177
FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS DELENG POKHKISEN KABUPATEN ACEH TENGGARA TESIS OLEH : RAHMAN SABRI 1602011153 PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN 2019

FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

i

FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP

PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS DELENG POKHKISEN

KABUPATEN ACEH TENGGARA

TESIS

OLEH :

RAHMAN SABRI

1602011153

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA

MEDAN

2019

Page 2: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

2

FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP

PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS DELENG POKHKISEN

KABUPATEN ACEH TENGGARA

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memeroleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M)

dalam Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kebijakan Manajemen Dan Pelayanan Kesehatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Helvetia Medan

Oleh:

RAHMAN SABRI

1602011153

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA

MEDAN

2019

Page 3: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

3

Page 4: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

4

Telah Diuji pada Tanggal 04 November 2019

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. H. Ismail Efendy, M.Si

Anggota : 1. Nur Aini, S.Pd., M.Kes

2. Dr. Mappeaty Nyorong, M.P.H

3. Rapida Saragih, S.K.M., M.Kes

Page 5: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

5

Page 6: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

6

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI

Sebagai sivitas akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan

Helvetia Medan, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rahman Sabri

Nim : 1602011153

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas : Kesehatan Masyarakat

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Fakultas Kesehatan Masyarakat Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non

Exclusive Royalty Freeb Right) atas tesis saya yang berjudul :

FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT

ISPA DI PUSKESMAS DELENG POKHKISEN

KABUPATEN ACEH TENGGARA

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Non

Eksklusif ini Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan

berhak menyimpan, mengalih media format, mengelola dalam bentuk pangkalan

data (Database), merawat dan mempublikasi tesis saya tanpa meminta izin dari

saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis, pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian persyaratan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : 04 November 2019

Yang menyatakan,

(Rahman Sabri)

Page 7: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

i

Page 8: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

ii

ABSTRAK

FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGGINYA PENYAKIT ISPA PADA

BALITA DI PUSKESMAS DELENG POKHKISEN

KABUPATEN ACEH TENGGARA

RAHMAN SABRI

NIM. 1602011153

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit

menular dan penyebab kematian yang paling banyak terjadi pada anak di Negara

berkembang. Berdasarkan survei awal peneliti yang dilakukan ditemukan bahwa

jumlah penyakit ISPA pada balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen bulan

November tahun 2018 berjumlah 48 balita. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui faktor yang memengaruhi tingginya penyakit ISPA pada balita.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

sectional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 218 ibu balita dan sampel yang

diambil dengan cara random sampling sebanyak 69 orang. Metode pengumpulan

data yaitu data primer dan data sekunder. Analisa data yang digunakan yaitu uji

regresi binary logistic. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki sig-p 0,016 <

0,05, sikap memiliki sig-p 0,610 > 0,05, pemberian ASI Eksklusif memiliki sig-p

0,004 < 0,05, memiliki ventilasi sig-p 0,040 < 0,05 dan kepadatan hunian

memiliki sig-p 0,014 < 0,05.

Kesimpulan dalam penelitian ini ada pengaruh pengetahuan, pemberian ASI

eksklusif, ventilasi dan kepadatan hunian terhadap tingginya penyakit ISPA pada

balita, sedangan sikap tidak memiliki pengaruh terhadap tingginya penyakit ISPA

pada balita. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

penjelasan dan bahan masukan bagi Puskesmas untuk meningkatkan pemberian

informasi kepada ibu serta masyarakat berupa penyuluhan atu promosi kesehatan

agar masyarakat dapat lebih memperbaiki perilakunya dalam melakukan

pencegahan ISPA.

Kata Kunci : Faktor yang Memengaruhi, Tingginya Penyakit ISPA

Daftar Pustaka : 22 Buku + 43 Jurnal (1974-2019)

Page 9: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

anugerah-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang

berjudul “Faktor yang Memengaruhi Tingginya Penyakit ISPA pada Balita di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara”.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M.) pada Program

Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan

berbagai pihak, baik dukungan moril, materil dan sumbangan pemikiran. Untuk

itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes, selaku Pembina Yayasan

Helvetia Medan.

2. Iman Muhammad, SE., S.Kom., M.M., M.Kes, selaku Ketua Yayasan

Helvetia Medan.

3. Dr. H. Ismail Efendy, M.Si, selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia,

sekaligus Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan memberikan

pemikiran dalam membimbing penulis selama penyusunan Tesis ini.

4. Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia.

5. Anto, SKM., M.Kes., M.M, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia.

6. Nur Aini, S.Pd., M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan memberikan pemikiran dalam membimbing penulis

selama penyusunan Tesis ini.

7. Dr. Mappeaty Nyorong, M.P.H, selaku Dosen Penguji I yang telah

meluangkan waktu dalam memberikan arahan dan masukan dalam

penyempurnaan Tesis ini.

8. Rapida Saragih, S.K.M., M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan Tesis ini.

Page 10: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

iv

9. Seluruh Dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah

mendidik dan mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

10. Teristimewa penulis mengucapkan untuk Ayahanda, Ibunda, dan Keluarga

besar yang tak pernah berhenti mendoakanku dan selalu memberikan

dukungan baik materi maupun spiritual, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tesis ini.

11. Terima kasih Kepada orang tercinta Pitri Rahmawati yang telah mengerti,

perhatian, mendukung, mendoakan, membantu, menghibur selama

menyelesaikan Tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan Tesis ini.

Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan Hidayah-Nya atas segala

kebaikan yang telah diberikan.

Medan, 04 November 2019

Rahman Sabri

1602011153

Page 11: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

v

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Rahman Sabri yang dilahirkan pada tanggal 12 Juni 1995

di Kutacane dari Orang tua Jun Harman dan Asniati. Penulis beragama Islam. Saat

ini Penulis tinggal di Desa Deleng Megakhe, Kecamatan Badar, Kabupaten Aceh

Tenggara, Provinsi Aceh bersama keluarga.

Penulis menyelesaikan Pendidikan di SD Negeri 5 Kutacane pada tahun

2006. Pada Tahun 2009 Penulis menamatkan Sekolah di SMP Negeri 1 Badar,

pada tahun 2012 penulis menamatkan Sekolah di SMA Negeri 1 Badar, pada

tahun 2016 Penulis menamatkan S1 Kesehatan Masayarakat di Institut Kesehatan

Helvetia. Pada Tahun 2016 hingga sekarang Penulis mengambil pendidikan S2

Kesehatan Masyarakat di Institut Kesehatan Helvetia.

Penulis juga memiliki riwayat pekerjaan sebagai Tenaga Honorer di Balai

Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah

Sumatera sampai saat ini.

Page 12: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

vi

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRACT ..................................................................................................... i

ABSTRAK ...................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 8

1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 9

1.4.1. Manfaat Teoritis ........................................................... 9

1.4.2. Manfaat Praktis ............................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 10

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu ..................................................... 10

2.2. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ................................. 18

2.2.1. Definisi ISPA ............................................................... 18

2.2.2. Etiologi ISPA ............................................................... 19

2.2.3. Klasifikasi ISPA ........................................................... 19

2.2.4. Tanda-Tanda Penyakit ISPA ........................................ 20

2.2.5. Penatalaksanaan dan Penobatan ISPA ......................... 21

2.2.6. Penularan ISPA Dilihat dari Kondisi Fisik Rumah...... 22

2.2.7. Pencegahan dan Pemberantasan ISPA ......................... 23

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pencegahan ISPA.............. 24

2.3.1. Pengetahuan .................................................................. 24

2.3.2. Sikap (Attitude) ............................................................. 31

2.3.3. Ventilasi Rumah ........................................................... 33

2.3.4. Kepadatan Hunian Rumah ............................................ 36

2.3.5. Pemberian ASI Eksklusif .............................................. 41

2.4. Landasan Teori ........................................................................ 42

2.5. Kerangka Teori ........................................................................ 44

2.6. Kerangka Konsep .................................................................... 44

2.7. Hipotesis Penelitian .................................................................. 45

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 46

3.1. Desain Penelitian ..................................................................... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 46

Page 13: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

vii

3.2.1. Lokasi Penelitian .......................................................... 46

3.2.2. Waktu Penelitian ........................................................... 46

3.3. Populasi dan Sampel ............................................................... 47

3.3.1. Populasi ........................................................................ 47

3.3.2. Sampel .......................................................................... 47

3.4. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 48

3.4.1. Jenis Data ...................................................................... 48

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data ........................................... 48

3.4.3. Uji Reliabilitas dan Reliabilitas .................................... 48

3.5. Variabel dan Definisi Operasional .......................................... 52

3.6. Metode Pengukuran ................................................................. 54

3.7. Metode Pengolahan Data ........................................................ 56

3.8. Analisis Data ............................................................................ 57

BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 59

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ 59

4.1.1. Demografi ..................................................................... 60

4.1.2. Visi dan Misi Puskesmas Deleng Pokhkisen .................. 61

4.2. Hasil Penelitian ........................................................................ 61

4.2.1. Analisis Univariat ......................................................... 61

4.2.2. Analisis Bivariat ........................................................... 68

4.2.3. Analisis Multivariat ...................................................... 72

BAB V PEMBAHASAN .............................................................................. 77

5.1. Pembahasan Penelitian ............................................................. 77

3.1.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Tingginya Penyakit

ISPA pada Balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen

Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2018 ....................... 77

3.1.2 Pengaruh Sikap terhadap Tingginya Penyakit ISPA

pada Balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen

Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2018 ....................... 80

3.1.3 Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif terhadap

Tingginya Penyakit ISPA pada Balita di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara Tahun

2018 .............................................................................. 85

3.1.4 Pengaruh Ventilasi terhadap Tingginya Penyakit

ISPA pada Balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen

Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2018 ....................... 89

3.1.5 Pengaruh Kepadatan Hunian terhadap Tingginya

Penyakit ISPA pada Balita di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2018...... 94

5.2. Implikasi Penelitian .................................................................. 99

5.3. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 100

Page 14: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

viii

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 101

6.1. Kesimpulan .............................................................................. 101

6.2. Saran ......................................................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105

LAMPIRAN

Page 15: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner Pengetahuan ..................................... 49

3.2. Hasil Uji Validitas Kuesioner Sikap ................................................. 50

3.3. Hasil Uji Validitas Kuesioner Ventilasi ............................................ 50

3.4. Hasil Uji Validitas Kuesioner Kepadatan Hunian ............................ 50

3.5. Hasil Uji Reliabilitas ....................................................................... 51

3.6. Aspek Pengukuran ........................................................................... 55

4.1. Distribusi Karakteristik Responden di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara ............................................. 61

4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Berdasarkan Pengetahuan

Responden di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh

Tenggara .......................................................................................... 62

4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara .............. 63

4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara .............. 64

4.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Responden di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara ................................ 65

4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara .............. 65

4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Keadaan

Ventilasi di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh

Tenggara .......................................................................................... 66

4.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keadaan Ventilasi di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara .............. 66

4.9. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Kepadatan

Hunian di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh

Tenggara .......................................................................................... 67

Page 16: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

x

4.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepadatan Hunian di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara .............. 67

4.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingginya Penyakit ISPA pada

Balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh

Tenggara .......................................................................................... 68

4.12. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Tingginya

Penyakit ISPA pada Balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen

Kabupaten Aceh Tenggara .............................................................. 68

4.13. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Tingginya Penyakit

ISPA pada Balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten

Aceh Tenggara ................................................................................. 69

4.14. Tabulasi Silang Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Tingginya Penyakit ISPA pada Balita di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara ............................................. 70

4.15. Tabulasi Silang Hubungan Keadaan Ventilasi dengan Tingginya

Penyakit ISPA pada Balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen

Kabupaten Aceh Tenggara .............................................................. 70

4.16. Tabulasi Silang Hubungan Kepadatan Hunian dengan Tingginya

Penyakit ISPA pada Balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen

Kabupaten Aceh Tenggara .............................................................. 71

4.17. Hasil Uji Multivariat Regresi Logistik Tahap I ............................... 73

4.18. Hasil Uji Multivariat Regresi Logistik Tahap II .............................. 73

Page 17: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Kerangka Teori .............................................................................. 44

2.2. Kerangka Konsep .......................................................................... 45

Page 18: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 : Kuesioner .................................................................................. 109

2 : Master Tabel Uji Validitas ........................................................ 112

3 : Master Tabel Penelitian ............................................................ 115

4 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .......................................... 118

5 : Output SPSS ............................................................................. 124

6 : Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) ................................... 137

7 : Surat Izin Survei Awal dari Institut Kesehatan Helvetia ............ 138

8 : Surat Balasan Izin Survei Awal ................................................. 139

9 : Surat Izin Uji Validitas dari Institut Kesehatan Helvetia ........... 140

10 : Surat Balasan Uji Validitas ........................................................ 141

11 : Surat Izin Penelitian dari Institut Kesehatan Helvetia ................ 142

12 : Surat Balasan Izin Selesai Penelitian ........................................ 143

13 : Lembar Bimbingan Tesis 1 ....................................................... 144

14 : Lembar Bimbingan Tesis 2 ....................................................... 145

15 : Dokumentasi Penelitian ............................................................ 146

Page 19: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hidup sehat merupakan hak yang di miliki oleh setiap manusia yang ada di

dunia ini, akan tetapi diperlukan berbagai cara untuk mendapatkannya. Untuk

dapat mengukur derajat kesehatan masyarakat digunakan beberapa indikator,

salah satunya adalah angka kesakitan dan kematian balita. Pemecahan masalah

kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tetapi

harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah kesehatan

tersebut (1).

Permasalahan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

cenderung meningkat dalam beberapa decade terakhir baik secara global maupun

nasional. ISPA telah menjadi pembunuh utama balita di dunia. Penyakit ini

menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di Negara maju maupun di negara-

negara sedang berkembang. Kesuksesan pencegahan dan pengendalian ISPA

sangat tergantung pada kinerja fasilitas pelayanan kesehatan yang didukung oleh

sumber daya yang cukup, tenaga kesehatan yang berkomitmen serta strategi dan

kebijakan yang dilaksanakan secara terintegrasi, komprehensif dan

berkesinambungan. Upaya penanggulangan ISPA memerlukan upaya bersama

secara lintas unit kerja di Kementerian Kesehatan, lintas sektor terkait yang

didukung dengan keterlibatan masyarakat, termasuk akademisi, profesional dan

dunia usaha, dengan dukungan politis. Penanggulangan masalah ini perlu

Page 20: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

2

dilakukan secara komprehensif mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif (2).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit

menular dan penyebab kematian yang paling banyak terjadi pada anak di Negara

berkembang. Infeksi saluran pernapasan ini menyebabkan 4 dari 15 juta perkiraan

kematian pada anak berusia di bawah lima tahun pada stiap tahunnya sebanyak

dua pertiga kematian tersebut adalah bayi. Pneumonia merupakan penyebab

utama kematian balita di dunia. Penyakit ini menyumbang 16% dari seluruh

kematian anak di bawah 5 tahun, yang menyebabkan kematian pada 920.136

balita, atau lebih dari 2.500 per hari, atau di perkirakan 2 anak Balita meninggal

setiap menit pada tahun 2015. Menurut World Health Organization (WHO)

insiden ISPA di negara seperti Amerika, Afrika dan negara di benua Asia pada

tahun 2016 diperkirakan terjadi kematian di atas 40 per 1000 kelahiran hidup

adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita (1).

Menurut Kementerian Kesehtan Republik Indonesia (Kemenkes, RI) tahun

2017 berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA, didapatkan insiden (per 1000

balita) di Indonesia sebesar 20,54. Sampai dengan tahun 2014, angka cakupan

penemuan pneumonia balita tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar

antara 20%-30%. Peningkatan cakupan pada tahun 2015-2017 dikarenakan

adanya perubahan angka perkiraan kasus dari 10% menjadi 3,55%, selain itu ada

peningkatan dalam kelengkapan pelaporan dari 91,91% pada tahun 2015 menjadi

94,12% pada tahun 2016 dan 97,30% pada tahun 2017. Pada tahun 2017 terdapat

dua provinsi yang cakupan penemuan pneumonia balita sudah mencapai target

Page 21: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

3

yaitu DKI Jakarta 98,54% dan Kalimantan Utara 81,39%, sedang provinsi yang

lain masih di bawah target 80%, capaian terendah di provinsi Papua 0,60% (3).

Sejak tahun 2015 indikator Renstra yang digunakan adalah persentase

Kabupaten/Kota yang 50% puskesmasnya melakukan pemeriksaan dan

tatalaksana standar pneumonia baik melalui pendekatan MTBS (Manajemen

Terpadu Balita Sakit), maupun program P2 ISPA. Pada tahun 2015 tercapai

14,62% sedangkan target sebesar 20%, tahun 2016 tercapai 28,07% dari target

30%, tahun 2017 tercapai 42,6% dari target 40%. Tercapainya target pada tahun

2017 selain karena penerapan tatalaksana standar pneumonia di puskesmas sudah

dilaksanakan, juga meningkatnya partisipasi puskesmas dalam melaksanakan

pelaporan sesuai format yang sudah ditetapkan. Angka kematian akibat

pneumonia pada balita tahun 2016 sebesar 0,22% pada tahun 2017 menjadi

0,34%. Pada tahun 2017, Angka kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi

lebih tinggi yaitu sebesar 0,56% dibandingkan pada kelompok anak umur 1-4

tahun sebesar 0,23% (3).

Menurut profil kesehatan Provinsi Aceh tahun 2017 populasi yang rentan

terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih

dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan

imunologi). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini

yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus

pneumonia pada balita sebesar 10 % dari jumlah balita di wilayah Aceh yaitu

sebanyak 45.280 kasus. Cakupan penemuan pneumonia pada balita tahun 2017

sebesar 6 % (2.779 kasus) (4).

Page 22: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

4

Infeksi pada sistem pernapasan dideskripsikan sesuai dengan areanya.

Pernapasan atau saluran pernapasan atas yang meliputi hidung dan faring. Sistem

pernafasan bawah meliputi bronkus, bronkeulus dan alveolus. Infeksi pernapasan

menyebar dari satu struktur kestruktur lain karena terhimpitnya membrane mucus

yang membentuk garis lurus pada seluruh sistem. Akibatnya infeksi sistem

pernapasan meliputi beberapa area dari pada struktur tunggal, walaupun efeknya

berpengaruh pada banyak penyakit (2).

ISPA bisa menyebabkan komplikasi atau penyulit, dimana ISPA bisa

masuk ke telinga sehingga menimbulkan radang telinga bagian tengah (otitis

media), yaitu keluarnya cairan serupa nanah keluar dari telinga. Selain itu

penderita juga beresiko menderita sinusitis atau infeksi dari rongga pipi, bahkan

ketika ISPA turun kebawah penderita bisa mengalami bronkhitis atau bahkan

bronko pneumonia. Bukan hanya infeksi di saluran paru tapi juga ke jaringan

paru. Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit dengan angka kesakitan , dan

angka kematian yang cukup tinggi, maka penyakit ISPA perlu penanganan yang

terpadu, terarah yang ditujukan pada perbaikan mutu lingkungan atau keadaan

perumahan serta penatalaksanaan penderita pada Puskesmas/Rumah sakit. Dengan

mengingat angka kesakitan dan angka kematian dari penyakit ISPA yang cukup

tinggi sehingga dalam penanganannya diperlukan kesadaran yang lebih tinggi

baik dari masyarakat maupun petugas, terutama faktor-faktor yang mempengaruhi

derajat kesehatan (2).

Kematian akibat ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA

yang berat, karena infeksi telah menyerang paru-paru. Kondisi ISPA ringan

Page 23: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

5

dengan flu dan batuk biasa sering diabaikan, akibatnya jika daya tahan tubuh anak

lemah penyakit tersebut akan dengan cepat menyebar ke paru-paru. Kondisi

demikian jika tidak mendapat pengobatan dan perawatan yang baik dapat

menyebabkan kematian. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA

(5). Menurut Wantania, et al., kejadian ISPA dipengaruhi oleh agen penyebab

seperti virus dan bakteri, faktor pejamu (usia anak, jenis kelamin, status gizi,

imunisasi dan lain-lain) serta keadaan lingkungan (polusi udara dan ventilasi).

Usia anak merupakan faktor predisposisi utama yang menentukan tingkat

keparahan serta luasnya infeksi saluran nafas. Selain itu, status gizi juga berperan

dalam terjadinya suatu penyakit. Hal ini berhubungan dengan respon imunitas

seorang anak. Penyakit ISPA sering dikaitkan dengan kejadian malnutrisi dan

stunting pada anak (6).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan, baik

kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, untuk itu Hendrik L. Blum,

menyatakan ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat

yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor

keturunan. Keempat faktor tersebut disamping berpengaruh langsung kepada

kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan

tercapai secara optimal, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama

mempunyai kondisi yang optimal pula (7).

Beberapa faktor yang berkaitan dengan penyakit ISPA yang terjadi pada

ibua diantaranya adalah (a) pendidikan ibu tentang kebersihan dan kesehatan,

pengetahuan ibu tentang memeliharaha kesehatan dan lingkungannya, informasi

Page 24: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

6

yang diperoleh masyarakat dari penyuluh kesehatan tentang penyakit dan

penyebab penyakit tersebut khususnya pada penyakit ISPA, serta lingkungan

sekitar masyarakat yang tidak bersih dan membakar sampah secara sembarangan.

(8)

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo, faktor-faktor yang

merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaItu

faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan

dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung

(enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau

yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.Terakhir faktor

penguat seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain. (9)

Ijana mengemukakan dalam penelitiannya tahun 2017 bahwa faktor resiko

terjadinya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita meliputi faktor

lingkungan, pemberian ASI, status ekonomi, pendidikan orang tua, umur anak,

status gizi, dan status imunisasi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa faktor

lingkungan berkontribusi 11,35 kali lipat lebih tinggi terhadap kejadian ISPA

pada balita di Puskesmas Dinoyo Kota Malang (10).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sofia tahun 2016 banyak rumah

tangga yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kebiasaan ibu

menggendong anak sambil memasak juga masih banyak hal ini disebabkan

mereka beranggapan anak akan menangis jika ditinggalkan ibunya untuk

memasak. Asap dapur dan faktor perilaku seperti kebiasaan merokok keluarga

dalam rumah sangat berpengaruh karena asap tersebut dapat menyebabkan

Page 25: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

7

gangguan kesehatan akibat terhirup asap rokok yang umumnya adalah anak-anak.

Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara pengetahuan ibu keberadaan perokok dalam rumah dan bahan bakar

memasak (kayu) dengan perilaku pencegahan ISPA pada balita (11).

Berdasarkan survei awal peneliti yang dilakukan ditemukan bahwa jumlah

penyakit ISPA pada balita yang ada di Puskesmas Deleng Pokhkisen pada bulan

September sebanyak 20 balita, bulan Oktober 37 balita dan bulan November tahun

2018 yaitu berjumlah 48 balita, dan setelah dilakukan wawancara langsung

kepada 10 orang ibu, 6 orang ibu yang memiliki balita diantaranya mengalami

ISPA sedangkan 4 orang lainnya tidak mengalami ISPA. Tingginya kejadian

ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Deleng Pokhkisen terjadi dikarenakan

kurangnya pengetahuan ibu dalam melakukan pencegahan ISPA, banyak ibu

hanya mengetahui apa itu penyakit ISPA, namun tidak mengetahui bahaya,

dampak dan cara pencegahannya seperti tidak memberikan ASI Eksklusif 0-6

bulan, tidak memberikan imunisasi secara lengkap dan tidak menjauhkan balita

dari keluarga yang merokok.

Selain itu apabila dilakukan penyuluhan oleh tenaga kesehatan para ibu

tidak secara aktif mendengarkan dan cenderung bereaksi negatif seperti mereka

hanya menganggap informasi diberikan sudah sering dilakukan dan masyarakat

merasa mereka sudah lebih paham dalam melakukan pencegahan penyakit ISPA.

Kondisi lingkungan rumah juga menjadi salah satu penyebab tingginya penyakit

ISPA di wilayah kerja Puskesmas Deleng Pokhkisen dimana banyak rumah yang

tidak memiliki ventilasi sesuai dengan syarat rumah sehat dan banyak rumah yang

Page 26: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

8

memiliki kepadatan hunian yang menyebabkan udara di dalam rumah menjadi

panas dan udara tidak dapat besirkulasi dengan baik.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Faktor yang Memengaruhi Balita terhadap Penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah

pada penelitian ini adalah faktor apa saja yang memengaruhi balita terhadap

penyakit ISPA di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor apa saja

yang memengaruhi balita terhadap penyakit ISPA di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

1.3.2. Tujuuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh faktor pengetahuan terhadap penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

2. Untuk mengetahui pengaruh faktor sikap terhadap penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

3. Untuk mengetahui pengaruh faktor pemberian ASI Eksklusif terhadap

penyakit ISPA di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

Page 27: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

9

4. Untuk mengetahui pengaruh faktor keadaan ventilasi terhadap penyakit ISPA

di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

5. Untuk mengetahui pengaruh faktor jumlah hunian terhadap penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Menambah informasi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya

dalam ilmu kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan penerapan perilaku

masyarakat dalam pencegahan penyakit ISPA.

