8
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017 119 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Riau FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN ORGANISME DI SUNGAI SUBAYANG Darmadi 1) , Delfi Trisnawati 2) 1,2 Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Riau [email protected] delfi.trisnawatigmail.com Abstrak Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Subayang yang berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Kawasan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai daerah tangkapan air (catchment area). Aktivitas tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang ada di sungai Subayang seperti Plankton, Bentos, dan Nekton. Hal ini dapat menurunkan stabilitas ekosistem di Sungai Subayang tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor fisika kimia yang memengaruhi kehidupan organisme di Sungai Subayang. Metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air dalam studi ini ditentukan melalui kondisi fisika kimia air. Pengukuran dan sampel air diambil pada 3 titik desa yang terdapat di sepanjang Sungai Subayang yaitu Desa Gema, Desa Tanjung Belit, dan Desa Batu Sanggan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan dan hasil analisis laboratorium. Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan penelitian, jurnal dan dari berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa sebagian besar parameter yang diukur masih berada dalam rentang baku mutu sesuai PP No.82 tahun 2001, kecuali untuk BOD, COD, amonia, sulfit, dan coliform. Berdasarkan indeks keanekaragaman plankton dan bentos dapat diketahui bahwa kondisi kualitas perairan Sungai Subayang secara umum cukup baik dengan kategori tercemar ringan (indeks keanekaragaman berkisar 2,000-3,000). Kata kunci : Kualitas air, Sungai subayang, Pencemaran 1. PENDAHULUAN Sungai Subayang merupakan ekosistem akuatik yang memiliki peranan penting dalam daur hidrologi dan sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, kondisi suatu sungai berhubungan erat dengan karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan yang ada di sekitarnya. Sungai sebagai suatu ekosistem estuari, tersusun dari komponen biotik dan abiotik dan setiap komponen tersebut membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi sehingga membentuk suatu aliran energi yang dapat mendukung stabilitas ekosistem tersebut [1]. Faktor fisika dan kimia merupakan komponen abiotik yang dapat memengaruhi kehidupan organisme seperti Plankton, Bentos, dan Nekton (komponen biotik). Di perairan, bentos berfungsi sebagai makanan bagi ikan- ikan yang yang ada di dasar perairan. Selain itu, bentos juga berfungsi sebagai pemakan serasah atau sisa-sisa organik yang jatuh ke dasar perairan. Sedangkan plankton merupakan organisme yang bersifat toleran dan mempunyai respon yang berbeda terhadap perubahan kualitas perairan. Selain itu, plankton juga mempunyai sifat yang selalu bergerak dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran perairan. Parameter fisika dan kimia perairan merupakan salah indikator penting untuk mengetahui tingkat pencemaran. Kualitas

FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

119

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Riau

FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN

ORGANISME DI SUNGAI SUBAYANG

Darmadi

1), Delfi Trisnawati

2)

1,2Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Riau

[email protected]

delfi.trisnawatigmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Subayang yang berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu

Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Kawasan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat setempat

sebagai daerah tangkapan air (catchment area). Aktivitas tersebut secara tidak langsung akan

berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang ada di sungai Subayang seperti Plankton, Bentos,

dan Nekton. Hal ini dapat menurunkan stabilitas ekosistem di Sungai Subayang tersebut. Penelitian

ini bertujuan untuk menganalisis faktor fisika kimia yang memengaruhi kehidupan organisme di

Sungai Subayang. Metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air dalam studi ini ditentukan

melalui kondisi fisika kimia air. Pengukuran dan sampel air diambil pada 3 titik desa yang terdapat

di sepanjang Sungai Subayang yaitu Desa Gema, Desa Tanjung Belit, dan Desa Batu Sanggan. Data

yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil

pengukuran langsung di lapangan dan hasil analisis laboratorium. Sedangkan data sekunder

diperoleh dari laporan penelitian, jurnal dan dari berbagai instansi pemerintah maupun swasta.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa sebagian besar parameter yang diukur

masih berada dalam rentang baku mutu sesuai PP No.82 tahun 2001, kecuali untuk BOD, COD,

amonia, sulfit, dan coliform. Berdasarkan indeks keanekaragaman plankton dan bentos dapat

diketahui bahwa kondisi kualitas perairan Sungai Subayang secara umum cukup baik dengan

kategori tercemar ringan (indeks keanekaragaman berkisar 2,000-3,000).

