32

FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN
Page 2: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

Oleh :

Ir. Utami, MS

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

Page 3: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi

Wasa, Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Fitokrom dan Mekanisme

Pembungaan”. Karya Ilmiah ini diambil dari beberapa buku fisiologi tumbuhan

dan sejenisnya yang sudah terbit.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna,

sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan petunjuk yang mengarah pada

penyempurnaan karya ilmiah ini. Selanjutnya besar harapan penulis semoga karya

ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Denpasar, 22 Desember 2016

Penulis

Page 4: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5

Fotomorgenesis .............................................................................................................. 5

BAB II PEMECAHAN MASALAH ......................................................................................... 10

2.1. Pengertian Fitokrom .............................................................................................. 10

2.2.Peranan Fitokrom ................................................................................................... 13

2.3. Fungsi Fitokrom...................................................................................................... 15

2.4. Mekanisme Penyerapan Cahaya oleh Fitokrom .................................................... 15

2.5. Fotoperiodisme ...................................................................................................... 17

2.5.1. Induksi Fotoperiodisme ...................................................................................... 19

2.6. Mekanisme Perbungaan ........................................................................................ 20

2.6.1. Efek Cahaya ......................................................................................................... 20

2.6.2. Intensitas Cahaya ................................................................................................ 20

2.6.3. Kualitas Cahaya ................................................................................................... 21

2.6.4. Panjangnya Penyinaran ....................................................................................... 21

2.7. Vernalisasi .............................................................................................................. 22

2.7.1 Letak Vernalisasi .................................................................................................. 22

2.7.2. Hilangnya Vernalisasi .......................................................................................... 22

2.7.3 Interaksi Vernalisasi dengan factor lain ............................................................... 23

2.7.4. Organ Penerima Rangsangan Vernalisasi ........................................................... 23

2.8. Konsep Florigen ...................................................................................................... 24

2.9. Pengaruh Cahaya Red dan Infra Red ...................................................................... 24

2.10. Translokasi Hormon Bunga .................................................................................. 28

BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 29

3.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 31

Page 5: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

4

DAFTAR GAMBAR

NO Halaman

1 Efek cahaya pada perkembangan kecambah monokotil (jagung) dan dikotil

(kacang). Tanaman yang disebelah kiri dari setiap kelompok dikecambahkan

dan ditumbuhkan di rumah kaca, sedangkan yang lainnya ditumbuhkan terus

di tempat gelap selama 8 hari (Foto oleh Frank & Salisbury) ......................... 7

2 Perkecambahan biji slada yang diberi perlakuan cahaya merah (R) dan merah

jauh (Fr). Perlakuan cahaya merah diberikan selama 1 menit, dan cahaya

merah jauh selama 4 menit. Jika pemajanan terakhir dilakukan pada cahaya

merah, biji akan berkecambah, jika pada cahaya merah jauh, biji tetap

dorman. Suhu 7 0 C selama setengah jam dibutuhkan untuk menyelesaikan

perlkuan tersebut, selebihnya pada 19 0 C. ...................................................... 8

3 Perubahan bentuk fitokrom dst ....................................................................... 10

4 Gambar daun Albizzia Julibrissin ................................................................... 12

Page 6: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

5

BAB I PENDAHULUAN

Fotomorgenesis

Cahaya adalah factor lingkungan yang diperlukan untuk mengendalikan

pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Alasan utamany adalah karena

cahaya menyebabkan fotosintesis. Terdapat efek lain dari cahaya yang taka da

hubungannya dengan fotosintesis, dan sebagian besar efek ini mengendalikan

wujud tumbuhan, artinya perkembangan struktur atau morfogenesisnya (awal dari

pembentukan wujudnya). Selanjutnya pengendalian morfogenesis oleh cahaya

disebut fotomorfogenesis.

Agar cahaya mampu mengendalikan perkembangan tumbuhan, maka

tumbuhan harus menyerap cahaya. Terdapat 4 macam penerimaan cahaya yang

dikenal dalam memoengaruhi fotomorfogenesis pada tumbuhan antara lain adalah

sebagai berikut :

1. Fitikrom, yang dikenal paling kuat menyerap cahaya merah dan merah-

jauh, juga cahaya biru. Terdapat 2 jenis fitokrom yaitu fitokrom-red (Pr)

dan fitokrom far-red (Pfr)

2. Kriptokrom, yaitu kelompok sejumlah pigmen yang serupa dan belum

begitu dikenal; menyerap cahaya biru dan panjang gelombang ultraviolet-

gelombang panjang daerah UV-A sekitar 320 sampai 400nm. Dinamakan

kriptokrom karena peran pentingnya kusus pada kriptogram (tumbuhan tak

berbunga)

3. Penerima cahaya UV-B, yaitu satu atau beberapa senyawa tak dikenal

(secara teknis bukan pigmen) yang menyerap radiasi ultraviolet antara 280

dan 420nm.

4. Protoklorofilida a, yaitu pigmen yang menyerap cahaya merah dan biru,

bisa tereduksi menjadi klorofl a.

Dari beberapa penerima cahaya tersebut diatas maka penekanan yang lebih

pada fitikrom karena senyawa fitokrom yang paling banyak dikenal dan

nampaknya merupakan penerima cahaya terpenting pada tumbuhan berpembuluh.

Fitokrom dan penerima cahaya lainnya mengatur berbagai proses morfogenik,

yang bermula dari perkecambahan biji dan perkembangan kecambah, serta

mencapai puncaknya pada pembentukkan bunga dan biji yang baru.

Seorang peneliti ternama dibidang fotomorfogenesis tumbuhan bernama

Hans Mohr menekankan bahwa fotomorfogenesis mempunyai 2 tahapan penting

yaitu a) kekhasan pola, yaitu sel dan jaringan berkembang dan menjadi mampu

breaksi terhadap cahaya dan perwujudan pola, yang dalam masa tersebut

berlangsung proses yang tergantung pada cahaya (Mohr, 1983); b) Aspek penting

lainnya dalam fotomorfogenesis ialah perlunya system penguatan (seperti yang

ditegaskan pada kerja hormone). Jumlah molekul dalam tumbuhan yang menjadi

Page 7: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

6

terpengaruh oleh cahaya barangkali beberapa ribu atau beberapa juta kali lebih

banyak daripada jumlah foton yang menyebabkan terjadinya respon. Pada banyak

kasus (tapi tidak semuanya), pengaktifan gen merupakan bagian dari proses

penguatan tersebut.

Beberapa efek fotomorfogenetik cahaya dapat dengan mudah dikenali

dengan cara membandingkan kecambah yang tumbuh di tempat terang dengan

kecambah yang tumbuh ditempat gelap. Biji yang besar, yang mengandung

banyak cadangan makanan, mampu menghilangkan kebutuhan akan fotosintesis

selama beberapa hari. Kecambah yang tumbuh dalam gelap akan teretiolasi (pucat

atau lemah).

Beberapa perbedaan yang jelas terlihat akibat cahaya ialah :

1. Produksi klorofil terpacu oleh cahaya

2. Pembukaan daun terpacu oleh cahaya, tetapi tidak terlalu nyata pada

tumbuhan monokotil (jagung) dibandingkan dengan pada tumbuhan dikotil

(kacang-kacangan)

3. Pemanjangan batang terhambat oleh cahaya (pada kedua species)

4. Perkembangan akar terpacu oleh cahaya (pada kedua species)

Penemuan dan pemisahan fitokrom, serta bukti kepentingannya sebagai

pigmen yang mengendalikan berbagai respon fotomorfogenik merupakan prestasi

yang paling penting dibidang fisiologi. Sebagian besar penelitian yang mengarah

kepada pelacakan dan pemisahan fitokrom dilakukan di pusat penelitian

departemen pertanian di Amerika Serikat antara tahun 1945 – 1960. Sejarah

penemuan fitokrom dirangkum oleh beberapa peneliti antara lain Harry

Aborthwich (1972); Briggs (1976), dan Furuya (1987). Sterling B Henndrikcks

menguraikan beberapa aspek tentang penemuan fitokrom yang dalam ulasannya

sebagai berikut :

Pada tahun 1920, W. W. Garner dan H. A. Allard mendapatkan bahwa

perbandingan lamanya masa penyinaran dan masa gelap dapat mengendalikan

pembungaan pada tumbuhan tertentu. Kemudian pada tahun 1938, seorang

peneliti menemukan bahwa pada cocklebur, membutuhkan waktu malam yang

lebih panjang daripada panjang minimum krieisnya untuk berbunga (artinya,

tumbuhan hari pendek), akan terhambat pembungaannya apabila masa gelap itu

diselingi dengan cahaya dalam waktu singkat. Cahaya merah-jauh lebih efektif

dibandingkan dengan panjang gelombang lainnya.

