Fikosianin_Fiorency Santoso_13.70.0082_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

praktikum fikosianin menggunakan bahan biomasa Spirulina. asisten dosen yang mengampu adalah Deanna Suntoro dan Ferdyanto Juwono. praktikum berllangsung selama 2 hari. hari pertama menentukan kadar fikosianin, dan hari kedua pembuatan fikosianin menjadi serbuk.

Citation preview

FIKOSIANIN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh :Fiorency Santoso13.70.0082Kelompok A2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

1.MATERI METODE

1.1.MateriAlat dan bahan yang digunakan dalam praktikum fikosianin yaitu biomasa Spirulina, akuades, dekstrin, peralatan gelas, sentrifugasi, stirrer, hotplate, oven, spektrofotometer, dan alat penumbuk.

1.2.MetodeBiomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer

Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10)

Diaduk dengan stirrer 2 jam

Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapatkan endapan

Supernatan diukur kadar fikosianin pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Ditambah dekstrin dengan supernatan : dekstrin = 1 : 1

Dicampur merata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 45C hingga kadar air 7%

Didapat adonan kering yang gempal

Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder

2.HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan kitin dan kitosan dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kitin dan Kitosan

3.PEMBAHASAN

Dalam industri pangan, banyak produsen yang menerapkan penggunaan warna pada produk pangan, karena pewarnaan produk dianggap dapat menarik konsumen, dan meningkatkan daya jual produk. Namun, tidak semua pewarna makanan aman untuk dikonsumsi. Pewarna makanan terbagi menjadi 2, yaitu pewarna alami yang terdapat pada buah, sayur, dan bunga, serta pewarna buatan merupakan pewarna yang dibuat manusia secara kimiawi. Pewarna buatan sebenarnya memiliki stabilitas yang lebih baik dibandingkan pewarna alami, namun efek negatif yang ditimbulkan lebih berbahaya (Winarno, 2002). Pewarna alami tidak memiliki efek negatif pada kesehatan, namun pewarna alami yang berasal dari sayur, buah, dan bunga bersifat terbatas dan tidak dapat digunakan untuk produksi massal. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka sekarang ini sedang banyak dikembangkan pewarna alami dari mikroalga (.

Mikroalga adalah tumbuhan yang sangat mudah dibudidayakan karena mudah beradaptasi pada lingkungan hidupnya.Mikroalga merupakan organisme yang berasal dari ekosistem perairan dan dapat menghasilkan energi dan metabolit yang sangat bermanfaat, sehingga keberadaannya sebagai organisme hidup yang berukuran mikroskopis sudah mulai banyak diteliti. Mikroalga yang banyak dijumpai di laut adalah jenis alga hijau dan alga biru. Alga menggunakan energi solar, karbondioksida, dan mineral untuk tumbuh. Laju pertumbuhan mikroalga sangat cepat, sehingga mikroalga dapat digunakan sebagai bahan baku pewarna alami (Borowitzka, 1997).

3.1.Cara KerjaPada praktikum fikosianin ini bahan utama yang digunakan adalah biomasa Spirulina. Tri-Panji, et al. (1996) mengatakan bahwa Spirulina merupakan mikroalga penghasil fikosianin yang relatif cepat bereproduksi, mudah dalam sistem pemanenannya. Sehingga mikroalga jenis Spirulina sering digunakan untuk pengganti pewarna alami yang diekstrak dari tumbuhan. Mula-mula biomasa Spirulina diambil sebanyak 8 gram dan dilarutkan dengan akuades perbandingan 1:10. Walter, et al. (2011) mengatakan bahwa dalam mengekstrak fikosianin dari Spirulina digunakan pelarut polar yang memiliki pH netral. Larutan tersebut diantaranya akuades dan buffer fosfat. Namun, di dalam praktikum ini Spirulina dilarutkan dengan akuades karena fikosianin merupakan pigmen yang larut air. Namun pada penelitian yang dilakukan Sivasankari (2014) biomasa direndam dalam larutan buffer fosfat pH 7.

Biomasa yang sudah larut di dalam air ini kemudian dipanaskan di atas hotplate selama 2 jam dan dilakukan pengadukan dengan stirrer. Pengadukan ini bertujuan untuk menghomogenkan larutan dan untuk memaksimalkan ekstraksi polar, waktu pengadukan yang lama diharapkan dapat memudahkan pemisahan fikosianin dari Spirulina (Andarwulan & Koswara, 1992). Lalu larutan yang terbentuk disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit hingga terbentuk endapan dan supernatan. Supernatan yang dihasilkan ini merupakan cairan fikosianin, yang selanjutnya diukur kadarnya dengan menggunakan spektrofotometer panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Tujuan sentrifugasi adalah untuk memisahkan padatan dengan pelarut dengan menggunakan gaya sentrifugal berdasarkan berat jenisnya. Sentrifugasi ini akan mempermudah pengukuran kadar fikosianin karena padatan yang masih menyatu dengan supernatan telah dihilangkan (Silveira et al., 2007).

