30
FRAUD DETECTION AND PREVENTION DISUSUN OLEH : NOVI KARMILASARI 041414253012 REFIVIA AUDIE CALCARINA 041414253013 MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA TAHUN 2015

Fraud Detection and Prevention Revisi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

resume mengenai fraud detection and prevention

Citation preview

Page 1: Fraud Detection and Prevention Revisi

FRAUD DETECTION AND PREVENTION

DISUSUN OLEH :

NOVI KARMILASARI 041414253012

REFIVIA AUDIE CALCARINA 041414253013

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA

TAHUN 2015

Page 2: Fraud Detection and Prevention Revisi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya dunia bisnis maka tingkat persaingan juga semakin

meningkat. Menurut Klitgard (2005 :2-3) ,seiring dengan tingginya persaingan akan banyak tindakan

fraud yang terjadi. Fraud merupakan kecurangan dan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan

secara sengaja, untuk keuntungan pribadi/kelompok secara tidak fair, yang langsung maupun tidak

langsung merugikan pihak lain, Berkaitan dengan itu Association of Certified Fraud Examinations

(ACFE:2000), salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan

pemberantasan fraud, mengkategorikan fraud dalam tiga kelompok sebagai berikut: (1) Fraud

Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud); fraud laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai

fraud yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang

merugikan investor dan kreditor. Salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan yang

disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan. (2) Penyalahgunaan aset (Asset

Misappropriation) yaitu fraud ini digolongkan ke dalam fraud kas dan fraud atas persediaan dan aset

lainnya serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement). Dalam

banyak kasus tetapi tidak semua jumlah fraud terlibat material terhadap laporan keuangan. Akan

tetapi , pencurian aktiva perusahaan sering kali mengkuatirkan manajemen tanpa memperhatikan

materialitas jumlah yang terkait karena pencurian bernilai kecil akan menggunung seiring dengan

berjalannya waktu. (3) Korupsi (Corruption). Korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan

(conflict of interest), suap (bribery), pemberian ilegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic

extortion).

Saat ini pihak internal dan eksternal perusahaan sudah memiliki tingkat kesadaran yang

tinggi akan pentingnya laporan keuangan dari sebuah perusahaan, hal ini terjadi karena mereka

menyadari bahwa laporan keuangan adalah salah satu informasi yang paling dapat

menggambarkan keseluruhan dari keadaan perusahaan selama ini. Laporan keuangan adalah

suatu pertanggungjawaban dari manajemen dalam hal pengelolaan sumber daya yang telah

dipercayakan dari para pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan tersebut, seperti yang

tertulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (IAI, 2009) yang

menyatakan, bahwa tujuan umum laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi

keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan

pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan

Page 3: Fraud Detection and Prevention Revisi

pertanggung-jawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada

mereka.

Dalam menjamin apakah laporan keuangan yang akan diberikan kepada para pemakai

terbebas dari salah saji dan kecurangan penyajian, maka pengelola perusahaan berkewajiban

untuk menunjuk auditor independen untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan

tersebut dan memberikan pernyataannya kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria

yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang

berkepentingan. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Seksi 110 (IAI, 2011) dikatakan

bahwa, tujuan dari pelaksanaan audit pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat

tentang kewajaran dan kematerialitasan atas posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan

arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (PABU). Auditor

bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan

yang memadai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh

kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan. Seorang auditor yang

telah ditunjuk oleh perusahaan harus memiliki tanggungjawab dan menjalankan fungsi audit

seperti tertulis dalam SA Seksi 110 yang menuliskan bahwa seorang auditor independen

bertanggungjawab atas perencanaan dan pelaksanaan audit dalam memperoleh keyakinan yang

memadai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh

kekeliruan dan kecurangan penyajian (IAI, 2011).

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2010) fungsi internal audit

merupakan alat yang paling berhasil mendeteksi ada atau tidaknya Fraud kemudian disusul

management review, pendidikan kebijakan internal, perlindungan terhadap wistleblower

(pengungkap), rotasi personil regular dan urutan terakhir adalah external audit.

Peran internal auditor adalah satu fungsi penilaian yang independen yang ada dalam suatu

organisasi dengan tujuan menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan organisasi yang dilaksanakan.

Tujuannya adalah untuk membantu para anggota organisasi agar mereka melaksanakan

tanggungjawabnya secara efektif. Untuk hal tersebut, internal auditor akan melakukan analisa-

analisa dan penilaian-penilaian serta memberikan rekomendasi, dan saran-saran. Auditor internal

diharapkan sebagai penggerak terjadinya good corporate governance dan juru kunci terakhir dalam

mendeteksi tindak fraud. Auditor memiliki andil yang besar dalam menciptakan tatanan ekonomi

yang sehat dan akuntabel sekarang saat ini (Eman :2008). Untuk meningkatkan kualitas peran

internal auditor dalam mengungkapkan fraud, internal auditor memerlukan kemampuan profesional

yaitu kemampuan individu dalam melaksanakan tugas, yaitu berarti kualifikasi personalia yang

Page 4: Fraud Detection and Prevention Revisi

sesuai dengan bidang audit serta penguasaan atas bidang opeasional terkait dengan kegiatan

perusahaan.

Profesionalisme akan meningkat dengan sendirinya seiring dengan perkembangan sikap

mental dari internal auditor itu sendiri dalam melakukan pekerjaannya. Jadi semakin lama seseorang

bekerja maka ia akan semakin profesional. Dengan adanya profesionalisme internal auditor yang

handal dapat mengambil langkah untuk mendeteksi setiap tindakan fraud yang mungkin terjadi

dimasa yang akan datang dan mengungkapnya. Saran dan sikap korektif dari internal auditor akan

sangat membantu untuk mendeteksi kejadian fraud terulang lagi dalam perusahaan dan menjadi

bahan tindakan bagi karyawan yang melakukan fraud (Bachtiar : 2006)

Tanda-tanda kecurangan yang mungkin ditemukan oleh auditor indepeden ketika

melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan klien tidak saja untuk memenuhi

tanggung jawab auditor dalam menjalankan fungsi audit tetapi juga memungkinkan auditor

independen untuk lebih teliti dalam melakukan pemeriksaan, sehingga kemungkinan terjadinya

kecurangan (irregulation) ataupun kesalahan penyajian (error) dapat ditemukan, dan ini untuk

memenuhi fungsi dari penggunaan laporan keuangan dalam mengambil keputusan oleh pihak-pihak

yang berkepentingan. Cressey (1950) menemukan bahwa opportunity dan rationalisation

merupakan faktor utama terjadinya fraud. Duggar & Duggar (2004) juga menemukan bahwa

karakteristik manajemen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya fraud. Menurut

Suaratna (2009) Red flags berkaitan dengan sinyal kecurangan yang dilakukan perusahaan

klien dan oleh sebab itu auditor mempunyai tanggung jawab untuk mendeteksi adanya

kecurangan dalam perusahaan klien dengan cara auditor harus menilai secara spesifik risiko dari

salah saji material untuk memperoleh suatu reasonable assurance.

Dalam beberapa kasus fraud yang melibatkan perusahaan—seperti: Lehman Brothers,

Enron, Worldcom, Kmart, Tyco, Merrill Lynch, Qwest, Xerox, ASEA Brown Boveri, Swiss Air, Global

Crossing, Adelphia, Merck, maupun kasus-kasus di Indonesia seperti Bank Bali dan Bank Century—

menunjukkan bahwa badan penyusun regulasi audit perlu secara konstan mengembangkan praktik-

praktik audit sebagai tindak lanjut atas maraknya kasus fraud. Dalam kasus Enron diketahui

terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat

keuntungan padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan

perusahaan agar saham tetap diminati investor. hal ini merupakan salah satu contoh kasus

pelanggaran etika profesi auditor yang terjadi di Amerika Serikat, sebuah negara yang memiliki

perangkat undang-undang bisnis dan pasar modal yang lebih lengkap. Hal ini terjadi akibat

kepentingan satu pihak dan mengesampingkan pihak lain. Semua ini merupakan hasil dari sebuah

ketidakjujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yang berakibat hutang dan

Page 5: Fraud Detection and Prevention Revisi

sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan

tuntutan hukum.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan kecurangan dapat melampaui kerugian keuangan

langsung. Kerusakan tersebut termasuk merugikan hubungan eksternal bisnis, semangat kerja

karyawan, reputasi perusahaan, dan branding (PriceWaterhouseCooper, 2005). Bahkan beberapa

efek dari tindakan kecurangan, seperti reputasi perusahaan yang buruk, dapat memiliki dampak

jangka panajng karena kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan kecurangan dapat berdampak

signifikan bagi perusahaan.

Dalam hal ini akuntan-akuntan dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih dalam

bidang akuntansi yang didukung oleh pengetahuan luas dibidang ekonomi, keuangan, perbankan,

perpajakan, bisnis, teknologi informasi, dan tentunya pengetahuan dibidang hukum. Selain itu,

dalam menangani kasus fraud yang terjadi pada sektor publik ataupun swasta diperlukan fraud

auditor yang handal dan memiliki independensi yang tinggi. Seorang auditor dapat disebut

sebagai akuntan yang berspesialisasi dalam hal auditing, maka akuntan forensik menjadi

spesialis yang lebih khusus lagi dalam bidang fraud.

