41
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK MARCO SEPTIAN 0906551363 KELOMPOK 8C 1

Final Report Metallography COPY

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Final Report Metallography COPY

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK

MARCO SEPTIAN

0906551363

KELOMPOK 8C

LABORATORIUM METALOGRAFI DAN HST

DEPARTEMEN MESIN FTUI

DEPOK 2010

1

Page 2: Final Report Metallography COPY

2

Page 3: Final Report Metallography COPY

DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................................................1

KARTU PRAKTIKUM..................................................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................................................3

BAB.1 PREPARASI SAMPEL......................................................................................................4

I.1 PEMOTONGAN (CUTTING).................................................................................4

I.2 MOUNTING...................................................................................................................5

I.3 PENGAMPELASAN (GRINDING)...............................................................................8

I.4 PEMOLESAN (POLISHING)......................................................................................10

I.5 ETSA (ETCHING)........................................................................................................12

BAB II. PERCOBAAN JOMINY................................................................................................14

BAB III. PEMBAHASAN...........................................................................................................15

III.1 PREPARASI SAMPEL...............................................................................................15

III.1.1 HASIL MOUNTING................................................................................................15

III.1.2 HASIL PENGAMPLASAN (GRINDING).............................................................15

III.1.3 HASIL PEMOLESAN (POLISHING).....................................................................17

III.1.4 HASIL ETSA (ETCHING).......................................................................................18

III.2 PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO...............................................................19

III.2.1 HASIL FOTO SAMPEL 1................................................................................19

III.2.1.1 PEMBAHASAN ..................................................................................................19 III.2.2 HASIL FOTO SAMPEL 2................................................................................20

3

Page 4: Final Report Metallography COPY

4

Page 5: Final Report Metallography COPY

BAB I. PREPARASI SAMPEL

I.1 PEMOTONGAN (CUTTING)

I.1.1 Tujuan

Mengetahui prosedur proses pemotongan sampel dan menentukan teknik pemotongan

yang tepat dalam pengambilan sampel metalografi, sehingga didapat benda uji yang

representatif.

I.1.2 Dasar Teori

Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal

yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang

hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang

diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus

direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata

bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan

pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan

diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan

mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada

daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan

dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga

bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang

berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai.

Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang

digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi

(abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat

deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu :

Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda

Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamond saw

I.1.3 Metodologi dan Penelitian

Alat dan Bahan

Bahan : sampel pengujian, media pendingin (pelumas)

Alat : sample holder, saw blade, mesin pemotong

Flow Chart

5

Page 6: Final Report Metallography COPY

I.2 MOUNTING

I.2.1 Tujuaan

Percobaan ini bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media, untuk

memudahkan penanganan yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel.

I.2.2 Dasar Teori

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit

untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai

contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis,

dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan

pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan

mounting adalah :

Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)

Sifat eksoterimis rendah

6

Tentukan daerah pemilihan sampel yang representatif

Letakkan benda yang akan dipotong pada sample holder

Letakkan beban pada ujung/pangkal sample holder

Pastikan saw blade tercelup kedalam media pendingin (pelumas)

Nyalakan alat pemotong

Amati permukaan hasil potong – deformasi pada permukaan sampel

Sampe terpotong

Page 7: Final Report Metallography COPY

Viskositas rendah

Penyusutan linier rendah

Sifat adhesi baik

Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel

Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang

terdapat pada sampel

Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis ragam

etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material palstik dan sintetik.

Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener atau bakelit.

Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan

bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castasble resin ini

tidak memiliki sifat mekanis yang baik/lunak sehingga kurang cocok untuk material-

material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting

resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubukyang tersedia dengan

warna yang beragam.

I.2.3 Metodologi dan Penelitian

Alat dan Bahan

Alat : cetakan (alat khusus compression mounting)

Bahan : sampel pengujian; resin, hardener (castable mounting); bubuk bakelit

( compression mounting)

Flow Chart Proses

a. Castable Mounting

7

Siapkan cetakan silinder

Tutup salah satu bagian ujung dari silinder dengan isolasi

Letakkan sample pada dasar cetakan

Siapkan resin sebanyak 1/3 bagian cetakan

Page 8: Final Report Metallography COPY

b. Compression Mounting

8

Tuangkan resin yang telah dicampur hardener ke dalam cetakan

Campur resin dengan 15 tetes hardener

Biarkan selama 25-30 menit hingga resin mengeras

Keluarkan mounting dari cetakan

Persiapkan permukaan sampel

Letakkan piston hingga naik ke bagian atas silinder

Letakkan permukaan sample hingga menempel pada permukaan piston

Kurangi tekanan sehingga piston turun

Tuangkan bubuk bakelit dalam silinder secukupnya

Tutup bagian atas silinder dengan dies penutup

Pasang pemanas pada tempatnya

Tambahkan tekanan berdasarkan standar

Page 9: Final Report Metallography COPY

I.3 PENGAMPELASAN (GRINDING)

I.3.1 Tujuan

Untuk meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan cara menggosokkan sampel

pada kain abrasif / amplas.

