freez dry n antioksidan.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Anggur (vitis vinifera) merupakan tanaman buah yang banyak diolah menjadi jus, selai,

    pasta buah, dan wine. Produk olahan anggur tersebut dihasilkan produk samping yaitu biji

    dan kulit anggur (sekitar 40% dari bagian anggur mengandung biji). Pada produksi white

    wine bagian anggur yang digunakan hanya daging buah untuk diambil sari buahnya,

    sedangkan biji dan kulit anggur tidak digunakan. Pada pembuatan red wine biji diikut

    sertakan dalam proses fermentasi (Eisenman, 1998).

    Biji anggur dapat digunakan sebagai antioksidan dikarenakan biji anggur kaya akan

    komponen monomer fenolik seperti katekin, epikatekin, epikatekin-3-O-gallat, dan

    proantosianidin (Kim et al., 2006). Nakamura et al., (2002) mengemukakan bahwa menurut

    masyarakat Jepang biji anggur merupakan bahan pangan yang sehat, bukan lagi sebagai

    bahan tambahan makanan. Di Indonesia biji anggur merupakan produk samping dari

    pembuatan wine dan belum dimanfaatkan sebagai antioksidan alami, maka dalam penelitian

    ini biji anggur segar dan biji anggur yang sudah melalui proses fermentasi pembuatan wine

    diolah sebagai sumber antioksidan alami dalam bentuk kapsul bubuk biji anggur. Biji

    anggur memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga rentan terhadap pembusukan.

    Metode pengeringan dipilih sebagai perlakuan untuk mencegah pembusukan biji anggur.

    Metode pengeringan yang dipilih adalah metode pengeringan menggunakan panas (cabinet

    dryer) dan metode pengeringan beku (freeze drying). Metode pengeringan beku dipilih

    karena pengeringan beku dapat mempertahankan kandungan nutrien bahan. Sedangkan

    metode pengeringan panas menggunakan cabinet dryer dipilih karena dapat mengeringkan

    pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan memiliki panas yang stabil. Penggunaan kapsul

    ditujukan untuk menutupi rasa dan bau dari biji anggur. Selain itu, sifat kapsul yang mudah

    ditelan dan cepat larut dalam lambung menyebabkan biji anggur cepat diabsorpsi oleh

    tubuh (Syamsuni 2006 dalam Handayani, 2010). Dalam penelitian ini digunakan kemasan

    sachete metalized plastic dan botol gelas yang memiliki sifat barier terhadap uap air, gas,

    cahaya dan aroma.

  • 2

    Selain itu dari sisi ekologis botol kaca bersifat ramah lingkungan karena bersifat reuseable

    dan memiliki harga yang ekonomis. Penggunaan sachete metalized plastic dan botol gelas

    diharapkan dapat mempertahankan tingginya aktivitas antioksidan biji anggur dan dapat

    memperpanjang umur simpan pada kapsul bubuk biji anggur

    1.2. Tinjauan Pustaka

    1.2.1. Biji Anggur

    Biji anggur terdiri atas 40% serat, 16% minyak, 11% protein, dan 7% senyawa fenolik

    kompleks (Kim et al., 2006). Ekstrak biji anggur dijual secara komersial dan terdaftar pada

    Everything Added to Food in the United States (EAFUS) dan memiliki status Generally

    Recognized as Safe (GRAS) yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA)

    (Perumalla & Hettiarachchy, 2011). Mekanisme antioksidan biji anggur dapat dilihat dari

    kemampuannya menangkap radikal bebas, logam khelasi dan bersinergi dengan logam lain.

    Aktivitas antioksidan biji anggur dapat ditetapkan dengan metode -carotenelinoleate dan

    peroksidasi asam linoleat ataupun dengan metode DPPH (Mielnik et al., 2006).

