Fungsi Erek

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    1/71

     

    Referat  

    PSIKONEUROIMUNOLOGI

    STRESS DAN DISFUNGSI EREKSI 

    Disusun oleh:

    Dokter Muda Psikiatri Periode 16 Maret –  11 April 2015

     Nurrasyidah G99132005

    Rizal Tahta Maulana G99132008

    M. Idzham Reeza G99132009

    Aditya Bawono G99132010

    Carko Budiyanto G0007049

    Pembimbing:

    Istar Yuliadi, dr.,M.Si. FIAS

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA/PSIKIATRI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2015

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    2/71

     

    2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

    melimpahkan berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan referat kepaniteraan

    kliniki ilmu kedokteran jiwa/psikiatri dengan judul “ Psikoneuroimunologi Stress

     Dan Disfungsi Ereksi”. 

    Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan referat ini tidak

    lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa bimbingan dan nasihat, oleh

    karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1. 

    Prof. Em. Ibrahim Nuhriawangsa, dr.,Sp.KJ(K)

    2. 

    Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr.,Sp.KJ(K)

    3.  Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr.,Sp.KJ(K)

    4.  Prof. Dr. Moh. Fanani, dr.Sp.KJ(K)

    5.  Mardiatmi Susilohati, dr.,Sp.KJ(K)

    6.  Yusvick M. Hadin, dr.,Sp.KJ

    7.  Djoko Suwito, dr.Sp.KJ

    8. 

    I.G.B. Indro Nugroho, dr.Sp.KJ

    9. 

    Gst. Ayu Maharatih, dr.,Sp.KJ

    10. Makmuroch, Dra. MS

    11. Debree Septiawan, dr.,Sp.KJ.,M.Kes

    12. Istar Yuliadi, dr.,M.Si. FIAS

    13. Rohmaningtyas HS, dr.,Sp.KJ.,M.Kes

    14. 

    RH Budhi M, dr.,Sp.KJ(K)

    15. 

    Maria Rini I, dr.,Sp.KJ

    16. Adriesti H, dr.,Sp.KJ(K)

    17. Wahyu Nur Ambarwati, dr.,Sp.KJ.,M.Kes.

    18. Setyowati Raharjo, dr.,Sp.KJ

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    3/71

     

    3

    Penulis menyadari dalam referat ini masih banyak kekurangan dan

    kekeliruan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca

    sangat kami harapkan untuk perbaikan referat ini.

    Semoga apa yang telah penulis susun dapat bermanfaat bagi banyak

     pihak dan dapat menjadi bahan informasi yang berguna.

    Surakarta, 10 April 2015

    Penulis

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    4/71

     

    4

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul ......................................................................................................... 1 

    KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2 

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4 

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 6 

    BAB II STRESS ...................................................................................................... 9 

    A.  Definisi Stress ............................................................................................. 9 

    B.  Gejala Dan Tanda Stress ........................................................................... 11 

    C.  Sumber Stress ............................................................................................ 12 

    D.  Jenis-Jenis Stressor ................................................................................... 15 

    E.  Derajat Stress ............................................................................................. 16 

    F.  Macam-Macam Stress ................................................................................ 17 

    G.  Model Stress Kesehatan ............................................................................ 18 

    H.  Faktor Pengaruh Respon Terhadap Stressor ............................................. 19 

    I.  Daya Tahan Stress ...................................................................................... 21 

    J.  Sifat Dan Reaksi Terhadap Stress .............................................................. 21 

    K.  Fight Or Flight Response Pada Stress ....................................................... 24 

    L.  Respon Fisiologis Stress ............................................................................ 25 

    M.  Faktor Yang Mempengaruhi Perbedaan Respon Stress ............................ 25 

     N.  Dampak-Dampak Stress ............................................................................ 26 

    BAB III PSIKONEUROIMUNOLOGI ................................................................ 31 

    A.  Definisi ...................................................................................................... 31 

    B.  Sejarah ....................................................................................................... 32 

    C.  Sistem Limbik, Hipotalamus Dan Pengaturan Emosi ............................... 33 

    D.  Konsep Stress Dalam Psikoneuroimunologi ............................................. 36 

    E.  Kelenjar Adrenal Dan Sekresi Kortisol...................................................... 38 

    F.  Pengaruh Hpa Axis Pada Reaksi Inflamasi Yang Diperantarai Imun........ 40 

    BAB IV DISFUNGSI EREKSI ............................................................................ 51 

    A.  Definisi Ereksi ........................................................................................... 51 

    B.  Mekanisme Ereksi ..................................................................................... 51 C.  Disfungsi Ereksi (De) ................................................................................ 54 

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    5/71

     

    5

    D.  Penyebab Disfungsi Ereksi (De) ............................................................... 55 

    E.  Klasifikasi Disfungsi Ereksi ....................................................................... 56 

    F.  Psikoneuroimunologi Disfungsi Ereksi ..................................................... 57 

    G.  Manajemen Disfungsi Ereksi .................................................................... 60 

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 69 

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    6/71

     

    6

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Kondisi sehat dapat dipertahankan karena individu mempunyai

    ketahanan tubuh yang baik. Stress terjadi karena tidak adekuatnya kebutuhan

    dasar manusia yang akan dapat bermanifes pada perubahan fungsi fisiologis,

    kognitif, emosi dan perilaku. Paradigma yang banyak dianut pada saat ini adalah

    memfokuskan pada hubungan antara perilaku, sistem saraf pusat (SSP), fungsi

    endokrin dan imunitas. Responsivitas sistem imun terhadap stress menjadi

    konsep dasar psikoneuro-imunologi. Mekanisme hubungan tersebut diperantarai

    oleh mediator kimiawi seperti glukokortikoid, zat golongan amin dan berbagai

     polipeptida melalui aksis limbik hipotalamus-hipofisis-adrenal yang dapat

    menurunkan respon imun seperti aktifitas sel natural killer (NK), interleukin (IL-

    2R mRNA), TNF-dan produksi interferon gama (IFN).

    Stress merupakan sebuah terminologi yang sangat populer dalam

     percakapan sehari-hari. Stress adalah salah satu dampak perubahan sosial dan

    akibat dari suatu proses modernisasi yang biasanya diikuti oleh proliferasi

    teknologi, perubahan tatanan hidup serta kompetisi antar individu yang makin

     berat.

    Para ahli perilaku mempelajari hubungan perilaku dengan sistem

    kekebalan tubuh yang sangat kompleks dan salah satu isu menarik adalah

    hubungan antara stress dengan sistem kekebalan tubuh. Akhir-akhir ini

     berkembang penelitian tentang hubungan antara perilaku, kerja saraf, fungsi

    endokrin dan imunitas. Penelitian-penelitian tersebut telah mendorong munculnya

    konsep baru yaitu psikoneuroimunologi.

    Stress merupakan suatu keadaan yang sudah tidak asing lagi bagi

    kalangan masyarakat di seluruh dunia. Setiap orang kemungkinan pernah

    mengalami stress dalam berbagai bentuk dan tingkatan. Pada saat seseorang

    mengalami stress, dapat ditemui gejala-gejala seperti sulit tidur, timbul rasa kuatir

    yang berlebih, sulit berkonsentrasi, dan masih banyak gejala yang lainnya

    (Kisker, 1997).

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    7/71

     

    7

    Definisi stress sampai saat ini masih sangat sulit untuk dijabarkan oleh

     para ilmuwan, karena itu merupakan sensasi subjektif yang berhubungan dengan

    gejalagejala yang bervariasi, dimana masing-masing ahli memiliki pendapat yang

     berbeda. Dalam tingkatan yang rendah stress mungkin berguna bagi tubuh, tetapi

     jika stress tersebut menjadi berat dan berkepanjangan akan mempengaruhi fungsi

    fisik dan mental, hal ini akan menjadi masalah besar yang perlu penanganan lebih

    lanjut (Kisker, 1997). Jika keadaan stress pada seseorang dibiarkan begitu saja,

    tanpa ada upaya penanganan atau upaya pengobatan maka sudah dipastikan akan

     banyak masyarakat di dunia ini yang akan mengalami gangguan kejiwaan

    (Tristiadi, 2007).

    Prevalensi stress semakin meningkat baik dalam kalangan masyarakat

    yang tinggal di perkotaan, maupun yang tidunggal di pedesaan. Bahkan di zaman

    global ini stress cenderung lebih banyak menyerang masyarakat dengan tingkat

     perekonomian tinggi daripada masyarakat dengan tingkat perekonomian rendah,

    meskipun demikian terdapat perbedaan daripada tingkatan-tingkatan stress yang

    dialami oleh masingmasing golongan masyarakat tersebut (Kisker,1997). Di

    Amerika, stress menjadi masalah besar karena 43% orang dewasa mengalami

    gangguan kesehatan akibat dari stress, 75-90% kunjungan ke pusat kesehatan

     berkaitan dengan stress, dan 60-80% kecelakaan industri berkaitan dengan

    masalah stress (Jaffe-Gill, 2007).

    Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi

    modernisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah mempengaruhi

    nilai-nilai moral etika dan gaya hidup. Hal tersebut merupakan stressor

     psikososial sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan dalam

    kehidupan dan dia harus berusaha untuk beradaptasi dan menanggulanginya.

    (Hawari, 2008; Maramis, 2009).

    Penelitian menunjukkan bahwa stress memberi kontribusi 50 sampai 70

     persen terhadap timbulnya sebagian besar penyakit seperti penyakit

    kardiovaskuler, hipertensi, kanker, penyakit kulit, infeksi, penyakit metabolic, dan

    yang berat akan memperlihatkan tanda-tanda mudah lelah, sakit kepala, hilang

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    8/71

     

    8

    nafsu, mudah lupa, bingung, gugup, kehilangan gairah seksual, kelainan

     pencernaan, dan tekanan darah tinggi (Hawari, 2008).

    Stress adalah sesuatu yang alami, natural. Akan tetapi, stress dapat

    mempengaruhi tubuh, pikiran, dan perilaku. Ia menimbulkan perasaan gelisah,

    was-was, tidak nyaman, sulit tidur, tertekan hingga gangguan fisik (Hawari,

    2008). Stress merupakan kondisi yang serius karena jika tidak mendapat

     penanganan yang tepat dapat menyebabkan gangguan fungsi fisik maupun sosial.

    Sampai saat ini penanganan yang memuaskan dalam menangani stress belum

    dapat dirumuskan karena faktor etiologi dan perjalanan penyakitnya yang

     beragam sehingga perlu kesepahaman dalam mengerti faktor-faktor yang berperan

    di dalam gangguan stress.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    9/71

     

    9

    BAB II

    STRESS

    A.  DEFINISI STRESS

    Istilah stress pertama kali digunakan oleh Hans Selye tahun 1936

    dalam laporan penelitiannya, didefinisikan sebagai ―respon tidak spesifik dari

    tubuh terhadap tuntutan perubahan‖ (dalam Yuliadi, 2014). Dwight Carlson

    mengatakan bahwa stress adalah suatu ―perasaan ragu terhadap

    kemampuannya untuk mengatasi sesuatu, suatu anggapan bahwa persediaan

    yang ada tidak dapat memenuhi permintaan yang didapat.‖ Maramis

    mengatakan bahwa stress adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian

    diri dank arena itu sesuatu yang menganggu keseimbangan kita (Maramis,

    2009). Menurut The American Institute of Stress, stress adalah ―perasaan tidak

    mempunyai kendali atau hanya sedikit kendali‖ (dalam Yuliadi, 2014).