Kata kunci : Kualitas air, Sungai subayang, Pencemaran

1. PENDAHULUAN

Sungai Subayang merupakan

ekosistem akuatik yang memiliki peranan

penting dalam daur hidrologi dan sebagai

sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar.

Oleh karena itu, kondisi suatu sungai

berhubungan erat dengan karakteristik yang

dimiliki oleh lingkungan yang ada di

sekitarnya. Sungai sebagai suatu ekosistem

estuari, tersusun dari komponen biotik dan

abiotik dan setiap komponen tersebut

membentuk suatu jalinan fungsional yang

saling mempengaruhi sehingga membentuk

suatu aliran energi yang dapat mendukung

stabilitas ekosistem tersebut [1]. Faktor fisika

dan kimia merupakan komponen abiotik

yang dapat memengaruhi kehidupan

organisme seperti Plankton, Bentos, dan

Nekton (komponen biotik). Di perairan,

bentos berfungsi sebagai makanan bagi ikan-

ikan yang yang ada di dasar perairan. Selain

itu, bentos juga berfungsi sebagai pemakan

serasah atau sisa-sisa organik yang jatuh ke

dasar perairan. Sedangkan plankton

merupakan organisme yang bersifat toleran

dan mempunyai respon yang berbeda

terhadap perubahan kualitas perairan. Selain

itu, plankton juga mempunyai sifat yang

selalu bergerak dapat dijadikan sebagai

indikator pencemaran perairan.

Parameter fisika dan kimia perairan

merupakan salah indikator penting untuk

mengetahui tingkat pencemaran. Kualitas

Page 2: FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

120

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Riau

perairan baru dapat dikatakan baik jika

organisme tersebut dapat melakukan

pertumbuhan dan perkembangbiakan dengan

baik. Organisme perairan dapat hidup dengan

layak jika faktor-faktor yang

mempengaruhinya, seperti fisika-kimia

perairan berada dalam batas toleransi yang

baik. Parameter fisika terdiri dari suhu air,

kecepatan arus, penetrasi cahaya, kedalaman

dan TDS, sedangkan parameter kimia yaitu

pH, Dissolved Oxygen (DO), Biological

Oxygen Demand (BOD), dan nutrien.

Suhu air merupakan salah satu faktor

fisika yang dapat mempengaruhi aktivitas

serta memacu atau menghambat

perkembangbiakan organisme perairan. Pada

umumnya peningkatan suhu air sampai skala

tertentu akan mempercepat

perkembangbiakan organisme perairan.

Kisaran suhu yang mendukung proses

metabolisme organisme yang hidup

didalamnya adalah 20-30oC [2]. Kecepatan

arus juga merupakan salah satu faktor fisik

yang mempengaruhi keberadaan organisme.

Kecepatan arus dipengaruhi kekuatan angin,

topografi, kondisi pasang surut dan musim

[3]. Pada saat musim penghujan, debit air

akan meningkat dan sekaligus mempengaruhi

kecepatan arus, selain itu adanya bentuk alur

sungai dan kondisi substrat pada dasar

perairan menyebabkan kecepatan arus

bervairasi. Kecerahan suatu perairan erat

hubungannya dengan penetrasi cahaya yang

masuk ke dalam perairan. Rendahnya

kecerahan dipengaruhi oleh partikel-partikel

dan sedimen yang hanyut terbawa aliran

sungai dari hasil pengikisan daratan dan

musim penghujan [4]. Kedalaman suatu

perairan juga merupakan faktor pembatas

bagi kehidupan organisme, semakin dalam

dasar suatu perairan, semakin sedikit jumlah

jenis organisme. pH merupakan faktor

pembatas bagi organisme yang hidup pada

suatu perairan. Sebagian besar biota akuatik

sensitif terhadap perubahan pH dan

menyukai kisaran ph sekitar 7–8,5 [5]. BOD

merupakan parameter yang menunjukkan

jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh

mikroorganisme untuk mengurai atau

mendekompoisisi bahan organik secara

aerobik, sedangkan COD menunjukkan

jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan

untuk menguraikan bahan organik secara

kimia. Kehidupan organisme perairan seperti

makrozoobenthos dapat bertahan jika ada

oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg/l,

semakin tinggi kadar oksigen semakin besar

kandungan oksigen dalam ekosistemnya [6].

