaknya. Seorang anak
yang kurang gizi, sesungguhnya menjadi bukti lemahnya peran orang tua
dalam memberikan asupan yang seimbang dan berkualitas.
Kurniasih (2010) dalam hal ini menyarankan orang tua untuk kreatif
“membujuk” anak agar mau makan makanan bervariasi dan bergizi sesuai
kebutuhannya. Orang tua disarankan memperkenalkan beraneka ragam
makanan sejak dini kepada anak. Orang tua juga dianjurkan untuk mencukupi
kebutuhan akan camilan sehat di rumah. Selain sehat, makanan dari rumah
juga terjamin lebih sehat dan aman.
2.4 Gizi Anak HIV-AIDS
2.4.1 Kebutuhan Gizi Anak HIV dan Fungsi Zat Gizi untuk Anak HIV
Berdasarkan WHO (2003), asupan gizi yang cukup adalah cara yang
dapat dicapai dengan mengkonsumsi asupan makanan yang sehat dan
seimbang. Hal ini penting untuk kesehatan dan kelangsungan hidup semua
individu tanpa memperhatikan status HIV.
Secara substansial, pangan yang dikonsumsi setiap hari terdiri atas
protein, karbohidrat, lemak serta alkohol yang dioksidasi untuk menghasilkan
14
energi. Protein, karbohidrat dan lemak, tentu saja sangat heterogen, dan
tampaknya campuran dari „bahan bakar‟ ini mempengaruhi fungsi jangka
panjang manusia (Siagian, 2010).
Energi dibutuhkan lebih banyak pada penderita HIV guna menjaga
berat badan dan aktivitas fisik juga pertumbuhan. Kebutuhan energi untuk
anak HIV lebih besar 10% dari anak yang tidak terinfeksi HIV. Bahkan untuk
anak yang mengalami penurunan berat badan dibutuhkan tambahan asupan
energi sebesar 50 – 100% dari asupan energi untuk anak tanpa HIV.
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang memiliki
peranan utama sebagai penyedia glukosa bagi sel-sel tubuh yang kemudian
diubah menjadi energi. Jaringan tertentu hanya memperoleh energi dari
karbohidrat seperti sel darah merah serta sebagian besar otak dan sistem saraf.
Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 Kkal energi. Kekuranga asupan
karbohidrat selain menyebabkan kurangnya asupan energi, kekurangan
karbohidrat juga menyebabkan pertumbuhan terganggu, ketidakseimbangan
natrium, PH cairan tubuh menurun dan dehidrasi (Almatsier, 2009).
Zat gizi penting lainnya dalah protein. Protein merupakan bagian
terbesar tubuh sesudah air. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat
gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Protein
mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yiatu
membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.fungsi protein
lainnya yang sangat penting adalah pembentukan antibodi. Tinginya tingkat
kematian pada anak-anak yang menderita gizi kurang kebanyakan disebakan
15
oleh menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi karena
ketidakmampuannya membentuk antibodi dalam jumlah yang cukup
(Almatsier, 2009).
Asupan protein untuk penderita HIV lebih besar dibandingkan dengan
mereka yang tidak terinfeksi. Sebesar 12 – 15% protein dibutuhkan dari total
asupan energi yang dibutuhkan. Sedangkan untuk asupan lemak, belum ada
penelitian bahwa ada tambahan asupan lemak untuk penderita HIV.
Zat gizi penting penghasil energi lainnya adalah lemak. 1 gram lemak
menghasilkan 9 Kkal energi. Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan
cadangan energi tubuh paling besar. Simpanan lemak ini berasal dari
konsumsi karbohidrat, protein dan lemak yang berlebihan. Selain sebagai
sumber energi terbesar, lemak memiliki fungsi memelihara suhu tubuh,
sebagai alat angkut vitamin larut lemak, dan pelindung organ tubuh
(Almatsier, 2009).
Meskipun menurut WHO (2003), belum ada penelitian yang
menyatakan lemak dibutuhkan lebih oleh orang yang terinfeksi HIV namun,
lemak dibutuhkan untuk mereka yang sedang menjalani terapi antiretroviral
atau mengalami diare berkepanjangan. Menurut Almatsier (2004), lemak yang
dibutuhakan untuk penderita HIV adalah dalam jumlah yang cukup yaitu 10-
25% dari kebutuhan energi total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi
pasien.
Selain asupan zat gizi makro, zat gizi mikro juga perlu diperhatikan
guna pengobatan dan menjaga kondisi penderita HIV. Sebuah penelitian
16
menyarankan penambahan asupan beberapa vitamin untuk meningkatkan
imunitas, seperti vitamin B kompleks, vitamin C dan E. Menurut Almatsier
(2004), syarat diet HIV-AIDS membutuhkan vitamin dan mineral tinggi yaitu
1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi (AKG), terutama vitamin A, B12, C,
E, folat, kalsium, magnesium, seng dan selenium.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemenuhan asupan gizi
dapat membantu anak terinfeksi HIV dengan status gizi kurang dalam
penyembuhan dari diare akut (Arpadi, 2005).
Menurut Arpadi (2011) , asupan gizi yang baik merupakan kunci dari
gaya hidup yang sehat untuk anak dengan HIV/AIDS. Asupan gizi yang
optimal akan membantu mendorong fungsi imunitas, memaksimalkan terapi
Antiretroviral mengurangi resiko terkena penyakit kronis, serta membantu
untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik (Jama, 2010).
2.4.2 Masalah Gizi pada Anak HIV
Menurut Arpadi (2005), abnormalitas pada pertumbuhan dan
metabolisme sangat lazim terjadi pada anak yang terinveksi HIV. Lambatnya
pertumbuhan adalah manifestasi awal dari infeksi HIV pada anak yang akan
mempengaruhi kelangsungan hidup anak dengan HIV tersebut.
Terlambatnya pertumbuhan dan berkurangnya massa lemak bebas
sangat signifikan mempengaruhhi kelangsungan hidup. Kegagalan atau
terlambatnya pertumbuhan pada anak HIV seringkali disebabkan oleh
penyakit dan keadaan sekuder yang menyertai infeksi HIV. Penyebab
17
sekunder dari infeksi HIV adalah asupan makan yang tidak mencukupi, diare,
dan anemia. Penyebab sekunder dari gagalnya pertumbuhan ini sebenarnya
dapat dicegah, dibalik atau dikembalikan, serta didiubah atau dibatasi namun
memang rumit.
Infeksi gastrointestinal adalah hal yang biasa terjadi pada anak yang
menderita kurang gizi dan keterlambatan pertumbuhan. Infeksi
gastrointestinal ini juga sangat berperan menyebabkan lambatnya
pertumbuhan pada anak HIV. Anak yang terinfeksi HIV terlihat sangat mudah
diserang atau rentan terhadap penyakit diare (Arpadi, 2005).
2.5 Pengaruh Orang Tua/ Pengasuh Terhadap Asupan Gizi Anak
Menurut Almatsier (2011), salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan
makan pada anak adalah pengaruh orang tua, pengasuh dan saudara. Ketiganya
dapat mempengaruhi ketersediaan makan, pengetahuan gizi, kandungan zat gizi
makanan yang ditawarkan, gaya dan kecepatan makan, harapan dan
model/jumlah makanan yang hendak dimakan, dan penggunaan makanan yang
tidak bergizi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fatimah (2008), disimpulkan
bahwa faktor yang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang pada anak adalah
riwayat penyakit infeksi, tingkat pengetahuan ibu yang kurang dan tingkat sosial
ekonomi yang rendah, dan asupan zat gizi yang kurang. Pengetahuan orang tua
terutama terhadap gizi sangat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi yang
diperoleh anak. Hal ini bekaitan dengan kandungan makanan, cara pengolahan
18
makanan, kebersihan makanan dan lain-lain. Orang tua perlu memahami
pengetahuan tentang zat-zat yang dikandung dalam makanan, cara mengolah
makanan, menjaga kebersihan makanan, waktu pemberian makan dan lain-lain
sehingga pengetahuan yang baik akan membantu ibu atau orang tua dalam
menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan Novita (2011) bahwa status gizi anak merupakan peran nyata orang
tua dalam memberikan asupan yang seimbang dan berkualitas.
Dalam penelitian Fatimah (2008) diketahui bahwa anak yang menderita
gizi kurang memiliki riwayat penyakit infeksi. Asupan nutrisi yang rendah dan
terdapatnya penyakit infeksi pada anak pada peneitian Fatimah didominasi oleh
rendahnya kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan yang memenuhi
kebutuhan yang berkaitan dengan kesehatan. Padahal menurut Kurniasih (2011),
untuk mengatasi masalah gizi pada anak, orang tua disarankan memperkenalkan
beraneka ragam makanan sejak dini kepada anak. Orang tua juga dianjurkan
untuk mencukupi kebutuhan akan camilan sehat di rumah. Selain sehat, makanan
dari rumah juga terjamin lebih sehat dan aman.
2.6 Perilaku Manusia
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang amat luas
antara lain; berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
19
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat dimati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Skiner (1983) dalam Notoatmodjo (2007),
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar).
Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons. Terdapat dua faktor
yang yang mempengaruhi masing-masing orang dalam memberikan respon
terhadap suatu stimulus yakin, faktor internal dimana karakteristik orang yang
bersangkutan yang bersifat bawaan seperti jenis kelamin, tingkat kecerdasan,
tingkat emosional, dan sebagainya. Faktor lainnya adalah faktor eksternal yakni
lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang
mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).
2.7 Teori Perilaku
Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor
penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena merupakan
resultan dari berbagai faktor internal maupun eksternal (lingkungan). Perilaku
manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan,
keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).
Teori adalah seperangkat pernyataan atau prinsip yang dirancang untuk
menjelaskan sekelompok fakta atau fenomena, terutama yang telah berulang kali
20
diuji atau diterima secara luas dan dapat digunakan untuk memprediksi fenomena
alam (Hayden, 2009). Menurut Glanz, Rimer, Lewis (2002, dalam Hayden,
2009), teori adalah seperangkat konsep yang saling terkait, definisi, dan proporsi
yang menyajikan pandangan sistematis terjadi situasi hubungan dengan
menetapkan antar variabel untuk menjelaskan dan memprediksi peristiwa situasi.
Singkatnya, teori menjelaskan perilaku dan dengan demikian dapat menyarankan
cara untuk mencapai perubahan perilaku.
Selain teori, terdapat model yang dapat membantu memahami suatu
masalah tertentu dalam suatu lingkungan tertentu, yang mungkin satu teori saja
tidak bisa melakukan. Model adalah gabungan, campuran ide atau konsep yang
diambil dari sejumlah teori yang digunakan bersama-sama.
Teori dan model dapat membantu menjelaskan, memprediksi dan
memahami perilaku kesehatan. Keduanya menyajikan dasar atau kerangka kerja
yang dapat digunakan untuk intervensi pendidikan guna meningkatkan status
kesehatan.
Teori dan model dapat dibedakan berdasarkan tingkat pengaruh:
intrapersonal, interpersonal, dan komunitas.setiap jenis teori menjelaskan perilaku
dengan melihat bagaimana faktor-faktor yang berbeda mempengaruhi apa yang
kita lakukan.
Teori intrapersonal adalah teori yang berfokus pada faktor yang ada dalam
diri seseorang yang mempengaruhinya untuk berperilaku seperti, pengetahuan,
sikap, kepercayaan, motivasi, konsep diri, keterampilan dan pengalaman masa
lalu. Beberapa teori yang dikelompokan kedalam teori intrapersonal diantaranya
21
adalah health belief model, theory of reasoned action, self-efficacy theory,
attribution theory and the transtheoritical model dan theory of planned behavior.
Teori lainnya adalah teori interpersonal yang mengasumsikan bahwa orang
lain dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Orang lain dapat mempengaruhi
perilaku dengan cara berbagi pemikiran, saran dan perasaan dengan dukungan
emosional dan bantuan yang mereka berikan.
Teori dan model terakhir adalah teori level komunitas yang berfokus pada
sistem sosial (komunitas, organisaasi, institusi, dan kebijakan publik), seperti
aturan, peraturan, kebijakan, perundang-undangan, dan norma. McLeroy et al,
1988, mengubah sistem sosial dari satu yang mempertahankan dan mendukung
perilaku sehat pada akhirnya mendukung perubahan perilaku individu (Hayden,
2009).
2.7.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of planned behavior)
Theory of planned behavior merupakan salah satu teori perilaku
intrapersonal. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori sebelumnya
yaitu theory of reasoned action yang memberikan beberapa bukti ilmiah
bahwa intens untuk melakukan suatu tingkah laku dipengaruhi oleh attitudes
dan subjective norm. Banyak penelitian di bidang sosial yang sudah
membuktikan bahwa theory of reasoned action ini adalah teori yang cukup
memadai dalam memprediksi tingkah laku. Namun setelah beberapa tahun,
Ajzen melakukan meta analisis terhadap theory of reasoned action, ternyata
didapatkan suatu penyimpulan bahwa theory of reasoned action hanya berlaku
bagi tingkah laku yang berada di bawah kontrol penuh individu, namun tidak
22
sesuai untuk menjelaskan tingkah laku yang tidak sepenuhnya di bawah
kontrol individu, karena ada faktor yang dapat menghambat atau memfasilitasi
realisasi intens ke dalam tingkah laku. Berdasarkan analisis ini, Ajzen
menambahkan satu faktor anteseden bagi niat yang berkaitan dengan kontrol
individu, yaitu persepsi atas kontrol perilaku.
Penambahan satu faktor ini kemudian mengubah theory of reasoned
action menjadi theory of planned behavior. Theory of reasoned action paling
berhasil ketika diaplikasikan pada perilaku yan di bawah kendali individu atau
kemauan individu, meskipun individu tersebut sangat termotivasi oleh sikap
dan norma subjektifnya, ia mungkin akan secara nyata menampilkan perilaku
tersebut. Sebaliknya, theory of planned behavior dikembangkan untuk
memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak dibawah kendali
individu (Achmat, 2010).
Theory of planned behavior memperhitungkan bahwa semua perilaku
tidaklah di bawah kendali dan bahwa perilaku-perilaku tersebut berada pada
suatu titik dalam suatu kontinum dari sepenuhnya di bawah kendali sampai
sepenuhnya di luar kendali. Individu mungkin memiliki kendali sepenuhnya
ketika tidak terdapat hambatan apapun untuk menampilkan suatu perilaku.
Dalam keadaan ekstrim yang sebaliknya, mungkin sama sekali tidak terdapat
kemungkinan untuk mengendalikan suatu perilaku karena tidak adanya
kesempatan, karena tidak adanya sumber daya atau keterampilan. Faktor-
faktor pengendali tersebut terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor-fakor internal antara lain keterampilan, kemampuan, informasi, emosi,
23
sters, dan sebagainya. Faktor-faktor eksternal meliputi situasi dan faktor-
faktor lingkungan (Achmat, 2010).
Oleh sebab itu, untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Ajzen
memodifikasi theory of reasoned action dengan menambahkan anteseden
intens yang ke tiga yang disebut persepsi atas kontrol perilaku. Dengan
tambahan anteseden ke tiga tersebut, ia menamai ulang teorinya menjadi
theory of planned behavior. Persepsi atas kontrol perilaku menunjukan suatu
derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu
perilaku yang dimaksud adalah di bawah pengendaliannya. Orang cenderung
tidak akan membentuk suatu niat yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku
tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan
untuk melakukan meskipun ia memiliki sikap positif dan ia percaya bahwa
orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya (Achmat, 2010).
Ada beberapa tujuan dan manfaat dari theory of planned behavior ini,
antara lain adalah untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh
motivasional terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan
individu sendiri. Selain itu, teori ini berguna untuk mengidentifikasi
bagaimana dan kemana mengarahkan strategi-strategi untuk perubahan
perilaku dan juga untuk menjelaskan tiap aspek penting beberapa perilaku
manusia seperti mengapa seseorang membeli mobil baru, memilih seorang
calon dalam pemilu, dan sebagainya (Achmat, 2010).
24
Bagan 2.1
Theory of Planned Behavior
Modifikasi dari Theory of Planned Behavior , Ajzen (2005)
Theory of reasoned action dan theory of planned behavior dimulai
dengan melihat intens atau niat berperilaku sebagai anteseden terdekat dari
suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat niat seseorang untuk
menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia
melakukannya (Achmat, 2010). Informasi kedua yang dapat diperoleh adalah
bahwa niat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu sikap individu terhadap tingkah
laku yang dimaksud (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective
norm), dan persepsi atas kontrol perilaku yang dimiliki (perceive behavioral
control).
Informasi lainnya yang didapatkan dari bagan diatas adalah bahwa
masing-masing faktor yang mempengaruhi niat (sikap, norma subjektif,
persepsi atas kontrol perilaku ) dipengaruhi oleh anteseden lainnya yaitu
belief. Faktor belief atau keyakinan, merupakan dasar penggerak dalam
Background factor
Sosial
- Umur
- Jenis Kelamin
- Pendidikan
- Pendapatan
- Kepercayaan
Individu
- Personality
- Intelegence
Information
- Pengalaman
Behavioral beliefs
Sikap
Normative beliefs
Norma Subjektif
Control beliefs
Persepsi atas Kontrol Perilaku
Niat Perilaku
25
berperilaku. Faktor keyakinan masing-masing terhadap sikap adalah
behavioral belief yaitu keyakinan bahwa akan berhasil atau tidak berhasil
dalam suatu tindakan, terhadap norma subjektif adalah keyakinan normatif
yaitu keyakinan bahwa tindakannya didukung atau tidak didukung oleh orang
tertentu ataupun masyarakat, dan terhadap persepsi atas kontrol perilaku
adalah control belief yaitu keyakinan bahwa individu mampu melakukan
tindakan karena didukung sumberdaya internal dan eksternal. Baik sikap,
norma subjektif, maupun persepsi atas kontrol perilaku merupakan fungsi
perkalian dari masing-masing beliefs dengan faktor lain yang mendukung.
Selain itu persepsi atas kontrol perilaku merupakan ciri khas theory of
planned behavior ini terdapat dua cara atau jalan yang menghubungkan
tingkah laku dengan persepsi atas kontrol perilaku . Cara yang pertama
diwakili dengan garis penuh yang menghubungkan persepsi atas kontrol
perilaku dengan tingkah laku secara tidak langsung melalui perantara niat.
Hubungan yang tidak langsung ini setara dengan hubungan dua faktor lainnya
dengan tingkah laku. Ajzen (2005) berasumsi bahwa persepsi atas kontrol
perilaku mempunyai implikasi motivasional pada niat. Individu yang percaya
bahwa dia tidak memiliki sumber daya atau kesempatan untuk menampilkan
tingkah laku tertentu cenderung tidak membentuk niat yang kuat untuk
melakukannya, walaupun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa
orang lain akan mendukung tingkah lakunya itu. Cara yang kedua adalah
hubungan secara langsung antara persepsi atas kontrol perilaku dengan
perilaku yang digambarkan dengan garis putus-putus, tanpa melalui niat,
26
menandakan bahwa hubungan antara persepsi atas kontrol perilaku dengan
tingkah laku diharapkan muncul hanya jika ada kesepakatan antara persepsi
atas kontrol perilaku dengan kontrol aktualnya dengan derajat akurasi yang
cukup tinggi.
Informasi terakhir dari bagan diatas adalah variabel-variabel yang
terdapat dalam faktor latar belakang di dalam theory of planned behavioral
tidak diabaikan. Variabel-variabel tersebut diasumsikan sebagai hal yang
mempengaruhi behavioral, normatif dan atau control belief. Ketiga komponen
theory of planned behavior itu diasumsikan sebagai penengah efek dari faktor
latar belakang tersebut dalam terbentuknya niat dan perilaku. Theory of
planned behavior ini mengakui bahwa faktor latar belakang dapat
memberikan informasi yang bernilai tentang kemungkinannya sebagai
pendahulu dari behavioral, normative, dan control belief. Faktor latar
belakang menunjukan bahwa tiap individu berbeda lingkungan sosialnnya
seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, agama, kepandaian dan
pengalaman yang dapat menunjukan beragam isu atau informasi atau yang
memengaruhi kepercayaan individu tersebut (Ajzen, 2005).
2.7.1.1 Sikap
2.7.1.1.1 Definisi Sikap
Dalam theory of planned behavior, sikap dianggap sebagai
anteseden pertama dari intense perilaku. Sikap adalah kepercayaan
positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Dalam
Mar‟at (1981), yang dikutip dari Berkowitz (1972), beberapa ahli
27
seperti Thurstone, Likert, dan Osgood merumuskan bahwa sikap
adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap
suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)
maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)
pada objek tersebut. Mar‟at sendiri mendefinisikan sikap sebagai
produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai
dengan rangsangan yang diterimanya. Manifestasi sikap tidak
langsung dapat dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu
sebagai tingkah laku yang masih tertutup.
Menurut Novita (2011), sikap merupakan perilaku tertutup.
Setelah seseorang diberi stimulus/ objek, proses selanjutnya dia akan
menilai atau bersikap terhadap stimulus/ objek kesehatan tersebut.
Sehingga dapat dikatakan sikap kesehatan akan sejalan dengan
pengetahuan kesehatannya.
