Farmakologi Obat Pelumpuh Otot

Embed Size (px)

Citation preview

FARMAKOLOGI OBAT PELUMPUH OTOTProudly present by: Rendra Fariadi 0407101010033 Pembimbing Dr. Imai Indra, Sp. An

pendahuluan Sejak ditemukan obat penawar pelumpuh otot dan penawar opioid, maka penggunaan obat pelumpuh otot jadi semakin rutin Anestesia tidak perlu dalam, hanya sekedar supaya tidak sadar, anelgesi dapat diberikan opioid dosis tinggi, dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian pelumpuh otot Disebut the triad of anesthesia

TINJAUAN KEPUSTAKAANFarmakologi Dasar Obat-Obat Pelumpuh Otot Berdasarkan perbedaan mekanisme kerja dan durasi kerjanya' obat-obat pelumpuh otot dapat dibagi menjadi obat pelumpuh otot depolarisasi (meniru aksi asetilkolin) dan obat pelumpuh otot nondepolarisasi (mengganggu kerja asetilkolin) nondepolarisasi dibagi menjadi 3 grup lagi yaitu obat kerja lama' sedang' dan singkat

Farmakodinamik Obat-Obat Pelumpuh Otot Ditentukan dengan mengukur kecepatan onset dan durasi blokade saraf-otot Dengan mengamati atau merekam respons otot skeletal yang ditimbulkan oleh stimulus elektrik yang dikirim dari stimulator saraf perifer Obat-obat pelumpuh otot mempengaruhi otot skeletal yang kecil dan cepat (mata' digiti) sebelum otot abdomen (diafragma)

Farmakokinetik Obat Pelumpuh Otot Kelompok amonium kuartener yang merupakan senyawa larut dalam air yang mudah terionisasi pada pH fisiologis' dan memiliki kelarutan yang terbatas dalam lipid Tidak dapat dengan mudah melewati sawar membran lipid seperti sawar darah otak' epitel tubulus renal' epitel gastrointestinal' atau plasenta tidak dapat mempengaruhi sistem saraf pusat tidak mempengaruhi fetus

Fisiologi Transmisi Saraf Otot terjadi melalui hubungan saraf otot terdiri atas bagian ujung saraf motor yang tidak berlapis myelin dan membrane otot yang dipisah oleh celah sinap Pada bagian membran otot terdapat receptor asetilkolin Potensial istirahat membran ujung saraf motor (resting mebran potensial) terjadi karena membran lebih mudah ditembus ion kalium ekstrasel daripada ion natrium

Lanjutan Pada saat pelepasan asetilkolin, membrane tersebut sebaliknya akan lebih permiabel terhadap ion natrium sehingga terjadi depolarisasi otot Influks ion kalsium memicu keluarnya asetilkolin sebagai transmitter saraf Asetilkolin saraf akan menyeberang dan melekat pada reseptor nikotinik dan kolinergik di otot

Lanjutan Kalau jumlahnya cukup banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong ion terbuka Ion natrium dan kalsium masuk, sedangkan ion kalium keluar, terjadilah kontraksi otot.

Penggolongan Muscle Relaxant Depolarizing sebagai agonis Ach Obat tersebut menimbulkan depolarisasi persisten pada lempeng akhir saraf. Terjadi karena serabut otot mendapat rangsangan depolarisasi menetap sehingga akhirnya kehilangan respons berkontraksi sehingga menimbulkan kelumpuhan

Lanjutan SCh menempatkan reseptor kolinergik nikotinik sub unit alfa dan bekerja seperti asetikolin (mendepolarisasi membran post jungtion). Hambatan neuromuskuler terjadi karena membran post sinaps tidak dapat memberikan respons pada pelepasan asetilkolin berikutnya SCh menyebabkan keluarnya kalium dari sel yang akan meningkatkan K plasma 0,5 meq/L

