43
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIDOMULYO KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2009 1

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIDOMULYO KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2009

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS SIDOMULYOKABUPATEN GORONTALO

TAHUN 2009

1

Page 2: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Terjadinya Pneumonia pada balita seringkali bersamaan dengan

proses infeksi akut bronkus (Broncho Pneumonia). Gejala penyakit ini

berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak.

Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit

atau lebih pada anak usia 2 buan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali

permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.

Pada anak usia dibawah 2 bulan, tidak dikenal diagnosis Pneumonia.(Afifah

Tin,dkk.,2003.)

Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak

tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan

kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA.

Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya

tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini

sangatlah kompleks, di mana penyakit yang terbanyak di derita oleh

masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil

dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun.(Arikunto,s.2006.)

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran

pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernafasan bawah. ISPA

2

Page 3: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

adalah suatu penyakit yang terbanyak di derita oleh anak-anak, baik di

negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu dan banyak

dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena penyakitnya cukup gawat.

Penyakit – penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak-anak dapat

pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. Di mana ditemukan

adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary

Disease.(Depkes RI.2000).

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena

menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1

dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak di perkirakan mengalami 3-6

episode ISPA setiap tahunnya.

Penyakit ISPA, sering terjadi pada anak – anak, bahkan di negara-

negara berkembang. Penyakit ISPA ini merupakan salah satu penyebab

kematian tersering pada anak. Di sebabkan oleh infeksi saluran pernafasan

bawah akut (ISPA) paling sering adalah Pneumonia P2 ISPA balita

sebagai target penemuan penderita Pneumonia balita pertahun dihitung dari

jumlah penduduk usia balita pada suatu wilayah.

Secara teoritis diperkirakan 10 % penderita pneumonia akan

menigggal bila tidak diobati (depkes Ri, 1996) Sebagian besar kematian

tersebut di picu oleh ISPA bagian bawah (Pneumonia). Tetapi masyarakat

yang masih awam dengan gangguan itu.

Sebagian besar kematian tersebut dipicu oleh ISPA bagian bawah

(Pneumonia). Tetapi masyarakat yang masih awam dengan gangguan itu.

Penyakit ISPA dapat menyerang jaringan paru-paru dan penderita pun cepat

3

Page 4: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

meninggal akibat Pneumonia berat, namun tidak cepat di tolong. Karena

memang akibat ketidaktahuan masyarakat tentang kelainan itu.

Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-paru

(Alveoli). Terjadinya Pneumonia pada balita seringkali bersamaan dengan

proses infeksi akut bronkus (Broncho Pneumonia). Gejala penyakit ini

berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak.

Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit

atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali

permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.

Pada anak usia di bawah 2 bulan, tidak di kenal diagnosis Pneumonia.

Mengutip hasil survei kesehatan rumah tangga 1995 yang

melaporkan proporsi kematian anak akibat penyakit sistem pernafasan

adalah 2,1%, sementara pada balita 38,8%. Berdasarkan Program

Pembangunan Nasional (Propenas ) bidang kesehatan, angka kematian bayi

dari 5/1.000 pada tahun 2000 akan diturunkan menjadi 3/1.000 pada akhir

tahun 2005.

Di Sidomulyo ISPA merupakan salah satu penyebab utama

kunjungan pasien di Sarana Kesehatan. Pasien yang berobat ke Puskesmas

sebanyak 40-60 %. Kunjungan di bagian rawat jalan dan rawat inap Rumah

Sakit sekitar 15-20 %.

Hidup serumah dengan perokok juga menjadi faktor penyebab

penyakit ISPA anak. Hasil penelitian di sumedang jaw barat tahun 2001,

menyatakan bahwa 23% penyakit ISPA pada anak balita disebabkan oleh

pendeita hidup serumah dengan perokok.

4

Page 5: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran napas bagian atas (ISPA)

dan saluran nafas bagian bawah (ISPA) beserta adneksanya. ISPA

mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat

menyebabkan kecacatan misalnya stitis media yang merupakan penyebab

ketulian. Sedangkan hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil

disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISPA), Paling

sering adalah pneumonia (WHO 2003). Kematian akibat pneumonia sebagai

penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima

kasus diantara 1.000 balita (Depkes, 2003).