Sungai Subayang selain berfungsi

sebagai daerah tangkapan air (catchment

area) juga dimanfaatkan sebagai Pembangkit

Lisrik Tenaga Mikri Hidro (PLTMH). Selain

itu masyarakat setempat menjaga sungai

Subayang melalui kearifan lokal dengan

menjadikan beberapa area sungai sebagai

lubuk larangan. Bertambahnya jumlah

penduduk disepanjang daerah aliran sungai

Subayang berbanding lurus dengan

bertambahnya jumlah limbah yang dihasilkan

seperti sampah plastik, sisa detergen, dan

lainnya. Hal ini dapat menurunkan stabilitas

ekosistem di sungai Subayang yang

berdampak kepada kehidupan organisme

yang ada di dalam sungai. Berdasarkan

masalah diatas, maka perlu dilakukan

penelitian pengukuran faktor fisika kimia

perairan di sungai Subayang. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis faktor fisika

kimia yang memengaruhi kehidupan di

sungai Subayang.

2. METODE PENELITIAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Sungai Subayang

Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten

Kampar Provinsi Riau. Pengambilan sampel

dilakukan pada 3 desa yang terdapat di

sepanjang Sungai Subayang yaitu Desa

Gema (hulu), Desa Tanjung Belit (tengah),

dan Desa Batu Sanggan (hilir).

Page 3: FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

121

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Riau

Gbr.1. Sungai Subayang

Analisis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer

dan data sekunder. Data primer diperoleh

dari hasil pengukuran langsung di lapangan

dan hasil analisis laboratorium. Sedangkan

data sekunder diperoleh dari laporan

penelitian, jurnal dan dari berbagai instansi

pemerintah maupun swasta.

Kualitas Air

Kualitas air dalam studi ini

ditentukan melalui kondisi fisika kimia air.

Suhu, pH, dan DO langsung diukur di tempat

sampel diambil (in-situ). Suhu dan DO

diukur menggunakan Water Checker (merk

YSI type 550A made in USA) dan pH diukur

menggunakan pen type pH meter (merk pH

2011). Untuk pengukuran kualitas air di

laboratorium (ex-situ), sampel air diambil

dengan cara memasukkan air ke dalam botol

sampel pada setiap titik dan selanjutnya

dibawa ke Laboratorium Dinas Bina Marga

Provinsi Riau. Pada setiap titik sampel, air

diambil dengan menggunakan 3 botol

sampel. Botol sampel 1 diisi air tanpa

tambahan zat apapun, botol sampel 2 diisi air

dan ditambahkan larutan H2SO4 sampai pH

larutan menjadi 2, dan botol sampel 3 diisi

air dan ditambahkan 2 tetes larutan NaOH

100%. Kualitas air yang diukur di

laboratorium adalah faktor fisika (bau, residu

terlarut, residu tersuspensi, dan kekeruhan),

dan kandungan kimia anorganik (DOD,

COD, total Pospat sebagai P, NO3 sebagai N,

Nitrit sebagai N, NH3N, Kobalt, Kadmium,

Khrom, Tembaga, Besi, Timbal, Mangan,

Seng, Khlorida, Fluorida, Sulfat, dan

Belerang sebagai H2S), kandungan kimia

organik (Minyak dan Lemak, Deterjen

sebagai MBAS, dan senyawa Fenol).

Hasil pengukuran parameter kualitas air

yang didapat selanjutnya diperbandingkan

dengan standar baku mutu sebagaimana

ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP)

No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran

Air. Untuk kebutuhan studi ini kelas kualitas

air yang digunakan adalah Kelas I.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran faktor fisika dan kimia perairan di sungai Subayang disajikan pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Hasil pengukuran kualitas air Sungai Subayang

Parameter Satuan Hasil Uji Laboratorium Kelas

I Keterangan

Hulu Tengah Hilir

FISIKA

Temperatur 0C 29,4 30,0 30,6 Devia

si 3

Deviasi temperatur dari keadaan

alamiahnya

Residu Terlarut mg/L 14 14 12 1000 Nilai maksimum

Residu Tersuspensi mg/L 8 26 18 50 Bagi pengolahan air minum secara

konvesional, residu tersuspensi ≤

5000 mg/L

KIMIA ANORGANIK

pH 6,95 6,94 7,02 6-9 Apabila secara alamiah di luar

rentang tersebut, maka ditentukan

berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 1,610 2,617 3,725 2 Nilai maksimum

