21
Peran Laporan Keuangan dan Analisis Fundamental pada Masa Krisis Ekonomi di Indonesia oleh FR Reni Retno Anggraini, Lilies Setiawati & Dionysius Desembriarto Abstract The condition of Indonesian economy has not been stable, especially during the monetary crisis in 1998 when the inflation rate was 77,63%. The unstable condition caused consequences for decision makers to make their decision. Many researchers argue that the relevance of financial statement was influenced by its reliability. The assumption on stability of monetary unit, which determine the reliability of the financial statement, is difficult to be fulfilled during the unstable economic condition. Therefore, this research aimed to find the relevancy of the financial statement information when the economy suffers high inflation. The data used in this research was taken from samples of companies listed in Jakarta Stock Exchange from 1995 to 2002. The result show that there was no strong evidence to conclude that fundamental signals was meaningful during high inflation condition, but there was a severe evidence that the signal of gross margin gave benefit for investors to evaluate company’s prospect. During the condition with low inflation, it is found that the signals of accounts receivable, gross margin and the auditor’s credibility had significant influence to investor to evaluate the company’s prospect. Keyword: Fundamental Analysis, Inflation 1. Pendahuluan Laporan keuangan diharapkan dapat berguna bagi (calon) investor, (calon) kreditor, karyawan, pemerintah dan masyarakat sebagai alat evaluasi kinerja finansial dan prospek finansial suatu entitas. Banyak penelitian membuktikan bahwa laporan keuangan relevan bagi investor (Chan, Hamao, Lakonishok 1991; Lev dan Thiagarajan 1993; Kane 1997; Abarbanell dan Bushe 1998; Natarsyah 2000; Manao dan Nur 2001; Swanson, Rees dan Juarez-Valdes 2001). Salah satu asumsi dasar penyusunan laporan keuangan adalah unit moneter (SFAC No. 1). Penggunaan unit moneter

Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

Peran Laporan Keuangan dan Analisis Fundamentalpada Masa Krisis Ekonomi di Indonesia

oleh FR Reni Retno Anggraini, Lilies Setiawati & Dionysius Desembriarto

AbstractThe condition of Indonesian economy has not been stable, especially during the monetary crisis in 1998 when the inflation rate was 77,63%. The unstable condition caused consequences for decision makers to make their decision. Many researchers argue that the relevance of financial statement was influenced by its reliability. The assumption on stability of monetary unit, which determine the reliability of the financial statement, is difficult to be fulfilled during the unstable economic condition. Therefore, this research aimed to find the relevancy of the financial statement information when the economy suffers high inflation. The data used in this research was taken from samples of companies listed in Jakarta Stock Exchange from 1995 to 2002. The result show that there was no strong evidence to conclude that fundamental signals was meaningful during high inflation condition, but there was a severe evidence that the signal of gross margin gave benefit for investors to evaluate company’s prospect. During the condition with low inflation, it is found that the signals of accounts receivable, gross margin and the auditor’s credibility had significant influence to investor to evaluate the company’s prospect.

Keyword: Fundamental Analysis, Inflation

1. PendahuluanLaporan keuangan diharapkan dapat berguna bagi (calon) investor, (calon)

kreditor, karyawan, pemerintah dan masyarakat sebagai alat evaluasi kinerja finansial dan prospek finansial suatu entitas. Banyak penelitian membuktikan bahwa laporan keuangan relevan bagi investor (Chan, Hamao, Lakonishok 1991; Lev dan Thiagarajan 1993; Kane 1997; Abarbanell dan Bushe 1998; Natarsyah 2000; Manao dan Nur 2001; Swanson, Rees dan Juarez-Valdes 2001).

Salah satu asumsi dasar penyusunan laporan keuangan adalah unit moneter (SFAC No. 1). Penggunaan unit moneter dalam penyusunan laporan keuangan memudahkan penilaian total aktiva dan total kewajiban yang dimiliki perusahaan, sekalipun aktiva dan kewajiban yang dimiliki perusahaan tersebut beragam bentuk, mulai dari piutang, persediaan, aktiva tetap, dan lain sebagainya. Namun di sisi lain, penggunaan unit moneter juga memiliki kelemahan. Peran maksimal unit moneter sebagai dasar pengukuran laporan keuangan ditentukan oleh stabilitas nilai mata uang.

Tidak dapat disangkal, akuntansi merupakan satu ilmu yang mestinya tidak dapat lepas dari keadaan lingkungan tempat akuntansi tersebut diterapkan. Akuntansi sebagai induk ilmu yang melahirkan produk laporan keuangan lahir di masa renaissance di Italia (Hendriksen dan Breda 1992: 32). Namun pada perkembangan berikutnya, akuntansi tumbuh dan berkembang di Amerika Serikat dan di Inggris, khususnya pada masa revolusi industri (Hendriksen dan Breda 1992: 46-47). Di Amerika, perubahan regulasi dan kebijakan akuntansi dipicu oleh perkembangan kondisi bisnis, perekonomian dan masyarakat.