I.3.2 Dasar Teori

Sampel yang baru saja dipotong atau sampel yang telah terkorosi memiliki

permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar tersebut harus diratakan agar

pengamatan struktur mudah dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas

amplas yang ukuran abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan

dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600

mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekerasan permukaan dan kedalaman

kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Lihat tabel berikut ini:

9

Aktifkan pemanas

Pertahankan tekanan sesuai standar

Setelah tekanan stabil, tunggu selama 5 menit,

kemudian lepaskan pemanas.

Pasang blok pendingin

Mounting telah dingin

Turunkan tekanan hingga 1 atm

Buka dies penutup

Keluarkan sampel

Page 10: Final Report Metallography COPY

Jenis alat potong Ukuran kertas amplas (grit)

untuk pengamplasan pertama

Gergaji pita 60 – 120

Gergaji abrasif 120 – 240

Gergaji kawat / intan kecepatan rendah 320 – 400

Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi

sebagai pemindah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul sehingga dapat

merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal

lain yangharus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah

yang baru adalah 450/900 terhadap arah sebelumnya.

I.3.3 Metodologi Penelitian

Alat dan Bahan

Bahan : sampel pengujian, kertas amplas berbagai grit, air

Alat : mesin amplas

Flow Chart Proses

10

Potong kertas amplas 120 # membentuk lingkaran

Pasang kertas amplas pada mesin amplas

Nyalakan mesin pada kecepatan rendah

Tuangkan air pada permukaan kertas amplas secara kontinu

Pegang erat sampel, kemudian letakkan sampel pada permukaan kertas amplas

Page 11: Final Report Metallography COPY

I.4 PEMOLESAN (POLISHING)

I.4.1 Tujuan

Pemolesan bertujuan untuk mendapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat seperti akca tanpa gores.

I.4.2 Teori Dasar

Setelah di amplas sampai halus (600 grit), sampel harus dilakukan pemolesan.

Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus, bebas goresan dan

mengkilap seperti cermin serta menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0,01 µm.

Permukaan sampel yang akan diamati dibawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila

permukaan sampel kasar/bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk

dilakukan karena cahaya yang datang darimikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan

sampel. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar berikut :

Permukaan halus Permukaan kasar

11

Tambah kecepatan putaran sesuai kebutuhan

Ubah arah pengamplasan 45o atau 90o terhadap arah sebelumnya

Ganti kertas amplas dengan grit yang lebih tinggi, hingga diperoleh permukaan yang halus dan rata

Page 12: Final Report Metallography COPY

Tahap pemolesan kasar terlebih dahulu dilakukan kemudian dilanjutkan dengan

pemolesan halus. Terdapat tiga metode pemolesan antara lain sebagai berikut :

a. Pemolesan elektrolit kimia

Mempunyai hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit

dan material yang berbeda untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir

tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi

terjadiproses pemolesan.

b. Pemolesan kimia mekanis

Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan

serentak diatas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang

umum digunakan.

c. Pemolesan elektro mekanis (Metode Reinacher)

Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles.

Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu.

I.4.3 Metodologi dan Penelitian

Alat dan Bahan

Bahan : sampel pengujian, kain poles, alumina

Alat : mesin poles

Flow Chart Proses

12

Pasang kain poles pada mesin poles

Tuangkan sedikit alumina pada permukaan kain poles

Nyalakan mesin poles pada kecepatan rendah

Letakkan sample pada permukaan kain poles

Lakukan pemolesan dengan memutar sample pada porosnya secara kontinu dan perlahan

Page 13: Final Report Metallography COPY

I.5 ETSA (ETCHING)

I.5.1 Tujuan

Mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan bantuan mikroskop

optik setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada sampel

Mengetahui perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa serta aplikasinya

Dapat melakukan preparasi sampel metalografi secara baik dan benar

I.5.2 Teori Dasar

Etsa merupakan proses penyerangan/pengikisan batas butir secara selekti fdan

terkendali dengan pencelupan kedalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak

ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati terlihat dengan jelas dan tajam.

Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa, sehingga perlu

pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.

Etsa dibagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Etsa Kimia

Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang

digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel

yang akan diamati. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4-30

detik), dan setelah di etsa segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol

kemudiandikeringkan.

b. Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)

Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini dilakukan

dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya

khusus untuk Stainless Steel karena dengan etsa kimia sulit untuk mendapatkan detail

13

Tambahkan lagi alumina jika perlu

Lakukan pemolesan hingga diperoleh permukaan yang mengkilat

Page 14: Final Report Metallography COPY

strukturnya.khusus untuk Stainless Steel karena dengan etsa kimia sulit untuk mendapatkan

detail strukturnya.

Daerah A – B : daerah proses etsa

Daerah B – C : daerah tidak stabil

Daerah C – D : daerah poles

Daerah D – E : terjadi evolusi oksigen pada anoda, dimana gelembung gas melekat dan menetap pada permukaan anoda untuk waktu yang lama, sehingga menyebabkan pitting

I.5.3 Metodologi dan Penelitian

Alat dan Bahan Bahan : Zat etsa; FeCl3, Nital 2%, HF 0,5% dan asam oksalat (H2C2O4)

15g/100ml air.