Kejadian ISPA di wilayah Provinsi Gorontalo masih terhitung tinggi,

hal ini terlihat bahwa kasus ISPA sesuai data dari Dinas Kesehatan Provinsi

Gorontalo pada tahun 2009 sebanyak 28.322 kasus, dan khususnya di

Kabupaten.

Di Kabupaten Gorontalo jelas penderita ISPA tahun 2007 sebanyak

298 kasus, tahun 2008 terdapat 569 balita dan tahun 2009 sebanyak 610

kasus, laporan dari catatan medis di Puskesmas Sidomulyo tahun 2007

terdapat 198 kasus penyakit ISPA, Pada tahun 2008 terdapat 489 kasus

penyakit ISPA dan tahun 2009 terdapat 551kasus penyakit ISPA pada balita

di wilayah kerja Puskemas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo Tahun 2009

5

Page 6: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

B. Perumusan Masalah

Bagaimana hubungan kejadian ISPA pada balita berdasarkan status

Imunsasi, pemberian ASI eklusif dan faktor lingkungan di wilayah Kerja

Puskesmas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo Tahun 2009.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubugan dengan kejadian

ISPA pada balita di wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kabupaten

Gorontalo Tahun 2009.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan status Imunisasi dengan

kejadian ISPA pada balita.

b. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Ekslusif

dengan kejadian ISPA pada balita.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Institusi

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi

bagi Instansi terkait.

2. Manfaat Ilmiah

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak – pihak yang ingin

mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap persoalan yang sama.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam

memperluas wawasan keilmuwan dan menetapkan upaya pencegahan.

6

Page 7: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit ISPA

1. Pengertian

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan

Akut, mulai diperkenalkan tahun 1984 dalam lokakarya Nasional ISPA

di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah Inggris Acute

Respiratory Infection yang disingkat ARI. Dalam lokakarya

Nasional pertama tersebut ada dua pendapat. Pendapat pertama

memilih istilah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan

pendapat kedua memilih istilah ISNA (Infeksi Saluran Nafas Akut).

Pada akhir lokakaryanya diputuskan untuk memilih istilah ISPA

dan istilah ini pula yang dipakai hingga sekarang (Depkes RI,

1998).

ISPA adalah Infeksi Saluran Nafas yang berkembang sampai

14 belas hari, yang dimaksud saluran nafas adalah organ mulai dari

hidung sampai alveoli paru beserta organ adueksanya (Sinus, Ruang

Telinga Tengah dan Pleura). (Widiastuti, 1989).

Berdasarkan lokasi anatomik (WHO, 2003).

a) Infeksi saluran pernapasan akut bagian atas (ISPAA) yaitu

infeksi yang menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya

rhinits akut, taringitis akut, sinusitius akut dan sebagainya.

7

Page 8: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

b) Infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah (ISPBA)

dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas mulai dari bagian

bawah epiglotis sampai alveoli paru, misalnya ; trakheitis,

bronkhitis, akut, pneumoni dan sebagainya.

2. Etiologi

Etiologi ispa terdiri dari 30 jenis bakteri, virus dan viketsia.

Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, hemofilus,

berdekella, dan karinebakterium. Virus penyebabnya antara lain

golongan miksovirus, aden virus, corona virus, pikornavirus,

mikoplasma, herpes virus.

Berdasarkan etiologi istilah infeksi saluran nafas akut

mempunyai 3 unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut.

Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai

berikut :

a) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam

tubuh manusia dan berkembang biak sehingga dapat

menimbulkan segala penyakit.

b) Saluran pernapasan adalah organ yang dimulai dari hidung

hingga alveoli beserta adreksanya seperti sinus-sinus, rongga

telinga tengah dan pleura.

c) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari.

Ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses

ini berlangsung lebih dari 14 hari.