Page 2: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

Penggunaan unit moneter sebagai dasar penyusunan laporan keuangan di Amerika didukung oleh nilai mata uang dollar yang relatif cukup stabil (lihat Tabel 1). Dalam hal ini, stabilitas mata uang Indonesia sebenarnya berbeda dengan stabilitas nilai dollar. Indonesia, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1, memiliki tingkat inflasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika. Oleh karena itu penting untuk dikaji apakah laporan keuangan dalam kondisi inflasi yang tinggi, seperti di Indonesia, –mengingat satuan moneter sebagai unit pengukuran tidak dapat memenuhi asumsi stabilitas– masih dapat memberikan informasi yang relevan bagi investor, kreditor, karyawan, pemerintah, maupun masyarakat secara umum. Banyak penelitian yang telah mencoba mengkaji relevansi laporan keuangan dalam kondisi inflasi dan resesi (Kane 1997; Laksono dan Isnalita 2001; Manao dan Nur 2001; Swanson, Rees dan Juarez-Valdes 2001).

Tabel 1. Perkembangan Inflasi di Amerika Serikat, Meksiko dan Indonesia

Tahun AS Indonesia Meksiko1981 10.3 12.2 27.91982 6.2 9.5 58.91983 3.2 11.8 101.81984 4.3 10.5 65.51985 3.6 9.7 57.41986 1.9 5.8 86.21987 3.7 9.3 131.81988 4.0 8.0 114.21989 4.8 6.4 20.01990 5.4 7.8 26.71991 4.2 9.4 22.71992 3.0 7.5 15.51993 3.0 12.5 9.81994 2.6 9.6 7.01995 2.8 9.0 35.01996 2.9 6.6 34.01997 2.3 11.6 20.61998 1.6 77.63 -1999 2.2 2.61 -2000 3.4 9.35 -2001 2.8 12.55 -2002 1.6 10.03 -

Sumber: US Dept of Labour Bareau of Labor Statistic dan IFS

Meksiko merupakan satu negara dengan tingkat inflasi tinggi (Tabel 1). Swanson, Rees dan Juarez-Valdes (2001) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel perusahaan di Meksiko, dan mereka menemukan bahwa informasi dalam laporan keuangan –analisis fundamental– lebih relevan dibandingkan dengan informasi laba. Pada masa devaluasi di Meksiko, sinyal fundamental terbukti mengandung informasi yang relevan untuk memprediksi perubahan laba di masa yang akan datang.

Page 3: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

Kondisi perekonomian Indonesia juga relatif tidak stabil. Khususnya pada tahun 1998, tingkat inflasi di Indonesia sangat tinggi. Sementara di sisi lain, dalam kondisi perekonomian ini baik ataupun tidak baik, (calon) investor dan (calon) kreditor tetap harus mengambil keputusan investasi. Oleh karena itu, perlu kajian untuk melihat relevansi informasi laporan keuangan bagi (calon) investor dan (calon) kreditor di Indonesia, khususnya pada masa krisis.

Telaah mengenai relevansi informasi laporan keuangan di pasar modal Indonesia, khususnya pada masa krisis, pernah dilakukan oleh Laksono dan Isnalita (2001) serta Manao dan Nur (2001). Laksono dan Isnalita menguji apakah laporan keuangan yang disesuaikan dengan tingkat harga umum (general price level adjusted accounting) memberikan informasi yang berbeda jika dibandingkan dengan laporan keuangan biaya historis (historical cost) mengingkat ketidakstabilan unit moneter di Indonesia. Ada tidaknya perbedaan informasi dari kedua model laporan keuangan tersebut dilihat dari ada tidaknya perbedaan variabel keuangan. Mereka menemukan bahwa ada dua variabel yang berbeda antara laporan keuangan yang disesuaikan dengan tingkat harga umum dan laporan keuangan biaya historis. Kedua variabel tersebut adalah total assets dan operating profit.

Manao dan Nur (2001) mengevaluasi relevansi delapan rasio keuangan pada periode krisis dan pada periode selain krisis. Relevansi ini dilihat dari kemampuan rasio-rasio tersebut menjelaskan tingkat return saham. Mereka menemukan bahwa tingkat R square model masa krisis (21,3%) lebih besar dibandingkan R square periode lain (11,9%) (Manao dan Nur 2001: 936). Perbedaan kekuatan asosiasi return saham dengan rasio-rasio keuangan antara periode krisis dengan periode lain diuji dengan chow test. Terbukti, terdapat perbedaan kekuatan asosiasi return saham dengan rasio-rasio keuangan antara periode krisis dengan periode lain. Uji regresi mengindikasikan bahwa rasio yang signifikan pada masa krisis adalah quick ratio, total assets turnover, earning per share. Sedangkan rasio yang signifikan pada periode lain adalah long term debt to total assets, price to book value dan earning per share. Penelitian Manao dan Nur (2001) membuktikan bahwa laporan keuangan tetap relevan pada masa krisis.