2.7.1.1.2 Anteseden Sikap
Sikap yang dimiliki seseorang terhadap suatu tingkah laku
dilandasi oleh belief seseorang terhadap konsekuensi (outcome) yang
akan dihasilkan jika tingkah laku itu dilakukan dan kekuatan terhadap
belief tersebut. Belief adalah pernyataan subjektif seseorang yang
menyangkut aspek-aspek yang dapat dibedakan tentang dunianya,
yang sesuai dengan pemahaman tentang diri dan lingkungannya.
Rumusnya adalah sebagai berikut:
AB = ∑ bi ei
28
Berdasarkan rumus diatas, sikap terhadap tingkah laku (AB)
didapatkan dari penjumlahan hasil kali antara kekuatan belief terhadap
outcome yang dihasilkan (bi) dengan evaluasi terhadap outcome (ei).
Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku
dapat menghasilkan outcome yang positif, maka ia akan memiliki
sikap yang positif. Begitu juga sebaliknya, jika individu tersebut
percaya bahwa dengan melakukannya akan menghasilkan outcome
yang negatif, maka ia akan memiliki sikap yang negatif terhadap
tingkah laku tersebut.
2.7.1.2 Norma Subjektif
2.7.1.2.1 Definisi Norma Subjektif
Menurut Baron & Byrne (2002), norma subjektif adalah persepsi
individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau tidak
terwujudnya tindakan tersebut (Fishbein & Ajzen, 2005). Norma
subjektif adalah salah satu determinan dari niat dimana persespsi
seseorang dipengaruhi oleh tekanan sosial sehingga mereka
mempertimbangkan untuk menunjukan atau tidak menunjukan
perilaku mereka (Ajzen, 2005).
Selain keyakinan normatif, menurut Ajzen norma subjektif juga
terbentuk dari keyakinan seseorang mengenai apa yang harus
dilakukannya menurut pikiran orang lain, beserta kekuatan
motivasinya untuk memenuhi harapan tersebut (motivational to
comply). Motivation to comply merupakan salah satu hal yang
29
mempengaruhi nilai norma subjektif tentang suatu perilaku adalah
dipengaruhi oleh kekuatan sosial. Kekuatan sosial yang dimaksud
terdiri dari penghargaan atau hukuman yang diberikan sumber rujukan
kepada individu, rasa suka individu terhadap sumber rujukan, seberapa
besar individu menganggap sumber rujukan sebagai ahli, dan adanya
permintaan dari sumber rujukan tersebut.
2.7.1.2.2 Anteseden Norma Subjektif
Norma subjektif yang dipegang seseorang dilatarbelakangi oleh
belief yang disebut normative beliefs. Dalam rumusan yang dibuat
Ajzen, dapat dilihat bahwa norma subjektif (SN) didapatkan dari hasil
penjumlahan hasil kali dari normative beliefs tentang tingkah laku (ni)
dengan motivasi untuk mengikutinya (mi). Sehingga dapat dikatakan
individu yang percaya individu atau kelompok lain akan mendukung
ia untuk melakukam suatu perilaku, maka ini akan menjadi tekanan
sosial terhadap individu tersebut untuk melakukannya.
SN = ∑ ni mi
2.7.1.3 Persepsi atas Kotrol Perilaku
2.7.1.3.1 Definisi Persepsi atas kontrol perilaku
Machrus (2010) mengartikan persepsi atas kontrol perilaku
menjadi persepsi atas kontrol perilaku yang diasumsikan
mencerminkan pengalaman masa lalu dan juga hambatan atau
rintangan yang diantisipasi. Menurut Hogg dan Vaughan (2005),
30
persepsi terhadap kontrol adalah ukuran sejauh mana individu percaya
tentang mudah atau sulitnya menampilkan tingkah laku tertentu.
Pengukuran persepsi atas kontrol perilaku ini membawa
kontribusi yang berharga dalam memprediksi tingkah laku, namun
tidak terlalu berperan besar pada tingkah laku yang kontrol
volitionalnya rendah, misalnya menghadiri kelas regular. Persepsi atas
kontrol perilaku akan lebih berperan meningkatkan kemampuan
prediktif niat terhadap tingkah laku pada tingkah laku yang kontrol
volitionalnya tinggi, seperti menurunkan berat badan. Pada tingkah
laku yang sering kita kerjakan sehari-hari atau secara rutin, peran
kontrol ini juga tidak terlalu besar. Inidividu menampilkan tingkah
laku yang rutin melalui niat yang spontan pada situasi atau konteks
yang sudah familiar (Ajzen, 2005).
2.7.1.3.2 Anteseden Persepsi atas kontrol perilaku
Persepsi atas kontrol perilaku merupakan salah satu faktor dari
tiga yang mempengaruhi niat untuk bertingkah laku. Persepsi atas
kontrol perilaku menunjuk suatu derajat dimana seorang individu
merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud
adalah dibawah pengendaliannya. persepsi atas kontrol perilaku
mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh
bagaimana ia memersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk
menampilkan suatu perilaku. Persepsi atas kontrol perilaku
dipengaruhi beliefs. Belief dalam hal ini adalah tentang hadir atau
31
tidaknya faktor yang menghambat atau mendukung performa tingkah
laku (control beliefs). Beliefs ini bisa berasal dari pengalaman
performa masa lalu, informasi dari luar atau dari pengalaman terhadap
performa tingkah laku orang lain serta dari faktor- faktor lain yang
dapat meningkatkan atau mengurangi kesulitan yang dirasakan dalam
melakukan perilaku tersebut.
Rumus ini menunjukan bahwa persepsi atas kontrol perilaku
merupakan penjumlahan hasil kali dari control beliefs tentang
hadir/tidaknya faktor (ci) dengan kekuatan faktor dalam memfasilitasi
atau menghambat tingkah laku (pi). Dengan kata lain, semakin besar
persepsi mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki, serta
semakin kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki seseorang,
maka semakin besar persepsi kontrol yang dimiliki orang tersebut.
2.7.1.4 Niat
2.7.1.4.1 Definisi Niat
Niat menurut ajzen (2005) merupakan disposisi dari tingkah
laku, yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat, akan
diwujudkan dalam bentuk tindakan. Intensi atau niat individu untuk
menampilkan suatu perilaku seseorang adalah kombinasi dari sikap
dan norma subjektif untuk menampilkan perilaku tersebut.
Niat individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan
mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma
32
subjektif, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk
patuh. Niat bisa berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara niat
dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan niat
(Achmat, 2010).
2.8 Penilaian Konsumsi Makan
Penilaian konsumsi makan atau survei konsumsi makan digunakan untuk
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Survei ini dapat
mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi dengan melihat gambaran
tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masarakat, keluarga dan individu.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai konsumsi makanan
individu adalah recall 24 jam. Metode ini digunakan dengan cara mengingat
kembali dan mencatat jumlah, serta jenis panganan dan minuman yang telah
dikonsumsi selama 24 jam adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengukur konsumsi makan individu.
Kelebihan recall 24 jam
- Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden
- Biaya relative murah, karena tidak memerluka peralatan khusus dan
tempat yang luas untuk wawancara
- Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
- Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
- Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi
individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
33
Kekurangan recall 24 jam
- Tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari jika hanya
dilakukan recall satu hari
- Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden, oleh karena
itu responden harus memiliki daya ingat yang baik, sehingga metode ini
tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia
diatas 70 tahhun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.
- The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus
untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi
responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under
estimate)
- Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terlampir dalam
menggunakan alat- alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai
menurut kebiasaan masyarakat
- Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari
penelitian
- Untuk mendapatkan gambaran konsumsi makan sehari-hari recall jangan
dilakukan pada saat panen, hari pasar, akhir pekan dan saat melakukan
upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain- lain.
Untuk membandingkan kesesuaian beberapa kebutuhan zat gizi,
digunakan pedoman Angka Kebutuhan Gizi tahun 2004.
34
2.9 Penilaian Kebutuhan Energi Pada Orang Sakit
Kebutuhan gizi dalam keadaan sakit, selai tergantung pada faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam keadaan sehat juga dipengaruhi oleh jenis dan
ringannya penyakit. Begitu juga dengan kebutuhan energi yang berubah dalam
keadaan sakit, sesuai dengan jenis dan beratnya penyakit. Cara menentukan
kebutuhan orang sakit dapat dilakukan dengan caramenurut persen kenaikan
kebutuhan diatas Angka Metabolisme Basal (AMB) yaitu dengan mengalikan
AMB dengan faktor aktivitas dan faktor trauma/stress sebagai berikut:
Kebutuhan Energi = AMB x Faktor Aktivitas x Faktor Trauma/stres
Kebutuhan energi untuk AMB diperhitungkan menurut berat badan normal
atau ideal. AMB dipengaruhi oleh umur, gender, berat badan, dan tinggi badan.
Salah satu rumus yang digunakan untuk menghitung AMB adalah rumus Harris
Benedict (1919) yaitu:
Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)
Perempuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
Keterangan : BB = Berat Badan
TB = Tinggi Badan
U = Umur
Sedangkan untuk menentukan nilai aktivitas dan faktor trauma, digunakan
tabel yang bersumber pada A Practical Guide to Nutritional Suppport in Adults
and Children, Universitas Malaya (2000):
35
Tabel 2.1
Faktor aktivitas dan faktor trauma atau stres untuk menetapkan kebutuhan energi
orang sakit
No Aktivitas Faktor No Jenis trauma faktor
1.
2.
Istirahat di tempat tidur
Tidak terikat di tempat
tidur
1,2
1,3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tidak ada stress, pasien
dalam keadaan baik
Stress ringan:
peradangan saluran
cerna, kanker, bedah
elektif, trauma keangka
moderat
Stress sedang: sepsis,
bedah tulang, luka
bakar, trauma keranga
mayor
Stress berat: trauma
multiple, sepsis dan
bedah multisistem
Sters sangat berat: luka
kepala berat, sindroma,
penyakit pernafasan
akut, luka bakar
Luka bakar sangat berat
1,3
1,4
1,5
1,6
1,7
2,1
2.10 Kerangka Teori
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), suatu penelitian yang bertujuan untuk
meramalkan suatu tingkah laku dapat memfokuskan analisinya pada niat untuk
bertingkah laku. Namun, jika penelitian bertujuan untuk memahami tingkah laku,
maka yang perlu dianalisis adalah niat untuk bertingkah laku dan juga sikap,
norma subjektif dan persepsi terhadap tingkah laku tersebut. Teori inilah yang
digunakan peneliti untuk menggambarkan dan mengetahui latar belakang perilaku
orang tua/ pengasu dalam memberikan asupan makan guna memenuhi kebutuhan
gizi anak terinfeksi HIV.
36
Bagan 2.2
Kerangka Teori
Behavioral
beliefs Sikap
Normative
beliefs
Norma
Subjektif
Control
beliefs
Persepsi atas
Kontrol
Perilaku
Niat Perilaku
37
37
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Konsep
Penting bagi anak HIV untuk mempertahankan kondisi tubuh mereka dari
keparahan penyakit dengan mengkonsumsi zat gizi penting. Karena sejumlah
penelitian yang dilakukan pada anak HIV menunjukan bahwa pertumbuhan yang
buruk menjadi indikator perkembangan penyakit dan menjadi faktor resiko
terjadinya kematian. Perilaku mengkonsumsi zat gizi penting ini dipengaruhi oleh
pemberian makan oleh orang tua/ pengasuh anak yang terinfeksi HIV. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku orang
tua dalam memberikan makanan guna memenuhi asupan gizi anak terinfeksi HIV.
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Sikap
Norma subjektif
Persepsi atas Kontrol Perilaku
Niat
Perilaku pemberian
makanan bergizi
pada anak
terinfeksi HIV
38
3.2 Definisi Istilah
Table 3.2
Definisi Istilah
No Domain Definisi Istilah Metode Instrumen Triangulasi Hasil wawancara
1 Perilaku
pemberian
makanan
Praktik/ tindakan
ibu dalam upaya
pemberian makan
pada anak dan
banyaknya
asupan gizi anak
HIV yang berasal
dari makanan dan
minuman yang
dikonsumsi
Wawancara
mendalam
dan
Observasi
Pedoman
wawancara
mendalam
dan
Pedoman
observasi
Triangulasi
metode
- Makanan yang
dikonsumsi anak
(porsi, jenis)
- Perilaku
pemberian
makan anak
- Keterpenuhan
asupan gizi anak
HIV
No Domain Definisi istilah Metode Instrumen Triangulasi Hasil wawancara
2 Sikap
terhadap
perilaku
memberikan
makanan
bergizi
kepada anak
terinfeksi
HIV
Kepercayaan
positif ataupun
negatif untuk
menampilkan
suatu perilaku
tertentu. Sikap
ditentukan oleh
kepercayaan
individu
mengenai
konsekuensi dari
menampilkan
suatu perilaku
dan ditimbang
berdasarkan
hasil evaluasi
terhadap
konsekuensinya.
Wawancara
mendalam
Panduan
wawancara
- - Sikap secara umum
tentang konsumsi
makanan bergizi untuk
anak HIV
- Belief tentang
memberikan makanan
bergizi adalah baik
untuk anak terinfeksi
HIV
- Belief tentang
kegunaan dan dampak
jika anak tidak
dberikan makanan
bergizi
- Belief tentang
seberapa penting
pemberian makanan
bergizi pada anak
terinfeksi HIV
3 Norma
subjektif
terhadap
Persepsi
individu tentang
apakah orang
Wawancara
mendalam
Panduan
wawancara
Triangulasi
sumber
- Belief tentang norma
sosial/ tekanan yang
didapat dari luar ketika
39
perilaku
memberikan
makanan
bergizi
kepada anak
terinfeksi
HIV
lain akan
mendukung atau
tidak
terwujudnya
tindakan untuk
memberikan
makanan bergizi
kepada anak
terinfeksi HIV.
memiliki keinginan
untuk memberikan
makanan bergizi pada
anak terinfeksi HIV.
- Dukungan LSM
dampingan dalam
memantau gizi anak
dan pemberian makan
anak
4 Persepsi atas
kontrol
perilaku
terhadap
pemberian
makanan
bergizi
kepada anak
terinfeksi
HIV
Dorongan atau
hambatan yang
dipersepsikan
individu untuk
menampilkan
perilakunya
memberikan
makanan bergizi
kepada anak
terinfeksi HIV.
Wawancara
mendalam
Panduan
wawancara
- - Dorongan/motivasi
dalam memberikan
makanan bergizi
- Hambatan dalam
memberikan makanan
bergizi
- Belief individu dalam
menghadapi hambatan
tersebut.
5 Niat
memberikan
makanan
yang bergizi
kepada anak
terinfeksi
HIV
Deklarasi
internal
seseorang untuk
memberikan
makanan bergizi
kepda anak HIV.
Wawancara
mendalam
Panduan
wawancara
- - Keinginan untuk
mewujudkan perilaku
- Keinginan untuk
berperilaku lebih baik
- Keinginan untuk
memertahankan
perilaku yang sudah
baik.
40
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dimana tujuan dari
penelitian kualitatif adalah untuk menangkap arti yang terdalam atas suatu
peristiwa, gejala, fakta, kejadian, realita atau masalah tertentu dan bukan untuk
mempelajari atau membuktikan adanya hubungan sebab akibat atau kolerasi suatu
masalah atau peristiwa. Penggunaan metode kualitatif pada penelitian ini adalah
untuk mengetahui secara mendalam perilaku orang tua/pengasuh dalam
memberikan makan guna memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dilaksanakan pada bulan April – Oktober 2013.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan kunjungan ke rumah informan yang
diteliti. Sehingga penelitian dilakukan ditempat tinggal informan yang berdomisili
di wilayah Jakarta Timur, seperti Cawang, Jatinegara, dan Kampung Rambutan.
4.3 Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah pengumpulan data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber
pertama, dari individu seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang
biasa dilakukan peneliti. Data primer pada penelitian ini didapatkan dari
41
wawancara mendalam dan observasi. Sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh tidak langsung dari lapangan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah
data mengenai informan seperti alamat, berat badan dan tinggi badan anak, dan
profil Yayasan Tegak Tegar.
Dalam penelitian ini data penelitian yang disajikan berupa text hasil
wawancara mengenai sikap, norma subjektif dan persepsi atas kontrol perilaku
informan. Data berupa foto makanan digunakan sebagai hasil dari observasi
makanan yang dimakan anak sehari.
4.3.1 Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan data
mengenai perilaku pemberian makan orang tua/pengasuh kepada anak
terinfeksi HIV serta faktor-faktor yang melandasi terbentuknya perilaku
dalam pemberian makan tersebut.
Selain kepada orang tua/ pengasuh anak HIV, wawancara
mendalam juga dilakukan kepada pengurus Yayasan Tegak Tegar untuk
mengetahui dukungan yang diberikan lembaga pendamping anak
terinfeksi HIV.
Sebelum melakukan wawancara, peneliti telah menyusun
pedoman wawancara sebelumnya mengenai perilaku, sikap, norma
subjektife dan persepsi atas kontrol perilaku. Untuk mengetahui
42
pemberian makan orang tua/pengasuh kepada anak HIV peneliti
menggunakan form food recall 24 jam.
4.3.2 Observasi
Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data yang dilakukan
langsung dilapangan. Observasi dalam sebuah penelitian memiliki
tujuan untuk dapat mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-
aktivitas yang berlangsung dan makna kejadian dilihat dari perspektif
mereka yang terlibat dari kejadian tersebut. observasi memungkinkan
peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab
tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam
wawancara sehingga peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik
dalam hal yang diteliti ada atau terjadi.
Obeservasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui
perilaku pemberian makanan orang tua secara langsung kepada anak
terinfeksi HIV. Pedoman observasi digunakan sebagai panduan dalam
melakukan observasi.
4.3.3 Telaah Dokumen
Telaah dokumen adalah cara pengumpulan informasi yang
didapatkan dari dokumen, arsip-arsip, dan surat-surat pribadi yang
memiliki keterkaitan dengan masalah yang diteliti.
43
Pada penelitian ini, telaah dokumen yang dilakukan yaitu melihat
visi, misi, struktur organisasi, program kerja dan daftar anak dampingan
Yayasan Tegak Tegar.
4.4 Informan Penelitian
Informan penelitian dalam penelitian adalah subjek yang memahami
informasi objek penelitian sebagai pelaku. Dalam penelitian ini terdapat dua
informan yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama dalam
penelitian ini adalah orang tua/ pengasuh dari anak yang terinfeksi HIV.
Sedangkan informan pendukung adalah pengurus Yayasan Tegak Tegar.
4.4.1 Informan Utama
Informan penelitian dalam penelitian adalah subjek yang
memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku. Dalam penelitian
ini terdapat dua informan yaitu informan utama dan informan
pendukung. Informan utama dalam penelitian ini adalah orang tua/
pengasuh dari anak yang terinfeksi HIV. Sedangkan informan
pendukung adalah pengurus Yayasan Tegak Tegar.
4.4.2 Informan Pendukung
Selain orang tua/ pengasuh anak, pengurus Yayasan Tegak Tegar
sebagai lembaga yang mendampingi ODHA juga dijadikan sebagai
informan pendukung dalam penelitian. Satu orang pengurus yayasan
yang menjadi informan pendukung dalam penelitian ini yaitu ketua
44
Yayasan Tegak Tegar yang mengetahui program pendampingan
terhadap anak HIV.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pedoman wawancara mendalam
2. Formulir Food recall 24 jam
3. Pedoman observasi
4.6 Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Mengorganisasikan data berarti mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,
memberi kode, dan mengategorikannya. Pengorganisasian dan pengolahan data
tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat
menjadi teori substansif. Adapun data yang diperoleh melalui wawancara dan
observasi selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data dengan tahapan
sebagai berikut:
1. Menelaah data, yakni seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu
wawancara dan observasi yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan,
dokumen pribadi kemudian dibaca, dipelajari dan ditelaah.
45
2. Reduksi data yaitu membuat abstraksi atau inti, proses dan pernyataan-
pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap perlu berada di dalamnya.
3. Menyusun dalam satuan atau menghaluskan pencatatan data. Menurut Lincoln
dan Cuba (1985), menamakan satuan itu sebagai satuan informasi yang
berfungsi untuk menentukan atau mengidentifikasikan kategori.
4. Penafsiran data, menurut Schalzman dan strauss (1973), tujuan dari penafisran
data adalah deskripsi semata atau analisis menerima dan menggunakan teori
dan rancangan organisasional yang telah ada dalam suatu disiplin. Deskripsi
analitik yakni rancangan organisasional dikembangkan dari kategori-kategori
yang ditemukan dan hubungan-hubungan yang disarankan atau yang muncul
dari data. Fungsi terakhir adalah teori substantif yakni untuk memperoleh
teori baru yaitu teori dari dasar, analisis harus menampakan metafora atau
rancangan yang telah dikerjakannya dalam analisis.
5. Analisis data berupa catatan konsumsi makan dilakukan dengan memasukan
data kedalam software Nutri Survey guna menganalisis kandungan gizi dalam
makanan dan membandingkan dengan kebutuhan energi pada orang sakit.
4.7 Validasi Data
Validitas menunjukan bahwa data yang diambil sungguh mengukur yang
memang ingin diukur. Dalam penelitian kualitiatif, agar sebuah penelitian
dikatakan valid, akurat, dan dipercaya maka digunakan triangulasi. Triangulasi
46
adalah melihat suatu realitas dari berbagai sudut pandang atau perspektif, dari
berbagai segi sehingga lebih kredibel dan akurat.