2. Sebagai bahan informasi dan referensi dibidang ilmu kesehatan masyarakat

yang berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA pada

balita.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Informasi yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran yang jelas dan masukan kepada masyarakat dan orang tua tentang

pencegahan ISPA yang baik sehingga menjadikan ilmu untuk perbaikan

kesehatan masyarakat terutama yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.

2. Sebagai salah satu sumber penjelasan dan bahan masukan bagi Puskesmas

Deleng Pokhkisen untuk meningkatkan pemberian informasi kepada ibu serta

masyarakat berupa penyuluhan atu promosi kesehatan agar masyarakat dapat

lebih memperbaiki perilakunya dalam melakukan pencegahan ISPA sehingga

kejadian penyakit ISPA pada balita dapat diturunkan.

Page 28: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Mahmud tahun 2010, tentang Faktor-

Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit ISPA pada Anak Balita di

Wilayah kerja Puskesmas Manipi Kecamatan Sinjai barat Kabupaten Sinjai Tahun

2010, menunjukkan bahwa ada hubungan antara Merokok dalam rumah dengan

kejadian penyakit ISPA pada anak balita, ada hubungan antara Ventilasi dengan

kejadian penyakit ISPA pada anak balita, ada hubungan antara kamarisasi dengan

kejadian penyakit ISPA pada anak balita dan tidak ada hubungan penggunaan

jenis bahan bakar masak Biomass dan Kelengkapan Imunisasi dengan kejadian

penyakit ISPA pada anak balita (12).

Berdasarkan penelitian Wardhani tahun 2010, tentang Hubungan Faktor

Lingkungan, Sosial-Ekonomi, dan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Insfeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Cicadas Kota

Bandung, menunjukkan bahwa perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan

penyakit ISPA cukup positip. Walaupun demikian pengetahuan/pemahaman

masyarakat terutama ibu sebagai pengelola rumah tangga terhadap berbagai

penyakit tersebut relatif masih kurang. Bisa jadi hal ini yang menyebabkan masih

ada sebagian masyarakat yang mempunyai persepsi yang salah terhadap penyakit

terutama mengenai penyebab, penular, cara penularannya dan penyembuhan

penyakit (13).

10

Page 29: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

11

Penelitian yang dilakukan oleh Layuk tahun 2012, tentang Faktor yang

Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura‟,

menunjukkan bahwa perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah dan

penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga berhubungan

dengan kejadian ISPA pada balita, sedangkan status imunisasi, BBLR dan umur

tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian ISPA pada balita (14).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Bidaya tahun 2012 tentang Hubungan

Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Perilaku Pencegahan ISPA pada Bayi di

Puskesmas Kecamatan Segedong, menunjukkan hasil bahwa ada hubungan tingkat

pengetahuan ibu dengan perilaku pencegahan ISPA pada bayi di Puskesmas

Kecamatan Segedong dengan. Jadi dapat disimpulkan ada hubungan tingkat

pengetahuan ibu dengan perilaku pencegahan ISPA pada bayi di Puskesmas

Kecamatan Segedong. Sehingga perluk dilakukan tindakan pencegahan ISPA pada

balita dengan cara meningkatkan pengetahuan ibu dan menjaga kondisi lingkungan

balita baik lingkungan di dalam rumah maupun di luar rumah (15).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indriani Tahun 2012, tentang

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) dengan Perilaku Pencegahan pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Tirto II Kabupaten Pekalongan, menunjukkan bahwa terdapat hubungan tingkat

pengetahuan ibu tentang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dengan perilaku

pencegahan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten

Pekalongan (16).

Page 30: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

12

Penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti tahun 2012 tentang Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit ISPA pada Balita di Sekitar

Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Tamangapa Kota Makassar,

menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara keadaan ventilasi rumah dengan

kejadian ISPA pada balita (p=0,002), ada hubungan antara kamarisasi dengan

kejadian penyakit ISPA pada balita (p=0,007), ada hubungan antara kepadatan

hunian dengan kejadian penyakit ISPA pada balita (p=0,000), tidak ada hubungan

antara kepemilikan lubang asap dengan kejadian penyakit ISPA pada balita

(p=0,876), ada hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang merokok

dengan kejadian penyakit ISPA pada balita (p=0,032), dan ada hubungan antara

jarak rumah dari TPA dengan kejadian penyakit ISPA pada balita (p=0,040) (17).

Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati tahun 2012 tentang Hubungan

Perilaku Merokok Orang Tua dengan Kejaadian ISPA pada Balita, menunjukkan

hasil bahwa nilai p value = 0.000 (< 0,05) yang berarti ada hubungan antara

perilaku merokok orang tua terhadap kejadian ISPA pada balita. Dengan nilai OR

13,325 berarti balita dengan orang tua perokok mempunyai resiko 13,325 kali

terkena penyakit ISPA daripada orang tua yang bukan perokok (18).

Penelitian yang dilakukan oleh Syahidi tahun 2013 tentang Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak

Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat Kecamatan Tebet

Jakarta Selatan, menunjukkan bahwa dari 11 variabel yang dilakukan uji bivariat,

variabel yang diketahui memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA

pada anak berusia 12 – 59 bulan adalah pendidikan, pengetahuan, pendapatan

Page 31: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

13

keluarga, kepadatan hunian, perilaku merokok keluarga dalam rumah dan perilaku

merok ok keluarga di luar rumah. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa yang

mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Tebet Barat adalah

pendidikan dan pengetahuan pengawas anak, pendapatan keluarga, kepadatan

hunian, dan perilaku merokok anggota keluarga (19).

Penelitian yang dilakukan oleh Rahim, R tahun 2013 tentang Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Balita Dengan Perilaku Pencegahan Penyakit

Pneumonia Di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu, menunjukkan hasil bahwa

terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan ibu balita tentang pencegahan

penyakit pneumonia dengan perilaku pencegahan penyakit pneumonia di wilayah

kerja Puskesmas Putri Ayu tahun 2013 (20).

Penelitian yang dilakukan oleh Meita tahun 2013, tentang Hubungan Fisik

Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita disekitar Usaha Pembuatan Batu Bata

di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang,

menunjukkan bahwa nilai p = 0,0263 dimana lebih kecil dari nilai (∝ = 0,05)

maka dapat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara ventilasi rumah

dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar

Merbau Kabupaten Deli Serdang (21).

Penelitian yang dilakukan oleh Panduu tahun 2014 tentang Faktor-Faktor

yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado hasil

penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu memiliki pendidikan yang

rendah, selanjutnya balita juga tidak diberikan ASI secara eksklusif dan status

Page 32: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

14

imunisasi balita tidak lengkap. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan ibu, ASI eksklusif (p=0,684) dan status imunisasi tidak memiliki

hubungan dengan kejadian ISPA (22).

Penelitian yang dilakukan oleh Lingga tahun 2014, tentang Hubungan

Karakteristik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita dalam Keluarga Perokok

di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo, menunjukkan

hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan

kejadian ISPA pada balita. Hal ini dikarenakan olehukuran rumah yang cenderung

homogeny dan jumlah penghuni yang relatis sama (tidak lebih dari 5 orang) (23).

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Krismeandari tahun 2015, tentang

Faktor Lingkungan Rumah dan Faktor Perilaku Penghuni Rumah yang Berhubungan

dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sekaran,

menunjukkan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi kamar tidur balita dan

perilaku batuk anggota keluarga balita dengan kejadian ISPA pada balita. Variabel

kepadatan hunian kamar tidur balita, luas lubang sarana pembuangan asap dapur,

kebiasaan merokok anggota keluarga balita dan perilaku membakar sampah tidak ada

hubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Sekaran (24).

Penelitian yang dilakukan oleh Milo, dkk tahun 2015 tentang Hubungan

Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Umur 1-

5 Tahun di Puskesmas Sario Kota Manado, menunjukkan hasil bahwa nilai p

value 0,002 dengan demikian p value <0,05 dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak

dan Ha diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara

kebiasaan merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada anak (25).

Page 33: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

15

Berdasarkan penelitin yang dilakukan oleh Taarelluan tahun 2016, tentang

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Tindakan Pencegahan

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Desa Tataaran 1 Kecamatan Tondano

Selatankabupaten Minahasa, menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan ISPA. Terdapat

hubungan yang signifikan antara Sikap dengan Tindakan Pencegahan ISPA.

Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tindakan

pencegahan ISPA, walaupun pengetahuan yang dimiliki baik tapi bukan menjadi

jaminan mempengaruhi tindakan pencegahan ISPA dan terdapat hubungan yang

signifikan antara sikap dengan tindakan pencegahan ISPA. Perlu diadakannya

penyuluhan pada masyarakat dan di sekolah-sekolah diharapkan bisa membentuk

perilaku kesehatan kearah yang lebih baik (26).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Ridwan tahun 2016, tentang Pencegahan

Primer Penyakit I nfeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di Desa Ceurih

Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh, menunjukkan bahwa upaya

ibu dalam pencegahan primer penyakit ISPA berada pada kategori kurang, meliputi

empat variabel yaitu kelengkapan imunisasi berada pada kategori tidak lengkap,

pemenuhan nutrisi berada pada kategori, lingkungan sehat berada pada kategori

rumah tidak sehat dan kebersihan diri balita berada pada kategori kurang (27).

Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi tahun 2017 tetang Analisis Faktor

yang Berpengaruh terhadap Perawatan ISPA pad Balita, menunjukkan bahwa ibu

memiliki tingkat pengetahuan baik, ibu mayoritas berpendidikan tinggi, ibu

mayoritas usia dewasa awal, ibu melakukan perawatan ISPA baik. Hasil uji

Page 34: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

16

statistik chi–square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara tingkat pengetahuan ibu dengan perawatan ISPA, terdapat hubungan yang

bermakna antara pendidikan ibu dengan perawatan ISPA dan tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan perawatan ISPA. Hasil analisa

regresi logistik didapatkan bahwa pengetahuan ibu dan tingkat pendidikan ibu

berpengaruh terhadap perawatan ISPA pada balita (28).

Penelitian yang dilakukan oleh Chandra tahun 2017, tentang Hubungan

Pendidikan dan Pekerjaan Ibu dengan Upaya Pencegahan ISPA pada Balita oleh

Ibu yang Berkunjung ke Puskesmas Kelayan Timur Kota Banjarmasin,

menunjukkan bahwa responden yang tidak melakukan upaya pencegahan ISPA

dengan baik persentasenya lebih besar dibandingkan yang upaya pencegahannya

baik (67,4% berbanding 32,6%). Variabel yang berhubungan secara signifikan

dengan upaya pencegahan ISPA pada balita adalah pendidikan dan pekerjaan (29).

Penelitian yang dilakukan oleh Sumiyani tahun 2017 tentang Faktor-

Faktor Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-

12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang,

menunjukkan bahwa dari uji Chi Square (Continuity Correction) diperoleh p-

value 0,024. Oleh karena p-value = 0,024 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada bayi

usia 0-12 bulan di Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang. Dari hasil uji juga

diperoleh nilai Odds ratio sebesar 4,143, ini berarti bahwa bayi dengan ventilasi

rumah tidak baik beresiko 4,143 kali lebih besar mengalami ISPA dibandingkan

bayi dengan ventilasi rumah baik (30).

Page 35: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

17

Penelitian yang dilakukan Safrizal tahun 2017 tentang Hubungan

Ventilasi, Lantai, Dinding, dan Atap dengan Kejadian ISPA pada Balita di Blang

Muko, menunjukkan bahwa variabel ventilasi didapatkan nilai (p.value

0,032<α=0,05) artinya ada hubungan ventilasi rumah dengan kejadian ISPA (31).

Penelitian yang dilakukan oleh Jayanti tahun 2018 tentang Pengaruh

Lingkungan Rumah terhadap ISPA Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung

Haloban Kabupaten Labuhan Batu, menunjukkan nilai p (0,247) lebih besar dari

nilai α (0,05), dengan demikian tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara

kepadatan hunian dengan kejadian ISPA. Kepadatan hunian dalam penelitian ini

adalah perbandingan luas lantai dengan jumlah anggota keluarga dalam satu

rumah. Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di

dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah

penghuninya (32).

Penelitian yang dilakukan oleh Dary tahun 2018 tentang Strategi Tenaga

Kesehatan Dalam Menurunkan Angka Kejadian ISPA pada Balita Wilayah

Binaan Puskesmas Getasan, menunjukkan hasil bahwa angka kejadian ISPA pada

balita di wilayah binaan Puskesmas Getasan tergolong tinggi, penanganan balita

ISPA menggunakan pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan

Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBSM) serta dalam

menjalankan perannya tenaga kesehatan melakukan berbagai strategi baik secara

teknis maupuan inisiatif seperti pemantauan kesehatan balita, penyuluhan dan

pemeberian pengobatan tradisional, dan kerjasama lintas sector, sebagai upaya

Page 36: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

18

menurunkan angka kejadian ISPA pada balita di wilayah binaan Puskesmas

Getasan (33).

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Suryani tahun 2018 tentang

Faktor Risiko Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia Pada

Balita (Studi di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Bengkulu), menunjukkan

hasil bahwa, Kepadatan hunian terbukti sebagai faktor risiko kejadian pneumonia

pada balita dengan OR adjusted 2,94 artinya balita yang tinggal di rumah dengan

luas kamar < 8 m2 dihuni lebih dari 2 orang, berisiko menderita pneumonia

sebesar 2,94 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang ting-gal di rumah

dengan luas kamar < 8 m2 dihuni tidak lebih dari 2 orang (34).

2.2. Telaah Teori

2.2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah saluran penyakit

pernapasan atas dengan perhatian khusus pada radang paru dan bukan penyakit

telinga dan tenggorokan (35).

Infeksi pada sistem pernapasan dideskripsikan sesuai dengan areanya.

Pernapasan atau saluran pernapasan atas yang meliputi hidung dan faring. Sistem

pernafasan bawah meliputi bronkus, bronkeulus dan alveolus. Infeksi pernapasan

menyebar dari satu struktur kestruktur lain karena terhimpitnya membrane mucus

yang membentuk garis lurus pada seluruh sistem. Akibatnya infeksi sistem

pernapasan meliputi beberapa area dari pada struktur tunggal, walaupun efeknya

berpengaruh pada banyak penyakit (36).

Page 37: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

19

A. Etiologi ISPA

Penyebab ISPA adalah bakteri, virus, mikroplasma, jamur dan protozoa.

Bakteri penyebab ISPA yaitu bakteri gram positif (Streptococcus dan

Stapylococcus) dan bakteri gram negatif (Haemophilus Influenzae, Pseudomonas,

Aeruginosa, Kleibsiella, dan Anaerobik). Virus penyebab ISPA antara lain

Influenza, Parainfluenza dan Adenovirus. Adapun yang menjadi faktor resiko

adalah merokok, polusi udara, gangguan kesadaran (alkohol, imobilisasi lama,

terapi imunosupresif (kortikosteroid dan kemotrapi), tidak berfungsi imun tubuh

dan sakit gigi (37).

B. Klasifikasi ISPA

Menurut Kunoli klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari :

1. Pneumonia berat yaitu berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran

bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah. Dikenal

pula diagnosis pneumonia sangat berat yaitu batuk atau kesukaran bernafas

yang disertai adanya gejala sianosis sentral dan anak tidak dapat minum.

2. Pneumonia yaitu berdasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas

disertai adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat pada anak usia 2

bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali atau lebih permenit sedangkan untuk

anak usia 1 sampai < 5 tahun adalah 40 kali atau lebih per menit.

3. Bukan Pneumonia. Mencakup kelompok penderita balita dengan batuk dan

pilek disertai atau tidak dengan gejala lain seperti berdahak / berlendir dan

demam, tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak

menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah. Klasifikasi bukan

Page 38: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

20

pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain diluar pneumonia seperti

batuk pilek biasa (common cold, faringitis, tonsilitis) (35).

C. Tanda-Tanda Penyakit ISPA

Penyakit saluran pernafasan dapat menimbulkan gejala-gejala menjadi

lebih berat dan dapat terjadi kegagalan pernapasan atau meninggal. Kegagalan

pernapasan yang berat membutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit. Tanda-

tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan laboratoris.

Tanda-tanda klinis yaitu :

1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur, retraksi dinding

thorak, napas cuping hidung, sianosis, suara napas lemah, grunting expiratoir

dan wheezing.

2. Pada sistem kardial adalah: tachycardia, bradycardia, hypertensi, hypotensi

dan cardiac arrest.

3. Pada sistem serebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,

bingung, kejang dan koma.

4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris yaitu :

1. Hipoksemia adalah rendahnya kadar oksigen dalam darah, khususnya di arteri

yang dapat menyebabkan sesak napas.

2. Hipercapnia adalah kondisi dimana kadar karbon dioksida dalam tubuh

meningkat.

3. Asidosis (metabolik dan atau respiratorik) (37).

Page 39: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

21

Sedangkan menurut Maryunani tanda-tanda infeksi saluran pernapasan

atas adalah:

1. Suhu meningkat mendadak 39-40%, kadang-kadang disertai kejang karena

demam yang tinggi.

2. Anak gelisah, dyspnoe, pernafasan cepat dan dangkal disertai cuping hidung

dan sianosis sekitar mulut dan hidung kadang-kdang disertai muntah dan diare.

3. Batuk setelah beberapa hari sakit, mula-mula batuk kering kemudian batuk

produktif.

4. Anak lebih senang tiduran pada sebelah dada yang terinfeksi.

5. Pada auskultasi terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang (38).

D. Penatalaksanaan dan Pengobatan ISPA

Hal yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan ISPA adalah

pengobatan ISPA yang rasional. Penderita pneumonia memerlukan obat

antibiotika, demikian juga penderita pharingitis yang disebabkan oleh

Streptococcus Haemoliticus. Tetapi tidak semua penderita ISPA memerlukan

antibiotika, misalnya yang disebabkan oleh virus seperti batuk pilek biasa.

Selanjutnya, pemberian obat batuk pada balita juga tidak dianjurkan. Pada balita

yang batuk, lebih tepat diberikan pelega tenggorokan seperti minuman hangat (36).

Penemuan dini penderita dengan penatalaksanaan kasus yang benar

merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program turunnya

kematian karena pneunomia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk

yang kurang tepat pada pengobatan ISPA. Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA

akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan

Page 40: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

22

berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek

biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat (36).

Pengobatan ISPA dapat dilakukan dengan cara:

1. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigen dan sebagainya.

2. Pneunomia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak

mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol

keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu

ampilisin, amoksilin atau penisilin prokain.

3. Bukan pneumonia: tanpa member obat antibiotik. Diberikan perawatan

dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk

lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti Kodein,

Dekstromertorfan dan Antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun

panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada

pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai

pembesaran kelenjar getah bening di leher, dianggap sebagai radang

tenggorokan oleh kuman Streptococcus dan harus diberi antibiotik (penisilin)

selama 10 hari (37).

E. Penularan ISPA Dilihat dari Kondisi Fisik Rumah

Menurut WHO, pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus

pada saluran nafas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah,

bersin, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat.

Page 41: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

23

Penularan bibit penyakit ISPA dapat terjadi dari penderita penyakit ISPA

dan carrier yang disebut juga reservoir bibit penyakit yang ditularkan kepada

orang lain melalui kontak langsung atau melalui benda-benda yang telah tercemar

bibir penyakit termasuk udara.

Menurut penelitian Iwan sain, penularan melalui udara di maksudkan

adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan

benda yang terkontaminasi dan tidak jarang penyakit yang sebagian ilmu besar

penularan adalah karena menghisap udara yang mengandung penyebab atau

mikroorganisme tempat kuman berada (reservoir). ISPA dapat ditularkan melalui

air ludah, darah.cipratan bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang

terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.

ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui Air Conditioner

(AC), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus.

Mikroorganisme menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan

limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi

leukosit polimorfonuklear. Pada saat terjadi ISPA yang disebabkan oleh virus,

hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan superinfeksi bakteri,

yang menyebabkan bakteri patogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (39).

F. Pencegahan dan Pemberantasan ISPA

Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA dan

pneumonia, maka dewasa ini terus dilakukan penelitian cara pencegahan ISPA

dan pneumonia yang efektif dan spesifik (39).

Page 42: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

24

Cara yang terbukti efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi

campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar 11%

kematian pneumonia balita dapat dicegah dengan imunisasi pertusis (DPT).

Secara umum dapat dikatakan bahwa cara pencegahan ISPA adalah :

1. Memberi Imunisasi lengkap

2. Memberi cukup gizi

3. Menghindari polusi udara dan

4. Memperbaiki lingkungan pemukiman

Menurut DepKes RI Pemberantasan ISPA yang dilakukan adalah :

1. Penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan pada para ibu.

2. Penatalaksanaan kasus yang rasional.

3. Imunisasi balita (40).

2.2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pencegahan ISPA

Selain penyebab, perlu juga diperhatikan faktor risiko, yaitu faktor yang

memengaruhi atau memudahkan terjadinya penyakit. Secara umum ada 3 faktor

risiko ISPA, yaitu agen, host dan environment. Sedangkan faktor risiko untuk

pneumonia telah diindentifikasikan secara rinci, yaitu faktor yang meningkatkan

terjadinya (mobilitas) pneumonia dan faktor yang meningkatkan terjadinya

kematian (mortalitas) pada pneumonia (40).

A. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

Page 43: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

25

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tidakan seseorang (Overt Behaviour). Apabila seseorang

menerima perilaku baru atau adopsi perilaku berdasarkan pengetahuan, kesadaran,

dan sikap yang positif, maka perilaku akan berlangsung lama. Sebaliknya apabila

perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan

berlangsung lama (9).

1. Pembagian Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam ranah kognitif yang telah direvisi adalah

sebagai berikut :

a. Mengingat (Remember)

Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari

memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun

yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang berperan

penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan

pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk

menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh lebih kompleks. Mengingat

meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling). Mengenali

berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan

hal-hal yang konkret, misalnya tanggal lahir, alamat rumah, dan usia, sedangkan

memanggil kembali (recalling) adalah proses kognitif yang membutuhkan

pengetahuan masa lampau secara cepat dan tepat (9).

Page 44: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

26

b. Memahami/Mengerti (Understand)

Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari

berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami/mengerti

berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan (classification) dan membandingkan

(comparing). Mengklasifikasikan akan muncul ketika seorang siswa berusaha

mengenali pengetahuan yang merupakan anggota dari kategori pengetahuan

tertentu. Mengklasifikasikan berawal dari suatu contoh atau informasi yang spesifik

kemudian ditemukan konsep dan prinsip umumnya. Membandingkan merujuk pada

identifikasi persamaan dan perbedaan dari dua atau lebih obyek, kejadian, ide,

permasalahan, atau situasi. Membandingkan berkaitan dengan proses kognitif

menemukan satu persatu ciri-ciri dari obyek yang diperbandingkan.

c. Menerapkan (Apply)

Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau

mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau

menyelesaikan permasalahan. Menerapkan berkaitan dengan dimensi pengetahuan

prosedural (procedural knowledge). Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan

prosedur (executing) dan mengimplementasikan (implementing). Menjalankan

prosedur merupakan proses kognitif siswa dalam menyelesaikan masalah dan

melaksanakan percobaan di mana siswa sudah mengetahui informasi tersebut dan

mampu menetapkan dengan pasti prosedur apa saja yang harus dilakukan. Jika

siswa tidak mengetahui prosedur yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan

permasalahan maka siswa diperbolehkan melakukan modifikasi dari prosedur

baku yang sudah ditetapkan.

Page 45: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

27

Mengimplementasikan muncul apabila siswa memilih dan menggunakan

prosedur untuk hal-hal yang belum diketahui atau masih asing. Karena siswa

masih merasa asing dengan hal ini maka siswa perlu mengenali dan memahami

permasalahan terlebih dahulu kemudian baru menetapkan prosedur yang tepat

untuk menyelesaikan masalah. Mengimplementasikan berkaitan erat dengan

dimensi proses kognitif yang lain yaitu mengerti dan menciptakan.

Menerapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai dari siswa

menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur baku/standar yang

sudah diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur sehingga siswa benar-benar mampu

melaksanakan prosedur ini dengan mudah, kemudian berlanjut pada munculnya

permasalahan-permasalahan baru yang asing bagi siswa, sehingga siswa dituntut

untuk mengenal dengan baik permasalahan tersebut dan memilih prosedur yang

tepat untuk menyelesaikan permasalahan.

d. Menganalisis (Analyze)

Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan

memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-

tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat

menimbulkan permasalahan. Kemampuan menganalisis merupakan jenis

kemampuan yang banyak dituntut dari kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah.