    Pengertian lain mengatakan bahwa stress menunjukkan suatu tekanan

    atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar ia beradaptasi atau

    menyesuaikan diri, bila kita tidak dapat mengatasinya dengan baik, akan

    muncul gangguan badan ataupun gangguan jiwa (Nevid, 2005; Maramis,

    2009). Stress adalah salah satu konsep dasar psikiatri (Sadock & Sadock,

    2009).

    Stress adalah respons tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap

    tuntutan beban atasnya. Misalnya, bagaimana respons tubuh sesorang

    manakala yang bersangkutan mengalami pekerjaan yang berlebihan. Bila ia

    sanggup mengatasinya, artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh,

    dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stress. Tetapi sebaliknya,

    ternyata ia mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga

    yang tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik ia disebut

    mengalami distress (Hawari, 2008).

    Stress dibedakan menjadi dua, yakni stress yang merugikan dan

    merusak (disebut distress) serta stress yang positif dan menguntungkan

    (disebut eustress). Setiap individu mempunyai reaksi yang berbeda terhadap

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    10/71

     

    10

     jenis stress, dalam kenyataannya stress menyebabkan sebagian individu

    menjadi putus asa, tetapi bagi individu lain justru menjadi dorongan baginya

    untuk lebih baik (dalam Yuliadi, 2014).

    Konsep Dasar Stress

    Sesuatu yang sangat penting dalam model konsep adalah organisme itu

    sendiri. Tergantung pada proses internal seperti bekerjanya perhatian,

     persepsi, dan memori, pada makna dari rangsangan baginya, organisme

     berbeda yang mendapat rangsangan serupa dapat memberikan resnpons

     berbeda. Hal ini dapat digambarkan dengan singkatan S-O-R-C (stimulus

    organism response consequences). Model S-O-R-C adalah dasar bangunan

    dari teori pembelajaran sosial kognitif dan perilaku (Froggatt, 2006).

    Selye, seorang endrokrinologis yang telah memperkenalkan suatu riset

    ilmiah, meurumuskan tiga tingkat respons individu terhadap stress yang

    disebut “general adaptation syndrome” , yang meliputi: (1) tingkat alarm yang

    mengaktifkan respon individu terhadap lawan atau membentuk defense

    mechanism; (2) tingkat resistensi, kemampuan organisme untuk beradaptasi

    sangat merosot tajam. Menurut Selye, istilah stress dapat digunakan baik

    untuk pengertian secara positif (eustress) maupun negatif (distress) (dalam

    Yuliadi, 2014).

    Penjelasan dari sistem dari sistemregulasi fungsional, seperti sistem

    saraf, hormone, kekebalan, yang menghubungkan pikiran dan tubuh adalah

    tema yang penting dalam kedokteran psikosomatis. Sama dengan hal itu,

     penting juga untuk menjelaskan bagaiman dan apa bentuk ketidakseimbangan

    atau distorsi faktor ―psikis perilaku‖, seperti kebiasaan hidup harian yang

    tidak adekuat dan cara coping   stress yang tidak sesuai, telah mempengaruhi

    kemungkinan untuk atau berlanjutnya suatu penyakit. Hal ini selanjutnya

    meliputi pendekatan sosial budaya yang bersifat epidemiologis, tidak hanya

    memfokuskan secara tunggal pada aspek psikologis atau perilaku (dalam

    Yuliadi, 2014).

    Setiap individu/pasien memiliki kekhususan atau (keunikan) sendiri

    yang berakar pada jenis kelamin, konstitusi, pengalaman hidup, umur, fase

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    11/71

     

    11

    kehidupan, sumber-sumber kekuatan dan dukungan lain, agama, kepercayaan,

     budaya, dan sebagainya, yang mempengaruhi keadaannya, baik dalam kondisi

    sakit maupun sehat. Berbagai aspek tersebut perlu dipertimbangkan dalam

    menangani masalah kesehatan (Wibisono, 2007).

    B.  GEJALA DAN TANDA STRESS

    Stress dapat dialami oleh semua orang, bila stress bersifat eustress,

    artinya dapat memotivasi agar seseorang bersemangat mengatasi problemnya,

     justru diperlukan oleh seseorang sebagai pendorong dan pembangkit

    semangat, tetapi bila bersifat distress, yaitu membuat seseorang menjadi

    terganggu dan tidak dapat melakukan fungsi sosial dan pekerjaan seperti

     biasanya, dapat mempengaruhi fungsi kehidupan yang lain (Accelerated Cure

    Project, 2007).

    Stress mempengaruhi manusia baik secara fisik, kognitif, emosi, dan

     perilaku sehingga gejala dan tanda stress dapat dibagi berdasarkan fisik,

    kognitif, emosi, dan perilaku.gejala dan tanda ini berbeda-beda untuk setiap

    orang karena faktor biologis dan pembawaan yang berbeda dari setiapindividu (Jaffe-Gill et al ., 2007).

    1.  Gejala dan tanda fisik dapat berupa nyeri kepala atau nyeri punggung,

    ketegangan atau kekakuan otot, mual, pusing, sulit tidur, mencret atau

    diare, gangguan tidur, nyeri dada, jantung berdebar cepat, penambahan

    atau pengurangan berat badan, gangguan kulit, hilangnya dorongan

    seksual, dan sering meriang.

    2.  Gejala dan tanda kognitif dapat berupa gangguan daya ingat, kesulitan

    konsentrasi, sulit berpikir jernih, sulit mengambil keputusan, hanya

     berpikiran yang buruk, pikiran kecemasan, kekhawatiran yang menetap,

    kehilangan objektivitas, dan antisipasi ketakutan.

    3. 

    Gejala dan tanda emosional dapat berupa tergantung mood, marah,

    gampang emosi, gampang terpancing, tidak sabar, tidak dapat tenang,

    merasa di ujung tanduk, merasa terancam, merasa sendiri dan tersingkir,

    sedih.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    12/71

     

    12

    4.  Tanda perilaku dapat berupa tidur berlebihan atau kurang, menghindari

    orang lain, menolak bertanggungjawab, penggunaan zat untuk santai,

    gugup, menggertakan gigi, aktivitas berlebihan, bersikap berlebihan

    terhadap suatu masalah, bertengkar dengan orang lain.

    (Jaffe-Gill et al ., 2007).

    Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata dampak stress ini tidak

    hanya mengenai gangguan fungsional hingga organ tubuh, tetapi juga

     berdampak pada bidang kejiwaan, misalnya kecemasan dan atau depresi.

    Kecemasan (anxiety/ansietas) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang

    ditandai oleh perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

     berkelanjutan, dimana pasien tidak mengalami gangguan dalam menilai

    realitas (RTA masih baik) dan kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat

    terganggu, tetapi masih dalam batas-batas normal. Depresi adalah gangguan

    alam perasaan (mood ) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang

    mendalam dan berkelanjutan sehingga gairah hidup hilang, tetapi tidak

    mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian tetap utuh, dan perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari,

    2008).

    C.  SUMBER STRESS

    Stressor atau sumber stress, dapat dalam berbagai bentuk, meliputi

    fisik, psikologis, dan sosial-budaya, masa lalu, sekarang dan masa yang akan

    datang, positif dan negatif, serta akut dan kronis ( Accelerated Cure Project ,

    2007).

    Gejala emosional atau perilaku dapat terjadi sebagai respons peristiwa

    kehidupan yang menimbulkan stress (Saddock & Sadock, 2009). Faktor

     penyebab stress disebut stressor, sebagian contohnya (Hawari, 2008) yaitu:

    1.  Perkawinan

    Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang

    dialami seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian,

    kematian salah satu pasangan dan ketidaksetiaan.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    13/71

     

    13

    2.  Problem orang tua

    Permasalahan yang dihadapi orang tua, misalna tidak mempunyai anak,

    kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit, hubungan yang tidak baik

    dengan mertua, ipar, dan besan.

    3. 

    Hubungan interpersonal (antar pribadi)

    Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang

    mengalami konflik, konflik dengan kekasih, antara atasan dan bawahan.

    4.  Pekerjaan

    Masalah pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah masalah

     perkawinan, misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok,

    mutasi, jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, dan kehilangan pekerjaan

    (PHK).

    5.  Lingkungan hidup

    Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan

    seseorang, misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran.

    Hidup dalam lingkungan yang rawan.

    6. 

    Keuangan

    Masalah keuangan (kondisi sosial ekonomi) yang tidak sehat, misalnya

     pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang,

    kebangkrutan usaha, dan soal warisan.

    7. 

    Hukum

    Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber

    stress.

    8. 

    Perkembangan

    Yang dimaksud adalah perkembangan, baik fisik maupun mental

    seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopause, dan usia

    lanjut.

    9.  Penyakit fisik atau cidera

    Sumber stress yang dapat menimbulkan depresi, misalnya penyakit

    kecelakaan, operasi, dan aborsi.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    14/71

     

    14

    10. Faktor keluarga

    Faktor stress yang dialami oleh anak dan remaja yang disebabkan oleh

    kondisi keluarga yang tidak baik (sikap orang tua), misalnya orang tua

     bercerai, jarang di rumah, ketegangan dengan anak, dan orang tua otoriter.

    11. 

    Trauma

    Seseorang yang mengalami bencana alam, kecelakaan transportasi,

    kebakaran, kerusuhan, peperangan, kekerasan, penculikan, perampokan,

     perkosaan, dan kehamilan diluar nikah.

    Apabila dikelompokkan, segala sumber stress pada manusia bersumber

    dari 4 hal, yaitu (Maramis, 2009):

    1.  Frustrasi

    Frustrasi muncul bila ada aral melintang antara individu dan

    maksud/tujuannya, misalnya seseorang mau melanjutkan sekolah, tetapi

    orang tuanya tak memiliki biaya. Frusatasi dapat berasal dari dalam dan

    luar diri seseorang.

    2. 

    KonflikKonflik terjadi bila individu tidak dapat memilih antara dua atau lebih

    macam kebutuhan atau tujuan. Memilih yang satu berarti frustrasi terhadap

    yang lain. Terdapat tiga macam konflik, yaitu:

    a. 

    Konflik pendekatan-penolakan: individu dihadapkan pada suatu

    keadaan yang mengharuskan dia mengambil keputusan, tetapi ia tidak

    dapat menentukan karena di satu sisi dia menginginkan hal tersebut,

    tetapi di sisi lain ada risiko yang tidak dia sukai jika dia menuruti apa

    yang dia inginkan tersebut. Misalnya, seseorang ingin menikah dengan

    seorang perempuan yang cantik dan luwes, tetapi memiliki orang tua

    yang galak dan judes.

     b. 

    Konflik pendekatan ganda: individu dihadapkan pada dua pilihan yang

    sama-sama dia inginkan.senangi, tetapi dia tidak dapat memilih

    keduanya sekaligus dan harus melepaskan salah satunya. Misalnya,

    seorang yang jatuh cinta pada dua hati.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    15/71

     

    15

    c.  Konflik penolakan ganda: individu dihadapkan pada dua pilihan yang

    sama-sama tidak dia senangi/inginkan, padahal dia harus memilih

    salah satu. Misalnya, apakah dia memilih pekerjaan yang tidak

    menarik atau menganggur.

    3. 

    Tekanan

    Tekanan juga dapat menjadi sumber stress. Tekanan dapat berasal

    dari dalam dan luar individu. Tekanan dari dalam datang dari cita-cita atau

    norma-norma yang kita gantungkan terlalu tinggi dan individu

    mengejarnya tanpa ampun, sehingga dia terus-menerus berada di bawah

    tekanan.