8

Page 9: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

Dalam klasifikasi program P2ISPA Departemen Kesehatan,

untuk balita dibedakan menjadi non pneumoni dan bukan

pneumoni. Klasifikasi bukan pneumoni yaitu bentuk pilek biasa

(Common Cold), faringitis dan otitis. Untuk kelompok umur < 2

Bulan - < 5 Tahun. Klasifikasi dibagi atas pneumoni berat, pneumoni

dan bukan pneumoni. Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi

dibagi atas pneumoni berat bukan pneumoni.

Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-

paru (Alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan

dengan proses infeksi akut bronkus (Bronchopneumonia).

3. Gejala

Gejala penyakit ispa berupa nafas cepat dan nafas sesak,

karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah

frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada

bayi usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali

permenit atau lebih pada bayi usia 1 tahun sampai kurang dari 5

tahun. Pada bayi usia dibawah 2 bulan tidak dikenal diagnosis

pneumonia.

Pneumonia berat ditandai dengan adanya bentuk atau (juga

disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding

dada sebelah bawah kedalam pada anak usia 2 bulan sampai

kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga

pneumonia sangat berat, dengan gejala bentuk, kesukaran bernapas

disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara

9

Page 10: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

untuk bayi dibawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan

frekwensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau

(juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke

dalam.

Klasifikasi bukan pneumoni mencakup kelompok penderita

dengan bentuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan

frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding

dada kedalam, yaitu bentuk pilek biasa (common cold) faringitis,

tonsilitis, otitis.

Influenza / common cold biasanya terjadi dalam bentuk

pandemi. Virus penyebabnya adalah Rhinovirus, virus influenza A

dan B, parainfluenza, adenovirus, coronavirus, enterovirus. Disebut

commond cold bila gejala hidung lebih menonjol. Sedangkan

influenza dimaksudkan untuk kelainan yang disertai faringitis dan

tanda demam dan lesu lebih nyata. Penyakit ini biasanya sembuh

sendiri dalam 3-5 hari. Gambaran klinis penyakit ini mempunyai

gejala sistimatik yang khas berupa gejala infeksi virus akut yaitu

demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nafsu makan

hilang, dan disertai dengan gejala lokal berupa rasa menggelitik

sampai nyeri tenggorokan. Kadang-kadang disertai batuk kering,

hidup tersumbat, bersin dan ingus encer, tenggorokan tanpak

hiperemi, didalam rongga hidung tanpak konka yang lembab dan

hiperemi, sekret dapat berupa seamukus atau mukoporulen bila ada

infeksi sekunder (Rasydah, 2204).

10

Page 11: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ISPA biasanya hanya dengan

memberikan obat terhadap keluhan yang timbul, antara lain

pengencer dahak, penurun panas, penenang, dan sebagainya. Namun

bila infeksi berlanjut disarankan menghubungi layanan kesehatan.

Penyakit ISPA dapat terjadi secara akut atau kronis, dengan

yang tersering adalah Rimitis Simpleks, Faringitis, Tinsilitis, dan

Sinusitis (Anonim, 2005).

a) Rimitis Simpleks

Rimitis simpleks lebih dikenal sebagai Common Cold.

Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Echo dan Coxsackie.

Gejala yang ditimbulkan yaitu nemurunnya sistem kekebalan

atau daya tahan tubuh. Penatalaksanannya yaitu istirahat dan

obat-obat simtomatis (Penurun Panas, penghilang rasa nyeri dan

dekongestan). Pemberian antibiotika untuk mencegah terjadinya

infeksi sekunder atau komplikasi.

b) Faringitis

Dikenal sebagai radang tenggorokan, dimana para penderita

sering mengeluh nyeri tenggorokan, penyebabnya adalah

Faringitis Virus. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan

memberikan antibiotika, disamping itu obat kumur tenggorokan

dan simtomatik sangat membantu penderita.

11

Page 12: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

c) Tonsilitis

Penyakit ISPA yang satu ini sering disebut radang amandel.

Dengan gejala-gejalanya seperti nyeri tenggorok, demam, nyeri

telinga, kelenjar getah bening submandibula dan meradang.