Berbagai mata pelajaran menuntut siswa memiliki kemampuan menganalisis

dengan baik. Tuntutan terhadap siswa untuk memiliki kemampuan menganalisis

sering kali cenderung lebih penting daripada dimensi proses kognitif yang lain

seperti mengevaluasi dan menciptakan. Kegiatan pembelajaran sebagian besar

Page 46: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

28

mengarahkan siswa untuk mampu membedakan fakta dan pendapat,

menghasilkan kesimpulan dari suatu informasi pendukung.

e. Mengevaluasi (Evaluate)

Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian

berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya

digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria atau

standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh siswa. Standar ini dapat berupa

kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh siswa. Perlu

diketahui bahwa tidak semua kegiatan penilaian merupakan dimensi

mengevaluasi, namun hampir semua dimensi proses kognitif memerlukan

penilaian. Perbedaan antara penilaian yang dilakukan siswa dengan penilaian yang

merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat oleh siswa. Jika

standar atau kriteria yang dibuat mengarah pada keefektifan hasil yang didapatkan

dibandingkan dengan perencanaan dan keefektifan prosedur yang digunakan maka

apa yang dilakukan siswa merupakan kegiatan evaluasi.

Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi (critiquing).

Mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau

kegagalan dari suatu operasi atau produk. Jika dikaitkan dengan proses berpikir

merencanakan dan mengimplementasikan maka mengecek akan mengarah pada

penetapan sejauh mana suatu rencana berjalan dengan baik. Mengkritisi mengarah

pada penilaian suatu produk atau operasi berdasarkan pada kriteria dan standar

eksternal. Mengkritisi berkaitan erat dengan berpikir kritis. Siswa melakukan

Page 47: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

29

penilaian dengan melihat sisi negatif dan positif dari suatu hal, kemudian

melakukan penilaian menggunakan standar ini.

f. Menciptakan (Create)

Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara

bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa

untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur

menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat

berkaitan erat dengan pengalaman belajar siswa pada pertemuan sebelumnya.

Meskipun menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara

total berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan. Menciptakan di sini

mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat

dibuat oleh semua siswa. Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi berpikir

kognitif lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan

menganalisis siswa bekerja dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya,

sedangkan pada menciptakan siswa bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baru.

Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan

memproduksi (producing). Menggeneralisasikan merupakan kegiatan

merepresentasikan permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis yang

diperlukan. Menggeneralisasikan ini berkaitan dengan berpikir divergen yang

merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi mengarah pada perencanaan

untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Memproduksi berkaitan erat

dengan dimensi pengetahuan yang lain yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan

konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognisi (9).

Page 48: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

30

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjukan kesehatan

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat

mempengaruhi seseorang termasuk dalam memotivasi untuk sikap

berperan serta dalm pembangunan, pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Wawan, Pekerjaan adalah keburukan

yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan

kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih

banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan

banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang

menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap

kehidupan keluarga.

3) Usia

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan

Page 49: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

31

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan berkerja. Dari segi

kepercayaan masyrakat seseorang yang lebih dewasa dipercayai dari orang

yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman

dan kematangan jiwa.

1. Faktor Eksternal

a. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

atau kelompok.

b. Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

sikap dalam menerima informasi (9).

B. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup

terhadap seseuatu situmulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap

stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap situmulus sosial. Newcomb salah seorang psikolog sosial

menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum meupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan „predisposisi‟ tindakan atau perilaku. Sikap itu

masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka (41).

Page 50: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

32

Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu

obyek dengan cara tertentu serta merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman

kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku masa lalu. Sikap akan mempengaruhi

proses berfikir, respon afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya. Jadi sikap

merupakan respon evaluatif didasarkan pada proses evaluasi diri, yang disimpulkan

berupa penilaian positif atau negatif yang kemudian mengkristal sebagai reaksi

terhadap obyek (9). Dalam bagian lain Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo

menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponem pokok, yakni:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to believe).

Ketiga komponen ini membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam

penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi

memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri

dari berbagai tingkatan, yakni:

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan

(objek).

2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

Page 51: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

33

3. Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang

lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah sikap yang paling tinggi. (9)

C. Ventilasi Rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara atau dari

ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat

dijabarkan sebagai berikut :

1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang

optimum bagi pernapasan.

2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat

pencemar lain dengan cara penencaran udara.

3. Mensuplai udara akibat hilangnya panas badan seimbang.

4. Mensuplai panas akibat hilannya panas ruangan dan bangunan.

5. Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh rediasi tubuh.

6. Mendisfungsikan suhu tubuh udara secara merata.

Menurut Depkes RI persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:

1. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan, sedangkan

luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari

luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.

Page 52: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

34

2. Aliran udara jangan membuat orang masuk angin, untuk ini jangan

menempatkan tempat tidur atau tempat duduk persis pada aliran udara,

misalnya di depan jendela atau pintu.

3. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik,

knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.

4. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan

lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan

sampai terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat

dan lain-lain.

5. Kelembaban udara jangan sampai terlalu tinggi (menyebabkan orang

berkeringat) dan jangan terlalu rendah (menyebabkan kulit kering, bibir

pecah-pecah dan hidung sampai berdarah) (42).

Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan

antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter.

Menurut indikator pengawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat

kesehatan adalah > 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi

syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (42).

Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan

membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga

aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang <10

% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan

berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida

yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi

Page 53: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

35

akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses

penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi

akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-

bakteri patogen termasuk kuman (43).

Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi

aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu

mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan

mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari

yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada di dalam rumah tidak

dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernapasan. Hawa segar diperlukan

untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara bebas mempunyai

susunan unsur :

a. Oksigen (zat asam) 20,7%

b. Nitrogen (zat lemas) 78,8%

c. Karbon dioksida (gas asam arang) 0,04%

d. Uap air 0,46% dll. (43)

Udara segar sangat diperlukan untuk penggantian hawa dan menjaga

temperatur udara dan kelembaban dalam ruangan. Idealnya temperatur udara

dalam ruangan harus lebih rendah dari temperatur luar paling kurang 4º C

khususnya untuk daerah tropis. Temperatur kamar sekitar 22-30ºC sudah cukup

segar. Pergantian udara bersih untuk orang dewasa adalah 33 m³/orang/jam,

kelembaban udara sekitar 60% optimum. (43)

Page 54: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

36

D. Kepadatan Hunian Rumah/Jumlah Hunian

Kepadatan hunian dalam Permenkes nomor 829/MENKES/SK/VII/1999

dijelaskan bahwa persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati

luas rumah 8m2.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor

polusi dan rumah yang tlah ada. Peneliti menunjukkan ada hubungan bermakna

antara kepadatan dan kematian dari bronko pneumonia pada bayi, tetapi di sebut

bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan member korelasi yang tinggi

pada faktor ini (42).

Kepadatan atau density ternyata mendapat perhatian yang serius dari para

ahli psikologi lingkungan. Kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit

ruangan atau sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu

dan lebih bersifat fisik. Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah

manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan

luas ruangannya (44).

Penelitian terhadap manusia yang pernah dilakukan oleh Bell (1991)

mencoba memerinci bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap

kepadatan yang terjadi, bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku sosial; dan

bagaimana dampaknya terhadap task performance (kinerja tugas). Hasilnya

memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negatif akibat dari kepadatan.

Pertama, ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan

tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada

kelompok manusia tertentu.

Page 55: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

37

Kedua, peningkatan agresivitas pada anak-anak dan orang dewasa

(mengikuti kurva linear) atau menjadi sangat menurun (berdiam diri/murung) bila

kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat

berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-rnenolong sesama anggota kelompok.

Ketiga, terjadi penurunan ketekuuan dalam pemecahan persoalan atau

pekerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut

hasil kerja yang kompleks. Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa

dampak negatif kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan

bahwa pria lebih memiliki perasaan negative. pada kepadatan tinggi bila

dibandingkan wanita. Pria juga bereaksi lebih negatif terhadap anggota kelompok,

baik pada kepadatan tinggi ataupun rendah dan wanita justru lebih menyukai

anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi. Kepadatan hunian rumah menurut

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang

persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8 m2.

Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan

melancarkan aktivitas (42).

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi

dalam rumah yang telah ada. Penelitian manunjukkan ada hubungan bermakna

antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi

disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial dan pendidikan memberi korelasi

yang tinggi pada faktor ini. Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang

sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat

untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya terkandung arti

Page 56: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

38

yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan

sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah

dan besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan

layak dihuni Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah dan

perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh

derajat kesehatan yang optimal. (44)

Ruangan suatu rumah juga berperan dalam meningkatkan jumlah bakteri,

hal ini terjadi apabila terdapat sumbernya misalnya adanya penderita ISPA,

sehingga kondisi ruangan yang memang mendukung perkembangan bakteri dan

mikroorganisme lain akan menyebabkan jumlah bakteri juga mengalami

peningkatan jumlahnya yang membawa resiko bagi orang lain. (45)

Menurut “Regional Housing Centre“ (1978), suatu bangunan harus

memenuhi ukuran luas yang layak (dengan perhitungan untuk setiap keluarga

yang terdiri dari 5 anggota rata-rata). Di berbagai negara persyaratan luas ruangan

perumahan biasanya ditentukan berdasarkan banyaknya penghuni. Over crowding

(kepenuh sesakan) dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan fisik,

mental maupun moral. Penyebaran penyakit menular seperti infeksi saluran

pernapasan cepat sekali terjadi pada rumah yang padat penghuninya. Pada Negara

Indonesia ketentuan mengenai kepadatan hunian ruang tidur oleh keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999, yaitu luas ruang tidur

minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam

satu ruang tidur, kecuali anak dibawah 5 tahun (42).

Page 57: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

39

Kepadatan penguni rumah sangat berpengaruh terhadap jumlah koloni

kuman penyebab penyakit menular, seperti gangguan saluran pernapasan. Selain

itu kepadatan penghuni rumah dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam

rumah. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara

dalam rumah mengalami pencemaran karena kadar CO2 dalam rumah akan cepat

meningkat dan akan menurunkan O2

yang ada di udara. (43)

Kepadatan hunian rumah dapat dilihat dari:

1. Kepadatan penghuni rumah

Standar minimal yang dibutuhkan dalam menentukan luas lantai

bangunan, yaitu 14m2

untuk orang pertama dan 9m2 untuk setiap penambahan 1

orang.

2. Kepadatan penghuni kamar tidur

a. Ukuran kamar tidur yang ideal minimal 9m2

untuk orang dewasa dan anak-

anak di atas 5 tahun, sedangkan untuk anak-anak pra sekolah ukuran

minimal 4,5m2

dan tidak dianjurkan digunakan untuk lebih dari 2 orang

dalam satu ruang tidur.

b. Luas ruang tidur minimal 8m2

dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2

orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah usia 5 tahun (42).

Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan

menyebabkan overcrowde, hal ini tidak sehat, sebab disamping disebabkan

kurang komsumsi O2, juga bila salah satu anggota keluarga terkena infeksi

penyakit menular akan menularkan kepada anggota keluarga yang lain. Kepadatan

mencakup banyak dimensi. Kepadatan tidak hanya mencakup dimensi fisik seperti

Page 58: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

40

ukuran jumlah penduduk perwilayah atau jumlah orang per rumah (kepadatan

hunian dan kepadatan rumah) akan tetapi juga mengandung aspek sosial,

ekonomi, dan lain-lain. Oleh karena itu, upaya yang mengatasi kepadatan perlu

memperhatikan aspek lain di luar aspek fisik. Berbagai aspek tersebut terutama

yang menguntungkan kehidupan penduduk perlu dipertahankan sehingga

kebiasaan dan prilaku yang positif tetap dapat dipertahankan.

Ditinjau dari segi penduduk, terungkap bahwa rumah padat bagi penduduk

berarti rumah yang luasnya tidak sebanding dengan jumlah penghuninya, serta

tidak ada tempat bermain atau halaman. Kriteria ini sesuai dengan Kriteria yang di

anut para ahli, akan tetapi ukuran lain seperti jumlah orang yang tidur dalam satu

kamar, jumlah ruangan dalam kamar, jumlah WC per orang/ rumah, jumlah anak

balita per tempat tidur, dan lain-lain ukuran yang berkaitan dengan jumlah

fasilitas perumahan dengan jumlah penghuni tidak dirasakan sebagai ukuran

kepadatan oleh penduduk. Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan

menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang

memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan

jumlah penghuni >10 m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat

kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni < 10

m²/orang (42).

Menurut penelitian Atmosukarto, dkk penyakit penapasan dapat terjadi

dikarenakan :

Page 59: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

41

1. Rumah tangga yang penderita mempunyai kebiasaan tidur dengan balita

mempunyai resiko terkena ISPA 2,8 kali dibanding dengan yang tidur

terpisah.

2. Tingkat penularan ISPA di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi,

dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di

dalam rumahnya.

3. Besar resiko terjadinya penularan dengan penderita lebih dari 1 orang adalah

4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita ISPA (46).

E. Pemberian ASI Eksklusif

Air susu ibu (ASI) adalah makanan ideal yang tiada bandingnya untuk.

pertumbuhan dan perkembangan bayi karena mengandung nutrient yang

dibutuhkan untuk membangun dan penyediaan energi, pengaruh biologis dan

emosional antara ibu dan bayi, serta meningkatkan sistem kekebalan pada bayi.

ASI merupakan makanan tunggal yang dapat mencukupi kebutuhan tumbuh bayi

sampai usia enam bulan. (47)

Studi-studi yang mendukung bahwa ASI merupakan faktor protektif

terhadap kejadian ISPA telah banyak dilakukan seperti penelitian Cunningham,

menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi dari berbagai penyakit termasuk infeksi

pernafasan dan infeksi usus. (48) Penelitian yang dilakukan oleh Selvaraj,

membuktikan, bahwa ASI memiliki daya protektif terhadap kejadian ISPA. Bayi

yang mendapat ASI akan lebih terjaga dari penyakit infeksi terutama ISPA dan

diare. (49) Dilaporkan juga bahwa ASI menurunkan risiko infeksi saluran

pernafasan atas dan bawah. (50)

Page 60: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

42

Pemberian ASI sangat menguntungkan jika dilihat dari beberapa aspek,

baik pada bayi, ibu, maupun sosial ekonomi. Rekomendasi dari WHO bahwa

pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dapat menurunkan angka insidensi

infeksi yang sering terjadi pada bayi seperti ISPA, diare, otitis media, infeksi

saluran kemih, diabetes mellitus, obesitas dan asma. ASI mengandung zat

kekebalan terhadap infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, dan lain-lain,

sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi pada bayi. Hal ini disebabkan karena

ASI mengandung zat kekebalan terhadap infeksi diantaranya protein, laktoferin,

imunoglobin dan antibody. (51)

Pemberian ASI eksklusif memberikan protektif melalui antibodi SigA

yang dapat melindungi bayi dari kuman Haemophilus Influenza yang terdapat

pada mulut dan hidung, serta menurunkan risiko terkena infeksi. (50) ASI

memberikan proteksi melawan penyakit enterik dan lainnya. Colostrum atau

foremilk, dan ASI mengandung elemen yang memproteksi bayi dari penyakit

saluran respirasi dan gatrointestinal. ASI mengandung komponen yang mencegah

penempelan salmonella pneumonia dan Haemophilus Influenza pada reseptor

permukaan sel pejamu. (52)

2.3. Landasan Teori

Menurut Depkes RI, 2010 bahwa timbulnya suatu penyakit dipengaruhi

oleh adanya pengaruh faktor pejamu (host), agent dan lingkungan (Environment).

Agent suatu penyakit meliputi agent biologis dan non biologis, misalnya agent

fisik, kimia. Faktor host adalah faktor-faktor intrinstik yang dapat mempengaruhi

kerentanan pejamu terhadap faktor agent. Sedangkan faktor lingkungan adalah

Page 61: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

43

elemen-elemen ekstrinstik yang dapat mempengaruhi keterpaparan pejamu

terhadap faktor agent (40). Berdasarkan hasil penelitian diberbagai negara,

termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah dilaporkan faktor risiko yang

meningkatkan kejadian (morbiditas) ISPA yang akan dijelaskan berikut, yaitu:

1. Host (Pejamu)

Manusia yang keberadaannya dipengaruhi oleh ; umur, jenis kelamin, status

gizi, berat bayi rendah, status ASI, status imunisasi, vitamin A.

2. Agent

Faktor penyebab penyakit tersebut meliputi bakteri, virus, dan parasit

(infection agent).

3. Environment (Lingkungan)

Faktor di luar penderita yang akan mempengaruhi keberadaan host terdiri dari

lingkungan biologis, fisik dan sosial. Dalam penelitian ini yang berperan

sebagai faktor lingkungan meliputi : bakteri, virus dan parasit (infectious

agent), ventilasi, dan kepadatan hunian kamar.

Konsep di atas adalah suatu konsep yang dinamis, setiap perubahan dari

ketiga lingkungan tersebut akan menyebabkan bertambahnya atau berkurangnya

kejadian suatu penyakit. Untuk itu guna menurunkan kesakitan atau kejadian

ISPA, maka dirumuskan suatu upaya pemberantasan penyakit dengan pendekatan

terhadap faktor risiko yang berhubungan melalui kerjasama dengan program

imunisasi, program bina kesehatan balita, program bina gizi masyarakat dan

program penyehatan lingkungan pemukiman (40).

Page 62: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

44

Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini antara lain :

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber : Depkes RI, 2010

2.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian yang berjudul “Faktor yang

Mempengaruhi Balita terhadap Penyakit ISPA di Puskesmas Deleng Pokhkisen

Kabupaten Aceh Tenggara” yaitu :

Agent : Bakteri, Virus,

Jamur dan Protizoa

Environment :

1. Kepadatan Hunian/Jumlah Hunian

2. Keadaan Ventilasi

3. Bahan Bakar Memasak

4. Jenis Lantai Rumah

5. Kelembapan

6. Keberadaan Perokok

Host :

1. Usia

2. Jenis Kelamin

3. Berat Badan Lahir

4. Pemberian ASI Eksklusif

5. Status Gizi

6. Riwayat Pemberian Imunisasi

Faktor Perilaku:

1. Pengetahuan

2. Sikap

3. Tindakan

Penyakit ISPA

Page 63: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

45

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Ada pengaruh faktor pengetahuan terhadap penyakit ISPA di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

2. Ada pengaruh faktor sikap terhadap penyakit ISPA di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

3. Ada pengaruh faktor pemberian ASI Eksklusif terhadap penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

4. Ada pengaruh faktor keadaan ventilasi terhadap penyakit ISPA di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

5. Ada pengaruh faktor jumlah hunian terhadap penyakit ISPA di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

Penyakit ISPA

Pengetahuan

Sikap

Pemberian ASI Esklusif

Keadaan Ventilasi

Kepadatan Hunian/Jumlah Hunian

Page 64: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

46

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian menggunakan motode Survei Analitik yaitu meneliti

bagaimana dan mengapa fenomena terjadi yang kemudian menganalisa hubungan

antara fenomena tersebut sehingga dapat diketahui sejauh mana faktor resiko

berpengaruh terhadap suatu kejadian. Penelitian ini menggunakan pendekatan

Cross Sectional yaitu mempelajari hubungan antara faktor-faktor resiko dengan

kejadian dengan menggunakan metode observasi atau pengumpulan data dalam

waktu yang bersamaan (53).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Deleng Pokhkisen yang berlokasi di

Desa Beringin Naru, Kecamatan Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

Alasan mengambil lokasi penelitian ini dikarenakan masih terjadinya penyakit

ISPA, dikarenakan perilaku pencegahan ISPA pada balita dari ibu yang kurang

baik.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 sampai dengan bulan

Oktober tahun 2019. Kegiatan yang dilakukan mulai dari survei awal untuk

mengetahui masalah pada 10 orang responden sampai selesai melakukan

penelitian.

46

Page 65: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

47

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti atau

keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (53). Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Deleng Pokhisen yaitu sebanyak 218 ibu.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diteliti dan dianggap mampu mewakili seluruh

populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Random

Sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara acak dengan

menggunakan rumus slovin yaitu :

n = N

21+Ne

n = 218

3,18

n = 218

21+218 (0,1)

n = 68,55 (69 ibu)

n = 218

1+218 (0,01)

n = 218

1+2,18

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi

e : Sampling error (Ketidaktelitian kesalahan dalam pengambilan sampel yaitu

digunakan nilai 10% (0,1).

Page 66: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

48

Berdasarkan hasil dari rumus slovin diambil jumlah sampel dalam penelitian

ini sebanyak 69 ibu balita.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

1. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan mengunakan kuesioner.

2. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari catatan

atau dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian, seperti profil

Puskesmas Deleng Pokhkisen.

3. Data tertier diperoleh dari studi pustaka dan text book.

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden dengan membuat

daftar pertanyaan (questionnaire) yang diberikan kepada masyarakat sebagai

responden.

2. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari catatan

atau dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian, seperti profil

Puskesmas Deleng Pokhkisen.

3. Data tertier adalah data melalui studi kepustakaan, jurnal, dan text book.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun

Page 67: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

49

tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu di uji dengan

uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) sengan skor total

kuesioner tersebut. Bila semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang bermakna

(construct validity). Apabila kuesioner tersebut telah memiliki validitas konstruk,

berarti semua item (pertanyaan) yang ada di dalam kuesioner itu mengukur

konsep yang kita ukur. Pengujian validitas konstruk dengan SPSS adalah

menggunakan korelasi, instrumen valid apabila nilai korelasi (pearson

correlation) adalah positif dan nilai probabilitas korelasi (sig 2-tailed) < taraf

signifikan (α) sebesar 0,05 (53).

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner Pengetahuan

Variabel No. Soal r-hitung r-tabel Keterangan

Pengetahuan 1 0,677 0,444 Valid

2 0,713 0,444 Valid

3 0,794 0,444 Valid

4 0,449 0,444 Valid

5 0,274 0,444 Tidak Valid

6 0,569 0,444 Valid

7 0,697 0,444 Valid

8 0,605 0,444 Valid

9 0,225 0,444 Tidak Valid

10 0,803 0,444 Valid

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 10 item soal variabel

pengetahuan bahwa 8 item soal dinyatakan valid karena memiliki nilai rhitung >

rtabel, sedangkan 2 item soal lainnya dinyatakan tidak valid karena memiliki rhitung

< rtabel.

Page 68: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

50

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Kuesioner Sikap

Variabel No. Soal r-hitung r-tabel Keterangan

Sikap 1 0,609 0,444 Valid

2 0,411 0,444 Tidak Valid

3 0,664 0,444 Valid

4 0,560 0,444 Valid

5 0,795 0,444 Valid

6 0,230 0,444 Tidak Valid

7 0,601 0,444 Valid

8 0,560 0,444 Valid

9 0,725 0,444 Valid

10 0,390 0,444 Tidak Valid

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 10 item soal variabel sikap

bahwa 7 item soal dinyatakan valid karena memiliki nilai rhitung > rtabel, sedangkan

3 item soal lainnya dinyatakan tidak valid karena memiliki rhitung < rtabel.

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Kuesioner Keadaan Ventilasi

Variabel No. Soal r-hitung r-tabel Keterangan

Keadaan 1 0,948 0,444 Valid

Ventilasi 2 0,900 0,444 Valid

3 0,931 0,444 Valid

4 0,563 0,444 Valid

5 0,883 0,444 Valid

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 5 item soal variabel keadaan

ventilasi seluruh item soal dinyatakan valid karena memiliki nilai rhitung > rtabel.

Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas Kuesioner Jumlah Hunian

Variabel No. Soal r-hitung r-tabel Keterangan

Jumlah 1 0,904 0,444 Valid

Hunian 2 0,846 0,444 Valid

3 0,505 0,444 Valid

4 0,846 0,444 Valid

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 4 item soal variabel jumlah

hunian bahwa seluruh item soal dinyatakan valid karena memiliki nilai rhitung >

rtabel.

Page 69: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

51

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan

sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan

alat ukur yang sama.

Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur untuk gejala-gejala social (non

fisik) harus mempunyai reliabilitas yang tinggi. Untuk itu sebelum digunakan,

untuk penelitian harus dites (diuji coba) sekurang-kurangnya dua kali. Uji coba

tersebut kemudian diuji dengan tes menggunakan rumus korelasi pearson

(pearson correlation), seperti tersebut di atas. Perlu dicatat bahwa perhitungan

reliabilitas harus dilakukan hanya pada pertanyaan-pertanyaan yang sudah

memiliki validitas. Dengan demikian harus menghitung validitas terlebih dahulu

sebelum menghitung reliabilitas (53).

Tabel 3.5. Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach’s Alpha r-tabel Keterangan

Pengetahuan 0,831 0,444 Reliabel

Sikap 0,824 0,444 Reliabel

Keadaan Ventilasi 0,902 0,444 Reliabel

Kepadatan Hunian 0,780 0,444 Reliabel

Berdasarkan hasil uji reliabilitas instrumen diperoleh hasil bahwa nilai uji

reliabilitas diperoleh cronbach’s alpha dari variabel pengetahuan sebesar 0,831,

sikap sebesar 0,824, keadaan ventilasi sebesar 0,902 dan kepadatan hunian

sebesar 0,780 yang menunjukkan bahwa hasil cronbach’s alpha pada keempat

variabel lebih besar dari nilai rtabel 0,444, sehingga instrumen penelitian

dinyatakan reliabel (handal).

Page 70: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

52

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas (independen) dan

variabel terikat (dependen). Adapun yang menjadi variabel bebas (independen)

yaitu Pengetahuan, Sikap, Pemberian ASI Eksklusif, Keadaan Ventilasi dan

Kepadatan Hunian yang ditandai dengan simbol X sedangkan variabel yang

terikat (dependen) yaitu Tingginya Penyakit ISPA pada Balita, variabel

berhubungan yang ditandai simbol Y.