Suksametonium (succynil choline) Kemasan : flakon berisi bubuk putih 100mg atau 500 mg Indikasi : pelumpuh otot jangka pendek Kegunaan : untuk mempermudah / fasilitas intubasi trakea, karena mula kerja cepat dan lama kerja yang singkat Dosis : 1-2 mg / kg BB / IV

PELUMPUH OTOT NON DEPOLARISASI Manfaat obat ini di bidang anestesiologi Memudahkan dan mengurangi cidera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea. Membuat relaksasi tindakan selama pembedahan Menghilangkan spasme laring dan reflex jalan napas atas selama anesthesia Memudahkan pernapasan kendali selama anesthesia. Mencegah terjadinya fasikulasi otot karena obat pelumpuh otot depolarisasi.

Lanjutan Bekerja berikatan dengan reseptor kolinergik nikotinik tanpa menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot non depolarisasi digolongkan menjadi: Bensiliso-kuinolinum : d-tubokurarin, metokurium, atrakurium, doksakurium, mivakurium. Steroid: pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium, rokuronium. Eter-fenolik : gallamin. Nortoksiferin : alkuronium

Berdasarkan lama kerja, dibagi menjadi kerja panjang, sedang, dan pendekDosis Awal (mg/kg) Non Depol Long Acting 1. 2. 3. 4. 5. 6. D-tubokurarin Pankuronium Metakurin Pipekuronium Doksakurium Alkurium 0.40 0.60 0.08 0.12 0.20 - 0.40 0.05 0.12 0.02 0.08 0.15 0.30 46 0.5 0.6 0.1 0.2 0.6 0.1 0.10 0.15 0.20 0.05 0.01 0.015 0.005 0.010 0.05 30 60 30 60 40 60 40 60 45 60 40 60 30 60 20 45 25 45 30 60 Hipotensi Vagolitik,takikardi Hipotensi Kardiovaskuler stabil Kardiovaskuler stabil Vagolitik, takikardi Dosis Rumatan (mg/kg) Durasi (menit) Efek Samping

Non depol Intermediate 1. 2. 3. 4. 5. Gallamin Atrakurium Vekuronium Rokuronium Cistacuronium 0.5 0.1 0.015 0.02 0.10 0.15 Hipotensi Aman untuk hepar

0.15 0.200.20 0.25 1.5 2.0 1

0.02

30 4510 15 15 30 3 10

Non Depol Short Acting 1. 2. Mivakurium Ropacuronium 0.05 0.3 0.5

Depol Short Acting 1. Suksinilkolin

MEKANISME HAMBATAN (BLOK) SARAF OTOT Karena reseptor asetilkolin diduduki oleh molekul-molekul obat pelumpuh otot non depolarisasi, sehingga proses depolarisasi membran otot tidak terjadi dan otot menjadi lumpuh Pemulihan fungsi saraf otot terjadi kembali jika jumlah molekul obat yang menduduki reseptor asetilkolin telah berkurang karena eliminasi dan atau distribusi Dapat lebih cepat dengan pemberian antikolinesterase (neostigmin)

CIRI KELUMPUHAN OTOT Tidak ada fasikulasi otot. Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi (eter, halotan, enfluran, isofluran) Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik. Dapat diantagonis oleh antikolinesterase.

Tubokurarin Klorida (Kurarin) Merupakan alkaloid kuartener Pada dosis terapeutik menyebabkan kelumpuhan otot mulai dengan ptosis, diplopia, otot muka, rahang, leher, dan ekstremitas. Paralisis otot dinding abdomen dan diafragma terjadi palig akhir Lama paralisis bervariasi antara 15-50 menit Ekskresi : ginjal, kadang-kadang hepar.