Akuntan forensik memiliki peran yang efektif dalam menyelidiki tindak kejahatan.

Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada

masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan (Tuanakotta, 2010:4).

Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk pembagian warisan atau mengungkap kasus

pembunuhan. Hal ini yang menjadi dasar pemakaian istilah akuntansi dan bukan audit. Secara tegas

yang membedakan antara keduanya, misalnya dalam tindak pidana korupsi menghitung

besarnya kerugian keuangan negara masuk ke wilayah akuntansi. Sedangkan mencari tahu

siapa pelaku tindak pidana korupsi masuk ke wilayah audit, khususnya audit investi gasi. Audit

investigatif merupakan audit dengan menggunakan unsur-unsur layaknya penyidik yang harus

memahami akuntansi (untuk mereview laporan keuangan), audit (untuk membuktikan adanya

penyimpangan) dan hukum (teknik-teknik ligitasi) selain itu dibutuhkan kemampuan personal

auditor dalam mengumpulkan bukti -bukti (Kabid Investigasi BPKP DIY).

Praktik akuntansi forensik di Indonesia pertama kali dilakukan untuk menyelesaikan

kasus Bank Bali oleh Price Waterhouse Cooper (PWC). Akuntansi forensik dimulai sesudah

ditemukan indikasi awal adanya fraud, untuk kemudian dilakukan audit forensik atau audit

investigasi yang bertujuan untuk mengungkap kasus-kasus korupsi, tindak pidana keuangan,

dan kejahatan kerah putih (white collar crime) lainnya. Untuk setiap investigasi dilakukan

dengan harapan bahwa kasus akan berakhir dengan suatu ligitasi, sehingga untuk memulai suatu

investigasi auditor harus melakukan pemeriksaan untuk mendapatkan bukti yang memadai.

Page 6: Fraud Detection and Prevention Revisi

Akuntansi forensik adalah bidang baru yang menawarkan kesempatan karir yang baik,

sehingga beberapa mahasiswa dapat mengambil keuntungan dari kesempatan ini. Ada permintaan

besar terhadap akuntan forensik di berbagai sektor baik di sektor swasta maupun pemerintahan.

Kejadian penipuan usaha yang kian meningkat, telah memberikan prospek yang tinggi pada

studi akuntansi forensik. Untuk dapat mengungkap motif dan cara pelaku fraud dalam melakukan

aksinya di perlukan seseorang yang profesional. Dengan demikian akuntansi forensik sangat

berperan dalam pencegah dan pendeteksi terjadinya fraud di setiap kegiatan financial serta

melakukan tindakan represif (Ramaswamy, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mengetahui persepsi auditor internal dan eksternal

mengenai pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan (fraud), dirumuskan permasalahan

berikut:

1. Bagaimana cara auditor melakukan audit forensik/akuntansi forensik dalam mendeteksi

kecurangan pada laporan keuangan yang memungkinkan auditor untuk lebih teliti dalam

melakukan pemeriksaan, sehingga kemungkinan terjadinya kecurangan ataupun kesalahan

penyajian (error) dapat ditemukan?

Page 7: Fraud Detection and Prevention Revisi

BAB 2

TINJAUAN TEORI

FORENSIC AUDITING

Definisi Audit Forensik

Audit Forensik terdiri dari 2 kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan yang

digunakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah

segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum/pengadilan. Menurut Association of Certified

Fraud Examiners (ACFE) forensic accounting/auditing merujuk kepada fraud examination. Dengan

kata lain keduanya merupakan hal yang sama, yaitu Forensic Accounting is The Application of

Accounting, Auditing, and Investigative Skills to Provide Quantitative Financial Information about

matters before the Courts.

Fraud auditing atau audit kecurangan adalah upaya untuk mendeteksi dan mencegah

kecurangan dalam transaksi-tansaksi komersial. Untuk dapat melakukan audit kecurangan terhadap

pembukuan dan transaksi komersial, dibutuhkan gabungan dari dua keterampilan, yaitu

keterampilan sebagai auditor yang terlatih dan keterampilan kriminal investigator. Kecurangan

(fraud) perlu dibedakan dengan kesalahan (errors). Kesalahan dapat dideskripsikan sebagai

“unintentional mistakes” atau kesalahan yang tidak disengaja. Kesalahan dapat terjadi pada setiap

tahapan dalam pengelolaan terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan jurnal, pengikhtisaran

proses, dan hasil laporan keuangan. Apabila suatu kesalahan disengaja, maka kesalahan tersebut

merupakan kecurangan (fraudulent).

Dalam Statement on Internal Auditing Standards (SIAS) dibahas mengenai pencegahan,

deteksi, penyelidikan, dan pelaporan kecurangan, yakni:

a. Pencegahan Kecurangan, merupakan tanggung jawab manajemen. Auditor internal

bertanggung jawab untuk menguji dan menilai kecukupan dan efektivitas dari tindakan yang

diambil oleh manajemen untuk memenuhi kewajiban tersebut.

b. Deteksi/Penemuan Kecurangan, auditor internal harus mempunyai pengetahuan yang cukup

tentang kecurangan dan dapat mengidentifikasi indikator kemungkinan terjadinya kecurangan.

Auditor internal tidak diharapkan mempunyai pengetahuan yang sama seperti seseorang yang

tanggung jawab utamanya adalah mendeteksi dan menyelidiki kecurangan.

Dengan demikian, audit forensik dapat didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan

membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria untuk menghasilkan informasi atau bukti

kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan. Karena sifat dasar dari audit forensik yang

berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik

Page 8: Fraud Detection and Prevention Revisi

adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan

keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan. Auditor forensik seringkali harus memberikan

bukti ahli pada sidang akhirnya.

Penyebab Dilakukan Audit Forensik

Auditor terutama tertarik pada pencegahan, deteksi, dan pengungkapan kesalahan-

kesalahan karena alasan berikut:

a. Eksistensi kesalahan dapat menunjukkan bagi auditor bahwa catatan akuntansi dari kliennya

tidak dapat dipercaya dan dengan demikian tidak memadai sebagai suatu dasar untuk

penyusunan laporan keuangan.

b. Apabila auditor ingin mempercayai pengendalian internal, maka ia harus memastikan dan

menilai pengendalian tersebut serta melakukan pengujian ketaatan atas operasi. Apabila

pengujian ketaatan menunjukkan sejumlah besar kesalahan, maka auditor tidak dapat

mempercayai pengendalian internal.

c. Apabila kesalahan cukup material, kesalahan tersebut dapat mempengaruhi kebenaran (truth)

dan kewajaran (fairness) laporan tersebut.

J. S. R. Venables dan K. W. Impley (1988) mengemukakan kecurangan terjadi karena:

1. Penyebab utama

a. penyembunyian (concealment), pelaku perlu menilai kemungkinan dari deteksi dan

hukuman sebagai akibatnya (kesempatan tidak terdeteksi).

b. kesempatan / peluang (opportunity), pelaku perlu berada pada tempat dan waktu yang

tepat agar mendapat keuntungan atas kelemahan khusus dalam sistem dan juga

menghindari deteksi.

c. motivasi (motivation), pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian,

suatu kebutuhan pribadi seperti ketamakan atau kerakusan dan motivator yang lain.

d. daya tarik (attraction), sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan perlu menarik bagi

pelaku.

e. keberhasilan (success), pelaku perlu menilai peluang keberhasilan yang dapat diukur baik

menghindari penuntutan atau deteksi.

2. Penyebab sekunder

a. “a perk” kurang pengendalian, mengambil keuntunmgan aktiva organisasi

dipertimbangkan sebagai suatu tunjangan karyawan.

b. hubungan antara pemberi kerja dan pekerja yang jelek, sehingga pelaku mengemukakan

alasan bahwa kecurangan hanya menjadi kewajiban.

Page 9: Fraud Detection and Prevention Revisi

c. pembalasan dendam (revenge), ketidaksukaan yang hebat terhadap organisasi dapat

mengakibatkan pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.

d. tantangan (challenge), karyawan yang bosan dengan lingkungan kerja mereka dapat

mencuri dengan berusaha untuk “memukul sistem”, sehingga mendapatkan suatu arti

pencapaian (a sense of achievement) atau pembebasan frustasi (relief of frustation).

Tujuan Audit Forensik

Tujuan audit kecurangan adalah untuk mencegah terjadinya kecurangan dan mendeteksi

kecurangan. Pencegahan kecurangan merupakan tanggung jawab manajemen. Pemeriksa internal

bertanggung jawab untuk menguji dan menilai kecukupan dan efektivitas dari tindakan yang diambil

oleh manajemen untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Audit forensik sering dilakukan dalam rangka untuk:

1. Menghitung kerusakan yang disebabkan sebagai akibat dari kelalaian atau kesalahan yang

disengaja.

2. Untuk menilai biaya hidup dan perawatan.

3. Untuk mengantisipasi litigasi atau sebagai bagian dari proses persidangan.

4. Untuk mencegah tindakan ilegal oleh karyawan atau menentukan apakah seorang pekerja harus

dihentikan.