Alat : blower, cawan gelas dan pipet, alat elektro-etsa; rectifier,

amperemeter, penjepit sampel konduktif

Flow Chart Proses

14

I

(mA/cm2)B

A

C D

E (Grafik hubungan rapat arus dan

tegangan)

Pembersihan sampel dengan air dan alkohol

Meneteskan zat etsa pada sampel selama beberapa detik

Bersihkan dengan alkohol dan keringkan dengan blower

Lap dengan tissue

Page 15: Final Report Metallography COPY

BAB II. PERCOBAAN JOMINY

II.1 Tujuan

Mendapatkan hubungan antara jarak permukaan dengan pendinginan langsung dengan

kekerasan bahan (kemampukerasan bahan)

Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang terbentuk serta

mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut

II.2 Teori Dasar

Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro

dan sifat mekanis logam disebut perlakuan panas (heat treatment). Logam yang didinginkan

dengan kecepatan dan media pendingin berbeda memberikan perubahan struktur mikro yang

berbeda pula. Setiap struktur mikro yang terbentuk (martensit, bainit, ferit dan perlit)

merupakan hasil transformasi fasa austenit. Tiap fasa tersebut terbentuk pada kondisi

pendinginan yang berbeda-beda sebagaimana yang dapat dilihat pada diagram CCT dan TTT.

Tiap fasa memiliki nilai kekerasan yang berbeda-beda. Dengan pengujian Jominy (jominy test)

dapat dibuktikan bahwa laju pendinginan yang berbeda-beda akan menghasilkan kekerasan

bahan yang berbeda. Pada percobaan ini, sampel dipanaskan hingga suhu austenit, selanjutnya

didinginkan secara merata, lalu dihitung nilai kekerasannya. Nilai kekerasan berbanding lurus

dengan jarak dari tempat berakhirnya quenced. Makin lambat laju pendinginan logam, makin

banyak matriks perlit yang ditampilkan dan kekerasan makin turun.

III. Metodologi dan Penelitian

Alat dan Bahan

Batang baja sebagai benda uji (d = 2.5 cm, L = 10 cm)

Oven Muffle temperatur max. 11000C

Kran air dengan tekanan cukup

Amplas

Alat penguji kekerasan Brinell

Mikroskop pengukur jejak

15

Page 16: Final Report Metallography COPY

Flow Chart Proses

16

Siapkan batang benda uji, amplas salah satu sisi batang untuk penjejakan

Panaskan batang uji dalam oven dengan temperatur preheating 350oC selama 15 menit dan temperatur austenisasi 900oC selama

30 menit

Keluarkan batang dari oven dengan cepat dan letakkan batang tersebut pada alat bangku Jominy

Bersihkan bagian untuk penjejakan dengan amplas

Lakukan penjejakan Brinell pada 15 titik yang berjarak sama

Ukur besarnya diameter jejak yang didapat

Perhitungan kekerasan dengan rumus:

HB = 2P/ D (D-D2 – d2 ); P = beban yang digunakan Kg

Buat/isi kolom pada lembar data

Hitung kekerasan pada setiap lokasi penjejakan dengan menggunakan rumus kekerasan Brinell

Buat / isi kolom pada lembar data

Page 17: Final Report Metallography COPY

BAB III. PEMBAHASAN

III.1 PREPARASI SAMPEL

III.1.1 HASIL MOUNTING

Percobaan mounting ini bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media untuk

memudahkan penanganan yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel.

Apabila sampel yang akan kita ujikan sudah berukuran cukup besar, maka proses mounting ini

tidak perlu dilakukan lagi. Ada 2 metode dalam melakukan mounting, yaitu Castable Mounting

dan Compression Mounting.

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa

yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik.

Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit.

Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan

bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini

tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material

yang keras.

Pada saat akan memulai percobaan, kami mendapat sampel yang sudah di mounting.

Sampel yang kami dapat adalah Medium Carbon, Gear Carborizing, dan CuZn. Dari hasil

mounting yang kami dapat, hasil mounting tersebut berbentuk bulat dan di dalamnya sudah

terdapat sampel yang akan diujikan. Mounting tersebut memiliki permukaan yang tidak rata

atau disebut cacat Tacky Tops dan sedikit cacat bubbling, dan permukaan yang berkerut akibat

isolasi. Di beberapa bagian juga terdapat discoloration.

Discoloration menyebabkan permukaan sampel setelah dimounting menjadi sedikit

kekuning-kuningan akibat resin yang telah teroksidasi sehingga dapat mengakibatkan perubahan

warna pada cetakan mounting. Cacat bubbling disebabkan adanya udara yang terperangkap

pada saat pengadukan resin dengan hardener, untuk itu pengadukan harus dilakukan tidak

terlalu cepat. Sedangkan cacat tacky tops menyebabkan permukaan sampel menjadi tidak rata

akibat perbandingan antara resin dan hardener tidak rata pembagiannya. Pencegahannya dapat

berupa menyeimbangkan perbandingan antara resin dan hardener serta pengadukan yang

perlahan-lahan serta merata.