Page 8: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

7

Gambar 1 Efek cahaya pada perkembangan kecambah monokotil (jagung) dan dikotil (kacang). Tanaman yang disebelah kiri dari setiap kelompok dikecambahkan dan ditumbuhkan di rumah kaca, sedangkan yang lainnya ditumbuhkan terus di tempat gelap selama 8 hari (Foto oleh Frank & Salisbury)

Cahaya merah yang menginterupsi masa gelap juga merupakan warna

cahaya yang paling efektif untuk memacu pembungaan pada jelai wintex dan

tumbuhan hari panjang lainnya, yang membutuhkan waktu malam yang lebih

pendek dan waktu siang yang lebih panjang waktu kritisnya. Borthwick dan

Hendriks selanjutnya mempelajari dormansi biji banyak species. Mereka membuat

spektograf besar, yang dengan sumber cahaya yang terang dapat memisahkan

berbagai warna cahaya dalam luasan daerah yang sangat besar, sehingga tanaman

pot yang dijajarkan dapat menerima panjang gelombang yang berbeda-beda.

Mereka memperoleh spectrum kerja dengan puncak pada panjang gelombang

merah untuk memacu perkecambahan biji selada Grand Rapids, yang biasanya

hanya berkecambah 5 sampai 20% keadaan gelap. Telah diketahui sejak tahun

1930-an bahwa cahaya merah memacu perkecambahan biji-bijian tersebut, tetapi

cahaya biru atau merah-jauh menghambat.

Page 9: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

8

Gambar 2 Perkecambahan biji slada yang diberi perlakuan cahaya merah (R) dan merah jauh (Fr). Perlakuan cahaya merah diberikan selama 1 menit, dan cahaya merah jauh selama 4 menit. Jika pemajanan terakhir dilakukan pada cahaya merah, biji akan berkecambah, jika pada cahaya merah jauh, biji tetap dorman. Suhu 7 0 C selama setengah jam dibutuhkan untuk menyelesaikan perlkuan tersebut, selebihnya pada 19 0 C.

Produksi biji sering kali merupakan tujuan utama prosuksi tanaman

budidaya. Produksi biji merupakan bermacam-macam peristiwa fisiologi dan

morfologis yang mengarah pada pembungaan dan pembuahan sebagai respons

terhadap fotoperiode (panjang hari) dan temperature. Respons pembungaan dan

pembuahan terhadap factor-faktor lingkungan tersebut telah menjadi subjek

penyelidikan yang intensif selama kurang lebih 50 tahun.

Studi ditahun 1920-an memberikan arah ke identifikasi fotoperiode

sebagai factor lingkungan yang mengendalikan pembungaan. Studi berikutnya

menunjukkan bahwa niktoperiode (panjang malam), dan bukan panjangnya hari

yang merupakan factor yang menentukan pengendalian respons tanaman. Apabila

periode gelap diselingi oleh pencahayaan singkat dengan energy rendah hasilnya

adalah pengaruh hari panjang.

Walaupun demikian, interupsi periode terang dengan suatu penggelapan

tidak memberikan pengaruh terhadap pembungaan. Studi berikutnya oleh ilmuan

USDA lainnya menunjukkan bahwa fitokrom merupakan pigmen penerima

cahaya (fotoreseptor) dalam pengendalian proses-proses perkembangan seperti

pembungaan dan menunjukkan bagaimana fitokrom bereaksi dalam hubungannya

dengan kualitas cahaya dibagian merah spectrum. Peranan daun dewasa sebagai

tempat produksi perangsang pembungaan (hormone) dan transport hormone ke

Page 10: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

9

meristem dan pengaktifan telah menjadi bahan penelitian yang menarik sejak awal

penyelidikan.

Produksi biji seringkali menjadi tujuan produksi tanaman budidaya.

Produksi biji merupakan bermacam-macam peristiwa fisiologis dan morfologis

yang mengarah kepadake pembungaan dan pembuahan sebagai respon terhadap

fotoperiodisma (panjang hari) dan temperature, Respon pembungaan dan

pembuahan terhadap factor-faktor lingkungan tersebut telah menjadi subyek

penyelidikan yang intensif selama kurang lebih 50 tahun,

Studi ditahun 1920-an memberikan arah ke identifikasi fotoperiode

sebagai factor lingkungan yang mengendalikan pembungaan. Studi berikutnya

menunjukkan bahwa niktoperiode (panjang malam), dan bukan panjangnya hari

yang merupakan factor yang menentukan pengendalian respon tanaman. Apabila

periode gelap diselingi oleh pencahayaan singkat dengan energy rendah hasilnya

adalah pengaruh hari panjang. Walaupun demikian interupsi periode terang

dengan suatu penggelapan tidak memberikan pengaruh terhadap pembungaan.

Studi berikutnya oleh ilmuwan lainnya menunjukkan bahwa fitokrom merupakan

pigmen penerima cahaya (fotoreseptor) dalam pengendalian proses-proses

perkembangan seperti pembungaan, dan menunjukkan bagaimana fitokrom

bereaksi dalam hubungannya dengan kualitas cahaya dibagian merah spectrum.

Peranan daun dewasa sebagai tempat produksi perangsang pembungaan

(hormone) dan transport hormone ke meristem dan pengaktifan meristem telah

menjadi bahan penelitian yang menarik sejak awal penyelidikan.

Dengan penyusunan makalah ini dapatlah diketahui masalah-masalah yang

berhubungan dengan aktifitas fitokrom didalam mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman seperti : pengertian tentang fitokrom, transformasi

fitokrom, pengertian fotoperiodisma, mekanisme pembungaan, pengertian

vernalisasi, translokasi hormone bunga, cara pembungaan Arabidopsis, serta

mengetahui peranan fitokrom.

Page 11: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

10

BAB II PEMECAHAN MASALAH

2.1. Pengertian Fitokrom

Fitokrom adalah reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh

tumbuhan untuk menyerap atau mendeteksi cahaya. Sebagai sensor, fitokrom

terangsang oleh cahaya merah dan infra merah, cahaya infra merah memiliki

panjang gelombang yang lebih besar daripada cahaya merah. Fitokrom

detemukan pada semua tumbuhan. Molekul yang serupa juga ditemukan pada

bakteri. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek

Adapun bentuk fitokrom dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini :

Gambar 3 Perubahan bentuk fitokrom dst

fisiologi adaptasi terhadap lingkungan seperti fotoperiodisme (pengaturan

saat berbunga pada tumbuhan ), perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan

kecambah (khususnya pada tanaman dikotil), morfologi daun, pemanjangan ruas

batang, serta pembuatan (sintesis ) klorofil. Secara struktur kimia bagian sensor

fitokrom adalah suatu kromofor dari kelompok bilin (jadi disebut fitokromobilin),

yang masih sekeluarga dengan klorofil atau hemoglobin (kesemuanya memiliki

kerangka heme). Kromofor ini dilindungi atau diikat oleh apoprotein, yang juga

berpengaruh terhadap kinerja bagian sensor. Kromofor dan apoprotein inilah

yang secara bersama-sama disebut sebagai fitokrom. Penelitian rintisan terhadap

pengaruh cahaya merah dan merah jauh terhadap pertumbuhan tumbuhan antara

1940 – 1960 dilakukan oleh Sterling Hendricks dan Harry Borthwick dari pusat

Penelitian Pertanian Beltsville di Maryland, dengan menggunakan spektogaraf

dari bahan-bahan sisa perang dunia ke dua. Dari hasilnya diketahui bahwa cahaya

merah memacu perkecambahan dan memicu tanggap untuk pembungaan. Lebih

lanjut, cahaya merah jauh berpengaruh sebaliknya terhadap pengaruh cahaya

merah. Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa bagian yang peka terhadap

rangsang cahaya ini berada di daun.

Bagaimana penerima cahaya menimbulkan fotomorfogenesis? Yang jelas

belum difahami benar bgaimana cara penerima cahaya bisa menyebabkan

fotomorfogenesis. Walau demikin, tampaknya terdapat dua efek utama yang

berbeda`kecepatannya. 1) Salah satu aspek dapat dianggap sebagai efek yang

Page 12: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

11

berlangsung cepat pada permeabilitas membrane. 2) Yang lainnya dapat dianggap

sebagai aspek yang lebih lambat pada ekspresi gen.

Penelitian tentang pengendalian ekspresi gen telah banyak dilakukan ,

meskipun pengendalian seperti itu mungkin sering bergantung pada efek

sebelumnya yang diinduksi cahaya, yaitu efek sebelumnya yang diinduksi cahaya,

yaitu efek perubahan permeabilitas membrane yang berpengaruh pada aliran ion

(terutama ion Ca2+) yang melintasi membrane plasma dan tonoplas.

