93
KAUM TERTINDAS PERSPEKTIF FARID ESACK Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh: Dea Fauziah NIM. 11140340000032 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2018 M

FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

KAUM TERTINDAS PERSPEKTIF FARID ESACK

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Dea Fauziah

NIM. 11140340000032

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/ 2018 M

Page 2: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

Scanned by CamScanner

Page 3: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

Scanned by CamScanner

Page 4: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

Scanned by CamScanner

Page 5: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

v

ABSTRAK

Dea Fauziah

Kaum Tertindas Perspektif Farid Esack

Kajian ini mendiskusikan tentang terminologi kaum tertindas perspektif

Farid Esack yang ia rujuk dari bahasa al-Qurˋân dan solusi yang ditawarkan Esack

untuk menghapuskan segala macam bentuk penindasan, diskriminasi, kemiskinan,

ketertindasan, dan menghapuskan hadirnya kaum tertindas. Dalam mendiskusikan

fokus kajian di atas, penulis membahas juga di dalamnya kaum tertindas dalam al-

Qurˋân dan karya tafsir. Hal ini menjadi sangat penting untuk dibahas, agar dapat

memperkaya penafsiran dan menunjukan apa yang berbeda dari setiap mufassir.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library

research). Setelah data terkumpul penulis kemudian mengklasifikasikan ke dalam

dua sumber: primer dan sekunder. Adapun pembahasan dalam skripsi ini

menggunakan metode deskriptif-analisis.

Dapat disimpulkan bahwa Esack secara konsisten berpegang teguh kepada

al-Qurˋân sebagai sumber utama ketika menunjuk kelas sosial yang rendah dan

miskin. Terminologi kaum tertindas dalam al-Qurˋân perspektif Farid Esack

meliputi empat lafal yang seluruhnya Esack rujuk dari ayat al-Qurˋân, yaitu

mustaḏ‘afûn (orang-orang lemah), arâdzîl (orang-orang tersisih), fuqarâ’ (orang-

orang faqir), dan masâkîn (orang-orang miskin). Kemudian solusi yang

ditawarkan Farid Esack untuk menghilangkan/ membebaskan kaum tertindas

terbagi kepada dua yaitu solusi praktis dan solusi metodologis. Adapun solusi

praktis untuk membebaskan kaum tertindas yaitu berlaku adil, hijrah

(meninggalkan daerah di mana kita mendapatkan perilaku penindasan), jihad

(perjuangan untuk mengubah keadaan/ kaum), larangan praktik riba dan rentenir,

dan perintah sadaqah. Dengan demikian akan tercapailah kesetaraan sesama

manusia dan akan terwujud kehidupan yang penuh dengan kedamaian. Esack juga

menawarkan solusi lain, yaitu solusi metodologis. Solusi metodologisnya adalah

hermeneutika yang berfungsi untuk mendialektikakan antara teks kitab suci

dengan pengalaman kemanusiaan. Esack berupaya membumikan al-Qurˋân

sebagai kitab suci yang mampu menyelesaikan persoalan realitas. Hermeneutika

yang berfungsi untuk praktik pembebasan yang mengarahkan pada pembacaan

kitab suci yang progresif, Esack memberikan formulasi terbaik untuk

menghapuskan keberadaan kaum tertindas yang ia sebut dengan tafsir liberatif.

Kata kunci: Kaum Tertindas, Farid Esack, Tafsir Liberatif.

Page 6: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kemampuan kepada

penulis, sehingga berkat kasih dan sayangnya penulis mampu menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Adapun skripsi ini berjudul “KAUM TERTINDAS

PERSPEKTIF FARID ESACK”, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk

memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Agama di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan

tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendoakan, sekaligus

membersamai penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, M. Ag., selaku dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para staf

pembantudekan.

3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Program Studi Ilmu al-Qur’an

dan Tafsir juga Dra. Banun Binaningrum, M.Pd., selaku Sekretaris Program

Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.

4. Dr. Yusuf Rahman, M.A. selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi,

penulis haturkan terima kasih atas waktu, dorongan agar selalu semangat

menyelesaikan skripsi, dan arahannya sehingga penulis mampu mentuntaskan

tugas akhir ini.

5. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu tanpa

mengurangi rasa hormat, khususnya program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

yang ikhlas, tulus dan sabar untuk mendidik kami agar menjadi manusia yang

berakhlak mulia dan berintelektual.

Page 7: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

vii

6. Kedua orang tua saya, yakni ayahanda Muhtar Saleh dan Ibunda Yanti

Hendrayanti yang telah memberi dukungan baik moril maupun materiil,

sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan Strata 1, semoga saya

mampu mempertanggung jawabkan keilmuan ini dengan baik. Tanpa do’a dan

dukungan dari keduanya maka penulis tidak akan mendapatkan hasil yang

maksimal.

7. Kakak-kakak dan adik-adik yaitu A Adi Abdurrahman, A M. Shofwan Abdul

Aziz, Ka Febi Fauziah, Githa Fauziyah, Fathia Husnul Khotimah, dan

Salsabila Nurul Walidain. Terima kasih atas doa, pengingat, dan dorongannya

untuk penulis selalu semangat menyelesaikan skripsi ini, semoga kita semua

bisa menjadi anak-anak yang membanggakan bagi orang tua kita iya.

8. Teman-teman seperjuangan Tafsir Hadis A, dan Tafsir Hadis 2014, khususnya

Nike Nilasari, Khanifatur Rahma, Rifqoh Qudsiah, Millatie Mustaqiemah,

Asywar Saleh, Iva Rustiana, Noval Aldiana Putra yang telah membantu

penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir. Penulis haturkan terima kasih

atas kebersamaannya hingga hari ini, semoga kita semua menjadi sarjanawan

yang bermanfaat bagi orang banyak.

9. Teman KKN SEREMPAK khususnya Luthfia Fajriaty dan Reza Mardhani,

terima kasih atas support, doa, dan kebersamaannya. Semoga kita semua

kedepannya bisa sukses di dunia dan akhirat.

10. Teman main penulis yang selalu bisa diajak jalan ketika penulis merasa malas

dalam menyelesaikan skripsi: Mahfudloh, Mulky Izzati Rahman, Ambar

Rukmini, Moch. Fauzi Agus Tini, Fikri Fadhil Fauzan, dan yang lainnya.

Terima kasih sudah membuat penulis kembali semangat setelah bertemu

kalian, kedepannya semoga tali pertemanan kita selalu terjaga.

11. Adik-adik kenalanku Susi Sulastri, Dian Ashri Maulidiyah, Moch. Bambang,

Shofi Hidayatullah, Hanifa dan adik-adik yang lainnya. Terima kasih untuk

doa dan supportnya, semoga kalian dilancarkan iya untuk kuliahnya.

12. Teman, kerabat, dan orang-orang yang kenal dengan penulis yang secara tidak

langsung mendoakan dan memberikan dukungan untuk penulis, semoga kita

selalu saling menjaga melalui doa-doa terbaik yang dipanjatkan satu sama lain

iya.

Page 8: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

viii

13. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dan berperan, baik secara langsung

maupun tidak, tanpa mengurangi rasa hormat penulis mengucapkan terima

kasih yang sebanyak-banyaknya karena sudah membantu pengerjaan skripsi

ini.

Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala kesalahan yang pernah di

lakukan. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan, bahkan kesalahan dan kekeliruan dalam penelitian ini memungkinkan

untuk terjadi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun agar penulisan karya ilmiah ke depannya menjadi lebih baik.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca dan

memunculkan dorongan untuk penelitian lain yang berkaitan dengan judul skripsi

ini.

Âmîn yâ Rabb al-‘Âlamîn.

Ciputat, Oktober 2018

Dea Fauziah

Page 9: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 4

D. Kajian Pustaka ........................................................................................... 5

E. Metode Penelitian...................................................................................... 9

F. Sistematika Penulisan ............................................................................... 11

BAB II KAUM TERTINDAS DALAM AL-QURˋÂN DAN KARYA TAFS IR

A. Kaum Tertindas dalam Al-Qurˋân ............................................................ 13

B. Penafsiran Ayat-Ayat Kaum Tertindas dalam Karya Tafsir ..................... 16

1. Tafsir Jâmi‘ al-Bayân ‘an Taˋwîl Âyi Al-Qurˋân Karya Al-Ṯabarî .... 18

2. Tafsir Fî Ẕilāl Al-Qur’ān karya Sayyid Quṯb ..................................... 24

3. Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab ....................................... 30

BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN FARID ESACK

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan Farid Esack ............................................. 36

B. Karya dan Pemikiran Farid Esack ............................................................. 40

C. Latar Belakang dan Sosio-kultural Farid Esack ........................................ 44

D. Farid Esack Saat ini ................................................................................... 48

BAB IV KAUM TERTINDAS PERSPEKTIF FARID ESACK

Page 10: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

x

A. Terminologi Kaum Tertindas Menurut Farid Esack ................................. 49

1. Mustaḏ‘afûn (Orang-Orang Tertindas) ............................................... 50

2. Arâdzîl (Orang-Orang Tersisih) .......................................................... 53

3. Fuqarâ’ (Orang-Orang Faqir) ............................................................. 54

4. Masâkîn (Orang-Orang Miskin) .......................................................... 56

B. Solusi Pembebasan Ala Farid Esack ......................................................... 57

1. Solusi Metodologis: Hermeneutika Al-Qurˋân “Tafsir Liberatif Farid

Esack” ................................................................................................. 58

2. Solusi Praktis Farid Esack untuk Membebaskan yang Tertindas ....... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 72

B. Saran ......................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 75

Page 11: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Dalam skripsi, tesis, dan disertasi bidang keagamaan (baca: Islam), alih

aksara atau transliterasi, adalah keniscayaan. Oleh karena itu, untuk menjaga

konsistensi, aturan yang berkaitan dengan alih aksara ini penting diberikan.

Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara, antara

lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementerian Agama dan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta versi Paramadina. Umumnya,

kecuali versi Paramadina, pedoman alih aksara tersebut meniscayakan

digunakannya jenis huruf (font) tertentu, seperti font Transliterasi, Times New

Roman, atau Times New Arabic.

Untuk memudahkan penerapan alih aksara dalam penulis tugas akhir,

pedoman alih aksara ini disusun dengan tidak mengikuti ketentuan salah satu versi

di atas, melainkan dengan mengkombinasikan dan memodifikasi beberapa ciri

hurufnya. Kendati demikian, alih aksara versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini

disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat Keputusan Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta nomor 507 tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara lain:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts Te dan es ث

J Je ج

H H dengan garis bawah ح

Kh Ka dan Ha خ

Page 12: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

xii

D De د

Dz De dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan Ye ش

(S Es dengan garis di bawah ص

(D De dengan garis di bawah ض

(T Te dengan garis di bawah ط

Z Zet dengan garis di bawah ظ

‘ عKoma terbalik di atas hadap

kanan

Gh Ge dan ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ` ء

Y Ye ي

Page 13: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

xiii

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,

ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a Fathah ـ

i Kasrah ـ

u Dammah ـ

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي ـ ai a dan i

و ـ au a dan u

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), ynag dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dan garis di atas ـا

î i dan garis di atas ـي

û u dan garis di atas ـو

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah maupun huruf

kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar- rijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.

Page 14: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

xiv

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda tasydīd (ـ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak

ditulis ad-ḏarûrah melainkan al-ḏarûrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbûṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut

diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

(lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Ṯarîqah طريقة 1

al-Jâmi‘ah al-Islâmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2

Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan

permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.

Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf

kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata

sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-

Kindi bukan Al-Kindi.

Page 15: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

xv

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat dierapkan dalam

alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak

tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka

demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Mislanya ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-

kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di

atas:

Kata Arab Alih Aksara

Dzahaba al-ustâdzu ذهب األستاد

Tsabata al-ajru ثبت األجر

Al-harakah al-‘asriyyah احلركة العصرية

اهللأشهد أن ال إله إال Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

Maulânâ Malik al-Sâlih موالنا ملك الصاحل

yu`atstsirukum Allâh يؤثركم اهلل

Al-maẕâhir al-‘aqliyyah املظاهر العقلية

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Nama

orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan.

Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd; Mohamad Roem, bukan

Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Rahmân.

Page 16: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qurˋân menurut umat Islam, merupakan mukjizat Islam yang kekal dan

selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Al-Qurˋân diturunkan oleh

Allah swt kepada Rasulullah saw untuk mengeluarkan manusia dari keadaan gelap

menuju yang terang serta membimbing manusia ke jalan yang benar.1 Karena

kitab suci merupakan firman Tuhan, maka pemeluk agama membaca, memahami,

dan memperlakukan kitab suci agamanya berbeda dengan kitab-kitab atau teks-

teks yang lain. Al-Qurˋân sebagai firman Allah, umat Islam meyakini bahwa

membacanya termasuk ibadah dan menghormati al-Qurˋân sebagai suatu

kewajiban.2

Al-Qurˋân juga pada prinsipnya adalah wahyu yang bersifat progresif.

Ditunjukan dengan teks yang senantiasa berdialog dengan konteks ajaran dan nilai

keagamaan yang dapat menjawab masalah kongkret di sekitar kehidupan manusia,

baik masa lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang. Sebagai kitab petunjuk

umat manusia, al-Qurˋân didakwa memiliki universalitas makna yang melampaui

zamannya. Al-Qurˋân diturunkan dalam rentan waktu kurang lebih 23 tahun, al-

Qurˋân mengisyaratkan adanya pesan-pesan progresif yang mengikuti ruang dan

waktunya.3

Permasalahan-permasalahan umat Islam masa kontemporer makin kompleks

seiring dengan canggihnya penalaran manusia yang semakin matang. Sungguh

disesalkan ketika kecerdasan tidak diimbangi dengan etika moral, yang terjadi

adalah merebaknya ragam-ragam tirani, sikap tidak adil, dan dehumanisasi.

Kebangkrutan etika moral abad 21 ditandai dengan dominasi penguasa korup,

bandit-bandit ekonomi, candu popularitas, neokolonilaisme, munculnya sebuah

1Manna‟ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‘an, terj. Mudzakir AS (Jakarta:

Pustaka Litera Antar Nusa, 2013), h.1 2Mohammad Hipni, “Hermeneutik: Seni Memahami Teks Al-Qurˋân”, RELIGIA 14, no. 1

(2011): 3 3Ah. Fawaid, “Polemik Nasakh dalam Kajian Ilmu Al-Qurˋân”, Ṣuḥuf, vol. 4, no. 2

(2011): 248.

Page 17: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

2

golongan yang disebut “kaum tertindas” yang menjadi fenomena lumrah.

Masyarakat sengaja dididik untuk diam dan menunduk pada penguasa dan

didesain sedemikian rupa agar penindasan tidak terlalu tampak.4

Dalam hal ini Islam sebagai agama yang memiliki otoritas atas al-Qur‟an,

adalah sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia abad 21 untuk mencapai

kehidupan yang sempurna. Dalam bahasa Arab, agama adalah “dîn” yang berarti

aturan-aturan dari Tuhan yang harus ditaati dan dikerjakan oleh manusia demi

kebahagiaan manusia itu sendiri baik di dunia dan di akhirat.5 Kehadiran setiap

agama diidealisasi sebagai suatu entitas ajaran yang akan membahagiakan

manusia, terhindar dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, ketertindasan,

ketidakadilan, menghapus segala macam bentuk penindasan dan sejenisnya.

Agama juga mengajarkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran bagi manusia

di muka bumi ini.6

Akan tetapi fakta di lapangan, tidak jarang ditemui masih hadirnya

sekelompok penindas menindas sebagian masyarakat yang lain, hingga muncul

sekelompok manusia yang disebut kaum tertindas sebagai akibat hadirnya

kelompok penindas dan yang ditindas. Contoh konkretnya adalah masyarakat

Palestina yang hidupnya ditindas secara terus menerus oleh kaum penindas Israel,

hadirnya etnis rohingya yang keberadaannya tidak diakui, dan di Indonesia sendiri

hadir anak jalanan, pemulung, pengemis, dan lain sebagainya.

Sebagai kitab suci umat Islam, al-Qurˋân yang turun 14 abad yang lalu

haruslah mampu menjadi petunjuk bagi kehidupan dari masa lalu hingga saat ini.

Dengan membaca kembali, menginterpretasi setiap ayat-ayatnya, maka tafsir al-

Qurˋân akan menjawab setiap persoalan kemanusiaan di berbagai segi kehidupan,

baik masalah kejiwaan, ekonomi, sosial yang didalamnya terdapat permasalahan

tentang munculnya kaum tertindas, politik, dan berbagai bidang lainnya.7 Menurut

4Azyumardi Azra, dkk, Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam, 1 (Bandung: Penerbit

Nuansa, 2005), h. 192. 5Abdurrahman, dkk, Agama-Agama di Dunia, 1 (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,

1988), h. 8. 6Aflatun Muchtar, Tunduk kepada Allah Fungsi dan Peran Agama dalam kehidupan

Manusia, 1 (Jakarta: Khazanah Baru, 2001), h. 11. 7Manna al-Qaṭṭan, Mabâhîts fi ‘Ulûm al-Qur’ân (Kairo: Maktabah Wahbah), h. 14.

Page 18: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

3

penulis permasalahan sosial yang meliputi munculnya kaum tertindas patut

dicarikan solusinya, guna mewujudkan kehidupan beragama yang saling

menghormati, aman, dan sejahtera. Apakah al-Qurˋân mampu menjadi solusi

untuk permasalahan munculnya kaum tertindas?

Untuk menjawab problem realitas di atas, dibutuhkan sebuah tafsir dan

mufasir agar terlahir proses dialektika antara teks al-Qurˋân dengan realitas, di

mana maksud dari sebuah ayat al-Qurˋân akan sesuai dengan zamannya dan tidak

terkesan usang serta dapat diaplikasikan oleh masyarakat pada zamannya melalui

dialog interaktif antara mufasir, teks al-Qur‟an, dan realitas yang ada.8 Al-Qurˋân

diwahyukan bukan hanya difungsikan sebagai teks tertulis sehingga cukup dibaca

berulang-ulang, tetapi juga harus dipahami kandungan maknanya sehingga ia

benar-benar berfungsi sebagai hidâyah. Al-Qurˋân adalah sebuah petunjuk dan

arahan yang dapat diaplikasikan agar terwujud sebuah perubahan yang lebih baik

secara individu maupun masyarakat.9

Lalu pertanyaan lain muncul, bagaimanakah mufasir yang dalam hal ini

sebagai penjelas ayat al-Qurˋân menjelaskan siapakah kaum tertindas?. Dengan

demikian penelitian ini mencoba membahas bagaimana mufasir menjelaskan

mengenai kaum tertindas, dan solusi apa yang ditawarkan mufasir untuk

menghilangkan hadirnya kaum tertindas. Penulis merujuk seorang mufasir asal

Afrika Selatan yakni Farid Esack, sosok revolusioner yang membumikan al-

Qurˋân sebagai kitab suci yang mampu menyelesaikan persoalan realitas yakni

berkaitan dengan kaum tertindas sekaligus memberikan penjelasan mengenai

istilah kaum tertindas yang ia rujuk dari al-Qurˋân. Esack adalah salah seorang

yang dengan sangat semangat mendengungkan pembebasan bagi semua manusia

secara universal.

8Lilik Ummi Kaltsum, “Tafsir Al-Qurˋân: Antara Teks dan Realitas”, disampaikan pada

acara konferensi internasional di Sekolah Pasca Sarjana dan diskusi dosen Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2015): 6. 9Lilik Ummi Kaltsum, “Tafsir Al-Qurˋân: Antara Teks dan Realitas”: 8.

Page 19: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

4

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Di dalam ruang lingkup mufasir, terdapat beberapa tokoh yang dalam

menjelaskan tafsirnya melakukan pendekatan sosial untuk menunjukan bahwa

Islam melalui kitab sucinya al-Qurˋân adalah agama pembebasan bagi yang

tertindas: seperti Ashgar Ali Engineer, Hasan Hanafi, Muḥammad Al-Gazali,

Asma Barlas melalui pendekatan jender untuk membebaskan perempuan, dan

yang lainnya. Namun fokus penelitian ini dibatasi pada penjelasan Farid Esack

tentang kaum tertindas dengan tidak meninggalkan mufasir lainnya seperti Al-

Ṭabari, Sayyid Quṭb, Quraish Shihab sebagai pembanding ketika menjelaskan

istilah kaum tertindas dalam al-Qurˋân.

Alasan penulis membatasi dengan hanya fokus kepada Farid Esack adalah

karena Esack termasuk seorang intelektual yang mengalami kehidupan sulit dan

pahit sebagai bagian dari kelompok yang tertindas. Ia merasakan kecemasan hidup

dalam diskriminatif yang kemudian mencari ruh pembebasan untuk melepaskan

diri dan juga negaranya yakni Afrika Selatan dari penjajahan. Jadi, penulis

berpandangan pembahasan tentang kaum tertindas dengan menjadikan Farid

Esack sebagai rujukan akan sesuai. Hal itu karena Esack mengalami bagaimana

hidup sebagai bagian dari orang yang tertindas dan berjuang untuk terbebas dari

masalah tersebut lewat solusi yang ditawarkan.

Dari batasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang menjadi acuan

dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah terminologi kaum tertindas dalam al-

Qurˋân perspektif Farid Esack dan solusi apa yang ditawarkan Farid Esack untuk

membebaskan kaum tertindas ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui terminologi kaum

tertindas Perspektif Farid Esack dan apa yang ditawarkan Esack kaitannya dengan

solusi untuk menghapuskan hadirnya kaum tertindas.

Selain itu, diharapkan penelitian ini memiliki manfaat dan kegunaan sebagai

berikut:

Page 20: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

5

1. Memberikan sumbangsih keilmuan dalam dunia akademik mengenai

konsep kaum tertindas dan hermeneutika yang di gagas oleh Farid Esack.

2. Bahan bacaan tambahan dalam mata kuliah tafsir seperti: hermeneutika,

dan pendekatan modern dalam tafsir al-Qur‟an.

D. Kajian Pustaka

Adapun kajian pustaka dalam skripsi ini terbagi menjadi dua bagian, pertama

seputar kajian yang membahas tentang Farid Esack, dan kedua kajian yang

membahas tentang kaum tertindas atau al-mustaḏ‘afîn.

Pertama, sebuah skripsi berjudul “Epistemologi Al-Qurˋân Kontemporer:

Analisis Komparatif Farid Esack dan Ziauddin Sardar” ditulis oleh Adi Fadilah

pada tahun 2015 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembahasan dalam skripsi

ini menggunakan dua metode, pertama deskriptif-analisis dan kedua metode

komparatif-analisis. Fadilah membahas dalam skripsinya tentang epistemologi al-

Qurˋân menurut Farid Esack dan Ziauddin Sardar, masalah yang diangkat dalam

kajian ini adalah empat aspek dari epistemologi tafsir yaitu pengertian, sumber,

metode, dan validitasnya. Temuan dalam skripsi ini diantaranya tentang asumsi

Farid Esack dan Ziauddin Sardar bahwa pesan al-Qurˋân itu sālih li kulli zamân

wa makân, maksudnya pesan al-Qurˋân harus ditafsirkan sesuai dengan

konteksnya, sehingga pesan al-Qurˋân selalu aktual dan lebih dirasakan

manfaatnya oleh manusia.