Page 4: FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

122

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Riau

COD mg/L 8,771 11,25 10,39 10 Nilai maksimum

DO mg/L 7,5 7,1 6,4 6 Angka batas minimum

Total Fosfat sbg P mg/L 0,032 0,041 0,032 0,2 Nilai maksimum

NO 3 sebagai N mg/L 0,4 0,4 0,6 10 Nilai maksimum

NH3-N mg/L 0,808 0,895 1,220 0,5 Bagi perikanan, kandungan amonia

bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02

mg/L sebagai NH3

Kobalt mg/L <0,009 <0,009 <0,009 0,2 Nilai maksimum

Kadmium mg/L <0,001 <0,001 <0,001 0,01 Nilai maksimum

Khrom (VI) mg/L <0,025 <0,025 <0,025 0,05 Nilai maksimum

Tembaga mg/L <0,008 <0,008 <0,008 0,02 Bagi pengolahan air minum secara

konvensional, Cu ≤ 1 mg/L

Besi mg/L 0,118 0,177 0,061 0,3 Bagi pengolahan air minum secara

konvensional, Fe ≤ 5 mg/L

Timbal mg/L 0,024 <0,024 <0,024 0,03 Bagi pengolahan air minum secara

konvensional, Pb ≤ 0,1 mg/L

Mangan mg/L <0,003 <0,003 <0,003 0,1

Seng mg/L 0,017 0,013 0,015 0,05 Bagi pengolahan air minum secara

konvensional, Zn ≤ 5 mg/L

Khlorida mg/L <0,381 <0,381 <0,381 600

Fluorida mg/L <0,006 0,034 0,007 0,5

Nitrit sebagai N mg/L 0,013 0,009 0,012 0,06 Bagi pengolahan air minum secara

konvensional, NO2_N ≤ 1 mg/L

Sulfat mg/L <0,329 <0,329 <0,329 400

Belerang sebagai

H2S

mg/L <0,010 <0,010 <0,010 0,002 Bagi pengolahan air minum secara

konvensional, S sebagai H2S < 0,1

mg/L

KIMIA ORGANIK

Minyak dan Lemak ug/L <100 <100 <100 1000

Detergen sebagai

MBAS

ug/L <9 <9 <9 200

Senyawa Fenol sbg

Fenol

ug/L <1 <1 <1 1

BIOLOGI

Total Coliform jml/100

ml

17000 14000 11000 1000 Bagi pengolahan air minum secara

konvensional total coliform ≤ 10000 jml/100 ml

Keterangan: mg = miligram, ug = mikrogram, L =liter, ml = mililiter, MBAS = Methilene Blue Active Substance, logam merupakan

logam terlarut, Nilai di atas merupakan batas maksimum (kecuali pH dan DO), nilai DO adalah nilai minimum

Tabel 1 menunjukkan bahwa Suhu

atau temperatur di sungai Subayang

berfluktuasi mengikuti aliran air mulai dari

hulu menuju hilir/muara yaitu berkisar 29,4 0C - 30,6

0C. Daerah hulu (rhithal)

mempunyai fluktuasi tahunan yang paling

kecil, sepanjang aliran sungai fluktuasi

tahunan akan semakin besar dan mencapai

maksimum di daerah hilir (potamal) [4].

Kisaran suhu yang mendukung proses

metabolisme organisme yang hidup

didalamnya adalah 20-30oC [2]. Perbedaan

suhu disebabkan oleh cahaya matahari yang

masuk ke perairan yang mengalami

penyerapan dan perubahan menjadi panas,

proses penyerapan cahaya ini berlangsung

secara lebih intensif pada lapisan atas

sehingga lapisan atas perairan memiliki suhu

yang lebih tinggi (lebih hangat) dengan suhu

relatif 280C – 32

0C [5]. Nilai pH perairan di

ketiga stasiun masih berada dalam rentang

baku mutu sesuai PP No.82 tahun 2001 yaitu

berkisar 6.94 - 7,02. Pada pH yang optimum,

maka organisme yang hidup di dalamnya

akan bertahan, sebaliknya jika pH perairan

terlalu tinggi atau terlalu rendah akan

mempengaruhi ketahanan hidup organisme di

dalamnya [7].

