Upload
mikoarifin
View
1.262
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
Korelasi Antara Penggunaan Boot Slab Untuk Pengelolaan Fraktur Tertutup
Shaft Metatarsal Satu Dengan Komplikasi Nyeri Menetap, Malunion dan
Non union Pada pasien Di RSHS Dari Januari 2009-Agustus 2010
Widiyatmiko A.P., Ismiarto Y. D., Hidajat N.N., Rasyid H.N.SMF Orthopaedi dan Traumatologi FK UNPAD / Hasan Sadikin, Bandung
Pendahuluan
Fraktur Metatarsal merupakan kasus yang sering didapatkan di RSHS.
Kecelakaan kendaraan bermotor dan kecelakaan kerja yang semakin meningkat juga
mempunyai peranan pada semakin meningkatnya jumlah kasus fraktur metatarsal. Kelima
metatarsal pada kaki mempunyai fungsi yang berbeda sehingga membutuhkan
penatalaksanaan yang berbeda pula. Metatarsal dibagi menjadi tiga bagian Metatarsal 1,
metatarsal 5 dan metatarsal 2-4.1 Mekanisme yang paling sering didapatkan adalah
trauma langsung seperti crush injury atau twisting dan juga akibat gaya langsung yang
bersifat kronis sehingga menyebabkan stress fracture.1-2
OTA mengklasifikasi fraktur metatarsal secara detail mengenai bentuk frakturnya
tetapi tidak berdasarkan stabilitas ataupun penatalaksanaannya. Fraktur metatarsal
berdasarakan klasifikasi ini adalah 81. Identifikasi huruf untuk menunjukan metatarsal
yang terkena, yaitu
T = Metatarsal 1
N = Metatarsal 2
M = Metatarsal 3
R = Metatarsal 4
L = Metatarsal 5
Lalu dilanjutkan dengan kompleksitas dari fraktur
A = diafiseal fraktur simpel dan bentuk baji
B = Parsial artikular dan diafiseal bentuk baji
C = Fraktur intraartikular yang kompleks
Diikuti dengan area yang terkena
1 = metafisis proksimal
2 = diafiseal
3 = metafisis distal
1
Kemudian diikuti dengan nomor yang sesuai dengan bentuk fraktur dan tergantung pada
grup dari nomor yang pertama.1-2
Gambar 1. Klasifikasi fraktur metatarsal.1, 3
Penatalaksanaan untuk fraktur metatarsal adalah non operatif dan operatif 1,2.
Penatalaksanaan disesuaikan dengan tipe fraktur yang didapatkan, bila didapatkan tipe
2
fraktur yang cenderung tidak stabil, gagal dalam reduksi tertutup, maka disarankan
untuk reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi internal (ORIF).1-2
Dari seluruh pasien yang datang ke UGD, sebagian menolak dilakukan tindakan
operasi dan dilakukan pemasangan boot slab. Komplikasi yang belakangan ditemukan
pada kasus ini adalah adanya nyeri menetap, malunion ataupun nonunion.4
Masalah yang timbul setelah dilakukannya reduksi tertutup dan pemasangan
boot slab di RS Hasan Sadikin, masih perlu diteliti lebih lanjut. Oleh karena alasan itu
penulis bermaksud untuk membuat karya tulis ini.
2. METODE
Penelitian dilakukan secara cross-sectional study dalam kurun waktu Januari
2009 sampai Agustus 2010 dengan jumlah pasien fraktur tertutup sebanyak 52 orang
yang hanya menginginkan dilakukan tindakan reduksi tertutup dan pemasangan boot
slab. Data didapatkan dari rekam medis pasien rawat jalan dan diolah secara deskriptif
yang meliputi:
1. Jenis kelamin
2. Umur saat kejadian
3. Mekanisme trauma
4. Klasifikasi
5. Manajemen Trauma
6. Komplikasi
3
Studi korelasi dengan Spearman Test dilakukan pada pasien fraktur tertutup
yang mendapat penanganan secara konservatif dengan boot slab dan komplikasi yang
terjadi berupa malunion, non union dan nyeri menetap.