Titik persamaan keduanya adalah tentang pengertian penafsiran. Menurut

mereka, kegiatan penafsiran merupakan proses pemahaman tanpa henti yang

memperhitungkan perubahan sosiopolitik. Kemudian di antara titik perbedaannya

adalah dalam konteks dan metode. Farid Esack sangat terpengaruh oleh konteks

perjuangan menentang diskriminasi apartheid di Afrika Selatan, sedangkan

Ziauddin Sardar terpengaruh oleh konteks kehidupannya ketika banyak meneliti

dan berusaha membandingkan beberapa pembacaan eksklusif terhadap al-Qurˋân

yang dilakukan ummat Islam dan beberapa kaum puritan di Pakistan dan negara

timur tengah lainnya. Farid Esack menggunakan metode hermeneutika dengan

Page 21: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

6

pendekatan sosio-historis, sedangkan Ziauddin Sardar menggunakan metode

tematik-argumentatif dengan pendekatan humanistik.10

Kedua, sebuah skripsi berjudul “Islam Tentang Jihad Dalam Pandangan Farid

Esack” ditulis oleh Nazi Ahmad pada tahun 2014 di UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta. Pembahasan dalam skrispi ini menggunakan pendekatan historis dan

hermeneutik. Ahmad membahas dalam skripsinya tentang konsep jihad dalam

pandangan Farid Esack, hasilnya bahwa sebuah esensi jihad yang berawal dari

ajaran Islam tidak serta merta disebut sebuah kekejaman, tetapi ada tahapan-

tahapan dan persyaratan untuk sampai pada tataran pertempuran. Begitu pula

dengan konsepnya Farid Esack, di dalam konsepnya terdapat prosedur-prosedur

untuk menegakan jihad, pemaknaan ulang terhadap iman-islam-kafir mewujudkan

adanya ketegasan siapa kawan dan lawan dalam aplikasi jihad serta implikasi

terhadap konteks lain.11

Ketiga, sebuah skripsi berjudul “Farid Esack dan Paham Pluralisme Agama”

ditulis oleh Tati Castiah pada tahun 2008 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif dengan

menggunakan metode pustaka (library research). Castiah dalam skripsinya

meneliti tentang paham pluralisme agama dalam perspektif Farid Esack, hasilnya

bahwa pluralisme agama menurutnya tidak hanya sekedar toleransi atas

keberbedaan, tapi lebih dari itu adalah penerimaan perbedaan dengan cara

menanggapi dari dorongan mengakui keberadaan agama-agama lain baik secara

sosial maupun spiritual. Dalam kesimpulannya dijelaskan pula bahwa Farid Esack

meredefinisi/ mengkaji ulang pengertian iman, islam, dan kafir dengan makna

yang sangat kontekstual dan eksistensial dengan paham pluralisme agama.12

Keempat, sebuah skripsi berjudul “Hak Asasi Manusia dalam Al-Qurˋân

(Studi Analisa Pemikiran Farid Esack)” ditulis oleh Lailatin Mubarokah pada

tahun 2017 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mubarokah dalam penelitiannya

10

Adi Fadilah, “Epistemologi Al-Qurˋân Kontemporer: Analisis Komparatif Farid Esack

dan Ziauddin Sardar”, skripsi (S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2015. 11

Nazi Ahmad, “Islam Tentang Jihad Dalam Pandangan Farid Esack”, skripsi (S1

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), 2014. 12

Tati Castiah, “Farid Esack dan Paham Pluralisme Agama”, skripsi (S1 Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2008.

Page 22: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

7

berangkat dari dua masalah, yaitu bagaimana konsep hak asasi manusia dalam al-

Qurˋân menurut pandangan Farid Esack serta apa implikasi konsep hak asasi

manusia dalam al-Qurˋân menurut pandangan Farid Esack terhadap kehidupan

modern. Penelitian dari skripsi ini menggunakan penelitian pustaka. Setelah

dilakukan penelitian, dapat diketahui bahwasannya menurut Esack, prinsip hak

asasi manusia dalam al-Qurˋân adalah larangan untuk tidak melanggar hak orang

lain dan perintah untuk menjaga hak diri sendiri agar tidak dilanggar orang lain.

Hal ini mengimplikasikan beberapa hal, diantaranya setiap manusia wajib

memperjuangkan haknya dan menjaganya agar tidak dilanggar orang lain, dalam

rangka memperjuangkan haknya manusia dilarang melanggar hak orang lain, dan

hak merupakan sebuah tanggung jawab setiap manusia bukan tanggung jawab atas

dirinya sendiri akan tetapi tanggung jawab orang lain juga.13

Kelima, sebuah skripsi berjudul “Al-Mustaḏ‘afîn dalam perspektif Murtaḏâ

Muṯahharî (Penafsiran Sûrah (4): 97-99 dan Sûrah (28): 5)” ditulis oleh Rizky

Suryana Hidayat pada tahun 2018 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Rizky

dalam penelitiannya berangkat dari masalah bagaimana Murtaḍā Muṭahharī

menafsirkan mustaḏ‘afîn dalam QS. (4): 97-99 dan Sûrah (28): 5. Penelitian dari

skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Setelah

dilakukan penelitian, kesimpulannya dapat diketahui bahwa pandangan Murtaḍā

Muṭahharī dalam bukunya Tafsir Holistik dan Keadilan Illahi: Asas-asas

Pandangan Dunia Islam, al-mustaḏ‘afîn Mu‟min dan non Mu‟min yang tidak

berhijrah disebabkan ketidakmampuannya, mereka adalah murja‘ûna lî amrillâh,

sedangkan para ulama lainnya hanya memfokuskan al-mustaḏ‘afîn dari kalangan

Mu‟min saja. Kesimpulannya bahwa al-mustaḏ‘afîn dari kalangan Mu‟min dan

non Mu‟min di akhir zaman nanti akan mendapatkan suatu kemenangan. Ketika di

dunia, mereka mendapatkan karunia dengan munculnya sang pelopor terakhir

13

Lailatin Mubarokah, “Hak Asasi Manusia dalam Al-Qurˋân (Studi Analisa Pemikiran

Farid Esack)”, skripsi (S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta), 2017.

Page 23: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

8

yaitu Imam Mahdi, sedangkan di akhirat kelak adalah murja‘ûna lî amrillâh

(orang-orang yang ditangguhkan dan menunggu ketetapan Allah).14

Keenam, sebuah buku berjudul Teologi Kaum Tertindas (Kajian Tematik

Ayat-Ayat Mustaḏ‘afûn dengan Pendekatan Keindonesiaan) ditulis oleh Abad

Badruzaman tahun 2007 yang diterbitkan oleh Pustaka Pelajar Offest. Faktor yang

mendorong Badruzaman mengangkat masalah mustaḏ‘afûn karena selain secara

nyata kaum mustaḏ‘afûn ada di tengah-tengah ummat Islam, al-Qurˋân sendiri

cukup sering berbicara tentang kaum ini. Bahkan Nabi Muhammad saw dalam

sebuah doanya, memanggil Allah sebagai Rabb al-Mustaḏ‘afûn.

Buku ini setelah ditelusuri, secara umum terdiri dari dua bagian pokok. Bagian

pertama, membahas tentang ayat-ayat mustaḏ‘afûn baik ayat yang secara eksplisit

menyebut kata mustaḏ‘afûn dalam berbagai bentuknya maupun ayat-ayat yang

tidak menyebut kata tersebut, akan tetapi secara tidak langsung berbicara tentang

kaum mustaḏ‘afûn. Bagian kedua berupa permasalahan khusus tentang kaum

mustaḏ‘afûn dalam bidang ekonomi.15

Ketujuh, jurnal berjudul “Tafsir Liberatif Farid Esack” ditulis oleh M. Abduh

Wahid tahun 2016 yang dimuat oleh jurnal tafsere. Tulisan ini mendiskusikan

tentang sosok pemikir Islam yang berupaya membumikan al-Qurˋân sebagai kitab

suci yang mampu menyelesaikan persoalan realitas. Adapun tulisan ini di

dalamnya membahas tentang biografi akademis Farid Esack, problem akademik

Farid Esack, al-Qurˋân dalam pemikiran Farid Esack, dan hermeneutika liberatif

Farid Esack. Kesimpulannya bahwa Farid Esack adalah salah satu figur sentral

menggulirkan rezim apartheid di Afrika Selatan, bagi Esack al-Qurˋân adalah teks

pembebasan. Hermeneutika Farid Esack memang patut diapresiasi sebagai model

penafsiran yang progresif berpijak pada teologi dan fokus pada kondisi Afrika

Selatan yang dikuasai rezim apartheid dan layak dikembangkan dalam konteks

14

Rizky Suryana Hidayat, “Al-Mustad„afîn dalam perspektif Murtaḏâ Muṯaharî

(Penafsiran Sûrah (4): 97-99 dan Sûrah (28): 5)”, skripsi (S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta), 2018. 15

Abad Badruzaman, Teologi Kaum Tertindas (Kajian Tematik Ayat-Ayat Mustaḏ'fîn

dengan Pendekatan Keindonesiaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007).

Page 24: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

9

negara dunia ketiga yang secara garis besar terjerat dalam kemiskinan dan

ketidakadilan.16

Dari beberapa kajian pustaka di atas, memang mereka membahas tentang

Farid Esack mengenai konsep epistemologi al-Qur‟an, jihad, pluralisme agama,

dan konsep hak asasi manusia perspektif Esack. Ada juga yang membahas

mengenai kaum tertindas dengan pendekatan keIndonesiaan serta al-mustaḏ‘afīn

dalam perspektif tokoh lain. Namun penulis berasumsi bahwa pembahasan

tentang Farid Esack yang berbicara tentang kaum tertindas perspektif Farid Esack

masih belum diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengisi kekosongan

penelitian mengenai kaum tertindas perspektif Farid Esack yang kemudian

disajikan solusi yang ditawarkan Farid Esack untuk membebaskan kaum tertindas.

E. Metode Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai jenis penelitian, sumber data, dan

langkah-langkah penelitian yang dilakukan penulis di dalam menyelesaikan

penelitian skripsi ini.

1. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research),

yaitu mencari dan mengumpulkan data dari berbagai literatur yang relevan yakni

terdiri dari berbagai buku, jurnal, majalah, koran, dan berbagai data yang terkait

dengan penelitian ini.17

Adapun jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis

penelitian kualitatif. Setelah data terkumpul, kemudian penulis

mengklasifikasikan ke dalam dua sumber:

a. Sumber Primer

Sumber primer dalam penelitian ini adalah buku-buku karya Farid Esack

sendiri: Qur’an, Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of

Interreligious Solidarity Against Oppression (Oxford: Oneworld, 1997), dan On

Being A Muslim: Finding a Religious Path In The World Today (Oxford:

16

M. Abduh Wahid, “Tafsir Liberatif Farid Esack”, Jurnal Tafsere, Vol. 4, No. 2, 2016. 17

John W, Creswell, Desain Penelitian Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Penerj

Angkatan III dan IV KIK-UI dengan Nur Khabibah (Jakarta: KIIK Press, 2003), h.21.

Page 25: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

10

Oneworld, 1999). Selain itu penulis juga merujuk kepada buku berjudul

Membebaskan yang Tertindas: Al-Qur’an, Liberalisme, Pluralisme (Bandung:

Mizan, 2002) dimana buku ini merupakan terjemahan atas buku Esack Qur’an,

Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity

Against Oppression yang diterjemahkan oleh Watung A Budiman.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang memuat tentang

kaum tertindas dan buku mengenai Farid Esack, kitab-kitab tafsir Al-Qurˋân

seperti tafsir karya al-Ṯabari, Sayyid Quṯb, Quraish Shihab, jurnal-jurnal terkait,

dan sumber-sumber lain yang relevan dengan kajian penelitian.

2. Metode Pembahasan

Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan metode deskriptif-analisis18

, ini

untuk menggali penjelasan dan menggambarkan bagaimana Farid Esack

memanggil/ menyebut kaum tertindas dan apa yang ditawarkan olehnya untuk

menghapuskan keberadaan akan hadirnya kaum tertindas.

Adapun pedoman penulis yang digunakan dalam skripsi ini adalah Keputusan

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017 Tentang

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Adapun langkah-langkah penelitian yang ditempuh penulis, pertama

menentukan judul dan alasan pemilihan judul yang terangkum dalam sebuah

proposal skripsi, kedua mencari sekaligus menentukan kitab tafsir yang akan

digunakan dalam skripsi, ketiga menggunakan kamus al-Mu‘jam al-Mufahras li

alfâdz Al-Qurˋân untuk menelusuri setiap kata yang berkaitan dengan judul dalam

al-Qur‟an, keempat mengumpulkan berbagai sumber dari buku, jurnal, dan

sumber lainnya, dan kelima memulai penulisan skripsi.

18

Metode deskriptif-analitis adalah teknis pembahasan dengan cara memaparkan masalah

dengan analisa serta memberikan penjelasan yang mendalam tentang sebuah data. Lihat Winarno

Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Transito, 1980), h.139-140.

Page 26: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

11

F. Sistematika Penulisan

Bab pertama berupa pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub-bab, yaitu

latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, kajian pustaka, metode penelitian (metode pengumpulan data sumber

primer dan sumber sekunder dan metode pembahasan, dan sistematika penulisan.

Bab kedua menjelaskan kaum tertindas dalam al-Qurˋân dan karya tafsir, yaitu

terdiri dari kaum tertindas dalam al-Qurˋân (term kaum tertindas dalam al-

Qur‟an), dan kaum tertindas dalam karya tafsir (al-Ṯabari, Sayyid Quṯb, Quraish

Shihab) untuk mengetahui apa yang membedakan penafsiran Esack dengan

mufasir yang lain.

Bab ketiga menjelaskan tentang biografi dan pemikiran Farid Esack, yang

terdiri dari riwayat hidup dan pendidikan Farid Esack, karya dan pemikiran Farid

Esack, dan latar belakang sosio-kultural Farid Esack.

Bab keempat menjelaskan tentang terminologi kaum tertindas perspektif farid

esack, yakni mustaḏ‘afûn (Orang-Orang Lemah) , arâzîl (Orang-Orang Tersisih),

fuqarâ’ (Orang-Orang Faqir), dan masâkîn (Orang-drang Miskin) juga solusi yang

ditawarkan Farid Esack untuk menghapuskan hadirnya orang tertindas. Solusi

tersebut yakni solusi praktis dan solusi metodologis.

Bab kelima merupakan penutup yang terdiri dari sub-bab kesimpulan yang

akan menjawab rumusan masalah dan diakhiri dengan saran-saran.

Page 27: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

12

BAB II

KAUM TERTINDAS DALAM AL-QURˋÂN DAN KARYA TAFSIR

Pada bab ini penulis akan menjelaskan bagaimana bahasa al-Qurˋân menyebut

dan memanggil kaum tertindas. Selain itu akan dipaparkan juga bagaimana karya

tafsir yang ditulis oleh para mufassir menjelaskan mengenai kaum tertindas. Hal

ini menjadi sangat penting untuk dibahas, agar dapat memperkaya penafsiran dan

menunjukan apa yang berbeda dari setiap mufassir.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tertindas (turunan dari kata

tindas) berarti disengsarakan; teraniaya; orang-orang yang lemah1. Yaitu

perbuatan yang menganiaya, yakni perbuatan menghimpit atau menekan atau

memperlakukan dengan sewenang-wenang kepada orang yang tertindas. Jadi

ketika kata tertindas disandingkan dengan kaum atau sekelompok orang, berarti

sekumpulan orang-orang yang disengsarakan, yakni hadirnya orang yang kuat

memperlakukan dengan sewenang-wenang terhadap orang yang lemah. Perlakuan

tersebut berupa perbuatan menindas, menghimpit, dan menekan.

Menurut Sayid Sabiq, yang dimaksud dengan golongan lemah di dalam suatu

masyarakat ialah golongan wanita, fakir miskin, para orang yang lanjut usia, para

buruh, para yatim piatu dan para orang yang tertindas dan teraniaya. Karena satu

dan lain hal, di luar kekuasaan dan kehendaknya mereka menjadi lemah, tidak

berdaya dan bertenaga memikul beban kehidupan secara normal seperti sesama

hamba Allah yang lain.2

Adapun mustaḏ„afîn secara istilah adalah orang-orang yang dianggap lemah

dan rendah oleh orang-orang yang kuat sehingga orang-orang kuat ini menindas

dan berbuat sewenang-wenang terhadap mereka. Pada kenyataannya bahwa kaum

mustaḏ„afîn adalah orang-orang miskin dan berpenampilan sangat sederhana.

Dalam ungkapan lain, para penindas yang kuat menganggap kaum mustaḏ„afîn

1Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka, 2002), ed.3, cet.2, h.1195. 2Sayid Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rohani-Moral-Sosial, terj. Zainuddin, dkk.

(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), h. 263.

Page 28: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

13

sebagai orang-orang lemah. Kelemahan inilah yang mendorong para penindas

untuk menindas mereka.3

Penindasan dideskripsikan sebagai usaha dehumanisasi kelompok penindas

kepada kaum lemah, dimana proses dehumanisasi berjalan secara sistematis dan

terstruktur.4 Seseorang menjadi tertindas apabila ada kebijakan dari pihak yang

berkuasa yang melakukan sikap arogan dan menindas terhadap mereka. Orang

atau kelompok yang menindas disebut dengan mustakbirûn (arogan, sombong,

dan penindas).

A. Kaum Tertindas dalam Al-Qurˋân

Kata tertindas dalam bahasa Arab merujuk kepada kata فؼض yang artinya

lemah, ḏa„îf, dan tidak kuat5. Seperti dalam Qs.Al-Hajj [22]: 73

ن خهقا للا ي د جذػ انز ؼا ن إ ب انبس ضشة يثم فبسح ب أ

ضؼف انطبنت ئب ل سحقز ي ثبة ش إ سهجى انز ؼا ن اجح ن رثبثب

طهة ان

“Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah!

Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan

seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat

itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali

dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah.”

Dari akar kata ḏ- „a- f ( ف -ع -)ض itulah, menunjuk pada orang yang tertindas,

yang dianggap lemah dan tidak berarti, serta yang diperlakukan secara arogan. Hal

itu seperti tercantum dalam Qs. Al-Anfāl [8]: 26

اكى أ حخطفكى انبس فآ ف األسض جخبف سحضؼف اركشا إر أحى قهم ي

جبت نؼهكى جشكش انط سصقكى ي أذكى ثصش

3Badruzzaman, Teologi Kaum Tertindas: Kajian Tematik Ayat-Ayat Mustaḍ‟afīn dengan

Pendekatan Keindonesiaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 6-7. 4Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, cet. 1 (Jakarta: PT Temprint, 1985), h. 48.

5Mahmud Yunus, Kamus Arab- Indonesia (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989), h 229.

Page 29: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

14

“Dan ingatlah ketika kamu (para Muhajirin) masih (berjumlah) sedikit, lagi

tertindas di bumi (Mekah), dan kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik

kamu, maka Dia memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya

kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki yang baik agar

kamu bersyukur.”

Mustaḏ„afûn berarti mereka yang berada dalam status sosial inferior, yang

rentan, tersisih, atau tertindas secara sosio ekonomis.6 Untuk menelusuri secara

komprehensif terkait kata “kaum tertindas” dalam al-Qurˋan, langkah pertama

yang penulis lakukan adalah merujuk kepada kitab al-Mu„jam al-Mufahras li alfaẕ

Al-Qurˋan dengan kata yang ditelusuri yaitu kata ḏ- „a- f ( ف -ع -ض) . Pencarian

tersebut mendapatkan hasil bahwa dalam al-Qurˋân lafal yang memiliki makna

kaum tertindas tertera dalam ayat-ayat dan beberapa surah. Pencarian tersebut

dapat dilihat hasilnya sebagai berikut:

Tabel: 2.1 Lafaz ḏ- „a- f ( ف -ع -ض) dalam Kitab al-Mu„jam al-Mufahras li

alfaẕ al-Qur‟ân yang memiliki makna kaum tertindas

Tartib

Nuzul

Nama Surat Makkiyah/

Madaniyah

No.

Ayat

Tartib

Mushaf

Potongan Ayat

39 Al-A„râf Makkiyah 75 7 اسحكجشا ي أل انز قبل ان

آي اسحضؼفا ن نهز ي ق

ى ي

39 Al-A„râf Makkiyah 137 7 و سثب انق أ كبا انز

سحضؼف

39 Al-A„râf Makkiyah 150 7 و اسحضؼف انق أو إ قبل اث

49 Al-Qasas Makkiyah 4 28 ى زثخ سحضؼف طبئفة ي

سحح سبءى أثبءى

49 Al-Qasas Makkiyah 5 28 ػهى انز شذ أ

6Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, (Oxford: Oneworld, 1997), h. 98.

Page 30: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

15

اسحضؼفا ف األسض

58 Sabâˋ Makkiyah 31 34 اسحضؼفا نهز قل انز

ل اسحكجشا ن ي أحى نكب ي

58 Sabâˋ Makkiyah 32 34 اسحك قبل انز جشا نهز

اسحضؼفا

58 Sabâˋ Makkiyah

Ghâfir

اسحض 34 33 قبل انز ؼفا نهز

اسحكجشا

88 Al-Anfâl Madaniyah 26 8 سحضؼف اركشا إر أحى قهم ي

ف األسض

92 Al-Nisâ Madaniyah 75 4 ف سجم للا يب نكى ل جقبجه

سحضؼف ان

92 Al-Nisâ Madaniyah 97 4 ف األسض قبنا كب يسحضؼف

92 Al-Nisâ Madaniyah 98 4 جبل انش ي سحضؼف إل ان

نذا ان انسبء

92 Al-Nisâ Madaniyah 127 4 أ جكح جشغج

نذا ان ي سحضؼف ان

Dari hasil penelusuran di atas dapat diketahui bahwa ayat-ayat yang di

dalamnya terkandung kata ḏ- „a- f ( ف -ع -ض) terdapat dalam beberapa ayat

dan juga surah. Adapun ayat yang bermakna kaum tertindas di antaranya yaitu Al-

Nisâ` [4]: 127

كى ف انكحبة ف حبيى يب حهى ػه سحفحك ف انسبء قم للا فحكى ف

يب كحت ن ج انسبء انالج ل ج ي سحضؼف ان أ جكح جشغج

ػهب ث للا كب ش فإ خ يب جفؼها ي أ جقيا نهحبيى ثبنقسظ نذا ان

“Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang perempuan. katakanlah,

“Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan

Page 31: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

16

kepadamu dalam al-Qurˋân (juga memfatwakan) tentang para perempuan yatim

yang tidak kamu berikan sesuatu (mas kawin) yang ditetapkan untuk mereka,

sedang kamu ingin menikahi mereka dan (tentang) anak-anak yang masih

dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) agar mengurus anak-anak yatim

secara adil. Dan kebajikan apapun yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui”.

Firman Allah ta„ala ini “mengangkat pertanyaan dan permintaan fatwa atas

dasar keingintahuan mereka (orang yang baru masuk Islam) menyangkut kaum

wanita, di mana saat itu sedang berlangsung proses transisi budaya dari Jahiliyah

kepada Islam. Allah berkenan menjawabnya, lalu Dia berfirman kepada Nabi saw

“Katakanlah (hai Muhammad): “Allah memberi fatwa kepadamu tentang

mereka…” dan tentang masalah-masalah lain yang disebutkan dalam ayat

tersebut. Ini adalah suatu jawaban yang tak terhingga nilainya tentang simpati

Allah dan penghargaan-Nya terhadap Jama‟ah Muslim”.7

Dalam riwayat dikemukakan bahwa Jabir mempunyai saudara wanita yang

rupanya jelek, tapi mempunyai harta warisan dari ayahnya. Jabir sendiri enggan

menikahinya dan juga tidak mau menikahkannya kepada orang lain, karena takut

harta bendanya lepas dari tangannya, dibawa oleh suaminya. Ia bertanya kepada

Rasulullah saw, lalu turunlah ayat ini (Qs. Al-Nisâ` [4]: 127) sebagai pedoman

bagi mereka yang mengurus anak yatim (diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim yang

bersumber dari al-Suddi).8

Adapun hasil penelusuran ayat dengan menggunakan kitab al-Mu„jam al-

Mufahras li alfaẓ Al-Qurˋân ditemukan bahwa di antara ayat-ayat yang

menunjukan kepada maksud orang yang tertindas dan menjadi rujukan penulis

dalam pembahasan selanjutnya mengenai kaum tertindas dalam karya tafsir, yaitu

Qs. Al-A„râf [7]: 75, 137, 150, Al-Qaṣaṣ [28]: 4-5, Sabâˋ [34]: 31-33, Al-Anfâl

[8]: 26, Al-Nisâ [4]: 75, 97-98, 127.

B. Penafsiran Ayat-Ayat Kaum Tertindas dalam Karya Tafsir

Pada bab ini akan dijelaskan ayat-ayat yang di dalamnya menjelaskan

mengenai kaum tertindas, di mana penjelasan mengenai ayat-ayat kaum tertindas

7Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâl al-Qurˋān, (Beirut: Dar Al-Syuraq, 1967), juz 4, h.766.

8H.A.A. Dahlan, dkk, Asbâbun Nuzûl Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-

Qurˋan(Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2004), h.174.