III.1.2 HASIL PENGAMPLASAN (GRINDING)

Setelah melakukan proses mounting, selanjutnya adalah melakukan grinding atau

pengamplasan. Tujuan dari grinding ini adalah untuk meratakan dan menghaluskan permukaan

17

Page 18: Final Report Metallography COPY

sampel. Setelah mendapatkan hasil mounting dengan permukaan kasar dan tidak rata,

permukaan yang kasar tersebut harus diratakan agar pengamatan struktur mudah dilakukan.

Pengamplasan dapat dilakukan baik secara manual maupun otomatis. Pengamplasan

secara manual lebih sulit dan memakan waktu lebih lama, karena kita harus menggosok sampel

ke amplas secara terus – menerus hingga permukaan halus. Lain halnya jika melakukan

pengamplasan secara otomatis. Pengamplasan secara otomatis mendapatkan hasil yang lebih

optimal dan mempercepat kerja.

Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir

abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh

yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit

pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang

ditimbulkan oleh pemotongan.

Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air

berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat

merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain

yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah

yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.

Disamping itu, dalam proses pengamplasan, ada 2 material yang kita gunakan, yaitu

material berbahan ferrous dan non-ferrous. Untuk mengamplas material berbahan ferrous, kita

harus meletakkan sampel di pinggir kertas amplas (berada jauh dari pusat rotasi amplas) dan

untuk mengamplas bahan non-ferrous, kita meletakkan sampel di dekat pusat rotasi amplas

(bagian tengah). Tujuan dilakukannya hal tersebut adalah untuk mengurangi kemungkinan sisa

- sisa amplas benda yang lebih keras yang tertinggal di kertas amplas dapat ikut mengikis

sampel yang lebih lunak bila sampel yang lebih keras berada dekat dengan pusat rotasi.

Pada percobaan menggunakan mesin otomatis, kami menggunakan mesin amplas 1000

dan 1500, sedangkan pada pengamplasan manual, kami menggunakan amplas ukuran 200 dan

800.

Hasil yang kami lakukan pada proses pengamplasan adalah sampel yang diamplas

mengalami goresan – goresan yang cukup banyak, sehingga kami harus mengulangi proses

pengamplasan beberapa kali hingga permukaannya menjadi halus. Cara mengatasi goresan –

goresan tersebut adalah pada saat mengamplas, kita tidak boleh menekan sampel terlalu kuat ke

amplas dan juga kita harus memutar arah pengampelasan 450 atau 900 terhadap arah

sebelumnya. Namun kita tetap harus memegang sampel dengan kuat agar sampel tersebut tidak

terlempar keluar dari mesin yang berputar dengan cepat.

Berikut langkah – langkah yang kami lakukan ketika melakukan proses grinding:

18

Page 19: Final Report Metallography COPY

Memotong kertas amplas membentuk lingkaran

Tujuan memotong kertas amplas ini adalah agar kertas amplas melekat dengan kuat pada mesin

amplas dengan menjepit kertas pada permukaan mesin.

Memasang kertas amplas pada mesin amplas

Kertas amplas dipasang pada mesin amplas dan pemasangan kertas amplas harus diberi air agar

kertas amplas melekat pada permukaan secara merata dan untuk menghindari friksi antara

kertas amplas dengan permukaan mesin amplas.

Menyalakan mesin amplas pada kecepatan rendah, kemudian menuangkan air pada permukaan

amplas secara kontinu.

Memegang erat sampel, kemudian meletakannya pada permukaan kertas amplas secara

kontinu.

Mengubah arah pengampelasan 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.

Arah pengampelasan yang harus selalu dijaga tetap untuk satu jenis ukuran amplas dan baru

diubah secara tegak lurus terhadap arah sebelumnya ketika jenis ukuran amplas diganti.

Perubahan arah tersebut dilakukan agar alur-alur yang terjadi dapat dihilangkan.

Mengganti dengan kertas amplas dengan grit yang lebih tinggi, hingga diperoleh permukaan

yang halus dan rata.

III.1.3 HASIL PEMOLESAN (POLISHING)

Setelah melakukan pengamplasan (grinding), langkah selanjutnya adalah melakukan

pemolesan atau polishing. Pemolesan bertujuan untuk mendapatkan permukaan sampel yang

halus dan mengkilap seperti kaca tanpa gores serta menghilangkan ketidakteraturan sampel

hingga 0,01 mikron.

Dalam proses pemolesan ini, kami menggunakan sebuah alat poles. Alat poles ini ada

dua macam, yaitu alat poles untuk material ferrous dan non-ferrous. Dalam proses

pengamplasan ini, juga menggunakan air untuk membantu mempercepat penghalusan

permukaan serta menggunakan zat alumina (Al2O3) yang dilarutkan dalam air. Fungsi dari

alumina tersebut adalah sebagai zat pengkikis material yang sangat halus, sehingga hasil

permukaan sampel yang didapat dapat sangat halus.