Penelitian awal oleh para penemu Fitokrom dan peneliti-peneliti lain

menunjukkan bahwa : Pfr khususnya bekerja dengan cara mengubah permeabilitas

membrane, dan bahwa respon fotomorfogenetik adalah akibat perubahan tersebut

(dikeluarkan oleh Roux 1986; Kendrich dan Bossen, 1987)

Penelitian selanjutnya menegaskan bahwa: pada beberapa sel dari

beberapa spesies terjadi respon yang cepat (beberapa detik sampai dengan

beberapa menit), bukan hanya terhadap Pfr, tetaoi juga terhadap kriptokrom yang

diaktifkan cahaya biru. Salah satu efek Pfr yang paling cepat ternyata terjadi pada

potongan ujung akar jelai dan kacang hijau, oleh karena itu fenomena ini

dinamakan efek Tanada (Tanada 1968)

Efek Tanada adalah sebagai berikut, apabila potongan ujung akar jelai

dicampur dalam gelas piala dengan IAA/ATP dan beberapa garam mineral +++,

maka perlakuan singkat dengan cahaya merah akan menyebabkan potongan akar

tersebut menempel pada dinding gelas dalam waktu beberapa detik. Dalam hal ini

dinding gelas mempunyai muatan yang agak negative (sebab gelas tersebut telah

dicuci dengan larutan fosfat encer) yang berarti ujung akar yang diberi perlakuan

cahaya merah menjadi bermuatan sedikit positif (barangkali karena adanya

perpindahan H+ dari sitosol ke dinding sel oleh ATP ase di membrane plasma.

Selanjutnya perlakuan singkat dengan cahaya merah jauh dengan cepat

menurunkan muatan positif pada ujung akar dan menyebabkan terlepas dari

dinding gelas. Fitokrom yang menyebabkan respon ini terletak di tudung akar.

Efek cepat lain dari Pfr yaitu pemacuan gerak “Niktinasti” (gerak tidur)

pada jenis kacang-kacanngan tertentu. Dalam kasus ini Pfr juga berkgerak pada

membrane sebab : elektropotensial pada kedua sisi membrane plasma menjadi

terganggu dan kemudian ion Kalium (K+) diangkut dengan cepat dari sel peregang

menuju sel penekuk pada pulvinus sel (gerakan ini terdapat pada pohon

sutra(albizzia julibrissin) pada malam menutup dan terangkat ke atas, putri malu

(Mimosa Pudica), pohon hujan (Samanea Saman) pada malam menutup dan

terangkat ke bawah.

Page 13: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

12

Banyak tumbuh-tumbuhan yang umum, gerakan daun, dari hamper

mendatar (pada siang hari) dan hamper tegak (pada malam hari). Sedangkan gerak

miktinastik yang khas merupakan proses berirama yang dikendalikan oleh

interaksi antara lingkungan dan waktu biologis (disini tekanan diarahkan kepada

“respon motor” yang berperan dalam pergerakan). Pada kedua kasus tersebut,

sejumlah sel di pulvinus yang mengembang saat membuka disebut ekstensor,

sedangkan sel yang mengkerut disebut fleksor.

Apa yang mendorong air mengalir dari satu sisi pulvinus ke sisi lainnya?

Pada tahun 1955 Hideo Toriyama dan Tariyama, 1962 mengamati polvinus pada

putri malu (Mimosa Pudica) dan menemukan bahwa ion K+ bergerak keluar dari

sel yang kehilangan air. Kemudian penelitian lain menemukan bahwa konsentrasi

K+ pada pulvinus Albizzia sangat tinggi dan menutupnya anak daun disertai

kehilangan ion K+. Perubahan serupa pernah terlihat pada Sammanea. Jadi pada

Mimosa, Albizzia, dan Sammanea pergerakan air terjadi sebagai responnya

terhadapa gaya penggerak osmotic pengangkutan ion, persis seperti pada

pembukaan dan penutupan stomata.

Gambar 4 Daun Albizzia Julibrissin

Page 14: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

13

2.2.Peranan Fitokrom

Fitokrom pada Perkecambahan dalam Gelap dan Pertumbuhan Kecambah

Akumulasi fitokrom dalam bentuk Pr pada perkecambahan dalam kondisi

gelap adalah stabil. Sekali dipaparkan pada cahaya dan dikonfersikan pada Pfr,

fitokrom mengalami transformasi yang menyebabkan hilangnya Pfr dan fitokrom

total.

Seperti yang telah diperkirakan, fitokrom disintesis dalam bentuk Pr yang

meyerap warna merah, yang stabil dan terakumulasi pada biji dan kecambah

dalam kondisi gelap. Kecambah yang mengalami etiolasi, telah menjadi sumber

yang disukai dalam penelitian fitokrom sejak awal karena dua alasan. Pertama ,

kecambah yang mengalami etiolasi mengakumulasi sejumlah besar pigmen.

Kedua, ketidakadaan klorofil menyebabkan kemungkinan yang lebih besar dalam

mengukur fitokrom secara langsung pada jaringan dengan spektrofotometer yang

diadaptasi untuk digunakan dengan optic rapat, bahan yang menghamburkan

cahaya. Dengan cara ini, perubahan jumlah total fotokrom dan proporsi Pr dan

Pfr dapat diamati bersamaan dengan control penyinaran. Penelitian secara in vivo

ini telah mengkonfirmasi banyak prediksi awal.

Pada perkecambahan dalam kondisi gelap, paparan gelombang cahaya

merah yang singkat mengubah Pr menjadi Pfr. Gelombang cahaya Far-red

meniadakan efek cahaya merah dan membatalkan respon fisiologis. Hal ini

menunjukkan bahwa Pfr, setidaknya pada kondisi perkecambahan kondisi gelap,

relative tidak stabil dan jika tidak dihilangkan se4cara fitokimia, konsentrasinya

akan berkurang dalam keadaan gelap selama kurang lebih 1 – 1,5 jam.

Kehilangan Pfr bersamaan dengn penurunan jumlah total fitokrom. Kejadian

kinetic ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa kedua bentuk pigmen merupakan

subyek degradasi kimia yang irrevelsibel. Pr Terakumulasi pada keadaan gelap

hingga tingkat sintesisnya sesuai dengan tingkat degradasi Pr. Berdasarkan

perlakuan cahaya merah yang mengubah Pr menjadi Pfr kandungan total fotokrom

menurun karena tingkat degradasi Pfr mencapai 100 kali lebih besar dibandingkan

dengan tingkat degradasi Pr.

Sebagaimana diketahui anak-anak secara virtual, tumbuhan yang tumbuh

di tempat gelap memiliki penampakan yang berbeda, detilnya dapat bervariasi

antara spesies satu dan lainnya, tetapi umumnya perkecambahan batang fikotil

lebih panjang dan lermah, biasanya membentuk kurva yang jelas di bawah daun.

Daunnya mengalami keterlambatan perkembangan, tetap kecil dan menutup,

hamper sama seperti keadaan embrio. Tidak tampak klorofil dan warnanya

tampak putih atau kuning. Daun rumput-rumputan tetap memanjang tetapi masih

dalam keadaan menggulung. Internodus pertama atau mesokotil, pada

perkecambahan rumput memanjang berlebihandalam gelap dan koleoptil, yang

Page 15: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

14

merupakan modifikasi daun, tumbuh dengan lambat. Kondisi umum ini

disebabkan tumbuhan tersebut tumbuh pada kondisi gelap dan disebut etiolasi.

Ciri lain etiolasi adalah terhambatnya perkembangan kloroplas dan rendahnya

aktifitas banyak enzim.

Pada perkecambahn dikotil, pemanjangan hipokotil , pembukaan kait

plumula, dan pelebaran daun mendapat perhatian lebih. Dengan radiasi cahaya

putih, tingkat pertumbuhan hipokotil lambat, kail hipokotil lurus, dan

pemanjangan epikotil semakin cepat. Cahaya juga menstimulasi daun untuk

membuka, melebar, dan melengkapi perkembangannya. Perkembangan kloroplas

berjalan dan daun hijau karena akumulasi klorofil

Signifikansi ekologis respon tersebut tidak sulit untuk disusun. Ingatlah

bahwa tumbuhan merupakan organisme fotosintetik secara fundamental. Sebuah

biji memiliki jaringan nutritive yang terbatas sehingga setidaknya harus

mencukupi dalam mendukung perkecambahan hingga tumbuhan tersebut

berkecambah dan mampu untuk melakukan fotosintesisdan mensuplai energy dan

karbon. Dalam kondisi gelap, cadangan makanan biji digunakan untuk

pemanjangan sumbu agar memaksimalkan kemungkinan plumula, daun muda,

mencapai cahaya dan dapat melakukan fotosintesis sebelum cadangan

makanannya habis. Sekali terpapar cahaya, sisa cadangan makanan mungkin

digunakan untuk pembentukan jaringan fotosintetik, dan lainnya. Karena itu

peran fitokrom dalam perkembangan perkecambahan muncul sebagai penyampai

informasi pada kecambah terkait posisinya terhadap permukaan tanah.