Page 32: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

17

ditafsirkan oleh para mufasir di dalam kitab tafsirnya. Adapun beberapa kata yang

menunjukan makna kepada kaum tertindas dalam al-Qurˋanyaitu ا yang اسحضؼف

disebut sebanyak lima kali, ,disebut satu kali سحضؼف disebut اسحضؼف

satu kali, سحضؼف disebut satu kali, سحضؼف ,disebut satu kali ي سحضؼف ان

disebut sebanyak tiga kali, dan .disebut satu kali يسحضؼف

Uraian mengenai kaum tertindas ini akan diambil dari kitab-kitab tafsir dari

berbagai generasi, baik klasik maupun kontemporer. al-Ṯabari, Sayyid Quṯb,

Quraish Shihab adalah mufasir-mufasir yang akan penulis jadikan rujukan utama

melalui kitab tafsirnya. Pertama, Al-Ṯabarî dengan kitab tafsirnya Jâmi„ al-Bayân

„an Taˋwîl Âyi Al-Qurˋân adalah seorang tokoh terkemuka yang menguasai

berbagai disiplin ilmu. Selain menulis kitab tafsir, ia pun seorang pakar sejarah

dan pakar hadis.9 Dalam penafsirannya, Al-Ṯabarî terlebih dahulu mengemukakan

pendapat-pendapat mengenai tafsir atau taˋwil suatu ayat, lalu ia menafsirkannya

berdasarkan kepada pandangan sahabat dan tabi‟in yang diriwayatkan secara

lengkap yakni dengan metode tafsir bi al-maˋsur.10

Kedua Sayyid Quṯb, seorang kritikus sastra ternama dengan kitabnya Tafsir Fī

Ẕilāl Al-Qur‟ān. Ia termasuk salah Tafsir Fî Ẕilāl Al-Qur‟ān seorang pemimpin

Ikhwanul Muslimin, maka tidak heran corak penafsirannya adalah corak haraki

(perjuangan). Selain menggunakan sumber penafsiran tafsir bi al-maˋsur, ia pun

memakai sumber tafsir bi al raˋyi (logika).11

Ketiga, M. Quraish Shihab, adalah seorang mufasir kenamaan dari Indonesia

dengan kitabnya al-Misbah. Dalam penyusunan tafsirnya, ia menggunakan urutan

Mushaf Usmani yang dimulai dari surat al-Fâtihah sampai dengan al-Nâs. Nuansa

penafsirannya adalah masyarakat dan sosial. Maksudnya, Quraish Shihab dalam

9Mani‟ Abd Halim, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif Metode Ahli Tafsir (Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 2006), h.67. 10

Manna al-Qaṭṭān, Mabāḥiṡ fi „ulūmil Al-Qurˋan (Kairo: Maktabah Wahbah), h.353. 11

Faizah Ali Syibromalisi, Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011), h.132-139.

Page 33: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

18

penafsirannya selalu berusaha untuk dapat menjawab problem-problem kekinian

yang sedang ada di masyarakat dan membutuhkan penyelesaian.12

Ketiga tokoh mufassir ini memiliki ragam keunikan masing-masing dalam

tafsirnya. Mulai dari corak penafsiran, aliran kalam, dan sumber yang menjadi

rujukan mereka. Hal ini diharapkan dapat memperkaya penafsiran mengenai

istilah/ penyebutan tentang kaum tertindas, dan menjadi tolak ukur penulis untuk

mengatakan bahwa yang dijelaskan para mufasir tersebut berbeda dengan apa

yang dikatakan oleh Farid Esack mengenai kaum tertindas.

1. Tafsir Jâmi„ al-Bayân „an Taˋwîl Âyi Al-Qurˋân Karya Al-Ṯabarî

Setelah menganalisa kitab tafsir Jāmi„ al-Bayān „an Ta„wīl Āyi Al-Qur‟an,

ditemukan bahwa Al-Ṯabarî menafsirkan lafal/ kata yang bermakna kaum

tertindas. Adapun hasil penelitiannya adalah sebagai berikut:

a. Nabi Sālih dan Pengikutnya

Lafal ا dalam Qs. Al-A„râf [7]: 75 diartikan dengan orang-orang yang اسحضؼف

dianggap lemah yakni Nabi Sālih dan para pengikutnya. Adapun bunyi ayatnya

sebagai berikut:

أ ى أجؼه ي آي اسحضؼفا ن نهز ي اسحكجشا ي ق أل انز قبل ان

صبنحب ي ي ب أسسم ث قبنا إب ث ث س شسم ي ي

Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang

dianggap lemah, yaitu orang-orang yang telah beriman di antara kaumnya,

“Tahukah kamu bahwa Shalih adalah seorang rasul dari Tuhan-nya?” Mereka

menjawab, “Sesungguhnya kami percaya kepada apa yang disampaikannya.”

Dalam ayat ini maksudnya adalah para pengikut Nabi Sālih yang miskin dan

orang-orang beriman yang sedang bersamanya merupakan bagian dari kelompok

12

Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah”, Hunafa:

Jurnal Studi Islamika 11, no.1 (2014): 123-124.

Page 34: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

19

orang-orang yang dianggap lemah. Ini adalah sebutan yang dibuat-buat oleh para

pemuka kabilah yang sombong dan tidak mengikuti dakwah Nabi Sālih .13

b. Banî Isrâīl

Ayat yang menunjukan kaum tertindas merupakan sebutan bagi Banî Isrâīl

yaitu Qs. al-Qasas [28] : 514

dengan menggunakan lafal ا dan Al-A„râf اسحضؼف

[7]: 13715

melalui lafal Dalam tafsirnya telah dijelaskan sebelumnya .سحضؼف

bahwa pada ayat 4 surat al-Qasas, Fir„aun menjadikan penduduknya berpecah

belah dan menindas segolongan dari mereka. Kemudian pada ayat 5 Allah hendak

memberi karunia kepada mereka dan hendak menjadikan mereka pemimpin.

Dalam tafsirnya dijelaskan bahwa “dan Kami hendak memberi karunia kepada

orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir)”, maksudnya adalah Banî Isrâīl.16

Dijelaskan pula dalam Qs. Al-A„râf [7]: 137 bahwa orang-orang yang ditindas

oleh Fir„aun dan diperlakukan seperti budak dengan menyembelih anak-anak laki

mereka dan membiarkan wanita-wanita mereka, maksudnya adalah Banî Isrâīl.17

Jadi dapat dipahami bahwa lafal ا dalam Qs. al-Qasas [28] : 5 dan اسحضؼف

lafal dalam Al-A„râf [7]: 137 berarti kaum tertindas yang menunjuk سحضؼف

kepada Banî Isrâīl, dimana mereka berada dalam kondisi tertindas disebabkan

oleh perilaku Fir„aun yang sewenang-wenang terhadap Banî Isrâīl.

c. Nabi Harun dan Pengikutnya

13

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz 10 (Kairo: Dâr Al-Hadîts,

2001), h. 330. 14

Teks Ayatnya berikut ini:

اسث جؼهى ان ة جؼهى أئ اسحضؼفا ف األسض ػهى انز شذ أ Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir)

itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang

mewarisi (bumi). 15

Teks Ayatnya berikut ini:

يغبسث يشبسق األسض كبا سحضؼف و انز سثب انق أ ث سثك انحسى ث كه ج ب انح ثبسكب فب

يب كبا ؼشش ي ق صغ فشػ شب يب كب دي ب صجشا ػهى ث إسشائم ثDan Kami Wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian

baratnya yang telah Kami berkahi. Dan telah sempurnalah firman Tuhan-mu yang baik itu

(sebagai janji) untuk Banî Isrâīl disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang

telah dibuat Fir„aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka bangun. 16

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz. 18, h. 153. 17

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz. 10, h. 404.

Page 35: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

20

Orang yang dianggap lemah pada Qs. Al-A„râf [7]: 15018

ini merujuk kepada

Nabi Harun. Dia dianggap lemah oleh kaumnya yang bersimpuh sujud beribadah

kepada patung anak lembu, mereka menentang Harun dan menganggapnya lemah.

Mereka tidak mau patuh dan mengikuti perintahnya.19

Dalam ayat ini yang

menjadi kelompok penindas atau mustakbirûn (arogan, sombong, dan penindas)

adalah orang-orang yang menyembah selain Allah dan para penantang Nabi

Harun, sedangkan orang/ kelompok yang tertindas berasal dari kalangan Nabi,

yakni Nabi Harun dan Pengikutnya.

d. Hamba Sahaya

Di awal Qs. al-Qasas [28]: 420

disebutkan ػال ف األسض فشػ إ

(Sesungguhnya Fir„aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi).

Maksudnya Allah menggambarkan dalam firman-Nya sesungguhnya Fir„aun telah

bertindak ẕalim di muka bumi. Di antaranya yaitu, “menjadikan penduduknya

berpecah belah dengan menindas segolongan dari mereka. Dalam ayat ini, yang

dimaksud ى maksudnya adalah menjadikan mereka sebagai سحضؼف طبئفة ي

hamba sahaya, yaitu golongan/ kelompok yang ditindas dan diperlakukan

rendah.21

Jadi lafaz سحضؼف dalam Qs. al-Qasas [28]: 4 merujuk kepada kelompok

yang ditindas, yaitu dalam ayat ini menunjuk kepada hamba sahaya. Yakni

18

Teks Ayatnya berikut ini:

ب سجغ ن أنقى ا ي ثؼذي أػجهحى أيش سثكى ب خهفح أسفب قبل ثئس غضجب ي يسى إنى ق جش أخز ثشأس أخ اح ألن

كبدا قحه و اسحضؼف انق أو إ قبل اث إن و انظبن ل ججؼه يغ انق األػذاء ث ث فال جش

Dan ketika Musa telah kembali kepada kaumnya, dengan marah dan sedih hati dia

berkata, “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan selama kepergianku! Apakah kamu

hendak mendahului janji Tuhan-mu?” Musa pun melemparkan lauh-lauh (Taurat) itu dan

memegang kepala saudaranya (Harun) sambil menarik ke arahnya. (Harun) berkata, “Wahai

anak ibuku! Kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir saja mereka membunuhku, sebab

itu janganlah engkau menjadikan musuh-musuh menyoraki melihat kemalanganku, dan janganlah

engkau jadikan aku sebagai orang-orang yang zalim.” 19

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz. 10, h. 450. 20

Teks Ayatnya berikut ini:

ػال ف فشػ إ سحح سبءى إ ى زثخ أثبءى هب شؼب سحضؼف طبئفة ي جؼم أ األسض ي كب

فسذ ان

“Sungguh, Fir„aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan

penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Banî Isrāîl), dia

menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia

(Fir„aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan”. 21

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz. 18, h. 150.

Page 36: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

21

golongan yang diperlakukan ẓalim/ diperlakukan sewenang-wenang oleh

kelompok lain, yakni kelompok penindas Fir„aun dan para pengikutnya.

e. Orang yang Dianggap Lemah

Dalam Qs. Sabâˋ [34]: 31-33 lafal yang menunjukan makna orang yang

dianggap lemah adalah lafal ا Tiga ayat ini menggambarkan tentang .اسحضؼف

komunikasi yang terjadi antara ا ا dan (penindas) اسحكجش yang) اسحضؼف

ditindas). Dalam tafsirnya dijelaskan bahwa ayat 31 orang-orang musyrik tidak

akan pernah beriman kepada Al-Qurˋandan tidak pula terhadap kitab-kitab dan

para nabi sebelumnya, juga dalam ayat ini orang yang dianggap lemah di dunia

berkata kepada orang yang berlaku sewenang-wenang bahwa kalau bukan karena

mereka, maka pasti mereka akan menjadi bagian orang yang beriman kepada

Allah.

Kemudian ayat 32 orang-orang yang menyombongkan diri itu tidak rela

menjadi penyebab kesesatan dari mereka, sehingga orang yang menyombongkan

diri itu menjelaskan, bahwa sikap mereka yang lebih memilih kufur kepada Allah

daripada iman itulah yang menghalangi mereka untuk mengikuti petunjuk dan

beriman kepada Allah.22

f. Orang yang Tertindas

Tafsiran Qs. Al-Anfâl [8]: 26 dalam kitab Jâmi‟ al-Bayân „an Ta„wîl Âyi Al-

Qurˋân bahwa Al-Ṯabarî berkata: “ayat ini merupakan peringatan dan nasihat dari

Allah kepada para sahabat Rasulullah saw. Allah berfirman, “wahai orang-orang

yang beriman penuhilah seruannya, jika ia mengajakmu kepada sesuatu yang

memberikan kehidupan kepadamu, dan janganlah kamu menentang perintahnya

meskipun itu susah payah.

Karena sesungguhnya Allah akan memudahkannya untukmu dengan

ketaatanmu kepada-Nya dan menjadikanmu mencintainya, sebagaimana dilakukan

Allah jika kamu beriman kepadanya dan mengikutinya. Pada saat itu jumlahmu

22

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz. 19, h. 289-291.

Page 37: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

22

masih sedikit, serta ditindas oleh orang-orang kafir. Mereka menyiksamu karena

agamamu, kamu menerima tindakan yang tidak menyenangkan terhadap diri dan

hartamu, maka kamu merasa takut jika mereka menculik lalu membunuhmu.23

Makna orang yang tertindas dalam ayat ini merujuk kepada lafal سحضؼف ي

yaitu orang-orang yang baru masuk Islam dalam keadaan sedikit dan ditindas oleh

orang-orang kafir. Orang-orang yang baru masuk Islam ini adalah orang-orang

yang berasal dari kaum Muhajirin.

g. Orang-orang lemah yang baru masuk Islam

Dalam Qs. Al-Nisâ [4] :75, kata yang menunjukan penjelasan terhadap kaum

tertindas yaitu (انسحضؼف) al-mustaḍ„afîna. Yaitu orang-orang lemah baik laki-

laki, perempuan, maupun anak-anak yang telah masuk ke dalam agama Islam,

mereka direndahkan serta dihina oleh orang-orang kafir yang menẕalimi diri

mereka. Orang-orang lemah ini berdoa kepada Tuhan agar diselamatkan dari

fitnah kaum musyrik yang telah melemahkan mereka, yaitu berusaha

memalingkan pandangan orang-orang yang baru masuk Islam dari jalan Allah

swt.24

h. Orang yang tidak bisa diatur

Lafaz (انسحضؼف) al-mustaḏ„afîna Qs. al- Nisā` [4]: 97 berarti orang yang

telah diambil jiwanya oleh malaikat dalam keadaan menganiaya diri mereka

sendiri lalu mendapatkan kemarahan dan murka Allah. Dalam ayat ini terjadi

dialog antara orang yang menganiaya diri mereka sendiri dengan malaikat.

Mereka berkata kepada malaikat: “Kami adalah orang-orang yang teraniaya di

negeri ini. Orang-orang musyrik telah menganiaya kami di negeri dan tanah air

kami. Dengan banyaknya kekuatan dan jumlah mereka, mereka melarang kami

beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya”. Alasan ini tidaklah kuat dan

berguna.

23

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz. 11, h. 117. 24

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz 7, h. 224.

Page 38: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

23

Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat

berhijrah di bumi itu?. Seharusnya mereka keluar dari negeri dan tempat tinggal,

serta meninggalkan orang yang telah melarang untuk beriman kepada Allah dan

mengikuti Rasul-Nya, menuju tempat yang penduduknya mengesakan,

menyembah-Nya, dan mengikuti Nabi-Nya.25

Disini, orang-orang yang

menganiaya diri mereka sendiri sebenarnya mampu untuk keluar dari negeri yang

menindasnya, akan tetapi mereka tidak keluar dengan alasan yang tidak kuat dan

berguna.26

Jadi dapat dipahami bahwa (انسحضؼف) al-mustaḏ„afîna yang dimaksud

dalam ayat ini adalah orang-orang yang mampu berhijrah/ keluar dari wilayah

yang ẕalim pemimpinnya, akan tetapi mereka enggan untuk keluar dari

wilayahnya padahal mereka mampu. Sehingga mereka disebut sebagai orang yang

tidak bisa diatur karena ketidakmauan mereka untuk berhijrah dan mereka adalah

orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri disebabkan masih tetap

bertahan di wilayah yang dilarang untuk beriman kepada Allah dan mengikuti

Rasul-Nya.

i. Orang yang Teraniaya dan Tidak Berdaya

Berbeda halnya dengan kondisi orang tertindas yang dijelaskan dalam ayat

97. Yang dimaksud dalam ayat 98 surah al- Nisā` adalah orang yang teraniaya dan

tidak berdaya, lafal yang menunjukan kepada orang yang ditindas dalam ayat ini

adalah Maksudnya yaitu orang-orang yang teraniaya oleh orang .يسحضؼف

musyrik, baik dari kalangan laki-laki, perempuan, maupun anak-anak, yaitu

mereka yang tidak ikut hijrah karena lemah, mengalami kesulitan, tidak berdaya,

buruknya penglihatan, dan pengetahuan untuk keluar dari tanah mereka (negeri

musyrik) menuju negeri Islam yang penuh kedamaian.27

Mereka lemah dalam hal

jasmani, yakni tidak mampu untuk berhijrah sehingga mereka teraniaya dan tidak

berdaya melawan orang-orang yang telah menindas mereka.

25

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz 7, h. 382-383. 26

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz 7, h. 379. 27

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz 7, h.384.

Page 39: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

24

j. Wanita dan Anak Kecil yang Lemah

Surat Al- Nisā` [4]: 127 maksudnya adalah orang yang baru masuk Islam

meminta fatwa kepada Nabi saw tentang kaum wanita, kemudian Nabi

menjelaskan bahwa Allah memberi fatwa kepada mereka melalui Al-Qurˋân

tentang anak-anak yang masih dipandang lemah dan tentang perintah Allah agar

mengurus anak yatim secara adil. Ayat ini memberikan fatwa terkait orang-orang

yang lemah dari kalangan wanita dan dari kalangan anak kecil agar memberikan

hak warisan mereka, karena pada saat itu (sebelum masuk Islam) mereka tidak

memberikan hak waris kepada anak-anak yang masih kecil dari harta orang tua

mereka. Dengan demikian diperintahkan kepada mereka untuk berlaku adil dan

memberikan bagian mereka sesuai dengan apa yang telah ditentukan Allah untuk

mereka di dalam kitabnya.28

Adapun lafal yang menunjukan kepada kaum yang

tertindas pada ayat ini adalah انسحضؼف.

2. Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân karya Sayyid Quṯb

Setelah menganalisa kitab tafsir karya Sayyid Quṯb yang berjudul Tafsir Fî

Ẕilâli Qurˋân ditemukan bahwa Quṯb menjelaskan ayat-ayat yang di dalamnya

menjelaskan tentang kaum tertindas. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:

a. Orang yang dahulunya lemah sudah tidak lagi lemah

Sayyid Quṯb dalam kitabnya menafsirkan jelas bahwa Qs. Al-A„râf [7]: 75 itu

adalah pertanyaan untuk menyampaikan ancaman dan teror, menentang keimanan

mereka terhadap Sâlih, dan mencemooh sikap mereka yang membenarkan Sâlih

saat menyampaikan risalah dari Tuhannya. Tetapi, orang-orang yang dahulunya

lemah sudah tidak lagi lemah. Iman kepada Allah telah memberi kekuatan di hati

mereka, kepercayaan dalam jiwa mereka, dan ketenangan dalam logika mereka.

Ancaman dan teror juga cemooh dan penentangan dari kaum elit terhadap orang

28

Al-Ṯabarî, Jâmi„ al-Bayân „an Ta`wīl Âyi al-Qur`ân, Juz 7, h.540.

Page 40: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

25

lemah tidak beguna lagi, sehingga mereka menjawab: ب أسسم ث ا أب ث قبن

ي .(Sesungguhnya kami percaya kepada apa yang disampaikannya) ي29

Di sini kata ا diartikan dengan “orang-orang yang dahulunya lemah اسحضؼف

sudah tidak lagi lemah. Iman kepada Allah telah memberi kekuatan di hati

mereka, kepercayaan dalam jiwa mereka, dan ketenangan dalam logika mereka.

Ancaman dan teror juga cemooh dan penentangan dari kaum elit terhadap orang

lemah tidak beguna lagi”.

b. Banî Isrāîl

Maksud kaum tertindas yang tercantum dalam Qs. Al-A„râf [7]: 137 melalui

lafal merujuk kepada Banî Isrāîl, dimana layar diturunkan atas adegan سحضؼف

kehancuran dan kebinasaan di satu sisi (Fir„aun dan kaumnya), dan adegan

kekhalifaan dan kemakmuran di sisi lain (Nabi Musa dan pengikutnya). Allah

mewariskan bumi belahan timur dan belahan barat yang penuh berkah karena

kesabaran mereka.30

Adapun bentuk penindasan yang dilakukan oleh Fir„aun kepada Banî Isrâīl

diantaranya adalah menyembelih anak-anak laki mereka dan membiarkan wanita-

wanita mereka. Disini Fir„aun merupakan orang penindas yang melakukan

penindasan terhadap Banî Isrāîl.

c. Nabi Harun

Qs. Al-A„râf [7]: 150 ini menjelaskan tentang Nabi Musa yang kembali

kepada kaumnya dengan hati yang sangat marah, di mana Musa meninggalkan

kaumnya dengan petunjuk tetapi petunjuk itu diganti dengan kesesatan,

meninggalkan kaumnya dalam keadaan beribadah kepada Allah, tetapi kemudian

digantikan dengan menyembah patung anak sapi yang bersuara. Demikian juga

dalam ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Musa memegang dan menarik kepala

saudaranya yaitu Harun.

29

Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân (Beirut: Dar Al-Syuraq, 1967), juz 7, h. 99. 30

Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân, juz 7, h. 160.

Page 41: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

26

Maksud kata ا merujuk kepada (mereka menjadikan aku lemah) اسحضؼف

Nabi Harun, di mana kaumnya menganggap dia adalah seorang yang lemah.

Kaumnya yaitu Banî Isrâīl mereka tertarik untuk menyembah patung sehingga

mereka hendak membunuh Harun yang berusaha menyadarkan dan

mengembalikan mereka dari keterpurukan itu.31

Di sini Nabi Harun yang

merupakan Nabi diperlakukan sewenang-wenang oleh kaumnya yang

menganggapnya lemah.

d. Orang-Orang yang Diperlakukan Kejam

Surat al-Qasas [28]: 4 menjelaskan bahwa Fir„aun telah berbuat aniaya serta

menjadikan warga Mesir berpecah belah, masing-masing kelompok hanya

memikirkan kepentingannya sendiri. Terjadi penindasan yang amat keras serta

penganiayaan terhadap Banî Isrāîl. Jadi orang yang lemah di sini merujuk kepada

Banî Isrāîl, mereka adalah orang-orang lemah yang diperlakukan oleh penguasa

tiran secara kejam. Di antaranya yaitu membunuh anak laki-laki mereka dan

membiarkan hidup anak perempuan mereka sambil menimpakkan berbagai azab

dan siksa yang pedih.32

Jadi maksud lafal سحضؼف di sini merujuk kepada Banî Isrâīl yang

diperlakukan kejam, mereka adalah orang-orang yang ditindas disebabkan

penganiayaan dan perbuatan ẓalim pemimpinnya yakni Fir‟aun.

e. Orang yang Dipermainkan oleh Diktator

Dalam tafsirnya Qs. al-Qasas [28]: 5 dijelaskan bahwa “maksud kata

ا adalah orang-orang yang tertindas dan nasibnya dipermainkan oleh اسحضؼف

diktator sesuai hawa nafsunya yang kejam. Dalam kasus ayat tersebut, ia

menyembelih anak-anak lelaki mereka, membiarkan hidup anak perempuan

mereka, serta menimpakan siksaan dan hukuman pada mereka. Dalam ayat

tersebut dijelaskan bahwa Allah hendak memberi Karunia-Nya yang tanpa batas

terhadap oarang-orang yang tertindas, yaitu menjadikan mereka para pemimpin

31

Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân, juz 7, h. 178. 32

Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân, juz 28, h. 10.

Page 42: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

27

dan panutan (bukan budak dan pengikut), mewariskan bumi yang diberkahi

kepada mereka, dan meneguhkan kedudukan mereka di muka bumi dengan

menjadikan mereka orang yang kuat dan kokoh”.33

f. Orang yang Tertindas (Baru Masuk Islam)

Firman Allah swt Al-Anfâl [8]: 26 اركشا إر أحى قهم “dan ingatlah (hai

para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit. Menurut Al-Kalbi ayat ini

turun kepada kaum Muhajirin untuk menggambarkan keadaan mereka sebelum

hijrah dan di awal Islam. Lafal سحضؼف .lagi tertindas” adalah na„at“ ي

Kemudian ف األسض “di bumi” maksudnya di Makkah. Adapun جخبف “kamu

takut” adalah na„at. Makna lafal سحضؼف di sini adalah orang-orang yang ي

tertindas, yakni orang-orang yang baru masuk Islam dan ketika mereka di masa

jahiliyah, mereka adalah orang yang dianggap lemah.34

g. Orang yang Menganiaya Dirinya Sendiri

Dijelaskan dalam tafsirnya bahwa Qs. an- Nisā` [4]: 97 “mereka adalah orang-

orang yang menganiaya dirinya sendiri karena tidak mau bangkit untuk berhijrah,

sementara malaikat sudah datang untuk mengambil nyawa mereka. Mereka

menjawab dengan alasan “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah)”,

malaikat menjawab “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat

berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?”. Mereka adalah orang-orang yang

mampu berhijrah, akan tetapi mereka tidak berusaha untuk meninggalkan kota

yang zalim pemimpinnya.35

Adapun makna orang-orang yang menganiaya diri

sendiri merupakan penjelasan dari maksud lafal .يسحضؼف

h. Orang Lemah yang Tidak Sanggup Melakukan Apa-Apa

Kemudian di ayat selanjutnya yakni ayat 98 Al-Qurˋân memberikan toleransi

dan mengecualikan orang-orang yang tidak punya daya upaya untuk berhijrah,

33

Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân, juz 6, h. 42. 34

Sayyid Quthb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân, juz 8, h. 74. 35

Sayyid Quthb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân, juz 5, h.743.

