105
 i UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSAN SUKSINAT SEBAGAI MATRIKS PADA TABLET ENTERIK LEPAS LAMBAT SKRIPSI RINA MARIYAM 0706264955 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2011 Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

File Kinetika Ringkasan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sasdad

Citation preview

  • i

    UNIVERSITAS INDONESIA

    PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSAN SUKSINAT

    SEBAGAI MATRIKS PADA TABLET ENTERIK

    LEPAS LAMBAT

    SKRIPSI

    RINA MARIYAM

    0706264955

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI FARMASI

    DEPOK

    JULI 2011

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • ii

    UNIVERSITAS INDONESIA

    PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSAN SUKSINAT

    SEBAGAI MATRIKS PADA TABLET ENTERIK

    LEPAS LAMBAT

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Farmasi

    RINA MARIYAM

    0706264955

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI FARMASI

    DEPOK

    JULI 2011

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • iii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

    sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar

    Nama : Rina Mariyam

    NPM : 0706264955

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 11 Juli 2011

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • iv

    HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi ini diajukan oleh :

    Nama : Rina Mariyam

    NPM : 0706264955

    Program Studi : Farmasi

    Judul Skripsi : Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Suksinat sebagai

    Matriks pada Tablet Enterik Lepas Lambat

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

    bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

    pada Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

    Universitas Indonesia.

    DEWAN PENGUJI

    Pembimbing : Dr. Silvia Surini, M.Pharm.Sc., Apt ( )

    Penguji I : Dr. Iskandarsyah, MS., Apt ( )

    Penguji II : Dr. Anton Bahtiar, M.Biomed., Apt ( )

    Penguji III : Dr. Harmita, Apt ( )

    Ditetapkan di : Depok

    Tanggal : 11 Juli 2011

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • v

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan nikmat,

    rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

    penyusunan skripsi ini tepat waktu. Shalawat dan salam senantiasa tercurah

    kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Dalam ruang

    yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan

    terima kasih dan rasa hormat kepada:

    1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA

    UI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan

    penyusunan skripsi ini.

    2. Dr. Silvia Surini, M.Pharm.Sc., Apt. selaku pembimbing atas kesabarannya

    dalam membimbing penulis, memberikan petunjuk, dan memberikan banyak

    masukan selama penelitian hingga tersusunnya skripsi ini.

    3. Dr. Harmita, Apt. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan

    banyak perhatian, saran, dan bantuan selama ini.

    4. Seluruh dosen Departemen Farmasi FMIPA UI atas segala ilmu pengetahuan

    dan didikannya selama ini.

    5. Keluarga tercinta, Mamah, Papah, Aa Yusuf, Aa Fahrul, De Akhdan, Teh

    Istie, Teh Riva, dan seluruh keluarga besar atas segenap kasih sayang,

    perhatian, dukungan serta motivasi untuk menyelesaikan penelitian serta

    pendidikan di farmasi dengan sebaik mungkin.

    6. Sahabat-sahabat tercinta ka Diny, ka Via, ka Seffy, ka RM, Devin, Tice,

    Nces, Welly, Arief, dan Dewi, serta semua teman-teman farmasi 2007

    khususnya Hana, Depe, Nipah, Ary, Diah, dan Diandra atas persaudaraan

    yang indah selama ini, tidak akan pernah terlupakan masa-masa bersama

    menimba ilmu di farmasi ini.

    7. Seluruh laboran dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI serta semua

    pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan

    dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • vi

    Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh

    dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala

    kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis

    harapkan selain sebuah keinginan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi

    pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada

    khususnya.

    Penulis

    2011

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • vii

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

    ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

    bawah ini:

    Nama : Rina Mariyam

    NPM : 0706264955

    Program Studi : Farmasi

    Departemen : Farmasi

    Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Jenis Karya : Skripsi

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

    Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Suksinat sebagai Matriks pada Tablet Enterik

    Lepas Lambat

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

    mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

    merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

    nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok

    Pada tanggal : 11 Juli 2011

    Yang menyatakan

    Rina Mariyam

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • viii Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Rina Mariyam

    Program Studi : Farmasi

    Judul : Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Suksinat sebagai

    Matriks pada Tablet Enterik Lepas Lambat

    Kitosan merupakan polimer alam yang potensial untuk digunakan sebagai

    eksipien farmasi karena sifatnya yang biodegradabel dan tidak toksik. Penggunaan

    kitosan sebagai pembawa obat terbatas karena sifat kelarutannya yang hanya larut

    dalam asam. Untuk meningkatkan kelarutannya, dalam penelitian ini dilakukan

    modifikasi kimia terhadap kitosan menggunakan anhidrida suksinat. Kitosan

    suksinat yang diperoleh digunakan sebagai matriks pada sediaan tablet enterik

    dengan menggunakan natrium diklofenak sebagai model obat. Derajat substitusi

    kitosan suksinat yang diperoleh sebesar 3,65 mol/gram. Kitosan suksinat dapat

    larut dalam medium basa (pH 6,8) sehingga terbukti bahwa sintesis yang dilakukan memperluas kelarutan kitosan. Formulasi tablet natrium diklofenak

    dengan matriks kombinasi kitosan suksinat dan HPMCP (3,5 : 1) serta

    perbandingan jumlah zat aktif dengan polimer = 1:3, memenuhi persyaratan tablet

    enterik dan dapat digunakan untuk sediaan lepas lambat selama 32 jam.

    Kata kunci : Kitosan suksinat, N-asilasi, matriks, tablet enterik, natrium

    diklofenak

    xv + 87 halaman; 16 gambar; 14 tabel; 32 lampiran

    Daftar acuan : 45 (1936-2010)

    viii

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • ix Universitas Indonesia

    ABSTRACT

    Name : Rina Mariyam

    Program Study : Pharmacy

    Title : Preparation and Characterization of Chitosan Succinate as

    Matrix in Enteric Sustained Release Tablet

    Chitosan is a potential natural polymer for application as a pharmaceutical

    excipient due to its biodegradable and not toxic characteristics. However, the use

    of chitosan as drug carriers is limited due to its solubility properties. In this study,

    chitosan succinate (CS) was synthesized from chitosan using succinic anhydride

    to improve the solubility. Then, CS was used as matrix in enteric tablet using

    diclofenac sodium as a model drug. The degree of substitution of CS was 3,65

    mol / gram. The solubility study showed that CS could be dissolved in alkaline

    medium (pH 6,8). So, these study revealed that CS could increase the solubility of chitosan. The in vitro release study showed that the enteric tablet of F5

    formulation could retarded drug release up to 32 hours. The enteric tablet of F5

    was formulated using CS: HPMCP (3,5:1) matrix, which was 3 fold amount of

    drug. The result suggested that the formula have the potential to be applied as

    enteric and sustained release tablet.

    Keywords : Chitosan succinate, N-acylation, matrix, enteric tablet, diclofenac

    sodium

    xv + 87 pages; 16 pictures; 14 tables; 32 appendices

    Bibliography : 45 (1936-2010)

    ix

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • x Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

    HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii

    HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv

    KATA PENGANTAR .................................................................................... v

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... vii

    ABSTRAK ...................................................................................................... viii

    ABSTRACT .................................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ................................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

    DAFTAR RUMUS .......................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

    xv

    BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

    1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA .................................................................

    4

    2.1 Kitosan ...................................................................................... 4

    2.2 N-Asilasi Kitosan ...................................................................... 6

    2.3 Anhidrida Suksinat..................................................................... 8

    2.4 Kitosan Suksinat ........................................................................ 9

    2.5 Tablet Enterik ............................................................................ 10

    2.6 Sediaan Lepas Lambat .............................................................. 11

    2.7 Sistem Matriks ........................................................................... 12

    2.8 Natrium Diklofenak ................................................................... 13

    2.9 Disolusi dan Kinetika Pelepasan Obat ...................................... 15

    BAB 3

    METODE PENELITIAN ..............................................................

    19

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 19

    3.2 Alat ............................................................................................ 19

    3.3 Bahan ......................................................................................... 19

    3.4 Cara Kerja ................................................................................. 20

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................

    30

    4.1 Preparasi Kitosan Suksinat ........................................................ 30

    4.2 Karakterisasi Fisik ..................................................................... 31

    4.3 Karakterisasi Kimia ................................................................... 39

    4.4 Karakterisasi Fungsional ........................................................... 42

    4.5 Pembuatan Tablet Enterik Natrium Diklofenak Lepas Lambat 46

    4.6 Pembuatan Spektrum Serapan dan Kurva Kalibrasi Natrium

    Diklofenak .................................................................................

    46

    x

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • xi Universitas Indonesia

    4.7 Evaluasi Sediaan Tablet ............................................................ 47

    4.8 Profil Pelepasan Obat ................................................................ 48

    BAB 5

    KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................

    53

    5.1 Kesimpulan ................................................................................ 53

    5.2 Saran ..........................................................................................

    53

    DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 54

    xi

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • xii Universitas Indonesia

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Struktur kimia kitin ................................................................. 5

    Gambar 2.2 Struktur kimia kitosan ............................................................. 6

    Gambar 2.3 Resonansi pasangan elektron bebas pada ikatan amida........... 7

    Gambar 2.4 Rumus bangun anhidrida suksinat ........................................... 8

    Gambar 2.5 Struktur kimia kitosan suksinat ............................................... 9

    Gambar 2.6 Reaksi kitosan dan anhidrida suksinat menghasilkan kitosan

    suksinat ...................................................................................

    10

    Gambar 2.7 Dispersi obat di seluruh polimer matriks ................................ 12

    Gambar 2.8 Struktur kimia natrium diklofenak .......................................... 14

    Gambar 4.1 Serbuk kitosan dan kitosan suksinat ....................................... 31

    Gambar 4.2 Hasil pengamatan bentuk dan morfologi permukaan kitosan

    suksinat menggunakan Scanning Electron Microscope..........

    32

    Gambar 4.3 Termogram kitosan dan kitosan suksinat dengan Differential

    Scanning Calorimetry.............................................................

    33

    Gambar 4.4 Spektrum inframerah kitosan suksinat dan kitosan . 41 Gambar 4.5 Kurva sifat alir kitosan suksinat 3% b/v ................................. 43

    Gambar 4.6 Kurva sifat alir kitosan suksinat 4% b/v ................................. 43

    Gambar 4.7 Indeks mengembang kitosan dan kitosan suksinat dalam

    medium HCl pH 1,2 selama 2 jam dan dalam medium fosfat

    pH 7,4 selama 8 jam

    45

    Gambar 4.8 Profil disolusi tablet enterik natrium diklofenak lepas lambat

    dalam medium HCl pH 1,2 selama 2 jam kemudian

    dilanjutkan dalam medium fosfat pH 7,4 selama 8 jam.

    Setiap titik menggambarkan nilai rata-rata SD (n=3) ..

    49

    xii

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • xiii Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Rumus perhitungan kinetika obat .. 16 Tabel 2.2 Hubungan eksponen pelepasan n dengan mekanisme pelepasan

    obat pada model persamaan Korsmeyer-Peppas ...