Peran Antagonis antara Pr dan Pfr

Mekanisme kerja fitokrom banyak hipotesis diketemukan tentang

mekanisme kerja dari fitokrom. Salah satunya menyatakan kerja biologi pada

mekanisme kerja fitokrom ini terjadi setelah terbentuknya Pfr (fitokrom infra red

Pr<==========>Pfr -----------------> kerja biologis (merah jauh)

Sumber fitokrom dapat diperoleh dari biji-biji yang etiolasi, sedangkan

pada jaringan normal hanya sedikit. Pada beberapa jaringan, perubahan Pr dan

tidak selalu diikuti dengn terjadinya respon morfogenetik. Perubahan Pr <--------

------------>Pfr prosesnya tidak sederhana seperti ditunjukkan di atas. Pengukuran

dengan spektrofotometer menunjukkan bahwa Pfr mungkin dipecah oleh cahaya

merah jauh, tidak menunjukkan hubungan secara kuantitatif dengan hilangmya

Pfr. Diduga mungkin Pfr berubah menjadi suatu derivate yang secara fotokimia

tidak aktif.

Page 16: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

15

Pr < ===== >Pfr -------------->Pfr x ------------> kerja biologi (merah

jauh) dirombak

Selain mengatur pembungaan, siklis pertukaran Pr Pfr kini juga diketahui

mengatur fungsi pertumbuhan yang lain. Siklus ini misalnya merangsang

perkecambahan biji benih dan memperlambat pemanjangan batang. Keadaan Pfr

dengan jelas menunjukkan kepada biji bahwa terdapat cahaya matahari dan

keadaannya sesuai bagi perkecambahan. Setelah perkecambahan, keadaan Pr

menandakan bahwa pemanjangan batang perlu terjadi untuk memungkinkan

tumbuhan menerima cahaya matahari. Anah benih yang ditanam dalam keadaan

gelap akan mengetiolat, yaitu batangnya bertambah panjang dan daunnya juga

tetap kecil. Sebaiknya anak banih dibukakan terhadap cahaya matahari dan Pr

ditukarkan kepada Pfr. Anak benih mulai tumbuh secara normal daunnya

bertambah besar dan batangnya berkecambah. Untuk itulah peran Pr dan Pfr harus

seimbang pada tanaman.

2.3. Fungsi Fitokrom

Fitokrom berfungsi sebagai fotodetektor yang memberitahukan tumbuhan

apakah ada cahaya atau tidak. Selain itu fitokrom juga berfungsi memberikan

informasi pada tumbuhan mengenai kualitas cahaya. Saat proses perkecambahan,

fitokrom memiliki sangat membantu memacu perkembangan akar. Cahaya merah

yang ditangkap oleh fitokrom memiliki banyak fungsi. Cahaya merah yang

memacu perkembangan perkecambahan biji, biru atau merah jauh dapat

menghambat perkecambahan. Beberpa percobaan tentang perkecambahan biji

telah dilakukan. Pemberian perlakuan cahaya merah jauh setelah perlakuan

cahaya merah, tidak terjadi perkembangan atau perkcambahan. Namun pemberian

cahaya merah (Pr) setelah cahaya merah jauh (Prf) akan membentuk kecambah.

Dengan kata lain, pemberian cahaya akhirlah yang mempengaruhi terhadap

perkecambahan biji.

2.4. Mekanisme Penyerapan Cahaya oleh Fitokrom

Dalam control fotoperiodik perbungaan dan banyak respon tumbuhan

terhadap pencahayaan, fitokrom (phytochrome) berfungsi sebagai fotodetektor

yang memberitahukan tumbuhan apakah ada cahaya atau tidak. Secara kimia,

fitoktom (Phytochrome) mempunyai dua bentuk yaitu merah (Pr) dan merah jauh

(Prf). Fitokrom (phytochrome) merah (Pr) dan merah jauh (Pfr) pada daun turut

berperan pada proses fisiologis pembungaan tanaman. Pada percobaan mengenai

control fotoperiode pada perbungaan, sinar merah dengan panjang gelombang 660

nm adalah sinar yang paling efektif untuk mengintrupsi panjang malam.

Suatu tumbuhan hari pendek yang dipelihara pada panjang malam kritis

akan gagal berbunga jika suatu pemaparan singkat pada sinar merah (Pr) menyela

Page 17: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

16

periode gelap tersebut. Pemendekan panjang malam oleh sinar merah dapat

dihambat dengan pemberian seberkas sinar yang memiliki panjang gelombang

sekitar 730 nm. Panjang gelombang ini berada pada bagian merah jauh (Pfr) dari

spectrum cahaya dan hampir tidak terlihat oleh mata manusia. Jika sinar merah

(Pr) selama periode gelap diikuti oleh sinar merah jauh (Pfr), tumbuhan tersebut

akan mempersepsikan tidak ada interupsi pada malam panjang.

Masing-masing gelombang sinar akan meniadakan pengaruh panjang

gelombang sinar yang mendahuluinya, jumlah berkas sinar yang diberikan tidak

akan mempengaruhi, hanya panjang gelombang sinar yang terakhir saja yang akan

memperngaruhi pengukurang panjang malam oleh tumbuhan. Kedua bentuk

photoreceptor (Pr dan Pfr) bisa berkonvesi satu sama lain, tergantung jenis sinar

yang diterimanya. Bila tanaman menerima lebih banyak sinar merah, maka Pr

akan terkonversi menjadi Pfr dan menyebabkan jumlah Pfr bertambah, begitu pula

sebaliknya. Bila jumlah Pfr lebih banyak dari Pr maka selang waktu tertentu,

pertumbuhan apical (apical dominance) akan terhenti dan tanaman teinduksi ke

fase generative.

Pr dan Pfr dapat menyerap cahaya namun pada tingkat dan radiasi yang

rendah tidak mampu membentuk respon fisiologis. Secara kimiawi fitokrom

merupakan homodimer dan suatu polipeptida yang masing-masing memiliki

gugus prostetik yang disebut kromofor. Kromofor yang menyerap cahaya dan

memberikan efek fisiologis pada fitokrom. Pr yang diubah menjadi Pfr terjadi

perubahan struktur Cis-Tran pada kromofor yang menjadikan efek fisiologis.

Fitokrom terdapat 2 macam yaitu fitokrom 1 dan fitokrom 2. Fitokrom 1 banyak

terdapat pada kecambah yang teretiolasi, dan fitokrom 2 terdapat pada tumbuhan

hijau dan biji yang berkembang ditempat yang bercahaya. Pada semua tumbuhan

fitokrom ada dan disintesis dalam bentuk Pr dan Pfr tak tersintesis dalam keadaan

gelap. Fitokrom tersebar didalam sel di nucleus dan seluruh sitosol. Fitokrom tipe

1 berkembang dan jumlahnya meningkat 100 kali dalam keadaan gelap dan akan

hilang jika terkena cahaya. Hilangnya fitokrom tipe 1 disebabkan karena

tumbuhan berhenti mentraskripsikan mRNA (mudah terhidrolisis) dan protein

penyusunnya mudah rusak karena cahaya. Fitokrom tipe 1 dapat tidak aktif karena

cahaya merah yang diserap oleh fitokrom tersebut. Pr akan mengurangi

pembentukan Pfr.

Sistem fitokrom juga me<mberikan informasi pada tumbuhan mengenai

kualitas cahaya. Cahaya matahari meliputi radiasi cahaya merah dan merah jauh.

Dengan demikian selama siang hari fotoreverso Pr dan Pfr mencapai suatu

keseimbangan dinamis dengan rasio kedua fitokrom tersebut menunjukkan jumlah

relatif cahaya merah dan cahaya merah jauh. Mekanisme pengindraan ini

memungkinkan tumbuhan menyesuaikan diri dengan perubahan cahaya.

Page 18: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

17

2.5. Fotoperiodisme

Foto periodisme adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran

(panjang pendeknya hari) yang dapat merangsang pembungaan. Istilah

fotoperiodisme digunakan untuk fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan

dipengaruhi oleh lama penyinaran yang diterima oleh tumbuhan tersebut.