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang valid maka dilakukan
triangulasi metodologis dimana melakukan pengumpulan data dengan
menggunakan dua atau lebih metode atau prosedur studi, termasuk di dalamnya
perbedaan desain, instrumen dan prosedur pengumpulan data. Triangulasi
metodologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode wawancara mendalam dan observasi untuk mengetahui latar belakang dari
terbentuknya perilaku orang tua dalam memberikan makanan kepada anak
terinfeksi HIV. Selain penggunaan triangulasi metode, penelitian ini juga
menggunakan triangulasi sumber dimana selain orang tua yang menjadi sumber
informasi juga LSM yang mendampingi orang tua yang memiliki anak terinfeksi
HIV menjadi informan karena dianggap sebagai orang yang berpengaruh dalam
terciptanya perilaku pemberian makan yang dilakukan orang tua kepada anak
terinfeksi HIV. Triangulasi sumber data adalah mencari data dari banyak sumber
informan, yaitu orang yang terlibat langsung dengan objek kajian.
Tabel 4.1
Metode Triangulasi
Metode Triangulasi
No Domain Metode Triangulasi
Sumber Metode
1 Perilaku pemberian makanan Wawancara
mendalam -
√
Observasi
2 Sikap terhadap perilaku Wawancara - -
47
memberikan makanan bergizi
untuk memenuhi kebutuhan gizi
harian anak HIV
mendalam
Metode Triangulasi
No Domain Metode Triangulasi
Sumber Metode
3 Norma subjektif terhadap
perilaku memberikan makanan
bergizi untuk memenuhi
kebutuhan gizi harian anak HIV
Wawancara
mendalam
√
Orang
tua/pengasuh
anak
terinfeksi dan
pengurus
yayasan
-
4 Persepsi kontrol terhadap
perilaku memberikan makanan
bergizi untuk memenuhi
kebutuhan gizi harian anak HIV
Wawancara
mendalam - -
5 Niat memberikan makanan yang
bergizi sesuai kebutuhan harian
anak dengan HIV
Wawancara
mendalam - -
48
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Yayasan Tegak Tegar
Yayasan Tegak Tegar merupakan salah satu yayasan yang bergerak
memberikan bantuan kepada orang-orang terinfeksi HIV-AIDS. Yayasan ini
berupaya membantu masyarakat dan pemerintah dalam melakukan advokasi
dalam bentuk kampanye publik berupa aktivitas informasi yang bermanfaat guna
menghapuskan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.
5.1.1 Visi Yayasan Tegak Tegar
Yayasan ini memiliki visi : “ Terciptanya suatu masyarakat yang dapat
menerima ODHA tanpa stigma dan diskriminasi serta kualitas hidup ODHA
yang lebih baik”
5.1.2 Misi Yayasan Tegak Tegar
Untuk mencapai visi tersebut diatas, misi dari yayasan ini adalah
o Memberikan informasi HIV-AIDS yang akurat dan terkini kepada
masyarakat
o Menyuarakan kebutuhan ODHA dan menanggapi ketidakadilan
dengan suara yang lebih kuat
o Saling mendukung serta belajar dari orang yang punya pengalaman
hidup yang serupa.
o Mendidik ODHA agar memahami dan menjaga kesehatannya.
49
o Memberikan gambaran nyata tentang ODHA yang berkualitas dan
berdaya.
o Memberikan masukan mengenai upaya penangulangan HIV-AIDS
kepada pemerintah dan lembaga donor dalam pelayanan kesehatan.
o Meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi anak dan keluarga
terinfeksi HIV-AIDS.
5.1.3 Susunan Kepengerusan Yayasan Tegak Tegar
Bagan 5.1
Struktur Kepengurusan Yayasan Tegak Tegar
Ketua yayasan
Sekretaris Keuangan
dan Data
Koor. Anak
dan Keluarga
Pengembangan
program
Koor wil.
Jaksel
Koor wil.
Jakbar
Koor wil.
Jaktim
Koor wil.
Jakpus
Koor wil.
Jakut
50
5.1.4 Program dan Kegiatan
Program yang direncanakan guna tercapainya tujuan organisasi adalah,
penyuluhhan dan penjangkauan ODHA dan kalangan orang dengan resiko
(High Risk Man), advokasi, dukungan dan jejaring, pelayanan manajemen
kasus dan pencegahan positif, pemerdayaan ekonomi, serta rumah singgah
untuk anak dengan HIV/AIDS.
Beberapa kegiatan yang dilakukan dari program yang telah
direncanakan untuk menunjang kesehatan anak yang terinfeksi HIV/AIDS
adalah pendampingan dan perawatan berbasis rumah, bantuan nutrisi untuk
anak dengan HIV dan pendidikan anak. Untuk menjalani program
pendampingan anak ini, Yayasan Tegak Tegar mendapatkan dana bantuan
dari Dinas Sosial DKI Jakarta.
5.2 Karakteristik Informan
5.2.1 Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini adalah orang tua atau pengasuh
anak HIV yang berdomisili di Jakarta Timur. Orang tua adalah ayah/ibu
kandung yang memiliki anak terinfeksi HIV. Sedangkan pengasuh adalah wali
atau orang yang mengasuh anak terinfeksi HIV. Dalam penelitian ini,
pengasuh anak HIV adalah nenek mereka.
Masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA membuat
orang tua/pengasuh tidak mau membuka status mereka dilingkungan tempat
tinggal mereka. Sehingga dari 17 anak yang tercatat di Yayasan Tegak Tegar
untuk wilayah Jakarta Timur, hanya 5 orang tua/pengasuh saja yang bersedia
51
untuk diwawancarai dan dikunjungi. Berikut karakteristik dari informan
utama:
Tabel 5.1
Karakteristik Informan Utama
No Informan Initial
anak
Hubungan
informan
dengan
anak
Umur
informan
(tahun)
Pendidikan
informan
Pekerjaan Kriteria
kesejahteraan
keluarga
1 A F Nenek 64 SMA IRT,
usaha
warung
KS 1
2 B G Nenek 60 SMA IRT,
penjual
makanan
KS 1
3 C C Ibu 35 PT Joki,
penjual
minuman
KS 1
4 D Z Ayah 31 SMP Tidak
bekerja
KS 1
5 E A Nenek 51 SMP IRT,
pengasuh
lansia
KS 1
SMA: Sekolah Menengah Atas, SMP: Sekolah Menengah Pertama, PT: Perguruan Tinggi,
IRT: Ibu Rumah Tangga, KS: Keluarga Sejahtera
Dari tabel diatas, diketahui bahwa karakteristik informan bervariasi.
Semua informan merupakan kerabat yang memiliki hubungan darah dengan
anak terinfeksi HIV. Empat informan berjenis kelamin perempuan dan satu
informan berjenis kelamin laki-laki. Pada penelitian ini, informan juga
memiliki umur yang beragam. Sebagian besar sudah berusia diatas 50 tahun,
mereka adalah nenek dari anak ternfeksi HIV. Sedangkan informan yang
berusia dibawah 50 tahun adalah orang tua dari anak tersebut.
52
Kesamaan kelimanya masuk kedalam keluarga sejahtera I menurut
kriteria Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (2004), yaitu
keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi
belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang
digunakan, yaitu anggota keluarga dapat melaksanakan ibadah menurut agama
yang dianut, pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari
atau lebih, seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di
rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian terluas dari lantai rumah bukan
dari tanah dan bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke
sarana/ petugas kesehatan.
Kelima informan mendapatkan bantuan dari Yayasan Tegak Tegar
maupun dari LSM lainnya. Bantuan dapat berupa santunan, susu atau
sembako. Selain dari yayasan atau LSM HIV-AIDS, kondisi anak yang tidak
mempunyai ayah/ ibu atau keduanya membuat masyarakat sekitar
memberikan santunan.
5.2.2 Informan Pendukung
Informan pendukung adalah ketua Yayasan Tegak Tegar yang juga
aktif melakukan pendampingan kepada ODHA baik anak maupun dewasa.
Informan pendukung (F) merupakan Sarjana Kesejahteraan Sosial
Masyarakat. Informan F merupakan penderita HIV yang juga mengasuh 4
anak terinfeksi HIV.
53
5.3 Gambaran Faktor Latar Belakang Orang Tua/Pengasuh terhadap
Pemberian Makanan Bergizi
Berdasarkan teory of planned behavior, sebelum terbentuk sikap, norma
subjektif, dan persepsi atas kontrol perilaku terdapat faktor latar belakang yang
mempengaruhi ketiganya yaitu, umur, jenis kelamin, pendapatan, kepercayaan,
personality, kecerdasan dan pengalaman.
Pada penelitian ini, berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui faktor
latar belakang yang paling mempengaruhi variabel pembentuk perilaku adalah
pengetahuan dan pengalaman orang tua/pengasuh dalam memberikan makanan
bergizi untuk anak.
Pengetahuan yang tergali dari penelitian ini adalah pengetahuan orang
tua/pengasuh tentang makanan bergizi, makanan bergizi untuk anak HIV, dan
HIV-AIDS. Pengetahuan orang tua tentang makanan bergizi masih sangat kurang.
Hal ini terlihat dari jawaban informan yang menyatakan bahwa makanan bergizi
adalah empat sehat lima sempurna. Informan juga tidak mengetahui kandungan
gizi yang ada dalam makanan yang diberikan dan menjadikan kenyang sebagai
indikator kebutuhan makanan anak sudah terpenuhi. Hal ini terlihat dari kutipan
wawancara berikut:
“…Persisnya sih ngga tau. 4 sehat 5 sempurna kali ya?...” (Informan B)
“…Yang mengandung vitamin,yang ada gizinya gitu.Makanan yang kita
makan sehari-hari.…” (Informan E)
“..Semua makanan kan baik mba. Yang penting dia kenyang..” (Informan C)
54
Pengetahuan orang tua/pengasuh mengenai makanan bergizi untuk anak
terinfeksi HIV juga sangat kurang. Orang tua/pengasuh masih belum mengetahui
jika anak membutuhkan gizi lebih banyak untuk pertumbuhan ditambah kondisi
tubuh mereka yang terinfeksi membutuhkan gizi tambahan untuk
mempertahankan daya tahan tubuh mereka. Karena informasi yang kurang,
informan beranggapan anak terinfeksi memiliki kebutuhan gizi yang sama
dengan anak yang tidak terinfeksi dan tidak membutuhkan perhatian yang lebih
agar gizi mereka terpenuhi.
“..Ngga ada beda. Sama aja kaya anak yang lain…” (Informan C)
“…Ngga khusus sih. Kalo orang tertentu yang ada kelainan mungkin
makanannya beda ya. Tapi kalo buat Z ngga sih, sama aja.…” (Informan D)
Untuk pengetahuan mengenai HIV-AIDS, informan sudah cukup baik.
Informan mengetahui jika penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus, penyakit ini dapat menurunkan daya tahan tubuh penderitanya, dan
membutuhkan asupan gizi lebih banyak dibandingkan anak yang tidak terinfeksi.
“…Yang bisa ningkatin kekebalan tubuhnya dia kaya bayam, jambu gitu gitu
mba..” (Informan D)
“..Anak dengan penyakit ini kan beda ya. Pokoknya dalam sehari itu harus
ada daging atau ayam atau ikannya gitu..” (Informan B)
Selain pengetahuan, terlihat juga pengalaman yang mempengaruhi
kesediaan orang tua/pengasuh untuk memberikan makanan bergizi pada anak.
55
Pada penelitian ini terlihat pengalaman merawat anak atau orang yang sakit
mempengaruhi perlaku informan dalam memberikan makanan bergizi pada anak.
“..Dari pengalaman aja saya ngurus anak, terus sekarang engkongkan sakit,
jadi udah tau kalo orang sakit harus makan apa. Udah biasa lah..” (Informan
E).
“..Dulu kan dia kurus banget mba. Saya suka kasian gitu ngeliatnya. Bapak
udah ngga ada kan. Makanya saya pengen saya sehat dia juga sehat..”
(Informan C).
“..Ngga bisa dia kalo cuma dikasih tempe aja. Langsung demam dia kalo
dikasih tempe aja..” (Informan A)
5.4 Gambaran Sikap Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan
Bergizi
Meski memiliki pengetahuan yang kurang mengenai makanan bergizi,
informan tetap sadar jika ada dampak negatif jika anak tidak diberikan makanan
bergizi. Selain itu, pengalaman penyakit anak juga memicu informan untuk
memberikan makanan bergizi. Hal tersebutlah yang memicu sikap positif
informan untuk memberikan makanan bergizi pada anak.
”.. Ngedrop itu badan dia. Jadi gampang sakit. Yah ngedrop lah..”
(Informan C)
Kebanyakan informan merasa tidak pernah mendapati anak mereka sakit
dikarenakan kurangnya asupan gizi. Namun informan A pernah memiliki
56
pengalaman ketika anak hanya diberi lauk tempe/ tahu tanpa daging /telur,
kesehatan anak mengalami penurunan.
”.. Langsung demam dia kalo dikasih tempe aja..” (Informan A)
Dalam penelitian ini, behavioral believe yang dimiliki orang tua adalah
keyakinan orang tua terhadap outcome dari memberikan makanan yang bergizi
untuk anak. Orang tua meyakini anak membutuhkan makanan bergizi guna
menjaga kesehatannya, dengan evaluasi jika anak tidak diberikan makanan bergizi
anak akan mudah terserang penyakit, terhambat pertumbuhannya dan fisiknya
menjadi lemah. Kepercayaan inilah yang membuat orang tua/pengasuh memiliki
sikap yang positif untuk memberikan makanan bergizi kepada anak.
”... Lemaslah dia. Karenakan dia daya tahan tubuhnya udah kurang. Jadi
gampang sakit..” (Informan C)
Meski memilik pengetahuan tentang gizi anak HIV yang terbatas, orang
tua/pengasuh memiliki sikap yang positif terhadap pemberian makanan bergizi
kepada anak terinfeksi HIV. Hal ini karena orang/pengasuh meyakini dampak
buruk yang terjadi jika asupan gizi anak tidak terpenuhi.
5.5 Gambaran Norma Subjektif Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian
Makanan bergizi
Masih tingginya stigma dan diskriminasi ODHA di masyarakat membuat
orang tua/pengasuh merahasiakan status infeksi anak mereka dari lingkungan
keluarga dan tempat tinggal. Sehingga sedikit orang yang mereka anggap dapat
memengaruhi mereka dalam memberikan makanan begizi kepada anak. Orang-
57
orang tersebut adalah orang yang mengetahui status anak mereka ataupun orang
yang juga memiliki anak terinfeksi HIV. Orang yang mereka anggap penting itu
adalah dokter, pengurus yayasan dan teman sebaya. Teman sebaya yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah orang tua/pengasuh yang juga memiliki
anak terinfeksi HIV.
“…Kaya dokter, orang-orang di yayasan.. temen-temen yang lain, saya suka
cerita anak saya… Habis mau gimana. Yang tau kita begini kan Cuma
mereka-mereka aja..” (Infroman C)
Dokter memiliki pengaruh terhadap perilaku orang tua/pengasuh dalam
pemberian makanan bergizi anak HIV. Dokter sering kali memberikan dorongan
kepada orang tua agar dapat memberikan makanan yang bergizi kepada anak.
Pada penelitian ini, dokter memberikan dorongan dan memberikan informasi
mengenai makanan bergizi kepada orang tua/pengasuh pada saat anak melakukan
pegobatan rutin setiap 2 atau 3 bulan sekali. Kelima informan mengaku tidak
mendapatkan konsultasi gizi pada pengobatan sebelum penelitian ini dilakukan.
Beberapa informan mengaku belum pernah mendapatkan konsultasi gizi, seperti
informan B, informan D, dan informan E. Sedangkan informan A dan C pernah
mendapatkan konsultasi gizi pada awal anak terdeteksi terinfeksi HIV.
”.. Dokter suka nyaranin buat pilih makanan yang bisa bantu kesehatan
dia..” (Informan D)
“…Kaya dokter di carolus tuh mba.. Ya semangat dari dokter itu mba..”
(Informan A)
58
Meski tidak pernah mendapatkan konsultasi gizi, informan B dan
informan D mengakui jika dokter sering kali mendorong mereka agar dapat
memberikan makanan yang bergizi. Dorongan inilah yang menjadi motivasi
orang tua/pengasuh agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak.
”.. Ya saya jalanin ya sebatas kemampuan saya aja..” (Informan B)
Lain lagi yang dialami informan E, yang merasa dokter tidak pernah
memberikan saran atau dorongan agar informan memberikan makanan bergizi
pada anaknya. Namun pujian dokter terhadap status kesehatan anak yang baik
membuat informan E bersemangat agar dapat terus memberikan makanan bergizi
pada anak seperti yang telah ia lakukan untuk mempertahankan kesehatan anak
selama ini.
”.. Kalo kata dokter nia mah A udah sehat. Jadi saya seneng aja, berartikan
saya udah bener ngasih makan A kaya gini…” (Informan E)
Orang yang dianggap penting lainnya adalah pengurus yayasan. Selain
pengurus yayasan yang mengetahui status mereka, yayasan/LSM juga memiliki
program kegiatan berupa penyuluhan mengenai HIV-AIDS. Sayangnya,
berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua/pengasuh dan pengurus Yayasan
Tegak Tegar, belum pernah ada penyuluhan mengenai kebutuhan gizi anak
terinfeksi HIV. Meskipun belum ada kegiatan mengenai asupan gizi, namun
informan F mengetahui tentang gizi yang dianjurkan untuk penderita HIV, yakni
membutuhkan asupan gizi lebih banyak (10%) dibandingkan anak normal
seusianya. Padahal kegiatan ini diakui orang tua/pengasuh cukup efektif dalam
memberikan informasi kepada mereka.
59
“…belom ada sih tentang gizi atau makanan gitu, paling kesehatan buat
HIV biasa, ngga tentang makanan-makanannya” (informan F)
Selain penyuluhan, yayasan juga memiliki program kerja berupa
pendampingan orang tua yang memiliki anak terinfeksi HIV. Pendampingan ini
memungkinkan penyampaian informasi dan dorongan yang lebih personal kepada
orang tua/pengasuh. Namun penyampaian informasi dan dorongan ini sangat
terbatas karena hanya terjadi saat orang tua melakukan kunjungan rutin di rumah
sakit.
Program kerja yang lainnya adalah pertemuan rutin bulanan. Pertemuan
rutin ini membuat orang tua/pengasuh dapat bertukar pengalaman dan
pengetahuan tentang HIV. Orang tua/pengasuh juga mengakui berkumpul dengan
teman sebaya membuat mereka lebih termotivasi untuk memberikan makanan
bergizi kepada anak.
Selain memiliki orang yang mereka anggap penting yang mendukung
informan untuk memberikan makanan bergizi pada anak, informan juga memiliki
respon positif terhadap saran yang diberikan orang yang mereka anggap penting
tersebut.
”... Ya saya jalanin aja. Kan nambah pengetahuan. Kalo baik kenapa kita
ngga jalanin kan?..” (Informan E)
”.. Saya jadi semangat ngasih dia makan, minum susu. Biar dia sehat. Ngga
apa-apa deh kerja ini itu, yang penting bisa beli makan..” (Informan C)
Pada penelitian ini dapat dikatakan jika orang tua/pengasuh memiliki
norma subjektif yang positif, karena orang tua/pengasuh yakin orang yang mereka
60
anggap penting akan mendukung perilaku mereka dan orang tua/pengasuh juga
memiliki motivasi untuk memenuhi harapan dari orang yang mereka anggap
penting.
5.6 Gambaran Persepsi atas Kontrol Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap
Pemberian Makanan bergizi
Berdasarkan hasil wawancara, hampir semua informan memiliki hambatan
dalam upaya memberikan makanan yang bergizi kepada anak. Sebagian besar
informan memiliki hambatan dalam memberikan makanan pada anak dikarenakan
nafsu makan anak yang kurang. Seperti informan B, informan C, dan informan D.
Ketiganya mengakui jika anak mereka sering kali susah makan. Hal ini sangat
mempengarui orang tua dalam menyediakan makanan pada anak. Orang
tua/pengasuh akan menuruti makanan yang anaknya ingin makan atau membeli
makanan instan yang lebih disukai anaknya.
”.. Suka-suka dia sih makannya. Ngga bisa dipaksain jam segini harus
makan.. Dikit juga sih dia makannya..” (Informan D)
“..Anaknya susah makan. Mood-mood-an makannya. Suka-suka dia aja
makannya..” (Informan B)
Hambatan lainnya adalah kelelahan dalam menyediakan makanan kepada
anak, seperti yang dialami informan A dan C. Kelelahan yang dialami informan A
disebabkan dalam upaya menyediakan makanan anak terinfeksi HIV, tidak seperti
menyediakan makanan anak yang tidak terinfeksi. Anak F masih belum bisa
menerima makanan yang kasar dan terlalu padat, sehingga orang tua harus
61
membuat makanan lunak dan halus. Setiap hari orang tua harus merebus dan
menghaluskan makanan yang akan dimakan F, dan menghangatkan makanan agar
dapat dikonsumsi kembali pada waktu makan selanjutnya. F juga memiliki
frekuensi makan yang lebih banyak dibandingkan anak yang lain yaitu 5 kali
sehari.