    17

    Tabel 2.3 Syarat obat terlarut untuk sediaan lepas terkendali ... 18 Tabel 3.1 Skala kemampuan mengalir .. 24 Tabel 3.2 Hubungan sifat alir terhadap sudut reposa 25 Tabel 3.3 Formulasi tablet enterik natrium diklofenak lepas lambat 400 mg 26

    Tabel 3.4 Persyaratan uji keseragaman bobot ... 27 Tabel 4.1 Hasil uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan

    suksinat yang terlarut secara kualitatif...........................................

    35

    Tabel 4.2 Hasil uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan

    suksinat yang terlarut secara semikuantitatif .................................

    38

    Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan pH larutan kitosan suksinat pada berbagai

    konsentrasi .....................................................................................

    42

    Tabel 4.4 Data hasil evaluasi indeks kompresibilitas, laju alir, dan sudut

    reposa serbuk kitosan suksinat ..

    46

    Tabel 4.5 Data hasil evaluasi sediaan tablet .................................................. 47

    Tabel 4.6 Jumlah obat yang dilepaskan . 50 Tabel 4.7 Data hasil perhitungan kinetika pelepasan natrium diklofenak

    dari matriks tablet enterik ..

    52

    xiii

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • xiv Universitas Indonesia

    DAFTAR RUMUS

    Halaman

    Rumus 3.1 Rumus perbandingan serapan dan konsentrasi antara standar

    dengan sampel .........................................................................

    21

    Rumus 3.2 Rumus perhitungan normalitas NaOH .................................... 22

    Rumus 3.3 Rumus perhitungan normalitas HCl ........................................ 22

    Rumus 3.4 Rumus perhitungan derajat substitusi ..................................... 22

    Rumus 3.5 Rumus perhitungan indeks mengembang ............................... 24

    Rumus 3.6 Rumus perhitungan indeks kompresibilitas ............................ 24

    Rumus 3.7 Rumus perhitungan sudut reposa ............................................ 25

    Rumus 3.8 Rumus perhitungan persentase keregasan tablet ..................... 27

    xiv

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • xv Universitas Indonesia

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Gambar 1 Larutan anhidrida suksinat 1% b/v dalam metanol................. 59

    Gambar 2 Larutan kitosan 1% b/v dalam asam asetat 1% ...................... 59

    Gambar 3 Endapan yang terbentuk hasil sintesis kitosan suksinat ......... 60

    Gambar 4 Spektrum inframerah kitosan.................................................. 61

    Gambar 5 Spektrum inframerah kitosan suksinat................ 62 Gambar 6 Tablet enterik natrium diklofenak lepas lambat 400 mg........ 63

    Gambar 7 Diagram batang hasil evaluasi kekerasan tablet 63 Gambar 8 Diagram batang hasil evaluasi keregasan tablet 64 Gambar 9 Diagram batang hasil evaluasi keseragaman bobot tablet . 64 Gambar 10 Diagram batang hasil evaluasi keseragaman ukuran tablet ... 65

    Gambar 11 Spektrum serapan natrium diklofenak dalam larutan

    fosfat pH 7,4 ..........................................................................

    65

    Gambar 12 Kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam larutan

    fosfat pH 7,4 ..........................................................................

    66

    Tabel 1 Data hasil pengukuran viskositas kitosan suksinat 3% b/v 67 Tabel 2 Data hasil pengukuran viskositas kitosan suksinat 4% b/v 68 Tabel 3 Data hasil uji indeks mengembang kitosan suksinat ............. 69

    Tabel 4 Data hasil evaluasi kekerasan tablet .. 70 Tabel 5 Data hasil evaluasi keseragaman bobot tablet ... 71 Tabel 6 Data hasil evaluasi keseragaman ukuran (ketebalan) tablet .. 72

    Tabel 7 Data hasil evaluasi keseragaman ukuran (diameter) tablet 73 Tabel 8 Serapan natrium diklofenak dalam larutan fosfat pH 7,4

    pada 276 nm ........................................................................

    74

    Tabel 9 Data hasil uji disolusi formulasi tablet enterik natrium

    diklofenak lepas lambat dalam medium asam dan basa

    selama 10 jam ........................................................................

    75

    Lampiran 1 Penentuan derajat substitusi kitosan suksinat secara titrasi

    asam basa ...

    76

    Lampiran 2 Perhitungan jumlah kumulatif pelepasan natrium diklofenak

    dari tablet ...............................................................................

    77

    Lampiran 3 Perhitungan nilai koefisien pelepasan dari beberapa model

    kinetika ...................................................................................

    78

    Lampiran 4 Perhitungan hasil uji pengaruh perubahan pH terhadap

    jumlah kitosan suksinat yang terlarut secara

    semikuantitatif........................................................................

    79

    Lampiran 5 Sertifikat analisis kitosan ....................................................... 80

    Lampiran 6 Sertifikat analisis anhidrida suksinat ..................................... 81

    Lampiran 7 Sertifikat analisis natrium diklofenak .................................... 82

    Lampiran 8 Sertifikat analisis Avicel

    PH 102 ......................................... 84

    Lampiran 9 Sertifikat analisis HPMCP ..................................................... 85

    Lampiran 10 Termogram kitosan ................................................................ 86

    Lampiran 11 Termogram kitosan suksinat .................................................. 87

    xv

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 1

    Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Tablet enterik merupakan suatu sediaan yang dibuat dengan maksud untuk

    melindungi obat agar tidak dilepaskan di lambung (lingkungan dengan pH

    rendah), namun melepaskan obatnya di usus (lingkungan dengan pH yang lebih

    tinggi) untuk diabsorpsi. Sediaan ini biasanya dibuat untuk obat-obat yang mudah

    terdegradasi oleh asam lambung, dapat mengiritasi lambung atau diabsorpsi baik

    di usus. Untuk itu diperlukan suatu eksipien atau polimer yang tidak melarut atau

    tidak hancur di lambung tetapi dapat larut atau hancur di usus. Salah satu eksipien

    yang sedang banyak dikembangkan akhir-akhir ini adalah polimer yang berasal

    dari alam karena keberadaannya yang melimpah, kemudahan untuk

    memperolehnya dan keamanannya, contohnya kitosan.

    Kitosan adalah polisakarida yang terdiri dari glukosamin dan N-

    asetilglukosamin yang dapat dibentuk dari deasetilasi parsial senyawa kitin yang

    terkandung dalam cangkang crustaceae contohnya kulit udang (Illum, 1998).

    Udang adalah komoditas andalan dari sektor perikanan di Indonesia dimana 2/3

    dari luas total wilayah Indonesia adalah perairan. Potensi produksi udang di

    Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat sehingga limbah kulit udang yang

    dihasilkan sangat besar dan jumlah bagian yang terbuang yang menjadi limbah

    dari usaha pengolahan udang tersebut sangat tinggi. Limbah udang yang sangat

    banyak ini belum dimanfaatkan secara optimal, padahal kulit udang yang

    mengandung zat kitin sekitar 99,1% ini jika diproses lebih lanjut melalui beberapa

    tahap, akan dihasilkan kitosan. Kitosan memiliki sifat-sifat yang potensial untuk

    digunakan sebagai eksipien farmasetika diantaranya biodegradabel,

    biokompatibel, aman dan tidak toksik (Dutta, Dutta, dan Tripathi, 2004). Kitosan

    telah digunakan dalam berbagai formulasi farmasetika seperti pada sediaan lepas

    lambat atau sebagai pengisi pada tablet kempa langsung. Penggunaan kitosan

    sebagai pembawa obat terbatas karena sifatnya yang hanya larut pada medium

    asam, khususnya pada pH 1 sampai 5 (Brooker, Combs, Miller, Godfrey, dan

    1

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 2

    Universitas Indonesia

    Mallender, 2009). Oleh sebab itu diperlukan modifikasi kimia untuk memperbaiki

    sifat kelarutan kitosan.

    Aiedeh dan Taha (1999), telah mensintesis kitosan suksinat dengan

    mereaksikan kitosan dan anhidrida suksinat. Sebagian gugus amin pada kitosan

    mengalami reaksi N-asilasi dengan gugus karbonil yang berasal dari anhidrida

    suksinat. Kitosan mengandung gugus amin yang lebih bersifat nukleofilik

    dibandingkan dengan gugus hidroksil sehingga gugus karbonil dari anhidrida

    asam cenderung bereaksi dengan gugus amin dari kitosan membentuk ikatan

    amida. Hasil modifikasi kitosan ini menunjukkan perubahan rentang pH kitosan

    untuk membentuk gel dari asam menjadi basa sehingga berpotensi untuk

    digunakan sebagai matriks pada penghantaran spesifik obat ke kolon. Sistem

    matriks merupakan salah satu cara untuk mengontrol pelepasan obat. Dalam

    sistem matriks, obat terdispersi homogen di seluruh polimer matriks dan pada

    umumnya laju pelepasan obat dari matriks menurun dengan meningkatnya jumlah

    polimer karena meningkatnya kekuatan gel dan makin panjangnya lintasan difusi

    (Ravi, Ganga, dan Saha, 2007).

    Pada penelitian ini, akan disintesis kitosan suksinat dengan cara

    memasukkan gugus suksinil pada gugus amin kitosan. Gugus suksinil yang

    dimasukkan pada posisi N-glukosamin berasal dari anhidrida suksinat dengan

    menggunakan metanol sebagai pelarut. Kitosan suksinat yang dihasilkan

    kemudian dikarakterisasi untuk melihat perubahan yang terjadi baik secara fisik

    maupun kimia. Kitosan suksinat ini digunakan sebagai matriks pada tablet enterik

    yang diharapkan dapat menahan pelepasan obat di lambung dan melepaskannya di

    usus secara perlahan-lahan. Sebagai model obat, zat aktif yang digunakan adalah

    natrium diklofenak.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 3

    Universitas Indonesia

    1.2 Tujuan Penelitian

    1. Memperoleh kitosan suksinat dengan mereaksikan kitosan dan

    anhidrida suksinat menggunakan pelarut metanol.

    2. Memperoleh data karakterisasi kitosan suksinat yang dihasilkan.

    3. Memperoleh sediaan tablet enterik lepas lambat dengan menggunakan

    kitosan suksinat sebagai polimer matriks.

    4. Memperoleh data evaluasi sediaan tablet yang dibuat.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 4

    Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kitosan

    Abad ke-21 merupakan era daur ulang terhadap sumber daya dan energi

    menuju emisi nol dan produktifitas tinggi melalui pemanfaatan sumber daya alam

    alternatif yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Udang adalah komoditas

    andalan dari sektor perikanan yang umumnya diekspor dalam bentuk beku.

    Potensi produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Selama

    ini potensi udang Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4% per tahun. Data

    tahun 2001, potensi udang nasional mencapai 633.681 ton. Apabila asumsi laju

    peningkatan tersebut tetap, maka pada tahun 2010 potensi udang diperkirakan

    sebesar 1.204.784 ton. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor, 60 - 70% dari

    berat total udang menjadi limbah (kulit udang) sehingga diperkirakan akan

    dihasilkan limbah udang sebesar 783.109 ton (Prasetyo, 2004).