Kami menggunakan 3 sampel yang masing – masing berupa medium carbon, gear

carburizing, dan CuZn. Untuk sampel medium carbon dan gear carburizing, menggunakan

mesin poles paduan ferrous sedangkan CuZn menggunakan mesin poles paduan non-ferrous.

Dalam pemolesan, hal – hal yang harus kita lakukan adalah memutar-mutar permukaan

sampel pada mesin poles yang telah diberi alumina sambil secara kontinu menambahkan air

19

Page 20: Final Report Metallography COPY

pada pusat mesin poles untuk menghilangkan geramnya. Air yang ditambahkan harus lebih

sedikit dari yang kita lakukan pada saat proses pengamplasan.

Sering dalam proses pemolesan ini, terjadi cacat yang berupa permukaan menjadi tidak

rata atau bahkan permukaanya menjadi kusam, tidak seperti yang telah kita lakukan pada proses

pengamplasan. Pada permukaan yang kusam, proses pemolesan hanya sebentar, lain hal-nya

dengan permukaannya menjadi tidak rata, maka proses pemolesan menjadi lebih lama. Hal

tersebut dapat terjadi karena disebabkan karena bahan autosol atau alumina yang digunakan

sangat sedikit atau terlalu kental sehingga bukannya permukaan menjadi halus, melainkan

struktur dalamnya mengalami perubahan akibat gesekan yang mengakibatkan temperatur

sampel meningkat yang mungkin juga ditambah dengan menjalankan mesin poles dengan

kecepatan yang terlalu tinggi.

Dari hasil sampel yang kami poles, seringkali sampel kami menjadi kusam dan ada juga

yang menjadi tidak rata. Maka dari itu harus dilakukan pengamplasan ulang lalu dipoles

kembali, namun untuk sampel yang kusam, cuku melakukan proses pemolesan hingga hasil

yang diinginkan didapat.

III.1.4 HASIL ETSA (ETCHING)

Setelah melalui proses pemolesan, maka selanjutnya adalah melakukan etsa. Etsa

merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan

pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan

sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam.

Dalam melakukan proses etsa, kami memakai zat – zat yang berbeda tergantung dari

matrial sampel. Untuk sampel medium carbon dan gear carburizing menggunakan zat etsa

Nitrid Acid yang waktu pencelupannya sekitar 5-10 detik. Sedangkan pada CuZn, zat yang

digunakan adalah Ferric Chloride yang waktu pencelupannya sekitar 10-15 detik. Setelah

ketiga sampel tersebut dicelupkan ke dalam zat, maka sampel – sampel tersebut harus dicuci

dengan air dan alkohol kemudian dikeringkan menggunakan hair dryer. Fungsi dari alkohol

tersebut adalah untuk menghentikan laju reaksi sementara dari zat etsa.

Dalam proses etsa yang kami lakukan, sampel medium carbon dan gear carburizing

mengalami kegagalan karena kurangnya etsa yang dilakukan. Kami hanya mencelupkan selama

7 detik, sehingga kami harus mengulangi proses etsa tersebut.

Beberapa hal yang harus dihindari ketika melakukan etsa adalah sampel yang telah di-

etsa tidak boleh menyentuh permukaan apapun, jika hal itu terjadi, maka harus diulangi lagi dari

proses poles. Selain itu, hindari waktu pencelupan zat etsa yang terlalu lama karena akan

mengakibatkan permukaan sampel menjadi gosong.

20

Page 21: Final Report Metallography COPY

III.2 PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO

III.2.1 HASIL FOTO SAMPEL 1

Foto Hasil Percobaan

Keterangan : Gear Carburizing

Perbesaran : 500x

Etsa : Nitrid Acid

Foto Literatur Keterangan : Gear Carburizing Perbesaran : 500x Etsa : Nitrid Acid

III.2.1.1 PEMBAHASAN

Karburisasi adalah proses yang dilakukan menggunakan media karbon aktif dan

energizer 10 persen BaCO3. Proses ini berlangsung pada temperatur 950OC dengan holding

time selama 1 atau 2 jam lalu dilanjutkan furnace cooling. Hasil dari proses karburisasi

21

Page 22: Final Report Metallography COPY

menunjukkan bahwa penambahan waktu karburasi (dari 1 jam ke 2 jam) mengakibatkan

terjadinya peningkatan kedalaman penetrasi karbon dari 1,05 mm menjadi 1,46 mm. Tujuan dari

proses karburising adalah untuk mengeraskan permukaan (kulit) baja hingga kedalaman

tertentu, sedangkan bagian dalamnya tetap ulet. Sebab dengan proses karburising tersebut akan

terjadi disfusi atom karbon dari media (carburizer) ke kulit baja. Difusi atom akan terjadi jika

ada beda konsentrasi. Tingkat karburisasi bergantung pada suhu dan waktu pemanasan baja.