13 Prinsip Fraud Auditing

Terdapat 13 Prinsip yang harus diketahui dalam Fraud Auditing, diantaranya:

1. Fraud auditing berbeda dengan financial audit. Fraud auditing lebih mengarah kepada pola pikir

daripada metodologi.

2. Fraud auditor memiliki pendekatan yang berbeda dari financial auditor. Fraud auditor lebih

fokus pada pengecualian, keanehan, ketidakberesan akuntansi, dan pola tingkah laku, bukan

pada kesalahan dan kelalaian.

3. Fraud auditing biasanya dipelajari melalui pengalaman, bukan dari buku maupun kertas kerja

yang lalu.

4. Dari perspektif fraud auditing, fraud adalah kesengajaan dalam menyajikan fakta keuangan

yang salah bukan sesuatu yang material.

5. Fraud dilakukan dengan alasan ekonomi, egosentris, idiologi, dan psikologi.

6. Fraud cenderung mencakup “theory structure around motive, opportunity, and benefit”.

7. Fraud pada lingkungan akuntansi berbasis komputer, dapat dilakukan pada tiap tahapan proses

(input, throughput, output).

Page 10: Fraud Detection and Prevention Revisi

8. Skema kecurangan yang dilakukan oleh level pekerja biasanya berhubungan dengan

pengeluaran.

9. Skema kecurangan yang dilakukan oleh level manajer biasanya berhubungan dengan profit

smoothing (meningkatkan pendapatan).

10. Tipe accounting fraud sering disebabkan oleh ketiadaan kontrol dibandingkan dengan

kekurangan kontrol.

11. Kejadian fraud tidak berkembang secara eksponensial, tetapi dampaknya berkembang secara

eksponensial.

12. Accounting fraud sering ditemukan secara tidak sengaja dibandingkan dengan yang melalui

tujuan dan didesain finansial audit

13. Pencegahan fraud lebih mengarah pada kecukupan kontrol dan penciptaan lingkungan kerja

yang memberikan nilai pada kejujuran personil dan perlakuan yang adil.

Karakteristik Audit Forensik

Audit forensik dapat bersifat proaktif dan reaktif. Proaktif artinya audit forensik digunakan

untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan resiko terjadinya fraud atau kecurangan. Sedangkan

Reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut

akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang

lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan.

Teknik-Teknik Audit Forensik

Teknik-teknik yang digunakan dalam audit forensik banyak yang bersifat mendeteksi fraud

secara lebih mendalam dan bahkan hingga ke level mencari tahu siapa pelaku fraud. Oleh karena itu,

teknik audit forensik mirip dengan teknik yang digunakan detektif untuk menemukan pelaku tindak

kriminal. Teknik-teknik yang digunakan dalam melakukan audit forensik diantaranya:

1. Metode kekayaan bersih.

2. Penelusuran jejak uang/aset.

3. Deteksi pencucian uang.

4. Analisa tanda tangan.

5. Analisa kamera tersembunyi (surveillance).

6. Wawancara mendalam.

7. Digital forensic, dan sebagainya.

Page 11: Fraud Detection and Prevention Revisi

Praktek-Praktek Audit Forensik

Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK, BPKP, dan KPK

(yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat CFE (Certified Fraud Examiners).

Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat legal untuk audit forensik dalam lingkungan publik. Oleh

karena itu, ilmu audit forensik dalam penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan

investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan.

Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam mendeteksi risiko fraud dan uji tuntas dalam

perusahaan swasta, belum dipraktikan di Indonesia.

Penggunaan audit forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi hasil yang

luar biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap oleh BPK maupun KPK. Tentunya

kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK. BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI

sebesar Rp 84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp 144,5 Trilyun. Temuan tersebut

berimbas pada diadilinya beberapa mantan petinggi bank swasta nasional. Selain itu juga ada audit

investigatif dan forensik terhadap Bail out Bank Century yang dilakukan BPK meskipun memberikan

hasil yang kurang maksimal karena faktor politis yang sedemikian kental dalam kasus tersebut.

Praktek yang dilakukan dalam audit forensik, yaitu:

1. Penilaian Risiko Fraud

Penilaian risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensic yang

paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam perusahaan-perusahaan swasta

untuk menyusun sistem pengendalian intern yang memadai. Dengan dinilainya risiko terjadinya

fraud, maka perusahaan untuk selanjutnya bisa menyusun sistem yang bisa menutup celah-

celah yang memungkinkan terjadinya fraud tersebut.

2. Deteksi dan investigasi fraud.

Audit forensik digunakan mendeteksi dan membuktikan adanya fraud dan mendeteksi

pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum yang berlaku. Jenis-jenis fraud

yang biasanya ditangani adalah korupsi, pencucian uang, penghindaran pajak, illegal logging,

dan sebagainya.

3. Deteksi kerugian keuangan.

Audit forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian keuangan

negara yang disebabkan tindakan fraud. Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah

korupsi, pencucian uang, penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.

4. Kesaksian Ahli (Litigation Support).

Seorang auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor forensik yang berperan

sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus yang dihadapi.

Page 12: Fraud Detection and Prevention Revisi

Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus dan data-data pendukung untuk

bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan.

5. Uji Tuntas (Due Diligence).

Uji tuntas atau due dillegence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan guna penilaian

kinerja perusahaan atau seseorang, ataupun kinerja dai suatu kegiatan guna memenuhi standar

baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk menilai kepatuhan terhadap

hukum atau peraturan.

Gambaran Proses Audit Forensik

Gambaran dalam melakukan audit forensik, yaitu:

1. Identifikasi Masalah

Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap.

Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup

sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.

2. Pembicaraan dengan Klien

Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria,

metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun

kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.

3. Pemeriksaan Pendahuluan

Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil

pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where,

when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W +

1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan

menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.

4. Pengembangan Pemeriksaan

Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit,

prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah diadministrasikan,

maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini kemudian akan dikomunikasikan

bersama tim audit serta klien.

5. Pemeriksaan Lanjutan

Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa atasnya.

Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik

auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.

Page 13: Fraud Detection and Prevention Revisi

6. Penyusunan Laporan

Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam laporan

ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah:

a. Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.

b. Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu,

jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.

c. Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup

sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.

FRAUD DETECTION AND PREVENTION

Mengenali dan Memahami Apa itu Fraud

Fraud atau penyimpangan dilakukan dengan unsur kesengajaan dalam melakukannya.

ACFE’s mendefinisikan fraud sebagai tindakan mengambil keuntungan secara sengaja dengan cara

menyalahgunakan suatu pekerjaan/jabatan atau mencuri asset/sumberdaya dalam organisasi

(Singleton, 2010).

Terdapat banyak definisi mengenai fraud dan beberapa kemungkinan tuduhan kriminal,

termasuk: fraud, theft, embezzlement, and larcency. Definisi hukum biasanya merujuk pada suatu

keadaan dimana:

1. Seseorang yang memberikan pernyataan palsu.

2. Korban yang bergantung pada pernyataan, dan

3. Keuntungan pidana.

Perlu dicatat bahwa orang yang berada di internal maupun eksternal organisasi dapat

melakukan fraud. Hal ini dapat dilakukan untuk kepentingan individu, untuk bagian dalam organisasi,

maupun keseluruhan organisasi.

Definisi hukum umum lainnya dari fraud adalah mendapatkan uang atau harta dengan cara

token palsu, simbol, atau perangkat. Dengan kata lain, seseorang yang tidak berwenang

mengotorisasi secara palsu beberapa dokumen yang menyebabkan transfer uang tidak tepat. Fraud

dapat sangat merugikan perusahaan, dan pengendalian internal yang efektif adalah garis

pertahanan perusahaan yang pertama terhadap fraud tersebut. Sistem pemantauan yang

komprehensif, terlaksana sepenuhnya, dan secara teratur dari sebuah pengendalian internal sangat

penting untuk pencegahan dan pendeteksian kerugian yang timbul dari fraud.

Page 14: Fraud Detection and Prevention Revisi

Mengapa dapat Terjadi Fraud

Tindakan fraud dilakukan disebabkan karena tiga hal yaitu 1)Tekanan (Pressure), 2)

Kesempatan (opportunity) dan 3) Pembenaran atas tindakan (rationalization), ketiga hal tersebut

dikenal dengan The Fraud Triangle (Albercht and Albercht,2003; Singleton and Singleton, 2010).

Elemen yang pertama adalah pressures, para ahli membagi tekanan kedalam 4 (empat) jenis

tekanan, yaitu: tekanan keuangan (financial pressures), sifat buruk (vices), tekanan kerja (work-

related pressures) dan tekanan lainnya (other pressures). Sedangkan elemen yang kedua yaitu

opportunity, kesempatan dalam melakukan tindakan fraud disebabkan hal-hal berikut ini yaitu: Lack

of or circumvention of controls that prevent and/or detect fraudulent behavior, Inability to judge

quality performance, failure to discipline fraud perpetrators, lack of access to information,

ignorance,apathy and incapacity, lack of an audit trail. Elemen yang ketiga adalah pembenaran atas

tindakan (Rationalization). Beberapa pembenaran berikut ini sering digunakan oleh para pelaku

tindakan fraud (fraudsters) yaitu: the organization owes it to me, I am only borrowing the money-I

will pay it back, nobody will get hurt, I deserve more, it’s for a good purpose, we’ll fix the books as

soon as we get over this financial difficulty, something has to be sacrificed-my integrity or my

reputation (Albercht and Albercht, 2003).