    Tekanan dari luar misalnya anak yang menuntut orang tuanya

    untuk selalu memenuhi keinginannya, seorang istri yang mengeluh pada

    suaminya bahwa uang belanjanya tidak cukup.

    4.  Krisis 

    Krisis adalah suatu keadaan yang mendadak menimbulkan stress

     pada seorang individu ataupun suatu kelompok, misalnya: kematian,

    kecelakaan, masuk sekolah yang pertama kali, bencana alam, dan

    sebagainya.

    Tak jarang, beberapa keadaan di atas secara bersamaan dialami oleh

    seorang individu.

    D.  JENIS-JENIS STRESSOR

    Tabel 1. Jenis Stressor Dalam Tahap Perkembangan

    Tahap Perkembangan Jenis Stressor

    Anak

    Konflik mandiri dan ketergantungan

    orang tua

    Hubungan dengan teman sebaya

    Kompetisi dengan teman

    Remaja

    Perubahan tubuh

    Hubungan dengan teman

    Seksualitas

    Mandiri

    Dewasa Muda

    Menikah

    Meninggalkan rumahMulai bekerja

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    16/71

     

    16

    Melanjutkan pendidikan

    Membesarkan anak

    Dewasa Tengah Menerima proses menuaStatus sosial

    Dewasa Tua

    Usia lanjut

    Perubahan tempat tinggal

    Penyesuaian diri masa pension

    Proses kematian

    (Alimul, 2008) 

    E.  DERAJAT STRESS

    Stress dapat mengenai semua orang dalam berbagai tingkatan usia.

    Menurut Hawari, sress timbul secara lambat dan tidak disadari kapan

    munculnya. Adapun derajat stress terbagi dalam 6 tingkatan yaitu:

    1.  Stress tingkat I

    Tingkat ini merupakan tingkatan dasar atau yang paling ringan dari

    suatu stress. Pada tingkatan ini biasanya disertai semangat hidup yang

     besar, penglihatan tajam seperti biasanya, gugup yang berlebihan. Sikap

     pasien yang mengalami stress pada tahap ini biasanya menyenangkan,

    tetapi tidak disadari cadangan energinya menipis.

    2.  Stress tingkat II

    Tingkatan ini merupakan tahap lanjut dari stress dasar. Pada tahap

    ini mulai muncul keluhan karena cadangan energi tidak cukup lagi untuk

    sepanjang hari. Keluhan yang dialami pasien antara lain letih pada waktu

     pagi hari, lelah setelah makan siang dan menjelang sore, serta ada

    gangguan otot dan pencernaan.

    3. 

    Stress tingkat III

    Tahap ini gejala semakin terasa dan mulai mengalami gangguan

     pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar

    tidak teratur, gangguan lain seperti ketegangan otot makin terasa dan

     perasaan tidak tenang. Munculnya gangguan tidur pada pasien seperti

    terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur. Pasien merasa dirinya

    ingin pingsan. Pada tahap ini sebaiknya pasien penderita berkonsultasi

    dengan dokter.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    17/71

     

    17

    4.  Stress tingkat IV

    Tahap ini keadaan semakin memburuk yang ditunjukkan oleh

    kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit, semula tanggap

    terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara

    adekuat, konsentrasi menurun, sulit tidur, dan ada rasa takut yang tak

    terdefinisikan.

    5.  Stress tingkat V

    Keadaan ini merupakan kelanjutan dari tingkat IV. Gejala yang

    muncul pun semakin berat. Stress tahap ini ditandai adanya kelekahan

    fisik secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan

    dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat, perasaan

    ketakutan, dan kecemasan semakin meningkat.

    6.  Stress tingkat VI 

    Pada tahap ini penderita harus dibawa ke ICCU karena gejala yang

    muncul sangat membahayakan. Penderita dapat merasakan jantung

     berdebar sangat keras karena zat adrenalin yang dihasilkan oleh stress

    yang cukup tinggi, sesak nafas, badan gemetar, tubuh dingin, dan

     berkeringat. Bahkan penderita dapat mengalami kondisi di mana merasa

    tenaganya tak ada sama sekali dan tak jarang pingsan.

    (Contrada dan Baum, 2010). 

    F.  MACAM-MACAM STRESS

    Ditinjau dari penyebab, maka stress dibagi menjadi 7 macam, antara lain:

    1.  Stress fisik

    Stress yang disebabkan karena keadaan fisik seperti dikarenakan

    temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar

    matahari, atau karena tegangan arus listrik.

    2. 

    Stress kimiawi

    Stress ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat

     beracun asam, basa, faktor hormon, atau gas prinsipnya karena pengaruh

    senyawa kimia.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    18/71

     

    18

    3.  Stress mikrobiologis

    Stress ini disebabkan karena kuman, seperti adanya virus, bakteri,

    atau parasit.

    4.  Stress fisiologis

    Stress yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh di

    antaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ, dan lain-

    lain.

    5.  Stress proses pertumbuhan dan perkembangan

    Stress yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan

     perkembangan seperti pada pubertas, perkawinan, dan proses lanjut usia.

    6. 

    Stress psikis atau emosional

    Stress yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis, atau

    ketidakmampuan kondisi psikologis saat menyesuaikan diri seperti

    hubungan interpersonal, sosial budaya, atau faktor keganasan.

    (Alimul, 2008). 

    G. 

    MODEL STRESS KESEHATANModel stress kesehatan merupakan suatu model di mana stress dapat

    mempengaruhi status kesehatan seseorang. Model ini terdiri dari beberapa

    unsur di antaranya:

    1. 

    Unsur langsung

    Stress dapat menghasilkan atau mempengaruhi secara langsung

    dari perubahan fisiologis dan psikologis, seperti adanya ketegangan

    (stress) akan menyebabkan terjadinya proses pelepasan hormon secara

    langsung yaitu hormon kotekolamin dan kortikosteroid yang kondisi

     berdebar-debar, denyut nadi cepat dan lain-lain

    2. 

    Unsur kepribadian

    Stress dapat dipengaruhi karena adanya tipe kepribadian yang

    memudahkan timbulnya kesakitan.

    3.  Unsur interaktif

    Stress dapat menyebabkan ketidakkebalan tubuh sehingga tubuh

    akan menjadi mudah terjadi gangguan pada tubuh baik biologis maupun

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    19/71

     

    19

     psikologis. Proses ini dikarenakan adanya interaksi antara faktor dari luar

    dan faktor dari dalam untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

    4.  Unsur perilaku sehat

    Stress dapat secara tidak langsung mempengaruhi kesakitan, akan

    tetapi dapat merubah perilaku terlebih dahulu seperti adanya peningkatan

    konsumsi alkohol, rokok, dan lain-lain.

    5.  Unsur perilaku sakit

    Stress apat mempengaruhi secara langsung terhadap kesakitan

    tanpa menyebabkan adanya perilaku sakit seperti mencari bantuan

     pengobatan.

    (Alimul, 2008).

    H.  FAKTOR PENGARUH RESPON TERHADAP STRESSOR

    Menurut Alimul (2008), respon terhadap stressor yang diberikan setiap

    individu akan berbeda berdasarkan faktor yang akan mempengaruhi dari

    stressor tersebut, dan koping yang dimiliki individu, di antara stressor yang

    dapat mempengaruhi respon tubuh antara lain :1.  Sifat stressor

    Sifat stressor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respon

    tubuh terhadap stressor. Sifat stressor ini dapat berupa tiba-tiba atau

     berangsur-angsur, sifat ini pada setiap individu dapat berbeda tergantung

    dari pemahaman tentang arti stressor.

    2.  Durasi stressor

    Lamanya stressor yang dialami klien akan mempengaruhi respon

    tubuh. Apabila stressor yang dialami lebih lama, maka respon yang

    dialaminya juga akan lebih lama dan dapat mempengaruhi dari fungsi

    tubuh yang lain.

    3. 

    Jumlah stressor

    Jumlah stressor yang dialami seseorang dapat menentukan respon

    tubuh. Semakin banyak stressor yang dialami pada seseorang, dapat

    menimbulkan dampak yang besar bagi fungsi tubuh juga sebaliknya

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    20/71

     

    20

    dengan jumlah stressor yang dialami banyak dan kemampuan adaptasi

     baik, maka seseorang akan memiliki kemampuan dalam mengatasinya.

    4.  Pengalaman masa lalu

    Pengalaman ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap

    stressor yang dimiliki. Semakin banyak stressor dan pengalaman yang

    dialami dan mampu menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasi

    sehingga kemampuan adaptifnya akan semakin baik pula.

    5.  Tipe kepribadian

    Tipe kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi respon

    terhadap stressor. Apabila seseorang yang memiliki tipe kepribadian A,

    maka akan lebih rentan terkena stress dibandingkan dengan tipe

    kepribadian B. Tipe kepribadian A memiliki ciri ambisius, agresif,

    kompetitif, kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung, mudah

    marah, memiliki kewaspadaan yang berlebihan, bicara cepat, bekerja tidak

    kenal waktu, pandai berorganisasi dan memimpin atau memerintah, lebih

    suka bekerja sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap waktu, ramah,

    tidak mudah dipengaruhi, bila berlibur pikirannya ke pekerjaan dan lain-

    lain. Sedangkan tipe kepribadian B memiliki ciri tidak agresif, ambisinya

    wajar-wajar, penyabar, senang, tidak mudah tersinggung, tidak mudah

    marah, cara bicara tidak tergesa-gesa, perilaku tidak interaktif, lebih suka

    kerjasama, mudah bergaul, dan lain-lain atau merupakan kebalikan dari

    tipe kepribadian B.

    6.  Tingkat perkembangan

    Tingkat perkembangan pada individu ini juga dapat mempengaruhi

    respon tubuh dimana semakin matang dalam perkembangannya, maka

    semakin baik pula kemampuan untuk mengatasinya. Dalam

     perkembangannya kemampuan individu dalam mengatasi stressor dan

    respon terhadapnya berbeda-beda dan stressor yang dihadapinya pun

     berbeda yang dapat digambarkan dalam pembahasan diatas pada poin D.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    21/71

     

    21

    I.  DAYA TAHAN STRESS

    Daya tahan stress atau nilai ambang stress ( stress or frustration

    threshold/tolerance) pada setiap orang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada

    keadaan somato-psiko-sosial orang tersebut. Ada orang yang sangat peka

    terhadap stressor ternetu atau yang disebut dengan stressor spesifik. Stressor

    spesifik ini kuncul karena adanya pengalaman dahulu yang menyakitkan dan

    tidak dapat diatasi dengan baik. Salah satu contoh yang dapat diambil yaitu

    seroang istri setiap kali berselisih dengan suaminya, istri tersebut lari dari

    rumah dan pulang ke rumah ibunya. Ia tidak dapat mengatasi keadaan tersebut

    karena pada waktu anak-anak, ia sering melihat ibunya dipukul oleh sang ayah

    yang menimbulkan stress padanya hingga tidak dapat ditangani dengan baik

    (Maramis dan Maramis, 2009).

    Setiap orang memiliki cara sendiri untuk penyesuaian diri terhadap

    stress karena penilaian terhadap stressor dan stress yang berbeda-beda (faktor

    internal) dank arena tuntutan terhadap individu yang berbeda (factor

    eksternal). Hal ini antara lain tergantung dari umur, sex, keprbadian,

    intelegensi, emosi, status sosial, dan pekerjaan individu (Maramis dan

    Maramis, 2009).