    Limbah kulit udang yang dihasilkan dari proses pembekuan udang,

    pengalengan udang, dan pengolahan kerupuk udang sangat besar sehingga jumlah

    bagian yang terbuang dan menjadi limbah dari usaha pengolahan udang tersebut

    sangat tinggi. Limbah udang mengandung konstituen utama yang terdiri atas

    protein, kalsium karbonat, kitin, pigmen, dan abu. Kulit udang yang mengandung

    kitin merupakan limbah yang mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang

    banyak yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Meningkatnya

    jumlah limbah udang masih merupakan masalah serius yang perlu dicarikan upaya

    pemanfaatannya khususnya di Indonesia. Hal ini bukan saja memberikan nilai

    tambah pada usaha pengolahan udang tetapi juga dapat menanggulangi masalah

    pencemaran lingkungan hidup yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang

    dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus (Manjang, 1993). Kulit

    udang mengandung zat kitin sekitar 99,1% yang jika diproses lebih lanjut dengan

    melalui beberapa tahap, akan dihasilkan kitosan (Prasetyo, 2004).

    Kitosan merupakan polisakarida linear yang tersusun dari unit (1-4)-2-

    amino-2-deoksi-D-glukosa (D-glukosamin) dan unit 2-asetamido-2-deoksi-D-

    glukosa (N-asetil-D-Glukosamin) (Skkinen, 2003). Kitosan terdapat dalam

    4

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 5

    Universitas Indonesia

    bentuk serbuk atau serpihan berwarna putih atau putih kecoklatan dan tidak

    berbau. Kitosan sangat sukar larut dalam air; praktis tidak larut dalam etanol

    (95%), pelarut organik lainnya, dan larutan netral atau basa dengan pH di atas 6,5.

    Dalam formulasi farmasetika, kitosan dapat berfungsi sebagai agen penyalut, agen

    peningkat viskositas, agen pembentuk film, eksipien mukoadesif, disintegran atau

    pengikat (Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006). Polimer alami ini mempunyai sifat

    biodegradabel, biokompatibel, serta aman dan tidak toksik (Dutta, Dutta, dan

    Tripathi, 2004).

    Kitosan dapat dibentuk dari deasetilasi parsial senyawa kitin yang

    terkandung dalam cangkang crustaceae (Illum, 1998). Kitin adalah polisakarida

    kedua yang paling melimpah di dunia setelah selulosa. Kitin banyak ditemukan

    pada organisme seperti jamur, ragi, dan merupakan komponen penting dalam

    eksoskeleton crustaceae laut seperti udang dan kepiting (Lee, Lim, Chong, dan

    Shim, 2009).

    Kitosan tersedia secara komersial dalam berbagai jenis dengan bobot

    molekul dan derajat deasetilasi serta viskositas yang bervariasi (Shaji, Jain, dan

    Lodha, 2010). Berdasarkan bobot molekulnya (BM), polimer kitosan dibagi

    menjadi tiga jenis, yaitu kitosan berbobot molekul rendah atau Low Molecular

    Weight Chitosan (LMWC) dengan BM kurang dari 150 kDa, kitosan berbobot

    molekul tinggi atau High Molecular Weight Chitosan (HMWC) dengan BM

    antara 700-1000 kDa, dan kitosan berbobot molekul sedang atau Medium

    Molecular Weight Chitosan (MMWC) dengan bobot molekul antara LMWC dan

    HMWC (Jon dan Lee, 2007).

    [Sumber : Champagne, 2008]

    Gambar 2.1. Struktur kimia kitin (telah diolah kembali)

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 6

    Universitas Indonesia

    [Sumber : Champagne, 2008]

    Gambar 2.2. Struktur kimia kitosan (telah diolah kembali)

    Derajat deasetilasi untuk kitosan umumnya berkisar antara 66%-95%

    (Wong, 2009). Derajat deasetilasi mempengaruhi jumlah gugus amin bebas di

    dalam rantai polimer. Gugus amin bebas memberikan kitosan muatan positif

    sehingga dapat berinteraksi secara elektostatik dengan molekul-molekul yang

    bermuatan negatif. Kitosan merupakan polisakarida yang reaktif karena adanya

    gugus amin dan gugus hidroksil di dalam strukturnya. Oleh karena itu, kitosan

    dapat mengalami reaksi spesifik pada gugus amin, contohnya reaksi N-asilasi

    (Lee, Lim, Chong, dan Shim, 2009).

    2.2 N-Asilasi Kitosan (Champagne, 2008)

    Banyak upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kelarutan kitosan

    dalam air. Salah satu alasan utama adalah kebanyakan aplikasi biologi untuk

    bahan kimia membutuhkan bahan yang dapat diproses secara fungsional pada pH

    netral. Dengan demikian, mendapatkan turunan kitosan larut air merupakan

    langkah penting menuju penerapan lebih lanjut dari polimer sebagai bahan

    biofungsional.

    Salah satu langkah untuk meningkatkan sifat kelarutan kitosan adalah

    modifikasi kimia pada gugus amin menghasilkan turunan kitosan tersubstitusi

    dengan kelarutan dalam medium berair yang lebih baik. Ada tiga jenis reaksi

    substitusi yang dapat dilakukan yaitu N-alkilasi, N-hidroksiasilasi, dan N-asilasi.

    Ikatan hidrogen intramolekular dan intermolekular kitosan yang terlalu

    banyak menyebabkan polimer tidak larut dalam air. Melalui substitusi pada gugus

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 7

    Universitas Indonesia

    amin, keteraturan normal dari ikatan hidrogen intermolekular berkurang dan

    menciptakan ruang bagi molekul air untuk mengisi dan melarutkan gugus

    hidrofilik pada kerangka polimer (dan substituen jika terdiri dari komponen

    hidrofilik).

    Untuk mendapatkan turunan kitosan melalui N-alkilasi dapat dilakukan

    dengan menggunakan aldehid atau keton sebagai agen pengalkilasi dan

    menghasilkan basa Schiff aldimin atau ketimin. Pada N-hidroksiasilasi, substituen

    hidroksiasil dimasukkan ke dalam kitosan yang secara efektif dapat meningkatkan

    hidrofilisitas dengan adanya gugus hidroasil yang bersifat hidrofilik. Pada N-

    substitusi jenis ini, dapat digunakan -butirolakton dan -butirolakton yang

    direaksikan dengan kitosan untuk mendapatkan turunan kitosan yang larut air.

    Jenis N-substitusi yang ketiga adalah N-asilasi. N-asilasi kitosan adalah

    reaksi modifikasi yang paling luas dan banyak dipelajari. Proses ini melibatkan

    reaksi antara kitosan dengan anhidrida asam atau asil halida. Reaksi terjadi

    dengan mekanisme adisi atau eliminasi, dimana fungsionalitas amida dari gugus

    amin dikembalikan. Reaksi ini membentuk gugus amida yang stabil karena

    adanya resonansi dari pasangan elektron bebas pada nitrogen ke gugus karbonil.

    Gambar 2.3. Resonansi pasangan elektron bebas pada ikatan amida

    N-asilasi kitosan telah dicapai dengan berbagai jenis anhidrida asam.

    Karena anhidrida asam memiliki kelarutan yang rendah dalam medium air,

    biasanya dapat ditambahkan metanol untuk membantu melarutkan anhidrida

    asam. Reaksi N-asilasi kitosan dengan anhidrida asam dalam campuran asam

    asetat encer dan metanol pada suhu kamar menghasilkan reaksi selektif pada

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 8

    Universitas Indonesia

    gugus amin. Reaksi N-asilasi dengan anhidrida siklik dapat menghasilkan turunan

    yang memiliki kelarutan yang baik di air karena keteraturan normal dari ikatan

    hidrogen intermolekuler dari kitosan berkurang dengan adanya substituen ini.

    2.3 Anhidrida Suksinat (Mclean dan Adams, 1936)

    Rumus Molekul : C4H4O3

    Nama Lain : Asam suksinat anhidrida, Suksinil oksida, Dihidro-

    2,5-furandion

    Pemerian : Berbentuk kristal jarum, tidak berwarna atau putih

    pucat

    Kelarutan : Larut dalam alkohol dan kloroform; tidak larut dalam

    air (

  • 9

    Universitas Indonesia

    2.4 Kitosan Suksinat

    Kitosan suksinat merupakan turunan biopolimer kitosan yang dimodifikasi

    secara kimia (De Mello, De Cassia, De Moraes, dan Pytowski, 2006). Kitosan

    suksinat diperoleh dengan memasukkan gugus suksinil pada gugus amin kitosan.

    Kompleks poliion dibentuk antara gugus NH3+ dan COO- pada molekul kitosan

    suksinat. Kitosan suksinat memiliki sifat yang unik secara in vitro dan in vivo

    yaitu sifatnya yang biokompatibel dan tidak toksik (Yan, Chen, dan Gu, 2006).

    Gambar 2.5. Struktur kimia kitosan suksinat (telah diolah kembali)

    Gugus suksinil yang disubstitusi pada posisi N-glukosamin berasal dari

    anhidrida suksinat (Sugita, 2009). Derajat derivatisasi secara langsung sebanding

    dengan konsentrasi anhidrida suksinat yang dipakai untuk reaksi (Rekha dan

    Sharma, 2007).

    Anhidrida suksinat dimasukkan ke dalam gugus amin bebas sepanjang

    rantai polimer kitosan untuk memberikan sifat fisikokimia yang berbeda yang

    tidak diberikan oleh molekul sebelum dimodifikasi. Kitosan yang tidak

    dimodifikasi hanya larut pada medium asam (pH 5,5). Modifikasi kimia ini

    meningkatkan kelarutan kitosan di dalam medium sedikit asam, netral, dan basa.

    Sifat ini terkait dengan rantai alkil panjang yang menempel pada bagian hidrofilik.

    Dalam hal ini, bagian hidrofilik dari D-glukosamin mendorong terjadinya

    interaksi kuat dengan molekul air sehingga meningkatkan kelarutan polimer

    kitosan. Modifikasi ini memungkinkan penggunaan baru kitosan dalam bidang

    bioteknologi karena kelarutannya dalam larutan netral atau sedikit basa sangat

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 10

    Universitas Indonesia

    penting dalam aplikasi biologi (De Mello, De Cassia, De Moraes, dan Pytowski,

    2006).

    [Sumber : Aiedeh dan Taha , 1999]

    Gambar 2.6. Reaksi kitosan dan anhidrida suksinat menghasilkan kitosan suksinat

    (telah diolah kembali)

    2.5 Tablet Enterik (Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005; Dulin, 2010)

    Pelepasan obat tertunda (Delayed-release) merupakan salah satu jenis

    pelepasan obat termodifikasi dimana obat tidak langsung dilepaskan setelah

    diberikan. Contoh: Tablet salut enterik.