Sebelum dilakukan pengukuran absorbansi, larutan terlebih dahulu diencerkan sebanyak 10-2. Menurut Day & Underwood (1992) metode spektrofotometri dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan tujuan untuk mengukur seberapa besar penyerapan / absorbsi energi cahaya yang dilakukan oleh suatu sistem kimia dalam suatu larutan. Pengenceran dilakukan untuk menurunkan konsentrasi larutan. Semakin besar konsentrasi suatu zat maka, tingkat penyerapannya juga akan semakin besar. Hadi (1986) mengatakan bahwa panjang gelombang yang digunakan dalam pengujian fikosianin 610-710 nm karena panjang gelombang ini digunakan untuk mengukur warna komplementer biru-hijau. Oleh karena itu, pengukuran absorbansi dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm sudah sesuai dengan teori.

Selanjutnya sebanyak 8 ml supernatan diambil dan ditambahkan dengan dekstrin perbandingan 1:1. Menurut Murtala (1999), penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavour, meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume. Penambahan dekstrin ke dalam produk juga dapat mengurangi kerusakan pigmen akibat oksidasi. Arief (1987) menambahkan bahwa tujuan penambahan dekstrin adalah untuk mengurangi jumlah kehilangan komponen volatile selama proses pengolahan. Setelah tercampur merata, maka campuran ini dituangkan ke dalam loyang untuk selanjutnya dikeringkan di dalam oven suhu 50oC sampai diperoleh fikosianin yang kering (kadar air 7%). Pengeringan di oven bertujuan untuk mengurangi kadar air hingga konsentrasi tertentu sehingga kandungan air bebas pada fikosianin yang dapat digunakan bakteri perusak pigmen berkurang. (Candra, 2011). Suhu yang paling baik untuk pengeringan berkisar antara 40-60C. Suhu pemanasan yang lebih dari 60C menyebabkan terjadinya degradasi fikosianin dan memunculkan maillard (Wiyono, 2011). Setelah dikeringkan, fikosianin akan berbentuk lembaran kaku yang selanjutnya dihancurkan menggunakan mortar sehingga membentuk bubuk.

3.2.Hasil PengamatanBerdasarkan hasil pengamatan, hasil nilai absorbansi yang diperoleh pada panjang gelombang yang sama tidak berbeda jauh pada masing-masing kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran dengan panjang gelombang tersebut cukup efektif dalam mengukur kadar fikosianin. Panjang gelombang yang dapat digunakan dalam pengujian fikosianin adalah 610-710 nm (warna komplementer biru-hijau) (Hadi,1986). Jika dibandingkan hasil absorbansi panjang gelombang 615 nm dan 652 nm, hasil absorbansi panjang gelombang 652 nm memiliki hasil yang lebih kecil. Hal ini terjadi karena menurut Song, et al. (2013), panjang gelombang yang dapat diserap secara maksimal oleh fikosianin berkisar antara 610-620 nm sehingga pada panjang gelombang 652 nm, pigmen fikosianin tidak dapat menyerap cahaya secara maksimal. Pada pengukuran absorbansi, walaupun jumlah volume, dan pengenceran yang dilakukan setiap kelompok sama, semua kelompok tidak mendapatkan hasil absorbansi yang sama juga. Hal ini disebabkan karena tidak dilakukan pengukuran konsentrasi larutan pada msing-masing kelompok, jadi kemungkinan walaupun pengenceran sudah dilakukan, ada beberapa kelompok yang memiliki konsentrasi larutan lebih tinggi. Menurut Fox (1991), optical density (OD) atau absorbansi sangat dipengaruhi oleh kejernihan larutan. Hal ini berarti semakin tinggi padatan terlarut atau larutan semakin pekat dan keruh, maka hasil absorbansi juga akan semakin tinggi.

Nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin dan nilai yield. Semakin tinggi nilai OD, maka konsentrasi fikosianin dan yield juga akan semakin tinggi (Fox, 1991). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yong et al (2013) yield yang dipisahkan dari Spirulina platensis dengan cara tradisional dapat menghasilkan yield 7,2% sedangkan pada hasil pengamatan nilai yield tertinggi adalah 6,3%. Hasil ini berbeda kemungkinan karena cara ekstraksi fikosianin yang dilakukan berbeda.