Nilai kandungan oksigen (DO) di

tiga stasiun tidak jauh berbeda yaitu berkisar

6.4 – 7.5 mg/l. Organisme dapat tumbuh

dengan baik pada kondisi perairan dengan

nilai DO > 5 mg.l-1

. Sumber utama DO dalam

perairan adalah dari proses fotosintesis

Page 5: FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

123

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Riau

tumbuhan dan penyerapan/pengikatan secara

langsung oksigen dari udara bebas melalui

kontak antara permukaan air dengan udara.

Kandungan oksigen suatu perairan

dipengaruhi oleh aktivitas manusia di DAS

dan juga banyaknya buangan limbah organik.

Nilai DO dalam suatu perairan dapat

berfluktuasi yang dipengaruhi oleh

perubahan suhu dan juga aktivitas

fotosintesis [8].

Tabel 1 menunjukkan bahwa BOD

(Biochemical Oxygen Demand) pada bagian

hulu sungai masih menunjukkan nilai di

bawah ambang batas yang ditetapkan (1,610

mg/L), tetapi untuk bagian tengah dan hilir

sungai, nilai yang ditemukan sudah melebihi

ambang batas yang ditetapkan PP No.82

tahun 2001 Kelas I, yaitu 2,617 dan 3,725

mg/L, dari ambang batas 2,000 mg/L. Terkait

dengan BOD, kadar COD (Chemical Oxygen

Demand) juga menunjukkan bahwa pada

bagian tengah dan hilir sungai memiliki nilai

di atas ambang batas yang ditetapkan, yaitu

11,250 dan 10,390 mg/L, dari ambang batas

10,000 mg/L.

Perairan dengan kandungan BOD

5,0-15 mg.l-1 tergolong perairan yang

tercemar sedang dan >15 tergolong perairan

yang tercemar berat. Tingginya kadar BOD

dan COD mengindikasikan banyaknya

kandungan bahan organik dan anorganik di

dalam perairan. Berdasarkan data yang ada,

peningkatan kadar BOD dan COD yang

melebihi ambang batas ditemukan pada

sampel air di bagian tengah dan hilir sungai.

Ini mengindikasikan adanya buangan organik

yang semakin meningkat seiring dengan

pergerakan arus air yang mengalir dari hulu

ke hilir sungai. Kecepatan arus sungai sangat

berpengaruh terhadap kemampuannya dalam

mengangkut bahan organik maupun

anorganik.

Tingginya kadar BOD, COD, dan

total coliform di perairan Sungai Subayang

diduga terkait dengan kebiasaan masyarakat

membuang sampah organik rumah tangga

dan BAB ke sungai. Berdasarkan tingkat

kepekaan ikan terhadap amonia (≤0,020

mg/L), maka perairan Sungai Subayang

diduga sudah tidak baik untuk kehidupan

ikan. Demikian juga dengan total coliform

yang ditemukan, menunjukkan bahwa air

Sungai Subayang tidak layak untuk

dikonsumsi hanya dengan pengolahan secara

konvensional, dimana total coliform yang

ditemukan melebihi ambang batas yang

ditetapkan, yaitu lebih besar dari 10.000

dalam setiap 100 ml air.

Parameter lain yang ditemukan

melebihi ambang batas adalah kadar amonia

(HN3-N) dan sulfida (H2S), dimana amonia

menunjukkan peningkatan dari hulu menuju

ke hilir sungai. Dari hulu ke hilir berturut-

turut nilai amonia 0,808, 0,895, dan 1,220

mg/L, melebihi ambang batas 0,5 mg/L.

Tingginya kadar amonia dan sulfida ini

diduga berhubungan dengan tingginya kadar

BOD dan COD. Amonia dan sulfida

merupakan bahan kimia anorganik yang

dapat meningkat jumlahnya apabila terjadi

peningkatan penguraian bahan organik. Oleh

karena itu, peningkatan kadar BOD dan COD

menyebabkan terjadinya peningkatan

penguraian bahan organik menjadi anorganik

(antara lain amonia dan sulfida).