    J.  SIFAT DAN REAKSI TERHADAP STRESS

    Ada dua macam sifat stress, yaitu stress yang bersifat negatif disebut

    sebagai distress, misalnya oleh karena merasa kehilangan jabatan setelah

     pensiun, maka ia merasa tidak berdaya, minder, dan mengakibatkan muncul

    rasa segan untuk bertemu dengan teman-temannya. Stress yang bersifat positif

    disebut eustress. Dalam hal ini dapat dicontohkan adanya upaya-upaya untuk

    mengantisipasi kehidupan setelah nanti. Melakukan penyesuaian-penyesuaian

    yang positif seperti mencari aktivitas pengganti atau mulai menyesuaikan gaya

    hidup (Maramis dan Maramis, 2009).

     Namun demikian, pengertian stress yang berkembang di masyarakat

    hanya semata-mata stress yang negatif saja, sedangkan stress yang positif

    tidak diperhitungkan. Oleh karenanya, orang menolak bila dikatakan stress

    walaupun reaksi stressnya bersifat positif (Maramis dan Maramis, 2009).

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    22/71

     

    22

    Adapun reaksi-reaksi yang bersifat negatif adalah sebagai berikut:

    1.  Reaksi psikologis biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi seperti

    mudah marah, sedih, ataupun mudah tersinggung.

    2.  Reaksi fisiologis biasanya muncul dalam keluhan-keluhan fisik, seperti

     pusing, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di

    kulit, ataupun rambut rontok.

    3.  Reaksi proses berpikir (kognisi), biasanya tampak dalam gejala sulit

     berkonsentrasi, mudah lupa, ataupun sulit mengambil keputusan.

    4.  Reaksi perilaku. Pada remaja tampak dari perilaku-perilaku yang

    menyimpang seperti mabuk, ngepil, frekuensi merokok meningkat,

    ataupun menghindar bertemu temannya. Sedangkan pada karyawan yang

    akan purna karya tampak pada perilaku yang malas untuk bertemu dengan

    teman sekantor karena merasa rendah diri.

    Reaksi terhadap stress oleh Chevalier dkk., dikemukakan atas

     beberapa aspek, yakni (Chevalier, 2011):

    1. 

    Aspek BiologisTerdapat reaksi tubuh berupa  fight-or-flight respone karena

    respons fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau

    menghindari situasi yang mengancam terseut.  Fight-or-flight respone 

    menyebabkan individu dapat berespons dengan cepat terhadap situasi tak

    nyaman yang akan memperbaiki keadaan yang akan yang mengancam.

    Stress dapat mempengaruhi sistem simpatik tubuh, yakni

     berhubungan dengan kelenjar  pituitary anterior . Dapat dikatakan bahwa

    indikator adanya stress pada seseorang ditandai dengan peningkatan-

     peningkatan aktivitas kelenjar  pituitary tersebut ditandai dengan

    meningkatnya konsentrasi ACTH dalam plasma darah manusia.

    Dalam penelitiannya, Chevalier dkk., juga mempelajari akibat yang

    diperoleh bila stressor terus meerus muncul. Ia kemudian mengemukakan

    istilah general adaption syndrome (GAS) yang tediri dari rangkaian taapan

    reaksi fisiologis terhadap stressor:

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    23/71

     

    23

    a.   Alarm reaction 

    Tahapan pertama ini mirip dengan  fighft-or-flight respone. 

    Pada tahap ini araousal yang terjadi pada tubuh organisme berada di

     bawah yang untuk selanjutnya meningkat di atas normal. Pada akhir

    tahapan ini, tubuh melindungi organisme terhadap stressor. Tetapi,

    tubuh tidak dapat mempertahankan intensitas araousal dari alarm

    reaction dalam waktu yang sangat lama.

     b. 

    Stage of resistance 

    Araousal masih tinggi, tubuh masih terus bertahan untuk

    melawan dan beradaptasi dengan stressor. Respons fisiologis menurun,

    tetapi masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal.

    c.  Stage of exhaustion 

    Respons fisiologis masih terus berlangsug. Hal ini dapat

    melemahkan sistem kekebalan tubuh dan menguras energi tubuh

    sehingga terjadi kelelahan pada tubuh. Stressor yang terus akan

    mengakibatkan penyakit dan kerusakan fisiologis, dapat juga

    menyebabkan kematian.

    2.  Aspek Psikologis

    Reaksi psikologis terhadap stress dapat meliputi (Sarafino, 1994):

    a. 

    Kognisi

    Stress dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas

    kognitif. Stressor berupa kebisingan dapat menyebabkan defisit

    kognitif pada anak-anak. Kognisi juga dapat berpengaruh dalam stress.

     b.  Emosi

    Emosi cenderung terkait dengan stress. Individu sering

    meggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stress. Reaksi

    emosional terhadap stress adalah rasa takut, fobia, keemasan, depresi,

     perasaan sedih, dan rasa marah.

    c.  Perilaku sosial 

    Stress dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain.

    Individu dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif. Bencana

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    24/71

     

    24

    alam membuat individu berperilaku lebih kooperatif, dalam situasi

    lain, individu dapat mengembangkan sikap bermusuhan. Stress yang

    diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku negatif cenderung

    meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif. Stress juga

    dapat mempengaruhi perilaku membantu pada individu. 

    K.  FIGHT OR FLIGHT RESPONSE PADA STRESS

    Walter Canon (1929) memperkenalkan frasa  fight-or-flight response 

    untuk menjelaskan reaksi psikologis manusia dalam merespon suatu keadaan

    yang berbahaya. Hans Selye (1956-1974) menjelaskan  general adaptation

     syndrome  (GAS) yang terdiri dari tiga tingkatan, yakni alarm reaction,

    resistance stage, exhaustion stage (Alloy dkk, 2005).

     Alarm reaction, selama alarm, perlawanan tubuh melawan stressor

    yang diarahkan melalui aktivasi sistem saraf simpatetik. Aktivasi sistem-

    sistem tubuh untuk kekuatan maksimal dan mempersiapkan mereka untuk

    respon  fight or flight . Adrenalin (epinefrin) dilepaskan, denyut jantung dan

    tekanan darah meningkat, nafas menjadi lebih cepat, darah diarahkan dariorgan dalam berpindah ke otot skelet, kelenjar keringat diaktifkan, dan

    aktivitas gastrointestinal menurun. Sebagai respon jangka pendek untuk

    keadaan emergensi, reaksi-reaksi fisik ini dapat disesuaikan (Alloy dkk,

    2005).

     Resistance stage, pada tahap ini, organisme beradaptasi terhadap

    stressor. Seberapa lama tahap ini tergantung keparahan stressor dan kapasitas

    organisme. Jika organisme mampu beradapatasi maka kekuatan melawan pada

    tahap ini akan berlanjut untuk jangka waktu yang lama. Selama tingkatan ini,

    seseorang memberikan gambaran keadaan normal. Akan tetapi, menurut ilmu

     jiwa, fungsi internal tubuh tidak normal. Stress yang terus menerus akan

    menyebabkan perubahan neurologis dan hormon. Hipotesis Seyle,

    menyatakan bahwa ketakutan dalam melawan stress akan menyebabkan

     perubahan terhadap sistem imun sehingga rentan terhadap infeksi (Alloy dkk,

    2005).

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    25/71

     

    25

     Exhaustion stage, tahap akhir, kemampuan organisme untuk bertahan

    habis, dan menghasilkan suatu kerusakan. Karakteristik tahap ini adalah

    aktivasi parasimpatik dari sistem saraf otonom. Fungsi parasimpatik abnormal,

    menyebabkan seseorang menjadi kelelahan, tahap ini sering menghasilkan

    depresi dan kadang-kadang kematian (Alloy dkk, 2005). 

    L.  RESPON FISIOLOGIS STRESS

    Keadaan stress menimbulkan respon fisiologis, reaksi fisiologis stress

    dimulai dengan persepsi stress yang menghasilkan aktivasi simpatetik pada

    sistem saraf otonom, yang mengarahkan tubuh untuk bereaksi terhadap emosi,

    dan keadaan darurat. Pengarahan ini terjadi dalam dua jalur, yang pertama

    melalui aktivasi simpatetik terhadap autonomic nervus system  (ANS) dari

    sistem medula adrenal, mengaktifkan medula adrenal untuk menyekresi

    epinefrin dan norepinefrin yang mempengaruhi sistem kardiovaskular,

     pencernaan dan respirasi. Rute kedua yaitu hypothalamic-pituitary-adrenal  

    (HPA) aksis, yang meliputi semua struktur ini. Tindakan ini mulai dengan

     persepsi terhadap situasi yang mengnacam, aksi yang cepat pada hipotalamus.Hipotalamus merespon pelepasan corticotrophin releasing hormone  (CRH),

    yang akan merangsang hipofisis anterior untuk menyekresikan

    adrenocorticotropic hormone  (ACTH). Hormon ini merangsang korteks

    adrenal untuk menyekresi glukokortikoid, termasuk kortisol. Sekresi kortisol

    mengarahkan sumber energi tubuh, meningkatkan kadar gula darah yang

     berguna untuk energi sel. Kortisol juga sebagai antiinflamasi yang

    memberikan perlawanan alami selama respon  fight or flight  (Alloy dkk, 2005;

    Carlson, 2005; Pinel, 2009). 

    M. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERBEDAAN RESPON STRESS

    Salah satu teori stress adalah model psikologis dari Lazarus (Baron,

    1994), yang menekankan pentingnya interpretasi dari stressor. Untuk sampai

     pada proses stress, haruslah dimulai dari penilaian kognitif. Ada dua macam

     penilaian kognitif, yaitu penilaian primer dan penilaian sekunder. Yang

    dimaksud penilaian primer adalah penilaian atau evaluasi terhadap situasi

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    26/71

     

    26

    apakah yang dirasakan sebagai sesuatu yang mengancam ataukah menantang.

    Jika sesuatu dipersepsikan sebagai suatu tantangan, maka orang akan berusaha

    mengatasi situasi tersebut. Jika situasi tertentu dipersepsikan sebagai suatu hal

    yang mengancam, maka orang akan menghindar. Yang dimaksud dengan

     penilaian sekunder adalah penilaian terhadap sumber daya yang dimiliki baik

    yang berbentuk fisik, psikis, social, maupun materi. Proses penilaian primer

    dan sekunder terjadi bersama-sama dalam membentuk makna setiap peristiwa

    yang dihadapi sehingga akan menentukan perilaku pengatasan (Baron, 1994).

    Perilaku pengatasan bersifat dinamis artinya perilaku pengatasan yang

    digunakan tergantung situasi yang dihadapi dan sumber daya yang dimiliki.

    Oleh karena itu, ada berbagai macam perilaku pengatasan stress, yang

    dapatdikategorikan dalam dua hal, yait perilaku pengatasan yang bersifat

    emosional yakni upaya-upaya yang dilakukan untuk meredakan emosi saat

     belangsungnya stress sedangkan yang bersifat rasional adalah bagaimana

    memperbaiki proses penilaian primer dan sekunder (Baron, 1994).

    Secara garis besar ada dua tipe manusia dalam menghadapi situasi

    sulit, yaitu orang optimis dan orang yang pesimis. Optimism dan pesimisme

    ini dipengaruhi oleh cara berpikir seseorang. Orang pesimis akan melihat

     peristiwa dari sisi negatif sedangkan orang optimis akan menilai dari sisi

     positif (Baron, 1994).