Semakin tinggi suhu dan waktu pemanasan maka tingkat karburisasinya juga semakin besar. Ini

bisa dibuktikan dengan semakin dalamnya penetrasi atom karbon yang menembus kulit baja dan

semakin naiknya kerasan pada kulit baja tersebut.

Dari foto di atas, terlihat jelas batasnya. Bagian yang berwarna lebih gelap

menunjukkan batas karbon yang terkarburisasi. Bila dibandingkan dengan foto literature, foto

terlihat sama. Baja karburisasi banyak digunakan dalam industri otomotif. Khususnya dalam

pembuatan bodi mobil.

III.2.2 HASIL FOTO SAMPEL 2

Foto Hasil Percobaan

Keterangan : Cu-Zn

Perbesaran : 200x

Fasa : α dan β

Etsa : FeCl3

22

Page 23: Final Report Metallography COPY

Foto Literatur

Keterangan : Cu-Zn 28000

Perbesaran : 200 x

Fasa : α dan β

Etsa : NH4OH + Air + H2O2

III.2.2.1 PEMBAHASAN

Cu-Zn merupakan paduan yang cukup banyak dikenal orang. Nama lainnya adalah brass

atau kuningan.

Kuningan merupakan paduan antara Cu dengan Zn yang dalam hal ini memiliki kadar Zn

sebesar 30 %. Berdasarkan literatur, bagian yang berwarna kemerahan merupakan paduan

dengan kadar Zn + 30 %, sedangkan daerah yang lebih muda warnanya merupakan paduan

dengan kadar Zn yang lebih rendah.

Dilihat dari gambar kuningan memiliki dua fasa, yaitu alfa dan beta, yang berarti

kuningan tersebut adalah jenis brass. Kuningan memiliki sifat ketahanan korosi dan aus yang

lebih rendah dibanding bronze atau perunggu, tetapi memiliki mampu cor yang lebih baik. Pada

gambar diatas dapat dilihat terdapat daerah yang lebih terang dan daerah yang lebih gelap.

Daerah yang lebih gelap adalah daerah dengan kadar Zn yang lebih tinggi dan daerah yang lebih

terang adalah daerah dengan kadar Zn yang lebih rendah.

Pada diagram fasa kuningan untuk 70-30, fasa merupakan fasa yang lunak dan mudah

dikerjakan, sedangkan pada diagram fasa kuningan untuk 60-40 fasa + mempunyai kekuatan

tinggi, dan banyak paduan dari ini yang mempunyai kekuatan tarik yang tinggi. Paduan dengan

kira-kira 45%Zn mempunyai kekuatan yang paling tinggi akan tetap tidak dapat dikerjakan, jadi

hanya dipergunakan untuk paduan cor. Kuningan/brass tersebut adalah jenis naval brass yang

23

Page 24: Final Report Metallography COPY

memiliki ketahanan korosi yang baik, aus yang lebih rendah dari brons, dengan mampu cor

yang baik dan harga yang murah.

III.2.3 HASIL FOTO SAMPEL 3

FOTO HASIL PERCOBAAN

Keterangan : Med-C

Perbesaran : 500x

Etsa : Nital 2%

FOTO LITERATUR

Keterangan : Med-C AISI 1045

Perbesaran : 500x

Etsa : Nital 2%

24

Page 25: Final Report Metallography COPY

III.2.3.1 PEMBAHASAN

Foto mikro diatas terlihat menyerupai dengan baja AISI 1045 yang ada di-literatur yaitu

baja AISI 1045 yang dinormalisasi dengan austenisasi pada suhu 845oC, lalu didinginkan

diudara, dan kemudian ditemper selama 2 jam pada suhu 480oC. Namun mungkin serupa seperti

pada sampel sebelumnya, sekilas terlihat bahwa fasa pearlite pada foto literatur lebih besar

dibanding foto percobaan, hal ini mungkin karena perbedaan komposisi atau mungkin juga

perbedaan perlakuan terhadap sampel untuk foto literatur dengan sampel percobaan. Fasa yang

terlihat ialah ferit yang berwarna putih dan pearlit yang berwarna hitam (gelap). Pada foto asli

terlihat butir-butir ferrite yang besar-besar dengan perbesaran juga 500x. Pada foto pearlit, sama

seperti sebelumnya, butir-butir pearlite terlihat hitam juga karena struktur perlit yang berbentuk

lamellar, dimana lamelar-lamelar tersebut sangat rapat, sehingga terlihat seperti hitam karena

perbesaran dan depth of field mikroskop tidak dapat mencapainya. Apabila depth of field-nya

tercapai, maka butir pearlit akan terlihat berlamel atau bergaris-garis.

Seperti komposisi baja pada umumnya, pada baja Med-C ini juga mengandung Mn, P

dan S, namun jumlah unsur-unsur ini bisa terbilang cukup tinggi. Unsur unsur tersebut secara

umum akan meningkatkan kekuatan dari baja, dan kemudian secara khusus adanya unsur S pada

baja ini menbuat baja ini lebih mudah untuk dilakukan proses machining.