”.. Capek mba. Kan dia ngga kaya anak biasa atau sepupunya. Kalo
sepupunya kan makan sama kaya yang kita makan. Kalo F kan ngga. Harus
ngerebus ayam dulu…” (Informan A)
Sedangkan informan C merasa kelelahan karena sebagai orang tua tunggal
yang harus mencari nafkah dan mengurus anak.
”.. Tapi kalo makan sendiri, berantakannyaa..nasi tumpah dimana-mana,
harus ngepel lagi, padahal baru diberesin. Terus sukanya makan sambil lari-
larian. Capek saya ngejarnya keluar…”(Informan C)
Informan E merasa tidak memiliki hambatan dalam memberikan makanan
yang bergizi untuk anak. Anak A memiliki nafsu makan yang baik dan sudah
menyadari jika ia tidak makan maka tubuhnya akan lemas dan mudah sakit. Hal
ini membuat informan E senang dan lebih telaten memberikan makanan kepada
anak. Terbiasa merawat orang sakit juga memotivasi informan E dalam
memberikan makanan bergizi.
Beberapa orang tua memiliki persepsi yang besar mengenai
kesempatannya untuk memberikan makanan bergizi kepada anak. Seperti
informan A yang merasa memiliki hambatan dari dirinya sendiri karena merasa
kelelahan dalam memberikan makanan bergizi pada anak, namun karena nafsu
62
makan anak yang baik dan motivasi informan yang kuat, sehingga informan
sangat yakin dapat mengatasi hambatan dalam memberikan makanan bergizi pada
anak. Informan A sangat termotivasi melihat anak asuhnya dapat mengikuti
pelajaran di sekolah dengan baik dan dapat bermain seperti anak yang tidak
terinfeksi.
Informan E juga memiliki persepsi yang kuat terhadap kesempatan untuk
memberikan makanan bergizi pada anak A. Hal ini karena informan E merasa
tidak memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi tersebut. Selain itu,
informan A dan informan E sudah terbiasa dengan situasi ini terlihat lebih baik
dalam memberikan makanan bergizi kepada anak. Informan lebih telaten dalam
menyediakan dan memberikan makanan kepada anak, seperti informan A yang
mengolah sendiri makanan khusus anak dan menyuapi makanan tersebut. Serta
informan E yang selain menyediakan makanan pokok juga menyediakan cemilan,
sehingga anak tidak mengonsumsi makanan instan dari luar.
”.. Ngga ada hambatan sih mba. Udah biasa, ngerawat engkong sama A
juga. Jalanin aja… Lagian A mah doyan banget makan…” (Informan E)
”.. Saya seneng ngeliat anaknya doyan makan. Biar harus ngeblender dulu,
nyuapin jadi ngga kerasa capeknya..”(Informan A)
Informan lainnya yang juga memiliki persepsi yang kuat terhadap
kesempatan memberikan makanan bergizi kepada anak adalah informan C. Meski
memiliki hambatan dalam memberikan makan anak karena nafsu makan anak
yang kurang, informan C akan mencari cara agar dapat mengatasi hambatan ini
seperti, memasak makanan yang anak suka, membelikan makanan atau cemilan
63
yang anak sebagai pengganjal perut sementara bahkan informan C akan memaksa
anaknya makan jika anak masih tidak mau makan.
”.. Tapi saya kan suka capek. Habis joki masi harus nyuci. Daripda dia
ngotorin rumah lagi, saya masuk-masukin aja ke mulut dia itu biar dia
makan. Kalo ngga mau makan juga saya paksa masukin..” (Informan C)
Berbeda dengan informan B dan D yang juga memiliki hambatan dalam
memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, namun upaya
menghadapi hambatan yang berbeda dari informan C. Informan B dan D hanya
berusaha untuk menyediakan dan membelikan makanan yang anak suka tetapi
tidak akan memaksa jika anaknya tidak mau makan. Informan B dan D akan
mengganti makanan pokok dengan makanan selingan jika anak sulit makan.
Orang tua juga merasa kurang memiliki sumber daya untuk memaksakan anaknya
makan. Melihat hal ini dapat dikatakan jika persepsi informan B dan D lemah
terhadap kesempatan agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak.
”..Suka-suka dia aja makannya. Gitu maunya dia, jajan mulu. Ya saya sih
bolehin aja. Asal ngga ciki cikian, bisa bikin dia sakit…” (Informan B)
Disimpulkan, persepsi atas kontrol perilaku beberapa informan terhadap
pemberian makanan sudah kuat karena informan merasa yakin dapat mengatasi
hambatan yang mereka alami untuk memenuhi kebutuhan gizi anak HIV, seperti
informan A, informan C dan informan E. Sedangkan dua informan lainnya yaitu
informan B dan informan D memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang lemah
untuk memberikan makanan yang bergizi pada anak mereka.
64
5.7 Gambaran Niat Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Berdasarkan hasil wawancara, kelima informan memiliki niat
memberikan makanan bergizi kepada anak mereka. Besarnya niat ini dipengaruhi
oleh sikap informan dan norma subjektif informan yang baik, serta persepsi atas
kontrol perilaku yang kuat. Dalam penelitian ini, jika orang tua meyakini
memberikan makanan bergizi kepada anak akan menunjang kesehatan anak,
orang tua/pengasuh juga meyakini adanya dukungan kepada orang tua untuk
memenuhi kebutuhan gizi anak serta keyakinan orang tua/pengasuh mengatasi
hambatan membuat orang tua/pengasuh memiliki niat untuk memberikan anak
makanan yang bergizi.
Persepsi atas kontrol perilaku sangat mempengaruhi kekuatan niat pada
penelitian ini. Pada orang tua yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang
kuat, maka akan memiliki niat yang kuat pula. Dalam penelitian ini, tiga informan
memiliki niat yang kuat dalam memberikan makanan bergizi kepada anak.
Dua infroman lainnya yaitu informan B dan informan D tidak memiliki
niat yang kuat karena persepsi atas kontrol perilaku mereka yang lemah. Meski
mereka berupaya untuk menyediakan makanan dan mempertahankannya, namun
karena persepsi atas kontrol perilaku mereka lemah sehingga niat untuk
mempertahankan perilaku tersebut menjadi lemah. Diakui informan B yang
menyatakan bahwa niat untuk memberikan makanan bergizi berkurang karena
adanya hambatan yang informan tidak dapat mengatasinya.
65
5.8 Gambaran Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan
bergizi
Perilaku pemenuhan asupan gizi anak tergambar dari makanan yang anak
makan sehari-hari. Melalui catatan makan harian anak dapat diketahui apakah
energi harian yang dibutuhkan anak sudah terpenuhi atau belum. Pengambilan
data asupan makan anak dilakukan sebanyak tiga kali dengan hari pengambilan
data tergantung pada kesediaan informan untuk diwawancara. Penilaian perilaku
makan ini diperkuat dengan observasi terhadap makanan yang disediakan orang
tua.
Peneliti menanyakan bagaimana perilaku orang tua/pengasuh pemberian
makan yang baik untuk anak HIV. Sebagian orang tua menjawab anak terinfeksi
HIV memerlukan perhatian khusus dalam pemberian makan mereka, seperti lebih
teliti dan sabar dalam pemberian makan anak. Namun masih ada orang tua yang
menjawab bahwa anak terinfeksi HIV tidak memerlukan perhatian khusus, seperti
informan D, sehingga orang tua memerlakukan anak terinfeksi HIV sama dengan
anak yang tidak terinfeksi.
Kebutuhan gizi anak yang terinfeksi HIV tidak sama dengan anak yang
tidak terinfeksi. Penghitungan kebutuhan energi pada anak terinfeki HIV
digunakan rumus untuk menghitung kebutuhn energi dalam keadaan sakit dengan
mempertimbangkan aktivitas fisik serta trauma. Faktor aktivitas yang diambil
adalah aktivitas tidak terikat di tempat tidur (1,2), karena anak dapat melakukan
aktivitas tidak hanya ditempat tidur. Faktor trauma yang digunakan adalah stress
ringan (1,4) dengan pertimbangan meskipun tidak ada cedera namun anak
66
terinfeksi HIV rentan terhadap stress. Jika menentukan kebutuhan gizi dengan
mempertimbangkan aktivitas dan jenis trauma rata-rata, kebutuhan mereka diatas
dari AKG untuk anak seusianya. Berikut gambaran keterpenuhan asupan gizi
pada anak :
Tabel 5.2
Keterpenuhan Asupan Zat gizi Makro pada Anak HIV
Informan
/ anak
Kebutuha
n energi
(Kkal)
Rata-rata
Asupan
energi
anak
(Kkal)
Kebutuha
n protein
(gr)
Rata-rata
Asupan
protein
anak (gr)
Kebutuhan
lemak (gr)
Rata-rata
Asupan
lemak anak
(gr)
A / F 1830,92 4027 54,9 251,7 20,3 164,2
B / G 1567,02 1057,3 47,01 35,4 17,4 36,7
C / C 1682,04 1884,7 50,45 58,4 18,6 125,8
D / Z 1734,8 865,1 52 36,5 19,26 28,7
E / A 1091,5 1447,7 32,5 50,8 12,1 34,5
Dari tabel diatas dapat dilihat keterpenuhan asupan gizi pada anak
informan sangat beragam. Pada informan A asupan makan anaknya sangat baik
karena jumlah energi, protein dan lemak yang dibutuhkan sudah melebihi angka
kebutuhan gizi yang dianjurkan. Hal ini karena informan A sangat telaten
memberikan makan kepada anak. Informan A mengolah sendiri makanan untuk
anak asuhnya serta menyuapi anak A. Anak A memiliki frekuensi makan
sebanyak lima kali dalam sehari dengan menu makanan yang sama. Orang tua
anak A juga melengkapi kebutuhan gizi anak dengan memberikan beberapa jenis
vitamin, susu, dan madu.
67
Sedangkan pada informan B kebutuhan energi dan protein anak rata-rata
belum mencukupi angka kecukupan gizi yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan
nafsu makan anak G yang buruk. Berbeda dengan asupan lemak yang melebihi
dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal ini karena anak G senang
mengonsumsi makanan yang tinggi kandungan lemak seperti bakso, telur bebek
yang kandungan lemaknya lebih tinggi dari telur ayam.
Pada informan C anak memiliki nafsu makan yang baik. Terlihat dari
terpenuhinya kebutuhan energi, protein dan lemak C. Konsumsi susu anak C
terkadang melebihi dari anak biasanya. Anak C akan meminta susu jika merasa
lapar. Selain nafsu makan anak yang baik, keterpenuhan gizi anak C didukung
oleh informan C yang telaten dalam memberikan makan anak. Informan C akan
menyediakan makan sebelum anak merengek karena lapar, informan C juga akan
memaksakan anaknya makan jika anak sedang memiliki nafsu makan yang buruk.
Informan D memiliki rata-rata asupan makanan yang masih jauh dari
keterpenuhan energi dan protein yang disarankan. Hal ini dikarenakan nafsu
makan anak yang kurang baik dan perilaku orang tua yag kurang memperhatikan
kebutuhan anaknya. Informan D merasa sudah cukup meskipun anak hanya
memakan lauk saja atau membeli makanan instan dari luar.
Anak asuh dari informan terakhir memiliki asupan makan yang bagus.
Tidak ada yang kurang dan tidak sangat berlebihan. Anak A memiliki nafsu
makan yang baik dan orang tua yang telaten menyediakan makanan pokok serta
makanan cemilan untuk anak. Sehingga asupan gizi yang diberikan sangat baik.
68
Selain melakukan food recall 24 jam, untuk mengetahui perilaku
pemenuhan asupan gizi pada anak juga dilakukan observasi terhadap makanan
yang disediakan pada 1 hari peneliti berkunjung ke rumah informan. Saat
dilakukan observasi, kelima informan menyediakan tiga kelompok utama zat gizi.
Kelompok penghasil energi informan menyediakan nasi, kentang, roti, biscuit,
mie sebagai bahan makanan. Sebagai sumber protein, informan menyediakan
telur, ikan atau ayam, keju, bubur kacang hijau, tahu dan tempe. Wortel, brokoli,
sawi, kangkung dan buah-buahan seperti pisang, semangka, pepaya, dan jeruk
informan sediakan sebagai pemenuhan zat pengatur tubuh. Berdasarkan hasil
observasi ini terlihat bahwa semua informan berusaha agar dapat menyediakan
jenis makanan yang beragam guna memenuhi kebutuhan gizi anak.
Selain melihat keterpenuhan zat gizi makro, peneliti juga melihat
keterpenuhan beberapa zat gizi mikro yang dibutuhkan guna membantu
memperbaiki kekebalan tubuh serta berguna untuk pertumbuhan anak seperti
vitamin C, kalsium dan magnesium.
Perhitungan yang digunakan dalam membandingkan dengan rata-rata
asupan gizi anak adalah anjuran untuk vitamin dan mineral berdasarkan Almatsier
(2004), yaitu 1 ½ kali dari AKG.
69
Tabel 5.3
Keterpenuhan Asupan Vitamin dan Mineral pada Anak HIV
Informan
/ anak
Kebutuhan
Vit. C (mg)
Rata-rata
Asupan
Vit. C
anak (mg)
Kebutuha
n Ca (mg)
Rata-rata
Asupan Ca
anak (mg)
Kebutuhan
Mg (mg)
Rata-rata
Asupan Mg
anak (mg)
A / F 67,5 38,2 900 73,1 80 425,3
B / G 67,5 17 750 31,1 35 38,8
C / C 67,5 91,7 750 66,7 35 80,9
D / Z 67,5 14,4 750 84,6 35 9,9
E / A 97,5 39,8 1500 22,4 45 83,8
Berdasarkan tabel keterpenuhan asupan vitamin dan mineral anak HIV,
90% anak terinfeksi kebutuhan vitamin dan mineral mereka tidak terpenuhi.
Hanya anak C yang semua kebutuhan vitamin dan mineralnya terpenuhi.
Konsumsi susu anak C yang melebihi anak biasanya berperan dalam
keterpenuhan asupan vitamin dan mineral anak.
Hampir semua informan memasak satu kali sebagai menu makan unuk
satu hari. Namun beberapa anak menghilangkan beberapa bahan makanan yang
tidak ingin dimakan atau menggantinya dengan bahan makanan lainnya.
70
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Sikap Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi
Dalam penelitian ini, orang tua meyakini jika anak tidak diberikan makanan yang
bergizi, anak akan mudah terserang penyakit, terhambat pertumbuhannya dan fisiknya
menjadi lemah.
Melihat outcome yang buruk jika anak tidak diberikan makanan yang bergizi
membuat orang tua meyakini jika memberikan makanan bergizi lebih baik untuk
kesehatan anak. Sehingga dapat dikatakan semua orang tua/pengasuh anak terinfeksi
HIV di Yayasan Tegak Tegar wilayah Jakarta Timur memiliki sikap yang positif
terhadap perilaku pemenuhan asupan gizi sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan theory of planned behavior,bahwa sikap terhadap suatu
perilaku muncul karena adanya kekuatan belief terhadap outcome dari perilkau dan
evaluasi terhadap outcome tersebut. Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa
sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka ia akan memiliki
sikap yang positif (Achmat, 2010).
Dalam penelitian ini terlihat meskipun semua informan memiliki sikap yang
positif agar dapat memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV, namun tidak semua
anak mendapatkan asupan gizi yang cukup. Seperti informan B dan informan C yang
memiliki sikap positif namun tidak terwujud dalam perilaku nyata yang terlihat dari
keterpenuhan asupan gizi anak mereka.
Menurut Azwar (2011), sikap positif ini tidak selalu atau otomatis terwujud dalam
suatu praktek. Hingga saat ini sebagian hasil penelitian memperlihatkan adanya indikasi
71
hubungan yang kuat antara antara sikap dan perilaku dan sebagian lainnya menunjukan
bukti betapa lemahnya hubungan antara sikap dan perilaku. Berdasarkan postulat
konsistensi tergantung, hubungan sikap dengan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-
faktor situasional tertentu. norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan
dan sebagainya merupakan kondisi keterantungan yang dapat mengubah hubungan
sikap dan perilaku. Sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan
berbeda dari waktu ke waktu dari situasi ke situasi lainnya. Oleh karena itu, sikap orang
tua/pengasuh yang positif tidak menjamin orang tua/ pengasuh tersebut memberikan
asupan gizi yang memenuhi kebutuah gizi harian anak dengan infeksi HIV, sebab ada
atribut lainnya dalam theory of planned behavior yang juga berperan dalam membentuk
perilaku pemenuhan asupan gizi anak terinfeksi HIV.
Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dalam theory of planned behavior
adalah pengetahuan informan. Dalam penelitian ini, pengetahuan informan mengenai
kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV masih kurang. Seperti informan B yang menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan kebutuhan makan antara anak terinfeks HIV dengan anak
yang tidak terinfeksi. Selain informan B, informan C dan informan D juga memiliki
pendapat yang sama.
Padahal menurut Arpadi (2005), asupan gizi yang baik merupakan kunci dari gaya
hidup yang sehat untuk anak dengan HIV/AIDS. Asupan gizi yang optimal akan
membantu mendorong fungsi imunitas, memaksimalkan terapi antiretroviral,
mengurangi resiko terkena penyakit kronis, serta membantu untuk mewujudkan kualitas
hidup yang lebih baik (Jama, 2010). Berdasarkan WHO (2003), kebutuhan energi anak
HIV berbeda dengan kebutuhan anak yang tidak terinfeksi, seperti kebutuhan energi
72
10% lebih banyak dari anak tidak terinfeksi, begitu juga protein menurut Almatsier
(2004) yang membutuhkan 12-15% dari total kebutuhan energi, serta vitamin dan
mineral yang membutuhkan 150% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Sediaoetama
(2008) menambahkan, semakin banyak pengetahuan gizi, akan semakin diperhitungkan
jenis dan kuantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya.
Melihat hal tersebut, maka orang tua/pengasuh perlu diberikan pengetahuan lebih
mengenai kebutuhan zat gizi untuk anak terinfeksi HIV, sehingga orang tua lebih
memerhatikan dan lebih teliti dalam memberikan makanan kepada anak mereka. Orang
tua/pengasuh juga perlu diberikan pengetahuan mengenai keberanekaragamanan
makanan serta zat gizi yang terkandung dalam makanan tersebut agar orang
tua/pengasuh lebih mengetahui jenis makanan yang dapate memenuhi kebutuhan gizi
anak serta mengetahui variasi makanan.
Berdasarkan penelitian Razak (2009), konseling gizi pada ODHA menghasilkan
perubahan perilaku yang positif yakni terjadinya peningkatan/perbaikan terhadap
pengetahun, sikap dan praktek ODHA dalam pemilihan makanan guna pemenuhan
asupan zat gizi.
6.2 Norma Subjektif Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Dalam penelitian ini orang tua/pengasuh memiliki keyakinan bahwa orang lain
yang mereka anggap penting akan mendukung agar mereka memberikan makanan
bergizi pada anak. Tekanan sosial agar orang tua/ pengasuh dapat memberikan makan
bergizi kepada anak terinfeksi HIV didapatkan dari dokter, pengurus LSM/ yayasan dan
teman sebaya.
Menurut Achmat (2010), seorang individu akan berniat menampilkan suatu
perilaku tertentu jika ia mempersepsikan bahwa orang lain berfikir bahwa seharusnya ia
73
melakukan hal itu. Orang penting yang memiliki pengaruh tersebut bisa pasangan,
sahabat, dokter, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil wawancara, orang tua/pengasuh merasa dokter memiliki
pengaruh yang besar terhadap perlaku pemberian makanan bergizi pada anak. Dalam
penelitian ini, dokter berperan memberikan informasi mengenai makanan bergizi dan
memberikan sukungan agar orang tua memberikan anaknya makanan bergizi. Dokter
memiliki pengaruh dalam memberikan pemahaman akan baik dan buruk, atau sesuatu
yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Merujuk pada etik kedokteran (UU No.29
tahun 2004), beberapa peran dokter adalah sebagai pendidik yakini memberikan
promosi pendidikan kepada masyarakat baik individu, keluarga, maupun masyarakat.
Sebagai pengembang teknologi, dokter dituntut untuk memiliki kreatifitas dan inisiatif
untuk menemukan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi pasien sesuai
dengan pengetahuan dan kemampuannya. Serta sebagai pengabdi masyarakat, dokter
dituntut memiliki kesediaan untuk memberikan pertolongan (Sudarma, 2009). Oleh
karena itu dalam penelitian ini, dokter bisa dikatakan sebagai kekuatan sosial yang
mempengaruhi orang tua/ pengasuh agar memberikan anak mereka makanan bergizi,
dimana orang tua/pengasuh akan menuruti permintaan dari dokter karena informan
menganggap dokter sebagai orang ahli.
Selain dokter, pengurus LSM /yayasan memiliki pengaruh dalam memberikan
pengetahuan kepada orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV melalui kegiatan
penyuluhan dan pendampingan yang dilakukan LSM/yayasan. Sedikit berbeda dengan
dokter, pengetahuan yang diberikan LSM/yayasan lebih kepada pengetahuan mengenai
penyakit HIV, belum ada pengetahuan yang mendalam mengenai kebutuhan gizi anak
74
HIV. Pendampingan yang dilakukan pengurus yayasan juga masih sebatas membantu
orang tua/pengasuh mengurus administrasi pengobatan di rumah sakit. Diakui oleh
informan F sebagai pengurus dari Yayasan Tegak Tegar, bahwa yayasan belum pernah
melakukan penyuluhan mengenai kebutuhan gizi anak HIV yang berbeda dari anak
yang tidak terinfeksi.