Dalam penelitian ini, akan dikaji ulang relevansi laporan keuangan pada masa krisis. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Manao dan Nur (2001) adalah penelitian ini akan mencoba melihat sinyal fundamental sebagaimana digunakan oleh LT (1993). Manao dan Nur menggunakan rasio-rasio keuangan, sedangkan LT menggunakan sinyal fundamental yang lazim digunakan oleh analis untuk mengevaluasi kinerja keuangan suatu perusahaan.

2. Landasan Teori

2.1. Analisis FundamentalAnalisis fundamental adalah salah satu pendekatan yang digunakan untuk

melakukan pemilihan investasi. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa setiap sekuritas memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik ini dapat diukur menggunakan nilai-nilai fundamental seperti laba, dividen, struktur modal, dan potensi pertumbuhan. (Foster:1986) Untuk menentukan apakah sekuritas tersebut dinilai lebih rendah (undervalued) atau dinilai lebih tinggi (overvalued), nilai intrinsik ini dibandingkan dengan harga pasar sekuritas saat ini. Setelah mengetahui apakah suatu sekuritas

Page 4: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

undervalued atau overvalued kemudian analis dapat melakukan keputusan investasi yang dapat menguntungkan mereka.

Beaver (1989) dalam Bauman (1996) menjelaskan 3 proses hubungan data akuntansi dengan penilaian ekuitas, yaitu (1) laba sekarang berguna untuk memprediksi laba di masa depan, (2) laba masa depan merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam membayarkan dividen di masa depan, dan (3) diskonto ekspektasi dividen di masa depan dapat digunakan untuk menentukan nilai ekuitas. Secara empiris, data akuntansi dikatakan memiliki kandungan informasi jika informasi tersebut dapat mengubah harga saham, variabilitas harga saham atau volume perdagangan.

Penelitian yang berkaitan dengan analisis fundamental telah banyak dilakukan diantaranya adalah Lev (1989), Ou and Penman (1989), Chan, Hamao dan Lakonishok (1991), Lev dan Tiagarajan (LT) pada tahun 1993, Abarbanell dan Bushee (AB) pada tahun 1997 dan 1998. Hasil penelitian mereka memberikan bukti secara konsisten bahwa informasi laporan keuangan selain laba dapat menjelaskan prospek perusahaan di masa depan.

LT (1993) telah memberi kontribusi yang signifikan bagi penelitian analisis fundamental, yaitu (1) mereka memperluas hubungan laba dengan return dengan memasukkan dua belas signal fundamental sebagai variabel independen, (2) mereka menguji signifikasi signal fundamental dalam lingkungan ekonomi makro yang berbeda, (3) mereka mengidentifikasi hubungan anatara analisis fundamental dengan earnings persistence.

LT (1993) memfokuskan penelitian mereka pada item-item fundamental yang relevan dengan nilai (value-relevant), analisis terhadap hubungan antara item-item fundamental dengan return dan hubungan di antara item-item tersebut, earnings persistence, serta ERC (Earnings Response Coefficient). Identifikasi terhadap item-item fundamental –yang diduga relevan– didasarkan pada deskripsi analis dan tidak didasarkan pada prosedur penelusuran secara statistik –seperti yang dilakukan oleh Ou dan Penman (1989). Hasil penelitian LT menunjukkan bahwa sebagian besar dari item-item fundamental yang diuji relevan dengan nilai (value-relevant). Selain itu, terbukti bahwa investor juga menggunakan item-item fundamental untuk menilai earnings persistence dan pertumbuhan laba. Penelitian LT juga membuktikan bahwa dalam lingkungan ekonomi makro yang berbeda, koefisien dari variabel fundamental memiliki besar dan arah yang berbeda. Dalam lingkungan dengan tingkat inflasi yang tinggi, peningkatan piutang dagang dan persediaan merupakan berita buruk bagi investor. Sedangkan dalam lingkungan yang bertumbuh, investor akan bereaksi negatif ketika perusahaan mengurangi pengeluaran modalnya.

AB (1997) memperluas penelitian LT (1993) dengan mengevaluasi hubungan signal fundamental dengan harga sekuritas. AB menguji hubungan antara (1) setiap signal fundamental dengan laba masa depan, (2) signal fundamental dengan prediksi laba oleh analis, dan (3) prediksi laba oleh analis dengan harga saham. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa variable-variabel ekonomi makro seperti inflasi dan GDP (Gross Domestic Product) serta variabel-variabel yang spesifik di dalam perusahaan seperti informasi mengenai laba masa lalu dan ekspektasi terhadap pertumbuhan laba mempengaruhi hubungan antara signal fundamental dengan laba masa depan, revisi, dan kesalahan prediksi. AB (1998) menguji penggunaan strategi analisis fundamental untuk mendapatkan abnormal return. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa signal fundamental memberikan informasi mengenai return di masa depan yang berhubungan dengan informasi laba di masa depan.