Baja Med-C memiliki komposisi struktur ferrit dan pearlit. Ferit merupakan fasa yang

memiliki kekuatan yang rendah dan memiliki struktur kristal BCC (Body Centered Cubic).

Apabila ferit memiliki ukuran butir yang halus, maka material akan memiliki keuletan dan

mampu bentuk yang baik. Fasa perlit merupakan campuran dari ferit dan sementit, dimana 2

fasa ini adalah hasil transformasi dari fasa austenit. Pembentukan fasa pearlit memerlukan

pendinginan lambat dari daerah austenit.

Hasil foto yang diambil terlihat ada sebagian gambar foto yang terlihat agak kurang

fokus, pada bagian pinggir foto. Kemungkinan terjadinya ketidakfokusan ini disebabkan oleh

permukaan sampel yang cembung. Permukaan yang cembung ini mungkin terjadi karena ketika

sewaktu pengamplasan atau pemolesan sampel uji tidak dilakukan dengan prosedur yang benar.

Namun secara umum, gambar struktur yang terbentuk sangat jelas dan mudah untuk

diidentifikasi.

Aplikasi dari baja Med-C ini biasanya digunakan sebagai roda dan rel kereta api, gears,

crankshaft dan bagian mesin lainnya, yang pada prinsipnya merupakan struktur yang

membutuhkan kombinasi ketangguhan yang tinggi, ketahanan aus, dan kekuatan.

III.4 PERCOBAAN JOMINY

III.4.1 GRAFIK & HASIL PERHITUNGAN

25

Page 26: Final Report Metallography COPY

Data yang kami dapatkan dari percobaan Jominy adalah sebagai berikut:

Diameter Bola (D) = 3.2 mm

Beban (P) = 187.5 kg

Titik ke- X(mm) Y(mm)d (diameter

indentor)BHN

Jarak dari

End-Quench

1 0.617 mm 0.530 mm 0.5735 mm 720.335 BHN 0.5 cm

7 0.625 mm 0.828 mm 0.7265 mm 446.635 BHN 3.5 cm

15 0.962 mm 0.957 mm 0.9595 mm 253.474 HBN 7.5 cm

0,5735 0,7265 0,9595 d0

100

200

300

400

500

600

700

800

Grafik Percobaan Jominy

Grafik Percobaan Jominy

III.4.2 CONTOH PERHITUNGAN

Setelah dilakukan penjejakan kekerasan di 15 titik yang berjarak sama dan mengukur

besarnya diameter jejak yang didapat, maka langkah selanjutnya adalah menghitung kekerasan

yang bisa didapat dengan menggunakan rumus:

BHN= 2 P( πD ) ¿¿

Contoh perhitungan yang diambil dari salah satu data yang ada:

Diketahui:

X = 0.617 mm

Y = 0.530 mm

d = (0.617+0.530)

2=0.5735 mm

26

Page 27: Final Report Metallography COPY

BHN= 2 P( πD ) ¿¿

2× 187.5(3.14 ×3.2 ) ¿¿

III.4.3 PEMBAHASAN GRAFIK

Setelah melakukan perhitungan, saya akan membahas grafik yang telah dihasilkna oleh

percobaan jominy. Ada 2 tujuan dari percobaan jominy, yaitu:

1. Mendapatkan hubungan antara jarak permukaan dengan pendinginan langsung dengan

kekerasan bahan.

2. Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang terbentuk serta

mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut.

Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro

dan sifat mekanis logam disebut perlakuan panas (heat treatment). Pengujian Jominy ini telah

distandardisasikan oleh ASTM, SAE, dan AISI. Setelah sampel dipanaskan hingga 9000C,

sampel akan didinginkan dalam air yang mengalir. Sampel akan merespon pendinginan yang

diperlukan. Bagian bawah sampel yang dialiri air mengalir akan mengalami pendinginan paling

cepat dan bagian bawah tersebut akan terbentuk fase martensit hingga bagian atas adalah fase

ferrit. Fase martensit menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki tingkat kekerasan paling

keras. Sebaliknya fase ferrit menunjukkan tingkat kekerasan yang paling lunak di antara fase

lainnya.

Logam yang didinginkan dengan kecepatan dan media pendingin berbeda memberikan

perubahan struktur mikro yang berbeda pula. Setiap struktur mikro yang terbentuk (martensit,

bainit, ferit dan perlit) merupakan hasil transformasi fasa austenit. Tiap fasa tersebut terbentuk

pada kondisi pendinginan yang berbeda-beda sebagaimana yang dapat dilihat pada diagram

CCT dan TTT. Tiap fasa memiliki nilai kekerasan yang berbeda-beda. Dengan pengujian

Jominy (jominy test) dapat dibuktikan bahwa laju pendinginan yang berbeda-beda akan

menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda. Pada percobaan ini, sampel dipanaskan hingga

suhu austenit, selanjutnya didinginkan secara merata, lalu dihitung nilai kekerasannya. Nilai

kekerasan berbanding lurus dengan jarak dari tempat berakhirnya quenced. Makin lambat laju

pendinginan logam, makin banyak matriks perlit yang ditampilkan dan kekerasan makin turun.