Pengamatan kedua yang dilakukan adalah analisa sensoris yang meliputi pengamatan terhadap warna fikosianin sebelum dan setelah dioven. Warna fikosianin sebelum dioven semua kelompok adalah sama yaitu biru. Menurut jurnal yang ditulis Francine S. et al (2010), Spirulina memiliki pigmen warna yang dikelompokkan menjadi 3, yaitu fikosianin (biru), fikoertrin (merah), dan allofikosianin (hijau-biru). Dari ketiga pigmen ini, fikosianin merupakan pigmen warna yang paling dominan. Sehingga warna biru yang diperoleh adalah tepat. Kemudian, setelah dioven dan dihancurkan menjadi serbuk, warna fikosianin tetap menjadi biru, namun pada kelompok A4 warna bubuk fikosianin berubah menjadi biru muda. Menurut Giulia et al (2014), fikosianin bersifat tidak stabil terhadap suhu tinggi terutama pada proses pemasakan dan sterilisasi. Pemanasan fikosianin pada suhu 80oC 100oC dapat menyebabkan warna fikosianin hilang sebanyak 90%. Wiyono (2011) menambahkan bahwa faktor lain yang mempengaruhi warna dari fikosianin adalah penambahan dekstrin, dimana semakin tinggi konsentrasi dekstrin yang ditambahkan, maka akan menyebabkan bubuk fikosianin yang didapatkan menjadi pudar.

3.3.Spirulina dan FikosianinSpirulina platensis merupakan salah satu jenis alga biru yang paling banyak terdapat di alam dan mudah dicerna manusia karena membran selnya tidak mengandung selulosa, mengandung sedikit asam nukleat, mengandung vitamin, serat, dan pigmen (Yong et al., 2013). Menurut jurnal yang ditulis Francine S. et al (2010), Spirulina platensis merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang sering digunakan untuk kepentingan ekonomi dan ekologi. Mikroalga ini memiliki peran besar dalam pangan fungsional, karena dapat berfungsi sebagai pewarna makanan, vitamin, asam linoleat, dan enzim. Struktur protein yang terdapat di Spirulina platensis merupakan jenis protein fikobilin yang besifat hidrofobik. Struktur protein ini menyebakan Spirulina platensis memiliki pigmen warna yang dikelompokkan menjadi 3, yaitu fikosianin (biru), fikoertrin (merah), dan allofikosianin (hijau-biru). Dari ketiga pigmen ini, fikosianin merupakan pigmen warna yang paling dominan.

Fikosianin merupakan komponen utama protein fikobilin yang terdapat pada 20% berat kering alga. Fikosianin bersifat kurang stabil terhadap suhu pemanasan tinggi, sangat sensitif terhadap cahaya dan perubahan pH dikarenakan memiliki struktur polipeptida. Suhu stabil fikosianin 4-10oC (Giulia et al., 2014). Candra (2011) menambahkan bahwa Spirulina dapat menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru yang larut dalam pelarut polar sehingga berpotensi sebagai pewarna alami. Fikosianin termasuk kelompok pigmen yang terikat pada protein. Fikosianin dapat mengalami kerusakan pada suhu tinggi dan selama penyimpanan 5 hari akan mengalami pemudaran warna hingga 30% setelah 15 hari pada suhu 35oC akan menjadi bening.

Di jurnal yang lain dikatakan bahwa Spirulina platensis sudah banyak dikembangkan di beberapa negara sebagai makanan yang sehat, makan ternak, bio-fertilizer, dan bidang bioteknologi karena memiliki kandungan protein, vitamin, mineral, karbohidrat, lemak, dan PUFA (Poly-Unsaturated Fatty Acid). S.platensis memiliki kemampuan sebagai anti kanker, mampu meningkatkan imunitas, memiliki sterol yang berfungsi sebagai antimikrobial. Struktur fikobilin protein dan karotenoid pada S.platensis berperan sebagai antioksidan, sedangkan PUFA dapat digunakan untuk menurunkan kandungan kolestrol pada manusia (Gaurav et al., 2014).

3.4.DekstrinDekstrin merupakan polisakarida yang dihasilkan dari proses hirdrolisa pati menjadi gula karena perlakuan suhu tinggi, asam serta enzim. Dekstrin dapat diartikan sebagai karbohidrat yang memiliki berat molekul tinggi yang merupakan modifikasi dari pati dan asam yang bersifat larut air, cepat terdispersi, tidak kental. Molekul dari dekstrin stabil terhadap panas dan oksidasi apabila dibandingkan dengan pati (Day & Underwood, 1992). Dekstrin tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga oksigen yang larut dapat dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat dicegah (Fennema, 1976).