Page 43: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

28

yakni laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak

mengetahui jalan (untuk berhijrah)36

.

Sayyid Quthub menjelaskan فى السض ا كب يسحضؼف -Kami orang) قبن

orang yang tertindas di bumi (Mekah) mereka adalah yang tertindas, ditindas oleh

orang-orang kuat. Mereka adalah orang-orang lemah yang tidak sanggup

melakukan apa-apa37

.

i. Orang yang Mengalami Ujian dan Cobaan yang Berat

Dijelaskan dalam tafsirnya bahwa Qs. an- Nisā` [4]: 75 mempertanyakan

mengapa kamu tidak mau berperang untuk menyelamatkan orang yang lemah dari

kaum lelaki, wanita dan anak-anak? Mereka sedang mengalami ujian dan cobaan

yang amat berat, sebab mereka diuji sehubungan dengan akidah dan agama yang

mereka anut (sesuatu yang paling khusus dari eksistensi manusia), setelah itu baru

menyusul martabat dan harga diri, hak menyangkut harta, dan dunia.

Pemandangan berupa wanita yang lemah dan anak-anak yang tidak berdaya

adalah pemandangan yang sangat memilukan, begitula amat memilukan

pemandangan orang tua yang sudah renta dan tidak berdaya berusaha membela

aqidah dan agamanya. Semua pemandangan ini disuguhkan dalam rangka

menyerukan kaum Muslimin untuk jihad.38

Ujian dan cobaan yang berat ini dijelaskan Sayyid Quṯb menyangkut akidah,

harta, dunia, diri, dan martabat seseorang. Menurutnya ujian yang menyangkut

akidah jauh lebih berat dari ujian yang berhubungan dengan harta, dunia, diri, dan

martabat seseorang. Sebab ujian ini ia adalah ujian yang menyentuh, sesuatu yang

paling khusus. Setelah itu baru menyusul martabat dan harga diri, hak

menyangkut harta, dan dunia.

j. Orang yang Ẕalim

Dalam tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân dijelaskan bahwa ayat 31 surah Saba` adalah

sikap keras kepala dan keras hati orang kafir untuk menolak dengan sengaja Al-

36

Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân, juz 5, h.743. 37

Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân, juz 5, h.744 38

Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân, juz 5, h.708.

Page 44: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

29

Qurˋân ataupun kitab-kitab suci terdahulu dikarenakan tidak siap untuk

mengimaninya. Ayat 32 dan 33 menggambarkan tentang orang yang

menyombongkan diri dan orang yang dianggap lemah saling melemparkan

tanggung jawab di hadapan Allah atas kekafiran mereka. Keduanya sama-sama

zalim, yang satu zalim karena kediktatorannya, dan yang lain zalim karena

melepaskan kehormatan, nalar, dan kebebasan manusia untuk tunduk dan pasrah

kepada ketiranian dan kediktatoran39

. Sedangkan Sayyid Quṯb menjelaskan lafal

اا سحضؼف mereka dianggap lemah karena dengan sengaja melepaskan

kehormatan, nalar, dan kebebasannya untuk tunduk dan pasrah kepada ketiranian

dan kediktatoran.

k. Anak-Anak Kecil dan Kaum Wanita

Ayat-ayat yang diturunkan pada bagian permulaan yang membicarakan

tentang wanita ini telah mengundang beberapa pertanyaan dan permohonan fatwa

mengenai beberapa persoalan yang berkenaan dengan mereka. Gejala pertanyaan

kaum muslimin dan permohonan fatwa mereka mengenai beberapa persoalan

hukum, merupakan suatu fenomena dengan kandungan petunjuknya dalam

masyarakat muslim yang baru tumbuh. Sekaligus sebagai fenomena yang

menunjukan kecenderungan kaum muslimin untuk mengetahui hukum-hukum

agama dan urusan kehidupan mereka.

Ayat ini yakni Al-Nisâ [4]: 127 memberikan fatwa tentang para wanita yatim

yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka,

sedang kamu ingin mengawini mereka, dan tentang anak-anak yang masih

dipandang lemah. Allah memerintahkan agar mengurus anak yatim secara adil.

Dengan demikian makna lafal سحضؼف adalah anak-anak kecil dan kaum ان

wanita.

Fenomena lahiriah nash ini menunjukan perlakuan masyarakat jahiliyah dan

wanita yatim. Anak wanita yatim menerima perlakuan yang rakus dan tipu daya

dari walinya, yaitu tamak terhadap hartanya dan penuh tipu daya terhadap

39

Sayyid Quṯb, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân, juz 32, h.1064-1068.

Page 45: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

30

maharnya. Demikian pula keadaan anak-anak kecil juga kaum wanita, mereka

dilarang untuk mendapatkan warisan. Karena mereka tidak memiliki kekuatan

untuk mempertahankan warisannya, atau karena mereka belum mampu atau tidak

pernah ikut berperang. Oleh karena itu, mereka tidak berhak mendapatkan warisan

menurut semangat kesukuan yang menjadikan segala sesuatu bagi orang yang

berperang demi membela suku, sedang orang-orang yang lemah tidak berhak

mendapatkan sesuatupun.

3. Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab

Setelah menganalisa kitab tafsir karya Al-Miṣbāh, ditemukan bahwa Quraish

Shihab menafsirkan lafal yang dalam kandungan ayatnya menjelaskan tentang

kaum tertindas. Adapun hasil penelitiannya adalah sebagai berikut:

a. Masyarakat yang hina dan lemah

Dalam Qs. Al-A„râf [7]: 75 lafal yang menunjuk kepada kaum tertindas yaitu

Ayat ini menjelaskan mengenai tanggapan masyarakat terhadap .اسحضؼفا

nasihat dan ajakan Nabi Sālih as. Kata ا dipahami sebagai masyarakat اسحضؼف

yang hina dan lemah, para pembesar dan pemuka kaum Quraisy melakukan

penindasan atas mereka bukan hanya dalam bidang kebebasan beragama, tetapi

mencakup sekian banyak hal, salah satunya adalah bidang ekonomi”.40

Jadi kaum

tertindas pada ayat ini dimaknai dengan masyarakat yang hina dan lemah, dimana

sebutan tersebut dilakukan oleh pembesar dan pemuka kaum quraisy terhadap

Nabi Sālih dan para pengikutnya.

b. Banî Isrāîl

Dalam surah Al-A„râf [7]: 137 yang dimaksud dengan lafal سحضؼف

(kaum yang ditindas) adalah Banî Isrāîl. Ayat ini memberikan bukti di alam nyata

janji Allah kepada Banî Isrâīl bahwa mereka akan mewarisi bumi dan

membinasakan musuh mereka sebagai buah dari kesabaran mereka. Apa yang

dibangun dengan rapih oleh Fir„aun dan kaumnya berupa gedung-gedung tinggi,

40

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, jilid 5 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h.155.

Page 46: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

31

istana megah, luluh berantakan sebagai balasan atas perbuatan mereka yang

semena-mena terhadap Banî Isrāîl.41

Fir„aun dalam ayat ini diposisikan sebagai

penindas, dimana Fir„aun dan pengikutnya melakukan perbuatan sewenang-

wenang terhadap Banî Isrâīl (yang ditindas).

Penjelasan mengenai golongan yang tertindas adalah kelompok Banî Isrâīl

dijelaskan pula dalam Qs. al-Qasas [28]: 4-5. Ayat ini berisi kisah penting Nabi

Mûsâ dan Fir„aun (penguasa Mesir pada masanya) yang melalui malaikat Jibrîl

disampaikan kepada Nabi Muhammad dan kaum muslimin agar dapat menarik

pelajaran dari apa yang mereka alami. Ayat ini menyatakan bahwa Fir„aun

berbuat sewenang-wenang di muka bumi baik terhadap Allah dengan mengakui

dirinya sebagai Tuhan, dan kepada manusia dengan menjadikan penduduk negeri

Mesir terpecah belah menjadi dua kelompok besar (masyarakat Mesir dan

masyarakat Banī Isrā‟īl (golongan yang tertindas).

Dalam tafsirnya M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa “maksud dari kata

orang-orang yang tertindas di bumi pada Qs. al-Qasas [28]: 5 adalah Banî Isrāîl.

Kata ( اا سحضؼف ) istuḏ„îfû terambil dari kata ( ضؼف) ḏa‟ufa yang berarti lemah.

Patron kata yang digunakan ayat ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah kaum

yang tertindas dan dipinggirkan oleh sistem pemerintahan yang diselenggarakan

oleh Fir„aun. Penyebutan kata itu oleh ayat ini dari satu sisi mengisyaratkan

kesewenangan Fir„aun dan di sisi lain menunjukan bahwa kaum lemah itu

memperoleh kasih sayang dan anugerah Allah swt. Anugerah Allah itu beraneka

ragam. Ayat di atas merinci empat di antaranya, yaitu a) menjadikan mereka para

pemimpin, b) menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi, c) akan

meneguhkan kedudukan mereka di bumi, dan d) membinasakan kekuasaan

Fir„aun”.42

c. Nabi Harun

Surah Al-A„râf [7]: 150 menjelaskan keadaan Nabi Musa yang marah ketika

menemukan kaumnya menyembah anak lembu, dan di saat yang sama dia juga

41

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 5, h 226. 42

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 10, h.308.

Page 47: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

32

bersedih atas kesesatan mereka padahal dia berpesan kepada Nabi Harun agar

memperhatikan kaumnya dan menasehati mereka. Maksud lafal lemah pada ayat

ini merujuk kepada Nabi Harun, dimana kaumnya telah menganggap lemah

dirinya, berbuat mengancam, bahkan hampi-hampir akan membunuh.43

Lafal yang menunjukan kepada maksud lemahnya orang yang tertindas

adalah ,Orang yang tertindas pada ayat ini adalah Nabi Harun .اسحضؼف

dimana pengikut Nabi Musa yang ditinggal selama beberapa waktu

memperlakukan Nabi Harun dengan sewenang-wenang. Mereka menganggap

lemah kemudian mengancam, dan hampir saja membunuh Nabi Harun. Sehingga

dalam konteks ayat ini, subjek orang yang tertindasnya adalah Nabi Harun.

d. Orang yang Disingkirkan dan Orang yang Diperlemah

Kata ا pada Qs. Saba` [34]: 31-33. “Ayat 31 maksud kata اسحضؼف

ا adalah para pengikut dan yang disingkirkan ke pinggiran اسحضؼف44

, ayat 31

mengandung ucapan kaum musyrikin yang senantiasa konsisten mempertahankan

keyakinan dan tradisi leluhur dan tidak akan beriman kepada Al-Qurˋandan kitab-

kitab yang sebelumnya. Kemudian Huruf (س) Sin pada kata ا istaḏ„ifû اسحضؼف

pada ayat 32 dan 33 dipahami oleh Ibn „Âsyûr berfungsi untuk memberi arti

anggapan, sehingga menurutnya kata tersebut berarti yang dianggap lemah

(walaupun mereka itu tidaklah lemah di sisi Allah). Quraish Shihab

memahaminya dalam arti diperlemah, yakni para pengikut itu tidak diberdayakan

oleh pemimpin-pemimpin mereka, tetapi justru dirongrong dan dianiaya serta

dipinggirkan oleh para penguasa dan pemimpin-pemimpin mereka”45

.

Makna orang yang diperlemah juga dijelaskan dalam Qs. an- Nisā` [4]: 75,

Kata ( سحضؼفان ) al-mustaḏ„afîna pada Qs. an- Nisā` [4]: 75 secara harfiah

berarti orang-orang yang diperlemah, dipahami oleh ulama dalam arti orang-

orang yang dianggap tidak berdaya oleh masyarakat, ketidakberdayaan yang

43

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 5, h 256. 44

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, jilid 11, h.389. 45

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, jilid 11h.391.

Page 48: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

33

telah mencapai batas akhir, sebagaimana dipahami dari penambahan huruf ta dan

sin. Ada juga yang memahami bahwa mereka tidak hanya dianggap tidak berdaya,

tetapi mereka benar-benar tidak diberdayakan46

.

Dalam tafsirnya dijelaskan bahwa ayat ini bertujuan membakar semangat

kaum muslimin untuk tampil berjuang membela kebenaran dan kaum lemah

dengan menggunakan gaya pertanyaan yang mengandung kecaman. Yang di

maksud oleh ayat ini adalah kaum muslim yang dilarang berhijrah ke Madinah

berdasarkan Perjanjian Hudaibiyah, ayat di atas menggarisbawahi kewajiban

berjuang membela orang-orang yang lemah dan tertindas, dari segi redaksi

dijelaskan segala macam manusia yang diberdayakan oleh satu sistem dimanapun

berada. Ayat ini di tutup dengan doa mereka agar dikeluarkan dari negeri yang

zalim atas penganiayaan yang meninggalkan tumpah darah.47

e. Kaum Minoritas dan Tertindas

Dalam tafsirnya dijelaskan bahwa ayat ini mengingatkan kembali orang-

orang yang beriman tentang masa-masa ketika masih menjadi kaum minoritas dan

kaum tertindas, dimana semua musuh mengeksploitasi kelemahan dan mereka

dicekam rasa takut oleh tindakan-tindakan penculikan yang dilakukan musuh-

musuh. Kemudian mereka berhijrah atas perintah Allah ke kota Yasrib yang

selanjutnya menjadi tempat tinggal mereka, mereka menang dengan bantuan dan

dukungan-Nya. Allah memberikan harta rampasan perang yang baik-baik kepada

mereka agar mereka bersyukur atas pemberian itu dan terus berjuang demi

menjunjung tinggi kalimat yang benar.48

Dalam ayat ini lafal yang merujuk kepada kaum tertindas adalah سحضؼف ,ي

dalam tafsirnya dijelaskan bahwa orang-orang yang baru masuk Islam dahulunya

mereka adalah kaum tertindas dan kaum minoritas. Kemudian Allah membantu

mereka untuk membebaskan diri dari ketertindasan.

f. Orang yang Menganiaya Diri Mereka Sendiri

46

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah jilid 2, h.485. 47

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 11, h.485-486. 48

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 6, h. 45.

Page 49: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

34

Dalam tafsirnya dijelaskan bahwa Qs. an- Nisā` [4]: 97 ini merupakan

“kecaman terhadap mereka yang enggan berjihad dan enggan berhijrah sehingga

tidak dapat melaksanakan tuntunan agama, padahal sebenarnya mereka mampu.

Keadaan inilah yang membuat mereka celaka. Maksudnya orang yang tertindas di

bumi (Mekkah) ini tidak mau hijrah bersama Nabi saw, sedangkan mereka

sanggup. Di sini Quraish Shihab menggambarkan bahwa orang yang berbuat

demikian adalah orang yang menganiaya diri mereka sendiri, sebab mereka

mampu untuk berjihad akan tetapi enggan. Ayat ini menggambarkan keadaan

mereka saat kematian”.49

Adapun lafal yang dimaksud disini adalah .يسحضؼف

g. Orang yang memiliki kelemahan fisik dan akal

Dalam tafsirnya M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa orang yang lemah fisik

dan akalnya dijelaskan dalam Qs. an- Nisā` [4]: 98, yaitu “mengecualikan

sekelompok orang-orang yang sangat lemah dari ancaman yang memiliki

kelemahan fisik. Yaitu orang-orang yang sangat lemah dan tertindas baik lelaki

maupun perempuan atau anak-anak yang tidak mampu berhijrah dan tidak

mengetahui jalan keluar yang tepat menghadapi kesulitan dan ancaman”.50

Adapun lafal yang menunjukan kepada kelemahan fisik dan akal yaitu

سحضؼف .ان

h. Wanita Yatim dan Anak-Anak yang Lemah

Sejak awal surah Al-Nisâ [4]: 127 ini telah diuraikan sekian banyak ketentuan

hukum serta kewajiban-kewajiban. Ayat ini dimulai dengan pembicaraan tentang

wanita dan hukum-hukum yang berkaitan dengan mereka, ia dimulai dengan

pertanyaan terkait ketentuan hukum mengenai wanita yang sungguh jauh berbeda

dengan keyakinan mereka sebelum masuk Islam. Mereka minta fatwa yakni

penjelasan hukum yang berkaitan tentang persoalan wanita seperti hak-hak dan

kewajiban-kewajiban mereka.

49

M. Quraish Shihab Tafsir al-Misbah, Jilid 2, h.537-538 50

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 7, h.538

Page 50: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

35

Ayat ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan lafal سحضؼف adalah ان

para perempuan yatim dan orang yang amat lemah dari anak-anak. Allah memberi

fatwa bahwa hakikatnya cukup bagi orang-orang (yang baru masuk) Islam untuk

bersikap baik terhadap wanita dan melarang untuk berbuat aniaya atau

mengabaikan apa yang difatwakan Allah.51

Dari penjelasan tiga kitab di atas, dapat disimpulkan bahwa penafsiran kaum

tertindas dalam karya tafsir dimaknai dengan lebih dari satu makna. Al- Ṯabari

memberikan definisi terhadap kaum tertindas, yakni segolongan penduduk yang

diperlakukan sewenang-wenang dan rendah oleh pemimpin (penindas) karena

ketidakberdayaan untuk melawan, dan akhirnya mereka terpinggirkan. Kemudian

Sayyid Quṯb memberikan penjelasan bahwa kaum tertindas adalah orang yang

dipermainkan oleh diktator di mana mereka tidak sanggup melakukan apa-apa,

mereka adalah orang-orang yang mendapatkan ujian dan cobaan yang berat.

Orang tertindas ini berasal dari kalangan anak-anak yang masih kecil dan kaum

perempuan, yang keberadaannya tidak diharapkan. Quraish Shihab menjelaskan

bahwa kaum tertindas yaitu masyarakat yang dianggap hina dan lemah serta

keadaanya tertindas di bumi sehingga mereka tersingkirkan dan dianggap lemah.

Berdasarkan pembahasan di atas mengenai penafsiran Al- Ṯabari, Sayyid

Quṯb, Quraish Shihab mengenai lafal kaum tertindas, penulis berpendapat bahwa

konteks sosio-historis dan target subjek suatu ayat memberikan pengaruh yang

cukup besar kepada para mufasir di dalam memahami teks tentang lafal ini. Para

mufasir memberikan ulasan yang bervariasi mengenai satu lafal ini, yang

kemudian menjadikan tafsirnya kaya akan penjelasan, yang di dalamnya terdapat

kesamaan tafsir atau bahkan berbeda di dalam menggunakan kata untuk

menjelaskan lafaz mengenai kaum lemah/ tertindas ini. Di bab IV yang akan

datang, penulis akan sajikan bagaimana Farid Esack menjelaskan mengenai kaum

tertindas dan sumbangsih pemikiran apa yang ditawarkan Esack di dalam

memahami/ menafsirkan sebuah ayat.

51

M. Quraish Shihab Tafsir al-Misbah, Jilid 2, h. 577.

Page 51: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

36

BAB III

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN FARID ESACK

Pada bab ini akan dipaparkan berbagai hal mengenai Farid Esack, mulai dari

riwayat hidup dan pendidikan, karya dan pemikirannya, serta latar belakang dan

sosio kultural Farid Esack. Akan disajikan pula perihal kegiatan Esack saat ini.

Hal ini menjadi sangat penting dibahas, untuk memudahkan upaya analisis

terhadap pemikirannya dan akan membantu memahami konteks gerakan dan

pemikirannya serta menunjukan bahwa sampai saat ini Esack masih produktif

melakukan kegiatan-kegiatan dalam bidang akademik.

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan Farid Esack

Farid Esack dilahirkan pada tahun 1959 di sebuah perkampungan kumuh lagi

miskin tepatnya di Cape Town, Wynberg, Afrika Selatan. Ia hidup dengan

seorang Ibu yang ditinggal suaminya bersama enam orang anak di Wynberg.

Ayahnya yakni suami sang Ibu meninggalkan keluarganya. Ibunya berperan

sebagai single parent yang mempunyai peran ganda tidak hanya sebagai sosok ibu

tetapi juga sebagai pencari nafkah buruh kecil untuk memerankan posisi Ayah

sebagai pencari nafkah. Kondisi inilah yang mengharuskan Farid Esack bersama

saudara kandung dan saudara seibu hidup terlunta-lunta di Bonteheuwel, kawasan

pekerja miskin untuk orang hitam dan kulit berwarna1.

Esack kecil dibesarkan di Bonteheuwel, Cape Flats yang merupakan sebuah

kota paling tandus di Afrika Selatan untuk masyarakat kulit hitam, keturunan

India, dan kulit berwarna. Keluarganya dipaksa pindah ke kota tersebut oleh

pemerintah melalui Akta Wilayah Kelompok (Group Areas Act). Ketika masih

usia tiga minggu, ayahnya meninggalkan keluarganya yang terdiri dari ibu dan

lima saudaranya. Sepeninggal ayahnya, keluarga Esack hidup dalam kemiskinan

yang digambarkan olehnya dengan sebuah kisah memilukan. Ketika pulang

sekolah, Esack bersama kakaknya berkeliling mengetuk pintu tetangga rumah

1Sudarman, “Pemikiran Farid Esack tentang Hermeneutika Pembebasan Al-Qurˋân”,

Jurnal Al-Adyan. Vol. X. No.1, 2015, h.85.

Page 52: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

37

untuk meminta sepotong roti atau mengaduk-aduk tempat sampah demi mencari

sisa buah-buahan atau makanan lainnya2.

Kemelaratan yang dialami Esack hanyalah salah satu wujud apartheid Afrika

Selatan. Pada 1980-an orang kulit putih yang jumlahnya hanya seperenam total

populasi, memperoleh hampir dua pertiga pendapatan nasional, sementara orang

kulit hitam yang jumlahnya hampir tiga perempat total populasi hanya mendapat

seperempatnya. Jutaan penganggur tidur di mana saja, mereka tidur dengan perut

kosong, bangun tanpa ada yang dapat dimakan. Esok hari pergi mencari kerja

kembali, jika tak mendapatkannya, mereka pun kembali dengan tangan hampa.

Inilah kondisi Afrika Selatan saat Esack tumbuh.3

Di dua kota, yakni Wynberg dan Bonteheuwel, Farid Esack bertetangga

dengan umat Kristen. Bahkan di sekolah pun ia dididik berdasarkan pendidikan

nasional Kristen, yang menurutnya merupakan sebuah ideologi konservatif

dengan tujuan membentuk warga apartheid yang patuh dan takut kepada Tuhan. Ia

menuturkan bahwa masyarakat Afrika Selatan adalah masyarakat dengan multi

agama. Ada kelompok masyarakat asli yang nyaris punah seperti Khoikhoi,

Nguni, San, dan kelompok lainnya yang diketahui memeluk berbagai kepercayaan

dan melakukan praktik keagamaan. Kelompok agama selain itu adalah Yahudi,

Baha’i, dan tentunya agama yang dianut olehnya yakni Islam.4

Ketika kesulitan hidup semakin mendera, keluarga Esack sangat bergantung

kepada para tetangga Kristen tersebut yang selalu rutin memberi makan seadanya.

Esack secara khusus juga tidak pernah melupakan jasa Tuan Frank, seorang

Yahudi yang sering memperpanjang batas pengembalian pinjaman barang dan

uang untuk waktu yang tak terbatas. Hubungan sosial yang begitu harmonis yang

bahkan mengatasi sekat agama itulah yang mendorong Esack lebih supel dalam

bergaul. Selanjutnya, ketika Esack merintis perjuangan anti apartheid, Esack tidak

2Farid Esack, Qur’an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, (Oxford: Oneworld, 1997), h.2, bandingkan dengan Farid Esack,

Membebaskan yang Tertindas Al-Qurˋân, Liberalisme, Pluralisme (Bandung: Mizan, 2002, h.24. 3Farid Esack, Qur’an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.2 4Adi Fadilah, “Epistemologi Al-Qurˋân Kontemporer: Analisis Komparatif Farid Esack

dan Zianuddin Sardar”, skripsi (S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2015,

h. 17

Page 53: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

38

lagi mempersoalkan prasangka-prasangka sempit, karena problem klaim

kebenaran dan klaim keselamatan (claim of truth and salvation) di benaknya telah

usai5.

Ketika masih kecil, ia sudah menjadi sekretaris masyarakat yang bertugas

mengatur masjid dan sebagai guru madrasah. Di tengah keterhimpitan hidup,

Farid Esack tetap rajin bersekolah mesti tanpa alas kaki dan buku-buku yang

memadai. Di tengah kesulitan yang mendera hebat, Esack mampu menyelesaikan

pendidikan dasar dan menengahnya di Bonteheuwel Afrika Selatan, saat itu dia

memperoleh pendidikan berdasarkan pendidikan nasional Kristen. Selama tahun

1973-1981 dia menghabiskan waktunya untuk mengikuti scholarship di Pakistan,

sambil mengajar di St. Pattrich High School, Karachi. Pada tahun yang sama dia

belajar pendidikan teologi di Jamia Arabia Islamia, Jamia Alima, Jamia Abu Bakr

Karachi Pakistan, sampai kemudian mendapat gelar sebagai teolog Islam dari

tempat yang sama6.