Beberapa jenis tumbuhan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lamanya

penyinaran, terutama dengan kapan tumbuhan tersebut memasuki fase

generatifnya, misalnya pembungaan. Menurut Lakitan (1994) beberapa tumbuhan

akan memasuki fase generative (membentuk organ reproduktif) hanya jika

tumbuhan tersebut menerima penyinaran yang panjang > 14 jam dalam setiap

periode sehari semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan yang hanya akan

memasuki fase generative jika menerima penyinaran singkat < 10 jam (Mader,

1995).

Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat

macam, yaitu : Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena

penyinaran kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan,

jagung, kedelai, anggrek, dan bunga matahari. Tumbuhan hari panjang, tumbuhan

yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam (14 – 16 jam) sehari.

Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit gula, selada, dan

tembakau. Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena

penyinaran kira-kira 12 jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan

tebu. Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsive terhadap panjang

hari untuk pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi,

wortel liar, dan kapas. Tumbuhan hari netral percobaan yang dilakukan Garner

dan Alard pada tahun 1920 di Amerika Serikat menemukan bahwa tembakau

varietas Martland Mammoth adalah tumbuhan hari pendek (short day plant),

karena tumbuhan ini nyatanya memerlukan suatu periode terang yang lebih

pendek dibandingkan panjang siang hari yang kritis untuk pembungaan,

pembungaan terjadi pada musim dingin. Krisan, poinsettia, dan beberapa varietas

kacang kedelai merupakan contoh tumbuhan hari pendek yang pada umumnya

berbunga pada akhir musim panas, musim gugur, atau musim dingin.

Kelompok lain yang bergantung pada fotoperiode hanya akan berbunga

ketika periode terang lebih lama beberapa jam. Tumbuhan hari panjang (long day

plant) ini umumnya berbunga pada akhir musim semi atau awal musim panas.

Bayam misalnya, memerlukan panjang siang hari 14 jam atau lebih lama. Lobak,

selada, iris, dan banyak varietas sereal lain merupakan tumbuhan hari panjang.

Perbungaan pada kelompok ke tiga, yaitu tumbuhan hari netral, tidak dipengaruhi

oleh fotoperiode. Tomat, padi, dan dandelion adalah contoh tumbuhan hari netral

(day neutral plant) yang berbunga ketika mereka mencapai tahapan pematangan

tertentu, tanpa memperdulikan panjang siang hari pada waktu itu (Haryanto,

Page 19: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

18

2010). Yang dimaksud dengan panjang hari disini bukan panjang hari secara

mutlak, tetapi panjang hari kritis. Tumbuhan hari panjang (LDP) mungkin

memiliki panjang hari kritis lebih panjang lebih pendek daripada tumbuhan hari

pendek (SDP). Dinyatakan bahwa tumbuhan hari panjang akan berbunga apabila

memperoleh induksi penyinaran yang sama atau lebih dari panjang hari kritisnya

dan sebaliknya tumbuhan hari pendek akan berbunga apabila memperoleh

penyinaran sama atau lebih pendek dari panjang hari kritisnya (Sasmitamihardja,

1996). Sebelumnya diduga bahwa tumbuhan dirangsang pembungaannya oleh

lamanya panjang hari (day length). Pada tahun 1940-an peneliti menemukan

bahwa sesungguhnya panjang malam atau panjang kegelapan tanpa selingan

cahaya atau niktoperiode, dan bukan panjang siang hari yang mengonteol

perbungaan dan respons lainnya terhadapa fotoperiode (Franklin, dkk, 1991).

Banyak peneliti bekerja dengan cocklebur, yaitu suatu tumbuhan hari pendek yang

berbunga hanya kerika panjang siang hari 16 jam atau lebih pendek (dan panjang

malam paling tidak 8 jam). Jika siang hari fotoperiode diselang dengan pemberian

kegelapan singkat, tidak ada pengaruh pada perbungaan. Namun, jika bagian

malam atau periode gelap dari fotoperiode disela dengan beberapa menit

penerangan cahaya redup, tumbuhan tersebut tidak akan berbunga. Cocklebur

memerlukan paling tidak 8 jam kegelapan secara terus menerus supaya dapat

berbunga.

Tumbuhan hari pendek sesungguhnya adalah tumbuhan malam panjang,

tetapi istilah yang lebih kuno tersebut tertanam kuat dalam jargon fisiologi

tumbuhan. Tumbuhan hari panjang sesungguhnya tumbuhan malam pendek,

apabila ditanam pada fotoperiode malam panjang yang biasanya tidak

menginduksi perbungaan, tumbuhan hari panjang akan berbunga jika periode

kegelapan terus menerus diperpendek selama beberapa menit dengan pemberian

cahaya. Dengan demikian, respon foroperiode tergantung pada suatu panjang

malam kritis. Tumbuhan hari pendek akan berbunga jika durasi malah hari lebih

lama dibanding dengan panjang kritis (8 jam untuk cocklebur), tumbuhan hari

panjang akan berbunga ketika malam hari lebih pendek dibanding dengan panjang

malam kritis. Industri penanaman bunga telah menerapkan pengetahuan ini untuk

menghsilkan bunga diluar musimnya. Chrythemum misalnya adalah tumbuhan

hari pendek yang biasanya berbunga pada musim gugur, tetapi pembungaannya

dapat ditunda sampai hari ibu (America serikat, red) pada bulan Mei dengan cara

menyela setiap malam panjang dengan seberkas cahaya, yang merubah satu

malam panjang menjadi malam pendek. Pada banyak spesies tumbuhan hari

pendek atau tumbuhan hari panjang, perbungaan cukut diinduksi dengan

memaparkan sebuah daun tunggal terhadap fotoperiode yang tepat. Meskipun

hanya satu daun dibiarkan bertaut pada tumbuhan, fotoperiode akan tetap

terdeteksi dan tunas bunga akan diinduksi. Namun, jika semua daun dibuang,

tumbuhan akan buta terhadap fotoperiode. Transmisi meristem dari pertumbuhan

Page 20: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

19

vegetative sampai ke perbungaan. Apapun kombinasi petunjuk lingkungan

(seperti fotoperiode) dan sinyal internal (seperti hormone) yang diperlukan untuk

perbungaan, hasilnya adalah transmisi meristem tunas dari keadaan vegetative

menjadi suatu keadaan perbungaan. Transmisi ini memerlukan perubahan ekspresi

gen-gen yang mengatir pembentukan pola. Gen identitas meristem yang

menentukan bahwa tunas akan membentuk bunga terlebih dahulu dan bukan

membentuk tunas vegetative, harus diaktifkan (di-on-kan) terlebih dahulu.

Kemudian gen identitas organ-organ bunga kelopak bunga, mahkota bunga,

benang sari dan putik diaktifkan pada daerah meristem yang tepat. Penelitian

mengenai perkembangan bunga sedang berkembang pesat, yang bertujuan untuk

mengindentifikasi jalur transduksi sinyal yang menghubungkan petunjuk-petunjuk

seperti fotoperiode dan perubahan hormonal dengan ekspresi gen yang diperlukan

untuk perbungaan.

2.5.1. Induksi Fotoperiodisme

Induksi fotoperidisme sanga penting dalam perbungaan atau lebih tepatnya

disebut induksi panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi

fotoperioda satu kali saja, tetapi tumbuhan lain memrlukan induksi lebih dari satu

kali. Xanthium strumarium untuk perbungaan memerlukan 8x induksi fotoperioda

yang harus berjalan terus menerus. Apabila tanaman ini sebelum memperoleh

induksi lengkap, mendapat gangguan atau terputus induksi fotoperiodanya, maka

tanaman itu tidak akan berbunga. Kekurangan induksi fotoperioda tidaj dapat

ditambahkan demikia saja, karena efek fotoperioda yang telah diterima

sebelumnya akan menjadi hilang. Untuk memperolah induksi lengkap, tanaman

tersebuh harus mengulangnya dari awal kembali. Di dalam menerima rangsang

fotoperioda ini, organ daun diketahui sebagai organ peneriman rangsangan. Ada 4

tahap yang terjadi dalam resepon perbungaan terhadap rangsangan fotoperioda,

pertama menerima rangsangan, kedua transformasi dari organ penerima

rangsangan menjadi beberapa polametabolisme baru yang berkaitan dengan

penyediaan bahan untuk perbungaan, ketiga pengangkutan hasil metabolism dan

keempat terjadi respon pada titik tumbuh untuk menghasilkan perbungaan.

Beberapa percobaan dalam hubungan dengan rangsangan ini, menunjukan bahwa

apabila daun dibuang segera setelah induksi selesai, tidak akan terjadi

perbungaan, sedangkan apabila daun dibuang setelah beberapa jam sehabis selesai

induksi, tumbuhan tersebut dapat berbunga. Rangsangan yang diterima oleh satu

tumbuhan dapat diteruskan pada tumbuhan lain yang tidak memperoleh induksi,

melalui cara tempelan (grafting) sehingga tumbuhan tersebut dapat berbunga.