Ketika melakukan wawancara dengan orang yang melakukan fraud, menunjukkan bahwa

kebanyakan orang pada awalnya tidak berencana untuk melakukan penipuan. Mereka hanya sering

mengambil keuntungan dari kesempatan, seringkali tindakan fraud pertama adalah kecelakaan,

dimana kemungkinan mereka melakukan kekeliruan dalam mengajukan surat pembayaran yang

sama sehingga terdapat dua kali proses. Namun, ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak

memperhatikan hal tersebut, tindakan fraud akan menjadi disengaja dan lebih sering. Umumnya,

fraud terjadi karena kombinasi dari kesempatan (opportunity), tekanan (pressure), dan rasionalisasi

(rationalization). Datangnya sebuah kesempatan, seseorang merasa bahwa tindakan yang tidak

sepenuhnya salah dan dorongan tekanan yang mereka miliki untuk melakukan penipuan.

1. Opportunity. Kesempatan merupakan suatu kemungkinan yang terjadi ketika terdapat

kelemahan dalam pengawasan kerangka internal atau ketika seseorang yang mendapat

kepercayaan melakukan pelanggaran. Misalnya:

organizational expediency – ‘it was a high profile rush project and we had to cut corners.

downsizing meant that there were fewer people and separation of duties no longer

existed; or

business re-engineering brought in new application systems that changed the control

framework, removing some of the key checks and balances.

Page 15: Fraud Detection and Prevention Revisi

2. Pressure. Tekanan biasanya mengenai, namun hal itu tidak selalu benar. Misalnya, target

perusahaan yang tidak realistis dapat mendorong seorang salesperson or production manager

untuk melakukan fraud. Keinginan untuk membalas dendam – untuk mendapatkan kembali

organisasi dari beberapa kesalahan yang dirasakan; atau poor self-esteem - the need to be seen

as the top salesman, at any cost; juga merupakan contoh dari tekanan non-financial yang dapat

menyebabkan fraud.

3. Rationalization. Dalam the criminal’s mind rationalization biasanya mencakup keyakinan bahwa

kegiatan tersebut bukan kriminal. The often feel that everyone else is doing it; or that no one

will get hurt; or it’s just a temporary loan, I’ll pay it back, and so on.

Pencegahan dan Pendeteksian Fraud

YANG BERTANGGUNG JAWAB MENCEGAH DAN MENDETEKSI FRAUD

Terdapat dua pandangan utama, yang satu menyatakan bahwa manajemen memiliki

tanggung jawab untuk pencegahan dan mendeteksi fraud. Management:

1. is responsible for the day to day business operations;

2. is responsible for developing and implementing controls;

3. has authority over the people, systems, and records; and

4. has the knowledge, and authority to make changes.

Oleh karena itu, pencegahan dan deteksi fraud adalah masalah mereka. Audit, disisi lain:

1. has expertise in the evaluation and design of controls;

2. reviews and evaluates operations and controls; and

3. has a requirement to exercise ‘Due Diligence’.

Kenyataannya adalah bahwa baik manajemen dan audit memiliki peran untuk melakukan

pencegahan dan deteksi fraud. Skenario terbaik adalah salah satu dimana manajemen, karyawan,

dan auditor internal dan eksternal bekerja sama untuk memerangi fraud. Selanjutnya, pengendalian

internal itu sendiri adalah not sufficient, corporate culture, the attitudes of senior management and

all employees, harus sedemikian rupa hingga perusahaan tahan akan fraud. Sayangnya banyak

auditor merasa bahwa budaya perusahaan berada diluar lingkup pengaruh mereka. Namun, audit

dapat mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa manajemen senior menyadari risiko

dan materialitas fraud dan bahwa semua kasus fraud yang dibuat diketahui semua karyawan.

Fraud Awareness Trainingis a critical step in deterring fraud. It emphasizes the role

that all employees have in preventing and detecting fraud - not just auditors. Often it

is tied to a corporate ethics program, laying the foundation for all aspects of

employee behavior.

Page 16: Fraud Detection and Prevention Revisi

A Corporate Fraud Policysets out what employees are to do when fraud is suspected.

It defines a consistent course of action and sets the tone for how the company will

deal with fraud. In particular, it must clearly convey the message that no one has the

authority to commit illegal acts - even to the benefit of the company.

Red Flags: Sinyal Deteksi Fraud bagi Internal Auditors

Auditor dan manajemen harus mencari indikator aktivitas fraud yang mungkin berlanjut.

Mereka harus mencari apa yang disebut red flags. Red flags di sini adalah sinyal peringatan bagi

pengamat noninvolved bahwa terdapat sesuatu yang tidak beres. Sebuah peningkatan besar dalam

keuntungan yang dilaporkan dengan tidak banyak peningkatan penjualan unit mungkin terdengar

indah dan menjadi benar-benar masuk akal. Namun, ketika dihadapkan dengan jenis indikator red

flags, auditor atau pemeriksa fraud harus mengatakan, "Ini tampaknya tidak biasa-bagaimana bisa

begitu?" Red flags biasanya menjadi indikasi pertama dari fraud potensial. seseorang melihat

sesuatu yang tidak beres dan sering memulai penyelidikan tingkat rendah. Internal auditor seringkali

merupakan orang-orang pertama yang terlibat.

Pada saat auditor menemukan red flags ini seharusnya digali lebih dalam lagi untuk

memastikan apakah telah terjadi fraud. Namun, sayangnya, auditor internal sering gagal untuk

mendeteksi fraud karena alasan berikut:

1. Unwillingness to look for fraud.

Berdasarkan pelatihan dan pengalaman masa lalu, secara historis auditor internal tidak aktif

untuk menemukan fraud. Seringkali mereka cenderung untuk melihat penyelidikan fraud

sebagai jenis kegiatan detektif polisi, bukan tanggung jawab audit internal.

2. Too much trust is placed on auditees.

Kendala ini dialami khususnya bagi para auditor internal. Karena sehari-hari sering bertemu dan

untuk menjaga hubungan baik maka sering para auditor internal menjadi terlalu percaya

kepada para auditeenya.

3. Not enough emphasis is placed on potential fraud issues in audit findings

Kurangnya perencanaan audit yang matang, tidak adanya diskusi mendalam antar anggota tim

audit dengan komite audit menjadikan kualitas audit tidak bagus.

4. Fraud concerns receive inadequate support from management.

Keengganan top management untuk membantu auditor kemungkinan karena mereka sendiri

adalah pelaku fraud. Dalam Global Economic Crime Survey 2005 pelaku fraud 51% adalah

middle management ke atas.

Page 17: Fraud Detection and Prevention Revisi

5. Auditors sometimes just fail to focus on high-risk fraud areas

Secara garis besar terdapat tiga faktor resiko fraud yang berkaitan dengan fraud dalam

pelaporan keuangan. Pertama, karekteristik manajemen yang berkaitan dengan manajemen,

tekanan, sikap dan perilaku terhadap pengendalian intern. Kedua, karekteristik industri yang

berkaitan dengan kondisi ekonomi dan peraturan yang berlaku. Ketiga, karekteristik operasional

yang meliputi sifat dan kerumitan dari transaksi perusahaan.

Untuk membantu mendeteksi kecurangan, auditor harus memiliki pemahaman tentang

mengapa orang melakukan fraud. Suatu perusahaan dapat memiliki lingkungan red flags tetapi

belum tentu tunduk pada kegiatan fraud kecuali satu atau lebih karyawan memutuskan untuk

terlibat dalam fraud. Deteksi fraud jauh lebih sulit ketika ada kolusi antara beberapa orang. Setiap

kali beberapa orang dalam fraud yang sama bersama-sama, selalu ada kemungkinan bahwa

seseorang akan bubar. Fraud besar yang melibatkan partisipasi manajemen senior sulit untuk

dideteksi disbanding dengan yang terjadi di tingkat bawah dalam perusahaan sering lebih mudah

untuk dideteksi dengan tingkat yang tepat dari penyelidikan internal auditor.

Peran Akuntan Publik dalam Mendeteksi Fraud

Tanggung jawab auditor eksternal untuk mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan

telah menjadi isu perdebatan yang sedang berlangsung dan terus menerus selama bertahun-tahun.

Statement on Auditng Standards (SAS No.1) AICPA pertama dari bertahun-tahun yang lalu

menyatakan:

“The auditor has no responsibility to plan and perform the audit to obtain reasonable

assurance that misstatements, whether caused by errors or fraud, that are not

material to the financial statements are detected”.

Dengan kata lain, pada saat itu, auditor eksternal hanya bertanggung jawab untuk

menentukan jika laporan keuangan disajikan secara wajar, mereka tidak memiliki tanggung jawab

untuk mendeteksi kesalahan atau aktivitas fraud. Profesi akuntan publik berada di posisi ini selama

bertahun-tahun. Bahkan selama periode ketika banyak fraud keuangan yang terjadi pada 1987

Treadway Commission Report on Fraudulent Financial Reporting, standar audit AICPA masih tidak

memerlukan auditor eksternal termasuk untuk memikul tanggung jawab untuk mendeteksi fraud.