LSM dan orgnaisasi/lembaga non pemerintah memainkan peran paling penting
dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Karena dapat menjangkau orang-orang
dan kelompok dengan kebutuhan khusus seperti, kelompok remaja, agama, wanita,
profesi, ODHA yang biasa sulit terjangkau oleh pemerintah. Kegiatan yang dilakukan
LSM meliputi penyuluhan, pelatihan, pendampingan ODHA, pemerian dukungan dan
konseling (KPAN, 2003).
Keberadaan teman sebaya ini mempengaruhi terbentuknya keyakinan orang
tua/pengasuh dalam memenuhi kebutuhan gizi anak HIV. Teman sebaya yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah sesama orang tua/pengasuh yang memiliki anak terinfeksi
HIV. Salah satu program kerja Yayasan Tegak Tegar adalah pertemuan rutin bulanan.
Pertemuan ini dijadikan sebagai wadah ODHA untuk bertukar cerita, pengalaman, saran
dan motivasi. Tidak hanya itu, teman sebaya secara tidak langsung mempengaruhi
perilaku orang tua/pengasuh dalam memberikan makanan yang bergizi pada anak.
Kondisi kesehatan anak terinfeksi HIV yang lebih baik atau lebih buruk dari anak yang
informan asuh memotivasi informan agar dapat memberikan makanan yang bergizi pada
anak mereka. Selain itu, dengan adanya teman sebaya membuat orang tua/pengasuh
merasa tidak sendirian atau bukan hanya mereka yang harus merawat anak terinfeksi
HIV. Menurut KPAN (2003), peran sesama ODHA antara lain melaksanakan
75
penyuluhan melalui kelompok sebaya dan kegiatan pendampingan. Hal ini guna
mengurangi stigma dan diskriminasi dan bentuk peran aktif ODHA menanggulangi
HIV-AIDS.
Selain normative belief, motivasi orang tua untuk mengikuti pemikiran orang lain
yang mereka anggap penting juga mempengaruhi norma subjektif orang tua/pengasuh
agar dapat memberikan makanan yang bergizi pada anak. Semua informan memiliki
tanggapan positif terhadap saran yang diberikan orang lain mengenai pemberian
makanan bergizi. Dengan adanya saran dari orang lain, selain memberikan pengetahuan
atau informasi baru juga memotivasi mereka agar dapat memberikan makanan yang
bergizi pada anak. Seperti informan A yang sangat termotivasi saran dokter sehingga
bersemangat dalam memberikan makanan yang bergizi pada anak. Begitu juga informan
E, meskipun merasa tidak pernah mendapatkan saran dan dukungan dokter agar dapat
memberikan makanan bergizi pada anak, namun pujian dokter terhadap status kesehatan
anak memberikan semangat kepada orang tua agar dapat memberikan makanan bergizi
pada anaknya. Sedangkan informan lainnya merasa akan lebih baik jika mengikuti
saran yang diberikan dokter mengenai makanan yang dianjurkan untuk diberikan
kepada anak.
Berdasarkan normatif belief dan motivational to comply yang dimiliki orang tua
yang telah dipaparkan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa orang tua/pengasuh anak
terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur memiliki norma
subjektif yang positif untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mereka.
Anak informan B dan informan D memiliki asupan makanan yang kurang. Pada
wawancara mendalam mengenai norma subjektif ini, informan B dan informan D hanya
76
meyakini dokter yang sangat berperan memengaruhi mereka dalam memberikan
makanan bergizi pada anak. Meski demikian, informan B dan informan D memiliki
norma subjektif yang positif.
Secara umum, semakin individu memersepsikan bahwa rujukan sosial
merekomendasikan untuk melakukan suatu perilaku maka individu akan cenderung
merasakan tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut; sebaliknya, semakin
individu mempersepsikan bahwa rujukan sosialnya merekomendasikan untuk tidak
melakukan suatu perilaku maka individu akan cenderung merasakan tekanan sosial
untuk tidak melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005).
Oleh karena itu, perlunya yayasan/LSM lebih aktif memberikan penyuluhan dan
pendampingan kepada orang tua/ pengasuh. Lebih aktif dan rutinnya yayasan
memberikan pengetahuan mengenai makanan bergizi kepada orang tua akan mendorong
orang tua/pengasuh mempersepsikan bahwa yayasan mendukung mereka untuk
memberikan makanan bergizi pada anak.
Berdasarkan penelitian Sumarlin (2013), faktor dukungan orang lain paling
berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang. Dan menurut KPAN (2003), LSM
dan orgnaisasi/lembaga non pemerintah memiliki peran paling penting dalam
penanggulangan HIV/AIDS. Karena dapat menjangkau orang tua yang memiliki anak
terinveksi HIV dan memengaruhi mereka melalui penyuluhan, pelatihan,
pendampingan, pemberian dukungan dan konseling.
77
6.3 Persepsi atas Kontrol Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan
bergizi
Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar orang tua/pengasuh mengakui
bahwa mereka memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi kepada anak
terinfeksi HIV. Setiap responden memiliki hambatan yang berbeda dalam upaya
memberikan makanan bergizi pada anak HIV.
Menurut Achmat (2010), persepsi atas kontrol perilaku menunjuk suatu derajat
dimana seorang individu merasa bahwa tampil tidaknya suatu perilaku yang dimaksud
adalah dibawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi
yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak
memiliki sumber daya atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki
sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang lain yang penting baginya akan
menyetujuinya.
Informan A mengakui memiliki hambatan kelelahan dalam memberikan makanan
yang bergizi pada anak. Hal ini karena informan A sudah tua dan informan A sendiri
yang harus membuat makanan untuk anak terinfeksi HIV. Makanan yang diberikan
kepada anak yang informan A asuh memang berbeda dari anak tidak terinfeksi.
Informan A akan merebus kemudian menghaluskan bahan makanan hingga menjadi
bubur lunak dan kental. Kemudian bubur tadi dimasak kembali hingga lebih mengental
dan ditambah sedikit nasi setiap anak akan makan. Informan A membuat 5 sampai 7
porsi bubur dalam satu kali masak. Sehingga untuk beberapa waktu makan, informan A
hanya akan menghangatkan bubur yang sudah dibuat dan ditambahkan nasi.
Menurut Sediaoeatama (2008), pada umumnya anak-anak yang masih kecil
mendapatkan makanannya secara dijatah oleh ibu atau pengasuhnya dan tidak memilih
78
serta mengambil sendiri mana yang disukainya. Ditambah lagi, usia anak-anak ini, anak
memiliki masalah kesulitan makan karena terobsesi ingin main, asupan gizi yang tidak
seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman keracunan dari kebiasaan makan makanan
di luar (Novita, 2011). Untuk itu sangat diperlukan ketelatenan dalam memberikan
makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak.
Informan lainnya seperti informan B, informan C, dan informan D memiliki
hambatan pada anak, yakni nafsu makan anak yang kurang baik. Ketiganya mengakui
jika anak mereka sering kali memiliki nafsu makan yang kurang. Hal ini sangat
memengarui orang tua dalam menyediakan makanan anak. Orang tua/pengasuh akan
menuruti makanan yang anaknya ingin makan atau membeli makanan instan yang lebih
disukai anaknya supaya anak kenyang.
Usia 3 -5 tahun, anak sudah mulai memilih makanan yang ingin dikonsumsi, usia
6-9 tahun lebih suka jajan, makan makanan manis, kurang serat. Sedangkan usia 10-19
tahun anak mulai tumbuh menuju kematangan seksual dan fisik. Diketiga periode ini
anak memerlukan asupan gizi yang cukup untuk menunjang kebutuhan pertumbuhan
dan perkembangannya, ditambah lagi anak sudah mulai banyak memiliki aktifitas.
Ketersediaan makanan yang ingin mereka makan akan memengaruhi nafsu makan anak
tersebut (Kurniasih, 2010).
Ada pula informan yang merasa tidak memiliki hambatan yaitu informan E. Hal
ini karena anak yang diasuhnya sudah cukup besar dan sudah memiliki kesadaran untuk
mandiri. Anak A memang memiliki nafsu makan yang bagus, sudah bisa menentukan
jam harus makan dan memilih makan makanan rumah jika merasa lapar.
79
Sejalan dengan yang diutarakan Kurniasih (2010), menginjak usia remaja,
umumnya anak mempunyai nafsu makan yang lebih besar, sehingga tak jarang anak
mencari makanan tambahan diluar waktu makan.
Selain control beliefe, persepsi atas kontrol perilaku juga dipengaruhi oleh
kekuatan faktor dalam memfasilitasi atau menghambat tingkah laku. Adanya kekuatan
yang memfasilitasi atau menghambat tingkah laku mempengaruhi seseorang untuk
menampilkan perilaku. persepsi atas kontrol perilaku mengindikasikan bahwa motivasi
seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia memersepsikan tingkat kesulitan atau
kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku.
Informan A yang merasa memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi
pada anak dari dirinya sendiri karena merasa kelelahan, memiliki keyakinan yang kuat
dapat mengatasi hambatannya tersebut. Informan A memiliki sumber daya dan motivasi
yang kuat agar dapat menyediakan makanan bergizi pada anak. Melihat anak asuhnya
dapat mengikuti pelajaran disekolah dan dapat bermain seperti anak yang tidak
terinfeksi membuat informan A bersemangat agar dapat memberikan makanan bergizi
pada anak.
Selain informan A, informan E juga memiliki persepsi yang kuat terhadap
kesempatan memberikan makanan bergizi pada anak A. Hal ini karena informan E
merasa tidak memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi tersebut. Selain
itu, nafsu makan anak yang baik membuat informan E bersemangat menyediakan
makanan bergizi.
Informan C juga memiliki persepsi yang kuat terhadap kesempatannya
memberikan makanan bergizi kepada anak. Meski memiliki hambatan dalam
80
memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, informan C akan
mencari cara agar dapat mengatasi hambatan ini seperti, memasak makanan yang anak
suka, membelikan makanan atau cemilan yang anak sebagai pengganjal perut sementara
bahkan informan C akan memaksa anaknya makan jika anak masih tidak mau makan.
Dalam theory of planned behavior, persepsi atas kontrol perilaku dapat langsung
mempengaruhi perilaku seseorang. Pada penelitian ini dapat terlihat, orang
tua/pengasuh yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang kuat juga memiliki
pemenuhan kecukupan gizi harian yang baik.
Berbeda dengan informan B dan D yang juga memiliki hambatan dalam
memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, namun upaya
menghadapi hambatan yang berbeda dari informan C. Informan B dan D hanya
berusaha untuk menyediakan dan membelikan makanan yang anak suka tetapi tidak
akan memaksa jika anaknya tidak mau makan. Informan B dan D akan mengganti
makanan pokok dengan makanan selingan jika anak sulit makan. Orang tua juga merasa
kurang memiliki sumber daya untuk memaksakan anaknya makan.
Melihat hal ini dapat dikatakan jika persepsi informan B dan D lemah terhadap
kesempatan agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak. Lemahnya persepsi
atas kontrol perilaku yang dimiliki orang tua/pengasuh ini berdampak pada kecukupan
gizi harian anak yang kurang.
Persepsi atas kontrol perilaku mengindikasikan bahwa motivasi seseorang
dipengaruhi bagaimana ia mempersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk
menampilkan suatu perilaku tertentu (Achmat, 2010). Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi motivasi adalah pengetahuan. Berdasarkan penelitian Nuri, dkk (2012),
81
pengetahuan memiliki hubungan yang sangat signifikan dalam memotovasi seseorang
untuk berperilaku. Pemberian pengetahuan mempengaruhi antisipasi terhadap situasi
yang akan dating. Oleh karena itu, pemberian pengetahuan mengenani makanan bergizi
yang dibutuhkan anak HIV diharapkan dapat memotivasi orang tua/pengasuh untuk
mewujudkan perilaku tersebut.
6.4 Niat Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Pada penelitian ini, orang tua/pengasuh memiliki sikap yang positif atau favorable
terhadap pemberian makanan bergizi pada anak. Orang tua/ pengasuh mendukung untuk
memberikan makanan yang bergizi kepada anak HIV. Sikap positif ini muncul karena
orang tua/pengasuh memiliki belief positif mengenai konsekuensi jika asupan gizi
harian anak terpenuhi. Behavioral belief ini terlihat dari hasil wawancara dimana orang
tua mengetahui jika asupan gizi anak tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi
kesehatan anak.
Tidak hanya memiliki sikap yang positif, orang tua/ pengasuh juga memiliki
norma subjektif postif. Hal ini terlihat dari hasil wawancara mendalam yakni orang
tua/pengasuh yakin jika orang yang mereka anggap berpengaruh akan mendukung
mereka agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak. Adapun orang-orang
yang memiliki pengaruh kepada orang tua untuk memberikan makanan yang bergizi
untuk anak adalah dokter, pengurus LSM/yayasan, dan teman sebaya. Selain meyakini
bahwa orang yang orang tua/ pengasuh akan mendukung perilaku mereka untuk
memberikan makanan yang bergizi, orang tua/pengasuh juga memiliki motivasi untuk
menjalankan apa yang disarankan orang tersebut.
82
Berdasarkan hasil wawancara mengenai niat, semua informan memiliki niat
memberikan makanan yang bergizi. Namun usaha mempertahankan niat untuk
memberikan makanan bergizi informan berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh keyakinan
mereka dalam mengatasi hambatan.
Intensi atau niat individu menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari
sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku untuk menampilkan perilaku
tersebut(Achmat, 2010).
Selain sikap dan norma subjektif yang positif, untuk menghasilkan niat yang
positif juga harus didukung persepsi atas kontrol perilaku yang kuat untuk dapat
menampilkan perilaku yang diinginkan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam,
beberapa orang tua/pengasuh di Yayasan Tegak Tegar Jakarta Timur memiliki persepsi
kesempatan yang kuat terhadap hambatan yang dihadapi dalam memberikan makanan
yang bergizi untuk anak. Dan masih ada orang tua yang memiliki persepsi atas kontrol
perilaku yang lemah karena memiliki persepsi kesempatan yang lemah. Seperti
informan B dan D yang memiliki masalah dalam memberikan makanan bergizi pada
anak yaitu karena nafsu makan anak yang buruk. Informan B merasa tidak dapat
mempertaankan niatnya jika nafsu makan anak buruk. Begitu juga informan D, saat
nafsu makan anak buruk, informan D pasrah mengitkuti keinginan apa yang ingin anak
makan saat itu.
Ajzen (2002) mengatakan bahwa persepsi atas kontrol perilaku mempengaruhi
niat didasarkan atas asumsi bahwa kontrol keprilakuan yang dipersepsikan oleh individu
akan memberikan implikasi motivasi pada orang tersebut (Hidayat, 2010).
83
Berdasarkan ketiga hal yang mempengaruhi niat orang tersebut, beberapa orang
tua/pengasuh memiliki niat yang kuat karena memiliki sikap dan norma subjektif yang
positif serta persepsi atas kontrol perilaku yang kuat. Sedangkan orang tua/pengasuh
yang memiliki niat yang kurang kuat dipengaruhi oleh persepsi atas kontrol perilaku
mereka yang lemah meski sikap dan norma subjektif mereka positif.
Penambahan pengetahuan mengenai kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV
diharapkan dapat merubah sikap dan persepsi atas control perilaku orang tua/pengasuh
terhadap pemberian makanan bergizi pada anak. Ditambah pemberian pengetahuan
dilakukan oleh orang yang mereka anggap penting dapat menambah keyakinan mereka
bahwa orang lain mendukung perilaku pemberian makanan bergizi kepada anak
terinfeksi HIV. Oleh karena itu, dengan dilakukannya penambahan pengetahuan yang
dilakukan yayasan diharapkan dapat menguatkan niat orang tua untuk dapat
memberikan makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV.
6.5 Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Berdasarkan hasil perhitungan kecukupan gizi pada anak terinfeksi HIV di Jakarta
Timur, mereka memiliki kebutuhan gizi dan kecukupan gizi yang beragam.
Membandingkan dengan hasil perhitungan recall 24 jam, didapatkan dua anak memiliki
konsumsi energi yang belum mencukupi kebutuhan yang dianjurkan. Sedangkan tiga
anak lainnya sudah memenuhi kebutuhan energi yang dibutuhkan. Anak yang
kebutuhan gizi makronya terpenuhi adalah mereka yang memiliki nafsu makan yang
baik didukung perilaku orang tua/pengasuh yang telaten memberikan makan anak
mereka. Seperti anak informan A, anak informan C, dan anak informan D. Sehingga
dapat dikatakan bahwa tidak semua perilaku orang tua/pengasuh di Yayasan Tegak
84
Tegar Jakarta Timur memiliki perilaku yang baik dalam memberikan makanan untuk
memenuhi asupan gizi anak terinfeksi HIV.
Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi adalah suatu kegiatan atau aktifitas seseorang
yang dilakukan dalam kaitannya pemenuhan kebutuhan makanan agar memenuhi
kebutuhan gizi bagi tubuh baik yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung.
Orang tua sangat menentukan tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 2005). Menurut
Kurniasih (2010), masalah kesehatan yang biasa muncul pada fase anak-anak misalnya,
kesulitan anak untuk makan karena terobsesi dengan main, asupan gizi yang tidak
seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman keracunan akibat dari kebiasaan makan
makanan di luar.
Hal inilah yang terlihat sebagai hambatan paling dominan yang dialami orang
tua/pengasuh. Kesulitan anak untuk makan karena terobsesi main menjadi hambatan
berarti dalam upaya memberikan makanan bergizi pada anak.
Meski demikian berdasarkan hasil observasi, semua orang tua/ pengasuh berusaha
menyediakan makanan bergizi dengan menyediakan makanan yang beragam seperti
agar memenuhi kebutuhan karbohidrat orang tua menyediakan nasi, mie, atau roti untuk
dikonsumsi anak. Keterpenuhan protein anak disediakan melalui daging, ayam atau
ikan. Kebutuhan vitamin dan mineral orang tua/pengasuh penuhi dengan menyediakan
sayur-sayuran dan buah untuk dikonsumsi anak. Namun hal ini belum mencukupi
keterpenuhan vitamin dan mineral yang dilihat seperti vitamin C, kalsium, dan
magnesium berdasarkan 1½ kali Angka Kecukupan Gizi. Hanya dua anak yang
terpenuhi dengan baik vitamin dan mineralnya (anak F dan anak C), ketiga anak lainnya
masih kurang pada pemenuhan vitamin atau beberapa mineral.
85
Masalah gizi bisa dikatakan sangat penting bagi penderita HIV. Bahkan
penurunan berat badan pada pendertia HIV sudah dianggap wajar. Padahal, kekurangan
kalori dan protein secara bermakna akan mempengaruhi fungsi kekebalan orang yang
terinfeksi HIV. Malnutrisi pada penderita HIV akan mengurangi kemampuan individu
untuk mencegah penyakit oportunistik atau malignasi dan dalam kenyataanya akan
mempercepat timbulnya penyakit infeksi. Pada umumnya penyebab penurunan berat
badan adalah asupan makanan yang kurang memadai, malabsorbsi, penggunaan nutrient
yang abnormal, peningkatan kebutuhan gizi, dan peningkatan ekskresi nutrient. Semua
penyebab ini ikut terlibat dalam penurunan berat badan pada penderita HIV(Hsu, 2006).
Orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV kurang memiliki informasi mengenai hal
tersebut, sehingga jika anak mengalami sakit seperti demam dan flu orang tua/pengasuh
menganggap hal tersebut disebabkan anak terlalu letih karena aktivitas mereka.
Pengetahuan orang tua/pengasuh yang kurang tentang kebutuhan gizi anak HIV
yang lebih dari anak biasa membuat beberapa orang tua/pengasuh memperlakukan anak
terinfeksi HIV sama dengan anak yang tidak terinfeksi. Hal ini terlihat dari hasil
wawancara mendalam beberapa orang tua menjawab bahwa kebutuhan gizi anak
terinfeksi HIV sama saja dengan anak biasa. Padahal berdasarkan WHO (2003), energi
dibutuhkan lebih banyak pada penderita HIV guna menjaga berat badan dan aktivitas
fisik juga pertumbuhan. Kebutuhan energi untuk anak HIV lebih besar 10% dari anak
yang tidak terinfeksi HIV. Bahkan untuk anak yang mengalami penurunan berat badan
dibutuhkan tambahan asupan energi sebesar 50 – 100% dari asupan energi untuk anak
tanpa HIV.
86
6.6 Kontribusi Sikap, Norma Subjektif, Persepsi atas Kontrol Perilaku dan Niat Dalam
Terbentuknya Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Kontribusi sikap, norma subjektif, persepsi atas kontrol perilaku dan niat terhadap
perilaku terlihat pada anak informan yang memiliki asupan gizi yang kurang tercukupi,
seperti informan B dan informan D, keduanya memiliki sikap dan norma subjektif yang
positif namun persepsi atas kontrol perilaku mereka lemah sehingga niat untuk
menunjukkan perilaku pun lemah dan kebutuhan gizi anakpun tidak terpenuhi.
Adanya keyakinan mengenai kesempatan untuk mengatasi hambatan, membuat
beberapa informan memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang lemah dan persepsi atas
kontrol perilaku yang kuat. Informan yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang
lemah juga memiliki niat yang kurang dan perilaku pemenuhan asupan gizi yang kurang
dibandingkan informan yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang kuat.