3.5.2. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel di atas adalah

sebagai berikut :

1. Pengetahuan

Pengetahuan yaitu segala yang diketahui oleh ibu tentang penyakit ISPA.

a. Baik, apabila mengetahui tentang penyakit ISPA

b. Kurang Baik, apabila tidak mengetahui penyakit ISPA

2. Pengetahuan

Sikap yaitu segala yang reaksi yang dimiliki oleh ibu dalam menanggapi

informasi atau arahan tentang penyakit ISPA.

a. Positif, apabila memiliki reaksi yang baik tentang penyakit ISPA

b. Negatif, apabila tidak memiliki reaksi yang baik tentang penyakit ISPA

3. Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI Eksklusif yaitu pemberian ASI pada balita mulai dari usia 0-6

bulan.

Page 71: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

53

a. Diberikan, apabila memberikan ASI 0-6 bulan

b. Tidak Diberikan, apabila tidak memberikan ASI 0-6 bulan

4. Keadaan Ventilasi

Keadaan ventilasi yaitu kondisi untuk memenuhi kondisi atmosfer yang

menyenangkan dan menyehatkan manusia di dalam rumah., dengan kategori :

a. Memenuhi syarat, apabila memiliki luas ≥ 10% dari luas lantai

b. Tidak memenuhi syarat, apabila memiliki luas < 10% dari luas lantai

5. Kepadatan Hunian/Jumlah Hunian

Kepadatan hunian/jumlah hunian yaitu jumlah penghuni yang berada dalam

suatu rumah, dengan kategori :

a. Tidak padat, apabila satu orang minimal menempati luas rumah 8m2

b. Padat, apabila lebih dari satu orang menempati rumah dengan luas rumah

8m2

6. Penyakit ISPA

Penyakit ISPA yaitu infeksi saluran pernapasan yang menyerang bagian atas,

seperti hidung, tenggorokan, faring, laring, dan bronkus.

a. Sakit

b. Tidak Sakit

3.6. Metode Pengukuran

1. Pengetahuan

Pengetahuan memiliki 10 pertanyaan, dengan jawaban Benar dan Salah.

Apabila menjawab Benar diberi nilai 1 dan Salah diberi nilai 0. Selanjutnya

jawaban dikategorikan menjadi dua yaitu Baik dan Kurang Baik.

Page 72: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

54

2. Sikap

Sikap memiliki 10 pertanyaan, dengan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju

(S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Apabila menjawab SS

diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2 dan STS diberi nilai 1.

Selanjutnya jawaban dikategorikan menjadi dua yaitu Positif dan Negatif.

3. Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI Eksklusif memiliki 1 pertanyaan, dengan jawaban Ya dan

Tidak. Apabila menjawab Ya diberi nilai 1 dan Tidak diberi nilai 0.

Selanjutnya jawaban dikategorikan menjadi dua yaitu diberikan dan tidak

diberikan.

4. Kondisi Ventilasi

Kondisi ventilasi memiliki 5 pertanyaan dengan jawaban Ya dan Tidak.

Apabila menjawab Ya diberi nilai 1 dan Tidak diberi nilai 0. Selanjutnya

jawaban dikategorikan menjadi dua yaitu Memenuhi Syarat dan Tidak

Memenuhi Syarat.

5. Kepadatan Hunian/Jumlah Hunian

Kepadatan Hunian/Jumlah Hunian memiliki 4 pertanyaan dengan jawaban Ya

dan Tidak. Apabila menjawab Ya diberi nilai 1 dan Tidak diberi nilai 0.

Selanjutnya jawaban dikategorikan menjadi dua yaitu Memenuhi Syarat dan

Tidak Memenuhi Syarat.

Page 73: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

55

6. Tingginya Penyakit ISPA

Pencegahan penyakit ISPA memiliki 1 pertanyaan yang diambil dari data

Puskesmas dan dikategorikan menjadi tiga yaitu Bukan Pneumonia,

Pneumonia dan Pneumonia Berat.

Tabel 3.6. Aspek Pengukuran

No Variabel

Bebas (x)

Jumlah

Pernyataan

Cara dan Alat

Ukur Hasil Ukur Value

Skala

Ukur

1

Pengetahuan Kuesioner

8

Menghitung skor

jawaban sesuai

dengan ketentuan

dalam tabel skor

Benar : 1

Salah : 0

- Jika skor 5-8

- Jika skor 0-4

Baik (2)

Kurang Baik (1)

Ordinal

2 Sikap Kuesioner

7

Menghitung skor

jawaban sesuai

dengan ketentuan

dalam tabel skor

SS : 4

S : 3

TS : 2

STS : 1

- Jika skor 18-28

- Jika skor 7-17

Positif (2)

Negatif (1)

Ordinal

3

Pemberian

ASI

Eksklusif

Kuesioner

1

Menghitung skor

jawaban sesuai

dengan ketentuan

dalam tabel skor

- Jika memberikan

ASI eksklusif 0-

6 bulan

- Jika tidak

memberikan ASI

eksklusif 0-6

bulan

Diberikan (2)

Tidak Diberikan

(1)

Ordinal

4 Kondisi

Ventilasi

Kuesioner

5

Menghitung skor

jawaban sesuai

dengan ketentuan

dalam tabel skor

Ya : 1

Tidak : 0

- Jika skor 3-5

- Jika skor 0-2

Memenuhi

Syarat (> 10%

dari luas lantai

rumah) (2)

Tidak

Memenuhi

Syarat (< 10%

dari luas lantai

rumah) (1)

Ordinal

Page 74: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

56

Tabel 3.2. Lanjutan

No Variabel

Terikat (y)

Jumlah

Pernyataan

Cara dan Alat

Ukur Hasil Ukur Value

Skala

Ukur

5 Kepadatan

Hunian/

Jumlah

Hunian

Kuesioner

4

Menghitung skor

jawaban sesuai

dengan ketentuan

dalam tabel skor

Ya : 1

Tidak : 0

- Jika skor 3-4

- Jika skor 0-2

Tidak Padat

(2)

Padat (1)

Ordinal

6 Penyakit

ISPA

Kuesioner

1

Menghitung skor

jawaban sesuai

dengan ketentuan

dalam tabel skor

- Jika mengalami

penyakit ISPA

- Jika tidak

mengalami

penyakit ISPA

Tidak Sakit

(2)

Sakit (1)

Ordinal

3.7. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara komputerisasi

melalui beberapa langkah, yaitu :

1. Collecting

Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan data setiap variabel yang

diteliti dari kuesioner yang sudah diisi atau dijawab oleh responden

2. Checking

Langkah ini dilakukan dengan memeriksa kelengkapan dan kebenaran data.

3. Coding

Langkah ini dilakukan dengan memberikan kode pada karakteristik

responden dan variabel-variabel yang diteliti.

4. Entering

Langkah ini dilakukan dengan memindahkan data dalam kuesioner yang

masih dalam bentuk kode kedalam program komputer yang digunakan.

Page 75: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

57

5. Data processing

Langkah ini dilakukan dengan memindahkan semua data kedalam program

komputer dan diproses sesuai dengan kebutuhan dari penelitian (53).

3.8. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik

setiap variabel penelitian yang meliputi variabel independen serta variabel

dependen.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan (korelasi) antara

variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel pengetahuan, sikap,

pemberian ASI Eksklusif, kondisi ventilassi dan kepadatan hunian dengan

variabel terikat (dependent variabel) yaitu tingginya ISPA, dengan menggunakan

analisis Chi-square.

1) Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak

2) Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian diterima (54).

3. Analisis Multivariat

Analisis data multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik, yang

bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh variabel-variabel bebas

(pengetahuan, sikap, pemberian ASI Eksklusif, kondisi ventilassi dan kepadatan

hunian) terhadap variabel terikat (tingginya ISPA). Besarnya pengaruh variabel

bebas terhadap variabel terikat dilihat dari nilai Exp (β). Positif atau negatifnya

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilihat dari nilai β, jika bernilai

Page 76: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

58

positif berarti mempunyai pengaruh positif, begitu juga sebaliknya jika bernilai

negatif berarti mempunyai pengaruh negatif (55).

Page 77: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

59

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Deleng Pokhkisen merupakan salah satu puskesmas yang ada

di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, terletak di Beriring Naru Kecamatan

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara. Secara geografis Kabupaten Aceh

Tenggara terletak antara 3055‟23” – 4

016‟37” Lintang Utara dan 96

043‟23‟ –

98010‟32” Bujur Timur dengan topografi yang bervariasi. Daerah Kabupaten

Aceh Tenggara merupakan suatu dataran yang dikelilingi oleh perbukitan dan

pegunungan yang merupakan gugusan Bukit Barisan. Sebagian kawasannya

merupakan daerah suaka alam Taman Nasional Gunung Leuser. Ketinggian

tempat di Kabupaten Aceh Tenggara berkisar antara 50 m dpl – 400 m dpl.

Ibukota Kabupaten Aceh Tenggara terletak di Kota Kutacane yang

berjarak sekitar 900 km dari Kota Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi Aceh.

Kabupaten Aceh Tenggara secara administratif terdiri dari 16 kecamatan, 385

desa. Kecamatan dengan luasan wilayah terbesar adalah Kecamatan Darul

Hasanah yaitu seluas 655.48 Km2 dan kecamatan dengan luasan terkecil adalah

Kecamatan Babussalam yaitu seluas 12,50 Km2. Kabupaten Aceh Tenggara terdiri

dari 16 Kecamatan dan 386 Desa serta 51 mukim. Kecamatan di Kabupaten Aceh

Tenggara antara lain Kecamatan Lawe Alas, Babul Rahmah, Tanoh Alas, Lawe

Sigala, Babul Makmur, Semadam, Leuser, Bambel, Bukit Tusam, Lawe Sumur,

Babussalam, Lawe Bulan, Badar, Darul Hasanah, Ketambe, dan Deleng Pokhison,

yang mempunyai jumlah luas keseluruhan 4.165,63 Km².

59

Page 78: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

60

Batas-batas wilayah Puskesmas Deleng Pokhkisen antara lain :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten

Langkat Provinsi Sumatera Utara.

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan dan Kota

Subulussalam.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Subulussalam, Kabupaten Aceh

Selatan dan Kabupaten Tanah Karo Provinsi Sumatera Utara.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Tanah Karo

Provinsi Sumatera Utara.

4.1.1. Demografi

Berdasarkan data penduduk yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik

Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2013 diketahui bahwa total penduduk Kabupaten

Aceh Tenggara sampai pada akhir tahun 2013 mencapai jumlah ± 184.150 jiwa.

Jika dilihat menurut data per kecamatan, maka kecamatan dengan jumlah

penduduk terbesar adalah Kecamatan Babussalam yaitu sebesar ± 25.742 jiwa.

Sementara itu, kecamatan dengan jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan

Tanoh Alas dengan jumlah ± 3.679 jiwa.

Bila dilihat dari tingkat kepadatan penduduk tiap-tiap kecamatan di

Kabupaten Aceh Tenggara tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah pada

Kecamatan Babussalam yaitu sebanyak ± 1.289 jiwa/Km2. Sedangkan daerah

dengan tingkat kepadatan penduduk terendah adalah pada Kecamatan Darul

Hasanah dan Kecamatan Babul Rahmah yaitu sebanyak ± 9 jiwa/Km2.

Page 79: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

61

4.1.2. Visi dan Misi Puskesmas Deleng Pokhkisen

1. Visi :"Terwujudnya Pelayanan Kesehatan Berkualitas dan Profesional menuju

Kecamatan Sehat "

2. Misi :

a. Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Kesehatan yang berarti dan

Profesional.

b. Menggerakkan Masyarakat dalam Pembangunan berwawasan kesehatan

diwilayah Kecamatan Deleng Pokhkisen.

c. Mendorong Kemandirian Hidup Sehat bagi Keluarga dan Masyarakat di

Wilayah Kecamatan Deleng Pokhkisen.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang

memiliki balita di Wilayah Puskesmas Deleng Pokhkisen. Karakteristik responden

terdiri dari : umur dan pendidikan.

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No Karakteristik f %

1 Umur 18-25 Tahun

37

53,6

4 26-32 Tahun 32 46,4

Jumlah 69 100

Page 80: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

62

Tabel 4.1. Lanjutan

No Karakteristik f %

1

2

Pendidikan

Perguruan Tinggi

SMA

7

30

10,1

43,5

3 SMP 22 31,9

4 SD 8 11,6

5 Tidak Sekolah 2 2,9

Jumlah 69 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 69 responden, sebanyak 37

responden (53,6%) memiliki umur 18-25 tahun dan 32 responden

(46,4%)memiliki umur 26-32 tahun. Selanjutnya dari 69 responden, sebanyak 7

responden (10,1%) memiliki pendidikan di perguruan tinggi, 30 responden

(43,5%) memiliki pendidikan SMA, 22 responden (31,9%) berpendidikan SMP, 8

responden (11,6%) berpendidikan SD dan responden yang tidak bersekolah

sebanyak 2 responden (2,9%).

2. Pengetahuan

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Berdasarkan Pengetahuan

Responden di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh

Tenggara

No. Pertanyaan

Jawaban Total

Benar Salah

f % f % f %

1. Manakah yang merupakan singkatan

dari ISPA ?

35 50,7 34 49,3 69 100,0

2. Apakah gejala penyakit ISPA ? 34 49,3 35 50,7 69 100,0

3. Siapakah yang melakukan pemeriksaan

penyakit ISPA ?

36 52,2 33 47,8 69 100,0

4. Gejala seperti Influenza, batuk dan pilek

termasuk kedalam penyakit?

40 58,0 29 42,0 69 100,0

5. Apakah yang menyebabkan penyakit

ISPA ?

37 53,6 32 46,4 69 100,0

6. Gejala yang dapat ditimbulkan pada

penyakit ISPA akan bertambah buruk

jika anak tidak mendapatkan ?

40 58,0 29 42,0 69 100,0

7. Sewaktu si penderita ISPA batuk, maka

orang yang berada di dekatnya?

37 53,6 32 46,4 69 100,0

Page 81: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

63

Tabel 4.2. Distribusi

No. Pertanyaan

Jawaban Total

Benar Salah

f % f % f %

8. Salah satu penularan ISPA yang sering

terjadi yaitu melalui ? 40 58,0 29 42,0 69 100,0

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat distribusi frekuensi jawaban

responden tentang pengetahuan menunjukkan bahwa pada pertanyaan No. 1

sebagian besar responden menjawab “Benar” yaitu sebanyak 35 responden

(50,7%). Pada pertanyaan No. 2 sebagian besar responden menjawab “Salah”

yaitu sebanyak 34 responden (49,3%). Pertanyaan No. 3 sebagian besar responden

menjawab “Benar” yaitu sebanyak 36 responden (52,2%). Pada pertanyaan No. 4

sebagian besar responden menjawab “Benar” yaitu sebanyak 40 responden

(58,0%). Pada pertanyaan No. 5 sebagian besar responden menjawab “Benar”

yaitu sebanyak 37 responden (53,6%). Pertanyaan No. 6 sebagian besar responden

menjawab “Benar” yaitu sebanyak 40 responden (58,0%). Pada pertanyaan No. 7

sebagian besar responden menjawab “Benar” yaitu sebanyak 37 responden

(53,6%). Selanjutnya pada pertanyaan No. 8 sebagian besar responden menjawab

“Benar” yaitu sebanyak 40 responden (58,0%).

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Pengetahuan f %

1. Baik 33 47,8

2. Kurang Baik 36 52,2

Jumlah 69 100

Berdasarkan tabel 4.3. dapat dilihat bahwa dari 69 responden, sebanyak 33

responden (47,8%) memiliki pengetahuan yang baik dan 36 responden (52,2%)

memiliki pengetahuan yang kurang baik.

Page 82: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

64

3. Sikap

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Pernyataan

Jawaban Total

SS S TS STS

f % f % f % f % f %

1. Penanggulangan penyakit ISPA

pada balita dapat dilakukan di

rumah

19 27,5 14 20,3 14 20,3 22 31,9 69 100,0

2. Untuk menanggulangi balita

yang menderita ISPA dengan

gejala batuk dapat dengan hanya

diberi ramuan tradisional

18 26,1 10 14,5 14 20,3 27 39,1 69 100,0

3. Pencegahan penyakit ISPA

dapat berhasil dengan baik

apabila dilakukan penyuluhan

tentang penyakit ISPA

21 30,4 6 8,7 17 24,6 25 36,2 69 100,0

4. Membawa anak berobat

kedokter jika balita sesak nafas

karena ISPA

20 29,0 16 23,2 21 30,4 12 17,4 69 100,0

5. Anak akan memiliki kekebalan

tubuh yang baik dan akan sulit

terkena ISPA apabila diberikan

ASI Eksklusif 0-6 bulan

25 36,2 7 10,1 15 21,7 22 31,9 69 100,0

6. Membuka jendela setiap pagi

merupakan cara yang paling

sederhana untuk melakukan

pencegahan ISPA

19 27,5 16 23,2 14 20,3 20 29,0 69 100,0

7. Penghuni dalam satu rumah

maksimal harus 3 orang saja,

agar udara dalam rumah

terbebas dari bakteri penyebab

ISPA

22 31,9 11 15,9 13 18,8 23 33,3 69 100,0

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat distribusi frekuensi jawaban

responden tentang sikap menunjukkan bahwa pada pertanyaan No. 1 sebagian

besar responden menjawab “Sangat Tidak Setuju” yaitu sebanyak 22 responden

(31,9%). Pada pertanyaan No. 2 sebagian besar responden menjawab “Sangat

Tidak Setuju” yaitu sebanyak 27 responden (39,1%). Pertanyaan No. 3 sebagian

besar responden menjawab “Sangat Tidak Setuju” yaitu sebanyak 25 responden

(36,2%). Pertanyaan No. 4 sebagian besar responden menjawab “Sangat Setuju”

Page 83: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

65

yaitu sebanyak 20 responden (29,0%). Pertanyaan No. 5 sebagian besar responden

menjawab “Sangat Setuju” yaitu sebanyak 25 responden (36,2%). Pertanyaan No.

6 sebagian besar responden menjawab “Sangat Tidak Setuju” yaitu sebanyak 20

responden (29,0%). Selanjutnya pertanyaan No. 7 sebagian besar responden

menjawab “Sangat Tidak Setuju” yaitu sebanyak 23 responden (33,3%).

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Responden di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Sikap f %

1. Positif 34 49,3

2. Negatif 35 50,7

Jumlah 69 100

Berdasarkan tabel 4.5. dapat dilihat bahwa dari 69 responden, sebanyak 34

responden (49,3%) memiliki sikap yang positif dan 35 responden (50,7%)

memiliki sikap yang negatif.

4. Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Pemberian ASI Eksklusif f %

1. Diberikan 28 40,6

2. Tidak Diberikan 41 59,4

Jumlah 69 100

Berdasarkan tabel 4.6. dapat dilihat bahwa dari 52 responden, sebanyak 28

responden (40,6%) memberikan ASI eksklusif dan 41 responden (59,4%) tidak

memberikan ASI eksklusif.

Page 84: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

66

5. Keadaan Ventilasi

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Keadaan

Ventilasi di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh

Tenggara

No. Pernyataan

Jawaban Total

Ya Tidak

f % f % f %

1. Apakah rumah ibu memiliki ventilasi ? 64 92,8 5 7,2 69 100,0

2. Apakah ventilasi yang ibu miliki

memiliki luas > 10% dari luas lantai

rumah ?

36 52,2 33 47,8 69 100,0

3. Apakah ventilasi rumah yang ibu miliki

memiliki sirkulasi udara yang baik?

37 53,6 32 46,4 69 100,0

4. Apakah ibu memiliki ventilasi disetiap

ruangan?

34 49,3 35 50,7 69 100,0

5. Apakah ibu membuka jendela setiap

pagi hari?

41 59,4 28 40,6 69 100,0

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat distribusi frekuensi jawaban

responden tentang kondisi ventilasi menunjukkan bahwa pada pertanyaan No. 1

sebagian besar responden menjawab “Ya” yaitu sebanyak 64 responden (92,8%).

Pada pertanyaan No. 2 sebagian besar responden menjawab “Ya” yaitu sebanyak

36 responden (52,2%). Pertanyaan No. 3 sebagian besar responden menjawab

“Ya” yaitu sebanyak 37 responden (53,6%). Pertanyaan No. 4 sebagian besar

responden menjawab “Tidak” yaitu sebanyak 35 responden (50,7%). Selanjutnya

pada pertanyaan No. 5 sebagian besar responden menjawab “Ya” yaitu sebanyak

41 responden (59,4%).

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keadaan Ventilasi di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Keadaan Ventilasi f %

1. Memenuhi Syarat (luas ≥ 10% dari luas lantai) 31 44,9

2. Tidak Memenuhi Syarat (luas < 10% dari luas

lantai)

38 55,1

Jumlah 69 100

Page 85: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

67

Berdasarkan tabel 4.8. dapat dilihat bahwa dari 69 responden, sebanyak 31

responden (44,9%) memiliki ventilasi yang memenuhi syarat dan 38 responden

(55,1%) memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat.

6. Kepadatan Hunian/Jumlah Hunian

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Kepadatan

Hunian/Jumlah Hunian di Puskesmas Deleng Pokhkisen

Kabupaten Aceh Tenggara

No. Pernyataan

Jawaban Total

Ya Tidak

f % f % f %

1. Apakah rumah ibu dihuni maksimal

3 orang?

42 60,9 27 39,1 69 100,0

2. Apakah rumah ibu tidak terasa panas

(pengap)?

42 60,9 27 39,1 69 100,0

3. Apakah penghuni kamar tidur di

dalam rumah dihuni maksimal oleh 2

orang?

43 62,3 26 37,7 69 100,0

4. Apakah luas rumah yang ibu miliki >

8 m2

44 63,8 25 36,2 69 100,0

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat distribusi frekuensi jawaban

responden tentang kepadatan hunian menunjukkan bahwa pada pertanyaan No. 1

sebagian besar responden menjawab “Ya” yaitu sebanyak 42 responden (60,9%).

Pada pertanyaan No. 2 sebagian besar responden menjawab “Ya” yaitu sebanyak

42 responden (60,9%). Pertanyaan No. 3 sebagian besar responden menjawab

“Ya” yaitu sebanyak 43 responden (62,3%). Selanjutnya pada pertanyaan No. 4

sebagian besar responden menjawab “Ya” yaitu sebanyak 44 responden (63,8%).

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepadatan Hunian/Jumlah

Hunian di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh

Tenggara

No. Kepadatan Hunian/Jumlah Hunian f %

1. Tidak Padat 34 49,3

2. Padat 35 50,7

Jumlah 69 100

Page 86: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

68

Berdasarkan tabel 4.10. dapat dilihat bahwa dari 69 responden, sebanyak

34 responden (49,3%) memiliki jumlah hunian yang tidak padat dan 35 responden

(50,7%) memiliki jumlah hunian yang padat.

7. Penyakit ISPA

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penyakit ISPA pada Balita di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Penyakit ISPA f %

1. Tidak Sakit 32 46,4

2. Sakit 37 53,6

Jumlah 69 100

Berdasarkan tabel 4.11. dapat dilihat bahwa dari 69 responden, sebanyak

32 responden (46,4%) tidak mengalami sakit dan 37 responden (53,6%)

mengalami sakit.

4.2.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen.

1. Hubungan Pengetahuan dengan Penyakit ISPA

Tabel 4.12. Hubungan Pengetahuan dengan Penyakit ISPA di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Pengetahuan

Penyakit ISPA Total

Sig-p Tidak Sakit Sakit

f % f % f %

1. Baik 25 36,2 8 11,6 33 47,8 0,000

2. Kurang Baik 7 10,1 29 42,0 36 52,2

Total 32 46,4 37 53,6 69 100

Berdasarkan Tabel 4.12. antara pengetahuan dengan penyakit ISPA,

diketahui bahwa sebanyak dari 33 responden (47,8%) yang berpengetahuan baik,

sebanyak 25 responden (36,2%) tidak mengalami sakit dan sebanyak 8 responden

(11,6%) mengalami sakit. Selanjutnya sebanyak 36 responden (52,2%) yang

Page 87: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

69

berpengetahuan kurang baik, sebanyak 7 responden (10,1%) tidak mengalami

sakit dan sebanyak 29 responden (42,0%) mengalami sakit.

Berdasarkan hasil uji chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikan

probabilitas pengetahuan adalah p-value = 0,000 atau < nilai-α = 0,05. Hal ini

membuktikan pengetahuan memiliki hubungan dengan penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

2. Hubungan Sikap dengan Penyakit ISPA

Tabel 4.13. Hubungan Sikap dengan Penyakit ISPA di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Sikap

Penyakit ISPA Total

Sig-p Tidak Sakit Sakit

f % f % f %

1. Positif 18 26,1 16 23,2 34 49,3 0,403

2. Negatif 14 20,3 21 30,4 35 50,7

Total 32 46,4 37 53,6 69 100

Berdasarkan Tabel 4.13. antara sikap dengan penyakit ISPA, diketahui

bahwa sebanyak dari 34 responden (49,3%) yang memiliki sikap positif, sebanyak

18 responden (26,1%) tidak mengalami sakit dan sebanyak 16 responden (23,2%)

mengalami sakit. Selanjutnya sebanyak 25 responden (52,2%) yang memiliki

sikap yang negatif, sebanyak 14 responden (20,3%) tidak mengalami sakit dan

sebanyak 21 responden (30,4%) mengalami sakit.