Page 5: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

Sneed (1999) meneliti penggunaan analisis fundamental untuk mengestimasi laba antar industri. Penelitian ini dilakukan atas dasar penelitian Montgomery dan Perk (1982) (dalam Sneed [1999]) yang mengatakan bahwa variabel penjelas dan laba tidak stabil di antara industri yang berbeda. Apabila hal ini terjadi maka akan terjadi kesalahan dalam memprediksi laba di masa depan. Ternyata hasil penelitian Sneed menunjukkan bahwa hubungan antara signal fundamental dengan laba bervariasi antar industri.

Penelitian fundamental diperluas oleh Quirin dan Allen (2000) dengan cara menguji kegunaan analisis fundamental dalam hubungannya dengan tingkat persistensi laba. Mereka menduga bahwa investor akan memperhatikan sinyal fundamental ketika laba tidak permanen (transitory) –yang berarti laba tidak persisten. Hasil penelitiannya mendukung hipotesis yang diajukan yaitu bahwa informasi fundamental memiliki nilai ketika laba tidak permanen. Selanjutnya mereka mengatakan bahwa pembedaan tingkat persistensi laba ini akan meningkatkan kemampuan informasi fundamental untuk memprediksi return. Dengan kata lain, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa investor akan lebih percaya kepada informasi selain laba (yaitu informasi fundamental) ketika laba tidak persisten –yaitu pada saat laba lebih banyak dipengaruhi oleh item-item yang tidak biasa.

2.2. Signal FundamentalLT (1993) mengidentifikasi ada 12 signal fundamental yang diambil atas dasar

pengumuman tertulis dari analis keuangan. Keduabelas signal tersebut adalah:a. Persediaan

Peningkatan persediaan dapat berarti sinyal negatif. Peningkatan persediaan dapat mengindikasikan adanya kesulitan penjualan, hal ini akan mengakibatkan penurunan laba di masa depan. Selain itu peningkatan persediaan dapat terjadi karena adanya inefisiensi produksi yang selanjutnya berdampak pada peningkatan biaya produksi. Peningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan persediaan.

Di sisi lain, peningkatan persediaan dapat juga berarti sinyal positif. Fluktuasi penjualan dapat memotivasi manajer untuk meningkatkan persediaan agar biaya kekurangan persediaan dapat dicegah atau diminimalkan.

b. Piutang DagangPeningkatan piutang dagang dapat berarti sinyal negatif. Peningkatan piutang

dagang dapat mengindikasikan adanya kesulitan perusahaan dalam menjual produknya dan menagih piutang sehingga kas dari penjualan tidak dapat segera terealisir. Selain itu, peningkatan piutang dagang dapat terjadi karena manajer melakukan manipulasi dengan tujuan meningkatkan laba pada periode ini.

c. Pengeluaran Modal (Capital Expenditure) dan Biaya Riset dan PengembanganPenurunan pengeluaran biaya modal dan biaya riset dan pengembangan dapat

berarti sinyal negatif. Manajer yang berorientasi pada kepentingan jangka pendek –yang berarti mengorbankan kepentingan perusahaan dalam jangka panjang– cenderung akan mengabaikan pengeluaran biaya modal dan biaya riset dan pengembangan. Penurunan biaya modal dan biaya riset serta pengembangan berarti perusahaan mempertahankan tingkat investasi sama seperti sekarang, sehingga perusahaan tidak melakukan ekspansi operasi.

Page 6: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

d. Laba KotorPenurunan laba kotor dapat berarti sinyal negatif. Akan tetapi penurunan laba

kotor dapat dipengaruhi oleh banyak faktor di luar kendali perusahaan, seperti peningkatan persaingan, ataupun hubungan biaya variabel dan biaya tetap.

e. Biaya Administrasi dan PenjualanPeningkatan biaya administrasi dan penjualan dapat berarti sinyal negatif.

Pada umumnya, biaya administrasi dan penjualan bersifat tetap. Peningkatan biaya ini dapat mengindikasikan adanya inefisiensi.

f. Cadangan Kerugian PiutangAkun ini bersifat diskresioner, maka perubahan cadangan kerugian piutang

yang tidak sebanding dengan perubahan piutang dagang dapat berarti sinyal negatif. Perubahan cadangan kerugian piutang yang tidak sebanding dengan perubahan piutang dagang mengindikasikan adanya ketidaktepatan manajemen dalam memperkirakan kerugian akibat piutang yang tidak tertagih, hal ini akan berakibat pada laba yang dilaporkan di masa depan. Tetapi, jika cadangan kerugian piutang ditetapkan terlalu rendah maka akan menyebabkan penurunan laba di masa depan.

