Upload
apri300490
View
569
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SIDOMULYOKABUPATEN GORONTALO
TAHUN 2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Terjadinya Pneumonia pada balita seringkali bersamaan dengan
proses infeksi akut bronkus (Broncho Pneumonia). Gejala penyakit ini
berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak.
Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit
atau lebih pada anak usia 2 buan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali
permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.
Pada anak usia dibawah 2 bulan, tidak dikenal diagnosis Pneumonia.(Afifah
Tin,dkk.,2003.)
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak
tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya
tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini
sangatlah kompleks, di mana penyakit yang terbanyak di derita oleh
masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil
dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun.(Arikunto,s.2006.)
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran
pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernafasan bawah. ISPA
2
adalah suatu penyakit yang terbanyak di derita oleh anak-anak, baik di
negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu dan banyak
dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena penyakitnya cukup gawat.
Penyakit – penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak-anak dapat
pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. Di mana ditemukan
adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary
Disease.(Depkes RI.2000).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1
dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak di perkirakan mengalami 3-6
episode ISPA setiap tahunnya.
Penyakit ISPA, sering terjadi pada anak – anak, bahkan di negara-
negara berkembang. Penyakit ISPA ini merupakan salah satu penyebab
kematian tersering pada anak. Di sebabkan oleh infeksi saluran pernafasan
bawah akut (ISPA) paling sering adalah Pneumonia P2 ISPA balita
sebagai target penemuan penderita Pneumonia balita pertahun dihitung dari
jumlah penduduk usia balita pada suatu wilayah.
Secara teoritis diperkirakan 10 % penderita pneumonia akan
menigggal bila tidak diobati (depkes Ri, 1996) Sebagian besar kematian
tersebut di picu oleh ISPA bagian bawah (Pneumonia). Tetapi masyarakat
yang masih awam dengan gangguan itu.
Sebagian besar kematian tersebut dipicu oleh ISPA bagian bawah
(Pneumonia). Tetapi masyarakat yang masih awam dengan gangguan itu.
Penyakit ISPA dapat menyerang jaringan paru-paru dan penderita pun cepat
3
meninggal akibat Pneumonia berat, namun tidak cepat di tolong. Karena
memang akibat ketidaktahuan masyarakat tentang kelainan itu.
Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-paru
(Alveoli). Terjadinya Pneumonia pada balita seringkali bersamaan dengan
proses infeksi akut bronkus (Broncho Pneumonia). Gejala penyakit ini
berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak.
Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit
atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali
permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.
Pada anak usia di bawah 2 bulan, tidak di kenal diagnosis Pneumonia.
Mengutip hasil survei kesehatan rumah tangga 1995 yang
melaporkan proporsi kematian anak akibat penyakit sistem pernafasan
adalah 2,1%, sementara pada balita 38,8%. Berdasarkan Program
Pembangunan Nasional (Propenas ) bidang kesehatan, angka kematian bayi
dari 5/1.000 pada tahun 2000 akan diturunkan menjadi 3/1.000 pada akhir
tahun 2005.
Di Sidomulyo ISPA merupakan salah satu penyebab utama
kunjungan pasien di Sarana Kesehatan. Pasien yang berobat ke Puskesmas
sebanyak 40-60 %. Kunjungan di bagian rawat jalan dan rawat inap Rumah
Sakit sekitar 15-20 %.
Hidup serumah dengan perokok juga menjadi faktor penyebab
penyakit ISPA anak. Hasil penelitian di sumedang jaw barat tahun 2001,
menyatakan bahwa 23% penyakit ISPA pada anak balita disebabkan oleh
pendeita hidup serumah dengan perokok.
4
Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran napas bagian atas (ISPA)
dan saluran nafas bagian bawah (ISPA) beserta adneksanya. ISPA
mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat
menyebabkan kecacatan misalnya stitis media yang merupakan penyebab
ketulian. Sedangkan hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISPA), Paling
sering adalah pneumonia (WHO 2003). Kematian akibat pneumonia sebagai
penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima
kasus diantara 1.000 balita (Depkes, 2003).