    Biji anggur kaya akan komponen monomer fenolik seperti katekin, epikatekin, epikatekin-

    3-O-gallat, dan proantosianidin (pada bentuk dimetrik, trimetrik, dan tetrametrik) yang

    memiliki efek mutagenik dan antivirus (Kim et al., 2006). Pada umumnya biji anggur

    mengandung 74 -78% oligometrik proantosianidin dan kurang dari 6% berat kering ekstrak

    biji anggur mengandung flavonoid. Proantosianidin biji anggur merupakan kelompok dari

    polifenolik bioflavonoid. Warna kemerah-merahan dan rasa astringen biji anggur dapat

    mengindikasi bahwa biji anggur kaya akan komponen polifenol terutama proantosianidin

    (Perumalla & Hettiarachchy, 2011).

  • 3

    1.2.2. Antioksidan

    Antioksidan adalah zat yang mampu memberikan satu elektron kepada radikal bebas yang

    tidak berpasangan, serta mampu memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Apabila

    antioksidan bereaksi dengan radikal bebas, akan menghasilkan radikal baru yang stabil atau

    senyawa bukan radikal. Radikal bebas adalah senyawa kimia yang mempunyai satu atau

    lebih elektron tidak berpasangan, sehingga tidak stabil dan sangat reaktif. Salah satu

    penyebab timbulnya radikal bebas adalah polusi lingkungan. (Muhammad, 2009). Terdapat

    tiga jenis antioksidan, yakni antioksidan yang dibuat oleh tubuh manusia berupa enzim

    (glutathione, superoxide dismutase, dan katalase), antioksidan alami yang dibuat oleh

    hewan dan tumbuhan berupa vitamin (vitamin C dan E, -karoten, flavonoid, dan senyawa

    fenolik) dan mineral (zinc dan selenium) (Bagchi et al., 2000), serta antioksidan sintetik

    yang dibuat dari bahan kimia (Butylated hydroxyanisole atau BHA, Butylated

    hydroxytoluene atau BHT, dan Tertiary butylhidroquinone atau TBHQ) (Pokorny et al.,

    2001).

    Selama proses pengeringan, aktivitas antioksidan mengalami perubahan. Penguapan yang

    terjadi selama proses pengeringan menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan (Pokorny

    et al., 2001). Menurut Kim et al. (2006) pada suhu 50oC aktivitas antioksidan pada biji

    anggur cenderung menurun dan tidak stabil, oleh karena itu suhu mempengaruhi aktivitas

    antioksidan. Menurut Aikpokpodion & Dongo (2010), fermentasi juga dapat

    mempengaruhi aktivitas antioksidan. Selama fermentasi katekin dan epikatekin akan

    menurun disebabkan karena adanya difusi polifenol, dan oksidasi. Selain itu, berbagai

    macam perlakuan sebelum fermentasi seperti pasteurisasi akan menyebabkan polifenol

    menurun. Selain faktor suhu dan fermentasi, aktivitas antioksidan juga dapat dipengaruhi

    oleh beberapa faktor antara lain komposisi lemak, konsentrasi antioksidan, keberadaan

    antioksidan lainnya dan komponen bahan makan lainnya. Aktivitas antioksidan dapat

    hilang misal oleh enzim (polifenoloksidase dan yang lainnya), atau terlarut ke dalam air

    yang digunakan untuk memasak (Pokorny et al., 2001).

    Cara untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari suatu komponen atau ekstrak adalah

    dengan mereaksikannya dengan larutan DPPH (1,1- diphenyl-2-picrylhdrazy). Dalam

  • 4

    bentuk radikal, DPPH diserap pada panjang gelombang 515 nm (Rufino et al., 2009).

    Adanya senyawa antioksidan (AH) yang ditambahkan pada DPPH menyebabkan elektron

    bebas akan berpasangan. Reaksi antara DPPH dengan antioksidan adalah sebagai berikut :

    DPPH + AH DPPH H+A (Pokorny et al., 2001).

    1.2.3. Pengeringan

    1.2.3.1. Freeze Drying

    Freeze drying adalah suatu proses pengawetan yang dicapai dengan mengurangi aktivitas

    air dari produk yang sudah beku melalui proses sublimasi dan desorbsi. Sublimasi adalah

    bentuk perubahan es menjadi gas tanpa melalui fase cair (Oetjen & Haseley, 2004).