Berdasarkan hasil uji chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikan

probabilitas sikap adalah p-value = 0,403 atau > nilai-α = 0,05. Hal ini

membuktikan sikap tidak memiliki hubungan dengan penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

Page 88: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

70

3. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Penyakit ISPA

Tabel 4.14. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Pemberian ASI

Penyakit ISPA Total

Sig-p Tidak Sakit Sakit

f % f % f %

1. Diberikan 22 31,9 6 8,7 28 40,6 0,000

2. Tidak Diberikan 10 14,5 31 44,9 41 59,4

Total 32 46,4 37 53,6 69 100

Berdasarkan Tabel 4.14. antara pemberian ASI eksklusif dengan penyakit

ISPA, diketahui bahwa sebanyak dari 28 responden (40,6%) yang memiliki sikap

positif, sebanyak 22 responden (31,9%) tidak mengalami sakit dan sebanyak 6

responden (8,7%) mengalami sakit. Selanjutnya sebanyak 41 responden (59,4%)

yang memiliki sikap yang negatif, sebanyak 10 responden (14,5%) tidak

mengalami sakit dan sebanyak 31 responden (44,9%) mengalami sakit.

Berdasarkan hasil uji chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikan

probabilitas pemberian ASI eksklusif adalah p-value = 0,000 atau < nilai-α = 0,05.

Hal ini membuktikan pemberian ASI eksklusif memiliki hubungan dengan

penyakit ISPA di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

4. Hubungan Keadaan Ventilasi dengan Penyakit ISPA

Tabel 4.15. Hubungan Keadaan Ventilasi dengan Penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Keadaan Ventilasi

Penyakit ISPA Total

Sig-p Tidak Sakit Sakit

f % f % f %

1. Memenuhi Syarat 21 30,4 10 14,5 31 44,9 0,003

2. Tidak Memenuhi

Syarat

11 15,9 27 39,1 38 55,1

Total 32 46,4 37 53,6 69 100

Page 89: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

71

Berdasarkan Tabel 4.15. antara keadaan ventilasi dengan penyakit ISPA,

diketahui bahwa sebanyak dari 31 responden (44,9%) yang memiliki ventilasi

yang memenuhi syarat, sebanyak 21 responden (30,4%) tidak mengalami akit dan

sebanyak 10 responden (14,5%) mengalami sakit. Selanjutnya sebanyak 38

responden (55,1%) yang memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat,

sebanyak 11 responden (15,9%) tidak mengalami sakit dan sebanyak 27

responden (39,1%) mengalami sakit.

Berdasarkan hasil uji chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikan

probabilitas keadaan ventilasi adalah p-value = 0,003 atau < nilai-α = 0,05. Hal ini

membuktikan keadaan ventilasi memiliki hubungan dengan penyakit ISPA p di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

5. Hubungan Jumlah Hunian dengan Penyakit ISPA

Tabel 4.16. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

No. Jumlah Hunian

Penyakit ISPA Total

Sig-p Tidak Sakit Sakit

f % f % f %

1. Tidak Padat 24 34,8 10 14,5 34 49,3 0,000

2. Padat 8 11,6 27 39,1 35 50,7

Total 32 46,4 37 53,6 69 100

Berdasarkan Tabel 4.16. antara kepadatan hunian dengan penyakit ISPA,

diketahui bahwa sebanyak dari 34 responden (49,3%) yang memiliki jumlah

hunian yang tidak padat, sebanyak 24 responden (34,8%) tidak mengalami sakit

dan sebanyak 10 responden (14,5%) mengalami sakit. Selanjutnya sebanyak 35

responden (50,7%) yang memiliki jumlah hunian yang padat, sebanyak 8

Page 90: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

72

responden (11,6%) tidak mengalami sakit dan sebanyak 27 responden (39,1%)

mengalami pneumonia berat.

Berdasarkan hasil uji chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikan

probabilitas jumlah hunian adalah p-value = 0,000 atau < nilai-α = 0,05. Hal ini

membuktikan jumlah hunian memiliki hubungan dengan penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

4.2.3. Analisis Multivariat

Analisis data multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik, yang

bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap

variabel terikat. Besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilihat

dari nilai Exp (β). Positif atau negatifnya pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikat dilihat dari nilai β, jika bernilai positif berarti mempunyai

pengaruh positif, begitu juga sebaliknya jika bernilai negatif berarti mempunyai

pengaruh negatif.

Langkah yang dilakukan dalam analisis regresi logistik adalah menyeleksi

variabel yang akan dimasukkan dalam analisis mutivariat. Variabel yang

dimasukkan dalam analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat

mempunyai nilai p < 0,25. Metode yang digunakan dalam analisis regresi logistik

yaitu metode Backward. Metode Backward secara otomatis akan memasukkan

semua variabel yang terseleksi untuk dmasukkan ke dalam multivariat. Secara

bertahap, variabel yang tidak berpengaruh akan dikeluarkan dari analisis. Proses

akan berhenti sampai tidak ada lagi variabel yang dapat dikeluarkan dari analisis.

Page 91: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

73

Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik dilakukan seleksi

model dari variabel yang diteliti disajikan sebagai berikut :

Tabel 4.17. Hasil Uji Multivariat Regresi Logistik Tahap I

B Sig. Exp(B)

Step

1a

Pengetahuan 1,884 0,015 6,578

Sikap -0,396 0,610 0,673

Pemberian_ASI 2,373 0,004 10,730

Ventilasi 1,776 0,037 5,908

Jumlah_Hunian 1,959 0,013 7,095

Constant -11,283 0,000 0,000

Hasil uji analisis dari tabel 4.17 diketahui nilai p-value terbesar adalah

variabel sikap (sig > 0,25) sehingga harus dikeluarkan dari model untuk

multivariat. Hasil setelah variabel sikap dikeluarkan dari model diketahui hasil

sesuai dengan tabel berikut :

Tabel 4.18. Hasil Uji Multivariat Regresi Logistik Tahap II

Variabel B Sig. Exp(B)

Step 2a Pengetahuan 1,862 0,016 6,434

Pemberian_ASI 2,286 0,004 9,833

Ventilasi 1,742 0,040 5,706

Jumlah_Hunian 1,885 0,014 6,587

Constant -11,560 0,000 0,000

1. Uji Regresi Logistik

Berdasarkan tabel 4.18. di atas uji yang dilakukan pada penelitian ini

menggunakan α = 0,05, variabel bebas (independen) yang mempunyai pengaruh

secara signifikan dengan variabel terikat (dependen) adalah sebagai berikut :

a. Apabila Sig < α (0,05) maka ada pengaruh antara varibel independen

terhadap variabel dependen.

Page 92: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

74

b. Apabila Sig > α (0,05) maka tidak ada pengaruh antara varibel independen

terhadap variabel dependen. Pada hubungan masing-masing variabel bebas.

1) Pengetahuan memiliki nilai sig-p 0,016 < 0,05 artinya pengetahuan

memiliki pengaruh secara signifikan terhadap penyakit ISPA di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

2) Sikap memiliki nilai sig-p 0,610 > 0,05 artinya sikap tidak memiliki

pengaruh secara signifikan terhadap penyakit ISPA di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

3) Pemberian ASI eksklusif memiliki nilai sig-p 0,004 < 0,05 artinya

pemberian ASI eksklusif memiliki pengaruh secara signifikan terhadap

penyakit ISPA di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh

Tenggara.

4) Ventilasi memiliki nilai sig-p 0,040 < 0,05 artinya ventilasi memiliki

pengaruh secara signifikan terhadap penyakit ISPA di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

5) Jumlah hunian memiliki nilai sig-p 0,014 < 0,05 artinya jumlah hunian

memiliki pengaruh secara signifikan terhadap penyakit ISPA di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa faktor (pengetahuan, pemberian

ASI eksklusif, ventilasi dan jumlah hunian) memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap penyakit ISPA, sedangkan variabel sikap tidak memiliki pengaruh

terhadap tingginya penyakit ISPA pada balita.

Page 93: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

75

2. Odds Ratio

Besarnya pengaruh ditunjukkan dengan nilai EXP (B) atau disebut juga

Odds Ratio (OR) dan dapat dilihat pada tabel 4.18.

a. Hasil nilai OR pada variabel pengetahuan ditunjukkan dengan nilai OR

6,434. Artinya pengetahuan yang kurang baik cenderung 6 kali lipat

memiliki pengaruh terhadap penyakit ISPA pada balita. Nilai B =

Logaritma Natural dari 6,434 = 1,862. Oleh karena nilai B bernilai positif,

maka pengetahuan mempunyai pengaruh positif terhadap penyakit ISPA.

b. Hasil nilai OR pada variabel sikap ditunjukkan dengan nilai OR 0,673.

Artinya sikap yang negatif cenderung 1 kali lipat memiliki pengaruh

terhadap penyakit ISPA. Nilai B = Logaritma Natural dari 0,673 = -0,396.

Oleh karena nilai B bernilai positif, maka sikap mempunyai pengaruh

positif terhadap penyakit ISPA.

c. Hasil nilai OR pada variabel pemberian ASI eksklisuf ditunjukkan dengan

nilai OR 9,833. Artinya ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif

cenderung 10 kali lipat memiliki pengaruh terhadap penyakit ISPA. Nilai B

= Logaritma Natural dari 9,833 = 2,286. Oleh karena nilai B bernilai positif,

maka pemberian ASI eksklusif mempunyai pengaruh positif terhadap

penyakit ISPA.

d. Hasil nilai OR pada variabel ventilasi ditunjukkan dengan nilai OR 5,706.

Artinya ventilasi yang tidak memenuhi syarat cenderung 6 kali lipat

memiliki pengaruh terhadap penyakit ISPA a. Nilai B = Logaritma Natural

Page 94: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

76

dari 5,706 = 1,742. Oleh karena nilai B bernilai positif, maka ventilasi

mempunyai pengaruh positif terhadap penyakit ISPA.

e. Hasil nilai OR pada variabel jumlah hunian ditunjukkan dengan nilai OR

6,587. Artinya kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat cenderung 6

kali lipat memiliki pengaruh terhadap penyakit ISPA pada balita. Nilai B =

Logaritma Natural dari 6,587 = 1,885. Oleh karena nilai B bernilai positif,

maka jumlah hunian mempunyai pengaruh positif terhadap penyakit ISPA.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, variabel yang paling besar memiliki

pengaruhnya terhadap penyakit ISPA yaitu variabel pemberian ASI eksklusif,

dimana ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif, memiliki pengaruh terhadap

penyakit ISPA sebanyak 10 kali lipat di bandingkan ibu yang memberikan ASI

eksklusif.

Page 95: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

77

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Pembahasan Penelitian

5.1.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Penyakit ISPA di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

Berdasarkan pengaruh pengetahuan dengan penyakit ISPA, diketahui

bahwa sebanyak dari 33 responden (47,8%) yang berpengetahuan baik, sebanyak

25 responden (36,2%) tidak mengalami sakit dan sebanyak 8 responden (11,6%)

mengalami sakit. Selanjutnya sebanyak 36 responden (52,2%) yang

berpengetahuan kurang baik, sebanyak 7 responden (10,1%) tidak mengalami

sakit dan sebanyak 29 responden (42,0%) mengalami sakit.

Variabel pengetahuan memiliki nilai sig-p 0,016 < 0,05 artinya

pengetahuan memiliki pengaruh secara signifikan terhadap penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara. Hasil OR pada variabel

pengetahuan menunjukkan bahwa pengetahuan yang kurang baik cenderung 6 kali

lipat memiliki pengaruh terhadap penyakit ISPA. Nilai B = Logaritma Natural dari

6,434 = 1,862. Oleh karena nilai B bernilai positif, maka pengetahuan mempunyai

pengaruh positif terhadap penyakit ISPA.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wahyuti tahun 2012 tentang

Hubungan antara Pengetahuan Orangtua tentang ISPA dengan Kejadian Ispa pada

Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo, menunjukkan bahwa hasil uji

statistic Chi Square diperoleh nilai χ2 = 11,307 p = 0,004. Kesimpulan penelitian

77

Page 96: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

78

ada hubungan antara pengetahuan orangtua tentang ISPA dengan kejadian ISPA

pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo (56).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti tahun 2018 tentang

Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pengaruh Polusi Udara terhadap

Penyakit ISPA di Puskesmas Perawatan Betungan Kota Bengkulu, menunjukkan

uji statistik P ≤ 0,05 0,000 mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang efek pencemaran udara pada

penyakit pernafasan Puskesmas Betungan Kota Bengkulu (57).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tidakan seseorang (Overt Behaviour). Apabila seseorang

menerima perilaku baru atau adopsi perilaku berdasarkan pengetahuan, kesadaran,

dan sikap yang positif, maka perilaku akan berlangsung lama. Sebaliknya apabila

perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan

berlangsung lama (9).

Pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah dan bervariatif sesuai

dengan proses pengalaman manusia yang dialami. Menurut Brunner, proses

pengetahuan tersebut melibatkan tiga aspek, yaitu proses mendapatkan informasi,

proses transformasi, dan proses evaluasi. Informasi baru yang didapat merupakan

pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan

Page 97: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

79

penyempurnaan informasi sebelumnya. Proses transformasi adalah proses

manipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru. Proses evaluasi

dilakukan dengan memeriksa kembali apakah cara mengolah informasi telah

memadai (58).

Permasalahan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

cenderung meningkat dalam beberapa decade terakhir baik secara global maupun

nasional. ISPA telah menjadi pembunuh utama balita di dunia. Penyakit ini

menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di Negara maju maupun di negara-

negara sedang berkembang. Kesuksesan pencegahan dan pengendalian ISPA

sangat tergantung pada kinerja fasilitas pelayanan kesehatan yang didukung oleh

sumber daya yang cukup, tenaga kesehatan yang berkomitmen serta strategi dan

kebijakan yang dilaksanakan secara terintegrasi, komprehensif dan

berkesinambungan. Upaya penanggulangan ISPA memerlukan upaya bersama

secara lintas unit kerja di Kementerian Kesehatan, lintas sektor terkait yang

didukung dengan keterlibatan masyarakat, termasuk akademisi, profesional dan

dunia usaha, dengan dukungan politis. Penanggulangan masalah ini perlu

dilakukan secara komprehensif mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif (2).

Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan

dan sikap ibu terhadap kesehatan seorang anak, maka akan mengurangi resiko

terjadinya penyakit ISPA pada balita, sebaliknya apabila semakin buruk

pengetahuan dan sikap ibu terhadap kesehatan anaknya, maka resiko terjadinya

ISPA pada balita akan semakin tinggi. Pengetahuan merupakan hasil mengingat

Page 98: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

80

suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara

sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak

atau pengamatan terhadap suatui objek tertentu. Perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan (misalnya perilaku karena paksaan atau adanya aturan wajib).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik masih

juga terdapat 8 responden (11,6%) balita yang mengalami sakit ISPA. Hal ini

dikarenakan pengetahuan yang baik harus dibarengi juga dengan dukungan dari

faktor lain diantaranya sikap yang positif, informasi yang baik, pemberian ASI 0-

6 bulan yang, kondisi fisik rumah yang baik dan memenuhi syarat kesehatan,

sehingga apabila pengetahuan yang baik juga dibarengi oleh faktor-faktor tersebut

maka otomatis pengetahuan baik akan mencegah penyakit ISPA menyerang pada

balita. Begitu juga dengan pengetahuan yang rendah tetapi terdapat balita yang

tidak mengalami sakit ISPA. Hal ini dikarenakan walaupun ibu balita tidak

memiliki pengetahuan yang baik namun mereka tetap memperhatikan kebersihan

dan keadaan rumah mereka untuk menghindari anaknya dari sakit ISPA. Kejadian

ini yang membuat pengetahuan yang baik masih terdapat balita yang mengalami

sakit ISPA begitu juga dengan pengetahuan ibu balita yang kurang tetapi terdapat

balita yang tidak mengalami sakit ISPA.

5.1.2. Pengaruh Sikap terhadap Penyakit ISPA di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

Berdasarkan pengaruh antara sikap dengan penyakit ISPA, diketahui

bahwa sebanyak dari 34 responden (49,3%) yang memiliki sikap positif, sebanyak

18 responden (26,1%) tidak mengalami sakit dan sebanyak 16 responden (23,2%)

Page 99: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

81

mengalami sakit. Selanjutnya sebanyak 25 responden (52,2%) yang memiliki

sikap yang negatif, sebanyak 14 responden (20,3%) tidak mengalami sakit dan

sebanyak 21 responden (30,4%) mengalami sakit.

Variabel sikap memiliki nilai sig-p 0,610 > 0,05 artinya sikap tidak

memiliki pengaruh secara signifikan terhadap penyakit ISPA di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara. Hasil OR pada variabel sikap

menunjukkan bahwa sikap yang negatif cenderung 1 kali lipat memiliki pengaruh

terhadap penyakit ISPA. Nilai B = Logaritma Natural dari 0,673 = -0,396. Oleh

karena nilai B bernilai positif, maka sikap mempunyai pengaruh positif terhadap

penyakit ISPA.

Tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Taarelluan tahun

2016 tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Tindakan

Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Desa Tataaran 1

Kecamatan Tondano Selatan Kabupaten Minahasa, menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara Sikap dengan Tindakan Pencegahan ISPA

dengan nilai p = 0,003 (nilai p < 0,05).Dalam penelitian ini tidak terdapat

hubungan antara pengetahuan dengan tindakan pencegahan ISPA, walaupun

pengetahuan yang dimiliki baik tapi bukan menjadi jaminan mempengaruhi

tindakan pencegahan ISPA dan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap

dengan tindakan pencegahan ISPA (59).

Penelitian yang dilakukan oleh Rahim, R tahun 2013 tentang Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Balita Dengan Perilaku Pencegahan Penyakit

Pneumonia Di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu, menunjukkan hasil bahwa

Page 100: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

82

terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan ibu balita tentang pencegahan

penyakit pneumonia dengan perilaku pencegahan penyakit pneumonia di wilayah

kerja Puskesmas Putri Ayu tahun 2013 (20).

Kematian akibat ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA

yang berat, karena infeksi telah menyerang paru-paru. Kondisi ISPA ringan

dengan flu dan batuk biasa sering diabaikan, akibatnya jika daya tahan tubuh anak

lemah penyakit tersebut akan dengan cepat menyebar ke paru-paru. Kondisi

demikian jika tidak mendapat pengobatan dan perawatan yang baik dapat

menyebabkan kematian. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA

(5). Menurut Wantania, et al., kejadian ISPA dipengaruhi oleh agen penyebab

seperti virus dan bakteri, faktor pejamu (usia anak, jenis kelamin, status gizi,

imunisasi dan lain-lain) serta keadaan lingkungan (polusi udara dan ventilasi).

Usia anak merupakan faktor predisposisi utama yang menentukan tingkat

keparahan serta luasnya infeksi saluran nafas. Selain itu, status gizi juga berperan

dalam terjadinya suatu penyakit. Hal ini berhubungan dengan respon imunitas

seorang anak. Penyakit ISPA sering dikaitkan dengan kejadian malnutrisi dan

stunting pada anak (6).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Teddy tahun 2016 tentang

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pencegahan

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Poli Rawat Jalan

Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung Periode Februari 2016,

menunjukkan bahwa nilai p-value < 0,05 nilai p-value=0.000. Artinya H01 dan

H02 ditolak, dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat

Page 101: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

83

pengetahuan dengan pencegahan ISPA pada Balita dan ada hubungan yang

bermakna antara sikap dengan pencegahan ISPA pada Balita di Poli Rawat Jalan

Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung periode Februari 2016 (60).

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup

terhadap seseuatu situmulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap

stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap situmulus sosial. Newcomb salah seorang psikolog sosial

menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum meupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan „predisposisi‟ tindakan atau perilaku. Sikap itu

masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka (41).

Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu

obyek dengan cara tertentu serta merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman

kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku masa lalu. Sikap akan

mempengaruhi proses berfikir, respon afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya.

Jadi sikap merupakan respon evaluatif didasarkan pada proses evaluasi diri, yang

disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif yang kemudian mengkristal

sebagai reaksi terhadap obyek (9).

Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap responden tidak

memiliki pengaruh terhadap penyakit ISPA pada balita. Hal ini dikarenakan

pengalaman ibu dalam bertindak apabila anaknya sakit selain itu rasa tanggung

Page 102: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

84

jawab dan rasa sayang orang tua terhadap anaknya, sehingga apabila orang tua

terutama ibu mendapatkan anaknya kurang sehat pasti akan khawatir dengan

kesehatan anaknya. Oleh karena itu, ibu pasti langsung memeriksakan anaknya ke

tenaga kesehatan apabila mendapatkan tanda-tanda dan gejala sakit/ISPA pada

anaknya. Sikap pada masyarakat mendorong mereka melakukan tindakan

pencegahan ISPA secara nyata sehingga masyarakat yang memiliki sikap yang

baik terhadap pencegahan ISPA akan direspon dengan melaksanakan tindakan

pencegahan ISPA dengan baik dan benar.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sikap yang positif dari ibu

namun masih juga terdapat balita yang mengalami penyakit ISPA sebanyak 16

orang. Hal ini dikarenakan masih banyak ibu yang memiliki reaksi dan kesadaran

yang baik dalam menjaga kesehatan anaknya namun kondisi rumah mereka masih

belum dalam kategori rumah yang sehat. Selain itu ibu balita dengan sikap yang

positif tetapi masih juga terdapat pengetahuan yang kurang baik, sehingga mereka

tidak mengetahui cara melakukan pencegahan penyakit ISPA pada balita. Begitu

juga dengan ibu yang memiliki sikap yang negatif namun balita yang mereka

miliki tidak mengalami sakit ISPA, dikarenakan walau mereka memiliki sikap

yang negatif namun mereka dapat menjaga anaknya tidak mengalami penyakit

ISPA. Pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan, informasi yang didapat dan kondisi

rumah yang memiliki sirkulasi udara yang baik merupakan cara mereka untuk

mencegah penyakit ISPA menyerang balita mereka.

Page 103: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

85

5.1.3. Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif terhadap Penyakit ISPA di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

Berdasarkan pengaruh antara pemberian ASI eksklusif dengan penyakit

ISPA, diketahui bahwa sebanyak dari 28 responden (40,6%) yang memiliki sikap

positif, sebanyak 22 responden (31,9%) tidak mengalami sakit dan sebanyak 6

responden (8,7%) mengalami sakit. Selanjutnya sebanyak 41 responden (59,4%)

yang memiliki sikap yang negatif, sebanyak 10 responden (14,5%) tidak

mengalami sakit dan sebanyak 31 responden (44,9%) mengalami sakit.

Variabel pemberian ASI eksklusif memiliki nilai sig-p 0,004 < 0,05 artinya

pemberian ASI eksklusif memiliki pengaruh secara signifikan terhadap penyakit

ISPA pada balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

Hasil OR pada variabel pemberian ASI eksklusif menunjukkan bahwa ibu yang

tidak memberikan ASI eksklusif cenderung 10 kali lipat memiliki pengaruh

terhadap penyakit ISPA pada balita. Nilai B = Logaritma Natural dari 9,833 =

2,286. Oleh karena nilai B bernilai positif, maka pemberian ASI eksklusif

mempunyai pengaruh positif terhadap penyakit ISPA.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Umami tahun 2014 tentang

Pengaruh Pemberian Asi Eksklusif terhadap Insidensi Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bareng

Kotamadya Malang, menunjukkan bahwa hasil uji statistik dengan chi square

diperoleh nilai x2 = 46.642 yang lebih besar dari nilai x2 tabel = 3.841 dengan

nilai signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh

yang signifikan pemberian ASI eksklusif terhadap insidensi ISPA pada bayi usia

0-6 bulan (61).

Page 104: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

86

Selanjutnya sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hersoni tahun

2019 tentang Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif terhadap Kejadian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Bayi Usia 6-12 bulan di Rab RSU

dr. Soekarjdo Kota Tasikmalaya, menunjukkan bahwa uji statistik yang diperoleh

nilai p < 0,05 artinya ada pengaruh yang bermakna antara pemberian ASI Ekslusif

dengan kejadian obesitas. Nilai OR 32,738. (95% CI : 11,951-89,684) artinya bayi

usia 6-12 bulan yang tidak diberikan ASI Ekslusif risikonya 32,738 kali lebih

besar akan mengalami Kejadian ISPA dibandingkan kelompok Tidak ISPA (62).

Penelitian yang dilakukan oleh Panduu tahun 2014 tentang Faktor-Faktor

yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado hasil

penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu memiliki pendidikan yang

rendah, selanjutnya balita juga tidak diberikan ASI secara eksklusif dan status

imunisasi balita tidak lengkap. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan ibu, ASI eksklusif (p=0,684) dan status imunisasi tidak memiliki

hubungan dengan kejadian ISPA (22).