Kejadian ISPA di wilayah Provinsi Gorontalo masih terhitung tinggi,
hal ini terlihat bahwa kasus ISPA sesuai data dari Dinas Kesehatan Provinsi
Gorontalo pada tahun 2009 sebanyak 28.322 kasus, dan khususnya di
Kabupaten.
Di Kabupaten Gorontalo jelas penderita ISPA tahun 2007 sebanyak
298 kasus, tahun 2008 terdapat 569 balita dan tahun 2009 sebanyak 610
kasus, laporan dari catatan medis di Puskesmas Sidomulyo tahun 2007
terdapat 198 kasus penyakit ISPA, Pada tahun 2008 terdapat 489 kasus
penyakit ISPA dan tahun 2009 terdapat 551kasus penyakit ISPA pada balita
di wilayah kerja Puskemas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo Tahun 2009
5
B. Perumusan Masalah
Bagaimana hubungan kejadian ISPA pada balita berdasarkan status
Imunsasi, pemberian ASI eklusif dan faktor lingkungan di wilayah Kerja
Puskesmas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo Tahun 2009.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubugan dengan kejadian
ISPA pada balita di wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kabupaten
Gorontalo Tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan status Imunisasi dengan
kejadian ISPA pada balita.
b. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Ekslusif
dengan kejadian ISPA pada balita.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Institusi
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi
bagi Instansi terkait.
2. Manfaat Ilmiah
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak – pihak yang ingin
mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap persoalan yang sama.
3. Manfaat Praktis
Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam
memperluas wawasan keilmuwan dan menetapkan upaya pencegahan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit ISPA
1. Pengertian
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan
Akut, mulai diperkenalkan tahun 1984 dalam lokakarya Nasional ISPA
di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah Inggris Acute
Respiratory Infection yang disingkat ARI. Dalam lokakarya
Nasional pertama tersebut ada dua pendapat. Pendapat pertama
memilih istilah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan
pendapat kedua memilih istilah ISNA (Infeksi Saluran Nafas Akut).
Pada akhir lokakaryanya diputuskan untuk memilih istilah ISPA
dan istilah ini pula yang dipakai hingga sekarang (Depkes RI,
1998).
ISPA adalah Infeksi Saluran Nafas yang berkembang sampai
14 belas hari, yang dimaksud saluran nafas adalah organ mulai dari
hidung sampai alveoli paru beserta organ adueksanya (Sinus, Ruang
Telinga Tengah dan Pleura). (Widiastuti, 1989).
Berdasarkan lokasi anatomik (WHO, 2003).
a) Infeksi saluran pernapasan akut bagian atas (ISPAA) yaitu
infeksi yang menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya
rhinits akut, taringitis akut, sinusitius akut dan sebagainya.
7
b) Infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah (ISPBA)
dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas mulai dari bagian
bawah epiglotis sampai alveoli paru, misalnya ; trakheitis,
bronkhitis, akut, pneumoni dan sebagainya.
2. Etiologi
Etiologi ispa terdiri dari 30 jenis bakteri, virus dan viketsia.
Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, hemofilus,
berdekella, dan karinebakterium. Virus penyebabnya antara lain
golongan miksovirus, aden virus, corona virus, pikornavirus,
mikoplasma, herpes virus.
Berdasarkan etiologi istilah infeksi saluran nafas akut
mempunyai 3 unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut.
Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai
berikut :
a) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam
tubuh manusia dan berkembang biak sehingga dapat
menimbulkan segala penyakit.
b) Saluran pernapasan adalah organ yang dimulai dari hidung
hingga alveoli beserta adreksanya seperti sinus-sinus, rongga
telinga tengah dan pleura.
c) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari.
Ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses
ini berlangsung lebih dari 14 hari.