    Sediaan enterik merupakan sediaan yang mengandung bahan atau polimer

    yang tidak melarut atau tidak hancur di lambung tetapi dapat larut atau hancur di

    usus. Dengan demikian pelepasan obat dapat ditunda sampai obat melewati

    lambung (lingkungan dengan pH rendah) dan kemudian obat akan hancur serta

    diabsorbsi pada usus (lingkungan dengan pH yang lebih tinggi). Sediaan ini dibuat

    untuk obat-obat yang dapat rusak atau inaktif karena cairan lambung atau dapat

    mengiritasi mukosa lambung.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 11

    Universitas Indonesia

    Polimer-polimer enterik dapat digunakan sebagai pengikat pada granulasi

    untuk tablet dan kapsul. Polimer-polimer tersebut dapat diformulasikan ke dalam

    bentuk sediaan matriks dengan granulasi basah atau kompresi langsung.

    Penambahan polimer enterik ke dalam campuran massa tablet dengan kompresi

    langsung merupakan alternatif mudah dan menarik untuk proses penyalutan,

    namun ketika polimer enterik ditambahkan ke dalam matriks akan lebih

    memberikan efek pelepasan diperlambat dibandingkan dengan efek pelepasan

    ditunda. Pengaruh polimer enterik dalam pelepasan obat bergantung pada kondisi

    pH lingkungan, kebasaan obat, serta kemampuan pengambilan air dan

    permeabilitas matriks.

    2.6 Sediaan Lepas Lambat

    Sediaan lepas lambat merupakan sediaan dengan pelepasan termodifikasi

    yang dirancang untuk melepaskan obat secara lambat dan menjaga level terapetik

    obat dalam darah atau jaringan selama terus menerus dalam waktu yang lama

    (Grass dan Robinson, 1990). Bentuk sediaan seperti ini bertujuan untuk mencegah

    absorpsi obat yang sangat cepat, yang dapat mengakibatkan konsentrasi puncak

    obat dalam plasma sangat tinggi.

    Tujuan dari sediaan lepas lambat antara lain (Krowcynsk, 1987;

    Remington, 2006):

    1. Untuk mengurangi frekuensi pemberian dosis dalam satu hari sehingga

    meningkatkan kepatuhan pasien.

    2. Pada pemberian obat secara parenteral, maka dapat mengurangi frekuensi

    injeksi yang seringkali menyakitkan dan dapat menyebabkan infeksi.

    3. Untuk mempertahankan kadar terapi obat untuk jangka waktu yang lebih

    lama.

    4. Mencegah fluktuasi obat di dalam darah.

    5. Untuk mengurangi efek samping yang tidak diinginkan akibat konsentrasi obat

    yang terlalu tinggi di dalam darah.

    6. Pada sediaan oral, dapat mengurangi iritasi mukosa pencernaan yang terjadi

    karena konsentrasi obat yang tinggi di dalam saluran pencernaan.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 12

    Universitas Indonesia

    7. Untuk mencapai aksi farmakologi yang konstan bahkan untuk obat-obat

    dengan waktu paruh biologis yang pendek.

    Adapun syarat obat yang dapat dibuat menjadi sediaan lepas lambat adalah

    sebagai berikut (Ansel, Allen, dan Popovich, 1999) :

    1. Obat-obat tersebut memberikan efek terapi pada dosis yang kecil.

    2. Obat-obat tersebut memiliki indeks terapi yang cukup besar.

    3. Obat-obat tersebut lebih digunakan untuk pengobatan kronik daripada

    pengobatan akut.

    2.7 Sistem Matriks

    Sistem matriks merupakan salah satu cara untuk mengontrol pelepasan

    obat. Dalam sistem matriks, obat terdispersi homogen di seluruh polimer matriks

    seperti yang terlihat pada Gambar 2.7 (Grass dan Robinson, 1990). Suatu matriks

    dapat dibentuk secara sederhana dengan mengempa atau menyatukan obat dan

    bahan matriks bersama-sama. Umumnya, obat ada dalam jumlah yang lebih kecil

    agar matriks memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap air dan obat

    berdifusi keluar secara lambat (Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005).

    [Sumber : Grass dan Robinson, 1990]

    Gambar 2.7. Dispersi obat di seluruh polimer matriks (telah diolah kembali)

    Matriks digolongkan menjadi 3 jenis yaitu (Ansel, Allen, dan Popovich,

    1999; Lachman dan Lieberman, 1994):

    1. Matriks tidak larut, inert

    Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida, dan

    etilselulosa telah digunakan sebagai dasar untuk banyak formulasi di

    Obat terdispersi dalam polimer

    t=0

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 13

    Universitas Indonesia

    pasaran. Tablet yang dibuat dari bahan-bahan ini didesain untuk dimakan

    dan tidak pecah dalam saluran cerna.

    2. Matriks tidak larut, terkikis

    Matriks jenis ini mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori dan

    erosi. Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat,

    stearil alkohol, carnauba wax, dan polietilen glikol.

    3. Matriks hidrofilik

    Sistem ini mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari bentuk

    gel sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air. Matriks hidrofilik

    diantaranya adalah metil selulosa, hidroksietil selulosa, hidroksipropil

    metilselulosa, natrium karboksimetilselulosa, natrium alginat, xanthan

    gum dan carbopol. Bila bahan-bahan tersebut kontak dengan air, maka

    akan terbentuk lapisan matriks terhidrasi. Lapisan ini bagian luarnya akan

    mengalami erosi sehingga menjadi terlarut.

    Kinetika pelepasan obat dari matiks dapat dipengaruhi oleh banyak faktor

    seperti pengembangan polimer, erosi polimer, karakteristik difusi/disolusi obat,

    distribusi obat di dalam matriks, sistem geometri (silinder, spheris dan

    sebagainya), rasio antara obat dan matriks (Grassi dan Grassi, 2005), viskositas

    polimer, kelarutan obat, ukuran partikel obat, tekanan kompresi, bentuk tablet,

    eksipien, teknik pembuatan, dan medium disolusi (Ravi, Ganga, dan Saha, 2007).

    Keuntungan sistem matriks yaitu lebih mudah dibuat dibandingkan sistem

    reservoir, dispersi homogen obat dalam campuran polimer, dan dapat

    menghantarkan senyawa dengan bobot molekul besar (Grass dan Robinson,

    1990). Pada umumnya, laju pelepasan obat dari matriks menurun dengan

    meningkatnya jumlah polimer karena meningkatnya kekuatan gel dan makin

    panjangnya lintasan difusi (Ravi, Ganga, dan Saha, 2007).

    2.8 Natrium Diklofenak

    Diklofenak merupakan obat analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi non

    steroid (AINS) turunan asam fenilasetat. Obat ini merupakan AINS dengan efek

    antiradang yang kuat dengan efek samping yang lebih lemah dibandingkan

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 14

    Universitas Indonesia

    dengan obat lainnya seperti Indometasin dan piroksikam (Tjay dan Rahardja,

    2002). Diklofenak banyak digunakan dalam bentuk garam natrium untuk

    mengurangi rasa sakit dan berbagai kondisi inflamasi dengan cara penghambatan

    terhadap enzim siklooksigenase (COX) yang berdampak pada penghambatan

    sintesis prostaglandin. Penurunan jumlah prostaglandin dapat menyebabkan

    beberapa efek samping, seperti mengiritasi lambung, gangguan hati dan ginjal,

    serta menyebabkan vasokonstriksi (Sweetman (ed.), 2009; Katzung, 1994).

    Natrium diklofenak terdapat dalam bentuk serbuk kristal putih atau

    kekuningan dan agak higroskopis. Natrium diklofenak sedikit larut dalam air,

    larut dalam alkohol, agak larut dalam aseton, dan sangat larut dalam metil alkohol.

    Dosis umum untuk natrium diklofenak berkisar antara 75 sampai 150 mg perhari

    dalam dosis terbagi (Sweetman (ed.), 2009).

    [Sumber : USP30-NF25, p. 1922 (e-book)]

    Gambar 2.8. Struktur kimia natrium diklofenak (telah diolah kembali)

    Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap.

    Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek metabolisme lintas

    pertama sebesar 40-50%. Waktu paruhnya singkat, yakni 1-3 jam (Gunawan (ed.),

    2007). Penetapan kadar natrium diklofenak ditentukan secara spektrofotometri

    pada panjang gelombang maksimum 273 nm pada larutan asam dan 275 nm pada

    larutan basa (Moffat, Osselton, dan Widdop, 2005).

    Pada penelitian ini, natrium diklofenak dipilih sebagai model obat karena

    natrium diklofenak mempunyai efek samping yang dapat mengiritasi lambung

    sehingga perlu ditahan pelepasannya pada lambung. Obat ini pun perlu

    diformulasikan sebagai sediaan lepas lambat ketika obat ini digunakan untuk

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 15

    Universitas Indonesia

    pengobatan jangka panjang terhadap penyakit degeneratif pada persendian seperti

    rheumatoid arthritis untuk mengurangi frekuensi pemberian obat serta karena

    waktu paruh dari natrium diklofenak yang pendek sehingga diperlukan pelepasan

    yang diperlambat untuk menjaga kadar obat dalam darah (Bertocchi, Antoniella,

    Valvo, Alimonti, dan Memoli, 2005).

    2.9 Disolusi dan Kinetika Pelepasan Obat

    Disolusi merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi

    terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologis, disolusi obat di dalam

    medium cair merupakan kondisi penting yang mempengaruhi absorpsi sistemik.

    Laju disolusi obat-obat dengan kelarutan dalam air yang sangat kecil akan

    mempengaruhi laju absorbsi sistemik obat (Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005).

    Noyes dan Whitney menyatakan bahwa tahap disolusi meliputi proses

    pelarutan obat pada permukaan partikel padat, yang membentuk larutan jenuh di

    sekeliling partikel. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh, yang disebut stagnant

    layer, berdifusi ke pelarut dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah

    dengan konsentrasi obat rendah. Uji disolusi dan pelepasan obat merupakan uji

    secara in vitro yang mengukur kecepatan dan tingkat disolusi atau pelepasan

    komponen obat dari sediaan, biasanya pada medium cair dibawah kondisi spesifik

    (Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005).

    Menurut Farmakope Indonesia Edisi Keempat (1995), uji disolusi suatu

    sediaan tablet dapat dilakukan dengan menggunakan alat terdiri dari sebuah

    wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu

    motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang yang

    berbentuk silinder (aparatus 1), atau batang logam dengan ujung yang berbentuk

    dayung (aparatus 2). Wadah tercelup sebagian dalam tangas air yang

    temperaturnya dipertahankan 37 0,5C. Medium disolusi yang digunakan

    sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi.

    Beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi disolusi dan pelepasan obat

    adalah komponen obat (ukuran partikel, polimorfis, luas permukaan, dan stabilitas

    kimia di dalam medium), faktor formulasi (bahan pembantu), hidrodinamik

    (kecepatan agitasi, bentuk alat disolusi, penempatan tablet di dalam alat), medium

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 16

    Universitas Indonesia

    (volume, pH, molaritas, kosolven, atau penambahan enzim atau surfaktan), suhu

    medium, dan apparatus (Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005).

    Metode disolusi sediaan enterik dapat menggunakan apparatus yang tertera

    pada masing-masing monografi zat aktif. Sediaan diuji dengan 0,1 N HCl selama

    2 jam kemudian pada medium buffer pH 6,8. Pada medium basa umumnya

    berlangsung selama 45 menit atau sesuai dengan monografi masing-masing.

    Tujuannya adalah untuk melihat bahwa tidak terjadi disolusi yang signifikan pada

    medium asam (kurang dari 10% untuk setiap unit sampel), dan persentase tertentu

    dari obat harus dilepaskan pada medium buffer. Spesifikasi ini sesuai monografi

    masing-masing obat (Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005).

    Kinetika pelepasan zat aktif dari suatu sediaan yang pelepasannya

    dimodifikasi dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan Higuchi, orde nol,

    orde satu, dan Korsmeyer-Peppas. Berikut rangkuman rumus keempat model

    matematika (Tabel 2.1) tersebut beserta penjelasannya, yaitu:

    Tabel 2.1. Rumus perhitungan kinetika obat

    Persamaan y= a + bx

    Orde nol Qt/Qo= kot

    Orde satu Ln Qt/Qo= k1t

    Higuchi Qt/Qo= kHt1/2

    Korsmeyer-Peppas ln Qt/Qo= n ln t + ln k

    [Sumber: Koester, Ortega, Mayorga, dan Bassani, 2004]

    Keterangan: Qt / Qo = fraksi obat yang dilepaskan pada waktu t

    ko, k1, kH, k = konstanta pelepasan obat

    n = eksponen difusi obat

    a. Kinetika pelepasan orde nol

    Kinetika ini menggambarkan suatu sistem dimana kecepatan pelepasan

    zat aktif yang konstan dari waktu ke waktu tanpa dipengaruhi oleh konsentrasi

    zat aktif.

    b. Kinetika pelepasan orde satu

    Kinetika ini menggambarkan sistem dimana pelepasan zat aktif

    bergantung pada konsentrasi zat aktif di dalamnya.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 17

    Universitas Indonesia

    c. Model Higuchi

    Menurut model ini, pelepasan obat dari suatu matriks yang tidak larut

    berbanding langsung dengan akar waktu dan berdasarkan difusi Fickian,

    diartikan bahwa pelepasan zat aktif dipengaruhi oleh waktu. Semakin lama,

    zat aktif akan dilepaskan dengan kecepatan yang rendah. Hal tersebut

    disebabkan jarak difusi zat aktif semakin panjang (Banakar, 1992).

    d. Persamaan Korsmeyer-Peppas

    Pada persamaan Korsmeyer-Peppas, harus diperhatikan nilai n

    (eksponen pelepasan) yang menggambarkan mekanisme pelepasan. Untuk

    sediaan dengan matriks silindris seperti tablet, hubungan n dengan mekanisme

    pelepasan obat dapat dilihat pada Tabel 2.2.

    Tabel 2.2. Hubungan eksponen pelepasan n dengan mekanisme pelepasan obat

    pada model persamaan Korsmeyer-Peppas

    n (eksponen pelepasan) Mekanisme pelepasan

    < 0,45 Fickian diffusion

    0,45 < n < 0,89 Anomalous (non-fickian) transport

    > 0,89 Super case-II transport

    [Sumber: Shoaib, Merchant, Tazeen, dan Yousuf, 2006]

    Kinetika Korsmeyer-Peppas bergantung nilai n. Untuk tablet dengan

    matriks silindris, jika nilai n

  • 18

    Universitas Indonesia

    ditunjukkan pada Tabel 2.3. Kriteria penerimaan uji disolusi untuk tablet lepas

    terkendali adalah sebagai berikut (Banakar, 1992):

    1. Pada waktu yang setara dengan 0,25 D: 20-45% terlarut (Q0,25)

    2. Pada waktu yang setara dengan 0,5 D: 45-75% terlarut (Q0,5)

    3. Pada waktu hingga 1,0 D: tidak kurang dari 75% terlarut (Q1,0)

    Di mana D adalah frekuensi dosis lazim yang tertera pada label atau interval

    pemberian dosis.

    Tabel 2.3. Syarat obat terlarut untuk sediaan lepas terkendali

    Q Persen obat terlarut

    Q0,25 20-45 %

    Q0,5 45-75 %

    Q1 > 75%

    [Sumber: Banakar, 1992]

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 19

    Universitas Indonesia

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Tablet dan

    Laboratorium Farmasetika Departemen Farmasi Fakultas MIPA Universitas

    Indonesia Depok. Waktu pelaksanaanya adalah dari bulan Februari 2011 hingga

    Mei 2011.

    3.2 Alat

    Ayakan (Retsch, Jerman), pH meter pH 510 (Eutech, Singapura),

    pengaduk magnetik (IKA, Jerman), flowmeter GDT (Erweka, Jerman), jangka

    sorong (Vernier Caliper, China), dissolution tester Electrolab TDT-08L (Merck,

    Jerman), hardness tester TBH 28 (Erweka, Jerman), neraca analitik EB-330

    (Shimadzu, Jepang), friability tester TAR (Erweka, Jerman), spektrofotometer

    UV-Vis UV-1800 (Shimadzu, Jepang), mesin pencetak tablet AR400 (Erweka,

    Jerman), bulk-tapped density tester 245-2E (Pharmeq, Indonesia), fourier

    transformation infra red Tipe 8400S (Shimadzu, Jepang), thermal Analysis DSC 6

    (Perkin Elmer, USA), viskometer Brookfield (Brookfield synchrolectic, Jerman),

    scanning Electron Microscope LEO 420i (Inggris), oven, termometer, alat-alat

    gelas.

    3.3 Bahan

    Kitosan derajat deasetilasi 94,2% (Biotech Surindo, Indonesia), anhidrida

    suksinat (Merck, Jerman), asam asetat glasial (Merck, Jerman), asam klorida

    (Merck, Jerman), narium hidroksida (Merck, Jerman), metanol (Ajax Chemicals,

    Australia), kalium bromida (Merck, Jerman), natrium diklofenak (Dipharma,

    Italia), HPMCP (Shinetsu, Jepang), Avicel PH 102 (Mingtai Chemical, China),

    magnesium stearat, aquadest.

    19

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 20

    Universitas Indonesia

    3.4 Cara Kerja

    3.4.1 Preparasi Kitosan Suksinat

    Sebanyak 4 gram kitosan dilarutkan dalam 400 ml asam asetat 1,0%.

    Sebanyak 4 gram anhidrida suksinat dilarutkan dalam 400 ml metanol, kemudian

    dimasukkan ke dalam larutan kitosan sedikit demi sedikit dan pH larutan

    dinaikkan secara perlahan-lahan dengan penambahan NaOH 1 N hingga mencapai

    pH 7. Reaksi dibiarkan berlangsung sampai tidak terjadi penurunan pH yang

    signifikan. Endapan yang terbentuk disaring, dicuci dengan metanol, kemudian

    didialisa selama 24 Jam. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven suhu 40C.

    Setelah kering, sampel digiling dan diayak dengan ayakan 60 mesh.

    3.4.2 Karakterisasi Fisik

    3.4.2.1 Organoleptis

    Penampilan fisik dari kitosan suksinat hasil sintesis dievaluasi, meliputi

    bentuk, warna, dan bau.

    3.4.2.2 Pengamatan Bentuk dan Morfologi Permukaan Kitosan Suksinat

    Menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)

    Kitosan suksinat diamati dengan Scanning Electron Microscope dengan

    perbesaran 200x, 500x, 1000x, dan 5000x untuk melihat bentuk partikel dan

    tekstur permukaan polimer.

    3.4.2.3 Analisis Sifat Termal

    Sifat termal sampel ditentukan menggunakan Differential Scanning

    Calorimetry (DSC). Sebanyak 5 mg kitosan suksinat diletakkan pada silinder

    alumunium berdiameter 5 mm. Silinder tersebut ditutup dengan lempengan

    alumunium lalu sampel dimasukkan ke dalam alat DSC. Pengukuran dilakukan

    mulai dari suhu 30-250C. Proses eksotermik dan endotermik yang terjadi pada

    sampel tercatat pada recorder.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 21

    Universitas Indonesia

    3.4.2.4 Uji Pengaruh Perubahan pH terhadap Jumlah Kitosan Suksinat yang

    Terlarut

    Uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan suksinat yang

    terlarut dilakukan secara kualitatif dan semikuantitatif. Pada pengujian secara

    kualitatif, serbuk kitosan dan kitosan suksinat dilarutkan dalam berbagai medium

    yang memiliki pH yang berbeda-beda, yaitu 1,2; 3; 5; 6,8; 7,4; 10; 12; 13; dan

    aquadest. Proses pelarutan dilakukan pada suhu kamar dengan bantuan pengaduk

    (shaker) berkecepatan 200 rpm selama 2 jam.

    Uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan suksinat yang

    terlarut secara semikuantitatif dilakukan dengan mengukur jumlah kitosan

    suksinat yang terlarut dalam berbagai medium dengan spektrofotometer UV Vis

    pada panjang gelombang 228 nm (Aiedeh dan Taha, 1999). Mula-mula sejumlah

    kitosan suksinat dilarutkan dalam berbagai medium dengan pH 1,2; 3; 5; 6,8; 7,4;

    12 dan aquadest, kemudian disaring untuk memisahkan larutan jenuh dengan

    bagian yang tidak terlarut. Larutan jenuh dari masing-masing medium dipipet

    sebanyak 5,0 ml, dicukupkan dengan larutan NaOH 0,1 N hingga mencapai pH

    13, kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

    A1 = Serapan larutan standar

    A2 = Serapan larutan sampel

    C1 = Konsentrasi terlarut larutan standar

    C2 = Konsentrasi terlarut larutan sampel

    3.4.3 Karakterisasi Kimia

    3.4.3.1 Uji Derajat Substitusi

    a. Pembakuan NaOH 1,0 N

    Pembakuan NaOH 1,0 N dilakukan dengan menggunakan kalium

    hidrogen ftalat (KHP). KHP dikeringkan selama 2 jam pada suhu 120C

    (3.1)

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 22

    Universitas Indonesia

    kemudian didinginkan dan disimpan dalam desikator. KHP yang telah

    dikeringkan ditimbang sebanyak 500 600 mg dan dilarutkan dalam 50 ml

    aquadest bebas CO2. Larutan ditambahkan 3 tetes indikator PP dan dikocok

    hingga homogen. Larutan dititrasi dengan NaOH 1,0 N hingga terjadi

    perubahan warna menjadi merah muda.

    b. Pembakuan HCl 1,0 N

    Pembakuan HCl 1,0 N dilakukan dengan menggunakan natrium

    tetraborat (boraks). Natrium tetraborat ditimbang seksama 600 mg dan

    dilarutkan dalam 50 ml aquadest. Larutan ditambahkan 2 tetes indikator metil

    merah 1% dan dikocok hingga homogen. Larutan dititrasi dengan HCl 1,0 N

    hingga terjadi perubahan warna menjadi jingga.

    c. Penetapan Derajat Substitusi

    Kitosan suksinat sebanyak 100 mg dilarutkan dalam 15,0 ml NaOH

    1,0 N yang telah dibakukan. Larutan ini kemudian ditambahkan indikator

    metil merah 1% sebanyak 2 tetes. Kelebihan NaOH dititrasi dengan HCl 1,0

    N yang telah dibakukan. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna

    dari kuning menjadi jingga.