Ia kemudian melanjutkan studinya di University of Brimingham Inggris

untuk mendapat gelar Ph.D-nya dalam bidang tafsir Al-Qurˋân pada tahun 1996,

selama setahun antara 1994-1995 menjadi peneliti dalam bidang Biblical

Hermeneutics di Philosophische Theologische Hochschule, Sank Georgen,

Frankfurt, Jerman. Sepulang dari Eropa Esack pernah tercatat sebagai associate

professor dalam studi Islam di University of Western Cape, Afrika Selatan.

Kemudian antara tahun 1984-1989 ia di tunjuk sebagai koordinator Nasional

sebuah gerakan yang bernama Call of Islam, kemudian The United Democratic

Front, The Organisation of people Againts Sexim dan The Cape Againts Racism.7

Di Afrika Selatan, Esack bersama beberapa temannya semasa di Pakistan

yaitu Ebrahim Rosool membentuk organisasi politik keagamaan The Call of Islam

dan ia menjadi koordinator nasionalnya. Melalui organisasi ini, Esack

berkeinginan dan berjuang keras untuk menemukan formulasi Islam khas Afrika,

5Farid Esack, Qur’an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.3. 6Ahmala Arifin, Tafsir Pembebasan: Metode Interpretasi Progresif ala Farid Esack

(Yogyakarta: Aura Pustaka, 2011) h.23 7 Farid Esack, On Being a Muslim (Oxford: Oneworld, 1999), h. xiv.

Page 54: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

39

berdasarkan pengalaman penindasan dan upaya pembebasan yang disebutnya

sebagai a search for an outside model of Islam8.

Esack adalah sosok yang religius ketika kecil dan peduli terhadap penderitaan

yang dialami orang-orang di sekitarnya. Dia percaya bahwa Tuhan itu adil dan

berpihak kepada kaum tertindas. Akhirnya ketika ia berumur 9 tahun, ia terdorong

untuk bergabung dengan Jamaah Tabligh (sebuah gerakan kebangkitan Muslim

internasional). Ia percaya terhadap firman Allah (Qs. Muḥammad [47]: 7) “Jika

kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan

kedudukanmu”. Dengan demikian menurutnya berarti bahwa saya harus ikut andil

dalam memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan, dan jika saya menginginkan

bantuan Tuhan di sini maka saya harus menolong Dia (agama).9

Batin Esack senantiasa tersentuh melihat kapasitas manusia yang seolah-olah

tidak habis-habisnya menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lain mulai dari

agama, ras, jenis kelamin. Ibunya bekerja di pabrik dengan gaji yang amat kecil,

dia berangkat pagi buta ketika hari masih gelap dan pulang ketika hari telah gelap

pula. Masa kecil Esack, ia jalani sebagai korban apartheid dan kemiskinan.

Menyaksikan ibunya terbenam di bawah eksploitasi ekonomi dan patriarkhi cukup

membentuk komitmen kekal dalam diri Esack akan rasa keadilan.10

Dalam bukunya dipaparkan bahwa Esack pernah ditahan oleh Pasukan

Khusus yang kemudian dikenal sebagai polisi keamanan. Hal itu lantaran ia aktif

di Aksi Pemuda Nasional (NYA) dan Asosiasi Cedekiawan Kulit Hitam Afrika

Selatan (SABSA), organisasi ini sebelum dilarang tahun 1973 bermarkas di

gedung Christian Institute. Kedua organisasi ini menuntut perubahan sosial-

politik, di sanalah mereka menikmati keramahan dan solidaritas dari

pemimpinnya, Pendeta Theo Kotze dan para stafnya menawarkan fasilitas

8Iswahyudi, “Dari Pewahyuan Progressif Menuju Tafsir Pembebasan Telaah Atas

Hermeneutika Al-Qurˋân Farid Esack”, Jurnal Al-Tahrir, Vol.11. No.1. 2011, h. 145. Lihat juga

Sudarman, “Pemikiran Farid Esack tentang Hermeneutika Pembebasan Al-Qurˋân”, Jurnal Al-

Adyan. Vol. X. No.1, 2015, h.88. 9Farid Esack, Qur’an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.3. 10

Farid Esack, Qur’an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.2

Page 55: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

40

beribadah bagi para Muslim dan datang mengunjungi Esack beserta keluarga

setelah ia di lepas dari tahanan.11

B. Karya dan Pemikiran Farid Esack

Farid Esack adalah pemikir muda Islam yang menyandang gelar doktor

bidang tafsir al-Quran, staf pengajar di Universitas Western Cape, Afrika Selatan

dan tokoh senior dalam World Conference on Religion and Peace. Ia juga

merupakan guru besar dalam kajian etika, agama dan masyarakat di Xavier

University, Cincinnati, Amerika Serikat. Farid Esack adalah salah satu figur

sentral menggulirkan rezim apartheid di Afrika Selatan, semangat perjuangannya

terinspirasi dari semangat perjuangan Nabi Muhammad melawan segala bentuk

rasialisme, tirani, ketidakadilan dan kapitalisme kaum Quraisy yang

didokumentasikan dalam Al-Qurˋân.12

Sebagai seorang intelektual dan seorang aktivis cemerlang, Farid cukup

produktif dalam menulis banyak buku dan artikel ilmiah. Beberapa diantaranya

yaitu But Musa Went To Fir’aun!: A Compilation of Questions and Answers about

The Role of Muslims in the South African Struggle for Liberation, Qur’an

Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity

against Oppression, On Being A Muslim: Finding a Religious Path in the world

Today, dan yang lainnya.13

Adapun tulisan-tulisan Farid Esack yang ada dalam homepage-nya antara

lain14

:

1. “Muslim Engaging The Other and Humanum”.

2. “The Unfinished Business of Our Liberation Struggle”.

3. “How Liberated Is Christian Liberation Theolog”.

11

Farid Esack, Qur’an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.4 12

M. Abduh Wahid, “Tafsir Liberatif Farid Esack”, Jurnal Tafsere, Vol. 4, No. 2, 2016,

h.149. 13

Sudarman, “Pemikiran Farid Esack tentang Hermeneutika Pembebasan Al-Qurˋân”,

Jurnal Al-Adyan. Vol. X. No.1, 2015, h.91. 14

Miftahul Arif, “Metode Tafsir Kontemporer (Studi Analisis terhadap Metode Tafsir

Tafsir Progressif Farid Esack), skripsi (S1 Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo), 2010, h.50.

Page 56: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

41

4. “Religio Cultural Diversity: For what ang With Whom? Muslim

Reflections from a Post Apartheid South Africa in the Throes of

Globalization”.

5. “Why Clebrate Women’s Day?”.

6. “The Liberation Struggle in South Africa: The Bases of Our Hope, 1988”.

Pemikiran dan karya-karya Farid Esack selain dipublikasikan dalam bentuk

buku, juga tertuang dalam bentuk artikel dan makalah lepas oleh beberapa media

cetak, nasional maupun internasional. Sejumlah pemikiran Farid Esack yang

berbentuk artikel dan dipublikasikan dalam jurnal atau yang di himpun dalam

sebuah buku antara lain: “Muslim in South Africa: The Quest for Justice”, dalam

jurnal of Islam and Christian-Muslim Relation, Vol.2 No.2 (1987),

“Contemporary Religius Thought in South Africa and Emergence of Qur’anic

Hermeneutical Nation”, dalam jurnal of Islam and Christian-Muslim Relation,

Vol.5 No.2 (1991),

Kemudian Qur’anic Hermeneutic: Problem and Prospect”, dalam The Muslim

World Vol.83 No.2 (1993), “The Exodus Paradigm in The Light of

Reinterpretative Islamic Thought in South Africa”, dalam Islamochristiana

Vol.17 (1999), “From the Darkness of Oppression into the Wildness of

Uncertainly”, dalam David Dorward, South Africa- The Way Forward? (Victoria:

Africa Research Institute, 1990), “Spektrum Teeologi Progressif Afrika Selatan”,

dalam Tore Lindholm dan KarlVogt (ed), Dekonstruksi Syari’ah (Iii): Kritik

Konsep dan Penjajahan Lain, terj: Farid Wajdi (Yogyakarta: LkiS, 1996)15

.

Farid Esack terlibat dan aktif dengan kegiatan-kegiatan sosial keagamaan di

Afrika Selatan, kekejaman rezim apartheid yang rasis terhadap bangsa non-kulit

putih telah membuatnya semakin yakin dengan gerakan kemanusiaan yang

mengedepankan keadilan dan perdamaian dengan semangat solidaritas antar

agama. Untuk itu antara tahun 1984-1989, ia ditunjuk sebagai koordinator

nasional gerakan Call of Islam, The United Democratic Front, The Organisation

of People Againts Sexim dan The Cape Againts Racism. Hasilnya ia menjadi

15

Ahmad Zainal Abidin, “Epistemologi Tafsir Al-Qurˋân Farid Esack”, Jurnal Teologia,

Vol.24, No.1, 2013, h. 6-7.

Page 57: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

42

salah satu figure sentral aktivis muslim yang bergerak untuk memperjuangkan

kebebasan bagi bangsanya, terlepas dari latar belakang agama, budaya, dan ras

menuju sebuah bangsa Afrika Selatan yang baru. Bahkan pada awal tahun 1997 ia

di tunjuk sebagai Ketua Komisi untuk Kesetaraan Gender16

.

Setelah figure publiknya semakin nyata, Farid Esack sering diminta menjadi

anggota dewan kehormatan berbagai lembaga seperti The Community

Development Resource Association, The AIDS Treatment Action Campaign,

National Public Radio, dan The Muslim Peace Fellowship. Persahabatannya

dengan beberapa tokoh pemikir Kristen dan Katolik membuat pemikiran Farid

Esack sangat dekat dengan pluralism dan hubungan antar agama. Ia juga

merupakan orang yang cukup berperan dalam World Conference on Religion and

Peace17

.

Dalam konteks kebangsaan, Farid Esack selalu menegaskan perlunya sebuah

upaya bersama yang sifatnya melintas antar agama, antar etnis, dan antar

kelompok untuk sama-sama melawan penindasan, kezaliman, kesewenang-

wenangan, dan kejahatan kemanusiaan. Pertautan erat antara teks Al-Qurˋân

dengan realitas menjadi spektrum yang memicu Farid Esack memikirkan kembali

teks-teks Al-Qurˋân yang dikontekstualisasikan dengan realitas Afrika Selatan

dalam perjuangannya membebaskan kaum yang tertindas akibat rezim apartheid.18

Ada empat tujuan yang hendak dicapai oleh Farid Esack, pertama ingin

memperlihatkan bahwa adalah mungkin untuk hidup dalam keimanan terhadap

Al-Qurˋân sekaligus dalam konteks kekinian bersama orang-orang yang berbeda

agama, bekerja bersama mereka untuk membentuk masyarakat yang lebih

manusiawi. Kedua mengedepankan gagasan hermeneutika Al-Qurˋân sebagai

suatu sumbangsih bagi pengembangan pluralisme teologi dalam Islam. Ketiga

mengkaji ulang cara Al-Qurˋân mendefinisikan golongan kita dan golongan lain

(yang beriman dan yang tidak beriman) untuk dapat memberi ruang bagi

16

M. Abduh Wahid, “Tafsir Liberatif Farid Esack”, h. 154. 17

Lukman S Thahir, “Islam Ideologi Kaum Tertindas: Counter Hegemony Kaum

Marginal dan Mustad’afīn”, Jurnal Hunafa, Vol.6, No.1, 2009, h. 26. 18

Iswahyudi, “Hermeneutika Praksis Liberatif Farid Esack”, Jurnal Religio: Jurnal Studi

Agama-agama, Vol. 2, No.2, 2012, h. 142.

Page 58: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

43

kebenaran dan keadilan orang lain dalam teologi pluralisme demi pembebasan.

Keempat menggali hubungan antara eksklusivisme keagamaan dan sebentuk

konservatisme politik (yang mendukung apartheid) di satu sisi, dan inkluvisme

keagamaan dan sebentuk politik progresif (yang mendukung pembebasan) di sisi

lain, dan untuk memberikan alasan-alasan Qurani bagi yang terakhir.19

Terkait proses penerimaan wahyu Tuhan oleh Nabi Muḥammad, Farid Esack

sependapat dengan pendapat umum bahwa Al-Qurˋân diwahyukan Allah kepada

Nabi Muḥammad melalui Jibril, dengan merujuk kata tanzīl sebagai kata yang

juga digunakan Al-Qurˋân untuk mengungkapkan proses pewahyuan (Qs. al-Isrā’

[17]: 105), dan kenyataan bahwa Al-Qurˋân telah berupa mushaf suci umat Islam,

Farid Esack menggambarkan seperti sebuah surat yang datang dari Tuhan, ditulis

oleh Tuhan dan Nabi Muḥammad hanyalah pembacanya20

. Pandangan Farid

Esack terhadap penafsiran Al-Qurˋân sangat terkait dengan pandangannya bahwa

setiap produk penafsiran tidak akan pernah lepas dari subyektif penafsirnya. Dia

berasumsi bahwa setiap orang mendatangi teks dengan persoalan dan kesan

sendiri, dan tidak mungkin untuk menuntut penafsir lepas sepenuhnya dari

subyektifitas dirinya dan menafsirkan suatu tanpa di pengaruhi pemahaman awal

yang berada dalam benaknya.21

Al-Qurˋân sebagai subject of interpretation adalah kontekstual dan harus

dikontekstualisasikan. Menurutnya umat Islam tidak seharusnya terkungkung oleh

hasil penafsiran para mufassir masa lalu yang merupakan produk historis

(mungkin sudah tidak sesuai lagi dengan konteks kekinian)22

. Untuk itu, Esack

mencoba membuat sebuah rumusan hermeneutika yang disebutnya dengan istilah

“hermeneutika pembebasan”. Hermeneutika ini ingin menempatkan posisi sentral

penafsiran pada prior text dan respon terhadap konteks tanggapan audiens, serta

menekankan arti penting relevansi teks dalam konteks kontemporer. Hal penting

yang ingin dicapai Farid Esack adalah menemukan kembali “makna baru”

19

Farid Esack, Qur’ân, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.14. 20

Farid Esack, “Contemporary Religious Thought in South Africa and the Emergence of

Qur’anic Hermeneutical Notion”, dalam I.C.M.R, 2, 1991, H.207. 21

Farid Esack, “Qur’anic Hermeneutics: Problem and Prospect”, The Muslim World, Vol.

LXXXIII, no.2, 1993, h.51. 22

Farid Esack, “Qur’anic Hermeneutics: Problem and Prospect”, h.55.

Page 59: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

44

hermeneutika dalam konteks partikular sosial-politiknya sesuai dengan kebutuhan

konteks Afrika Selatan.23

C. Latar Belakang dan Sosio-Kultural Farid Esack

Farid Esack lahir dan tumbuh di Afrika Selatan, tempat ia lahir dan

dibesarkan merupakan wilayah di mana pluralitas tumbuh dan berkembang. Sejak

kecil, Farid Esack sudah bersentuhan dengan tetangga-tetangganya yang Kristen,

baik di sekolah maupun di rumah. Di sekolah dia berteman dengan seorang

Yahudi bernama Frank, dan Tahirah seorang perempuan Baha’i. Di wilayah

Wynberg dan Bounteheuwel kelompok-kelompok suku asli Khoikhoin, Nguni,

San, dan lainnya dikenal dengan kepercayaan yang berbeda-beda, disamping

penduduk asli muslim dan pendatang baru dari Indonesia pada pertengahan abad

ke-17, ada juga pendatang agama Yahudi dan Hindu yang masuk pada

pertengahan kedua abad ke-19 serta orang-orang dari Eropa Timur pada awal abad

ke-20.24

Sejak dahulu kala, masyarakat Afrika Selatan adalah masyarakat multiagama,

namun demikian hubungan sosial yang mereka bangun begitu harmonis bahkan

mengatasi sekat agama itu. Di antara pengalaman yang sempat di alami Farid

Esack menunjukan kehidupan harmonis di antara mereka. Para tetangganya yang

beragama Kristen secara rutin memberi makan ala kadarnya ketika ia dan

keluarganya mengalami kesulitan hidup yang parah, Tuan Frank (berdarah

Yahudi) yang memberikan perpanjangan waktu pembayaran pinjaman yang

seolah tanpa akhir, dan para tetangga lainnya. Inilah kenyataan penderitaan

menjadi terpikulkan berkat solidaritas antara iman, agama memainkan peranan

penting di antara seluruh kelas masyarakat Afrika Selatan.25

Suatu kenyataan pahit yang dialami keluarganya itu menjadi salah satu

inspirasi penting dalam perkembangan Farid Esack yang kemudian meyakini

bahwa berteologi bukan berarti mengurusi “urusan” Tuhan semata : surga, neraka,

23

Farid Esack, “Qur’anic Hermeneutics: Problem and Prospect”, h.163 24

M. Abduh Wahid, “Tafsir Liberatif Farid Esack”, Jurnal Tafsere, Vol. 4, No. 2, 2016,

h.151. 25

Farid Esack, Qur’an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.3.

Page 60: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

45

dan lain-lain. Bagi Farid Esack, teologi yang terlalu mengurusi urusan Tuhan,

sementara urusan Tuhan adalah zat yang tidak perlu diurus dan dibela adalah

teologi mubazir yang terlalu banyak menyedot energi ummat. Farid Esack

meyakini bahwa teologi harus dipraksiskan, bukannya digenggam erat-erat untuk

tujuan kesalehan personal (individual piety). Dengan mendekati dan mengasihani

makhluk-Nya maka kita telah sama saja dengan mengabdi kepada Tuhan.26

Penderitaan hidup yang dialami keluarga Farid Esack adalah gambaran mikro

dari derita rakyat Afrika Selatan akibat perlakuan diskriminatif rezim apartheid.

Banyak orang kulit hitam menjadi budak, sementara kulit putih menguasai sektor

publik dan kelas menengah. Perlakuan istimewa terhadap orang kulit hitam

tersebut ditambah lagi dengan dua kebijakan rezim apartheid yang makin

menyingkirkan orang kulit hitam yang mayoritas dari akses-akses ekonomi dan

politik serta hukum.27

Dua kebijakan tersebut adalah pemberlakuan sistem trikameralisme yang

menempatkan kulit putih sebagai penentu kebijakan. Trikameralisme adalah

sebuah produk konstitusi yang dibuat Dewan Kepresidenan rezim apartheid yang

membagi tiga parlemen berdasarkan warna kulit warga Afrika Selatan (putih,

berwarna, dan hitam). Ketiga majelis ini mengatur urusan mereka sendiri, setiap

ada perbedaan dan pertentangan pendapat di antara tiga majelis ini, diselesaikan

oleh dewan kepresidenan dengan komposisi yang timpang 4: 2: 1. Kebijakan

lainnya adalah penerapan akta wilayah yang mebuat orang kulit hitam tergusur

dan terpinggirkan di daerah-daerah paling tandus di Afrika selatan, mereka

akhirnya menjadi pengemis di kampungnya sendiri. Inilah realitas yang

menggelikan sekaligus mengerikan yang terjadi ketika rezim apartheid masih

berkuasa di Afrika Selatan.28

Gambaran kehidupan menyedihkan seperti itu justru berjalan lancar dengan

peran serta kaum akomodasionis sebagaimana Esack menyebut Muslim ataupun

26

M. Abduh Wahid, “Tafsir Liberatif Farid Esack”, h.152 27

Sudarman, “Pemikiran Farid Esack tentang Hermeneutika Pembebasan Al-Qurˋân”,

h.92. 28

Farid Esack, Qur’an, liberation and Pruralism: An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h. 36-47.

Page 61: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

46

Kristiani fundamental. Meskipun pada dasarnya mereka menolak penindasan

kolonial, namun mereka tidak lantas melakukan aksi frontal melawan rezim

penjajah. Justru semakin melanggengkan sistem apartheid dengan menikmati

status quo, dikotomi kesukuan dan keagamaan yang sayangnya mereka sadari

sebagai eksklusivisme. Kemudian pelajar-pelajar dari berbagai etnis di cekoki

doktrin untuk patuh pada pemerintah sebagai representasi Tuhan. Sistem

pendidikan yang bertujuan membungkam rakyat untuk tidak melawan pemerintah.

Saat itu lembaga pendidikan sangat terbatas, karena izin pendirian lembaga di

berikan hanya untuk lembaga pendidikan Kristen. Jadi, semasa kecilnya Farid

bersekolah di sekolah Kristen dan di berikan pengetahuan dogmatik untuk

membenarkan status quo yang kompleks tersebut.29

Kemudian, budaya partiarki di Afrika Selatan menempatkan perempuan pada

posisi subordinat. Kasus pemerkosaan atas ibunya misalnya tidak mendapatkan

perlindungan dan advokasi serius, lebih dari itu kelompok keagamaan tertentu

memperlakukan perempuan secara tidak adil dan semena-mena. Atas nama

agama, mereka menempatkan perempuan pada wilayah domestik dan selalu

disalahkan.30

Pengalaman eksistensial sewaktu kecil banyak berhutang budi

kepada tetangga Kristen dan Yahudi, membuatnya sadar bahwa persaudaraan

universal lintas agama dapat digalang untuk membebaskan kaum yang tertindas.

Konteks Afrika Selatan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap

pola pikir dan kehidupan Farid. Hal ini bisa di maklumi karena dalam sejarahnya,

Afrika Selatan pernah mengalami nestapa ang sangat dalam. Peristiwa ini berawal

dari kemenangan Partai Nasional di pesta pemilu yang akhirnya harus di kuasai

oleh segelintir minoritas kulit putih31

.

Sejak saat itulah Afrika Selatan mulai menorehkan sejarah hitam yang

kemudian berlangsung selama kurang lebih 41 tahun, dari tahun 1948 sampai

tahun 1989. Selama kurun waktu tersebut, Negara Afrika Selatan merupakan satu-

29

Miftahul Arif, “Metode Tafsir Kontemporer (Studi Analisis terhadap Metode Tafsir

Tafsir Progressif Farid Esack, h.43-44. 30

Iswahyudi, “Hermeneutika Praksis Liberatif Farid Esack”. h. 147. 31

Leornard Thomson dan Andrew Prior, South African Politics (New York: The Vail-

Ballov Press, 1982), h.108.

Page 62: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

47

satunya negara yang menerapkan praktik hegemoni atas dasar ras dalam bidang

sosial dan politik secara formal. Pemerintah status quo memberlakukan sistem

ideologi apartheid yang kaku dan sistematis. Penerapan ideologi ini memiliki

konsekuensi langsung bukan hanya pada level politik, tetapi juga memasuki

wilayh publik lainnya, sosial, ekonomi, dan budaya32

.

Kebijakan ini ditopang oleh sistem politik yang dikenal dengan

“Trikamelarism”: sebuah sitem tiga majelis di tingkat parlemen yang terdiri dari

kelompok kulit putih, kelompok kulit hitam, dan kelompok kulit berwarna.

Dengan sistem ini, minoritas kulit putih menempatkan dirinya sebagai kaum

aristokrat dalam arena politik praktis. Sedemikian rupa, sejak tahun 1948,

pemerintah Afrika Selatan secara resmi menggunakan apartheid sebagai kebijakan

Negara33

.

Kebijakan apartheid secara langsung menerapkan segregasi rasial yang

kejam. Agar kebijakan ini bisa berjalan baik dan sistematis, pihak pemerintah

memecah kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan di Afrika Selatan ke

dalam tiga klasifikasi berdasarkan wilayah etnik: (1) kelompok komunitas

(Afrikaneer, Malay, Xhosa), (2) kelompok kasta (kulit putih, berwarna, orang

Asia, dan orang Afrika) dan (3) kelompok nasionalis yang tersebar di semua kasta

dan komunitas. Ketika hampir seluruh ruang publik di kuasai oleh minoritas kulit

putih, orang kulit hitam sebagai warga negara asli Afrika Selatan tidak memiliki

hak-hak kewarganegaraan penuh seperti aristokrat kulit putih34

.