8
Dalam klasifikasi program P2ISPA Departemen Kesehatan,
untuk balita dibedakan menjadi non pneumoni dan bukan
pneumoni. Klasifikasi bukan pneumoni yaitu bentuk pilek biasa
(Common Cold), faringitis dan otitis. Untuk kelompok umur < 2
Bulan - < 5 Tahun. Klasifikasi dibagi atas pneumoni berat, pneumoni
dan bukan pneumoni. Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi
dibagi atas pneumoni berat bukan pneumoni.
Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-
paru (Alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan
dengan proses infeksi akut bronkus (Bronchopneumonia).
3. Gejala
Gejala penyakit ispa berupa nafas cepat dan nafas sesak,
karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah
frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada
bayi usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali
permenit atau lebih pada bayi usia 1 tahun sampai kurang dari 5
tahun. Pada bayi usia dibawah 2 bulan tidak dikenal diagnosis
pneumonia.
Pneumonia berat ditandai dengan adanya bentuk atau (juga
disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding
dada sebelah bawah kedalam pada anak usia 2 bulan sampai
kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga
pneumonia sangat berat, dengan gejala bentuk, kesukaran bernapas
disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara
9
untuk bayi dibawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan
frekwensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau
(juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke
dalam.
Klasifikasi bukan pneumoni mencakup kelompok penderita
dengan bentuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan
frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding
dada kedalam, yaitu bentuk pilek biasa (common cold) faringitis,
tonsilitis, otitis.
Influenza / common cold biasanya terjadi dalam bentuk
pandemi. Virus penyebabnya adalah Rhinovirus, virus influenza A
dan B, parainfluenza, adenovirus, coronavirus, enterovirus. Disebut
commond cold bila gejala hidung lebih menonjol. Sedangkan
influenza dimaksudkan untuk kelainan yang disertai faringitis dan
tanda demam dan lesu lebih nyata. Penyakit ini biasanya sembuh
sendiri dalam 3-5 hari. Gambaran klinis penyakit ini mempunyai
gejala sistimatik yang khas berupa gejala infeksi virus akut yaitu
demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nafsu makan
hilang, dan disertai dengan gejala lokal berupa rasa menggelitik
sampai nyeri tenggorokan. Kadang-kadang disertai batuk kering,
hidup tersumbat, bersin dan ingus encer, tenggorokan tanpak
hiperemi, didalam rongga hidung tanpak konka yang lembab dan
hiperemi, sekret dapat berupa seamukus atau mukoporulen bila ada
infeksi sekunder (Rasydah, 2204).
10
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ISPA biasanya hanya dengan
memberikan obat terhadap keluhan yang timbul, antara lain
pengencer dahak, penurun panas, penenang, dan sebagainya. Namun
bila infeksi berlanjut disarankan menghubungi layanan kesehatan.
Penyakit ISPA dapat terjadi secara akut atau kronis, dengan
yang tersering adalah Rimitis Simpleks, Faringitis, Tinsilitis, dan
Sinusitis (Anonim, 2005).
a) Rimitis Simpleks
Rimitis simpleks lebih dikenal sebagai Common Cold.
Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Echo dan Coxsackie.
Gejala yang ditimbulkan yaitu nemurunnya sistem kekebalan
atau daya tahan tubuh. Penatalaksanannya yaitu istirahat dan
obat-obat simtomatis (Penurun Panas, penghilang rasa nyeri dan
dekongestan). Pemberian antibiotika untuk mencegah terjadinya
infeksi sekunder atau komplikasi.
b) Faringitis
Dikenal sebagai radang tenggorokan, dimana para penderita
sering mengeluh nyeri tenggorokan, penyebabnya adalah
Faringitis Virus. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan
memberikan antibiotika, disamping itu obat kumur tenggorokan
dan simtomatik sangat membantu penderita.
11
c) Tonsilitis
Penyakit ISPA yang satu ini sering disebut radang amandel.
Dengan gejala-gejalanya seperti nyeri tenggorok, demam, nyeri
telinga, kelenjar getah bening submandibula dan meradang.