    Yang membedakan orang berpikir positif atau negatif adalah

     bagaimana gaya seseorang dalam menjelaskan (explanatoru style) suatu

     peristiwa yang tidak mengenakkan. Orang-orang yang berpikir negatif akan

    mengalami berbagai kesalahan proses berpikir, yaitu: kurangnya data akurat,

     berpikir hitam putih, berpikir perfek, terlalu cepat mengambil kesimpulan, dan

     berpikir ekstrem. Orang yang berpikir positif akan menggunakan cara-cara

    model berpikir rasional, menggunakan data sebagai dasar mengambil

    kesimpulan dan bersikap terbuka terhadap alternatif (Baron, 1994).

    N.  DAMPAK-DAMPAK STRESS

    Menurut Powell (1983) stress dapat berdampak positif yang

    mencakup pemuasan kebutuhan dasar, kemampuan menangani masalah, juga

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    27/71

     

    27

    inokulasi stress. Dampak negatif yang berupa gangguan fisik dan mental serta

    dapat juga mempengaruhi perubahan tingkah laku individu. Stress yang terjadi

    dapat berpengaruh terhadap kondisi psikologis, tingkah laku, kognitif,

    fisiologis, maupun berdampak pada kemampuan organisasi.

    Adapun beberapa contoh dampak stress tersebut adalah sebagai berkut:

    1. 

    Dampak psikologis

    a.  Emosi, menangis. marah

     b.  Menarik diri

    c.  Bermusuhan, agresif

    d.  Cemas, curiga, merasa tidak berguna

    e. 

    Menyalahkan lingkungan

    2. 

    Dampak tingkah laku

    a.  Selalu terburu-buru

     b.  Pelupa

    c.  Alkoholik, perokok berat

    d.  Tidak bersemangat, malas

    e. 

    Makan berlebih/kurang

    3. 

    Dampak kognitif

    a.  Sulit memutuskan

     b. 

    Kurang konsentrasi

    c. 

    Kurang kreatif

    d.  Peka terhadap kritik

    4.  Dampak fisiologis

    a. 

    Kadar gula meningkat

     b.  Keringat berlebihan

    c.  Tekanan darah meningkat

    d. 

    Denyut jantung meningkat

    e.  Sakit kepala

    f.  Tidak nafsu makan

    g.  Rambut rontok

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    28/71

     

    28

    5.  Dampak stress terhadap organisasi

    a.  Tingkat absensi meningkat

     b.  Produktifitas menurun 

    c.  Ketidak puasan kerja 

    (Powell, 1983). 

    Stress psikologis dan dampaknya

    Bukti klinis dan eksperimental menunjukan bahwa durasi dan

     perjalanan dari stress merupakan faktor bercabang yang menentukan muasal

    dari stress memicu perubahan imunitas dan kesehatan. Bukti klinis dan

    eksperimental menunukan bahwa stress psikologis mempengaruhi proses

     penyembukan luka dan berperan pada penyakit infeksi termasuk reaktivasi

    virus herpes yang laten. Stress juga dapat menjadi kofaktor, baik

     perkembangan dan progresifitas tumor. Menentukan bagaimana stress

    mempengaruhi fungsi imun penting untuk pengembangan intervensi perilaku

    maupun farmakologi yang potensial untuk menurunkan insiden dari stress

    memicu disfungsi imunitas. Intervensi, meliputi nutrisi, olahraga, dan protokoluntuk mengurangi stress seperti relaksasi otot dan yoga dapat memberikan

     pendekatan melawan kelemahan imunitas dan kesehatan yang dimediasi

    stress.

    Stress psikologis dapat didefinisikan sebagai pengalaman stress yang

    mempengaruhi kemampuan individu untuk beradaptasi dengan sehat terhadap

     peristiwa kehidupan. Sudah jelas bahwa stress psikologis memberikan dampak

    terhadap sistem imun dan kesehatan. Bukti klinis dan eksperimental

    menunjukan bahwa durasi dan perjalanan dari stress merupakan faktor

     bercabang yang menentukan muasal dari stress memicu perubahan imunitas

    dan kesehatan

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    29/71

     

    29

    Gambar 1. Dampak stress pada sistem imun

    (dalam Yuliadi, 2014)

    Dampak dari Stress Sesuai Tahapan Perkembangan

    Bagaimana efek dari pemaparan stress yang kronis atau berulang

    (pemaparan tunggal stress yang berat) pada tahapan yang berbeda dari

    kehidupan, tergantung pada area otak yang berkembang atau berkurang pada

    saat pemaparan. Stress pada periode prenatal mempengaruhi perkembangan

     berbagai region otak yang terlibat dalam pengaturan aksis HPA, yaitu

    hipokampus, korkteks frontal, dan amigdala (efek pemrograman). Stress

    Psychological

    Stress

    Human:

    - Academic

    - Marital discord

    - Primary caregiver of a demented spouse

    - Other factor

    Immune D sfunction

    Adaptive

    Antibody productiontovaccination

    Infection episode

    Innate

     NK activity

    Cell mediated

    wound repaircirculationinflamatorycytokinesreactivation of

    latentvirus

    Increase clinical symptoms of an infection

    Decrease resillency in recovery from infection

    Prolonged recovery from surgical procedures

    Behavioral/ cognitive deficits

    Tumor promotion/progress on

    Potential Complications

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    30/71

     

    30

     postnatal mempunyai efek yang bervariasi: pemaparan perpisahan maternal

    selama masa kanak menyebabkan peningkatan sekresi glukokortikoid,

    sedangkan pemaparan penyiksaan yang erat berkaitan dengan penurunan

    kadar glukokortikoid. Sehingga, produksi glukokortikoid selama masa kanak

     bervariasi sebagaimana fungsi dari lingkungan (efek diferensiasi) (Lupien

    et.al., 2009).

    Dari periode prenatal hingga selanjutnya, semua area otak yang

     berkembang sensitif terhadap efek hormon stress; bagaimanapun beberapa

    area mengalami periode pertumbuhan cepat selama periode tertentu. Dari lahir

    sampai usia 2 tahun, hipokampus berkembang. Hal ini menyebabkan area otak

    ini sangat rentan terhadap efek dari stress pada masa ini. Sebaliknya,

     pemaparan stress dari lahir sampai masa kanak akhir dapat menyebabkan

     perubahan volume amigdala, sebagaimana daerah otak berlanjut untuk

     berkembang sampai usia 20 tahun akhir. Hipokampus berkembng sempurna

     pada masa remaja, amigdala masih berkembang dan ada pertumbuhan yang

     penting pada volume frontal. Konsekuensinya, pemaparan stress selama

     periode ini mempunyai efek yang besar pada korteks frontal. Penelitian

    menunjukkan bahwa remaja sangat rentan terhadap stress, kemungkinan

    disebabkan oleh respon glukokortikoid yang tinggi terhadap stress yang

     bertahan sampai usia dewasa (efek potensiasi/inkubasi). Pada usia dewasa dan

    selama penuaan, region otak yang mengalami penurunan paling cepat sebagai

    akibat proses penuaan sangat rentan terhadap efek hormone stress. Stress

    selama periode ini dapat menyebabkan manifestasi dari efek inkubasi dari

    kelainan otak masa awal (efek manifestasi) atau mempertahankan efek kronis

    dari stress (efek mempertahankan) (Lupien et.al., 2009). 

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    31/71

     

    31

    BAB III

    PSIKONEUROIMUNOLOGI 

    A.  DEFINISI

    Pada awal perkembangannya, psikoneuroimunologi difahami sebagai

     field of study. Pemahaman ini didasarkan atas keterlibatan tiga bidang kajian,

    yaitu (1) Psikologi, (2) Neurologi, (3) Imunologi (Putra ST, 1999).

     Notosoedirdjo M M, 1998, menyatakan bahwa psikoneuroimunologi

    adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara sistem imunitas dan perilaku

    melalui sistem saraf. Sedangkan imunitas berupa suatu jaringan alat tubuh

    yang melindungi badan dari invasi bakteri, virus dan benda asing.

    Psikoneuroimunologi adalah suatu bidang penelitian baru yang

    menghubungkan proses-proses psikologi, neural, dan imunologis. Banyak

    dokter telah memperhatikan hubungan antara kehilangan yang penting, seperti

    kematian orang yang dicintai dan penyakit yang menyusul. Hubungan itu

    sering terasa sangat hebat bila orang yang mengalami kehilangan itu tidak

    dapat mengungkapkan emosi-emosi yang kuat, misalnya kesedihan yang biasanya terjadi karena orang sendiri mengalami tragedi itu. Hipotesis bahwa

    stress yang ditimbulkan kehilangan atau pemisah yang hebat mengganggu

    sistem kekebalan tubuh dan dengan demikian ikut menyebabkan sejumlah

     penyakit fisik.

    Sistem kekebalan memiliki dua tugas pokok, yakni mengetahui adanya

     benda-benda asing (yang disebut antigen) dan menonaktifkan atau

    menghilangkan benda-benda itu. Sistem kekebalan itu terdiri dari beberapa

    kelompok sel berbeda yang dinamakan limfosit-limfosit. Penelitian

     belakangan telah memberikan suatu pemahaman awal mengenai bagaimana

    stress dan faktor-faktor emosional menyebabkan perubahan-perubahan

    hormon yang kadang-kadang dapat mengurangi efisiensi dari sistem

    kekebalan dan dengan demikian meningkatkan kerentanan terhadap penyakit.

    Para ahli psikoneuroimunologi meneliti sekaligus tiga sistem tubuh,

    sistem saraf, sistem endokrin, dan sistem kekebalan yang berkomunikasi

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    32/71

     

    32

    antara yang satu dengan yang lainnya melalui sinyal-sinyal kimia yang

    kompleks. Ada kemungkinan hal ini sedang diteliti terutama pada orang-orang

    yang menderita salah satu dari dua kondisi psikologis yang berat, yakni

    skizofrenia dan depresi.

    B.  SEJARAH

    Stress merupakan sebuah terminologi yang sangat populer dalam

     percakapan sehari-hari. Stress adalah salah satu dampak perubahan sosial dan

    akibat dari suatu proses modernisasi yang biasanya diikuti oleh poliferasi

    teknologi, perubahan tatanan hidup serta kompetisi antar individu yang makin

     berat.

    Pada awal tahun 1950-an para ahli perilaku mempelajari hubungan

     perilaku dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat kompleks dan salah satu

    isu menarik adalah hubungan antara stress dengan sistem kekebalan tubuh.