Hormon yang berperan dalam perbungaan ini adalah florigen, yang masih

merupakan hormone hipotesis.

Page 21: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

20

2.6. Mekanisme Perbungaan

2.6.1. Efek Cahaya

Mengingat ketergantungan tumbuhan hijau terhadap cahaya, tidaklah

mengherankan jika cahaya merupakan perangsang luar yang paling utama dalam

hidup tumbuhan. Beberapa respin tumbuhan terhadap cahaya telah disebutkan.

Misalnya respin phototropic yang edeknya itimbul melalui auksin. Respon ini

akan membawa organ-organ fofsintetik dalam posisi optimum relative terhadap

datangny acahaya. Respon terhadap cahaya yang lain, misalnya membuka dan

menutupnya sel pelindung dan respon cahaya adalam sintesa klorofil dari

tumbuhan berbunga. Kebanyakan respon tumbuhan terhadap cahaya adalah

merupakan respon perkembangan dan tidak mempunyai arti penting dalam

metabolism. Intesnsitas cahaya, kualitas cahaya, dan panjangnya penyinaran juga

dapat menimbulkan respon perkembangan pada tumbuhan.

2.6.2. Intensitas Cahaya

Beberapa respon tumbuhan terhadap intensitas cahaya yang berbeda-beda

adalah dilakukan melaui auksi dan efeknya timbul karena berkutangnya efekticitas

auksin pada keadaan cahaya yang terik. Sebagai contoh, tumbuhan yang tumbuh

dalam gelap atau cahaya yang lemah akan mempunyai batah yang panjang dengan

ruas yang lebih panjang dan lebih besar daripada tumbuhan yang mendapat

cahaya terang. Demikia juga dalam suatu tanaman daun yang terluar yang

mendapat cahaya matahari penuh tinggal lebih kecil daripada daun sebelah dalam

yang terlindung. Tumbuhan tembakau kadang-kadang dilindungi dari cahaya terik

dengan jaring untuk mendapatkan daun yang lebar.

Bila tumbuhan berada lama dalam cahaya yang lemah, tumbuhna akan

mengalami etiolasi, yakni batangnya menjadi sangat panjang tanpa jaringan

serabut penyokong yang cukup. Jika intensitas cahaya tidak naik kematian akan

terjadi. Sebaliknya, pneyinaran yang berlebihan akan menimbulkan tumbuhan

yang kerdil dengan perkembanga yang abnormal yang akhirnya berakhir dengan

kematian.

Tumbuhan memerlukan intensitas Chaya yang tertuntu yang berbeda dari

satu spesies dengan sepsis tumbuhan yang lain untuk tumbuh dengan baik.

Tumbuhan tertentu seperti tomat dan rumput-rumputan memerlukan cahaya

matahari langsung dan terang untuk perkembangan yang optimal. Pada tumbuhan

itu, sintesa zat-zat hidup meningkatnya berbanding lurus dengan meningkarnya

intensitas cahaya (sampai suatu batas tertentu). Sebaliknya tumbuhan lain seperti

bangsa perdu tumbuh secara optimal pada intesitas cahay yang lebih rendah dan

tumbuh kerdil jika terkena cahaya matahari langsung terus menerus. Sedang

tumbuhan lain seperti mawar tumbuh baik, baik pada cahaya terik maupun cahaya

Page 22: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

21

dengan intersitas yang lebih rendah walaupun pertumbuhan dan berbunganya bisa

dihambat atau berhenti jika intersitas cahaya terlalu rendah.

2.6.3. Kualitas Cahaya

Pada intensitas cahaya yang tertentu, panjang gelombang cahaya yang

berbeda menimbulkan efek yang besar pada perkembangan tumbuhan. Sebagai

contoh telah ditunjukkan bahwa penyinaran pendek dengan cahaya merah sering

menghambat perpanjangan batang pada tumbuhan seperti kacang dan padi-padian.

Tetapi penghambatan ini bisa dikembalikan ke normal dengan pertumbuhan

batang bisa dipacu dengan penyinaran “Farred” dari spectrum cahaya. Pada daun,

penyinaran dengan cahaya merah dan cahaya merah jauh menghasilkna efek yang

berlawanan; cahaya infra merah menghambat perkembangan daun, sinar merah

memperbaiki penghambatan itu.

2.6.4. Panjangnya Penyinaran

Respon perkembangan tumbuhan terhadap bermacam-macam penyinaran

disebut phtoperidositas. Perkembangan bunga terutama sangant dipengaruhi oleh

panjang hari yang berbeda atau photoperiode. Berdasarkan photoperiode yang

diperlukan untuk berbunga dapat dibedakan menjadi 3 jenis tumbuhan.

Dalam tumbuhan hari pendek (short day plant) bunga berkembang jika

tumbuhan mendapatkan penyinaran kurang dari 12 jam. Aster, strawberry, krisan,

padi adalah diantara tumbuhan yang termasuk dalam jenis ini.

Pada tumbuhan hari panjang berkembang hanya jika photoperiode tiap hari

adalah lebih dari 12 jam. Sebagai contohnya, termasuk gandum, clover, wortel,

dan selada.

Group yang ketiga tidak dipengaruhi oleh lama penyinaran. Grup yang

termasuk dalam tumbuhan de minate menghasilkan bunga tanpa memandang lama

penyinaran matahari setiap hari. Tumbuhan yang termasuk adalah tomat,

mentimun, kapas, dan bunga matahari.

Tumbuhan hari pendek gagal berbunga atau berbunganya dihambat dan

sangat berkurang jika mendapat lama penyinaran matahari yang panjang.

Sebaliknya tumbuhan hari panjang lambat berbungan atau tidak berbunga sama

sekali jika mendpat penyinaean yang pendek. Seringkali penyinaran yang singkat

pada panjang penyinaran yang sesuai diperlukan untuk mendorong tumbuhan itu

berbunga. Dalah hal ini spesies yang berbeda menunjukka kebutuhan yang

berbeda.

Page 23: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

22

2.7. Vernalisasi

Vernalisasi merupaka induksi pendinginan yang diperlukan oleh tumbuhan

sebelum mulai perbungaan. Vernalisasi sebenarnya tidak khusus untuk

perbungaan, tetapi diperlukan pula oleh biji-biji tumbuha tertentu sebelum

perkecambahan. Respon terhadap suhu dingin ini bersifat kualitatif (mutlak), yaitu

pembungaan akan terjadi atau pembungaan tidak akan terjadi. Lamanya periode

dingin haruslah beberapa hari sampai beberapa minggu, tergantung spesiesnya.

Spesies semusim pada musim dingin, dua tahunan, dan banya spesies tahuna dari

daerah beriklim sedang yang membutuhkan vernalisasi semacam itu agar

berbunga. Biji, umbi, dan kuncup banyak spesies tanaman di daerah beriklim

sedang membutuhkan stratifikasi (beberapa minggu diletakkan dalam

penyimpanan yang dingin dan lembab) untuk mematahkan dormansi. Jadi,

vernalisasi secara harfiah berarti membuat suatu keadaan tumbuhan seperti musim

semi, yaitu menggalakkan pembungaan sebagai respon terhadap hari-hari yang

panjang selama musim semi (Gardner, dkk, 1991)

2.7.1 Letak Vernalisasi

Bukti-bukti bahwa rangsangan dingin dihasilkan di dalam meristem atau

kuncup dan bukan didalam daun diperoleh dari empat fenomena:

Biji yang telah mengalami imbibisi mudah divernalasi

Pengenaan suhu dingin hanya pada daun, akar atau batang tidak

efektif

Biji yang sedang berkembang pada tanaman induk dan seingkali

sudar tervernalisasi apabila tepat pada waktu suhu dingin

berlangsung sebelum biji menjadi kering.

Tanaman yang ditanam dari kumcup liar suatu daun yang sudah

tervernalisasi telah tergalakkan untuk berbunga (Gardner, dkk,

1991).

2.7.2. Hilangnya Vernalisasi

Vernalisasi pada biji dapat dinolkan dengan pengenaan kondisi yang

parah, seperti kekeringan aria temperature tinggi (30-35 C) selama periode

beberapa hari. Pada percobaan yang dilakukan oleh Lysenko di Uni Soviet,

mengenai biji serealia musim dingin yang divernalisasi dan dipertahankan biji

dalam keadaan kering menyebabkan proses devernalisasi (penghilangan

vernalisasi). Percobaan yang dilakukan Lysenko itu tidak berlaku dimana saja,

mungkin karena telah tersedia kultivar tipe musim semi yang teradaptasi.