Hasil penelitian ditemukan 81 jenis

(spesies) plankton di perairan Sungai

Subayang, terdiri dari 71 jenis fitoplankton

dan 10 jenis zooplankton, sedangkan untuk

kelompok bentos, ditemukan 24 ordo (data

tidak ditampilkan). Darmadi dan Suwondo

(2016) [9] melaporkan bahwa kondisi fisika

dan kimia sungai masih sangat mendukung

untuk kehidupan ikan. Demikian juga dengan

kondisi faktor biologi keberadaan plankton

dan bentos di Sungai Subayang, dilaporkan

hanya dalam kondisi tercemar ringan dan

tidak ada jenis yang dominan (Tabel 2).

Page 6: FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

124

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Riau

Tabel 2. Indeks keanekaragaman, kemerataan, dominansi, dan kelimpahan plankton dan bentos di area studi

Stasiun Keanekaragaman Kemerataan Dominansi

Kelimpahan

(sel/L)

Kepadatan

(ind/m2)

Plankton Bentos Plankton Bentos Plankton Bentos Plankton Bentos

Hulu 3,342 2,682 0,560 0,609 0,068 0,085 522.988,889 227,778

Tengah 2,670 2,547 0,413 0,645 0,112 0,109 857.755,556 144,444

Hilir 2,946 2,567 0,517 0,653 0,079 0,102 403.333,333 141,667

Berdasarkan kisaran indeks

keanekaragaman dan dominansi, baik

plankton maupun bentos, dapat diketahui

bahwa kondisi perairan pada area studi dalam

keadaan tercemar ringan dengan kualitas

cukup baik, namun tidak ditemukan adanya

spesies yang dominan [7] Berdasarkan

indeks keanekaragaman plankton dan bentos

(Tabel 2), menunjukkan bahwa kondisi

kualitas perairan Sungai Subayang secara

umum cukup baik dengan kategori tercemar

ringan (indeks keanekaragaman berkisar

2,000-3,000). Pengecualian dapat ditemukan

pada indeks keanekaragaman plankton pada

bagian hulu sungai (desa Aur Kuning) yang

masih mengindikasikan kualitas air dalam

kondisi baik dengan kategori tidak tercemar

(indeks keanekaragaman >3,000). Hal ini

diduga karena belum banyaknya introduksi

bahan pencemar di peraian di bagian hulu

sungai. Sebaliknya, semakin ke hilir

menunjukkan adanya penurunan kualitas air

walaupun perubahan yang terjadi relatif

kecil.

Sebaran individu antar jenis plankton

maupun bentos di perairan Sungai Subayang

secara umum relatif merata dengan indeks

kemerataan mendekati 1 (berkisar 0,517-

0,653), kecuali pada bagian tengah (desa

Tanjung Beringin) ditemukan indeks

kemerataan plankton mendekati 0 (0,413)

dengan kategori sebaran tidak merata.

Sebaran yang merata ini juga terindikasi dari

tidak adanya jenis plankton maupun bentos

yang mendominasi terhadap jenis lain,

dengan indeks dominansi mendekati 0

(berkisar 0,068-0,112), yang berarti tidak ada

jenis plankton maupun bentos yang dominan.

Ada tidaknya dominasi suatu organisme

menandakan bahwa organisme baik plankton

maupun bentos memiliki daya adaptasi dan

kemampuan yang berbeda untuk bertahan

hidup di suatu tempat [10].

Kelimpahan plankton di Sungai

Subayang menunjukkan tingkat kesuburan

perairan. Dari hulu ke hilir sungai ditemukan

jumlah plankton per liter air berbeda

berdasarkan tempat sampel dilakukan,

dimana kelimpahan berkisar antara

403.333,333 sampai 857.755,556 sel per liter

air. Namun, perbedaan tersebut masih dalam

kisaran kelimpahan plankton yang

menunjukkan kondisi perairan dalam tingkat

kesuburan sedang (10.000-10.000.000 sel per

liter air). Kandungan bahan organik yang

tinggi dapat berpengaruh pada kelimpahan

organisme jenis tertentu yaitu yang bersifat

fakultatif, dimana organisme tahan terhadap

tingginya kandungan bahan organik sehingga

jumlahnya akan melimpah, bahkan

memungkinkan dominasi spesies tertentu

dapat terjadi [11]

Kepadatan bentos dari hulu ke hilir

sungai menunjukkan tingkat penempatan

ruang habitat yang berbeda. Kepadatan

bentos tertinggi ditemukan pada bagian hulu

sungai dengan ditemukan 227,778 individu

untuk setiap meter persegi habitat. Di bagian

tengah dan hilir sungai kepadatan bentos

relatif lebih kecil dibandingkan dengan

kepadatan di bagian hulu sungai, dimana di

bagian tengah dan hilir sungai berturut-turut

ditemukan bentos 144,444 dan 141,667

individu untuk setiap meter persegi habitat.