Penyebabnya yaitu streptokokus beta hemolitikus groop A,

Neomokokus, Stafilakokus, Haemophilus influenza, dan virus.

Pengobatan bagi penderita tonsilitis akut dengan demam

sebaiknya cairan cukup, diet cukup. Pemberian antibiotika dan

obat-obatan sintomatik seperti pengilang nyeri, penurun demam.

Sedangkan tonsilitis kronis dipertimbangkan untuk tindakan

operasi amandel (Tonsilektomi) dengan membuang sumber

infeksi pada sumbatan rongga mulut oleh amandel yang

membesar, kelainan jantung dan paru-paru.

d) Sinusitis

Radang mukosa sinus paranasal mengenai anatomi sinus yang

dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis

frontal dan sinusitis sphenoid. Darah terpenting yang perlu

diketahui untuk terjadinya sinusitis yaitu kompleks ostiomeatal

(KOM), merupakan daerah sempit tempat bermuaranya saluran-

saluran drenase dari sinus-sinus kelompok anterion yang terletak

disepertiga tengah dibanding lateral hidung (Meatus Midius)

12

Page 13: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

B. Tinjauan Umum Tentang Faktor – Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian ISPA Pada Balita

Dalam buku pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan

RI Tahun 1991, disebutkan bahwa faktor penyebab penyakit ISPA

karena imunisasi yang belum lengkap, kurang gizi, lingkungan yang

tidak sehat serta tertular penderita lain.

1. Status Imunisasi

Imunisasi adalah pemberian Vaksin kepada bayi untuk melindungi

bayi dari berbagai macam penyakit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor yang

meningkatkan resiko akibat ISPA non Pneomonia adalah imunisasi

yang belum lengkap atau tidak memadai. Angka kematian bayi

(AKB) di Indonesia pada tahun 1870 mencapai 145 per 1.000,

namun berkat program imunisasi dari pemerintah kepada balita

secara gratis di Puskesmas sejak tahun 1977, maka angka kematian

bayi saat ini menurun hingga 52 per 1.000. (Amdani, 2004).

Program imunisasi itu sendiri meliputi Dipteri (Anti Infeksi saluran

pernapasan), (antibatuk rejan), tetanus, BCG (Anti Tuberkolosis),

polio, campak, dan hapatitis B (Srikusumoa Amdani, 2004).

Srikusumoa menambahkan, aspek imunisasi dan gizi yang cukup

merupakan suatu keharusan bagi orang tua dalam menyiapkan

anak-anak mereka agar tumbuh sehat dan cerdas.

13

Page 14: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

Sementata itu (Dr. Budi Purnomo, 2004) menyatakan imunisasi

menjadi salah satu faktor yang sangat penting bagi para ibu untuk

mejaga agar bayi dan balitanya tetap dalam kondisi sehat dan

terlindungi dari berbagai macam penyakit. Dalam hal imunisasi,

saat ini telah diperkenalkan imunisasi kombinasi yang

menggabungkan vaksin untuk beberapa penyakit, sehingga lebih

praktis, ekonomis, dan mempersingkat kunjungan ke dokter.

2. Pemberian ASI Eksklusif

ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk

bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-

ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dari

yang semestinya. ASI Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja

tanpa makanan dan minuman lain. ASI Eksklusif dianjurkan 4-6

bulan pertama kehidupan bayi (Depkes RI, 2002).

Dilihat dari aspek imunologik bahwa bayi yang diberi ASI lebih

terlindungi terhadap penyakit infeksi dan mempunyai kesempatan

hidup lebih besar dibandingkan dengan bayi-bayi yang diberikan

susu botol. Bayi yang diberikan makanan pendamping susu selain

ASI akan mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare,

dan 3-4 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi saluran

pernafasan atas (ISPA).