Meskipun terus mendapati tekanan selama bertahun-tahun untuk perubahan, standar audit

AICPA mengenai tanggung jawab auditor eksternal untuk fraud tidak berubah sampai 1997, ketika

tanggung jawab untuk fraud disajikan kembali dalam SAS No 82: "Auditor memiliki tanggung jawab

untuk merencanakan dan melaksanakan audit agar memperoleh keyakinan memadai tentang

apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik disebabkan oleh kekeliruan atau

Page 18: Fraud Detection and Prevention Revisi

kecurangan." Revisi ini lebih ketat standar yang dirilis, setelah banyak diskusi profesional, pada

puncak gelembung dot-com, ketika investasi publik khawatir tentang investasi merangsek maju dan

tidak banyak dengan fraud.

Pada awal abad kedua puluh satu, dengan kegagalan Enron, WorldCom, dan sejumlah yang

lain, kekhawatiran tentang kecurangan pelaporan keuangan berubah. Mengingat Sox dan PCAOB

baru, itu mungkin sekarang sudah terlambat, tetapi pada bulan Desember 2002 AICPA dirilis SAS No

99 tentang tanggung jawab auditor untuk mendeteksi fraud pelaporan keuangan. Dengan standar

ini, auditor eksternal sekarang bertanggung jawab untuk memberikan keyakinan memadai bahwa

laporan keuangan yang telah diaudit bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh

kekeliruan atau kecurangan.

Tim engaggement auditor eksternal sekarang diperkirakan akan menanyakan manajemen

dan pihak lain dalam perusahaan mengenai persepsi mereka tentang risiko fraud dan apakah mereka

mengetahui adanya investigasi fraud yang sedang berlangsung atau isu yang terbuka. Eksternal

auditor harus membuat point pembicaraan kepada seluruh jajaran karyawan, manajer dan orang

lain, memberi mereka kesempatan untuk meniup peluit dan mendorong seseorang untuk melangkah

maju. Kekhawatiran bahwa rekan kerja dapat mengubah mereka dalam selama audit berikutnya

mungkin membantu mencegah seseorang dari melakukan fraud. Selama audit, tim engagement

audit eksternal harus menguji area, lokasi, dan rekening yang dinyatakan tidak mungkin diuji. Tim

harus merancang tes yang akan tak terduga dan tak terduga oleh klien. Ini merupakan perubahan

besar dalam standar audit eksternal.

Standar IIA dalam Mendeteksi dan Menginvestigasi Fraud

Auditor internal sering berada dalam posisi yang lebih baik untuk mendeteksi kecurangan

dibandingkan auditor eksternal. Auditor eksternal membatasi sebagian besar kunjungan ke klien

mereka sekitar triwulanan dan tahunan tanggal laporan keuangan, auditor internal yang berada

dalam internal perusahaan dan di lokasi perusahaan setiap harinya dapat melakukan tugasnya.

Hanya melalui observasi, internal auditor mungkin dalam posisi yang lebih baik untuk melihat red

flags dibandingkan auditor eksternal yang bisa mudah kehilangan kesempatan, meskipun terdapat

standar AICPA fraud baru. Misalnya, pengiriman supervisor yang muncul di pesta liburan tahunan

dalam setelan Italia mahal dan jam tangan olahraga emas merek ternama mungkin meningkatkan

blip kecil di layar radar peserta pihak lain, auditor internal. Ada banyak alasan yang sangat valid

untuk membenarkan pakaian mahal, tapi acara seperti kekayaan bisa menjadi sesuatu untuk internal

auditor untuk mengingat maju dengan audit internal dijadwalkan pada daerah itu.

Page 19: Fraud Detection and Prevention Revisi

Auditor internal terlibat dalam banyak isu fraud yang potensial di course dari ulasan jadwal.

Mereka juga biasanya terlibat dalam sesuatu yang jauh lebih rinci, ulasan tingkat transaksi dari

rekan-rekan audit eksternal mereka dan melihat dokumen dipertanyakan atau transaksi yang lebih

sering. Jika manajemen merasa mungkin ada potensi kecurangan dalam perusahaan, langkah

pertama adalah hampir selalu menghubungi intern audit, yang juga akan memiliki hubungan dan

komunikasi dengan perusahaan departemen hukum. Departemen hukum dapat membicarakan

segala keprihatinan potensial di sana dan memberikan audit internal pendapat cepat apakah

beberapa kekhawatiran membutuhkan perhatian lebih. Jika ada tanda-tanda yang kuat dari fraud

aktif, hukum perusahaan akan hampir selalu siap untuk terjun dan membantu.

Standar IIA menekankan bahwa audit internal memiliki peran untuk berlakon mengenai

deteksi dan pencegahan fraud, tetapi tanggung jawab utama deteksi fraud jatuh pada manajemen.

Meskipun ini terdengar sederhana dalam teori, masalah terletak dalam mengkomunikasikan pesan

tersebut untuk manajemen. IIA Standar Internasional untuk Praktik Profesional Audit Internal

mencakup kecermatan profesional dan lingkup pekerjaan, penutup fraud dalam hanya yang sangat

umum akal. Internal auditor harus peduli tentang hal-hal seperti kemungkinan perbuatan salah dan

juga harus mencari bukti apapun yang tidak benar atau kegiatan ilegal dalam audit. Namun, standar

IIA yang memberikan panduan spesifik pada fraud tampaknya mengikuti standar audit eksternal tua

hanya dibahas. Menyadari bahwa mungkin sulit untuk mendeteksi fraud, revisi 2004 IIA standar

1210.A2 negara, dengan huruf miring kami mencatat: "Auditor internal harus memiliki cukup

pengetahuan untuk mengidentifikasi indikator fraud tetapi tidak diharapkan memiliki keahlian dari

seseorang yang tanggung jawab utamanya adalah mendeteksi dan menyelidiki fraud." Ini adalah

pengakuan bahwa auditor internal mungkin tidak memiliki keahlian untuk isu fraud.

Auditor internal bertanggung jawab untuk membantu dalam pencegahan fraud dengan cara

memeriksa dan mengevaluasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian internal, sepadan

dengan tingkat potensi eksposur / risiko di berbagai segmen operasi perusahaan. Dalam

melaksanakan tanggung jawab ini, seorang internal auditor harus, misalnya, menentukan apakah:

1. Lingkungan organisasi menumbuhkan kendali kesadaran, dan perusahaan yang realistis.

2. Tujuan dan sasaran ditetapkan.

3. Kebijakan tertulis (misalnya kode etik) eksis dan mendeskripsikan aktivitas yang dilarang dan

tindakan yang diperlukan setiap kali pelanggaran ditemukan.

4. Kebijakan otorisasi yang sesuai untuk transaksi dibangun dan dipelihara. monitor activities and

safeguard assets, particularly in high-risk areas.

5. Kebijakan, praktek, prosedur, laporan, dan mekanisme lain yang dikembangkan untuk

memantau kegiatan dan menjaga aset, terutama di daerah berisiko tinggi.

Page 20: Fraud Detection and Prevention Revisi

6. Saluran komunikasi memberikan manajemen dengan informasi yang memadai dan dapat

diandalkan.

7. Saluran komunikasi memberikan manajemen dengan informasi yang memadai dan dapat

diandalkan.

Ketika internal auditor mencurigai aktivitas fraud potensial, sesuai otoritas perusahaan,

seperti departemen hukum, harus diberitahu. Internal auditor dapat merekomendasikan

penyelidikan apa pun yang dianggap perlu dalam keadaan tersebut. Setelah itu, auditor harus

menindaklanjuti untuk melihat bahwa aktivitas tanggung jawab internal audit ini telah terpenuhi.

Investigasi Fraud bagi Internal Auditor

Selain membantu membangun dan meninjau kontrol untuk mencegah dan mendeteksi

kecurangan, auditor internal kadang-kadang menjadi sangat terlibat dalam penyelidikan fraud.

Sementara otoritas hukum yang sesuai harus digunakan di sini selama bertahun penyelidikan fraud,

audit internal sering dapat memainkan peran kunci dalam, hal-hal yang kurang utama lainnya.

auditor Internal harus umumnya tidak memainkan peran Sherlock Holmes di sini tapi dapat

membantu untuk mengumpulkan informasi untuk menemukan lebih kecil atau memberikan bahan

pendukung untuk hal-hal yang lebih besar. Audit internal sering terlibat dalam hal-hal fraud

potensial terkait karena beberapa Informasi mengganggu ditemui selama audit atau tip anonim

melalui panggilan atau catatan e-mail.

Ketika dihadapkan dengan informasi seperti fraud potensial, langkah pertama yang harus

dilakukan audit internal adalah berkonsultasi dengan penasihat-penasihat perusahaan. Karena sifat

tuduhan serta luasnya informasi awal, masalah ini dapat diserahkan kepada otoritas hukum, seperti

kantor jaksa distrik federal atau jaksa. Dalam beberapa kasus, nasihat hukum akan menunjukkan

bahwa otoritas lainnya terlibat dalam hal sekaligus. Dalam kecil, hal-hal yang tampaknya kurang

besar, yang kadang-kadang internal audit akan diminta untuk mengambil tanggung jawab untuk

penyelidikan. Berkali-kali jenis penyelidikan melibatkan ulasan rinci dokumen. Bukti dikumpulkan

dari orang-review dokumen menjadi dasar untuk tindakan lebih lanjut untuk diambil.