Kriteria inklusi : semua pasien fraktur metatarsal satu dalam periode Januari
2009 sampai Agustus 2010.
3. PREMIS
1. Metartarsal satu menahan 1/3 berat badan pada forefoot saat seseorang
berdiri.1
2. Malunion adalah komplikasi yang sering terjadi pada fraktur ini.5
3. Malunion, non union dan arthritis merupakan komplikasi yang sering ditemukan
pada fraktur metatarsal satu.1
4. HIPOTESIS
1. Terdapat signifikasi secara korelasi antara pemasangan boot slab dengan
insidensi malunion.
2. Terdapat signifikasi secara korelasi antara pemasangan boot slab dengan
insidensi non union.
3. Terdapat signifikasi secara korelasi antara pemasangan boot slab dengan
insidensi nyeri menetap.
Syarat
H0 accepted if ρ=0 à T-value inside the limit of T-table (95%) in T-curve
H1 accepted if ρ≠0 à T-value outside the limit of T-table (95%) in T-curve
4
1. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian ini didapatkan hasil :
Tabel 1. Pembagian Menurut Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
30
(57%)
22
(43%)
3058%
2242%
laki-lakiperempuan
Gambar 1. Pembagian Menurut Jenis Kelamin
Pada penelitian ini digunakan sampel yaitu 52 pasien dengan fraktur tertutup
metatarsal satu. Dari jumlah 52 pasien tersebut, bila dibedakan menurut jenis kelamin
yang terlihat pada Tabel 1 dan Gambar 1, jumlah pasien fraktur tertutup metatarsal satu
laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan pasien berjenis kelamin perempuan,
5
yaitu 58% berbanding 42%, hal ini sesuai dengan Rockwood (2006) bahwa insidensi
fraktur metatarsal lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
Tabel 2. Usia Pasien Saat terjadi trauma
Usia Jumlah
1 tahun-1 4 tahun
15 tahun – 55 tahun
> 55 tahun
17 pasien
28 pasien
8 pasien
33%
54%
13%
Usia pasien saat kejadian trauma
1-14 th = 17 px15-55 th = 28 pasien> 55 th = 8 pasien
Gambar 2. Usia Pasien Saat terjadi trauma
Sedang pada tabel 2 menunjukkan distribusi para pasien berdasarkan kelompok
umur. Persentase terbanyak ialah pada kelompok pasien berusia 1-14 tahun (28
kasus(54%)). Hal ini merupakan kecenderungan bahwa pada umur tersebut, pasien
6
banyak melakukan aktivitas baik di luar maupun di dalam rumah yang memungkinkan
meningkatnya risiko terjadinya trauma pada ekstermitas bawah, khususnya pada
metatarsal satu.
Tabel 3. Pembagian Mekanisme Trauma
Trauma langsung
47
(90%)
Trauma tidak langsung
5
(10%)
90%
10%
Mekanisme trauma
trauma langsung = 47trauma tidak langsung = 5
Gambar 3. Pembagian Mekanisme Trauma
Tabel 3 dan Gambar 3 memberikan gambaran mengenai mekanisme fraktur
Metatarsal satu yang terjadi. Pada aspek ini, mekanisme trauma lebih sering terjadi
akibat kecelakaan lalulintas dan tertimpa benda berat saat beraktivitas ditempat kerja.
7
Perbandingannya yaitu, 90% berbanding 10%. Hal ini sesuai dengan Early (2006) dimana
kelalaian ditempat kerja sering mengakibatkan trauma langsung pada metatarsal satu.