Menurut Ajzen (2005), ketersediaan kesempatan dan sumber-sumber yang
dimiliki merupakan faktor yang memfasilitasi sehingga dapat memperkuat munculnya
perilaku. Dengan adanya ketersediaan kesempatan tersebut, maka niat akan
memunculkan perilaku.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui, untuk memberikan makanan bergizi, orang
tua harus memiliki sikap dan norma subjektif yang positif serta persepsi atas kontrol
perilaku dan niat yang kuat.
Sikap positif adalah persepsi seseorang bahwa ada dampak positif jika suatu
perilaku dilakukan (Achmat, 2010). Dalam penelitin ini tentunya sikap yang positif
terjadi saat orang tua/pengasuh memiliki persepsi bahwa memberikan makanan bergizi
pada anak terinfeksi HIV memiliki dampak yang positif. Sikap positif ini dibentuk dari
keyakinan serta evaluasi orang tua terhadap outcome jika memberikan makanan bergizi
87
pada anak. Pengetahuan terhadap dampak serta pengalaman dari memberikan makanan
bergizi menjadi beberapa faktor yang membentuk keyakinan orang tua untuk memiliki
sikap positf.
Selain sikap, dibutuhkan juga norma subjektif yang positif agar orang tua
memberikan makanan bergizi untuk anak. Norma subjektif terbentuk dari keyakinan
orang tua/pengasuh bahwa orang yang mereka anggap penting mendukung mereka
untuk memberikan makanan bergizi pada anak. Selain meyakini orang lain memandang
bahwa memberikan makanan bergizi anak adalah hal positif, orang tua/pengasuh juga
termotivasi untuk memenuhi harapan dari orang lain tersebut, itulah yang disebut norma
subjektif positif. Beberapa orang yang berpengaruh terhadap perilaku orang tua adalah
dokter, pengurus yayasan, dan teman sebaya. Dalam penelitian ini diketahui bahwa
program kerja dan pendampingan dari yayasan memiliki pengaruh terhadap orang
tua/pengasuh.
Persepsi atas kontrol perilaku terbentuk karena adanya hambatan dalam
mewujudkan perilaku. Hambatan yang muncul pada penelitian ini adalah kelelahan
yang dirasakan orang tua dan nafsu makan anak yang buruk. Persepsi atas kontrol
perilaku yang kuat terjadi ketika orang tua/pengasuh meyakini bahwa mereka memiliki
kendali dan kemampuan untuk mengatasi hambatan dalam memberikan makanan
bergizi pada anak. Pengalaman merawat orang sakit dan mengasuh anak menjadi faktor
latar belakang yang mendukung terbentuknya persepsi atas kontrol perilaku yang kuat.
Jika sikap dan normas subjektif sudah postif, persepsi atas kontrol perilaku orang
tua juga kuat, maka akan terbentuk niat orang tua untuk memberikan makanan bergizi
88
pada anak juga kuat. Semakin kuat niat seseorang berperilaku, diharapkan semakin
berhasil ia melakukan perilaku tersebut.
Theory of planned behavior memiliki tujuan antara lain untuk meramalkan dan
memahami pengaruh-pengaruh motivational terhadap perilaku yang bukan di bawah
kendali atau kemauan individu sendiri. Berdasarkan teori ini, penentu terpenting
perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Intensi individu menampilkan suatu
perilaku adalah kombinasi dari sikap, norma subjektif persepsi atas kontrol perilaku
untuk menampilkan perilaku tersebut. Jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari
menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif terhadap
perilaku tersebut. Jika orang-orang lain yang relevan memandang bahwa menampilkan
perilaku tersebut sebagai suatu yang positif dan orang tersebut termotivasi memenuhi
harapan orang lain yang relevan, maka itulah yang disebut dengan norma subjektif yang
positif. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang
ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi
yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku (Achmat, 2010).
89
Bagan 6.1
Kontribusi sikap, norma subjektif, persepsi atas kontrol perilaku, dan niat
orang tua/pengasuh terhadap perilaku orang tua
Meyakini bahwa anak
akan lebih sehat jika
diberikan makanan
bergizi
Sikap
Adanya persepsi orang
tua bahwa memberiakan
makan bergizi memiliki
dampak positf
Meyakini bahwa orang
lain mendukung untuk
memberikan makan
bergizi pada anak
Norma Subjektif
Keyakinan adanya dukungan
orang lain dan termotivasi
untuk memenuhi harapan
orang tersebut.
Adanya hambatan dalam
memberikanan makanan
bergizi dan keyakinan
untuk dapat mengatasi
hambatan tersebut
Persepsi atas kontrol
perilaku
Motivasi untuk
memberikan makanan
bergizi pada anak
Niat
Niat yang kuat untuk
memberikan makanan
bergizi pada anak
Dokter,
Teman sebaya &
Pengurus Yayasan
Perilaku
Orang tua dapat
menyediakan makanan
bergizi dan lebih telaten
memberikan makanan
pada anak
Pengetahuan&
Pengalaman
Pengalaman&
Hambatan
90
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Sikap orang tua/pengasuh Yayasan Tegak Tegar Jakarta Timur terhadap perilaku
pemberian asupan makan kepada anak terinfeksi HIV adalah positif. Hal ini terlihat dari
keyakinan orang tua/pengasuh jika kebutuhan asupan gizi anak terinfeksi HIV terpenuhi
akan menguntungkan bagi kesehatan anak.
2. Norma subjektif orang tua/pengasuh Yayasan Tegak Tegar Jakarta Timur untuk
memenuhi kebutuhan gizi anak HIV terbentuk dari normative belief yang berasal dari
orang yang dekat dan mengetahui status infeksi anak seperti dokter, pengurus
yayasan/lsm dan teman sebaya atau orang tua yang juga memiliki anak terinfeksi HIV.
3. Persepsi atas kontrol orang tua dipengaruhi oleh keyakinan orang tua untuk mengatasi
hambatan dalam memberikan makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV. Sebagian orang
tua memiliki keyakinan dapat mengatasi hambatan, yaitu kelelahan dan nafsu makan
anak yang buruk, sehingga dapat dikatakan orang tua tersebut memiliki persepsi atas
kontrol yang baik. Namun Sebagian lainnya kurang termotivasi untuk memberikan
makanan bergizi pada anak.
4. Persepsi atas kontrol perilaku yang rendah menyebabkan rendahnya niat orang
tua/pengasuh menyediakan makanan bergizi untuk anak. Meskipun berniat untuk
memberikan makanan yang bergizi kepada anak terinfeksi HIV, orangtua/pengasuh
kurang yakin untuk dapat mempertahankan niat tersebut. Kontribusi niat yang rendah ini
91
berakibat pada tidak terpenuhinya asupan gizi yang penting untuk tubuh anak terinfeksi
HIV.
5. Sebagin orang tua/pengasuh sudah dapat ,memenuhi kebutuhan gizi anak. Namun masih
ada sebagian orang tua/pengasuh yang masih kurang memperhatikan pemenuhan gizi
anak. Pada penelitian ini, persepsi atas kontrol perilaku sangat mempengaruhi niat dan
perilaku orang tua dalam memberikan makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi
anak.
7.2 Saran
1. Saran bagi institusi (Yayasan Tegak Tegar)
Bagi Yayasan Tegak Tegar dapat bekerjasama dengan mahasiswa kesehatan
ataupun dokter/ ahli gizi rumah sakit untuk melakukan edukasi mengenai kesehatan dan
gizi anak terinfeksi HIV. Hal yang dapat dilakukan, misalnya penyuluhan tentang
kebutuhan gizi yang harus diberikan orang tua/pengasuh kepada anak HIV dan ragam
makanan serta kandungan gizi dalam makanan, sehingga orang tua dapat menyediakan
makanan yang variatif dan bergizi untuk anak. Pemberian informasi yang dilakukan oleh
yayasan akan memberikan persepsi kepada orang tua bahwa pengurus yayasan
mendukung mereka untuk memberikan makanan yang bergizi pada anak.
2. Saran bagi peneliti selanjutnya
Untuk mahasiswa selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian kualitatif
yang lebih mendalam dengan tema yang sama namun dengan metode yang berbeda dan
sampel yang lebih variatif lagi.
92
DAFTAR PUSTAKA
Achmat, Z. 2010 Theory of Planned Behavior, Masihkah Relevan?. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang (1 diakses pada 4 April 2013, pukul
13.25 WIB)
Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personalit and Behavior (Second Edition). New York:
McGraw Hill.
Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, S. (2006). Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, S. (2011). Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Gramedia
Pusaka Utama.
Arisman. (2009). Gizi dalamDaur Kehidupan. Jakarta. EGC
Arpadi, S. M. (2005). Growth Failur in HIV- Infected Children. Durban: WHO.
Azwar. (2011). Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Depkes. (2000). Kajian dan Masalah HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987 - 2000
(Juli). Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
Depkes. (2006). Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987 - 2006. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Departemen Kesehatan R.I.
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2012). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia
dilaporkan s/d Juni 2012. Jakarta: Kemenkes RI.
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2012). Laporan Situasi Perkembangan HIV&AIDS di
Indonesia s.d. 30 Juni 2012 . Jakarta: Kemenkes RI.
Farhatun, Siti. (2012). Perilaku Konsumsi Serat pada MAhasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN)
Jakarta Tahun 2012. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Jakarta
Fatimah, S. dkk. (2008). Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Status Gizi pada
Balitadi Kecamatan Ciawi Kabupaten TasikMalaya. Bandung. Universitas
Padjajaran
Gibney, M.J. et al. (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
93
Hasnawaty, R. (2011, Desember). PMTCT Cegah Bayi terinfeksi HIV. Retrieved
Agustus Rabu, 2012, from cangkirparagraf.blogspot.com/2011/12/perempuan-
positif-hiv-dapat-lahirkan.html.
Hayden, J. (2009). Introduction to Health Behavior Theory. USA: Jones and Bartlett
Publisher.
Hsu, J. W.-C., Pencharz, P. B., Macallan, D., & Tomkins, A. (2005). Macronutrients
and HIV/AIDS: a Review of Current Evidence. Africa: WHO.
Jama, Ali Duale.(2010). Assessment of Dietary Intake and Nutritional Status of
Children (Under Five Years) Who are HIV Positive Attending the AIDS Support
Organization (TASO) Entebbe. Dissertation Master of Science in Applied
Human Nutrition of Makerere University.
Kemenkes. (2011). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemenkes. (2010). Pedoman Pelayanan Gizi Bagi ODHA. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
King, S. M., Lindegren, M. L., & Rogers, M. F. (2004). Epidemiology Of Pediatric
HIV Infection. Elsevier , 31-41.
KPAN. (2010). Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan
AIDS Tahun 2010 - 2014. Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional.
KPAN. (2003). Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2003 - 2007.
Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
Kurniasih, Dedeh., Hilman Hilmansyah. (2010). Sehat dan Bugar Berkat Gizi
Seimbang. Jakarta. Gramedia.
Mar'at.(1981). Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta. Ghalia
Indonesia
Machrus, H. (2010). Pengukuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned
Behavior.Surabaya. Insan Media Psikologi.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya.
Notoatmodjo, S. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Novita, Nesi, Yuneta Franciska.(2011). Promosi Kesehatan dalam Pelayanan
Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika.
86
94
Razak, R. (2009). Pengaruh Konseling Gizi pada Penderita HIV/AIDS untuk
Perubahan Perilaku Makan dan Status Gizi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar. Media Gizi Pangan , 41-48.
Rothausen, Berit W. et al. (2008). Differences in Children's Dietary Intake on
Weekdays Vs. Weekend days. Denmark: University of Denmark.
Saloojee, H., & Violari, A. (2001). HIV Infection in Children. BMJ , 670
674.
Sediaoetama, Achmad Djaeni.(2008). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi
Jilid I. Jakarta. Dian Rakyat.
Siagian, Albiner.(2006). Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi. Medan. Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM USU.
Sudarma, Momon. (2009). Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta. Salemba Medika.
Soetjiningsih, (2003). Tumbuh Kembang Anak dengan Kondisi Kesehatan Kronik.
Jakarta. CV Sagung Seto
Supariasa, I. D. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Tindyebwa, D. dkk. (2011). Handbook on Paediatric AIDS in Africa. Uganda.
ANECCA.
WHO. (2003). Nutrient Requirements for People Living with HIV/AIDS. Geneva:
World Health Organization.
PERMOHONAN MENJADI INFORMAN
Kepada YTH
Calon Informan Penelitian
Di Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fety Fathimah
NIM : 108101000020
Alamat : Jln. H. Baping Rt. 004/09 No. 33 Ciracas Jakarta Timur
Adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta sedang melakukan penelitian dengan judul “Gambaran
Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak
Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur
Tahun 2013”
Pada penelitian ini saya mengharapkan Bapak/Ibu untuk dapat menjadi informan saya
dan bersedia untu diwawancarai, baik dengan melakukan tatap muka secara langsun atau
melalui telepon. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak/Ibu dan
anak yang telah menjadi informan penelitian. Kerahasiaan informasi yang diberikan akan
dijaga dan hanya untuk kepentingan penelitian. Jika Bapak/Ibu tidak bersedia menjadi
informan, maka tidak ada ancaman bagi Anda. Dan apabila Bapak/Ibu menyetujui , maka
saya mohon Bapak/Ibu bersedia untuk menandatangani lembar persetujuan.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi informan, saya ucapkan terima
kasih.
Jakarta, Juli 2013
Peneliti
Fety Fathimah
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi informan penelitian
yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, yang bernama Fety Fathimah dengan judul “Gambaran Perilaku
Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013”.
Saya memahami bahwa yang dihasilkan merupakan rahasia dan hanya digunakan untuk
kepentingan pengembangan Ilmu Kesehatan dan tidak merugikan bagi saya. Oleh karena itu
saya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian ini dan saya akan memberikan
informasi yang sebenar-benarnya.
Jakarta, Juli 20113
Informan
(………………………….)
Pedoman Wawancara Mendalam pada orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV
Pewawancara:
Tanggal wawancara:
Waktu wawancara: ........... s/d .........
a. identitas informan
Initial nama orang tua / pengasuh :
Hubungan orang tua/ pengasuh dengan anak :
Elemen TPB Pertanyaan
- Sosial
- Individu
- Informasi
1. selama ini apa saja yang anda ketahui
tentang asupan gizi yang baik untuk anak
HIV
2. menurut anda seperti apa perilaku
pemberian makan anak HIV yang baik?
3. apa saja pengalaman anda ketika anda
tidak memberikan makanan yang bergizi
untuk anak HIV?
4.Apa yang anda ketahui tentang gizi yang
baik?
5.Apa yang anda ketahui tentang makanan
yang baik untuk anak HIV?
6.Keuntungan apa yang anda ketahui jika
anak diberikan makanan bergizi?
7.Apa yang anda ketahui mengenai dampak
jika asupan gizi anak tidak terpenuhi?
8. Apa yang ibu ketahui tentang makanan
bergizi?
Sikap
- Sikap secara umum tentang
pemberian makanan bergizi
- Belief tentang pemberian makanan
bergizi adalah baik untuk anak
terinfeksi HIV
- Belief tentang manfaat zat gizi dan
dampak jika asupan gizi tidak
terpenuhi dan jika asupan gizi
terpenuhi
- Belief tentang seberapa penting
pemenuhan asupan gizi untuk anka
HIV
9. bagaimana sikap anda terhadap
pemenuhan asupan gizi untuk anak HIV
sesuai dengan kebutuhan mereka?
10.Menurut anda, apa saja akibat jika
kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi?
11.Seberapa besar efek ketidakterpenuhan
gizi tersebut terhadap tubuh anak?
Norma subjektif
- Belief tentang norma sosial/tekanan
yang didapat dari luar ketika memiliki
keinginan untuk memberikan
makanan bergizi untuk anak?
- Motivasi untuk memenuhi asupan gizi
anak setiap hari
12.Bagaimana pengaruh orang lain
menyarankan anda untuk memberikan asupan
bergizi pada anak setiap hari/
13.Apa dan siapa saja orang yang
mempengaruhi anda untuk tidak memberikan
asupan bergizi pada anak?
Persepsi terhadap kontrol yang dimiliki
- Dorongan/motivasi dalam
memberikan makanan yang bergizi
untuk anak
- Hambatan dalam memberikan
makanan bergizi untuk anak
- Belief individu dalam menghadapi
hambatan tersebut
14. Apa saja yang mendorong ibu
memberikan makanan bergizi/ sehat untuk
anak?
15. Apa hambatan ibu dalam memberikan
makanan bergizi/sehat untuk anak?
16. Bagaimana cara anda menghadapi
hambatan tersebut?
17. Seberapa yakin anda dapat mengatasi
masalah/hambatan tersebut?
Niat
- Keinginan untuk mewujudkan
perilaku
- Keinginan untuk berperilaku lebih
baik
- Keinginan untuk mempertahankan
perilaku yang sudah baik
18. Apakah selama ini anda memiliki
keinginan untuk memberikan makanan yang
bergizi/ sehat untuk anak?
19. Apa saja usaha yang anda lakukan untuk
memberikan makanan bergizi/ sehat untuk
anak?
20. Bagaimana anda mempertahankan usaha
anda tersebut?
Pedoman Wawancara Mendalam pada LSM Pendamping anak terinfeksi HIV
Pewawancara:
Tanggal wawancara:
Waktu wawancara: ........... s/d .........
a. identitas informan
Nama :
Usia :
Latar belakang pendidikan :
Pekerjaan :
Elemen TPB Pertanyaan
Norma subjektif
- Belief tentang norma sosial/tekanan
yang didapat dari luar ketika memiliki
keinginan untuk memberikan
makanan bergizi untuk anak?
- Motivasi untuk memenuhi asupan gizi
anak setiap hari
1. Apa yang anda ketahui tentang makanan
bergizi?
2.Adakah kegiatan mengenai gizi untuk anak
HIV?
3.Apakah anda mengetahui tentang gizi yang
baik untuk anak HIV?
4.Apa yang anda ketahui tentang kebutuhan
gizi yang dibutuhkan anak HIV?
FORM FOOD RECALL 24 JAM
Nama :
Hari/ Tanggal :
Waktu Hidangan Bahan Makanan URT Berat
(g)
Energi
(KKal)
Protein
(g)
Pedoman Observasi Perilaku Pemberian Makanan Bergizi pada Anak HIV
No Domain Dimensi Keterangan
Hari 1
1 Perilaku
pemberian
makan
Adanya konsumsi
makan yang terdiri dari
makanan pokok, lauk-
pauk, sayur, buah, susu
Frekuensi makan
Adanya makanan
tambahan atau vitamin
yang diberikan
Matriks Wawancara Mendalam pada orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV
Pertanyaan Jawaban
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
Faktor latar belakang
1. selama ini apa saja
yang anda ketahui
tentang asupan gizi
yang baik untuk anak
HIV
Memberikan
makanan yang baik
seperti daging, susu,
buah, ayam dan
vitamin yang cukup.
4 sehat 5 sempurna.
Seperti ikan, sayur,
telur, buah.
Makanan yang
membuat anak
kenyang.
Makanan yang tidak
menimbulkan
penyakit untuk anak.
Contoh: kacang
hijau, telur, ayam,
susu.
Makan makanan
yang baik setiap
hari seperti lauk-
pauk, buah, telur,
daging, sayur yang
tercukupi serta
makan teratur.
2. menurut anda
seperti apa perilaku
pemberian makan
anak HIV yang baik?
Harus ditelateni/
diperhatikan dangan
sabar dan teliti untuk
kebutuhan makannya
dibandingkan anak
biasa. Diberikannya
makanan yang
bergizi seperti
daging/ikan/telur.
Menyediakan
makanan yang
bergizi seperti ikan,
telur, daging.
Semua makanan itu
sehat selama dia
merasakan kenyang
dan perut tidak
kosong. Serta
minum susu.
Tidak ada
kekhususan antara
anak terinfeksi HIV
dengan yang tidak.
Seharusnya orang
tua lebih sabar dan
lebih teliti dalam
memberikan
amakanan kepada
anak.
3. apa saja
pengalaman anda
ketika anda tidak
memberikan makanan
yang bergizi untuk
anak HIV?
Demam ketika hanya
diberi makan
tempe/tahu saja.
Tidak pernah Tidak pernah
karena selalu diberi
makan dan tidak
membiarkan perut
anak kosong
Tidak pernah. Tidak pernah.
Pertanyaan Jawaban
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
4.Apa yang anda
ketahui tentang gizi
yang baik?
Gizi yang dapat
memenuhi
kebutuhan anak
seperti daging,
4 sehat 5 sempurna 4 sehat 5 sempurna Gizi seimbang,
seperti sayur, buah,
lauk, pauk.
Semua yang
dimakan sehari-
hari baik
5.Apa yang anda
ketahui tentang
makanan yang baik
untuk anak HIV?
Lebih banyak
membutuhkan
asupan gizi
Sama saja seperti
anak yang tidak
terinfeksi
Sama seperti anak
lain yang tidak
terinfeksi
Makanan yang bisa
meningkatkan
kekebalan tubuh.
Jenis makanan
sama saja seperti
anak lain yang
tidak terinfeksi.
Hanya saja
jumlahnya lebih
banyak
dibandingkan anak
yang tidak
terinfeksi
6.Keuntungan apa
yang anda ketahui
jika anak diberikan
makanan bergizi?