Dekstrin sering digunakan sebagai pembawa bahan pangan yang aktif, misalnya bahan flavor dan pewarna karena kemampuannya melindungi stabilitas flavour selama pengeringan. Dekstrin juga dapat digunakan dalam proses enkapsulasi, untuk melindungi senyawa volatile maupun senyawa lain yang peka terhadap oksidasi atau panas. Tujuan lain penambahan dekstrin adalah untuk meningkatkan rendemen fikosianin (Day & Underwood,1992). Wiyono (2011) mengatakan bahwa dekstrin mempunyai viskositas yang relatif rendah, sehingga pemakaian dalam jumlah banyak masih diijinkan, sedangkan pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak berfungsi sebagai bahan pengisi atau sebagai agen entrapment karena dapat meningkatkan berat produk dan memerangkap senyawa penting untuk mempertahankan stabilitasnya

3.5.JurnalProses ekstraksi fikosianin dari Spirulina dapat dilakukan dengan dua fase air, pencampuran polimer dan garam untuk menciptkan lingkungan yang kritis. Kondisi kritis ini dapat menghasilkan konsentrasi fikosianin yang tinggi dan tingkat kelarutan protein yang tinggi (Francine et al, 2010). Sedangkan berdasarkan jurnal yang ditulis Sivasankari et al (2014), dikatakan bahwa untuk mengekstraksi fikosianin dari Spirulina terdapat 6 metode, diantaranya:1. Metode homogenisasi, dilakukan dengan menghancurkan sel mikroalga dengan mortar kemudian ditambahkan asam, lalu dicuci sampai pH netral. 2. Metode freezing thawing. Biomasa dibekukan dan dicairkan selama 24 atau 48 jam, dimana tahapan ini dilakukan sebanyak 2 hari .3. Metode buffer natrium fosfat. Biomasa direndam dalam larutan buffer fosfat pH 7 dan di inkubasi satu malam. 4. Metode ekstraksi dengan asam anorganik. Biomasa dalam keadaaan basah ditambah asam klorida 12M dengan perbandingan 1:2 dan didiambkan selama 24 jam paa suhu ruang. 5. Metode ekstraksi asam organik. Biomasa basah dilarutkan dengan asam asetat 1M dengan perbandingan 1:2 dan didiambkan selama 24 jam. 6. Metode ultrasonik, dimana biomasa dimasukkan ke dalam bath ultrasonic (50 kHz) selama 30 menit.Dari keenam metode yang digunakan, metode freezing thawing adalah metode yang paling baik digunakan karena proses pembekuan dapat melindungi pigmen fikosianin dari kerusakan dan yield yang dihasilkan dari metode ini adalah yang tertinggi.

Fikosianin bersifat kurang stabil terhadap pemanasan suhu tinggi. Oleh karena itu, beberapa penelitian bertujuan untuk mencari kondisi yang tepat sehingga kestabilan fikosianin terhadap suhu tinggi dapat meningkat, serta dapat menghasilkan warna yang sesuai. Pada jurnal Giulia et al (2014) dikatakan bahwa penambahan gula dengan konsentrasi tinggi dapat mengatasi sensitivitas fikosianin. Penambahan gula dengan konsentrasi tinggi meningkatkan kestabilan fikosianin, meningkatkan umur simpan, serta sangat baik dalam mencegah kerusakan makanan oleh mikroorganisme. Penambahan gula pada fikosianin ini dapat diaplikasikan pada pembuatan produk berbasis confectinary dan pastry. Pada jurnal yang ditulis Yong et al (2013) dikatakan bahwa esktraksi fikosianin dengan penambahan heksana serta dengan tekanan yang tinggi dapat menghasilkan fikosianin yang lebih stabil serta memiliki kejernihan yang tinggi. Metode ini juga membutuhkan waktu yang singkat, sehingga metode ini ini disarankan dapat dipakai untuk memproduksi fikosianin lebih banyak terutama untuk industri pangan dan kosmetik. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan nilai yield yang diperoleh. Nilai yield 7,2% (ekstraksi konvensional) , yield 8,4% (ekstraksi dengan heksana). Ketika pemisahan dilakukan dengan penambahan heksana dan tekanan yang tinggi, yield yang dihasilkan sebesar 10,2%.