    Akhir-akhir ini berkembang penelitian tentang hubungan antar perilaku,

    kerja saraf, fungsi endokrin dan imunitas. Penelitian-penelitian tersebut telah

    mendorong munculnya konsep baru yaitu psikoneuroimunologi. Martin (1938)

    mengemukakan ide dasar konsep psikoneuroimunologi yaitu : a. Status emosi

    menentukan fungsi sistem kekebalan, b. Stress dapat meningkatkan

    kerentanan tubuh terhadap infeksi dan karsinoma. Dikatakan lebih lanjut

     bahwa karakter, perilaku, pola coping dan status emosi berperan pada

    modulasi sistem imun. Holden (1980) dan Ader (1981) mengenalkan istilah

     psikoneuroimunologi : yaitu kajian yang melibatkan berbagai segi keilmuan,

    neurologi, psikiatri, patobiologi dan imunologi. Selanjutnya konsep ini banyakdigunakan pada penelitian dan banyak temuan memperkuat keterkaitan stress

    terhadap berbagai patogenesis penyakit termasuk infeksi dan neoplasma.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    33/71

     

    33

    Gambar 1. Hubungan Psikoneuroimunologi

    Secara historis, konsep psikoneuroimunologi muncul sekitar tahun

    1975, oleh R. Ader dan C. Holder (Putra ST, 1999). Psikoneuroimunologimuncul setelah munculnya konsep pemikiran imunopatobiologik dan

    imunopatologik. Fakta imunopatobiologik menunjukkan bahwa kerentanan

    individu dan metastasis pada individu yang mengalami stress disebabkan oleh

     penurunan ketahanan imunologik. Sedangkan kelainan mukosal yang

    memunculkan pemikiran respon imun yang melukai merupakan fakta

    imunopatologik. Karena kedua pendekatan model berpikir tersebut dalam

    mengungkap patogenesis dianggap kurang holistik, maka muncullah ilmu baru

    yang sekarang dikenal dengan psikoneuroimunologi, yang dikembangkan atas

    dasar keterkaitan antara tiga konsep, yaitu behavior, neuroendokrin dan

    konsep imunologik (Putra ST, 1999).

    C.  SISTEM LIMBIK, HIPOTALAMUS DAN PENGATURAN EMOSI

    Kata ―limbik‖ berarti pembatasan. Istilah limbik digunakan untuk

    menjelaskan struktur tepi di sekeliling region basal dari serebrum. Sistem

    limbik ini berhubungan erat dengan emosi, kegiatan motorik dan sensoris

     bawah sadar, serta perasaan intrinsik mengenai rasa nyeri dan kesenangan

    (Lieben P, 1999; Soleh, 2005).

    Bagian utama sistem limbik adalah hipotalamus. Selain perannya

    mengatur perilaku, area ini mengatur banyak kondisi internal dari tubuh,

    seperti suhu tubuh, osmolaritas cairan tubuh dan dorongan untuk makan dan

    minum serta pengaturan berat badan (Guyton, 1996; Soleh, 2005). Fungsi

    internal ini secara bersama-sama disebut fungsi vegetatif otak dan

    Psikologi

    ImunologiNeurologi

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    34/71

     

    34

     pengaturannya berkaitan erat dengan perilaku. Sistem limbik menghasilkan

     banyak sekali pengaturan emosi untuk menyiapkan area otak lain ke dalam

    suatu aksi dan bahkan menghasilkan pengaturan motivasi untuk proses belajar

    itu sendiri (Guyton & Hall, 1997; Soleh, 2005).

    Sekitar tahun 1950-an, McLeland P, ahli neurologi mengemukakan

     bahwa pusat emosi terletak pada sistem limbik dengan hipokampus. Namun,

     pada penelitian Joseph Le Doux membuktikan bahwa hipokampus kurang

    terlibat langsung dalam emosi. Sedangkan prefrontal-amigdala, merupakan

     bagian penting bagi letak emosi (Goleman D, 1997; Soleh, 2005). Ahli

    nuerologi berpendapat bahwa hipokampus yang sudah lama dianggap sebagai

    kunci struktur sistem limbik, ternyata lebih berkaitan dalam perekaman dan

     pemaknaan pola persepsi ketimbang reaksi emosional. Sumbangan utama

    hipokampus adalah dalam hal penyediaan ingatan terperinci akan korteks,

     pemahaman emosional, hipokampuslah yang mengenali perbedaan makna,

    misalnya, ular di kebun binatang dan ular di halaman rumah (Goleman D,

    1995; Soleh, 2005). Dengan kata lain, hipokampus sebagai spesialis ingatan,

    dan penyimpanan, sedangkan amigdala spesialis masalah emosional.

    Berbagai penelitian membuktikan bahwa pemuda yang amigdalanya

    dibuang untuk mengendalikan penyakit epilepsinya, pemuda tersebut menjadi

    sama sekali tidak berminat kepada manusia, menarik diri dari hubungan antar

    manusia. Meskipun ia mampu mengimbangi percakapan, ia tidak mampu

    mengenali sahabatnya, kerabat, bahkan ibunya, tetap pasif meskipun

    menghadapi kecemasan. Tanpa amigdala, ia telah kehilangan semua

     pemahaman tentang perasaan. Amigdalalah yang berfungsi sebagai semacam

    gudang ingatan emosional, dan dengan demikian makna emosional itu sendiri

    hidup tanpa amigdala merupakan kehidupan tanpa makna pribadi sama sekali

    (Goleman D, 1995; Soleh, 2005). Pengaruh emosi melalui amigdala dapat

    digambarkan sebagai berikut :

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    35/71

     

    35

    Gambar 2. Sistem Limbik, Hipotalamus Dan Pengaturan Emosi

    Korteks prefrontal bertindak sebagai manajer emosi yang efisien,

    menimbang-nimbang reaksi sebelum bertindak adalah dengan menghambat

    sinyal untuk pengaktifan apa yang telah dikirim amigdala dan pusat limbik

    lainnya. Penelitian suasana hati beberapa pasien yang mengalami cedera pada

     bagian lobus prefrontal ditemukan bahwa salah satu tugas lobus prefrontal kiri

    adalah bertindak sebagai thermostat saraf, mengatur emosi yang tidak

    menyenangkan menjadi positif menyenangkan, cinta kasih dan rasa bahagia.

    Lobus prefrontal kanan merupakan tempat perasaan negatif seperti rasa takut

    dan amarah, cemas, agresif. Kelompok pasien penderita stroke yang cederanya

     pada korteks prefrontal kiri mudah cemas, takut yang hebat, sedangkan

     penderita yang cedera bagian kanan pasien tersebut menjadi kelewat ceria,

    santai, berkelakar kelewat batas (Gionatti G, 1972; Soleh, 2005)

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    36/71

     

    36

    D.  KONSEP STRESS DALAM PSIKONEUROIMUNOLOGI

    Konsep stress menurut Hans Selye, yaitu stress merupakan sindrom

    yang spesifik, yang berisi semua perubahan sistem biologis yang nonspesifik

    atau merupakan kondisi spesifik yang didasari oleh perubahan biologis yang

    nonspesifik (Cox, 1995), merupakan konsep stress yang sesuai untuk

     paradigma psikoneuroimunologi. Hal ini mengingat imunoregulasi merupakan

     perubahan biologis namun penggambaran sindrom spesifik yang didasari oleh

     perubahan perubahan biologis dari sistem imun tersebut belum teraktualisasi

    dengan jelas. Menurut Weiten (2004), konsep psikologi yang merupakan

     penyempurnaan konsep perilaku, yang diketengahkan oleh Watson, adalah

    ilmu yang mempelajari perilaku dan semua perubahan yang mendasari

    (perubahan kognisi dan fisiologis). Selanjutnya juga memperhatikan konsep

    Cox (1995), bahwa proses pembelajaran akan menghasilkan persepsi maka

    manusia sebagai individu yang berakal dan beremosi mempunyai keunikan

    yang sangat variatif. Atas dasar hal ini maka perpaduan antara tiga konsep,

    yaitu konsep psikologis, konsep stress psikologis dan konsep stress biologis

    ini merupakan penyempurnaan konsep stress yang sesuai untuk perkembangan

     paradigma psikoneuroimunologi.

    Konsep stress tersebut menyatakan bahwa stress terdiri dari stress

     perception dan stress response. Stress perception ini hasil proses pembelajaran

    untuk menyeleksi, mengorganisasi, mengintepretasi dan mengartikan stressor

    secara benar. Stress perception, selain melibatkan akal, pengalaman juga

    emosi. Dengan demikian maka ketepatan persepsi ini akan membuat stress

    response menjadi tepat pula. Stress perception merupakan pencerminan

    kinerja otak yang mempengaruhi imunoregulasi yang menghasilkan imunitas

    yang merupakan model stress response. Berdasarkan konsep stress ini maka

    setiap stressor yang diterima oleh individu akan dipelajari dengan seksama

    sehingga menghasilkan persepsi yang benar yang akhirnya akan direspon

    dengan benar pula.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    37/71

     

    37

    Mekanisme koping

    Mekanisme koping adalah suatu mekanisme untuk mengatasi

     perubahan yang diterima atau beban yang diterima. Apabila mekanisme

    koping ini berhasil maka orang tersebut dapat beradaptasi terhadap perubahan

    tersebut atau akan merasakan beban berat menjadi ringan. Mekanisme koping

    ini dapat dipelajari, sejak awalnya timbul stressor dan orang menyadari

    dampak dari stressor tersebut (Carlson, 1994; Soleh, 2005). Kemampuan dari

    mekanisme koping setiap orang tergantung dari temperamen individu dan

     persepsi serta kognisi terhadap stressor yang diterima (Carlson, 1994; Soleh,

    2005). Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat.

    Belajar di sini adalah kemampuan menyesuaikan diri pada pengaruh faktor

    internal dan eksternal (Notosoedirdjo M, 1998; Soleh, 2005). Mekanisme

     belajar ada 2 macam, yaitu (1) bentuk belajar yang implisit, dan (2) bentuk

     belajar yang eksplisit. Belajar yang implisit umumnya bersifat reflektif dan

    tidak memerlukan kesadaran. Keadaan ini ditemukan dalam perilaku

    habituasi, kebiasaan, sensitisasi, dan conditioning (Bear, 1996; NotosoedirdjoM, 1998; Soleh, 2005).

    Lipowski membagi koping dalam dua bentuk yaitu coping style dan

    coping strategy. Coping style merupakan mekanisme adaptasi individu

    meliputi mekanisme psikologis, mekanisme kognitif dan persepsi. Sifat dasar

    coping style adalah mengurangi makna suatu konsep yang dianutnya,

    misalnya penolakan atau pengingkaran yang bervariasi yang sangat tidak

    realistis atau berat (psikotik) hingga pada tingkatan yang sangat ringan saja

    terhadap suatu keadaan. Sedangkan coping strategy merupakan coping yang

    digunakan individu secara sadar dan terarah dalam mengatasi sakit atau

    stressor yang dihadapinya. Apabila individu mempunyai mekanisme coping

    yang efektif dalam mengahadapi stressor, maka stressor tidak akan

    menimbulkan stress yang berakibat kesakitan (disease), tetapi stressor justru

    menjadi stimulant yang mendatangkan wellness (kesejahteraan) dan prestasi

    (Soleh, 2005).

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    38/71

     

    38

    E.  KELENJAR ADRENAL DAN SEKRESI KORTISOL

    Secara embriologik, kelenjar adrenal terdiri dari dua bagian yang

     berbeda, yaitu (1) bagian luar, korteks yang berasal dari mesoderm dan (2)

     bagian dalam (medulla) yang berasal dari neuroectoderm (Gani, 1995).

    Korteks adrenal terdiri dari tiga zona, yaitu (1) Glomerulosa, (2) Fasciculata,

    (3) Retikularis. Antara kelenjar adrenal dan hipotalamus terdapat jalur efferen,

    yang memungkinkan stress dapat merangsang sekresi ACTH (Gani, 1995;

    Soleh,2005).

    Perkembangan dari zona fasikulata dan retikularis dipengaruhi oleh

    ACTH. Kelebihan ACTH akan menyebabkan hiperplasi dan hipertrofi.