Saat ini Afrika Selatan dikenal sebagai negara demokrasi.35

Pada masa dulu,

pemerintahan negara ini dikecam karena politik “apartheidnya” tetapi sekarang,

Afrika Selatan adalah sebuah negara demokratis dengan penduduk kulit putih

terbesar di benua Afrika. Afrika Selatan juga merupakan negara dengan berbagai

32

John Sharp, “Non-Racialism and Its Discontentets: a Post-apartheid Paradox”, dalam

International Social Sciences Journal, 1998, h.243. 33

Christian P. Pothholm, Four African Political System (New Jersey: Preinticehall, 1970),

h.96. 34

Leornard Thomson dan Andrew Prior, South African Politics (New York: The Vail-

Ballov Press, 1982), h.149 35

https://googleweblight.com/i?u=https://m.liputan6.com/tag/afrika-selatan&hl=id-ID

diakses pada kamis, 07 juni 2018.

Page 63: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

48

macam bangsa dan mempunyai 11 bahasa resmi. Negara ini juga terkenal sebagai

produsen, berlian, emas, dan platinum yang utama di dunia.36

D. Farid Esack Saat ini

Menurut Fahruddin Faiz Farid Esack lebih suka dipanggil dengan sebutan

aktivis dibandingkan pemikir, meskipun karya-karyanya banyak. Hari-hari ini

kesibukannya berkutat pada dunia akademik. Esack di undang keseluruh dunia

untuk ceramah, diskusi, seminar, dan lain sebagainya.37

Saat ini, waktunya banyak

dihabiskan untuk mengajar berbagai mata kuliah (wacana) yang bertalian dengan

masalah keislaman dan Muslim di Afrika Selatan, teologi Islam, politik

environmentalisme dan keadilan gender di sejumlah universitas di berbagai

penjuru dunia, termasuk di antaranya Amsterdam, Cambridge, Oxford, Harvard,

Temple, Cairo, Moscow, Karachi, Birmingham, Makerere (Kampala) Cape Tow,

Jakarta38

.

Baru-baru ini Farid Esack menjadi pembicara kuliah umum di University of

British pada department of educational studies tanggal 3 juli hingga 20 juli 2018

yang berjudul A contemporary Global Muslim Engagement with Theology and

social Transformation.39

Aktivitas Farid Esack sangatlah padat. Ia tak pernah

membuang waktunya secara cuma-cuma kecuali untuk mengajar secara aktif di

University of Western Cape serta menulis karya-karya ilmiah dan menghadiri

seminar-seminar di dalam maupun luar negeri.40

36

https://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan diakses pada senin, 3 september 2018. 37

Ceramah Fahruddin Faiz melalui youtube https://youtu.be/woRO8Ur6AiU diakses pada

tanggal 28 agustus 2018 38

Farid Esack, http://www.homepagefaridesack.com diakses pada tanggal 06 juli 2018. 39

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&crt=j&rnl=http://edst-

educ.sites.olt.ubc.ca/files/2018/03/2018-Noted-Scholar-Farid-Esack-

CourseOutline.pdf&ved=2ahUKEwiF15SfvqfdAhUIR48KHflKBdoQFjAGegQIBBAB&usg=Ao

Vvaw01tWq9WQZjQknLvLIZJXf3 diakses pada tanggal 06 agustus 2018. 40

Islamlib.com/tokoh/farid-esack-dan-hermeneutika-pembebasan-al-quran/ diakses pada

senin 28 mei 2018.

Page 64: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

49

BAB IV

KAUM TERTINDAS PERSPEKTIF FARID ESACK

Setelah dibahas pada bab dua mengenai terminologi kaum tertindas dalam

karya tafsir, di mana dalam hal ini tiga mufasir yaitu Al-Ṯabari, Sayyid Quṯb,

Quraish Shihab menafsirkan ayat-ayat kaum tertindas dengan dipengaruhi oleh

konteks maksud ayat, pada bab ini akan dijelaskan pandangan Farid Esack sebagai

doktor di bidang tafsir al-Qurˋân menjelaskan mengenai terminologi/ penggunaan

lafal yang diungkapkan al-Qurˋân untuk menunjukan kaum tertindas. Akan

dijelaskan pula mengenai tafsir liberatif Farid Esack sebagai solusi metodologis

dan akan dibahas juga solusi praktis yang ditawarkan Esack sebagai jalan keluar

untuk menghapuskan dan membebaskan penindasan terhadap kaum tertindas yang

terjadi di Afrika Selatan.

A. Terminologi Kaum Tertindas Menurut Farid Esack

Orang yang tertindas adalah orang yang dianggap lemah dan tidak berarti serta

diperlakukan secara arogan. Mustaḏ„afûn ialah mereka yang berada pada status

sosial inferior, tersisih, atau tertindas. Al-Qurˋân juga menurut Farid Esack

memakai beberapa istilah lain ketika menunjuk kelas sosial yang rendah dan

miskin. Dalam menunjukan terminologi kaum tertindas, Farid Esack

mengungkapkannya dalam beberapa kata, yaitu: mustaḏ„afûn (orang-orang

lemah), arâdzîl (orang-orang tersisih) fuqarâˋ (orang-orang faqir), dan masâkîn

(orang-orang miskin).1

Bentuk penindasan yang dimaksud Farid Esack ialah ketika suatu kaum atau

golongan yang mendapat diskriminasi melibatkan suatu hal atau beberapa hal:

seperti sosial, ekonomi, ras, budaya, etnik, dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh

suatu kepentingan yang memonopoli seseorang atau golongan lain, yang

kemudian dalam permasalahan ini munculah penindasan yang disebabkan oleh

hadirnya kaum penindas dan kaum tertindas yang hakikatnya tidak diuntungkan

oleh kejadian seperti ini.

1Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression (Oxford: Oneworld: 1997), h.98.

Page 65: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

50

Berbicara mengenai kaum tertindas, dalam hal ini Esack memberikan

penjelasan mengenai terminologi kaum tertindas. Adapun penjelasannya adalah:

1. Mustaḏ„afûn (Orang-Orang Lemah)

Akar kata mustaḏ„afîn atau mustaḏ„afûn adalah ḏa„ufa ظعف (lemah).2

Seperti dalam firman Allah:

ح ه ثعذ ل ه خع ح ث ه ثعذ ظعف ل ه خع ظعف ث اهز خمى للاه

ب ٠شب ش١جخ ٠خك ظعفب ع١ ا مذ٠ش ء ا

Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia

menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia

menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia

menciptakan apa yang Dia Kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa.

(Al-Rûm [30 ]: 54).

Mustaḏ„afûn adalah orang orang yang lemah/ orang-orang yang dilemahkan

(karena situasi), yaitu mereka yang berada pada status inferior, rentan, tersisih,

atau tertindas secara sosio ekonomi disebabkan oleh kemiskinan yang struktural.

Orang-orang yang lemah/ dilemahkan ini adalah orang yang disebabkan struktur

sosial/ situasi, mereka menjadi mustaḏ„afûn. Sebenarnya kalau strukturnya adil,

mereka bukanlah kaum mustaḏ„afûn. Misalnya Indonesia sebagai negara yang

agraris, para petani itu seharusnya hidupnya sejahtera, akan tetapi faktanya tidak

(pasti ada struktur yang salah). Para petani berada di struktur yang membuat posisi

mereka lemah, diekspolitasi, dilemahkan secara struktural.3 Mereka tidak semata-

mata lemah, akan tetapi dilemahkan oleh strukur dan situasi yang membuat

mereka tidak berdaya.

Dalam bukunya Qur‟an Liberation and Pluralism: an Islamic Perspective of

Interreligious Solidarity Against Oppresssion Farid Esack menjelaskan yang

artinya bahwa Al-Qurˋân menyebutkan/ mengkategorikan mustaḏ„afûn dalam tiga

2Mahmud Yunus, Kamus Arab- Indonesia (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989), h 229.

3Ceramah Fahruddin Faiz melalui youtube https://youtu.be/woRO8Ur6AiU diakses pada

tanggal 12 April 2018.

Page 66: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

51

kategori, yaitu muslim, kafir, muslim dan kafir. Muslim dan Kafir: terdapat pada

Qs. al-Nisā` [4]: 75.4 Dalam penjelasan ayat tersebut, dapat diklasifikasikan

bahwa yang termasuk mustaḏ„afûn adalah dari kalangan laki-laki, perempuan,

ataupun anak-anak yang merasa tertindas akan suatu keadaan yang menimpanya,

sampai-sampai ia berkeinginan untuk pergi meninggalkan tempat dimana ia

tertindas5.

Kemudian kategori mustaḏ„afûn dari kalangan kafir terdapat dalam Qs. al-

A‟rāf [7]: 150.6 Keadaan seseorang yang tertindas secara fisik akan lebih buruk

lagi ketika mereka ditindas dengan penindasan psikologis atau mental. Maka

penindasan yang dijelaskan pada ayat ini adalah penindasan berupa mental. Farid

Esack menjelaskan bahwa al-A„rāf [7]: 150 memakai istilah ini ketika merujuk

Harun, saudara laki-laki Musa yang mengeluh bahwa Banî Isrâil telah

menyingkirkan dan melemahkannya.

Dan yang terakhir, kategori muslim terdapat dalam Qs. Saba` [34]: 31-33.7

Pada ayat 31 surah Saba` menjelaskan mengenai keadaan orang yang beriman

4Teks ayatnya berikut ini:

ال رمبر ب ى ٠م اهز٠ ذا ا اغبء خبي اش غزععف١ ا للا ف عج١

ب اخع ه ١ب هذه ب اخع ه ب أ مش٠خ اظهب ا ـز ب أخشخب هذه ص١شا سثه Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah,

baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami

dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan

berilah kami penolong dari sisi-Mu. 5Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.99. 6Teks Ayatnya berikut ini:

أعفب لبي غعجب ع ا ل ب سخع ه ش سثى أ ز أعد ثعذ ب خفز ثئغ

وبدا اعزععف م ه ا ه ا أ لبي اث ا١ ٠دش أخز ثشأط أخ١ اذ م ا٤ أ ٠مز

ال ردع ا٤عذاء ذ ث فال رش ١ اظهب م ع ا Dan ketika Musa telah kembali kepada kaumnya, dengan marah dan sedih hati dia

berkata, “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan selama kepergianku! Apakah kamu

hendak mendahului janji Tuhan-mu?” Musa pun melemparkan lauh-lauh (Taurat) itu dan

memegang kepala saudaranya (Harun) sambil menarik ke arahnya. (Harun) berkata, “Wahai

anak ibuku! Kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir saja mereka membunuhku, sebab

itu janganlah engkau menjadikan musuh-musuh menyoraki melihat kemalanganku, dan janganlah

engkau jadikan aku sebagai orang-orang yang zalim.” 7Teks ayatnya berikut ini:

رش ار اظهب ٠ذ٠ ال ثبهز ث١ مشآ ثزا ا وفشا ئ لبي اهز٠ لف ال أ اعزىجشا اعزععفا هز٠ ي ٠مي اهز٠ م ا ثعط ا ٠شخع ثعع ىهب عذ سث ز

١ ئ ذ ثعذ -١٣- ا ع صذدبو اعزععفا أح اعزىجشا هز٠ ار خبءو لبي اهز٠

Page 67: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

52

disebabkan tertindas oleh orang kafir. Pada lanjutan ayat ke 32 orang-orang kafir

menyangkal pernyataan orang yang beriman dan menganggap orang yang beriman

sebagai sosok yang berdosa. Tapi orang yang beriman menyangkal kembali

pernyataan orang kafir dengan menjelaskan kesalahan dari orang-orang kafir tadi

dan mengingatkan bahwa balasan untuk semua perbuatan itu nyata.8 Farid Esack

menjelaskan bahwa ayat ini berkenaan dengan mustaḏ‟afûn sebagai kaum lain

yang menolak, dan membedakan “pendosa” yang ditindas di satu sisi, dan orang

sombong dan berkuasa (mustakbirūn) di sisi lain.

Adapun mufasir lain yakni Al-Ṯabari menjelaskan غزععف١ adalah orang-

orang lemah yang tidak berdaya baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak

yang diperlakukan rendah serta dihina oleh orang-orang kafir yang menẕalimi diri

mereka.9 Ia merujuk Qs. al- Nisā: 98 yang berbunyi:

ح١خ ال ٠غزط١ع ذا ا اغبء خبي اش غزععف١ االه ا زذ ال ٠

عج١ال

“Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak

yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah)”.

١ دش وز بس ار -١٣-ث اه ىش اه١ اعزىجشا ث اعزععفا هز٠ لبي اهز٠ عزاة ا ا ب سأ ه خ ا اهذا أعش أذادا دع شب أ هىفش ثبلله ب ا٤غالي ف رؤ خع

ب وبا ٠ع االه ٠دض وفشا ١١أعبق اهز٠ Dan orang-orang kafir berkata, “Kami tidak akan beriman kepada al-Quran ini dan tidak (pula)

kepada Kitab yang sebelumnya.” Dan (alangkah mengerikan) kalau kamu melihat ketika orang-

orang yang zalim itu dihadapkan kepada Tuhan-nya, sebagian mereka mengembalikan perkataan

kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang

menyombongkan diri. “Kalau tidaklah karena kamu tentulah kami menjadi orang-orang Mukmin.

(31) Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah,

“Kamikah yang telah menghalangimu untuk memperoleh petunjuk setelah petunjuk itu datang

kepadamu? (Tidak!) Sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berbuat dosa.” (32) Dan

orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri,

“(Tidak!) Sebenarnya tipu daya(mu) pada waktu malam dan siang (yang menghalangi kami),

ketika kamu menyeru kami agar kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-

Nya.” Mereka menyatakan penyesalan ketika mereka melihat azab. Dan Kami Pasangkan

belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan sesuai dengan apa

yang telah mereka kerjakan. (33) 8Guntur Hasby, dkk. “Konseptualisasi Kemiskinan dan Penindasan Perspektif Farid

Esack”, Jurnal: Diya al-Afkar, vol. 5, no. 1, (2017): h. 9-10. 9Al-Ṯabari, Jâmi‟ al-Bayân „an Ta`wîl Āyi al-Qur`ân, Juz 7, Juz 10 (Kairo: Dâr Al-

Hadîts, 2001), h.384.

Page 68: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

53

Begitu juga mufasir lainnya yakni Quraish Shihab merujuk kepada al-Qurˋân

untuk menjelaskan kondisi orang yang tertindas melalui lafal ا Maksud .اعزععف

lafal ini adalah para pengikut yang disingkirkan ke pinggiran. Quraish Shihab

memahaminya dalam arti diperlemah, yakni para pengikut yang tidak

diberdayakan oleh pemimpin-pemimpin mereka tetapi justru dirongrong dan

dianiaya serta dipinggirkan oleh para penguasa dan pemimpin-pemimpin

mereka.10

Di tempat lain Quraish Shihab juga memaparkan siapa yang tergolong

kepada kaum tertindas melalui lafaẓ غزععف١ yaitu para perempuan yatim ,ا

dan orang yang amat lemah dari anak-anak.11

Mufasir lain yakni Sayyid Quṭb menjelaskan dalam tafsirnya bahwa kaum

tertindas adalah orang-orang lemah yang diperlakukan oleh penguasa tiran secara

kejam, mereka adalah orang-orang yang ditindas disebabkan penganiayaan dan

perbuatan ẕalim pemimpinnya. Di sisi lain orang-orang yang tertindas ini

nasibnya dipermainkan oleh diktator sesuai hawa nafsunya yang kejam serta

diperlakukan secara sewenang-wenang.12

2. Arâdzîl (Orang-Orang Tersisih)

Kata arâdzîl dimaknai dengan orang-orang tersisih, yaitu mereka yang

tersisih atau tersingkir karena kekuasaan. Misalnya seorang penguasa/ orang

berpengaruh yang tidak memperdulikan orang yang bukan dari golongannya.

Dalam sebuah ilustrasi seorang seharusnya mampu menjadi PNS, akan tetapi

karena dia bukan golongan tertentu yang mempunyai pengaruh, dia tidak mampu

menjadi seorang PNS (padahal dia memenuhi kriteria untuk mendapat hak itu)13

.

Di sini Fahruddin Faiz menjelaskan bahwa arâdzîl yang dimaksud Farid Esack

adalah orang-orang yang tersisih/ tersingkir karena kekuasaan.

10

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, jilid 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h.391. 11

M. Quraish Shihab Tafsir al-Misbah, Jilid 2, h. 577. 12

Sayyid Quṯb, Tafsir Fī Ẓilāli al-Qur‟an, Tafsir Fî Ẕilâli Qurˋân (Beirut: Dar Al-Syuraq,

1967), juz 6, h. 42. 13

Ceramah Fahruddin Faiz melalui youtube https://youtu.be/woRO8Ur6AiU diakses pada

tanggal 12 April 2018.

Page 69: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

54

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersisih berarti terasing, terpencil,

terpisah dari pergaulan, atau dikesampingkan dari masyarakat.14

Farid Esack

menunjuk golongan arâdzîl dengan sebutan orang yang tersisih. Di sini pula

Farid Esack mengklasifikasikan dua ayat mengenai istilah di atas, yaitu surat Hûd

(11): 2715

dan Qs. Al- Hâjj [22]: 5. Kaum tertindas yang di maksud pada ayat ini

adalah kaum tertindas dengan penindasan psikologi atau mental yang disebabkan

para penguasa tidak memberi kesempatan dalam kebebasan layaknya manusia

pada umumnya. Kemudian surat Al-Hâjj (22): 516

secara umum tidak menjelaskan

penindasan, namun mengingatkan manusia yang pada asal mulanya mereka

adalah makhluk lemah, yang kehidupan dan kematiannya telah diatur oleh sang

penguasa alam yaitu Allah swt.17

3. Fuqarâˋ (Orang-Orang Faqir)

14

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. ketiga, Cet. keempat

(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1076.

15Teks ayatnya berikut ini:

ب شان ارهجعه االه اهز ثب ب شان االه ثششا ل وفشا ٥ اهز٠ أسارب فمبي ا ٠

ب ش أ اشه وبرث١ثبد ظى ث فع ع١ب ى

Maka berkatalah para pemuka yang kafir dari kaumnya, “Kami tidak melihat engkau,

melainkan hanyalah seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang

mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya. Kami tidak

melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami mengangap kamu adalah

orang pendusta.”

16Teks ayatnya berikut ini:

ف س٠ت ب اهبط ا وز ٠ب أ٠ ه عمخ ث ه طفخ ث ه رشاة ث جعث فبهب خمبو ا

غ ب شبء ا أخ مش ف ا٤سحب ى ج١ خهمخ غ١ش خهمخ عغخ ه خشخى ث

ه ز ثعذ ع غفال ث ش ى١ال ٠ع ع ه ٠شد ا أسري ا ى فه ٠ز ه ى و جغا أشذه

ج ث ص و أجزذ سثذ د زضه بء ا ب ع١ب ا ذح فبرا أض رش ا٤سض ب ١ح ش١ئب Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami

telah Menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah,

kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami

Jelaskan kepada kamu; dan Kami Tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu

yang sudah ditentukan, kemudian Kami Keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan

berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan

dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia

tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian

apabila telah Kami Turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan

menumbuhkan berbagai jenis pasangan (tetumbuhan) yang indah. 17

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h. 98.

Page 70: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

55

Secara umum kata fuqarâˋ berarti suatu keadaan seseorang yang sangat

kekurangan atau terlalu miskin.18

Farid Esack menjelaskan fuqarâˋ dengan istilah

fakir, adapun ayat al-Qurˋân yang menjelaskan tentang kaum fuqarâˋ menurut

Farid Esack terdapat pada surat al- Baqarah (2): 27119

, dan at-Taubah (9): 60.20

Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa kaum faqir adalah kaum yang tertindas

yang harus dibebaskan dari ketertindasannya dengan cara memberinya sedekah,

zakat maupun infaq. Hal ini merupakan perintah langsung dari Allah swt untuk

kaum yang lebih mapan dalam hal ekonomi untuk membantu mereka terbebas dari

kesulitan hidup.21

Dalam bahasa Arab kata fuqarā‟ yang berasal dari suku kata فمش berarti tulang

punggung, sehingga kata فمش diartikan sebagai orang yang patah tulang

punggungnya karena beban yang disandangnya begitu berat sampai mematahkan

tulang punggungnya.22

Fuqarā‟ (orang-orang fakir) adalah keadaan seseorang

atau segolongan kelompok yang sangat kekurangan atau terlalu miskin. Adapun

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia fakir adalah orang yang sangat

berkekurangan/ orang yang terlalu miskin.23

18

Ceramah Fahruddin Faiz melalui youtube https://youtu.be/woRO8Ur6AiU diakses pada

tanggal 17Agustus 2018. 19

Teks ayatnya berikut ini: خ١ش ى فمشاء ف رئرب ا ا رخفب ب ه ذلبد فع ا رجذا اصه ٠ىفش عى

خج١ش ب رع للا ث ع١ئبرى Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu

menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu

dan Allah akan Menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Maha Teliti apa yang

kamu kerjakan. 20

Teks ayatnya berikut ini:

لبة ف اش ئهفخ لث ا ع١ب ١ عب ا غبو١ ا فمشاء ذلبد ب اصه اه ١ غبس ا

ف حى١ للا ع١ للا فش٠عخ ج١ اغه اث للا عج١ Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang

dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang

yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai

kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. 21

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h. 99. 22

Mahmud Yunus, Kamus Arab- Indonesia, h. 321. 23

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. ketiga, Cet.

keempat (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 312.

Page 71: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

56

Orang fakir adalah orang yang tidak memiliki harta untuk menunjang

kehidupan dasarnya. Kefakirannya tersebut disebabkan karena ketidakmampuan

fisiknya, seperti orang tua jompo, dan cacat badan. Adapun Imam Syafi‟i dan

Imam Hanbali mendefiniskan fakir dengan orang yang tidak mempunyai harta dan

tidak mempunyai penghasilan.24

4. Masâkǐn (Orang-Orang Miskin)

Kata miskin dalam al-Qurˋân kerap kali disandingkan dengan kata faqir, dan

ada pula yang menyebutkannya secara bersamaan yaitu “faqir miskin”. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia kata miskin diartikan sebagai orang yang tidak

berharta, serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah).25

Dalam bahasa Arab

kata miskin berasal dari suku kata -عى خ -٠غى عى yang bermakna miskin,

adapun subjek (orang) pada kata ini adalah غى١ غبو١ \ yang tidak berharta

dan tidak berpenghasilan. Adapun ayat Al-Qurˋân yang menjelaskan tentang

masâkîn menurut Farid Esack yaitu Qs. Al-Baqarah [2]: 8326

, 17727

, dan Qs. Al-

Nisâ [4]: 828

.

24

Wahbah al-Zuhaily, al-Wajīr Fi al-Fiqhi al-Islām, Juz.2 (Beirut: Dar al-Fikr, 2006), h.

300. 25

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka, 2002), ed.3, cet.2, h. 899. 26

Teks ayatnya berikut ini:

ار أخزب ١زب ا مشث ر ا احغبب اذ٠ ثب االه للا ال رعجذ ١ثبق ث اعشائ١ االه ل١ال ه١ز ه ر وبح ث آرا اضه الح ا اصه أل١ لا هبط حغب غبو١ ا أ ى ز

عشظ Dan (ingatlah) ketika Kami Mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu

menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim,

dan orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat

dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil

dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang. 27

Teks ayatnya berikut ini:

شش ا لج خى ا جشه أ ر ا٢خش ه١ظ ا ١ ا ثبلل آ جشه ه ا ـى غشة ا ق

ا غبو١ ا ١زب ا مشث ا ر بي ع حج آر ا اهج١١ ىزبة ا ٣ئىخ ا ث

أل لبة ف اش اغهآئ١ ج١ ارا عبذا اغه ذ ثع ف ا وبح آر اضه الح اصه ب

زهم ا أـئه صذلا جؤط أـئه اهز٠ ا ح١ اء شه جؤعبء اعه ف ا بثش٠ اصه Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi

kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat,

kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim,

orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk

memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang

Page 72: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

57

Miskin berasal dari عى yang artinya امطع ع احشاوخ (diam tidak bergerak),

.(yang rendah, hina) از١ ,(tenang, reda) ذأ29

Orang miskin adalah orang yang

tidak memiliki harta untuk kebutuhan dasarnya, namun ia mampu mencari nafkah,

hanya penghasilannya tidak mencukupi bagi kehidupan dasarnya untuk

kehidupannya sendiri atau keluarganya.30

Demikian Farid Esack menunjuk kelas sosial yang rendah dan miskin yakni

orang yang tertindas dengan beberapa istilah, yaitu mustaḏ„afûn (orang-orang

lemah), arâdzîl (orang-orang tersisih) fuqarâ‟ (orang-orang faqir), dan masâkîn

(Orang-Orang miskin). Inilah menurut Farid Esack orang-orang yang harus dibela

kedudukannya dan harus diperjuangkan haknya, karena mereka adalah orang-

orang yang diperjuangkan haknya oleh para Nabi. Di sini, Esack menggambarkan

kaum tertindas dengan merujuk kepada ayat al-Qurˋân yang menggambarkan

kehidupan orang yang lemah, dimana kaum tertindas tidak hanya terbatas kepada

istilah mustaḏ„afûn saja.