Vernalisasi pada rumput-rumputan tahuna tertentu, tenyata lebih

kompleks, selain dingin, juga diperlukan beberapa fotoperiode pendek. Contohnya

Page 24: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

23

pada rumput orchard, penggalakan pembungaan terjadi secara alamiahm dan

diperlukan suhu dingin untuk menggalakkan pembungaan pada spesies-spesies

tersebut (Gardner, dkk, 1991).

2.7.3 Interaksi Vernalisasi dengan factor lain

Chailakhyan menyatakan bahwa hanya tumbuhan di daerah temperature

yang mengalami musim dingin, dapat kita harapkan memerlukan vernalisasi, dan

ini adalah tumbuhan hari panjang (LDP). Tumbuhan hari pendek biasanya berada

di daerah subtropics.

Ada sebuah interaksi yang ganjil pada Petkus rye (secale cereal),

kebutuhan akan vernalisasi dapat digantikan dengan perlakuan hari pendek (short

day), tetapi apabila tanaman ini telah memperoleh vernalisasi, dia memerlukan

induksi hari panjang untuk pembungaannya. Sama halnya dengan Hyoscyamus

niger memerlukan vernalisasi apabila dalam tahap roset dan perbungaan akan

terjadi hanya pada hari panjang.

2.7.4. Organ Penerima Rangsangan Vernalisasi

Organ tumbuhan yang dapat menerima rangsangan vernalisasi sangat

bervariasi yaitu biji, akar, embrio, pucuk batang. Apabila daun tumbuhan yang

memerlukan vernalisasi mendapat perlakuan dingin, sedangkan bagian pucuk

batangnya dihangatkan, maka tumbuhan tidak akan berbunga (tidak terjadi

vernalisasi).

Vernalisasi merupakan suatu proses yang kompleks yang terdiri dari

beberapa proses. Pada Secale cereal, vernalisasi pada tanaman ini terjadi di dalam

biji dan semua jaringan yang dihasilkannya berasal dari meristem yang

tervernalisasi. Pada Chrysantheum, vernalisasi hanya dapat terjadi pada

meristemnya.

Zat yang bertanggun jawab dalam meneruskan rangsangan vernalisasi

disebut vernalin, yaitu suatu hormone hipotesis karena sampai saat ini belum

pernah diisolasi. Di dalam hal perbungaan GA dapat mengantikan fungsi vernalin,

meskipun GA tidak sama dengan vernalin. Pada H. Niger, pemberian GA dapat

menggantikan vernalisasi :

Tumbuhan roset GA vegetative berbunga

Tumbuhan roset vernalisasi berbunga

Page 25: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

24

2.8. Konsep Florigen

Florigen adalah nama yang Mikhail Chailakhyan diciptakan pada tahun

1937 untuk mengatur hormone diduga berbunga. Pada konsep ini, fisiologi

tanaman tiba setelah penelitian awal mengenai pengaruh suhu dan panjang hari di

transisi dari vegetative ke tahap reproduksi tanaman. Keberadaan Florigen yang

dipostulatkan pada latar belakang percobaan yang melibatkan i) respon tanaman

terhadap kondisi induktif; ii) transmisi stimulus berbunga dengan mencangkok;

iii) ekstraksi ini stimulus dari tanaman diinduksi. Ini hasil eksperimen

menunjukka adanya Florigen setidaknya sebagai konsep Karen amereka selalu

gagal untuk menawarkan bikti eksperimental keberadaan kimianya. Mitos

Florigen bertahan selama akhir tahun tujuh puluhan, ketika fisiologi mulai

mempertimbangkan bunga sebagai proses yang kompleks di mana berbagai kelas

hormone berbagai interaksi mungkin.

2.9. Pengaruh Cahaya Red dan Infra Red

Pembungaan, pembuahan, dan set biji merupakan peristiwa-peristiwa

penting dalam produksi tanaman. Proses-proses ini dikendalikan baik oleh

lingkungan terutama fotoperiode dan temperature, maupun oleh factor-faktor

genetic atau internal. Salah satu proses perkembangan yang harus tepat waktu

adalah proses pembungaan. Tumbuhan tidak bisa berbunga terlalu cepat sebelum

organ-organ penunjang lainnya siap, misalnya akan dan daun lengkap. Sebaliknya

tumbuhan tidak dapat berbunga dengan lambat, sehingga buahnya tidak sempurna

misalnya datangnya musim dingin.

Pengaruh Cahaya Red dan FarRed pada perkecambahan biji Selada

Pigmen yang memegang peranan dalam perkecambahan biji adalah

phytochrome yang sulit ditentukan karena hanya terdapat dalam jumlah yang

dangat sedikit dalam biji. Fitokrom adalah protein dengan kromatofora yang mirip

fikosianin. Fitokrom mempunyai dua macam struktur yang reversible yaitu yang

dapat mengabsopsi cahaya merah (600nm) disingkat Pr dan yang dapat

mengabsorpsi cahaya merah jauh, far red (730 nm) disingkat Pfr. Biji light

sensitive yang telah mengadakan imbibisi bila disinari dengan sinar merah (660

mu) mengakibatkan phytochrome merah berubah bentuk menjadi bentuk

phytochrome infra merah yang aktif sehingga dapat menyebabkan perkecambahan

biji. Sedangkan pencahayaan dengan sinar infra merah (730 mu) mengakibatkan

perubahan brntuk ke bentuk phytochrome merah yang inaktif sehingga

mengahmbat perkecambahan biji.

Van der Veen (1973) menyatakan bahwa phytochrome infra merah

menginduksi emvrio dalam biji untuk menghasilkan hormone giberelin. Giberelin

ini menginduksi terbentuknya enzim amilase dalam biji. Amilase akan memecah

Page 26: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

25

pati menjadi gula sehingga akan meningkatkan tekana osmose dalam biji. Hal ini

akan mengakibatkan pecahnya kulit biji. Dengan rusaknya kulit biji maka biji-biji

yang doman akan berkecambah. Sinar matahari yang sampai di bumi dikuasai

oleh sinar merah sehingga phytochrome diubah menjadi bentuk phytochrome

infra merah aktif. Penetrasi cahaya kedalam tanah tergantung oleh panjang

gelombang. Cahaya merah penetrasinya mencapai kira-kira 2,5 cm dalam tanah

berpasir. Di kedalaman yang lebih besar keadaannya menjadi gelap sempurna dan

hanya sinar infra merah yang masih sanggup menembusnya, sehingga dalam hal

ini biji-biji akan tetap doeman sampai tanah tersebut diolah.

Benih mempunyai sifat yang bercariasi terhadap kebutuhan cahay untuk

perkecambahannya. Berdasarkan pengaruh cahaya terhadap perkecambahan,

benih diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu :

- Benih yang bersidaf positively photoblastic (perkecambahannya

membutuhkan cahaya atau dipercepat oleh cahaya), misalnya benih

selada dan tembakau

- Benih yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya tidak

membutuhkan cahaya atau perkecambahannya dihambat oleh adanya

cahaya.

- Benih dapat berkecambah sama baik di tempat gelap atau ada cahaya,

misalnya kubis dan kacang-kacangan. Pengaruh cahaya dan

perkecambahan benih dikontrol oleh suatu pigmen penyerap cahaya,

yang dikenal dengan phytochrome. Phytochrome adalah sejenis protein

yang memiliki komponen yang dapat menyerap cahaya.

Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu :

Kuantitas Cahaya

Cahaya dengan intensitasi tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada

biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya);

jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek.

Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic

(perkecambahannya dihambat oleh cahaya) (Elisa, 2011).

Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam

gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsive terhadap

cahaya, dan hal ini disebut skotodormat. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively

photoblastic menjadi photodormat jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat

dipatahkan dengan temperature rendah (Elisa, 2011).

Page 27: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

26

Kualitas Cahaya

Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah pada

spectrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm)

menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spectrum ini adalah

mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian,

makaa efek yang terjadi kemudia dipengaruhi oleh spectrum yang terakhir kali

diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat

berada dalam 2 kondisi alternative) (Elisa, 2011):

P650 : mengabsorbsir di daerah merah

P730 : mengabsorbsir di daerah infra merah

Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi

P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan

terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-

red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah

proses perkecambahan (Elisa, 2011).