    Perhitungan derajat substitusi (DS) adalah:

    (3.3)

    (3.2)

    (3.4)

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 23

    Universitas Indonesia

    3.4.3.2 Analisis Gugus Fungsi Kitosan Suksinat dengan Menggunakan Fourier

    Transform Infrared Spectrometer

    Sejumlah serbuk sampel dibentuk menjadi pelet untuk mengetahui

    adanya perubahan gugus fungsi pada kitosan menjadi kitosan suksinat. Sejumlah

    2 mg sampel yang akan diuji ditimbang bersama dengan 98 mg KBr. Kedua

    bahan tersebut kemudian digerus hingga homogen. Pemeriksaan dilakukan dengan

    menggunakan Fourier Transformation Infra Red (FTIR) pada bilangan

    gelombang 400 sampai 4000 cm-1

    .

    3.4.3.3 Pemeriksaan pH

    Sejumlah kitosan suksinat ditimbang kemudian dilarutkan dalam

    aquadest dengan berbagai konsentrasi sebagai berikut, 0,5%, 1%, 2%, 5%, 10%

    (b/v), kemudian pH dari masing-masing larutan tersebut diukur dengan pHmeter.

    3.4.4. Karakterisasi Fungsional

    3.4.4.1 Uji Viskositas

    Sampel didispersikan dalam larutan NH4OH 0,03% dengan konsentrasi

    3% (b/v) dan 4% (b/v) dan dilarutkan hingga volume 250 ml. Viskositas diukur

    dengan viskometer Brookfield dengan kecepatan putaran spindel diatur mulai dari

    0,5; 1; 2; 2,5; 5; 10; dan 20 rpm, kemudian diputar kembali dari 20; 10; 5; 2,5; 2;

    1; dan 0,5 rpm. Hasil pembacaan skala dicatat. Viskositas dihitung dan kurva sifat

    aliran dibuat.

    3.4.4.2 Indeks Mengembang

    Sebanyak 500 mg sampel kitosan suksinat ditimbang, kemudian

    dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml. Amati volume yang terbaca sebagai

    volume awal (V0). Sampel tersebut kemudian ditambah dengan larutan HCl pH

    1,2 sebanyak 3 ml dan dibiarkan mengembang pada suhu kamar ( 26C) selama

    2 jam. Sampel lain ditambahkan dengan larutan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 3 ml

    dan dibiarkan mengembang pada suhu kamar ( 26C) selama 8 jam. Kemudian

    sisa larutan yang tidak diserap oleh sampel dibuang secara hati-hati dan diamati

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 24

    Universitas Indonesia

    volume akhir (Vt). Uji tersebut dilakukan sebanyak tiga kali untuk masing-masing

    larutan uji dan dibandingkan terhadap kitosan sebagai blanko. Indeks

    mengembang dihitung dengan rumus:

    3.4.4.3 Indeks kompresibilitas (United States Pharmacopoeia 30th, 2007)

    Sejumlah + 20 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml,

    lalu diukur volumenya (V1). Berat jenis bulk = m/V1. Gelas ukur yang berisi

    sampel diketuk-ketukkan sebanyak 300 kali. Percobaan diulang dengan 300

    ketukan kedua untuk memastikan volume sampel tidak mengalami penurunan

    volume kemudian diukur volumenya (V2). Berat jenis mampat = m/V2.

    Tabel 3.1. Skala kemampuan mengalir

    Indeks

    Kompresibilitas (%) Sifat alir Rasio Hausner

  • 25

    Universitas Indonesia

    3.4.4.4 Laju Alir dan Sudut Reposa (United States Pharmacopoeia 30th

    , 2007)

    Pengukuran laju alir dan sudut istirahat dilakukan dengan alat

    flowmeter. Untuk pengukuran laju alir, sejumlah sampel (+ 25 gram) dimasukkan

    ke dalam corong flowmeter dan diratakan. Alat dijalankan dan waktu yang

    diperlukan oleh seluruh sampel untuk mengalir melalui corong dicatat. Laju alir

    dinyatakan dalam gram/detik.

    Untuk pengukuran sudut reposa, sejumlah sampel ditimbang + 25 gram,

    dimasukkan ke dalam corong flowmeter, lalu permukaannya diratakan. Sampel

    dibiarkan mengalir dan sudut reposa ditentukan dengan mengukur sudut

    kecuraman bukit yang dihitung sebagai berikut:

    = sudut reposa ()

    H = tinggi bukit (cm)

    R = jari-jari alas bukit (cm)

    Tabel 3.2. Hubungan sifat alir tehadap sudut reposa

    Sudut reposa () Kategori sifat alir

    25 30 Istimewa

    31 35 Baik

    36 40 Agak baik

    41 45 Cukup baik

    46 55 Buruk

    56 65 Sangat buruk

    >66 Sangat sangat buruk

    [Sumber: United States Pharmacopoeia 30th

    , 2007]

    (3.7)

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 26

    Universitas Indonesia

    3.4.5 Pembuatan Tablet Enterik Natrium Diklofenak Lepas Lambat

    Tabel 3.3. Formulasi tablet enterik natrium diklofenak lepas lambat 400 mg

    Ket: F1=Perbandingan jumlah zat aktif : polimer(kitosan suksinat) =1:2

    F2=Perbandingan jumlah zat aktif : polimer(kitosan suksinat )=1:3

    F3=Perbandingan jumlah zat aktif : polimer(kitosan suksinat) =1:4

    F4=Perbandingan jumlah zat aktif:polimer(kombinasi kitosan suksinat dengan HPMCP) =1:2

    F5=Perbandingan jumlah zat aktif:polimer(kombinasi kitosan suksinat dengan HPMCP) =1:3

    Metode yang digunakan untuk membuat tablet natrium diklofenak adalah

    kempa langsung. Cara pembuatan:

    1. Ditimbang natrium diklofenak, kitosan suksinat, HPMCP, Avicel PH 102,

    dan magnesium stearat.

    2. Semua bahan digerus dan dicampur hingga homogen.

    3. Massa tablet dicetak dengan cetakan tablet 400 mg.

    1.4.6 Evaluasi Tablet

    3.4.6.1 Penampilan Fisik

    Pengamatan secara visual terhadap tablet meliputi bentuk, tekstur

    permukaan, dan warna tablet.

    3.4.6.2 Uji Kekerasan Tablet

    Cara menguji kekerasan tablet adalah sebuah tablet diletakkan secara

    tegak lurus pada hardness tester, lalu alat dijalankan, kemudian dilihat angka yang

    Bahan (mg) F1 F2 F3 F4 F5

    Natrium diklofenak 75 75 75 75 75

    Kitosan suksinat 150 225 300 100 175

    HPMCP - - - 50 50

    Avicel PH 102 167 92 17 167 92

    Magnesium stearat 8 8 8 8 8

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 27

    Universitas Indonesia

    tertera pada alat, angka tersebut menunjukkan nilai kekerasan tablet dengan satuan

    kP.

    3.4.6.3 Uji Keregasan Tablet

    Keregasan atau kerapuhan tablet merupakan parameter kekuatan

    mekanis tablet. Alat uji yang digunakan adalah friabilator tipe Roche. Sebanyak

    10 tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang, catat beratnya (wo). Tablet

    dimasukkan ke dalam wadah pemutar, kemudian alat dioprasikan selama 4 menit

    atau 100 kali putaran. Setelah 4 menit, 10 tablet yang telah diputar, dibersihkan

    dan dicatat beratnya (w). Kehilangan bobot tidak kurang dari 1 % (United States

    Pharmacopoeia 30th, 2007).

    3.4.6.4 Uji Keseragaman Bobot (Farmakope Indonesia III, 1979)

    Sebanyak 20 tablet ditimbang dan dihitung bobot rata-ratanya, kemudian

    ditimbang satu per satu. Persyaratannya adalah tidak lebih dari dua tablet

    menyimpang lebih besar dari kolom A dan tidak satu tablet pun yang

    menyimpang lebih besar dari kolom B.

    Tabel 3.4. Persyaratan uji keseragaman bobot

    Berat rata-rata Selisih persen

    A B

    25 mg atau kurang 15 30

    26 mg 150 mg 10 20

    151 mg 300 mg 7,5 15

    Lebih dari 300 mg 5 10

    [Sumber: Farmakope Indonesia III, 1979]

    (3.8)

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 28

    Universitas Indonesia

    3.4.6.5 Uji Keseragaman Ukuran Tablet (Farmakope Indonesia III, 1979)

    Sebanyak 20 tablet diukur diameter dan tebalnya dengan menggunakan

    jangka sorong. Uji keseragaman ukuran memenuhi persyaratan apabila diameter

    tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 kali tebal tablet.

    3.4.6.6 Uji Pelepasan Obat

    a. Pembuatan Larutan Asam Klorida pH 1,2 dan Larutan Dapar Fosfat pH 7,4

    (Farmakope Indonesia III, 1979)

    Larutan asam klorida pH 1,2 dibuat dengan mencampur 50,0 ml kalium

    klorida 0,2 M dengan 85,0 ml asam klorida 0,2 M dan diencerkan dengan air

    bebas karbondioksida secukupnya hingga 200,0 ml.

    Larutan dapar fosfat pH 7,4 dibuat dengan mencampur 50,0 ml kalium

    dihidrogen fosfat 0,2 M dengan 39,1 ml natrium hidroksida 0,2 M dan

    diencerkan dengan air bebas kabondioksida secukupnya hingga 200,0 ml.

    b. Pembuatan Spektrum Serapan dan Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak

    dalam Medium Dapar fosfat pH 7,4

    Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 100 mg dan dilarutkan dalam

    250 ml larutan dapar fosfat pH 7,4 sehingga diperoleh larutan dengan

    konsentrasi 400 ppm. Kemudian larutan ini diencerkan hingga 10 ppm.

    Serapan diukur dan ditentukan panjang gelombang maksimumnya.