h. Tingkat Pajak EfektifPenurunan tingkat pajak efektif (yang bukan disebabkan oleh perubahan

peraturan pajak) mengindikasikan earnings persistence yang rendah sehingga penurunan tingkat pajak efektif akan memberikan sinyal negatif.

i. Order BacklogPenurunan order backlog dapat berarti sinyal negatif. Penurunan order

backlog mengindikasikan adanya penjualan yang tidak terealisir yang dicatat pada periode sekarang. Hal ini akan mengakibatkan penurunan laba di masa depan.

j. Tenaga KerjaPenurunan jumlah tenaga kerja dapat berarti sinyal negatif. Penurunan jumlah

tenaga kerja akan mempengaruhi earnings persistence karena pada tahun terjadinya pengurangan tenaga kerja, biaya yang berhubungan dengan gaji akan naik.

k. Penilaian Persediaan dengan LIFOPenggunaan metode LIFO dapat dipandang sebagai sinyal positif karena

ketika harga-harga barang cenderung naik, penggunaan metode LIFO akan menghasilkan laba yang lebih mampu menggambarkan laba ekonomi.

l. Kualifikasi AuditPernyataan auditor mengenai penyajian laporan keuangan perusahaan dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan. Pendapat wajar dengan perkecualian, tidak wajar dan tidak memberikan pendapat dapat berarti sinyal negatif.

2.2. Analisis Fundamental dan Kondisi Ekonomi MakroBeberapa penelitian mengenai penggunaan analisis fundamental mengkaitkan

analisis fundamental dengan kondisi ekonomi makro. AB (1998) mengatakan bahwa kondisi ekonomi makro mempengaruhi hubungan antara signal fundamental dengan

Page 7: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

laba di masa depan, revisi dan kesalahan prediksi. Sedangkan Kane (1997) mengatakan bahwa terdapat perbedaan arah, signifikasi dan kekuatan hubungan antara rasio keuangan dengan return sekuritas selama periode resesi ekonomi. Lev dan Zarowin (1999) memperoleh bukti bahwa terdapat penurunan kegunaan laporan keuangan selama 20 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan bisnis dan ketidakcukupan sistem akuntansi dalam mengakomodasi perubahan tersebut.

Swanson, Rees dan Juarez-Valdes (2001) menguji kegunaan analisis fundamental pada negara berkembang, dalam hal ini Meksiko. Meksiko, seperti negara berkembang lainnya, kondisi perekonomiannya tidak stabil, yang dicirikan oleh adanya tingkat inflasi yang tinggi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa analisis fundamental meningkatkan relevansi nilai dalam kondisi ekonomi yang berubah dengan cepat.

Chan, Hamao, dan Lakonishok (1991) melakukan pengujian terhadap sinyal fundamental di Jepang. Penelitian mereka menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara return ekuitas dengan earnings yield, cash flow yield dan book to market ratio serta terdapat hubungan negatif antara return ekuitas dengan ukuran perusahaan.

2.3. Perumusan HipotesisDari 12 sinyal fundamental yang digunakan oleh LT (1993) hanya 7 sinyal

yang digunakan dalam penelitian ini. Sinyal pengeluaran modal (capital expenditure), biaya riset dan pengembangan, Order Backlog, tenaga kerja tidak digunakan karena tidak tersedianya data. Sedangkan penilaian persediaan dengan LIFO tidak digunakan dengan alasan di Indonesia metode persediaan LIFO tidak diperkenankan untuk digunakan.

H1: Sinyal fundamental persediaan berpengaruh terhadap abnormal returnH2: Sinyal fundamental piutang dagang berpengaruh terhadap abnormal returnH3: Sinyal fundamental laba kotor berpengaruh terhadap abnormal returnH4: Sinyal fundamental biaya pemasaran dan administrasi dan umum berpengaruh

terhadap abnormal returnH5: Sinyal fundamental cadangan kerugian piutang relatif terhadap penjualan

berpengaruh terhadap abnormal returnH6: Sinyal fundamental tarif pajak efektif berpengaruh terhadap abnormal returnH7: Kredibilitas laporan keuangan berpengaruh terhadap abnormal return

3. Metodologi3.1. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta untuk selama tahun 1995 sampai dengan tahun 2002. Total sampel dikelompokkan menjadi dua kelompok, sampel periode krisis dan periode selain krisis. Berdasarkan tingkat inflasi (lihat Tabel 1), tahun 1998 ditandai dengan lonjakan tingkat inflasi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, tahun 1998 ditetapkan sebagai periode krisis. Periode lain ditetapkan sebagai periode selain krisis. Penentuan periode krisis ini serupa dengan periode krisis Manao dan Nur (2001: 931).