Photoperiodisitas

Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperature (Elisa, 2011):

- Pemberian temperature 10-200C : biji berkecambah dalam

gelap

- Pemberian temperature 20-300C : biji menghendaki cahaya

untuk berkecambah

- Pemberian temperature >350C : perkecambahan biji

dihambat dalam gelap atau terang

Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah pada

spectrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm)

menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spectrum ini adalah

mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian,

makaa efek yang terjadi kemudia dipengaruhi oleh spectrum yang terakhir kali

diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat

berada dalam 2 kondisi alternative). P650 : mengabsorbsir di daerah merah, P730

: mengabsorbsir di daerah infra merahJika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm),

maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan

sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika

P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali

menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan. Cathey (1976)

mengemukakan bahwa fitokrom terbagi dalam 2 tipe yaitu fitokrom merah (Pr)

Page 28: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

27

dan fitokrom merah panjang (Pfr). Fitokrom dapat berubah dari fitokrom merah

(Pr) ke fitokrom merah panjang (Pfr) atau sebaliknya tergantung dari cahaya yang

diterimanya. Kedua bentuk fitokrom tersebut menyerap energy di daerah cahaya

tampak, yaitu daerah spectrum merah pada 660 nm dan daerah spectrum merah

panjang 730 nm (Salisbury dan Ross, 1991).

Apabila cahaya merah (660 nm) yang diterima oleh tanaman maka fitokrom

merah (Pr) akan berubah menjadi fitokrom merah panjang (Pfr) dan merangsang

pertumbuhan vegetative pada tanaman hari pendek (short day plant), sedangkan

apabila cahaya merah panjang (730 nm) yang diterima oleh tanaman, maka

fitokrom merah panjang (Pfr) akan berubah ke bentuk fitokrom merah (Pr) dan

merangsang perkembangan generative pada tanaman hari pendek (short day

plant), demikian pula bila dalam keadaan periode gelap tertentu maka fitokrom

merah panjang (Pfr) akan berubah menjadi fitokrom merah (Pr) dan merangsang

perkembangan generative seperti terlihat pada gambar dibawah ini :

Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperature

yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat

digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea, dan asam giberelin. Cahaya

juga merangsang pembungaan tumbuhan tertentu. Ada tumbuhan yang dapat

berbunga pada hari pendek (lamanya penyinaran matahari lebih pendek daripada

waktu gelapnya). Ada pula tumbuhan yang berbunga pada hari panjang (lamanya

penyinaran lebih panjang daripada waktu gelapnya). Hal tersebut berhubungan

dengan aktifitas hormone fitokrom dalam tumbuhan. Selain mempengaruhi

pembungaan, fitokrom berpengaruh terhadap etiolasi, pemanjangan batang,

pelebaran daun, dan perkecambahan.

Page 29: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

28

2.10. Translokasi Hormon Bunga

Hormon tumbuhan, atau pernah dikenal juga dengan fitohormon, adalah

sekumpulan senyawa organic bukan hara (nutrient), baik yang terbentuk secara

alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil.

Namun demikian, berbeda dari hewa, hormone tumbuhan dapat berdifat endogen,

dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan, maupun eksogen, diberikan

dari luar sistem individu. Hormon eksogen dapat jufa merupakan bahan dari

perbedaan ini dipakai pula istilah zat pengetur tumbuh.

Hormon tumbuhan merupakan bagian dari sistem pengaturan perumbuhan dan

perkembangan tumbuhan. Kehadiarannya di dalam sel pada kadar yang sangat

rendah menjadi precursor (pemicu) proses transkripsi RNA. Hormon tumbuhan

sendiri dirangsang pembentukannya melalui sinyal berupa aktivitas senyawa-

senyawa reseptor sebagi tanggapan atas perubahan lingkungan yang terjadi di luar

sel. Kehadiran reseptor akan mendoeong reaksi pemebentukan hormone tertentu.

Apabila konsentrasi suatu hormone di dalam sel telah mencapai tingkatan tertentu

atau mencapai suatu nisbah tertentu dengan hormone lainnya, sejumlah gen yang

semula tidak aktif akan mulai berekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormone

tumbuhan merupakan bagian dair proses adapatasi dan pertahanan diri tumbuh-

tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Hormon

tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagimana pada hewan, melainkan

dibentuk oleh sel-sel yang terletak di titik-titik tertentu pada tumbuhan, terutama

titik tumbuh di bagian pucuk tunas Maupin ujung akar. Selnajutnya, hormone

akan bekerja pada jaringa di sekitarnya atau lebih umum, ditranslokasi ke bagian

tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja disana. Pergerakan hormone dapat terjadi

melalui pembuluh tapis, pembuluh kayu, maupun ruang-ruang antar sel.

Dalam menjalankan perannya, hormone dapat berperan secara tunggal maupun

dalam koordinasi dengan kelompok hormone lainnya. Contoh koordinasi antar

hormone ditunjukkan oleh proses perkecambahan. Embrio biji tidak tumbuh

karena salah satunya dihambat oleh produksi ABA dalam jaringan embrio biji.

Pada saat biji berada pada kondisi yang sesuai bagi proses perkecambahan,

giberelin dihasilkan. Apabila nisbah giberelin: ABA tidak mecapai titik tertentu,

perkecambahan gagal. Apabila nisbah ini melebihi nilai tertentu, terjadi

perkecambahan. Apabila nisbah giberelin: ABA masih berada disekitar ambang,

konsentrasi sitokinin menjadi penentu perkecambahan.

Induksi fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat disebut

induksi panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi fotoperioda

sangat bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya cukup memperoleh induksi

Page 30: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

29

dari fotoperioda satu kali saja, tetapi tumbuhan lainnya memerlukan induksi lebih

dari satu kali. Xanthium strumarium untu perbungaannya memerlukan 8 x induksi

fotoperioda yang harus berjalan terus menerus. Apabila tanaman ini sebelumnya

memperoleh induksi lengkap, mendapat ganguan atau terputus induksi

fotoperiodanya, maka tanaman itu tidak akan berbunga. Kekurangan induksi

fotoperioda tidak dapat ditambahkan demikian saja, karena efek fotoperioda yang

telah diterima sebelumnya akan menjadi hilang. Rangsangan yang diterima oleh

satu tumbuhan dapat diteruskan pada tumbuhan lain yang tidak memperoleh

induksi, melalui cara tempelan (grafting) sehingga tumbuhan tersebut dapat

berbunga.

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Fotoperiodisme adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran

atau panjang pendeknya hari yang dapat merangsang pembungaan. Berdasarkan

panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat maca, yaitu :

1. Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran

kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagunug,

kedelai, anggrek, dan bunga matahari.

2. Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran

lebih dari 12 jam (14 – 16 jam sehari). Tumbuhan hari oanjang contohnya

kembang sepatu, bit gula, selada dan tambakau.

3. Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran

kira-kira 12 jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu.

4. Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsive terhadap panjang hari

untuk pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi,

wortel, dan kapas.

Penelitian sebenarnya telah nmenunjukkan bahwa panjang gelaplah yang

penting, mengganggu waktu gelap dengan adanya cahaya dapat menghalangi

pembungaan pada tumbuhan hari pendek. Fitokrom merupakan reseptor cahaya,

suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan untuk menyerap atau mendeteksi

cahaya. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek

fisiologi, adaptasi terhadap lingkungan seperti fotoperiodisme (pengaturan saat

berbunga pada tumbuhan), perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan

kecambah (khususnya pada dikotil), morfologi daun,pemanjangan ruas batang,

serta pembuatan (sintesi) klorofil. Secara struktur kimia, bagian sensor fitokrom

adalah suatu kromofol dan kelompok bilin (jadi disebut fitokromobilin), yang

masih sekeluarga dengan klorofil atau hemoglobin (kesemuanya memiliki

kerangka heme).

Page 31: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

30

Vernalisasi merupakan induksi pendinginan yang diperlukan oleh tumbuhan

sebelum mulai pembungaan. Vernalisasi pada biji dapat dinolkan dengan

pengenaan kondisi yang parah, seperti kekeringan atau temperature tinggi (30-35

C). Apabila daun tumbuhan yang memerlukan vernalisasi mendapatkan

perlakuan dingin, sedangkan pucuk batangnya dihangatkan, maka tumbuhan

tidak akan berbunga (tidak terjadi vernalisasi). Zat yang bertanggung jawab

dalam meneruskan rangsangan vernalisai disebut vernalin, yaitu suatu hormone

hipotesi karena sampai saat ini belum pernah diisolasi. Disamping itu vernalisasi

merupakan proses kimia yang tidak biasa, karena terjadi reaksi yang cepat pada

suhu yang dingin.

Page 32: FITOKROM DAN MEKANISME PEMBUNGAAN

31

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Elisa, 2011, Dormansi dan Perkecambahan Biji, http://elisa.ugm.ac.id, diakses

pada tanggal 30 November 2011, pukul 20.53 WITA.

Gardner, F.P., R.Brent Pearce., Roger L. Mitchell, 1991, Fisiologi Tanaman

Budidaya, Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS), Jakarta.

Latunra, A. Ilham, 2011, Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan, Jurusan

Biologi FMIPA UNHAS, Makassar.

Salisbury, F.B., Cleon W Ross., Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga Perkembangan

Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan, ITB Bandung, Bandung.