Investigasi terkait fraud membutuhkan auditor internal untuk beroperasi secara agak

berbeda. Dalam setiap review fraud terkait, auditor harus memiliki tiga tujuan utama:

1. Buktikan kerugian. Ulasan fraud terkait biasanya mulai dengan temuan bahwa seseorang

mencuri sesuatu. Tinjauan investigasi audit internal yang dipimpin harus merakit sebanyak

materi yang relevan yang diperlukan untuk menentukan ukuran keseluruhan dan lingkup

kerugian.

Page 21: Fraud Detection and Prevention Revisi

2. Menetapkan tanggung jawab dan niat. Ini adalah langkah tentang "Siapa yang melakukannya?”

Sebanyak mungkin, auditor internal harus berusaha untuk mengidentifikasi semua pihak yang

bertanggung jawab untuk kerugian dan jika ada keadaan khusus atau berbeda terkait dengan

tindakan fraud.

3. Buktikan metode investigasi audit yang digunakan. Tim investigasi perlu untuk dapat

membuktikan bahwa kesimpulan fraud terkait didasarkan pada rinci, langkah-demi-langkah

proses investigasi, bukan hanya perburuan terkoordinasi. Review tersebut harus

didokumentasikan dengan menggunakan proses review audit internal terbaik. Yang paling

penting di sini, semua dokumen yang digunakan harus diamankan.

Teknologi Informasi Proses Pencegahan Fraud

Teknologi informasi (IT) atau teknologi yang berhubungan dengan fraud mencakup berbagai

masalah dan kekhawatiran. Dalam lingkungan bisnis saat ini, sistem informasi yang hampir selalu

menjadi komponen kunci dari setiap fraud keuangan atau akuntansi terkait modern. Karena sistem

TI dan proses dukungan begitu banyak bidang dan lintas begitu banyak baris dalam perusahaan, kita

bisa memikirkan fraud yang berkaitan dengan IT dalam beberapa dimensi mulai dari kecil untuk

kegiatan fraud yang signifikan:

1. Internet Acces Issues. Usaha sering membuat kedua pedoman dan kadang-kadang kontrol

untuk membatasi penggunaan internet, tetapi Web adalah begitu meluas bahwa itu adalah sulit

untuk memisahkan pribadi dari penggunaan bisnis. Sekali lagi, aturan tersebut sering diabaikan

oleh karyawan dan terkadang dilewati oleh penggunaan perangkat lunak yang akan

memungkinkan mereka untuk berkeliling hambatan firewall dalam sistem. Bisa ada

kemungkinan kuat penyalahgunaan sini, tetapi juga perusahaan dapat memantau karyawan

Penggunaan internet melalui alat pemantauan perangkat lunak. Banyak mungkin mengedipkan

mata pada hal-hal seperti itu, tetapi asosiasi perusahaan tidak harus menghabiskan sejumlah

besar waktu hari kerja browsing melalui internet atau menyelesaikan belanja rumah transaksi.

2. Improper personal use of IT resources. Suatu perusahaan harus menetapkan aturan

menyatakan bahwa tidak boleh ada file pribadi atau program pada pekerjaan yang disediakan

sistem. Karyawan sering mengabaikan aturan tersebut, dan dapat menggunakan pengolah kata

atau sumber daya spreadsheet untuk melakukan beberapa pekerjaan pribadi baik di kantor dan

di rumah. Suatu perusahaan harus menekankan kepada karyawan bahwa mereka tidak boleh

melakukan bisnis pribadi saat di tempat kerja. Mungkin bahkan lebih besar dari risiko fraud di

sini adalah kemungkinan memperkenalkan virus atau berbahaya lainnya perangkat lunak untuk

sistem perusahaan.

Page 22: Fraud Detection and Prevention Revisi

3. Illegal use of software. Karyawan kadang mencoba untuk mencuri / download salinan dari

perangkat lunak perusahaan atau menginstal perangkat lunak mereka sendiri pada komputer

perusahaan sumber daya. Dengan demikian, mereka melanggar aturan perusahaan dan sering

menempatkan majikan mereka melanggar perjanjian lisensi perangkat lunak. Selain itu, mereka

mungkin berpotensi memperkenalkan virus ke dalam sistem perusahaan. Sementara

perusahaan harus memiliki sistem firewall dipasang untuk melindungi diri dari yang tidak benar

seperti software, selalu ada risiko perangkat lunak ganas seperti tergelincir

4. Computer security and confidentialit fraud matters. Karyawan dapat melanggar perlindungan

kata sandi dan mendapatkan akses yang tidak benar ke sistem komputer dan file. Bahkan jika

mereka hanya mencoba untuk melihat apakah ia bekerja, mereka melakukan tindakan fraud

dengan melanggar aturan keamanan komputer

5. Information theft through USB devices. Hari ini, perangkat penyimpanan tentang ukuran kunci

pengapian mobil dapat dipasang ke dalam sistem komputer dan digunakan untuk men-

download beberapa gigabytes6 informasi. Suatu perusahaan dapat menghadapi signifikan risiko

pencurian atau kehilangan data seperti data pelanggan melalui sederhana ini perangkat

manajemen penyimpanan.

6. Information theft or other data abuse computer fraud. Ini adalah satu hal untuk benar

mengakses sistem komputer dengan melanggar kontrol kata sandi dan lain untuk benar

melihat, memodifikasi, atau menyalin data atau file. Ini bisa menjadi signifikan menyebabkan

kejahatan komputer.

7. Embezzlement or unauthorized electronic fund transfers. Mencuri uang atau sumber daya

lainnya melalui transaksi yang tidak benar atau tidak sah adalah yang paling penyebab signifikan

sistem TI dan masalah jaringan fraud. Apakah memulai transaksi untuk mengirim rekening cek

dibayarkan ke alamat rumah atau memfasilitasi transfer bank besar, ini bisa menjadi daerah

utama untuk fraud komputer atau kejahatan.

Sebuah sistem komputer daerah deteksi fraud terkait forensik computer pemeriksaan rinci

komputer dan perangkat periferal mereka, menggunakan computer investigasi dan analisis teknik

untuk menemukan atau menentukan bukti hukum yang potensial dalam situasi fraud. Idenya di sini

adalah bahwa pada dasarnya apa pun yang ditulis di file komputer dapat dipulihkan, bahkan jika itu

telah terhapus melalui operasi perintah sistem. Bukti dapat ditemukan mencakup berbagai mata

pelajaran: pencurian rahasia dagang, pencurian atau perusakan kekayaan intelektual, fraud, dan

kasus perdata lainnya melibatkan pemecatan salah, pelanggaran kontrak, dan masalah diskriminasi.

Page 23: Fraud Detection and Prevention Revisi

Hubungan antara Deteksi Fraud dan Internal Auditor

Fraud selalu bersama kita, tidak peduli seberapa baik kita membangun standar yang kuat

untuk kejujuran, melalui kode etik dan sejenisnya, dan membangun kontrol semakin kuat untuk

mencegah fraud. Terbakar parah oleh skandal akuntansi yang menyebabkan SOx, yang AICPA dan

auditor eksternal telah diambil pada tugas utama untuk lebih mendeteksi fraud kegiatan audit

laporan keuangan mereka. Waktu akan memberitahu seberapa efektif SAS No 99 aturan, tetapi

panggilan standar untuk dimensi baru berpikir ketika merencanakan dan pelaksanaan audit laporan

keuangan.

Auditor internal harus memberikan pertimbangan yang lebih besar untuk fraud dalam

pekerjaan audit mereka. Ketika dipanggil untuk melakukannya oleh manajemen, auditor internal

sering telah terlibat dalam beberapa tingkat fraud kerja investigasi, tapi hari ini deteksi fraud dan

pencegahan pertimbangan harus menjadi komponen yang lebih penting dari setiap audit internal.

Serupa dengan bimbingan dalam SAS No 99, auditor internal mungkin perlu memasukkan baru

perikatan audit internal dengan bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan tentang bagaimana

atau dimana auditee baru mungkin melakukan tindak fraud. Auditor internal harus selalu

mempertimbangkan potensi fraud dalam tugas pekerjaan mereka berlangsung.

Auditor Internal harus memiliki tingkat CBOK umum pemahaman tentang red flags yang

menunjukkan kemungkinan fraud serta umum tinjauan audit internal prosedur yang mencakup

penyelidikan untuk fraud dalam kursus semua audit internal. Internal auditor, bagaimanapun, tidak

harus memulai audit internal baru yang khas dengan harapan bahwa auditee entah bagaimana fraud

atau tidak jujur. Sebaliknya, internal auditor harus memahami fraud yang dapat eksis di berbagai

tingkatan, dan di mana ada kecurigaan dalam proses review, auditor internal harus memiliki

pengetahuan untuk melaporkan hal tersebut kepada otoritas yang tepat dan membantu dalam

setiap investigasi fraud sebagai diminta.