Tabel 4. Klasifikasi Fraktur Shaft Metatarsal satu menurut OTA
Jenis klasifikasi Jumlah
A1-1 4 kasus
B1-3 4 kasus
C1-3 36 kasus
C2-2 8 kasus
52 kasus
8%8%
69%
15%
Klasifikasi menurut OTA
A1-1B1-3C1-3C2-2
Gambar 4. Klasifikasi Fraktur Metatarsal satu berdasarkan OTA
8
Tabel 4 dan Gambar 4 menampilkan mengenai Klasifikasi fraktur metatarsal satu
berdasarkan OTA. Disini hasil yang didapatkan paling banyak fraktur berada pada shaft
metatarsal satu dengan jumlah paling banyak bersifat kominutif akibat trauma langsung
berjumlah 36 kasus (69%) dan pada proksimal metafisis. Hal ini sesuai dengan distribusi
menurut Early (2006).1
Tabel 5. Komplikasi Fraktur Metatarsal satu
Komplikasi Jumlah
Malunion 10
Non Union 2
Nyeri Menetap 34
Tidak ada masalah 6
9
Malunion Non Union Nyeri menetap tidak ada masalah0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0.2
4%
0.650000000000002
0.11
Gambar 5. Komplikasi Setelah Dilakukan Posterior slab
Dari Tabel 5 dan Gambar 5 memperlihatkan bahwa masalah yang timbul setelah
dilakukan pemasangan posterior slab adalah 34 kasus (65%). Hal ini menurut anamnesis
dan rekam medis kunjungan poli memperlihatkan adanya komplikasi setelah dilakukan
pemasangan slab. Pasien-pasien yang datang ke poli rata-rata masih merasakan adanya
nyeri yang kronis apabila kaki digunakan untuk weight bearing setelah adanya gambaran
union pada tulang metatarsal satu yang fraktur dan pemeriksaan lebih dari dua bulan.
Hasil Uji Korelasi Tes Spearman
Hasil nilai T dari korelasi antara pemasangan boot slab dengan insidensi
terjadinya nyeri menetap adalah adalah : + 4,349
10
Hipotesis ke 3 diterima berdasarkan uji statistik korelasi berdasarkan tes
Spearman.
Kesimpulan: “terdapat korelasi antara nyeri menetap dengan komplikasi berupa
nyeri menetap”.
2. SIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa frekuensi laki-laki dewasa untuk
mendapatkan fraktur metatarsal satu cukup besar, dikarenakan sebagian besar akibat
aktivitas diluar rumah berupa kecelakaan lalu lintas dan akibat tertimpa benda berat di
tempat kerja. komplikasi yang menyertainya yaitu nyeri menetap paling banyak
dikeluhkan oleh pasien saat kontrol lebih dari dua bulan.. Secara studi korelasi,
dibuktikan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara pemasangan boot slab
dengan nyeri menetap. Hal ini dimungkinkan karena kemungkinan terjadinya arthritis
pada pasien-pasien yang menderita fraktur metatarsal satu pada sendi.
11
Daftar Pustaka
1. Bucholz R.W. HJD, Brown C.C. Rockwood and Green's Fractures In Adults. 6
ed. Early JS, editor. Philadelphia: Lippicott Williams and Wilkins; 2006.
2. Veillette C. Metatarsal Fracture - 1st and 5th. Orthopaedia; 2010 [updated
June 06, 2010; cited 2010 9/29/2010].
3. Sarrafian. Anatomy of the Foot and Ankle. Philadelphia: JB Lippincott;; 1993.
4. Schenck R. H. Fractures and dislocations of the forefoot: operative and
nonoperative treatment. J Am Acad OrthopSurg. 1995;3:70-8;
5. Solomon W, Nayagam. . Injuries of the Ankle and Foot. In: Bowyer. G, editor.
Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. London: Hachette UK Company;
2010. p. 907-35.
6. Saraiya MJ. First Metatarsal Fracture. PubMed. 1995;12(4):749-58.
7. Salter R.B., 1982. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System. Baltimore : Williams & Wilkins
7. Miller, Mark D. 2004. Section 2 Upper and Lower Extremities Injuries. Review
of Orthopaedics 4th ed. Philadelphia: Saunders
12