Pemberian ASI memberikan keunggulan-keunggulan sebagai berikut:

a. ASI bersih/bebas kontaminasi, meskipun kontaminasi

melalui puting susu, akan tetapi bakteri tidak di beri kesempatan

14

Page 15: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

berkembang biak karena ASI yang diminum mengandung zat

anti Infeksi.

b. Immunoglobulin, terutama Immunoglobulin (IgA),

kadarnya lebih tinggi dalam kolustrum dibandingkan dengan

ASI, Secretory Ig.A tidak diserap tetapi melumpuhkan bakteri

patogen E. Coli dan berbagai Virus dalam saluran perncernaan.

c. Laktoferin, sejenis protein yang merupakan komponen

zat kekebalan daam ASI yang mengikat zat besi (Ferum)

disaluran pencernaan.

d. Lysosim, suatu enzim yang melindungi bayi terhadap

bakteri dan Virus yang merugikan. Lysosim terdapat dalam

jumlah 300 kali lebih banyak pada ASI dari pada susu sapi.

Enzim ini aktif mengatasi bakteri E. Coli dan Salmonella.

Adapun kendala-kendala dalam penggunaan ASI Eksklusif adalah :

a. Gencarnya promosi susu formula

b. Kurangnya rasa percaya diri Ibu bahwa ASI cukup untuk

bayinya

c. Adanya langkah Ibu-ibu yang terburu-buru memberikan

makanan/susu lain sebelum ASI keluar

d. Perilaku Ibu-ibu membuang kolestrum (Air Susu yang pertama

kali keluar) (Anonim,2005).

Ibu yang memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara Ekskusif kepada

bayinya sampai berumur enam bulan. Saat ini masih rendah, yaitu

15

Page 16: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

kurang dari dua persen dari jumlah total Ibu melahirkan.

(Anonim,2005).

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan lain pada bayi

berumur nol sampai enam bulan yang harus diberikan kepada bayi,

karena didalamnya terkadang hampir semua zat gizi yang

dibutuhkan oleh bayi. Setelah berumur enam bulan mutlak

memerlukan lebih banyak zat gizi, dan ASI hanya bisa menopang

60-70 persen kebutuhan gizi pada bayi sehingga bayi memerlukan

makanan pendamping lain.

C. Kerangka Konsep dan Hipotesis

A. Dasar Pemikiran Variabel yang di teliti

ISPA adalah penyakit Infeksi saluran pernafasan yang

ditimbulkan oleh mikroorganisme (bakteri dan virus) ke dalam

rongga pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Terbanyak

ISPA menyerang anak-anak terutama pada usia balita. Angka

kunjungan ISPA di unit-unit Pelayanan Kesehatan juga selalu

masuk pada kunjungan 10 penyakit terbanyak.

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang sehari-hari

dikenal sebagai penyakit batuk pilek. Sangat penting bagi

masyarakat untuk mengenal faktor-faktor penyebab penyakit ISPA

serta mengenal cara-cara mencegah penyakit ISPA sehingga

penderita batuk tidak berlanjut menjadi non Pneumonia. Faktor-

faktor tersebut adalah :

16

Page 17: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

1. Status Imunisasi

Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada bayi untuk

melindungi bayi dari berbagai macam penyakit. Jenis Imunisasi

meliputi Dipteri (anti infeksi saluran pernafasan), (anti batuk

rejan), Tetanus, BCG (anti Tuberkolosis), polio, Campak, dan

Hepatitis B. (Srikusumo Amdani,2004).

2. Pemberian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja tanpa

makanan dan minuman lain. ASI Eksklusif di anjurkan 4-6

bulan pertama kehidupan bayi. (Depkes RI,2002).

ASI mengandung antibodi dan komponen lain yang

memberikan kekuatan terhadap sistem kekebalan bayi dan

membantu melindungi dari infeksi alergi dan Asma. (Zaki

Utama,2004).

B. Pola Pikir Variabel yang diteliti

Keterangan :

= Variabel Dependen

= Variabel Independent

17

Status Imunisasi

Pemberian Asi Eksklusif

Kejadian ISPA

Page 18: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

C. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

a. Kejadian ISPA

Definisi Operasional tentang ISPA

Yang dimaksud dengan penderita ISPA dalam penelitian ini

adalah balitas yang berobat ke puskemas dan dinyatakan ISPA.