Air susu ibu (ASI) adalah makanan ideal yang tiada bandingnya untuk.

pertumbuhan dan perkembangan bayi karena mengandung nutrient yang

dibutuhkan untuk membangun dan penyediaan energi, pengaruh biologis dan

emosional antara ibu dan bayi, serta meningkatkan sistem kekebalan pada bayi.

ASI merupakan makanan tunggal yang dapat mencukupi kebutuhan tumbuh bayi

sampai usia enam bulan (47).

Page 105: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

87

Studi-studi yang mendukung bahwa ASI merupakan faktor protektif

terhadap kejadian ISPA telah banyak dilakukan seperti penelitian Cunningham,

menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi dari berbagai penyakit termasuk infeksi

pernafasan dan infeksi usus (48). Penelitian yang dilakukan oleh Selvaraj,

membuktikan, bahwa ASI memiliki daya protektif terhadap kejadian ISPA. Bayi

yang mendapat ASI akan lebih terjaga dari penyakit infeksi terutama ISPA dan

diare (49). Dilaporkan juga bahwa ASI menurunkan risiko infeksi saluran

pernafasan atas dan bawah (50).

Pemberian ASI sangat menguntungkan jika dilihat dari beberapa aspek,

baik pada bayi, ibu, maupun sosial ekonomi. Rekomendasi dari WHO bahwa

pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dapat menurunkan angka insidensi

infeksi yang sering terjadi pada bayi seperti ISPA, diare, otitis media, infeksi

saluran kemih, diabetes mellitus, obesitas dan asma. ASI mengandung zat

kekebalan terhadap infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, dan lain-lain,

sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi pada bayi. Hal ini disebabkan karena

ASI mengandung zat kekebalan terhadap infeksi diantaranya protein, laktoferin,

imunoglobin dan antibody (51).

Pemberian ASI eksklusif memberikan protektif melalui antibodi SigA

yang dapat melindungi bayi dari kuman Haemophilus Influenza yang terdapat

pada mulut dan hidung, serta menurunkan risiko terkena infeksi (50). ASI

memberikan proteksi melawan penyakit enterik dan lainnya. Colostrum atau

foremilk, dan ASI mengandung elemen yang memproteksi bayi dari penyakit

saluran respirasi dan gatrointestinal. ASI mengandung komponen yang mencegah

Page 106: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

88

penempelan salmonella pneumonia dan Haemophilus Influenza pada reseptor

permukaan sel pejamu (52).

Hal yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan ISPA adalah

pengobatan ISPA yang rasional. Penderita pneumonia memerlukan obat

antibiotika, demikian juga penderita pharingitis yang disebabkan oleh

Streptococcus Haemoliticus. Tetapi tidak semua penderita ISPA memerlukan

antibiotika, misalnya yang disebabkan oleh virus seperti batuk pilek biasa.

Selanjutnya, pemberian obat batuk pada balita juga tidak dianjurkan. Pada balita

yang batuk, lebih tepat diberikan pelega tenggorokan seperti minuman hangat (36).

Penemuan dini penderita dengan penatalaksanaan kasus yang benar

merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program turunnya

kematian karena pneunomia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk

yang kurang tepat pada pengobatan ISPA. Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA

akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan

berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek

biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat (36).

Menurut hasil penelitian ASI sangat dibutuhkan untuk kesehatan bayi. ASI

adalah makan terbaik untuk bayi. ASI sangat dibutuhkan untuk kesehatan bayi dan

mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi secara optimal. Bayi yang

diberi ASI eksklusif akan memperoleh seluruh kelebihan ASI serta terpenuhi

kebutuhan gizinya secara maksimal sehingga dia akan lebih sehat, lebih tahan

terhadap infeksi, tidak mudah terkena alergi dan lebih jarang sakit. Pemberian ASI

eksklusif berhubungan sangat kuat dengan kejadian ISPA pada balita. Hal ini

Page 107: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

89

dikarenakan ASI mengandung kolostrum yang banyak mengandung antibodi yang

salah satunya adalah BALT yang menghasilkan antibody terhadap infeksi

pernapasan dan sel darah putih, serta vitamin A yang dapat memberikan

perlindungan terhadap infeksi dan alergi.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ibu yang memberikan ASI

eksklusif namun balita mereka masih mengalami penyakit ISPA. Hal itu

dikarenakan ibu yang memberikan ASI namun mereka tidak mengetahui

pencegahan ISPA pada balita dengan baik dan kondisi rumah mereka juga

tergolong masih dapat menyebabkan penyakit ISPA dapat menyerang balita.

Rumah ibu yang memberikan ASI eksklusif terlihat masih memiliki ventilasi yang

memiliki luas yang tidak sesuai syarat kesehatan dan juga masih terdapat

penghuni rumah dengan jumlah yang padat sehingga penyakit ISPA mudah

menyerang balita. Untuk ibu yang tidak memberikan ASI tetapi balita mereka

tidak terserang ISPA dikarenakan para ibu sudah mengetahui secara jelas tentang

bagaimana cara untuk mencegah penyakit ISPA, mereka selalu mencari informasi

tentang pencegahan penyakit ISPA dengan cara membatasi jumlah hunian sesuai

dengan syarat kesehatan dan membuat ventilasi rumah sesuai dengan luas rumah

yang dimiliki.

5.1.4. Pengaruh Ventilasi terhadap Penyakit ISPA di Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

Berdasarkan pengaruh antara keadaan ventilasi dengan penyakit ISPA,

diketahui bahwa sebanyak dari 31 responden (44,9%) yang memiliki ventilasi

yang memenuhi syarat, sebanyak 21 responden (30,4%) tidak mengalami akit dan

sebanyak 10 responden (14,5%) mengalami sakit. Selanjutnya sebanyak 38

Page 108: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

90

responden (55,1%) yang memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat, sebanyak

11 responden (15,9%) tidak mengalami sakit dan sebanyak 27 responden (39,1%)

mengalami sakit.

Variabel ventilasi memiliki nilai sig-p 0,040 < 0,05 artinya ventilasi

memiliki pengaruh secara signifikan terhadap penyakit ISPA di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara. Hasil OR pada variabel ventilasi

menunjukkan bahwa ventilasi yang tidak memenuhi syarat cenderung 6 kali lipat

memiliki pengaruh terhadap tingginya penyakit ISPA. Nilai B = Logaritma Natural

dari 5,706 = 1,742. Oleh karena nilai B bernilai positif, maka ventilasi mempunyai

pengaruh positif terhadap penyakit ISPA pada balita.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyah tahun 2016 tentang

Hubungan Kualitas Debu dan Ventilasi Rumah dengan Kejadian Penyakit Infeksi

Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di Bekas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

Keputih, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan ventilasi

rumah dengan ISPA (p = 0,000) dan kadar partikel debu udara ambien dengan

ISPA (p = 0,003). Penelitian ini menyimpulkan bahwa kedua variabel

berhubungan dengan kejadian ISPA sehingga perlu adanya pemberdayaan

masyarakat maupun sikap proaktif dari berbagai perangkat pemerintahan di

wilayah penelitian terhadap pencegahan penyakit ISPA serta adanya kontrol yang

baik terhadap kualitas kesehatan lingkungan RW VIII Kelurahan Keputih (63).

Selanjutnya sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Safrizal tahun

2017 tentang Hubungan Ventilasi, Lantai, Dinding, dan Atap dengan Kejadian

ISPA pada Balita di Blang Muko, menunjukkan bahwa variabel ventilasi

Page 109: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

91

didapatkan nilai (P.Value 0,032<α=0,05) artinya ada hubungan ventilasi rumah

dengan kejadian ISPA (31).

Penelitian yang dilakukan oleh Mahmud tahun 2010, tentang Faktor-

Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit ISPA pada Anak Balita di

Wilayah kerja Puskesmas Manipi Kecamatan Sinjai barat Kabupaten Sinjai Tahun

2010, menunjukkan bahwa ada hubungan antara Merokok dalam rumah dengan

kejadian penyakit ISPA pada anak balita, ada hubungan antara Ventilasi dengan

kejadian penyakit ISPA pada anak balita, ada hubungan antara kamarisasi dengan

kejadian penyakit ISPA pada anak balita dan tidak ada hubungan penggunaan

jenis bahan bakar masak Biomass dan Kelengkapan Imunisasi dengan kejadian

penyakit ISPA pada anak balita (12).

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara atau dari

ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Secara umum, penilaian

ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai

rumah, dengan menggunakan Role meter. Menurut indikator pengawaan rumah,

luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah > 10% luas lantai rumah

dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai

rumah (42).

Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan

membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga

aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang <10

% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan

berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida

Page 110: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

92

yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi

akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses

penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi

akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-

bakteri patogen termasuk kuman (43).

Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi

aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu

mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan

mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari

yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman yang ada di dalam rumah tidak

dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernapasan. Hawa segar diperlukan

untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai (43).

Menurut WHO, pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus

pada saluran nafas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah,

bersin, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat.

Penularan bibit penyakit ISPA dapat terjadi dari penderita penyakit ISPA dan

carrier yang disebut juga reservoir bibit penyakit yang ditularkan kepada orang

lain melalui kontak langsung atau melalui benda-benda yang telah tercemar bibir

penyakit termasuk udara (39).

Menurut penelitian Iwan sain, penularan melalui udara di maksudkan

adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan

benda yang terkontaminasi dan tidak jarang penyakit yang sebagian ilmu besar

Page 111: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

93

penularan adalah karena menghisap udara yang mengandung penyebab atau

mikroorganisme tempat kuman berada (reservoir). ISPA dapat ditularkan melalui

air ludah, darah.cipratan bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang

terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya (39).

Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin buruk keadaan

ventilasi suatu rumah di mana persyaratan ventilasi alamiah tidak terpenuhi maka

kemungkinan timbulnya kejadian ISPA juga akan semakin tinggi, begitu pula

sebaliknya. Suatu ruangan dengan sistem ventilasi yang kurang baik dan dihuni

oleh manusia akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan. Tidak

cukup ventilasi akan menyebabkan kelembapan udara dalam ruangan naik karena

terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembapan ini

merupakan media yang baik untuk bakteri penyebab penyakit. Tidak cukup

ventilasi akan menyebabkan kelembapan udara dalam ruangan naik karena

terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembapan ini

merupakan media yang baik untuk bakteri penyebab penyakit. Adapun faktor

ventilasi sebagai adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut

tetap segar, membebaskan ruangan dari bakteri, terutama bakteri patogen karena

terjadi aliran udara yang terus menerus dan menjaga agar ruangan rumah selalu

tetap di dalam kelembapan yang optimum. Penyakit saluran pernapasan seperti

influenza, ISPA dan TBC dapat dengan mudah menular akibat ventilasi yang tidak

memadai.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ibu yang memiliki ventilasi

yang memiliki syarat tetapi balita yang mereka miliki mengalami penyakit ISPA,

Page 112: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

94

hal ini dikarenakan ventilasi yang memenuhi syarat belum mampu mencegah

penyakit ISPA pada balitia tanpa dukungan dari faktor pengetahuan yang baik,

sikap yang positif, pemberian ASI dan juga faktor lain yang tidak diteliti dalam

penelitian ini seperti faktor kebiasaan keluarga perokok dan juga tindakan

menjaga lingkungan yang baik. Begitu juga dengan ibu yang memiliki ventilasi

yang tidak memenuhi syarat tetapi balita mereka tidak mengalami ISPA. Hal ini

dikarenakan sebagian besar ibu memiliki kesadaran yang baik dalam menjaga

anaknya untuk tidak terserang penyakit ISPA.

5.1.5. Pengaruh Jumlah Hunian terhadap Penyakit ISPA di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara

Berdasarkan pengaruh antara kepadatan hunian dengan penyakit ISPA,

diketahui bahwa sebanyak dari 34 responden (49,3%) yang memiliki jumlah

hunian yang tidak padat, sebanyak 24 responden (34,8%) tidak mengalami sakit

dan sebanyak 10 responden (14,5%) mengalami sakit. Selanjutnya sebanyak 35

responden (50,7%) yang memiliki jumlah hunian yang padat, sebanyak 8

responden (11,6%) tidak mengalami sakit dan sebanyak 27 responden (39,1%)

mengalami pneumonia berat.

Variabel kepadatan hunian memiliki nilai sig-p 0,014 < 0,05 artinya

jumlah hunian memiliki pengaruh secara signifikan terhadap penyakit ISPA pada

balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara. Hasil OR pada

variabel jumlah hunian menunjukkan bahwa kepadatan hunian yang tidak

memenuhi syarat cenderung 6 kali lipat memiliki pengaruh terhadap penyakit ISPA

pada balita. Nilai B = Logaritma Natural dari 6,587 = 1,885. Oleh karena nilai B

Page 113: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

95

bernilai positif, maka kepadatan hunian mempunyai pengaruh positif terhadap

penyakit ISPA pada balita.

Tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Iksan tahun 2015

tentang Hubungan Kepadatan Hunian dan Ventilasi Rumah dengan Penyakit ISPA

pada Anak Balita di Puskesmas Wani Kabupaten Donggala, menunjukkan bahwa

ada hubungan yang bermakna antara kondisi ventilasi rumah dengan penyakit

ISPA pada balita (p=0,000<0,05). Sebaliknya, tidak ada hubungan yang bermakna

antara kondisi kepadatan hunian dengan penyakit ISPA (64).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agungnisa tahun 2019

tentang Faktor Sanitasi Fisik Rumah yang Berpengaruh terhadap Kejadian Ispa

pada Balita di Desa Kalianget Timur, menunjukkan bahwa uji Chi-square

didapatkan p-value= 0,000, maka dapat disimpulkan jika terdapat hubungan yang

berarti antara kepadatan hunian kamar balita dengan kejadian ISPA pada balita di

Desa Kalianget Timur (65).

Penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti tahun 2012 tentang Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit ISPA pada Balita di Sekitar

Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Tamangapa Kota Makassar,

menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara keadaan ventilasi rumah dengan

kejadian ISPA pada balita (p=0,002), ada hubungan antara kamarisasi dengan

kejadian penyakit ISPA pada balita (p=0,007), ada hubungan antara kepadatan

hunian dengan kejadian penyakit ISPA pada balita (p=0,000), tidak ada hubungan

antara kepemilikan lubang asap dengan kejadian penyakit ISPA pada balita

(p=0,876), ada hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang merokok

Page 114: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

96

dengan kejadian penyakit ISPA pada balita (p=0,032), dan ada hubungan antara

jarak rumah dari TPA dengan kejadian penyakit ISPA pada balita (p=0,040) (17).

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Suryani tahun 2018 tentang

Faktor Risiko Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia Pada

Balita (Studi di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Bengkulu), menunjukkan

hasil bahwa, Kepadatan hunian terbukti sebagai faktor risiko kejadian pneumonia

pada balita dengan OR adjusted 2,94 artinya balita yang tinggal di rumah dengan

luas kamar < 8 m2 dihuni lebih dari 2 orang, berisiko menderita pneumonia

sebesar 2,94 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang ting-gal di rumah

dengan luas kamar < 8 m2 dihuni tidak lebih dari 2 orang (34).

Kepadatan hunian dalam Permenkes nomor 829/MENKES/SK/VII/1999

dijelaskan bahwa persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati

luas rumah 8m2.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor

polusi dan rumah yang tlah ada. Peneliti menunjukkan ada hubungan bermakna

antara kepadatan dan kematian dari bronko pneumonia pada bayi, tetapi di sebut

bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan member korelasi yang tinggi

pada faktor ini (42).

Kepadatan atau density ternyata mendapat perhatian yang serius dari para

ahli psikologi lingkungan. Kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit

ruangan atau sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu

dan lebih bersifat fisik. Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah

manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan

luas ruangannya (44).

Page 115: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

97

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi

dalam rumah yang telah ada. Penelitian manunjukkan ada hubungan bermakna

antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi

disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial dan pendidikan memberi korelasi

yang tinggi pada faktor ini. Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang

sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat

untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya terkandung arti

yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan

sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah

dan besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan

layak dihuni Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah dan

perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh

derajat kesehatan yang optimal (44).

Ruangan suatu rumah juga berperan dalam meningkatkan jumlah bakteri,

hal ini terjadi apabila terdapat sumbernya misalnya adanya penderita ISPA,

sehingga kondisi ruangan yang memang mendukung perkembangan bakteri dan

mikroorganisme lain akan menyebabkan jumlah bakteri juga mengalami

peningkatan jumlahnya yang membawa resiko bagi orang lain (45).

Kepadatan penguni rumah sangat berpengaruh terhadap jumlah koloni

kuman penyebab penyakit menular, seperti gangguan saluran pernapasan. Selain

itu kepadatan penghuni rumah dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam

rumah. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara

Page 116: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

98

dalam rumah mengalami pencemaran karena kadar CO2 dalam rumah akan cepat

meningkat dan akan menurunkan O2

yang ada di udara (43).

ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui Air Conditioner

(AC), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus.

Mikroorganisme menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan

limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi

leukosit polimorfonuklear. Pada saat terjadi ISPA yang disebabkan oleh virus,

hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan superinfeksi bakteri,

yang menyebabkan bakteri patogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (39).

Menurut hasil penelitian terdapat pengaruh antara kepadatan hunian

terhadap tingginya penyakit ISPA pada balita. Hal ini dikarenakan rumah padat

penghuni akan membuat proses pertukaran udara di dalam rumah tidak berjalan

dengan baik, sehingga mempermudah penularan penyakit seperti ISPA karena

penularannya ditransmisikan melalui udara. Jika semakin padat hunian maka

perpindahan penyakit terutama penyakit yang transmisinya melalui udara akan

semakin cepat dan mudah, karena itu kepadatan hunian adalah variabel yang

memiliki peran dalam kejadian ISPA pada balita. Kepadatan hunian dapat

meningkatkan kelembapan akibat uap air dari pernapasan diikuti peningkatan

Karbon Dioksida (CO2) ruangan, penurunan kadar oksigen, sehingga

menimbulkan penurunan kualitas udara dalam rumah an menyebabkan daya tahan

tubuh penghuninya menurun dan memudahkan terjadinya pencemaran gas atau

bakteri kemudian cepat menimbulkan penyakit saluran pernapasan seperti ISPA.

Page 117: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

99

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ibu yang memiliki jumlah

hunian yang tidak padat namun memiliki balita yang mengalami ISPA,

dikarenakan banyak ibu yang tidak memahami tentang pentingnya kesadaran

dalam mencegah penyakit ISPA sehingga banyak ibu yang mengabaikan tentang

pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencegah ISPA. Begitu juga

dengan ibu yang memiliki jumlah hunian yang padat tetapi balita yang mereka

miliki tidak mengalami penyakit ISPA. Kejadian ini terjadi karena banyak ibu

yang mendapatkan informasi yang tepat dalam melakukan pecegahan ISPA baik

informasi dari tetangga maupun dari keluarga, informasi ini yang membuat ibu

mau melakukan cara-cara yang dapat menghindari balita mereka terserang

penyakit ISPA.

5.2. Implikasi Penelitian

Implikasi merupakan suatu konsekuensi atau akibat daru hasil penemuan.

Hasil penelitian ini memberikan implikasi bagi pihak Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara, khususnya masyarakat akan pentingnya

menjaga sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat agar dapat mengurangi

terjadinya ISPA pada balita. Hal ini juga menjadi acuan bagi tenaga kesehatan

agar lebih mengetahui dan menyadari tentang pentingnya mencegah ISPA,

sehingga dapat menurunkan penyakit ISPA yang terjadi pada balita.

Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

penjelasan dan bahan masukan bagi Puskesmas Deleng Pokhkisen untuk

meningkatkan pemberian informasi kepada ibu serta masyarakat berupa

penyuluhan kesehatan atau promosi kesehatan agar masyarakat dapat lebih

Page 118: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

100

memperbaiki perilakunya dalam melakukan pencegahan ISPA sehingga kejadian

penyakit ISPA pada balita dapat diturunkan seperti memberikan penyuluhan

tentang pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan dan membuat ventilasi rumah

sesuai dengan syarat kesehatan serta memberikan informasi tentang kondisi

kepadatan hunian sesuai syarat kesehatan. Tujuan implikasi penelitian adalah

membandingkan hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya dengan hasil

penelitian yang terbaru atau baru dilakukan melalui sebuah metode.

5.3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan dengan semaksimal mungkin, namun

demikian masih ditemui keterbatasan dalam penelitian ini.

1. Pada penelitian ini peneliti hanya meneliti beberapa faktor-faktor yang

memengaruhi penyakit ISPA pada balita, diharapkan pada peneliti

selanjutnya untuk menambah faktor risiko lainnya diluar faktor yang sudah

diteliti.

2. Tidak adanya informasi yang jelas tentang faktor yang sering mempengaruhi

ISPA dan angka penyakit ISPA pada balita oleh pihak Puskesmas Deleng

Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara.

3. Adanya keterbatasan penelitian dengan menggunakan kuesioner yaitu

terkadang jawaban yang diberikan oleh sampel tidak menunjukkan keadaan

yang sesungguhnya.

Page 119: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

101

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu :

1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa variabel pengetahuan memiliki pengaruh

secara signifikan terhadap tingginya penyakit ISPA pada balita di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara. Semakin tinggi pengetahuan

seseorang maka semakin tinggi pula pencegahan penyakit ISPA pada balita.

Apabila pengetahuan seseorang rendah maka mereka tidak akan mengetahui

cara yang baik dalam melakukan pencegahan penyakit ISPA pada balita.

2. Berdasarkan hasil penelitian bahwa variabel sikap tidak memiliki pengaruh

secara signifikan terhadap tingginya penyakit ISPA pada balita di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara. Sikap pada masyarakat

mendorong mereka melakukan tindakan pencegahan ISPA secara nyata

sehingga masyarakat yang memiliki sikap yang baik terhadap pencegahan

ISPA akan direspon dengan melaksanakan tindakan pencegahan ISPA dengan

baik dan benar.

3. Berdasarkan hasil penelitian bahwa variabel pemberian ASI eksklusif

memiliki pengaruh secara signifikan terhadap tingginya penyakit ISPA pada

balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara. Pemberian

ASI eksklusif berhubungan sangat kuat dengan kejadian ISPA pada balita.

Hal ini dikarenakan ASI mengandung kolostrum yang banyak mengandung

101

Page 120: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

102

antibodi yang salah satunya adalah BALT yang menghasilkan antibodi

terhadap infeksi pernapasan.

4. Berdasarkan hasil penelitian bahwa variabel ventilasi memiliki pengaruh

secara signifikan terhadap tingginya penyakit ISPA pada balita di Puskesmas

Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara. Semakin buruk keadaan

ventilasi suatu rumah di mana persyaratan ventilasi alamiah tidak terpenuhi

maka kemungkinan timbulnya kejadian ISPA juga akan semakin tinggi,

begitu pula sebaliknya. Suatu ruangan dengan sistem ventilasi yang kurang

baik dan dihuni oleh manusia akan menimbulkan keadaan yang dapat

merugikan kesehatan.

5. Berdasarkan hasil penelitian bahwa variabel kepadatan hunian memiliki

pengaruh secara signifikan terhadap tingginya penyakit ISPA pada balita di

Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten Aceh Tenggara. Rumah padat

penghuni akan membuat proses pertukaran udara di dalam rumah tidak

berjalan dengan baik, sehingga mempermudah penularan penyakit seperti

ISPA karena penularannya ditransmisikan melalui udara. Jika semakin padat

hunian maka perpindahan penyakit terutama penyakit yang transmisinya

melalui udara akan semakin cepat dan mudah, karena itu kepadatan hunian

adalah variabel yang memiliki peran dalam kejadian ISPA pada balita.

6.2. Saran

1. Bagi masyarakat yang memiliki pengetahuan yang kurang baik diharapkan

lebih mencari dan menggali informasi tentang cara mencegah penyakit ISPA,

sehingga apabila mereka sudah mendapat informasi dengan baik maka

Page 121: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

103

masyarakat juga akan menjadi lebih mengetahui dalam melakukan

pencegahan ISPA agar tidak menyerang balita baik dari perilaku masyarakat

sendiri hingga menjaga kondisi kebersihan rumah agar tetap sehat.

Pengetahuan masyarakat akan terus bertambah dan bervariatif sesuai dengan

proses pengalaman manusia yang dialami dan informasi yang didapatkannya.

2. Bagi masyarakat yang memiliki sikap yang negatif diharapkan dapat lebih

menumbuhkan kesadarannya dalam menjaga kondisi fisik rumah dan

menumbuhkan tindakan serta rasa peduli terhadap pencegahan ISPA, sehingga

penyakit ISPA dapat dicegah dari balita.

3. Bagi masyarakat yang tidak memberikan ASI Eksklusif diharapkan dapat

lebih memperhatikan kesehatan balitanya dengan cara mencari informasi

tentang pentingnya memberikan ASI sebagai cara pencegahan ISPA pada

balita serta selalu memberikan ASI Eksklusif kepada bayi 0-6 bulan tanpa

memberikan susu formula dan makanan pedamping apapun, agar balita

memiliki sistem kekebalan tubuh yang berfungsi dengan baik dalam

mencegahan penyakit ISPA.