    Sedangkan kekurangan ACTH akan menyebabkan atropi. Zona fasikulata

    merespon terhadap medula adrenal yang mengandung kromafin yang

     bentuknya tidak teratur. Sel ini berfungsi untuk sintesis dan sekresi

    katekolamin. Granula pada sel ini berfungsi untuk menyimpan katekolamin,

    dimana pada manusia 85% merupakan epinefrin (Gani, 1995; Soleh, 2005).

    Hormon yang disekresi oleh korteks adrenal adalah kortisol, aldosteron

    dan androgen. Sekresi kortisol dan androgen diatur oleh ACTH, sedangkan

    sekresi aldosteron juga dipengaruhi oleh angiotensin dan konsentrasi ion K.

    Selain oleh ACTH, sekresi kortisol juga dipengaruhi oleh rangsangan otak

    sebagai respon terhadap stress, khususnya sekresi kortisol dipengaruhi oleh 3

    respon, yaitu : stress, ACTH, diurnal rythme (Guyton, 1996; Soleh, 2005).

    Peranan ACTH pada sekresi kortisol terjadi melalui interaksi antara

    hypothalamic-pituitary-adrenal axis (HPA). ACTH yang bekerja pada zona

    fasiculata dan reticularis, merupakan faktor utama dalam pengaturan sekresi

    kortisol, androgen dan aldosteron. Sedangkan ACTH sendiri diatur oleh CRH

    dan neurotransmiter (Guyton, 1996; McCance & Shelby, 1994; Soleh, 2005).

    Hormon korteks adrenal terikat dengan reseptor dalam sitoplasma

    (reseptor intra seluler). Interaksi kortisol dengan reseptornya akan

    menginduksi proses transkripsi dengan jalan berinteraksi dengan bagian DNA

    yang disebut glucocorticoid response elements (RGEs). Berbagai protein yang

    dihasilkan akan mempengaruhi respon kortisol terhadap berbagai jaringan.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    39/71

     

    39

    Respon tersebut dapat bersifat stimulasi atau inhibisi, tergantung dari jaringan

    mana hormon tersebut bekerja. Walaupun reseptor kortisol sama di semua

     jaringan, namun terdapat variasi sintesis protein akibat ekspresi gen spesifik

     pada berbagai jaringan (Turner & Bagnara, 1988; Guyton, 1996; Soleh, 2005).

    Pada sistem kardiovaskuler, kortisol meningkatkan curah jantung dari

    tonus pembuluh darah perifer, kemungkinan dengan jalan meningkatkan efek

    vasokonstriktor lain seperti katekolamin. Kortisol juga mengatur ekspresi

    reseptor adrenergik (Gani, 1995; Soleh, 2005). Pada keadaan kekurangan

    kortisol yang berat dapat terjadi vasodilatasi yang abnormal, walaupun tidak

    terjadi kehilangan cairan, namun pengisian pembuluh darah akan berkurang,

    tekanan darah akan menurun dan terjadi shok, terutama rentan terhadap stress.

    Jadi kortisol berfungsi mempertahankan integritas dan sifat responsive

     pembuluh darah dan volume cairan tubuh. Kelebihan kortisol dapat

    menyebabkan hipertensi melalui stimulasi rennin pada sistem rennin

    angiotensin (Guyton, 1996; Soleh, 2005).

    Pada sistem imun, pemberian kortisol meningkatkan pelepasan leokosit

    (PMN) intravaskuler dari sumsum tulang, meningkatkan waktu paruh PMN

    dalam sirkulasi, mengurangi pergerakan PMN keluar dari pembuluh darah.

    Kortisol mengurangi konsentrasi limfosit, monosit dan eosinofil dalam

    sirkulasi, terutama dengan jalan meningkatkan pergerakan mereka keluar dari

    sirkulasi. Pemberian kortisol dalam jangka waktu lama memudahkan

    seseorang untuk mendapat infeksi oleh karena penekanan sistem imunologik

    (Calabres & Nieman, 1996; Soleh, 2005). Secara ringkas Granner (1988) yang

    dikutip oleh Soleh (2005), mengemukakan efek kortisol terhadap sistem imun

    adalah sebagai berikut :

    1.  Menekan sintesis imunoglobulin.

    2. 

    Menurunkan populasi sel PMN, limfosit dan makrofag dalam darah tepi.

    3.  Menimbulkan atropi jaringan limfosit dalam timus, limpa dan kelenjar

    limfe.

    Selain mempengaruhi hipotalamus melalui mekanisme umpan balik

    negatif untuk sekresi ACTH, juga mempengaruhi tingkah laku dan emosi.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    40/71

     

    40

    Kelebihan kortisol pada awalnya memberikan euphoria, namun dengan

     pemberian jangka panjang dapat memberikan gangguan psikologik, seperti

    emosi labil, mudah tersinggung, dan depresi. Pada beberapa penderita dapat

    terjadi gangguan kognisi seperti gangguan memori dan konsentrasi (Guyton,

    1996; Soleh M, 2005).

    F.  PENGARUH HPA AXIS PADA REAKSI INFLAMASI YANG

    DIPERANTARAI IMUN

    Adrenocortical Hormon

    Efek antiinflamasi dan imunosupresif yang dimiliki oleh glukokortikoid

    membuatnya menjadi agen terapi yang sangat berharga pada beberapa

     penyakit. Regio carboxyterminal mengikat glukokortikoid, dan midregio

    mengikat sekuens spesifik pada DNA yang berperan dalam regulasi regio gen

    responsif glukokortikoid (elemen glukokortikoid responsif). Glukokortikoid

    mempengaruhi lalu lintas peredaran leukosit dan menghambat banyak fungsi

    leukosit dan sel kekebalan tubuh aksesori. Glukokortikoid menekan aktivasi

    sel-sel imun, menghambat produksi sitokin dan mediator peradangan lainnya,dan menyebabkan resistensi terhadap sitokin. Glukokortikoid secara istimewa

    mempengaruhi subgrup tertentu limfosit T, mereka menekan fungsi dari

    limfosit T tipe 1 helper dan merangsang apoptosis eosinofil dan kelompok

    tertentu sel T. Mereka juga menghambat ekspresi molekul adhesi dan reseptor

    yang sesuai dan mempotensiasi reaksi fase akut. Semua efek ini tergantung

     pada perubahan dari tingkat transkripsi gen responsif glucocorticoid atau

     perubahan dalam stabilitas beberapa protein inflamasi messenger   RNA

    (mRNA). Misalnya, glukokortikoid menekan produksi interleukin-6 dan

    interleukin-1 dengan mengurangi tingkat transkripsi gen untuk interleukin dan

    stabilitas mRNA. Penekanan gen fosfolipase A2, siklooksigenase 2, dan nitric

    oxide synthase  2 oleh glukokortikoid menurunkan produksi  prostanoids,

     platelet-activating factor , dan nitric oxide - tiga molekul kunci dalam respon

    inflamasi. Reseptor glukokortikoid teraktifasi juga menghambat aktivitas

     proinflamasi banyak faktor pertumbuhan dan sitokin dengan menghambat

    faktor transkripsi yang diperlukan untuk ekspresi atau aksi selular dari

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    41/71

     

    41

    substansi tersebut. Dalam cara yang timbal balik, konsentrasi intraseluler

    tinggi dari faktor-faktor ini mencegah reseptor glukokortikoid aktif dari

    mempengaruhi genom. (Guyton, 2002)

    Beberapa fungsi imun sirkadian menyebabkan penyakit terkait

     perubahan diurnal yang sesuai dengan variasi diurnal dalam konsentrasi

    glukokortikoid plasma. Sebagai contoh, reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

    yang sangat responsif terhadap glukokortikoid, yang paling menonjol di

    malam hari, ketika sekresi glukokortikoid rendah, dan berakhir di pagi hari,

    ketika sekresi tinggi. (Chrousos, 1995)

    Androgen adrenal memodulasi fungsi kekebalan tubuh. Sebuah

    reseptor dari superfamili steroid -tiroid-reseptor spesifik untuk androgen

    adrenal telah terdeteksi dalam limfosit T, tetapi mungkin ini memungkinkan

    androgen untuk meningkatkan imunitas seluler. Sekresi adrenal androgen,

    yang mengikuti pola sirkadian dari sekresi kortikotropin, memiliki pola

     perkembangan yang berbeda, dengan tingkat tertinggi dalam rahim , selama

    masa pubertas dan dewasa muda. (Chrousos, 1995)

    Hormon hipofisis

    Hormon-hormon hipofisis dari sumbu HPA, kortikotropin dan β-

    endorphin, memiliki kemampuan immunopotensi dan proinflamasi; β -

    endorphin yang diproduksi di situs inflamasi adalah analgesik lokal kuat.

    Kontribusi relatif dari yang beredar dan lokal menghasilkan kortikotropin dan

    β -endorphin untuk inflamasi, serta sumber-sumber lokal dari neuropeptida,

     belum diketahui. (Soleh, 2005)

    Hormon hipotalamus

    Regulator hipotalamus utama dari sumbu HPA, CRH dan mungkin

    AVP, memiliki efek proinflamasi baik secara in vitro dan in vivo. Situs

     peradangan mengandung banyak immunoreactif CRH, sebagian besar dalam

    sel imun aksesori dan eksudat inflamasi. CRH, serta produk-produknya yang

    teroksidasi dan produk proteolitik, telah ditemukan dalam cairan sinovial

     pasien dengan rheumatoid arthritis dan dalam kelenjar tiroid pada pasien

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    42/71

     

    42

    dengan tiroiditis Hashimoto. CRH dan mRNA nya, atau keduanya juga hadir

    dalam sirkulasi sel darah putih dan dalam sel-sel timus dan limpa.

    Menetralkan antibodi terhadap CRH mengurangi peradangan seefektif

    immunoneutralisasi TNF-α, sebuah sitokin proinflamasi yang jelas.

    Konsentrasi CRH di situs inflamasi sama tingginya seperti pada sistem portal

    hypophysial, tetapi dalam sampel plasma diperoleh bersamaan hormon ini

    tidak terdeteksi. Katabolisme yang cepat, uptake, atau mengikat dapat

    mencegah masuknya peptida ke dalam sirkulasi sistemik. (Soleh, 2005)

    Pengaruh Reaksi Inflamasi yang Dimediasi Imun terhadap HPA axis

    Beberapa mediator yang beredar memiliki peran utama dalam

    mengaktifkan sumbu HPA selama stres inflamasi. Awalnya ditunjuk "

    corticotropin-releasing factor jaringan," dimana mediator ini benar-benar

     berbeda dari imun CRH, yang biasanya tidak menyebar ke dalam sirkulasi

    umum. Sebaliknya, mereka adalah campuran dari sitokin dan partisipan utama

    lainnya dalam reaksi imun dan inflamasi. Tiga sitokin - TNF-α, interleukin-1,

    dan interleukin-6 tampak untuk hampir seluruh aktivitas HPA-axis-stimulatingdalam plasma. TNF-α biasanya muncul pertama, kemudian diikuti oleh sekresi

    Interleukin-1 dan Interleukin-6. (Elenkov & Chrousos, 1999)

    Interleukin-1 adalah sebutan bagi beberapa polipeptida sitokina IL-1α,

    IL-1ß dan IL-1Ra, yang memainkan peran penting dalam regulasi sistem

    kekebalan dan respon peradangan. IL-1α dan IL-1ß masing-masing memiliki

     berkas genetik IL1A, dan IL1B,pada kromosom 2 deret yang sama yaitu 2q14,

    dan merupakan sitokin pleiotropik hasil sekresi monosit dan makrofag berupa

     prohormon, sebagai respon saat sel mengalami cedera, oleh karena itu

    menginduksi apoptosis. Beberapa pakar menganggap bahwa defisiensi genetik

    IL-1α berperan dalam reumatoid artritis dan Alzheimer. IL-1ß merupakan

    sitokina yang diiris oleh ICE, dan berperan di dalam aktivitas selular seperti

     proliferasi, diferensiasi dan apoptosis. Induksi COX-2 pada sitokin ini di

    dalam sistem saraf pusat ditemukan sebagai penyebab hipersensitivitas yang

    memberikan rasa sakit. (Elenkov & Chrousos, 1999)