Tabel 2. Sampel

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002Total perusahaan terdaftar di Bursa

244 260 290 296 305 326 357 379

Page 8: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

sampai dengan tahun tertentuPerusahaan yang delisting sampai dengan tahun tertentu

5 6 6 6 27 36 36 36

Perusahaan keuangan dan asuransi 44 44 44 44 44 44 44 44

Perusahaan yang data laporan kuangan tidak diperoleh

92 89 117 114 95 82 138 187

Perusahaan tersedia menjadi sampel penelitian

103 121 123 132 139 164 139 112

Perusahaan dengan nilai sinyal lebih besar dari 3 standard deviasi

44 16 30 59 58 13 13 16

Perusahaan yang digunakan untuk menyusun persamaan regresi

58 104 93 73 81 150 126 95

Total tahun perusahaan masa krisis 73 tahun perusahaan

Total tahun perusahaan selain masa krisis 707 tahun perusahaan

Total tahun perusahaan 780 tahun perusahaan

Data yang diperlukan adalah laporan keuangan dan tingkat abnormal return saham. Data laporan keuangan diperoleh dari website indoexchange.com, sementara data abnormal return diperoleh dari ISMD terbitan PPA Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada ver 2.00. Perusahaan sektor keuangan tidak dimasukkan sebagai sample, mengingat karakteristik laporan keuangan nya yang sangat berbeda dengan karakteristik laporan keuangan perusahaan lain.

Untuk memperbaiki sebaran data, dilakukan trimming terhadap data, dengan membuang data yang lebih besar dari 3 standar deviasi. Tetapi ternyata uji normalitas mengindikasikan bahwa data tetap tidak dapat memenuhi asumsi normalitas. Jadi, keterbatasan ‘ketidakmampuan data memenuhi asumsi normalitas’ tidak dapat dilepaskan dari hasil penelitian yang disajikan dalam paper ini.

3.2. Variabel PenelitianPengukuran variabel sinyal fundamental yang akan dipakai dalam penelitian

ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Semua sinyal fundamental yang dipakai dalam penelitian ini pengukurannya mengacu ke pengukuran variabel yang digunakan oleh LT (1993: 193), kecuali untuk pengukuran variabel kualitas auditor. Kualitas auditor dalam penelitian ini diproksi dengan pembedaan apakah laporan keuangan emiten diaudit oleh kantor akuntan publik yang berafiliasi dengan the big four ataukah kantor akuntan publik lain.

Page 9: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

Tabel 3. Definisi dan Pengukuran Sinyal-sinyal Fundamental

No. Sinyal Pengukuran1. Persediaan Perubahan Persediaan – Perubahan Penjualan2. Piutang Dagang Perubahan Piutang Dagang – Perubahan

Penjualan3. Laba Kotor Perubahan Penjualan – Perubahan Laba Kotor4. Beban Administrasi dan

PenjualanPerubahan Beban Usaha – Perubahan Penjualan

5. Cadangan Kerugian Piutang Perubahan Gross Receivables – Perubahan Doubtful Receivables

6. Tingkat Pajak Efektif Pendapatan Sebelum Pajak (Tt-1-Tt)7. Kualifikasi Auditor 0 untuk Big Four dan 1 untuk bukan Big Four

Variabel independen excess return merupakan variabel yang akan digunakan untuk mengevaluasi relevansi sinyal fundamental. Variabel excess return merupakan selisih return sesungguhnya dengan return yang diharapkan. Return yang diharapkan akan diproksi dengan persamaan regresi dengan beta yang sudah dikoreksi (model pasar). Beta dikoreksi dengan metode Fowler dan Rorke periode 4 lag. Dalam penelitian ini, digunakan data beta koreksi dari ISMD ver 2.0 (PPA FE UGM). Excess Return akan diproksi dengan rata-rata abnormal return satu periode setelah pelaporan keuangan, dimulai tanggal 1 Mei tahun t+1 sampai dengan 31 April tahun t+2. Tanggal 1 Mei dipilih, karena batas akhir penyampaian laporan keuangan ke Bapepam 120 setelah tanggal buku berakhir (Keputusan Ketua Bapepam Kep-80/PM/1996, tanggal 17 Januari 1996).

3.3. Pengujian Sinyal FundamentalModel pengujian sinyal fundamental yang dipakai dalam penelitian ini

mengacu pada model yang digunakan oleh LT.

Ri = a + b0∆LSPi + b1Pi + b2PDi + b3LKi +b4BUi + b5(…)i + b6PEi + b7TKi +b8KAi

Ri = Excess Return periode t+1∆LSPi = Laba Sebelum PajakPi = Sinyal PersediaanPDi = Sinyal Piutang DagangLKi = Sinyal Laba KotorBUI = Sinyal Beban Administrasi dan PenjualanPEi = Sinyal Pajak EfektifKAi = Kualifikasi Auditora = Konstantabi = Koefisien Regresi

Page 10: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

4. AnalisisPembahasan akan diawali dengan statistik deskriptif dari nilai rata-rata sinyal

fundamental pada masa krisis maupun masa selain krisis. Berikutnya, akan dilanjutkan dengan analisis hasil temuan penelitian.