Page 24: Fraud Detection and Prevention Revisi

BAB 3

PEMBAHASAN

Menurut Jusuf (2001) auditor internal auditor yang bekerja pada suatu perusahaan

dan berstatus sebagai karyawan didalam perusahaan tersebut, dan tugas utama dari auditor

internal ini adalah membantu manajer perusahaan dalam memberikan informasi kepada manajer

guna membantu manajer dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan efektifitas dari

perusahaan. Pada eksternal auditor atau disebut juga akuntan publik memilikitanggung jawab dalam

melakukan fungsi audit atas laporan keuangan perusahaan, pengauditan ini dilakukan pada

perusahaan terbuka yaitu perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui

pasar modal, perusahaan besar, maupun perusahaan kecil. Definisi dari auditor internal adalah

seseorang yang bekerja di dalam suatu organisasi yang mereka audit. audit internal dalam suatu

organisasi disebut juga sebagai layanan untuk organisasi. Tujuan audit internal adalah untuk

membantu manajemen organisasi dalam pelaksanaan yang efektif dari tanggung jawabnya. Auditor

independen memiliki definisi yang berbeda dimana auditor independen adalah praktisi mandiri

atau disebut juga anggota dari perusahaan akuntan publik yang memberikan jasa professional

mereka kepada klien. Pada umumnya praktisi dari auditor independen harus memiliki lisensi dari

CPA dan memiliki pengalaman audit (Boynton dan Johnson, 2006).

Menurut Sawyer dkk. (2003) adapun perbedaan antara auditor internal dengan auditor

eksternal, dimana seorang auditor internal merupakan karyawan dari sebuah perusahaan yang

secara langsung berkaitan dengan pencegahan kecurangan dalam segala bentuknya di dalam suatu

perusahaan, dan berfungsi untuk menelaahkejadiankejadian yang terjadi dalam perusahaan tersebut

secara independen, tetapi juga siap sedia menanggapikebutuhan dan keinginan dari semua tingkat

manajemen. Sedangkan definisi dari auditor eksternal adalah orang yang independen dan tidak

terikat pada suatu perusahaan secara tetap, independen terhadap manajemen dan dewan

direksi baik dalam kenyataan maupun secara mental, dan menelaah catatan yang mendukung

laporan keuangan secara periodik.

Tujuan audit atas laporan keuangan pada umumnya adalah untuk menyatakan

pendapat tentang kewajaran mengenai semua hal maerial, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan

ekuitas, dan arus kas yang telahsesuai dengan Prinsip Akuntansi Belaku Umum di Indonesia (SPAP

Seksi 110, 2011). Menurut Jusuf (2006), para auditor ini bertanggung jawab atas pengauditan

dari laporan keuangan tersebut, dimana harapan dari para pemakai laporan keuangan yang

telah diaudit kepada auditor diantaranya adalah auditor dapat melakukan tugas audit secara

independen dan objektif, dapat mencari dan mendeteksi salah asji material yang terjadi, baik yang

Page 25: Fraud Detection and Prevention Revisi

sengaja maupun tidak disengaja, kemudian auditor juga dapat melakukan pencegahan atas

diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan.

Kecurangan dalam laporan keuangan meliputi tindakan seperti manipulasi, pemalsuan, atau

perubahan catatan akuntansi maupun dokumen pendukung yang menjadi sumber data laporan

keuangan. Kemudian yang kedua manajemen melakukan kesengajaan penghilangan peristiwa,

transaksi, atau informasi yang signifikan dalam laporan keuangan. Yang ketiga terjadi

kesalahan penerapan prinsip akuntansi secara sengaja yang berkaitan dengan jumlah,

klasifikasi, cara penyajian, maupun pengungkapan dalam laporan keuangan. Singleton dkk.

(2006) mendefinisikan kecurangan (fraud) sebagai tindakan dari seseorang yang menginginkan

keuntungan lebih dengan cara memberikan laporan palsu kepada pihak-pihak lain, tindakan

penipuan ini dapat berupa tindakan yang tidak jujur, tipuan, dan kelicikan yang dilakukan dalam

menyajikan laporan keuangan yang belum diaudit.

Analisis atas perbuatan-perbuatan fraud dapat didasarkan pada berbagai pilihan

pendekatan. Berdasarkan pendekatan yang dipilih, selanjutnya dapat dirumuskan strategi untuk

pencegahan dan pemberantasan fraud yang tepat. Strategi preventif harus dibuat dan

dilaksanakan dengan diarahkan pada hal- hal yang menjadi penyebab timbulnya fraud. Setiap

penyebab fraud yang teridentifikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat

meminimalkan penyebab fraud.

Di samping itu, perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan

fraud. Strategi detektif harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila

suatu perbuatan fraud terlanjur terjadi maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam

waktu yang singkat dan akurat. Deteksi dini mengenai suatu tindakan fraud dapat

mempercepat pengambilan tindak lanjut dengan tepat sehingga akan menghindarkan kerugian

lebih besar yang mungkin timbul.

Tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan kecurangan tercantum dalam

SPAP (2001) Seksi 316, bahwa auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan

melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan

bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan. Dalam

SAS No. 99 dikatakan juga bahwa seorang auditor diharapkan dapat terus meningkatkan

kemampuan dalam melakukan pemeiksaan mengenai kecurangan (fraud). Berdasarkan definisi dari

SOX dan SAS no. 99 mengatakan bahwa saat ini kemampuan dari auditor dapat dipercaya,

dengan syarat, auditor tersebut harus mengungkapkan hasil pemeriksaannya secara terbuka dan

jelas, menunjukkan bahwa auditor telah mempertimbangkan kecurangan yang terjadi, dan harus

menunjukkan prosedur pemeriksaan yang telah dilakukan secara spesifik.

Page 26: Fraud Detection and Prevention Revisi

SAS No. 16 membuat beberapa syarat bagi auditor untuk dapat melaksanakan audit

secara berkualitas, yaitu auditor harus memiliki rencana pemeriksaan untuk mencari

materialitas, kesalahan (error atau irregularities) dan mencari sedapat mungkin dengan

menggunakan kemampuan dan kejelian mereka. Mengenai tanggung jawab auditor pada

pemeriksaan perbuatan ilegal tidak diperjelas, karena auditor bukanlah pengacara yang dilatih untuk

menemukan perbuatan ilegal, auditor tidak diharapkan untuk mencari perbuatan ilegal, tetapi

diharapkan untuk lebih peka terhadap semua kemungkinan yang dapat menarik perhatian mereka

dari kemungkinan terjadinya tindakan ilegal. Jika auditor menemukan suatu kesalahan,

ketidakberesan, atau perbuatan ilegal, mereka perlu untuk melaporkan hal tersebut kepada

manajemen, dan tergantung dari apakah hal tersebut penting untuk dibicarakan dalam rapat

dewan ataupun komite audit. Para auditor juga perlu memperkirakan dampak yang akan terjadi

pada laporan keuangan, dan jika hal tersebut cukup material, maka akan diperlukan penyesuaian

atau catatan tambahan pada pelaporan ataupun untuk kepentingan kualifikasi laporan audit.

SAS No.16 juga mengakui, bahwa meskipun terdapat persetujuan tamggungjawab untuk

mencari kesalahan dan ketidak beresan yang material, auditor masih tidak dapat terhindar dari

peluang untuk tidak menemukan hal tersebut. Kemampuan auditor untuk melakukan audit juga

terbatas, hal ini biasanya dikarenakan sampel yang digunakan hanyalah beberapa persen dari

total seratus persen sampel account. Jika sampel account yang dipilih secara acak ini tidak

memperlihatkan tanda kecurangan transaksi, maka kemampuan auditor menjadi tidak berguna,

seperti halnya mecurigai satu sampel di antara seratus sampel. Tentu saja kontrol pemilihan sampel

audit adalah dari auditor tersebut. Tetapi untuk melakukan eliminasi yang pasti haruslah diambil dari

seluruh transaksi pada tahun terbesut, dimana hal ini akan menghasilkan biaya astonomi audit dan

tetap saja belum pasti dapat menemukan transaksi yang lupa tercatat.

Analisis mengenai red flags tidak akan terlepas dari pemahaman tentang fraud. Seperti

yang dinyatakan oleh Montgomery dkk. (2002) dalam Suartana(2009) bahwa ada fenomena

segitiga kecurangan (the fraud triangle). Konsep fraud triangle pertama kali diperkenalkan dalam

SAS No.99 yaitu standar audit di Amerika Serikat yang terdiri dari: tekanan, kesempatan, dan

rasionalisasi. Fraud triangle adalah model yang menjelaskan alasan orang melakukan fraud

termasuk korupsi yang pertama kali diperkenalkan oleh Donald R. Cressy dalam disertasinya.

Penelitian Cressy diarahkan untuk mengetahui penyebab dari orang-orang memutuskan untuk

melakukan pelanggaran ”trust violator”. Hasil penelitiannya adalah, orang melakukan fraud

didorong oleh tiga hal yang disebutnya sebagai fraud triangle yaitu pressure, perceived

oppertunity dan rationalitation.