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    43/71

     

    43

    Interleukin-6 (Interleukin 6, Interferon beta-2, IFNB2, B cell

    differentiation factor, B cell stimulatory factor 2, BSF2, Hepatocyte

    stimulatory factor, HSF, Hybridoma growth factor, HGF, IL-6) adalah sitokin

    yang disekresi dari jaringan tubuh ke dalam plasma darah, terutama pada fase

    infeksi akut atau kronis. IL-6 menurunkan sintesis IL-1 dan TNF-α. IL-6

    melemahkan sintesis dari sitokinproinflamasi ketika memiliki sedikit efek

     pada sintesis dari sitokin anti-inflamasiseperti IL-10 dan Transforming

    Growth Factor-β (TGF-β). IL-6 menginduksi sintesis dari glukokortikoid dan

    meningkatkan sintesis IL-1ra dan mengeluarkan reseptorTNF larut pada

    sukarelawan manusia. Pada saat yang sama, IL-6 menghambat produksi dari

    sitokin proinflamasi seperti GM-CSF, IFN-γ, dan MIP-2. Hasil dari

    efekimunologi ini menempatkan IL-6 diantara kelompok sitokin anti-

    inflamasi. (Elenkov & Chrousos, 1999)

    Ketiga sitokin merangsang sekresi mereka sendiri dari sel-sel yang

    memproduksi mereka. Tumor necrosis factor dan interleukin-1 juga

    merangsang sekresi interleukin-6, sedangkan interleukin-6 menghambat

    sekresi faktor nekrosis tumor dan interleukin-1. Interleukin-6 bertindak

    sinergis dengan glukokortikoid dalam merangsang produksi reaktan fase akut.

    Konsentrasi interleukin-6 sistemik juga meningkat selama stres tidak

     berhubungan dengan inflamasi, mungkin dirangsang oleh aksi katekolamin

    melalui reseptor β2-adrenergik. (Elenkov & Chrousos, 1999)

    Inflamasi juga dapat mengaktifkan HPA axis secara tidak langsung. Hal

    ini dapat terjadi melalui rangsangan sistem stres noradrenergik pusat oleh

    sitokin dan mediator lain yang bertindak pertama pada stres-sistem neuron di

    luar sawar darah-otak (area postrema) atau pada neuron di dalam penghalang,

    melalui kaskade endotel-glial-saraf disebutkan di atas. Selain itu, situs

    inflamasi mengandung neuron aferen nosiseptif, viseral, dan somatosensori,

    yang merangsang noradrenergik dan sistem stres CRH melalui rute saraf

    ascending medulla spinalis atau rute saraf serebral. (Elenkov & Chrousos,

    1999)

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    44/71

     

    44

    Gambar 3. Stress mengaktivasi HPA axis

    Selain efek jangka pendeknya pada hipotalamus, sitokin inflamasi

    ternyata bisa merangsang kortikotropin pituitary dan sekresi kortisol adrenal

    langsung pada konsentrasi tinggi atau jika diberikan waktu yang cukup untuk

    interaksi dengan jaringan-jaringan. Biasanya, kelenjar hipofisis dan adrenal

    anterior memproduksi interleukin-1 dan interleukin-6, yang dapat

    mempengaruhi produksi hormon lokal. Namun, sitokin mungkin tidak selalu

    merangsang kelenjar hipofisis atau korteks adrenal. Interleukin-6, TNF α, dan

    interferon γ menghambat efek stimulasi CRH di sel kultur hipofisis anterior,

    sedangkan tumor necrosis factor α adalah inhibitor poten sekresi

    kortikotropin yang diindukdi kortisol oleh sel kultur adrenokortikal. Mediator

    inflamasi lain , termasuk interferon α dan faktor interferon γ, interleukin-2,

    epidermal growth factor, transforming growth factor β, and platelet-activating

    factor, juga dapat berpartisipasi dalam regulasi HPA axis. (Elenkov &

    Chrousos, 1999)

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    45/71

     

    45

    Gambar 4. Mediator inflamasi yang mempengaruhi HPA Axis

    Interferon dan interleukin-2 dapat melakukannya secara tidak langsung,

    yaitu dengan menyebabkan sekresi sitokin inflamasi. Prostanoids dan platelet-

    activating factor, bagaimanapun, adalah amplifier autacoid hipotalamus CRH

    dan sekresi AVP. Reseptor untuk substansi ini tampak pada nukleus

     paraventrikular, dan CRH dan AVP neuron merespon mereka. (Elenkov &

    Chrousos, 1999)

    Sitokin tertentu atau kombinasi sitokin dapat menyebabkan resistensi

    terhadap glucocorticoid. Interleukin-2 dan interleukin-4 bersama menginduksi

    resistensi glukokortikoid dalam sel T dengan secara nyata menurunkan

    afinitas reseptor glukokortikoid untuk ligandnya. Selain itu, konversi kortisol

    menjadi kurang aktif atau metabolit tidak aktif mengubah sensitivitas sel-sel

    sistem imun terhadap glukokortikoid. (Elenkov & Chrousos, 1999) 

    A.  SISTEM KEKEBALAN TUBUH

    Tubuh kita memiliki sistem imun. Sistem imun tersusun dari sel-sel dan

     jaringan yang membentuk imunitas, yaitu kekebalan tubuh terhadap infeksi

    atau penyakit. Organisme penyebab penyakit (patogen) dapat masuk ke dalam

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    46/71

     

    46

    tubuh dan memasuki jaringan atau sel-sel dalam tubuh. Patogen juga dapat

    menghancurkan sistem imun dalam tubuh kita dan menggandakan diri di

    dalam tubuh. Patogen juga dapat menghancurkan jaringan-jaringan dalam

    tubuh kita dengan melepaskan racun. Jika kekebalan tubuh kita dapat

    dikalahkan oleh patogen, berarti tubuh kita mengalami suatu penyakit. Respon

    imun tubuh alamiah terhadap serangan patogen baru akan muncul dalam

    waktu 24 jam (Diah Aryulina, 2004).

    Sistem imun mencakup sumsum tulang, timus, limpa, dan limfonodus;

    kelompok limfosit ditemukan dalam paru dan mukosa saluran cerna; linfosit

    dalam darah dan limfe; dan limfosit dan sel plasma yang tersebar luas dalam

     jaringan ikat di seluruh tubuh. Fungsi bersama kelompok heterogen sel-sel dan

    organ ini adalah untuk melindungi organisme terhadap efek invasi yang

     berpotensi merusak dari makromolekul eksogen, apakah mereka memasuki

    tubuh dalam bentuk itu atau sebagai unsur dari virus, bakteri, atau protozoa.

    Hal ini tercapai melalui mekanisme pertahanan seluler dan humoral yang

     bersama-sama merupakan respon imun (Jan Tambayong, 1994).

    Tujuan utama sistem imun adalah untuk mempertahankan tubuh dari

    serangan mikroorganisme. Melalui saluran limfatiknya, sistem imun juga

    melakukan fungsi transportasi seperti darah. Sistem imun terdiri dari jutaan sel

    yang bersirkulasi dan struktur khusus, seperti nodus limfe yang berlokasi di

    seluruh tubuh (Patricia Gonce Morton, 1997).

    Sistem imun memiliki beberapa fungsi tubuh, yaitu:

    1. 

    Penangkal benda asing yang masuk ke dalam tubuh.2.

     

    Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga keseimbangan

    komponen tubuh yang telah tua.

    3.  Sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal, termutasi, atau ganas, serta

    menghancurkannya (Diah Aryulina, 2004).

    Defisiensi sistem imun adalah kondisi respons imun defektif, yang

    mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Gangguan defisiensi

    sistem imun dapat disebabkan oleh obat (seperti kemoterapi sitotoksik),

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    47/71

     

    47

    radiasi, dan mikroorganisme, termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV)

    yang berkaitan dengan mekanisme pertahanan tubuh (Chris Brooker, 2005).

    Efek Stress terhadap Kekebalan Tubuh

    Telah terbukti bahwa stress dapat mengganggu kondisi tubuh, bisa

    membuat kesehatan terganggu. Stress memang tidak langsung membuat

    kondisi tubuh berubah akan tetapi adanya variabel biologis dan psikologis

    membuat kondisi tubuh berubah dan akhirnya kesehatan terganggu. Pada

    tingkat lanjut membuat penyakit berkembang dalam tubuh. (Alloy L.B., J.H

    Riskind, M.J Monos, 2005)

    Secara sederhana stress dapat mengganggu kondisi tubuh karena stress

    mempunyai efek domino dalam sistem hormone yang ada dalam tubuh. Dalam

    hormone ada sistem endokrin yang terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin

    menampilkan respon tubuh terhadap stress. Hormon-hormon stress ini

    diproduksi oleh kelenjar adrenal membantu tubuh menyiapkan diri mengatasi

    stressor atau ancaman. Apabila stressor melewati batas bisa mengganggu

    kondisi tubuh dan menyebabkan stress. Selama stress tubuh secara terus-

    menerus memompa hormon-hormon yang dapat menekan kemampuan sistem

    kekebalan tubuh yang fungsinya melindungi tubuh manusia dari berbagai

    infeksi dan penyakit. (Alloy L.B., J.H Riskind, M.J Monos, 2005)

    Bila kekebalan tubuh (imun) menurun, berbagai penyakit dan infeksi

    akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia. Sistem kekebalan (immune

    system) merupakan pertahanan tubuh melawan penyakit. Berjuta sel darah

     putih yang disebut leukosit adalah pasukan sistem kekebalan tubuh dalam peperangan mikroskopis.

    Menurut Kiecolt-Glaser, 1992; Maier, Watkins, dan Fleshner, 1994

    sumber-sumber psikologi dari stress menurunkan kemampuan tubuh manusia

    untuk menyesuaikan diri dan secara cepat juga mempengaruhi kesehatan.

    Stress meningkatkan resiko terkena berbagai jenis penyakit fisik, mulai dari

    gangguan pencernaan sampai penyakit jantung.

  • 8/20/2019 Fungsi Erek

    48/71

     

    48

    Patofisiologi

    Dalam ilmu psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan

    tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya

    ketidakseimbangan. Taylor (1995) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman

    emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif

    dan perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap

    situasi yang menyebabkan stres. (CDK). Respon mamalia terhadap stresor

    meliputi berbagai mekanisme adaptasi fisiologis untuk menjaga homeostasis.

    Respon fisiologis terhadap stresor utamanya dimediasi oleh sistem

    neuroendokrin yang terdiri dari sisten saraf simpatis (SSS) dan aksis

    hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA). Peningkatan katekolamin jaringan dan

     plasma merupakan akibat dari peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis

    yang diinduksi oleh stresor. Aktivasi sistem saraf simpatis menyebabkan

     pelepasan norepinefrin oleh saraf simpatis terminal dan sekresi hormon

    epinefrin dari sel kromafin medulaadrenal. Melalui interaksi dengan reseptor α

    dan β adrenergic,