Berikut adalah perbedaan grafik literatur dengan grafik percobaan jominy yang kami

lakukan.

27

Page 28: Final Report Metallography COPY

GRAFIK LITERATUR

0,5735 0,7265 0,9595 d0

100

200

300

400

500

600

700

800

Grafik Percobaan Jominy

Grafik Percobaan Jominy

28

Page 29: Final Report Metallography COPY

Dapat dilihat pada grafik percobaan yang kami lakukan dengan grafik literatur menunjukkan gambar yang hampir sama. Yang berarti proses yang telah kami lakukan sudah benar. Namun apabila ada perbedaan antara grafik percobaan dan grafik literatur, maka sudah pasti ada kesalahan dalam proses yang telah dilakukan. Pada grafik tersebut menunjukkan bahwa sampel memiliki kekerasan yang berbeda seiring dengan laju pendinginan. Semakin jauh jarak indentasi dari end-quench, maka kekerasannya pun semakin lemah.

29

Page 30: Final Report Metallography COPY

BAB IV. KESIMPULAN & SARAN

IV.1 KESIMPULANIV.1.1 PREPARASI SAMPEL

IV.1.1.1 MOUNTINGProses mounting hanya dilakukan jika sampel yang akan diuji berukuran sangat kecil.

Media mounting yang dipilih harus sesuai dengan material dan jenis ragam etsa yang akan digunakan. Dalam melakukan proses mounting, kita harus memperhatikan hal – hal yang dapat menyebabkan cacat pada mounting seperti bubble, tacky tops, dan discoloration.

IV.1.1.2 PENGAMPLASAN (GRINDING)Dalam melakukan grinding, kita harus melakukannya mulai dari nomor mesh yang

rendah. Makin rendah nomor mesh, maka semakin kasar amplas yang digunakan untuk proses grinding. Air sangat berfungsi penting dalam grinding, tanpa adanya air, maka kerusakan akibat panas yang timbul akan semakin besar. Dalam grinding, kita juga harus memperhatikan pola pengamplasan, yaitu dengan cara mengubah arah pengamplasan 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.

IV.1.1.3 PEMOLESAN (POLISHING)Pemolesan bertujuan agar sampel memiliki permukaan yang jelas, rata, dan mengkilap

sehingga struktur sampel dapat dilihat dengan jelas melalui mikroskop. Dalam proses pemolesan, kita menggunakan zat alumina (Al2O3)yang dilarutkan dalam air yang berguna sebagai zat pengkikis material yang sangat halus, sehingga hasil permukaan sampel yang didapat dapat sangat halus.

IV.1.1.4 ETSA (ETCHING)Etsa merupakan oksidasi terkendali yang merupakan suatu proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif. Masing – masing sampel menggunakan zat yang berbeda – beda sesuai dengan bahannya. Dalam etsa, kita harus menghindari pengetsaan yang terlalu lama agar tidak terjadi permukaan yang gosong pada sampel.

IV.1.2 FOTO MIKRODalam pengamatan foto mikro, yang harus kita perhatikan adalah titik fokus dan

oencahayaan yang baik. Apabila hal itu sudah dipenuhi, maka hasil dari pengamatan pasti akan terlihat jelas melalui mikroskop

IV.1.3 PERCOBAAN JOMINYTujuan dari percobaan jominy adalah untuk mendapatkan hubungan antara jarak

permukaan pada pendinginan langsung dengan sifat kemampukerasan bahan. Terdapat fase – fase dalam percobaan jominy, fase martensit menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki tingkat kekerasan paling keras sedangkan fase ferrit menunjukkan tingkat kekerasan yang paling lunak di antara fase lainnya.

30

Page 31: Final Report Metallography COPY

IV.2 SARANSaran saya terhadap praktikum ini adalah sebaiknya proses mounting dilakukan oleh

mahasiswa agar semua proses dari preparasi sampel dapat kita lakukan dan kita dapat dengan jelas mengetahui semua proses ini. Namun secara keseluruhan, percobaan ini sudah sangat membantu para mahasiswa dalam pengamatan struktur beberapa sampel.

31

Page 32: Final Report Metallography COPY

DAFTAR PUSTAKA

1.Gesafalugongesa. 2008. Hardenability and Jominy Test. From http://gesafalugongesa.wordpress.com/2008/06/15/hardenability-and-jominy-test/

2. Ady, Surya Putra Muhammad. Diagram TTT & CCT. Fromhttp://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/diagram-ttt-cct/3. Modul Praktikum Material Teknik 2010

4. Vander Voort, George F. 2001. Microstructure of Ferrous Alloys. From http://www.industrialheating.com/Articles/Cover_Story/93096f835cbb7010VgnVCM100000f932a8c0____5. . Somad, Raden. 2009. Makalah Metalografi. From http://radensomad.com/makalah-

metalografi.html. 28 April 2010

6. Wikipedia

32