Inilah yang menjadi pembeda pandangan Farid Esack dengan tafsir-tafsir yang

penulis bahas pada bab dua (Al-Ṯabari, Sayyid Quṯb, Quraish Shihab), dimana

Farid Esack menjelaskan terminologi kaum tertindas dengan beberapa istilah yang

diambil dari bahasa al-Qurˋân. Esack menjelaskan bahwa yang termasuk golongan

orang yang tertindas tidak hanya lafaẕ mustaḏ„afûn (orang-orang lemah) saja,

akan tetapi masuk di dalamnya arâdzîl (orang-orang tersisih) fuqarâ‟ (orang-

orang faqir), dan masâkîn (Orang-Orang miskin).

B. Solusi Pembebasan Perspektif Farid Esack

yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan

pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang

yang bertakwa. 28

Teks ayatnya berikut ini: ال ل لا فبسصل غبو١ ا ١زب ا مشث ا ا خ أ مغ ارا حعش ا عشفب ه

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim dan

orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada

mereka perkataan yang baik. 29

Aḥmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Besar Arab-Indonesia, cet. 14

(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.641. 30

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fikih (Jakarta: Kencana, 2003), h.49.

Page 73: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

58

Pada bab ini akan dijelaskan solusi yang ditawarkan Esack untuk

membebaskan orang-orang yang tertindas dari penindasan. Adapun solusi yang

ditawarkan Esack meliputi dua hal, yaitu berdasarkan praktis dan metodologis. Di

bawah ini akan dipaparkan mengenai kedua solusi yang ditawarkan Farid Esack

tersebut

1. Solusi Metodologis: Hermeneutika Al-Qurˋân “Tafsir Liberatif Farid Esack”

Pada poin ini, akan dijelaskan tentang sosok pemikir Islam Farid Esack yang

berupaya membumikan al-Qurˋân sebagai kitab suci yang mampu menyelesaikan

persoalan realitas, yakni melawan segala bentuk rasialisme, tirani, dan

menghapuskan keberadaan kaum tertindas. Farid Esack adalah salah satu figur

sentral menggulirkan rezim apartheid di Afrika Selatan, menurutnya al-Qurˋân

adalah teks pembebasan. Di sini Esack memberikan formulasi terbaik untuk

menghapuskan keberadaan kaum tertindas yang ia sebut dengan tafsir liberatif.

Hal ini menjadi sangat penting dibahas sebagai pendorong spirit anti penindasan

dan untuk mengetahui formulasi terbaik apa yang ditawarkan Esack.

Hermeneutika praksis liberatif adalah hermeneutika yang mengarahkan pada

pembacaan kitab suci yang progresif. Farid Esack dalam berbagai tulisannya

memberi perspektif lain dalam penafsiran kitab suci. Ia menawarkan

hermeneutika yang berfungsi untuk mendialektika-kan teks kitab suci dengan

pengalaman kemanusiaan, yaitu hermeneutika yang berfungsi untuk praktik

pembebasan dari dominasi dan hegemoni kekuasaan rasialis dan despotik.

Berbicara mengenai hermeneutika sebagai sebuah metode penafsiran, ia tidak

hanya memandang teks, tapi juga berusaha menyelami makna kandungan

literalnya. Lebih dari itu hermeneutika berusaha menggali makna dengan

mempertimbangkan horison-horison yang melingkupi teks tersebut. Horison yang

dimaksud adalah horison teks, horison pengarang, dan horison pembaca.31

Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai

31

Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutika, cet. 3

(Jakarta: Paramadina, 1996), h. 25.

Page 74: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

59

komponen pokok dalam upaya penafsiran, yaitu: teks, konteks, kemudian

melakukan upaya kontekstualisasi.32

Farid Esack mencoba membuat sebuah rumusan hermeneutika yang di dalam

bukunya disebut dengan istilah “hermeneutika pembebasan”. Keunikan

hermeneutika ini adalah menempatkan posisi sentral penafsiran pada teks

partikular (prior text) dan responsinya terhadap konteks tanggapan audiens, serta

menekankan arti penting relevansi teks dalam konteks kontemporer. Hal penting

yang ingin dicapai Farid Esack dari gagasannya adalah menemukan kembali

“makna baru” hermeneutika dalam konteks partikular sosial-politiknya sesuai

dengan konteks Afrika Selatan.33

Hermeneutika Farid Esack terinspirasi dari konsep teologi pembebasan

(liberation theology) Gueterriez dan Segundo, hermeneutika lingkar bahasa,

pemikiran dan sejarah Arkoun, dan hermeneutika double movement Fazlur

Rahman. Farid Esack mengadopsi secara kreatif dan kritis atas tiga pemikiran

para tokoh tersebut serta melengkapinya dengan term-term hermeneutika Al-

Qurˋân yang memiliki koherensi dan korespondensi dengan kondisi sosial

masyarakat Afrika Selatan.34

Term-term penting yang diambil dari Al-Qurˋân

seperti, taqwâ (integritas dan kesadaran akan kehadiran Tuhan), tauhîd (keesaan

Tuhan), al-Nâs (manusia), al-mustaḏ„afûn fi al-arḏ (yang tertindas di bumi), „adl

dan qisṯ (keadilan dan keseimbangan), serta jihâd (perjuangan dan praksis).35

Term-term tersebut berfungsi untuk memperlihatkan bagaimana hermeneutika

pembebasan Al-Qurˋân bekerja dengan dialektika antara teks dan konteks serta

pengaruhnya.

Berbicara tentang tafsir, Farid Esack menjelaskan bahwa selalu saja ada

kepentingan di balik sebuah tafsir. Lebih dari itu menurutnya, setiap pembaca atau

mufasir selalu dilingkupi oleh sejarah kelas, gender, ras, dan periode tertentu.

32

Warsito Hadi, Menimbang Paradigma Hermeneutika dalam Menafsirkan Alquran,

jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam, v.6, 2016, h. 16. 33

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.63 34

Warsito Hadi, “Menimbang Paradigma Hermeneutika dalam Menafsirkan Al-Qur‟an”,:

35 35

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.86.

Page 75: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

60

Dengan sadar Farid Esack ingin menjadikan Islam yang sesuai dengan Afrika

Selatan. Di bawah ini akan diuraikan bagaimana term-term dalam al-Qurˋân yang

tadi disebutkan di atas diolah oleh Farid Esack menjadi term penting dalam

hermeneutika praksis liberatif.36

Kunci-Kunci Hermenutika Pembebasan

Pertama, taqwâ. Persoalan taqwâ merupakan satu hal yang unik dan menarik

sepanjang masa. Taqwâ menjadi modal utama bagi setiap muslim dan merupakan

bekal yang paling baik untuk menjamin kebahagiaan dan keselamatan manusia.

Taqwâ meliputi segala gerak gerik manusia, taqwâ mengatur efisiensi umur,

energi, dan segala amal manusia. Ia wajib diterapkan dalam segala segi aspek

kehidupan, baik secara individu maupun sosial.37

Selain itu, di dalam al-Qurˋân

dijelaskan bahwa taqwâ merupakan tolak ukur kedekatan seorang hamba dengan

Tuhannya.38

Taqwâ dalam pengertian al-Qurˋân bisa didefinisikan sebagai “memerhatikan

suara nurani sendiri dan kesadaran bahwa dia bergantung pada Tuhan”. Maknanya

yang sangat komprehensif dalam menyatukan tanggung jawab, baik kepada Tuhan

maupun manusia yang dijelaskan dalam Qs. Al-Lail [92]: 4-1039

dan Qs. Al-

Hujurāt [49]: 1340

. Al-Qurˋân menegaskan perlunya suatu komunitas atau individu

36

Farid Esack, Samudera Al-Qur‟an, terj. Nuril Hidayah (Yogyakarta: Diva Press, 2007),

h. 27. 37

Zahri Hamid, Takwa Penyelamat Umat (Yogyakarta: Lembaga Penerbitan Ilmiyah,

1975), h. 3. 38

Achmad Chodjim, Kekuatan Taqwâ : Mati sebagai Muslim Hidup sebagai Pezikir

(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), h. 7. 39

Teks ayatnya berikut ini:

شزه ه عع١ى ارهمف -ا أعط ب ه حغ-ؤ صذهق ثب ١غش - ش ب -فغ١غ ه أ اعزغ ثخ حغ - وزهة ثب عغش - ش فغ١غ

Sungguh, usahamu memang beraneka macam. Maka barangsiapa memberikan (hartanya

di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga). Maka

akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan). Dan adapun orang yang

kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah). Serta mendustakan (pahala) yang

terbaik. Maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan). 40

Teks ayatnya berikut ini:

بو خع أث روش ب اهبط اهب خمبو ٠ب أ٠ عذ للاه ى ه أوش زعبسفا ا لجبئ شعثب

خج١ش ع١ ه للاه ا أرمبو Wahai manusia! Sungguh, Kami telah Menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan, kemudian Kami Jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar

Page 76: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

61

untuk melengkapi diri dengan taqwâ, demi melanjutkan tugas para Nabi pada

transformasi dan pembebasan. Seperti dalam Qs. Āli-„Imrān [3]: 102-105

ه االه ٠ ر ال ر ا ارهما للا حكه رمبر آ ب اهز٠ ب أ٠ غ أز . ا ثحج اعزص

أعذاء فؤهف ث١ ار وز ذ للا ع١ى اروشا ع لا ال رفشه ١عب للا خ لثى

ب وزه ٠ج١ اهبس فؤمزو شفب حفشح ع وز اب اخ ز للا فؤصجحز ثع

آ٠ ى زذ ر عهى ثب .بر ش ٠ؤ خ١ش ا ا خ ٠ذع ه أ ى زى عشف

ـئه أ ىش ا ع ٠ فح . ا اخزفا لا رفشه ال رىا وبهز٠

أ بد ج١ ا ب خبء ثعذ عزاة عظ١ .ـئه

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar

takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim

(102) Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan

janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu

dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah Mempersatukan hatimu, sehingga

dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu

berada di tepi jurang neraka, lalu Allah Menyelamatkan kamu dari sana.

Demikianlah, Allah Menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat

petunjuk (103) Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari

yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (104) Dan

janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih

setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-

orang yang mendapat azab yang berat (105).

Taqwâ kaitannya dengan kunci hermeneutika pembebasan adalah prasyarat

dasar untuk memahami dan mempelajari Al-Qur‟an, tindakan pelindung agar

tidak menggunakan Al-Qurˋân secara semena-mena dan pengambilan teks

seenaknya.41

Dalam hal ini Farid Esack melihat pentingnya membentengi diri

dengan “baju takwa”, melihat begitu banyak tantangan berbau duniawi yang

muncul dalam perjuangan. Takwa menjaga para Islamis progresif untuk tetap setia

pada diri dan berjuang untuk komitmen membela agama Tuhan.

kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang

paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti. 41

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.87.

Page 77: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

62

Taqwâ berperan sebagai benteng terhadap kepalsuan revolusioner dan

arogansi aktivis. Taqwâ menurut Farid Esack, merupakan kunci paling signifikan

untuk meminimalkan jumlah teks yang dapat dimanipulasi demi kepentingan

pribadi maupun ideologi. Takwa juga yang memastikan bahwa Muslim bergerak

dalam perjuangan agar tetap setia pada diri dan komitmen kepada Tuhan.

Hermeneutika pembebasan al-Qurˋân dengan taqwâ sebagai salah satu

kuncinya memastikan bahwa, pertama penafsiran tetap bebas dari subjektivitas

teologis tertentu, tidak ada unsur politisasi, bukan spekulasi pribadi mufasir yang

subjektif (meskipun itu muncul dari golongan yang tertindas atau tersisih). kedua

adalah memungkinkan adanya keseimbangan estetik dan spiritual penafsir.

Konsekuensi ketiga, ia membawa penafsir masuk ke dalam proses dialektik

personal dan transformasi sosiopolitik.42

Kedua, tauhîd merupakan pondasi dan pusat, ia adalah sumber ideologis dan

kerangka acuan yang bersifat sakral. Tauhîd memiliki arti “satu” atau “yang

menyatu”. Tauhîd adalah komponen penting prapemahaman sekaligus prinsip

penafsiran. Di tingkat eksistensial tauhîd adalah penolakan terhadap konsep

dualisme eksistensi manusia, yaitu yang sekular dan spiritual, yang sakral dan

yang profan. Di tingkat sosio politik, tauhîd menentang pemisahan manusia secara

etnis. Pemisahan ini disejajarkan dengan syirik, antitesis dari tauhîd. Praktek

rasialisme apartheid dalam kerangka ini adalah praktek syirik. Memandang tauhīd

sebagai prinsip hermeneutika berarti berbagai pendekatan kepada Alquran, baik

filosofis, spiritual, hukum maupun politis, mesti dilihat sebagai komponen dari

satu jalinan. Dalam hermeneutika praksis liberatif, tauhîd menuntut penolakan

wacana yang dilandasi syirik yaitu dualisme yang memisahkan teologi dari

analisis sosial.43

Tauhîd sebagai prinsip hermeneutika berarti, segala pendekatan untuk

menafsirkan al-Qurˋân (filosofis, spiritual, hukum, maupun politi) mesti dilihat

sebagai komponen dari satu jalinan. Semuanya diperlukan untuk mengungkapkan

42

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h. 88. 43

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.90.

Page 78: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

63

keutuhan pesan yang terkandung dalam ayat al-Qur‟an, karena tidak ada satu

pendekatan yang dominan dari pendekatan yang lainnya. Selain itu, pendekatan

kepada al-Qurˋân yang dilandasi tauhid tidak berarti bahwa seluruh dimensinya

harus mendapat perhatian dan ekspresi yang sama.

Ketiga, an-Nâs dimaknai sebagai kelompok sosial dan bisa dipakai dalam

makna seperti manusia (Qs. Al-Nâs [114]: 5-644

dan al-Jinn [72]: 645

). Ada dua

implikasi hermeneutika dari fungsi manusia sebagai khalifah di bumi dan

perhatian Tuhan yang tak putus-putus kepada mereka. Pertama, menjadi penting

bahwa al-Qurˋân ditafsirkan dengan cara yang memberikan dukungan khusus bagi

kepentingan rakyat secara keseluruhan atau yang menyokong mayoritas di antara

mereka, bukannya minoritas. Kedua, penafsiran mesti dibentuk oleh pengalaman

dan aspirasi manusia sebagai bentuk yang kontras dengan aspirasi minoritas yang

diistimewakan itu.

Pernyataan bahwa manusia adalah satu kunci hermeneutika menghadapkan

dua masalah teologis, pertama terkait dengan nilai manusia sebagai ukuran

kebenaran, kedua berkenaan dengan masalah autentisitas. Pertama manusia

sebagai kunci hermeneutika berada dalam kerangka tauhid dan didasarkan pada

yang absolut. Tanpa manusia yang berbahasa, tak ada konsep bahwa Tuhan

berbicara, tak ada campur tangan Tuhan dalam sejarah, dan bagi Muslim, tanpa

pewahyuan tak ada makna yang nyata manusia sebagai humanum. Dengan begitu,

apabila humanum menjadi kriteria kebenaran, yang dimaksud bukanlah humanum

otonom, melainkan humanum yang berasal dari tauhid. Manusia adalah salah satu

44

Teks ayatnya berikut ini:

اهبط دهخ ا ط ف صذس اهبط. ع اهز ٠Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan

manusia.” 45

Teks ayatnya berikut ini:

سمب فضاد د ا ثشخبي ظ ٠عر ا٦ سخبي وب أه Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta

perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi mereka (jin) menjadikan mereka

(manusia) bertambah sesat.

Page 79: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

64

prinsip hermeneutika di antara yang lainnya, dan memberi keseimbangan bagi

perannya di seluruh proses interpretasi.46

Farid esack menunjukan bagaimana signifikansi manusia beserta kepentingan

dan pengalaman mereka sebagai faktor yang membentuk hermeneutika al-Qur‟an.

Al-Qurˋân telah memilih sekelompok manusia tertentu yaitu kaum yang tertindas,

dan memberi mereka pilihan bebas dan sadar untuk menentang netralitas dan

objektivitas di satu sisi, penguasa dan penindas di sisi lain.

Adapun yang keempat, al-mustaḏ„afûn fi al-arḏ (yang tertindas di bumi).

Mereka adalah orang-orang yang tertindas, dianggap lemah dan tidak berarti serta

yang diperlakukan secara arogan. Mustaḏ„afûn berarti mereka yang berada dalam

status sosial inferior, yang rentan, tersisih atau tertindas secara sosioekonomis.

Al-Qurˋân sebenarnya menyebut mereka dalam karakter tersebut dengan beberapa

istilah, seperti: arâdzîl (yang tersisih), fuqarâ‟ (Orang-Orang Faqir), dan masâkîn

(Orang-Orang Miskin). Namun yang membedakan dengan kata mustaḏ„afûn

adalah bahwa ada suatu pihak yang bertanggung jawab terhadap kondisi mereka,

seseorang atau bahkan suatu kelompok yang berkuasa dan arogan terhadap

mereka (mustakbirûn).

Al-Qurˋân membela kelompok mustaḏ„afûn sebagai komunitas yang dihadiri

oleh Tuhan. Para Nabi termasuk Muḥammad saw mucul dari kategori kelompok

ini, oleh karena itulah kehadiran Nabi seringkali diidentikan dengan pembelaan

atas nama mereka. Tuhan meminjam tangan Nabi-Nya untuk mengangkat derajat

mereka, yang di sisi lain Tuhan membenci kelompok sebaliknya yakni

mustakbirûn. Dalam konteks ini para penafsir seharusnya menempatkan diri di

antara yang tertindas maupun dalam perjuangan mereka, serta menafsirkan teks

dari bawah permukaan sejarah dilandasi gagasan tentang keutamaan posisi kaum

tertindas dalam pandangan Tuhan dan kenabian. Para penafsir demikian berarti

46

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h. 95.

Page 80: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

65

telah menyambung kontinuitas kenabian untuk lokalitas dan temporalitasnya

masing-masing.47

Kelima, „adl dan qisṯ (keadilan dan keseimbangan). Keadilan berasal dari

kata dasar “adil” yang diserap dari kata berbahasa Arab yakni „adl, kata „adl

adalah bentuk masdar dari kata kerja „adala- ya‟dilu- „adlan- wa „udûlan- wa

„adālatan ( ال -عذال -٠عذي -عذي عذ عذا خ - ). Kata kerja ini makna pokoknya

adalah menyamakan antara keduanya (posisi lurus) dan berlaku adil.48

Makna asal

dari kata „adl yaitu menetapkan hukum dengan benar, jadi orang yang „adl adalah

dia yang berjalan lurus, dan sikapnya selalu menggunakan standar yang sama.

Pelakunya tidak berpihak kepada satu dari dua atau beberapa pihak yang

berselisih, dia selalu berpihak pada kebenaran, ia melakukan sesuatu yang patut

dan tidak sewenang-wenang.49

Dalam Al-Qurˋân selain kata al-„adl, keadilan juga disebut dengan istilah al-

qisṭ yang artinya hakim dan berlaku adil.50

Kata al- qisṯ mengandung arti “bagian”

yang wajar dan patut, sehingga pengertian sama tidak harus persis sama, tetapi

bisa beda bentuk asal substansinya sama.51

Umat Islam dituntut untuk menegakan keadilan sebagai basis kehidupan

sosiopoitik. Wilayah sosial yang sangat mungkin diselewengkan menurut al-

Qurˋân adalah soal harta anak-anak yatim dan anak yang diadopsi, hubungan

kontraktual, masalah hukum, hubungan antar agama, bisnis, dan urusan dengan

para musuh. Al-Qurˋân menggambarkan ide keadilan sebagai basis penciptaan

alam. Keteraturan alam semesta dilandasi oleh keadilan, penyimpangan atasnya

berarti kekacauan. Status quo karena itu adalah penentangan atas keadilan ini,

kondisi sosial ekonomi yang tidak merata, akses politik yang timpang, serta tidak

ada pembagian merata antar ras, suku dan budaya adalah lawan dari keadilan.

47

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.95. 48

Mahmud Yunus, Kamus Arab- Indonesia, h 257. 49

Muchlis M. Hanafi, Hukum Keadilan dan Hak Asasi Manusia (Tafsir Al-Qurˋân

Tematik) (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2010), h. 3. 50

Mahmud Yunus, Kamus Arab- Indonesia, h. 341. 51

Muchlis M. Hanafi, Hukum Keadilan dan Hak Asasi Manusia (Tafsir Al-Qurˋân

Tematik), h. 6.

Page 81: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

66

Untuk upaya ini, al-Qurˋân menegaskan agar manusia menjadi “saksi” Tuhan bagi

keadilan (Qs. an-Nisā [4]: 13552

). Menjadi saksi maksudnya menjadi orang yang

terlibat dalam upaya penegakan bagi keadilan manusia.53

Keenam, jihâd (perjuangan dan praksis). Secara harfiah, jihâd berarti

“berjuang”, “mendesak seseorang” atau “mengeluarkan energi atau harta”. Jihâd

memiliki makna lebih luas mencakup perjuangan untuk mengubah keadaan

seseorang atau suatu kaum. Berbagai ayat yang berbicara jihâd seperti Qs. an-Nisā

[4]: 9054

, al-Furqān [25]: 5255

, at-Taubah [9]: 456

, dan lain-lain. Farid Esack

menerjemahkan jihâd sebagai “perjuangan untuk praksis”. Praksis menurutnya

didefinisikan sebagai tindakan sadar yang diambil suatu komunitas manusia yang

52

Teks ayatnya berikut ini:

ا ا أ ع أفغى مغػ شذاء لل ثب ١ ا ه ا وا ل آ ب اهز٠ ا ٠ب أ٠ ا٤لشث١ ذ٠

رعش ا أ ا ر أ رعذا ب فال رزهجعا ا ث فم١شا فبلل أ غ١ب أ ه للا ٠ى ظا فب

خج١شا ب رع ث وبWahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena

Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia

(yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka

janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu

memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti

terhadap segala apa yang kamu kerjakan.

53

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.103. 54

Teks ayatnya berikut ini:

أ ٠مبرو حصشد صذس خآإو ١ثبق أ ث١ ث١ى ل ا ٠ص االه اهز٠ أ ٠مبرا م أ ٠مبرو ف اعزضو فب فمبرو ع١ى شبء للا غهط ل ا ا١ى

عج١ال ع١ للا ى ب خع ف اغهkecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang antara kamu

dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang yang datang kepadamu sedang hati mereka

merasa keberatan untuk memerangi kamu atau memerangi kaumnya. Sekiranya Allah

menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan kepada mereka (dalam) menghadapi kamu, maka

pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangimu

serta menawarkan perdamaian kepadamu (menyerah), maka Allah tidak memberi jalan bagimu

(untuk menawan dan membunuh) mereka. 55

Teks ayatnya berikut ini: خبدا وج١شا ذ ث خب ىبفش٠ فال رطع ا

Maka janganlah engkau taati orang-orang kafir, dan berjuanglah terhadap mereka

dengannya (al-Quran) dengan (semangat) perjuangan yang besar. 56

Teks ayatnya berikut ini:

ا االه أحذا فؤر شا ع١ى ٠ظب ش١ئب ٠مصو ه ث ششو١ ا عبذر اهز٠ ا١

زهم١ ه للا ٠حت ا ا ر ذه ا ذ عKecuali orang-orang musyrik yang telah mengadakan perjanjian dengan kamu dan

mereka sedikit pun tidak mengurangi (isi perjanjian) dan tidak (pula) mereka membantu seorang

pun yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya.

Sungguh, Allah Menyukai orang-orang yang bertakwa.

Page 82: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

67

bertanggung jawab atas tekad politiknya sendiri. Al-Qurˋân mendasarkan teori

juga berdasarkan praksis seperti dalam Qs. al-Ankabut [29]: 6957

. Al-Qurˋân

menetapkan jihâd sebagai jalan untuk menegakan keadilan, sebagai kuci

hermeneutika jihâd diperlukan sebagai kerangka intelektual bagi seorang

penafsir.58

Jadi dapat dipahami bahwa Farid Esack memberi pijakan kuat

hermeneutiknya pada sebuah sistem yang didasarkan pada teologi. Berbagai term,

prinsip, nilai intrinsik teks dan upaya penafsir menjadi penafsir organik adalah

dukungan konsep untuk teologi pembebasan. Pijakan hermeneutika Farid Esack

menjadikan teologi tidak saja untuk urusan Tuhan, tetapi pula untuk pembelaan

kaum terlemahkan dan termarginalkan. Teologi semacam ini sangat diperlukan

dalam forum dunia yang sudah mulai menggusurkan nilai-nilai kemanusiaan.