Penyebabnya yaitu streptokokus beta hemolitikus groop A,
Neomokokus, Stafilakokus, Haemophilus influenza, dan virus.
Pengobatan bagi penderita tonsilitis akut dengan demam
sebaiknya cairan cukup, diet cukup. Pemberian antibiotika dan
obat-obatan sintomatik seperti pengilang nyeri, penurun demam.
Sedangkan tonsilitis kronis dipertimbangkan untuk tindakan
operasi amandel (Tonsilektomi) dengan membuang sumber
infeksi pada sumbatan rongga mulut oleh amandel yang
membesar, kelainan jantung dan paru-paru.
d) Sinusitis
Radang mukosa sinus paranasal mengenai anatomi sinus yang
dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis
frontal dan sinusitis sphenoid. Darah terpenting yang perlu
diketahui untuk terjadinya sinusitis yaitu kompleks ostiomeatal
(KOM), merupakan daerah sempit tempat bermuaranya saluran-
saluran drenase dari sinus-sinus kelompok anterion yang terletak
disepertiga tengah dibanding lateral hidung (Meatus Midius)
12
B. Tinjauan Umum Tentang Faktor – Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Dalam buku pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan
RI Tahun 1991, disebutkan bahwa faktor penyebab penyakit ISPA
karena imunisasi yang belum lengkap, kurang gizi, lingkungan yang
tidak sehat serta tertular penderita lain.
1. Status Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian Vaksin kepada bayi untuk melindungi
bayi dari berbagai macam penyakit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
meningkatkan resiko akibat ISPA non Pneomonia adalah imunisasi
yang belum lengkap atau tidak memadai. Angka kematian bayi
(AKB) di Indonesia pada tahun 1870 mencapai 145 per 1.000,
namun berkat program imunisasi dari pemerintah kepada balita
secara gratis di Puskesmas sejak tahun 1977, maka angka kematian
bayi saat ini menurun hingga 52 per 1.000. (Amdani, 2004).
Program imunisasi itu sendiri meliputi Dipteri (Anti Infeksi saluran
pernapasan), (antibatuk rejan), tetanus, BCG (Anti Tuberkolosis),
polio, campak, dan hapatitis B (Srikusumoa Amdani, 2004).
Srikusumoa menambahkan, aspek imunisasi dan gizi yang cukup
merupakan suatu keharusan bagi orang tua dalam menyiapkan
anak-anak mereka agar tumbuh sehat dan cerdas.
13
Sementata itu (Dr. Budi Purnomo, 2004) menyatakan imunisasi
menjadi salah satu faktor yang sangat penting bagi para ibu untuk
mejaga agar bayi dan balitanya tetap dalam kondisi sehat dan
terlindungi dari berbagai macam penyakit. Dalam hal imunisasi,
saat ini telah diperkenalkan imunisasi kombinasi yang
menggabungkan vaksin untuk beberapa penyakit, sehingga lebih
praktis, ekonomis, dan mempersingkat kunjungan ke dokter.
2. Pemberian ASI Eksklusif
ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk
bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-
ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dari
yang semestinya. ASI Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja
tanpa makanan dan minuman lain. ASI Eksklusif dianjurkan 4-6
bulan pertama kehidupan bayi (Depkes RI, 2002).
Dilihat dari aspek imunologik bahwa bayi yang diberi ASI lebih
terlindungi terhadap penyakit infeksi dan mempunyai kesempatan
hidup lebih besar dibandingkan dengan bayi-bayi yang diberikan
susu botol. Bayi yang diberikan makanan pendamping susu selain
ASI akan mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare,
dan 3-4 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA).