    Sedangkan desorbsi adalah proses pelepasan molekul gas, cairan, maupun fluida melalui

    permukaan bahan (Ranke, 2008). Sublimasi terjadi ketika tekanan uap dan temperatur dari

    lapisan es berada di bawah triple point (4,58 mmHg, 0oC) (Oetjen & Haseley, 2004).

    Pengeringan menggunakan suhu rendah dapat mempertahankan nilai nutrisi dan kualitas

    sensori bahan pangan. Selama proses pengeringan berlangsung hampir tidak ada cairan

    dalam bahan sehingga dapat mencegah transport zat-zat yang larut dalam air dan

    memperkecil reaksi degradasi (Astuti, 2009). Pengeringan menggunakan suhu rendah juga

    dapat menjaga kalitas warna, bau, dan meminimalkan perubahan struktur pada bahan

    (Tambunan et al., 2000).

    Tahapan utama proses freeze drying meliputi :

    a. Pembekuan / freezing

    Tahap pembekuan bertujuan untuk membekukan air dalam produk. Pembekuan memiliki

    pengaruh penting pada bentuk, ukuran, dan distribusi kristal-kristal es. Selain itu

    pembekuan juga mempengaruhi proses pengeringan serta struktur akhir produk.

    b. Pengeringan primer

    Selama proses pengeringan primer sekitar 90% dari total air dalam produk (air bebas dan

    beberapa air terikat) dihilangkan dengan cara sublimasi. Pada tahap pengeringan primer ini,

  • 5

    produk beku dikeringkan dibawah kondisi vacuum untuk menghilangkan air beku oleh

    sublimasi.

    c. Pengeringan sekunder

    Tahap pengeringan sekunder membutuhkan 30-50% dari waktu yang dibutuhkan untuk

    pengeringan primer karena adanya tekanan yang lebih rendah dari sisa air dibandingkan

    dengan air yang beku pada temperatur yang sama. Air yang tidak beku dihilangkan dengan

    cara desorbsi dari lapisan kering produk, sehingga didapat produk dengan kadar air sekitar

    1-3%. Tahapan akhir ini dilakukan dengan menaikkan temperatur dan menurunkan tekanan

    uap pada pengeringan. (Barbosa et al., 1996)

    1.2.3.2. Cabinet dryer

    Metode pengeringan cabinet dryer mengalirkan panas secara konveksi dengan

    menggunakan udara kering dengan kelembapan relatif rendah dan tekanan rendah. Produk

    yang dikeringkan dengan pengontrolan panas lebih baik daripada dengan metode

    pengeringan matahari, baik dalam warna, flavor, kualitas pemasakan, nilai nutrisi, dan

    makanan bebas dari serangga (Thomas et al., 1990). Cabinet dryer terdiri atas

    kompartemen tertutup, dilengkapi dengan rak-rak untuk meletakkan wadah-wadah yang

    berisi makanan yang akan dikeringkan. Percepatan pengeringan dan kelembapan material

    bergantung pada posisi wadah karena udara kering yang dipanaskan akan bersirkulasi di

    antara rak. Materil yang diletakkan paling dekat dengan pintu masuk udara kering

    mempunyai kelembapan paling rendah. Untuk menghindari pengeringan yang tidak

    seragam dan mencegah kehilangan panas yang berlebihan arah dari aliran udara dapat

    dibalik, wadah dapat dirotasi secara periodik, serta menutup materil menggunakan jaket

    (Berk, 2009; Potter, 1987).

    1.2.4. Kapsul Kapsul adalah sediaan padat dengan kadar air kurang atau sama dengan 10% (Keputusan

    Mentri Kesehatan RI No 661/MENKES/SK/VII/1994, 1994) yang berada dalam cangkang

    keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat

    juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. Penggunaan kapsul ditujukan untuk

  • 6

    menutupi rasa dan bau dari obat. Sifat kapsul yang mudah ditelan dan cepat larut dalam

    lambung menyebabkan obat cepat diabsorpsi oleh tubuh. Kapsul dapat diisi dengan cepat

    karena tidak memerlukan bahan zat tambahan atau penolong seperti pada pembuatan pil

    maupun tablet. Pengisian kapsul dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau alat.