4. Bagi masyarakat yang tidak memiliki ventilasi yang memenuhi syarat

diharapkan dapat membuat ventilasi sesuai dengan luas lantai rumah yang

dimiliki, sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik dan tidak

menimbulkan rasa panas serta pengap di dalam rumah. Udara di dalam yang

bersirkulasi dengan baik akan menutup perkembang biakan bakteri dan virus

penyebab ISPA.

Page 122: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

104

5. Bagi masyarakat yang masih memiliki jumlah dengan hunian yang padat

kiranya dapat mengurangi jumlah hunian di dalam rumah, agar kondisi rumah

dapat lebih nyaman, udara dalam rumah tidak pengap dan rumah menjadi

lebih sehat, sehingga balita yang ada di dalam rumah dapat tercegah dari

penyakit ISPA.

Page 123: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

105

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan. J Mol Struct. 2016;97(C):285–8.

2. Ditjen P2PL. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran

Pernapasan Akut. 2016;1–50.

3. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia; 2017.

4. Dinkes Aceh. Profil Kesehatan Aceh. Aceh: Dinas Kesehatan Provinsi Aceh;

2017.

5. Depkes RI. Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia

Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2010.

6. Wantania J, Naning R, Wahani A. Infeksi Respiratori Akut dalam: Buku Ajar

Respirologi Anak IDAI. Jakarta: EGC; 2012.

7. Henrik L Blum. Planning for Health; Development Application of Social

Change Theory. New York. 1974;1974.

8. Wahyuni R. Hubungan Faktor Lingkungan dan Faktor Perilaku Keluarga

dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Ambacang Padang

Tahun2010. 2011;

9. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2014.

10. Ijana, Eka NLP, Lasri. Analisis Faktor Resiko Terjadinya Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Lingkungan Pabrik Keramik Wilayah

Puskesmas Dinoyo, Kota Malang. J Nurs News. 2017;II(3):31–7.

11. Sofia. Environmental risk factors for the incidence of ARI in infants in the

working area of the Community Health Center Ingin Jaya District of Aceh

Besar. Action. 2017;2(1):43–0.

12. Mahmud I. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Ispa

Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Manipi Kec.Sinjai Barat Kab.

Sinjai Tahun 2010. 2010;

13. Eka Wardhani, Kancitra Pharmawati, M.Rangga Sururi NK. Hubungan

Faktor Lingkungan, Sosial-Ekonomi, Dan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian

Insfeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Kelurahan Cicadas

Kota Bandung. Pros Semin Nas Sains Teknol – III. 2010;18–9.

14. Layuk RR, Noer NN. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada

Balita di Lembang Batu Sura. 2012;1–12.

15. Dwi Yani Bidaya, Titan Ligita MT. Relationship with the knowledge level

infant behavior in prevention ari health district segedong. 2012;

16. Indriani D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) dengan Perilaku Pencegahan pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan. 2012;1–13.

17. Noviyanti V. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit ISPA

Pada Balita di Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

Tamangapa Kota Makassar. 2012;1–112.

18. Trisnawati Y, Juwarni. Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua Dengan

105

Page 124: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

106

Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten

Purbalingga 2012 Correlation Between Parent Smooking Behavior With

Acute Respiratory Infections (Ari) Insident At Working Area of Public Heal.

Kesmasindo. 2013;6(1):35–42.

19. Syahidi MH, Gayatri D, Bantas K. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Berumur 12-59

Bulan di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat , Kecamatan Tebet , Jakarta

Selatan , Tahun 2013 Factors that Affecting Acute Respirator y Infection (

ARI ). J Epidemiol Kesehat Indones. 2016;1(1):23–7.

20. Rahim R. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Balita Dengan Perilaku

Pencegahan Penyakit Pneumonia Di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu.

Artik Ilm. 2013;

21. Meita PRR. Hubungan Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita

disekitar Usaha Pembuatan Batu Bata di Desa Tanjung Mulia Kecamatan

Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. J Biol Chem. 2013;(5):1–9.

22. Cheryn D. Panduu. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. 2014;1–7.

23. Lingga RN. Hubungan Karakteristik Rumah dengan Kejadian ISPA pada

Balita dalam Keluarga Perokok di Kelurahan Gundaling I Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo. Univ Sumatera Utara Dep Kesehat Lingkung.

2014;1–10.

24. Krismean D. Faktor Lingkungan Rumah dan Faktor Perilaku Penghuni

Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Sekaran. Autoimmunity. 2015;29(4):299–309.

25. Milo S, Ismanto AY, Kallo VD. Hubungan kebiasaan merokok di dalam

rumah dengan kejadian ISPA pada anak umur 1-5 tahun di Puskesmas Sario

Kota Manado. J Keperawatan. 2015;3(2).

26. Taarelluan KT. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap

Tindakan Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Desa

Tataaran 1 Kecamatan Tondano Selatankabupaten Minahasa. J Kedokt

Komunitas dan Trop. 2016;Volume IV.

27. Ridwan A. Pencegahan Primer Penyakit I nfeksi Saluran Pernafasan Akut

pada Balita di Desa Ceurih Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda

Aceh. 2016;VII(1):78–82.

28. Fitriawan Riyadi F. Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Perawatan

ISPA pada Balita. Gaster. 2015;XVI(1):423–34.

29. Chandra. Hubungan Pendidikan dan Pekerjaan Ibu dengan Upaya Pencegahan

ISPA pada Balita oleh Ibu yang Berkunjung ke Puskesmas Kelayan Timur

Kota Banjarmasin. 2017;11–5.

30. Sumiyani S. Faktor-Faktor Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian

ISPA pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran

Kabupaten Semarang. STIKES Ngudi Waluyo Ung. 2013;1–10.

31. Safrizal. Hubungan Ventilasi, Lantai, Dinding, dan Atap dengan Kejadian

ISPA pada Balita di Blang Muko. Pros Semin Nas IKAKESMADA “Peran

Tenaga Kesehat dalam Pelaks SDGs.” 2017;978–9.

Page 125: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

107

32. Dessy Irfi Jayanti, Taufik Ashar DA. Pengaruh Lingkungan Rumah Terhadap

ISPA Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Haloban Kabupaten

Labuhan Batu. Jumantik. 2018;3(2):1–15.

33. Dary. Strategi Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Angka Kejadian ISPA

pada Balita Wilayah Binaan Puskesmas Getasan. Kesmadaska.

2018;(July):142–52.

34. Suryani, Hadisaputro S, Zain S. Faktor Risiko Lingkungan Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita ( Studi di Wilayah

Kerja Dinas Kesehatan Kota Bengkulu ). Higiene. 2018;4(1):26–31.

35. Kunoli. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media; 2013.

36. Hartono dan Rahmawati. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) pada Anak.

Yogyakarta: Nuha Medika; 2012.

37. Manurung S dkk. Gangguan Sistem Pernapasan Akibat Infeksi. Jakarta:

Trans Info Media; 2013.

38. Maryunani A. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info

Media; 2010.

39. WHO. Epidemic-prone and pandemic-prone acute respiratory diseases:

Infection prevention and control in helath-care facilities. 2008;53(2):27–9.

40. Depkes RI. Pneumonia Balita. Bul Jendela Epidemiol. 2010;3:399–404.

41. Wawan A, Dewi M. Teori dan Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku

Manusia : Dilengkapi Contoh Kuesioner. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011.

42. Kementerian Kesehatan RI. KEPMENKES_829_1999.pdf. 1999. p. 1–6.

43. Chandra B. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC; 2014.

44. Sarwono. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Rumah Tangga. Jakarta:

Rineka Cipta; 2010.

45. Muhajirin. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 2010.

46. Soesanto, Soewasti S, Lubis A, Atmosukarto K. Hubungan Kondisi

Perumahan dengan Penularan Penyakit ISPA dan TB Paru. Vol. 10. Jakarta:

Media Litbang Kesehatan; 2000. 27–31 p.

47. Roesli U. Mengenal ASI Ekslusif. 1st ed. Jakarta: Trubus Agriwidya; 2001.

48. Cunningham AS. Morbidity in breastfeed and artificially for infants. J

Pediatr. 1979;95(5).

49. Selvaraj K, Chinnakali P, Majumdar A, Krishnan I. Acute respiratory

infections among under-5 children in India: A situational analysis. J Nat Sci

Biol Med. 2014;5(1):15.

50. Hanson LÅ. Breast-feeding and protection against infection. Scand J Food

Nutr. 2006;50(1):32–4.

51. Lawrence R. Breastfeeding: a guide for the medical profession. 6th ed. St

Louis: Mosby Inc; 2005.

52. Fatmi Z, White F. A comparison of “cough and cold” and pneumonia: Risk

factors for pneumonia in children under 5 years revisited. Int J Infect Dis.

2002;6(4):294–301.

53. Muhammad I. Panduan penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan

Menggunakan Metode Ilmiah. Bandung: Cita Pustaka Media Perintis; 2015.

54. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D). Bandung: Alfabeta; 2015.

Page 126: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

108

55. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;

2012.

56. Wahyuti. Hubungan antara Pengetahuan Orangtua tentang ISPA dengan

Kejadian Ispa pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo.

2012;1–13.

57. Astuti SJ. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pengaruh Polusi Udara

terhadap Penyakit ISPA di Puskesmas Perawatan Betungan Kota Bengkulu.

2018;6(1):72–5.

58. Mubarak W. Promosi Kesehatan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika;

2011.

59. Taarelluan KT. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap

Tindakan Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Desa

Tataaran 1 Kecamatan Tondano Selatan Kabupaten Minahasa. J Kedokt

Komunitas dan Trop. 2016;IV(1).

60. Teddy. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap

Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Poli

Rawat Jalan Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung Periode Februari

2016. 2016;27.

61. Umami L. Pengaruh Pemberian Asi Eksklusif terhadap Insidensi Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Bareng Kotamadya Malang. 2014;1:95–101.

62. Hersoni S. Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif terhadap

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Bayi Usia 6-12 bulan

di Rab RSU dr. Soekarjdo Kota Tasikmalaya. J Kesehat Bakti Tunas Husada.

2019;19(1):56–64.

63. Fitriyah L. Hubungan Kualitas Debu dan Ventilasi Rumah dengan Kejadian

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di Bekas Tempat

Pemrosesan Akhir (TPA) Keputih. J Kesehat Lingkung. 2016;8(2):137–47.

64. Iksan. Hubungan Kepadatan Hunian dan Ventilasi Rumah dengan Penyakit

ISPA pada Anak Balita di Puskesmas Wani Kabupaten Donggala.

2015;1034–43.

65. Village KT, Agungnisa A, Lingkungan DK, Masyarakat FK, Info A, Akut

SP, et al. Faktor Sanitasi Fisik Rumah yang Berpengaruh terhadap Kejadian

Ispa pada Balita di Desa Kalianget Timur. 2019;11(1).

Page 127: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

109

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT

ISPA DI PUSKESMAS DELENG POKHKISEN

KABUPATEN ACEH TENGGARA

No. Responden :

A. Karakteristik responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Tingkat pendidikan :

a. Tidak sekolah

b. Tamat SD

c. Tamat SLTP

d. Tamat SMA

e. Tamat Perguruan Tinggi

B. Pengetahuan

1. Apakah pengertian dari penyakit ISPA ?

a. Infeksi saluran pernapasan yang menyerang bagian atas, seperti hidung,

tenggorokan, faring, laring, dan bronkus.

b. Infeksi saluran pencernaan yang menyerang lambung

c. Infeksi saluran pendengaran yang menyerang gendang telinga

2. Apakah gejala penyakit ISPA ?

a. Menggigil

b. Kepala Pusing

c. Sesak Nafas

3. Masalah apakah yang dapat menyebabkan penyakit ISPA dapat menyerang ?

a. Pola makan yang tidak baik

b. Saluran pembuangan air limbah yang tidak baik

c. Ventilasi yang tidak baik dan tidak sesuai dengan syarat kesehatan

4. Gejala seperti Influenza, batuk dan pilek termasuk kedalam penyakit?

a. ISPA

b. Diare

c. DBD

5. Apakah yang menyebabkan penyakit ISPA ?

a. Serangga

b. Bakteri dan Virus

c. Jamur

6. Gejala yang dapat ditimbulkan pada penyakit ISPA akan bertambah buruk

jika anak tidak mendapatkan ?

a. Vitamin A

b. Susu Formula

c. ASI Eksklusif

Page 128: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

110

7. Sewaktu si penderita ISPA batuk, maka orang yang berada di dekatnya?

a. Tetular

b. Tidak Tertular

c. Biasa Saja

8. Apakah cara yang tepat untuk melakukan pencegahan penyakit ISPA ?

a. Membuat ventilasi sesuai dengan syarat kesehatan dan membatasi jumlah

hunian didalam rumah

b. Memberikan susu formula pada balita dan menjaga kesbersihannya

c. Memberikan vitamin pada balita dan tidak memperbolehkan keluar rumah

C. Sikap

Keterangan :

SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju

S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju

No. Pertanyaan SS S TS STS

1 Penanggulangan penyakit ISPA pada balita dapat

dilakukan di rumah

2 Untuk menanggulangi balita yang menderita ISPA dengan

gejala batuk dapat dengan hanya diberi ramuan tradisional

3 Pencegahan penyakit ISPA dapat berhasil dengan baik

apabila dilakukan penyuluhan tentang penyakit ISPA

4 Membawa anak berobat kedokter jika balita sesak nafas

karena ISPA

5 Anak akan memiliki kekebalan tubuh yang baik dan akan

sulit terkena ISPA apabila diberikan ASI Eksklusif 0-6 bulan

6 Membuka jendela setiap pagi merupakan cara yang paling

sederhana untuk melakukan pencegahan ISPA

7 Penghuni dalam satu rumah maksimal harus 3 orang saja,

agar udara dalam rumah terbebas dari bakteri penyebab

ISPA

D. Pemberian ASI Eksklusif

1. Apakah ibu memberikan ASI Eksklusif pada balita pada saat usia 0 hingga 6

bulan ?

a. Ya

b. Tidak

E. Keadaan Ventilasi

No Pertanyaan ≥ 10 % dari luas Lantai < 10 % dari luas Lantai

1 Luas Ventilasi

Page 129: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

111

F. Jumlah Hunian

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah rumah ibu dihuni maksimal 3 orang?

2 Apakah rumah ibu tidak terasa panas (pengap)?

3 Apakah penghuni kamar tidur di dalam rumah dihuni

maksimal oleh 2 orang?

4 Apakah luas rumah yang ibu miliki > 8 m2

G. Penyakit ISPA

1. Apakah anak ibu mengalami penyakit ISPA (batuk, sesak nafas, infeksi paru) :

a. Ya

b. Tidak

Page 130: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

112

Lampiran 2

MASTER TABEL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENGETAHUAN

No. P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Jumlah

1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9

2 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 3

3 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2

4 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9

5 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 4

6 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 4

7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 3

8 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9

9 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 3

10 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 5

11 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 6

12 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 6

13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

14 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9

15 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 6

16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

17 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 8

18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 5

20 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 6

Keterangan :

1 : Benar

0 : Salah

Page 131: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

113

MASTER TABEL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS SIKAP

No. S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 Jumlah

1 4 4 3 4 4 1 3 4 4 4 35

2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 11

3 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 15

4 4 1 4 4 4 1 4 4 4 3 33

5 4 3 2 3 4 3 2 3 4 1 29

6 3 4 1 4 3 4 1 4 3 3 30

7 4 1 1 1 1 1 1 1 1 4 16

8 2 1 4 2 4 1 4 2 4 2 26

9 1 3 1 3 1 3 1 3 1 1 18

10 1 2 1 2 1 2 1 2 3 1 16

11 4 1 4 1 4 1 4 1 4 4 28

12 4 3 2 3 2 3 2 3 2 1 25

13 3 1 1 4 3 1 1 4 3 3 24

14 4 1 3 1 1 1 3 1 1 4 20

15 2 1 1 4 3 1 1 4 3 2 22

16 4 4 1 1 1 4 1 1 1 4 22

17 4 2 4 2 4 2 4 2 4 4 32

18 4 1 4 1 4 1 4 1 4 1 25

19 4 3 2 3 2 3 2 3 2 4 28

20 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 36

Keterangan :

4 : Sangat Setuju 2 : Tidak Setuju

3 : Setuju 1 : Sangat Tidak Setuju

Page 132: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

114

MASTER TABEL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS KEADAAN VENTILASI DAN JUMLAH HUNIAN

No. KV1 KV2 KV3 KV4 KV5 Jumlah KH1 KH2 KH3 KH4 Jumlah

1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 4

2 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 4

5 1 1 1 0 1 4 0 0 1 0 1

6 1 1 1 1 1 5 0 0 1 0 1

7 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0

8 1 1 1 1 0 4 1 1 1 1 4

9 1 1 1 0 1 4 1 0 0 1 2

10 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2

11 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 3

12 0 1 0 1 0 2 0 0 1 0 1

13 1 0 0 1 1 3 1 1 1 1 4

14 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 4

15 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 3

16 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 3

17 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 4

18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 1 1 1 1 1 5 0 0 1 0 1

20 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 3

Keterangan :

1 : Ya

0 : Tidak

Page 133: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

115

Lampiran 3

MASTER TABEL PENELITIAN

FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS DELENG POKHKISEN

KABUPATEN ACEH TENGGARA

No. Umur Pddkn Pengetahuan

Jlh Kat Sikap

Jlh Kat P.ASI Kondisi Ventilasi

Jlh Kat Jumlah Hunian

Jlh Kat T.

ISPA 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 1 2 3 4

1 2 4 1 0 1 0 0 1 1 1 5 2 4 4 2 4 4 3 4 25 2 2 1 0 1 0 0 2 1 1 1 1 1 4 2 2

2 2 5 1 1 0 1 1 1 0 1 6 2 3 4 4 4 2 1 3 21 2 2 1 1 0 0 1 3 2 1 1 1 1 4 2 2

3 1 4 0 0 1 1 1 1 1 0 5 2 1 2 1 1 2 3 1 11 1 1 1 1 1 1 1 5 2 0 1 0 0 1 1 2

4 1 3 1 0 0 1 0 0 0 0 2 1 1 1 4 4 1 4 4 19 2 1 1 0 0 1 0 2 1 1 0 1 1 3 2 1

5 2 4 0 1 0 0 0 1 0 0 2 1 4 4 4 4 4 3 4 27 2 2 1 1 0 0 0 2 1 1 1 1 1 4 2 1

6 1 3 0 0 1 0 1 0 1 1 4 1 3 1 2 2 4 4 2 18 2 1 1 0 0 1 0 2 1 0 0 0 1 1 1 1

7 2 4 1 1 1 1 0 1 1 1 7 2 1 2 1 1 1 2 1 9 1 1 1 1 1 1 1 5 2 1 1 1 0 3 2 2

8 2 3 0 0 0 1 0 1 0 0 2 1 2 1 1 3 1 3 4 15 1 1 1 0 0 0 1 2 1 0 1 0 0 1 1 1

9 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 2 4 4 2 4 4 2 1 21 2 1 1 1 0 1 1 4 2 1 1 1 1 4 2 2

10 2 4 1 1 0 0 1 0 1 1 5 2 4 3 1 2 2 4 2 18 2 2 1 1 1 1 0 4 2 1 1 1 1 4 2 2

11 1 2 0 0 1 0 0 0 0 1 2 1 1 1 1 4 1 1 2 11 1 1 1 0 0 0 1 2 1 1 0 0 0 1 1 1

12 2 3 1 0 0 1 0 1 0 0 3 1 2 1 3 3 3 1 1 14 1 1 1 0 1 1 1 4 2 0 0 1 1 2 1 1

13 2 5 0 1 1 0 1 1 1 1 6 2 1 1 1 4 1 1 2 11 1 2 1 1 0 0 0 2 1 1 1 1 1 4 2 2

14 2 3 0 0 1 1 0 0 1 1 4 1 3 1 1 3 4 4 4 20 2 1 1 0 0 0 1 2 1 1 1 0 1 3 2 1

15 1 4 1 1 0 1 1 1 1 1 7 2 1 2 2 1 3 1 2 12 1 1 1 1 1 1 1 5 2 1 1 1 1 4 2 2

16 2 4 0 0 1 0 0 1 0 1 3 1 2 1 1 2 1 3 1 11 1 2 1 0 0 1 0 2 1 0 1 1 0 2 1 2

17 2 3 0 1 0 0 1 0 0 0 2 1 4 4 4 4 4 4 4 28 2 1 1 0 0 0 1 2 1 1 0 1 1 3 2 1

18 1 4 1 0 1 1 1 1 1 0 6 2 2 1 1 1 2 1 1 9 1 2 1 0 0 1 0 2 1 1 1 0 1 3 2 2

19 2 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 2 4 3 1 1 4 4 3 20 2 2 1 1 0 0 0 2 1 0 0 1 0 1 1 1

20 1 2 1 0 0 0 0 1 0 0 2 1 2 1 2 2 1 3 1 12 1 1 1 0 0 0 1 2 1 1 1 0 0 2 1 1

21 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 2 1 1 2 1 9 1 1 1 1 1 1 1 5 2 0 0 1 1 2 1 1

22 2 4 0 1 1 0 1 0 0 0 3 1 3 3 4 4 2 2 4 22 2 2 1 1 0 0 0 2 1 1 1 1 1 4 2 1

23 1 3 1 1 0 0 0 1 1 1 5 2 2 1 3 3 4 4 1 18 2 1 1 1 1 1 1 5 2 1 1 0 0 2 1 2

24 1 3 0 0 0 1 0 0 1 0 2 1 4 4 4 4 4 4 4 28 2 1 1 0 0 0 1 2 1 0 0 1 1 2 1 1

25 2 5 1 1 1 0 0 1 1 1 6 2 3 4 4 4 4 2 4 25 2 2 1 1 1 1 0 4 2 1 1 1 0 3 2 2

26 2 3 0 1 0 0 1 0 0 1 3 1 2 1 1 2 1 3 1 11 1 1 1 1 1 1 1 5 2 1 1 0 0 2 1 1

Page 134: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

116

27 1 2 1 0 0 1 0 0 1 0 3 1 3 3 1 1 1 2 4 15 1 1 1 0 1 0 0 2 1 0 0 0 1 1 1 1

28 1 3 0 0 1 0 1 1 0 1 4 1 1 1 2 2 1 1 1 9 1 1 1 0 0 1 0 2 1 0 0 1 0 1 1 1

29 2 3 1 1 0 0 0 0 1 0 3 1 3 4 4 4 4 2 4 25 2 2 1 1 1 0 1 4 2 0 1 0 1 2 1 2

30 2 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 2 1 2 1 3 1 1 3 12 1 1 1 1 1 1 1 5 2 1 0 1 1 3 2 2

31 1 2 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 4 4 4 2 4 4 2 24 2 1 1 1 1 0 1 4 2 0 1 1 0 2 1 1

32 2 5 1 1 1 1 0 0 1 1 6 2 4 2 4 4 4 3 4 25 2 2 1 0 1 0 0 2 1 0 0 0 1 1 1 2

33 1 3 0 1 1 1 0 0 0 1 4 1 1 1 1 2 1 1 2 9 1 2 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 4 2 2

34 1 4 1 0 0 1 1 1 0 1 5 2 4 4 4 2 4 3 4 25 2 2 1 1 1 1 1 5 2 1 1 1 1 4 2 2

35 2 4 0 0 1 0 0 0 1 0 2 1 1 1 2 1 4 1 1 11 1 1 1 1 0 0 0 2 1 1 1 1 1 4 2 2

36 2 4 1 1 0 1 1 1 0 1 6 2 4 4 3 3 1 4 4 23 2 1 1 0 1 1 1 4 2 1 1 0 1 3 2 2

37 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 3 1 1 2 1 3 2 1 1 11 1 2 1 0 1 0 0 2 1 0 0 0 0 0 1 1

38 2 4 0 1 1 1 0 1 0 1 5 2 4 4 4 4 4 4 4 28 2 1 1 0 0 0 1 2 1 1 1 1 0 3 2 1

39 1 3 0 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 2 1 2 1 2 1 10 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 2 1 1

40 2 3 1 1 1 0 1 1 1 0 6 2 2 1 3 2 2 1 2 13 1 1 1 1 1 1 0 4 2 0 0 1 0 1 1 1

41 2 5 0 1 1 1 0 1 0 1 5 2 4 4 4 3 4 3 3 25 2 2 1 1 1 1 1 5 2 0 1 0 0 1 1 2

42 2 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 2 1 2 2 2 2 1 3 13 1 1 1 1 1 1 1 5 2 1 0 1 0 2 1 1

43 1 4 1 0 1 1 1 0 1 1 6 2 1 1 1 2 1 1 1 8 1 1 1 0 1 0 0 2 1 0 1 0 0 1 1 1

44 1 3 0 1 0 0 0 1 0 0 2 1 3 3 1 3 2 1 1 14 1 2 1 1 1 1 1 5 2 1 1 1 1 4 2 1

45 2 4 1 0 1 1 1 0 1 1 6 2 2 1 1 2 2 2 4 14 1 1 1 0 1 0 0 2 1 1 0 0 1 2 1 1

46 1 3 0 1 1 0 1 1 0 0 4 1 1 2 2 2 3 2 3 15 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 4 2 1