Bisa beraktivitas
seperti anak-anak
yang tidak sakit.
Fisiknya lebih kuat
dan lebih sehat.
Lebih sehat Tidak mudah
terserang penyakit.
Lebih sehat dan
tidak mudah sakit.
7.Apa yang anda
ketahui mengenai
dampak jika asupan
gizi anak tidak
terpenuhi?
Bisa langsung sakit
karena virusnya
menyerang tubuh
lagi
Berat badan tidak
bertambah
Lebih mudah sakit Lebih mudah sakit Lebih mudah sakit
8. Apa yang anda
ketahui tentang
makanan bergizi?
Terdapat daging,
ayam, sayur, buah
dalam makanan
sehari-hari anak
4 sehat 5 sempurna Lauk, pauk, telur
susu, buah.
Makanan yang
memenuhi
kebutuhan tubuh
anak
Makanan yang
dimakan setiap hari
seperti telur,
daging, sayur,
buah.
Pertanyaan Jawaban
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
Sikap
9. Bagaimana
sikap/pendapat anda
terhadap pemenuhan
asupan gizi untuk
anak HIV sesuai
dengan kebutuhan
mereka?
Anak HIV tidak bisa
diberikan makanan
sembarangan dan
tidak bergizi untuk
dapat melakukan
aktivitas seperti anak
yang tidak terinfeksi.
Anak dengan HIV
berbeda dengan
anak tidak
terinfeksi, sehingga
makananya juga
harus bergizi
Yang penting anak
kenyang
Makanan harus yang
bergizi dan ada
beberapa makanan
yang harus
dikonsumsi anak
seperti vitamin dan
susu.
Makanan yang
diberikan harus
memiliki gizi yang
baik
10.Menurut anda, apa
saja akibat jika
kebutuhan gizi anak
tidak terpenuhi?
Virusnya aktif
sehingga anak akan
mudah sakit
Fisiknya menurun Mudah sakit Mudah sakit Mudah sakit
11.Seberapa besar
efek
ketidakterpenuhan
gizi tersebut terhadap
tubuh anak?
Besar. Jika tidak
diberikan makanan
yang bergizi anak
lebih mudah sakit
seperti radang
Besar. Fisik lebih
lemah dan tidak
segar. Dan bisa
terserang penyakit
Besar. Karena daya
tahun tubuh
berkurang sehingga
anak terlihat tidak
bersemangat
Besar. Karena
mempengaruhi
kekebalan tubuh
anak
Besar. Sehingga
harus terpenuhi
kebutuhan gizinya
setiap hari
Norma subjektif
12. Bagaimana
pengaruh orang lain
menyarankan anda
untuk memberikan
asupan bergizi pada
Lebih bersemangat
dan lebih
mengetahui makanan
apa yang harus
diberikan untuk anak
Berusaha
menjalankan apa
yang disarankan
sesuai dengan
kemampuan
Lebih bersemangat
memberikan anak
makan
Lebih mendapatkan
pengetahuan
sehingga mengetahui
makanan yang harus
diberikan untuk anak
Menambah
pengetahuan untuk
memberikan
makanan yang baik
untuk anak
anak setiap hari?
Pertanyaan Jawaban
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
13.Apa dan siapa saja
orang yang
mempengaruhi anda
untuk tidak
memberikan asupan
bergizi pada anak?
Dokter dan
pengalaman teman
sebaya
Dokter Dokter, LSM,
teman sebaya
Dokter Pengalaman
Perceived behavioral control
14.Apa saja yang
mendorong ibu
memberikan makanan
bergizi/ sehat untuk
anak?
Semangat yang
diberikan oleh
dokter, nafsu makan
anak yang baik, dan
pengalaman teman
sebaya yang
mengalami hal lebih
buruk
Ingin anak lebih
sehat
Ingin anak lebih
sehat
Kasihan jika
kebutuhannya tidak
terpenuhi
Ingin anak lebih
sehat
15. Apa hambatan
anda dalam
memberikan makanan
bergizi/sehat untuk
anak?
Kelelahan untuk
menyediakan makan
anak
Nafsu makan anak Nafsu makan anak Nafsu makan anak Tidak ada
16.Bagaimana cara
anda menghadapi
hambatan tersebut?
Senang melihat anak
sehat, sehingga lebih
termotivasi lagi
untuk memberikan
makanan yang sehat
Berusaha
menyediakan
makanan yang anak
mau makan atau
membiarkan anak
Berusaha
menyediakan
makanan yang anak
mau makan atau
memaksakan anak
Berusaha
menyediakan
makanan yang anak
mau makan atau
membiarkan anak
untuk anak memilih makanan
yang ingin dimakan
untuk makan memilih makanan
yang ingin dimakan
Pertanyaan Jawaban
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
17. Seberapa yakin
anda dapat mengatasi
masalah/ hambatan
ini?
Sangat yakin dengan
melihat
perkembangan anak
sehingga lebih
bersemangat lagi
memberikan
makanan bergizi
untuk anak
Yakin, karena
makanan
alternative yang
diberikan juga
bukan makanan
yang dilarang
untuk dikonsumsi
Yakin, walaupun
tidak maksimal
usaha yang
dilakukan untuk
bisa menyediakan
anak setiap hari.
Yakin, selama ada
yang anak makan
Yakin, karena anak
sudah mengetahui
penyakitnya dan
apa yang harus dia
lakukan untuk
dirinya
Niat
18. Apakah selama ini
anda memiliki
keinginan untuk
memberikan makanan
yang bergizi/sehat
untuk anak?
Sangat ingin Iya Sangat ingin Iya Sangat ingin
19. Apa saja usaha
yang anda lakukan
untuk memberikan
makanan bergizi/sehat
untuk anak?
Lebih sabar dan teliti
memberikan makan
anak
Diberikan makanan
alternative jika
nafsu makan anak
kurang,
menyediakan
makanan yang dia
suka
Menyediakan
makanan yang anak
suka, atau
memberiakan
makanan makanan
alternative
sehingga perut
anak terisi.
Menyediakan
makanan sesuai
kemampuan,
memberikan anak
makanan yang
tersedia
Menyediakan
makanan yang anak
suka, menyediakan
cemilan sendiri
20. Bagaimana anda Kesadaran untuk Menyediakan Sediakan makanan Paling tidak anaknya Lebih santai,
mempertahankan
usaha anda tersebut?
tetap memberikan
anak makanan yang
bergizi
makanan yang
berbeda supaya
tidak bosan atau
menanyakan apa
yang anak ingin
makan
yang anak suka mau makan, entah
jajan atau makan
lauknya saja.
sehingga tidak
dibawa menjadi
beban
Matriks Wawancara Mendalam pada LSM Pendamping anak terinfeksi HIV
Pertanyaan Jawaban
1. Apa yang anda ketahui tentang
makanan bergizi?
2.Adakah kegiatan mengenai gizi untuk
anak HIV?
3.Apakah anda mengetahui tentang gizi
yang baik untuk anak HIV?
4.Apa yang anda ketahui tentang
kebutuhan gizi yang dibutuhkan anak
HIV?
4 sehat 5 sempurna, dan kebutuhan yang
masuk sama dengan kebutuhan yang
dikeluarkan, namun detail dan selebihnya
kurang mengetahui.
Selama ini hanya ada kegiatan penyuluhan
mengenai informasi HIV. Belum ada
penyuluhan atau penyampaian informasi
mengenai gizi anak HIV atau tentang
makanan dan gizinya.
Iya. Orang dengan HIV/AIDS membutuhkan
gizi 10% lebih banyak dibandingkan orang
yang tidak terinfeksi. Odha juga harus lebih
memperhatikan kecukupan makanannya,
khusunya anak harus diperhatikan secara
teliti keterpenuhan gizi makanannya.
Anak terinfeksi HIV harus mendapatkan
asupan gizi yang lebih dibandingkan anak
yang tidak terinfeksi. Seperti cukup terpenuhi
buah, sayur, lauk dan nasi dalam makanan
hariannya.
Matriks Observasi Perilaku Pemberian Makanan Bergizi pada Anak HIV
Domain Dimensi
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
Perilaku
pemberian
makan
Adanya konsumsi
makan yang terdiri
dari makanan
pokok, lauk-pauk,
sayur, buah, susu
√
Nasi, ayam,
kembang kol,
buncis, kentang,
tepung jagung,
keju,susu
√ Nasi, ikan lele,
sayur sop,
pisang,
bakso,susu
√
Nasi, roti, soto
ayam (daging
ayam, bihun, kol),
mi goreng, susu
√
Nasi, telor, sayur
kangkung,
papaya,susu
√
Roti, nasi, Sayur
asem, ikan asin,
semangka,susu
Frekuensi makan 5 kali
7.00
17.00
11.00
14.30
20.00
2 kali
10.00
17.00
4 kali
05.30
11.00
14.00
18.00
3 kali
07.00
12.00
18.00
4 kali
06.30
10.00
16.00
19.30
Adanya makanan
tambahan atau
vitamin yang
diberikan
√
Minyak ikan
Scot emoltion
Madu
√ batagor
√ kue.
√ Biskuit
√ Bubur kacang ijo
Hasil Perhitungan Gizi Anak HIV
Domain Dimensi
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
Energy (Kkal) Hari 1 3986.4 666.6 2577.4 503.3 1305
Hari 2 2951.8 1095.3 1710.7 1090.5 1334.5
Hari 3 5143 1410 1366.1 1001.6 1703.6
Rata-rata 4027 1057.3 1884.7 865.1 1447.7
Anjuran 1830.9 1567 1682 1734.8 1091.5
Protein (gr) Hari 1 296.7 25.3 60.3 20.3 46.3
Hari 2 84.7 38.2 55.4 39.3 57.6
Hari 3 373.8 42.8 59.5 50 48.5
Rata-rata 251.7 35.4 58.4 30.5 50.8
Anjuran 59.4 47 50.4 52 32.5
Lemak (gr) Hari 1 199.5 27.5 107.9 19.1 29.5
Hari 2 43.9 26.1 48.7 24.8 43.7
Hari 3 249.4 56.7 220.8 42.2 30.2
Rata-rata 164.2 36.7 125.8 28.7 34.5
Anjuran 20.3 17.4 18.6 19.26 12.1
Vitamin C
(mg)
Hari 1 22.5 25.2 202.1 14.2 21.1
Hari 2 64 3.5 59.6 7.6 31.2
Hari 3 28.1 22.5 13.6 21.5 67.3
Rata-rata 38.2 17 91.7 14.4 39.8
Anjuran 67.5 67.5 67.5 67.5 97.5
Kalsium (mg) Hari 1 303.1 175.3 1583.8 93.7 356.4
Hari 2 737.9 273.5 533.3 226.6 620.2
Hari 3 378.3 244.7 183.1 233.7 891
Rata-rata 473.1 231.1 766.7 184.6 622.5
Anjuran 900 750 750 750 1500
Magnesium
(mg)
Hari 1 362.5 98.8 209.2 47.8 157.3
Hari 2 444.6 137.6 161.7 122.1 178.5
Hari 3 469 180 171.9 99.8 215.6
Rata-rata 425.3 138.8 180.9 89.9 183.8
Anjuran 180 135 135 135 345
VERBATIM I
Pewawancara (P): Fety (peneliti)
Informan (J): A
Anak: F
Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat
sebelumnya.
1. P Bu, ibu tau ngga tentang makanan bergizi?
J 4 sehat 5 sempurna kan? Ada daging, ayam, sayur, buah susu?
2. P Kalo menurut ibu gizi yang baik kaya gimana?
J Yang penting kenyang sih mba. Kalo kenyangkan dia semangat.
3 P Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana bu?
J Sebenernya anak HIV itukan sama aja kaya anak dengan penyakit lain ya.
Mau anak itu sakit jantung, atau sakit apa aja. Harus dapet makanan yang
baik, kaya vitamin, daging, susu, buah, sayuran, kue-kue, yang bikin dia
kenyang.
4 P Yang ibu tau tentang makanan yang baik anak seperti F gimana bu?
J Ngga ada bedanya sih sebenernya sama aja kaya anak yang lain ya. Anak
yang sakit jantung, paru-paru sama dia, ya tetep harus makan obat, dikasih
makan bergizi, istrahat. Tapi anak kaya dia gizinya harus banyak. Soalnya
kan virus di tubuhnya dia kan ikut makan. Ibaratnya kan sekarang
virusnya dia lagi tidur mba, jadi kalo dia makannya banyak, virusnya juga
ikut makan. Kalo makan gizinya kurang, virusnya bangun, sakit deh dia.
5 P Jadi kalo cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang baik?
J Harus ditelatenin ya mba. Ngga bisa dia makan sembarangan. Kaya inikan
saya bikinin dia bubur. Sebentar lagi nih waktunya dia makan. tapi
anaknya lagi main. Tuh mba, saya bersyukur banget. Dulu waktu ketauan
dia sakitkan dia kuruus banget mba. Udah meringkuk aja. Ngga ada
dagingnya. Sedih deh dulu mah. Teruskan saya telatenin kasih makan dia
mba. Anak mahal dia mba. buburnya aja mahal banget dulu. Satu kotak
bisa 170.000. tapi sekarang udah ngga beli lagi. Bisa ternyata saya bikin
sendiri. Ayam, nasi, keju, sayur aja dicampurin gitu. Lebih enak bikinan
saya malah mba. susunya dia juga beda mba. ini susu sapi murni. Dokter
yang jual. Mahal juga itu susunya dia. Satu bungkus 20.000. (pergi ambil
susu). Nih mba susunya dia.
6 P Pernah ngga bu punya pengalaman, ngga ngasih F makanan bergizi terus
F sakit atau kenapa-kenapa gitu bu?
J Ya itu. Dia kan harus dikasih makannya bergizi ya. Daging, sayur. Ngga
bisa dia kalo cuma dikasih tempe aja. Langsung demam dia kalo dikasih
tempe aja. Saya pernahkan, udah males gitu masak ayamnya. Waktu itu
ngga sempet ke pasar, anaknya udah minta makan, yaudah saya bikinin
bubur aja Cuma pake tempe, sayur sama keju doang, dia langsung demam.
Anak mahal ini dia emang.
7 P Jadi yang ibu tau kalo F ngga dikasih makanan bergizi dampaknya apa
bu?
J Langsung demam dia. Virusnya bangun, terus langsung nyerang dia. Kalo
dia makannya bergizi kan virusnya ikut makan, jadi ngga nyerang
badannya dia, soalnyakan virusnya udah dikasih makan.
8 P Keuntungannya apa bu, kalo ibu kasih F makanan bergizi?
J Tidurnya enak, bisa ngapa-ngapain. Dulukan dia ngga bisa ngapa-ngapain
mba. lemes soalnya. Tidur mulu. Sekarang mah udah ngga. Mba liat aja
nanti anaknya. Lari-larian, kaya anak ngga sakit aja. Sekolahnya juga bisa
ngikutin pelajarannya dia. Saya kira dia ngga bisa naik kelas gitu ya,
ternyata bisa tuh. Nilainya juga lumayan. Sekarang ikut les juga. Les
bahasa inggris sama matematika. Bisa dia ngikutinnya. Biasanya kan anak
yang kena begini juga suka lebih lambat mikirnya. Tapi F ngga tuh. Dia
bisa ngikutin pelajarannya. Emang ngga dapet ranking, tapi nilainya
bagus, berarti dia bisa ngikutin kan?
9 P Bu, kalo menurut ibu, anak seperti F ini harus diberi makanan bergizi
seperti apa biar kebutuhan gizinya terpenuhi?
J Anak kaya F ini makanannya harus yang bergizi. Nasinya banyak, pake
daging. Ngga bisa dia makan sembarangan atau ngga bergizi. Kalo ngga,
ngga bisa dia kaya anak lain. Coba aja mba liat, anak yang kena juga,
kulitnya tuh kalo diliat pada korengan, terus lemes, lesu, ngga semangat.
Kalo F kan ngga. Kulitnya dia cakep, ngga ada koreng, bisa main. Ih ngga
bisa diem banget mba dia. Ini aja lagi main diluar sama sepupunya.
10 P Kalo menurut ibu, kalo F ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa bu?
J Virusnya bangun mba. Sakit lagi nanti dia.
11 P Dampaknya besar ngga sih bu menurut ibu kalo F ngga dikasih makanan
bergizi?
J Besarlah mba. Dia aja sekarangkan gizinya buruk. Kalo makanannya ga
bergizi, bisa demam, radang dia. Kalo makannya Cuma sama tempe
doang sakit dia mba.
12 P Bu, ada ngga orang yang mempengaruhi ibu buat ngasih F makanan
bergizi?
J Ada. Kaya dokter di carolus tuh mba. Saya kan orangnya ceplas-ceplos
mba. Saya penasaran. Saya tanya dokter. Dok, anak kaya F gini bisa jadi
dokter ngga dok? Bisa bu. Yang penting ibu sekarang car uang yang
banyak. Bisa dia jadi dokter.
Terus mba, atau mba yanti, kan juga jadi ngasih tau saya apa F makannya
udah bener apa belum.
Saya juga ngga mau mba, F ini kaya anak yang kena lainnya. Kan suka
keliatannya ngga sehat. Gampang sakit, lemes. Kalo saya mah ngga mau.
Makanya saya kasih makannya yang bener.
13 P Pengaruhnya dari orang-orang tadi buat ibu apa bu?
J Ya saya jadi tau anaknya harus dikasih makan seperti apa. Kaya mba atau
mba yanti kan kan jadi saya dikasih tau saya harus gimana.
Bikin saya semangat juga. Kaya yang tdai dokter carolus itu mba. Saya
jadi semangat habis dia ngomong gitu.
14 P Yang bikin ibu mau memberikan makanan bergizi buat F apa bu?
J Ya semangat dari dokter itu mba. Terus anaknya juga doyan makan.
Sehari dia bisa makan lima kali mba. Lahap anaknya makan. Jadi saya
seneng ngasih makannya. Orang anaknya mau makan. Orang tua mana sih
mba yang ngga seneng lat anaknnya doyan makan?
15 P Kalo hambatannya buat ngasih makan makanan bergizi buat F ada bu?
J Capek mba. Kan dia ngga kaya anak biasa atau sepupunya. Kalo
sepupunya kan makan sama kaya yang kita makan. Kalo F kan ngga.
Harus ngerebus ayam dulu. Lima ekor loh mba saya sekali masak buat F.
belum diblendernya. Harus ngangetin dulu setiap dia mau makan. Ibunya
mana ada ngurusin begini?kan saya juga yang nyuapin dia. Kalo sekolah,
kan harus anget makanannya, jadi kalo jam istirahat saya kesekolah dia,
nganterin makanan. Ntar dia makan, kalo udah habis baru saya pulang.
Dia kan ngga bisa jajan. Makan selain bubur ini dia ngga mba. Yang dia
tau makanan ya bubur aja. Ngga tau tahu, tempe tuh dia ngga tau.
16 P Terus gimana ibu ngatasi hambatan ngasih makan F?
J Saya seneng ngeliat anaknya doyan makan. Biar harus ngeblender dulu,
nyuapin jadi ngga kerasa capeknya. Orang anaknya doyan makan. Ya saya
seneng. Seneng juga saya ngeliat dia sehat. Bisa belajar, ikut les, main
sama temen-temennya. Saya jadi termottivasi karna liat anaknya sehat
mba.
17 P Jadi ibu yakin bisa ngatasi hambatan tadi?
J Yakin mba. Karnakan kita liat perkembangan dia. Dari yang kecilnya, ih
sedih banget dulu mah mba, sampe bisa kaya sekarang ini, bisa main,
ceria, saya jadi semangat ngasih makan dia.
18 P Selama ini ibu punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat
F?
J Iya lah mba
19 P Apa bu usaha ibu buat ngasih F makanan bergizi?
J Ya saya telatenin kasih makan dia sama masak. Yang penting ibunya dia
cari uang yang banyak. Biar deh saya yang urus dia.
20 P Gimana cara ibu buat mempertahankan tetep bisa ngasih F makanan
bergizi?
J Ya gimana mba. Mau ngga mau saya harus nyediain makanan buat dia.
Jadi udah biasa sih. Udah tau, anak kaya dia ini harus ditelateni, ngga bisa
makannya sembarangan ngga diperhatiin.
VERBATIM II
Pewawancara (P): Fety (peneliti)
Informan (J): B
Anak: G
Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat
sebelumnya.
1. P Bu, yang ibu tau tentang makanan bergizi apa?
J Persisnya sih ngga tau. 4 sehat 5 sempurna kali ya?
2. P Kalo menurut ibu gizi yang baik kaya gimana?
J 4 sehat 5 sempurna. Ada ikan pasti, telur, sayur, buah kadang-kadang
harusnya sih sering.
3 P Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana bu?
J Yang kita sediainnya makanannya harus yang bergizi, harusnya. Kaya
daging, telor, ikan.
4 P Yang ibu tau tentang makanan yang baik buat G gimana bu?
J Sama aja sih makanan buat anak yang kena ‘itu’ sama yang ngga kena
5 P Jadi kalo cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang baik?
J Iya sama aja kaya kita. Sehari makan ikan, sayur, buah.
6 P Pernah ngga bu punya pengalaman, G sakit kalo ngga dikasih makanan
bergizi?
J Ngga pernah sih. Dia kalo sakit juga sama kaya kita biasa. Flu, demam,
diare.