Page 27: Fraud Detection and Prevention Revisi

Cressy dalam disertasinya membahas bahwa seseorang melakukan penggelapan karena

didorong oleh kebutuhan akan uang yang mendesak dan tidak mungkin diceritakan kepada

orang lain. Himpitan yang mendesak dan perasaan bahwa tidak ada orang yang dapat

membantu dalam temuan Cressy dikenal dengan perceived nonshareble need. Situasi yang

memunculkan perceived non-shareble need dalam penelitian Cressy dikelompokan menjadi enam

yaitu violation of ascribed obligation, problem resultig from personal failure, business reversals,

pysical isolation, status gaining dan employer-emloyee relation. Ini berarti perceived non-shareble

need tidak hanya berhubungan dengan kebutuhan hidup yang mendesak akan tetapi lebih

pada kebutuhan untuk memperoleh status lebih tinggi atau mempertahankan status yang sudah

ada.

General information dan technical skills adalah dua dimensi utama yang dipandang oleh

pelaku fraud sebagai peluang. Untuk melakukan fraud seseorang tidak cukup hanya dengan

dorongan tekanan kebutuhan. Informasi yang dimiliki membentuk keyakinan bahwa karena

kedudukan dan kepercayaan institusi yang melekat pada dirinya maka fraud yang dilakukannya

tidak akan diketahui. Untuk melakukan fraud atau korupsi komponen berikutnya dari opportunity

adalah kemampuan atau keahlian untuk melakukannya. Tanpa kemampuan yang memadai

menyembunyikan fraud atau korupsi tentu tidak mungkin untuk dilakukan apalagi untuk kasus-

kasus korupsi yang bersifat sistemik.

Sisi segitiga fraud yang ketiga adalah rationalitation. Orang sebelum memutuskan

tindakan fraud sebagai solusi dari permasalahan yang menghimpitnya tentu terlebih dahulu

akan mencari alasan pembenar atas tindakannya. Alasan pembenar merupakan motivator yang

penting dalam pengambilan keputusan utuk melakukan tindakan ilegal. Alasan-alasan seperti

saya akan melakukan korupsi karena orang lain juga melakukan, saya pantas melakukan

korupsi karena ini adalah hak saya karena proyek ini ada atas perjuangan saya adalah bebrapa

alasan yang cukup sering dilontarkan oleh koruptor.

Akuntansi forensik dengan pendekatannya yang efektif dalam mengungkap dan

menyediakan alat bukti tindak kejahatan korupsi di pengadilan dalam perspektif fraud triangle

tentu memiliki aplikasi yang luas. Akuntansi forensik dengan profesi akuntan forensiknya dapat

menghambat keyakinan dari pelaku atau calon pelaku korupsi bahwa ada peluang untuk

melakukan korupsi dan tidak ada profesi atau lembaga yang akan mampu mengungkapkannya.

Keyakinan bahwa tindakan-tindakan korupsi tidak akan diketahui baik dalam bentuk

transactive corruption, autogenic corruption, nepotistic corruption investive corruption, exortive

corruption maupun defensive corruption menjadi terbatasi karena ada profesi kompeten yang

akan menginvestigasi. Dalam kontek ini akuntansi forensik berperan sebagai strategi preventif

Page 28: Fraud Detection and Prevention Revisi

untuk mencegah tindak pidana korupsi karena ada kekawatiran dari pelaku bahwa korupsi

yang dilakukan dengan mudah akan terungkap oleh para akuntan forensik.

Akuntansi forensik juga dapat mengambil peranan dalam upaya pengungkapan tindak

pidana korupsi atau strategi detektif. Secara sistemik prosedur-prosedur investigasi dalam audit

forensik memang berbeda dari auditing pada umumnya. Audit forensik yang sejak awal

memang dirancang guna mengumpulkan dan menyediakan bukti untuk kepentingan persidangan di

pengadilan akan menghasilkan temuan audit yang lebih bermanfaat dibandingkan dengan audit

umum yang disediakan oleh jasa profesi akuntan. Dalam kontek strategi detektif audit forensik

menrapkan prosedur-prosedur investigasi unik yang memadukan kemampuan investigasi bukti

keuangan dengan muatan transaksinya dengan investigasi tindakan pidana dengan muatan untuk

mengobservasi niat atau modus operasSi dari pelakunya.

Dikatakan Vicky, Hoffman, Morgan, dan Patton (1996, dalam Hegazy, 2010) bahwa

penggunaan red flag pada pendeteksisan kecurangan ketika sesuatu hal dicurigai dan ditetapkan

sebagai salah satu tanda (red flag) maka tanda ini dapat membantu auditor untuk lebih

memfokuskan kinerja mereka dalam melakukan penaksiran risiko kecurangan.

Juga dikatakan dan diusulkan oleh Hegazy (2010) bahwa penggunaan standar pemeriksaan

sangatlah diperlukan oleh seorang auditor ketika melakukan penaksiran (assessment), mereka

tidak menetapkan pedoman mereka pada tandatanda fakta yang khusus. Dengan melihat dimana

terdapat faktor yang lebih penting dan harus dipertimbangkan, maka auditor dapat menaksir risiko

audit yang terjadi di dalam penugasan audit mereka dengan lebih konsisten dan efektif.

Berdasarkan penelitian Vicky, Hoffman, Morgan, dan Patton (1996, dalam Hegazy, 2010)

ditemukan penyebab tanda-tanda (red flag) kecurangan yang ditemukan adalah seperti manajer

yang berbohong kepada auditor mengenai pelaporan keuangan perusahaan, pengalaman tingkat

ketidakjujuran manajer kepada auditor, perselisihan yang sering terjadi antara auditor dengan

manajer, dan juga dari keinginan klien untuk mendapat persetujuan opinion shopping dan keinginan

manajer untuk mencapai target ataupun memperoleh keuntungan dari proyek yang ada.

Page 29: Fraud Detection and Prevention Revisi

BAB 4

KESIMPULAN

Red flag adalah signal yang harus dideteksi oleh auditor dalam mengaudit laporan keuangan.

Dalam mendeteksi red flag auditor harus memiliki keahlian dalam mendeteksi dan menaksir risiko

yang ada. Penggunaan red flag pada pendeteksian kecurangan ketika sesuatu hal dicurigai dan

ditetapkan sebagai salah satu tanda maka tanda ini dapat membantu auditor untuk lebih

memfokuskan kinerja mereka dalam melakukan penaksiran risiko kecurangan. Auditor independen

adalah orang yang memiliki independensi dan tidak terikat pada suatu perusahaan secara tetap,

independen terhadap manajemen dan dewan direksi baik dalam kenyataan maupun secara

mental, dan menelaah catatan yang mendukung laporan keuangan secara periodik. Kecurangan

pelaporan keuangan dibagi dalam dua macam yaitu penyelewengan aset dan kecurangan

dalam laporan keuangan, dimana penyelewengan aset ini digolongkan dalam beberapa macam

yaitu kejahatan korupsi dimana terdapat empat macam yaitu konflik kepentingan, signal

kecurangan yang termasuk dalam konflik kepentingan adalah jumlah transaksiyang besar dengan

pemasok tertentu, ada hubungan dengan pihak ketiga yang tidak diketahui. Kemudian pada

kejahatan penyelewengan aset, merupakan kejahatan yang paling sering terjadi, diantaranya

pencurian kas, pemalsuan nota, dan penggajian. Pentingnya red flag bagi auditor independen

dalam mendeteksi kecurangan pada pelaporan keuangan adalah signal tersebut membantu

auditor lebih memfokuskan kinerja dalam melakukan penaksiran risiko kecurangan, kemudian

penggunaan standar pemeriksaan ketika melakukan penaksiran, mereka tidak menetapkan

pedoman mereka pada tanda-tanda fakta yang khusus. Dengan melihat dimana terdapat faktor yang

lebih penting dan harus dipertimbangkan, maka para auditor dapat menaksir risiko audit yang terjadi

di dalam penugasan audit mereka dengan lebih konsisten dan efektif.

Page 30: Fraud Detection and Prevention Revisi

DAFTAR PUSTAKA

Fauzan, IA. 2015. Pengaruh Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi terhadap Pengungkapan Fraud

(Studi Kasus pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa

Barat). http://hdl.handle.net/123456789/318

Rahman, Fatahul. 2011. Peran Manajemen dan Tanggung Jawab Auditor dalam Mendeteksi

Kecurangan Laporan Keuangan. http://www.karyailmiah.polnes.ac.id. JURNAL EKSIS Vol.7

No.2, Agustus 2011: 1816–2000

Sofia, Irma Paramita. 2014. Persepsi Auditor Internal dan Eksternal Mengenai Efektivitas Metode

Pendeteksian dan Pencegahan Tindakan Kecurangan Keuangan. 3rd Economics & Business

Research Festival. ISBN:978-979-3775-55-5, 13 November 2014

Tedjasukma, Fanny Novian. 2012. Pentingnya Red Flag Bagi Auditor Independen untuk Mendeteksi

Kecurangan dalam Laporan Keuangan. BERKALA ILMIAH MAHASISWA AKUNTANSI – VOL. 1,

NO. 3, MEI 2012

Wiratmaja, I Dewa Nyoman. 2010. Akuntansi Forensik dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, 2010 - ojs.unud.ac.id

Zainal, Rizki. 2009. Pengaruh Aktivitas Pengendalian Intern, Asimetri Informasi dan Kesesuaian

Kompetensi terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi (Fraud). Jurnal Akuntansi, 2013

- ejournal.unp.ac.id