47 1 5 1 1 0 1 0 0 1 1 5 2 4 4 3 2 4 4 2 23 2 1 1 1 1 1 1 5 2 0 1 1 1 3 2 2

48 2 4 0 0 1 0 1 1 0 0 3 1 1 1 1 1 1 1 1 7 1 1 1 0 0 1 0 2 1 1 0 0 0 1 1 1

49 1 3 0 0 0 1 0 0 1 0 2 1 1 3 4 4 1 4 3 20 2 1 1 0 1 0 0 2 1 0 1 0 0 1 1 1

50 2 4 0 1 0 0 1 1 0 0 3 1 4 4 4 2 4 3 4 25 2 2 1 1 1 1 1 5 2 1 0 1 1 3 2 2

51 2 5 1 0 1 1 1 1 1 1 7 2 3 1 2 2 3 4 2 17 2 2 1 1 1 0 0 3 2 1 1 1 1 4 2 2

52 2 4 0 0 0 1 0 0 0 1 2 1 1 2 2 2 1 2 1 11 1 1 1 1 1 1 1 5 2 0 0 0 1 1 1 1

53 1 4 1 1 1 0 1 1 1 0 6 2 2 1 2 3 1 3 4 16 2 2 1 1 1 1 1 5 2 1 1 1 0 3 2 2

54 2 3 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 2 1 1 2 1 2 10 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 4 2 1

55 1 3 1 0 0 0 1 1 0 0 3 1 3 1 2 3 4 4 4 21 2 2 1 0 1 0 0 2 1 1 1 1 1 4 2 2

56 1 4 0 0 0 1 1 1 1 1 5 2 3 2 2 1 3 1 2 14 1 2 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 4 2 2

57 1 2 1 1 1 0 1 1 1 1 7 2 2 2 1 2 2 3 1 13 1 2 1 1 1 1 1 5 2 1 0 1 1 3 2 2

58 2 4 0 0 0 1 0 0 0 1 2 1 4 4 4 4 4 4 4 28 2 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1

59 1 4 1 1 1 1 1 0 1 0 6 2 2 1 4 1 2 4 1 15 1 2 1 1 1 1 1 5 2 0 0 1 0 1 1 2

Page 135: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

117

60 2 2 0 0 1 0 0 0 0 1 2 1 4 3 1 4 4 2 3 21 2 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 2 1 1

61 2 4 1 1 0 1 1 1 1 0 6 2 2 1 2 4 1 3 1 14 1 2 1 1 1 1 1 5 2 1 0 1 1 3 2 2

62 2 2 0 0 0 1 0 1 0 1 3 1 3 3 4 4 3 2 4 23 2 1 1 1 1 1 1 5 2 0 1 1 0 2 1 1

63 1 3 1 0 1 0 0 1 0 1 4 1 2 1 4 3 4 4 1 19 2 1 1 1 0 0 0 2 1 0 0 0 1 1 1 1

64 1 4 1 1 1 1 1 0 1 1 7 2 4 4 4 4 3 4 4 27 2 2 1 0 0 0 1 2 1 1 1 1 1 4 2 2

65 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 2 3 4 3 3 4 2 3 22 2 2 1 1 1 1 1 5 2 1 1 0 1 3 2 2

66 1 4 0 1 1 1 1 1 1 0 6 2 4 3 4 3 4 3 3 24 2 1 1 1 1 1 1 5 2 0 0 1 0 1 1 1

67 1 2 0 1 0 0 0 1 0 0 2 1 1 2 2 3 2 1 3 14 1 1 1 0 0 1 0 2 1 1 1 0 0 2 1 2

68 2 4 1 0 1 1 1 0 1 1 6 2 1 1 1 2 1 3 1 10 1 2 1 1 0 0 0 2 1 0 0 1 1 2 1 1

69 2 3 0 0 0 1 0 1 0 1 3 1 3 3 1 3 2 1 2 15 1 1 1 0 0 0 1 2 1 1 1 1 1 4 2 1

Keterangan :

Umur Pendidikan Pengetahuan Sikap Pemberian ASI Keadaan Ventilasi

2 : 18-25 Tahun 5 : Perguruan Tinggi 2 : Baik 2 : Positif 2 : Diberikan 2 : Memenuhi Syarat

1 : 26-32 Tahun 4 : SMA 1 : Kurang Baik 1 : Negatif 1 : Tidak Diberikan 1 : Tidak Memenuhi Syarat

3 : SMP

2 : SD

1 : Tidak Sekolah

Jumlah Hunian Penyakit ISPA

2 : Tidak Padat 2 : Tidak Sakit

1 : Padat 1 : Sakit

Page 136: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

118

Lampiran 4

HASIL VALIDITAS DAN RELIABILITAS PENGETAHUAN

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Jumlah_P

P1 Pearson Correlation 1 .167 .204 .492* .229 .792

** .082 .583

** .123 .287 .677

**

Sig. (2-tailed) .482 .388 .027 .332 .000 .731 .007 .605 .220 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P2 Pearson Correlation .167 1 .816** -.123 -.057 .167 .903

** .167 .328 .698

** .713

**

Sig. (2-tailed) .482 .000 .605 .811 .482 .000 .482 .158 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P3 Pearson Correlation .204 .816** 1 .101 .140 .204 .905

** .204 .101 .905

** .794

**

Sig. (2-tailed) .388 .000 .673 .556 .388 .000 .388 .673 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P4 Pearson Correlation .492* -.123 .101 1 .183 .287 -.010 .698

** -.192 .192 .449

*

Sig. (2-tailed) .027 .605 .673 .440 .220 .966 .001 .418 .418 .047

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P5 Pearson Correlation .229 -.057 .140 .183 1 .229 -.099 .229 -.183 .183 .274

Sig. (2-tailed) .332 .811 .556 .440 .332 .679 .332 .440 .440 .242

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P6 Pearson Correlation .792** .167 .204 .287 .229 1 .082 .375 -.082 .287 .569

**

Sig. (2-tailed) .000 .482 .388 .220 .332 .731 .103 .731 .220 .009

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P7 Pearson Correlation .082 .903** .905

** -.010 -.099 .082 1 .082 .212 .798

** .697

**

Sig. (2-tailed) .731 .000 .000 .966 .679 .731 .731 .369 .000 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P8 Pearson Correlation .583** .167 .204 .698

** .229 .375 .082 1 -.082 .287 .605

**

Sig. (2-tailed) .007 .482 .388 .001 .332 .103 .731 .731 .220 .005

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P9 Pearson Correlation .123 .328 .101 -.192 -.183 -.082 .212 -.082 1 .010 .225

Sig. (2-tailed) .605 .158 .673 .418 .440 .731 .369 .731 .966 .340

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Page 137: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

119

P10 Pearson Correlation .287 .698** .905

** .192 .183 .287 .798

** .287 .010 1 .803

**

Sig. (2-tailed) .220 .001 .000 .418 .440 .220 .000 .220 .966 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Jumlah_P Pearson Correlation .677** .713

** .794

** .449

* .274 .569

** .697

** .605

** .225 .803

** 1

Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 .047 .242 .009 .001 .005 .340 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.831 8

Page 138: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

120

HASIL VALIDITAS DAN RELIABILITAS SIKAP

S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 Jumlah_S

S1 Pearson Correlation 1 .134 .472* -.017 .435 .036 .416 -.017 .314 .583

** .609

**

Sig. (2-tailed) .574 .036 .942 .055 .879 .068 .942 .177 .007 .004

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

S2 Pearson Correlation .134 1 -.153 .400 -.054 .844** -.195 .400 -.066 .108 .411

Sig. (2-tailed) .574 .520 .081 .822 .000 .411 .081 .782 .651 .072

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

S3 Pearson Correlation .472* -.153 1 -.048 .697

** -.236 .986

** -.048 .646

** .248 .664

**

Sig. (2-tailed) .036 .520 .841 .001 .316 .000 .841 .002 .292 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

S4 Pearson Correlation -.017 .400 -.048 1 .372 .255 -.098 1.000** .353 -.033 .560

*

Sig. (2-tailed) .942 .081 .841 .106 .278 .681 .000 .127 .889 .010

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

S5 Pearson Correlation .435 -.054 .697** .372 1 -.205 .666

** .372 .941

** .107 .795

**

Sig. (2-tailed) .055 .822 .001 .106 .386 .001 .106 .000 .654 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

S6 Pearson Correlation .036 .844** -.236 .255 -.205 1 -.276 .255 -.213 -.035 .230

Sig. (2-tailed) .879 .000 .316 .278 .386 .238 .278 .367 .882 .329

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

S7 Pearson Correlation .416 -.195 .986** -.098 .666

** -.276 1 -.098 .609

** .203 .601

**

Sig. (2-tailed) .068 .411 .000 .681 .001 .238 .681 .004 .390 .005

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

S8 Pearson Correlation -.017 .400 -.048 1.000** .372 .255 -.098 1 .353 -.033 .560

*

Sig. (2-tailed) .942 .081 .841 .000 .106 .278 .681 .127 .889 .010

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

S9 Pearson Correlation .314 -.066 .646** .353 .941

** -.213 .609

** .353 1 .007 .725

**

Sig. (2-tailed) .177 .782 .002 .127 .000 .367 .004 .127 .978 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Page 139: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

121

S10 Pearson Correlation .583** .108 .248 -.033 .107 -.035 .203 -.033 .007 1 .390

Sig. (2-tailed) .007 .651 .292 .889 .654 .882 .390 .889 .978 .089

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Jumlah_S Pearson Correlation .609** .411 .664

** .560

* .795

** .230 .601

** .560

* .725

** .390 1

Sig. (2-tailed) .004 .072 .001 .010 .000 .329 .005 .010 .000 .089

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.824 7

Page 140: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

122

HASIL VALIDITAS DAN RELIABILITAS KEADAAN VENTILASI

KV1 KV2 KV3 KV4 KV5 Jumlah_KV

KV1 Pearson Correlation 1 .798** .905

** .390 .905

** .948

**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .089 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20

KV2 Pearson Correlation .798** 1 .905

** .390 .704

** .900

**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .089 .001 .000

N 20 20 20 20 20 20

KV3 Pearson Correlation .905** .905

** 1 .314 .800

** .931

**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .177 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20

KV4 Pearson Correlation .390 .390 .314 1 .314 .563**

Sig. (2-tailed) .089 .089 .177 .177 .010

N 20 20 20 20 20 20

KV5 Pearson Correlation .905** .704

** .800

** .314 1 .883

**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .177 .000

N 20 20 20 20 20 20

Jumlah_KV Pearson Correlation .948** .900

** .931

** .563

** .883

** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .010 .000

N 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.902 5

Page 141: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

123

HASIL VALIDITAS DAN RELIABILITAS JUMLAH HUNIAN

KH1 KH2 KH3 KH4 Jumlah_KH

KH1 Pearson Correlation 1 .816** .167 .816

** .904

**

Sig. (2-tailed) .000 .482 .000 .000

N 20 20 20 20 20

KH2 Pearson Correlation .816** 1 .204 .600

** .846

**

Sig. (2-tailed) .000 .388 .005 .000

N 20 20 20 20 20

KH3 Pearson Correlation .167 .204 1 .204 .505*

Sig. (2-tailed) .482 .388 .388 .023

N 20 20 20 20 20

KH4 Pearson Correlation .816** .600

** .204 1 .846

**

Sig. (2-tailed) .000 .005 .388 .000

N 20 20 20 20 20

Jumlah_KH Pearson Correlation .904** .846

** .505

* .846

** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .023 .000

N 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.780 4

Page 142: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

124

Lampiran 5

Jawaban Responden

P1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 34 49.3 49.3 49.3

Benar 35 50.7 50.7 100.0

Total 69 100.0 100.0

P2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 35 50.7 50.7 50.7

Benar 34 49.3 49.3 100.0

Total 69 100.0 100.0

P3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 33 47.8 47.8 47.8

Benar 36 52.2 52.2 100.0

Total 69 100.0 100.0

P4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 29 42.0 42.0 42.0

Benar 40 58.0 58.0 100.0

Total 69 100.0 100.0

P5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 32 46.4 46.4 46.4

Benar 37 53.6 53.6 100.0

Total 69 100.0 100.0

Page 143: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

125

P6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 29 42.0 42.0 42.0

Benar 40 58.0 58.0 100.0

Total 69 100.0 100.0

P7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 32 46.4 46.4 46.4

Benar 37 53.6 53.6 100.0

Total 69 100.0 100.0

P8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Salah 29 42.0 42.0 42.0

Benar 40 58.0 58.0 100.0

Total 69 100.0 100.0

S1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid STS 22 31.9 31.9 31.9

TS 14 20.3 20.3 52.2

S 14 20.3 20.3 72.5

SS 19 27.5 27.5 100.0

Total 69 100.0 100.0

S2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid STS 27 39.1 39.1 39.1

TS 14 20.3 20.3 59.4

S 10 14.5 14.5 73.9

SS 18 26.1 26.1 100.0

Total 69 100.0 100.0

Page 144: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

126

S3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid STS 25 36.2 36.2 36.2

TS 17 24.6 24.6 60.9

S 6 8.7 8.7 69.6

SS 21 30.4 30.4 100.0

Total 69 100.0 100.0

S4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid STS 12 17.4 17.4 17.4

TS 21 30.4 30.4 47.8

S 16 23.2 23.2 71.0

SS 20 29.0 29.0 100.0

Total 69 100.0 100.0

S5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid STS 22 31.9 31.9 31.9

TS 15 21.7 21.7 53.6

S 7 10.1 10.1 63.8

SS 25 36.2 36.2 100.0

Total 69 100.0 100.0

S6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid STS 20 29.0 29.0 29.0

TS 14 20.3 20.3 49.3

S 16 23.2 23.2 72.5

SS 19 27.5 27.5 100.0

Total 69 100.0 100.0

Page 145: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

127

S7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid STS 23 33.3 33.3 33.3

TS 13 18.8 18.8 52.2

S 11 15.9 15.9 68.1

SS 22 31.9 31.9 100.0

Total 69 100.0 100.0

KV1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 5 7.2 7.2 7.2

Ya 64 92.8 92.8 100.0

Total 69 100.0 100.0

KV2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 33 47.8 47.8 47.8

Ya 36 52.2 52.2 100.0

Total 69 100.0 100.0

KV3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 32 46.4 46.4 46.4

Ya 37 53.6 53.6 100.0

Total 69 100.0 100.0

KV4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 35 50.7 50.7 50.7

Ya 34 49.3 49.3 100.0

Total 69 100.0 100.0

Page 146: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

128

KV5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 28 40.6 40.6 40.6

Ya 41 59.4 59.4 100.0

Total 69 100.0 100.0

KH1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 27 39.1 39.1 39.1

Ya 42 60.9 60.9 100.0

Total 69 100.0 100.0

KH2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 27 39.1 39.1 39.1

Ya 42 60.9 60.9 100.0

Total 69 100.0 100.0

KH3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 26 37.7 37.7 37.7

Ya 43 62.3 62.3 100.0

Total 69 100.0 100.0

KH4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 25 36.2 36.2 36.2

Ya 44 63.8 63.8 100.0

Total 69 100.0 100.0

Page 147: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

129

Frequencies

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 26-32 Tahun 32 46.4 46.4 46.4

18-25 Tahun 37 53.6 53.6 100.0

Total 69 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sekolah 2 2.9 2.9 2.9

SD 8 11.6 11.6 14.5

SMP 22 31.9 31.9 46.4

SMA 30 43.5 43.5 89.9

Perguruan Tinggi 7 10.1 10.1 100.0

Total 69 100.0 100.0

Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang Baik 36 52.2 52.2 52.2

Baik 33 47.8 47.8 100.0

Total 69 100.0 100.0

Sikap

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Negatif 35 50.7 50.7 50.7

Positif 34 49.3 49.3 100.0

Total 69 100.0 100.0

Page 148: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

130

Pemberian_ASI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Diberikan 41 59.4 59.4 59.4

Diberikan 28 40.6 40.6 100.0

Total 69 100.0 100.0

Ventilasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Memenuhi Syarat 38 55.1 55.1 55.1

Memenuhi Syarat 31 44.9 44.9 100.0

Total 69 100.0 100.0

Jumlah_Hunian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Padat 35 50.7 50.7 50.7

Tidak Padat 34 49.3 49.3 100.0

Total 69 100.0 100.0

Penyakit_ISPA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sakit 37 53.6 53.6 53.6

Tidak Sakit 32 46.4 46.4 100.0

Total 69 100.0 100.0

Page 149: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

131

Crosstabs

Pengetahuan * _Penyakit_ISPA

Crosstab

Penyakit_ISPA

Total Sakit Tidak Sakit

Pengetahuan Kurang Baik Count 29 7 36

Expected Count 19.3 16.7 36.0

% within Pengetahuan 80.6% 19.4% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

78.4% 21.9% 52.2%

% of Total 42.0% 10.1% 52.2%

Baik Count 8 25 33

Expected Count 17.7 15.3 33.0

% within Pengetahuan 24.2% 75.8% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

21.6% 78.1% 47.8%

% of Total 11.6% 36.2% 47.8%

Total Count 37 32 69

Expected Count 37.0 32.0 69.0

% within Pengetahuan 53.6% 46.4% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.6% 46.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 21.955a 1 .000

Continuity Correctionb 19.749 1 .000

Likelihood Ratio 23.270 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 21.637 1 .000

N of Valid Casesb 69

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,30.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 150: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

132

Sikap * Penyakit_ISPA

Crosstab

Penyakit_ISPA

Total Sakit Tidak Sakit

Sikap Negatif Count 21 14 35

Expected Count 18.8 16.2 35.0

% within Sikap 60.0% 40.0% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

56.8% 43.8% 50.7%

% of Total 30.4% 20.3% 50.7%

Positif Count 16 18 34

Expected Count 18.2 15.8 34.0

% within Sikap 47.1% 52.9% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

43.2% 56.2% 49.3%

% of Total 23.2% 26.1% 49.3%

Total Count 37 32 69

Expected Count 37.0 32.0 69.0

% within Sikap 53.6% 46.4% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.6% 46.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.161a 1 .281

Continuity Correctionb .699 1 .403

Likelihood Ratio 1.165 1 .281

Fisher's Exact Test .338 .202

Linear-by-Linear Association 1.145 1 .285

N of Valid Casesb 69

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,77.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 151: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

133

Pemberian_ASI * Penyakit_ISPA

Crosstab

Tingginya_Penyakit_ISPA

Total Sakit Tidak Sakit

Pemberian_ASI Tidak Diberikan Count 31 10 41

Expected Count 22.0 19.0 41.0

% within Pemberian_ASI 75.6% 24.4% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

83.8% 31.2% 59.4%

% of Total 44.9% 14.5% 59.4%

Diberikan Count 6 22 28

Expected Count 15.0 13.0 28.0

% within Pemberian_ASI 21.4% 78.6% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

16.2% 68.8% 40.6%

% of Total 8.7% 31.9% 40.6%

Total Count 37 32 69

Expected Count 37.0 32.0 69.0

% within Pemberian_ASI 53.6% 46.4% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.6% 46.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 19.640a 1 .000

Continuity Correctionb 17.521 1 .000

Likelihood Ratio 20.641 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 19.355 1 .000

N of Valid Casesb 69

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,99.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 152: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

134

Ventilasi * Penyakit_ISPA

Crosstab

Tingginya_Penyakit_ISPA

Total Sakit Tidak Sakit

Ventilasi Tidak Memenuhi Syarat Count 27 11 38

Expected Count 20.4 17.6 38.0

% within Ventilasi 71.1% 28.9% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

73.0% 34.4% 55.1%

% of Total 39.1% 15.9% 55.1%

Memenuhi Syarat Count 10 21 31

Expected Count 16.6 14.4 31.0

% within Ventilasi 32.3% 67.7% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

27.0% 65.6% 44.9%

% of Total 14.5% 30.4% 44.9%

Total Count 37 32 69

Expected Count 37.0 32.0 69.0

% within Ventilasi 53.6% 46.4% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.6% 46.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.332a 1 .001

Continuity Correctionb 8.831 1 .003

Likelihood Ratio 10.578 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear Association 10.182 1 .001

N of Valid Casesb 69

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,38.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 153: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

135

Kepadatan_Hunian * Penyakit_ISPA

Crosstab

Penyakit_ISPA

Total Sakit Tidak Sakit

Kepadatan_Hunian Padat Count 27 8 35

Expected Count 18.8 16.2 35.0

% within Kepadatan_Hunian 77.1% 22.9% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

73.0% 25.0% 50.7%

% of Total 39.1% 11.6% 50.7%

Tidak Padat Count 10 24 34

Expected Count 18.2 15.8 34.0

% within Kepadatan_Hunian 29.4% 70.6% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

27.0% 75.0% 49.3%

% of Total 14.5% 34.8% 49.3%

Total Count 37 32 69

Expected Count 37.0 32.0 69.0

% within Kepadatan_Hunian 53.6% 46.4% 100.0%

% within Tingginya_Penyakit_ISPA

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.6% 46.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 15.800a 1 .000

Continuity Correctionb 13.939 1 .000

Likelihood Ratio 16.469 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 15.571 1 .000

N of Valid Casesb 69

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,77.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 154: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

136

Logistic Regression

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Pengetahuan 21.955 1 .000

Sikap 1.161 1 .281

Pemberian_ASI 19.640 1 .000

Ventilasi 10.332 1 .001

Jumlah_Hunian 15.800 1 .000

Overall Statistics 37.652 5 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R

Square Nagelkerke R

Square

1 47.614a .499 .666

2 47.880a .497 .664

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Pengetahuan 1.884 .778 5.865 1 .015 6.578

Sikap -.396 .776 .261 1 .610 .673

Pemberian_ASI 2.373 .827 8.236 1 .004 10.730

Ventilasi 1.776 .853 4.339 1 .037 5.908

Jumlah_Hunian 1.959 .788 6.181 1 .013 7.095

Constant -11.283 2.680 17.722 1 .000 .000

Step 2a Pengetahuan 1.862 .773 5.805 1 .016 6.434

Pemberian_ASI 2.286 .801 8.148 1 .004 9.833

Ventilasi 1.742 .847 4.229 1 .040 5.706

Jumlah_Hunian 1.885 .769 6.009 1 .014 6.587

Constant -11.560 2.637 19.215 1 .000 .000

a. Variable(s) entered on step 1: Pengetahuan, Sikap, Pemberian_ASI, Ventilasi, Kepadatan_Hunian.

Page 155: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

137

Lampiran 6

Page 156: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

138

Lampiran 7

Page 157: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

139

Lampiran 8

Page 158: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

140

Lampiran 9

Page 159: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

141

Lampiran 10

Page 160: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

142

Lampiran 11

Page 161: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

143

Lampiran 12

Page 162: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

144

Lampiran 13

Page 163: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

145

Lampiran 14

Page 164: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

146

Lampiran 15

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Kepala Puskesmas dan Dokter di Puskesmas Kota Kutacane

Gambar 2. Pembagian Kuesioner Uji Validitas dan Reliabilitas

Page 165: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

147

Gambar 3. Pembagian Kuesioner Uji Validitas dan Reliabilitas

Gambar 4. Puskesmas Deleng Pokhkisen

Page 166: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

148

Gambar 5. KTU Puskesmas Deleng Pokhkisen

Gambar 6. Pembagian Kuesioner Penelitian

Page 167: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

149

Gambar 7. Pembagian Kuesioner Penelitian

Gambar 8. Pembagian Kuesioner Penelitian

Page 168: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

150

Gambar 9. Pembagian Kuesioner Penelitian

Gambar 10. Pembagian Kuesioner Penelitian

Page 169: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

151

Gambar 11. Pembagian Kuesioner Penelitian

Gambar 12. Pembagian Kuesioner Penelitian

Page 170: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

152

Gambar 13. Pembagian Kuesioner Penelitian

Gambar 14. Pembagian Kuesioner Penelitian

Page 171: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

153

Gambar 15. Kondisi Jendela di Rumah Masyarakat

Gambar 16. Kondisi Ventilasi di Kamar Tidur Masyarakat

Page 172: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

154

Gambar 17. Kondisi Jendela di Dapur Masyarakat

Gambar 18. Kondisi Ruangan Rumah Masyarakat

Page 173: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

155

Gambar 19. Kondisi Rumah Masyarakat

Gambar 20. Kondisi Tempat Memasak Masyarakat

Page 174: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

156

Gambar 21. Kondisi Tempat Memasak Masyarakat

Gambar 22. Kondisi Rumah Masyarakat

Page 175: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

157

Gambar 23. Kondisi Ventilasi Rumah Masyarakat

Gambar 24. Kondisi Ventilasi Rumah Masyarakat

Page 176: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

158

Gambar 25. Kondisi Ventilasi Rumah Masyarakat

Gambar 26. Kondisi Rumah Masyarakat

Page 177: FAKTOR YANG MEMENGARUHI BALITA TERHADAP PENYAKIT …

159

Gambar 27. Kondisi Rumah Masyarakat

Gambar 28. Kondisi Kamar Tidur Masyarakat