Perbedaan jumlah individu bentos pada

bagian hulu dibandingkan bagian tengah dan

hilir ini diduga disebabkan perbedaan dasar

sungai sebagai habitat.

Page 7: FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

125

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Riau

4. KESIMPULAN

Dari hasil pengukuran yang dilakukan

terlihat bahwa sebagian besar parameter

yang diukur masih berada dalam

rentang baku mutu sesuai PP No.82

tahun 2001, kecuali untuk BOD, COD,

amonia, sulfit, dan coliform.

Oksigen terlarut (DO) di tiga stasiun

diatas 5 mg.l-1

, artinya oksigen terlarut

di perairan sunga Subayang cukup baik

yaitu berkisar 6.4 – 7.5 mg/l.

Suhu atau temperatur di sungai

Subayang berfluktuasi mengikuti aliran

air mulai dari hulu menuju hilir/muara

yaitu berkisar 29,4 0C - 30,6

0C.

Berdasarkan indeks keanekaragaman

plankton dan bentos dapat diketahui

bahwa kondisi kualitas perairan Sungai

Subayang secara umum cukup baik

dengan kategori tercemar ringan (indeks

keanekaragaman berkisar 2,000-3,000).

5. REFERENSI

[1] Odum, E.P., 1996, Dasar-Dasar

Ekologi, Terj. fundamentals of ecology

oleh. T. Samingan & B. Srigando,

Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta

[2] Lusianingsih, N., 2011, Keanekragaman

makrozoobenthos di Sungai Bah Bolon

Kabupaten Simamulung Sumatera

Utara. Skripsi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sumatera Utara.

[3] Barus, T. A., 2002, Pengantar

limnology, Medan, Universitas

Sumatera Utara

[4] Sinambela M., Sipayung M., 2015,

Makrozoobentos Dengan Parameter

Fisika dan Kimia di Perairan Sungai

Babura Kabupaten Deli Serdang, Jurnal

Biosains, VoL. 1 No. 2, hal, 44-50

[5] Effendi H., 2003, Telaah Kualitas Air

Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan, Kanisius,

Yogyakarta.

[6] Sastrawijaya, A. T., 1991, Pencemaran

lingkungan hidup, Jakarta: Rineke Cipta

[7] Odum, E.P., 1993, Dasar-dasar ekologi

(terjemahan), Edisi ketiga, Gajah Mada

Univ Press, Yogyakarta.

[8] Barus, T.A., 2004, Faktor-Faktor

Lingkungan Abiotik dan

Keanekaragaman Plankton sebagai

Indikator Kualitas Perairan Danau

Toba., Jurnal Mahasiswa dan

Lingkungan, XI: 61-70

[9] Darmadi, dan Suwondo., 2016, Lubuk

Larangan; Pengelolaan Lingkungan

Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal

sebagai Model Praktik Pada Mata

Kuliah Bioetnomelayu, Prosiding

SEMIRATA Bidang MIPA, hal, 2100-

2106

[10] Fitriana, Y. R., 2005,

Keanekaragaman dan Kemelimpahan

Makrozoobenthos di Hutan Mangrove

Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya

Ngurah Rai Bali, Jurusan Manajemen

Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lampung, Bandar Lampung

[11] Zulkifli H., 2009, Struktur dan Fungsi

Komunitas Makrozoobenthos di

Perairan Sungai Musi Kota

Palembang, Telaah Indikator

Pencemaran Air, Jurusan Biologi

FMIPA, Universitas Sriwijaya,

Sumatra Selatan.

Page 8: FAKTOR FISIKA DAN KIMIA YANG MEMENGARUHI KEHIDUPAN

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu 2017

126

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Universitas Riau