4.1. Statistik DeskriptifBerikut disajikan nilai rata-rata sinyal fundamental pada masa krisis dan pada

masa selain krisis. Sebagai tambahan informasi, disajikan juga hasil pengujian beda rata-rata antara sinyal fundamental pada kedua kelompok tersebut. Evaluasi terhadap perbedaan rata-rata sinyal fundamental tampak bahwa sinyal persediaan, piutang dagang, laba kotor, serta tingkat pajak efektif berbeda secara signifikan antara rata-rata sinyal pada masa krisis dengan rata-rata selain masa krisis. Tabel 4. Uji Beda Dua Rata-rata Sinyal Fundamental pada Periode Inflasi Tinggi dan Rendah

SinyalFundamental

Periode Inflasi N Mean

Std.Deviation T (sign)

Persediaan Tinggi 73 -0.19024 0.70476 -2.694Rendah 707 0.03559 0.39487 (0.009)

Piutang Dagang Tinggi 73 -0.41010 0.70822 -5.628Rendah 707 0.07063 0.54867 (0.000)

Laba Kotor Tinggi 73 -0.27738 1.05340 -2.558Rendah 707 0.04070 0.43160 (0.013)

By Penjualan & Adm Tinggi 73 0.12707 0.98658 0.583Rendah 584 0.05919 0.37701 (0.562)

Cad Kerugian Piutang Tinggi 73 0.19060 0.64242 -0.453Rendah 707 0.22603 0.57067 (0.652)

Tingkat Pajak Efektif Tinggi 73 7.08142 41.57295 1.626Rendah 707 -0.94795 16.48444 (0.108)

Laba Tinggi 73 -12.36996 79.85286 -1.123Rendah 707 -1.79373 31.59355 (0.265)

Excess Return Tinggi 73 0.00353 0.04440 2.247Rendah 707 -0.00779 0.04064 (0.025)

4.2. HasilDalam tabel 5 berikut ini, disajikan hasil regresi selama masa krisis (tahun

1998). Sedangkan dalam tabel 6 disajikan hasil regresi selama masa selain masa krisis (mulai tahun 1995 sampai dengan 2002, tanpa data tahun 1998).

Kedua hasil regresi telah memenuhi uji asumsi klasik. Tidak ditemukan adanya multikolinearitas dari hasil pengamatan terhadap nilai VIF. Nilai VIF semua variabel tidak ada yang lebih besar dari dua, semuanya berkisar di angka 1. Nilai Durbin Watson (khususnya untuk hasil regresi masa normal, mengingat data yang digunakan adalah data pooling) juga mengindikasikan tidak ada otokorelasi. Analisis plot residual terhadap nilai independen variabel mengindikasikan null plot, yang

Page 11: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

berarti tidak ada heteroscedasticity, dan berarti memenuhi asumsi homoscedasticity (Hair et al, 1998: 174).

Hasil telaah sinyal fundamental selama masa krisis, ternyata hanya sinyal fundamental laba kotor yang mempunyai kemampuan untuk mengukur prospek perusahaan di masa yang akan datang. Inipun dengan tingkat signifikansi yang lemah. Sinyal lain tidak terbukti berguna untuk menaksir prospek perusahaan di masa yang akan datang.

Tabel 5. Hasil Regresi Selama Masa Krisis

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .139 .019 .005 .04427646 Predictors: (Constant), Laba Kotor

ANOVAModel

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .003 1 .003 1.393 .242Residual .139 71 .002Total .142 72

Predictors: (Constant), Laba Kotor Dependent Variable: Excess Return

Coefficients

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.BStd.

Error Beta1 (Constant) .005 .005 .961 .340

Laba Kotor .006 .005 .139 1.180 .242 Dependent Variable: Excess Return

Hasil telaah sinyal fundamental di luar masa krisis, mengindikasikan sinyal persediaan, laba kotor dan kredibilitas auditor dapat berguna bagi investor untuk menaksir prospek perusahaan di masa yang akan datang. Koefisien sinyal persediaan positif. Nilai koefisien positif ini berarti ada peningkatan persediaan relatif dibandingkan dengan penjualan. Kenaikan persediaan relatif ini dapat bermakna adanya peningkatan persediaan untuk meminimalkan kekurangan persediaan atau untuk mengantisipasi kenaikan harga (LT 1993: 193).

Koefisien sinyal laba kotor bernilai negatif. Semakin rendah kenaikan penjualan relatif terhadap kenaikan laba kotor, berarti ada penurunan harga pokok penjualan yang lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan penjualan. Ini berarti mengindikasikan proses produksi yang lebih efisien. Jadi, koefisien sinyal laba kotor yang negatif ini mengindikasikan berita baik bagi investor.