Kriteria Obyektif :

ISPA : Balita yang telah ditetapkan sebagai penderita ISPA

Non ISPA : Balita yang berobat dan dinyatakan tidak menderita

ISPA.

b. Status Imunisasi

Definisi Operasional Imunisasi

Kelengkapan imunisasi yang dimaksud dengan kelengkapan

imunisasi dalam penelitian ini adalah kelengkapan imunisasi wajib

yang diberikan sesuai dengan usia.

Kriteria Obyektif :

Lengkap : Jumlah anak telah mendapatkan imunisasi

secara lengkap yang tertera dalam KMS.

Tidak Lengkap : Jika anak tidak mendapatkan imunisasi secara

lengkap.

c. Pemberian ASI Eksklusif

Definisis Operasional Pemberian ASI Eksklusif

Adalah pemberian Air Susu Ibu kepada anaknya sampai

dengan umur 4 bulan tanpa makanan pendamping.

18

Page 19: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

Kriteria Obyektif :

Pemberian ASI Eksklusif : Pemberian ASI tanpa

makanan dan minuman

tambahan hingga usia 6

bulan (Depkes RI,2002).

Pemberian bukan ASI Eksklusif : Pemberian ASI Eksklusif

jika tidak memenuhi

standar di atas.

D. Rumusan Hipotesis

1. Hipotesis Nihil (H0)

a. Tidak ada hubungan antara status Imunisasi dengan kejadian

ISPA pada balita.

b. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan

kejadian ISPA pada balita.

2. Hipotesisi Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara status Imunisasi dengan kejadian ISPA

pada balita.

b. Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan ISPA

pada balita.

19

Page 20: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional dengan

pendekatan Cross Secsional karena variabel dependent dan independent

diteliti secara bersamaan yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Kerja

Puskesmas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dengan selang waktu bulan Maret

sampai bulan Mei 2010.

2. Tempat

Penelitian ini bertempat di Wilayah Kerja Puskesmas

Sidomulyo Kabupaten Gorontalo.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien balita yang

berkunjung dan berobat di Puskesmas Sidomulyo Kabupaten

Gorontalo yaitu sebanyak 336 balita.

20

Page 21: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien ISPA pada balita

yang berobat di Puskesmas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo.

Untuk menentukan jumlah sampel menggunakan rumus :

N

n =

1 + N (d)2

Keterangan : n = Sampel

N = Populasi

D = Derajat Ketelitian atau Presisi

n =

=

=

=

= 182 sampel

Sehingga sampel yang diambil berjumlah 182 balita.

3. Kriteria sampel

a. Bersedia diwawancarai

b. Memiliki semua variabel penelitian

c. Memiliki rekam medik yang lengkap

21

N

1 + N (d)2

336

1 + 336 (005)2

336

1+0.84

3361.84

Page 22: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

4. Responden

Ibu-ibu yang bersedia diwawancarai dan mempunyai balita

yang pernah sakit dan berkunjung serta memanfaatkan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas Sidomulyo periode Bulan Januari sampai

Bulan Desember 2009.

D. Cara Pengumpulan Data

Data Primer : data yang diambil dengan wawancara langsung

dengan Responden yang mempunyai balita yang

menderita ISPA dan tidak, dengan menggunakan

kuisioner atau daftar pertanyaan.

Data Sekunder : data sekunder di peroleh dari Puskesmas

Sidomulyo yang berkaitan dengan penelitian ini.

E. Cara Pengolahan, Penyajian dan Teknik Analisis

Data

1. Cara Pengolahan Data

Daya yang diperoleh melalui elektrik dengan menggunakan

program SPSS untuk mengetahui eratnya hubungan diuji dengan

menggunakan koefisien phi. Data penelitian disajikan dalam bentuk

tabel dan dinarasikan.

2. Penyajian Data

Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan

dinarasikan.

22

Page 23: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

3. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan uji

statistik chi-square dengan tujuan untuk melihat hubungan antara

varibel dependen dan independen dengan α = 0.05, hipotesis nihil

(Ho) ditolak jika X2 hitung > X tebal, artinya ada hubungan antara

variabel dependen dan independen.

Untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan uji chi –

square (X2) untuk tabel 2 x 2 (Azrul Azwar dan Prihartono, 2003),

dengan rumus sebagai berikut :

N [ ad – be ] - 0,5 n 2

X2

(a+b) (c+d) (a+c) (b+d)

Keterangan :

X2 = Kuadrat Chi (chi – square )

N = Besar sampel

Dan untuk menguji kuatnya hubungan digunakan koefisien Phi dengan

rumus

( ad – bc )

Ө =

(a + b) (c + d) (a + c) (b+d)

23

Page 24: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

Ө = Kuatnya Hubungan

a, b, c, d = Banyaknya penderita

Besarnya nilai Ө berada antara 0 sampai dengan 1 (0 Ө 1)

0,01 – 0,25 : Hubungan Lemah

0,26 – 0,50 : Hubungan Sedang

0,51 – 0,75 : Hubungan Kuat

0,76 – 1,00 : Hubungan Sangat Kuat

24

Page 25: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

DAFTAR PUSTAKA

Afifah Tin,ddk.,2003.Kecenderungan penyakit penyebab kematian bayi dan anak

balita di Indonesia:1992-2001,Buletin penelitian kesehatan,vol 31

no.2-2003,Badan Litbangkes,Jakarta.

Amdani, 2004, Infeksi Penyebab Kematian pada Anak Balita (online),

(http://www.presfektif.com) diakses 20 Desember 2004.

Arikunto,s.2006.”Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik”Edisi revisi

VI.Jakarta:Rineka cipta.

Azrul Azwar, 2004. Balita Kekurangan Gizi (online) (http://www.pdpersi.com)

diakses 21 Desember 2004

Budi Punano, 2004. Infeksi Penyebab Kematian pada Anak Balita (online)

(http://www.presfektif.com) diakses 20 Desember 2004.

Ciscy R.S.P.K, 2004 ISPA dikenal sebagai pembunuh nomor satu terhadap

kematian seorang anak (balita), (http://www.pikiranrakyat.com)

diakses 19 Desember 2004.

Depkes RI, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Saluran Pernapasan Akut

(ISPA), Jakarta 1991.

Depkes RI.(2000).Informasi tentang ISPA pada balita.Jakarta:Pusat Penyuluhan

Kesehatan Masyarakat.

Rulina, 2005 Pemberian ASI pada Bayi Gizi (online)

(http://www.depkesjabar.go.id) diakses 22 Januari 2005.

25

Page 26: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

KUESIONER

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS SIDOMULYOKABUPATEN GORONTALO

TAHUN 2009

A. Data Umum

1. Nama Responden : .............................................

2. Nama Balita : .............................................

3. Umur : .............................................

4. Jenis Kelamin : .............................................

5. Pekerjaan Orang Tua : .............................................

6. Alamat : .............................................

7. Kejadian ISPA : a. Menderita ISPA b. Tidak menderita ISPA

8. Pendidikan responden (lingkari salah satu yang sesuai)

a. Tamat SLTP / kurang

b. Tamat SMU / sederajat.

B. Apakah dikeluarga ibu ada yang menggunakan ASI Eksklusif

a. Ya

b. Tidak

C. Kelengkapan Imunisasi

Apakah anak ibu mendapatkan imunisasi lengkap sampai dengan 9 bulan ?

a. Ya

b. Tidak

26

Page 27: FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN  KEJADIAN  ISPA  PADA  BALITA  DI  WILAYAH KERJA  PUSKESMAS  SIDOMULYO KABUPATEN  GORONTALO   TAHUN  2009

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN USULAN PENELITIAN ................................... i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang........................................................................ 1

B. Perumusan Masalah ............................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6

A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit ISPA................................ 6

B. Tinjauan Umum tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Kejadian ISPA pada Balita ......................................... 12

C. Kerangka Konsep dan Hipotesis ............................................. 15

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 19

A. Jenis Penelitian ....................................................................... 19

B. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................... 19

C. Populasi dan Sampel ............................................................... 19

D. Cara Pengumpulan Data ......................................................... 21

E. Cara Pengolahan, Penyajian dan Teknik Analisis Data ........ 21

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24

KUESIONER

27iii