    Terdapat tiga jenis kapsul yaitu kapsul gelatin keras, kapsul lunak, dan kapsul cangkang

    keras. Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran, atau granul (Syamsuni

    2006 dalam Handayani, 2010).

    Kapsul sebaiknya tidak disimpan di tempat yang lembab karena kapsul masih mengandung

    air sekitar 12-16%, maka penyimpanan di tempat lembab akan menyebabkan kapsul akan

    menjadi lunak dan melengket satu sama lain serta sukar dibuka karena kapsul dapat

    menyerap air dari udara yang lembab. Sebaliknya, jika disimpan di tempat yang terlalu

    kering kapsul akan kehilangan airnya sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Oleh

    karena itu penyimpanan kapsul sebaiknya dalam tempat atau ruangan yang tidak terlalu

    lembab atau dingin dan kering (pada suhu 15-300C dan pada RH 30%-60%), kapsul

    sebaiknya dikemas dalam botol-gelas, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering (silika

    gel). Selain botol gelas, kapsul juga dapat disimpan dalam kemasan aluminium-foil dalam

    blister atau strip (Syamsuni 2006 dalam Handayani, 2010).

    1.2.5. Pengemasan

    Kemasan digunakan untuk wadah dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan

    tujuannya. Persyaratan kemasan untuk bahan pangan antara lain adalah permeabilitas

    terhadap udara kecil, tidak menyebabkan penyimpangan warna dari produk, tidak

    bereaksi sehingga tidak merusak bahan maupun citarasa, tidak mudah teroksidasi atau

    bocor, tahan panas, mudah dikerjakan secara maksimal dan harganya murah. Fungsi paling

    mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-

    kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan (Syarief et al., 1989

    dalam Asriyani, 2012). Salah satu sifat bahan kemasan yang sangat penting dan

    berhubungan dengan kerusakan produk yang dikemas adalah permeabilitas kemasan.

  • 7

    Permeabilitas merupakan transfer molekul air atau gas melalui kemasan, baik dari dalam

    kemasan ke lingkungan atau sebaliknya (Eskin & Robinson 2001 dalam Fitria, 2007)

    Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, memperpanjang umur simpan,

    dan menjaga atau meningkatkan kualitas serta keamanan pangan. Pengemasan juga

    dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar yaitu kimia, biologis, dan fisik.

    Perlindungan kimia dapat mengurangi perubahan komposisi oleh pengaruh lingkungan,

    seperti terpapar gas (oksigen), uap air dan cahaya (cahaya tampak, inframerah atau

    ultraviolet). Perlindungan mikrobiologis mampu menahan mikroorganisme (patogen dan

    agen pembusuk), serangga, hewan pengerat dan hewan lainnya. Perlindungan fisik

    menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama

    pendistribusian (Asriyani, 2012).

    Metalized plastic merupakan kemasan laminasi kombinasi antara berbagai plastik dengan

    aluminium. Metallizing merupakan proses pelapisan salah satu sisi film plastik transparan

    dengan logam aluminium (dengan ketebalan sekitar 0.03-0.1 m) pada kondisi yang sangat

    vakum. kemasan metalized plastic dapat menahan gas, dan meningkatkan perlindungan

    terhadap aroma, uap air, dan cahaya (Hasnaini, 2012). Foil pada aluminium foil merupakan

    bahan kemas dari logam yang juga sering digunakan, berupa lembaran dengan ketebalan

    kurang dari 0.15 mm. Foil mempunyai sifat hermetis (tidak dapat dilalui oleh gas),

    fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Pada umumnya digunakan sebagai bahan pelapis

    (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam (lapisan dalam) atau bagian tengah

    sebagai penguat yang dapat melindungi bungkusan (Fitria, 2007). Aluminium foil dengan

    ketebalan 0.0375 mm atau lebih mempunyai permeabilitas uap air nol (Fitria, 2007).