7 P Menurut ibu, ada dampaknya ngga sih kalo G ngga dikasih makanan
bergizi?
J Berat badannya ngga nambah, terus keliatannya layu. Emm gimana sih
layu tuh ya, pucet, lemes gitu paling.
8 P Kalo menurut ibu ada ngga keuntungan kalo G dikasih makan makanan
bergizi?
J Kesehatannya dia bagus. Fisiknya kuat, menunjang semua, kesehatannya
baiklah.
9 P Bu, kalo menurut ibu, anak seperti G ini harus diberi makanan bergizi
seperti apa biar kebutuhan gizinya terpenuhi?
J Anak dengan penyakit ini kan beda ya. Jadi sayur, buahnya, ikan atau
telur, dagin itu harus ada buat dia. Pokoknya dalam sehari itu harus ada
daging atau ayam atau ikannya gitu.
10 P Kalo menurut ibu, kalo G ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa bu?
J Fisiknya menurun. Ya layu itu.
11 P Pengaruhnya besar ngga sih bu menurut ibu kalo G ngga dikasih
makanan bergizi?
J Besar. badannya jadi keliatan ngga bagus. Ngga seger gitu fet. Ntar bisa
nambah penyakit.
12 P Bu, ada ngga orang yang mempengaruhi ibu buat ngasih makanan bergizi
buat G?
J Dokter sih.
13 P Dokter nyuruh apa bu?terus ibu jalanin ngga yang disuruuh dokter?
J Dokter suruh kasih makan yang banyak biar gemuk. Ya saya jalanin ya
sebatas kemampuan saya aja. Saya kasinya yang penting nasi, lauk, pauk,
sayur, harus lengkap.
14 P Yang bikin ibu mau memberikan makanan bergizi buat G apa bu?
J Ya pengen cucu sehat dan besar sih fet.
15 P Kalo hambatannya buat ngasih makan makanan bergizi buat G ada bu?
J Anaknya susah makan. Mood-mood-an makannya. Suka-suka dia aja
makannya. Gitu maunya dia, jajan mulu. Ya saya sih bolehin aja. Asal
ngga ciki cikian, bisa bikin dia sakit.
Dia kan giginya gitu fet. Tadi liat kan? (gigi bagian depan ompong). Jadi
makannya lama banget. Kan masih suka saya suapin, suka gregetan
sendiri, soalnya makannya lama karna susah ngunyah kali ya giginya ngga
ada gitu. Kalo ngga saya suapin itu lebih lama lagi. Dia kalo makan sambil
main. Kalo anak lain, kalo udah kosong, balik, makan lagi, kalo dia ngga,
harus neneknya teriak-teriak dulu baru balik makan lagi. Capek ngasih
makan dia mah.
Kadang sih kalo sempet saya bikin tim. Kalo bikin tim dia makannya
cepet.
Tapi kan saya ya gini, ngga ngurusin dia doang. Harus nyiapin masak buat
besok jualan lagi. Jadi saya jarang ngetim. Yang penting masak ada kuah-
kuah gitu, jadi dia gampang ngunyahnya. Kalo kering dia ngga bisa makan
fet.
16 P Terus gimana ibu ngatasi hambatan ngasih makan F?
J Sebenernya anaknya ngga milih-milih makanan. Kalo kita sediain apa,
yang ada aja dia makan. Kadang kalo lagi keliatan susah makan, kita
ngikutin anaknya mau dimasikin apa. Atau kalo dia ngga mau makan nasi
atau makanan yang udah kita siapin nih, yaudah biarin aja kasih makanan
yang lain yang dia mau. Biasanya sih roti, bakso, batagor.
17 P Yakin bu kalo kaya tadi gizi G terpenuhi?
J Yakin. ‘kan dia jajannya juga ngga sembarangan. Yang ciki-ciki gitu ngga
saya bolehin.
18 P Selama ini ibu punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat
G?
J Iya. Pengennya sih gizinya bagus. Pengen kasih menu makanannya
lengkap. Susu cukup, makan buah sama lauk cukup.Cuma ya gentian,
ngga harus ada daging sama ayam. Daging aja, atau ayam aja gitu.
19 P bu apa usaha ibu buat ngasih G makanan bergizi?
J Kadang makanannya saya tim. Biasanya kan dia makan dua kali sehari.
Kalo di tim bisa makan tiga kali sehari. Atau kalo makan biasa ya saya
suapin biar lama juga, atau kalo mau jajan saya kasi. Asal ngga yang ciki-
ciki.
20 P Gimana cara ibu buat mempertahankan tetep bisa ngasih F makanan
bergizi?
J Kalo lagi susah makan suka saya tanya, mau makannya apa, sediain yang
dia mau makan. Masaknya juga beda-beda biar dia ngga bosen. Cuma mau
gimana ya. Kadang mau udah dibikinin yang dia mau juga kalo anaknya
lagi ngga mau makan ya ngga dimakan.
VERBATIM III
Pewawancara (P): Fety (peneliti)
Informan (J): C
Anak: C
Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat
sebelumnya.
1. P Menurut mama, makanan bergizi apa ma?
J Lauk, pauk, telur, susu, buah.
2. P Kalo gizi yang baik menurut mama gimana ma?
J Ya apa itu, 4 sehat 5 sempurna. Yang lauk, pauk, telur, susu, buah tadi
3 P Kalo gizi yang baik buat anak HIV kaya gimana menurut mama?
J Sayur-sayuran, buah, kue-kue yang bikin dia kenyang itu baik buat dia
4 P Kalo makanan yang baik buat anak seperti C gimana ma?
J Semua makanan kan baik mba. Yang penting dia kenyang. Terus sama
minum susu. Yang penting perut dia ngga kosong.
5 P kalo cara mama memberi makanan buat anak ternfeksi gimana ma? Ada
beda ngga sama yang ngga terinfeksi?
J Ngga ada beda. Sama aja kaya anak yang lain.
6 P Pernah punya pengalaman ngga ma, C sakit karna mama ngga kasih
makanan bergizi?
J Ngga pernah. Karna pasti saya kasi makan setiap hari, ngga saya biarin
perut dia kosong. Kan kalo saya belum masak, saya beliin dulu dia kue-
kue gitu mba. Yang penting perutnya ngga kosong.
7 P Menurut mama, apa dampak kalo C ngga dikasi makan makanan bergizi?
J Ngedrop itu badan dia. Jadi gampang sakit. Yah ngedrop lah.
8 P Ada ngga ma keuntungan kalo mama kasih C makanan bergizi
J Ada.
9 P Kalo menurut mama, C harus diberi makanan bergizi seperti apa biar
kebutuhan gizinya terpenuhi?
J Yang penting kenyang itu dia. Lagian anak ini udah tau sendiri mba. Kalo
lapar, di tarik ini rambut mamanya minta bikinin susu. Tengah malam
mba, dia jambak rambut saya uh-uh (memperagakan anaknya menjambak)
minta bikinin susu. Ngga liat waktu. Itu jam 12 mba. Kita lagi tidur enak-
enak gitu kan, tiba-tiba dia jambak rambut saya.
Kadang juga dipukulnya saya kalo dia lapar.
10 P Menurut mama, apa akibat kalo C ngga dikasi makanan bergizi
J Nge-drop mba.
11 P Seberapa besar menurut mama efeknya kalo C ngga dikasi makanan
bergizi?
J Besar mba. Lemaslah dia. Karenakan dia daya tahan tubuhnya udah
kurang. Jadi gampang sakit.
12 P Ma, ada ngga orang yang dukung mama buat ngasih makanan bergizi
buat C?
J Ada. Kaya dokter, orang-orang di yayasan. Kadangkan mereka suka
tanya, C gimana kabarnya? Dulukan waktu dia pertama kali ketauan sakit
itu mba dia kurus banget. Kasian saya liat dia. Sama kalo kita lagi ada
acara kaya ngumpul-ngumpul di YPI atau Tegak Tegarkan ketemu temen-
temen yang lain, saya suka cerita anak saya begini nanti mereka bantu
saya. Curhat-curhatan gitu mba. Habis mau gimana. Yang tau kita begini
kan Cuma mereka-mereka aja. Orang disini ngga ada yang tau mba.
13 P Pengaruhnya gimana sih ma, dokter, pengurus yayasan sama ngumpul
sama temen tadi yang bikin mama mau ngasih makanan bergizi buat C?
J Saya jadi semangat ngasih dia makan, minum susu. Biar dia sehat. Ngga
apa-apa deh kerja ini itu, yang penting bisa beli makan buat sehari.kadang
saya suka cape gitu mba, kan cape mba. Kalo sekarang mau ngambil obat
harus antri. Emang obatnya gratis. Tapi buat ngurusnyya kalo dateng pagi
nanti pulangnya sore. C harus dibawa kemana-mana.
Kadang seneng saya kalo ada acara di YPI. Kan suka di telpon, mama C,
dateng yak e YPI. Saya bilang, saya ngga punya uang, kalo ngga ada
uangnya saya ngga mau datang. Tapi kan kalo kita datang suka dikasi
uang ongkos, kadang sembako, susu, ya lumayan.
14 P Yang bikin mama memberikan makanan bergizi buat C apa ma?
J Dulu kan dia kurus banget mba. Saya suka kasian gitu ngeliatnya. Bapak
udah ngga ada kan. Makanya saya pengen saya sehat dia juga sehat.
15 P Ada hambatan ngga ma buat ngasih makanan bergizi buat C?
J Suka angot-angotan dia kalo makan.dia sukanya makan sendiri. Tapi kalo
makan sendiri, berantakannyaa..nasi tumpah dimana-mana, harus ngepel
lagi, padahal baru diberesin. Terus sukanya makan sambil lari-larian.
Capek saya ngejarnya keluar.
Ya lagi saya harus cari uang sendiri buat makan sehari-hari. Berapa sih
mba dapet dari joki?paling cukup buat makan hari ini. Kadang saya suka
kasihan, kakanya C juga suka bantu saya joki. Kalo dia masuk siang,
paginya dia joki dulu. Mau gimana lagi. Tap Tuhan masih sayang,
sekarang C udah gemuk, sehat, malah ngga bisa diem. Saya juga sehat
jadi masi bisa kerja apa aja yang penting baik.
16 P Gimana cara mama ngatasi hambatan biar mama tetep bisa kasi C
makanan bergizi?
J Kerja mba.Sekarang kan saya terima cucian mba, jadi kalo pulang joki
saya ambil cucian.
C ini sukanya makan sendiri. Tapi saya kan suka capek. Habis joki masi
harus nyuci. Daripda dia ngotorin rumah lagi, saya masuk-masukin aja ke
mulut dia itu biar dia makan. Kalo ngga mau makan juga saya paksa
masukin.
Kadang apa yang dia mau kita kasih aja biar ganjel perut. Paling ngga,
ngga kosong perut dia. Beliin aja kaya donat, kue, biscuit yang bikin
kenyang.
17 P Mama yakin dengan gitu kebutuhan gizi C udah terpenuhi?
J Yakin. Walau ngga seberapa usaha yang kita lakuin yang penting dia bisa
makan.
18 P Selama ini mama punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi
buat C?
J Iya pengen banget mba.
19 P Usaha apa yang mama lakuin biar bisa kasi C makanan bergizi?
J Kerja lah kita mba. Karena keadaan begini kan, paling ngga ada kerja
dapet uang buat makan hari ini.
Kalo C lagi ngga mau makan, saya bikinin yang dia suka. Dia suka banget
sayur daun singkong mba. Kadang saya beliin makanan yang kaya kue-
kue gitu buat dia yang penting perut ngga kosong.
20 P Gimana cara mama buat tetep bisa ngasih F makanan bergizi?
J Kerja terus saya. Apa aja saya lakuin, biar hidup pas-pasan yang penting
sampe dia ngga makan. Sediain makanan kesukaan dia kalo dia udah
susah makan. Kalo udah cape, saya ambilin aja nasi sama mi, saya
piringin, saya taruh aja di depan tivi, nanti dia makan sendiri.
VERBATIM IV
Pewawancara (P): Fety (peneliti)
Informan (J): D
Anak: Z
Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat
sebelumnya.
1. P Mas, yang mas ketahui tentang makanan bergizi apa?
J Yang memenuhi kebutuhan badan anak
2. P Kalo menurut mas, gizi yang baik kaya gimana?
J Gizi seimbang. Kaya sayur mayur, lauk, pauk, buah ada.
3 P Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana mas?
J Yang bisa ningkatin kekebalan tubuhnya dia kaya bayam, jambu gitu gitu
mba
4 P Yang mas tau tentang makanan yang baik anak seperti Z gimana mas?
J yang ngga nimbulin dia sakit, kaya kacang ijo, telor, ikan, ayam, susu.
5 P Jadi kalo cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang baik?
J Ngga khusus sih. Kalo orang tertentu yang ada kelainan mungkin
makanannya beda ya. Tapi kalo buat Z ngga sih, sama aja.
6 P Pernah punya pengalaman ngga mas Z sakt karna nga dikasih makanan
bergizi?
J Ngga sih. Dia kalo kecapean sakit. Kaya kemaren kan ke ciputat itu hujan
pulangnya, demam dia. Tapi kalo karna makanan ngga pernah.
7 P Mas tau ngga dampak kalo Z ngga dikasi makanan bergizi?
J Sering sakit kalo asupan gizinya kurang gitu. Mudah sakit.
8 P Kalo keuntungannya kalo Z dikasi makanan bergizi?
J Ngga cepet ngedrop ke anaknya. Kalopun ngedrop Cuma sesekali aja tapi
ngga sampe sakit lama gitu. Kaya demam biasa aja.
9 P Menurut mas, Z harus diberi makanan bergizi seperti apa biar kebutuhan
gizinya terpenuhi?
J Vitamin sama susu ngga boleh ngga dikasih mba. Kalo makanan sih ngga
harus yang mewah, yang penting bergizi tinggi. Kaya tempe, sayur
gitukan.
10 P Kalo menurut mas, kalo Z ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa?
J Ngedrop badannya. Bisa sakitnya panjang. Soalnya kena penyakit-
penyakit lain. Kan jadi gampang sakit.
11 P Pengaruhnya besar ngga mas kalo Z ngga dikas makkanan bergizi?
J Besar. kan jadinya bisa mempengaruhi kekebalan tubuh Z.
12 P Mas, siapa yang mempengaruhi mas untuk ngasi makanan bergizi buat Z?
J Dokter. Dokter suka nyaranin buat pilih makanan yang bisa bantu
kesehatan dia.
13 P Pengaruhnya gimana mas dukunan dari oran lain supaya mas
memberikan makanan bergizi?
J Jadi makin dapet pengetahuan sih ya. jadi tau anaknya harus dikasiih
makan apa, jadi lebih diperhatiin buat makan anak.
14 P Yang bikin mas mau memberikan makanan bergizi buat Z apa mas?
J Karena itukan kebutuhan dia. Kalo ngga terpenuhi ya kasian juga.
15 P Ada ngga mas hambatan selama memberikan makanan bergizi buat Z?
J Suka-suka dia sih makannya. Ngga bisa dipaksain jam segini harus
makan.tapi kalo udah minta makan, harus disediaain. Baru gtu.
Dikit juga sih dia makannya. Makannya badannya kurus.
16 P Gimana cara mas ngatasi hambatan tersebut?
J Diganjel dulu. Kalo ngga mau dikasih makanan lain dulu yang dia suka.
Kadang suka nanya juga, lagi mau makan apa?kalo dia yang mintakan
jadiny nanti dimakan.kadang lauknya aja dimakan.
17 P Mas yakin ngga bisa mengatasi hambatan ini?
J Yakin sih. Yang penting ada yang dia makan.
18 P Selama ini mas punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat
Z?
J Ya tentu lah
19 P Apa usaha mas buat ngasih Z makanan bergizi?
J Sekemampuan kita aja. Apa yang ada kita kasih, yang penting memenuhi
kebutuhan dia
20 P Gimana cara mas buat mempertahankan tetep bisa ngasih Z makanan
bergizi?
J Paling ngga anaknya mau makan, mau jajan atau mau makan lauknya aja,
jadi ngga masuk angin.
VERBATIM V
Pewawancara (P): Fety (peneliti)
Informan (J): E
Anak: A
Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat
sebelumnya.
1. P Menurut ibu makanan bergizi itu apa?
J Vitamin. Makanan yang kita makan sehari-hari.
2. P Kalo gizi yang baik menurut ibu gimana?
J Ya makanan yang kita makan sehari-hari, semua makanan baik. Telor,
susu, daging, sayur, buah.
3 P Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana bu?
J Sehari-hari makan yang baik. Kaya lauk, pauk, susu, buah, telor, daging,
sayur. Terus makannya teratur.
4 P Yang ibu tau tentang makanan yang baik buat A gimana bu?
J Sama aja kaya anak yang lain sih kaya sama makan ikan, makan daging,
sayur, ngga beda sama kita yang sehat. Cuman harus lebih banyak aja buat
dia mah dibandingin orang lain. Kaya daging, anak yang sehat mah satu
cukup, kalo dia harus dua.
5 P Kalo menurut ibu, cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang
baik?
J Harus ditelatenin. Kalo bisa kita bikin sendiri makanan di rumah. Jadi dia
kenyang makan di rumah jadi ngga jajan diluar. Sayakan gitu mba. Suka
bikin bubur kacang ijo, ager, donat jadi A ngga jajan makanan diluar. Kan
kita ngga tau ya jajanan diluar mah udah macem-macem banget. Ngga
pernah dia jajan diluar.kan udah kenyang dari rumah. Kalo lagi main,
laper juga pulang ke rumah.
6 P Pernah ngga bu punya pengalaman, ngga ngasih A makanan bergizi terus
A sakit bu?
J Ngga sihh
7 P Tapi menurut ibu, kalo A ngga dikasih makanan bergizi ada dampaknya
apa bu buat A?
J Sakit-sakitan. Gampang sakit mba.
8 P Keuntungannya apa bu, kalo ibu kasih A makanan bergizi?
J Sehat. Ngga cepet sakit. Makanya diutamain dikasih makanan yang sehat.
9 P Bu, kalo menurut ibu, anak seperti A ini harus diberi makanan bergizi
seperti apa biar kebutuhan gizinya terpenuhi?
J Makanan yang dikasih harus bervitamin, biar ngga cepet sakit. Cuman A
sih dari dulu ngga suka saya kasih vitamin. Baru sekarang aja nih dia
minta neneknya beliin vitamin.
10 P Kalo menurut ibu, kalo A ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa bu?
J Ya sakit-sakitan. Tapi A mah ngga pernah sakit sih. Makannya dia mau.
11 P Besar ngga sih bu menurut ibu pengaruh kalo A ngga dikasih makanan
bergizi?
J Besar, makanya makanan diapun harus lebih besar dari orang lain.
12 P Bu, ada ngga orang yang mempengaruhi atau nyaranin ibu buat ngasih A
makanan bergizi?
J Ngga ada sih yang nyaranin. Dari pengalaman aja saya ngurus anak, terus
sekarang engkongkan sakit, jadi udah tau kalo orang sakit harus makan
apa. Udah biasa lah.kalo dokterkan suka nanya aja, gimana bu keadaan A,
sehat? Sehat dok. Tuh liat aja ngga bisa diem. Dokter mah udah pada
kenal dia semua, dokter nia, dokter nita. Habiskan kalo dateng langsung
salim. Kalo kata dokter nia mah A udah sehat. Jadi saya seneng aja,
berartikan saya udah bener ngasih makan A kaya gini.
13 P Pengaruhnya dari orang-orang tadi buat ibu apa bu?
J Ya saya jalanin aja. Kan nambah pengetahuan. Kalo baik kenapa kita
ngga jalanin kan?
14 P Yang bikin ibu mau memberikan makanan bergizi buat A apa bu?
J Pengen anaknya sehat mba. Lagian A mah doyan banget makan. Tau dia,
kalo udah jam 12 itu udah waktunya makan.
15 P Kalo hambatannya buat ngasih makan makanan bergizi buat A ada bu?
J Ngga ada hambatan sih mba. Udah biasa, ngerawat engkong sama A juga.
Jalanin aja.
16 P Jadi ibu ngerasa ngga ada hambatan buat kasih makanan bergizi buat A
J Ya, apa ya. Biar pas-pasan gini mah mba, kalo rejeki mah ada aja. Ibu
tinggal disini kan bukan rumah ibu. Numpang ibu. Ngga bayar. Ibu juga
masih suka dipanggil buat ngerawat nenek-nenek disekitar sini, A juga
kan suka ada aja dapet uang, susu, sembako, buku, yang dari yayasan, dari
tetangga, dari pa haji yang punya rumah ini.
17 P Jadi ibu yakin bisa ngatasi hambatan tadi?
J Yakin aja. Selama ibu maasih bisa kerja mah mba fety. Toh selama ini
juga begini. Enjoy aja ibu mah (tersenyum sumringah)
18 P Selama ini ibu punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat
F?
J Iya mba, pingin banget
19 P Apa bu usaha ibu buat ngasih F makanan bergizi?
J Kalo buat makanan kita ngikutin si A. biasanya dia yang minta mau
makan apa gitu. Saya selalu bikin cemilan sendiri mba kaya donat, kacang
ijo, ager, kolak, jadi dia ngga jajan diluar.
20 P Gimana cara ibu buat mempertahankan tetep bisa ngasih F makanan
bergizi?
J Kalo cape ngurusi A sama engkongnya mah saya bawa enjoy aja.