Pemberian ASI memberikan keunggulan-keunggulan sebagai berikut:
a. ASI bersih/bebas kontaminasi, meskipun kontaminasi
melalui puting susu, akan tetapi bakteri tidak di beri kesempatan
14
berkembang biak karena ASI yang diminum mengandung zat
anti Infeksi.
b. Immunoglobulin, terutama Immunoglobulin (IgA),
kadarnya lebih tinggi dalam kolustrum dibandingkan dengan
ASI, Secretory Ig.A tidak diserap tetapi melumpuhkan bakteri
patogen E. Coli dan berbagai Virus dalam saluran perncernaan.
c. Laktoferin, sejenis protein yang merupakan komponen
zat kekebalan daam ASI yang mengikat zat besi (Ferum)
disaluran pencernaan.
d. Lysosim, suatu enzim yang melindungi bayi terhadap
bakteri dan Virus yang merugikan. Lysosim terdapat dalam
jumlah 300 kali lebih banyak pada ASI dari pada susu sapi.
Enzim ini aktif mengatasi bakteri E. Coli dan Salmonella.
Adapun kendala-kendala dalam penggunaan ASI Eksklusif adalah :
a. Gencarnya promosi susu formula
b. Kurangnya rasa percaya diri Ibu bahwa ASI cukup untuk
bayinya
c. Adanya langkah Ibu-ibu yang terburu-buru memberikan
makanan/susu lain sebelum ASI keluar
d. Perilaku Ibu-ibu membuang kolestrum (Air Susu yang pertama
kali keluar) (Anonim,2005).
Ibu yang memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara Ekskusif kepada
bayinya sampai berumur enam bulan. Saat ini masih rendah, yaitu
15
kurang dari dua persen dari jumlah total Ibu melahirkan.
(Anonim,2005).
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan lain pada bayi
berumur nol sampai enam bulan yang harus diberikan kepada bayi,
karena didalamnya terkadang hampir semua zat gizi yang
dibutuhkan oleh bayi. Setelah berumur enam bulan mutlak
memerlukan lebih banyak zat gizi, dan ASI hanya bisa menopang
60-70 persen kebutuhan gizi pada bayi sehingga bayi memerlukan
makanan pendamping lain.
C. Kerangka Konsep dan Hipotesis
A. Dasar Pemikiran Variabel yang di teliti
ISPA adalah penyakit Infeksi saluran pernafasan yang
ditimbulkan oleh mikroorganisme (bakteri dan virus) ke dalam
rongga pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Terbanyak
ISPA menyerang anak-anak terutama pada usia balita. Angka
kunjungan ISPA di unit-unit Pelayanan Kesehatan juga selalu
masuk pada kunjungan 10 penyakit terbanyak.
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang sehari-hari
dikenal sebagai penyakit batuk pilek. Sangat penting bagi
masyarakat untuk mengenal faktor-faktor penyebab penyakit ISPA
serta mengenal cara-cara mencegah penyakit ISPA sehingga
penderita batuk tidak berlanjut menjadi non Pneumonia. Faktor-
faktor tersebut adalah :
16
1. Status Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada bayi untuk
melindungi bayi dari berbagai macam penyakit. Jenis Imunisasi
meliputi Dipteri (anti infeksi saluran pernafasan), (anti batuk
rejan), Tetanus, BCG (anti Tuberkolosis), polio, Campak, dan
Hepatitis B. (Srikusumo Amdani,2004).
2. Pemberian ASI Eksklusif
ASI Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja tanpa
makanan dan minuman lain. ASI Eksklusif di anjurkan 4-6
bulan pertama kehidupan bayi. (Depkes RI,2002).
ASI mengandung antibodi dan komponen lain yang
memberikan kekuatan terhadap sistem kekebalan bayi dan
membantu melindungi dari infeksi alergi dan Asma. (Zaki
Utama,2004).
B. Pola Pikir Variabel yang diteliti
Keterangan :
= Variabel Dependen
= Variabel Independent
17
Status Imunisasi
Pemberian Asi Eksklusif
Kejadian ISPA
C. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
a. Kejadian ISPA
Definisi Operasional tentang ISPA
Yang dimaksud dengan penderita ISPA dalam penelitian ini
adalah balitas yang berobat ke puskemas dan dinyatakan ISPA.