Berbagai kunci hermeneutika telah diberikan oleh Farid Esack untuk

mengantisipasi polemik ini. Konsentrasi Farid Esack adalah pembebasan

masyarakat Afrika Selatan dari kungkungan rezim apartheid. Oleh karena itu

Farid Esack dalam berbagai karyanya menyebut kelompok Muslim Progresif

sebagai kelompok yang menafsirkan Al-Qurˋân untuk pembebasan. Karena

kepentingan Farid Esack adalah pembebasan rezim rasialisme di Afrika Selatan,

maka Esack tidak memperhatikan bagaimana nasib umat Islam yang sedikit

tersebut pasca pembebasan.

Teologi pembebasan menegaskan bahwa dalam situasi penindasan dan

marginalisasi, Islam hanya bisa benar-benar diresapi sebagai praksis solidaritas

yang liberatif. Hermeneutika pembebasan berasumsi bahwa ada sekelompok

orang yang serius dalam merekonstruksi masyarakat menurut prinsip-prinsip

keadilan, kebebasan, kejujuran, dan integritas. Hermeneutika liberatif Farid Esack

memang patut diapresiasi sebagai model penafsiran yang progresif berpijak pada

teologi dan fokus pada kondisi Afrika Selatan yang dikuasai rezim Apartheid dan

57

Teks ayatnya berikut ini:

حغ١ ع ا ه للاه ا عجب ه ذ٠ خبذا ف١ب اهز٠ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan Tunjukkan

kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. 58

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h.107.

Page 83: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

68

layak dikembangkan dalam konteks negara dunia ketiga yang secara garis besar

terjerat dalam kemiskinan dan ketidakdilan.

2. Solusi Praktis Ala Farid Esack untuk Membebaskan yang Tertindas

Pada poin ini akan dijelaskan solusi praktis yang ditawarkan Farid Esack

untuk membebaskan yang tertindas, penulis berpendapat bahwa setiap poinnya

Esack rujuk dari al-Qur‟an, yang menunjukan bahwa al-Qurˋân merupakan solusi

untuk setiap problematika yang ada. Berikut di bawah ini paparan penjelasan

pembebasan kaum tertindas menurut Farid Esack:

Pertama keadilan. Keadilan dalam konteks ini adalah manusia diperintahkan

agar bersikap tidak melampaui batas dan menegakan timbangan yang adil.

Menurut al-Qurˋân keadilan adalah dasar keteraturan semesta (Qs. al-Jâṡiyah [45]:

22)59

, kemudian al-Qurˋân juga menyamakan keadilan dengan kebenaran (Qs. Āli-

Imrān [3]: 18)60

. Al-Qurˋân juga memerintahkan kaum beriman untuk menegakan

keadilan dan menjadi saksi Tuhan (Qs. al-Nisâ‟ [4]: 135)61

. Selain itu, orang-

orang yang mengorbankan hidupnya bagi tegaknya keadilan disamakan dengan

orang-orang yang mati di jalan Allah (Qs. Āli-Imrān [3]: 20)62

.

59

Teks ayatnya berikut ini: حك ا٤سض ثب اد ب اغه خك للاه ال ٠ظ ب وغجذ فظ ث زدض و

Dan Allah Menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar, dan agar setiap jiwa

diberi balasan sesuai dengan apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan. 60

Teks ayatnya berikut ini:

مغػ ال اـ االه ب ثب لآئ ع ا ا أ الئىخ ا ال اـ االه ذ للا أه ش حى١ عض٠ض ا ا Allah Menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan

orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha

Bijaksana. 61

Teks ayatnya berikut ini:

اذ٠ ا أ ع أفغى مغػ شذاء لل ثب ١ ا ه ا وا ل آ ب اهز٠ ا٤ ٠ب أ٠ ا لشث١

رعش ا أ ا ر أ رعذا ب فال رزهجعا ا ث فم١شا فبلل أ غ١ب أ ه للا ٠ى ظا فب

خج١شا ب رع ث وبWahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena

Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia

(yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka

janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu

memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti

terhadap segala apa yang kamu kerjakan. 62

Teks ayatnya berikut ini:

Page 84: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

69

Keadilan sebagai salah satu poin praktis untuk menyelesaikan problematika

hadirnya orang yang tertindas menuntut keteraturan semesta agar tidak adanya

penyimpangan terhadap tatanan masyarakat. Selain itu keadilan menempatkan

manusia untuk berlaku adil dalam konteks pertanggungjawaban kepada Tuhan di

satu sisi, dan hukum yang bekerja di alam semesta yakni hubungannya sesama

manusia di sisi lain. Sehingga tidak adanya pengelompokan golongan antar

sesama manusia dan keadilan merupakan bentuk penolakan menentang

penindasan dalam bentuk dan wujud apapun.63

Kedua hijrah. Hijrah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu berpindah

atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang

lebih baik dengan alasan tertentu.64

Seperti yang dijelaskan dalam Qs. an-Nisāˋ

[4]: 97)65

, bahwa salah satu pengentasan ketertindasan ialah meninggalkan daerah

di mana kita mendapatkan perilaku penindasan tersebut. Hijrah/ berpindah

dilakukan untuk menyingkir sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain

yang lebih baik guna menstabilkan keadaan dan sebagai bentuk usaha untuk

membebaskan diri dari ketertindasan.66

ا لل خ ذ أع ن فم حآخ فب فب ز أأع ١١ ا٤ ىزبة را ا أ هز٠ ل رهجع

عجبد للا ثص١ش ثب جالغ ب ع١ه ا ا فبه ه ا ر ه زذا ا فمذ ا أع Kemudian jika mereka membantah engkau (Muhammad) katakanlah, “Aku berserah diri

kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.” dan katakanlah kepada orang -

orang yang telah diberi kitab dan kepada orang-orang buta huruf “sudahkah kamu masuk Islam?”

Jika mereka masuk Islam, berarti mereka telah mendapat petunjuk, tetapi jika mereka berpaling,

maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.

63

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h. 104. 64

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 401. 65

Teks ayatnya berikut ini:

ف ا غزععف١ لبا وهب وز لبا ف١ فغ أ ٣ئىخ ظب ا فهب ر ه اهز٠ ا ا ٤سض لب

أ رى ص١شا أ عبءد ه خ ا ؤ ـئه اععخ فزبخشا ف١ب فؤ سض للا Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan

menzalimi sendiri,**mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab,

“Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).” Mereka (para malaikat) bertanya,

“Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?”

Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan (Jahannam) itu seburuk-buruk tempat

kembali. 66

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h. 132.

Page 85: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

70

Ketiga jihad. Di samping arti populernya sebagai perjuangan, jihad memiliki

makna yang lebih luas mencakup perjuangan untuk mengubah keadaan atau suatu

kaum. Farid Esack menerjemahkan jihad sebagai perjuangan praksis. Mengingat

menyeluruhnya penggunaan istilah ini dalam al-Qur‟an, bahwa jihad digunakan

untuk mengubah diri atau masyarakat, dan bisa pula dikatakan bahwa jihad

merupakan perjuangan sekaligus praksis.

Jihad dalam istilah Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu usaha dengan segala

daya upaya untuk mencapai kebaikan, yakni usaha sungguh-sungguh membela

agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga.67

Jihad sebagai

perjuangan dan praksis didefinisikan Farid Esack sebagai tindakan sadar yang

dilakukan suatu komunitas manusia yang bertanggung jawab untuk mengubah diri

maupun masyarakat melalui perjuangan demi kebenaran dan keadilan. Tujuan

jihad ialah untuk menghancurkan dan menumpas ketidakadilan, bukan untuk

mengganti sistem ketidakadilan yang satu dengan yang lainnya. Jihad adalah

perjuangan yang paling efektif dan tanpa henti untuk menghilangkan

pemberontakan melalui aksi damai demi mewujudkan kehidupan yang

berkeadilan dan damai.68

Keempat larangan praktik riba. Jalan hidup Nabi Muhammad saw bukanlah

suatu pilihan yang didasarkan pada asketisme pribadi semata, melainkan bagian

tujuan dari al-Qurˋân berupa tatanan sosial yang egaliter. Sistem ekonomi yang

ada dicela karena ketidakadilannya, dan pencelaan ini dikeluarkan bersama

perintah aktif untuk memberdayakan mustaḍ„afûn. Nabi Muhammad menghapus

praktik lintah darat, riba, perjudian, dan praktik-praktik ekonomi eksploitatif

lainnya. Riba juga dilarang oleh peringatan perang dari Allah dan Rasul-Nya

melalui surah al-Baqarah [2]: 278-279. Larangan praktik riba merupakan salah

satu cara untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera tanpa hadirnya

kelompok yang rugi dan kelompok yang diuntungkan.69

67

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 473. 68

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h. 107. 69

Farid Esack, Qur‟an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression, h. 110.

Page 86: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

71

Kelima larangan praktik rentenir. Adanya larangan dalam praktik rentenir

merupakan salah satu cara untuk menghilangkan hadirnya kelompok penindas dan

yang ditindas. Pemberi utang dituntut hanya untuk mengambil sejumlah uang

yang dipinjam dalam proses utang piutangnya, bukan mencari keuntungan dalam

proses tersebut. Farid Esack mengutip ayat al-Qurˋân yang didalamnya

memberikan solusi untuk masalah ini, yakni Qs. al-Baqarah [2]: 280.

Keenam perintah ṡadaqoh. Terakhir untuk memudahkan pemberdayaan

kaum lemah dan tak berdaya al-Qurˋân menjelaskan bahwa solusi yang paling

baik adalah diberlakukannya perintah untuk bersadaqoh, karena dalam harta si

kaya ada bagian yang harus dikeluarkan bagi yang miskin. Seperti yang dijelaskan

dalam Qs. al-Ma„ârij [70]:24-25, Qs. Al-Ẕariyât [51]: 19.

Prinsip keadilan distributif ini amat ditekankan agar harta itu tidak beredar di

antara orang-orang kaya saja. Hal ini dilakukan agar diantara sesama manusia

tidak terjadi pengelompokan antara si kaya dan si miskin yang nantinya akan

menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial. Islam sebagai agama sudah

mengatur hal ini jauh sebelumnya di dalam al-Qur‟an, hal ini merupakan bukti

bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan, merupakan bagian dari terlaksanakan

atau tidaknya ajaran Tuhan yang di dalamnya mengatur seluruh dimensi

kehidupan manusia.

Demikian solusi yang ditawarkan Farid Esack untuk memghapuskan segala

bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh kelompok penindas terhadap kelompok

yang ditindas. Solusi yang ditawarkan Esack terbagi kepada dua bagian, yakni

solusi metodologis, dan solusi praktis. Kedua solusi ini merupakan sumbangsih

besar yang diberikan Farid Esack sebagai aktivis sekaligus ahli tafsir dalam

menjawab persoalan yang muncul di kehidupan masyarakat.

Page 87: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

72

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di bab-bab sebelumnya mengenai perspektif Farid Esack

tentang terminologi kaum tertindas dalam al-Qurˋân, penulis berpendapat bahwa Esack

secara konsisten berpegang teguh kepada al-Qurˋân sebagai sumber utama ketika

menunjuk kelas sosial yang rendah dan miskin. Terminologi kaum tertindas dalam al-

Qurˋân perspektif Farid Esack meliputi empat lafal yang seluruhnya Esack rujuk dari ayat

al-Qurˋân, yaitu mustaḏ‘afûn (orang-orang lemah), arâdzîl (orang-orang tersisih), fuqarâ’

(orang-orang faqir), dan masâkîn (orang-orang miskin).

Keempat lafal tersebut menurut Esack menunjuk kepada orang yang tertindas, yang

dianggap lemah dan tidak berarti, serta yang diperlakukan secara arogan. Mereka adalah

orang yang rentan tersisih atau tertindas (secara sosio ekonomis) yang berada dalam

status sosial inferior. Hadirnya kaum tertindas ini disebabkan karena orang-orang yang

memiliki harta berlebih kurang memerhatikan orang-orang dengan taraf kehidupan

menengah ke bawah dan seseorang yang menyombongkan hartanya diiringi dengan sikap

tidak peduli terhadap kaum lemah, sehingga kondisi orang-orang yang lemah dan

tertindas disebabkan oleh perilaku atau kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka.

Inilah menurut Farid Esack orang-orang yang harus dibela kedudukannya dan harus

diperjuangkan haknya, karena mereka adalah orang-orang yang diperjuangkan haknya

oleh para Nabi. Di sini, Esack menggambarkan kaum tertindas dengan merujuk kepada

ayat al-Qurˋân yang menggambarkan kehidupan orang yang lemah, dimana kaum

tertindas tidak hanya terbatas kepada istilah mustaḏ‘afûn saja.

Kemudian solusi yang ditawarkan Farid Esack dapat dibagi menjadi dua poin, yaitu

berdasarkan praktis dan berdasarkan metodologis. Solusi untuk menghilangkan hadirnya

kaum tertindas menurut Esack berdasarkan praktis yaitu hijrah (meninggalkan daerah di

mana kita mendapatkan perilaku penindasan), jihad (perjuangan untuk mengubah

keadaan/ kaum), larangan praktik riba dan rentenir, dan perintah sadaqah. Dengan

Page 88: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

73

demikian akan tercapailah kesetaraan sesama manusia dan akan terwujud kehidupan yang

penuh dengan kedamaian.

Adapun berdasarkan metodologis, yakni hermeneutika yang berfungsi untuk

mendialektikakan antara teks kitab suci dengan pengalaman kemanusiaan, Esack

berupaya membumikan al-Qurˋân sebagai kitab suci yang mampu menyelesaikan

persoalan realitas. Hermeneutika yang berfungsi untuk praktik pembebasan yang

mengarahkan pada pembacaan kitab suci yang progresif, Esack memberikan formulasi

terbaik untuk menghapuskan keberadaan kaum tertindas yang ia sebut dengan tafsir

liberatif. Keunikan hermeneutika ini adalah menempatkan posisi sentral penafsiran pada

teks partikular (prior text) dan responsinya terhadap konteks tanggapan audiens, serta

menekankan arti penting relevansi teks dalam konteks kontemporer. Hal penting yang

ingin dicapai Farid Esack dari gagasannya adalah menemukan kembali “makna baru”

hermeneutika dalam konteks partikular sosial-politiknya sesuai dengan konteks Afrika

Selatan.

Term-term penting yang diambil dari Al-Qurˋân oleh Esack yaitu, taqwâ (integritas

dan kesadaran akan kehadiran Tuhan), tauhîd (keesaan Tuhan), an-Nâs (manusia), al-

mustaḏ’afûn fi al-arḏ (yang tertindas di bumi), adl dan qisṯ (keadilan dan keseimbangan),

serta jihâd (perjuangan dan praksis). Term-term tersebut berfungsi untuk memperlihatkan

bagaimana hermeneutika pembebasan Al-Qurˋân bekerja dengan dialektika antara teks

dan konteks serta pengaruhnya.

B. Saran

Demikian sekilas kajian terhadap pemikiran Farid Esack mengenai terminologi kaum

tertindas dalam al-Qurˋân dan solusi yang ditawarkan Farid Esack untuk menghilangkan

hadirnya kaum tertindas. Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis

merokemendasikan berupa saran penelitian untuk kedepannya bahwa hendaknya ada

peneliti yang membahas bagaimanakah kondisi Afrika Selatan yang dalam hal ini tempat

tinggalnya Farid Esack pasca pembebasan. Apakah solusi yang ditawarkan Farid Esack

ini memiliki efek signifikan untuk Afrika Selatan hingga saat ini. Dan hendaknya ada

penelitian juga yang menjelaskan kegiatan akademik Farid Esack saat ini, hal ini akan

Page 89: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

74

memudahkan para akademisi/ seorang sarjana mengetahui intelelektual muslim asal

Afrika Selatan yaitu Farid Esack yang memberikan sumbangsih yang besar bagi

negaranya secara umum, dan keilmuan Islam secara khusus.

Page 90: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

75

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

„Abd Bâqīî, Muḥammad Fu‟âd. Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh Al-Qurˋân. Mesir: Dâr

al-Kutûb, 1364.

„Abd Halim, Mani‟. Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif Metode Ahli Tafsir.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.

Abdurrahman, dkk. Agama-Agama di Dunia. Cet.1. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga

Press, 1988.

Arifin, Ahmala. Tafsir Pembebasan: Metode Interpretasi Progresif ala Farid Esack.

Yogyakarta: Aura Pustaka, 2011.

Azra, Azyumardi, dkk. Nilai-Nilai Pluralisme Dalam Islam. Cet. 1. Bandung: Penerbit

Nuansa, 2005.

Badruzaman, Abad. Teologi Kaum Tertindas (Kajian Tematik Ayat-Ayat Mustaḏ‘afîn

dengan Pendekatan Keindonesiaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007.

Burhanuddin, Mamat S. Hermeneutika Al-Qurˋân ur’an ala Pesantren (Analisis

Terhadap Tafsir Marāh Labīd Karya K.H. Nawawi Banten). Yogyakarta: UII

Press, 2006.

Chodjim, Achmad. Kekuatan Taqwâ : Mati sebagai Muslim Hidup sebagai Pezikir.

Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014.

Creswell, John W. Desain Penelitian Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.

Diterjemahkan oleh Angkatan III dan IV KIK-UI dengan Nur Khabibah. Jakarta:

KIIK Press, 2003.

Dahlan, H.A.A. dkk. Asbābun Nuzūl Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-

Qurˋân. Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2004.

Esack, Farid. Membebaskan yang Tertindas. Cet. 1. Terj. Watung A. Budiman. Bandung:

Mizan, 2000

________. On Being A Muslim: Finding a Religious Path In The World Today (Oxford:

Oneworld, 1999).

________. Samudera Al-Qur’an. terj. Nuril Hidayah. Yogyakarta: Diva Press, 2007.

________. Qur’an, Liberation and Pluralism An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Against Oppression. Oxford: Oneworld, 1997.

Freire, Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas. Cet. 1 Jakarta: PT Temprint, 1985.

Page 91: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

76

Hamid, Zahri. Takwa Penyelamat Umat. Yogyakarta: Lembaga Penerbitan Ilmiyah,

1975.

Hanafi, Muchlis M. Hukum Keadilan dan Hak Asasi Manusia (Tafsir Al-Qur’an

Tematik). Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2010.

Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutika. Cet. 3.

Jakarta: Paramadina, 1996.

Muchtar, Aflatun. Tunduk Kepada Allah Fungsi dan Peran Agama dalam kehidupan

Manusia. Cet 1. Jakarta: Khazanah Baru, 2001.

Munawwir, Aḥmad Warson. al-Munawwir: Kamus Besar Arab-Indonesia. cet. 14.

Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Pothholm, Christian P. Four African Political System. New Jersey: Preinticehall, 1970.

Quṭb, Sayyid. Tafsir Fī Ẓilāli Qur’ān. Beirut: Dar Al-Syuraq, 1967.

Al-Qattan, Manna‟ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Diterjemahkan oleh Mudzakir

AS. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013.

________. Mabāhiṡ fi ‘ulūmil Al-Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah.

Sabiq, Sayid. Islam Dipandang dari Segi Rohani-Moral-Sosial. Diterjemahkan oleh

Zainuddin, dkk. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994.

Shihab, M. Quraish Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2006.

Syarifuddin, Amir. Garis-Garis Besar Fikih. Jakarta: Kencana, 2003.

Syibromalisi, Faizah Ali dan Jauhar Azizy. Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern.

Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011.

al-Ṭabari. Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta`wīl Āyi al-Qur`ān. Kairo: Dār Al-Hadīṡ, 2001.

Thomson, Leornard dan Andrew Prior. South African Politics. New York: The Vail-

Ballov Press, 1982.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 3. Cet. 2.

Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab- Indonesia. Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989.

al-Zuhaily, Wahbah. al-Wajīr Fi al-Fiqhi al-Islām. Juz.2. Beirut: Dar al-Fikr, 2006.

Skripsi, Tesis, Disertasi:

Ahmad, Nazi. “Islam Tentang Jihad Dalam Pandangan Farid Esack”. Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Page 92: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

77

Arif, Miftahul. “Metode Tafsir Kontemporer (Studi Analisis terhadap Metode Tafsir

Tafsir Progressif Farid Esack). Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo,

2010.

Castiah, Tati. “Farid Esack dan Paham Pluralisme Agama”. Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Fadilah, Adi. “Epistemologi Al-Qur‟an Kontemporer: Analisis Komparatif Farid Esack

dan Zianuddin Sardar”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2015.

Hidayat, Rizky Suryana. “Al-Mustaḍ‟afīn dalam perspektif Murtaḍā Muṭahharī

(Penafsiran Sūrāḥ (4): 97-99 dan Sūrāḥ (28): 5)”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.

Mubarokah, Lailatin. “Hak Asasi Manusia dalam Al-Qur‟an (Studi Analisa Pemikiran

Farid Esack)”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2017.

Jurnal:

Abidin, Ahmad Zainal. “Epistemologi Tafsir Al-Qurˋân Farid Esack”. Jurnal Theologia.

Vol. 24. No.1. (2013): 1-22.

Esack, Farid. “Contemporary Religious Thought in South Africa and the Emergence of

Qur‟anic Hermeneutical Notion”. Dalam Islam and Christian Muslim Relation 2

(1991): 215-219.

________. “Qur‟anic Hermeneutics: Problem and Prospect”. The Muslim World. Vol.

83. No.2 (1993): 119-138

Fawaid, Ah. “Polemik Nasakh dalam Kajian Ilmu Al-Qurˋân”. Ṣuḥuf. Vol. 4, No. 2

(2011). 247-270.

Hadi, Warsito. “Menimbang Paradigma Hermeneutika dalam Menafsirkan Al-Qurˋân”.

El-Banat Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam. Vol. 6. (2016): 28-39.

Hasby, Guntur dkk. “Konseptualisasi Kemiskinan dan Penindasan Perspektif Farid

Esack”. Diya al-Afkar. Vol. 5. No. 1 (2017): 1-17.

Hipni, Mohammad. “Hermeneutik: Seni Memahami Teks Al-Qurˋân”. RELIGIA 14, no.

1 (2011): 1-42

Iswahyudi. “Dari Pewahyuan Progressif Menuju Tafsir Pembebasan Telaah Atas

Hermeneutika Al-Qurˋân Farid Esack”. Al-Tahrir. Vol.11. No.1. (2011): 77-97.

Kaltsum, Lilik Ummi. “Tafsir Al-Qur‟an: Antara Teks dan Realitas”. Tulisan ini

disampaikan pada acara konferensi internasional di pasca sarjana 2011 dan diskusi

dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (2015): 1-14.

Page 93: FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42954/1/DEA FAUZIAH-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama, sesuai dengan Surat

78

Sharp, John. “Non-Racialism and Its Discontentets: a Post-apartheid Paradox”.

International Social Sciences Journal (1998): 153- 243

Sudarman. “Pemikiran Farid Esack tentang Hermeneutika Pembebasan Al-Qurˋân”. Al-

Adyan. Vol. X. No.1. (2015): 83-98.

Thahir, Lukman S. “Islam Ideologi Kaum Tertindas: Counter Hegemony Kaum Marginal

dan Mustaḍ„afīn”. Jurnal Hunafa. Vol.6. No.1 (2009): 18-28

Wahid, M. Abduh. “Tafsir Liberatif Farid Esack”. Tafsere. Vol. 4. No. 2. (2016): 149-

164.

Wartini, Atik. “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah”. Hunafa:

Jurnal Studi Islamika 11. No.1 (2014): 109-126.

Website:

https://googleweblight.com/i?u=https://m.liputan6.com/tag/afrika-selatan&hl=id-ID.

https://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan.

http://www.homepagefaridesack.com.

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&crt=j&rnl=http://edst-

educ.sites.olt.ubc.ca/files/2018/03/2018-Noted-Scholar-Farid-Esack-

CourseOutline.pdf&ved=2ahUKEwiF15SfvqfdAhUIR48KHflKBdoQFjAGegQIB

BAB&usg=AoVvaw01tWq9WQZjQknLvLIZJXf3.

Islamlib.com/tokoh/farid-esack-dan-hermeneutika-pembebasan-al-quran/.

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&crt=j&rnl=http://edst-

educ.sites.olt.ubc.ca/files/2018/03/2018-Noted-Scholar-Farid-Esack-

CourseOutline.pdf&ved=2ahUKEwiF15SfvqfdAhUIR48KHflKBdoQFjAGegQIB

BAB&usg=AoVvaw01tWq9WQZjQknLvLIZJXf3.

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&crt=j&url=https://www.uj.ac.za/contact

/Pages/Farid-

Esack.aspx&ved=2ahUKEwiF15SfvqfdAhUIr48KHflKBdoQFjAegQIBRAB&U

SG=AOvVaw2T9EmHgqk1W3NEbxl_pir.

Youtube:

Faiz, Fahruddin. melalui youtube https://youtu.be/woRO8Ur6AiU diakses pada tanggal

12 April 2018