Koefisien kualitas auditor bernilai negatif. Koefisien negatif ini mengindikasikan bahwa semakin berkualitas auditor, akan semakin tinggi tingkat abnormal return suatu perusahaan.

Page 12: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

Tabel 6. Hasil Regresi Selain Masa Krisis

Model Summary Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .112 .012 .008 .04022685 Predictors: (Constant), Auditor, Persediaan, Laba Kotor

ANOVAModel

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .014 3 .005 2.940 .033Residual 1.130 698 .002Total 1.144 701

Predictors: (Constant), Auditor, Persediaan, Laba Kotor Dependent Variable: Excess Return

Coefficients

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.BStd.

Error Beta1 (Constant) -.007 .002 -4.051 .000

Persediaan .007 .004 .070 1.860 .063Laba Kotor -.005 .004 -.058 -1.537 .125Auditor -.008 .005 -.063 -1.665 .096

Dependent Variable: Excess Return

Yang perlu diperhatikan dari temuan dalam penelitian ini adalah rendahnya tingkat adjusted R Square. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan sinyal fundamental untuk menjelaskan variabilitas return di pasar modal relatif rendah.

5. Simpulan

Hasil telaah sinyal fundamental selama masa krisis, ternyata hanya sinyal fundamental laba kotor yang mempunyai kemampuan untuk mengukur prospek perusahaan di masa yang akan datang. Inipun dengan tingkat signifikansi yang lemah. Sinyal lain tidak terbukti berguna untuk menaksir prospek perusahaan di masa yang akan datang. Hasil telaah sinyal fundamental di luar masa krisis, mengindikasikan sinyal persediaan, laba kotor dan kredibilitas auditor dapat berguna bagi investor untuk menaksir prospek perusahaan di masa yang akan datang. Jadi, hasil penelitian ini tidak dapat mendukung hasil penelitian sebelumnya (Swanson, Rees dan Juarez-Valdes 2001 dan Kane 1997) yang membuktikan bahwa pada masa krisis (tingkat inflasi tinggi), sinyal fundamental lebih bermakna.

Page 13: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

Daftar Pustaka

Abarbanell, Jeffery S. and Brian J. Bushee. 1997. Fundamental Analysis, Future Earnings, and Stock Prices. Journal of Accounting Research. Vol. 35 No. 1 Spring (1-23)

Abarbanell, Jeffery S. and Brian J. Bushee. 1998. Abnormal Returns to a Fundamental Analysis Strategy. The Accounting Review. Vol. 73 No. 1 January (19-45)

Chan, Louis K.C., Yasushi Hamao, and Josef Lakonishok. 1991. Fundamentals and Stock Returns in Japan. Journal of Finance. Vol. 46 No. 5 December (1739-1764)

Greig, Anthony C. 1992. Fundamental Analysis and Subsequent Stock Return. Journal of Accounting and Economics Vol. 15 (413-442)

Hair, Joseph H., Rolph Anderson, Ronald L. Tatham, dan William C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis. Edisi ke 5. New Jersey: Prentice Hall.

Kane, Gregory D. 1997. The Effect of Recession on Ratio Analysis. The Mid-Atlantic Journal of Business. Vol. 33, No. 1 March (19-36)

Laksono dan Isnalita. 2001. Relevansi Laporan Keuangan Biaya Historis pada Kondisi Inflasi dengan Indikator Total Assets, Net Sales, Operating Profit, Net Income, ROI, dan EPS pada 23 Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Surabaya. Working Paper, disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV di Bandung.

Lev, Baruch and Paul Zarowin. 1999. The Boundaries of Financial Reporting and How to Extend Them. Journal of Accounting Research. Vol. 37 No. 2 Autumn (353-385)

Lev, Baruch and S. Ramu Thiagarajan. 1993. Fundamental Information Analysis. Journal of Accounting Research. Vol. 31 No. 2 Autumn (190-215)

Manao, Hekinus dan Deswin Nur. 2001. Asosiasi Rasio Keuangan dengan Return Saham: Pertimbangan Ukuran Perusahaan serta Pengaruh Krisis Ekonomi di Indonesia. Working Paper, disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV di Bandung.

Natarsyah, Syahib. 2000. Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap Harga Saham (Kasus Industri Barang Konsusmsi yang Go Publik di Pasar Modal Indonesia). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 15 No. 3 (294-312)

Page 14: Fundamental - My World · Web viewPeningkatan biaya produksi –akibat inefisiensi proses produksi– akan menyebabkan peningkatan harga pokok produk yang selanjutnya akan meningkatkan

Ou, Jane A. and Stephen H. Penman. 1989. Financial Statement Analysis and the Prediction of Stock Returns. Journal of Accounting and Economics. Vol. 11 (295-329)

Swanson, Edward P., Lynn Rees, and Luis Felipe Juarez-Valdes. 2001. The Contribution of Fundamental Analysis in the Presence of Inflation and A Currency Devaluation. SRRN Working paper. February.