Kriteria Obyektif :
ISPA : Balita yang telah ditetapkan sebagai penderita ISPA
Non ISPA : Balita yang berobat dan dinyatakan tidak menderita
ISPA.
b. Status Imunisasi
Definisi Operasional Imunisasi
Kelengkapan imunisasi yang dimaksud dengan kelengkapan
imunisasi dalam penelitian ini adalah kelengkapan imunisasi wajib
yang diberikan sesuai dengan usia.
Kriteria Obyektif :
Lengkap : Jumlah anak telah mendapatkan imunisasi
secara lengkap yang tertera dalam KMS.
Tidak Lengkap : Jika anak tidak mendapatkan imunisasi secara
lengkap.
c. Pemberian ASI Eksklusif
Definisis Operasional Pemberian ASI Eksklusif
Adalah pemberian Air Susu Ibu kepada anaknya sampai
dengan umur 4 bulan tanpa makanan pendamping.
18
Kriteria Obyektif :
Pemberian ASI Eksklusif : Pemberian ASI tanpa
makanan dan minuman
tambahan hingga usia 6
bulan (Depkes RI,2002).
Pemberian bukan ASI Eksklusif : Pemberian ASI Eksklusif
jika tidak memenuhi
standar di atas.
D. Rumusan Hipotesis
1. Hipotesis Nihil (H0)
a. Tidak ada hubungan antara status Imunisasi dengan kejadian
ISPA pada balita.
b. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan
kejadian ISPA pada balita.
2. Hipotesisi Alternatif (Ha)
a. Ada hubungan antara status Imunisasi dengan kejadian ISPA
pada balita.
b. Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan ISPA
pada balita.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional dengan
pendekatan Cross Secsional karena variabel dependent dan independent
diteliti secara bersamaan yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Kerja
Puskesmas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dengan selang waktu bulan Maret
sampai bulan Mei 2010.
2. Tempat
Penelitian ini bertempat di Wilayah Kerja Puskesmas
Sidomulyo Kabupaten Gorontalo.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien balita yang
berkunjung dan berobat di Puskesmas Sidomulyo Kabupaten
Gorontalo yaitu sebanyak 336 balita.
20
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien ISPA pada balita
yang berobat di Puskesmas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo.
Untuk menentukan jumlah sampel menggunakan rumus :
N
n =
1 + N (d)2
Keterangan : n = Sampel
N = Populasi
D = Derajat Ketelitian atau Presisi
n =
=
=
=
= 182 sampel
Sehingga sampel yang diambil berjumlah 182 balita.
3. Kriteria sampel
a. Bersedia diwawancarai
b. Memiliki semua variabel penelitian
c. Memiliki rekam medik yang lengkap
21
N
1 + N (d)2
336
1 + 336 (005)2
336
1+0.84
3361.84
4. Responden
Ibu-ibu yang bersedia diwawancarai dan mempunyai balita
yang pernah sakit dan berkunjung serta memanfaatkan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas Sidomulyo periode Bulan Januari sampai
Bulan Desember 2009.
D. Cara Pengumpulan Data
Data Primer : data yang diambil dengan wawancara langsung
dengan Responden yang mempunyai balita yang
menderita ISPA dan tidak, dengan menggunakan
kuisioner atau daftar pertanyaan.
Data Sekunder : data sekunder di peroleh dari Puskesmas
Sidomulyo yang berkaitan dengan penelitian ini.
E. Cara Pengolahan, Penyajian dan Teknik Analisis
Data
1. Cara Pengolahan Data
Daya yang diperoleh melalui elektrik dengan menggunakan
program SPSS untuk mengetahui eratnya hubungan diuji dengan
menggunakan koefisien phi. Data penelitian disajikan dalam bentuk
tabel dan dinarasikan.
2. Penyajian Data
Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan
dinarasikan.