    Kurva kalibrasi dibuat dengan membuat larutan natrium diklofenak

    dalam medium dapar fosfat pH 7,4 dengan konsentrasi 6 ppm, 8 ppm, 10

    ppm, 12 ppm, 14 ppm dan 16 ppm. Masing-masing larutan tersebut diukur

    pada panjang gelombang maksimum kemudian dibuat persamaan regresi

    linear.

    c. Uji Disolusi Tablet

    Pelepasan natrium diklofenak dari matriks tablet diuji menggunakan alat

    disolusi tipe 1 yaitu tipe keranjang, dalam 900 ml medium HCl pH 1,2

    selama 2 jam kemudian dilanjutkan dalam 900 ml medium dapar fosfat pH

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 29

    Universitas Indonesia

    7,4 selama 8 jam. Medium disolusi dijaga pada suhu 37 0,5C dengan

    kecepatan 50 rpm.

    Larutan HCl pH 1,2 dimasukkan ke dalam tiga wadah disolusi. Larutan

    dapar fosfat pH 7,4 dimasukkan ke dalam tiga wadah lainnya. Kemudian

    medium tersebut dibiarkan hingga suhu 37 0,5C. Wadah yang berisi

    larutan HCl pH 1,2 masing-masing dimasukkan satu tablet. Setelah 2 jam,

    tablet diambil dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan dapar

    fosfat pH 7,4. Proses sampling atau pengambilan cuplikan pada medium

    basa dilakukan pada menit ke 5, 15, 30, 60, 90, 120, 180, 240, 360, dan 480.

    Kadar natrium diklofenak ditentukan secara spektrofotometri pada panjang

    gelombang maksimum 276 nm untuk masing-masing waktu sampling pada

    medium basa. Sedangkan untuk mengukur jumlah natrium diklofenak yang

    dilepaskan di asam dilakukan dengan cara menaikkan pH medium menjadi

    pH 7,4 dengan penambahan natrium hidroksida 0,2 M dan kalium

    dihidrogen fosfat 0,2 M. Serapan diukur pada panjang gelombang 276 nm

    dan jumlah kumulatif obat yang dilepaskan di asam dihitung menggunakan

    persamaan kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam medium dapar fosfat

    pH 7,4.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 30

    Universitas Indonesia

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Preparasi Kitosan Suksinat

    Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembuatan

    kitosan suksinat dengan mereaksikan kitosan dengan anhidrida suksinat. Kitosan

    sebanyak 4 gram dilarutkan dalam 400 ml asam asetat 1%. Sebagai agen

    pensubstitusi digunakan anhidrida suksinat. Karena anhidrida asam memiliki

    kelarutan yang rendah dalam medium air, biasanya dapat ditambahkan metanol

    untuk membantu melarutkan anhidrida asam. Penggunaan asam asetat encer dan

    metanol dapat menghasilkan reaksi N-asilasi yang selektif (Champagne, 2008).

    Dalam penelitian ini, sebanyak 4 gram anhidrida suksinat dilarutkan dalam 400 ml

    metanol. Larutan suksinat dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan

    kitosan. Ketika larutan suksinat dimasukkan ke dalam larutan kitosan, akan terjadi

    penurunan pH larutan karena reaksi ini melepaskan H+. Agar reaksi terus berjalan,

    maka pH larutan dinaikkan secara perlahan dengan penambahan NaOH 1 N.

    Penambahan NaOH sedikit demi sedikit ini dimaksudkan agar tidak terbentuk

    endapan terlebih dahulu sebelum semua larutan suksinat dimasukkan ke dalam

    larutan kitosan sehingga reaksi tetap berlangsung secara maksimal. Setelah semua

    larutan suksinat dimasukkan ke dalam larutan kitosan, pH larutan dinaikkan

    hingga mencapai pH 7 dan reaksi dibiarkan berlangsung hingga tidak terjadi

    penurunan pH yang signifikan.

    Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan metanol untuk

    menghilangkan suksinat yang tidak ikut bereaksi. Kemudian dilakukan dialisa

    untuk menghilangkan ion-ion pengotor seperti ion asetat. Dialisa dilakukan

    selama 24 jam dengan penggantian air dialisa setiap 12 jam sekali. Kemudian

    dilakukan pemeriksaan secara kualitatif pada air buangan tersebut terhadap ion

    asetat dengan menggunakan FeCl3. Caranya yaitu dengan memasukkan beberapa

    tetes FeCl3 ke dalam air buangan dan perubahan warna yang terjadi diamati dan

    dibandingkan terhadap blanko positif dan negatif.

    Blanko positif terdiri dari larutan asam asetat ditambahkan beberapa tetes

    FeCl3 yang akan memberikan warna coklat sedangkan blanko negatif yaitu

    30

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 31

    Universitas Indonesia

    aquadest ditambahkan beberapa tetes FeCl3, warna yang dihasilkan yaitu kuning.

    Air buangan hasil dialisa selama 12 jam pertama masih memberikan hasil yang

    positif. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ion asetat sehingga proses

    dialisa dilanjutkan hingga 24 jam. Setelah dilakukan dialisa selama 24 jam, hasil

    uji menunjukkan hasil yang negatif sehingga dialisa cukup dilakukan selama 24

    jam. Hasil dialisa dikeringkan dalam oven suhu 40C kemudian digiling dan

    diayak dengan ayakan 60 mesh.

    4.2 Karakterisasi Fisik

    4.2.1 Organoleptis

    Hasil sintesis kitosan suksinat diperoleh berupa serbuk kuning kecoklatan

    dan tidak berbau.

    Gambar 4.1. Serbuk (a) kitosan dan (b) kitosan suksinat

    4.2.2 Pengamatan Bentuk dan Morfologi Permukaan Kitosan Suksinat

    Menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)

    Kitosan suksinat diamati dengan Scanning Electron Microscope dengan

    perbesaran 200x, 500x, 1000x, dan 5000x untuk melihat bentuk partikel dan

    tekstur permukaan polimer. Mikrofotograf kitosan suksinat memperlihatkan

    bentuk partikel kitosan suksinat tidak beraturan serta permukaannya kasar dan

    juga tidak berpori.

    (a) (b)

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 32

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.2. Hasil pengamatan bentuk dan morfologi permukaan kitosan suksinat

    menggunakan Scanning Electron Microscope dengan perbesaran (a) 200x,

    (b) 500x, (c) 1000x, (d) 5000x

    4.2.3 Analisis Sifat Termal

    Karakterisasi fisik kitosan suksinat selanjutnya dilakukan dengan metode

    differential scanning calorimetry (DSC). Differential Scanning Calorimetry

    (DSC) digunakan untuk pengukuran secara kualitatif, dimana kemurnian sampel

    dapat dilihat dari titik lebur. Prinsipnya adalah mengukur besarnya panas yang

    diserap atau dibebaskan selama proses pemanasan atau pendinginan (Mabrouk,

    2004). Analisis polimer dengan metode DSC bertujuan untuk memahami

    (a) (b)

    (c) (d)

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 33

    Universitas Indonesia

    kecenderungan polimer ketika dipanaskan. Analisis ini dilakukan dengan

    mengukur suhu puncak yang terjadi saat energi atau panas yang diserap atau

    dibebaskan oleh bahan saat bahan tersebut dipanaskan, didinginkan atau ditahan

    pada tekanan tetap. Puncak endotermik menunjukkan terjadinya proses peleburan

    polimer, sedangkan puncak eksotermik menunjukkan terjadinya proses degradasi

    termal polimer (Cavalcanti, Petenuc, Bedin, Pineda, dan Hechenleitner, 2004).

    Pengetahuan tentang puncak-puncak ini penting untuk digunakan dalam proses

    pengolahan polimer. Hal ini untuk menjaga suhu pengolahan produk agar dapat

    menghindari dekomposisi yang tidak diinginkan (Craig dan Reading (ed.), 2007).

    Penentuan karakteristik dengan DSC dapat digunakan untuk membedakan

    polimer asal dengan polimer hasil sintesis yang terbentuk. Termogram kitosan dan

    kitosan suksinat ditampilkan pada Gambar 4.3.

    Gambar 4.3. Termogram (A) kitosan dan (B) kitosan suksinat dengan Differential

    Scanning Calorimetry dengan laju pemanasan 10oC/menit atmosfer nitrogen

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 34

    Universitas Indonesia

    Dari hasil analisis, dapat dilihat perbedaan antara puncak endotermik yang

    dihasilkan oleh kitosan suksinat dengan kitosan. Puncak endotermik kitosan

    berada pada suhu 82,4C sedangkan puncak endotermik kitosan suksinat lebih

    rendah dari kitosan yaitu berada pada suhu 79,0C. Selain itu, terjadi perubahan

    rentang peleburan antara kitosan dengan kitosan suksinat masing-masing pada

    suhu 40,3C 122,7C dan 40,7C 131,1C. Data ini menunjukkan bahwa telah

    terjadi perubahan sifat termal antara kitosan suksinat dengan polimer asal yaitu

    kitosan.

    4.2.4 Uji Pengaruh Perubahan pH terhadap Jumlah Kitosan Suksinat yang

    Terlarut

    Uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan suksinat yang terlarut

    dilakukan secara kualitatif dan semikuantitatif. Pada pengujian secara kualitatif,

    serbuk kitosan dan kitosan suksinat dilarutkan dalam berbagai medium yang

    memiliki pH yang berbeda-beda, yaitu 1,2; 3; 5; 6,8; 7,4; 10; 12; 13; dan aquadest.

    Proses pelarutan dilakukan pada suhu kamar dengan bantuan pengaduk (shaker)

    berkecepatan 200 rpm selama 2 jam. Hasil yang diperoleh diamati secara visual.

    Hasil uji kelarutan secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 4.1.

    Berdasarkan data pada tabel, dapat dilihat bahwa serbuk kitosan suksinat

    dapat larut dalam suasana basa yaitu pada pH 10, 12, dan 13 serta pada pH asam

    1,2, sedangkan pada pH 6,8 dan 7,4 serbuk kitosan suksinat masih memiliki

    bagian yang mengembang dan tidak larut. Kelarutan kitosan suksinat berbanding

    terbalik dengan kitosan, dimana kitosan tidak dapat larut pada pH yang lebih besar

    dari 3.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 35

    Universitas Indonesia

    Tabel 4.1. Hasil uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan suksinat

    yang terlarut secara kualitatif

    No Medium pH Kitosan suksinat Kitosan

    1 Larutan HCl 1,2

    2 Larutan HCl 3

    3 Larutan HCl 5

    4 Aquadest

    6,45

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 36

    Universitas Indonesia

    No Medium pH Kitosan Suksinat Kitosan

    5 Larutan dapar fosfat

    6,8

    6 Larutan dapar

    fosfat

    7,4

    7 NaOH 10

    8 NaOH

    12

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 37

    Universitas Indonesia

    Uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan suksinat yang terlarut

    secara semikuantitatif dilakukan dengan mengukur jumlah kitosan suksinat yang

    terlarut dalam berbagai medium dengan spektrofotometer UV Vis pada panjang

    gelombang 228 nm (Aiedeh dan Taha, 1999). Mula-mula sejumlah kitosan

    suksinat dilarutkan dalam berbagai medium dengan pH 1,2; 3; 5; 6,8; 7,4; 12 dan

    aquadest, kemudian disaring untuk memisahkan larutan jenuh dengan bagian yang

    tidak terlarut. Larutan jenuh dari masing-masing medium dipipet sebanyak 5,0 ml,

    dicukupkan dengan larutan NaOH 0,1 N hingga mencapai pH 13, kemudian

    diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan hasil uji

    pendahuluan, jumlah NaOH 0,1 N yang dibutuhkan untuk mencapai pH 13 adalah

    sebanyak 15 ml untuk masing-masing medium. Sebagai larutan standar digunakan

    larutan jenuh kitosan suksinat dalam NaOH 0,1 N pH 13. Hasil uji secara

    semikuantitatif dapat dilihat pada Tabel 4.2.

    Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa kitosan suksinat dapat terlarut

    dalam medium asam dengan pH 1,2 dan kelarutannya menurun di dalam larutan

    dengan pH 3 dan mulai meningkat kembali seiring dengan peningkatan pH

    larutan. Data ini menunjang hasil uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah

    kitosan suksinat yang terlarut secara kualitatif (visual).

    No Medium pH Kitosan Suksinat Kitosan

    9 NaOH 13

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 38

    Universitas Indonesia

    Tabel 4.2. Hasil uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan suksinat

    yang terlarut secara semikuantitatif

    Medium Serapan Jumlah kitosan

    suksinat terlarut

    ( g/100 ml) Standar Larutan jenuh

    HCl pH 1,2 1,992 0,144 0,154

    HCl pH 3 1,992 0,016 0,017

    HCl pH 5 1,992 0,022 0,024

    Aquadest 1,992 0,018 0,019

    Dapar fosfat pH 6,8 1,992 0,091 0,097

    Dapar fosfat pH 7,4 1,992 0,142 0,152

    NaOH pH 12 1,992 0,151 0,161

    Sifat kelarutan kitosan suksinat dipengaruhi oleh adanya gugus karboksil

    dan gugus amin. Kitosan suksinat masih dapat terlarut pada medium asam pH 1,2.

    Hal ini terkait dengan derajat substitusi kitosan suksinat. Derajat substitusi

    mempengaruhi jumlah gugus amin bebas di dalam rantai polimer sehingga

    semakin besar derajat substitusi, semakin sedikit jumlah gugus amin bebas di

    dalam rantai. Derajat substitusi kitosan suksinat yang kecil menyebabkan

    banyaknya gugus amin yang tidak tersubstitusi yang masih dapat terprotonasi

    menjadi NH3+ dalam medium asam, sedangkan dapat larutnya kitosan suksinat

    dalam medium basa karena adanya gugus suksinil pada kitosan. Gugus karboksilat

    yang terdapat dalam gugus suksinil tersebut akan mengalami ionisasi dalam

    medium basa membentuk COO- yang menyebabkan kitosan suksinat menjadi

    larut. Kitosan suksinat yang terlarut dalam medium dengan pH 3 - 6,8 cukup

    sedikit. Hal ini disebabkan pada kisaran pH tersebut terdapat titik isoelektrik

    kitosan suksinat yang menyebabkan terjadinya keseimbangan ekuimolar dari

    -NH3+ dan COO- dalam molekul (Yan, Chen, dan Gu, 2006; Champagne,

    2008). Serbuk kitosan suksinat yang diperoleh memiliki kelarutan yang rendah

    dalam medium aquadest. Hal ini disebabkan oleh kecilnya derajat substitusi yang

    diperoleh. Semakin besar derajat susbtitusi kitosan suksinat maka semakin besar

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 39

    Universitas Indonesia

    kelarutannya di dalam aquadest (Noerati, Radiman, Achmad, dan Ariwahjoedi,

    2007).

    Pengukuran kelarutan kitosan suksinat secara semikuantitatif mempunyai

    banyak kekurangan karena tidak dapat mengukur secara tepat jumlah kitosan

    suksinat yang telarut di dalam larutannya. Hal ini disebabkan oleh pengukuran

    kelarutan dilakukan pada panjang gelombang yang didapatkan dari literatur dan

    bukan merupakan panjang gelombang isobestik. Pengukuran suatu senyawa yang

    sangat sensitif pH dilakukan pada titik isobestis, yaitu pada panjang gelombang

    dimana suatu senyawa dengan konsentrasi sama tetapi pH tidak sama,

    memberikan serapan yang sama (Harmita, 2006). Oleh karena itu, perlu dilakukan

    penelitian lebih lanjut untuk menentukan kelarutan kitosan suksinat secara

    kuantitatif.

    4.3 Karakterisasi Kimia

    4.3.1 Penentuan Derajat Substitusi

    Derajat substitusi dilakukan dengan cara titrasi asam basa. Sebelumnya

    dilakukan pembakuan terhadap pelarut yang digunakan yaitu NaOH 1,0 N dan

    didapatkan normalitas larutan NaOH sebesar 1,0606 N. Sampel yang ditimbang

    sebanyak 100 mg dilarutkan dalam 15,0 ml NaOH 1,0606 N tersebut. Kemudian

    dilakukan pembakuan terhadap titran yang digunakan dan didapatkan normalitas

    larutan HCl sebesar 0,9504 N. Larutan sampel dititrasi dengan larutan HCl 0,9504

    N. NaOH akan bereaksi dengan gugus suksinil pada kitosan suksinat dan NaOH

    yang berlebih akan bereaksi dengan HCl. Derajat substitusi diukur dengan

    menghitung jumlah NaOH yang bereaksi dengan gugus suksinil pada kitosan

    suksinat per massa sampel. Derajat substitusi kitosan suksinat diperoleh sebesar

    3,65 mol/gram. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam 1 gram kitosan suksinat

    terdapat 3,65 mol gugus suksinil.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 40

    Universitas Indonesia

    4.3.2 Analisis Gugus Fungsi Kitosan Suksinat dengan Menggunakan Fourier

    Transform Infrared Spectrometer

    Analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer jenis Fourier

    Transform Infra Red (FTIR) ini bertujuan untuk mengetahui apakah kitosan

    suksinat yang disintesis telah terbentuk. Oleh karena itu, spektrum FTIR dari

    kitosan suksinat dibandingkan dengan spektrum FTIR dari kitosan. Apabila telah

    terjadi reaksi N-asilasi maka gugus suksinil dari anhidrida suksinat akan masuk ke

    dalam gugus amin kitosan sehingga akan terbentuk gugus amida dan gugus

    karboksilat pada kitosan suksinat. Gugus C=O amida akan memberikan puncak

    pada bilangan gelombang 1640-1670 cm-1

    sedangkan gugus karboksilat akan

    memberikan puncak pada bilangan gelombang 1700-1725 cm-1

    dengan OH

    karboksilat pada rentang bilangan gelombang 2400-3400 cm-1

    (Harmita, 2006).

    Spektrum FTIR dari kitosan dan kitosan suksinat dapat dilihat pada

    Gambar 4.4. Pada kitosan, adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1585,54

    cm-1

    menandakan adanya gugus NH untuk amin primer. Kitosan juga masih

    memiliki gugus amida yang disebabkan adanya gugus asetamida pada kitosan

    yang tidak terdeasetilasi sehingga masih memberikan pita serapan pada bilangan

    gelombang 1651,12 cm-1

    untuk gugus C=O amida dan 1421,58 cm-1

    untuk gugus

    C-N amida.

    Pada spektrum FTIR kitosan suksinat terlihat adanya puncak pada

    bilangan gelombang 1670,41 cm-1

    yang menandakan adanya gugus karbonil

    (C=O) amida, gugus N-H amida pada bilangan gelombang 1541,18 cm-1

    , dan

    gugus C-N amida pada bilangan gelombang 1406,15 cm-1

    . Adanya puncak lebar

    pada bilangan gelombang 3240,52 - 3500,92 cm-1

    menunjukkan adanya gugus

    OH karboksilat. Intensitas puncak gugus karbonil amida pada kitosan suksinat

    lebih kuat dibandingkan dengan kitosan. Hal tersebut diduga karena telah terjadi

    reaksi antara gugus amin dari kitosan dengan gugus karbonil dari anhidrida

    suksinat yang menghasilkan ikatan amida sehingga jumlah ikatan amida pada

    kitosan suksinat lebih banyak daripada kitosan, yaitu ikatan amida yang berasal

    dari gugus asetamida kitosan yang tidak terdeasetilasi dan gugus amida yang

    berasal dari hasil reaksi N-suksinilasi kitosan.

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 41

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.4. Spektrum inframerah (A) kitosan suksinat dan (B) kitosan

    Un

    ivers

    itas In

    do

    nesia

    Un

    ivers

    itas In

    do

    nesia

    41

    A

    B

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 42

    Universitas Indonesia

    Pada spektrum inframerah kitosan suksinat tidak ditemukan adanya

    puncak dari gugus karbonil karboksilat. Hal ini mungkin disebabkan derajat

    substitusi dari kitosan suksinat hasil sintesis relatif kecil sehingga gugus karbonil

    karboksilat yang terdapat dalam polimer hasil sintesis relatif sedikit.

    4.3.3 Pemeriksaan pH.

    Sejumlah kitosan suksinat ditimbang kemudian dilarutkan dalam aquadest

    dengan berbagai konsentrasi sebagai berikut, 0,5%, 1%, 2%, 5%, 10% (b/v),

    kemudian pH dari masing-masing larutan tersebut diukur dengan pHmeter.

    Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan pH larutan kitosan suksinat pada berbagai

    konsentrasi

    Ket: pH aquadest yang digunakan = 6,45

    Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa meskipun didispersikan dalam

    konsentrasi yang berbeda-beda, larutan kitosan suksinat dalam aquadest memiliki

    pH yang relatif sama dengan pH aquadest yang digunakan. Hal ini mungkin

    terjadi karena kelarutan kitosan suksinat yang kecil di dalam medium aquadest pH

    6,45 yang ditunjukkan pada data hasil uji kelarutan kitosan suksinat secara

    kualitatif dan semikuantitatif yang telah dilakukan sebelumnya sehingga pH yang

    terukur tidak berbeda jauh dengan pH aquadest.

    4.4 Karakterisasi Fungsional

    4.4.1 Uji Viskositas

    Suatu viskositas adalah ukuran tahanan suatu cairan untuk mengalir.

    Makin besar tahanan suatu zat cair untuk mengalir, makin besar pula

    Konsentrasi larutan

    (% b/v) pH

    0,5 6,70

    1 6,76

    2 6,74

    5 6,66

    10 6,72

    Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011

  • 43

    Universitas Indonesia

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    0 200 400 600Ke

    cep

    atan

    Ge

    ser

    (de

    t-1)

    Tekanan Geser (dyne/cm2)

    0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0 100 200 300 400

    Ke

    cep

    atan

    Ge

    ser

    (de

    t-1 )

    Tekanan Geser (dyne/cm2)

    viskositasnya (Martin, Swarbrick, dan Cammarata, 1993). Uji viskositas untuk

    kitosan suksinat dilakukan dengan mendispersik