Pipekuronium

Doksakurium Obat penyekat neuromuskuler nondepolarisasi aksi lama. Bersifat mengantagonis aksi asetilkolin, sehingga menimbulkan blok dari transmisi neuromuskuler Doksakurium 2,5 hingga 3 kali lebih poten daripada pankuronium Dosis Intubasi: 0.05 0.08 mg/kg/I.V

Pipekuronium Obat penyekat neuromuskular nondepolarisasi beraksi panjang ini merupakan turunan piperzinum Dosis intubasi : 0,07-0,085 mg/kg/I.V Potensinya meningkat dan durasi memendek pada bayi dibanding pada anak dan dewasa

Pankuronium Bromida (Pavulon) pelumpuh otot non depolarisasi yang paling banyak dipakai di Indonesia Berikatan kuat dengan globulin plasma dan berikatan sedang dengan albumin. Mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang Mula kerja terjadi pada menit 2-3 untuk selama 3040menit Ekskresi : ginjal (60-80%) dan sebagian lagi empedu (20-40%) Dosis : relaksasi otot : 0,08mg / kg BB/ IV (dewasa) rumatan : 1/2 dosis awal. intubasi trakea : 0,15mg /kg BB/ IV

Galamin (flaxedil) Obat pelumpuh otot non depolarisasi sintetik Mempunyai efek yang lemah pada ganglion saraf dan tidak menyebabkan pelepasan histamine Menyebabkan takikardia walaupun pada dosis kecil Galamin dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi tidak sampai mempengaruhi kontraksi uterus Lama kerja obat Berkisar 15-20 menit Dosis : 80-100mg IV

Alkuronium Klorida (alloferine) Mula kerja terjadi pada menit ke 3 untuk selama 15-20menit Tidak bersifat pelepas histamine jaringan, tetapi dapat menghambat ganglion simpatik sehingga dapat menyebabkan hipotensi Dosis relaksasi pembedahan : 0,15mg / kg BB / IV dewasa 0,125-0,2 mg / kg BB / IV anak-anak. Dosis intubasi trakea : 0,3 mg/ kg BB / IV Ekskresi : ginjal (70%) dalam bentuk utuh dan sebagian kecil melalui empedu

Atrakurium Besilat (tracrium) Atracurium dimetabolisme secara ekstensif sehingga faramkokinetiknya tidak bergantung pada fungsi ginjal dan hati Dosis : intubasi : 0,5-0,6mg / kg BB/ IV relaksasi otot : 0,5-0,6 mg / kg BB / IV pemeliharaan : 0,1-0,2 mg / kg BB / IV

Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian anti kolinesterase Baik untuk pasien geriatric atau dengan kelainan jantung, hati, dan ginjal yang berat

Vekuronium (nocuron) Durasi kerja vecuronium yang singkat disebabkan oleh waktu paruh eliminasinya yang lebih pendek dan klirens yang lebih cepat dibandingkan pancuronium Dosis intubasinya adalah 0.08 0,12 mg/kg. Dosis inisial 0.04 mg/kg diikuti dengan dosis tambahan 0.01 mg/kg setiap 15 20 menit membantu relaksasi intraoperatif

Mivacurium Mivacurium' seperti suksinilkolin' dimetabolisme oleh pseudokolinesterase dan hanya dimetabolisme secara minimal oleh kolinesterase asli. Dosis intubasi mivacurium adalah 0'/5 0'2 mg/kg Waktu onset mivacurium sama dengan atracurium (2-3 menit) Keuntungan utamanya adalah durasi kerjanya yang singkat (20 30 menit)

PILIHAN PELUMPUH OTOT Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium Gangguan faal hati : atrakurium Miastenia gravis: dosis 1/10 atrakurium Bedah singkat : atrakurium, rokuronium, mivakuronium Kasus obstetric: semua dapat digunakan kecuali galamin.

PENAWAR PELUMPUH OTOT Anti kolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin. Obat ini mengalami metabolisme terutama oleh kolinesterase serum. Bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur Dosis : 0,5mg bertahap sampai 5mg. Ekskresi terutama di ginjal.

Terima Kasih