22
3. Teknik Analisa Data
Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan uji
statistik chi-square dengan tujuan untuk melihat hubungan antara
varibel dependen dan independen dengan α = 0.05, hipotesis nihil
(Ho) ditolak jika X2 hitung > X tebal, artinya ada hubungan antara
variabel dependen dan independen.
Untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan uji chi –
square (X2) untuk tabel 2 x 2 (Azrul Azwar dan Prihartono, 2003),
dengan rumus sebagai berikut :
N [ ad – be ] - 0,5 n 2
X2
(a+b) (c+d) (a+c) (b+d)
Keterangan :
X2 = Kuadrat Chi (chi – square )
N = Besar sampel
Dan untuk menguji kuatnya hubungan digunakan koefisien Phi dengan
rumus
( ad – bc )
Ө =
(a + b) (c + d) (a + c) (b+d)
23
Ө = Kuatnya Hubungan
a, b, c, d = Banyaknya penderita
Besarnya nilai Ө berada antara 0 sampai dengan 1 (0 Ө 1)
0,01 – 0,25 : Hubungan Lemah
0,26 – 0,50 : Hubungan Sedang
0,51 – 0,75 : Hubungan Kuat
0,76 – 1,00 : Hubungan Sangat Kuat
24
DAFTAR PUSTAKA
Afifah Tin,ddk.,2003.Kecenderungan penyakit penyebab kematian bayi dan anak
balita di Indonesia:1992-2001,Buletin penelitian kesehatan,vol 31
no.2-2003,Badan Litbangkes,Jakarta.
Amdani, 2004, Infeksi Penyebab Kematian pada Anak Balita (online),
(http://www.presfektif.com) diakses 20 Desember 2004.
Arikunto,s.2006.”Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik”Edisi revisi
VI.Jakarta:Rineka cipta.
Azrul Azwar, 2004. Balita Kekurangan Gizi (online) (http://www.pdpersi.com)
diakses 21 Desember 2004
Budi Punano, 2004. Infeksi Penyebab Kematian pada Anak Balita (online)
(http://www.presfektif.com) diakses 20 Desember 2004.
Ciscy R.S.P.K, 2004 ISPA dikenal sebagai pembunuh nomor satu terhadap
kematian seorang anak (balita), (http://www.pikiranrakyat.com)
diakses 19 Desember 2004.
Depkes RI, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Saluran Pernapasan Akut
(ISPA), Jakarta 1991.
Depkes RI.(2000).Informasi tentang ISPA pada balita.Jakarta:Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat.
Rulina, 2005 Pemberian ASI pada Bayi Gizi (online)
(http://www.depkesjabar.go.id) diakses 22 Januari 2005.
25
KUESIONER
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SIDOMULYOKABUPATEN GORONTALO
TAHUN 2009
A. Data Umum
1. Nama Responden : .............................................
2. Nama Balita : .............................................
3. Umur : .............................................
4. Jenis Kelamin : .............................................
5. Pekerjaan Orang Tua : .............................................
6. Alamat : .............................................
7. Kejadian ISPA : a. Menderita ISPA b. Tidak menderita ISPA
8. Pendidikan responden (lingkari salah satu yang sesuai)
a. Tamat SLTP / kurang
b. Tamat SMU / sederajat.
B. Apakah dikeluarga ibu ada yang menggunakan ASI Eksklusif
a. Ya
b. Tidak
C. Kelengkapan Imunisasi
Apakah anak ibu mendapatkan imunisasi lengkap sampai dengan 9 bulan ?
a. Ya
b. Tidak
26
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN USULAN PENELITIAN ................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6
A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit ISPA................................ 6
B. Tinjauan Umum tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian ISPA pada Balita ......................................... 12
C. Kerangka Konsep dan Hipotesis ............................................. 15
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 19
A. Jenis Penelitian ....................................................................... 19
B. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................... 19
C. Populasi dan Sampel ............................................................... 19
D. Cara Pengumpulan Data ......................................................... 21
E. Cara Pengolahan, Penyajian dan Teknik Analisis Data ........ 21
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24
KUESIONER
27iii