Pada jurnal yang ditulis Gaurav et al (2014) dikatakan bahwa kualitas dari komponen fenolik, dan peningkatan senyawa antioksidan dari S. platensis dapat dilakukan dengan cara merubah keadaan pertumbuhan S. platensis yang meliputi ketersediaan nutrisi, pH tinggi, kadar garam, dan suhu. Kondisi pertumbuhan yang memiliki kadar garam tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroalga dan penurunan fotosintesis. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah merubah kondisi stress yang meliputi pH, kadar garam dan karbon pada biomasa S. platensis dalam hal peningkatan kadar fikosianin, allofikosianin, fikoertrin, klorofil, dan karotenoid. Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kondisi pada pH 7 dan penambahan NaCl 0,4 M dapat menghasilkan produksi protein fikobilin yang optimal.

4.KESIMPULAN

Spirulina platensis merupakan salah satu jenis alga biru yang paling banyak terdapat di alam dan digunakan sebagai bahan baku pewarna alami. Spirulina memiliki 3 pigmen warna, yaitu fikosianin (biru), fikoertrin (merah), dan allofikosianin (hijau-biru). Fikosianin merupakan komponen utama protein fikobilin yang terdapat pada 20% berat kering alga. Fikosianin bersifat kurang stabil terhadap suhu pemanasan tinggi, sangat sensitif terhadap cahaya dan perubahan pH. Suhu stabil fikosianin adalah 4-10oC . Ekstrak fikosianin dari Spirulina dilakukan dengan pelarut polar yang memiliki pH netral (akuades dan buffer fosfat). Suhu yang paling baik untuk pengeringan fikosianin adalah 40-60C. Pemanasan fikosianin pada suhu 80oC 100oC dapat menyebabkan warna fikosianin hilang sebanyak 90% Panjang gelombang untuk pengujian fikosianin 610-710 nm. Semakin pekat dan keruh suatu larutan, maka hasil absorbansi juga akan semakin tinggi. Nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin dan nilai yield. Penambahan dekstrin berfungsi mengurangi kerusakan pigmen akibat oksidasi, mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan akibat panas, serrta dapat melapisi komponen flavur dan volatile

Semarang, 25 September 2015Praktikan, Asisten Praktikum Deanna Suntoro Ferdyanto Juwono

Fiorency Santoso13.70.0082

5.DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N & S. Koswara. (1992). Kimia Vitamin. CV Rajawali. Jakarta.

Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori dan Praktek. Universitas Gajahmada Press. Yogyakarta.

Borowitzka, M. A. (1997). Microalgae for Aquaculture, Opportunities and Constraints. Journal of Application Phychology Vol 9, page 393-401.

Candra, B. A. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Day, R. A. & A. L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.

Fennema, O. R. (1976). Principles of Foods Science. Marcel Dekker, Inc. New York.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymology Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Hadi, S. (1986). Analisa Kuantitatif. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis) [Tesis]. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya. Malang.

S.Sivasankari, Naganandhini & David Ravindran. (2014). Comparison of Different Extraction methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis. International Journal of Current Microbiology and Applied Science. Vol 3 (8) : page 904-909. India.

Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V. & Kalil, S. J. (2007). Optimization of Phycocyanin Extraction from Spirulina platensis Using Factorial Design. Bioresour Technol., 98, 1629-1634.Song, W; Zhao, C & Wang, S. (2013). A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol. 3, No. 4.

Tri-Panji, S.; Achmadi & Tjahjadarmawan, E. (1996). Produksi Asam Gammalinolenat dari Ganggang Mikro Spirulina platensis Menggunakan Limbah Lateks Pekat. Menara Perkebunan Vol. 64 (1) : 34-44.

Walter, A.; Julio Cesar de C.; Vanete, T. S.; Ana, B. B.; Vanessa, G. & Carlos, R. S. (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra, Vol. 54, pp 675-682.

Winarno, F.G., (2002), Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia.Jakarta.

Wiyono, R. (2011). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat. Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan. Pasuruan.

6.LAMPIRAN

6.1.PerhitunganKF(mg/ml)=

Yield (mg/g)=

Kelompok A1KF(mg/ml)= = 0,819mg/ml

Yield (mg/g)= = 5,938 mg/g

Kelompok A2KF(mg/ml)= = 0,868mg/ml

Yield (mg/g)= = 6,293 mg/g

Kelompok A3KF(mg/ml)= = 0,862mg/ml

Yield (mg/g)= = 6,250 mg/g

Kelompok A4 KF(mg/ml)= = 0,865mg/ml

Yield (mg/g)= = 6,271 mg/g

Kelompok A5KF(mg/ml)= = 0,874mg/ml

Yield (mg/g)= = 6,337 mg/g

6.2.Laporan Sementara

6.3.Diagram Alir

6.4.Abstrak Jurnal