    Botol gelas merupakan barier yang baik untuk benda padat, cair, gas, ataupun asam. Oleh

    sebab itu botol gelas menjadi bahan pelindung yang sangat baik dari kontaminasi bau yang

    berasal dari lingkungan sekitar. Botol gelas tahan terhadap kelembaban, gas, bersifat inert,

    tidak bereaksi dan bermigrasi ke dalam produk makanan, dapat digunakan kembali maupun

    didaur ulang, dapat ditutup kembali setelah dibuka, transparan, rigid atau kaku sehingga

    dapat ditumpuk tanpa mengalami kerusakan. Botol gelas memiliki thermal shock yang

  • 8

    rendah, berpotensi pecah dan berpotensi menimbulkan bahaya dari pecahan kaca, memiliki

    dimensi yang bervariasi. Semakin berat dan besar dimensi botol gelas tersebut maka biaya

    transportasi semakin besar (Crosby, 1981 dalam Wulandari, 2008).

    1.2.6. Umur Simpan

    Umur simpan didefinisikan sebagai waktu selama bahan pangan tersebut tetap aman,

    mempunyai karakteristik kimia, fisik, dan mikrobiologi yang dapat diterima ketika

    disimpan pada kondisi penyimpanan yang dianjurkan (Kilcast & Subramaniam, 2000).

    Pendugaan umur simpan makanan dapat ditetapkan dengan dua metode yaitu Extended

    Storage Studies (ESS) dan Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). ESS adalah penentuan

    tanggal kadaluwarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-

    hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai mutu

    kadaluwarsa. Metode ini sangat akurat dan tepat, namun pelaksanaannya membutuhkan

    waktu yang panjang dan analisis mutu yang dilakukan relatif banyak (Budijanto et al.,

    2010). Pada metode ASLT dilakukan percepatan reaksi penurunan mutu produk dengan

    cara mempercepat kerusakan produk. Mempercepat kerusakan produk dapat dilakukan

    dengan mengkondisikan produk diluar kondisi normal (suhu dan kelembaban yang tinggi)

    untuk mengetauhi laju reaksi kerusakannya. Metode ASLT bersifat lebih efisien dan

    memiliki akurasi yang cukup tinggi (Kilcast & Subramaniam, 2000). Tahapan penentuan

    umur simpan dengan ASLT meliputi penetapan parameter kriteria kedaluwarsa, pemilihan

    jenis dan tipe pengemas, penentuan suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi

    pengambilan contoh, analisis sesuai suhu penyimpanan, dan analisis pendugaan umur

    simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir (Herawati, 2008). Metode

    ASLT yang sering digunakan adalah model Arrhenius dan model kadar air kritis (Labuza

    et al., 1979).

  • 9

    1.2.7. Ekstraksi

    Ekstraksi adalah proses untuk mengambil zat terlarut dari suatu campuran dengan

    bantuan pelarut dan dilakukan secara selektif . Metode ekstraksi bergantung pada polaritas

    senyawa yang akan diekstrak. Ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh waktu ekstraksi,

    suhu yang digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan. Metode

    ekstraksi padat-cair dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu maserasi, perkolasi,

    soxhletasi, dan infundasi. Maserasi merupakan metode yang mudah dilakukan karena hanya

    merendam sampel dalam pelarut yang sesuai pada jangka waktu tertentu. Maserasi

    mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang relatif lama dan membutuhkan

    pelarut dalam jumlah banyak. Ekstraksi ini merupakan jenis ekstraksi dingin karena dalam

    prosesnya tidak dilakukan pemanasan (Rahmawan, 2011). Pada umumnya pelarut yang

    sering digunakan adalah etanol karena mempunyai polaritas yang tinggi, titik didih yang

    rendah dan cenderung aman. Etanol juga tidak beracun dan berbahaya serta aman

    dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit menurut standar Federal Food, Drug and Cosmetic

    Regulatiom (Ramadhan & Pasha, 2010).

    1.3. Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui pengaruh pengeringan (cabinet dryer dan freeze dryer) dan kemasan

    (metalized plastic dan botol gelas) terhadap aktivitas antioksidan serta umur simpan kapsul

    bubuk biji anggur segar dan bubuk biji anggur yang sudah terfermentasi.

    cover_skripsi_03hal pengesahan_Ranikata pengantar_03daftar tabel, gambar, lampiran_Ranibab1_Ranibab2_Ranibab3_Ranibab4_Ranibab5_RaniDAFTAR PUSTAKA_Ranibab7Lampiran_03